bpd
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Displasia bronkopulmoner atau bronkcopulmonary dysplasia (BPD) merupakan suatu
diagnosis klinis, yang berarti ketergantungan terhadap suplementasi oksigen pada periode
tertentu setelah kelahiran disertai gambaran radiologis tertentu sesuai anatomi paru.1
Gambaran BPD terus berkembang sesuai dengan semakin banyaknya pemberian
steroid antenatal dan surfaktan pascanatal. Tatalaksana tersebut dapat menurunkan insiden
dan derajat sindrom distres pernapasan, serta meningkatkan angka keberhasilan bayi hidup
yang sangat kecil dan imatur (usia gestasi <30 minggu atau berat lahir <1250 gr).1
Displasia bronkopulmoner (BPD) merupakan perkembangan tidak normal pada
jaringan paru. Ditandai dengan terjadinya inflamasi dan adanya jaringan parut pada paru.
Perkembangan ini sering terjadi pada bayi kurang bulan yang lahir dengan paru yang tidak
berkembang.1 Bronko diartikan sebagai jalan nafas (dari pembuluh bronkus) yang
mengantarkan oksigen ke paru untuk pernafasan. Pulmonary diartikan sebagai paru (alveoli)
dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Displasia diartikan sebagai perubahan
yang tidak normal pada struktur dan organisasi dari sel. Perubahan sel pada BPD terjadi pada
jalan nafas kecil dan pada alveoli dari paru yang dapat menyebabkan kesulitan bernafas dan
menimbulkan masalah pada fungsi paru.1,2
BPD pertama kali didefinisikan oleh Northway pada tahun 1967 sebagai suatu
sindrom akibat kerusakan berat pada paru-paru dari bayi prematur yang mendapat terapi
oksigen konsentrasi tinggi dan penggunaan ventilator mekanik.3 Pada saat itu, berat rata-rata
bayi yang dapat bertahan hidup dengan BPD 2,3 kg dengan usia kehamilan 34 minggu.
Bonikos dan teman-teman membuktikan bahwa oksigen konsetrasi tinggi tanpa penggunaan
ventilator mekanik dapat menyebabkan BPD. Penjelasan awal tentang BPD dimulai pada
masa penggunaan ventilator mekanik pada bayi prematur dan sejumlah bayi dengan berat
badan kurang dari 1 kg dapat bertahan hidup. Gambaran klasik dari BPD terdiri dari
kerusakan yang dominan pada saluran nafas, adanya metaplasi epitel, hipertrofi otot polos
saluran nafas dan fibrosis parenkim paru.3
Tujuan utama dari pencegahan BPD adalah untuk menghindari atau meminimalkan
perluasan penyakit yang dapat menghasilkan konsekuensi seumur hidup termasuk kelainan
paru persisten. Tatalaksana BPD saat ini untuk mengurangi derajat keparahannya.1,2
Dalam 25 tahun terakhir, penanganan terhadap bayi prematur mengalami
perkembangan yang pesat dengan digunakannya continuous positive airway pressure atau
1
aliran udara bertekanan positif, pemberian kortikosteroid antenatal, surfaktan, kemajuan
teknologi ventilator, dan kemajuan dalam pemberian nutrisi. Saat ini definisi yang
dikemukakan Northway tidak digunakan lagi karena kejadian BPD tidak hanya dijumpai
pada bayi prematur yang menggunakan ventilator, tetapi juga terjadi pada bayi-bayi dengan
faktor risiko yang lain, seperti sepsis neonatorum, patent ductus arteriosus (PDA) dan
chorioamnionitis antenatal.1
Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, BPD tidak didahului oleh suatu
respiratory distress syndrome (RDS), tetapi mungkin juga karena perkembangan paru yang
berhenti.3 Bayi cukup umur juga berisiko terhadap terjadinya BPD jika pernah menjalani
perawatan dan mendapat terapi oksigen konsentrasi tinggi dan ventilator mekanik serta
oksigenasi dengan membran extrakorporal karena gagal nafas berat. BPD terjadi hampir pada
27% bayi cukup umur yang mengalami penyakit paru primer yang berat (RDS, sindrom
aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis) dan sampai 50% pada bayi dengan adanya kelainan
hipoplasia paru dan congenital diaphragmatic hernia . Risiko terhadap terjadinya BPD pada
bayi dengan berat lahir sangat rendah tidak berkurang dengan pemberian steroid dan
pemberian surfaktan.3
Asma yang lama, cystic fibrosis dan BPD merupakan salah satu penyebab penyakit
paru kronik pada anak-anak.2,7 Seperti yang disebutkan oleh the National Heart, Lung, and
Blood Institute (NHLBI) of the National Institutes of Health (NIH) bahwa antara 5000 sampai
10.000 kasus BPD terjadi setiap tahunnya di Amerika Serikat. Anak yang lahir dengan berat
yang rendah (kurang dari 2,2 pounds atau kurang dari 1000 gram) merupakan faktor risiko
terjadinya BPD. Biasanya bayi akan mengalami gejala yang serius, pada kasus yang jarang
biasanya disertai komplikasi lainnya dari bayi kurang bulan yang dapat berakibat fatal.4
2
BAB II
EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko terjadinya BPD adalah multifaktorial. Hal ini berhubungan langsung dengan
derajat penyakit paru yang mendasarinya sebagian besar sindrom distres pernapasan), lama
pemakaian ventilator, dan lama pemberian oksigen. Displasia bronkopulmoner terjadi pada
27% bayi hampir aterm yang menderita penyakit paru yang berat (misalnya sindrom distres
pernapasan, aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis dan 50% pada bayi yang menderita
hipoplasia pulmoner.5
Insidens BPD bergantung pada definisi yang digunakan. Terdapat kurang dari 50%
bayi prematur yang membutuhkan suplementasi oksigen pada 28 hari setelah bayi lahir yang
tetap bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Pada populasi neonatus dengan BBLSR
(<1500gr), insidens ketergantungan oksigen pada 28 hari setelah lahir adalah sekitar 30%
hingga 50%, pada 36 minggu PCA insidens ketergantungan oksigen pada bayi yang sama
menurun menjadi 4-30%. Sekitar 60% bayi dengan BBLSR membutuhkan ventilator dan
surfaktan, dan bergantung pada oksigen hingga 28 hari, dan 30% dari bayi dengan BBLSR
tetap bergantung pada oksigen pada 36 minggu PCA. Di Amerka Serikat, insiden BPD
bervariasi antara 17-57%.5
Beberapa studi menunjukkan bahwa sepertiga bayi dengan BBLSR mengalami bentuk
ringan dari BPD atipikal. Insidens BPD berbanding terbalik dengan usia saat bayi dilahirkan
dan berat badan lahir (dapat dilihat dalam gambar 1). Oleh karena itu, insidens BPD lebih
tinggi pada bayi – bayi prematur dan berat badan rendah. Semakin banyak bayi prematur
yang bertahan hidup, maka jumlah total anak – anak yang menderita BPD juga meningkat,
meskipun secara klinis derajatnya lebih ringan.5
3
Gambar 1 : Insiden BPD pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1.500 gram di
University of Miami/Jackson Memorial Medical Center tahun 1996-1998
Sumber : Bancalari E. Epidemiology of risk factors for the “new” bronchopulmonary
dysplasia. NeoReviews 2000;1:e1-5.
