buletin amanah edisi 1 - mei 2017 - mes-uk.org · kepada allah swt atas terbitnya buletin resmi...

20
Amanah buletin EDISI 001 / 1 MEI 2017 www.mes-uk.org MENGELOLA ASET UMAT

Upload: vuongdan

Post on 05-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Amanahbuletin

EDISI 001 / 1 MEI 2017

www.mes-uk.org

MENGELOLA ASET UMAT

Amanahbuletin

EDISI 001 / 1 MARET 2017

t i m e d i t o r i a l

Penanggung Jawab :

Ebi Junaidi

Pemimpin Redaksi :

Yodi Izharivan

Anggota Redaksi :

Randi Swandaru,

Fadhil Akbar Purnama,

Nur Dhani Hendranastiti

Layout :

Ahmad Bukhori,

Fajar Maulana Putra,

Hassan Alatas

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, ucapan syukur sangat pantas kami panjatkan

kepada Allah SWT atas terbitnya buletin resmi persembahan

Masyarakat Ekonomi Syariah United Kingdom yang pada

kelahirannya ini kami berikan nama Amanah. Amanah memiliki

makna kepercayaan. Inilah yang menjadi tujuan kami dalam

memberikan informasi-informasi yang terhimpun di dalam

buletin ini.

Melalui pemaknaannya, Amanah juga merupakan nilai baik yang

harus selalu dijaga. Kami berharap buletin Amanah yang akan

terbit dwi-bulanan ini dapat menjadi kepercayaan masyarakat

luas bagi kami untuk terus dapat memberikan informasi-

informasi yang Insya Allah memberikan manfaat sekecil apapun

meskipun manfaat itu hanya sebesar biji zarah, dan agar ke depan

dapat terus terjaga eksistensinya.

Apresiasi juga perlu kami sampaikan kepada seluruh Dewan

Redaksi dan seluruh kontributor lainnya yang telah berpartisipasi

dalam tersusun dan terbitnya edisi pertama buletin Amanah ini.

Kami sangat paham bahwa manusia tidak akan pernah luput dari

kesalahan dan kekurangan, sehingga jelas bahwa edisi pertama

ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan yang

ke depan Insya Allah dapat secara konsisten kami perbaiki dan

kembangkan.

Doakan kami agar dapat terus menjaga Amanah yang sangat

besar ini. Akhir kata, selamat membaca dan menyerap ilmu.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Yodi Izharivan

S alam Redaksi

Sebagai negara dengan jumlah populasi muslim

terbesar di dunia, Indonesia diprediksi akan

menjadi negara berperingkat keempat terbesar

dalam ukuran PDB (PwC, 2017), mengalahkan Jerman,

Inggris dan Jepang. Untuk menyongsong prediksi

tersebut hendaknya Indonesia beralih dari pertumbuhan

yang ditopang oleh pertumbuhan penduduk saja

(extensive growth) menjadi pertumbuhan yang berbasis

peningkatan kualitas masyarakatnya (intensive growth)

sebagaimana disampaikan Timur Kuran, dalam bukunya

Islam and Mammon. Dalam kerangka pikir seperti itu,

maka pengelolaan aset umat khususnya pada bidang

ekonomi syariah menjadi sangat penting dan relevan.

Pengelolaan tersebut setidaknya melingkupi tiga hal,

yaitu penguatan regulasi ekonomi syariah, penyiapan

sumber daya manusia (SDM) untuk memenuhi

kebutuhan industri ekonomi syariah dan perluasan

edukasi ekonomi syariah kepada masyarakat.

Penguatan regulasi ekonomi syariah sangat penting

untuk mendukung per tumbuhan industri yang

berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang diajarkan

dalam Al Quran dan sunah ini. Dengan regulasi yang baik

maka akan tercipta iklim usaha yang mendukung

pertumbuhan berbagai kegiatan bisnis yang sudah ada

saat ini dan mendatangkan investasi untuk mencukupi

kebutuhan modal di dalam negeri. Pada awal tahun 2016

industri perbankan syariah yang terdiri dari 12 BUS dan 22

UUS tercatat telah mencapai porsi 5% dari total aset

perbankan di tanah air (OJK, 2016).

Selain itu, sektor pasar modal juga mengalami

perkembangan dengan dikeluarkannya Jakarta Islamic

Index yang merupakan kumpulan saham yang sesuai

dengan syariah. Adapun jumlah sukuk yang beredar telah

mencapai 45 sukuk pada tahun 2015 dan jumlah produk

reksadana syariah telah mencapai sekitar 100 produk

(OJK, 2015). Tidak hanya sektor perbankan dan pasar

modal, industri keuangan non-bank juga mulai

mendir ikan ins t i tus i keuangan syar iah untuk

mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2015

terdapat 47 perusahaan asuransi syariah, 36 perusahaan

pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura syariah, dan 4

perusahaan keuangan yang dikhususkan untuk syariah.

Di luar sektor bisnis, ekonomi syariah juga memiliki sektor

filantropi yang mencakup institusi zakat dan wakaf, yang

sangat potens ia l untuk dikembangkan dalam

mendukung pembangunan mengingat Indonesia

merupakan negara berperingkat ke-7 dalam hal

kedermawanan (World Giving Index, 2016). Berdasarkan

riset yang dilakukan oleh IPB-IRTI (2012), potensi zakat di

Indonesia dapat mencapai 217 triliun rupiah dan potensi

wakaf dapat mencapai 9,84 triliun rupiah (Republika,

2016). Jumlah tersebut tentunya amat potensial terutama

untuk digunakan dalam penurunan tingkat kemiskinan.

Dengan perkembangan industri keuangan syariah yang

ada saat ini, maka penting bagi pemerintah untuk

memperkuat peraturan bagi industri ekonomi syariah.

Terdapat banyak hal di mana Indonesia mengalami

ketertinggalan dibandingkan negara-negara lain. Dalam

hal ini, misalnya terkait dengan pengelolaan dana haji

yang mana negara tetangga, Malaysia, sudah

memulainya sejak tahun 1970an demikian pula dengan

Mengelola Aset Umat

Oleh :

Nur Dhani Hendranastiti Randi Swandaru

| 03buletinR U B R I K U T A M A

Rubrik Utama

&

pengembangan industri pangan halal. Tidak heran jika

Malaysia saat ini menempati peringkat pertama dalam

Global Islamic Economy (Thomson Reuters, 2016).

