buletin amanah edisi 1 - mei 2017 - mes-uk.org · kepada allah swt atas terbitnya buletin resmi...
TRANSCRIPT
Amanahbuletin
EDISI 001 / 1 MARET 2017
t i m e d i t o r i a l
Penanggung Jawab :
Ebi Junaidi
Pemimpin Redaksi :
Yodi Izharivan
Anggota Redaksi :
Randi Swandaru,
Fadhil Akbar Purnama,
Nur Dhani Hendranastiti
Layout :
Ahmad Bukhori,
Fajar Maulana Putra,
Hassan Alatas
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Alhamdulillah, ucapan syukur sangat pantas kami panjatkan
kepada Allah SWT atas terbitnya buletin resmi persembahan
Masyarakat Ekonomi Syariah United Kingdom yang pada
kelahirannya ini kami berikan nama Amanah. Amanah memiliki
makna kepercayaan. Inilah yang menjadi tujuan kami dalam
memberikan informasi-informasi yang terhimpun di dalam
buletin ini.
Melalui pemaknaannya, Amanah juga merupakan nilai baik yang
harus selalu dijaga. Kami berharap buletin Amanah yang akan
terbit dwi-bulanan ini dapat menjadi kepercayaan masyarakat
luas bagi kami untuk terus dapat memberikan informasi-
informasi yang Insya Allah memberikan manfaat sekecil apapun
meskipun manfaat itu hanya sebesar biji zarah, dan agar ke depan
dapat terus terjaga eksistensinya.
Apresiasi juga perlu kami sampaikan kepada seluruh Dewan
Redaksi dan seluruh kontributor lainnya yang telah berpartisipasi
dalam tersusun dan terbitnya edisi pertama buletin Amanah ini.
Kami sangat paham bahwa manusia tidak akan pernah luput dari
kesalahan dan kekurangan, sehingga jelas bahwa edisi pertama
ini masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan yang
ke depan Insya Allah dapat secara konsisten kami perbaiki dan
kembangkan.
Doakan kami agar dapat terus menjaga Amanah yang sangat
besar ini. Akhir kata, selamat membaca dan menyerap ilmu.
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yodi Izharivan
S alam Redaksi
Sebagai negara dengan jumlah populasi muslim
terbesar di dunia, Indonesia diprediksi akan
menjadi negara berperingkat keempat terbesar
dalam ukuran PDB (PwC, 2017), mengalahkan Jerman,
Inggris dan Jepang. Untuk menyongsong prediksi
tersebut hendaknya Indonesia beralih dari pertumbuhan
yang ditopang oleh pertumbuhan penduduk saja
(extensive growth) menjadi pertumbuhan yang berbasis
peningkatan kualitas masyarakatnya (intensive growth)
sebagaimana disampaikan Timur Kuran, dalam bukunya
Islam and Mammon. Dalam kerangka pikir seperti itu,
maka pengelolaan aset umat khususnya pada bidang
ekonomi syariah menjadi sangat penting dan relevan.
Pengelolaan tersebut setidaknya melingkupi tiga hal,
yaitu penguatan regulasi ekonomi syariah, penyiapan
sumber daya manusia (SDM) untuk memenuhi
kebutuhan industri ekonomi syariah dan perluasan
edukasi ekonomi syariah kepada masyarakat.
Penguatan regulasi ekonomi syariah sangat penting
untuk mendukung per tumbuhan industri yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang diajarkan
dalam Al Quran dan sunah ini. Dengan regulasi yang baik
maka akan tercipta iklim usaha yang mendukung
pertumbuhan berbagai kegiatan bisnis yang sudah ada
saat ini dan mendatangkan investasi untuk mencukupi
kebutuhan modal di dalam negeri. Pada awal tahun 2016
industri perbankan syariah yang terdiri dari 12 BUS dan 22
UUS tercatat telah mencapai porsi 5% dari total aset
perbankan di tanah air (OJK, 2016).
Selain itu, sektor pasar modal juga mengalami
perkembangan dengan dikeluarkannya Jakarta Islamic
Index yang merupakan kumpulan saham yang sesuai
dengan syariah. Adapun jumlah sukuk yang beredar telah
mencapai 45 sukuk pada tahun 2015 dan jumlah produk
reksadana syariah telah mencapai sekitar 100 produk
(OJK, 2015). Tidak hanya sektor perbankan dan pasar
modal, industri keuangan non-bank juga mulai
mendir ikan ins t i tus i keuangan syar iah untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Pada tahun 2015
terdapat 47 perusahaan asuransi syariah, 36 perusahaan
pembiayaan, 3 perusahaan modal ventura syariah, dan 4
perusahaan keuangan yang dikhususkan untuk syariah.
Di luar sektor bisnis, ekonomi syariah juga memiliki sektor
filantropi yang mencakup institusi zakat dan wakaf, yang
sangat potens ia l untuk dikembangkan dalam
mendukung pembangunan mengingat Indonesia
merupakan negara berperingkat ke-7 dalam hal
kedermawanan (World Giving Index, 2016). Berdasarkan
riset yang dilakukan oleh IPB-IRTI (2012), potensi zakat di
Indonesia dapat mencapai 217 triliun rupiah dan potensi
wakaf dapat mencapai 9,84 triliun rupiah (Republika,
2016). Jumlah tersebut tentunya amat potensial terutama
untuk digunakan dalam penurunan tingkat kemiskinan.
Dengan perkembangan industri keuangan syariah yang
ada saat ini, maka penting bagi pemerintah untuk
memperkuat peraturan bagi industri ekonomi syariah.
Terdapat banyak hal di mana Indonesia mengalami
ketertinggalan dibandingkan negara-negara lain. Dalam
hal ini, misalnya terkait dengan pengelolaan dana haji
yang mana negara tetangga, Malaysia, sudah
memulainya sejak tahun 1970an demikian pula dengan
Mengelola Aset Umat
Oleh :
Nur Dhani Hendranastiti Randi Swandaru
| 03buletinR U B R I K U T A M A
Rubrik Utama
&
pengembangan industri pangan halal. Tidak heran jika
Malaysia saat ini menempati peringkat pertama dalam
Global Islamic Economy (Thomson Reuters, 2016).
