buah pikiran para perancang masa depan_2

22
BUAH PIKIRAN PARA PERANCANG MASA DEPAN Arsitektu r Bicara TENTANG KAMI ARCHIVES RSS FEED Studi Literatur Mengenai Arsitektur Kontekstual In Rofianisa Nurdin on May 19, 2012 at 11:56 am Rofianisa Nurdin Ketika pertama kali ditanya tentang arsitektur kontekstual, pikiran saya langsung mengacu kepada sederetan bangunan yang dibangun pada tahun yang berbeda, namun hampir sama dari segi bentuk dan fungsinya. Selain dari itu, pengetahuan saya masih abu-abu soal frase yang satu

Upload: setiawandedi-aloho

Post on 31-Jan-2016

222 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

o

TRANSCRIPT

Page 1: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

BUAH PIKIRAN PARA PERANCANG MASA DEPAN

Arsitektur Bicara

TENTANG KAMI  

ARCHIVES  

RSS FEED

Studi Literatur Mengenai Arsitektur Kontekstual

In Rofianisa Nurdin on May 19, 2012 at 11:56 am

Rofianisa Nurdin

Ketika pertama kali ditanya tentang arsitektur kontekstual, pikiran saya langsung

mengacu kepada sederetan bangunan yang dibangun pada tahun yang berbeda,

namun hampir sama dari segi bentuk dan fungsinya. Selain dari itu, pengetahuan

saya masih abu-abu soal frase yang satu ini. Satu hal yang segera saya lakukan

adalah mengecek di situs Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Page 2: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

ar·si·tek·tur /arsitéktur/ n 1 seni dan ilmu merancang serta membuat konstruksi

bangunan, jembatan, dsb;   2   metode dan gaya rancangan suatu konstruksi bangunan

kon·teks·tu·al /kontékstual/ a   berhubungan dng konteks

kon·teks /kontéks/ n 1   Ling   bagian suatu uraian atau kalimat yg dapat mendukung

atau menambah kejelasan makna; 2 situasi yg ada hubungannya dng suatu

kejadian:orang itu harus dilihat sbg manusia yg utuh dl — kehidupan pribadi dan

masyarakatnya;

Sedangkan menurut Bill Raun;

Kontekstual menekankan bahwa sebuah bangunan harus mempunyai kaitan dengan

lingkungan (bangunan yang berada di sekitarnya). Keterkaitan tersebut dapat

dibentuk melalui proses menghidupkan kembali nafas spesifik yang ada dalam

lingkungan (bangunan lama) ke dalam bangunan yang baru sesudahnya.

Maka, arsitektur kontekstual menurut pemahaman saya adalah sebuah metode

perancangan yang mengkaitkan dan menyelaraskan bangunan baru dengan

karakteristik lingkungan sekitar.

Gerakan pengusung paham arsitektur kontekstual sendiri muncul dari penolakan dan

perlawanan terhadap arsitektur modern sebagai ikon gaya internasional yang

antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi

bangunan lama di sekitarnya. Sehingga, kontekstualisme selalu dihubungkan

dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan

bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan

bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, yang akan

menghasilkan sebuah kontinuitas visual.

Lalu, bagaimana penerapan kontekstualisme itu dalam sebuah bentuk desain

arsitektur?

Arsitektur & penciptaan ruang dan tempat (spaces and places).

Ruang (space) pada dasarnya terbentuk dari titik yang bergerak menjadi garis,

yang lalu bergerak dan membentuk sebuah bidang, dan akhirnya bertemu dengan

bidang lain sehingga menghasilkan sebuah ruang tiga dimensi. Sedangkan tempat

(place)merupakan ruang yang dihidupkan oleh interaksi atau kegiatan manusia.

Ruang yang baik ditentukan oleh kualitas lingkungan di sekelilingnya. Temperatur,

matahari, angin, dan kelembaban sangat mempengaruhi nyaman atau tidaknya

ruang tersebut, yang tentunya menjadi berpengaruh terhadap kegiatan manusia di

dalamnya. Kualitas ruang yang baik akan membuat manusia betah berkegiatan,

sehingga akhirnya ruang tersebut hidup dan menjadi sebuah ’tempat’ yang lebih

dari layak.

Page 3: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Namun selain hal tersebut di atas, yang tidak kalah penting dalam menciptakan

sebuah ’tempat’,—contohnya adalah ruang publik di kawasan perkotaan—adalah

tiga potensi strategis yang disebut sebagai Three Theories of Urban Spatial Design;

yaitu massa dan ruang (figure), jejalur atau keterhubungan (linkage), dan

tempat (place). Kualitas sebuah ruang publik dipengaruhi oleh bentuk dan tatanan

ruang, dan juga harus dapat dicapai dengan mudah melalui jaringan infrastruktur

yang jika dirancang dengan benar akan menghasilkan ruang berkegiatan yang tak

hanya nyaman, tetapi juga membentuk perilaku positif bagi manusia di dalamnya.

Selain itu, konteks budaya, sejarah, dan ekologi juga perlu diperhatikan dengan

menyatukan bentuk, detail, ornamen yang unik sesuai nilai sosial, budaya dan

persepsi visual; sehingga menghasilkan ruang publik yang memiliki karakteristik

lokal.

