ca colorectal
DESCRIPTION
refarat ilmu bedahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Saat ini kanker masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat
masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Meskipun
organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit kanker dapat
disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan sepertiga lainnya
dapat dilakukan pengurangan penderitaan.1
Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat
ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita
kanker lanjut baru dating ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini
terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang
perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.
Kanker kolorektal adalah kanker usus besar yang tersebar diseluruh dunia. Kanker
kolorektal ini sering ditemukan dalam masyarakat dan merupakan salah satu kanker yang dapat
disembuhkan dan dicegah perkembangannya. Teknologi dan kemampuan untuk menemukannya
dalam stadium dini telah banyak dimiliki oleh Rumah Sakit di Indonesia. Sudah selayaknya kita
berusaha meningkatkan pemahaman tentang penyakit ini sehingga upaya menemukan kasus
dalam stadium dini dapat tercapai.
Tujuan dari pengobatan kanker adalah mencapai kesembuhan. Kesembuhan sangat
ditentukan oleh jenis kanker dan stadium penyakit saat diagnosis dibuat. Banyak penderita
kanker lanjut baru datang ke dokter, sehingga kesembuhan tidak dapat dicapai. Keadaan ini
terjadi karena kewaspadaan terhadap penyakit kanker masih rendah. Pemahaman tentang
perkembangan penyakit ini belum banyak diketahui.
1 Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama : 1995.
Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya.
Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat
pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua
kasus kanker. Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia
terdapat kenaikan jumlah kasus. Data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk di
negara barat, perbandingan insiden laki-laki : perempuan = 3 : 1, kurang dari 50 % ditemukan di
rektosigmoid, dan merupakan penyakit usia lanjut. Eropa sebagai salah satu negara maju dengan
angka insiden kanker kolorektal yang tinggi. Pada tahun 2004 terdapat 2.886.800 insiden dan
1.711.000 kematian karena kanker, kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada angka
insiden dan mortalitas.
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
2.1 Anatomi
A. Anatomi Colon
Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berrongga dengan panjang sekitar 1,5
m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga canalis analis. Diameter usus besar sekitar 6,5 cm
(2,5 inchi), tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.2
Gambar anatomik sistem digestivus
2 Sjamsuhidayat, R, Jong, WD, „Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi II, EGC. Jakarta : 2005.
3
Usus besar dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :
Caecum
Caecum adalah bagian pertama intestinum crassum dan beralih menjadi colon
ascendens. Caecum terletak dalam kuadrn kanan bawah, yakni dalam fossa iliaca.
Biasanya hampir seluruh caecum diliputi oleh peritoneum dan dapat diangkat dengan
mudah, tetapi caecum tidak memiliki mesenterium.
Kolon
Colon ascendens melintas dari caecum ke arah kranial pada sisi kanan cavitas
abdominalis ke hepar, dan membelok ke kiri sebagai flexura coli dextra. Colon ascendens
terletak retroperitoneal sepanjang sisi kanan dinding abdomen dorsal, tetapi di sebelah
ventral dan pada sisi-sisinya tertutup oleh peritoneum. Perdarahan colon ascendens dan
flexura coli dextra melalui arteria ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri
mesenterica superior.
Colon transversum adalah bagian intestinum crassum terbesar dan paling mobil.
Bagian ini melintasi abdomen dari flexura coli dextra ke flexura coli sinistra, dan disini
membelok ke arah kaudal menjadi colon descendens. Perdarahan arterial colon
transversum terutama melalui arteri colica media, cabang arteria mesenterica superior,
dan melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Saraf-saraf berasal dari plexus
mesentericus superior dan mengikuti arteria colica dextra dan arteria colica media. Saraf
ini membawa serabut saraf simpatis dan parasimpatis (vagal).
Colon descendens melintas retroperitoneal dari flexura coli sinistra dan beralih
menjadi colon sigmoideum. Peritoneum menutupinya di sebelah ventral dan lateral, dan
menetapkannya pada dinding abdomen dorsal.
Colon sigmoideum, jerat usus berbentuk S dengan panjang yang variabel,
menghubungkan colon descendens dengan rektum. Colon sigmoideum meluas dari tepi
pelvis sampai segmen sacrum ketiga, untuk beralih menjadi rectum. Berakhirnya taenia
coli menunjukkan permulaan rectum. Peralihan rektosigmoid (rectosigmoid junction)
terletak kira-kira 15 cm dari anus.
4
B. Anatomi Rektum
Ke arah proksimal rectum sinambung dengan colon sigmoideum dan ke arah distal
dengan canalis analis. Rectum berawal ventral dari vertebra sacrum ke tiga, mengikuti
lengkung os sacrum dan os coccygis, dan berakhir di sebelah ventrokaudal ujung os
coccygis dengan beralih menjadi canalis analis. Bagian akhir rectum yang melebar ialah
ampulla recti yang menopang dan menyimpan massa tinja. Rectum berbentuk S dan
memiliki tiga lengkungan yang tajam.
Perdarahan arterial melalui arteria rectalis superior, lanjutan dari arteria mesenterica
inferior, memasok darah pada bagian proksimal rectum. Kedua arteria rectalis media
mengantar darah ke rectum bagian tengah dan bagian distal, dan arteria rectalis inferior
mengatur perdarahan bagian distal rectum.
5
Gambar perdarahan pada rektum
Darah disalurkan kembali melalui vena rectalis superior, vena rectalis media dan vena
rectalis inferior. Persarafan rectum berasal dari sistem simpatis dan sistem parasimpatis
Persarafan simpatis berasal dari truncus simphaticus bagian lumbal dan plexus hypogastricus
superior (nervus presacralis) melalui plexus-plexus sekitar cabang arteria mesenterica inferior.
