buletin november 2009

24
Buletin Edisi November 2009

Upload: pers-mahasiswa-akademika

Post on 15-Mar-2016

233 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Permasalahan abrasi pantai yang tak kunjung selesai

TRANSCRIPT

Page 1: Buletin November 2009

�Buletin Edisi November 2009

Page 2: Buletin November 2009

� Buletin Edisi November 2009

Salam Pers Mahasiswa!Syukur kepada Tuhan buletin “Akademika” edisi November

ini dapat hadir pada waktunya. Kembali mengajak pembaca untuk bersama-sama menyadari permasalahan yang ada di sekitar kita.

Menilik persoalan lingkungan di Bali misalnya, seolah tak ada habisnya. Setelah permasalahan daya dukung pulau seperti air dan lahan yang tak kunjung usai diperbincangkan di ruang publik, persoalan dari pesisir Bali pun kian mengkhawatirkan. Abrasi tak henti-hentinya menggerogoti pantai-pantai di Bali. Rupanya pesisir Bali sudah kewalahan menghadapi pariwisata dan pembangunan yang menjadi simbol modernitas Pulau Dewata ini. Apa dan bagaimana persoalan lingkungan pesisir Bali kini telah terangkum dalam Fokus Utama.

Tak hanya persoalan Bali yang luas yang muncul dalam buletin edisi November ini. Di internal Unud sendiri, begitu pesatnya kemunculan program-program studi baru banyak mengundang pertanyaan. Benarkah Unud telah benar-benar siap untuk mengembangkan sayap lewat program-program studi tersebut?

Foto-foto atraktif masyarakat Munggu dalan tradisi Makotèkan juga dimuat dalam edisi kali ini. Dan tak lupa, perayaan Hari Batik pun turut menjadi sorotan dalam rubrik Budaya.

Akhirnya kami ucapkan selamat membaca buletin “Akademika” edisi November ini. Semoga saja apa yang termuat tak hanya sekadar menjadi bahan bacaan di kala senggang, namun juga sarat makna yang akan menggerakkan hati untuk bertindak mencapai keadaan yang lebih baik.

Pemimpin Redaksi

Perayaan Hari Batik..................................................................................................................3Fokus Utama: Ketika Sempadan Pantai Termakan Sarana Wisata................................4 Problematika Pengerukan Pasir di Bali.......................................................7Figur: I Made Jaya Ratha.......................................................................................................10Potret Tradisi Makotèkan......................................................................................................12Orang-orang Menamainya “Blue Point”.............................................................................14Resensi: Shintany Rabbhana.................................................................................................15 Football Manager 2010............................................................................................16Fokus Khusus: Banyak PS Baru, Unud Siap?...................................................................17 Dua Teknik Informatika di Unud?............................................................19

Cover: Eka MulyawanPersoalan yang TakPernah Habis

Page 3: Buletin November 2009

�Buletin Edisi November 2009

Perayaan Hari Batik,Sadar atau Musiman?

Ditetapkannya hari batik menyusul diakuinya batik sebagai kebudayaan internasional dari Indonesia membawa keriangan bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat pun ramai-ramai memakai batik. Namun benarkah ini bukan sekadar kemeriahan musiman?

United Nations Educational, Scientific and Cultural

Organization (UNESCO) mengakui batik sebagai Karya Agung Budaya Lisan dan Tak Benda Warisan Manusia Indonesia. 2 Oktober pun sebagai “Batik Day”. Pada tanggal itu, masyarakat di kota-kota besar mengadakan pawai keliling kota berseragam batik. Banyak instansi pemerintah dan swasta juga meminta karyawannya mengenakan batik. Cukupkah kesadaran masyarakat kita akan budaya cukup diukur dalam sehari mengingat sifat masyarakat kita yang cenderung responsif?

Nyatanya, tak semua masyarakat mengaku mengenakan batik karena memang mencintainya. Banyak diantaranya mengenakan batik karena adanya aturan dari kantor. Sedangkan dalam kesehariannya tak pernah mengenakan batik. Meski demikian, masih ada juga masyarakat yang mengenakan batik karena memang mulai menggemarinya. Masyarakat di golongan ini menggunakan batik karena batik dirasakan cantik dan terlihat lebih elegan. Terlebih lagi, model batik masa kini jauh lebih trendy sesuai selera anak muda. Batik pun tak lagi identik dengan resepsi pernikahan atau acara resmi lainnya yang kebanyakan dihadiri orang tua. Jenis batik yang bermacam-macam memungkinkannya

untuk dipilih sesuai keinginan.Pengakuan Internasional atas batik

sebagai warisan budaya asli Indonesia memang tidak bisa disepelekan. Banyak

hal telah dipertimbangkan, mengingat batik juga ada di negara lain. Maka sudah sepantasnya bangsa Indonesia lebih menghargai dan peka terhadap budayanya sendiri, serta memaknai “Batik Day” sebagai upaya mewarisi budaya nasional. Sebagai ahli waris yang sah, masyarakat Indonesia tentu tak hanya mengenakan batik ketika ada klaim dari negara lain atau karena telah ditetapkannya 2 oktober sebagai hari batik. “Batik Day” tak melulu berarti mengenakan batik setahun sekali pada 2 Oktober saja. (intan.r)

Diperingatinya Hari Batik secara internasional mem-buat batik kini menjadi trend

Page 4: Buletin November 2009

� Buletin Edisi November 2009

“Air laut memang sering naik menggenangi warung saya,

bahkan sampai ke jalan. Tapi pedagang di sini sudah biasa, jadi tidak ada rasa takut lagi,” tutur Ketut Bambang, salah satu pedagang makanan di Pantai Lebih. Ia dan warga Lebih lainnya telah mengetahui pantai Lebih telah terabrasi sejak dulu. Tetapi warga merasa aman-aman saja membangun warung di tepi pantai, meski sudah banyak bangunan yang tergerus air laut. Sebutlah wantilan desa dan balawista milik pemerintah yang kini sudah jauh tenggelam di dasar laut akibat pengikisan pantai ke arah utara sejauh kurang lebih 500 meter. Areal persawahan pun tak luput dari kikisan ombak.

“Kita tak bisa sepenuhnya menyalahkan para warga yang mendirikan warung di tepi Pantai Lebih, ranah ekonomi mereka memang di sana. Lagi

Pembangunan sarana wisata seperti villa dan restoran di sempadan pantai yang menguntungkan dari segi komersial telah menekan lingkungan. Tingkat abrasi pantai di Bali pun meningkat.

pula para pemilik warung telah diberi tanggung jawab untuk menjaga kebersihan areal sekitar warung mereka, dan mereka mampu melaksanakannya,”papar Dek Gus, salah seorang relawan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bali. Menurutnya, yang perlu diperhatikan adalah maraknya pembangunan villa dan hotel di sempadan pantai. Sarana wisata tersebut jelas memerlukan ruang lebih luas, sehingga “memakan” sempadan pantai lebih banyak.

