buku panduan diseksi kadaver - endosopic sinus surgery 2013 bandung

41
PANDUAN BELAJAR NASOENDOSKOPI DIAGNOSTIK No Prosedur Skala Penilaian 0 1 2 A. Memperkenalkan diri pada pasien 1. Sapa pasien dengan ramah dan memperkenalkan diri 2. Pasien diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilaksanakan dengan baik dan adekuat 3. Cek kelengkapan alat dan bahan yang digunakan B. Persiapan 4. Cuci tangan dengan sabun antiseptik dan keringkan dengan tisu kering 5. Untuk perlindungan pribadi : gunakan sarung tangan dan masker C. Prosedur 6. TAHAP PERTAMA Evaluasi kavum nasi dari anterior : - Perhatikan bentuk konka inferior (apakah atrofi, eutrofi, hipertrofi dsb ?) - Perhatikan keadaan septum nasi (apakah lurus, apakah deviasi, adakah spina atau krista?, ke arah mana?) 7. Masukkan teleskop menyusuri dasar hidung sampai ke nasofaring : 1 Buku Panduan Diseksi Kadaver (2014) – Endoscopic Sinus Surgery

Upload: radiannasution

Post on 28-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Buku Panduan Diseksi Kadaver - Endosopic Sinus Surgery 2013

TRANSCRIPT

PANDUAN BELAJAR

NASOENDOSKOPI DIAGNOSTIK

No

Prosedur

Skala Penilaian

0

1

2

A. Memperkenalkan diri pada pasien

1.

Sapa pasien dengan ramah dan memperkenalkan diri

2.

Pasien diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilaksanakan dengan baik dan adekuat

3.

Cek kelengkapan alat dan bahan yang digunakan

B. Persiapan

4.

Cuci tangan dengan sabun antiseptik dan keringkan dengan tisu kering

5.

Untuk perlindungan pribadi : gunakan sarung tangan dan masker

C. Prosedur

6.

TAHAP PERTAMA

Evaluasi kavum nasi dari anterior :

Perhatikan bentuk konka inferior (apakah atrofi, eutrofi, hipertrofi dsb ?)

Perhatikan keadaan septum nasi (apakah lurus, apakah deviasi, adakah spina atau krista?, ke arah mana?)

7.

Masukkan teleskop menyusuri dasar hidung sampai ke nasofaring :

Perhatikan adakah sekret di dasar hidung, apakah sekret serosa, mukoid atau mukopurulen?

Perhatikan dari bawah : bentuk konka inferior, bentuk konka inferior bagian posterior dan perlekatannya dengan dinding lateral.

Perhatikan bentuk septum dari atas sampai dasar, adakah kelainan dibagian tengah dan belakang septum.

Lihat : muara tuba eustachius, mukosa nasofaring, fossa rosenmuller, sisa adenoid, adakah massa?

Apakah ada post nasal drip (PND)? (pada sinusitis grup anterior, PND terdapat di anterior muara tuba, pada grup posterior PND ada di belakang muara tuba)

8.

Selanjutnya tarik endoskop pelan-pelan ke arah meatus inferior:

Perhatikan dinding lateralnya, mungkin terlihat muara duktus nasolakrimalis yang terletak di dekat perlengketan konka inferior ke dinding lateral hidung, kira-kira 1 cm dari ujung depan meatus.

(pada diseksi kadaver, muara ini bisa dilihat dengan cara meluksir ke medial menggunakan resparatorium/elevator Freer)

9.

TAHAP KEDUA

Endoskop dimasukkan lagi mengikuti sisi bawah konka media atau di antara konka inferior dan konka media.

Perhatikan adanya sel agger nasi, letaknya di anterosuperior konka media.

Perhatikan bentuk konka media : apakah atrofi, eutrofi, hipertrofi, konka bulosa, lengkungnya paradoksikal, bilobus dsb.

Perhatikan prosesus unsinatus, batas anteriornya ditandai oleh cekungan kecil berbentuk bulan sabit dan perubahan warna yang lebih pucat di dinding lateral kavum nasi. Batas anterior ini kira-kira parallel dengan tepi anterior konka media.

Cari tepi bebas prosesus unsinatus (merupakan batas anterior hiatus semilunaris) Di belakangnya terdapat bula etmoid.

Kenali fontanel anterior dan fontanel posterior. Bila ada lubang pada fontanel anterior atau posterior, berarti ini ostium assesorius sinus maksila (karena ostium alaminya terletak di balik prosesus uncinatus bagian inferior dan baru bisa dilihat kalau prosesus uncinatus sudah diangkat).

Perhatikan perlengkatan konka media bagian posterior dengan lamina basalis, yang menghubungkan konka media dengan dinding lateral hidung.