Pada tahun 2007, Neonatal Research Network database of USA (NICHD) melaporkan
angka harapan hidup dan insiden BPD pada bayi dengan berat badan lahir 501-1500 gram
tidak ada perbedaan bermakna antara tahun 1997 sampai 2002. Angka harapan hidup
meningkat sedikit dari 84% menjadi 85% dan insiden BPD menurun 1% dari 23% menjadi
22%. Semakin kecil bayi, semakin meningkat angka kematian oleh karena BPD, dimana pada
bayi berat 1250-1500 gram 6%, berat 1001-1240 gram 14%, berat 750-1000 gram 33% dan
berat 501-750 gram 46%.6
Sejak dilaporkannya konsensus dari American Academy of Pediatrics and the
Canadian Pediatric Society pada tahun 2002, penggunaan kortikosteroid postnatal menurun.
Terdapat kekhawatiran bahwa penggunaan steroid postnatal akan meningkatkan resiko
terjadinya BPD. Sebuah penelitian di Amerika yang melibatkan 77520 bayi prematur yang
lahir dengan umur kurang dari 32 minggu gestasi di california melaporkan adanya
peningkatan angka kejadian BPD dari waktu ke waktu : 20% pada tahun 1997-1999, 24%
pada tahun 2000-2003 dan 25,4% pada tahun 2004-2006. Angka kejadian BPD berat juga
meningkat secara signifikan : 2,6% pada tahun 1997-1999, 5,1% pada tahun 2000-2003 dan
9,5% pada tahun 2004-2006.7
BAB III
ETIOLOGI
Kebanyakan BPD terjadi pada bayi kurang bulan biasanya pada umur kehamilan 34 minggu
atau kurang dan berat lahir kurang dari 2000 gram. Kondisi bayi akan terlihat seperti
mengalami respiratory distress syndrome (RDS) atau penyakit membran hialin yang akan
menimbulkan kerusakan pada jaringan paru. BPD terjadi pada bayi yang telah menerima
terapi oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang dan menggunakan ventilator dalam
jangka panjang (biasanya lebih dari 1 minggu), untuk mengobati RDS pada bayi baru lahir.14
Cedera paru-paru yang menyebabkan terjadinya BPD bisa disebabkan oleh
meningkatnya tekanan di dalam paru-paru karena ventilator mekanik atau karena keracunan
4
oksigen yang terjadi akibat pemaparan oksigen konsentrasi tinggi dalam jangka panjang.
Faktor risiko terjadinya BPD:11-13
Bayi kurang bulan
Infeksi saluran pernafasan
Penyakit jantung bawaan
Penyakit berat lainnya pada bayi baru lahir yang memerlukan terapi oksigen atau
ventilator.
Mesin ventilator digunakan untuk pernafasan pada bayi tidak cukup bulan, selain
ventilator juga memerlukan tambahan oksigen untuk paru-paru bayi tidak cukup bulan.
Oksigen dihantarkan melalui saluran pembuluh darah ke trakea bayi dan memberikan tekanan
yang rendah dari mesin untuk pergerakan udara pada paru yang mengalami kelainan
perkembangan. Kadang-kadang untuk kelangsungan hidup bayi juga diberikan oksigen
dengan jumlah konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi oksigen di
udara.11
Meskipun ventilator mekanik sangat penting untuk kelangsungan hidup, tetapi
tekanan dari ventilasi dan kelebihan oksigen dapat membahayakan paru-paru bayi dan
berperan penting untuk terjadinya RDS. Hampir setengah dari seluruh bayi yang lahir dengan
berat badan yang rendah akan mengalami beberapa bentuk dari RDS.12
BPD juga dapat timbul dari kondisi lain yang membahayakan paru-paru bayi yang
serupa dengan trauma, pneumonia dan infeksi yang lain. Semua keadaan tersebut dapat
menimbulkan inflamasi dan terjadinya jaringan parut yang berhubungan dengan BPD.13
Bayi kurang bulan, bayi dengan berat rendah dan bayi laki-laki berkulit putih
mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk berkembang menjadi BPD, untuk berbagai alasan
yang tidak diketahui oleh dokter. Faktor genetik juga memegang peran penting untuk
terjadinya BPD.15,16
BPD menyebabkan semua bayi tidak dapat berkembang dengan baik, ketika pertama kali
didefinisikan oleh dokter, BPD menyebabkan kerusakan pada paru akibat ventilasi mekanik
dan pemberian tambahan oksigen ketika terapi RDS.17
Saat ini para spesialis percaya bahwa keadaan bayi yang lahir kurang bulan dan
adanya RDS merupakan faktor yang berperan untuk terjadinya BPD tetapi tidak hanya
tergantung pada kedua faktor tersebut. BPD menyebabkan kemampuan dari paru-paru bayi
untuk berkembang menjadi terbatas saat pertama lahir sampai dengan beberapa hari untuk
memberikan respon terhadap situasi yang merugikan ini. Hal ini terjadi karena adanya
toksisitas oksigen, trauma mekanik pada paru, infeksi atau pneumonia.18,19
5
Faktor etiologi yang berperan pada terjadinya BPD:1,2,7
Kelahiran kurang bulan (dengan paru yang terbentuk tidak sempurna): Infeksi biasanya
terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 32 minggu dan berat lahir
kurang dari 1000 gram
Konsentrasi oksigen yang tinggi (termasuk radikal bebas yang memicu kerusakan paru
karena defisiensi antioksidan) : konsentrasi oksigen yang tinggi merupakan faktor etiologi
pada pasien dengan paru yang terbentuk tidak sempurna dan konsentrasi lebih dari 60%
berhubungan dengan tingginya insidensi penyakit
Ventilator mekanik (volum tidal yang besar dan pengurangan compliance paru)
Respiratory distress syndrome (RDS) yang memerlukan ventilasi mekanik : Penggunaan
tekanan ventilasi positif yang terus-menerus pada bayi dengan RDS memicu dilatasi
bronkus terminalis yang menyebabkan nekrosis iskemik pada saluran nafas bawah. PIE
(pulmonary interstitial emphysema) dan pneumotorak menyebabkan kerusakan paru yang
