c. bab ii
TRANSCRIPT
22
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan
manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Juga merupakan
bimbingan eksistensial agar anak mengenal jati dirinya yang unik, mampu
melanjutkan atau mengembangkan warisan sosial generasi terdahulu, untuk kemudian
dibangun lewat akal budi dan pengalaman. Sementara pendidikan juga merupakan
proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan
tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar
dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Dengan demikian kehadirannya ditengah-
tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal.
Pembangunan nasional merupakan serangkaian program dan kegiatan
pembangunan yang berkesinambungan mencakup seluruh kehidupan masyarakat
untuk melaksanakan serta mewujudkan tujuan nasional seperti yang dimaksud dalam
Pembukaan UUD 1945.
Secara normatif pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
23
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN Nomor 20 Tahun 2003:
Pasal 3).
Pendidikan nasional diselenggarakan bagi peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dalam rangka mempersiapkan mereka untuk
berperan di masa yang akan datang. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui
jalur, jenjang dan jenis pendidikan secara berkelanjutan dan ditetapkan sesuai tingkat
perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pelajaran.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan
usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia
seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan
optimal serta dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia.
2.2 Pendidikan Profesional
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau
pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya
(Poerwadarminta, 1991: 150).
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada
berbagai sumber yang diberikan para ahli pedidikan. Dalam UUSPN Nomor 20
(2003: Pasal 1) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan, masyarakat bangsa dan negara.
24
Kata “profesional” erat kaitannya dengan kata “profesi”. Profesi adalah
pekerjaan yang untuk melaksanakannya memerlukan sejumlah persyaratan tertentu
(Wirawan, 2002: 9). Pengertian ini menyatakan bahwa suatu profesi menyajikan jasa
yang berdasarkan ilmu pengetahuan hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu yang
secara sistematis diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pemakai (client) yaitu
masyarakat.
Hal utama yang perlu dikaji dalam pendidikan profesional adalah bahwa
orang yang profesional adalah seseorang yang telah melalui suatu pengujian terhadap
pengetahuan dan kemampuan profesinya serta telah sesuai dengan kode etik profesi
yang berlaku dalam memberi pelayanan kepada pengguna. Pelayanan adalah suatu
dasar profesi dan karenanya etika pelayanan melekat dalam sifat profesional. Tetapi
seorang praktisi dalam pekerjaan tidak selalu melakukan etika tersebut, hal ini
disebabkan disiplin prosedur yang digunakan dalam pekerjaan tanpa dilandasi
kemampuan profesi. Karena itu diperlukan jaminan dengan standar tinggi bagi
praktisi untuk memiliki etika profesional. Namun yang terpenting dalam hal ini
adalah profesional harus berkemampuan untuk bisa memberikan pelayanan
maksimal.
UNESCO (Hasan, 2003: 154) mengemukakan bahwa kompetensi yang perlu
dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yaitu : (1) Pengetahuan yang memadai (to
know), (2) Keterampilan dalam melaksanakan tugas secara profesional (to do), (3)
Kemampuan untuk tampil dalam kesejawatan bidang ilmu/profesi (to be), dan (4)
Kemampuan memanfaatkan bidang ilmu untuk kepentingan bersama secara etis (to
live together).
25
Peters (Prihantoro, 1999: 56) menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan
profesional identik dengan penguasaan sejumlah keterampilan, pengetahuan serta
penerimaan terhadap nilai-nilai yang mendasari praktek keterampilan dan
pengetahuan suatu profesi. Dari kajian di atas tujuan pendidikan profesional dapat
dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu :
1. Sekolah profesional bertujuan menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dipraktekkan dan tetap
menjaga standar mutu profesinya.
2. Sekolah profesional bertujuan menghasilkan lulusan-lulusan atau individu yang
memiliki ideologi profesional untuk menjamin praktek yang baik, sama baiknya
dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dipraktekkan.
2.2.1 Pendidikan Politeknik
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 19
menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,
magister, spesialis, dan doktor. Pasal 20 menyebutkan bahwa perguruan tinggi dapat
menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999, Pasal 6 ayat (1) menyatakan
bahwa satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut
perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut
atau universitas. Dalam ayat (2) PP 60 tersebut dinyatakan bahwa Politeknik
menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam sejumlah bidang
pengetahuan khusus. Sukmadinata (2004: 61) menyatakan bahwa “Pendidikan
26
kejuruan-vokasional pada jenjang perguruan tinggi memberikan latihan-latihan bagi
penguasaan dan pengembangan kompetensi vokasional dan secara formal
dilaksanakan dalam program Diploma 3 dan Diploma 4.”
Dari ketentuan di atas berarti bahwa Politeknik merupakan satuan pendidikan
pada jalur pendidikan tinggi yang menyelenggarakan bentuk pendidikan profesional
secara formal dalam program Diploma 3 dan 4.
Berikut kedudukan lulusan politeknik sebagai angkatan kerja di Indonesia
Sumber : Ditdikmenjur (2002: 92)
Gambar 2.1. Piramida Sumber Daya Manusia Indonesia
Dalam pendidikan politeknik sebagai pendidikan profesi, staf pengajar harus
melakukan analisis terhadap pengembangan kemampuan dan sikap yang dimiliki
mahasiswanya. Tugas dosen di sini adalah mempersiapkan mahasiswa untuk masuk
ke dalam profesi dengan menampilkan kualifikasi kemampuan utama serta
kemampuan-kemampuan yang digunakan dalam menjalankan tugas-tugas profesinya.
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesional adalah
27
dengan melakukan kegiatan praktek langsung di bengkel sekolah sebagai bagian
memperoleh pengalaman dan pengikutsertaan industri dalam penyelenggaraan
pendidikan. Pengikutsertaan ini bermakna untuk meningkatkan relevansi antara
perencanaan dan pelaksanaan, serta memperlancar pelaksanaan kerja praktek (on the
job Training), yang dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang
pekerjaan yang sebenarnya terjadi di lapangan atau masyarakat.
Pelaksanaan belajar bekerja di industri (praktek industri) dalam pendidikan
politeknik sebenarnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan
kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan suatu program yang menerapkan
pembelajaran “learning by doing.” Pendidikan ini berorientasi pada dunia kerja,
sehingga programnya dirancang agar peserta didik siap memasuki dunia kerja sesuai
dengan bidang keahliannya dan dapat mengembangkan sikap profesionalnya dalam
kehidupan nyata. Selama mengikuti pendidikan, pola pembelajarannya lebih
menekankan pada aspek penguasaan keterampilan kerja dari pada pengetahuan umum
(akademik).
Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan kejuruan seperti dikemukakan Prosser
(Meirawan, 1996: 40) yaitu :
1. Pendidikan kejuruan akan efisien bila lingkungan tempat belajar merupakan
replika lingkungan di mana ia bekerja.
2. Pendidikan kejuruan akan efektif bila latihan jabatan yang diberikan
mempunyai kesamaan dalam pengoperasian, alat/mesin dengan pekerjaan kelak.
3. Pendidikan kejuruan akan efektif bila mendidik individu secara langsung dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai kebutuhan pekerjaannya itu sendiri.
28
4. Pendidikan kejuruan akan efektif bila memberi kesempatan pada potensi
masing-masing individu seperti keinginan, bakat dan kecerdasan intrinsik.
5. Pendidikan kejuruan akan efektif untuk setiap profesi apabila pekerjaan dapat
diberikan pada kelompok terpilih dari individu yang membutuhkan dan mampu
serta menguntungkan bagi dirinya.