Menyikapi hal tersebut pemerintah berupaya

mendorong berdirinya beberapa lembaga yang dapat

mendukung pengelolaan aset umat dengan baik seperti

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Badan

Penyelenggara Jaminan Pangan Halal (BPJPH) dan Komite

Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diposisikan

menjadi imam dalam pengembangan ekonomi syariah.

Aspek kedua dalam pengelolaan aset umat ini adalah

penyiapan SDM terbaik yang dapat mengisi pos-pos

strategis dalam berbagai institusi yang berperan dalam

pengelolaan aset umat Islam tersebut. Jika penguatan

regulasi sebagaimana dijelaskan di atas adalah proses

produksi pesawat maka penyiapan SDM ini adalah upaya

kaderisasi pilot-pilot handal yang dapat membawa

industri ini terbang tinggi. Penyiapan SDM ini dapat

dimulai dari sektor pendidikan yang dapat menghasilkan

tidak saja pelaku industri syariah tetapi juga para

akademisi, ulama dan birokrat yang dapat mendorong

inovasi dan menjaga ni lai-ni lai syariah dalam

perkembangan industri ini. Pada poin ini Malaysia melalui

Bank Negara Malaysia telah lebih dulu mendirikan

International Centre for Education in Islamic Finance

(INCEIF) sebagai pusat studi dan pengembangan SDM

industri syariah yang diakui dunia. Menyadari hal ini

Presiden telah mengeluarkan Perpres nomor 57 tahun

2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional

Indonesia dengan tujuan yang serupa.

Penyiapan SDM juga dapat dilakukan dengan melakukan

standardisasi pengajaran modul ekonomi syariah di

perguruan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan teknis

dan non teknis dari industri ekonomi syariah. Pemerintah

juga hendaknya memberikan insentif agar generasi muda

saat ini tertarik berkontribusi dalam industri ekonomi

syariah ini pada pilihan pertama bukan sebagai sekedar

pilihan alternatif karena kalah bersaing dalam sektor

industri konvensional. Pendirian pusat riset ekonomi

syariah dan pusat pengembangan pangan halal juga

tidak kalah pentingnya untuk dilakukan.

Aspek pengelolaan yang ketiga adalah perluasan edukasi

masyarakat mengenai ekonomi syariah. Hal ini ibarat

mengajak sebanyak mungkin penumpang menggunakan

pesawat (industri ekonomi syariah) yang dikemudikan

pilot terbaiknya. Langkah edukasi terhadap masyarakat

ini amat penting dilakukan karena sebaik apapun supply

yang telah disiapkan pemerintah pada sektor ini akan

menjadi sia-sia jika demand dari masyarakat amat

rendah. Hal ini bukan sekedar meningkatkan literasi

masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah

yang secara sinergis dan simultan harus dilakukan oleh

berbagai pelaku industri baik dari sektor perbankan

syariah, pasar modal syariah, asuransi syariah dan industri

keuangan syariah non-bank lainnya, melainkan juga

usaha mendekatkan masyarakat kepada nilai-nilai Islam

sehingga masyarakat bersedia untuk menggunakan

produk-produk keuangan syariah. Lebih dari itu, hal ini

juga akan menimbulkan semangat masyarakat untuk

tidak sekedar menjadi pengguna/konsumen, tetapi juga

menjadi produsen yang menghasilkan nilai tambah bagi

industri syariah. Koperasi Syariah 212 yang hadir

belakangan ini merupakan contoh dari kecintaan umat

terhadap nilai-nilai Islam yang tersalurkan dalam kegiatan

ekonomi. Contoh lainnya adalah kehadiran berbagai

brand hijab lokal dalam skala industri rumah tangga,

merebaknya berbagai t ravel haj i dan umrah,

berkembangnya pariwisata halal di dalam negeri maupun

bermunculannya aplikasi telepon seluler yang

mendukung aktivitas sosial dan ibadah.

Pada akhirnya, seiring dengan pertumbuhan masyarakat

Muslim di Indonesia perlu dilakukan pengelolaan aset

umat secara serius pada tiga aspek. Pertama, penguatan

regulasi ekonomi syariah yang dapat mendukung iklim

usaha dan hadirnya lembaga yang dapat mengatur

keberlangsungan industri ekonomi syariah. Kedua,

penyiapan SDM handal yang tidak hanya sesuai dengan

kebutuhan industri ekonomi syariah tetapi juga inovatif

dan dapat menjaga nilai-nilai syariah. Ketiga, upaya

edukasi literasi ekonomi syariah terhadap masyarakat dan

upaya mendekatkan masyarakat kepada nilai-nilai Islam

seh ingga mereka memi l i k i p re fe rens i un tuk

menggunakan produk dan jasa dari industri ekonomi

syariah. Lebih daripada itu, masyarakat juga diharapakan

tidak sekedar menjadi konsumen tetapi juga pelaku

dalam industri. Dengan ketiga hal tersebut diharapkan

aset umat dapat terkelola dengan baik dan memberikan

manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat di tanah air.

04 | buletin R U B R I K U T A M A

Menarik untuk melihat pernyataan yang pernah

dituliskan di zaman kekhalifahan Ottoman

t e n t a n g Wa k a f. B e g i n i k u t i p a n n y a ,

”Terimakasih pada adanya lembaga wakaf yang luar

biasa; Seseorang dapat lahir di rumah yang merupakan

milik suatu lembaga wakaf, tidur di buaian milik wakaf

tersebut dan dipenuhi juga kebutuhan makanannya di

tempat tersebut. Belajar di sekolah yang dibiayai atas

wakaf, menerima pejaran dari buku-buku yang dimiliki

wakaf, menjadi guru di sekolah-sekolah wakaf,

mendapatkan gaji dari investasi wakaf, dan saat

kematiannya, beliau diletakkan di keranda yang

disediakan oleh badan wakaf untuk dikuburkan di

pemakaman wakaf. Singkatnya, sangat dimungkinkan

untuk memenuhi kebutuhan seorang anak manusia

melalui jasa dan barang-barang yang dimobilisasi melalui

wakaf”

Dan benar adanya, Prof. Habib Ahmed dari Durham

University, Inggris, mengatakan bahwa memang sejarah

tentang wakaf sangat kaya atas prestasi-prestasi dalam

melayani kaum miskin khususnya, dan peningkatan

kesejahteraan pada umumnya. Marshall Goodwin Simms

Hodgson, ahli sejarah Islam paling berpengaruh di

Amerika, lewat bukunya The Venture of Islam: Conscience

and History in a World Civilization bahkan mengatakan

bahwa berhasil atau tidaknya perekonomian di dunia

Islam tergantung pada efisiensi pengelolaan wakafnya.