Coba cari dinding belakang bula, kadang-kadang ada celah di antara dinding belakang bula dengan lamina basalis (disebut resesus retrobula atau sinus lateralis).

10.

TAHAP KETIGA

Endoskop diarahkan ke dinding posterior kavum nasi di atas nares posterior, antara konka media dan septum. Lihat dari bawah ke atas.

Perhatikan konka superior dan meatus superior.

Cari lubang-lubang yang merupakan muara sinus etmoid posterior

Perhatikan resessus sfeno-etmoidalis

Cari muara sinus sphenoid. Letaknya kira-kira 1 cm di atas koana. Kadang-kadang tersembunyi di belakang konka superior sehingga untuk melihatnya konka superior harus dipotong dulu.

11.

Endoskop ditarik keluar kembali mengikuti tepi bawah konka media dengan diarahkan ke superior (sambil memperhatikan kembali struktur yang sudah dilihat tadi) :

Di medial konka media perhatikan lamina kribrosa. Mukosa olfaktorius warnanya lebih kekuning-kuningan

Di depan prosesus unsinatus, coba cari resesus frontalis. Kadang-kadang ostium sinus frontal dapat dilihat.

Catatan :

Untuk nomor 1-5

0 = Apabila peserta tidak melakukan tugasnya

1 = Apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat/komplit

Untuk nomor 6 11

0 = apabila peserta melakukan tugasnya

1 = apabila peserta melakukan tugasnya tetapi kurang komplit/kurang tepat

2 = apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat/komplit

SKOR MAKSIMAL:

SKOR AKHIR:SKOR MAKSIMAL X 100 % = ..

11

1

Buku Panduan Diseksi Kadaver (2014) Endoscopic Sinus Surgery

PANDUAN BELAJAR

DISEKSI KADAVER BEDAH SINUS ENDOSKOPI :

TAHAP 1. INFUNDIBULOTOMI

TAHAP 2. UNSINEKTOMI

No

Prosedur

Skala Penilaian

0

1

2

1.

TAHAP 1. INFUNDIBULOTOMI

Inspeksi :

Perhatikan rongga meatus medius. Lakukan luksasi konka media ke medial dengan resparatorium (terutama jika rongga sempit)

2.

Identifikasi

Setelah rongga meatus media terbuka , pelajari dan identifikasi anatomi kompleks osteomeatal (KOM) yaitu :

Prosesus unsinatus (PU) di sebelah lateral

Bula etmoid (BE) di belakang (inferomedial)

Konka media (KM) di medial

Resesus frontal di superior

Perhatikan celah antara PU dan BE yang membentuk Hiatus semilunaris.

Perhatikan adanya ostium asesorius.

3.

Palpasi

Raba PU secara keseluruhan dan coba gerakkan dengan resparatorium atau osteum seeker.

Kenali batas-batas PU, yaitu :

Batas posterior : pinggir bebas yang membentuk hiatus semilunaris

Batas anterior : tulang keras yang membatasi duktus lakrimalis, ditandai dengan cekungan berbentuk bulan sabit. Insisi unsinektomi adalah pada batas ini.

Batas inferior : bagiab inferior PU berjalan menuju ke belakang dan berakhir pada perlekatan konka inferior di dinding lateral hidung.

Selanjutnya arahkan teleskop ke ketiak KM :

Palpasi perlekatan PU di superior, perhatikan celah antara PU dan perlekatan KM seringkali tampak pembukaan kearah sinus frontalis, yang terletak di sebelah medial PU atau pada ujung superior hiatus semulunaris, tampak jelas dengan teleskop 300. Pembukaan sinus frontal dapat di sebelah medial dan lateral PU (tergantung perlekatan superior PU).

4.

Insisi

Insisi unsinektomi atau infundibulotomi dilakukan dengan pisau sabit (sickle knife), dimulai dari ujung atas perlekatan konka media pada dinding lateral hidung, insisi ke arah inferior menyusuri batas depan PU, selanjutnya ke posterior sejajar batas bawah KM.

Insisi dilakukan seperti menggergaji.

Insisi dapat pula dimulai pada 1/3 atas, ke bawah, kemudian kembali ke atas. Perhatikan bahwa insisi harus memotong mukosa dan tulang tipis PU.

Beberapa tips praktis insisi PU :

1. Saat insisi :

Ujung distal pisau jangan masuk terlalu dalam, agar tidak melukai lamina papirasea

Insisi terlalu dalam akan melukai tulang keras duktus nasolakrimalis, sehingga pisau sulit menembus (hati-hati dapat melukai duktus ini).

Insisi terlalu inferior akan merobek mukosa konka inferior, akan timbul perdarahan yang cukup mengganggu.