Sedangkan Barlow (Meirawan, 1996: 41) mengemukakan bahwa prinsip-
prinsip pendidikan kejuruan adalah pendidikan kejuruan direncanakan dalam kerja
sama yang erat dengan industri untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan
yang bernilai dalam pasar tenaga kerja. Isi program didasarkan atas analisis dari
kebutuhan pasar tenaga kerja.
Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan
umum (akademik). Karakteristik yang harus dimiliki oleh pendidikan kejuruan
adalah: (1) Orientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja, (2) Sesuai dengan
kebutuhan lapangan, (3) Menekankan pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan
kognitif, (4) Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja atau industri, (5)
Memerlukan sarana dan prasarana yang memadai dan, (6) Adanya dukungan
masyarakat (Finch & Crunkilton, 1984).
Sementara itu Butler (1979) menjelaskan bahwa lulusan pendidikan kejuruan
harus mememiliki kecakapan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk
jabatannya; pengetahuan dan keterampilan sosial, emosional, serta pengetahuan dan
keterampilan akademik, untuk jabatan, individu, serta masa depannya.
Pengertian pendidikan kejuruan adalah usaha mendidik dan mempersiapkan
siswa untuk memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai bakat dan
29
minat, sehingga setelah menamatkan sekolah siswa mampu bekerja. Oleh karena itu,
tujuan puncak sistem pendidikan kejuruan adalah memaksimalkan kesempatan
individu untuk belajar sepanjang hayatnya dan mencapai "kehidupan yang baik."
2.3 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar yang bermakna suatu proses yang
ditandai dengan adanya suatu perubahan dengan menggunakan segala potensi pada
diri individu yang bersangkutan. Dalam belajar terdapat usaha-usaha terencana dari
sumber belajar agar terjadi proses belajar dengan dan tanpa kehadiran guru.
Surya (1981: 32) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru sebagai hasil pengalaman individu
dalam interaksinya dengan lingkungan. Sukmadinata (2004: 149) menyatakan bahwa
melalui proses belajar tersebut terjadi perubahan dan kemajuan baik aspek fisik-
motorik, intelek, sosial emosi maupun sikap dan nilai. Nasution (1989: 57)
menyatakan bahwa Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Sudjana (2000: 8) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah
upaya sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan suatu kondisi agar
peserta didik melakukan kegiatan belajar. Peserta didik sebagai orang yang
melakukan kegiatan belajar, sedangkan pendidik adalah orang yang membelajarkan.
Dengan demikian ciri utama pembelajaran adalah adanya interaksi yang
terjadi antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, teman,
media atau fasilitas pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran merupakan proses
30
komunikatif-interaktif antara guru dan siswa dengan didukung keberadaaan sarana
prasarana, dan prosedur dalam mencapai tujuan pembelajaran. Keluaran
pembelajaran adalah adanya perubahan sebagai hasil belajar yang dapat ditunjukkan
melalui perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.
2.4 Kesiapan Fasilitas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 935) menyebutkan bahwa
kata menyiapkan artinya mengadakan sesuatu untuk; atau mengatur segala sesuatu
(untuk). Kesiapan sangat penting untuk memulai sesuatu pekerjaan, karena dengan
memiliki kesiapan pekerjaan apapun akan dapat teratasi dan dikerjakan dengan lancar
sehingga memperoleh suatu hasil yang baik pula. Sedangkan pengertian fasilitas
adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999:
275). Dari definisi tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan kesiapan fasilitas
adalah keberadaan fasilitas yang dapat digunakan untuk memperlancar pelaksanaan
suatu rencana kegiatan belajar mengajar.
Seiring dengan tujuan pendidikan politeknik adalah menghasilkan tenaga
profesional dalam bidang keahlian tertentu bagi para mahasiswa yang menginginkan
bekerja langsung di industri, bekerja sendiri sebagai wiraswasta, atau
mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu setelah selesai mengikuti
program pendidikan, maka untuk mencapai tujuan tersebut setiap sekolah atau
pendidikan yang berkualitas harus ditunjang oleh sarana-prasarana yang berkualitas
seperti gedung dan perabot, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop)
dan sebagainya guna memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Senada dengan
31
pernyataan Storm (1996: 5) bahwa “Occupational skills cannot be taught
satisfactorily without the appropriate equipment.”
Dalam pendidikan berbasis kerja seperti politeknik, maka harus memiliki
bengkel yang dilengkapi dengan fasilitas peralatan, perkakas, sumber belajar, dan
bahan yang memadai relevan dengan jenis kerja yang nantinya akan dilakukan.
Untuk itu pencapaian program pendidikan kejuruan/profesi akan ditentukan
oleh kelengkapan atau kesiapan fasilitas laboratorium baik ditinjau dari jumlah
perkakas dan alat yang memadai, jenis dan kualitasnya memenuhi syarat serta sesuai
dengan tingkat kemutakhiran teknologi. Storm (1996: 2) mengatakan bahwa
“machine-tool technicians learn to set up and operate machine tools on equipment
that meets industrial standards.” Oleh karena itu sungguh tidak proporsional jika
upaya peningkatan mutu pendidikan tidak dibarengi penyediaan peralatan pendidikan
yang justru sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa/mahasiswa. Peralatan
laboratorium dan bengkel hendaknya relevan dengan jenis kerja yang akan dilakukan
siswa setelah lulus dari sekolah.
Fasilitas belajar ini terdiri dari (1) peralatan dan perlengkapan pembelajaran
dan (2) perlengkapan gedung maupun halaman. Peralatan dan perlengkapan
pembelajaran untuk kebutuhan pelaksanaan pengajaran terdiri dari barang-barang
yang tidak habis pakai (equipment) seperti peralatan praktek, kunci-kunci, media
pengajaran dan lain-lain. Sedangkan peralatan dan perlengkapan gedung terdiri dari
gedung, lemari, bangku dan sebagainya.
Fasilitas belajar merupakan salah satu komponen yang diperlukan untuk
menjamin kelancaran proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran,
32
seyogyanya memperhatikan aspek jumlah, relevansi, manfaat, penataan dan
pemeliharaan, sehingga dapat memberikan kemudahan tercapainya proses belajar
mengajar yang efektif dan dapat mengembangkan potensi mahasiswa sesuai
karakteristik program.
Kesiapan fasilitas dapat diperoleh apabila fungsi-fungsi manajemen bengkel
dapat dilaksanakan. Oleh karena itu bengkel di sekolah kejuruan harus dikelola
dengan baik sebagai sarana mencapai tujuan. Untuk tujuan tersebut, maka sebuah
bengkel harus menerapkan manajemen bengkel yang tepat dan terencana.
2.4.1 Manajemen Bengkel
Fungsi manajemen bengkel (Depdiknas 2004: 7) meliputi : (1) Perencanaan
bengkel termasuk di dalamnya penataan bengkel, (2) Pengorganisasian bengkel, (3)
Penempatan staf bengkel, (4) Mekanisme pengelolaan meliputi administrasi bengkel,
prosedur penggunaan mesin, perawatan dan perbaikan mesin/peralatan.
Pengertian bengkel mempunyai arti sangat luas mengingat banyaknya
kegiatan yang dilakukan orang menggunakan sarana bengkel. Di sekolah kejuruan
bengkel merupakan tempat pelaksanaan praktek keterampilan kerja bagi para siswa,
tempat perawatan dan perbaikan, tempat proses produksi dan sebagai laboratoium
dalam melaksanakan pembuktian-pembuktian.
