buku manual pelatihan_res
TRANSCRIPT
-
Manual Pelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan
-
PERNYATAAN (DISCLAIMER)
Buku Manual ini dipublikasikan oleh PNPM Support Facility (PSF) yang dipersiapkan melalui Program PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan, dengan dukungan dana dari Pemerintah Denmark. PSF memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Tim PNPM LMP dan Tim Penyusun Buku Manual ini.
Dipersilahkan memperbanyak seluruh atau sebagian buku ini sepanjang dipergunakan untuk keperluan pelatihan dan peningkatan kesadaran masyarakat. Kami amat menghargai jika Anda mencantumkan judul dan penerbit buku ini sebagai sumber.
PSF tidak bertanggungjawab atas data dan informasi yang terdapat dalam publikasi ini, atau dengan ketidaksesuaian dalam penerapan dari data dan informasi yang terdapat dalam Buku Manual ini.
Pendapat, angka dan perhitungan yang terkandung dalam Buku Manual ini adalah tanggungjawab Tim Penyusun dan tidak harus mencerminkan pandangan dari Pemerintah Indonesia, Pemerintah Denmark, maupun Bank Dunia.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 1
ManualPelatihan
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan
-
2 | Manual Pelatihan
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada tahun 2011, PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP) telah menerbitkan Manual Pelatihan berjudul Teknologi Energi Terbarukan yang Tepat untuk Aplikasi di Masyarakat Perdesaan. Dan pada tahun 2012 PNPM-LMP kembali menerbitkan Manual Pelatihan berjudul Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Masyarakat Perdesaan.
Manual Pelatihan ini disusun dan didisain untuk digunakan dalam pelatihan yang akan dilaksanakan dalam rangka Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat di Perdesaan khususnya di Sulawesi dan Sumatera.
Tim Penyusun menghaturkan banyak terimakasih kepada Kedutaaan Kerajaan Denmark untuk Jakarta/DANIDA yang telah mensponsori pembuatan Buku Manual Pelatihan ini.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah terlibat secara aktif dalam pembuatan Manual Pelatihan ini, yaitu:
1. Sren Moestrup, Danida Senior Adviser, atas saran dan bimbingannya yang sangat bermanfaat dalam penyusunan Manual Pelatihan ini.
2. Fransiskus Harum, Consultant of Royal Danish Embassy in Jakarta/DANIDA, atas kerja kerasnya mengkoordinasikan penyusunan Manual Pelatihan ini dan berkontribusi dalam penyusunan Modul 3 dan 4, serta sebagai Editor Utama dari Manual Pelatihan ini.
3. Sunjaya, sebagai kontributor utama penyusunan Modul 1 dan Editor untuk Manual Pelatihan ini.
4. Dr. Edi Purwanto, Ahli Managemen DAS dan Direktur Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2 dan 3.
5. Ujang S. Irawan, Senior Staff Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2, 3 dan 4.
6. Hendra Gunawan, Senior Staff Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 2 dan 4.
7. Akbar A. Digdo, Senior Staff Wildlife Conservation Society (WCS), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 5 dan 6.
8. Agustinus Wijayanto, Senior Staff Wildlife Conservation Society (WCS), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 5 dan 6.
9. Abdul Rahman, Senior Staff Yayasan Operation Wallace Trust (OWT), atas kontribusinya dalam penyusunan Modul 7.
10. Nassat Idris, sebagai kontributor penyusunan Modul 7.
11. Yoga Adhiguna, yang telah membuat Disain dan Layout dari Manual Pelatihan ini.
12. Ida Lestari, Staff PNPM-LMP, atas dukungannya dalam penyelenggaraan lokakarya penyusunan Manual Pelatihan ini.
Terimakasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada Tim Green PNPM-PSF, Tim dari National Management Consultant (NMC) dan PMD (Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa, Depdagri) atas dukungannya dalam menyusun Manual Pelatihan ini.
Semoga Manual Pelatihan ini dapat bermanfaat bagi para Fasilitator dan Asisten Teknis Program PNPM-LMP serta pihak lain yang terlibat di dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam perdesaan yang arif dan bijaksana di seluruh wilayah Indonesia.
Jakarta, April 2012
Penyusun
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 3
daftar isi
1 15Pengantar PengelolaanSumberdaya Alam di Perdesaan
HalamanMODUL
I. PENDAHULUANII. SUMBERDAYA ALAM DI PERDESAANII.1. Apa itu PSDA?II.2. SDA di PerdesaanII.3. Persoalan SDA dan Lingkungan II.3.1. Jenis AncamanII.3.2. Pengaruh Kerusakan SDAIII. MERANCANG PSDA BERSAMA MASYARAKATIII.1. Faktor Sosial Budaya dalam PSDA
1). Kemiskinan2). Tenurial3). Nilai tukar hasil SDA4). Gender5). Pengetahuan lokal6). Konfl ik dengan satwa
III.2. Prinsip Dasar1). Peran serta masyarakat2). Pemanfaatan potensi lokal3). Pendampingan
III.3. Masalah Dalam Pengembangan Program1). Kesiapan masyarakat dan pendamping2). Perencanaan yang lemah3). Pengorganisasian kegiatan tidak memadai4). Kebijakan tak mendukung
III.4. Merencanakan PSDA di DesaIII.4.1. Desa: Sebuah Kehidupan SosialIII.4.2. Tahap Perencanaan
1. Sampaikan, apa tujuan program2. Kumpulkan informasi, pahami masalahnya
a. Pemetaanb. Pertemuan masyarakat
3. Susunlah rencana kegiatan4. Peliharalah hasil kegiatan
EVALUASIDAFTAR PUSTAKA
-
4 | Manual Pelatihan
daftar isi
2 45I. KONSEP DAERAH TANGKAPAN AIRI.1. Pengertiaan Daerah Aliran Sungai (DAS)I.2. DAS Sebagai Cekungan Peresapan dan Pengaliran AirI.3. DAS Sebagai EkosistemI.4. Konsep Daerah Tangkapan Air (DTA)II. PERENCANAAN REHABILITASI DAERAH TANGKAPAN AIRII.1. Pemetaan Batas DTAII.1.1. Pembatasan DTA Secara Visual/SketsaII.1.2. Pembatasan DTA Menggunakan Peta Topografi II.1.3. Pembatasan DTA Menggunakan Program GISII.2. Identifi kasi Kondisi Daerah Tangkapan Air (DTA)II.2.1. Sasaran Rehabilitasi DTAII.2.2. Kriteria Tingkat Kekritisan Suatu LahanII.2.3. Metode Identifi kasi Lahan Kritis Perdesaan
a. Penutupan vegetasib. Kedalaman tanahc. Penggunaan lahan
II.2.4. Pemetaan Lahan Kritis Pada DTAII.3. Perencanaan Rehabilitasi DTAII.3.1. Rancangan PembibitanII.3.2. Rancangan PenanamanII.3.3. Rancangan PemeliharaanII.3.4. Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
a. RAB Pembibitanb. RAB Penanamanc. RAB Pemeliharaan Tanaman
EVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA
Pengelolaan Daerah Tangkapan Air
Halaman
MODUL
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 5
3 67I. KONSEP AGROFORESTRII.1. Defi nisi AgroforestriI.2. Ciri-ciri AgroforestriI.3. Komponen AgroforestriI.4. Sistem AgroforestriI.4.1. Agroforestri SederhanaI.4.2. Agroforestri KompleksI.5. Manfaat AgroforestriI.6. Keunggulan AgroforestriI.6.1. ProduktivitasI.6.2. KeberagamanI.6.3. Kemandirian (Self-Regulation)I.6.4. Stabilitas (Stability)I.7. Ruang Lingkup AgroforestriI.8. Sasaran AgroforestriII. PRAKTEK AGROFORESTRI DI INDONESIAII.1. Pulau SumateraII.1.1. Sistem ParakII.1.2. Repong DamarII.2. Pulau JawaII.2.1. Di Jawa Barat dan BantenII.2.2. Di Jawa TimurII.2.3. Perum PerhutaniII.3. KalimantanII.3.1. Sistem TembawangII.3.2. Sistem LemboII.4. SulawesiII.4.1. Sulawesi UtaraII.4.2. Sulawesi TenggaraII.4.3. Sulawesi SelatanII.5. Pulau Bali
Agroforestry
Halaman
MODUL
II.6. Nusa TenggaraIII. IMPLEMENTASI AGROFORESTRI DI INDONESIAIII.1. Implementasi AgroforestriIII.2. Strategi Pemilihan JenisIII.3. Agroforestri Pada Lahan Bervegetasi JarangIII.4. Agroforestri Pada Lahan Terbukaa. Pola Agroforestri Berbagai Tanaman Kayub. Pola agroforestri karetc. Pola agroforestri kelapa sawitd. Sistem agroforestri lada/kopiEVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA
daftar isi
-
6 | Manual Pelatihan
daftar isi
4 93I. PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN PERSEMAIAN DESAI.1. Penyiapan Sarana dan Prasarana PersemaianI.1.1. Penetapan Lokasi PersemaianI.1.2. Kebutuhan Bahan dan Peralatan
a. Bahanb. Peralatan
I.1.3. Fasilitas Persemaiana. Tempat Penyemaianb. Bedeng Sapihc. Naungan Persemaiand. Sarana Perairane. Gubuk Kerjaf. Rumah Produksi Pupuk Organikg. Alat Pembuat Arang Sekam
I.2. Teknik PembibitanI.2.1. Pemilihan Jenis TanamanI.2.2. Pengadaan BenihI.2.3. Penyemaian Benih
a. Perlakuan Benih Sebelum Penyemaianb. Penyiapan Media Kecambahc. Teknik Penyemaian Benih
I.2.4. Penyapihanb. Teknik Penyapihan
I.2.5. Pemeliharaan BibitI.2.6. Seleksi Bibit Sebelum PenanamanI.2.7. Tata Waktu PembibitanII. PENANAMAN DI DAERAH TANGKAPAN AIRII.1. Persyaratan PenanamanII.1.1. Kesesuaian Tempat Tumbuh/JenisII.1.2. Kesesuaian Musim TanamII.1.3. Kesesuaian Teknik MenanamII.1.4. Kualitas BibitII.2. Teknik Penanaman
