buku petunjuk ekotoksikologi perikanan 2010

19
BUKU PETUNJUK PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI Disusun Oleh : Tim Asisten Ekotoksikologi 2010 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Upload: budhi-agung-prasetyo

Post on 29-Sep-2015

49 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Buku Petunjuk Praktikum Ekotoksikologi Perikanan, Prodi MSP, FPIK, Undip

TRANSCRIPT

BUKU PETUNJUK

PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI

Disusun Oleh :

Tim Asisten Ekotoksikologi 2010

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2010

BUKU PETUNJUK

PRAKTIKUM EKOTOKSIKOLOGI

Dosen pengampu :

Dr. Ir. Haeruddin, M.SiIr. Siti Rudiyanti, M.SiChurun Ain, S.Pi, M.Si

Koordinator praktikum :

Churun Ain, S.Pi, M.Si

Asisten praktikum :

Heny Budi S.

K2A 006 025

Vina Triyustari

K2A 006 058Anizar Amelia NoorK2A 007 009Mutya Firdarini

K2A 007 042Retno Wulandari

K2A 007 052PENDAHULUANLatar Belakang

Ekotoksikologi merupakan ilmu yang mempelajari efek dari senyawa-senyawa kimia terhadap organisme dan pengaruhnya terhadap populasi dan ekosistemnya, baik secara langsung maupun tidak langsung (DFG, 1983 dalam Rudolph, 1991). Lebih lanjut dijelaskan oleh Nagel (1988), Rudolph & Boje (1986) dalam Rudolph (1991) bahwa penelitian mengenai ekotoksikologi menitikberatkan pada perubahan struktur dan fungsi ekosistem oleh senyawa kimia lingkungan, yang mengakibatkan efek yang berbahaya bagi organisme.

Ekotoksikologi mulai berkembang di beberapa negara maju sejak tahun 1962, dimana pada tahun tersebut Rachel Carson (seorang peneliti USA) menerbitkan sebuah buku yang menggambarkan mengenai dampak pencemaran bahan kimia dan penggunaan pestisida yang persisten secara besar-besaran (de Kruijf, 1988). Sampai saat ini diduga lebih dari 63.000 senyawa kimia telah digunakan secara luas di seluruh dunia (Moriarty, 1983), dan setiap tahunnya industri-industri yang menggunakan bahan kimia dalam proses produksinya telah menciptakan 200-1000 senyawa sintetis kimia baru.

Dengan demikian penelitian ekotoksikologi dirasa sangat penting untuk dilakukan. Penelitian ekotoksikologi diharapkan mampu untuk menduga tingkat pencemaran di lingkungan, dampaknya terhadap kehidupan organisme, menentukan standar kualitas lingkungan khususnya perairan, dan sebagai kontrol terhadap bahan-bahan kimia yang menyebabkan turunnya kualitas perairan.

Ikan merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis penting bagi manusia. Disamping itu, selama beberapa dekade terakhir ini ikan dijadikan obyek penelitian untuk mengetahui akumulasi dari residu bahan-bahan kimia di lingkungan perairan. Ikan menjadi model standar di berbagai kawasan di dunia untuk menentukan kualitas lingkungan dan penurunan fungsi habitatnya yang menyebabkan menurunnya stok ikan dunia.

Ketersediaan plankton secara langsung maupun tidak langsung merupakan faktor penting bagi kehidupan ikan dan segala macam biota yang hidup didalam air, baik air tawar, air payau maupun air laut, karena plankton khususnya fitoplankton merupakan primary producer atau makanan penghasil yang pertama dalam siklus mata rantai (Partini, 1999).Tujuan praktikum

Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik deterjen yang dipaparkan ke ikan uji

Mengetahui nilai LC50-96 jam dari bahan toksik pestisida yang dipaparkan ke ikan uji

Mengetahui nilai IC50-96 jam dari bahan toksik pestisida dan deterjen yang dipaparkan ke algaTINJAUAN PUSTAKAA. Deterjen

Deterjen dalam arti luas adalah bahan yang digunakan sebagai pembersih, termasuk sabun cuci piring alkali dan cairan pembersih. Secara khusus, deterjen adalah bahan pembersih yang mengandung senyawa petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Deterjen juga merupakan merek dagang dari surfaktan sebagai bahan baku utamanya (Rulianto, 2001) yang tersusun dari bahan aktif LAS (Linear Alkyl Sulfonate). Senyawa ini termasuk senyawa sintetis keras dan sulit terurai di lingkungan.