Maka pertanyaan pertama telah terjawab: kontekstualisme dalam terminologi

arsitektur diterapkan dalam perancangan sebuah bangunan atau ruang di dalam

kota, sehingga kota tersebut akan memiliki ciri khas (karakteristik) tersendiri yang

pada akhirnya akan menghasilkan sebuah city branding yang unik dan tidak dapat

dimiliki kota lain.

“The most significant argument of the art of city making is that a city should not

seek to be the most creative city IN the world (or region/state)—it should strive to be

the best and most imaginative city FOR the world. That is why city making is an

ethical foundation.”

—Charles Landry

Arsitektur dan konteks kehidupan kota, yang berisi kajian karakteristik

sosial, ekonomi, dan fisik lingkungan kota dalam kaitannya dengan desain

arsitektur.

Arsitektur, sebagai objek yang tidak berdiri sendiri—melainkan menjadi satu

kesatuan harmonis dengan sekitarnya, menjadi satu kesatuan jaringan secara sosial,

ekonomi, maupun lingkungan; yang menjadi tumpuan kehidupan perkotaan saat ini.

Demikian juga dengan arsitektur kota, yang merupakan jaringan, anyaman ruang

dan bangunan yang bertumpuk dalam rentang waktu dan irisan berbagai

kepentingan. Beberapa elemen dirubah, dibuang, diganti, ditimpa atau disandingkan

dengan elemen baru dan akan terus berlanjut.

Peter Calthorpe dan William Fulton dalam buku The Regional City menjabarkan asas

yang disebut sebagai Principle of Diversity, Conservation, and Human Scale; bahwa,

“These alternative principles apply equally to the social, economic, and physical

dimensions of communities. For the example, the social implications of human scale

may mean more police officers walking a beat rather than hovering overhead in a

helicopter; the economic implications of human scale may mean economic policies

that support small local business rather than major industries and corporations, and

Page 4: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

the physical implication of human scale may be realized in the form and detail of

building as they relate to street.”

Sehingga dapat kita simpulkan bahwa asas-asas ini dapat membentuk pondasi

kawasan baru dan etika desain di lingkungankota.

Arsitektur kontekstual dan proses pencarian bentuk, berisi analisis dan

eksplorasi ragam konsep desain yang menunjukkan keterkaitan antara

bentuk arsitektur dan konteks lingkungan perkotaan.

Sering orang beranggapan kontekstualisme hanya berusaha meniru bangunan lama

sehingga terlihat sama pada bangunan baru atau hanya untuk memopulerkan

langgam historis arsitektur tertentu. Namun, sebenarnya tidaklah seperti itu.

Bila melihat definisi sebelumnya, secara umum ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan. Pertama, kondisi bangunan lama yang bisa dilihat dari bentuk,

material, dan skala bangunan. Kedua, karakter dan jiwa tempat bangunan tersebut

berada yang bisa dilihat dari motif atau pola desain setempat. Dari beberapa hal

tersebut dapat dijabarkan beberapa pendekatan desain arsitektur kontekstual yang

bervariasi atau tidak sekadar meniru. Berikut ini terdapat beberapa contoh

eksplorasi desain yang mengacu kepada arsitektur kontekstual:

Pertama, mengambil motif-motif desain setempat, seperti bentuk massa, pola atau

irama bukaan, dan ornamen desain yang digunakan.

Salah satu contoh pendekatan ini adalah rumah-rumah di Rumah-rumah tersebut

merupakan bangunan baru yang mengadaptasi gaya Renaisans yang ingin

menggantikan bangunan lama yang hancur saat Perang Dunia II. Kontinuitas visual

terlihat dari bentuk massa dan irama bukaan atau jendela.

Kedua, menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali

sehingga tampak berbeda.

Page 5: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Hal ini dapat terlihat dari desain bangunan Butterfield

House di Kota New York. Keterkaitan visual bangunan apartemen tersebut

dengan bangunan di sekitarnya dapat dilihat dari penggunan elemen balkon, namun

sudah dengan penyelesaian desain berbeda. Bangunan lama mempunyai bentuk

bukaan yang datar pada balkon, sedangkan pada Butterfield House, bentuk bukaan

pada balkon terlihat melengkung dan menonjol ke luar. Walaupun terdapat

perbedaan desain pada balkon, kedua bangunan tetap terlihat menyatu karena

memiliki bentuk dasar atau pola yang sama.

Ketiga, melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama

atau mendekati yang lama.

Contoh pendekatan ini adalah New Housing di Zwolle, Belanda. Pencarian

bentuk-bentuk baru pada bangunan terlihat pada penggunaan atap gable dengan

versi lebih modern.

Keempat, mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras). Dalam arsitektur kontekstual

hubungan yang simpatik tidak selalu ditunjukkan dengan desain harmonis yang

biasanya dicapai dengan penggunaan kembali elemen desain yang dominan yang

terdapat pada bangunan lama. Hubungan simpatik tersebut bisa dicapai dengan

solusi desain yang kontras. Bentuk-bentuk asli pada bangunan lama tidak digunakan

langsung, namun bisa diabstraksikan ke dalam bentuk baru yang berbeda.

