blog.umy.ac.idblog.umy.ac.id/ghea/files/2012/01/ashulaqidahaswaja.doc · web viewpendahuluan segala...

123
MyQuran > Pesantren Virtual > Kajian Hadits & Sunnah Rasul > Ushul Aqidah Ahlu Sunnah PDA View Full Version : Ushul Aqidah Ahlu Sunnah ronyfistek 24 Mar 2005, 05:42:16 Berikut Artikel mengenai Ushul Aqidah Ahlissunnah NB: BAGI NON AHLISSUNNAH, BACA DULU, HAYATI, LALU BARU NGOMONG ALIAS PROTES. ronyfistek 24 Mar 2005, 05:43:46 PENDAHULUAN Segala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada- Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam". [Ali-Imran : 102]. Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk. "Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah". [Ali Imran : 8] Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang. Wa ba'du. Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan 'Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da'wah) kontemporer dan jama'ah-jama'ah yang berbeda- beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama'ah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya. Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam : "Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri", yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana Dia telah berfirman. "Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". [Al-Hijr : 9] Maka, Pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang- orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela ...". [Al-Maaidah : 54] Dan firman Allah. "Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti ( kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini". [Muhammad : 38] Golongan atau jama'ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu

Upload: hoangnhu

Post on 04-Sep-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MyQuran > Pesantren Virtual > Kajian Hadits & Sunnah Rasul > Ushul Aqidah Ahlu Sunnah

PDA

View Full Version : Ushul Aqidah Ahlu Sunnah

ronyfistek24 Mar 2005, 05:42:16

Berikut Artikel mengenai Ushul Aqidah AhlissunnahNB: BAGI NON AHLISSUNNAH, BACA DULU, HAYATI, LALU BARU NGOMONG ALIAS PROTES.

ronyfistek24 Mar 2005, 05:43:46

PENDAHULUANSegala puji bagi Allah Rab semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk. Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam". [Ali-Imran : 102].

Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk.

"Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah". [Ali Imran : 8]

Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.

Wa ba'du.Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan 'Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da'wah) kontemporer dan jama'ah-jama'ah yang berbeda-beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama'ah mana dia harus ikut bergabung. Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.

Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam : "Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri", yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana Dia telah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". [Al-Hijr : 9]

Maka, Pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela ...". [Al-Maaidah : 54]

Dan firman Allah.

"Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti ( kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini". [Muhammad : 38]

Golongan atau jama'ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits :

"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta'la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian". [1]

Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam yang benar beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dari berjalan pada jalan mereka dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442, penerjemah Abu Aasia]_________Foote Note[1] Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13, hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy

ronyfistek24 Mar 2005, 05:45:27

Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku". [Al-Anbiyaa : 92].

Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum munafiq.

"Artinya : Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar".

Yang kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada lanjutan ayat yang sama) :

"Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami". [Al-Munafiqun : 7].

Demikian pula, kaum Yahudi-pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka.

"Artinya : Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran". [Ali Imran : 72].

Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Allah menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.

Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya mereka berusaha kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengibas-ngibas kaum Anshar tentang permusuhan diantara mereka sebelum datangnya Islam dan perang sya'ir diantara mereka. Allah membongkar makar tersebut dalam firman-Nya.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman".[Ali Imran : 100].

Sampai pada firman Allah.

"Artinya : Pada hari yang diwaktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram ....." [Ali-Imran : 106]

Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kaum Anshar : menasehati dan mengingatkan mereka ni'mat Islam dan bersatunya merekapun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. [1]. Dengan demikian gagallah pula makar Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya.

"Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas ......".[Ali-Imran : 105].

Dan firman-Nya pula.

"Artinya : Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah ....".[Ali-Imran : 103].

Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam-pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya ; sabdanya.

"Artinya : Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan sunnah Khulafaa'rasiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku".[2].

Dan sabdanya pula.

"Artinya : Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; beliau menjawab : yaitu barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini". [3].

Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya.

"Artinya : Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya".[4]

Perawi hadits ini berkata : "saya tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga kali".

Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi'in dan pengikut para tabi'in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.

Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa

kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah. Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.

Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat Radhiyallahu 'anhum bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau.

"Artinya : Mereka yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini" [5]

Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang mereka Allah telah berfirman.

"Artinya : Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah kami selamatkan diantara mereka, dan orang-orang yang dzolim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka ; dan mereka adalah orang-orang yang berdosa". [Huud : 116].

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oelh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]_________Foote Note[1] Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150[2] Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43[3] Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari'ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I'tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah I nomor 145-147[4] Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86-87 Syarah An-Nawawy[5] Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43

ronyfistek24 Mar 2005, 05:49:06

Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran bagi kita untuk mengetahui pula nama-nama beserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnyalah kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain. Dan diantara nama-namanya adalah : Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat) ; Ath-Thooifatul Manshuroh (golongan yang ditolong) ; dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, yang artinya adalah sebagai berikut.

[1]. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang selamat dari api neraka sebagaimana telah dikecualikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada umatnya dengan sabdanya : "Seluruhnya di atas neraka kecuali satu ; yakni yang tidak masuk kedalam neraka".(Telah terdahulu keterangannya)

[2]. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As-Saabiqunal Awwalun (para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, sebagaimana di sabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Mereka itu adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini".(Telah terdahulu keterangannya)

[3]. Bahwasanya pemeluk kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua hal penting ; pertama. berpegang teguhnya mereka terhadap As-Sunnah sehingga mereka di sebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan kelompok-kelompok lain karena mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya, hawa nafsunya dan perkataan para pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada Sunnah, akan tetapi dinisbatkan kepada bid'ah-bid'ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al-Qadariyah dan Al-Murji'ah ; atau dinisbatkan kepada para imam-nya seperti Al-Jahmiyah ; atau dinisbatkan pada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar-Rafidhah dan Al-Khawarij. Adapun perbedaan yang kedua adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jama'ah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al-Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al-Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.

[4]. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat. Karena gigihnya mereka dalam menolong dinullah maka Allah menolong mereka, seperti difirmankan Allah :

"Artinya : Jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolong mereka". [Muhammad : 7].

Oleh karena itu pula Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda :

"Artinya : Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu memadlorotkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta'ala sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian". [1]

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem Riyadh, penerjemah Abu Asia]_________Foote Note[1] Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460 dan Imam Muslim 5, Juz 13, hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy

ronyfistek24 Mar 2005, 05:50:04

Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya

dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.

Prinsip-Prinsip Tersebut Teringkas Dalam Butir-Butir Berikut.

Prinsip Pertama.BERIMAN KEPADA ALLAH, PARA MALAIKATNYA, KITAB-KITABNYA, RASUL-RASUL-NYA, HARI AKHIR DAN TAQDIR BAIK DAN BURUK

[1]. Iman Kepada AllahBeriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti'qad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu.

Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal itu disyari'atkan oleh-Nya seperti berdo'a, takut, rojaa' (harap), cinta, dzabh (penyembelihan), nadzr (janji), isti'aanah (minta pertolongan), al-istighotsah (minta bantuan), al-isti'adzah (meminta perlindungan), shalat, shaum, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari'atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya.

Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasuln-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala 'aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil (perumpamaan), tanpa tasybiih (penyerupaan), tahrif (penyelewengan), ta'thil (penafian), dan tanpa takwil ; seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". [Asy-Syuro : 11]

Dan firman Allah pula.

"Artinya : Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo'alah kamu dengannya". [Al-A'raf : 180].

[2]. Beriman Kepada Para Malaikat-NyaYakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah mencitakan malaikat dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah.

"Artinya : ....Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dumuliakan, mereka tidak mendahulu-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya". [Al-Anbiyaa : 26-27].

"Artinya : Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki". [Faathir : 1]

[3]. Iman Kepada Kitab-kitab-NyaYakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur'an yang merupakan mu'jizat yang agung. Allah berfirman.

"Artinya : Katakanlah (Hai Muhammad) : 'sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu". [Al-isra : 88]

Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam (firman) Allah ; dan dia bukanlah mahluq baik huruf maupun artinya. Berbeda dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah mahluk baik huruf maupun maknanya. Berbeda pula dengan pendapat Asyaa'irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam (firman) Allah hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah mahluk. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil berdasarkan firman Allah.

"Artinya : Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar Kalam Allah (Al-Qur'an)". [At-Taubah : 6]

"Artinya : Mereka itu ingin merubah Kalam Allah". [Al-Fath : 15]

[4]. Iman Kepada Para RasulYakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi sesudahnya ; maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir. Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhanya (Allah) sebagaimana yang difirmankan Allah.