Pembangunan sarana wisata di Pantai Lebih belum seramai Pantai Kuta atau Pantai Sanur. Hanya ada satu villa yang dibangun di tepi pantai, itu pun dibangun tanpa mengantongi ijin dari pihak desa adat. Pemiliknya adalah warga asing keturunan Belanda, namun villa itu dibangun atas nama seorang warga lokal. Pihak desa adat yang diwakili

oleh sekretaris desa menyatakan tidak memiliki w e w e n a n g untuk melarang p e m b a n g u n a n villa yang jelas-jelas melanggar sempadan pantai tersebut, karena pihak yang membangun telah m e n g a n t o n g i

Ketika Sempadan Pantai Termakan Sarana Wisata

Page 5: Buletin November 2009

�Buletin Edisi November 2009

sertifikat tanah. Hanya saja, pihak nelayan Lebih merasa d i r u g i k a n , sebab areal tempat mereka menambatkan perahu menjadi berkurang.

“ S e m p a d a n p a n t a i s e b e n a r n y a berguna untuk m e m b e r i k a n ruang bagi d i n a m i k a p a n t a i . Menurut aturan sempadan pantai seharusnya 100 meter dari bibir pantai, namun pada prakteknya banyak dilanggar. Akibatnya dinamika pantai terhambat dan terjadilah abrasi,”tutur Iwan Dewantama, salah seorang aktivis LSM Lingkungan Bali. Hal senada juga diungkapkan R. Suyarto dari Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Universitas Udayana (PPLH Unud).

“Di Bali tidak ada konsistensi terhadap aturan sempadan pantai. Padahal pembangunan di pantai membuat air bawah tanah terhalang oleh basement. Meski terkadang pembangunan dipaksakan dengan teknologi, tiang pancang bangunan tanpa basement barangkali tidak menghalangi aliran air, tapi aliran pasir belum tentu lancar-lancar saja,” papar dosen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unud ini.

Lebih lanjut ia mengatakan, pengukuran sempadan pantai seharusnya tidak diputuskan di atas meja. Sempadan pantai tidak bisa dinyatakan harus 100 meter atau 50 meter. Tapi sempadan

pantai mestinya diatur sesuai klasifikasi pantai. Untuk pantai rawa seperti di hutan Mangrove, sepanjang daerah rawa adalah sempadannya. Jika pantai tersebut adalah pantai berpasir seperti Kuta dan Sanur, sepanjang pasir pantai itulah sempadan pantai. Tidak boleh ada bangunan di atasnya.

Selama ini, usaha pemulihan pantai sudah banyak dilakukan, seperti pemasangan bambu dan kawat di tengah laut untuk membendung ombak pasang. Akhirnya bambu itu hancur karena tak kuat menahan terjangan ombak. Kini, kabarnya sedang digarap proyek pemasangan creep dengan anggaran dana 4,5 milyar dari Pemda Bali di sepanjang pesisir Pantai Lebih. Penghijauan juga kerap dilakukan dengan menanam pohon pelindung pantai seperti ketapang. Selain itu penanaman mangrove juga pernah dilakukan. Namun karena minim perawatan, kebanyakan pohon-pohon itu mati. Di tengah tingginya tingkat abrasi di Pantai Lebih, sikap warga justru jauh dari

Para nelayan, termasuk nelayan di Pantai Lebih ini, yang paling merasakan dampak terjadinya abrasi pantai

Page 6: Buletin November 2009

� Buletin Edisi November 2009

Pembangunan villa di Pantai Lebih membuat para nelayan makin susah menambatkan perahu

kesan prihatin.“Warga Desa Lebih banyak yang

menjual tanah pantai ke investor. Mereka berpikir sederhana saja, daripada tanah yang mereka miliki sedikit demi sedikit habis terabrasi memang lebih baik mereka jual ke investor yang tertarik,” ungkap Sekretaris Desa merangkap Perbekel Desa Lebih, Nyoman Widiarsa. Ketika ditanya mengenai peran pemerintah dalam menghimbau warga, Nyoman Widiarsa hanya tersenyum kecut sembari menyatakan kekecewaannya.

”Jarang sekali ada pihak pemerintah, pusat maupun daerah, yang mau terjun langsung ke lapangan menghimbau warga tentang bahaya abrasi dan tindakan antisipasi yang harus dilakukan.” Secara umum warga tahu tentang abrasi, tapi mereka tak terlalu serius menanggapinya sebab mereka memang tidak tinggal langsung di tepi pantai. Mengenai warga yang bandel mendirikan kedai di pinggir pantai, pihak desa mengaku sudah kewalahan menanganinya sebab mereka merasa memiliki hak atas pantai. Ia hanya berharap pemerintah bisa mengeluarkan peraturan yang m e n g u n t u n g k a n orang banyak. Tak hanya berpihak pada investor.

“ F e n o m e n a investor di pesisir Bali bisa d i a n a l o g i k a n seperti orang yang makan bubur panas. Tentunya bagian pinggir disantap terlebih dahulu, hingga habis sampai bagian tengahnya. Seperti itulah eksploitasi

lahan Pulau Bali, investor memulai pembangunan dari bagian pesisir hingga akhirnya semua tanah di Bali habis terpakai,”ujar Dek Gus yang juga menjadi staf Divisi Program Walhi Bali. Menurutnya satu-satunya solusi yaitu menegakkan aturan sempadan pantai setegas-tegasnya. Selama ini pemerintah lebih peduli pada pendapatan dari sarana-sarana wisata tersebut daripada dampak jangka panjangnya pada lingkungan.

“Jika aturan ditegakkan, pemerintah tidak perlu membangun perlindungan pantai sebab abrasi tidak akan mencapai daerah tersebut,” papar Dek Gus.

Miris memang. Sementara pantai terkikis ombak, sempadan yang tersisa pun ikut termakan sarana wisata. Soal izin seolah hanya kerikil kecil bagi para investor. Aturan mengenai batas sempadan pantai di Bali amat penuh dengan toleransi. Terbuka dengan bermacam permakluman. Hanya untuk rupiah pemerintah rela menggadaikan pantai. Akankah kita baru sadar setelah pantai habis terabrasi, atau mau bertindak dari sekarang? (devi, anom, dian)

Page 7: Buletin November 2009

�Buletin Edisi November 2009

Kondisi ekosistem Bali, terutama lingkungan pesisir kini sudah

sangat memprihatinkan. Menurut data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Bali, sekitar 47 persen dari 430 km panjang garis pantai Bali telah rusak. Sementara dari data Pusat Pengelolaan Lingkungan H i d u p U n i v e r s i t a s U d a y a n a (PPLH Unud), sekitar 200 km pantai di Bali telah digerogoti abrasi.

“Banyak f a k t o r p e n y e b a b , d i a n t a r a n y a d a m p a k p e m a n a s a n global. Juga p e m b u a t a n p e n g a m a n a n pantai secara p e r o r a n g a n yang tidak mengikuti aturan teknis. Pengambilan karang laut untuk kepentingan hiasan bangunan, serta penambangan pasir secara polaris pun menjadi penyebab abrasi,” papar Ardana, Kepala Sub-bidang Tata Ruang dan Instrumen BLH Bali.