Contohnya, desain bangunan Woll Building, Carlton Gardens, dan St James,

London. Elemen bukaan pada bangunan lama yang memiliki ukuran kecil,

Page 6: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

diabstraksikan pada bangunan baru dengan bentuk lebih besar dan transparan

dengan tetap menjaga pola-pola atau ritme dari bukaan pada bangunan lama.

Tapi terlepas dari penjabaran arsitektur kontekstual dan teori-teori yang sudah

berseliweran sejak lama (dan sejak lama pula hanya menjadi referensi tanpa dikaji

dan dipertanyakan kembali); bagaimana ia bisa diterapkan tergantung dari

bagaimana kita berargumen melalui gambar dan permainan kata, bukan?

 ***

Daftar Pustaka:

Charles Landry: The Art of City Making

Peter Calthorpe & William Fulton: TheRegionalCity

DK Ching: Bentuk, Ruang, dan Tatanan

http://my.opera.com/evolvering/blog/show.dml/733691

http://qolbimuth.wordpress.com/2008/03/05/kontekstualisme-dalam-arsitektur/

http://puspamentari.wordpress.com/2009/03/09/kontekstual-dalam-arsitektur/

http://architect-news.com/index.php/arsitektur-tradisional/68-ruang-tradisional/5-

menelusuri-perwujudan-dan-kekuatan-ruang-arsitektur

http://architect-news.com/index.php/perancangan-kota/70-perancangan-wilayah/

120-teori-tentang-perancangan-wilayah-kota 

Tinjauan Tentang Arsitektur KontekstualAntara tahun 1880-1890 terjadi revolusi Industri kedua dalam bentuk rasionalisasi dan

penggunaan mesin produksi. Dampak yang timbul akibat revolusi industri diantaranya adalah timbulnya sistem fabrikasi di mana sebagian besar elemen bangunan dibuat dipabrik, penggunaan mesin-mesin, teknologi baja tulangan, dsb. Sistem fabrikasi tersebut memungkinkan pembangunan dalam waktu yang relatif singkat.

Antara tahun 1890-1910 gerakan yang menentang peniruan dan pengulangan bentuk kaidah dan teori lama semakin meluas ke seluruh dunia. Dalam masa modernisasi awal teori-teori keindahan dalam arsitektur berkembang secara radikal menentang klasikisme. Sejalan

Page 7: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

dengan hal itu berlangsung pemasyarakatan fungsionalisme yang mengakibatkan lahirnya gerakan arsitektur modern.

Gaya arsitektur modern muncul sebagai gaya internasional yang cukup memiliki kemiripan di semua tempat, semua negara. Setidaknya, gaya modern tetap mengusung fungsi ruang sebagai titik awal desain sehingga, pada zaman itu bangunan-bangunan yang muncul mempunyai style yang hampir sama meskipun diberbagai tempat yang berbeda. Bahkan, bangunan-bangunan yang muncul terkadang tidak memperhatikan kondisi lokal lingkungan sekitar. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa arsitektur pada masa itu tidak mempunyai ruh.

Pada saat-saat seperti itulah , muncul gerakan arsitektur kontekstualime. Kontekstualisme muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya. Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual.

Kontekstualisme berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun bisamemberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya. Brent C Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980) menjelaskan, kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan bangunan lama.

Berbicara mengenai kontekstualisme, berarti membicarakan suatu bangunan dalam keterkaitannya dengan bangunan lama. Kontekstual, sesuai dengan pengertian diatas, berarti meningkatkan kualitas bangunanyang telah ada sebelumnya menjadi lebih baik. Untuk mewujudkan hal ini, sebuah desain tidak harus selamanya kontekstual dalam aspek  fisik saja, akan tetapi kontekstual dapat pula dihadirkan melalui aspek non fisik, seperti fungsi, filosofi, maupun teknologi. Kontekstual pada aspek fisik, dapat dilakukan dengan cara :

a.       Mengambil motif-motif desain setempat : bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain.

b.      Menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali sehingga tampak berbeda.

c.       Melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama atau mendekati yang lama.

d.      Mengabstraksi bentuk-bentuk asli (kontras).1.      Konsep Arsitektur Kontekstualisme 

Konsep kontekstualisme dalam arsitektur mempunyai arti merancang sesuai dengan konteks yaitu merancang bangunan dengan menyediakan visualisasi yang cukup antara bangunan yang sudah ada dengan bangunan baru untuk menciptakan suatu efek yang menyatu. Rancangan bangunan baru harus mampu memperkuat dan mengembangkan karakteristik dari penataan lingkungan, atau setidaknya mempertahankan pola yang sudah ada. Suatu bangunan harus mengikuti lambang dari lingkungannya agar dapat menyesuaikan diri denganbanguna lama dan memiliki kesatuan desain  dengan lbanguna lama  tersebut dan memiliki karakteristik yang sama. Desain yang kontekstual merupakan alat pengembangan yang bermanfaat karena memungkinkan bangunan yang dimaksud untuk dapat dipertahankan dalam konteks yang baik.Arsitektur Kontekstual dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu:

Page 8: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

a.       Contras (kontras/berbeda)Kontras sangat berguna dalam menciptakan lingkungan urban yang hidup dan menarik, namun yang perlu diingat bahwa kontras dapat dianalogikan sebagai bumbu yang kuat dalam makanan yang harus dipakai dalam takaran secukupnya dan hati-hati. Kontras menjadi salah satu strategi desain yang paling berpengaruh bagi seorang perancang. Apabila diaplikasikan dengan baik dapat menjadi fokus dan citra aksen pada suatu area kota. Sebaliknya jika diaplikasikan dengan cara yang salah atau sembarangan, maka akan dapat merusak dan menimbulkan kekacauan. Hal ini sesuai dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasanya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan sebuah harmoni, namun ia mengingatkan bila terlalu banyak  yang timbul sebagai akibat kontras, maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah kekacauan.

b.      Harmony (harmoni/selaras)Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian/keselarasan, hal tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan baru lebih menghargai dan memperhatikan bangunan sudah ada , kemudian bersama-sama dengan bangunan yang baru untukmenjaga dan melestarikan “tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu bangunan baru lebih menunjang dari pada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan.

