buenche. 1989. fisika (edisi 8). jakarta: erlangga

130
1 FISIKA Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga. Halliday & Resnick. 1978. Fisika (Edisi 3). Jakarta: Erlangga

Upload: mahanova

Post on 15-Jun-2015

300 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

bahan kuliah Fisika TI Unpar

TRANSCRIPT

Page 1: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

1

FISIKA

Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga.Halliday & Resnick. 1978. Fisika (Edisi 3). Jakarta: Erlangga

Page 2: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

2

VEKTOR

Page 3: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

3

VEKTOR DAN SKALAR

A

B B’

A’

B

A

(a) (b) (c)

Gambar 1-1. Vektor Pergeseran

Page 4: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

4

VEKTOR DAN SKALAR

a. Vektor AB (gambar 1a) identik dengan vektor A’B’ (gambar 1b), karena memiliki panjang yang sama dan arah perpindahan yang sama.

b. Vektor AB (gambar 1a dan 1c) adalah vektor yang sama karena perpindahannya, yang membedakan hanya lintasan perpindahannya.

Page 5: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

5

VEKTOR DAN SKALAR

AC merupakan jumlah atau resultan dari pergeseran AB dan BC.

a + b = r (1.1)

A

B

C

Gambar 1-2. Resultan vektor

Page 6: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

6

VEKTOR DAN SKALAR

Vektor adalah besaran-besaran yang memiliki besar (magnitude) dan arah dan memenuhi aturan-aturan penjumlahan tertentu.

Besaran yang dapat dinyatakan secara tepat hanya oleh sebuah bilangan dan satuannya saja disebut skalar.

Page 7: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

7

PENJUMLAHAN VEKTOR-METODE GEOMETRIS

Hukum komunikatif: a + b = b + a (1.2)

a

b

r b

a

Gambar 1-3. Hukum Komunikatif

Page 8: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

8

PENJUMLAHAN VEKTOR-METODE GEOMETRIS

Hukum asosiatif: d + (e + f) = (d + e) + f (1.3)

e f

d d+e

e+f

d+e+f

Gambar 1-4. Hukum Asosiatif

Page 9: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

9

PENJUMLAHAN VEKTOR-METODE GEOMETRIS

Operasi pengurangan vektor dapat dimasukan dalam aljabar dengan mendefinisikan negatif sebagai vektor lain yang nilainya sama tetapi arahnya berlawanan.

a – b = a + (- b) (1.4)

- b

b

a

a- b

a – b

Gambar 1-5. Selisih Dua Vektor

Page 10: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

10

PENGURAIAN DAN PENJUMLAHAN VEKTOR – METODE ANALITIK

0 x

y

θ

a

ax

ay 0

y

xb

θ

by

bx

Gambar 1-6. Penguraian Vektor

(a) (b)

Page 11: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

11

PENGURAIAN DAN PENJUMLAHAN VEKTOR – METODE ANALITIK

Komponen dari vektor a adalah ax dan ay yang diperoleh dari gambar 1-6a:

ax = a cos θ dan ay = a sin θ (1.5)

x

y

yx

aa

aaa

=

+=

θtan_

22(1.6a)

(1.6b)

Page 12: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

12

PENGURAIAN DAN PENJUMLAHAN VEKTOR – METODE ANALITIK

Vektor a dituliskan sebagai: a = uaa (1.7)

Vektor i, j dan k digunakan untuk menentukan arah pada koordinat tiga dimensi sumbu x, y dan z berturut-turut.

Page 13: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

13

PENGURAIAN DAN PENJUMLAHAN VEKTOR – METODE ANALITIK

Maka vektor seperti pada Gambar 1-6 dituliskan dalam komponen vektor satuan sebagai:

a = iax + jay (1.8a)b = ibx +jby (1.8b)

Maka untuk resultan vektor (pers 1.1):rx = ax + bx (1.9a)

ry = av + by (1.9b)

Page 14: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

14

PENGURAIAN DAN PENJUMLAHAN VEKTOR – METODE ANALITIK

Maka untuk nilai r dan θ adalah:

x

y

yx

rr

rrr

=

+=

θtan_

22

Page 15: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

15

CONTOH

1. Sebuah pesawat terbang menempuh jarak sejauh 209 km dalam arah garis lurus yang membentuk sudut 22,5° ke timur dari arah utara. Berapa jarak ke utara dan ke timur dari titik awal yang ditempuh oleh pesawat tersebut?

Page 16: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

16

CONTOH

2. Sebuah mobil bergerak ke timur sejauh 30 km pada jalan datar. Kemudian belok ke utara 40 km. tentukan pergeseran total (resultan) mobil tersebut.

