c. bab ii

38
22 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Juga merupakan bimbingan eksistensial agar anak mengenal jati dirinya yang unik, mampu melanjutkan atau mengembangkan warisan sosial generasi terdahulu, untuk kemudian dibangun lewat akal budi dan pengalaman. Sementara pendidikan juga merupakan proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Dengan demikian kehadirannya ditengah- tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal. Pembangunan nasional merupakan serangkaian program dan kegiatan pembangunan yang berkesinambungan mencakup seluruh kehidupan masyarakat untuk melaksanakan serta mewujudkan tujuan nasional seperti yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945. Secara normatif pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Upload: hari-krismanto

Post on 30-Jul-2015

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: c. BAB II

22

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pendidikan Nasional

Pendidikan merupakan gejala insani yang fundamental dalam kehidupan

manusia untuk mengantarkan anak manusia ke dunia peradaban. Juga merupakan

bimbingan eksistensial agar anak mengenal jati dirinya yang unik, mampu

melanjutkan atau mengembangkan warisan sosial generasi terdahulu, untuk kemudian

dibangun lewat akal budi dan pengalaman. Sementara pendidikan juga merupakan

proses menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan

tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang yang benar

dan yang salah, yang baik dan yang buruk. Dengan demikian kehadirannya ditengah-

tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal.

Pembangunan nasional merupakan serangkaian program dan kegiatan

pembangunan yang berkesinambungan mencakup seluruh kehidupan masyarakat

untuk melaksanakan serta mewujudkan tujuan nasional seperti yang dimaksud dalam

Pembukaan UUD 1945.

Secara normatif pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga

Page 2: c. BAB II

23

negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UUSPN Nomor 20 Tahun 2003:

Pasal 3).

Pendidikan nasional diselenggarakan bagi peserta didik melalui kegiatan

bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan dalam rangka mempersiapkan mereka untuk

berperan di masa yang akan datang. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan melalui

jalur, jenjang dan jenis pendidikan secara berkelanjutan dan ditetapkan sesuai tingkat

perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pelajaran.

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan merupakan

usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya manusia

seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan

optimal serta dapat dirasakan manfaatnya bagi manusia.

2.2 Pendidikan Profesional

Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara dan

sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau

pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya

(Poerwadarminta, 1991: 150).

Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada

berbagai sumber yang diberikan para ahli pedidikan. Dalam UUSPN Nomor 20

(2003: Pasal 1) dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan, masyarakat bangsa dan negara.

Page 3: c. BAB II

24

Kata “profesional” erat kaitannya dengan kata “profesi”. Profesi adalah

pekerjaan yang untuk melaksanakannya memerlukan sejumlah persyaratan tertentu

(Wirawan, 2002: 9). Pengertian ini menyatakan bahwa suatu profesi menyajikan jasa

yang berdasarkan ilmu pengetahuan hanya dikuasai oleh orang-orang tertentu yang

secara sistematis diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pemakai (client) yaitu

masyarakat.

Hal utama yang perlu dikaji dalam pendidikan profesional adalah bahwa

orang yang profesional adalah seseorang yang telah melalui suatu pengujian terhadap

pengetahuan dan kemampuan profesinya serta telah sesuai dengan kode etik profesi

yang berlaku dalam memberi pelayanan kepada pengguna. Pelayanan adalah suatu

dasar profesi dan karenanya etika pelayanan melekat dalam sifat profesional. Tetapi

seorang praktisi dalam pekerjaan tidak selalu melakukan etika tersebut, hal ini

disebabkan disiplin prosedur yang digunakan dalam pekerjaan tanpa dilandasi

kemampuan profesi. Karena itu diperlukan jaminan dengan standar tinggi bagi

praktisi untuk memiliki etika profesional. Namun yang terpenting dalam hal ini

adalah profesional harus berkemampuan untuk bisa memberikan pelayanan

maksimal.

UNESCO (Hasan, 2003: 154) mengemukakan bahwa kompetensi yang perlu

dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi yaitu : (1) Pengetahuan yang memadai (to

know), (2) Keterampilan dalam melaksanakan tugas secara profesional (to do), (3)

Kemampuan untuk tampil dalam kesejawatan bidang ilmu/profesi (to be), dan (4)

Kemampuan memanfaatkan bidang ilmu untuk kepentingan bersama secara etis (to

live together).

Page 4: c. BAB II

25

Peters (Prihantoro, 1999: 56) menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan

profesional identik dengan penguasaan sejumlah keterampilan, pengetahuan serta

penerimaan terhadap nilai-nilai yang mendasari praktek keterampilan dan

pengetahuan suatu profesi. Dari kajian di atas tujuan pendidikan profesional dapat

dibagi menjadi dua tingkatan, yaitu :

1. Sekolah profesional bertujuan menghasilkan lulusan-lulusan yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dipraktekkan dan tetap

menjaga standar mutu profesinya.

2. Sekolah profesional bertujuan menghasilkan lulusan-lulusan atau individu yang

memiliki ideologi profesional untuk menjamin praktek yang baik, sama baiknya

dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk dipraktekkan.

2.2.1 Pendidikan Politeknik

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003, pasal 19

menyebutkan bahwa pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah

pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana,

magister, spesialis, dan doktor. Pasal 20 menyebutkan bahwa perguruan tinggi dapat

menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999, Pasal 6 ayat (1) menyatakan

bahwa satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut

perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut

atau universitas. Dalam ayat (2) PP 60 tersebut dinyatakan bahwa Politeknik

menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam sejumlah bidang

pengetahuan khusus. Sukmadinata (2004: 61) menyatakan bahwa “Pendidikan

Page 5: c. BAB II

26

kejuruan-vokasional pada jenjang perguruan tinggi memberikan latihan-latihan bagi

penguasaan dan pengembangan kompetensi vokasional dan secara formal

dilaksanakan dalam program Diploma 3 dan Diploma 4.”

Dari ketentuan di atas berarti bahwa Politeknik merupakan satuan pendidikan

pada jalur pendidikan tinggi yang menyelenggarakan bentuk pendidikan profesional

secara formal dalam program Diploma 3 dan 4.

Berikut kedudukan lulusan politeknik sebagai angkatan kerja di Indonesia

Sumber : Ditdikmenjur (2002: 92)

Gambar 2.1. Piramida Sumber Daya Manusia Indonesia

Dalam pendidikan politeknik sebagai pendidikan profesi, staf pengajar harus

melakukan analisis terhadap pengembangan kemampuan dan sikap yang dimiliki

mahasiswanya. Tugas dosen di sini adalah mempersiapkan mahasiswa untuk masuk

ke dalam profesi dengan menampilkan kualifikasi kemampuan utama serta

kemampuan-kemampuan yang digunakan dalam menjalankan tugas-tugas profesinya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan profesional adalah

Page 6: c. BAB II

27

dengan melakukan kegiatan praktek langsung di bengkel sekolah sebagai bagian

memperoleh pengalaman dan pengikutsertaan industri dalam penyelenggaraan

pendidikan. Pengikutsertaan ini bermakna untuk meningkatkan relevansi antara

perencanaan dan pelaksanaan, serta memperlancar pelaksanaan kerja praktek (on the

job Training), yang dapat memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang

pekerjaan yang sebenarnya terjadi di lapangan atau masyarakat.

Pelaksanaan belajar bekerja di industri (praktek industri) dalam pendidikan

politeknik sebenarnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan

kejuruan. Pendidikan kejuruan merupakan suatu program yang menerapkan

pembelajaran “learning by doing.” Pendidikan ini berorientasi pada dunia kerja,

sehingga programnya dirancang agar peserta didik siap memasuki dunia kerja sesuai

dengan bidang keahliannya dan dapat mengembangkan sikap profesionalnya dalam

kehidupan nyata. Selama mengikuti pendidikan, pola pembelajarannya lebih

menekankan pada aspek penguasaan keterampilan kerja dari pada pengetahuan umum

(akademik).

Prinsip-prinsip pelaksanaan pendidikan kejuruan seperti dikemukakan Prosser

(Meirawan, 1996: 40) yaitu :

1. Pendidikan kejuruan akan efisien bila lingkungan tempat belajar merupakan

replika lingkungan di mana ia bekerja.

