buku manual pelatihan_res

252
Manual Pelatihan Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan

Upload: all-tarsius

Post on 10-Aug-2015

148 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Buku Manual Pelatihan_res

Manual Pelatihan

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan

Page 2: Buku Manual Pelatihan_res

PERNYATAAN (DISCLAIMER)

Buku Manual ini dipublikasikan oleh PNPM Support Facility (PSF) yang dipersiapkan melalui Program PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan, dengan dukungan dana dari Pemerintah Denmark. PSF memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Tim PNPM LMP dan Tim Penyusun Buku Manual ini.

Dipersilahkan memperbanyak seluruh atau sebagian buku ini sepanjang dipergunakan untuk keperluan pelatihan dan peningkatan kesadaran masyarakat. Kami amat menghargai jika Anda mencantumkan judul dan penerbit buku ini sebagai sumber.

PSF tidak bertanggungjawab atas data dan informasi yang terdapat dalam publikasi ini, atau dengan ketidaksesuaian dalam penerapan dari data dan informasi yang terdapat dalam Buku Manual ini.

Pendapat, angka dan perhitungan yang terkandung dalam Buku Manual ini adalah tanggungjawab Tim Penyusun dan tidak harus mencerminkan pandangan dari Pemerintah Indonesia, Pemerintah Denmark, maupun Bank Dunia.

Page 3: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 1

ManualPelatihan

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan

Page 4: Buku Manual Pelatihan_res

2 | Manual Pelatihan

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada tahun 2011, PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP) telah menerbitkan Manual Pelatihan berjudul Teknologi Energi Terbarukan yang Tepat untuk Aplikasi di Masyarakat Perdesaan. Dan pada tahun 2012 PNPM-

LMP kembali menerbitkan Manual Pelatihan berjudul “Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Masyarakat Perdesaan”.

Manual Pelatihan ini disusun dan didisain untuk digunakan dalam pelatihan yang akan dilaksanakan dalam rangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Perdesaan khususnya di Sulawesi dan Sumatera.

Tim Penyusun menghaturkan banyak terimakasih kepada Kedutaaan Kerajaan Denmark untuk Jakarta/DANIDA yang telah mensponsori pembuatan Buku Manual Pelatihan ini.

Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat secara aktif dalam pembuatan Manual Pelatihan ini, yaitu:

1. Søren Moestrup, Danida Senior Adviser, atas saran dan bimbingannya yang sangat bermanfaat dalam penyusunan Manual Pelatihan ini.

2. Fransiskus Harum, Consultant of Royal Danish Embassy in Jakarta/DANIDA, atas kerja kerasnya mengkoordinasikan penyusunan Manual Pelatihan ini dan berkontribusi dalam penyusunan Modul 3 dan 4, serta sebagai Editor Utama dari Manual Pelatihan ini.

3. Sunjaya, sebagai kontributor utama penyusunan Modul 1 dan Editor untuk Manual Pelatihan ini.

4. Dr. Edi Purwanto, Ahli Managemen DAS dan Direktur Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2 dan 3.

5. Ujang S. Irawan, Senior Staff Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2, 3 dan 4.

6. Hendra Gunawan, Senior Staff Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2 dan 4.

7. Akbar A. Digdo, Senior Staff Wildlife Conservation Society (WCS), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 5 dan 6.

8. Agustinus Wijayanto, Senior Staff Wildlife Conservation Society (WCS), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 5 dan 6.

9. Abdul Rahman, Senior Staff Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 7.

10. Nassat Idris, sebagai kontributor penyusunan Modul 7.

11. Yoga Adhiguna, yang telah membuat Disain dan Layout dari Manual Pelatihan ini.

12. Ida Lestari, Staff PNPM-LMP, atas dukungannya dalam penyelenggaraan lokakarya penyusunan Manual Pelatihan ini.

Terimakasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Tim Green PNPM-PSF, Tim dari National Management Consultant (NMC) dan PMD (Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, Depdagri) atas dukungannya dalam menyusun Manual Pelatihan ini.

Semoga Manual Pelatihan ini dapat bermanfaat bagi para Fasilitator dan Asisten Teknis Program PNPM-LMP serta pihak lain yang terlibat di dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam perdesaan yang arif dan bijaksana di seluruh wilayah Indonesia.

Jakarta, April 2012

Penyusun

Page 5: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 3

daftar isi

1 15

Pengantar PengelolaanSumberdaya Alam di Perdesaan

HalamanMODUL

I. PENDAHULUANII. SUMBERDAYA ALAM DI PERDESAANII.1. Apa itu PSDA?II.2. SDA di PerdesaanII.3. Persoalan SDA dan Lingkungan II.3.1. Jenis AncamanII.3.2. Pengaruh Kerusakan SDAIII. MERANCANG PSDA BERSAMA MASYARAKATIII.1. Faktor Sosial Budaya dalam PSDA

1). Kemiskinan2). Tenurial3). Nilai tukar hasil SDA4). Gender5). Pengetahuan lokal6). Konfl ik dengan satwa

III.2. Prinsip Dasar1). Peran serta masyarakat2). Pemanfaatan potensi lokal3). Pendampingan

III.3. Masalah Dalam Pengembangan Program1). Kesiapan masyarakat dan pendamping2). Perencanaan yang lemah3). Pengorganisasian kegiatan tidak memadai4). Kebijakan tak mendukung

III.4. Merencanakan PSDA di DesaIII.4.1. Desa: Sebuah Kehidupan SosialIII.4.2. Tahap Perencanaan

1. Sampaikan, apa tujuan program2. Kumpulkan informasi, pahami masalahnya

a. Pemetaanb. Pertemuan masyarakat

3. Susunlah rencana kegiatan4. Peliharalah hasil kegiatan

EVALUASIDAFTAR PUSTAKA

Page 6: Buku Manual Pelatihan_res

4 | Manual Pelatihan

daftar isi

2 45I. KONSEP DAERAH TANGKAPAN AIRI.1. Pengertiaan Daerah Aliran Sungai (DAS)I.2. DAS Sebagai Cekungan Peresapan dan Pengaliran AirI.3. DAS Sebagai EkosistemI.4. Konsep Daerah Tangkapan Air (DTA)II. PERENCANAAN REHABILITASI DAERAH TANGKAPAN AIRII.1. Pemetaan Batas DTAII.1.1. Pembatasan DTA Secara Visual/SketsaII.1.2. Pembatasan DTA Menggunakan Peta Topografi II.1.3. Pembatasan DTA Menggunakan Program GISII.2. Identifi kasi Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA)II.2.1. Sasaran Rehabilitasi DTAII.2.2. Kriteria Tingkat Kekritisan Suatu LahanII.2.3. Metode Identifi kasi Lahan Kritis Perdesaan

a. Penutupan vegetasib. Kedalaman tanahc. Penggunaan lahan

II.2.4. Pemetaan Lahan Kritis Pada DTAII.3. Perencanaan Rehabilitasi DTAII.3.1. Rancangan PembibitanII.3.2. Rancangan PenanamanII.3.3. Rancangan PemeliharaanII.3.4. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)

a. RAB Pembibitanb. RAB Penanamanc. RAB Pemeliharaan Tanaman

EVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA

Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Halaman

MODUL

Page 7: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 5

3 67I. KONSEP AGROFORESTRII.1. Defi nisi AgroforestriI.2. Ciri-ciri AgroforestriI.3. Komponen AgroforestriI.4. Sistem AgroforestriI.4.1. Agroforestri SederhanaI.4.2. Agroforestri KompleksI.5. Manfaat AgroforestriI.6. Keunggulan AgroforestriI.6.1. ProduktivitasI.6.2. KeberagamanI.6.3. Kemandirian (Self-Regulation)I.6.4. Stabilitas (Stability)I.7. Ruang Lingkup AgroforestriI.8. Sasaran AgroforestriII. PRAKTEK AGROFORESTRI DI INDONESIAII.1. Pulau SumateraII.1.1. Sistem ParakII.1.2. Repong DamarII.2. Pulau JawaII.2.1. Di Jawa Barat dan BantenII.2.2. Di Jawa TimurII.2.3. Perum PerhutaniII.3. KalimantanII.3.1. Sistem TembawangII.3.2. Sistem LemboII.4. SulawesiII.4.1. Sulawesi UtaraII.4.2. Sulawesi TenggaraII.4.3. Sulawesi SelatanII.5. Pulau Bali

Agroforestry

Halaman

MODUL

II.6. Nusa TenggaraIII. IMPLEMENTASI AGROFORESTRI DI INDONESIAIII.1. Implementasi AgroforestriIII.2. Strategi Pemilihan JenisIII.3. Agroforestri Pada Lahan Bervegetasi JarangIII.4. Agroforestri Pada Lahan Terbukaa. Pola Agroforestri Berbagai Tanaman Kayub. Pola agroforestri karetc. Pola agroforestri kelapa sawitd. Sistem agroforestri lada/kopiEVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA

daftar isi

Page 8: Buku Manual Pelatihan_res

6 | Manual Pelatihan

daftar isi

4 93I. PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERSEMAIAN DESAI.1. Penyiapan Sarana dan Prasarana PersemaianI.1.1. Penetapan Lokasi PersemaianI.1.2. Kebutuhan Bahan dan Peralatan

a. Bahanb. Peralatan

I.1.3. Fasilitas Persemaiana. Tempat Penyemaianb. Bedeng Sapihc. Naungan Persemaiand. Sarana Perairane. Gubuk Kerjaf. Rumah Produksi Pupuk Organikg. Alat Pembuat Arang Sekam

I.2. Teknik PembibitanI.2.1. Pemilihan Jenis TanamanI.2.2. Pengadaan BenihI.2.3. Penyemaian Benih

a. Perlakuan Benih Sebelum Penyemaianb. Penyiapan Media Kecambahc. Teknik Penyemaian Benih

I.2.4. Penyapihanb. Teknik Penyapihan

I.2.5. Pemeliharaan BibitI.2.6. Seleksi Bibit Sebelum PenanamanI.2.7. Tata Waktu PembibitanII. PENANAMAN DI DAERAH TANGKAPAN AIRII.1. Persyaratan PenanamanII.1.1. Kesesuaian Tempat Tumbuh/JenisII.1.2. Kesesuaian Musim TanamII.1.3. Kesesuaian Teknik MenanamII.1.4. Kualitas BibitII.2. Teknik Penanaman

II.2.1. Cara PenanamanII.2.1.1. Cara penanaman Pada Lahan TerbukaII.2.1.2 . Cara penanaman di Lahan Tegalan/PekaranganII.2.2. Sistem PenanamanII.2.3. Pola PenanamanII.3. Tahapan PenanamanII.3.1. Persiapan Bahan dan AlatII.3.2. Pembersihan Lapangan dan Jalur TanamII.3.2.1. Kondisi Lahan Terbuka dan DatarII.3.2.2. Kondisi Lahan Terbuka, Miring dan Tidak Rawan ErosiII.3.2.3. Kondisi Lahan Terbuka, Miring, dan Rawan ErosiII.3.2.4. Kondisi Lahan Terbuka, Sangat Curam, Tanah Subur, dan Rawan ErosiII.3.2.5. Kondisi Lahan Tegalan/Vegetasi Jarang dan DatarII.3.3. Penentuan Arah Larikan, Jarak Tanam, dan Pemasangan AjirII.3.3.1. Lahan Terbuka, Datar atau LandaiII.3.3.2. Lahan Terbuka dan MiringII.3.3.3. Lahan Tegalan/PekaranganII.3.4. Pembuatan Lubang TanamII.3.5. Pengangkutan BibitII.3.6. Pelaksanaan PenanamanII.4. Tahap PemeliharaanII.4.1. PenyulamanII.4.2. PenyianganII.4.3. PendangiranII.4.4. Pemberian PupukII.4.5. Pencegahan Hama dan Penyakit TanamanEVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA

Pembangunan Persemaian di Desa dan Penanaman Pohon

Halaman

MODUL

Page 9: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 7

5 129I. PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN BAKAUI.1. Kawasan PesisirI.2. Pengenalan Ekosistem Bakau1.3. Sistem Perakaran BakauII. PENGELOLAAN HUTAN BAKAUII.1. Manfaat BakauII.2. Pelestarian AlamII.3. Wisata AlamII.4. Kegiatan Ekonomi

a. Kendala Aspek Teknisb. Kendala Aspek Kelembagaan

III. REHABILITASI HUTAN BAKAUIV. PEMBUATAN PERSEMAIAN JENIS-JENIS BAKAUIV.1. Pengumpulan BuahIV.2. Penyiapan bibitIV.4. Pemilihan Bibit BakauIV.5. Lokasi Persemaian bibit bakau dan Pembuatan bedeng persemaianIV.6. Menyemaikan Benih atau Buah BakauIV.7. Sumber Benih atau Bibit BakauIV.8. Pemeliharaan Persemaian BakauIV.9. PenyapihanV. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN BAKAUV.1 Teknik Penanaman Bibit BakauV.2 Penanaman BakauV.2. Pemeliharaan BakauV.2.1. Teknik Pemeliharaan BakauV.2.2. Penyiangan dan PenyulamanV.2.3. PenjaranganV.2.4. Perlindungan Dari HamaEVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA

Rehabilitasi Hutan Bakau

HalamanMODUL

daftar isi

Page 10: Buku Manual Pelatihan_res

8 | Manual Pelatihan

daftar isi

6 163I. PENGENALAN PERLINDUNGAN SATWA LIARI.1. Pengenalan Perlindungan Satwa Liar Pada Lahan Pertanian dan di Sekitar Wilayah PerdesaanI.1.1. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)I.1.2. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)I.1.3. Orangutan Sumatera (Pongo abelii)I.1.4. Yaki (Macaca nigra)I.1.5. Anoa (Bubalus sp.)I.2. Pengenalan Kawasan Konservasi di Sekitar Wilayah PedesaanI.2.1. Kawasan Suaka Alam (KSA) I.2.1.1. Kawasan Cagar AlamI.2.1.2. Kawasan Suaka Marga SatwaI.2.2. Kawasan Perlindungan Alam (KPA)I.2.2.1. Kawasan Taman NasionalI.2.2.2. Kawasan Taman Wisata AlamI.2.2.3. Kawasan Taman Hutan RayaI.2.3. Taman BuruI.2.4. Cagar Biosfi rI.2.5. Hutan LindungI.3. Mengenal Beberapa Kawasan Konservasi di Sulawesi dan SumateraI.3.1. Kawasan Konservasi di SulawesiI.3.2. Kawasan Konservasi di SumateraII. PERAN SERTA MASYARAKATIII. CONTOH PENANGANAN KONFLIK ANTARA SATWA LIAR DAN MA-SYARAKAT (GAJAH, HARIMAU, ORANGUTAN DAN YAKI)III.1. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan GajahIII.2. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan HarimauIII.3. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan OrangutanIII.4. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan Monyet Hitam Sulawesi (Yaki)EVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA

PerlindunganSatwa Liar

Halaman

MODUL

Page 11: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 9

7 207I. PENDAHULUANII. RUANG LINGKUP KEGIATAN IGAII.1. Ekonomi ProduktifII.2. Peningkatan Nilai Tambah (Added Value)II.3. Peningkatan Efi siensi dan KapasitasIII. TAHAPAN PERENCANAAN KEGIATAN IGAIII.1 Faktor yang Diperhatikan DalamIII.2. Langkah Memberikan Motivasi Kepada MasyarakatIII.3. Perencanaan StrategisIII.4. Identifi kasi Kapasitas MasyarakatIII.5. Identifi kasi Potensi SDA yang akan dikembangkanIII.6. Permodalan dan Tingkat Konsumsi KeluargaIII.7. Analisa PasarIII.8. Memilih Kegiatan IGAIII.8.1. Memutuskan Usulan Kegiatan IGA Dalam Musyawarah DesaIII.8.2. Studi KelayakanMenentukan bagaimana usulan kegiatan IGA akan berjalanMenentukan Biaya Dalam Memulai Usaha BaruIV. CONTOH KEGIATAN PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT BERBASIS SDA IV.1. Beberapa Jenis Kegiatan Usaha Ekonomi Rakyat Ramah LingkunganIV.2. Dua Contoh Sukses Kegiatan Usaha Ekonomi Berbasis Sumberdaya AlamIV.2.1. Usaha Pembuatan Minuman Saraba InstanIV.2.2. Kerajinan Tas Berbahan Sampah Plastik

Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumberdaya Alam

Halaman

MODUL

daftar isi

Page 12: Buku Manual Pelatihan_res

10 | Manual Pelatihan

BLM Bantuan Langsung Masyarakat

BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

BKSDA Balai Konservasi Sumberdaya Alam

BPDAS Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

BPS Biro Pusat Statistik

CA Cagar Alam

CITES Convention on International Trade in Endegered

Species

CSO Civil Society Organization

DAS Daerah Aliran Sungai

DANIDA Danish International Development Assistance

DEM Digital Evaluation Model

DPL Daerah Perlindungan Laut

DPM Daerah Perlindungan Mangrove

(Mangrove protected area)

DTA Daerah Tangkapan Air

GIS Geographical Information System

GPS Geographical Positioning System

HOK Hari Orang Kerja

ICRAF (WAC) International Centre for Research in Agro-Forestry

(World Agro-forestry Centre

IGA Income Generating Activity

IUCN International Union for Conservation Nature

KMG Konfl ik Manusia dan Gajah

KPA Kawasan Pelestarisan Alam

KPH Kesatuan Pemangkuan Hutan

KPMD Kader Pembangunan Masyarakat Desa

KSA Kawasan Suaka Alam

LSM Lembaga Swadaya Masyarakat

MPTS Multi Purpose Tree Species (Jenis Pohon Serba Guna)

Daftar Singkatan

10 | Manual Pelatihan

Page 13: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 11

NMC National Management Consultant

NTFP Non-Timber Forest Products

OWT Operation Wallacea Trust

PERDES Peraturan Desa

PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

PKG Pusat Konservasi Gajah

PNPM-LMP Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

Lingkungan Mandiri Perdesaan

PMD Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

PSF PNPM Support Facility

PSDA Pengelolaan Sumber Daya Alam

PTO Petunjuk Teknis Operasional

RAB Rancangan Anggaran Biaya

RHL Rehabilitasi Hutan dan Lahan

RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah

SDA Sumber Daya Alam

SM Suaka Margasatwa

SWOT Strength Weakness Opportunity and Treats

TN Taman Nasional

TWA Taman Wisata Alam

UU Undang-Undang

WCS Wildlife Conservation Society

ZEE Zona Ekonomi Ekslusif

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 11

Page 14: Buku Manual Pelatihan_res

12 | Manual Pelatihan

Manual Pelati han ‘Pengelolaan

Sumberdaya Alam Untuk Masyarakat

Perdesaan’ ini merupakan seri

lanjutan Manual Pelati han

yang dipublikasikan oleh PNPM

Lingkungan Mandiri Perdesaan

(PNPM-LMP). Pengetahuan dan

informasi prakti s yang tersedia

di dalam Manual ini mencakupi

uraian umum tentang potensi dan

permasalahan SDA di perdesaan,

konsep, prinsip utama , tahapan

perencanaan dan rekomendasi

kegiatan yang berbasis SDA, seperti :

pengelolaan daerah tangkapan

air, penerapan pola agroforestri,

pembangunan persemaian dan

penanaman pohon, rehabilitasi

hutan mangrove, perlindungan satwa

liar, dan bagaimana merencanakan

kegiatan-kegiatan peningkatan

ekonomi berbasis SDA.

Manual Pelati han ini disusun agar

tersedia pengetahuan dan informasi

bagi para fasilitator lapangan,

penyuluh pertanian dan kehutanan

tentang teknologi pengelolaan

sumberdaya alam (SDA) yang tepat

dan bermanfaat untuk masyarakat

perdesaan di seluruh Indonesia serta

digunakan sebagai pedoman dalam

pelati han yang akan dilaksanakan

Program PNPM – LMP atau

program pendampingan lain yang

berhubungan dengan pengelolaan

SDA di perdesaan.

Manual Pelati han ini disusun

dengan menggunakan bahasa ,

struktur dan muatan yang mudah

dipahami oleh prakti si di lapangan

khususnya facilitator dan penyuluh

lapangan yang menjalankan program

pendampingan masyarakat. Pada

seti ap modul terdapat bahan evaluasi

yang digunakan pada seti ap pelati han

guna mengukur kemampuan peserta

pelati han sebelum dan setelah

selesai pelati han. Pada bagian

lampiran tersedia penjelasan ‘isti lah-

isti lah’ teknis yang ada di seti ap

modul.

Manual Pelati han ini terdiri dari tujuh

modul , yaitu:

Modul 1. Pengantar Pengelolaan

Sumberdaya Alam di Perdesaan.

Menguraikan tentang konsep

pengelolaan sumberdaya alam di

perdesaan, permasalahan lingkungan

penti ng di perdesaan dan dampaknya

Pengenalan Manual

12 | Manual Pelatihan

Page 15: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 13

terhadap kehidupan masyarakat,

prinsip dasar dalam upaya

pengelolaan SDA, dan bagaimana

merencanakan pengelolaan SDA di

perdesaan.

Modul 2. Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air (DTA). Menguraikan

tentang konsep DTA dan bagaimana

merencanakan rehabilitasi DTA yang

rusak.

Modul 3. Agroforestri. Menguraikan

secara lugas tentang konsep

agroferestri yang meliputi ciri-ciri,

sistem, manfaat dan keunggulan

agroforestri, serta ruang lingkup

agroforestri. Kemudian menjelaskan

praktek agroforestri yang telah

dilaksanakan di Indonesia

serta pedoman bagaimana

mengimplementasikan agroforestri

oleh masyarakat perdesaan di

Indonesia.

Modul 4. Pembangunan Persemaian

di Desa dan Penanaman Pohon.

Menguraikan secara rinci prinsip

dan tahapan teknis pembangunan

persemaian skala kecil di desa, dan

menjelaskan secara khusus tentang

tahapan kegiatan penanaman,

teknik dan pola penanaman pada

berbagai bentuk dan kondisi lahan

di dalam suatu unit DTA serta teknik

pemeliharaannya.

Modul 5. Rehabilitasi Hutan

Bakau. Menguraikan tentang

ekosistem kawasan pesisir dan lebih

spesifi k tentang ekosistem hutan

mangrove (bakau), bagaimana

masyarakat dapat berparti sipasi

dalam pengelolaan dan rehabilitasi

hutan bakau. Kemudian dilanjutkan

dengan penjelasan tentang

teknik rehabilitasi hutan bakau

yang mencakup pembuatan

persemaian, teknik penanaman dan

pemeliharaan.

Modul 6. Perlindungan Satwa Liar.

Menguraikan tentang perlindungan

satwa liar di sekitar wilayah

perdesaan dengan penjelasan khusus

tentang beberapa jenis satwa liar

penti ng, kemudian dilanjutkan

dengan penjelasan tentang

kawasan konservasi dan informasi

sejumlah kawasan konservasi yang

berada di Sulawesi dan Sumatera.

Selanjutnya terdapat uraian tentang

parti sipasi masyarakat dalam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 13

Page 16: Buku Manual Pelatihan_res

14 | Manual Pelatihan

Pengenalan Manualupaya perlindungan satwa liar dan

beberapa contoh penanganan konfl ik

antara manusia dan satwa liar.

Modul 7. Perencanaan Kegiatan

Peningkatan Pendapatan

Masyarakat Berbasis Sumberdaya

Alam. Modul ini secara khusus

menguraikan tentang ruang lingkup

kegiatan peningkatan pendapatan

masyarakat berbasis SDA, tahapan

perencanaan dan beberapa contoh

sukses kegiatan peningkatan

pendapatan berbasis SDA.

14 | Manual Pelatihan

Page 17: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 15

1MODUL

Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam

di Perdesaan

Page 18: Buku Manual Pelatihan_res

16 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di PerdesaanMODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di PerdesaanI. PendahuluanSalah satu tujuan dari Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat-Lingkungan

Mandiri Pedesaan (PNPM-LMP) adalah

terciptanya kualitas sumberdaya alam dan

lingkungan yang mampu meningkatkan

taraf hidup masyarakat desa setempat

secara berkelanjutan. Pada dasarnya,

beberapa jenis kegiatan di dalam skema

PNPM-LMP selama ini merupakan bentuk

dari pengelolaan sumberdaya alam

(PSDA) dan perbaikan lingkungan di mana

masyarakat desa diberi peran paling besar

untuk membuat keputusan, menjalankan

dan mengawasi pelaksanaan kegiatan,

serta menjaga dan memelihara hasil-hasil

kegiatan.

Hubungan timbal balik antara SDA dengan

masyarakat di sekitarnya selalu dinamis

dan terus berkembang dengan berbagai

permasalahannya. Hal itu harus disadari

dalam kegiatan PSDA dan penataan

lingkungan yang dilakukan bersama

masyarakat. Maka, seorang fasilitator PNPM-

LMP perlu memahami betul karakteristik

kedua faktor tersebut, yaitu: SDA dan

masyarakat desa.

Mengapa fasilitator PNPM-LMP perlu memahami hubungan antara SDA dan masyarakat

perdesaan (rural)?

1. Seorang fasilitator LMP harus bisa menjadi ‘mitra’ diskusi yang berbagi pengetahuan

dan kemampuan pada masyarakat tentang pengelolaan SDA. Meski tidak menguasai

seluruh persoalan SDA , setidaknya tahu ke mana informasi tentang hal tersebut dapat

diperoleh.

2. Fasilitator harus berhadapan dan berinteraksi dengan masyarakat desa yang beragam

kondisi sosial, ekonomi, budaya dan persoalan politiknya. Tak hanya di satu desa,

bahkan beberapa desa. Persoalan dalam satu desa juga memiliki kaitan dengan faktor-

faktor di luar mereka, misalnya kebijakan pemerintah atau kehadiran perusahaan yang

mengeksploitasi SDA di sekitar desa.

3. Fasilitator adalah salah satu ‘agen’ perubahan bagi masyarakat desa dan SDA. Untuk

itu, dia perlu mengetahui dan mampu mengantisipasi berbagai dampak perubahan

dari setiap kegiatan PSDA atau PNPM-LMP yang dilakukan masyarakat desa. Dalam

hal ini, dampak kegiatan adalah segala pengaruh positif dan negatif bagi SDA sebagai

sebuah ekosistem maupun bagi kehidupan masyarakat setempat.

Page 19: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 17

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Menjadi fasilitator atau pendamping dalam

proses pengembangan PSDA bersama

masyarakat memang sebuah pekerjaan

berat dan rumit. Tak hanya membutuhkan

komitmen kerja, tapi keinginan belajar terus

menerus untuk mengembangkan diri.

Mengingat ruang lingkup dari PSDA

begitu luas, maka aspek-aspek yang

disampaikan dalam modul ini pun sangat

terbatas, meliputi: pemahaman dasar

tentang masyarakat desa, beberapa

contoh persoalan SDA yang ada di

desa, serta langkah penting dalam

perencanaan kegiatan PSDA bersama

masyarakat desa. Dalam Modul-modul

selanjutnya akan dibahas secara khusus

semua aspek teknis yang tercakup dalam

PSDA di perdesaan yaitu 1). Pengelolaan

Daerah Tangkapan Air, 2). Agroforestri –

sebagai model pemanfaatan lahan yang

bermanfaat eknomis dan ekologis, 3).

Rehabilitasi hutan bakau oleh masyarakat

perdesaan, 4). Perlindungan Satwa Liar oleh

masyarakat perdesaan dan 5). Kegiatan yang

meningkatkan pendapatan masyarakat

perdesaan.

II. Sumberdaya Alam di PerdesaanII.1. Apa itu PSDA?

Sumberdaya alam (SDA) adalah seluruh

unsur alami, baik biotik maupun abiotik,

yang dapat dimanfaatkan untuk menopang

kehidupan manusia. Contoh-contoh jenis

SDA di Indonesia antara lain: tumbuhan,

hewan, tanah, air, angin, sinar matahari,

panas bumi (geothermal), mineral, gas

bumi, bahkan mikroba sekalipun. Inovasi

teknologi dan ilmu pengetahuan telah

mengubah berbagai unsur di alam yang

semula dianggap tidak berguna menjadi

sebuah SDA yang bermanfaat, misalnya:

sampah organik menjadi pupuk, kotoran

ternak menjadi biogas, serta berbagai jenis

tumbuhan menjadi obat-obatan berkhasiat.

Pengelolaan SDA (PSDA) pada dasarnya

adalah proses memahami, memanfaatkan

serta memelihara dan melindungi kualitas

SDA agar terus bermanfaat bagi masyarakat

setempat dan sekitarnya. Dengan demikian,

masyarakat di mana SDA berada menjadi

pihak yang paling berkepentingan, sehingga

perannya dalam PSDA menjadi sangat besar.

Peran dan partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan SDA atau lingkungan

hidup juga telah diatur dalam berbagai

Page 20: Buku Manual Pelatihan_res

18 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

perundang-undangan Indonesia. Beberapa

peraturan memang tumpang tindih, bahkan

bertentang satu sama lain, sehingga

membingungkan. Namun pada dasarnya

masyarakat berhak untuk memperoleh

manfaat dari SDA dan lingkungan yang baik,

sebagaimana tercantum dalam Undang-

Undang Dasar RI.

II.2. SDA di Perdesaan

Sebagian besar penduduk Indonesia

tinggal di desa atau wilayah perdesaan

(rural), baik yang berada di kawasan pesisir

pantai, dataran rendah, hingga di kawasan

pegunungan dataran tinggi. Mereka

umumnya bekerja sebagai petani dan

peladang, peternak, nelayan, atau pemburu.

Ada pula yang berperan sebagai pedagang

atau penyedia jasa yang terhubung secara

langsung maupun tak langsung dengan

pemanfaatan SDA. Data Biro Pusat Statistik

(BPS) menyebutkan, tahun 2010 ada sekitar

41,4 juta penduduk Indonesia berusia di atas

15 tahun yang bekerja di sektor pertanian,

kehutanan, perikanan dan perburuan (www.

bps.go.id).

Selain iklim, ketersediaan dan kualitas SDA

menjadi faktor yang sangat menentukan

bagi kehidupan sosial ekonomi di desa.

Tanah ladang dan persawahan, perairan

sungai dan danau serta rawa, fl ora dan

fauna hutan, aneka bahan galian atau

tambang serta berbagai sumber daya alam

Beberapa peraturan perundangan yang bisa menjadi acuan bagi masyarakat dalam PSDA dan penataan lingkungan hidup: • UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, • UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, • UU No. 5 tahun 1990 tentang Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem-

nya,• UU No. 5 tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological

Diversity (Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati), di dalamnya terdapat pengakuan hak masyarakat adat/lokal dan wanita dalam konser-vasi alam.

• UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.• UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan,• UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air,• UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil• Peraturan lain di bawah undang-undang.

Page 21: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 19

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

di laut dan pesisir adalah contoh jenis

lingkungan alami yang penting bagi orang

desa. Sebagai contoh, keberlimpahan ikan

atau biota laut yang bernilai bagi nelayan

sangat ditentukan oleh kondisi air laut,

hutan mangrove, padang lamun (seagrass)

dan terumbu karang sebagai sebuah

ekosistem. Demikian pula dengan kondisi

hutan yang berperan menyediakan produk

hutan yang bernilai sosial ekonomi, menjaga

tata air (fungsi hidrologis), menjamin

rantai makanan bagi aneka spesies fauna

di dalamnya, serta mencegah terjadinya

bencana alam.

Nelayan, petani, peternak, pemburu dan

pengumpul hasil hutan adalah contoh

profesi yang digeluti oleh kebanyakan

penduduk di desa. Hasil produksi mereka ada

yang hanya untuk konsumsi sendiri bersama

keluarga, atau disebut subsisten. Dalam suatu

masyarakat tertentu sistem pertukaran atau

barter mungkin masih diterapkan. Tetapi,

kebanyakan penduduk desa kini menjual

hasil produksi mereka ke luar desa sebagai

nilai tukar dalam ekonomi pasar yang lebih

luas. Peran perantara, tengkulak, atau broker

juga menjadi “amat penting” di tengah

rantai perdagangan komoditas pertanian,

kehutanan, dan perikanan yang dihasilkan

penduduk desa. Terutama bila petani

atau nelayan tak memiliki kemampuan

menjangkau pasar di luar desa.

Sumberdaya alam juga berpengaruh pada

aspek sosal budaya. Beberapa praktek dan

pengetahuan lokal dalam pemanfaatan

SDA telah menjadi bagian dari identitas

budaya suatu kelompok masyarakat. Subak

atau sistem pengairan sawah di Bali, repong

damar pada masyarakat Krui di Lampung,

pengetahuan tentang terumbu karang

dan jenis ikan pada suku Bajau, sistem

perladangan dan lumbung padi (leuit)

oleh orang Baduy di Jawa Barat, atau pola

perburuan pada masyarakat di Mentawai,

semuanya tak bisa dilepaskan dari SDA yang

ada. Apa yang terjadi pada mereka ketika

areal persawahan, hutan atau terumbu

karang telah hilang?

Bagi masyarakat desa, beberapa jenis SDA berperan penting dalam aspek:

1. Ekonomi: sebagai modal produksi atau aset bagi kegiatan ekonomi (lahan, sumberdaya hutan dan perikanan, bahan galian, ternak dsb); sebagai bentuk investasi masa depan (tabungan atau warisan).

2. Sosial, misalnya: sumber nutrisi

Page 22: Buku Manual Pelatihan_res

20 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

II.3. Persoalan SDA dan Lingkungan

II.3.1. Jenis Ancaman

Indonesia kaya akan sumberdaya alam,

baik berupa sumber daya hutan, laut dan

pesisir, perairan air tawar, maupun bahan

tambang. Namun, hampir seluruh jenis SDA

tersebut tengah menghadapi kerusakan

dan penyusutan akibat pemanfaatan secara

berlebihan.

Data dari Kementerian Kehutanan tahun

2009 menyebutkan, Indonesia memiliki

sekitar 45,2 juta ha hutan primer, sekitar 41,4

juta ha hutan sekunder berada di kawasan

(tanaman pangan, hewan buruan, dsb); material bangunan (rumah, jembatan, lumbung padi, dsb); sumber energi (kayu bakar, arang tempurung, minyak jarak untuk lampu, sungai untuk penggerak turbin listrik, kincir angin, dsb); bahan obat-obatan (jamu/herbal); alat transportasi (bahan membuat perahu, gerobak, dsb).

3. Budaya, misalnya: penunjang kegiatan/ritual adat (misal: bambu bagi adat Toraja, mangrove bagi suku Bobongko di Teluk Tomini, mata air bagi upacara adat di Bali, dsb); identitas sosial kelompok (terutama pada lokasi ekowisata).

Gambar 1. Lanskap perdesaan dan sumberdaya alamnya © foto-Sundjaya - 2011

Page 23: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 21

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

hutan negara dan 5,3 juta ha hutan di luar

kawasan hutan negara, yang dianggap

hutan sekunder (Murdiyarso, dkk., 2011).

Indonesia juga memiliki sekitar 26,5 juta

ha lahan gambut dengan perincian 8,9

juta ha di Sumatera, sekitar 6,5 juta ha di

Kalimantan, di Papua sekitar 10,5 juta ha

dan lainnya 0,2 juta ha (www.forda-mof.org).

Akan tetapi, luasan hutan di Indonesia terus

menyusut dengan laju kerusakan sekitar 1,1

juta hektar per tahun (www.kompas.com,

2009).

Sumberdaya alam di laut dan pesisir

Indonesia mengalami hal serupa. Hasil

berbagai penelitian mencatat kerusakan

terumbu karang di perairan Indonesia saat

ini telah mencapai angka 31,5 persen dari

total luasan terumbu karang yang ada

(www.jurnas.com, 2011). Kerusakan juga

terjadi pada hutan mangrove di pesisir

pulau-pulau di Indonesia. Menurut Menteri

Kehutanan Zulkifl i Hasan, sekitar 41,9

persennya atau 3,25 juta hektare dari 7,7 juta

hutan mangrove di Indonesia mengalami

kerusakan (www.tribunnews.com, 2011).

Lahan subur juga SDA yang vital bagi

masyarakat perdesaan yang hidup dari

bercocok tanam. Jumlah penduduk yang

terus meningkat tak hanya menyebabkan

peningkatan kebutuhan pangan, tapi juga

berakibat pada peningkatan kebutuhan

lahan-lahan pertanian dan perkebunan.

Kesuburan lahan mulai menurun akibat

penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi

yang meningkat. Berkurangnya sumber-

sumber air juga menyebabkan lahan-lahan

pertanian tak terairi dengan baik. Pola

pertanian dengan sistem agroforestri atau

kebun campur mulai tergantikan dengan

tanaman monokultur karena harganya yang

menarik bagi petani, misalnya sawit.

Tak hanya itu, luas lahan pertanian

berkurang juga disebabkan perkembangan

wilayah perkotaan, pemukiman dan

industri, terutama di wilayah perdesaan

yang berbatasan dengan kota (desa semi-

Gambar 2. Pemandangan desa dengan sumberdaya alam air, tumbuhan dan lahan pertanian © foto- Sundjaya-2011

Page 24: Buku Manual Pelatihan_res

22 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

urban). Sebagai contoh, konversi lahan

pertanian di pulau Jawa yang dianggap

mulai menghawatirkan. Hasil sensus lahan

oleh Kementerian Pertanian (Kementan)

menyebutkan lahan sawah di Pulau Jawa

pada 2010 telah menyusut menjadi 3,5 juta

hektare (ha) dari 4,1 juta ha pada tahun 2007.

Hanya dalam waktu tiga tahun, konversi

lahan mencapai 600 ribu ha (www.nvestor.

co.id, 2011). Kasus di pulau Jawa ini bukan tak

mungkin akan dialami di daerah luar Jawa.

Meski SDA sangat menopang kehidupan

masyarakat perdesaan. Ironisnya, sebagian

dari kerusakan alam juga melibatkan

masyarakat desa di sekitarnya, di samping

ekploitasi oleh berbagai perusahaan

pemegang ijin pertambangan, perkebunan,

perikanan tangkap, kehutanan, industri dan

pembangunan pemukiman. Keterlibatan

penduduk desa dalam proses kerusakan SDA

tak hanya dipicu oleh faktor ekonomi, namun

juga oleh lemahnya pemahaman mereka

tentang efek dari pemanfaatan SDA secara

berlebihan, ditambah kebijakan pemerintah

yang belum berjalan dengan baik.

Berikut adalah sebagian dari persoalan SDA

dan lingkungan di perdesaan:

Kerusakan SDA dan lingkungan di wilayah

PERSOALAN SDA

PENYEBAB

Penurunan kualitas lahan pertanian

Kekeringan, pencemaran bahan kimiawi, penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi secara intensif, dsb.

Kerusakan ekosistem hutan

Konversi hutan, penebangan liar, pemanfaatan hasil non-kayu secara berlebihan, penangkapan satwa, kebakaran hutan, dsb

Kerusakan terumbu karang

Penangkapan hasil laut secara berlebihan (overharvesting), penambangan karang, sedimentasi, pencemaran laut, penangkapan dengan alat yang merusak, dsb, ;

Kerusakan mangrove

Penebangan mangrove untuk kebutuhan rumahtangga dan komersil, konversi menjadi lahan pertambakan atau pemukiman, dsb.

Abrasi pantai Hilangnya hutan mangrove dan kerusakan terumbu karang

Penurunan kualitas sumberdaya perairan (laut, sungai atau danau).

Limbah industri dan rumah tangga, sedimentasi, ledakan tanaman pengganggu (eceng gondok dll), penggunaan alat tangkap ikan yang merusak (racun, setrum, bahan peledak), dsb.

Page 25: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 23

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

perdesaan tak hanya berdampak pada

penduduk setempat, tapi juga terhadap

pihak lainnya yang mengandalkan

komoditas yang dihasilkan desa, misalnya

pabrik pengolahan, konsumen di perkotaan,

para pedagang perantara di dalam dan

luar desa, atau para pelaku pariwisata

yang mengandalkan keindahan alam.

Efek kerusakan SDA dan lingkungan

akan menyentuh pada banyak sektor

terkait, mulai dari perdagangan, industri,

transportasi hingga pariwisata. Efek juga

terjadi dari tingkat lokal, regional, nasional

hingga internasional.

II.3.2. Pengaruh Kerusakan SDA

Ketika kualitas SDA di perdesaan menurun,

berbagai aspek kehidupan mereka

pun sedikit demi sedikit mengalami

perubahan sebagai bentuk adaptasi dari

perubahan alam. Masalahnya, seberapa

besar ‘ongkos’ atau ‘kerugian’ yang harus

mereka korbankan? Mari lihat kasus

kerusakan terumbu karang di kepulauan

Togean dalam box kasus 1. Menurut anda,

dampak ekonomi apa saja yang terjadi

pada masyarakat? Bagaimana masyarakat

beradaptasi terhadap kerusakan terumbu

karang?

AKIBAT

Produktifi tas petani menurun, ledakan hama, dsb.

Sumber air berkurang, longsor, ledakan hama, konfl ik satwa dengan petani, hilangnya hasil hutan non-kayu untuk penduduk, hilangnya jasa lingkungan lainnya.

Fungsi pemecah ombak berkurang, hasil tangkapan nelayan menurun, hilang atraksi wisata, dsb.

Hilangnya tempat pemijahan ikan, hasil tangkapan menurun, sedimentasi, hilangnya penahan ombak dan angin

Penyusutan luas pantai, kerusakan pemukiman dan fasilitas milik penduduk.

Produksi hasil laut, sungai dan danau menurun. Kehilangan sumber air untuk berbagai keperluan.

Page 26: Buku Manual Pelatihan_res

24 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

Adaptasi atau penyesuaian terhadap

perubahan lingkungan seringkali tak hanya

mempengaruhi aktivitas masyarakat,

tetapi juga pengetahuan lokal dan budaya

mereka. Bukan tak mungkin, semakin lama

pengetahuan tersebut tidak digunakan,

karena dianggap tak mampu mengatasi

perubahan lingkungan, maka pengetahuan

budaya tersebut semakin hilang.

Dalam sistem pertanian sawah di pulau

Jawa misalnya, penggunaan pestisida dan

pupuk kimia yang intensif dan penanaman

berbagai benih varietas unggul sejak tahun

70-an tak hanya mengubah ekosistem

pertanian tapi juga turut mengubah

perilaku beberapa jenis hama padi. Di sisi

lain, masyarakat petani padi semakin hilang

pengetahuannya dalam mengenali hama

Kasus 1:

Mengail Sampai Jauh

Orang-orang Bajau di desa Kabalutan, kepulauan Togean, Sulawesi Tengah telah turun temurun hidup dengan mencari hasil laut seperti ikan, teripang, kepiting, dan berbagai

jenis udang. Sebagian besar dari mereka masih menggunakan teknik penangkapan secara tradisional dengan kail, tombak, maupun jaring. Namun, sebagian lainnya secara intensif menggunakan bahan peledak dan racun sianida untuk menangkap ikan.

Para tetua kampung menceritakan bahwa saat mereka masih muda ikan dan jenis hasil laut lainnya cukup berlimpah di perairan sekitar Kabalutan yang dipenuhi hamparan terumbu karang dan hutan mangrove. Kondisi tersebut membuat mereka tak perlu mendayung perahu terlalu jauh dari kampung menuju lokasi mengail dan hasil laut pun sangat mudah didapat.

Namun, sejak awal 90-an mereka mulai merasakan sulitnya mencari hasil laut. Selain itu, lokasi di mana hasil laut masih berlimpah pun semakin jauh sehingga sulit dijangkau dengan mendayung perahu. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat maraknya penggunaan bom ikan rakitan dan racun sianida oleh sebagian nelayan di Kabalutan dan desa-desa lain di kepulauan Togean.

Kerusakan terumbu karang tak hanya berpengaruh pada jumlah tangkapan hasil laut. Ketergantungan mereka semakin besar pula pada mesin perahu, meski dengan ukuran kecil, yaitu kapasitas mesin 5.5 PK. Dengan menggunakan mesin, nelayan memang bisa menjangkau lokasi penangkapan hasil laut yang lebih jauh dalam waktu lebih singkat dibanding mendayung. Namun, pengeluaran mereka pun bertambah untuk membeli mesin perahu, bahan bakar, serta perawatan mesin. Semakin banyak orang Bajau di Kabalutan yang berhutang pada tauke untuk memiliki perahu tersebut.

(sumber: riset pribadi oleh Sundjaya)

Page 27: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 25

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

akibat ketergantungan yang begitu lama

pada pestisida kimia. Bagi petani, pestisida

adalah ‘obat’ bagi padi mereka yang ‘sakit’

karena terserang ‘penyakit’ (hama). Padi

bagaikan manusia yang harus diberi ‘obat’

atau pestisida agar ‘sembuh’ dan sehat

kembali (Winarto, 1998).

Cobalah lihat box kasus 2 berikut ini.

Perubahan alam seperti apa saja yang terjadi?

Apa penyebabnya? Budaya seperti apa yang

akhirnya berubah dan hilang pada masyarakat?

Dengan membaca dua kasus di atas,

semakin terlihat bahwa hubungan antara

kondisi lingkungan atau SDA dengan

kehidupan masyarakat tak hanya pada

masalah ekonomi belaka, namun juga pada

persoalan sosial budaya mereka.

III. Merancang PSDA Bersama MasyarakatMengingat besarnya keterkaitan antara

SDA dan lingkungan dengan masyarakat

di perdesaan, maka sebuah pengelolaan

SDA yang baik perlu dikembangkan di

desa. Adapun bentuk pengelolaan SDA

yang paling baik tentu yang sesuai dengan

karakteristik sosial ekonomi mereka. Oleh

karenanya, partisipasi masyarakat desa

menjadi sangat penting dalam sebuah

program PSDA di perdesaan.

Kasus 2:

Hutan Hilang, Budaya pun Berubah

Menjelang tahun 2000 banyak penduduk desa Guwa Kunthi, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, mengalami kesulitan ekonomi. Mereka lalu beramai-ramai menebangi

hutan jati dan sono di kawasan itu. Setelah hutan jati habis, kini bukit kecil itu tidak bisa lagi menampung air. Oleh karena itu, banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dua pekan lalu bisa dimengert, air langsung mengalir ke sungai tanpa sempat disimpan di dalam tanah. “Sejak hutan di bukit itu rusak, kami kesulitan air. Kalau musim hujan, ada banyak air, tetapi keruh. Kalau kemarau, kami harus ke desa tetangga untuk mendapatkan air,” kata Slamet (47), sambil menunjuk Alas Guwa Kunthi.

Beban masyarakat bertambah ketika iklim juga berubah. Dalam hitungan mereka, dengan menggunakan pranatamangsa, yaitu kalender musim tradisional dalam kebudayaan Jawa, persiapan musim tanam biasanya dimulai bulan kapat (bulan keempat dalam penanggalan Jawa). Lalu mereka menanam padi pada bulan kanem (bulan keenam) karena hujan telah tiba. Sekarang ini petani mulai terkecoh karena petunjuk dalam kalender Jawa semakin

Page 28: Buku Manual Pelatihan_res

26 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

Gambar 3. Solidaritas dalam mengolah SDA/lahan oleh suku Bobongko, Sulawesi Tengah. © Sundjaya

tak cocok dengan kenyataan karena perubahan musim. Penduduk menceritakan bahwa pada bulan keempat dalam kalender Jawa hujan

harusnya sudah turun hingga petani tergoda untuk segera menanam. Petani menduga saat itulah saat untuk menanam. Tetapi, ternyata hujan hanya turun sebentar. Petani yang terlanjur menanam hanya menggigit jari karena padi yang ditanam tidak bertahan lama alias rusak karena hujan terhenti sehingga tak ada pasokan air ke sawah.

Tanda-tanda alam seperti perubahan perilaku hewan dan pertumbuhan tanaman yang biasa digunakan dalam pranatamangsa juga semakin hilang dalam kehidupan mereka. Kalender pranatamangsa mengajarkan petani untuk menentukan musim tanam berdasarkan kehadiran burung srigunting. Namun, Sekarang, untuk menentukan waktu tanam, petani mengandalkan turunnya hujan semata yang kadang mengecohkan petani itu.

Burung srigunting biasa memakan serangga kecil di hutan. Hutan yang telah rusak menyebabkan makanannya makin langka. Lingkungan yang berubah telah menyebabkan srigunting sulit ditemukan lagi. Kini petani telah kehilangan tanda-tanda alam.

(Sumber: Kompas, Sabtu, 19 Januari 2008, hal. 22)

Page 29: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 27

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

III.1. Faktor Sosial Budaya dalam PSDA

Sebelum bekerja bersama masyarakat,

seorang fasilitator atau perencana program

PSDA membutuhkan pemahaman tentang

permasalahan sosial budaya setempat

yang saling terkait dengan SDA yang akan

dikelola. Beberapa faktor tersebut antara

lain:

1). Kemiskinan.

Kemiskinan dan SDA bagai dua sisi

mata uang. Sebagian orang menilai

kemiskinan penduduk di desa

menyebabkan kerusakan SDA. Sebagian

lainnya menganggap kerusakan SDA

justru menyebabkan penduduk desa

menjadi miskin. Faktor-faktor penyebab

kemiskinan tak berdiri sendiri, tapi

saling terkait. Kemiskinan adalah kondisi

ketidakberdayaan secara ekonomi, sosial

budaya dan politik. Ada pula kondisi

miskin yang bersifat musiman, misalnya

pada nelayan dan petani padi saat

paceklik. Di desa, kemiskinan biasanya

terkait dengan penguasaan modal/aset

dan alat-alat produksi, misalnya buruh

tani tanpa lahan. Kondisi miskin juga

sangat dinamis dan banyak ditentukan

faktor-faktor di luar desa. Orang desa

yang semula tidak miskin karena

mampu mengolah SDA, bisa jatuh pada

kondisi miskin karena SDA yang mereka

manfaatkan beralih pada pihak lain,

misalnya oleh perusahaan pemegang

ijin konsesi perikanan atau perkebunan.

Oleh karenanya, sulit mengukur

kemiskinan dan mengidentifi kasi siapa

orang miskin hanya berdasarkan satu

faktor. Namun, masyarakat biasanya

memiliki pengetahuan kolektif tentang

kategori miskin di desa mereka.

Pertanyaan penting tentang kemiskinan: Apa saja kategori kemiskinan di desa setempat? Siapa saja mereka? Bagaimana

kondisinya? Apa saja penyebab kondisi miskin di desa setempat? pengaruh dalam masyarakat

atau akibat faktor luar? Apakah terkait dengan kondisi SDA? Apakah terkait dengan penguasaan (tenurial) atas SDA? Atau terkait kebijakan pemerintah?

Pada saat (musim) seperti apa kondisi miskin di desa paling dirasakan masyarakat? Bagaimana ‘orang atau keluarga miskin’ memenuhi kebutuhan hidup mereka?

Penghasilan dan pola konsumsi mereka? Bagaimana masyarakat bersikap terhadap kondisi miskin di desa setempat? Apa saja program yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan? Bagaimana hasilnya?

Page 30: Buku Manual Pelatihan_res

28 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

2). Tenurial.

Secara sederhana, tenurial adalah

segala hal terkait dengan penguasaan

dan kepemilikan (lahan/SDA). Masalah

tenurial biasanya muncul karena ada

dua pihak atau lebih yang memiliki klaim

atau hak atas SDA yang sama sehingga

menimbulkan konfl ik atau sengketa.

Konfl ik tenurial bisa juga terjadi di dalam

masyarakat desa atau antardesa. Masalah

tenurial lainnya adalah kesenjangan

dalam pemilikan SDA, misalnya petani

pemilik lahan, petani penggarap, buruh

tani yang bekerja dengan imbalan upah.

Tenurial juga berlaku pada wilayah

laut, hutan mangrove, atau lokasi

pertambangan. Oleh karenanya, sebuah

program PSDA perlu mengidentifi kasi

secara mendetail persoalan tenurial

ini. Hal yang perlu diidentifi kasi antara

lain: Sistem tenurial sering sangat

menentukan akses atau kemampuan

seseorang dalam menerima manfaat dari

SDA yang dikelola. Contoh: bagaimana

bantuan bibit pohon bisa dimanfaatkan

oleh penduduk yang tak punya lahan?

Atau ia hanya menjadi penyewa lahan

orang lain?

3). Nilai tukar hasil SDA.

Nilai tukar hasil pemanfaatan SDA

oleh masyarakat desa seringkali tak

sesuai dengan kebutuhan mereka.

Pertanyaan penting tentang tenurial: Objek: Apa saja jenis SDA yang dikuasai atau dimiliki? Misalnya: tanah, pohon, lokasi

penangkapan ikan, hutan, sarang lebah, sumber mata air, bahan galian, dsb. Apa status kawasan di mana SDA itu berada? Hutan lindung? Kawasan konservasi?

Areal konsesi perusahaan, dsb. Aktor: Siapa saja pihak yang memiliki hak atas SDA? Apakah individual, perusahaan,

negara, kelompok/suku/keluarga/dsb? Bagaimana penguasaan atau kepemilikan itu diperoleh? Misal: keputusan adat, jual

beli, sewa, gadai, pinjam pakai, ijin pemerintah (konsesi), warisan, dsb. Akses terhadap manfaat: Siapa saja yang memperoleh manfaat dari SDA? Misal:

pemegang hak, pekerja/buruh tani, perantara, pemerintah (pajak/retribusi), pedagang, dsb? seberapa besar manfaat yang diperoleh masing-masing pihak?

Bagaimana konfl ik tenurial selama ini terjadi? Bagaimana cara penyelesaiannya (pengadilan,sidang adat, mediasi, dibiarkan, dsb)? Bagaimana hasilnya?

Page 31: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 29

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Hal ini bisa disebabkan karena panen

berlimpah, persaingan dengan tempat

lain, akses pasar yang sulit, komoditas

berupa bahan mentah/bukan olahan,

atau ketergantungan pada perantara/

tengkulak yang terlalu tinggi. Program

PSDA sering pula memilih strategi

peningkatan nilai tambah bagi produk

yang dihasilkan, misalnya pengolahan

hasil pertanian dan perkebunan menjadi

makanan olahan, mengemas atraksi

ekowisata, atau membuat kerajinan.

Namun, analisis ekonomi yang lebih

lengkap seringkali terabaikan. Tak heran

jika beberapa kegiatan peningkatan

penghasilan (Income Generating

Activities/IGA) terhenti pada tahap

produksi atau menghasilkan produk.

Kalaupun hingga dipasarkan, tidak

berlangsung lama.

4). Gender.

Di desa, pembagian kerja berdasarkan

jenis kelamin biasanya masih cukup

ketat. Perempuan tak hanya bekerja

dalam urusan domestik (rumahtangga),

tapi juga memiliki peran-peran tertentu

dalam pengelolaan SDA. Sedangkan

lelaki lebih banyak menjadi pengambil

keputusan dalam keluarga. Pengetahuan

dan kemampuan perempuan tentang

SDA seringkali terabaikan karena

mereka dianggap tergantung pada

lelaki, terutama yang telah menikah

dan memiliki anak. Padahal, perempuan

juga sering menjadi penentu dalam

memutuskan jenis tanaman apa yang

akan ditanam. Bahkan ikut mencari

penghasilan untuk keluarga. Mereka juga

lebih memahami kebutuhan ekonomi

Pertanyaan penting tentang nilai tukar SDA: Apa saja komoditas yang

dihasilkan masyarakat? Bagaimana dimanfaatkan (konsumsi sendiri, dijual, barter)?

Bagaimana komoditas dihasilkan? Berapa investasi/modal yang dikeluarkan?

Rantai komoditas: ke mana produk/komoditas didistribusikan? Siapa saja yang terkait dalam distribusi? Bagaimana posisi masyarakat dalam rantai komoditas ini?

Siapa yang menentukan harga atau nilai tukar bagi masyarakat? Mengapa?

Pengembangan nilai tukar: bagaimana ketersediaan bahan baku dan alat produksi, manajemen kerja, infrastruktur untuk distribusi produk, pangsa pasar, serta kemampuan dalam mengelola pendapatan.

Page 32: Buku Manual Pelatihan_res

30 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

keluarga, seperti kebutuhan pangan,

kayu bakar, Meski demikian, peran

perempuan dalam PSDA juga perlu

mempertimbangkan kultur di dalam

masyarakatnya. Tak semua masyarakat

memiliki toleransi terhadap keterlibatan

perempuan pada kegiatan tertentu.

Kondisi seperti ini perlu diperhatikan

ketika mendorong partisipasi

perempuan dalam program PSDA di

desa.

5). Pengetahuan lokal.

Pengetahuan lokal bersifat kultural yang

terbentuk melalui proses belajar dengan

cara pengamatan, ujicoba, praktek

dan penyebarannya pada orang lain.

Pengetahuan lokal tersimpan dalam

fi kiran penduduk setempat, baik secara

individu maupun kelompok. Contohnya

pengetahuan tentang: jenis atau varietas

tanaman dan kegunaannya, sumber air,

musim, penanggulangan hama, satwa

dalam hutan, sejarah pengelolaan SDA,

lokasi ikan, dsb. Makna pengetahuan

lokal jauh lebih luas ketimbang istilah

‘kearifan tradisional’ yang berkesan statis

atau kurang adaptif terhadap perubahan.

Tak selalu yang bersifat ‘tradisional’

mampu mengatasi persoalan SDA dan

lingkungan dengan baik, atau selaras

dengan aspek pelestarian. Pengetahuan

lokal terus berkembang, bisa merupakan

hasil penggabungan antara pengalaman

dalam masyarakat dengan pengetahuan

dari orang luar. Sebaiknya jangan terlalu

terfokus pada pemisahan antara sifat

tradisional atau modern dalam memahami

Pertanyaan penting tentang gender: Apa saja aktivitas yang dilakukan kelompok perempuan dan lelaki di desa? Apa saja

bentuk kegiatan perempuan dan lelaki yang terkait dengan PSDA? Berapa waktu yang dihabiskan perempuan dan lelaki pada tiap jenis aktivitas (dalam

rumah dan di luar rumah)? Siapa pengambil keputusan dalam urusan rumah tangga, kegiatan ekonomi, dll?

Bagaimana keputusan dibuat (termasuk dalam PSDA)? Hal atau norma apa saja yang diajarkan pada perempuan dan lelaki? Adakah

perbedaannya? Pengetahuan apa saja yang dimiliki perempuan dan lelaki terkait SDA? Bagaimana sikap anggota keluarga terhadap peran perempuan dalam kegiatan di luar

rumah? Misal: penjadi KPMD, ketua TPK, ikut rapat desa, ikut pelatihan di kota, dsb? Bagaimana sikap perempuan terhadap peran mereka dalam masyarakatnya?

Page 33: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 31

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

pengetahuan lokal. Hal paling penting

adalah seberapa jauh pengetahuan

memberi pedoman bagi seseorang atau

masyarakat dalam menanggapi persoalan

SDA dan lingkungan dengan baik. Ingat,

cukup banyak orang desa yang muncul

sebagai inovator yang manfaatnya

dirasakan masyarakatnya.