II.2.1. Cara PenanamanII.2.1.1. Cara penanaman Pada Lahan TerbukaII.2.1.2 . Cara penanaman di Lahan Tegalan/PekaranganII.2.2. Sistem PenanamanII.2.3. Pola PenanamanII.3. Tahapan PenanamanII.3.1. Persiapan Bahan dan AlatII.3.2. Pembersihan Lapangan dan Jalur TanamII.3.2.1. Kondisi Lahan Terbuka dan DatarII.3.2.2. Kondisi Lahan Terbuka, Miring dan Tidak Rawan ErosiII.3.2.3. Kondisi Lahan Terbuka, Miring, dan Rawan ErosiII.3.2.4. Kondisi Lahan Terbuka, Sangat Curam, Tanah Subur, dan Rawan ErosiII.3.2.5. Kondisi Lahan Tegalan/Vegetasi Jarang dan DatarII.3.3. Penentuan Arah Larikan, Jarak Tanam, dan Pemasangan AjirII.3.3.1. Lahan Terbuka, Datar atau LandaiII.3.3.2. Lahan Terbuka dan MiringII.3.3.3. Lahan Tegalan/PekaranganII.3.4. Pembuatan Lubang TanamII.3.5. Pengangkutan BibitII.3.6. Pelaksanaan PenanamanII.4. Tahap PemeliharaanII.4.1. PenyulamanII.4.2. PenyianganII.4.3. PendangiranII.4.4. Pemberian PupukII.4.5. Pencegahan Hama dan Penyakit TanamanEVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA
Pembangunan Persemaian di Desa dan Penanaman Pohon
Halaman
MODUL
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 7
5 129I. PENGENALAN EKOSISTEM HUTAN BAKAUI.1. Kawasan PesisirI.2. Pengenalan Ekosistem Bakau1.3. Sistem Perakaran BakauII. PENGELOLAAN HUTAN BAKAUII.1. Manfaat BakauII.2. Pelestarian AlamII.3. Wisata AlamII.4. Kegiatan Ekonomi
a. Kendala Aspek Teknisb. Kendala Aspek Kelembagaan
III. REHABILITASI HUTAN BAKAUIV. PEMBUATAN PERSEMAIAN JENIS-JENIS BAKAUIV.1. Pengumpulan BuahIV.2. Penyiapan bibitIV.4. Pemilihan Bibit BakauIV.5. Lokasi Persemaian bibit bakau dan Pembuatan bedeng persemaianIV.6. Menyemaikan Benih atau Buah BakauIV.7. Sumber Benih atau Bibit BakauIV.8. Pemeliharaan Persemaian BakauIV.9. PenyapihanV. PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN BAKAUV.1 Teknik Penanaman Bibit BakauV.2 Penanaman BakauV.2. Pemeliharaan BakauV.2.1. Teknik Pemeliharaan BakauV.2.2. Penyiangan dan PenyulamanV.2.3. PenjaranganV.2.4. Perlindungan Dari HamaEVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA
Rehabilitasi Hutan Bakau
HalamanMODUL
daftar isi
-
8 | Manual Pelatihan
daftar isi
6 163I. PENGENALAN PERLINDUNGAN SATWA LIARI.1. Pengenalan Perlindungan Satwa Liar Pada Lahan Pertanian dan di Sekitar Wilayah PerdesaanI.1.1. Gajah Sumatera (Elephant maximus sumatranus)I.1.2. Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae)I.1.3. Orangutan Sumatera (Pongo abelii)I.1.4. Yaki (Macaca nigra)I.1.5. Anoa (Bubalus sp.)I.2. Pengenalan Kawasan Konservasi di Sekitar Wilayah PedesaanI.2.1. Kawasan Suaka Alam (KSA) I.2.1.1. Kawasan Cagar AlamI.2.1.2. Kawasan Suaka Marga SatwaI.2.2. Kawasan Perlindungan Alam (KPA)I.2.2.1. Kawasan Taman NasionalI.2.2.2. Kawasan Taman Wisata AlamI.2.2.3. Kawasan Taman Hutan RayaI.2.3. Taman BuruI.2.4. Cagar Biosfi rI.2.5. Hutan LindungI.3. Mengenal Beberapa Kawasan Konservasi di Sulawesi dan SumateraI.3.1. Kawasan Konservasi di SulawesiI.3.2. Kawasan Konservasi di SumateraII. PERAN SERTA MASYARAKATIII. CONTOH PENANGANAN KONFLIK ANTARA SATWA LIAR DAN MA-SYARAKAT (GAJAH, HARIMAU, ORANGUTAN DAN YAKI)III.1. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan GajahIII.2. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan HarimauIII.3. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan OrangutanIII.4. Penanganan Konfl ik Antara Manusia dan Monyet Hitam Sulawesi (Yaki)EVALUASI KEMAMPUANDAFTAR PUSTAKA
PerlindunganSatwa Liar
Halaman
MODUL
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 9
7 207I. PENDAHULUANII. RUANG LINGKUP KEGIATAN IGAII.1. Ekonomi ProduktifII.2. Peningkatan Nilai Tambah (Added Value)II.3. Peningkatan Efi siensi dan KapasitasIII. TAHAPAN PERENCANAAN KEGIATAN IGAIII.1 Faktor yang Diperhatikan DalamIII.2. Langkah Memberikan Motivasi Kepada MasyarakatIII.3. Perencanaan StrategisIII.4. Identifi kasi Kapasitas MasyarakatIII.5. Identifi kasi Potensi SDA yang akan dikembangkanIII.6. Permodalan dan Tingkat Konsumsi KeluargaIII.7. Analisa PasarIII.8. Memilih Kegiatan IGAIII.8.1. Memutuskan Usulan Kegiatan IGA Dalam Musyawarah DesaIII.8.2. Studi KelayakanMenentukan bagaimana usulan kegiatan IGA akan berjalanMenentukan Biaya Dalam Memulai Usaha BaruIV. CONTOH KEGIATAN PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT BERBASIS SDA IV.1. Beberapa Jenis Kegiatan Usaha Ekonomi Rakyat Ramah LingkunganIV.2. Dua Contoh Sukses Kegiatan Usaha Ekonomi Berbasis Sumberdaya AlamIV.2.1. Usaha Pembuatan Minuman Saraba InstanIV.2.2. Kerajinan Tas Berbahan Sampah Plastik
Perencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan Masyarakat Berbasis Sumberdaya Alam
Halaman
MODUL
daftar isi
-
10 | Manual Pelatihan
BLM Bantuan Langsung Masyarakat
BAPPEDA Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
BKSDA Balai Konservasi Sumberdaya Alam
BPDAS Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
BPS Biro Pusat Statistik
CA Cagar Alam
CITES Convention on International Trade in Endegered
Species
CSO Civil Society Organization
DAS Daerah Aliran Sungai
DANIDA Danish International Development Assistance
DEM Digital Evaluation Model
DPL Daerah Perlindungan Laut
DPM Daerah Perlindungan Mangrove
(Mangrove protected area)
DTA Daerah Tangkapan Air
GIS Geographical Information System
GPS Geographical Positioning System
HOK Hari Orang Kerja
ICRAF (WAC) International Centre for Research in Agro-Forestry
(World Agro-forestry Centre
IGA Income Generating Activity
IUCN International Union for Conservation Nature
KMG Konfl ik Manusia dan Gajah
KPA Kawasan Pelestarisan Alam
KPH Kesatuan Pemangkuan Hutan
KPMD Kader Pembangunan Masyarakat Desa
KSA Kawasan Suaka Alam
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MPTS Multi Purpose Tree Species (Jenis Pohon Serba Guna)
Daftar Singkatan
10 | Manual Pelatihan
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 11
NMC National Management Consultant
NTFP Non-Timber Forest Products
OWT Operation Wallacea Trust
PERDES Peraturan Desa
PHKA Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PKG Pusat Konservasi Gajah
PNPM-LMP Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Lingkungan Mandiri Perdesaan
PMD Pemberdayaan Masyarakat dan Desa
PSF PNPM Support Facility
PSDA Pengelolaan Sumber Daya Alam
PTO Petunjuk Teknis Operasional
RAB Rancangan Anggaran Biaya
RHL Rehabilitasi Hutan dan Lahan
RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah
SDA Sumber Daya Alam
SM Suaka Margasatwa
SWOT Strength Weakness Opportunity and Treats
TN Taman Nasional
TWA Taman Wisata Alam
UU Undang-Undang
WCS Wildlife Conservation Society
ZEE Zona Ekonomi Ekslusif
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 11
-
12 | Manual Pelatihan
Manual Pelati han Pengelolaan
Sumberdaya Alam Untuk Masyarakat
Perdesaan ini merupakan seri
lanjutan Manual Pelati han
yang dipublikasikan oleh PNPM
Lingkungan Mandiri Perdesaan
(PNPM-LMP). Pengetahuan dan
informasi prakti s yang tersedia
di dalam Manual ini mencakupi
uraian umum tentang potensi dan
permasalahan SDA di perdesaan,
konsep, prinsip utama , tahapan
perencanaan dan rekomendasi
kegiatan yang berbasis SDA, seperti :
pengelolaan daerah tangkapan
air, penerapan pola agroforestri,
pembangunan persemaian dan
penanaman pohon, rehabilitasi
hutan mangrove, perlindungan satwa
liar, dan bagaimana merencanakan
kegiatan-kegiatan peningkatan
ekonomi berbasis SDA.
Manual Pelati han ini disusun agar
tersedia pengetahuan dan informasi
bagi para fasilitator lapangan,
penyuluh pertanian dan kehutanan
tentang teknologi pengelolaan
sumberdaya alam (SDA) yang tepat
dan bermanfaat untuk masyarakat
perdesaan di seluruh Indonesia serta
digunakan sebagai pedoman dalam
pelati han yang akan dilaksanakan
Program PNPM LMP atau
program pendampingan lain yang
berhubungan dengan pengelolaan
SDA di perdesaan.
Manual Pelati han ini disusun
dengan menggunakan bahasa ,
struktur dan muatan yang mudah
dipahami oleh prakti si di lapangan
khususnya facilitator dan penyuluh
lapangan yang menjalankan program
pendampingan masyarakat. Pada
seti ap modul terdapat bahan evaluasi
yang digunakan pada seti ap pelati han
guna mengukur kemampuan peserta
pelati han sebelum dan setelah
selesai pelati han. Pada bagian
lampiran tersedia penjelasan isti lah-
isti lah teknis yang ada di seti ap
modul.
Manual Pelati han ini terdiri dari tujuh
modul , yaitu:
Modul 1. Pengantar Pengelolaan
Sumberdaya Alam di Perdesaan.
Menguraikan tentang konsep
pengelolaan sumberdaya alam di
perdesaan, permasalahan lingkungan
penti ng di perdesaan dan dampaknya
Pengenalan Manual
12 | Manual Pelatihan
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 13
terhadap kehidupan masyarakat,
prinsip dasar dalam upaya
pengelolaan SDA, dan bagaimana
merencanakan pengelolaan SDA di
perdesaan.
Modul 2. Pengelolaan Daerah
Tangkapan Air (DTA). Menguraikan
tentang konsep DTA dan bagaimana
merencanakan rehabilitasi DTA yang
rusak.