Cowie (1989: 1473) menyebutkan bahwa kata bengkel (workshop) adalah
ruangan atau bangunan yang berisi mesin-mesin dan lain-lain untuk melakukan
pembuatan atau perbaikan sesuatu. Kemudian Depdiknas (2004: 6) menyebutkan
bahwa secara garis besar, bengkel diartikan sebagai tempat pelatihan, penelitian,
perawatan dan perbaikan mesin/peralatan atau tempat produksi. Dengan demikian
33
dapat disimpulkan bahwa bengkel merupakan tempat dimana proses belajar-mengajar
berupa kegiatan praktek, perawatan, pembuatan dan penelitian dilaksanakan.
2.4.2 Perencanaan Bengkel
Fungsi perencanaan dalam sebuah bengkel mempunyai peranan yang sangat
dominan dalam keseluruhan kegiatan di industri maupun di sekolah kejuruan. Untuk
itu bengkel harus direncanakan berdasarkan tujuan bengkel, jenis kegiatannya, jenis
mesin dan peralatan yang akan digunakan, tata letak bengkel serta rencana
pengembangannya.
2.4.2.1 Tujuan dan Jenis Kegiatan Bengkel
Hal pertama yang harus dipikirkan adalah tujuan pendirian sebuah bengkel
apakah untuk kepentingan komersial seperti bengkel produksi dan jasa, atau untuk
kepentingan pendidikan dan pelatihan seperti pada bengkel sekolah. Selanjutnya
menetapkan jenis kegiatan bengkel seperti bengkel produksi, bengkel perawatan dan
perbaikan, bengkel pelatihan serta bengkel penelitian.
Bengkel produksi adalah bengkel yang memfokuskan kegiatannya pada aspek
produksi berupa barang atau jasa yang kegiatannya dimulai dengan penyediaan bahan
baku sampai barang selesai diproduksi. Bengkel perawatan dan perbaikan adalah
bengkel yang memfokuskan jenis kegiatannya memberikan layanan jasa/teknis
kepada konsumen dalam suatu unit kerja (industri). Bengkel pendidikan dan pelatihan
adalah bengkel yang memberikan layanan kegiatan praktek bagi peserta diklat.
Bengkel penelitian adalah bengkel yang fokus pada kegiatan pembuktian teori,
pembuatan model barang (prototype).
34
2.4.2.2 Jenis dan Jumlah Peralatan
Jenis dan jumlah mesin/peralatan yang akan disiapkan harus disesuaikan
dengan kapasitas ruang bengkel dan jenis kegiatan bengkel. Untuk bengkel produksi
jumlah dan jenis mesin/perlatan harus disesuaikan dengan jumlah produksi yang
diinginkan, tetapi untuk bengkel pelatihan harus memperhitungkan kurikulum diklat
yang digunakan, jumlah siswa, dan strategi pelaksanaan diklat.
2.4.2.3 Tata Letak (Lay out)
Setelah jenis dan jumlah peralatan ditetapkan, maka tata letak ruang dan
peralatan harus direncanakan dengan baik. Tata letak (lay out) adalah pengaturan
barang sehingga bengkel tersebut berwujud dengan memenuhi syarat kesempurnaan
semua faktor yang berpengaruh terhadap tata letak, kelancaran pelayanan, keteraturan,
kebersihan dan keselamatan kerja (Soetardjo, 1996: 11). Tata letak bengkel meliputi
susunan letak ruang, mesin/peralatan, dan fasilits lain di dalam bengkel. Untuk
pengaturan mesin/peralatan digunakan dua pedoman yaitu pengaturan berdasarkan
fungsi dan berdasarkan produk. Pengaturan berdasarkan fungsi artinya
mesin/peralatan yang sejenis dikelompokkan dalam suatu area/seksi/unit yang sama,
misalnya pada bengkel otomotif, penempatan mesin-mesin hidup (life engine) untuk
kegiatan perawatan ditempatkan pada satu lokasi. Sedangkan pengaturan berdasarkan
produk artinya mesin/peralatan di dalam bengkel dikelompokkan menurut kebutuhan
dalam menghasilkan suatu jenis produk, misalnya suatu produk dibuat melalui
tahapan pengerjaan membubut, mengebor, dan menggerinda, maka ketiga jenis
peralatan ditempatkan dalam suatu ruangan.
35
Depdiknas (2004: 14) menyebutkan bahwa tujuan pembuatan tata letak
bengkel adalah :
1. Menciptakan ruang gerak yang aman di sekeliling suatu mesin/peralatan,
sehingga mencegah resiko kecelakaan kerja.
2. Mempermudah melakukan perawatan dan perbaikan mesin/peralatan.
3. Menciptakan kenyamanan kerja karena keteraturan bengkel.
4. Memanfaatkan ruangan bengkel secara lebih efesien.
5. Mempercepat proses produksi (bagi bengkel produksi) karena aliran proses
yang baik.
Oleh karena itu perencanaan tata letak bengkel menjadi suatu yang penting
dalam perencanaan bengkel karena menyangkut kesempurnaan semua faktor atau
aspek dalam melaksanakan kegiatan di bengkel.
2.4.2.4 Administrasi Penyimpanan dan Penggunaan Peralatan
Alat, bahan dan mesin dalam suatu bengkel merupakan salah satu kunci utama
kelancaran kegiatan di bengkel. Pada bengkel yang besar, jumlah peralatan yang
tersedia maupun tingkat penggunaannya akan sangat tinggi, sehingga sistem
peminjaman alat harus tertib. Pelayanan peminjaman berdasarkan kepercayaan antara
dua orang sangat sulit dipertanggungjawabkan.
Konsiderasi penyimpanan alat menurut Storm (1979: 84) adalah :
(1) Frequently-used tool and instruments shoul be located within close
proximity of the general work area. (2) Frequently-used tool and
instruments should be arranged and located accessibly for fast visual
inspection.
36
Untuk memudahkan komunikasi pelayanan peralatan, maka administrasi
pelayanannya dapat diatur dari sistem penyimpanannya.
1. Penyimpanan peralatan di ruang alat. Penyimpanan peralatan dilakukan di atas
rak-rak alat, pada gantungan-gantungan alat atau dalam lemari khusus. Alat dan
bahan harus disimpan secara terpisah walaupun masih satu ruangan.
Penyimpanan peralatan di ruang alat bertujuan untuk memberikan pelayanan
kerja secara langsung, oleh karena itu jumlah alat yang disediakan harus
disesuaikan kebutuhan.
2. Penyimpanan alat di papan panel. Alal-alat yang diletakkan pada papan panel
adalah alat bantu kerja yang digunakan sehari-hari dan berkaitan langsung
dengan operator. Alat yang terpasang pada papan panel ditempatkan dekat
mesin untuk membantu operator. Semua alat dan bahan harus
teradministrasikan secara teliti dalam buku inventaris bengkel. Penggunaan
peralatan harus dilakukan sesuai prosedur peminjaman dan pengembalian yang
biasanya berupa koin atau buku bon.
3. Penyimpanan alat pada tool kit box. Penggunaan tool kit box diberikan kepada
siswa yang bekerja secara individu sampai berakhirnya program belajar atau
pada saat ketika dibutuhkan saja. Cara ini dipercaya dapat lebih menghemat
waktu praktek siswa daripada menghabiskan waktu untuk mendapatkan alat dari
tempat yang berbeda-beda.
2.4.2.5 Perawatan Mesin/Peralatan
Secara alami tidak ada barang yang dapat bertahan tanpa mengalami
kerusakan, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melaksanakan
37
perawatan. Perawatan adalah usaha yang dilakukan terhadap mesin/peralatan agar
siap digunakan. Merawat peralatan dalam arti lain membetulkan dan memperbaiki
supaya peralatan itu selalu siap digunakan kembali (Soetardjo, 1996: 40).