6). Konfl ik dengan satwa

Konfl ik manusia dengan satwa terjadi

ketika salah satu atau keduanya

menerima kerugian materil maupun

jiwa. Konfl ik dengan satwa biasa terjadi

dengan masyarakat yang berbatasan

dengan hutan atau habitat satwa. Jenis

satwa yang sering terlibat konfl ik adalah

gajah, harimau, orangutan, beberapa

jenis monyet atau kera, beruang, atau

hewan lain yang umumnya endemik

dan dilindungi UU. Mereka yang

berkecimpung dalam menangani konfl ik

satwa-manusia ini sering dihadapkan

pada pertanyaan dari masyarakat, yaitu:

“mana lebih penting, menyelamatkan

hewan atau perut [nasib] petani”. Hal

ini disebabkan persepsi petani yang

menganggap satwa tersebut adalah

pengganggu sekaligus ancaman bagi

keselamatan mereka. Sementara pihak

Pertanyaan penting tentang pengetahuan lokal: Pengetahuan tentang apa saja yang

terkait dengan PSDA? Siapa saja yang menguasai

pengetahuan tersebut (individu atau kelompok)?

Dari mana sumber pengetahuan diperoleh? Bagiamana diperoleh?

Pada situasi seperti apa pengetahuan itu dipraktekkan? Bagaimana hasilnya?

Apakah ada pengetahuan lokal dilembagakan sebagai bagian dari adat, peraturan desa, dsb?

Pertanyaan penting tentang konfl ik satwa: Apa saja jenis satwa yang dilindungi di sekitar desa? Apa saja pengetahuan dan persepsi masyarakat tentang satwa (liar) di sekitar mereka?

Dari mana mereka memperoleh pengetahuan tentang satwa-satwa tersebut? Bagaimana kaitan satwa-satwa tersebut dengan kehidupan mereka? Ada manfaatnya? Apa saja yang dilakukan masyarakat dalam habitat satwa? Berburu, mencari kayu,

membuat kebun, dsb? Di mana lokasi terjadinya konfl ik dengan satwa? Apa dampak yang diterima masyarakat akibat konfl ik dengan satwa? Bagaimana konfl ik dengan satwa diselesaikan? Bagaimana hasilnya?

Page 34: Buku Manual Pelatihan_res

32 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

lain menilai justru masyarakat yang

telah mengambil habitat tempat satwa

hidup, lalu menjadikannya sebagai lahan

pertanian.

III.2. Prinsip Dasar

Setidaknya ada tiga prinsip dasar sebagai

landasan dalam menjalankan program PSDA

di desa, yaitu:

1). Peran serta masyarakat.

Asumsi: Semakin tinggi peran masyarakat (baca:

partisipatif) dalam PSDA, maka hasil-hasil

kegiatan akan semakin berkelanjutan.

Partisipasi yang dianggap mampu

pendukung PSDA memang sulit untuk

diukur karena sangat tergantung pada

motivasi dan komitmen tiap individu dalam

waktu tertentu, bukan dari kehadiran

atau keberadaan mereka pada kegiatan-

kegiatan yang dilakukan. Akan tetapi,

tanpa partisipasi masyarakat, kegiatan

yang direncanakan dan dilaksanakan

biasanya menjadi tidak efektif dan mudah

putus di tengah jalan. Mereka cenderung

kurang peduli dan menjadi tidak merasa

bertanggungjawab atas hasil kegiatan.

2). Pemanfaatan potensi lokal.

Asumsi: semakin banyak potensi lokal yang

dimanfaatkan dalam kegiatan PSDA, maka

masyarakat akan lebih memiliki kapasitas untuk

mandiri karena tak terlalu tergantung pada

pihak lain di luar desa.

Potensi lokal adalah segala bentuk material

dan non-material di dalam desa yang dapat

memberi kontribusi bagi pengelolaan

SDA. Wujud potensi material misalnya:

ketersediaan dan kondisi lahan, aneka

jenis tanaman, bebatuan dan bahan

mineral, sungai, dan sebagainya. Adapun

potensi non-material misalnya: solidaritas

dalam masyarakat, sikap saling percaya,

pengetahuan lokal tentang SDA, aturan

dan lembaga lokal/adat, aktor-aktor

yang mampu dan mendukung kegiatan,

peran aktif perempuan serta mental Gambar 4. Contoh rumah masyarakat miskin yang kehidupannya bergantung pada SDA © foto Sunjaya 2011

Page 35: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 33

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

kerja keras masyarakat. Pemanfaatan dan

pengembangan potensi lokal di desa ikut

menentukan kemandirian masyarakat dalam

PSDA, misalnya: membuat kebun bibit di

desa untuk proyek penanaman, bukan

membeli bibit dari luar.

3). Pendampingan

Asumsi: Masyarakat desa tidak selalu memiliki

kemampuan mengatasi persoalan tersebut

karena persoalan SDA kadang bersifat kompleks

dan terkait dengan faktor luar desa.

Masyarakat desa tidak selalu mampu

mengembangkan kegiatan secara mandiri.

Mengingat masalah-masalah lingkungan

dan pengelolaan SDA seringkali bersifat

kompleks atau rumit, maka bantuan teknis

atau pendampingan oleh petugas khusus

yang menguasai bidangnya menjadi

sangat penting, misalnya dalam kegiatan

ekowisata, pengolahan dan pemasaran hasil

pertanian, biogas, pembangunan mikro-

hidro, rehabilitasi terumbu karang atau

pengendalian erosi.

Banyak kegiatan di desa yang sesungguhnya

bagus namun pada akhirnya terhenti di

tengah jalan karena masyarakat dibiarkan

bekerja sendiri dalam pelaksanaannya.

Pendampingan teknis, apalagi dengan

menyediakan petugas khusus yang tinggal

bersama masyarakat memungkinkan

masalah mendesak dapat segera ditangani

sebelum berkembang menjadi lebih

rumit. Namun, pendampingan tetap

perlu mengedepankan peran masyarakat

dalam bertindak. Untuk itu, peningkatan

kapasitas yang efektif melalui pelatihan dan

pendidikan perlu diberikan.

Gambar 5. Contoh masyarakat yang telah mengelola dan memanfaatkan SDA dengan arif dan bijaksana © foto Aqbar

Digdo 2011

Page 36: Buku Manual Pelatihan_res

34 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

III.3. Masalah Dalam Pengembangan

Program

1). Kesiapan masyarakat dan pendamping.

Program pengelolaan SDA oleh masyarakat

desa sering kali tidak berjalan baik karena

masyarakat desa belum siap menerima

gagasan tersebut. Penyebabnya antara lain:

Komunikasi antara perencana program

dengan masyarakat yang tidak efektif.

Masyarakat belum sepenuhnya

memahami tujuan program namun

dipaksakan untuk dijalankan.

Masyarakat belum berani

mengorbankan waktu dan tenaganya

untuk terlibat dalam program, misalnya:

kegiatan yang direncanakan ternyata

berbarengan dengan masa tanam

atau panen. Partisipasi masyarakat

menjadi sedikit karena sibuk dengan

pekerjaannya.

Masyarakat menganggap ada

resiko yang akan muncul namun

mereka belum yakin akan mampu

mengatasinya, misalnya: kerugian ketika

sebuah produk yang dihasilkan dari

program ternyata tak laku dipasaran.

Bukan hanya masyarakat, adakalanya

pendamping juga belum siap untuk

menjalani perannya di masyarakat.

Ketidaksiapan tersebut bisa disebabkan

mental dan perbedaan budaya dari

pendamping, tidak terbiasa hidup lama

di masyarakat, pengetahuan dan keahlian

pendamping tentang aktivitas yang

dikembangkan sangat terbatas, dan

sebagainya.

INGAT

Di beberapa tempat, masyarakat tak selalu punya kemampuan untuk mandiri dalam memahami dan mengatasi persoalan lingkungan atau sumberdaya alam. Oleh karena itu, pada situasi tertentu pendampingan dan dukungan pihak lain tetap diperlukan.

Ada masyarakat yang:• Tidak tahu akar masalah SDA yang mereka hadapi, sehingga tak tahu cara

penyelesaiannya;• Tahu akar masalahnya, namun tak tahu cara penyelesaiannya;• Tahu akar masalah dan penyelesaiannya, namun tak ada dukungan, baik dari

masyarakatnya sendiri maupun pihak lain. Contoh hal ini: tak ada keswadayaan, terjadi konfl ik, cara penyelesaian masalah bertentangan dengan adat istiadat, atau kebijakan pemerintah tak sejalan.

Page 37: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 35

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2). Perencanaan yang lemah.

Kesalahan dalam merencanakan program

juga bisa terjadi. Hal seperti itu dapat

disebabkan oleh:

Kesalahan dalam mengidentifi kasi

akar masalah, sehingga kegiatan

yang diusulkan tidak mengarah pada

penyelesaian dan tidak tepat sasaran;

Terburu-buru dalam mengidentifi kasi

masalah karena waktu yang tersedia

tidak memadai;

Salah mengidentifi kasi aktor-aktor kunci

yang terkait dengan masalah atau yang

berpotensi mendukung kegiatan;

Identifi kasi masalah tidak bersifat

menyeluruh, atau tdak melihat

keterkaitannya dengan faktor-faktor

lain, terutama dalam pengembangan

ekonomi alternatif dan ekowisata.

3). Pengorganisasian kegiatan tidak

memadai

Yang dimaksud dengan pengorganisasian

kegiatan adalah upaya-upaya sistematis

dan terencana untuk memberdayakan

dan memanfaatkan berbagai faktor atau

hal yang dibutuhkan program. Faktor-

faktor tersebut misalnya: waktu, dana, dan

tenaga yang akan mendukung tercapainya

tujuan program. Sebuah rencana kegiatan

(workplan) tak sekedar menyusun aktivitas-

aktivitas yang akan dijalankan, tapi harus

mempertimbangkan:

Waktu: kapan kegiatan dilakukan?

Berapa lama akan dilakukan? Kapan

hasilnya akan tercapai?

Dana: Apakah seluruh kegiatan

membutuhkan dana? berapa banyak

yang diperlukan? Bagaimana dana

dialokasikan? Dari mana dana

didapatkan: apakah swadaya, bantuan

pemerintah atau lembaga lain, atau

kemitraan dengan masyarakat?

Tenaga: Pengetahuan dan keahlian

seperti apa yang dibutuhkan dalam

kegiatan? Siapa saja orang-orang yang

memenuhi persyaratan tersebut? Apa

insentif atau imbalan (tak selalu berupa

uang) yang mereka dapatkan dan

bagaimana itu diberikan? Bagaimana

peran dan tugas mereka dapat

dipertanggungjawabkan?

4). Kebijakan tak mendukung

Salah satu penentu keberhasilan PSDA

adalah dukungan kebijakan pemerintah.

Ada beberapa situasi di mana kebijakan

pemerintah, baik pusat maupun daerah,

berpengaruh terhadap kegagalan sebuah

program:

Page 38: Buku Manual Pelatihan_res

36 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

Institusi pemerintah yang terkait

dengan program tidak dilibatkan dalam

proses perencanaan;

Ada alasan tertentu bagi pemerintah

untuk tidak mendukung program.

Bisa saja efek dari pilkada, pemilihan

kepala desa atau konfl ik antara instansi

pemerintah dengan desa bersangkutan;

Program atau kegiatan dianggap tidak

sesuai dengan kebijakan atau rencana

pembangunan dari pemerintah,

misalnya berada di dalam kawasan

lindung atau konservasi, atau lokasi

SDA yang akan dikelola akan telah

direncanakan untuk kegiatan lain oleh

Pemda setempat sesuai Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW).

III.4. Merencanakan PSDA di Desa

Semua bersumber dari rencana. Program

PSDA, terutama yang ditawarkan dari

luar masyarakat seperti PNPM-LMP,

membutuhkan perencanaan yang baik

bersama masyarakat setempat. Namun,

seorang pendamping perlu memahami dulu

karakteristik umum dari masyarakat (desa)

sebelum menjalankan tugas.

II.4.1. Desa: Sebuah Kehidupan Sosial

Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah RI

No. 75 tahun 2005 tentang Pemerintahan

Desa mendefi nisikan: Desa atau yang

disebut dengan nama lain, selanjutnya

disebut desa, adalah kesatuan masyarakat

hukum yang memiliki batas-batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam

sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Dalam tata pemerintahan

di Indonesia, desa merupakan wilayah

administratif pemerintahan terkecil yang

dapat menjalankan kegiatan-kegiatan

pembangunan bagi masyarakatnya. Oleh

karenanya, UU No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah juga mengatur

adanya Pemerintahan Desa yang terdiri dari

Kepala desa dan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD).

Secara sosiologis desa, atau sebutan lainnya,

merupakan sebuah kehidupan sosial yang

dinamis, di mana penduduknya saling

berinteraksi, menerapkan sistem kehidupan

sosial/adat istiadat/norma-norma tertentu,

dan melakukan berbagai kegiatan untuk

memenuhi kebutuhan hidup mereka, baik

sebagai individu maupun kelompok.

Page 39: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 37

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Hal lain yang perlu dipahami tentang

masyarakat desa adalah:

a. Dinamika sosial: Perkembangan teknologi

komunikasi, sarana dan prasarana

transportasi, dan hubungan sosial

dengan orang luar telah mempengaruhi

perubahan sosial di desa. Kini, sulit

menemukan desa yang benar-benar

terisolir dan tak terhubung dengan

dunia luar. Tak ada yang dapat mengukur

seberapa lama perubahan sosial bisa

terjadi, atau sebuah kondisi sosial di desa

bisa bertahan. Perubahan bisa terjadi

setiap saat.

b. Konfl ik: Konfl ik adalah hal lumrah dan

terjadi dalam berbagai hal. Mulai dari

yang sederhana hingga yang sangat

rumit karena melibatkan banyak pihak

dan penyebabnya yang beragam.

Penyelesaian konfl ik juga beragam, mulai

dari konfrontasi (kadang menggunakan

kekerasan), negosiasi dengan mediator/

penengah, gugatan hukum (sidang

adat/pengadilan), atau dibiarkan hingga

terlupakan. Konfl ik dapat dikelola dan

dihindari.

Peran individu: Masyarakat terdiri

dari individu-individu yang memiliki

pengetahuan, pemahaman, kemampuan

dan kepentingan berbeda-beda.

Mengabaikan peran individu sering

menyebabkan kegagalan dalam sebuah

program PSDA atau konservasi lingkungan

Beberapa ciri sosial yang masih menonjol pada kebanyakan masyarakat perdesaan di Indonesia antara lain: Penduduknya masih terikat dalam hubungan kekerabatan, baik berdasarkan garis

keturunan maupun perkawinan. Kehidupan, terutama ekonomi, yang sangat bergantung pada keberadaan jenis-jenis

sumberdaya alam tertentu serta faktor alam lainnya seperti iklim. Sebagian norma atau pranata dalam kehidupan masih diterapkan sebagai adat istiadat,

meski sedikit banyak telah mengalami perubahan dan penyesuaian. Beberapa kegiatan masih dilakukan secara kolektif (bersama) karena ketergantungan

satu sama lain yang masih tinggi, misalnya gotong royong. Pembagian kerja berdasarkan gender atau jenis kelamin dan status sosial cenderung

masih ketat, terutama dalam kegiatan ekonomi dan ritual adat. Alam seringkali memiliki nilai budaya bagi sebagian masyarakat desa. Kedekatan

mereka dengan alam terlihat dalam sistem kepercayaan, adat istiadat atau ritual dalam pemanfaatan SDA.

Page 40: Buku Manual Pelatihan_res

38 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

(Agrawal dan Gibson, 1999). Mem-fasilitasi

masyarakat berarti pula menggiring

kepentingan-kepentingan individu ke dalam

tujuan dan rencana kerja bersama.

III.4.2. Tahap Perencanaan

Secara khusus, langkah-langkah sederhana

yang dapat dilakukan dalam merencanakan

PSDA adalah:

1. Sampaikan, Apa Tujuan Program

Sosialisasi atau pemaparan program adalah

kegiatan awal untuk menyampaikan

bentuk, tujuan dan tahapan kegiatannya.

Kegiatan sosialisasi ini terutama dilakukan

dalam program-program yang datang

dari lembaga atau organisasi di luar desa.

Biasanya sosialisasi dilakukan dengan cara

pertemuan khusus dengan berbagai pihak,

individu atau organisasi, yang memiliki

keterkaitan dengan program yang akan

dijalankan.

Mengingat kegiatan pengelolaan

sumberdaya alam dan lingkungan seringkali

berkaitan pula dengan peraturan atau

Gambar 6. Contoh kearifan masyarakat perdesaan dalam melndungi sumber mata air © foto Frans Harum 2011

Page 41: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 39

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

kebijakan pemerintah, sebaiknya sosialisasi

juga disampaikan kepada instansi atau

dinas-dinas yang berkaitan dengan program

tersebut, misalnya: Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kantor

Lingkungan Hidup di daerah, Dinas

Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan,

Dinas Pertanian, Balai Konservasi dan

Sumber Daya Alam (BKSDA) di propinsi, dan

sebagainya.

2. Kumpulkan Informasi, Pahami

Masalahnya

Sebelum menyusun program, masyarakat

maupun pendamping perlu memahami

persoalan yang akan ditangani. Kumpulkan

informasi atau data sebagai bahan atau

masukan dalam pembuatan usulan kegiatan,

misalnya: masalah pengelolaan hutan desa,

sumber air, penanganan banjir atau erosi,

atau pemanfaatan sumberdaya hutan bakau,

dll. Informasi, pengetahuan, atau data yang

lengkap dan sesuai, misalnya: tentang lokasi,

tentang jenis tanaman, kondisi tanah atau

lahan, tingkat ketergantungan masyarakat

terhadap sumberdaya alam, nilai-nilai

ekonomi sumberdaya alam yang sudah

dimanfaatkan, kepemilikan atas SDA dan

sebagainya.

Informasi, data, atau pengetahuan dapat

diperoleh dari pengetahuan masyarakat

desa, buku atau terbitan, ahli khusus,

dan sebagainya. Pengumpulan informasi

dan memahami masalah dapat dilakukan

dengan cara:

a. Pemetaan

Pemetaan dapat dilakukan dengan cara-

cara yang sangat mudah. Peta yang

dihasilkan juga bisa sangat sederhana,

seperti sketsa yang berisi lokasi sumberdaya

alam dan permasalahan lingkungannya,

batas-batasnya, lokasi lahan masyarakat,

lahan tidur, sungai, atau tempat-tempat

khusus lainnya seperti lokasi upacara adat,

lokasi longsor dan banjir, dan sebagainya.

Informasi tersebut dapat diperoleh

berdasarkan pengetahuan masyarakat Gambar 7. Contoh aktifi tas masyarakat perdesaan yang tidak arif dalam memanfaatkan SDA © foto Frans Harum 2011

Page 42: Buku Manual Pelatihan_res

40 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

desa sendiri. Yang pasti, pemetaan harus

dilakukan secara langsung ke lokasi

sumberdaya alam.

Pemetaan yang lebih akurat, tepat

dan lengkap dapat dilakukan dengan

menggunakan GPS untuk menentukan titik

dan koordinat di mana sumberdaya alam

berada. Hal ini dapat dilakukan dengan

meminta bantuan LSM atau lembaga

lain yang memiliki pengalaman dalam

melakukan pemetaan.

b. Pertemuan Masyarakat

Pertemuan masyarakat atau musyawarah

desa merupakan cara yang paling sering

dilakukan untuk mengumpulkan informasi

dan memahami suatu persoalan lingkungan

atau sumberdaya alam yang dihadapi desa.

Caranya, dengan mengumpulkan sebagian

warga desa yang dianggap mewakili

kelompok-kelompok masyarakat yang

ada, misalnya: petani, nelayan, pemburu,

kelompok perempuan, pendidik (guru),

tokoh agama, kepala dusun, dan lain-lain.

Bisa dilakukan dengan metode PRA atau

diskusi kelompok sederhana.

Kegiatan yang dapat dilakukan dalam

pertemuan kampung antara lain:

3. Susunlah Rencana Kegiatan

Bersama masyarakat, buat prioritas kegiatan

dari daftar penyelesaian masalah di atas.

Prioritas tersebut dapat menjadi usulan

Kegiatan Tujuan

Penilaian manfaat mencari manfaat apa saja yang bisa diperoleh masyarakat desa dari adanya SDA di desa.

Penilaian ancaman mencari hal-hal yang dianggap dapat mengurangi dan menghilangkan manfaat dari SDA, atau hal-hal yang dapat membawa kerugian akibat hilang/rusaknya SDA tersebut.

Penilaian pelaku atau pihak terkait

mencari dan memahami pihak-pihak (individu, lembaga atau perusahaan) yang berkepentingan dengan SDA dan pengelolaannya, langsung maupun tak langsung. Para pelaku/pihak terkait ini sering disebut sebagai ‘stakeholder’.

Daftar penyelesaian masalah

hal-hal yang diyakini sebagai jalan keluar atau cara menyelesaikan persoalan dalam PSDA, misalnya: penerapan sanksi adat atau peraturan desa, patroli laut, membuat daerah-daerah perlindungan, penanaman lahan kritis, pengembangan agroforestri, pengaturan hewan ternak, mengembangkan pupuk organik dan sebagainya.

Page 43: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 41

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

kegiatan dalam PNPM-LMP atau PSDA.

Intinya, apa yang direncanakan sebaiknya

sesuai dengan problem SDA dan lingkungan

yang dihadapi. Bukan sebagai cara untuk

mendapatkan bantuan dana. Bukan pula

program yang hanya sesuai keinginan

individu tertentu sehingga tidak mengatasi

persoalan yang dihadapi bersama.

Dengan demikian, tahap pengumpulan

informasi, mengenali masalah, cara

penyelesaiannya, hingga penyusunan usulan

kegiatan saling terkait, sebagaimana alur

yang tergambar berikut ini:

4. Peliharalah hasil kegiatan

Ini adalah upaya yang tak kalah penting,

yaitu menjaga keberlanjutan kegiatan

PSDA. Menciptakan keberlanjutan program

PSDA oleh masyarakat memang sulit karena

membutuhkan berbagai kondisi dalam

rentang waktu tertentu. Kita bisa saja

menilai bahwa kegiatan oleh masyarakat

memiliki keberlanjutan ketika berjalan dua

atau lima tahun. Namun, siapa yang dapat

menjamin saat menginjak tahun keenam

situasinya justru berbalik?

Salah satu penyebab kegagalan program

PSDA adalah masyarakat dan pelaksana

kegiatan tak mampu menciptakan

kelembagaan untuk memelihara hasil-hasil

yang dicapai (Acheson, 2006). Kelembagaan

dimaksud bukan sekedar sebuah

organisasi atau kelompok, melainkan

ALUR PROSES DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PSDA DI DESA

Penilaian manfaat dan potensi SDA

Penilaian ancaman terhadap SDA

Buatlah Rencana Kerja dan Usulan

Kegiatan

Carilah cara penyelesaian masalah SDA/ Lingkungan

Kumpulkan informasi dan

pahamilah masalah SDA di

desa

Identifi kasi pelaku/pihak terkait

Pemetaan SDA dan kondisi lingkungan

Page 44: Buku Manual Pelatihan_res

42 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

Gambar 8. Sumberdaya alam perdesaan yang dikelola dan dimanfaatkan dengan baik © foto Frans Harum 2011

sebuah mekanisme di mana aturan, cara

pengambilan keputusan, kepemimpinan,

serta hak dan tanggungjawab disepakati

dan dijalankan bersama. Salah satu contoh

kelembagaan ini adalah kesepakatan

masyarakat yang dijadikan hukum adat atau

Peraturan Desa (perdes).

Dalam PNPM-LMP dimungkinkan untuk

membentuk kelompok pemelihara kegiatan.

Namun, jika hanya sebatas membentuk

kelompok atau organisasi, tanpa hal-hal

di atas, bukan tak mungkin keberadaan

kelompok tersebut tak berlangsung lama.

Untuk itu, proses sosial tetap diperlukan

setelah kegiatan berjalan, meliputi:

Beberapa situasi yang mempengaruhi keberlanjutan kegiatan PSDA di masyarakat: Masyarakat tak merasa memiliki program karena tak terlibat dalam perencanaan,

pelaksanaan dan pemantauan kegiatan; Masyarakat (pada akhirnya, di tengah jalan) menyadari bahwa program yang mereka

usulkan dan jalankan tidak memberi manfaat sebagaimana yang mereka bayangkan; Tak ada pendampingan intensif dalam jangka waktu cukup lama, di mana masalah yang

dihadapi tak mampu ditangani masyarakat; Muncul konfl ik yang tak terselesaikan di antara para pelaksana kegiatan atau di antara

penerima manfaat program; Tak ada peningkatan kapasitas bagi masyarakat sesuai kebutuhan program; Muncul faktor eksternal yang tak terfi kirkan sebelumnya, dan masyarakat tak mampu

mengatasinya, misalnya: perubahan iklim, bencana alam, gejolak politik dan keamanan; Ada kebijakan sektoral yang tak konsisten dan menghambat jalannya program, misalnya:

pemerintah mengeluarkan ijin pertambangan di dekat lokasi ekowisata, atau konversi areal persawahan menjadi pabrik padahal petani setempat tengah mengembangkan pupuk organik.

membangun kesepakatan untuk mengelola

hasil kegiatan, menentukan aturan, memilih

individu yang memiliki kemampuan dan

kepemimpinan, serta mengembangkan

kerjasama dengan pihak lain.

Page 45: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 43

1MODUL

64

32

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

AgroforestryPengelolaan D

aerah Tangkapan Air

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Evaluasi

1. Sebutkan jenis-jenis sumberdaya alam di

perdesaan sekitar tempat tinggal anda,

bagaimana kondisinya? Dan apa saja

permasalahannya?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

2. Mengapa seorang fasilitator atau

pendamping PNPM-LMP perlu

memahami persoalan SDA dan

karakteristik masyarakat desa?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

3. Banyak kehidupan masyarakat desa

dipengaruhi faktor dari luar, jelaskan

maksudnya.

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

4. Apa saja dampak dari kerusakan

sumberdaya alam dan lingkungan bagi

masyarakat di perdesaan?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

...................................................................................

5. Apa saja persoalan sosial budaya dan

ekonomi di perdesaan yang terkait

dengan PSDA? Jelaskan secara singkat.

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

6. Apa saja prinsip-prinsip dasar dalam

pengembangan program PSDA dengan

masyarakat? Sebutkan pula asumsi

masing-masing.

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

7. Apa saja tahapan yang dapat dilakukan

saat merencanakan kegiatan pengelolaan

sumberdaya alam bersama masyarakat di

perdesaan?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Page 46: Buku Manual Pelatihan_res

44 | Manual Pelatihan

MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan

Daftar Pustaka

Acheson, James M. 2006. “Institutional Failure in Resource Management”. Annual Review of

Anthropology, vol: 35. pp:117–34. Australian National University.

Agrawal, Arun and Clark C. Gibson. 1999. “Enchantment and Dischantment: the Role of

Community in Natural Resource Conservation”. World Development. Vol. 27. No. 4: 629-649.

Chambers, Robert. 1987. Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. Jakarta: LP3ES.

Murdiyarso, D., Dewi, S., Lawrence, D. dan Seymour, F. 2011. “Moratorium Hutan Indonesia:

Batu Loncatan untuk Memperbaiki Tata Kelola Hutan?” Working Paper 77. CIFOR, Bogor,

Indonesia.

Winarto, Yunita T., 1998. “Hama dan Musuh Alami, Obat dan Racun: Dinamika Pengetahuan

Petani dalam Pengendalian Hama”. Antropologi Indonesia. Vol. 55/XXII. Depok: Jurusan

Antropologi UI. Hal. 53-68.

Unduhan

http://www.forda-mof.org/fi les/RPI_5_Pengelolaan_Hutan_Rawa_Gambut.pdf.

http://www.jurnas.com/news/45926.“Kerusakan Terumbu Karang di Indonesia Capai 31,5%”.

http://sains.kompas.com/read/2009/11/27/18190192/edan.11.juta.hektar.laju.kerusakan.

hutan.indonesia). “Edan! 1,1 Juta Hektar, Laju Kerusakan Hutan Indonesia”.

http://www.investor.co.id/agribusiness/dikonversi-ke-industri-lahan-pertanian-di-jawa-susut-

600-ribu-ha/7198. “Dikonversi ke Industri, Lahan Pertanian di Jawa Susut 600 ribu Ha”

http://id.berita.yahoo.com/3-25-juta-hektare-hutan-mangrove-alami-kerusakan-110344638.

html. “3,25 Juta Hektare Hutan Mangrove Alami Kerusakan”.

Page 47: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 45

Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

2MODUL

Page 48: Buku Manual Pelatihan_res

46 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Gambar 1. DAS sebagai unit hidrologi. Sumber OWT, 2011

I. Konsep Daerah Tangkapan AirI.1. Pengertiaan Daerah Aliran Sungai

(DAS)

DAS biasa diberi nama sesuai nama sungai

utamanya, satu sungai utama biasanya

memiliki puluhan anak sungai, satu anak

sungai memiliki puluhan anak-anak sungai.

Setiap anak-anak sungai memiliki anak-anak

sungai lagi di wilayah hulunya. Daerah Aliran

Sungai (DAS), sering didefi nisikan:

‘Daerah yang dibatasi oleh batas topografi

(punggung-punggung bukit) dimana air hujan

yang jatuh di permukaan bumi mengalir

ke sungai-sungai kecil, kemudian ke sungai

utama menuju ke laut’

Undang-Undang Sumberdaya Air (No.

7/2004) mendefi nisikan DAS sebagai berikut:

’DAS adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai

dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan dan mengalirkan

air yang berasal dari curah hujan ke danau

atau ke laut secara alami, yang batas di darat

merupakan pemisah topografi dan batas di

laut sampai dengan daerah perairan yang

masih terpengaruh aktifi tas daratan’.

I.2. DAS Sebagai Cekungan Peresapan

dan Pengaliran Air

Dilihat dari udara, permukaan bumi terdiri

atas cekungan-cekungan (basin) yang

Page 49: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 47

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

mengatur (mengontrol) arah aliran curah

hujan yang jatuh ke tanah sesuai dengan

gaya gravitasi bumi. Aliran curah hujan yang

jatuh di permukaan bumi yang tidak sempat

meresap ke dalam tanah dan mengalir

menuju saluran drainase (baik alami

maupun buatan) disebut sebagai aliran

permukaan (surface run-off /overland fl ow).

Aliran permukaan mengalir dari tempat

tinggi ke tempat rendah mengikuti bentuk

cekungan permukaan bumi. Sebagian

aliran permukaan, dalam perjalanannya,

akan meresap ke dalam tanah pada saat

sifat fi sik tanah, kelerengan dan kondisi

penutupannya kondusif untuk terjadinya

peresapan air (infi ltration). Sebagian akan

terus mengalir menuju kaki-kaki bukit,

lembah-lembah cekungan, mengumpul

membentuk alur-alur pengaliran yang

kemudian berkembang menjadi sungai-

sungai kecil. Kumpulan aliran air yang

berasal dari alur dan sungai-sungai kecil

berkembang menjadi sungai yang lebih

besar dan seterusnya, hingga akhirnya

bermuara ke laut, danau atau penampungan

alami/buatan lainnya.

Cekungan alami, dapat diibaratkan sebagai

sebuah mangkuk air yang diletakkan dalam

posisi miring (Gambar 2), memiliki dua

fungsi utama, yaitu sebagai penampung

dan pengaliran air. Pada saat terjadi hujan,

sebagian curah hujan tertampung kedalam

mangkuk, apabila mangkuknya telah penuh

air, maka air akan meluber.

Gambar 2. Cekungan permukaan bumi diibaratkan sebagai mangkuk air. Sumber OWT, 2011

Page 50: Buku Manual Pelatihan_res

48 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Sifat cekungan adalah menangkap,

meresapkan dan mengalirkan curah hujan

(catchment area). Kondisi dan karakteristik

cekungan mempengaruhi besarnya proporsi

curah hujan yang mampu meresap maupun

yang mengalir sebagai aliran permukaan

menuju ke laut. Cekungan yang memiliki

penutupan vegetasi yang baik serta memiliki

kondisi tanah dan batuan yang kondusif

terjadinya peresapan air akan mampu

berperan sebagai gudang air (watershed

area) yang mampu menangkap curah

hujan dalam jumlah besar. Sebaliknya

cekungan yang telah rusak, penutupan

lahannya didominasi oleh pemukiman dan

perkotaan (built-up area) atau didominasi

oleh kelerengan terjal dan batuan kedap air

lebih berperan sebagai wilayah pengaliran

(drainage area) daripada peresapan air

(recharge area).

DAS biasa dibagi menjadi daerah hulu,

tengah dan hilir. Karakteristik biogeofi sik,

daerah DAS hulu: (a) topografi terjal,

berbukit dan bergunung; (b) memiliki

kerapatan drainase tinggi; (c) bukan

merupakan daerah banjir; (d) sungai lurus

dan kecepatan alirannya tinggi; (e) biasanya

didominasi oleh penutupan vegetasi alami

(hutan). Karakteristik biogeofi sik DAS Hilir:

Gambar 3. DAS membatasi aliran permukaan, aliran bawah permukaan dikontrol oleh struktur dan formasi geologi. Sumber OWT, 2011

Page 51: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 49

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

(a) topografi landai; (b) kerapatan drainase

rendah; (c) merupakan daerah banjir; (d)

sungai berkelok-kelok (meandering); (e)

pengaturan air diatur oleh saluran irigasi;

(f) biasanya didominasi oleh sawah dan

perkotaan. Sedangkan karakteristik DAS

bagian tengah merupakan wilayah transisi

dari kedua karakteristik biogeofi sik tersebut

DAS hulu merupakan bagian terpenting,

karena mempunyai fungsi perlindungan,

baik dari segi tata air maupun tata tanah

terhadap keseluruhan bagian DAS. DAS

hulu sering menjadi fokus perencanaan

konservasi dan rehabilitasi DAS.

DAS hanya mengontrol aliran permukaan

(surface run-off ), DAS tidak mengontrol

aliran di bawah permukaan (sub-surface

fl ow/inter-fl ow), maupun aliran air tanah

(groundwater fl ow). Kedua aliran tersebut

dikontrol oleh struktur dan formasi geologi

(Gambar 3).

I.3. DAS Sebagai Ekosistem

DAS dapat dipandang sebagai ekosistem,

dimana didalamnya terdiri atas berbagai

komponen ekosistem, yang memiliki

keterkaitan dan ketergantungan satu

sama lain. Komponen utama ekosistem

DAS adalah vegetasi, tanah dan air serta

seluruh makluk hidup yang ada di dalamnya,

Gambar 4. Satu DAS terbagi kedalam banyak Sub-DAS. Sumber OWT, 2011

Page 52: Buku Manual Pelatihan_res

50 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Gambar 5. Perbedaan batas DTA dan batas desa. Sumber OWT, 2011

termasuk satwa dan manusia. Manusia

bisa menjadi perusak maupun pelestari

sumberdaya alam di dalam ekosistem

DAS yang sangat berpengaruh terhadap

karakteristik sebuah DAS.

Memperhatikan uraian di atas batas DAS

sangat penting untuk (a) melihat dan

mengalisa keterkaitan dan ketergantungan

antara daerah hulu dan hilir, antara berbagai

komponen ekosistem DAS, seperti hutan

(penutupan lahan), tanah dan air, serta

aktifi tas manusia, (b) untuk menganalisa

kegiatan on-site di hulu dan dampak atau

manfaatnya secara off -site di hilir,

I.4. Konsep Daerah Tangkapan Air (DTA)

DAS mencakup seluruh cekungan dimana

sungai utama mengalir. Bagian cekungan

yang dialiri anak sungai dari sungai utama

disebut Sub-DAS, misalnya Sub-DAS

Cikapundung yang terletak di sekitar

Lembang, Bandung, Provinsi Jawa Barat

yang merupakan salah satu Sub-DAS dari

Page 53: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 51

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

DAS Citarum Hulu. Penamaan menjadi

kurang praktis untuk menunjuk DAS yang

lebih kecil dari Sub-DAS (berarti Sub-Sub

DAS) dan kemudian yang lebih kecil lagi

(Sub-Sub-Sub DAS?). Memperhatikan

hal tersebut, modul ini menggunakan

terminologi DTA (daerah tangkapan air)

yang setara dengan istilah DAS mikro yang

sudah banyak digunakan di Kementerian

Kehutanan.

Sebagimana DAS, DTA merupakan batas

alam (natural boundary) yang berbeda

dengan batas desa, kecamatan, atau

kabupaten yang merupakan batas

administratif. Satu desa bisa memiliki

beberapa DTA atau sebaliknya satu DTA

dapat mencakup beberapa desa (periksa

Gambar 5).

II. Perencanaan Rehabilitasi Daerah Tangkapan Air

Agar kondisi DTA tetap member manfaat

lingkungan maka perlu dilakukan

perencanaan pengelolaan yang baik.

Salah satu bentuk pengelolaan DTA adalah

Gambar 6. Hasil pembatasan DTA secara visual/sketsa DTA. Sumber JKPP, 2005

Page 54: Buku Manual Pelatihan_res

52 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

melakukan rehabilitasi DTA yang telah rusak.

Agar rehabilitasi dapat dilakukan dengan

tepat sesuai dengan akar permasalahannya

diperlukan pemetaan batas dan identifi kasi

kondisi DTA.

II.1. Pemetaan Batas DTA

Pemetaan batas DTA dilakukan untuk

mengetahui posisi batas DTA terhadap batas

administrasi wilayah (batas desa, kecamatan,

dst-nya.). Pemetaan batas DTA dilakukan

berdasarkan kemampuan sumberdaya

manusia yang ada dan pada dasarnya dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

II.1.1. Pembatasan DTA Secara Visual/

Sketsa

Sketsa DTA merupakan gambaran kasar dari

batas DTA berdasarkan pengamatan visual.

Pengamatan visual dilakukan dengan cara

mengamati batas punggung-punggung

bukit dan aliran sungai. Hasil pengamatan

visual kemudian digambarkan dalam peta

desa, sehingga masyarakat akan mengatahui

posisi DTA terhadap batas desa mereka.

Dengan melakukan pembatasan DTA secara

visual masyarakat desa akan mengetahui

apakah di dalam desa mereka memiliki

beberapa DTA atau desa mereka hanya

menjadi bagian dari suatu DTA. Informasi

seperti ini walaupun sederhana namun

penting sebagai dasar penyusunan RPJM

Desa. Informasi yang terdapat dalam sketsa

DTA meliputi : batas DTA dan sungai dengan

berbagai jenis pengalirannya.

Batas DTA diberi warna yang berbeda

dengan batas desa, sehingga terlihat

perbedaan antara batas desa dengan

DTA. Titik-titik tertinggi dari punggung-

punggung bukit yang merupakan batas

alam DTA diberi tanda segitiga disertai

nama-nama lokasi atau nama bukit.

Pengaliran sungai atau anak-anak sungai

biasa dibagi menjadi tiga : (1) sungai yang

memiliki aliran terus-menerus sepanjang

tahun, (2) sungai yang hanya mengalir

pada musim hujan, (3) sungai yang hanya

mengalir sesaat setelah hujan. Berbagai

bentuk pengaliran sungai tersebut ditandai

dengan garis yang berbeda, misalnya (1)

sungai menerus dengan garis tidak terputus,

(2) sungai musiman dengan garis putus-

putus, dan (3) sungai sesaat dengan garis

titik-titik. Tingkat kerapatan sungai sesaat

(torehan) biasanya dapat digunakan sebagai

indikator tingkat kekritisan lahan. Sungai

sesaat terjadi oleh jurang-jurang yang

terbentuk dari kerusakan lahan pada lahan

yang miring.

Page 55: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 53

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODULMODUL

II.1.2. Pembatasan DTA Menggunakan

Peta Topografi

Cara pemetaan ini pada prinsipnya sama

pemetaan DTA secara visual, namun

dineliasi batasnya menggunakan peta

topografi . Peta Topografi adalah peta yang

menggambarkan relief (perbedaan tinggi)

suatu wilayah, terdiri atas gari-garis yang

menghubungkan titik-titik yang memiliki

ketinggian yang sama. Tahapan pembatasan

DTA adalah sebagai berikut :

- Sediakan peta topografi

Peta topografi yang digunakan untuk

menentukan batas DTA adalah peta

topografi dengan skala 1 : 50.000.

Peta ini dapat diperoleh dari Badan

Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional

(Bakosurtanal), atau dapat juga diperoleh

dari instansi terkait (BPDAS, Dinas

Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, dll.).

- Penyiapan kertas transparan

Peta topografi selanjutnya dilapisi

kertas transparan sebagai media untuk

mengambarkan garis kontur dan jaringan

sungai. Perhatikan sungai utama yang

terdapat di wilayah DTA untuk dilakukan

Gambar 7. Hasil delineasi DTA menggunakan peta topografi secara manual. Sumber OWT, 2011

Page 56: Buku Manual Pelatihan_res

54 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

penggambaran pada kertas transparan.

Kemudian lakukan pembatasan DTA

dengan cara menghubungkan puncak-

puncak bukit. Adapun tanda lainnya

menggambarkan DTA didahului dengan

mencari ujung anak-anak sungai,

kemudian tariklah garis menggunakan

pensil dengan mengikuti kontur pada

peta topografi sehingga tergambar

batas sebuah DTA. Hasil delineasi atau

pembatasan DTA dengan menggunakan

peta topografi disajikan sebagai berikut:

II.1.3. Pembatasan DTA Menggunakan

Program GIS

Selain dapat dilakukan interpretasi batas

DTA secara visual dari peta topografi , saat

ini juga sudah berkembang cara cepat

untuk membatasi DTA secara otomatis

dengan menggunakan perangkat lunak

seperti: Arcview, ArcGIS, dan Global

Mapper. Dengan cara ini penentuan batas

DTA diproses berdasarkan hasil tumpang

tindih (overlay) antara soft copy data Digital

Elevation Model (DEM) dan peta RBI pada

skala 1 : 25000 untuk pulau Jawa dan

skala 1:50000 untuk di luar Jawa.  Metode

yang digunakan ada dua macam, yaitu :

(1) melakukan digitasi mengikuti kontur

dan aliran sungai, dan (2) menggunakan

automatic system tool hidrology dalam

software yang dipilih (menentukan arah

Gambar 8. Hasil delineasi DTA menggunakan program GIS. Sumber OWT, 2010

Page 57: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 55

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

Tabel 1. Kebutuhan Data Biofi sik dan Sosial Ekonomi untuk Identifi kasi Kondisi DTA

No Jenis Data Cara Pengambilan Data

Keterangan

A Biofi sika. Iklim (curah hujan, suhu,

kelembaban, dll.)sekunder BMG

b. Media tumbuh (kedalaman tanah, jenis tanah, struktur tanah, dll.)

Primer dan sekunder Peta tanah

c. Ketinggian tempat Primer atau sekunder Peta topografi d. Kelerengan Primer atau sekunder Peta topografi e. Tingkat penutupan vegetasi Primer f. Penggunaan lahan Primerg. Jenis pohon tumbuh baik Primer h. Sebaran lahan kritis Primer i . Nama sungai/danau Primer j. Jenis pengaliran sungai Primer

B Sosial Ekonomia. Luas dan status kepemilikan lahan sekunder Monografi desab. Jumlah penduduk sekunder Monografi desac. Nama kelompok tani primerd. Mata pencaharian sekunder Monografi desae. Standar upah primerf. Tingkat pendapatan primer dan sekunder Monografi desag. Tingkat pendidikan sekunder Monografi desah. Jenis tanaman diminati primeri. Pola tanam diminati primer

aliran, akumulasi aliran, jaringan aliran, dan

kemudian delianasi batas DTA).

II.2. Identifi kasi Kondisi Daerah

Tangkapan Air (DTA)

Identifi kasi kondisi DTA bertujuan untuk

mengetahui dan mengenal kondisi suatu

DTA saat ini, yang meliputi aspek biofi sik

dan sosial ekonomi masyarakat sehingga

dapat diperoleh strategi yang tepat untuk

melakukan rehabilitasi DTA. Metode

pengumpulan data dapat dilakukan dengan

pengambilan data primer maupun sekunder.

Data biofi sik dan sosial ekonomi yang

diidentifi kasi disajikan pada tabel berikut :

Page 58: Buku Manual Pelatihan_res

56 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

II.2.1. Sasaran Rehabilitasi DTA

Pada dasarnya rehabilitasi DTA diprioritaskan

pada lahan kritis baik di dalam maupun

di luar kawasan hutan negara. Namun

rehabilitasi DTA dapat juga dilakukan pada

lahan-lahan yang berpotensi kritis.

Menurut Permenhut No P.3 /Menhut-

II/2011 yang dimaksud lahan kritis adalah

lahan tidak produktif dan tidak berfungsi

lagi sebagai media pengatur tata air dan

perlindungan tanah, dengan kriteria

penutupan vegetasi kurang dari 25% dan

ada gejala erosi permukaan dan parit.

Sedangkan pusat penelitiaan tanah dan

agroklimat (1997) mendefenisikan lahan

kritis sebagai lahan yang telah mengalami

kerusakan fi sik tanah karena berkurangnya

penutupan lahan yang bervegetasi (tajuk

pohon) serta adanya gejala erosi yang

akhirnya membahayakan fungsi hidrologi

dan lingkungannya.

II.2.2. Kriteria Tingkat Kekritisan Suatu

Lahan

Menurut Pusat Penelitian Tanah dan

Agroklimat (1997) tingkat kekritisan suatu

lahan dibedakan menjadi empat tingkat,

yaitu lahan (1) potensial kritis, (2) semi

kritis, (3) kritis, dan (4) sangat kritis yang

dikelompokkan berdasarkan parameter:

kondisi penutupan vegetasi, kerapatan

drainase, penggunaan lahan, dan kedalaman

tanah sebagiamana disajikan dalam Tabel 2

berikut :

Tabel 2. Kriteria Penilaian Lahan KritisParameter Potensial Kritis Semi Kritis Kritis Sangat KritisPenutupan vegetasi

>75% (rapat)

50-75% (jarang/sedang)

25-50% (terbuka)

<25% (sangat terbuka)

Tingkat torehan/kerapatan drainase

Agak tertoreh Cukup tertoreh Sangat tertoreh Sangat tertoreh

Penggunaan lahan/vegetasi

Hutan, kebun campuran, perkebunan, belukar

Pertanian, lahan kering, semak belukar, alang-alang

Pertanian, lahan kering, rumput semak

Gundul, rumput semak

Kedalaman tanah

Dalam (>100 cm)

Sedang(60-100 cm)

Dangkal (30-60 cm)

Sangat dangkal (<30 cm)

Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1997)

Page 59: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 57

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

Rehabilitasi DTA di dalam kawasan hutan

negara memerlukan koordinasi dengan

lembaga terkait seperti Kementrian

Kehutanan. Sedangkan rehabilitasi DTA di

luar kawasan hutan negara dilakukan pada

lahan-lahan kering (tidak beririgasi),seperti

tegalan, kebun campuran, dan lahan tidur

(semak belukar/lahan kurang produktif )

sebagai berikut :

Tanah milik rakyat yang terlantar dan

berada di bagian hulu maupun hilir

Tanah milik rakyat/tanah desa/tanah

lainnya yang sudah ada tanaman kayu-

kayuan tetapi masih perlu pengkayaan

tanaman

Tanah desa, tanah adat, tanah negara

bebas, serta tanah lainnya yang terlantar

dan bukan kawasan hutan negara

II.2.3. Metode identifi kasi Lahan Kritis

Perdesaan

Identifi kasi lahan kritis dalam suatu desa

perlu dilakukan sebelum implementasi

kegiatan rehabilitasi lahan. Melalui kegiatan

identifi kasi tersebut akan diperoleh

informasi lokasi, luas, dan tingkat kekritisan

suatu lahan yang akan direhabilitasi.

Mengingat rehabilitasi akan difokuskan di

lahan masyarakat, maka identifi kasi lahan

kritis harus dilakukan secara partisipatif

bersama masyarakat. Identifi kasi dilakukan

pada lahan kritis di dalam wilayah DTA yang

menjadi target rehabilitasi.

Identifi kasi lahan kritis pada sebuah DTA

dilakukan dengan metode observasi

lapangan dengan mempertimbangkan

kriteria lahan kritis. Metode ini bertujuan

untuk memudahkan para fasilitator,

masyarakat, dan pelaku di desa dalam

mengenali kondisi kekritisan sebuah DTA.

Langkah identifi kasi dilakukan sebagai

berikut :

Kenali dahulu batas DTA karena kita akan

bekerja dalam wilayah DTA target

Lakukan identifi kasi bersama masyarakat

karena mereka yang paling mengenal

kondisi wilayahnya

Lakukan identifi kasi lahan kritis yang

masuk dalam wilayah DTA target dengan

melakukan pengambilan data sebagai

berikut :

a. Penutupan vegetasi

Penutupan vegetasi dapat diamati

dengan dua cara, yaitu :

1) Melakukan pengamatan tingkat

penutupan tajuk tegakan pohon,

yaitu berapa persen cahaya yang

tidak sampai ke lantai hutan karena

terhalang tajuk tegakan pohon. Jika

Page 60: Buku Manual Pelatihan_res

58 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

yang diamati adalah keterbukaan

tajuk tegakan pohon (besarnya

persentase cahaya yang sampai

ke lantai hutan), maka penutupan

tajuk tegakan = 100% - persentase

keterbukaan tajuk tegakan.

Mengamati penutupan tajuk

tegakan dapat dilakukan secara

visual. Namun untuk ketepatannya

dapat digunakan alat densiometer

yang dikembangkan oleh SEAMEO-

BIOTROP seperti gambar berikut :

2) Menghitung kerapatan populasi

jenis pohon (meliputi tingkat semai,

pancang, tiang, atau pohon) dalam

setiap ha. Kerapatan populasi

dibedakan menjadi tiga, yaitu (1)

Rapat (jika ∑ pohon > 500 individu/

ha atau >5 individu dalam setiap

plot ukuran 10 m x 10 m), (2) Sedang

(2-5 individu setiap plot ukuran

10 m x 10 m), dan (3) Terbuka (< 2

individu setiap plot ukuran 10 m x

10 m).

Gambar 9. Alat Densiometer. Sumber Biotrop, 2000

Gambar 10. Berbagai kondisi penutupan vegetasi : rapat (A), jarang (B), dan terbuka (C). Sumber OWT, 2010, 2011, dan Ujang 2009

Page 61: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 59

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

b. Kedalaman tanah

Kedalaman tanah dapat diukur

menggunakan penggaris atau meteran

dengan cara menggali tanah hingga

ditemukan bahan dasar (batuan).

Kedalaman tanah dibedakan menjadi :

(1) Dalam (> 100 cm), (2) Sedang (60 –

100 cm), (3) Dangkal (30 – 60 cm), dan

(4) Sangat dangkal (< 30 cm).

c. Penggunaan lahan

Penggunaan lahan dapat diamati

secara visusal di lapangan.

Penggunaan lahan difokuskan pada

areal yang akan dijadikan sasaran

rehabilitasi. Beberapa penggunaan

lahan yang mungkin ditemukan

antara lain : hutan, kebun campuran,

perkebunan, pertanian lahan kering,

semak belukar, alang-alang, rumput

semak, atau gundul.

Bersamaan dengan identifi kasi lahan kritis,

dapat dilakukan pengambilan data lain yang

berkaitan, yaitu : (a) Tingkat kelerengan, (b)

Ketinggian tempat, (c) Jenis pohon yang

tumbuh baik, (d) Status kepemilikan lahan,

(e) Nama pemilik, batas, dan luas lahan

melalui kegiatan pemetaan lahan sasaran

rehabilitasi DTA.

II.2.4. Pemetaan Lahan Kritis Pada DTA

Pemetaan lahan kritis pada DTA dilakukan

secara partisipatif. Pemetaan partisipatif

adalah pemetaan yang dilakukan oleh

kelompok masyarakat mengenai tempat

atau wilayah di mana mereka hidup. Hal

ini dilakukan oleh masyarakat setempat

karena masyarakat yang hidup dan bekerja

di tempat itulah yang memiliki pengetahuan

dan kepentingan terhadap wilayahnya.

Dari hasil pemetaan secara partisipatif akan

tergambar posisi di mana rencana lokasi

rehabilitasi DTA.

Berdasarkan hasil pengumpulan data

biofi sik, dapat ditetapkan lahan yang

layak untuk direhabilitasi. Pemetaan perlu

dilakukan terhadap lahan yang telah

ditetapkan untuk mengetahui batas dan luas

lahan.

Setelah diketahui batas DTA, maka di dalam

DTA dilakukan pemetaan batas areal sasaran

rehabilitas DTA yang antara lain berupa

lahan kritis yang tersebar di dalam DTA

tersebut. Prinsip-prinsip pemetaan lahan

lahan kritis dilakukan sebagai berikut :

- Untuk memulai pemetaan lahan kritis,

tentukanlah titik awal yang dapat

menentukan rute pemetaan

Page 62: Buku Manual Pelatihan_res

60 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

- Titik awal sebaiknya adalah objek yang

mudah dikenali dan mudah dicari dalam

peta topografi , misalnya jembatan

atau persimpangan jalan. Kemudian

ambillah koordinat titik awal tersebut

menggunakan GPS

- Pasanglah patok pertama sebagai

awal pemetaan pada lokasi lahan kritis

atau lahan sasaran rehabilitasi lainnya,

kemudian ambil datanya menggunakan

GPS.

- Aktifkan “track” pada GPS. Lalu dari patok

I bergeraklah mengelilingi lahan kritis

yang menjadi sasaran hingga kembali lagi

ke patok pertama. Gunakan tanda-tanda

patok lain sepanjang perjalanan ketika

melakukan pemetaan lahan kritis untuk

memberikan informasi penting yang

dijumpai seperti batas kepemilikan lahan.

- Jika lahan kritis terpencar, maka proses

pemetaan tetap berjalan seperti cara di

atas dengan memberi tanda patok yang

lain.

- Patok-patok yang telah dipasang akan

diikuti dengan entry data pada GPS

dengan kode sesuai nomor patok

sehingga informasi rute pemetaan akan

tergambarkan dalam GPS.

- Sepanjang perjalanan pengukuran

lahan kita dapat mencatat informasi

penting yang terdapat di dalam wilayah

pemetaan, antara lain : kelerengan lahan,

ketinggian tempat, kedalaman tanah,

tingkat penutupan vegetasi, jenis pohon

yang tumbuh baik, nama pemilik/status

kepemilikan lahan, dan luas lahan.

II.3. Perencanaan Rehabilitasi DTA

Perencanaan rehabilitasi DTA memuat antara

lain :

- Rancangan Pembibitan, pengadaan

bibit maupun pembuatan bibit oleh

masyarakat

- Rancangan Penanaman

- Rancangan Pemeliharaan

- Rancangan Anggaran Biaya pembibitan,

penanaman, dan pemeliharaan tanaman

II.3.1. Rancangan Pembibitan

Rancangan pembibitan meliputi : rencana

lokasi pembibitan, jenis bibit, metode

pembibitan yang akan diterapkan, target

jumlah bibit. Untuk target jumlah bibit

dihitung berdasarkan kebutuhan bibit untuk

penanaman tahun berjalan, penyulaman

tahun berjalan, dan penyulaman tahun

pemeliharaan I. Contoh perhitungan

disajikan sebagai berikut:

Page 63: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 61

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

II.3.2. Rancangan Penanaman

Rancangan penanaman memuat antara lain :

a. Komponen pekerjaan penanaman,

meliputi pembersihan lahan, pembuatan

jalur tanaman, pembuatan dan

pemasangan ajir, pembuatan lubang

tanaman, penanaman dan pemupukan.

b. Cara Penanaman, meliputi : (a) pola

tanam dapat diatur dalam pola tanaman

sela (interplanting), campuran (mixed

planting) atau penyangga (buff er zone)

melingkar batas petak tanaman. (b) tata

tanam dapat digunakan jalur kontur dan

dengan tata letak zig-zag atau lurus (grid).

c. Rincian kebutuhan bahan dan biaya tiap

komponen pekerjaan pada setiap petak.

II.3.3. Rancangan Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman dilakukan melalui

tiga tahap, yaitu : Pemeliharaan Tahun

Berjalan, Pemeliharaan Tahun I, dan

Pemeliharaan Tahun II. Jenis kegiatan

pada masing-masing tahap pemeliharaan

disajikan sebagai berikut :

No Tahap Pemeliharaan Jenis Kegiatan1 Pemeliharaan Tahun Berjalan Penyulaman 10%, penyiangan, pendangiran,

pemupukan, pencegahan hama penyakit2 Pemeliharaan Tahun I Penyulaman 20%, penyiangan, pendangiran,

pemupukan, pencegahan hama penyakit3 Pemeliharaan Tahun II Penyiangan, pendangiran, pemupukan, pencegahan

hama penyakit. Pada tahap ini tidak dilakukan penyulaman

Tabel 2. Perhitungan Kebutuhan Bibit

No JenisRehabilitasi

Luas(ha)

Kebutuhan Bibit

Penanaman (btg)

Bibit PenyulamanPemeliharaan Tahun

Berjalan = 10 %(btg)

Bibit Penyulaman

PemeliharaanTahun I = 20%

(btg)

Total(btg)

1 Penuh 40 16.000 1.600 3.200 20.8002 Pengkayaan 20 4.000 400 800 5.200

Total 26.000Keterangan :Kebutuhan bibit untuk rehabilitasi penuh disepekati 400 batang/ha, dan pengkayaan 200 batang/ha

Page 64: Buku Manual Pelatihan_res

62 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

II.3.4. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)

a. RAB Pembibitan

Kebutuhan biaya dihitung berdasarkan target

jumlah bibit yang akan dikembangkan,

selanjutnya dapat dibuat persemaian

dalam bentuk persemaian sementara atau

permanen. Kebutuhan bahan, alat, dan

tenaga kerja yang akan menjadi komponen

biaya pembangunan persemaian disajikan

pada Tabel 3.

Berdasarkan hasil musyawarah dengan

masyarakat, maka dari daftar tabel

kebutuhan bahan, alat, dan tenaga ini,

akan diperoleh kesepakatan komponen-

komponen mana yang bisa diswadayakan/

digotongroyongkan dan komponen-

komponen mana yang harus dibiayai.

b. RAB Penanaman

Perencanaan pembiayaan penanaman

disajikan pada tabel berikut :

Tabel 3. Komponen Pembiayaan Pembangunan Persemaian

No Komponen Biaya

1 Pengadaan bambu untuk tiang dan rangka atap persemaian (tiang bedeng sapih dan bedeng tabur)

2 Pengadaan bambu untuk pembuatan bedeng sapih (ukuran 1 m x 5 m ). Kapasitas bedeng sapih tergantung dari ukuran diameter polybag,

3 Pengadaan alang-alang/nipah untuk atap persemaian, jika dana cukup tersedia maka atap persemaian lebih baik menggunakan paranet dengan intensitas penutupan 65%.

4 Pengadaan papan untuk pembuatan bedeng tabur ukuran 1 m x 4 m. 6 Pengadaan media tumbuh di polybag : tanah, pupuk kandang, arang sekam padi7 Pengadaan peralatan pembuatan persemaian (cangkul, gergaji, ember, selang air,

penampung air, handsprayer, sekop, dll.) dan bahan pembibitan (fungisida, pestisida, dll.)

8 Pengadaan polybag (standar ukuran 12 cm x 15 cm)9 Tenaga kerja pembangunan atap peersemaian, bedeng sapih, dan bedeng tabur

10 Borongan pengisian media ke polybag11 Borongan penyapihan bibit12 Pemeliharaan bibit di persemaian selama 5-6 bulan13 Pengadaan benih dan transportasi pengiriman 14 Bahan-bahan pembangunan persemaian (paku, kawat, dll.)