Page 17: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

17

CONTOH

3. Tiga buah vektor sebidang dalam suatu sistem koordinat tegak lurus dinyatakan sebagai:

a = 4i – jb = -3i +2jc = -3j

Tentukan vektor r yang merupakan penjumlahan dari vektor tersebut.

Page 18: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

18

PERKALIAN DENGAN VEKTOR

Macam-macam perkalian dengan vektor:1. Perkalian vektor dengan skalar2. Perkalian antara dua vektor dengan

hasil skalar3. Perkalian antara dua vektor dengan

hasil vektor lain

Page 19: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

19

PERKALIAN DENGAN VEKTOR

Perkalian suatu skalar k dengan vektor a, ditulis sebagai ka, yang didefinisikan sebagai vektor baru.

Vektor baru bernilai k kali vektor a, dengan arah vektor sama dengan vektor a.

Page 20: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

20

PERKALIAN DENGAN VEKTOR

Perkalian skalar antara vektor a dan b dituliskan sebagai a . b dan didefinisikan sebagai:

a . b = ab cos Φ (1. 10)Perkalian skalar a . b disebut juga dot

product (perkalian titik).Hasil perkalian skalar antara dua vektor

merupakan sebuah skalar.

Page 21: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

21

PERKALIAN DENGAN VEKTOR

Gambar 1-7 Perkalian Skalar a . b

a

b

a . b

Φ

Page 22: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

22

PERKALIAN DENGAN VEKTOR

Perkalian vektor antara dua vektor a dan b dituliskan sebagai a x b dan hasilnya merupakan vektor lain c, dengan c = a x b.

Nilai vektor c didefinisikan sebagai: c = ab sin Φ (1.11)

Page 23: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

23

PERKALIAN DENGAN VEKTOR

a

b

c = a x b

Φ

Gambar 1-8. Perkalian Vektor

Page 24: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

24

CONTOH

4. Sebuah vektor a dalam bidang x-y berarah 250° berlawanan dengan jarum jam dari sumbu x positif dan besarnya 7,4 satuan. Vektor b berarah sejajar sumbu z dan besarnya 5 satuan. Hitunga. perkalian skalarb. perkalian vektor

Page 25: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

25

TUGAS 1

1. Sebuah mobil bergerak 50 km ke timur, kemudian 30 km ke utara dan akhirnya 25 km ke arah 30° ke timur dari utara. Gambarkan diagram vektornya dan tentukan pergeseran total mobil tersebut diukur dari titik awalnya.

Page 26: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

26

TUGAS 1

2. Diberikan dua buah vektor a = 4i – 3j dan b = 6i + 8j, tentukan besar dan arah dari a. ab. bc. a + bd. b – ae. a – b

Page 27: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

27

TUGAS 1

3. Sebuah vektor d besarnya 2,5 m dan mengarah ke utara. Tentukan besar dan arah-arah vektor berikuta. –db. d/2c. -2,5dd. 4d

Page 28: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

28

GERAK DALAM SATU DIMENSI

Page 29: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

29

KECEPATAN RATA-RATA

Kecepatan partikel adalah laju (rate) perubahan posisi terhadap waktu.

Jika pada waktu t1 sebuah pertikel bergerak dari titik A, vektor posisinya dinyatakan sebagai r1. Pada waktu t2, partikel tersebut berada di titik B dan vektor posisinya dinyatakan sebagai r2.

Page 30: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

30

KECEPATAN RATA-RATA

Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai:

t∆∆= rv (2.1)

Page 31: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

31

CONTOH

Seorang pelari menempuh satu putaran sepanjang 200 m dalam waktu 25 detik.

a. Berapa laju rata-ratanya?b. Berapa kecepatan rata-ratanya?

Page 32: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

32

KECEPATAN SESAAT (INSTANTENOUS VELOCITY)

Sebuah partikel bergerak sedimikian rupa sehingga kecepatan rata-ratanya, yang diukur di berbagai selang waktu ternyata tidak konstan. Maka partikel tersebut bergerak dengan kecepatan yang berubah-ubah.

Page 33: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

33

KECEPATAN SESAAT (INSTANTENOUS VELOCITY)

Kecepatan sesaat dalam notasi kalkulus didefinisikan sebagai:

(2.2)dtd

tt

rrv =

∆∆

→∆

= lim0

Page 34: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

34

KECEPATAN SESAAT (INSTANTENOUS VELOCITY)

dan besarnya kecepatan diartikan sebagai nilai mutlak dari v, yaitu:

dtdv rv == (2.3)

Page 35: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

35

GERAK SATU DIMENSI DENGAN KECEPATAN BERUBAH

x

y

ji

r

t

ix

jy

Gambar 2-1a. Sebuah Partikel pada Saat t Memiliki Posisi yang Dinyatakan oleh r.

