bph

13

Click here to load reader

Upload: ajier-madridista

Post on 19-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Bph

TRANSCRIPT

Page 1: Bph

Benigna Prostat Hyperplasia

A. Pengertian

Benign Prostatic Hyperplasia ( BPH ) adalah pembesaran jinak

kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler

yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika dan obstruksi

uretral (pembatasan aliran urinarius) (Hudak and Gallo, 1994)

B. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada

hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah

proses penuaan (Sjamsuhidajat. R, 1997).

Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

1. Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel

dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

2. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen

dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

3. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor

dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan

hiperplasi stroma dan epitel.

4. Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

1

Page 2: Bph

C. Fisiologis

Kelenjar prostat terletak di bawah kandung kemih dan mengelilingi /

mengitari uretra posterior dan disebelah proximalnya berhubungan dengan

buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada

diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Kelenjar

ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah kemiri atau jeruk nipis.

Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya kurang

lebih 2 - 3 cm. Beratnya sekitar 20 gram.Prostat terdiri dari : Jaringan

Kelenjar 50 - 70 %, Jaringan Stroma (penyangga), Kapsul/Musculer.

Kelenjar prostat menghasilkan cairan yang banyak mengandung

enzym yang berfungsi untuk pengenceran sperma setelah mengalami

koagulasi (penggumpalan) di dalam testis yang membawa sel-sel sperma.

Pada waktu orgasme otot-otot di sekitar prostat akan bekerja memeras cairan

prostat keluar melalui uretra. Sel – sel sperma yang dibuat di dalam testis

akan ikut keluar melalui uretra. Jumlah cairan yang dihasilkan meliputi 10 –

30 % dari ejakulasi. Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses

reproduksi adalah keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain sepeti

pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas, tidak

memegang peranan penting pada proses reproduksi tetapi lebih berperanan

pada terjadinya gangguan aliran kencing. Kelainanyang disebut belakangan

ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut (Hudak and Gallo,

1994).

D. Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia

disebut sebagai Syndroma Prostatisme (Hudak and Gallo, 1994). Syndroma

Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai

dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-

buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan

intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

2

Page 3: Bph

b) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan

karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan

tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi.

c) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum

puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a) Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b) Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat

terjadi pada malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c) Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

E. Klasifikasi

Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan

gangguan klinisnya :

1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm,

sisa urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.

2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah

berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih

menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya +

20 – 40 gram.

3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba,

sisa urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.

4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada

penyulit keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

F. Patofisiologis

Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami

hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam

mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan

3

Page 4: Bph

ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap

tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih

kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus

menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : Hipertropi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada

saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.

Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh

muskulus destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari

miksi tidak banyak berubah. Pada fase ini disebut Sebagai Prostat

Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi

berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya

kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah

urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat

Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan meningkatkan tekanan

intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai timbulnya hernia

dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak berhasilnya

melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut

sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih

akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan

terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa

dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena

buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan

kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan

menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan

kemunduran fungsi ginjal (Doengoes, Marilyn E.,2000).

4

Page 5: Bph

G. Pemeriksaaan Penunjang

1. Pemeriksaan rektal, tampak lembek dan lunak pembesaran prostat

simetrik

2. Urinalisis untuk menetukan hematuria dan infeksi

3. Serum kreatinin dan BUN untuk mengevaluasi fungsi ginjal

4. Serum PSA untuk mengetahui adanya kanker, tetapi kemungkinan

terdapat peningkatan pada BPH

5. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin.

Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter

dengan penilaian :

a) Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.

b) Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

c) Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.

6. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

a) BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan

metastase pada tulang.

b) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,

volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk

residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,

transuretral dan supra pubik.

c) IVP (Pyelografi Intravena)

d) Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya

hidronefrosis.

e) Pemeriksaan Panendoskop : Untuk mengetahui keadaan uretra

dan buli – buli. (Doengoes, Marilyn E. 2000).