2.      Ciri – Ciri KontekstualAdapun ciri – ciri dari kontekstual adalah:

a.       Adanya pengulangan motif dari desain bangunan sekitarb.       Pendekatan baik dari bentuk, pola atau irama, ornament, dan lain - lain terhadap bangunan

yang sudah ada sebelumnya utamanya yang bernilai sejarah, hal ini untuk menjaga karakter suatu tempat.

c.        Meningkatkan kualitas banguna yang sudah ada sebelumnya.B.  Studi Banding1.         Kantor Walikota Bau-Bau

Gambar 2. 2. Kantor Walikota Bau-BauSumber: Koleksi Pribadi

Kantor Walikota Bau-Bau (Sulawesi Tenggara) merupakan kota dengan benteng terluas di Dunia. Benteng yang melindungi seluruh kota. Disekitar kantor Walikota sampai ke perumahn warga. Kantor Walikota Bau-Bau dengan ikon Naga dan Nanas yang sudah da sejak jaman kesultanan, naga yang berarti ; berarti kuat, koko, berani, petualan dan walaupun terlihat kasar diluar namun lembut di dalam / di hatinya (nanas). Pola bangunan yang mengikuti gaya bangunan era 80-an dan sedikit mengikuti rumah kesultanan Buton, ini terlihat bangunan yaitu pada atap yang bersusun.

2.         Victorian HomesLokasi : Steiner Street, San Francisco

Page 9: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

                             Gambar 2. 3. Victorian Homes                            

 

Pemukiman bergaya Victoria yang berkembang selama pemerintahan Ratu Victoria di Inggris. Di Amerika sendiri rumah bergaya arsitektur Victoria mulai berkembang antara tahun 1850 dan 1915. Rumah bergaya Victoria memiliki simbol / lambang dan selera dari derajat pemiliknya. Penggemar gaya Victoria di San Fransisco menghiasi rumahnya dengan hiasan dan mengecat dengan warna – warna pelangi. Bangunan yang dibangunan dan dikenal dengan nama Poscard Row, yang menarik dari pemukiman bergaya Victoria ini adalah walaupun pemiliknya mempunyai gaya dari simbol dan selera pemiliknya namun tetap kontekstual terhadap bangunan di sekitarnya. Sehingga yang terlihat adalah bangunan yang harmoni / selaras.

3.         Louvre PyramidLokasi : Paris, PrancisSelesai dibangun : 1989Fungsi : MuseumArsitek : I. M. Pei

Page 10: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

KONTEKSTUALISME DALAM ARSITEKTUR (by sebastian) A. Konsep Arsitektur Kontekstualisme Konsep

kontekstualisme dalam arsitektur mempunyai arti merancang sesuai dengan konteks yaitu merancang

bangunan dengan menyediakan visualisasi yang cukup antara bangunan yang sudah ada dengan

bangunan baru untuk menciptakan suatu efek yang kohesif (menyatu). Rancangan bangunan baru harus

mampu memperkuat dan mengembangkan karakteristik dari penataan lingkungan, atau setidaknya

mempertahankan pola yang sudah ada. Suatu bangunan harus mengikuti langgam dari lingkungannya

agar dapat menyesuaikan diri dengan konteksnya dan memiliki kesatuan visual dengan lingkungan

tersebut dan memiliki karakteristik yang sama. Desain yang kontekstual merupakan alat pengembangan

yang bermanfaat karena memungkinkan bangunan yang dimaksud untuk dapat dipertahankan dalam

konteks yang baik. Arsitektur Kontekstual dapat digolongkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu: 1)

Contras (kontras/berbeda) Kontras sangat berguna dalam menciptakan lingkungan urban yang hidup

dan menarik, namun yang perlu diingat bahwa kontras dapat dianalogikan sebagai bumbu yang kuat

dalam makanan yang harus dipakai dalam takaran secukupnya dan hati-hati. Kontras menjadi salah satu

strategi desain yang paling berpengaruh bagi seorang perancang. Apabila diaplikasikan dengan baik

dapat menjadi fokus dan citra aksen pada suatu area kota. Sebaliknya jika diaplikasikan dengan cara

yang salah atau sembarangan, maka akan dapat merusak dan menimbulkan kekacauan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Brent C. Brolin, bahwasanya kontras bangunan modern dan kuno bisa merupakan

sebuah harmoni, namun ia mengingatkan bila terlalu banyak ”shock effect” yang timbul sebagai akibat

kontras, maka efektifitas yang dikehendaki akan menurun sehingga yang muncul adalah chaos. 2)

