buku pintar warga nu

127
Buku Pintar Warga NU | 1 Risyanto SELAYANG PANDANG NAHDLATUL ULAMA A. Sejarah Nahdlatul Ulama (NU) lahir dari sebuah kesadaran bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, ia butuh komunitas yang bisa mewujudkan cita-cita secara bersama. Dengan berkelompok (bermasyarakat), manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan menolak bahaya yang datang kepadanya. Persatuan, ikatan batin, saling bantu membantu, dan keselarasan merupakan prasyarat dari tumbuhnya persaudaraan (al ukhuwah) dan kasih sayang yang menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan harmonis. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa lahirnya NU juga sebagai respon semakin berkembangannya aliran modern yang ‘seolah-olah’ lebih mengutamakan al Qur’an dan as Sunan, dan meninggalkan ijma’ dan qiyas. Salah satunya, ketika ada wacana menggusur makam Nabi Muhammad oleh kelompok Wahabi di Arab Saudi dan beberapa makam lain yang dianggap bisa menjadi ‘penguat’ kesyirikan. Maklum, ada kelompok yang menganggap bila Nabi Muhammad sebagai sosok yang biasa-biasa saja sehingga tidak perlu ‘dikultuskan’. Maka tidak heran

Upload: risyantobrebes

Post on 13-Aug-2015

346 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

Kebangkita Ulama

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 1Risyanto

SELAYANG PANDANG NAHDLATUL ULAMA

A. Sejarah

Nahdlatul Ulama (NU) lahir dari sebuah kesadaran bahwa

manusia tidak bisa hidup sendiri, ia butuh komunitas yang bisa

mewujudkan cita-cita secara bersama. Dengan berkelompok

(bermasyarakat), manusia berusaha mewujudkan kebahagiaan dan

menolak bahaya yang datang kepadanya. Persatuan, ikatan batin,

saling bantu membantu, dan keselarasan merupakan prasyarat dari

tumbuhnya persaudaraan (al ukhuwah) dan kasih sayang yang

menjadi landasan bagi terciptanya tata kemasyarakatan yang baik dan

harmonis.

Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa lahirnya NU juga sebagai

respon semakin berkembangannya aliran modern yang ‘seolah-olah’

lebih mengutamakan al Qur’an dan as Sunan, dan meninggalkan ijma’

dan qiyas. Salah satunya, ketika ada wacana menggusur makam Nabi

Muhammad oleh kelompok Wahabi di Arab Saudi dan beberapa

makam lain yang dianggap bisa menjadi ‘penguat’ kesyirikan.

Maklum, ada kelompok yang menganggap bila Nabi

Muhammad sebagai sosok yang biasa-biasa saja sehingga tidak perlu

‘dikultuskan’. Maka tidak heran bila orang NU yang sering sebelum

menyebut Nabi Muhammad diawali dengan kata sayyidina, menjadi

sasaran tembak bagi kelompok yang ketika menyebut Nabi

Muhammad cukup dengan panggilan Muhammad.

NU sebagai jam’iyyah diniyah adalah wadah bagi para ulama

dan pengikut-pengikutnya yang didirikan pada 16 Rajab 1344 H / 31

Januari 1926 dengan tujuan memelihara, melestarikan,

mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan

Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah dan menganut salah satu dari

madzhab empat, yakni; Imam Abu Hanifah an Nu’man, Imam Malik bin

Page 2: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 2Risyanto

Anas, Imam Muhammad bin Idris as Syafi’i, dan Imam Ahmad bin

Hambal. Serta untuk mempersatukan langkah para ulama dan

pengikut-pengikutnya dalam melakukan kegiatan-kegiatannya yang

bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan

bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia.

Dengan demikian, NU merupakan gerakan keagamaan yang

bertujuaan untuk ikut membangun dan mengembangkan insan dan

masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT, cerdas, terampil,

berakhlak mulia, tenteram, adil dan sejahtera.

B. Arti Lambang NU

Dalam Anggaran Dasar NU, Pasal 4, disebutkan “Lambang

Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali

tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak

melingkari di atas garis katulisitiwa, yang terbesar diantaranya terletak

di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di

bawah katulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf

Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri,

semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau. Kesemua itu

bila diberi makna satu per satu sebagai berikut:

a. Gambar bola dunia

Melambangkan tempat hidup, tempat berjuang, dan beramal di

dunia ini dan melambangkan pula bahwa asal kejadian manusia itu

dari tanah dan akan kembali ke tanah.

b. Gambar peta pada bola dunia merupakan peta Indonesia

Melambangkan bahwa Nahdlatul Ulama dilahirkan di Indonesia dan

berjuang untuk kejayaan Negara Republik Indonesia.

c. Tali yang tersimpul

Melambangkan persatuan yang kokoh, kuat. Dua ikatan di

bawahnya merupakan lambang hubungan antar sesama manusia

Page 3: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 3Risyanto

dengan Tuhan. Jumlah untaian tali sebanyak 99 buah

melambangkan Asmaul Husna.

d. Sembilan bintang yang terdiri dari lima bintang di atas garis

katulistiwa dengan sebuah bintang yang paling besar terletak paling

atas melambangkan kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sebagai

pemimpin umat manusia dan Rasulullah. Empat buah bintang

lainnya melambangkan kepemimpinan Khulafaur Rasyidin yaitu

Abu Bakar Ash Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali

bin Abi Thalib. Empat bintang di garis katulistiwa melambangkan

empat madzab yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali.

Jumlah bintang sebanyak 9 (sembilan) melambangkan sembilan

wali penyebar agama Islam di pulau Jawa.

e. Tulisan Arab “Nahdlatul Ulama”

Menunjukkan nama dari organisasi yang berarti kebangkitan ulama.

Tulisan Arab ini juga dijelaskan dengan tulisan NU dengan huruf

latin sebagai singkatan Nahdlatul Ulama.

f. Warna hijau dan putih

Warna hijau melambangkan kesuburan tanah air Indonesia dan

warna putih melambangkan kesucian.

Page 4: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 4Risyanto

NU DAN PARA TOKOHNYA

Bila mau menuliskan tentang sejarah para tokoh NU tentu

sangat banyak sekali. Mereka umumnya cenderung tidak dikenal

secara publik figur, tetapi justru mereka yang selama ini day to day

mendampingi, mengkader warga NU. Mereka oleh Gus Dur disebut

sebagai kiai langgar. Seorang kiai yang dulu pernah nyantri di sebuah

pesantren, kemudian pulang ke kampung dan bersama masyarakat

membangun langgar (mushola). Lewat langgar itulah para kiai langgar

mentransfer keilmuannya yang dulu pernah dipelajari di pesantren.

Di sini ada beberapa tokoh NU yang bisa penulis sebutkan

sekedar sebagai uswah hasanah bagi para generasi penerus.

Semoga.

a. Kiai Cholil Bangkalan

Tengah malam. Waktu menunjukkan pukul 24.00. Kiai Cholil keluar dari rumahnya ditemani oleh seorang santri senior bernama Kang Dawud. Mereka terus berjalan ke arah timur, sampai akhirnya tiba di Pasar Senenan. Tiba-tiba Kang Dawud dikejutkan dengan seruan salam kepada Kiai Cholil dari orang yang tidak dikenal. Kiai Cholil menjawabnya sambil tersenyum. Ketika keduanya sudah saling melihat, mereka langsung berangkulan layaknya seorang teman yang telah lama tidak bertemu. Setelah itu mereka asyik berbincang-bincang.Sementara Kang Dawud langsung gusar. Dalam benaknya terpikir, orang itu berbicara pada kiai tanpa sopan santun. Mestinya esok pagi dia datang ke rumah kiai. Tidak mencegat kiai di tengah malam seperti itu. sebagai santri ia ingin menegur langsung orang itu. hanya karena ada kiai saja perasaan itu ditahan dalam-dalam. Namun, hatinya tetap mendongkol.Untungnya, tak lama kemudian sang tamu ingin mengakhiri pertemuan. Keduanya lalu berdiri, dan sekali lagi, mereka kembali berangkulan. Tak lama kemudian sang tamu sudah menghilang di tengah kegelapan malam. Selesai menemui tamu, Kiai Cholil menegur Kang Dawud, “Dawud, kamu tahu siapa yang berbicara dengan aku tadi?” Tanya Kiai Cholil, yang dijawab dengan, “Tidak tahu, kiai,” oleh Kang Dawud.

Page 5: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 5Risyanto

“Dia adalah Nabi Khidir as,” Kata Kiai Cholil. Hah ?!! “Makanya kalau ikut kiai ya harus sabar dan ikhlas ….”Kiai Cholil lahir di Bangkalan pada tanggal 14 Maret 1820 M / 11

Jumadil Akhir 1235 H. Generasi ke 29 keturunan Rasulullah melalui

jalur Sayidina Hasan bin Ali.

Semasa kecil, Kiai Cholil belajar pada ayahnya sendiri, KH Abdul

Latief, di Bangkalan. Sekitar tahun 1850-an dikirim ke Pesantren

Langitan, Tuban, untuk belajar pada Kiai Muhammad Nur.

Kemudian belajar pada KH Asyik Seguto, Cangaan, Bangil. Pindah

lagi ke Keboncandi, sambil belajar pada Kiai Nur Hasan di

Pesantren Sidogiri Pasuruan. Dari Pasuruan pindah lagi ke salah

satu pesantren di Banyuwangi.

Tahun 1859 Kiai Cholil belajar ke Makkah bersama Syech Nawawi

banten, Syech Ahmad Khotib Mingkabau, Syech Yasin Padang dan

KH Sholeh Darat Semarang. Saking takdzimnya Kiai Cholil

terhadap Tanah Haram, ia selalu keluar dari kota Makkah setiap

akan buang air kecil dan besar.

Kiai Cholil terkenal sebagai ahli gramatika Arab (nahwu). Beberapa

kitab karyanya antara lain terjemahan Alfiyah ibn Malik ke dalam

Bahasa Madura, as Shilah fi Bayanin Nikah, al Haqibah, dan

mengarang sholawat thibbul qulub.

Bila dicari data tentang karomah Kiai Cholil, banyak cerita

mengisahkan kekeramatan kiai Cholil. Sebagian besar ulama NU

juga meyakini, jika beberapa kisah aneh yang berhubungan dengan

dirinya itu merupakan pertanda dia adalah seorang waliyullah.

Dikenal sebagai karomah (keramat).

Di antara kisah keramat Kiai Cholil, ketika Kiai Cholil pulang dari

Makkah. Kapal yang ditumpangi Kiai Cholil mengalami kebocoran,

sehingga air masuk ke dalam kapal. Seluruh penumpang menjadi

bingung dan panik. Mereka takut tenggelam di tengah samudera.

Beruntung, salah satu penumpang kapal ada yang kenal dengan

Page 6: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 6Risyanto

Kiai Cholil, maka ia memohon kepada Kiai Cholil untuk membantu

mengatasi masalah yang sedang dihadapi penumpang kapal.

Kiai Cholil melepas sorbannya dan kemudian menyumbat lubang,

dan seketika masalah kebocoran kapal dapat teratasi, selamatlah

seluruh penumpang kapal. Wallahu a’lam bish showab.

Kisah lain, saat sholat berjamaah, Kiai Cholil sujud dalam waktu

yang lama, kurang lebih sekitar 15 menit. Anehnya, baju lengan kiai

Cholil yang semula kering, berubah menjadi basah kuyup. Ketika

sholat usai, Kiai Cholil ditanya para jamaah, kiai Cholil

menceritakan bahwa barusan di tengah laut ada orang yang minta

tolong, maka aku pun menolongnya.

Beberapa hari kemudian ada serombongan orang yang datang

untuk mengucapkan terima kasih karena telah ditolong. Dari

bencana kapal tenggelam di tengah laut. Wallahu a’lam bish

showab.

Kiai Cholil wafat tanggal 24 April 1925 M / 29 Ramadhan 1343 H

dalam usia 91 tahun. Dimakamkan di Tajasah, Melajeh, sekitar 2

Km sebelah selatan kota Bangkalan.

Sampai sekarang, makamnya dikeramatkan orang. Banyak

diziarahi oleh kaum muslimin dari seluruh tanah air. Para peziarah

akan semakin banyak jumlahnya bila musim liburan sekolah atau

menjelang bulan Ramadhan tiba.

Di antara pesan yang ditinggalkan kiai Cholil, barangsiapa yang

berwasilah dengan membaca surat al Ikhlas di makamnya

sebanyak 7.000 kali tanpa batal wudhu dan berbicara, maka ia

akan menemuinya. Minimal akan memohonkan kepada Allah agar

hajatnya terkabul.

b. Hadratus Syech Hasyim Asy’ari

Suatu ketika di tahun 1943, KH M Hasyim Asy’ari menderita sakit keras. Di suatu siang, ia memaksakan diri untuk mengambil air wudhu dan bersiap pergi ke masjid. Salah seorang anggota

Page 7: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 7Risyanto

keluarganya menyarankan agar dia shalat di rumah saja, karena kondisinya kian memburuk. Di luar dugaan, kiai Hasyim menjawab, kamu tahu anak-anak ku bahwa api neraka lebih panas dari penyakit ku ini.Sepulang dari masjid, ia beristirahat sambill meneruskan nasehatnya: aku menangis bukan karena penyakit ku ini, dan bukan pula berpisah dengan keluarga ku. Namun aku merasa bahwa aku masih kurang berbuat kebajikan, padahal Allah telah banyak memerintahkan, sedangkan saya tidak memenuhinya. Betapa aku malu dan takut untuk bertemu Allah karena tidak punya bekal. Sungguh, itu semua yang membuat ku menangis.

Kiai Hasyim lahir pada hari Selasa Kliwon 24 Dzulqo’dah 1287 H /

14 Februari 1871 M di Desa Gedang, Jombang. Putra dari Kiai

Asy’ari, seorang kiai asal Demak, Jawa Tengah.

Sejak sebelum lahir, ibunya, Ny Halimah sudah yakin calon

putranya akan menjadi orang hebat. Selain kandungannya

mencapai 14 bulan, yang dalam kepercayaan masyarakat Jawa

bila ada kandungan lebih dari 9 bulan 10 hari, maka dapat

diprediksi bahwa kelak sang jabang bayi akan menjadi anak yang

memiliki keistimewaan (cerdas). Ia juga bermimpi bulan purnama

jatuh dari langit dan menimpa perutnya.

Pertanda itu semakin menguat ketika M. Hasyim (nama aslinya)

sejak kecil sudah menunjukkan sifat kepemimpinannya. Di antara

kawan-kawan seusianya, dia seringkali sudah bertindak sebagai

penengah dalam setiap permainan. Sementara kalau ia mendapati

salah seorang temannya yang melanggar aturan, dia tidak segan

menegurnya.

Sejak kecil, Kiai Hasyim sudah terbiasa mengikuti pelajaraan

agama dari orang tuanya di Pondok Gedang, pondok yang didirikan

kakeknya. Ia dikenal cerdas dan rajin belajar. Karenanya, dalam

usianya yang masih relatif muda, 13 tahun, ia sudah bisa

membantu orang tuanya mengajar para santri yang usianya jauh di

atas dirinya.

Page 8: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 8Risyanto

Ketika Kiai Hasyim menginjak usia 14, ia mulai berkelana dari

pesantren ke pesantren. Mula-mula ke Pondok Wonokoyo

(Probolinggo), lalu Langitan (Tuban), Trenggilis (Semarang),

kemudian ke Kiai Cholil di Demangan (Bangkalan). Dilanjutkan lagi

ke Siwalanpanji (Sidoarjo) asuhan KH Ya’qub Hamdani. Sampai

akhirnya dijadikan menantu oleh Kiai Ya’qub.

Ia melanjutkan pendidikannya di Makkah, bermukim di sana hingga

7 bulan. Kembali lagi ke tanah air, namun tidak lama. Tahun 1893

ia kembali lagi ke Makkah melanjutkan pendidikannya dengan

bermukim 7 tahun lamanya.

Selama di Makkah ia belajar dalam bimbingan Syech Ahmad

Khatib Minangkabau. Syech Nawawi Banten, dan Syech Mahfudz

at Tarmisi (Pacitan). Di samping belajar kepada belasan ulama

besar yang lain.

Meski memiliki belasan guru, Kiai Hasyim lebih dekat dengan

Syech Mahfudz yang termasuk sebagai guru besar di Masjidil

Haram. Syech Mahfudz memiliki otoritas di bidang hadits. Ia

memiliki isnad (mata rantai penghubung) pengajaran kitab Shahih

Bukhari. Dari Syech Mahfudz inilah, Kiai Hasyim mendapat ijazah

(legalitas) untuk mengajarkan hadits shahih Bukhari dan shahih

Muslim. Karenanya, beliau di tanah air dikenal sebagai seorang ahli

hadits.

Kiai Hasyim mendirikan Pesantren Tebuireng pada 26 Rabiul Awal

1317 H / 1899 M, dengan murid pertama sebanyak 28 orang.

Pesantren inilah yang menjadi tempat penggemblengan kader-

kader NU masa itu dan di masa-masa mendatang.

Tahun 1925, ia turut serta merekomendasikan pengiriman utusan

ke Arab Saudi yang dikena dengan Komite Hijaz. Dari komite itu

akhirnya dibentuklah Jam’iyah Nahdlatul Ulama pada 16 Rajab

1344 H / 31 Januari 1926 di Surabaya. Kiai Hasyim menjadi Rais

Page 9: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 9Risyanto

Akbar. Jabatan itu disandang hingga akhir hayatnya, dan jabatan

Rais Akbar diganti menjadi Rais Aam.

Tahun 1942 Kiai Hasyim ditahan balatentara Jepang bersama KH

Machfudz Siddiq gara-gara menentang pelaksanaan Saikere

(setiap jam 07.00 pagi berbaris di lapangan dan membungkuk 90

derajat untuk menghormat Kaisar Jepang). Ia ditahan selama 4

bulan dengan tempat berpindah-pindah dari penjara Jombang,

Mojokerto, hingga penjara Bubutan Surabaya, bercampur dengan

para tawanan Sekutu.

Tahun 1942 Kiai Hasyim diangkat menjadi Ketua Shumubu (kantor

urusan agama, cikal bakal Kementerian Agama) di Jakarta,

membawahi cabang-cabang Shumuka di seluruh Indonesia.

Setahun kemudian menjadi Ketua Pimpinan Pusat Masyumi (1943–

1945), dan juga menjadi Penasehat Utama Jawa Hokokai bersama

Ir. Soekarno (1944).

Pada masa perjuangan kemerdekaan, Kiai Hasyim mengeluarkan

dua buah fatwa yang sangat terkenal. Pertama, perang melawan

Belanda adalah jihad (perang suci) dan dihukumi fardhu ain.

Kedua, melarang kaum muslimin Indonesia melakukan perjalanan

haji dengan menggunakan alat transportasi kapal Belanda. Dua

fatwa itu berperan sangat besar dalam perjuangan merebut

kemerdekaan RI.

Kiai Hasyim wafat pada 7 Ramadhan 1336 H / 21 Juli 1947, ketika

benteng pertahanan Hizbullah Sabilillah di Singosari Malang direbut

tentara Belanda. Kiai Hasyim dimakamkan di belakang Pesantren

Tebuireng. Pemerintah RI menganugerahkan gelar pahlawan

kemerdekaan nasional kepadanya. Selain meninggalkan banyak

jasa dan generasi penerus yang siap untuk melanjutkan

gerakannya, ia juga meninggalkan belasan judul karya tulis dalam

bahasa Arab dan Jawa. Di antara buku karyanya adalah Risalah

Page 10: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 10Risyanto

Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah yang banyak dijadikan

rujukan para ulama.

Putra kiai Hasyim banyak mewarisi kiprah ayahnya, seperti: KH A.

Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama hingga tiga kali. KH Choliq

Hasyim menjadi Daidancho (Komandan Batalyon) PETA. KH Yusuf

Hasyim aktif di Laskar Hizbullah sebagai Komandan Kompi II dan

bergabung dalam TNI dengan pangkat terakhir Letnan satu.

