buletin - aplindoaplindo.web.id/wp-content/uploads/2015/09/buletin-aplindo-46.pdf · revisi...
TRANSCRIPT
BULETIN APLINDO N0.46/2015, Agustus - September 2015
Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia
Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lantai 3 Ruang 303A
Jl. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270
Telp. 021.573 3832 ; 571 0486; Fax : 021.572 1328
Email : [email protected] Web Site : www.aplindo.web.id
APLINDO
BULETIN - APLINDO No.45/2015
1
DAFTAR ISI
No. Uraian Halaman
1. Pengantar Redaksi 2
2. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menurun 3
3. Penurunan Aktivitas Produksi Industri Manufaktur 7
4. Kontroversi BPJS Ketenagakerjaan 11
5. Data Industri Pengecoran China tahun 2014 13
7. Workshop Die Design 2015 14
8. Resource Optimisation and Energy Efficiency 15
9. Aluminium low-pressure wheel production end to end Solutions 18
10. Data Kendaraan Bermotor 1. Data kendaraan bermotor roda 4 Di Indonesia & ASEAN
2. Data kendaraan bermotor roda 2 Di Indonesia & ASEAN
33 33
11. Informasi Umum dan Pameran 1. Website pemerintah yang dapat diakses
2. Website Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia 3. Website Himpunan Ahli Pengecoran Logam Indonesia 4. Pameran dan Seminar
39
39 39 39
BULETIN - APLINDO No.45/2015
2
Pengantar Redaksi
Pada edisi 45/2015 ini, membahas data Badan Pusat Statistik (BPS) dari berbagai sektor
industri selama triwulan Ke dua 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum
menunjukkan penurunan yang cukup serius. Pada kuartal II 2015 pertumbuhan ekonomi
Indonesia mencapai 4,67 persen (year on year), menurun dibanding kuartal II 2014 yang
tumbuh 5,03 persen (year on year) dan kuartal I 2015 yang tumbuh 4,72 persen (year on
year).
Demikian pula dengan Ekspor Impor Indonesia bulan Juli 2015 juga mengalami penurunan,
terutama penurunan yang terjadi pada bahan impor baku/penolong yang merefleksikan
industri di dalam negeri tengah terjadi penurunan aktifitas produksi yang berarti terjadi
deindustrialisasi dan industri mulai melakukan pengurangan tenaga kerja.
Dalam edisi ini dimuat data produk casting di dunia yang menggambarkan perkembangan
dan pertumbuhan produk casting dari 31 negara dan data kendaraan bermotor di Indonesia
dan ASEAN.
Selanjutnya kami mengharapkan agar buletin ini menjadi media antar anggota maupun
antar industri pengecoran didalam negeri dan diluar negeri. Harapan kami, seluruh anggota
dapat mengisi buletin ini menjadi kenyataan.
Redaksi buletin APLINDO menghimbau anggota APLINDO berpartisipasi dalam mengisi
tulisan/artikel, data maupun informasi lain yang berhubungan dengan industri pengecoran
logam. Naskah tulisan/artikel dapat dikirim ke sekretariat APLINDO, melalui email ataupun
fax.
Redaksi
BULETIN - APLINDO No.45/2015
3
BULETIN - APLINDO No.45/2015
4
Peket Kebijakan Ekonomi
Dalam menghadapi tantangan melemahnya perekonomian nasional, Pemerintahan Jokowi
berupaya untuk menggerakan ekonomi nasional dengan mengeluarkan beberapa paket
kebijakan ekonomi ini guna menciptakan kondisi ekonomi makro yang kondusif baik
stabilisasi fiskal dan moneter (termasuk pengendalian inflasi), percepatan belanja,
penguatan neraca pembayaran.
Pemerintahan Jokowi tengah menyiapkan serangkaian paket kebijakan ekonomi yaitu :
A. PAKET KEBIJAKAN EKONOMI I, 9 September 2015
Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya mengumumkan paket kebijakan ekonomi tahap
pertama pada tanggal 9 September 2015 yang diumumkan langsung di Istana Negara,
dengan didampingi para menteri bidang ekonomi.
Hadir dalam acara tersebut Ketua OJK Muliaman D Hadad, Gubernur BI Agus
Martowardojo, Menteri ESDM Sudirman Said, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro,
Mentan Amran Sulaiman, Mendag Thomas Lembong, dan Seskab Pramono Anung.
Kebijakan ekonomi ini dikeluarkan sebagai langka untuk menciptakan kondisi ekonomi
yang kondusif. kebijakan ini tidak saja berupa stimulus bagi dunia usaha, tetapi juga
dapat langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat banyak terutama yang berpenghasilan
rendah, paket-paket tersebut adalah:
1. Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi dan debirokrasi.
Ada 89 peraturan yang diubah dari 154, Sehingga ini bisa menghilangkan duplikasi,
bisa memperkuat, dan memangkas peraturan yang tidak relevan, atau menghambat
industri nasional, yang perkembangan sebagai berikut :
Saat ini telah selesai dibahas dan diperoleh komitmen dari para K/L adalah
sebanyak 134 peraturan, yaitu: 17 Rencana Peraturan Pemerintah, 11 Rencana
Perpres, 2 Rencana Inpres, 96 Rencana Permen, dan 8 aturan lainnya.
Dari 134 peraturan yang siap di deregulasi sampai tanggal 9 September 2015,
meliputi peraturan Menteri (Keuangan, Perdagangan, Perindustrian, ESDM,
Tenaga Kerja, Perhubungan, Koperasi dan UKM, Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, PUPR, Pertanian, Pariwisata, Kesehatan, ATR), Ka BKPM, Ka BPOM,
terkait fasilitas investasi, penyederhanaan ijin impor bahan baku (a.l. beras, gula,
garam, hortikultura, kertas kemasan), penetapan satu identitas importir,
BULETIN - APLINDO No.45/2015
5
pengurangan pemeriksaan fisik bahan baku impor dan produk ekspor ,
mengurangi hambatan distribusi antar pulau (gula kristal putih), dsb.
Kebijakan untuk memperlancar distribusi melalui pembangunan Pusat Logistik
Berikat, menarik investasi melalui pengembangan Kawasan Industri, dan Inland
FTA, meningkatkan ekspor melalui fasilitasi Trade Financing.
NO KEMENTERIAN/LEMBAGA
JUMLAH REGULASI TOTAL
REGULASI PP Perpres Inpres Permen Lainnya
1. Kemenko Perekonomian
2
2
2. Kementerian Perindustrian 1
14
15
3. Kementerian Perdagangan
30 2 32
4. Kementerian Keuangan 4
6
10
5. Kementerian Pertanian 1 1
5
7
6. Kementerian ESDM 2 7
1 1 11
7. Kementerian Kelautan dan Perikanan
8. Kementerian Agraria dan Tata Ruang
6 1
3
10
9. Kementerian Lingkungan dan Kehutanan
2
2
10. Kementerian Ketenagakerjaan
2
1 3
11. Kementerian Perhubungan
6
6
12. Kementerian PU PR 1
1
13. Kementerian Kesehatan
1
1
14. Kementerian Pariwisata
2
2
15. Kementerian KUKM
28
28
16. BKPM
2 2
17. BPOM
2 2
Total Regulasi 17 11 2 96 8 134
BULETIN - APLINDO No.45/2015
6
Daftar Paket Kebijakan Ekonomi Pemerintah 2015
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
PERATURAN PEMERINTAH
1 Kawasan Industri Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
2 Pusat Logistik Berikat Oktober 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
3 PPN Jasa Kepelabuhanan Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
4
Revisi PP 146/2000 (Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari
Pengenaan PPN)
Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
5 Impor dan Penyerahan Alat Angkut Tertentu dan Penyerahan Jasa Kena Pajak Terkait Alat Angkutan Tertentu yang Tidak Dipungut PPN
Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
6 Pengelolaan Sumber Daya Air September 2015 Efisiensi Industri
7 Sistem Pengupahan September 2015 Efisiensi Industri
8 Peraturan Pelaksana UU 13/2010 Tentang Hortikultura
Desember 2015 Kemudahan
Investasi
9 Revisi PP Nomor 40/1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah
Desember 2015 Kemudahan
Investasi
10 Revisi PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah Desember 2015
Kemudahan
Investasi
11 Revisi PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan PPAT Desember 2015
Kemudahan
Investasi
12 Revisi PP Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban
dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Desember 2015
Kemudahan
Investasi
13 Revisi PP Nomor 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia
Desember 2015 Kemudahan
Investasi
14 Revisi PP Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak
Yang Berlaku Pada BPN
Desember 2015 Kemudahan
Investasi
15 Perubahan keempat PP No. 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
16 Usaha Wisata Agro Hortikultura Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
17 Perusahaan Umum (Perum) Pembangunan Perumahan Nasional
Oktober 2015 Efisiensi Industri
18
Pemasukan Ternak dan/atau produk hewan dalam
hal tertentu yang berasal dari negara asal pemasukan atau zona dalam suatu negara asal pemasukan
Oktober 2015
Kepastian Bahan
Baku Sumber Dalam Negeri
19
Penggabungan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Reasuransi Umum Indonesia ke Dalam Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Reasuransi Indonesia Utama
Oktober 2015 Kelancaran
Perdagangan dan
Logistik
PERATURAN PRESIDEN
1 Revisi Perpres No 54 tahun 2010 tentang Pengadaan / Jasa Pemerintah
Oktober 2015 Kepastian Bahan
Baku Sumber Dalam Negeri
2 Revisi Perpres No.79 tahun 2011 tentang kunjungan kapal wisata asing ke Indonesia
September 2015 Efisiensi Industri
BULETIN - APLINDO No.45/2015
7
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
3 Revisi Perpres Nomor 69 tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan
September 2015 Efisiensi Industri
4 Revisi Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaaan Tanah Bagi
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Oktober 2015 Kemudahan
Investasi
5 Pelaksanaan Pembangunan Kilang Minyak di Dalam
Negeri September 2015
Kemudahan
Investasi
6 Perubahan Atas Peraturan Presiden No. 64/2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga BBG untuk transportasi jalan
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
7 Tatakelola Gas Bumi September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan
Logistik
8 Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG untuk kapal perikanan nelayan kecil
Oktober 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
9 kebijakan harga gas bumi tertentu dalam kegiatan usaha hulu migas
September 2015 Efisiensi Industri
10 Percepatan pembangunan infratstruktur ketenagalistrikan
September 2015 Kemudahan
Investasi
11 Tata cara penetapan dan penanggulangan krisis
energi dan darurat energi (Kisdaren) September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
INSTRUKSI PRESIDEN 1 Inland FTA September 2015 Efisiensi Industri
2 Kebijakan Deregulasi Nasional September 2015 Efisiensi Industri
PERATURAN MENTERI ESDM
1 Penugasan Pertamina menyediakan solar retail kebutuhan industri di setiap SPBU
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan
Logistik
PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN
1 Revisi Permendag No. 97/MDAG/PER/12/2014 September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan
Logistik
2 Revisi Permendag No. 19/MDAG/PER/3/2014 September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
3 Revisi Permendag No. 47/MDAG/PER/7/2012 September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan
Logistik
4 Revisi Permendag Nomor 63 Tahun 2015 jo No. 78 Tahun 2014 tentang Ketentuan Impor Produk Kehutanan
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
5 Revisi Permendag No 61/MDAG/PER/9/2013 tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan
Logistik
6
Revisi Permendag No. 54 Tahun 2015 tentang
Verifikasi Atau Penelusuran Teknis Terhadap Ekspor Kelapa Sawit, (CPO), dan Produk Turunannya
September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