Komposisi kimia deterjen terdiri dari tiga kelompok penyusun yaitu surfaktan, bahan pembentuk, dan bahan tambahan lainnya. Surfaktan berfungsi sebagai bahan pembasah yang menyebabkan turunnya tegangan muka air. Surfaktan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu ionik (anionik, kationik, dan zwitterionik/amphoteric) dan nonionik (www.wikipedia.com).

Deterjen dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung pada ikan. Pengaruh secara langsung mengakibatkan lethal (kematian) atau sub lethal yang menghambat pertumbuhan dan reproduksi. Bahan yang mengandung surfaktan, builder atau pembentuk, filler atau pengisi, dan additives terkandung dalam deterjen dapat memacu pertumbuhan eceng gondok dan gulma air. Tanaman yang menutup permukaan perairan akan menghambat proses masuknya sinar matahari dan oksigen, sehingga mengganggu metabolisme ikan dan menyebabkan penurunan kualitas perairan.

B. Pestisida

Istilah pestisida merupakan terjemahan dari pesticide (Inggris) yang berasal dari bahasa latin yaitu pestis dan caedo, yang diartikan sebagai racun pembasmi hama. FAO (1986) mendefenisikan pestisida sebagai campuran bahan kimia yang digunakan untuk mencegah, membasmi, dan mengendalikan hewan/tumbuhan pengganggu, dengan tujuan kesejahteraan manusia. Sedangkan menurut PP RI No. 6 tahun 1995, pestisida adalah zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tumbuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.

Dewasa ini pestisida digunakan secara kurang bijaksana sehingga membawa dampak pada pengguna, hama sasaran, maupun lingkungan yang sangat berbahaya. Menurut Wudianto (1997), dampak buruk penggunaan pestisida yaitu :

1. Keracunan bagi pengguna secara cepat (akut) maupun lambat (kronis)

2. Meracuni organisme inang (induk)

3. Hama menjadi resisten

4. Terjadi resurjensi, peningkatan populasi generasi berikutnya

5. Munculnya hama sekunder

6. Merusak organisme yang bermanfaat

7. Mencemari lingkungan baik tanah, air, maupun udara

Pestisida yang digunakan adalah pestisida berbahan aktif sihalotrin lamda. (Lambda-cyhalotrin; -cyhalotrin), merupakan insektisida non-sitemik dan bekerja sebagai racun kontak serta racun lambung yang kuat. Insektisida ini memiliki repellent effect dan knock down effect yang kuat, residu yang panjang dan digunakan di bidang perlindungan tanaman untuk mengendalikan serangga dari ordo Lipidotera dan Coleoptera, seperti aphids dan thrips. Lambda-sihalotrin memiliki LD50 (tikus) sebesar 79 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 632-696 mg/kg menimbulkan iritasi ringan pada mata, tetapi tidak pada kulit; LC50 inhalasi (4 jam) 0.06 mg/lt udara; NOEL (1 tahun, anjing) 0,5 mg/kg; dan ADI 0,005 mg/lt bb. Sihalotrin-lambda bersifat toksik untuk arthropoda non-target, tetapi umumnya cepat pulih kembali karena degradasinya yang cepat.

C. Histologi Struktur Jaringan Insang Ikan

Perubahan patologi pada insang menurut Takashima et al. (1995) dibagi kedalam 3 golongan, yaitu perubahan ringan, perubahan sedang, dan perubahan berat. Salah satu gejala perubahan berat adalah terjadi pembengkakan sel mukus pada lamela primer, penempelan lamela, pembengkakan epitel lamela sekunder yang biasanya terjadi karena respon kronis dari infeksi bakteri dan parasit serta iritasi kimia. Menurut Shalihuddin (1999), insang adalah sasaran utama pencemaran perairan. Berikut ini adalah tingkat kerusakan insang dengan tingkat pencemaran,yaitu:1. Tingkat 0, tidak terjadi kerusakan.2. Tingkat 1, terjadi oedema pada lamela dan terlepasnya jaringan epitelium dari lapisan dibawahnya.3. Tingkat 2, terjadi kerusakan hiperplasia pada basil proximal pada lamela sekunder.4. Tingkat 3, terjadi hiperplasia sehingga 2 lamela sekunder bersatu.