Modul 3. Agroforestri. Menguraikan
secara lugas tentang konsep
agroferestri yang meliputi ciri-ciri,
sistem, manfaat dan keunggulan
agroforestri, serta ruang lingkup
agroforestri. Kemudian menjelaskan
praktek agroforestri yang telah
dilaksanakan di Indonesia
serta pedoman bagaimana
mengimplementasikan agroforestri
oleh masyarakat perdesaan di
Indonesia.
Modul 4. Pembangunan Persemaian
di Desa dan Penanaman Pohon.
Menguraikan secara rinci prinsip
dan tahapan teknis pembangunan
persemaian skala kecil di desa, dan
menjelaskan secara khusus tentang
tahapan kegiatan penanaman,
teknik dan pola penanaman pada
berbagai bentuk dan kondisi lahan
di dalam suatu unit DTA serta teknik
pemeliharaannya.
Modul 5. Rehabilitasi Hutan
Bakau. Menguraikan tentang
ekosistem kawasan pesisir dan lebih
spesifi k tentang ekosistem hutan
mangrove (bakau), bagaimana
masyarakat dapat berparti sipasi
dalam pengelolaan dan rehabilitasi
hutan bakau. Kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan tentang
teknik rehabilitasi hutan bakau
yang mencakup pembuatan
persemaian, teknik penanaman dan
pemeliharaan.
Modul 6. Perlindungan Satwa Liar.
Menguraikan tentang perlindungan
satwa liar di sekitar wilayah
perdesaan dengan penjelasan khusus
tentang beberapa jenis satwa liar
penti ng, kemudian dilanjutkan
dengan penjelasan tentang
kawasan konservasi dan informasi
sejumlah kawasan konservasi yang
berada di Sulawesi dan Sumatera.
Selanjutnya terdapat uraian tentang
parti sipasi masyarakat dalam
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 13
-
14 | Manual Pelatihan
Pengenalan Manualupaya perlindungan satwa liar dan
beberapa contoh penanganan konfl ik
antara manusia dan satwa liar.
Modul 7. Perencanaan Kegiatan
Peningkatan Pendapatan
Masyarakat Berbasis Sumberdaya
Alam. Modul ini secara khusus
menguraikan tentang ruang lingkup
kegiatan peningkatan pendapatan
masyarakat berbasis SDA, tahapan
perencanaan dan beberapa contoh
sukses kegiatan peningkatan
pendapatan berbasis SDA.
14 | Manual Pelatihan
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 15
1MODULPengantar Pengelolaan
Sumberdaya Alamdi Perdesaan
-
16 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di PerdesaanMODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di PerdesaanI. PendahuluanSalah satu tujuan dari Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat-Lingkungan
Mandiri Pedesaan (PNPM-LMP) adalah
terciptanya kualitas sumberdaya alam dan
lingkungan yang mampu meningkatkan
taraf hidup masyarakat desa setempat
secara berkelanjutan. Pada dasarnya,
beberapa jenis kegiatan di dalam skema
PNPM-LMP selama ini merupakan bentuk
dari pengelolaan sumberdaya alam
(PSDA) dan perbaikan lingkungan di mana
masyarakat desa diberi peran paling besar
untuk membuat keputusan, menjalankan
dan mengawasi pelaksanaan kegiatan,
serta menjaga dan memelihara hasil-hasil
kegiatan.
Hubungan timbal balik antara SDA dengan
masyarakat di sekitarnya selalu dinamis
dan terus berkembang dengan berbagai
permasalahannya. Hal itu harus disadari
dalam kegiatan PSDA dan penataan
lingkungan yang dilakukan bersama
masyarakat. Maka, seorang fasilitator PNPM-
LMP perlu memahami betul karakteristik
kedua faktor tersebut, yaitu: SDA dan
masyarakat desa.
Mengapa fasilitator PNPM-LMP perlu memahami hubungan antara SDA dan masyarakat
perdesaan (rural)?
1. Seorang fasilitator LMP harus bisa menjadi mitra diskusi yang berbagi pengetahuan
dan kemampuan pada masyarakat tentang pengelolaan SDA. Meski tidak menguasai
seluruh persoalan SDA , setidaknya tahu ke mana informasi tentang hal tersebut dapat
diperoleh.
2. Fasilitator harus berhadapan dan berinteraksi dengan masyarakat desa yang beragam
kondisi sosial, ekonomi, budaya dan persoalan politiknya. Tak hanya di satu desa,
bahkan beberapa desa. Persoalan dalam satu desa juga memiliki kaitan dengan faktor-
faktor di luar mereka, misalnya kebijakan pemerintah atau kehadiran perusahaan yang
mengeksploitasi SDA di sekitar desa.
3. Fasilitator adalah salah satu agen perubahan bagi masyarakat desa dan SDA. Untuk
itu, dia perlu mengetahui dan mampu mengantisipasi berbagai dampak perubahan
dari setiap kegiatan PSDA atau PNPM-LMP yang dilakukan masyarakat desa. Dalam
hal ini, dampak kegiatan adalah segala pengaruh positif dan negatif bagi SDA sebagai
sebuah ekosistem maupun bagi kehidupan masyarakat setempat.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 17
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
Menjadi fasilitator atau pendamping dalam
proses pengembangan PSDA bersama
masyarakat memang sebuah pekerjaan
berat dan rumit. Tak hanya membutuhkan
komitmen kerja, tapi keinginan belajar terus
menerus untuk mengembangkan diri.
Mengingat ruang lingkup dari PSDA
begitu luas, maka aspek-aspek yang
disampaikan dalam modul ini pun sangat
terbatas, meliputi: pemahaman dasar
tentang masyarakat desa, beberapa
contoh persoalan SDA yang ada di
desa, serta langkah penting dalam
perencanaan kegiatan PSDA bersama
masyarakat desa. Dalam Modul-modul
selanjutnya akan dibahas secara khusus
semua aspek teknis yang tercakup dalam
PSDA di perdesaan yaitu 1). Pengelolaan
Daerah Tangkapan Air, 2). Agroforestri
sebagai model pemanfaatan lahan yang
bermanfaat eknomis dan ekologis, 3).
Rehabilitasi hutan bakau oleh masyarakat
perdesaan, 4). Perlindungan Satwa Liar oleh
masyarakat perdesaan dan 5). Kegiatan yang
meningkatkan pendapatan masyarakat
perdesaan.
II. Sumberdaya Alam di PerdesaanII.1. Apa itu PSDA?
Sumberdaya alam (SDA) adalah seluruh
unsur alami, baik biotik maupun abiotik,
yang dapat dimanfaatkan untuk menopang
kehidupan manusia. Contoh-contoh jenis
SDA di Indonesia antara lain: tumbuhan,
hewan, tanah, air, angin, sinar matahari,
panas bumi (geothermal), mineral, gas
bumi, bahkan mikroba sekalipun. Inovasi
teknologi dan ilmu pengetahuan telah
mengubah berbagai unsur di alam yang
semula dianggap tidak berguna menjadi
sebuah SDA yang bermanfaat, misalnya:
sampah organik menjadi pupuk, kotoran
ternak menjadi biogas, serta berbagai jenis
tumbuhan menjadi obat-obatan berkhasiat.
Pengelolaan SDA (PSDA) pada dasarnya
adalah proses memahami, memanfaatkan
serta memelihara dan melindungi kualitas
SDA agar terus bermanfaat bagi masyarakat
setempat dan sekitarnya. Dengan demikian,
masyarakat di mana SDA berada menjadi
pihak yang paling berkepentingan, sehingga
perannya dalam PSDA menjadi sangat besar.
Peran dan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan SDA atau lingkungan
hidup juga telah diatur dalam berbagai
-
18 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
perundang-undangan Indonesia. Beberapa
peraturan memang tumpang tindih, bahkan
bertentang satu sama lain, sehingga
membingungkan. Namun pada dasarnya
masyarakat berhak untuk memperoleh
manfaat dari SDA dan lingkungan yang baik,
sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang Dasar RI.
II.2. SDA di Perdesaan
Sebagian besar penduduk Indonesia
tinggal di desa atau wilayah perdesaan
(rural), baik yang berada di kawasan pesisir
pantai, dataran rendah, hingga di kawasan
pegunungan dataran tinggi. Mereka
umumnya bekerja sebagai petani dan
peladang, peternak, nelayan, atau pemburu.
Ada pula yang berperan sebagai pedagang
atau penyedia jasa yang terhubung secara
langsung maupun tak langsung dengan
pemanfaatan SDA. Data Biro Pusat Statistik
(BPS) menyebutkan, tahun 2010 ada sekitar
41,4 juta penduduk Indonesia berusia di atas
15 tahun yang bekerja di sektor pertanian,
kehutanan, perikanan dan perburuan (www.
bps.go.id).
Selain iklim, ketersediaan dan kualitas SDA
menjadi faktor yang sangat menentukan
bagi kehidupan sosial ekonomi di desa.
Tanah ladang dan persawahan, perairan
sungai dan danau serta rawa, fl ora dan
fauna hutan, aneka bahan galian atau
tambang serta berbagai sumber daya alam
Beberapa peraturan perundangan yang bisa menjadi acuan bagi masyarakat dalam PSDA dan penataan lingkungan hidup: UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 tahun 1990 tentang Pelestarian Keanekaragaman Hayati dan Ekosistem-
nya, UU No. 5 tahun 1994 tentang Pengesahan United Nation Convention on Biological
Diversity (Konvensi Persatuan Bangsa Bangsa mengenai Keanekaragaman Hayati), di dalamnya terdapat pengakuan hak masyarakat adat/lokal dan wanita dalam konser-vasi alam.
UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Peraturan lain di bawah undang-undang.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 19
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
di laut dan pesisir adalah contoh jenis
lingkungan alami yang penting bagi orang
desa. Sebagai contoh, keberlimpahan ikan
atau biota laut yang bernilai bagi nelayan
sangat ditentukan oleh kondisi air laut,
hutan mangrove, padang lamun (seagrass)
dan terumbu karang sebagai sebuah
ekosistem. Demikian pula dengan kondisi
hutan yang berperan menyediakan produk
hutan yang bernilai sosial ekonomi, menjaga
tata air (fungsi hidrologis), menjamin
rantai makanan bagi aneka spesies fauna
di dalamnya, serta mencegah terjadinya
bencana alam.
Nelayan, petani, peternak, pemburu dan
pengumpul hasil hutan adalah contoh
profesi yang digeluti oleh kebanyakan
penduduk di desa. Hasil produksi mereka ada
yang hanya untuk konsumsi sendiri bersama
keluarga, atau disebut subsisten. Dalam suatu
masyarakat tertentu sistem pertukaran atau
barter mungkin masih diterapkan. Tetapi,
kebanyakan penduduk desa kini menjual
hasil produksi mereka ke luar desa sebagai
nilai tukar dalam ekonomi pasar yang lebih
luas. Peran perantara, tengkulak, atau broker
juga menjadi amat penting di tengah
rantai perdagangan komoditas pertanian,
kehutanan, dan perikanan yang dihasilkan
penduduk desa. Terutama bila petani
atau nelayan tak memiliki kemampuan
menjangkau pasar di luar desa.
