c · web viewketerkungkungan yang lama menyelimuti tanah batak selama berabad-abad yang diterima...

274
SULIM BATAK TOBA: SEBUAH KAJIAN KONTINUITAS DAN PERUBAHAN SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O l e h NAMA : BONGGUD TYSON SIDABUTAR NIM : 070707022 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

Upload: trinhhanh

Post on 11-Apr-2018

227 views

Category:

Documents


11 download

TRANSCRIPT

Page 1: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

SULIM BATAK TOBA: SEBUAH KAJIAN KONTINUITAS DAN PERUBAHAN

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

Oleh

NAMA : BONGGUD TYSON SIDABUTARNIM : 070707022

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYADEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGIMEDAN2013

Page 2: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

SULIM BATAK TOBA : SEBUAH KAJIAN KONTINUITAS DAN PERUBAHAN

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN

Oleh

NAMA : BONGGUD TYSON SIDABUTARNIM : 070707022

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.NIP. 196308141990031004 NIP. 196512211991031001

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni (S.Sn.) dalam bidang Etnomusikologi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYADEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGIMEDAN2013

Page 3: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Departemen EtnomusikologiFakultas Ilmu BudayaUniversitas Sumatera UtaraMedan

Medan, Departemen EtnomusikologiKetua,

Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.NIP. 196512211991031001NIP

Page 4: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia ujian Fakutas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni (S.Sn.) dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

Pada tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USUDekan,

Dr. Syahron Lubis, M.A.NIP. 195110131976031001

Panitia Ujian :

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( )

4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. . ( )

5.Drs. Bebas Sembiring, M.Si. ( )

Page 5: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

KATA PENGANTAR

Di atas segalanya puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, karena hanya atas Kasih dan Penyertaan-Nya jualah penulis dapat

menyelesaikan kajian karya ilmiah berupa Skripsi Sarjana ini. Skripsi yang berjudul

“ Sulim Batak Toba : Sebuah Kajian Kontinuitas dan Perubahan” ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni (S.Sn.) pada

Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Banyak pihak yang telah memberikan dukungan serta bantuan baik secara

moril maupun materil demi kelancaran penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini,

penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya buat orang tua saya

tercinta, Ayahanda H. Sidabutar dan Ibunda R br. Haloho atas segala doa dan

pengorbanannya yang sungguh luar biasa dalam membimbing penulis mulai dari

kecil hingga dewasa dan memberikan kesempatan berharga bagi penulis untuk

mengecap pendidikan hingga ke Perguruan Tinggi. Sungguh menjadi berkat yang

luar biasa jikalau penulis masih diberikan kesempatan untuk menyelesaikan masa

studi hingga dapat memperoleh gelar Sarjana yang penulis nantikan selama ini.

Berkat ini tentunya tidak akan berarti apa-apa jika tanpa bantuan dari seluruh

rekan, sahabat, bahkan para saudara-saudaraku yang terkasih. Terutama penulis

sampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya buat Bapak Drs. Torang

Naiborhu, M.Hum selaku Dosen Pembimbing I penulis yang sudah penulis anggap

sebagai rekan kerja sekaligus sebagai orangtua yang telah banyak mengorbankan

segalanya baik waktu maupun tenaga demi kelancaran penyelesaian skripsi ini.

Page 6: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Walaupun dilanda berbagai kesibukan sekalipun bahkan di sela-sela masa studi yang

telah di ambang batas, namun beliau masih senantiasa berkenan memberikan

waktunya untuk membimbing penulis hingga akhir penyelesaian skripsi ini. Banyak

pelajaran serta berbagai pengalaman hidup yang penulis dapatkan dari beliau selama

menjadi mahasiswa bahkan hingga pada saat ini. Jika ada kata-kata di atas ucapan

terima kasih yang sebesar-besarnya maka hal itulah yang layak bapak dapatkan dari

penulis. Semoga berkat Tuhan kiranya bertambah buat Bapak dan keluarga.

Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D selaku Dosen Pembimbing II

penulis sekaligus Ketua Departemen Etnomusikologi yang juga turut senantiasa

membantu bahkan memberikan masukan-masukan yang bermakna dalam pengkajian

penulisan demi kebaikan hasil karya ilmiah ini. Semoga segala bimbingan maupun

masukan yang Bapak berikan dapat penulis jadikan sebagai acuan dalam

mengembangkan pengetahuan akan struktur penulisan karya ilmiah selanjutnya.

Kemudian penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

Ibu Herestina Dewi selaku Dosen sekaligus Sekretaris Departemen

Etnomusiklogi yang telah banyak membimbing dan banyak memberikan

pelajaran bagi penulis di awal masa studi. Mohon maaf apabila awalnya telah

mengecawakan harapan Ibu jikalau penulis tidak mampu menyelesaikan masa

studi berdasarkan waktu yang ditentukan.

Bapak Ibu Dosen serta seluruh staff pengajar di Departemen Etnomusikologi

yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kepada Bapak dan Ibu penulis

ucapkan ribuan terima kasih karena telah banyak memberikan bimbingan dan

ilmu pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswa.

Page 7: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Para Informan dan narasumber penulis yang telah banyak membantu serta

memberikan banyak sumber dan informasi yang akurat bagi penulis demi

tercapainya tulisan ini. Semoga segala informasinya dapat berguna bagi penulis

untuk mengkaji lebih dalam di kesempatan berikutnya. Kiranya Tuhan

memberkati segala pekerjaan dan diberikan rejeki yang berlimpah.

Bang Hendrik Perangin-angin selaku rekan seniman penulis sekaligus pimpinan

dari group Insidental Music yang sudah penulis anggap sebagai abang kandung

khususnya dalam berkesenian. Terima kasih buat kesempatan yang abang

berikan kepada penulis untuk dapat menjadi anggota group ini dan bersama

group ini jualah penulis banyak menuai pengalaman berkesenian yang sungguh

luar biasa.

Seluruh rekan, sahabat bahkan saudara-saudari dari Paduan Suara Mahasiswa

USU yang sudah penulis anggap sebagai anggota keluarga yang senantiasa

mendukung bahkan mendorong semangat penulis untuk menuntaskan tulisan ini

dari tahun-tahun yang lalu. Namun apa daya, mungkin hanya dengan cara

beginilah penulis mampu menyelesaikan masa studinya. Semoga kalian masih

berkenan untuk tersenyum manis walaupun penulis harus selesai di ujung masa

studi.

Bang Senovian, S.Sn., dan bang Franseda Sitepu, S.Sn,; Welly Simbolon,S.Sn.,

yang sudah banyak membantu dalam hal editing juga memberikan masukan-

masukan yang membangun demi kebaikan skripsi ini.

Seluruh sahabat dan rekan sehidup sepenanggungan dari para mahasiswa

etnomusikologi yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terkhusus juga

buat para kolega penulis dari group NSE Project yang merupakan sebuah group

Page 8: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

band penulis yang senantiasa memberikan dorongan semangat dan bantuan moril

untuk mencapai tercapainya tulisan ini. Semoga hubungan baik ini tetap

bertahan dan group ini bisa berjalan lancar seperti yang kita impikan bersama.

Seluruh rekan dan sahabat penulis lainnya baik di dunia akademis maupun di

dunia entertainment yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Terima

kasih atas segala dukungannya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini belum sempurna dan masih memiliki

banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik dan saran

yang bersifat membangun dari para pembaca agar dapat menambah referensi penulis

untuk memnyempurnakan isi tulisan ini. Jikalau ada kesalahan baik dalam hal

ucapan maupun perilaku yang kurang berkenan di hati saudara-saudaraku sekalian,

penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi

mereka yang menginginkan informasi lebih lanjut tentang sulim Batak Toba.

Terima kasih.

Medan, Juli 2013Penulis

Bonggud Tyson SidabutarNIM. 070707022

Page 9: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

DAFTAR ISI

HalHALAMAN JUDUL …………………….................................................... iPENGESAHAN PEMBIMBING ................................................................ iiPERSETUJUAN DEPARTEMEN ............................................................. iiiPENGESAHAN FAKULTAS ..................................................................... ivKATA PENGANTAR ................................................................................. vDAFTAR ISI ................................................................................................ xDAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiiiDAFTAR TABEL ........................................................................................ xv

BAB. I PENDAHULUAN …………….…………………………... 11.1

Latar Belakang ………………………………........................ 1

1.2

Pokok Permasalahan …………….…………………............ 6

1.3

Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………….......... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ………………………………........ 71.3.2 Manfaat Penelitian ………………………………...... 8

1.4

Konsep dan Teori ……………………………….............. 8

1.4.1 Konsep ………………………………................... 81.4.2 Teori ……………………………….……………......... 11

1.5

Metode Penelitian ………………………………................... 16

1.6

Pemilihan Lokasai Penelitian dan Informan …………....... 17

1.7

Kerja Lapangan ………………………………...................... 18

1.8

Studi Kepustakaan ……………………………….................. 18

1.9

Kerja Laboratorium ………………………………................ 20

BAB. II MASYARAKAT BATAK TOBA DI DAERAH DAN PERANTAUAN ....................................................................... 212.1

Konsep Adat ………………………………........................... 21

2.2

Religi dan Kepercayaa ...................................................... 25

2.3

Konsep Kemasyarakatan ................................................... 29

2.4

Konsep Kekerabatan ........................................................ 30

2. Sistem Mata Pencaharian .................................................. 34

Page 10: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

52.6

Batak Toba di Bona Pasogit ............................................. 37

2.7

Persebaran Masyarakat Batak Toba .................................. 39

2.8

Budaya Musikal Batak Toba ............................................ 44

2.8.1 Musik vokal ........................................................... 442.8.2 Musik instrumental ................................................ 48

2.8.2.1 Gondang hasapi...................................... 482.8.2.2 Gondang sabangunan ............................ 502.8.2.3 Instrumen tunggal .................................. 52

BAB. III KAJIAN ORGANOLOGIS SULIM ...................................... 563.1

Tradisi Pembuatan Sulim Pada Masa Pra-Kristen ............ 56

3.2

Klasifikasi Sulim ............................................................... 60

3.2.1 Konstruksi sulim .................................................... 613.2.2 Ukuran sulim ......................................................... 62

3.3

Proses Pembuatan .............................................................. 64

3.3.1 Bahan material ....................................................... 643.3.2 Peralatan yang digunakan ...................................... 643.3.3 Langkah-langkah pembuatan ................................. 68

3.3.3.1 Pemilihan bambu ................................... 683.3.3.2 Pemotongan badan bambu ..................... 703.3.3.3 Pemotongan ruas bambu ....................... 703.3.3.4 Pengeringan ........................................... 713.3.3.5 Pelobangan ............................................. 723.3.3.6 Ornamentasi ........................................... 78

3.3.4 Kontinuitas dan perubahan fisik sulim .................. 813.4

Kajian Fungsional Sulim ................................................. 84

3.4.1 Sistem pelarasan (tuning) ..................................... 843.4.2 Teknik permainan ................................................. 91

3.4.2.1 Teknik permainan lidah ......................... 953.4.2.1.1 Mangarutu .............................. 963.4.2.1.2 Mandila-dilai .......................... 97

3.4.2.2 Mangangguk .......................................... 983.4.2.3 Mangenet ............................................... 993.4.2.4 Manganak-anaki .................................... 1013.4.2.5 Mangaroppol ......................................... 103

3.5

Proses Belajar Sulim ......................................................... 105

3.5.1 Marguru ................................................................ 1053.5.2 Marsiajar sandiri .................................................. 108

Page 11: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB. IV KONTINUITAS, PERUBAHAN FUNGSI DAN PENGGUNAAN SULIM ........................................................ 1114.1

Fungsi Musikal Sulim Sebagai Fenomena Kontinuitas .... 111

4.1.1 Fungsi komunikasi ............................................... 1124.1.2 Fungsi hiburan ...................................................... 1134.1.3 Fungsi perlambangan ............................................ 1154.1.4 Fungsi pengungkapan emosional .......................... 1174.1.5 Fungsi penghayatan estetis. ................................... 1194.1.6 Fungsi reaksi jasmani ............................................ 120

4.2

Konteks Penggunaan Sulim Dalam Berbagai Periode Sebagai Fenomen Perubahan ............................................

121

4.2.1 Konteks solo instrumen ........................................ 1224.2.2 Konteks ensambel ................................................ 124

4.2.2.1 Konteks gondang hasapi ...................... 1254.2.2.2 Konteks ensambel musik tiup .............. 129

4.2.3 Konteks pengiring lagu ........................................ 1354.2.4 Konteks kolaborasi instrumen .............................. 138

BAB. V TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MELODI SULIM ........... 1415.1

Transkripsi ........................................................................ 141

5.2

Analisis ............................................................................. 146

5.3

Pemilihan Sampel Lagu ................................................... 151

5.4

Kajian Analisis ................................................................. 153

5.4.1 Analisis gaya musikal .......................................... 1535.4.1.1 Analisis tangga nada ............................. 1555.4.1.2 Analisis modus ..................................... 1565.4.1.3 Analisis wilayah nada (ambitus)........... 1575.4.1.4 Analisis interval .................................... 1585.4.1.5 Analisis pola kadensa ........................... 1595.4.1.6 Analisis formula melodi (bentuk) ......... 1615.4.1.7 Identifikasi tema (thematic material) .... 1655.4.1.8 Analisis kontur melodi .......................... 167

5.4.2 Analisis ciri musikal .............................................. 1685.4.2.1 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks

tunggal ................................................... 1685.4.2.2 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks

ensambel (uning-uningan opera Batak .. 1715.4.2.3 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks

kolaborasi ................................................ 173

BAB. VI PENUTUP .................................................................................. 1786.1

Kesimpulan ....................................................................... 178

Page 12: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

6.2

Saran ................................................................................. 179

DAFTAR PUSTAKA …………………….................................................... 180

DAFTAR INFORMAN ....……………….................................................... 183

DAFTAR GAMBAR

Gambar-1. Daerah Pemukiman Orang Batak Toba .............................. 38

Gambar-2. Nama-nama dari bagian sulim ............................................ 62

Gambar-3. Sulim dengan ukurannya ..................................................... 63

Gambar-4. Parang ................................................................................. 65

Gambar-5. Pisau belati .......................................................................... 66

Gambar-6. Besi bulat panjang ............................................................... 66

Gambar-7. Mengukur lobang tiupan .................................................... 67

Gambar-8. Memanaskan besi pembuat lobang sulim ........................... 67

Gambar-9. Pohon bambu telur (bulu tolor) ........................................... 69

Page 13: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-10. Memotong ruas bambu ........................................................ 70

Gambar-11. Ruas bambu sebagai bahan sulim ....................................... 71

Gambar-12. Membuat lobang tiupan dengan besi yang dipanaskan ....... 72

Gambar-13. Pelobangan lobang nada pertama ........................................ 73

Gambar-14. Pelobangan lobang nada ke-2 .............................................. 73

Gambar-15. Pelobangan lobang nada ke-3 .............................................. 74

Gambar-16. Pelobangan lobang nada ke-4 ............................................. 74

Gambar-17. Pelobangan lobang nada ke-5 ............................................. 75

Gambar-18. Pelobangan lobang nada ke-6 ........................................... 75

Gambar-19. Sulim sederhana seusai tahapan pengelobangan ................. 76

Gambar-20. Pola jarak antar lobang sulim .............................................. 77

Gambar-21. Sulim polos tanpa ornamentasi ............................................ 79

Gambar-22. Ornamentasi lobang ........................................................... 80

Gambar-23. Ornamentasi gorga ............................................................. 80

Gambar-24. Ornamentasi nama ............................................................. 80

Gambar-25. Ornamentasi simbol ............................................................ 81

Gambar-26. Posisi lobang nada sulim 87................................................ 87

Gambar-27. Semua lobang nada tertutup akan menghasilkan nada “F” 87

Gambar-28. Lobang nada 1 dibuka akan menghasilkan nada “G” ......... 88

Gambar-29. Lobang nada 1,2 dibuka akan menghasilkan nada “A” ..... 88

Gambar-30. Lobang nada 1,2,3 dibuka akan menghasilkan nada “Bes” 88

Gambar-31. Lobang nada 1,2,3,4 dibuka akan menghasilkan nada “C” 89

Gambar-32. Lobang nada 1,2,3,4,5 dibuka akan menghasilkan nada

“D” ...................................................................................... 89

Gambar-33. Lobang nada 1,2,3,4,5,6 dibuka akan menghasilkan nada

“E” ......................................................................................

89

Gambar-34. Lobang nada 1,2,3,4,5 ditutup sedangkan lobang nada ke-

6 dibuka akan menghasilkan nada “F oktaf (f’)” ...............

90

Gambar-35. Ambasir pada sulim ............................................................ 92

Gambar-36. Sulim dengan posisi di sebelah kanan ................................. 93

Gambar-37. Sulim dengan posisi di sebelah kiri ..................................... 94

Page 14: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

DAFTAR TABEL

Tabel-1. Pola ukuran Sulim ............................................................. 63

Tabel-2. Unsur-unsur gaya dalam sebuah komposisi musik(menurut beberapa ahli) ..................................................... 150

Tabel-3. Rumus Interval .................................................................. 158

Tabel-4. Frekuensi Pemakaian Interval Lagu Tole Endehon ........................................................... 159

Page 15: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan
Page 16: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Skripsi ini akan membahas instrument1 sulim mulai dari aspek keberadaannya

hingga pada berbagai fenomena yang terjadi pada fungsi dan pengunaannya dalam

kehidupan sehari-hari mulai dari masa-masa yang silam hingga pada masa kini,dan

secara lebih spesifik lagi akan memfokuskan pembahasan pada kajian kontinuitas

dan perubahan yang terjadi terhadap berbagai aspek yang terkait dengan fungsi dan

penggunaan sulim yang membawa pengaruh besar dalam berbagai fenomena

kebudayaan musikal Batak Toba.

Sulim (seruling) adalah sejenis instrumen tiup bambu yang berasal dari

daerah Batak Toba di Sumatera Utara. Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs

dan Hornbostel, instrumen ini tergolong kepada jenis aerophone dengan spesifikasi

side blown flute yang terdiri dari sebuah lobang tiupan dan 6 (enam) buah lobang

nada. Dilihat dari karakteristik organologisnya, sulim hampir sama dengan jenis

seruling yang ada pada etnis lain pada umumnya. Yang membedakannya hanya pada

penambahan lobang yang dibalut oleh sebilah kertas tipis ataupun plastik tipis pada

pertengahan antara lobang tiupan dengan lobang nada. Lobang tambahan ini dapat

menciptakan warna bunyi yang menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan instrumen

seruling yang lain.

Ditinjau dari aspek penggunaannya, awalnya sulim hanya tergolong kepada

sejenis solo instrumen atau instrumen tunggal yang biasa dipakai oleh seseorang

1Instrument (Kamus Musik M.Suharto,1992 : 4) dalam bahasa inggris, yaitu alat musik yang

digolongkan berdasarkan cara memakainya.

Page 17: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

sebagai media hiburan untuk mengungkapkan perasaannya. Dalam kehidupan sehari-

hari instrument ini lazim dipakai oleh seseorang diwaktu-waktu senggang baik ketika

menggembalakan kerbau, menjaga ladang/sawah, bermain ataupun saat melakukan

berbagai aktivitas lainnya. Kemudian seiring dengan perkembangan zaman, dengan

hadirnya opera Batak2 yang dari tahun 1920-an hingga 1970-an, sulim membawa

pengaruh dan perubahan dalam hal pola pikir dan selera musik masyarakat Batak

Toba pada masa itu. Lagu-lagu opera Batak yang didominasi oleh karya almarhum

Tilhang Gultom3 pada masa itu sangat digemari oleh masyarakat Batak mulai dari

kawula muda hingga kalangan orang tua. Sehingga para musisi opera Batak kala itu

dianggap sebagai sosok layaknya seorang artis yang selalu dipuja-puja oleh para

penggemarnya.

Sebelum hadirnya opera Batak, sulim bukanlah sebuah instrumen yang biasa

dimainkan dalam ensambel4. Sebab pada masa itu, hanya ada 2 jenis ensambel yang

berkembang dalam tradisi Batak Toba yakni ensambel gondang sabangunan dan

ensambel gondang hasapi, dimana di antara kedua ensambel ini tidak mencakup

sulim sebagai salah satu instrumen pendukungnya walau pun sulim mampu berperan

sebagai pembawa melodi utama dalam sebuah repertoar. Tetapi seiring

perkembangan zaman dan rasa musikal masyarakat Batak Toba pada masa itu maka

terjadilah sedikit pergeseran dimana instrumen sulim dan taganing mulai dipadukan

dengan instrumen-instrumen yang ada dalam ensambel gondang hasapi. Dalam

2 Opera Batak merupakan seni pertunjukan masyarakat Batak Toba yang

melibatkan/menggabungkan seni teater, musik, tari, dan nyanyian (vokal)3

Seorang pelopor musik dan lagu Opera Batak4

Ensambel/Ansambel (Kamus Musik M. Suharto,1992 : 4) dalam bahasa perancis adalah kelompok kegiatan seni musik dengan jenis kegiatan seperti tercantum dalam sebutannya. Biasanya tampil sebagai kerjasama pesertanya dibawah pimpinan seorang pelatih.

Page 18: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

ensambel ini, sulim berperan sebagai pembawa melodi penuh disamping instrumen

lain yang juga pembawa melodi utama seperti hasapi inang (lute), sarune etek (oboe)

dan garantung (xylophone). Selain sebagai pembawa melodi, sulim juga berperan

sebagai pembawa melodi variatif yang mampu keluar dari wilayah nada pokok

sebagai wujud dari improvisasi nada-nada yang dimainkan baik dari sebuah lagu

maupun repertoar sesuai kemampuan pemainnya. Menurut para narasumber pemusik

tradisional Batak Toba, masuknya sulim ke dalam gondang hasapi merupakan

pengaruh dari ensambel musik opera Batak yang disebut dengan uning-uningan.

Selain itu, sulim termasuk instrumen yang unik jika dibandingkan dengan

instrumen tradisi Batak Toba lainnya. Salah satu keunikannya adalah, sulim mampu

mengubah sebuah tradisi yang sudah dilestarikan bertahun-tahun tanpa mengubah

ciri khas dari instrumen itu sendiri. Hal ini dapat kita lihat melalui berbagai aspek

yang menunjukkan bahwa betapa pentingnya sulim hadir dalam sebuah kajian

musikologis khususnya dalam Budaya Batak. Sebagai bukti selain dari pada

beberapa fakta di atas adalah ;

Pertama, selain memberikan pengaruh pada era opera Batak sulim juga hadir

dalam formasi Brass Band atau dikenal dengan ensambel Musik Tiup Logam5 yang

juga digemari pada masa itu dimana ensambel ini acapkali dipakai dalam setiap acara

adat orang Batak. Dalam konteks ini, sulim berperan sebagai pembawa melodi yang

pada akhirnya mampu mengubah tradisi musik tiup yang didominasi oleh instrumen

tiup modern dari Eropa menjadi sebuah formasi yang lebih sederhana yang dikenal

5 Musik tiup logam merupakan ensambel yang terdiri seperangkat alat musik tiup logam yang

tersaji dalam bentuk semi combo band yang terdiri dari instrumen terompet, trombone, saxofon, tuba, dan 1 set drum yg terbuat dari logam.

Page 19: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dengan istilah ‘Sulkibta’ (sulim, kibot, taganing) atau ‘Sulkib’ (sulim, kibot) saja,

sehingga berbagai instrumen tiup dari Eropa tersebut jadi sangat jarang dipakai;

Kedua, sulim tidak hanya memberikan pengaruh dalam eksistensi opera

Batak atau pun musik tiup dalam konteks hiburan maupun adat, tetapi sulim juga

hadir dalam perkembangan Musik Gereja. Hal ini dapat kita lihat ketika sulim

dipakai sebagai salah satu intrumen pengiring lagu-lagu ibadah ketika ada perayaan

tertentu di dalam sebuah gereja atau pun dalam perayaan akbar di luar gereja sekali

pun seperti Perayaan Hari Besar Agama Kristen dan acara Kebangkitan Kebangunan

Rohani (KKR) jemaat Kristiani.

Selain dari itu, sulim juga sudah sering dipakai sebagai salah satu media

pengiring lagu rohani mau pun sekuler bernuansa tradisi yang dibawakan oleh

berbagai Paduan Suara ;

Ketiga, setelah berakhirnya kejayaan opera Batak pada akhir 1970-an maka

muncullah Hits-hits Album Batak popular yang diwarnai dengan nuansa Musik Barat

yang pada masa itu didominasi oleh lagu-lagu karya almarhum Nahum Situmorang6

dan sudah berkembang hingga pada masa kini. Seiring perkembangan tersebut

tidaklah pula warna tradisi malah menghilang dari berbagai lagu Batak yang

disajikan. Kehadiran sulim dalam mengisi setiap lagu Batak (tradisonal dan popular)

yang diciptakan menjadi keunikan tersendiri bagi setiap pendengar. Hal ini

menunjukkan bahwa sulim tidak selamanya hanya dipakai dalam memainkan melodi

sebuah lagu atau repertoar secara utuh tetapi juga mampu memainkan sebagian atau

penggalan dari beberapa repertoar tertentu untuk mengisi intro (musik pembuka)

6 Seorang pelopor musik dan lagu Pop Batak

Page 20: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dan interlude (musik tengah) dari sebuah lagu popular (pop) dan tradisional Batak

yang dihasilkan dalam industri rekaman ;

Keempat, selain menjadi instrumen yang sering disandingkan dengan

instrumen Batak yang lain, sulim juga mampu berperan sebagai instrumen tunggal

yang dapat membawakan melodi andung-andung ( nyanyian ratapan tangis) yang

seiyogianya dimainkan pada intrumen lain seperti sordam7. Namun, seiring dengan

semakin langkanya sordam maka pada masa sekarang ini alunan andung-andung

tersebut dapat dimainkan pada sulim. Hal ini dimungkinkan karena produksi nada

sulim selain dihasilkan oleh lobang nada juga dapat diproduksi melalui teknik tiupan,

sehingga karakter bunyi sordam dapat dihasilkan walau tidak terlalu persis tapi

setidaknya mirip dengan yang aslinya ;

Kelima, selain sebagai instrumen tunggal maupun instrumen yang selalu

dimainkan dengan isntrumen Batak yang lainnya, pada masa sekarang ini sulim juga

sudah sering ditampilkan dengan suguhan yang berbeda yakni mampu berkolaborasi

dengan intrumen tradisi dari berbagai sub-etnis Batak atau bahkan etnis-etnis yang

lain. Hal ini bisa terbukti dengan terbentuknya berbagai group musik antar lintas

etnis di kota Medan seperti “D’Tradisi” yang baru-baru ini sudah mengharumkan

nama baik Sumatera Utara di kancah blantika musik Indonesia, dan juga group antar

lintas etnis yang lain seperti “Group Incidental Music”, “Metronom” serta group

musik yang lainnya yang sudah tidak asing lagi dalam mengiringi berbagai tari

garapan etnis yang ada di kota Medan.

Terlepas dari gaya atau teknik yang dimainkan, instrumen sulim sudah

memberikan warna baru dan dinamika tersendiri dalam keberlangsungan atau

7 Sejenis instrument tiup bambu Batak Toba yang lain dengan spesifikasi end blown flute

dimana lobang tiupan ada pada ujung badan instrumen yang memiliki 4 (empat) buah lobang nada.

Page 21: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

eksistensi musik Batak dan kolaborasi antara musik Batak dengan musik etnis

lainnya di tanah air.

Selain beberapa hal yang penulis paparkan di atas, mungkin masih banyak

lagi hal unik lain tentang pemakaian sulim yang berkembang hingga pada saat ini

yang belum penulis paparkan. Oleh karena itu, penulis masih butuh informasi atau

referensi dari berbagai sumber untuk melengkapi tulisan ini, dan dengan

memperhatikan berbagai fakta unik tentang instrumen sulim yang penulis paparkan

tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membuat sebuah kajian skripsi yang

berjudul “SULIM BATAK TOBA : SEBUAH KAJIAN KONTINUITAS DAN

PERUBAHAN”.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang menjadi topik

bahasan dalam tulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana keberadaan (eksistensi) sulim terkait dengan fungsi dan

penggunaannya ketika dimainkan dalam konteks tunggal (solo instrument),

dengan ensambel serta kolaborasi dengan instrument yang lain dalam berbagai

fenomena Budaya Batak Toba.

2. Hal-hal apa sajakah yang melatar-belakangi terjadinya perubahan dan kontinuitas

baik pada instrumen itu sendiri maupun pengaruhnya terhadap berbagai aspek

dimana instrument tersebut digunakan.

3. Bagaimana gambaran proses kontinuitas (keberlanjutan) dan perubahan yang

terjadi dari berbagai aspek tersebut.

Page 22: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

4. Aspek apa saja yang berubah dan berlanjut dalam keberadaannya di tengah-tengah

masyarakat pendukungnya.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui aspek-aspek apa sajakah yang menjadi kelebihan sulim

dibandingkan isntrumen lain sehingga mampu dimainkan dalam berbagai konteks

baik solo, ensambel, maupun kollaborasi dengan instrument lain sehingga mampu

membawa perubahan dalam berbagai fenomena budaya Batak Toba.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi terjadinya

kontinuitas dan perubahan itu sendiri.

3. Untuk memberikan gambaran umum tentang proses bagaimana kontinuitas dan

perubahan itu bisa terjadi.

4. Untuk mengetahui aspek-aspek apa saja yang berubah dan berlanjut (kontinu)

dalam proses tersebut.

1.3.2 Manfaat penelitian

Adapun beberapa manfaat yang diperoleh dan ingin dicapai dalam tulisan ni

adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para

pembaca, baik yang berada dalam disiplin etnomusikologi maupun di luar

etnomusikologi, khususnya bagi penulis sendiri dalam menambah wawasan

tentang budaya masyarakat Batak.

Page 23: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

2. Untuk menambah referensi tentang pemahaman teori fungsional struktural serta

kajian kontinutias dan perubahan dalam berbagai fenomena kebudayaan lainnya.

3. Sebagai dokumentasi tambahan mengenai fenomena Budaya Batak Toba yang

bisa dipakai sebagai masukan bagi Departemen Etnomusikologi.

4. Semoga dapat digunakan oleh penulis lain yang ingin membahas tentang masalah

yang sama dengan objek yang berbeda.

5. Untuk memenuhi syarat ujian untuk mendapatkan gelar Sarjana di Departemen

Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

1.4 Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep adalah kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang

perlu dirumuskan. Konsep juga merupakan rancangan ide atau pengertian yang

diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,

1991 : 431). Untuk memperjelas konsep yang akan penulis gunakan dalam penulisan

skripsi ini, maka sebaiknya perlu dijelaskan 2 (dua) hal pokok yang menjadi topik

utama dalam pembahasan yakni mengenai kajian kontinuitas dan perubahan.

Kajian merupakan kata jadian yang terbentuk dari kata “kaji” yang berarti

mengkaji, mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan

mendalami. Dari keterangan tersebut, dapat diketahui bahwa pengertian kata “kajian”

dalam hal ini adalah suatu penelitian atas pemeriksaan yang dilakukan dengan teliti

(Badudu, 1982: 132).

Kontinuitas memiliki arti keberlanjutan, keberlangsungan, dan

kesinambungan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1988). Kontinuitas

Page 24: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

yang dimaksud di sini adalah adanya hal-hal yang masih tetap eksis, dipertahankan,

dan masih berlanjut hingga pada saat ini. Sebagai bentuk kontinuitas dapat dilihat

dari struktur organologis dan ciri khas bunyi serta teknik-teknik dasar dalam

memainkan sulim, dimana hingga pada saat ini hal-hal tersebut masih tetap

dipertahankan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:1234), kata perubahan

berarti; hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran. Dalam bahasa inggris

perubahan disebut change, misalnya perubahan sosial atau sosial change, artinya

perubahan dalam kemasyarakatan yang mempengaruhi sistem sosial suatu

masyarakat yang berhubungan dengan nilai-nilai, dan perilaku di antara kelompok

manusia (Yandianto, 2000:656; Abdulsyani, 1995:83)

Dalam hal ini, perubahan yang dimaksud dibedakan menjadi 2 (dua) aspek

yakni aspek fisik maupun non-fisik. Aspek fisik menyangkut hal-hal yang berkaitan

dengan kondisi fisik istrumen itu sendiri, sedangkan aspek non-fisik menyangkut

fungsi dan penggunaan sulim itu sendiri dalam berbagai konteks penyajiannya.

Berbicara tentang aspek fisik, salah satu perubahan yang terjadi adalah bahwa

awalnya sulim tidaklah memiliki nada dasar tetap yang sudah ditentukan pada masa

itu, sebab sulim awalnya tidak dimainkan dalam sebuah ensambel yang disesuaikan

dengan nada dasar dan mengikuti pola akord tertentu. Sehingga dulunya sulim

memiliki bentuk ukuran yang berbeda-beda yang sifatnya bebas tanpa harus

mengikuti pola,aturan pembuatan tertentu. Dalam arti bahwa ketika itu nada-nada

yang dihasilkan oleh sulim belum sesuai dengan standardisasi nada yang dihasilkan

oleh piano.

Page 25: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Sedangkan pada masa kini, sulim sudah diciptakan dengan berbagai inovasi.

Tanpa harus menghilangkan ciri khas warna bunyinya, sulim sudah tersedia dengan

aturan pembuatan tertentu yang diselaraskan dengan standardisasi bunyi piano. Tidak

hanya dari kunci atau nada dasar tertentu saja bahkan sulim juga sudah diciptakan

berdasarkan 12 (dua belas) nada yang ada pada wilayah (range) satu oktaf nada piano

mulai dari nada C standard hingga C’ (C oktaf). Hal ini bisa terjadi mungkin karena

semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat pendukungnya terhadap penyajian

sulim itu sendiri. Salah satu bukti yang paling signifikan adalah dengan hadirnya

sulim dalam mengiringi lagu ibadah gereja, berbagai lagu dalam paduan suara, dan

juga dalam pengisian komposisi musik lagu Batak Tradisional maupun Populer

dalam industri rekaman dimana situasi tersebut memaksa supaya sulim juga harus

disesuaikan dengan nada dasar lagu atau pun repertoar yang dipintakan.

Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika sulim

tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu dimainkan

dengan nada-nada yang diatonis bahkan dapat diwarnai dengan penambahan nada

kromatis. Hal ini terjadi karena sulim tidak lagi semata hanya memainkan repertoar

gondang Batak Toba yang mengandung ciri khas nada pentatonis, tetapi juga sudah

sering ditampilkan untuk mebawakan lagu-lagu baik itu lagu tradisional Batak Toba,

lagu Populer, lagu Rohani, maupun lagu Sekuler lainnya dimana sudah banyak

terkontaminasi oleh nada-nada musik Barat. Sejalan dengan uraian tersebut di atas,

mungkin hal inilah yang memicu diciptakannya sulim dengan 12 kunci (nada dasar)

dengan pelarasan nada musik Barat.