Harmony (harmoni/selaras) Ada kalanya suatu lingkungan menuntut keserasian/keselarasan, hal

tersebut dilakukan dalam rangka menjaga keselarasan dengan lingkungan yang sudah ada. Bangunan

baru lebih menghargai dan memperhatikan konteks/lingkungan dimana bangunan itu berada, kemudian

bersama-sama dengan bangunan yang sudah ada atau lingkungan yang ada menjaga dan melestarikan

“tradisi” yang telah berlaku sejak dulu. Sehingga kehadiran satu atau sekelompok bangunan baru lebih

menunjang daripada menyaingi karakter bangunan yang sudah ada walaupun terlihat dominan (secara

kuantitas). Kontekstualisme dapat pula dianggap sebagai teknik mendesain yang dikembangkan untuk

dapat memberikan jawaban khususnya atas kondisi-kondisi yang bersifat morfologis, tipologis,

pragmatis menjadi bersifat pluralistic dan fleksibel, serta bukan dogmatis rasional ataupun terlalu

berorientasi kepada kaidah-kaidah yang terlalu universal. B. Prinsip Kontekstualisme dalam Arsitektur

Kontekstualisme dalam arsitektur pada hakekatnya adalah persoalan keserasian dan kesinambungan

visual, memori dan makna dari urban fabric. Prinsip kontekstualisme dalam arsitektur adalah adanya

pengakuan bahwa gaya arsitektur suatu bangunan selalu merupakan bagian fragmental dari sebuah gaya

arsitektur yang lebih luas. Pada saat ini prinsip-prinsip yang sesuai untuk masa yang akan datang baru

mulai muncul dengan jelas. Manifesto Modern sebagai naskah/tulisan yang sering dipakai untuk

mengumumkan daftar prinsip Modern dengan suara keras lebih sensitif pada situasinya. Pendekatan dan

pemikiran arsitektural yang sesuai untuk suatu situasi tertentu mungkin tidak sesuai digunakan untuk

situasi yang lain. Arsitektur Modern tidak langsung dibuang ke dalam sampah, bahkan masih sangat

penting sebagai prinsip yang paling sesuai untuk jalan Jendral Sudirman di Jakarta Pusat lain dari

bahasa arsitektural yang sesuai dengan kawasan Keraton Surakarta. Hal ini merupakan prinsip pokok

kontekstualisme yang menjadi salah satu unsur terpenting dalam agenda pasca Modern yang sedang

timbul, tapi bukan hanya soal gaya yang terpilih. Generasi baru arsitektur barat telah jenuh

membicarakan mengenai gaya arsitektur, yang sedang dicari adalah cara untuk membuatkan jati diri

kepada masyarakat serta menawarkan sumbangan nilai-nilai hidup. C. Kedudukan Arsitektur

Kontekstualisme dalam Post-Modern Arsitektur Selama rentang waktu tahun 1960 sampai 1970-an,

perbincangan tentang postmodernisme mulai masuk ke dunia arsitektur. Diruntuhkannya bangunan

perumahan Pruitt Igoe, St. Louis, Missouri, yang memiliki karakter arsitektur modern (arus arsitektur

International Style yang dipelopori Mies van der Rohe) menandai lahirnya pemikiran arsitektur

postmodernisme. Arsitektur postmodern membawa tiga prinsip dasar yakni: kontekstualisme,

Page 11: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

allusionisme dan ornamental. Prinsip kontekstualisme berarti adanya pengakuan bahwa gaya arsitektur

suatu bangunan selalu merupakan bagian fragmental dari sebuah gaya arsitektur yang lebih luas. Prinsip

allusionisme berarti adanya keyakinan bahwa arsitektur selalu merupakan tanggapan terhadap sejarah

dan kebudayaan. Sementara prinsip ornamental berarti pengakuan bahwa bangunan merupakan media

pengungkapan makna-makna arsitektural. Adalah Robert Venturi, arsitek sekaligus teoritisi awal konsep

arsitektur postmodern, dalam bukunya Complexity and Contradiction in Architecture (1966), yang mulai

membuka pembicaraan konsep arsitektur postmodern. Ia memaparkan bahwa arsitektur postmodern

adalah konsepsi teoritis arsitektur yang memiliki beberapa karakter. Menurutnya, arsitektur postmodern

lebih mengutamakan elemen gaya hibrida (ketimbang yang murni), komposisi paduan (ketimbang yang

bersih), bentuk distorsif (ketimbang yang utuh), ambigu (ketimbang yang tunggal), inkonsisten

(ketimbang yang konsisten), serta kode ekuivokal (ketimbang yang monovokal) (Bertens, 1995: 54).

