budaya suku manggarai ntt indonesia

7
Budaya Suku Manggarai NTT Indonesia Budaya Suku Manggarai Yang Berada Di Indonesia Tepatnya Di Pulau Flores Nusa Tenggara Timur Budaya Manggarai RAGAM BUDAYA MANGGARAI Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang berlaku. Beragam sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, sistem teknologi. 1. Religi Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek Ema pu’un kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang (mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci. Compang (Mesbah) Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan, sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut: Muku ca pu’u toe woleng curup (kesatuan kata) Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan) Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah) Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam kegiatan leles, kokor tago, dan lain-lain. semuanya menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan. Di dalam masyarakat Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan berkembangnya upacara-upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi misalnya : * Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi: - Lawang morin agu ngaran Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai, diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu. * Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi : - Kamping morin agu ngaran 2. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan 1. Lembaga adat atau tua adat * Gendang A. Sejarah berdirinya gendang Secara etimologis, gendang adalah alat musik tradisional Manggarai sejenis drum. Sedangkan secara esensial, gendang adalah lembaga kekuasaan dari suatu masyarakat hukum adat.

Upload: peng-lauw

Post on 24-Nov-2015

94 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

URAIAN MENGENAI BUDAYA SUKU YANG ADA DI MANGGARAI, NUSA TENGGARA TIMUR

TRANSCRIPT

  • Budaya Suku Manggarai NTT Indonesia

    Budaya Suku Manggarai Yang Berada Di Indonesia Tepatnya Di Pulau

    Flores Nusa Tenggara Timur

    Budaya Manggarai RAGAM BUDAYA MANGGARAI

    Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam

    budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang berlaku. Beragam

    sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana

    sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang hidup dalam masyarakat

    Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa,

    kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, sistem teknologi.

    1. Religi Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar

    religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek Ema puun kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang (mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.

    Compang (Mesbah) Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana

    berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung

    setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan,

    sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut:

    Muku ca puu toe woleng curup (kesatuan kata) Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan) Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah)

    Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam kegiatan leles, kokor tago, dan lain-lain.

    semuanya menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan.

    Di dalam masyarakat Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan

    berkembangnya upacara-upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau

    wujud tertinggi misalnya :

    * Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi:

    - Lawang morin agu ngaran

    Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau

    tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai,

    diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu.

    * Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi :

    - Kamping morin agu ngaran

    2. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan

    1. Lembaga adat atau tua adat

    * Gendang

    A. Sejarah berdirinya gendang

    Secara etimologis, gendang adalah alat musik tradisional Manggarai sejenis drum. Sedangkan

    secara esensial, gendang adalah lembaga kekuasaan dari suatu masyarakat hukum adat.

  • Seperti masyarakat hukum adat Gendang Mano, Gendang Alang Mano, Gendang Lame, dan

    Gendang Bea Laing. Sehingga secara umum Gendang adalah nenek moyang dari masyarakat

    hukum adat tertentu beserta keturunannya yang berkuasa untuk memerintah seluruh

    masyarakat hukum adat tertentu dan berkuasa atas wilayahnya.

    Dalam hal terbentuknya gendang, walaupun memiliki sejarah tersendiri tetapi melihat

    struktur lembaga hukum adat yang berlaku sampai sekarang di Kabupaten Daerah Tingkat II

    Manggarai, maka gendang dibentuk atau diadakan oleh Gelarang yang tugasnya untuk

    menyelesaikan sengketa tanah atau lingko yang timbul antara gendang dan menentukan serta

    membagikan lingko-lingko kepada setiap kampung atau gendang.

    Cara lain yang membentuk atau mengadakan gendang adalah sebagai akibat memenangkan

    perang atau menguasai suatu wilayah kosong.

    Gendang Mano yang dimaksud dalam penelitian ini dibentuk setelah menguasai suatu

    wilayah kosong yang telah ratusan tahun ditinggalkan. Wilayah kosong ini ditemukan oleh

    nenek moyang orang Mano yaitu suku Kuleng. Suku ini kemudian membentuk Gendangn one lingkon peang yang berdiri sampai saat ini. Perlu juga diketahui bahwa nenek moyang pertama yang menguasai wilayah Mano adalah Empo Mbak. Empo Mbak ini adalah pelarian

    atau orang buangan dari suku Minangkabau sebagai akibat perebutan kekuasaan. Dalam

    legenda orang Manggarai, Empo Mbak ini adalah seorang keturunan raja Minangkabau.

    Dalam perkembangannya, karena memiliki lingko yang luas dan banyak maka Gendang

    Mano memberikan (widang) suatu lingko kepada orang Alang sebagai tanda persaudaraan.