kronis. Penggunaan ventilasi mekanik pada pasien RDS merupakan penyebab dasar
terjadinya BPD, juga terjadi pada pasien dengan hernia diafragmatik persistent pulmonary
hipertensi pada bayi, aspirasi
Faktor familial (atopi, alergi, dan atau asma)
Agen infeksi (seperti Ureaplasma urealyticum): Ureaplasma urealyticum adalah penyebab
infeksi yang paling sering pada bayi dengan BPD, terjadi pada awal dan perubahan
kearah BPD yang berat selama 3 minggu. Bakteri dan jamur yang lain juga berpengaruh
Adanya kebocoran udara seperti pneumonia intersisial
Patent ductus arteriosus (PDA)
Nutrisi dan atau defisiensi vitamin A atau E
Bacterial pneumonias
Kelebihan cairan
Level steroid yang rendah
Ketidakseimbangan antara elastase dan proteinase inhibitor
BAB IV
PATOGENESIS
BPD merupakan kerusakan berat dari jaringan paru bada bayi. Pada awalnya diyakini
merupakan efek langsung dari barotrauma dan volutrauma akibat pemakaian ventilator
mekanik dan toksisitas oksigen konsentrasi tinggi. Pada saat ini dijumpai perubahan
6
gambaran klinis dari BPD dimana dapat terjadi tanpa didahului RDS atau adanya riwayat
pemakaian oksigen konsentrasi tinggi, sehingga adanya inflamasi merupakan dasar terjadinya
BPD. Imaturitas dari anatomi dan perkembangan paru menentukan respon paru terhadap
trauma dan inflamasi. Bukti adanya respon inflamasi yang menyertai RDS adalah
menetapnya mediator inflamasi dan sitokin-sitokin pada pasien dengan BPD. Barotrauma dan
volutrauma dari pemakaian ventilator mekanik dapat merusak saluran napas dan parenkim
paru, baik secara langsung maupun tidak langsung. Intubasi akan merusak jaringan lokal,
merusak silia dan memasukkan bakteri patogen dan udara luar secara langsung ke saluran
nafas. Terpaparnya saluran napas dan parenkim terhadap oksigen konsentrasi tinggi akan
membentuk adanya radikal bebas yang menyebabkan kerusakan jaringan dan memacu
peradangan.
Bukti bahwa respons inflamasi menyertai sindrom distres pernapasan adalah
ditemukan nya sel – sel inflamasi yang teraktivasi, mediator inflamasi dan sitokin – stokin
pada bayi yang menderita BPD. Faktor – faktor seperti makrofag protein-1 dan interleukin 8
(IL-8) yang ditemukan disaluran respiratorik, dan penurunan sitokin counter regulatory
seperti IL-10 menyebabkan inflamasi persisten. Sel – sel inflamasi banyak ditemukan diruang
antar sel maupun rongga udara, selain itu sel epitel paru juga mensintesis mediator – mediatr
inflamasi. Produksi radikal bebas oleh karena besi bebas pada rongga udara menyebabkan
terbentuknya TGF-β dan fibrosis.
Paru yang perkembangannya belum sempurna lebih mudah mengalami kerusakan
akibat trauma dan perbaikan jaringan yang tidak sempurna. Pada otopsi anak yang
meninggal karena BPD dijumpai adanya kelainan morfologi dan perkembangan paru,
dijumpai adanya pengurangan dalam alveolisasi dan septasi paru. Volume total paru relatif
lebih kecil karena saluran nafas relatif lebih besar. Namun demikinan perkembangan paru
terjadi sampai usia 5 tahun, sehingga anak dengan BPD masih mungkin membaik secara
klinis walaupun kelainan radiologis menetap sampai dewasa muda (American Thoracic
Society Documents, 2001).
Gambar 2 menjelaskan faktor-faktor yang berperan dalam berkembangnya BPD pada
bayi prematur. Selama dalam kandungan bayi yang diperkirakan akan lahir dengan spontan
ibu akan mendapatkan terapi steroid yang mempercepat pematangan paru terutama
pembentukan surfaktan. Jika selama dalam kandungan, ibu menderita chorioamnionitis
makan tubuh ibu akan mentrasfer sitokin-sitokin ke bayi dan memicu peradangan dan
kerusakan berbagai organ yang saaini di percaya berperan penting dalam kejadian BPD. Bayi
premature sangat beresiko menderita RDS dan menggunakan ventilator mekanik dan oksigen
7
konsentrasi tinggi. Pemberian surfaktan berperan dalam pencegahan RDS sehingga mencegah
kejadia RDS dan mencegah kerusakan paru yang berlanjut. Sepsis, pemberian oksigen dan
kematangan paru akan menentukan lamanya penggunaan ventilator yang berperan penting
dalam berkembangnya BPD (Jove, 2006).
Gambar 2. Flow chart dari intervensi klinis dan hal-hal yang berperan terhadap kejadian
terjadinya BPD. Bayi dengan berat badan sangat rendah sering terpapar dengan kejadian
tersebut (Jobe, 2006).
Pada gambar 3 menunjukan bahwa sepsis, trauma ventilator dan hiperoxia memicu
timbulnya kaskade inflamasi pada paru-paru yang imatur. Sitokin mempunyai peran penting
dalam fase inisiasi, progresifitas dan resolusi. Sitokin ini dapat berperan sebagai proinflamasi
melalui IL-1β, IL-6 dan IL-8. Selain sebagai proinflamasi, sitokin ini juga berperan sebagai
anti inflamasi melalui IL-6, IL-10 dan IL-13. Sitokin ini menyerang paru-paru yang imatur
sehingga mengakibatkan inflamasi. Reaksi inflamasi ini akan berkembang menuju kearah
nekrosis dan apoptosis jaringan paru. Pada fase perbaikan, akan terjadi pertumbuhan
abnormal dari paru-paru sehingga menyebabkan BPD.
8
Gambar 3 :
Mengetahui dan mengerti patogenesis secara molekular yang mendasari BPD adalah
kunci untuk mencegah terjadinya BPD. Perkembangan paru-paru yang normal secara anatomi
dan fungsinya memerlukan koordinasi dengan perkembangan jalan nafas dan
vaskularisasinya. Luka dan gagalnya perkembangan dari pembuluh darah kecil dapat
menghambat perkembangan alveoli. Hipotesis ini dinamakan vascular hypothesis of BPD.