Keindahan Pantai Kuta sudah melanglang sampai ke negeri seberang. Ombak yang tetap indah, pemandangan yang masih menakjubkan dan pasir putih yang ternyata tak lepas dari eksploitasi pantai lain. Ironis!

Ditambahkannya, potensi abrasi pantai sulit diukur karena sifatnya yang alami.

Kini banyak kegiatan masyarakat yang kurang mengindahkan keadaan pesisir Bali. Seperti halnya pengambilan pasir di pesisir Sawangan oleh PT. Gora Gahana dan PT. Pembangunan Perumahan

(PP) secara bersamaan. Pengambilan pasir ini diadakan secara berkala dan dikhawatirkan akan berdampak akumulatif. Berdasarkan pemantauan berkala PPLH, pada minggu keempat setelah dimulainya kegiatan pengerukan

Pesisir Bali,Riwayatmu Kini

Pembangunan groine di pantai Sanur direncanakan pemerintah untuk menanggulangi abrasi

Page 8: Buletin November 2009

� Buletin Edisi November 2009

pasir, di kawasan Pantai Sawangan Utara terjadi abrasi dan Pantai Sawangan Selatan terjadi akresi.

“Bukan hanya nelayan yang menjadi korban terhadap pengerukan pasir ini. Biota laut pun menjadi korban, contohnya terumbu karang. Semua ini dilakukan dengan alasan pariwisata. Agar pendapatan negara meningkat tapi terkadang tanpa melihat aspek ekonomi, aspek sosial, budaya dan bahkan aspek lingkungan,” ujar Dek Gus, salah seorang relawan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Bali. Selain itu, ada pula pantai yang dikeruk pasirnya untuk menambah sempadan pantai lain. Pengerukan pasir di Pantai Geger misalnya, digunakan untuk menambah sempadan Pantai Kuta dan Pantai Sanur. Pengurangan tebal pasir antara 8-16 cm terjadi pada bagian pantai yang dekat dengan air laut.

“Pada tahun 2008, pasir diambil dari Pantai Geger untuk dibawa ke Pantai Kuta karena ada acara di Kuta. Tapi setelah acara berakhir, sepertinya ya.. sudah selesai urusan mereka, padahal bagaimana dengan pasir yang di ambil dari

Pantai Geger?” tanya Dek Gus saat ditemui di kantor sekretariat WALHI Bali.

Hal senada d i n y a t a k a n A r d a n a . P e n a m b a n g a n pasir dilakukan 25 mil dari Pantai Geger dengan cara disedot sehingga air laut bergerak dan mengisi lahan yang diambil pasirnya. Namun dinas

Kelautan Bali tidak banyak berkomentar ketika dikonfirmasi mengenai pengerukan pasir di beberapa pantai di Bali.

“Kegiatan pengambilan pasir biasanya dilakukan di salah satu tempat penggalian khusus, yaitu Galian C. Memang di tempat itulah pasir dapat diambil untuk menunjang kebutuhan atau kegiatan yang lain,” tutur Dewa Dwipa, salah seorang staf Dinas Kelautan Provinsi Bali. Namun ini ditepis Ardana dan R Suyarto secara terpisah.

“Pasir memang bergerak dinamis, resultante arus yang menghasilkan gelombang sejajar pantai menggerakkan pasir dalam suatu pola dan akan kembali ke tempat semula pada periode tertentu. Sifat dinamis pasir pantai ini merupakan bemper utama yang melindungi pulau dari abrasi. Abrasi akan terjadi bila pasir yang dibawa arus tidak kembali lagi ke tempatnya,” ujar R. Suyarto, salah seorang Staf PPLH Unud. Lebih lanjut ia mengungkapkan, abrasi pantai di Bali menjadi lebih parah karena pasir yang dikeruk untuk pembangunan tak lagi

Bangunan ini tadinya adalah restoran, namun telah kandas akibat abrasi

Page 9: Buletin November 2009

�Buletin Edisi November 2009

Diterbitkan oleh: Pers Mahasiswa “Akademika” Universitas Udayana. Izin terbit SK Rektor Unud 499/SK/PT/07/OM/LA/83. Alamat Sekretariat: Kampus Unud, Jalan P.B Sudirman, Denpasar-Bali. E-mail: [email protected] Pelindung: Rektor Universitas Udayana Penasihat: Pembantu Rektor III Universitas Udayana Pembina: Prof. Dr. Ir. IGP Wirawan, Msc. Dewan Penasihat/Litbang: Intan Paramitha, Agus Purnomo, Astarini Ditha, Dwi Yuniati. Ketua Unit/Pemimpin Umum: Okrina Tri Widanthi. Sekretaris Umum: Intan Resparani. Asisten Sekretaris Umum: Santhiari. Bendahara: Ria Medisina. Marketing: Angga Prayoga. Koordinator PSDM: Suarsana. Upgrading dan Organisasi: Eka Mulyawan, Dina Indrarahmeini. Diskusi: Krisna Murti. Pemimpin Redaksi: Dian Purnama. Redaktur

Pelaksana: Lina Pratica Wijaya, Veroze Waworuntu, Putra Adnyana. Fotografer: Agung Parameswara. Staf Redaksi: Fransiska E.L Natalia, Astiti Muliantari, Giri Sujana, Wahyu Resta, Candra Wiguna, Oki Wirastuti, Happy Ari Satyani, Lukman Hakim, Wahyu Widnyana. Anggota: Ari Dwijayanthi, Surya Triana Dewi, Eka Satriawati, Rudy Simorangkir, Vellen Herlyana. Reporter Magang: Kusuma Putri, Devi Yanti, Anom Prawira Suta. Layouter: Putra Adnyana, Dian Purnama. Karikatur: Eka Mulyawan, Wahyu Widnyana, Rendra Saputra

bisa dikembalikan. Gunung berapi di Bali sudah lama tidak lagi memuntahkan pasir, sedangkan pasir yang telah ada terus-menerus dikeruk untuk pembangunan.

“Karena pengerukan pasir, di Bali sudah ada 140 titik abrasi. Pasir dari pantai lain misalnya, diambil untuk memenuhi pasir di Pantai Kuta. Beberapa tahun ke depan pasir di Pantai Kuta juga pasti berkurang. Lalu mau mengambil pasir dari pantai mana lagi?” papar Dek Gus yang juga menjabat sebagai Manager Divisi Program WALHI. Ia menyesalkan sikap pemerintah yang tidak adil membangun semua kawasan yang memiliki potensi wisata namun hanya fokus di satu tempat seperti Kuta atau Sanur.

UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 masing-masing mengatur Otonomi Daerah dan Pembagian Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Pemerintah kabupaten diberi kewenangan mengatur daerahnya masing-masing. Namun menurut R. Suyarto, UU tersebut memungkinkan pengelolaan yang dapat mengubah klasifikasi pantai. Sementara peran pemerintah dalam upaya menyelamatkan pantai dari abrasi dengan

membangun dinding-dinding pantai dan groine-groine masih belum jelas.