Sumberdaya alam juga berpengaruh pada
aspek sosal budaya. Beberapa praktek dan
pengetahuan lokal dalam pemanfaatan
SDA telah menjadi bagian dari identitas
budaya suatu kelompok masyarakat. Subak
atau sistem pengairan sawah di Bali, repong
damar pada masyarakat Krui di Lampung,
pengetahuan tentang terumbu karang
dan jenis ikan pada suku Bajau, sistem
perladangan dan lumbung padi (leuit)
oleh orang Baduy di Jawa Barat, atau pola
perburuan pada masyarakat di Mentawai,
semuanya tak bisa dilepaskan dari SDA yang
ada. Apa yang terjadi pada mereka ketika
areal persawahan, hutan atau terumbu
karang telah hilang?
Bagi masyarakat desa, beberapa jenis SDA berperan penting dalam aspek:
1. Ekonomi: sebagai modal produksi atau aset bagi kegiatan ekonomi (lahan, sumberdaya hutan dan perikanan, bahan galian, ternak dsb); sebagai bentuk investasi masa depan (tabungan atau warisan).
2. Sosial, misalnya: sumber nutrisi
-
20 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
II.3. Persoalan SDA dan Lingkungan
II.3.1. Jenis Ancaman
Indonesia kaya akan sumberdaya alam,
baik berupa sumber daya hutan, laut dan
pesisir, perairan air tawar, maupun bahan
tambang. Namun, hampir seluruh jenis SDA
tersebut tengah menghadapi kerusakan
dan penyusutan akibat pemanfaatan secara
berlebihan.
Data dari Kementerian Kehutanan tahun
2009 menyebutkan, Indonesia memiliki
sekitar 45,2 juta ha hutan primer, sekitar 41,4
juta ha hutan sekunder berada di kawasan
(tanaman pangan, hewan buruan, dsb); material bangunan (rumah, jembatan, lumbung padi, dsb); sumber energi (kayu bakar, arang tempurung, minyak jarak untuk lampu, sungai untuk penggerak turbin listrik, kincir angin, dsb); bahan obat-obatan (jamu/herbal); alat transportasi (bahan membuat perahu, gerobak, dsb).
3. Budaya, misalnya: penunjang kegiatan/ritual adat (misal: bambu bagi adat Toraja, mangrove bagi suku Bobongko di Teluk Tomini, mata air bagi upacara adat di Bali, dsb); identitas sosial kelompok (terutama pada lokasi ekowisata).
Gambar 1. Lanskap perdesaan dan sumberdaya alamnya foto-Sundjaya - 2011
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 21
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
hutan negara dan 5,3 juta ha hutan di luar
kawasan hutan negara, yang dianggap
hutan sekunder (Murdiyarso, dkk., 2011).
Indonesia juga memiliki sekitar 26,5 juta
ha lahan gambut dengan perincian 8,9
juta ha di Sumatera, sekitar 6,5 juta ha di
Kalimantan, di Papua sekitar 10,5 juta ha
dan lainnya 0,2 juta ha (www.forda-mof.org).
Akan tetapi, luasan hutan di Indonesia terus
menyusut dengan laju kerusakan sekitar 1,1
juta hektar per tahun (www.kompas.com,
2009).
Sumberdaya alam di laut dan pesisir
Indonesia mengalami hal serupa. Hasil
berbagai penelitian mencatat kerusakan
terumbu karang di perairan Indonesia saat
ini telah mencapai angka 31,5 persen dari
total luasan terumbu karang yang ada
(www.jurnas.com, 2011).Kerusakan juga
terjadi pada hutan mangrove di pesisir
pulau-pulau di Indonesia. Menurut Menteri
Kehutanan Zulkifl i Hasan, sekitar 41,9
persennya atau 3,25 juta hektare dari 7,7 juta
hutan mangrove di Indonesia mengalami
kerusakan (www.tribunnews.com, 2011).
Lahan subur juga SDA yang vital bagi
masyarakat perdesaan yang hidup dari
bercocok tanam. Jumlah penduduk yang
terus meningkat tak hanya menyebabkan
peningkatan kebutuhan pangan, tapi juga
berakibat pada peningkatan kebutuhan
lahan-lahan pertanian dan perkebunan.
Kesuburan lahan mulai menurun akibat
penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi
yang meningkat. Berkurangnya sumber-
sumber air juga menyebabkan lahan-lahan
pertanian tak terairi dengan baik. Pola
pertanian dengan sistem agroforestri atau
kebun campur mulai tergantikan dengan
tanaman monokultur karena harganya yang
menarik bagi petani, misalnya sawit.
Tak hanya itu, luas lahan pertanian
berkurang juga disebabkan perkembangan
wilayah perkotaan, pemukiman dan
industri, terutama di wilayah perdesaan
yang berbatasan dengan kota (desa semi-
Gambar 2. Pemandangan desa dengan sumberdaya alam air, tumbuhan dan lahan pertanian foto- Sundjaya-2011
-
22 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
urban). Sebagai contoh, konversi lahan
pertanian di pulau Jawa yang dianggap
mulai menghawatirkan. Hasil sensus lahan
oleh Kementerian Pertanian (Kementan)
menyebutkan lahan sawah di Pulau Jawa
pada 2010 telah menyusut menjadi 3,5 juta
hektare (ha) dari 4,1 juta ha pada tahun 2007.
Hanya dalam waktu tiga tahun, konversi
lahan mencapai 600 ribu ha (www.nvestor.
co.id, 2011). Kasus di pulau Jawa ini bukan tak
mungkin akan dialami di daerah luar Jawa.
Meski SDA sangat menopang kehidupan
masyarakat perdesaan. Ironisnya, sebagian
dari kerusakan alam juga melibatkan
masyarakat desa di sekitarnya, di samping
ekploitasi oleh berbagai perusahaan
pemegang ijin pertambangan, perkebunan,
perikanan tangkap, kehutanan, industri dan
pembangunan pemukiman. Keterlibatan
penduduk desa dalam proses kerusakan SDA
tak hanya dipicu oleh faktor ekonomi, namun
juga oleh lemahnya pemahaman mereka
tentang efek dari pemanfaatan SDA secara
berlebihan, ditambah kebijakan pemerintah
yang belum berjalan dengan baik.
Berikut adalah sebagian dari persoalan SDA
dan lingkungan di perdesaan:
Kerusakan SDA dan lingkungan di wilayah
PERSOALAN SDA
PENYEBAB
Penurunan kualitas lahan pertanian
Kekeringan, pencemaran bahan kimiawi, penggunaan pupuk dan pestisida kimiawi secara intensif, dsb.
Kerusakan ekosistem hutan
Konversi hutan, penebangan liar, pemanfaatan hasil non-kayu secara berlebihan, penangkapan satwa, kebakaran hutan, dsb
Kerusakan terumbu karang
Penangkapan hasil laut secara berlebihan (overharvesting), penambangan karang, sedimentasi, pencemaran laut, penangkapan dengan alat yang merusak, dsb, ;
Kerusakan mangrove
Penebangan mangrove untuk kebutuhan rumahtangga dan komersil, konversi menjadi lahan pertambakan atau pemukiman, dsb.
Abrasi pantai Hilangnya hutan mangrove dan kerusakan terumbu karang
Penurunan kualitas sumberdaya perairan (laut, sungai atau danau).
Limbah industri dan rumah tangga, sedimentasi, ledakan tanaman pengganggu (eceng gondok dll), penggunaan alat tangkap ikan yang merusak (racun, setrum, bahan peledak), dsb.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 23
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
perdesaan tak hanya berdampak pada
penduduk setempat, tapi juga terhadap
pihak lainnya yang mengandalkan
komoditas yang dihasilkan desa, misalnya
pabrik pengolahan, konsumen di perkotaan,
para pedagang perantara di dalam dan
luar desa, atau para pelaku pariwisata
yang mengandalkan keindahan alam.
Efek kerusakan SDA dan lingkungan
akan menyentuh pada banyak sektor
terkait, mulai dari perdagangan, industri,
transportasi hingga pariwisata. Efek juga
terjadi dari tingkat lokal, regional, nasional
hingga internasional.
II.3.2. Pengaruh Kerusakan SDA
Ketika kualitas SDA di perdesaan menurun,
berbagai aspek kehidupan mereka
pun sedikit demi sedikit mengalami
perubahan sebagai bentuk adaptasi dari
perubahan alam. Masalahnya, seberapa
besar ongkos atau kerugian yang harus
mereka korbankan? Mari lihat kasus
kerusakan terumbu karang di kepulauan
Togean dalam box kasus 1. Menurut anda,
dampak ekonomi apa saja yang terjadi
pada masyarakat? Bagaimana masyarakat
beradaptasi terhadap kerusakan terumbu
karang?
AKIBAT
Produktifi tas petani menurun, ledakan hama, dsb.
Sumber air berkurang, longsor, ledakan hama, konfl ik satwa dengan petani, hilangnya hasil hutan non-kayu untuk penduduk, hilangnya jasa lingkungan lainnya.
Fungsi pemecah ombak berkurang, hasil tangkapan nelayan menurun, hilang atraksi wisata, dsb.
Hilangnya tempat pemijahan ikan, hasil tangkapan menurun, sedimentasi, hilangnya penahan ombak dan angin
Penyusutan luas pantai, kerusakan pemukiman dan fasilitas milik penduduk.
Produksi hasil laut, sungai dan danau menurun. Kehilangan sumber air untuk berbagai keperluan.
-
24 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
Adaptasi atau penyesuaian terhadap
perubahan lingkungan seringkali tak hanya
mempengaruhi aktivitas masyarakat,
tetapi juga pengetahuan lokal dan budaya
mereka. Bukan tak mungkin, semakin lama
pengetahuan tersebut tidak digunakan,
karena dianggap tak mampu mengatasi
perubahan lingkungan, maka pengetahuan
budaya tersebut semakin hilang.
Dalam sistem pertanian sawah di pulau
Jawa misalnya, penggunaan pestisida dan
pupuk kimia yang intensif dan penanaman
berbagai benih varietas unggul sejak tahun
70-an tak hanya mengubah ekosistem
pertanian tapi juga turut mengubah
perilaku beberapa jenis hama padi. Di sisi
lain, masyarakat petani padi semakin hilang
pengetahuannya dalam mengenali hama
Kasus 1:
Mengail Sampai Jauh
Orang-orang Bajau di desa Kabalutan, kepulauan Togean, Sulawesi Tengah telah turun temurun hidup dengan mencari hasil laut seperti ikan, teripang, kepiting, dan berbagai jenis udang. Sebagian besar dari mereka masih menggunakan teknik penangkapan secara tradisional dengan kail, tombak, maupun jaring. Namun, sebagian lainnya secara intensif menggunakan bahan peledak dan racun sianida untuk menangkap ikan.