Page 65: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 63

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

c. RAB Pemeliharaan Tanaman

Perencanaan pembiayaan pemeliharaan

tanaman meliputi tahap pemeliharaan tahun

berjalan, tahun I, dan Tahun II sebagaimana

disajikan pada tabel berikut :

Komponen Biaya Pemeliharaan Tahun Berjalan

No. Komponen Biaya Jumlah1 Pemupukan 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

2 Penyulaman 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

3 Penyiangan dan Pendangiran (2x) 15 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

4 Pengadaan pupuk 100 kg/ha x luas x Rp harga/kg

Kompnen Biaya Pemeliharaan Tahun I

No. Komponen Biaya Jumlah1 Distribusi bibit ke lubang tanam 0,5 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas2 Penyulaman 4 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas3 Penyiangan, pendangiran, dan pemupukan

(2x)10 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

4 Pengadaan pupuk 100 kg/ha x luas x Rp harga/kg

Kompnen Biaya Pemeliharaan Tahun II

No. Komponen Biaya Jumlah1 Penyiangan, pendangiran, dan pemupukan (2x) 9 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

2 Pengadaan pupuk 100 kg/ha x luas x Rp harga/kg

Nilai HOK pada masing-masing komponen kegiatan adalah acuan standar HOK maksimal berdasarkan Ancar-ancar biaya RHL Kementrian Kehutanan

No. Komponen Biaya Jumlah1 Pengadaan ajir Borongan sesuai jumlah target tanaman

2 Pengadaan patok batas Sesuai kondisi di lapangan

3 Pembersihan lapangan dan jalur tanam 6 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

4 Penentuan arah larikan dan jarak tanam 3 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

5 Pemasangan ajir 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

6 Pembuatan lubang tanam dan piringan 11 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

7 Distribusi bibit ke lubang tanam 2 HOK/ha x Rp upah/HOK x luas

8 Pengangkutan kompos/pupuk kandang ke lubang tanam

3 HOK/ha x Rp 35.000/HOK x luas

9 Penanaman 6 HOK/ha x Rp 35.000/HOK x luas

Nilai HOK pada masing-masing komponen kegiatan merupakan angka prestasi kerja menurut Kementerian Kehutanan, sedangkan satuan Rupiah hanya angka ilustrasi saja.

Page 66: Buku Manual Pelatihan_res

64 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Evaluasi Kemampuan

Modul 2 (Konsep DTA dan Perencanaan)

Soal Essay

1. Apa yang anda ketahui tentang defi nisi

DAS (Daerah Aliran Sungai) dan DTA

(Daerah Tangkapan Air)?

2. Sebutkan karakteristik biogeofi sik DAS

hulu!

3. Mengapa DAS hulu sering menjadi fokus

perencanaan konservasi dan rehabilitasi?

4. Jelaskan tentang pemetaan batas DTA!

5. Sebutkan secara ringkas kebutuhan

data biofi sik dan sosek apa saja dalam

melakukan identifi kasi kondisi suatu DTA!

Soal Pilihan Ganda

6. Berikut ini adalah tujuan rehabilitasi DTA,

kecuali :

a. Memperbesar kapasitas peresapan air

b. Memperpendek lereng

c. Memperpanjang lereng

d. Memperkecil volume dan kecepatan

aliran permukaan

7. Jika diketahui luas areal yang akan

ditanami memiliki vegetasi jarang 1 ha

dan vegetasi terbuka 1 ha, tanaman akan

ditanam dengan jarak tanam 3 m x 3 m

untuk rehabilitasi penuh, dan 400 batang/

ha untuk rehabilitasi pengkayaan, maka

kebutuhan bibit untuk penanaman hingga

pemeliharaan tahun berjalan adalah :

a. 1650 batang

b. 2200 batang

c. 1500 batangir

d. 1800 batang

8. Salah satu kegiatan perencanaan adalah

menentukan jenis bibit yang akan

dikembangkan, berikut adalah yang

termasuk jenis tanaman kelompok MPTS :

a. Sengon, akasia, eukaliptus

b. Mahoni, jati, suren

c. Manggis, durian, nangka

d. Mahoni, sengon, nangka

9. Berikut adalah yang termasuk dalam

perencanaan kegiatan Pemeliharaan

Tahun II :

a. Pendangiran, penyiangan, dan

pemupukan, tidak ada penyulaman

b. Penyulaman 10 %, pendangiran,

penyiangan, dan pemupukan

c. Penyulaman 20%, pendangiran,

penyiangan, dan pemupukan

d. Penyulaman saja

10. Berikut ini adalah komponen yang bukan

termasuk dalam RAB penanaman

a. Pengadaan ajir

b. Penentuan arah larikan dan jarak tanam

c. Distribusi bibit ke lubang tanam

Pendangiran dan pemupukan

Page 67: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 65

43

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Agroforestry

2Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

67

5 Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2MODUL

Daftar Pustaka

Purwanto E. dan U.S. Irawan,2011. Modul Penyadaran dan Perencanaan Perlindungan Daerah

Tangkapan Air. Program Penyediaan Air Bersih dan Perbaikan Sanitasi Berbasiskan

Masyarakat (Pamsimas), Jakarta

Purwanto E. dan U.S. Irawan, 2012. Modul Implementasi Perlindungan Daerah Tangkapan Air.

Pamsimas, Jakarta

Purwanto, E. 1999. Erosion, Sediment Delivery and Soil Conservation in Upland Agricultural

Catchment in West Java,Indonesia. PhD Thesis, Vrje Universiteit Amsterdam, The

Netherlands

Page 68: Buku Manual Pelatihan_res

66 | Manual Pelatihan

MODUL 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Page 69: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 67

Agroforestri

3MODUL

Page 70: Buku Manual Pelatihan_res

68 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

MODUL 3. Agroforestri

I. Konsep Agroforestri I.1. Defi nisi Agroforestri

Dalam bahasa Indonesia agroforestri dikenal

dengan istilah wanatani. Istilah agroforestri

telah didefi niskan oleh berbagai pihak baik

lembaga penelitian maupun para peneliti

agroforestri. Namun dari berbagai istilah

yang ada, pada dasarnya agroforestri

berarti: sistem-sistem dan teknologi-teknologi

penggunaan lahan, yang secara terencana

dilaksanakan pada satu unit lahan dengan

mengkombinasikan tumbuhan berkayu

(pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan

tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak)

dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu

yang bersamaan atau bergiliran sehingga

terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis

antar berbagai komponen yang ada.

I.2. Ciri-ciri Agroforestri

Beberapa ciri penting agroforestri antara lain:

1. Biasanya tersusun dari dua jenis tanaman

atau lebih yaitu tanaman semusim

dan tahunan dan paling tidak satu di

antaranya adalah tumbuhan berkayu dan

atau terdapat juga hewan ternak,

2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari

satu tahun,

3. Waktu pelaksanaannya dapat secara

bersamaan atau bergilir dalam suatu

periode,

4. Ada interaksi ekologi dan ekonomi antara

tanaman berkayu dengan tanaman tidak

berkayu serta interaksi soisal,

5. Memiliki dua macam produk atau lebih

(multi product), misalnya pakan ternak,

kayu bakar, buah-buahan dan obat-

obatan,

6. Minimal mempunyai satu fungsi

pelayanan jasa, misalnya pelindung angin,

penaung, penyubur tanah, dan peneduh.

I.3. Komponen Agroforestri

Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan

untuk memecahkan permasalahan

pemanfaatan lahan dan pengembangan

pedesaan serta memanfaatkan potensi-

potensi dan peluang-peluang yang ada

untuk kesejahteraan manusia. Oleh karena

itu manusia merupakan komponen yang

terpenting dari suatu sistem agroforestri.

Dalam melakukan pengelolaan lahan,

manusia melakukan interaksi dengan

komponen-komponen agroforestri lainnya,

yaitu : lingkungan abiotis (air, tanah,

iklim, topografi , dan mineral), lingkungan

biotis (tumbuhan berkayu, tumbuhan tidak

berkayu, dan binatang), dan lingkungan

budaya.

Page 71: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 69

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

Terkait dengan penggunaan lahan, secara

sederhana sistem penggunaan lahan

dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

: (1) Hutan alami, (2) Hutan buatan, dan

(3) Pertanian. Selanjutnya agroforestri

itu sendiri menjadi bagian dari sistem

penggunaan lahan hutan buatan

sebagaimana disajikan pada gambar

berikut:

I.4. Sistem Agroforestri

Berdasarkan bentuk kegiatannya,

agroforestri dapat dibagi kedalam dua

sistem, yaitu agroforestri sederhana dan

agroforestri komplek/agroforest.

I.4.1. Agroforestri Sederhana

Agroforestri sederhana adalah perpaduan

antara tanaman pohon (kelapa, karet,

cengkeh, jati, sengon, dadap, petai cina, dll.)

dan tanaman semusim (jagung, padi, sayur-

mayur, rerumputan, pisang, kopi, coklat,

dll.) yang ditanam dalam suatu lahan yang

sama yang biasa diterapkan dalam sistem

tumpangsari, misalnya: (1) palawija dan jati,

(2) kelapa dan padi sawah, (3) kelapa dan

palawija, (4) kopi dan dadap, (5) nanas dan

sengon, (6) cokelat dan jati putih, dll.

Jenis-jenis pohon yang ditanam dengan

system agroforestri sederhana ini sangat

Gambar 1. Klasifi kasi Sistem Penggunaan Lahan

Argoforestry Perkebunan

Kebun/Pekarangan Argoforest/Hutan

Argoforestry Sederhana

Argoforestry Komplek

Hutan Tanaman Industri (HTI)

Hutan Alami

Sistem Penggunaan Lahan

Hutan Buatan Pertanian

Page 72: Buku Manual Pelatihan_res

70 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

beragam, yaitu : (a) pohon bernilai ekonomi

tinggi (kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao,

nangka, melinjo, petai, jati, mahoni, suren,

dll.), (b) pohon bernilai ekonomi rendah

(dadap, lamtoro, kaliandra, gamal).

Adapun jenis tanaman semusim yang

ditanam antara lain: (a) tanaman pangan

(padi gogo, jagung, kedelai, kacang-

kacangan, ubikayu), (b) Sayuran, (c)

rerumputan, dan lain-lain.

Agroforestri sederhana dilakukan dengan

cara menanam pepohonan secara

tumpangsari dengan satu atau lebih jenis

tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam

sebagai pagar yang mengelilingi petak

lahan tanaman pangan, secara acak dalam

petak lahan, atau dengan pola lain misalnya

berbaris dalam larikan sehingga membentuk

lorong/pagar.

Bentuk agroforestri sederhana yang paling

banyak dibahas adalah tumpangsari, yang

merupakan sistem versi Indonesia yang

diwajibkan di areal hutan jati di Jawa.

Sistem ini dikembangkan dalam program

perhutanan sosial Perum Perhutani. Dalam

sistem agroforestri sederhana ini pepohonan

adalah khusus jenis penghasil kayu dan

bukan milik masyarakat dimana tanaman

palawija milik masyarakat ditumpangsarikan

dengan tanaman jati. Setelah pohon

dewasa tidak ada lagi pemaduan.

I.4.2. Agroforestri Kompleks

Agroforestri kompleks adalah sistem

Gambar 2. Sistem agroforestri sederhana cokelat dan jati putih di Kolaka (kiri), sengon dan nanas di Perhutani KPH Kediri (kanan). Sumber OWT, 2011 dan RSSNC, 2009

Page 73: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 71

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

pertanian menetap yang melibatkan banyak

jenis pepohonan (berbasis pohon) baik

sengaja ditanam maupun tumbuh secara

alami pada sebidang lahan yang dikelola

petani mengikuti pola tanam dan ekosistem

yang menyerupai hutan.

Dalam sistem ini, selain terdapat beraneka

jenis pohon, juga terdapat tanaman

perdu, tanaman memanjat (liana),

tanaman musiman dan rerumputan

dalam jumlah banyak. Penciri utama dari

sistem agroforestri kompleks ini adalah

kenampakan fi sik dan dinamika di dalamnya

yang mirip dengan ekosistem hutan alam

baik hutan primer maupun hutan sekunder.

Oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut

sebagai agroforest (ICRAF, 1996).

Kebun agroforest dibangun pada lahan-

lahan yang sebelumnya dibabati kemudian

ditanami dan diperkaya. Pada sistem

agroforest, pepohanan dimiliki petani. Pada

tahap tanaman pepohonan dewasa, petani

tetap memadukan bermacam tanaman

lain yang bermanfaat. Semua agroforest

memiliki satu ciri tetap, yaitu tidak ada

produksi bahan makanan pokok (beras,

ubi kayu, dll.). Selain itu sejumlah besar

keanekaragaman fl ora dan fauna asal hutan

alam tetap berkembang.

Gambar 3. Sistem agroforestri komplek jenis durian di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Sumber OWT, 2011

Page 74: Buku Manual Pelatihan_res

72 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

Berdasarkan jaraknya terhadap tempat

tinggal, sistem agroforestri kompleks ini

dibedakan menjadi dua, yaitu (1) Kebun atau

pekarangan berbasis pohon (home garden)

yang letaknya di sekitar tempat tinggal dan

(2) Agroforest yang biasanya disebut ‘hutan’

yang letaknya jauh dari tempat tinggal

(De Foresta, 2000), Berbagai model sistem

agroforest yang dijumpai di Indonesia antara

lain :

- Sumatera Utara : agroforest berbasis

pohon kemenyan

- Lampung : agroforest berbasis kopi

- Kalimantan Barat (Sistem Tembawang)

: perpaduan tengkawang dan pohon

buah/kayu

- Kalimantan Timur (Sistem Lembo) :

agroforest buah-buahan dan berbasis

rotan

- Lombok dan Sulawesi Utara : agroforest

berbasis pohon aren; agroforest cengkeh,

kelapa dan pala

- Pulau Seram dan Maluku : perpaduan

pohon kenari, buah, pala, cengkeh

- Sumatera Barat (Sisetm Parak) : durian,

bayur, suren, kopi, kayu manis, pala

I.5. Manfaat Agroforestri

Manfaat praktek penggunaan lahan dengan

sistem agroforestri antara lainsebagai

berikut:

1. kombinasi tanaman yang terdiri dari dua

strata atau lebih dapat menutup tanah

dan mengurangi erosi serta pemanfaatan

sinar matahari lebih maksimal,

2. mencegah perluasan tanah terdegradasi,

3. memperluas kesempatan kerja dan

meningkatkan pendapatan masyarakat di

sekitar hutan;

4. Optimalisasi pemanfaatan lahan sehingga

Gambar 4. Agroforestri multistrata pada sistem agroforestri komplek. Sumber, ICRAF

Page 75: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 73

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

mendapatkan bentuk hutan yang serba

guna,

5. menghasilkan serasah sehingga bisa

menambahkan bahan organik tanah.

I.6. Keunggulan Agroforestri

I.6.1. Produktivitas

Dari hasil penelitian terbukti bahwa produk

total sistem campuran dalam agroforestri

jauh lebih tinggi dibandingkan pada

monokultur.  Hal tersebut bukan saja karena

keluaran (output) dari satu bidang lahan

yang beragam, akan tetapi juga karena dapat

merata sepanjang tahun.  Adanya tanaman

campuran memberikan keuntungan, karena

kegagalan satu komponen/jenis tanaman

akan dapat ditutup oleh keberhasilan

komponen/jenis tanaman lainnya. Dengan

demikian penanaman sistem agroforestri

memiliki keuntungan jika dilihat dari aspek

pasar, yaitu ketika salah satu komoditi

memiliki harga jual yang kurang baik,

masih terdapat komoditi lain yang mungkin

memiliki harga yang cukup baik.

I.6.2. Keberagaman

Adanya pencampuran dua komponen atau

lebih dalam agroforestri menghasilkan

Gambar 5. Keanekaragaman Hayati Dari Sebuah Sistem Agroforestri.

Page 76: Buku Manual Pelatihan_res

74 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

keberagaman atau diversitas yang tinggi,

baik menyangkut produk maupun

jasa.  Dengan demikian dari segi ekonomi

dapat mengurangi risiko kerugian akibat

fl uktuasi harga pasar.  Sedangkan dari segi

ekologi dapat menghindarkan kegagalan

fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi

pada budidaya tunggal (monokultur).

I.6.3. Kemandirian (Self-Regulation)

Keberagaman atau diversifi kasi yang

tinggi dalam agroforestri diharapkan

mampu memenuhi kebutuhan pokok

masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus

melepaskannya dari ketergantungan

terhadap produk-produk luar.

I.6.4. Stabilitas (Stability)

Praktek agroforestri yang memiliki

keberagaman dan produktivitas yang

optimal mampu memberikan hasil yang

seimbang sepanjang pengusahaan lahan,

sehingga dapat menjamin stabilitas dan

kesinambungan pendapatan petani.

I.7. Ruang Lingkup Agroforestri

Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga

komponen penting, yaitu : kehutanan,

pertanian, dan peternakan. Dari ketiga

komponen tersebut, nampaknya bidang

kehutanan menjadi komponen utama untuk

kombinasi gabungan dengan komponen

lain. Kombinasi gabungan tersebut

menghasilkan beberapa bentuk agroforestri

sebagai berikut:

1. agrosilvikultur (kombinasi pertanian dan

kehutanan),

2. silvopastura (kombinasi kehutanan dan

peternakan),

3. agrosilvopastura (kombinasi pertanian,

kehutanan, dan peternakan),

4. silvofi shery (kombinasi kehutanan dan

perikanan,

5. apiculture (kombinasi kehutanan dan

lebah),

6. sericulture (kombinasi pohon dan ulat

sutera).

Gambar 6. Silvopastura (kiri), agrosilvikultur (tengah), silvofi shery (kanan). Sumber (kiri dan tengah) internet, (kanan) Santoso

Page 77: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 75

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

Pada wilayah pesisir, khususnya pada

areal mangrove, dapat diterapkan sistem

agroforestri dengan bentuk agrsilvofi shery

atau wanamina. Silvofi shery adalah salah

satu bentuk pemanfaatan mangrove

dengan kombinasi komoditas perikanan.

Jenis komoditas perikanan yang dapat

dikembangkan dalam silvofi shery antara

lain: ikan bersirip (ikan kakap, kerapu,

bandeng, baronang), Crustase (udang,

kepiting, rajungan), kerang-kerangan

(kerang hijau, kerang bakau).

Penanaman benih atau bibit mangrove

dalam sistem wanamina adalah dengan

membuat tambak/kolam dan saluran air

untuk budidaya ikan seperti ikan bandeng,

udang, dll. Dengan demikian terdapat

perpaduan antara tanaman mangrove (wana)

dan budidaya sumberdaya ikan (mina).

Gambar 7. Pola empang parit (atas) komplangan (bawah)

Page 78: Buku Manual Pelatihan_res

76 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

Secara umum ada 3 pola dalam sistem

wanamina, yaitu:

a. Pola empang parit : pada pola empang

parit, lahan untuk hutan mangrove dan

empang masih menjadi satu hamparan

yang diatur oleh satu pintu air

b. Pola empang parit yang disempurnakan:

lahan untuk hutan mangrove dan empang

diatur oleh saluran air yang terpisah

c. Pola komplangan : lahan untuk hutan

mangrove dan empang terpisah dalam

dua hamparan yang diatur oleh saluran

air dengan dua pintu yang terpisah untuk

hutan mangrove dan empang.

I.8. Sasaran Agroforestri

Sasaran agroforestri antara lain :

1. Menjamin dan memperbaiki kebutuhan

bahan pangan,

2. Memperbaiki penyediaan energi lokal,

khususnya produksi kayu bakar,

3. Meningkatkan, memperbaiki secara

kualitatif, dan diversifi kasi produk bahan

mentah kehutanan maupun pertanian,

4. Memperbaiki kualitas hidup daerah

pedesaan khususnya pada daerah di mana

banyak dijumpai masyarakat miskin,

5. Memelihara hingga memperbaiki

kemampuan produksi dan jasa

lingkungan setempat (antara lain:

mencegah erosi, perlindungan

keanekaragaman hayati, perbaikan tanah,

pengelolaan sumber air secara lebih baik).

II. Praktek Agroforestri di IndonesiaII.1. Pulau Sumatera :

II.1.1. Sistem Parak: Kebun pepohonan

campuran di Maninjau, Sumatera Barat

merupakan sistem agroforestri yang sangat

mengesankan, berisi perpaduan tanaman

pohon komersil dan komponen kebun

pepohonan campuran terdiri dari tanaman

semusim, tanaman tahunan (durian, bayur,

surian, kayu manis, pala, kopi), pohon lain

dan perdu, serta hewan. Sistem agroforestry

Maninjau sangat erat hubungannya dengan

sistem sosial tertentu.

II.1.2. Repong Damar, sistem agroforestry

damar mata kucing yang banyak

dikembangkan di daerah Krui, Kabupaten

Gambar 8. Agroforestri sistem parak di Sumatera Barat. Sumber, OWT, 2012

Page 79: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 77

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

Lampung Barat. Damar mata kucing adalah

getah dari pohon meranti (Shorea javanica)

yang dihasilkan dari sistem agrforestry

repong damar. Produk-produk lain adalah

buah-buahan, sayur-mayur, dan produk

hortikultura yang lain, seperti langsat, duku,

nangka, durian, aren, kopi, lada, bambu, dan

rotan.

Beberapa kombinasi jenis tanaman

agroforestri di Riau antara lain: (1) rambutan,

jambu, nangka, dan kelapa, (2) akasia dan

randu, (3) sengon, rambutan, kemiri, ketela,

kacang tanah, dan kedelai.

II.2. Pulau Jawa

II.2.1. Di Jawa Barat dan Banten, terdapat 2

sistem agroforestri yang dikenal masyarakat

yaitu

- Pola tumpangsari (di dalam kawasan

hutan) yaitu: pola tumpangsari yang berisi

tanaman pokok, tanaman sela, tanaman

pengisi dan tanaman tumpangsari berupa

palawija (padi, jagung) dan tanaman

semusim lainnya seperti kacang-kacangan,

sayuran dan tanaman obat-obatan

(empon-empon) yang tahan naungan.

- Agroforestri pada lahan milik, berisi

tanaman penghasil kayu, buah-buahan

dan tanaman lainnya berupa pisang serta

tanaman semusim berupa umbi-umbian,

padi, jagung, kacang-kacangan dan

tanaman obat-obatan. Komposisi jenis

yang umum ditemui di Jawa Barat dan

Banten adalah kombinasi dari tanaman

sengon sebagai tanaman pokok, ubi

kayu, padi gogo, cengkeh, kelapa, pisang,

teh, jagung, kopi, dan nangka sebagai

tanaman pengisi.

II.2.2. Di Jawa Timur, secara umum

komposisi jenis tanaman agroforestri di

Jawa Timur adalah: (1) kopi, lamtoro, pisang,

kelapa, dan bambu, (2) sengon, lamtoro, dan

kopi, (3) lamtoro, kopi, cengkeh, sengon,

kelapa, waru, nangka,

II.2.3. Perum Perhutani

telahmengembangkan sistem agroforestri

berupa: (1) damar, pinus, dan poh-pohan, (2)

jati dan porang (iles- iles), (3) pinus, gamal,

Vanili, (4) jati dan garut, (5) jati dan ganyong,

(6) kaliandra, kapuk randu, dan lebah madu,

(7) sistem empang parit, (8) jati, mahoni,

pohon buah-buahan, tanaman pangan, dan

tanaman pakan ternak. (PHBM)

II.3. Kalimantan

II.3.1. Sistem Tembawang dikenal di

Kalimantan Barat, yaitu bentuk kebun

Page 80: Buku Manual Pelatihan_res

78 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

hutan yang berasal dari sistem perladangan

berpindah, sehingga merupakan suatu

bagian dari tradisi, kebudayaan dan

kebiasaan masyarakat Dayak.

II.3.2. Sistem Lembo, adalah areal kebun

tradisional masyarakat dayak di Kalimantan

Timur, dimana terdapat berbagai jenis

tanaman berkayu bermanfaat, baik

yang belum dibudidayakan, setengah

Gambar 9. Agroforestri Tembawang. Sumber ICRAF

Page 81: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 79

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

dibudidayakan dan dibudidayakan,

didominasi oleh jenis pohon dari

suku penghasil buah-buahan, yang

dikombinasikan dengan tanaman-tanaman

bermanfaat lainnya atau hewan. Klasifi kasi

lembo berdasarkan lokasinya yaitu: lembo

lading, lembo lamin, lembo rumah, dan

lembo jalan. Hasil dari limbo beragam, yaitu:

pangan, kayu pertukangan, kayu bakar, rotan,

obat-obatan, racun, bahan pewarna, dll,

II.4. Sulawesi

II.4.1. Sulawesi Utara, mengkombinasikan

tanaman : (1). Pala, cengkeh, kelapa dan

pohon buah-buahan, (2). Coklat, kelapa dan

cengkeh

II.4.2. Sulawesi Tenggara,

mengkombinasikan tanaman : (1) kelapa,

langsat, dan kopi, (2) cengkeh, kapuk, dan

jambu mete, (3) jambu mete, kapuk dan

lada, (4) padi lahan kering, jagung, talas,

pisang, jambu mete, dan kopi, (5) padi gogo,

ketela pohon, kedelai, jagung, kacang tanah,

kelapa, kopi, cokelat, jambu mete dan kapuk

randu, (6) coklat, kopi, gamal, nilam, lada

II.4.3. Sulawesi Selatan,

mengkombinasikan: (1) tanaman tanaman

murbei, palawija (kacang, jagung, kedelai),

padi, kaliandra, sengon, dan lamtoro, (2)

Kemiri dan tanaman pertanian.

II.5. Pulau Bali

Beberapa bentuk agroforestri yang

dilakukan petani Bali, yaitu : 1. kelapa,

pisang, singkong dan talas, 2. kelapa rumput

dan pisang, 3. kelapa cengkeh dan panili,

4. Cengkeh, pisang, nangka, dukuh dan

sawo, 5, kopi, pisang, dadap dan lamtoro, 6.

kelapa dan coklat, 7. srikaya dan singkong,

8. srikaya dan rumput, 9. Lamtoro, gamal,

jeruk, kacang tanah dan jagung, 10. Akasia,

lamtoro, jagung, ayam dan sapi.

II.6. Nusa Tenggara;

Beberapa model agroforestri yang dilakukan

di Nusa Tenggara adalah: (1) Uma atau

Oma, yaitu ladang berpindah dimana tidak

hanya ada tanaman semusim tetapi ada

tanaman kerasnya, (2) Sistem pemberaan Gambar 10. Agroforestri kakao dan jati putih di Kolaka, Sulawesi

Tenggara. Sumber OWT, 2012

Page 82: Buku Manual Pelatihan_res

80 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

dengan pohon dan semak, (3) tumpangsari,

(4) pekarangan, (5) hutan di atas daerah

persawahan, (6) kebun campuran, dimana

pohon dan semak dicampur dengan

tanaman pangan dan makanan ternak, (7)

turi di pematang sawah, (8) Mamar: bisa

diklasifi kasikan ke dalam mamar kering dan

mamar basah, tergantung ada tidaknya

mata air, atau mamar pisang dan mamar

kelapa tergantung dominasi tanaman

ini (terutama di Timor), (9) integrasi kayu

bangunan dalam kebun, (10) pakan ternak,

peternakan di padang penggembalaan,

(11) Loka tua: tempat orang memelihara

tanaman penghasil nira (Arenga pinnata)

yang dikombinasikan dengan tanaman

pangan di bawahnya, (12) Pemeliharaan

atau penangkapan kepiting, udang di

daerah bakau, (13) Sistem pagar hidup

yang berfungsi ganda sebagai pengaman

kebun dan sebagai sumber pakan ternak,

(14) Okaluri, yaitu: batas lahan ditanami

dengan tanaman serbaguna, (15) Omang

wike, yaitu: hutan keluarga tradisional di

Sumba, (16) Kone, yaitu: hutan keluarga

tradisional di Timor, (17) Rau, yaitu: sistem

pertanian lahan kering menetap dengan

pohon penutup yang tersebar untuk

meningkatkan kapasitas penangkapan air,

(18) Terasering tradisional dengan tanaman

hidup seperti ubi kayu, pakan ternak, pisang

yang dipadukan dengan tanaman berkayu

atau semak, (19) Ngerau, yaitu: sistem

pertanian menetap di pinggir hutan dengan

mengusahakan tanaman semusim.

III. Implementasi Agroforestri di Indonesia

Rehabilitasi hutan dan lahan merupakan

program pemerintah dalam sistem

pengelolaan hutan dan lahan, yang

ditempatkan pada kerangka daerah

aliran sungai. Rehabilitasi dilakukan

untuk mengisi kesenjangan ketika sistem

Gambar 11. Contoh Agroforestri Kopi dengan naungan pohon suren di Manggarai, NTT. © Foto Frans Harum 2008

Page 83: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 81

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

perlindungan tidak dapat mengimbangi

hasil sistem budidaya hutan dan lahan, yang

mengakibatkan deforestasi dan degredasi

fungsi hutan dan lahan.

Kegiatan rehabilitasi merupakan kegiatan

penanaman yang dilakukan di dalam

kawasan hutan negara maupun di luar

kawasan hutan negara. Untuk rehabilitasi

di luar kawasan hutan negara, maka

kegiatan banyak dilakukan pada lahan-

lahan masyarakat dengan berbagai kondisi

penutupan lahan yang secara umum

dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) lahan

berpenutupan vegetasi jarang, dimana perlu

dilakukan rehabilitasi pengkayaan dan (2)

lahan terbuka yang memerlukan rehabilitasi

penuh.

Pembibitan dan penanaman merupakan

kegiatan utama yang dilakukan dalam rangka

rehabilitasi hutan dan lahan. Pengadaan bibit

tersebut dapat dilakukan melalui dua cara,

yaitu : (a) membeli bibit atau (b) membuat

bibit. Namun apapun caranya pengadaan

bibit harus memperhatikan : kesesuaian

tempat tumbuh, kebutuhan masyarakat akan

jenis yang dipilih, dan kualitas bibit sehingga

diperoleh hasil penanaman yang berkualitas.

Bibit dapat dikelompokkan ke dalam

jenis tanaman kayu-kayuan dan tanaman

serbaguna (MPTS) yang akan ditanam setelah

memenuhi kriteria bibit layak tanam, yaitu:

sehat, seragam, telah berkayu, tinggi minimal

30 cm, dan bermedia kompak.

Kegiatan tanam-menanam bukan hal baru

bagi masyarakat desa di Indonesia, karena

budaya bercocok tanam telah lama, termasuk

di dalamnya budaya menanam dengan

melakukan optimalisasi pemanfaatan lahan.

Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan

lahan itulah, maka i sistem agroforestri sangat

dianjurkan dalam pelaksanaan program

penanaman di masyarakat.

III.1. Implementasi Agroforestri

Penanaman pada lahan-lahan di luar

kawasan hutan, dapat dilakukan pada

(1) lahan-lahan masyarakat baik yang

berpotensi kritis hingga sangat kritis, (2)

lahan-lahan yang bervegetasi pohon jarang

hingga terbuka, (3) lahan bertopografi datar

hingga miring, (4) lahan di bagian hulu

hingga hilir suatu Daerah Tangkapan Air

(DTA), dll. Implementsi sistem agroforestri

dalam kegiatan penanaman di perdesaan

dapat dilakukan sebagai berikut :

1. Penanaman secara umum dilakukan

pada dua kondisi penutupan vegetasi,

Page 84: Buku Manual Pelatihan_res

82 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

yaitu lahan berpenutupan vegetasi

jarang dan lahan terbuka.

2. Pada lahan berpenutupan jarang,

penanaman dilakukan dalam rangka

pengkayaan tanaman dimana

penanaman pengkayaan pada lahan

masyarakat dapat dilakukan dalam

bentuk : (a) penanaman sisipan pada

suatu tegakan yang sudah ada atau

(b) penanaman sebagai batas lahan

(periksa Modul Sub-Bab Penanaman).

Jumlah populasi bibit yang ditanam

sekitar 200 batang/ha. Dengan demikian

agroforestri yang diterapkan merupakan

sistem agroforestri kompleks dalam

bentuk pengkayaan kebun/pekarangan.

3. Pada lahan terbuka atau berpenutupan

vegetasi terbuka, penanaman dilakukan

dalam bentuk rehabilitasi penuh.

Untuk tanaman kayu-kayuan dan MPTS

dapat menerapkan jarak tanam 5 m x

5 m, sehingga jumlah populasi yang

dibutuhkan adalah 400 batang/ha.

Pada kondisi lahan terbuka ini dapat

diterapkan sistem agroforestri sederhana,

dimana di antara tanaman kayu-kayuan

dan MPTS dapat ditumpangsarikan

dengan tanaman semusim.

4. Jika ingin melakukan kombinasi antara

tanaman pohon dan kakao atau kopi,

dapat diterapkan jarak tanam 6 m x 6 m

atau 5 m x 5 m untuk tanaman pohon

dan MPTS, sedangkan untuk kakao atau

kopi dapat ditanam di antara tanaman

pohon tersebut.

5. Lahan bervegetasi jarang dan terbuka

dapat memiliki kondisi kekritisan lahan

mulai dari potensial kritis hingga kritis,

kondisi topografi datar maupun miring,

serta berada di bagian hulu, hilir hingga

pesisir.

6. Pada lahan bagian hulu dan hilir, dapat

dipilih jenis tanaman kayu-kayuan dan

MPTS untuk tanah kering yang dipadukan

dengan tanaman semusim dengan

bentuk agroforestri (1) agrosilvikultur

(kombinasi pertanian dan kehutanan),

(2) silvopastura (kombinasi kehutanan

dan peternakan), (3) agrosilvopastura

(kombinasi pertanian, kehutanan, dan

peternakan), (4) silvofi shery (kombinasi

kehutanan dan perikanan, (5) apiculture

(kombinasi kehutanan dan lebah), atau

(6) sericulture (kombinasi pohon dan ulat

sutera). Adapun pada bagian pesisir

khususnya areal mangrove, dapat dipilih

jenis-jenis tanaman mangrove seperti

Rhizophora sp (bakau) yang dipadukan

dengan kegiatan perikanan (silvofi shery/

wanamina).

Page 85: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 83

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

7. Penanaman pengkayaan memerlukan

jenis yang tahan naungan

8. Penanaman pada lahan terbuka

memerlukan jenis yang memerlukan

cahaya penuh

9. Kesalahan pemilihan jenis untuk

penanaman pada kedua kondisi

penutupan vegetasi tersebut, akan

menyebabkan kegagalan pertumbuhan

tanaman.

10. Pemilihan tanaman kakao dan kopi

sebagai tanaman sisipan merupakan

pilihan yang tepat. Kedua jenis tersebut

memerlukan naungan ringan dalam

pertumbuhannya untuk menghasilkan

produksi yang optimal.

11. Sistem penanaman pertama dapat

merupakan upaya pengendalian alang-

alang

12. Tanaman yang bisa memberi naungan

ditanam lebih dahulu dari tanaman yang

tahan atau yang perlu naungan

13. Tanaman yang mampu menyuburkan

tanah ditanam lebih dahulu sebelum

jenis tanaman yang memerlukan kondisi

tanah yang lebih baik

14. Tanaman yang memerlukan cahaya

penuh tidak ditanam pada lokasi dimana

tanaman lain akan menaunginya

sebelum mereka dewasa

15. Pohon yang berukuran sedang atau besar

akan memerlukan ruangan untuk tumbuh

III.2. Strategi Pemilihan Jenis

Di lapangan sering ditemukan kegagalan

dalam penanaman akibat persyaratan dalam

penanaman kurang diperhatikan. Oleh sebab

itu untuk mencapai tingkat keberhasilan

penanaman yang tinggi, perlu diperhatikan

beberapa faktor yang dapat menentukan

keberhasilan penanaman, yaitu: kesesuaian

tempat tumbuh, kesesuaian musim tanam,

kesesuaian teknik penanaman, kualitas bibit,

dan keamanan dari gangguan. Gambar 12. Contoh silvopastura yang dipraktekan di

Manggarai, NTT. © Foto Frans Harum 2008

Page 86: Buku Manual Pelatihan_res

84 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

Dari beberapa faktor tersebut, kesesuaian

tempat tumbuh menjadi faktor penting

penting dalam menentukan keberhasilan

penanaman. Kesesuaian tempat tumbuh

sangat terkait dengan pemilihan jenis

tanaman. Tanaman yang ditanamdi tempat

yang tidak sesuai akan mengurangi tingkat

keberhasilan penanaman. Oleh sebab itu

penentuan jenis yang akan dikembangkan

menjadi prasyarat utama yang harus

diperhatikan dalam suatu program

rehabilitasi lahan atau hutan.

Berdasarkan kenyataan tersebut, apapun

bentuk kegiatan penanaman, harus

memperhatikan faktor-faktor yang akan

menentukan keberhasilan penanaman.

Suatu kegiatan penanaman dikatakan

berhasil jika tanaman yang ditanam di

lapangan tumbuh dengan baik yang

ditandai oleh persentase tanaman tumbuh

dan persentase tanaman sehat yang tinggi.

Cahaya adalah faktor abiotik-klimatis

yang secara langsung mempengaruhi

pertumbuhan tanaman. Dengan bantuan

cahaya maka proses fotosintesis (‘memasak’)

yang dilakukan pada daun tanaman dapat

berjalan dengan baik. Dari proses ‘memasak’

tersebut akan menghasilkan energi dan

karbohidrat yang akan disebarkan ke

seluruh bagian tanaman, yang sangat

berguna bagi pertumbuhan tanaman. Tanpa

cahaya pertumbuhan beberapa kelompok

tanaman akan berjalan lambat karena proses

menghasilkan energi dan karbohidrat tidak

berjalan normal.

Perlu dipahami pula bahwa kebutuhan

cahaya tiap jenis tanamanberbeda.

Pada tanaman jenis pohon, terdapat

pengelompokkan tanaman yang

membutuhkan cahaya penuh, khususnya

pada tingkat anakan, dan tanaman yang

tidak membutuhkan cahaya penuh

tetapi memerlukan naungan dalam

pertumbuhannya. Pemahaman akan

kebutuhan cahaya sangat berguna dalam

melakukan praktek budidaya tanaman

sehingga teknik dan pola penanaman yang

tepat dapat dilakukan.

Pemahaman tentang kebutuhan tanaman

akan cahaya sangat penting bagi

keberhasilan suatau penanaman. Praktek

pananaman yang salah uga terjadi akibat

tingkat kebutuhan tanaman akan cahaya

tidak dipahami. Hal ini dapat berdampak

pada kegagalan penanaman. Berdasarkan

kebutuhan akan cahaya, tanaman dapat

Page 87: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 85

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu : jenis

yang memerlukan naungan (jenis toleran)

dan jenis yang memerlukan cahaya penuh

(jenis intoleran). Jenis tanaman intoleran

(perlu cahaya) dapat ditanam lebih awal,

sedangkan jenis tanaman toleran (perlu

naungan) dapat ditanam kemudian

atau digunakan pada model rehabilitasi

pengkayaan. Tingkat kebutuhan cahaya

berberapa jenis tanaman disajikan sebagai

berikut:

III.3. Agroforestri Pada Lahan Bervegetasi

Jarang

Sebagaimana disebutkan di atas, pada lahan-

lahan bervegetasi jarang dapat dilakukan

penanaman pengkayaan baik sebagai

tanamn sisipan maupun penanaman pada

batas lahan (periksa Gambar 7). Penanaman

pengkayaan merupakan salah satu wujud

pelaksanaan sistem agroforestri, khususnya

agroforestri kompleks bentuk pekarangan/

kebun di mana penanaman dilakukan pada

kebun-kebun atau pekarangan masyarakat

yang berdasarkan identifi kasi kondisi semula

memiliki vegetasi jenis pohon jarang (sekitar

2-5 individu setiap plot ukuran 10 m x 10 m).

Pada kondisi ini perlu dipilih jenis tanaman

yang tahan naungan.

III.4. Agroforestri Pada Lahan Terbuka

Kondisi yang sering dijumpai pada lahan

terbuka adalah tumbuhnya alang-alang.

Usaha penanggulangan alang-alang dapat

dilakukan secara kimiawi maupun biologi.

Namun, penanganan secara biologi sangat

dianjurkan karena relatif murah, ramah

lingkungan, dan memberikan hasil yang

optimal.

Tabel 1. Tingkat Kebutuhan Cahaya Berbagai Jenis Tanaman

Kebutuhan Cahaya Jenis Butuh Cahaya Penuh Jenis Butuh NaunganTinggi (Pohon Besar) Trembesi, sukun, cemara, kelapa,

jati putih, mangga, sengon, angsana, mahoni, jati, suren, dll.

Durian, manggis, rambutan, meranti, gaharu, dll.

Agak Tinggi (Pohon Kecil)

Jambu mete, sentang, kelapa sawit, alpukat, jambu biji, pohon buah-buahan, pohon penghasil kayu bakar

Pinang (Jambe), sirsak, bambu, kayu manis, langsat, pala, aren

Agak Rendah (perdu, merambat, dll.)

Pepaya, ubi kayu, pisang Kopi, pisang abaca, lada, kakao

Rendah (herba) Padi gogo, sayur-sayuran Sayuran tahan naungan, tumbuhan bawah tahan naungan

Page 88: Buku Manual Pelatihan_res

86 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

Usaha penekanan pertumbuhan alang-

alang secara biologi dilakukan dengan

memberikan perlakuan tingkat naungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat

naungan berpengaruh nyata terhadap

pertumbuhan alang-alang (Purnomosidhi, et

al., 1998) sebagai berikut:

Naungan 90% : pertumbuhan alang-

alang dapat dikendalikan dalam waktu 4

bulan

Naungan 50% : pertumbuhan alang-

alang dapat dikendalikan dalam waktu 8

bulan

Naungan 25% : tidak dapat

mengendalikan pertumbuhan alang-

alang, hanya menurunkan viabilitas

rhizomanya

Penggunaan pohon sebagai naungan untuk

mengendalikan alang-alang merupakan

metode yang murah. Jenis-jenis pohon yang

dipilih sebagai naungan sebaiknya pohon

yang cepat tumbuh, menghasilkan banyak

serasah, mempunyai kanopi yang rapat,

relatif tahan terhadap alelopati dan tahan

terhadap api. Pola agroforestri yang biasa

digunakan untuk mengendalikan alang-

alang antara lain agroforestri tanaman

kayu, karet, lada, kakao, dan kopi. Pola

agroforestri antara lain dapat dilakukan

sebagai berikut :

a. Pola Agroforestri Berbagai Tanaman

Kayu

Sengon (Paraserianthes falcataria): Pada

tahap awal petani membuka lahan

alang-alang secara kimiawi atau mekanis

(membajak). Selanjutnya lahan ditanami

sengon dengan jarak tanam 2 m x 4 m.

Pada Tahun I padi gogo ditanam di antara

tanaman sengon, Tahun II - IV ditanami

ketela. Tahun V-VIII naungan tajuk

sengon berkisar 28%, kemudian menurun

hingga 18%. Pada intensitas ini, alang-

alang dapat ditekan pertumbuhannya,

tetapi masih mampu untuk tumbuh

kembali jika mendapat cukup cahaya.

Akasia (Acacia mangium): Akasia yang

ditanam dengan jarak tanam 2 m x 4

m (1.250 tanaman/ha) pada umur 4

tahun memiliki intensitas cahaya sampai

di permukaan tanah sebesar 10%,

sehingga cukup baik digunakan untuk

merehabilitasi alang-alang.

Petaian (Peltophorum dasyrrachis): P.

dasyrrachis yang ditanam di antara alang-

alang dapat menghambat pertumbuhan

alang-alang.

Gamal (Gliricidia sepium): Gamal termasuk

jenis tanaman yang cepat tumbuh dan

Page 89: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 87

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

dapat digunakan untuk mengendalikan

alang-alang. Di samping itu kayunya juga

dapat digunakan sebagai bahan arang

kayu.

b. Pola agroforestri karet

Karet biasanya ditanam oleh petani dengan

jarak tanam 4 m x 5 m (500 tanaman/ha).

Pada umur sekitar 7 tahun intensitas cahaya

yang sampai ke permukaan tanah adalah

kurang dari 20%. Pada Tahun I - III, biasanya

petani menanam ketela pohon di antara

barisan tanaman karet. Setelah Tahun III,

ketika percabangan tanaman karet telah

terbentuk, tanaman pangan dan alang-alang

mulai tidak bisa tumbuh.

c. Pola agroforestri kelapa sawit

Petani menganggap kelapa sawit sebagai

pilihan yang terbaik karena dapat tumbuh

kembali setelah terbakar dan tahan terhadap

kekeringan. Jarak tanam yang biasa

digunakan petani untuk bertanam kelapa

sawit adalah 8 m x 9 m atau terdapat 138

tanaman/ha. Pada umur 1-5 tahun, intensitas

cahaya yang sampai ke permukaan tanah

di dekat kanopi tanaman adalah antara

50-80%, dan pada jarak 4 m dari tanaman

masih sekitar 100%. Pada tanaman sawit

yang telah mencapai ketinggian 10 m

intensitas cahaya yang sampai di bawah

tanaman tinggal sekitar 15-20% sehingga

dapat menekan pertumbuhan alang-alang.

Sistem agroforestri dilakukan dengan cara

menanam tanaman pohon di antara kelapa

sawit, misalnya : karet, jelutung, pisang,

gaharu, pepaya, jahe, nilam, dll.

Kenyataan di lapangan menunjukkan banyak lahan masyarakat telah dikonversi menjadi perkebunan-perkebunan sawit. Petani menganggap kelapa sawit sebagai

pilihan yang terbaik, karena bisa tumbuh kembali setelah terbakar dan tahan terhadap kekeringan. Jarak tanam yang biasa digunakan petani untuk bertanam kelapa sawit adalah 8 m x 9 m atau terdapat 138 tanaman/ha. Pada umur 1-5 tahun, intensitas cahaya yang sampai di permukaan tanah di dekat kanopi tanaman dalam sistem ini antara 50-80% dan pada jarak 4m dari tanaman masih sekitar 100%. Pada tanaman yang telah mencapai ketinggian 10 m intensitas cahaya yang sampai di bawah tanaman sekitar tinggal 15-20% sehingga dapat menekan pertumbuhan alang-alang. Sistem agroforestri dilakukan dengan cara menanam tanaman pohon di antara kelapa sawit, misalnya : karet, jelutung, pisang, gaharui, pepaya, jahe, nilam, dll.

Kotak 1. Penerapan pola agroforestri pada kebun sawit

Page 90: Buku Manual Pelatihan_res

88 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

1. Tanaman Pagar

Spesies yang disarankan Sifat-sifat species yang baik

Calliandra calothyrsus (Kalianda) Gliricidia sepium (Gamal) Leucaena leucocephala (Lamtoro gung) Sebania sesban (Turi) Senna spectabilis

Tahan terhadap kebakaran Memiliki kanopi yang luas & rapat, sehingga dapat

menutupi bidang olah selama bera Tahan pemangkasan yang dilakukan seringkali Mengikat nitrogen atau daunnya kaya N dan P Menghasilkan banyak seresah Memeiliki perakaran yang dalam Dapat ditanam dari biji Bisa adaptasi dengan iklim dan tanah setempat Tersedia bahan tanam Menghasilkan pakan ternak dan kayu bakar

2. Tanaman kacang-kacangan untuk menghambat pertumbuhan alang-alang

Spesies anjuran Sifat-sifat spesies yang baik Calopogonium mucunoides (Kacang asu) Centrosema pubescens (Ki besin) Mucuna pruriens (Koro benguk) Phaseolus carcaratus (Kacang oci) Pueraria spp. (Kacang ruji) Stylosanthes guyanensis Campuran spesies

Penambat nitrogen Beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim setempat Toleran terhadap pengaruh alelopati alang-alang Mudah dan cepat tumbuh secara alami Tahan terhadap hama dan penyakit Merambat dan mampu menghambat pertumbuhan

alang-alang Penghasil pakan ternak dan kayu bakar Benihnya mudah tersedia

3. Jenis tanaman buah tumbuh baik di lahan alang-alang

Spesies yang tahan Spesies lainnya Aleurites moluccana (Kemiri) Anacardium occidentale (Jambu mede) Cocos nucifera (Kelapa) Hevea brasiliensis (Karet) Mangifera indica (Mangga) Musa spp. (Pisang) Psidium guajava (Jambu biji)

Artocarpus heterophyllus (Nangka) Canarium ovatum (Kenari) Ceiba pentandra (Kapok) Citrus spp. (Jeruk) Garcinia mangostana (Manggis) Manilkara zapota (Sawo manila) Sandoricum koetjape (Kecapi, Sentul) Spondias purpurea (Kedondong) Syzyqium cumini (Juwet) Tamarindus indica (Asam)

Page 91: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 89

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

d. Sistem agroforestri lada/kopi

Untuk memulai penanaman lada/kopi,

petani lebih dahulu menanam tanaman

penaung yaitu Gliricidia sepium atau

Erythrina orientalis. Tanaman penaung yang

juga berfungsi sebagai tanaman perambat,

ditanam dengan jarak 2 x 2 m2. Setelah

tumbuh dengan baik (1-2 tahun), lada dan

kopi baru ditanam. Lada ditanam di dekat

tanaman penaung sedangkan kopi ditanam

di tengah luasan 4 m2. Selama menunggu

tanaman penaung tumbuh dengan baik,

biasanya petani menanam tanaman pangan

seperti padi, jagung atau tanaman pangan

yang lain. Selain itu, di dalam sistem ini

biasa ditemukan pula tanaman buah dan

tanaman lain seperti pete (Parkia spesiosa),

jengkol (Phitecellobium dulce), durian (Durio

zibethinus), duku (Lansium domisticum)

dan kapuk (Ceiba pentandra) yang tumbuh

secara acak dan berfungsi sebagai penaung

atau batas kepemilikan lahan.

MODUL

4. Jenis tanaman yang tumbuh baik di lahan alang-alang

Jenis utama yang berhasil Sifat-sifat yang diharapkan

Acacia mangium (Akasia)Acacia auriculiformis (Akasia)Bambusa spp. (Bambu)Gliricidia sepium (Gamal)Gmelina arborea (Bulangan)Leucaena leucocephala (Lamtoro gung)Vitex pubescens (Laban)

Tumbuh cepatTajuk lebar dan rapatTahan kebakaran: Kulit kayu tebal Bertunas setelah kebakaran, atau Biji tumbuh kembali setelah kebakaranBeradaptasi dengan tanah dan iklim setempat

Page 92: Buku Manual Pelatihan_res

90 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

Pada umur 4 tahun intensitas cahaya yang

sampai di permukaan tanah masih berkisar

antara 45-50%, tetapi pada umur 10 tahun

intensitas cahaya yang sampai dipermukaan

tanah hanya 20%.

Berikut ini adalah jenis-jenis tanaman

untuk rehabilitasi lahan alang-alang yang

dikelompokkan berdasarkan tujuannya yaitu:

Mengingat sebagian besar lahan, khususnya

di luar Jawa, memiliki pH rendah, maka perlu

diketahui juga beberapa contoh tanaman

yang toleran pada tingkat kemasaman tanah

tinggi, antara lain :

Tanaman palawija: kacang tanah, kacang

tunggak, gude

Tanaman keras: kopi, teh, kelapa sawit,

karet

Pohon buah-buahan : rambutan, nangka,

durian, cempedak, dukuh, manggis,

jambu air, jambu air, jambu biji, jambu

mete, sirsak, mangga, petai, jengkol.

Penghasil kayu : sungkai, pulai, sengon

laut, mahoni, mangium, jati putih

(gmelina)

Tanaman pagar : lamtoro, gamal, petaian,

fl emingia

Tanaman legume : orok-orok, callopo,

centro, pueraria, dll.

Evaluasi Kemampuan

Modul 3. Agroforestri

Soal Essay

1. Apa yang dimaksud dengan agroforestri?

2. Sebutkan ciri-ciri agroforestri!

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan

sistem agroforestri sederhana dan

agroforestri komplek

4. Sebutkan beberapa bentuk agroforestri!

5. Sebutkan contoh-contoh praktek

agroforestri di Indonesia!

Soal Pilihan Ganda

6. Bentuk agroforestri yang kenampakan

fi sik dan dinamika di dalamnya mirip

ekosistem hutan, baik hutan primer

maupun sekunder disebut :

a. Agroforestri sederhana

b. Silvopastura

c. Agroforestri komplek

d. Agrosilvikultur

7. Agrosilvopastura merupakan salah satu

bentuk agroforetsri yang merupakan

gabungan dari komponen-komponen

sebagai berikut :

a. Pertanian, kehutanan, perikanan

b. Pertanian, kehutanan, peternakan

c. Kehutanan, perikanan, peternakan

d. Pertanian, kehutanan, dan lebah madu

Page 93: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 91

1Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

2 Pengelolaan Daerah

Tangkapan Air3 Agroforestry

64

75

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

3MODUL

8. Berikut adalah strategi yang salah dalam

membangun agroforestri

a. Tanaman yang memerlukan cahaya

penuh tidak ditanam dimana tanaman

lain akan menaunginya sebelum

mereka dewasa

b. Penanaman pada lahan terbuka

memerlukan jenis yang memerlukan

cahaya penuh

c. Penanaman pada lahan terbuka

memerlukan jenis yang memerlukan

naungan

d. Sistem penanaman pertama dapat

merupakan upaya pengendalian

alang-alang

9. Di bawah ini adalah jenis-jenis yang

memerlukan cahaya penuh untuk

penanamannya

a. Trembesi, sukun, cemara, kelapa, jati

putih, sengon, angsana, mahoni

b. Trembesi, sukun, cemara, kelapa, jati

putih, mangga, sengon, meranti, kopi

c. Durian, manggis, rambutan, meranti,

gaharu, cokelat

d. Semua benar

10. Berikut ini adalah keunggulan

agroforestri dengan sistem penanaman

lainnya

a. Menghasilkan produk total yang lebih

rendah

b. Menghasilkan diversitas yang tinggi,

baik menyangkut produk maupun jasa.  

c. Kurang mampu memenuhi kebutuhan

pokok masyarakat dan petani kecil

d. Jawaban a dan c benar

Page 94: Buku Manual Pelatihan_res

92 | Manual Pelatihan

MODUL 3. Agroforestri

Daftar Pustaka

Bagnall-Oakeley H, Conroy C, Faiz A, Gunawan A, Gouyon A, Penot E, Liangsutthissagon S,

Nguyen HD and C Anwar. 1997. Imperata managementstrategies used in smallholder

rubber-based farming system. Agroforestri System 36:83-104.

Garrity DP et al. 1997. The Imperata grasslands of tripocal Asia: area, distribution and typology.

Agroforestri Systems 36: 3-29.

Hairiah K et al. 2000. Reclamation of Imperata Grassland using Agroforestri. Lecture Note 5.

ICRAF. (http://www.icraf.cgiar.org/sea).

Kang BT. 1989. Nutrient management for sustained crop production in the humid and

subhumid tropic. In Van der Heide (ed) Proc. Int. Symp. Nutrient management for food

crop production in tropical farming system. IB-DLO and Unibraw :3-28.

Tjitrosemito S and M Soerjani. 1991. Alang-alang grassland and land management aspects. In

M Sambas Sabarnurdin et al. (ed). Forestation of alang-alang (Imperata cylindrica Beauv.

var Koenigii Benth) grassland : lesson from South Kalimantan. p. 10-36.

Purnomosidhi P, van Noordwijk M and S Rahayu. 1998. Shade-based Imperata control in the

establishment of agroforestri system (fi eld survey report).

Van Noordwijk M. 1997. Agroforesty as reclamation pathway for imperata grassland use by

Smallholders. In Proc. Panel Discussion on Management of Imperata Control and Transfer

of Technology for Smallholder Rubber Farming System. Balai Penelitian Sembawa, Pusat

Penelitian Karet Indonesia. pp 2-10.

Van Noordwijk M and Rudjiman. 1997. Peltophorum dasyrhachis (Miquel) Kurz. In Faridah

Hanum I & van der Maesen LJG (Eds.): Plant Resources of South-East Asia No. 11. Auxiliary

Plants. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp. 207-209. (http://www.icraf.cgiar.org).

Page 95: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 93

Pembangunan Persemaian di Desa dan

Penanaman Pohon

4MODUL

Page 96: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

94 | Manual Pelatihan

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman PohonI. Pembangunan dan Pengelolaan

Persemaian DesaPersemaian adalah tempat atau areal untuk

kegiatan memproses benih (atau bahan lain

dari tanaman) menjadi bibit/semai yang

siap ditanam. Pembangunan persemaian

desa merupakan bagian penting dalam

upaya rehabilitasi Daerah Tangkapan

Air (DTA), karena persemaian akan

memproduksi bibit sebagai hasil usaha

masyarakat yang akan digunakan dalam

penanaman di areal DTA.

Tujuan dibangunnya persemaian desa

antara lain : (a) meminimalkan kerusakan

bibit akibat pengangkutan, (b) mendekatkan

bibit dengan lokasi penanaman, (c) memberi

percontohan teknik persemaian kepada

masyarakat ketika akan mengembangkan

jenis-jenis bermanfaat ke depan, (d) sebagai

pusat pendidikan dan kegiatan sosial

untuk peningkatan SDM masyarakat dalam

bidang pembibitan, (e). memungkinkan

pengendalian biaya produksi bibit dan (f ).

membangun kemandirian dan tanggung

jawab dalam produksi bibit dan penanaman.

I.1. Penyiapan Sarana dan Prasarana

Persemaian

I.1.1. Penetapan Lokasi Persemaian

Berdasarkan sifat lokasinya, maka

persemaian dikelompokkan dalam dua

jenis, yaitu persemaian lahan kering

dan mangrove. Persemaian mangrove

dibahas secara khusus pada Modul 5.

Lokasi persemaian lahan kering memiliki

persyaratan sebagai berikut :

- Pada lahan datar-landai. Apabila pada

lahan yang miring sebaiknya pada lahan

dengan arah lereng ke timur agar mudah

dijangkau sinar matahari pagi

- Dekat dengan lokasi penanaman, untuk

mengurangi resiko kerusakan bibit saat

pengangkutan dari lokasi pembibitan ke

lokasi penanaman.

- Bebas dari konfl ik kepemilikan lahan.

- Terlindungi atau aman dari gangguan.

- Dekat dengan sumber air.

- Memiliki akses jalan yang baik untuk

memudahkan pengangkutan

- Dekat dengan kampung agar mudah

diawasi dan mendapatkan tenaga kerja

I.1.2. Kebutuhan Bahan dan Peralatan

a. Bahan

Bahan-bahan yang dibutuhkan

pembuatan persemaian antara lain :

benih beberapa jenis tanaman

media (pasir halus, tanah humus

(lapisan tanah atas), pupuk kandang,

Page 97: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 95

sekam padi (dibuat arang sekam),

Naungan dari alang-alang atau daun

kelapa atau aren. Apabila memiliki

modal cukup dapat menggunakan

paranet (naungan 65%),

polybag (standar ukuran diameter

12 cm, untuk benih besar dapat

menggunakan polybag ukuran lebih

besar misalnya diameter 15 cm).

Obat-obatan (fungisida dan

insektisida)

b. Peralatan

Peralatan yang diperlukan antara lain :

cangkul, sekop, ember plastik, gembor,

sarung tangan, masker, timbangan, gelas

ukur, handsprayer, selang air, gerobak

dorong, karung, peralatan pengairan,

tangki air, ayakan pasir, terpal, golok, dan

gunting stek,

I.1.3. Fasilitas Persemaian

a. Tempat Penyemaian

Tempat penyemaian benih dapat disiapkan

berdasarkan kelompok ukuran benih, yaitu :

(1) Penyemaian benih ukuran besar (ukuran

> 2 cm, seperti : nangka, durian, alpukat,

mangga) dengan cara disemai langsung

pada media di polybag.