2. Pendidikan kejuruan akan efektif bila latihan jabatan yang diberikan

mempunyai kesamaan dalam pengoperasian, alat/mesin dengan pekerjaan kelak.

3. Pendidikan kejuruan akan efektif bila mendidik individu secara langsung dalam

kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai kebutuhan pekerjaannya itu sendiri.

Page 7: c. BAB II

28

4. Pendidikan kejuruan akan efektif bila memberi kesempatan pada potensi

masing-masing individu seperti keinginan, bakat dan kecerdasan intrinsik.

5. Pendidikan kejuruan akan efektif untuk setiap profesi apabila pekerjaan dapat

diberikan pada kelompok terpilih dari individu yang membutuhkan dan mampu

serta menguntungkan bagi dirinya.

Sedangkan Barlow (Meirawan, 1996: 41) mengemukakan bahwa prinsip-

prinsip pendidikan kejuruan adalah pendidikan kejuruan direncanakan dalam kerja

sama yang erat dengan industri untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan

yang bernilai dalam pasar tenaga kerja. Isi program didasarkan atas analisis dari

kebutuhan pasar tenaga kerja.

Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan

umum (akademik). Karakteristik yang harus dimiliki oleh pendidikan kejuruan

adalah: (1) Orientasi pada kinerja individu dalam dunia kerja, (2) Sesuai dengan

kebutuhan lapangan, (3) Menekankan pada aspek-aspek psikomotorik, afektif, dan

kognitif, (4) Kepekaan terhadap perkembangan dunia kerja atau industri, (5)

Memerlukan sarana dan prasarana yang memadai dan, (6) Adanya dukungan

masyarakat (Finch & Crunkilton, 1984).

Sementara itu Butler (1979) menjelaskan bahwa lulusan pendidikan kejuruan

harus mememiliki kecakapan pengetahuan dan keterampilan khusus untuk

jabatannya; pengetahuan dan keterampilan sosial, emosional, serta pengetahuan dan

keterampilan akademik, untuk jabatan, individu, serta masa depannya.

Pengertian pendidikan kejuruan adalah usaha mendidik dan mempersiapkan

siswa untuk memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai bakat dan

Page 8: c. BAB II

29

minat, sehingga setelah menamatkan sekolah siswa mampu bekerja. Oleh karena itu,

tujuan puncak sistem pendidikan kejuruan adalah memaksimalkan kesempatan

individu untuk belajar sepanjang hayatnya dan mencapai "kehidupan yang baik."

2.3 Hakikat Pembelajaran

Pembelajaran berasal dari kata belajar yang bermakna suatu proses yang

ditandai dengan adanya suatu perubahan dengan menggunakan segala potensi pada

diri individu yang bersangkutan. Dalam belajar terdapat usaha-usaha terencana dari

sumber belajar agar terjadi proses belajar dengan dan tanpa kehadiran guru.

Surya (1981: 32) menyatakan bahwa belajar adalah suatu usaha untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru sebagai hasil pengalaman individu

dalam interaksinya dengan lingkungan. Sukmadinata (2004: 149) menyatakan bahwa

melalui proses belajar tersebut terjadi perubahan dan kemajuan baik aspek fisik-

motorik, intelek, sosial emosi maupun sikap dan nilai. Nasution (1989: 57)

menyatakan bahwa Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi

unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur untuk mencapai

tujuan pembelajaran. Sudjana (2000: 8) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah

upaya sistematik dan disengaja oleh pendidik untuk menciptakan suatu kondisi agar

peserta didik melakukan kegiatan belajar. Peserta didik sebagai orang yang

melakukan kegiatan belajar, sedangkan pendidik adalah orang yang membelajarkan.

Dengan demikian ciri utama pembelajaran adalah adanya interaksi yang

terjadi antara peserta didik dengan lingkungan belajarnya, baik dengan guru, teman,

media atau fasilitas pembelajaran. Oleh karena itu pembelajaran merupakan proses

Page 9: c. BAB II

30

komunikatif-interaktif antara guru dan siswa dengan didukung keberadaaan sarana

prasarana, dan prosedur dalam mencapai tujuan pembelajaran. Keluaran

pembelajaran adalah adanya perubahan sebagai hasil belajar yang dapat ditunjukkan

melalui perubahan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai.

2.4 Kesiapan Fasilitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 935) menyebutkan bahwa

kata menyiapkan artinya mengadakan sesuatu untuk; atau mengatur segala sesuatu

(untuk). Kesiapan sangat penting untuk memulai sesuatu pekerjaan, karena dengan

memiliki kesiapan pekerjaan apapun akan dapat teratasi dan dikerjakan dengan lancar

sehingga memperoleh suatu hasil yang baik pula. Sedangkan pengertian fasilitas

adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999:

275). Dari definisi tersebut di atas, maka yang dimaksud dengan kesiapan fasilitas

adalah keberadaan fasilitas yang dapat digunakan untuk memperlancar pelaksanaan

suatu rencana kegiatan belajar mengajar.

Seiring dengan tujuan pendidikan politeknik adalah menghasilkan tenaga

profesional dalam bidang keahlian tertentu bagi para mahasiswa yang menginginkan

bekerja langsung di industri, bekerja sendiri sebagai wiraswasta, atau

mengembangkan karirnya pada bidang keahlian tertentu setelah selesai mengikuti

program pendidikan, maka untuk mencapai tujuan tersebut setiap sekolah atau

pendidikan yang berkualitas harus ditunjang oleh sarana-prasarana yang berkualitas

seperti gedung dan perabot, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja (workshop)

dan sebagainya guna memenuhi kebutuhan belajar peserta didik. Senada dengan

Page 10: c. BAB II

31

pernyataan Storm (1996: 5) bahwa “Occupational skills cannot be taught

satisfactorily without the appropriate equipment.”

Dalam pendidikan berbasis kerja seperti politeknik, maka harus memiliki

bengkel yang dilengkapi dengan fasilitas peralatan, perkakas, sumber belajar, dan

bahan yang memadai relevan dengan jenis kerja yang nantinya akan dilakukan.

Untuk itu pencapaian program pendidikan kejuruan/profesi akan ditentukan

oleh kelengkapan atau kesiapan fasilitas laboratorium baik ditinjau dari jumlah

perkakas dan alat yang memadai, jenis dan kualitasnya memenuhi syarat serta sesuai

dengan tingkat kemutakhiran teknologi. Storm (1996: 2) mengatakan bahwa

“machine-tool technicians learn to set up and operate machine tools on equipment

that meets industrial standards.” Oleh karena itu sungguh tidak proporsional jika

upaya peningkatan mutu pendidikan tidak dibarengi penyediaan peralatan pendidikan

yang justru sangat berpengaruh pada hasil belajar siswa/mahasiswa. Peralatan

laboratorium dan bengkel hendaknya relevan dengan jenis kerja yang akan dilakukan

siswa setelah lulus dari sekolah.

Fasilitas belajar ini terdiri dari (1) peralatan dan perlengkapan pembelajaran

dan (2) perlengkapan gedung maupun halaman. Peralatan dan perlengkapan

pembelajaran untuk kebutuhan pelaksanaan pengajaran terdiri dari barang-barang

yang tidak habis pakai (equipment) seperti peralatan praktek, kunci-kunci, media

pengajaran dan lain-lain. Sedangkan peralatan dan perlengkapan gedung terdiri dari

gedung, lemari, bangku dan sebagainya.

Fasilitas belajar merupakan salah satu komponen yang diperlukan untuk

menjamin kelancaran proses pembelajaran dan meningkatkan mutu pembelajaran,

Page 11: c. BAB II

32

seyogyanya memperhatikan aspek jumlah, relevansi, manfaat, penataan dan

pemeliharaan, sehingga dapat memberikan kemudahan tercapainya proses belajar

mengajar yang efektif dan dapat mengembangkan potensi mahasiswa sesuai

karakteristik program.

Kesiapan fasilitas dapat diperoleh apabila fungsi-fungsi manajemen bengkel

dapat dilaksanakan. Oleh karena itu bengkel di sekolah kejuruan harus dikelola

dengan baik sebagai sarana mencapai tujuan. Untuk tujuan tersebut, maka sebuah

bengkel harus menerapkan manajemen bengkel yang tepat dan terencana.