Menyikapi hal tersebut pemerintah berupaya
mendorong berdirinya beberapa lembaga yang dapat
mendukung pengelolaan aset umat dengan baik seperti
Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Badan
Penyelenggara Jaminan Pangan Halal (BPJPH) dan Komite
Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang diposisikan
menjadi imam dalam pengembangan ekonomi syariah.
Aspek kedua dalam pengelolaan aset umat ini adalah
penyiapan SDM terbaik yang dapat mengisi pos-pos
strategis dalam berbagai institusi yang berperan dalam
pengelolaan aset umat Islam tersebut. Jika penguatan
regulasi sebagaimana dijelaskan di atas adalah proses
produksi pesawat maka penyiapan SDM ini adalah upaya
kaderisasi pilot-pilot handal yang dapat membawa
industri ini terbang tinggi. Penyiapan SDM ini dapat
dimulai dari sektor pendidikan yang dapat menghasilkan
tidak saja pelaku industri syariah tetapi juga para
akademisi, ulama dan birokrat yang dapat mendorong
inovasi dan menjaga ni lai-ni lai syariah dalam
perkembangan industri ini. Pada poin ini Malaysia melalui
Bank Negara Malaysia telah lebih dulu mendirikan
International Centre for Education in Islamic Finance
(INCEIF) sebagai pusat studi dan pengembangan SDM
industri syariah yang diakui dunia. Menyadari hal ini
Presiden telah mengeluarkan Perpres nomor 57 tahun
2016 tentang Pendirian Universitas Islam Internasional
Indonesia dengan tujuan yang serupa.
Penyiapan SDM juga dapat dilakukan dengan melakukan
standardisasi pengajaran modul ekonomi syariah di
perguruan tinggi yang sesuai dengan kebutuhan teknis
dan non teknis dari industri ekonomi syariah. Pemerintah
juga hendaknya memberikan insentif agar generasi muda
saat ini tertarik berkontribusi dalam industri ekonomi
syariah ini pada pilihan pertama bukan sebagai sekedar
pilihan alternatif karena kalah bersaing dalam sektor
industri konvensional. Pendirian pusat riset ekonomi
syariah dan pusat pengembangan pangan halal juga
tidak kalah pentingnya untuk dilakukan.
Aspek pengelolaan yang ketiga adalah perluasan edukasi
masyarakat mengenai ekonomi syariah. Hal ini ibarat
mengajak sebanyak mungkin penumpang menggunakan
pesawat (industri ekonomi syariah) yang dikemudikan
pilot terbaiknya. Langkah edukasi terhadap masyarakat
ini amat penting dilakukan karena sebaik apapun supply
yang telah disiapkan pemerintah pada sektor ini akan
menjadi sia-sia jika demand dari masyarakat amat
rendah. Hal ini bukan sekedar meningkatkan literasi
masyarakat terhadap produk-produk keuangan syariah
yang secara sinergis dan simultan harus dilakukan oleh
berbagai pelaku industri baik dari sektor perbankan
syariah, pasar modal syariah, asuransi syariah dan industri
keuangan syariah non-bank lainnya, melainkan juga
usaha mendekatkan masyarakat kepada nilai-nilai Islam
sehingga masyarakat bersedia untuk menggunakan
produk-produk keuangan syariah. Lebih dari itu, hal ini
juga akan menimbulkan semangat masyarakat untuk
tidak sekedar menjadi pengguna/konsumen, tetapi juga
menjadi produsen yang menghasilkan nilai tambah bagi
industri syariah. Koperasi Syariah 212 yang hadir
belakangan ini merupakan contoh dari kecintaan umat
terhadap nilai-nilai Islam yang tersalurkan dalam kegiatan
ekonomi. Contoh lainnya adalah kehadiran berbagai
brand hijab lokal dalam skala industri rumah tangga,
merebaknya berbagai t ravel haj i dan umrah,
berkembangnya pariwisata halal di dalam negeri maupun
bermunculannya aplikasi telepon seluler yang
mendukung aktivitas sosial dan ibadah.
Pada akhirnya, seiring dengan pertumbuhan masyarakat
Muslim di Indonesia perlu dilakukan pengelolaan aset
umat secara serius pada tiga aspek. Pertama, penguatan
regulasi ekonomi syariah yang dapat mendukung iklim
usaha dan hadirnya lembaga yang dapat mengatur
keberlangsungan industri ekonomi syariah. Kedua,
penyiapan SDM handal yang tidak hanya sesuai dengan
kebutuhan industri ekonomi syariah tetapi juga inovatif
dan dapat menjaga nilai-nilai syariah. Ketiga, upaya
edukasi literasi ekonomi syariah terhadap masyarakat dan
upaya mendekatkan masyarakat kepada nilai-nilai Islam
seh ingga mereka memi l i k i p re fe rens i un tuk
menggunakan produk dan jasa dari industri ekonomi
syariah. Lebih daripada itu, masyarakat juga diharapakan
tidak sekedar menjadi konsumen tetapi juga pelaku
dalam industri. Dengan ketiga hal tersebut diharapkan
aset umat dapat terkelola dengan baik dan memberikan
manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat di tanah air.
04 | buletin R U B R I K U T A M A
Menarik untuk melihat pernyataan yang pernah
dituliskan di zaman kekhalifahan Ottoman
t e n t a n g Wa k a f. B e g i n i k u t i p a n n y a ,
”Terimakasih pada adanya lembaga wakaf yang luar
biasa; Seseorang dapat lahir di rumah yang merupakan
milik suatu lembaga wakaf, tidur di buaian milik wakaf
tersebut dan dipenuhi juga kebutuhan makanannya di
tempat tersebut. Belajar di sekolah yang dibiayai atas
wakaf, menerima pejaran dari buku-buku yang dimiliki
wakaf, menjadi guru di sekolah-sekolah wakaf,
mendapatkan gaji dari investasi wakaf, dan saat
kematiannya, beliau diletakkan di keranda yang
disediakan oleh badan wakaf untuk dikuburkan di
pemakaman wakaf. Singkatnya, sangat dimungkinkan
untuk memenuhi kebutuhan seorang anak manusia
melalui jasa dan barang-barang yang dimobilisasi melalui
wakaf”
Dan benar adanya, Prof. Habib Ahmed dari Durham
University, Inggris, mengatakan bahwa memang sejarah
tentang wakaf sangat kaya atas prestasi-prestasi dalam
melayani kaum miskin khususnya, dan peningkatan
kesejahteraan pada umumnya. Marshall Goodwin Simms
Hodgson, ahli sejarah Islam paling berpengaruh di
Amerika, lewat bukunya The Venture of Islam: Conscience
and History in a World Civilization bahkan mengatakan
bahwa berhasil atau tidaknya perekonomian di dunia
Islam tergantung pada efisiensi pengelolaan wakafnya.