Persarafan parasimpatis berasal dari nervi splancnici pelvici (nervi erigentes).
2.2 Fisiologi
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi
usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
selesai dalam kolon dextra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa
6
feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi. Kolon mengabsorbsi sekitar 800
ml air per hari, berat akhir feses yang dikeluarkan per hari sekitar 200 gram.3
Mukosa usus besar terdiri dari kriptus dan tidak terdapat vilus. Epitel kriptus terdiri
hampir seluruhnya (paling banyak pada permukaannya ) atas sel-sel goblet yang menghasilkan
mukus pelumas. Epitel-epitel lain mempunyai batas bersilia dari mikrovilus yang merupakan
ungkapan akan faal penyerapan air yang besar.
Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan
dan membantu penyerapan zat-zat gizi, seperti mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B.
Pembusukan oleh bakteri dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana
seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh
bikarbonat, akan dihasilkan karbondioksida (CO2). Pembentukan berbagai gas seperti NH3,
CO2, H2, H2S, dan CH4 membantu dalam pembentukan gas (flatus) dalam kolon. Bakteri ini
penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.
Fermentasi bakteri pada sisa karbohidrat juga melepaskan CO2, H2, dan CH4 yang juga
berperan dalam pembentukan flatus dalam kolon. Dalam sehari secara normal dihasilkan 1000
ml flatus. Kelebihan gas dapat terjadi pada aerofagia (menelan udara secara berlebihan), dan
pada peningkatan gas pada lumen usus.
Isi usus digerakkan secara lambat. Gerakan usus yang khas adalah pengadukan haustral.
Kantong atau haustra meregang dari waktu ke waktu otot sirkular akan berkontraksi untuk
mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan isi usus bergerak bolak-
balik dan meremas-remas. Terdapat dua jenis peristatik propulsif, yaitu :
Kontraksi lambat dan tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan,
menymbat beberapa haustra
Peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, dan akhirnya merangsang
3 Simadibrata. Karsinoma kolon rektum. Dalam: Suparman (ed) Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI : 1458
7
BAB III
KARSINOMA KOLORECTAL
3.1 Definisi4
Kanker kolorectal sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan
relatif cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta
merusaknya, dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke
organ yang jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada
akhirnya dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
Gambar tumor pada kolon
4 www.dharmais.co.id, Waspada Kanker Kolorektal di akses 12 november 2012
8
3.2 Patofisiologi5
Jenis utama pada kanker kolorektal adalah adenokarsinoma, yang sebelumnya dicetuskan
dengan polip adenomatosa, dapat tumbuh pada mukosa colon yang normal. Penelitian yang
dilakukan oleh Bert Vogelstein, dkk lebih dari 20 tahun yang lalu berhasil mengidentifikasikan
alterasi genetic yang terpenting, dimana akan berkembang menjadi kanker kolorektal.
Pada awalnya terjadi peningkatan gen APC (adenomatosa poliposis coli), dimana bersifat
mutasi individual oleh familial adenomatosa poliposis (FAP). Protein yang mengkode target gen
APC dengan mendegradasi beta-catenin, suatu komponen protein transkripsional kompleks yang
mengaktivasi growth-promoting onkogen, seperti cyclin D1 atau c-myc. Mutasi APC dan beta-
catenin sering teridentifikasi pada kanker koloretal yang bersifat sporadic.
Gambar perubahan mukosa dengan peningkatan gen APC
Perubahan metilasi DNA dapat terjadi pada stadium polip. Kanker kolorektal dan polip
mengalami ketidakstabilan metilasi genomic DNA, dengan hipometilasi global dan regional.
Hipometilasi dapat meningkatkan aktivasi onkogen, dimana hipometilasi dapat meningkatkan
tumor supresor gen. Ras mutasi gen umumnya dapat terjadi pada polip yang besar, yang akan
mempengaruhi pertumbuhan onkogen polip.
5 Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama : 1995.
9
Delesi kromosom 18q dapat dihubungkan pada pertumbuhan kanker yang bersifat lanjut.
Delesi kromosom ini meningkatkan target DPC4 (suatu gen delesi pada kanker pancreas dan
meningkatkan factor transforming-growth [TGF]-beta pada jalur penanda growth-inhibitor) dan
DCC (suatu gen delesi pada kanker kolon). Kehilangan kromosom 17p dan mutasi gen tumor
supresi p53 terjadi pada keadaan lanjut kanker kolon. Overexpresi Bc12 akan meningkatkan
inhibisi kematian sel, hal ini terjadi pada perkembangan kanker kolorektal. Delesi 18q akan
terdeteksi pada stadium kanker kolon Dukes B, dimana akan terjadi peningkatan rekurensi
pembedahan, dan pada penelitian akan lebih baik jika dilakukan kemoterapi adjuvant.
3.3 Riwayat perjalanan penyakit
Kanker kolorectal dapat ditemukan dengan skrinning dan biasanya bersifat asimptomatik.
Kira-kira 50 % pasien mengeluh nyeri abdomen, 35 % pasien mengeluh adanya perubahan
bowel-habit, 30 % pasien akan mengalami occult bleeding, sedangkan 15 % pasien akan
mengalami obstruksi usus. Pasien dengan riwayat keluarga dan mempunyai factor resiko
perkembangan kanker rectal.Kebanyakan kanker rectal tidak bergejala dan dapat diketahui
dengan pemeriksaan skrining atau dengan proktoskopi.
Karsinoma kolorektal dini adalah keganasan usus besar yang masih terbatas pada lapisan
mukosa dan submukosa dinding usus, dengan bermacam bentuk manifestasi, diantara berbagai
tipe kanker kolorkatal dini, tipe depress merupakan tipe yang paling sulit dikenali khususnya
dengan pemeriksaan endoskopi konvensional.