"Artinya : Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair itu anak Allah ; dan orang-orang Nasharani berkata :'Isa Al-Masih itu anak Allah...". [At-Taubah : 30]

Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah meerendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut. Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi Isa dan Muhammad 'alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan orang-orang Nashara telah kafir kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang mengimani sebagian- mengingkari sebagian (dari para rasul Allah), maka dia telah mengingkari dengan seluruh rasul, Allah telah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kafur kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara (keimana kepada) Allah dan Rasul-Nya, dengan mengatakan : Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan diantara yang demikian (iman dan kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakan". [An-Nisaa : 150-151].

Dan Allah juga berfirman.

"Artinya : Kami tidak mebeda-bedakan satu diantara Rasul-rasul-Nya ....".[Al-Baqarah : 285]

[5]. Iman Kepada Hari AkhiratYakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni'mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatn dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan neraka. Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya.

Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah.

"Artinya : Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata : 'Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ......". [Al-Baqarah : 111].

"Artinya : Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja". [Al-Baqarah : 80].

[6]. Iman Kepada Taqdir.Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.

Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.

Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya.

"Artinya : Dan kamu tidak bisa berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya". [At-Takwir : 29]

Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 05:51:36

Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.

Prinsip-Prinsip Tersebut Teringkas Dalam Butir-Butir Berikut.

Prinsip KeduaDan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : Bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kema'shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma'rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran.

Allah berfirman.

"Artinya : Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu". [An-Naml : 14]

"Artinya : ....... karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzolim itu menentang ayat-ayat Allah". [Al-An'aam : 33]

"Artinya : Dan kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam" [Al-Ankabut : 38]

Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji'ah ; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya.

"Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah tergetar

hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu'min yang sebenarnya ..." [Al-Anfaal : 2-4]

"Artinya : Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian" [Al-Baqarah : 143]

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 05:52:49

Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.

"Artinya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..." [An-Nisaa : 48]

Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma'shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta'at dengan adanya kekafiran.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem-Riyadh, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 05:54:25

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah wajibnya ta'at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kemakshiyatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma'shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala.

"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian ..." [An-Nisaa : 59]

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta'at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba". [Telah terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits 'Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya].

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandang bahwa ma'shiyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan ma'shiyat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya.

"Artinya : Barangsiapa yang ta'at kepada amir (yang muslim) maka dia ta'at kepadaku dan barangsiapa yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat kepadaku". [Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas Syarah Nawawi].

Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama'ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo'akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 05:55:22

Luasnya Kekuasaan Allah Dan Ampunan-Nya

يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسي. وجعلته : »الله عليه وسلم. فيما روى عن الله تبارك وتعالى أنه قال عن أبي ذر الغفاري, عن النبي صلىمحرما. فال تظالموا بينكم .

أطعمته. فاستطعموني أطعمكم هديته. فاستهدوني أهدكم. يا عبادي كلكم جائع إال من يا عبادي كلكم ضال إال من . إال من كسوته. فاستكسوني أكسكم يا عبادي كلكم عار .

يا عبادي إنكم فاستغفروني أغفر لكم. تخطئون بالليل والنهار, وأنا أغفر الذنوب جميعا . ضري فتضروني. ولن تبلغوا نفعي فتنفعوني يا عبادي إنكم لن تبلغوا .

لو أن أولكم وآخركم, وإنسكم وجنكم. كانوا على يا عبادي أتقى قلب رجل واحد منكم. ما زاد ذلك في ملكي شيئا . شيئا. يا عبادي لو أن أولكم وآخركم. كانوا على أفجر قلب رجل واحد. ما نقص ذلك من ملكي. يا عبادي لو أن أولكم وآخركم. وإنسكم وجنكم

إذا أدخل البحر مسألته. ما نقص ذلك مما عندي إال كما ينقص المخيط قاموا في صعيد واحد فسألوني. فأعطيت كل إنسان. وإنسكم وجنكم . ومن وجد غير ذلك فال يلومن إال نفسه. لكم. ثم أوفيكم إياها. فمن وجد خيرا فليحمد الله يا عبادي إنما هي أعمالكم أحصيها «.

Dari Abu Dzarr al-Ghifary RA., dari Nabi SAW., dalam apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla bahwasanya Dia berfirman, “Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya telah Aku haramkan atas diri-Ku perbuatan zhalim dan Aku jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.

Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah sesat kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk; maka mintalah petunjuk

kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian petunjuk.

Wahai para hamba-Ku, setiap kalian itu adalah lapar kecuali orang yang telah Aku beri makan; maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian makan.

Wahai para hamba-Ku, setiap kalian adalah telanjang kecuali orang yang telah Aku beri pakaian; maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku beri kalian pakaian.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat kesalahan di malam dan siang hari sedangkan Aku mengampuni semua dosa; maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian.

Wahai para hamba-Ku sesungguhnya kalian tidak akan mampu menimpakan bahaya kepada-Ku sehingga kalian bisa membayakan-Ku dan tidak akan mampu menyampaikan manfa’at kepada-Ku sehingga kalian bisa memberi manfa’at pada-Ku.

Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling takwa di antara kamu (mereka semua adalah ahli kebajikan dan takwa), maka hal itu (keta’atan yang diperbuat makhluk-red.,) tidaklah menambah sesuatu pun dari kekuasaan-Ku

Wahai para hamba-Ku, andaikata hati generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian sama seperti hati orang paling fajir (bejad) di antara kalian (mereka semua ahli maksiat dan bejad), maka hal itu (kemaksiatan yang mereka perbuat-red.,) tidaklah mengurangi sesuatu pun dari kekuasaan-Ku.

Wahai para hamba-Ku, andaikata generasi terdahulu dan akhir dari kalian, golongan manusia dan jin kalian berada di bumi yang satu (satu lokasi), lalu meminta kepada-Ku, lantas Aku kabulkan permintaan masing-masing mereka, maka hal itu tidaklah mengurangi apa yang ada di sisi-Ku kecuali sebagaimana jarum bila dimasukkan ke dalam lautan.

Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya ia hanyalah perbuatan-perbuatan kalian yang aku perhitungkan bagi kalian kemudian Aku cukupkan buat kalian; barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah dan barangsiapa yang mendapatkan selain itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya sendiri.” (HR.Muslim)

Urgensi Hadits

Imam Ahmad RAH., berkata, “Tidak ada hadits yang lebih mulai dari ini bagi Ahli Syam (karena para periwayatnya semua adalah orang-orang Syam).”

Beliau mengatakan hal tersebut karena betapa agungnya hadits tersebut yang mengandung banyak makna-makna mulia.

Kosa Kata

Makna kata “Perbuatan zhalim” : Kezhaliman artinya meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya, yaitu melampaui batas

Makna “Aku cukupkan buat kalian” : Yakni Aku membalas kalian berdasarkan perbuatan kalian baik kecil mau pun besar, yaitu di akhirat kelak

Pesan-Pesan Hadits

1. Hadits ini merupakan hadits Qudsi, yaitu Hadits yang diriwayatkan Rasulullah SAW dari Rabb-nya. Perbedaan antara Hadits Qudsi dan al-Qur’an di antaranya adalah: - Bahwa al-Qur`an al-Kariim adalah mukjizat mulai dari lafazhnya hingga maknanya sedangkan Hadits Qudsi tidak memiliki kemukjizatan apa pun - Bahwa shalat tidak sah kecuali dengan al-Qur`an al-Kariim sedangkan Hadits Qudsi tidak sah untuk shalat - Bahwa al-Qur`an al-Kariim tidak boleh diriwayatkan dengan makna sementara Hadits Qudsi boleh

2. Hadits tersebut menjelaskan bahwa Allah Ta’ala Maha Suci dari semua sifat kekurangan dan cela, di antaranya berbuat zhalim, di mana Dia berfirman, “Sesungguhnya telah Aku haramkan atas diri-Ku perbuatan zhalim.” Dia juga berfirman dalam al-Qur`an, “Dan Aku sekali-kali tidak menzhalimi hamba-hamba-Ku.” (Qaaf:29) Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zhalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zhalim kepada diri mereka sendiri.” (Yuunus:44)

3. Allah Ta’ala melarang para hamba-Nya berbuat zhalim antar sesama mereka sebab perbuatan zhalim diharamkan dan akibatnya amat fatal baik di dunia mau pun di akhirat. Allah Ta’ala berfirman, “Dan begitulah adzab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zhalim. Sesungguhnya adzab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (Huud:102) Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya perbuatan zhalim itu adalah kegelapan di hari Kiamat.” (HR.al-Bukhary dan Muslim) Dalam sabda yang lain, “Sesungguhnya Allah Ta’ala akan mengulur-ulur bagi pelaku kezhaliman hingga bila Dia menyiksanya, Dia tidak akan membuatnya lolos (dapat menghindar lagi).” (HR.al-Bukhary)

4. Kezhaliman ada beberapa macam: a. Zhalim terhadap diri sendiri dan yang paling besarnya adalah berbuat syirik terhadap Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kezhaliman yang besar.” (Luqman:13) Di antaranya lagi adalah melakukan perbuatan maksiat dan berbuat dosa

b. Perbuatan zhalim seorang hamba terhadap orang lain seperti mengambil hak mereka, menyakiti, menggunjing (ghibah), mengadu domba dan membicarakan mereka tanpa hak.