Page 36: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

36

GERAK SATU DIMENSI DENGAN KECEPATAN BERUBAH

x

y

ji

v

t ivx

jvy

Gambar 2-1b. Sebuah Partikel pada Saat t Memiliki Kecepatan Sesaat v.

Page 37: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

37

GERAK SATU DIMENSI DENGAN KECEPATAN BERUBAH

x

y

ji

ta

jay

iax

Gambar 2-1c. Sebuah Partikel pada Saat t Memiliki Percepatan Sesaat a.

Page 38: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

38

GERAK SATU DIMENSI DENGAN KECEPATAN BERUBAH

Dalam koordinat x-y dan vektor satuan masing-masing berurutan i-j, vektor posisi r didefinisikan sebagai:

dan vektor kecepatan v didefinisikan sebagai:

yx jir += (2.4)

dtdy

dtdx

dtd jirv +==

Page 39: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

39

GERAK SATU DIMENSI DENGAN KECEPATAN BERUBAH

atau:persamaan 2.5 adalah kecepatan dalam dua dimensi, sedangkan kecepatan dalam satu dimensi didefinisikan sebagai:

yx vv jiv += (2.5)

xviv = (2.6)

Page 40: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

40

PERCEPATAN (ACCELERATION)

Percepatan sebuah partikel adalah laju (rate) perubahan kecepatan terhadap waktu.

Dan percepatan rata-rata didefinisikan sebagai:

ttt ∆∆=

−−= vvva

12

12 (2.7)

Page 41: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

41

PERCEPATAN (ACCELERATION)

Percepatan sesaat didefinisikan sebagai:

dtd

tt

vva =∆∆=

→∆ 0lim (2.8)

Page 42: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

42

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN BERUBAH

Percepatan dalam gerak dua dimensi didefinisikan sebagai:

atau:dtdv

dtdv

dtd yx jiva +==

yx aa jia += (2.9)

Page 43: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

43

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN BERUBAH

dan dalam gerak satu dimensi, percepatan didefinisikan sebagai:

xaia = (2.10)

Page 44: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

44

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN KONSTAN

Untuk percepatan konstan, percepatan rata-rata dalam sembarang selang waktu selalu sama dengan percepatan sesaat ax (konstan).

Misalkan t1 = 0 dan t2 adalah sembarang waktu t. Misalkan vx0 adalah vx pada t = 0 dan vx adalah harganya pada sembarang saat t.

Page 45: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

45

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN KONSTAN

Maka persamaannya dapat dituliskan sebagai:

atau00

−−=

∆∆=

tvv

tva xx

x

(2.11)tavv xxx += 0

Page 46: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

46

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN KONSTANJika kecepatan vx berubah secara

seragam terhadap waktu, harga rata-ratanya dalam sembarang selang waktu sama dengan setengah jumlah harga vx pada awal dan akhir selang. Maka harga rata-rata antara t = 0 dan t = t adalah:

)(21

0x vx vv +=v (2.12)

Page 47: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

47

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN KONSTAN

Jika posisi partikel pada t = 0 adalah x0, maka posisi x pada t = t dapat diperoleh dari

( )tvv

t

xx ++=

⋅+=

00

0

21xx

vxx

(2.13)

Page 48: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

48

GERAK SATU DIMENSI – PERCEPATAN KONSTAN

Nomor Persamaan

Persamaan Variabel

x vx ax t

2.11 vx = vx0 + axt - v v v

2.13 x = x0+½(vx0+vx)t v v - v

2.14 x = x0+vx0t+½axt2 v - v v

2.15 vx2=vx0

2+2ax(x-x0) v v v -

Tabel 2.1 Persamaan Kinematik untuk Gerak Lurus dengan Percepatan Konstan

Page 49: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

49

CONTOH

Benda yang mula-mula diam dipercepat dengan percepatan 8 m/s2 dan menempuh garis lurus. Tentukan

a. Laju pada akhir detik ke-5b. Laju rata-rata dalam selang waktu 5

detik pertamac. Jarak yang ditempuh dalam 5 detik.

Page 50: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

50

BENDA JATUH BEBAS

Semua benda yang jatuh di tempat yang sama (gaya gesekan dengan udara diabaikan), mengalami percepatan yang sama.

Percepatan yang dialami oleh benda jatuh bebas disebabkan oleh gravitasi (g) disekitar permukaan bumi besarnya sekitar 9,8 m/s2.