2.4.1 Manajemen Bengkel

Fungsi manajemen bengkel (Depdiknas 2004: 7) meliputi : (1) Perencanaan

bengkel termasuk di dalamnya penataan bengkel, (2) Pengorganisasian bengkel, (3)

Penempatan staf bengkel, (4) Mekanisme pengelolaan meliputi administrasi bengkel,

prosedur penggunaan mesin, perawatan dan perbaikan mesin/peralatan.

Pengertian bengkel mempunyai arti sangat luas mengingat banyaknya

kegiatan yang dilakukan orang menggunakan sarana bengkel. Di sekolah kejuruan

bengkel merupakan tempat pelaksanaan praktek keterampilan kerja bagi para siswa,

tempat perawatan dan perbaikan, tempat proses produksi dan sebagai laboratoium

dalam melaksanakan pembuktian-pembuktian.

Cowie (1989: 1473) menyebutkan bahwa kata bengkel (workshop) adalah

ruangan atau bangunan yang berisi mesin-mesin dan lain-lain untuk melakukan

pembuatan atau perbaikan sesuatu. Kemudian Depdiknas (2004: 6) menyebutkan

bahwa secara garis besar, bengkel diartikan sebagai tempat pelatihan, penelitian,

perawatan dan perbaikan mesin/peralatan atau tempat produksi. Dengan demikian

Page 12: c. BAB II

33

dapat disimpulkan bahwa bengkel merupakan tempat dimana proses belajar-mengajar

berupa kegiatan praktek, perawatan, pembuatan dan penelitian dilaksanakan.

2.4.2 Perencanaan Bengkel

Fungsi perencanaan dalam sebuah bengkel mempunyai peranan yang sangat

dominan dalam keseluruhan kegiatan di industri maupun di sekolah kejuruan. Untuk

itu bengkel harus direncanakan berdasarkan tujuan bengkel, jenis kegiatannya, jenis

mesin dan peralatan yang akan digunakan, tata letak bengkel serta rencana

pengembangannya.

2.4.2.1 Tujuan dan Jenis Kegiatan Bengkel

Hal pertama yang harus dipikirkan adalah tujuan pendirian sebuah bengkel

apakah untuk kepentingan komersial seperti bengkel produksi dan jasa, atau untuk

kepentingan pendidikan dan pelatihan seperti pada bengkel sekolah. Selanjutnya

menetapkan jenis kegiatan bengkel seperti bengkel produksi, bengkel perawatan dan

perbaikan, bengkel pelatihan serta bengkel penelitian.

Bengkel produksi adalah bengkel yang memfokuskan kegiatannya pada aspek

produksi berupa barang atau jasa yang kegiatannya dimulai dengan penyediaan bahan

baku sampai barang selesai diproduksi. Bengkel perawatan dan perbaikan adalah

bengkel yang memfokuskan jenis kegiatannya memberikan layanan jasa/teknis

kepada konsumen dalam suatu unit kerja (industri). Bengkel pendidikan dan pelatihan

adalah bengkel yang memberikan layanan kegiatan praktek bagi peserta diklat.

Bengkel penelitian adalah bengkel yang fokus pada kegiatan pembuktian teori,

pembuatan model barang (prototype).

Page 13: c. BAB II

34

2.4.2.2 Jenis dan Jumlah Peralatan

Jenis dan jumlah mesin/peralatan yang akan disiapkan harus disesuaikan

dengan kapasitas ruang bengkel dan jenis kegiatan bengkel. Untuk bengkel produksi

jumlah dan jenis mesin/perlatan harus disesuaikan dengan jumlah produksi yang

diinginkan, tetapi untuk bengkel pelatihan harus memperhitungkan kurikulum diklat

yang digunakan, jumlah siswa, dan strategi pelaksanaan diklat.

2.4.2.3 Tata Letak (Lay out)

Setelah jenis dan jumlah peralatan ditetapkan, maka tata letak ruang dan

peralatan harus direncanakan dengan baik. Tata letak (lay out) adalah pengaturan

barang sehingga bengkel tersebut berwujud dengan memenuhi syarat kesempurnaan

semua faktor yang berpengaruh terhadap tata letak, kelancaran pelayanan, keteraturan,

kebersihan dan keselamatan kerja (Soetardjo, 1996: 11). Tata letak bengkel meliputi

susunan letak ruang, mesin/peralatan, dan fasilits lain di dalam bengkel. Untuk

pengaturan mesin/peralatan digunakan dua pedoman yaitu pengaturan berdasarkan

fungsi dan berdasarkan produk. Pengaturan berdasarkan fungsi artinya

mesin/peralatan yang sejenis dikelompokkan dalam suatu area/seksi/unit yang sama,

misalnya pada bengkel otomotif, penempatan mesin-mesin hidup (life engine) untuk

kegiatan perawatan ditempatkan pada satu lokasi. Sedangkan pengaturan berdasarkan

produk artinya mesin/peralatan di dalam bengkel dikelompokkan menurut kebutuhan

dalam menghasilkan suatu jenis produk, misalnya suatu produk dibuat melalui

tahapan pengerjaan membubut, mengebor, dan menggerinda, maka ketiga jenis

peralatan ditempatkan dalam suatu ruangan.

Page 14: c. BAB II

35

Depdiknas (2004: 14) menyebutkan bahwa tujuan pembuatan tata letak

bengkel adalah :

1. Menciptakan ruang gerak yang aman di sekeliling suatu mesin/peralatan,

sehingga mencegah resiko kecelakaan kerja.

2. Mempermudah melakukan perawatan dan perbaikan mesin/peralatan.

3. Menciptakan kenyamanan kerja karena keteraturan bengkel.

4. Memanfaatkan ruangan bengkel secara lebih efesien.

5. Mempercepat proses produksi (bagi bengkel produksi) karena aliran proses

yang baik.

Oleh karena itu perencanaan tata letak bengkel menjadi suatu yang penting

dalam perencanaan bengkel karena menyangkut kesempurnaan semua faktor atau

aspek dalam melaksanakan kegiatan di bengkel.

2.4.2.4 Administrasi Penyimpanan dan Penggunaan Peralatan

Alat, bahan dan mesin dalam suatu bengkel merupakan salah satu kunci utama

kelancaran kegiatan di bengkel. Pada bengkel yang besar, jumlah peralatan yang

tersedia maupun tingkat penggunaannya akan sangat tinggi, sehingga sistem

peminjaman alat harus tertib. Pelayanan peminjaman berdasarkan kepercayaan antara

dua orang sangat sulit dipertanggungjawabkan.

Konsiderasi penyimpanan alat menurut Storm (1979: 84) adalah :

(1) Frequently-used tool and instruments shoul be located within close

proximity of the general work area. (2) Frequently-used tool and

instruments should be arranged and located accessibly for fast visual

inspection.

Page 15: c. BAB II

36

Untuk memudahkan komunikasi pelayanan peralatan, maka administrasi

pelayanannya dapat diatur dari sistem penyimpanannya.

1. Penyimpanan peralatan di ruang alat. Penyimpanan peralatan dilakukan di atas

rak-rak alat, pada gantungan-gantungan alat atau dalam lemari khusus. Alat dan

bahan harus disimpan secara terpisah walaupun masih satu ruangan.

Penyimpanan peralatan di ruang alat bertujuan untuk memberikan pelayanan

kerja secara langsung, oleh karena itu jumlah alat yang disediakan harus

disesuaikan kebutuhan.

2. Penyimpanan alat di papan panel. Alal-alat yang diletakkan pada papan panel

adalah alat bantu kerja yang digunakan sehari-hari dan berkaitan langsung

dengan operator. Alat yang terpasang pada papan panel ditempatkan dekat

mesin untuk membantu operator. Semua alat dan bahan harus

teradministrasikan secara teliti dalam buku inventaris bengkel. Penggunaan

peralatan harus dilakukan sesuai prosedur peminjaman dan pengembalian yang

biasanya berupa koin atau buku bon.

3. Penyimpanan alat pada tool kit box. Penggunaan tool kit box diberikan kepada

siswa yang bekerja secara individu sampai berakhirnya program belajar atau

pada saat ketika dibutuhkan saja. Cara ini dipercaya dapat lebih menghemat

waktu praktek siswa daripada menghabiskan waktu untuk mendapatkan alat dari

tempat yang berbeda-beda.