5. Hadits tersebut juga menjelaskan betapa kebutuhan para hamba kepada Allah Ta’ala. Karena itu, hendaknya mereka berlindung kepada-Nya, memohon, meminta pertolongan, meminta ma’af dan ampunan kepada-Nya. Memohon kepada-Nya agar diberi ampunan, rahmat dan rizki. Siapa pun manusianya, maka tidak mungkin dia tidak membutuhkan Rabbnya.

6. Semua manusia pasti melakukan kesalahan. Karena itu, bertindak keliru atau memiliki keterbatasan bukanlah suatu ‘aib akan tetapi yang dikatakan ‘aib itu adalah terus-menerus di dalam kesalahan ini, membiarkannya dan tidak mempedulikannya. Hendaknya seorang hamba memandang kepada keagungan Dzat Yang ia maksiati dan lakukan kesalahan terhadap-Nya dan janganlah memandang kepada kecilnya suatu kemaksiatan. Dari itu, hendaknya ia bersegera untuk bertobat dan kembali kepada-Nya serta meminta ampunan-Nya. Allah Ta’ala berfirman, “Dan

bertaubatlah kamu semua kepada Allah wahai kaum Mukmiin, semoga kamu beruntung.” (an-Nuur:31) Dan firman-Nya, “Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dial-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (az-Zumar;53)

7. Betapa besarnya ampunan Allah dan betapa luas kekuasaan-Nya. Sekalipun semua makhluk berkumpul maka sama sekali mereka tidak dapat mempengaruhi bertambah atau berkurangnya kekuasaan-Nya tersebut.

8. Seorang Muslim hendaknya berhati-hati dalam semua perbuatannya sehingga ia bisa membersihkan dan memperbaikinya. Semuanya sudah diperhitungkan atasnya, dicatat di dalam lembaran amal-amalnya baik kecil mau pun besar. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya, [7]. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.” (az-Zalzalah:7-8)

9. Hendaknya seorang Muslim menghitung dirinya sendiri di dalam kehidupan ini sebelum dirinya diperhitungkan nanti pada hari Kiamat yang karenanya dia akan mencela dirinya sendiri, mencercanya, menyesali namun penyesalan yang tiada guna.

Umar bin al-Khaththab RA berkata, “Hitunglah dirimu sebelum dirmu diperhitungkan dan timbanglah ia sebelum dirimu ditimbang dan bersiap-siaplah untuk Hari ‘al-‘Ardl al-Akbar’ (sidang terbesar terhadap kaum Mukminin pada hari Kiamat).” (HR.at-Turmudzy secara mu’allaq. Ibn Katsir berkata, “Di dalam Musnad ‘Umar terhadap atsar yang masyhur namun terdapat Inqithaa’ (terputus pada sanadnya)”. Wallahu a’lam

(SUMBER: Silsilah Manaahij Dawraat al-‘Uluum asy-Syar’iyyah –al-Hadiits- Fi`ah an-Naasyi`ah, karya Prof.Dr.Faalih bin Muhammad ash-Shaghiir, h.124-128)

ronyfistek24 Mar 2005, 06:01:01

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu'tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 06:02:42

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar. Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu'tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:03:15

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu 'anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka.

"Artinya : Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-suadara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". [Al-Hasyr : 10].

Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". [Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy]

Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.

Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhum ajma'in. Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 06:04:03

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya.

"Artinya : Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku". [1]

Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu'minin Radhiyallahu 'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.

"Artinya : Wahai wanita-wanita nabi ........". [Al-Ahzab : 32]

Kemudian mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman.

"Artinya : Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya". [Al-Ahzab : 33]

Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang dimaksud disini khususnya adalah yang sholeh diantara mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak. Allah berfirman.

"Artinya : Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia". [Al-Lahab : 1]

Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya :Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah". [2]

Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman.

"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian". [Al-Jin : 21].

"Artinya : Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sunguh aku aka perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan". [Al-A'raf : 188]

Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]_________Foote Note[1]. Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629][2]. Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawawy

ronyfistek24 Mar 2005, 06:04:38

Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya Mu'tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya. Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma'shiyat.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh Saudi Arabia, penerjemah Abu Aasia]

ronyfistek24 Mar 2005, 06:05:09

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya.

"Artinya : Berepegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyid-iin yang mendapat petunjuk". [Telah terdahulu takhrijnya]

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman.

"Artinya : Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu

benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". [An-Nisaa : 59]

Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi.

Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka tetap shalat di belakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

[Disalin dari buku Prinsip-Prinsip Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO. Box 6373 Riyadh, penerjemah Abu Aasia.]

ronyfistek24 Mar 2005, 06:05:41

Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang dikemukakan dimuka, mereka senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.

Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah.

PertamaMereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar seperti yang telah diwajibkan syari'at dalam firman Allah berikut.

"Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma'ruf dan nahi mungkar dan kalian beriman kepada Allah". [Ali-Imran : 110]

"Artinya : Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itulah selemah-lemah iman". [1]

Sekali lagi, amar ma'ruf nahi mungkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan oleh syari'at. Sedangkan golongan Muta'zilah mengeluarkan amar ma'ruf dan nahi mungkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara, sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma'ruf nahi mungkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan maksiyat walaupun belum termasuk perbuatan kufur. Sedang Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal kemak'shiyatannya tanpa harus memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Barangkali hampir tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi ketimbang terhapusnya kemunkaran (melalui cara pemberontakan tersebut).

Kedua.Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjaga tetap tegaknya syi'ar Islam baik dengan menegakkan shalat Jum'at dan shalat berjama'ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlul bid'ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan shalat Jum'at maupun shalat Jama'ah.

KetigaMenegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Artinya : Ad-Din itu nasehat, kami bertanya : untuk siapa .? Beliau menjawab : Untuk Allah dan Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada umumnya". [2]

"Artinya : Mu'min yang satu bagi mu'min yang lain bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengokohkan". [3]

Keempat.Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan-cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni'matan dan menerimanya dengan ketentuan Allah.

KelimaBahwasanya mereka selalu berahlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzolim (aniaya) sesuai dengan firman Allah.

"Artinya : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". [An-Nisaa : 36]

"Artinya : Sesempurna-sempurna iman seorang mu'min adalah yang baik ahlaknya". [4]

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar berkenan menjadikan kita semua bagian dari mereka dan tidak menjadikan hati kita condong kepada kekafiran setelah diberi petunjuk (hidayah-Nya) dan semoga shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya beserta shabat-sahabatnya. Aamin.

[Disalin dri buku Prinsip-Prinsip 'Aqidah Ahlus Sunah Wal Jama'ah oleh Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan Dar Al-Gasem PO Box 6373 Riyadh, penerjemah Abu Aasia]_________Foote Note[1]. Dikeluarkan oleh Muslim 1/Juz 2 hal. 22-25 syarah Nawawy dari Abu Sa'id Al-Khudry[2]. Dikeluarkan oleh Muslim I/Juz 2 hal. 36-37 syarah Nawawy, Abu Daud 5/49944, dan An-Nasaai 7/4197, Imam

Ahmad 4/102 dari Tamiim Ad-Dary[3]. Dikeluarkan oleh Bukhary 4/6026 dan Muslim 6/Juz 16 hal. 139 syarah Nawawy[4]. Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 13 No. 7396, Tirmidzi 3/1162, Abu Daud 5/4682, dan Al-Haitsamy dalam Mawarid No. 1311, 1926

ronyfistek24 Mar 2005, 06:07:36

Kenikmatan itu ada dua : Kenikmatan yang umum dan Kenikmatan yang terikat.