Kita patut untuk optimis bahwa tren kembalinya
menghidupkan lembaga-lembaga authentic yang
dimiliki Islam semakin besar saat ini. Wakaf dan Zakat
adalah salah satu bagian yang mendominasi upaya ini.
Demikian besarnya tren ini, Prof. Shinsuke Nagaoka dari
Kyoto University, Jepang, menyebutnya sebagai New
Horizon 2.0 dari pergerakan ekonomi dan keuangan
syariah. Tentunya harapan untuk mengulang kesuksesan
memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia,
bahkan seluruh alam, dapat kembali tumbuh.
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana caranya?
Apakah yang perlu dilakukan?
Jika kita berjalan-jalan di Malaysia dan makan di fast food
Kentucky Fried Chicken ataupun restoran Pizza Hut, maka
kedua perusahaan ini termasuk daftar perusahaan yang
dimiliki oleh lembaga wakaf. Kasus di atas menunjukkan
satu hal yang penting dalam perkembangan pengelolaan
wakaf, yaitu inovasi. Jadi, Inovasi adalah hal pertama yang
perlu diciptakan untuk menghidupkan kembali institusi
dan instrumen penting beberapa ratus tahun lalu untuk
berdaya saat ini dengan kondisi dunia yang telah
berubah.
Inovasi dalam contoh Malaysia di atas tentunya adalah
hasil kerja keras dan kerjasama berbagai pihak. Para
ulama telah melakukan i j t ihad hingga mereka
menghasilkan ide untuk menginvestasikan wakaf pada
instrumen saham. Kemungkinan adanya wakaf saham ini
tentunya mendorong pemerintah untuk membuat
regulasinya. Masyarakat pun kemudian mengamini untuk
memberikan wakafnya dalam bentuk saham ataupun
mengizinkan penginvestasian wakafnya ke dalam
instrumen saham. Demikian juga penerima wakaf,
keinginan menerima manfaat wakaf yang merupakan
Wakaf, Kekuatan Ummat Yang Sempat Terlupakan
Oleh :
Ebi Junaidi
| 05buletinK O L O M O P I N I
Kolom Opini
hasil investasi saham merupakan kontribusinya pada
inovasi baru ini. Singkatnya, inovasi yang dilakukan
diiringi dengan kerjasama dan edukasi yang kuat
sehingga implementasi dan karya nyatanya dapat secara
riil terlaksana.
Melihat perkembangan wakaf saat ini, memang telah
banyak sekali inovasi yang dilakukan, baik dalam
pengembangan pengelolaan wakaf maupun instrumen
wakafnya. Sebut saja wakaf asuransi yang menjembatani
model kerjasama lembaga wakaf dan perusahaan
asuransi. Instrumen ini memungkinkan seseorang
merencakan pemberian wakaf dengan membeli asuransi
dan membayar premi asuransi (wakaf ) nya secara
bulanan. Model pengembangan dengan membangun
kerjasama dengan lembaga lain, memang sedang jamak
dilakukan, melewati model korporasi yang sebelumnya
menjadi primadona.
Model-model lain juga kuat dikembangkan di beberapa
negara. Di Bangladesh contohnya, salah satu bank
syariah disana menawarkan produk tabungan wakaf tunai
berbasis kontrak mudarabah. Model ini menawarkan
keunggulan berupa pengelolaan dana secara profesional
oleh bank. Pengelolaan profesional yang ditawarkan
bukan hanya pada investasi dana tersebut, namun juga
pada proyek-proyek kemanusiaan yang menjadi tujuan
penggunaan dana.
Model di atas sebenarnya telah lama diusulkan oleh
beberapa pemikir modern Islam. Prof. Murad Cizakca dan
Prof. Habib Ahmed contohnya, telah lama menyarankan
hal yang sama. Ini tentu dapat dipahami karena
perbankan syariah masih menjadi lembaga yang
memegang aset terbesar industri keuangan syariah dunia
(sekitar hampir 79 persen menurut laporan Islamic
Financial Services Board - IFSB). Jaringan perbankan
syariah yang sudah sangat luas ini bukan saja dapat
memungkinkan penetrasi penggunaan wakaf yang masif,
namun juga efisiensi pengelolaannya karena sumber
d a y a y a n g t e l a h a d a d a p a t d i o p t i m a l k a n
penggunaannya. Contohnya, perbankan tidak lagi perlu
menambah jumlah pegawai, sewa gedung, maupun
penambahan biaya aset tetap lainnya untuk melakukan
pengeloaan wakaf tersebut (Ahmed, 2007).
Hal kedua yang perlu dilakukan adalah pengelolaan dana
potensi umat yang prudent. Dalam sepuluh tahun
terakhir, Indonesia telah meningkatkan mobilisasi dana
umat sebesar 32 kali lipat (Global Report on Islamic
Finance). Peningkatan ini jauh meninggalkan negara-
negara lainnya. Bandingkan dengan Malaysia yang butuh
waktu 12 tahun untuk meningkatkan tingkat mobilisasi
dananya sebesar tujuh kali lipat, atau bahkan Brunei
Darussalam yang hanya mampu meningkat sebesar 55
persen selama 10 tahun terakhir. Bayangkan jika wakaf
tanah yang menurut Kementerian Agama memiliki nilai
pasar sebesar Rp 590 trilliun dikelola dengan baik, nilai
aset yang hampir sama dengan 8,5 persen dari Gross
Domestik Product (GDP) negara kita akan mampu
menaikkan kehidupan masyarakat miskin Indonesia yang
menurut perhitungan, hanya membutuhkan 0,35 persen
GDP kita. Perhitungan di atas kertas yang bisa
menimbulkan banyak harapan sering harus kandas
karena banyak studi yang menunjukkan bahwa perebutan
harta wakaf dan tidak optimalnya pengelolaannya
memang jamak terjadi di dunia Islam.