Sedangkan KH Abdurrahman Wahid, cucunya, menjadi Presiden

Republik Iindonesia ke IV.

c. KH. Wahab Hasbullah

Kiai Wahab lahir pada bulan Maret 1888 di Tambak Beras

Jombang. Selama 20 tahun Kiai Wahab mendalami agama di

berbagai pesantren. Pernah belajar di Langitan, Tuban; Mojosari,

Nganjuk; Tawangsari, Sepanjang; Brangkalan, Kediri; Kiai Cholil

Bangkalan; Tebuireng, Jombang; dan Makkah.

Pada tahun 1914, Kiai Wahab mendirikan Sarekan Islam (SI)

cabang Makkah. Mendirikan perguruan pendidikan di kampung

Kawatan Gg IV Surabaya dengan nama Nahdlatul Wathan (1916).

Mendirikan sebuah kelompok diskusi Taswirul Afkar, dan

selanjutnya perkumpulan itu dinaikkan statusnya, dari sebuah

kelompok diskusi anak-anak muda menjadi sebuah sekolah.

Namanya tetap, Madrasah Taswirul Afkar, terletak di kawasan

Ampel Suci tahun 1918.

Kiai Wahab adalah tokoh yang sangat dinamis, lincah, pantang

menyerah dan banyak akal. Ia bisa bergaul dengan berbagai

macam tokoh pergerakan. Sebagai ketua cabang SI Makkah, dia

banyak berhubungan dengan HOS Cokroaminoto yang

pemikirannya banyak mengarah pada politik. Di madrasah

Nahdlatul Wathan Kiai Wahab bisa bergaul dengan KH Mas

Mansur yang tokoh Muhammadiyah. Dan di Taswirul Afkar bisa

Page 11: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 11Risyanto

cocok dengan KH Ahmad Dahlan Ahjad, tokoh NU yang

belakangan dikenal sebagai salah satu pendiri MAJLIS ISLAM ALA

INDONESIA (MIAI)N.

Tahun 1925, Kiai Wahab bersama dengan Syech Ghonaim al Misri

dan KH Dahlan Abdul Qohar (mahasiswa NU yang tinggal di

Makkah), menemui Raja Ibnu Saud di Makkah sebagai utusan

Jam’iyah Nahdlatul Ulama Indonesia. Tim yang dikenal dengan

sebutan Komite Hijaz ini bertujuan melobi pemerintah kerajaan

Arab Saudi agar ajaran bermadzhab (selain madzhab resmi Arab

Saudi) tetap dijamin di tanah haram. Misi itu berhasil diemban

dengan baik. Raja Saud menyetujui permintaan itu.

Kiai Wahab pula yang memprakarsai adanya tradisi jurnalistik di

kalangan NU dengan mendirikan majalah tengah bulanan Soeara

Nahdlatul Oelama. Majalah itu dipimpin langsung oleh Kiai Wahab

sendiri dari Surabaya dan mampu bertahan 7 tahun lamanya.

Kelak, majalah itu berganti nama menjadi Beriita Nahdlatul Ulama

ketika dipimpin oleh KH Machfudz Siddiq dan Abdullah Ubaid

sebagai wakilnya.

Pernah ada kisah yang unik ketika Kiai Wahab dimintai nasehat

tentang ‘perseteruan’ antara generasi muda (ANO) dengan

generasi tua (NU). Masalahnya sepele, NU tidak mau mengakui

keberadaan ANO karena baju seragam yang dipakai ANO adalah

celana panjang, dasi, kopiah, dan tanda bintang di pundak. Seolah

mirip bangsa asing. Padahal ada doktri, siapa yang menyerupai

suatu kaum, maka ia termasuk kaum itu.

Waktu itu, Kiai Wahab mengilustrasikan ketika para sahabat

berperang melawan Persi, kuda yang dijadikan alat tunggangan

berbalik karena takut berhadapan dengan gajah yang digunakan

pasukan Persi. Begitu juga gajah-gajah Persi, ia juga balik badan

melihat kuda para sahabat.

Page 12: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 12Risyanto

Melihat kondisi seperti itu, pasukan Islam mulai belajar dari

fenomena yang ada. Umat Islam membeli gajah dan

memperkenalkan ke kuda yang akan digunakan untuk berperang.

Akhirnya, setelah kuda terlatih berhadapan dengan gajah, umat

Islam pun bisa mengalahkan Persia dalam pertarungan.

Kiai Wahab adalah penggagas berdirinya jam’iyah NU bersama

KH. M. Hasyim Asy’ari pada tahun 1926. Menjabat Katib Aam

PBNU saat NU pertama kali didirikan dengan KH M Hasyim Asy’ari

sebagai Rais Akbarnya. Di saat KH Hasyim Asy’ari dan KH

Machfudz Siddiq, keduanya atas nama Rais Akbar dan Ketua

PBNU dipenjara tentara pendudukan Jepang, Kiai Wahab tampil

mengambil alih kepemimpinan dengan menyebut dirinya Ketua

Akbar (1942). Di saat keduanya dilepaskan tentara pendudukan

Jepang, posisi itu diserahkan pada mereka.

Sepeninggal Kiai Hasyim Asy’ari (1947) jabatan Rais Akbar

ditiadakan, diganti menjadi Rais Aam, dengan Kiai Wahab sebagai

orang pertama yang menduduki posisi itu hingga wafatnya (1971).

Sedangkan KH Bisri Syansuri (adik iparnya) menjadi wakilnya.

Ketika Kiai Wahab wafat, posisinya digantikan Kiai Bisri.

Kiai Wahab wafat pada hari Rabu 12 Dzulqa’dah 1391 H / 29

Desember 1971 M dalam usia 83 tahun, dimakamkan di

pemakaman keluarga pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras,

Jombang.

d. KH. Ali Maksum

Lazimnya kiai yang diamanati putra kiai, biasanya para putra kiai (gus) akan diberi perlakuan khusus. Tetapi konsep ini tidak berlaku bagi Kiai Ali Maksum. Para gus yang belajar di pesantren Kiai Ali Maksum posisinya sama dengan yang lain. Mereka bangun dari subuh dan belajar sampai jam 9 malam. Para gus harus belajar dengan rajin dan tekun. Bila para gus tidak hafal bait-bait kitab tertentu, Kiai Ali Maksum akan menghukum berdiri sampai mereka bisa hafal. Bila tetap tidak bisa hafal, mereka akan diikat di kursi atau meja.

Page 13: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 13Risyanto

Inilah betapa kerasnya Kiai Ali Maksum mempersiapkan generasi NU di pesantrennya.

Kiai Ali Maksum lahir tanggal 15 Maret 1915 di Lasem, Rembang,

Jawa Tengah. Putra Sulung Kiai Ali Maksum, pendiri pondok

Pesantren al Hidayah Lasem yang juga salah seorang kiai pendiri

NU. Ia kemudian menjadi menantu KH Munawwir, pendiri Pondok

Pesantren Krapyak, selatan Kraton Yogyakarta. Sejak Kiai Munawir

wafat, Kiai Ali Maksum yang menjadi penggantinya.

Riwayat pendidikan Kiai Ali Maksum, sejak kecil belajar di

pesantren ayahnya sendiri, Pesantren al Hidayah Lasem, yang saat

itu menjadi pusat rujukan para santri dari berbagai daerah. Lalu

belajar pada Kiai Amir di Pekalongan, dan melanjutkan ke

Pesantren Tremas, Pacitan, asuhan KH Dimyati. Di sana tinggal

selama 8 tahun. Kemudia menetap di Makkah semala 2 tahun

untuk memperdalam ilmunya kepada Sayid Alwy al Maliky dan

Syech Umar Hamdan. Ia dikenal bisa menguasai Bahasa Arab

dengan baik.

Kiai Ali Maksum adalah pribadi yang sederhana dan tenang. Ia

tidak pernah menonjolkan diri. Ia tampil biasa-biasa saja. Tetapi

dari karismanya itu justru banyak orang bersimpatik. Kiai Ali

Maksum bisa meredam dan mendamaikan elit politik NU yang

mengalami berseberangan jalan ‘perjuangan’ dan akhirnya beliau

diangkat sebagai Rais Aam.

Dalam khutbah iftitah Munas dan Konbes, ia sempat menyinggung

perlunya diberikan peluang regenerasi serta pemulihan kedudukan

ulama sebagai pemegang kendali di NU yang dirasa semakin

melemah di depan politisi. Sejak itu, langkah-langkah perubahan di

dalam NU semakin sering dilakukan. Puncaknya terjadi pada tahun

1984, ketika muktamar dilangsungkan di Situbondo. NU resmi

menyatakan kembali ke khittahnya, 1926. Lepas dari hiruk pikuk

partai politik.

Page 14: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 14Risyanto

Kiai Ali Maksum menjabat Rais Aam PBNU selama 4 tahun, sejak

1981 hingga 1984. Dalam susunan pengurus hasil Muktamar ke 27

di Situbondo, ia menduduki posisi Mustasyar PBNU. Sedangkan

Rais Aam dipercayakan kepada KH Achmad Siddiq dan Ketua

Umum PBNU dipercayakan kepada KH Abdurrahman Wahid.

Kiai Ali Maksum wafat setelah menjadi shahibul bait Muktamar NU

ke 28 di Krapyak, Yogyakarta. Tepatnya tanggal 7 Desember 1989

dalam usia 74 tahun. Dimakamkan di pemakaman Dongkelan,

Bantul. Selain meninggalkan lembaga pendidikan yang cukup

besar, ia juga mewariskan banyak buku yang menjadi hasil karya

tulisnya. Di antaranya buku karyanya yang terkenal adalah Hujjah

Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah, yang banyak dijadikan

rujukan para ulama NU.

e. KH. As’ad Syamsul Arifin

Ia memiliki santri khusus yang disebut Pelopor. Mereka bertugas

langsung untuk mendakwahkan agama Islam ke daerah-daerah

minus. Selain itu, tugas santri Pelopor adalah menyadarkan

masyarakat blateran, yaitu mereka yang suka carok, di daerah

tapal kuda Jawa Timur.

Kiai As’ad lahir di Kota Suci Makkah tahun 1897. Putra KH R.

Syamsul Arifin, ulama terkenal asal Pamekasan yang telah lama

bermukim di tanah suci.

Kiai As’ad mondok di pesantren Guluk-Guluk, Sumenep Pesantren

Kiai Cholil Bangkalan; Pesantren Tebuireng, Jombang; Pesantren

Sidogiri, Pasuruan; Pesantren Siwalanpanji, Sidoarjo; belajar

agama di Makkah selama 9 tahun.

Kiai As’ad adalah salah satu tokoh dibalik layar berdirinya Nahdlatul

Ulama. Dialah yang diutus oleh gurunya, Kiai Cholil Bangkalan

(1925) untuk menemui Kiai Hasyim Asy’ari di Tebuireng dengan

membawa pesan tongkat dan diiringi surat Thoha ayat 17 – 23 :

Page 15: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 15Risyanto

17. Apakah itu yang di tangan kananmu, Hai Musa?18. berkata Musa: "Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya".19. Allah berfirman: "Lemparkanlah ia, Hai Musa!"20. lalu dilemparkannyalah tongkat itu, Maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.21. Allah berfirman: "Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula,22. dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia ke luar menjadi putih cemerlang tanpa cacad, sebagai mukjizat yang lain (pula),23. untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar,

Dari pesan yang dibawa Kiai Wahab, Kiai Hasyim Asy’ari paham

bahwa Kiai Cholil Bangkalan merestui apa yang sedang difikirkan

Kiai Hasyim dan kawan-kawan untuk mendirikan sebuah jam’iyyah.

Setahun kemudian, Kiai Wahab kembai lagi menemui Kiai Hasyim

untuk menyerahkan pesan dari Kiai Cholil Bangkalan. Kali ini pesan

yang dibawa Kiai Wahab adalah seutas tasbis dan perintah Kiai

Cholil Bangkalan agar Kiai Hasyim membaca Ya Jabbar dan Ya

Qohhar, setiap waktu. Pesan itu ditangkap oleh Kiai Hasyim

sebagai isyarat bahwa dukungan Kiai Cholil Bangkalan penuh

dalam rangka pendirian jam’iyah, maka sejak itu ada jam’iyah yang

mewadahi para kiai dan santri, yakni : Nahdlatul Ulama, 16 Rajab

1344 H / 31 Januari 1926 M, Kiai Wahab selalu bergabung di

dalamnya.

Pada tahun 1945, Kiai Wahab masuk barisan Hizbullah / sabilillah

dan bergrilya di daerah Jember. Menjelang Kiai Hasyim wafat,

Page 16: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 16Risyanto

beliau berpesan kepada Kiai Wahab untuk menjaga NU jangan

sampai dipecah-pecah.

Pada tahun 1982, ketika terjadi gap yang sangat tajam di antara

para ulama NU. Para petinggi NU terpecah menjadi dua kelompok,

antara kubu Cipete (dikenal dengan kelompok politisi, dipimpin DR.

KH. Idham Chalid) berhadapan dengan kubu Situbondo (dikenal

dengan kelompok ulama, dipimpin KH As’ad Syamsul Arifin). Ia

bersama Kiai Mahrus Aly dan Kiai Ali Maksum menemui DR. Idham

Chalid. Pertemuan di rumah Idham Chalid itu menghasilkan

pernyataan pengunduran diri Idham dari jabatannya sebagai Ketua

Umum PBNU. Tapi sayang, 12 hari kemudian pernyataan itu

dicabut kembali.

Dalam konfil besar itu, Kiai Wahab sebagai pendukung utama

kelompok ulama. Kiai Wahab juga yang memelopori naiknya Gus

Dur (Abdurrahman Wahid) ke tampuk kursi Ketua Umum PBNU

dalam Muktamar NU ke 27 di Situbondo. Sedangkan Kiai As’ad

masuk dalam struktur Mustasyar.

Namun pada muktamar selanjutnya, ke 28 yang diselenggarakan di

Krapyak, Yogyakarta, Kiai As’ad tidak hadir. Hal ini karena Kiai

As’ad menganggap Gus Dur banyak merugikan umat Islam. Kiai

As’ad menamsilkan Gus Dur sebagai imam sholat yang kentut,

karenanya ma’mum harus meninggalkannya.

Kiai As’ad wafat pada hari Sabtu 4 Agustus 1990 M / 13 Muharram

1411 H. Dimakamkan di areal pesantrennya berdampingan dengan

makam ayahnya, KH R Syamsul Arifin.

Page 17: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 17Risyanto

f. KH. Wahid Hasyim

Malam itu kira-kira pukul 21.00, tapi jalanan di Jakarta sudah agak sepi. Hanya terlihat beberapa delman dan orang naik sepeda. Mobil-mobil tidak begitu kelihatan. Itupun hanya dinaiki tuan-tuan Dai Nippon. KH Saifuddin Zuhri duduk disamping KH A. Wahid Hasyim yang sedang mengemudikan mobil Fiat hitam.“inikah mobil dinas, Gus? Tanya Saifuddin.

“Bukan! Mobil dinas saya pakai di waktu ngantor saja. Itupun jarang aku pakai. Aku diberi mobil dinas pakai tanda Jepang. Aku tak mau pakai. Aku malu memakai mobil militer Jepang. Sebab itu, aku membeli sendiri mobil Fiat ini,” Jawab Wahid Hasyim.“Bagaimana caranya bisa membeli mobil sendiri di jaman begini?” kejar Saifuddin.“Ya Allah! Kalau soal mobil saja tidak bisa memecahkan, bagaimana bisa memecahkan persoalan rakyat?” jawab Kiai Wahid tegas.“Mobil adalah alat bepergian, juga alat berjuang. Banyak di antara kawan-kawan kita yang sudah tergolong pemimpin, kadang-kadang persoalan rumah tangga saja tidak bisa memecahkannya. Bagaimana bisa memecahkan persoalan umat yang jauh lebih besar dari sekedar masalah rumah tangga?”

KH. A. Wahid Hasyim lahir di Jombang pada hari Jumlat Legi 5

Rabiul Awal 1333 H / 1 Juni 1914 M. Putra lelaki pertama Kiai

Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah NU.

Sejak kecil, Kiai Wahid Hasyim belajar pada ayahnya dan menjadi

siswa di Madrasah Salafiyah di Pesantren Tebuireng. Usia 13

tahun belajar kepada Kiai Khozin di Pondok Siwalanpanji, Sidoarjo

(di pesantren inilah ayahnya dulu berguru dan dijadikan menantu).

Lalu melanjutkan ke Pesantren Lirboyo, Kediri. Dalam usia 15

tahun sudah menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Belanda. Tahun

1932 naik haji dan menetap di sana selama 2 tahun. Tahun 1932

mendirikan IKPI (Ikatan Pelajar Islam Indonesia) dan mendirikan

perpustakaan dengan koleksi sebanyak 1.000 buku.

Ketika berusia 24 tahun, Kiai Wahid Hasyim mulai aktif dalam

jamiyah NU. Mula-mula menjabat sebagai Penulis I Kring

(sekretaris ranting) NU Tebuireng. Kemudian meningkat menjadi

Page 18: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 18Risyanto

anggota pengurus NU Cabang Jombang. Dalam waktu kurang dari

1 tahun dia sudah terpilih sebagai wakil ketua tanfidz PBNU yang

menangani masalah pendidikan. Pada tahun 1938, Kiai Wahid

Hasyim menjabat sebagai Ketua PP LP Ma’arif.

Tahun 1939 terpilih sebagai Ketua dewan MAJLIS ISLAM ALA

INDONESIA (MIAI). Ketika Masyumi (Majelis Syuro Muslimin

Indonesia) berdiri, 1943, Kiai Wahid Hasyim duduk sebagai Ketua

II. Sedangkan ketua umumnya ayahnya sendiri (Hasyim Asy’ari),

Ketua I Ki Bagus Hadikusumo dan Ketua III Mr. Kasman

Singodimejo.

Tahun 1944, Kiai Wahid Hasyim didatangi utusan bala tentara

Jepang yang memintanya agar mengirimkan para santri pesantren

masuk Heiho (prajurit pembantu Jepang) yang banyak dikirim ke

Burma. Namun permintaan itu ditolak oleh Kiai Wahid Hasyim.

Justru dia mengusulkan agar mereka melatih para santri tentang

kemiliteran untuk pertahanan dalam negeri. Ternyata usulan itu

diterima. Maka sejak 14 Oktober 1944 berdirilah Hizbullah. Mereka

dilatih kemiliteran oleh tentara Jepang dan para Shodanco PETA

selama 3 bulan di Cibarusa, Bogor.

Pada tahun yang sama ditunjuk sebagai Kepala Kantor Urusan

Agama Pusat, menggantikan ayahnya, yang sebagai pimpinan

resmi tidak bisa meninggalkan Jawa timur. Dalam pada itu dia

terpilih sebagai anggota BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha

Kemerdekaan Indonesia) dengan termasuk sub panitia 11 yang

pada tanggal 22 Juni 1945 menandatangani Piagam Jakarta.

Sampai akhirnya Kiai Wahid Hasyim menjadi ketua umum PBNU

1952 menggantikan KH. Nahrawi Thohir setahun sebelumnya.

Kiai Wahid Hasyim meninggal dunia tanggal 19 April 1953 akibat

kecelakaan mobil yang dinaiki di daerah Cimindi, antara Cimahi

dan Bandung, dalam usia 39 tahun. Dimakamkan di komplek

pondok pesantren Tebuireng, di dekat makam ayahandanya.