1. Kenikmatan Yang Umum.

Yaitu kenikmatan yang berhubungan dengan kebahagiaan abadi. Itu adalah kenikmatan Islam dan kenikmatan Sunnah. Karena kebahagiaan dunia dan akhirat dibangun diatas tiga pondasi : Islam, Sunnah dan A’fiyah (keselamatan) di dunia dan di akhirat. Sementara kenikmatan Islam dan Sunnah adalah kenikmatan yang diperintahkan Allah kepada kita agar memohonnya di dalam shalat, agar Allah memberikan kita petunjuk kepada jalan pengikutnya, dan jalan orang yang telah diberikan keistimewaan dengan kenikmatan itu, serta jalan orang-orang yang telah dijadikannya sebagai penghuni Ar-Rafiq Al-A’la.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan RasulNya, mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu ; Nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” [An-Nisa : 69]

Keempat golongan manusia itu adalah pemilik dari kenikmatan umum tersebut. Para pemilik kenikmatan itulah yang Allah maksudkan dengan firmanNya.

“Artinya : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu” [Al-Maidah : 3]

Kesempurnaan pertama itu adalah pada sisi agama Islam, dan kesempurnaan kedua itu pada sisi kenikmatannya. Umar bin Abdul Aziz rahimahullah pernah mengungkapkan : “Sesungguhnya iman itu memiliki batas-batas, kewajiban-kewajiban, sunnah-sunnah dan syariat-syari’at. Barangsiapa yang menyempurnakan semuanya, berarti telah menyempurnakan iman”. [1]

Agama Allah adalah syari’at yang mengandung perintah dan larangan serta hal-hal yang disukai oleh Allah. Maksudnya, bahwa kenikmatan umum yang khusus diterima oleh kaum mukminin. Itulah kenikmatan Islam dan Sunnah. Dan kenikmatan itu pulalah yang menyebabkan seorang mukmin mendapatkan kegembiraan sejati. Kegembiraan dengan kenikmatan itu adalah yang disukai dan diridhai oleh Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Katakanlah :’Dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmatNya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” [Yunus : 58]

Pendapat para ulama As-Salaf tentang pengertian rahmat dan keutamaan Allah seputar : Islam dan Sunnah, dan sebatas hidupnya hati dengan kegembiraan karena keduanya. Semakin keduanya itu tertanam di dalam hati, semakin memberikan kegembiraan. Sampai-sampai hati akan menari karena saking gembiranya ketika ruh itu bersentuhan dengan sunnah, meskipun orang banyak dalam kesedihan mendalam. Ia akan tetap dipenuhi rasa tentram, meskipun manusia dalam ketakutan yang amat sangat”[2]

2. Kenikmatan Yang Terikat.

Yakni kenikmatan kesehatan, kekayaan, kesehatan tubuh , kehormatan yang luas, banyaknya anak, istri yang cantik dan sejenisnya. Itu adalah kenikmatan yang dimiliki secara bersama oleh orang-orang yang shalih maupun orang fasik, orang mukmin maupun orang kafir. Apabila ada yang menyatakan : “Allah berhak memberikan kepada orang kafir kenikmatan khusus tadi dalam bentuk yang demikian”, maka itu benar adanya. Namun kenikmatan khusus bagi orang kafir dan orang fasik itu bersifat menghanyutkan. Kembalinya adalah kepada siksa dan kecelakaan, bagi orang yang tidak mendapatkan kenikmatan umum di atas. [Lihat rujukan sebelumnya II : 36]

[Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid;ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah, hal. 13-18 Darul Haq]_________Foote Note.[1] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq dalam kitab Al-Iman, bab : Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Islam dibangun di atas lima perkara I : 9[2] Dicuplik dari ucapan Ibnul Qayyim dalam buku beliau : “Ijtima’ Al-Juyusy Al-Islamiyah ‘Alal Mu’aththilah Al-Jahmiyah.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:08:26

Sunnah adalah benteng Allah yang kuat, yang bila dimasuki seseorang, orang itu akan aman. Sunnah merupakan pintu Allah terbesar, yang barangsiapa memasukinya akan termasuk di antara mereka yang meyambung silaturrahmi denganNya. Ia akan tetap menegakkan pemilikinya meskipun sebelumnya terduduk karena amal perbuatan mereka. Cahayanya akan berjalan di hadapan mereka, ketika cahaya ahli bid’ah dan kemunafikannya sudah sirna. Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid’ah dihitam-legamkan.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram” [Ali Imran : 106]

Ibnu Abbas mengungkapkan : “Ahlus Sunnah dan para pemersatu umat adalah orang-orang yang diputihkan wajahnya, ketika wajah ahli bid’ah dan para pemecah belah umat dihitam legamkan”[1]

As-Sunnah adalah kehidupan dan cahaya yang merupakan kebahagian seorang hamba, petunjuk sekaligus kemenangan baginya. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap dulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya. Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa telah mereka kerjakan” [Al-An’am : 122]

Semoga Allah memberikan taufikNya. [2]

[Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid;ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah, hal. 13-18 Darul Haq]_________Foote Note.[1] Ibnul Qayyim menyebutkan dalam Ijtima Al-Jusyusy Al-Islamiyah II : 39, dan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya I : 369. Lihat juga Jami’ul Bayan An-Takwilil Qur’aam oleh Ibnu Jarir VII :93[2] Lihat Ijtima Al-Jusyusy Al-Islamiyah II : 38

ronyfistek24 Mar 2005, 06:12:48

SEDIKIT DIATAS SUNNAH LEBIH BAIK DARIPADA BANYAK DIATAS BID’AH

Kata mutiara tersebut tidak hanya terucap dari seorang shahabat ,dan diantara yang mengucapkannya ialah Abu Darda’ dan Abdullah bin Mas’ud –Radhiallahu anhuma- seperti yang disebutkan dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlus Sunnah (nomor114 dan 115), Assunnah karya Ibnu Nashr (hal 27-28), Al Ibanah (I/320) karya Ibnu Baththah,dan lain-lain.

Juga terdapat riwayat dari Ubay bin Ka’ab Radhiallahu anhu seperti disebutkan dalam Al Hujjah fi Bayan Al Mahajjah (I/111) dengan redaksi:

“Sesungguhnya sederhana dalam jalan hidup dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam adalah lebih baik daripada banyak tetapi menyalahi jalan hidup dan sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam.Maka lihatlah amal kamu,baik banyak maupun sedikit,agar yang demikian itu sesuai dengan jalan hidup dan sunnah nabi Shalallahu alaihi wa sallam” [1]

Itulah kata mutiara yang memberikan metode yang agung bagi seorang Muslim yang ingin mengikuti kebenaran dalam amal dan ucapannya agar sesuai dengan aturan syari’at. Kata mutiara tersebut disadur dari beberapa hadits shahih, diantaranya:

[1]. Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam,

“Artinya : Hindarilah olehmu melampaui batas dalam agama”. [Hadits Riwayat Nasa’I:V/268, Ibnu Majah:3029,dan Ahmad:I/215&347, dengan sanad hasan]

[2]. Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam,

“Artinya : Amal yang paling dicintai Allah adalah amal yang berkesinambungan, meskipun sedikit.” [Hadits Riwayat Bukhary :I/109 dan Muslim no.782 dari Aiysah]

[3].Sabda Nabi Shalallahu alaihi wa sallam :

“Artinya : Sesungguhnya setiap amal terdapat masa giat,dan disana ada masa jeda.Maka siapa yang jedanya kepada bid’ah sesungguhnya dia sesat,dan siapa yang jedanya kepada sunnah maka dia terbimbing.” [2]

Dan hadits-hadits lain.

Sunnguh para shahabat -Radhiallahu anhum- dan tabi’in Rahimahumllahu ta’ala, benar-benar mengaplikasikan kaidah tersebut dengan sangat cermat. Mereka sangat antusias untuk mengikuti sunnah walau hanya dengan sedikit amal.Tidak hanya itu,tetapi mereka juga sangat jauh dari bid’ah, meskipun ada orang yang menyangka bahwa bid’ah itu terdapat tambahan kebaikan.

Abu Ahwash [3] berkata kepada dirinya sendiri ,”Wahai Sallam,tidurlah kamu menurut sunnah.Itu lebih baik daripada kamu bangun malam untuk melakukan bid’ah.” [4]

Dan Ibrahim An-Nalkha’i berkata, ”Seandainya para shahabat Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam mengusap kuku, niscaya aku tidak membasuhnya karena mencari keutamaan dalam mengikuti mereka.” [5]

Betapa indahnya firman Allah dalam menetapkan kaidah tersebut:

“Artinya : Supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya.” [ Al Mulk : 2]

Allah tidak mengatakan,”Yang banyak amalnya” sebagaimana dijelaskan Ibnu Katsier dalam tafsirnya (IV/619).

Dan barangsiapa merasa sempit pada jalan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam dan jalan orang-orang mukmin terdahulu maka Allah tidak memberi kelapangan kepadanya.[6]

Diantara yang penting untuk diingatkan disini adalah cara menyimpulkan dalil yang salah oleh sebagian orang yang ditegur ketika melakukan bid’ah, seperti shalat yang tidak ada contohnya dalam Sunnah. Mereka menggunakan dalil,”Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang shalat kepada seorang hamba? [Al-Alaq : 9-10]”

Sungguh demikian ini cara menyimpulkan dalil yang batil dan pendapat yang salah tentang ayat Al Qur’an!!