Yang terakhir adalah pentingnya peranan trust atau rasa
percaya di masyarakat kita. Salah satu alasan peningkatan
nilai mobilisasi dana di atas adalah karena mulai
tumbuhnya kepercayaan masyarakat pada lembaga-
lembaga pengelola zakat yang bukan saja profesional,
namun juga transparan dalam pertanggunjawaban
publiknya. Sebuah studi tentang peranan rasa percaya
dalam investasi di negara Eropa menunjukkan sebuah
kasus yang menarik. Studi tersebut menunjukkan bahwa
negara-negara yang dipersepsikan secara umum
memiliki orang-orang yang dapat dipercaya, menjadi
tujuan investasi yang lebih besar dibandingkan dengan
negara-negara yang persepsi umumnya kurang dapat
dipercaya. Dalam studi tersebut sifat dan karakter orang-
orang Jerman menempati tempat tertinggi. Tentunya rasa
percaya yang timbul tersebut muncul dari pembuktian
yang panjang sehingga kredibilitas orang-orang Jerman
tersebut bertahan di persepsi masyarakat Eropa. Studi ini
dikonfirmasi dengan data empiris yang menunjukkan
bahwa terdapat korelasi antara tingkat investasi antar
negara eropa dengan persepsi kepercayaan tersebut.
Kita memiliki sejarah bahwa baginda Nabi Muhammad
SAW, jauh sebelum diangkat menjadi Rasul, telah terlebih
dahulu memiliki julukan Al-Amin atau orang yang dapat
dipercaya. Indeed, menjadi muslim yang amanah
sebagaimana perintah Allah: “Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
penga ja ran yang seba i k -ba i knya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha
Melihat.” (QS. An-Nisa': 58). Wallahuallam.
06 | buletin K O L O M O P I N I
Zakat dapat dilihat sebagai kunci utama dalam
mendorong peradaban Muslim untuk mencapai
masa keemasannya pada Abad Pertengahan.
Zakat merupakan sebuah instrumen yang efektif dalam
mengurangi tingkat kemiskinan dan mendistribusikan
harta secara lebih merata di negara-negara Muslim.
Sejarah membuktikan bahwa kemakmuran banyak sekali
ditemukan pada waktu itu, bahkan sangat sulit untuk
mencari penerima zakat yang layak.
Tujuan dari distribusi zakat sebagaimana yang tercantum
di dalam Al Quran adalah untuk memastikan bahwa
“pada sebagian harta mereka, terdapat hak orang fakir
dan miskin” (Quran 51:19), sehingga “harta tidak berputar
di antara orang kaya saja” (Quran 59:7). Penting juga
untuk diperhatikan bahwa zakat merupakan pemberian
harta yang wajib dilakukan kepada masyarakat dan
bukan hanya kegiatan sukarela dari individu-individu
(Ahmed, 2004: 26). Selaras dengan prinsip kesetaraaan
dan keadilan sosial, persyaratan ini juga sangat berkaitan
erat dengan konsep persaudaraan (ukhuwah Islamiah).
Dengan melaksanakannya, kohesi sosial dapat terangkat.
Kemiskinan merupakan sebuah dampak dari minimnya
pertumbuhan dan distribusi pendapatan yang tidak
merata (Sirageldin, 2000), yang menyebabkan
masyarakat miskin tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasar mereka. Sen (1998) juga menyatakan bahwa
kemiskinan disebabkan oleh tidak adanya kemampuan
tertentu dan kebebasan substantif bagi para individu di
masyarakat. Dengan demikian, masyarakat miskin tidak
memiliki kesempatan yang memungkinkan bagi mereka
Edukasi
untuk melakukan inisiatif dalam menghadapi kemiskinan,
tetapi menjadi penerima semata.
Beberapa ekonom muslim percaya bahwa zakat
merupakan alat yang efektif untuk mengentaskan
kemiskinan dengan berkaca pada sejarah Islam. Dua
rujukan utamanya adalah pada masa Umar bin Khattab
dan Umar bin Abdul Azizi (Umar II) dimana mereka tidak
mampu menemukan penerima zakat yang layak, karena
masyarakat miskin telah menjadi berkecukupan dengan
zakat yang telah mereka terima sebelumnya (Ahmed,
2004: 31). Masa tersebut dikenal dengan masa
“keemasan” keadilan sosial dalam Islam karena
efektifitasnya dalam memberantas kemiskinan di
masyarakat. Pada masa Umar II (717-720 AD), kemiskinan
dapat teratasi hanya dalam waktu tiga tahun, yang
menunjukkan bahwa terdapat metode yang produktif
dalam manajemen zakat dibandingkan penggunaanya
yang terbatas pada tujuan konsumtif.
Pada saat yang sama, beberapa kritik juga muncul
terhadap sejarah tersebut. Farooq (2008: 40) menyatakan
bahwa sumber daya untuk redistribusi tersebut
mayoritasnya berasal dari harta rampasan perang.
Lahan-lahan yang ditaklukkan tersebut ditetapkan
sebagai wakaf (sumbangan religius), kemudian juga kharj
(pendapatan dari pertanian) diatur oleh lembaga
keuangan publik (bait al-mal) untuk didistribusikan
kepada masyarakat miskin. Berkenaan dengan pendapat
ini , Phi l ip percaya bahwa zakat hanya sedikit
berkontribusi pada pembangunan ekonomi karena
jumlahnya yang hanya sedikit (Philipp, 1990: 130). Namun,
Zakat: Sebuah Potensi Aset Umat
dalam Pengentasan Kemiskinan
Oleh :
Fadhil Akbar Purnama
| 07buletinE D U K A S I
opini yang menafikan zakat sebagai alat yang efektif
untuk mengatasi kemiskinan tidak sepenuhnya tepat
mengingat keuangan publik adalah modal utama,
dimana sumber dana untuk membiayai pemenuhan
keadilan sosial pada masa pemerintahan Umar II juga
berasal dari zakat sebagai salah satu pemasukannya
(Kahf, 1987: 4).