Kita patut untuk optimis bahwa tren kembalinya

menghidupkan lembaga-lembaga authentic yang

dimiliki Islam semakin besar saat ini. Wakaf dan Zakat

adalah salah satu bagian yang mendominasi upaya ini.

Demikian besarnya tren ini, Prof. Shinsuke Nagaoka dari

Kyoto University, Jepang, menyebutnya sebagai New

Horizon 2.0 dari pergerakan ekonomi dan keuangan

syariah. Tentunya harapan untuk mengulang kesuksesan

memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia,

bahkan seluruh alam, dapat kembali tumbuh.

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya?

Apakah yang perlu dilakukan?

Jika kita berjalan-jalan di Malaysia dan makan di fast food

Kentucky Fried Chicken ataupun restoran Pizza Hut, maka

kedua perusahaan ini termasuk daftar perusahaan yang

dimiliki oleh lembaga wakaf. Kasus di atas menunjukkan

satu hal yang penting dalam perkembangan pengelolaan

wakaf, yaitu inovasi. Jadi, Inovasi adalah hal pertama yang

perlu diciptakan untuk menghidupkan kembali institusi

dan instrumen penting beberapa ratus tahun lalu untuk

berdaya saat ini dengan kondisi dunia yang telah

berubah.

Inovasi dalam contoh Malaysia di atas tentunya adalah

hasil kerja keras dan kerjasama berbagai pihak. Para

ulama telah melakukan i j t ihad hingga mereka

menghasilkan ide untuk menginvestasikan wakaf pada

instrumen saham. Kemungkinan adanya wakaf saham ini

tentunya mendorong pemerintah untuk membuat

regulasinya. Masyarakat pun kemudian mengamini untuk

memberikan wakafnya dalam bentuk saham ataupun

mengizinkan penginvestasian wakafnya ke dalam

instrumen saham. Demikian juga penerima wakaf,

keinginan menerima manfaat wakaf yang merupakan

Wakaf, Kekuatan Ummat Yang Sempat Terlupakan

Oleh :

Ebi Junaidi

| 05buletinK O L O M O P I N I

Kolom Opini

hasil investasi saham merupakan kontribusinya pada

inovasi baru ini. Singkatnya, inovasi yang dilakukan

diiringi dengan kerjasama dan edukasi yang kuat

sehingga implementasi dan karya nyatanya dapat secara

riil terlaksana.

Melihat perkembangan wakaf saat ini, memang telah

banyak sekali inovasi yang dilakukan, baik dalam

pengembangan pengelolaan wakaf maupun instrumen

wakafnya. Sebut saja wakaf asuransi yang menjembatani

model kerjasama lembaga wakaf dan perusahaan

asuransi. Instrumen ini memungkinkan seseorang

merencakan pemberian wakaf dengan membeli asuransi

dan membayar premi asuransi (wakaf ) nya secara

bulanan. Model pengembangan dengan membangun

kerjasama dengan lembaga lain, memang sedang jamak

dilakukan, melewati model korporasi yang sebelumnya

menjadi primadona.

Model-model lain juga kuat dikembangkan di beberapa

negara. Di Bangladesh contohnya, salah satu bank

syariah disana menawarkan produk tabungan wakaf tunai

berbasis kontrak mudarabah. Model ini menawarkan

keunggulan berupa pengelolaan dana secara profesional

oleh bank. Pengelolaan profesional yang ditawarkan

bukan hanya pada investasi dana tersebut, namun juga

pada proyek-proyek kemanusiaan yang menjadi tujuan

penggunaan dana.

Model di atas sebenarnya telah lama diusulkan oleh

beberapa pemikir modern Islam. Prof. Murad Cizakca dan

Prof. Habib Ahmed contohnya, telah lama menyarankan

hal yang sama. Ini tentu dapat dipahami karena

perbankan syariah masih menjadi lembaga yang

memegang aset terbesar industri keuangan syariah dunia

(sekitar hampir 79 persen menurut laporan Islamic

Financial Services Board - IFSB). Jaringan perbankan

syariah yang sudah sangat luas ini bukan saja dapat

memungkinkan penetrasi penggunaan wakaf yang masif,

namun juga efisiensi pengelolaannya karena sumber

d a y a y a n g t e l a h a d a d a p a t d i o p t i m a l k a n

penggunaannya. Contohnya, perbankan tidak lagi perlu

menambah jumlah pegawai, sewa gedung, maupun

penambahan biaya aset tetap lainnya untuk melakukan

pengeloaan wakaf tersebut (Ahmed, 2007).

Hal kedua yang perlu dilakukan adalah pengelolaan dana

potensi umat yang prudent. Dalam sepuluh tahun

terakhir, Indonesia telah meningkatkan mobilisasi dana

umat sebesar 32 kali lipat (Global Report on Islamic

Finance). Peningkatan ini jauh meninggalkan negara-

negara lainnya. Bandingkan dengan Malaysia yang butuh

waktu 12 tahun untuk meningkatkan tingkat mobilisasi

dananya sebesar tujuh kali lipat, atau bahkan Brunei

Darussalam yang hanya mampu meningkat sebesar 55

persen selama 10 tahun terakhir. Bayangkan jika wakaf

tanah yang menurut Kementerian Agama memiliki nilai

pasar sebesar Rp 590 trilliun dikelola dengan baik, nilai

aset yang hampir sama dengan 8,5 persen dari Gross

Domestik Product (GDP) negara kita akan mampu

menaikkan kehidupan masyarakat miskin Indonesia yang

menurut perhitungan, hanya membutuhkan 0,35 persen

GDP kita. Perhitungan di atas kertas yang bisa

menimbulkan banyak harapan sering harus kandas

karena banyak studi yang menunjukkan bahwa perebutan

harta wakaf dan tidak optimalnya pengelolaannya

memang jamak terjadi di dunia Islam.