2.4.2.5 Perawatan Mesin/Peralatan

Secara alami tidak ada barang yang dapat bertahan tanpa mengalami

kerusakan, tetapi usia penggunaannya dapat diperpanjang dengan melaksanakan

Page 16: c. BAB II

37

perawatan. Perawatan adalah usaha yang dilakukan terhadap mesin/peralatan agar

siap digunakan. Merawat peralatan dalam arti lain membetulkan dan memperbaiki

supaya peralatan itu selalu siap digunakan kembali (Soetardjo, 1996: 40).

Perawatan rutin bertujuan menyediakan lingkungan kerja yang aman. Bentuk

perawatan ini meliputi kebersihan umum (general clean up), pemeriksaan dan

perbaikan kecil peralatan, membuang bagian-bagian yang tidak diperlukan lagi,

melaksanakan pelumasan. Perawatan pencegahan bertujuan mencegah suatu peralatan

menjadi rusak atau fungsi peralatan menjadi terganggu. Perawatan jenis ini menurut

Storm (1996: 102) meliputi : (1) pemeriksaan semua peralatan secara berkala, (2)

melaksanakan perawatan yang diperlukan, (3) mengganti komponen secara berkala,

(4) mencatat hasil pemeriksaan.

2.5 Kompetensi Guru

Siswa/mahasiswa sebagai subyek dalam proses pembelajaran ternyata

memiliki keunikan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Ada mahasiswa

yang cepat dalam belajar karena kecerdasannya, sehingga dapat menyelesaikan

kegiatan pembelajaran lebih cepat dari yang ditentukan, sebaliknya ada juga

mahasiswa yang lambat dalam belajar. Mahasiswa semacam ini sering tertinggal dan

memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang diperkirakan bagi mahasiswa normal.

Ada mahasiswa yang kreatif dan selalu ingin memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya, dan ada juga mahasiswa yang prestasinya kurang padahal sebenarnya

mahasiswa ini mempunyai taraf intelegensi tergolong tinggi, dan yang terakhir ada

golongan mahasiswa yang gagal dalam belajar sehingga tidak selesai dalam studinya.

Oleh karena itu guru/dosen harus memiliki kepekaan dan kemampuan dalam

Page 17: c. BAB II

38

memahami karakteristik setiap mahasiswa untuk dapat memaksimalkan hasil belajar

yang sebaik-baiknya.

Beberapa faktor yang menunjang kinerja tenaga kependidikan adalah guru

harus profesional dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Kemampuan profesional guru

adalah yang memiliki rasa tanggung jawab, mampu bekerja untuk mencapai tujuan

pendidikan dan mampu melaksanakan perannya dalam mengajar di kelas.

Hasan (2003: 9) menyebutkan bahwa guru menduduki titik yang paling

strategis dalam pendidikan dan sebagai soko guru di dalam pembangunan serta

ditambah lagi dengan predikat lainnya. Menurut Hasan, kemampuan profesional yang

harus dimilki guru adalah sebagai berikut :

1. Menguasai materi pelajaran.

2. Mampu merencanakan proses belajar mengajar dalam hal ini mampu membuat

program satuan pelajaran.

3. Mampu melaksanakan proses belajar mengajar.

4. Mampu melaksanakan evaluasi.

5. Mampu mendiagnosa kesulitan belajar siswa.

6. Mampu melaksanakan administrasi guru.

Menurut Zakiyah (2005) bahwa beberapa kemampuan profesional yang harus

dimiliki seorang guru, pada garis besarnya adalah :

1. Kemampuan penguasaan materi/ bahan pelajaran.

2. Kemampuan perencanaan program proses belajar-mengajar.

3. Kemampuan pengelolaan program belajar-mengajar.

4. Kemampuan dalam pelaksanaan proses belajar-mengajar.

Page 18: c. BAB II

39

5. Kemampuan penggunaan media dan sumber pembelajaran.

6. Kemampuan pelaksanaan evaluasi dan penilaian prestasi siswa.

7. Kemampuan program bimbingan dan penyuluhan.

8. Kemampuan dalam pelaksanaan diagnosis kesulitan belajar siswa; dan

9. Kemampuan pelaksanaan administrasi kurikulum atau administrasi guru.

Tangyong (1996: 62) menyatakan bahwa peran pengajar atau dosen berubah

menjadi profesional dalam hal-hal sebagai berikut yaitu :

1. Memahami tujuan kurikulum serta bahan kajian dan pelajaran.

2. Dapat merumuskan tujuan yang akan dicapai secara jelas dan bermakna.

3. Dapat mengelola kegiatan secara optimal.

4. Dapat mengelola waktu belajar-mengajar secara optimal.

5. Dapat mengembangkan berbagai bentuk kegiatan belajar yang menarik yang

didasari oleh tujuan yang jelas.

6. Mampu memanfaatkan sumber belajar yang beragam dan menggunakan

lingkungan sebagai sumber belajar.

7. Lebih memperhatikan perbedaan individu.

8. Mengembangkan kreativitas mahasiwa melalui pendekatan pemecahan masalah,

menumbuhkan sikap berani berbeda, dan menghargai perbedaan.

9. Melakukan penilaian dengan berbagai cara dalam menilai (kegiatan, kemajuan,

dan hasil belajar).

10. Mendiskusikan permasalahan yang dialami serta mencari jalan pemecahannya

bersama rekan pengajar lainnya.

Page 19: c. BAB II

40

2.6 Layanan Pembelajaran

Berdasarkan uraian sebelumnya ternyata bahwa peran guru begitu besar, maka

kompetensi profesional oleh seorang guru/dosen mutlak diperlukan. Oleh karena itu

dosen harus berupaya memahami kondisi dan karakteristik mahasiswanya dan dapat

melakukan pendekatan dalam memberikan layanan pembelajaran sebagai upaya

mengoptimalisasikan hasil belajar, sebab tanpa pendekatan ini hasil belajar tidak akan

diperoleh dengan sebaik-baiknya.

Yuniarsih (2002: 55) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan layanan

pembelajaran adalah meliputi berbagai kegiatan yang dilaksanakan para pendidik

dalam proses interaksi belajar mengajar, baik dalam bentuk lisan, tindakan atau

perbuatan maupun dalam sikap. Dengan layanan pembelajaran yang diberikan oleh

para guru atau dosen, maka diharapkan siswa/mahasiswa dapat belajar lebih baik dan

memiliki pengetahuan akademik serta kemampuan profesional yang memadai sabagai

modal bagi kehidupannya kelak di masyarakat.

Pengajar yang tadinya berperan sebagai sosok sentral untuk menyampaikan

pengetahuan dan keterampilan serta satu-satunya sumber belajar kini berubah peran

sebagai pembimbing, pembina, pengajar dan pelatih yang dapat memberikan layanan

belajar kepada mahasiswa secara optimal. Bentuk layanan pembelajaran yang dapat

diberikan dosen dalam interaksinya dengan mahasiswa adalah :

2.6.1 Dalam Bidang Pendidikan dan Pengajaran

Guru/dosen sebagai pendidik ataupun sebagai pengajar merupakan faktor

penentu keberhasilan pendidikan di sekolah. Tugas guru yang utama adalah

memberikan pengetahuan (cognitive), sikap/nilai (affective), dan keterampilan

Page 20: c. BAB II

41

(psychomotor) kepada anak didik (Idris, 1981: 76). Tugas guru di lapangan

pengajaran berperan juga sebagai pembimbing proses belajar mengajar untuk

mencapai tujuan pendidikan (tujuan akademik). Pencapaian tujuan ini sangat

dipengaruhi oleh: (1) tingkat penguasaan guru terhadap bahan pelajaran dan

penguasaan struktur konsep-konsep keilmuannya, (2) metode, pendekatan, gaya/seni

dan prosedur mengajar, (3) pemahaman dan penghayatan terhadap nilai, keyakinan,

dan standar, (Tola dan Furqon, http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/44/burhanuddin-

furqon.htm).