Perkembangan tumor secara transmural lebih cepat ditemukan pada kanker kolorektal
dini tipe deress. Pada tipe protrude invasi kearah submukosa lebih jarang disbanding type yang
lain.
10
3.4 Etiologi
Hingga saat ini tidak diketahui dengan pasti apa penyebab kanker kolorektal. Tidak dapat
diterangkan, mengapa pada seseorang terkena kanker ini sedangkan yang lain tidak. Namun yang
pasti adalah bahwa penyakit kanker kolorektal bukanlah penyakit menular. Terdapat beberapa
faktor resiko yang menyebabkan seseorang akan rentan terkena kanker kolorektal yaitu:
Usia, umumnya kanker kolorektal menyerang lebih sering pada usia tua. Lebih dari 90
persen penyakit ini menimpa penderita diatas usia 50 tahun. Walaupun pada usia yang
lebih muda dari 50 tahunpun dapat saja terkena. Sekitar 3 % kanker ini menyerang
penderita pada usia dibawah 40 tahun.
Polyp kolorektal, adalah pertumbuhan tumor pada dinding sebelah dalam usus besar dan
rektum. Sering terjadi pada usia diatas 50 tahun. Kebanyakan polyp ini adalah tumor
jinak, tetapi sebagian dapat berubah menjadi kanker. Menemukan dan mengangkat polyp
ini dapat menurunkan resiko terjadinya kanker kolorektal.
Riwayat kanker kolorektal pada keluarga, bila keluarga dekat yang terkena maka resiko
untuk terkena kanker ini menjadi lebih besar, terutama bila keluarga yang terkena
tersebut terserang kanker ini pada usia muda.
Kelainan genetik, perubahan pada gen tertentu akan meningkatkan resiko terkena kanker
kolorektal. Bentuk yang paling sering dari kelainan gen yang dapat menyebabkan kanker
ini adalah hereditary nonpolyposis colon cancer (HNPCC), yang disebabkan adanya
perubahan pada gen HNPCC. Sekitar tiga dari empat penderita cacat gen HNPCC akan
11
LOKALISASI KANKER USUS BESAR
ER CRC 1969-1981.n.2418
terkena kanker kolorektal, dimana usia yang tersering saat terdiagnosis adalah diatas usia
44 tahun.
Pernah menderita penyakit sejenis, dapat terserang kembali dengan penyakit yang sama
untuk kedua kalinya. Demikian pula wanita yang memiliki riwayat kanker indung telur,
kanker rahim, kanker payudara memiliki resiko yang tinggi untuk terkena kanker ini.
Radang usus besar, berupa colitis ulceratif atau penyakit Crohn yang menyebabkan
inflamasi atau peradangan pada usus untuk jangka waktu lama, akan meningkatkan resiko
terserang kanker kolorektal.
Diet, makanan tinggi lemak (khususnya lemak hewan) dan rendah kalsium, folat dan
rendah serat, jarang makan sayuran dan buah-buahan, sering minum alkohol, akan
meningkatkan resiko terkena kanker kolorektal.
Merokok, dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ini karena terjadi induksi oleh 5-
lipoxygenase–associated angiogenic pathways.
wanita postmenopause yang menggunakan hormone replacement therapy
3.5 Klasifikasi kanker kolon
Berdasarkan lokasi dapat dibedakan berdasarkan letak tumor, seperti kolon kanan
ataupun kolon kiri
.
12
Gambar lokasi kanker pada usus besar
Gambar kanker dan polip kolon
Pola Penyebaran
Pada type depress secara histopatologi didapat 3 pola invasi kedalam lapisan submukosa
yaitu : Penetrasi, ekspansi ke samping dan penyebaran superficial.
1. Tipe Penetrasi
Invasi secara penetrasi kedalam lapisan submukosa terjadi melalui ruang perivaskuler
saat tumor masih kecil dengan diameter sama atau lebih kecil dengan diameter sama atau lebih
kecil dari 5 mm. Tumor mengalami pembelahan dalam lapisan submukosa membentuk massa
yang akan menghasilkan tonjolan kea rah luar.
2. Ekspansi Kesamping
Pada keadaan ini terjadi ekspansi kesamping mencapai jarak mendekati 10 mm, sebelum
terjadi invasi kedalam lapisan submukosa. Lapisan mukosa normal ditepi tumor akan menonjol
sebagai akibat penekanan tumor.
3. Penyebaran Superficial
Penyebaran ini terjadi karena ekstensi pada lapisan mukosa permukaan
13
3.6 Gambaran Klinis
Kanker kolorektal merupakan akhir dari suatu proses perubahan menuju kanker dari
mukosa usus besar normal yang memakan waktu sdikitnya 10 tahun. Perubahan berjalan
perlahan, oleh karenanya tidaklah mengherankan pabila acapkali dijumpai penderita kanker
kolon tanpa gejala atau relatif bergejala ringan pada saat penyakit ditemukan. Gejala yang
muncul dapat berkaitan dengan saluran cerna.
Gejala yang berkaitan dengan saluran cerna
Nyeri perut adalah keluhan paling sering yang disampaikan penderita ( 22% s/d 65%)
keluhan ini lebih sering berhubungan dengan kanker kolon bukan dengan kanker rektum.
Perdarahan peranus sebagai keluhan pertama dikeluhkan oleh separuh penderita (34% - 60%).
Gejala dapat berupa perdarahan segar bercampur atau tanpa disertai dengan tinja, dalam jumlah
yang banyak atau sedikit hanya menempel pada kertas tissue. Bila darah berwarna maron
memperlihatkan sumber perdarahan berasal dari Usus besar bagian atas dari studi kolonoskopi
pada 145 penderita berusia lebih dari 40 tahun yang dikirim dokter paraktik karena riwayat
perdarahan, didapatkan penderita kanker kolon sebesar 10,3%.