Para tetua kampung menceritakan bahwa saat mereka masih muda ikan dan jenis hasil laut lainnya cukup berlimpah di perairan sekitar Kabalutan yang dipenuhi hamparan terumbu karang dan hutan mangrove. Kondisi tersebut membuat mereka tak perlu mendayung perahu terlalu jauh dari kampung menuju lokasi mengail dan hasil laut pun sangat mudah didapat.
Namun, sejak awal 90-an mereka mulai merasakan sulitnya mencari hasil laut. Selain itu, lokasi di mana hasil laut masih berlimpah pun semakin jauh sehingga sulit dijangkau dengan mendayung perahu. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat maraknya penggunaan bom ikan rakitan dan racun sianida oleh sebagian nelayan di Kabalutan dan desa-desa lain di kepulauan Togean.
Kerusakan terumbu karang tak hanya berpengaruh pada jumlah tangkapan hasil laut. Ketergantungan mereka semakin besar pula pada mesin perahu, meski dengan ukuran kecil, yaitu kapasitas mesin 5.5 PK. Dengan menggunakan mesin, nelayan memang bisa menjangkau lokasi penangkapan hasil laut yang lebih jauh dalam waktu lebih singkat dibanding mendayung. Namun, pengeluaran mereka pun bertambah untuk membeli mesin perahu, bahan bakar, serta perawatan mesin. Semakin banyak orang Bajau di Kabalutan yang berhutang pada tauke untuk memiliki perahu tersebut.
(sumber: riset pribadi oleh Sundjaya)
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 25
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
akibat ketergantungan yang begitu lama
pada pestisida kimia. Bagi petani, pestisida
adalah obat bagi padi mereka yang sakit
karena terserang penyakit (hama). Padi
bagaikan manusia yang harus diberi obat
atau pestisida agar sembuh dan sehat
kembali (Winarto, 1998).
Cobalah lihat box kasus 2 berikut ini.
Perubahan alam seperti apa saja yang terjadi?
Apa penyebabnya? Budaya seperti apa yang
akhirnya berubah dan hilang pada masyarakat?
Dengan membaca dua kasus di atas,
semakin terlihat bahwa hubungan antara
kondisi lingkungan atau SDA dengan
kehidupan masyarakat tak hanya pada
masalah ekonomi belaka, namun juga pada
persoalan sosial budaya mereka.
III. Merancang PSDA Bersama MasyarakatMengingat besarnya keterkaitan antara
SDA dan lingkungan dengan masyarakat
di perdesaan, maka sebuah pengelolaan
SDA yang baik perlu dikembangkan di
desa. Adapun bentuk pengelolaan SDA
yang paling baik tentu yang sesuai dengan
karakteristik sosial ekonomi mereka. Oleh
karenanya, partisipasi masyarakat desa
menjadi sangat penting dalam sebuah
program PSDA di perdesaan.
Kasus 2:
Hutan Hilang, Budaya pun Berubah
Menjelang tahun 2000 banyak penduduk desa Guwa Kunthi, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, mengalami kesulitan ekonomi. Mereka lalu beramai-ramai menebangi hutan jati dan sono di kawasan itu. Setelah hutan jati habis, kini bukit kecil itu tidak bisa lagi menampung air. Oleh karena itu, banjir Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengawan Solo dua pekan lalu bisa dimengert, air langsung mengalir ke sungai tanpa sempat disimpan di dalam tanah. Sejak hutan di bukit itu rusak, kami kesulitan air. Kalau musim hujan, ada banyak air, tetapi keruh. Kalau kemarau, kami harus ke desa tetangga untuk mendapatkan air, kata Slamet (47), sambil menunjuk Alas Guwa Kunthi.
Beban masyarakat bertambah ketika iklim juga berubah. Dalam hitungan mereka, dengan menggunakan pranatamangsa, yaitu kalender musim tradisional dalam kebudayaan Jawa, persiapan musim tanam biasanya dimulai bulan kapat (bulan keempat dalam penanggalan Jawa). Lalu mereka menanam padi pada bulan kanem (bulan keenam) karena hujan telah tiba. Sekarang ini petani mulai terkecoh karena petunjuk dalam kalender Jawa semakin
-
26 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
Gambar 3. Solidaritas dalam mengolah SDA/lahan oleh suku Bobongko, Sulawesi Tengah. Sundjaya
tak cocok dengan kenyataan karena perubahan musim. Penduduk menceritakan bahwa pada bulan keempat dalam kalender Jawa hujan
harusnya sudah turun hingga petani tergoda untuk segera menanam. Petani menduga saat itulah saat untuk menanam. Tetapi, ternyata hujan hanya turun sebentar. Petani yang terlanjur menanam hanya menggigit jari karena padi yang ditanam tidak bertahan lama alias rusak karena hujan terhenti sehingga tak ada pasokan air ke sawah.
Tanda-tanda alam seperti perubahan perilaku hewan dan pertumbuhan tanaman yang biasa digunakan dalam pranatamangsa juga semakin hilang dalam kehidupan mereka. Kalender pranatamangsa mengajarkan petani untuk menentukan musim tanam berdasarkan kehadiran burung srigunting. Namun, Sekarang, untuk menentukan waktu tanam, petani mengandalkan turunnya hujan semata yang kadang mengecohkan petani itu.
Burung srigunting biasa memakan serangga kecil di hutan. Hutan yang telah rusak menyebabkan makanannya makin langka. Lingkungan yang berubah telah menyebabkan srigunting sulit ditemukan lagi. Kini petani telah kehilangan tanda-tanda alam.
(Sumber: Kompas, Sabtu, 19 Januari 2008, hal. 22)
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 27
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
III.1. Faktor Sosial Budaya dalam PSDA
Sebelum bekerja bersama masyarakat,
seorang fasilitator atau perencana program
PSDA membutuhkan pemahaman tentang
permasalahan sosial budaya setempat
yang saling terkait dengan SDA yang akan
dikelola. Beberapa faktor tersebut antara
lain:
1). Kemiskinan.
Kemiskinan dan SDA bagai dua sisi
mata uang. Sebagian orang menilai
kemiskinan penduduk di desa
menyebabkan kerusakan SDA. Sebagian
lainnya menganggap kerusakan SDA
justru menyebabkan penduduk desa
menjadi miskin. Faktor-faktor penyebab
kemiskinan tak berdiri sendiri, tapi
saling terkait. Kemiskinan adalah kondisi
ketidakberdayaan secara ekonomi, sosial
budaya dan politik. Ada pula kondisi
miskin yang bersifat musiman, misalnya
pada nelayan dan petani padi saat
paceklik. Di desa, kemiskinan biasanya
terkait dengan penguasaan modal/aset
dan alat-alat produksi, misalnya buruh
tani tanpa lahan. Kondisi miskin juga
sangat dinamis dan banyak ditentukan
faktor-faktor di luar desa. Orang desa
yang semula tidak miskin karena
mampu mengolah SDA, bisa jatuh pada
kondisi miskin karena SDA yang mereka
manfaatkan beralih pada pihak lain,
misalnya oleh perusahaan pemegang
ijin konsesi perikanan atau perkebunan.
Oleh karenanya, sulit mengukur
kemiskinan dan mengidentifi kasi siapa
orang miskin hanya berdasarkan satu
faktor. Namun, masyarakat biasanya
memiliki pengetahuan kolektif tentang
kategori miskin di desa mereka.
Pertanyaan penting tentang kemiskinan: Apa saja kategori kemiskinan di desa setempat? Siapa saja mereka? Bagaimana
kondisinya? Apa saja penyebab kondisi miskin di desa setempat? pengaruh dalam masyarakat
atau akibat faktor luar? Apakah terkait dengan kondisi SDA? Apakah terkait dengan penguasaan (tenurial) atas SDA? Atau terkait kebijakan pemerintah?
Pada saat (musim) seperti apa kondisi miskin di desa paling dirasakan masyarakat? Bagaimana orang atau keluarga miskin memenuhi kebutuhan hidup mereka?
Penghasilan dan pola konsumsi mereka? Bagaimana masyarakat bersikap terhadap kondisi miskin di desa setempat? Apa saja program yang dilakukan untuk mengatasi kemiskinan? Bagaimana hasilnya?
-
28 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
2). Tenurial.
Secara sederhana, tenurial adalah
segala hal terkait dengan penguasaan
dan kepemilikan (lahan/SDA). Masalah
tenurial biasanya muncul karena ada
dua pihak atau lebih yang memiliki klaim
atau hak atas SDA yang sama sehingga
menimbulkan konfl ik atau sengketa.
Konfl ik tenurial bisa juga terjadi di dalam
masyarakat desa atau antardesa. Masalah
tenurial lainnya adalah kesenjangan
dalam pemilikan SDA, misalnya petani
pemilik lahan, petani penggarap, buruh
tani yang bekerja dengan imbalan upah.
Tenurial juga berlaku pada wilayah
laut, hutan mangrove, atau lokasi
pertambangan. Oleh karenanya, sebuah
program PSDA perlu mengidentifi kasi
secara mendetail persoalan tenurial
ini. Hal yang perlu diidentifi kasi antara
lain: Sistem tenurial sering sangat
menentukan akses atau kemampuan
seseorang dalam menerima manfaat dari
SDA yang dikelola. Contoh: bagaimana
bantuan bibit pohon bisa dimanfaatkan
oleh penduduk yang tak punya lahan?
Atau ia hanya menjadi penyewa lahan
orang lain?
3). Nilai tukar hasil SDA.
Nilai tukar hasil pemanfaatan SDA
oleh masyarakat desa seringkali tak
sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pertanyaan penting tentang tenurial: Objek: Apa saja jenis SDA yang dikuasai atau dimiliki? Misalnya: tanah, pohon, lokasi
penangkapan ikan, hutan, sarang lebah, sumber mata air, bahan galian, dsb. Apa status kawasan di mana SDA itu berada? Hutan lindung? Kawasan konservasi?
Areal konsesi perusahaan, dsb. Aktor: Siapa saja pihak yang memiliki hak atas SDA? Apakah individual, perusahaan,
negara, kelompok/suku/keluarga/dsb? Bagaimana penguasaan atau kepemilikan itu diperoleh? Misal: keputusan adat, jual
beli, sewa, gadai, pinjam pakai, ijin pemerintah (konsesi), warisan, dsb. Akses terhadap manfaat: Siapa saja yang memperoleh manfaat dari SDA? Misal:
pemegang hak, pekerja/buruh tani, perantara, pemerintah (pajak/retribusi), pedagang, dsb? seberapa besar manfaat yang diperoleh masing-masing pihak?
Bagaimana konfl ik tenurial selama ini terjadi? Bagaimana cara penyelesaiannya (pengadilan,sidang adat, mediasi, dibiarkan, dsb)? Bagaimana hasilnya?