    Kemudian terbentuklah gendangn onen lingkonn peang, dari Gendang Alang Mano. Demikian juga dengan Gendang Bea Laing yang disebut dengan Gendang Ase Kae (famili, sanak saudara), karena sebenarnya Bea Laing berasal dari suku Pau Ruteng. Atas kebaikan

    orang Mano mereka lalu diberikan untuk menghuni wilayah Bangka Pau di Mano kemudian

    pindah ke Mera Mano. Karena perkembangan akhirnya mereka pindah ke Bea Laing untuk

    menetap, dan melalui perkawinan maka terjadilah hubungan dengan masyarakat Gendang

    Mano, karena melalui suatu kebijaksanaan maka Gendang Mano memberikan lingko kepada

    suku Pau Ruteng.

    Sedangkan terbentuknya Gendang Lame atau gendang widang (pembagian) adalah gendang

    pembagian kepada saudari perempuan atau kepada anak mantu.

    Maka Gendang Mano membagi lingko untuk mendirikan Gendang Lame. Serta lembaga

    hukum adatnya yaitu Gendangn onen lingkon peang. Sehingga hubungan antara Gendang Mano dan ketiga Gendang tersebut sangat erat dan

    harmonis dan ketiga Gendang yang dibentuk tetap tunduk dan taat kepada Gendang Mano,

    seperti dalam hal sebagai berikut :

    - Ketiga Gendang harus tunduk dan taat kepada perintah dari Gendang Mano dalam

    hubungan adat istiadat mengenai lingko.

    - Apabila ketiga Gendang tersebut membagi moso atau lodok (membagi tanah per keluarga),

    Gendang Mano harus mendapatkan juga satu bagian sebagai Gendang induk.

    - Masyarakat dari kegita Gendang harus hadir apabila dipanggil oleh Tua Gendang Mano sehubungan dengan pesta penti.

    B. Fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang

    Pada dasarnya fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang yang ada di Manggarai sama.

    a. Fungsi organisasi gendang :

    - Menegakkan sejarah garis keturunan.

    - Mempertahankan kekuasaan gendang.

    - Mempersatukan warga gendang.

    - Menata kehidupan sosial warga gendang.

    - Mempertahankan kepemilikan tanah dan mengatur pembagiannya.

  • - Membentuk pertahanan yang kuat dalam menghadapi musuh.

    b. Tugas organisasi gendang :

    - Menjaga dan memelihara kesinambungan keberadaan keturunan gendang.

    - Menata ketertiban sosial bagi kehidupan warga gendang.

    - Memasukkan kehidupan bersama warga gendang.

    c. Struktur organisasi gendang

    Sebagai tambahan, saya mulai saja dengan melihat kembali sejarah pemerintahan di

    Manggarai sejak zaman pemerintahan Goa, Bima dan pemerintahan jajahan Belanda.

    Sehingga struktur pemerintahan pada jaman itu adalah sebagai berikut :

    Gambar 1

    Struktur Organisasi Elit Tradisional

    Di Kabupaten Manggarai

    Membaca dan melihat struktur pemerintahan tersebut jelas terlihat bahwa Raja membentuk

    dan mengangkat Dalu yang kemudian dinamakan Haminte sampai dengan tahun 1968.

    Kemudian Dalu membentuk Gelarang yang fungsi dan tugasnya menentukan dan membagi-

    bagikan Lingko kepada setiap kampung atau gendang serta menyelesaikan sengketa tanah

    yang timbul antara gendang di setiap kampung atau desa. Keadaan ini berlaku hingga saat ini

    melalui hukum adat Manggarai, tetapi tidak mutlak untuk membentuk atau mengadakan

    gendang di setiap kampung.

    Keadaan dewasa ini telah menunjukkan bahwa Raja, Dalu dan Gelarang tidak berperan lagi

    karena organisasinya telah bubar, yang tertinggal hanyalah apa yang dinamakan dengan

    gendang atau lembaga hukum adat yang disebut dengan gendangn onen lingkon peang. Mengenai struktur organisasi elit tradisional yang dalam penelitian ini adalah gendang, dapat

    dilihat pada gambar

    2.Deskripsi jabatan :

    1. Tua gendang adalah sekelompok orang yang merupakan pendiri gendang dan keturunannya. Sehingga mereka menguasai Beo (kampung) secara keseluruhan yaitu

    gendangn onen lingkon peang. Keturunan pendiri gendang berhak untuk menjadi :

    - Tua Golo - Tua Teno - Ata lami gendang (keluarga yang menempati rumah niang atau rumah gendang dan menjaga

    serta memelihara).

    - Pelaksana ritus gendang yang menentukan penti (syukuran), oli (upacara musim tanam),

    wasa (mohon penyuburan), dan paki kaba (persembahan).