Mencret dan mejen dikeluhkan oleh 22% s/d 58% penderita. Keluhan lain yang perlu
diperhatikan pula adalah perubahan bentuk tinja seperti pensil, buang air besar tidak lampias dan
rasa mual berlebihan.
Gejala Umum
Gejala umum yaitu perasaan cepat lelah, lesu dan berat badan menurun. Keadaan tersebut
disebabkan karena anemia. Dua studi kolonoskopi yang dilakukan pada penderita anemia
kekurangan zat besi ditemukan 6% dan 11% penderita kanker kolorektal.
Gejala spesifik mempunyai nilai prediksi yang tinggi, namun harus diingat bahwa 20%
s/d 40% penderita kanker kolorektal tidak memberikan gejala atau tanda spesifik.
14
Gejala Ekstrakolon
Gejala ini muncul setelah terjadi penyebaran setempat atau penyebaran ke organ yang
jauh. Dapat terjadi fistel pada kantong kemih, vagina atau usus. Gejala kadang-kadang dapat
muncul sebagai gejal infeksi. Jika telah terjadi metastasis ke organ lain, muncul gejala yang
susuai dengan tempat terjadinya metastasis.
3.7 Diagnosis
Pendekatan diagnosis pada penderita kanker kolorektal sangat bergantung kepada gejala
klinik yang muncul. Sebagian kecil penderita yang datang dalam kondisi gawat yang segera
memerlukan tindakan pembedahan sehingga diagnosis dapat segera dibuat, atau kadang-kadang
diagnosis dapat dibuat hanya melalui pemeriksaan colok dubur.
Pengamatan saluran cerna dapat dilakukan dengan pemeriksaan barium enema atau
kolonoskopi dengan serat lentur. Namun demikian banyak dokter memilih pemeriksaan
kolonoskopi. Hal ini didasarkan pada pertimbangan sensitifitas dan spesifitasnya untuk
mendiagnosa keganasan, selain itu dapat pula dilakukan tindakan endoskopi terapi seperti reseksi
lesi bila diperlukan. Pertimbangan lain adalah biaya relatif murah.
Pemeriksaan kolonoskopi merupakan pilihan dan cara membuat diagnosis kanker
kolorektal yang akurat. Pengamatan kolonoskopi sebelum tindakan operasi harus dikerjakan.
Dengan pemeriksaan kolonoskopi dapat dilakukan biopsi untuk memastikan ada tidaknya suatu
kanker. Dapat pula dilakukan polipektomi pada polipsinkronos jinak, karena sinkronos polip
jinak dapat ditemukan pada 13% s/d 62% kasus. Sinkronos kanker juga dapat ditemukan pada
2% s/d 8% kasus, sehingga kemungkinan strategi operasi dapat berubah. Apabila tindakan
operasi akan dikerjakan melalui operasi laparoskopi.
3.8 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada karsinoma rectum, untuk mengetahui adanya lesi metastastik
termasuk pembesaran nodus lymfatikus atau hepatomegali.
Pemeriksaan rectum digital (Digital rectal examination) atau recral toucher
15
o Pemeriksaan yang mudah dilakukan untuk mengetahui adanya lesi yang
abnormal, yaitu melakukan rectal toucher, batas yang dapat dicapai oleh jari
sekitar 8 cm dari linea dentate.
o Dari pemeriksaan ini dapat diketahui ukuran tumor, ulcerasi, adanya pembesaran
nodus limfatikus pararektal.
o Rectal toucher dapat pula mengetahui fungsi sphincter ani, hal ini penting untuk
mengetahui terapi pembedahan yang akan diambil.
3.9 Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
o Pemeriksaan laboraturium rutin, termasuk hematology komplit, kimia serum, tes
fungsi liver dan ginjal dan tes carcinoembryonic antigen (CEA) serta tes cancer
antigen (CA) 19-9, yang berguna sebagai monitoring penyakit.
o Skrinning hematology komplit, untuk mengetahui adanya hiprokromik, anemia
mikrositik, dan suspek defisiensi besi.
o Tes fungsi hati biasanya dilakukan sebelum pembedahan, hasilnya biasanya
normal walaupun terdapat mikro metastase ke hati.
o Tes CEA yang dilakukan pada pasien kanker rectal untuk mengetahui prognosis
pasien. Bila CEA lebih besar dari 100 ng/mL biasanya diindikasikan adanya
metastase dari kanker rectal.
16
Pemeriksaan lainnya
o Rigid proctosigmoidoskopi
Rigid proctosigmoidoskopi dapat dilakukan tanpa menggunakan anestesi,
secara langsung dapat diketahui gambaran lesi, ukuran dan derajat
obstruksi.
Pemeriksaan ini dapat langsung melakukan biopsy pada lesi tersebut, dan
dapat mengetahui secara tepat jarak lesi dari linea dentate, hal ini penting
untuk mengetahui teknik pembedahan yang akan dilakukan.
o Endorectal ultrasound
Endorectal ultrasound (ERUS), merupakan pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui dalamnya invasi kanker rectal secara tepat (tingkat accurasi
72-94 %).
Ketepatan dalam mendeteksi pembesaran nodus limphatikus, sekitar 73-86
%.
o Pemeriksaan untuk mengetahui adanya metastase
Radiogarafi thoraks : untuk mengetahui adanya metastase ke paru-paru,
maupun untuk mengetahui adanya underlying disease, seperti emfisema.
CT scan
- CT scan dapat menetahui adanya lesi pada liver, kelenjar adrenal,
ovarium, nodus limphatikus dan organ-organ lainnya. Bila CT scan
dikombinasi dengan angiografi dapat mengetahui 95 % akurat
adanya metastase pada liver.