7 Revisi Keputusan MenteriPerindustrian Dan Perdagangan No. 527/MPP/KEP/9/2004 Tentang Ketentuan Impor Gula
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
8 Revisi Permendag 39 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Impor Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun September 2015
Kepastian Bahan
Baku Sumber Dalam Negeri
9 Revisi Permendag No. 52/M-DAG/PER/7/2015 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
BULETIN - APLINDO No.45/2015
8
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
10 Revisi Permendag No. 41/2011 tentang Ketentuan Impor Sodium Tripoliphosphate (STPP)
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
11 Revisi Permendag No. 08/2012 tentang Ketentuan
Impor Besi atau Baja dan Permendag No. 28/2014 September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
12 Permendag yang menunda atau membatalkan Permendag No 45/MDAG/PER/6/2015
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
13 Revisi Permendag No. 55 /M-DAG/PER/9/2014 September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
14 Revisi Permendag No. 4/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
15 Revisi Permendag No. 27 Tahun 2012 tentang Angka
Pengenal Impor September 2015
Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
16
Revisi Permendag No. 14/M-DAG/PER/3/2007 tentang Standardisasi Jasa Bidang Perdagangan SNI Wajib terhadap Barang dan Jasa yang
Diperdagangkan
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
17 Revisi Permendag No 67/MDAG/PER/11/2013 jo
Permendag No 10/MDAG/PER/1/2014 September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
18 Revisi Permendag No. 19/M-DAG/PER/3/2014 tentang ketentuan impor dan ekspor beras
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
19 Revisi Permendag No. 16/M-DAG/PER/4/2013 tentang
Ketentuan Impor Produk Hortikultura September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
20 Revisi Permendag No. 528/MPP/7/2002 tentang Ketentuan Impor Cengkeh
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
21 Revisi Permendag No. 53/M-DAG/PER/7/2015 tentang Tekstil Dan Produk Tekstil Batik Dan Motif Batik
September 2015 Efisiensi Industri
22 Revisi Permendag No. 83/M-DAG/PER/12/2012 tentang
Ketentuan Impor Produk Tertentu September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
23 Revisi Permendag No. 02/M-DAG/PER/1/2012 tentang Ketentuan Impor Mutiara
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
24 Revisi Permendag No. 75/M-DAG/PER/12/2013 tentang Ketentuan Impor Barang Modal Bukan Baru
September 2015 Efisiensi Industri
25
Revisi Permendag No. 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang
Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain
September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
26 Revisi Permendag No 03/M-DAG/PER/1/2012 tentang Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon (BPO)
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
27 Revisi Permendag No. 15/M-DAG/PER/3/2007 tentang ketentuan impor mesin multifungsi berwarna, mesin
fotokopi berwarna dan printer berwarna
September 2015 Efisiensi Industri
28 Revisi Permendag No. 58/2012 ttg Ketentuan Impor Garam; Permenperin No. 134/2014 tentang Roadmap Garam Industri
September 2015 Kepastian Bahan
Baku Sumber Dalam Negeri
BULETIN - APLINDO No.45/2015
9
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
25 Revisi Permendag No. 03/M-DAG/PER/1/2015 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Minyak Bumi, Gas Bumi, dan Bahan Bakar Lain
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
26 Revisi Permendag No 03/M-DAG/PER/1/2012 tentang
Ketentuan Impor Bahan Perusak Ozon (BPO) September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
27 Revisi Permendag No. 15/M-DAG/PER/3/2007 tentang ketentuan impor mesin multifungsi berwarna, mesin fotokopi berwarna dan printer berwarna
September 2015 Efisiensi Industri
28
Revisi Permendag No. 58/2012 ttg Ketentuan Impor
Garam; Permenperin No. 134/2014 tentang Roadmap Garam Industri
September 2015
Kepastian Bahan
Baku Sumber Dalam Negeri
29 Mencabut Permendag No. 61/2004 Tentang Perdagangan Gula Antar Pulau
September 2015 Kepastian Bahan
Baku Sumber Dalam Negeri
30 Mencabut No. 11/MDAG/PER/3/2010 tentang ketentuan impor mesin, peralatan mesin, bahan baku
cakram optik kosong, dan cakram optik isi
September 2015 Efisiensi Industri
31 Revisi Surat Edaran Mendag No. 1310/M-Dag/SD/12/2014 tertang Perizinan Toko Modern
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN
1 Revisi Permenperin No. 15/M-IND/PER/3/2014 September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
2 Revisi Permenperin No. 68/M-IND/PER/8/2014 dan
Peraturan Direktur Jenderal BIM No 03/BIM/PER/1/2014 September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
3 Pencabutan Permenperin No. 35/2015 tentang Perubahan atas Permenperin No. 87/2013 tentang Pemberlakuan SNI minyak goreng sawit secara wajib
September 2015 Efisiensi Industri
4 Revisi Permenperin No. 34/M-IND/PER/4/2007 September 2015 Efisiensi Industri
5 Revisi Permenperin No. 44/M-IND/PER/4/2011 jo Permenperin No. 04/MIND/PER/1/2010
September 2015 Efisiensi Industri
6 Revisi Permenperin No. 50/M-IND/PER/6/2014 September 2015 Efisiensi Industri
7 Revisi Permenperin No. 82/M-IND/PER/8/2012; Permenperin No. 83/MIND/ PER/8/2012, dan
Permenperin No. 84/MIND/PER/8/2012
September 2015 Efisiensi Industri
8 Revisi Permenperin No 40/M-IND/PER/6/2008 dan Peraturan Direktur Jenderal IAK No 86/IAK/Per/11/2008
September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
9 Revisi Permenperin No 15/M-IND/PER/1/2015 dan Peraturan Direktur Jenderal IAK No 81/IAK/PER/12/2007
September 2015 Efisiensi Industri
10 Revisi Permenperin No 81/M-IND/PER/7/2010 dan Peraturan Direktur Jenderal IAK No 40/IAK/PER/9/2010
September 2015 Efisiensi Industri
11 Revisi Permenperin No 67/M-IND/PER/6/2012 dan Peraturan Direktur Jenderal BIM No 12/BIM/PER/8/2012
September 2015 Efisiensi Industri
12 Revisi Permenperin No 20/M-IND/PER/2/2012 dan
Peraturan Direktur Jenderal IAK No 86/IAK/Per/11/2008 September 2015 Efisiensi Industri
13
Revisi 32 Permenperin untuk menghilangkan kewajiban
rekomendasi atas impor produk yang spesifikasinya tidak sama dengan SNI wajib
September 2015 Efisiensi Industri
14 Revisi Permenperin No. 18/M-IND/PER/2/2012 jo Permenperin No. 67/M-IND/PER/8/2014
September 2015 Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
15 MoU antara Menaker dan Menperin untuk Integrasi
pelaporan perusahaan September 2015 Efisiensi Industri
BULETIN - APLINDO No.45/2015
10
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
PERATURAN MENTERI KEUANGAN
1 Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu
September 2015 Kemudahan Investasi
2
Revisi Permenkeu No. 176 tahun 2013 dan Permenkeu No. 177 tahun 2013 tentang Pembebasan dan
Pengembalian KITE untuk mendukung Industri Kecil dan Menengah (IKM) dalam pengembangan ekspor
September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
3
Revisi Permenkeu Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewan Selain Kendaraan Bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas
Barang Mewah
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
4 Revisi Revisi PMK No. 176/2009 dan Permenperin No. 19/2010
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan Logistik
5 Revisi PMK 153/Tahun 2014 tentang Penetapan Barang
Ekspor yang dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar September 2015
Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
6 Revisi Permenkeu No. 136/PMK.010/2015 September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
PERATURAN MENTERI PERTANIAN
1 Revisi Permentan No.2 Tahun 2014 tentang Produksi, Sertifikasi, dan Peredaran Benih Bina
September 2015 Kepastian Bahan Baku Sumber Dalam Negeri
2 Revisi Permentan Nomor 39/Permentan/SR.140/7/2015
tentang Pendaftaran Pestisida September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
3
Revisi Permentan Nomor 26 Tahun 2015 tentang Syarat, Tata Cara, dan SOP Pemberian Rekomendasi Teknis Izin Usaha di Bidang Pertanian Dalam Rangka Penanaman
Modal
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan Logistik
4 Revisi Permentan Nomor 98 Tahun 2013 tentang
Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan September 2015
Kemudahan
Investasi
5
Revisi Permentan Nomor 139/Permentan/PD.410/12/2014 tentang Pemasukan Karkas, Daging, dan/atau Olahannya Ke Dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia
September 2015 Kepastian Bahan Baku Sumber Dalam Negeri
PERATURAN MENTERI KESEHATAN
1
Revisi Permenkes No. 30/2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak serta
pesan kesehatan untuk pangan olahan dan pangan siap saji
September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN
1 Revisi Permenhub nomor 32 tahun 2015 tentang Pengamanan Kargo dan Pos serta Rantai Pasok Kargo dan Pos yang diangkut dengan pesawat udara
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan Logistik
2 Revisi Permenhub No. 74/2015 jo No. 78/2015 tentang
Penyelenggaraan dan Pengurusan Jasa Transportasi September 2015
Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
3 Revisi Permenhub Nomor 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan Logistik
4 Revisi Permenhub Nomor 14 tahun 2007 tentang Peti
Kemas di Jalan September 2015
Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
5 Revisi Permenhub Nomor PM 36 Tahun 2014 tentang tata cara dan prosedur pengenaan tarif jasa kebandarudaraan
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan Logistik
BULETIN - APLINDO No.45/2015
11
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
1 Revisi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.16/Menhut-II/2014 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan
September 2015 Kemudahan Investasi
2 Revisi Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.8/Menhut-II/2014
September 2015 Kemudahan Investasi
PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG
1 Revisi Permen ATR/Kep. BPN Nomor 6 Tahun 2015 September 2015 Kemudahan Investasi
2 Revisi Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2010
tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan September 2015
Kemudahan
Investasi
3
Revisi Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan
September 2015 Kemudahan
Investasi
4 Revisi Permen Nomor 2 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan dan pengaturan Agraria, Tata Ruang dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman Modal (Paket 3)
September 2015 Kemudahan Investasi
PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN UKM
1
Revisi Kepmen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil
Nomor 36/KEP/M/1996 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan dan Peleburan Koperasi
September 2015 Efisiensi Industri
2 Revisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 145/KEP/M/1998 tentang Petunjuk Penanaman Modal
Penyertaan Pada Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
3
Revisi Kepmen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah
Nomor 19/KEP/M/III/1998 tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Kecil
September 2015 Kemudahan Investasi
4 Revisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 91/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah
September 2015 Kemudahan Investasi
5
Revisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor
96/KEP/M.KUM/IX/2004 tentang Pedoman Standar Operasional Manajemen Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan Pinjam
September 2015 Kemudahan Investasi
6 Revisi Permen Koperasi dan UKM Nomor 118/PER/M.KUKM/X/2004 tentang Pedoman Pendidikan
dan Pelatihan Bagi Koperasi dan UKM
September 2015 Kemudahan
Investasi
7 Revisi Kepmen Negara Urusan Koperasi dan UKM Nomor 123/Kep/M.KUKM/X/2004
September 2015 Kemudahan Investasi
8 Revisi Kepmen Koperasi dan UKM Nomor 124/Kep/M.UKM/X/2004
September 2015 Kemudahan Investasi
9 Revisi Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor 01/PER/MENEG/I/2006
September 2015 Kemudahan Investasi
10 Revisi Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor 03/PER/M.KUKM/I/2007
September 2015 Kemudahan Investasi
11 Revisi Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Nomor 35.2/PER/M.KUKM/X/2007
September 2015 Kemudahan Investasi
12 Revisi Permen Koperasi dan UKM Nomor 35.3/PER/K.UKKM/X/2007
September 2015 Kemudahan Investasi
13 Revisi Permen Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah
Nomor 39/PER/M.KUKM/XII/2007 September 2015
Kemudahan
Investasi
14
Revisi Permen Koperasi dan UKM Nomor
06/PER/K.KUKM/III/2008 tentang Pedoman Pemeringkatan Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
15 Revisi permen Koperasi dan UKM Nomor 19/PER/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
BULETIN - APLINDO No.45/2015
12
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
16
Revisi permen Koperasi dan UKM Nomor 20/PER/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam oleh Unit Simpan
Pinjam
September 2015 Kemudahan Investasi
17
Revisi Permen Koperasi dan UKM Nomor 21/PER/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pengawasan Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam dan Unit Simpan
Pinjam Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
18
Revisi Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM
Nomor 3/PER/M.KUKM/1/2007 tentang Pedoman Penilaian Provinsi/Kabupaten/Kota Penggerak Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
19
Revisi Permen Koperasi dan UKM Nomor 14/PER/M.KUKM/XII/2009 tentang Pedoman Penilaian Kesehatan Koperasi Simpan Pinjam Oleh Unit Simpan
Pinjam
September 2015 Kemudahan Investasi
20
Revisi Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UKM Nomor 19/PER/M.KUKM/XI/2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh
Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
21
Revisi Permen Koperasi dan UKM No
7/Per/m.KUKM/IX/2011 tentang Pedoman Pengembangan Koperasi Skala Besar
September 2015 Kemudahan Investasi
22 Revisi Permen Koperasi dan UKM No 10/Per/M.KUKM/XII/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraaan Rapat Anggota Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
23
Revisi Permen Koperasi dan UKM No
04/Per/M.KUKM/VII/2012 Tentang Pedoman Umum Akutansi Koperasi
September 2015 Kemudahan
Investasi
24 Revisi Permen Koperasi dan UKM No 01/PER/M.KUKM/I/2013 tentang Pedoman Revitalisasi Koperasi
September 2015 Kemudahan Investasi
25
Revisi Permen Koperasi dan UKM No 11/Per/M.KUKM/XII/2013 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria Penyelenggaraan Inkubator Wirausaha
September 2015 Kemudahan
Investasi
26 Pedoman Umum Akuntansi Koperasi Sektor Riil September 2015 Kemudahan Investasi
27 Pedoman Umum Akuntansi Koperasi Usaha Simpan Pinjam Konvensional
September 2015 Kemudahan Investasi
28 Pedoman Umum Akuntansi Koperasi Usaha Simpan
Pinjam Syariah September 2015
Kemudahan
Investasi
29
Mencabut Permen Koperasi dan UKM Nomor
03/PER/M.KUKM/III/2009 tentang Pedoman Umum Linkage Program Antar Bank Umum dengan Koperasi
September 2015 Kemudahan
Investasi
PERATURAN DIRJEN/LEMBAGA/BADAN
1
Surat Dirjen Minerba perihal petunjuk operasional bagi dinas ESDM di Daerah yang menegaskan tidak diperlukannya IUOP dalam kegiatan cut and fill kawasan
industri
September 2015 Efisiensi Industri
2 Revisi Perdirjen Dagri No. 4/2015 September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
3 Revisi Revisi Perka BKPM Nomor 5 Tahun 2003 jo Perka BKPM Nomor 12 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan
September 2015 Kemudahan Investasi
4 Revisi Perka BKPM No 3 Tahun 2012 September 2015 Kemudahan
Investasi
BULETIN - APLINDO No.45/2015
13
No.
TENTANG TARGET WAKTU
TUJUAN
5 Perka BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal (Paket 2)
September 2015 Kemudahan Investasi
6 Perka BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal (Paket 2)
September 2015 Kemudahan Investasi
7 Perka BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Fasilitas Penanaman Modal (Paket 2)
September 2015 Kemudahan Investasi
8 Perka BKPM tentang Pedoman dan Tata Cara
Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (Paket 2) September 2015
Kemudahan
Investasi
9
Revisi Peraturan Kepala BKPM Nomor 8 Tahun 2015
tentang Tata Cara Permohonan Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di bidang-bidang usaha tertentu dan/atau di daerah-daerah tertentu
(Paket 2)
Oktober 2015 Kemudahan Investasi
10
Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 27 Tahun
2013 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia
September 2015
Kelancaran
Perdagangan dan Logistik
11
Perka BPOM yang merevisi Perka BPOM Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat,
Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan Ke Dalam Wilayah Indonesia
September 2015 Kelancaran Perdagangan dan
Logistik
2. Mempercepat proyek strategis nasional, termasuk penyediaan lahan dan
penyederhanaan izin, serta pembangunan infrastruktur.
3. Meningkatkan investasi di bidang properti dengan mendorong pembangunan rumah
untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Diharapkan kebijakan ini akan membuka
peluang investasi yang lebih besar di sektor properti.
Pemerintah menargetkan paket kebijakan ekonomi akan selesai September ini dan
paling lambat Oktober.
B. PAKET KEBIJAKAN EKONOMI II, 29 September 2015
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengumumkan Paket
Kebijakan Ekonomi Tahap II tanggal 29 September 2015, yang fokus hanya pada upaya
meningkatkan investasi, berupa deregulasi dan debirokratisasi peraturan untuk
mempermudah investasi, baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun
penanaman modal asing (PMA).
Untuk menarik penanaman modal, terobosan kebijakan yang akan dilakukan adalah
memberikan layanan cepat dalam bentuk pemberian izin investasi dalam waktu 3 jam di
Kawasan Industri. Dengan mengantongi izin tersebut, investor sudah bisa langsung
melakukan kegiatan investasi.
Regulasi yang dibutuhkan untuk layanan cepat investasi 3 jam ini adalah Peraturan
Kepala BKPM dan Peraturan Pemerintah mengenai Kawasan Industri serta Peraturan
Menteri Keuangan.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
14
Kriteria untuk mendapatkan layanan cepat investasi ini adalah para investor memiliki
rencana investasi minimal Rp 100 miliar dan atau rencana penyerapan tenaga kerja
Indonesia di atas 1,000 (seribu) orang. Permohonan disampaikan oleh calon pemegang
saham dengan cara datang langsung ke Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Satu calon pemegang saham boleh
mewakili calon pemegang saham lainnya sepanjang membawa lampiran surat kuasa.
Layanan cepat Pendirian Badan Hukum Investasi melalui PTSP Pusat di BKPM ini meliputi
izin penanaman modal (investasi), akta pendirian perusahaan, dan pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM sebagai badan hukum Indonesia, serta NPWP.
Izin investasi yang diberikan sekaligus akan berfungsi sebagai izin konstruksi untuk
memulai kegiatan investasi di Kawasan Industri. Tapi sebelumnya, perusahaan tersebut
harus memenuhi norma/standar dalam berinvestasi yang harus dipenuhi sesuai
ketentuan Kawasan Industri, antara lain pajak, TDP, Izin Gangguan/SITU, IMB, Izin
Lokasi, Pertimbangan Teknis Pertanahan, HGB, Izin Lingkungan dan Amdal, Amdal Lalin,
ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, dan lain-lain.
Selama ini masalah panjangnya waktu dan banyaknya izin yang dibutuhkan untuk
melakukan investasi menjadi kendala besar bagi terlaksananya kegiatan usaha dan
menjadi pertimbangan investor ketika hendak menanamkan modalnya di Indonesia.
Sebagai perbandingan, selama ini investor di luar Kawasan Industri membutuhkan waktu
selama 8 hari untuk mengurus perizinan badan usaha. Ini masih ditambah pengurusan
11 izin untuk melakukan konstruksi yang membutuhkan waktu 526 hari. Jika investasi
dilakukan di dalam Kawasan Industri, waktu yang dibutuhkan untuk mengurus perizinan
badan usaha adalah 8 hari, sedangkan 11 perizinan lainnya tidak diperlukan karena
perizinan-perizinan tersebut dikecualikan bagi perusahaan yang berusaha di Kawasan
Industri.
C. PAKET KEBIJAKAN EKONOMI III, 7 OKTOBER 2015
Tanggal 7 Oktober 2015 Jokowi kembali mengeluarkan kembali paket ekonomi untuk
menguatkan daya saing dunia usaha di tengah pelemahan ekonomi dan insentif
menurunkan biaya perusahaan. Paket Kebijakan ini diumumkan oleh Menteri Koordinator
Perekonomian Darmin Nasution.
1. Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM), gas, dan listrik
Harga avtur, liquified petroleum gas (LPG) 12 kilogram, Pertamax, dan
Pertalite efektif turun sejak 1 Oktober 2015.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
15
Harga BBM jenis solar diturunkan sebesar Rp 200 per liter, sehingga harga eceran
BBM jenis solar bersubsidi akan menjadi Rp 6.700 per liter. Penurunan harga BBM
jenis solar juga akan berlaku untuk BBM jenis solar non-subsidi.
Harga BBM jenis premium tetap, yakni Rp 7.400 per liter (Jawa, Madura, Bali) dan
Rp 7.300 (di luar Jawa, Madura, Bali). Harga baru berlaku mulai Oktober sampai
dengan Desember 2015.
Harga gas. Harga untuk pabrik dari lapangan gas baru ditetapkan sesuai dengan
kemampuan daya beli industri pupuk, yakni sebesar US$ 7 MMbtu (juta British
Thermal Unit). Sedangkan harga gas untuk industri lainnya (seperti petrokimia,
keramik, dan sebagainya) akan diturunkan sesuai dengan kemampuan industri
masing-masing. Penurunan harga gas dimungkinkan dengan melakukan efisiensi
pada sistem distribusi gas serta pengurangan penerimaan negara, atau Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) gas.
Meski demikian, pemerintah menganggap penurunan harga gas ini tidak akan
memengaruhi besaran penerimaan yang menjadi bagian perusahaan gas Kontrak
Kerja Sama. Penurunan harga gas untuk industri tersebut akan efektif berlaku mulai
1 Januari 2016.
Harga Listrik. Tarif listrik untuk pelanggan industri I3 dan I4 akan turun sebesar Rp
12 – Rp 13 per kWh mengikuti turunnya harga minyak bumi (Automatic Tariff
Adjustment). Diskon tarif akan diberikan hingga 30 persen untuk pemakaian listrik
pada tengah malam (23:00) hingga pagi hari (08:00), yaitu pada saat beban sistem
ketenagalistrikan rendah.