Bicara mengenai aspek non-fisik, perubahan yang terjadi menyangkut hal-hal

di luar aspek fisik yang berkaitan dengan fungsi dan penggunaan sulim yang mampu

Page 26: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

membawa perubahan besar dalam eksistensi musik Batak yang sedikit banyak sudah

disinggung dalam bahasan yang dipaparkan di latar belakang masalah.

1.4.2 Teori

Teori merupakan prinsip-prinsip umum yang ditarik dari fakta-fakta, dan juga

dugaan yang menerangkan sesuatu (Marzuki 1999 : 33). Teori juga dapat berarti

sebagai suatu analisis terhadap suatu hal yang sudah terbukti dan teruji

kebenarannya. Dan teori juga merupakan landasan berpikir secara ilmiah untuk

menguji, membandingkan, atau menerapkan untuk objek penelitian.

Dalam pembahasan ini teori dapat digunakan sebagai landasan dan kerangka

berpikir dalam membahas setiap permasalahan. Oleh karena itu, penulis mengadopsi

beberapa teori sebagai referensi dalam penulisan skripsi ini.

Menurut Soekanto, perubahan terjadi karena usaha masyarakat untuk

menyesuaikan diri sesuai kebutuhan situasi dan kondisi yang timbul sejalan dengan

pertumbuhan masyarakat (Soekanto 1992 : 21). Suatu kebudayaan tidaklah bersifat

statis, melainkan selalu berubah dengan kemajuan zaman sebab kebudayaan

bukanlah suatu hal yang lahir hanya sekali (Ihromi 1987 :32).

Herskovits dalam Merriam mengemukakan bahwa perubahan dan kelanjutan

(kontinuitas) merupakan suatu tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil

dan dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan. Berkaitan dengan fenomena ini,

teori kebudayaan secara umum mengasumsikan bahwa setiap kebudayaan beroperasi

dalam kerangka waktu yang terus mengalami kelanjutan, dimana variasi-variasi dan

perubahan yang terjadi adalah hal yang tidak dapat dielakkan (Merriam 1964 : 303).

Page 27: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Selain itu penulis juga menggunakan teori perubahan budaya. Menurut

Herskovitz perubahan kebudayaan dapat dilihat dari dua titik pandang, yaitu

bagaimana yang terjadi di masa lampau dan masa sekarang. Berdasarkan titik

pandang pertama, mereka selalu mempergunakannya dalam istilah difusi yang

didefenisikan sebagai transmisi budaya dalam proses. Perubahan dapat dipandang

dari bagaimana asal-usul sebuah kebudayaan tersebut apakah karena faktor internal

atau eksternal. Perubahan yang terjadi karena faktor internal disebut inovasi, dan

perubahan karena faktor eksternal disebut akulturasi (1948 : 525).

Sependapat dengan uraian tersebut, Koentjaraningrat (1965:135) juga

mengemukakan tentang salah satu faktor yang menyebabkan perubahan kebudayaan,

yaitu: inovasi (innovation) adalah suatu proses perubahan kebudayaan yang besar

tetapi yang terjadi dalam waktu yang tidak terlalu lama. Proses ini meliputi satu

penemuan baru, jalannya unsur itu disebarkan ke lain bagian masyarakat dan cara

unsur kebudayaan tadi diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai dalam masyarakat

yang bersangkutan. Kemudian Lauwer juga berpendapat bahwa terjadinya suatu

perubahan dapat diakibatkan oleh adanya akulturasi (acculturation), dimana

akulturasi disini mengacu pada pengaruh suatu kebudayaan lain atau saling

mempengaruhi antara dua kebudayaan yang mengakibatkan terjadinya suatu

perubahan (1989:402).

Perubahan juga merupakan sebuah konsep yang serba mencakup, menunjuk

kepada perubahan fenomena sosial di berbagai tingkat manusia. Perubahan sosial

dapat dilihat pada suatu tingkat tertentu atau dengan menggunakan berbagai kawasan

studi dan menganalisis. Perubahan sikap ini melambangkan perubahan hubungan

sesama manusia. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa secara jelas untuk

Page 28: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

mengetahui adanya perubahan dalam suatu komunitas masyarakat merupakan

cerminan masyarakat tersebut (Lauer 2001 : 5).

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan

perubahan adalah sebuah konsep yang mencakup perubahan dari berbagai unsur

kebudayaan, termasuk perubahan sikap pandangan masyarakat di berbagai tingkat

kehidupan. Kondisi-kondisi sosial primer yang menyebabkan terjadinya perubahan

seperti pengetahuan, ekonomi, teknologi, atau geografi merupakan faktor-faktor

penyebab terjadinya perubahan pada aspek sosial lainnya.

Sehubungan dengan pengkajian instrument sulim, penulis juga mengacu pada

teori yang yang dikemukakan oleh Kashima Susumu dengan menjelaskan dua

pandangan yang mendasar yaitu :

“1. Structural and 2. Fungsional. Structural studies deal with the physical aspect of musical instrument – observing, measuring, and recording the shape, size, construction and the materials used in making the instrument. The second deals with its function as a sound-producing tool researching, measuring and recording the playing methods, tuning methods, sound producing uses and the loudness, pitch, timbre, and quality of the sound

produced”(Susumu, 1978 : 174).8

“1. Struktural dan 2. Fungsional. Secara Struktural, yaitu aspek fisik instrument musik – pengamatan, mengukur, dan merekam bentuk, ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai dalam pembuatan instrument tersebut. Secara Fungsional yaitu berkaitan dengan fungsi instrument sebagai alat penelitian untuk memproduksi bunyi, metode pengukuran dan perekaman bunyi, metode penyelarasan nada, penggunaan bunyi yang diproduksi dan kekuatannya, ketepatan nada, warna bunyi, dan kualitas bunyi yang diproduksi.”

Berkaitan dengan pandangan yang dikemukakan oleh Susumu dan dengan

melihat kenyataan yang terjadi pada masyarakat Batak Toba, maka penulis

8 Lihat Martahan Sitohang, 2009 hal.9

Page 29: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

melakukan pembahasan baik secara struktural maupun fungsional dari instrument itu

sendiri.

Dalam membicarakan aspek musikologis pada tulisan ini, penulis

memperhatikan pendapat Malm (1977:8) yang menyatakan beberapa karakter yang

harus diperhatikan dalam mendeskripsikan melodi, yaitu : (1) tangga nada, (2) nada

dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah masing-masing nada, (5) interval, (6) pola-pola

kadens, (7) formula melodi, (8) kontur. Teori ini disebut juga dengan teori Weighted

Scale (bobot tangga nada). Teori ini pada dasarnya melihat struktur ruang dalam

musik dengan menggunakan ukuran-ukuran tertentu.

Untuk membahas tentang fungsi dan penggunaan musik dalam masyarakat

Batak Toba terkait dengan penggunaan sulim dalam berbagai konteks penyajiannya,

penulis berpedoman pada teori Uses and Function yang dikemukakan oleh Meriam

(1964: 119-222) yang menawarkan sekurang-kurangnya ada sepuluh fungsi dalam

musik, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional (the funtion of emotional), (2)

fungsi penghayatan estetis (the funtion of aesthetic enjoyment), (3) fungsi hiburan

(the funtion of entertainment), (4) fungsi komunikasi (the funtion of comunication),

(5) fungsi perlambangan (the funtion of symbolic representation), (6) fungsi reaksi

jasmani (the funtion of physical response), (7) fungsi yang berkaitan dengan norma-

norma sosial (the funtion of enforcing coformity to social norms), (8) fungsi

pengesahan lembaga sosial dan upacara agama (the funtion of validation of social

institution and religious rituals), (9) fungsi kesinambungan budaya (the funtion of

contribution to the continuity and stability of culture), (10) fungsi pengintegrasian

masyarakat (the funtion of contribution the integration of society).

Page 30: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

1.5 Metode Penelitian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:581), metode penelitian diartikan

sebagai suatu cara mencari kebenaran dan azas-azas alam, masyarakat atau kemanusiaan

yang bersangkutan. Dalam kaitan ini Hasan (1985:7) mengatakan metode merupakan cara

atau sistematika kerja untuk memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.

Menurut Caplin (1989:301), metode adalah prosedur sistematis yang tercakup dalam

upaya menyelidiki suatu fakta atau konsep. Dari beberapa kutipan tersebut dapat diartikan

bahwa yang dimaksud dengan metode penelitian dalam disiplin ilmu tertentu. Di dalam

ilmu-ilmu sosial, objek pengamatan dan penelitian yang merupakan dasar dari pengetahuan

ilmiah adalah gejala-gejala masyarakat yang lebih khusus, terdiri dari kejadian-kejadian

kongkrit.

Menurut Nettl (1964:62-64) ada dua hal yang esensial untuk melakukan

aktivitas penelitian dalam disiplin Etnomusikologi yaitu kerja lapangan (field work)

dan kerja laboratorium (desk work). Kerja lapangan ini meliputi pemilihan informan,

pendekatan dan pengumpulan data, pengumpulan dan perekaman data, latar belakang

perilaku sosial ataupun mempelajari seluruh pemakaian musik. Sedangkan kerja

laboratorium meliputi pengolahan data yang didapat dari lapangan, menganalisis dan

membuat hasil dari keseluruhan data-data yang diperoleh.

Untuk mendapatkan data secara sistematis, maka penulis menggunakan

metode penelitian dengan pendekatan kualitatif. Menurut Nawawi dan Martini

(1995:209) penelitian kualitatif adalah rangkaian atau proses menjaring data

Page 31: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

(informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek

atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya. Selanjutnya Moleong juga

menambahkan bahwa penelitian kualitatif dibagi dalam empat tahap, yaitu: tahap

sebelum kelapangan (pra lapangan), tahap kerja lapangan, analisis data dan penulisan

laporan.

Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode deskriptif yang

bersifat kualitatif. Menurut Koentjaraningrat (1990:29) mengatakan bahwa penelitian

yang bersifat deskriptif adalah bertujuan untuk memaparkan secara tepat sifat-sifat

suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu untuk menentukan frekuensi

atau penyebaran dari suatu gejala ke gejala lain dalam suatu masyarakat.

1.6 Pemilihan Lokasi Penelitian dan Informan

Dalam hal penentuan lokasi penelitian, penulis memilih berdasarkan tempat

berdomisilinya para informan atau musisi yang dianggap berkaitan dengan penelitian

ini. Oleh karena itu, penulis dalam hal ini melihat kasus yang sering terjadi di kota

Medan sebagai bahan penelitian dan memilih wilayah Samosir sebagai perbandingan

dan juga sebagai tempat tinggal para informan. Selain karena tempat berdomisilinya

para informan, alasan memilih kedua tempat tersebut adalah bahwa kota Medan

merupakan ibukota Sumatera Utara yang juga tempat berdomisilinya penulis dan

mayoritas masyarakat Batak secara keseluruhan, dimana tempat ini berperan sebagai

pusat kehidupan yang dinamis dan berkembang serta penuh dengan fenomena

budaya Batak Toba, sedangkan Samosir merupakan tempat yang menjadi pusat

peradaban masyarakat Batak Toba dan akar bertumbuhnya budaya masyarakat Batak

Toba.

Page 32: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

1.7 Kerja Lapangan

Dalam kerja lapangan penulis melakukan wawancara untuk mendapatkan

informasi yang akurat tentang tulisan ini. Sebelum melakukan wawancara terlebih

dahulu penulis menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan di dalam melakukan

wawancara, yaitu: menyusun pertanyaan, mempersiapkan alat-alat tulis,

menyediakan alat perekam untuk merekam hasil wawacara dengan informan.

1.8 Studi Kepustakaan

Sebagai landasan penulis dalam melakukan penelitian, sebelum melakukan

kerja lapangan penulis terlebih dahulu melakukan studi kepustakaan, baik dari

artikel, skripsi, maupun buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi ini

bertujuan untuk memperoleh konsep-konsep serta teori-teori yang relevan untuk

membahas permasalahan dalam tulisan ini sekaligus untuk menghindari kesamaan

topik pembahasan.

Beberapa tulisan yang membahas tentang sulim Batak Toba, antara lain:

Skripsi Martogi Sitohang yang berjudul “Sulim Batak Toba : Suatu Kajian

dalam Konteks Gondang Hasapi ”. Skripsi ini secara umum membahas tentang

kajian musikologis sulim dalam konteks ensambel gondang hasapi saja. Selanjutnya

Skripsi Frendy Sirait yang berjudul “Instrumen Sulim Pada Ansambel Musik Tiup

Batak Toba Di Kota Medan : Kajian Terhadap Fungsi, Perkembangan Dan

Organologis”. Skripsi ini secara umum juga hanya membahas tentang kajian

fungsional, dan perkembangan penggunaan serta organologis sulim dalam konteks

ensambel Musik Tiup saja. Kalo penulis melihat perbandingan antara kedua judul

tersebut di atas, penulis menilai bahwa ada kesamaan topik konteks pembahasan

Page 33: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

yakni sama-sama membahas tentang kajian fungsional sulim dalam konteks

ensambel. Hal yang membedakannya hanya terlihat ketika instrument tersebut

dimainkan dalam nama ensambel yang berbeda,yakni antara ensambel gondang

hasapi dan musik tiup.

Sedangkan dalam tulisan ini penulis lebih mendalam membahas tentang

kajian struktural dan fungsional sulim dalam berbabagi konteks penyajian baik ketika

dimainkan dalam konteks solo, ensambel maupun kollaborasi dengan instrument

yang lain,selain daripada itu penulis juga membahas tentang kontinuitas dan

perubahan fungsi dan penggunaannya dalam berbagai aspek tersebut.

Selain dari kedua skripsi di atas, untuk mendukung bahasan tentang kajian

organologis serta kajian kontinuitas dan perubahan yang juga dibahas dalam tulisan ini

penulis juga mengambil referensi dari skripsi-skripsi lain seperti skripsi Martahan Sitohang

yang berjudul “Perubahan dan Kontinuitas Ritual Pembuatan Taganing di Desa Turpuk

Limbong Kecamatan Harian Kabupaten Samosir”, skripsi Leonald Nainggolan yang

berjudul “Kontinuitas dan Perubahan Gondang Naposo Pada Masyarakat Batak Toba

di Desa Gajah Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan”, dan juga skripsi yang

berjudul “Studi Organologis dan Musikologis Tulila Dalam Kebudayaan Batak Toba

di Desa Turpuk Limbong Kecamatan Harian Boho Kabupaten Tapanuli Utara” serta

banyak skripsi lain yang mungkin tidak dapat penulis paparkan satu persatu dengan

alasan bahwa sejalan dengan proses penulisan skripsi ini kemungkinan akan ada

referensi lain yang penulis dapatkan baik berupa skripsi atau sumber buku yang lain

secara tiba-tiba atau dalam konteks situasi yang berbeda.

1.9 Kerja Laboratorium

Page 34: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Seluruh data yang diperoleh penulis dari lapangan dan studi kepustakaan,

kemudian dianalisis kembali di dalam kerja laboratorium. Penulis akan melakukan

seleksi data, analisis data, dan mengelompokkannya sesuai dengan informasi yang

penulis harapkan. Proses analisis data penelitian dimulai dengan menelaah

keseluruhan data yang diperoleh. Analisis data dilakukan mulai awal penelitian dan

berlangsung sampai pada saat proses penulisan laporan penelitian selesai.Begitu juga

dengan data yang berbentuk gambar, penulis akan mencantumkannya dalam tulisan

ini. Data yang tidak bersifat musikal diolah kemudian dan dituliskan dalam bentuk

tulisan atau karya ilmiah. Selama proses pengolahan data, penulis juga melakukan

diskusi-diskusi dengan para dosen pembimbing dan teman-teman yang ada di

Departemen Etnomusikologi.

Page 35: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB II

MASYARAKAT BATAK TOBA DI BONA PASOGIT DAN DI

PERANTAUAN

2.1 Konsep Adat

Kebudayaan terjadi karena adanya faktor-faktor yang mendukung terjadinya

kebudayaan itu. Dalam masyarakat Batak Toba, dapat kita temukan adanya

kebudayaaan yang berisikan adat isitiadat dan juga kesenian. Hal ini masih tetap

dilaksanakan dalam tatanan kehidupan masyarakat Batak pada masa kini dan

merupaan suatu hal pokok yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan orang Batak

itu sendiri.

Adat merupakan warisan dari leluhur yang harus dilanjutkan oleh generasi

berikutnya yang merupakan pedoman kepada masyarakat dalam melaksanakan

kegiatan sehari-hari. Di dalam adat terdapat unsur hukum, aturan dan tata cara yang

mengatur tentang hubungan manusia dan manusia.

Menurut masyarakat Batak Toba, adat merupakan pemberian Mulajadi Na

Bolon9 yang harus dituruti oleh makhluk penciptanya. Adat inilah yang menjadi

hukum bagi setiap orang yang memberikan pengetahuan tentang cara kehidupan

untuk membedakan yang baik dan yang buruk.

9 Akan lebih dijelaskan pada bahasan selanjutnya

Page 36: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Adat adalah kebiasaan atau hasomalan yang berarti aturan-aturan yang

dibiasakan. Pengertian lain yaitu kebiasaan di suatu tempat atau yang terdapat pada

suatu kelompok marga yang berasal dari orang-orang tua dan diwariskan secara turun

temurun, berupa pesan tentang aturan dan hukum yang tidak boleh diabaikan atau

dilupakan. Hukum adat yang merupakan pemberian dari Mulajadi Na Bolon sebagai

perintah yang harus dituruti bermula dari kebiasaan adat yang dilaksanakan oleh

sekelompok masyarakat. Oleh karena itu, tertanam suatu kepercayaan pada

masyarakat Batak Toba terhadap hukum adat itu sendiri. Masyarakat Batak Toba

meyakini bahwa apabila adat diikuti dan dilaksanakan maka orang tersebut dipercaya

akan mendapat berkah, sedangkan orang yang tidak peduli dengan adat tersebut akan

mendapat bala (hukum tersirat).

Secara teologis, adat adalah bentuk keseluruhan suatu agama suku, adat

merangkum, meresapi dan menentukan suku atau bangsa dengan cara yang

bagaimanapun. Adat menghubungkan orang yang hidup yang kelihatan dengan orang

yang mati yang tidak kelihatan; adat mengatur tata tertib sosial untuk desa sebagai

persekutuan hukum, persekutuan produksi, dan persekutuan agama; adat

mempertahankan daya hidup mitos dimana kekuatannya terdapat pada nomisme,

yaitu sikap hukum yang alamiah dan tujuannya ialah utk tercapainya kelanggengan

dan keselarasan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Dalam keseluruhan aspek

ini, dunia binatang dan tumbuh-tumbuhan disatu-padukan sepenuhnya sama seperti

dunia alam dan cakrawala. Adat mepunyai corak bermotif sebab ia mempunyai dasar

dalam mitos yang merupakan konsepsi suatu bangsa untuk memahami dirinya. Oleh

karena itu, adat adalah bagian lahiriah serta pengembangan mitos dalam kehidupan

Page 37: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

bersama dan penerapannya dalam segala seluk belukn kehidupan (Pasaribu,

1986:61).

Adat memiliki asal usul keilahian dan merupakan seperangkat norma yang

diturunkan dari nenek moyang, yang berulang-ulang atau yang teratur datang

kembali, lalu kembali menjadi suatu kebiasaan atau hal yang biasa (Schreiner,

1994:18). Pola-pola kehidupan yang tampak dalam bentuk pergaulan sehari-hari,

pembangunan rumah, upacara perkawinan, upacara kematian, semuanya dipelihara,

dilaksanakan dan diatur menurut adat (ibid, 1994:20).

Kebudayaan Batak Toba merupakan sebuah bentuk gagasan yang diwarisi

masyarakat pemiliknya dengan membuat perilaku terhadap nilai-nilai budaya.

Konsep masyarakat Batak Toba tentang kehidupan manusia, adalah bahwa

kehidupannya selalu terkait dan diatur oleh nilai-nilai adat. Adat merupakan bagian

dari kewajiban yang harus ditaati dan dijalankan. Dalam praktek pelaksanaan adat

Batak Toba, realita di lapangan menunjukkan terdapat empat (4) katagorial adat yang

telah dilakukan.

Pertama, komunitas masyarakat Batak Toba mempunyai sistem hubungan

adat tersendiri. Menunjukkan, setiap komunitas mempunyai tipologi adat masing-

masing. Perlakuan masyarakat pedesaan terhadap adat lebih intensif dan merekat,

dengan masyarakat Batak yang tinggal di perkotaan relatif lebih individualistis

menyikapi adat Batak. Perilaku ini muncul akibat pengaruh lingkungan yang

membentuk pola pikir disamping unsur teknologi yang mempengaruhi.

Kedua, Adat yang diyakini sebagai norma yang mengatur hubungan antar

manusia Batak Toba, dipengaruhi oleh aturan dan norma yang sudah berlaku dalam

masyarakatnya. Peraturan perundang-undangan dan hukum agama yang banyak

Page 38: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

mengatur kehidupan normatif masyarakat secara rinci dan detail, memperkecil

peranan adat dalam mengatur norma sosial dan kehidupan bermasyarakatnya. Seiring

pula dengan aturan perundang-undangan dan hukum agama yang sudah membudaya,

sering juga dipandang dan dianggap sebagai bagian dari adat istiadat Batak Toba

sendiri.

Ketiga, Pola hubungan antar manusia dalam kelompok masyarakat Batak

Toba berubah secara terus menerus, sehingga pelaksanaan adatnya juga mengalami

perubahan sesuai kebutuhan tanpa melihat sisi ruang dan waktu.

Keempat, pandangan dan nilai yang diberikan terhadap adat itu juga

mengalami perubahan, akibat dari pengaruh teknologi dalam penyebaranluasan

informasi. Hal itu tampak dalam praktek adat yang dilakukan oleh masyarakat

pendukungnya.

Lebih jauh, adat adalah sebuah sistem yang mengatur kehidupan manusia.

Sehingga, orang Batak yang bertindak dan bertingkah laku tidak sesuai dengan adat

disebut dengan na so maradat (orang yang tidak memiliki adat) dan akan ada sanksi

sosial terhadap orang-orang yang melanggar adat. Pelanggaran adat yang dilakukan

dapat berbentuk perkawinan terlarang. Misalnya, perkawinan semarga (incest).

Pencurian, pencemaran nama baik dan hal lain yang diyakini sebagai tatanan sosial

masyarakat yang tidak dapat dilanggar (bandingkan, Bruner 1961:510). Sanksi bagi

pelanggar hukum adat, diyakini datang dari kutukan ilahi yang mereka percayai.

Misalnya, tidak mendapatkan keturunan, penyakit menahun yang tidak kunjung

sembuh, kerugian ekonomis dalam setiap pekerjaan bahkan sanksi kematian.

Hukuman ini berlaku bagi pelanggar adat hingga keturunan selanjutnya dalam

beberapa generasi. Karena prinsip adat Batak bersumber dari keilahian yang

Page 39: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

diturunkan nenek moyang orang Batak, maka setiap orang Batak yang menjalankan adat

adalah orang-orang yang bersekutu dengan nenek moyangnya.

2.2 Religi atau Kepercayaan

Menurut kepercayaan orang Batak dalam mitologinya, persoalan kehidupan

selalu ada sangkut pautnya dengan keilahian yang dipercaya sebagai karya Mula Jadi

Nabolon. Mite yang mirip dengan mitologi dalam kepercayaan Hindu dalam cerita

turun temurun masyarakat Batak Toba ini, yaitu adanya tiga oknum dewa masing-

masing Batara Guru, Soripada dan Mangala Bulan sebagai aspek dari Mulajadi

Nabolon yang memiliki otoritas di bumi untuk mengatur kehidupan manusia

(Situmorang, 2009:21).

Dalam beberapa tulisan konsep mitologi ini berbeda dengan konsep yang

diungkapkan oleh Sitor Situmorang tentang “tri tunggal” Dewa orang Batak. Dalam

tulisan lain, Tampubolon menyebut ketiga Dewa itu bukanlah implisit dari jelmaan

Mula Jadi Nabolon, melainkan tiga dewa yang berdiri sendiri yaitu 1) Mulajadi

Nabolon, 2) Debata Asi-asi dan 3) Batara Guru yang sesuai dengan pekerjaannya di

Bumi. Mulajadi Nabolon diyakini sebagai pencipta dari alam semesta untuk alam

yang besar (Nabolon), dan menciptakan dewa-dewa yang lebih rendah. Debata Asi-

asi sebagai dewa yang menurunkan berkat dan kasih melalui oknum perantara (roh

leluhur, roh penghuni suatu tempat). Batara Guru berarti maha guru yang memberi

ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu gaib, pengobatan dan penangkalan roh-roh jahat.

(Tampubolon, 1978:9-10).

Mitologi Batak pada umumnya disampaikan melalui cerita dari mulut ke

mulut (tradisi lisan), biasanya pemberitaan seperti ini sukar untuk dipercaya. Hal ini

Page 40: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

terbukti dari banyaknya beredar cerita-cerita dongeng di kalangan bangsa Batak.

Lebih lanjut Warneck membenarkan bahwa hampir semua suku bangsa memiliki

dongeng, yang tidak memiliki hubungan satu sama lain. Masing-masing berdiri

sendiri (Hutauruk, 2006:8)

Ajaran agama Batak yang terdapat dalam mitologi Batak ini, diperjelas oleh

Batara Sangti menyebut ketiga dewa (sama dengan versi Situmorang) pemilik

otoritas kedewaan dengan konsep pekerjaan ketiga dewa tersebut mengatur tata

kehidupan manusia. Dalam legenda Siboru Deak (Deang) Parujar dalam tonggo-

tonggo (doa) yang disampaikan pada Mula Jadi Nabolon menyebut: Debata Natolu,

Natolu Suhu, Naopat Harajaon. Sangti menguraikan pekerjaan dan tugas keempat

oleh Debata Asi-asi yaitu menolong manusia dengan bersusah payah dan berkorban.

Dewa ini berfungsi sebagai: naso pinele jala naso sinomba (yang tidak disaji dan

tidak disembah) sebagai tugas keempat dimaksud dari na opat harajaon (Sangti,

1977:279).

Dalam konteks kepercayaan tradisional “agama Batak” itu, terdapat konsep

bahwa kehidupan manusia tetap berlangsung walaupun sudah meninggal. Kehidupan

itu berada pada dunia maya, kehidupan para roh-roh yang sudah meninggal.

Anggapan bahwa roh-roh itu memiliki komunitas dan aktivitas sendiri. Itu sebabnya,

hingga kini masih terdapat kepercayaan bagi masyarakat Batak untuk ikut

menyertakan berbagai perlengkapan orang yang sudah mati, dikubur bersama

jasadnya. Misalnya, pahean (pakaian) yang dikenakan dipergunakan nantinya setelah

roh sebagai pakaian yang membungkus dari rasa dingin, dan ringgit sitio suara

(uang) untuk kebutuhan perjalanan menempuh perjalanan ‘jauh’ dari dunia nyata ke

Page 41: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dunia maya atau benda-benda lainnya yang dibutuhkan dalam dunia roh. (ibid.

1978:10).

Dari beberapa versi cerita kehidupan orang Batak dapat disimpulkan, bahwa

orang Batak pada zaman keberhalaan sudah mempercayai adanya Allah yang satu

yang disebut Mulajadi Na Bolon yang menjadi sumber dari segala yang ada. Orang

Batak kala itu percaya ada kekuatan besar Debata yang menjadikan langit dan bumi

dan segala isinya. Juga memelihara kehidupan secara terus menerus. Debata

Mulajadi Na Bolon adalah sebagai ilahi yang tidak bermula dan tidak berakhir. Dia

adalah awal dari semua yang ada.

Dalam konsep Batak, seluruh kehidupan tertuju pada daya dan upaya untuk

mencapai kepemilikan sahala. Sahala dalam filsafat Batak sangat besar pengaruhnya

dalam segala gerak hidup orang Batak, dan semua orang Batak harus mempunyai sahala.

Penafsiran sahala menurut Warneck adalah kewibawaan hidup, kekayaan akan harta

benda dan keturunan, kemuliaan yang mencakup kebijaksanaan, kecerdikan, kecerdasan,

kekuasaan, keluhuran budi pekerti. Hal ini terus dilakukan oleh orang Batak secara turun

temurun. Implementasinya, nampak pada setiap pekerjaan adat dan hubungan kehidupan

antara orang Batak. Sehingga sahala adalah wujud dari hagabeon, hamoraon dan

hasangapon.

Sahala adalah perwujudan roh (tondi) dalam kehidupan manusia di dunia.

Dia merujuk pada sebuah kekuatan nyata yang menjadi milik orang-orang penting

dan kuat. Tanda utama kepemilikan sahala yang besar adalah dimana seseorang

memiliki keberhasilan duniawi. Sahala merupakan sebuah kualitas yang bisa

diperoleh atau hilang. Masyarakat Batak Toba memberi tingkatan hidup pada nilai-

nilai kebudayaan dalam tiga kata, yaitu harajaon (kuasa), hamoraon (kekayaan) dan

hasangapon (kehormatan).

Page 42: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Harajaon menunjukkan bahwa tujuan setiap manusia adalah berdiri sendiri

secara merdeka dan mengelola hidup dengan wibawa dan kuasanya. Setiap orang

Batak (laki-laki), selalu mempunyai keinginan menjadi seorang raja. Pengertian

menjadi raja adalah seorang yang dapat mengatur hidupnya sendiri tanpa bantuan

orang lain. Oleh karena itu dianggap penting untuk membentuk rumah tangga

sendiri, karena rumah tangganya adalah awal dari usaha-usaha untuk mendirikan

ke”raja”annya sendiri. Manusia harus menghormati sanak saudaranya dan marga

yang dia miliki.

Hamoraon menunjukkan bahwa tujuan dalam hidup seorang Batak adalah

mensejahterakan kehidupan. Anggapan tradisional, pengertian kesejahteraan lebih

dianggap sama dengan banyak memiliki istri dan anak, ladang yang luas dan ternak

yang banyak. Kepemilikan ini dianggap sebagai hasil karena memiliki seorang Batak

memiliki sahala sebagai raja.

Hasangapon merupakan tujuan dari usaha-usaha untuk mewujudkan gagasan-

gagasan harajaon dan hamoraon. Perjuangan untuk mencapai hasangapon

digambarkan sebagai motivasi fundamental suku Batak. Dalam mencapai harajaon,

hamoraon, dan hasangapon, ketegangan seringkali muncul antara kakak beradik

dalam satu marga. Dalam hal ini, seseorang yang memiliki status yang tinggi akan

mencoba menengahi, tetapi bila usaha-usaha ini tidak berhasil, sebuah kelompok bisa

pergi untuk mendirikan pemukiman baru.

Sistem dalihan na tolu mencegah pembentukan kelas-kelas sosial yang kaku.

Selalu ada hula-hula yang harus dipelihara dan dihormati. Oleh karena itu,

masyarakat Toba memiliki ciri egaliter yang kuat, dibandingkan misalnya dengan

Page 43: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

masyarakat jawa. Sifat ini tidak berarti bahwa masyarakat Toba bebas dari hirarki

gender, pada umumnya perempuan menempati posisi rendah dibanding laki-laki.

2.3 Konsep Kemasyarakatan

Koentjaraningrat (1995:110) mengatakan bahwa stratifikasi sosial orang

Batak dalam kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi empat prinsip yaitu: 1)

Perbedaan tingkat umur. Yakni, sistem pelapisan sosial masyarakat Batak Toba

berdasarkan perbedaan tingkat umur ysng dapat dilihat dalam sistem adat istiadat.

Dalam pesta adat, orang-orang tua yang tingkat umurnya lebih tinggi, akan lebih

banyak berbicara atau disebut raja adat. 2) Perbedaan pangkat dan jabatan. Sistem

pelapisan sosial berdasarkan perbedaan pangkat dan jabatan ini dapat dilihat pada

perbedaan harta dan keahlian yaitu pada keturunan raja-raja, dukun, pemusik

(pargonsi) dan juga pandai-pandai seperti besi, tenun, ukir dan lain-lain. 3)

Perbedaan sifat keaslian. Sistem pelapisan sosial berdasarkan perbedaan sifat dan

keaslian dapat kita lihat dalam jabatan dan kepemimpinan. Dalam sistem ini berlaku

sifat keturunan contohnya, di daerah Muara adalah daerah asal marga Simatupang.

Maka secara otomatis turunan marga Simatupang ini lebih berhak atas jabatan

kepemimpinan di daerah tersebut seperti Kepala Desa atau yang di luar jabatan

pemerintahan. Demikian juga halnya dalam hak ulayat dalam pemilikan tanah. 4)

Status kawin adalah sistem pelapisan sosial berdasarkan status kawin dapat dilihat di

dalam kehidupan sehari-hari yaitu pada orang Batak yang sudah berkeluarga. Mereka

sudah mempunyai wewenang untuk mengikuti acara adat atau berbicara dalam

lingkungan keluarganya, dan biasanya orang Batak yang sudah berkeluarga akan

Page 44: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

menjaga wibawanya dalam adat ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

itu sangat besar arti perkawinan pada masyarakat Batak Toba.

2.4 Konsep Kekerabatan

Pembagian kelompok keturunan bagi masyarakat Batak diyakini berasal dari

satu nenek moyang yang sungguh-sungguh ada, dan atau karena anggapan mitologi

seperti disebutkan dalam pembahasan di atas. Garis keturunan yang disandang oleh

setiap orang Batak sekarang ini berasal dari satu sumber yang secara eksklusif ditarik

lurus dari pihak laki-laki (keturunan agnatic, patrilineal atau laki-laki). Garis

patrilineal ini dipakai guna menentukan status keanggotaan dalam sebuah kelompok

yang dinamai marga (klan). Sedangkan patrilineal adalah garis keturunan menurut

laki-laki. Sehingga, kelompok marga Batak adalah sebuah organisasi keluarga yang

luas. Kekerabatan dari kelompok keturunan bagi orang Batak banyak dijumpai

menurut wilayah kediaman masyarakat Batak Toba. Mereka membentuk grup-grup

menjadi sebuah kelompok marga (descent group) sebagai kesatuan sosial. Kesatuan

yang diakui (de facto) oleh umum.

Sejak dulu sampai sekarang, masyarakat Batak Toba dalam beberapa hal

merupakan masyarakat yang patriakal10. Dalam masyarakat tradisional, posisi

perempuan seringkali sulit. Jika seorang perempuan telah melahirkan banyak anak

laki-laki dan satu anak perempuan akan sangat dihargai, tetapi jika perempuan tidak

melahirkan anak laki-laki akan dianggap rendah. Karena sistem marga diambil dari

anak laki-laki, seorang laki-laki yang tidak memiliki anak laki-laki tidak dapat

10 Patriakal merupakan sistem pewarisan garis keturunan menurut garis keturunan/marga

sibapak.