Sementara itu Charles Jencks, yang diakui sebagai mahaguru arsitektur postmodern, dalam bukunya

The Language of Postmodern Architecture (1977), menyebut beberapa atribut konsep arsitektur

postmodern. Beberapa atribut tersebut adalah metafora, historisitas, ekletisisme, regionalisme,

adhocism, semantik, perbedaan gaya, pluralisme, sensitivisme, ironisme, parodi dan tradisionalisme

(Bertens, 1995: 58). Lebih lanjut arsitektur postmodern, menurut Jencks juga memiliki sifat-sifat hibrida,

kompleks, terbuka, kolase, ornamental, simbolis dan humoris. Jencks juga menyatakan bahwa konsep

arsitektur postmodern ditandai oleh suatu ciri yang disebutnya double coding. Double coding adalah

prinsip arsitektur postmodern yang memuat tanda, kode dan gaya yang berbeda dalam suatu konstruksi

bangunan. Arsitektur postmodern yang menerapkan prinsip double coding selalu merupakan campuran

ekletis antara tradisional/modern, populer/tinggi, Barat/Timur, atau sederhana/complicated. Copy and

WIN : http://bit.ly/copynwin

Copy and WIN : http://bit.ly/copynwinPengertian Pembelajaran KontekstualSabtu, 29 Juni 20130 komentar

Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu proses

pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi

pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan

mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural) sehingga siswa memiliki

pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel da-pat diterapkan (ditransfer) dari satu

permasalahan /konteks ke permasalahan/ konteks lainnya.

Page 12: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam

kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan

konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran

berlangsung lebih alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer

pengetahuan dari guru ke siswa.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme dipandang sebagai salah satu

strategi yang memenuhi prinsip-prinsip pembelajaran berbasis kompetensi. Dengan lima strategi

pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), yaitu relating, experiencing,

applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi

secara maksimal.

Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih

banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas

sebagai sebuah tim yang bekerja ber-sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota

kelas (siswa). Sesu-atu yang baru datang dari menemukan sendiri bukan dari apa kata guru.

Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar yang

membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan-nya dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidu-pan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama

pembelaaran efektif, yakni: konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan

(inquiri), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), dan penilaian

sebenarnya (authentic assessment).

Best regards,

Dedi Siswoyo

Selasa, 20 November 2012

Perbedaan makna kontekstual dan makna konseptualTulisan Softskill Bahasa Indonesia 2#

Kontekstual 

Page 13: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi keempat, yang dimaksud dengan konteks adalah bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna. Maksud  dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai sebagai makna kata yang berada pada suatu uraian atau kalimat yang dapat mengandung atau menambah kejelasan makna, yang dipengaruhi oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut. Artinya, munculnya makna kontekstual bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. Misalnya penggunaan makna kontokstual terdapat pada kalimat berikut:

(      1. Kaki Dona terluka karena menginjak paku(      2. Rumah nenek di kaki gunung

Penggunaan kaki pada kalimat diatas,bila ditilik pada konteks kalimatnya memiliki makna yang berbeda. Pada kalimat (1), kaki berarti ‘alat gerak bagian bawah pada tubuh makhluk hidup’, sedangkan pda kalimat (2), kaki memiliki arti ‘bagian bawah dari suatu tempat’. Kata “kaki” pada hakikatnya memiliki maksud bagian terbawah dari suatu objek, tetapi dalam penggunaan kata tersebut juga harus disesuaikan dengan konteks, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam pengertian arti kaki.

Konseptual

Menurut kamus besar bahasa Indonesia yang dimaksud dengan konsep adalah rancangan, ide, atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret. Konseptual diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan konsep. Dapat dikatakan, makna konseptual merupakan makna yang ada pada kata yang tidak tergantung pada konteks kalimat. Makna konseptual sama artinya dengan makna denotatif, mana referensial,dan makna gramatikal. Contoh dari makna konseptual yaitu:

(1)   ibu memiliki makna konseptual ‘manusia berjenis kelamin perempuan dan telah dewasa’.

(2)   Kuda memiliki makna konseptual ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’

Sumber: http://colinawati.blog.uns.ac.id/2010/05/10/12/

Page 14: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Siti Arfah Annisa|15207057|Studi Literatur – Arsitektur Kontekstual

Arsitektur dan Penciptaan Ruang dan Tempat

“Good architecture is like a piece of beautifully composed music crystallized in space that elevates our spirits beyond the limitation of time.”

Sebuah ruang yang baik adalah yang dapat menampung dan mewadahi segala aktivitas di dalamnya. Dengan adanya aktivitas yang terjadi di dalamnya, maka sebuah space dapat dikatakan sudah menjadi place (tempat yang memiliki ruh/spirit kehidupan).

Sebuah ruang tidak harus diciptakan oleh lantai, dinding, dan atap yang berwujud secara fisik, namun juga dapat tercipta oleh salah satu dari ketiga hal tersebut baik yang berwujud benda fisik maupun hanya merupakan garis imajiner yang membentuk persepsi ruang.

Banyak elemen dan unsur yang mampu menciptakan sebuah ruang. Salah satu contohnya ada pada gambar di samping ini. Sebuah ruang cafe tidak hanya dapat dibentuk oleh lantai marmer, dinding masif, dan atap genteng. Tetapi, ruangan tersebut hanya diciptakan dari sebuah kanopi sederhana dan pagar rendah di sekelilingnya. Hanya dengan dua elemen tersebut, terciptalah ruang cafe outdoor yang nyaman bagi pengunjungnya.

Contoh lainnya terdapat pada gambar kedua di samping ini. Gambar tersebut menampilkan sebatang pohon yang tumbuh tegak di halaman rumput hijau nan luas.