2.6.2 Dalam Bidang Pengembangan Mutu KBM

Bagimanapun baiknya sebuah rancangan perkuliahan yang dipersiapkan oleh

dosen, pada akhirnya juga ditentukan oleh ada tidaknya hubungan interaktif yang

positif antara dosen dengan mahasiswa dan sebaliknya. Keberadaan dosen dengan

segala atributnya dan kesungguhannya dalam memberikan layanan perkuliahan juga

harus dibangun atas dasar kepercayaan mahasiswa atas dirinya. Kepercayaan

mahasiswa terhadap dosen akan berdampak terhadap keikutsertaannya dalam

aktivitas perkuliahan secara intensif. Oleh karena itu dosen sebagai panutan

berkewajiban menampilkan dirinya sebagai orang yang tepat untuk ditiru melalui

penegakan disiplin dalam kegiatan belajar mengajar.

Disiplin pada dasarnya dapat diartikan sebagai bentuk ketaatan dari perilaku

seseorang dalam mematuhi ketentuan-ketentuan ataupun peraturan-peraturan tertentu

yang berkaitan dengan pekerjaan untuk diberlakukan dalam suatu organisasi. Jadi

disiplin dosen adalah bentuk ketaatan sikap dan tingkah laku dosen yang dapat

mempengaruhi kegiatan belajar mengajar. Faktor sikap dan kepribadian guru/dosen

Page 21: c. BAB II

42

dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang dinyatakan dalam ketepatan

memulai dan mengakhiri pelajaran akan melahirkan motivasi belajar mahasiswa dan

pada akhirnya dapat meraih hasil belajar yang baik.

Dalam aktivitas pembelajaran, media dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang

dapat membawa informasi atau materi belajar yang berlangsung antara dosen dengan

mahasiswa. Pemanfaatan media dan teknologi pembelajaran, selain dapat memberi

kontribusi terhadap pengetahuan dan keterampilan mahasiswa juga dapat membantu

tenaga pengajar untuk mempermudah proses belajar, memperjelas materi

pembelajaran dengan beragam contoh yang konkrit, memfasilitasi interaksi dengan

mahasiswa.

2.6.3 Dalam Bidang Pemberian Motivasi Belajar

Motivasi merupakan perubahan di dalam diri seseorang yang ditandai oleh

dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Sumanto,

1998: 203). Dengan demikian motivasi merupakan kondisi psikologis yang

mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Dari pengertian motivasi tersebut tampak tiga hal yaitu: (1) motivasi dimulai dengan

suatu perubahan dalam diri seseorang, (2) motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif,

(3) motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Siswa akan berusaha

sekuat tenaga apabila dia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar.

Adanya motivasi berprestasi yang tinggi merupakan syarat agar siswa terdorong oleh

kemauannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya

selanjutnya siswa akan sanggup untuk belajar sendiri. Oleh karena itu merupakan

Page 22: c. BAB II

43

tugas seorang dosen untuk selalu memberi motivasi kepada mahasiswa agar prestasi

belajar mahasiswa tetap tinggi.

2.6.4 Dalam Bidang Evaluasi Belajar

Tyler (Daryanto, 2005: 77) mengungkapkan bahwa pendidikan sebagai suatu

proses yang di dalamnya terdapat tiga hal yang perlu dibedakan yaitu tujuan

pendidikan, pengalaman belajar dan penilaian terhadap hasil belajar. Evaluasi atau

penilaian terhadap hasil belajar merupakan komponen integral dalam pendidikan di

samping tujuan pembelajaran, materi dan metode pengajaran. Oleh karena itu

evaluasi yang baik adalah bahwa data yang dikumpulkan mengenai setiap aspek

mahasiswa harus cukup representatif terhadap keseluruhan tingkah laku mahasiswa

(Daryanto, 2005: 23). Pengertian tingkah laku yang dimaksud adalah tingkah laku

hasil belajar yang dicapai siswa/mahasiwa, tidak saja terbatas pada pengetahuan

(kognitif), melainkan juga mencakup dimensi-dimensi lain dari tingkah laku yang

tergambar dalam tujuan-tujuan pendidikan. Berhubung evaluasi diadakan untuk

memeriksa sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu telah dicapai, maka

dalam kegiatan evaluasi alat evaluasi harus disusun berdasarkan rumusan tujuan,

kemudian mahasiswa perlu juga dinilai secara adil.

2.6.5 Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar

1. Mendiskusikan permasalahan yang dialami serta mencari jalan pemecahannya

bersama rekan pengajar lainnya.

2. Dalam interaksinya di dalam kelas dosen bertindak sebagai fasilitator yang

bersikap akrab dengan penuh tanggung jawab, serta memperlakukan mahasiswa

Page 23: c. BAB II

44

sebagai mitra dalam menggali dan mengolah informasi untuk mencapai tujuan

belajar yang telah direncanakan.

3. Mengembangkan kreatifitas mahasiswa melalui pendekatan pemecahan

masalah, menumbuhkan sikap berani berbeda dan menghargai perbedaan

Tangyong (1996: 62).

Dosen berkewajiban mendorong mahasiswa agar menguasai materi

perkuliahan dengan memperlakukan mahasiswa secara terhormat, seakan-akan

mereka mampu mengatasi persoalan yang dapat menghambatnya dalam meraih hasil

belajar yang optimal.

2.6.6 Dalam Bidang Pelatihan Keterampilan

Seorang dosen sangat berperan dalam menentukan cara yang dianggap efektif

untuk membelajarkan mahasiswa, baik di dalam jam pelajaran maupun di luar jam

pelajaran sekolah. Ketidakpedulian dosen terhadap pembelajaran mahasiswa akan

membawa kemerosotan bagi perkembangan mahasiswa. Dosen yang sering

memberikan latihan-latihan dalam rangka pemahaman materi akan menghasilkan

mahasiswa yang lebih baik bila dibandingkan dengan dosen yang hanya sekedar

menjelaskan dan tidak memberi tindak lanjut secara kontinu. Dengan kata lain,

prestasi belajar mahasiswa sangat ditentukan oleh cara mengajar dosen dengan

menciptakan kebiasaan belajar pada mahasiswa. Kebiasaan merupakan suatu cara

bertindak yang telah dikuasai dan bersifat tahan uji. Kebiasaan biasanya tejadi tanpa

disertai kesadaran pada pihak yang memiliki kebiasaan tersebut dan akan

memberikan dampak yang otomatis terutama ketika mempelajari keterampilan

motorik, tetapi kadang dapat juga ketika belajar kognitif.

Page 24: c. BAB II

45

2.7 Pengalaman Industri

Pengalaman pada hakikatnya merupakan pemahaman terhadap sesuatu yang

dihayati seseorang, sehingga apa yang dihayati atau dialami tersebut diperoleh

pengetahuan, keterampilan ataupun sikap yang menyatu pada diri seseorang.

Pengalaman dapat diperoleh dengan jalan mengalami langsung pada kondisi yang

sebenarnya, mengamati benda-benda pengganti atau berupa alat peraga, atau melalui

bacaan-bacaan seperti buku-buku, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya.

Wallace (1991: 52) mengatakan bahwa terdapat dua sumber pengetahuan

yaitu pengetahuan yang diperoleh melalui belajar, baik secara formal maupun

informal, serta pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman (experiential

knowledge). Kedua sumber pengetahuan tersebut merupakan unsur kunci bagi

pengembangan profesionalisme.

Dalam kajian filosofis, dasar filsafat pendidikan kejuruan adalah berorientasi

pada aliran pragmatisme yang mengutamakan pengalaman. Pengalaman sebagai

proses individu yang memungkinkan seorang siswa dapat membentuk pengertian

tentang sesuatu, hubungan dengan lingkungan dan kehidupan. Belajar melalui

pengalaman, maka siswa dapat menghubungkan antara pengalaman masa lalu dengan

masa sekarang maupun masa akan datang.

Dalam pendidikan kerja (profesional) secara spsesifik memiliki suatu

kekhususan atau penekanan yang kuat terhadap pengalaman yang berorientasi pada

lapangan kerja yang nyata. Dengan pengalaman on the job di lingkungan industri,

maka pengalaman yang diperoleh adalah :

1. Bersifat praktis dan fungsional yang mendukung penguasaaan teori di sekolah.

Page 25: c. BAB II

46

2. Mahasiswa memperoleh pemahaman secara luas tentang fungsi dan kegiatan

industri.

3. Mahasiswa mampu mengembangkan elemen kompetensi yang mencakup unsur

pengetahuan, sikap dan keterampilan.

