bupati maluku tenggara barat · (diversifikasi horizontal) dan penganekaragaman usaha dalam...
TRANSCRIPT
BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT
PROVINSI MALUKU
PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARATNOMOR : 44 TAHUN 2016
TENTANG
PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN BERKELANJUTAN
KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT,Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 75 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, maka
perlu dibentuk Peraturan Bupati Maluku Tenggara Barat
tentang Periindungan Lahan Bertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Maluku Tenggara Barat;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a di atas, maka perlu menetapkan Peraturan
Bupati tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan Kabupaten Maluku Tenggara Barat;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
2043);2. Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru, dan
Kabupaten Maluku Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 175, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3895);
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor
06 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3761);
3.Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
4.Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
5.Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara ^emerintah Rusat dan
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, ^Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
6.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
149, Tambahan LembaranNegaraRepublik
Indonesia Nomor 5068);
7.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234);
8.Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5280);
9.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
(Lembaran Negara Repnblik Indonesia Tahun 2012 Nomor
227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5360);
10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang
Perlindungan dan Pemberdayaan ^etani (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5433);
11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587); sebagaimana diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
11.Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
308, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5613);
12.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2004tentang Penata Gunaan Tanah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385 );
13.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun
2005tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara ^epublik Indonesia Nomor 4S93 );
14.Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang
Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4624);
15.Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 tentang
Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5288);
^^- Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang
Ketahanan Pangan dan Glzi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 60, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5680).
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :PERATURAN BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT
TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN
BERKELANJUTAN KABUPATEN MALUKU TENGGARABARAT.
BABI
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan:
1.Daerah adalah Kabupaten Maluku Tenggara Barat.
2.Remerintah Rrovinsi adalah Remerintah Provinsi Maluku.
3.Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
4.Bupati adalah Bupati Maluku Tenggara Barat.
5.Satuan Kerja Perangkat baerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah
unsur pembantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang terdiri dari Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah,
Lembaga Teknis Daerah, dan Kecamatan.
6.SKPD Lingkup Pertanian adalah SKPD yang tugas dan fungsinya di bidang
pertanian.
7.Dinas adalah SfcpD yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang tanaman
pangan, hortikultura dan peternakan.
8.Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai suatu
lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang
mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, refief, aspek geologi, dan
hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.
9.Lahan Rertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha
pertanian.
10.Lahan Pertanian ^angan adalah bidang lahan yang digunakan untuk
usaha pertanian tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan,
dan perkebunan.
11.Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian
yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten
guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan
kedaulatan pangan daerah.
12.Lahan Basah adalah lahan pertanian yang sumber utama pengairannya
berasal dari irigasi.
13.Lahan Kering adalah lahan pertanian yang sumber utama pengairannya
berasal dari air hujan.
14.Lahan Pasang Surut adalah lahan pertanian yang terbentuk oleh
pergerakan naik turunnya air laut secara berkala.
15.Lahan Marginal adalah lahan yang miskin hara dan air yang tidak
mencukupi kesuburan tanah dan tanaman seperti tanah kapur/karst dan
tanah pasir.
16.Pengelolaan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah rangkaian
kegiatan pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang meliputi
kegiatan perencanaan dan penetapan, pengembangan, pemanfaatan,
penelitian, perlindungan, pembinaan dan pengendalian.
17.Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah lahan potensial
yang dilindungi pemanfaatannya agar kesesuaian dan ketersediaannya
tetap terkendali untuk dimanfaatkan sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan pada masa yang akan dating.
18.Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan
proses dalam merencanakan, menetapkan, mengembangkan, memanfaatkan,
membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan serta
kawasannya secara berkelanjutan.
19.Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
20.Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi
kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
21.Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budidaya
pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan
Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan
fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan
pangan daerah dan nasional.
22.Pertanian Pangan adalah usaha manusia vmtuk mengelola lahan dan
agroekosistem dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja,
dan manajemen untuk mencapai kedaulatan dan ketahanan pangan serta
kesejahteraan rakyat.
23.Kemandirian Pangan adalah kemampuan produksi pangan dalam negeri
yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin
pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat perseorangan, baik
dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang
didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan
keragaman lokal.
24.Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan atau nilai kesesuaian lahan
tersebut ditentukan oleh kecocokan antara persyaratan tumbuh/hidup
komoditas yang bersangkutan dengan kualitas, karakteristik lahan yang
mencangkup aspek iklim, tanah dan terrain (topograli, lereng dan elevasi).
25.Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
26.Kedaulatan Pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri
dapat menentukan kebijakan pangannya, yang menjamin hak atas pangan
bagi rakyatnya, serta memberikan hak bagi masyarakatnya untuk
menentukan sistem pertanian pangan yang sesuai dengan potensi sumber
daya lokal.