Dari diskursus di atas, dapat digarisbawahi bahwa
distribusi zakat yang pada masa lalu terbukti sebagai
strategi yang efektif dalam pengentasan kemiskinan
terjadi karena tata kelola yang baik pada lembaga
penghimpun zakat dan didukung oleh instrumen sosial
lainnya. Oleh karena itu, perolehan kemakmuran yang
sempurna menjadi kebijakan terkini dapat menjadi
masalah ketika hal ini diterjemahkan menjadi sebatas
solusi tanpa merinci akar masalah, tantangan, dan
alternatif solusi yang memungkinkan.
Semenjak kemiskinan dianggap sebagai masalah
multidimensi, solusi yang ditawarkan membutuhkan
sebuah aksi yang terkoordinir. Untuk memberikan
kontribusi yang berdampak pada masyarakat,
pendekatan yang sistemik menjadi penting dalam
menjalankan operasionalnya. Lembaga penghimpun
zakat dapat dioptimalkan untuk menghimpun zakat-
zakat individu dibandingkan dengan memberikannya
secara langsung secara tradisional yang dapat dikatakan
tidak memberikan solusi yang berkelanjutan bagi
kemiskinan.
Sebuah penelitan terbaru dari Indonesia contohnya,
menunjukkan bahwa hanya 27,2 persen muzakki yang
membayar zakatnya melalui lembaga pengelola zakat,
sedangkan mayoritas memberikan zakatnya secara
langsung kepada penerima atau mustahik (Jaelani, 2016:
500). Alasan rendahnya angka pengumpulan zakat pada
lembaga formal diakibatkan oleh rendahnya kepercayaan
terhadap lembaga tersebut (Zaman, 2008: 50).
Selanjutnya, fenomena ini juga mengindikasikan bahwa
Muslim hanya menganggap zakat sebagai kegiatan
spiritual dibandingkan dengan tujuan pengentasan
kemiskinan. Masyarakat kaya sebagai pembayar zakat
berpikir bahwa kewajiban zakat mereka telah terpenuhi
ketika mereka membantu tetangganya tanpa berusaha
untuk mendukung pengurangan kemiskinan pada skala
yang lebih besar melalui lembaga. Dengan demikian,
lembaga pengelola zakat harus mengambil peranan
utama dalam menyadarkan Muslim akan pentingnya
zakat dalam mengurangi kemiskinan, yang pada sisi lain,
m e r e k a m e m b u t u h k a n p e n i n g k a t a n y a n g
berkesinambungan pada manajemennya, untuk
mendapatkan kepercayaan publik pada lembaganya.
Sejalan dengan pandangan Sen (1998: 17), memberikan
masyarakat miskin suatu keahlian menjadi sangat
penting, namun hal itu kemudian menjadi keputusan
seseorang apakah ia mengambilnya atau tidak.
Pendekatan ini berkenaan dengan pemberdayaan
individu dalam rangka mencapai kesejahteraan.
Pemberdayaan masyarakat miskin dapat meliputi
pemberian pengajaran dan pelat ihan tentang
kemampuan berbisnis yang dapat mempersiapkan
mereka untuk menjadi mandiri. Dengan kata lain, di
samping distribusi zakat untuk tujuan konsumtif, zakat
juga harus digunakan untuk kepentingan produktif.
Dalam cakupan yang lebih luas, dana bantuan lainnya
seperti infak (pemberian sukarela) dan wakaf dapat
ditambahkan kepada lembaga penghimpun zakat dalam
rangka menghimpun seluruh dana sosial. Selain itu,
jaringan zakat internasional dapat didirikan dalam era
globalisasi ini untuk mencapai dampak yang maksimum
bagi pemberdayaan masyarakat miskin. Kerjasama antara
lembaga zakat di negara-negara Muslim dibutuhkan
untuk memungkinkan adanya transfer internasional dari
zakat yang surplus di negara kaya kepada yang
membutuhkannya.
Lembaga keuangan mikro syariah berbasis zakat juga
dapat menjadi solusi ideal untuk memfasilitasi masyarakat
miskin dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Lembaga
keuangan mikro syariah dapat menggunakan dana zakat
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dasar masyarakat
miskin dan juga menyediakan dana investasi untuk
kepentingan bisnis (Hassan, 2010). Oleh karena itu,
integrasi instrumen pengentasan kemiskinan untuk
pemberdayaan ekonomi bagi kalangan miskin
merupakan kunci utama disini untuk menyusun
manajemen zakat yang berkesinambungan. Dengan
adanya sinergi ini, zakat dapat memiliki peranan yang
lebih berkelanjutan dalam mengentaskan kemiskinan
pada jangka panjang.
08 | buletin E D U K A S I
Dalam rangka mendukung penerapan sistem
moneter syariah di Indonesia, Dewan Syariah
Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)
menerbitkan fatwa Nomor 109 Tahun 2017 tentang
Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah. Fatwa
tersebut ditetapkan pada 17 Februari 2017 dalam rangka
memberikan kepastian akan status Syariah dari salah satu
fasilitas pada Bank Indonesia bagi perbankan Syariah,
baik bagi Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha
Syariah (UUS) bank konvensional. Fasilitas Pembiayaan
Likuiditas Jangka Pendek Syariah (PLJPS) sendiri telah
menjadi instrumen moneter sejak tahun 2003 dalam
rangka membantu industri perbankan syariah mengatasi
k e s u l i t an pen d an aan j an g k a pen d ek t an pa
menggunakan instrumen pasar uang konvensional.
Walaupun DSN-MUI baru menerbitkan fatwa tersebut
pada awal tahun 2017, namun fasilitas tersebut telah
digunakan oleh bank-bank Syariah di Indonesia selama
kurang lebih 13 tahun lamanya.