4. Mengembangkan hubungan sosial dengan pihak lain dalam hal ini sesama

karyawan di lingkungan industri.

Nana Sudjana (1989: 107) mengemukakan bahwa pengalaman dibagi

menjadi dua jenis yakni :

1. Pengalaman langsung yaitu merupakan pengalaman yang dialami dan diperbuat

secara langsung.

2. Pengalaman tidak langsung yaitu merupakan pengalaman yang diperoleh

dengan cara mengamati gejala atau situasi dengan menggunakan alat indera,

melalui gambar, melalui lambang atau melalui verbal.

Dengan pengalaman yang lebih banyak, maka seseorang memiliki banyak

kelebihan pengetahuan dan keterampilan yang dapat mendukung aktivitasnya. Jika

tenaga kerja memiliki pengalaman yang banyak, maka orang tersebut mampu bekerja

dengan keterampilan tinggi dan pada akhirnya akan meningkatkan produktifitas

kerjanya. Seperti dikemukakan Hadi (1960: 41) bahwa pengalaman kerja mempunyai

pengaruh terhadap banyaknya produksi. Sejalan dengan apa yang dikemukakan

Robinson dan Robinson (1989: 11) bahwa “Business results occur when skills taught

in a training program are applied on the job, yielding improved performance.”

Page 26: c. BAB II

47

Pengalaman industri bagi mahasiswa adalah suatu kegiatan yang diikuti

mahasiswa di luar kampus sebagai wahana untuk memantapkan hasil belajar

sekaligus memberikan kesempatan kepada mahasiswa mengalami situasi dan kondisi

kerja yang sesungguhnya. Melalui penghayatan dalam praktek industri, maka

mahasiswa memperoleh pengalaman yang bernilai dan berdampak positif terhadap

motivasi belajar maupun semangat untuk belajarnya.

Pendidikan berbasis kerja adalah pendidikan yang terjadi di tempat kerja

sesuai kebutuhan khusus industri atau kebutuhan umum yang dapat diterapkan

diberbagai situasi. Tujuannya adalah : (1) Meningkatkan keterampilan akademik, (2)

Mempersiapkan siswa sebagai warga negara, (3) Mempersiapkan siswa bekerja, (4)

Membantu menuju kedewasaan (social maturity) dan bertanggung jawab dalam

masyarakat (Bailey, 2004: 6).

Konsep mengenai kedewasaan (maturity) teridiri dari dua dimensi yaitu :

kedewasaan bekerja (job maturity, ability) dan kedewasaan psikologis (psychological

maturity, willingness). Kedewasaan bekerja berhubungan dengan kemampuan untuk

mengerjakan sesuatu dan berkaitan dengan pengetahuan maupun keterampilan.

Individu yang dewasa dalam bekerja adalah individu yang memiliki pengetahuan dan

keterampilan serta pengalaman untuk melaksanakan tugasnya tanpa pengarahan dari

orang lain. Sedangkan kedewasaan psikologis berhubungan dengan kemauan, rasa

percaya diri (confidence), dan tanggung jawab (commitment). Individu yang memiliki

kedewasaan psikologis percaya bahwa tanggung jawab, kemauan yang kuat dan rasa

percaya diri itu penting dalam aspek pekerjaan (Hersey & Blanchard, 1982: 157).

Page 27: c. BAB II

48

Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa pengalaman industri hanya

dapat diperoleh bila mahasiswa melaksanakan suatu kegiatan pendidikan yang

berlangsung di tempat bekerja (praktek industri) dengan melakukan pekerjaan-

pekerjaan yang sesungguhnya.

Pendekatan pembelajaran berbasis kerja (Work Based Learning) merupakan

suatu usaha untuk memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik dengan

melibatkan peserta didik dalam lini produksi/jasa di industri yang dilaksanakan dalam

berbagai bentuk.

2.7.1 Pendidikan Berbasis Kerja

Pemenuhan pada standar pendidikan yang tinggi memunculkan pertanyaan

pendekatan apa yang akan ditempuh oleh pendidik untuk mencapai standar tersebut.

Barangkali tanggapan yang paling umum adalah menitikberatkan bagaimana siswa

dapat mengikuti sejenis pendidikan akademik yang biasanya untuk mempersiapkan

mereka memasuki perguruan tinggi. Walaupun hal ini sangat efektif bagi sebagian

besar siswa di Amerika, namun mereka tidak dapat meyakinkan kepada sebagian

siswa lainnya.

Hamilton (Bailey, 2004: 2) menyebutkan bahwa lebih dari 15 tahun terakhir

para reformers pendidikan di Amerika berpendapat bahwa mengintegrasikan

pengalaman di luar sekolah dengan pembelajaran dalam kelas adalah suatu

pendekatan yang cukup efektif untuk menggairahkan siswa dalam belajar dan juga

membantu mempersiapkan mereka dalam pendidikan serta dapat bekerja setelah

mereka lulus sekolah. Para reformers membuat berbagai penegasan tentang manfaat

pendidikan berbasis kerja karena dapat meningkatkan rasa tanggung jawab.

Page 28: c. BAB II

49

Pendidikan berbasis kerja sebagai bagian strategi dalam reformasi pendidikan

yang lebih luas jika dilaksanakan dengan baik dapat memainkan peran penting yang

besar mempersiapkan pendidikan para pemuda. Banyak kalangan muda memahami

pentingnya pengalaman belajar di luar sekolah yang membuat mereka efektif, mereka

belajar langsung (on the job) di masyarakat. Dengan demikian siswa dapat belajar

keterampilan khusus dalam bekerja yang dapat mengembangkan kemampuan

akademik maupun manfaat lainnya. Oleh karena itu belajar berbasis kerja dapat juga

menjadi bagian produktif dari pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

Pendidikan kejuruan atau pendidikan profesional bergerak untuk memadukan

pembelajaran berbasis kerja dengan pengalaman nyata di awal pelaksanaan

pendidikannya. Program pelatihan atau pendidikan kesehatan sekarang telah

membawa para siswanya lebih awal pada tempat-tempat layanan kesehatan,

sedangkan sekolah hukum mempertanyakan kebijakan pelatihan yang tidak

memberikan gagasan-gagasan yang akan diperbuat sebagai seorang pengacara.

Setidak-tidaknya para mahasiswa fakultas hukum menyadari betapa pentingnya

pemagangan melalui pengalaman nyata.

Beberapa sistem pendidikan yang berupaya memberikan pengalaman nyata

kepada siswanya melalui bentuk pendidikan kooperatif, pendidikan berbasis kerja,

pemagangan, pendidikan profesional dan observasi industri.

2.7.2 Bentuk Pendidikan Berbasis Kerja

Ada pendapat yang mengatakan bahwa pendidikan koperatif (cooperative

education), pemagangan (apprenticeship), pendidikan profesional (professional

training) dan pendidikan berbasis kerja (work-based learning) merupakan strategi

Page 29: c. BAB II

50

transisi bagi kalangan muda yang telah memilih langsung bidang pekerjaan yang

diminati. Sekali memilih untuk menjadi dokter, tukang kayu, maka ia akan berusaha

mendapatkan pengalaman nyata dari pilihan profesinya tersebut untuk diterapkan

dalam masyarakat.

Bailey (2004: 6) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk pendidikan berbasis

kerja adalah :

1 Full-scale apprenticeships : merupakan yang paling diminati (ambitious) di

Amerika yang dikembangkan dari pola dual system yang ada di German dengan

2-4 tahun magang yang mengkombinasikan antara kerja dan pembelajaran di

kelas melalui pengaturan yang baik pada pekerjaan nyata atau On the Job.

2 Internships : model ini adalah dengan cara mengirim siswa beberapa minggu

atau beberapa bulan untuk bekerja dengan menerima upah atau tanpa upah.

Kaitan terhadap kurikulum kadang-kadang tidak terfokus (sangat luas).

3 Co-operative education : program ini dirancang untuk menempatkan para siswa

magang dan biasanya mereka segera bekerja setelah menamatkan sekolah.

4 School-based enterprise : bentuk program ini adalah menempatkan sejumlah

siswa pada unit-unit bisnis yang ada di sekolah.

5 Service learning : program ini adalah meningkatkan promosi layanan masyara-

kat kepada siswa dan menghubungkan dengan kegiatan persekolahan.