27.Petani Pangan, yang selanjutnya disebut Petani adalah setiap warga negara
Indonesia beserta keluarganya yang mengusahakan Lahan untuk
komoditas pangan pokok di Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
28.Pangan Pokok adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati, baik
nabati maupun hewani, yang diperuntukkan sebagai makanan utama bagi
konsumsi manusia.
29.Intensifikasi lahan pertanian adalah kegiatan pengembangan produksi
pertanian dengan menerapkan teknologi tepat guna, menggunakan sarana
produksi bermutu dalam jumlah dan waktu yang tepat.
30.Eksentensifikasi lahan pertanian adalah peningkatan produksi dengan
perluasan areal usaha dan memanfaatkan lahan-lahan yang belum
diusahakan.
31.Diversifikasi pertanian adalah usaha penganekaragaman usahatani
(diversifikasi horizontal) dan penganekaragaman usaha dalam penanganan
satu komoditi pertanian seperti usaha produksi penanganan pasca panen,
pengolahan dan pemasaran (diversifikasi vertikal).
32.Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah perubahan
fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menjadi bukan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan baik secara tetap maupun sementara.
33.Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
34.Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang
pertanian.
35.Konservasi tanah dan air adalah upaya memelihara keberadaan serta
keberlanjutan keadaan, sifat dan fungsi sumber daya lahan dan air agar
senantiasa tersedia dalam kuantitas dan/atau kualitas yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik pada waktu sekarang maupun
yang akan datang.
36.Tanah Telantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara
berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak
pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan,
tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau
sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.
37.Pengelolaan adalah proses mengkoordinasikan dan mengintegrasikan
semua sumber daya, baik manusia maupun teknikal, untuk mencapai
berbagai tujuan yang ditetapkan.
38.Terpadu adalah rangkaian menyatukan, menghubungkan/mengkaitkan
sehingga tidak berdiri sendiri-sendiri atau terpisah-pisah.
39.Sistem Informasi Lahan Pertaniaan Pangan Berkelanjutan adalah kesatuan
komponen yang terdiri atas kegiatan yang meliputi penyediaan data,
penyeragaman, penyimpanan dan pengamanan, pengolahan, pembuatan
produkinformasi, penyampaian produk informasi dan penggunaan
informasi yang terkait satu sama lain, serta penyelenggaraan mekanismenya
pada Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
40.Pusat Informasi Lahan Pertaniaan Pangan Berkelanjutan adalah pusat
yang menyelenggarakan sistem informasi serta administrasi Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan dan Lahan Cadangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan pada lembaga pemerintah yang berwenang di bidang
pertanahan.
41.Penyidikan Tindak Pidana di bidang tata ruang adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang tata
ruang yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
42.Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat atau
Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas dan wewenang khusus oleh Undang-
Undang untuk melakukan penyidikan.
BABII
ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal2
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan diselenggarakan
berdasarkan asas:
a.manfaat;
b.keberlanjutan dan konsisten;
c.keterpaduan;
d.keterbukaan dan akuntabilitas;
e.kebersamaan dan gotong-royong;
f.partisipatif;
g.keadilan;
h. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
i. kelestarian lingkungan dan kearifan lokal;
j. desentralisasi;
k. tanggung jawab negara;
1. keragaman; dan
m. sosial dan budaya.
Pasal3
Perlindungan Lahan Rertanian Rangan Berkelanjutan diselenggarakan dengan
tujuan:
a.melindungi kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
b.menjamin tersedianya lahan pertanian pangan secara berkelanjutan;
c.mewujudkan kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan;
d.melindungi kepemilikan lahan pertanian pangan milik petani;
e.meningkatkan kemakmuran serta kesejahteraan petani dan masyarakat;
f.meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan petani;
g.meningkatkan penyediaan lapangan kerja bagi kehidupan yang layak;
h. mempertahankan keseimbangan ekologis; dan
i. mewujudkan revitalisasi pertanian.
43. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah
Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah
Daerahyang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk
melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.
Pasal4
Ruang lingkup Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, meliputi:
a.perencanaan dan penetapan;
b.pengembangan;
c.penelitian;
d.pemanfaatan;
e.pembinaan;
f.pengendalian;
g.pengawasan;
h.sistem informasi;
i.perlindungan dan pemberdayaan petani;
j.pembiayaan; dan
k.peran serta masyarakat dan Pemerintah Daerah.