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 29
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
Hal ini bisa disebabkan karena panen
berlimpah, persaingan dengan tempat
lain, akses pasar yang sulit, komoditas
berupa bahan mentah/bukan olahan,
atau ketergantungan pada perantara/
tengkulak yang terlalu tinggi. Program
PSDA sering pula memilih strategi
peningkatan nilai tambah bagi produk
yang dihasilkan, misalnya pengolahan
hasil pertanian dan perkebunan menjadi
makanan olahan, mengemas atraksi
ekowisata, atau membuat kerajinan.
Namun, analisis ekonomi yang lebih
lengkap seringkali terabaikan. Tak heran
jika beberapa kegiatan peningkatan
penghasilan (Income Generating
Activities/IGA) terhenti pada tahap
produksi atau menghasilkan produk.
Kalaupun hingga dipasarkan, tidak
berlangsung lama.
4). Gender.
Di desa, pembagian kerja berdasarkan
jenis kelamin biasanya masih cukup
ketat. Perempuan tak hanya bekerja
dalam urusan domestik (rumahtangga),
tapi juga memiliki peran-peran tertentu
dalam pengelolaan SDA. Sedangkan
lelaki lebih banyak menjadi pengambil
keputusan dalam keluarga. Pengetahuan
dan kemampuan perempuan tentang
SDA seringkali terabaikan karena
mereka dianggap tergantung pada
lelaki, terutama yang telah menikah
dan memiliki anak. Padahal, perempuan
juga sering menjadi penentu dalam
memutuskan jenis tanaman apa yang
akan ditanam. Bahkan ikut mencari
penghasilan untuk keluarga. Mereka juga
lebih memahami kebutuhan ekonomi
Pertanyaan penting tentang nilai tukar SDA: Apa saja komoditas yang
dihasilkan masyarakat? Bagaimana dimanfaatkan (konsumsi sendiri, dijual, barter)?
Bagaimana komoditas dihasilkan? Berapa investasi/modal yang dikeluarkan?
Rantai komoditas: ke mana produk/komoditas didistribusikan? Siapa saja yang terkait dalam distribusi? Bagaimana posisi masyarakat dalam rantai komoditas ini?
Siapa yang menentukan harga atau nilai tukar bagi masyarakat? Mengapa?
Pengembangan nilai tukar: bagaimana ketersediaan bahan baku dan alat produksi, manajemen kerja, infrastruktur untuk distribusi produk, pangsa pasar, serta kemampuan dalam mengelola pendapatan.
-
30 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
keluarga, seperti kebutuhan pangan,
kayu bakar, Meski demikian, peran
perempuan dalam PSDA juga perlu
mempertimbangkan kultur di dalam
masyarakatnya. Tak semua masyarakat
memiliki toleransi terhadap keterlibatan
perempuan pada kegiatan tertentu.
Kondisi seperti ini perlu diperhatikan
ketika mendorong partisipasi
perempuan dalam program PSDA di
desa.
5). Pengetahuan lokal.
Pengetahuan lokal bersifat kultural yang
terbentuk melalui proses belajar dengan
cara pengamatan, ujicoba, praktek
dan penyebarannya pada orang lain.
Pengetahuan lokal tersimpan dalam
fi kiran penduduk setempat, baik secara
individu maupun kelompok. Contohnya
pengetahuan tentang: jenis atau varietas
tanaman dan kegunaannya, sumber air,
musim, penanggulangan hama, satwa
dalam hutan, sejarah pengelolaan SDA,
lokasi ikan, dsb. Makna pengetahuan
lokal jauh lebih luas ketimbang istilah
kearifan tradisional yang berkesan statis
atau kurang adaptif terhadap perubahan.
Tak selalu yang bersifat tradisional
mampu mengatasi persoalan SDA dan
lingkungan dengan baik, atau selaras
dengan aspek pelestarian. Pengetahuan
lokal terus berkembang, bisa merupakan
hasil penggabungan antara pengalaman
dalam masyarakat dengan pengetahuan
dari orang luar. Sebaiknya jangan terlalu
terfokus pada pemisahan antara sifat
tradisional atau modern dalam memahami
Pertanyaan penting tentang gender: Apa saja aktivitas yang dilakukan kelompok perempuan dan lelaki di desa? Apa saja
bentuk kegiatan perempuan dan lelaki yang terkait dengan PSDA? Berapa waktu yang dihabiskan perempuan dan lelaki pada tiap jenis aktivitas (dalam
rumah dan di luar rumah)? Siapa pengambil keputusan dalam urusan rumah tangga, kegiatan ekonomi, dll?
Bagaimana keputusan dibuat (termasuk dalam PSDA)? Hal atau norma apa saja yang diajarkan pada perempuan dan lelaki? Adakah
perbedaannya? Pengetahuan apa saja yang dimiliki perempuan dan lelaki terkait SDA? Bagaimana sikap anggota keluarga terhadap peran perempuan dalam kegiatan di luar
rumah? Misal: penjadi KPMD, ketua TPK, ikut rapat desa, ikut pelatihan di kota, dsb? Bagaimana sikap perempuan terhadap peran mereka dalam masyarakatnya?
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 31
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
pengetahuan lokal. Hal paling penting
adalah seberapa jauh pengetahuan
memberi pedoman bagi seseorang atau
masyarakat dalam menanggapi persoalan
SDA dan lingkungan dengan baik. Ingat,
cukup banyak orang desa yang muncul
sebagai inovator yang manfaatnya
dirasakan masyarakatnya.
6). Konfl ik dengan satwa
Konfl ik manusia dengan satwa terjadi
ketika salah satu atau keduanya
menerima kerugian materil maupun
jiwa. Konfl ik dengan satwa biasa terjadi
dengan masyarakat yang berbatasan
dengan hutan atau habitat satwa. Jenis
satwa yang sering terlibat konfl ik adalah
gajah, harimau, orangutan, beberapa
jenis monyet atau kera, beruang, atau
hewan lain yang umumnya endemik
dan dilindungi UU. Mereka yang
berkecimpung dalam menangani konfl ik
satwa-manusia ini sering dihadapkan
pada pertanyaan dari masyarakat, yaitu:
mana lebih penting, menyelamatkan
hewan atau perut [nasib] petani. Hal
ini disebabkan persepsi petani yang
menganggap satwa tersebut adalah
pengganggu sekaligus ancaman bagi
keselamatan mereka. Sementara pihak
Pertanyaan penting tentang pengetahuan lokal: Pengetahuan tentang apa saja yang
terkait dengan PSDA? Siapa saja yang menguasai
pengetahuan tersebut (individu atau kelompok)?
Dari mana sumber pengetahuan diperoleh? Bagiamana diperoleh?
Pada situasi seperti apa pengetahuan itu dipraktekkan? Bagaimana hasilnya?
Apakah ada pengetahuan lokal dilembagakan sebagai bagian dari adat, peraturan desa, dsb?
Pertanyaan penting tentang konfl ik satwa: Apa saja jenis satwa yang dilindungi di sekitar desa? Apa saja pengetahuan dan persepsi masyarakat tentang satwa (liar) di sekitar mereka?
Dari mana mereka memperoleh pengetahuan tentang satwa-satwa tersebut? Bagaimana kaitan satwa-satwa tersebut dengan kehidupan mereka? Ada manfaatnya? Apa saja yang dilakukan masyarakat dalam habitat satwa? Berburu, mencari kayu,
membuat kebun, dsb? Di mana lokasi terjadinya konfl ik dengan satwa? Apa dampak yang diterima masyarakat akibat konfl ik dengan satwa? Bagaimana konfl ik dengan satwa diselesaikan? Bagaimana hasilnya?
-
32 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
lain menilai justru masyarakat yang
telah mengambil habitat tempat satwa
hidup, lalu menjadikannya sebagai lahan
pertanian.
III.2. Prinsip Dasar
Setidaknya ada tiga prinsip dasar sebagai
landasan dalam menjalankan program PSDA
di desa, yaitu:
1). Peran serta masyarakat.
Asumsi: Semakin tinggi peran masyarakat (baca:
partisipatif) dalam PSDA, maka hasil-hasil
kegiatan akan semakin berkelanjutan.
Partisipasi yang dianggap mampu
pendukung PSDA memang sulit untuk
diukur karena sangat tergantung pada
motivasi dan komitmen tiap individu dalam
waktu tertentu, bukan dari kehadiran
atau keberadaan mereka pada kegiatan-
kegiatan yang dilakukan. Akan tetapi,
tanpa partisipasi masyarakat, kegiatan
yang direncanakan dan dilaksanakan
biasanya menjadi tidak efektif dan mudah
putus di tengah jalan. Mereka cenderung
kurang peduli dan menjadi tidak merasa
bertanggungjawab atas hasil kegiatan.
2). Pemanfaatan potensi lokal.
Asumsi: semakin banyak potensi lokal yang
dimanfaatkan dalam kegiatan PSDA, maka
masyarakat akan lebih memiliki kapasitas untuk
mandiri karena tak terlalu tergantung pada
pihak lain di luar desa.
Potensi lokal adalah segala bentuk material
dan non-material di dalam desa yang dapat
memberi kontribusi bagi pengelolaan
SDA. Wujud potensi material misalnya:
ketersediaan dan kondisi lahan, aneka
jenis tanaman, bebatuan dan bahan
mineral, sungai, dan sebagainya. Adapun
potensi non-material misalnya: solidaritas
dalam masyarakat, sikap saling percaya,
pengetahuan lokal tentang SDA, aturan
dan lembaga lokal/adat, aktor-aktor
yang mampu dan mendukung kegiatan,
peran aktif perempuan serta mental Gambar 4. Contoh rumah masyarakat miskin yang kehidupannya bergantung pada SDA foto Sunjaya 2011
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 33
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
kerja keras masyarakat. Pemanfaatan dan
pengembangan potensi lokal di desa ikut
menentukan kemandirian masyarakat dalam
PSDA, misalnya: membuat kebun bibit di
desa untuk proyek penanaman, bukan
membeli bibit dari luar.
3). Pendampingan
Asumsi: Masyarakat desa tidak selalu memiliki
kemampuan mengatasi persoalan tersebut
karena persoalan SDA kadang bersifat kompleks
dan terkait dengan faktor luar desa.
Masyarakat desa tidak selalu mampu
mengembangkan kegiatan secara mandiri.
Mengingat masalah-masalah lingkungan
dan pengelolaan SDA seringkali bersifat
kompleks atau rumit, maka bantuan teknis
atau pendampingan oleh petugas khusus
yang menguasai bidangnya menjadi
sangat penting, misalnya dalam kegiatan
ekowisata, pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian, biogas, pembangunan mikro-
hidro, rehabilitasi terumbu karang atau
pengendalian erosi.
