budaya suku manggarai ntt indonesia
DESCRIPTION
URAIAN MENGENAI BUDAYA SUKU YANG ADA DI MANGGARAI, NUSA TENGGARA TIMURTRANSCRIPT
-
Budaya Suku Manggarai NTT Indonesia
Budaya Suku Manggarai Yang Berada Di Indonesia Tepatnya Di Pulau
Flores Nusa Tenggara Timur
Budaya Manggarai RAGAM BUDAYA MANGGARAI
Pada umumnya gambaran masyarakat Manggarai bisa dilihat dari corak maupun ragam
budayanya yang tercermin dalam berbagai sistem atau sub-sistem yang berlaku. Beragam
sub-sistem yang hidup dalam masyarakat Manggarai yang dapat memperlihatkan bagaimana
sesungguhnya corak kebudayaan di Manggarai. Sub-sistem yang hidup dalam masyarakat
Manggarai yaitu sub-sistem religi, sub-sistem organisasi, sub-sistem pengetahuan, bahasa,
kesenian, sistem mata pencaharian atau ekonomi, sistem teknologi.
1. Religi Secara umum, sistem religi asli orang Manggarai adalah monoteis implisit, dengan dasar
religinya yakni menyembah Tuhan Maha Pencipta dan Maha Kuasa (mori jadi dedek Ema puun kuasa), meski masih terdapat cara-cara dan tempat persembahan misalnya, compang (mesbah) juga terkadang di bawah pohon-pohon besar yang dipandang angker dan suci.
Compang (Mesbah) Yang didirikan di tengah kampung karena menurut kepercayaan orang Manggarai di sana
berdiamlah Sang Naga Beo (kekuatan pelindung) yang menjaga ketentraman warga kampung
setiap waktu. Compang itu berbentuk bulat maksudnya atau mengandung makna kekerabatan,
sehingga dalam upacara adat Manggarai sering diungkapkan kalimat sebagai berikut:
Muku ca puu toe woleng curup (kesatuan kata) Ipung ca tiwu neka woleng wintuk (kesatuan tindakan) Teu ca ambong neka woleng lako (kesatuan langkah)
Wujud nyata dari prinsip ini nampak dalam kegiatan leles, kokor tago, dan lain-lain.
semuanya menekankan persaudaraan, kebersamaan, dan kekeluargaan.
Di dalam masyarakat Manggarai, khususnya berkaitan dengan religius tumbuh dan
berkembangnya upacara-upacara adat yang berkaitan untuk menyebut nama Tuhan atau
wujud tertinggi misalnya :
* Dalam acara penti, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi:
- Lawang morin agu ngaran
Artinya untuk minta pengukuhan dari Tuhan sebagai pemilik atau pemberi atas benih atau
tumbuh-tumbuhan yang digunakan oleh manusia. sehingga dalam adat Manggarai,
diadakannya pesta penti (syukuran) kepada Tuhan atas pemberiannya itu.
* Dalam upacara kematian, ucapan untuk menyebut nama Tuhan atau wujud tertinggi :
- Kamping morin agu ngaran
2. Sistem Organisasi Sosial atau Kemasyarakatan
1. Lembaga adat atau tua adat
* Gendang
A. Sejarah berdirinya gendang
Secara etimologis, gendang adalah alat musik tradisional Manggarai sejenis drum. Sedangkan
secara esensial, gendang adalah lembaga kekuasaan dari suatu masyarakat hukum adat.
-
Seperti masyarakat hukum adat Gendang Mano, Gendang Alang Mano, Gendang Lame, dan
Gendang Bea Laing. Sehingga secara umum Gendang adalah nenek moyang dari masyarakat
hukum adat tertentu beserta keturunannya yang berkuasa untuk memerintah seluruh
masyarakat hukum adat tertentu dan berkuasa atas wilayahnya.
Dalam hal terbentuknya gendang, walaupun memiliki sejarah tersendiri tetapi melihat
struktur lembaga hukum adat yang berlaku sampai sekarang di Kabupaten Daerah Tingkat II
Manggarai, maka gendang dibentuk atau diadakan oleh Gelarang yang tugasnya untuk
menyelesaikan sengketa tanah atau lingko yang timbul antara gendang dan menentukan serta
membagikan lingko-lingko kepada setiap kampung atau gendang.