5. Tingkat 4, hampir semua lamela sekunder mengalami hiperplasia.

6. Tingkat 5, hilangnya struktur lamela sekunder dan rusaknya filamen.

Frida dan M. Iqbal (2000) kerusakan lamela insang terjadi sejalan dengan semakin tingginya konsentrasi logam timbal. Kerusakan yang terjadi mengakibatkan sistem respirasi ikan terhambat dan pada akhirnya mampu menyebabkan kematian ikan.

Berikut adalah gambar histologi insang ikan yang terdapat pada ikan normal (Gambar 1) dan gambar insang ikan Mas pada perlakuan F (0,126) mg/l (perbesaran 40x) (Gambar 2).

Gambar 1. Histologi insang ikan normal (Formalin, H&E, Bar = 16.7 m).

Keterangan :

1. Primary Lamella

2. Secondary lamella

3. Epithelial Cell

4. Mucous cell

5. Pillar cell

6. Lacuna (capillary lumen)

7. Erythrocyte within capillary lumen

8. Undifferentiated basal cell

9. Central venous sinus.

S

A

F Gambar 2. Insang ikan Mas pada perlakuan F (0,126) mg/l (perbesaran 40x).

Lamella mengalami swelling (S), fusi(F), dan atropi (A).D. Bioassay test

Bioassay adalah metode uji menggunakan organisme dengan tujuan untuk mengetahui daya racun atau efek yang ditimbulkan dari faktor-faktor fisika dan kimia lingkungan. Bioassay test biasanya digunakan untuk studi pencemaran perairan dan penetapan konsentrasi aman dari berbagai residu yang masuk ke perairan.

Prinsip bioassay test meliputi pemaparan ikan oleh bahan toksik selama beberapa waktu pada skala laboratorium dan mengamati mortalitas dan gejala-gejala lain yang timbul selama 96 jam. Untuk menentukan nilai TLm (Tolerance Limit median), dihitung berdasarkan jumlah ikan uji yang digunakan dan kelulushidupannya (survival rate) pada konsentrasi bahan toksik yang berbeda.

E. Analisis probit

Pengukuran toksisitas (daya racun) dari suatu jenis bahan pencemar dapat dilakukan dengan menetapkan nilai LC50 dari bahan pencemar tersebut terhadap hewan uji dengan menggunakan analisa probit. Analisa probit adalah suatu metode pengujian yang umum digunakan untuk menilai toksisitas dari suatu bahan pencemar yang diukur dari lethal concentration. Lethal concentration dapat diartikan sebagai berapa miligram bahan pencemar untuk setiap kilogram hewan uji yang dapat mengakibatkan kematian sebanyak 50% dari populasinya. Analisa probit termasuk kedalam uji statistik parametrik yang menghendaki data tersebar normal.F. Kultur Alga

Pengujian ini digunakan untuk mengukur toksisitas kronik dari bahan-bahan uji (contoh, bahan2 kimia, air sungai, air limbah) terhadap sel tunggal selama 96-h, dengan waktu yang tetap. Oleh karena pertumbuhan dari sel-sel fitoplankton pada setiap individu sangat cepat, suatu pengujian 96-h dianggap sebagai suatu ukuran dari toksisitas. Penggunaan sejenis rantai harus dihindarkan karena penjumlahan sel lebih sulit. Pengujian ini sudah dilaksanakan dengan baik pada sel Dunaliaella tertiolecta dan Tetraselmis sp. rangsangan dan pertumbuhan dari kedua spesies ini sangat terukur.

Tipe media kultur yang digunakan harus sesuai dengan spesies yang akan dibiakkan. Ada beberapa cara yang digunakan untuk menyiapkan media pertumbuhan dari alga. Selain alamiah kultur fitoplankton dapat ditempatkan pada media buatan dan dapat diuji.