Identifikasi secara awal adanya kerusakan endotel dan pembuluh darah dapat menentukan
tindakan kita untuk mencegah BPD. Pada beberapa penelitian, ada teori yang mengatakan
bahwa insufisiensi Nitric Oxide (NO) merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat
perkembangan alveoli dan pembuluh darah. Pada beberapa penelitian menggunakan inhalasi
NO untuk memperbaiki struktur paru-paru. Pada kebanyakan penelitian hasilnya negatif,
9
sehingga penggunaan iNO untuk mencegah BPD tergantung waktu, dosis, lamanya terapi dan
patobiologi penyakit paru pada tiap individu.
Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan sel endotel yang proses
stimulasi angiogenesis dan perlindungan terhadap luka endotel dibantu oleh NO. Inhibisi
perkembangan VEGF selama masa perinatal menurunkan densitas alveoli dan arteri
pulmonar sehingga menimbulkan gejala klinis. Berkurangnya VEGF dan VEGF reseptor
ditemukan pada pasien BPD.
Dari hasil percobaan pada tikus yang diberikan inhibitor VEGFR menyebabkan pelebaran
saluran nafas distal, menurunkan pertumbuhan vaskuler dan menyebabkan hipertensi
pulmonal. Penyakit vaskular paru setelah kelahiran prematur merupakan patogenesis dari
BPD dan dapat menyebabkan mortalitas. Pada bayi prematur yang terekspos oleh
penggunaan ventilator jangka pendek maupun jangka panjang akan mengekspresikan
endoglin (CD105), growth factor-b coreceptor, dan angiopoietin-1, yang merupakan pemicu
pertumbuhan endotel vaskuler.
Stress oksidasi berhubungan dengan kejadian BPD. Faktor yang menyebabkan
meningkatnya stress oksidasi ini adalah pemberian oksigen berlebihan, tidak matangnya
pertahanan antioksidan, infeksi-inflamasi dan zat besi bebas.
Dengan berkembangnya penelitian kearah stem cells, menimbulkan hipotesis bahwa
endothelial progenitor cells (EPCs) berperan dalam kejadian BPD. EPCs ini ditemukan
menurun pada kasus BPD. Dilaporkan bahwa menurunnya EPCs dalam darah tali pusat
berhubungan dengan meningkatnya resiko BPD.
DIAGNOSIS
TERAPI
Faktor penting untuk mendiagnosis adanya DBP yaitu kurang bulan, infeksi, penggunaan
ventilator dan oksigen. Displasia bronkopulmoner (DBP) khusus didiagnosis jika bayi masih
memerlukan tambahan oksigen dan terus memperlihatkan problem pada pernafasan sampai
berusia 28 hari. Pemeriksaan foto thoraks mungkin dapat membantu diagnosis. Pada bayi
dengan RDS foto thoraks memperlihatkan gambaran groud glass, pada bayi dengan DBP
foto thoraks terlihat seperti gambaran bunga karang/spon.18
Pengobatan medis tidak dengan segera mengobati DBP. Bayi yang didiagnosis pertama kali
dengan DBP memerlukan perawatan intensif di rumah sakit, khususnya di newborn intensive
10
care unit (NICU) sampai mereka dapat bernafas dengan baik meskipun dipertahankan tanpa
bantuan ventilator. Beberapa bayi memerlukan jet ventilasi, terus-menerus tekanan ventilasi
yang rendah digunakan untuk meminimalkan kerusakan paru dari ventilasi yang
memperbesar kemungkinan terjadinya DBP. Tidak semua rumah sakit menggunakan
prosedur ini dalam pengobatan DBP, tetapi rumah sakit dengan NICU yang besar
menggunakannya. Bayi dengan DBP juga di terapi dengan berbagai obat yang berbeda untuk
memperbaiki fungsi paru.19
Ventilator biasanya diperlukan untuk memberikan tekanan pada paru-paru agar jaringan paru-
paru mengembang dan untuk memberikan oksigen tambahan.
Jika bayi sudah dapat menyesuaikan diri, maka tekanan dan konsentrasi oksigen secara
berangsur-angsur dikurangi. Ketika ventilator dilepas, oksigen bisa terus diberikan melalui
masker atau selang kecil yang dimasukkan ke lubang hidung, selama beberapa minggu atau
beberapa bulan.
Pada kasus DBP yang berat penggunaan steroid dianjurkan. Pengobatan ini sebagai
antiinflamasi yang kuat tetapi juga mempunyai efek samping jangka panjang dan jangka
pendek. Dokter biasanya memilih obat ini setelah berdiskusi dan mempertimbangkan manfaat
dan risiko dari obat.20
Antibiotik kadang-kadang diperlukan untuk mengatasi infeksi bakteri karena bayi dengan
DBP akan menjadi pneumonia. Bayi dengan RDS belum bisa didiagnosis dengan DBP,
pemberian surfaktan natural atau sintetik mungkin dapat mengurangi perubahan kearah
DBP.8
Bayi yang dirawat di rumah sakit dengan DBP mungkin perlu pemberian minum dengan
formula tinggi kalori melalui gastric tube yang dimasukkan ke dalam perut untuk
mendapatkan kalori dan nutrisi untuk memulai pertumbuhan. Pada kasus yang berat bayi
dengan DBP tidak dapat menggunakan sistem gastrointestinal untuk mencernakan makanan.
Disini bayi memerlukan pemberian intravena (IV) yang disebut TPN atau total parenteral
nutrisi yang terdiri dari protein, lemak, gula dan nutrisi. Makanan biasanya diberikan melalui
selang yang dimasukkan ke lambung.18
Diperlukan ekstra kalori karena bayi memerlukan kalori yang lebih untuk bisa bernafas.
Cairan cenderung tertimbun di dalam paru-paru yang mengalami inflamasi, sehingga asupan
cairan agak dibatasi dan kadang diberikan diuretik untuk meningkatkan pembuangan cairan
dari tubuh. Setelah dirawat beberapa bulan, kadang bayi meninggal. Pada bayi yang selamat,
gangguan pernafasan secara berangsur-angsur akan menghilang. Tetapi pada tahun-tahun
11
pertama, bayi ini memiliki risiko tinggi menderita pneumonia (terutama yang disebabkan
oleh virus). Bisa diberikan imunisasi dengan antibodi untuk RSV (respiratory syncytia).20
Bayi yang dirawat di NICU dengan DBP dapat mengalami perubahan selama beberapa
minggu sampai bulan. Menurut National Institutes of Health (NIH) perkiraan rata-rata
lamanya bayi dengan DBP dirawat secara intensif di rumah sakit kurang lebih 120 hari.