Page 51: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

51

PERSAMAAN GERAK UNTUK JATUH BEBAS

yavv

tatvy

tvvy

tavv

yyy

yy

yy

yyy

221

)(21

20

2

20

0

0

+=

+=

+=

+=

(2.16)

Page 52: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

52

CONTOH

Sebuah benda dilepaskan dari keadaan diam dan jatuh secara bebas. Tentukanlah posisi dan laju benda setelah bergerak t = 0, 1, 2, 3, 4 s.

Page 53: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

53

CONTOH

Sebuah bola dilemparkan dari tanah tegak lurus ke atas dengan laju 24,4 m/s.

a. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mencapai titik tertingginya?

b. Berapa ketinggian yang dapat dicapai bola?

c. Kapan bola mencapai ketinggian 29 m di atas tanah?

Page 54: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

54

CONTOH

gvv

y

gyvv

yy

yy

2

222

0

20

2

−=

−=

Page 55: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

55

CONTOH

3;20)3)(2(

065

029)/4,24()/8,9(21

021

21

2

22

02

20

===−−

=+−

=+−

=+−

−=

tttttt

mtsmtsm

ytvgt

gttvy

y

y

Page 56: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

56

GERAK DALAM BIDANG DATAR

Page 57: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

57

PERGESERAN, KECEPATAN DAN PERCEPATAN

Sebuah pertikel di bidang datar bergerak pada saat t, maka perubahan posisinya dinyatakan sebagai vektor r, kecepatannya ditunjukan oleh vektor v dan percepatannya dinyatakan oleh vektor a.

Yang masing-masing didefinisikan sebagai:

Page 58: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

58

PERGESERAN, KECEPATAN DAN PERCEPATAN

yx

yx

aadtd

vvdtd

yx

jiva

jirv

jir

+==

+==

+= (3.1)

(3.2)

(3.3)

Page 59: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

59

GERAK DALAM BIDANG DATAR DENGAN PERCEPATAN KONSTAN

Percepatan a tidak berubah nilai dan arahnya, ax = konstan dan ay = konstan.

Contohnya gerak peluru, lintasannya berupa garis lengkung dalam bidang vertikal, gaya gesek dengan udara diabaikan maka hanya ada percepatan gravitasi ke bawah dan sepanjang sumbu y.

Page 60: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

60

GERAK DALAM BIDANG DATAR DENGAN PERCEPATAN KONSTAN

Nomor Persamaan

Persamaan gerak dalam arah x

Nomor Persamaan

Persamaan gerak dalam arah y

3.4a vx=vx0+axt 3.4a’ vy=vy0+ayt

3.4b x=x0+½(vx0+vx)t 3.4b’ y=y0+½(vy0+vy)t

3.4c x=x0+vx0t+½axt2 3.4c’ y=y0+vy0t+½ayt2

3.4d vx2= vx0

2+2ax(x-x0) 3.4d’ vy2= vy0

2+2ax(y-y0)

Tabel 4.1 Gerak dengan Percepatan Konstan dalam Bidang x-y

Page 61: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

61

GERAK DALAM BIDANG DATAR DENGAN PERCEPATAN KONSTAN

Subtitusi persamaan 3.4a dan 3.4a’ ke persamaan 3.2:v = ivx + jvy

= i(vx0+axt) + j(vy0+ayt) = (ivx0+jvy0) + (iax+jay)t

Yang akan menghasilkan persamaan baru yaitu: v = v0 + at (3.5a)

Page 62: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

62

GERAK DALAM BIDANG DATAR DENGAN PERCEPATAN KONSTAN

Serta persamaan 3.4d dan 3.4d’ setara dengan persamaan vektor:

200 2

1 att ++= vrr (3.5b)

Page 63: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

63

GERAK PELURU

Gerak peluru adalah gerak dengan percepatan konstan g yang berarah ke bawah, dan tidak ada percepatan dalam arah horizontal.

Page 64: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

64

GERAK PELURU

Karena tidak ada komponen percepatan dalam arah horizontal, maka kecepatan dalam arah ini konstan.

Masukan nilai ax = 0 dan v0x = v0 cos θ0 pada persamaan 3.4a maka diperoleh persamaan

vx = v0 cos θ0 (3.6a)

Page 65: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

65

GERAK PELURU

Komponen vertikalnya akan berubah terhadap waktu sesuai dengan gerak vertikal dengan percepatan konstan ke bawah.