Yang terakhir adalah pentingnya peranan trust atau rasa

percaya di masyarakat kita. Salah satu alasan peningkatan

nilai mobilisasi dana di atas adalah karena mulai

tumbuhnya kepercayaan masyarakat pada lembaga-

lembaga pengelola zakat yang bukan saja profesional,

namun juga transparan dalam pertanggunjawaban

publiknya. Sebuah studi tentang peranan rasa percaya

dalam investasi di negara Eropa menunjukkan sebuah

kasus yang menarik. Studi tersebut menunjukkan bahwa

negara-negara yang dipersepsikan secara umum

memiliki orang-orang yang dapat dipercaya, menjadi

tujuan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan

negara-negara yang persepsi umumnya kurang dapat

dipercaya. Dalam studi tersebut sifat dan karakter orang-

orang Jerman menempati tempat tertinggi. Tentunya rasa

percaya yang timbul tersebut muncul dari pembuktian

yang panjang sehingga kredibilitas orang-orang Jerman

tersebut bertahan di persepsi masyarakat Eropa. Studi ini

dikonfirmasi dengan data empiris yang menunjukkan

bahwa terdapat korelasi antara tingkat investasi antar

negara eropa dengan persepsi kepercayaan tersebut.

Kita memiliki sejarah bahwa baginda Nabi Muhammad

SAW, jauh sebelum diangkat menjadi Rasul, telah terlebih

dahulu memiliki julukan Al-Amin atau orang yang dapat

dipercaya. Indeed, menjadi muslim yang amanah

sebagaimana perintah Allah: “Sesungguhnya Allah

menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang

berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila

menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu

menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi

penga ja ran yang seba i k -ba i knya kepadamu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha

Melihat.” (QS. An-Nisa': 58). Wallahuallam.

06 | buletin K O L O M O P I N I

Zakat dapat dilihat sebagai kunci utama dalam

mendorong peradaban Muslim untuk mencapai

masa keemasannya pada Abad Pertengahan.

Zakat merupakan sebuah instrumen yang efektif dalam

mengurangi tingkat kemiskinan dan mendistribusikan

harta secara lebih merata di negara-negara Muslim.

Sejarah membuktikan bahwa kemakmuran banyak sekali

ditemukan pada waktu itu, bahkan sangat sulit untuk

mencari penerima zakat yang layak.

Tujuan dari distribusi zakat sebagaimana yang tercantum

di dalam Al Quran adalah untuk memastikan bahwa

“pada sebagian harta mereka, terdapat hak orang fakir

dan miskin” (Quran 51:19), sehingga “harta tidak berputar

di antara orang kaya saja” (Quran 59:7). Penting juga

untuk diperhatikan bahwa zakat merupakan pemberian

harta yang wajib dilakukan kepada masyarakat dan

bukan hanya kegiatan sukarela dari individu-individu

(Ahmed, 2004: 26). Selaras dengan prinsip kesetaraaan

dan keadilan sosial, persyaratan ini juga sangat berkaitan

erat dengan konsep persaudaraan (ukhuwah Islamiah).

Dengan melaksanakannya, kohesi sosial dapat terangkat.

Kemiskinan merupakan sebuah dampak dari minimnya

pertumbuhan dan distribusi pendapatan yang tidak

merata (Sirageldin, 2000), yang menyebabkan

masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan

dasar mereka. Sen (1998) juga menyatakan bahwa

kemiskinan disebabkan oleh tidak adanya kemampuan

tertentu dan kebebasan substantif bagi para individu di

masyarakat. Dengan demikian, masyarakat miskin tidak

memiliki kesempatan yang memungkinkan bagi mereka

Edukasi

untuk melakukan inisiatif dalam menghadapi kemiskinan,

tetapi menjadi penerima semata.

Beberapa ekonom muslim percaya bahwa zakat

merupakan alat yang efektif untuk mengentaskan

kemiskinan dengan berkaca pada sejarah Islam. Dua

rujukan utamanya adalah pada masa Umar bin Khattab

dan Umar bin Abdul Azizi (Umar II) dimana mereka tidak

mampu menemukan penerima zakat yang layak, karena

masyarakat miskin telah menjadi berkecukupan dengan

zakat yang telah mereka terima sebelumnya (Ahmed,

2004: 31). Masa tersebut dikenal dengan masa

“keemasan” keadilan sosial dalam Islam karena

efektifitasnya dalam memberantas kemiskinan di

masyarakat. Pada masa Umar II (717-720 AD), kemiskinan

dapat teratasi hanya dalam waktu tiga tahun, yang

menunjukkan bahwa terdapat metode yang produktif

dalam manajemen zakat dibandingkan penggunaanya

yang terbatas pada tujuan konsumtif.

Pada saat yang sama, beberapa kritik juga muncul

terhadap sejarah tersebut. Farooq (2008: 40) menyatakan

bahwa sumber daya untuk redistribusi tersebut

mayoritasnya berasal dari harta rampasan perang.

Lahan-lahan yang ditaklukkan tersebut ditetapkan

sebagai wakaf (sumbangan religius), kemudian juga kharj

(pendapatan dari pertanian) diatur oleh lembaga

keuangan publik (bait al-mal) untuk didistribusikan

kepada masyarakat miskin. Berkenaan dengan pendapat

ini , Phi l ip percaya bahwa zakat hanya sedikit

berkontribusi pada pembangunan ekonomi karena

jumlahnya yang hanya sedikit (Philipp, 1990: 130). Namun,

Zakat: Sebuah Potensi Aset Umat

dalam Pengentasan Kemiskinan

Oleh :

Fadhil Akbar Purnama

| 07buletinE D U K A S I

opini yang menafikan zakat sebagai alat yang efektif

untuk mengatasi kemiskinan tidak sepenuhnya tepat

mengingat keuangan publik adalah modal utama,

dimana sumber dana untuk membiayai pemenuhan

keadilan sosial pada masa pemerintahan Umar II juga

berasal dari zakat sebagai salah satu pemasukannya

(Kahf, 1987: 4).