“Daerah yang dibangun dinding pantai dan groine memang tidak terkena abrasi. Namun daerah yang tidak dibeton akan terabrasi,” ungkap dosen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unud ini dalam sebuah diskusi bersama sejumlah mahasiswa Unud. Pernyataan bahwa pemerintah telah memperbaiki 75% pantai di Bali menurutnya harus jelas ditinjau dari mana. Jika 75% pantai di Bali telah dibangun dinding pantai dan groine, perlu dipertanyakan apakah itu memang telah menanggulangi abrasi.

Mengenai pembangunan dinding pantai, Iwan Dewantama, seorang aktivis lingkungan juga mengungkapkan hal serupa. Menurutnya, meski telah diperbaiki sebanyak 75%, 25% sisa wilayah Bali akan mengalami dampak abrasi yang lebih parah.

“10% perbaikan di pantai Buleleng dengan dinding pantai misalnya, akan merusak sebesar 40% di tempat lain,” ujarnya dalam sebuah diskusi lingkungan. (oze, putri, dian)

Page 10: Buletin November 2009

�0 Buletin Edisi November 2009

”Awalnya tak sengaja. Ketika itu sangat

sedikit yang mengambil mata kuliah Aquatik,” kenang pria kelahiran Tabanan, 5 april 1983 ini. Ia pun bertemu I.B Wiadnya Adnyana, yang ketika itu menjabat direktur program penyu WWF. AquatikAquatik mengharuskan pria yang akrab disapa Jaya ini melakukan penelitian tentang penyu. Ia pun memilih Sukamade, Banyuwangi, Jawa Timur, salah satu titik pendaratan penyu.

”Setiap malam saya bergadang menyusuri pantai untuk melihat penyu bertelur,” kenang Jaya. Selama 5 bulan ia menjalani rutinitas seperti ini setiap hari karena penyu hanya bertelur pada malam hari.

”Saya mengambil skripsi tentang penyu,” terang dokter hewanterang dokter hewan lulusan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana (FKH Unud) ini. Sejak saat itu ia tertarik meneliti hewan laut ini. Perjalanannya lalu berlanjut ke Derawan, Kalimantan Timur, bergabung dengan tim WWF. Bertemu dengan salah satu relawan WWF, Geoffry yang merupakan trainer pemasang satelit telemetri pada penyu. Ia di-training selama hampir 3 bulan dan memperoleh sertifikat memasang transmitter pada penyu.

Pertama kali, Jaya memasang

transmitter di pulau Piai, Kepulauan Raja Ampat, Papua pada dua ekor penyu hijau. Di Jamursba Medi, penyu bernama Mama Robeca juga ia pasangi transmitter dan sampai sekarang masih terpantau satelit melalui situs

seaturtle.org.”Dengan transmitter, kita dapat

mengetahui keberadaan makanan dan habitat penyu, dan kita dapat membuat peraturan untuk melindunginya”, terang mahasiswa S-2 Kedokteran Hewan ini bersemangat.(eka)

Relawan WWF yang ’Cinta’ Penyu

Berawal dari kegiatan kuliah, Jaya Ratha akhirnya menjadi relawan WWF (World Wildlife Foundation) untuk pelestarian penyu. Bagaimana kisahnya?

I Made Jaya Ratha

dok. pribadi

Page 11: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

Banyak investor berupaya mendapat “perhatian” pulau

kecil ini. Berbagai fasilitas wisata dibangun. Tak peduli apakah daerah yang dibanguni segala fasilitas wisata tersebut adalah kawasan sempadan pantai atau bukan. Tidak heran, karena menentukan sempadan pantai, tak ada kata pasti. 100 meter atau 50 meter. Namun di pesisir yang pariwisatanya amat berkembang, dispensasi diberlakukan. Fasilitas wisata pun dibangun di atas sempadan.

Seiring pesatnya perkembangan pariwisata, pulau Serangan hendak disulap menjadi pulau impian. Masih lekat di ingatan bagaimana proyek yang digarap oleh PT. BTID ini berlangsung. Pasir pantai Mertha Sari dikeruk untuk reklamasi besar-besaran sehingga luas pulau Serangan menjadi empat kali lipat luas pulau aslinya. Jalan besar pun dibangun sebagai sarana penghubung Serangan dan Bali. Namun pulau impian hanya tinggal mimpi. Proyek yang mangkrak kemudian hanya meninggalkan tanah lapang yang tandus dan pantai-pantai tergerus.

Sayang pemerintah tak mau belajar dari pengalaman pahit ini. Usai pengerukan pasir pantai Mertha Sari untuk menimbun laut di sekitar

Serangan, pantai ini pun dengan cepat dilahap arus laut. Tak hanya itu, meski masih perlu diteliti lebih jauh, reklamasi Serangan diperkirakan berpengaruh terhadap perubahan pola arus laut yang berakibat pada tergerusnya pantai-pantai di kawasan selatan Bali. Lalu apa yang

dilakukan pemerintah?Beberapa wilayah

dengan potensi wisata dibentengi dinding pantai dan groine yang ternyata tidak efektif. Mengapa tak ditegakkan saja hukum sempadan pantai yang susah payah dibuat? Pemerintah harusnya tak lagi memikirkan bagaimana

meningkatkan kunjungan wisata sehingga memperbanyak munculnya fasilitas wisata dan eksploitasi pesisir. Daya dukung pulau ini sudah tidak lagi bisa dibuat melar seperti karet untuk menampung wisatawan sebanyak-banyaknya dan bangunan setinggi-tingginya.

Setelah pesisir Bali habis, barangkali pegunungan akan menjadi incaran utama. Petak demi petak lahan pertanian dan hutan disulap menjadi hotel dan villa. Suatu saat wilayah dataran tinggi pun akan jenuh dan rusak. Apa yang bisa dibanggakan Bali kemudian? Sekali lagi ibarat gadis cantik di perempatan jalan, Bali seolah sedang menjual diri. Hingga di suatu titik tak punya harga lagi.(red)

Ibarat gadis cantik di persimpangan jalan, eksotisme Bali menjadi incaran berbagai pihak. Panorama alam yang menawan dan budaya yang unik membuatnya dilirik banyak orang sebagai destinasi wisata yang menjanjikan.

Jeritan dari Pesisir

Pemerintah harusnya tak lagi memikirkan

bagaimana meningkatkan

kunjungan wisata sehingga memperbanyak

munculnya fasilitas wisata dan eksploitasi

pesisir.