Pemerintah memberikan insentif penundaan pembayaran tagihan rekening listrik
hingga 40 persen dari tagihan listrik 6 atau 10 bulan pertama, dan industri dapat
melunasinya secara berangsur. Ini berlaku khusus untuk industri padat karya serta
industri berdaya saing lemah.
2. Perluasan wirausahawan penerima Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Untuk meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, melalui program
KUR, Pemerintah telah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22 persen
menjadi 12 persen. Pada paket kebijakan ini, para keluarga yang memiliki
penghasilan tetap, dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. Dengan
kebijakan ini, bank-bank yang menyalurkan KUR didorong melakukan upaya pro-aktif
menawarkan kepada yang bersangkutan, sehingga akan meningkatkan peserta KUR
sekaligus mendorong tumbuhnya wirausahawan-wirausahawan baru.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
16
3. Penyederhanaan izin pertanahan dalam kegiatan penanaman modal
Di bidang pertanahan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional, merevisi Peraturan Menteri No. 2 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan
dan Pengaturan Agraria, Tata Ruang, dan Pertanahan dalam Kegiatan Penanaman
Modal.
Beberapa substansi pengaturan baru yang mencakup beberapa hal seperti:
a. Pemohon mendapatkan informasi tentang ketersediaan lahan (semula 7 hari
menjadi 3 jam);
b. Seluruh permohonan didaftarkan sebagai bentuk kepastian bagi pemohon akan
ketersediaan dan rencana penggunaan lahan. Surat diterbitkan dalam waktu 3
jam.
c. Kelengkapan perizinan prinsip diberikan dalam bentuk, proposal, pendirian
perusahaan, atas hak tanah menjadi persyaratan awal untuk dimulainya kegiatan
lapangan. Ada persyaratan yang dapat menyusul sampai dengan sebelum
diterbitkannya Keputusan tentang Hak Penggunaan Lahan.
d. Jangka waktu pengurusan (persyaratan harus lengkap):
Hak Guna Usaha: dari 30 – 90 hari menjadi 20 hari kerja (sampai dengan 200
hektare ) atau 45 hari kerja (> 200 hektare)
Perpanjangan/Pembaharuan HGU: dari 20 – 50 hari menjadi 7 hari kerja
(sampai dengan 200 hektare ) atau 14 hari kerja (> 200 hektare)
Permohonan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai: dari 20 – 50 hari kerja menjadi
20 hari kerja (sampai dengan 15 hektare) atau 30 hari kerja (>15 hektare)
Perpanjangan/Pembaharuan Hak Guna Bangunan/Hak Pakai: dari 20 – 50
hari kerja menjadi 5 hari kerja (sampai dengan 15 hektare) atau 7 hari kerja
(>15 hektare)
Hak Atas Tanah: 5 hari kerja menjadi 1 hari kerja
Penyelesaian pengaduan: 5 hari kerja menjadi 2 hari kerja
e. Dalam perpanjangan hak penggunaan lahan yang didasarkan pada evaluasi tentang
pengelolaan dan penggunaan lahan (termasuk audit luas) lahan oleh yang
bersangkutan tidak lagi memakai persyaratan seperti awal permohonan.
Pergeseran ini menyebabkan terjadinya pembalikan, sehingga para spekulan yang
beberapa bulan sebelumnya sudah membeli dolar lebih awal, kini melakukan cut
loss. Untuk faktor internal, pasar memberikan respon positif kepada paket kebijakan
kkonomi pertama, kedua, dan ketiga. Paket-paket ini menunjukkan keseriusan
pemerintah melakukan reformasi ekonomi.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
17
D. PAKET KEBIJAKAN EKONOMI IV, 13 Oktober 2015
Pada Tanggal 13 Oktober 2015 Pemerintah kembali mengumumkan paket kebijakan
ekonomi ke IV atau paket kebijakan ekonomi Oktober II. Ada dua topik penting yang
menjadi perhatian pemerintah dalam mendorong penguatan ekonomi masyarakat.
I. Kebijakan pengupahan yang adil, sederhana dan terproyeksi.
“Tujuan utama dari penetapan Upah Minimum Provinsi adalah membuka lapangan
kerja seluas-luasnya. Kedua juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan
buruh. Semua ini merupakan bukti kehadiran negara dalam bentuk pemberian jaring
pengaman sosial melalui kebijakan upah minimum dengan sistem formula. Kehadiran
negara ini memastikan buruh tidak terjatuh ke dalam upah murah. Melalui kebijakan
ini upah buruh akan naik setiap tahun dengan besaran yang terukur. Ini juga
memberi kepastian kepada pengusaha dalam berusaha.
Alasan penting lainnya yang mendorong kebijakan soal pengupahan adalah untuk
menjamin kepastian dan perlindungan terhadap sistem pengupahan yang
menyeluruh. Mengingat masalah upah sangat strategis bagi pengusaha dan pekerja,
dan masing-masing pihak mempunyai pandangan yang berbeda, maka penyusunan
Proses pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan tidak
mencapai kesepakatan dan telah memakan waktu sekitar 12 tahun.
Salah satu materi penting dalam pengaturan RPP Pengupahan adalah
mengenai formula perhitungan upah minimum. Adanya formula perhitungan
upah minimum membawa perubahan baru terhadap proses penetapan upah
minimum yang telah berlaku selama ini. Dengan berlakunya formula
penetapan upah minimum, maka proses penetapan upah minimum akan berjalan
secara sederhana, adil dan terproyeksi, mengingat dalam perhitungan
besaran upah minimum dilakukan dengan pendekatan formula yang berpihak
kepada tenaga kerja karena memperhitungkan tingkat inflasi dan pertumbuhan
ekonomi.
Sementara dalam perhitungan upah sebelumnya, proses penetapan upah minimum
diawali dari survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL), kemudian dibahas dalam sidang
dewan pengupahan untuk ditetapkan menjadi nilai KHL. Nilai KHL dibahas
dalam sidang dewan pengupahan untuk ditetapkan menjadi besaran nilai upah
minimum. Kecenderungan dalam proses pembahasan besaran upah
minimum selama ini selalu menimbulkan polemik, akibat tidak adanya acuan
baku dalam menetapkan nilai upah minimum.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
18
Terbitnya PP Pengupahan akan diikuti dengan 7 (tujuh) Peraturan Menteri
Ketenagakerjaan, yakni:
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Formula UM
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Penetapan UMP/UMK
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Penetapan UMS
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Struktur Skala Upah
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang THR
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang Uang Service
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Tentang KHL
Kebijakan untuk menerapkan sistem formula ini berlaku nasional, kecuali untuk 8
(delapan) provinsi. Ini karena ke-8 provinsi tersebut belum bisa memenuhi ketentuan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan akan diberikan masa transisi hingga 4 tahun.
II. Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas.
Pada pengumuman paket kebijakan sebelumnya, bahwa bunga KUR akan diturunkan
dari 22% menjadi 12% dan penerima KUR baik individu atau perorangan akan
diperluas.
Pemerintah menyadari bahwa pertumbuhan kredit perbankan cenderung melambat
dalam satu tahun terakhir. Pada pertengahan tahun 2014, pertumbuhan tahunan
kredit masih sebesar 16,65% yang selanjutnya turun menjadi 11,6% pada akhir
tahun 2014 dan 10,4% pada akhir semester I 2015. Kecenderungan tersebut juga
terjadi pada kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang hanya tumbuh
sebesar 9,2% (year on year) pada akhir Juni 2015.
Kecenderungan perlambatan penyaluran kredit tentu saja terkait dengan
melemahnya pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, untuk mendorong gerak roda
ekonomi masyarakat, pemerintah memberikan subsidi bunga yang lebih besar bagi
KUR.
Untuk itu, dilakukan Perubahan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
No. 6 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat antara lain
mengatur perluasan KUR sebagai berikut:
a. Penerima KUR adalahindividu/perseorangan atau badan hukumyang meliputi:
- usaha mikro, kecil, dan menengah yang produktif;
- calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja di luar negeri;
- anggota keluarga dari karyawan/karyawati/Tenaga Kerja Indonesia yang
berpenghasilan tetap; dan
BULETIN - APLINDO No.45/2015
19
- tenaga Kerja Indonesia yang purna dari bekerja di luar negeri.
- tenaga kerja Indonesia yang mengalami pemutusan hubungan kerja
b. Usaha produktif meliputi sektor;
- Pertanian: seluruh usaha di sektor pertanian (sektor 1), sepertipertanian padi,
pertanian palawija, perkebunan kelapa, pembibitan dan budidaya unggas,
pembibitan dan budidaya sapi, jasa kehutanan
- Perikanan: seluruh usaha di sektor perikanan (sektor 2);sepertibudidaya
rumput laut, budidaya udang, penangkapan ikan, jasa sarana produksi
perikanan
- Industri Pengolahan: seluruh usaha di sektor Industri Pengolahan (sektor 4),
termasuk industri tempe dan tahu, industri pakaian jadi, industr anyaman,
kerajinan, industri kreatif di bidang media rekaman, film, dan video.
- Perdagangan: seluruh usaha di sektor perdagangan (sektor 7), tidak termasuk
perdagangan barang impor, seperti perdagangan ekspor hasil perikanan,
perdagangan dalam negeri beras, perdagangan eceran makanan dan
minuman,
- Jasa-Jasa : seluruh sektor usaha yang masuk dalam :
sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan (sektor 8), seperti
penyediaan akomodasi hotel, rumah makan dan restoran
sektor transportasi – pergudangan - dan komunikasi (sektor 9), seperti
angkutan kota, angkutan sungai dan danau, jasa perjalanan wisata
real estate - usaha persewaan - jasa perusahaan (sektor 11), seperti
real estate perumahan sederhana, persewaan mesin pertanian, jasa
konsultasi piranti lunak,
jasa pendidikan (sektor 13), seperti jasa pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi,jasa pendidikan luar sekolah
Dengan adanya perubahan ini, maka pemerintah bermaksud mendorong peningkatan
dan perluasan akses usaha mikro, kecil, dan menengah sektor usaha produktif kepada
pembiayaan lembaga keuangan dan dalam jangka menengah meningkatkan inklusi
finansial, yang saat ini masih relatif rendah dibanding negara-negara tetangga.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, juga
menambahkan dukungan pemerintah melalui Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) untuk mendukung UKM yang berorientasi ekspor atau yang terlibat
dalam produksi untuk produk ekspor melalui fasilitas pinjaman atau kredit modal
BULETIN - APLINDO No.45/2015
20
kerja dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari tingkat bunga komersial. Fasilitas
ini terutama diberikan kepada perusahaan padat karya dan rawan PHK.
Kemudahan mengakses lembaga keuangan ini diharapkan juga akan mendorong
jumlah dan kualitas wirausaha yang pada akhirnya akan menyokong pertumbuhan
ekonomi secara nasional.
E. Paket Kebijakan Ekonomi V: Insentif Perpajakan, Revaluasi Aset, dan
Mendorong Perbankan Syariah
Hari ini, Kamis tanggal 22 Oktober 2015, pemerintah kembali mengumumkan Paket
Kebijakan Ekonomi. Dalam Paket Kebijakan Ekonomi V ini, Menko Perekonomian Darmin
Nasution menyatakan ada tiga kebijakan deregulasi yang dikeluarkan, yakni:
1. Revaluasi Aset
2. Menghilangkan pajak berganda dana investasi Real Estate, Properti dan
Infrastruktur.