Dari diskursus di atas, dapat digarisbawahi bahwa

distribusi zakat yang pada masa lalu terbukti sebagai

strategi yang efektif dalam pengentasan kemiskinan

terjadi karena tata kelola yang baik pada lembaga

penghimpun zakat dan didukung oleh instrumen sosial

lainnya. Oleh karena itu, perolehan kemakmuran yang

sempurna menjadi kebijakan terkini dapat menjadi

masalah ketika hal ini diterjemahkan menjadi sebatas

solusi tanpa merinci akar masalah, tantangan, dan

alternatif solusi yang memungkinkan.

Semenjak kemiskinan dianggap sebagai masalah

multidimensi, solusi yang ditawarkan membutuhkan

sebuah aksi yang terkoordinir. Untuk memberikan

kontribusi yang berdampak pada masyarakat,

pendekatan yang sistemik menjadi penting dalam

menjalankan operasionalnya. Lembaga penghimpun

zakat dapat dioptimalkan untuk menghimpun zakat-

zakat individu dibandingkan dengan memberikannya

secara langsung secara tradisional yang dapat dikatakan

tidak memberikan solusi yang berkelanjutan bagi

kemiskinan.

Sebuah penelitan terbaru dari Indonesia contohnya,

menunjukkan bahwa hanya 27,2 persen muzakki yang

membayar zakatnya melalui lembaga pengelola zakat,

sedangkan mayoritas memberikan zakatnya secara

langsung kepada penerima atau mustahik (Jaelani, 2016:

500). Alasan rendahnya angka pengumpulan zakat pada

lembaga formal diakibatkan oleh rendahnya kepercayaan

terhadap lembaga tersebut (Zaman, 2008: 50).

Selanjutnya, fenomena ini juga mengindikasikan bahwa

Muslim hanya menganggap zakat sebagai kegiatan

spiritual dibandingkan dengan tujuan pengentasan

kemiskinan. Masyarakat kaya sebagai pembayar zakat

berpikir bahwa kewajiban zakat mereka telah terpenuhi

ketika mereka membantu tetangganya tanpa berusaha

untuk mendukung pengurangan kemiskinan pada skala

yang lebih besar melalui lembaga. Dengan demikian,

lembaga pengelola zakat harus mengambil peranan

utama dalam menyadarkan Muslim akan pentingnya

zakat dalam mengurangi kemiskinan, yang pada sisi lain,

m e r e k a m e m b u t u h k a n p e n i n g k a t a n y a n g

berkesinambungan pada manajemennya, untuk

mendapatkan kepercayaan publik pada lembaganya.

Sejalan dengan pandangan Sen (1998: 17), memberikan

masyarakat miskin suatu keahlian menjadi sangat

penting, namun hal itu kemudian menjadi keputusan

seseorang apakah ia mengambilnya atau tidak.

Pendekatan ini berkenaan dengan pemberdayaan

individu dalam rangka mencapai kesejahteraan.

Pemberdayaan masyarakat miskin dapat meliputi

pemberian pengajaran dan pelat ihan tentang

kemampuan berbisnis yang dapat mempersiapkan

mereka untuk menjadi mandiri. Dengan kata lain, di

samping distribusi zakat untuk tujuan konsumtif, zakat

juga harus digunakan untuk kepentingan produktif.

Dalam cakupan yang lebih luas, dana bantuan lainnya

seperti infak (pemberian sukarela) dan wakaf dapat

ditambahkan kepada lembaga penghimpun zakat dalam

rangka menghimpun seluruh dana sosial. Selain itu,

jaringan zakat internasional dapat didirikan dalam era

globalisasi ini untuk mencapai dampak yang maksimum

bagi pemberdayaan masyarakat miskin. Kerjasama antara

lembaga zakat di negara-negara Muslim dibutuhkan

untuk memungkinkan adanya transfer internasional dari

zakat yang surplus di negara kaya kepada yang

membutuhkannya.

Lembaga keuangan mikro syariah berbasis zakat juga

dapat menjadi solusi ideal untuk memfasilitasi masyarakat

miskin dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Lembaga

keuangan mikro syariah dapat menggunakan dana zakat

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar masyarakat

miskin dan juga menyediakan dana investasi untuk

kepentingan bisnis (Hassan, 2010). Oleh karena itu,

integrasi instrumen pengentasan kemiskinan untuk

pemberdayaan ekonomi bagi kalangan miskin

merupakan kunci utama disini untuk menyusun

manajemen zakat yang berkesinambungan. Dengan

adanya sinergi ini, zakat dapat memiliki peranan yang

lebih berkelanjutan dalam mengentaskan kemiskinan

pada jangka panjang.

08 | buletin E D U K A S I

Dalam rangka mendukung penerapan sistem

moneter syariah di Indonesia, Dewan Syariah

Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

menerbitkan fatwa Nomor 109 Tahun 2017 tentang

Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah. Fatwa

tersebut ditetapkan pada 17 Februari 2017 dalam rangka

memberikan kepastian akan status Syariah dari salah satu

fasilitas pada Bank Indonesia bagi perbankan Syariah,

baik bagi Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha

Syariah (UUS) bank konvensional. Fasilitas Pembiayaan

Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJPS) sendiri telah

menjadi instrumen moneter sejak tahun 2003 dalam

rangka membantu industri perbankan syariah mengatasi

k e s u l i t an pen d an aan j an g k a pen d ek t an pa

menggunakan instrumen pasar uang konvensional.

Walaupun DSN-MUI baru menerbitkan fatwa tersebut

pada awal tahun 2017, namun fasilitas tersebut telah

digunakan oleh bank-bank Syariah di Indonesia selama

kurang lebih 13 tahun lamanya.