Setelah dirawat di rumah sakit bayi mungkin masih terus memerlukan pengobatan, terapi
pernafasan dan oksigen di rumah. Meskipun pada banyak anak pemberian bantuan oksigen
dihentikan pada akhir tahun pertama, beberapa kasus yang berat memerlukan ventilator
selama beberapa tahun atau selama hidupnya, meskipun kasus ini jarang terjadi.19
Perbaikan pada bayi dengan DBP terjadi secara bertahap. Beberapa bayi akan mengalami
perbaikan secara lambat, yang lainnya mungkin tidak akan menunjukkan perbaikan dari
kondisi tersebut jika penyakit pada paru mereka sangat berat. Paru akan terus berkembang
sampai usia 5-7 tahun dan fungsi paru dapat terganggu sampai usia sekolah meskipun pada
anak mayoritas fungsinya baik. Adanya jaringan parut, kekakuan pada jaringan paru akan
selalu menurunkan fungsi paru.2,4,6,11
Beberapa terapi untuk DBP:2,8,10-12
1. Diuretik
Digunakan untuk pengobatan edema paru juga mengurangi cairan di paru. Furosemid
mungkin memberikan banyak efek termasuk efek pada sintesis prostaglandin, vasodilatasi
secara langsung,dan peningkatan produksi surfaktan. Efek samping jangka panjang dari terapi
furosemid yaitu : azotemia, ototoksisitas, gangguan elektrolit, pengeluaran kalsium dalam
urin secara berlebihan, osteopenia, dan nefrokalsinosis, hilangnya pendengaran,
hiponatremia, hipokalemia, hipokalsemia, alkalosis, batu ginjal, kolelitiasis dan ototoksisitas.
Dosis diuretik untuk bayi yaitu 0.5-2 mg/kg/kali PO/IV (pada bayi dengan usia kehamilan
kurang dari 31 minggu). Diuretik thiazid biasanya digunakan dengan diuretik hemat kalium
seperti spironolakton, tidak seefektif dengan pemberian furosemid. Monitoring kadar
elektrolit secara rutin diperlukan pada pasien dengan penggunaan terapi diuretik jangka
panjang. Suplemen/tambahan elektrolit kadang diperlukan pada terapi jangka panjang.
2. Bronkodilator
Inhalasi dengan β-agonis merupakan pengobatan yang efektif untuk bronkospasme yang
reversible yang cukup aman dan efektif untuk terapi jangka panjang juga membantu
membuka jalan nafas. Albuterol merupakan drug of choice sebagai agent long-acting.
12
Antagonis muskarinik dapat berguna khususnya pada pasien yang tidak memberi respon pada
terapi dengan albuterol. Kromolin bukan bonkodilator tetapi sering digunakan sebagai
antiinflamasi dengan efek samping yang minimal.
Methylxantin sering digunakan pada pasien yang apneu, memberikan efek diuretik yang
ringan dan membantu meningkatkan kontraktilitas diafragma, obat ini memberikan efek yang
potensial untuk DBP.
Albuterol (Proventil, Ventolin)
Spesifik beta 2-agonis yang digunakan untuk pengobatan bronkospsme pada bayi dengan
DBP. Meningkatkan compliance paru dan menurunkan resistensi sekunder jalan nafas untuk
relaksasi sel otot. Penggunaanya sebagai aerosol pada bayi dengan DBP (khususnya jika
tergantung ventilator) masih belum jelas. Sebab secara klinis relaksasi dari otot kecil tidak
terlihat pada minggu pertama setelah lahir. Dosis anak yaitu 0.1-0.2 mg (0.02-0.04 mL of
0.5% dalam 1-2 mL 0.45-0.9% NaCl) per kg/kali, inhlasi dengan nebulizer tiap 4-6 jam.
Beta-blockers antagonis memberikan pengaruh yaitu inhalasi ipratropium meningkatkan
waktu bronkodilatasi, pada kardiovaskular memberikan efek peningkatan MAOIs,
antidepresan trisiklik dan obat simpatomimetik.
Ipratropium bromida (Atrovent)
Antagonis muskarinik yang memberi efek bronkodilatasi. Dapat meningkatkan pulmonary
mekanik pada bayi dengan DBP, digunakan secara inhalasi.
Dosis pada anak 0.025-0.08 mg/kg inhalasi dengan nebulizer tiap 6 jam (dalam1.5-2 mL
0.9% NaCl). Penggunaan dengan antikolinergik seperti dronabinol meningkatkan toksisitas,
penggunaan dengan albuterol dapat meningkatkan efek obat.
Theophylline (Elixophyllin)
Sebagai bronkodilator sistemik. Digunakan untuk pengobatan apneu pada bayi kurang bulan.
Mampu meningkatkan kontraktilitas otot skeletal dan penurunan kerja diafragma pada bayi
dengan DBP. Obat memberikan pengaruh pada enzim hepatik sitokrom P450 (CYP),
aminoglutetimid, barbiturat, karbamazepin, ketokonazol, loop diuretic, fenobarbital, fenitoin,
rifamfisin, isoniazid dan simpatomimetik memberikan efek mungkin terjadi penurunan.
Terjadi peningkatan efek dengan allopurinol, beta bloker, kortikosteroid, hormon tiroid
efedrin, karbamazepin, simetidin, eritromisin, makrolid, propranolol dan interferon.
3. Vasodilator Paru
Tambahan oksigen efektif sebagai vasodilator dan untuk pengobatan pada bayi dengan
hipoksia.
4. Steroid
13
Penggunaan steroid masih kontroversial, karena dapat meningkatkan risiko sepsis. Sering
digunakan sebagai short regimen, tidak menunjukkan adanya efek jangka panjang. Inhalasi
steroid memberikan efek antiinflamasi tanpa efek samping sistemik juga digunakan untuk
pencegahan dan pengobatan. Biasa digunakan pada bayi kurang bulan, sebagai agen baru
untuk nebulisasi sebagai obat pada bayi yang kecil. Menyebabkan retardasi pertumbuhan
yang linear.8
Sistemik dan inhalasi kortikosteroid digunakan pada bayi kurang bulan untuk mencegah dan
pengobatan pada DBP. Deksametason merupakan kortikosteroid sistemik primer yang
digunakan pada bayi baru lahir yang kurang bulan. Obat ini menstabilisasi sel membran
lisosom, meningkatkan sintesis surfaktan dan peningkatan konsentrasi serum vitamin A,
menghambat prostaglandin dan leukotrien, penurunan PE, menurunkan agregasi granulosit
dan peningkatan mikrosirkulasi pada paru. Efek samping yaitu hiperglikemia, hipertensi,
penurunan berat badan, perdarahan gastrointestinal atau perforasi, cerebral palsy, supresi
adrenal dan kematian.8
Pada tahun 1998 dilaporkan penggunaan deksametason selama 2 minggu tidak dapat
mencegah DBP dan menyebabkan kelainan neurologis. Bayi yang mendapatkan terapi
kombinasi deksametason dengan indometasin meningkatkan risiko perforasi intestinal
spontan. Perkembangan saraf pada bayi juga harus selalu diperiksa pada bayi yang
mendapatkan terapi jangka panjang dari deksametason. Glukokortikosteroid inhalasi
memberikan efek yang menguntungkan untuk mengurangi pengaruh kortikosteroid sistemik
pada bayi yang menerima inhalasi steroid. Penggunaan terus-menerus deksametason pada
bayi dengan DBP tidak dianjurkan, American Academy of Pediatrics dan the Canadian
Society of Pediatrics tidak menganjurkan penggunaan kortikosteroid terus-menerus pada bayi
kurang bulan untuk pengobatan DBP.8
Terapi Oksigen
Oksigen dapat menerima elektron dalam bentuk radikal bebas. Oksigen radikal bebas
menyebabkan kerusakan membran sel, modifikasi protein dan ketidaknormalan DNA.