Page 45: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

mengabadikan marganya. Keadaan ini dianggap sebagai rasa malu yang besar dan

laki-laki itu didesak untuk memiliki istri lagi, karena anak-anak membawa

kebanggaan dalam sebuah marga, biasanya laki-laki yang memiliki kekayaan sering

memiliki lebih dari satu istri. Karena marga adalah eksogamus, perkawinan antara

orang-orang dari marga yang sama dianggap tabu.

Adat Batak Toba mendorong seseorang segera menikah setelah masa

pubertas dan bagi laki-laki menikah dianggap sebagai sebuah tugas. Sistem marga

Batak Toba bersifat hirarkis, dalam arti bahwa marga (hula-hula), yang telah

memberikan anak perempuannya agar dinikahi marga yang lain dianggap lebih tinggi

dari pada marga yang menerima isteri tersebut (boru). Di pihak lain, marga yang

lebih tinggi juga berhubungan dengan marga-marga yang lain yang telah

memberikan anak-anak perempuan kepada mereka, yaitu yang dianggap lebih tinggi.

Tiga marga adalah marga milik seseorang (dongan sabutuha, teman dari satu rahim),

hula-hula dan boru disebut dalihan na tolu, yang merujuk pada tiga batu yang

diletakkan dibawah tungku untuk memasak. Dalam hal ini tidak seorang pun berada

diatas karena setiap orang memiliki hubungan dengan sebuah marga yang mereka

anggap lebih tinggi.

Sistem kekerabatan keluarga Batak Toba, tidak dapat dipisahkan dari filsafat

hidupnya dan merupakan suatu pranata yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki

dan seorang wanita, akan tetapi mengikat suatu hubungan yang tertentu yaitu kaum

kerabat dari pihak laki-laki atau kaum kerabat dari pihak perempuan. Seluruh pihak

yang masuk dalam lingkaran kerabat Batak Toba, masing-masing memiliki nama

sebutan panggilan yang menunjukkan status kekerabatan. Filsafat hidup kekerabatan

inilah yang disebut Dalihan Na Tolu (tungku nan tiga) yang terdiri dari:

Page 46: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

1. Hula-hula atau dinamai parrajaon (pihak yang dirajakan) yaitu marga ayah

mertua seorang laki-laki yang memberinya istri. Yang termasuk hula-hula bukan

hanya pihak mertua dan golongan semarganya tetapi juga bona ni ari yaitu marga

asal nenek (istri kakek) ego lima tingkat ke atas atau lebih, tulang yaitu saudara

laki-laki ibu, yang terdiri dari tiga bagian yaitu bona tulang (tulang kandung dari

bapak ego), tulang tangkas (tulang ego saudara), tulang ro robot (ipar dari

tulang), lae atau tunggane (ipar) yang termasuk di dalamnya anak dari tulang

anak mertua, mertua laki-laki dari anak, ipar dari ipar, cucu ipar; bao (istri ipar)

yaitu istri ipar dari pihak hula-hula mertua perempuan dan anak laki-laki, anak

perempuan dari tulang ro robot; paraman dari anak laki-laki, termasuk di

dalamnya anak ipar dari hula-hula, cucu pertama, cucu dari tulang, saudara dari

menantu perempuan, paraman dari bao; hula-hula hatopan yaitu semua abang

dan adik dari pihak hula-hula.

2. Boru yaitu marga yang menerima anak perempuan sebagai istri, yang termasuk di

dalamnya namboru (bibi) yang terdiri dari iboto ni ama niba (saudara perempuan

bapak), mertua perempuan dari saudara perempuan, nenek dari menantu laki-laki;

amang boru (suami bibi) yang termasuk di dalamnya mertua laki-laki dari saudara

perempuan, kakak dari menantu laki-laki; iboto (saudara perempuan) yang

termasuk di dalamnya putri dari namboru, saudara perempuan nenek, saudara

perempuan dari abang atau adik kita; lae (ipar) yang termasuk di dalamnya

saudara perempuan, anak namboru, mertua laki-laki dari putri, amang boru dari

ayah, bao dari saudara perempuan. Boru (putri) yang termasuk di dalamnya boru

tubu (putri kandung), boru ni pariban (putri kakak atau adik perempuan), hela

(menantu), yang termasuk di dalamnya suami dari putri, suami dari putri abang

Page 47: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

atau adik kita, suami dari putri; bere atau ibebere (kemenakan) atau anak dari

saudara perempuan; boru natua-tua yaitu semua keturunan dari putri kakak kita

dari tingkat kelima.

3. Dongan Sabutuha atau dongan tubu yaitu terdiri dari namarsaompu artinya

segenap keturunan dari kakek yang sama, dengan pengertian keturunan laki-laki

dari satu marga. Setiap orang Batak Toba dapat terlihat dalam posisi sebagai

dongan tubu, hula-hula dan boru terhadap orang lain. Terhadap hula-hula-nya,

dia adalah boru. Sebaliknya, terhadap boru dia merupakan hula-hula dan terhadap

garis keturunannya sendiri dia merupakan dongan tubu. Penyebutan kata somba

marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu adalah salah satu semboyan

yang hidup hingga saat ini pada masyarakat Batak Toba yang mencerminkan

keterkaitan hubungan ketiga sistem kekerabatan ini. Artinya hula-hula menempati

kedudukan yang terhormat diantara ketiga golongan fungsional tersebut. Boru

harus bersikap sujud dan patuh terhadap hula-hula dan harus dijunjung tinggi. Hal

itu tampak dari filosofi yang dianut tentang ketiga golongan ini. Hula-hula, mata

ni mual si patio-tioon, mata ni ari so husoran artinya hula-hula adalah sumber

mata air yang selalu dipelihara supaya tetap jernih dan matahari yang tidak boleh

ditentang. Hula-hula diberi sebutan sebagai debata na tarida atau wakil Tuhan

yang dapat dilihat, karena merupakan sumber berkat, perlindungan dan pendamai

dalam sengketa. Elek marboru artinya hula-hula harus selalu menyayangi borunya

dan sangat pantang untuk menyakiti hati dan perasaan boru. Manat mardongan

tubu artinya orang yang semarga harus berperasaan seia sekata dan

sepenanggungan sebagai saudara kandung dan saling hormat menghormati.

Page 48: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Adapun fungsi dalihan na tolu dalam hubungan sosial antar marga ialah

mengatur ketertiban dan jalannya pelaksanaan tutur, menentukan kedudukan, hak

dan kewajiban seseorang dan juga sebagai dasar musyawarah dan mufakat bagi

masyarakat Batak Toba. Dimana saja ada masyarakat Batak Toba, secara otomatis

berlaku fungsi dalihan na tolu, dan selama orang Batak Toba tetap mempertahankan

kesadaran bermarga, selama itu pulalah fungsi dalihan na tolu tetap dianggap baik

untuk mengatur tata cara dan tata hidup masyarakatnya.

2.5 Sistem mata pencaharian

Secara tradisional, mata pencaharian masyarakat Batak Toba umumnya

adalah bercocok tanam. Pekerjaan bercocok tanam yang dilakukan adalah berladang

dan menanam padi di sawah. Di samping itu, mereka juga mengelola hasil hutan

terutama untuk memenuhi hidup sehari-hari. Salah satu ciri khas desa-desa kecil

yang terdapat di Samosir adalah bentuk dari permukiman tradisionalnya. Pola

permukiman desa-desa tersebut umumnya terdiri atas beberapa perumahan yang

dikelilingi oleh rerimbunan pohon di antara bentangan lahan persawahan di

sekelilingnya.

Menurut hukum adat, dahulu lahan yang dijadikan untuk bercocok tanam

tersebut diperoleh dari pembagian yang didasarkan marga. Setiap kelurga mandapat

tanah warisan tetapi tidak boleh menjualnya. Tapi seiring perkembangan zaman,

hukum tersebut lama kelamaan sudah mulai tidak dipakai lagi, sebab sudah ada

beberapa oknum yang pernah menjual tanahnya meskipun tanah itu warisan

marganya. Kendatipun demikian, penduduk Samosir masih banyak yang memegang

teguh hukum adat tersebut.

Page 49: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambaran umum tentang keadaan lingkungan alam khususnya yang

didapatkan di Pulau Samosir sedikit berbeda. Meskipun terdapat juga lahan-lahan

persawahan kecil di Pulau tersebut,wilayah Samosir merupakan wilayah yang relatif

kering dan kurang subur jika dibandingkan dengan wilayah Batak Toba yang

lainnya. Untuk memenuhi debit air yang dibutuhkan tanaman terkadang sebagian

besar penduduk mengandalkan air hujan, sebab selain lahan yang relatif kering,

sistem irigasi juga tidak berjalan maksimal. Oleh karena itu, sebagian besar

masyarakat menghidupi dirinya dengan bertanam bawang. Sebab menurut penduduk

setempat, selain perawatannya yang lebih mudah, biasanya bawang merupakan salah

satu tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak debit seperti tanaman yang

lain. Di samping itu, ada juga yang bertanam padi dan sayur-sayuran.

Selain sektor pertanian, perternakan juga merupakan salah satu mata

pencaharian penduduk Samosir, antara lain perternakan kerbau, sapi, babi, kambing,

ayam, dan bebek. Usaha nelayan atau penangkapan ikan dilakukan sebagian

penduduk yang bermukim di pinggiran pantai Danau Toba. Sebagian dari mereka

beternak ikan dan umumnya menggunakan jaring terapung yang dikenal dengan

istilah doton. Doton adalah sejenis jaring yang digunakan untuk menangkap ikan

yang ada di Danau Toba. Jenis ikan yang diternakkan pada umumnya adalah ikan

mas dan ikan mujair. Jika ditelusuri dari berbagai daerah di sepanjang pinggiran

Samosir, misalnya mulai dari Tomok, desa-desa kecil sekitar kota Pangururan,

hingga wilayah Palipi, kita akan menemukan peternakan ikan seperti ini. Hasil dari

pertanian dan peternakan tersebut sebagian dijual di pasar dan sebagian lagi

dikonsumsi oleh keluarga. Sedangkan penduduk yang bermukim jauh dari kawasan

pantai biasanya bermatapencaharian sebagai petani, peternak ataupun

Page 50: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

wiraswastawan. Sektor kerajinan tangan juga berkembang. Misalnya tenun, anyaman

rotan, ukiran kayu, tembikar, yang ada kaitannya dengan pariwisata.

Jika ditinjau secara keseluruhan sebagian besar masyarakat Batak Toba di

Samosir saat ini bermata pencaharian sebagai petani, peladang, nelayan, pegawai,

wiraswasta dan pejabat pemerintahan. Dalam berwiraswasta bidang usaha yang

banyak dikelola oleh masyarakat adalah usaha kerajinan tangan seperti usaha

penenunan ulos, ukiran kayu, dan ukiran logam. Saat ini sudah cukup banyak juga

yang memulai merambah ke bidang usaha jasa.

2.6 Batak Toba di Bona Pasogit

Secara umum, masyarakat Batak Toba bermukim di wilayah pegunungan di

sekitar Danau Toba, Tapanuli ataupun di tanah perantauan adalah sama. Orang

menunjukkan identitas mereka sebagai etnis Batak. Namun lebih cenderung konotosi

penyebutan ini terarah pada Batak Toba.

Batak Toba merupakan istilah yang sering digunakan untuk mengkaji

kelompok masyarakat ini. Penyebutan nama Batak Toba sering dikonotasikan oleh

pemilik kebudayaan ini sebagai “Batak yang sebenarnya”. Penggunaan nama ini

dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda.

Pertama, penyebutan Batak bagi penganut agama Islam dari sub kultur

Tapanuli bagian selatan dan sebagian kelompok di Sumatera Utara bagian timur

(Asahan dan Labuhan Batu), mereka tidak mau disebut sebagai suku Batak, namun

sebagian dari mereka menerima akan hal ini.

Page 51: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Kedua, bagi masyarakat Batak Toba yang bermukim di wilayah bona

pasogit11, sering mengklaim bahwa sub kultur merekalah yang dianggap asli.

Masyarakat Batak Toba yang tinggal di Rura Silindung sebelah barat daya Danau

Toba pada umumnya lebih memilih dirinya sendiri sebagai halak Batak (orang-orang

Batak). Namun, persepsi lain menyebutkan bahwa dalam penyebutan “halak Batak”

sering kali merujuk pada kelompok masyarakat yang bermukim di sekitar tepian

Danau Toba.

Identitas orang Batak Toba yang tinggal di Bona Pasogit, dapat dilihat dari

kultur eksogami marga yang terdapat dalam daerah kebudayaan di seluruh wilayah

tempat orang Batak bermukim. Terdapat 4 (empat) wilayah kultur yang didiami oleh

orang Batak di bona pasogit yaitu Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang

Hasundutan, Kabupaten Toba Samosir (Toba Holbung), dan Kabupaten Samosir.12

11Bona pasogit, tempat bermukimnya masyarakat Batak di sekitar pegunungan Bukit Barisan, hidup dalam kelompok-kelompok yang terbagi dengan area culture sesuai dengan sub kulturnya. Terbagi atas 4 (empat) sub kultur dengan penyebutan “halak” (masyarakat), yaitu: “halak Samosir” kelompok masyarakat yang bermukim di pulau Samosir - kabupaten Samosir, “halak Toba” kelompok masyarakat yang tinggal di Toba Holbung - kabupaten Toba Samosir sekarang, “halak Humbang” masyarakat yang tinggal di dataran tinggi Humbang - kabupaten Humbang Hasundutan dan “halak Silindung” adalah masyarakat yang bermukim di Silindung kabupaten Tapanuli Utara.

12 Lihat Monang Sianturi, 2012. Hal. 82-90.

Page 52: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-1:

Daerah Pemukiman Orang Batak TobaSumber: Koentjaraningrat, 1995:97

2.7 Persebaran Masyarakat Batak Toba

Persebaran masyarakat Batak Toba dimulai ketika badan zending masuk ke

tanah Batak yang membuka isolasi wilayah Batak. Keterkungkungan yang lama

menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu

kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan lain

diluar sistem sosio kemasyarakatan yang sudah terbangun pada orang Batak Toba.

Badan zending yang membuka isolasi ini melalui pendidikan yang ditularkan melalui

pengajaran agama Kristen, akhirnya membuahkan hasil dengan timbulnya minat

orang Batak melakukan persebaran ke seluruh pelosok.

Pendidikan yang ditanamkan oleh missionaris agama Kristen di tanah Batak

diyakini sebagai satu cara membuka cakrawala baru untuk mengenal dunia luar lebih

jauh yang sekaligus dapat memberikan hasil dalam meningkatkan kesejahteraan

hidupnya, dan pendidikan itu dipandang sebagai sarana untuk mengatasi kemiskinan

dan meningkatkan status ekonomi dan sosial.

Status sosial bagi masyarakat Batak Toba yang dianggap paling mendasar,

membuat orang Batak selalu suka bekerja keras sehingga pekerjaan adalah sesuatu

yang penting. Adakalanya, pekerjaan sebagai guru jemaat dengan gaji yang kecil

akan dilakukan untuk mengejar status sosial. Karena anggapan bahwa seorang guru

lebih tinggi kedudukan sosialnya dari seorang petani.

Page 53: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Dengan terbetiknya berita dari para missionaris tentang adanya kehidupan

lain yang lebih layak di luar wilayah Batak, orang-orang Batak yang sudah mengecap

pendidikan dari pihak zending ini, mencoba mengadu nasib dan mencari pengalaman

baru di tempat yang mereka cari (parserahan). Mereka melakukan perjalanan dengan

menyusuri jalan setapak. Untuk tiba di sekitar Sumatera Timur (penyebutan untuk

wilayah tanah Simalungun dan pesisir timur Sumatera), orang-orang Batak yang

tinggal di Toba Na Sae (tanah Batak Toba yang luas) harus dengan menyusuri tepian

Danau Toba dengan sampan dari Balige menuju Tigaras dan berjalan kaki menuju

Pematang Siantar melalui Tiga Dolok.

Selain pilihan untuk dapat keluar dari tanah Batak menuju Sumatera Timur,

masih ada peluang untuk keluar walau dengan resiko perjalanan yang berat dan

berbahaya. Misalnya, alternatif jalan menuju Padang sebagai pelabuhan

internasional ketika itu, dapat dilalui dari Sibolga dengan kapal barang. Hal ini

pernah terjadi dengan adanya orang-orang Batak Toba berkediaman di tanah Minang

pada tahun 1900-an dan orang Batak yang ada di Jawa diyakini berangkat dengan

kapal api dari Padang, atau dengan masuknya tentera Paderi pada tahun 1820-an ke

tanah Batak pada saat perang Paderi/Bonjol.

Akses jalan dari Sumatera Timur ke tanah Batak, awalnya dijalani melalui

beberapa titik persinggahan yang memakan waktu berhari-hari. Rute-rute kecil dari

tengah hutan sebagai jalan setapak yang dirintis oleh pedagang-pedagang lokal

(perlanja sira-penjual garam), adalah pilihan untuk dapat keluar dari tanah Batak.

Rute lain yang dipilih adalah melalui jalan menyusuri sungai Asahan dari pesisir

timur menuju kawasan Danau Toba di Porsea.

Page 54: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Jalan raya yang menghubungkan tanah Batak ke Sumatera Timur baru

dibuka pada tahun 1915 melalui Sibolga, Sipirok, Tarutung, Balige, Porsea, Parapat,

Tiga Dolok menuju Pematang Siantar (Cunningham, 1958:85). Dengan dibukanya

jalan raya itu, percepatan perpindahan orang Batak menuju daerah lain semakin

tampak. Salah satu sumbernya adalah informasi dari anggota keluarga Batak yang

sudah tiba lebih dahulu di tanah-tanah garapan mereka.

Persebaran masyarakat Batak Toba ke daerah lain untuk mengejar tingkat

perekonomian yang lebih baik, tidak hanya dilakukan oleh kalangan yang

berpendidikan saja, tetapi adalah juga para petani-petani yang hanya mengandalkan

semangat dan pengetahuan pertaniannya. Mereka rela meninggalkan kampung

halamannya, dan kewajiban bekerja sebagai rodi yang diterapkan pemerintah

kolonial Belanda di kampungnya. Untuk kepergiannya, mereka mau membayar pajak

rodi sebesar 3 (tiga) gulden ditambah pajak dan ongkos ganti rugi pekerjaan rodi

selama setahun. Perpindahan orang Batak ke daerah lain untuk menetap adalah

pilihan untuk meningkatkan taraf ekonomi mereka (Sangti, 1977:180)

Bagi orang-orang Batak yang tinggal menetap di daerah-daerah parserahan

selanjutnya membentuk komuni-komuni baru dengan membawa segala aspek

kebudayaannya. Adat istiadat yang dipakai mereka tidak dihilangkan begitu saja.

Mereka berpegang pada konsep adat yang sudah dibangun nenek moyang mereka

terdahulu. Karena beragamnya orang Batak dari berbagai latar belakang daerah di

bona pasogit, mereka menyatukan persepsi untuk membuat adat Batak itu dapat

diterima oleh komunitas mereka sendiri, tanpa melihat daerah asal mereka. Mereka

menjalankan adat Batak dengan seperti apa yang dilakukan orang Batak di bona

Page 55: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

pasogit, termasuk dalam pemakaian musik untuk mengiringi upacara-upacara adat

Batak mereka.

Masyarakat Batak Toba dewasa ini yang berada di Simalungun, menempati

hampir semua daerah yang ada di Simalungun. Mereka hidup berkelompok di

Pematang Siantar, Perdagangan, Kerasaan, Serbelawan, Dolok Sinumbah, Bah

Jambi, Maria Bandar, Panei Tongah, Saribudolok, Tiga Dolok, Tiga Balata, Tanah

Jawa, Parapat dan daerah lain.

Di Medan, sekitar tahun 1920-an perubahan dominasi etnik mulai berubah.

Orang-orang Batak yang ada di Medan mulai memunculkan diri dengan hasil

pekerjaan mereka yang cukup memuaskan sekaligus memperlihatkan identitas

mereka.

Selain di Medan, di kota besar lainnya, seperti Jakarta, orang Batak juga

menunjukkan identitas mereka. Mereka-merka ini adalah orang-orang yang ulet dan

pekerja keras, sehingga kelompok etnis lain heran mendapati bahwa orang-orang

yang tertib dan pandai yang mereka kenal ternyata adalah orang Batak. Walaupun

orang Batak merupakan kaum minoritas kecil di kota-kota, tetapi sangat berpengaruh

pada saat itu, hal ini juga menyebar ke Tapanuli Utara dan Selatan. (lihat Hasselgren,

2008:48)

Keberadaan orang Batak Toba di Jakarta (Batavia) diperkirakan sekitar tahun

1900-an, yang dibawa oleh pihak kolonial Belanda sebagai pembantu utama mereka.

Dapat dicatat, orang Batak pertama yang sudah ada di Jakarta adalah seorang

pemuda Batak Kristen alumni sekolah Seminari Pansurnapitu Tarutung yang menjadi

guru di Batavia bernama Simon Hasibuan, dia sudah berada di Batavia pada tahun

Page 56: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

1907 (Sihombing, 1962:65). Setahun kemudian terjadi eksodus orang Batak dalam

mencari pekerjaan ke Batavia dengan menempuh perjalanan sendiri.

Komunitas pertama orang Batak yang tinggal di Batavia, berada di kawasan

Sawah Besar dengan membentuk perkumpulan Batak Kristen Protestan sebagaimana

mereka dahulunya di Tapanuli (Hasibuan, 1922:61). Bagi orang Batak yang datang

ke Batavia, awalnya ditampung oleh orang Batak pertama datang ke daerah itu,

secara estafet perlakuan itu tetap dipergunakan dalam menyatukan dan membentuk

komunitas Batak di Jakarta. Hingga pada tahun 1917, kumpulan orang Batak Kristen

sudah melakukan kebaktian sebagai upaya penyatuan semua orang Batak yang

berada di Jakarta sebanyak 50 orang, dan berkembang sangat pesat hingga saat ini.

Di Kalimantan orang Batak sudah mendiami daerah itu pada tahun 1923,

mereka berada di sekitar Singkawang, Pontianak dan Mempawah. Sedang di pulau

Sulawesi, orang Batak sudah bermukim mulai tahun 1920-an, seperti ditempatkannya

beberapa orang Batak menjadi anggota militer. Di Papua dimulai pada tahun 1942,

dengan masuknya orang Batak sebagai tentara Heiho dan Romusha yang dibawa oleh

tentara Jepang. Tahun 1961, seorang petinggi militer Batak telah menjumpai orang

Batak di pulau Morotai Papua.

Hal yang perlu dicatat, adalah adanya orang Batak yang sudah bermukim di

luar negeri. Orang Batak pertama yang berada di Eropa tercatat pada tahun 1876

bernama Djaogot, dia dibeli oleh Pdt. Van Asselt sebagai budak yang kemudian

dikirim ke luar negeri untuk menimba ilmu di sana.

Setelah itu terdapat beberapa nama yang juga menetap di luar negeri baik itu

dengan alasan untuk melanjutkan studi ataupun mencari pekerjaan misalnya, M.H

Manullang seorang putra Tarutung melanjutkan sekolahnya di Senior Cambridge

Page 57: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Singapura antara tahun 1907-1909. Tahun 1920-an sudah ada beberapa orang Batak

yang menjadi guru di sana. Tahun 1927 seorang Kristen Batak tamatan sekolah

Zending asal Sipirok, yakni A. Batubara berangkat ke Singapura untuk mencari

pekerjaan. Tahun 1930, Bintatar W.F Napitupulu asal Sangkarnihuta Balige pindah

ke Malaya dan bekerja di Ipoh sebagai pegawai Lindeteves.

Sementara itu, pulau Batam juga menjadi tujuan orang-orang Batak Toba

dalam mencari pekerjaan. Berdasarkan statistik HKBP, warga HKBP di pulau Batam

dan Singapura tahun 1991 sebanyak 5.629 jiwa (Almanak HKBP 1994:370). Pada

tahun 2011, masyarakat Batak yang bermukim di pulau Batam dan Tanjung Pinang

dengan statistik terdaftar sebagai penduduk menetap sebanyak 68.126 jiwa.13

2.8 Budaya Musikal Batak Toba

2.8.1 Musik vokal

Budaya musikal masyarakat Batak Toba tercakup dalam dua bahagian besar,

yaitu musik vokal dan musik instrumental. Musik vokal pada masyarakat Batak Toba

disebut dengan ende. Dalam musik vokal tradisional, pengklasifikasiannya

ditentukan oleh kegunaan dan tujuan lagu tersebut yang dapat dilihat berdasarkan

liriknya. Ben Pasaribu (1986 : 27-28) membuat pembagian terhadap musik vokal

tradisional Batak Toba dalam delapan bagian, yaitu :

1. Ende mandideng, adalah musik vokal yang berfungsi untuk menidurkan anak

(lullaby).

13 Monang Sianturi, ibid.

Page 58: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

2. Ende sipaingot, adalah musik vokal yang berisi pesan kepada putrinya yang akan

melangsungkan pernikahan. Biasanya dinyanyikan pada waktu senggang saat

menjelang pernikahan.

3. Ende pargaulan, adalah musik vokal yang secara umum merupakan “solo

chorus”, dan dinyanyikan oleh kaum muda-mudi dan daam waktu senggang,

biasanya malam hari.

4. Ende tumba, adalah musik vokal yang khusus dinyanyikan sebagai pengiring

tarian hiburan (tumba). Penyanyinya sekaligus menari dengan melompat-lompat

dan berpegangan tangan sambil bergerak melingkar. Biasanya ende tumba ini

dilakukan oleh para muda-mudi atau remaja di alaman (halaman kampung) pada

malam terang bulan.

5. Ende sibaran, adalah musik vokal yang menggambarkan cetusan penderitaan

seseorang yang berkepanjangan. Penyanyinya adalah orang yang menderita

tersebut, dan biasanya dinyanyikan di tempat yang sepi.

6. Ende pasu-pasuan, adalah musik vokal yang berkaitan dengan pemberkatan, dan

berisi lirik-lirik tentang kekuasaan yang abadi dari Yang Maha Kuasa. Biasanya

dinyanyikan oleh para orang tua kepada keturunannya.

7. Ende hata, adalah musik vokal berupa lirik yang diimbuhi ritem yang disajikan

secara monoton, seperti metric speech. Liriknya berupa rangkaian pantun dengan

bentuk pola “aa bb” yang memiliki jumlah suku kata yang sama. Biasanya

dimainkan oleh kumpulan anak-anak yang dipimipin oleh seseorang yang lebih

dewasa atau orang tua.

8. Ende andung, adalah musik vokal yang bercerita tentang riwayat hidup seseorang

yang telah meninggal, yang disajikn pada saat atau setelah disemayamkan. Dalam

Page 59: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

ende andung alunan melodi biasanya muncul secara spontan sehingga

penyanyinya haruslah penyanyi yang cepat tanggap dan terampil dalam sastra

yang menguasai beberapa motif-motif lagu yang penting untuk jenis nyanyian ini.

Demikian juga Hutasoit yang dikutip oleh Ritha Ony membagi kelompok

musik vokal menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Ende namarhadohoan, yaitu musik vokal yang diyanyikan untuk acara-acara

namarhadodoan (resmi)

2. Ende siriakon, yaitu musik vokal yang dinyanyikan oleh masyarakat Batak

Toba dalam kegiatan sehari-hari.

3. Ende sibaran, yaitu musik vokal yang dinyanyikan dalam kaitannya dengan

berbagai peristiwa kesedihan atau dukacita.

Tetapi apabila dikaji lebih rinci dari banyaknya jenis musik vokal pada

masyarakat Batak Toba, maka dibuat pengklasifikasian yang lebih mendetail terhadap

nyanyian-nyanyian tersebut sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Berikut ini

adalah pembagian jenis musik vokal Batak Toba oleh Jan Harold Brunvand yang

dikutip oleh Ritha Ony (1983:13). Jenis musik vokal tersebut adalah sebagai berikut :

1. Nyanyian kelonan (lullaby), yakni musik vokal yang mempunyai irama halus,

tenang, berulang-ulang, ditambah dengan kata-kata kasih sayang sehingga

dapat membangkitkan rasa kantuk bagi sianak yang mendengarkan. Contoh :

mandideng.

2. Nyanyian kerja (work song), yaitu musik vokal yang mempunyai irama dan

kata-kata yang bersifat menggugah semangat,sehingga dapat menimbulkan

rasa gairah untuk bekerja. Contoh : luga-luga solu.

Page 60: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3. Nyanyian permainan (play song), yakni musik vokal yang mempunyai irama

gembira serta kata-kata yang lucu dan selalu dikaitkan dengan permainan.

Contoh : sampele-sampele.

4. Nyanyian yang bersifat kerohanian atau keagamaan, yaitu musik vokal yang

teksnya berhubungan dengan kitab Injil, legenda-legenda keagamaan, atau

pelajaran-pelajaran keagamaan. Contoh : metmet ahu on

5. Nyanyian nasehat, yaitu musik vokal yang liriknya berisi nasehat tentang

bagaimana pola bertingkah laku yang baik. Contoh : siboruadi.

6. Nyanyian mengenai hubungan berpacaran dan pernikahan, yaitu musik vokal

yang liriknya biasanya mengungkapkan kebiasaan muda-mudi yang sedang

bercinta dan akan melanjutkan ke jenjang pernikahan. Contoh : madekdek ma

gambiri.

2.8.2 Musik instrumental

Musik instrumental masyarakat Batak Toba dibagi menjadi dua kategori

berdasarkan bentuk penyajiannya, yakni ada yang lazim digunakan dalam bentuk

ensambel, dan ada yang disajikan dalam bentuk permainan tunggal baik dalam

kaitannya dengan upacara adat, religi/kepercayaan, maupun sebagai hiburan. Secara

umum, pada masyarakat Batak Toba terdapat dua ensambel musik tradisional, yakni :

gondang hasapi dan gondang sabangunan. Selain dalam bentuk ensambel, ada juga

instrumen yang disajikan secara tunggal.

2.8.2.1 Gondang hasapi

Page 61: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Komposisi instrumen pada gondang hasapi terdiri dari :

1. Hasapi ende (plucked lute), atau kadang kala disebut dengan hasapi inang

atau hasapi taganing, yaitu sejenis sebuah lute berleher pendek yang

dimainkan dengan cara dipetik dan memiliki dua buah senar. Instrumen ini

merupakan pembawa melodi dan dianggap sebagai instrumen utama dalam

ensambel gondang hasapi.

2. Hasapi doal (plucked lute), instrumen ini sama bentuknya dengan hasapi

ende, perbedaannya hanya terletak pada peranan musikalnya yakni hasapi

doal berfungsi sebagai pembawa ritem konstan.

3. Sarune etek (shawn), yakni sejenis alat tiup berlidah tunggal (single reed)

yang juga berfungsi sebagai pembawa melodi. Instrumen ini tergolong ke

dalam kelompok aerophone yang memiliki lima lobang nada (empat di atas

dan satu di bawah),dan dimainkan dengan cara mangombus marsiulak hosa

(meniup secara sirkular tanpa berhenti) yang dalam istilah musiknya disebut

dengan circular breathing.

4. Garantung (xylophone), yaitu alat musik berbilah yang terbuat dari kayu dan

umumnya memiliki lima buah bilah nada. Selain berperan sebagai pembawa

melodi, juga berperan sebagai pembawa ritem pada lagu-lagu tertentu.

Dimainkan dengan cara mamalu.14

5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi yang terbuat dari plat besi atau botol kaca

yang berperan sebagai pembawa tempo atau ketukan dasar.

14 Mamalu dapat diartikan dengan memukul, memainkan atau membunyikan. Contoh mamalu

hasapi (membuyikan hasapi), mamalu garantung (membunyikan garantung) dan lain-lain. Palu-palu merupakan alat pemukul berupa stik yang digunakan untuk memukul instrumen.

Page 62: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gondang hasapi dianggap sebagai bentuk ensambel musik yang kecil.

Penggunaannya terbatas pada ruang yang lebih kecil dan tertutup, dimainkan oleh

lima orang walaupun jumlah pemusik ini dapat juga bervariasi. Jika mengacu pada

praktek pertunjukan gondang hasapi di komunitas parmalim15, sarune etek

kadangkala bisa terdiri dari dua alat yang masing-masing dimainkan oleh satu orang

pemain. Begitu juga dengan jumlah orang yang memainkan hasapi ende atau pun

hasapi doal. Dengan kata lain, jumlah pemusik keseluruhan dalam gondang hasapi

yang terdapat pada kelompok parmalim bisa mencapai enam hingga delapan orang.16

2.8.2.2 Gondang sabangunan

Ensambel gondang sabangunan mempunyai beberapa istilah yang sering

digunakan oleh masyarakat Batak Toba, yakni ogung sabangunan atau gondang

bolon. Komposisi alatnya terdiri dari :

1. Sarune bolon (shawm, oboe), yaitu sejenis alat tiup berlidah ganda (double reed)

yang berperan sebagai pembawa melodi dan dimainkan dengan cara mangombus

marsiulak hosa. Instrumen ini tergolong kepada kelompok aerophone.

2. Taganing (single headed drum), yaitu seperangkat gendang bernada bermuka satu

yang tersusun atas lima buah gendang, yang berfungsi sebagai pembawa melodi

dan juga pembawa ritem variabel untuk lagu atau repertoar tertentu. Kelima

gendang tersebut dibedakan sesuai dengan namanya masing-masing, yakni odap-

15 Sebuah aliran kepercayaan tradisional/agama suku Batak Toba yang berkembang di Huta

Tinggi, Laguboti, Sumatera Utara.16

Dikutip dari Buku yang berjudul “Gondang Batak Toba” oleh Ritha Ony dan Irwansyah Harahap.

Page 63: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

odap, paiduani odap, painonga, paiduani ting-ting, dan ting-ting. Instrumen ini

tergolong ke dalam kelompok membranophone.

3. Gordang bolon (single headed drum), yakni sebuah gendang-bas bermuka satu

yang ukurannya lebih besar dari taganing, yang berperan sebagai pembawa ritem

konstan dan ritem variabel. Insrumen juga sering disebut sebagai bass dari

ensambel gondang sabangunan. Klasifikasi instrumen ini termasuk kepada

kelompok membranophone.

4. Ogung (gong), yaitu seperangkat gong yang terdiri dari empat buah dengan

ukuran yang berbeda-beda. Keempat buah gong tersebut diberi nama oloan,

ihutan, doal, dan panggora. Masing-masing ogung sudah memiliki ritem tertentu

dan dimainkan terus menerus secara konstan/tidak berubah-ubah. Instrumen ini

tergolong kepada kelompok idiophone.