(2) Penyemaian benih ukuran sedang (1-2

cm, seperti : mahoni, khaya, kayu afrika,

mindi,) ukuran kecil (0,5 – 1 cm, seperti

: sengon, suren, akasia, gaharu), dan

halus (< 0,5 cm, seperti: jabon, ekaliptus,

duabanga) dengan cara disemai dahulu

pada media semai/perkecambahan.

Tempat untuk mengecambahkan benih

dapat dibuat dalam tiga bentuk, yaitu :

- Bedeng tabur, dibuat dalam bentuk

bedengan dengan ukuran 1 m x 4 m.

Bedeng dibatasi oleh bambu atau

Gambar 11. Benih besar langsung disemai di polybag. Sumber OWT, 2011

Page 98: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

96 | Manual Pelatihan

papan kayu setebal 20 cm. Media

semai diletakkan pada bedengan

untuk menyemai/menabur benih.

Atap bedeng tabur dapat dibuat

dari rumbia agar tidak terkena hujan

langsung, sedangkan tiangnya dibuat

dari bambu dengan ketinggian

sekitar 100 cm. Media penyemaian

dimasukkan ke dalam bedeng tabur

hingga kedalaman sekitar 10-15 cm.

- Bak kecambah plastik

Bak kecambah plastik juga dapat

digunakan untuk mengecambahkan

benih, khususnya benih-benih

berukuran kecil (sengon, suren,

meranti, mindi, jati, gaharu, dll.) dan

benih halus (jabon, ekaliptus, akasia,

dll.). Bak kecambah perlu dilubangi

bagian bawahnya agar tidak terjadi

penggenangan air saat disiram.

Gambar 13. Penyemaian benih Shorea selanica (kiri) dan semai siap sapih (kanan). Sumber OWT, 2011

Gambar 12. Model bedeng tabur (kiri) dan semai mahoni siap sapih (kanan). Sumber OWT, 2011

Page 99: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 97

- Bak kecambah papan kayu

Selain menggunakan bahan dari

plastik, bak kecambah juga dapat

dibuat dari papan kayu. Bak ini dibuat

dari papan kayu ukuran : panjang 4

m, lebar 0,8 m, dan tinggi 0,6 m. Pada

bagian dasar diisi batu koral/batubatu

kecil setebal 5 cm lalu bagian atasnya

diisi media kecambah setebal 15

cm. Media kecambah dapat dibuat

dari pasir halus atau campuran pasir

halus dan arang sekam dengan

perbandingan 1 : 1. Lalu bak ditutup

dengan penutup yang rangkanya

dilapisi plastik buram.

b. Bedeng Sapih

Bedeng sapih adalah tempat untuk

menyusun polybag berisi media tumbuh

untuk penyapihan semai dan dipelihara

Gambar 15. Benih besar langsung disemai di polybag. Sumber OWT, 2011

Gambar 14. Bak kecambah papan kayu (kiri) dan semai sengon siap sapih (kanan). Sumber OWT, 2010 - 2011

Page 100: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

98 | Manual Pelatihan

hingga menjadi bibit siap tanam. Bedeng

sapih dibuat dengan ukuran 1 m x 5 m. Batas

bedeng menggunakan bambu dan jarak

antar bedeng 1 m. Bedeng sapih sebaiknya

dibuat memanjang menurut arah Utara-

Selatan agar memperoleh cahaya secara

merata

c. Naungan Persemaian

Pertumbuhan bibit saat masih kecil

tidak tahan terhadap penyinaran cahaya

matahari secara langsung, karena itu

perlu diberi naungan. Untuk membuat

naungan diperlukan tiang dan atap. Tiang

dapat dibuat dari bambu yang tahan lama

(misalnya bambu betung), kemudian

bagian atapnya diberi naungan. Tinggi

tiang disesuaikan agar tidak mengganggu

saat orang berdiri (± 2 – 3 m). Naungan

dapat dibuat dari alang-alang, daun

kelapa atau aren namun biasanya cara ini

menghasilkan naungan yang tidak seragam

terhadap semua bibit di bedeng sapih. Agar

diperoleh naungan dengan pencahayaan

yang seragam, maka sebaiknya digunakan

paranet Naungan paranet memeiliki tingkat

penutupan yaitu: 75%, 65%, 50%, dll.

d. Sarana Perairan

Air merupakan syarat penting dalam

sebuah persemaian. Oleh sebab itu

persemaian harus dibuat tidak jauh dari

sumber air, misalnya sungai atau sumber

mata air. Jika sumber air berada di bagian

atas persemaian, tidak perlu alat jenset

(pompa air) untuk mengalirkan air menuju

penampung air/tangki air di persemaian.

Sebaliknyajika sumber air berada di bawah

areal persemaian maka diperlukan jenset

atau pompa air untuk mengalirkan air ke

lokasi persemaian.

Gambar 16. Naungan persemaian menggunakan paranet. Sumber OWT, 2011

Page 101: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 99

e. Gubuk Kerja

Pembuatan gubuk kerja tergantung

ketersediaan dana. Gubuk kerja merupakan

bangunan sederhana dapat berukuran 3

m x 4 m, beratap rumbia, dan lantai tanah.

Gubuk kerja digunakan untuk melakukan

beberapa pekerjaan persemaian seperti:

pengayakan media, pengantongan media ke

polybag, pencampuran pestisida, perlakuan

benih, penyiapan bak kecambah plastik,

penyiapan media kecambahdan administrasi

persemaian

f. Rumah Produksi Pupuk Organik

Digunakan untuk memproduksi pupuk

organik seperti bokashi dan kascing. Pupuk

organik akan digunakan sebagai campuran

dalam media tumbuh bibit.

g. Alat Pembuat Arang Sekam

Pemanfaatan arang sekam sebagai media

tumbuh tanaman memiliki manfaat antara

lain: (1) meningkatkan sirkulasi udara (aerasi)

dan air (drainase), (2) menetralkan pH, (3)

hara tidak mudah tercuci sehingga siap

digunakan untuk tanaman, dan (4) arang

sekam mempunyai pori yang efektif untuk

mengikat dan menyimpan hara. Arang

sekam dapat dimanfaatkan sebagai media

campuran dengan komposisi,untuk media

Gambar 18. Model Alat Pembuat Arang Sekam. Sumber OWT, 2010

Gambar 17. Contoh Rumah Bokashi. Sumber OWT, 2011

Page 102: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

100 | Manual Pelatihan

perkecambahan benih menggunakan

campuran arang sekam dan pasir = 1 : 1;

untuk media sapih menngunakan campuran

arang sekam : kompos : tanah = 1 : 1 : 2‘

dan untuk media tanam di lapangan hanya

menambahkan 1 liter arang sekam/lubang

tanam.

I.2. Teknik Pembibitan

Pembibitan dapat dilakukan dengan dua

cara, yaitu secara generatif (dari benih) dan

vegetatif (bagian tanaman selain biji) seperti

dengan cara stek, cangkok, okulasi, atau

sambung. Pembibitan secara vegetatif

memerlukanketerampilan khusus, sehingga

pada tahap awal perlu dikuasai teknik

pembibitan secara generatif terlebih dahulu.

I.2.1. Pemilihan Jenis Tanaman

Sebelum kegiatan pembibitan, perlu

ditetapkan jenis yang akan dikembangkan.

Jenis apa yang anda ingin tanam tergantung

pada dimana dan untuk apa anda tanam,

antara lain:

• Penghasil balok, papan (bahan

bangunan): mahoni, jati, suren, uru,

sengon, dll

• Penghasil buah-buahan: manggis, durian,

karet, nangka, dll

• Penghasil pakan ternak: Kaliandra,

lamtoro, dll

• Rehabilitasi lahan kritis: jenis-jenis pionir

seperti legume (gamal, lamtoro, sengon,

dll)

• Rehabilitasi DAS, resapan air, sumber

mata air, dll.: prioritaskan jenis-jenis

pohon lokal.

Penetepan jenis dilakukan berdasarkan

kesesuaian tempat tumbuh dan merupakan

jenis yang diminati masyarakat.

I.2.2. Pengadaan Benih

Dalam pengadaan benih, hal penting yang

harus diketahui adalah (1) Mengetahui

musim benih, misalnya benih mahoni dan

suren dapat dikumpulkan pada bulan

Mei-Juni, benih nangka dan alpukat bisa

dikumpul setiap saat, benih durian bisa

dikumpulkan pada bulan Juni-Juli, dan

manggis pada Juli-Agustus, (2) Mengetahui

sifat benih, terdapat dua sifat penting, yaitu

: (a) Ortodok (benih dapat disimpan lama,

misalnya : sengon, jabon, jati, dll.) dan (b)

Rekalsitran (benih tidak dapat disimpan

lama, misalnya : suren, nangka, manggis,

durian, karet, dll.), (3). Dimana benih akan

diperoleh, Benih sebaiknya diperoleh

dari sumber benih berkualitas baik dan

diutamakan dari jenis-jenis lokal, oleh

sebab itu jika dijumpai jenis pohon lokal

Page 103: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 101

berkualitas disarankan untuk dijadikan

sebagai pohon induk desa sehingga sifat

unggul diharapkan akan menurun pada

bibit yang kita produksi. Untuk memastikan

mutu genetik, maka sebaiknya tidak hanya

mengunduh benih dari satu pohon induk

saja. Kumpulkan sebanyak-banyaknya dari

semua pohon-pohon induk yang ada.

Namun demikian tidak menutup

kemungkinan pengadaan benih diperoleh

dari pohon dari luar daerah. Beberapa lokasi

tempat pengumpulan benih dari beberapa

lokasi sumber benih di Jawa disajikan

sebagai berikut :

Gambar 19. Pohon Induk Desa. Sumber Ujang, 2009

Tabel 1. Daftar Lokasi untuk Pengumpulan Benih

No Jenis Lokasi dan kategori Lembaga/Institusi

1 Swietenia macrophylla (mahoni)

Carita (Banten) dan Cianjur (Jawa Barat)

Litbang Kehutanan dan Perhutani KPH Cianjur

2 Intsia bijuga Carita (Propinsi Banten ) Litbang Kehutanan3 Alstonia scholaris (pulai) Carita (Propinsi Banten ) Litbang Kehutanan4 Gmelina arborea (jati putih) Dramaga-Bogor Litbang Kehutanan5 Paraserianthes falcataria

(sengon)Dramaga-Bogor and Kediri (Jawa Timur)

Litbang Kehutananand Perhutani KPH Kediri

6 Entrolobium cyclocarpum Dramaga-Bogor Litbang Kehutanan7 Maesopsis eminii (kayu

afrika)Cisarua-Bogor PTPN VIII

8 Aquilaria crassna * Tajur-Bogor SEAMEO-BIOTROP9. Tectona grandis (jati)

Informasi detail sumber-sumber benih sejumlah jenis pohon yang telah diidentifi kasi dapat diperoleh di Balai Perbenihan Tanaman Hutan, Dinas Kehutanan Kabupaten, dan sejumlah perusahaan hutan tanaman industri dan Perhutani di Jawa.

Page 104: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

102 | Manual Pelatihan

Tabel . Perlakuan awal benih, lama berkecambah dan jumlah benih per kg beberapa jenis tanaman

Nama BotaniNama Umum

PerlakuanLama

berkecambah (hari)

Jumlah benih per

kgAnthocephalus cadamba

Jabon Tanpa perlakuan, tetapi benihnya harus dicampur dengan pasir halus sebelum ditabur

10 – 14 26,182,000

Acacia mangium Acasia Masukan dalam air hangat (40oC) selama 30 detik sampai 1 menit dan rendam selama 1 malam dalam air dingin

3 - 6 40,000 – 70,000

Anacardium occidentale

Jambu mete

Pisahkan biji dan buahnya 12 200 - 900

Annona muricata Sirsak Direndam selama 1 malam 2 - 3 1,750Artocarpus heterophyllus

Nangka Kupas kulit biji dan rendam di air dingin selama 24 jam

3 - 5 45 - 90

Azadirachta indica Nimba Rendam di air dingin selama 3-6 hari 3 - 5 4,000–6,000

Carica papaya Papaya Keluarkan lapisan berlendir, bersihkan dan kering anginkan

7 4700 - 7600

Coff ee spp. Kopi Keluarkan kulit buah dan rendam selama 24 jam dalam air dingin

30 2000

Delonix regia Flamboyan Masukan dalam air panas selama 10 detik dan rendam dalam air dingin selama 24 jam

12 - 20 1,600 – 9,300

I.2.3. Penyemaian Benih

a. Perlakuan Benih Sebelum Penyemaian

Agar benih dapat segera berkecambah,

perlu diberi perlakuan awal. Hal ini

agar benih sehat yang awalnya sulit

berkecambah menjadi cepat berkecambah

setelah diberi perlakuan pendahuluan.

Perlakuan pendahuluan dilakukan pada

kelompok benih ortodok, sedangkan benih

rekalsitran umumnya tidak perlu perlakuan

pendahuluan karena benih kelompok ini

lebih mudah dan cepat berkecambah.

Setiap jenis memiliki cara khusus untuk

mempercepat proses perkecambahan,

antara lain dengan cara : (1) melakukan

perendaman di dalam air panas dan dingin

(misalnya sengon, akasia, ekaliptus), (2)

direndam dan dijemur (jati), (3) disangrai

(jati), dengan bantuan jamur dekomposer

(panggal buaya), (4) memecahkan kulit

benih (sirsak). Perlakuan awal benih, lama

berkecambah dan jumlah benih per kg

beberapa jenis tanaman dsajikan dalam

Tabel di bawah ini.

Page 105: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 103

b. Penyiapan Media Kecambah

Media kecambah digunakan untuk

melakukan proses perkecambahan

benih yang ditandai oleh keluarnya

akar. Kegunaan media kecambah adalah

memberikan lingkungan yang sesuai untuk

terjadinya perkecambahan benih, untuk

itu media kecambah harus : (1) porous

(mudah meresapkan air dan sirkulasi udara),

sehingga memudahkan semai untuk

disapih dan meminimalkan kerusakan akar

saat penyapihan, (2) selalu lembab, (3)

tidak tergenang air,(4) tidak kering, dan (5)

steril dari kemungkinan penyakit. Media

kecambah dapat dibuat dengan beberapa

komposisi, antara lain : (1) pasir murni, (2)

campuran pasir sungai : tanah dengan

perbandingan 2 : 1, (3) campuran arang

sekam : tanah = 2 : 1, (4) campuran arang

sekam : pasir sungai = 1 : 1, dll.

Gambar 20. Memecah kulit benih sirsak untuk perecapatan perkecambahan. Sumber OWT, 2011

Durian zibethinus Durian Keluarkan daging buah dan bersihkan 2 – 3 45Leucaena diversifolia

Ipil-ipil Rendam dalam air panas selama 3 menit

7 - 15 15,000

Leucaena leucacephala

Gamal Rendam dalam air dingin selama 36 jam

5 - 12 13,000

Mangifera indica Mangga Keluarkan kulit biji 6 - 9 40Pterocarpus macrocarpus

Nara Rendam dalam air hangat (50 °C) selama 10 menit

4 - 15 1,500 – 2,000

Swietenia macrophylla

Mahoni Rendam dalam air hangat (50 °C) selama; Patahkan sayap benih 5 menit

14 - 28 2,300

Toona sureni suren Tanpa perlakuan 4 - 7 60,000 – 75,000

Tamarindus indica Asam a) Rendam selama 5–6 hari dalam air dingin;(b) rendam dalam air hangat selama 24 jam

13 1,000 – 2,600

Tectona grandis Jati Rendam benih pada air mengalir selama 24 jam, jemur di matahari selama 1-2 hari

14 - 68 1,000 – 1,200

Page 106: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

104 | Manual Pelatihan

c. Teknik Penyemaian Benih

Tahap penyemaian benih adalah sebagai

berikut :

- Siapkan media semai lalu masukkan ke

dalam bak tabur, bak kecambah plastik,

atau bak kecambah papan kayu

- Basahkan media dengan air, tetapi tidak

sampai becek

- Untuk benih kecil dan halus, penyemaian

dilakukan dengan cara menabur benih

secara merata pada media kecambah, lalu

benih yang telah ditabur ditutup media

secara tipis

- Untuk benih ukuran sedang, penyemaian

dilakukan dengan cara menanam benih

hingga kedalaman ½ - ¾ bagian benih.

Bagian yang dipendam adalah bagian

tempat keluarnya akar. Jika posisi ini

terbalik, maka saat akar keluar tidak

mengenai media kecambah sehingga

bisa menyebabkan semai mati akibat akar

tidak menyerap air dari media.

- Media semai harus dijaga kelembabannya

agar proses perkecambahan tetap dapat

berjalan dengan baik. Penyiraman jangan

sampai menyebabkan media becek.

I.2.4. Penyapihan

a. Penyiapan Media Sapih

Media sapih digunakan sebagai media

pertumbuhan semai hingga menjadi

bibit siap tanam. Komposisi media sapih

akan menentukan kualitas pertumbuhan

bibit. Media sapih dibuat dari beberapa

komposisi media, seperti tanah, kompos,

arang sekam, pasir, serbuk gergaji, kokopit,

dll. Namun apapun komposisinya, media

sapih sebaiknya dapat menghasilkan

pertumbuhan bibit yang optimal dan

menghasilkan media perakaran yang

kompak.

Media sapih dapat dibuat dari komposisi

tanah : arang sekam : pupuk kandang

dengan perbandingan 2 : 1 : 1. Namun

demikian terdapat beberapa contoh

komposisi media sapih yang dapat

digunakan pada beberapa jenis tanaman,

antara lain

Campuran tanah : pupuk kandang

kotoran sapi = 3 : 1, misalnya untuk Gambar 21. Proses penyemaian benih. Sumber OWT, 2010

Page 107: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 105

ekaliptus dan meranti

Tanah liat, khususnya untuk angkutan

jarak jauh sehingga kekompakan media

tetap terjaga. Jika persemaian dekat,

dapat digunakan media campuran

lumpur : pasir = 2 : 1

Campuran pasir : tanah : kompos daun

= 7 : 2 : 1, misalnya untuk cempaka, kayu

afrika, kepuh, suren, balsa, sungkai,

tanjung, jati, gmelina, kemlandingan,

kesambi, mindi, sengon

Campuran tanah : kompos = 3 : 1 dan

penanaman tanaman inang misalnya

untuk tanaman cendana

Campuran tanah : pupuk kandang atau

kompos = 1 : 1, misalnya nyatoh. durian

Campuran tanah : sekam padi atau tanah :

kompos = 3 : 1, misalnya untuk sentang

Campuran tanah : pasir : kompos = 1 : 1 :

1, misalnya untuk duabanga

Campuran tanah : pupuk kandang = 2 : 1,

misalnya pala

Campuran tanah : pasir = 1 : 1, misalnya

rotan manau

Campuran tanah : pasir = 3 : 1, misalnya

kemenyan

Campuran tanah : pasir = 2 : 1, misalnya

kemiri

b. Teknik Penyapihan

Penyapihan adalah proses memindahkan

semai dari bak tabur/kecambah ke dalam

media sapih di dalam polybag. Hal penting

yang perlu diperhatikan dalam kegiatan

penyapihan semai adalah meminimalkan

tingkat kerusakan akibat proses penyapihan.

Kerusakan antara lain dapat disebabkan

oleh : kerusakan akar atau kerusakan batang.

Secara sederhana teknik penyapihan semai

disajikan sebagai berikut :

- Siapkan media tumbuh bibit dalam

polybag ukuran dengan komposisi media

tertentu untuk penyapihan semai

- Basahi media tumbuh bibit dengan air

hingga jenuh

- Siapkan semai dalam bak kecambah/

media perkecambahan lain yang akan

disapih ke media tumbuh bibit

- Pilih semai yang siap sapih, antara lain

telah memiliki sepasang daun

- Basahi media kecambah hingga jenuh

agar semai mudah dicabut sehingga

kerusakan akar dapat dikurangi

- Siapkan wadah berisi air untuk

menampung cabutan semai dari media

kecambah

- Perlahan-lahan cabutlah semai dari media

kecambah, lalu masukkan ke dalam

wadah berisi air sehingga mengurangi

Page 108: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

106 | Manual Pelatihan

penguapan semai.

- Buat lubang pada media tumbuh bibit

dalam polybag lalu pindahkan semai

secara perlahan ke media tumbuh bibit

yang telah disiapkan

- Tutup kembali atau tekan media secara

perlahan sehingga semai dapat berdiri

dengan kokoh

- Tempatkan hasil semai yang telah disapih

di bawah naungan paranet hingga siap

dipindahkan untuk adaptasi di tempat

terbuka (khususnya untuk jenis yang

tidak perlu naungan).

I.2.5. Pemeliharaan Bibit

Beberapa kegiatan utama dalam

pemeliharaan bibit di persemaian adalah

sebagai berikut :

- Lakukan penyiraman secara rutin, pagi

(sekitar jam 8) dan sore hari (jam 4),

khususnya jika tidak hujan

- Bibit dipelihara hingga siap tanam

- Setiap 2 – 3 minggu lakukan penggeseran

posisi bibit di bedeng sapih agar akar

tidak terlalu dalam menembus tanah

karena dapat menyebabkan kelayuan

hingga kematian bibit saat diangkut dari

persemaian ke lokasi penanaman

- Lakukan pencegahan jika terjadi tanda-

tanda penyakit atau hama tanaman

dengan menggunakan pestisida organik.

I.2.6. Seleksi Bibit Sebelum Penanaman

Untuk meningkatkan keberhasilan tanaman,

maka sebelum penanaman perlu dilakukan

seleksi bibit. Bibit yang layak ditanam harus

Gambar 23. Penyapihan semai. Sumber OWT, 2012

Gambar 22. Kondisi semai mahoni (kiri) dan suren (tengah dan kanan) siap sapih. Sumber OWT, 2011

Page 109: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 107

memenuhi kriteria sebagai berikut :

- Pangkal batang telah berkayu dan

memenuhi tinggi minimal 30 cm

- Bibit sehat dan seragam

- Bibit tidak sedang memiliki daun muda

- Media perakaran kompak, artinya jika

polybag dilepas maka media tanaman

tidak hancur/lepas tetapi tetap kompak.

Media yang hancur akan menyebabkan

banyak akar putus sehingga dapat

menyebabkan kematian saat ditanam di

lapangan

- Batang bibit lurus dan tidak bercabang

- Bagian pucuk bibit tidak patah atau

mati, karena akan menyebabkan banyak

tumbuh trubusan

I.2.7. Tata Waktu Pembibitan

Tabel 2. Tata Waktu Pembibitan

No Kegiatan Bulan ke-    Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov

 1 Pengadaan benih X 2 Pengadaan bahan dan alat persemaian  X

 3Pembangunan sarana & prasarana persemaian  X

 4 Penyemaian benih  X X 5 Penyapihan semai ke media di polybag  X X 6 Pemeliharaan bibit di persemaian  X X X X X X 7  Selekesi bibit sebelum penanaman X

Gambar 24. Proses Seleksi Bibit

Page 110: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

108 | Manual Pelatihan

II. Penanaman di Daerah Tangkapan Air

II.1. Persyaratan Penanaman

Penanaman akan gagal jika tidak memenuhi

persyaratan penanaman. Hal ini biasanya

karena kita hanya berfi kir asal bibit sudah

ditanam, sehingga tidak peduli apakah bibit

yang ditanam akan tumbuh baik atau tidak.

Beberapa persyaratan penanaman adalah:

II.1.1. Kesesuaian Tempat Tumbuh/Jenis

Tanaman akan tumbuh dengan baik jika

memenuhi kesesuaian tempat tumbuh.

Kesesuaian tempat tumbuh meliputi :

kesesuaian tanaman terhadap : jenis tanah,

iklim (curah hujan, suhu), kondisi air dan

ketinggian tempat. Cara paling sederhana

untuk mengetahui kesesuaian tempat

tumbuh suatu jenis adalah dengan melihat

apakah terdapat jenis yang sama telah

tumbuh dengan baik di lokasi tersebut.

II.1.2. Kesesuaian Musim Tanam

Penanaman harus dilakukan pada musim

hujan. Kondisi terbaik penanaman adalah

pada awal musim hujan sampai minimal

satu bulan sebelum akhir musim hujan.

Kenyataan di lapangan menunjukkan

bahwa kematian tanaman sebagian besar

disebabkan karena kurangnya pasokan air

akibat penanaman dilakukan pada akhir

musim hujan atau bukan pada musim hujan.

II.1.3. Kesesuaian Teknik Menanam

Salah satu penyebab kegagalan

menanam adalah kesalahan dalam teknik

pelaksanaannya di lapangan, antara

lain : (1) cara mengangkut bibit yang

salah (kumpulan banyak bibit diangkut

dengan memegang bagian batangnya

tanpa menggunakan alat angkut) yang

menyebabkan batang bibit patah, (2) cara

melepas polybag yang tidak hati-hati

sehingga merusak akar, (3) Ukuran lubang

tanam terlalu sempit atau dangkal, (4) jarak

tanam yang terlalu rapat.

II.1.4. Kualitas Bibit

Bibit yang akan ditanam harus memenuhi

kriteria bibit siap tanam yang berkualitas.

Bibit siap tanam antara lain dicirikan oleh :

pangkal batang telah berkayu, bibit sehat,

media di polybag kompak, kecukupan

tinggi/diameter tanaman, batang kokoh/

tegar, dan memiliki batang tunggal, tidak

bercabang, kekokohan bibit, dan secara

genetik diperoleh dar induk yang unggul.

II.2. Teknik Penanaman

Cara, Sistem dan Pola Tanam akan berbeda-

Page 111: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 109

beda sesuai tujuan penanaman dan

keragaman kondisi lahan seperti: tingkat

kelerengan, tingkat penutupan vegetasi, pola

penggunaan lahan yang bervariasi, sertav

kepekaan erosi.

II.2.1. Cara Penanaman

II.2.1.1. Cara penanaman Pada Lahan

Terbuka

- Baris dan larikan tanaman lurus

Cara tanam ini sesuai untuk lahan dengan

tingkat kelerengan datar tetapi peka

terhadap erosi. Baris dan larikan tanaman

dibuat lurus dengan jarak tanam teratur.

Pada lahan hutan negara jumlah tanaman

adalah 1100 batang/ha (jarak tanam 3

m x 3 m) sedangkan pada lahan Hutan

Rakyat jumlah tanaman 400 batang/Ha

(jarak tanam 5 m x 5 m). Penanaman

dilakukan dengan sistem jalur dan pola

tanam monokultur atau campuran.

- Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan

tingkat kelerengan datar hingga landai

dan tanah tidak peka terhadap erosi.

Baris dan larikan tanaman dibuat lurus

dengan jarak tanam teratur. Pada Hutan

Rakyat jumlah tanaman 400 batang/

Ha (jarak tanam 5 m x 5 m). Penanaman

dilakukan dengan sistem jalur dan pola

tumpangsari, di mana di antara tanaman

pokok akan dilakukan penanaman

tanaman semusim.

- Penanaman searah garis kontur

Pola tanam ini sesuai untuk lahan dengan

kelerengan agak curam hingga sangat

curam dan peka erosi. Pada Hutan

Rakyat jumlah tanaman 400 batang/

ha. Penanaman dilakukan dengan sistim

cemplongan dan pola tanam monokultur

atau campuran.

II.2.1.2 . Cara penanaman di Lahan

Tegalan/Pekarangan

Umumnya di lahan tegalan sudah terdapat

tanaman kayu kayuan maupun tanaman

MPTS. Dalam rangka pengembangan hutan

rakyat, pada lahan tegalan yang jumlah

pohon dan anakannya kurang dari 200

batang/ha dapat dilakukan pengkayaan

Gambar 25. Tanaman jalur dengan sistem tumpangsari

Page 112: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

110 | Manual Pelatihan

tanaman. Pola penanaman di lahan tegalan

meliputi :

- Penanaman pengkayaan pada batas

pemilikan lahan

Pada lahan tegalan biasanya sudah

terdapat tanaman kayu kayuan/MPTS,

maka tanaman baru sebagai tanaman

pembatas maksimal 200 batang/ha.

- Pengkayaan penanaman/sisipan

Pada lahan tegalan biasanya sudah

terdapat tanaman kayu kayuan dan MPTS,

maka tanaman baru sebagai tanaman

pengkayaan sisipan sejumlah 200 batang/

ha.

II.2.2. Sistem Penanaman

- Sistem Cemplongan : teknik penanaman

yang dilaksanakan dengan pembuatan

lobang tanam dan piringan tanaman.

Pengolahan tanah hanya dilaksanakan

pada piringan disekitar lobang tanaman.

Sistem cemplongan dilaksanakan pada

lahan-lahan yang miring dan peka

terhadap erosi,

- Sistem jalur : teknik ini dilaksanakan

dengan pembuatan lobang tanam

dalam jalur larikan, dengan pembersihan

lapangan sepanjang jalur tanaman.

Teknik ini dapat dipergunakan di lereng

bukit dengan tanaman sabuk gunung,

- Sistem tugal/zero tillage : teknik

ini dilaksanakan dengan tanpa olah

tanah (zero tillage). Lubang tanaman

dibuat dengan tugal (batang kayu yang

diruncingi ujungnya). Teknik ini cocok

untuk pembuatan tanaman dengan

benih langsung terutama pada areal

dengan kemiringan lereng yang cukup

tinggi, namun tanahnya subur dan peka

erosi.

II.2.3. Pola Penanaman

- Pola Tumpangsari/Campuran :adalah pola

penanaman antara tanaman tahunan

Gambar 26. Pola tanam tumpangsari (kiri) dan pola campuran (kanan). Sumber OWT, 2011

Page 113: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 111

dan tanaman semusim atau penanaman

beberapa jenis tanaman tahunan pada

satu lahan yang sama. Pola ini dapat

dilakukan dengan cara agroforestry

sederhana maupun agroforestry komplek.

- Pola Monokultur : yaitu pola penanaman

yang menerapkan hanya satu jenis

tanaman tahunan pada suatu lahan.

II.3. Tahapan Penanaman

II.3.1. Persiapan Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang perlu disiapkan dalam

kekgiatan sebelum, sesaat, dan setelah

penanaman antara lain : cangkul, linggis,

golok, ajir (dibuat dari bambu lebar 3 cm,

tinggi 120 cm, pangkal dicat merah 10 cm

dan ujung runcing), kompas, GPS, meteran

rol 50 m, tali plastik 100 m, keranjang atau

alat angkut bibit dan alat ondol-ondol untuk

penjaluran pada lahan miring.

II.3.2. Pembersihan Lapangan dan Jalur

Tanam

Pembersihan lapangan akan sangat

terkait dengan lokasi dan kondisi vegetasi

yang ada. Pembersihan lapangan akan

menghindari teknik pembersihan total

dengan cara membakar lahan, karena cara

tersebutakan menghilangkan vegetasi

tumbuhan bawah yang mengakibatkan

peningkatan aliran permukaan.

Pembersihan lapangan akan mengutamakan

pembersihan secara mekanik atau dengan

menggunakan gabungan antara mekanik

dan mesin rumput. Pembersihan lapangan

dapat dilakukan dengan beberapa cara

tergantung kondisi penutupan lahan,

kemiringan lahan, dan tingkat kerawanan

erosi.

Cara pembersihan lapangan adalah:

II.3.2.1. Kondisi Lahan Terbuka dan Datar

Pada kondisi ini gulma, rumput atau

alang-alang dibersihkan sepanjang jalur

tanam dengan lebar 1 m. Pembersihan

dapat dilakukan menurut larikan dan baris

tanaman. Pembersihan jalur tanam dapat

dilakukan dengan menggunakan parang

untuk memotong gulma-gulma berkayu

lalu dilanjutkan dengan mesin rumput

untuk membersihkan gulma-gulma tidak

Gambar 27. Pola tanam monokultur. Sumber Ujang, 2009

Page 114: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

112 | Manual Pelatihan

berkayu. Namun jika mesin rumput tidak

tersedia dapat dilakukan secara manual

dengan parang. Selanjutnya di sekitar

lubang tanam dilakukan pembersihan

gulma dan penggemburan tanah selebar 1

m mengelilingi lubang tanam.

II.3.2.2. Kondisi Lahan Terbuka, Miring

dan Tidak Rawan Erosi

Pembersihan lahan pada jalur tanam

menurut kontur. Pada kondisi seperti ini

lahan harus dibersihkan selebar 1 m pada

jalur tanam sesuai kontur. Pada lahan

yang bukan jalur tanam tidak dilakukan

pembersihan lahan sehingga vegetasi

yang tumbuh dibiarkan hidup, agar tidak

tidak menyebabkan peningkatan erosi

tanah karena pada bukan jalur tanam

tersebut tidak dilakukan pembabatan dan

pembersihan gulma.

II.3.2.3. Kondisi Lahan Terbuka, Miring,

dan Rawan Erosi

Pada kondisi ini pembersihan lahan

dilakukan secara cemplongan, yaitu

lahan dibersihkan hanya pada radius 1

meter sekitar lubang tanam dan lakukan

penggemburan jika tanah agak padat

dilakukan penggemburan tanah, sedangkan

pada jalur tanam atupun antar jalur tanam

tidak dilakukan pembersihan lahan.

II.3.2.4. Kondisi Lahan Terbuka, Sangat

Curam, Tanah Subur, dan Rawan Erosi

Pada kondisi seperti ini tidak dilakukan

pembersihan lahan, namun penanaman

akan dilakukan dengan sistem tugal, yaitu

memasukkan benih pada lubang-lubang

yang dibuat dengan tugal, yaitu batang kayu

berdiameter ± 5 cm yang ujungnya dibuat

runcing untuk memudahkan pembuatan

lubang tanam

Gambar 29. Pembuatan cemplongan. Sumber OWT, 2011

Gambar 28. Pembersihan pada lahan miring. Sumber OWT, 2011

Page 115: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 113

II.3.2.5. Kondisi Lahan Tegalan/Vegetasi

Jarang dan Datar

Pada kondisi ini vegetasi pohon sudah

ada, namun perlu dilakukan pengkayaan

tanaman dengan cara melakukan

penanaman sisipan atau pengkayaan pada

batas pemilikan lahan. Pembersihan pada

lahan seperti ini akan lebih menerapkan

sistem cemplongan, yaitu lahan dibersihkan

hanya sekitar lubang tanam dengan radius

1 m.

II.3.3. Penentuan Arah Larikan, Jarak

Tanam, dan Pemasangan Ajir

II.3.3.1. Lahan Terbuka, Datar atau Landai

Penentuan arah larikan, jarak tanam, dan

pemasangan ajir dilakukan dengan cara:

- Larikan ditetapkan menurut arah utara-

selatan, sehingga baris menurut barat-

timur

- Pada lahan hutan negara, jarak tanam

ditetapkan 3 m x 3 m sedangkan pada

Hutan Rakyat jarak tanam bisa 5m x 5m.

II.3.3.2. Lahan Terbuka dan Miring

Pada kondisi lahan terbuka dan miring, arah

larikan dan baris tanaman dibuat menurut

garis kontur.

II.3.3.3. Lahan Tegalan/Pekarangan

Pada lahan tegalan/pekarangan penanaman

akan menerapkan pengkayaan tanaman

secara sisipan dan penanaman pada batas

pemilikan lahan.

Gambar 32. Pemasangan ajir pada lahan miring. Sumber OWT, 2011

Gambar 30. Penanaman sistem tugal. Sumber OWT, 2011 Gambar 31. Pemasangan ajir pada lahan datar. Sumber OWT, 2011

Page 116: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

114 | Manual Pelatihan

- Penanaman pengkayaan sisipan

Tanaman disisipkan pada tegakan pohon

yang telah ada. Asumsinya, tegakan

pohon tersebut ditanam dengan jarak

tanam teratur sehingga arah larikan

mengikuti arah yang telah terbentuk

sebelumnya, di mana ajir-ajir untuk

penanaman sisipan ditempatkan pada

tempat kosong dengan patokan jarak

tanam tertentu, misalnya 5 m x 5 m. Jika

tegakan tersebut telah ditanam dengan

jarak tanam yang tidak teratur, maka ajir

dipasang pada tempat-tempat kosong

dengan tetap memperhatikan jarak

tanam. Untuk jelasnya lihat gambar

berikut :

- Penanaman pengkayaan pada batas

pemilikan lahan

Pada kondisi ini ajir dipasang di bagian

luar dari tanaman kayu yang sudah ada

sebagai batas pemilikan lahan. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

berikut :

II.3.4. Pembuatan Lubang Tanam

Lubang tanam dapat dibuat dengan ukuran

30 cm x 30 cm x 30 cm atau umumnya

menggunakan ukuran lebar cangkul. Jika

kondisi tanahnya padat, lubang tanam dapat

dibuat lebih lebar, misalnya dengan ukuran

40 cm x 40 cm x 30 cm (sekitar dua kali

ukuran lebar cangkul).

Selanjutnya di sekitar lubang tanam

buatlah piringan radius 1 m dengan cara

Gambar 34. Model pengkayaan pada batas pemilikan lahan. Sumber OWT, 2011

Gambar 33. Model pengkayaan tanaman sisipan. Sumber OWT, 2011

Page 117: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 115

membersihkan tanah dari gulma dan

tumbuhan bawah lainnya. Hal ini dilakukan

untuk mengurangi persaingan dengan

gulma sehingga tanaman pokok dapat

tumbuh secara optimal dalam mendapatkan

unsur hara maupun cahaya.

Untuk membantu pasokan unsur hara dan

perbaikan sifat fi sik tanah, maka pada setiap

lubang tanam disarankan ditambahkan

pupuk organic, baik berupa kompos daun-

daunan, bokashi, pupuk kandang, atau

pupuk kascing. Pupuk organik ditambahkan

sekitar 1/3 volume lubang tanam, atau

dapat juga ditambahkan sekitar 2-3 liter/

lubang tanam. Jika di atas lubang tanam

terdapat serasah-serasah yang telah

menjadi kompos, dapat juga dimasukkan

ke dalam lubang tanam sebagai kompos

alami. Untuk kompos buatan yang sudah

jadi, penambahan ke lubang tanam dapat

dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan

penanaman atau 1 hari sebelum

penanaman. Sedangkan kompos alami dari

serasah di lantai-lantai hutan dimasukkan ke

dalam lubang tanam sekitar 7 hari sebelum

penanaman, agar proses pengomposan

telah terbentuk sempurna sebelum

penanaman.

Pada waktu menggali tanah simpanlah

tanah bagian atas sebelah kiri, bagian bawah

sebelah kanan (lihat gambar 35)

II.3.5. Pengangkutan Bibit

Bibit yang diangkut adalah bibit yang telah

diseleksi di persemaian dan memenuhi

persyaratan untuk ditanam. Bibit yang layak

Gambar 35. Pembuatan Lubang Tanam, Sumber Wiyono 2012.

Ukurang lubang tanam 20-40 cm untuk bibit dari polybag

Ukuran lubang tanam 20-40 cm untuk bibit dari cabutan

Ukuran lubang 40 – 60 cm untuk bibit tanaman buah-buahan

Page 118: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

116 | Manual Pelatihan

ditanam harus memenuhi kriteria sebagai

berikut :

- Pangkal batang telah berkayu dan

memenuhi tinggi minimal 30 cm

- Bibit sehat dan seragam

- Media perakaran kompak, artinya jika

polybag dilepas maka media tanaman

tidak hancur/lepas tetapi tetap kompak.

Media yang hancur akan menyebabkan

banyak akar putus sehingga dapat

menyebabkan kematian saat ditanam di

lapangan

- Batang bibit lurus dan tidak bercabang

- Bagian pucuk bibit tidak patah atau

mati, karena akan menyebabkan banyak

tumbuh trubusan

Pengangkutan bibit dilakukan melalui dua

tahap, yaitu:

Pengangkutan dari persemaian ke

penampungan bibit di lokasi penanaman.

Pengangkutan bibit ke lokasi penanaman

dapat dilakukan dengan cara dipikul,

menggunakan motor, gerobak, atau jika

akses memungkinkan menggunakan

mobil. Tempat penampungan bibit

di lokasi penanaman harus tetap

memperhatikan kondisi lingkungan agar

bibit tidak layu, antara lain bibit harus

ditempatkan pada tempat yang ternaung.

Distribusi bibit ke lubang tanam.

Pada tahap ini harus memperhatikan

cara mengangkut bibit agar dapat

meminimalkan kerusakan. Kerusakan

biasanya disebabkan oleh cara membawa

bibit dengan memegang batang

bibit, sehingga bibit dapat lepas dari

polybag atau patah batang. Sebaiknya

distribusi bibit ke lubang tanam tetap

menggunakan alat angkut bibit seperti

dengan cara dipikul.

Hal-hal penting yang harus diperhatikan

dalam pengangkutan bibit adalah:

Bibit diangkut dengan cara dipikul, bukan

dipegang bagian batangnya karena akan

patah.

Jarak jangkau untuk memikul maksium

2 km, agar bibit tidak terlalu lama

dalam proses distribusi yang dapat

menyebabkan bibit layu

Jumlah bibit yang diangkut ke lubang

tanam disesuaikan dengan jadwal

penanaman dan kemampuan regu

menanam, jumlah bibit yang terlalu

banyak dan tertinggal di lapangan

karrena belum sempat ditanam dapat

layu sehingga bibit bisa mati setelah

ditanam.

Page 119: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 117

II.3.6. Pelaksanaan Penanaman

Teknik penanaman dilakukan dengan cara

sebagai berikut:

- Pastikan bahwa penanaman dilaksanakan

pada musim hujan

- Bibit dari persemaian yang jauh tidak

langsung ditanam, tetapi diadaptasikan

dahulu agar tidak layu

- Polybag sebaiknya dilepas dari media,

bukan dengan cara disobek.

- Melepas polybag dari media dapat

dilakukan dengan menekan media dalam

polybag sehingga polybag mudah untuk

dilepas.

- Lepaskan polybag secara perlahan agar

bibit tidak rusak, khususnya jika media

bibit kurang kompak.

- Kumpulkan polybag yang telah dilepas

karena dapat digunakan kembali untuk

pembibitan. Jangan membuang polybag

di lokasi penanaman karena akan menjadi

sumber pencemaran lingkungan.

- Letakkan bibit yang telah lepas

polybagnya ke dalam lubang tanam. Jika

lubang tanam sudah berisi kompos maka

bibit diletakkan dan ditimbun di antara

kompos.

- Masukkan tanah ke dalam lubang tanam.

Masukkan terlebih dahulu tanah lapisan

atas kemudian diikuti tanah lapisan

bawah. Selanjutnya, tekan tanah yang

telah ditimbun hingga kondisi bibit

tegak/kokoh.

Gambar 36. Cara mengangkut bibit benar (kiri) dan cara salah (kanan). Sumber OWT, 2011

Page 120: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

118 | Manual Pelatihan

- Agar tidak tergenang air saat hujan, tanah

di sekitar bibit dibuat agak lebih tinggi

dengan cara digundukkan

- Untuk areal yang banyak angin kencang,

ikat batang bibit dengan tali rafi a ke ajir.

II.4. Tahap Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan harus dilakukan

dengan baik, benar, dan periodik agar

proses pertumbuhan dan perkembangan

tanaman berjalan optimal. Kegiatan

pemeliharaan meliputi : penyulaman,

pemupukan, penyiangan dan pendangiran,

serta pengendalian hama dan penyakit.

II.4.1. Penyulaman

Tujuan penyulaman adalah untuk

meningkatkan persentase jadi tanaman

dalam satu kesatuan luas tertentu. Kegiatan

penyulaman untuk memenuhi jumlah

tanaman per hektar sesuai jarak tanamnya.

Penyulaman sebaiknya dilakukan pada

sore hari dan atau pagi hari sebelum

terik matahari. Frekuensi dan intensitas

penyulaman adalah sebagai berikut :

Penyulaman tanaman pokok dilakukan

maksimal 2 kali selama daur, yaitu 1-2

bulan setelah penanaman (Pemeliharaan

Tahun Berjalan) dan akhir kegiatan

Tahun II (Pemeliharaan Tahun I) yang

dilaksanakan selama hujan masih turun

atau air tersedia.

Penyulaman dilakukan untuk mengganti

bibit yang mati.

Cara penyulaman dapat dilakukan melalui

empat tahap, yaitu:

1. Menginventarisasi seluruh tanaman yang

mati pada setiap jalur tanaman. Kegiatan

ini dilakukan pada tahun pertama (1-2

bulan setelah penanaman) dan tahun

kedua.

2. Tanaman yang disulam adalah tanaman

yang mati, tanaman tidak sehat/merana,

tanaman yang rusak (patah, bengkok,

daun gandul). Penyulaman juga dilakukan

pada lubang tanam yang tidak ada

tanamannya.

3. Penyulaman dapat dilakukan pada saat

Gambar 37. Teknik Penanaman

Tamah Lapisan atas/

humus

Page 121: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 119

monitoring jalur tanaman

4. Penyulaman tahun berjalan

menggunakan bibit dari persemaian yang

seumur dan sehat.

II.4.2. Penyiangan

Tujuan penyiangan tanaman adalah untuk

memberi ruang tumbuh yang lebih baik

pada tanaman pokok agar pertumbuhan

dan presentase hidupnya meningkat. Hal

yang perlu diperhatikan dalam penyiangan:

Penyiangan harus segera dilakukan

jika gulma atau rumput yang tumbuh

di sekitar tanaman sudah pada tahap

mengganggu pertumbuhan tanaman

(sudah masuk di sekitar proyeksi tajuk).

Kegiatan penyiangan dilakukan sebanyak

dua kali pada kegiatan Pemeliharaan

Tahun Berjalan, yaitu pada umur 3 dan

6 bulan setelah penanaman. Lakukan

penyiangan pada waktu musim kemarau

atau musim penghujan.

Tanaman perlu disiangi pada saat 40-50%

dari tanaman pokok tertutup oleh gulma

(rumput, alang-alang, dan tanaman liar

lainnya).

Frekuensi dan intensitas penyiangan

dilaksanakan minimal 3-4 bulan sekali

dalam setahun sampai dengan umur 2

tahun.

Kegiatan penyiangan diakhiri ketika

tanaman pokok mampu bersaing

dengan tanaman liar terutama dalam

memperoleh kebutuhan cahaya matahari.

Untuk jenis yang cepat tumbuh,

kemampuan bersaing dengan gulma

dalam mendapatkan kebutuhan cahaya

matahari biasanya dicapai pada saat

tanaman berumur 2-3 tahun, sedangkan

untuk jenis yang lambat tumbuh dicapai

pada umur 3-4 tahun.

Tahap penyiangan adalah sebagai berikut:

Tanaman yang disiangi terdiri dari

tanaman pokok dan tanaman tepi

Penyiangan dilakukan dengan cara

manual dapat berupa piringan

berdiameter 1 m atau dengan sistem jalur

dengan lebar 1meter, dengan tanaman

pokok sebagai porosnya.

Semua tanaman gulma yang ada dalam

piringan atau jalur dibersihkan dengan

alat sederhana seperti koret, cangkul,

atau sabit. Cara pembersihannya dapat

dilakukan dengan pembabatan atau

pengolahan tanah.

Hasil babatan disingkirkan dibagian

luar jalur/piringan. Diharapkan hasil

pembabatan tersebut dapat menutupi

gulma.

Page 122: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

120 | Manual Pelatihan

Untuk gulma yang merambat penyiangan

dilakukan dengan memotong gulma (±

10 cm dari permukaan tanah).

II.4.3. Pendangiran

Tujuan pendangiran untuk memacu

pertumbuhan tanaman dengan cara

menggemburkan tanah di sekitar tanaman.

Pendangiran dilaksanakan pada waktu

musim kemarau menjelang musim hujan.

Pendangiran dilakukan pada tanaman yang

sudah berumur 1-4 tahun dan diutamakan

apabila terjadi stagnasi pertumbuhan,

tanah bertekstur berat/mengandung liat

tinggi, serta persiapan lahan tidak melalui

pengolahan tanah. Frekuensi dan intensitas

pendangiran adalah 1-2 kali dalam satu

tahun tergantung tingkat tekstur tanahnya.

Semakin besar tekstur tanahnya makin

sering dilakukan pendangiran. Dalam hal

ini pendangiran dilakukan saat tanaman

berumur 3 dan 6 bulan. Intensitas

pendangiran juga tergantung pada jarak

tanam dan kisarannya 50 cm sekeliling

tanaman. Cara pendangiran adalah sebagai

berikut :

Pendangiran dilakukan secara manual

di sekitar tanaman dengan radius 50 cm

tergantung pada jarak tanamnya.

Jika mendangir dengan menggunakan

cangkul, pencangkulan tanah jangan

terlalu dalam agar akar tanaman pokok

tidak terpotong.

II.4.4. Pemberian Pupuk

Pemupukan tanaman hutan bertujuan

untuk memperbaiki tingkat kesuburan

tanah agar tanaman mendapatkan nutrisi

yang cukup sehingga kuantiítas dan kualitas

tanaman meningkat. Pemupukan dilakukan

jika kondisi tanah miskin hara, tanaman

pertumbuhannya terlambat walaupun sudah

dilakukan penyiangan, dan dijumpai gejala

kekurangan unsur hara. Jenis pupuk yang

digunakan umumnya mengandung unsur

N,P,K. Namun demikian tidak menutup

kemungkinan tanaman kekurangan unsur

lain. Sehubungan dengan hal tersebut perlu

dilakukan diagnosa kebutuhan hara tanaman

dengan menggunakan data hasil analisa

jaringan tanaman/daun dan analisa tanah.

Sebelum pemupukan sebaiknya pH tanaman

Gambar 38. Pendangiran. Sumber RSSNC, 2009

Page 123: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 121

diketahui. Tanah yang pH-nya asam (pH

rendah) perlu diberi kapur dolomit (CaMgO3)

agar pH tanah naik sehingga pemupukan

memberikan respon dan dapat berjalan

efektif. Waktu pemupukan tergantung pada

kondisi iklim dan dilakukan menjelang atau

awal musim hujan. Bila diperlukan tambahan

pada pupuk yang sama, maka dilakukan

menjelang akhir musim hujan.

Pemupukan dilakukan umumya pada saat

tanaman berumur 1-3 bulan. Semakin

jelek tingkatkesuburan tanah dan lahan

yang diolah, pemupukan harus dilakukan

lebih awal, kemudian diulangi 6 hingga24

bulan sampai tinggi tanaman melampaui

tinggi gulma. Tanaman yang tumbuh kerdil

membutuhkan pupuk yang lebih banyak

dibanding tanaman yang tumbuh normal.

Pada tanah yang jelek dosis pemupukan

lebih tinggi dibandingkan tanah yang relatif

subur. Dosis pemupukan ditentukan dengan

membandingkan data hasil analisa jaringan

tanaman dan tanah.

Pupuk yang akan digunakan sebaiknya sudah

memenuhi standar mutu SNI (standar mutu

yang telah diakui). Pupuk diberikan terutama

pada lahan yang kadar pasirnya tidak terlalu

tinggi karena pemeberian pupuk anorganik

akan mudah tercuci saat turun hujan. Jika

lahan mengandung tanah (kandungan liat

tinggi), maka pupuk NPK dapat diberikan

pada umur 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun, dan

2 tahun setelah tanam. Dosis untuk setiap

tanaman pada masing-masing umur tanaman

adalah = 50 gram/ tanaman. Pupuk ditabur di

sekeliling proyeksi tajuk, di mana lahan telah

dibuat jalur melingkar (piringan) dengan

kedalaman ± 5 cm. Setelah pupuk ditabur

lalu ditutup kembali dengan tanah agar tidak

tercuci. Secara sederhana pemupukan dapat

dilakukan sebagai berikut :

Siapkan jenis pupuk yang diperlukan dan

sesuai dosis yang dianjurkan (misalnya

pupuk NPK dengan dosis 100 gram/

tanaman).

Sebelum dipupuk tanah sekeliling

tanaman disiangi dan dibuat lubang

melingkar di sekeliling batas tajuk

tanaman sedalam 5-10 cm

Taburkan pupuk secara merata sepanjang

lingkaran proyeksi tajuk tersebut

Tutup kembali pupuk yang telah ditabur

ke dalam lubang dengan tanah untuk

menghindari fi ksasi untuk fosfat dan

kalium.

Tanda-tanda tanaman yang kekurangan

unsur hara disajikan pada tabel di bawah ini.

Page 124: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

122 | Manual Pelatihan

Tabel 2. Tanda-Tanda Umum pada Bagian Tanaman yang Kekurangan Unsur Hara

Gejala kekurangan

unsurTanda-tanda umum

Nitrogen (N) Gejala-gejala kelihatan pada seluruh daun yang tua, warna daun menjadi hijau muda kemudian berubah menjadi kuning. Jaringan daun kemudian menjadi kering dan berwarna merah coklat. Tanaman kerdil, perkembangan buahnya tak sempurna, kecil dan lekas masak, pertumbuhan tinggi terlambat.

Phosporus (P) Gejala terlihat pada seluruh daun yang tua.Secara keseluruhan warna daun hijau tua, lebih hijau dari biasa, sering terlihat mengkilap kemerah-merahan. Tangkai daun kelihatan lancip, daun yang tua tersebut kadang-kadang menjadi khlorosis (kuning). Pembentukan buah kurang sempurna begitu pula produksi bijinya, jerami dan gandum berwarna abu-abu, tanaman tumbuhnya menjadi kerdil.

Kalium (K) Gejala terlihat pada daun yang tua, dan mulanya setempat pada daun itu. mula-mula daun mengkerut dan mengkilap, setelah itu pada ujung daun mulai kelihatan klorosis, yang menjalar diantara tulang-tulang daun. Terdapat bercak-bercak merah coklat kemudian sering jatuh sehingga daun-daun kelihatan bergigi dan mati.

Calcium (Ca) Gejalanya terlihat pada daun yang muda, pada mulanya kelihatan setempat, kecuali perubahan warna pada beberapa tempat mati. Pada ujung tepi daun mulai terlihat klorosis dan menjalar diantara tulang-tulang daun seperti kekurangan borium. Selain itu kekurangan kapur menyebabkan jumlah perakaran berkurang. Pada umumnya tanaman menjadi lemah.

M a g n e s i u m (Mg)

Gejalanya terlihat pada daun yang tua, yang mulanya setempat pada daun tersebut. Khlorosis mulai terlihat pada tulang-tulang daun dengan tekstur menjalar dengan temperatur dan warna daun berubah menjadi kuning dan merah coklat. Sedangkan tulang daun tetap hijau. Tanaman menjadi lemah, mudah terbakar atau daun kering karena terik matahari dan produksi biji berkurang.

Mangan (Mn) Gejalanya terlihat pada daun yang muda, pada mulanya kelihatan setempat. Selain perubahan warna pada beberapa tempat jaringan daun mati. Di antara tulang daun terjadi khlorosis dan biasanya mati. Sedangkan tulang daun tetap berwarna hijau. Bagian tengah helai daun kadang berwarna coklat dan kemudian patah, pembentukan biji kurang baik.

Zat besi (Fe) Gejalanya terlihat pada seluruh daun yang muda, awalnya tidak merata diantara tulang daun muda.

Belerang (S) Gejalanya terlihat pada seluruh daun yang muda. Warna daun menjadi hijau muda tidak merata, mengkilap keputihan sampai kuning sekali.

Borium (B) Gejalanya terlihat pada daun yang muda. Pada mulanya kelihatan setempat pada daun. Selain warna daun berubah, jaringan daun juga mati.Khlorosin dimulai dari bagian bawah daun dan menjalar kesepanjang tepi daun kemudian mati. Daun yang baru berukuran kecil dan kerdil.

Cuprum (Cu) Gejalanya terlihat pada daun yang muda. Mulanya terlihat setempat pada daun lalu ujung daun menjadi layu. Jaringan daun tidak ada yang mati. Pada daun yang muda terjadi chloroose.

Zincum (Zn) Gejalanya terlihat pada daun yang tua yang awalnya terjadi setempat pada daun tersebut. Khlorosis terjadi diantara tulang daun, kemudian mati dan gugur.

M o l o b d i n (Mo)

Kekurangan unsur ini menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal. Terjadi perubahan warna pada daun, daun mengeriput dan mengering, pucuk mati dan menyebabkan tanaman mati.

Page 125: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 123

Dalam realisainya di lapangan, pemupukan

lebih baik menggunakan pupuk organik

yang ramah lingkungan hasil produksi

masyarakat baik dalam bentuk pupuk

organik cair maupun pupuk organik padat.

Termasuk untuk pemenuhan kebutuhan

hara nitrogen, fosfor, dan kalium sangat

disarankan dengan pembuatan dari bahan-

bahan alami.

II.4.5. Pencegahan Hama dan Penyakit

Tanaman

Tujuan kegiatan adalah melindungi tanaman

dari serangan hama dan penyakit, serta

mencegah timbulnya serangan hama dan

penykait secara ekplosif. Pencegahan hama

dan penyakit yang sifatnya pencegahan

dilakukan sejak pembuatan tanaman,

antara lain dengan cara: pengawasan yang

intensif, pemupukan, pengaturan drainase,

penanaman jenis yang resisten hama dan

penyakit. Jika terjadi serangan hama dan

penyakit, maka teknik penanggulangannya

dapat dilakukan melalui beberapa cara,

antara lain:

Cara mekanis/fi sik, yaitu: dengan merusak

benalu, menghilangkan tanaman yang

sakit (misalnya dipotong atau ditimbun

dalam tanah).

Cara kimiawi, yaitu menggunakan

pestisida baik fungisida maupun

insektisida atau bahan kimia lain sesuai

dengan jenis penyebabnya. Dosis dan

tata cara penggunaan disesuaikan

dengan jenis pestisida yang digunakan.

Cara silvikultur, mengatur kerapatan

tegakan, komposisi jenis, dan mengatur

drainase.

Cara biologi, yaitu menggunakan

predator/musuh alami. Untuk serangan

cendawan akar putih pada cempaka

maka dapat dikendalikan dengan

menggunakan cendawan Trichoderma

sp sebagai musuh alami yang dapat

menekan kolonisasi cendawan patogen.

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan

secara dini agar tidak menimbulkan

kerugian yang besar terhadap tanaman. Jika

terdapat tanda-tanda serangan hama atau

penyakit maka perlu pengendalian. Untuk

pengendalian patogen yang disebabkan

oleh cendawan, maka dapat digunakan

fungisida, antara lain Mancozeb 80%

dengan dosis 1800-2000 ppm (1,8-2 gram/

liter). Adapun untuk penanggulangan

insekta dapat digunakan insektisida

dengan kandungan bahan aktif tertentu.

Dalam pelaksanaannya di lapangan,

Page 126: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

124 | Manual Pelatihan

penanggulangan hama dan penyakit akan

lebih disarankan menggunakan pestisida

organik yang telah diproduksi oleh

masyarakat.

II.5. Jadwal Kegiatan Penanaman

Jadwal kegiatan dapat disusun sebagaimana

contoh di bawah ini.