2. Infundibulotomi pada PU yang dislokasi ke lateral, misalnya pada : KM paradoksikal, septum deviasi berat, sinus maksilaris hypoplasia, dan atelektasis infundibulum pada keadaan ini insisi sulit dan berisiko penetrasi ke orbita.

Cara infundibulotomi adalah sebagai berikut :

PU diluksasi dulu dengan ostium seeker, dengan cara menyelipkan ujung bengkoknya ke bibir dalam PU melalui hiatus semilunaris, lalu tarik PU ke medial, selanjutnya PU dipotong dengan backbiting.

Atau PU dipotong langsung dengan backbiting, dengan cara menyelipkan ujung bebas backbiting ke hiatus semilunaris, dan langsung dipotong.

Dengan kedua cara ini resiko penetrasi orbita dapat dicegah.

5.

TAHAP II : UNSINEKTOMI

Tujuan unsinektomi :

Membuka rongga infundibulum yang sempit sehingga drainase dan ventilasi sinus maksila terbuka

Membuka akses ke ostium sinus maksila dan evaluasi ostium, terbuka, tertutup, sempit, sehingga perlu diperlebar.

Setelah insisi infundibulotomi, PU diluksasi ke medial dengan resparatorium sehingga rongga infundibulum terbuka.

Perlekatan atas dan bawah PU segera dilepas.

Cara melepas PU :

PU sisi kiri dipegang di ujung superior dengan cunam Blakesley lurus, putar berlawanan jarum jam dan dorong ke posterior hingga lepas. Hal serupa dilakukan di perlekatan bawah PU.

Tips Praktis :

Arah putaran luksasi pada unsinektomi sebagai berikut :

Kanan atas : searah jarum jam (ke medial)

Kanan bawah : berlawanan jarum jam

Kiri atas : berlawanan arah jarum jam (ke medial)

Kiri bawah : searah jarum jam

Melepas sisi bawah PU dengan gunting lebih rapih an mengurangi trauma konka inferior

Catatan :

Untuk nomer 1 5

0 = apabila peserta tidak melakukan tugasnya

1 = apabila peserta melakukan tugasnya tetapi kurang komplit/kurang tepat

2 = apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat

SKOR MAKSIMAL:..

SKOR AKHIR:SKOR MAKSIMAL X 100% = ..

5

PANDUAN BELAJAR

DISEKSI KADAVER BEDAH SINUS ENDOSKOPI

TAHAP 3. ANTHROSTOMI MEATUS MEDIUS

No

Prosedur

Skala Penilaian

0

1

2

1.

ANTROSTOMI MEATUS MEDIUS

Antrostomi sebaiknya dilakukan setelah unsinektomi dan sebelum etmoidektomi, karena identifikasi ostium lebih mudah jika masih ada bula etmoid.

A. Identifikasi

Gunakan teleskop 30 untuk mencari ostium.

Identifikasi ostium : lokasi ostium adalah pada pertemuan aspek antero superiordengan postero inferior PU ( atau di sisi antero inferior infundibulum, di depan Bula Etmoid )

Jika tidak tampak, coba palpasi dengan kuret J atau ostium seeker.

2.

B. Evaluasi Ostium

Setelah ostium tampak, perhatikan bentuk dan besarnya, apakah

perlu diperlebar.

Kenali fontanel anterior dan fontanel posterior, yaitu dinding

Medial sinus maksilaris di sisi anterior dan posterior ostium yang

tidak mengandung tulang.

Bila ada ostium asesori, akan tampak di area ini.

3.

C. Pelebaran Ostium

Tidak rutin dikerjakan. Jika perlu dilebarkan, jangan ke semua arah,

dapat ke 1 dan 2 arah dari di bawah ini :

Ke anterior memotong fontanel anterior menggunakan cunam backbiting ( hati hati kena duktus lakrimalis )

Ke posterior memotong fontanel posterior menggunakan gunting atau cunam Blakesley / Cutting Forceps yang lurus, bibir atas Cunam masukkan ke sisi dalam ostium ( hati hati arteri Sfenopalatina )

Luksasi dinding bawah ostium ke medial ( cara Wormald ), lepaskan unsur tulang sehingga tinggal mukosa sinus yang selanjutnya digelambirkan ke rongga hidung. Cara ini mencegah penutupan kembali ostium dan mempertahankan fungsi mukosilier sinus.

4.

D. Evaluasi Antrum

Selanjutnya isi antrum di evaluasi dengan teleskop 30 (dan 70).

Perhatikan kondisi mukosa, adakah polip, kista dll..

Mungkin tampak kanal jalan arteri dan nervus infraorbitalis di atap

antrum.

Tip Praktis :

1. Jika Ostium tidak tampak, palpasi dengan kuret J di sepanjang pertautan tulang konka inferior. Ada beberapa penyebab ostium tidak tampak :

Ada sisa PU yang menutup pandangan ke ostium bersihkan dengan backbiting.