Perawatan rutin bertujuan menyediakan lingkungan kerja yang aman. Bentuk
perawatan ini meliputi kebersihan umum (general clean up), pemeriksaan dan
perbaikan kecil peralatan, membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan lagi,
melaksanakan pelumasan. Perawatan pencegahan bertujuan mencegah suatu peralatan
menjadi rusak atau fungsi peralatan menjadi terganggu. Perawatan jenis ini menurut
Storm (1996: 102) meliputi : (1) pemeriksaan semua peralatan secara berkala, (2)
melaksanakan perawatan yang diperlukan, (3) mengganti komponen secara berkala,
(4) mencatat hasil pemeriksaan.
2.5 Kompetensi Guru
Siswa/mahasiswa sebagai subyek dalam proses pembelajaran ternyata
memiliki keunikan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Ada mahasiswa
yang cepat dalam belajar karena kecerdasannya, sehingga dapat menyelesaikan
kegiatan pembelajaran lebih cepat dari yang ditentukan, sebaliknya ada juga
mahasiswa yang lambat dalam belajar. Mahasiswa semacam ini sering tertinggal dan
memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang diperkirakan bagi mahasiswa normal.
Ada mahasiswa yang kreatif dan selalu ingin memecahkan masalah-masalah yang
dihadapinya, dan ada juga mahasiswa yang prestasinya kurang padahal sebenarnya
mahasiswa ini mempunyai taraf intelegensi tergolong tinggi, dan yang terakhir ada
golongan mahasiswa yang gagal dalam belajar sehingga tidak selesai dalam studinya.
Oleh karena itu guru/dosen harus memiliki kepekaan dan kemampuan dalam
38
memahami karakteristik setiap mahasiswa untuk dapat memaksimalkan hasil belajar
yang sebaik-baiknya.
Beberapa faktor yang menunjang kinerja tenaga kependidikan adalah guru
harus profesional dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kemampuan profesional guru
adalah yang memiliki rasa tanggung jawab, mampu bekerja untuk mencapai tujuan
pendidikan dan mampu melaksanakan perannya dalam mengajar di kelas.
Hasan (2003: 9) menyebutkan bahwa guru menduduki titik yang paling
strategis dalam pendidikan dan sebagai soko guru di dalam pembangunan serta
ditambah lagi dengan predikat lainnya. Menurut Hasan, kemampuan profesional yang
harus dimilki guru adalah sebagai berikut :
1. Menguasai materi pelajaran.
2. Mampu merencanakan proses belajar mengajar dalam hal ini mampu membuat
program satuan pelajaran.
3. Mampu melaksanakan proses belajar mengajar.
4. Mampu melaksanakan evaluasi.
5. Mampu mendiagnosa kesulitan belajar siswa.
6. Mampu melaksanakan administrasi guru.
Menurut Zakiyah (2005) bahwa beberapa kemampuan profesional yang harus
dimiliki seorang guru, pada garis besarnya adalah :
1. Kemampuan penguasaan materi/ bahan pelajaran.
2. Kemampuan perencanaan program proses belajar-mengajar.
3. Kemampuan pengelolaan program belajar-mengajar.
4. Kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar.
39
5. Kemampuan penggunaan media dan sumber pembelajaran.
6. Kemampuan pelaksanaan evaluasi dan penilaian prestasi siswa.
7. Kemampuan program bimbingan dan penyuluhan.
8. Kemampuan dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar siswa; dan
9. Kemampuan pelaksanaan administrasi kurikulum atau administrasi guru.
Tangyong (1996: 62) menyatakan bahwa peran pengajar atau dosen berubah
menjadi profesional dalam hal-hal sebagai berikut yaitu :
1. Memahami tujuan kurikulum serta bahan kajian dan pelajaran.
2. Dapat merumuskan tujuan yang akan dicapai secara jelas dan bermakna.
3. Dapat mengelola kegiatan secara optimal.
4. Dapat mengelola waktu belajar-mengajar secara optimal.
5. Dapat mengembangkan berbagai bentuk kegiatan belajar yang menarik yang
didasari oleh tujuan yang jelas.
6. Mampu memanfaatkan sumber belajar yang beragam dan menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar.
7. Lebih memperhatikan perbedaan individu.
8. Mengembangkan kreativitas mahasiwa melalui pendekatan pemecahan masalah,
menumbuhkan sikap berani berbeda, dan menghargai perbedaan.
9. Melakukan penilaian dengan berbagai cara dalam menilai (kegiatan, kemajuan,
dan hasil belajar).
10. Mendiskusikan permasalahan yang dialami serta mencari jalan pemecahannya
bersama rekan pengajar lainnya.
40
2.6 Layanan Pembelajaran
Berdasarkan uraian sebelumnya ternyata bahwa peran guru begitu besar, maka
kompetensi profesional oleh seorang guru/dosen mutlak diperlukan. Oleh karena itu
dosen harus berupaya memahami kondisi dan karakteristik mahasiswanya dan dapat
melakukan pendekatan dalam memberikan layanan pembelajaran sebagai upaya
mengoptimalisasikan hasil belajar, sebab tanpa pendekatan ini hasil belajar tidak akan
diperoleh dengan sebaik-baiknya.
Yuniarsih (2002: 55) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan layanan
pembelajaran adalah meliputi berbagai kegiatan yang dilaksanakan para pendidik
dalam proses interaksi belajar mengajar, baik dalam bentuk lisan, tindakan atau
perbuatan maupun dalam sikap. Dengan layanan pembelajaran yang diberikan oleh
para guru atau dosen, maka diharapkan siswa/mahasiswa dapat belajar lebih baik dan
memiliki pengetahuan akademik serta kemampuan profesional yang memadai sabagai
modal bagi kehidupannya kelak di masyarakat.
Pengajar yang tadinya berperan sebagai sosok sentral untuk menyampaikan
pengetahuan dan keterampilan serta satu-satunya sumber belajar kini berubah peran
sebagai pembimbing, pembina, pengajar dan pelatih yang dapat memberikan layanan
belajar kepada mahasiswa secara optimal. Bentuk layanan pembelajaran yang dapat
diberikan dosen dalam interaksinya dengan mahasiswa adalah :
2.6.1 Dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran
Guru/dosen sebagai pendidik ataupun sebagai pengajar merupakan faktor
penentu keberhasilan pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah
memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective), dan keterampilan
41
(psychomotor) kepada anak didik (Idris, 1981: 76). Tugas guru di lapangan
pengajaran berperan juga sebagai pembimbing proses belajar mengajar untuk
mencapai tujuan pendidikan (tujuan akademik). Pencapaian tujuan ini sangat
dipengaruhi oleh: (1) tingkat penguasaan guru terhadap bahan pelajaran dan
penguasaan struktur konsep-konsep keilmuannya, (2) metode, pendekatan, gaya/seni
dan prosedur mengajar, (3) pemahaman dan penghayatan terhadap nilai, keyakinan,
dan standar, (Tola dan Furqon, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/44/burhanuddin-
furqon.htm).
2.6.2 Dalam Bidang Pengembangan Mutu KBM
Bagimanapun baiknya sebuah rancangan perkuliahan yang dipersiapkan oleh
dosen, pada akhirnya juga ditentukan oleh ada tidaknya hubungan interaktif yang
positif antara dosen dengan mahasiswa dan sebaliknya. Keberadaan dosen dengan
segala atributnya dan kesungguhannya dalam memberikan layanan perkuliahan juga
harus dibangun atas dasar kepercayaan mahasiswa atas dirinya. Kepercayaan
mahasiswa terhadap dosen akan berdampak terhadap keikutsertaannya dalam
aktivitas perkuliahan secara intensif. Oleh karena itu dosen sebagai panutan
berkewajiban menampilkan dirinya sebagai orang yang tepat untuk ditiru melalui
penegakan disiplin dalam kegiatan belajar mengajar.