Cara lain yang membentuk atau mengadakan gendang adalah sebagai akibat memenangkan
perang atau menguasai suatu wilayah kosong.
Gendang Mano yang dimaksud dalam penelitian ini dibentuk setelah menguasai suatu
wilayah kosong yang telah ratusan tahun ditinggalkan. Wilayah kosong ini ditemukan oleh
nenek moyang orang Mano yaitu suku Kuleng. Suku ini kemudian membentuk Gendangn one lingkon peang yang berdiri sampai saat ini. Perlu juga diketahui bahwa nenek moyang pertama yang menguasai wilayah Mano adalah Empo Mbak. Empo Mbak ini adalah pelarian
atau orang buangan dari suku Minangkabau sebagai akibat perebutan kekuasaan. Dalam
legenda orang Manggarai, Empo Mbak ini adalah seorang keturunan raja Minangkabau.
Dalam perkembangannya, karena memiliki lingko yang luas dan banyak maka Gendang
Mano memberikan (widang) suatu lingko kepada orang Alang sebagai tanda persaudaraan.
Kemudian terbentuklah gendangn onen lingkonn peang, dari Gendang Alang Mano. Demikian juga dengan Gendang Bea Laing yang disebut dengan Gendang Ase Kae (famili, sanak saudara), karena sebenarnya Bea Laing berasal dari suku Pau Ruteng. Atas kebaikan
orang Mano mereka lalu diberikan untuk menghuni wilayah Bangka Pau di Mano kemudian
pindah ke Mera Mano. Karena perkembangan akhirnya mereka pindah ke Bea Laing untuk
menetap, dan melalui perkawinan maka terjadilah hubungan dengan masyarakat Gendang
Mano, karena melalui suatu kebijaksanaan maka Gendang Mano memberikan lingko kepada
suku Pau Ruteng.
Sedangkan terbentuknya Gendang Lame atau gendang widang (pembagian) adalah gendang
pembagian kepada saudari perempuan atau kepada anak mantu.
Maka Gendang Mano membagi lingko untuk mendirikan Gendang Lame. Serta lembaga
hukum adatnya yaitu Gendangn onen lingkon peang. Sehingga hubungan antara Gendang Mano dan ketiga Gendang tersebut sangat erat dan
harmonis dan ketiga Gendang yang dibentuk tetap tunduk dan taat kepada Gendang Mano,
seperti dalam hal sebagai berikut :
- Ketiga Gendang harus tunduk dan taat kepada perintah dari Gendang Mano dalam
hubungan adat istiadat mengenai lingko.
- Apabila ketiga Gendang tersebut membagi moso atau lodok (membagi tanah per keluarga),
Gendang Mano harus mendapatkan juga satu bagian sebagai Gendang induk.
- Masyarakat dari kegita Gendang harus hadir apabila dipanggil oleh Tua Gendang Mano sehubungan dengan pesta penti.
B. Fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang
Pada dasarnya fungsi, tugas dan struktur organisasi gendang yang ada di Manggarai sama.
a. Fungsi organisasi gendang :
- Menegakkan sejarah garis keturunan.
- Mempertahankan kekuasaan gendang.
- Mempersatukan warga gendang.
- Menata kehidupan sosial warga gendang.
- Mempertahankan kepemilikan tanah dan mengatur pembagiannya.
-
- Membentuk pertahanan yang kuat dalam menghadapi musuh.
b. Tugas organisasi gendang :
- Menjaga dan memelihara kesinambungan keberadaan keturunan gendang.
- Menata ketertiban sosial bagi kehidupan warga gendang.
- Memasukkan kehidupan bersama warga gendang.
c. Struktur organisasi gendang
Sebagai tambahan, saya mulai saja dengan melihat kembali sejarah pemerintahan di
Manggarai sejak zaman pemerintahan Goa, Bima dan pemerintahan jajahan Belanda.
Sehingga struktur pemerintahan pada jaman itu adalah sebagai berikut :
Gambar 1
Struktur Organisasi Elit Tradisional
Di Kabupaten Manggarai
Membaca dan melihat struktur pemerintahan tersebut jelas terlihat bahwa Raja membentuk
dan mengangkat Dalu yang kemudian dinamakan Haminte sampai dengan tahun 1968.