Ostium tersumbat jaringan edema, hipertrofi atau ada massa polip / polipoid.

2. Jika ada ostium asesori, harus disatukan dengan ostium asli, perlebar hingga keduanya bersatu.

3. Jangan memperlebar ostium ke segala arah menyebabkan jaringan parut melingkar dan gangguan drainase di kemudian hari. Jangan memperlebar ostium ke arah superior kecuali jika batasnya dengan dasar orbita sudah jelas.

Catatan :

Untuk nomer 1 4

0 = apabila peserta tidak melakukan tugasnya

1 = apabila peserta melakukan tugasnya tetapi kurang komplit/kurang tepat

2 = apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat

SKOR MAKSIMAL:..

SKOR AKHIR:SKOR MAKSIMAL X 100% = ..

4

PANDUAN BELAJAR

DISEKSI KADAVER BEDAH SINUS ENDOSKOPI :

TAHAP 4. ETHMOIDEKTOMI RETROGADE

Ethmoidektomi retrogade yaitu melakukan prosedur ethmoidektomi posterior dulu baru ethmoidektomi anterior.

Prinsipnya adalah mengidentifikasi dasar otak di sinus ethmoid posterior.

Cara ini lebih dianjurkan dari diseksi anterior ke posterior karena sangat mengurangi resiko penetrasi intrakranial.

Keuntungan melakukan diseksi posterior terlebih dahulu :

Dasar otak lebih mudah diidentifikasi, yaitu sebagai tulang keras di atap sinus ethmoid posteriror.

Letak dasar otak disini lebih horizontal sehingga kemungkinan penetrasi intrakranial sangat kecil dibanding dasar otak di ethmoid anterior yang letaknya lebih vertikal.

Saat diseksi sudah ada dasar otak sebagai jejas.

Untuk mencapai sinus ethmoid posterior, dilakukan terlebih dahulu :

a. Pengangkatan Bula Ethmoid (BE)

b. Menembus Lamina Basalis dan identifikasi dasar otak di sinus ethmoid posterior.

No

Prosedur

Skala Penilaian

0

1

2

1.

PENGANGKATAN BULA ETHMOID (BE)

A. Penetrasi Bula Ethmoid

Dinding depan BE ditembus dibagian inferior dan medial dengan ujung cunam Blakesley. Biasanya mudah karena tulangnya tipis

2.

B. Pengangkatan Bula

Dinding anterior bula diangkat dengan cunam Blakesley bersudut.

Bula dibersihkan, sambil dikenali batas-batasnya sbb :

Batas lateral : Lamina papirasea (LP), bersihkan hati-hati.

Batas medial : konka media

Batas superior : kanal arteri etmoid anterior dan dasar otak (tinggalkan dinding superior bula)

Dinding belakang BE adalah jejas penting yaitu lamina basalis (=ground lamela /ground lamina / basal konka media)

3.

C. Identifikasi Lamina Basalis (LB)

Lamina basalis (LB) tampak sebagai tulang transparan keabu-abuan. Usahakan agar LB ini tetap utuh, karena ia merupakan jejas anatomi ke arah sinus ethmoid posterior.

Kadang-kadang dinding belakang BE tidak menyatu dengan LB, karena adanya sinus lateralis di belakang BE. Sinus lateralis merupakan jejas anatomi yang sangat baik untuk mengidentifikasi dasar otak, karena batas atasnya adalah dasar otak.

Adanya sinus lateralis dibelakang BE dapat diketahui dengan meraba adanya celah di belakang BE, jika ada rongga berarti ada sinus lateralis, dan BE dapat diangkat seluruhnya (in toto) menggunakan cunam Blakesley bersudut.

4.

MENEMBUS LAMINA BASALIS DAN IDENTIFIKASI DASAR OTAK DI SINUS ETHMOID POSTERIOR

A. Penetrasi Lamina Basalis (LB)

Untuk mencapai sinus etmoid posterior, lamina basalis ditembus dengan Blakesley lurus/tip suction dibagian infero-medial. Selanjutnya sisa LB diangkat, sehingga pandangan ke dalam sinus etmoid posterior dapat dilakukan.

5.

B. Identifikasi dasar otak (atap sinus etmoid posterior)

Batas atas sinus etmoid posterior adalah fosa kranii anterior berupa dinding horizontal yang keras dengan warna yang khas berbeda dengan sekitarnya. Karena letaknya horizontal, kemungkinan penetrasi otak dapat dihindari.

6.

ETHMOIDEKTOMI RETROGADE

A. Diseksi sel-sel etmoid posterior

Evaluasi mukosa sinus tmoid posterior, perhatikan kondisi mukosanya.