6 Volunteer work : program ini merupakan pendidikan empat hari bekerja yang

berorientasi pada kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

7 Job shadowing : Para siswa berada di industri dan mengamati pekerjaan tanpa

harus terlibat.

Page 30: c. BAB II

51

Menurut Depdiknas (2003: 1) dalam buku pedoman praktek kerja industri

menyebutkan bahwa :

“Praktek Kerja Industri (Prakerin) merupakan suatu bagian dari

pelaksanaan pendidikan sistem ganda (PSG) pada sekolah menengah

kejuruan di SMK. Praktek kerja industri merupakan bagian dari

program bersama-sama antara SMK dan Industri yang dilaksanakan di

Dunia usaha dan Industri.”

Menurut Pakpahan (1994: 7) praktek kerja industri yang di operasionalkan

dalam bentuk pendidikan sistem ganda di sekolah menengah kejuruan adalah suatu

bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang memadukan secara

sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan program penguasaan

keahlian yang diperoleh melalui kegiatan langsung di dunia kerja, terarah untuk

mencapai suatu tingkat keahlian profesional tertentu.

Praktek industri merupakan salah satu mata kuliah wajib yang harus ditempuh

oleh semua mahasiswa jurusan Teknik Otomotif Politeknik TEDC Bandung. Mata

kuliah ini mempunyai bobot 4 sks dengan pelaksanaan yang terprogram dalam

pedoman praktek industri. Pelaksanaan praktek dilakukan sekurang-kurangnya tiga

hingga lima bulan.

Pemilihan tempat praktek industri disesuaikan dengan bidang keahlian para

mahasiswa agar terdapat kesesuaian antara ilmu yang didapat di tempat kuliah dengan

pekerjaan di industri. Pelaksanaan praktek industri ini berupa kegiatan nyata di garis

produksi agar mahasiswa dapat memperoleh manfaat terhadap peningkatan

kompetensinya sebagai calon tenaga kerja profesional melalui peningkatan aspek

kognitif yaitu melatih nalar mahasiswa dengan mengintegrasikan teori di bangku

kuliah dengan pengetahuan di industri, aspek psikomotorik yaitu terampil

Page 31: c. BAB II

52

melaksanakan pekerjaan sesuai standar yang ditetapkan, serta aspek afektif yaitu

memupuk sifat etik dan kerja sama diantara pelaku di lapangan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka melalui pengalaman di industri ini

mahasiswa lebih memiliki kompetensi pada bidangnya, karena mahasiswa bekerja

dan belajar sepenuhnya di dalam lingkungan industri mulai dari mengamati langsung

apa yang terjadi dan juga melaksanakan pekerjaan sebagaimana karyawan lainnya.

2.7.3 Pelaksanaan Praktek Industri

Tempat kerja yang paling cocok untuk praktikum mahasiswa adalah tempat

kerja yang sesuai bidang keahlian yang dipelajari di sekolah. Mahasiswa memperoleh

peluang untuk bekerja dengan perkakas dan mesin-mesin, memperoleh pengalaman

serta membiasakan diri dengan perkembangan baru. Pelaksanaan praktek industri

oleh mahasiswa Politeknik TEDC Bandung diselenggarakan dengan alur sebagai

berikut :

1. Tahap persiapan; adalah tahap perencanaan yang melibatkan unsur manajemen

institusi yang terkait mulai dari Direktur Politeknik, Ketua Bidang Akademik,

Ketua Jurusan dan Ketua Konsentrasi, serta mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa

yang telah memenuhi persyaratan akademik dan berada pada minimal semester

3 mengajukan permohonan kepada Ketua Jurusan untuk melaksanakan program

praktek industri.

2. Pemilihan industri ; dalam tahapan ini Pudir I bidang Akademik menghubungi

tempat praktek industri (perusahaan/industri) termasuk para mahasiswa yang

secara informal menghubungi perusahaan. Sebelum mahasiswa ditempatkan

Page 32: c. BAB II

53

dalam program praktek, pihak institusi menyelenggarakan pembekalan kepada

mahasiswa agar memperoleh gambaran tentang kegiatan-kegiatan yang

seharusnya dilakukan di industri.

3. Dengan surat pengantar dari Direktur Politeknik, mahasiswa menghubungi

ataupun berkunjung ke industri yang diminati untuk merundingkan kesiapan

menerima dalam rangka praktek kerja industri serta lamanya waktu yang

diizinkan. Selanjutnya disusun program kerja praktek industri bersama calon

pembimbing lalu disampaikan kepada ketua Jurusan untuk disahkan.

4. Pelaksanaan praktek; mahasiswa yang telah diterima diwajibkan melaksanakan

semua tugas termasuk tata tertib dan disiplin kerja sesuai ketentuan perusahaan

atau industri tempat mereka bertugas. Para mahasiswa disamping bekerja pada

lini produksi mereka juga melakukan pengamatan terhadap : proses produksi

yang diterapkan, strategi, alat dan mesin serta waktu yang digunakan dalam

mencapai target produksi, serta etika kerja yang mendorong tercapainya tujuan

perusahaan.

Selama melaksanakan praktek industri setiap mahasiswa ada dalam

pengawasan seorang pembimbing yang telah ditunjuk oleh perusahaan dan juga

dipantau oleh pihak institusi.

2.8 Prestasi Belajar

Sebelum membahas tentang prestasi belajar, perlu disampaikan hakikat

evaluasi karena dalam proses pendidikan, prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari

hakikat evaluasi. Tyler (Daryanto, 2005: 77) menggambarkan bahwa pendidikan

sebagai suatu proses yang di dalamnya terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan pendidikan,

Page 33: c. BAB II

54

pengalaman belajar, dan penilaian terhadap hasil belajar (evaluasi). Hubungan ketiga

dimensi ini dalam proses pendidikan sangat erat. Kegiatan evaluasi dalam hubungan

tersebut dimaksudkan sebagai kegiatan untuk melihat sejauh mana tujuan-tujuan

pendidikan telah dicapai dalam bentuk hasil belajar yang mereka perlihatkan pada

akhir kegiatan pendidikan. Ini berarti bahwa evaluasi pada dasarnya adalah ingin

memperoleh gambaran mengenai efektifitas dari sistem pendidikan dalam mencapai

tujuannya. Mengingat tujuan-tujuan pendidikan mencerminkan perubahan tingkah

laku siswa, maka yang penting dalam proses evaluasi adalah memeriksa sejauh mana

perubahan tingkah laku yang diharapkan tersebut benar-benar telah terjadi pada siswa.

Sehubungan dengan uraian tentang hakikat evaluasi tersebut, maka tugas

lembaga pendidikan tidak saja melaksanakan pendidikan, tetapi harus ikut memantau

perkembangan kemajuan belajar para mahasiswa. Demikian juga para dosen yang

memiliki kewenangan dalam pengajaran dalam kelas, ia harus ikut mengevaluasi dan

memonitor keberhasilan pendidikan para mahasiswa dalam penguasaan (mastery)

pelajaran dan memperbaikinya bila diperlukan.

Ditinjau dari sisi lain bahwa tujuan dari pengajaran itu adalah untuk

memudahkan aktivitas belajar dan menjadikan belajar menjadi pengalaman yang

menyenangkan, maka diperlukan beberapa jenis penilaian sehingga proses belajar

dapat dievaluasi dan dapat dilakukan perubahan-perubahan.

Pelayanan yang diberikan institusi pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

perubahan perilaku yang merupakan perkembangan (increments) di dalam

achivement atau prestasi belajar siswa (Thomas, 1971: 13). Terkait dengan hal ini,

Page 34: c. BAB II

55

maka perlu disampaikan beberapa uraian tentang prestasi belajar dan kegunaan

prestasi belajar.

2.8.1 Rumusan Prestasi Belajar

Prestasi belajar tidak dapat dipisahkan dari evaluasi tentang pencapaian hasil

belajar siswa/mahasiswa. Istilah yang paling sering dikaitkan dengan evaluasi adalah

assessment dan achivement.

Davish (1981: 226) mengatakan bahwa assessment berhubungan dengan

orang sedangkan evaluasi berhubungan dengan program atau mata pelajaran (course).