Kemudian Dalu membentuk Gelarang yang fungsi dan tugasnya menentukan dan membagi-
bagikan Lingko kepada setiap kampung atau gendang serta menyelesaikan sengketa tanah
yang timbul antara gendang di setiap kampung atau desa. Keadaan ini berlaku hingga saat ini
melalui hukum adat Manggarai, tetapi tidak mutlak untuk membentuk atau mengadakan
gendang di setiap kampung.
Keadaan dewasa ini telah menunjukkan bahwa Raja, Dalu dan Gelarang tidak berperan lagi
karena organisasinya telah bubar, yang tertinggal hanyalah apa yang dinamakan dengan
gendang atau lembaga hukum adat yang disebut dengan gendangn onen lingkon peang. Mengenai struktur organisasi elit tradisional yang dalam penelitian ini adalah gendang, dapat
dilihat pada gambar
2.Deskripsi jabatan :
1. Tua gendang adalah sekelompok orang yang merupakan pendiri gendang dan keturunannya. Sehingga mereka menguasai Beo (kampung) secara keseluruhan yaitu
gendangn onen lingkon peang. Keturunan pendiri gendang berhak untuk menjadi :
- Tua Golo - Tua Teno - Ata lami gendang (keluarga yang menempati rumah niang atau rumah gendang dan menjaga
serta memelihara).
- Pelaksana ritus gendang yang menentukan penti (syukuran), oli (upacara musim tanam),
wasa (mohon penyuburan), dan paki kaba (persembahan).
Gambar 2
Struktur Organisasi Elit Tradisional
Di Desa Mandosawu
2. Tua Golo Adalah Tua yang menguasai golo (kampung) Paangn olon, ngaungn musi (segenap wilayah milik gendang yang bertugas memimpin rakyat gendang, mengontrol dan menertibkan pelaksanaan adat istiadat sebagai pedoman
hidup seluruh warga gendang dan memberi sanksi bagi yang melanggar tata tertib gendang.
Yang mengangkat Tua Golo adalah Tua Gendang. Dia yang diangkat karena turunan pendiri gendang, mempunyai gesah sebagai pemimpin, taat kepada aturan adat istiadat dan
tidak banyak cacat cela dalam hal moral.
-
Tugas Tua Golo adalah sebagai pemimpin rakyat gendang dalam hal urusan harian seperti ketertiban warga gendang, menjaga keamanan warga dan kebun warga. Dan persyaratan
menjadi Tua Golo adalah orang yang bijaksana, mampu menyelesaikan masalah dalam wilayah gendang. Dalam musyawarah gendang, dia adalah pemimpin sidang, khusus di luar
kekuasaan Tua Teno. Tetapi dia harus taat kepada kebijaksanaan Tua Gendang yang merupakan sesepuh-sesepuh agung gendang. Dan perlu diketahui bahwa kedudukan Tua Golo dan Tua Teno adalah sejajar. 3. Tua Teno adalah orang yang berasal dari Tua gendang dengan tugas menentukan pembagian tanah yang menjadi hak milik gendang, mengamankan pelaksanaan pembagian
tanah dan melaksanakan ritus pembagian. Sedang yang menentukan kepemilikan tanah
adalah Tua Gendang. 4. Tua Panga. Panga (bagian atau cabang) adalah sekelompok orang yang merupakan turunan Tua Gendang pada lapisan tertentu yang dipercayakan untuk mengurus diri berdasarkan kebijaksanaan Tua Gendang, Tua Golo dan Tua Teno. Tua Panga adalah pemimpin atau kepala panga. Panga terdiri dari beberapa Ame atau keluarga yang berasal dari satu nenek dalam suku tertentu.
5. Tua Ame adalah keturunan Tua Gendang sesudah lapisan panga dan dipercayakan untuk mengurus diri. Ame terdiri dari beberapa kilo atau keluarga. Tua Ame adalah pemimpin keluarga.
6. Tua Kilo adalah yang mengetahui atau menguasai suatu keluarga. Tua Kilo adalah pemimpin keluarga yang biasanya disandang oleh bapak.
7. Tua Wau adalah yang mengepalai keturunan pendatang yang telah berkembang dalam gendang dan menerima pembagian tanah. Pada umumnya mereka memiliki hubungan dengan
gendang karena faktor perkawinan. Walaupun mereka merupakan keturunan pendatang,
namun tetap taat pada tata tertib dan peraturan gendang yang dihuni.