Page 12: Buletin November 2009

�� Buletin Edisi November 2009

Makotèkan merupakan tradisi adat desa Munggu kecamatan Mengwi, Badung. Tradisi unik ini dilakukan pada hari raya

kuningan. Puluhan orang berkumpul menyatukan tongkat kayu terbuat dari kayu pulen. Salah seorang warga naik ke atas kayu tersebut. Prosesi dimulai pada pukul 15.00. Iring-iringan warga desa membawa tongkat kayu panjang berkeliling desa dari Pura Puseh dan kembali lagi ke pura Puseh. Makotèkan berawal pada masa Kerajaan

Mengwi, Badung. Konon, Kerajaan Blambangan di Jawa meminta bantuan Kerajaan Mengwi untuk melawan musuh. Selang beberapa lama, rombongan prajurit Munggu pulang dengan membawa kemenangan. Di tengah jalan, prajurit-prajurit tersebut sangat senang sehingga tombak perang digunakan bermain dengan menyatukan ujung tombak membentuk gunung. Setiba di Desa Munggu, raja Mengwi menyambut mereka dan memberlakukan tradisi makotèkan sebagai perayaan kemenangan tepat pada Hari Kuningan. Diyakini, jika tak dilakukan, petaka akan mendatangi desa. Seperti yang terjadi pada 1929, ketika itu Munggu mengalami gerubug dan banyak warga yang meninggal.

Makotèkan,Perayaan Kemenangan ala

Prajurit Munggu

Pura Puseh

desa adat

munggu

tampak len-

gang sesaat

sebelum

tradisi adat

makotèkan

dimulai

Agung Parameswara*

Buletin Edisi November 2009��

Page 13: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

Seorang pemuda Desa Munggu tampak beru-saha berdiri di antara tumpukan kayu pulen yang disatukan

Warga Desa

setempat sangat

antusias meme-

riahkan tradisi

makotèkan

Canda tawa mewarnai

berlangsungnya tra-

disi makotèkan di Desa

Munggu

*Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unud

Buletin Edisi November 2009 ��

Page 14: Buletin November 2009

�� Buletin Edisi November 2009

d i t a m p i l k a n , tidak seperti FM 2009 dimana semua berita sepakbola akan hadir di dalam News Centre anda. Fitur utama yang ingin ditonjolkan oleh SI dalam Data Editor FM 2010 adalah Competition Editorts. Wow apalagi ya? (giri)

Sukses mempertahankan kecanduan fansnya dengan FM 2009, SI Games kini bersiap meluncurkan ‘candu’-nya yang berlabel FM 2010 di akhir bulan Oktober.

Standar spesifikasi :Windows XP/VistaXP : 1.4GHzVista : 2.0GHz AMD AthlonXP : 512MB RAMVista : 1.0GB RAM

Football Manager 2010

Polesan Lebih Nyata

Tahun 2009, SI (Sport Interactive) memfokuskan diri

untuk memperbaiki dan mempercantik produk yang sudah ada. FM 2010 diharapkan akan lebih cepat dan gegas, lebih realistis dan lebih user-friendly (lebih mudah dimengerti). Pertandingan akan lebih enak ditonton karena SI telah menyematkan lebih dari 100 animasi 3 dimensi yang baru dalam match engine FM 2010, menyempurnakan tampilan 3D detail lapangan dan pencahayaan 3D yang lebih baik.

Dalam FM 2010 kita akan diperkenalkan dengan tool untuk menganalisa pertandingan yang lebih detail yang terlihat sepanjang pertandingan maupun setelah pertandingan sehingga berguna bagi user dalam melihat kelebihan/kekurangan tim kita dan tim lawan. FM 2010 kini dilengkapi dengan sistem menu tab.

Dengan modul taktik yang baru, FM 2010 diharapkan dapat memudahkan kita khususnya bagi yang belum cukup paham ataupun bagi yang tidak mau pusing dengan perancangan taktik versi slider. Untuk itu SI telah menanamkan preset taktik yang cukup banyak, bahkan dapat mencapai ribuan jika dikombinasikan satu-persatu. Bagi pemain FM kawakan, tak usah khawatir, karena sistem taktik lama menggunakan slider seperti FM 2009 akan tetap ada. Dengan adanya news centre, kita kini dapat menyeleksi berita sepakbola mana yang kita ingini untuk

Page 15: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

Ida Bagus Made Dharma Palguna mencoba menyuguhkan

nuansa klasik yang tentu saja diracik sesuai keadaan zaman sekarang. Shintany Rabbhana secara umum menguak sisi kehidupan relawan dan relawati di daerah konflik. Namun tidak hanya itu lebih lanjut di dalamnya juga digambarkan keadaan daerah konflik utamanya korban penyakit mental di daerah konflik.

Memang benar adanya, Shintany tokoh sentral perempuan dalam novel ini adalah perempuan hebat yang sudah bersuami dan beranak namun terjebak dalam cinta terlarang dalam misi pengabdian kemanusiaannya di daerah konflik agama yang dalam novel ini daerah konflik itu bernama Pulau Kura-kura. Sedangkan pasangan anomali Shintany adalah seorang lelaki bujang, libral, bebas, merdeka, namun pemuja perempuan, lelaki itu bernama Rabbhana.

Pengarang dengan piawai memainkan kata-kata, hingga tersusun kalimat yang sangat terkesan aksen klasiknya namun kondisi yang ceritakan sangat kekinian. Bagaimana tidak, begitu masuk ke dalam novel ini kita sudah disuguhkan kondisi jaman yang rusuh, lalu ada sekumpulan manusia yang menyebut diri relawan kemanusiaan di bawah organisasi kemanusiaan mengabdikan diri mereka di daerah konflik. Namun pengabdian mereka sarat dengan tujuan

yang menyimpang dengan kemanusiaan. Sehingga tidak dapat dipungkiri mental-mental para relawannya dibuat ‘mental’.

Cerita-cerita kekerasan dalam keseharian, perselingkuhan, seks tanpa ikatan resmi, pedofilia, tersaji dengan bahasa lincah dan sarkasme. (Arik)

Shintany Rabbhana:

Anomali Cinta di Daerah KonflikBelakangan banyak terbit berbagai macam karya sastra yang memanjakan hati pembaca. Novel misalnya memiliki ruang tersendiri dalam dunia karya sastra. Tentu saja dengan ciri khas masing-masing pengarang mampu memberikan warna-warna baru yang apik tertata. Karenanya tidak salah seorang pecinta dan peneliti sastra klasik menuliskan kisah dalam sebuah novel.

Judul : Shintany RabbhanaPengarang : IBM Dharma PalgunaTebal : iii+189Penerbit : sadampatyaksaraTahun Terbit : 2009

Page 16: Buletin November 2009

�� Buletin Edisi November 2009

Berawal dari keinginan melepas penat di tengah kesibukan kuliah,

saya dan beberapa kawan menyusuri kawasan bukit Jimbaran, mencari pantai yang masih tersembunyi dari publikasi media. Kami pun mengikuti rute menuju Pura Uluwatu. Sebelum masuk ke areal parkir pura, kami berbelok ke kanan dan mendapati jalan turunan dengan kemiringan hampir 90o. Agak sangsi juga melewati rute itu karena harus melalui medan terjal dan hutan kering khas daerah Bukit yang sepi. Namun keraguan kami lenyap melihat jalan masuk pantai digawangi pecalang. Berbelok ke kiri melewati pos karcis, kami mendapati sebuah hotel menjorok ke laut dengan kendaraan memadati areal parkir.