H. Penatalaksanaan

Modalitas terapi BPH adalah :

1. Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian

setiap tahun tergantung keadaan klien

5

Page 6: Bph

2. Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang,

dan berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:

phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang

alfa blocker dan golongan supresor androgen.

3. Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a) Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin

akut.

b) Klien dengan residual urin > 100 ml.

c) Klien dengan penyulit.

d) Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e) Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

a) TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )

b) Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy

c) Perianal Prostatectomy

d) Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

4. Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi,

Terapi Ultrasonik.

I. Komplikasi

1. Retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih

2. Refluks kandung kemih, hidroureter, dan hidronefrosis

3. Gross hematuria dan urinary tract infection (UTI)

J. Tinjauan Teori TURP

1. Pengertian

Merupakan tindakan operasi reseksi transuretra prostat yang

dilakukan tanpa insisi , tetapi melali penggunaan alat endoskopi

6

Page 7: Bph

2. Indikasi

Dilakukan bila pembesaran pada lobus medial.

Keuntungan :

a) Lebih aman pada klien yang mengalami resiko tinggi pembedahan

b) Tak perlu insisi pembedahan

c) Hospitalisasi dan penyembuhan pendek

Kerugian :

a) Jaringan prostat dapat tumbuh kembali

b) Kemungkinan trauma urethra ® strictura urethra.

3. Teknik Pelaksanaan Trans Urethral Resection Prostatic :

a) Pasang foto-foto pada light box.

b) Setelah dilakukan anestesi regional atau general klien diletakkan

dalam posisi lithotomi.

c) Dilakukan desinfeksi dengan povidone jodine di daerah penis scrotum

dan sebagian dari kedua paha, perut sebatas umbilikus.

d) Persempit lapangan operasi dengan memasang sarung kaki dan doek

kecil di bawah scrotum, doek besar berlubang sehingga penis dan

perut kelihatan.

e) Kabel fiber optik di pasang pada cold light fountin standar dan slang

irigasi pada resevoir/tabung air atau pada glisin.

f) Dilatasi uretra dengan bougie roser dari 21 sampai 29 F.

g) Seath 24 F atau 27 F dengan obturator dimasukkan lewat uretra

sampai masuk buli-buli.

h) Evaluasi buli-buli apakah ada tumor, batu dan vertikel buli.

i) Working elemen ditarik keluar untuk mengevaluasi prostat

(panjangnya prostat yang menutupi uretra dan leher buli).

j) Selanjutnya dilakukan reseksi prostat sambil merawat perdarahan.

k) Waktu reseksi paling lama 60 menit (bila menggunakan irigan

aquades). Dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan glisin.

Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TURP.

7

Page 8: Bph

l) Chips prostat dikeluarkan dengan menggunakan elik evakuator sampai

bersih, selanjutnya dilakukan perawatan perdarahan.

m) Kateter Tree Way disiapkan no 24 F tetapi sebelum dipasang balon

kateter diisi air 30 – 40 cc untuk mengetahui balon kateter bocor atau

tidak.

n) Setelah selesai kateter Tree Way no 24 F terpasang, balon kateter diisi

30 sampai 40 cc kemudian dilakukan traksi kateter pada paha klien

dengan menggunakan plaster.

o) Dipasang Spoel Natrium Klorida (PZ) atau Aquades pada kateter

Tree Way dengan menggunakan slang infus (blood tranfution set) dan

bag urine.

p) Posisi klien dikembalikan pada posisi semula (sebelum posisi

lithotomi).

q) Chips prostat ditimbang untuk mengetahui berat prostat tersebut.

r) Alat sistoskopi dan endourologi dibereskan

s) Klien dirapihkan, dipindahkan ke ruang pemulihan anestesi.lantai III

4. Sindroma TURP (Nursalam, 2006)

Cairan yang masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah

vena yang terbuka saat reseksi yang dapat menyebabkan terjadinya

hiponatremi relatif atau gejala intoksikasi air yang dikenal dengan

sindroma TURP yang ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,

kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat dan terdapat bradikardia.

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang

akhirnya dapat menyebabkan koma dan meninggal.

8