- Apabila ditambahan dengan kontras enema, maka CT scan dapat
mengetahui dalamnya penetrasi tumor secara akurat (84 %). Dan
dapat mendeteksi pembesaran nodus lymphatikus yang lebih besar
dari 1 cm (75 % kasus).
- CT scan berguna untuk dalam pemilihan kemoterapi preoperative.
17
MRI
- MRI merupakan tes yang sangat sensitive untuk mengetahui
adanya metastase ke liver.
Positron emission topography : keuntungan terbesar dalam penggunaan
positron emission tomography (PET) scan dapat membedakan rekurensi
tumor dengan jaringan scar.
CEA scan : jika radiografi lain tidak dapat mendeteksi daerah metastase,
maka CEA scan dapat digunakan. Radioimmunoscintigraphy, CEA scan
dapat menggunakan antibody radiolabel, namun tes ini bukan merupakan
pemeriksaan rutin dan masih merupakan controversial.
3.10 Pemeriksaan skrining
Proses transformasi malignansi dari adenoma menjadi karsinoma membutuhkan waktu
beberapa tahun. Tujuan dari skrinning mengeradikasi kanker potensial ketika masih
dalam stadium jinak.
Skrining dilakukan pada orang dewasa berusia ≥ 50 tahun.
o Tujuan utama skrining kanker kolorektal yaitu pencegahan kanker kolon melalui
pemeriksaan struktural jika memungkinkan.
o Pemeriksaan feses kurang efektif dalam prevensi kanker kolon dibandingkan
pemeriksaan struktural. Pemeriksaan feses hanya efektif jika dilakukan secara
rutin, dan jika terdapat kelainan, perlu dilakukan kolonoskopi.
o Pemeriksaan gFOBT (guaiac-based fecal occult blood test) high sensitivity tiap
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal. Diambil 2 sampel feses dari
3 sampel yang berurutan. Hasil 3 uji klinis acak terkontrol menyebutkan bahwa
gFOBT dapat mendeteksi kanker pada stadium dini dan menurunkan mortalitas
kanker kolorektal sebesar 15 % vs 33 %. Jika hasilnya positif, dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.
o Pilihan pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan FIT (fecal immunochemical test)
tiap tahun. Dua tes lebih optimal dibandingkan 1 tes. Jika hasilnya positif, maka
dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
18
o Pemeriksaan sDNA untuk mendeteksi perubahan DNA pada sel adenoma dan
karsinoma yang terdapat dalam feses merupakan pilihan skrining kanker
kolorektal, namun interval pemeriksaan belum diketahui. Pemeriksaan ini
membutuhkan sedikitnya 30g sampel feses. Jika hasilnya positif dilanjutkan
pemeriksaan kolonoskopi.
o Pemeriksaan FSIG (flexible sigmoidoscopy) untuk memeriksa rektum, sigmoid,
dan kolon desenden setiap 5 tahun merupakan pilihan deteksi kanker kolorektal
dan polip. Pemeriksaan tambahan yang dianjurkan yaitu gFOBT highly sensitive
atau FIT tiap tahun. Jika hasilnya positif, dilanjutkan pemeriksaan kolonoskopi.
o Pemeriksaan kolonoskopi tiap 10 tahun dapat menjadi pilihan skrining kanker
kolorektal dan polip.
o Pemeriksaan barium enema kontras ganda atau barium enema air-contrast tiap 5
tahun merupakan pilihan skrining kanker kolorektal dan polip. Adanya hasil
abnormal merupakan indikasi kolonoskopi.
o Pemeriksaan CTC (computed tomographic colonography) tiap 5 tahun merupakan
pilihan skrining untuk kanker kolorektal dan polip. Adanya polip berukuran ≥
6mm merupakan indikasi kolonoskopi.
o Setiap pilihan skrining mempunyai keunggulannya sendiri dan telah terbukti
bersifat cost-effective, berhubungan dengan risiko dan keterbatasannya masing-
masing. Pilihan skrining didasari pada pilihan pasien dan ketersediaan sarana.
3.11 Staging
a. Staging kanker colon
Dua klasifikasi yang sering digunakan yaitu TNM ([primary] tumor, [regional lymph]
node, [remote] metastasis) staging dan the Dukes classification.
19
A comparision of TNM and Dukes' Classification
Key for TNM StagingPrimary Tumor (T)TX – primary tumor cannot be assessedT0 – no evidence of primary tumorTis – carcinoma in situ: intraepithelial or invasion of lamina propriaT1 – tumor invades submucosaT2 – tumor invades muscularis propriaT3 – tumor invades through muscularis propria into subserosa or into nonperitonealized pericolic or perirectal tissuesT4 – tumor directly invades other organs or structures and/or perforates visceral peritoneum
Regional Lymph Nodes (N)NX – regional lymph nodes cannot be assessedN0 – no regional lymph node metastasisN1 – metastasis in one to three regional lymph nodesN2 – metastasis in four or more regional lymph nodes
Distant Metastases (M)MX – distant metastasis cannot be assessedM0 – no distant metastasisM1 – distant metastasis
20
TNM classification of colorectal cancer stages.
Dukes’ Classification (Astler-Coller modification)
Stage A tumors invade through the muscularis mucosae into the submucosa but do not reach the muscularis propria
Stage B1 tumors invade into the muscularis propriaStage B2 tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa
Stage Ctumors encompass any degree of invasion but are defined by regional lymph node involvement
Stage C1tumors invade the muscularis propria with fewer than four positive nodes
Stage C2tumors completely penetrate the smooth muscle layer into the serosa with four or more involved nodes
Stage D lesions with distant metastasesCarcinoma in situ
(may be referred to as high grade dysplasia) – intramucosal carcinoma that does not penetrate the muscularis mucosae
21
Gambar ekstensi tumor ke dalam lapisan mukosa
Korelasi antara stadium Dukes dan 5-year survival rate pada pasien dengan kanker kolon.
