blue economy

3
Tepatkah Menerapkan Blue Economy di Indonesia? Oleh : Deni Shihabuddin (10.23.393) Indonesia dikenal oleh dunia sebagai maritim, sebagian besar negara ini di kelilingi oleh laut, bukan hanya itu, kekayaan alam lautnya pun sangat melimpah ruah Potensi bisnis dari pengembangan blue economy di sektor kelautan dan perikanan mencapai 1,2 triliun dolar. Potensi itu dihitung berdasarkan besarnya potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia, yakni potensi perikanan tangkap mencapai 6,5 juta ton ikan per tahun, potensi lahan budidaya laut lebih dari 12 juta ha. Selain itu sebanyak 70 persen dari 60 cekungan migas Indonesia berada di laut dengan cadangan minyak bumi sebesar 9,1 miliar barrel. Kemudian sekitar 80 persen industri dan 59 persen kota berada di wilayah pesisir. Begitu pun dengan pariwisata, sebagian besar obyek wisata terkait dengan potensi pantai dan keindahan laut.\ Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km2 dan wilayah ZEE Indonesia 2,7 juta km2. Selain itu, terdapat 17.840 pulau di Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) dengan UU No 17/1985. Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan dasar hukum bagi negara-negara pantai untuk menentukan batasan lautan sampai zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen. Namun, ada beberapa hak dan kewajiban negara yang belum dilaksanakan. Diantaranya, penetapan batas wilayah dengan negara tetangga yang belum tuntas,

Upload: denisaurus-deni

Post on 06-Aug-2015

23 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ekonomi

TRANSCRIPT

Page 1: Blue Economy

Tepatkah Menerapkan Blue Economy di Indonesia?Oleh : Deni Shihabuddin (10.23.393)

Indonesia dikenal oleh dunia sebagai maritim, sebagian besar negara ini di kelilingi oleh laut, bukan hanya itu, kekayaan alam lautnya pun sangat melimpah ruah Potensi bisnis dari pengembangan blue economy di sektor kelautan dan perikanan mencapai 1,2 triliun dolar. Potensi itu dihitung berdasarkan besarnya potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang dimiliki Indonesia, yakni potensi perikanan tangkap mencapai 6,5 juta ton ikan per tahun, potensi lahan budidaya laut lebih dari 12 juta ha.

Selain itu sebanyak 70 persen dari 60 cekungan migas Indonesia berada di laut dengan cadangan minyak bumi sebesar 9,1 miliar barrel. Kemudian sekitar 80 persen industri dan 59 persen kota berada di wilayah pesisir. Begitu pun dengan pariwisata, sebagian besar obyek wisata terkait dengan potensi pantai dan keindahan laut.\

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta kilometer persegi yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,2 juta km2 dan wilayah ZEE Indonesia 2,7 juta km2. Selain itu, terdapat 17.840 pulau di Indonesia dengan garis pantai sepanjang 95.181 km. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS 1982) dengan UU No 17/1985.

Konvensi Hukum Laut Internasional memberikan dasar hukum bagi negara-negara pantai untuk menentukan batasan lautan sampai zona ekonomi eksklusif, dan landas kontinen. Namun, ada beberapa hak dan kewajiban negara yang belum dilaksanakan. Diantaranya, penetapan batas wilayah dengan negara tetangga yang belum tuntas, penetapan titik-titik koordinat batas-batas wilayah dan pengelolaan sumberdaya alam laut yang terkandung di dalam laut teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI), dan landas kontinen.

Potensi kelautan Indonesia yang demikian besar belum dikelola dengan baik. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki cara pandang land-based development atau pembangunan yang berbasis daratan. Padahal nyata dihadapan kita bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara dengan memiliki perbandingan wilayah lautan yang lebih luas dibandingkan daratan. Oleh karena itu kita perlu mengubah cara pandang masyarakat Indonesia dari land-based development menjadi ocean-based development atau pembangunan yang berorientasi lautan.

Ekosistem laut dan sumber daya perikanan  yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi semata, dengan mengabaikan lingkungan menyebabkan masyarakat pesisir semakin terjerat kemiskinan. Hal itu dikarenakan rusaknya sumber daya potensial. Padahal,  penempatan nilai-

Page 2: Blue Economy

nilai ekologi lebih penting daripada perkembangan nilai ekonomi jangka pendek. Kemiskinan dan kerusakan ekologis merupakan salah satu faktor utama penyumbang kemiskinan Indonesia.

 Menyadari hal ini,  KKP menjadikan paradigma blue economy sebagai  paham dalam pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Konsep ini dinilai mampu mengembangkan ekonomi masyarakat secara komprehensif yang bermuara pada tercapainya pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkelanjutan. Hal itu diutarakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo dalam acara discussion forum on blue economy di Jakarta, Rabu(12/12).

Konsep blue economy mampu menjadi jembatan antar nilai ekonomi, sosial , dn lingkungan. Tentu saja, konsep itu akan bersinergi dengan pelaksanaan "triple track strategy" yakni program pro-poor (pengentasan kemiskinan), pro-growth (pertumbuhan), pro-job (perekrutan tenaga pekerjaan) dan pro-environment (pelestarian lingkungan).

Blue Economy adalah sebuah model bisnis yang mampu melipat gandakan pendapatan diikuti dengan dampak penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai tambah. Paradigma ini dapat mengoptimalkan sumber daya kelautan dan perikanan dengan mongolah limbah dari satu produk menjadi bahan baku produk lain dan mampu menghasilkan lebih banyak produk turunan (zero waste).

Dunia usaha pun sebenarnya sebagian sudah menerapkan konsep ini, seperti sebuah pabrik pengolahan ikan nila di Sumatera Utara dan satu lagi di Jawa tengah. Kedua pabrik tersebut telah memberlakukan zero waste di mana kepala ikan nila dimanfaatkan untuk bahan kosmetik, ekor ikan digunakan untuk membuat bakso dan darah ikan dijadikan keripik. Konsep perkembangan dari satu produk ke berbagai produk turunan inilah yang akan terus dipacu dalam mengimplementasikan konsepsi  tersebut.

Bahkan, beberapa negara sudah mengecap manisnya  dengan menerapkan konsep ini sebagai bagian dari kebijakannya. Seperti, Maroko, Kolombia, Afrika Selatan dan Spanyol. Keberhasilan itu ditunjukkan dengan masih lestarinya sumber daya alam dan masyarakat yang mampu menciptakan sumber pendapatan baru.