BABIII
PERENCANAAN DAN PENETAPAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal5
(1)Pemerintah Daerah menetapkan rencana lahan pertanian pangan
berkelanjutan dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah
(RPJPD), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
(2)Dasar perencanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi;
b.pertumbuhan produktivitas;
c.kebutuhan pangan nasional;
d.kebutuhan dan ketersediaan lahan;
e.pengembangan IPTEK; dan
f.masyarakat petani.
(3)Perencanaan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada:
a. kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
b.lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
c.lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.
(4)Perencanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan terhadap kawasan
pertanian lahan basah dan kawasan pertanian lahan kering.
(5)Perencanaan perlindungan lahan cadangan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dilakukan
terhadap :
a.tanah terlantar;
b.lahan pasang surut;
c.lahan marginal; dan
d.kawasan hutan yang dikonversi menjadi lahan pertanian pangan.
(6)Perencanaan kebutuhan dan ketersediaan lahan didasarkan atas kriteria :
a.kesesuaian lahan;
b.ketersediaan infrastruktur;
c.penggunaan lahan;
d.potensi teknis lahan; dan/atau
e.luasan kesatuan hamparan lahan.
(7)Rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat(l) meliputi:
a.rencana jangka panjang disusun untuk waktu 20 (dua puluh) tahun;
b.rencana jangka menengah disusun untuk waktu 5 (lima) tahun; dan
c.rencana jangka pendek disusun untuk waktu 1 (satu) tahun.
Pasal6
Perencanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 5 meliputi:
a.kebijakan;
b.strategi;
c.program;
d.rencana pembiayaan; dan
e.evaluasi.
Bagian KeduaPengusulan Rencana
Pasal7
(1) Usulan rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
disampaikan kepada Bupati melalui BAPPEDA.
(2) Usulan rencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:
a.lokasi dan jumlah luas lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b.program dan kegiatan yang akan dilaksanakan;
c.upaya mempertahankan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d.target dan sasaran yang akan dicapai; dan
e.pembiayaan.
Bagian Ketiga
Penyusunan Perencanaan
Pasal8
(1)Pemerintah Daerah menyusun perencanaan perlindungan lahan pertanian
pangan berkelanjutan pada kawasan, lahan dan lahan cadangan
pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (3).
(2)Penyusunan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui tahap-tahap :
a.inventarisasi data;
b.koordinasi dengan instansi terkait; dan
c.menampung aspirasi masyarakat.
(3)Penyusunan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan
memperhatikan:
a.kondisi sosial dan/atau ekonomi petani;
b.kesediaan petani untuk menjadikan lahan pertaniannya;
c.sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
d.rencana tata ruang dan tata wilayah daerah.
(4)Dalam menyusun perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Bupati dibantu oleh Tim Verifikasi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
(5)Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit beranggotakan:
a.unsur pemerintah daerah;
b.pemangku kepentingan terkaitjdan
c.masyarakat petani.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, tata kerja, dan fungsi Tim
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Penetapan
Pasal9
(1)Penetapan rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
dimuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
PembangunanJangka Menengah (RPJM), dan Rencana Tahunan
Pemerintah Daerah.
(2)Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan diatur oleh Bupati.
Pasal 10
Perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan dengan
penetapan :
a.kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
b.lahan pertanian pangan berkelanjutan di dalam dan di luar kawasan
pertanian pangan berkelanjutan; dan
c.lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan di dalam dan di luar kawasan
pertanian pangan berkelanjutan.
Paragraf 1
Kawasan Pertanian pangan Berkelanjutan
Pasal 11
(1)Kawasan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 huruf a merupakan bagian dari penetapan rencana tata ruang
kawasan perdesaan di wilayah Daerah dalam rencana tata ruang Daerah
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dengan kriteria, meliputi :
a.memiliki hamparan lahan dengan luasan tertentu untuk ditetapkan
sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan dan/atau lahan cadangan
pangan, dan
b.memiliki potensi menghasilkan pangan pokok dan tingkat produksi
kawasan, dengan ketentuan paling sedikit dapat memenuhi kebutuhan
pangan pokok masyarakat di Daerah.
(3)Kawasan pertanian pangan berkelanjutan dapat ditetapkan dengan syarat:
a.berada di dalam dan/atau diluar kawasan peruntukan pertanian;
b.termuat dalam rencana perlindungan lahan pertanian berkelanjutan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan syarat kawasan pertanian
pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3),
diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 2
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 12
(1)Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
pada Pasal 10 huruf b meliputi lahan pertanian di dalam dan di luar kawasan
pertanian pangan berkelanjutan.
(2)Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilaksanakan dengan
kriteria:
a.memiliki kesesuaian dan potensi teknis lahan dengan peruntukan
pertanian pangan;
b.tersedia infrastruktur dasar;
c.dimanfaatkan sebagai lahan pertanian pangan; dan/atau
d.berada pada luasan kesatuan hamparan yang mendukung produktivitas
dan efisiensi produksi.