Banyak kegiatan di desa yang sesungguhnya
bagus namun pada akhirnya terhenti di
tengah jalan karena masyarakat dibiarkan
bekerja sendiri dalam pelaksanaannya.
Pendampingan teknis, apalagi dengan
menyediakan petugas khusus yang tinggal
bersama masyarakat memungkinkan
masalah mendesak dapat segera ditangani
sebelum berkembang menjadi lebih
rumit. Namun, pendampingan tetap
perlu mengedepankan peran masyarakat
dalam bertindak. Untuk itu, peningkatan
kapasitas yang efektif melalui pelatihan dan
pendidikan perlu diberikan.
Gambar 5. Contoh masyarakat yang telah mengelola dan memanfaatkan SDA dengan arif dan bijaksana foto Aqbar
Digdo 2011
-
34 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
III.3. Masalah Dalam Pengembangan
Program
1). Kesiapan masyarakat dan pendamping.
Program pengelolaan SDA oleh masyarakat
desa sering kali tidak berjalan baik karena
masyarakat desa belum siap menerima
gagasan tersebut. Penyebabnya antara lain:
Komunikasi antara perencana program dengan masyarakat yang tidak efektif.
Masyarakat belum sepenuhnya
memahami tujuan program namun
dipaksakan untuk dijalankan.
Masyarakat belum berani mengorbankan waktu dan tenaganya
untuk terlibat dalam program, misalnya:
kegiatan yang direncanakan ternyata
berbarengan dengan masa tanam
atau panen. Partisipasi masyarakat
menjadi sedikit karena sibuk dengan
pekerjaannya.
Masyarakat menganggap ada resiko yang akan muncul namun
mereka belum yakin akan mampu
mengatasinya, misalnya: kerugian ketika
sebuah produk yang dihasilkan dari
program ternyata tak laku dipasaran.
Bukan hanya masyarakat, adakalanya
pendamping juga belum siap untuk
menjalani perannya di masyarakat.
Ketidaksiapan tersebut bisa disebabkan
mental dan perbedaan budaya dari
pendamping, tidak terbiasa hidup lama
di masyarakat, pengetahuan dan keahlian
pendamping tentang aktivitas yang
dikembangkan sangat terbatas, dan
sebagainya.
INGAT
Di beberapa tempat, masyarakat tak selalu punya kemampuan untuk mandiri dalam memahami dan mengatasi persoalan lingkungan atau sumberdaya alam. Oleh karena itu, pada situasi tertentu pendampingan dan dukungan pihak lain tetap diperlukan.
Ada masyarakat yang: Tidak tahu akar masalah SDA yang mereka hadapi, sehingga tak tahu cara
penyelesaiannya; Tahu akar masalahnya, namun tak tahu cara penyelesaiannya; Tahu akar masalah dan penyelesaiannya, namun tak ada dukungan, baik dari
masyarakatnya sendiri maupun pihak lain. Contoh hal ini: tak ada keswadayaan, terjadi konfl ik, cara penyelesaian masalah bertentangan dengan adat istiadat, atau kebijakan pemerintah tak sejalan.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 35
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
2). Perencanaan yang lemah.
Kesalahan dalam merencanakan program
juga bisa terjadi. Hal seperti itu dapat
disebabkan oleh:
Kesalahan dalam mengidentifi kasi akar masalah, sehingga kegiatan
yang diusulkan tidak mengarah pada
penyelesaian dan tidak tepat sasaran;
Terburu-buru dalam mengidentifi kasi masalah karena waktu yang tersedia
tidak memadai;
Salah mengidentifi kasi aktor-aktor kunci yang terkait dengan masalah atau yang
berpotensi mendukung kegiatan;
Identifi kasi masalah tidak bersifat menyeluruh, atau tdak melihat
keterkaitannya dengan faktor-faktor
lain, terutama dalam pengembangan
ekonomi alternatif dan ekowisata.
3). Pengorganisasian kegiatan tidak
memadai
Yang dimaksud dengan pengorganisasian
kegiatan adalah upaya-upaya sistematis
dan terencana untuk memberdayakan
dan memanfaatkan berbagai faktor atau
hal yang dibutuhkan program. Faktor-
faktor tersebut misalnya: waktu, dana, dan
tenaga yang akan mendukung tercapainya
tujuan program. Sebuah rencana kegiatan
(workplan) tak sekedar menyusun aktivitas-
aktivitas yang akan dijalankan, tapi harus
mempertimbangkan:
Waktu: kapan kegiatan dilakukan? Berapa lama akan dilakukan? Kapan
hasilnya akan tercapai?
Dana: Apakah seluruh kegiatan membutuhkan dana? berapa banyak
yang diperlukan? Bagaimana dana
dialokasikan? Dari mana dana
didapatkan: apakah swadaya, bantuan
pemerintah atau lembaga lain, atau
kemitraan dengan masyarakat?
Tenaga: Pengetahuan dan keahlian seperti apa yang dibutuhkan dalam
kegiatan? Siapa saja orang-orang yang
memenuhi persyaratan tersebut? Apa
insentif atau imbalan (tak selalu berupa
uang) yang mereka dapatkan dan
bagaimana itu diberikan? Bagaimana
peran dan tugas mereka dapat
dipertanggungjawabkan?
4). Kebijakan tak mendukung
Salah satu penentu keberhasilan PSDA
adalah dukungan kebijakan pemerintah.
Ada beberapa situasi di mana kebijakan
pemerintah, baik pusat maupun daerah,
berpengaruh terhadap kegagalan sebuah
program:
-
36 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
Institusi pemerintah yang terkait dengan program tidak dilibatkan dalam
proses perencanaan;
Ada alasan tertentu bagi pemerintah untuk tidak mendukung program.
Bisa saja efek dari pilkada, pemilihan
kepala desa atau konfl ik antara instansi
pemerintah dengan desa bersangkutan;
Program atau kegiatan dianggap tidak sesuai dengan kebijakan atau rencana
pembangunan dari pemerintah,
misalnya berada di dalam kawasan
lindung atau konservasi, atau lokasi
SDA yang akan dikelola akan telah
direncanakan untuk kegiatan lain oleh
Pemda setempat sesuai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW).
III.4. Merencanakan PSDA di Desa
Semua bersumber dari rencana. Program
PSDA, terutama yang ditawarkan dari
luar masyarakat seperti PNPM-LMP,
membutuhkan perencanaan yang baik
bersama masyarakat setempat. Namun,
seorang pendamping perlu memahami dulu
karakteristik umum dari masyarakat (desa)
sebelum menjalankan tugas.
II.4.1. Desa: Sebuah Kehidupan Sosial
Pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah RI
No. 75 tahun 2005 tentang Pemerintahan
Desa mendefi nisikan: Desa atau yang
disebut dengan nama lain, selanjutnya
disebut desa, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang memiliki batas-batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam
sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam tata pemerintahan
di Indonesia, desa merupakan wilayah
administratif pemerintahan terkecil yang
dapat menjalankan kegiatan-kegiatan
pembangunan bagi masyarakatnya. Oleh
karenanya, UU No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah juga mengatur
adanya Pemerintahan Desa yang terdiri dari
Kepala desa dan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD).
Secara sosiologis desa, atau sebutan lainnya,
merupakan sebuah kehidupan sosial yang
dinamis, di mana penduduknya saling
berinteraksi, menerapkan sistem kehidupan
sosial/adat istiadat/norma-norma tertentu,
dan melakukan berbagai kegiatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup mereka, baik
sebagai individu maupun kelompok.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 37
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
Hal lain yang perlu dipahami tentang
masyarakat desa adalah:
a. Dinamika sosial: Perkembangan teknologi
komunikasi, sarana dan prasarana
transportasi, dan hubungan sosial
dengan orang luar telah mempengaruhi
perubahan sosial di desa. Kini, sulit
menemukan desa yang benar-benar
terisolir dan tak terhubung dengan
dunia luar. Tak ada yang dapat mengukur
seberapa lama perubahan sosial bisa
terjadi, atau sebuah kondisi sosial di desa
bisa bertahan. Perubahan bisa terjadi
setiap saat.
b. Konfl ik: Konfl ik adalah hal lumrah dan
terjadi dalam berbagai hal. Mulai dari
yang sederhana hingga yang sangat
rumit karena melibatkan banyak pihak
dan penyebabnya yang beragam.
Penyelesaian konfl ik juga beragam, mulai
dari konfrontasi (kadang menggunakan
kekerasan), negosiasi dengan mediator/
penengah, gugatan hukum (sidang
adat/pengadilan), atau dibiarkan hingga
terlupakan. Konfl ik dapat dikelola dan
dihindari.
Peran individu: Masyarakat terdiri
dari individu-individu yang memiliki
pengetahuan, pemahaman, kemampuan
dan kepentingan berbeda-beda.
Mengabaikan peran individu sering
menyebabkan kegagalan dalam sebuah
program PSDA atau konservasi lingkungan
Beberapa ciri sosial yang masih menonjol pada kebanyakan masyarakat perdesaan di Indonesia antara lain: Penduduknya masih terikat dalam hubungan kekerabatan, baik berdasarkan garis
keturunan maupun perkawinan. Kehidupan, terutama ekonomi, yang sangat bergantung pada keberadaan jenis-jenis
sumberdaya alam tertentu serta faktor alam lainnya seperti iklim. Sebagian norma atau pranata dalam kehidupan masih diterapkan sebagai adat istiadat,
meski sedikit banyak telah mengalami perubahan dan penyesuaian. Beberapa kegiatan masih dilakukan secara kolektif (bersama) karena ketergantungan
satu sama lain yang masih tinggi, misalnya gotong royong. Pembagian kerja berdasarkan gender atau jenis kelamin dan status sosial cenderung
masih ketat, terutama dalam kegiatan ekonomi dan ritual adat. Alam seringkali memiliki nilai budaya bagi sebagian masyarakat desa. Kedekatan
mereka dengan alam terlihat dalam sistem kepercayaan, adat istiadat atau ritual dalam pemanfaatan SDA.
-
38 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
(Agrawal dan Gibson, 1999). Mem-fasilitasi
masyarakat berarti pula menggiring
kepentingan-kepentingan individu ke dalam
tujuan dan rencana kerja bersama.
III.4.2. Tahap Perencanaan
Secara khusus, langkah-langkah sederhana
yang dapat dilakukan dalam merencanakan
PSDA adalah:
1. Sampaikan, Apa Tujuan Program
Sosialisasi atau pemaparan program adalah
kegiatan awal untuk menyampaikan
bentuk, tujuan dan tahapan kegiatannya.
Kegiatan sosialisasi ini terutama dilakukan
dalam program-program yang datang
dari lembaga atau organisasi di luar desa.
Biasanya sosialisasi dilakukan dengan cara
pertemuan khusus dengan berbagai pihak,
individu atau organisasi, yang memiliki
keterkaitan dengan program yang akan
dijalankan.