5. Hesek, yaitu sejenis alat perkusi berupa plat besi, botol, atau benda lainnya yang

dapat menghasilkan bunyi tajam untuk dijadikan sebagai pembawa tempo.

Instrumen ini tergolong kepada idiophone.

6. Odap (double headed drum), yakni sejenis gendang kecil bermuka dua (dua sisi

selaput gendang) yang berperan sebagai pembawa ritem variabel. Instrumen ini

biasanya hanya dimainkan pada lagu atau repertoar tertentu. Instrumen ini

tergolong kepada kelompok membranophone.

Gondang sabangunan pada zaman dahulu digunakan untuk setiap upacara

yang berhubungan dengan adat ataupun religius. Gondang sabangunan berperan

sebagai media untuk menghubungkan manusia dengan penciptanya (secara vertikal)

dan menghubungkan manusia dengan sesama (secara horizontal)17.

17 Lihat, Martogi Sitohang, 1998 hal 23.

Page 64: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Penggunaan odap dalam ensambel gondang sabangunan jarang ditemukan

saat ini. Beberapa musisi tradisional Batak seperti Marsius Sitohang, Guntur

Sitohang, dan S.Sinurat mengatakan bahwa penggunaan alat ini sangat terbatas dan

hanya diperuntukkan dalam upacara-upacara tertentu, dan biasanya hanya parmalim

yang masih tetap melestarikan instrumen tersebut. Namun, berkaitan dengan peran

dan bunyi musikalnya, pada zaman sekarang ini teknik permainan odap sudah

banyak ditransformasikan oleh taganing yang juga mampu berperan sebagai

pembawa ritem variabel. Mungkin hal ini juga menjadi salah satu faktor yang

mengakibatkan odap sudah semakin jarang dipergunakan dalam kehidupan sehari-

hari.

Ensambel gondang sabangunan pada umumnya dimainkan oleh tujuh orang,

yakni satu orang memainkan sarune bolon, satu orang memainkan taganing dan

odap, satu orang memainkan gordang bolon, satu orang memainkan ogung oloan dan

ihutan, satu orang memainkan ogung doal, satu orang memainkan ogung panggora,

dan satu orang memainkan hesek. Namun, formasi dan jumlah pemusik ini sedikit

berbeda dengan apa yang terdapat di dalam upacara parmalim. Dalam konteks

tersebut, umumnya pemusik berjumlah delapan orang, dimana alat musik ogung

oloan dan ihutan masing-masing dimainkan oleh satu orang. Kadang-kadang juga

bisa ditemukan pemain sarune bolon berjumlah dua orang pada beberapa upacara

parmalim tertentu. Pada masyarakat Batak Toba secara umum di luar parmalim,

formasi pemusik dalam formasi ensambel semacam ini jarang terjadi pada

kebanyakan pertunjukan gondang sabangunan.

2.8.2.3 Instrumen tunggal

Page 65: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Menurut adat Batak Toba, dahulu instrumen tunggal diartikan sebagai

instrumen yang dimainkan secara tunggal dan tidak boleh digabungkan ke dalam

ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan, sebab pada dasarnya sudah

ditetapkan berbagai instrumen tertentu yang boleh dimainkan ke dalam kedua

ensambel tersebut. Dalam hal ini, penggunaannya hanya dikaitkan ke dalam kedua

ensambel tersebut karena berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua ensambel dalam

musik adat masyarakat Batak Toba yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan.

Instrumen tunggal biasanya hanya digunakan pada waktu senggang untuk mengisi

kekosongan atau menghibur diri. Instrumen ini juga tidak pernah dimainkan dalam

upacara-upacara adat yang bersifat ritual layaknya instrumen-intrumen yang ada

pada ensambel gondang sabangunan atau gondang hasapi. Namun jika diartikan

secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai musik Batak Toba pada masa

kini, instrumen tunggal pada dasarnya bukan hanya instrumen yang tidak boleh

dimainkan bersama dengan ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan

saja, melainkan juga pada berbagai ensambel atau format musik yang lain.

Selain sulim, ada berbagai intrumen Batak Toba yang termasuk ke dalam

instrumen tunggal seperti :

1. Saga-saga (jew’s harp) yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara

menggetarkan lidah instrument tersebut dengan bantuan hentakan tangan dan

rongga mulut berperan sebagai resonator. Instrumen ini tergolong ke dalam

keompok ideophone.

2. Jenggong (jew’s harp) yang terbuat dari logam dan mempunyai konsep yang

sama dengan saga-saga. Juga termasuk ke dalam kelompok ideophone.

Page 66: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3. Talatoit (transverse flute), sering juga disebut dengan salohat atau tulila, yaitu

alat musik yang terbuat dari bambu dan dimainkan dengan cara meniup dari

samping. Mempunyai empat lobang nada yakni dua di sisi kiri dan dua di sisi

kanan, sedangkan lobang tiupan berada di tengah. Instrumen diklasifikasikan ke

dalam kelompok aerophone.

4. Sordam (up blown flute) yang terbuat dari bambu, dan dimainkan dengan cara

meniup dari ujungnya dengan meletakkan bibir pada ujung instrumen yang

diposisikan secara diagonal. Instrumen ini memiliki lima lobang nada, yakni

empat di bagian atas dan satu di bagian bawah, sedangkan lobang tiupan berada

pada ujung atas nya. Instrumen ini juga termasuk ke dalam kelompok aerophone.

5. Tanggetang (bamboo ideochord), yaitu alat musik yang terbuat dari batang bambu

besar dan memiliki senar yang dibentuk dari badan bambu itu sendiri dan badan

bambu tersebut berperan sebagai resonator. Prinsip pembuatan, cara memainkan

dan karakter bunyi instrumen ini hampir sama dengan keteng-keteng yang ada

pada masyarakat Batak Karo, dimana instrumen ini bersifat ritmis dan gaya

permainannya seakan mengimitasikan karakter bunyi ogung (gong Batak Toba).

Instrumen ini termasuk kelompok yang dipadukan antara ideophone dengan

chordophone sehingga disebut dengan ideochordophone

6. Mengmung juga merupakan instrumen sejenis ideochordophone yang mirip

dengan tanggetang, hanya saja senarnya terbuat dari rotan dan peti kayu dijadikan

sebagai resonator.

Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba,

sulim adalah instrumen yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga

pada saat ini. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sulim merupakan instrumen

Page 67: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih

luas dibandingkan instrumen tunggal yang lainnya, sehingga berbagai jenis lagu atau

repertoar dapat dimainkan pada instrumen tersebut.

Sementara instrumen tunggal yang lain sudah sangat jarang digunakan dalam

kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa beberapa di

antaranya sudah hampir punah keberadaannya seperti saga-saga, jenggong,

tanggetang dan mengmung. Sebab pada umumnya, keempat instrumen ini sudah

sangat jarang kelihatan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan

mungkin hanya satu dua orang yang masih melestarikan instrumen ini, dan itu pun

kemungkinan jika siempunya masih hidup atau instrumen tarsebut masih tetap

diwariskan secara turun temurun.

Page 68: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGIS SULIM

3.1 Tradisi Pembuatan Sulim Pada Masa Pra-Kristen

Pada awalnya proses pembuatan sulim harus mengikuti pola-pola ritual

tertentu, namun lama kelamaan seiring perkembangan zaman dan masuknya agama

pola-pola tersebut berubah dengan mengabaikan aspek ritualnya.

Kalau proses pembuatan taganing menurut adat pra-Kristen merupakan tata

cara atau rangkaian kegiatan bersifat religius yang dilakukan oleh masyarakat Batak

Toba untuk menghubungkan manusia dengan Mulajadi Nabolon, roh nenek moyang

dan sesama manusia, tidak sama halnya dengan proses pembuatan sulim pada masa

itu. Ritual proses pembuatan sulim dilakukan hanya oleh beberapa oknum yang

memiliki pengetahuan alam gaib yang ditujukan untuk menambah ilmu kebatinan

sipelaku tersebut.

Berbicara bahan material, teknis, dan pola pengukuran dalam proses

pembuatan sulim pada masa pra-agama dengan pasca agama pada prinsipnya hampir

Page 69: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

sama. Sebab sulim yang akan dibuat sama-sama terbuat dari bambu dan bambu

tersebut akan dilobangi sesuai dengan tonika (nada dasar) yang diinginkan. Yang

membedakannya adalah cara sipembuat dalam memilih bahan atau bambu yang tepat

serta bagaimana proses dalam pelobangannya.

Menurut Bapak Sinurat, yang juga merupakan salah seorang pemain dan

pembuat sulim dari Tiga Balata mengatakan bahwa konon katanya seseorang yang

ingin membuat sulim dengan tujuan ilmu kebatinan haruslah mengikuti pola ritual

tertentu. Beliau menjelaskan bahwa ritual tersebut hanya pernah dilakukan oleh

orang-orang tertentu yang memiliki kharisma dan bakat tertentu dalam hal warisan

kebatinan dan bersedia untuk menjalani syarat-syarat ritual tertentu. Selain

menyangkut bahan dan proses pembuatan yang dilakukan, teknis pelaksanaan ritual

tersebut juga menyangkut pengucapan ayat-ayat tertentu berupa mantra sebagai

syarat pelengkap ritual tersebut. Namun dalam hal teknis ritual yang akan penulis

paparkan berikut ini hanya menyangkut berbagai tahapan pelaksanaan atau proses

pembuatan, sebab Bapak Sinurat selaku narasumber manceritakan berdasarkan

pengalaman orang lain yang beliau sendiri pun belum pernah melakukannya. Dan

beliau menambahkan bahwa tidak sembarang orang boleh mengetahui mantra

tersebut dan sipelaku juga tidak akan bersedia jika mantranya diberitahu secara

sembarang kepada orang lain termasuk beliau sendiri. Jadi yang boleh diberitahu

adalah bagaimana tentang teknis pembuatannya saja.

Adapun tahapan ritual proses pembuatan sulim tersebut adalah sebagai

berikut. Ketika seseorang ingin membuat sebuah sulim, maka langkah awal yang

harus dilakukan adalah memilih jenis bambu yang tumbuhnya di daerah lahan basah

atau yang digenangi air, dan bambu tersebut harus tumbuh memanjang dan

Page 70: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

melengkung ke arah jalan yang kira-kira sering dilewati oleh orang banyak. Ketika

seorang melintas dari tempat tersebut, maka lengkungan ruas bambu itulah yang

dilewati oleh orang tersebut. Dengan kata lain, posisi lengkungan ruas bambu itu

harus tepat di atas kepala orang-orang yang melintas dari tempat tersebut.

Kemudian setelah bambu ditemukan, lalu ditebang, dan penebangan tersebut

dilakukan harus dari ruas paling bawah, tidak boleh ditebang dari bagian tengah

ataupun mendekati ujungnya. Setelah penebangan selesai, bambu yang telah ditebang

tersebut kemudian dipotong menjadi beberapa ruas sesuai dengan berapa jumlah ruas

yang memungkinkan dapat dibuat menjadi sulim dari bilahan bambu tersebut. Lalu

langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah meletakkan ruas bambu yang telah

dipotong tersebut ke atas tungku api untuk dikeringkan, yang tentunya jarak antara

tungku dengan bambu tersebut diatur sedemikian rupa agar bambu tidak terbakar dan

tidak terlalu panas karena jarak yang terlalu dekat. Pengeringan dilakukan selama

beberapa minggu hingga bambu benar-benar kering dan kokoh.

Setelah bambu tersebut kering sesuai dengan yang diinginkan, kemudian

bambu dipindahkan ke atas asbes rumah di mana posisi asbes tersebut tingginya

harus di atas kepala sipemilik rumah. Bambu yang diletakkan di atas asbes tersebut

didiamkan untuk beberapa lama hingga waktu pelobangan dilakukan.

Hal yang paling menarik dan mistis dari tahapan pembuatan sulim ini adalah

pada saat proses pelobangan mulai dilakukan. Uniknya adalah bahwa setiap lobang

yang hendak dibuat harus dimulai dan diakhiri dengan tragedi orang yang meninggal.

Maksudnya adalah ketika sipembuat hendak membuat lobang pertama hingga lobang

terakhir, sipemilik harus menyaksikan bahwa ada sebuah peristiwa orang yang

meninggal, dan orang meninggal yang disaksikan orang tersebut harus meninggal

Page 71: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dengan cara yang tidak wajar seperti kecelakaan berupa jatuh dari kendaraan,

tabrakan, terhanyut di sungai, mendadak meninggal akibat diguna-gunai dan lain

sebagainya.

Setiap satu orang korban yang meninggal dengan cara yang tidak wajar

tersebut mewakili satu buah lobang yang akan dibuat pada bambu tersebut. Dengan

kata lain, jika ada 7 (tujuh) buah lobang yang akan dibuat dalam sebuah sulim

(lobang yang dimaksud terdiri dari satu lobang tiupan dan enam lobang nada), maka

sipembuat harus menyaksikan 7 (tujuh) orang korban meninggal baik di waktu yang

bersamaan maupun berbeda. Oleh karena itu, dahulu untuk membuat sebuah sulim

yang mengandung nilai mistis itu butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-

tahun tergantung cepat atau lambatnya seorang pembuat tersebut menyaksikan

tragedi orang meninggal. Namun dalam tahapan pelobangan, ada syarat awal yang

harus dilakukan yakni setiap hendak melobangi bambu dari lobang yang pertama

hingga lobang yang ketujuh, sipembuat harus terlebih dahulu mengucapkan beberapa

mantra sebelum melobangi bambu tersebut. Mantra yang harus diucapkan sebelum

pembuatan lobang dalam istilah Batak Toba tersebut dikenal dengan istilah tabas.

Apabila ketujuh lobang sudah selesai terbentuk maka langkah terakhir yang

dilakukan adalah pengucapan tabas terakhir sebagai tahapan penyempurnaan.

Apabila keseluruhan syarat tersebut terpenuhi maka jadilah sebuah sulim yang

diinginkan. Namun perlu diketahui bahwa apabila sulim tersebut sudah jadi, maka

yang boleh memainkannya adalah hanya sipemilik selaku sipembuat itu sendiri.

Konon katanya jika sulim tersebut dipakai secara sembarang oleh orang yang tidak

bertanggung jawab maka orang tersebut akan mengalami musibah. Demikianlah

Page 72: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

sebuah proses ritual yang harus dilakukan untuk menghasilkan sebuah sulim yang

berisi nuansa mistis.

Tetapi, pada zaman sekarang ini oknum-oknum yang melakukan ritual

tersebut sudah mulai berkurang bahkan nyaris tidak pernah terdengar lagi. Hal ini

disebabkan karena adanya agama sebagai mediator untuk membatasi hubungan

manusia dengan roh-roh atau makhluk yang tidak kelihatan.

Di dalam bahasan ini, penulis tidak menjelaskan terlalu detail tentang ritual

pembuatan sulim dengan segala aspek-aspeknya, sebab inti dari skripsi ini bukanlah

membahas tentang sebuah kajian ritual. Penulis hanya memaparkan secara garis

besarnya saja melalui wawancara dengan beberapa orang narasumber seperti Marsius

Sitohang, S. Sinurat, Guntur Sitohang yang merupakan orang terpercaya dan

merupakan para maestro pemusik tradisional Batak Toba yang telah memiliki banyak

pengalaman hidup bermain musik tradisi selama puluhan tahun lamanya. Hal ini

bertujuan untuk menambah referensi terhadap para pembaca bahwa ternyata dahulu

pernah diadakan ritual proses pembuatan sulim yang memang awalnya jarang

didengar oleh masyrakat Batak Toba secara umum.

3.2 Klasifikasi sulim

Pengklasifikasian instrumen oleh Curt Sachs-Hornbostel dibagi atas 4

(empat) kelompok yakni : idiophone, membranophone, cordophone, dan aerophone

(Nettl, 1964 :212).

Dalam sistem Sachs-Hornbostel, sulim diklasifikasikan sebagai aerophone.

Hal ini disebabkan karena suara yang dihasilkan oleh instrumen berasal dari udara

(aero) yang dihembuskan/ditiup ke arah lobang tiupan pada instrumen tersebut.

Page 73: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Sulim merupakan aerophone yang murni menggunakan tiupan udara dari mulut

sebagai penghasil bunyi dan menggunakan kedua jari tangan sebagai penghasil nada-

nada yang berbeda-beda sesuai teknik penjariannya. Oleh karena sulim merupakan

instrumen yang ditiup melalui lobang dan ditiup dengan cara menyamping atau

posisi lobang tiupan ada pada sisi samping tubuh instrumen, maka sulim

dikategorikan sebagai aerophone dengan spesifikasi side blown flute.

3.2.1 Konstruksi sulim

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, sulim terbuat dari seruas bambu

yang dibentuk sedemikian rupa dengan satu buah lobang penghasil bunyi di bagian

atasnya dan enam buah lobang nada sebagai penghasil nada-nada yang diinginkan.

Diantara lobang penghasil bunyi dengan lobang nada terdapat satu buah lobang

pemecah bunyi yang ditutup dengan kertas tipis (Lihat gambar-1).

Gambar-2. Nama-nama dari bagian sulim

A

BC

D E

F

G

Page 74: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Keterangan Gambar :A. Keliling bambu sulimB. Diameter bambu sulimC. Lobang tiupan / hembusanD. Lobang nada atasE. Lobang nada bawah F. Lobang tonikaG. Lobang pemecah suara yang dilapisi kertas tipis

3.2.2 Ukuran sulim

Pitch (ketepatan nada) merupakan hal yang mutlak dalam pembuatan sebuah

sulim. Oleh karena itu, pola ukur atau teknik mengukur oleh sipembuat sulim yang

satu dengan pembuat sulim yang lain pada prinsipnya adalah sama. Hanya saja, jenis

ukuran bambu yang diperoleh oleh masing-masing sipembuat pasti berbeda-beda,

sehingga mengakibatkan sulim yang dihasilkan pun berbeda-beda ukuran jarak antar

lobang dan besar kecilnya lobang yang akan dibentuk. Namun pada dasarnya teknik

mengukurnya adalah sama.

Gambar-3. Sulim dengan ukurannya.

Tabel-1. Pola Ukuran Sulim

Page 75: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

NO NAMA UKURAN

1 Diameter bambu sulim 2,6 cm

2 Keliling bambu sulim 5,3 cm

3 Jarak lobang tiupan dengan ruas bambu 2,6 cm

4 Jarak antara lobang tiupan dengan lobang nada atas 17,5 cm

5 Jarak antara lobang nada atas dengan lobang nada bawah 17,5 cm

6 Jarak antara lobang nada bawah dengan lobang tonika 8,75 cm

7 Jarak antar lobang nada 3,5 cm

8 Jarak antara lobang nada dan lobang pemecah 8,75 cm

9 Diameter lobang tiupan 1,2 cm

10 Diameter lobang nada 1 cm

11 Panjang bambu sulim 46,35 cm

Keterangan : Ukuran sulim yang tertera pada tabel di atas adalah ukuran sulim dengan kunci F yang dibuat oleh bapak M. Sitohang, dengan aturan pola ukur pembuatan sulim secara umum18

3.3 Proses Pembuatan

Proses pembuatan sulim dikerjakan oleh tangan yang dibantu dengan

peralatan-peralatan yang sederhana. Sebelum pada tahap proses pembuatan, penulis

akan menjelaskan lebih dahulu bahan material dan alat-alat yang digunakan.

3.3.1 Bahan material

Material yang digunakan dalam pembuatan sulim relatif sederhana.

Pembuatan sulim tidaklah sesulit pembuatan instrumen Batak Toba yang lain seperti

taganing yang membutuhkan material yang kompleks dengan proses yang sulit dan

butuh waktu yang relatif lama. Sulim adalah salah satu instrumen Batak Toba yang

18Akan dijelaskan lebih lanjut pada tahapan proses pembuatan.

Page 76: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

relatif sederhana dalam proses pembuatannya. Sebab bahan utama yang digunakan

dalam pembuatan sulim hanya seruas bambu saja.

Jenis bambu yang baik untuk dijadikan sebuah sulim adalah bambu yang

sudah tua dan matang. Hal ini dimaksudkan agar bambu tersebut tidak mengalami

perubahan fisik dan tidak mudah kisut/susut sewaktu dikeringkan. Dibuat dari seruas

bambu dengan panjang ruas bambu yang ideal biasanya berkisar antara 30 cm s/d 75

cm dengan ketebalan bambu yang berkisar antara 0,1 cm s/d 0,3 cm.

3.3.2 Peralatan yang digunakan

Selain bahan material yang sederhana, peralatan yang digunakan juga tidak

terlalu banyak, yakni hanya membutuhkan gergaji, pisau belati kecil ataupun sebilah

besi bulat dengan ukuran tertentu, meter atau seutas daun pisang dan bara api.

Namun, bilahan besi bulat tersebut memiliki ukuran diameter yang berbeda-beda

tergantung besar kecilnya bambu yang akan dibuat.

Gergaji atau parang berfungsi untuk memotong bambu dari pohonnya serta

memotong bilahan bambu menjadi beberapa ruas tergantung seberapa banyak sulim

yang akan dibuat.

Page 77: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-4. Parang

Pisau belati kecil dan besi bulat panjang berfungsi untuk membuat lobang

tiupan dan lobang nada sesuai dengan ukuran yang ditentukan.

Gambar-5. Pisau belati

Page 78: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-6. Besi bulat panjang

Meter atau seutas tali dipakai sebagai alat untuk mengukur jarak antara

lobang tiupan, lobang vibrasi, dan lobang nada, atau jarak antar lobang yang satu

dengan yang lainnya

Gambar-7. Mengukur lobang tiupan

Api berfungsi untuk memanaskan besi yang telah diukur agar mampu

menembus bambu dalam proses pelobangannya.

Page 79: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-8. Memanaskan besi pembuat lobang sulim

3.3.3 Langkah-langkah pembuatan

Dalam bahasan ini, penulis akan memaparkan langkah-langkah pembuatan

sulim secara umum yang tentunya tidak mengandung unsur magis atau makna ritual

tertentu.

Untuk menghasikan sulim yang baik, harus melalui tahapan yang baik pula

sebagai berikut :

a) Pemilihan bambu

b) Pemotongan badan bambu

c) Pemotongan ruas bambu

d) Pengeringan

e) Pelobangan

f) Pengornamentasian

Page 80: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3.3.3.1 Pemilihan bambu

Seperti yang penulis jelaskan sebelumnya, bambu yang baik untuk dijadikan

sebuah sulim adalah bambu yang sudah tua dan matang. Kematangan bambu dapat

dilihat dari ciri-ciri kulit batang bambu yang sudah berwarna hijau tua, daun

berwarna hijau kecoklatan, ruas batang yang sudah cukup banyak dan biasanya

sedikit ditumbuhi lumut atau tumbuhan fungi lainnya pada batangnya yang paling

bawah. Hal ini bertujuan agar bambu tidak mudah kisut/susut sewaktu dikeringkan

atau pun setelah sulim sudah terbentuk.

Dalam proses pemilihan bambu, ternyata tidak semua kategori bambu cocok

untuk dijadikan sebuah sulim. Menurut berbagai narasumber yang sudah

berpengalaman dalam membuat sulim seperti Bapak Sinurat, Marsius Sitohang,

Junihar Sitohang, bambu yang ideal untuk dijadikan sebuah sulim yang kokoh dan

tahan lama sebaiknya dipilih bambu telur (bulu tolor). Karena tipikal bambu ini

tidaklah terlalu tebal dan tidak terlalu tipis, juga memiliki diameter yang tidak terlalu

besar yang setidaknya sangat ideal untuk dijadikan sebuah sulim.

Page 81: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-9. Pohon bambu telur (bulu tolor)

3.3.3.2 Pemotongan badan bambu

Setelah bambu pilihan ditemukan, dilakukanlah penebangan atau pemotongan

bambu. Pemotongan dapat dilakukan dengan memakai parang ataupun gergaji. Cara

memotong badan bambu yang baik adalah potonglah bambu mulai dari pangkalnya

jangan dari ujungnya. Karena ketebalan bambu tersebut ada pada pangkalnya. Ketika

memotong, tafsirlah kira-kira ada berapa buah sulim yang dapat dibentuk dari ruas

bambu yang ada.

Page 82: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-10. Memotong ruas bambu

3.3.3.3 Pemotongan ruas bambu

Ketika bambu sudah selesai ditebang, potonglah ruas-ruas bambu menjadi

beberapa bagian sesuai dengan jumlah sulim yang direncanakan akan dibuat. Hal

yang perlu diperhatikan dalam memotong ruas bambu adalah pemotongan dilakukan

harus dari atas buku bambu. Sebab posisi lobang tiupan sulim yang baik adalah harus

berada di bawah bukunya bukan di atas buku bambu tersebut.

Page 83: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-11. Ruas bambu sebagai bahan sulim

3.3.3.4 Pengeringan

Dalam proses pengeringan bambu, tidak terlalu memakan waktu yang begitu

panjang sebab bambu yang telah dipilih sudah dalam kondisi tua dan matang artinya

bambu dengan tingkat kekeringan 70% sd. 80% sudah cukup untuk dibentuk menjadi

sulim. Tujuan pengeringan sebenarnya adalah agar ketahanan bambu lebih terjamin

ketika nantinya sulim sudah siap dipakai untuk jangka waktu yang lebih lama seperti

yang diharapkan.

Tahapan pengeringan dilakukan dengan cara meletakkan bambu yang sudah

dipotong menjadi beberapa ruas ke atas tungku perapian atau pun di suatu tempat

kering yang tidak terkena langsung oleh teriknya sinar matahari.

Page 84: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3.3.3.5 Pelobangan

Inti dari tahapan pembuatan sulim adalah pembuatan lobang melalui proses

pelobangan dengan mengikuti pola aturan pengukuran tertentu. Pelobangan dapat

dilakukan dengan memakai pisau belati kecil yang ujungnya tajam ataupun dengan

memakai besi bulat yang bagian ujungnya runcing dengan ukuran tertentu.

Tahapan pelobangan yang pertama dimulai dari lobang tiupan kemudian

dilanjutkan ke lobang nada secara berurutan.

Gambar-12. Membuat lobang tiupan dengan besi yang dipanaskan

Page 85: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-13. Pelobangan lobang nada pertama

Gambar-14 Pelobangan lobang nada ke-2

Page 86: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-15. Pelobangan lobang nada ke-3

Gambar-16. Pelobangan nada ke-4

Page 87: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-17. Pelobangan nada ke-5

Gambar-18. Pelobangan nada ke-6

Page 88: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-19. Sulim sederhana seusai tahapan pengelobangan

Pada saat lobang tiupan selesai dibuat sebenarnya situkang tersebut sudah

dapat menafsirkan nada dasar dari sulim tersebut. Sebab pada sulim ditiup tanpa

memiliki lobang, itu sama halnya dengan meniup sulim dengan menutup semua

lobang nada, dimana akan menghasilkan nada do (1) yang menjadi nada dasar sulim

tersebut. Hanya saja jika nada (pitch)nya kurang memenuhi atau kurang tinggi dari

nada dasar yang diperkirakan maka solusi yang dilakukan adalah dengan sedikit

demi sedikit memperbesar diameter lobang tiupan sesuai dengan nada yang

diharapkan dan sampai pada batas besar lobang tiupan yang wajar. Sebab jika

lobang tiupan terlalu besar meskipun dengan nada (pitch) yang sudah memenuhi

pada akhirnya tidak akan menjadi sulim yang ideal untuk dipakai, sebab lobang

tiupan yang terlalu besar akan mengakibat pemborosan nafas pada saat peniupan.

Oleh karena itu, perlu ketelitian dalam penentuan besar lobang tiupan.19

Kemudian setelah lobang tiupan selesai dibuat, maka lobang yang akan

dibuat selanjutnya adalah keenam lobang nada. Dari keenam lobang nada yang akan

19Penetapan/penentuan nada (pitch) akan dibahas lebih mendalam pada bagian “sistem

pelarasan nada” sub bab berikutnya.

Page 89: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dibuat, lobang nada pertama yang akan dibuat adalah lobang nada bawah, kemudian

lobang nada bawah ke dua, dan seterusnya hingga lobang nada yang keenam.

Biasanya setiap membuat lobang nada, sulim tersebut selalu ditiup dahulu untuk

memastikan nada yang diinginkan. Demikianlah seterusnya hingga keseluruhan

lobang nada selesai dibuat sesuai dengan ketentuan nada yang diinginkan.

Sebagai tambahan, lobang pemecah suara biasanya dibuat setelah lobang

tiupan berikut dengan seluruh lobang nada selesai dibentuk. Setelah lobang pemecah

terbentuk, kemudian dibalut dengan kertas tipis atau plastik tipis. Jika tahapan ini

selesai, maka selesailah sudah tahapan pelobangan sulim. Adapun aturan-aturan atau

pola pengukuran jarak antar lobang dalam membuat sebuah sulim adalah sebagai

berikut :

Gambar-20. Pola jarak antar lobang sulim

Keterangan gambar:

Jarak antara lobang tiupan (C) dengan ruas bambu = panjang diameter bambu (B)

Jarak antara lobang tiupan (C) dengan lobang nada atas (D) = 2 x keliling bambu (A)

Jarak antara lobang nada atas (D) dengan lobang nada bawah (E) = 2 x keliling bambu (A)

E

F

G

A

C

B

D

Page 90: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Jarak antara lobang nada bawah (E) dengan lobang tonika (F) = 1 x keliling bambu (A)

Jarak antara masing-masing keenam lobang nada = jarak antara lobang nada bawah dengan lobang nada atas kemudian dibagi 5 untuk mendapatkan 4 lobang nada berikutnya.

Posisi lobang yang ditutup oleh selembar kertas tipis (G) berada pada pertengahan jarak antara lobang tiupan (C) dengan lobang nada atas (D)

3.3.3.6 Ornamentasi

Setelah proses pelobangan selesai, sebenarnya tahap pembuatan sulim secara

sederhana sudah dianggap selesai. Sebab tidak semua sulim yang dapat kita lihat

secara umum memiliki ornamentasi. Ada tidaknya ornamentasi pada sulim

tergantung pada selera sipemilik atau si pembuat. Tapi ada kalanya ornamentasi

menjadi ciri khas dari seorang pembuat sulim yang bahkan itu bisa menjadi salah

satu faktor ketenarannya sebagai seorang pembuat sulim ternama disamping kualitas

bunyi sulim yang dia ciptakan.

Bentuk pengornamentasian pada sulim sangat beragam tergantung kebiasaan

dari sipembuat itu sendiri. Ada kalanya seorang pembuat sulim hanya memiliki satu

jenis ornamentasi yang menjadikan itu sebagai ciri khas, tetapi ada juga orang yang

mampu membuat sulim dengan beragam jenis ornamentasi sesuai seleranya. Sebab

tidak ada aturan atau batasan-batasan tertentu dalam pembuatan ornamentasi sulim.

Ada orang membuat ornamentasi berupa gorga (seni lukis atau seni ukir Batak

Toba), ada juga yang membuat hanya dengan menambahkan lobang-lobang

ornamentasi yang sama sekali tidak mempengaruhi kualitas bunyi, ada juga yang

ornamentasi hanya dengan mengukir nama atau tulisan tertentu di bagian badan

sulim tersebut, bahkan ada yang membuat dengan ketiga jenis ornamentasi tersebut,

dan masih banyak jenis ornamentasi yang lain. Hal ini dapat kita lihat dari sekian

banyaknya sulim yang beredar di tengah-tengah masyarakat yang menunjukkan

Page 91: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

bahwa setiap sulim tidak memiliki jenis ornamentasi yang sama kecuali ornamentasi

tersebut dibuat oleh orang yang sama.

Berikut ini adalah jenis berbagai sulim dengan bentuk ornamentasi yang

berbeda-beda.

Gambar-21. Sulim polos tanpa ornamentasi

Gambar-22. Ornamentasi lobang

Page 92: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-23. Ornamentasi gorga

Gambar-24. Ornamentasi nama

Gambar-25. Ornamentasi simbol

Page 93: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3.3.4 Kontinuitas dan perubahan fisik sulim

Berbicara tentang kontinuitas dalam konteks fisik, berarti berbicara tentang

adanya hal-hal yang masih tetap eksis, dipertahankan, dan masih berlanjut hingga

pada saat ini yang berkaitan dengan kondisi fisik instrumen itu sendiri. Hal yang

tetap dipertahankan sebagai wujud kontinuitas fisik sulim adalah bahwasanya dari

zaman dahulu hingga pada saat ini bentuk sulim selalu sama/tetap dan tidak pernah

berubah-ubah, tetap terbuat dari bambu bahkan jumlah lobang penentu kualitas bunyi

selalu sama yakni memiliki satu lobang hembusan dan 6 (enam) buah lobang nada.

Secara umum, bentuk fisik sulim tidak ada yang berubah. Yang berubah

adalah proses pembuatannya dan adanya pengembangan metode baru dalam

menciptakan sulim yang lebih kaya terkait akan fungsi dan penggunaannya.

Kristenisasi pada masyarakat Batak Toba membawa pengaruh atas munculnya

oknum-oknum tertentu yang membawa praktek ritual pembuatan sulim. Pada masa

reformasi ini, pembuatan sulim dengan melakukan ritual sudah sangat jarang

ditemukan baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Bapak J.Sinurat, salah

seorang pemain dan pembuat sulim mengatakan bahwa selama beliau menjadi

pengrajin sulim, ritual pembuatan sulim tidak pernah lagi dilakukan. Beliau juga

menambahkan, bahwa menurut beliau ritual pembuatan sulim diabaikan karena nilai

kepemilikan sulim pada masa sekarang ini sudah mengalami perubahan. Tujuan

seorang pengrajin sulim sudah lebih dominan kepada tujuan dagang dengan

mengutamakan keuntungan secara ekonomis dan waktu yang relatif lebih singkat

dibandingkan dengan aspek-aspek proses pembuatan dan proses ritualnya. Maka

tidak heran kalau praktek ritual tersebut diabaikan, sebab pada prakteknya pun untuk

membuat satu buah sulim membutuhkan waktu yang relatif lama.

Page 94: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Selain daripada perubahan dalam proses pembuatan yang dulunya memakai

ritual menjadi non-ritual, hal yang berubah adalah adanya metode baru dalam

menciptakan sebuah sulim yang lebih kaya akan fungsi dan penggunaannya. Dahulu

awalnya sulim tidaklah memiliki nada dasar tetap yang sudah ditentukan pada masa

itu, sebab sulim awalnya tidak dimainkan dalam sebuah ensambel yang disesuaikan

dengan nada dasar dan mengikuti pola akord tertentu. Sehingga dulunya sulim

memiliki bentuk ukuran yang berbeda-beda yang sifatnya bebas tanpa harus

mengikuti pola,aturan pembuatan tertentu. Dalam arti bahwa ketika itu nada-nada

yang dihasilkan oleh sulim belum sesuai dengan standardisasi nada yang dihasilkan

oleh piano.