Partisi sel-sel posterior dibersihkan secara hati-hati dengan cunam Blakesley bersudut, perhatikan bahwa sel-sel etmoid posterior lebih besar dari sel-sel etmoid anterior.

Diseksi dilakukan dari posterior ke etmoid anterior dengan panduan jejas sebagai berikut :

Sebelah atas adalah dasar otak

Sebelah lateral adalah lamina papirasea

Sebelah medial adalah konka media konka superior (identifikasi konka superior)

Sebelah belakang (medial bawah) adalah dinding depan sinus sphenoid

Bersihkan partisi sel-sel etmoid posterior yang melekat pada lamina papirasea secara hati-hati dengan Blakesley bersudut atau kuret J (arah tip vertikal). Perhatikan bahwa dinding lamina papirasea sangat tipis dan mungkin ada dehiscence, sehingga rawan tembus.

Perhatikan kemungkinan adanya nervus Optikus disini. Perhatikan pula bahwa dinding lateral daerah ini lebih lateral dari dinding lateral sinus sphenoid.

7.

B. Evaluasi sel ethmoid paling posterior

Sel ethmoid posterior khas berbentuk prisma segitiga dengan dasar menghadap ke teleskop dan puncak di daerah superolateral.

Jika sel etmoid posterior ini sangat berkembang (sel Onodi) nervus optikus dan a. karotis interna dapat tampak sebagai tonjolan di dinding superolateral. Sel Onodi berbentuk segitiga dengan dindingnya adalah : dinding anterior sphenoid, dasar otak, dan dinding media orbita.

8.

C. Diseksi retrogade ke etmoid anterior

Setelah etmoid posterior, diseksi dilanjutkan ke anterior dengan mengangkat partisi intersel ethmoid secara hati-hati.

Cara diseksi yang aman adalah melakukan palpasi bagian belakang tiap septa dengan ujung cunam Blakesley bersudut sebelum diangkat.

Perhatikan batas-batas diseksi :

Batas lateral : lamina papirasea, bersihkan dengan hati-hati.

Batas superior : dasar otak, tebal bagian medial dasar otak adalah 1/10 tebal bagian lateralnya dan merupakan paling tipis.

Batas medial : konka medial

9.

Identifikasi atap etmoid (Dome of etmoid = Fovea etmidalis)

Setelah partisi-partisi sel dibersihkan bagian atap etmoid bagian atap ethmoid berbentuk cungkup (dome) dapat diidentifikasi.

Di sebelah anteriornya dapat dilihat n. Etmoid anterior dan seringkali jalannya berubah agak miring.

10.

Identifikasi a. etmoid anterior

Ia berada dalam kanal tulang horizontal yang terletak antara dome dan resessus frontal. Seringkali ia tidak tertutup tulang. Pada operasi sesungguhnya, jika arteri terpotong, potongan arteri dapat retraksi ke dalam orbita, menyebabkan perdarahan infraorbital yang berbahaya.

Arteri ini disertai n. Etmoid anterior dan seringkali jalannya berubah agak miring.

11.

Identifikasi a. etmoid posterior

Ia berada dalam kanal horizintal yang terletak di atap sinus ethmoid posterior. Jejas ini sangat berguna karena terletak beberapa milimeter did depan dinding anterior sinus sphenoid (dijumpai pada 70% spesimen).

12.

Identifikasi dinding depan sinus sphenoid

Dinding tampak kebiruan dan agak menonjol. Perhatikan bagaimana dasar otak menurun pada perjalanannya dari posterior ke anterior. Penurunan dasar otak ini penting diketahui karena merupakan resiko penetrasi intrakranial tepat di depan dinding anterior sphenoid.

TIPS PRAKTIS

1. Saat melakukan etmoidektomi, sebaiknya bekerja di bagian lateral dekat lamina papirasea, karena tulang di sini lebih tebal dari tulang dari tulang bagian medial. Cunam harus dijaga agar menghadap vertikal. Jika harus bekerja di medial, dihadapkan cunam agak ke lateral.

2. Dasar otak berupa tulang keras dan mukosa yang melapisinya agak putih. Berbeda dengan sel etmoid, warnanya agak keabu-abuan dan tulangnya tipis sehingga mudah ditembus. Namun pada polip berulang, posisi tulang etmoid dapat menjadi sangat keras dan sulit ditembus menyerupai dasar otak.

3. Untuk mendapatkan akses yang baik ke sinus sphenoid, dilakukan pembersihan jaringan sisa dinding lamina basalis dan dinding posterior BE sampai bagian inferirornya (horizontal) betul-betul bersih.

Catatan :

Untuk nomer 1-12

0 = apabila peserta melakukan tugasnya

1 = apabila peserta melakukan tugasnya tetapi kur4ang komplit/kurang tepat

2 = apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat

SKOR MAKSIMAL: ..............................................