8. Tua Wae Tua yaitu yang mengetahui atau menguasai suku yang tertua dari gendang tersebut. Biasa disebut dengan wae kae atau keturunan tertua. 9. Tua Wae Koe yaitu yang mengetahui atau menguasai suku yang termuda dalam gendang. Biasa disebut dengan wae ase atau keturunan termuda.
C. Ruang Lingkup Wilayah Gendang
Wilayah kekuasaan gendang adalah suatu wilayah tertentu dari sebuah kampung atau desa
yang terdiri dari beberapa lingko atau tanah dan setiap lingko mempunyai tanah sendiri.
Wilayah kekuasaan ini nampak dalam sebutan gendangn onen atau beon one, lingkon peang. Gendangn one yang dimaksud adalah segenap warga gendang sedangkan lingkon peang adalah wilayah yang merupakan tanah (lingko) milik gendang.
* Kekerabatan atau Keluarga Perkawinan
(Menyangkut Anak Wina Anak Rona) - Sistem perkawinan menurut adat Manggarai
Menurut adat Manggarai, ada tiga cara atau sistem perkawinan yaitu :
a. Cangkang
Perkawinan di luar suku atau perkawinan antar suku. Dalam bahasa adanya dikatakan laki
peang atau wai peang (anak wanita yang kawin di luar suku). Orang yang laki peang atau wai peang membuka jalur hubungan baru dengan suku-suku lain. Dengan itu keluarga besar lebih lebar jangkauan hubungan woe nelu-nya. Dari praktek orang tua tempo dulu, orang
yang laki peang bukan sembarang orang. Biasanya dari kalangan keluarga yang mampu membayar belis atau paca. Karena paca itu sendiri bukan cuma soal uang atau hewan, tetapi
terutama soal harga diri dan martabat dari kedua belah pihak, antara keluarga pria dan wanita.
b. Tungku
Perkawinan untuk mempertahankan hubungan woe nelu, hubungan anak rona dengan anak
-
wina yang sudah terbentuk akibat perkawinan cangkang. Laki-laiki dan wanita yang kawin
tungku disebut saja laki one dan wai leleng one.
Pemuda yang laki one dapat berarti pria yang kawin tungku, juga berarti perkawinan terjadi
di dalam atau di sekitar kampung asalnya.
Demikian pula terhadap wanita yang wai leleng one. Berbicara tentang paca untuk orang
yang laki one dan wai leleng one tergantung pada jenis tungku.
Menurut adat Manggarai ada beberapa jenis tungku :
- Tungku cu atau tungku dungka
Kawin antara anak laki-laki dari ibu kawin dengan anak perempuan dari saudara itu atau om.
- Tungku nereng nara
- Tungku anak de due
- Tungku canggot
- Tungku ulu atau tungku sai - Tungku salang manga
- Tungku dondot
c. Cako
Perkawinan dalam suku sendiri. Biasanya anak laki-laki dari keturunan adik dan anak
perempuan dari keturunan kakak. Disebut juga sebagai perkawinan cako cama tau.
Perkawinan cako biasanya orang tua mulai mencobanya pada lapisan ketiga atau lapisan
keempat dalam daftar silsilah keluarga. Mengapa dikatakan mencoba? Karena menurut adat
Manggarai, tidak semua perkawinan cako direstui mori agu ngaran. Orang Manggarai
percaya bahwa Tuhan-lah yang menentukan apakan perkawinan itu direstui atau tidak. Ada
bukti bahwa perkawinan cako tidak direstui, bahwa kedua insan yang menikah itu mati pada
usia muda sebelum memperoleh anak.
Perkawinan cako cama salang artinya perkawinan yang dilangsungkan dengan sesama anak
wina. Dalam konteks ini belis tidak dituntut sesuai dengan kemampuan kita. Berlaku
ungkapan tama beka salang agu beka weki.
* Arti anak wina dan anak rona
Dalam konteks sosial budaya Manggarai yang disebut anak rona berasal dari keturunan pria
atau yang disebut ata one. Sedangkan anak wina berasal dari keturunan anak perempuan atau
yang disebut ata peang. Anak wina anak rona muncul karena hubungan perkawinan, di mana pihak pria disebut anak wina dan pihak perempuan disebut anak rona.