Terdapat tiga latar belakang utama dalam penerbitan
fatwa PLJPS. Pertama, fatwa ini ditujukan untuk menjaga
stabilitas sistem keuangan melalui peranan Bank
Indonesia sebagai lender of the last resort. Kedua, fatwa ini
digunakan untuk memitigasi risiko atas kesulitan
likuiditas pada bank Syariah. Ketiga, bahwa ketentuan
serta batasan dalam hal fasilitas PLJPS sejauh ini belum
pernah diatur status kesyariahannya dari DSN-MUI.
Kabar Nasional
Selain itu, terdapat tiga macam akad berbeda yang
menjadi landasan fasilitas PLJPS. Akad-akad tersebut
antara lain akad Al-Muqaradhah bi Dhaman Ra's al-Mal,
Al-Bai' ma'a al-Wa'd bi al-Syira', serta Al-Tas-hilat bi al-
Tautsiq. Ketiga akad tersebut memiliki persyaratan-
persyaratan khusus dalam penerapannya dan terdapat
sanksi yang dikenakan oleh Bank Indonesia kepada bank
syariah yang tidak melaksanakan kewajibannya ketika
menerima fasilitas moneter syariah ini. Dengan demikian,
bank syariah yang menggunakan fasilitas tersebut bukan
hanya perlu mematuhi prinsip-prinsip syariah, namun
juga perlu untuk memenuhi kewajibannya sebagaimana
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
DSN-MUI Terbitkan Fatwa Terbaru Tentang Sistem Moneter Syariah
Oleh :
Bazari Azhar Azizi
| 09buletinE D U K A S I
08 | buletin E D U K A S I
Penelitian oleh Experian, millennials menyimpulkan
bahwa 57 persen orang lebih memilih untuk
menggunakan apl ikas i keuangan untuk
mengelola keuangan dan mereka terbuka untuk alternatif
atau layanan lain dari institusi keuangan lain yang
berinovasi untuk lebih bisa memenuhi kebutuhannya.
Populasi muslim di Indonesia adalah lebih dari 85 persen
dari total penduduk Indonesia. Hal itu membuat
Indonesia menjadi pasar yang menjanjikan untuk Industri
keuangan syariah seperti Perbankan Syariah, Lembaga
Asuransi, Reksadana.
Terlepas dari hal tersebut, Indonesia masih terbilang
lambat dibanding negara-negara lain dalam kaitannya
dengan industri keuangan syariah. Berdasarkan data
yang diperoleh dari 'State of the Global Islamic Economy
Report 2016', Indonesia berada di posisi ke 10 dengan nilai
aset sebesar 23 miliar dolar AS dari total 2 triliun dolar AS
aset keuangan syariah dunia.
Sembilan negara yang lebih pesat perkembangannya
dibanding Indonesia adalah Iran, dengan total aset
terbesar yaitu $343.7 miliar, disusul oleh Saudi Arabia,
Malaysia, UAE, Kuwait, Qatar, Bahrain, Turki, dan
Bangladesh.
Tidak hanya rendah di segmen pasar, berdasarkan
indikator pertumbuhan yang dirilis oleh 'State of the
Global Islamic Economy Report 2016' dengan tujuan untuk
mengevaluasi perkembangan ekosistem keuangan
syariah, Indonesia tidak berada di posisi yang lebih baik.
Internasional
Peringkat dari indikator ini dikalkulasi dengan mengacu
pada empat kriteria: Keuangan (besaran aset keuangan
syariah dan jumlah institusi keuangan syariah),
Pemerintahan (regulasi keuangan syariah dan indeks
disclosure), Kesadaran Masyarakat ( jumlah artikel terkait
keuangan syariah, institusi pendidikan keuangan syariah,
penelitian, dan event-event keuangan syariah), dan Sosial
(nilai Zakat dan sedekah serta index disclosure tanggung
jawab sosial perusahaan).
Malaysia berada di peringkat teratas dengan peringkat
indikator sebesar 189, disusul oleh UAE, Bahrain, Saudi
Arabia, Oman, Kuwait, Pakistan, Qatar, meninggalkan
Indonesia di posisi ke 9 dengan peringkat indikator
sebesar 38.
Menariknya, dalam penelitian lain yang dilakukan oleh
'State of The Global Islamic Economy' terkait sentimen
konsumen terkait keuangan syariah menggunakan
penelitian berbasis sosial media. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa jumlah interaksi di sosial media
terkait keuangan syariah berjumlah 157.100.
Berbeda dengan indikator-indikator sebelumnya, kali ini,
Indonesia berada di posisi kedua setelah Malaysia,
dengan jumlah interaksi sebanyak 37.500. Fenomena ini
bisa diterjemahkan sebagai “Bagaimana konsumen
Indonesia peduli tentang keuangan syariah”.
Terlepas dari pro-kontra akan sosial media, dampaknya
terhadap kehidupan kita adalah lebih besar daripada
yang bisa kita bayangkan. Indonesia dengan jumlah
Media Sosial dan Pengembangan Keuangan Syariah
Oleh :
Namira Samir
10 | buletin I N T E R N A S I O N A L
Republika.co.id
interaksi di sosial media terbesar kedua terkait keuangan
syariah mencerminkan kesempatan yang besar untuk
mengembangkan industri ini.
Platform sosial seperti Facebook, twitter, websites, bisa
digunakan untuk mengembangkan serta meningkatkan
pengetahuan keuangan syariah oleh masyarakat
Indonesia.
Mayoritas dari konsumen di dunia punya satu kesamaan
besar–mereka tidak tahu banyak hal terkait keuangan
personal mereka. Survei terkait literasi keuangan global
yang dilakukan oleh “The Standard & Poor’s Ratings
Services Global Financial Literacy Survey” menemukan
bahwa hanya 33 persen dari orang dewasa di dunia yang
melek finansial. Maka, sekitar 3,5 miliar orang dewasa
secara global berada di bawah standar rata-rata terkait
pemahaman konsep finansial. Hal itu membuat mereka
tertantang ketika dihadapkan pada membuat pilihan
terkait tabungan, investasi, pinjaman serta kredit.