Kepalang tanggung telah bersusah payah mencapainya, kami tetap singgah meski tampaknya pantai ini telah terjamah. Di ujung areal parkir, sebuah tebing dengan pemandangan laut lepas yang luar biasa indah menunggu kami. Tak hanya puas di situ, kami menyusuri jalan setapak berseling dengan tangga menukik ke bawah tebing. Banyak kios dan restoran seafood tersembunyi di baliknya. Tangga yang tergolong sempit itu

berujung pada sebuah gua berpasir putih. Menyusuri gua tersebut, pemandangan pantai dengan laut dan langit biru serta pasir putih membayar lelah dan dahaga kami. Hanya ada beberapa turis yang asik berselancar menikmati ombak yang tak henti menyapu karang. Pemandangan ini membuat kami tak hentinya bersyukur atas anugrah sang Pencipta.

Kami kembali ke atas saat air mulai pasang dan menggenangi pasir, sepertinya tak lama lagi air akan menggenangi gua. Sunset di atas tebing menutup cerita di pantai tak bernama ini. Orang-orang menyebutnya Blue Point, seperti nama hotel penanda tempat ini berada. Dan inilah dreamland yang kami cari.

Orang-Orang Menamainya “Blue Point”Pesona Bali tak pernah lekang dimakan waktu. Betapa pun banyaknya tempat wisata yang terekspos media dan brosur agen perjalanan, ternyata masih banyak tempat luar biasa indah dan belum terjamah. Salah satunya adalah Blue Point.

Keindahan pantai Bluepoint tampak jelas dari atas tebing

Surya Triana Dewi*

*Mahasiswi Teknik Arsitektur Unud

Page 17: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

Di usia ke-47, Universitas Udayana (Unud) terus melebarkan sayap dan membuka program-program studi baru. Di tengah minimnya sarana belajar dan dosen, efektifkah itu? Di usia ke-47, Universitas Udayana (Unud) terus melebarkan sayap dan membuka program-program studi baru. Di tengah minimnya sarana belajar dan dosen, efektifkah itu?

Banyak PS Baru, Unud Sudah Siap?

Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat (PS IKM) dan

Ilmu Keperawatan (PSIK) kini bukan lagi program studi termuda di Unud. Namun, meski sudah beberapa tahun berdiri, PSIK dan PS IKM baru memiliki gedung sendiri pada awal tahun 2009. Sebelumnya, PS IKM melaksanakan proses belajar-mengajar di gedung milik fakultas pertanian dan fakultas peternakan, sedangkan PSIK di fakultas kedokteran. Kini PS Psikologi dan Hubungan Intenasional (HI) telah muncul di Unud. Ditambah lagi rencana pembukaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP). Program-program studi baru tersebut sudah terencana sejak 2008, tapi baru mendapat izin dari DIKTI tahun 2009.

Berbeda dengan FISIP yang telah memiliki gedung sendiri dari konversi laboratorium Ilmu Tanah di kampus Sudirman, PS Psikologi dan HI justru harus mengalami nasib berpindah-pindah gedung. Padahal kedua PS itu

telah menerima mahasiswa baru. Untuk saat ini, PS Psikologi melakukan proses belajar mengajar di fakultas kedokteran, karena program studi ini menjadi satu dengan keluarga besar FK. Sedangkan PS HI yang kini menjadi bagian dari fakultas hukum melaksanakan proses belajar mengajar di gedung GDLN. Mengenai hal itu, Prof. Dr. Komang Gede Bendesa memberi tanggapan.

”Suatu program studi tidak mungkin berdiri sendiri, tentu ada penggunaan bersama seperti fasilitas dan dosen. Selama gedung tersebut milik Unud, bila kosong, bisa digunakan,” ungkap dosen yang dua kali menjabat sebagai PR I Unud ini. Menurutnya, itu bertujuan untuk memaksimalkan fasilitas yang sudah ada.

Dikonfirmasi mengenai fasilitas gedung untuk PS baru di Unud, dr. I Nyoman Arcana, Sp.Biok menyebutkan perencanaan pembangunan gedung secara mandiri belum ada. Menurutnya,

Page 18: Buletin November 2009

�� Buletin Edisi November 2009

Gedung untuk FISIP Unud telah dipersiapkan di Kampus Sudirman

perencanaan pembangunan sepenuhnya dilakukan oleh PR I yang membawahi bidang akademik. Setelah DIPA keluar baru akan dilimpahkan kepada PR II, bidang sarana dan pra sarana.

”Ini hanya untuk sementara. Gedung untuk HI baru akan diusulkan. Untuk kedepannya menjadi bagian dari program peace and democracy,” papar dr. Arcana. Gedung untuk HI dan Institute for Peace and Democracy sendiri akan dibangun di bukit Jimbaran. Namun rencana pembangunan gedung ini pun belum diketahui waktu realisasinya karena hingga tahun 2011 belum boleh dilakukan pembangunan di Unud. Hanya kegiatan pemugaran yang diperbolehkan.

Selain permasalahan gedung, jumlah dosen untuk PS-PS baru ini pun masih terbilang minim. Di PS Psikologi misalnya, dosen hanya berjumlah sembilan orang. Semuanya merupakan dosen ilmu perilaku FK Unud.

”Ya, minimnya jumlah dosen ini menjadi beban bagi dosen-dosen ilmu perilaku. Beban menjadi berlebih karena

harus mengajar di fakultas k e d o k t e r a n , a k a d e m i gizi, PSIK, IKM, sastra a n t r o p o l o g i dan program M a g i s t e r o l a h r a g a , ” p a p a r S u p r i y a d i , S e k r e t a r i s J u r u s a n P s i k o l o g i . U n t u k m e n g u r a n g i beban yang disebabkan oleh

minimnya jumlah dosen ini, team teaching pun dibentuk.

”Dalam sistem team teaching, satu mata kuliah pengajarnya terdiri dari beberapa orang. Bisa dibagi per-chapter atau topik, sehingga satu dosen hanya perlu menguasai satu chapter atau topik secara mendalam,” Supriyadi menerangkan lebih lanjut. Diakuinya, untuk beberapa tahun ke depan Psikologi masih memerlukan tambahan dosen. Bulan Oktober 2009 Unud memang telah menambahkan dua dosen di Psikologi. Namun diharapkan dosen di psikologi akan berjumlah 20 atau minimal 15 orang pada 2012. Tambahan satu ruang belajar pun dibutuhkan untuk tahun 2010.