Masukan nilai ay = -g dan vy0 = v0 sin θ0 pada persamaan 3.4a’ maka didapat persamaan:

vy = v0 sin θ0 – gt (3.6a’)

Page 66: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

66

GERAK PELURU

Besar dari resultan vektor kecepatan pada sembarang saat adalah:

Sudut θ yang dibentuk oleh vektor kecepatan dengan garis horizontal pada saat diberikan oleh

22yx vvv += (3.7)

x

y

vv

=θtan

Page 67: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

67

GERAK PELURU

Koordinat x dari posisi partikel pada saat sembarang dapat diperoleh dari persamaan 3.4c dengan x0 = 0, ax = 0 dan vx0 = v0 cos θ0, yaitu:

x = (v0 sin θ0)t (3.6c)

Page 68: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

68

Koordinat y diperoleh dari persamaan 3.4c’ dengan y0 = 0, ay = -g dan vy0 = v0 sin θ0, yaitu:

y = (v0 sin θ0)t - ½gt2 (3.6c’)

GERAK PELURU

Page 69: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

69

GERAK PELURU

Persamaan 3.6c dan 3.6c’ memberikan x dan y sebagai fungsi dari parameter bersama t, yaitu gerak partikel. Dengan menggabungkan keduanya sambil mengeliminasi parameter t, maka diperoleh

22

000 )cos(2)(tan x

vgxy

θθ −= (3.8)

Page 70: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

70

GERAK PELURU

Karena v0, θ0, dan g konstan, maka persamaan 3.8 dapat dituliskan dalam bentuk:

y = bx – cx2

yang merupakan persamaan parabola. Jadi lintasan gerak peluru bentuknya adalah parabola.

Page 71: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

71

CONTOH

1. Sebuah pesawat terbang bergerak dengan kecepatan konstan 500 km/jam dalam arah horizontal pada ketinggian 5 km di atas sasaran. Pada sudut-pandang θ berapakah barang kiriman bantuan harus dilepaskan agar tiba pada sasaran

Page 72: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

72

CONTOH

sasaran

5 km

500 km/jam

Φ

Page 73: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

73

CONTOH

Seorang pemain bola menendang bola sehingga bola terpental dengan sudut 37° dari horizontal dengan laju awal 50 kaki/s. Anggap bola melambung dalam bidang vertikel (g=32kaki/s)

a. Tentukan waktu t1, ketika bola mencapai titik tertinggi dari lintasannya

Page 74: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

74

CONTOH

b. Berapakah ketinggian melambungnya bola

c. Berapakah jangkauan bola dan berapa lama bola melambung di udara

d. Berapakah kecepatan bola ketika kembali di tanah

Page 75: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

75

GERAK MELINGKAR BERATURAN

Untuk partikel yang bergerak melingkar dengan laju konstan, arah vektor kecepatan berubah terus-menerus, tetapi besarnya tidak berubah.

Page 76: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

76

GERAK MELINGKAR BERATURAN

r

θC

P

P’

v

v’

O

vv’

Δv

θ

Q’ Q

Cr

P

P’

v Δt

Gambar 3.1 Gerak Melingkar Beraturan

(a) (c)(b)

Page 77: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

77

GERAK MELINGKAR BERATURAN

Hubungan pada Gambar 3.1b dan c adalah sebagai berikut:

rv

tv

rtv

vv

2

=∆∆

∆⋅=∆

Page 78: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

78

GERAK MELINGKAR BERATURAN

Untuk limit Δt 0 (percepatan sesaat) adalah:

rv

tva

t

2

0lim =

∆∆=

→∆(3.9)

Page 79: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

79

GERAK MELINGKAR BERATURAN

Besar v tidak berubah, tetapi arahnya selalu berubah, mengakibatakan besarnya a besarnya selalu sama.

Arah a selalu ke pusat lingkaran, disebut percepatan sentripetal (percepatan radial).

a

v

v

a

a

v

Gambar 3.2. Vektor Kecepatan dan Percepatan Gerak Melingkar Beraturan

Page 80: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

80

GERAK MELINGKAR BERATURAN

a

v

θ

θ = 180°

Bola dilemparkan ke atas

θa

v

θ = 180° > θ > 90°

Naiknya peluru

a vθ

θ = 90° > θ > 0°

Turunnya peluru

v aθ = 0

Bola dilemparkan ke bawah

Gambar 3.3. Hubungan Antara a dan v pada berbagai gerak

Page 81: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

81

CONTOH

1. Bulan berevolusi mengelilingi bumi dengan waktu 27,3 hari untuk tiap putaran penuh. Jika dianggap orbitnya berbentuk lingkaran dengan jari-jari 239.000 mil, berapakah besar percepatan bulan ke arah bumi?(239.000 mil = 3,85x108 m)

Page 82: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

82

GERAK MELINGKAR BERATURAN

Vektor satuan untuk kecepatangerak melingkar beraturan dinyatakan seperti persamaan berikut:

Dan percepatannya:(3.10)vθuv =

(3.11)vdtd

dtd θuva ==

Page 83: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

83

GERAK MELINGKAR BERATURAN

Karena percepatan sentripetal mengarah ke pusat lingkaran (berlawanan dengan satuan vektor u) maka persamaan 3.11 dapat dituliskan seperti persamaan 3.12.

vdtdv

dtd

rθθ uua −== (3.12)

Page 84: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

84

GERAK MELINGKAR BERATURAN

dθ/dt adalah laju putaran sudut (angular rotation rate) partikel yang nilainya adalah:

Maka persamaan 3.12 akan menjadi:

rv

vrputaransatuwaktudtd ===

/22

__2

πππθ

rv

r

2

ua −= (3.13)

Page 85: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

85

PERCEPATAN TANGENSIAL DALAM GERAK MELINGKAR

Dalam percepatan tangensial, kecepatannya juga berubah. Maka untuk persamaan 3.10 didefinisikan sebagai:

(3.14)dtdv

dtdv

dtd θ

θuuva +==

Page 86: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

86

PERCEPATAN TANGENSIAL DALAM GERAK MELINGKAR

Dapat juga didefinisikan sebagai:

dimana:aT = dv/dtaR = v2/t

RrT aa uua −= θ (3.15)

Page 87: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

87

KECEPATAN DAN PERCEPATAN RELATIF

Maka pergeserannya adalah:

Maka kecepatannya didefinisikan sebagai:

u

ut

y

y

y’

y’

t = 0

t = t

x

xx’

x’S

S

(3.16)

Gambar 3.4. Kerangka Acuan

urrurr

+=

+=

dtd

dtd

t'

'

uvv += ' (3.17)

Page 88: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

88

CONTOH

Jarum kompas sebuah pesawat menunjukan bahwa pesawat sedang bergerak ke timur. Keterangan dari darat menyatakan bahwa saat itu angin bertiup ke utara. Tunjukkan kecepatan pesawat terhadap tanah.

Page 89: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

89

CONTOH

u: kecepatan udara terhadap tanahv’: kecepatan pesawat terhadap udarav: kecepatan pesawat terhadap tanahArahnya adalah sudut yang terbentuk

oleh gerak pesawat terhadap tanah diukut dari timur ke utara diberikan oleh tan α = u/v’

Lajunya v = √(v’)2+u2

Page 90: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

90

DINAMIKA PARTIKEL

Page 91: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

91

HUKUM NEWTON PERTAMA

Setiap benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak lurus beraturan kecuali jika ia dipaksa untuk mengubah keadaan itu oleh gaya-gaya yang berpengaruh padanya.

atauJika tidak ada resultan gaya yang bekerja

pada benda, maka percepatannya adalah nol.

Page 92: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

92

GAYA (FORCE)

Gaya (force) F didefinisikan melalui percepatan a yang dialami oleh suatu benda standar tertentu.

Jika beberapa gaya bekerja pada sebuah benda, masing-masing akan menimbulkan percepatan sendiri secara terpisah. Percepatan yang dialami benda adalah jumlah vektor dari berbagai percepatan yang terpisah.

Page 93: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

93

MASSA;HUKUM KEDUA NEWTON

F adalah jumlah (vektor) semua gaya yang bekerja pada benda, m adalah massa benda dan a adakah (vektor) percepatannya.

Persamaan 4.1 dapat dituliskan sebagai tiga buah persamaan skalar

aF ⋅= m (4.1)

zz

yy

xx

maFmaFmaF

=

==

(4.2)

Page 94: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

94

HUKUM GERAK NEWTON YANG KETIGA

Untuk setiap aksi selalu terdapat reaksi yang sama besar dan berlawanan arah; atau, aksi timbal-balik satu terhadap yang lain antara dua benda selalu sama besar, dan berarah ke bagian yang berlawanan.

Page 95: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

95

CONTOH 1

Misalkan seseorang memberikan tarikan mendatar pada sebuah tali yang ujung-ujungnya diikatkan pada balok yang terletak di atas meja horozontal seperti pada Gambar 4.1. Orang menarik tali dengan gaya FMR. Tali memberikan gaya gaya reaksi FRM pada orang.

Page 96: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

96

CONTOH 1

FBR mR FMR

FBRFRB

mR

FMRFRM

Gambar 4.1. Seseorang menarik tali yang dikaitkan pada balok

Page 97: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

97

CONTOH 1

Menurut hukum Newton ketiga, FMR=FRM. Tali juga menarik balok dengan gaya FRB dan balok mengadakan gaya reaksi FBR pada tali. Disini juga berlaku hukum Newton ketiga FRB = - FBR.