Sedangkan pada masa kini, sulim sudah diciptakan dengan berbagai inovasi.

Tanpa harus menghilangkan ciri khas warna bunyinya, sulim sudah tersedia dengan

aturan pembuatan tertentu yang diselaraskan dengan standardisasi bunyi piano. Tidak

hanya dari kunci atau nada dasar tertentu saja bahkan sulim juga sudah diciptakan

berdasarkan 12 (dua belas) nada yang ada pada wilayah (range) satu oktaf nada

piano mulai dari nada C standard hingga c’ (C oktaf). Hal ini bisa terjadi karena

semakin meningkatnya permintaan dan kebutuhan masyarakat pendukungnya

terhadap penyajian sulim itu sendiri. Salah satu bukti yang paling signifikan adalah

dengan hadirnya sulim dalam mengiringi lagu ibadah gereja, berbagai lagu dalam

paduan suara, dan juga dalam komposisi musik lagu Batak tradisional maupun

populer dalam industri rekaman dimana situasi tersebut memaksa supaya sulim juga

harus disesuaikan dengan nada dasar lagu ataupun repertoar yang diinginkan

Kemudian selain daripada itu, aspek lain yang bisa dilihat adalah ketika sulim

tidak lagi hanya memainkan nada-nada pentatonis, tetapi juga mampu dimainkan

Page 95: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dengan nada-nada yang diatonis bahkan dapat diwarnai dengan penambahan nada

kromatis. Hal ini terjadi karena sulim tidak lagi semata hanya memainkan repertoar

gondang Batak Toba yang mengandung ciri khas nada pentatonis, tetapi juga sudah

sering ditampilkan untuk mebawakan lagu-lagu baik itu lagu tradisional Batak Toba,

lagu Populer Batak atau non-Batak, lagu Rohani gereja, maupun lagu-lagu sekuler

lainnya dimana sudah banyak terkontaminasi oleh nada-nada musik Barat. Sejalan

dengan uraian tersebut di atas, mungkin hal inilah yang memicu diciptakannya sulim

dengan 12 kunci (nada dasar) yang berpatokan pada pelarasan nada musik Barat.

3.4 Kajian Fungsional Sulim

Dalam pembahasan kajian fungsional, penulis hanya menitikberatkan

bahasan pada sistem pelarasan (tuning), teknik permainan, dan proses pembelajaran

sulim.

3.4.1 Sistem pelarasan (tuning)

Wilayah nada (range) dan jangkauan nada (ambitus) yang terdapat pada

sulim dibedakan menurut besar kecilnya diameter bambu. Apabila diameter bambu

memiliki ukuran yang besar maka akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada

(ambitus) yang rendah. Sebaliknya apabila memiliki diameter yang kecil maka

otomatis akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada (ambitus) yang tinggi.

Secara umum ambitus nada paling tinggi yang mampu dijangkau oleh sipemain pada

sebuah instrumen sulim adalah nada oktaf ke-2 dalam wilayah nada (range) 2 oktaf.

Selain ukuran diameter dan panjang-pendeknya bambu, faktor yang juga menentukan

Page 96: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

tinggi rendahnya nada sulim adalah besar kecilnya lobang dan panjang pendeknya

jarak antar lobang nada.

Sistem pelarasan nada sulim pada zaman sekarang ini tentunya tidak terlepas

dari peran nada-nada standard yang ada pada piano atau instrumen yang lain yang

dianggap memiliki standardisasi bunyi/nada. Berbicara tentang hal pelarasan nada

pada sulim, sesungguhnya tidak ada ilmu atau metode tertentu yang dapat menjamin

secara pasti penentuan kunci atau nada dasar sulim yang akan dihasilkan. Sebab

sulim termasuk jenis instrumen yang bersifat alami yang secara teknis tidak sama

dengan instrumen tiup Barat yang ada pada umumnya. Seperti diketahui bahwa

setiap instrumen tiup Barat seperti saxofon, flute, trompet, dan lain sebagainya dapat

memainkan keseluruhan tangga nada yang ada pada sistem tangga nada diatonis

musik Barat, sementara sebuah sulim hanya mampu mewakili satu atau dua nada

dasar saja. Oleh karena itu, sistem pelarasan dilakukan hanya dengan mengandalkan

penafsiran, perkiraan, dan perasaan semata.

Menurut Bapak Sinurat, hal pertama yang dilakukan untuk penentuan nada

dasar pada sebuah sulim adalah dengan melihat besar-kecilnya diameter bambu dan

panjang-pendeknya bambu yang akan dibuat. Biasanya seorang pengrajin sulim yang

baik akan mampu menafsirkan secara umum bahwa bambu yang akan dibuat akan

menghasilkan sulim dengan nada dasar tertentu hanya dengan melihat besar-kecilnya

diameter dan panjang-pendeknya ruas bambu tersebut. Apabila penafsiran sedikit

meleset ada metode tertentu yang dapat dilakukan. Misalkan sebuah sulim yang

ditafsir akan menghasilkan kunci E tetapi ternyata pitch (ketepatan nada) yang

diperkirakan kurang mencapai, caranya adalah dengan memperbesar atau menambah

sedikit demi sedikit besar keseluruhan lobang tiupan dan lobang nada. Walaupun

Page 97: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

untuk itu dibutuhkan ketelitian dalam melakukan pekerjaan tersebut, karena apabila

terjadi kesalahan sedikit saja akan mengakibatkan hal yang fatal. Apabila terjadi

kesalahan dalam pelobangan maka nada dasar yang dihasilkan pun akan kedengaran

sumbang (fals) dan akan sangat susah untuk mencari solusi untuk memperbaikinya

kembali. Jalan keluarnya adalah hanya dengan mengganti bahan.

Penambahan besar lobang bertujuan untuk meninggikan pitch (nada) yang

dibutuhkan. Oleh karena itu, apabila keseluruhan lobang yang diperbesar ternyata

terlalu besar otomatis pitch (nada ) yang dihasilkan pun terlalu tinggi dan akan

melebihi pitch atau nada dasar E yang sebenarnya. Beliau juga menambahkan kalau

dalam hal pelarasan sulim lebih baik pitch yang diharapkan kurang mencapai

daripada melebihi ketinggian nada yang diharapkan. Sebab kalaupun terjadi

kekurangan pitch masih bisa diantisipasi dengan cara memperbesar keseluruhan

lobang yang tentunya akan memperkecil jarak antar lobang. Sedangkan apabila pitch

yang dihasilkan melebihi dari yang diharapkan maka tidak akan mungkin lagi

diantisipasi dengan cara memperkecil lobang dan memperbesar jarak antar lobang.

Oleh karena itu, beliau menyarankan agar poses pelobangan dimulai dengan

membuat lobang yang lebih kecil terlebih dahulu.

Pada dasarnya sulim mempunyai tonika yang diawali dari nada yang paling

rendah (semua lobang ditutup dengan jari), dimana nada tersebut menjadi nada awal

dalam menghasilkan nada-nada dalam tangga nada diatonis. Untuk menentukan nada

dasar sulim yang telah dibentuk, maka yang harus dilakukan adalah menyelaraskan

nada sulim dengan nada piano. Caranya adalah dengan meniup sulim dengan posisi

keenam jari menutup keenam lobang nada. Setelah ditiup, carilah nada tersebut di

antara kedua belas nada yang ada pada tuts piano. Apabila nada yang dihasilkan

Page 98: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

adalah nada “F” pada tuts piano, maka nada dasar sulim tersebut adalah “F=do”,

sebab ketika sulim ditiup dengan posisi keenam jari menutup keenam lobang nada

maka akan menghasilkan nada “do(1)”, dan apabila ada sebuah sulim yang

ukurannnya lebih kecil juga ditiup dengan posisi keenam jari menutup keenam

lobang nada yang menghasilkan nada “A” pada tuts piano, maka nada dasar sulim

tersebut adalah “A=do”, dan lain sebagainya.

Untuk mengetahui interval dan tangga nada yang terdapat pada sulim dapat

dilihat berdasarkan posisi setiap lobang nada yang dimainkan. Di bawah ini kita akan

melihat contoh gambar interval nada pada sulim yang memiliki nada dasar “F=do”

Gambar -26. Posisi lobang nada sulim

6 4 3 2 15

Page 99: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-27. Semua lobang nada tertutup akan menghasilkan nada “F”

Gambar-28 Lobang nada 1 dibuka akan menghasilkan nada “G”

Gambar-29. Lobang nada 1,2 dibuka akan menghasilkan nada “A”

Page 100: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-30. Lobang nada 1,2,3 dibuka akan menghasilkan nada “Bes”

Gambar-31. Lobang nada 1,2,3,4 dibuka akan menghasilkan nada “C”

Gambar-32. Lobang nada 1,2,3,4,5 dibuka akan menghasilkan nada “D”

Page 101: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Gambar-33. Lobang nada 1,2,3,4,5,6 dibuka akan menghasilkan nada “E”

Gambar-34. Lobang nada 1,2,3,4,5 ditutup sedangkan lobang nada ke-6 dibuka akan menghasilkan nada “F oktaf (f’)”

Dari beberapa gambar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem interval

nada pada sulim sama dengan interval nada yang ada dalam tangga nada diatonis

Barat. Apabila disusun dengan deret naik, maka nada-nada yang terdapat pada sulim

“F” adalah sebagai berikut :

Nada F G A Bes C D E F

Interval 2M 2M 2M 2m 2M 2M 2m

Page 102: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Keterangan :

2M = interval second major atau sekunda mayor

2m = interval second minor atau sekunda minor

3.4.2 Teknik permainan

Secara umum, ada 4 (empat) hal yang harus dikuasai dalam memainkan sulim

yakni ambasir, penjarian, pernafasan dan permainan lidah.

Ambasir berasal dari bahasa Perancis yaitu embouchure yang berarti “di

dalam mulut” atau “meletakkan pada mulut”. Jadi secara sederhana ambasir berarti

teknik peletakan bibir pada lobang tiup. Biasanya ambasir berlaku untuk instrumen

yang bertipikal side blown seperti flute dan jenis seruling yang lain.

Untuk instrumen flute, ambasir lebih cocok kalau dikatakan “di luar mulut’

(out of mouth). Ambasir yang digunakan antara flute dan sulim memiliki persamaan

dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama ditiup dari samping (side blown).

Tetapi juga terdapat perbedaan, perbedaan tersebut terdapat pada bentuk bibirnya.

Pada flute bentuk bibir lebih melebar kesamping (kanan kiri). Sedangkan pada

ambasir sulim lebih bulat yang mana perbedaan tersebut dapat dilihat sebagai berikut

:

Contoh gambar ambasir pada flute :

Page 103: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Contoh ambasir pada sulim :

Secara sederhana, teknik menggunakan ambasir yang benar pada sulim

adalah dengan cara meletakkan lobang tiupan ke arah pertengahan garis antara bibir

atas dengan bibir bawah lalu memutar sekitar 45 derajat ke arah luar bibir kemudian

sedikit melebarkan bentuk bibir ke arah kiri dan kanan.

Gambar-35. Ambasir pada sulim

Penjarian merupakan teknik membuka dan menutup jari pada lobang nada

sesuai dengan melodi yang dimainkan. Posisi jari biasanya tergantung kebiasaan

sipemain itu sendiri. Apabila sipemain lebih dominan meletakkan sulim di sebelah

kanannya, maka posisi 3 (tiga) jari tangan kiri berada pada 3 (tiga) lobang nada atas

dan posisi 3 (tiga) jari tangan kanan berada pada 3 (tiga) lobang nada bawah.

Page 104: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Sebaliknya, apabila sipemain cenderung meletakkan sulim di sebelah kirinya, maka

posisi 3 (tiga) jari tangan kanan berada pada 3 (tiga) lobang nada atas dan posisi 3

(tiga) jari tangan kiri berada pada 3 (tiga) lobang nada bawah. Berikut contoh

gambar.

Gambar-36. Sulim dengan posisi di sebelah kanan

Gambar-37. Sulim dengan posisi di sebelah kiri

Pernafasan yaitu teknik bernafas yang baik dalam memainkan sebuah sulim

yakni boleh dengan melalui hidung dan juga melalui mulut. Tetapi cara bernafas

yang efektif dalam memainkan sulim menurut pengamatan dan pengalaman penulis

adalah bernafas melalui mulut. Artinya, menarik nafas dari mulut kemudian

Page 105: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dihembuskan lagi melalui mulut, sementara pernafasan melalui hidung hanya boleh

dilakukan sesekali ketika ada spasi waktu dalam peniupan. Spasi waktu yang

dimaksud adalah ketika sipemain sulim berhenti sejenak untuk mengambil nafas

sebelum melanjutkan permainan ke bagian atau bait selanjutnya. Jika hanya butuh

waktu singkat dalam pengambilan nafas dalam memainkan bagian motif atau frasa

lagu yang berdekatan maka pernafasan mulut adalah cara yang paling efisien untuk

dilakukan. Tujuan bernafas melalui mulut ini adalah agar lebih mempercepat waktu

dalam pengambilan nafas dengan jumlah cukup besar yang akan diisi ke paru-paru

dan lebih mempermudah sipemain untuk menghemat nafas yang dikeluarkan.

Permainan lidah (tonguing) merupakan teknik mengatur pola ritme

pergerakan lidah ketika dalam memainkan sebuah sulim. Teknik permainan lidah

(tonguing) pada sulim sama dengan tonguing pada flute. Ada 2 (dua) jenis tonguing

dalam memainkan sulim yakni :

1) Single tonguing, yakni dipakai dengan cara memainkan pola Staccato untuk

interval nada yang berjauhan. Misalnya, interval nada dari E-E’ (E oktaf) atau

dari nada G-G’(G oktaf). Biasanya teknik ini dipakai pada teknik

mangangguk, mangenet, mandila-dilai dan manganak-anaki.

2) Double tonguing, yakni dipakai untuk memainkan interval nada-nada yang

berdekatan. Biasanya teknik ini dipakai pada teknik mangarutu dan

mangaroppol.

Apabila dikaji secara teliti, ada banyak pola atau teknik permainan yang

terdapat pada sulim tergantung kemampuan dan kemahiran sipemain itu sendiri.

Beberapa skripsi sebelumnya juga sudah ada yang membahas tentang pola atau

teknik permainan sulim secara umum berdasarkan kemampuan orang atau sipemain

Page 106: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

yang diteliti. Oleh karena itu, penulis berusaha merangkum secara detail dan lebih

spesifik mengenai teknik permainan sulim dari beberapa narasumber yaitu

mangarutu, mandila-dilai, mangangguk, mangenet, manganak-anaki dan

mangaroppol.

Dalam teknik permainan sulim, ada 3 (tiga ) unsur pokok yang sangat

berperan penting dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya yakni tiupan nafas,

lidah dan jari. Setiap teknik yang dimainkan dalam permainan sulim akan

berhubungan dengan ketiga unsur ini. Dalam prakteknya, masing-masing memiliki

peranan dan porsi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhannya.

Misalnya teknik mangarutu dan mandila-dilai dimainkan dengan

memaksimalkan fungsi lidah, teknik mangangguk dimainkan dengan

memaksimalkan fungsi tiupan nafas dan penekanan lidah, dan teknik mangenet

dimainkan dengan memaksimalkan tiupan nafas dan permainan jari, dan teknik

manganak-anaki dimainkan dengan memaksimalkan fungsi lidah dan permainan jari.

Namun ada juga teknik yang memaksimalkan fungsi ketiga unsur tersebut dalam

porsi yang sama yaitu disebut dengan teknik mangaroppol.

3.4.2.1 Teknik permainan lidah

Dalam teknik permainan lidah, unsur yang paling berperan penting adalah

lidah. Teknik permainan lidah dapat dibagi menjadi 2 (dua) teknik yakni mangarutu

(double tonguing) dan mandila-dilai (single tonguing).

Page 107: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3.4.2.1.1 Mangarutu

Mangarutu adalah teknik permainan lidah dengan kombinasi double tonguing

yang memberikan penekanan ritem lidah seperti melafalkan kata “tu” dan “ru”

dengan mengeluarkan desis tiupan tanpa mengeluarkan suara/bunyi dari mulut. Kata

“tu” dilafalkan pada penekanan ritem pertama dan kata “ru” dilafalkan pada

penekanan ritem kedua. Pola mangarutu dikembangkan dengan melipatgandakan not

seperempat (1/4) atau not seperdelapan (1/8) menjadi not seperenambelas (1/16).

Teknik ini sering muncul pada berbagai lagu/repertoar yang bertempo sedang atau

cepat yang memiliki ritem rapat dengan not seperenambelas (1/16). Teknik

mangarutu biasanya lebih enak dan nyaman jika dimainkan untuk repertoar yang

bertempo sedang/cepat dibandingkan repertoar yang bertempo lambat, karena jika

dimainkan pada lagu atau repertoar lambat kesannya akan terdengar kasar dan seakan

dimainkan tidak pada tempatnya. Contoh teknik mangarutu dapat dilihat sebagai

berikut :

Contoh :

Page 108: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Keterangan :

Setiap nada pertama dan nada ganjil pada pola teknik mangarutu di atas ditiup dengan menggunakan penekanan lidah seperti pelafalan kata “tu”, sedangkan nada kedua dan nada genap yang lain ditiup dengan meggunakan penekanan lidah seperti pelafalan kata “ru”.

Secara praktis, teknik memainkan pola mangarutu pada repertoar dapat

dilihat pada penggalan melodi gondang siburuk berikut ini:

3.4.2.1.2 Mandila-dilai

Mandila-dilai merupakan teknik permainan lidah dengan memberikan

tekanan atau aksen lebih pada setiap nada yang dimainkan. Dalam istilah musik,

teknik ini lazim dikenal dengan istilah staccato. Untuk menghasilkan teknik

mandila-dilai atau staccato dalam permainan sulim biasanya diimitasikan dengan

cara menekan lidah seperti mengucapkan kata “tut” .Biasanya teknik ini dapat

dimainkan jika hanya sesuai terhadap lagu atau repertoar yang dimainkan. Sebab

pada umumnya tidak semua lagu atau repertoar “enak dan cocok” jika disajikan

secara terus menerus dengan memakai pola staccato, paling hanya sedikit repertoar

dapat dimainkan dengan pola ini dan itu pun hanya di beberapa bagian tertentu saja.

Hal ini disebabkan karena umumnya repertoar Batak Toba jarang dimainkan dengan

pola staccato kecuali ditemui pada bagian penggalan melodi gondang hata sopisik

saja. Jika ada yang memainkan pola staccato dalam bentuk repertoar yang lain,

Page 109: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

biasanya hal itu merupakan bagian dari improvisasi dari sipemain tersebut. Oleh

karena itu, teknik ini biasanya hanya muncul sesekali dalam penyajiannya. Contoh

teknik mandila-dilai dapat dilihat pada penggalan melodi repertoar gondang hata

sopisik di bawah ini.

3.4.2.2 Mangangguk (Teknik permainan lidah dan tiupan)

Di dalam teknik permainan ini yang paling berperan penting adalah

penekanan lidah dan keras lembutnya tiupan nafas. Teknik permainan yang

melibatkan lidah dan tiupan ini dinamakan teknik mangangguk.

Mangangguk merupakan teknik permainan sulim dengan penggarapan sebuah

nada yang bersifat ritmik dengan memunculkan 2 (dua) nada yang sama dengan jenis

warna yang berbeda yakni nada oktaf atas (nada balikan) dan nada oktaf bawah

dalam interval dan wilayah nada satu oktaf. Dalam hal ini, ritme dari satu ketuk nada

panjang tersebut dilipatgandakan ke dalam bentuk not seperenambelas (1/16). Untuk

menghasilkan warna nada yang pertama yakni nada oktaf atas dilakukan dengan

penekanan lidah dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata “tu”, sedangkan

warna nada kedua yakni nada oktaf bawah dihasilkan melalui tiupan lembut tanpa

tekanan lidah dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata “hu”. Teknik ini

biasanya dipakai ketika memainkan lagu atau repertoar yang yang bernuansa

andung-andung (nyanyian ratapan) dengan tempo yang lambat ataupun sedang.

Page 110: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Contoh teknik mangangguk dapat dilihat dalam penggalan lagu andung berjudul

“Sawan” berikut ini:

Keterangan :

Nada “g” oktaf bawah (g) yang menghasilkan bunyi “hu” dan nada “g “

oktaf atas (g’) yang menghasilkan bunyi “tu” menunjukkan pola garapan

ritmis dalam teknik mangangguk.

3.4.2.3 Mangenet (Teknik permainan jari dan tiupan)

Teknik mangenet merupakan kebalikan dari mangangguk dimana teknik ini

dimainkan dengan permainan jari dan tiupan nafas. Mangenet adalah suatu teknik

permainan nada dengan cara membuka dan menutup sedikit demi sedikit lobang nada

oleh jari dan mengkombinasikannya dengan keras-lembutnya tiupan nafas yang

bertujuan untuk menghasilkan nada yang bunyinya terkesan seperti ratapan tangis.

Teknik ini merupakan salah satu teknik yang bersifat improvisatoris yakni

pengembangan teknik yang biasanya dimainkan di luar melodi lagu atau repertoar

yang dimainkan dengan tujuan untuk memperindah lagu atau repertoar yang

dimainkan. Sesuai dengan suara yang dihasilkan, teknik ini biasa dipakai untuk lagu-

lagu yang bernuansa kesedihan dengan memainkan tempo lagu atau repertoar yang

lambat. Teknik mangenet dapat dilihat dari contoh penggalan lagu andung yang

berjudul tiope mual berikut ini :

Page 111: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Contoh penggalan melodi pokok vokal :

Contoh penggalan melodi dalam bentuk instrumen sulim dengan teknik

mangangguk :

Contoh penggalan melodi lagu dalam bentuk instrumen sulim dengan menggunakan

teknik mangangguk yang diakhiri dengan teknik mengenet :

Keterangan :

Teknik mangenet dalam penggalan melodi di atas dapat dilihat dalam

pengembangan pola nada akhir yakni dari bentuk nada akhir penggalan

melodi kedua menjadi nada akhir penggalan melodi ketiga

Page 112: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Untuk menghasilkan nada “es” dalam penggalan nada diperoleh

melalui teknik mangenet yakni dengan cara membuka sedikit demi sedikit

nada “d” (posisi nada keenam ditutup secara utuh) pada sulim dengan nada

dasar “F=1” sehingga lobang nada keenam yang ditutup secara utuh menjadi

terbuka setengah bagian sehingga perlahan akhirnya membentuk nada “es”.

3.4.2.4 Manganak-anaki (Teknik permainan lidah dan jari)

Dalam teknik permainan ini yang paling memiliki peranan penting adalah

fungsi lidah dan jari artinya, teknik manganak-anaki dapat terjalin jika ada kerja

sama yang baik antara lidah dan jari. Manganak-anaki merupakan sebuah teknik

dengan pola permainan nada yang mengkombinasikan permainan lidah dengan jari

dalam penggarapan ritem dasar dari suatu komposisi lagu. Secara bentuk, Pola

penggarapan pada teknik menganak-anaki sebenarnya sama dengan pengembangan

pola mangarutu, yaitu sama-sama dikembangkan dengan cara melipatgandakan not

seperempat (1/4) atau not seperdelapan (1/8) ke dalam bentuk not seperenambelas

(1/16). Yang membedakannya hanya pada teknik memainkannya. Mangarutu lebih

memaksimalkan fungsi lidah, sedangkan manganak-anaki lebih memaksimalkan

fungsi lidah dan jari, sehingga menghasilkan karakter bunyi yang berbeda.

Dalam hal ini sistem kerjasama antara fungsi lidah dan jari dapat ditunjukkan

melalui penekanan lidah pada bentuk ritem pertama yang kemudian disambut oleh

jari pada ritem berikutnya. Teknik penekanan lidah pada ritem yang pertama

dilakukan seperti pelafalan kata “tu” dan penekanan ritem yang kedua yang disambut

oleh jari dilakukan dengan teknik peniupan seperti melafalkan kata “wu”, sehingga

Page 113: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

apabila kerjasama ini terjalin dengan baik, maka bunyi yang dihasilkan akan

membentuk 2 (dua) warna yang berbeda dari 2 (dua) nada yang sama. Teknik ini

biasanya muncul ketika memainkan lagu atau repertoar yang bertempo sedang

ataupun cepat. Secara praktis, teknik memainkan pola manganak-anaki pada

repertoar dapat dilihat pada contoh penggalan repertoar Sihutur Sanggul berikut ini:

Keterangan :

Pola not seperenambelas pada teknik manganak-anaki sama

dengan pengembangan pola not seperenambelas pada teknik mangarutu, yang

membedakannya hanyalah pada teknik memainkan dan produksi bunyinya.

Jika diimitasikan ke dalam bentuk bunyi, pola not seperenambelas pada

teknik manganak-anaki tersebut dimainkan dengan membentuk pola

“tuwutuwu tuwutuwu”, sedangkan pola not seperenambelas yang dimainkan

pada teknik mangarutu dimainkan dengan membentuk pola “turuturu

turuturu”.

3.4.2.5 Mangaroppol (Kombinasi teknik permainan lidah, jari dan tiupan)

Di dalam teknik permainan sulim, mangaroppol merupakan sebuah teknik

yang paling kompleks dibandingkan teknik yang lain karena teknik ini mampu

memaksimalkan ketiga fungsi yakni lidah, jari, dan tiupan nafas dalam porsi yang

Page 114: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

relatif sama. Selain itu mangaroppol juga merupakan sebuah teknik permainan yang

memadukan berbagai teknik ke dalam satu bentuk permainan.

Pada prinsipnya, setiap pemain sulim memiliki karakter yang berbeda-beda

dalam bermain. Ada seorang pemain sulim yang memiliki ciri khas mangarutu dalam

setiap permainannya, ada pula orang tidak mampu memakai teknik mangarutu

sehingga mengakibatkan dia bermain dengan memakai teknik manganak-anaki

sebagai ciri khasnya, dan ada pula pemain sulim yang tidak bisa memainkan kedua-

duanya sehingga dia selalu memakai teknik mangangguk dalam setiap permainannya

baik ketika memainkan lagu atau repertoar yang lambat maupun yang cepat.

Tetapi selain daripada ketiga bentuk ciri khas pemain di atas ada pula seorang

pemain sulim yang mampu memainkan ketiga bentuk karakter permainan tersebut.20

Orang yang mampu memainkan ketiga bentuk karakter permainan tersebut di atas

biasanya selalu menyuguhkan lagu atau repertoar yang dimainkan dengan metode

penggabungan ketiga teknik tersebut yang dinamakan dengan teknik mangaroppol.

Ketiga bentuk permainan tersebut merupakan teknik dasar yang pada prinsipnya

harus diketahui oleh setiap pemain sulim. Oleh karena itu, seorang pemain sulim

yang baik diharapkan mampu memainkan teknik mengaroppol dalam setiap

memainkan sebuah lagu atau repertoar tertentu. Contoh teknik mangaroppol yakni

teknik yang memadukan antara teknik mangarutu, mangangguk, dan manganak-

anaki dapat dilihat dalam bentuk penyajian penggalan melodi pembuka atau

introduce repertoar gondang batara guru berikut ini:

20 Tingkat kemudahan antara ketiga teknik permainan tersebut tergantung pada kebiasaan

dan kemampuan sipemain itu sendiri. Masing-masing teknik tersebut diperoleh melalui proses yang berbeda-beda, ada yang belajar secara otodidak (marsiajar sandiri) dan ada yang belajar dari seorang guru/ahli sulim (marguru)

Page 115: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Keterangan :

Pola “tu ru” mewakili teknik mangarutu

Pola “tu wu” mewakili teknik manganak-anaki

Pola “tu hu” mewakili teknik mangangguk

3.5 Proses Belajar Sulim

Pada umumnya, pengetahuan untuk memainkan instrumen Batak Toba

dipelajari dengan cara oral tradition (tradisi lisan). Dalam konteks ini, belajar yang

dimaksud adalah dengan cara melihat dan mendengar serta memperhatikan secara

seksama sebuah permainan instrumen tersebut kemudian menirukan dan

menghafalkannya.

Dalam budaya musikal masyarakat Toba, ada 2 (dua) macam proses belajar.

Kedua proses belajar tersebut merupakan proses belajar yang diperoleh secara

langsung dan tidak langsung. Proses belajar yang diperoleh secara langsung dari

seorang pengajar dalam istilah masyarakat Batak Toba lazim disebut dengan

marguru, sedangkan proses belajar yang diperoleh secara tidak langsung disebut

dengan marsiajar sandiri (otodidak).

3.5.1 Marguru

Page 116: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Secara harafiah, marguru memiliki arti belajar dari seorang guru atau

instruktur. Dalam konteks belajar sulim, marguru diartikan dengan seseorang yang

belajar kepada seorang pemain sulim yang dianggap sudah mahir dan profesional.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan kata “mahir” dan “profesional” adalah telah

terjun bermain musik dalam acara-acara adat Batak Toba dan telah memperoleh

legitimasi (pengakuan) dari masyarakat itu sendiri. Bentuk pengakuan tersebut dapat

dilihat ketika mayoritas masyarakat Batak Toba baik dalam ruang lingkup nasional

maupun hanya daerah setempat sudah mengenal bahkan meyakini bahwa si pemain

sulim tersebut sudah pernah bermain sulim pada setiap acara-acara adat mau pun

dalam bentuk even yang lain sesuai konteks penyajiannya.

Di dalam konteks marguru, ada 2 (dua) oknum yang terlibat yakni murid dan

guru. Dalam prosesnya, seorang murid biasanya akan mendapatkan pengetahuan

bermain sulim dengan bimbingan langsung oleh sang guru. Pada prinsipnya, setiap

guru pasti memiliki metode yang berbeda-beda dalam mengajar, tapi pada dasarnya

tujuannya sama saja yakni supaya si murid lebih mudah untuk memahami dan

mampu memainkan sulim dengan baik.

Secara umum, metode yang biasa dipakai oleh seorang guru untuk

mengajarkan cara bermain sulim yang baik kepada muridnya adalah dengan melalui

tahapan-tahapan sebagai berikut yaitu pengajaran cara meniup yang baik,

penguasaan posisi jari (penjarian), penguasaan tangga nada, penguasaan teknik

bermain, hingga kepada penguasaan dan penghafalan melodi lagu atau repertoar

yang akan dimainkan.

Jika seorang murid sudah mampu meniup dengan baik dan menguasai

penjarian serta tangga nada sulim tersebut, berikutnya sang guru akan mengajarkan

Page 117: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

teknik-teknik permainan. Dalam mengajarkan pola teknik permainan, metode yang

dipakai oleh sang guru tersebut adalah dengan mengimitasikan atau menirukan

teknik permainan yang ada pada sulim tersebut ke dalam bentuk bunyi vokal yang

bertujuan agar simurid dapat membedakan karakter bunyi yang terdapat dalam suatu

bentuk teknik permainan yang berbeda- beda.

Pengajaran teknik bermain biasanya sejalan dengan pengajaran melodi lagu

atau repertoar yang akan dimainkan. Sebab dalam memainkan melodi itulah sang

guru menerapkan teknik-teknik dalam bermain. Dalam pengajaran teknik bermain

sulim, sang guru akan mengambil sampel repertoar lagu Batak Toba yang ada,

biasanya pada awalnya akan dimulai dari repertoar yang mudah dimainkan terlebih

dahulu. Ciri-ciri repertoar yang mudah dimainkan biasanya dapat dilihat dari durasi

melodi yang singkat, dan berisikan nada-nada yang berinterval pendek.

Agar simurid dapat lebih mudah menguasai teknik sekaligus menghafalkan

setiap melodi lagu ataupun repertoar yang diinginkan, sang guru akan

mengajarkannya melalui 2 (dua) langkah, langkah yang pertama yaitu dengan

pengajaran metode ende baba/gondang baba (mengimitasikan dengan nyanyian

mulut) atau dalam istilah musik Barat disebut dengan mnemonics, dan langkah yang

kedua yakni dengan cara memainkan instrumen secara langsung.

Dalam metode pengajaran ende baba, setiap bunyi atau melodi yang

dimainkan dibedakan dengan membuat klasifikasi suara yang dihasilkan dengan

menggunakan lidah, jari, dan tiupan nafas. Kemudian bunyi tersebut diimitasikan

melalui nyanyian mulut (manggondang babai) dalam bentuk suku kata. Pola suku

kata pada penyajian ende baba/ gondang baba oleh masing-masing guru/ pengajar

sulim biasanya berbeda-beda tergantung kebiasaan masing-masing. Contoh bentuk

Page 118: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

manggondang babai atau pengimitasian melalui nyanyian mulut dalam bentuk suku

kata yang dimaksud tersebut dapat dilihat dari salah satu contoh gondang baba dari

penggalan nada gondang siburuk berikut ini “hudagidigidigidigidugudugudugudug

hudagidigidigidigidugudugudugudug”. Suku kata tersebut menggambarkan

penggalan melodi yang diajarkan tersebut. Kemudian setelah simurid telah mampu

menirukan bunyi yang dinyanyikan oleh sang guru atau disebut dengan istilah

manggondang babai, maka sang guru pun akan melakukan langkah kedua yakni

dengan cara memainkan langsung sulim tersebut sesuai dengan melodi lagu yang

diimitasikan melalui nyanyian mulut. Ketika sang guru mempraktekkan cara

memainkan suatu motif, kemudian simurid pun menirukan. Demikianlah seterusnya

hingga frase, bentuk dan keseluruhan melodi lagu dimainkan secara utuh.

Namun, selain belajar dengan cara marguru tidak tertutup kemungkinan

seseorang mampu belajar dengan cara yang lain, misalnya dengan menonton

berbagai pertunjukan yang menampilkan permainan sulim, mendengarkan musik

yang menyuguhkan repertoar permainan sulim dan lain sebagainya yang selanjutnya

akan dipelajari sendiri oleh pelajar tersebut. Namun untuk ini biasanya seseorang

haruslah sudah memiliki dasar-dasar keterampilan memainkan sulim.