3. Deregulasi di bidang perbankan syariah.
1. Revaluasi Aset
Kebijakan ini dikeluarkan karena masih banyak perusahaan yang belum melakukan
revaluasi aktiva dengan adanya perubahan nilai aktiva, baik akibat inflasi maupun
depresiasi rupiah. Juga dipandang perlu adanya dukungan pemerintah untuk
meningkatkan performa finansial perusahaan melalui revaluasi aktiva.
Kebijakan ini diharapkan bisa membantu perusahaan meningkatkan performa
finansialnya melalui perbaikan nilai asset yang terkena dampak depresiasi rupiah dan
inflasi. Dengan perbaikan performa finansial, ada ruang bagi perusahaan untuk
melakukan ekspansi usaha. Manfaat lainnya adalah beban cashflow pajak saat
revaluasi menjadi lebih ringan, karena tarif PPh revaluasi yang rendah. Beban PPh
pada tahun-tahun setelah revaluasi juga lebih rendah.
“Kebijakan ini memberikan insentif keringanan pajak. Revaluasi aset akan
meningkatkan kapasitas dan performa finansialnya akan meningkat secara signifikan.
Pada tahun-tahun berikutnya akan membuat profit lebih besar,” kata Menteri
Koordinator Perekonomian Darmin Nasution.
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan adalah WP badan dan orang
pribadi yang melakukan pembukuan, termasuk WP yang melakukan pembukuan
dalam mata uang dolar. Pada saat pengajuan permohonan pada 2015, permohonan
revaluasi dapat dilakukan berdasarkan perkiraan (estimasi), yang penyelesaian
BULETIN - APLINDO No.45/2015
21
penilaiannya dapat dilakukan sampai dengan 31 Desember 2016. Untuk
permohonan tahun 2016 berlaku hal yang sama, dengan penyelesaian penilaian
paling lambat tahun 2017.
Direktorat Jendral Pajak akan memberikan persetujuan dalam waktu 30 hari sejak
berkas diterima lengkap.
Tanggal Pengajuan Permohonan
Besaran Tarif Khusus PPh
Final turun dari 10%
menjadi
Sejak berlakunya PMK ini s.d. 31 Desember 2015 3%
1 Januari 2016 s.d. 30 Juni 2016 4%
1 Juli 2016 s.d. 31 Desember 2016 6%
2. Menghilangkan pajak berganda dana investasi Real Estate, Properti dan
Infrastruktur.
Kebijakan di sektor ini diberikan karena produk pasar modal Indonesia masih relatif
terbatas, sehingga kapitalisasi Bursa Efek Indonesia relatif kecil dibanding negara-
negara tetangga. Untuk itu perlu dikembangkan produk seperti Kontrak Investasi
Kolektif (KIK) untuk Infrastruktur, KIK – Dana Investasi Real Estate (KIK-DIRE) dan
sejenisnya, yang sejalan dengan upaya pendalaman pasar keuangan.
Menurut perhitungan OJK, aset di Indonesia yang dijual dalam bentuk DIRE di
Singapura mencapai Rp 30 Triliun. Untuk mendorong produk-produk pengembangan
ini, maka pemerintah memberikan pengurangan pajaknya, yaitu dengan
menghilangkan adanya double tax pada transaksi KIK, seperti KIK DIRE, KIK Efek
Beragun Aset (EBA) dan sejenisnya.
Kebijakan ini diharapkan bisa menarik dana yang selama ini diinvestasikan di luar
negeri (tax-heaven country) ke pasar sektor keuangan dalam negeri, di samping
mendorong pertumbuhan investasi di bidang infrastruktur dan real estate.
Dampak positif dari fasilitas perpajakan ini adalah meningkatnya akumulasi dana
KIK, mendorong tumbuhnya pembangunan infrastruktur dan real estate, serta
tumbuhnya jasa konstruksi. Tak kalah penting adalah meningkatnya PPh dari
kegiatan usaha tersebut
3. Deregulasi di bidang perbankan syariah.
Dari empat Paket Kebijakan Ekonomi yang sudah dikeluarkan sebelumnya,
pemerintah belum menyinggung peran dan potensi industri keuangan syariah.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
22
Oleh sebab itu melalui Otoritas Jasa Keuangan, pemerintah ingin mendorong
pertumbuhan industri keuangan syariah. Sebab, industri ini dari tahun ke tahun
tumbuh sangat pesat.
Deregulasi yang dilakukan adalah menyederhanakan peraturan dan perizinan bagi
produk-produk perbankan syariah. Perizinan tidak perlu lagi mengirim surat, tapi
akan ada kodefikasi produk-produk syariah. apabila sudah masuk dalam kode
tertentu maka tidak perlu meminta izin lagi, cukup melapor saja.
Demikian juga produk-produk lain yang terkait dengan pegadaian oleh perbankan
syariah. Pemerintah tetap memperhatikan kehati-hatian dan juga tetap
memperhatikan gadai emas yang banyak disimpan masyarakat.
Selain itu, juga dimungkinkan kemudahan untuk memperluas jangkauan perbankan
syariah dalam hal membuka kantor-kantor cabang. Hal ini akan mendorong efisiensi
sehingga harga dan suku bunga akan lebih affordable bagi masyarakat.
----0000----
Peserta Seminar “ Bagaimana Menghasilkan Produk Cor Yang Baik” yang diselenggakan
Di Hotel Novotel, Surakarta pada tanggal 15 Oktober 2015
BULETIN - APLINDO No.45/2015
23
Kontroversi BPJS Ketenagakerjaan (Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015)
Pemerintah menetapkan besaran iuran pensiun BPJS Ketenagakerjaan yaitu 3 persen dari
gaji pokok karyawan dengan porsi pembagian 2 persen dibayarkan oleh perusahaan dan 1
persen dibayarkan oleh pekerja sesuai dengan kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia dan
tidak akan memengaruhi kondisi keuangan perusahaan. Besaran iuran tersebut akan direvisi
secara bertahap selama tiga tahun sekali sampai 8 persen. Kenaikan iuran ini nanti bakal
terus disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Saat ini, BPJS Ketenagakerjaan telah mengelola dana jaminan pensiun sekitar Rp 203 triliun.
Mereka menargetkan pada tahun 2019 sekitar Rp 500 triliun. Sementara itu, jumlah
pesertanya per Mei 2015 mencapai 17,16 juta peserta dan ditargetkan bakal mencapai 64
juta peserta pada tahun 2019. BPJS Ketenagakerjaan ini bakal efektif dilaksanakan pada
tanggal 1 Juli 2015.
BPJS Ketenagakerjaan telah menyiapkan 11 kantor wilayah, 121 kantor cabang, dan 203
kantor perintis serta menjalin kerja sama dengan bank dan agen untuk mempermudah
pendaftaran dan pembayaran iuran. Total lokasi yang disiapkan ada lebih dari 200.000 titik
yang tersebar di seluruh Indonesia.
Namun Kelahiran Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan per 1 Juli
langsung menuai kehebohan dengan adanya perubahan batas minimal pencairan Jaminan
Hari Tua (JHT) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015
Penyelenggara Jaminan Hari Tua (JHT).
Dalam aturan baru tersebut, pemerintah mengubah aturan pencairan JHT dari 5 tahun
menjadi minimal 10 tahun masa kepesertaan di BPJS berdasarkan UU No 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional Pasal 37 Ayat ayat (3) : Pembayaran manfaat
jaminan hari tua dapat diberikan sebagian sampai batas tertentu setelah kepesertaan
mencapai minimal 10 (sepuluh) tahun.
Manfaat iuran pensiun ini baru bisa ditarik setelah 10 tahun dengan nilai 40 persen dari
rata-rata upah yang didapat yakni 30 persen untuk biaya perumahan 10 persen pencairan,
bila peserta meninggal dunia, hasilnya dialihkan kepada ahli waris, yaitu istri, dengan nilai
70 persen dari manfaat pasti yang seharusnya diterima. Peserta BPJS Ketenagakerjaan baru
bisa mencairkan seluruh dana JHT jika sudah berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau cacat
tetap.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
24
Aturan tersebut membuat keresahan di masyarakat yang merasa diperlakukan dengan idak
adil dan banyak mendapat protes serta penolakan masif dari para pekerja, terutama
mereka yang sudah tidak bekerja dan mengharapkan uang JHT tersebut cair setelah lima
tahun masa kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang selama ini, peserta Jamsostek
biasanya bisa mencairkan seluruh dananya setelah menjadi peserta minimal 5 tahun.
Dengan timbulnya gejolak dimasyarakat Presiden Jokowi telah revisi Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggara Jaminan Hari Tua (JHT) dengan PP
no.60 tahun 2015.
"Perubahan peraturan ini dilakukan untuk mengakomodir kondisi ketenagakerjaan nasional
dan aspirasi yang berkembang di masyarakat, khususnya yang terkait dengan pengaturan
manfaat Jaminan Hari Tua bagi pekerja/buruh"
Dalam aturan-aturan baru tersebut, mulai 1 September 2015, JHT bisa dicairkan sesuai
besaran saldo dalam waktu satu bulan setelah para pekerja yang berhenti bekerja, terkena
PHK, meninggal dunia, Pekerja yang mengalami cacat tetap dan pekerja yang sudah
mencapai usia 56 tahun.
Dalam PP No. 60 Tahun 2015 ada dua pasal yang dirubah yaitu :
a. Pasal pertama mengubah materi Pasal 26 PP terdahulu. Perubahan memuat lima ayat.
Berdasarkan revisi, manfaat JHT dibayarkan kepada peserta apabila (a) peserta
mencapai usia pensiun; (b) peserta mengalami cacat total tetap; atau (c) peserta
meninggal dunia. Dalam penjelasan disebutkan „mencapai usia pensiun‟ termasuk
peserta yang berhenti bekerja. Ayat lain perubahan itu mengatur subjek yang akan
menerima pembayaran JHT jika peserta mengalami kondisi tertentu. Jika peserta
meninggal dunia, misalnya, manfaat JHT diberikan kepada ahli warisnya.
b. Pasal kedua (Pasal II) PP No. 60 Tahun 2015 mengatur masa berlaku PP, yakni pada
tanggal diundangkan. Juga mengatur perintah pengundangan. Menteri Hukum dan HAM
Yasonna H. Laoly sudah mengundangkan PP pada Lembaran Negara pada 12 Agustus
2015.
Selain itu, PP 60 Tahun 2015 juga menjelaskan soal pengaturan pencairan manfaat JHT bagi
pekerja/buruh yang mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap dan meninggal
dunia termasuk yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berhenti bekerja.
Tata cara dan pembayaran manfaat Jaminan Hari Tua diatur lebih lanjut secara detail
dengan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
25
Peraturan baru mengenai tata cara pencairan JHT itu menyebutkan persyaratan bagi
peserta yang akan mengambil manfaat JHT adalah apabila Peserta yang berhenti bekerja
karena mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja dan meninggalkan
Indonesia untuk selama-lamanya.
Pemberian manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri dibayarkan secara tunai dan
sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan
pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan.