Literasi Keuangan Konsumen adalah tingkat kesadaran
dan pemahaman seseorang akan suatu konsep
keuangan. Hal ini memainkan peran penting dalam
membentuk kepercayaan serta perilaku konsumen yang
pada akhirnya akan mempengaruhi pengambilan
keputusan dalam membeli suatu produk. Hal yang perlu
digaris bawahi adalah bahwa literasi keuangan syariah di
Indonesia mempengaruhi muslim dan non-muslim.
Semakin tinggi tingkat literasi keuangan syariah, maka
semakin tinggi kecenderungan untuk memilih institusi
keuangan syariah dibanding konvensional.
Dalam hal keuangan syariah, rendahnya literasi keuangan
dapat juga diartikan perbedaan interpreasi terkait syariah
yang akan berdampak pada kurangnya harmonisasi dan
pada akhirnya mempengaruhi kepercayaan masyarakat
terkait industri keuangan syariah. Meskipun Indonesia
sudah memiliki Dewan Syariah Nasional, Institusi
keuangan syariah harus memulai untuk menyediakan
program pendidikan keuangan syariah melalui platform
media sosial dengan harapan dapat meningkatkan literasi
keuangan syariah. Indonesia sudah menuju kearah ini.
Platform media sosial memudahkan konsumen di
Indonsia untuk memperoleh edukasi keuangan syariah
dari para pakarnya. Institusi keuangan syariah seperti
perbankan syariah, bersama dengan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) harus memulai untuk menawarkan
edukasi interaktif kepada konsumen menggunakan
seluruh platform media sosial yang tersedia.
Keuangan syariah masih menjadi pasar yang menjanjikan
di Indonesia. Dengan memanfaatkan peluang emas dari
platform media sosial, Indonesia bisa menjadi “The Next
Leader” di Industri Keuangan Syariah.
Sumber:
ht tp : / /www.republ ika .co . id/ber i ta/ jurna l i sme-
warga/wacana/17/04/11/oo8fbc396-media-sosial-dan-
pengembangan-keuangan-syariah
| 11buletinI N T E R N A S I O N A L
08 | buletin E D U K A S I
Berita ini mungkin luput dari perhatian kita, umat
islam di Indonesia, Saudi Arabia di pertengahan
tahun 2016 merencanakan untuk memberlakukan
pajak penghasilan untuk warga negara asing yang tinggal
disana. Tujuan utamanya, tidak lain dan tidak bukan,
adalah untuk meningkatkan pendapatan negara dari
penerimaan yang tidak bersumber dari minyak. Hal ini
dilansir oleh Financial Times di 2016 lalu. Opsi lain yang
mengemuka adalah penerapan “sin taxes” untuk barang-
barang yang memiliki dampak buruk seperti rokok dan
minuman kaya gula.
Bersumber dari PwC (2016), Saudi Arabia tidak
mengenakan “income tax” seperti umumnya negara-
negara lain. Namun demikian, pajak penghasilan tetap
diberlakukan dengan beberapa aturan spesifik seperti
20% pajak dikenakan untuk orang yang bekerja di industri
gas alam, minyak, hidrokarbon.
Saudi Arabia yang berpenduduk kurang lebih 30 juta
orang ini memang sedang giat-giatnya mempercepat
perubahan kebijakan fiskal yang utamanya dipicu
terjadinya penurunan harga minyak dunia yang berakibat
pada menurunnya penerimaan pemerintah dan
berdampak langsung terhadap pengeluaran pemerintah.
Hal ini juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang
diramalkan akan melambat 1,2% dan dapat berpengaruh
kepada pengangguran dan kualitas layanan pemerintah
(International Monetary Fund, 2016).
Di lain pihak, ambisi memperbaiki perekonomian Saudi
Arabia lebih kompleks dari itu. National Transformation
Plan (NTP) merencanakan penurunan pengeluaran
pemerintah untuk membayar gaji dan menstimulus
sektor privat untuk menjadi motor pertumbuhan. Namun
demikian, ketergantungan terhadap tenaga kerja asing
masih menjadi permasalahan terutama pekerjaan yang
membutuhkan keahlian khusus. Ironisnya, pekerja
domestik pada umumnya menguasai pasar kerja dengan
keahlian rendah. Isu pengembangan manusia ternyata
juga menjadi isu dasar yang menjadi tantangan Saudi
Arabia.
Sebagai negara dengan ekonomi yang bertumpu pada
produksi dan penjualan minyak, maka Saudi Arabia harus
mampu untuk menyusun alternatif penerimaan negara
u n t u k m e n u t u p i p e n u r u n a n s e h i n g g a ro d a
perekonomiaan tetap dapat berjalan dengan lancar.
Keputusan untuk mengenakan pajak pada warga negara
asing cukup bertolak belakang dengan kondisi lapangan
kerja yang saat ini cukup bergantung pada tenaga kerja
asing sehingga hal ini menjadi menarik untuk dicermati ke
depannya bagaimana perekonomian Saudi Arabia akan
berjalan mempertimbangkan kondisi fiskal dan lapangan
kerja.
Bagaimana Perkembangan Situasi Fiskal
di Saudi Arabia?
Oleh :
Lury Sofyan
12 | buletin D U N I A M U S L I M
Dunia Muslim
REPUBLIKA.CO.ID, NAIROBI -- Pemerintah Kenya
telah meluncurkan paket kebijakan terbaru untuk
mengembangkan industri keuangan Islam di
negara tersebut. Hal ini sebagai upaya untuk
memobilisasi dana lokal dan menjadikan Nairobi sebagai
pusat regional keuangan islam.
Dilansir Reuters, Selasa (4/4), kebijakan ini dapat memacu
pertumbuhan sektor perbankan syariah dan membantu
pemerintah dalam mengalokasikan pembiayaan
infrastruktur. Menteri Keuangan Kenya Henry Rotich
mengatakan, kebijakan tersebut sebagai salah satu
langkah pemerintah untuk memperbaiki anggaran
negara di 2017-2018. Selain itu, amandemen Undang-
Undang Pengelolaan Keuangan Publik juga akan
memungkinkan pemerintah untuk menerbitkan obligasi
syariah atau sukuk sebagai sumber pendanaan alternatif.