Tabel 3. Contoh Tata Waktu Kegiatan Penanaman dan Pemeliharaan Tahun I

No Kegiatan Bulan ke-

    Okt Nov Des Jan Feb Mar

1 Pengadaan bahan dan alat penanaman X

2 Pembersihan lahan X

3 Penngaturan jarak tanam dan pemasangan ajir X X

4 Pembuatan lubang tanam X

5 Pengangkutan bibit ke lokasi tanam X

6 Pelaksanaan penanaman X X

7 Evaluasi Tanaman Tahun Berjalan X

8 Pemeliharaan Tahun Berjalan (penyulaman 10 %)

X

9 Pemeliharaan Tahun Berjalan (penyiangan, pemupukan, pendangiran)

X

10 Monitoring dan Evaluasi Tahun I X

Evaluasi Kemampuan

Modul 4 (Persemaian Mini dan

Penanaman)

Soal Essay

1. Apa keunggulan membangun

persemaian jika dibandingkan dengan

pengadaan bibit dengan cara membeli

dari luar desa?

2. Sebutkan syarat-syarat persemaian yang

baik!

3. Sebutkan dan jelaskan secara ringkas

sarana dan prasarana yang dibutuhkan

dalam membangun persemaian!

4. Sebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan penanaman!

Page 127: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 125

5. Kegiatan apa saja yang diperlukan dalam

pemeliharaan tanaman?

Soal Pilihan Ganda

6. Di bawah ini adalah contoh benih yang

bersifat rekalsitran

a. Nangka, durian, sengon, meranti

b. Nangka, durian, alpukat, meranti

c. Sirsak, sengon, jati, jabon

d. Suren, durian, jati, cokelat

7. Berikut adalah salah satu syarat agar

perkecambahan benih berhasil

a. Media perkecambahan selalu

tergenang air

b. Media perkecambahan selalu lembab

c. Media perkecambahan sebaiknya

kering agar tidak terserang penyakit

d. Semuanya benar

8. Penanaman pada lahan sangat curam

dilakukan dengan cara

a. Jalur penanaman memotong kontur

dari bawah ke atas, dan jalur tanam

dibuat bersih

b. Jalur tanam searah kontur, vegetasi

yang ada di luar jalur tanam tetap

dipertahankan

c. Dilakukan pembersihan total untuk

memudahkan penanaman dan

mengurangi persaingan dengan gulma

d. Jalur dan baris dibuat lurus

9. Berikut ini adalah yang termasuk dalam

kegiatan pemeliharaan tanaman

a. Pembuatan ajir

b. Pendangiran

c. Pembuatan jalur tanam

d. Semua benar

10. Suatu lahan bervegatasi jarang (jumlah

individu jenis pohon < 500 batang/ha)

seluas 5 ha, maka berapa jumlah bibit

yang diperlukan untuk penanaman pada

kondisi lahan tersebut? (Terdapat acuan

bahwa untuk rehabilitasi pengkayaan

menerapkan 200 batang/ha dan

rehabilitasi penuh dengan jarak tanam 3

m x 3 m).

a. 5500 batang

b. 1300 batang

c. 2500 batang

d. 1000 batang

Page 128: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

126 | Manual Pelatihan

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

Daftar Pustaka

Anwar.C. dan E. Subiandono. 1996. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Badan Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Balai Litbang Teknologi Perbenihan. 2002. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Du-Hyun Kim. 2009. Forest Seed Storage Technology. Paper of Training on Forest Tree Seed

Management and Development. Korea Forest Research Institute

Harum F. dan Moestrup S. 2009. Pedoman Pembuatan Persemaian Pohon Untuk Petani.

Forest and Landscape Denmark (FLD) dan Burung Indonesia.

Kusmana.C., Sri.W., Iwan.H., Prijanto.P., Cahya.P.,Tatang.T., Adi.T., Yunasfi dan Hamzah., 2003.

Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan . Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Primavera, J.H. et al., 2004. Handbook of Mangroves in Philippines-Panay. Southeast Asian

Fisheries Development Center Aquaculture Department UNESCO Man and the Biosphere.

Panjiwibowo C, Soejachmoen MH, Tanujaya O, Rusmantoro W. 2003. Mencari pohon uang: CDM

kehutanan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pelangi.

Permenhut No. P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Direktorat jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.

Schmidt. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Danida

Forest Seed Center. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

Departemen Kehutanan.

Sub Teknik Konservasi Tanah. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. 1999. Informasi

Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan,

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Supriyanto. 1996. Penggunaan Inokulum Kelereng Alginat dalam Uji Efektifi tas pada Semai

Beberapa Jenis Dipterocarpaceae. Laporan DIP 1995/ 1996. SEAMEO-BIOTROP. Bogor.

Page 129: Buku Manual Pelatihan_res

41

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL46

75 Rehabilitasi

Hutan Bakau

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 127

Supriyanto. 1997. Pengenalan Silvikultur Tanaman Hutan dan Teknik Pembibitan Tanaman

Hutan. Makalah Pelatihan Manajemen Perbenihan dan Persemaian Tahun 1997 Tingkat

Asper/ KBKPH dan Sederajat. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Cianjur.

Supriyanto and Ujang S. Irawan. 1997. Inoculation Techniques of Ectomycorrhizae. Seminar

of Mycorrhizae, Ministry of Forestry – Overseas Development Administration/ United

Kingdom, 28 – 29 February 1997, Balikpapan, East Kalimantan.

Anwar.C. dan E. Subiandono. 1996. Pedoman Teknis Penanaman Mangrove. Badan Penelitian

dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Balai Litbang Teknologi Perbenihan. 2002. Atlas Benih Tanaman Hutan Indonesia. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Departemen Kehutanan.

Du-Hyun Kim. 2009. Forest Seed Storage Technology. Paper of Training on Forest Tree Seed

Management and Development. Korea Forest Research Institute

Kusmana.C., Sri.W., Iwan.H., Prijanto.P., Cahya.P.,Tatang.T., Adi.T., Yunasfi dan Hamzah., 2003.

Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan . Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Primavera, J.H. et al., 2004. Handbook of Mangroves in Philippines-Panay. Southeast Asian

Fisheries Development Center Aquaculture Department UNESCO Man and the Biosphere.

Panjiwibowo C, Soejachmoen MH, Tanujaya O, Rusmantoro W. 2003. Mencari pohon uang: CDM

kehutanan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Pelangi.

Permenhut No. P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan.

Direktorat jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, Departemen Kehutanan.

Schmidt. 2000. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis. Danida

Forest Seed Center. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial

Departemen Kehutanan.

Sub Teknik Konservasi Tanah. Direktorat Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. 1999. Informasi

Teknik Rehabilitasi dan Konservasi Tanah. Pusat Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan,

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Page 130: Buku Manual Pelatihan_res

MODUL 4. Pembangunan Persemaiandi Desa dan Penanaman Pohon

128 | Manual Pelatihan

Supriyanto. 1996. Penggunaan Inokulum Kelereng Alginat dalam Uji Efektifi tas pada Semai

Beberapa Jenis Dipterocarpaceae. Laporan DIP 1995/ 1996. SEAMEO-BIOTROP. Bogor.

Supriyanto. 1997. Pengenalan Silvikultur Tanaman Hutan dan Teknik Pembibitan Tanaman

Hutan. Makalah Pelatihan Manajemen Perbenihan dan Persemaian Tahun 1997 Tingkat

Asper/ KBKPH dan Sederajat. Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Cianjur.

Supriyanto and Ujang S. Irawan. 1997. Inoculation Techniques of Ectomycorrhizae. Seminar

of Mycorrhizae, Ministry of Forestry – Overseas Development Administration/ United

Kingdom, 28 – 29 February 1997, Balikpapan, East Kalimantan.

Page 131: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 129

Rehabilitasi Hutan Bakau

5MODUL

Page 132: Buku Manual Pelatihan_res

130 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

I. Pengenalan Ekosistem Hutan Bakau

I.1. Kawasan Pesisir

Indonesia dikenal sebagai negara bahari

dan kepulauan terbesar di dunia dengan

luas perairan laut, termasuk zona ekonomi

eksklusif (ZEE), sekitar 5.8 juta kilometer

persegi atau 75% dari total wilayah

Indonesia. Wilayah laut tersebut ditaburi

lebih dari 17.500 pulau dan dikelilingi

garis pantai sepanjang 81.000 km yang

merupakan terpanjang di dunia setelah

Kanada. Dari panjang pantai tersebut,

sekitar 1.2 juta Ha di antaranya berpotensi

sebagai lahan tambak, meski yang baru

dimanfaatkan sebagai tambak udang baru

sekitar 300.000 Ha.

Bagaimana dengan wilayah pesisir? Wilayah

pesisir merupakan daerah pertemuan

antara darat dan laut. Ke arah darat meliputi

bagian daratan, baik kering maupun

terendam air yang masih dipengaruhi sifat-

sifat laut seperti pasang surut, angin laut,

dan perembesan air asin. Sedangkan ke

arah laut meliputi bagian laut yang masih

dipengaruhi proses-proses alami yang

terjadi di darat, seperti sedimentasi dan

aliran air tawar, maupun yang disebabkan

oleh kegiatan manusia di darat seperti

penggundulan hutan dan pencemaran.

Sayangnya, kekayaan alam laut dan pesisir

Indonesia yang berlimpah tersebut terus

mengalami kerusakan. Di daratan, hutan-

hutan alami yang berfungsi sebagai

pengatur tata air terus ditebangi. Di pesisir,

hutan bakau dan terumbu karang juga

mengalami nasib yang sama. Kerusakan

tersebut tak hanya mengganggu ekosistem

pesisir, tapi juga akan mengurangi sumber

pendapatan ekonomi masyarakat di

sekitarnya, bahkan bagi perekonomian di

Indonesia secara luas.

Masyarakat dapat melakukan berbagai

kegiatan secara bersama, seperti

penanaman kembali hutan bakau,

melakukan budidaya hasil laut secara baik

untuk mengurangi aktivitas penangkapan

langsung dari alam, serta pemeliharaan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Gambar 1. Kawasan Pesisir Wori, Kec. Wori, Kab. Minahasa Utara, salah satu lokasi pilot PNPM LMP (©Agustinus Wijayanto/WCS IP)

Page 133: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 131

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

dan pemulihan kondisi terumbu karang.

Masyarakat juga dapat mencegah kerusakan

dengan mengurangi segala kegiatan yang

dapat merusak lingkungan pesisir.

I.2. Pengenalan Ekosistem Bakau

Ekosistem bakau adalah suatu sistem di

alam tempat berlangsungnya kehidupan

yang mencerminkan hubungan timbal

balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya dan diantara makhluk hidup

itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,

terpengaruh pasang surut air laut, dan

didominasi oleh spesies pohon atau semak

yang khas dan mampu tumbuh dalam

perairan asin/payau (Santoso, 2000).

Ekosistem utama di daerah pesisir adalah

ekosistem bakau, ekosistem lamun dan

ekosistem terumbu karang. Menurut

Kaswadji (2001), tidak selalu ketiga

ekosistem tersebut dijumpai, namun

demikian apabila ketiganya dijumpai maka

terdapat keterkaitan antara ketiganya.

Masing-masing ekosistem mempunyai

fungsi sendiri-sendiri.

Ekosistem bakau merupakan penghasil

detritus, sumber nutrien dan bahan organik

yang dibawa ke ekosistem padang lamun

Gambar 2. Hamparan Hutan Bakau. (Dok WCS IP)

Page 134: Buku Manual Pelatihan_res

132 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

oleh arus laut. Sedangkan ekosistem lamun

berfungsi sebagai penghasil bahan organik

dan nutrien yang akan dibawa ke ekosistem

terumbu karang. Selain itu, ekosistem lamun

juga berfungsi sebagai penjebak sedimen

(sedimen trap) sehingga sedimen tersebut

tidak mengganggu kehidupan terumbu

karang. Selanjutnya ekosistem terumbu

karang dapat berfungsi sebagai pelindung

pantai dari hempasan ombak (gelombang)

dan arus laut. Ekosistem bakau juga

berperan sebagai habitat (tempat tinggal),

tempat mencari makan (feeding ground),

tempat asuhan dan pembesaran (nursery

ground), tempat pemijahan (spawning

ground) bagi organisme yang hidup di

padang lamun ataupun terumbu karang.

Di samping hal-hal tersebut di atas, ketiga

ekosistem tersebut juga menjadi tempat

migrasi atau sekedar berkelana organisme-

organisme perairan, dari hutan bakau ke

padang lamun kemudian ke terumbu karang

atau sebaliknya (Kaswadji, 2001).

Indonesia dikaruniai kawasan bakau

yang sangat luas, yaitu sekitar 3,7 juta

hektar. Kawasan Bakau tersebut tersebar

di pesisir-pesisir Sumatera, Kalimantan,

Jawa, Bali, hingga Papua. Tetapi, kegiatan

pembangunan di wilayah pesisir telah

mengurangi luas hutan bakau di Indonesia.

Gambar 3. Tipe Ekosistem Pesisir

Page 135: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 133

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Penyebabnya antara lain adalah: pembukaan

lahan atau konversi hutan menjadi kawasan

pertambakan, permukiman, industri dan

lain-lain. Selain konversi, kerusakan hutan

bakau juga terjadi akibat pemanfaatan yang

intensif untuk kayu bakar, bahan bangunan,

pemanfaatan daun bakau sebagai makanan

ternak, serta penambangan pasir laut di

sepanjang pantai bagian depan kawasan

bakau.

Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai

tersebut sebagai hutan bakau. Sebenarnya,

hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan

mangrove. Istilah ‘Mangrove’ digunakan

sebagai pengganti istilah bakau untuk

menghindarkan kemungkinan salah

pengertian dengan hutan yang terdiri

atas pohon bakau Rhizophora spp. Karena

bukan hanya pohon bakau yang tumbuh

di sana. Selain bakau, terdapat banyak jenis

tumbuhan lain yang hidup di dalamnya.

Bakau adalah komunitas vegetasi pantai

tropis atau areal sub-tropis beserta seluruh

organisme yang didominasi oleh bebeapa

pohon bakau yang mampu tumbuh dan

berkembang di daerah pasang surut pantai

berlumpur. Bakau juga tumbuh subur di

sepanjang delta, estuaria dan danau di pinggir

laut (coastal lagoon) yang dilindungi oleh

batu karang, tumpukan pasir atau struktur

lain dari gelombang dan pasang air laut.

Sebagian jenis bakau tumbuh dengan baik

pada tanah berlumpur, terutama di daerah

dimana endapan lumpur terakumulasi.

Tumbuhan bakau memiliki kemampuan

khusus untuk beradaptasi dengan

lingkungan dengan kondisi lingkungan

yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang

tergenang, kadar garam yang tinggi

serta kondisi tanah yang kurang stabil.

Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan

bakau beradaptasi salah satunya melalui

perakarannya. Beberapa jenis bakau yang

diketahui di Indonesia antara lain Avicennia,

Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops.

Lumnitzera, Exoeceria, Xylocarpus, Aegiceras,

Scyphyphora. Bakau juga digunakan untuk

jenis tumbuhan yang terdapat dipinggiran

bakau seperti Barringtonia.

Gambar 4. Distribusi mangrove di Asia Tenggara (FAO and Wetlands International, 2006)

Page 136: Buku Manual Pelatihan_res

134 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Bakau yang tumbuh dan berkembang

menunjukkan adanya zonasi terhadap

jenis-jenis tertentu, dari mulai dari yang

terdekat dengan kawasan pesisir hingga

yang berbatasan dengan daratan. Hal

ini berkaitan dengan pasang surut/tinggi

rendahnya pasang surut. Daerah yang

digenangi walaupun pada saat pasang

rendah sekalipun dapat dijumpai dan

didominasi oleh jenis Avicennia atau

Sonneratia.

Zonasi hutan bakau adalah daerah tempat

tumbuh dan berkembangnya berbagai

macam vegetasi hutan bakau.

Daerah yang paling dekat dengan laut,

Sonneratia alba

Rhizopora apiculata Rhizopora mucronata

Avicennia marina

Gambar 5. Jenis-jenis Bakau. Sumber : (http://bmcmangrove.blogspot.com)

Page 137: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 135

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

dengan subtrat agak berpasir, sering

ditumbuhi oleh Avicennia spp

Lebih kearah darat, hutan bakau

umumnya di dominasi oleh Rhizophopora

spp.

Zona berikutnya di dominasi oleh

Bruguiera spp.

Zona transisi antara hutan bakau dengan

hutan dataran rendah bisa ditumbuhi

oleh pohon nipah (Nypa fruticans), dan

beberapa spesies palm lainya.

Di dalam hutan bakau, terdapat berbagai

jenis fauna, membentuk percampuran

antara 2 (dua) kelompok:

Kelompok fauna daratan / terestrial yang

umumnya menempati bagian atas pohon

bakau, terdiri berbagai jenis serangga,

ular, primata, dan burung. Kelompok ini

tidak mempunyai sifat adaptasi khusus

untuk hidup di dalam hutan bakau, karena

mereka melewatkan sebagian besar

hidupnya di luar jangkauan air laut pada

bagian pohon yang tinggi. Meskipun

mereka dapat mengumpulkan makanan

berupa hewan laut pada saat air surut.

Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri

dari dua tipe, yaitu:

a) Yang hidup di kolom air, terutama

berbagai jenis ikan, dan udang

b) Yang menenpati subtrat baik keras

(akar dan batang pohon bakau)

maupun lunak(lumpur), terutama

kepiting, kerang dan berbagai jenis

invertebrata lainnya.

Gambar 6. Citra satelit SPOT meliputi sebagian Delta Mahakam. Warna merah mengindikasikan tutupan vegetasi, termasuk hutan mangrove. (a) Tahun 1992, tambak udang hanya meliputi 4 % dari luas hutan mangrove. (b). Tahun 1998, tambak udang telah merusak

41% dari luas hutan mangrove. (c) Inset dari daerah di dalam kotak bergaris putih pada gambar (b), menunjukkan pola tambak yang berkembang di kawasan tersebut (Husein, 2006)

Page 138: Buku Manual Pelatihan_res

136 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Beberapa data menunjukkan bahwa

kerusakan dan penyusutan luas hutan bakau

Indonesia terus terjadi. Pada tahun 1982

Indonesia masih memiliki 5.209.543 ha hutan

bakau, namun di tahun 1992 jumlahnya telah

menjadi 2.496.185 ha. Pada tahun 1985, pulau

Jawa telah kehilangan 70% hutan bakaunya.

Luas hutan bakau di Sulawesi Selatan

berkurang dari 110.000 ha pada tahun

1965 menjadi 30.000 ha pada tahun1985.

Sedangkan Teluk Bintuni (Papua) masih

terdapat 300.000 ha bakau, namun kini terus

menerus mengalami tekanan, sebagaimana

terjadi pula di delta Sungai Mahakam dan

pesisir Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Apabila tidak ada usaha untuk mencegah

kerusakan, serta tak ada usaha untuk

mengembalikan kondisi hutan bakau,

maka lingkungan pesisir Indonesia akan

semakin mengkhawatirkan bagi kehidupan.

Bahkan, perekonomian penduduk pesisir

yang bergantung pada ekosistem bakau

juga akan semakin sulit. Salah satu

kegiatan yang dapat dilakukan masyarakat

untuk melestarikan bakau adalah melalui

penanaman atau rehabilitasi bakau.

1.3. Sistem Perakaran Bakau

Berikut ini beberapa system perakaran

bakau/mangrove antara lain:

1. Rhizophora spp memiliki akar tunjang

Akar papan

Akar nafas Akar lutut

Gambar 7. Sistem perakaran bakau. Repro Wahyu Gumelar 2012.

Page 139: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 137

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

2. Avicennia spp dan Sonneratia spp memiliki

akar nafas

3. Bruguiera spp dan Xylocarphus spp

memiliki akar lutut

4. Heritiera spp memiliki akar papan

II. Pengelolaan Hutan BakauSeperti telah disampaikan pada bahasan

di atas bagaimana bakau mempunyai

peran penting bagi ekosistem dan manusia

yang berada di sekitarnya. Sumberdaya

alam berupa bakau ini cukup penting bagi

kehidupan fauna. Tentu saja bakau tidak

bisa begitu saja dipandang hanya berupa

pohon-pohon yang berguna untuk diambil.

Misalnya untuk tempat perkawinan ikan

ataupun pemijahan ikan, bahkan dapat

digunakan untuk budidaya kepiting

bakau yang punya nilai ekonomi bagi

masyarakat. Selain itu, dengan keberadaan

bakau dapat mengurangi potensi bencana,

misalnya tsunami. Dan secara langsung

maupun tidak, bakau perlu diupayakan

pelestariannya secara berkesinambungan.

Mengapa kemudian diperlukan

pengelolaan secara berkesinambungan?

Karena ancaman atas keberadaan bakau

cukup besar, terutama dalam kaitannya

dengan ekosistem pendukung, misalnya

Gambar 8. Ekosistem Hutan Bakau. Repro Wahyu Gumelar 2012.

Page 140: Buku Manual Pelatihan_res

138 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

daerah aliran sungai. dan meningkatnya

pencemar hasil industri dan rumah tangga

yang masuk ke dalam daur hidrologi.

Hasil yang terjadi dari erosi tanah yang

parah dan meningkatnya kuantitas serta

kecepatan sedimentasi yang diendapkan di

lingkungan bakau adalah kematian masal

(dieback) bakau yang tidak terhindarkan

lagi karena lentisel-nya tersumbat oleh

sedimen tersebut. Polusi dari limbah cair

dan limbah padat berpengaruh serius

pada perkecambahan dan pertumbuhan

bakau. Ini yang kemudian perlu mendapat

perhatian serius dari semua pihak.

Pengelolaan bakau secara berkelanjutan

bertujuan untuk menciptakan ekosistem

yang produktif dan berkelanjutan

untuk menopang berbagai kebutuhan

pengelolaannya. Oleh karena itu

pengelolaan SDA harus diarahkan agar :

Praktek pengelolaan SDA harus meliputi

kegiatan eksploitasi dan pembinaan

yang tujuannya mengusahakan agar

penurunan daya produksi alam akibat

tindakan eksploitasi dapat diimbangi

dengan tindakan peremajaan dan

pembinaan. Maka diharapkan manfaat

maksimal dari SDA dapat diperoleh secara

terus menerus.

Dalam pengelolaan SDA yang

berkelanjutan, pertimbangan ekologi dan

ekonomi harus seimbang, oleh karena itu

pemanfaatan berbagai jenis produk yang

diinginkan oleh pengelola dapat dicapai

dengan mempertahankan kelestarian

SDA tersebut dan lingkungannya

Dengan demikian secara fi losofi s,

pengelolaan SDA berkelanjutan

dipraktekan untuk memenuhi kebutuhan

saat ini dari pengelola, dengan tanpa

mengabaikan pemenuhan kebutuhan

bagi generasi yang akan datang, baik dari

segi keberlanjutan hasil maupun fungsi.Gambar 9. Abrasi pantai akibat tidak adanya hutan bakau sebagai penghalang ombak. Sumber: http://sungailinau-

kayuara.blogspot.com/2011/08/abrasi-pantai.html)

Page 141: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 139

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Dari upaya yang dilakukan untuk

pengelolaan bakau tidak lepas dari

peranserta masyarakat yang berada di

kawasan bakau/pesisir. Mulai dari aspek

perencanaan, pelaksanaan, monitoring

dan evaluasi, hendaknya cukup kuat untuk

melibatkan masyarakat sebagai aktor

utama. Bakau sangat penting artinya

dalam pengelolaan sumber daya pesisir

di sebagian besar, walaupun tidak semua

wilayah Indonesia. Fungsi bakau yang

terpenting bagi daerah pantai adalah

menjadi penghubung antara daratan dan

lautan. Tumbuhan, hewan benda-benda

lainnya, dan nutrisi tumbuhan ditransfer

ke arah daratan atau ke arah laut melalui

bakau. Bakau berperan sebagai fi lter untuk

mengurangi efek yang merugikan dari

perubahan lingkungan utama, dan sebagai

sumber makanan bagi biota laut (pantai)

dan biota darat. Jika bakau tidak ada maka

produksi laut dan pantai akan berkurang

secara nyata.

Habitat bakau sendiri memiliki

keanekaragaman hayati yang rendah

dibandingkan dengan ekosistem lainnya,

karena hambatan bio-kimiawi yang ada di

wilayah yang sempit diantara darat laut.

Namun hubungan kedua wilayah tersebut

mempunyai arti bahwa keanekaragaman

hayati yang berada di sekitar bakau juga

harus dipertimbangkan, sehingga total

keanekaragaman hayati ekosistem tersebut

menjadi lebih tinggi. Dapat diambil suatu

kegiatan, bahwa pengelolaan bakau selalu

merupakan bagian dari pengelolaan habitat-

habitat di sekitarnya agar bakau dapat

tumbuh dengan baik.

Potensi ekonomi bakau diperoleh dari tiga

sumber utama yaitu hasil hutan, perikanan

estuarin dan pantai (perairan dangkal), serta

wisata alam. Selain itu bakau memainkan

peranan penting dalam melindungi

daerah pantai dan memelihara habitat

untuk sejumlah besar jenis satwa, jenis

yang terancam punah dan jenis langka

yang kesemuanya sangat berperan dalam

memelihara keanekaragaman hayati di

wilayah tertentu.

Ciri-ciri lingkungan hutan bakau

Tumbuh pada daerah yang memiliki

jenis tanah berlumpur, berlempung atau

berpasir

Tergenang air laut atau air payau secara

teratur,

Terlindung dari gelombang besar dan

arus pasang surut yang kuat.

Page 142: Buku Manual Pelatihan_res

140 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

II.1. Manfaat Hutan Bakau

Peredam gelombang dan badai,

pelindung abrasi, serta penahan lumpur

dan sedimen,

Menghasilkan serat untuk keset dan

bahan bangunan (kayu),

Menyediakan bahan baku untuk

makanan, minuman, obat-obatan dan

kosmetik.

Menghasilkan bahan kimia: arang dan

coal tar, bahan pewarna kain, rotenone

(bahan semacam racun yang digunakan

untuk membunuh ikan hama atau ikan

lain yang tidak dikehendaki), tanin,

fl avonoid (senyawa yang dapat mencegah

serangan jantung dan kanker), gula

alkohol, asam asetat, dll.

Menghasilkan madu, kepiting, udang,

tiram, kerang-kerangan dan ikan serta

makanan bagi binatang. Bakau juga

merupakan tempat terbaik bagi budidaya

ikan air payau dalam karamba.

Memberikan tempat tumbuh untuk udang

dan ikan yang bermigrasi ke area bakau

ketika muda, dan kembali ke laut ketika

mendekati usia matang seksual. Selain itu

udang karang dan ikan yang bereproduksi

di hulu sungai (freshwater upstream) dan

bermigrasi pada masa mudanya karena

makanan berlimpah di daerah bakau.

Sebagai tempat wisata.

Beberapa cara untuk melindungi Bakau

Tidak menggunakan areal bakau sebagai

tempat pembuangan sampah,

Tidak membendung anak sungai dan

sungai di area bakau,

Pembuatan karamba dengan struktur

yang baik, sehingga tidak mengganggu

aliran air, rute migrasi binatang air dan

ekosistem akau,

Membangun jalan air (walkways) yang

tinggi dan rumah pohon di area bakau,

membuat jalur lintasan perahu (boat trip)

secara terbatas.

Membiarkan air tidal (pasang) bebas

bergerak ketika membangun jalan

menuju garis pantai,

Menggunakan metode tradisional dan

mengobservasi kearifan lokal yang

berkaitan dengan pemanfaatan dan

perlindungan bakau.

Membantu proses pertumbuhan

ekosistem dengan membangun groins

dan bukan tembok laut (sea wall),

Bekerjasama dengan ahli biologi

untuk kegiatan yang berkaitan dengan

silvikultur dan aquakultur, serta

pengembangan genetika tumbuhan.

Bekerjasama dengan industri pariwisata

untuk mengembangkan taman laut,

Page 143: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 141

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

perlindungan biosfer laut dan promosi

wisata kebudayaan.

Menyediakan silent boating pada saat

matahari tenggelam dan malam hari,

Lautan tropis sangat jernih. Oleh karena

itu hanya ada sedikit plankton untuk

makanan ikan, kepiting dan udang.

Ekosistem bakau memiliki produktivitas

unsur organik yang lebih tinggi dari

produktivitas di lautan dan batu karang.

Hutan bakau banyak memiliki manfaat, baik

langsung ataupun tidak, untuk kebutuhan

manusia. Sehingga keberadaannya sangat

memerlukan pengelolaan secara terpadu,

untuk menunjang kehidupan. Dalam

pengelolaan hutan bakau, diarahkan untuk

berbagai kepentingan manusia dan mahluk

hidup yang ada di sekitarnya, diantaranya

adalah :

II.2. Pelestarian Alam

Keberadaan hutan bakau yang ada di

pesisir, sangat diperlukan terutama untuk

melindungi bahaya abrasi, gelombang

pasang. berbagai kasus telah menunjukkan

bahwa kawasan yang masih memiliki hutan

bakau yang terjaga dengan baik, memiliki

pantai yang aman dari kikisan gelombang

dan ancaman tsunami.

Dalam usaha pelestarian alam, bakau

menjadi tempat berbagai kehidupan fauna

yang ada di dalamnya, baik kehidupan di di

darat ataupun perairan. Keberadaan fauna

tersebut, tadak hanya sebagai penghias

keragaman kehidupan di dalam hutan

bakau, namun memiliki peranan tersendiri

dalam kehidupan.

Beberapa jenis ikan, ikan, udang dan

kehidupan perairan lainnya, memerlukan

hutan bakau untuk tempat pemijahan

(berkembang biak), sehingga sangat

menguntungkan bagi nelayan, dimana tidak

perlu melaut jauh.

II.3. Wisata Alam

Pada daerah tertentu, bakau yang masih

terjaga dengan baik, dan kehidupan

di dalamnya aman dan merasa

tidak terganggu, kawasan ini dapat

dikembangkan menjadi daerah tujuan

wisata pantai. Pengunjung dengan mudah

dapat melihat aneka kehidupan. Masyarakat

Bahoi, Minahasa dan Kepulauan Togean

ataupun di Bali, kawasan bakau dijadikan

daerah tujuan wisata, dengan pengemasan

paket yang berbeda sesuai dengan potensi

alam yang ada di sekitarnya.

MODUL

Page 144: Buku Manual Pelatihan_res

142 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

II.4. Kegiatan Ekonomi

Dengan perkembangan dan pertambahan

penduduk yang kian meningkat, tentunya

kebutuhan akan perekonomian sangat

diperlukan untuk meningkatakan. Ada

beberapa hal kegiatan perekonomian yang

dapat dilakukan pada kawasan bakau,

diantaranya adalah:

Peternakan (pembesaran) kepiting bakau.

Hal ini sudah dilakukan oleh masyarakat di

Minahasa Utara di dalam kawasan bakau di

desanya yang terjaga dengan baik.

Dalam pelaksanaannya, pengelolaan bakau

tidak lepas dari kendala yang menghadang.

Beberapa kendala yang ada diantaranya :

a. Kendala Aspek Teknis

Kondisi habitat yang tidak begitu

ramah, yakni tanah yang anaerob dan

labil dengan salinitas yang relatif tinggi

apabila dibandingkan dengan tanah

mineral, adanya pengaruh pasang

surut dan sedimentasi serta abrasi pada

Desa Bahoi, adalah sebuah desa kecil di pesisir pantai timur laut Sulawesi Utara. Secara

administratif, terletak di Kecamatan Likupang Barat Kabupaten Minahasa Utara,

Sulawesi Utara. Desa yang memiliki hutan bakau dan terumbu karang seluas 30 hektar

ini, dikelola dengan baik. Seluas 28 hektar dijadikan kawasan lindung, dan selebihnya,

diperuntukkan sebagai tempat berpangkalnya beberapa perahu nelayan.

Desa sudah memiliki Peraturan Desa yang disepakati oleh semua warga. Hutan yang

dilindungi, dibatasi dengan pelampung, sebagai pertanda, nelayan tidak boleh melintas

batas yang disepakati tersebut.

Daerah yang dilindungi (ilustrasi 7), rupanya memiliki terumbu karang yang sangat

baik dan kombinasi dengan hutan bakau yang terjaga, maka kawasan pesisir tersebut

menjadi daerah yang subur. Artinya kawasan lindung tersebut menjadi tempat perpijah

atau berkembang biaknya berbagai jenis ikan ataupun udang. Sehingga para nelayan

diuntungkan dengan adanya kawasan tersebut, karena ikan tidak mengalami kesuitan.

Kawasan lindung tersebut oleh desa, juga dijadikan kawasan wisata, khususnya wisata air

seperti snokleing ataupun diving. Wisatawan dapat melihat kehudupan bawah air dengan

mudah. merupakan suatu contoh, bahwa hutan bakau memiliki manfaat langsung bagi

manusia yang ada di sekitarnya, baik secara ekologis ataupun ekonomis.

Kotak 1. Studi kasus : Contoh pengelolaan kawasan pesisir oleh masyarakat di Desa Bahoi, Kecamatan Likupang Barat, Kabupaten Minahasa Utara. Sulawesi Utara

Page 145: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 143

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

berbagai lokasi tertentu.

Adanya pencampuran komponen

ekosistem akuatik (ekosistem laut) dan

ekosistem daratan, yang mengakibatkan

pengelolaannya menjadi lebih kmpleks.

Hal ini mengharuskan kecermatan yang

tinggi dalam menerapkan pengelolaan

mengingat beragamnya sumber daya

hayati yang ada pada umumnya relatif

peka terhadap gangguan, dan adanya

keterkaitan antara ekosistem bakau

dengan tipe ekosistem produktif lainnya

di suatu kawasan pesisir (padang lamun,

terumbu karang, estuaria).

Kawasan pantai dimana bakau berada

umumnya mendukung populasi

penduduk yang cukup tinggi, tetapi

dengan tingkat kesejahteraan dan tingkat

pendidikan yang rendah.

b. Kendala Aspek Kelembagaan

Dalam pengelolaan wilayah pesisir beberapa

kendala aspek kelembagaan diantaranya

adalah :

Tata ruang kawasan pesisir di banyak

lokasi belum tersusun secara baik, bahkan

ada yang belum sama sekali.

Status kepemilikan bahan dan tata batas

yang tidak jelas.

Banyaknya pihak yang berkepentingan

dengan kawasan dan sumber daya bakau

Belum jelasnya wewenng dan tanggung

jawab berbagai stakeholders yang terkait

Masih lemahnya law enforcement dari

Gambar 10. Usaha masyarakat dalam usaha perlindungan kawasan melalui kawasan Daerah Perlindungan Laut (DPL). Sumber: WCS IP

MODUL

Page 146: Buku Manual Pelatihan_res

144 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

peraturan perundangan yang sudah ada

Masih lemahnya koordinasi di antara

berbagai instansi yang berkompeten

dalam pengelolaan bakau

Praktek perencanaan, pelaksanaa dan

pengendalian dalam pengelolaan

bakau belum banyak mengikutsertakan

masyarakat lokal

III. Rehabilitasi Hutan BakauBakau memiliki peranan penting dalam

melindungi pantai dari gelombang, angin

dan badai. Tegakan bakau dapat melindungi

pemukiman, bangunan dan pertanian

dari angin kencang atau intrusi air laut.

Bakau juga terbukti memainkan peran

penting dalam melindungi pesisir dari

gempuran badai. Dusun Tongke-tongke

dan Pangasa, Sinjai, Sulawesi Selatan

yang memiliki barisan bakau yang tebal di

pantai terlindung dari gelombang pasang

(Tsunami) di pulau Flores pada akhir tahun

1993. Sedangkan beberapa dusun yang

berbatasan dengan kedua dusun ini yang

tidak mempunyai bakau yang cukup tebal

mengalami kerusakan yang cukup parah.

Di Bangladesh, pada bulan Juni 1985

sebanyak 40.000 penduduk yang tinggal

di pesisir dihantam badai. Mengetahui

manfaat bakau dalam menahan gempuran

badai, pemerintah Bangladesh kemudian

melakukan penanaman seluas 25.000

hektar areal pantai dengan vegetasi bakau

(Maltby, 1986). Kemampuan bakau untuk

mengembangkan wilayahnya ke arah laut

merupakan salah satu peran penting bakau

dalam pembentukan lahan baru. Akar

bakau mampu mengikat dan menstabilkan

substrat lumpur, pohonnya mengurangi

energi gelombang dan memperlambat arus,

sementara vegetasi secara keseluruhan

dapat memerangkap sedimen (Davies and

Claridge, 1993 dan Othman, 1994). Pada

awalnya, proses pengikatan sedimen oleh

bakau dianggap sebagai suatu proses yang

aktif, dimana jika terdapat bakau otomatis

akan terdapat tanah timbul (Steup, 1941).Gambar 11. Hutan di Kawasan Pesisir Sebagai Peredam Tsunami. Sumber : http://sirrma.bppt.go.id/home/tata-ruang

Page 147: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 145

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

Berbagai penelitian (van Steenis, 1958 dan

Chapman, 1977) kemudian menyebutkan

bahwa proses pengikatan dan penstabilan

tersebut ternyata hanya terjadi pada

pantai yang telah berkembang. Satu

hal yang penting adalah vegetasi bakau

mempunyai peranan yang besar dalam

mempertahankan lahan yang telah

dikolonisasinya, terutama dari ombak dan

arus laut. Pada pulau-pulau di daerah

delta yang berlumpur halus ditumbuhi

bakau, peranan bakau sangat besar untuk

mempertahankan pulau tersebut.

Sebaliknya, pada pulau yang hilang

bakaunya, pulau tersebut mudah disapu

ombak dan arus musiman (Chambers, 1980).

Peranan bakau dalam menunjang kegiatan

perikanan pantai dapat disarikan dalam dua

hal :

Pertama, bakau berperan penting dalam siklus

hidup berbagai jenis ikan, udang dan moluska

(Davies & Claridge, 1993), karena lingkungan

bakau menyediakan perlindungan dan

makanan berupa bahan-bahan organik yang

masuk kedalam rantai makanan.

Gambar 12. Kegiatan rehabilitasi hutan bakau, salah satu kegiatan PNPM LMP di Sulawesi Utara. Dok. © Agustinus Wijayanto/WCS IP

MODUL

Page 148: Buku Manual Pelatihan_res

146 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Kedua, bakau merupakan pemasok bahan

organik, sehingga dapat menyediakan

makanan untuk organisme yang hidup pada

perairan sekitarnya (Mann, 1982).

Produksi serasah bakau berperan penting

dalam kesuburan perairan pesisir dan hutan

bakau dianggap yang paling produktif

diantara ekosistem pesisir (Odum, dkk, 1974).

Di Indonesia, produksi serasah bakau berkisar

antara 7 – 8 ton/ha/tahun (Nontji, 1987).

Rehabilitasi hutan Bakau merupakan upaya

pengembalian fungsi hutan Bakau yang

mengalami degradasi menjadi fungsi hutan

Bakau yang lebih baik yang bermanfaat

untuk fungsi ekologis dan ekonomis. Terkait

dengan rehabilitasi Bakau hendaknya

perlu memahami “autekologi,” yakni sifat-

sifat ekologi tiap-tiap jenis Bakau di lokasi,

khususnya pola reproduksi, distribusi benih,

dan keberhasilan pertumbuhan bibit. Di

samping itu, rencana rehabilitasi Bakau

harus mempertimbangkan zonasi atau

tata ruang kawasan, manfaat dan fungsi

kawasan serta aspirasi masyarakat di lokasi

yang akan dilakukan rehabilitasi. Sedangkan

Restorasi Bakau, adalah suatu tehnik untuk

mengembalikan lahan yang rusak ke kondisi

asli atau mendekati asli. Di dalam melakukan

restorasi kawasan Bakau, diperlukan dan

(sangat) disarankan pada kawasan yang

sudah berubah dan mengalami kerusakan,

atau sudah beralih fungsi, sehingga sangat

sulit pulih secara alami.

Sedangkan restorasi bakau, adalah suatu

tehnik untuk mengembalikan lahan yang

rusak ke kondisi asli atau mendekati asli.

Di dalam melakukan restorasi kawasan

bakau, diperlukan dan (sangat) disarankan

pada kawasan yang sudah berubah dan

mengalami kerusakan, atau sudah beralih

fungsi, sehingga sangat sulit pulih secara

alami.

Kegiatan restorasi ini, biasanya dilakukan

pada kawasan bakau yang sudah berubah

keperuntukannya dana tau yang mealami

kerusakan akibat kegiatan manusia maupun

gangguan alam. Ada dua cara dalam

melakukan restorasi bakau tersebut, antara

lain : 1). Regenerasi alami. yaitu restorasi

dengan memanfaatkan sumber benih yang

dihasilkan langsung dari pohon di sekitar

hutan bakau dan 2). Regenerasi buatan,

yaitu benih diambil dari lokasi pembibitan

benih/penanaman.

Selanjutnya dalam melakukan tahapan-

Page 149: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 147

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

tahapan untuk melakukan restorasi

hutan bakau adalah sebagai berikut : 1).

Pemilihan lokasi restorasi, 2). Pembibitan,

3). Persemaian, 4). Penanaman, dan 5).

Pemeliharaan.

Terkadang melakukan restorasi hutan bakau,

tanpa harus mengetahui jenis jenis bakau

yang dapat hidup pada lingkungan tertentu.

Artinya, kawasan pesisir yang dipengaruhi

oleh pasang surut atau kondisi lahan

(pasir atau lumpur) yang bervariasi, maka

sebaiknya perlu diketahui beberapa jenis

yang cocok dan pas untuk lingkungan yang

akan ditanami jenis bakau.

Untuk memudahkan, maka akan dibagi

dalam beberap kelas, antara lain :

Kelas 1 : Bakau dalam kelas ini tergenang

oleh semua ketinggian air. Spesies

dominan yang tumbuh disini adalah

Rhizophora mucronata, R. stylosa

dan R. apiculata. R. mucronata lebih

banyak tumbuh pada areal yang

lebih banyak pasokan air tawar.

Kelas 2 : Bakau pada kelas ini digenangi

oleh tingkat air dengan ketinggian

sedang. Spesies utama yang tumbuh

adalah Avicennia alba, A. marina,

Sonneratia alba, dan R. mucronata.

Kelas 3 : Digenangi oleh ketinggian air

normal. Kebanyakan spesies

bisa tumbuh dalam ketinggian

ini. Sebagian besar spesies

bakau tumbuh di sini sehingga

tingkat keragaman hayati tinggi.

Spesies yang paling umum

adalah Rhizophora spp. (seringkali

dominan), Ceriops tagal, Xylocarpus

granatum, Lumnitzera littorea, dan

Exoecaria agallocha.

Kelas 4 : Genangan hanya terjadi pada saat

air tinggi. Spesies yang umumnya

dapat tumbuh di sini adalah

Brugueira spp., Xylocarpus spp.,

Lumnitzera littorea, dan Exoecaria

agallocha. Rhizophora spp. jarang

ditemui di areal ini karena lahannya

terlalu kering untuk tumbuh.

Kelas 5 : Genangan hanya terjadi pada saat

air pasang besar. Spesies utama

adalah Brugeira gymnorrhiza

(dominan), Instia bijuga, Nypa

fruticans, Herritera littoralis, Exoecaria

agallocha dan Aegiceras spp.

MODUL

Page 150: Buku Manual Pelatihan_res

148 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

IV. Pembuatan Persemaian Jenis-jenis Bakau

Seperti tumbuhan-tumbuhan lain, bakau

juga mampu memperbanyak dirinya

sendiri (regenerasi alami). Namun untuk

tujuan rehabilitasi dan restorasi kita harus

memahami beberapa karakter kunci dari

bibit bakau alami. Karakter ini kemudian bisa

ditingkatkan kualitas dan tingkat hidupnya

dengan tahapan-tahapan persemaian agar

sesuai kebutuhan. Berikut adalah kelebihan

dan kekurangan regenerasi alami:

Kelebihan (+)

+ Biaya pelaksanaannya lebih murah.

+ Biaya tenaga kerja dan penggunaan

mesin lebih kecil

+ Gangguan terhadap kondisi tanah lebih

sedikit

+ Pertumbuhan bibit lebih baik

+ Asal bibit mudah diketahui

Kelemahan (- )

- Spesies pengganti bisa jadi tidak akan

sama dengan yang asli

- Ketiadaan pohon induk bisa

mengakibatkan kekurangan persediaan

biji

- Pertumbuhan dapat terganggu oleh

ombak

- Serangan hama predator (seperti

kepiting, siput, dll)

- Tidak ada pengendalian jarak tanam,

persediaan dan komposisi bibit di lokasi

tanam untuk penyesuaian dengan

lingkungan setempat

Gambar 13. Zonasi Hutan Bakau. Dari kiri ke kanan : 1. Avicennia alba; 2. Rhizophora apiculata; 3. Bruguiera parvifl ora; 4. Bruguiera gymnorhiza; 5. Nypa fruticans; 6. Xylocarpus granatum; 7. Excoecaria agallocha; 8. Pandanus furentus; 9. Bruguiera cylindrica

Page 151: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 149

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

IV.1. Pengumpulan Buah

Sebelum melakukan persemaian, lakukanlah

pengumpulan buah bakau terlebih dahulu

untuk dijadikan bibit tanaman bakau.

Karakteristik buah berdasarkan jenis

tanaman bakau sebagai berikut:

Bakau (Rhizophora spp.), buah sebaiknya

dipilih dari pohon yang telah berusia di

atas 10 tahun, buah yang baik dicirikan

oleh hampir lepasnya bonggol buah

dan batang buah. Ciri buah yang sudah

matang untuk jenis:

o Bakau besar (Rhizophora mucronata):

warna buah hijau tua atau kecoklatan

dengan kotiledon (cincin) berwarna

kuning

o Bakau kecil (Rhizophora apiculata):

warna buah hijau kecoklatan dan

warna kotiledon merah.

Tancang (Bruguiera spp.), buah dipilih dari

pohon yang berumur antara 5-10 tahun.

Ciri buah yang matang: batang buah

hampir lepas dari bonggolnya.

Api-api (Avicennia spp.), bogem

(Sonneratia spp.) dan bolicella (Xylocarpus

granatum), lebih baik buah yang sudah

jatuh dari pohon. ciri buah yang matang:

warna kecoklatan, agak ketas dan bebas

dari hama penggerek,

IV.2. Penyiapan bibit

Ada dua hal penting agar bibit bakau sesuai

dengan kebutuhan kegiatan:

bibit bakau diusahakan berasal dari lokasi

setempat atau lokasi terdekat,

bibit bakau disesuaikan dengan kondisi

tanah di mana persemaian dilakukan,

Gambar 14. Jenis Soneratia. Dok. WCS IP

Gambar 15. Jenis Bruguiera. Sumber: http://mangrovecengkrong.blogspot.com/2011/10/bibit-bakau.html

Page 152: Buku Manual Pelatihan_res

150 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

IV.3. Teknik Pembibitan Bakau

Secara umum teknik pembibitan terbagi

menjadi tiga aspek yaitu penyiapan bibit,

pembibitan dan lokasi. Yang perlu dilakukan

dalam penyiapan bibit adalah sumber

bibit bakau sebisa mungkin dari lokasi

terdekat, disesuaikan dengan substat lokasi,

persemaian dilakukan di lokasi bibit dan

waktu pengumpulan buah. Aspek kedua

yakni teknik pembibitan yang dilakukan

dalam polibek atau bisa diganti dengan

bambu atau bekas botol air mineral.

Pembibitan tersebut menggunakan media

sedimen lumpur. Aspek terakhir yaitu cara

pembibitan. Setidaknya terdapat tiga cara

Gambar 16. Propagul Rhizophora. Sumber: www.biotafoundation.blogspot.com

Gambar 17. Propagul Bruguiera spp. Sumber : http://sylvaunila.multiply.com/photos/photo/7/27

Page 153: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 151

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

pembibitan, yaitu bedeng tingkat, bedeng

tanpa tingkat, dan tanpa bedeng. Untuk

itu, perlu memperhatikan beberapa hal di

bawah ini :

IV.4. Pemilihan Bibit Bakau

Penanaman bakau dapat dilakukan dengan

dua cara, yaitu: menanam langsung

buahnya. Cara ini memiliki tingkat

keberhasilan antara 20-30%. Cara lain adalah

melalui persemaian bibit dengan tingkat

keberhasilan antara 60-80%.

Untuk memperoleh bibit bakau yang baik,

pengumpulan buah (propagule) dapat

dilakukan antara bulan September hingga

bulan Maret.

IV.5. Lokasi Persemaian bibit bakau dan

Pembuatan bedeng persemaian

1. Pemilihan tempat:

lahan yang lapang dan datar,

dekat dengan lokasi tanam,

terendam air saat pasang, dengan

frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan,

sehingga tidak memerlukan penyiraman.

Spesies Jenis Biji Bulan Tanda Matang Ukuran Buah

Matang

Avicennia marina Propagule D,*J, F Kulit buah kuning Berat > 30 g

Brugeira gymnorrhiza

Propagule M, J, J, A, S, O, N, D

Warna buah coklat kemerahan

Panjang > 20 cm

Ceriops tagal Propagule A, S Tangkai Kuning, buah coklat atau hijau

Panjang > 20 cm

Rhizophora apiculata Propagule D, J, M, A Tangkai kemerahan Panjang > 20 cm, diameter > 14 mm

Rhizophora mucronata

Propagule S, O, N, D Tangkai kemerahan, Buah coklat

Panjang > 50 cm

Sonneratia alba Buah A, M, J, S, O Terapung di air diameter > 4 cm

Xylocarpus granatum Buah S, O, N Buah kuning/coklat dan terapung di air

Berat tiap biji dalam buah lebih dari 30 g

Huruf yang ditebalkan menunjukkan musim puncak. Diadaptasi dari Hachinohe et. AL, “Nursery Manual for Bakau Species - At Benoa Port in Bali,” JICA, 1998

Sumber : Brown, Benyamin, 2006. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hidrologi Bakau

Page 154: Buku Manual Pelatihan_res

152 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

2. Pembuatan bedeng persemaian:

ukuran bedeng disesuaikan dengan

kebutuhan, umumnya berukuran 1 x 5

meter atau 1x10 meter. dengan tinggi

1 meter,

Bedeng diberi naungan ringan dari

daun nipah atau sejenisnya,

Media bedengan berasal dari tanah

lumpur di sekitarnya,

Bedeng berukuran 1 x 5 meter dapat

menampung bibit dalam kantong

plastik (10 x 50 cm) atau dalam botol

air mineral bekas (500 ml) sebanyak

1200 unit, atau 2.250 unit untuk

bedeng berukuran 1 x 10 meter.

IV.6. Menyemaikan Benih atau Buah

Bakau

Buah disemaikan langsung ke kantong-

kantong plastik atau ke dalam botol air

mineral bekas yang sudah berisi media

tanah.

Sebelum diisi tanah, bagian bawah

kantong plastik atau botol bekas air

mineral diberi lubang agar air yang

berlebihan dapat keluar.

Khusus untuk buah bakau (Rhizophora

spp.) dan tancang (Bruguiera spp.),

sebelum disemaikan sebaiknya disimpan

dulu di tempat yang teduh dan ditutupi

dengan karung basah selama 5-7 hari.

Hal ini bermanfaat untuk menghindari

batang bibit dimakan serangga atau

ketam pada saat ditanam nanti.

Daun akan muncul setelah 20 hari,

Bibit dapat ditanam di lokasi setelah

berumur antara 2-3 bulan.

Untuk memperoleh bibit bakau yang baik,

pengumpulan buah (propagule), dapat

dilakukan antara bulan September sampai

dengan bulan Maret, dengan karakteristik

Gambar 18. Jenis Rhizophora spp. Sumber: © Agustinus Wijayanto/WCS IP

Page 155: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 153

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

sebagai berikut:

IV.7. Sumber Benih atau Bibit Bakau

Benih atau bibit bakau diperoleh dari:

Pohon Induk

Benih yang bagus untuk bibit, adalah

yang sudah tua dan berkualitas baik.

Artinya bibit tersebut tumbuh normal dan

tidak cacat. Selain itu, bibit yang bagus

dapat diperoleh dari pohon yang sudah

tua, atau minimal usia 8 tahun. Bibit dapat

langsung dipetik langsung dari pohon

atau mengambil yang sudah berjatuhan

di sekitar pohon. Kemudian pilihlah bibit

yang berkualitas baik. Bibit yang sudah

terkumpul harus segera ditanam pada

semaian atau direndam air agar tidak

kering.

Cabutan

Tanpa polybag (polibek)

Bibit disemai pada tepian pantai

(berlumpur tanpa menggunakan

polibek). Setelah berumur 5-6 bulan

bibit tersebut dipindahkan ke lokasi

yang sudah disediakan. Khusus untuk

lokasi yang tergenang dengan air, bibit

sebaiknya ditanam saat berumur 1 tahun.

Menggunakan polybag

Pembibitan dengan menggunakan

polibek sebaiknya disemai di bawah

pohon bakau dan bebas dari ombak.

Penggunaan polibek sangat praktis,

karena tidak perlu menyirap setiap hari,

serta sangat mudah untuk penanaman

kemudian.

IV.8. Pemeliharaan Persemaian Bakau:

Bibit tanaman yang belum tahan

terhadap sinar matahari sebaiknya diberi

naungan.

Penyiraman dilakukan pagi dan sore,

namun bila sudah mulai tumbuh (pucuk

daun), cukup sehari sekali.

Pemupukan dilakukan bila nampak

terhambat pertumbuhannya, misalnya

dengan NPK.

Pengendalian gulma.

IV.9. Penyapihan:

Setelah bibit siap untuk ditanam

(tergantung dari jenisnya waktu

pembibitan), harus dilakukan hati-hati

jangan sampai mengganggu sistem

perakaran,

Akar disiram air untuk memudahkan

pemindahan,

Tanah yang disiapkan dalam

kantong plastik/polibek harus dijaga

kelembapannya agar tidak terlalu basah

atau terlalu kering.

MODUL

Page 156: Buku Manual Pelatihan_res

154 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Untuk pengangkutan yang memerlukan

transportasi, dianjurkan untuk menutup

bibit agar tidak cepat layu karena sinar

matahari.

V. Penanaman dan Pemeliharaan Bakau

V.1 Teknik Penanaman Bibit Bakau

Banyak hal yang harus diperhatikan dalam

proses penanaman bakau. Pertama, lokasi

dan jarak penanaman bakau disesuaikan

dengan substrat tanah dan spesies bakau.

Kedua, pemasangan ajir-ajir, yaitu patok-

patok bambu yang ditanam dalam lokasi

penanaman bakau secara sejajar dan

rapi. Ketiga, pada proses penanaman ada

dua cara yang dapat digunakan yakni

penanaman buahnya langsung dengan

tingkat keberhasilan tumbuh hanya sekitar

20 - 30%, dan persemaian bibit dengan

tingkat keberhasilan 60 - 80%. Tekniknya

ada 2 cara dengan sistem banjaran dan

wanamina (silvofi shery). Keempat adalah

pemasangan alat pemecah gelombang

(Apo) yang akan melindungi bibit bakau

yang ditanam dari gempuran gelombang.

V.2 Penanaman Bakau

Penanaman bibit bakau dapat dilakukan

dengan 2 (dua) cara :

Mananam langsung buahnya yang

memiliki tingkat keberhasilan tumbuhnya

rendah (sekitar 20 – 30%),

Melalui persemaian, dengan tingkat

keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi

(sekitar 60 – 80%).

Beberapa pertimbangan dalam penanaman

bakau antara lain :

Lokasi penanaman bakau: Lokasi

penanaman bakau adalah di:

Pantai, dengan lebar 120 kali rata-rata

perbedaan air pasang tertinggi dan

terendah yang diukur dari garis air surut

terendah ke arah pantai.

Tepian sungai, selebar 50 meter ke arah

kiri dan kanan tepian sungai yang masih

terpengaruh air laut.

Tanggul, pelataran dan pinggiran saluran

air ke tambak.

Pemilihan jenis pada setiap tapak/lokasi

Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh

dengan baik pada substrat (tanah) yang

berlumpur. Bakau dapat bertoleransi

pada tanah lumpur-berpasir, pantai

yang agak berombak dengan frekuensi

genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah

(Rhizophora stylosa) dapat ditanam pada

lokasi bersubstrat pasir berkoral.

Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok

ditanam pada substrat pasir berlumpur,

Page 157: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 155

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

terutama di bagian terdepan pantai

dengan frekuensi genangan 30-40 kali/

bulan.

Bogem/prapat (Sonneratia spp.) dapat

tumbuh dengan baik di lokasi bersubstrat

lumpur atau lumpur berpasir dari pinggir

pantai ke arah darat dengan frekuensi

genangan 30-40 kali/bulan.

Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) .)

dapat tumbuh dengan baik di substrat

yang lebih keras, yang terletak ke arah

darat dari garis pantai dengan frekuensi

genangan 30-40 kali/bulan.

Persiapan lahan

Buatlah jalur tanam searah garis pantai

dan bersihkan jalur tanaman sekitar 1

meter dari tumbuhan liar.

Pasang ajir dari kayu atau bambu

berdiameter 10 cm secara tegak sedalam

0,5 meter, dengan jarak disesuaikan

dengan jarak tanam. Pemasangan ajir

bertujuan untuk mengetahui tempat

bibit akan ditanam, sebagai tanda

adanya tanaman baru dan untuk

menyeragamkan jarak bibit yang satu

dengan lainnya.

Cara penanaman

1. Sistem banjar harian

1.1. Menggunakan benih.

o Di dekat ajir, buatlah lubang tanam

pada saat air surut dengan kedalaman

lubang disesuaikan dengan panjang

benih yang akan ditanam. Penanaman

benih sebaiknya sedalam sepertiga

panjang benih.

o Benih ditanam secara tegak dengan

bakal kecambah menghadap ke atas.

1.2. Menggunakan bibit.

o Buat lubang di dekat ajir saat air surut

dengan ukuran lebih besar dari ukuran

kantong plastik atau botol bekas air

mineral.

o Bibit ditanam secara tegak ke dalam

lubang yang telah dibuat. Lepaskan

bibit dari kantong plastik atau botol

bekas air mineral secara hati-hati agar

tidak merusak akarnya.

o Sela-sela lubang di sekeliling bibit

kemudian ditimbun dengan tanah

sebatas leher akar.

1.3. Jarak tanam,

Jarak tanam bergantung pada tujuan

penanaman bakau. Untuk perlindungan

pantai, jarak tanam yang digunakan adalah

1 x 1 meter. Tetapi untuk kegiatan produksi

digunakan jarak 2 x 2 meter.

Page 158: Buku Manual Pelatihan_res

156 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

1.4. Jenis tanaman bakau.

Jenis yang ditanam disesuaikan dengan

zonasi atau tujuan penanaman di lokasi

tersebut. Untuk menahan abrasi, gunakan

jenis bakau antara lain Rhizophora spp,

Avicennia spp, dan Sonneratia spp. Jika untuk

penghijauan, cukup tanam jenis api-api

(Avicennia spp)

2. Sistem wanamina

2.1. Pada prinsipnya sistem wanamina sama

dengan penanaman bakau sistem banjar

harian. Bedaannya, pada sistem wanamina

dibuatkan tambak/kolam dan saluran air

untuk budidaya perikanan (ikan, udang, dll)

sehingga ada perpaduan antara tanaman

bakau (wana) dan budidaya perikanan

(mina).

2.2. Secara umum ada 3 pola wanamina,

yaitu:

Wanamina pola empang parit. Lahan

untuk hutan bakau dan empang masih

menjadi satu hamparan yang diatur oleh

satu pintu air.