Selain itu, pencairan manfaat JHT dapat juga diambil selama peserta aktif dengan catatan
masa kepesertaan minimal 10 tahun dan manfaat JHT dapat diberikan paling banyak 30
persen dari jumlah JHT yang peruntukkannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak
10 persen untuk keperluan lain.
----oooo----
Data Industri Pengecoran China tahun 2014
Pada Forum Cina Foundry Industry ke-7,tanggal 29
Maret di Shanghai, Wakil Presiden Eksekutif dan
Sekretaris Jenderal Cina Foundry Asosiasi Wen Ping
merilis informasi pada industri pengecoran China
untuk 2014.
Data menunjukkan total produksi industri
pengecoran China pada tahun 2014 mencapai
46.200.000 ton, ini merupakan peningkatan 3,8%
dari tahun ke tahun (Gambar) dan pertumbuhan
yang stabil dibandingkan dengan 2012 (2,4%
kenaikan) dan 2013 (4,7% kenaikan).
BULETIN - APLINDO No.45/2015
26
Workshop Die Design 2015
29 – 30 Juni 2015
Workshop Die Design 2015 yang merupakan penyelenggaraan ke-2 dari Lokakarya Die
Desain diselenggarakan di Jakarta dari tanggal 29-30 Juni 2015 yang diikuti oleh 41 peserta
dari beberapa perusahaan pengecoran alumunium Indonesia. Workshop ini dilatih oleh Ueli
Jordi, konsultan teknologi senior dari Buhler Swistzerland yang memiliki pengalaman dalam
proses pengecoran lebih dari 40 th tahun dan diikuti oleh industri casting alumunium di
Indonesia.
Untuk tahun 2015 ini, dalam lokakarya pada hari pertama pelatihan diarahkan pada
efektivitas pelatihan pada workshop Die Desain 2014, apakah materi workshop dahulu
berguna dan memberikan beberapa penyegaran materi tahun lalu.
Pada hari kedua lokakarya, para peserta membawa hasil produk dari casting part mereka
dan kami membentuk beberapa kelompok untuk membahas masalah dan solusi dari casting
part pelanggan.
Penyelenggaraan Workshop ini terbilang sukses dan pelanggan yang bergabung pada
lokakarya ini sangat aktif dan tertarik untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses
pengecoran dan BUHLER berencana untuk kembali mengadakan workshop dengan topik dan
pembahasan yang lain.
Workshop Die Casting 2005 yang dilaksanakan tanggal 29-30 Juni 2015 di Hotel Bidakara, Jakarta
BULETIN - APLINDO No.45/2015
27
Resource Optimisation and Energy Efficiency
GIFA – the 13th International Foundry Trade Fair will be presenting innovative solutions for
the foundry industry from 16th to 21st June 2015.
visit the Foundry Trade Journal stand at GIFA - hall 15, stand H16-01
The foundry industry is a vital link in the value chain of the most important industrial sectors
and is therefore a high-tech industry with a sound future. It is estimated that total global
production of castings in 2015 will reach a volume of approximately 100 million tonnes.
Analyses made by CAEF - the European Foundry Association - indicates that there are more
than 4,000 foundries in Europe alone, with over 200,000 employees overall (2012 figures).
Reducing operating costs whilst improving manufacturing capabilities is a top priority for
foundries. Computer-based processes have, for example, become indispensable, for rapid
production of castings. Electronic systems are being used to monitor and analyse the vast
range of processes carried out in a foundry. Optimisation is in full swing in all these areas as
well as in the production and operating materials sector. Traditional casting processes are
being modified and new production methods are being developed by combining processes.
GIFA 2015 will be reviewing these diverse developments and will provide visitors and
exhibitors with an insight into the future of foundry technology.
Innovative future
The foundry industry‟s biggest customers are car and machine manufacturers, plant
engineering companies, the railway industry, the aerospace industry, the power generation
industry, shipbuilding and marine engineering. Manufacturers of data processing equipment,
musical instruments and medical products such as implants also source materials from the
foundry industry. In view of the increasingly exacting demands made on industrial
companies, these industries - particularly the automotive industry - act as „innovation
drivers‟ for the foundry industry. Indeed, the progress made in engine manufacturing is
attributable to a major extent to the developments made by the foundry industry.
Competition and competitiveness
As in other industrial sectors, foundries and foundry supply companies have to face growing
international competitive pressure and are forced to make economical use of resources and
energy to be able to continue operating profitably.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
28
There is no doubt that those foundries which increase efficiency in this area place
themselves in a position to reap tremendous future benefits. Other ways to improve a
company‟s competitive position are: ensuring the machinery used is always state-of-the-art;
optimising production processes; remaining up-to-date with on-going developments in the
areas of casting materials, moulds, cores and casting processes and; finally, to be capable of
supplying clients with castings that have customised properties. In spite of all the advances
that impact the casting process directly or indirectly, whether a foundry is competitive or not
depends to a crucial extent on the skills of the company‟s employees and, whatever part of
the world we are operating in, it is now an enormous challenge to recruit well-qualified
young staff.
Technical trends
As is the case with companies in other industrial sectors, foundries need to reduce operating
costs, whilst continuing to supply sophisticated products with shorter and shorter
development lead times. Economical use of energy and raw materials for castings, cores and
moulds is an absolute necessity to cut costs and to reduce the impact of casting production
on the environment. Since many other processes - such as production of moulds and cores,
cleaning and testing of castings, recovery or recycling of mould and core sands - are taking
place simultaneously to the casting process, electronic process control systems have become
essential to be able to monitor and control all the production operations. Electronics are just
as vital in the development of castings and the production of prototypes, moulds and cores.
With computer-based processes, operations in the casting process and the impact on casting
quality can be simulated in detail, with the result that castings can be designed rapidly
which are an optimum fit for the assignment in question. Computer-based 3D printing
processes, with which synthetic resin-bonded sand moulds and cores can be manufactured
relatively quickly, are replacing what used to be the very time-consuming and laborious
production of moulds for sand casting. Developments are continuing in the areas of casting
materials and casting processes too. Material manufacturers are, for example, working on
the optimisation of existing casting alloys and the development of new ones, while research
institutes are trying out new processes in liaison with machine manufacturers and foundries
- such as composite casting processes, with which different metals like steel and copper can
be combined with each other.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
29
GIFA 2015
Foundries need innovative machines, equipment, software systems and much more to be
able to operate efficiently. The international foundry trade fair GIFA will be providing
information about this and the innovative developments that are being made.
The Bright World of Metals
The four international technology trade fairs GIFA (International Foundry Trade Fair),
METEC (International Metallurgical Trade Fair), THERMPROCESS (International Trade Fair
for Thermo Process Technology) and NEWCAST (International Trade Fair for Precision
Castings) are being held in Düsseldorf from 16th to 20th June 2015. Visitors from all over
the world will be coming to the city on the River Rhine for five days at this time to focus on
castings, foundry technology, metallurgy and thermo process technology. A programme of
high-quality additional events such as the World Foundry Organization Technical Forum will
again be taking place alongside the trade fairs. All four trade fairs and the programmes co-
ordinated with them will be concentrating on the issue of resource optimisation and energy
efficiency. A total of 79,000 experts from 83 different countries visited the stands of the
1,958 exhibitors at the previous events in 2011.
Pertemuan dengan delegasi Korea dalam rangka pengembangan industri mesin di Indonesia
Ketua APLINDO menghadiri pembukaan
Pameran MTT 2015 di JIEpo Kemayoran Jakarta yang diselenggarakan tanggal 4-7 Agustus 2015
BULETIN - APLINDO No.45/2015
30
Aluminium low-pressure wheel production - end
to end Solutions
Authors: Roger Kendrick, Foseco Europe; Giorgio Muneratti, Vesuvius Italy; Martin Freyn,
Vesuvius Slavia; Philippe Kientzler, Foseco International; Gustavo Martinez, Foseco Mexico
and Eiyu Tei, Foseco Japan
There has been huge growth in the production of aluminium road wheels over the past
decade, with the great majority being manufactured by the low-pressure diecasting process.
The quality requirements of these safety critical castings are as high as any aluminium
component made today and Foseco has developed a range of products aimed at improving
the quality of the castings produced while also improving the profitability of the process.
This concept of an integrated solution package for a particular casting and process will be
further developed in the future.
The application of aluminium wheels on light vehicles has become hugely popular over the
past ten years. The reasons behind this are both technical as well as aesthetic as the
castings are safety critical as well as pleasing to the eye. Aluminium wheels need to offer
mechanical strength and lightness, toughness and rigidity, dimensional precision and style
with a perfect aesthetic finish and so today aluminium wheels have become a technologically
advanced product required to offer a high level of quality, reliability and safety.
The wheel is a safety critical component, which has a decisive effect on the performance of
the vehicle and is responsible for propulsion, steering, supporting the vehicle, braking as
well as suspension. Consequently it must possess characteristics of mechanical strength,
plastic reserve and fatigue strength capable of resisting fracture during the full life cycle. In
addition to this, roundness and balance must also be maintained over time.
Testing will include dimensional accuracy, alloy composition, hardness, grain size and
eutectic structure, fatigue testing and die penetrant inspection after fatigue testing, x-ray
inspection, pressure tightness, crash test, detailed visual inspection, radial load testing – all
this means that aluminium wheels receive as much inspection as any other aluminium
casting and more than most.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
31
The process by which aluminium wheels are manufactured is almost always low-pressure
diecasting and this process can be segmented into the following process steps:
• Alloy material selection
• Melting
• Holding
• Melt transfer by ladle
• Melt treatment in the ladle
• Transfer into the low-pressure furnace
• Die filling and solidification
• Removal and initial inspection
• X-ray inspection
• Heat treatment
• Machining
• Painting
• Pressure test and visual inspection
The Foseco approach is to develop a range of products and services which can add value to
the foundry in all of these process steps.
Alloy material selection
To achieve the mechanical properties - particularly the elongation - it is essential that the
iron content of the alloy is controlled and so commonly primary ingot is used along with
foundry returns and the swarf and chippings from the machine line. Around 40 per cent of
the as-cast wheel is removed during the process and so, although the swarf and chippings
from machined wheels will have a very large surface area and be the potential source of
oxide inclusions, it is commercially essential that this material is recycled and the value
retained. A separate process to melt and clean this material is normally used and the use of
a powerful cleaning flux, such as COVERAL* GR 6512, is an integral part of this process.
Once cleaned to an acceptable quality level this material can be used, under control, as part
of the alloy charge, either as cast ingot or in liquid form.
Melting
Melting in wheel foundries today tends to be by tower melter or reverberatory furnace and
BULETIN - APLINDO No.45/2015
32
there are three key properties that are expected from the furnace itself - high melting rate,
energy efficiency and the ability to avoid oxide formation.
In the melting and holding zone there is a strong need for a refractory material that is
compatible with aluminium-silicon alloys, which has good mechanical strength and is non-
wetted by aluminium alloys, resisting the growth of corundum. The lining material must also
have a high resistance to mechanical damage in impact areas and have as long a service life
as is practical.
ALUGARD* CE-S is a high alumina, low cement castable specifically designed for use with
aluminium-silicon alloys and is well proven in aluminium tower and reverberatory melting
furnaces. The ALUGARD CE-S lining will offer a long service life and good resistance to
corundum growth and be easy to clean.