SKOR AKHIR: SKOR MAKSIMAL x 100% = ...................

12

PANDUAN BELAJAR

DISEKSI KADAVER BEDAH SINUS ENDOSKOPI

TAHAP 5. RESESUS FRONTAL DAN SINUS FRONTAL

No.

Prosedur

Skor Penilaian

0

1

2

1.

A. Diseksi Resessus Frontal

Perhatikan batas-batas resessus frontal (RF) :

Sebelah anterior : sel agger nasi

Sebelah posterior : bulla etmoid dan arteri etmoid anterior

Sebelah superior : dasar otak

Sebelah lateral : lamina papirasea

Sebelah medial : konka media

Perhatikan pada CT-scan, adanya variasi anatomi struktur pembatas RF, alur drainase sinus frontal; apakah di lateral atau medial PU, serta keberadaan sel-sel frontal)

Reseksi RF dengan teleskop 30O dan cunam bersudut. Bersihkan sisa partisi sel resesus frontal secara retrograde, akan tampak :

Pembukaan ke arah sinus frontal, umumnya ke bagian medial anterior, sedikit ke belakang perlekatan konka.

Perhatikan sel ethmoid supra orbital/retro-orbital, cekungan sel yang kadang-kadang cukup dalam sehingga menyerupai sinus frontal.

2.

Identifikasi sinus frontal

Pembukaan sinus frontal berada di bagian antero-medial. Jika tidak tampak, mungkin tertutup sel agger nasi. Sel-sel ini dapat diangkat degan cunam Blakesley bersudut secara hati-hati.

Pada operasi sesungguhnya perhatikan besar sinus frontal di CT scan, sesuaikan dengan temuan pada saat operasi, agar tidak keliru menduga sel etmoid supra etmoid/retro-orbita sebagai sinus frontal.

Pada CT-scan perhatian lengkung dasar otak yang menghubungkan atap etmoid dengan lamina kribrosa. Lengkung ini (lamina lateralis kribrosa) mungkin panjang (3-16 mm) dan tipis, sehingga rawan tembus ke intrakranial (ada 3 tipe bentuk lengkung = 3 tipe Kerose)

Tips praktis

1. Perhatikan bahwa saat infindibuektomi, tidak ada sisa Prosessus Unsinatus di bagian atas yang dapat menutup pandangan ke arah ostium sinus frontal.

2. Diseksi sinus frontal masih lebih aman dikerjakan saat bula etmoid masih utuh sehingga kemungkinan trauma arteri etmoid anterior dan dasar otak dihindari.

3. Diseksi cara Wormald dengan mengangkat dinding anterior sel agger nasi diangkat dan ostium sinus frontal sudah terbuka.

4. Perhatikan variasi anatomi berupa sel agger nasi, Bula Ethmoid dan Prosesus Unsinatus yang pneumatisasi tinggi ke dalam resesus frontal sehingga menutup ostium sinus. Pada keadaan ini perlu dilakukan uncapping the egg ala Stammberger

5. Mukosa yang melingkari ostium harus dipertahankan utuh, jangan dilakukan manipulasi di sini, agar tidak terjadi jarngan ikat yang menyebabkan stenosis ostium pasca operasi (iatrogenik).

Catatan :

Untuk nomer 1 2

0 = apabila peserta melakukan tugasnya

1 = apabila peserta melakukan tugasnya tetapi kurang komplit/ kurang tepat

2 = apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat

SKOR MAKSIMAL:

SKOR AKHIR : SKOR MAKSIMAL X 100% = .

2

PANDUAN BELAJAR

DISEKSI KADAVER BEDAH SINUS ENDOSKOPI

TAHAP 6. SFENOIDOTOMI

No

Prosedur

Skala Penilaian

0

1

2

1.

A. Identifikasi dinding depan sinus sphenoid di sinus ethmoid posterior.

Perhatikan bahwa dinding anterior sphenoid berjalan miring dari medio-inferior ke laterosuperior.

Cara untuk mengidentifikasi dinding depan sphenoid :

1. Dinding anterior sinus sphenoid berjarak 6-7 cm dari spina nasalis anterior pada kemiringan 30 dari dasar hidung.

2. Identifikasi pada sinus etmoid yang telah direseksi dengan cara meletakkan tip suction lurus di permukaan sphenoid (antara KM dan septum), pegang suction di batas ia keluar dari kolumela. Dengan tetap memegang suksion di tempat tersebut, arahkan suction ke dalam rongga ethmoid yang telah direseksi, daerah yang disentuh ujung suction adalah dinding depan sinus sphenoid, dan tembuslah pada daerah ini.

3. Adanya kumpulan serabut neurovaskuler etmoid posterior dan konka superior merupakan jejas penting mengarah ke dinding depan sinus sphenoid.