Andaikan tali memiliki massa mR. Maka agar tali dan balok mulai bergerak (dari keadaan diam) haruslah ada percepatan a.

Page 98: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

98

CONTOH 1

Gaya-gaya yang bekerja pada tali hanyalah FMR dan FBR, sehingga gata resultannya adalah FMR + FBR dan ini tidak boleh sama dengan nol agar tali dipercepat.

Sesungguhnya, dari hukum kedua diperoleh:

FMR + FBR = mR a

Page 99: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

99

CONTOH 1

Karena gaya-gaya di atas dan percepatannya terletak segaris, maka notasi vektornya dapat dihilangkan dan diganti dengan hubungan antara besar vektor saja yaitu:

FMR - FBR = mR a

Page 100: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

100

CONTOH 2

Tinjaulah sebuah pegas yang digantungkan pada langit-langit dan pada ujung lainnya dikaitkan sebuah balok dalam keadaan diam. Karena tidak ada yang mendapat percepatan, maka haruslah jumlah vektor semua gaya yang bekerja pada tiap benda sama dengan nol.

Page 101: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

101

CONTOH 2

Misalkan gaya yang bekerja pada balok adalah T, tegangan dari pegas yang terentang , berarah vertikal ke atas, dan W adalah tarikan bumi vertikal ke bawah (berat).

Sesuai dengan hukum Newton kedua:F = T + W

Page 102: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

102

CONTOH 2

Karena balok dalam keadaan diam maka a = 0;

F = m aT = -W

Karena gaya bekerja dalam satu garis, sehingga besarnya harus sama:

T = W

Page 103: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

103

HUKUM – HUKUM GAYA

SISTEM: Balok di atas permukaan horizontal kasar, digerakan oleh pegas yang direntangkan.

HUKUM GAYA:a. Gaya pegas: F = -kx, x adalah pertambahan

panjang pegas, k konstanta pegas. F ke arah kanan.

b. Gaya gesek: F = µmg, µ adalah koefisien gesekan dan mg adalah berat balok. F ke arah kiri.

Page 104: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

104

HUKUM – HUKUM GAYA

SISTEM: Bola golf yang sedang melayang.

HUKUM GAYA: F = mg, F mengarah ke bawah

Page 105: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

105

HUKUM – HUKUM GAYA

SISTEM: Satelit buatan.HUKUM GAYA: F = GmM/r2, G adalah

konstanta gravitasional, M massa bumi, r jejari orbit. F mengarah ke pusat bumi.

Page 106: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

106

HUKUM – HUKUM GAYA

SISTEM: Elektron di dekat bola bermuatan positif.

HUKUM GAYA: F = (1/4πε0)eQ/r2, ε0

adalah suatu konstanta, e muatan elektron, Q muatan pada bola, r adalah jarak dari elektron ke pusat bola. F mengarah ke kanan.

Page 107: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

107

HUKUM – HUKUM GAYA

SISTEM: Dua batang magnet.HUKUM GAYA: F =(3µ0/2π)µ2/r4,

µ0adalah konstanta, µ adalah momen dipol magnetik masing-masing magnet, r jarak dari pusat ke pusat antar magnet. F ke arah kanan.

Page 108: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

108

BERAT DAN MASSA

Berat sebuah benda adalah gaya gravitasional yang diberikan oleh bumi padanya.

W = m.g (4.3) dalam hukum Newton kedua berlaku F = m.a maka;

F = W/g . a (4.4)

Page 109: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

109

PENERAPAN HUKUM GERAK NEWTON

Langkah-langkah pemecahan soal:1. Kenali benda mana yang geraknya

harus ditinjau menurut soal.2. Perhatikan faktor-faktor sekeliling yang

mempengharuinya.3. Pilih kerangka acuannya.4. Buat diagram gayanya.5. Gunakan hukum Newton kedua pada

masing-masing komponen gaya dan percepatan

Page 110: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

110

CONTOH 3

W

30° 45°

45°30°

FB

FC

FA

x

y

Page 111: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

111

CONTOH 3

Gambar sebelumnya memperlihatkan sebuah beban W digantung menggunakan tali. Perhatikan simpul pada titik temu tiga gaya. Andaikan besar salah satu gaya diberikan bagaimana cara mendapatkan besar gaya-gaya yang lainnya?