Within the range of refractory products there is also a lighter weight material for the furnace
door, roof and upper walls, TRIAD* 45 AL and BLU-RAM* HS.
For general maintenance and repair DURAGUN* 66AL can be used for application by
trowelling or gunning methods.
The same range of refractory materials can also be applied if the melting takes place in a
reverberatory furnace.
Product selection is vitally important as is correct installation and Foseco can advise and
sometimes supervise the installation of their refractory lining products.
In melting furnaces temperature measurement can also offer advantages if it is fast and
accurate. Highly conductive ISO-PRIME or 3MSILICIUMNITRID thermocouple sheaths can
both achieve these aims with the latter also offering longer service life.
Correct refractory selection and fast response thermocouples can help to maintain the high
quality standard of the aluminium alloy melt, the essential foundation of a sound foundry
process.
Melt transfer
Once melted the alloy is then poured into a transfer ladle in which the melt treatment is
made prior to the ladle being moved to the low-pressure casting machines. This treatment
of grain refinement, strontium modification, cleaning and hydrogen adjustment (degassing
and sometimes regassing) can take around ten minutes and so temperature loss can be an
issue. Good insulation and easy cleaning is therefore an essential characteristic of the lining
material and Foseco has two options to offer.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
33
INSURAL* 140 is supplied as a pre-cast insert which has already been fired to over 700°C
and when installed within the INSURAL 10 insulating backing will offer excellent insulation
and non-wetting properties. When installed using the INSURAL 140 lining system the ladle
will have a heat loss of less than 3°C per minute, depending upon the capacity, and will also
be very easy to keep clean and free of oxide build-up.
If the service life of the ladle lining is of particular importance then INSURAL 270 offers
good insulation and oxide resistance coupled with excellent erosion resistance. INSURAL 270
will therefore offer an extended service life.
Melt treatment
To achieve the required quality of melt it is necessary to carry out a controlled melt
treatment in the transfer ladle.
To ensure the correct eutectic structure is achieved and that excellent elongation properties
are assured, the alloy is modified with strontium. This can be done by using pre-modified
ingot, which has already had a strontium addition, or by adding aluminium-strontium master
alloy prior to degassing.
In addition to the strontium modification the alloy is also grain refined with titanium and
boron to achieve optimum mechanical properties and to reduce the chances of shrinkage in
thicker sections. In addition to an improvement in elongation and the consistency of
mechanical properties, grain refinement also increases resistance to fatigue, improves
machinability, reduces the tendency for hot tearing and helps to disperse micro-porosity.
This treatment is best carried out by chemical additions, which form fresh titanium diboride
particles within the melt. A tablet addition with NUCLEANT* 70 SS or NUCLEANT 100 SP will
have this effect but best of all a cleaning and grain refining flux, COVERAL MTS 1582 applied
through a MTS 1500 metal treatment station, will give excellent grain refinement, remove
oxides and inclusions while ensuring that a very dry dross is generated thereby reducing
metal loss.
Melt cleaning and hydrogen control can best be done simultaneously and the traditional
method is to add a granular flux COVERAL GR 6512 to the surface of the ladle and then to
carry out rotary degassing with a pumping graphite FDU XSR rotor or a GBF rotor.
The stirring action of the rotor will activate the COVERAL GR 6512 and create an exothermic
reaction while the finely dispersed inert gas bubbles will help oxides to float to the surface to
be collected in the dross. After several minutes of treatment the melt is cleaner and lower in
hydrogen content.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
34
A more modern version of this melt treatment is with MTS 1500 technology using a more
powerful MTS FDR rotor. In the early stages of the rotary degassing treatment the baffle
plate rises from the melt and a vortex is formed. A specially developed cleaning flux,
COVERAL MTS 1565, is then added into the vortex. The flux is taken down to the lower
parts of the ladle where it can react with the bulk of the melt and after less than 60 seconds
the baffle plate moves back into the melt and the vortex disappears.
Normal rotary degassing then continues but because the flux is low in the melt a much more
effective cleaning process follows. The MTS 1500 process will therefore remove more oxides
than FDU alone.
However for the most effective and automated treatment the COVERAL MTS 1565 flux can
be replaced by COVERAL MTS 1582, which when added using the MTS 1500 unit, will offer
hydrogen control, melt cleaning and grain refinement as well as generating a dry dross low
in aluminium, as shown in fig.6, all in one automated treatment.
To monitor the effectiveness of the modification and grain refinement treatments a cooling
curve can be plotted using THERMATEST* equipment. As well as producing a cooling curve,
where the undercooling of the liquidus and solidus can be observed, the software also
calculates a eutectic structure index; where 5 is the maximum reading and a grain index,
with 9 being the maximum reading. Thermal analysis is a very effective way of checking that
each melt has been correctly treated.
As shrinkage is such a common issue in aluminium wheels it is sometimes advisable not to
reduce the hydrogen content of the melt to the lowest possible level. The overall treatment
time must be maintained because of the need to clean the alloy and so shortening the
degassing is not an option. It is therefore beneficial to degas to a low level and then to
reintroduce a small amount of hydrogen at the end of the treatment. To retain the
advantage of automation and consistency it is possible to programme the FDU, GBF or MTS
1500 unit to make a late addition of Argon-H2 gas for just a few tens of seconds at the end
of the treatment. This will adjust the hydrogen content to an acceptable level, which will not
create porosity but will control the level of shrinkage found in the final casting.
The use of a programmable MTS 1500 treatment to clean, grain refine and control the
hydrogen content of the melt gives the foundry excellent process control and repeatability.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
35
Melt transfer
After treatment the melt is poured into the low-pressure furnace, ready for production. This
is another critical stage of the process as turbulent filling of the low-pressure furnace can
result in oxide creation and an increase in hydrogen content. A specially designed INSURAL
140 pouring basin to suit the particular low-pressure furnace can help to control the filling
process.
Low-pressure diecasting furnace
As these furnaces can be in service for up to seven years it is vital to select a refractory
which will avoid oxide and corundum growth. ALUGARD A 95 has been used for several
years in these types of furnace and will avoid many of the problems that can be experienced
where furnaces run in production for long periods of time. When ALUGARD A 95 is installed
in front of a highly insulating backing system then external steel shell temperatures can be
as low as 65°C, reflecting a very energy efficient system.
As an alternative to casting the lining in the furnace body it is possible to install a pre-cast
and pre-fired shape in INSURAL 270. This option offers a very fast reline and guarantees
that all combined moisture has been removed before installation begins. A furnace relined
with the INSURAL 270 system can therefore be put immediately into service after relining,
without the need for additional drying and firing.
For the furnace roof, an insulating lining is appropriate and LITEWATE* 80 AL is an ideal
material for this application.
The low-pressure furnace is heated by electric radiant glow-bars in the roof and their service
life can be extended by covering them with a highly conductive protection tube.
ISO-PRIME heater protection tubes ensure good heat transfer from electrical element to the
furnace atmosphere while protecting the element from mechanical damage, metal splashing
and chemical attack during general use or metal treatment and furnace cleaning. They will
extend the life of the heater elements, reducing the running costs of the furnace.
For accurate temperature control, a thermocouple sheath with high conductivity is required
and ISO-PRIME thermocouple sheaths are well proven in the specific application of a
pressurised furnace. Again fast response will result in more accurate temperature control
and less variation on casting temperatures.
To have accurate control of the filling process and to retain pressure for effective feeding
during solidification a pressure tight LPS tube is essential.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
36
Two materials are offered for this application - ZYAROCK* and ZYACAST - both based on
fused silica and being well proven in these applications. These LPS tubes can be supplied
with a SEDEX* or STELEX* ZR foam filter installed in the bottom to prevent oxide inclusions
entering the tube from the furnace floor.
Casting
Above the LPS tube there is the opportunity to apply highly insulating ceramic inserts and
INSURAL 140 is an ideal material for these applications. The use of these inserts allows the
foundry to increase the amount of water cooling in the die, thus extracting heat from the
casting while retaining heat in the feed areas. Casting quality is therefore improved while
cycle time is kept short to improve productivity.
To improve metal flow and trap oxide inclusions, a filter can be positioned in the upper
bush. Foam filters are the most effective at flow control and SIVEX* FC filters are
lightweight and can be remelted from the carrot.
The die itself must be coated to control the thermal balance, ensuring good filling while also
controlling heat loss during the feeding cycle. The aesthetic quality of the casting is also
defined by the surface finish on the main face of the wheel and so a smooth coating is used
on the front face, DYCOTE* 39. For an extended service life DYCOTE 3900 or DYCOTE 3950
can be used.
For the side and top cores a more insulating coating is required and this can be DYCOTE 34.
As service life of the coating is important to retain the insulating properties for a longer
period, a primer coating - DYCOTE DR 87 - can first be applied to the die with the other
DYCOTEs applied on top.
To ensure that the DYCOTE used is correctly prepared a special mixer - DYCOTE CARRY and
MIX - is offered. This mixer will also maintain the quality of the coating during standing.
Conclusions
The important attributes of the low-pressure diecasting process are:
• Productivity
• Energy usage
• Metal yield
BULETIN - APLINDO No.45/2015
37
The important attributes of the casting itself are:
• Surface finish
• Mechanical properties
• Soundness
• Pressure tightness
• Freedom from oxides and porosity
• Machinability
The products listed above form a valuable group for the low-pressure wheel producer and
when used together will have a positive impact on the quality and performance of the
castings as well as the commercial success of the foundry. Research and development
projects are now underway to add further elements to this range and to increase the end-
to-end value offered to the industry.