(3)Penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan harus memenuhi
persyaratan :
a.berada di luar atau di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
dan
b.termuat dalam rencana perlindungan lahan pertanian berkelanjutan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan syarat kawasan lahan
pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3), diatur dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 3
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 13
(1)Penetapan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 10 huruf c, berasal dari tanah terlantar dan/atau tanah
bekas kawasan hutan yang telah dilepas sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
(2)Penetapan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan dilaksanakan
dengan kriteria, meliputi:
a.memiliki kesesuaian dan potensi teknis lahan dengan peruntukan
pertanian pangan;
b.ketersediaan infrastruktur dasar; dan
c.luasan kesatuan hamparan dalam satu bidang lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
(3)Penetapan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan harus
memenuhi persyaratan :
a.berada pada luasan kesatuan hamparan yang mendukung produktivitas
dan efisiensi produksi tidak dalam sengketa.
b.memiliki potensi teknis dan kesesuaian lahan untuk peruntukan
pertanian pangan, dan/atau
c.didukung infrastruktur dasar.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan syarat lahan cadangan
pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3), diatur dengan Keputusan Bupati.
BABIV
PENGEMBANGAN
Bagian Kesatu
Kawasan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 14
(1)Pemerintah Daerah melakukan pengembangan terhadap kawasan
pertanian pangan berkelanjutan dan lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
(2)Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.intensifikasi;
b.ekstensifikasi; dan
c.diversifikasi.
(3)Pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui
inventarisasi dan identifikasi.
Bagian Kedua
Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal 15
(1) Lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan dapat dikembangkan
melalui ekstensifikasi lahan pertanian pangan.
(2) Ekstensifikasi lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap :
a.lahan terlantar;
b.lahan pasang surut;
c.lahan marginal; dan
d.kawasan hutan yang dikonversi menjadi lahan pertanian pangan.
Pasal 16
(1)Pengembangan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan terhadap
lahan terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf a,
dilakukan terhadap :
a.tanah yang telah diberikan hak atas tanahnya, tetapi sebagian atau
seluruhnya tidak diusahakan, tidak dipergunakan, dan tidak
dimanfaatkan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian hak; atau
b.tanah yang selama 3 (tiga) tahun atau lebih tidak dimanfaatkan sejak
tanggal pemberian hak diterbitkan.
(2)Pengembangan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan terhadap
lahan pasang surut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b,
dilakukan terhadap lahan pertanian yang terbentuk oleh
pergerakan naik turunnya air laut secara berkala.
(3)Pengembangan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan terhadap
lahan marginal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c,
dilakukan terhadap :
a.lahan pasir dan/atau kapur/karst yang tidak dimanfaatkan; dan
b.bekas galian bahan tambang yang telah direklamasi.
(4) Pengembangan lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan terhadap
kawasan hutan yang dikonversi menjadi lahan pertanian pangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf d, dilakukan terhadap tanah bekas
kawasan hutan yang telah diberikan dasar penguasaan atas tanah, tetapi
sebagian atau seluruhnya tidak dimanfaatkan sesuai dengan
izin/keputusan/surat dari yang berwenang dan tidak ditindaklanjuti dengan
permohonan hak atas tanah.
BAB V
PENELITIAN
Pasal 17
(1) Pemerintah Daerah melakukan penelitian dalam mendukung
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Daerah.
(2)Penelitian lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a.pengembangan penganekaragaman pangan;
b.identifikasi dan pemetaan kesesuaian lahan;
c.pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d.fungsi agroklimatologi dan hidrologi;
e.fungsi ekosistem; dan
f.sosial budaya dan kearifan lokal.
(3)Penelitian sebagimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas
kerjasama dengan lembaga peneliti dan/atau perguruan tinggi dan
dipublikasikan kepada masyarakat.
BABVI
PEMANFAATAN
Pasal 18
(1)Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menjamin konservasi tanah dan
air guna pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2)Konservasi tanah dan air sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi:
a.perlindungan sumber daya lahan dan air;
b.pelestarian sumber daya lahan dan air;
c.pengelolaan kuahtas lahan dan air; dan
d.pengendalian pencemaran.
Pasal 19
(1)Setiap orang yang memiliki hak atas tanah yang ditetapkan sebagai lahan
pertanian pangan berkelanjutan berkewajiban :
a.memanfaatkan tanah sesuai peruntukan;
b.mencegah kerusakan irigasi;
c.menjaga dan meningkatkan kesuburan tanah;
d.mencegah kerusakan lahan; dan
e.memelihara kelestarian lingkungan.