Terdapat tiga latar belakang utama dalam penerbitan

fatwa PLJPS. Pertama, fatwa ini ditujukan untuk menjaga

stabilitas sistem keuangan melalui peranan Bank

Indonesia sebagai lender of the last resort. Kedua, fatwa ini

digunakan untuk memitigasi risiko atas kesulitan

likuiditas pada bank Syariah. Ketiga, bahwa ketentuan

serta batasan dalam hal fasilitas PLJPS sejauh ini belum

pernah diatur status kesyariahannya dari DSN-MUI.

Kabar Nasional

Selain itu, terdapat tiga macam akad berbeda yang

menjadi landasan fasilitas PLJPS. Akad-akad tersebut

antara lain akad Al-Muqaradhah bi Dhaman Ra's al-Mal,

Al-Bai' ma'a al-Wa'd bi al-Syira', serta Al-Tas-hilat bi al-

Tautsiq. Ketiga akad tersebut memiliki persyaratan-

persyaratan khusus dalam penerapannya dan terdapat

sanksi yang dikenakan oleh Bank Indonesia kepada bank

syariah yang tidak melaksanakan kewajibannya ketika

menerima fasilitas moneter syariah ini. Dengan demikian,

bank syariah yang menggunakan fasilitas tersebut bukan

hanya perlu mematuhi prinsip-prinsip syariah, namun

juga perlu untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana

yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.

DSN-MUI Terbitkan Fatwa Terbaru Tentang Sistem Moneter Syariah

Oleh :

Bazari Azhar Azizi

| 09buletinE D U K A S I

08 | buletin E D U K A S I

Penelitian oleh Experian, millennials menyimpulkan

bahwa 57 persen orang lebih memilih untuk

menggunakan apl ikas i keuangan untuk

mengelola keuangan dan mereka terbuka untuk alternatif

atau layanan lain dari institusi keuangan lain yang

berinovasi untuk lebih bisa memenuhi kebutuhannya.

Populasi muslim di Indonesia adalah lebih dari 85 persen

dari total penduduk Indonesia. Hal itu membuat

Indonesia menjadi pasar yang menjanjikan untuk Industri

keuangan syariah seperti Perbankan Syariah, Lembaga

Asuransi, Reksadana.

Terlepas dari hal tersebut, Indonesia masih terbilang

lambat dibanding negara-negara lain dalam kaitannya

dengan industri keuangan syariah. Berdasarkan data

yang diperoleh dari 'State of the Global Islamic Economy

Report 2016', Indonesia berada di posisi ke 10 dengan nilai

aset sebesar 23 miliar dolar AS dari total 2 triliun dolar AS

aset keuangan syariah dunia.

Sembilan negara yang lebih pesat perkembangannya

dibanding Indonesia adalah Iran, dengan total aset

terbesar yaitu $343.7 miliar, disusul oleh Saudi Arabia,

Malaysia, UAE, Kuwait, Qatar, Bahrain, Turki, dan

Bangladesh.

Tidak hanya rendah di segmen pasar, berdasarkan

indikator pertumbuhan yang dirilis oleh 'State of the

Global Islamic Economy Report 2016' dengan tujuan untuk

mengevaluasi perkembangan ekosistem keuangan

syariah, Indonesia tidak berada di posisi yang lebih baik.

Internasional

Peringkat dari indikator ini dikalkulasi dengan mengacu

pada empat kriteria: Keuangan (besaran aset keuangan

syariah dan jumlah institusi keuangan syariah),

Pemerintahan (regulasi keuangan syariah dan indeks

disclosure), Kesadaran Masyarakat ( jumlah artikel terkait

keuangan syariah, institusi pendidikan keuangan syariah,

penelitian, dan event-event keuangan syariah), dan Sosial

(nilai Zakat dan sedekah serta index disclosure tanggung

jawab sosial perusahaan).

Malaysia berada di peringkat teratas dengan peringkat

indikator sebesar 189, disusul oleh UAE, Bahrain, Saudi

Arabia, Oman, Kuwait, Pakistan, Qatar, meninggalkan

Indonesia di posisi ke 9 dengan peringkat indikator

sebesar 38.

Menariknya, dalam penelitian lain yang dilakukan oleh

'State of The Global Islamic Economy' terkait sentimen

konsumen terkait keuangan syariah menggunakan

penelitian berbasis sosial media. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa jumlah interaksi di sosial media

terkait keuangan syariah berjumlah 157.100.

Berbeda dengan indikator-indikator sebelumnya, kali ini,

Indonesia berada di posisi kedua setelah Malaysia,

dengan jumlah interaksi sebanyak 37.500. Fenomena ini

bisa diterjemahkan sebagai “Bagaimana konsumen

Indonesia peduli tentang keuangan syariah”.

Terlepas dari pro-kontra akan sosial media, dampaknya

terhadap kehidupan kita adalah lebih besar daripada

yang bisa kita bayangkan. Indonesia dengan jumlah

Media Sosial dan Pengembangan Keuangan Syariah

Oleh :

Namira Samir

10 | buletin I N T E R N A S I O N A L

Republika.co.id

interaksi di sosial media terbesar kedua terkait keuangan

syariah mencerminkan kesempatan yang besar untuk

mengembangkan industri ini.

Platform sosial seperti Facebook, twitter, websites, bisa

digunakan untuk mengembangkan serta meningkatkan

pengetahuan keuangan syariah oleh masyarakat

Indonesia.

Mayoritas dari konsumen di dunia punya satu kesamaan

besar–mereka tidak tahu banyak hal terkait keuangan

personal mereka. Survei terkait literasi keuangan global

yang dilakukan oleh “The Standard & Poor’s Ratings

Services Global Financial Literacy Survey” menemukan

bahwa hanya 33 persen dari orang dewasa di dunia yang

melek finansial. Maka, sekitar 3,5 miliar orang dewasa

secara global berada di bawah standar rata-rata terkait

pemahaman konsep finansial. Hal itu membuat mereka

tertantang ketika dihadapkan pada membuat pilihan

terkait tabungan, investasi, pinjaman serta kredit.