Disiplin pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dari perilaku
seseorang dalam mematuhi ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan tertentu
yang berkaitan dengan pekerjaan untuk diberlakukan dalam suatu organisasi. Jadi
disiplin dosen adalah bentuk ketaatan sikap dan tingkah laku dosen yang dapat
mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Faktor sikap dan kepribadian guru/dosen
42
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam ketepatan
memulai dan mengakhiri pelajaran akan melahirkan motivasi belajar mahasiswa dan
pada akhirnya dapat meraih hasil belajar yang baik.
Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang
dapat membawa informasi atau materi belajar yang berlangsung antara dosen dengan
mahasiswa. Pemanfaatan media dan teknologi pembelajaran, selain dapat memberi
kontribusi terhadap pengetahuan dan keterampilan mahasiswa juga dapat membantu
tenaga pengajar untuk mempermudah proses belajar, memperjelas materi
pembelajaran dengan beragam contoh yang konkrit, memfasilitasi interaksi dengan
mahasiswa.
2.6.3 Dalam Bidang Pemberian Motivasi Belajar
Motivasi merupakan perubahan di dalam diri seseorang yang ditandai oleh
dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Sumanto,
1998: 203). Dengan demikian motivasi merupakan kondisi psikologis yang
mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Dari pengertian motivasi tersebut tampak tiga hal yaitu: (1) motivasi dimulai dengan
suatu perubahan dalam diri seseorang, (2) motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif,
(3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Siswa akan berusaha
sekuat tenaga apabila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar.
Adanya motivasi berprestasi yang tinggi merupakan syarat agar siswa terdorong oleh
kemauannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya
selanjutnya siswa akan sanggup untuk belajar sendiri. Oleh karena itu merupakan
43
tugas seorang dosen untuk selalu memberi motivasi kepada mahasiswa agar prestasi
belajar mahasiswa tetap tinggi.
2.6.4 Dalam Bidang Evaluasi Belajar
Tyler (Daryanto, 2005: 77) mengungkapkan bahwa pendidikan sebagai suatu
proses yang di dalamnya terdapat tiga hal yang perlu dibedakan yaitu tujuan
pendidikan, pengalaman belajar dan penilaian terhadap hasil belajar. Evaluasi atau
penilaian terhadap hasil belajar merupakan komponen integral dalam pendidikan di
samping tujuan pembelajaran, materi dan metode pengajaran. Oleh karena itu
evaluasi yang baik adalah bahwa data yang dikumpulkan mengenai setiap aspek
mahasiswa harus cukup representatif terhadap keseluruhan tingkah laku mahasiswa
(Daryanto, 2005: 23). Pengertian tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku
hasil belajar yang dicapai siswa/mahasiwa, tidak saja terbatas pada pengetahuan
(kognitif), melainkan juga mencakup dimensi-dimensi lain dari tingkah laku yang
tergambar dalam tujuan-tujuan pendidikan. Berhubung evaluasi diadakan untuk
memeriksa sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu telah dicapai, maka
dalam kegiatan evaluasi alat evaluasi harus disusun berdasarkan rumusan tujuan,
kemudian mahasiswa perlu juga dinilai secara adil.
2.6.5 Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar
1. Mendiskusikan permasalahan yang dialami serta mencari jalan pemecahannya
bersama rekan pengajar lainnya.
2. Dalam interaksinya di dalam kelas dosen bertindak sebagai fasilitator yang
bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan mahasiswa
44
sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi untuk mencapai tujuan
belajar yang telah direncanakan.
3. Mengembangkan kreatifitas mahasiswa melalui pendekatan pemecahan
masalah, menumbuhkan sikap berani berbeda dan menghargai perbedaan
Tangyong (1996: 62).
Dosen berkewajiban mendorong mahasiswa agar menguasai materi
perkuliahan dengan memperlakukan mahasiswa secara terhormat, seakan-akan
mereka mampu mengatasi persoalan yang dapat menghambatnya dalam meraih hasil
belajar yang optimal.
2.6.6 Dalam Bidang Pelatihan Keterampilan
Seorang dosen sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif
untuk membelajarkan mahasiswa, baik di dalam jam pelajaran maupun di luar jam
pelajaran sekolah. Ketidakpedulian dosen terhadap pembelajaran mahasiswa akan
membawa kemerosotan bagi perkembangan mahasiswa. Dosen yang sering
memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan
mahasiswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan dosen yang hanya sekedar
menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinu. Dengan kata lain,
prestasi belajar mahasiswa sangat ditentukan oleh cara mengajar dosen dengan
menciptakan kebiasaan belajar pada mahasiswa. Kebiasaan merupakan suatu cara
bertindak yang telah dikuasai dan bersifat tahan uji. Kebiasaan biasanya tejadi tanpa
disertai kesadaran pada pihak yang memiliki kebiasaan tersebut dan akan
memberikan dampak yang otomatis terutama ketika mempelajari keterampilan
motorik, tetapi kadang dapat juga ketika belajar kognitif.
45
2.7 Pengalaman Industri
Pengalaman pada hakikatnya merupakan pemahaman terhadap sesuatu yang
dihayati seseorang, sehingga apa yang dihayati atau dialami tersebut diperoleh
pengetahuan, keterampilan ataupun sikap yang menyatu pada diri seseorang.
Pengalaman dapat diperoleh dengan jalan mengalami langsung pada kondisi yang
sebenarnya, mengamati benda-benda pengganti atau berupa alat peraga, atau melalui
bacaan-bacaan seperti buku-buku, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.
Wallace (1991: 52) mengatakan bahwa terdapat dua sumber pengetahuan
yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar, baik secara formal maupun
informal, serta pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman (experiential
knowledge). Kedua sumber pengetahuan tersebut merupakan unsur kunci bagi
pengembangan profesionalisme.
Dalam kajian filosofis, dasar filsafat pendidikan kejuruan adalah berorientasi
pada aliran pragmatisme yang mengutamakan pengalaman. Pengalaman sebagai
proses individu yang memungkinkan seorang siswa dapat membentuk pengertian
tentang sesuatu, hubungan dengan lingkungan dan kehidupan. Belajar melalui
pengalaman, maka siswa dapat menghubungkan antara pengalaman masa lalu dengan
masa sekarang maupun masa akan datang.
Dalam pendidikan kerja (profesional) secara spsesifik memiliki suatu
kekhususan atau penekanan yang kuat terhadap pengalaman yang berorientasi pada
lapangan kerja yang nyata. Dengan pengalaman on the job di lingkungan industri,
maka pengalaman yang diperoleh adalah :
1. Bersifat praktis dan fungsional yang mendukung penguasaaan teori di sekolah.
46
2. Mahasiswa memperoleh pemahaman secara luas tentang fungsi dan kegiatan
industri.
3. Mahasiswa mampu mengembangkan elemen kompetensi yang mencakup unsur
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
4. Mengembangkan hubungan sosial dengan pihak lain dalam hal ini sesama
karyawan di lingkungan industri.
Nana Sudjana (1989: 107) mengemukakan bahwa pengalaman dibagi
menjadi dua jenis yakni :
1. Pengalaman langsung yaitu merupakan pengalaman yang dialami dan diperbuat
secara langsung.