Imam Abu Syamah dalam Al Baits (hal 114) berkata setelah menyebutkan beberapa hadits dan atsar yang melarang shalat yang tidak sesuai dengan Sunnah Nabi Shalallahu alaihi wa sallam ,” Apakah boleh bagi seorang Muslim bila mendengar beberapa hadits dan atsar ini, dia mengatakan ,bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam melarang shalat dan bahwa Umar dan Ibnu Abbas, dikategorikan sebagai orang yang telah disebutkan dalam firmanNya:

“Artinya : Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba ketika dia mengerjakan salat” [Al-

Alaq : 9-10] [7]

Demikian pula, setiap orang yang melarang sesuatu yang dilarang syari’at Islam tidak boleh dikatakan seperti ini. Sebab orang yang menggunakan dalil tersebut dengan menganggap baik setiap amalnya yang tidak sesuai dengan sunnah adalah orang bodoh yang merubah kitab Allah dan mengganti firmanNya.Sesungguhnya Allah telah mencabut kelezatan pemahaman akan maksud wahyu darinya tersebut.”

Dan dalam halaman 214, beliau (yakni Imam Abu Syamah) berkata:”Maka sungguh nyata dan jelas –dengan pertolongan Allah- kebenaran orang yang mengingkari hal-hal yang bid’ah, meskipun bid’ahnya berupa shalat dan memakmurkan masjid. Dan janganlah dia memperdulikan kebencian orang bodoh yang mengatakan :

“Tidak mungkin Islam memerintahkan membatalkan shalat dan menghancurkan masjid?”

Sebab perumpamaan dia seperti orang yang mengatakan:

“Bagaimana diperintahkan menghancurkan masjdi?”

Padahal telah maklum bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam pernah menghancurkan masjid Dhirar!!! Atau seperti orang yang mengatakan :

“Bagaimana mungkin Islam melarang membaca Al Qur’an dalam ruku dan sujud?”

Padahal terdapat hadits shahih bahwa Ali Radhiallahu anhu berkata:”

“Artinya : Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam melarang aku membaca Al Qur’an dalam ruku dan sujud.” [Hadits Riwayat Muslim]

Jadi mengikuti Sunnah lebih utama daripada mempertahankan bid’ah, meskipun berupa shalat. Sebab mengikuti sunnah lebih banyak faidahnya dan lebih besar pahalanya, meskipun kita menganggap bahwa dalam bentuk shalat tersebut terdapat pahala.”

Dan Allah-lah yang memberi taufik kepada kebenaran.

[Disalin dari kitab Al Ilmu Ushul Bida’ Dirasah Taklimiyyah Muhimmah Fi Ilmi Ushul Fiqh, edisi Indonesia Membedah Akar Bid’ah, Pustaka Al-Kautsar hal, 26-28]_________Foote Note[1] Juga diriwayatkan oleh Al Laalikai no.11,Ibnul Mubarak dalam AzZuhd :II/21, dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah :I/252[2] Hadits shahih dengan berbagai jalan, lihat Al Itmam no.23521 dan Attiba’ AsSunnah no.8][3] Namanya adalah Sallam bin Sulaim, Lihat Siyar An-Nubala VII/281 oleh Adz-Dzahabi.[4] Al Ibanah no.251[5] Hadits Riwayat Ad Darimi:I/72 dan Ibnu Baththah :254[6] Naqd Al Qaumiyyah Al Arabiyyah : 48, Syaikh Abdul Aziz bin Baz[7] Lihat Musaajalah Ilmiyyah:30-31 Al Izz bin Abdis Salam

ronyfistek24 Mar 2005, 06:14:30

Kiranya ada gunanya di sini saya paparkan sebagian atau seluruhnya ucapan-ucapan yang saya ketahui dari mereka. Semoga kutipan ini dapat menjadi pelajaran dan peringatan bagi mereka yang taklid kepada para imam atau kepada yang lainnya dengan cara membabi buta,[1] dan berpegang pada madzhab dan pendapat mereka seolah-olah hal itu seperti sebuah firman yang turun dari langit. Allah berfirman.

"Artinya : Ikutilah oleh kalian apa yang telah diturunkan kepada kalian dari Tuhan kalian dan janganlah kalian mengikuti pemimpin-pemimpin selain Dia. Sungguh sedikit sekali kamu ingat kepadanya". (Al-A'raf : 3)Berikut ini saya paparkan pernyataan para Imam Madzhab.

[1.] ABU HANIFAH RAHIMAHULLAH

Imam madzhab yang pertama adalah Abu Hanifah Nu'man bin Tsabit. Para muridnya telah meriwayatkan berbagai macam perkataan dan pernyataan beliau yang seluruhnya mengandung satu tujuan, yaitu kewajiban berpegang pada Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan meninggalkan sikap membeo pendapat-pendapat para imam bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Ucapan beliau.

[a] "Artinya : Jika suatu Hadits shahih, itulah madzhabku". [2]

[b] "Artinya : Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya" [3]

Pada riwayat lain dikatakan bahwa beliau mengatakan : "Orang yang tidak mengetahui dalilku, haram baginya menggunakan pendapatku untuk memberikan fatwa". Pada riwayat lain ditambahkan : "Kami hanyalah seorang manusia. Hari ini kami berpendapat demikian tetapi besok kami mencabutnya". Pada riwayat lain lagi dikatakan : "Wahai Ya'qub (Abu Yusuf), celakalah kamu ! Janganlah kamu tulis semua yang kamu dengar dariku. Hari ini saya berpendapat demikian, tapi hari esok saya meninggalkannya. Besok saya berpendapat demikian, tapi hari berikutnya saya meninggalkannya".[4]

[c] "Artinya : Kalau saya mengemukakan suatu pendapat yang bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, tinggalkanlah pendapatku itu". [5]

[Disalin dari Muqadimah buku Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama min At-Takbiiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Shifat Shalat Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam penulis Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Media Hidayah-Yogyakarta, hal. 52 - 56, penerjemah Muhammad Thalib]_________Foote Note[1]. Sikap taqlid inilah yang disindir oleh Imam Thahawi ketika beliau menyatakan : "Tidak akan taqlid kecuali orang yang lemah pikirannya atau bodoh". Ucapan ini dinukil oleh Ibnu Abidin dalam kitab Rasmu Al-Mufti (I/32), dari kitab Majmu'atul Rasail-nya.

[2] Ibnu Abidin dalam kitab Al-Hasyiyah (I/63) dan Kitab Rasmul Mufti (I/4) dari kumpulan-kumpulan tulisan Ibnu

Abidin. Juga oleh Syaikh Shalih Al-Filani dalam Kitab Iqazhu Al-Humam hal. 62 dan lain-lain, Ibnu Abidin menukil dari Syarah Al-Hidayah, karya Ibnu Syhahnah Al-Kabir, seorang guru Ibnul Humam, yang berbunyi.

"Bila suatu Hadits shahih sedangkan isinya bertentangan dengan madzhab kita, yang diamalkan adalah Hadits". Hal ini merupakan madzhab beliau dan tidak boleh seorang muqallid menyalahi Hadits shahih dengan alasan dia sebagai pengikut Hanafi, sebab secara sah disebutkan dari Imam Abu Hanifah bahwa beliau berpesan : "Jika suatu Hadits itu shahih, itulah madzhabku". Begitu juga Imam Ibnu Abdul Barr meriwayatkan dari Abu Hanifah dan para imam lain pesan semacam itu.

Komentar saya : Hal ini menunjukkan kesempurnaan ilmu dan ketaqwaan mereka. Mereka mengisyaratkan bahwa mereka tidaklah menguasai semua Hadits. Hal ini dengan tegas dinyatakan oleh Imam Syafi'i seperti akan tersebut di belakang nanti. terkadang di antara para imam itu pendapatnya menyalahi Hadits karena hal itu belum sampai kepada mereka. Oleh karena itu, mereka menyuruh kita untuk berpegang pada Hadits dan menjadikannya sebagai madzhab mereka.