Contact: Paul Jeffs, UK technical manager, Vesuvius UK Limited – Foseco Foundry
Division, Tamworth, Staffordshire B78 3TL UK. Tel: +44 (0) 1827 289999, email:
[email protected] web: www.foseco.com
*COVERAL, ALUGARD, TRIAD, BLU-RAM, DURAGUN, ISO-PRIME,
3MSILICIUMNITRID, INSURAL, NUCLEANT, THERMATEST, LITEWATE, ZYAROCK,
ZYACAST, SEDEX, STELEX, SIVEX and DYCOTE are Trade Marks of the Vesuvius
Group, registered in certain countries, used under licence.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
38
Data Kendaraan Bermotor
1. Data Kendaran Roda 4
a. Penjualan Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2011-2015 di Indonesia
No. Bulan Penjualan (Unit)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Januari 73,990 76.427 96.718 103.609 94.194
2 Februari 69,591 86.486 103.278 111.824 88.741
3 Maret 82,166 87.917 95.996 113.067 99.410
4 April 60,728 87.144 102.257 106.124 81.600
5 Mei 61,055 95.541 99.697 96.872 79.374
6 Juni 70,157 101.746 104.268 110.614 82.139
7 Juli 89,056 102.511 112.178 91.334 70.263
8 Agustus 73,276 76.445 77.964 96.652
9 September 79,835 102.100 115.974 102.572
10 Oktober 86,342 106.754 112.039 105.222
11 Nopember 67,643 103.703 111841 91.327
12 Desember 80,325 89.456 97.691 78.802
Total 894,164 1.116.230 1.229.901 1.208.019 595.721 Sumber : Gaikindo
b. Produksi Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2011-2015 di Indonesia
No. Bulan Produksi (Unit)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Januari 70,715 77.036 97.793 104.728 98.869
2 Februari 63,928 86.469 100.491 112.501 92.836
3 Maret 74,308 85.507 89.073 123.007 107.725
4 April 54,556 84.426 101.805 121.114 97.253
5 Mei 54,637 97.367 99.661 94.353 89.287
6 Juni 64,454 94.400 97.939 117.309 91.537
7 Juli 83,591 97.330 106.519 93.613 82.352
8 Agustus 69,107 71.113 77.354 105.259
9 September 77,349 94.488 116.974 119.346
10 Oktober 81,265 100.298 115.533 116.654
11 Nopember 65,686 99.168 110.570 102.423
12 Desember 78,352 77.955 94.499 88.216
Total 837.948 1.065.557 1.208.211 1.298.523 659.859
BULETIN - APLINDO No.45/2015
39
b. Penjualan Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2010-2014 di ASEAN
No. Bulan
Penjualan (Unit)
2011 2012 2013 2014 Jan-Juni
2015
1 Brunai 14.555 18.634 18.642 18.114 7.884
2 Indonesia 894.164 1.116.230 1.229.901 1.208.019 525.458
3 Malaysia 600.123 627.753 655.793 666.465 322.184
4 Philipina 141.616 156.654 181.738 234.747 131.465
5 Singapura 39.570 37.247 34.111 47.443 34.087
6 Thailand 794.081 1.436.335 1.330.672 881.832 369.109
7 Vietnam 109.660 80.453 98.649 133.588 91.790
sumber : AAF
c. Produksi Kendaraan roda 4 (unit) tahun 2010-2014 di ASEAN
No. Bulan Produksi (Unit)
2011 2012 2013 2014 Jan-Juni 2015
1 Indonesia 837.948 1.065.557 1.208.211 1.298.523 577.507
2 Malaysia 533.515 569.620 601.407 596.418 327.664
3 Philipina 64.906 75.413 79.169 88.845 45.662
4 Thailand 1.457.795 2.453.717 2.457.057 1.880.007 935.251
5 Vietnam 100.465 73.673 93.630 121.084 78.596
Total 2.994.629 4.237.980 4.439.474 3.984.877 1.964.680
sumber : AAF
2. Data Kendaraan Roda 2 / Sepeda Motor
a. Penjualan sepeda motor 2011-2015 Di Indonesia
No. Bulan Penjualan (Unit)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Januari 667,124 652.601 649.983 580.288 513.816 2 Februari 613,449 670.757 653.357 681.267 570.524 3 Maret 713,672 626.689 657.483 728.820 562.185 4 April 709,177 622.929 660.505 729.279 538.746 5 Mei 709,122 619.540 647.215 734.030 482.691 6 Juni 661,304 550.468 661.282 753.789 588.675 7 Juli 740,121 585.658 704.019 539.171 439.245 8 Agustus 681,444 433.741 490.824 599.250 9 September 723,906 628.739 678.139 706.938
10 Oktober 717,514 634.575 717.272 675.962 11 Nopember 643,271 627.048 688.527 592.635 12 Desember 463,431 488.841 552.408 556.586
Total 8,043,535 7.141.586 7.771.014 7.908.914 3.695.882
sumber : AISI Diolah
b. Produksi sepeda motor 2011-2015 Di Indonesia
BULETIN - APLINDO No.45/2015
40
No. Bulan Produksi (Unit)
2011 2012 2013 2014 2015
1 Januari 677,356 685.688 662.920 595.636 524.368
2 Februari 621,988 665.570 659.417 659.258 552.543
3 Maret 720,284 606.984 654.760 729.476 593.592
4 April 715,864 619.839 672.370 748.401 563.566
5 Mei 698,427 619.829 644.881 722.192 483.872
6 Juni 645,975 535.621 653.384 761.117 559.956
7 Juli 722,184 577.488 694.492 553.626 428.250
8 Agustus 671,506 428.662 484.428 611.235
9 September 713,061 620.250 683.066 747.992
10 Oktober 725,036 627.352 729.876 686.101
11 Nopember 646,510 625.865 691.115 598.560
12 Desember 446,102 466.573 549.586 512.510
Total 8,006,293 7.079.721 7.780.295 7.926.104 3.706.147
sumber : AISI Diolah
c. Penjualan sepeda motor 2010-2014 di ASEAN
No. Bulan
Penjualan (Unit)
2011 2012 2013 2014 Jan- Juni
2015
1 Indonesia 8,043,535 7.141.586 7.771.014 7.908.014 3.256.637
2 Malaysia 494.586 537.753 546.719 442.749 202.666
3 Philipina 731.130 702.599 752.835 790.245 382.568
4 Singapura 8.046 9.923 11.650 8.145 3.630
5 Thailand 2.007.383 2.130.067 2.004.498 1.701.535 902.720
Total 11.284.680 10.521.928 11.086.716 10.851.615 4.748.221
sumber : AAF
d. Produksi sepeda motor 2010-2014 Di ASEAN
No. Bulan
Produksi (Unit)
2011 2012 2013 2014 Jan- Juni
2015
1 Indonesia 8,006,293 7.079.721 7.780.295 7.926.104 3.277.897
2 Malaysia 498.076 543.088 549.244 439.907 208.238
3 Philipina 762.947 588.292 729.480 755.184 376.590
4 Thailand 2.043.039 2.606.161 2.218.625 1.842.708 969.500
Total 11.310.355 10.817.262 11.277.644 10.963.903 4.832.225
sumber : AAF
BULETIN - APLINDO No.45/2015
41
Informasi Umum & Pameran
A. Web site Pemerintah yang dapat diakses :
1. www.setneg.go.id (Sekretariat Negara)
2. www.kemenperin.go.id (Kementerian Perindustrian)
3. www.kemenkeu.go.id (Kementerian Keuangan)
4. www.kemendag.go.id (Kementerian Perdagangan)
5. www.beacukai.go.id (Direktorat Bea & Cukai, Kementerian Keuangan)
6. www.esdm.go.id (Kementerian ESDM)
7. www.bkpm.go.id (Badan Koordinasi Penanaman Modal)
8. www.bps.go.id (Biro Pusat Statistik)
B. Web site Asosiasi Industri Pengecoran Logam Indonesia (APLINDO)
Kini APLINDO telah tersedia Web site sendiri :
www.aplindo.web.id, mohon dukungan partisipasi aktif Bapak-bapak sekalian dan
diharapkan saran, masukan, permasalahan dan perkembangan yang terjadi di industri
pengecoran logam di Indonesia. Saran dan masukan anda dapat berupa artikel ke
alamat [email protected]
C. Web site Himpunan Ahli Pengecoran Logam Indonesia
Kini HAPLI telah tersedia Web-site sendiri :
http://hapli.wordpress.com/ , mohon dukungan partisipasi aktif Bapak-bapak
sekalian dan diharapkan saran serta masukan anda berupa artikel sesuai page yang
tersedia dalam format *.doc ke alamat [email protected] untuk
diupload, ataupun komentar langsung anda pada Blog.
D. Pameran dan Seminar
1. 4 – 7 August 2015
MTT Expo 2015, Indonesia The 7th specialised Exhibition on Machine Tools, Metalworking & Precision, automotive Engineering and Related Manufacturing Technologies for Indonesia
2. 8-10 September 2015
11th China (Beijing) International Foundry Industry Expo (CIFE2015) New China International Exhibition Centre - Beijing
BULETIN - APLINDO No.45/2015
42
3. 8-10 September 2015 Non-Ferrous Metals and Minerals International Congress and Exhibition
the very heart of Russia, Congress & Exhibition “Non-Ferrous Metals and Minerals” (NFM) including the XXI Conference & Exhibition “Aluminium of Siberia”, XI Symposium “Gold of Siberia”, IX Conference “Metallurgy of Non-Ferrous and Rare
Metals” and Mineral and Raw Materials Sources Forum will open their gates to the world industrial community. These meetings are devoted to the whole production
chain in minerals and metals production. Gathering elites from the global community and facilitating world class trading, networking and educational activities in the world's most dynamic metallurgy market, the event will showcase the latest
innovations in products and cutting-edge technologies to meet the large demand in Russia
4. 16 Sep 2015 - 18 Sep 2015 International Foundry Conference
Portoroz, Slovenia Two days of technical sessions and networking opportunities
5. 16-18 September 2015 55th International Foundry Conference 2014
Portorož (Slovenia)ation :
6. 27-29 September 2015 5th International Foundry Technical Conference & Exhibition, Teheran, Iran Scope of the Conference and Exhibition: Raw material, Foundry plants, Melting
furnaces & accessories, Refractories, Molding, Pattern & core making, Sand preparation, Treatment & reclamation, Casting Machines & accessories, Die cast
machine & accessories, Knock out & finishing, Surface treatment, Heat treatment & drying, Measuring, Testing, Process control instrument, Material handling, Machining, Automation, Foundry service, Casting manufactures, Robotics, Scrap management,
Transferring melt, mold & parts, Welding, Sandblast & shot peening, Air scrubber, Saving Energy and Environmental Management, Ferroalloy & non ferroalloy,
Inoculant, Filtration, Skimming slag, Investment casting, Centrifugal casting Expandable casting, Permanent casting, Vacuum molding, High pressure casting, Degassing system, Die cast, Ceramic molding, Kiln casting, Graphite casting, lost wax,
Hot & cold chamber die casting, Lost foam casting, Metallurgy powder, silica sand, Olivine sand, Chromite sand, Zircon sand, Chamotte sand, Resin, Foundry simulation & software, Inspection, Melting flow control, Foundry & Market, Foundry development
and optimizing the efficiency, Automobile industries, Jewelry, Pipe producer, Valve, Casting radiator, Ball mill, Cast iron, Steel, Pig iron, Aluminium, Copper, Zinc, Lead,
ingot, Billet, Bucket tooth, Casting parts ,Sculpture, Export, Companies Presentation
7. 29 September – 01 October 2015 FENAF 2015 - 16ª Feira Latino-americana de Fundição, Brazil Fenaf is the largest trade show ot the foundry sector in America, bringing together
the entire production chain of the foundry industry, national and international, and its customers. Over 400 exhibitors and 30,000 vistantes are expected for this next edition, to be held at Expo Center Norte, Brazil.
BULETIN - APLINDO No.45/2015
43
8. October 2015 WFO International Forum on Moulding Materials and Casting Technologies,
China, The WFO Moulding Materials Commission will host the Forum where the world-leading researchers in the area of moulding materials will meet. Papers are sought
for the event, see the relevant commission page or email: [email protected] ; [email protected]
9. 21-25 May, 2016
The 72nd World Foundry Congress 2016, Nagoya, Japan, This intellectually and professionally stimulating biennial congress offers you a golden
opportunity to meet fellow foundrymen from all over the world and exchange ideas in
order to develop a common vision for the future of the global foundry industry.
The WFC2016 will have presentations of technical papers and meetings as well as
enjoyable social events.through which you can learn more about traditional Japanese
culture.
The WFC2016 will be held in Nagoya,Japan‟s third largest metropolitan region located
on central Honshu. Nagoya is known as one of the centres of the manufacturing
industry and also for its famous historical castle. Nagoya Castle, built by the first
shougun of the Tokugawa shougunate, has a pair of golden shachihoko (carp-like
mythical animals) on its roof, and they have become the symbol of Nagoya.