2. Pengalaman tidak langsung yaitu merupakan pengalaman yang diperoleh
dengan cara mengamati gejala atau situasi dengan menggunakan alat indera,
melalui gambar, melalui lambang atau melalui verbal.
Dengan pengalaman yang lebih banyak, maka seseorang memiliki banyak
kelebihan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendukung aktivitasnya. Jika
tenaga kerja memiliki pengalaman yang banyak, maka orang tersebut mampu bekerja
dengan keterampilan tinggi dan pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas
kerjanya. Seperti dikemukakan Hadi (1960: 41) bahwa pengalaman kerja mempunyai
pengaruh terhadap banyaknya produksi. Sejalan dengan apa yang dikemukakan
Robinson dan Robinson (1989: 11) bahwa “Business results occur when skills taught
in a training program are applied on the job, yielding improved performance.”
47
Pengalaman industri bagi mahasiswa adalah suatu kegiatan yang diikuti
mahasiswa di luar kampus sebagai wahana untuk memantapkan hasil belajar
sekaligus memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengalami situasi dan kondisi
kerja yang sesungguhnya. Melalui penghayatan dalam praktek industri, maka
mahasiswa memperoleh pengalaman yang bernilai dan berdampak positif terhadap
motivasi belajar maupun semangat untuk belajarnya.
Pendidikan berbasis kerja adalah pendidikan yang terjadi di tempat kerja
sesuai kebutuhan khusus industri atau kebutuhan umum yang dapat diterapkan
diberbagai situasi. Tujuannya adalah : (1) Meningkatkan keterampilan akademik, (2)
Mempersiapkan siswa sebagai warga negara, (3) Mempersiapkan siswa bekerja, (4)
Membantu menuju kedewasaan (social maturity) dan bertanggung jawab dalam
masyarakat (Bailey, 2004: 6).
Konsep mengenai kedewasaan (maturity) teridiri dari dua dimensi yaitu :
kedewasaan bekerja (job maturity, ability) dan kedewasaan psikologis (psychological
maturity, willingness). Kedewasaan bekerja berhubungan dengan kemampuan untuk
mengerjakan sesuatu dan berkaitan dengan pengetahuan maupun keterampilan.
Individu yang dewasa dalam bekerja adalah individu yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan serta pengalaman untuk melaksanakan tugasnya tanpa pengarahan dari
orang lain. Sedangkan kedewasaan psikologis berhubungan dengan kemauan, rasa
percaya diri (confidence), dan tanggung jawab (commitment). Individu yang memiliki
kedewasaan psikologis percaya bahwa tanggung jawab, kemauan yang kuat dan rasa
percaya diri itu penting dalam aspek pekerjaan (Hersey & Blanchard, 1982: 157).
48
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengalaman industri hanya
dapat diperoleh bila mahasiswa melaksanakan suatu kegiatan pendidikan yang
berlangsung di tempat bekerja (praktek industri) dengan melakukan pekerjaan-
pekerjaan yang sesungguhnya.
Pendekatan pembelajaran berbasis kerja (Work Based Learning) merupakan
suatu usaha untuk memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik dengan
melibatkan peserta didik dalam lini produksi/jasa di industri yang dilaksanakan dalam
berbagai bentuk.
2.7.1 Pendidikan Berbasis Kerja
Pemenuhan pada standar pendidikan yang tinggi memunculkan pertanyaan
pendekatan apa yang akan ditempuh oleh pendidik untuk mencapai standar tersebut.
Barangkali tanggapan yang paling umum adalah menitikberatkan bagaimana siswa
dapat mengikuti sejenis pendidikan akademik yang biasanya untuk mempersiapkan
mereka memasuki perguruan tinggi. Walaupun hal ini sangat efektif bagi sebagian
besar siswa di Amerika, namun mereka tidak dapat meyakinkan kepada sebagian
siswa lainnya.
Hamilton (Bailey, 2004: 2) menyebutkan bahwa lebih dari 15 tahun terakhir
para reformers pendidikan di Amerika berpendapat bahwa mengintegrasikan
pengalaman di luar sekolah dengan pembelajaran dalam kelas adalah suatu
pendekatan yang cukup efektif untuk menggairahkan siswa dalam belajar dan juga
membantu mempersiapkan mereka dalam pendidikan serta dapat bekerja setelah
mereka lulus sekolah. Para reformers membuat berbagai penegasan tentang manfaat
pendidikan berbasis kerja karena dapat meningkatkan rasa tanggung jawab.
49
Pendidikan berbasis kerja sebagai bagian strategi dalam reformasi pendidikan
yang lebih luas jika dilaksanakan dengan baik dapat memainkan peran penting yang
besar mempersiapkan pendidikan para pemuda. Banyak kalangan muda memahami
pentingnya pengalaman belajar di luar sekolah yang membuat mereka efektif, mereka
belajar langsung (on the job) di masyarakat. Dengan demikian siswa dapat belajar
keterampilan khusus dalam bekerja yang dapat mengembangkan kemampuan
akademik maupun manfaat lainnya. Oleh karena itu belajar berbasis kerja dapat juga
menjadi bagian produktif dari pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.
Pendidikan kejuruan atau pendidikan profesional bergerak untuk memadukan
pembelajaran berbasis kerja dengan pengalaman nyata di awal pelaksanaan
pendidikannya. Program pelatihan atau pendidikan kesehatan sekarang telah
membawa para siswanya lebih awal pada tempat-tempat layanan kesehatan,
sedangkan sekolah hukum mempertanyakan kebijakan pelatihan yang tidak
memberikan gagasan-gagasan yang akan diperbuat sebagai seorang pengacara.
Setidak-tidaknya para mahasiswa fakultas hukum menyadari betapa pentingnya
pemagangan melalui pengalaman nyata.
Beberapa sistem pendidikan yang berupaya memberikan pengalaman nyata
kepada siswanya melalui bentuk pendidikan kooperatif, pendidikan berbasis kerja,
pemagangan, pendidikan profesional dan observasi industri.
2.7.2 Bentuk Pendidikan Berbasis Kerja
Ada pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan koperatif (cooperative
education), pemagangan (apprenticeship), pendidikan profesional (professional
training) dan pendidikan berbasis kerja (work-based learning) merupakan strategi
50
transisi bagi kalangan muda yang telah memilih langsung bidang pekerjaan yang
diminati. Sekali memilih untuk menjadi dokter, tukang kayu, maka ia akan berusaha
mendapatkan pengalaman nyata dari pilihan profesinya tersebut untuk diterapkan
dalam masyarakat.
Bailey (2004: 6) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk pendidikan berbasis
kerja adalah :
1 Full-scale apprenticeships : merupakan yang paling diminati (ambitious) di
Amerika yang dikembangkan dari pola dual system yang ada di German dengan
2-4 tahun magang yang mengkombinasikan antara kerja dan pembelajaran di
kelas melalui pengaturan yang baik pada pekerjaan nyata atau On the Job.
2 Internships : model ini adalah dengan cara mengirim siswa beberapa minggu
atau beberapa bulan untuk bekerja dengan menerima upah atau tanpa upah.
Kaitan terhadap kurikulum kadang-kadang tidak terfokus (sangat luas).
3 Co-operative education : program ini dirancang untuk menempatkan para siswa
magang dan biasanya mereka segera bekerja setelah menamatkan sekolah.
4 School-based enterprise : bentuk program ini adalah menempatkan sejumlah
siswa pada unit-unit bisnis yang ada di sekolah.
5 Service learning : program ini adalah meningkatkan promosi layanan masyara-
kat kepada siswa dan menghubungkan dengan kegiatan persekolahan.