Dibandingkan dengan janin, neonatus hidup dengan lingkungan yang kaya akan oksigen
relatif. Oksigen ada dimana-mana dan diperlukan untuk kelangsungan hidup extrauterine.
Meskipun pada neonatus terjadi defisiensi relatif dari enzim antioksidan.18
Enzim antioksidan utama pada manusia yaitu superoksida dismutase, gluthatione peroksidase
dan katalase. Aktivitas enzim antioksidan meningkat selama trimester terakhir dari kehamilan
yang sama dengan peningkatan surfaktan dan alveolarisasi, serta perkembangan pembuluh
darah paru. Peningkatan ukuran alveolar, produksi surfaktan dan enzim antioksidan pada
14
janin yang mengalami transisi dari lingkungan intrauterine yang hipoksik ke lingkungan
extrauterine yang relatif hiperoksik. Neonatus kurang bulan yang terekspos oksigen dengan
konsentrasi tinggi meningkatkan risiko kerusakan dan radikal bebas oksigen.12
Penelitian pada binatang dan manusia mengenai superoksida dismutase dan katalase
mengakibatkan penurunan kerusakan sel, peningkatan angka kelangsungan hidup dan
pencegahan kerusakan pada paru. Oksidasi lipid dan protein juga terjadi pada bayi dengan
DBP.7
Saturasi oksigen yang ideal pada bayi cukup bulan dan kurang bulan tidak dapat ditentukan
karena bervariasi sesuai dengan usia kehamilan. Secara praktis para klinisi menggunakan
parameter saturasi oksigen yaitu 88-92%. Sulit untuk terjadinya keseimbangan yang optimal
pada paru-paru neonatus (alveolar dan vaskular) dan hemostasis vaskular retina. Pada
Supplemental Therapeutic Oxygen for Prethreshold Retinopathy of Prematurity (STOP-ROP)
terjadi penurunan retinopathy of prematurity (ROP) yang berat. Saturasi oksigen >95%
meminimalkan pengaruh retinopati tetapi meningkatkan risiko untuk pneumonia atau DBP.11
Hal-hal yang berhubungan dengan terapi oksigen:2.11
• Oksigen normal diberikan pada bayi kurang bulan. Hipertensi pulmonal dan penyakit
jantung pulmonal diakibatkan oleh hipoksia yang kronik dan jadi petunjuk terjadinya
remodeling jalan nafas pada bayi dengan DBP yang berat. Oksigen adalah vasodilator paru
yang kuat yang menstimulasi produksi nitrit okside (NO), NO menyebabkan relaksasi sel otot
dengan mengaktivasi cyclic guanosine monophosphate
• Pulse oximetry adalah monitoring noninvasif untuk oksigenasi
• Desaturasi yang berulang dan hipoksia terjadi pada bayi dengan DBP yang menerima
ventilator mekanik, stimulasi yang berlebih dan bronkospasme
• Transfusi packed RBCs dapat meningkatkan kapasitas oksigen pembawa pada bayi
kurang bulan dengan anemia (hematokrit < 30%), tetapi transfusi dapat meningkatkan
terjadinya komplikasi. Hemoglobin yang ideal tidak dapat dibentuk dengan baik pada bayi
dengan sakit yang serius. Hemoglobin tidak berkorelasi dengan baik dengan transport
oksigen
• Diperlukan transfusi yang berulang dan donor untuk meminimalkan terapi
eritropoetin, suplemen besi dan pengurangan keperluan phlebotomy
TERAPI NUTRISI
15
Bayi dengan BPD membutuhkan resting energi ekspenditure (REE) 25% lebih tinggi
dibanding anak sehat, sehingga kebutuhan total kalori meningkat 10% sampai 15%. Sebagian
besar dari peningkatan tersebut akibat dari kondisi insufisiensi paru dan peningkatan kerja
pernapasan. Kebutuhan energi untuk pertumbuhan antara 130 kcal/kg/hr sampai 150
kcal/kg/hr. Cara untuk mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik tersebut adalah dengan
menurunkan kerja pernapasan atau meningkatkan asupan energi atau keduanya (Premer,
1999).
Lemak merupakan sumber kalori yang baik bagi anak dengan BPD karena
kandungan kalori yang tinggi dan RQ yang rendah (Premer, 1999). Namun demikian lemak
sebaiknya tidak melebihi 60% dari kebutuhan kalori. Nutrisi yang optimal yang terdiri dari
energi yang cukup, mikronutrien, dan vitamin sangat penting untuk perkembanagan paru dan
proses penyembuhan. Kondisi gizi buruk akan memperburuk fungsi paru dan ukurannya.
Bayi dengan BPD sering mengalami gagal tumbuh karena peningkatan REE, peningkatan
kebutuhan kalori dan zat nutrisi lainnya. Kesulitan menelan karena intoleransi makanan,
gastroesophageal reflux (GER), pembatasan cairan, hipoksemia, infeksi berulang serta
perawatan berulang di rumah sakit berakibat terjadinya gagal tumbuh. Peningkatan berat
badan yang lambat merupakan salah satu efek dari hipoksemia yang tidak terdeteksi terutama
saat anak tidur, dimana terjadi penurunan saturasi oksigen (Voucher, 2002).
Penanganan nutrisi di fokuskan pada pembatasan katabolisme, pemberian kalori
tambahan dan zat gizi lain yang dibutuhkan untuk perbaikan paru serta pertumbuhan paru
yang optimal. Setelah pulang dari rumah sakit pemberian kalori tambahan dan zat gizi lain
untuk pertumbuhan masih harus dilanjutkan untuk kejar tumbuh dan selanjutnya
pertumbuhan yang normal, paling tidak sampai satu tahun umur biologis.