Keberadaan sarana dan prasarana memang merupakan kebutuhan dasar sebuah PS. Terus dibukanya PS-PS baru di tengah minimnya sarana dan prasarana serta keadaan dosen-dosen yang harus bekerja rodi mau tak mau mengundang pertanyaan. Dalam kondisi yang demikian, output seperti apa yang bisa diharapkan? (happy, suarsana, dian)

Page 19: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

“Sama, tapi tak serupa.” Kalimat itulah yang menggambarkan kondisi dua program studi Teknik Informatika (TI) di Fakultas Teknik dan Teknik Impormatika milik Fakultas MIFA. Mengapa bisa ada dua program studi yang sama di bawah satu Universitas Udayana (Unud)?

Dua Teknik Informatika di Unud:

Sama, Tapi Tak SerupaAka/Eka Mul

Adanya dua PS bertitel Teknik Informatika di Unud makin

mengundang tanya. Awalnya TI di MIPA bernama Ilmu Komputer (ILKOM). Pada Juli 2008, ILKOM pun berubah nama menjadi Teknik Informatika seiring perpanjangan ijinnya sesuai SK DIKTI nomor: 163/DIKTI/KEP/2007. SK tersebut mengharuskan penggantian nama baru yang sesuai dengan jenjang S1 progran studi ilmu Komputer. Sementara, TI di Fakultas Teknik baru berdiri tahun 2008, bersamaan dengan tahun ajaran baru di Unud. Mengingat tak mungkin ada dua PS dengan nama sama dalam sebuah institusi, kabarnya kedua PS ini akan digabung. Kabar lainnya lagi, salah satu program studi akan berganti nama.

Menurut Santi Yasa, ketua jurusan TI MIPA, saat rektor Unud menginginkan adanya PS TI di Unud,

Fakultas MIFA dan Teknik dipertemukan untuk membicarakannya. Karena saat itu dosen MIPA dianggap lebih menguasai IT, maka TI dilimpahkan ke MIPA. Di tempat berbeda, Ketua Jurusan Teknik Elektro dan Teknik Informatika Fakultas Teknik, Lie Jasa, dengan tegas mengungkapkan bahwa TI di Fakultas Teknik telah memiliki SK yang jelas dan telah diketahui serta disetujui pihak DIKTI Jakarta.

“Berdirinya Teknik Informatika ini didasarkan atas keinginan mengembangkan Udayana agar lebih mampu berbasis IT dan mengembangkan program-programnya sendiri,” tegas Lie.

Berdirinya TI di Fakultas Teknik ini diawali dengan diajukannya usulan kepada pihak DIKTI tanggal 3 September 2007 dengan nama Teknik Informatika Komunikasi. Jawaban atas usulan itu keluar tanggal 1 Februari 2008 bersamaan

Page 20: Buletin November 2009

�0 Buletin Edisi November 2009

Papan nama program studi menunjukkan keberadaan TI MIPA

dengan SK DIKTI nomor: 163/DIKTI/KEP/2007 tentang Penataan dan Kodifikasi Program Studi pada Perguruan Tinggi tertanggal 29 November 2007. Salah satu pasalnya menyebutkan, untuk jenjang S1 Perguruan Tinggi bidang Ilmu Komputer hanya terdapat 3 nama yaitu Sistem Informasi, Sistem Komputer, dan Teknik Informatika.

Dengan keluarnya SK tersebut, usulan pun direvisi kembali pada 17 Maret 2008. Keluarlah ijin dari DIKTI dengan SK no: 1641/DIT/2008 tentang berdirinya PS Teknik Informatika Fakultas Teknik Unud tertanggal 19 Mei 2008. Sementara mengenai akreditasi, baru bisa dipenuhi setelah PS berdiri selama 4 tahun dan ada lulusan dari program tersebut yang bisa digunakan sebagai bahan penilaian.

Menanggapi adanya dualisme nama Teknik Informatika di Unud, rektorat mengaku akan mencarikan

solusi yang tidak membuat salah satunya menjadi pincang. Solusi tersebut yakni dengan menggabung kedua PS itu. Permasalahannya, penggabungan itu pun tak segampang membalik telapak tangan.

“Banyak hal yang harus dilihat, dianalisis dan dipertimbangkan. Misalnya kurikulum masing-masing PS dan tenaga pengajar. Untuk itu masih memerlukan waktu yang lama untuk menyelesaikan permasalahan ini. Tidak mungkin dalam suatu universitas ada dua PS yang sama,” jelas Prof. Dr Komang Gede Bendesa.Prof. Dr Komang Gede Bendesa.

PR I Unud ini pun kemudian berjanji dalam waktu dekat akan membicarakan masalah ini melalui pertemuan yang melibatkan kedua fakultas. Mudah-mudahan mahasiswa kedua PS Teknik Informatika ini masih sabar menantikan kelanjutan nasibnya melewati proses wacana yang panjang. (suarsana, happy, indra)

Page 21: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

Seringkali aku menghabiskan waktuku dengan duduk di atas

bebatuan di puncak bukit itu. Menikmati bulatan-bulatan sinar matahari yang memancar menembus kanopi pepohonan jati, terjatuh di pangkuanku. Terhampar sebuah ngarai hijau dengan kabut tipis yang perlahan hilang menjelang siang. Dalam hening aku selalu bisa mendengarkan suara-suara. Kadang sayup berputar-putar di kerimbunan hutan. Seringkali keras terpantul dinding-dinding tebing. Aku diam dengan mata terpejam. Dan suara itu akan selalu mengulang cerita tentang dirinya. Tentang angin.

“Maka anginlah yang sebenarnya merasa kesepian. Berhembus dari gunung ke gunung. Memasuki ceruk-ceruk bebatuan dengan linglung,” gemanya di kejauhan. Kadang gemuruh mengiring saat ia berhembus kencang melintasi permukaan ngarai. Ah, betapa ia sangat menyayangi dunia. Pun angin sangat mencintai semesta. Namun mengapa seringkali gemuruhnya tiba melanda? Ada tangis, kadang. Kala-kala kesepian menghadang. Tapi hilang di tengah pulau berpadang-padang. Tak terbawa hingga ke seberang lautan. Apa gerangan yang ia tangiskan?

Angin pernah jatuh cinta pada segara. Menderu-deru tak pernah tara. Menghempas gelombang pasang di karang. Di tengahnya manusia sering tenggelam karam. Tapi ia tak pernah diperbolehkan untuk mencinta lautan. Sebab semesta melawan.

“Jika memang berkawan, jangan pernah kau bersetubuh dengan lautan, karena takkan lagi kau lihat gerak tingkah hewan-hewan,” camar berkata. Di paruhnya, seekor marlin meronta.

“Takkan lagi kau sentuh dedaunan. Tak ada tanah, tanpa rumput hijau. Kau dan dia begitu berbeda. Dewamu Bayu yang menyisir kehidupan. Dan ia sembah Baruna, penenggelam segala,” berkatalah akasia. Dedaunannya meranggas. Terlepas. Angin haruslah mencintai angin, kata mereka.