Page 19: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 19Risyanto

Ditetapkan sebagai pahlawan kemerdekaan nasional. Salah

seorang putranya, KH Abdurrahman Wahid, menjadi Presiden RI

IV, setelah menjabat Ketua Umum PBNU tiga periode.

g. KH. Bisri Mustofa

Menjadi menantu kiai itu enak-enak susah. Bila yang pintar memang enak, sebab langsung bisa mengajar tanpa harus susah payah mencari santri. Tetapi bagi yang pas-pasan atau bodoh, tentu menjadi persoalan yang serius. Pemandangan terakhir inilah yang dialami Kiai Bisri ketika menjadi menantu Kiai Cholil Harun Kasingan, Rembang. Dia prihatin ketika banyak santri minta dibacakan kitab yang macam-macam. Padahal, jangankan membaca, wujud kitabnya saja kadang dia belum pernah tahu. Sebagai seorang yang berjiwa teguh, Kiai Bisri menggunakan metode belajar candak kulak (belajar sambil mengajar). Maklum, menolak mengajar adalah suatu yang sangat dipantang. Apa kata santri bila ada menantu kiai tidak bisa membaca kitab kuning.Waktu itu, Kiai Bisri berguru kepada Kiai Kamil di Karanggeneng. Hasil belajarnya kemudian diajarkan kepada para santri. Teknik Kiai Bisri saat belajar pada Kiai Kamil cukup sekali datang dan kemudian hasil belajarnya digunakan untuk mengajar santri selama tiga kali. Suatu ketika pernah pengajian Kiai Kamil di Karanggeneng libur, maka libur pula pengajian yang diasuh Kiai Bisri selama 3 hari. Hal ini tentu memprihatinkan. Kondisi seperti itu menjadikan Kiai Bisri tidak betah tinggal di rumah mertuanya. Akhirnya, Kiai Bisri memutuskan untuk meninggalkan pesantren di mana mertuanya berada. Kiai Bisri memutuskan untuk pergi haji dengan uang tabungan hasil jualan kitab. Meski dengan bekal pas-pasan, Kiai Bisri ‘nekat’ pergi haji. Di Makkah Kiai Bisri merelakan dirinya menjadi khadim Syech Chamid Said. Kesempatan belajar di Makkah tidak disia-siakan. Tidak ada istilah waktu kosong. Kiai Bisri memaksimalkan semua waktu yang ada untuk belajar, dan akhirnya setelah satu tahun beliau pulang ke tanah air dengan penguasaan kitab kuning yang mumpuni.

Kiai Bisri lahir di Sawahan, Rembang 1915. Putra H. Zainal

Mustofa, seorang saudagar kaya raya pada masa itu. Kiai Bisri naik

haji pada usia 8 tahun bersama orang tua dan kedua adiknya.

Masuk sekolah Ongko Loro, semacam Sekolah Rakyat atau

Sekolah Dasar di Rembang. Dalam bahasa Belanda sering dikenal

Page 20: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 20Risyanto

dengan sekolah HIS. Lulus Ongko Loro masuk pesantren

Kasingan, Rembang asuhan Kiai Cholil. Tahun 1932 minta restu

kiainya untuk pindah ke Pesantren Tremas, Pacitan, asuhan Kiai

Dimyati, namun tidak diijinkan karena akan dijadikan menantunya.

Sejak tahun 1936 bermukim di Makkah selama satu tahun untuk

mendalami agama kepada para syech di sana.

Ketika Masyumi berdiri Kiai Bisri menjadi Ketua Masyumi Cabang

Rembang. Pernah menjabat Kepala Kantor Jawatan Agama

(Kakandepag) Karesidenan Pati. Jabatan itu ditinggalkannya ketika

tentara Belanda bersama Sekutu datang lagi untuk menjajah

kemerdekaan Indonesia. Kiai Bisri bergabung dalam Laskar

Hizbullah dan menjadi Ketua Cabang Rembang. Sejak tahun 1949

terpilih sebagai penghulu darurat dan Kepala KUA (non SK)

dengan kekuasaan seluruh Kabupaten Rembang.

Selain dikenal sebagai orator yang luar biasa dan mahir memikat

massa, Kiai Bisri juga dikenal sebagai penulis yang produktif dalam

mobil pun beliau rajin menulis. Karya tulisnya tidak kurang dari 176

buku, baik yang merupakan karya asli, terjemahan, syi’iran maupun

esei. Di antara kitab-kitab hasil karyanya adalah tafsir al Qur’an

Ibriz, al Iktsir, Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah, al

Baiquniyah, terjemah syarah Alfiyah Ibnu Malik, al Mujahadah wa

Riyadhoh dan al Habibah yang masih banyak dipakai kaum

Nahdliyin hingga sekarang.

Ada kisah unik yang dialami Kiai Bisri. Al kisah, suatu ketika Kiai Ali

Maksum menyampaikan keluhan padanya seputar kegagalannya

saat menulis kitab. Dengan gaya khasnya Kiai Bisri menjawab Lha,

soalnya sampeyan nulis (karema) lillahi ta’ala sich. Tentu saja

jawaban itu mengejutkan Kiai Ali, lho, kiai nulis kok tidak lillahi

ta’ala, terus dengan niat apa? Kejar Kiai Ali Maksum penasaran.

Kalau saya, menulis niatnya nyambut gawe. Seperti falsafah

penjahit. Ia, meskipun ada tamu tetap menjahit. Tamu ia ajak

Page 21: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 21Risyanto

jangongan, tetapi pekerjaan menjahit tetap dilakukan. Mengapa?

Karena bila tidak menjahit, bagaimana dengan nasib periuknya?

Kalau belum-belum sampeyan sudah niat yang muluk-muluk dan

mulai kerja, maka syetan mudah menggelincirkan. Coba jika

niatnya mencari duit, pasti syetan senang. Nah nanti setelah buku

karya sampeyan jadi, dan kemudian diserahkan kepada penerbit,

sampeyan berniatlah yang baik-baik, seperti untuk menyebarkan

ilmu atau apa saja yang penting baik .. sekali-kali syetan kita tipu

donk kiai.

Kiai Bisri wafat pada 16 Pebruari 1977 dalam usia 64 tahun.

Dimakamkan di Pemakaman Kabongan, rembang, berdampingan

dengan makam mertuanya, KH Cholil Harun.

h. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)

Pagi itu, para santri Tebuireng sedang mengawasi putra kiainya yang sedang belajar berjalan. Seperti anak-anak pada umunya, putra kiai pun jatuh bangun ketika belajar berjalan. Ketika jatuh, para santri Tebuireng segera memberikan pertolongan, dan membersihkan badannya. Tetapi, ketika Kiai Wahid Hasyim melihat anaknya jatuh dan ditolong, ia justru melarang dan berkata, biarkan anak ku belajar berjalan. Bila jatuh, biarkan ia bangkit sendiri. Anak kecil yang belajar berjalan itu adalah Abdurrahman ad Dakhil yang terkenal dengan sebutan Gus Dur.

Gus Dur lahir pada 4 Agustus 1940 di Denanyar, Jombang.

Ayahnya Kiai Wahid Hasyim adalah putra KH. Hasyim Asy’ari

(Tebuireng). Sedangkan ibunya, Ny Hj. Sholichah adalah putri KH

Bisri Sansuri (Denanyar). KH. M. Hasyim Asy’ari semasa hidupnya

menjabat sebagai Rais Aam, sedangkan KH Bisri Syansuri

menjabat Rais Aam sesudahnya. Dari kedua jalur nasab itu

menujukkan bahwa Gus Dur mempunyai aliran darah biru kiai yang

sangat besar dan berpengaruh.

Page 22: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 22Risyanto

Gus Dur menamatkan pendidikan dasar di Jakarta (1953).

Meneruskan di SEP Gowangan, Yogyakarta, sambil belajar di

Pesantren Krapyak (1956). Setelah tamat dari SMEP, melanjutkan

pendidikan di Pesantren Tegalrejo, Magelang, selama 3 tahun. Lalu

ke Pesantren Tambakberas, Jombang. Mengajar di Madrasah

Muallimat Tambakberas sejak tahun 1959.

Tahun 1960-an Gus Dur melanjutkan pendidikannya di Universitas

al Azhar Cairo Mesir. Kemudian pindah ke Fakultas sastra

Universitas Baghdad, Iraq. Namun keduanya tidak sampai tamat.

Sampai awal tahun 1970 masih aktif dalam setiap kegiatan PPI

(Perhimpunan Pelajar Indonesia) Timur Tengah. Pulang dari Iraq,

mengajar di Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari

(Unhasy) Tebuiren, Jombang, sekaligus menjadi dekannya (1972 –

1974). Menjadi sekretaris Pesantren Tebuireng (1974 – 1979).

Gus Dur masuk ke dalam komunitas NU pada tahun 1979 atas

dorongan kakeknya, KH Bisri Syansuri yang saat itu menjabat Rais

Aam PBNU. Gus Dur langsung menempati posisi Wakil Katib Aam

PBNU. Pada Muktamar NU ke 27 di Situbondo ia terpilih sebagai

Ketua Umum PBNU bersama KH Achmad Siddiq sebagai Rais

Aam. Jabatan itu disandangnya hingga tiga periode, yakni lewat

Muktamar ke 27 di Situbondo (1984), Muktamar ke 28 di

Yogyakarta (1989), dan Muktamar ke 29 di Cipasung (1994).

Dalam Muktamar ke 30 di Lirboyo, Kediri (1999) Gus Dur yang saat

itu menjadi Presiden RI diangkat sebagai salah seorang Mustasyar

PBNU.

Namun sejak muktamar ke 31 di Asrama Haji Donohudan, Solo

(2004), Gus Dur dan para kiai pendukungnya tampak kurang

sepakat dengan pengurus baru PBNU. Sampai akhirnya ia

berencana mendirikan NU yang benar alias PBNU tandingan,

dengan kantor yang sama dengan PBNU hasil muktamar

Donohudan. Tetapi akhirnya niat itu tidak pernah kesampaian.

Page 23: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 23Risyanto

PBNU tetap satu, dengan DR KH MA Sahal Mahfudh sebagai Rais

Aam dan KH A Hasyim Muzadi sebagai Ketua Umum

Tanfidziyahnya.

Gus Dur ketika pada masa-masa awal meniti karier, dikenal

sebagai seorang kolumnis yang produktif. Tulisannya banyak

menghiasi halaman media massa nasional, terutama untuk majalah

Tempo dan koran Kompas. Pernah menjabat sebagai Ketua Dewan

pelaksana Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), juri Festival Film

Indonesia (FFI), dan juga pernah menjadi anggota MPR wakil dari

DKI Jakarta.

Semasa menjabat Ketua Umum PBNU yang ketiga kalinya (1998),

PBNU menfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Gus Dur duduk sebagai Ketua Dewan Syuro partai tersebut. Nama

PKB akhirnya identik dengan Gus Dur daripada ketua umumnya,

Matori Abdul Jalil maupun Alwi Shihab.

Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009. Rakyat berduka dan

tidak hanya warga Nahdliyin, tetapi hampir seluruh elemen umat

beragama di Indonesia berduka. Gus Dur mendapat anugerah

Bapak Bangsa, Bapak Pluralisme.

i. KH Achmad Siddiq

Sejak belajar di Pesantren Tebuireng, Kiai Achmad sudah

menunjukkan kewibawaannya. Cerdas tapi tidak banyak tingkah. Di

usianya yang masih muda, dia sudah memegang ilmu tuwo.

Jangankan teman sebayanya, para guru pun segan kepada Kiai

Achmad. Hanya ada satu orang yang berani menggodanya, yakni:

Abdul Muchith Muzadi, alias Muchith kecil, yang kelak menjadi

sekretaris pribadinya.

Kiai Achmad lahir di Jember pada hari Ahad Legi 10 Rajab 1344 H /

24 Januari 1926. Putra bungsu KH Muhammad Sidiq dari Nyai

Maryam. Ia adalah adik kandung KH Mahfudz Siddiq.

Page 24: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 24Risyanto

Pendidikan dasar Kiai Achmad dimulai dari SR (sekolah rakyat)

Islam Jember, kemudian melanjutkan di Madrasah Salafiyah

Pesantren Tebuireng, Jombang hingga tamat kelas enam. Di

pesantren yang diasuh Hadratusy Syech Hasyim Asy’ari. Ia

menjadi kader utama KH Wahid Hasyim, putra Kiai Hasyim Asy’ari.

Kiai Wahidlah yang banyak memberikan pengaruh atas watak dan

kecakapan Kiai Siddiq. Termasuk ketrampilan mengetik dan

membuat konsep-konsep dalam organisasi.

Pengabdian Kiai Achmad dapat dilihat ketika beliau menjadi

Koordinator Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII, ormas

pemuda di bawah naungan Masyumi) untuk wilayah Jember dan

Besuki (1945), hingga masuk dalam kepengurusan tingkat Jawa

Timur. Ia juga pernah menjadi Ketua PWNU Jawa Timur,

mengantikan KH Abdullah Siddiq, kakaknya.

Dalam Muktamar NU ke – 27 di Situbondo tahun 1984, ia terpilih

sebagai Rais Aam PBNU dengan KH Abdurrahman sebagai Ketua

Umum Tanfidziyah. Kiai Achmad menggantikan Kiai Ali Maksum,

sedangkan Gus Dur menggantikan DR. KH. Idham Chalid.

Kiai Achmad adalah pemrakarsa gerakan kembali ke Khittah NU

1926 yang diputuskan di Situbondo.

Ide-ide segar tentang pembaruan NU banyak bermunculan darinya,

misalnya tentang Fikrah Nahdliyah, NU menerima azaz Pancasila,

konsep ukhuwah NU, dan tentu saja tentang Khittah NU yang

monumental. Ide-ide segar KH Achmad siddiq banyak ditulis KH

Abdul Muchid Muzadi, teman semasa di Tebuireng, yang menjadi

sekretaris pribadinya.

Sampai hari ini, Khittah Nahdliyah dan Fikrah Nahdliyah karya Kiai

Achmad masih menjadi pemandu utama PBNU untuk menentukan

langkahnya. Begitu juga dengan konsep ukhuwahnya.

Kiai Achmad dikenal pandai membuat tamsil. Dan pembukaan

Muktamar NU ke 28 di Krapyak, Yogyakarta (1989), ia membuat

Page 25: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 25Risyanto

tamsil yang jitu di sela Khutbah Iftitahnya; NU ini ibarat kereta api,

yang rel dan arah tujuannya sudah jelas. Bukan taksi, yang bisa di

bawa ke mana saja oleh penumpangnya. Rel NU itu sudah jelas

Pada kesempatan lain, Kiai Achmad melanjutkan, rel dan tujuan

NU sudah jelas. Syarat-syarat untuk menjadi masinis juga sudah

ditentukan dengan jelas. Barangsiapa yang tidak sejalan dengan

tujuan NU, ya jangan naik kereta NU. Silahkan cari kendaraan yang

lain saja.

Dalam karier politik, Kiai Achmad pernah menjadi Kepala KUA di

Situbondo dan Koordinator Jawatan Agama Daerah Besuki. Ketika

KH A. Wahid Hasyim menjadi Menteri Agama, Kiai Achmad yang

dipercaya sebagai sekretaris pribadinya, menggantikan AA Achsin.

Dan berkat bimbingan Wahid Hasyim pula, karier Kiai Achmad

terus meningkat. Pernah menjadi pegawai menengah dan tinggi di

Kementerian Agama, dan juga pernah menjadi Kepala Kantor

Departemen Agama Propinsi Jawa Timur.

Hasil pemili 1955 mengantarkan dirinya untuk duduk di kursi DPR

RI dari fraksi NU. Namun tidak lama ia bertahan di sana, sebab

sikapnya senantiasa keras pada Nasakom yang didukung

pemerintah Belanda dengan para kiai NU kala itu yang lebih

banyak menempuh jalan kompromi. Kursi DPR RI kembali

didudukinya setelah pemilu 1971. Dan sejak 1977 kembali aktif

memimpin pesantren Ash Shiddiqiyah di tanah kelahirannya,

Jember.

Kiai Achmad wafat tanggal 23 Januari 1991 setelah dirawat di RS

Dr Soetomo Surabaya. Atas permintaan dirinya sebelum

meninggal, jenazahnya dimakamkan di Kompleks Makam Aulia

Desa Mojo, Kediri, tak jauh dari makam KH Hamim Jazuli (Gus

Mik), pendiri semaan al Qur’an Mantab.

Page 26: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 26Risyanto

ISTILAH POPULER DALAM TUBUH NU

Sering warga NU dibuat pusing dengan istilah-istilah yang

digunakan dalam organisasi Islam yang bernama NU, seperti: syuriah,

tanfidziyah, muktamar, qonun asasi, a’wan, dll. Dalam tulisan ini sengaja

penulis paparkan beberapa istilah-istilah yang digunakan jam’iyah

Nahdlatul Ulam, antara lain :

1. A’wan

Sebutan untuk anggota syuriyah NU di semua jenjang

kepengurusan. A’wan berasal dari bahasa Arab yang artinya

anggota.

2. Ahlul Halli wal Aqdi

Orang yang berkompeten untuk melepaskan dan mengikat

(sebagai suatu lembaga).

Menurut ahli fiqh, ahlul halli wal ‘aqdi merupakan institusi yang

para anggotanya terdiri dari para ahli yang mengemukakan

pendapatnya tentang suatu masalah untuk mendapatkan

kebenaran melalui musyawarah. Dan dengan musyawarah akan

melahirkan beberapa pendapat tentang masalah yang sedang

dihadapi dan mencarikan keputusannya, sehingga menghasilkan

kebenaran daripada kalau diputuskan sendiri.

Ada tiga syarat yang harus dimiliki oleh setiap anggota ahlul halli

wal ‘aqdi, yaitu:

a. Memiliki sifat adil dan selalu memelihara wibawa dan nama

baik (muru’ah).

b. Memiliki ilmu pengetahuan yang memadai sesuai dengan

fungsi lembaganya.

c. Memiliki wawasan yang luas dan kebijaksanaan, sehingga

mampu menilai berbagai alternatif serta memilih yang sebaik-

baiknya,

Page 27: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 27Risyanto

3. Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah

NU adalah organisasi keagamaan yang bertujuan melestarikan,

mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah

wal Jama’ah an Nahdliyah. Arti ahlussunah wal jamaah adalah

para pengikut yang berpegang teguh kepada al Qur’an, al Hadits,

al Ijma’, dan al Qiyas.

Doktrin ahlussunah wal jamaah berpangkal pada 3 panutan;

a. Mengikuti paham al Asy’ariyah dan al Maturidi dalam

bertauhid.

b. Mengikuti salah satu madzhab fiqh yang empat (Hanafi, Maliki,

Hambali, dan Syafi’i) dalam beribadah.

c. Mengikuti cara yang ditetapkan al Junaidi al Baghdadi dan al

Ghozali dalam bertarekat.

4. Anak Cabang

Adalah istilah kepengurusan badan otonom dan lembaga NU di

tingkat kecamatan. Khusus untuk NU di sebut MWC (Majlis Wakil

Cabang). Sedangkan untuk lembaga dan Banom biasanya

menggunakan istilah Pimpinan Anak Cabang (PAC).

5. Bahtsul Masail

NU dalam struktur organisasinya memiliki suatu Lembaga Bahtsul

Masail (LBM). Sesuai dengan namanya, bahtsul masail, yang

berarti pengkajian terhadap masalah-masalah agama, LBM

berfungsi sebagai forum pengkajian hukum yang membahas

berbagai masalah keagamaan.

6. Bai’at

Bai’at adalah pengucapan janji atau sumpah setia. Bai’at

diucapkan setiap memulai jabatan baru dalam jajaran NU dan

Banom-Banomnya. Bai’at biasanya dilakukan oleh para ulama di

jajaran syuri’ah atau pengurus di jenjang yang lebih tinggi.

Biasanya didahului dengan membaca dua kalimah syahadat, lalu

Page 28: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 28Risyanto

mengucapkan janji untuk selalu siap dan setia dalam menjalankan

tugas.

7. Banser

Singkatan dari barisan Ansor serbaguna. Salah satu kekuatan inti

gerakan pemuda Ansor yang identik dengan kelaskaran. Didirikan

pada tahun 1964 di Kota Blitar, Jawa Timur. Nama Banser adalah

atas usulan Muhammad Zainuddin Kayubi, Ketua Korda GP Ansor

Karesidenan Kediri, merangkap Ketua PC GP Ansor Blitar.