Beberapa nutrisi khusus diduga bermanfaat dalam mencegah dan penanganan bayi
dengan BPD seperti inositol, asam lemak, carnitin, cystein, vitamin A, C, dan E (Voucher,
2002). Namun demikian hanya vitamin A yang diberikan segera setelah lahir terbukti
bermanfaat dalam pencegahan dan terapi BPD (Atkinson, 2001).
A.Peningkatan Kebutuhan Nutrisi
a. Efek Prematuritas
Sebagian besar pasien dengan BPD lahir dengan berat badan sangat rendah dan usia
kehamilan kurang dan memiliki cadangan lemak, glikogen, dan mikronutrien lain seperti
besi, kalsium, phospat yang minimal. Bayi prematur dengan BPD akan cepat mengalami
keseimbnagan gizi yang negative (Tark, 2001).
b. Efek Bronkopulmonari Displasia
16
Peningkatan kebutuhan kalori pada pasien dengan BPD disebabkan oleh:
1. Peningkatan Basal Metabolic Rate
2. Peningkatan kerja pernapasan
3. Penyakit kronis/infeksi berulang
4. Distres napas/komplikasi metabolik.
C. Efek penurunan asupan makanan.
Pasien dengan BPD sangat sensitif terhadap kelebihan asupan cairan, baik oleh
karena penyakit parunya sendiri dan kemungkinan terjadinya komplikasi seperti gagal
jantung kiri. Pembatasan cairan akan berdampak pada terbatasnya energi yang dapat
diberikan. Penggunaan ventilator dan intubasi berulang akan membatasi asupan makanan
peroral dan mengganggu kemampuan menelan bayi. Penurunan saturasi saat makan akan
menyebabkan anak sering tampak sesak saat makan sehingga membatasi asupan makanan
(Tark, 200).
B.Penilaian Stasus Gizi
a. Antropometri
Pemantauan berat badan setiap hari sangat penting pada awal awal perawatan dan
masa kritis perawatan. Pemantauan berat badan sangat penting untuk menilai kelebihan
cairan dan pertumbuhan bayi. Pemantauan berat badan, panjang badan, lingkar kepala selama
masa pengawasan penting untuk mengetahui pencapaian pertumbuhan yang harus dicapai.Tark;
2001 Pengukuran antropometrik dengan menggunakan grafik NCHS, dengan koreksi usia
biologis. Pengukuran lain yang penting adalah lingkar lengan atas dan tebal lipat kulit.
Pengukuran antropometri yang harus terus di pantau adalah lingkar kepala karena pada pasien
dengan BPD sering juga dijumpai sertai gangguan perkembangan otak (Abrams, 2001; Tark,
2001)
b. Asupan Diet
Pada pasien dengan BPD pemberian jumlah asupan kalori, protein, cairan, proporsi
kalori dari karbohidrat, lemak dan protein penting untuk diperhatikan. Pemberian vitamin
dan mineral juga harus diperhitungkan dengan tepat.
Pemantauan pasien dalam menyusu dan menelan sangat penting, reflek menelan tidak
akan muncul sampai umur kehamilan 34 minggu. Alternatif pemberian diet diperlukan
sampai anak mampu menyusu dan menelan seperti pemasangan orogastrik tube. Saturasi
oksigen harus dipertahankan selama menyusu. Gangguan neurologi yang sering dijumpai
pada BPD akan memperlambat kemampuan menelan anak.
17
c. Biokimia
Pemantauan biokimia darah anak tergantung pada kondisi klinis dan terapi yang
diberikan pada anak, terutama diuretik dan steroid. Jika dijumpai tanda-tanda anemi diperiksa
haemoglobin dan profil besi. Pemeriksaan elektrolit rutin diperlukan jika masih
menggunakan diuretic terutama steroid.
d. Kondisi Klinis Pasien
Kondisi klinis pasien menentukan kebutuhan nutrisi pasien. Pasien dengan kondisi
berat dan oksigenasi yang kurang di jaringan akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan.
Eksaserbasi akut akan meningkatkan kebutuhan nutrisi dan pada saat yang sama akan sangat
terpengaruh oleh pemberian cairan yang berlebihan. Kondisi klinis lain juga yang harus
dinilai adalah penyakit jantung-paru, gastroesophagus refluk, muntah berulamg dan terapi
yang diberikan.
Manajemen Nutrisi
Pada BPD dijumpai 3 fase manajemen nutrisi, yakni fase akut, fase intermediet, dan
fase konvalesen (Tark; 2001). Kebutuhan kalori pada masing-masing fase dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Table 1. Kebutuhan kalori (kcal/kg/hari) pada bayi dengan BPD pada tiap tahap
menejemen nutrisi (Tark; 2001)
KomponenFase Akut* Fase Intermediet*
Fase Rekonvalesen*
Basal metabolic rate 45 60 60Stool losses 10 10 10
Aktivitas 10 10 10Spesific dynamic action 5 5 10
Kebutuhan pertumbuhan 0 Feb-30 20-30thermal stress 10 10 10
Total 50-70 95-120 120-130
*diet oral sulit dilakukan; **diet enteral bertahap; ***diet oral penuh
a. Fase akut
Fase ini merupakan suatu fase kritis dari penyakit BPD dan sering dijumpai adanya
patent ductus arteriosus dan nekrotikan enterokolitis. Komplikasi pemberian makanan pada
pasien ini yang sering dijumpai adalah kelebihan cairan dan hiperglikemia. Pada fase ini
18
kebutuhan elektrolit harus dipenuhi karena sering terjadi ketidakseimbangan elektrolit akibat
pembatasan cairan dan terapi yang diberikan. Pada fase ini kadang diet harus diberikan
melalui parenteral baik karena BPD itu sendiri maupun karena komplikasi yang terjadi (Tark
et al, 2001).
b. Fase intermediet
Fase ini ditandai dengan adanya perbaikan secara klinis dan dapat dimulai dengan
pemberian diet oral yang bertahap. Kelebihan cairan masih merupakan komplikasi yang
sering dijumpai, tapi pada fase ini anak mulai memiliki kemampuan mentoleransi kelebihan
cairan.10
c. Fase konvalesen
Fase ini merupakan fase penyembuhan. Pemberian diet sudah dapat dilakukan secara
oral atau diet oral penuh. Monitor asupan kalori, pertumbuhan dan perkembangan sangat
penting. Pemberian nutrisi tergantung pada kebutuhan bayi dan kondisi klinis yang dijumpai
pada bayi tersebut (Tark, 2001).