Page 15: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Kita tidak dapat memandang arsitektur secara sempit, yang menyatakan bahwa arsitektur biasanya hanya berkutat pada bangunan. Arsitektur adalah menciptakan bentuk, tempat, dan ruang. Apabila persepsi yang salah tersebut yang menjadi pemahaman kita, maka secara spontan, kita pasti akan berpendapat bahwa gambar di samping bukanlah karya arsitektural.

Tetapi, pada dasarnya, perancangan arsitektur adalah perancangan ruang. Sebuah pohon di tanah lapang bisa jadi tidak bernilai menjadi sebuah ruang. Namun, apabila kita menilik lebih dalam, pohon tersebut juga menciptakan ruang di lapangan itu. Bayang-bayang pohon yang terjatuh di tanah menghasilkan garis imajiner yang seakan menjadi batas sebuah ruang. Sehingga kita tidak akan heran jika ada orang-orang yang merasa nyaman berteduh di bawah pohon rindang, karena memang secara tidak sadar dirinya telah mempersepsi tempat tersebut sebagai suatu ruang yang nyaman.

Arsitektur dan Konteks Kehidupan Kota

Isu green design kini telah berkembang sangat pesat, terutama dalam merespon masalahglobal warming yang juga semakin parah. Untuk membangun sebuah lingkungan binaan yang berkelanjutan, ada tiga unsur yang harus dicapai keberlanjutannya, yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan.

Karakteristik sosial, ekonomi, dan lingkungan fisik suatu kota akan mempengaruhi desain arsitekturnya. Bandingkan saja kehidupan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah dan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang tinggi. Atau kondisi sosial masyarakat yang tinggal di permukiman padat penduduk yang tertata dengan permukiman yang tidak tertata. Ataukah pula perbedaan kondisi masyarakat di negara maju dengan negara berkembang.

Jika kita melihat pada sejarah, ada sebuah peristiwa yang menjadi refleksi keterkaitan antara teknologi, sosio-ekonomi, dan lingkungan fisik yang saling mempengaruhi satu sama lain. Persitiwa tersebut adalah revolusi industri di Eropa.

Masa revolusi industri ditandai dengan makin berkembangnya penggunaan mesin-mesin berat dan media transportasi jenis baru di

Page 16: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Eropa. Akibatnya, kota menjadi tempat berkumpul dan berlalu lalangnya mesin-mesin tersebut. Orang-orang menjadi tidak nyaman lagi tinggal di kota karena polusi yang dihasilkan makin tinggi dari sebelumnya. Dampaknya, banyak orang yang pindah dari kota ke daerah-daerah pinggiran di sekitar kota. Selain itu, kemunculan mesin berat juga berpengaruh pada desain arsitektur. Pembangunan mulai menggunakan metode produksi massal sehingga bentuk dan langgam bangunan pun mulai bergerak ke arah arsitektur modern.

Sesungguhnya, aspek desain, sosial, ekonomi, dan teknologi, saling berpengaruh satu sama lain. Semenjak ditemukannya beton bertulang, pembangunan bangunan tinggi makin berkembang. Dan sejak ditemukannya lift, high rise building pun makin menjamur. Namun, pengaruh tersebut tidak hanya satu arah. Bahwa desain pun sebenarnya dapat mempengaruhi aspek sosial, budaya, dan lingkungan fisik dari suatu peradaban masyarakat.

Arsitektur Kontekstual dan Proses Pencarian Bentuk

Antara tahun 1880-1890 terjadi revolusi Industri kedua dalam bentuk rasionalisasi dan penggunaan mesin produksi. Dampak yang timbul akibat revolusi industri diantaranya adalah timbulnya sistem fabrikasi di mana sebagian besar elemen bangunan dibuat dipabrik, penggunaan mesin-mesin, teknologi baja tulangan,dsb. Sistem fabrikasi tersebut memungkinkan pembangunan dalam waktu yang relatif singkat.

Antara tahun 1890-1910 gerakan yang menentang peniruan dan pengulangan bentuk kaidah dan teori lama semakin meluas ke seluruh dunia.Dalam masa modernisasi awal teori-teori keindahan dalam arsitektur berkembang secara radikal menentang klasikisme. Sejalan dengan hal itu berlangsung pemasyarakatan fungsionalisme yang mengakibatkan lahirnya gerakan arsitektur modern.

Gaya arsitektur modern muncul sebagai gaya internasional yang cukup memiliki kemiripan di semua tempat, semua negara. Setidaknya, gaya modern tetap mengusung fungsi ruang sebagai titik awal desain sehingga, pada zaman itu bangunan-bangunan

Page 17: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

yang muncul mempunyai style yang hampir sama meskipun diberbagai tempat yang berbeda. Bahkan, bangunan-bangunan yang muncul terkadang tidak memperhatikan kondisi lokal lingkungan sekitar. Sampai-sampai ada yang mengatakan bahwa arsitektur pada masa itu tidak mempunyai ruh.

Pada saat-saat seperti itulah , muncul gerakan arsitektur kontekstualime. Kontekstualisme muncul dari penolakan dan perlawanan terhadap arsitektur modern yang antihistoris, monoton, bersifat industrialisasi, dan kurang memerhatikan kondisi bangunan lama di sekitarnya.

Kontekstualisme selalu berhubungan dengan kegiatan konservasi dan preservasi karena berusaha mempertahankan bangunan lama khususnya yang bernilai historis dan membuat koneksi dengan bangunan baru atau menciptakan hubungan yang simpatik, sehingga menghasilkan sebuah kontinuitas visual.