[3] Ibnu 'Abdul Barr dalam kitab Al-Intiqa fi Fadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah Al-Fuqaha hal. 145, Ibnul Qayyim, I'lamul Muwaqqi'in (II/309), Ibnu 'Abidin dalam Hasyiyah Al-Bahri Ar-Raiq (VI/293), dan Rasmu Al-Mufti hal. 29 dan 32, Sya'rani dalam Al-Mizan (I/55) dengan riwayat kedua, sedang riwayat ketiga diriwayatkan Abbas Ad-Darawi dalam At-Tarikh, karya Ibnu Ma'in (VI/77/1) dengan sanad shahih dari Zufar. Semakna dengan itu diriwayatkan dari beberapa orang sahabatnya, yaitu Zufar, Abu Yusuf, dan Afiyah bin Yazid, seperti termaktub dalam Al-Iqazh hl. 52. Ibnu Qayyim menegaskan shahihnya riwayat ini dari Abu Yusuf (II/344) dan memberi keterangan tambahan dalam Ta'liqnya terhadap kitab Al-Iqazh hal. 65, dikutip dari Ibnu 'Abdul Barr, Ibnul Qayyim dan lain-lain.

Komentar saya : Jika ucapan semacam ini yang mereka katakan terhadap orang-orang yang tidak mengetahui dalil mereka, bagaimana lagi ucapan mereka terhadap orang-orang yang tahu bahwa dalil (Hadits) berlawanan dengan pendapat mereka, lalu mereka mengeluarkan fatwa yang berlawanan dengan Hadits.?. Harap Anda perhatikan pernyataan ini, sebab pernyataan tersebut sudahlah cukup untuk menghentikan sikap taqlid buta. Oleh karena itulah, sebagian ulama yang bertaqlid menolak untuk menisbatkan pesan tersebut kepada Abu Hanifah, sebab Abu Hanifah melarang seseorang mengikuti omongannya bila dia tahu dalilnya.

[4] Komentar saya : Karena imam ini sering kali mendasarkan pedapatnya pada qiyas, karena ia melihat qiyas itu lebih kuat ; atau telah sampai kepadanya Hadits Nabi, lalu ia ambil Hadits ini, lalu dia meninggalkan pendapatnya yang terdahulu. Sya'rani, dalam kitab Al-Mizan (I/62), berkata yang ringkasnya.

"Keyakinan kami dan keyakinan semua orang yang arif tentang Imam Abu Hanifah ialah jika beliau masih hidup sampai masa pembukuan Hadits dan sesudah ahli Hadits menjelajah semua negeri dan pokok wilayah Islam untuk mencarinya, niscaya beliau akan berpegang pada Hadits-Hadits dan meninggalkan setiap qiyas yang dahulu digunakannya, sehingga qiyas hanya sedikit dipakai pada madzhab beliau sebagaimana pada madzhab-madzhab lainnya. Akan tetapi, karena pada masanya dalil-dalil hadits ada pada para pengikutnya yang terpencar-pencar di berbagai kota, kampung, dan pojok-pojok negeri Islam, penggunaan qiyas pada madzhab Hanafi lebih banyak dibanding dengan madzhab lainnya, karena keadaan terpaksa, sebab tidak ada nash tentang masalah-masalah yang beliau tetapkan berdasarkan qiyas. Hal ini berlainan dengan madzhab-madzhab lain. Para ahli hadits pada saat itu telah menjelajah berbagai penjuru wilayah Islam untuk mencari Hadits dan mengumpulkannya dari berbagai kota dan kampung sehingga Hadits-hadits tentang hukum bisa terkumpul semuanya. Inilah yang menjadi sebab banyaknya pemakaian qiyas dalam madzhab beliau, sedangkan pada madzhab-madzhab yang lain sedikit.

Sebagian besar dari pendpat-pendapat Hanafi ini dinukil oleh Abu Al-Hasanat dalam kitab An-Nafi' Al-Kabir hal. 135 dan beliau memberi komentar dengan keterangan yang dapat mejelaskan dan menguatkan pendapatnya. Silakan baca kitab tersebut.

Komentar saya : Menjadi suatu udzur dari Abu Hanifah bila pendapatnya ternyata bertentangan dengan Hadits-hadits shahih dan udzur dia ini pasti termaafkan. Allah tidak memaksa seseorang di luar kemampuannya. Jadi, beliau tidak boleh dicerca dalam hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang yang bodoh. Orang justru wajib hormat kepada beliau, sebab dia adalah salah seorang di antara imam kaum muslimin yang telah memelihara agama ini dan menyampaikan kepada kita berbagai bagian dari agama. Beliau mendapat pahala atas segala usahanya, yang benar atau yang keliru. Di samping itu, tidak seseorang yang menghormati beliau boleh terus meneru berpegang pada pendapat-pendapat beliau yang bertentangan dengan Hadits-hadits shahih, sebab cara semacam itu bukanlah madzhabnya, sebagaimana telah Anda lihat sendiri pernyataan-pernyataanya dalam hal ini. Mereka para imam yang saling berbeda pendapat itu, ibarat lembah-lembah dan kebenaran bisa ada pada lembah yang satu atau mungkin pada lembah lainnya. Oleh karena itu, wahai Tuhan kami ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan keimanan ; janganlah Engkau jadikan hati kami dengki kepada orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

[5] Al-Filani dalam kitab Al-Iqazh hal. 50, menisbatkannya kepada Imam Muhammad juga, kemudian ujarnya.

"Hal semacam ini dan lain-lainnya yang serupa bukanlah menjadi sifat mujtahid, sebab dia tidak mendasarkan hal itu pada pendapat mereka, bahkan hal semacam ini merupakan sifat muqallid".

Komentar saya : Berdasarkan hal diatas, Sya'rani dalam Kitab Al-Mizan (I/26) berkata : "Jika saya berkata, apa yang harus saya lakukan terhadap Hadits-hadits shahih setelah kematian imamku, dimana beliau dahulu tidak mengambil Hadits tersebut".

Jawabnya : Anda seharusnya mengamalkan Hadits tersebut, sebab sekiranya imam Anda mengetahui Hadits-hadits itu dan menurutnya shahih, barangkali beliau akan menyuruh Anda juga berbuat begitu sebab para imam itu semuanya terikat pada Syari'at. Barangsiapa yang mengikuti hal itu, kedua tangannya akan meraih kebajikan. Akan tetapi, barangsiapa yang mengatakan :"Saya tidak mau mengamalkan suatu Hadits kecuali kalau hal itu diamalkan oleh imam saya", akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan kebaikan, seperti yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang taqlid kepada imam madzhab. Yang lebih utama untuk mereka adalah mengamalkan setiap Hadits yang shahih yang ada sepeninggal imam mereka, demi melaksanakan pesan para imam tersebut. Menurut keyakinan kami, sekiranya mereka itu masih hidup dan mendapatkan Hadits-hadits yang shahih sepeninggal mereka ini, niscaya mereka akan mengambilnya dan melaksanakan isinya serta meninggalkan semua qiyas yang dahulu pernah mereka lakukan atau setiap pendapat yang dahulu pernah mereka kemukakan.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:16:15

[2]. MALIK BIN ANAS

Imam Malik bin Anas menyatakan :

[a] "Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah". [1]

[b] "Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri". [2]

[c] Ibnu Wahhan berkata : "Saya pernah mendengar Malik menjawab pertanyaan orang tentang menyela-nyela jari-jari kaki dalam wudhu, jawabnya : 'Hal itu bukan urusan manusia'. Ibnu Wahhab berkata : 'Lalu saya tinggalkan beliau sampai orang-orang yang mengelilinginya tinggal sedikit, kemudian saya berkata kepadanya : 'Kita mempunyai Hadits mengenai hal tersebut'. Dia bertanya : 'Bagaimana Hadits itu ?. Saya menjawab : 'Laits bin Sa'ad, Ibnu Lahi'ah, Amr bin Harits, meriwayatkan kepada kami dari Yazid bin 'Amr Al-Mu'afiri, dari Abi 'Abdurrahman Al-Habali, dari Mustaurid bin Syaddad Al-Qurasyiyyi, ujarnya : 'Saya melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menggosokkan jari manisnya pada celah-celah jari-jari kakinya'. Malik menyahut :' Hadits ini hasan, saya tidak mendengar ini sama sekali, kecuali kali ini. 'Kemudian di lain waktu saya mendengar dia ditanya orang tentang hal yang sama, lalu beliau menyuruh orang itu untuk menyela-nyela jari-jari kakinya".[3]

[Disalin dari Muqaddimah Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama min Takbiiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Media Hidayah - Yogyakarta, hal. 55-57 penerjemah Muhammad Thalib]_________Foote Note[1]. Ibnu 'Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam kitabnya Ushul Al-Ahkam (VI/149), begitu pula Al-Fulani hal. 72.