Protein
Protein sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan. Ginjal yang belum berkembang
sempurna tidak akan mampu mentoleransi diet protein yang terlalu tinggi.Tark; 2001 Protein tidak
boleh melebihi 8-12% dari total kalori yang diberikan. Sumber energi dari protein yang harus
diberikan. Pada bayi dengan BPD yang mendapat kalori sekitar 120 kkal/kgbb/hr, intake
kalori yang di berikan minimal 3,5 g/kgbb/hr (Premer et al, 1999).
Mineral
Bayi dengan BPD sering mendapat terapi diuretik seperti furosemid yang
menyebabkan peningkatan ekskresi kalium, natruim, klorida, dan kalsium. Pemberian
diuretik akan meningkatkan kebutuhan natrium dari kebutuhan normal 3-4 mEq/kgbb/hari
menjadi 12 mEg/kgbb/hr dan kebutuhan kalium dari 2-4 mEq/kgbb/hr meningkat menjadi 7-
10 mEq/kgbb/hr. Defisit klorida juga terjadi sehingga natrium dan kalium harus diberikan
dalam natruim klorida dan kalium klorida untuk mengganti defisit natrium dan klorida. Bayi
dengan hiponatremia persisten menunjukkan gangguan pertumbuhan dan hipokloremia berat
berhubungan dengan sudden infant death pada pasien dengan BPD. Kehilangan kalsium
melalui urin akibat pemberian deuretik akan meningkatkan resiko terjadianya osteopenia
pada bayi prematur dan nefrokalsinosis. Kebutuhan kalsium pada pemberian duiretik juga
meningkat dari 150 to 1(Premer et al; 1999). 0 mg/kg/hr, menjadi 200 to 225 mg/kg/hr.
19
Pemberian glukokortikoid akan meningkatkan remodeling dan meningkatkan kebutuhan
kalsium (Premer et al, 1999).
Pemberian zat besi menjadi dilema pada pasien dengan BPD. Zat besi penting untuk
pertumbuhan dan fungsi normal tubuh terutama eritropoesis, tapi potensinya untuk
membentuk zat oksidan juga harus dipertimbangkan (Premer et al, 1999).
Vitamin
Antioksidan seperti vitamin A, C, dan E sangat penting untuk melindungi membran
sel dari kerusakan akibat radikal bebas. Vitamin A berperan dalam pertumbuhan diferensiasi,
dan penyembuhan kerusakan jaringan epitel. Defisiensi vitamin A diduga berhubungan
dengan meningkatnya kejadian BPD pada bayi prematur. Telah menjadi konsensus bahwa
kadar serum retinol <20 mcg/dL berhubungan dengan kejadian BPD. Defisiensi vitamin A
juga mempengaruhi proliferasi sel T dan aktivitas imunomodulasi dan fagositosis leukosit
(Premer et al, 1999). Pencegahan defesiensi vitamin A atau terapi terhadap defisiensi
vitaminA dengan pemberian 2.000 IU intramuskular selang sehari efektif dalam menurunkan
kejadian BPD. Bayi dengan berat lahir sangat rendah berisiko terhadap defesiensi vitamin A
karena memiliki konsentrasi plasma vitamin A rendah saat lahir. Rekomedasi saat ini yang
ada untuk pemberian vitamin A menurut The the American Academy of Pediatrics (AAP)
retinol 210–450 mg/kg/hr. Pemahaman tentang manfaat vitamin A pada bayi dengan berat
badan lahir sangat rendah selama proliferasi dan diferensiasi epitel menjadi dasar pemberian
vitamin A untuk merangsang reepiteliasasi jaringan paru setelah barotrauma dan toksisitas
oksigen konsentrasi tinggi (Tark et al, 200)
Deksametason yang diberikan pada bayi dengan berat badan sangat rendah
meningkatkan konsentrasi plasma retinol dan retinol binding protein diduga sebagai efek
stimulai deksametason terhadap pelepasan zat tersebut dari hati. Sehingga pemberian vitamin
A pada saat pemberian deksametason tidak di anjurkan (Atkinson, 2001).
Vitamin E merupakan antioksidan biologis yang melindungi polyunsaturated fatty
acids dari membran sel. Defisiensi vitamin ini akan mengakibatkan gangguan pada system
imun humoral dan selular, jugakan mengakibatkan anemia haemolitik berat. Vitamin E
diberikan dengan dosis 50 sampai 75 IU/hr (Premer et al, 1999).
Nutrisi Parenteral
Pada fase akut, diet yang mungkin diberikan adalah secara parenteral. Perhatian
khusus pada diet parenteral adalah pada kemungkinan gangguan perkembangan paru akibat
pemberian lemak secara parenteral. Efek samping pemberian lemak tergantung kepada
maturitas bayi dan kecepatan pemberian. Pemberian lemak parenteral menurut AAP pada
20
BBLR dimulai dari 0,5-1 gr/kg/hari dinaikkan sampai maksimal 3 gr/kg/hari. Kadar
trigliserid serum harus dipertahankan di bawah 100 mg/dl. AAP juga merekomendasikan
kecepatan pemberian glukosa (GIR) mulai dari 6mg/kg/menit dan dinaikkan sampai 11-12
mg/kg/menit. Pemberian glukosa yang tinggi akan meningkatkan produksi karbon dioksida
dimana pada bayi dengan gangguan fungsi paru akan mengalami kesulitan mengekskresikan
arbondioksida tersebut sehingga dapat menyebabkan asidosis respiratorik (Tark et al, 200)
Nutrisi Enteral
Pemberian diet enteral dimulai secara bertahap sehingga sesuai dengan maturitas
saluran pencernaan bayi prematur. Diet enteral dimulai pada fase intermediet. Sangat penting
untuk memberikan kalori dan protein yang cukup jika diet enteral telah dapat ditoleransi.
Kesulitan pada fase intermediet anak akan mulai tampak kelaparan namun diet oral belum
dapat diberikan. Lapar merupakan tanda awal dari mulainya perkembangan kemampuan
menelan. ASI/susu formula bayi premature dengan konsentrasi vitamin dan mineral yang
tinggi diberikan pada awal mulainya diet enteral. ASI atau susu formula bayi premature harus
diberikan sampai berat badan bayi 2000-2500 gram. Distribusi kalori terdiri dari protein 8-
12%, karbohidrat 40-50%, lemak 40-50% (Tark et al, 2001)
Kesulitan Makan
Paien dengan BPD sebagian besar akan mengalami kesulitan makan karena
prematuritasnya sendiri dan beratnya penyakit paru yang terjadi serta tindakan terapi yang di
dapatkan. Intubasi dan penggunaan ventilator akan mengganggu perkembangan kemampuan
menelan tidak hanya pada bayi premature tapi juga pada bayi cukup umur. Terapi okupasi
dan pengenalan awal kelainan perkembangan bahasa harus di identifikasi sejak awal (Tark et
al, 2001)
21