Wanamina pola empang parit yang

Gambar 19. Cara menanam

dengan ajir yang diikatkan pada

tali

Gambar 20. Cara menanam

dengan ajir tanpa tali

Sumber : Lampiran I, P.03/MENHUT-V/2004, tentang Pedoman Pembuatan Tanaman Rehabilitasi Hutan Mangrove, Gerakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Gambar 21. Alternatif Pola Tanam Bakau

Page 159: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 157

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

disempurnakan. Lahan untuk hutan bakau

dan empang diatur oleh saluran air yang

terpisah.

Wanamina pola komplangan. Lahan untuk

hutan bakau dan empang terpisah dalam

dua hamparan yang diatur oleh saluran

air dengan dua pintu yang terpisah untuk

hutan bakau dan empang.

Cara penanaman khusus

Jika lokasi penanaman berombak besar,

perlu dilakukan cara penanaman yang

berbeda, yaitu dengan:

1.1. Bantuan batang bambu,

Untuk lokasi ini ditanam jenis Rhizophora

spp.

Pancangkan bambu sedalam 50 cm pada

titik tanam, kemudian tanam bibit di

sebelahnya dan ikatkan batangnya pada

bambu dengan tali rafi a.

1.2. Penggunaan Buis Beton atau Bambu,

Pilih buis beton atau bambu dengan garis

tengah 30 cm dan panjang 1 meter.

Pancangkan buis beton atau bambu ke

titik tanam sedalam 50 cm. Isi dengan

lumpur.

Tanam bibit ke dalam buis beton atau

bambu tesebut.

V.2. Pemeliharaan Bakau

V.2.1 Teknik Pemeliharaan Bakau

Setelah bibit bakau ditanam maka perlu

dilakukan pemeliharaan dengan kegiatan

sebagai berikut:

Penyiangan dan Penyulaman, yaitu dengan

memeriksa kondisi dan memastikan tidak

ada sampah yang tersangkut, tumbuhan ‘liar’

yang tumbuh di sekitar penanaman, atau

dengan menyiangi tanaman bakau yang

mati agar pertumbuhan tumbuhan lainnya

tak terganggu.

Penjarangan, yaitu dengan memberi ruang

tumbuh yang ideal bagi tanaman agar

pertumbuhan tanaman dapat meningkat

dan pohon-pohon yang tumbuh bisa sehat

dan baik.

Gambar 22. Buis beton. Sumber: http://anekabeton.com/?Buis_Beton

Page 160: Buku Manual Pelatihan_res

158 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Perlindungan Tanaman, yaitu melindungi

bakau dari hama penganggu pada masa

kritis. Misalnya pada usia 1 tahun hama yang

bisa menyerang adalah ketam atau serangga.

Pengelolaan Rehabilitasi Bakau, pengelolaan

rehabilitasi bakau yang baik adalah berbasis

masyarakat dan sejalan dengan peningkatan

kapasitas dan kegiatan ekonomi masyarakat.

V.2.2. Penyiangan dan Penyulaman

Tiga bulan setelah penanaman perlu

dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui

tingkat pertumbuhan tanaman. Apabila

ada tanaman yang mati harus segera

disulam (diganti) dengan tanaman yang

baru. Lokasi penanaman yang agak tinggi

atau frekuensi genangan air pasang kurang

perlu mendapat perhatian lebih karena pada

lokasi tersebut biasanya cepat ditumbuhi

kembali oleh jenis pakis-pakisan atau piyai

(Acrosthicum aureum). Jadi, ketika piyai sudah

terlihat mengganggu pertumbuhan anakan

bakau, perlu dilakukan penebasan. Kegiatan

penyiangan dan penyulaman dilakukan

sampai tanaman berumur 5 tahun.

V.2.3. Penjarangan

Penjarangan dilakukan untuk memberi

ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman

sehingga pertumbuhan tanaman dapat

meningkat serta pohon dapat tumbuh

sehat dan baik. Hasil penjarangan dapat

dimanfaatkan sebagai bahan baku arang,

industri chips/kertas, kayu bakar, atau untuk

makanan kambing.

V.2.4. Perlindungan dari Hama

Pertumbuhan tanaman bakau memiliki

masa-masa kritis. Oleh karena itu, perlu

dilakukan perlindungan dari hama sejak

masa pembibitan hingga mencapai anakan.

Sejak pembibitan hingga berusia 1 tahun,

batang mangrove sangat disukai oleh

serangga atau ketam. Biasanya 60-70%

bakau akan mati sebelum berusia 1 tahun

karena digerogoti serangga atau ketam.

Untuk mengatasi hama ini, lakukanlah

beberapa cara berikut ini:

a. Pilihlah buah bakau dan tancang

yang cukup matang untuk dijadikan

bibit. Tanda-tanda kematangan buah

ditunjukkan oleh keluarnya buah dari

tangkai,

b. Simpanlah buah-buah yang telah dipilih

di tempat yang teduh, lalu tutup dengan

karung goni setengah basah selama 5

sampai 7 hari. Cara penyimpanan seperti ini

untuk menghindari serangga yang tertarik

dengan bau atau aroma segar buah bakau,

Page 161: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 159

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

c. Setelah itu buah bakau siap disemai

pada kantong plastik atau botol bekas

air mineral, atau dapat pula ditanam

langsung ke lokasi tanam,

Hama lain yang sering menyerang tanaman

bakau muda adalah kutu lompat (mealy

bug). Kutu lompat dapat menyebabkan daun

bakau muda berwarna kuning, kemudian

rontok dan tanaman mati. Jika terdapat

tanda-tanda seperti itu, sebaiknya tanaman

yang terserang dimusnahkan agar tidak

menyebar pada tanaman yang lain.

Untuk mengatasi hama ini dilakukan

beberapa cara sebagai berikut :

Buah Rhizopora spp. Atau Bruguiera

spp. Yang akan digunakan sebagai bibit

dipilih yang cukup matang. Tanda –

tanda kematangan buah ditunjukan oleh

keluarnya buah dari tangkai .

Buah kemudian disimpan di tempat

teduh, ditutupi dengan karung goni

setengah basah selama 5 – 7 hari.

Penyimpanan selama itu dimaksudkan

untuk menghilangkan bau/aroma buah

segar dari buah bakau yang sangat

disenangi serangga.

Setelah itu buah bakau siap untuk

disemai pada kantong plastik/ botol

bekas air mineral atau ditanam langsung

di lokasi tanam.

V.2.5. Pemantauan dan Evaulasi

Beberapa hal yang perlu mendapat

perhatian, berdasarkan pembelajaran dari

beberapa kegiatan rehabilitasi bakau yang

pernah dilakukan selama ini, yaitu sebagai

berikut: kesalahan dalam waktu penanaman,

pemilihan jenis dan teknologi rehabilitasi

yang tidak sesuai dengan lokasi rehabilitasi;

tingginya aktivitas (perahu) di beberapa

lokasi yang mengganggu keberhasilan

kegiatan penanaman; sempitnya waktu

dari mulai perencanaan sampai dengan

pelaksanaan kegiatan rehabilitasi sehingga

tujuan untuk memberdayakan masyarakat

dalam kegiatan rehabilitasi bakau tidak

tercapai secara baik; tingkat kesejahteraan

masyarakat di sekitar hutan bakau yang

masih rendah menjadi permasalahan utama

yang segera dipecahkan dalam pelaksanaan

kegiatan penyelematan rehabilitasi bakau;

dan kurangnya keterlibatan masyarakat

terutama dalam proses perencanaan dan

kegiatan pemeliharaan tanaman hasil

rehabilitasi. Disamping itu, pembinaan dari

instansi terkait kepada masyarakat masih

sangat terbatas, sehingga kepeduliaan

masyarakat terhadap upaya-upaya

Page 162: Buku Manual Pelatihan_res

160 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

pelestarian dan rehabilitasi bakau masih

rendah.

Tabel 1. Prosedur Penanaman Bakau

Spesies Pembenihan Naungan PenyiramanPengendalian

HamaCatatan

R. Mucronata Tanam ± 7 cm dari permukaan tanah

30% saat pasang serangga ulat bulu

R. Apiculata Tanam ± 5 cm dari permukaan tanah

30% saat pasang -

B. Gymnorrhiza Tanam ± 5 cm dari permukaan tanah

15% saat pasang - Jangan lepaskan tangkainya

C.tagal Tanam ± 5 cm dari permukaan tanah

30% saat pasang -

S. alba Tancapan buah sedikit ke permukaan tanah

30% 2 kali sehari tikus, kepiting, ulat bulu

Jaring kawat untuk menahan biji, tambahkan kotoran ternak 30% ke media tanah

A. Marina Letakkan pada permukaan tanah

30% sekali sehari tikus, kepiting, ulat bulu

X. Granatum Letakkan pada permukaan tanah

30% sekali sehari kepiting

Page 163: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 161

54

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan Bakau2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL

67

PerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL

Evaluasi Kemampuan

Apa yang Anda ketahui tentang wilayah

pesisir?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Berikut ini merupakan jenis tanaman

mangrove/bakau, kecuali?

a. Rhizopora sp

b. Tectona grandis

c. Avicennia sp

Bagaimana sistem zonasi bakau yang ada

di Indonesia?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Apakah manfaat bakau bagi lingkungan

hidup?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Apakah manfaat bakau bagi masyarakat?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Berikut ini menjadi penyebab kerusakan

bakau di Indonesia, kecuali?

a. Penebangan pohon untuk kayu bakar

b. Pembuatan perabot rumah tangga

c. Rehabilitasi pesisir

Bagaimana cara melindungi habitat

bakau dari kerusakan?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Bagaimana proses persemaian dan

pembibitan bakau?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Apa saja yang perlu dipersiapkan dalam

penanaman bakau?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Tapahapan apa saja yang dilakukan

dalam pemeliharaan dan perawatan

bakau sehingga tumbuhannya bisa

bagus?

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

....................................................................................

Page 164: Buku Manual Pelatihan_res

162 | Manual Pelatihan

MODUL 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Daftar Pustaka

Bengen, Dr. Dietrich G., 2000. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Bakau. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan - Bogor Institute of Agriculture.

Brown, Benyamin. 2004. Petunjuk Teknis Rehabilitasi Hidrologi Bakau: 5 Tahap Rehabilitasi

Bakau. RR Lewis, Alfredo Quarto, Jim Enright, Elaine Corets, Jurgenne Primavera,

Ravi Shankar, Rignolda Djamaluddin, Almira Riyanti, Anggoro, T. Lukmanul Hakim

(Penyunting). Bakau Action Project dan Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia April 2006 -

Yogyakarta, Indonesia.

Dahuri, R. 2003. “Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan”. Orasi Ilmiah

Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumber Daya Pesisir Dan Lautan . Fakultas Perikanan

dan Ilmu Kelautan IPB.

Hachinhoe, Hideki et.al., 1998. Manual Persemaian Bakau, di Bali. Departemen Kehutanan dan

Perkebunan RI & Japan International Cooperation Agency.

Kitamura, Shozo, et al., 1997. Handbook of Bakaus in Indonesia. JICA & ISME.

Bakau Information Centre. 2003. “Pengelolaan Kawasan Hutan Bakau yang Berkelanjutan”.

Seminar Pengelolaan Hutan Bakau, Denpasar Bali, 8 September 2003.

Rusila Noor, Y., M. Khazali, I.N.N. Suryadiputra. (1999). Panduan Pengenalan Bakau di Indonesia.

PKA/WI-IP, Bogor.

Soemodihardjo, S., P. Wiroatmodjo, F. Mulia, and M.K. Harahap. 1996. “Bakaus in Indonesia

- a case study of Tembilahan, Sumatra”. pp. 97-110 In C. Fields (ed.) Restoration of Bakau

Ecosystems.

Yapeka. 2009. Pedoman Penanaman Bakau di Pantai Timur Surabaya (tidak diterbitkan).

Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia. 2006. Petunjuk Tehnis Rehabilitasi Bakau. April -

Yogyakarta, Indonesia.

Page 165: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 163

Perlindungan Satwa Liar

MODUL6Foto Tarsius, Ular & Katak sumber © Agustinus Wijayanto/WCS IP

Page 166: Buku Manual Pelatihan_res

164 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

I. Pengenalan Perlindungan Satwa Liar

I.1. Pengenalan Perlindungan Satwa Liar

Pada Lahan Pertanian dan di Sekitar

Wilayah Perdesaan

Saat ini perkembangan pembangunan

daerah sangat pesat sebagai bagian

dalam meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan ekonomi nasional. Di

sisi lain, pembangunan hendaknya tetap

memperhatikan aspek sosial, lingkungan,

dan ekosistem, sehingga pembangunan

yang berkesinambungan dengan tetap

menjaga kelestarian sumberdaya alam

dan keanekaragaman hayati beserta

ekosistemnya dapat tercapai. Semakin

cepat upaya pembangunan semakin

kompleks upaya untuk penataan ruang bagi

kelestarian keanekaragaman hayati dan

ekosistem. Kondisi ini sering menimbulkan

benturan kepentingan yang akhirnya

merugikan pemerintah dan masyarakat

umum secara luas. Salah satu dampak

langsung dari pembangunan tersebut

adalah berkurangnya luasan hutan dan

cenderung mengakibatkan konfl ik antara

satwa yang hidup di dalamnya dengan

manusia yang tinggal di sekitar lahan

pertanian atau perdesaan yang berbatasan

langsung dengan kawasan hutan.

Lahirnya Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor: P.48/MENHUT II/2008 Tentang

Pedoman Penanggulangan Konfl ik Manusia

dan Satwa liar didorong oleh makin

meningkatnya konfl ik antara manusia

dan satwa liar belakangan ini. Satwa liar

yang sering berkonfl ik antara lain gajah,

harimau, orangutan, dan lain-lain.  Konfl ik

antara manusia dan satwa liar terjadi akibat

interaksi negatif, secara langsung maupun

tidak langsung, antara manusia dan satwa

liar. Berdasarkan fakta di lapangan sering

terjadi konfl ik antar manusia dan satwa liar

hingga menimbulkan kerugian harta benda

maupun keselamatan jiwa manusia dan atau

satwa liar itu sendiri. Konfl ik tersebut harus

diselesaikan dengan tetap memperhatikan

keselamatan manusia dan kelestarian satwa

liar.

Penyusutan dan kerusakan kawasan

hutan dataran rendah yang terjadi di

Sumatera dan Kalimantan selama sepuluh

tahun terakhir telah mencapai titik kritis

yang dapat membawa bencana ekologis

skala besar bagi masyarakat. Penyusutan

hutan juga berpeluang menimbulkan

kompetisi pemanfaatan ruang antara

manusia dengan satwa liar. Konfl ik antara

satwa liar yang dilindungi, seperti gajah,

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

Page 167: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 165

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6harimau, orangutan, maupun satwa liar

lain seperti babirusa yang dilindungi

dengan masyarakat umumnya berupa

gangguan terhadap tanaman masyarakat.

Hal itu disebabkan berbagai faktor yang

diduga menjadi penyebab terjadinya

gangguan satwa liar, misalnya terpecah

belahnya (fragmentasinya) tempat hidup

makhluk hidup atau habitat satwa serta

menyempitnya daerah jelajah satwa liar

akibat konversi hutan, serta menurunnya

daya dukung lingkungan.

Disadari atau tidak, konfl ik antara satwa liar

dengan manusia adalah akibat dari kelalaian

kita. Kerusakan alam sebagai akibat dari

pola pikir bahwa sumber daya alam adalah

kumpulan sumber daya bagi kebutuhan dan

kesenangan manusia. Untuk itu, ada cukup

alasan untuk menggalang solidaritas guna

melakukan eksploitasi atau menundukkan

alam, salah satunya dengan dengan

menganggap satwa liar harus disingkirkan

dari kehidupan manusia atau masyarakat

yang mengalami konfl ik.. Untuk mencegah

hal tersebut, diperlukan sebuah pengelolaan

satwa liar yang lebih baik.

Tujuan dari pencegahan dan penanganan

konfl ik satwa liar secara umum adalah

menciptakan hubungan yang “harmonis”

antara manusia dengan satwa liar. Secara

spesifi k ada dua hal yang ingin diwujudkan.

Pertama, pengelolaan satwa liar dilakukan

untuk mencegah atau mengurangi kerugian

jiwa dan material pada pihak manusia.

Kedua, pengelolaan dilakukan agar populasi

dan habitat satwa liar tidak terganggu.

Berikut ini adalah pengenalan satwa liar

yang biasanya mengalami konfl ik dengan

manusia di wilayah Sulawesi dan Sumatera:

Gambar 1. Penyusutan kawasan hutan di Pulau Sumatera dari tahun ke tahun

Page 168: Buku Manual Pelatihan_res

166 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

I.1.1. Gajah Sumatera (Elephant maximus

sumatranus)

Gajah Sumatera (Elephant maximus

sumatranus) hanya berhabitat di pulau

Sumatera, Indonesia. Populasinya tersebar

di tujuh provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara,

Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan,

dan Lampung. Meskipun sebaran habitatnya

luas, namun populasinya menurun

drastis. Oleh karena itu TUCN Redlist

menggolongkan binatang besar ini dalam

kategori Endangered sejak tahun 1996.

Gajah Sumatera secara umum mempunyai

ciri badan lebih gemuk dan lebar. Ujung

belalainya memiliki satu bibir. Berbeda

dengan gajah Afrika, gajah Sumatera

memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4

kuku di kaki belakang. Berat Gajah Sumatera

dewasa mencapai 3.500-5000 kilogram,

lebih kecil dari gajah Afrika.

Rata-rata gajah Sumatera dewasa dalam

sehari membutuhkan makanan hingga 150

kilogram dan 180 liter air. Dari jumlah itu,

hanya sekitar 40% saja yang mampu diserap

oleh pencernaannya. Untuk memenuhi

nafsu makan ini gajah Sumatera dapat

melakukan perjalanan hingga 20 km per

hari. Dengan kondisi hutan yang semakin

berkurang akibat pembalakan liar dan

kebakaran hutan, tidak heran jika nafsu

makan dan daya jelajah hewan ini sering

menimbulkan konfl ik dengan manusia.

Sebagaimana spesies gajah Asia lainnya,

gajah Sumatera tidur sambil berdiri. Selama

tidur, telinganya selalu dikipas-kipaskan. Ia

Gambar 2. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus).

Page 169: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 167

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6Tabel 1. Deskripsi Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)

Jenis Keterangan

Nama Satwa Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)

Populasi Pada tahun 1980-an, pernah dilakukan survei gajah di seluruh Sumatera dengan menggunakan metode penaksiran secara cepat (rapid assessment survey). Hasil survei tersebut memperkirakan populasi gajah sumatera berjumlah 2800-4800 individu dan tersebar di 44 lokasi (Blouch dan Haryanto 1984; Blouch dan Simbolon 1985)

Distribusi Tersebar di tujuh provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung.

Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)b. Terancam Punah/Endangered (IUCN) c. Apendiks I (CITES)

Ciri-ciri Gajah Sumatera secara umum mempunyai ciri badan lebih gemuk dan lebar. Pada ujung belalai memiliki satu bibir. Berbeda dengan Gajah Afrika, Gajah Sumatera memiliki 5 kuku pada kaki depan dan 4 kuku di kaki belakang. Berat Gajah Sumatera dewasa mencapai 3.500-5000 kilogram, lebih kecil dari Gajah Afrika.

Ancaman PerburuanHilang dan rusaknya habitat akibat penggundulan hutan (deforestasi)Berkurangnya habitat menjadikan penyempitan area jelajah gajah, sehingga mengganggu lahan kebun/ pemukiman masyarakat. Kondisi demikian yang menjadi pemicu konfl ik antara manusia dengan gajah

Gambar 3. Peta Sebaran Gajah Sumatera.

(Sebaran gajah sumatera saat ini, terdapat di tujuh (7) provinsi. Populasi gajah sumatera diperkirakantelah mengalami penurunan sekitar 35% dari tahun 1992,

dan nilai ini merupakan penurunan yang sangat besar dalam waktu yang relatif pendek).

Page 170: Buku Manual Pelatihan_res

168 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

mampu mendeteksi keberadaan sumber air

dalam radius 5 kilometer. Gajah Sumatera

mengalami masa kawin pada usia 10-12

tahun, dan akan melahirkan anak selama

4 tahun sekali dengan masa mengandung

hingga 22 bulan.

Selain karena perburuan, berkurangnya

populasi gajah di alam juga disebabkan

makin berkurangnya luasan habitat mereka.

Pengurangan habitat tersebut salah satunya

karena perubahan habitat gajah Sumatera

menjadi perkebunan monokultur skala

besar, seperti sawit, karet, dan kakao.

Perubahan habitat juga telah membuat

gajah terjebak dalam blok-blok kecil hutan

yang tidak mampu menyokong kehidupan

gajah untuk jangka panjang. Kondisi seperti

itu sering menjadi pemicu terjadinya konfl ik

antara manusia dengan gajah.

I.1.2. Harimau Sumatera (Panthera tigris

sumatrae)

Harimau Sumatera semakin langka dan

dikategorikan sebagai satwa yang terancam

punah. Dari catatan para ahli, harimau 

berkembang di kawasan timur Asia, yaitu

China dan Siberia sebelum berpecah dua.

Satu kelompok bergerak ke hutan-hutan

di Asia Tengah di barat dan barat daya

yang kemudian menjadi harimau Caspian.

Kelompok lainnya bergerak dari Asia Tengah

ke arah kawasan pergunungan barat, dan

seterusnya ke Asia tenggara dan kepulauan

Indonesia. Sebagian lagi terus bergerak

ke barat hingga India (Hemmer,1987).

Tabel 2. Proporsi sebaran populasi gajah Sumatra dengan beberapa status kawasan hutan

Status Kawasan Luas Kawasan (hektar)

Persentase (%)

Hutan Konversi 386.829 9,39

Hutan Produksi Terbatas 1.648.654 40,03

Hutan Konservasi 619.988 15,05

Hutan Produksi 709.145 17,22

Hutan Lindung 494.088 12,0

Hutan Negara Tidak Terbatas 15.916 0,39

Perairan 2.108 0,05

Daerah Lain 234.460 5,69

Tidak Ada Data 7.678 0,19Sumber : Departemen Kehutanan, Strategi & Rencana Aksi Konservasi Gajah Indonesia

Page 171: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 169

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6Harimau Sumatera dipercaya terasing ketika

permukaan air laut meningkat pada 6.000

hingga 12.000 tahun silam. Uji genetik

mutakhir telah mengungkapkan tanda-

tanda genetik yang unik yang menandakan

bahwa subspesies harimau Sumatera

mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan

subspesies harimau lainnya dan sangat

mungkin berkembang menjadi spesies

terpisah bila berhasil lestari.

Perlu diketahui, terdapat 9 subspesies

harimau, tiga diantaranya telah dinyatakan

punah. Kesembilan subspesies harimau

tersebut adalah:

1. Harimau Indochina (Panthera tigris

corbetti) terdapat di Malaysia, Kamboja,

China, Laos, Myanmar, Thailand,

dan Vietnam.

2. Harimau Bengal (Panthera tigris tigris)

terdapat di Bangladesh, Bhutan, China,

India, dan Nepal.

3. Harimau Cina Selatan (Panthera tigris

amoyensis) terdapat di China.

4. Harimau Siberia (Panthera tigris altaica)

dikenal juga sebagai Amur, Ussuri,

Harimau Timur Laut China, atau harimau

Manchuria. Terdapat di China, Korea

Utara, dan Asia Tengah di Rusia.

5. Harimau Sumatera (Panthera tigris

sumatrae) terdapat hanya di pulau

Sumatera, Indonesia.

6. Harimau Malaya (Panthera tigris jacksoni)

terdapat di semenanjung Malaysia.

7. Harimau Caspian (Panthera tigris

virgata), telah punah sekitar tahun

Gambar 4. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).

Page 172: Buku Manual Pelatihan_res

170 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

1950an. Harimau Caspian ini terdapat

di Afganistan, Iran, Mongolia, Turki, dan

Rusia.

8. Harimau Jawa (Panthera tigris sondaica),

telah punah sekitar tahun 1972.

Harimau Jawa hanya terdapat di pulau

Jawa, Indonesia.

9. Harimau Bali (Panthera tigris balica) yang

telah punah sekitar tahun 1937. Harimau

Bali terdapat di pulau Bali,  Indonesia.

Makanan harimau Sumatera tergantung

tempat tinggal dan seberapa berlimpah

mangsanya. Harimau Sumatera merupakan

hewan soliter yang berburu di malam hari.

Kucing besar ini mengintai mangsanya

dengan sabar sebelum menyerang

dari belakang atau samping. Mereka

Tabel 3. Deskripsi Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Jenis Keterangan

Nama Satwa Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)

Populasi Di alam liar menurut para ahli diperkirakan tinggal 400–500 ekor

Distribusi Pulau Sumatera

Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)b. Terancam Punah/ Critically Endangered (IUCN)c. Apendiks I (CITES)

Ciri-ciri Harimau Sumatera adalah  subspesies  harimau terkecil. Jenis ini mempunyai warna paling gelap diantara semua subspesies harimau lainnya. Pola hitamnya berukuran lebar dan jaraknya rapat bahkan terkadang berdempetan. Panjang Harimau Sumatera jantan dapat mencapai antara 2,2 – 2,8 meter, sedangkan betina sekitar 2,15 – 2,3 meter. Tingginya, diukur dari kaki ke tengkuk, rata-rata adalah 75 cm, tetapi ada juga yang mencapai antara 80 – 95 cm. Sedangkan berat jantan antara 130 – 255 kg sedangkan betina berkisar 120 dan 180 kg. Hewan ini mempunyai bulu sepanjang 8 – 11 mm. Surai pada harimau Sumatera jantan berukuran 11 – 13 cm

Ancaman Ancaman terbesar terhadap kelestarian harimau sumatera adalah aktivitas manusia, terutama konversi kawasan hutan untuk tujuan pembangunan seperti perkebunan, pertambangan, perluasan pemukiman, transmigrasi dan pembangunan infrastruktur lainnya. Selain mengakibatkan fragmentasi habitat, berbagai aktivitas tersebut juga sering memicu konfl ik antara manusia dan harimau, sehingga menyebabkan korban di kedua belah pihak, bahkan sering berakhir dengan tersingkirnya harimau dari habitatnya.

Page 173: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 171

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6memakan apa pun yang dapat ditangkap,

umumnya babi hutan  dan rusa., Terkadang

mereka juga memangsa unggas, ikan, dan

orangutan. Menurut penduduk di sekitar

hutan, setempat harimau Sumatera juga

gemar makan durian. Harimau Sumatera

juga mampu berenang dan memanjat

pohon ketika memburu mangsa. Luas

kawasan perburuan harimau Sumatera tidak

diketahui dengan tepat, tetapi diperkirakan

bahwa 4-5 ekor harimau Sumatera dewasa

memerlukan kawasan jelajah seluas 100

kilometer.

I.1.3. Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

Orangutan merupakan satu-satunya

kera besar yang hidup di Asia, sementara

tiga kerabatnya, yaitu; gorila, simpanse,

dan bonobo hidup di Afrika. Kurang dari

20.000 tahun yang lalu Orangutan dapat

dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari

Pulau Jawa di ujung selatan sampai ujung

utara Pegunungan Himalaya dan Cina

bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis

kera besar itu hanya ditemukan di Sumatera

dan Borneo (Kalimantan), atau sekitar 90%

populasi orangutan berada di wilayah

Indonesia. Penyebab utama mengapa

terjadi penyempitan daerah sebaran adalah

karena manusia dan orangutan menyukai

tempat hidup yang sama, terutama dataran

alluvial di sekitar daerah aliran sungai dan

Gambar 6. Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Dok. Foto Orangutan Information Centre (OIC)

Page 174: Buku Manual Pelatihan_res

172 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

hutan rawa gambut. Pemanfaatan wilayah

seperti itu untuk aktivitas sosial, ekonomi,

dan budaya manusia umumnya berakibat

fatal pada orangutan.

Para ahli primata saat ini sepakat untuk

menggolongkan Orangutan yang hidup di

Sumatera sebagai Pongo abelii yang berbeda

dari Pongo pygmaeus yang menempati

hutan-hutan dataran rendah di Borneo

(pulau Kalimantan). Dibandingkan dengan

kerabatnya di Borneo, orangutan Sumatera

menempati daerah sebaran yang lebih

sempit. Orangutan di Sumatera hanya

menempati bagian utara,, mulai dari Timang

Gajah di Aceh Tengah sampai Sitinjak di

Tapanuli Selatan.

I.1.4. Yaki (Macaca nigra)

Yaki atau dalam bahasa latin disebut Macaca

nigra merupakan satu dari tujuh subspesies

monyet di Sulawesi. Hidup berkelompok

adalah ciri khas dari genus Macaca. Perilaku

sosial yaki sangat terorganisir dan kompleks.

Pejantan membentuk hirarki kekuasaan.

Hirarki kekuasaan atau kedudukan dalam

kelompok tersebut disusun berdasarkan

suatu kompetisi dan setiap saat akan

berubah karena bertambahnya umur atau

ketika individu tersebut meninggalkan

Tabel 4. Deskripsi Orangutan Sumatera (Pongo abelii)

Jenis Keterangan

Nama Satwa Orangutan Sumatera (Pongo abelii)Habitat Pulau Sumatera

Populasi Saat ini populasi orangutan Sumatera diperkirakan hanya tersisa sekitar 6.500-an ekor (Rencana Aksi dan Strategi Konservasi Orangutan, Dephut 2007)

Distribusi Terbatas di bagian Utara Pulau Sumatera

Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)Sangat Terancam punah/ Critically Endangered (IUCN)Apendiks I (CITES)

Ciri-ciri Orangutan Sumatera mempunyai kantung pipi yang panjang pada orangutan jantan. Panjang tubuhnya sekitar 1,25 meter sampai 1,5 meter. Beart orangutan dewasa betina sekitar 30-50 kilogram, sedangkan yang jantan sekitar 50-90 kilogram. Bulu-bulunya berwarna coklat kemerahan.

Ancaman PerburuanHilang dan rusaknya habitat akibat penggundulan hutan (deforestasi)

Page 175: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 173

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6

kelompoknya dan bergabung dengan

kelompok lain (Singapore Zoological garden

Docents 2004).

Yaki hidup semiarboreal (di pohon) dan

teresterial (di tanah), namun mereka

lebih dominan hidup arboreal dan sering

menggunakan dahan untuk melakukan

penjelajahan. Pergerakan di tanah dan

pada percabangan pohon dilakukan secara

quadropedal (kaki dan kedua tangannya).

Namun cara bergerak yaki sangat bervariasi,

biasa menggunakan kedua kakinya (bipedal),

menggantung (brankiasi), atau memanjat.

Daerah jelajah yaki berkisar antara 114 –

320 ha (Rowe 1996; Supriatna & Edy Hendras

2000), dan jelajah hariannya dapat mencapai

6 km (Rowe 1996). Daerah jelajah suatu

kelompok, dapat juga menjadi daerah

jelajah kelompok lain. Yaki aktif pada siang

hari (diurnal) dan sore hari menjelang tidur

memilih tumbuhan yang rimbun. Tidur

dilakukan pada tajuk tinggi pepohonan

yang mereka tinggalkan menjelang matahari

terbit untuk segera mencari makan. Yaki

memakan berbagai tumbuhan, mulai dari

daun, pucuk, bunga, biji, buah dan umbi,

serta beberapa jenis serangga, moluska dan

invertebrata kecil.

Gambar 7. Yaki (Macaca nigra). © Agustinus Wijayanto/WCS IP.

Page 176: Buku Manual Pelatihan_res

174 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

Habitat yaki telah banyak menyusut akibat

penebangan dan pembukaan lahan untuk

perkebunan. Yaki dapat dijumpai pada

hutan primer atau hutan sekunder dataran

rendah karena cocok untuk tempat tidur

dan mencari makan. Setiap kelompok

memiliki pohon tidur masing-masing yang

disukai. Biasanya pohon tersebut tinggi

dan merupakan sumber makanan bagi

kelompoknya (O’Brien & Kinnaird 1997).

Tabel 5. Deskripsi Yaki (Macaca nigra)

Jenis Keterangan

Nama Satwa Yaki (Macaca nigra)

Habitat Yaki hidup semiarboreal dan teresterial, meskipun lebih dominan hidup arboreal (di pohon), dan sering menggunakan dahan untuk melakukan penjelajahan. Umumnya pergerakan di tanah dan pada percabangan pohon dilakukan secara quadropedal. Namun cara bergerak yaki sangat bervariasi, biasa menggunakan kedua kakinya (bipedal), menggantung (brankiasi), ataupun memanjat.

Populasi -

Distribusi Endemik (khas) di Sulawesi Utara : Semenanjung Sulawesi Utara memiliki tiga jenis yaki, yaitu Macaca nigra (terdapat di semenanjung utara), M. nigrescens (terdapat didaerah kabupaten Bollang Mongondow), dan M. hecki.

Status Perlindungan a. Dilindungi (PP.7 Tahun 1999)Endangered (IUCN)Apendiks II (CITES)

Ciri-ciri Tubuhnya berwarna hitam seluruhnya, kecuali pada bagian pantat yang disebut inchial callosities yang berwarna kemerahan. Panjang kepala dan badan binatang dewasa berkisar antara 45 hingga 57 cm, beratnya bervariasi antara 4 hingga 11 kg. Yaki hidup secara berkelompok. Besar kelompoknya antara 5 sampai 10 ekor.

Ancaman Perburuan untuk dijadikan sebagai satwa peliharaanHilang dan rusaknya habitat akibat penggundulan hutan (deforestasi)

Page 177: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 175

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Pasal 21 ayat 2

Setiap orang dilarang untuk :

a. Menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut,

dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;

b. Menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang

dilindungi dalam keadaan mati;

c. Mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di

dalam atau di luar Indonesia;

d. Memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain

satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut

atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di

luar Indonesia;

e. Mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki

telur dan atau sarang satwa yang dillindungi.

Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 33 ayat (3) dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00

(seratus juta rupiah).

Kotak I.

Page 178: Buku Manual Pelatihan_res

176 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

I.1.5. Anoa (Bubalus sp.)

Tabel6. Deskripsi Anoa (Bubalus sp.)

Nama Satwa Anoa (Bubalus sp)

Habitat Sulawesi

Populasi Kurang dari 5000 ekor yang hidup di alam liar

Distribusi Pulau Sulawesi

Status Perlindungan Dilindungi (PP 7 Tahunh 1999) Genting/Endangered (IUCN) Apendiks I (CITES)

Ciri-ciri Penampilan mereka mirip dengan kerbau dan memiliki berat 150-300 kg. Anak Anoa akan dilahirkan sekali setahun

Ancaman Perburuan, hilang dan rusaknya habitat

Gambar 8. Anoa (Bubalus sp.) ©Dwi Nugroho Adhiasto/WCS IP.

Page 179: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 177

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6I.2. Pengenalan Kawasan Konservasi di

Sekitar Wilayah Pedesaan

Lokasi beberapa desa di kecamatan pilot

PNPM LMP berbatasan dengan kawasan

konservasi. Kawasan konservasi dalam

arti yang luas adalah kawasan di mana

konservasi sumber daya alam hayati

dilakukan. Di dalam perundang-undangan

Indonesia tidak memuat defi nisi mengenai

kawasan konservasi secara jelas. Adapun

pengertian kawasan konservasi menurut

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan

dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen

Kehutanan adalah “kawasan yang ditetapkan

sebagai kawasan suaka alam, kawasan

pelestarian alam, taman buru dan hutan

lindung”. Sementara itu istilah-istilah yang

lebih dikenal adalah “kawasan lindung“.

Sedangkan hutan lindung adalah adalah

kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokok sebagai perlindungan sistem

penyangga kehidupan untuk mengatur

tata air, mencegah banjir, mengendalian

erosi, mencegah intrusi air laut dan

memelihara kesuburan tanah. Namun

dalam perjalanannya, pengelolaan kawasan

konservasi dan hutan lindung saat ini

belum mampu mengadopsi kebutuhan di

masyarakat yang menyangkut perubahan

lingkungan strategis baik nasional maupun

internasional.

Sampai saat ini, total luas kawasan

konservasi di Indonesia diperkirakan sekitar

28,166,580.30 ha. Luasan tersebutmencakup

kawasan cagar alam, kawasan suaka marga

satwa, kawasan taman nasional, kawasan

taman wisata alam, kawasan taman

hutan raya, dan kawasan taman buru.

Kawasan konservasi merupakan salah satu

cara yang ditempuh pemerintah untuk

melindungi keanekaragaman hayati dan

ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan

dan pengembangan kawasan konservasi

ditujukan untuk mengusahakan kelestarian

sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

sehingga dapat mendukung upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat dan

mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya

keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman

hayati tersebut sangatlah penting.

Menurut Undang-undang No. 5 tahun

1990, kawasan konservasi di Indonesia di

bagi menjadi dua kategori, yaitu: kawasan

suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian

alam (KPA). Kawasan suaka alam (KSA)

merupakan kawasan dengan ciri khas

Page 180: Buku Manual Pelatihan_res

178 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

tertentu, baik di daratan maupun di perairan

yang mempunyai fungsi pokok sebagai

kawasan pengawetan keanekaragaman

tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya

yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem

penyangga kehidupan. Sedangkan kawasan

pelestarian alam (KPA) merupakan kawasan

dengan ciri khas tertentu, baik di daratan

maupun di perairan yang mempunyai fungsi

pokok perlindungan sistem penyangga

kehidupan, pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa, serta

pemanfaatan secara lestari sumber daya

alam hayati dan ekosistemnya. Kawasan

suaka alam terdiri dari: cagar alam (sering

disingkat CA) dan suaka margasatwa(SM).

Sedangkan kawasan pelestarian alam terdiri

atas taman nasional (TN), taman wisata alam

(TWA), dan taman hutan raya (Tahura).

Sebagai bentuk upaya pelestarian kawasan

maka dilakukanlah pengelolaan terhadap

KSA dan KPA tersebut. Tujuan dari

pengelolaan tersebut untuk mengawetkan

keanekaragaman tumbuhan dan satwa

dalam rangka mencegah kepunahan spesies,

melindungi sistem penyangga kehidupan,

dan pemanfaatan keanekaragaman hayati

secara lestari/berkelanjutan.

Kawasan lain selain KPA dan KSA yang juga

perlu diketahui adalah Taman Buru, Cagar

Biosfer dan Hutan Lindung.

I.2.1. Kawasan Suaka Alam (KSA)

I.2.1.1. Kawasan Cagar Alam

Kawasan Cagar Alam adalah kawasan

suaka alam yang karena keadaan alamnya

mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa

dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu

yangperlu dilindungi dan perkembangannya

berlangsung secara alami.

I.2.1.2. Kawasan Suaka Marga Satwa

Kawasan Suaka Margasatwa adalah kawasan

suaka alam yang mempunyai ciri khas

berupa keanekaragaman dan atau keunikan

jenis satwa yang untuk kelangsungan

hidupnya dapat dilakukan pembinaan

terhadap habitatnya.

I.2.2. Kawasan Perlindungan Alam (KPA)

I.2.2.1. Kawasan Taman Nasional

Kawasan Taman Nasional adalah kawasan

pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem

zonasi yang dimanfaatkan untuk keperluan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan

rekreasi. Pembagian zonasi umumnya terdiri

Page 181: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 179

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6atas zona inti, zona pemanfaatan, dan zona

rimba.

I.2.2.2. Kawasan Taman Wisata Alam

Kawasan Taman Wisata Alam adalah

kawasan pelestarian alam dengan

tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi

kepentingan pariwisata dan rekreasi alam.

I.2.2.3. Kawasan Taman Hutan Raya

Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan

pelestarian alam untuk tujuan koleksi

tumbuhan dan atau satwa yang alami atau

bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis

asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, budaya, pariwisata,

dan rekreasi.

I.2.3. Taman Buru

Taman buru adalah kawasan yang

ditetapkan sebagai tempat wisata berburu

atau tempat dilaksanakan perburuan secara

teratur.

I.2.4. Cagar Biosfi r

Cagar biosfer adalah suatu kawasan yang

terdiri dari ekosistem asli, ekosistem unik,

dan atau ekosistem yang telah mengalami

degradasi yang keseluruhan unsur alamnya

dilindungi dan dilestarikan bagi kepentingan

penelitian dan pendidikan.

I.2.5. Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan

yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan

untuk mengatur tata air, mencegah banjir,

mengendalian erosi, mencegah intrusi air

laut dan memelihara kesuburan tanah.

I.3. Mengenal Beberapa Kawasan

Konservasi di Sulawesi dan Sumatera

I.3.1. Kawasan Konservasi di Sulawesi

Sulawesi Utara merupakan wilayah yang

cukup strategis dan memiliki endemisitas

keanekaragaman hayati tinggi. Ada

165 jenis hewan mamalia yang endemik

Indonesia, hampir setengahnya (46%) ada

di Sulawesi. Dari 127 jenis mamalia yang

ditemukan di Sulawesi, 79 jenis (62%)

endemik. Hanya di daratan Sulawesi tercatat

ada 233 jenis burung, 84 diantaranya

endemik Sulawesi. Jumlah ini mencakup

lebih dari sepertiga dari 256 jenis burung

yang endemik Indonesia. Sulawesi didiami

oleh sebanyak 104 jenis reptilia, hampir

sepertiganya atau 29 jenis adalah jenis

endemik. Itu berarti, dari 150 reptilia yang

Page 182: Buku Manual Pelatihan_res

180 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

tercatat endemik di Indonesia, seperlima di

antaranya ada di Pulau Sulawesi. Sulawesi

memiliki sejumlah satwa endemik yang

antara lain burung maleo (Macrocephalon

maleo), babirusa (Babyrousa babyrussa),

monyet hitam Sulawesi/yaki (Macaca nigra ),

anoa (Bubalus spp.), kuskus (Ailurops ursinus

dan Stigocuscus celebensis). Beberapa jenis

satwa endemik tersebut mendiami wilayah

konservasi (taman nasional atau cagar alam).

Tabel 7. Kawasan Konservasi  di Sulawesi

Nama Kawasan Satwa /Tumbuhan Endemik

Sulawesi Utara

Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Satwa

Yaki/ monyet hitam (Macaca nigra), monyet dumoga bone (M. nigrecens), Musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii), Anoa (Bubalus sp).

Jenis burung yang terkenal dan menjadi mascot taman nasional adalah burung maleo (Macrochepalon maleo)

 Tumbuhan

Tumbuhan yang khas adalah palem matayangan (Pholidocrpus ihur), kayu hitam (Diospyros celebica), kayu besi (Intsia spp.), kayu kuning (Arcaangelisia fl ava) dan Bungan bangkai (Amorphophallus companulatus).

Taman Nasional Laut Bunaken

Terkenal dengan terumbu karangnya yang indah. Terdapat jenis ikan purba yang sangat terkenal adalah ikan coelacanth (Latimeria manadoensis). Selain itu terdapat ikan kuda gusumi (Hippocampus kuda), oci putih (Seriola rivoliana), lolosi ekor kuning (Lutjanus kasmira), goropa (Ephinephelus spilotoceps dan Pseudanthias hypselosoma), ila gasi (Scolopsis bilineatus)

Cagar Alam Tangkoko

Terdapat jenis burung yang terkenal adalah  burung manguni (Otus manadensis) yang menjadi symbol daerah Minahasa. Kukus kerdil (Strigocuscus celebensis), kangkareng (Penelopides exarrhatus), tangkasi (Tarsius spectrum)

Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan

Taman Nasional Wakatobi

Memiliki kergaman terumbu karang yang tinggi, termasuk kedalam wilayah segitiga karang di dunia. Panorama lautnya juga menakjubkan, sehingga menjadi daerah tujuan wisata yang terkenal baik nasional dan internasional.  Jenis-jenis yang ada antara lain Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafl a, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta

Page 183: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 181

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6I.3.2. Kawasan Konservasi di Sumatera

Kawasan hutan Sumatera sangat unik

karena di dalamnya dihuni oleh satwa liar

yang endemik dan beberapa diantaranya

terancam. Sedikitnya empat mamalia

besar menghuni hutan-hutan di Sumatra

meskipun tidak seluruh daratan Sumatra

keberadaannya. Satwa khas Sumatra yang

terkenal antara lain harimau Sumatra, gajah

Sumatra, orangutan Sumatra, badak, tapir

dan beberapa jenis satwa lainya. Satwa-

satwa tersebut menghuni di beberapa

kawasan konservasi.

Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Terkenal dengan keunikan kars, goa-goa dengan stalaknit yang indah. Dikenal juga dengan kawasan Th e Kingdom of butterfl y (kerajaan kupu-kupu) setidaknya terdapat 20 jenis kupu-kupu yang dilindungi oleh pemerintah. Beberapa spesies unik antara lain Troides helena, Troides hypolitus, Troides haliphron, Papilo adamantius, dan Cethosia myrana

Lambusango Hutan Lambusango memiliki lima satwa kebanggaan yaitu  anoa (Bubalus sp.), Kuskus (Phalanger ursinus), julang sulawesi (Aceros cassidix), andoke (Macaca ochreata brunescens) dan tangkasi (Tarsius sp.)

Tabel 8. Kawasan Konservasi di Sumatera

Nama Kawasan Satwa /Tumbuhan Endemik

Taman Nasional Gunung Leuser

Satwa terkenal di kawasan ini adalah harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), gajah Sumatera (Elephan maximus sumatranus), Siamang (Hylobates syndactylus syndactylus) mawas/ orangutan (Pongo abelii), kambing hutan (Capricornis sumatranensis), rangkong (Buceros bicornis), rusa sambar (Cervus unicolor) dan kucing hutan (Prionailurus bengalensis sumatrana)

Taman Nasional Kerinci Seblat

Memiliki 4000 jenis tumbuhan yang didominasi family Dipterocapaceae. Tumbuhan yang langka dan endemic seperti pinus kerinci (Pinus merkusii stain kerinci), kau pacat (Harpulia alborea), bunga rafl esia (Rafl esia arnoldi dan R. haselltii) dan bunga bangkai (Amorphophallus titanum dan A. decus-silvae)

Page 184: Buku Manual Pelatihan_res

182 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

Gambar 9. Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatra Utara. (©Agustinus Wijayanto/WCS IP).

Terdapat juga jenis satwa burung rangkong (Buceros rhinoceros sumatranus) dan julang (Aceros undulatus undulatus), burung gading (Rhinoplax vigil) dan adanyaa kucing emas (Catopuma temminckii) yang sangat mesterius.

Taman Nasional Bukit Barisan Selatan

 

Tumbuhan yang menjadi ciri khas kawasan ini adalah bunga bangkai jangkung (A. decus-silvae), bunga bangkai raksasa (A. titanum) dan angrek raksasa/ tebu (Grammatophylum speciosum).

Habitat beruang madu (Helarctos malayanus malayanus), badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis), harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus), tapir

(Tapirus indicus), ungko (Hylobates agilis), siamang (H. syndactylus syndactylus), simpai (Presbytis melalophos fuscamurina), kancil (Tragulus javanicus kanchil), dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata).

Page 185: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 183

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6

Gambar 10. Peta kawasan konservasidi Sumatra dan Sulawesi

Page 186: Buku Manual Pelatihan_res

184 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

II. Peran Serta MasyarakatDalam pengelolaan kawasan konservasi

dalam mendukung pengelolaan satwa liar di

daerahnya sangat dibutuhkan. Hal ini sudah

tertuang dalam UU No. 41/1999 tentang

Kehutanan dimana peran masyarakat

termasuk masyarakat adat cukup besar.

Masyarakat mempunyai kewajiban dalam

turut serta menjaga dan melestarikan hutan,

yaitu :

a) Masyarakat berkewajiban untuk ikut serta

memelihara dan menjaga kawasan hutan

dari gangguan dan perusakan;

b) Dalam melaksanakan rehabilitasi

hutan, masyarakat dapat meminta

pendampingan, pelayanan, dan

dukungan kepada lembaga swadaya

masyarakat, pihak lain, atau pemerintah.

Selain itu, masyarakat juga memiliki

peran strategis masyarakat yaitu bahwa

masyarakat turut berperan serta dalam

pembangunan di bidang kehutanan

terutama dalam ikut memantau terjadinya

ancaman kerusakan terhadap kawasan

konservasi yang akan berdampak buruk

terhadap daerah sekitar masyarakat

tersebut tinggal. Disisi lain, Pemerintah

wajib mendorong peran serta masyarakat

melalui berbagai kegiatan di bidang

kehutanan yang berdaya guna dan berhasil

guna. Pemberdayaan masyarakat di sekitar

kawasan hutan (baik kawasan konservasi

maupun hutan lindung) multak diperlukan.

Dampak positif dan negative dari bentuk

pengelolaan kawasan akan dirasakan

oleh warga sekitar pedesaan terutama

bagi mereka yang tempat hidup dan

matapencahariannya berada di kawasan

hutan dimana satwa liar hidup di dalamnya.

KSA dan KPA di Indonesia beserta pengelola

wilayah yang bersangkutan dengan lokasi

PNPM LMP dapat dilihat pada lampiran.

III. Contoh Penanganan Konfl ik Antara Satwa Liar dan Masyarakat (Gajah, Harimau, Orangutan dan Yaki)

Ancaman terbesar terhadap kelangsungan

hidup satwa liar berasal dari perusakan

habitatnya yang disebabkan oleh

pembukaan hutan untuk dijadikan lahan

pertanian, perkebunan, pertambangan,

dan pemukiman. Kegiatan tersebut

mengakibatkan populasi satwa liar

menurun dan tempat hidupnya terbelah-

belah (fragmentasi). Konfl ik antara

manusia dengan satwa liar terjadi karena

adanya kompetisi atau perebutan dalam

memanfaatkan ruang dan sumber daya alam

Page 187: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 185

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6

yang terbatas. Ketika kebutuhan manusia

akan lahan, sumber daya alam, kekayaan

dan kesejahteraan meningkat, ancaman bagi

keberadaan dan kelangsungan hidup satwa

liar juga meningkat. Di Sumatera, secara

khusus, konfl ik antara manusia dengan

satwa liar sering terjadi, terutama pada

gajah, harimau, dan orangutan.

Berikut ini contoh konfl ik yang terjadi dan

upaya penanganannya:

III.1. Penanganan Konfl ik Antara Manusia

dan Gajah

Penangan konfl ik satwa liar (gajah) dengan

manusia di sekitar wilayah Kecamatan

Serbajadi dan Peunaron, di Kabupaten Aceh

Timur, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Konfl ik manusia-gajah mengakibatkan

kerugian yang signifi kan bagi manusia.

Kerusakan tanaman, terbunuhnya manusia

dan kerusakan harta benda sering terjadi

akibat konfl ik dengan gajah. Kerusakan

tanaman (crop raiding) oleh gajah

merupakan akibat yang paling sering terjadi.

Di sisi lain, konfl ik manusia-gajah (KMG)

juga menimbulkan kematian pada gajah

Gambar 11. Deforestasi (penggundulan hutan) menjadi salah faktor kepunahan satwa liar

Page 188: Buku Manual Pelatihan_res

186 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

karena diracun, ditembak atau disetrum.

Jika terus bermasalah gajah akan ditangkap

dan dipindahkan ke Pusat Konservasi Gajah

(PKG) atau ke tempat lain (translocation)

yang mengakibatkan terjadinya kepunahan

lokal,misalnya ke wilayah di provinsi Riau

dan Lampung.

Secara garis besar kerusakan tanaman yang

ditimbulkan oleh gajah dapat dikategorikan

menjadi dua bagian, yaitu:

· Opportunistic raiding, yaitu kerusakan

tanaman yang terjadi karena gajah secara

kebetulan menemukan lahan pertanian

yang berada di dalam atau berdekatan

dengan daerah jelajahnya;

· Obligate raiding, yaitukerusakan tanaman

oleh gajah yang keluar dari habitatnya

yang telah rusak akibat fragmentasi

habitat atau degradasi yang parah.

Cara mencegah terjadinya konfl ik antara

manusia dengan gajah

a) Tidak melakukan aktivitas yang

mengganggu dan merusak habitat

gajah.. Disengaja atau tidak disengaja

manusia telah melakukan aktivitas yang

mengganggu dan merusak habitat

gajah. Aktivitas-aktivitas manusia yang

mengganggu dan merusak habitat majah

adalah perambahan (encroachment)

dan pembalakan liar (illegal logging),

perburuan dan penangkapan satwa

(illegal hunting), kebakaran hutan

(forestfi re) yang akan menyebabkan

penurunan kualitas hutan dan

penyempitan habitat gajah.

b) Tidak bercocok tanam di daerah

perlintasan gajah. Kebutuhan akan lahan

yang tinggi mendorong masyarakat

petani untuk terus memperluas lahan

pertanian, perkebunan dan perladangan.

Akan tetapi beberapa lokasi lahan

pertanian, perkebunan dan perladangan

masyarakat berada pada jalur perlintasan

gajah. Hal ini semakin parah karena jenis

tanaman yang ditanam masyarakat juga

disukai gajah.

c) Tidak membangun pemukiman

penduduk. Pemukiman penduduk

berhubungan erat dengan tempat

manusia bercocok tanam, perladangan

dan perkebunan dan berhubungan

dengan semakin padatnya jumlah

penduduk.

Faktor-faktor di atas adalah pertimbangan-

pertimbangan untuk menghindari terjadinya

konfl ik antara manusia dengan gajah.

Terdapat tiga tipe konfl ik yang dikenal

Page 189: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 187

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6

selama ini, yaitu tipe A (sangat parah), tipe B

(berat dan sering terjadi), dan tipe C (ringan

dan jarang terjadi). Jika KMG telah terjadi

di suatu wilayah , ada beberapa solusi yang

bisa dilakukan sesuai tipe konfl iknya:

a. Konfl ik tipe A (sangat parah), solusinya:

· Mempertimbangkan ulang konversi

lahan untuk dijadikan kawasan

lindung,

· Membentuk kawasan “Managed

Elephant Range”/jarak pengelolaan

kawasan dengan gajah

· Memindahkan populasi melalui

penggiringan ataupun translokasi ke

habitat yang mendukung,

· Memindahkan populasi gajah ke

habitat lain yang mendukung.

b. Konfl ik tipe B (berat dan sering terjadi),

solusinya:

· Meningkatkan status perlindungan

kawasan hutan bagi wilayah

hutan yang belum memiliki status

perlindungan, serta melakukan

manajemen habitat yang intensif.

· Membangun batas (barrier) fi sik

yang dapat menghentikan konfl ik

gajah dan manusia. Barrier fi sik dapat

MODUL

Gambar 12. Konfl ik gajah yang terjadi seperti di sekitar TN Way Kambas. Dok. WCS IP

Page 190: Buku Manual Pelatihan_res

188 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

berupa pagar listrik, kanal, ataupun

pembentukan zona tanaman di lahan

perkebunan yang berbatasan dengan

habitat gajah,

· Pembentukan tim penanggulangan

konfl ik gajah yang dapat mengurangi

konfl ik dengan menggunakan zat anti

kimia serta penjagaan lahan pertanian

oleh masyarakat.

· Membentuk sistem kompensasi yang

dapat membantu ekonomi masyarakat

yang terkena konfl ik.

· Mempertimbangkan untuk mengubah

sistem pertanian dengan mengganti

jenis tanaman yang tidak disukai

gajah, misalnyadamar, kopi, dll.

· Mempertimbangkan untuk merelokasi

atau memindahkan masyarakat ke

tempat yang lebih aman dan jauh dari

habitat gajah

c. Konfl ik tipe C (ringan dan jarang terjadi),

solusinya:

· Meningkatkan status perlindungan

kawasan hutan bagi wilayah

hutan yang belum memilki status

perlindungan, serta melakukan

manajemen habitat yang intensif.

· Pembentukan tim penanggulangan

konfl ik gajah yang dapat mengurangi

konfl ik dengan menggunakan

chemical deterrents dan penjagaan

lahan pertanian.

· Membentuk sistem kompensasi yang

dapat membantu ekonomi masyarakat

yang terkena konfl ik.

· Mempertimbangkan untuk mengubah

sistem pertanian dengan mengganti

jenis tanaman yang kurang disukai

gajah, sepertidamar, kopi, dll.

· Meningkatkan kesadaran melalui

kegiatan penyadartahuan bagi

masyarakat di sekitar habitat gajah

Adapun tahapan penanggulangan konfl ik

antara manusia dengan gajah yang bisa

dilakukan:

a. Sebelum terjadi gangguan

Tim Penanggulangan bersama-sama

masyarakat melakukan beberapa

kegiatan seperti:

· Membuat peta daerah rawan konfl ik

gajah dan menginformasikan kepada

pemerintah dan masyarakat yang

bersangkutan.

· Menyusun potensi pembentukan

kelompok-kelompok masyarakat untuk

penanggulangan konfl ik dengan gajah.

· Menetapkan daerah alternatif

pemblokiran dan penggiringan gajah

Page 191: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 189

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6(pembuatan kanal)

· Penerapan alat penghalau tradisional

(budidaya lebah madu)

· Menyusun program penanggulangan

konfl ik gajah manusia berbasis partisipasi

sesuai prosedur rencana kerja.

· Membuat dan menetapkan rencana

anggaran/biaya kegiatan.

· Merumuskan dan mencari penyandang

dana untuk kegiatan penanganan konfl ik

gajah

b. Ketika terjadi gangguan

Tim Penanggulangan pada saat kejadian

melakukan kegiatan seperti:

· Memberi petunjuk teknis pelaksanaan

penanggulangan gangguan satwa liar

gajah dan mengirimkan Tim Reaksi Cepat

ke daerah gangguan.

· Mengirimkan bantuan sarana prasarana

dan peralatan satgas KGM ke daerah

bencana/konfl ik.

· Melaporkan kejadian gangguan dan

penaggulangannya kepada Kepala Desa,

Kepala Balai Konservasi Sumberdaya

Alam (BKSDA), dan Bupati bila diperlukan.

c. Sesudah terjadi gangguan

· Menghitung jumlah kerusakan yang

dialami masyarakat, dan menyampaikan

informasi jumlah perkiraan kerugian

kepada Kepala BKSDA, dan membuat

rencana tindak lanjut.

· Memberikan bantuan sarana dan

prasarana yang diperlukan dalam upaya

penanganan gangguan gajah di lapangan

· Mendorong terciptanya situasi dan

kondisi yang kondusif di wilayah yang

mengalami konfl ik gajah.

Pengalaman masyarakat desa Menggamat di

kabupaten Aceh Selatan dalam menghadapi

konfl ik dengan gajah cukup menarik. Untuk

mengusir gajah mereka membuat menara

pengawas serta memperkuat kelompok

masyarakat untuk bergiliran berjaga

sehingga ketika ada gajah yang akan masuk

kebun dapat segera dihalau.Gambar 13. Ladang masyarakat yang dirusak oleh gajah. Dok.

WCS IP

Page 192: Buku Manual Pelatihan_res

190 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

III.2. Penanganan Konfl ik Antara Manusia

dan Harimau

Harimau merupakan jenis hewan

pemangsa yang masuk dalam tingkat atas

dalam rantai makanan. Harimau dapat

mendekati mangsanya tanpa diketahui dan

membunuhnya secepat kilat. Oleh sebab itu

bila kita melihat harimauyang mungkin saja

harimau itu tidak bermaksud menyerang

kita--perilaku atau sikap yang tepat akan

sangat menolong untuk menghindari

serangan harimau terhadap kita.

Pengendalian diri adalah unsur utama

dalam setiap konfrontasi manusia dengan

harimau. Akhir-akhir ini di beberapa media

diberitakan tentang temuan korban baik

manusia mapun harimau yang berujung

pada kematian kedua belah pihak.