3.5.2 Marsiajar sandiri (otodidak)

Selain belajar dari seorang guru, teknik bermain sulim juga dapat dipelajari

sendiri secara otodidak yaitu belajar hanya dari pengalaman tanpa adanya bimbingan

dari seorang parsulim (pemain sulim). Pengalaman-pengalaman yang dimaksud

menyangkut berbagai aktivitas seseorang tersebut untuk mencari dan menggali

Page 119: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

sendiri ilmu yang ingin diperoleh melalui berbagai cara. Dalam proses belajar secara

otodidak, pengetahuan memainkan sulim dapat diperoleh dengan berbagai cara

seperti menonton berbagai pertunjukan musik yang menampilkan permainan sulim,

meningkatkan intensitas mendengarkan musik ataupun lagu-lagu yang menyuguhkan

repertoar permainan sulim dan jenis aktivitas lainnya yang berkaitan dengan

permainan sulim. Dalam hal ini, apabila seseorang ingin belajar secara otodidak

maka orang tersebut akan menirukan apa yang dilihat dan didengar dengan

pendekatan caranya sendiri. Dalam istilah masyarakat Batak Toba, metode belajar

secara otodidak inilah dinamakan dengan istilah marsiajar sandiri.

Pada umumnya, pengetahuan yang diperoleh dari proses marsiajar sandiri

biasanya akan memiliki lebih banyak warna permainan dibandingkan belajar dari

seorang guru atau marguru, karena dengan marsiajar sandiri ilmu yang diperoleh

bersumber dari beberapa pemain sulim dengan teknik yang berbeda-beda sesuai dari

apa yang dilihat dan didengar dari dalam pengalaman sehari-hari. Dilihat dari kedua

metode di atas, apabila dibuat sebuah analisa tentang perbandingan teknik permainan

sulim oleh orang yang mendapat pengetahuan dengan cara marguru dengan orang

yang mendapat pengetahuan dengan cara marsiajar sandiri, dapat diambil

kesimpulan bahwa orang yang marguru akan cenderung mengikuti teknik dan cara

bermain yang diberikan oleh gurunya, atau dengan kata lain teknik permainan yang

dia mainkan hanya merupakan imitasi atau perniruan dari seseorang, sementara

orang yang memiliki pengetahuan dengan cara marsiajar sandiri akan cenderung

memiliki lebih banyak jenis karakter permainan, sebab setiap gaya ataupun teknik

yang dimainkan berasal dari beberapa pemain dengan gaya atau karakter permainan

yang berbeda-beda.

Page 120: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Walaupun secara umum metode belajar sulim melalui proses marguru dan

marsiajar sandiri, terkadang ada juga seseorang yang belajar dengan

mengkombinasikan kedua metode tersebut, yakni pada awalnya belajar kepada

seorang guru dan selanjutnya memperdalam teknik permainannya dengan caranya

sendiri sehingga dia memiliki ciri khas tersendiri selain dari pada yang diperoleh dari

sang guru tersebut.

Page 121: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB IV

KONTINUITAS, PERUBAHAN FUNGSI

DAN PENGGUNAAN SULIM

Pada Bab ini, penulis akan mengkaji kontinuitas dan perubahan yang terjadi

dalam aspek fungsi dan penggunaaan sulim.

Berbicara tentang kontinuitas, selain dari pada penggunaan bahan baku dan

ciri khas bunyi sulim, penulis lebih menitikberatkan penjelasan kontinuitas pada

aspek fungsi musikalnya. Sedangkan tentang perubahan yang terjadi, selain

menyangkut perubahan fisik instrumen penulis lebih menitikberatkan penjelasan

pada masa penggunaannya dalam berbagai konteks mulai dari konteks solo

instrumen, ensambel, pengiring lagu, kolaborasi instrumen, dan konteks insidental

sesuai dengan periode waktu penggunaannya.

4.1 Fungsi Musikal Sulim Sebagai Fenomena Kontinuitas

Di antara kesepuluh fungsi musik yang ditawarkan oleh Alan P. Merriam,

dalam hal ini penulis hanya menitikberatkan fungsi musikal sulim pada fungsi

komunikasi, hiburan, perlambangan, pengungkapan emosional, reaksi jasmani,

penghayatan estetis dan fungsi ritual dan lima diantara keenam fungsi tersebut yaitu

fungsi komunikasi, hiburan, perlambangan, pengungkapan emosional, reaksi jasmani

Page 122: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dan penghayatan estetis merupakan wujud dari adanya kontinuitas yang masih tetap

dipertahankan dan diterima di tengah-tengah masyarakat Batak Toba sampai

sekarang, sementara satu fungsi yang lain yakni fungsi ritual sudah mengalami

perubahan dan bahkan telah diabaikan.

4.1.1 Fungsi komunikasi

Merriam mengatakan bahwa musik walaupun tanpa syair sebenarnya telah

dianggap mengkomunikasikan sesuatu.21 Sejalan dengan pendapat tersebut, fungsi

sulim sebagai media komunikasi dapat dilihat ketika alat musik ini dimainkan

bersama dengan istrumen lainnya pada saat upacara adat atau pun perayaan pesta

adat seperti Gondang Naposo22 dan lain sebagainya. Dalam hal ini, fungsi sulim

sebagai media komunikasi dapat dibedakan menjadi dua yakni komunikasi secara

vertikal dan komunikasi secara horizontal. Komunikasi secara vertikal yakni

komunikasi antara manusia dengan pencipta, sedangkan komunikasi secara

horizontal yakni komunikasi antara manusia dengan sesama.

Sebagai bentuk komunikasi yang bersifat vertikal dapat kita lihat ketika sulim

memainkan repertoar gondang tertentu seperti repertoar Gondang Somba-somba

yang memiliki makna penghormatan dan penyembahan kepada sang Pencipta,

dimana sang Pencipta dalam repertoar ini menyampaikan sebuah pesan kepada

semua yang hadir pada acara tersebut. Sedangkan bentuk komunikasi yang bersifat

horizontal dapat dilihat pada saat sulim memainkan repertoar yang lain seperti

repertoar Gondang Embas-embas yang mencerminkan komunikasi antara sipargonsi

21 Lihat Panggabean, 1996:86.

22 Gondang Naposo adalah pesta muda-mudi pada masyarakat Batak Toba yang merupakan

sarana untuk membina hubungan antara generasi muda

Page 123: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

(pemain musik) dengan sipanortor (orang yang menari), dimana sipargonsi meminta

kepada semua orang yang manortor agar marembas23 ketika manortor.

4.1.2 Fungsi hiburan

Pada umumnya setiap orang pasti membutuhkan hiburan dalam berbagai

aspek kehidupannya. Hiburan biasanya dipakai sebagai media untuk memberikan

rasa senang/ bahagia bagi orang yang membutuhkannya. Pada hakekatnya hiburan

tidak semata-mata dibutuhkan oleh orang yang dilingkupi rasa duka atau memiliki

beban berat dalam hidupnya, tetapi hiburan juga dapat dinikmati oleh orang tertentu

yang memang senang terhadap sesuatu sehingga dia tertarik untuk menyaksikan atau

mendengarkan hiburan tersebut.

Hiburan biasanya disajikan dalam berbagai bentuk penyajian baik pada saat

bersifat formal, semi formal maupun non-formal. Hiburan yang bersifat formal

biasanya identik dengan seni pertunjukan yang ditampilkan dalam berbagai acara-

acara yang bersifat akademis, kenegaraan, keaagamaan, konser akbar dan lain

sebagainya. Hiburan yang bersifat semi formal biasanya ditampilkan ketika konteks

acaranya bersifat lebih santai, biasanya dapat kita lihat pada seni pertunjukan kecil

seperti mini konser, konser dadakan dan lain sebagainya. Hiburan yang bersifat non-

formal merupakan hiburan yang dipertunjukkan untuk kepentingan pribadi maupun

golongan tertentu yang disajikan tanpa adanya aturan konsep acara yang ditentukan

dengan tujuan hanya untuk kesenangan semata atau pengisi waktu luang.

Berkaitan dengan ketiga konteks hiburan tersebut, sulim yang berfungsi

sebagai media hiburan juga merupakan instrumen yang sudah sering dipakai dalam

23 Marembas adalah sejenis bentuk tarian Batak Toba dengan cara menghentakkan kaki ke

depan dan ke belakang sambil mengayunkan tangan.

Page 124: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

seni pertunjukan baik bersifat formal, semi formal, maupun non-formal. Sebagai

wujud dari fungsi sulim sebagai media hiburan dalam konteks formal dapat kita lihat

ketika sulim menjadi instrumen pengiring maupun instrumen pokok pada saat acara

seni pertunjukan yang bertemakan konser/ festival maupun non-konser.

Pertunjukan formal yang bersifat konser misalnya ketika sulim ditampilkan

pada acara Konser Akbar, Konser Paduan Suara, Festival Paduan Suara, Festival

Kolaborasi Etnik Modern dan sebagainya. Pertunjukan formal yang bersifat non

konser misalnya ketika sulim disajikan sebagai instrumen pengiring lagu solo atau

paduan suara untuk mengisi hiburan dalam acara akadamis seperti Wisuda, Dies

Natalis/ulang tahun, Pengukuhan Guru Besar atau seseorang dan sebagainya.

Fungsi sulim sebagai media hiburan pada pertunjukan semi formal dapat

dilihat ketika sulim ditampilkan dalam setiap acara pertunjukan musik dadakan di

acara-acara kampus, pertunjukan mini konser paduan suara sekuler atau non gerejawi

dan sebagainya, dan fungsi sulim sebagai media hiburan pada pertunjukan non-

formal dapat kita lihat ketika sulim juga ditampilkan secara tunggal atau

dikolaborasikan dengan berbagai instrumen lain pada saat pertunjukan mengamen di

pinggir jalan, pertunjukan musik di Mall, atau di tempat- tempat-tempat tertentu yang

ideal dijadikan sebagai objek yang bersifat non formal dan bisa disaksikan oleh

masyarakat umum atau khalayak ramai.

Selain dari berbagai pernyataan di atas, sulim juga dapat dijadikan sebagai

media untuk menghibur diri sendiri atau orang lain yang meminta untuk dihibur.

Marsius Sitohang selaku seorang yang dikenal sebagai maestro sulim pernah berkata

bahwa sudah banyak orang Batak Toba maupun Non-Batak Toba yang pernah

meminta dirinya untuk memainkan sulim secara solo dengan membawakan repertoar

Page 125: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

tertentu dengan alasan untuk kesenangan pribadi. Sebab menurut orang selaku

penikmat tersebut, Marsius tidak hanya mahir dalam memainkan sulim tetapi dia

juga memiliki karisma yang seakan mampu menghipnotis sipendengar melalui

alunan syahdu sulim yang dimainkannya.

4.1.3 Fungsi perlambangan

Alan P. Merriam juga mengatakan bahwa musik juga dapat berfunsi sebagai

perlambangan atau simbol dari tingkah laku manusia.24 Berbicara mengenai tingkah

laku, oleh orang lain diluar etnis Batak pada umumnya memandang bahwa

masyarakat Batak Toba dikenal dengan sifatnya yang keras, tegas, prinsipil yang

seakan-akan kasar dan cepat dalam berbicara. Jika ditinjau dari segi musiknya, hal

itu bisa diterima karena bukti tersebut dapat dilihat dari musik dan repertoar yang

disajikan pada setiap acara adat masyarakat Batak Toba, biasanya kebanyakan

repertoar gondang selalu dibawakan dengan nuansa intonasi yang tegas, nada dan

lirik yang sangat rapat, dengan tempo dan durasi waktu yang berbeda-beda. Hal ini

membuktikan bahwa musik juga dapat menunjukkan identitas dari masyarakat

pendukungnya. Dengan kata lain, tipikal musik atau repertoar yang mereka sajikan

sesungguhnya melambangkan gambaran umum mengenai tingkah laku dari

masyarakat Batak Toba itu sendiri.

Sama halnya jika kita mendengarkan alunan musik di luar Batak Toba seperti

musik tradisi Karo misalnya. Musik tradisi Karo dikenal dengan ciri khas musiknya

yang selalu memunculkan nuansa rengget25 dengan tempo yang lebih lambat dari

24 Alan P. Merriam, 1964, hal.119-222.

25 Rengget adalah semacam ornamentasi musikal sebagai ciri khas musik tradisi Karo.

Page 126: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

musik Batak Toba, orang yang pernah mendengarkan akan langsung berkata bahwa

itulah musik tradisi Karo, sebab masyarakat Karo secara umum dikenal dengan

tipikal orang yang bersifat lembut dan berbicara dengan nada halus dan memakai

rengget ketika bernyanyi. Artinya, bahwa musik tradisi Karo juga melambangkan

tingkah laku dan kebiasaan masyarakat Karo itu sendiri.

Jika dihubungkan antara fungsi musik sebagai perlambangan/simbol dengan

sulim sebagai instrumen, maka dapat diartikan bahwa sulim juga memiliki fungsi

musikal sebagai media untuk mengungkapkan makna perlambangan/simbol itu

sendiri, sebab sulim juga merupakan salah satu instrumen pokok masyarakat Batak

Toba yang mampu berperan membawakan melodi lagu atau repertoar secara utuh.

Pada saat sulim dimainkan untuk membawakan beberapa lagu atau repertoar, maka

masyarakat yang mendengarnya baik suku Batak Toba maupun di luar suku Batak

Toba akan mengatakan bahwa itulah ciri khas musik Batak Toba.

Selain memiliki kebiasaan sperti yang telah dijelaskan di atas, masyarakat

Batak Toba juga dikenal memiliki kebiasaan mangandung26 pada saat menangisi

orang yang meninggal. Salah satu kebiasaan ini juga dapat kita lihat ketika sulim

juga mampu memainkan teknik andung yang diimitasikan dari alunan suara

seseorang yang sedang meratap. Oleh karena itu dapat dibuktikan bahwa berbagai

bentuk kebiasaan atau tingkah laku dari masyarakat Batak Toba dapat dilambangkan

melalui alunan sulim.

4.1.4 Fungsi pengungkapan emosional

26Mangandung artinya menangis yang ditunjukkan melalui nyanyian ratapan.

Page 127: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Pada hakekatnya, manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan atau

emsosional sebagai wujud dari rasa suka maupun duka. Oleh setiap orang perasaan

tersebut juga diungkapkan dengan cara yang berbeda-beda. Pada umumnya

seseorang yang dilingkupi kesedihan akan menunjukkannya dengan tangisan,

sebaliknya seseorang yang sedang merasakan kebahagiaan dan sukacita akan

menunjukkannya dengan cara tertawa. Namun, ada kalanya seseorang

mengungkapkan perasaannya dengan caranya sendiri. Musik juga merupakan media

yang dapat digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Sebagai contoh, ada orang

mengungkapkan perasaannya dengan bernyanyi, ada orang mengungkapkan

perasaannya lewat penulisan lirik lagu, dan ada pula orang yang mengungkapkan

perasaannya dengan memainkan alat musik. Pengungkapan emosional dengan ketiga

cara tersebut diekspresikan sesuai dengan kondisi dan suasana hati orang tersebut.

Sulim sebagai instrumen yang juga dapat dimainkan secara tunggal/solo dapat

berfungsi sebagai media untuk mengungkapkan perasaan. Ketika seseorang

merasakan kesedihan maupun sukacita, perasaan itu dapat ekspresikan melalui

alunan melodi sulim. Dahulu sebelum Marsius Sitohang diangkat sebagai Dosen luar

biasa di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara dan sebelum dia

terkenal sebagai salah seorang maestro sulim, beliau adalah seorang kepala rumah

tangga yang bermata pencaharian sebagai penarik becak dayung. Pada saat

menunggu penumpang beliau seringkali memainkan instrumen sulim dengan duduk

di atas becak dayungnya. Ketika ditanya mengapa beliau melakukan hal tersebut,

beliau menjawab dengan intonasi/dialek Bataknya yang kental, “yaaahhh itu karena

senang sekali memainkan sulim…jadi kalo saya bermain sulim bisa menambah

semangat dalam bekerja”, tandasnya.

Page 128: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Dari pernyataan beliau tersebut dapat diartikan bahwa musik juga ternyata

mampu menjadi bagian dari sisi kehidupan manusia. Terlihat jelas bahwa sulim juga

dapat memberikan dampak bagi hidup orang yang sudah sangat gemar dalam

memainkannya. Bagi seorang Marsius, peran sebuah sulim sangat besar sekali dalam

berbagai aktivitas kehidupannya. Ketika beliau mengatakan bahwa dengan

memainkan sulim semangat beliau semakin bertambah, itu artinya perasaan senang

atau suka cita yang beliau dambakan untuk menambah semangat beliau dalam

bekerja diwujudkannya melalui alunan sulim.

Sehubungan dengan hal itu, dapat dilihat bahwa fungsi sulim sebagai media

pengungkapan emosional dapat dilihat dari sudut pandang dan situasi yang berbeda-

beda. Sebagai contoh, ketika sulim ditampilkan bersama instrumen Batak Toba yang

lain pada sebuah acara adat Pesta Gondang Naposo27, fungsi pengungkapan

emosional dapat dilihat ketika manortor (menari). Alunan sulim pada saat mengiringi

tortor28 dapat memberikan pengaruh bagi sipanortor (orang yang manortor) itu

sendiri. Jika alunan sulim tersebut lincah dan dinamis akan menambah semangat

panortor (penari) bahkan kadang-kadang sampai meloncat kegirangan. Itu artinya

alunan melodi sulim itu pun ternyata mampu menggugah emosi sipanortor sehingga

sampai meloncat kegirangan.

4.1.5 Fungsi penghayatan estetis

Pada dasarnya, seseorang dapat menikmati musik karena secara psikologis

dia mampu untuk menghayati musik itu sendiri. Seseorang juga mampu memainkan

27 Gondang Naposo adalah pesta muda-mudi dengan iringan gondang. Biasanya

dilaksanakan setelah panen selesai.28

Tortor merupakan istilah tarian yang diiringi musik tradisional Batak Toba.

Page 129: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

musik dengan baik apabila dia mampu menghayati permainannya dengan baik.

Seorang pemain sulim atau pemain instrumen musik apapun tidak akan maksimal

menggunakan intrumen yang dimainkannya jika dia tidak mampu menghayati

permainan musik tersebut dengan baik walaupun secara teknis orang tersebut mahir

memainkannya.

Guntur Sitohang yang merupakan salah seorang sesepuh pargonsi Batak Toba

di Harian Boho Samosir pernah berkata, “jika kita ingin mahir dalam bermain musik

maka kita harus menjadikan musik itu sebagai bagian dari kehidupan kita”29 yang

artinya kita harus menganggap musik itu sebagai sosok yang kita sayangi setiap saat

sama seperti bagaimana kita menyanyangi orang tua, keluarga, bahkan diri kita

sendiri. Dengan demikian apabila kita telah menganggap musik itu menjadi bagian

dari kehidupan kita, maka kita harus merawat, menjaga dan memperlakukan

instrumen yang kita mainkan tersebut dengan baik. Sama halnya jika kita ingin

mahir dalam bermain sulim, selain berlatih dengan tekun dan gigih maka kita juga

harus merawat dan menjaga serta memainkan sulim itu sebaik kita memperlakukan

orang yang kita sayangi. Bahkan pada saat dimainkan sekalipun, kita harus menjiwai

dan menghayati permainan kita seakan kita sedang memperlakukan orang yang kita

sayangi.

Selain daripada itu, sulim sebagai instrumen yang juga dapat berfungsi

sebagai media untuk penghayatan estetis dapat kita lihat dari peristiwa lain seperti

gerakan tortor yang dilakukan pada saat manortor yang diiringi sulim bersama

instrumen lainnya pada acara-acara adat Batak Toba. Pada umumnya tidak semua

orang Batak Toba dapat manortor karena memperoleh pembelajaran manortor, tetapi

29 Wawancara sambil lalu di Medan, Desember 2011.

Page 130: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

kenyataannya jika kita melihat di lapangan terjadi sebuah keselarasan antara gerakan

tangan, kaki, dan badan pada saat manortor dengan irama musik yang dimainkan

oleh pargonsi (pemain musik). Hal ini menunjukkan bahwa keselarasan itu muncul

akibat adanya penghayatan estetis dari sipanortor ketika mendengarkan alunan musik

yang dimainkan.

4.1.6 Fungsi reaksi jasmani

Fungsi musikal sulim sebagai reaksi jasmani sejalan dengan fungsinya

sebagai pengungkapan emosional dan fungsinya sebagai penghayatan estetis. Sebab

reaksi jasmani muncul ketika adanya penghayatan yang menghasilkan emosional,

dan emosional itupun kemudian diungkapkan melalui reaksi jasmani. Sebagai wujud

dari fungsi reaksi jasmani dapat kita lihat dengan kembali mengambil contoh

manortor pada saat pesta adat pernikahan masyarakat Batak Toba. Ketika parsulim

(sipemain sulim) memainkan sulimnya dengan baik ditambah dengan pembawaan

repertoar yang baik pula, maka sipanortor akan manortor kegirangan sembari

mengeluarkan seruan-seruan seperti “eeee….mmada….” yang secara harafiah

diartikan “yaaa inilah” yang seolah-olah kata tersebut menegaskan “ya inilah

kegembiraan kita”.

Sebaliknya ketika lagu atau repertoar yang dimainkan oleh pargonsi

(pemusik) kurang enak kedengarannya bagi panortor ditambah kemungkinan kurang

mahirnya siparsulim atau pemain instrumen yang lain dalam bermain, maka akan

spontan juga para pargonsi (pemusik) akan mendapat teriakan atau sorakan negatif

dari para panortor. Juniro Sitanggang yang juga sebagai salah seorang pemain sulim

dari Samosir pernah berkata bahwa group musik mereka pernah mendapat teguran

Page 131: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

atau sorakan yang kurang mengenakkan dari panortor pada saat acara adat

pernikahan Batak Toba di Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir. Ketika musik

baru saja mengalun tiba-tiba beberapa panortor spontan berteriak “ ai denggan jo

bahen hamu boohhhh….” yang artinya bahwa mereka berharap supaya pargonsi

tersebut memainkan musiknya dengan lebih baik lagi agar enak kedengaraanya bagi

mereka yang manortor.30 Dari pernyataan tersebut dapat kita artikan bahwa enak

tidaknya sajian sebuah musik akan memperoleh reaksi jasmani positif ataupun negaif

dari orang yang mendengarkannya.

4.2 Konteks Penggunaan sulim dalam Berbagai Periode sebagai Fenomena

Perubahan

4.2.1 Konteks solo instrumen

Seperti telah diuraikan pada bab-I skripsi ini, jelas dikatakan bahwa sulim

awalnya hanya merupakan sejenis instrument tunggal. Namun tidak diketahui secara

pasti kapan sejarah awal penggunaan sulim tersebut digunakan sebagai instrumen

tunggal. Menurut adat Batak Toba, dahulu instrumen tunggal adalah instrumen yang

dimainkan secara tunggal dan tidak boleh dimainkan ke dalam ensambel, baik

gondang hasapi maupun gondang sabangunan, sebab pada dasarnya sudah

ditetapkan komposisi instrumen pada kedua ensambel tersebut. Dalam hal ini,

penggunaannya hanya dikaitkan ke dalam kedua ensambel tersebut karena

berdasarkan sejarah, dahulu hanya ada dua ensambel dalam musik adat masyarakat

Batak Toba yakni ensambel gondang hasapi dan gondang sabangunan.

30 Wawancara sambil lalu di Taman Budaya Sumatera Utara Medan, Juni 2012.

Page 132: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Pada saat itu, sulim biasanya hanya digunakan pada waktu senggang untuk

mengisi kekosongan atau menghibur diri pribadi saja. Sulim juga tidak pernah

dimainkan dalam upacara-upacara adat yang bersifat ritual layaknya instrumen-

instrumen yang ada pada ensambel gondang hasapi maupun gondang sabangunan.

Namun jika diartikan secara lebih luas dan terkait perkembangan berbagai ensambel

Batak Toba pada masa kini, instrumen tunggal pada dasarnya bukan hanya instrumen

yang tidak boleh dimainkan bersama dengan ensambel gondang hasapi maupun

gondang sabangunan saja, melainkan berbagai ensambel atau format musik yang

lain.

Dari keseluruhan intrumen tunggal yang ada pada masyarakat Batak Toba,

sulim adalah instrumen yang masih tetap eksis dan paling sering digunakan hingga

pada saat ini. Patut diduga, hal ini disebabkan karena sulim merupakan instrumen

tiup yang lebih kompleks dengan frekuensi nada serta jangkauan nada yang lebih

luas dibandingkan instrumen tunggal Batak Toba lainnya, sehingga berbagai jenis

lagu atau repertoar dapat dengan mudah dimainkan pada instrument ini.

Sementara instrumen tunggal yang lain (lihat bab-II) sudah sangat jarang

digunakan dalam kehidupan sehari-hari bahkan ada orang yang mengatakan bahwa

beberapa di antaranya sudah hampir punah keberadaannya seperti saga-saga,

jenggong, tanggetang dan mengmung. Sebab pada umumnya, keempat instrumen ini

sudah sangat jarang kelihatan atau digunakan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan

hanya satu dua orang saja yang masih melestarikan instrumen ini.

Berkaitan dengan penggunaannya dalam kontek tunggal (solo), Guntur

Sitohang mengatakan bahwa ternyata dari zaman dahulu hingga pada zaman

Page 133: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

sekarang, sulim juga sering memainkan peran mangandung31 yang seyogianya

awalnya dimainkan oleh sordam. Jauh sebelum sulim dimasukkan ke dalam bentuk

ensambel atau berbagai instrumen yang lain, dahulu sulim sudah memainkan alunan

andung (ratapan). Namun ketika itu, sulim hanya mampu memainkan alunan andung

yang sifatnya untuk hiburan pribadi semata tanpa pernah ditampilkan ke dalam

bentuk seni pertunjukan. Namun zaman sekarang ini identitas sulim sebagai pelantun

alunan andung semakin dikenal seiring semakin langkanya instrumen musik sordam.

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, bahwa sordam juga merupakan salah

satu instrumen tunggal yang dahulu dimainkan dengan ciri khas mangandung.

Namun seiring semakin langkanya sordam pada masyarakat Batak Toba, peran

tersebut mampu digantikan oleh sulim. Mangandung identik dengan nuansa

kesedihan. Teknik mangandung yang biasa dimainkan pada sulim sangat mirip

dengan yang awalnya dimainkan oleh sordam, bahkan menurut pengamatan penulis

nuansa mangandung yang dimainkan oleh sulim lebih terasa dibandingkan ketika

dimainkan oleh instrumen sordam. Dalam konteks penyajiannya, zaman sekarang ini

teknik mangandun tidak hanya disuguhkan pada saat bermain solo tetapi juga sering

ditampilkan pada saat memainkan berbagai lagu atau repertoar yang memiliki tema

kesedihan bersama instrumen lainnya dalam konteks ensambel gondang hasapi.

4.2.2 Konteks ensambel

Berbicara mengenai ensambel, dalam pembahasan ini penulis memfokuskan

penjelasan penggunaan sulim ke dalam ensambel yang berkembang pada masyarakat

Batak Toba dari masa dahulu hingga masa kini. Ensambel yang dimaksud adalah

31Dalam konteks ini, mangandung diartikan kepada teknik yang mengimitasikan sebuah isak

tangis atau nyanyian ratapan masyarakat Batak Toba ke dalam bentuk permainan sulim.

Page 134: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

gondang hasapi dan ensambel brass band atau yang dikenal dengan musik tiup.

Masuknya peran penggunaan sulim ke dalam berbagai ensambel tersebut dibedakan

ke dalam era zaman yang berbeda. Sejarah penggunaan sulim yang mulai

diintegrasikan dengan gondang hasapi diawali dari masuknya era opera Batak pada

tahun 1920-an hingga 1970-an, sedangkan peran atau penggunaan sulim yang

dipadukan dengan ensambel brass band ditandai dari fenomena musik tiup yang

berkembang pada tahun 1980-an. Dalam hal ini, baik dalam gondang hasapi maupun

brass band atau musik tiup, sulim berperan sebagai pembawa melodi bersama-sama

dengan isntrumen melodis lainnya.

4.2.2.1 Konteks gondang hasapi

Secara historis, kehadiran sulim dalam gondang hasapi tidak diketahui secara

pasti. Penggabungan sulim dengan gondang hasapi maupun dengan ensambel yang

lain mulai dikenal sejak munculnya bentuk seni pertunjukan pada masyarakat Batak

Toba yang dikenal dengan opera Batak.

Opera Batak adalah pertunjukan opera bergaya Batak, istilah ini bukanlah

istilah baku dalam entitas kebudayaan Batak. Di kalangan Batak tidak jarang sebutan

itu dianggap sebagai bagian dari tradisi kebatakan karena para pelopor opera Batak

pada awal kemunculannya pada tahun 1920-an adalah orang-orang Batak, seperti

Tilhang Gultom. Umumnya, ceritanya menghadirkan pesan moral bagi siapa saja

yang menyaksikan.

Puncak kejayaan Opera Batak pada tahun 1960-an, ketika penampilannya

sudah bertaraf nasional atas undangan presiden Republik Indonesia Soekarno di

Istana Merdeka. Opera Batak bisa saja menjadi suatu entitas baru dalam kebudayaan

Page 135: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Batak setelah Batak harus berubah dari tradisi klasiknya dengan berbagai bentuk

upacara (teater awal) dan tradisi pertunjukan seperti teater boneka sigale-gale dan

hoda-hoda (semacam Jaran Kepang di Jawa), dan lain-lain. Perlu dipahami bahwa

opera Batak bukanlah kebudayaan tradisi asli. Kehadirannya merupakan suatu situasi

transisi dalam masyarakat dan kebudayaan Batak.

Awalnya opera Batak berasal dari tanah kurang subur, tepatnya di Sitamiang,

Onan Runggu (Samosir) sebagai kelompok penggembala kerbau. Salah satunya ialah

Tilhang Gultom (+ 1896–1970), anak kelima dari Raja Sarumbosi Gultom. Tiga

orang parhasapi (pemain) merupakan cikal bakal sebutan Tilhang Parhasapi pada

tahun 1925 .

Pada awalnya pertunjukan dilakukan di rumah-rumah sebelum undangan dari

luar daerah. Pemainnya berjumlah 12 (dua belas) orang yang sebagiannya adalah

anggota keluarga Gari Gultom abang ayahnya Tilhang Gultom. Pada tahun1927

Tilhang Gultom kemudian pindah ke Tigadolok (Simalungun) dan mempunyai

pemain sebanyak 50 (lima puluh) orang . Kurun waktu antara tahun 1914-1938,

muncul gerakan identitas dan nasionalisme Batak yang dikenal dengan nama Dos Ni

Roha, dan ini menjadi sponsor utama grup Tilhang. Sehingga pada tahun 1934

pertunjukan keliling dimulai sampai ke Penang dan semenanjung Melayu (Daniel

Perret, 2010:338-350) .

Sebagai grup Tilhang Opera Batak mulai dikenal pada 1928-1930. Perubahan

nama grup masih dilakukan Tilhang sampai tahun 1937, antara lain Tilhang Batak

Hindia Toneel, Ria TOR, dan Tilhang Toneel Gezelschaap.32 Pada masa kolonial

Jepang di Indonesia, grup Tilhang bernama Sandiwara Asia Timur Raya dengan

32 E.K. Siahaan, 1981 hal. 10.

Page 136: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

jumlah anggota sebanyak 40 (empat puluh) orang. Selanjutnya, setelah kemerdekaan

nama grup ini berubah menjadi Panca Ragam Tilhang dan Serindo (Seni Ragam

Indonesia).

Demikianlah sejarah singkat awal tumbuh dan berkembangnya opera Batak

sebagai teater tradisi (teater rakyat) yang telah memiliki ketenaran pada zamannya.

Melakukan pertunjukan dari kampung ke kampung, terutama ke daerah-daerah yang

baru selesai panen, karena ticket (oleh masyarakat lebih dikenal dengan sebutan

karcis) untuk menonton opera Batak dulunya bisa dilakukan dengan menukarkan

hasil panen, dan hiburan rakyat ini sangat dinikmati masyarakat pada masa itu.

Secara dramaturgi, opera Batak merupakan suatu pertunjukan variatif yang

menampilkan ceritera yang berisikan pesan moral, cerita rakyat dan merupakan suatu

seni pertunjukan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam kearifan lokal

masyarakat. Sebagai contoh, cerita “Si Jonaha Penipu Ulung”. Ceritera ini

mengisahkan seorang lelaki bernama Jonaha yang suka menipu, sehingga dia

menjadi komoditas perdagangan manusia, karena suka berhutang dan berjudi,

sehingga ketika tidak mampu membayar hutang, dia diperjual belikan. Naskah ini

ditampilkan dalam 4 (empat) bahasa yaitu Karo, Simalungun, Toba, dan Bahasa

Indonesia), dan latar tempatnya dari Tanah Karo, Simalungun dan Tapanuli. Cerita

ini berisi pesan moral; tidak boleh menipu sesama manusia, terutama melakukan hal

yang merugikan orang lain.

Para pemain opera Batak juga terdiri dari berbagai agama, suku dan daerah

asal. Sehingga dengan keberagaman itu, masing-masing bisa bebas mengekspresikan

dirinya sesuai dengan latar belakang etnisnya masing-masing.

Page 137: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Untuk elemen seni, selain menampilkan seni teater, opera Batak juga

memadukan hal lain yang bernuansakan keberagaman, seperti seni musik yang

menyajikan paduan instrumen dan vokal (ensambel musik tradisional Batak Toba,

Melayu, Jawa dan lagu-lagu) dan seni tari . Dalam tarian juga ada dikenal namanya

Tortor Lima Puak (Lima Suku Batak) dan menampilkan tarian Melayu33. Walaupun

pertunjukan tersebut menampilkan musik dan lagu dari berbagai suku/etnis

khususnya suku yang ada di Sumatera Utara, namun instrumen yang dimainkan

tetaplah berbagai instrumen dari ensambel musik Batak Toba khususnya ensambel

gondang hasapi yang dikembangkan dengan masuknya instrumen sulim.

Pada pertunjukan opera Batak, musik merupakan salah satu unsur yang

sangat penting dalam penggarapan sebuah cerita. Kehadiran musik dalam opera

Batak berfugsi untuk membangun suasana dalam setiap adegan, baik sebagai

pengiring tarian maupun pengiring nyanyian. Selain itu, keseluruhan instrumen

musik kadangkala dimainkan sebagai musik instrumentalia yang bertujuan untuk

mendemonstrasikan alat-alat musik tersebut dalam suatu pertunjukan. Oleh karena

itu, hampir semua instrumen yang ada pada masyarakat Batak Toba selalu

ditampilkan dalam setiap pertunjukan opera Batak, bahkan kadang-kadang juga

menyertakan instrumen di luar etnis Batak Toba seperti biola, gitar dan sebagainya.34

Dalam konteks pertunjukannya, penggunaan instrumen musik tradisional

selalu disesuaikan dengan karakter maupun adegan yang disajikan, misalnya :

gondang sabangunan biasanya digunakan untuk mengiringi tarian, gondang hasapi

digunakan sebagai pengiring tarian dan kadangkala digunakan juga untuk mengiringi

33Dikutip dari google : Kesenian yang tertinggal

34Dikutip dari skripsi Martogi Sitohang yang berjudul “Sulim Batak Toba : Suatu Kajian dalam

konteks Gondang Hasapi” halaman 51

Page 138: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

nyanyian-nyanyian. Selain dalam ensambel, sulim bersama instrumen tunggal

lainnya seperti sordam, tulila, dan saga-saga juga sering dimainkan secara tunggal

untuk menggambarkan suasana cerita yang hening atau pun sedih.