3. Ilmu Pengetahuan
Sejak dulu, orang Manggarai memiliki pengetahuan tentang alam sekitarnya, baik fauna
maupun flora dengan seluruh ekosistemnya. Sistem dan pola hidup masyarakat Manggarai
yang agraris mengharuskan mereka memiliki pengetahuan yang cukup tentang flora, tentang
tanaman atau tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Begitupun pengetahuan tentang fauna dimiliki secara turun temurun karena orang Manggarai
pada dasarnya senang beternak dan berburu.
4. Bahasa
Mengutip hasil penelitian Pastor P.J. Verheijen, SVD yang dilakukannya sebelum 1950
menyebutkan bahwa di Manggarai terdapat enam bahasa, yaitu bahasa Komodo di pulau
Komodo, bahasa Werana di Manggarai Tenggara, bahasa Rembong di Rembong yang
wilayahnya meluas ke Ngada Utara, bahasa Kempo di wilayah Kempo, bahasa Rajong di
wilayah Rajong dan bahasa Manggarai Kuku yang termasuk atas lima kelompok dialeg,
termasuk bahasa Manggarai Timur Jauh.
-
Pengelompokkan bahasa tersebut sekaligus mengisyaratkan secara umum kelompok budaya
di Manggarai yang erat kaitannya dengan corak kesatuan genealogis, sebab kesatuan
genealogis yang lebih besar di Manggarai adalah Wau (klen patrilineal) dan perkawinan pun patrilokal. Dalam kesatuan genealogis inilah bahasa terpelihara baik secara turun temurun.
5. Kesenian
Di Manggarai juga tumbuh dan berkembang berbagai jenis kesenian khas daerah ini seperti
seni sastra, musik, tari, lukis, disain dan kriya. Dari berbagai jenis kesenian itu, ada dua jenis
yang sudah mencapai tingkat sebuah peradaban dan sudah dikenal luas, yakni seni
pertunjukan caci dan seni rupa (kriya), songke.
Caci sudah merupakan puncak kebudayaan Manggarai yang unik dan sarat makna: seni gerak
(lomes), nilai etika (sopan santun), nilai estektika, muatan nilai persatuan, ekspresi suka cita,
nilai sportifitas, serta penanaman percaya diri.
Beberapa macam kesenian di Manggarai :
- Seni Musik
* Alat-alat musi tradisional : sunding, gong, gendang, tambor, tinding.
- Seni Tenun
* Tenun Songke
Seni kriya songke sarat dengan nilai dan simbol. Warna dasar hitam pada songke
melambangkan sebuah arti kebesaran dan keagungan orang Manggarai serta kepasrahan
bahwa semua manusia akhirnya akan kembali pada Yang Maha Kuasa. Sedangkan aneka
motif bunga pada kain songke mengandung banyak makna sesuai motif itu sendiri seperti
motif wela kawong bermakna interdependensi antara manusia dengan alam sekitarnya.
Motif ranggong (laba-laba) bersimbol kejujuran dan kerja keras. Motif jui (garis-garis batas) pertanda keberakhiran segala sesuatu, yaitu segala sesuatu ada akhirnya, ada batasnya. Motif
ntala (bintang) terkait dengan harapan yang sering dikumandangkan dalam tudak, doa porong
langkas haeng ntala, supaya senantiasa tinggi sampai bintang.
Maksudnya, agar senantiasa sehat, umur panjang, dan memiliki ketinggian pengaruh lebih
dari orang lain dalam hal membawa perubahan dalam hidup.
Motif wela runu (bunga runu), yang melambangkan sikap atau ethos bahwa orang Manggarai
bagaikan bunga kecil tapi memberikan keindahan dan hidup di tengah-tengah kefanaan ini.
- Seni Sastra
Cerita-cerita rakyat.
- Seni Tari
* Ronda
Ronda adalah sebuah nyanyian yang dipakai sebagai nyanyian perarakan, misalnya
menjemput tamu baru.
* Sae
Sebuah tarian adat Manggarai untuk memeriahkan sebuah pesta. Misalnya dalam upacara
adat masyarakat yaitu upacara paki kaba dalam rangka congko lokap atau menempatkan
kampung baru.