Pun angin pernah mencintai matahari, cemburu pada burung-burung yang berkerubung. Yang mencicit nakal pada dia yang merajai siang. Mereka tampak senang. Riang. Girang di balik awan-awan hingga petang menjelang. Angin menyentuh dedaunan hingga bergoyang. Menepis awan hingga mentari terang cemerlang di saat-saat badai datang. Tapi ia tak kasat. Dengan matahari pun tak dekat. Bulat penuh merah jingganya menatap bumi lekat-lekat. Tak ada angin. Ia tak tahu. Karena ia tak kasat.

Maka pergilah ia tanpa gemuruh. Pun tanpa menggerakkan dedaunan. Tapi aku tahu ia tak lagi ada. Kubuka mata saat bias sinar mentari tak lagi jatuh di pangkuan. Kabut tipis di ngarai telah benar-benar hilang. Dan aku pun beranjak pulang.

AnginDian Purnama*

* Mahasiswi Sastra Inggris Fakultas Sastra Unud

Buletin Edisi November 2009 ��

Page 22: Buletin November 2009

�� Buletin Edisi November 2009

Ingin balik kampung, ingin seka rindu begitu

Kecup kaki meme di Busung BiuBerkasih-kasih, menampung restu Bapa

pikunSeperti lalu bijakan kata mengukir gubuk

rapuhKangen begitu……

Ingin balik kampung ketika manyar-manyar berarak utara

Sila meneguk tuak dekat jelagaCakap-cakap, berdialog kawan lawas

Di serambi teguk sepiring nasi sèle selalu lahap

Ingin balik kampung kota tua SingarajaHirup bayu Buleleng lama tak tersapaTak pernah asing dalam perantauan

ilalang-ilalang….Karena darah dan jantung kota itu

muaranya

Ingin balik kampung, awal cita berkepak-kepak

Tempat suka-duka meramu utopiaDengan api-api Raditya

serta keinginan ke puncak jingga

Ingin balik kampung rasanya…Dengan kerinduan seperti ini

Sajak-sajak Buleleng

Iluh disanggul molek dewataBak rupa tersiram purnama

Gemercik-gemercik kakinya bersabada“Aku Ratu Wanita begini”Dia agemnya tak tertahan

Menerawang puja-puji bhuana

Iluh dengan paras SingarajaNyuun dia dulang bunga setaman

Lengkung sepinggang berkain brokatSongketnya berirama seiring tetabuhan

Ayu saja dedari ini….

Iluh cempaka perawanDia perempuan penjaja canang

wewangian…Bakti sucinya utuh satu Sang Hyang

PenciptaAdalah perempuan asih di pelangkiran

jagat…

* Mahasiswa Sastra Inggris, Fakultas Sastra Unud

PULANG KAMPUNGSERENADA

PEREMPUAN BULELENG

A.A Gede Ngurah Putra Adnyana*

�� Buletin Edisi November 2009

Page 23: Buletin November 2009

��Buletin Edisi November 2009

Begini fakta yang terjadi di kampus Universitas Udayana

(Unud) kita tercinta. Di kampus tertua dan terbesar di Bali ini, masalah “membolos” yang sudah klasik masih menjadi konsumsi setiap hari. Dari 300 kuisioner yang disebarkan “Akademika” di seluruh fakultas di Unud, 222 (74%) mahasiswa menjawab pernah membolos, 60 (20%) mahasiswa menyatakan tidak pernah dan 18 (6%) orang tidak menjawab. Data ini diambil dengan sistem acak (random sampling). Kuota masing-masing fakultas disesuaikan dengan jumlah mahasiswanya. Dengan persentase kesalahan diperkirakan sebesar 5%.

Dari data yang tersedia, alasan umum mahasiswa Unud tidak kuliah tampak beragam. Mulai dari malas datang ke kampus (33,4%), dosennya membosankan (13%), organisasi (12,6%), urusan keluarga (10,3%), mengerjakan

Peringkat pertama diduduki “Malas”. Disusul “Dosen” pada tempat kedua. Sedangkan posisi ketiga diraih “Organisasi”. Inilah tiga sebab teratas yang melegimitasi mahasiswa membolos.

Kuliah Pun Pindahke Kos Pacar

tugas (9,5%), mata kuliah yang tidak disukai (8,1%), bekerja (3%) dan karena adanya urusan yang lain (10%). Urusan lain itu meliputi membantu orangtua, ketiduran, bahkan sampai “pindah kuliah”

ke kos pacar. Sungguh sangat disayangkan, k e s e m p a t a n mengenyam manisnya bangku kuliah yang tak bisa dirasakan semua orang, disia-siakan begitu aja. Apalagi untuk kegiatan yang tak terlalu penting.

Bolos memang banyak ruginya. Tetapi untungnya, intensitas mahasiswa membolos di Unud tak begitu sering. Persentase

intensitas bolos di Unud yakni: 1 kali seminggu 7,3%, 1-2 kali seminggu 4,3%, 1-2 kali sebulan 42,3%, lebih dari 4 kali sebulan 6,3% dan yang tidak menentu sebanyak 39,7%. Lalu apa kegiatan mahasiswa ini jika membolos karena malas kuliah? Jawabannya beragam. Mulai dari tempat bermain game, menonton televisi, nongkrong-nongkrong di warung, mall, kos

Persentase intensitas bolos di Unud yakni: 1

kali seminggu 7,3%, 1-2 kali seminggu 4,3%, 1-2

kali sebulan 42,3%, lebih dari 4 kali sebulan 6,3% dan yang tidak menentu

sebanyak 39,7%.

Angga Prayoga*

Page 24: Buletin November 2009

�� Buletin Edisi November 2009Buletin Edisi November 2009��

tersebut akan dilarang mengikuti ujian.Sesungguhnya membolos tak

sepenuhnya bisa dipersalahkan, asal memag diperlukan dan tetap memenuhi 75% absen di kelas. Tapi jika bolos hanya karena malas dan hura-hura? Masihkah dianggap berkualitas?

teman, hingga tidur. N a m u n

dibalik wajah suram itu, ternyata masih ada secercah harapan. Sebanyak 20% responden menyatakan tidak pernah membolos dengan berbagai alasan. Ada yang menyatakan takut ketinggalan mata kuliah yang dapat berdampak pada k e t i d a k l u l u s a n . Biaya kuliah yang mahal pun masuk perhitungan. Ada pula yang mengaku tak memperoleh kesempatan untuk membolos. Alasan-alasan seperti ini barangkali akan mampu memberi motivasi untuk lebih menghargai meja perkuliahan.

P e r l u dicermati, membolos pun tak selalu berarti negatif dan patut d i p e r s a l a h k a n . Pe r m a s a l a h a n n ya sekarang adalah alasan mahasiswa tersebut membolos. Membolos dengan alasan tepat dan untuk hal positif yang menambah wawasan, seperti misalnya organisasi, tentu saja masih bisa ditoleransi. Meski kesempatan untuk memiliki bolos berkualitas sekarang makin terkekang. Sebab jika absensi tak memenuhi 75 %, maka mahasiswa * Mahasiswa Fakultas Kedokteran hewan Unud