Berikut ini beberapa hal yang perlu

dikatahui terkait konfl ik antara manusia

dengan harimau:

Gambar 14. Kegiatan PNPM LMP di Aceh Selatan, pembangungan menara jaga pergerakan gajah, sebagai upaya pencegahan dini untuk menangani konfl ik manusia dengan gajah. ©Ade Kusuma Sumantri/WCS IP.

Page 193: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 191

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6Berbagai situasi pada saat bertemu

harimau

a. Harimau Dengan Anak

Situasi yang sangat berbahaya adalah

pada saat bertemu sarang dengan harimau

bersama anaknya yang baru lahir secara

tidak sengaja. Biasanya harimau akan

mengeluarkan auman peringatan. Pada

kasus seperti ini usahakan tidak panik, dan

segeralah mencari jalan kembali hingga

sekitar 500 meter jauhnya dari sarang

tersebut. Bila bertemu anak harimau tanpa

induk, tidak diperbolehkan menangkap

anak tersebut. Induk harimau kadang

meninggalkan anak-anaknya dalam waktu

yang cukup lama dan anak harimau yang

sudah mulai besar sering berkeliaran secara

mandiri. Induk akan melindungi anaknya

tanpa memperhatikan orang atau apapun,

bahkan kendaraan yang lewat. Kalau anda

melewati jalan dan melihat anak harimau di

lebih dari satu tempat, anda harus lapor ke

pihak yang berwenang.

b. Harimau dan anjing

Cukup sulit dijelaskan alasannya mengapa

harimau cenderung menyukai anjing.

Harimau dapat menghabiskan waktu

cukup lama untuk mengikuti manusia

yang pergi bersama anjing tanpa diketahui

oleh manusia maupun anjing tersebut.

Harimau akan menunggu hingga anjing

terpisah dengan pemiliknya. Saat itu, anjing

dengan cepat akan menghilang tanpa

jejak dan suara karena seketika dibunuh

harimau. Kadang harimau ini mengikuti

anjing dan manusia hingga beberapa hari

dan mengikuti manusia hingga ke tempat

tinggal sementara manusia di dalam hutan,

seperti gubuk atau pondok.. Pada kasus ini,

bukan hanya anjing yang terancam, namun

manusia juga dalam bahaya besar.

Kadang terkaman pertama harimau

tidak berhasil, dan anjing bersembunyi

di belakang pemiliknya untuk mencari

keselamatan. Harimau yang sudah terlalu

bernafsu untuk membunuh tidak dapat

menghentikan diri dan sering kali tanpa

memperhitungkan keberadaan manusia,

harimau tetap saja menerkam anjing

yang berada di dekat pemiliknya. Setelah

membawa anjing tersebut pergi, biasanya

harimau pergi meninggalkan manusia

begitu saja tanpa masalah. Anda tidak akan

bisa menolong anjing tersebut, karena

justru akan memicu harimau tersebut

mempertahankan hasil tangkapannya.

Kadang anjiing dapat menemukan si

Page 194: Buku Manual Pelatihan_res

192 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

pengintai (harimau). Anjing akan menjadi

lemas/takut dan akan terus menempel

di kaki pemilik dan terus merengek-

rengek. Pada situasi ini, sebaiknya

segera meninggalkan lokasi tersebut

sambil melakukan kegiatan yang dapat

mengejutkan harimau, misalnya suara-suara

keras, memukul benda logam, enembakkan

senjata-jika anda aparat keamanan agar

harimau takut. .

c. Harimau dengan mangsanya

Bila anda seorang pemburu yang telah

mendapat mangsa untuk diambil, sebaiknya

anda memeriksa jejak harimau di sekitar

area pemburuan mangsa tersebut. Anda

harus “memberitahukan” keberadaan anda

pada harimau ini dengan membuat suara

khas yang biasa dilakukan manusia seperti:

tembakan ke udara, suara dari benda logam,

berbicara dengan keras, atau memukul

pohon-pohon. Biasanya harimau tidak akan

menyentuh hewan yang dibunuh oleh

pemburu. Lagipula, predator (harimau) yang

normal dan sehat akan mengurungkan

niatnya untuk berburu jika dia menemukan

jejak manusia di daerah perburuannya.

Harimau yang mempunyai indra penciuman

tajam akan memilih pergi. Namun jika

harimau bertemu secara kebetulan,

mungkin ia akan menyerang anda.

Anda seharusnya tidak mendekati mangsa

harimau yang sudah mati. Keingintahuan

yang berlebihan seperti ini mungkin akan

menimbulkan sebuah akibat tragis. Beruang

dapat memakan sisa-sisa mangsa harimau

dan pada situasi seperti ini beruang akan

sangat agresif. Situasi yang berbahaya

terjadi saat harimau dan pemburu

mengincar mangsa yang sama. Pada saat

didekati, mangsa incaran seperti rusa atau

babi berhasil melarikan diri. Kadang harimau

akan melompat melakukan provokasi

terhadap pemburu dan dalam keadaan

ini pemburu harus “melakukan tindakan

drastis”.

d. Harimau terluka atau lapar

Setelah mengalami luka yang serius,

harimau akan kehilangan kemampuan

berburu walaupun sebenarnya belum terlalu

tua untuk dapat berburu dengan normal

(alami). Secara alami ini merupakan harimau

dengan kemampuan berburu yang buruk.

Rasa lapar akan merangsang harimau untuk

mendekati perkampungan, berkeliaran ke

tempat pembuangan sampah, memakan

bangkai, memangsa ternak dan anjing.

Keberadaan harimau ini merupakan

Page 195: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 193

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6ancaman serius dan direkomendasikan

hanya orang berpengalaman dan

mempunyai senjata lengkap yang

menangani kasus ini.

Darah pada jejak kaki atau di tempat biasa

harimau berbaring, atau jejak-jejak langkah

kecil yang tak biasa adalah pertanda

agar anda harus lebih berhati-hati. Pada

kasus seperti ini nda tidak diperbolehkan

berjalan sendirian dan anda harus

membawa perlengkapan mempertahankan

diri. Tindakan yang paling baik adalah

meninggalkan area tersebut hingga situasi

menjadi lebih aman.

Penurunan tajam pada jumlah

ungulata (mangsa utama harimau) juga

meningkatkan bahaya akan serangan

harimau. Kasus seperti ini harus terus

dimonitor oleh petugas khusus yang

mempunyai kemampuan dalam bidang

ini. Selain itu, memberikan informasi

pada masyarakat secara kontinyu. Jangan

bepergian di area tersebut tanpa jumlah

orang yang cukup.

e. Harimau dengan Jerat.

Sudah bertahun-tahun, para penjerat

menggunakan snare/sling dan jerat kaki

untuk menangkap harimau. Hewan

yang terkena jerat mungkin akan sangat

berbahaya bagi orang yang mendekatinya.

Biasanya harimau akan mengaum dan

mencakar permukaan tanah hingga harimau

ini mendengar ada manusia mendekat.

Kemudian, harimau ini akan berhenti (diam)

beberapa saat dan pada saat ada yang

mendekat dia akan kembali meyuarakan

raungan putus asa. Andai jerat putus atau

lepas, orang yang sedang berada di tempat

tersebut kecil kemungkinan untuk selamat.

Biasanya orang yang terluka pada kasus

seperti ini bukanlah si pelaku pemasangan

jerat. Sekali terkena dan bisa lepas dari jerat,

harimau yang mengalami trauma ini akan

menjadi sangat-sangat berbahaya.

f. Harimau di jalan raya

Seekor harimau bisa saja berada di jalan raya

untuk sekedar melintas atau karena mencari

tahu sesuatu. Harimau semacam ini tidak

membahayakan bagi pengendara mobil

selama tidak berhanti dan keluar dari mobil.

Pengendara sepeda motor seharusnya tidak

mendekati harimau ini dan perlu segera

mengambil keputusan cepat untuk terus

melaju melewati harimau dengan kecepatan

maksimal atau balik arah. Pengendara

sepeda kayuh harus terus melaju dengan

Page 196: Buku Manual Pelatihan_res

194 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

cepat tanpa menunjukkan rasa takut dengan

tidak memunggungi harimau, berbicaralah/

berteriak pada harimau dengan keras dan

segera meninggalkan tempat tersebut.

g. Perilaku harimau saat mengancam

(mengintimidasi)

Jika harimau terlihat, ini sudah harus

diartikan sebagai sebuah tanda peringatan.

Biasanya harimau akan berperilaku secara

diam-diam. Harimau akan mempelajari

kita dari bau dan suara, sambil berjalan

keluar dari tempat persembunyian untuk

mendapatkan semua “informasi”yang dia

perlukan tentang kita. Satwa liar berpotensi

membahayakan, dan perlu untuk selalu

waspada. Dengan perilaku ini, harimau bisa

jadi ingin memberikan peringatan bahwa

ada anak-anak harimau yang berada tidak

jauh atau mungkin ada mangsa miliknya.

Tapi bisa juga karena alasan lain, misalnya

dia melihat manusia sebagai pesaing yang

tidak diharapkan. Perilaku ini menunjukkan

bahwa harimau ini tidak berencana untuk

membunuh manusia, tapi lebih cenderung

pada memberikan peringatan bahwa

harimau berada disini. Oleh sebab itu, kita

harus keluar dari tempat tersebut tanpa

menembak ataupun memperlihatkan gaya

menembak pada harimau ini.

Perilaku ‘demonstrative” harimau ini ditandai

dengan auman. Dia akan membiarkan

kita dan mungkin bergerak searah kita.

Sering kali hal ini terjadi pada waktu gelap

(sore). Pada kondisi ini, tidak ada ancaman

serangan secara langsung, tapi auman yang

keras akan membuat kita tegang,stress,

takut dan panik. Hewan-hewan predator lain

pun pasti akan ketakutan mendengar auman

keras ini, hal ini menegaskan bahwa auman

ini begitu kerasnya dan sangat mengerikan

bagi manusia. Buatlah suara gaduh seperti

berbicara, tembakan udara (hanya petugas

dengan ijin senjata) dan tidak panik. Segera

tinggalkan lokasi tersebut dengan tidak

berlari.

Perilaku harimau saat menyerang

Saat terjadi pertemuan tanpa sengaja

antara manusia dan harimau secara “face

to face” atau berhadapan, hewan yang

sedang kelelahan pun tidak akan langsung

mengambil keputusan. Pada situasi ini,

inilah waktu untuk mempelajari keadaan.

Biasanya harimau tidak akan berdiri tanpa

bergerak untuk beberapa saat, tegang

memberikan auman peringatan (warning)

dan mungkin akan berpura-pura menerkam

atau menyerang. Pada saat tegang, biasanya

telinga harimau akan ditarik menempel

Page 197: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 195

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6pada kepala, rambut pada kepala dan leher

berdiri, dan ekor menggeliat tegang. Situasi

ini akan menjadi berbahaya sehingga

keputusan harus segera anda ambil.

Harimau jarang melihat manusia

sebagai mangsa, oleh sebab itu anda

tidak seharusnya gegabah menyangka

harimau akan menyerang padahal hanya

menunjukkan perilaku demonstratif

atau memberi peringatan. Berpura-pura

menerkam adalah sebuah peringatan.

Umumnya kasus seperti ini terjadi pada

orang yang membawa senjata. Tembakan

terburu-buru yang diarahkan pada

harimau hanya akan memancing harimau

melakukan serangan atau terkaman yang

sesungguhnya, apalagi jika harimau ini

terluka.

Bagaimana cara menghindari serangan?

a. Sebelum memasuki habitat harimau,

anda harus mempunyai informasi

mengenai perilakunya. Bila memiliki

informasi soal anjing yang hilang,

ternak diserang, harimau yang sering

menampakkan diri, sebaiknya anda

membatalkan rencana atau setidaknya

meningkatkan kewaspadaan;

b. Sangat perlu untuk menjaga kebersihan

di sekitar pemukiman dan pondok.

Jangan membiarkan tumpukan sampah

yang mungkin akan mengundang

predator. Dilarang keras membuang

bangkai atau bagian tubuh hewan di

sekitar tempat tinggal;

c. Pada daerah (habitat) harimau, jangan

menggunakan anjing pemburu. Anjing

tak hanya terancam kematian, tapi juga

akan membuat harimau justru mendekati

manusia. Jarang ditemukan ada harimau

yang mendekati pondok atau gubuk yang

tidak terdapat anjing. Dilarang untuk

membiarkan anjing terlepas/berkeliaran

di sekitar gubuk;

d. Jangan mendekati mangsa harimau

yang sudah mati. Meskipun di situ tidak

ditemukan jejak-jejak baru, apalagi

memindahnya;

e. Orang yang memasuki habitat harimau

direkomendasikan untuk berjalan dalam

kelompok tidak kurang dari 3 orang

dalam satu kelompok.

f. Tidak direkomendasikan untuk

menggunakan kuda. Kalaupun ada kuda,

jangan dibiarkan tanpa pengawasan

karena kuda dapat mengundang

datangnya harimau.

g. Anggota expedisi seharusnya hanya

membawa peralatan untuk menakuti

Page 198: Buku Manual Pelatihan_res

196 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

harimau. Peralatan yang paling efektif

adalah lampu dan dentuman. Bunga api,

pistol gas dan alat pembuat dentuman

(meriam) juga direkomendasikan.

Peralatan ini harus selalu berada di

tangan dan siap dipergunakan.

h. Jangan berjalan mengikuti jejak

hewan mangsa, kadang jejak-jejak ini

membingungkan dan membawa kita

pada jejak mangsa yang masih baru

bahkan mangsa tangkapan harimau.

i. Jika melihat jejak harimau yang masih

segar atau baru, harus lebih waspada.

Tindakan merangkak dan bersembunyi

dapat membingungkan harimau

dan membangkitkan rasa curiga dan

ketertarikan harimau. Suara manusia

malah akan menjadi sebuah tanda atau

peringatan bagi harimau.

j. Jika anda tidak dapat menghindari

bertemu dengan harimau,

direkomendasikan untuk:

· Menakutinya dengan suara: pukul

logam atau kayu sekuatnya, lakukan

tembakan ke udara, dan hidupkan

bunga api (fl are). Predator akan

mengenali dan memahami suara-

suara tersebut dengan baik. Dengan

membuat suara yang menyerupai

suara harimau atau histeris tidak akan

membuat harimau takut. Oleh sebab

itu, anda harus tetap berbicara tenang

dan penuh percaya diri.

· Jika harimau marah, dan ia berusaha

mendekat atau menjauh untuk

kemudian berbalik arah lagi – ini

adalah peringatan bahaya yang

serius. Jika sempat, dianjurkan untuk

memanjat pohon, tapi anda harus

yakin bahwa anda benar-benar

mampu memanjat pohon. Ada satu

kasus di mana harimau menerkam dan

menarik orang yang sedang berusaha

memanjat pohon.. Jika anda mampu

memanjat, biasanya harimau akan

menunggu untuk sementara saat anda

di atas pohon. Jika memungkinkan,

cobalah menakuti harimau dengan

membakar apa pun benda yang ada di

tangan atau disekitar anda.

· Jika tida ada pilihan pohon yang

cukup besar, dan harimau semakin

mendekat, tetap tenang jangan

lepas kendali atau panik. Beberapa

kasus, harimau tidak mengganas bila

kitabersikap tenang seperti mundur

tanpa membuat gerakan tiba-tiba

atau berjalan kebelakang tanpa

membelakangi harimau. Harimau

mungkin akan mengikuti anda untuk

Page 199: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 197

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6sementara waktu, tapi kemudian ia

akan meninggalkan anda. Saat anda

berjalan mundur, tinggalkanlah tas

bawaan anda, topi, mantel atau apa

saja karena ini akan membantu untuk

mengalihkan perhatian harimau.

· Dalam setiap situasi seperti ini, jangan

lari dan membelakangi harimau.

Gerakan memepertahankan diri saat diserang

Jika harimau sudah terprovokasi dan

menyerang, padahal harimau ini tidak

bermaksud menyerang, biasanya konfl ik

akan berakhir dengan luka-luka. Tidak ada

rekomendasi metode mempertahankan diri

yang dapat menjamin keselamatan dalam

keadaan ini. Bagaimanapun juga, tetap ada

kemungkinan untuk menyelamatkan nyawa

seseorang.

Rekomendasi bagaimana cara menjaga

ternak

a. Ternak tidak dibiarkan berkeliaran.

Pada siang hari ternak digembalakan

dengan pengawasan oleh penggembala

yang membawa peralatan untuk

mempertahankan diri atau bisa menakuti

harimau. Pada malam hari ternak harus

dimasukkan ke dalam kandang yang

cukup kuat;

b. Peternakan atau kandang di dekat

hutan sebaiknya memiliki kandang atau

pagar yang tingginya tidak kurang dari

2.5 meter. Pagar ini harus cukup kuat

untuk menahan serangan harimau atau

beruang;

c. Semua bangkai ternak yang mati harus

dibakar;

d. Mengasuransikan ternak anda;

e. Anjing perlu diikat pada malam

hari, karena anjing pun tetap perlu

diselamatkan. Buatlah kandang anjing

yang tidak dapat diterobos harimau.

Misalnya di bawah rumah panggung;

f. Jika sedang berburu atau memasuki

hutan, tetaplah mengikat anjing anda.

Cara menakuti atau mengusir Harimau

Harimau takut akan suara-suara. Oleh

sebab itu, jika anda bertemu dengan

harimau, penting untuk sebisa mungkin

membuat suara-suara. Perlu diingat, bahwa

tembakan ke udara akan lebih menakuti

harimau dibanding tembakan mengarah ke

harimau, karena harimau yang terluka akan

semakin membahayakan dan berakibat

fatal. Cara paling efektif untuk menakuti

harimau adalah dengan menggunakan

petasan/mercon, karena peralatan-peralatan

semacam ini termasuk bunga api (fl ares),

Page 200: Buku Manual Pelatihan_res

198 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

meriam (noise rocket) tidak memerlukan ijin

khusus dalam penggunaannya.

Meriam pada saat digunakan tidak

diarahkan ke atas, namun sedikit diarahkan

di atas harimau. Untuk lebih efektif, gunakan

beberapa meriam dalam sekali waktu.

Setelah menembakkan meriam ini, perlu

untuk melakukan tindakan pengamanan

kebakaran, untuk memastikan tidak terjadi

kebakaran pada tempat roket tersebut

mendarat. Untuk mengusir harimau dari

pemukiman dan peternakan pada malam

hari, dianjurkan untuk membuat api atau

menembakkan meriam.

Semua kasus harimau menyerang manusia

dan ternak harus dilaporkan secepatnya

ke otoritas penanganan satwa liar yang

bertanggungjawab pada hal ini untuk

memberikan informasi dan investigasi. Jika

kemudian diketahui bahwa harimau ini

akan terus menimbulkan bahaya, bisa saja

harimau ini dibunuh. Hal ini hanya dapat

Gambar 15. Pembangunan kandang ternak untuk mencegah gangguan dari harimau. Dok. WCS IP

Page 201: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 199

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6dilakukan dengan petugas berwenang

seperti BKSDA. Yang harus selalu diingat

apabila anda bertemu harimau adalah anda

TIDAK:

a. Panik dan ketakutan atau melawan ;

b. Lari;

c. Membelakangi harimau;

d. Menembak harimau.

III.3. Penanganan Konfl ik Antara Manusia

dan Orangutan

Orangutan sering dianggap sebagai hama

ketika musim buah tiba. Habitat orangutan

yang menipis menyebabkan mereka harus

mencari sumber pakan di luar hutan. Sering

kali orangutan mendatangi pohon-pohon

buah masyarakat yang berada di sekitar

hutan sehingga masyarakat marah dan

orangutan menjadi korban kemarahan.

Kebutuhan mitigasi sangat diperlukan untuk

mengurangi konfl ik dengan orangutan.

Hal yang bisa dilakukan untuk mengatasinya

dengan cara berpatroli di daerah konfl ik

setiap pagi (dari subuh), siang dan sore

hari. Dapat pula dilakukan penghalauan

secara langsung oleh petugas patroli.

Tim patroli bisa berasal dari gabungan

masyarakat dan pihak Balai KSDA atau

Taman Nasional. Membuat bunyi-bunyian

dengan menggunakan suara-suara gaduh

bisa mengusir keberadaan orangutan tanpa

harus melukainya.

Tahapan Kegiatan

Survei Kondisi Aktual

Survei ini dilaksanakan untuk

mengumpulkan informasi mengenai

konfl ik manusia dan satwa liar. Survei

perlu dilaksanakan di daerah-daerah yang

berbatasan dengan habitat orangutan.

Pembentukan tim pengamanan swakarsa dan

penanganan konfl ik

Tim ini dibentuk beranggotakan masyarakat

sekitar kawasan dan petugas dari BKSDA

atau Taman Nasional atau Dinas Kehutanan.

Tim ini akan melakukan patroli rutin dan

mitigasi terhadap orangutan yang masuk

ke kawasan perladangan masyarakat,

menghalau orangutan tersebut kembali

kehutan serta mengumpulkan data dan

informasi potensi konfl ik di lapangan.

Unit penyadartahuan keliling

Unit ini bisa dibentuk bersama masyarakat

didukung oleh lembaga swadaya

masyarakat ataupun pemerintah melalui

UPT terkait. Penyadartahuan secara

berkeliling di daerah-daerah sekitar kawasan

Page 202: Buku Manual Pelatihan_res

200 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

konservasi maupun hutan lindung berguna

untuk meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran masyarakat sehingga mereka

dapat hidup berdampingan dengan

orangutan.

III.4. Penanganan Konfl ik Antara Manusia

dan Monyet Hutam Sulawesi (Yaki)

Mengingat monyet hitam Sulawesi atau

Yaki berstatus dilindungi, maka yaki yang

bermasalah hanya dapat dihalau agar

menjauh, dipindahkan atau dibiarkan.

Penjagaan pada tanaman pertanian adalah

langkah yang biasa diambil di perbatasan

antara kawasan pertanian masyarakat

dengan habitat yaki. Oleh karena insiden

pengambilan hasil tanaman pertanian

terkadang bersifat oportunistik dan

terjadi dilahan yang tidak dijaga dengan

baik, maka kerugian tanaman pertanian

biasanya berkorelasi terbalik dengan tingkat

kewaspadaan petani (Osborn dan Hill 2005).

Langkah penjagaan yang disukai oleh

kelompok masyarakat memiliki tingkat

kepraktisan dan efektivitas yang bervariasi,

seperti dengan cara berpatroli dan

berteriak-teriak, memukul-mukul benda dan

melemparkan batu, dahan atau tombak,

masih sulit diukur. Penjagaan kawasan

pertanian dengan menggunakan satwa

domestik dapat mengurangi akibat sosial,

namun satwa domestikasi dapat menularkan

penyakit yang berbahaya atau mengancam

keselamatan yaki.

Penjagaan biasanya efektif jika penjaga

secara aktif menakut-nakuti yaki yang

datang ke kawasan pertanian. Namun

yaki jantan dewasa terkadang melakukan

perlawanan pada manusia yang menyerang,

sehingga beresiko menimbulkan cedera

bahkan kematian pada kedua belah pihak.

Oleh karena itu, untuk mengusir yaki tidak

dianjurkan dengan cara melempari dengan

benda. Laki-laki biasanya lebih mampu

menghalau primata yang datang ke kawasan

pertanian dibandingkan wanita atau anak-

anak. Pemagaran tradisional telah terbukti

tidak efektif untuk melindungi lahan-lahan

pertanian dari serangan yaki.

Penanganan konfl ik antara yaki dengan

masyarakat harus dilihat dari berbagi

perspektif dan ditempatkan dalam

konteks kebutuhan masyarakat lokal,

stujuan konservasi pemerintah serta

perusahaan perkebunan. . Strategi

penanganan yang dianggap tepat bagi

peneliti belum tentu praktis atau dapat

Page 203: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 201

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6diterima oleh petani. Penanganan konfl ik

antara yaki dengan masyarakat biasanya

sangat kompleks dan tidak mungkin

diselesaikan dengan cepat atau hanya

mengandalkan kemampuan teknis semata.

Penanganannya seringkali membutuhkan

penyesuaian dan serangkaian strategi.

Langkah-langkah pemecahan yang berhasil

diimplementasikan pada satu tipe konfl ik

belum tentu dapat diterapkan pada tipe

konfl ik lainnya.

Tidak ada solusi ideal dalam mengelola

konfl ik antara yaki dengan masyarakat

dan tidak ada strategi penyelesaian konfl ik

antara yaki dengan masyarakat yang

dapat berhasil tanpa informasi mengenai

apa yang mungkin dilakukan, kepraktisan

atau sesuai di daerah tertentu. Analisa

biaya dan manfaat juga dibutuhkan

untuk mengidentifi kasi pilihan langkah

penanganan jangka pendek dan jangka

panjang yang paling efektif untuk

mengurangi konfl ik.

Evaluasi Kemampuan1. Apa saja jenis-jenis satwa liar yang

dilindungi di daerah Anda?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

2. Ada berapa jumlah kawasan konservasi

di daerah anda? Apa saja nama kawasan

konservasi tersebut?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

3. Mengapa satwa liar penting

keberadaannya bagi hutan dan

kehidupan manusia?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

4. Yang termasuk Kawasan Perlindungan

Alam, kecuali?

a. Taman Nasional

b. Cagar Alam

c. Taman Hutan Raya

5. Sebutkan kawasan apa saja yang

Page 204: Buku Manual Pelatihan_res

202 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

termasuk dalam Kawasan Suaka Alam

dan Kawasan

Pelestarian Alam?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

6. Apa saja pemicu konfl ik antara manusia

dengan satwa liar ? bagaimana cara

mengatasinya?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

7. Apa yang dimaksud dengan

pengelolaan satwa liar?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

8. Masyarakat berperan dalam pengelolaan

hutan dan satwa liar, apa saja peran

strategis masyarakat menurut Anda?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

9. Apa yang dapat dilakukan agar satwa liar

dapat hidup harmonis dengan manusia?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

10. Bagaimana PNPM LMP dapat berperan

dalam upaya pengelolaan satwa liar?

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

Page 205: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 203

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6Daftar Pustaka

UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya

Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Departemen Kehutanan RI

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/MENHUT II/2008 Tentang Pedoman Penanggulangan

Konfl ik Manusia dan Satwa Liar. Departemen Kahutanan RI

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kawasan

Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Departemen Kehutanan RI

Dunishenko YM, Smirnov EN, Salkina GP, Nikolaev IG(1999). Rules on how people should behave

and maintainlivestock in areas of tiger habitat in PrimorskyKrai.PrimorskyPrimorskyKrai

State Committee for EnvironmentalProtection, Vladivostok, Russia.(diterj emahkanolehDrh.

MunawarKholis, Team Leader Wildlife Response Unit Medan (WRU – Medan) Wildlife

Conservation Society – Indonesia Program Bogor – Indonesia)

Supriatna J., EdyHendrasWahyono (2000). PanduanLapanganPrimata Indonesia. YayasanObor

Indonesia. Jakarta

http://www.celebio.org/content/view/31/54/

http://www.dephut.go.id/informasi/PHPA/rekap_konservasi.html

http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_index.htm

http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/2461/0

http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/7140/0

http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/12556/0

http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/15966/0

http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/39780/0

Page 206: Buku Manual Pelatihan_res

204 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

Lampiran : Daftar nama dan alamat Taman Nasional di Sumatera dan Sulawesi

Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser

Jl. Raya Blangkejeren No. 37 Tanah Merah Kutacane Po. Box. 16 Aceh Tenggara- 24601Tlp.(0629) 21358 Fax.(0629)21016

Balai Taman Nasional Batang Gadis

Perumahan Cemara Madina Blok D No. 1Panyabungan - Sumatera Utara

Balai Taman Nasional Siberut

Jl. Khatib Sulaiman No. 46 Padang Tlp/Fax.(0751) 423094 atauJalan Raya M. Siberut - Maileppet Km. 3,5 Kec. Siberut SelatanTlp/Fax. 0759-21109

Balai Besar Taman Nasional Kerinci Seblat

Jl. Basuki Rachmat No. 11 Kotak Pos. 40 Sungai Penuh, Jambi 37101Tlp. 0748-22250, 22240Fax. 0748-22300Website: http://www.kerinciseblat.org

Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Jl. Lintas Timur Km. 3 Puncak Selasih Pematang Rebah-Rengat INHU RiauTlp/Fax.(0769) 7000030Website: http://www.bukit30.org/

Balai Taman Nasional Bukit Duabelas

Jl. Komplek Perkantoran Pemerintah Kab. Sarolangun, JambiTlp. 0741-62451

Balai Taman Nasional Berbak

Jl. Yos Sudarso Km. 4 PO Box 112 Sejinjang, JambiTlp. (0741) - 31257, 7076277Fax. 0741-31257

Balai Taman Nasional Sembilang

Jln. AMD Kelurahan Talang Jambe Kecamatan Sukarame

Palembang 30152

Telp. 0711-7839200

Balai Taman Nasional Bukit Barisan-Selatan

Jl. Ir. Juanda 19 Kota Agung,TanggamusLampung Selatan 35751 Tlp/Fax. (0722) 21064

Page 207: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 205

64

15

Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a Liar2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

7Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam

MODUL6Balai Taman Nasional Way Kambas

Jl.Raya Labuhan Ratu Lama, Labuhan Ratu, Sukadana – Lampung Timur - 34196Telp. 0725 7645024Fax . 0725 7645090Website: www.waykambas.or.idEmail : [email protected], [email protected]

Balai Taman Nasional Tesso Nilo

Jl. Raya Langgam Km.4 Pangkalan Kerinci Kab.Pelalawan Provinsi RiauTelp / Fax : 0761-494728 E-mail : [email protected]: http://www.wwf.or.id/tessonilo/Default.php atauhttp://www.wwf.or.id/tessonilo/Default.php?wwf_lang=1

Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone

Jl. AKD Mongkonai Kotak Pos 106 Kotamobagu - Sulawesi UtaraTlp. (0434) 22548Fax. 0434-22547Website: http://boganinaniwartabone.dephut.go.id/

Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu

Jl. Prof. Dr. Moh. Yamin No. 21 Palu 94111 Sulawesi TengahTlp. (0451) 457623

Balai Taman Nasional Kep. Togean

Jl. Sis Aljufri Kecamatan Ampana Kota, Kabupaten Tojo Una-UnaSulawesi Tengah

Balai Taman Nasional Taka Bonerate

Jl. S. Parman No. 40 Benteng Selayar 92812, Sulawesi SelatanTlp. (0414)22111Fax. 0414-21565website: www.tntakabonerate.comemai:[email protected]

Balai Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung

Jl. Poros Maros-Bone Km. 42 Bantimurung, Kab. Maros, Sulawesi SelatanTelp. 0411-3881699, 3880252Fax 0411-3880139website : http://www.tn-babul.org/Email : [email protected]

Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai

d/a Desa Lamowulu Kec. Binanggia, Kab. Konawe Selatan, Kendari - Sultra - 93721HP. 086812101439

Balai Taman Nasional Kepulauan Wakatobi

Jl. Dayanu Ikhsanuddin No. 71 Bau-Bau Sultra93721Tlp. (0402) 25652

Page 208: Buku Manual Pelatihan_res

206 | Manual Pelatihan

MODUL 6. Perlindungan Satwa Liar

Page 209: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 207

Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan

Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

MODUL7

Page 210: Buku Manual Pelatihan_res

208 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

I. PendahuluanSebagian besar mata pencarian masyarakat

miskin desa adalah di sektor pertanian,

kehutanan, dan perikanan yang sangat

bergantung kepada ketersediaan Sumber

Daya Alam (SDA) yang lestari. Dalam

pemanfaatan SDA, masyarakat miskin desa

memiliki keterbatasan terhadap akses

kepemilikan lahan, teknologi, modal,

pengetahuan, dan akses informasi.

Dengan keterbatasan tersebut, banyak

SDA di wilayah pedesaan yang belum

dimanfaatkan secara maksimal dan efi sien.

Dampaknya, pengelolaan SDA yang

ada tidak memberikan nilai tambah

terhadap pendapatan masyarakat secara

maksimal. Selain itu faktor kesadaran

terhadap lingkungan yang rendah dan

faktor kebutuhan ekonomi yang mendesak

menyebabkan masyarakat cenderung

memanfaatkan SDA dalam jangka pendek

(tidak berkelanjutan) sehingga merusak

sumberdaya yang ada.

Kegiatan peningkatan pendapatan

masyarakat atau Income Generating Activity

(IGA) ditujukan untuk memfasilitasi akses

masyarakat miskin di perdesaan dalam

memenfaatkan SDA sebagai kegiatan

ekonomi produktif yang berkelanjutan.

Kegiatan IGA dapat menjadi modal awal

untuk melaksanakan kegiatan baru atau

sebagai katalisator Ipengembangan) bagi

kegiatan ekonomi yang sudah berjalan di

masyarakat. Melalui kegiatan peningkatan

pendapatan masyarakat, masyarakat

didorong untuk memberdayakan dirinya

sehingga dapat melakukan identifi kasi

kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan, dan

menjaga keberlanjutan kegiatan ekonomi

oleh masyarakat sendiri.

Namun dari beberapa pengalaman dan

hasil studi menunjukan bahwa sebagian

kegiatan IGA tidak dapat diteruskan

dan dipraktekkan masyarakat setelah

kegiatan sub-proyek selesai. Hasil studi

menunjukan faktor utama kegagalan

tersebut adalah perencanaan yang tidak

sempurna dan tidak disesuaikan dengan

kemampuan masyarakat maupun

sumber daya alam yang ada. Oleh karena

itu, untuk mewujudkan pemberdayaan,

diperlukan fasilitasi dari fasilitator atau kader

pemberdayaan yang mampu menyusun

perencanaan yang baik.

Modul ini dibuat sebagai panduan bagi

fasilitator maupun KPMD untuk membantu

masyarakat dalam memilih, merencanakan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

Page 211: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 209

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7dan menjalankan kegiatan IGA. Modul ini

terdiri dari 6 bagian utama, yaitu:

II. Ruang Lingkup Kegiatan IGARuang lingkup kegiatan IGA yang diusulkan

antara lain harus memenuhi 2 (dua) kriteria

utama yaitu meningkatkan pendapatan

masyarakat dengan memanfaatkan SDA

secara berkelanjutan sekaligus usaha

perbaikan lingkungan. Ruang lingkup

kegiatan IGA terdiri dari:

II.1. Ekonomi Produktif

Menciptakan kegiatan ekonomi produktif

dengan memanfaatkan SDA dan jasa

lingkungan yang belum dimanfaatkan

di desa. Contoh kegiatan: pemanfaatan

limbah pertanian menjadi pupuk kompos,

pemanfaatan limbah kelapa, pemanfaatan

bentang alam untuk wisata alam,

pemanfaatan jasa lingkungan air untuk air

minum kemasan;

II.2. Peningkatan Nilai Tambah (Added

Value)

Meningkatkan nilai SDA dari bahan mentah

menjadi bahan olahan yang difokuskan

kepada kegiatan ekonomi yang sudah

berjalan; Contoh Kegiatan: peningkatan

nilai tambah komoditas biji jambu mete,

peningkatan nilai minyak atsiri, pengolahan

buah pala menjadi manisan yang siap

dipasarkan, bantuan teknis pengemasan

dan perijinan;

II.3. Peningkatan Efi siensi dan Kapasitas

Meningkatkan efi siensi dan kemampuan

dari kegiatan ekonomi yang sudah ada.

Contoh Kegiatan: Peningkatan teknologi

industri kecil pertanian dan kehutanan.

1) Ruang lingkup kegiatan IGA. Bagian ini memberikan wawasan jenis-jenis kegiatan apa saja yang termasuk dalam IGA;

2) Penjelasan untuk Fasilitator/KPMD dalam perencanaan IGA;

3) Langkah memotivasi masyarakat dalam kegiatan IGA,

4) Langkah-langkah menyusun perencanaan kegiatan IGA. Bagian ini akan disampaikan langkah utama yang harus dilakukan merencanakan IGA. Langkah utama tersebut untuk menjawab unsur-unsur kesiapan manajemen kegiatan yaitu Apa/Siapa/Kapan/Bagaimana? Pada setiap langkah dijelaskan pertanyaan kunci untuk mendapatkan data dan faktor-faktor kesalahan yang biasanya terjadi;

5) Contoh perencanaan kegiatan IGA yang paling banyak dipilih oleh masyarakat, yaitu: pembuatan kompos, pembuatan arang briket;

6) Monitoring dan evaluasi kegiatan IGA.

Page 212: Buku Manual Pelatihan_res

210 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

Faktor-faktor yang menjamin keberlanjutan

sebuah kegiatan IGA adalah kegiatan

tersebut harus dapat dilaksanakan oleh

masyarakat (tidak menghabiskan waktu)

dan memberikan keuntungan secara

fi nanasial secara langsung.

III. Tahapan Perencanaan Kegiatan IGA

Bagian ini memberi pemahaman kepada

fasilitator/KPMD dalam merancang kegiatan

IGA dan mendorong masyarakat agar lebih

percaya diri dalam membangun kemandirian

ekonomi melalui kegiatan IGA.

Kegiatan IGA memberi kesempatan kepada

masyarakat untuk menjadi mandiri secara

ekonomi sesuai keahlian yang mereka miliki

dan sesuai kondisi SDA yang ada di desa.

Hasil dari kegiatan IGA harus memberikan

dampak langsung kepada peningkatan

pendapatan masyarakat sehingga mereka

mampu membelanjakan pendapatan yang

dimilikinya untuk kehidupan yang lebih baik.

Tetapi biasanya sebagian besar masyarakat

miskin tidak percaya diri untuk melakukan

inisiatif dan membangun kegiatan ekonomi

dari sumber daya yang mereka miliki.

III.1 Faktor yang Diperhatikan Dalam

Penyusunan Perencanaan

Sebelum memulai perencanaan, ada 5 faktor

yang harus diperhatikan oleh Fasilitator/

KPMD dalam menyusun perencanaan

kegiatan IGA, yaitu: 1) keahlian dan

pengetahuan masyarakat, 2) pasar atau

peluang pemasaran, 3) pendapatan yang

akan diperoleh, 4) ketersediaan modal,

dan 5) pendapatan pada tingkat keluarga

(lihat diagram).

Dari usulan kegiatan IGA PNPM LMP yang

selama ini dilakukan, masyarakat sering tidak

memikirkan faktor-faktor di atas sebelum

mengusulkan suatu kegiatan. Masyarakat dan

fasilitator biasanya melakukan pengamatan

secara singkat dari media informasi,

hanya melihat daftar kegiatan yang ada

di Petunjuk Teknis Opersional (PTO),

serta mengikuti proposal desa lain tanpa

melihat keadaan potensi dan kondisi

desanya sendiri.

Sebelum melakukan proses perencanaan,

fasilitator perlu meningkatkan motivasi

masyarakat dan membangun komitmen dari

kegiatan yang diusulkan. Motivasi dibangun

Sebelum Memulai Perencanaan:Apakah Penerima Manfaat Dapat Mengoperasikan Kegiatan IGA?

Page 213: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 211

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7

dari identifi kasi mengapa kemiskinan bisa

terjadi di desa? Dan kondisi seperti apa yang

diharapkan setelah kegiatan IGA dijalankan?

Kemudian fasilitator/KPMD melakukan

analisa perencanaan strategis dengan

melihat faktor kekuatan, kelemahan, peluang

dan resiko (SWOT-Strength, Weakness,

Opportunity, Threats) dari setiap usulan yang

ada berdasarkan 5 faktor di atas. Metode

SWOT akan dikaji lebih lanjut pada bagian

selanjutnya.

Setelah melakukan kajian SWOT, fasilitator

bersama masyarakat akan memiliki

gambaran tentang kegiatan atau tindakan

apa yang diperlukan dan dianggap realistis

dapat dilaksanakan dalam kurun waktu

Diagram 1. 5 Faktor Pertimbangan Utama dalam Perencanaan Kegiatan IGAs

Page 214: Buku Manual Pelatihan_res

212 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

proyek (1 tahun). Selain itu, identifi kasi

analisa SWOT harus memberikan gambaran

pihak kepentingan/institusi ( misal: SKPD,

Balai Taman Nasional, Swasta, Bank/lembaga

keuangan, CSO atau Universitas) yang harus

dihubungi setelah memilih kegiatan yang

akan dilaksanakan. Daftar kontak dan alamat

lembaga yang dapat dihubungi dapat dilihat

di lampiran buku panduan ini.

III.2. Langkah Memberikan Motivasi

Kepada Masyarakat

Tujuan dari sesi ini adalah untuk membuka

wawasan masyarakat dan memberikan

motivasi, sehingga setelah sesi ini mampu

untuk:

Menggambarkan keadaan masyarakat

miskin dan faktor-faktor apa yang

menyebabkan mereka miskin

Menggambarkan keadaan keluarga yang

diharapkan masyarakat dan pentingnya

memilih kegiatan IGA,

Menjelaskan kesalahan ataufaktor

kegagalan dari kegiatan IGA yang

diusulkan sebelumnya,

Menjelaskan 5 prinsip utama yang harus

di pertimbangkan sebelum memilih

kegiatan IGA.

Metode yang digunakan adalah dengan

menceritakan kasus ditempat lain dan

menjelaskan pohon masalah

Hal-hal yang didiskusikan antara lain:

Apakah kita mengalami kemiskinan?

Apa yang menjadi kriteria suatu keluarga

dikatakan miskin?

Apa yang menjadi ukuran masyarakat

untuk mendapatkan kehidupan

yang lebih baik dari sisi peningkatan

pendapatan? Apakah penambahan

pendapatan untuk biaya sekolah, modal

atau perbaikan fi sik rumah, dll?

Solusi apa yang bisa diberikan agar

masyarakat keluar dari kemiskinan?

Gunakan analisa “pohon masalah” untuk

mendiskusikan “Apa yang menjadi penyebab

utama suatu keluarga menjadi miskin dan

lihat dampak dari kemiskinan (Gambar..)

Gambarkan suatu pohon, dan gunakan akar

paling bawah sebagai masalah/hambatan

utama yang menyebabkan kemiskinan,

contoh: tidak tersedianya akses lahan,

rendahnya upah buruh tani. Pada sisi ranting,

ilustrasikan dampak yang disebabkan oleh

kemiskinan contoh kesulitan pangan, anak

tidak bisa sekolah, dll.

Setelah faktor penyebab dan dampak

kemiskinan diketahui, fasilitator

Page 215: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 213

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7memberikan arahan kepada masyarakat

mengenai pentingnya kegiatan IGA.

Melalui diskusi ini masyarakat diharapkan

mampu mendefi nisikan IGA sebagai

suatu kegiatan ekonomi yang dapat

dilaksanakan oleh individu atau

kelompok di desa dengan menggunakan

tenaga kerja masyarakat untuk

meningkatkan pendapatan masyarakat.

Pastikan masyarakat tidak menganggap

kegiatan IGA hanya untuk meningkatkan

pendapatan secara langsung dalam

jangka pendek. Contoh: masyarakat

hanya mengusulkan kegiatan pelatihan

tanpa didukung prasarana produksi untuk

dilanjutkan menjadi kegiatan produktif

Setelah permasalahan/hambatan utama

dapat didefi nisikan oleh masyarakat,

langkah selanjutnya adalah memetakan

hasil diskusi pada sesi ini dengan analisa

SWOT.

Diagram 3. Langkah-langkah Perencanaan

Diagram 2. Identifi kasi Pohon Masalah

Page 216: Buku Manual Pelatihan_res

214 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

III.3. Perencanaan Strategis

Perencanaan matang sangat diperlukan

untuk menentukan kegiatan IGA yang akan

diusulkan. Kesalahan dalam perencanaan

akan menjadi masalah ketika kegiatan sudah

berjalan. Dalam menyusun perencanaan

strategis, analisa SWOT banyak digunakan

karena cukup sederhana dan dapat

memberikan gambaran kepada masyarakat

pada titik mana mereka akan memulai

kegiatan. Melalui langkah awal analisa

SWOT, masyarakat didorong untuk untuk

melakukan penilaian sendiri mengenai

kekuatan, kelemahan, peluang, dan

resiko dari setiap usulan kegiatan IGA,

seperti diagram di bawah ini.

Analisa SWOT terdiri 2 (dua) analisa utama,

yaitu: 1) Faktor kekuatan dan kelemahan

(Strength and Weakness) yang ada di desa

dan masyarakat, atau disebut jugaFaktor

Internal); 2) Faktor Peluang dan Resiko

(Opportunity and Threat) yang ditentukan

oleh Faktor Eksternal

1). Analisa Kekuatan dan Kelemahan

(Faktor Internal)

Secara garis besar analisa faktor internal

mencakup analisa pada Tiga komponen

utama yaitu i) Pengetahuan dan Keahlian

(Kapasitas Masyarakat), ii) SDA yang akan

dikembangkan iii) Permodalan & Tingkat

konsumsi keluarga

2). Analisa Peluang dan Resiko (Faktor

Eksternal)

Analisa faktor eksternal adalah analisa suatu

kegiatan dengan mempertimbangkan

faktor yang ada di luar desa yang terdiri dari

peluang dan resiko. Dalam buku panduan

Diagram 4. Analisis SWOT

Page 217: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 215

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7ini, analisa eksternal difokuskan pada faktor

pemasaran

III.4. Identifi kasi Kapasitas Masyarakat

Tujuan identifi kasi kapasitas masyarakat

adalah

Menentukan seberapa jauh ketersediaan

dan kualitas sumber daya manusia di

desa dalam menjalankan manajemen

operasional atau mengelola kegiatan IGA;

Menentukan kelompok masyarakat/

individu yang akan menjadi menjadi

penggerak kegiatan;

Melakukan identifi kasi ketersediaan

waktu masyarakat untuk menjalankan

kegiatan IGA.

Metode pengumpulan data untuk kegiatan

ini dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

Wawancara individu dengan Kepala Desa

dan tokoh setempat,

Wawancara dengan penyuluh pertanian

setempat,

Diskusi dengan kelompok tani, UKM, dan

koperasi setempat,

Musyawarah desa,

Mengumpulkan informasi dan

wawancara dengan pemerintah di

Kabupaten (SKPD), seperti: dinas

Pertanian, Kehutanan, Perindustrian dan

Perdagangan atau Koperasi setempat.

Melalui metode di atas fasilitator/KPMD

mengajukan pertanyaan kunci kepada

masyarakatsebagai berikut:

Apakah di desa anda terdapat kelompok

usaha yang dibentuk secara swadaya

oleh masyarakat? Contoh: Kelompok

usaha tani, kelompok tani hutan, lembaga

usaha desa, koperasi, dll

o Jikat tidak ada kelompok usaha, maka

perlu diadakan pertemuan desa

untuk membentuk unit usaha;

o Dalam pembentukan unit usaha

tersebut, Fasilitator/KPMD

memberikan wawasan dan

informasi kepada masyarakat

mengenai potensi desa, kekuatan,

kelemahan, peluang, dan resiko

(SWOT) dari setiap kegiatan yang

akan diusulkan; (Panduan analisa

SWOT dijelaskan pada langkah ke-2).

o Konsultasikan dengan aparartur Desa

dan Kecamatan untuk pembentukan

kelompok usaha terkait;

o Kegiatan IGA sangat disarankan untuk

diarahkan kepada kelompok usaha

desa.

Bagaimana bentuk organisasi kelompok

usaha?

Page 218: Buku Manual Pelatihan_res

216 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

o Kelompok usaha minimal memiliki

struktur Ketua, Sekretaris/Bendahara

o Kelompok usaha harus memiliki visi

untuk menjadi badan hukum

Siapa tokoh kunci di dalam manajemen

usaha yang diusulkan?

o Tokoh kunci adalah seseorang yang

berpengaruh, memiliki kemampuan

kepimpinan dan memiliki inisiatif

untuk memberdayakan masyarakat

Apa peran dan tanggung jawab masing-

masing anggota kelompok?

o Fasilitator/KPMD harus memastikan

motivasi dan komitmen atau

kesungguhan setiap anggota

kelompok untuk menjalankan

kegiatan yang diusulkan

Apakah ada anggota kelompok yang

tergolong sebagai masyarakat miskin?

Jika berjalan, apakah ada pembagian

keuntungan kepada tiap anggota

kelompok usaha tersebut?

Apa saja kelemahan yang perlu

ditingkatkan kelompok usaha tersebut

dalam menjalankan usahanya?

Apa yang menjadi kelemahan yang perlu

ditingkatkan kelompok usaha yang ada

untuk menjalankan usaha?

a) Tata kelola (manajemen)? Contoh:

Organisasi tidak berjalan karena

tidak ada komitmen anggota, atau

kelompok tidak mampu menjalankan

usaha

b) Permodalan: Faktor modal menjadi

masalah umum yang dialami

dalam menjalankan usaha. Dalam

hal ini, fasilitator harus mampu

mendefi nisikan kebutuhan modal

yang akurat dan sumber-sumber

swadaya yang dapat menutupi

kebutuhan yang ada. Faktor

permodalan akan dibahasa tersendiri;

c) Sistem produksi;

d) Pemasaran.

Apakah masyarakat memiliki ketersediaan

waktu untuk melaksanakan kegiatan yang

akan diusulkan?

o Banyak kasus ditemukan, masyarakat

miskin, terutama laki-laki, sudah

cukup sibuk dengan kegiatan aktivitias

sehari-hari. Oleh karena itu kelompok

perempuan sangat didorong untuk

mengusulkan dan menjalankan

kegiatan IGA;

Data yang telah didentifi kasi berdasarkan

pertanyaan kunci kemudian dipilah

manakah yang masuk dalam kolom

kekuatan dan manakah yang masuk kolom

kelemahan

Page 219: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 217

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7Cerita Sukses Pengembangan IGA di Desa Lamunan, Tana Toraja,

Sulawesi Selatan

Desa Lamunan terletak di Kecamatan Makale, Tana Toraja,

Sulawesi Selatan adalah salah desa target kegiatan PNPM

LMP. Kegiatan IGA yang di usulkan dalam skema PNPM LMP pada

tahun 2009 adalah pengembangan pupuk organic (kompos) dari

limbah pertanian padi. Bermula dari tokoh penggiat kegiatan,

Daud Andilolo, yang mengambil inisiatif mengketuai kelompok

masyarakat untuk melaksanakan kegiatan pembuatan kompos. Daud Andilolo adalah

sarjana ekonomi. Bersama kelompok tani yang dia ketuai, Dud mengambil inisiatif untuk

melakukan identifi kasi potensi limbah jerami dari kegiatan panen padi di desanya untuk

menjadi pengganti pupuk anorganik. Kelompok tani di desa lamunan mengalami masalah

dengan mahalnya harga pupuk dan menurunnya hasil panen karena tanah pertanian mereka

jenuh dengan pupuk anorganik. Dengan pengalamannya sebagai petani dan pengetahuan

ekonomi, Daud Andilolo melakukan analisa kelayakan dan identifi kasi pembiyaan yang

menjadi porsi kontribusi masyarakat dan pembiyaan yang diajukan ke PNPM LMP. Untuk

kegiatan PNPM LMP, desa lamunan mengajukan kegiatan yang terintegrasi yaitu pelatihan

pembuatan kompos dan pengadaan alat-alat produksi kompos.

Untuk menjamin keberlangsungan dan pengembangan kegiatan, Daud Andilolo

melakukan insiatif untuk mencari pasar pupuk kompos melalui hubungan baiknya dengan

melakukan kontak dengan pihak pemerintah daerah yaitu Dinas Kehutanan. Melalui

proses penawaran kepada pihak Dinas Kehutanan, Desa Lamunan mendapatkan order

pertama sebesar 20 ton pupuk kompos dengan harga Rp. 1.100/Kg. Untuk meningkatkan

partsipasi masyarakat dan menjaga komitmen anggota kelompok tani, Daud Andilolo

menerapkan sistem gaji kepada anggota kelompok. Pada saat ini kelompok tani Desa

Lamunan melakukan pengembangan pasar kompos dengan menawarkan pupuk kompos

untuk kegiatan penanaman PNPM LMP, dan melakukan ujicoba pertanian padi organik.

Faktor kegagalan dalam tahapan

identifi kasi kapasitas masyarakat antara lain:

Tidak adanya informasi tentang kelompok

masyarakat yang akan menjalankan

usaha. Dalam musyawarah desa seringkali

seluruh masyarakat hanya mengusulkan

Page 220: Buku Manual Pelatihan_res

218 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

kegiatan, tetapi tidak tahu siapa yang

akan bertanggung jawab dalam

melaksanakan kegiatan tersebut;

Tidak ada motivator dalam kelompok;

Identifi kasi kelompok masyarakat

miskin. Masyarakat miskin biasanya tidak

aktif berbicara atau mengungkapkan

pendapatnya dalam pertemuan desa.

Untuk hal ini fasilitator harus memiliki

data awal pemetaan masyarakat miskin.

III.5. Identifi kasi Potensi SDA yang akan

dikembangkan

Pada tahapan ini tugas utama fasilitator/

KPMD adalah

Memberikan wawasan kepada

masyarakat mengenai potensi SDA yang

belum tergali dan dapat memberikan

nilai tambah ekonomi di desa;

Memberikan pertimbangan

tentangmasalah-masalah dalam

pengembangan nilai tambah nilai SDA di

desa;

Fasilitator/KPMD berperan memberikan

informasi atau pandangan seluas-

luasnya kepada masyarakat mengenai

kekuatan dan kelemahan dari SDA yang

akan dikembangkan. Dalam konsep

pemberdayaan, masyarakat dapat

mengambil keputusan melalui mufakat atau

voting tentang produk-produk apa saja yang

akan dikembangkan.

Seperti diuraikan di atas tahapan ini

dilakukan secara pararel. Sebelum

melakukan komunikasi dengan kelompok

target atau masyarakat, fasilitator/KPMD

harus melakukan observasi atau

pengamatan lapangan. Hal ini dilakukan

agar pertemuan desa berjalan efektif dan

fasilitator/KPMD mampu menyiapkan

konsep kegiatan yang akan ditawarkan

kepada masyarakat.

Pertanyan Kunci yang dapat digunakan

untuk menggali informasi potensi SDA di

desa antara lain sebagai berikut:

Potensi SDA alam apa saja yang tersedia

dan dapat dikembangkan di desa?

o Potensi SDA meliputi bentang alam,

hasil pertanian dan perkebunan,

perikanan, limbah pertanian, Contoh:

potensi limbah hasil sawah pada desa

yang memiliki areal persawahan yang

luas;

o Potensi alam yang akan dikembangkan

dikaitkan dengan mata pencarian

sebagian besar masyarakat seperti

potensi ekonomi yang ada di areal

Page 221: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 219

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7persawahan, potensi yang ada di

daerah pesisir;

o Fasilitator/KPMD disarankan untuk

menggunakan dokumen Menggali

Masa Depan desa (MDD) sebagai

bahan rujukan.

Bagaimanakah pola pemanfaatan atau

sistem produksi dari SDA yang sudah

dikembangkan di desa?

o Pertanyaan ini meliputi sistem rantai

perdagangan SDA, seperti apakah SDA

dijual? dalam keadaan bahan mentah?

Contoh: desa penghasil jambu mete

yang menjual biji mete tanpa diacip

o Apakah pola pemanfaatan/sistem

produksi saat ini merusak lingkungan?

Contoh: Penggunaan pupuk anorganik

atau kimia secara berlebihan,

pola pertanian ekstensif yang

memboroskan lahan.

Adakah potensi SDA yang dianggap

limbah tetapi memiliki potensi ekonomi

yang besar? Contoh eceng gondok

Seberapa besar potensi SDA yang akan

diusulkan?

o Apakah SDA tersebut tersedia dan

cukup melimpah?

o Apakah produksi SDA tersebut

bersifat musiman atau tahunan? Jika

bersifat musiman masyarakat harus

memahami resiko yang akan terjadi

jika terjadi kegagalan panen dan

pendapatan mereka tertunda. Hal ini

berkaitan dengan analisa resiko pada

bab selanjutnya.

III.6. Permodalan dan Tingkat Konsumsi

Keluarga

Pada tahapan ini tugas utama fasilitator/

KPMD adalah

Memberikan gambaran seberapa besar

dana yang dibutuhkan untuk memulai

kegiatan IGA.

Memberikan gambaran/wawasan kepada

masyarakat potensi pendanaan yang

dapat digunakan untuk pengembangan

IGA;

Melakukan indentifi kasi kegiatan IGA dan

pola pendapatan/konsumsi masyarakat.

Tahapan ini dilakukan secara pararel

dalam rangkain pertemuan desa.

Kegiatan IGA yang dipilih oleh masyarakat

hendaknya bukan kegiatan ekslusif dari

kegiatan mata pencarian masyarakat saat

ini. Kegiatan IGA yang diusulkan baiknya

merupakan sumber pendapatan alternatif

yang tidak menggangu aktivitas selama

ini atau menjadi kegiatan pelengkap

(komplementer) dari kegiatan yang sudah

Page 222: Buku Manual Pelatihan_res

220 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

dilakukan.

Berapa biaya, hasil penjualan (omset) dan

pendapat dari kegiatan IGA yang akan

diusulkan?

o Jelaskan kepada masyarakat bahwa

kegiatan IGA tidak dapat diusulkan

sebelum seluruh biaya didefi nisikan.

Tanyakan kepada masyarakat berapa

biaya untuk memulai dan menjalankan

kegiatan?

o Jelaskan kepada masyarakat bahwa

apabila pendanaan program

digunakan seluruhnya untuk

memulai kegiatan dan tidak ada

dana pembiyaan untuk operasional

maka kegiatan tidak akan berlanjut;

o Jelaskan kepada masyarakat untuk tidak

mencampur dana yang diperoleh dari

IGA dengan untuk kegiatan konsumsi

keluarga;

Dari manakah sumber pendanaan untuk

IGA yang tersedia di desa?

o Masyarakat desa memiliki berbagai

macam sumber pendanaan seperti

dari tabungan pertanian, tengkulak,

pendanaan oleh LSM atau CSO;

o Fasilitator melakukan identifi kasi potensi

pendanaan di desa dan menganilisa

kemungkinan penggunaannya. Banyak

program pemerintah dan kegiatan

perbankan tersedia di desa, contoh:

kredit usaha rakyat (KUR), PNPM simpan

pinjam untuk perempuan (SPP), dana

bergulir pertanian, dan sebagainya;

Langkah lanjut:

Mendiskusikan kepada masyarakat mengenai keuntungan dan kerugian dari sumber dana yang tersedia dan pada posisi mana pendanaan PNPM LMP bisa membiayai suatu kegiatan. Jelaskan dengan menggunakan matrik di bawah.

CONTOH

Pembiyaan yang tersedia

Jumlah dana maks

Tingkat Bunga

Kemudahanakses

Durasi untuk pengembalian

Scores Ranks

Meminjam dari tetangga

Menggunakan dana sendiri

PNPM simpan pinjam

KUR

Page 223: Buku Manual Pelatihan_res
Page 224: Buku Manual Pelatihan_res
Page 225: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 223

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7Dinas perdagangan terkait untuk

pertanyaan di atas.

Dimanakan letak atauposisi konsumen/

calon pembeli sebagai target pemasaran?

Seberapa jauh masyarakat mengetahui

pembeli yang menjadi target pasar?

Seberapa sering masyarakat membeli

barang/jasa yang ditawarkan? Sehari-hari?

mingguan atau bulanan?

Apakah akan ada fl uktuasi (naik-turun

jumlah) permintaan berdasarkan musim

tertentu?

Kompetitor atau Pesaing

Dalam satu wilayah sekitar desa, apakah

ada penjual atau penyedia barang/jasa lain

dengan produk yang sama dengan yang

diusulkan? Seberapa banyak mereka?