[2]. Dikalangan ulama mutaakhir hal ini populer dinisbatkan kepada Imam Malik dan dinyatakan shahihnya oleh Ibnu Abdul Hadi dalam kitabnya Irsyad As-Salik (1/227). Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abdul Barr dalam kitab Al-Jami' (II/291), Ibnu Hazm dalam kitab Ushul Al-Ahkam (VI/145, 179), dari ucapan Hakam bin Utaibah dam Mujahid. Taqiyuddin Subuki menyebutkannya dalam kitab Al-Fatawa (I/148) dari ucapan Ibnu Abbas. Karena ia merasa takjub atas kebaikan pernyataan itu, ia berkata : "Ucapan ini diambil oleh Mujahid dari Ibnu Abbas, kemudian Malik mengambil ucapan kedua orang itu, lalu orang-orang mengenalnya sebagai ucapan beliau sendiri".

Komentar saya : Kemudian Imam Ahmad pun mengambil ucapan tersebut. Abu Dawud dalam kitab Masaail Imam Ahmad hal. 276 mengatakan : "Saya mendengar Ahmad berkata : Setiap orang pendapatnya ada yang diterima dan ditolak, kecuali Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

[3] Muqaddimah kitab Al-Jarh Wa At-Ta'dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 31-32 dan diriwayatkan secara lengkap oleh Baihaqi dalam Sunnan-nya (I/81)

ronyfistek24 Mar 2005, 06:24:07

[3]. SYAFI'IRiwayat-riwayat yang dinukil orang dari Imam Syafi'i dalam masalah ini lebih banyak dan lebih bagus [1] dan pengikutnya lebih banyak yang melaksanakan pesannya dan lebih beruntung.

Beliau berpesan antara lain.

[a] "Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku" [2]

[b] "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang" [3]

[c] "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu" [4]

[d] "Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku" [5]

[e] "Kalian [6] lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih, beritahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya, apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku pergi menemuinya"

[f] "Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya, pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup maupun setelah aku mati" [7]

[g] "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna" [8]

[h] "Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku" [9]

[i] "Setiap Hadits yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya sendiri dari aku" [10]

[Dinukil dari muqaddimah kitab Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallama min At-Takbiri ilaa At-Taslimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Sifat Shalat Nabi oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albni, terbitan Media Hidayah hal. 57-60 penerjemah Muhammad Thalib]_________Foote Note[1] Ibnu Hazm berkata dalam kita VI/118"Para ahli fiqh yang ditaqlidi telah menganggap batal taqlid itu sendiri. Mereka melarang para pengikutnya untuk taqlid kepada mereka. Orang yang paling keras dalam melarang taqlid ini adalah Imam Syafi'i. Beliau dengan keras

menegaskan agar mengikuti Hadits-hadits yang shahih dan berpegang pada ketetapan-ketetapan yang digariskan dalam hujjah selama tidak ada orang lain yang menyampaikan hujjah yang lebih kuat serta beliau sepenuhnya berlepas diri dari orang-orang yang taqlid kepadanya dan dengan terang-terangan mengumumkan hal ini. Semoga Allah memberi manfaat kepada beliau dan memperbanyak pahalanya. Sungguh pernyataan beliau menjadi sebab mendapatlan kebaikan yang banyak".

[2] Hadits Riwayat Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi'i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3, I'lam Al-Muwaqqi'in (II/363-364), Al-Iqazh hal.100

[3] Ibnul Qayyim (II/361), dan Al-Filani hal. 68

[4] Harawi dalam kitab Dzamm Al-Kalam (III/47/1), Al-Khathib dalam Ihtijaj Bi Asy-Syafi'i (VIII/2), Ibnu Asakir (XV/9/1), Nawawi dalam Al-Majmu' (I/63), Ibnul Qayyim (II/361), Al-Filani hal. 100 dan riwayat lain oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/107) dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (III/284, Al-Ihsan) dengan sanad yang shahih dari beliau, riwayat semakna.

[5] Nawawi, dalam Al-Majmu', Sya'rani (I/57) dan ia nisbatkan kepada Hakim dan Baihaqi, Filani hal. 107. Sya'rani berkata : " Ibnu Hazm menyatakan Hadist ini shahih menurut penilaiannya dan penilaian imam-imam yang lain".

Komentar saya : Pernyataan beliau yang akan diuraikan setelah komentar dibawah ini menunjukkan pengertian yang dimaksud secara jelas. Nawawi berkata ringkasnya :

"Para sahabat kami mengamalkan Hadits ini dalam masalah tatswib (mengulang kalimat adzan), syarat orang ihram melakukan tahallul karena sakit, dan lain-lain hal yang sudah populer dalam kitab-kitab madzhab kami. Ada di antara sahabat-sahabat kami yang memberikan fatwa berdasarkan Hadits antara lain : "Abu Ya'qub Buwaiti, Abu Al-Qasim Ad-Dariqi, dan sahabat-sahabat kami dari kalangan ahli Hadits yang juga berbuat demikian, yaitu Imam Abu bakar, Baihaqi, dan lain-lain. Mereka adalah sejumlah sahabat kami dari kalangan terdahulu. Bila mereka melihat pada suatu masalah ada Haditsnya, sedangkan Hadits tersebut berlainan dengan madzhab Syafi'i, mereka mengamalkan Hadits tersebut dan berfatwa : "Madzhab Syafi'i sejalan dengan Hadits ini".

Syaikh Abu Amer berkata : "Bila seorang dari golongan Syafi'i menemukan Hadits bertentangan dengan madzhabnya, hendaklah ia mempertimbangkan Hadits tersebut. Jika memenuhi syarat untuk berijtihad, secara umum atau hanya mengenai hal tersebut, dia mempunyai kebebasan untuk berijtihad, secara umum atau hanya mengenai hal tersebut, dia mempunyai kebebasan untuk berijtihad, Akan tetapi, jika tidak memenuhi syarat, tetap berat untuk menyalahi Hadits sesudah melakukan kajian dan tidak menemukan jawaban yang memuaskan atas perbedaan tersebut, hendaklah ia mengamalkan Hadits jika ada Imam selain Syafi'i yang mengamalkan Hadits tersebut. Hal ini menjadi hal yang dimaafkan bagi yang bersangkutan untuk meninggalkan imam madzhabnya dalam masalah tersebut dan apa yang menjadi pendapatnya adalah pilihan yang baik. wallahu A'lam.

Komentar Saya : Ada suatu keadaan lain yang tidak dikemukakan oleh Ibnu Shalah, yaitu bagaimana kalau ternyata orang itu tidak mendapatkan imam lain sebelumnya yang mengamalkan Hadits tersebut ? Apa yang harus ia lakukan ? Hal ini dijawab oleh Taqiyuddin Subuki dalam Risalah-nya tentang maksud ucapan Imam Syafi'i "Apabila ada Hadits yang shahih ..." Juz 3 hal, 102 :

"Menurut pendapatku, yang lebih utama adalah mengikuti Hadits. Hendaklah yang bersangkutan menganggap seolah-olah dia berada di hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ia mendengar beliau bersabda seperti itu. Apakah ia layak untuk mengesampingkan pengamalan Hadits semacam itu ? Demi Allah, tidak. Setiap orang mukallaf bertanggung jawab sesuai dengan tingkat pemahamannya (dalam mengamalkan Hadits)".

Pembahasan tentang hal ini dapat Anda baca pada kitab I'lam Al-Muwaqqi'in (II/302 dan 370), Al-Filani dalam kitab Iqazhu Humami Ulil Abrar..., sebuah kitab yang tidak ada duanya dalam masalah ini. Para pencari kebenaran wajib mempelajarinya dengan serius dan penuh perhatian terhadap kitab ini.

[6] Ucapan ini ditujukan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adabu Asy-Syafi'i hal. 94-95, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/106), Al-Kahtib dalam Al-Ihtijaj (VIII/1), diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir dari beliau (XV/9/1), Ibnu 'Abdil Barr dalam Intiqa hal. 75, Ibnu Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hal. 499, Al-Harawi (II/47/2) dengan tiga sanad, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dari bapaknya, bahwa Imam Syafi'i pernah berkata kepadanya : "..... Hal ini shahih dari beliau. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menegaskan penisbatannya kepada Imam Ahmad dalam Al-I'lam (II/325) dan Filani dalam Al-Iqazh hal. 152". Selanjutnya, beliau berkata : "Baihaqi berkata : 'Oleh karena itu, Imam Syafi'i banyak mengikuti Hadits. Beliau mengambil ilmu dari ulama Hizaz, Syam, Yaman, dan Iraq'. Beliau mengambil semua Hadits kepada madzhab yang tengah digandrungi oleh penduduk negerinya, sekalipun kebenaran yang dipegangnya menyalahi orang lain. Padahal ada ulama-ulama sebelumnya yang hanya membatasi diri pada madzhab yang dikenal di negerinya tanpa mau berijtihad untuk mengetahui kebenaran pendapat yang bertentangan dengan dirinya". Semoga Allah mengampuni kami dan mereka".