Makna lambang Banser:

a. Kalimat ya ilaahi, melambangkan bahwa setiap gerak dan

perjuangan Banser dijiwai dengan ketaqwaan setia gerak dan

segala perintah Allah SWT.

b. Logo Gerakan Pemuda Ansor melambangkan kesatupaduan

langkah Banser yang tidak bisa dipisahkan dari organisasi

induknya, yakni GP Ansor.

c. Gambar burung Ababil, melambangkan kekuatan umat Islam

yang menjunjung tinggi upaya kesejahteraan dan kemakmuran

manusia.

d. Gambar pita melambangkan keteguhan Banser dalam

membela dan mendorong setiap perjuangan menegakkan

kebenaran dan keadilan.

e. Tulisan Nahnu Ansharullah melambangkan sikap Banser yang

saling tolong-menolong kepada sesama manusia sebagai

hamba Allah SWT.

f. Warna merah (sebagai dasar logo) melambangkan keteguhan

dalam melaknsakan aqidah dan semangat pantang mundur

dalam membela keadilan dan kebenaran.

g. Warna kuning melambangkan ketulusan, keikhlasan dan

kesucian perjuangan.

h. Warna hijau segitiga melambangkan keimanan, keadilan, dan

kemakmuran.

Page 29: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 29Risyanto

i. Warna hitam melambangkan rukun Islam lima dan Pancasila

sebagai dasar negara.

j. Segi lima melambangkan bahwa setiap anggota Banser siap

setiap saat melaksanakan tugas organisasi.

k. Perisai merah putih. Banser siap setiap saat untuk menjaga

ketentraman bangsa dan NKRI.

8. Fatayat

Fatayat adalah salah satu badan otonom NU yang membina para

pemudi. Fatayat NU artinya para pemudi NU.

Fatayat didirikan tanggal 7 Rajab 1369 H / 24 April 1950. Hanya

saja, perintisannya sudah dimulai sejak tahun 1940, oleh tiga

serangkai wanita; Murtasiyah (Surabaya), Khuzaimah Mansur

(Gresik), dan Aminah Mansur (Sidoarjo).

Arti lambang Fatayat;

a. Setangkai bunga melati, lambang yang murni.

b. Tegak di atas dua helai daun, setiap gerak Fatayat tidak lepas

dari pemantauan bapak dan ibu (NU dan Muslimat).

c. Di dalam sebuah bintang, Fatayat senantiasa berlandaskan

perintah Allah dan sunnah rasul.

d. Delapan bintang, empat khulafaur rasyidin dan empat

madzhab.

e. Dilingkari tali persatuan, Fatayat NU tidak keluar dari ahlus

sunnah wal jamaah.

f. Dilukis dengan warna putih di atas warna hijau, Fatayat

senantiasa bergerak pada kesucian dan kebenaran.

9. Fikrah Nahdliyah

Fikrah Nahdliyah adalah kerangka berpikir yang didasarkan pada

ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah yang dijadikan

landasan berpikir NU (khithah nahdliyah) untuk menentukan arah

perjuangan dalam rangka islahul ummah (perbaikan umat).

Page 30: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 30Risyanto

Metode berpikir ke – NU – an;

Dalam merespok persoalan, baik yang berkenaan dengan

persoalan keagamaan maupun kemasyarakatan, NU memiliki

manhaj Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah sebagai berikut;

a. Mengikuti paham al Asy’ariyah dan al Maturidi dalam

bertauhid.

b. Mengikuti salah satu madzhab fiqh yang empat (Hanafi, Maliki,

Hambali, dan Syafi’i) dalam beribadah.

c. Mengikuti cara yang ditetapkan al Junaidi al baghdadi dan al

Ghozali dalam bertarekat.

Ciri-ciri fikrah nahdliyah;

a. Fikrah tawassuthiyyah (pola pikir mmoderat), artinya NU

senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dan i’tidal (moderat)

dalam menyikapi berbagai persoalan, NU tidak tafrith atau

ifrath.

b. Fikrah tasamuhiyah (pola pikir toleran), artinya NU dapat

hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain walau

pun aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda.

c. Fikrah ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya NU senantiasa

mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al

ishlah ila ma huwa al ashlah).

d. Fikrah tathawwuriyah (pola pikir dinamis), artinya NU

senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon

berbagai persoalan.

e. Fikrah manhajiyah (pola pikir metodologis), artinya NU

senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang mengacu

kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh NU.

Page 31: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 31Risyanto

Ide fikrah nahdliyah ini pertama kali diajukan oleh KH Achmad

Siddiq pada tahun 1969, yang selanjutnya menjadi embrio

gerakan khittah pada tahun 1984. Pada muktamar-muktamar

selanjutnya selalu menjadi acuan dalam komisi bahtsul masail

maudhu’iyah.

10. Gerakan Pemuda Ansor

Dibentuk pada tanggal 24 April 1934 M / 10 Muharram 1353 H.

Melalui Muktamar NU ke 9 di Banyuwangi, dengan nama Ansoru

Nahdlatil Ulama (ANO).

Alasan diberi nama Ansor sebagai penghormatan dan

penghargaan kepada nama yang diberikan Nabi Muhammad

kepada penduduk Madinah yang telah berjasa besar dalam

menyambut dan menolong kedatangan Nabi dan para sahabatnya

yang berhijrah dari Makkah. Mereka rela berkorban habis-habisan

dalam memberikan pertolongan pada sesama saudaranya.

Pemakaian nama Ansor merupakann petunjuk dari KH. A. Wahab

Hasbullah.

Pada tahun 1949 dalam reuni anggota ANO dan Hizbullah di

Kantor PBNU Jl. Bubutan Surabaya, yang dihadiri KH A. Wahid

Hasyim, disepakati nama ANO diganti menjadi Gerakan Pemuda

Ansor, sebagai gerakan untuk mempersiapkan kader penerus

perjuangan NU. HA Chamid Widjaja terpilih sebagai Ketua Umum

PP GP Ansor yang pertama. Pada periode 1960 – 1070 Ansor

mempertegas dirinya sebagai perisai NU.

Makna lambang;

a. Segi tiga garis alas berarti tauhid, garis sisi kanan berarti fiqih

dan garis sisi kiri berarti tasawuf.

b. Segi tiga sama sisi bermakna keseimbangan pelaksanaan

ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah yang

meliputi iman, islam, dan ihsan atau ilmu tauhid, ilmu fiqh, dan

ilmu tasawuf.

Page 32: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 32Risyanto

c. Garis tebal sebelah luar dan tipis sebelah dalam pada sisi segi

tiga berarti keserasian dan keharmonisan hubungan antara

pemimpin (garis tebal) dan yang dipimpin (garis tipis).

d. Warna hijau berarti kedamaian, kebenaran, dan kesejahteraan.

e. Bulan sabit berarti kepemudaan.

f. Sembilan bintang;

- Satu yang besar berarti sunnah Rasulullah.

- Empat bintang disebelah kanan berarti sahabat Nabi

(khulafaur rasyidin).

- Empat bintang di sebelah kiri berarti madzhab yang empat

(Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali).

g. Tiga sinar ke bawah berarti pancaran cahaya dasar-dasar

agama, yaitu: iman, islam, dan ihsan yang terhujam dalam jiwa

dan hati.

h. Lima sinar ke atas berarti manifestasi pelaksanaan terhadap

rukun Islam yang lima, khususnya shalat lima waktu.

i. Jumlah sinar yang delapan berarti juga pancaran semangat

juang dari delapan Ashabul Kahfi dalam menegakkan

kebenaran dan keadilan, menentang kebatilan dan kedzaliman

serta pengembangan agama Allah ke delapan penjuru mata

angin.

j. Tulisan Ansor (huruf besar ditulis tebal) berarti ketegasan sikap

dan pendirian.

11. Ikatan Pelajar NU (IPNU)

IPNU adalah salah satu badan otonom NU yang menangani

pelajar, remaja, santri. Sebelum IPNU terbentuk, para pelajar NU

sudah mendirikan organisasi di daerah masing-masing, yang

antara satu dengan lainnya tidak saling berkaitan. Ada persatuan

siswa-siswa NO (Persano) di Surabaya tahun 1939, ikatan murid

NO di Malang tahun 1945, Subbanul Wathan di Madura tahun

1945, dll.

Page 33: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 33Risyanto

IPNU didirikan pada tanggal 20 Jumadil Akhir 1373 H / 24

Pebruari 1954, ketika diselenggarakan Kongres LP Ma’arif di

Semarang. Sejak berdirinya IPNU menjadi bagian dari LP Ma’arif,

dan baru pada tahun 1966, ketika diselenggarakan Kongres IPNU

di Surabaya, IPNU resmi melepaskan diri dari LP Ma’arif dan

menjadi Badan Otonom NU. Salah seorang pendiri IPNU adalah

Prof. Dr. KH. M. Tolchah Mansur.

Namun sejak tahun 1988, melalui kongresnya yang ke 10 di

Jombang (dikenal dengan Deklarasi Jombang) kepanjangannya

diganti menjadi Ikatan Putera Nahdlatul Ulama, karena harus

menyesuaikan diri dengan undang-undang Nomor 8 tahun 1985

tentang keormasan, yang melarang adanya organisasi pelajar di

sekolah, selain OSIS.

Namun setelah Orde Baru tumbang, di saat kebebasan

berpendapat dan bereskpresi bisa diperoleh dengan mudah,

singkatan itu dikembalikan lagi seperti saat kelahirannya. Melalui

kongresnya yang ke 14 di Surabaya (18 – 22 Juni 2003),

kepanjangan IPNU kembali seperti semula: Ikatan Pelajar

Nahdlatul Ulama.

Makna Lambang :

a. Warna hijau melambangkan subur, kuning melambang hikmah

yang tinggi dan putih bermakna kesucian. Warna kuning di

antara putih melambangkan hikmah dan cita-cita yang tinggi.

b. Bentuk bulat bermakna kontinyu, terus-menerus.

c. Tiga titik di antara kata I.P.N.U bermakna islam, iman, dan

ihsan.

d. Enam strip pengapit huruf I.P.N.U bermakna rukun iman.

e. Bintang berarti ketinggian cita-cita.

f. Sembilan bintang; lambang keluarga Nahdlatul Ulama.

- Satu bintang di tengah: Nabi Muhammad.

Page 34: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 34Risyanto

- Empat bintang di kanan dan kiri: khulafaur rasyidin, yakni:

Abu Bakar as Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan,

dan Ali bin Abu Thalib.

- Empat bintang di bawah : madzhab empat, yakni: Hambali,

Hanafi, Maliki, dan Syafi’i.

g. Dua kitab; al Qur’an dan al Hadits.

h. Bulu lambang ilmu. Dua bulu angsa bersilang melambangkan

sintesa antara ilmu umum dan ilmu agama Islam.

i. Sudut bintang lima bermakna rukun Islam.

12. Ikatan Pelajar Putri NU

IPPNU adalah salah satu badan otonom NU yang membidangi

remaja, santri dan pelanjar putri NU. Didirikan pada tanggal 8

Rajab 1374 H / 2 Maret 1955 di Solo, Jawa Tengah. Salah

seorang pendirinya adalah Ny Umroh Mahfudzah. Sejak berdirinya

IPPNU bernaung di bawah LP Ma’arif, namun sejak tahun 1966

melalui kongresnya di Surabaya, IPPNU berdiri sendiri sebagai

salah satu badan otonom NU.

Sejak tahun 1988, melalui kongresnya yang ke 9 di Jombang (29–

31 Januari 1988), kepanjangan IPPNU berganti menjadi Ikatan

Puteri-Puteri Nahdlatul Ulama, karena harus menyesuaikan diri

dengan UU No 8 Tahun 1985 tentang keormasan, yang melarang

adanya organisasi pelajar di sekolah, selain OSIS.

Namun setelah orde baru tumbang, di saat kebebasan

berpendapat dan berekspresi bisa diperoleh dengan mudah,

singkatan itu dikembalikan lagi seperti saat kelahirannya. Melalui

kongresnya yang ke 13 di Surabaya (18 – 22 Juni 2003),

kepanjangan IPPNU kembali seperti semula : Ikatan Pelajar Puteri

Nahdlatul Ulama.

Makna Lambang :

a. Warna hijau : kebenaran, kesuburan serta dinamis.

b. Warna putih : kesucian, kejernihan serta kebersihan.

Page 35: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 35Risyanto

c. Warna kuning : hikmah yang tinggi / kejayaan.

d. Segi tiga : iman, islam, dan ihsan.

e. Dua buah garis tepi mengapit warna kuning ; dua kalimat

syahadat.

f. Sembilan bintang : keluarga Nahdlatul Ulama yang diartikan:

- Satu bintang besar paling atas Nabi Muhammad.

- Empat bintang di sebelah kanan : empat sahabat Nabi (Abu

Bakar, Umar, Utsman, Ali).

- Empat bintang di sebelah kiri : empat madzhab yang diikuti

(Maliki, Hanafi, Syafi’i, Hambali).

g. Dua kitab : al Qur’an dan Hadits

h. Dua bulu bersilang : aktif menulis dan membaca untuk

menambah wacana berfikir.

i. Dua bunga melati : perempuan yang dengan kebersihan

pikiran dan kesucian hatinya memadukan dua unsur ilmu

pengetahuan umum dan agama.

j. Lima titik di antara tulisan I.P.P.N.U : rukun islam.

13. Katib

Katib (bukan khatib) adalah sebutan untuk pengurus Syuriah yang

menangani administrasi. Tidak jauh beda dengan jabatan

sekretaris di jajaran Tanfidziyah. Katib berasal dari Bahasa Arab

yang artinya sekretaris atau penulis. Katib Aam berarti sekretaris

jenderal (Sekjen).

14. Khittah Nahdliyah

Khittah Nahdliyah adalah landasan berpikir, bersikap, dan

bertindak warga NU yang harus dicerminkan dalam tingkah laku

perseorangan maupun organisasi, serta dalam setiap proses

pengambilan keputusan. Khittah ini diputuskan dalam Muktamar

NU ke 27 (1984) di Situbondo.

KH. Achmad Siddiq (Rais Aam PBNU 1984 – 1991) sebagai

penggagas ide Khittah, mengartikan khittah dengan kalimat yang

Page 36: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 36Risyanto

sangat sederhana : NU tidak ke mana-mana (tetap dalam orbit

1926), tetapi berada di mana-mana (warganya bebas

menyalurkan hak politik di partai politik manapun sesuai

aspirasinya).

Sedangkan kalimat Khittah itu sendiri pertama kali diucapkan oleh

KH Achyat Chalimi (Mojokerto) pada tahun 1952, ketika

berlangsung Muktamar NU. Kiai Achyat saat ini mengusulkan NU

harus kembali ke Khittah, agar tidak awut-awutan begini. Namun

usulan itu tidak disertai dengan konsep yang utuh, sehingga tidak

mendapatkan banyak perhatian.

Justru konsep khittah itu mulai tertata sejak tahun 1978, ketika KH

A. Muchith Muzadi mengantarkan KH Achmad Siddiq yang akan

naik haji melalui Surabaya. Jauh-jauh hari Kiai Muchith diminta

oleh Kiai Achmad untuk membuat rumusan khittah, dengan pikiran

yang sudah disampaikan oleh Kiai Achmad sebelumnya.

Menjelang berangkat, naskah itu diberikan oleh Kiai Muchith dan

dibawa Kiai Achmad ke tanah suci.

Sepulang dari ibadah haji, naskah hasil ketikan Kiai Muchith itu

sudah dikoreksi oleh Kiai Achmad dengan pembenahan di

beberapa bagian. Setelah dilakukan perbaikan-perbaikan selama

3 bulan, barulah konsep itu disepakati oleh Kiai Achmad. Namun

baru diundangkan pemakaiannya 6 bulan kemudian.

15. Komite Hijaz

Merupakan cikal bakal kelahiran NU. Komite tersebut dibentuk

dan dimotori oleh KH A. Wahab Hasbullah, atas restu dari

Hadratusy Syech KH. M. Hasyim Asy’ari. Dibentuknya Komite

Hijaz adalah untuk mengirimkan delegasi ulama Indonesia yang

akan menghadap Raja Ibnu Saud (1925). Misi yang diemban di

antaranya tentang kekhawatiran para ulama terhadap rencana

raja yang akan melarang peribadatan yang dilandasai madzhab

Page 37: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 37Risyanto

diluar yang telah ditetapkan oleh madzhab tanah haram (Makkah

Madinah).

Semula utusan para ulama adalah KH R. Asnawi Kudus. Namun

karena Kiai Asnawi ketinggalan kapal dan tidak jadi berangkat,

keberangkatan itu disampaikan melalui telegram. Namun karena

telegram belum mendapat jawaban juga, akhirnya berangkatlah

KH A Wahab Hasbullah sebagai utusan.

Secara resmi, utusan itu adalah KH A Wahab Hasbullah

(Surabaya), Syech Ghonaim al Misri (warga negara Mesir yang

akhirnya diangkat sebagai salah seorang Mustasyar NU), dan KH

Dahlan Abdul Qohar (pelajar Indonesia yang sedang belajar di

Makkah). Namun yang berangkat dari Indonesia hanya Kiai

Wahab.

Misi yang diemban komite ini adalah menemui Raja Saud, Ibnu

Saud, untuk menyampaikan pesan ulama pesantren di Indonesia,

yang meminta agar raja tetap memberikan kebebasan berlakunya

hukum-hukum ibadah dalam madzhab empat di tanah Haram.

Di antara penyebab munculnya Komite Hijaz adalah jatuhnya

khalifah di Turki pasca Perang Dunia I, dan masuknya Ibnu Saud

yang beraliran Wahabi dengan menguasai Makkah yang menjadi

sentral ibadah umat Islam sedunia.

Ketika itu, Saudi berkeinginan menegakkan kembali khilafah yang

jatuh itu dengan menggelar komperensi umat Islam sedunia, dan

dipusatkan di Makkah. Utusan dari Indonesia yang diakui adalah

HOS Cokroaminoto dan KH Mas Mansur. Tetapi ikut pula

berangkat HM Suja’ (Muhammadiyah), H. Abdullah Ahmad (dari

Sumatera Barat) dan H. Abdul Karim Amrullah (utusan dari

Persatuan Guru Agama Islam). Sementara KH A. Wahab

Hasbullah malah dicoret keanggotaannya dengan alasan tidak

mewakili organisasi. Akhirnya para ulama pesantren membentuk

Page 38: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 38Risyanto

tim tersebut dengan mengatasnamakan Jamiyah Nahdlatul

Ulama, meski secara resmi organisasinya belum didirikan.

Utusan para ulama pesantren dengan nama Komite Hijaz itu

menuai hasil gemilang. Raja menjamin kebebasan beramaliah

dalam madzhab empat di tanah haram, dan tidak ada

penggusuran makam Nabi Muhammad dan para sahabatnya,

seperti kabar sebelumnya.

Sepulang dari Makkah, KH A. Wahab Hasbullah bermaksud

membubarkan komite itu karena dianggap tugasnya sudah

selesai. Namun keinginan itu dicegah oleh KH M. Hasyim Asy’ari.

Komite tetap berjalan, namun dengan tugas yang baru, yaitu

membentuk organisasi Nahdlatul Ulama, sebagaimana isyarat

yang diberikan oleh Syaichona Cholil yang dikirimkan melalui

salah seorang santrinya, KH. R. As’ad Syamsul Arifin.

Sewaktu Kiai Wahab akan mengumpulkan para ulama di

Surabaya, tampaknya intelijen Belanda sudah mencium tanda-

tanda peristiwa besar akan terjadi di kota itu. Karenanya mereka

tidak memberikan ijin pertemuan. Melihat kondisi seperti ini, para

ulama tidak kehabisan cara untuk bisa mengadakan pertemuan.

Dengan alasan tahlilan dalam rangka haul Syaikhona Cholil

Bangkalan, para ulama berkumpul di rumah KH Ridwan Abdullah

di Jl. Bubutan VI Surabaya.