Contohnya pada stadium 1 atau Dukes stadium A, , the 5-year survival rate setelah reseksi
pembedahan meliputi 90%. Untuk stage II atau Dukes stadium B, 5-year survival rate 70-85%
setelah reseksi, dengan atau tanpa terapi adjuvant. Untuk stadium III atau Dukes stadium C, 5-
year survival rate 30-60% setelah resection and chemotherapy adjuvant. Untuk stage IV atau
Dukes stage D, 5-year survival rate sangat buruk (sekitar 5%).
b. Staging kanker rektal
Dukes classification: pada tahun 1932, Cuthbert E. Dukes, seorang ahli patologi dari St.
Mark Hospital, Inggris memperkenalkan system stadium untuk kanker rectal.
o System ini membagi dalam 3 stadium, yaitu :
Tumor yang terbatas dalam dinding rectal (Dukes A).
Tumor yang telah extensi ke dalam jaringan extra-rectal (Dukes B).
Tumor yang telah metastase ke nodus limfatikus regional. (Dukes C).
o Sistem ini telah mengalami modifikasi, sehingga menjadi :
22
Stadium B menjadi B1 (jika tumor telah mengalami penetrasi ke muskulus
propria) dan B2 (jika tumor telah menembus lapisa muskularis propria)
Stadium C menjadi C1 dan C2
Stadium D bila sudah bermetastase jauh.
Sistem Tumor, nodul, metastasis (TNM): system ini diperkenalkan pada tahun 1954 oleh
the American Joint Committee on Cancer (AJCC) dan the International Union Against
Cancer (IUAC).
Stadium TNM dapat memperkirakan 5-year survival rate untuk karsinoma rectal, yaitu :
o Stadium I, 72%
o Stadium II, 54%
o Stadium III, 39%
o Stadium IV, 7%
Keterangan
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada lamina propria
T1 : Tumor menyebar pada submukosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau ke
dalam jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai peritoneal.
T4 :Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
23
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis
Gambar stadium kanker rectum
24
BAB IV
PENATALAKSANAAN
4.1 Penatalaksanaan pada kanker colon
A. Kemoterapi
First-line standard therapy dari metastase kanker kolorektal, dengan kombinasi 5-FU,
leucovorin (LV), dan irinotecan (CPT11) lebih baik daripada menggunakan
5-FU/leucovorin atau CPT11 secara tunggal. Pada tahun 2004, therapi anti-VEGF dengan
bevacizumab (Avastin) menunjukan peningkatan survival-rate pada pasien yang
mendapatkan kombinasi Avastin dengan irinotecan, 5-FU, dan leucovorin. Kanker
kolorektal merupakan tipe kanker pertama yang berespons terhadap terapi
antiangiogenik, yang telah diteliti oleh Herb Hurwirtz, dkk. Standard therapy untuk
metastase pada kanker kolon, yaitu CPT11 plus 5-FU/leucovorin, atau lebih dikenal
dengan “Saltz regimen”. Pada tahun 2005, standard therapy untuk metastase pada kanker
kolon adalah IFL dengan bevacizumab (irinotecan, 5-FU, leucovorin, Avastin).
o Agents Saltz regimen diberikan secara injeksi IV seminggu sekali selama 4
minggu, dan dilanjutkan pada minggu ke-6.
o Diare merupakan efek samping dari regimen ini, kombinasi dari
5-FU/leucovorin/CPT11 mempunyai potensial toksisitas yang berat, dimana akan
meningkatkan dehidrasi dan kolaps pembuluh darah.
Kemoterapi intrahepatic pada kanker kolon dengan metastase ke liver dapat digunakan
intrahepatic (intraarterial) chemotherapy dengan floxuridine (FUDR), dapat digunakan
pda keadaan :
o Setelah reseksi primer kanker kolon dan nodus limfatikus.
25
o Pilihan kedua untuk pasien dengan lesi liver multiple atau pada lesi yang
berukuran besar.
o Sclerosing cholangitis
Terapi adjuvant untuk kanker colon adalah 5-FU/leucovorin
o Pada penelitian menunjukan peningkatan survival rate pada pasien dengan Dukes
C yang mendapatkan kemoterapi adjuvant. 5-FU digunakan secara infus setiap
hari untuk 5 hari setiap 4 minggu (Mayo Clinic regimen) dan setiap minggu untuk
6 minggu dengan 2 minggu berhenti (Roswell Park regimen).
o Kontroversial kemoterapi untuk stadium II (Dukes B), dimana harus menentukan
pasien yang dapat menerima kemoterapi seperti (large primary tumor [T4],
pathologic T3 level of invasion >15 mm, lokasi tumor pada bagian kiri, tumor
yang telah mengalami obstruksi atau perforasi, tumor poorly differentiated, invasi
perineural, dan telah menginvasi ke vena.
B. Tata laksana pembedahan pada tumor kolon
Kolosnoskopi Polipektomi
Kolonoskopi dan polipektomi merupakan langkah kuratif pada karsinoma insitu yang
berasal dari transformasi polip. Tampaknya pada keadaan ini tidak terdapat potensi penyebaran
(metastasis). Sedangkan karsinoma submukosa yang berasal dari transformasi polip dianjurkan
untuk dilakukan operasi reseksi usus. Hal ini didasarkan pada pendapat bahwa potensi metastasis
ke kelenjar getah bening sebesar 12% bilamana ditemukan proses metastases di kelenjar getah
bening tambahan pemberian terapi obat anti kanker merupakan pilihan yang bijaksana.