Evaluasi merupakan kegiatan yang bersifat terminal, sedangkan assessment bukan

terminal karena bersifat proses yang terus berlangsung (on going). Sedangkan Hoover

(1976: 403) menyatakan bahwa evaluasi itu harus didasarkan pada achivement yang

aktual bukan pada kemampuan yang seharusnya dicapai.

Teori prestasi (achievement theory) dari Mc.Celland (1996) berusaha

menjelaskan "achievement oriented behavior" yang merupakan tingkah laku yang

diarahkan terhadap pencapaian "standard of excellent." Menurut teori tersebut,

seseorang yang mempunyai need for achievement selalu mempunyai pola pikir

tertentu ketika ia merencanakan untuk melaksanakan sesuatu yaitu dengan

mempertimbangkan apakah hal yang akan dilakukan itu cukup menantang atau tidak.

Best (1983: 193) menyatakan bahwa tes achivement itu dipergunakan untuk

mengukur apa yang telah dipelajari individu pada tingkat kemampuannya yang

dimilikinya sekarang. Tes seperti demikian sangat membantu di dalam menentukan

status individu atau kelompok di dalam belajar.

Page 35: c. BAB II

56

Kerlinger (1973: 43) menyatakan bahwa achivement secara operasional

disebut dengan tes achivement yang hasilnya pada umumnya diperoleh dengan

memberi bobot 4, 3, 2, 1 dan 0 terhadap nilai-nilai A, B, C, D dan F.

Keputusan Mendiknas 232 (2000: pasal 12) menyatakan bahwa : (1) Terhadap

kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan penilaian secara berkala yang

dapat berbentuk ujian, pelaksanaan tugas, dan pengamatan oleh dosen. (2) Ujian

dapat diselenggarakan melalui ujian tengah semester, ujian akhir semester, ujian akhir

program studi, ujian skripsi, dan ujian tesis. (3) Penilaian hasil belajar dinyatakan

dengan huruf A, B, C, D, dan E yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1, dan 0.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 787) menyatakan bahwa “Prestasi

adalah hasil yang telah dicapai (dari yang telah dilakukan, dikerjakan dan

sebagainya ).”

Kemudian Djamarah (1994: 21) mengemukakan bahwa “Prestasi adalah

penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan murid yang berkenaan

dengan penguasaan bahan pelajaran yang disajikan kepada mereka dan nilai-nilai

yang terdapat di dalam kurikulum.”

Prestasi belajar mengandung dua kata yaitu prestasi dan belajar. Makna

prestasi telah dijelaskan di atas, sedangkan belajar merupakan perubahan tingkah laku

untuk mencapai tujuan dari tidak tahu menjadi tahu atau dapat dikatakan sebagai

proses yang menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku dan kecakapan

seseorang.

Belajar merupakan suatu aktifitas yang sadar akan tujuan. Tujuannya adalah

terjadinya suatu perubahan dalam diri individu. Perubahan yang dimaksud tentu saja

Page 36: c. BAB II

57

menyangkut semua unsur yang ada pada diri individu. Seseorang dinyatakan

melakukan kegiatan belajar setelah ia memperoleh hasil yakni terjadinya perubahan

tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi

mengerti dan sebagainya.

Sardiman (Djamarah, 1994: 21) mengatakan bahwa “Belajar adalah rangkaian

kegiatan jiwa raga yang menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya,

yang menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, afektif dan

psikomotorik.” Bertolak dari pendapat di atas jelas menyatakan bahwa belajar itu

bertujuan untuk mengembangkan pribadi manusia bukan hanya sekedar

mencerdaskan belaka, namun menjadi manusia yang berkepribadian yang luhur yang

melibatkan unsur cipta, rasa, kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah

suatu proses untuk mencapai suatu kecakapan, kebiasaan, sikap dan pengertian suatu

pengetahuan dalam usaha merubah diri menjadi semakin baik dan mampu.

Saleh (1981: 92) memberikan pengertian prestasi belajar atau hasil belajar

adalah hasil yang dicapai siswa dari mempelajari tingkat penguasaan ilmu

pengetahuan tertentu dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk

angkah huruf atau kata atau simbol.

Prestasi belajar merupakan indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang

dikuasai peserta didik dalam memahami mata pelajaran di sekolah. Dengan kata lain

prestasi belajar adalah bukti keberhasilan mahasiswa terhadap penguasaan suatu mata

pelajaran melalui tahap-tahap evaluasi belajar yang dinyatakan dengan nilai.

Page 37: c. BAB II

58

2.8.2 Indeks Prestasi Belajar

Dalam kegiatan belajar mahasiswa diwajibkan mengikuti semua proses

pembelajaran yang ditetapkan seperti kehadiran mengikuti perkuliahan, mengerjakan

tugas dan mengikuti tahapan evaluasi. Besar kecilnya beban belajar mahasiswa

ditunjukkan oleh jumlah kredit. Kredit diperoleh apabila telah mengikuti kegiatan

kurikuler yang dituntut oleh mata kuliah tertentu dan memperoleh hasil belajar

menurut ketentuan yang berlaku. Dalam penilaian hasil belajar haruslah objektif,

menyeluruh dan berkesinambungan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan.

Dengan cara mengalikan kredit matakuliah dengan nilai hasil belajarnya,

maka hasilnya menunjukkan prestasi mahasiswa terhadap kemampuan dan sekaligus

menunjukkan bobot upaya belajarnya. Hasil perkalian ini disebut indeks prestasi

belajar untuk suatu matakuliah. Prestasi belajar mahasiswa persemester disebut

indeks prestasi belajar semester. Indeks prestasi belajar kumulatif (IPK) adalah indeks

prestasi belajar rata-rata persemester.

Indeks prestasi belajar yang diperoleh dalam penelitian ini adalah indeks

prestasi rata-rata dari materi Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB) dan Matakuliah

Keilmuan dan Keterampilan (MKK) yang memerlukan fasilitas praktek, dari semester

1,2, 3 dan 4 setiap kelompok/kelas (angkatan 2004 dan 2005) yang telah

melaksanakan praktek industri, (lihat lampiran 9: 176). Sedangkan bagi mahasiswa

angkatan 2006 tidak dijadikan objek penelitian disebabkan sedang melaksanakan

kegiatan praktek industri saat penelitian ini dilakukan. Hasil belajar mahasiswa dari

semester 1 sampai dengan semester 4 inilah yang akan dihubungkan dengan kesiapan

fasilitas, layanan pembelajaran dan pengalaman industri.

Page 38: c. BAB II

59

Kelompok matakuliah keahlian berkarya (MKB) adalah kelompok bahan

kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan kekaryaan

berdasarkan dasar ilmu dan ketrampilan yang dikuasai. Sedangkan kelompok

matakuliah keilmuan dan keterampilan (MKK) adalah kelompok bahan kajian dan

pelajaran yang ditujukan terutama untuk memberikan landasan penguasaan ilmu dan

keterampilan tertentu (Kep. Mendiknas Nomor 232 tahun 2000, pasal 9).

2.8.3 Kegunaan Prestasi Belajar

Prestasi belajar sebagai hasil evaluasi yang bersifat terminal terbentuk dari

beberapa kegiatan belajar yang besifat kurikuler maupun kokurikuler dari beberapa

ranah (domain) yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotorik.

Anastasi (1976: 402) mengemukakan bahwa tes prestasi belajar atau

achivement dapat digunakan untuk membantu memberikan nilai, menginformasikan

kelebihan dan kekurangan proses pembelajaran, membantu dalam menentukan

program pembelajaran remedial, membantu mengidentifikasi kemajuan belajar siswa,

membantu dalam evaluasi dan mengembangkan pembelajaran serta merumuskan

tujuan-tujuan pendidikan. Sedangkan Best (1983: 194) menyebutkan bahwa

kegunaan tes hasil belajar yaitu untuk mengukur kemampuan (performance) yang

dicapai siswa, menentukan status individu atau kelompok dalam belajar, membantu

mengevaluasi pelajaran, guru, metoda dan faktor-faktor lain yang dianggap penting

dalam praktek pendidikan. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi

belajar mempunyai banyak kegunaan terutama dalam bidang pendidikan karena dapat

menunjukkan kemampuan atau hasil belajar yang sebenarnya (aktual) dari

siswa/mahasiswa, membantu evaluasi pelajaran, guru, metoda dan lain sebagainya.