4. Rontgen lateral dengan meletakkan obyek metal di area yang diduga sebagai dinding depan sphenoid

2.

B. Penetrasi dinding anterior sinus sphenoid

Sinus sfenoid dapat dicapai melalui 3 arah :

1. Trans-etmoid

Tembuslah dengan kuret J diarahkan ke bawah, dinding belakang sel ethmoid paling posterior di bagian inferomedialnya (ini adalah dinding anterior sinus sphenoid) biasanya tampak keabu-abuan dan selalu lebih inferior dari dugaan kita. Jika kita lakukan identifikasi dinding anterior sinus sphenoid dengan cara di atas (cara 2)

Seringkali pandangan ke arah sphenoid terhalangi oleh sisa bawah lamina basalis yang horizontal. Bersihkan terlebih dahulu

2. Trans-nasal melalui ostium sinus sphenoid (memperlebar ostium sinus sphenoid)

Ostium akan tampak di antara konka superior dan septum, yaitu di resesus sfenoethmoidalis. Jika ostium tidak tampak, konka superior (bagian bawah) dipotong agar akses ke resesus terbuka.

Ostium diperlebar dengan cunam jamur/payung yang memotong melingkar. Perlebarlah ostium ke arah inferior dan medial

3. Trans-nasal melalui dinding anterior sinus sphenoid dalam rongga hidung.

Dinding depan sinus sphenoid diidentifikasi dengan melihat perlekatan posterior konka media, lengkung koana dan aspek posterior septum

Sebagai panduan, dinding anterior ini berjarak 6-7 cm dari spina nasalis anterior dan bersudut 30 terhadap dasar hidung

Hati-hati adanya a. sfenopalatina yang berada di dinding depan sfenoid bagian inferior

Sinus sfenoid ditembus dengan cunam Blakesley lurus, dinding diangkat di bagian superomedial dan inferior, sedangkan dinding superior dan lateral dihindari karena adanya n. optikus dan a. karotis.

Jika sulit ditembus karena keras, ingatlah kemungkinan sinus sfenoid tidak berpneumatisasi (>5%).

3.

C. Evaluasi rongga sphenoid

Setelah sfenoid dibuka, identifikasi tonjolan nervus optikus di bagian lateral dan a. karotis di postero-inferior serta resesus otiko-karotiko diantaranya.

Khusus pada diseksi cadaver, angkat seluruh dinding anterior sinus sampai ke dasar otak dan dinding medial orbita. Periksalah apakah ada dehisens di kanal a. karotis (22%), demikian pula kanal n. optikus.

4.

D. Manipulasi dalam sinus sphenoid

Manipulasi dalam sinus sfenoid selalu harus di infero-medial mengingat adanya n. optikus di bagian lateralnya dan a. karotis di postero-inferior.

Pengangkatan polip atau jaringan lainnya dilakukan sangat berhati-hati, jika a. karotis tertembus dapat fatal akibat perdarahan hebat yang hanya dapat dihentikan melalui kraniotomi jika masih sempat.

Tips praktis :

1. Saat memasukkan dan melakukan pengangkatan jaringan dalam sinus sfenoid harus dilakukan dengan sangat berhati-hati. Untuk mengangkat polip atau lainnya, mula-mula dihisap dulu dengan alat suction, jaringan yang terhisap inilah yang dipegang dengan cunam, selanjutnya diangkat.

2. Di bagian inferior dinding depan ada a. sfenopalatina. Trauma di daerah ini dapat dihindari dengan dengan mengelevasi mukosa dari dasar tulang di bagian inferior, antara depan sinus sfenoid dan koana (jika penetrasi melalui jalan 3 di atas). Perdarahan akibat trauma dapat dikontrol dengan kauterisasi.

Angkatlah mukosa dari dasar tulang di bagian inferior, antara depan sinus sfenoid dan khoana (jika penetrasi melalui jalan 3 diatas). Perdarahan akibat trauma dapat dikontrol dengan kauterisasi.

5.

Setelah sfenoidotomi bilateral selesai, maka sinus sfenoid terbuka lebar, pelajari anatomi dalam sinus tersebut :

1. Pneumatisasi sinus sfenoid

Sinus sfenoid dibagi 3 tipe berdasarkan pneumatisasinya yaitu:

Tipe Konkal : sinus tidak berisi udara tetapi berisi tulang, biasanya pada anak berusia 12 tahun

Tipe Preselar : sinus sudah ada udara tetapi tidak menembus di bawah lamina perpendicular dinding sella

Tipe Sellar : tipe yang paling umum, udara meluas ke dalam badan sfenoid di bawah sella dan dapat meluas sampai ke klivus.