Pembedahan
Operasi merupakan terapi utama kanker kolon lanjut. Tujuan dari operasi adalah
penyembuhan dan mengurangi keluhan. Operasi pengangkatan tumor pada proses metastase
tetap diperlukan dengan tujuan menghindari terjadinya penyumbatan oleh masa tumor, atau
26
mencegah perdarahan karena kanker. Bilamana peluang penyembuhan kanker masih ada, banyak
pilihan teknik operasi dapat diterapkan. Namun pada dasarnya reseksi harus dapat menghasilkan
batas sayatan bebas tumor dan jaringan pericolic juga bebas tumor.
Reseksi dinyatakan kuratif apabila dicapai penurunan resiko penyebaran lokoregional dan
kekambuhan. Oleh karena itu untuk mencapai hal tersebut batas sayatan harus lebih besar 5 cm
dari batas tumor untuk kanker kolon bagian kanan, kolon transversum, fleksure lienalis, kolon
desendens dan kolon sigmoid. Untuk daerah rectum sayatan dapat lebih pendek karena jarak
dengan anus terlalu dekat. Hal tersebut terpaksa dilakukan untuk menghindari pembuatan anus
buatan.
Gambar kolektomi
Kolektomi Kanan
Tumor didaerah cecum, kolon asending, atau fleksura hepatika memerlukan
homikolektomi kanan. Hemokolektomi kanan adalah pengangkatan daerah 5 sampai 8 cm ileum
terminal, cecum, kolon asenden, fleksura hepatika dan bagian proksimal kolon transversum.
Setelah dilakukan reseksi kemudian dilakukan penyambungan (anastomesis) antara ileum dan
kolon ( side-to-side)
27
Kolektomi Transverse
Pengangkatan kolon transversum karena tumor didaerah colon transversum proksimal,
tengah dan distal. Operasi kolektomi transverse untuk mengangkat tumor bagian proksimal
acapkali mengalamai kesulitan. Diperlukan operasi ekstended hemikolektomi kanan. Sedangkan
bila melakukan operasi untuk pengangkatan tumor kolon transversum bagian tengah atau distal,
acap ditemukan kesulitan pada penyambungan memerlukan tarikan dan pembebasan jaringan
fasia dibelakangnya.
Kadang diperlukan tindakan kolektomi subtotal yaitu mengangkat kolon bagian kanan,
transversum, desenden dan sigmoid. Keadaan ini dimaksudkan untuk menjamin asupan darah ke
rectum. Operasi ini juga bermanfaat pada keadaan sumbatan total di daerah fleksura lienalis.
Kolektomi Kiri dan Sigmoid
Operasi ini dilakukan untuk mengatasi tumor di daerah puncak sigmoid, bagian bawah sigmoid
dan rektosigmoid.Potongan bagian proksimal kolon desendus atau bagian kolon transversum
disambung dengan bagian proksimal rectum.
28
Gambar hemikolektomi dan kolektomi total
4.2 Penatalaksanaan pada kanker rektum
a.Radioterapi 6
Meskipun radical reseksi rektum merupakan terapi yang sering dilakukan, namun
memiliki rekurensi yang tinggi (30-50 %). Adenokarsinoma rectum merupakan tumor
yang sensitive terhadap ionisasi radiasi. Terapi radiasi dapat dilakukan sebelum aatau
setelah operasi dengan atau tanpa kemoterapi tergantung stadium kanker rectum.
Keuntungan dilakukannya radiasi preoperative, yaitu menurunkan stadium tumor menjadi
operable, bila tumor tersebut sebelumnya inoperable. Dapat dilakukannya sphincter-
sparing procedure dan menurunkan rekurensi local.
6 www.detak.com, serat dapat mengurangi insidensi kanker kolorektal, di akses 12 November 2012
29
Keuntungan dilakukannya terapi radiasi postoperative yaitu dilakukannya reseksi
definitive intermediate dan dapat memberikan informasi stadium patologik secara akurat
sebelum dimulainya radiasi ionisasi. Sedangkan kerugian radiasi postoperative dapat
menunda terapi radiasi adjuvant jika terdapat komplikasi postoperative.
b.Terapi pembedahan
Eksisi transanal
o Metode eksisi transanal merupakan metode eksisi local pada kanker rectal dengan
lesi superficial. Teknik ini dilakukan pada pasien dengan stadium 0 atau stadium I
dengan lesi .
Endocavitary radiation
o Teknik ini dapat dilakukan mirip dengan metode eksisi transanal. Lesi dapat
terletak 10 cm dari anal verge dan ukuran tumor tidak lebih dari 3 cm.
o Dosis radiasi terapi adalah 3,000 cGy setiap sesi, dan totalnya 9,000-15,000 cGy.
Transanal endoscopic microsurgery
o Merupakan metode lain dari eksisi local yang menggunakan proctoskop. Metode
ini dapat digunakan pada lesi yang terletak tinggi di rectum dan bahkan pada
kolon sigmoid.
Sphincter-sparing procedures
Upper anterior resction
Pembedahan reseksi biasanya diambil sebanyak mungkin dari rektum, batas
minimal adalah 5cm disebelah distal dan proksimal dari tempat kanker. Penatalaksanaan
dari upper anterior resection adalah penderita dalam narkose, posisi supine kemudian
dilakukan Desinfeksi lapangan operasi dengan larutan antiseptik, lalu dipersempit dengan
linen steril dan kemudian Dibuat incisi mediana 2 jari diatas simfisis pubis sampai 3 jari
diatas pusat. Peritonium dibuka secara tajam.
30
Tumor rektum diidentifikasi dengan membuka refleksi peritoneal selanjutnya
pembukaan retroperitoneal dan identifikasi ureter kiri dan kanan sewaktu membebaskan
jaringan sampai mobilisasi bagian retroperitoneal dari rektosigmoid.