Di luar rumah para undangan membaca tahlil, sedangkan di dalam

rumah para kiai menggelar pertemuan untuk mendirikan jamiyah

NU. Selesai tahlilan itulah, tepatnya pada 16 Rajab 1344 Hijriyah

bertepatan dengan 31 Januari 1926, lahirlah Jam’iyah Nahdlatul

Ulama.

16. Lajnah

Lajnah adalah perangkat organisasi untuk melaksanakan program

yang memerlukan penanganan khusus. Lajnah dibentuk sesuai

dengan kebutuhan. Tidak semua tingkatan mempunyai lajnah ini.

Page 39: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 39Risyanto

Sesuai dengan keputusan Muktamar ke 31 di Donohudan Solo

(2004), NU mempunyai dua lajnah, yaitu:

a. Lajnah Falakiyah yang bertugas mengurus masalah hisab dan

rukyah, serta pengembangan ilmu falak.

b. Lajnah Ta’lif wan Nasyr, disingkat LTN yang bertugas

mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan

kitab / buku, serta media informasi menurut faham ahlus

sunnah wal jamaah.

17. Lesbumi

Singkatan dari lembaga seniman budayawan muslimin Indonesia.

Salah satu lembaga NU yang menaungi para seniman dan

budayawan. Didirikan di Bandung pada 28 Juli 1962 dalam status

sebagai badan otonom NU. Dalam sejarahnya, Lesbumi banyak

dipimpin oleh para tokoh besar dalam perfilman nasional. Ada

nama H. Jamaluddin Malik, Asrul Sani, Usmar Ismail, Anas Ma’ruf,

Misbah Yusa Biran, dll. Nama Lesbumi adalah ide dari Asrul Sani,

seorang sutradara film kenamaan.

Menjelang peristiwa G 30 S PKI tahun 1965, Lesbumi banyak

memainkan peran dalam menghadang para seniman komunis

yang bernaung dalam Lembaga Keseniang Rakyat (Lekra). Sejak

didirikan, Lesbumi langsung menjadi organisasi seniman dan

budayawan terbesar. Di lapangan, Lesbumi jauh lebih unggul dari

Lekra, karena para seniman papan atas lebih banyak bergabung

di dalamnya. Sedangkan Lekra lebih banyak diisi oleh pemain

figuran. Di sisi lain, jumlah pendukung. Lesbumi jauh lebih banyak.

Bahkan Lesbumi bisa menguasai seluruh jalur peredaran film

nasional.

Meski menang di lapangan dalam menghadapi Lekra, namun

Lesbumi tidak bisa hidup nyaman dalam NU. Sejak berdirinya

banyak kiai NU yang merasa tidak sepakat, karena dinilai banyak

membawa maksiat di dalamnya. Namun dengan dalih sebagai alat

Page 40: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 40Risyanto

perjuangan untuk menghadapi orang-orang komunis, akhirnya

kehadiran Lesbumi bisa ditoleransi. Bila ada kiai sepuh merasa

keberatan terhadap kegiatan Lesbumi, biasanya DR. KH. Idham

Chalid, HM Subchan ZE, atau H. Djamaluddin Malik yang akan

memberikan penjelasan kepada para kiai sepuh.

Perjalanan Lesbumi dalam naungan NU ternyata tidak bisa

berjalan secara lancar. Masih banyak kiai yang merasa kurang

berkenan. Tak lama setelah NU memutuskan untuk menerima ide

Nasakom dari Bung Karno, hubungan Lesbumi dengan NU

semakin tidak mesra, karena para seniman menolak langkah itu.

Hubungan dengan ketiga pelindungnya juga demikian. Sampai

akhirnya para tahun 1967 hubungan itu tidak dapat dipertahankan

lagi. Lesbumi vakum dengan sendirinya, tanpa pernah dibubarkan.

Setelah menjalani tidur panjangnya, Lesbumi diaktifkan kembali

pada tahun 2000-an. Sejak tahun 2004, lewat Muktamar

Donohudan, Lesbumi diterima kembali ke dalam pangkuan NU.

Kali ini masuk ke dalam jajaran lembaga.

18. Mabadi’ Khoira Ummah

Artinya langkah-langkah awal menuju terwujudnya umat yang

ideal. Langkah-langkah awal itu adalah perilaku (akhlak) yang

diharapkan dimiliki oleh NU dan kaum Nahdliyin, berupa:

a. As shidqu (kejujuran)

b. Al wafa bil ‘ahdi (komitmen / disiplin)

c. Al ‘adalah (adil)

d. Al istiqomah (konsisten)

Konsep mabadi khaira ummah ini pertama kali dicanankan oleh

KH Machfudz Siddiq, semasa menjabat Ketua PBNU (1938-1944).

KH. A. Muchith Muzadi mengatakan, Mabadi Khaira Ummah ini

seharusnya menjadi tema utama dalam pembinaan umat

Nahdliyyin.

19. Masail Diniyah

Page 41: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 41Risyanto

Yaitu permasalahan yang sedang berkembang untuk dicarikan

solusi jawaban dari sisi agama.

NU mempunyai tiga komisi masail diniyah, yaitu:

a. Masail diniyah waqi’iyah, yakni permasalahan-permasalahan

kekinian yang menyangkut hukum suatu peristiwa. Misalnya,

bagaimana hukumnya orang Islam meresmikian gereja?

Apakah air mutanajis yang telah berubah menjadi air bersih

secara kimiawi dapat dihukumi thahir muthahhir?

b. Masail diniyah maudhu’iyah, yakni permasalahan yang

menyangkut pemikiran. Misalnya tentang fikrah nadhliyah,

ahlussunnal wal jamaah, globalisasi, mencampur adukkan

pendapat para imam madzhab (talfiq).

c. Masail diniyah qonuniyah, yakni penyikapan terhadap rencana

undang-undang yang diajukan pemerintah atau undang-

undang peralihan yang baru disahkan. Komisi ini bertugas

mengkaji RUU atau UU bari dari sisi agama, untuk kemudian

diajukan kepada pemerintah sebagai bahan masukan dan

koreksi. Misalnya, tanggapan atas RUU perubahan UU No 17

Tahun 1999 tentang penyelenggaraan ibadah haji.

20. Muslimat

Muslimat adalah salah satu badan otonom NU yang

beranggotakan kaum ibu. Lahir pada saat Kongres NU ke 16 di

Purwokerto (26 Rabiul Akhir 1465 / 29 Maret 1946) dengan nama

Nahdlatoel Oelama Moeslimat, disingkat NOM (masih

menggunakan ejaan lama). Saat itu Muslimat masih menjadi

bagian NU, belum menjadi Banom tersendiri.

Barulah pada Kongres NU ke 19 di palembang (28 Mei 1952),

NOM disahkan menjadi organisasi yang berdiri sendiri dan

menjadi Banom NU. Saat itu namanya menjadi Muslimat NU.

21. Mustasyar

Page 42: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 42Risyanto

Mustasyar adalah lembaga penasihat. Biasanya, mustasyar

dijabat para kiai sepuh yang diberi wewenang untuk memberikan

masukan dan nasehat-nasehat kepada pengurus NU bila

diperlukan.

22. MWC

MWC (Majlis Wakil Cabang) adalah tingkat kepengurusan NU di

tingkat kecamatan. Penyebutan MWC dimulai sejak tahun 1952,

ketika NU menjadi partai politik. Untuk Banom, disebut PAC

(Pimpinan Anak Cabang).

23. Pagar Nusa

Salah satu badan otonom NU yang bertugas menggali,

mengembangkan dan melestarikan pencak silat. Segala kegiatan

yang berhubungan dengan pencak silat dan bela diri dengan

segenap aspeknya (dari fisik sampai mental, dari pendidikan

sampai pengamanan, dll) merupakan bidang garap Banom ini.

Pagar nusa didirikan pada tanggal 3 Januari 1986 di Pon. Pes.

Lirboyo Kediri Jawa Timur. Nama Pagar Nusa diciptakan oleh KH

Mujib Ridwan (putra KH Ridwan Abdullah, penemu lambang NU),

yang berarti pagar NU dan bangsa.

Makna Lambang :

a. Bingkai segi lima; rukun islam, azas Pancasila.

b. Dikelilingi tiga garis : iman, islam, dan ihsan.

c. Dasar hijau : kesuburan dan kejujuran.

d. Warna lambang dan tulisan putih : suci.

e. Bola dunia : induk organisasi NU.

f. Bintang sembilan : induk organisasi NU, penghormatan kepada

wali songo, pioner penyebar agama Islam di Indonesia.

Sembilan merupakan angka terbesar.

g. Trisula / cabang : lambang kekhususan pencak silat.

h. Tulisan nama : lembaga pencak silat.

Page 43: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 43Risyanto

i. Tulisan Arab : tidak ada kemenangan kecuali dengan

pertolongan Allah melambangkan kesederhanaan tidak

takabur (sombong).

24. Resolusi Jihad

Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya erat kaitannya

dengan resolusi jihad Nahdlatul Ulama yang diputuskan di kota

yang sama. Resolusi itu dibuat pada tanggal 22 Oktober 1945 (18

hari menjelang perang besar-besaran meletus).

Sebelum menyampaikan resolusi bersejarah itu, terlebih dahulu

diawali oleh fatwa Hadratus Syech KH. M. Hasyim Asy’ari yang

menyatakan antara lain:

a. Umat Islam wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan

kawan-kawan yang hendak kembali menjajah Indonesia.

b. Melarang kaum muslimin Indonesia untuk melakukan

perjalanan haji menggunakan kapal Belanda.

25. Syuriah

Syuriah adalah pimpinan tertinggi dalam jam’iyah Nahdlatul

Ulama. Syuriah berfungsi sebagai pembina, pengendali,

pengawas dan penentu kebijaksanaan NU.

Struktur kepengurusan syuriah di tingkat pusat terdiri dari :

a. Rais am

b. Wakil rais am

c. Beberapa rais

d. Katib am

e. Beberapa wakil katib

f. A’wan

Sedangkan untuk Wilayah, Cabang, Majlis Wakil Cabang dan

Ranting adalah:

a. Rais

b. Beberapa wakil rais

c. Katib

Page 44: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 44Risyanto

d. Beberapa wakil katib

e. A’wan

Page 45: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 45Risyanto

26. Tanfidz

Tanfidz adalah pelaksana kebijakan syuriah.

Struktur kepengurusan tanfidziyah di tingkat Pengurus Besar

adalah:

- Ketua umum

- Beberapa ketua

- Sekretaris Jenderal

- Beberapa wakil sekjen

- Bendahara

- Beberapa wakil bendahara

27. Thariqoh al Mu’tabaroh an Nahdliyah

Pada 10 Oktobe 1957 di Magelang para kiai NU mendirikan suatu

badan otonom (Banom) bernama jam’iyah ahli thariqoh

mu’tabaroh. Kemudian dalam Muktamar Semarang (1979)

ditambah kata an – Nahdliyah dibelakannya untuk menegaskan

bahwa badan ini tetap berafiliasi kepada NU. Sejak berdirinya

pemimpin tertinggi badan ini adalah para kiai ternama dari

pondok-pondok besar.

Alasan utama didirikan Banom ini adalah untuk :

a. Membimbing organisasi-organisasi tarikat yang dinilai belum

mengajarkan amalan-amalan yang sesuai dengan al Qur’an

dan al Hadits.

b. Mengawasi organisasi-organisasi tarekat agar tidak menyalah

gunakan pengaruhnya untuk kepentingan yang tidak

dibenarkan oleh ajaran agama Islam.

Orang ahli tarikat tidak pernah libur dari istighfar, dzikir, membaca

al Qur’an dan bersholawat kepada Nabi Muhammad, serta

melakukan semua kewajiban agama. Termasuk amalan-amalan

sunnahnya.

Page 46: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 46Risyanto

28. Waliyul Amri ad Dlaruri bisy Syaukah

Pada tahun 1954, sebuah musyawarah alim ulama Indonesia di

Cipanas mengambil keputusan bahwa Prresiden Soekarno adalah

waliyul amri ad dlaruri bisy syaukah, artinya pemegang urusan

pemerintahan yang punya cukup kewibawaan dipatuhi oleh

pejabat dan rakyat.

Sebagian politisi yang beroposisi dengan Soekarno menuduh para

ulama itu hanya “menjilat” presiden dengan menjual agamanya.

Sebaliknya, politisi yang netral malah memuji keberanian mereka

mencantumkan status dharuri yang berarti menilai Presiden

Soekarno belum sempurna memenuhi syarat, baik secara agama

maupun politik, karena belum dipilih melalui pemilihan umum.

Terbukti, musyawarah para rektor se Indonesia memutuskan

bahwa Presiden Soekarno adalah waliyul amri, titik. Tanpa ada

tambahan “dharuri”.

Musyawarah alim ulama itu diadakan atas dua dorongan:

Pertama, urusan agama. Dari sudut agama, pertanyaan yang

muncul adalah: apakah Presiden Soekarno merupakan

pemerintah yang sah menurut agama? Sebab banyak hal yang

berkaitan dengan sahnya presiden sebagai pemerintah,

umpamanya masalah tauliyah (penyerahan perwalian bagi

perempuan yang kawin dan tidak mempunyai wali nasab).

Menurut Imam Syafi’i, wali hakim harus mendapat kuasa / mandat

dari sultan / pemerintah.

Kedua, dari sudut ketatanegaraan, apakah Presiden Soekarno

sudah menjadi kepada negara, pemerintah yang harus ditaati oleh

rakyat? Bagaimana kalau ada pihak yang memberontak dan

berusaha menggantikannya?

Kalau sahnya presiden sebagai waliyul amri belum jelas, maka

sahnya wali hakim dan kewajiban taat pada pemerintah juga

Page 47: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 47Risyanto

belum jelas. Kalau hal ini dijadikan acuan umum, apabila kalau

lebih banyak disoroti dari kepentingan politik golongan saja, maka

situasi politik nasional akan menjadi panas. Oleh karena itu, NU

mengambil inisiatif supaya para ulama membahas dan

menyimpulkan masalah ini.

Dapat dipahami sikap NU yang memprakarsai pemberian gelar

pada Presiden Soekarno tersebut. Sebagai partai politik, ia tidak

melepaskan tingkah laku politiknya dari hukum Islam. Keputusan

hukum seperti itu tentu saja diharapkan oleh umat Islam, yang

ketika itu semakin bingung dengan gelar Imam Negara Islam

Indonesia (NII), Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo. Sehingga

dengan keputusan musyawarah alim ulama itu umat Islam

mempunyai pedoman bahwa presiden mereka adalah Soekarno.

Soalnya Soekarno belum pernah diangkat oleh parlemen negara

kesatuan.

29. Sembilan Pedoman Politik Warga NU

NU memang sulit dipisahkan dari dunia politik, karena organisasi

ini sudah puluhan tahun berkutat di dalamnya. Namun berpolitik

menurut NU memiliki kriteria dan tujuan sendiri, bukan dilakukan

dengan segala cara hanya sekedar untuk meraih kekuasaan.

Dalam Muktamar ke 28 di Yogyakarta (1989) dirumuskan

Sembilan Pedoman Politik Warga NU, yaitu garis-garis pedoman

untuk melangkah bagi kaum Nahdliyin yang menerjuni dunia

politik.

Kesembilan pedoman politik itu adalah:

a. Berpolitik bagi NU mengandung arti keterlibatan warga negara

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara

menyeluruh sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

b. Politik bagi NU adalah politik yang berwawasan kebangsaan

dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang

senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk

Page 48: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 48Risyanto

mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat

yang adil dan makmur lahir batin, dan dilakukan sebagai amal

ibadah menuju kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

c. Politik bagi NU adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan

yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa

untuk menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk

mencapai kemaslahatan bersama.

d. Berpolitik bagi NU haruslah dilakukan dengan moral, etika dan

budaya yang berketuhanan Yang Maha Esa,

berperikemanusiaan yang adil dan beradab, menjunjung tinggi

persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh

hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan,

dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

e. Berpolitk bagi NU haruslah dilakukan dengan kejujuran nurani

dan moral agama, konstitusional, adil, sesuai dengan

peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat

mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecah-

kan masalah bersama.

f. Berpolitik bagi NU dilakukan untuk memperkokoh konsensus-

konsensus nasional, dan dilaksanakan sesuai dengan akhlakul

karimah sebagai pengamalan ajaran Ahlussunnah wal

Jama’ah an Nahdliyah.

g. Berpolitik bagi NU dengan dalih apapun, tidak boleh dilakukan

dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah

belah persatuan.

h. Perbedaan pandangan di antara aspirasi-aspirasi politik warga

NU harus tetap berjalan dalam suasana persaudaraan,

tawadu’, dan saling menghargai satu sama lain, sehingga di

dalam berpolitik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan di

lingkungan NU.

Page 49: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 49Risyanto

i. Berpolitik bagi NU menuntut adanya komunikasi

kemasyarakatan timbal balik dana pembangunan nasional

untuk menciptakan iklim yang memungkinkan perkembangan

organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu

melaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk

berserikat, menyalurkan aspirasi serta berpartisipasi dalam

pembangunan.

Di sela-sela Muktamaar NU ke 31 di Donohudan, Solo (2004), KH

MA Sahal Mahfudz mengategorikan politik menjadi tiga bagian:

a. Politik kebangsaan, tujuannya membela Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

b. Politik kerakyatan, tujuannya membela rakyat.

c. Politik kekuasaan, tujuannya mencari kekuasaan.

NU tidak boleh digunakan untuk mencari kekuasaan. Adapun

warganya, tidak dilarang berpolitik, tapi ada aturan, etika dan

pedoman, misalnya tidak boleh membawa institusi NU.

30. Qonun Asasi

Artinya aturan dasar. Bagi NU, qonun asasi adalah pokok-pokok

pikiran, pendirian dan pedoman dasar bagi perjalanan NU. Yang

disebut qonun asasi ini adalah pidato Rais Akbar NU Hadratus

Syech KH. M. Hasyim Asy’ari pada Muktamar pertama di

Surabaya.

Page 50: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 50Risyanto

MENGENAL MADZHAB DAN

ISTINBATULHUKMI DALAM FIQIH NU

A. Imam Madzhab

Seperti yang sering kita dengar bahwa NU menganut empat

madzhab, yakni: Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali. Di sini penulis

mencoba mendeskripsikan secara singkat tentang siapa imam

madzhab tersebut:

Pertama, Madzhab Hanafi. Dinamakan Madzhab Hanafi karena

nama pendiri madzhab ini adalah Imam Abu Hanifah an Nu’man bin

Tsabit. Beliau lahir pada tahun 80 H di Kufah dan wafat pada tahun

150 H. Madzhab ini dikenal madzhab ahli qiyas (akal) karena hadits

yang disampaikan ke Irak sangat sedikit, sehingga beliau banyak

mempergunakan qiyas. Beliau termasuk ulama yang cerdas, pengasih,

dan ahli tahajud, membaca al Qur’an dan wara’. Beliau pernah ditawari

menjadi hakim pada zaman Bani Umayyah yang terakhir, tetapi beliau

menolak.

Madzhab ini mudah berkembang karena menjadi madzhab

pemerintah pada saat Khalifah Harun ar Rasyid. Kemudian pada masa

pemerintahan Abu Ja’far al Manshur beliau diminta kembali untuk

menjadi hakim tetapi beliau menolak, dan memilih hidup berdagang.

Madzhab ini lahir di Kufah.

Kedua, Madzhab Maliki. Pendirinya adalah al Imam Maliki bin

Anas al Ashbahy. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Ia wafat

pada tahun 179 H. Beliau merupakan seorang ulama ahli hadits di

Madinah.

Madzhab ini dikenal dengan madzhab ahli hadits. Bahkan beliau

mengutamakan perbuatan ahli Madinah daripada Khabaril Wahid

(hadits yang diriwayatkan oleh perorangan). Karena, bagi beliau lebih

banyak menitik beratkan kepada hadits, karena menurut beliau

Page 51: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 51Risyanto

perbuatan ahli Madinah termasuk hadits mutawatir. Madzhab ini lahir

di Madinah kemudian sangat hormat dan cinta kepada Rasulullah,

sehingga beliau tidak pernah naik unta di kota Madinah karena hormat

kepada kuburan Rasul.