* Sanda
Sebuah nyanyian, yang dinyanyikan oleh banyak orang dalam bentuk lingkaran. Sanda sering
dipakai dalam upacara menjelang pesta penti dan pesta adat lainnya.
* Danding
* Wera
6. Sistem Mata Pencaharian atau Ekonomi
Aktivitas perekonomian atau mata pencaharian sudah sangat lama dikenal dalam masyarakat
-
Manggarai. Bahkan sepanjang usia peradaban yang dimilikinya, seusia itu pula pengenalan
masyarakat setempat terhadap kegiatan mencari nafkah, berdagang atau bermata pencaharian.
Dalam bidang pertanian, sudah sangat lama dikenal pola perkebunan yang disebut oleh
masyarakat setempat dengan lingko (kebun komunal atau sistem pembagian tanah pertanian
yang disebut lodok).
Sama seperti halnya sub-sistem sosial yang lain, sub-sistem ekonomi dan mata pencaharian
orang Manggarai senantiasa melekat dengan nuansa-nuansa religi. Pesta kebun adalah acara
syukuran kepada mori jari dedek dan arwah nenek moyang atas hasil padi dan jagung yang
diperoleh. Begitu pula upacara penanaman benih atau upacara silih yang dilakukan agar
kebun atau ladang terhindarkan dari berbagai hama penyakit yang mengganggu tanaman.
Seperti diketahui, masyarakat Manggarai pada umumnya adalah masyarakat agraris. Secara
turun temurun dua jenis tanaman andalan masyarakat adalah padi dan jagung. Bahwa
kemudian kopi mendapat tempat sebagai komoditas yang akrab dengan orang Manggarai.
Sejak tahun 1938, pembukaan sawah dengan sistem irigasi sudah dikenal di Manggarai.
Semula sistem irigasi persawahan ini kurang diminati masyarakat karena terasa asing. Tapi,
setelah melihat hasil pekerjaan orang yang mengerjakan jauh lebih baik dan menjanjikan,
maka sistem irigasi pun secara berangsur-angsur mulai ditiru dan kemudian malah menjadi
kegiatan primadona.
Di samping mengerjakan sawah, berladang dan menanam kopi orang Manggarai juga
terkenal handal dalam beternak kerbau, sapi, kuda, babi, anjing, ayam, serta melaut.
7. Teknologi
Masyarakat Manggarai di masa lalu sudah mengenal bahkan mampu menghasilkan peralatan
atau perkakas yang dibutuhkan untuk kehidupannya.
Secara tradisional, mereka sudah dapat membangun rumah.
Dalam hal pembuatan rumah, misalnya di Manggarai dikenal lima tahapan yang sekaligus
menggambarkan konstruksi segi lima. Konstruksi segi lima ini berkaitan dengan latar
belakang filosofis dan sosiologis. Angka ini memang dipandang sebagai angka keramat
karena secara kausalistis dihubungkan dengan rempa lima (lima jari kaki), mosa lima (lima
jari dalam ukuran pembagian kebun komunal), sanda lima, wase lima, lampek lima.
Untuk pakaian, orang Manggarai sebelum mereka mengenal tenun ikat, bahan pakaiannya
terbuat dari kulit kayu cale (sejenis sukun).
Sementara untuk perhiasan sebelum mereka mengenal logam, perhiasan mereka umumnya
terbuat dari tempurung kelapa, kayu atau akar bahar.
Begitupun teknologi pembuatan minuman tradisional juga sudah dikenal cama di masyarakat
Manggarai, yakni proses pembuatan atau mencampur air enau dengan kulit damer sehingga
menghasilkan alkohol berkadar tinggi seperti arak atau tuak.
Masyarakat Manggarai sejak dulu juga sudah mengenal cara pembuatan obat-obatan yang
berasal dari daun-daunan, misalnya londek jembu yaitu pucuk daun jambu untuk mengobati
sakit perut, kayu sita, untuk pengombatan disentri.
Sebelum mengenal logam, untuk alat-alat pertanian, masyarakat Manggarai sudah mengenal
perkakas dari bambu, kayu atau tanah liat untuk mengolah tanah pertanian. Sementara alat
perburuan yang dikenal yakni bambu runcing, lidi enau, tali ijuk.