Setelah awalnya sulim hanya dipakai sebagai instrumen tunggal, dengan

kehadiran opera Batak, sulim berkembang menjadi instrumen penting dalam

memainkan perannya sebagai instrumen melodis. Tidak hanya mampu memainkan

lagu-lagu Batak Toba tetapi juga acapkali digunakan sebagai pembawa melodi utama

dalam memainkan berbagai lagu dari etnis atau sub-etnis di luar Batak Toba.

Kemudian diantara berbagai instrumen yang dimainkan dalam gondang hasapi,

sulim merupakan instrumen yang tidak hanya berperan sebagai instrumen melodis

tetapi juga mampu menghasilkan improvisasi nada-nada tanpa menghilangkan inti

dari melodi lagu.

Dilihat dari segi fungsinya, sulim dalam pertunjukan opera Batak merupakan

sebuah instrumen yang paling komplit dibandingkan yang lain, sebab sulim mampu

memaksimalkan perannya sebagai instrumen melodis dalam kajian yang lebih luas,

baik dari segi konteks penggunaannya dalam bentuk solo dan ensambel maupun segi

pengembangan nada-nada atau alur melodi musik yang dimainkan.

4.2.2.2 Konteks ensambel musik tiup

Sejarah munculnya ensambel brass band di tanah Batak sesungguhnya

dimulai dari masuknya pengaruh agama Kristen. Sebelum kekristenan muncul di

tanah Batak, musik yang digunakan di dalam acara adat tradisi, ataupun acara ritual

lainnya adalah gondang sabangunan dan gondang hasapi yang digunakan

memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks acara adat lainnya. Masuknya

Page 139: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

agama Kristen ke tanah Batak membawa pengaruh yang mengakibatkan adanya

perubahan mendasar dalam kehidupan tradisi margondang (menyajikan gondang) oleh

masyarakat Batak Toba. Beberapa aturan yang diterbitkan oleh badan zending,

membatasi bahkan melarang kegiatan pertunjukan gondang dalam beberapa konteks

upacara adat Batak Toba yang memeluk agama Kristen, dan gereja sebagai perpanjangan

tangan badan misi ini membuat aturan kebijakan yang dilegalisasi melalui hukum yang

harus dipatuhi masyarakat Batak Toba pemeluk agama Kristen (Purba, 2000:32-35).

Kebijakan-kebijakan yang diambil gereja sebagai sikap menolak keberadaan tradisi

musik gondang ini, memiliki alasan bahwa praktek pertunjukan gondang adalah elemen

budaya yang terkait dengan upacara ritual dalam kepercayaan lama (sebelum Kristen),

hal ini merupakan bagian dari upaya kristenisasi misi Rheinische Mission-Gessellschaft

(RMG) dari Jerman pada tahun 1860-an di seluruh kawasan tanah Batak. Masyarakat ini

yang sudah memeluk agama ‘baru” mereka, tidak mau menerima resiko dikeluarkan (di-

ban, istilah yang digunakan dalam Tata Gereja) dari keanggotaan komunitas gereja,

hanya karena terlibat dalam praktek margondang.

Pembatasan dan bahkan pelarangan yang dilakukan pihak gereja membawa

konsekuensi kepada sebuah perubahan kegiatan pertunjukan musikal masyarakat.

Missionaris yang membawa paham agama Kristen dalam kesempatan ini mulai

memperkenalkan musik Barat, diawali dengan satu alat tiup terompet dan selanjutnya

menjadi sebuah ensembel musik tiup (brass music) yang dipergunakan untuk kegiatan

ibadah di gereja sebagai pengiring dalam ibadah. Berbagai alat musik tiup tersebut

terbuat dari logam yang terdiri dari terompet, saxofon, trombon, tuba dan 1 (satu) set

drum.

Hal ini menunjukkan terjadinya infiltrasi (memasukkan sebagian unsur

budaya asing ke dalam budaya sendiri) dari Budaya Barat ke Budaya Batak, hal ini

Page 140: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dapat kita lihat dari adanya perubahan yang membentuk orang Batak dalam ajaran

kepercayaan lama beralih menjadi penganut ajaran agama Kristen Protestan dengan

segala akibat yang ditimbulkan. Pendekatan sistematis budaya Barat ini dilakukan

dalam dua hal pokok, yakni membawa ajaran agama ini di satu pihak, dan

terbangunnya sistem tata tertib sosial kemasyarakatan menurut metoda Barat,

menyentuh ke seluruh sendi kehidupan, salah satunya adalah tradisi musikal

gondang. Para missionaris dalam penginjilannya membawa tradisi Barat yaitu tradisi

yang dipergunakan dalam mengimplementasikan misi kekristenan sebagai sarana

pendukung di dalam penyampaian pelayanan pengabaran Injil di tanah Batak.35

Sejak itu, masyarakat ini mulai mengalami hal baru dan asing sebagai tatanan hidup

baru perihal kehidupan sosial masyarakat dan keagamaan. Terjadinya proses

transmisi dua budaya yang berbeda pada pokoknya adalah dimana satu kebudayaan

menerima nilai-nilai kebudayaan lain, nilai baru masuk bercampur dalam

kebudayaan lama. Dua kebudayaan yang berbeda bertemu dan memberi pengaruh satu

sama lain.

Dengan kondisi tersebut, musik tiup yang dikenal sebagai musik yang

sebelumnya dekat dengan gedung gereja saja, bergeser keluar (transpalanted) dari

lingkungan gereja menuju ranah kehidupan adat religi dan ritual masyarakat Batak

Toba dan mengikis peranan dan aktivitas gondang Batak sebagai kearifan lokal, yang

sengaja ditinggalkan akibat perubahan sosial oleh tekanan budaya asing dan diterima

masyarakat Batak Toba sebagai tindakan kemapanan dalam merespon kebudayaan

baru. Hal ini mendapat tempat akibat adanya pemahaman bahwa gondang yang

dulunya dianggap sakral dan memiliki aspek mistis sebagai bagian dari kegiatan

35Lihat J.R. Hutauruk, 2010 hal. 26.

Page 141: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

kebudayaan, dapat digantikan oleh peranan musik tiup sebagai komoditas baru untuk

menyelenggarakan posisi fungsi dan kegunaan gondang.36

Selain mengalami perubahan penggunaannya dari musik gereja kepada musik

adat masyarakat Batak Toba, musik tiup yang awalnya dikenal sebagai ensambel

musik yang terdiri atas istrumen logam, lambat laun mengalami perkembangan

dengan mengkolaborasikan berbagai alat musik tiup logam tersebut dengan berbagai

alat musik tradisional Batak Toba. Di antara musik tradisional Batak Toba, instrumen

yang paling sering dikolaborasikan dengan ensambel tersebut adalah sulim, hasapi,

garantung dan taganing. Namun di antara keempat instrumen tersebut, yang paling

instens digunakan dan masih tetap bertahan hingga saat ini adalah sulim.

Pada tahun 1980-an, masa kejayaan Opera Batak mulai meredup dan hampir

tidak kedengaran lagi. Meski Opera Batak semakin redup namun tidak demikian

halnya dengan eksistensi sulim sebagai salah satu instrumen pendukungnya. Setelah

habisnya masa kejayaan Opera Batak di akhir tahun 1970-an, eksistensi sulim masih

terus berlanjut hingga kepada lahirnya fenomena musik tiup yang sangat dikenal

pada era tahun 1980-an.

Menurut Marsius Sitohang, tidak diketahui secara pasti siapa yang pertama

sekali yang mempopulerkan instrumen sulim ke dalam ensambel musik tiup. Beliau

mengatakan bahwa awal tahun 1980-an sudah ada group musik yang memadukan

ensambel musik tiup logam dengan alat musik tradisional Batak Toba. Namun

awalnya keberadaan group tersebut masih kurang diterima di tengah-tengah

36Sebagian masyarakat memiliki budaya lokal yang kuat dan dilatari oleh agama suku atau

agama tribal menaruh lex non scripta bahwa semua yang milik sendiri adalah yang paling mulia dan semua yang di luar lingkungannya dianggap buruk. Lihat selanjutnya, penekanan oleh kolonial Belanda terhadap upacara-upacara ritual parugamo Batak Toba menunjukkan legimitasi dari misi kekristenan oleh badan zending dan pelarangan yang terjadi secara periodik dan setengah hati oleh gereja, karena bagian-bagian tertentu dari upacara adatnya dianggap bertentangan dengan kepercayaan Kristen (Van Den End, 1989:308)

Page 142: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

masyarakat Batak Toba. Hal ini terjadi karena adanya anggapan bahwa masyarakat

Batak Toba yang telah menganut kepercayaan Kekristenan kembali lagi kepada

kepercayaan tradisional yang menggunakan alat musik tradisi yang identik dengan

kemagisan. Hingga pada tahun 1987, dibentuklah sebuah group musik Batak yang

bernama Horas Musik, dimana Marsius Sitohang juga turut menjadi salah satu

personil yang mempopulerkan sulim pada masa itu.

Beliau juga menambahkan bahwa dengan kehadiran Horas Musik sebagai

group musik baru yang berperan sebagai pengiring acara-acara adat masyarakat

Batak Toba ternyata memberikan dampak yang cukup besar bagi eksistensi group

musik Batak Toba pada masa itu. Dengan hadirnya konsep baru yang ditawarkan

oleh Horas Musik, penggabungan alat musik tradisional dengan ensambel musik tiup

mulai diterima. Menurut beliau, hal ini disebabkan oleh penyajian musik yang

mereka tampilkan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan group musik Batak

Toba yang lain. Keunikan tersebut terlihat ketika mereka menyuguhkan musik yang

memadukan musik modern dengan musik tradisional dengan membawakan berbagai

lagu populer pada masa itu dan ditambah dengan masuknya lagu-lagu gereja yang

juga mampu dibawakan oleh alat musik tradisional yang akhirnya menghilangkan

paradigma bahwa alat musik tradisi hanya mampu membawakan lagu-lagu Batak

Toba saja.37

Sulim sebagai salah satu instrumen tradisional menjadi sebuah sosok yang

paling disorot pada masa itu. Sebab di antara alat musik tradisional yang lain, sulim

merupakan instrumen utama yang berfungsi membawakan melodi dari setiap lagu

37 Tidak dapat dipungkiri bahwa populariitas Marsius Sitohang yang mendunia pada saat itu

juga berpengaruh terhadap pola pikir sebagaian masyarakat Batak Toba yang kemudian secara perlahan dapat menerima keberadaan sulim ini dalam konteks adat, agama, maupun hiburan. Pada masa ini, Marsius juga dikenal sebagai Si Raja Seruling Batak.

Page 143: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

atau repertoar yang disajikan. Di samping ada berbagai instrumen lain yang juga

mampu sebagai instrumen melodis, sulim seakan menjadi instrumen yang paling

menonjol di antara berbagai instrumen melodis lainnya. Karena sulim biasa

ditampilkan dengan improvisasi nada yang unik dan berbeda serta menjadi daya tarik

tersendiri bagi pendengarnya. Tentunya kemahiran serta profesionalitas sipemain

juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan sulim menjadi perhatian bagi

barang siapa yang menyaksikan penampilan musik tersebut.

Banyak orang bahkan berbagai musisi tradisional Batak Toba menganggap

bahwa Marsius Sitohang merupakan salah satu pencetus masuknya sulim ke dalam

ensambel musik tiup logam yang kemudian menjadikan Horas Musik menjadi

barometer group musik Batak Toba pada masa itu. Sehingga dengan kehadiran group

Horas Musik tersebut, seiring perkembangan zaman banyaklah bermunculan

berbagai group musik Batak Toba yang lain dengan sajian yang sama dengan porsi

yang berbeda-beda.

Perkembangan musik tiup dari era 1980-an hingga pada masa kini sudah

menunjukkan berbagai fenomena perubahan baik dari segi komposisi musik maupun

formasi alat musik yang disajikan. Jika kita membandingkan dengan musik tiup yang

disuguhkan pada masa kini, sudah merupakan hal yang wajar apabila hanya

menampilkan tiga instrumen saja dalam satu ensembel seperti sulim, keyboard

(kibot), taganing, dan sulim yang bahkan sesungguhnya tidak ada satupun diantara

beberapa instrumen tiup logam tersebut ditampilkan yang harusnya menjadi ciri khas

dari musik tiup itu sendiri. Oleh karena itu, seiring perkembangan zaman pandangan

masyarakat Batak Toba terhadap eksistensi musisi Batak Toba juga berubah, yakni

walau hanya biasa menggunakan ketiga instrumen seperti keyboard, taganing, dan

Page 144: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

sulim tanpa didukung adanya beberapa alat musik tiup logam para musisi tersebut

kadang-kadang juga masih dianggap sebagai pemusik tiup.38

4.2.3 Konteks pengiring lagu

Konteks pengiring lagu yang penulis maksudkan di sini adalah terkait dengan

peran sulim yang digunakan sebagai musik pengiring dalam berbagai lagu sekuler

maupun rohani, atau baik dalam konteks gerejawi maupun non-gerejawi. Dalam

konteks gerejawi akan berkaitan erat dengan perkembangan musik gerejawi,

sedangkan konteks non-gerejawi berkaitan erat dengan peran sulim dalam mengiringi

lagu-lagu sekuler baik yang dibawakan oleh penyanyi solo, grup vokal, atau pun

paduan suara di berbagai acara baik yang sifatnya formal atau pun non-formal.

Dewasa ini sudah tidak asing lagi jika kita melihat berbagai musik tradisi

Batak Toba seperti taganing, hasapi dan khususnya sulim sering digunakan sebagai

media pengiring di berbagai acara dan pertunjukan, baik formal maupun non-formal

seperti di gereja-gereja, gedung-gedung pertunjukan, gedung-gedung penyelengaraan

acara-acara akademis, dan lain sebagainya. Di gereja kita akan melihat bahwa alat

musik tradisi Batak Toba khususnya sulim sudah digunakan baik ketika mengiringi

ibadah maupun ketika mengiringi berbagai lagu yang dinyanyikan oleh paduan suara

gerejawi pada acara ibadah tertentu. Kemudian di berbagai gedung pertunjukan

seringkali kita melihat sulim digunakan untuk mengiringi acara konser musikal baik

vokal solo, grup vokal, maupun paduan suara.

Jika kita tinjau kembali, sesungguhnya era penggunaan sulim sebagai media

pengiring lagu sudah berlangsung sejak masa kejayaan opera Batak di era 1920-an

38Sebagaimana sudah disebutkan pada bab-I, nama lain dari formasi sulim, kibot, taganing

ini disebut Sulkibta (Sulim, Kibot, Taganing).

Page 145: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

hingga 1970-an. Namun, saat itu sulim bersama dengan instrumen tradisional Batak

Toba yang lain digunakan hanya untuk mengiringi vokal dari penyanyi opera Batak

saja tanpa adanya perkembangan yang signifikan di bidang vokal yang lain. Hal ini

mungkin terjadi karena masih kentalnya budaya opera Batak di tengah-tengah

masyarakat pendukungnya, dan minimnya wawasan bermusik masyarakat Batak

Toba untuk membuat inovasi baru pada masa itu, sehingga mengakibatkan instrumen

pengiringnya hanya digunakan untuk kepentingan itu semata.

Seiring berkembangnya zaman, dari era opera Batak hingga zaman sekarang

ini eksistensi sulim sebagai media pengiring berbagai genre lagu terus berkembang

sesuai dengan kebutuhannya. Jikalau kita bandingkan mulai dari era 1970-an hingga

masa sekarang ini, dapat melihat adanya fleksibilitas penggunaan sulim dalam

konteks pengiring lagu. Selain ketika digunakan sebagai media untuk mengiringi

lagu opera Batak, sulim juga kerap digunakan untuk mengiringi berbagai genre lagu

yang lain seperti lagu pop daerah (baik etnis Batak Toba maupun etnis Batak yang

lain) dan berbagai lagu sekuler lainnya yang biasa dibawakan oleh seorang vokal

solo, group vokal, bahkan paduan suara.

Keberlangsungan penggunaan sulim dalam mengiringi berbagai genre lagu

tersebut juga memberikan dampak tersendiri bagi eksistensi instrumen Batak Toba

yang lain seperti hasapi dan taganing. Dalam keberadannya, ketiga instrumen

tersebut (sukim, hasaoi, taganing) sangat kerap disandingkan bersama ketika

mengiringi berbagai lagu khususnya lagu yang bernuansa daerah Batak Toba.

Meskipun demikian, peran sulim tidak malah lazim dikatakan sejajar dengan kedua

instrument yakni hasapi, dan taganing. Sebab dalam kenyataanya, banyak orang

beranggapan bahwa lagu daerah Batak Toba itu akan terasa kental nuansa bataknya

Page 146: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

ketika adanya paduan (gabungan) antara unsur alunan melodi sulim dengan petikan

hasapi serta tabuhan taganing di dalamnya. Meskipun hanya menyertakan sulim

bersama taganing ataupun paduan antara sulim dengan hasapi, masyarakat masih

menganggap bahwa lagu tersebut masih kerap dinikmati oleh sipendengar khususnya

masyarakat Batak Toba. Bahkan terkadang meskipun hanya diiringi instrumen sulim

saja. Namun sebaliknya jika lagu tersebut hanya diiringi hasapi atau taganing

sekalipun tanpa kehadiran sulim, masyarakat menilai bahwa seakan ada hal yang

kurang terasa dinikmati di dalam lagu tersebut39. Oleh karena itu, dapat disimpulkan

bahwa eksistensi sulim memiliki peranan penting bagi keberlangsungan musik Batak

Toba khususnya dalam konteks pengiring berbagai genre lagu Batak Toba.

4.2.4 Konteks kolaborasi instrumen

Konteks kolaborasi insturmen yang penulis maksudkan di sini adalah bahwa

sulim juga telah digunakan bersama instrumen yang lain di luar instrumen tradisional

Batak Toba baik itu instrumen Barat maupun instrumen tradisional Batak atau etnis

yang lain.

Hendrik Parangin-angin selaku seorang musisi yang dikenal multi talenta

dalam memainkan berbagai instrumen Barat dan tradisional, baik Batak Karo

maupun etnis Batak yang lain mengatakan bahwa konsep kolaborasi musikal seperti

penulis maksudkan di atas sudah berlangsung sejak awal 1990-an. Saat itu sebuah

group yang bernama Incidental Music mulai dirintis oleh beliau sendiri yang

berperan sebagai pimpinan group. Bahkan masyarakat mengganggap bahwa

39 Asumsi ini dikutip dari berbagai golongan masyarakat Batak Toba khususnya jemaat-jemaat

gereja yang sudah kerap mendengarkan lagu yang dibawakan oleh paduan suara atau vokal group yang biasa ditampilkan dengan menghadirkan musik tradisional Batak Toba.

Page 147: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Incidental Music yang merupakan sebuah group yang bergenre World Music adalah

sebuah group yang mempelopori hadirnya konsep kolaborasi multi instrumen

tersebut di kota Medan. Sebab menurut pengakuan berbagai kalangan masyarakat,

sebelum hadirnya suguhan musik yang ditampilkan oleh Incidental Music, belum

pernah ada sebelumnya terdengar kolaborasi dengan konsep demikian.

Namun seiring berkembangnya popularitas Incidental Music yang mulai

memperoleh legitimasi (pengakuan) serta mendapat tempat di hati masyarakat

pendukungnya, kemudian di awal tahun 2000-an mulailah banyak dibentuk berbagai

group lain dengan gaya atau genre yang hampir sama dengan Incidental Music

seperti Cindai, Sumateran Ethnic, Metronom dan lain-lain.40

Jika berbicara tentang struktur melodi yang dimaikan oleh sulim ketika

dipadukan bersama dengan instrumen yang lain, penulis memandang bahwa struktur

melodi yang dimainkan selalu didasarkan pada konsep dan komposisi lagu yang

disajikan. Jikalau tema komposisi tersebut bernuansa repertoar musik Batak Toba,

maka gaya permainan atau alur melodi yang dimainkan persis sama dengan ketika

memainkan instrumen tersebut dalam sebuah ensambe uning-uningan Batak Toba.

Artinya, teknik yang dimainkan tidak jauh berbeda dari yang biasa ditampilkan pada

saat memainkan lagu atau repertoar bersama instrumen-instrumen Batak Toba yang

lain. Yang menjadi keunikannya adalah hanya terletak pada adanya berbagai

instrumen Barat dan tradisional lain yang berperan untuk memperindah serta

memperkaya konsep musikal yang dimainkan.

Namun ketika tema komposisi lagu tersebut bernuansa musik Barat atau pun

di luar tema musik Batak Toba, konsep penggunaan sulim sedikit berbeda atau keluar

40Lihat, Jefri Hutagalung, 2011 hal. 2.

Page 148: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

dari yang biasanya. Jika biasanya sulim digunakan untuk memainkan alur melodi

yang bernuansa Batak Toba sebagai ciri khasnya, dalam konteks ini fungsinya sedikit

bergeser sebagai instrumen yang mampu memainkan peran ganda. Peran ganda sulim

yang dimaksud adalah terkadang dimainkan berdasarkan gaya permainan sulim

sebagaimana biasanya, tetapi juga terkadang dimainkan dengan menggunakan

teknik-teknik yang kerap ada dalam gaya permainan flute yang sedikit banyak

memiliki karakteristik permainan yang berbeda dari sulim. Gaya musikal teknik

permainan seperti staccato, slur, arpeggio41 dan lain sebagainya kerap digunakan

untuk menambah serta memperkaya pola permainan yang ada pada sulim itu sendiri.

Oleh karena itu penulis menilai bahwa hadirnya sulim sebagai unsur pembawa

melodi dengan kekayaan karakter dalam memainkan setiap komposisinya menjadi

keunikan tersendiri bagi para pendengar khususnya kalangan masyarakat yang

mampu beradaptasi dengan budaya Barat atau budaya lain di luar budaya Batak

Toba.

41Staccato ialah cara membunyikan nada-nada; terpisah, satu persatu dengan tajam; slur

ialah busur, legato (bersambung); arpeggio ialah permainan nada-nada dengan cepat secara berurutan seperti petikan pada alat arpa (Latifah Kodijat, 1983 hal. 5, 67, 70.)

Page 149: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB V

TRANSKRIPSI DAN ANALISIS MELODI SULIM

5.1 Trankripsi

Sebelum melakukan kerja analisis, langkah pertama yang dikerjakan ialah

mengubah bunyi musik ke dalam lambang visual melalui sebuah proses kerja yang

disebut transkripsi. Nettl mengatakan bahwa transkripsi adalah proses menotasikan

bunyi, mengalihkan bunyi menjadi simbol visual, atau kegiatan memvisualisasikan

bunyi musik ke dalam bentuk notasi dengan cara menuliskannya ke atas kertas.42

Walaupun kegiatan mentranskripsi musik tradisional dalam bentuk notasi

visual sejak lama telah dianggap sebagai tugas yang esensial, berat dan sukar bagi

para etnomusikolog/musikolog/musisi seniman, namun untuk melihat dan

memahami bunyi musik sebagai produksi dari tata tingkah laku masyarakat

pemiliknya dalam bentuk visual, maka tidak ada cara lain kecuali melakukan

transkripsi terhadap bunyi musik yang akan dideskripsikan itu.

Pada umumnya dalam budaya oral, notasi yang digunakan ialah notasi

konvensional Barat, hal ini menjadi alternatif pilihan yang paling besar

kemungkinannya digunakan, terutama jika dalam budaya musikal yang diteliti tidak

tersedia sistem penulisan notasi musik.43

42 Nettl, op. cit., 98.

43 Supanggah, op. cit., 13.

Page 150: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Dari pengamatan yang dilakukan oleh beberapa ahli, memang terdapat

kelemahan yang serius terhadap hasil transkripsi yang menggunakan notasi musik

(Barat) yang konvensional. Hal ini disebabkan:

a. Pertama, notasi ini terlalu subyektif, yaitu telinga manusia tidak mampu

menerima atau menangkap apa saja yang disajikan (dalam musik yang akan

ditranskripsi), sekalipun rekaman itu diulang berkali-kali, dan juga ketajaman

persepsi individual dari si pentranskripsi yang berbeda-beda.

b. Kedua, notasi musik Barat bukan didesain untuk musik tradisi lisan (lihat

Seeger, 1958).

c. Ketiga, sejauh ini belum ada satu notasi visual pun yang dirancang, termasuk

notasi Barat dengan tanda-tanda khusus untuk nada-nada non-konvensional dan

lain-lain, yang dapat mewakili, seperti kualitas suara yang asli, cara-cara yang

penting dalam memproduksi bunyi vokal atau intrumental, dan sebagainya.44

Untuk itu keterbatasan notasi musik Barat haruslah disadari apabila kita

hendak melakukan suatu transkripsi yang detail, sebagaimana di kemukakan oleh

44 Masalah di atas kemudian dapat dipecahkan dengan diciptakannya oscilograph,

sonagraph, dan melograph. Melograph model C yang dibuat oleh Charles Seeger dapat menganalisis suara secara sangat detail serta dapat menghasilkan gambar dari rekaman nada-nada, amplitudo, dan spektrum bunyi pada saat bersamaan ke dalam bentuk sebuah film grafik. Akan tetapi sekalipun peralatan ini mempunyai sifat obejektif, namun terdapat kelemahan-kelemahan dari informasi yang diberikannya, dan terdapat pula sejumlah materi yang tidak dapat dianalisis dengan menggunakan alat ini. Di satu sisi alat ini memberikan informasi lebih banyak dari yang diperlukan (sehingga sulit untuk dipelajari), artinya alat ini mampu menangkap lebih banyak dibanding daya tangkap telinga manusia, padahal sebuah transkripsi haruslah berdasar kepada apa yang dapat diterima oleh indera pendengaran manusia, dengan kata lain tujuan dari pentranskripsian adalah untuk mencatat hal-hal yang esensial, serta menghindari hal-hal yang dipandang tidak esensial. Untuk itulah kemudian penggunaan notasi (Barat) dalam pentranskripsian suatu musik tetap dipakai sesuai kepentingan dan kegunaannya. Ibid., 14-15. Lihat juga Barbara Crader, “Ethnomusicology,” dalam Stanley Sadie, The New Grove Dictionary of Music and Musicians (London, New York: Macmillan Publisher Limited, 1980), 117.

Page 151: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Singer. “The limitations of our Western musical notation must be taken into

consideration, particularly when attempting a detailed transcription”.45

Namun demikian Nettl (1975) mengatakan bahwa untuk menemukan ciri-ciri

yang mendasari musik yang diteliti, notasi konvensional Barat dapat digunakan,

tetapi dengan membubuhkan tanda-tanda khusus yang berguna untuk memberikan

kejelasan pada musik yang ditranskripsikan itu.46 Hal ini sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Pandora Hopkins, bahwa kita menggunakan notasi karena adanya

keinginan untuk menunjukkan bahwa notasi itu adalah sebagai fenomena yang telah

memiliki arti bagi pemakainya, dan dengan notasi dapat memberikan materi yang

bernilai untuk perbandingan.47 Lagipula, “Transcription, therefore, are needed to

visualize what we near, to enable us to study musics comparatively and in detail, and

to help us communicate to others what we think we heard”.48 Demikianlah Phylis M.

May berpendapat bahwa transkripsi diperlukan untuk memvisualisasikan apa yang

didegar yang memungkinkan untuk membantu mempelajari musik secara komparatif

dan detail, serta membantu untuk mengkomunikasikannya kepada pihak lain tentang

apa yang dipikirkan dari apa yang didengar itu. Meskipun sesungguhnya

45 Roberta L. Singer, “Philosophical Approaches to Transcription” dalam Discourse in

Ethnomusicology: Essays in Honor of George List (Indiana University Archieve, 1978), 113.46

Bruno Nettl, The Study of Ethnomusicology: Twenty-nine Issues and Concepts (Chicago: University Press, 1983), 16.

47 Pandora Hopkins, “The Purpose of Transcription”, dalan Journal for the Society of

Ethnomusicology (Ann Arbor Michigan, 1966), 316. 48

Phylis M. May, “Philosophical Approaches to Transcription” dalam Discourse in Ethnomusicology: Essays in Honor of George List (Indiana University Archieve, 1978), 109.

Page 152: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

mentranskripsikan bunyi musik ke dalam bentuk visualisasi tidak akan pernah bisa

sama persis sebagaimana ketika musik itu disajikan.49

Dalam melakukan pentranskripsian, ada dua jenis fenomena musikal yang

biasanya menjadi persoalan bagi sang transkriptor:

1) Fenomena yang tidak dapat digambarkan oleh simbol-simbol sistem notasi

konvensional (Barat), dan

2) Fenomena yang terlalu rumit (Inggris: detailed) untuk bisa dinotasikan.

Persoalan pertama dapat dipecahkan dengan menggunakan simbol-simbol

tambahan, sedangkan persoalan kedua pada umumnya tidak ada pemecahan-

nya. Hal ini dapat dimengerti bila mengingat kerumitan bunyi musikal, seperti

terjadinya pergeseran-pergeseran tinggi rendahnya nada yang sangat halus pada

saat sebuah nada dinyanyikan atau perbedaan yang begitu kecil dalam nilai

(ritmis) di antara nada yang nilainya kurang lebih sama, dan lain sebagainya.50

Sebagaimana dikemukakan oleh Seeger (1958), dalam melakukan transkripsi

terdapat dua jenis notasi musik berdasarkan tujuan dan penggunaannya. Kedua notasi

itu ialah, notasi preskriptif dan notasi deskriptif, dan karena itu pentranskripsian pun

dibedakan atas transkripsi preskriptif (Inggris: prescriptive) dan transkripsi deskriptif

(Inggris: descriptive).

49 Transkripsi pada umumnya pasti dipengaruhi oleh interpretasi si transkriptor terhadap

karakter-karakter musik itu. Oleh sebab itu tidak akan dapat dihindari atau akan ada muncul perbedaan-perbedaan akan sebuah segmen musikal dari dua orang atau lebih dalam mentranskripsikan suatu musik. Lihat juga Nettl, Theory and Method, op.cit., 99.

50 Masalah serupa pernah juga dihadapi para ahli linguistik (ilmu bahasa), yang kemudian

telah dipecahkan dengan cara membedakan antara fonetik dan fonemik. Fonetik adalah penelaahan bunyi-bunyi ucapan suatu bahasa sebagaimana adanya; fonemik adalah penelaahan perbedaan-perbedaan antara bunyi-bunyi ucapan yang dapat membentuk perbedaan arti dalam suatu bahasa tertentu. Kedua pendekatan ini (barangkali) dapat juga diterapkan dalam pentranskripsian musik. Notasi fonemik ialah pemakaian sistem notasi yang terdapat pada budaya pemilik musik tersebut (jika ada), sedangkan notasi fonetik ialah pencatatan bunyi musikal dengan menggunakan sistem notasi konvensional (Barat). Ibid., 104-105.

Page 153: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Transkripsi preskriptif ialah pencatatan bunyi musikal ke dalam lambang

notasi dengan hanya menuliskan nada-nada pokoknya saja. Notasi seperti ini

umumnya dipakai hanyalah sebagai petunjuk bagi para pemusik atau sebagai alat

pembantu untuk si penyaji supaya ia dapat mengingat (apa yang telah dipelajarinya

secara lisan).

Sedangkan transkripsi deskriptif ialah menuliskan bunyi musikal ke dalam

lambang notasi (konvensional Barat) secara detail menurut apa yang dapat ditangkap

oleh indera pendengaran si transkriptor dengan maksud untuk menyampaikan ciri-

ciri dan detail-detail komposisi musik yang belum diketahui oleh pembaca.51

Sistem notasi konvensional Barat (notasi balok) tersebut digunakan dengan

pertimbangan bahwa:

a. pada budaya tradisi musikal yang diteliti tidak ditemukan sistem

penulisan musik,

b. para etnomusikolog/musikolog pada umumnya selalu menggunakan

notasi balok dalam mentranskripsikan musik non-Barat, terutama pada

budaya dimana musik itu berada tidak terdapat sistem penulisan musik,

c. notasi ini sudah dikenal secara umum terutama dikalangan akademisi,

d. sangat membantu dalam melihat struktur musik melalui tinggi-rendahnya

nada pada setiap lintasan melodi (melodic line), atau dalam membedakan

durasi sebuah not dengan durasi not lainnya, serta tanda-tanda musik

lainnya yang secara umum lebih mudah dipahami oleh pembaca, dan

tentu saja hal ini akan lebih memudahkan dalam melakukan kerja analisis.

51 Ibid., 99.

Page 154: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

5.2 Analisis

Dalam Webster’s Third New International Dictionary of the American

Language disebutkan bahwa analisis adalah pemisahan suatu kesatuan ke dalam

unsur-unsur fundamental atau bagian-bagian komponen.52 Tujuannya ialah untuk

menguji sifat-sifat dan konotasi-konotasi dari sebuah konsep, ide, atau pun wujud.

Dengan demikian, hasil akhir dari sebuah analisis adalah pemisahan atas sifat-sifat

sebuah objek, baik dilihat secara keseluruhan maupun secara terpisah. Selanjutnya,

dari hasil analisis tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan, menerangkan,

mengujicoba, dan merancang bagian-bagiannya secara umum, mengikuti logika

keilmuan dan harus memiliki alasan-alasan tertentu yang jelas.53

Membincangkan analisis musikal sama halnya dengan membincangkan setiap

unsur-unsur bermakna yang tertuang di dalam sebuah musik. Dilakukannya analisis

terhadap masing-masing unsur musikal itu ialah karena ada tujuan untuk

menjelaskan unsur bermakna tersebut. Namun sebagaimana dikatakan oleh Nicolas

Cook, bahwa hingga saat ini belum ada metode analisis oral maupun formal tunggal

yang sudah baku dan berlaku secara umum yang dapat dipakai untuk menganalisis

musik secara menyeluruh.

There is not any one fixed way of starting an analysis. It depends of the

music, as wel as on the analyst and the reason the analysis is being done. But there is

a presequisite to any sensible analysis, an this is familiarity with the music.54

52 Philip B. Gove, Webster’s Third New International Dictionary of the American Language

(New York: The World Publishing Company, 1966), 77.53

Marcia Herndorn, “Analisis Struktur Musik Dalam Etnomusikologi.” seperti naskah terjemahan M. Takari, Perikuten Tarigan (Medan: Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 1994), 4.