Ketiga, Madzhab Syafi’i. tokoh utamanya adalah al Imam

Muhammad bin Idris as Syafi’i al Quraisyi. Beliau dilahirkan di

Ghuzzah pada tahun 150 H, dan wafat di Mesir pada tahun 204 H.

beliau belajar kepada Imam Malik yang dikenal dengan madzhab

hadits. Beliau juga pergi ke Irak dan belajar dari ulama Irak yang

dikenal sebagai madzhabul qiyas (akal). Beliau berikhtiar menyatukan

madzhab terpadu yaitu madzhab hadits dan madzhab qiyas. Itulah

keistimewaan madzhab Syafi’i.

Keempat, Madzhab Hanbali. Dinamakan Hanbali karena

pendirinya al Imam Ahmad bin Hanbal as Syaebani, lahir di Baghdad

tahun 164 H, dan wafat tahun 248 H. Beliau adalah murid Imam Syafi’i

yang paling istimewa dan tidak pernah pisah sampai Imam Syafi’i pergi

ke Mesir.

Menurut beliau, hadits dhaif dapat dipergunakan untuk

perbuatan-perbuatan yang afdhal bukan untuk menentukan hukum.

Beliau tidak mengakui adanya ijma’ setelah sahabat karena ulama

sangat banyak dan tersebar luas.

B. ISTINBATULHUKMI DALAM ILMU FIQH

Di dalam menentukan hukum fiqh, madzhab Ahlussunnah wal

Jama’ah an Nahdliyah bersumber kepada empat sumber pokok; yaitu

al Qur’an, hadits, ijma’, dan qiyas. Secara singkat, paparannya sebagai

berikut:

Pertama adalah al Qur’an. Al Qur’an merupakan sumber utama

dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena, al Qur’an adalah

perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada umat manusia dan

Page 52: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 52Risyanto

diwajibkan untuk berpegangan kepada al Qur’an. Allah berfirman

dalam surat al Baqarah ayat : 2.

Artinya : Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.

Firman lain dalam surat al Maidah ayat : 44.

Artinya : Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.

Makna ayat yang di sebut terakhir (cetak tebal / bold), merujuk

kepada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan aqidah. Ada pula

ayat al Qur’an yang berbicara tentang hak-hak sesama :

Artinya : Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara

Page 53: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 53Risyanto

menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.

Begitu juga surat al Maidah ayat : 47.

Artinya : Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil,

memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (QS. Al Maidah : 47)

Ayat ini merupakan sebuah perintah berkaitan dengan ibadah

dan larangan-larangan Allah.

Kedua, hadits. Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah

sunnah Rasulullah. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan

menafsirkan al Qur’an, maka hadits menduduki tempat kedua setelah

al Qur’an. Allah berfirman dalam al Qur’an surat al Hasyr ayat 7,

sebagai berikut :

Artinya : Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.

Ayat lain, surat an Nahl ayat : 44

Page 54: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 54Risyanto

Artinya : Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.

Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa hadits menduduki

tempat kedua setelah al Qur’an dalam penentuan suatu hukum.

Ketiga, ijma’. Yakni, kesepakatan para ulama atas suatu hukum

setelah wafatnya Nabi Muhammad. Karena pada masa hidupnya Nabi

Muhammad seluruh persoalan hukum kembali kepada beliau. Namun

setelah wafat, semua persoalan hukum dikembalikan kepada para

sahabatnya dan para mujtahid.

Ijma’ dibagi ke dalam dua kelompok; Pertama, ijma’ bayani.

Yakni, apabila semua mujtahid mengeluarkan pendapatnya baik

berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukkan

kesepakatannya.

Kedua, ijma’ sukuti. Yakni, apabila sebagian mujtahid

mengeluarkan pendapatnya dan sebagian yang lain diam. Sedang

diamnya menunjukkan setuju, bukan karena takut atau malu.

Dalam masalah ijma’ sukuti, para ulama masih berselisih faham

untuk diikuti. Alasannya pada sikap diam tidak dapat dipastikan.

Adapun ijma’ bayani telah disepakati suatu hukum, wajib bagi umat

Islam untuk mengikuti dan mentaati.

Hal ini karena para ulama mujtahid itu termasuk orang-orang

yang lebih mengerti dalam maksud yang dikandung oleh al Qur’an

dan al Hadits, dan mereka itulah yang disebut ulil amri minkum. Allah

berfirman dalam surat an Nisa’ ayat : 59.

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada

Page 55: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 55Risyanto

Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

Para sahabat pernah melaksanakan ijma’, yaitu ketika terjadi

suatu masalah yang tidak ada dalam al Qur’an dan Hadits. Pada

masa sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar jika mereka sudah

sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh umat Islam. Inilah beberapa

Hadits yang memperkuat ijma’ sebagai sumber hukum, seperti disebut

dalam kitab Sunan Turmudzi Juz IV hal 466.

, الجماعة مع الله ويد ضاللة على أمتى يجمع ال الله ان

Artinya : sesungguhnya Allah tidak menghimpun umat ku atas kesesatan dan perlindungan Allah beserta orang banya.

Selanjutnya, dalam kitab Faidlu Qadir Juz 2 hal 431

األعظم بالسواد فعليكم اختالفا رايتم فاذا ضاللة على تجمع ال امتى ان

Artinya : Sesungguhnya umat ku tidak berkumpul atas kesesatan. Apabila engkau melihat perselisihan, maka hendaknya engkau berpihak kepada golongan yang terbanyak.

Keempat, qiyas. Menurut bahasa, qiyas berarti mengukur.

Adapun secara istilah, qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan

sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara

keduanya. Rukun qiyas ada empat, yaitu: (1) al ashlu; (2) al far’u; (3)

al hukmu; dan (4) as sabab.

Contoh penggunaan qiyas, misalnya, pada hukum gandum.

Seperti disebutkan dalam suatu hadits sebagai yang pokok (al ashlu)

nya, lalu al far’u adalah beras (tidak tercantum dalam al Qur’an dan

hadits), al hukmu (hukum) gandum itu wajib zakatnya, as sabab

(alasan) karena makanan pokok.

Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya,

sesuai dengan hadits Nabi, dan begitu pun dengan beras, wajib

dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits tidak dicantumkan nama

beras. Tetapi, karena beras dan gandum itu kedua-duanya sebagai

Page 56: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 56Risyanto

makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam

syariat Islam. Dalam al Qur’an Allah berfirman :

Artinya : Dia-lah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara

ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran yang pertama. Kamu tidak menyangka, bahwa mereka akan keluar dan merekapun yakin, bahwa benteng-benteng mereka dapat mempertahankan mereka dari (siksa) Allah, maka Allah mendatangkan kepada mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. dan Allah melemparkan ketakutan dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang mukmin. Maka ambilah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-orang yang mempunyai wawasan.

Begitu juga yang ditegaskan Nabi lewat sabdanya yang

diriwayatkan oleh Ahmad, Abu dawud dan Tirmidzi :

Dari sahabat Mu’adz berkata : tatkala Rasulullah mengutus ke Yaman, Rasulullah bersabda bagaimana engkau menentukaan (hukum) apabila kamu menghadapi suatu masalah wahai Mu’adz? Mu’adz menjawab, saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah (al Qur’an). Rasulullah berkata, bila tidak kau temukan dalam al Qur’an? Mu’adz menjawab, akan aku cari di hadits. Rasulullah pun berkata lagi, kalau di hadits tidak engkau temukan jawabnya? Mu’adz menjawab, saya akan berijtihad dengan pendapat saya dan tidak akan kembali. Mendengar itu, Rasulullah memukul dada Mu’adz, dan berkata, alhamdulillah yang telah memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah dengan apa yang Rasulullah merindhoinya.

Kemudian Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan

firman Allah dalam al Qur’an :

Page 57: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 57Risyanto

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, Maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai had-yad yang dibawa sampai ke Ka'bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. dan Barangsiapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.

Penganut madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah

lebih mendahulukan dalil al Qur’an dan al Hadits daripada akal.

Karena itu, madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah

mempergunakan ijma’ dan qiyas kalau tidak mendapatkan dalil nash

yang shahih (jelas) dari al Qur’an dan as Sunnah.

METODE PENGAMBILAN HUKUM

DI LINGKUNGAN NU

Sering jamaah NU bertanya, bagaimana sebenarnya cara (metode)

para kiai / ulama NU mengambil keputusan hukum. Misalnya, apakah

ulama NU tidak ada yang bisa menghitung (hisab), sehingga setiap awal

Ramadhan / Idul Fitri senantiasa menggunakan ru’yah (penglihatan).

Kalau memang bisa menghitung, mengapa tidak menggunakan hitungan

saja sehingga lebih cepat, dan efisien?

Pertanyaan ini sebenarnya sederhana, namun menjadi sesuatu

yang serius ketika dianggap kiai NU tidak canggih dalam masalah ilmu

falak. Padahal, berapa banyak ulama yang telah dicetak oleh pesantren

dalam kajian ilmu falak. Jumlahnya tentu tidak sedikit. Saya memiliki

banyak kenalan kiai yang bisa membuat kalender 100 atau 200 tahun

yang akan datang. Tidak hanya itu, mereka pun bisa menghitung berapa

daun mangga yang akan jatuh esok hari. Ini adalah ketrampilan-

Page 58: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 58Risyanto

ketrampilan bagi mereka yang memang telah menjadi master dalam ilmu

falak. Sampai-sampai bila ada maling, sang kiai pun bisa menghitung

(memperkirakan), ke mana larinya si maling. Cara mengetahuinya dengan

menghitung menggunakan ilmu falak yang dikuasainya.

Di sini penulis mencoba mengutip hasil keputusan Munas Alim

Ulama NU di Bandar Lampung pada 16 – 20 Rajab 1412 H / 21 – 25

Januari 1992 tentang bagaimana metodologi (cara) para ulama NU

mengambil keputusan.

A. Ketentuan Umum

1. Yang dimaksud dengan kitab adalah al kutub mu’tabaroh, yaitu

kitab-kitab tentang ajaran Islam yang sesuai dengan aqidah

Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah (rumusan Muktamar NU

17).

2. Yang dimaksud dengan bermazhab secara qauli adalah mengikuti

pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup mazhab

tertentu.

3. Yang dimaksud dengan bermazhab secara manhaji adalah

bermazhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan

hukum yang telah disusun oleh imam mazhab.

4. Yang dimaksud dengan istinbath adalah mengeluarkan hukum

syara’ dari dalilnya dengan qawa’id ushuliyyah dan qawa’id

fiqhiyyah.

5. Yang dimaksud dengan qauli adalah imam madzhab.

6. Yang dimaksud dengan dengan wajah adalah pendapat ulama

mazhab.

7. Yang dimaksud dengan taqrir jama’i adalah upaya secara kolektif

untuk menetapkan pilihan terhadap satu di antara beberapa qaul /

wajah.

8. Yang dimaksud dengan ilhaq (ilhaq masail bi nazha’irihi adalah

menyamakan hukum suatu kasus / masalah yang belum dijawab

Page 59: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 59Risyanto

oleh kitab dengan kasus / masalah serupa yang telah dijawab oleh

kitab (menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi).

9. Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk

membahas suatu kasus / masalah, baik hanya berupa judul

masalah maupun telah disertai pokok-pokok pikiran atau pula hasil

pembahasan awal dengan maksud dimintakan tanggapan.

10.Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil

suatu bahtsul masail oleh PB Syuriah NU, Munas Alim Ulama NU

atau Muktamar NU.

Sistem Pengambilan Keputusan

I. Prosedur Penjawaban Masalah

Keputusan bahtsul masail di lingkungan NU dibuat dalam

kerangka bermazhab kepada salah satu mazhab empat yang

disepakati dan mengutamakan bermazhab secara qauli. Oleh

karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan

sebagai berikut;

a. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab

dan di sana terdapat hanya satu qaul / hujjah, maka

dipakailah qaul / hujah sebagaimana diterangkan dalam

ibarat tersebut.

b. Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab

dan di sana terdapat lebih dari satu qaul / hujjah, maka

dilakukan taqrir jama’i untuk memilih satu qaul / hujjah.

c. Dalam kasus tidak ada satu qaul / hujjah sama sekali yang

memberikan penyelesaian, maka dilakukan prosedur ilhaqul

masail bi nazha’iriha secara jama’i oleh para ahlinya.

d. Dalam kasus tidak ada satu qaul / wajah sama sekali dan

tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan

instinbath, jama’i dengan prosedur bermazhab secara

manhaji oleh para ahlinya.

Page 60: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 60Risyanto

II. Hirarki dan Sifat Keputusan Bahtsul Masail

1. Seluruh keputusan bahtsul masail di lingkungan NU yang

diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam

keputusan ini, baik diselenggarakan dalam struktur

organisasi maupun di luarnya mempunyai kedudukan yang

sederajat dan tidak saling membatalkan.

2. Suatu hasil keputusan bahtsul masail dianggap mempunyai

kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh PB

Syuriah NU tanpa harus menunggu Munas Alim Ulama

maupun Muktamar.

3. Sifat keputusan dalam bahtsul masail tingkat Munas dan

Muktamar adalah ;

a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah

dipersiapkan sebelunya dan / atau,

b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan

mempunyai dampak yang luas dalam segala bidang.

III. Kerangka Analisis Masalah

Terutama dalam memecahkan masalah sosial, bahtsul masail

hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah

(yang sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain

sebagai berikut;

1. Analisa masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari

berbagai faktor)

a. Faktor ekonomi

b. Faktor budaya

c. Faktor politik

d. Faktor sosial, dll.

Page 61: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 61Risyanto

2. Analisa dampak (dampak positif dan negatif yang

ditimbulkan oleh suatu kasus yang hendak dicari hukumnya

ditinjau dari berbagai aspek), antara lain;

a. Secara sosial ekonomi

b. Secara sosial budaya

c. Secara sosial politik, dll.

3. Analisa hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah

mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya di

segala bidang). Di samping putusan fiqh / yuridis formal,

keputusan ini juga memperhatikan pertimbangan Islam dan

hukum positif.

a. Status hukum (al ahkam al khomsah / sah – batal)

b. Dasar dari ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an

Nahdliyah

c. Hukum positif

4. Analisa tindakan, peran, dan pengawasan (apa yang harus

dilakukan sebagai konsekuensi dari fatwa di atas).

Kemudian siapa saja yang akan melakukan, bagaimana,

kapan, dan di mana hal itu hendak dilakukan, serta

bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan

sesuai dengan rencana.

a. Jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan negara

dengan sasaran mempengaruhi kebijaksanaan peme-

rintah).

b. Jalur budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan

kesadaran masyarakat melalui berbagai media massa

dan forum seperti pengajian dan lain-lain).

c. Jalur sosial lainnya (upaya meningkatkan kesehatan

masyarakat, lingkungan dan seterusnya).

B. Petunjuk Pelaksanaan

Page 62: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 62Risyanto

I. Prosedur Pemilihan Qaul / Wajah1. Ketika dijumpai beberapa qaul / hujjah dalam satu masalah

yang sama, maka dilakukan usaha memilih salah satu pendapat.

2. Pemilihan salah satu pendapat dilakukan :a. Dengan mengambil pendapat yang lebih maslahah dan /

atau yang lebih kuat.b. Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan

Mukatamar NU ke I bahwa perbedaan pendapat diselesaikan dengan memiliki:1. Pendapat yang disepakati oleh asy Syaikhani ( an

Nawawi dan Rafi’i).2. Pendapat yang dipegangi oleh Nawawi saja.3. Pendapat yang dipegangi oleh Rafi’i saja.4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama.5. Pendapat ulama yang terpandai.6. Pendapat ulama yang paling wara’.

II. Prosedur IlhaqDalam hal ketika suatu masalah / kasus belum dipecahkan dalam kitab, maka masalah / kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaqul masail bi nadza’iriha secara jama’i. ilhaq dilakukan dengan dengan memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ilaih oleh para mulhiq yang ahli.

Page 63: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 63Risyanto

III. Prosedur IstinbathDalam hal ketika tak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya mulhaq bih dan wajhul ilhaq sama sekali di dalam kitab, maka dilakukan istinbath secara jama’i, yaitu dengan mempraktekkan qawa’id ushuliyyah dan qawa’id fiqhiyyah oleh para ahlinya.

Page 64: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 64Risyanto

KHILAFIYAH TRADISI NU

Setidaknya ada beberapa masalah khilafiyah yang perlu secara

sadar dipahami oleh para jamaah NU, yakni;

Pertama, dalam masalah sholat, NU memiliki ciri khas, yakni; (1)

takbir ( أكبر baca doa iftitah (umumnya lafat ifitita (2) ;(الله لله والحمد كبير

الخ واصيال بكرة الله سبحان و baca surat al Fatikhah; (4) baca (3) ;( كثيرا

surat / ayat dari al Qur’an; (4) ruku’ ( بحمده و العظيم ربي ( سبحان dan

tuma’ninah; (5) I’tidal ( شئت ما ملؤ و األرض ملؤ و ملؤالسموات الحمد لك ربنا

بعد شيء dan tuma’ninah; (6) baca doa qunut (khusus sholat subuh); (7)من

sujud ( وبحمده األعلي ربي dan tuma’ninah; (8) duduk di antara dua (سبحان

sujud عني وعف وعافني وهدني ورزقني وارفعني وجبرني ورحمني لي اغفر رب

dan tuma’ninah; (9) tahiyyat السالم لله اطيبات الصلوات المباركات التحيات

ان اشهد الصالحين الله عباد وعلي علينا السالم وبركاته الله ورحمة ايهاالنبي عليك

ال وعلى محمد سيدنا على صلى اللهم الله رسول محمدا ان واشهد الله اال اله ال

سيدنا على وبارك ابراهم سيدنا ال وعلى ابراهم سيدنا على صليت كما محمد سيدنا

ابراهم سيدنا ال على و ابراهم سيدنا على باركت كما محمد سيدنا ال علي و محمد

مجيد حميد انك العالمين (فى ;.10( salam الله رحمة و عليكم . السالم Perlu

dicatat di sini bahwa ada ormas islam lain yang membaca assalaamu

‘alaikum wa rohmatullahi wa baarokaatuh).

Kedua, sholat tarawih. Sholat tarawih dikalangan NU jumlahnya 20

rakaat. Cara melaksanakannya pun unik, yakni; 2 rakaat salam. Setelah

melaksanakan 20 rakaat, jamaah NU menambah sholat witir 3 rakaat. 3

rakaat dibagi kedalam 2 salam, yakni; 2 rakaat salam dan 1 rakaat salam.

Pada tanggal 15 ramadhan, jamaah NU ketika menjalankan 1 rakaat

sholat witir menambahnya dengan doa qunut.

Para imam shalat tarawih di lingkungan NU umumnya memilih cara

sholat yang tidak terlalu bertele-tele. Sebab ada hadits berbunyi,

dibelakang anda ada orang tua yang punya kepentingan. Maka meskipun

Page 65: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 65Risyanto

di NU sholat tarawih jumlahnya 23 rakaat, lengkap dengan witirnya, dapat

diselesaikan dalam waktu 45 menit.

Lain halnya shalat di Masjidil Haram, Makkah. Di sana 23 rakaat

diselesaikan dalam waktu kira-kira 90 – 120 menit. Surat yang dibaca

imam ialah ayat-ayat suci al Qur’an dari awal, terus berurutan menuju

akhir al Qur’an. Setiap malam targetnya harus diselesaikan kira-kira 1 juz

lebih, dengan diperkirakan pada tanggal 29 Ramadhan (dulu setiap

tanggal 27 Ramadhan) sudah khatam. Pada malam ke 29 Ramadhan

itulah ada tradisi khataman al Qur’an dalam shalat tarawih di Masjidil

Haram. Bahkan, di rakaat terakhir imam memanjatkan doa yang menurut

ukuran orang Indonesia sangat panjang sebab doa itu bisa sampai 15

menit. Doa yang langka dilakukan seorang kiai dengan waktu sepanjang

itu, meski di luar shalat sekalipun.