Pemerintah Kenya telah mengalokasikan miliaran dolar
AS untuk infrastruktur, dan defisit fiskal ditetapkan
sebesar 5,10 miliar dolar AS. Pelaksanaan kebijakan baru
untuk industri keuangan syariah di Kenya dinilai bisa
cepat diimplementasikan. Sebab, Pemerintah Kenya telah
membentuk Islamic Finance Project Management Office
(PMO) yakni sebagai badan yang mengkoordinasikan
regulasi antar lembaga. Tak hanya itu, PMO juga bekerja
sama dengan lembaga keuangan islam yakni IFAAS untuk
merancang kerangka pembiayaan dalam industri
keuangan syariah.
"Tujuan utamanya adalah mempersiapkan aturan dasar
untuk sukuk, nantinya diharapkan bisa menarik sukuk
korporasi di wilayah ini," ujar Managing Director IFAAS
Farrukh Raza.
Pemerintah Kenya telah menugaskan IFAAS untuk
menjalankan PMO dan bekerja sama dengan firma
hukum Simmons & Simmons dalam membantu
mengembangkan industri keuangan islam di negara
tersebut. Sementara itu, Kementerian Keuangan Kenya
sedang mempertimbangkan penjualan sukuk pada tahun
ini. Sebab, pada Agustus 2017 akan dilaksanakan
Pemilihan Umum Nasional di Kenya.
Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/bisnis-
global/17/04/04/onvuor368-kenya-bentuk-kebijakan-
baru-untuk-industri-keuangan-syariah
Sumber:
http://www.republika.co.id
Kabar Nasional
Kenya Bentuk Kebijakan Baru untuk Industri Keuangan Syariah
| 13buletinD U N I A M U S L I M
08 | buletin E D U K A S I
REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia mulai
menyasar industri keuangan islam terutama di
sektor perbankan. Hal ini didorong oleh
pertumbuhan industri keuangan islam global yang
fenomenal di Eropa.
"Tujuan utama kami adalah untuk mengenalkan sistem
keuangan islam dan menerapkannya di Rusia, dimana
ada 25 juta muslim yang tinggal disana," kata President of
Moscow Industrial Bank Abubakar Arsamaskof dilansir
Saudi Gazette, Ahad (19/2).
Menurut Abubakar, saat ini memang belum ada aturan
perundang-undangan yang dapat memfasilitasi
perbankan islam di Rusia. Namun, Pemerintah Rusia
sudah siap untuk menerapkan keuangan islam sejak awal
dan para pejabat perbankan telah diminta untuk
mengajukan atau mengusulkan mekanismenya kepada
pemerintah. "Oleh karena itu sangat penting bagi kita
untuk mempelajari model-model yang sukses, seperti
Islamic Development Bank (IDB)," kata Abubakar.
Abubakar menambahkan, Rusia ingin mengembangkan
kemitraan dengan IDB untuk menumbuhkan industri
keuangan islam di negara tersebut. Dia mencatat bahwa
Rusia memiliki 7.000 karyawan yang bekerja di 260
perbankan dan menyediakan berbagai layanan produk
keuangan. Fokus utama pembiayaannya yakni di sektor
industri, konstruksi, dan pertanian.
Ke depan, Rusia juga ingin mengeluarkan kartu
pembayaran syariah kepada penduduk muslim untuk
memudahkan transaksi selama beribadah haji. Selain itu,
industri manufaktur Rusia sudah mulai bergerak ke arah
industri halal dan memiliki investasi yang diperkirakan
mencapai 100 juta dolar AS. Abubakar mengatakan,
produk halal populer di kalangan non muslim karena
dinilai memiliki kualitas yang tinggi.
Belum lama ini delegasi Rusia mengunjungi IDB untuk
berkolaborasi dalam meningkatkan sistem keuangan
islam. Selain itu, Rusia dan IDB ingin meningkatkan
peluang investasi dan menciptakan lapangan kerja. "Kami
sedang mempelajari metode yang dapat diterapkan di
bank syariah Rusia, tentunya hal ini dapat berjalan setelah
selesainya penetapan aturan hukum yang legal dari Bank
Sentral Rusia," ujar Presiden IDB Bandar Hajjar.
Hajjar menambagkan, Pemerintah Rusia dan Bank
Semtral Rusia memiliki keinginan yang kuat untuk
menumbuhkan industri keuangan syariah. Mereka juga
meminta IDB agar melakukan pelatihan kepada para
pejabat perbankan dan memberikan beasiswa untuk
mempersiapkan sumber daya insani yang mumpuni di
industri keuangan syariah.
Di sisi lain, IDB telah menyetujui kerja sama pendidikan di
Rusia dengan nilai 7,4 juta dolar AS di 29 lembaga
pendidikan, diantaranya Universitas Islam di Moskow,
Universitas Islam di Kazan, Islamic Institute and Medical
Polyclinic di Saratov, dan Islamic Institutes di Dagestan.
Sumber:
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/17/02/19/olmcmy299-perbankan-rusia-coba-
menerapkan-sistem-keuangan-islamic
Perbankan Rusia Coba Menerapkan Sistem Keuangan Islam
14 | buletin D U N I A M U S L I M
Dunia Muslim
Sumber:
http://www.republika.co.id
Liputan lengkap kegiatan dapat diakses di website MES-UK.
http://www.mes-uk.org
Liputan MES-UK
Foto bersama saat pelantikan pengurus MES-UK 2017 Roadshow MES-UK bersama Al-Imanu di Kota Newcastle
Diskusi bersama peserta dalam kegiatan Roadshow
MES-UK di Kota Leicester
Sesi diskusi dalam kegiatan ShariaTalk #1 yang
dibawakan oleh Lutvia Moonda, Lc.
Sesi presentasi dalam kegiatan ShariaTalk #2 yang
diisi oleh Yunice Karina Tumewang, SE.
Roadshow MES-UK di KIBAR Spring Gathering 2017
Masjid Sparkbrook Islamic Centre - Birmingham
| 19buletinL I P U T A N M E S - U K