54 Nicolas Cook, A Guide to Musical Analysis (London & Melbourne: J.M. Dent & Sons

Ltd, 1987), 237.

Page 155: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Selanjutnya dapat dikatakan bahwa analisis adalah suatu pekerjaan lanjutan

setelah selesai melakukan transkripsi komposisi musik. Melalui proses analisis

tersebut akan diperoleh gambaran tentang gaya atau prinsip-prinsip dasar struktur

musikal yang tersembunyi dibalik komposisi musik itu.

Berkenaan dengan gaya atau prinsip dasar struktur musikal, Willy Apel

mengatakan bahwa gaya adalah unsur atau elemen penting yang sangat berhubungan

dengan struktur suatu komposisi. Unsur atau elemen dimaksud ialah bentuk (Inggris:

form), melodi (Inggris: melody), maupun ritme atau irama ( Inggris: rhythm).55

Di pihak lain, Titon dan Slobin mengatakan bahwa gaya adalah sesuatu yang

terdapat dan terorganisasi di dalam musik itu sendiri, seperti elemen nada, elemen

waktu, elemen suara, dan intensitas bunyi. Elemen nada itu sendiri terdiri dari;

tangga nada (Inggris: modus), melodi, dan sistem laras; elemen waktu terdiri dari;

birama (Inggris: metrum), dan irama (Inggris: rhythm); elemen suara terdiri dari

kualitas suara, kualitas bunyi instrumen; dan elemen intensitas bunyi yaitu keras

lembutnya bunyi suatu musik (dinamika).56

Selanjutnya, oleh Nettl dikatakan bahwa suatu komposisi musik di dalam

suatu tradisi musikal akan pula memiliki kumpulan karakter atau gaya yang sama

dengan karakter-karakter pada komposisi lainnya di dalam ruang lingkup tradisi

kebudayaan dimana musik itu berada.57

55 Willy Apel, op. cit., 811.

56 Titon dan Slobin, op. cit., 5.

57 Nettl, Theory and Method. op. cit. 169.

Page 156: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya adalah elemen-elemen

musikal yang dijadikan sebagai dasar atau perangkat untuk membangun musik

hingga menghasilkan sebuah komposisi musik.

Dalam melakukan analisis, selain metode-metode di atas dapat juga

dikombinasikan dengan metode weighted scale (“bobot tangga nada”) dari William

P. Malm serta langkah-langkah description of musical compositions yang

ditawarkan oleh Bruno Nettl.

Malm mengatakan bahwa gaya musikal berkaitan dengan dua hal yang tidak

terpisahkan, yaitu melodi dan ritme atau ruang dan waktu. Unsur melodi berkaitan

dengan ruang, dimana setiap nada dalam garis melodi bergerak sesuai dengan tinggi

rendahnya nada. Sementara ketinggian dan kerendahan nada mempunyai durasi

secara panjang dan pendek yang dalam hal ini merupakan unsur dari ritme. Dengan

perkataan lain, ritme berkaitan dengan waktu, dimana setiap nada dalam melodi

memiliki durasi yang berbeda-beda, dan dengan perbedaan durasi itulah tercipta

gerak melodi yang harmonis.

Unsur-unsur yang berkaitan dengan melodi terdiri dari:

(1) tangga nada (Inggris: modus),

(2) nada dasar (Inggris: pitch centre),

(3) wilayah nada (Inggris: range),

(4) jumlah nada-nada,

(5) jumlah interval,

(6) pola-pola kadensa,

(7) formula-formula melodik,

Page 157: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

(8) kontur,

(9) durasi,

(10) ritme,

(11) frase dan kalimat, serta

(12) periode atau siklus.

Yang berkaitan dengan dimensi waktu yaitu:

(1) tempo,

(2) pulsa,

(3) ketukan,

(4) pola dan motif, serta

(5) birama.58

Dipihak lain Bruno Nettl mengatakan bahwa untuk mendeskripsikan komposisi

musikal harus memperhatikan unsur-unsur berikut:

(1) perbendaharaan nada,

(2) tangga nada (Inggris: modus),

(3) tonalitas,

(4) interval,

(5) kantur melodi,

(6) ritme,

(7) tempo, dan

(8) bentuk.59

58 Malm, op. cit., 7.

Page 158: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Tabel-2Unsur-unsur gaya dalam sebuah komposisi musik

(menurut beberapa ahli)

Willi Apel Titon & Slobin William P.Malm Bruno Netll

bentuk* - formula melodi* bentuk*- tangga nada (modus)* tangga nada (mo-

dus)*tangga nada (modus)*

melodi* melodi* - -- nada (sistem laras)* jlh nada-nada* perbendaharaan

nada*ritme (irama)**

irama (ritme)** ritme** ritme**

- birama** metrum** -- vokal* - -- bunyi instrumen* - -- dinamika* - -- - nada dasar* tonalitas*- - jumlah interval* interval*- - wilayah nada* -- - pola-pola kadensa* -- - kontur* kontur*- - durasi** -- - frase dan kalimat* -- - periode atau siklus* -- - tempo** tempo*- - pulsa** -- - ketukan (maat)** -- - pola dan motif** -

Keterangan: * = berhubungan dengan unsur waktu** = berhubungan dengan unsur melodi.

5.3 Pemilihan Sampel Lagu

Dalam kajian analisis transkripsi ini, penulis hanya memilih sebuah sampel

lagu untuk dianalisis berdasarkan metode weighted scale (“bobot tangga nada”) dari

William P. Malm. Namun dari seluruh unsur yang dikemukakan oleh Malm,

penulis hanya mengambil beberapa unsur pokok saja yaitu:

1) tangga nada

59 Netll, Theory and Method. op. cit., 145-149.

Page 159: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

2) modus

3) wilayah nada

4) interval

5) pola kadensa

6) formula melodi (bentuk)

7) identifikasi tema (thematic material)

8) kontur melodi

Ada 4 jenis komposisi melodi sulim yang penulis transkripisikan sebagai

bentuk dari permainan melodi sulim terkait dengan konteks penggunaannya.

Keempat jenis tersebut penulis cantumkan dengan alasan bukan berdasarkan masa

atau periode penggunaanya, namun lebih ditujukan berdasarkan bahwa keempat

komposisi tersebut mewakili keempat konteks penggunannya mulai dari ketika

digunakan dalam konteks solo, konteks ensambel (dalam hal ini penulis hanya

memilih contoh uning-uningan opera Batak), konteks pengiring lagu (dalam hal ini

penulis hanya mengambil contoh dalam mengiringi Paduan Suara), dan konteks

kollaborasi dengan instrumen yang lain. Namun di antara keempat komposisi

tersebut, penulis hanya mengambil sebuah sampel untuk dianalisis yakni ketika sulim

dimainkan dalam mengiringi lagu Paduan Suara.

Ada berbagai faktor yang menjadi pertimbangan penulis untuk memilih

komposisi melodi tersebut untuk dianalisis, yakni karena :

1) Menurut hemat penulis, pola permainan sulim ketika dimainkan dalam konteks

solo, ensambel, maupun kollaborasi musik sedikit banyak memiliki persamaan

yakni memainkan peran dalam membawakan melodi berdasarkan lagu atau

repertoar yang dimainkan. Sedangkan ketika dalam mengiringi lagu oleh paduan

Page 160: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

suara, sulim sedikit keluar dari perannya sebagai pembawa melodi utama dan

terkesan memainkan motif melodi yang baru.

2) Alur melodi sulim yang dimainkan pada lagu tersebut sedikit lebih bervariasi

dan jangkauan nada yang lebih luas dibandingkan dengan ketika dimainkan pada

lagu yang lain sehingga tidak menimbulkan kesan monoton.

3) Pola permainan sulim didalam mengiringi paduan suara kelihatan lebih tertata

dengan rapi dibandingkan dengan ketika dimainkan pada lagu yang lain, walau

kemungkinan hal itu juga bisa saja disebabkan oleh kemampuan sipemain sulim

itu sendiri ataupun hal yang lain. Namun, dalam hal ini di antara keempat

komposisi tersebut (yang ditranskripsi oleh penulis) penulis melihat bahwa

komposisi ini lebih memiliki keunikan dibandingkan dengan komposisi sulim

yang lain. Keunikannya menurut hemat penulis adalah komposisi sulim dalam

mengiringi paduan suara masih menjadi hal yang baru untuk dianalisis,

sementara komposisi yang lain sudah menjadi hal yang biasa untuk dikaji.

5.4 Kajian Analisis

Dalam kajian analisis, penulis membagi proses kerja menjadi dua bagian :

a. Pertama, penulis melakukan kajian analisis gaya musikal sama seperti yakni

sama seperti yang dipaparkan sebelumya oleh Malm. Dalam hal ini penulis

hanya mengambil sebuah sampel dari keempat komposisi yang telah penulis

transkripsikan.

b. Kedua, penulis kemudian melakukan kajian analisis ciri musikal. Analisis ciri

musikal yang penulis maksudkan lebih mengarah kepada hal yang bersifat

deskriptif, yakni penjelasan secara umum tentang ciri-ciri musikal dari gaya

Page 161: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

permainan sulim pada masing-masing komposisi. Dalam hal ini penulis akan

mendeskripsikan ketiga komposisi (yang ditranskripsikan oleh penulis)

selain dari komposisi yang telah dianalisis sebelumnya (analisis gaya

musikal).

5.4.1 Analisis gaya musikal

Page 162: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan
Page 163: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

5.4.1.1 Analisis tangga nada

Sebagaimana dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk

mendeskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan semua nada yang dipakai

dalam membangun sebuah komposisi musik tanpa melihat fungsi masing-masing

nada tersebut dalam lagu.

Selanjutnya, tangga nada tersebut digolongkan menurut beberapa klasifikasi,

menurut jumlah nada yang dipakai. Tangga nada ditonic (dua nada), tritonic (tiga

nada), tetratonic (empat), pentatonic (lima nada), hexatonic (enam nada), heptatonic

(tujuh nada). Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja.60

Maka jika dilihat dari nada-nada yang dimainkan dalam komposisi di atas,

lagu tersebut tersusun atas nada-nada :

Sesuai dengan penjelasan di atas, dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya

dianggap satu nada saja. Maka, lagu tersebut tersusun atas 7 (tujuh) buah nada.

Dengan demikian tangga nada melodi sulim yang dimainkan pada komposisi tersebut

dinamakan heptatonic (tujuah nada).

5.4.1.2 Analisis modus

60 Nettl, Theory and Method. op. cit., 145.

Page 164: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Sampai saat ini istilah modus belum mempunyai satu pengertian yang baku.

Dalam tulisan ini istilah modus dipakai untuk menunjukkan cara penggunaan nada-

nada dalam suatu komposisi. Misalnya, kalau kita membuat daftar nada-nada yang

dipakai dalam sebuah lagu, maka daftar itu adalah tangga nada lagu tersebut. Kalau

kita ingin mendeskripsikan modus lagu itu, paling tidak kita akan menyebut nada

mana yang berfungsi sebagai nada dasar (tonal center); nada-nada yang terpenting ;

nada-nada yang hanya dipakai sebagai nada awal atau pendamping nada lain, dan

lain sebagainya. Baik tangga nada maupun modus disampaikan lewat notasi.

Tangga nada ditulis pada paranada dengan harga-harga yang menandai

fungsi-fungsi nada dan membedakan nada yang sering dipakai dalam komposisinya

daripada nada yang jarang dipakai. Nada dasar ditulis sebagai not utuh; nada penting

lainnya sebagai not setengah, nada biasa sebagai not seperempat, nada hiasan atau

nada yang jarang muncul sebagai not seperdelapan atau seperenambelas, dan

seterusnya semakin kecil menurut jumlah pemakaiannya.61

Berikut ini merupakan modus dari komposisi di atas :

5.4.1.3 Analisis wilayah nada (ambitus)

Wilayah nada (ambitus) diperoleh dengan memperhatikan rentang jarak

(range) antara nada terendah dengan nada tertinggi dalam satu komposisi lagu.

Diukur dengan menggunakan satuan cent, laras atau interval.

61 Ibid., 146.

Page 165: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Berdasarkan teori Ellis62 dikatakan bahwa 1 laras adalah setara dengan 200

cent atau ½ laras sama dengan 100 cent. Maka berdasarkan perhitungan di atas,

wilayah nada (ambitus) dari komposisi di atas adalah sebagai berikut :

Nada paling rendah Nada paling tinggi cent laras

G G’ 1200 6

Nada paling rendah dan tinggi cent laras

1200 6

5.4.1.4 Analisis interval

Interval ialah jarak antara satu nada ke nada berikutnya, naik maupun turun

berdasarkan jumlah laras yang mengantarai kedua nada tersebut. Berdasarkan hukum

musik, nama-nama interval telah ditentukan menurut jumlah nada yang dipakai,

sedangkan jenisnya ditentukan berdasarkan jarak kedua nada tersebut dalam laras,

seperti pada tabel berikut.

Tabel-3Rumus Interval

Simbol interval Jlh nada

Jlh laras

Nama dan jenis interval Contoh nada

1P 1 0 prime perfect (murni) C - C2M 2 1 sekunda mayor (besar) C – D

62 Berdasarkan teori A. J. Ellis bahwa dalam satu oktaf tangga nada yang terdiri dari 6

[enam] laras setara dengan 1200 cent atau 1 laras sama dengan 200 cent, atau ½ laras setara dengan 100 cent. Ibid., 115-116.

Page 166: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

3M 3 2 Terts mayor (besar) C – E4P 4 2,5 kwart perfect (sempurna) C – F5P 5 3,5 kwint perfect (murni) C – G6M 6 4,5 sekta mayor (besar) C – A7M 7 5,5 septime mayor (besar) C - B8P 8 6,5 oktaf Perfect (murni) C – c’9M 9 7,5 none mayor C – d’

10M 10 8,5 decime mayor C – e’

Catatan, interval besar (mayor, M) dikurang setengah laras menjadi interval kecil (minor, m); interval murni (perfect, P) dan kecil (minor, m) dikurang setengah laras menjadi interval kurang (diminish, dim); Sebaliknya, interval besar (mayor, M) dan murni (perfect, P) ditambah setengah laras menjadi interval lebih (augumentasi, Ag), sedangkan interval murni (perfect) tidak bisa menjadi interval besar ataupun kecil.

Rumus interval

dim + ½ laras = m m + ½ laras = M M + ½ laras = Agm – ½ laras = dim M – ½ laras = m Ag – ½ laras = MP – ½ laras = dim P + ½ laras = Ag

Dengan demikian, berdasarkan hukum interval di atas maka interval untuk

komposisi melodi sulim di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel-4Frekuensi Pemakaian Interval

Lagu Tole Endehon

Simbol interval Nama dan jenis interval Jumlah interval

1P Prime perfect (murni) 64

2m Sekunda minor (kecil) 19

2M Sekunda Mayor (besar) 126

3m Ters minor (kecil) 43

3M Ters Mayor (besar) 63

4P Kwart perfect (sempurna) 30

5P Kwint perfect (murni) 12

Page 167: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

5.4.1.5 Analisis pola kadensa

Sebagaimana kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa koma dan titik,

maka demikian juga halnya dengan musik, juga diberi tanda baca melalui kadens-

kadens yang terdapat di dalamnya. Sebuah kadens adalah satu kerangka atau formula

yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis, dan melodis yang menghasilkan

efek kelengkapan yang bersifat sementara (kadens tak sempurna, kadens gantung)

dan yang permanen (kadens lengkap, sempurna).

Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna (lengkap),

sedangkan yang berakhir pada nada lain (seperti nada dominan atau sub-dominan)

disebut kadens gantung (tak sempurna). Analoginya dengan kalimat, kadens

sempurna itu merupakan titik; kadens gantung merupakan tanda tanya atau titik-

koma. Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung (tak sempurna) disebut frase

anteseden dan biasanya kadens seperti ini akan segera pula diikuti oleh sebuah frase

konsequen yang berakhir dengan sebuah kadens sempurna (lengkap).63

Contoh kadens gantung dapat dilihat pada akhir bar yang ke-12 menuju bar yang ke-

13 :

63 Hugh M. Miller, Introduction to Music: A Guide to Good Listening (Caloocun City,

Philippines: Philippines Graphic Art Inc., 1971), seperti naskah terjemahan Triyono Bramantyo, “Apresisasi Seni” (Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, t.t.), 165-166. Lihat juga Lein Flein, “Structure and Style” Expanded Edition, The Study and Analysis of Musical Form (New Jersey: Summy-Birchard Music, 1979), 37.

Page 168: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Contoh kadens sempurna dapat dilihat pada akhir bar yang ke-12 menuju bar yang

ke-14 :

Dengan demikian, contoh frase anteseden dapat dilihat mulai dari bar yang ke-11

hingga bar yang ke-13 :

Maka frase konsequen dapat terlihat mulai dari bar yang ke-11 kemudian melompat

menuju bar yang ke-14 :

5.4.1.6 Analisis formula melodi (bentuk)

Terdapat beberapa istilah yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi

garapan formula melodi sebuah komposisi musik.

a. Repetitif dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk nyanyian yang

memakai formula melodi yang relatif pendek dan selalu diulang-ulang.

Page 169: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

b. Iteratif yaitu nyanyian dengan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan

pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

c. Apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi

penyimpangan-penyimpangan melodi, bentuk ini disebut reverting.

d. Jika salah satu dari bentuk tersebut diulang dengan formalitas yang sama tetapi

dengan teks nyanyian yang cenderung baru, disebut strofic.

e. kalau bentuknya selalu berubah dengan menggunakan materi teks yang selalu

baru, ini disebut progressive.64

Bentuk dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan diantara bagian-bagian

dari sebuah komposisi yang merupakan struktur dari keseluruhan sebuah komposisi,

termasuk hubungan diantara unsur-unsur melodis dan ritmis. Hubungan-hubungan

antara bagian-bagiannya tersebut biasanya digambarkan dengan kode huruf, yaitu A,

B, C, dan seterusnya. Selanjutnya dua bagian yang bermiripan tetapi tidak persis

sama digambarkan dengan tambahan angka di atas baris; misalnya, A, A1 dan A2

adalah dua bagian yang dianggap sebagai variasi dari bahan musikal yang sama.

Dalam mendeskripsikan bentuk sebuah komposisi, terlebih dahulu kita harus

membaginya ke dalam bagian-bagian. Patokan yang bisa dipakai dalam pembagian

tersebut adalah: 1) pengulangan—bagian komposisi yang diulangi bisa dianggap

sebagai satu unit; 2) frasa-frasa dan istirahat—istirahat atau pengurangan intensitas

suara (decressendo) mungkin menunjukkan batas akhir sebuah unit; pengulangan

dengan perubahan—umpamanya, transposisi lagu atau pengulangan pola ritmis

dengan nada-nada lain; 4) satuan teks dalam musik vokal, seperti kata atau baris

(dalam sajak atau pantun).

64 Malm., op. cit., 17.

Page 170: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Dengan mengacu pada patokan pembagian di atas dan setelah dihubungkan

dengan perjalanan melodi yang menjadi sampel dalam tulisan ini maka penulis

menyimpulkan bahwa perjalanan melodi di atas terdiri dari 5 bentuk yang terrinci

sebagai berikut :

a. Bentuk pertama terbagi atas intro dan interlude. Oleh karena alur meodi antara

intro dan interlude percis sama, maka bentuk ini diberi lambang huruf yang sama

yakni bentuk A.

b. Bentuk kedua terbagi atas bridge I (melodi jembatan I) dan bridge II (melodi

jembatan II). Oleh karena alur melodi kedua bridge tersebut memiliki kemiripan

walaupun tidak percis sama, maka bentuk ini dibagi menjadi dua yakni dibedakan

atas bentuk B (bridge I) dan B2 (bridge II).

c. Bentuk yang ketiga terdiri atas bagian ending (penutupan) yakni dinamakan

bentuk C.

Contoh bentuk A dapat dilihat pada bagian intro pada bar yang ke-10 hingga

bar yang ke-14, dan bagian interlude yakni pada bar yang ke-47 hingga bar yang ke-

45 yakni sebagai berikut :

Page 171: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Contoh bentuk B (bridge I) dapat dilihat mulai dari bar yang ke16, bar 22, bar

24, bar 30, bar 38, hingga bar 40 yakni sebagai berikut :

Contoh bentuk B2 (bridge II) dapat dilihat mulai dari bar yang ke-57, bar 63,

bar 65, bar 71, bar 79, bar 81, bar 83, bar 87, bar 89, bsr 91, bar 93, bar 95, bar 99

yakni sebagai berikut :

Page 172: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Contoh bagian bentuk C dapat dilihat pada bagian penutupan (ending) seperti

berikut :

5.4.1.7 Identifikasi tema (thematic material)

Yang dimasksud dengan identifikasi tema (thematic material) di sini ialah

unsur-unsur musik yang dijadikan dasar dari suatu komposisi. Dasar komposisi

tersebut disebut motif yaitu the smallest melodic germ, made of a few tones and

Page 173: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

rhythms, kesatuan melodi terkecil yang terdiri dari beberapa nada atau ritme,65 atau

unsur lagu yang terdiri dari sejumlah nada yang dipersatukan dengan suatu gagasan

atau ide.66 Motif biasanya selalu diulang-ulang dan dikembangkan dalam suatu

komposisi.

Untuk menganalisis motif melodi sulim pada komposisi di atas, penulis

mengelompokkannya menjadi motif [a,b,c,d,e,f,g]. Pertimbangan yang paling utama

dalam pengelompokan motif ini adalah berdasarkan susunan nada-nadanya. Motif

yang selalu diulang-ulang diberi identitas dengan menambah angka dibelakang

identitas motifnya—misalnya, motif [a1, a2, dst] adalah ulangan dari motif [a]

dengan atau tanpa penambahan (augmentation) atau pun pengurangan (diminution)

satu atau pun beberapa nada dari motif dasarnya, atau motif [b1, b2, dst] adalah

ulangan dari motif [b]. Sedangkan untuk motif yang hanya satu kali saja muncul,

dijadikan sebagai motif baru.

Motif [a] memiliki dua kali pengulangan yakni [a1,a2] terdapat pada bar yang

ke-16, bar 57, dan bar 65. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [b] memiliki dua kali pengulangan yakni [b1,b2] terdapat pada bar

yang ke-24, 40, dan bar 81. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [c] memiliki tiga kali pengulangan yakni [c1,c2,c3] terdapat pada bar

yang ke-22, 30, 63, dan bar 71. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

65 George Thadeus Jones, Music Theory (New York: Barnes and Noble Book, 1979), 102.

66 Karl-Edmund Prier SJ, op. cit., 3 dan 26-27

Page 174: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Motif [d] memiliki memiliki satu kali pengulangan yakni [d1] terdapat pada

bar yang ke-79 dan bar 91. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [e] memiliki tiga kali pengulangan yakni [e1,e2,e3] terdapat pada bar

yang ke-89, 93, 95, dan bar 99. Bentuk motif tersebut yakni sebagai berikut :

Motif [f] hanya sekali terdapat pada bar yang ke-38. Bentuk motif tersebut

yakni sebagai berikut :

Motif [g] juga hanya sekali yakni terdapat pada bar yang ke-83. Bentuk motif

tersebut yakni sebagai berikut :

5.4.1.8 Analisis kontur melodi

Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi musik yang

dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan melalui

Page 175: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kantur

didasarkan pada bentuk melodi musiknya.

a. Bila gerak melodinya naik disebut ascending;

b. bila menurun disebut descending;

c. bila melengkung bergelombang disebut pendulous;

d. bila berjenjang disebut terraced;

e. dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas disebut static.

Dengan mengacu pada identifikasi kantur di atas, dan dengan melihat grafik

melodi sulim pada lagu Tole Endehon tersebut jelas terlihat bahwa kontur melodi

dari komposisi tersebut adalah pendulous (melengkung bergelombang).

5.4.2 Analisis ciri musikal

Seperti yang telah penulis paparkan sebelumnya bahwa komposisi melodi

sulim yang dianalisis berdasarkan ciri musikalnya hanya bersifat deskriptif tentang

gambaran umum pola atau struktur melodi yang dimainkan oleh sulim pada masing-

masing komposisi. Komposisi yang dianalisis adalah ketiga komposisi melodi sulim

(yang ditranskripsikan oleh penulis) selain dari komposisi yang telah dianalisis

(analisis gaya musikal) sebelumnya.

5.4.2.1 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks tunggal

Page 176: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Ciri-ciri musikal dari pola permainan sulim ketika dimainkan dalam konteks

tunggal adalah sebagai berikut :

Biasanya ketika dimainkan dalam konteks tunggal dalam membawakan

sebuah lagu ataupun repertoar, pola permainan sulim dari sipemain sedikit

mengabaikan tempo dan birama (metrum) sehingga terkesan kedengaran seperti free

meter. Jika kita analogikan dengan melodi sulim pada lagu siboru mauas male di

atas, penulis sebenarnya mantranskripsikannya berdasarkan penafsiran pola

pembagian ketukan dalam satu birama, sehigga dengan demikian lagu tersebut dapat

ditranksripsi ke dalam sebuah garis paranada. Namun karena tidak adanya aturan

penulisan tertentu dalam penyajian musik yang bersifat free meter, maka penulis

hanya membubuhkan tanda atau kode tertentu baik berupa lambang atau tanda baca

agar sipembaca mengerti apa yang penulis sampaikan. Meskipun demikian, tidak

semua alur melodi yang dimainkan dalam lagu tersebut bersifat free meter, bagian

ini hanya terdapat di beberapa birama tertentu saja. Tanda free meter penulis

Page 177: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

lambangkan dengan tanda fermata [ ]. Contoh ini dapat kita lihat pada

penggalan melodi yang terdapat pada bar yang ke-6, bar 10, dan bar yang ke-12.

Seorang pemain sulim tunggal biasanya memainkan motif melodi dengan

nuansa oktaf yang berbeda-beda dalam setiap penyajiannya walaupun nada yang

dimainkan adalah nada yang sama. Sehingga dalam pentranskripsian ini, penulis

sedikit mengabaikannya sebab hal tersebut tidak mengubah makna lagu dan juga

sipemain tidak sengaja untuk menbuat konsep demikian, akan tetapi dia

memainkankannya berdasarkan perasaan atau kenyamanan dalam hal meniup.

Dengan mendengar hasil rekaman yang penulis transkripsikan dan

membandingkannya dengan penyajian melodi di atas, maka hal itu akan terlihat

jelas pada bar yang pertama.

5.4.2.2 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks ensambel (uning-uningan

opera Batak)

Page 178: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan
Page 179: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Yang menjadi ciri musikal dari melodi sulim ketika dimainkan bersama ensambel

khususnya pada saat mengiring lagu opera Batak di atas adalah :

a. Penyajian melodi sudah sedikit terpola namun seakan terkesan monoton karena

tidak dibangun dengan berbagai motif melodi yang baru.

b. Melodi awal (intro) dari lagu yang dimainkan selalu dimainkan berulang-ulang

(tidak ada perbedaan antara melodi intro dengan interlude, yang membedakannya

hanya terdapat pada improvisasi teknik permainan). Melodi intro dimainkan mulai

dari bar 1 hingga bar 8, sedangkan melodi interlude dimainkan mulai dari bar 25

sampai dengan bar 32.

c. Motif isian melodi sulim dalam mengiringi lagu opera Batak di atas biasanya

bersifat statis dalam konteks metode pengisian, artinya ketika melodi intro sulim

selesai dimainkan maka secara otomatis sulim bersama melodi vokal serta

ensambel yang lain memainkan melodi yang sama, namun sulim sedikit keluar

dari melodi pokok dengan memainkan improvisasi nada tanpa harus menyimpang

dari melodi lagu. Hal ini dapat terlihat jelas pada bar 9 hingga bar 24 dan juga

terdapat pada bar 29 sampai dengan bar 47.

d. Namun metode pengisian melodi sulim dalam mengiringi lagu opera Batak di atas

biasanya juga ditandai dengan adanya jembatan melodi (bridge) untuk

menjembatani frase melodi vokal yang satu ke frase melodi vokal yang

berikutnya. Jika kita melihat komposisi di atas, akan terlihat jelas pada bar yang

ke-13, bar 24, dan bar 48.

5.4.2.3 Ciri musikal melodi sulim dalam konteks kolaborasi

Page 180: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan
Page 181: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Ciri-ciri musikal dari melodi sulim ketika dimainkan dalm konteks

kollaborasi bersama instrumen Barat maupun instrmen tradisional yang lain

khususnya pada komposisi di atas lebih dijelaskan kepada bentuk pola permainan

Page 182: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

serta teknik yang dimainkan. Jika kita memperhatikan alur melodi sulim dalam

membawakan lagu kijom/endeng-endeng di atas, jelas terlihat bahwa sulim hanya

muncul pada saat memainkan melodi awal (intro) lagu dan melodi tengah

(niterlude). Namun sejalan dengan pola permainan sulim pada kedua bagian tersebut

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan dalam hal teknik memainkan

meskipun ada beberapa bagian melodi yang sama. Pada bagian intro lagu, melodi

sulim dimainkan dengan mengadopsi teknik slur (salah satu teknik memainkan flute)

yakni dengan memainkan nada hanya dengan tiupan nafas tanpa adanya tekanan

lidah. Hal ini terlihat jelas pada bar 2 akhir hingga bar yang ke-8.

Sedangkan pada bagian interlude lagu, melodi sulim yang dimainkan juga

mengadopsi teknik staccato (juga merupakan salah satu memainkan flute) yakni

memainkan nada atau melodi dengan tiupan nafas yang kuat dibantu dengan tekanan

atau aksen yang kuat oleh lidah dalam setiap biji nada yang dimainkan. Pola serta

teknik permainan ini jelas terlihat pada bagian interlude yakni pada bar 57 akhir

sampai dengan bar yang ke-64.

Page 183: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Namun selain itu, ada beberapa frase melodi tertentu dimana sulim

memainkan melodi yang sama (unisono) dengan instrumen yang lain seperti biola.

Hal ini dapat kita lihat pada bentuk melodi intro lagu di bar 9 hingga bar yang ke-12.

Page 184: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian tentang permasalahan dan pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis membuat

kesimpulan bahwa sulim merupakan sejenis instrumen tradisional Batak Toba yang

paling eksis di antara sekian banyak instrumen tradisional Batak Toba yang lain dan

mampu bertahan di berbagai era penggunaannya. Ada beberpa instrumen tradisional

Batak Toba lainnya yang masih tetap eksis dan juga mampu bertahan dan ada juga

beberapa di antaranya perlahan mengalami kepunahan. Namun di antara sekian

banyaknya instrumen tradisional Batak Toba yang masih eksis tersebut, tidak

seluruhnya mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat Batak Toba,

sehingga terjadi berbagai pergeseran fungsi dan pengunaan isntrumen tersebut yang

mengakibatkan adanya fenomena baru dalam setiap era atau masa penggunaanya

dalam periode waktu yang berbeda-beda.

Kontinuitas dan perubahan fungsi dan penggunaan sulim ini dapat terwujud

karena sulim mampu beradaptasi terhadap perkembangan zaman yang bersinergi

dengan pola pikir, tingkat kebutuhan dan rasa musikal masyarakat Batak Toba itu

sendiri. Berbagai fenomena perubahan yang terjadi dalam konteks penggunaan tidak

menunjukkan adanya pergeseran fungsi musikal yang selalu dipertahankan. Oleh

karena itu, apabila sulim selalu konsisten dapat beradaptasi dan di terima di tengah-

Page 185: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

tengah masyarakat Batak Toba, maka kemungkinan kontinuitas ini akan terus

berlangsung selalu dan tetap bertahan di masa-masa yang akan datang.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah penulis kemukakan di atas maka

sebaiknya diajukan beberapa saran seperti berikut ini :

1. Jikalau ada di antara para pembaca yang tertarik terhadap kajian tulisan ini,

penulis menyarankan agar kiranya berkenan untuk membahas lebih lanjut

bahasan ini. Sebab setiap masa/periode waktu penggunaan sebuah isntrumen

khususnya dalam konteks kebudayaan pasti akan memunculkan fenomena

baru dalam setiap aspek kehidupan musikal masyarakat itu sendiri.

2. Selaku masyarakat yang memiliki identitas kebudayaan, sebaiknya mari kita

bersama-sama untuk melestarikan setiap unsur kebudayaan secara khusus

musik tradisional yang kita miliki bersama sebagai wujud dari penghargaan

terhadap tradisi turun-temurun yang diajarkan oleh para pendahulu kita

kepada kita. Jikalau pada masyarakat Batak Toba memiliki instrumen sulim

yang selalu mampu eksis dalam setiap perkembangan zaman tentunya

instrumen yang lain tidak hanya yang ada pada masyarakat Batak Toba tetapi

juga yang ada pada masyarakat etnis lain pasti juga akan bereksistensi secara

kontinu (berkesinambungan) apabila tradisi ini tetap dipertahankan.

Page 186: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

DAFTAR INFORMAN

Nama : Marsius SitohangUmur : 59 TahunPekerjaan : Pemusik tradisional Batak Toba dan Dosen luar biasa di

Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, USUAlamat : Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang

Nama : Guntur SitohangUmur : 76 TahunPekerjaan : Seorang pensiunan dari Penilik Kebudayaan PemKab

Samosir, seorang pengrajin alat musik tradisional Batak Toba, sekaligus mantan pemusik tradisional Batak Toba

Alamat : Desa Turpuk Limbong, Kecamatan Harian Boho Samosir

Nama : Jhon SinuratUmur : 35 TahunPekerjaan : Seorang pemusik tradisional Batak Toba sekaligus

pengrajin sulimAlamat : Tiga Balata

Nama : Juniro SitanggangUmur : 24 TahunPekerjaan : Musisi tradisinal Batak Toba sekaligus mengecap

pendidikan sebagai mahasiswa jurusan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Nomensen

Alamat : Desa Lintongni Huta, Kecamatan Ronggurni Huta, Kabupaten Samosir

Nama : Zani Ronaldgen MarbunUmur : 21 TahunPekerjaan : Musisi tradisonal Batak Toba sekaligus mengecap

pendidikan di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, USU

Alamat : Desa Lintongni Huta Aek Sor Seang, Kecamatan Ronggurni Huta, Kabupaten Samosir

Nama : Junihar SitohangUmur : 41 Tahun

Page 187: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan

Pekerjaan : Musisi tradisional Batak Toba sekaligus pengrajin alat musik tradisional Batak Toba

Alamat : Helvetia, Medan

Nama : Bertua SitanggangUmur : 41 TahunPekerjaan : Musisi tradisional Batak TobaAlamat : Simpang Limun, Medan

Page 188: C · Web viewKeterkungkungan yang lama menyelimuti tanah Batak selama berabad-abad yang diterima sebagai suatu kebiasaan oleh masyarakat ini. Bahkan mereka memproteksi diri dari kehidupan