Warga NU yang memilih shalat tarawih 20 rakaat berdasarkan

pada beberapa dalil. Dalam fiqh as sunnah juz II, hlm 54 disebutkan

bahwa mayoritas pakar hukum Islam sepakat dengan riwayat yang

menyatakan bahwa kaum muslimin mengerjakan shalat pada zaman

Umar, Utsman, Ali sebanyak 20 rakaat.

Sahabat Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah shalat

tarawih di bulan Ramadhan sendirian sebanyak 20 rakaat ditambah witir

(HR. Baihaqi dan Thabrani).

Ibnu Hajar menyatakan bahwa Rasulullah shalat bersama kaum

muslimin sebanyak 20 rakaat di malam Ramadhan. Ketika tiba di malam

ketika orang-orang berkumpul, namun Rasulullah tidak keluar. Kemudian

paginya Rasulullah bersabda, aku takut kalau-kalau tarawih diwajibkan

atas kalian, kalian tidak akan mampu melaksanakan.

تطيقونها فال عليكم تفرض أن خشيت

Hadits ini disepakati kesahihannya dan tanpa mengesampingkan

hadits lain yang diriwayatkan Aisyah yang tidak menyebutkan rakaatnya,

(Hamisy Muhibah, Juz II, hlm : 466 – 467)

Page 66: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 66Risyanto

Ketiga, sholat jum’at. Di kalangan jamaah NU, ketika

melaksanakan sholat jum’at menggunakan 2 kali adzan. Setelah adzan

pertama, para jamaan NU yang akan melaknakan sholat jum’at,

melaksanakan sholat sunnah qobliyah jum’at. Setelah itu, bilal adzan

berdiri mempersilahkan khatib untuk naik ke mimbar khutbah. Biasanya

setting mimbar dibuat ada tiga tangga, tujuannya ketika bilal membaca

sholawat nabi, khatib naik ke tangga pertama, bilal membaca sholawat

nabi kedua, khatib naik ke tangga kedua, dan bila membaca sholawat nabi

ketiga, khatib naik ke tangga ketiga. Khatib mengucapkan salam, setelah

itu bilal adzan.

Keempat, bid’ah. Dalam kitab risalah Ahlussunnah wal Jama’ah an

Nahdliyah karya Hadratus Syech Hasyim Asy’ari, istilah bid’ah ini

disandingkan dengan istilah sunnah. Seperti dikutip Kiai Hasyim Asy’ari,

menurut Syech Zaruq dalam kitab ‘Uddadul Murid, kata bid’ah secara

syara’ adalah munculnya hal baru dalam agama yang kemudian mirip

dengan bagian ajaran agama itu. Padahal, pada hakekatnya bukan bagian

darinya, baik formal maupun hakikatnya.

Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah, barangsiapa memunculkan

perkaran baru dalam urusan agama yang tidak merupakan bagian dari

agama itu, maka perkara tersebut tertolak. Nabi juga bersabda, setiap

perkaran baru adalah bid’’ah.

Menurut para ulama, makna kedua hadits ini bukan berarti semua

perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bid’ah, karena mungkin

saja ada perkara baru dalam urusan agama namun masih sesuai dengan

ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’).

Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada

sebelumnya, sebagaimana firman Allah :

Page 67: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 67Risyanto

Artinya : Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia. (QS. Al Baqarah : 117)

Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang

diada-adakan oleh ulama yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad.

Timbul suatu pertanyaan, apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh

ulama yang tidak ada pada zaman Nabi Muhammad pasti jelek? Jawaban

yang benar, BELUM TENTU! Sebab ada dua kemungkinan; mungkin jelek

dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu baik dan kapan bid’ah itu jelek?

Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut:

, فهو خالفها وما محمودة السنة وافق فما مذمومة و محمودة بدعتان البدعة

مذمومة

Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. bid’ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercela.

Umar ibn Khattab, setelah mengadakan shalat tarawih berjamaah

dengan 20 rakaat yang diimami oleh sahabat Ubay bin Ka’ab beliau

berkata :

هذه البدعة نعمت

Sebagus bid’ah itu ialah ini (sholat tarawih secara berjamaah).

Pertanyannya, bolehkah kita mengadakan bid’ah? Untuk menjawab

pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi Muhammad yang

menjelaskan adanya bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyiah (jelek).

ان غير من بها عمل من أجر و أجر فله حسنة سنة الإلسالم فى سن من

من ووزر وزرها فعليه سيئة سنة الإلسالم فى سن من و شيء أجورهم من ينقص

شيء اوزارهم من ينقص ان غير من بها .عمل

(Kitab Amaly, Juz : 5, Hal : 76)

Page 68: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 68Risyanto

Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.

Apakah yang dimaksud dengan segala bid’ah itu sesat dan segala

kesesatan itu masuk neraka?

النار في ضاللة كل و ضاللة بدعة كل

Semua bid’ah itu sesat dan semua kesesatan itu di neraka

Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti

mempunyai sifat. Tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat. Sifat itu

bisa bertentangan seperti, baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk

dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat

mempunyai dua sifat yang bertentangan. Kalau dikatakan benda itu baik

mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau

dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama

dikatakan duduk.

Bid’ah itu kata benda, dan karena itu tentu mempunyai sifat. Tidak

mungkin ia tidak mempunyai sifat. Mungkin saja ia bersifat baik atau

mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan

dalam hadits di atas. Dalam ilmu Balaghah dikatakan على الصفة حدف

Seandainya kita tulis .(membuang sifat dari benda yang bersifat) الموصوف

sifat bid’ah, maka terjadi dua kemungkinan.

Kemungkinan pertama,

النار في ضاللة كل و ضاللة حسنة بدعة كل

Semua bid’ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk neraka.

Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul

dalam satu benda serta dalam waktu dan tempat yang sama. Hal itu tentu

mustahil, maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua, yakni;

Page 69: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 69Risyanto

النار في ضاللة كل و ضاللة سيئة بدعة كل

Semua bid’ah jelek sesat, dan semua yang sesat masuk neraka.

Di sini tampak bagaimana kejelekan sejajar dengan kesesatan,

tidak bertentangan. Hal ini terjadi pula dalam al Qur’an, Allah telah

membuang sifat kapal dalam firmannya :

Artinya : Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin

yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. Al Kahfi : 79)

Dalam ayat tersebut Allah tidak menyebutkan kapal baik ataukah

kapal jelek? Karena yang jelek tidak akan diambil oleh raja, maka lafadh

سفينة بدعة sama dengan كل tidak disebutkan sifatnya, walaupun pasti كل

punya sifat, yakni, kapal yang baik حسنة سفينة . كل

Selain itu, ada pendapat lain tentang bid’ah dari Syech Zaruq,

seperti dikutip Kiai Hasyim Asy’ari. Menurutnya, ada tiga norma untuk

menentukan, apakah perkara baru dalam urusan agama itu disebut bid’ah

atau tidak? Pertama, jika perkara baru itu didukung oleh sebagian besar

syari’at dan sumbernya, maka perkara tersebut bukan merupakan bid’ah.

Akan tetapi jika tidak didukung sama sekali dari segala sudut, maka

perkara tersebut batil dan sesat.

Kedua, diukur dengan kaidah-kaidah yang digunakan para imam

dan generasi salaf yang telah memprakarsai ajaran sunnah. Jika perkara

baru tersebut bertentangan dengan perbuatan para ulama, maka

dikategorikan sebagai bid’ah. Jika para ulama masih berselisih pendapat

mengenai mana yang dianggap ajaran ushul (inti) dan mana yang furu’

(cabang), maka harus dikembalikan pada ajaran ushul dan dalil yang

mendukungnya.

Page 70: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 70Risyanto

Ketiga, setiap perbuatan ditakar dengan timbangan hukum. Adapun

rincian hukum dalam syara’ ada empat, yakni : wajib, sunah, haram,

makruh, khilaful aula, dan mubah. Setiap hal yang termasuk dalam salah

satu hukum itu, berarti bisa diidentifikasi dengan status hukum tersebut.

Tetapi, jika tidak demikian, maka hal itu bisa dianggap bid’ah.

Syech Zaruq membagi bid’ah ke dalam tiga macam; Pertama,

bid’ah sharihah (yang jelas dan terang), yaitu bid’ah yang dipastikan tidak

memiliki dasar syar’i, seperti: wajib, sunnah, makruh, atau yang lainnya.

Menjalankan bid’ah ini berarti mematikan tradisi dan menghancurkan

kebenaran. Jenis bid’ah itu merupakan bid’ah yang paling jelek. Meski

bid’ah ini memiliki seribu alasan sandaran dari hukum-hukum asal atau

pun furu’, tetapi tetap tidak ada pengaruhnya.

Kedua, bid’ah idhafiyah (relasional), yakni bid’ah yang disandarkan

pada suatu praktik tertentu. Seandainya pun praktik itu telah terbebas dari

unsur bid’ah tersebut, maka tidak boleh memperdebatkan apakah praktik

tersebut digolongkan sebagai sunnah atau bukan bid’ah.

Ketiga, bid’ah khilafi (bid’ah yang diperselisihkan), yaitu bid’ah yang

memiliki dua sandaran utama yang sama-sama kuat argumentasinya.

Maksudnya, dari satu sandaran utama tersebut, bagi yang cenderung

mengatakan itu termasuk sunnah, maka bukan bid’ah. Tetapi bagi yang

melihat dengan sandaran utama itu termasuk bid’ah, maka berarti tidak

termasuk sunnah seperti soal dzikir berjamaah.

Hukum bid’ah menurut Ibnu Abdus Salam, seperti dinukil Kiai

Hasyim Asy’ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah an

Nahdliyah, ada lima macam; Pertama, bid’ah yang hukumnya wajib, yakni

melaksanakan sesuatu yang tidak pernah dipraktikkan Rasulullah,

misalnya mempelajari ilmu nahwu atau mengkaji kata-kata asing (gharib)

yang bisa membantu pada pemahaman syari’ah.

Kedua, bid’ah yang hukumnya haram, seperti aliran Qadariyah,

Jabariyah, dan Majusiyah.

Page 71: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 71Risyanto

Ketiga, bid’ah yang hukumnya sunnah, seperti membangun

pemondokan, madrasah (sekolah), dan semua hal baik yang tidak pernah

ada pada periode awal.

Keempat, bid’ah yang hukumnya makruh, seperti menghiasi masjid

secara berlebihan atau menyobek-nyobek mushaf.

Kelima, bid’ah yang hukumnya mubah, seperti berjabat tangan

seusai sholat subuh maupun asar, menggunakan tempat makan dan

minum yang berukuran lebar, menggunakan ukuran baju yang longgar,

dan hal yang serupa.

Dengan penjelasan bid’ah seperti di atas, Kiai Hasyim Asy’ari

kemudian menyatakan bahwa memakai tasbih, melafadzkan niat sholat,

tahlilan untuk mayit dengan syarat tidak ada sesuatu yang

menghalanginya, ziarah kubur, dll. itu semua bukanlah bid’ah yang sesat.

Kelima, berdoa, membacaan al Qur’an, shodaqoh, dan tahlil untuk

orang yang meninggal apakah pahalanya akan sampai kepada si

jenazah? Sebab bila merujuk ke al Qur’an surat an Najm ayat : 39 seolah

mengisyaratkan pahala bacaan al Qur’an, tahlil, tidak akan sampai :

Artiinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.

Ayat ini seolah bertentangan dengan firman lain, seperti:

Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Rabb Kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih duhulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang."

Page 72: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 72Risyanto

Atau firman yang tersurat dalam surat Muhammad, ayat 19 :

Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.

Atau hadits Nabi,

, : ماتت أمى ان الله يارسول فقال صلعم النبى رجل سأل

( ) . داود : أبو رواه نعم قال عنها؟ تصدقت ان أفينفعها

Bertanya seorang laki-laki kepada Nabi, ya Rasulullah sesungguhnya ibu saya telah meninggal, apakah berguna bagi saya seandainya saya bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab, ya berguna untuk ibu mu. (HR Abu Dawud).

Untuk melihat masalah ‘pertarungan ayat’ ini, tidak salah bila kita

mencari rujukan bagaimana ayat itu turun. Selain itu, bagaimana logika

bisa digunakan untuk menganalisisnya.

Firman Allah QS 53 ayat 39, dapat diambil pemahaman bahwa

secara umum yang menjadi hak seseorang adalah apa yang ia kerjakan

sehingga seseorang tidak menyandarkan kepada perbuatan orang.

Tetapi, makna ayat ini tidak berarti menghilangkan perbuatan seseorang

untuk orang lain.

Di dalam tafsir ath Thobari jilid 9 juz 27 dijelaskan bahwa ayat

tersebut diturunkan ketika Walid ibn Mughirah masuk Islam diejek oleh

orang musyrik, dan orang musyrik tadi berkata; kalau engkau kembali

kepada agama kami dan memberi uang kepada kami, kami yang

menanggung siksaan mu kelak di akherat.

Maka Allah menurunkan ayat di atas yang menunjukkan bahwa

seseorang tidak bisa menanggung dosa orang lain. Bagi seseorang apa

Page 73: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 73Risyanto

yang telah dikerjakan, bukan berarti menghilangkan pekerjaan seseorang

untuk orang lain, seperti doa kepada orang mati dan lain-lainnya.

Dalam tafsir ath Thobari juga dijelaskan, dari sahabat Ibnu Abbas

bahwa ayat tersebut telah dimansukh :

Dari sahabat Ibnu Abbas dalam firman Allah, tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dikerjakan, kemudian Allah menurunkan ayat surat at Thuur : 21; dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka, maka Allah memasukkan anak kecil ke surga karena kebaikan orang tua.

Menurut Syaikhul Islam al Imam Ibnu Taimiyah dalam kitab Majmu’

Fatawa jilid 24, orang yang berkata bahwa doa tidak sampai kepada orang

mati dan perbuatan baik pahalanya tidak sampai kepada orang mati,

mereka itu ahli bid’ah sebab para ulama telah sepakat bahwa mayit

mendapat manfaat dari doa dan amal shaleh orang yang hidup.

Keenam, memperingati maulidur rasul (hari kelahiran Nabi

Muhammad). Peringatan maulid pada mulanya diperingati untuk

membangkitkan semangat umat Islam. Sebab waktu itu umat Islam

sedang berjuang keras mempertahankan diri dari serangan tentara salib

Eropa, yakni dari Prancir, Jerman, dan Inggris.

Kita mengenal masa itu sebagai Perang Salib atau The Crusade.

Pada tahun 1099 tentara salib telah berhasil merebut Yerusalem dan

menyulap Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat Islam saat itu kehilangan

semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah.

Secara politis memang umat Islam terpecah-pecah dalam banyak

kerajaan dan kesultanan. Meskipun ada satu khalifah tetap satu, yakni

dari Dinasti Bani Abbas di Kota Baghdad. Namun hanya sebagai lambang

spiritual belaka.

Adalah Sultan Salahuddin al Ayyubi -- orang Eropa menyebut

Saladin, seorang pemimpin yang pandai mengena hati rakyat jelata.

Salahuddin memerintah pada tahun 1174 – 1193 atau 570 – 590 H pada

Dinasti Bani Ayyub -- katakanlah dia jabatannya setingkat gubernur. Pusat

Page 74: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 74Risyanto

kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir, dan daerah

kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suriah dan Semenanjung

Arabia.

Kata Salahuddin, semangat juang umat Islam harus dihidupkan

kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada Nabi mereka.

Salahuddin mengimbau umat Islam di seluruh dunia agar hari kelahiran

Nabi Muhammad, 12 Rabi’ul Awwal kalender hijriyah yang setiap tahun

berlalu begitu saja tanpa diperingati, kita harus merayakannya secara

massal.

Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari khalifah di Baghdad

yakni an Nashir, ternyata khalifah setuju, maka pada musim ibadah haji

bulan Dzulhijjah 579 (1183), Salahuddin sebagai penguasa haramain (dua

tanah suci, Mekkah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh

jemaah haji agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing

segera mensosialisasikan kepada masyarakat Islam di mana saja berada

bahwa mulai tahun 580 (1184) tanggal 12 Rabiuul Awwal dirayakan

sebagai hari maulid dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan

semangat umat Islam.

Salahuddin ditentang oleh para ulama. Sebab sejak zaman Nabi

peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut

ajaran agama hanya ada dua, yakni : Idul Fitri, dan Idul Adha. Akan tetapi

Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan maulid hanyalah

kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang

bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.

Salah satu kegiatan yang diadakan oleh Sultan Salahuddin pada

peringatan maulid yang pertama kali tahun 1184 (580 H) adalah

menyelenggarakan sayembaran penulisan riwayat Nabi berserta puji-

pujian bagi Nabi dengan bahasa yang seindah mungkin. Seluruh ulama

dan sastrawan diundang untuk mengikuti kompetisi tersebut. Pemenang

yang menjadi juara pertama adalah Syaikh Ja’far al Barzanji. Karyanya

Page 75: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 75Risyanto

yang dikenal sebagai Kitab Barzaji sampai sekarang sering dibaca

masyarakat di kampung-kampung pada peringatan maulid.

Barzanji bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad, mencakup

silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga

diangkat menjadi Rasulullah. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia

yang dimiliki Nabi Muhammad serta berbagai peristiwa untuk dijadikan

teladan umat manusia.

Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah tersebut yakni

Syech Ja’far al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Barzanji berasal dari

nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzanji. Karya tulis tersebut

sebenarnya berjudul ‘Iqd al Jawahir (kalung permata) yang disusun untuk

meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad. Tetapi kemudian lebih

terkenal dengan nama penulisnya.

Ternyata peringatan maulid yang diselenggarakan Sultan

Salahuddin itu membuahkan hasil yang positif. Semangat umat Islam

menghadapi Perang Salib bergelora kembali. Salahuddin berhasil

menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583) Yerusalem

direbut Salahuddin dari tangan bangsa Eropa, dan Masjidil Aqsa kembali

sampai hari ini.

Dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara, perayaan maulid

atau mauludan dimanfaatkan oleh wali songo untuk sarana dakwah

dengan berbagai kegiatan yang menarik masyarakat agar mengucapkan

syahadatain (dua kalimah syahadat) sebagai pertanda memeluk Islam.

Itulah sebabnya perayaan maulid di sebut perayaan syahadatain, yang

oleh lidah Jawa diucapkan sekaten.

Dua kalimah syahadat itu dilambangkan dengan dua buah gamelan

ciptaan Sunan Kalijaga bernama Gamelan Kiai Nogowilogo dan Kiai

Gunturmadu, yang ditabuh di halaman Masjid Demak pada waktu

perayaan maulid. Sebelum menabuh dua gamelan tersebut, orang-orang

yang baru masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimah syahadat

Page 76: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 76Risyanto

terlebih dahulu memasuki pintu gerbang “pengampunan” yang disebut

gapura (dari bahasa Arab ghafura, artinya Dia mengampuni).

Pada zaman kesultanan Mataram, perayaan maulid disebut

Gerebeg Mulud. Kata “gerebeg” artinya mengikuti, yaitu mengikuti sultan

dan para pembesar keluar dari keraton menuju masjid untuk mengikuti

perayaan maulid, lengkap dengan sarana upacara, seperti : nasi

gunungan (tumpeng), ingkung, jajan pasar, dan hasil bumi. Di samping

Gerebeg Maulud, ada juga perayaan Gerebeg Poso (menyambut Idul Fitri)

dan Gerebeg Besar (menyambut Idul Adha).

Kini peringatan maulid sangat lekat dengan kehidupan warga NU.

Hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal, sudah dihapal luar kepada oleh

anak-anak NU. Acara yang disuguhkan dalam peringatan hari kelahiran

Nabi ini amat variatif, dan kadang diselenggarakan sampai hari-hari bulan

berikutnya, bulan Rabi’us Tsani (Bakdo Mulud).