Kontekstualisme berusaha untuk menciptakan arsitektur yang tidak hanya berdiri sendiri, namun mampu memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitarnya.

Brent C. Brolin dalam bukunya Architecture in Context (1980) menjelaskan, kontekstualisme adalah kemungkinan perluasan bangunan dan keinginan mengaitkan bangunan baru dengan lingkungan sekitarnya.

Dengan kata lain, kontekstualisme merupakan sebuah ide tentang perlunya tanggapan terhadap lingkungannya serta bagaimana menjaga dan menghormati jiwa dan karakter suatu tempat.

Untuk mewujudkan dan menciptakan arsitektur kontekstual, sebuah desain tidak harus selamanya kontekstual dalam aspek form dan fisik saja, akan tetapi kontekstual dapat pula dihadirkan melalui aspek non fisik, seperti fungsi, filosofi, maupun teknologi.

Kontekstual pada aspek fisik, dapat dilakukan dengan cara mengambil motif-motif desain setempat: bentuk massa, pola atau irama bukaan, dan ornamen desain, menggunakan bentuk-bentuk dasar yang sama, tetapi mengaturnya kembali sehingga tampak

Page 18: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

berbeda, melakukan pencarian bentuk-bentuk baru yang memiliki efek visual sama atau mendekati yang lama, dan mengabstraksi bentuk-bentuk asli.

Adapun kontekstual dalam aspek non fisik dapat dilakukan melalui pendekatan fungsi, filosofi, maupun teknologi. Bangunan baru yang didesain ’kontras’ dengan bangunan lama, namun mampu memperkuat nilai historis bangunan lama justru dianggap lebih kontekstual daripada bangunan baru yang dibuat ’selaras’, sehingga menghilangkan atau mengaburkan pandangan orang akan nilai historis bangunan lama.

Sehingga, untuk menjadikan sebuah desain kontekstual, bisa dengan menjadikannya ’selaras’ ataupun ’kontras’ dengan lingkungan sekitar dengan tetap mengedepankan tujuan dari kontekstual itu sendiri, yaitu menghadirkan ’kesesuaian’, dalam arti memperkuat, memperbesar, menyelamatkan, memperbaiki atau meningkatkan kualitas lingkungan yang ada.

Kontekstualisme sering disalahtafsirkan sebagai pola pemikiran yang hanya mempertimbangkan konteks sebagai unsur penting dalam pendekatan desain baru. Sebenarnya kontekstualisme mempunyai arti lebih spesifik. Bangunan kontekstual tidak berdiri sendiri dan berteriak, “Lihatlah aku!” tetapi bahkan cenderung menjadi suatu bangunan yang menjadi latar belakang.

Di bawah ini adalah beberapa contoh preseden penerapan arsitektur kontekstual.

Eko Prawoto menerapkan arsitektur kontekstual dalam tiga karyanya yaitu Rumah Galeri Seni Cemeti, studio rekam Djaduk Ferianto, dan rumah Jeanni dan Lantip.

Rumah Galeri Seni Cemeti  merupakan contoh adanya dialog antara tradisi dengan modernitas. Dalam hal ini, Eko Prawoto berusaha meng’kontekstual’kan bagian-bagian bangunan yang masih menganut nilai-nilai tradisi lokal dengan yang sudah modern.

Studio rekam Djaduk Ferianto merupakan contoh dialog antara site yang relatif berkontur, ditepi sungai dengan bangunan diatasnya.

Page 19: Buah Pikiran Para Perancang Masa Depan_2

Eko Prawoto berusaha untuk tidak merusak keadaan site yang sedemikian, namun justru menjadikannya sebagai generator dalam mendesain. Kasus ini dapat dijadikan sebagai contoh arsitektur yang kontekstual dengan alam.

Rumah Jeanni dan Lantip merupakan contoh adanya usaha dari sang arsitek untuk dapat menghadirkan bangunan yang mampu mewujudkan harmoni sosial dengan masyarakat disekitarnya.

Adapula preseden lainnya yang memakai konsep kontras dengan bangunan lamanya yaitu Louvre karya I.M. Pei di Perancis. Bangunan baru yang didesain ’kontras’ dengan bangunan lama, namun mampu memperkuat nilai historis bangunan lama. Kekontrasan Louvre justru memperkuat nilai historis dari bangunan lamanya.

Arsitektur bukanlah obyek yang berdiri sendiri, melainkan harus menjadi satu kesatuan harmonis dengan sekitarnya, menjadi satu kesatuan jaringan secara sosial, budaya maupun ekologis. Keberadaannya harus memberikan keseimbangan, tidak hanya mengambil tetapi juga memberi. Demikianlah juga kota, kota merupakan jaringan, anyaman ruang dan bangunan yang bertumpuk dalam rentang waktu. Beberapa elemen dirubah, dibuang, diganti, ditimpa atau disandingkan dengan elemen baru dan akan terus berlanjut begitu.

Referensi:

http://qolbimuth.wordpress.com/2008/03/05/kontekstualisme-dalam-arsitektur/

http://ayasmira.multiply.com/journal/item/14/Wujudkan_Arsitektur_dalam_Konteks_Ruang_Ko