Siapakah mereka? Kelompok tani?

Pengusaha modal besar?

Dimanakah kompetitor tersebut menjual

barang/jasa?

Bagaimana cara mereka menggaet atau

memperoleh konsumen atau pembeli?

Berapa harga yang ditawarkan oleh

kompetitor atau pesaing?

Jika ada, apa saja kelebihan kompetitor

atau pesaing?

Apakah kelebihan dari pengusul kegiatan

IGA (kelompok masyarakat)?

III.8. Memilih Kegiatan IGA

III.8.1. Memutuskan Usulan Kegiatan IGA

Dalam Musyawarah Desa

Menentukan suatu kegiatan pemberdayaan

masyarakat adalah hal yang penuh dinamika

di masyarakat. Pada beberapa kasus

masyarakat tidak puas dengan kegiatan yang

akan dilaksanakan karena tidak sesuai dengan

kepentingan tertentu.

Dalam pengambilan keputusan, fasilitator

bersama masyarakat membuat analisa SWOT

berdasarkan 5 faktor utama dan pertanyaan

kunci di atas untuk setiap usulan kegiatan.

Kemudian hasil analisa SWOT dipaparkan

dalam musyawarah desa sehingga

masyarakat mendapatkan gambaran yang

utuh tentang setiap kegiatan yang diusulkan.

Berdasarkan analisa SWOT, fasilitator

memandu masyarakat untuk melakukan

verifi kasi atau penilaian pada tiap tabel SWOT

dengan cara sebagai berikut:

Menentukan langkah yang harus

dilakukan, mulai dari membeli peralatan

dan pengadaan bahan baku sampai

sistem produksi dan barang jadi yang akan

dihasilkan;

Membuat daftar sumber daya yang

tersedia dan uang yang diperlukan untuk

menggerakan sumberdaya yang ada. Dana

Page 226: Buku Manual Pelatihan_res

224 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

yang diperlukan dibagi dalam investasi

dan biaya operasional;

Memberikan arahan bahwa jika suatu

kegiatan memiliki faktor yang tidak dapat

ditangani masyarakat, sebaiknya kegiatan

IGA tersebut tidak diusulkan;

Memberi pemahaman tentang tujuan

lingkungan yang akan dicapai dari suatu

kegiatan IGA.

Setelah musyawarah desa memutuskan

suatu kegiatan, langkah berikut adalah

melakukan studi kelayakan.

III.8.2. Studi Kelayakan

“Studi Kelayakan” adalah perencanaan

yang lebih mendetail untuk mengetahui

apakah suatu usulan IGA dapat

dilaksanakan, produknya dapat dipasarkan

dan menguntungkan. Pada dasarnya

studi kelayakan mencakup jawaban dari

pertanyaan : Bagaimana kegiatan IGA yang

diusulkan akan berjalan dan menghasilkan

keuntungan?

Menentukan bagaimana usulan kegiatan

IGA akan berjalan

Tanyakan pada pada masyarakat :

Apakah masyarakat sudah mengetahui

proses produksi dalam sebuah usaha?

Apakah masyatakat telah merinci proses

perencanaan dari tahap awal sampai

akhir?

Berapa waktu yang dibutuhkan dalam

menyelesaikan satu putaran produksi?

Apa yang masyarakat tidak ketahui

tentang usaha yang diusulkan? dan hal-

hal apa sajakah yang ingin anda jelaskan?

Apa masalah-masalah yang telah dialami

(Untuk kegiatan yang ada)?

Bagaimana masyarakat mengatur

kegiatan IGA dalam hal produksi,

mengelola keuangan dan pengelolaan

harian?

1). Hitung titik balik modal yang

dikeluarkan

Lakukan verifi kasi atau penilaian kepada

masyarakat :

Rinci seluruh pengeluaran yang

diperlukan untuk lebih dari satu putaran

produksi.

Gambar 1. Kegiatann Budidaya Rumput Laut

Page 227: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 225

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7 Bahan-bahan : bahan-bahan apa saja

yang akan anda butuhkan? Dimana

mendapatkan bahan-bahan tersebut?

Transportasi : Jenis transportasi yang

diperlukan untuk mendapatkan bahan

baku dan memasarkan produk/jasa?

Fasilitas : Di mana masyarakat akan

menghasilkan produk atau menawarkan

jasa yang akan diusulkan? Apakah perlu

untuk membayar uang sewa, listrik dan

air?

Karyawan : Siapa yang akan menjalankan

petunjuk pekerjaan? Berapa gaji yang

harus dibayarkan? Berapa banyak

karyawan yang dibutuhkan?

Pelatihan : Apa jenis pengetahuan

yang dibutuhkan dalam sebuah usaha?

Bagaimana mendapatkannya bila tidak

memiliki pengetahuan tersebut?

Promosi : Bagaimana pelanggan

atau pembeli akan mendengar atau

mengetahui produk atau jasa yang akan

diusulkan?

Uang : Berapa banyak modal yang

dibutuhkan untuk memulai usaha anda?

Jika mendapatkan pinjaman, bagaimana

melakukan pembayaran dan pelunasan?

Angsuran : Apakah peralatan

membutuhkan pengangsuran? Jika iya,

apakah dalam bulan atau tahun?

2). Perkirakan pendapatan dari usulan

yang diusulkan

Lakukan verifi kasi atau penilaian kepada

masyarakat :

Berapa harga yang akan ditawarkan

berdasarkan biaya produksi dan perkiraan

keuntungan yang diinginkan?

Bagaimana cara menentukan harga

tersebut?

Sanggupkah pembeli membeli dengan

harga tersebut?

Jika penelitian menunjukkan sebuah

kerugian, apakah ada cara untuk

membuat usaha yang diusulkan menjadi

menguntungkan?

Menentukan Biaya Dalam Memulai Usaha

Baru

1). Memproyeksikan biaya awal

Jika kegiatan IGA yang diusulkan adalah

inisiatif baru, maka perlu modal

awal yang cukup untuk menutupi

modal awal dibandingkan usulan

peningkatan kegiatan yang sudah ada.

Artinya masyarakat harus hati-hati dalam

memperkirakan kebutuhan dan tujuan

dari uang tunai. Biaya awal meliputi dua

bagian : Biaya awal satu waktu dan biaya

bulanan.

Biaya awal satu waktu : untuk

Page 228: Buku Manual Pelatihan_res

226 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

memperhitungkan biaya satu waktu,

fasilitator bersama masyarakat harus

meneliti pembiayaan untuk seluruh

perijinan yang dibutuhkan, biaya

penyimpanan dan pemasangan listrik,

biaya iklan dan promosi, dan segala biaya

yang berkaitan dengan peralatan dan

pemindahan alat produksi ke suatu lokasi

yang diinginkan.

Biaya bulanan : Biaya bulanan harus

terpenuhi hingga kegiatan dimulai dan

berjalan sampai menghasilkan uang tunai

yang cukup untuk menutupi biaya yang

sedang berjalan. Acuan sederhana dari

nilai biaya bulanan adalah: kelompok

masyarakat harus memiliki uang tunai

yang cukup untuk menutupi biaya

dalam satu waktu di tambah enam

bulan. Biaya bulanan mencakup gaji

karyawan atau anggota kelompok.

Masyarakat dapat menyiapkan anggaran

bulanan kelompok yang bersumber dari

sumbangan atau modal bantuan dari

skema PNPM LMP.

Biaya bulanan terbagi menjadi dua

kategori : variabel (berubah) dan tetap

o Biaya variabel adalah semua yang

berubah-ubah atau naik-turun dalam

penjualan dan sistem produksi.

Contoh: harga bahan baku, biaya

listrik, dsb;

o Biaya tetap adalah semua yang

tidak berubah-ubah dalam kapasitas

produksi tertentu. Selama tahap

awal, biaya tetap anda mungkin

akan signifi kan atau sesuai dengan

penjualan dan hasil produksi anda.

Hal yang harus dilakukan oleh masyarakat

dari kegiatan yang sudah dipilih!

Penelitian biaya dalam satu waktu.

Hitung biaya variabel bulanan.

Hitung biaya tetap bulanan.

Menentukan jumlah bulan yang

dibutuhkan.

2). Melakukan Analisa Balik Modal

Analisa balik modal berguna untuk

memutuskan kapan kegiatan IGA yang

diusulkan akan mulai menghasilkan

keuntungan. Jika suatu kegiatan sudah

berjalan, analisa balik modal berguna

untuk menunjukan di mana titik

penjualan di atas yang memberikan

keuntungan dan mana titik penjualan di

bawah yang menyebabkan kerugian.

Titik balik modal dapat dikemukakan dari

segi total penjualan bersih atau total unit

yang terjual. Untuk menghitung jumlah

ini, harus terlebih dahulu menghitung atau

Page 229: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 227

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7

memperkirakan harga unit penjualan,

biaya unit variabel, dan selisih kontribusi

satuan. Rumus penjualan balik modal dapat

dikemukakan sebagai berikut:

Periksa harga unit penjualan dan biaya unit

variabel untuk melihat apakah ada peluang

untuk meningkatkan selisih kontribusi

satuan. Jika tidak ada, maka satu-satunya

jalan adalah dengan mengurangi biaya

tetap.

3). Memberikan Harga Terhadap Barang/

Jasa Yang Dijual

Harga produk/jasa yang ditawarkan

hendaknya tidak ditawarkan diluar

dari pasar. Dalam memberikan

harga untuk produk anda harus

mempertimbangkan dua faktor :

a. Apa yang akan pasar hasilkan :

o Untuk mengetahui apa yang akan

pasar hasilkan, tanyakan pada

masyarakat pertanyan ini: apakah

suatu kelompok usaha akan

menjadi pemimpin di pasar dan

memiliki rentang yang lebih dalam

penetapan harga?

o Margin tinggi akan memberikan

peluang kepada pesaing untuk

menirukan produk dan manjual

dengan harga lebih rendah.

o Hasil barang/jasa yang diusulkan

akan memimpin pasar jika satu-

satunya tersedia di pasar setempat.

o Jika produk yang dihasilkan adalah

Harga unit penjualan : Rp.15

Biaya unit variabel : Rp. 8

Selisih kontribusi satuan : Rp.15 – Rp. 8 = Rp7

Jika biaya tetap Rp.35,000

Penjualan unit balik modal : Rp.35,000 / Rp.7 = 5,000 unit

Selama harga unit penjualan Rp,15, maka penjualan balik modal : Rp.15 X 5,000 unit = Rp.75,000

Periksa harga unit penjualan dan biaya unit variabel untuk melihat apakah ada peluang untuk meningkatkan selisih kontribusi satuan. Jika tidak ada, maka satu-satunya jalan adalah dengan mengurangi biaya tetap.

Artinya, kegiatan yang diusulkan harus dapat menjual senilai Rp.75,000 sebelum suatu kegiatan menunjukan keuntungan, pada saat Rp75,000 atau 5,000 unit penjualan, keuntungan bersih suatu kegiatan adalah tidak ada bahkan merugi.

Contoh :

Page 230: Buku Manual Pelatihan_res

228 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

bukan satu-satunya pasar maka

penetapan harga menjadi lebih

mudah. Harga produk tidak bisa

lebih tinggi dari pesaing terdekat

anda. Margin keuntungan menjadi

faktor utama.

Gambar 2. Pasar Merupakan Tempat Penjualan Produk yang Dihasilkan

o Margin Biaya Langsung = Harga Penjualan – Total Biaya Langsung

o Margin Biaya Langsung (%) = Margin Biaya Langsung / Harga

Penjualan X100%

margin biaya langsung (%) untuk menghitung isi balik modal

sebagai berikut :

o Isi Balik Modal = (biaya tetap / margin biaya langsung(%)) / Harga

Jual

b. Margin Keuntungan

Ada tiga bentuk perhitungan margin

keuntungan yaitu: margin biaya

langsung, harga balik modal dan harga

keuntungan.

i. Margin Biaya Langsung adalah

margin yang dihasilkan setelah

membayar yang berhubungan

langsung dengan produk atau jasa

yang telah dijual. Rumus dari margin

biaya langsung dan margin biaya

langsung (%) adalah :

Page 231: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 229

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7Sektor Pertanian• Pertanian

tanaman ; jahe, jagung, nilam

• Perkebunan ; jeruk, jambu mete, kelapa, kopi, coklat

• Peternakan ; ayam, bebek, penetasan telor, dll

Sektor Kehutanan• Budidaya lebah

madu hutan• Usaha getah

gamar, gaharu• Pengelolaan

rotan, bambu• Penanaman pohon kayu, penangkaran

bibit, dll

IV. Contoh Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis SDA IV.1. Beberapa Jenis Kegiatan Usaha Ekonomi Rakyat Ramah Lingkungan

Sektor Perikanan• Budidaya

rumput laut• Rumpon ikan

laut• Budidaya

kerang mutiara• Penangkaran

ikan kerapu, dll

Sektor Perikanan• Budidaya rumput

laut• Rumpon ikan

laut• Budidaya kerang

mutiara• Penangkaran

ikan kerapu, dll

IV.2. Dua Contoh Sukses Kegiatan Usaha

Ekonomi Berbasis Sumberdaya Alam

IV.2.1. Usaha Pembuatan Minuman

Saraba Instan

Desa Parara terletak di kecamatan

Sabbang kabupaten Luwuk Utara,

Sulawesi Selatan. Desa ini merupakan salah

satu desa sentra penghasil gula aren. Potensi

alam berupa tanaman aren yang banyak

ditemui disekitar desa dan pinggiran hutan

di wilayah berbukit ini, telah dimanfaatkan

masyarakat lokal sebagai sumber bahan

baku pembuatan gula aren di kecamatan

Sabbang.

Gambar 1. Kelompok Usaha Saraba Instanti Desa Parara, Kecamatan Sabbang – Luwu Utara, Sulawesi Selatan © Foto

Abdul Ra

Page 232: Buku Manual Pelatihan_res

230 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

Di kecamatan ini tidak kurang dari 500 KK

yang mengjadikan gula aren sebagai sumber

utama dan tambahan penghasilan. Selama

ini pengrajin gula aren hanya mengelola

bahan baku air aren/nira menjadi gula. Air

nira yang disadap pagi hari harus segera

dimasak menjadi gula selama 5 jam untuk

di jual sore hari dan air nira yang disadap

sore hari dimasak untuk dijual keesokan

harinya. 35 liter air aren dapat menghasilkan

40 keping gula aren yang dicetak dalam

tempurung kelapa.

Gula yang sudah jadi kemudian dibungkus

dengan daun atau plastic agar dapat

bertahan dalam jangka waktu lama, kurang

lebih 2 bulan, jika tidak dikemas dengan baik

gula hanya mampu bertahan selama 14 hari

sebelum meleleh.

Gula aren biasanya dipasarkan di pasar desa,

kecamatan, kota Masamba bahkan sampai

Sulawesi Tengah oleh para pedagang gula

yang datang ke desa. Dengan harga jual

berkisar Rp 1.000 – 2.000 per buah maka

pengrajin dapat memperoleh pendapatan

kotor Rp 80.000 perhari pada saat musim

baik, namun ada kalanya bahan baku air nira

berkurang pada saat musim angin sehingga

produksi gula menurun. Dalam 1 bulan

rata- rata penghasilan bersih pengrajin

gula setelah dikurangi biaya kayu bakar dan

kapur sirih berkisar Rp 1.300.000. dengan

perkiraan penurunan pendapatan pada

saat musim angin maka dalam 1 tahun

pendapatan bersih yang diperoleh adalah

Rp 14.400.000

Saraba Minuman Tradisional Khas

Sulawesi

Saraba adalah suatu jenis minuman

tradisional khas Sulawesi. Minuman biasanya

bisa kita jumpai mulai dari sulawesi selatan,

tengah, tenggara hingga sulawesi utara.

Minuman yang mirip dengan bandrek

biasanya dinikmati pada pagi hari atau

malam hari sebagai minuman kesehatan

penghangat tubuh. Minuman ini diracik

dari campuran rempah seperti : Gula aren,

santan, jahe, sereh, kayu manis dan merica.

Gambar 2. Contoh Produk Saraba

Page 233: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 231

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7Untuk menikmati secangkir saraba hangat

biasanya masyarakat membuat sendiri atau

membeli dari penjual saraba yang berada

disekitar kampung atau di kios – kios penjual

saraba di pasar atau tempat keramaian lainnya.

Menangkap Peluang Usaha

Melihat kondisi pengolahan air aren

yang sudah berjalan puluhan tahun dan

peluang usaha minuman saraba yang

sudah membudaya disekitar masyarakatnya

, seorang Mustawir mencari jalan untuk

memanfaatkan kondisi ini sebagai

peluang usaha baru. Pemikiran dan analisa

pengembangan produk dilakukan dari

usaha yang telah berjalan.

Analisa dari kekurangan usaha gula aren

adalah:

1. Memerlukan bahan baku air nira yang

banyak – Tidak ada bahan baku

penggantinya.

2. Bahan baku air aren harus segara dimasak

agar tidak masam – Masa kadaluarsa

cepat.

3. Penjualan gula mengandalkan pedangang

pengumpul- Harga berfl uktuasi.

4. Gula aren bukan produk akhir tapi bahan

baku dari produk lainnya – Bukan

produk akhir.

Analisa tantangan dan peluang usaha saraba

instan :

1. Saraba sudah dikenal luas oleh masyarakat

disekitarnya- Pangsa pasar luas

2. Saat ini penyajian minuman saraba yang

ada tidak dapat bertahan lebih dari 1 hari-

Perlu inovasi

3. Saraba sebagai minuman khas belum bisa

dijadikan buah tangan atau oleh-oleh-

Pengemasan yang baik

4. Saraba merupaka produk akhir – Harga

tidak berfl uktuasi

Setelah memperoleh pelatihan dari Yogya,

pada bulan November 2010 Mustawir

mengajak 10 orang tetangganya untuk

membentuk kelompok usaha swadaya

yang diberi nama Kelompok Aren Makmur

dengan merek dangang produk Saraba

Instan “Rajana”. Saraba instan merupakan

pengembangan produk dari minuman

saraba. Minuman saraba yang selama ini

dijual dalam bentuk cair secara langsung

diminum oleh konsumen dirubah menjadi

bentuk bubuk. Dengan proses kristalisasi

cairan saraba secara sederhana maka saraba

telah berubah menjadi bubuk saraba yang

dapat dikemas dan lebih tahan lama.

Page 234: Buku Manual Pelatihan_res

232 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

Memulai Usaha Bersama : Saraba Instan

“Rajana”

Pada tahap awal dilakukan penguatan

kelompok usaha dengan mengadakan

pemilihan ketua dan membuat kesepakatan

tentang aturan kerja dan bagi hasil secara

sederhana. Kepercayaan diantara anggota

kelompok merupakan modal utama diantara

mereka. Kepercayaan yang tumbuh diantara

anggota disebabkan karena tali kekerabatan

yang dekat dan juga kemampuan ketua

kelompok dalam meyakini anggotanya

untuk bersama – sama merintis usaha baru

ini.

Pada mulanya setiap anggota membayar

iuran sebesar Rp 135. 000 untuk dijadikan

modal kerja awal membuat saraba instan.

Dana yang terkumpul digunakan untuk

membeli bahan baku produksi saja

sedangkan biaya alat kerja dan tenaga kerja

tidak diperhitungkan karena menggunakan

alat bersama dan tenaga kerja anggota.

Masa Perintisan

Dengan keterbatasan modal yang ada maka

proses produksi dilakukan secara manual

di salah satu rumah anggota kelompok dan

dalam 1 bulan hanya dapat berproduksi

sebanyak 900 sachet saja. Setelah dilakukan

perhitungan dapat diketahui biaya produksi

untuk 1 sachet adalah sebesar Rp 1.067

sedangkann harga jualnya adalah Rp 1.350

maka margin laba bersih yang diperoleh per

sachet adalah Rp 283 atau 27 % dari biaya

yang dikeluarkan. Dengan tingkat penjualan

awal 900 sachet maka kelompok usaha ini

hanya mendapatkan keuntungan bersih

sebesar Rp 255.000 saja per bulan. Kondisi

ini berjalan sampai dengan 3 bulan pertama

usaha.

Keyakinan dan Kegigihan Usaha

Tanpa Lelah

Keuntungan yang diperoleh sangatlah kecil

jika dibanding dengan tenaga kerja dan

waktu yang telah tersita, namun hal ini tidak

menyurutkan tekad mereka untuk terus

berusaha. Keuntungan kecil dan hamper

minus diatas membuat anggota kelompok

aren makmur semakin giat mencari pijaman

atau bantuan modal, perbaikan mutu

kemasan, dan terobosan pasar.

Pemasaran dan Sambutan Pasar

Diluar Dugaan

Pada awalnya pemasaran hanya dilakukan

di sekitar kota Masamba namun dengan

Keyakinan dan kekompakan kelompok

rentang distribusi pasar bisa merambah

Page 235: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 233

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7kota – kota yang lebih jauh dari Masamba

seperti Pare –pare dan Makasar.

Hubungan bisnis dibangun dengan para

distributor di kota- kota tersebut.

Untuk menjaga kualitas barang dan

kemudahan proses transaksi maka

system produksi adalah mengikuti jadwal

pemesanan kembali dan ternyata system

ini telah berhasil menjaga kepercayaan

konsumen dan distributor sebagai rekan

bisnis.

Dengan komposisi resep ramuan yang

sudah dirasa pas dan nikmat, produk

mereka yang baru dikenal dipasar ternyata

mendapat sambutan positif. Order

pembelian kembali diterima oleh kelompok

ini dengan jumlah yang lebih besar. Saat

ini kapasitas produksi sudah meningkat

menjadi rata- rata 1.855 sachet per bulan.

Pada akhir tahun 2011 kelompok Aren

Makur telah menghasilkan pendapatan

bersih sebesar Rp 27.200.000 atau kurang

lebih 27 kali lipat pendapatan yang

diperoleh pada awal produksi.

Menjadi Kelompok Usaha Mikro

Unggulan Kabupaten Luwuk Utara

Pada masa perintisan, kelompok usaha ini

mendapat bantuan promosi di media massa

tv, radio dan Koran nasional yang difasilitasi

sebuah lembaga donor internasional.

Setelah adanya promosi yang cukup besar

tersebut maka nama saraba instan Rajana

semakin dikenal masyarkat dan lebih

mendapat perhatian pemerintah daerah.

Saat ini kelompok usaha Aren Makmur telah

dijadikan kelompok usaha mikro teladan

di kabupaten Luwul Utara dan sebagai

salah satu nominasi yang diusulkan pemda

Luwu Utara untuk menerima penghargaan

dibidang UMKM dari kementrian

perindustrian dan perdagangan.

Periode 3 bulan

Periode 8 Bulan

Pertama Berikutnya

Penjualan per bulan @ Rp 1.350 1,215,000 5,400,000.00

Biaya produksi @ Rp 1.067 960,000 3,734,500.00

Laba per bulan 255,000 1,665,500.00

Laba per tahun 1,020,000 29,979,000.00

Tabel Rugi- laba Kelompok Aren Makmur Tahun 2011

Page 236: Buku Manual Pelatihan_res

234 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

IV.2.2. Kerajinan Tas Berbahan Sampah

Plastik

KELOMPOK REWU LESTARI

KELURAHAN SARAGI, KEC. PASARWAJO,

KABUPATEN BUTON, SULAWESI TENGGARA

Masalah sampah yang mencemari laut

dan lingkungan sekitar

Kelurahan Saragih merupakan salah satu

kelurahan di ibu kota kabupaten Buton,

Pasarwajo, Sulawesi Tenggara yang terletak

dipinggir laut. Masalah pembuangan

sampah rumah tangga merupakan masalah

klasik yang dihadapi warga selama ini.

Tingkat Kehidupan masyarakat yang

semakin maju dengan daya beli terhadap

produk industri yang semakin baik

menyisakan masalah sampah dari produk

yang pada umumnya dikemas dengan

bahan plastik.

Sampah kemasan plastik yang berasal

dari kemasan produk makanan,minuman,

detergen, obat-obatan dan lainnya dibuang

disembarang tempat, selama ini sampah

rumah tangga dibuang ke laut, pinggir

pantai atau lahan kosong disekitar kota

menjadi tempat penampungan sampah

yang tidak tertata.

Isu lingkungan ini kemudian diangkat

oleh sebuah NGO pendamping PNPM

Lingkungan ,Operation Wallacea Trust

(OWT) dalam kegiatan penyadaran ditingkat

kelurahan. Dalam kegiatan penyadaran

yang dilakukan dibeberapa kesempatan

dan lokasi yang berbeda OWT memberikan

pencerahan tentang nilai ekonomi yang bisa

diperoleh dari sampah. Kegiatan penyadaran

dilakukan dengan cara penyampaian materi

dan pemutaran fi lm yang bercerita tentang

pengolahan sampah kemasan plastik.

Pembentukan Kelompok Usaha Ekonomi

Kecil

Dalam kegiatan penyadaran dihadir

oleh masyarakat dan lurah setempat.

Setelah menonton fi lm tersebut para

penonton terutama ibu-ibu tertarik untuk

mengembangkan kerajinan sampah

sebagai solusi masalah di kelurahan ini.

Antusiasme warga selanjutnya diakomodir

Gambar 3. Kelompok Rewu Lestari, Kelurahan Saragih, Kecamatan Pasarwajo – Kabupaten Buton

Page 237: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 235

64

17

5Pengantar PengelolaanSum

berdaya Alam di Perdesaan

Pembangunan

Persemaian di D

esa dan Penanam

an Pohon

Rehabilitasi H

utan BakauPerlindunganSatw

a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M

asyarakat Berbasis Sum

berdaya Alam2 Pengelolaan D

aerah Tangkapan Air

3 Agroforestry

MODUL7OWT dengan mengadakan pelatihan

keterampilan menjahit tas dan dilanjukan

dengan pembentukan kelompok usaha

bersama kerajinan tas dari sampah plastik

pada tanggal 22 Juli 2011. Kelompok usaha

tersebut diberinama rewu lestari. Nama

kelompok usaha “Rewu Lestari” diambil

dari bahasa lokal, suku Cia-cia. Rewu artinya

sampah sehingga maksud nama tersebut

adalah melestarikan lingkungan dengan

memanfaatkan sampah.

Modal awal hasil swadaya anggota

Kelompok ini diketuai seorang Kader

Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD),

ibu Salama, dengan jumlah anggota 20

orang . Pada awalnya, setelah mendapatkan

pelatihan kelompok usaha ini telah memulai

produksi dengan bermodalkan 1 unit

mesin jahit hasil dari swadaya anggota.

Melihat kesungguhan kerja dan prospek

usaha kelompok telah menarik perhatian

pihak pemerintah dan lembaga OWT untuk

memberikan bantuan guna pengembangan

usaha. Pada bulan ke-2 produksi kelompok

mendapatkan tambahan beberapa unit

mesin jahit dari OWT dan bantuan modal

dari pemerintah daerah kabupaten Buton.

Kelompok ini sudah berhasil memproduksi

berbagai jenis tas, mulai dari tas samping

sampai ransel kecil untuk anak sekolah,

tas belanja, tempat Tisu, tempat HP, dan

lain-lain. Kapasitas produksi rata- rata

perminggu sebanyak 5- 10 tas. Dengan

harga jual yang bervariasi berkisar Rp

40.000 – Rp 50.000, tergantung pada tingkat

kesulitan pembuatan dan pemakaian bahan

baku, biasanya semakin besar ukuran tas

maka harganya akan semakin mahal. Saat

ini pasokan bahan baku masih terbatas

disekitar rumah produksi, namun kedepan

perluasan suplai bahan baku diperluas di

seluruh kota.

Saat ini produk telah dipasarkan kepada

orang disekitar kelurahan, Kota Pasar Wajo

dan sekitarnya. Produk tas ini menjadi icon

kebanggaan pemerintah Kabupaten Buton

dan lembaga NGO lainya, Hal ini terbukti

dengan seringnya pemesanan produk Gambar 4. Contoh Produk Tas Plastik

Page 238: Buku Manual Pelatihan_res

236 | Manual Pelatihan

MODUL 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumber Daya Alam

tas untuk dijadikan sebagai merchandise

pada seminanar atau acara lainnya yang

diselenggarakan oleh pemda dan lembaga

lainnya.

No Keterangan Unit Harga Jumlah

Pendapatan1 Tas besar (tas belanja,ta, tas

dewasa,ransel)15 50,000 750,000

2 Tas kecil ( tas sekolah) 10 40,000 400,0003 Tempat tisu dan hp 10 40,000 400,000

Total Pendapatan 1,550,000Biaya

1 Biaya bahan baku (sachet) 600 100 60,0002 Biaya tenaga kerja (20 orang) 20 10,000 600,0003 biaya overhead 10% 155,000

Total biaya produksi 815,000

Laba bersih per bulan 735,000.00

Rata –rata perhitungan Rugi – Laba kelompok per bulan

Rata – rata pendapapatan bersih per bulan

adalah Rp 735,000 yang diterima kelompok.

Pemanfaatan dana ini dimusyawarahkan

oleh anggota sebelum dimanfaatkan.

Kampanye lingkungan yang berkelanjutan

Setiap kelompok Rewu Lestari saat ini telah

menjadi individu pencinta lingkungan

dengan sukarela mengkampanyekan

perlunya menjadi kelestarian alam dan

kebersihan lingkungan. Kelompok ini juga

memberikan penyadaran kepada pelajar dan

anak-anak disekitar untuk tidak membuang

sampah kemasan plastik sembarang

tempat tapi dikumpulkan secara kelompok,

disekolah atau RT untuk dibeli sebagai

bahan baku tas. Efeknya sampah plastik akan

kurang berhamburan di lingkungan sekitar.

Replikasi kegiatan

Menyadari bahwa masalah sampah plastic

bukan saja terjadi di keluarahan Saragih

maka kelompok ini bersedia membagai

ilmu dan pengalaman mereka kepada

kelompok lain, jika ada yang membutuhkan

pelatihan kerajinan sampah dari daerah lain

maka anggota kelompok ini siap menjadi

pemateri.

Page 239: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 237

Lampiran: Daftar Istilah

Aliran permukaan: disebut juga air larian

(surface run off ) adalah bagian dari curah

hujan yang mengalir di atas permukaan

tanah menuju ke sungai, danau, dan

lautan.

Air tanah: air yang terdapat dalam lapisan

tanah atau bebatuan di bawah permukaan

tanah

Basin: cekungan pengaliran air. Permukaan

bumi, karena kondisi fi siografi snya,

berperan sebagai penyimpan dan

pengaliran air hujan menuju ke danau atau

laut

DAS Hilir: suatu wilayah daratan bagian

dari DAS yang dicirikan dengan topografi

datar sampai landai, merupakan daerah

endapan sedimen atau aluvial.

DAS Hulu: suatu wilayah daratan bagian

dari DAS yang dicirikan dengan topografi

bergelombang, berbukit dan atau

bergunung, kerapatan drainase relatif

tinggi, merupakan sumber air yang masuk

ke sungai utama dan sumber erosi yang

sebagian terangkut menjadi sedimen

daerah hilir.

Data Primer: adalah informasi yang

dikumpulkan terutama untuk tujuan

investigasi yang sedang dilakukan. Data

primer mempunyai pengertian bahwa data

atau informasi tersebut diperoleh dari

sumber pertama, yang secara teknis dalam

penelitian disebut responden. Data primer

dapat berupa data-data yang bersifat

kuantitatif maupun kualitatif.

Data Sekunder: sumber data penelitian

yang diperoleh peneliti secara tidak

langsung melalui media perantara

(diperoleh dan dicatat oleh pihak lain).

Data sekunder umumnya berupa bukti,

catatan atau laporan historis yang telah

tersusun dalam arsip (data dokumenter)

yang dipublikasikan dan yang tidak

dipublikasikan

Delineasi: cara menggambarkan batas unsur

alam, unsur buatan manusia dan atau

tema tertentu dalam bentuk garis

Densiometer: alat sederhana yang

digunakan untuk mengetahui persentase

penutupan atau pembukaan tajuk tegakan

atau persentase jatuhnya cahaya hingga ke

lantai hutan

Erosi: peristiwa pindahnya/terangkutnya

tanah/bagian-bagian tanah ke suatu

tempat atau ke tempat lain oleh media

alami.

Erosi lembar (sheet erosion): pengangkutan

lapisan yang merata tebalnya dari suatu

permukaan bidang tanah.

Erosi permukaan/erosi alur (riil erosioan):

suatu proses erosi yang terkonsentrasi dan

mengalir pada tempat- tempat tertentu

dipermukaan tanah sehingga pemindahan

Modul 2. Pengelolaan Daerah Tangkapan Air

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 237

Page 240: Buku Manual Pelatihan_res

238 | Manual Pelatihan

tanah lebih banyak terjadi pada tempat

tersebut.

Erosi parit (gully erosion): proses erosi

yang hampir sama dengan proses erosi

alur, tetapi saluran – saluran yang

terbentuk sudah sedemikian dalamnya

sehingga tidak dapat dihilangkan dengan

pengolahan tanah biasa.

Fungsi hidrologi hutan: artinya fungsi

hutan dalam siklus hidrologi dalam

menghasilkan (produce) dan pengaturan

(regulate) air

GIS atau Geografi c Informatin System:

sistem informasi geografi s yang memiliki

kemampuan untuk membangun,

menyimpan, mengelola dan menampilkan

informasi yang bereferensi geografi s.

GPS atau Global Positioning System: alat yang

memiliki sistem untuk menentukan posisi

dan navigasi

Infi ltrasi: adalah proses meresapnya air atau

proses meresapnya air dari permukaan

tanah melalui pori-pori tanah.

Kedalaman tanah atau solum (cm):

merupakan ukuran ketebalan lapisan

tanah dari permukaan sampai atas lapisan

bahan induk tanah.

Kontur atau garis kontur: garis yang

menghubungkan titik-titik dengan

ketinggian sama.

Monografi desa dan kelurahan: himpunan

data yang dilaksanakan oleh pemerintah

desa dan pemerintah yang tersusun

secara sistematis, lengkap, akurat

dan terpadu dalam penyelenggaraan

pemerintahan, pelaksanaan

pembangunan dan pembinaan

kemasyarakatan

Pancang: anakan pohon yang memiliki

ukuran tinggi 1,5 m ke atas dan diameter

10 cm ke atas

Pendangiran: kegiatan penggemburan

tanah disekitar tanaman pokok yang

bertujuan untuk memperbaiki sifat

fi sik tanah (aerasi tanah) sebagai upaya

memacu pertumbuhan tanaman.

Pengelolaan DAS: upaya manusia dalam

mengendalikan hubungan timbal balik

antara sumberdaya alam dengan manusia

di dalam DAS dan segala aktivitasnya

dengan tujuan membina kelestarian dan

keserasian ekosistem serta meningkatkan

kemanfaatan sumberdaya alam bagi

manusia secara berkelanjutan.

Penyiangan tanaman: pengendalian gulma

yang bertujuan untuk mengurangi jumlah

gulma sehingga populasinya berada di

bawah ambang ekologis.

Penyulaman: kegiatan penanaman kembali

bagian-bagian yang kosong bekas tanaman

mati/akan mati dan rusak sehingga

jumlah tanaman normal dalam satu

kesatuan luas tertentu sesuai dengan jarak

tanamnya

Peta topografi : peta yang menunjukkan

keadaan muka bumi sesebuah kawasan,

selalunya menggunakan garisan kontur

Lampiran: Daftar Istilah

238 | Manual Pelatihan

Page 241: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 239

dalam peta moden. Peta topografi

mestilah mempunyai garisan lintang dan

garisan bujur dan titik pertemuannya

menghasilkan koordinat. Koordinat ialah

titik persilangan antara garisan lintang

dan bujur.

Pohon atau juga disebut pokok: tumbuhan

dengan batang dan cabang yang berkayu.

Pohon memiliki batang utama yang

tumbuh tegak, menopang tajuk pohon,

memliki diameter 20 cm ke atas

Semai: anakan pohon mulai kecambah

hingga tinggi < 1,5 cm

Tajuk: keseluruhan bagian tumbuhan,

terutama pohon, perdu, atau liana, yang

berada di atas permukaan tanah yang

menempel pada batang utama

Tiang: anakan pohon dengan diameter 10

cm hingga kurang 20 cm

Vegetasi:merupakan bagian hidup

yang tersusun dari tetumbuhan yang

menempati suatu ekosistem

Modul 3. Agroforestri

Abiotik (faktor abiotik) atau komponen

tak hidup: komponen fi sik dan kimia

yang merupakan medium atau substrat

tempat berlangsungnya kehidupan, atau

lingkungan tempat hidup (suhu, air,

cahaya, tanah, iklim,

Agroforestri komplek: suatu sistem

pertanian menetap yang melibatkan

banyak jenis pepohonan (berbasis pohon)

baik sengaja ditanam maupun yang

tumbuh secara alami pada sebidang lahan

dan dikelola petani mengikuti pola tanam

dan ekosistem yang menyerupai hutan.

Agroforestri sederhana: perpaduan antara

tanaman pohon (kelapa, karet, cengkeh,

jati, sengon, dadap, petai cina, dll.) dan

tanaman semusim (jagung, padi, sayur-

mayur, rerumputan, pisang, kopi, coklat,

dll.) yang ditanam dalam suatu lahan yang

sama

Alang-alang atau ilalang: sejenis rumput

berdaun tajam, yang kerap menjadi gulma

di lahan pertanian

Biotik (faktor biotik): suatu komponen

yang menyusun suatu ekosistem berupa

makhluk hidup

Fotosintesis: suatu proses biokimia

pembentukan zat makanan karbohidrat

yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama

tumbuhan yang mengandung zat hijau

daun atau klorofi l

Hutan primer: hutan yang telah mencapai

umur lanjut dan ciri struktural tertentu

yang sesuai dengan kematangannya; serta

dengan demikian memiliki sifat-sifat

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 239

Page 242: Buku Manual Pelatihan_res

240 | Manual Pelatihan

ekologis yang unik

Hutan sekunder: hutan-hutan yang

merupakan hasil regenerasi (pemulihan)

setelah sebelumnya mengalami kerusakan

ekologis yang cukup berat; misalnya akibat

pembalakan, kebakaran hutan, atau pun

bencana alam. Hutan sekunder umumnya

secara perlahan-lahan dapat pulih kembali

menjadi hutan primer, yang tergantung

pada kondisi lingkungannya,

Jenis intoleran: jenis tanaman yang tidak

tahan (mampu tumbuh) dalam kondisi

cahaya yang terbatas atau tanaman

yang memerlukan cahaya penuh untuk

pertumbuhannya

Jenis toleran: jenis tanaman yang tahan

(mampu tumbuh) dalam kondisi cahaya

yang terbatas atau tanaman yang mampu

tumbuh di bawah naungan

Kelompok Tani: kumpulan petani (dewasa,

wanita dan pemuda) yang terikat secara

non formal dalam suatu wilayah kelompok

yang bekerjasama atas dasar saling

asih, saling asah dan saling asuh bagi

keberhasilan usaha pertaniannya yang

diketuai oleh seorang kontak tani.

MPTS (Multi purpose tree species): jenis

tanaman yang menghasilkan kayu dan

bukan kayu.

Padi gogo: suatu tipe padi lahan kering yang

relatif toleran tanpa penggenangan seperti

di sawah

Palawija: semua tanaman pertanian

semusim yang ditanam pada lahan kering.

Biasanya palawija berupa tanaman kacang-

kacangan, serealia selain padi (seperti

jagung), dan umbi-umbian semusim

(ketela pohon dan ubi jalar).

Perdu atau semak: suatu kategori tumbuhan

berkayu yang dibedakan dengan pohon

karena cabangnya yang banyak dan

tingginya yang lebih rendah, biasanya

kurang dari 5-6 meter. Banyak tumbuhan

dapat berupa pohon atau perdu

tergantung kondisi pertumbuhannya.

Perkebunan: segala kegiatan yang

mengusahakan tanaman tertentu pada

tanah dan/atau media tumbuh lainnya

dalam ekosistem yang sesuai, mengolah

dan memasarkan barang dan jasa hasil

tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, permodalan

serta manajemen untuk mewujudkan

kesejahteraan bagi pelaku usaha

perkebunan dan masyarakat.

Serasah: tumpukan dedaunan kering,

rerantingan, dan berbagai sisa vegetasi

lainnya di atas lantai hutan atau kebun.

Serasah yang telah membusuk (mengalami

dekomposisi) berubah menjadi humus

(bunga tanah), dan akhirnya menjadi

tanah.

Penanaman pengkayaan: penambahan

anakan pohon pada kawasan hutan negara

atau di luar hutan negara yang memiliki

jumlah individu pohon atau anakan pohon

antara 500-700 batang/ha dengan maksud

240 | Manual Pelatihan

Lampiran: Daftar Istilah

Page 243: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 241

untuk meningkatkan nilai tegakan hutan

baik kualitas maupun kuantitas sesuai

fungsinya

Penanaman penuh: penanaman anakan

pohon pada kawasan hutan negara atau di

luar kawasan hutan negara yang memiliki

jumlah individu pohon atau anakan pohon

kurang dari 500 batang/ha

Rehabilitasi hutan dan lahan: upaya

untuk memulihkan, mempertahankan,

dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan

sehingga daya dukung, produktivitas,

dan perannya dalam mendukung sistem

penyangga kehidupan tetap terjaga

Rhizoma: batang yang menjalar di baawah

tanah dapat berumbi maupun tidak

berumbi yang berfungsi untuk menyimpan

makanan dengan ciri-ciri : bentuk mirip

akar namun berbuku-buku, ujungnya

berkuncup, pada setiap buku terdapat

daun yang berubah bentuk menjadi sisik,

pada setiap ketiak sisik terdapat mata

tunas. Mata tunas yang terdapat pada

ujung rhizoma maupun yang terdapat

pada setiap ketiak sisik dapat tumbuh

menjadi individu baru. Individu baru tetap

menyatu dengan tubuh induknya sehingga

terbentuklah rumpun

Sistem penyangga kehidupan: merupakan

satu proses alami dari berbagai unsur

hayati dan non hayati yang menjamin

kelangsungan kehidupan makhluk.

Tanaman semusim: tanaman perkebunan yang pada umumnya berumur pendek dan

panennya dilakukan satu atau beberapa

kali masa panen (keprasan) untuk satu

kali penanaman.

Tanaman tahunan: tanaman perkebunan

yang umumnya berumur lebih dari

satu tahun dan pemungutan hasilnya

dilakukan lebih dari satu kali masa panen

untuk satu kali pertanaman.

Tembawang atau sering disebut sebagai

agroforest tembawang: suatu bentuk

sistem penggunaan lahan yang terdiri

dari berbagai jenis tumbuhan, mulai dari

pohon-pohon besar berdiameter lebih

dari 100 sentimeter hingga tumbuhan

bawah sejenis rumput-rumputan. Sistem

ini dikelola dengan teknik-teknik tertentu

sesuai dengan kearifan lokal mereka dan

mengikuti aturan-aturan sosial sehingga

membentuk keanekaragaman yang

kompleks menyerupai ekosistem hutan

alam.

Tumpangsari: suatu bentuk pertanaman

campuran (polyculture) berupa pelibatan

dua jenis atau lebih tanaman pada

satu areal lahan tanam dalam waktu

yang bersamaan atau agak bersamaan.

Tumpang sari yang umum dilakukan

adalah penanaman dalam waktu yang

hampir bersamaan untuk dua jenis

tanaman budidaya yang sama, seperti

jagung dan kedelai, atau jagung dan

kacang tanah

Viabilitas benih: daya hidup benih

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 241

Page 244: Buku Manual Pelatihan_res

242 | Manual Pelatihan

yang dapat ditunjukkan melalui

gejala metabiolisme dan atau gejala

pertumbuhan, selain itu daya kecambah

juga merupakan tolak ukur parameter

viabilitas potensial benih. Pada umumnya

viabilitas benih diartikan sebagai

kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

kecambah.

Modul 4. Pembangunan Persemaian dan Penanaman Pohon

Ajir: potongan bambu dengan ukuran

panjang dan lebar tertentu, misalnya 2 cm

x 120 cm yang digunakan sebagai penanda

jarak tanam, penanda jalur penanaman,

tempat membuat lubang tanam, dan

untuk mengikat bibit.

Benih berdasarkan defi nisi botani maka

yang dimaksud dengan benih: biji

tumbuhan yang digunakan oleh manusia

untuk tujuan pertanaman. Adapun benih

berdasarkan defi nisi perundang-undangan

adalah semua bahan tanaman baik yang

dihasilkan secara generatif (biji) maupun

vegetatif (scion untuk teknik grafting/

sambungan, bahan stek, mata tunas untuk

okulasi, dan bahan vegetatif lainnya).

Bokashi: sebuah metode pengomposan

yang dapat menggunakan starter

aerobik maupun anaerobik untuk

mengkomposkan bahan organik, yang

biasanya berupa campuran molasses, air,

starter mikroorganisme, dan sekam padi.

Kompos yang sudah jadi dapat digunakan

sebagian untuk proses pengomposan

berikutnya, sehingga proses ini dapat

diulang dengan cara yang lebih efi sien.

Cangkok: teknik pembibitan vegetatif

dengan cara menguliti hingga bersih

dan menghilangkan kambium pada

cabang atau ranting sepanjang 5-10

cm. Tumbuhan dikotil yang dicangkok

akan memiliki akar serabut, bukan akar

tunggang.

Cemplongan: teknik penanaman dengan

pembersihan lapangan tidak secara total

(pembersihan lapangan hanya dilakukan

disekitar tempat yang akan ditanam)

yang diterapkan pada lahan miring yang

tanahnya peka erosi dan penduduknya

jarang dan pada lahan yang sudah ada

tanaman kayu kayuan tetapi masih perlu

dilakukan pengkayaan tanaman (lahan

tidak cocok untuk kegiatan tumpangsari)

Dekomposer: organisme yang menguraikan

bahan organik menjadi anorganik untuk

kemudian digunakan oleh produsen.

242 | Manual Pelatihan

Lampiran: Daftar Istilah

Page 245: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 243

Dormansi benih: istilah yang digunakan

untuk keadaan dimana benih yang baik

tidak bisa berkecambah meskipun berada

pada kondisi/lingkungan yang sesuai

untuk perkecambahan.

Fungisida: substansi kimia dan bahan

lain yang secara spesifi k membunuh

atau menghambat cendawan penyebab

penyakit

Gulma: segala tanaman yang tumbuh

pada tempat yang tidak diinginkan yang

merupakan pesaing tanaman dalam

pemanfaatan unsur hara, air, dan ruang

Hutan negara: merupakan kawasan hutan

yang berada di tanah milik negara

Hutan rakyat: hutan yang tumbuh di atas

tanah yang dibebani hak milik maupun

hak lainnya di luar kawasan hutan

dengan ketentuan luas minimum 0,25

Ha, penutupan tajuk tanaman kayu-

kayuan dan tanaman lainnya lebih dari

50 %.

Insektisida: bahan-bahan kimia bersifat

racun yang dipakai untuk membunuh

serangga. Insektisida dapat memengaruhi

pertumbuhan, perkembangan, tingkah

laku, perkembangbiakan, kesehatan,

sistem hormon, sistem pencernaan, serta

aktivitas biologis lainnya hingga berujung

pada kematian serangga pengganggu

tanaman

Kascing singkatan dari “bekas cacing”:

merupakan pupuk organik yang berasal

dari kotoran cacing Lumbricus rubellus

sebagai hasil pengomposan oleh cacing

dari bahan baku kotoran sapi. Kascing

merupakan kompos yang penguraiannya

sangat sempurna.

Kekompakan media: tingkat kemampuan

akar untuk mengikat media sehingga

menjadi kompak/tidak mudah hancur.

Kokopit: media tumbuh tanaman dari

sabut kelapa yang telah mengalami

pengomposan (2-4 minggu)

Kompos: hasil penguraian parsial/tidak

lengkap dari campuran bahan-bahan

organik yang dapat dipercepat secara

artifi sial oleh populasi berbagai macam

mikroba dalam kondisi lingkungan

yang hangat, lembap, dan aerobik atau

anaerobik

Media: bahan yang digunakan untuk

menumbuhkan bibit

Media kompak: media dan akar membentuk

gumpalan yang kompak

Mutu genetik: kualitas bibit yang

merupakan cerminan sifat induk yang

selalu diturunkan dari induk ke anaknya

dari generasi ke generasi.

Okulasi: teknik memperbanyak

tanaman secara vegetatif dengan cara

menggabungkan dua tanaman secara lebih

Patogen: agen biologis yang menyebabkan

penyakit pada tanaman inangnya

Penghijauan: kegiatan rehabilitasi hutan

dan lahan (RHL) yang dilaksanakan di luar

kawasan hutan.

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 243

Page 246: Buku Manual Pelatihan_res

244 | Manual Pelatihan

Penyemaian: penanaman benih ke dalam

bedeng tabur atau langsung dalam polybag

dengan tujuan untuk mendapatkan

kecambah.

Perlakuan pendahuluan benih: istilah

yang digunakan untuk proses atau kondisi

yang diberikan untuk mematahkan

dormansi benih (mempercepat

perkecambahan benih). Perlakuan yang

diberikan tergantung jenis dormansi

(merendam benih, menyangrai benih,

mengikir benih, memecah benih, dll.)

Pestisida: serta jasad renik dan virus yang

digunakan untuk mengendalikan berbagai

hama.

pH tanah atau kemasaman tanah atau reaksi

tanah menunjukkan sifat kemasaman

atau alkalinitas tanah yang dinyatakan

dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan

banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H +)

di dalam tanah.

Pohon induk benih: suatu individu pohon

yang memiliki syarat-syarat sebagai pohon

penghasil benih.

Polybag adalah: plastik tanaman

yang didominasi warna hitam untuk

persemaian tanaman dan tanaman

dalam pot dengan ukuran tertentu yang

di sesuaikan dengan jenis tanaman itu

sendiri

Reboisasi: upaya pembuatan tanaman

jenis pohon hutan pada kawasan hutan

rusak yang berupa lahan kosong/terbuka,

alang-alang, atau semak belukar dan

hutan rawang untuk mengembalikan

fungsi hutan.

Sabuk hijau (green belt): hutan yang tumbuh

pada kawasan sekitar waduk/danau pada

daratan sepanjang tepian danau/waduk

yang lebarnya proporsional dengan

bentuk dan kondisi fi sik waduk/danau.

Areal sabuk hijau berjarak + 20 meter

dari titik pasang tertinggi ke arah darat

dengan lebar 50 – 100 m (Keppres No. 32

tahun 1990).

Sambung pucuk: cara menyambungkan

batang bawah dan batang atas agar supaya

produksi lebih dipercepat

Sangrai: menggoreng tanpa menggunakan

minyak goreng

Sistem jalur: pola penanaman dengan

pembersihan sepanjang jalur yang

didalamnya dibuat lubang tanaman

dengan jarak tertentu.

Sistem tumpangsari: suatu pola

penanaman yang dilaksanakan dengan

menanam tanaman semusim dan

tanaman sela diantara larikan tanaman

pokok (kayu-kayuan/MPTS).

Stek: merupakan cara perbanyakan

tanaman secara vegetatif buatan dengan

menggunakan sebagian batang, akar,

atau daun tanaman untuk ditumbuhkan

menjadi tanaman baru.

Sumber benih: suatu tegakan hutan,

baik berupa hutan alam maupun hutan

tanaman yang ditunjuk atau dibangun

244 | Manual Pelatihan

Lampiran: Daftar Istilah

Page 247: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 245

khusus untuk dikelola guna memproduksi

benih

Tanaman inang dalam biologi: organisme

yang menampung virus, parasit, partner

mutualisme, atau partner komensalisme,

umumnya dengan menyediakan makanan

dan tempat berlindung.

Tanaman Unggulan Lokal (TUL): jenis-

jenis tanaman asli atau eksotik, yang

disukai masyarakat karena mempunyai

keunggulan tertentu seperti produk

kayu, buah dan getah dan produknya

mempunyai nilai ekonomi yang tinggi

dan ditetapkan oleh Bupati/Walikota

berdasarkan rekomendasi BPTH atas

nama Dirjen RLPS.

Tegalan: lahan kering yang ditanami dengan

tanaman musiman atau tahunan, seperti

padi ladang, palawija, dan holtikultura.

Tegalan letaknya terpisah dengan halaman

sekitar rumah. Tegalan sangat tergantung

pada turunnya air hujan.

Tumbuhan bawah: komunitas tanaman

yang menyusun stratifi kasi bawah

dekat permukaan tanah. Tumbuhan ini

umumnya berupa rumput, herba, semak

atau perdu rendah.

Unsur hara: nutrisi atau zat makanan

yang bersama-sama air diserap oleh akar

tanaman dan dibaawa ke daun baik unsur

mikro (dibutuhkan dalam jumlah sedikit)

maupun makro (dibutuhkan dalam

jumlah banyak) yang digunakan untuk

pertumbuhan dan metabolisme tanaman

Modul 5. Rehabilitasi Hutan Bakau

Ekosistem: suatu system ekologi yang

terbentuk oleh hubungan timbal

balik antara makhluk hidup dengan

lingkungannya.

Delta: endapan di muara sungai yang terletak

di lautan terbuka, pantau, atau danau,

sebagai akibat dari berkutangnya laju

aliran air saat memasuki laut

Detrius: partikel-partikel hasil penguraian

berbagai organisme mati dan sisa

organisme.

Diving: penyelaman dengan menggunakan

peralatan selam lengkap berupa tabung

oksigen, fi n, masker, dan regulator

Estuaria/estuarin: perairan yang semi

tertutup yang berhubungan bebas dengan

lair sehingga laut dengan salinitas tinggi

dapat bercampur dengan air tawar.

Pohon induk: pohon yang dipilih untuk

menghasilkan benih yang cukup banyak

dan kualitas yang baik

Propagule: bagian tanaman bakau/bakal

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 245

Page 248: Buku Manual Pelatihan_res

246 | Manual Pelatihan

buah yang akan diperbanyak.

Snorkeling: selam permukaan/selam

dangkal dengan menggunakan masker

selam/snorkel.

Tsunami: kata berbahasa Jepang yang berarti

gelombang ombak lautan, merupakan

serangkaian gelombang ombak besar yang

timbul karena adanya pergeseran dari

dasar laut akibat gempa bumi.

ZEE/Zona Ekonomi Ekslusif: jalur di

luar dan berbatasan dengan laut wilayah

Indonesia sebagaimana ditetapkan

berdasarkan undang-undang yang berlaku

tentang perairan Indonesia yang meliputi

dasar laut, tanah di bawahnya dan air di

atasnya dngan batas terluar 200 mil laut

diukur dari garis pangkal laut wilayah

Indonesia.

Appendix I CITES: daftar seluruh spesies

tumbuhan dan satwa liar yang dilarang

dalam segala bentuk perdagangan

internasional. Dikeluarkan oleh

Convention on International Trade in

Endangered Species of Wild Fauna and Flora

(CITES)

Appendix II CITES: daftar spesies yang

tidak terancam kepunahan, tapi mungkin

terancam punah bila perdagangan terus

berlanjut tanpa adanya pengaturan.

Dikeluarkan oleh Convention on

International Trade in Endangered Species of

Wild Fauna and Flora (CITES)

BKSDA: Balai Konservasi Sumber Daya Alam

yang merupakan unit pelaksana teknis

setingkat eselon III (atau eselon II untuk

balai besar) di bawah Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

(PHKA), Kementerian Kehutanan.

Critically Endangered/CE: kategori

“kritis”, merupakan status konservasi

yang diberikan kepada spesies yang

menghadapi risiko kepunahan di waktu

dekat yang merupakan kategori dari

International Union for the Conservation of

Nature and Natural Resources (IUCN)

Endangered/EN: kategori “genting”, spesies

yang menghadapi risiko kepunahan

sangat tinggi di waktu mendatang yang

merupakan kategori dari International

Union for the Conservation of Nature and

Natural Resources (IUCN)

Endemik: merupakan istilah yang mengacu

pada satwa dan tumbuhan yang hanya

ditemukan di daerah tersebut dan tidak

ditemukan di tempat lain. Bahkan

tidak sedikit satwa endemik ini hanya

ditemukan di satu pulau atau wilayah

tertentu.

IUCN Redlist: daftar status suatu spesies

yang merupakan kategori yang digunakan

oleh IUCN.

Satgas: satuan tugas, seperti dalam

Modul 6. Perlindungan Satwa Liar

246 | Manual Pelatihan

Lampiran: Daftar Istilah

Page 249: Buku Manual Pelatihan_res

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 247

konservasi dikenal satgas KMG (satuan

tugas penanganan konfl ik manusia-gajah)

UPT: Unit Pelaksana Teknis

CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) atau konvensi

perdagangan internasional spesies satwa

liar dan tumbuhan terancam merupakan

perjanjian internasional antarnegara

yang disusun berdasarkan resolusi sidang

anggota IUCN yang bertujuan  melindungi

tumbuhan dan satwa liar terhadap

perdagangan internasional yang

mengakibatkan kelestarian spesies

tersebut terancam.

IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources): sebuah organisasi

internasional yang didedikasikan untuk

konservasi sumber daya alam.  IUCN

mengeluarkan IUCN Red List of Th reatened

Species atau disingkat IUCN Red List,

yaitu daftar status kelangkaan suatu

spesies.  Kategori Status Konservasi dalam

IUCN Redlist, meliputi : punah, punah

di alam, kritis, genting, rentan, hampir

terancam, beresiko rendah, informasi

kurang dan belum di evaluasi

Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 247

Sumber Daya Alam (SDA): bahan baku

yang berasal dari alam yang dapat diambil

manfaatnya

Income Generating Activities (IGA): Usaha/kegiatan yang dapat menghasilkan

pendapatan

Katalisator: pemicu pada awal kegiatan

Petunjuk Teknis Operasional (PTO): buku panduan yang diterbitkan oleh

penaggungjawab operasional PNPM

sebagai aturan pelaksanaan kegiatan

dilapangan.

Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD): orang yang dipilih warga desa

sembagai penggerakan utama kegiatan

PNPM di tingkat desa.

Fasilitator: orang yang memberikan

pengarahan dalam menjalankan kegiatan

Pasar: pembeli/konsumen pengguna barang

atau jasa

Biaya: besaran nilai rupiah yang dikeluarkan

untuk memperoleh manfaat.

Modul 7. Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumberdaya Alam

Page 250: Buku Manual Pelatihan_res

248 | Manual Pelatihan

Lampiran: Daftar IstilahKegiatan produktif: kegiatan yang

menghasilkan barang atau jasa untuk yang

memiliki nilai ekonomis

Margin: nilai tertentu dari hasil

pengurangan, dapat berupa persentase

atau nilai rupiah

Efi sien: pemanfaatan secara hemat berguna

Efektif: pemanfaatan secara tepat guna

248 | Manual Pelatihan

Page 251: Buku Manual Pelatihan_res

Manual Pelatihan“Pengelolaan Sumberdaya Alam

Untuk Masyarakat Perdesaan”Editor

Fransiskus Harum (Editor Teknis)Sunjaya (Editor Komunikasi)

KontributorSunjaya, Fransiskus Harum, Edi Purwanto, Ujang S. Irawan,

Hendra Gunawan, Akbar A. Digdo, Agustinus Wijayanto, Nassad Idris, Abdul Rahman

Design - LayoutYoga Adhiguna | adioga.design

ISBN---------------------------

Cetakan Pertama April 2012

Page 252: Buku Manual Pelatihan_res