(2)Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi pihak lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana pada ayat (1) dan mengakibatkan kerusakan lahan wajib
memperbaiki kerusakan lahan tersebut.
BABVII
PEMBINAAN
Pasal 20
(1)Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pembinaan kepada setiap
orang yang terikat dengan pemanfaatan lahan pertanian pangan
berkelanjutan.
(2)Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.koordinasi;
b.sosialisasi;
c.bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
d.pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan;
e.penyebarluasan informasi kawasan pertanian berkelanjutan dan lahan
pertanian pangan berkelanjutan; dan/atau
f.peningkatan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dalam Keputusan Bupati.
BABVIII
PENGENDALIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 21
(1)Pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan secara
terkoordinasi.
(2)Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati
melalui SKPD yang terkait.
Pasal 22
Pengendalian lahan pertanian pangan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1) melalui pemberian :
a.insentif;
b.disinsentif;
c.mekanisme perizinan;
d.proteksi; dan
e.penyuluhan.
Bagian Kedua
Insentif dan Disinsentif
Pasal 23
(1)Pemerintah Daerah melaksanakan pengendalian lahan pertanian pangan
berkelanjutan melalui pemberian insentif dan disinsentif kepada petani.
(2)Insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a diberikan kepada
pemilik lahan, petani penggarap, dan/atau kelompok tani berupa :
a.keringanan pajak bumi dan bangvman;
b.pengembangan infrastruktur pertanian;
c.pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan benih dan bibit unggul;
d.kemudahan dalam mengakses informasi dan teknologi;
e.fasilitasi sarana dan prasarana produksi pertanian;
f.jaminan penerbitan sertifikat bidang tanah pertanian pangan melalui
pendaftaran tanah secara sporadik dan sistematik; dan/atau
g.penghargaan bagi petani berprestasi.
(3)Dalam hal pemberian keringanan pajak bumi dan bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan melalui rekomendasi
Pemerintah Daerah.
Pasal 24
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasai 22 huruf a diberikan
dengan mempertimbangkan :
a.jenis lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b.kesuburan tanah;
c.luas lahan;
d.irigasi;
e.tingkat fragmentasi lahan;
f.produktivitas usaha tani;
g.lokasi;
h. kolektivitas usaha pertanian; dan/atau
i. praktik usaha tani ramah lingkungan.
Pasal 25
Pemberian Disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b kepada :
a. petani yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 19 ayat (1).
b. Pihak yang lahan pertanian pangan berkelanjutan telah dialihfungsikan.
Pasal 26
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif dan disinsentif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25, diatur dengan
Peraturan Bupati.
BABDC
ALIH FUNGSI
Pasal 27
(1)Lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
(2)Pemerintah Daerah melindungi luasan lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang telah ditetapkan.
(3)Luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang ditetapkan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang dialihfungsikan.
(4)Alih fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan
oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam rangka :
a. pengadaan tanah untuk kepentingan umum; dan
b.bencana alam.
(5)Setiap orang yang melakukan alih fungsi pada lahan pertanian
pangan berkelanjutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
wajib mengembalikan keadaan tanah lahan pertanian pangan
berkelanjutan seperti keadaan semula.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alih fungsi lahan pertanian
pangan berkelanjutan diatur dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kesatu
AlihFungsi Lahan Untuk Kepentingan Umum
Pasal 28
(1) Pengadaan tanah untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (4) huruf a, yaitu :
a.pengembangan jalan umum;
b.pembangunan waduk;
c.bendungan;
d.pembangunan jaringan irigasi;
e.meningkatkan saluran penyelenggaraan air minum;
f.drainase dan sanitasi;
g.bangunan pengairan;
h.pelabuhan;
i.bandar udara;
j.pengembangan terminal;
k.fasilitas keselamatan umum;
1.cagar alam; dan/atau
m.pembangkit dan jaringan listrik.
(2)Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan untuk kepentingan
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan untuk
pengadaan tanah guna kepentingan umum lainnya yang ditentukan oleh
undang-undang dan dimuat dalam rencana pembangunan daerah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah daerah.
(3)Pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan mengganti luasan
lahan pertanian pangan berkelanjutan yang akan dialihfungsikan.
(4)Penyediaan lahan pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh pihak yang
mengalihfungsikan.
Pasal 29
Bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) huruf b
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 30
Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang disebabkan oleh
bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) huruf b,
Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan :
a.pembebasan kepemilikan hak atas tanah; dan
b.penyediaan lahan pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan setelah alih fungsi dilakukan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Lahan pengganti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b diperoleh
dari lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan dengan luasan lahan
yang sama, kriteria kesesuaian lahan, dan dalam kondisi siap tanam.