Literasi Keuangan Konsumen adalah tingkat kesadaran

dan pemahaman seseorang akan suatu konsep

keuangan. Hal ini memainkan peran penting dalam

membentuk kepercayaan serta perilaku konsumen yang

pada akhirnya akan mempengaruhi pengambilan

keputusan dalam membeli suatu produk. Hal yang perlu

digaris bawahi adalah bahwa literasi keuangan syariah di

Indonesia mempengaruhi muslim dan non-muslim.

Semakin tinggi tingkat literasi keuangan syariah, maka

semakin tinggi kecenderungan untuk memilih institusi

keuangan syariah dibanding konvensional.

Dalam hal keuangan syariah, rendahnya literasi keuangan

dapat juga diartikan perbedaan interpreasi terkait syariah

yang akan berdampak pada kurangnya harmonisasi dan

pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan masyarakat

terkait industri keuangan syariah. Meskipun Indonesia

sudah memiliki Dewan Syariah Nasional, Institusi

keuangan syariah harus memulai untuk menyediakan

program pendidikan keuangan syariah melalui platform

media sosial dengan harapan dapat meningkatkan literasi

keuangan syariah. Indonesia sudah menuju kearah ini.

Platform media sosial memudahkan konsumen di

Indonsia untuk memperoleh edukasi keuangan syariah

dari para pakarnya. Institusi keuangan syariah seperti

perbankan syariah, bersama dengan Otoritas Jasa

Keuangan (OJK) harus memulai untuk menawarkan

edukasi interaktif kepada konsumen menggunakan

seluruh platform media sosial yang tersedia.

Keuangan syariah masih menjadi pasar yang menjanjikan

di Indonesia. Dengan memanfaatkan peluang emas dari

platform media sosial, Indonesia bisa menjadi “The Next

Leader” di Industri Keuangan Syariah.

Sumber:

ht tp : / /www.republ ika .co . id/ber i ta/ jurna l i sme-

warga/wacana/17/04/11/oo8fbc396-media-sosial-dan-

pengembangan-keuangan-syariah

| 11buletinI N T E R N A S I O N A L

08 | buletin E D U K A S I

Berita ini mungkin luput dari perhatian kita, umat

islam di Indonesia, Saudi Arabia di pertengahan

tahun 2016 merencanakan untuk memberlakukan

pajak penghasilan untuk warga negara asing yang tinggal

disana. Tujuan utamanya, tidak lain dan tidak bukan,

adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dari

penerimaan yang tidak bersumber dari minyak. Hal ini

dilansir oleh Financial Times di 2016 lalu. Opsi lain yang

mengemuka adalah penerapan “sin taxes” untuk barang-

barang yang memiliki dampak buruk seperti rokok dan

minuman kaya gula.

Bersumber dari PwC (2016), Saudi Arabia tidak

mengenakan “income tax” seperti umumnya negara-

negara lain. Namun demikian, pajak penghasilan tetap

diberlakukan dengan beberapa aturan spesifik seperti

20% pajak dikenakan untuk orang yang bekerja di industri

gas alam, minyak, hidrokarbon.

Saudi Arabia yang berpenduduk kurang lebih 30 juta

orang ini memang sedang giat-giatnya mempercepat

perubahan kebijakan fiskal yang utamanya dipicu

terjadinya penurunan harga minyak dunia yang berakibat

pada menurunnya penerimaan pemerintah dan

berdampak langsung terhadap pengeluaran pemerintah.

Hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang

diramalkan akan melambat 1,2% dan dapat berpengaruh

kepada pengangguran dan kualitas layanan pemerintah

(International Monetary Fund, 2016).

Di lain pihak, ambisi memperbaiki perekonomian Saudi

Arabia lebih kompleks dari itu. National Transformation

Plan (NTP) merencanakan penurunan pengeluaran

pemerintah untuk membayar gaji dan menstimulus

sektor privat untuk menjadi motor pertumbuhan. Namun

demikian, ketergantungan terhadap tenaga kerja asing

masih menjadi permasalahan terutama pekerjaan yang

membutuhkan keahlian khusus. Ironisnya, pekerja

domestik pada umumnya menguasai pasar kerja dengan

keahlian rendah. Isu pengembangan manusia ternyata

juga menjadi isu dasar yang menjadi tantangan Saudi

Arabia.

Sebagai negara dengan ekonomi yang bertumpu pada

produksi dan penjualan minyak, maka Saudi Arabia harus

mampu untuk menyusun alternatif penerimaan negara

u n t u k m e n u t u p i p e n u r u n a n s e h i n g g a ro d a

perekonomiaan tetap dapat berjalan dengan lancar.

Keputusan untuk mengenakan pajak pada warga negara

asing cukup bertolak belakang dengan kondisi lapangan

kerja yang saat ini cukup bergantung pada tenaga kerja

asing sehingga hal ini menjadi menarik untuk dicermati ke

depannya bagaimana perekonomian Saudi Arabia akan

berjalan mempertimbangkan kondisi fiskal dan lapangan

kerja.

Bagaimana Perkembangan Situasi Fiskal

di Saudi Arabia?

Oleh :

Lury Sofyan

12 | buletin D U N I A M U S L I M

Dunia Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Pemerintah Kenya

telah meluncurkan paket kebijakan terbaru untuk

mengembangkan industri keuangan Islam di

negara tersebut. Hal ini sebagai upaya untuk

memobilisasi dana lokal dan menjadikan Nairobi sebagai

pusat regional keuangan islam.

Dilansir Reuters, Selasa (4/4), kebijakan ini dapat memacu

pertumbuhan sektor perbankan syariah dan membantu

pemerintah dalam mengalokasikan pembiayaan

infrastruktur. Menteri Keuangan Kenya Henry Rotich

mengatakan, kebijakan tersebut sebagai salah satu

langkah pemerintah untuk memperbaiki anggaran

negara di 2017-2018. Selain itu, amandemen Undang-

Undang Pengelolaan Keuangan Publik juga akan

memungkinkan pemerintah untuk menerbitkan obligasi

syariah atau sukuk sebagai sumber pendanaan alternatif.