Kepadatan kultur (cells/ml) dan rata-rata pertumbuhan harus dimonitor secara teratur. perhitungan jumlah sel dengan menggunakan haemocytometer dan mikroskop, selain itu dapat juga menggunakan spectrophotometer untuk mengukur absorbansi. Jika menggunakan absorbansi, grafik yang dibuat menggambarkan hubungan antara data absorbansi dan kepadatan sel (cells/ml). Grafik pertumbuhan menggambarkan hubungan antara pertumbuhan dan waktu yang juga dibutuhkan saat kultur-kultur berada pada fase eksponen pertumbuhan. Kultur-kultur alga yang dewasa tidak dapat digunakan dalam percobaan ini. Pemeliharaan kultur alga yang berumur kurang dari 7 hari harus di pelihara dengan metode fase eksponen pertumbuhan.

Perhitungan nilai IC25 dan IC50 menggunakan program ICPIN. Nilai IC25 adalah nilai dari konsentrasi yang menyebabkan 25% pertumbuhan sel tidak terjadi.MATERI DAN METODEA. Materi

1. Alat dan bahan yang diperlukan dalam aklimatisasi hewan uji

No.Alat dan bahanKegunaan

1.2.AirAir LautMedia hidup ikan ujiMedia hidup alga

3.4.IkanAlgaHewan ujiHewan uji

5.AeratorAlat penambah O2

6.KontainerWadah stok hewan uji

2. Alat dan bahan yang diperlukan selama perlakuan

No.Alat dan bahanKegunaan

1.AirMedia hidup ikan uji

2.3.IkanAlgaHewan ujiHewan uji

4.DeterjenBahan toksik

5.PestisidaBahan toksik

6.ToplesWadah ikan uji

7.SeserMengambil ikan mati

8.GuntingMembedah tutup insang ikan

B. Metode

Metode yang digunakan adalah metode bioassay statis, yang dibagi menjadi dua uji yaitu uji pendahuluan dan uji lanjut.

1. Uji pendahuluan, dilakukan untuk mendapatkan konsentrasi ambang batas atas (LC100-24jam) dan ambang batas bawah (LC0-48jam). Pada wadah uji dimasukkan ikan uji dengan kepadatan 1 gr/L (atau sesuai ukuran ikan) dengan konsentrasi bahan toksik (pestisida/deterjen) berdasarkan basis 10 deret logaritmik (Busvine, 1971 dalam Taufik dan Koesoemadinata, 1999) yaitu 0,1 mg/L, 1 mg/L, 10 mg/L, 100 mg/L, dan 1000 mg/L.

2. Uji lanjut, dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dimana ikan uji mati 50 % selama jangka waktu 96 jam (LC50-96 jam). Menurut Moriarity (1983), untuk menentukan konsentrasi uji lanjut berdasarkan nilai ambang atas dan ambang bawah adalah sebagai berikut :

dimana: N = konsentrasi ambang atas

n = konsentrasi ambang bawah

Analisa probit

Rumus yang digunakan untuk mengetahui nilai LC50-96 jam adalah sebagai berikut :

Y = a + bX

LC50-96 jam = antilog m

dimana

Keterangan :

Y = probit mortalitas ikan uji

X = logaritma konsentrasi (mg/L)

a = konstanta

b = slope

m = nilai X pada Y 50 %

Kultur Alga

Pemeliharaan alga

Menjaga lingkungan dengan cahaya (400 ft-c), pada 27 1o C Vacuum ffiltrasi apparatus dan 45 -m Miliporefilters pH meter, thermometer autoclave larutan yang mengandung nutrient untuk media pertumbuhan alga botol Erlenmeyer (250 ml, 500ml, or 1L) kain atau busa dan kertas timah untuk membungkus botol. Pipet tetes (0,1 1 mL) dan ujungnya steril Mikroskop, hemocytometer dan kaca penutup Pasteur pipettes dan gelembung Spectrophotometer

0,1 N HCL dan 0,1N NaOH

Uji toksisitas

Menjaga lingkungan dengan cahaya (400 ft-c), pada 27 1o C Vacuum ffiltrasi apparatus dan 45 -m Miliporefilters Alat ukur kualitas air (pH, DO, conductivity meter dan termometer)

Autoclave 1L botol Erlenmeyer

250 mL botol Erlenmeyer (18 botol/uji)

kain atau busa dan kertas timah untuk membungkus botol. Pipet tetes (0,1 1 mL) dan ujungnya steril 1-L gelas ukur