Dalam peringatan maulid ada yang mengirimkan masakan-

masakan spesial untuk dikirimkan ke beberapa tetangga kanan dan kiri,

ada yang menyelenggarakan upacara sederhana di rumah masing-

masing, ada yang agar besar seperti yang diselenggarakan di mushola

dan masjid-masjid. Bahkan ada juga yang menyelenggarakan secara

besar-besaran dihadiri puluan ribu umat Islam.

Ada yang hanya membaca Barzanji atau Diba’ (kitab sejenis

Barzanji). Bisa juga ditambah dengan berbagai kegiatan keagamaan,

seperti penampilan kesenian hadrah, pengumuman hasil berbagai lomba,

dan puncaknya mau’idhoh hasanah dari para mubaligh kondang.

Para ulama NU memandang peringatan maulid Nabi ini sebagai

bid’ah atau perbuatan yang di zaman Nabi tidak ada. Namun para ulama

NU sepakat bahwa bid’ahnya adalah bid’ah hasanah (tradisi yang baik)

yang diperbolehkan dalam Islam.

Banyak memang amalan seorang muslim yang zaman Nabi tidak

ada namun sekarang dilakukan umat Islam, antara lain: berzanjen,

Page 77: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 77Risyanto

diba’an, yasinan, tahlilan, mau’idhoh hasanah pada acara temanten dan

maulid.

Dalam Madarirushu’ud Syarhul Barzanji dikisahkan, Rasulullah

bersabda, barang siapa menghormati hari kelahiran ku, tentu aku berikan

syafaat kepadanya kelak di hari kiamat. Sahabat Umar bin Khattab secara

semangat mengatakan, siapa yang menghormati hari kelahiran Rasullah,

sama artinya dengan menghidupkan Islam.

Ketujuh, sentuhan antar kulit setelah wudhu bagi yang tidak

muhrim hukumnya membatalkan wudhu. Sering kita jumpai ketika suami

istri (baca: biasanya pengantin baru) pergi sholat tarawih atau subuh ke

masjid. Mereka bergandengan tangan, masuk masjid dan kemudian

langsung sholat tanpa wudhu. Bagi orang NU hal ini dianggap tidak sah

sholatnya. Mengapa? Karena sentuhan antara laki-laki dan perempuan

hukumnya bisa membatalkan wudhu. Meskipun telah dinikahi.

Hal ini perlu saya beri catatan kecil bahwa yang dimaksud muhrim

adalah mereka yang tidak boleh dinikahi, seperti: bapak / ibu, kakak / adik

kandung. Jika kita bersentuhan dengan bapak / ibu, kakak / adik, pak de /

bu de, pak lek / bu lek, tentu tidak membatalkan wudhu.

Sebagaimana yang tertulis dalam kitab Fathul Mu’in:

او مكرها احدهما كان وان شهوة بال ولو وأنثي ذكر بشرتي تالقى رابعها و

ميتا

Dan keempat (yang membatalkan wudhu) adalah bertemunya dua kulit; pria dan wanita, walaupun tanpa syahwat, dan meskipun salah satu dari keduanya dalam keadaan dipaksa atau menjadi mayat.

Kedelapan, bunga bank. Para ulama NU pernah membahas

masalah ini. Untuk bunga bank konvensional, para ulama berbeda

pendapat;

a. Ada pendapat yang mempersamakan antara bunga bank

dengan riba secara mutlak, sehingga hukumnya haram.

Page 78: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 78Risyanto

b. Ada pendapat yang tidak mempermasalahkan antara bunga

bank dengan riba, sehingga hukumnya boleh.

c. Ada pendapat yang mengatakan hukumnya syubhat (tidak

identik dengan haram).

Pendapat petama dengan beberapa variasi antara lain sebagai

berikut;

a. Bunga itu dengan segala jenisnya sama dengan riba sehingga

hukumnya haram.

b. Bunga itu sama dengan riba dan hukumnya haram. Akan tetapi

boleh dipungut sementara sebelum beroperasinya sistem

perbankan yang Islami (tanpa bunga).

c. Bunga itu sama dengan riba, hukumnya haram. Akan tetapi

boleh dipungut sebab adanya kebutuhan yang kuat (hajah

rajihah).

Pendapat kedua juga dengan beberapa variasinya antara lain

sebagai berikut;

a. Bunga konsumtif sama dengan riba, hukumnya haram, dan

bunga produktif tidak sama dengan riba, hukumnya halal.

b. Bunga yang diperoleh dari bank tabungan giro tidak sama

dengan riba, hukumnya halal.

c. Bunga yang diterima dari deposito yang dipertaruhkan ke bank

hukumnya boleh.

d. Bunga bank tidak haram, kalau bank itu menetapkan tarif bunga

terlebih dahulu secara umum.

Mengingat warga NU merupakan potensi terbesar dalam

pembangunan nasional dan dalam kehidupan sosial ekonomi,

diperlukan adanya suatu lembaga keuangan sebagai peminjam dan

pembina yang memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai dengan

keyakinan kehidupan warga NU, maka dipandang perlu mencari

jalan keluar menentukan sistem perbankan yang sesuai dengan

Page 79: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 79Risyanto

hukum Islam, yakni bank tanpa bunga dengan langkah-langkah

sebagai berikut;

a. Sebelum tercapai cita-cita di atas, hendaknya sistem perbankan

yang dijalankan sekarang ini harus segera diperbaiki.

b. Perlu diatur;

1. Dalam penghimpunan dana masyarakat dengan prinsip:

a. Al wadi’ah (simpanan) bersyarat atau dhamam, yang

digunakan untuk menerima giro (current account) dan

tabungan (saving account) serta pinjaman dari lembaga

keuangan lain yang menganut sistem yang sama.

b. Al mudharabah

Dalam prakteknya, bentuk ini disebut investment account

(deposito berjangka), misalnya 3 bulan, 6 bulan, dan

sebagainya, yang pada garis besarnya dapat dinyatakan

dalam;

- General investment account (GIA)

- Special investment account (SIA)

2. Penanaman dana dan kegiatan usaha

a. Pada garis besarnya ada 3 kegiatan, yaitu:

- Pembiayaan proyek.

- Pembiayaan perdagangan perkongsian.

- Pemberian jasa atas dasar upaya melalui usaha

patungan, profit sharing dan sebagainya.

b. Untuk proyek financing system yang dapat digunakan

antara lain:

1. Mudharabarah muqaradhah

2. Musyarakah syirkah

3. Murabahah

4. Pemberian kredit dengan service change (bukan

bunga)

5. Ijarah

Page 80: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 80Risyanto

6. Bai’uddain, termasuk di dalamnya bai’us salam

7. Al qardhul hasan (pinjaman kredit tanpa bunga, tanpa

service change)

c. Untuk aqriten participation, bank dalam membuka LC

(letter of creadit) dan pengeluaran surat jaminan. Untuk

ini dapat ditempuh kegiatan atas dasar;

1. Wakalah

2. Musyawarah

3. Murabahah

4. Ijarah

5. Sewa beli

6. Bai’us salam

7. Al bai’ul aajil

8. Kafalah (garansi bank)

9. Working capital financing (pembiayaan modal kerja)

melalui purchase order dengan menggunakan prinsip

murabahah.

d. Untuk jasa-jasa perbankan (banking service) lainnya,

seperti pengiriman dan transfer uang, jual beli valuta dan

penukarannya dan lain-lain, tetap dapat dilaksanakan

dengan prinsip tanpa bunga.

Kesembilan, wasilah dan tawasul. Wasilah artinya sesuatu yang

menjadikan kita dekat kepada Allah. Adapun tawasul sendiri artinya

mendekatkan diri kepada Allah atau berdoa kepada Allah dengan

mempergunakan perantara (wasilah). Pernyataan demikian dapat dilihat

dalam surat al Maidah ayat 35, Allah berfirman:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Page 81: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 81Risyanto

Tawasul dengan wasilah amal di antaranya ialah; Pertama, iman

sebagai wasilah yang menjadikan manusia dekat kepada Allah. Kedua,

ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Ketiga, amar ma’ruf dan nahi

munkar juga termasuk wasilah yang mendekatkan diri kepada Allah.

Karena itu, berdoa dengan memakai wasilah di atas tidak ada ulama yang

menyalahkan. Artinya, telah disepakati kebolehannya.

Tawasul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, para nabi,

para rasul, sahabat Rasulullah, para tabi’in, para syuhada’, dan para

shalihin, tidak ada larangan dalam ayat Qur’an dan hadits. Bertawasul

dengan orang-orang yang dekat kepada mereka yang dijadikan wasilah,

senyatanya wasilah itu tetap memohon kepada Allah karena Allah tempat

meminta dan harus diyakini baahwa sesungguhnya tidak ada yang bisa

mencegah terhadap apa yang Engkau (Allah) berikan, dan tidak ada yang

bisa memberi sesuatu apabila Engkau (Allah) mencegahnya.

Mengapa bertawasul?

Bertawasul dengan orang-orang dekat kepada Allah itu agar

mereka ikut memohonkan kepada Allah atas apa yang diminta kepada

Allah. Dengan begitu, maka dalam hal itu tidak ada unsur-unsur syirik.

Jika bertawasul dengan orang-orang yang dekat kepada Allah, seperti

para nabi, para rasul, dan para shalihin, pada hakikatnya tidak bertawasul

dengan dzat mereka, tetapi bertawasul dengan amal perbuatan mereka

yang shaleh.

Karenannya, bertawasul itu tidak dengan orang-orang yang ahli

maksiat, pendosa yang menjauhkan diri dari Allah, dan juga tidak

bertawasul dengan pohon, batu, gunung, dll.

Bertawasul dengan orang meninggal?

Kembali pada keyakinan kita bahwa orang mati yang rusak dan

hancur adalah badannya atau jasadnya. Sedang rohnya tetap hidup dan

tidak mati. Sebab mereka itu berada di alam barzakh. Mereka telah putus

Page 82: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 82Risyanto

segala amal perbuatan mereka untuk diri mereka. Dalam kitab shahih

Muslim juz II disebutkan :

عمله : عنه انقطع االنسان مات اذا قال صلعم الله رسول ان هريرة أبى عن

يدعوله صالح ولد او به ينتفع علم او جارية صدقة ثالث من اال

Dari Abu Hurairah bahwasannya Rasulullah bersabda : Apabila manusia telah mati maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara, yakni: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak shaleh.

Hadits semacam ini juga termaktub dalam sunan Turmudzi juz III,

dalam sunan Abu Dawud juz III dan sunan Nasa’I juz IV. Hadits di atas

menjelaskan bahwa apabila manusia telah meninggal dunia, segala

amalnya untuk dirinya sendiri. Tetapi untuk orang lain, misalnya ahli kubur

mendoakan orang yang di dunia tidak ada keterangan yang melarang.

Adanya salam yang disampaikan Rasulullah setiap melewati kubur,

menunjukkan bahwa ahli kubur menjawab salam yang kita ucapkan.

Dalam riwayat Imam Turmudzi dalam sunannya, juz III Rasulullah

bersabda:

باألثر ونحن سلفنا وانتم ولكم لنا الله يغفر القبور أهل يا عليكم السالم

( الترمذى( رواه

Keselamatan atas engkau wahai ahli kubur, mudah-mudahan Allah mengampuni kami dan mengampuni kalian, kalian pendahulu kami dan kami mengikuti jejak kalian.

Tentu salam Rasulullah dijawab oleh ahli kubur dan juga salam kita

dijawab; mudah-mudahan keselamatan bagi engkau wahai orang yang

masih hidup di dunia. Adapun doa ahli kubur kepada kita diterima atau

tidak, itu adalah urusan Allah.

Mendoakan orang tua, kemudian orang tua di alam barzakh

mendoakan kepada yang berdoa agar selamat, hal ini tidak ada larangan

dalam agama. Baik orang yang berdoa maupun ahli kubur seluruhnya

memohon kepada Allah. Bagi yang berdoa di dunia, itu tidak meminta

Page 83: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 83Risyanto

kepada ahli kubur karena diyakini bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-

apa dan tidak bisa memberikan apa-apa.

Hanya bertawasul dengan ahli kubur, agar ahli kubur bersama-

sama dengan pendoa memohon kepada Allah. Ketika berdiri di depan

kuburan Rasulullah mengucapkan salam

الله رسول يا عليك السالم

Di beberapa hadits, Rasulullah menjawab salam orang yang

menyampaikan salam kepada beliau. Artinya Rasulullah di dalam kubur

juga mendoakan para pemberi salam atau yang bertawasul.

Bagaimana tawasul dengan Rasulullah?

Sewaktu masih hidup dan setelah wafat, tawasul pada Rasulullah

itu seperti disebutkan dalam beberapa ayat al Qur’an, misalnya, firman

Allah dalam surat an Nisa’, ayat 64 :

Artinya : Dan Kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya Jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa Allah mengampuni dosa-

dosa orang yang dhalim, disamping doa mereka tetapi ada juga wasilah

(doanya) Rasulullah :

Soal tawasul seperti di atas disebutkan pula dalam tafsirnya Ibnu

Katsir juz I :

Berkata al Imam al Hafidz as Syech Imamuddin Ibnu Katsir menyebutkan segolongan ulama di antaranya as Syech Abu Manshur as Shibagh dalam kitabnya as Syaamil dari al Ataby, berkata; saya duduk di kuburan Nabi Muhammad, maka datanglah seorang Badui dan ia berkata: assalamu‘alaika ya Rasulullah! Saya telah mendengar Allah berfirman; walaupun sesungguhnya mereka kemudian datang kepada mu dan mereka meminta ampun kepada Allah, dan Rasul memintakan ampun untuk mereka, mereka pasti mendapatkan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyanyang; dan saya telah datang kepada mu (ke makam

Page 84: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 84Risyanto

Rasulullah) dengan meminta ampun akan dosaku dan memohon syafa’at dengan wasilah mu (Nabi) kepada Allah, kemudian ia membaca syair memuji Rasulullah, kemudian orang Badui tadi pergi, maka saya ketiduran dan melihat Rasulullah dalam tidur saya, beliau bersabda: Wahai Ataby temuilah orang Badui tadi sampaikan kabar gembira bahwa Allah telah mengampuni dosanya.

Dalam riwayat di atas dipaparkan bahwa Ataby diampuni dosanya

dengan tawasul kepada Nabi yang telah wafat. Riwayat di atas

diriwayatkan oleh al Imam Nawawi dalam kitabnya, al Idlah fi Manasik al

Hajj.

Selanjutnya, diriwayatkan juga oleh Abu Muhammad Ibnu

Quddamah dalam kitabnya al Mughni juz III, riwayat al Ataby ini banyak

sekali diriwayatkan oleh para ulama terkemuka.

Page 85: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 85Risyanto

PENUTUP

Alhamdulillahi robbil ‘alamiin, akhirnya buku pintar untuk warga NU

bisa selesai juga disusun. Penulis senantiasa berdoa semoga apa yang

tertulis dalam buku pintar ini ada manfaatnya. Penulis hanya memberikan

catatan kecil; Pertama, NU selamanya akan menjadi gerakan kultural

yang menyejarah bila para penerusnya senantiasa mengedepankan

kepentingan bersama (jam’iyyah), daripada kepentingan diri sendiri

(ananiyah).

Kedua, NU saat ini bukanlah miliki kiai saja, tetapi NU menjadi milik

siapa pun yang ingin berkhidmat di dalamnya. NU adalah khazanah Islam

ala Indonesia yang butuh sentuhan para profesional di bidangnya. NU

tidak cukup bila sekedar dikelola oleh kiai dan santri yang hanya jebolan

pesantren. NU harus bisa menembus wacana NU virtual. Bukankah masih

banyak warga NU yang hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.

Ketiga, apapun yang dilakukan secara ikhlas untuk lestarinya

kalimah lailaaha illa Allah, Allah pasti akan menolongnya. Meskipun

terkadang cercaan, hinaan, dan fitnah sebagai bumbu dalam merjuangan

di jalan Allah.

Terakhir, semoga semua yang kita lakukan bermanfaat untuk Islam

dan kemanusiaan umumnya dan NU khususnya agar kehidupan di dunia

ini menjadi rahmat sebagaimana firman Allah, Aku tidak mengutus mu

wahai Muhammad, kecuali untuk menebar rahmat bagi alam semesta.

Dan sabda Nabi, sebaik-baik manusia adalah mereka yang bermanfaat.

Semoga. Bismillah.

Page 86: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 86Risyanto

DAFTAR BACAAN

Abdul Muchith Muzadi, (2006), Mengenal Nahdlatul Ulama, Khalista, Surabaya.

Abdul Muchith Muzadi, (2006), NU dalam Perspektif Sejarah dan Ajaran, Khalista, Surabaya.

Andree Feillard, (1999), NU Vis a Vis Negara, LKiS, Yogyakarta.

Ary Ginanjar Agustian, (2006), ESQ Power Sebuah Inner Journey Melalui al Ihsan, Arga; Jakarta.

Djamaluddin Ancok, (1994). Psikologi Islam Solusi Islam atas Problem-ProblemPsikologi, Pustaka Pelajar; Yogyakarta.

Erich Fromm, (1966), The Art of Loving, Harper and Rows; London.

Gay Hendricks dan Kate Ludeman, (2002), The Corporate Mystic, Kaifa; Bandung.

Imam Ghozali, (1990), Ihya Ulumuddin, Kuala Lumpur, Malaysia: Asy Syifa Darulfikr.

Jalaluddin Rakhmat, (2005). Psikologi Agama Sebuah Pengantar, Mizan; Jakarta.

Jamal Ma’mur Asmani, (2007), Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh Antara Konsep dan Implementasi, Khalista, Surabaya.

Jeanne Segal, (2001), Meningkatkan Kecerdasan Emosional, Citra Aksara: Jakarta.

Khoirul Anam, (1985), Pertumbuhan dan Perkembangan Nahdlatul Ulama, Jatayu, Solo.

Kholilurrohman, (2007), Psikologi Tahlil, Intelectual, Yogyakarta.

M. Madchan Anies, (2009), Tahlil dan Kenduri, Tradisi Santri dan Kiai, Pustaka Pesantren, Yogyakarta.

Martin E.P. Seligman, (2005). Authentic Happiness, Mizan; Jakarta.

Masdar Farid Mas’udi, (2007), Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat, LTMI-NU-P3M, Jakarta.

Page 87: Buku Pintar Warga NU

B u k u P i n t a r W a r g a N U | 87Risyanto

Masyhudi Muchtar, dkk., (2007), Aswaja an Nahdliyah Ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah, Khalista, Surabaya.

Munawir Abdul Fatah, (2008), Amaliyah Nahdliyah, Tradisi-Tradisi Utama Warga NU, Pustaka Pesantren, Yogyakarta.

Mustofa Bisri, (2007), Fikih Keseharian Gus Mus, Khalista, Surabaya.

Nanang Qosim yusuf, (2006), The 7 Awareness 7 Kesadaran Hati dan Jiwa Menuju Manusia Di Atas Rata-rata, Grasindo, Jakarta.

Nur Kholik Ridwan, (2001), Islam Borjuis dan Islam Proletar, Galangpress, Yogyakarta.

Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf, (1998), Executive EQ; Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, PT. Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

Robert T. Kiyosaki, (2001), Ayah Kaya Ayah Miskin, Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.

Sirajudin Abas, (1991), Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah, Jakarta.

Sirajudin Abas, (1992), I’tiqod Ahlussunnah an Nahdliyah, Pustaka Tarbiyah, Jakarta.

Soeleiman Fadeli dan Mohammad Subhan, (2007), Antologi Sejarah Istilah Amania Uswah NU, Khalista, Surabaya.

Stephen R Covey, (2001), The Seven Habits of Highly Effective People (7 Kebiasaan Remaja yang Sangat Efektif), Binarupa Aksara; Jakarta.

Tim PW LTN NU Jatim (Peny.), (2007), Ahkamul Fuqoha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926 – 2004), Kalista, Surabaya.

Zuardin Azzaino, (1990), Asas-asas Psikologi Ilahiyah, Pustaka Hidyah; Jakarta.