    Gambar 2

    Struktur Organisasi Elit Tradisional

    Di Desa Mandosawu

    2. Tua Golo Adalah Tua yang menguasai golo (kampung) Paangn olon, ngaungn musi (segenap wilayah milik gendang yang bertugas memimpin rakyat gendang, mengontrol dan menertibkan pelaksanaan adat istiadat sebagai pedoman

    hidup seluruh warga gendang dan memberi sanksi bagi yang melanggar tata tertib gendang.

    Yang mengangkat Tua Golo adalah Tua Gendang. Dia yang diangkat karena turunan pendiri gendang, mempunyai gesah sebagai pemimpin, taat kepada aturan adat istiadat dan

    tidak banyak cacat cela dalam hal moral.

  • Tugas Tua Golo adalah sebagai pemimpin rakyat gendang dalam hal urusan harian seperti ketertiban warga gendang, menjaga keamanan warga dan kebun warga. Dan persyaratan

    menjadi Tua Golo adalah orang yang bijaksana, mampu menyelesaikan masalah dalam wilayah gendang. Dalam musyawarah gendang, dia adalah pemimpin sidang, khusus di luar

    kekuasaan Tua Teno. Tetapi dia harus taat kepada kebijaksanaan Tua Gendang yang merupakan sesepuh-sesepuh agung gendang. Dan perlu diketahui bahwa kedudukan Tua Golo dan Tua Teno adalah sejajar. 3. Tua Teno adalah orang yang berasal dari Tua gendang dengan tugas menentukan pembagian tanah yang menjadi hak milik gendang, mengamankan pelaksanaan pembagian

    tanah dan melaksanakan ritus pembagian. Sedang yang menentukan kepemilikan tanah

    adalah Tua Gendang. 4. Tua Panga. Panga (bagian atau cabang) adalah sekelompok orang yang merupakan turunan Tua Gendang pada lapisan tertentu yang dipercayakan untuk mengurus diri berdasarkan kebijaksanaan Tua Gendang, Tua Golo dan Tua Teno. Tua Panga adalah pemimpin atau kepala panga. Panga terdiri dari beberapa Ame atau keluarga yang berasal dari satu nenek dalam suku tertentu.

    5. Tua Ame adalah keturunan Tua Gendang sesudah lapisan panga dan dipercayakan untuk mengurus diri. Ame terdiri dari beberapa kilo atau keluarga. Tua Ame adalah pemimpin keluarga.

    6. Tua Kilo adalah yang mengetahui atau menguasai suatu keluarga. Tua Kilo adalah pemimpin keluarga yang biasanya disandang oleh bapak.

    7. Tua Wau adalah yang mengepalai keturunan pendatang yang telah berkembang dalam gendang dan menerima pembagian tanah. Pada umumnya mereka memiliki hubungan dengan

    gendang karena faktor perkawinan. Walaupun mereka merupakan keturunan pendatang,

    namun tetap taat pada tata tertib dan peraturan gendang yang dihuni.

    8. Tua Wae Tua yaitu yang mengetahui atau menguasai suku yang tertua dari gendang tersebut. Biasa disebut dengan wae kae atau keturunan tertua. 9. Tua Wae Koe yaitu yang mengetahui atau menguasai suku yang termuda dalam gendang. Biasa disebut dengan wae ase atau keturunan termuda.

    C. Ruang Lingkup Wilayah Gendang

    Wilayah kekuasaan gendang adalah suatu wilayah tertentu dari sebuah kampung atau desa

    yang terdiri dari beberapa lingko atau tanah dan setiap lingko mempunyai tanah sendiri.

    Wilayah kekuasaan ini nampak dalam sebutan gendangn onen atau beon one, lingkon peang. Gendangn one yang dimaksud adalah segenap warga gendang sedangkan lingkon peang adalah wilayah yang merupakan tanah (lingko) milik gendang.

    * Kekerabatan atau Keluarga Perkawinan

    (Menyangkut Anak Wina Anak Rona) - Sistem perkawinan menurut adat Manggarai

    Menurut adat Manggarai, ada tiga cara atau sistem perkawinan yaitu :

    a. Cangkang

    Perkawinan di luar suku atau perkawinan antar suku. Dalam bahasa adanya dikatakan laki

    peang atau wai peang (anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang laki peang atau wai peang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar lebih lebar jangkauan hubungan woe nelu-nya. Dari praktek orang tua tempo dulu, orang

    yang laki peang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis atau paca. Karena paca itu sendiri bukan cuma soal uang atau hewan, tetapi

    terutama soal harga diri dan martabat dari kedua belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.

    b. Tungku

    Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak rona dengan anak

  • wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laiki dan wanita yang kawin

    tungku disebut saja laki one dan wai leleng one.

    Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti perkawinan terjadi

    di dalam atau di sekitar kampung asalnya.

    Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang

    yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis tungku.

    Menurut adat Manggarai ada beberapa jenis tungku :

    - Tungku cu atau tungku dungka

    Kawin antara anak laki-laki dari ibu kawin dengan anak perempuan dari saudara itu atau om.

    - Tungku nereng nara

    - Tungku anak de due

    - Tungku canggot

    - Tungku ulu atau tungku sai - Tungku salang manga

    - Tungku dondot

    c. Cako

    Perkawinan dalam suku sendiri. Biasanya anak laki-laki dari keturunan adik dan anak

    perempuan dari keturunan kakak. Disebut juga sebagai perkawinan cako cama tau.

    Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan

    keempat dalam daftar silsilah keluarga. Mengapa dikatakan mencoba? Karena menurut adat

    Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui mori agu ngaran. Orang Manggarai

    percaya bahwa Tuhan-lah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak. Ada

    bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah itu mati pada

    usia muda sebelum memperoleh anak.

    Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak

    wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai dengan kemampuan kita. Berlaku

    ungkapan tama beka salang agu beka weki.

    * Arti anak wina dan anak rona

    Dalam konteks sosial budaya Manggarai yang disebut anak rona berasal dari keturunan pria

    atau yang disebut ata one. Sedangkan anak wina berasal dari keturunan anak perempuan atau

    yang disebut ata peang. Anak wina anak rona muncul karena hubungan perkawinan, di mana pihak pria disebut anak wina dan pihak perempuan disebut anak rona.

    3. Ilmu Pengetahuan

    Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna

    maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai

    yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang

    tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya.

    Begitupun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai

    pada dasarnya senang beternak dan berburu.

    4. Bahasa

    Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950

    menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau

    Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang

    wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di

    wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg,

    termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.

  • Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya

    di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan

    genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wau (klen patrilineal) dan perkawinan pun patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.

    5. Kesenian

    Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti

    seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis

    yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni

    pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.

    Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak

    (lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita,

    nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.

    Beberapa macam kesenian di Manggarai :

    - Seni Musik

    * Alat-alat musi tradisional : sunding, gong, gendang, tambor, tinding.

    - Seni Tenun

    * Tenun Songke

    Seni kriya songke sarat dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada songke

    melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan

    bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa. Sedangkan aneka

    motif bunga pada kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti

    motif wela kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya.

    Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras. Motif jui (garis-garis batas) pertanda keberakhiran segala sesuatu, yaitu segala sesuatu ada akhirnya, ada batasnya. Motif

    ntala (bintang) terkait dengan harapan yang sering dikumandangkan dalam tudak, doa porong

    langkas haeng ntala, supaya senantiasa tinggi sampai bintang.

    Maksudnya, agar senantiasa sehat, umur panjang, dan memiliki ketinggian pengaruh lebih

    dari orang lain dalam hal membawa perubahan dalam hidup.

    Motif wela runu (bunga runu), yang melambangkan sikap atau ethos bahwa orang Manggarai

    bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan ini.

    - Seni Sastra

    Cerita-cerita rakyat.

    - Seni Tari

    * Ronda

    Ronda adalah sebuah nyanyian yang dipakai sebagai nyanyian perarakan, misalnya

    menjemput tamu baru.

    * Sae

    Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara

    adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan

    kampung baru.

    * Sanda

    Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda sering

    dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya.

    * Danding

    * Wera

    6. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi

    Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat

  • Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula pengenalan

    masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang atau bermata pencaharian.

    Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh

    masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah pertanian

    yang disebut lodok).

    Sama seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan mata pencaharian

    orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi. Pesta kebun adalah acara

    syukuran kepada mori jari dedek dan arwah nenek moyang atas hasil padi dan jagung yang

    diperoleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang dilakukan agar

    kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang mengganggu tanaman.

    Seperti diketahui, masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara

    turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung. Bahwa

    kemudian kopi mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang Manggarai.

    Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai.

    Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Tapi,

    setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih baik dan menjanjikan,

    maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai ditiru dan kemudian malah menjadi

    kegiatan primadona.

    Di samping mengerjakan sawah, berladang dan menanam kopi orang Manggarai juga

    terkenal handal dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, ayam, serta melaut.

    7. Teknologi

    Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan

    atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.

    Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.

    Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus

    menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar

    belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat

    karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima

    jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima, lampek lima.

    Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya

    terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).

    Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya

    terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.

    Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat

    Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga

    menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.

    Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang

    berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati

    sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri.

    Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal

    perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat

    perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.