2. Septum intersfenoid

Perhatikan septum ini, dan lihat perlekatan ujung posteriornya. Jika melekat pada kanal tilang a. karotis interna, maka manipulasi septum saat operasi dapat menyebabkan ruptur a. karotis interna dengan akibat fatal.

Angkatlah mukosa di bagian lateral dan superior sinus sfenoid, untuk mengenali organ di dinding lateral sinus.

Perhatikan adanya : n. Optikus, a. Karotis interna, cabang maksila n. Trigeminus dll.

3. Nervus optikus

Biasanya nervus ini berbentuk kanal yang menonjol di supero-lateral sinus. Jika ditelusuri ke medial dan posterior, dapat dikenali tulang yang melapisi chiasma optikum, dan tuberkulum sella.

4. Arteri karotis interna

Arteri ini terletak paling medial dalam sinus kavernosus. Dalam sinus ia membentuk penonjolan di posterolateral yang dapat berupa hanya tonjolan kecil saja sampai berupa tonjolan sepanjang perjalanan a. karotis. Penonjolan ini optimal pada sinus dengan pneumatisasi maksimal.

5. Resesus optic lateralis atau resesus otik karotika

Penonjolan karotis dan n. optikus membentuk suatu segitiga dengan dasarnya di anterior. Celah di segitiga ini adalah resesus optic lateralis. Dehisens di a. karotis biasanya berada di daerah ini. Perhatikan bahwa tulang yang melapisi a. karotis seringkali tipis dan tidak padat.

6. Cabang maksila dan nervus Trigeminus (V.2)

Nervus ini berjalan di bagian lateral sinus sfenoid bagian inferior (lihat dengan teleskop 30 dan 70). Biasanya dapat dikenali pada sinus dengan pneumatisasi optimal.

7. Tuberkulum sella

Merupakan bagian paling tebal di dinding belakang sfenoid superior dari dinding anterior sella. Ia melindingi kiasma optika yang berada beberapa millimeter di posterior.

8. Dinding anterior sella

Dinding ini dikenali dengan penonjolan di midline, tepat di bawah tuberkulum sella. Tampak gambaran dura sehingga dinding ini berwarna kebiruan, yang merupakan jejas untuk identifikasi.

9. Planum sfenoidale

Merupakan atap sinus sfenoid dan bagian dasar dari otak. Perhatikan dengan teleskop 30.

6.

Keseluruhan diseksi berupa sfeno-ethmoidektomi total dan antrostomi meatus medius telah selesai dan periksalah rongga keseluruhan :

1. Di depan teleskop adalah atap sinus etmoid anterior (agak vertical), ke arah belakang dan bawah adalah atap sinus etmoid posterior (agak horisontal), dan ke arah atas adalah resesus frontal. Semuanya adalah dasar otak berupa tulang keras.

2. Batas lateral diseksi adalah dinding medial orbita yang tipis seperti kulit telur. Seringkali ada dehisens memudahkan penetrasi orbita. Tulang disini berwarna kekuningan akibat baayangan lemak orbita.

3. Batas medial adalah konka media, seringkali ada sel-sel etmoid yang masuk ke dalam konka dan ini harus dibersihkan.

4. Dengan teleskop 30 akan tampak ostium sinus frontal dan dinding-dinding sinus frontal.

5. Pada sisi lateral akan tampak ostium sinus maksila yaang telah diperlebar dan dengan teleskop 30 dan 70 dinding-dinding sinus maksila akan tampak. Alur arteri, vena dan nervus infra orbitalis dapat tampak di atap sinus maksila.

6. Dalam sinus sfenoid tampak penonjolan a. Karotis interna dan n. Optikus dibagian posterolateral. Palpasi tonjolan arteri karotis untuk mengetahui adakah dehisens tulang (25% ada), demikian pula kanal n. Optikus.

7. Arteri etmoid anterior tampak sebagai kanal tulang melalui atap etmoid di perbatasan dome of etmoid dengan atap resesus frontal.

8. Arteri etmoid posterior, pada perbatasan antara atap sinus etmoid anterior dan posterior.

Catatan :

Untuk nomer 1 6

0 = apabila peserta tidak melakukan tugasnya

1 = apabila peserta melakukan tugasnya tetapi kurang komplit/kurang tepat

2 = apabila peserta melakukan tugasnya dengan tepat

SKOR MAKSIMAL:..

SKOR AKHIR:SKOR MAKSIMAL X 100% = ..

6

Sumber Panduan Belajar :

Panduan Diseksi Kadaver Bedah Sinus Endoskopik Fungsional, Sub Departemen Rinologi-Departemen THT Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, 2009.

Simmen, D. (Daniel), Manual of endoscopic sinus surgery and its extended applications, Georg Thieme Verlag, 2005

Levine, HL. Sinus Surgery: Endoscopic and Microscopic Approaches. Thieme Medical Publisher. New York. 2006