Dilanjutkan dengan melakukan reseksi tumor 5 cm proksimal tumor dan minimal
2 cm distal dari tumor tergantung dari sisa panjang rektum yang ada. Penyambungan sisa
kolon dan rektum dilakukan dengan anastomosis end to end.Refleksi peritonium ditutup
kembali.
Low anterior resection
o Penyebaran intra mural distal bagi kanker rectum biasanya terbatas dan batas 2,5
cm dari dinding normal secara makrokospik biasanya dianggap cukup. Dalam
penelitian lain telah diperlihatkan bahwa el kanker dapat ditemukan sejauh 4 cm
distal terhadap neuplasma primer dalam kasus lebih lanjut. Kebanyakan ahli
patalogis setuju bahwa 5 cm segmen rectum normal distal terhadap neuplasma
ade kuat bagi tepinya.
o Walaupun Milles melaporkan bahwa penyebaran pembuluh limpa terjadi di atas,
ke lateral dank e bawah, namun pembahasan berikutnya dari penykit yang belum
lanjut memperluhatkan bahwa sejauh ini pergeseran k eats menjadi jenis
31
penyebaran tersering. Metastasi kelenjar limfe distl terhadap kanker primer hanya
dalam 98 dari 1500 contoh kasus reseksi abdomino perineal.
o Pada umumnya, tumor dalam 7 – 8 cm dari pinggir anus dietarpi dengan reseksi
abdomineal perineal. Pada umumnya, sedangkan yang 12 cm atau lebih dari tepi
anus adekuat ditangani dengan reseksi anterior. Lesi antara 7 dan 11 cm dari tepi
anus memerlukan paling banyak pertimbangan serta factor seperti ukuran pelvis,
ukuran lesi dan differensiasi tumor harus dipertimbangkan. Sempitnya pelvis pada
kebanyakan pria, bisa membuat reseksi anterior yang rendah pada pasien ini
berbahaya.
o Sedikit keunggulan reseksi anterior dalam tiap kategori klasifikasi Dukes yang
dapat dihubungkan dengan ukuran tumor sedikit lbih kecil diantara yang
menjalani reseksi anterior bersama dengan presentase yang sedikit lebih besar
pada lesi stadium Dukes A dan B dalam kelompok itu. Kekambuhan local
berkisar dari 7 % untuk reseksi anterior.
Reseksi abdomino perineal
o Jika lesi mudah dipalpasi dengan jari tangan pemeriksa, maka umumnya
diindikasikan reseksi abdominoperineal. Tetapi jika neoplasma dapat dibawa ke
tingkat insisi abdominal setelah mobilisasi rectum dari levator ani, maka bisa
dilakukan reseksi yang adekuat.
o Atau disebut juga amputasi rekti (Milles Procedure). Bagian distal sigmoid,
rektosigmoid, dan rektum direseksi, kemudian dibuat end-sigmoidostomy
permanent.
o Penggunaan alat stapling melingkar, memudahkan pembentukkan anastomosis
yang terletak rendah.
o Jika prinsip ini diikuti dan pasien dipilih cermat, maka angka kelangsungan hidup
pada operasi ini umumnya sebanding.
o Dalam teknik ini tidak ada perbedaan dalam mortalitas operasi antara dua
pendekatan.
32
Gambar pilihan terapi pada kanker kolorektal
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Saat ini kanker masih merupakan salah satu masalah kesehatan di Indonesia. Masyarakat
masih berpendapat bahwa kanker merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Meskipun organisasi kesehatan dunia WHO telah menyatakan bahwa sepertiga penyakit
kanker dapat disembuhkan dan sepertiga lainnya dapat dilakukan usaha pencegahan dan
sepertiga lainnya dapat dilakukan pengurangan penderitaan.
33
Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berrongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5
kaki) yang terbentang dari sekum hingga canalis analis. Diameter usus besar sekitar 6,5 cm
(2,5 inchi), tetapi makin dekat ke anus diameternya semakin kecil.
Kanker kolon sebagaimana sifat kanker lainnya, memiliki sifat dapat tumbuh dengan relatif
cepat, dapat menyusup atau mengakar (infiltrasi) ke jaringan disekitarnya serta merusaknya,
dapat menyebar jauh melalui kelenjar getah bening maupun pembuluh darah ke organ yang
jauh dari tempat asalnya tumbuh, seperti ke liver atau ke paru-paru, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.
Karsinoma rectum, bermanifestasi awal dari polip neoplasma (4 % kasus). Dimana terjadi
akumulasi sel pada defek molekuler, termasuk aktivasi proses onkogene dan inaktivasi gen
supresor tumor yang berubah menjadi maligna. Pada mukosa yang normal, permukaan
epithelium beregenerasi seiap 6 hari. Sel kripta bermigrasi dari dasar kripta ke permukaan,
dimana terjadi differensiasi, maturasi, dan ultimasi, sehingga kehilangan kemampuan untuk
replikasi
5.2 LAMPIRAN
34
DAFTAR PUSTAKA
35
Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama :
1995.
Sjamsuhidayat, R, Jong, WD, „Buku Ajar Ilmu Bedah , edisi II, EGC. Jakarta : 2005.
Simadibrata. Karsinoma kolon rektum. Dalam: Suparman (ed) Ilmu Penyakit Dalam jilid
II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI : 1458
www.dharmais.co.id , Waspada Kanker Kolorektal di akses 12 november 2012
Bagian Bedah Staf Pengajar FKUI, “ Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah “, Cetakan pertama :
1995.
www.detik.com , serat dapat mengurangi insidensi kanker kolorektal, di akses 12
November 2012
www.google.com//kanker rectum/PCC (Parkway Cancer Centre
http://bedahumum.wordpress.com/2009/04/13/
`
36