Pasal 32
Pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang mengakibatkan
beralihfungsinya lahan pertanian pangan berkelanjutan harus memenuhi
persyaratan :
a.memiliki kajian kelayakan strategis;
b.mempunyai rencana alih fungsi lahan;
c.pembebasan kepemilikan hak atas tanah; dan
d.ketersediaan lahan pengganti terhadap lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang dialihfungsikan.
Paragraf 1
Kajian Kelayakan Strategis
Pasal 33
Kajian kelayakan strategis alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 huruf a paling sedikit mencakup :
a.luas dan lokasi lahan yang akan dialihfungsikan;
b.potensi kehilangan hasil;
c.risiko kerugian investasi; dan
d.dampak ekonomi, lingkungan, sosial dan budaya.
Paragraf 2
Perencanaan Alih Fungsi Lahan
Pasal 34
Perencanaan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 32 huruf b paling sedikit mencakup :
a.luas dan lokasi lahan yang akan dialihfungsikan;
b.jadwal alih fungsi;
c.luas dan lokasi lahan pengganti; dan
d.pemanfaatan lahan pengganti.
Paragraf 3
Pembebasan Kepemilikan Hak Atas Tanah
Pasal 35
(1) Pembebasan kepemilikan hak atas tanah untuk lahan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 huruf c dilakukan dengan
pemberian ganti rugi dan ganti rugi nilai investasi infrastruktur oleh pihak
yang melakukan alih fungsi.
(2) Penetapan besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui musyawarah dan mufakat antara pemilik tanah dan pihak
yang melakukan alih fungsi sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Paragraf 4
Ketersediaan Lahan Pengganti
Pasal 36
(1)Ketersediaan pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 32 huruf d wajib dilakukan oleh pihak yang
melakukan alih fungsi dengan syarat harus memenuhi kesesuaian lahan dan
dalam kondisi siap tanam, dengan ketentuan sebagai berikut:
a.untuk pengalihfungsian lahan beririgasi, disediakan lahan pengganti
paling sedikit 3 (tiga) kali luas lahan;
b.untuk pengalihfungsian lahan reklamasi rawa pasang surut dan non
pasang surut, disediakan lahan pengganti paling sedikit 2 (dua) kali luas
lahan; dan
c.untuk pengalihfungsian lahan tidak beririgasi, disediakan lahan
pengganti paling sedikit 1 (satu) kali luas lahan.
(2)Penyediaan lahan pengganti untuk lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimuat dalam RKPD, RPJMD, dan
RPJPD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)Penyediaan pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan
paling lambat 2 (dua) tahun setelah alih fungsi dilakukan, dan dapat diperoleh
dari :
a.pembukaan baru lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan;
b.pengalihfungsian lahan dari non pertanian ke pertanian pangan
berkelanjutan, terutama dari tanah terlantar dan tanah bekas kawasan; dan
c.penetapan lahan pertanian sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 37
Pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dialihfungsikan harus
memperhatikan :
a.tingkat produktivitas lahan;
b.luasan hamparan lahan; dan
c.kondisi infrastruktur.
Bagian Kedua
Alih Fungsi Lahan Akibat Bencana Alam
Paragraf 1
Persyaratan
Pasal 38
(1)Alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan akibat bencana alam,
dilakukan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak dapat ditunda di
daerah bencana alam, dengan syarat:
a.pembebasan kepemilikan hak atas tanah; dan
b.ketersediaan lahan pengganti.
(2)Penetapan kejadian bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ditetapkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Paragraf 2
Pembebasan Kepemilikan Hak Atas Tanah
Pasal 39
(1)Pembebasan kepemilikan hak atas tanah yang dialihfungsikan dari lahan
pertanian pangan berkelanjutan akibat bencana alam sebagaimana dimaksud
pada Pasal 38 huruf a dilakukan dengan pemberian ganti rugi oleh pihak yang
melakukan alih fungsi, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)Besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
musyawarah dan mufakat antara pemilik tanah dan pihak yang melakukan
alih fungsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
Penyediaan Lahan
Pasal 40
(1)Penyediaan pengganti lahan pertanian pangan berkelanjutan akibat
bencana alam sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 huruf b dilakukan
oleh pihak yang melakukan alih fungsi, dengan ketentuan harus memenuhi
kesesuaian lahan dan dalam kondisi siap tanam.
(2)Penyediaan lahan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan paling lambat 2 (dua) tahun setelah alih fungsi dilakukan.
Bagian Ketiga
Tata Cara Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
Pasal41
(1)Bupati menetapkan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan yang
diusulkan oleh pemohon setelah mendapatkan rekomendasi dari Tim
Verifikasi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
(2)Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Keputusan Bupati.