Mengingat kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam dan lingkungan seringkali
berkaitan pula dengan peraturan atau
Gambar 6. Contoh kearifan masyarakat perdesaan dalam melndungi sumber mata air foto Frans Harum 2011
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 39
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
kebijakan pemerintah, sebaiknya sosialisasi
juga disampaikan kepada instansi atau
dinas-dinas yang berkaitan dengan program
tersebut, misalnya: Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Kantor
Lingkungan Hidup di daerah, Dinas
Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan,
Dinas Pertanian, Balai Konservasi dan
Sumber Daya Alam (BKSDA) di propinsi, dan
sebagainya.
2. Kumpulkan Informasi, Pahami
Masalahnya
Sebelum menyusun program, masyarakat
maupun pendamping perlu memahami
persoalan yang akan ditangani. Kumpulkan
informasi atau data sebagai bahan atau
masukan dalam pembuatan usulan kegiatan,
misalnya: masalah pengelolaan hutan desa,
sumber air, penanganan banjir atau erosi,
atau pemanfaatan sumberdaya hutan bakau,
dll. Informasi, pengetahuan, atau data yang
lengkap dan sesuai, misalnya: tentang lokasi,
tentang jenis tanaman, kondisi tanah atau
lahan, tingkat ketergantungan masyarakat
terhadap sumberdaya alam, nilai-nilai
ekonomi sumberdaya alam yang sudah
dimanfaatkan, kepemilikan atas SDA dan
sebagainya.
Informasi, data, atau pengetahuan dapat
diperoleh dari pengetahuan masyarakat
desa, buku atau terbitan, ahli khusus,
dan sebagainya. Pengumpulan informasi
dan memahami masalah dapat dilakukan
dengan cara:
a. Pemetaan
Pemetaan dapat dilakukan dengan cara-
cara yang sangat mudah. Peta yang
dihasilkan juga bisa sangat sederhana,
seperti sketsa yang berisi lokasi sumberdaya
alam dan permasalahan lingkungannya,
batas-batasnya, lokasi lahan masyarakat,
lahan tidur, sungai, atau tempat-tempat
khusus lainnya seperti lokasi upacara adat,
lokasi longsor dan banjir, dan sebagainya.
Informasi tersebut dapat diperoleh
berdasarkan pengetahuan masyarakat Gambar 7. Contoh aktifi tas masyarakat perdesaan yang tidak arif dalam memanfaatkan SDA foto Frans Harum 2011
-
40 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
desa sendiri. Yang pasti, pemetaan harus
dilakukan secara langsung ke lokasi
sumberdaya alam.
Pemetaan yang lebih akurat, tepat
dan lengkap dapat dilakukan dengan
menggunakan GPS untuk menentukan titik
dan koordinat di mana sumberdaya alam
berada. Hal ini dapat dilakukan dengan
meminta bantuan LSM atau lembaga
lain yang memiliki pengalaman dalam
melakukan pemetaan.
b. Pertemuan Masyarakat
Pertemuan masyarakat atau musyawarah
desa merupakan cara yang paling sering
dilakukan untuk mengumpulkan informasi
dan memahami suatu persoalan lingkungan
atau sumberdaya alam yang dihadapi desa.
Caranya, dengan mengumpulkan sebagian
warga desa yang dianggap mewakili
kelompok-kelompok masyarakat yang
ada, misalnya: petani, nelayan, pemburu,
kelompok perempuan, pendidik (guru),
tokoh agama, kepala dusun, dan lain-lain.
Bisa dilakukan dengan metode PRA atau
diskusi kelompok sederhana.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam
pertemuan kampung antara lain:
3. Susunlah Rencana Kegiatan
Bersama masyarakat, buat prioritas kegiatan
dari daftar penyelesaian masalah di atas.
Prioritas tersebut dapat menjadi usulan
Kegiatan Tujuan
Penilaian manfaat mencari manfaat apa saja yang bisa diperoleh masyarakat desa dari adanya SDA di desa.
Penilaian ancaman mencari hal-hal yang dianggap dapat mengurangi dan menghilangkan manfaat dari SDA, atau hal-hal yang dapat membawa kerugian akibat hilang/rusaknya SDA tersebut.
Penilaian pelaku atau pihak terkait
mencari dan memahami pihak-pihak (individu, lembaga atau perusahaan) yang berkepentingan dengan SDA dan pengelolaannya, langsung maupun tak langsung. Para pelaku/pihak terkait ini sering disebut sebagai stakeholder.
Daftar penyelesaian masalah
hal-hal yang diyakini sebagai jalan keluar atau cara menyelesaikan persoalan dalam PSDA, misalnya: penerapan sanksi adat atau peraturan desa, patroli laut, membuat daerah-daerah perlindungan, penanaman lahan kritis, pengembangan agroforestri, pengaturan hewan ternak, mengembangkan pupuk organik dan sebagainya.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 41
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
kegiatan dalam PNPM-LMP atau PSDA.
Intinya, apa yang direncanakan sebaiknya
sesuai dengan problem SDA dan lingkungan
yang dihadapi. Bukan sebagai cara untuk
mendapatkan bantuan dana. Bukan pula
program yang hanya sesuai keinginan
individu tertentu sehingga tidak mengatasi
persoalan yang dihadapi bersama.
Dengan demikian, tahap pengumpulan
informasi, mengenali masalah, cara
penyelesaiannya, hingga penyusunan usulan
kegiatan saling terkait, sebagaimana alur
yang tergambar berikut ini:
4. Peliharalah hasil kegiatan
Ini adalah upaya yang tak kalah penting,
yaitu menjaga keberlanjutan kegiatan
PSDA. Menciptakan keberlanjutan program
PSDA oleh masyarakat memang sulit karena
membutuhkan berbagai kondisi dalam
rentang waktu tertentu. Kita bisa saja
menilai bahwa kegiatan oleh masyarakat
memiliki keberlanjutan ketika berjalan dua
atau lima tahun. Namun, siapa yang dapat
menjamin saat menginjak tahun keenam
situasinya justru berbalik?
Salah satu penyebab kegagalan program
PSDA adalah masyarakat dan pelaksana
kegiatan tak mampu menciptakan
kelembagaan untuk memelihara hasil-hasil
yang dicapai (Acheson, 2006). Kelembagaan
dimaksud bukan sekedar sebuah
organisasi atau kelompok, melainkan
ALUR PROSES DALAM PERENCANAAN KEGIATAN PSDA DI DESA
Penilaian manfaat dan potensi SDA
Penilaian ancaman terhadap SDA
Buatlah Rencana Kerja dan Usulan
Kegiatan
Carilah cara penyelesaian masalah SDA/ Lingkungan
Kumpulkan informasi dan
pahamilah masalah SDA di
desa
Identifi kasi pelaku/pihak terkait
Pemetaan SDA dan kondisi lingkungan
-
42 | Manual Pelatihan
MODUL I. Pengantar Pengelolaan Sumberdaya Alam di Perdesaan
Gambar 8. Sumberdaya alam perdesaan yang dikelola dan dimanfaatkan dengan baik foto Frans Harum 2011
sebuah mekanisme di mana aturan, cara
pengambilan keputusan, kepemimpinan,
serta hak dan tanggungjawab disepakati
dan dijalankan bersama. Salah satu contoh
kelembagaan ini adalah kesepakatan
masyarakat yang dijadikan hukum adat atau
Peraturan Desa (perdes).
Dalam PNPM-LMP dimungkinkan untuk
membentuk kelompok pemelihara kegiatan.
Namun, jika hanya sebatas membentuk
kelompok atau organisasi, tanpa hal-hal
di atas, bukan tak mungkin keberadaan
kelompok tersebut tak berlangsung lama.
Untuk itu, proses sosial tetap diperlukan
setelah kegiatan berjalan, meliputi:
Beberapa situasi yang mempengaruhi keberlanjutan kegiatan PSDA di masyarakat: Masyarakat tak merasa memiliki program karena tak terlibat dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan kegiatan; Masyarakat (pada akhirnya, di tengah jalan) menyadari bahwa program yang mereka
usulkan dan jalankan tidak memberi manfaat sebagaimana yang mereka bayangkan; Tak ada pendampingan intensif dalam jangka waktu cukup lama, di mana masalah yang
dihadapi tak mampu ditangani masyarakat; Muncul konfl ik yang tak terselesaikan di antara para pelaksana kegiatan atau di antara
penerima manfaat program; Tak ada peningkatan kapasitas bagi masyarakat sesuai kebutuhan program; Muncul faktor eksternal yang tak terfi kirkan sebelumnya, dan masyarakat tak mampu
mengatasinya, misalnya: perubahan iklim, bencana alam, gejolak politik dan keamanan; Ada kebijakan sektoral yang tak konsisten dan menghambat jalannya program, misalnya:
pemerintah mengeluarkan ijin pertambangan di dekat lokasi ekowisata, atau konversi areal persawahan menjadi pabrik padahal petani setempat tengah mengembangkan pupuk organik.
membangun kesepakatan untuk mengelola
hasil kegiatan, menentukan aturan, memilih
individu yang memiliki kemampuan dan
kepemimpinan, serta mengembangkan
kerjasama dengan pihak lain.
-
Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Masyarakat Perdesaan | 43
1MODUL6
43
27
5Pem
bangunan Persem
aian di Desa dan
Penanaman Pohon
Rehabilitasi H
utan BakauPerlindunganSatw
a LiarPerencanaan Kegiatan Peningkatan Pendapatan M
asyarakat Berbasis Sum
berdaya Alam
AgroforestryPengelolaan D
aerah Tangkapan Air
1Pengantar PengelolaanSum
berdaya Alam di Perdesaan
Evaluasi
1. Sebutkan jenis-jenis sumberdaya alam di
perdesaan sekitar tempat tinggal anda,
bagaimana kondisinya? Dan apa saja
permasalahannya?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
2. Mengapa seorang fasilitator atau
pendamping PNPM-LMP perlu
memahami persoalan SDA dan
karakteristik masyarakat desa?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
3. Banyak kehidupan masyarakat desa
dipengaruhi faktor dari luar, jelaskan
maksudnya.
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
4. Apa saja dampak dari kerusakan
sumberdaya alam dan lingkungan bagi
masyarakat di perdesaan?
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
...................................................................................
5. Apa saja persoalan sosial budaya dan
ekonomi di perdesaan yang terkait
dengan PSDA? Jelaskan secara singkat.
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
6. Apa saja prinsip-prinsip dasar dalam
pengembangan program PSDA dengan
masyarakat? Sebutkan pula asumsi
masing-masing.
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
....................................................................................
7. Apa saja tahapan yang dapat dilakukan
saat merencanakan kegiatan pengelolaan
sumberdaya alam bersama masyarakat di
perdesaan?
....................................................................................
..................................................