6 Volunteer work : program ini merupakan pendidikan empat hari bekerja yang
berorientasi pada kegiatan ekstrakurikuler lainnya.
7 Job shadowing : Para siswa berada di industri dan mengamati pekerjaan tanpa
harus terlibat.
51
Menurut Depdiknas (2003: 1) dalam buku pedoman praktek kerja industri
menyebutkan bahwa :
“Praktek Kerja Industri (Prakerin) merupakan suatu bagian dari
pelaksanaan pendidikan sistem ganda (PSG) pada sekolah menengah
kejuruan di SMK. Praktek kerja industri merupakan bagian dari
program bersama-sama antara SMK dan Industri yang dilaksanakan di
Dunia usaha dan Industri.”
Menurut Pakpahan (1994: 7) praktek kerja industri yang di operasionalkan
dalam bentuk pendidikan sistem ganda di sekolah menengah kejuruan adalah suatu
bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara
sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan
keahlian yang diperoleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terarah untuk
mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.
Praktek industri merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh
oleh semua mahasiswa jurusan Teknik Otomotif Politeknik TEDC Bandung. Mata
kuliah ini mempunyai bobot 4 sks dengan pelaksanaan yang terprogram dalam
pedoman praktek industri. Pelaksanaan praktek dilakukan sekurang-kurangnya tiga
hingga lima bulan.
Pemilihan tempat praktek industri disesuaikan dengan bidang keahlian para
mahasiswa agar terdapat kesesuaian antara ilmu yang didapat di tempat kuliah dengan
pekerjaan di industri. Pelaksanaan praktek industri ini berupa kegiatan nyata di garis
produksi agar mahasiswa dapat memperoleh manfaat terhadap peningkatan
kompetensinya sebagai calon tenaga kerja profesional melalui peningkatan aspek
kognitif yaitu melatih nalar mahasiswa dengan mengintegrasikan teori di bangku
kuliah dengan pengetahuan di industri, aspek psikomotorik yaitu terampil
52
melaksanakan pekerjaan sesuai standar yang ditetapkan, serta aspek afektif yaitu
memupuk sifat etik dan kerja sama diantara pelaku di lapangan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka melalui pengalaman di industri ini
mahasiswa lebih memiliki kompetensi pada bidangnya, karena mahasiswa bekerja
dan belajar sepenuhnya di dalam lingkungan industri mulai dari mengamati langsung
apa yang terjadi dan juga melaksanakan pekerjaan sebagaimana karyawan lainnya.
2.7.3 Pelaksanaan Praktek Industri
Tempat kerja yang paling cocok untuk praktikum mahasiswa adalah tempat
kerja yang sesuai bidang keahlian yang dipelajari di sekolah. Mahasiswa memperoleh
peluang untuk bekerja dengan perkakas dan mesin-mesin, memperoleh pengalaman
serta membiasakan diri dengan perkembangan baru. Pelaksanaan praktek industri
oleh mahasiswa Politeknik TEDC Bandung diselenggarakan dengan alur sebagai
berikut :
1. Tahap persiapan; adalah tahap perencanaan yang melibatkan unsur manajemen
institusi yang terkait mulai dari Direktur Politeknik, Ketua Bidang Akademik,
Ketua Jurusan dan Ketua Konsentrasi, serta mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa
yang telah memenuhi persyaratan akademik dan berada pada minimal semester
3 mengajukan permohonan kepada Ketua Jurusan untuk melaksanakan program
praktek industri.
2. Pemilihan industri ; dalam tahapan ini Pudir I bidang Akademik menghubungi
tempat praktek industri (perusahaan/industri) termasuk para mahasiswa yang
secara informal menghubungi perusahaan. Sebelum mahasiswa ditempatkan
53
dalam program praktek, pihak institusi menyelenggarakan pembekalan kepada
mahasiswa agar memperoleh gambaran tentang kegiatan-kegiatan yang
seharusnya dilakukan di industri.
3. Dengan surat pengantar dari Direktur Politeknik, mahasiswa menghubungi
ataupun berkunjung ke industri yang diminati untuk merundingkan kesiapan
menerima dalam rangka praktek kerja industri serta lamanya waktu yang
diizinkan. Selanjutnya disusun program kerja praktek industri bersama calon
pembimbing lalu disampaikan kepada ketua Jurusan untuk disahkan.
4. Pelaksanaan praktek; mahasiswa yang telah diterima diwajibkan melaksanakan
semua tugas termasuk tata tertib dan disiplin kerja sesuai ketentuan perusahaan
atau industri tempat mereka bertugas. Para mahasiswa disamping bekerja pada
lini produksi mereka juga melakukan pengamatan terhadap : proses produksi
yang diterapkan, strategi, alat dan mesin serta waktu yang digunakan dalam
mencapai target produksi, serta etika kerja yang mendorong tercapainya tujuan
perusahaan.
Selama melaksanakan praktek industri setiap mahasiswa ada dalam
pengawasan seorang pembimbing yang telah ditunjuk oleh perusahaan dan juga
dipantau oleh pihak institusi.
2.8 Prestasi Belajar
Sebelum membahas tentang prestasi belajar, perlu disampaikan hakikat
evaluasi karena dalam proses pendidikan, prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari
hakikat evaluasi. Tyler (Daryanto, 2005: 77) menggambarkan bahwa pendidikan
sebagai suatu proses yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan pendidikan,
54
pengalaman belajar, dan penilaian terhadap hasil belajar (evaluasi). Hubungan ketiga
dimensi ini dalam proses pendidikan sangat erat. Kegiatan evaluasi dalam hubungan
tersebut dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan
pendidikan telah dicapai dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada
akhir kegiatan pendidikan. Ini berarti bahwa evaluasi pada dasarnya adalah ingin
memperoleh gambaran mengenai efektifitas dari sistem pendidikan dalam mencapai
tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan mencerminkan perubahan tingkah
laku siswa, maka yang penting dalam proses evaluasi adalah memeriksa sejauh mana
perubahan tingkah laku yang diharapkan tersebut benar-benar telah terjadi pada siswa.
Sehubungan dengan uraian tentang hakikat evaluasi tersebut, maka tugas
lembaga pendidikan tidak saja melaksanakan pendidikan, tetapi harus ikut memantau
perkembangan kemajuan belajar para mahasiswa. Demikian juga para dosen yang
memiliki kewenangan dalam pengajaran dalam kelas, ia harus ikut mengevaluasi dan
memonitor keberhasilan pendidikan para mahasiswa dalam penguasaan (mastery)
pelajaran dan memperbaikinya bila diperlukan.
Ditinjau dari sisi lain bahwa tujuan dari pengajaran itu adalah untuk
memudahkan aktivitas belajar dan menjadikan belajar menjadi pengalaman yang
menyenangkan, maka diperlukan beberapa jenis penilaian sehingga proses belajar
dapat dievaluasi dan dapat dilakukan perubahan-perubahan.
Pelayanan yang diberikan institusi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan
perubahan perilaku yang merupakan perkembangan (increments) di dalam
achivement atau prestasi belajar siswa (Thomas, 1971: 13). Terkait dengan hal ini,
55
maka perlu disampaikan beberapa uraian tentang prestasi belajar dan kegunaan
prestasi belajar.
2.8.1 Rumusan Prestasi Belajar
Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari evaluasi tentang pencapaian hasil
belajar siswa/mahasiswa. Istilah yang paling sering dikaitkan dengan evaluasi adalah
assessment dan achivement.
Davish (1981: 226) mengatakan bahwa assessment berhubungan dengan
orang sedangkan evaluasi berhubungan dengan program atau mata pelajaran (course).
Evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat terminal, sedangkan assessment bukan
terminal karena bersifat proses yang terus berlangsung (on going). Sedangkan Hoover
(1976: 403) menyatakan bahwa evaluasi itu harus didasarkan pada achivement yang
aktual bukan pada kemampuan yang seharusnya dicapai.
Teori prestasi (achievement theory) dari Mc.Celland (1996) berusaha
menjelaskan "achievement oriented behavior" yang merupakan tingkah laku yang
diarahkan terhadap pencapaian "standard of excellent." Menurut teori tersebut,
seseorang yang mempunyai need for achievement selalu mempunyai pola pikir
tertentu ketika ia merencanakan untuk melaksanakan sesuatu yaitu dengan
mempertimbangkan apakah hal yang akan dilakukan itu cukup menantang atau tidak.
Best (1983: 193) menyatakan bahwa tes achivement itu dipergunakan untuk
mengukur apa yang telah dipelajari individu pada tingkat kemampuannya yang
dimilikinya sekarang. Tes seperti demikian sangat membantu di dalam menentukan
status individu atau kelompok di dalam belajar.
56
Kerlinger (1973: 43) menyatakan bahwa achivement secara operasional
disebut dengan tes achivement yang hasilnya pada umumnya diperoleh dengan
memberi bobot 4, 3, 2, 1 dan 0 terhadap nilai-nilai A, B, C, D dan F.
Keputusan Mendiknas 232 (2000: pasal 12) menyatakan bahwa : (1) Terhadap
kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan penilaian secara berkala yang
dapat berbentuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh dosen. (2) Ujian
dapat diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian akhir
program studi, ujian skripsi, dan ujian tesis. (3) Penilaian hasil belajar dinyatakan
dengan huruf A, B, C, D, dan E yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 787) menyatakan bahwa “Prestasi
adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan
sebagainya ).”
Kemudian Djamarah (1994: 21) mengemukakan bahwa “Prestasi adalah
penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan
dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai
yang terdapat di dalam kurikulum.”
Prestasi belajar mengandung dua kata yaitu prestasi dan belajar. Makna
prestasi telah dijelaskan di atas, sedangkan belajar merupakan perubahan tingkah laku
untuk mencapai tujuan dari tidak tahu menjadi tahu atau dapat dikatakan sebagai
proses yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku dan kecakapan
seseorang.
Belajar merupakan suatu aktifitas yang sadar akan tujuan. Tujuannya adalah
terjadinya suatu perubahan dalam diri individu. Perubahan yang dimaksud tentu saja
57
menyangkut semua unsur yang ada pada diri individu. Seseorang dinyatakan
melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh hasil yakni terjadinya perubahan
tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi
mengerti dan sebagainya.
Sardiman (Djamarah, 1994: 21) mengatakan bahwa “Belajar adalah rangkaian
kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya,
yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif dan
psikomotorik.” Bertolak dari pendapat di atas jelas menyatakan bahwa belajar itu
bertujuan untuk mengembangkan pribadi manusia bukan hanya sekedar
mencerdaskan belaka, namun menjadi manusia yang berkepribadian yang luhur yang
melibatkan unsur cipta, rasa, kognitif, afektif dan psikomotorik.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah
suatu proses untuk mencapai suatu kecakapan, kebiasaan, sikap dan pengertian suatu
pengetahuan dalam usaha merubah diri menjadi semakin baik dan mampu.
Saleh (1981: 92) memberikan pengertian prestasi belajar atau hasil belajar
adalah hasil yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat penguasaan ilmu
pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk
angkah huruf atau kata atau simbol.
Prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
dikuasai peserta didik dalam memahami mata pelajaran di sekolah. Dengan kata lain
prestasi belajar adalah bukti keberhasilan mahasiswa terhadap penguasaan suatu mata
pelajaran melalui tahap-tahap evaluasi belajar yang dinyatakan dengan nilai.
58
2.8.2 Indeks Prestasi Belajar
Dalam kegiatan belajar mahasiswa diwajibkan mengikuti semua proses
pembelajaran yang ditetapkan seperti kehadiran mengikuti perkuliahan, mengerjakan
tugas dan mengikuti tahapan evaluasi. Besar kecilnya beban belajar mahasiswa
ditunjukkan oleh jumlah kredit. Kredit diperoleh apabila telah mengikuti kegiatan
kurikuler yang dituntut oleh mata kuliah tertentu dan memperoleh hasil belajar
menurut ketentuan yang berlaku. Dalam penilaian hasil belajar haruslah objektif,
menyeluruh dan berkesinambungan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan.
Dengan cara mengalikan kredit matakuliah dengan nilai hasil belajarnya,
maka hasilnya menunjukkan prestasi mahasiswa terhadap kemampuan dan sekaligus
menunjukkan bobot upaya belajarnya. Hasil perkalian ini disebut indeks prestasi
belajar untuk suatu matakuliah. Prestasi belajar mahasiswa persemester disebut
indeks prestasi belajar semester. Indeks prestasi belajar kumulatif (IPK) adalah indeks
prestasi belajar rata-rata persemester.
Indeks prestasi belajar yang diperoleh dalam penelitian ini adalah indeks
prestasi rata-rata dari materi Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB) dan Matakuliah
Keilmuan dan Keterampilan (MKK) yang memerlukan fasilitas praktek, dari semester
1,2, 3 dan 4 setiap kelompok/kelas (angkatan 2004 dan 2005) yang telah
melaksanakan praktek industri, (lihat lampiran 9: 176). Sedangkan bagi mahasiswa
angkatan 2006 tidak dijadikan objek penelitian disebabkan sedang melaksanakan
kegiatan praktek industri saat penelitian ini dilakukan. Hasil belajar mahasiswa dari
semester 1 sampai dengan semester 4 inilah yang akan dihubungkan dengan kesiapan
fasilitas, layanan pembelajaran dan pengalaman industri.
59
Kelompok matakuliah keahlian berkarya (MKB) adalah kelompok bahan
kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan
berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan kelompok
matakuliah keilmuan dan keterampilan (MKK) adalah kelompok bahan kajian dan
pelajaran yang ditujukan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan
keterampilan tertentu (Kep. Mendiknas Nomor 232 tahun 2000, pasal 9).
2.8.3 Kegunaan Prestasi Belajar
Prestasi belajar sebagai hasil evaluasi yang bersifat terminal terbentuk dari
beberapa kegiatan belajar yang besifat kurikuler maupun kokurikuler dari beberapa
ranah (domain) yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik.
Anastasi (1976: 402) mengemukakan bahwa tes prestasi belajar atau
achivement dapat digunakan untuk membantu memberikan nilai, menginformasikan
kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran, membantu dalam menentukan
program pembelajaran remedial, membantu mengidentifikasi kemajuan belajar siswa,
membantu dalam evaluasi dan mengembangkan pembelajaran serta merumuskan
tujuan-tujuan pendidikan. Sedangkan Best (1983: 194) menyebutkan bahwa
kegunaan tes hasil belajar yaitu untuk mengukur kemampuan (performance) yang
dicapai siswa, menentukan status individu atau kelompok dalam belajar, membantu
mengevaluasi pelajaran, guru, metoda dan faktor-faktor lain yang dianggap penting
dalam praktek pendidikan. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar mempunyai banyak kegunaan terutama dalam bidang pendidikan karena dapat
menunjukkan kemampuan atau hasil belajar yang sebenarnya (aktual) dari
siswa/mahasiswa, membantu evaluasi pelajaran, guru, metoda dan lain sebagainya.