(3)Keanggotaan Tim Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling
sedikit terdiri dari:
a.SKPD yang tugas dan fungsinya di bidang pertanian;
b.SKPD yang tugas dan fungsinya di bidang perencanaan
pembangunan daerah;
c.SKPD yang tugas dan fungsinya di bidang pembangunan infrastruktur;
d.SKPD yang tugas dan fungsinya di bidang tata ruang; dan e. Instansi yang
tugas dan fungsinya di bidang pertanahan.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara alih fungsi lahan pertanian
pangan berkelanjutan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
BABXPENGAWASAN
Pasal 42
(1)Pemerintah Daerah melakukan pengawasan perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
(2)Pengawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang meliputi :
a.perencanaan dan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
b.pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
c.pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d.pembinaan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
e.pengendalian lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(3)Bentuk pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), meliputi :
a.laporan;
b.pemantauan; dan
c.evaluasi.
Pasal 43
(1)Pemerintah Daerah berkewajiban menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) huruf a kepada Pemerintah Provinsi
paling sedikit satu kali dalam satu tahun.
(2)Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kinerja
perencanaan dan penetapan, pengembangan, pembinaan dan pemanfaatan,
serta pengendalian
(3)Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bahan
laporan Bupati kepada DPRD.
Pasal 44
(1)Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat
(3) huruf b dan huruf c, dilakukan terhadap kebenaran laporan Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dengan
pelaksanaan di lapangan.
(2)Apabila hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terbukti terjadi penyimpangan, Bupati berkewajiban mengambil
langkah-langkah penyelesaian.
BABXI
SISTEM INFORMASI
Pasal 45
(1)Pemerintah Daerah menyelenggarakan sistem informasi lahan pertanian
pangan berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat.
(2)Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara
terpadu dan terkoordinasi.
(3)Penyelenggaraan sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diakses oleh masyarakat,
paling sedikit melalui:
a.media elektronik;
b.media elektronik intranet pusat informasi lahan pertanian pangan
berkelanjutan daerah; dan
c.media cetak.
(4)Sistem informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan sekurang-
kurangnya memuat data lahan tentang :
a.kawasan pertanian pangan berkelanjutan;
b.lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
c.lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan.
(5)Data lahan dalam sistem informasi lahan pertanian pangan
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sekurang-
kurangnya memuat informasi tentang :
a.fisik alamiah;
b.fisik buatan;
c.kondisi sumber daya manusia dan sosial ekonomi;
d.status kepemilikan dan/atau penguasaan;
e.luas dan lokasi lahan; dan
f.jenis komoditas tertentu yang bersifat pangan pokok.
(6)Informasi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib disampaikan setiap tahtm kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah oleh Bupati.
Pasal 46
(1)Bupati bertanggung jawab untuk melakukan inventarisasi data dasar
lahan pertanian pangan berkelanjutan.
(2)Data dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk:
a.peta dasar;
b.peta tematik; dan/atau
c.keterangan yang diturunkan dari data penginderaan jauh dan
survei lapangan.
(3)Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan
kepada Gubernur.
Pasal 47
Penyebaran informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dilakukan
sampai kecamatan dan desa.
Pasal 48
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 45 dan Pasal 46 diatur dalam Peraturan Bupati.
BABXII
PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Pasal 49
Pemerintah Daerah berkewajiban melindungi dan memberdayakan petani,
kelompok petani, koperasi petani dan asosiasi petani.
Pasal 50
(1)Perlindungan petani, kelompok petani, koperasi petani dan asosiasi
petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 dapat diberikan
jaminan:
a.harga komoditi yang menguntungkan;
b.memperoleh sarana dan prasarana produksi;
c.pemasaran hasil pertanian pokok;
d.pengutamaan hasil pertanian pangan untuk memenuhi kebutuhan
pangan daerah dan mendukung pangan nasional; dan/atau
e.kompensasi akibat gagal panen.
(2)Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, diberikan
terhadap gagal panen yang disebabkan bencana alam, wabah hama, dan puso.
(3)Pemberian kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
melalui verifikasi oleh Tim Periindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan.
(4)Besarnya kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan
paling sedikit sebesar biaya produksi yang telah dikeluarkan petani.
(5)Pembiayaan terhadap kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat berasal dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah.