1 L gelas beker

2 L gelas beker

glass stir rods larutan yang mengandung nutrient untuk media pertumbuhan alga Mikroskop, hemocytometer dan kaca penutup Pasteur pipettes dan gelembung Spectrophotometer

5% larutan LugolCara Kerja :

1. Kultur Alga :

2. Uji Toksisitas Alga :

Untuk menentukan kepadatan sel (cell/mL), nilai dari alga ditandai dengan (x) didalam 400 persegi diformulasikan dengan rumus:

cells/mL

Contoh, jika 372 alga yang telah dihitung dalam 400 persegi maka:

cells/mL

= 3,720,000 cells/mL

= 3.72 x 108 cells/mLDalam keadaan ini dibutuhkan lebih dari kepadatan minimum yang dibutuhkan untuk menggunakan kultur stok alga untuk disuntikan pada uji vessel dan stok akan dikurangi menjadi 1 x 106 cellc/mL. Catat kepadatan kulturnya dan beberapa penyesuaian yang terjadi. Perhitungan jumlah sel disesuaikan oleh hemositometer. Analisa data

1. Lampirkan data kepadatan sel (sel/ml) pada setiap pengulangan.

2. Percent Inhibition (I) atau Stimulation (S) dari pertumbuhan relatif dihitung berdasarkan rumus:I % = C T x 100 S % = T C x 100

C C

Dimana : C = Control Response, dan T = Treatment Response.

Perhitungan nilai IC25 dan IC50 menggunakan program ICPIN. Nilai IC25 adalah nilai dari konsentrasi yang menyebabkan 25% pertumbuhan sel tidak terjadi.

DAFTAR PUSTAKAde Kruijf, H.A.M. 1988. What is Ecotoxicology ?. Proceeding of the Indo-Dutch Training course on Aquatic Ecotoxicology. H.A.M. de Kruijf, D. de Zwart, P.N. Viswanathan, dan P.K. Ray (Editor). Allied Publishers Private Ltd. India.

Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Tangerang.

Moriarty, I. 1983. Ecotoxicology: the study of pollutants in ecosystems. Academic Press. London.

Rudolph, P. 1991. Fish in ecotoxicology: precautionary action and risk assessment. Proceeding of an International Symposium. T. Braunbeck, W. Hanke, dan H. Segner (Editor). VCH. Weinheim.

Rulianto, A. dan Agus Hidayat. 2001. Sulitnya mencuci deterjen. Tempo. Jakarta.

Taufik, I. dan Koesoemadinata, S. 2000. Evaluasi Toksisitas Akut dan Kronis Pestisida terhadap Udang Galah di Laboratorium. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan 1999/2000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Eksplorasi Laut dan Perikanan, Jakarta.

Wudianto, R. 1997. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.

www.wikipedia.com.

Kelompok Ekotoksikologi MSP 2010KELOMPOK 1KELOMPOK 2KELOMPOK 3KELOMPOK 4KELOMPOK 5

KELOMPOK 6KELOMPOK 7KELOPMOK 8KELOMPOK 9KELOMPOK 10

DAFTAR NAMA TIM ASISTEN EKOTOKSIKOLOGI1. Heny Budi S.2. Vina Triyustari3. Anizar Amelia NoorJl. Timoho raya No. 258, Bulusan

No Hp. 085 641 237 817

4. Mutya FirdariniJl. Tirtasari No. 109, TembalangNo Hp. 085 626 977 03

5. Retno WulandariJl. Ngesrep Timur IV No. 13 Sumurboto, Banyumanik

No Hp. 085 647 214 708Perhitungan Sel

Amati 96 jam

1 ml Chlorella sp

Erlenmeyer 200 ml

1 ml nutrient

Erlenmeyer 200 ml

Di tutup dengan alumunium foil

Air Laut 98 ml

Erlenmeyer 200 ml

Tambahkan

Lambda-cyhalotrin

1 ltr Chlorella sp

Erlenmeyer 200 ml

1 ml Chlorella sp

Erlenmeyer 200 ml

_1242644490.unknown

_1242645556.unknown

_1319648494.unknown

_1319648610.unknown

_1242646035.unknown

_1242645210.unknown

_1242644386.unknown