Page 112: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

112

CONTOH 3

Total gaya dalam keadaan diam:FA + FB + FC = 0

Resultan gaya di x:FAx + FBx = 0

Resultan gaya di y:FAy + FBy + FCy = 0

Page 113: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

113

CONTOH 3

Resultan gaya di z:FAz = FBz = FCz = 0

Dari gambar didapat:Komponen FA:

FAx = - FAx cos 30° = - 0,866FA

FAy = FAy sin 30° = 0,5FA

Page 114: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

114

CONTOH 3

Komponen FB:FBx = FAx cos 45° = 0,707FB

FBy = FBy sin 45° = 0,707FB

Komponen FC:FCy = - FC = - W

Page 115: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

115

CONTOH 4

Misalkan kita ingin menganalisa gerak sebuah balok di atas bidang miring. Balok ditahan oleh tali diatas bidang miring licin.

θ

mg

F1

F2

θ

x

y

Page 116: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

116

CONTOH 4

Gaya disepanjang sumbu x dan y adalah:F1 – mg sin θ = 0 dan F2 – mg cos θ = 0 Dengan Fx = max dan Fy = may maka:

F2 – mg cos θ = may = 0 – mg sin θ = max

Maka didapat:ay = 0 dan ax = -g sin θ

Page 117: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

117

KUIS

Sebuah balok bermassa 2 kg yang ditarik sepanjang bidang datar licin oleh gaya horizontal P, seperti pada gambar.

W

P

FN a. Berapa gaya normalnya

b. Berapa gaya P yang dibutuhkan agar balok mendapat kecepatan horizontal 4 m/s dalam 2 s dari keadaan diam

Page 118: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

118

TUMBUKAN (COLLISION)

Page 119: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

119

MOMENTUM LINIER

Momentum linier benda adalah hasil kali massa dengan kecepatannya:

p = m.v (5.1)

Page 120: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

120

IMPULS

Adalah hasil kali gaya dan waktu gaya bekerja:

F. t = m (vf – vi) (5.2)

Page 121: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

121

IMPULS DAN MOMENTUM

Gambar disamping menyatakan besarnya gaya yang dikerjakan pada suatu tumbukan selama tumbukan, arah gaya tetap.0 tti tf

ΔtGambar 5.1. Perubahan Gaya Impulsif F(t)

terhadap waktu ketika tumbukan selama Δt

Page 122: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

122

IMPULS DAN MOMENTUM

Perubahan momentum dapat didefinisikan sebagai:

dtd Fp = (5.3)

Page 123: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

123

IMPULS DAN MOMENTUM

Dengan mengintegrsikan persamaan 5.1 terhadap seluruh waktu tumbukan, maka dapat ditentukan perubahan momentum benda selama tumbukan adalah:

∫ ∫==−f

i

f

i

p

p

t

tif dtd Fppp (5.4)

Page 124: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

124

KEKEKALAN MOMENTUM DALAM TUMBUKAN

F1 F2

m1 m2

Gambar 5.2. Dua Buah Partikel m1 dan m2, selama tumbukan mengalami gaya yang sama besar dan berlawanan arah sepanjang garis penghubung pusatnya, sesuai dengan hukum Newton ketiga F2(t) = - F1(t)

Page 125: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

125

KEKEKALAN MOMENTUM DALAM TUMBUKAN

Jika waktu tumbukan cukup kecil, prinsip kekekalan momentum dapat digunakan selama tumbukan.

Page 126: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

126

TUMBUKAN DALAM SATU DIMENSI

Persamaan momentum dapat dituliskan sebagai:

Dan persamaan tenaga dapat ditulisakan sebagai:

(5.5)

)(2)( 22

22

21

211 fifi vvmvvm −=−

)()( 222111 fifi vvmvvm −=−

(5.6)

Page 127: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

127

TUMBUKAN LENTING SEMPURNA

Adalah tumbukan yang jumlah energi kinetik benda-bendanya sebelum dan sesudah tumbukan adalah sama:

222

211

222

211 2

121

21

21 vmvmumum +=+ (5.7)

Page 128: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

128

CONTOH 1

Sebuah peluru 8 g ditembakan ke dalam balok kayu 9 kg dan menancap di dalamnya. Balok itu yang dapat bergerak bebas, setelah tumbukan mempunyai kecepatan 40m/s. Berapa kecepatan awal peluru tersebut.

Momentum peluru + momentum balok = momentum peluru dan balok

(0,008kg)v + 0 = (9,008kg)(40m/s)

Page 129: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

129

CONTOH 2

Sebuah batu 2 kg bergerak dengan kecepatan 6 m/s. hitung gaya F yang dapat menghentikan batu itu dalam waktu 7.10-4 s.

F. t = m (vf – vi)F. t = m vf – m vi

F(7.10-4 s) = 0 – (2 kg)(6 m/s)

Page 130: Buenche. 1989. Fisika (Edisi 8). Jakarta: Erlangga

130

[email protected]