(6)Tim Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Tingkat
Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 51
Pemberdayaan petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 meliputi:
a.penguatan kelembagaan petani;
b.penyuluhan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya
manusia;
c.pemberian fasilitas sumber pembiayaan/permodalan;
d.pemberian bantuan kredit kepemilikan lahan pertanian;
e.pembentukan dan/atau penguatan Lembaga Permodalan Bagi Petani;
f.pemberian fasilitas pendidikan dan kesehatan rumah tangga petani;
g.pemberian fasilitas untuk mengakses ilmu pengetahuan, teknologi, dan
informasi; dan/atau
h. pemberian fasilitasi pemasaran hasil pertanian.
BABX1II
PEMBIAYAAN
Pasal 52
(1)Pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi dan/atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah.
(2)Pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan selain
bersumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari
dana tanggung jawab sosial dan lingkungan dari badan usaha serta dana
dari lembaga swadaya masyareikat yang tidak mengikat.
BAB^V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 53
(1)Masyarakat berperan serta dalam perlindungan kawasan dan lahan
pertanian pangan berkelanjutan.
(2)Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara perorangan dan/atau berkelompok.
(3)Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
tahapan :
a.perencanaan;
b.penetapan;
c.pengembangan;
d.penelitian;
e.pengawasan;
f.pemberdayaan petani; dan
g.pembiayaan.
Pasal 54
Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1)
dilakukan melalui:
a.pemberian usulan perencanaan, tanggapan, dan saran perbaikan atas
usulan dalam perencanaan pemerintah daerah;
b.penetapan dilakukan melalui proses kesepakatan dan persetujuan
dengan pemilik lahan dengan penandatanganan perjanjian;
c.pelaksanaan kegiatan intensifikasi dan ekstensifikasi lahan dalam
pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
d.penelitian mengenai usaha tani dalam rangka pengembangan
perlindungan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
e.penyampaian laporan dan pemantauan terhadap perlindungan kawasan
lahan pertanian pangan berkelanjutan Pemerintah Daerah;
f.perlindungan dan pemberdayaan petani; dan
g.pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 55
Dalam hal perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, masyarakat
berhak:
a.mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan di
wilayahnya; dan
b.mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan.
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 56
(1)Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dibidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh
Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3)Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b.melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian
perkara;
c.menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal dari
tersangka;
d.melakukan penyitaan benda atau surat yang ada hubungannya
dengan tindak pidana;
e.mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d.penelitian mengenai usaha tani dalam rangka pengembangan
perlindungan kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan;
e.penyampaian laporan dan pemantauan terhadap perlindungan kawasan
lahan pertanian pangan berkelanjutan Pemerintah Daerah;
f.perlindungan dan pemberdayaan petani; dan
g.pembiayaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.
Pasal 55
Dalam hal perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, masyarakat
berhak:
a.mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan di
wilayahnya; dan
b.mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana lahan pertanian pangan berkelanjutan.
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 56
(1)Pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dibidang Retribusi, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh
Pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3)Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
a.menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya
tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah;
b.melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan ditempat kejadian
perkara;
c.menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal dari
tersangka;
d.melakukan penyitaan benda atau surat yang ada hubungannya
dengan tindak pidana;
e.mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
f.memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik Pohi bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui
penyidik Pohi memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum,
tersangka atau keluarganya; dan
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan
dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada
Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik
Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
BABXVI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 57
Setiap kegiatan pengalihfungsian lahan pertanian pangan berkelanjutan di luar
ketentuan Pasal 27 ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa :
a.teguran tertuhs;
b.paksaan pemerintah; atau
c.pencabutan izin.
Pasal 58
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 tidak
membebaskan pelanggar dari tanggungjawab pemulihan dan pidana.
Pasal 59
(1)Pengenaan sanksi administrasi berupa pembekuan atau pencabutan izin
sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 huruf c, dilakukan apabila pelanggar
tidak melaksanakan sanksi administrasi berupa paksaan pemerintah.
(2)Paksaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dapat
berupa:
a.penghentian sementara kegiatan;
b.pemindahan sarana kegiatan;
c.pembongkaran;
d.penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan
pelanggaran;
e.penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
f.tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran.
PITERSON RANGKORATAT, SH
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT TAHUN 2016
NOMOR:
Diundangkan di : Saumlakipadatanggal : 2") ^^
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT,
hrKepala BKPDKabag. HukumAsisten KoordinasiSekretaris Daerah
PARAF KOORDINASI .
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 60
(1)Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
Pasal 30 ayat (1) diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau
denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2)Tidak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(3)Dalam hal tindak pidana di bidang perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan yang mengakibatkan beralihnya fungsi tanah yang sudah
ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, diancam pidana
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 61
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Bupati ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Maluku Tenggara Barat.
Ditetapkan di : Saumlakipadatanggal :A6 Tep^^v^-fir. 2016
BUPATI MALUKU TENGGARA BARAT,