Pemerintah Kenya telah mengalokasikan miliaran dolar

AS untuk infrastruktur, dan defisit fiskal ditetapkan

sebesar 5,10 miliar dolar AS. Pelaksanaan kebijakan baru

untuk industri keuangan syariah di Kenya dinilai bisa

cepat diimplementasikan. Sebab, Pemerintah Kenya telah

membentuk Islamic Finance Project Management Office

(PMO) yakni sebagai badan yang mengkoordinasikan

regulasi antar lembaga. Tak hanya itu, PMO juga bekerja

sama dengan lembaga keuangan islam yakni IFAAS untuk

merancang kerangka pembiayaan dalam industri

keuangan syariah.

"Tujuan utamanya adalah mempersiapkan aturan dasar

untuk sukuk, nantinya diharapkan bisa menarik sukuk

korporasi di wilayah ini," ujar Managing Director IFAAS

Farrukh Raza.

Pemerintah Kenya telah menugaskan IFAAS untuk

menjalankan PMO dan bekerja sama dengan firma

hukum Simmons & Simmons dalam membantu

mengembangkan industri keuangan islam di negara

tersebut. Sementara itu, Kementerian Keuangan Kenya

sedang mempertimbangkan penjualan sukuk pada tahun

ini. Sebab, pada Agustus 2017 akan dilaksanakan

Pemilihan Umum Nasional di Kenya.

Sumber:

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-

global/17/04/04/onvuor368-kenya-bentuk-kebijakan-

baru-untuk-industri-keuangan-syariah

Sumber:

http://www.republika.co.id

Kabar Nasional

Kenya Bentuk Kebijakan Baru untuk Industri Keuangan Syariah

| 13buletinD U N I A M U S L I M

08 | buletin E D U K A S I

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mulai

menyasar industri keuangan islam terutama di

sektor perbankan. Hal ini didorong oleh

pertumbuhan industri keuangan islam global yang

fenomenal di Eropa.

"Tujuan utama kami adalah untuk mengenalkan sistem

keuangan islam dan menerapkannya di Rusia, dimana

ada 25 juta muslim yang tinggal disana," kata President of

Moscow Industrial Bank Abubakar Arsamaskof dilansir

Saudi Gazette, Ahad (19/2).

Menurut Abubakar, saat ini memang belum ada aturan

perundang-undangan yang dapat memfasilitasi

perbankan islam di Rusia. Namun, Pemerintah Rusia

sudah siap untuk menerapkan keuangan islam sejak awal

dan para pejabat perbankan telah diminta untuk

mengajukan atau mengusulkan mekanismenya kepada

pemerintah. "Oleh karena itu sangat penting bagi kita

untuk mempelajari model-model yang sukses, seperti

Islamic Development Bank (IDB)," kata Abubakar.

Abubakar menambahkan, Rusia ingin mengembangkan

kemitraan dengan IDB untuk menumbuhkan industri

keuangan islam di negara tersebut. Dia mencatat bahwa

Rusia memiliki 7.000 karyawan yang bekerja di 260

perbankan dan menyediakan berbagai layanan produk

keuangan. Fokus utama pembiayaannya yakni di sektor

industri, konstruksi, dan pertanian.

Ke depan, Rusia juga ingin mengeluarkan kartu

pembayaran syariah kepada penduduk muslim untuk

memudahkan transaksi selama beribadah haji. Selain itu,

industri manufaktur Rusia sudah mulai bergerak ke arah

industri halal dan memiliki investasi yang diperkirakan

mencapai 100 juta dolar AS. Abubakar mengatakan,

produk halal populer di kalangan non muslim karena

dinilai memiliki kualitas yang tinggi.

Belum lama ini delegasi Rusia mengunjungi IDB untuk

berkolaborasi dalam meningkatkan sistem keuangan

islam. Selain itu, Rusia dan IDB ingin meningkatkan

peluang investasi dan menciptakan lapangan kerja. "Kami

sedang mempelajari metode yang dapat diterapkan di

bank syariah Rusia, tentunya hal ini dapat berjalan setelah

selesainya penetapan aturan hukum yang legal dari Bank

Sentral Rusia," ujar Presiden IDB Bandar Hajjar.

Hajjar menambagkan, Pemerintah Rusia dan Bank

Semtral Rusia memiliki keinginan yang kuat untuk

menumbuhkan industri keuangan syariah. Mereka juga

meminta IDB agar melakukan pelatihan kepada para

pejabat perbankan dan memberikan beasiswa untuk

mempersiapkan sumber daya insani yang mumpuni di

industri keuangan syariah.

Di sisi lain, IDB telah menyetujui kerja sama pendidikan di

Rusia dengan nilai 7,4 juta dolar AS di 29 lembaga

pendidikan, diantaranya Universitas Islam di Moskow,

Universitas Islam di Kazan, Islamic Institute and Medical

Polyclinic di Saratov, dan Islamic Institutes di Dagestan.

Sumber:

http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-

ekonomi/17/02/19/olmcmy299-perbankan-rusia-coba-

menerapkan-sistem-keuangan-islamic

Perbankan Rusia Coba Menerapkan Sistem Keuangan Islam

14 | buletin D U N I A M U S L I M

Dunia Muslim

Sumber:

http://www.republika.co.id

| 15buletinM U S L I M E X P E R I E N C E

A D S

S P A C E

A V A I

L A B L E

buletin16 | buletin A D S

| 17buletinC A L L F O R E S S A Y

Liputan lengkap kegiatan dapat diakses di website MES-UK.

http://www.mes-uk.org

Liputan MES-UK

Foto bersama saat pelantikan pengurus MES-UK 2017 Roadshow MES-UK bersama Al-Imanu di Kota Newcastle

Diskusi bersama peserta dalam kegiatan Roadshow

MES-UK di Kota Leicester

Sesi diskusi dalam kegiatan ShariaTalk #1 yang

dibawakan oleh Lutvia Moonda, Lc.

Sesi presentasi dalam kegiatan ShariaTalk #2 yang

diisi oleh Yunice Karina Tumewang, SE.

Roadshow MES-UK di KIBAR Spring Gathering 2017

Masjid Sparkbrook Islamic Centre - Birmingham

| 19buletinL I P U T A N M E S - U K

@ekonomisyariah.uk

MES United Kingdom

@mes_uk

Masyarakat Ekonomi Syariah United Kingdom