budaya politik.doc

3
Seperti telah dikemukakan bahwa tiga kebudayaan politik murni (parochial, kaula/subjek, dan partisipan) tersebut merupakan awal bagi tipe-tipe kebudayaan politik atau disebut budaya politik campuran (mixed political cultures). Adapun tiga bentuk kebudayaan itu adalah sebagai berikut : 1.Kebudayaan subjek parokial (The Parochial-subject Culture) Pada masyarakat dengan bentuk budaya subjek parokial terdapat sebagian besar yang menolak tuntutan-tuntutan eksklusif masyarakat kerukunan desa atau otoritas feodal. Hal itu juga telah mengembangkan kesulitan dalam sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat kompleks. Banyak bangsa yang melaui proses-proses peralihan parokial awal dari parokialisme lokal menuju pemerintahan sentralisasi. Dapat dikatakan bahwa sebuah sebuah kebudayaan politik yang memiliki "kewibawaan" bersifat campuran. Dalam kondisi itu orientasi pribadi yang tergabung di dalamnya bersifat campuran pula. Dengan demikian, kebudayaan politik parokial yang menuju hubungan politik subjek dapatlah dimantapkan pada sebuah titik tertentu dengan menghasilkan perpaduan politik, psikologi, dan kultural yang berbeda-beda. Namun demikian jenis perbedaan tersebut merupakan manfaat yang besar terhadap stabilitas dan penampilan sistem politik itu. Apabila kebudayaan warga negara merupakan sebuah kebudayaan politik campuran seperti itu, di dalamnya terdapat banyak individu-individu yang aktif dalam politik, tetapi banyak pula yang mengambil peranan subjek yang lebih aktif. Peranan peserta, dengan demikian telah ditentukan ke dalam peranan subjek parochial. Hal itu berarti bahwa warga Negara yang aktif melestarikan ikatan-ikatan tradisional dan nonpolitik, dan peranan politiknya yang lebih penting sebagai seorang subjek. Oleh karena itu, orientasi subjek dan parokial, telah melunakkan orientasi keterlibatan dan aktivitas individu dalam politik.

Upload: vivie-sii-mid-mid

Post on 21-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

budaya politik

TRANSCRIPT

Page 1: budaya politik.doc

Seperti telah dikemukakan bahwa tiga kebudayaan politik murni (parochial, kaula/subjek, dan partisipan) tersebut merupakan awal bagi tipe-tipe kebudayaan politik atau disebut budaya politik campuran (mixed political cultures). Adapun tiga bentuk kebudayaan itu adalah sebagai berikut :

1.Kebudayaan subjek parokial (The Parochial-subject Culture)

Pada masyarakat dengan bentuk budaya subjek parokial terdapat sebagian besar yang menolak tuntutan-tuntutan eksklusif masyarakat kerukunan desa atau otoritas feodal. Hal itu juga telah mengembangkan kesulitan dalam sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat kompleks. Banyak bangsa yang melaui proses-proses peralihan parokial awal dari parokialisme lokal menuju pemerintahan sentralisasi.

Dapat dikatakan bahwa sebuah sebuah kebudayaan politik yang memiliki "kewibawaan" bersifat campuran. Dalam kondisi itu orientasi pribadi yang tergabung di dalamnya bersifat campuran pula. Dengan demikian, kebudayaan politik parokial yang menuju hubungan politik subjek dapatlah dimantapkan pada sebuah titik tertentu dengan menghasilkan perpaduan politik, psikologi, dan kultural yang berbeda-beda. Namun demikian jenis perbedaan tersebut merupakan manfaat yang besar terhadap stabilitas dan penampilan sistem politik itu.

Apabila kebudayaan warga negara merupakan sebuah kebudayaan politik campuran seperti itu, di dalamnya terdapat banyak individu-individu yang aktif dalam politik, tetapi banyak pula yang mengambil peranan subjek yang lebih aktif. Peranan peserta, dengan demikian telah ditentukan ke dalam peranan subjek parochial. Hal itu berarti bahwa warga Negara yang aktif melestarikan ikatan-ikatan tradisional dan nonpolitik, dan peranan politiknya yang lebih penting sebagai seorang subjek.

Oleh karena itu, orientasi subjek dan parokial, telah melunakkan orientasi keterlibatan dan aktivitas individu dalam politik.

2.Kebudayaan subjek partisipan (Subjek Participant Culture)

Peralihan dari budaya parochial ke budaya subjek bagaimanapun juga akan mempengaruhi proses peralihan dari budaya subjek ke budaya partisipan. Secara umum masyarakat yang memiliki bidang prioritas peralihan dari objek ke partisipan akan cenderung mendukung pembangunan dan memberikan dukungan terhadap sistem yang demokratis.dalam budaya subjek partisipan yang bersifat seperti ini sebagian warga negara telah memiliki orientasi-orientasi masukan yang bersifat khusus dari serangkaian orientasi pribadi sebagai seorang aktivis. Sementara itu sebagian warga negara yang lain terus diarahkan dan diorientasikan kearah suatu struktur pemerintahan otoritarian dan secara relatif memiliki rangkaian orientasi pribadi yang pasif. Dengan demikian, terjadi perbedaan orientasi pada masyarakat, sebagian yang cenderung mendorong proses partisipasi aktif warga Negara, sebagian lain justru sebaliknya bersifat pasif.

Masyarakat dengan pola budaya itu, secara orientasi partisipan itu dapat mengubah karakter bagian dari budaya subjek. Hal itu karena dalam kondisi yang saling berebut pengaruh antara orientasi demokrasi dan otoritarian. Degan demikian, mereka harus

Page 2: budaya politik.doc

mampu mengembangkan sebuah bentuk infra struktur politik mereka sendiri yang berbeda. Meskipun dalam beberapa hal tidak dapat menstransformasikan subkultur subjek kearah demokratis, mereka dapat mendorong terciptanya bentuk-bentuk perubahan.

3.Kebudayaan parochial partisipan (The parochial Culture)

Budaya politik ini banyak didapati di negara-negara berkembang. Pada tatanan ini terlihat Negara-negara tersebut sedang giat melakukan pembangunan kebudayaan. Norma-norma yang biasanya diperkenalkan bersifat partisipatif, yang berusaha meraih keselarasan dan keseimbangan sehingga tentu mereka lebih banyak menuntut kultur partisipan.

Persoalannya ialah bagaimana dalam kondisi masyarakat yang sedang berkembang tersebut dapat dikembangkan orientasi terhadap masukan dan keluaran secara simultan. Pada kondisi ini sistem politik biasanya diliputi oleh transformasi parokial, satu pihak cenderung kearah otoritarianisme, sedangkan pihak lain kearah demokrasi. Struktur untuk bersandar tidak dapat terdiri atas kepentingan masyarakat, bahkan infrastrukturnya tidak berakar pada warga negara yang kompeten dan bertanggung jawab.