[7] Au Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/107), Al-Harawi (47/1), Ibnu Qayyim dalam Al-I'lam (II/363) dan Al-Filani hal. 104

[8] Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi'i hal. 93, Abul Qasim Samarqandi dalam Al-Amali seperti pada Al-Muntaqa, karya Abu Hafs Al-Muaddib (I/234), Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/106), dan Ibnu Asakir (15/101) dengan sanad shahih.

[9] Ibnu Abi Hatim hal 93, Abu Nu'aim dan Ibnu 'Asakir (15/9/2) dengan sanad shahih.

[10] Ibnu Abi Hatim, hal. 93-94

ronyfistek24 Mar 2005, 06:26:30

[4]. AHMAD BIN HANBALAhmad bin Hanbal merupakan seorang imam yang paling banyak menghimpun Hadits dan berpegang teguh padanya, sehingga beliau benci menjamah kitab-kitab yang memuat masalah furu' dan ra'yu [1].

Beliau menyatakan sebagai berikut :

[a] "Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil [2]. Pada riwayat lain disebutkan : "Janganlah kamu taqlid kepada siapapun mereka dalam urusan agamamu. Apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, itulah hendaknya yang kamu ambil. Adapun tentang tabi'in, setiap orang boleh memilihnya (menolak atau menerima)" Kali lain dia berkata : "Yang dinamakan ittiba' yaitu mengikuti apa yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabatnya,

sedangkan yang datang dari para tabi'in boleh dipilih". [3]

[b] " Pendapat Auza'i, Malik dan Abu Hanifah adalah ra'yu (pikiran). Bagi saya semua ra'yu sama saja, tetapi yang menjadi hujjah agama adalah yang ada pada atsar (Hadits)" [4]

[c] "Barangsiapa yang menolak Hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dia berada di jurang kehancuran" [5]

Demikianlah pernyataan para imam dalam menyuruh orang untuk berpegang teguh pada Hadits dan melarang mengikuti mereka tanpa sikap kritis. Pernyataan mereka itu sudah jelas tidak bisa dibantah dan diputarbalikkan lagi. Mereka mewajibkan berpegang pada semua hadits yang shahih sekalipun bertentangan dengan sebagian pendapat mereka tersebut dan sikap semacam itu tidak dikatakan menyalahi madzhab mereka dan keluar dari metode mereka, bahkan sikap itulah yang disebut mengikuti mereka dan berpegang pada tali yang kuat yang tidak akan putus. Akan tetapi, tidaklah demikian halnya bila seseorang meninggalkan Hadits-hadits yang shahih karena dipandang menyalahi pendapat mereka. Bahkan orang yang berbuat demikian telah durhaka kepada mereka dan menyalahi pendapat-pendapat mereka yang telah dikemukakan di atas. Allah berfirman.

"Artinya : Demi Tuhanmu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim dalam menyelesaikan sengketa diantara mereka, kemudian mereka tidak berkeberatan terhadap keputusanmu dan menerimanya dengan sepenuh ketulusan hati". [An-Nisa' : 65]

Allah juga berfirman.

"Artinya : Orang-orang yang menyalahi perintahnya hendaklah takut fitnah akan menerima mereka atau azab yang pedih akan menimpa mereka". [An-Nur : 63]

Imam Hafizh Ibnu Rajab berkata :

"Kewajiban orang yang telah menerima dan mengetahui perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah menyampaikan kepada ummat, menasihati mereka, dan menyuruh mereka untuk mengikutinya sekalipun bertentangan dengan pendapat mayoritas ummat. Perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak untuk dimuliakan dan diikuti dibandingkan dengan pendapat tokoh mana pun yang menyalahi perintahnya, yang terkadang pendapat mereka itu salah. Oleh karena itulah, para sahabat dan para tabi'in selalu menolak pendapat yang menyalahi Hadits yang shahih dengan penolakan yang keras [6] yang mereka lakukan bukan karena benci, tetapi karena rasa hormat. Akan tetapi, rasa hormat mereka kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh lebih tinggi daripada yang lain dan kedudukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jauh diatas mahluk lainnya. Bila perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ternyata berlawanan dengan perintah yang lain, perintah beliau lebih utama didahulukan dan diikuti, tanpa sikap merendahkan orang yang berbeda dengan perintah beliau, sekalipun orang itu mendapatkan ampunan dari Allah. [7] Bahkan orang yang mendapat ampunan dari Allah, yang pendapatnya menyalahi perintah Rasuluallah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak merasa benci bila seseorang meninggalkan pendapatnya, ketika ia mendapati bahwa ketentuan Rasulullah berlawanan dengan pendapatnya. [8]

Komentar saya : Bagaimana mereka (para imam) membenci sikap semacam itu, padahal mereka sendiri menyuruh para pengikutnya untuk berbuat begitu, seperti yang telah disebut keterangannya di atas. Mereka mewajibkan para pengikutnya untuk meninggalkan pendapat-pendapat mereka, bila bertentangan dengan Hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Bahkan Imam Syafi'i menyuruh para muridnya untuk mengatasnamakan dirinya terhadap setiap Hadits yang shahih, sekalipun beliau tidak meriwayatkannya, atau bahkan pendapatnya bertentangan dengan Hadits itu. Oleh karena itu, Ibnu Daqiq Al-'Id mengumpulkan berbagai Hadits yang dikategorikan bertentangan dengan pendapat dari salah satu atau seluruh imam yang empat, dalam sebuah buku besar. Beliau mengatakan pada pendahulunya :

"Mengatasnamakan para imam mujtahid tentang berbagai masalah yang bertentangan dengan Hadits shahih adalah haram". Para ahli fiqih yang taqlid kepada mereka wajib mengetahui bahwa tidak boleh mengatasnamakan masalah itu kepada mereka. sehingga berdusta atas nama mereka. [9]

[Disalin dari Muqaddimah Shifatu Shalati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama min At-takbiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa, edisi Indonesia Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, terbitan Media Hidayah hal. 60-63, penerjemah Muhammad Thalib]_________Foote Note1] Ibnu Jauzi dalam Al-Manaqib hal. 192[2] Al-Filani hal. 113 dan Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam (II/302)[3] Abu Dawud dalam Masa'il Imam Ahmad hal. 276-277[4] Ibnu Badul Barr dalam Al-Jami' (II/149)[5] Ibnul Jauzi hal. 142[6] Komentar saya : "Bahkan bapak-bapak dan ulama-ulama mereka juga begitu, sebagaimana diriwayatkan oleh Thahawi dala Syarah Ma'anil Atsar (I/372). Abu Ya'la dalam Musnad-nya (III/1317) dengan sanad jayyid dan rawi-rawinya orang kepercayaan, dari Salim bin Abdullah bin Umar, ujarnya :

"Saya pernah duduk bersama Ibnu 'Umar di dalam masjid. Tiba-tiba salah seorang laki-laki dari penduduk Syam datang kepadanya, lalu menanyakan masalah umrah dalam haji tamattu". Ibnu Umar menjawab :"Baik". Orang itu bertanya lagi : "Benarkan bapakmu dahulu melarang melakukan hal ini?" Jawabnya "Celakalah engkau. Sekiranya bapakku dulu pernah melarang, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melakukannya dan menyuruh berbuat seperti itu. Apakah engkau akan mengambil ucapan bapakku ataukah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ?" Orang itu berkata : "Mengambil perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam". Ibnu Umar berkata : "Pergilah dari aku" (Hadits Riwayat Ahmad, Hadits No. 5700). Semakna dengan riwayat ini disebutkan oleh Tirmidzi pada Syarah Tahfah (II/82) dan disahkan olehnya. Diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir (VII/51/1) dari Ibnu Abu Dzi'ib. Ia berkata : "Sa'ad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin 'Auf pernah menjatuhkan hukuman kepada seseorang berdasarkan pendapat Rabi'ah bin Abi Abdurrahman, lalu saya sampaikan kepadanya riwayat dari Rasulullah yang berlainan dengan hukum yang telah ditetapkannya. Sa'ad berkata kepada Rabi'ah : 'Orang ini adalah Ibnu Abi Dzi'ib, seorang yang saya pandang dapat dipercaya. Dia meriwayatkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam riwayat yang berlainan dengan ketetapan yang aku putuskan. 'Rabi'ah berkata kepadanya : 'Anda telah berijtihad dan keputusan Anda ada lebih dulu'. Sa'ad berkata :'Duhai, apakah ketetapan Saad terus berlaku dan ketetapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak diberlakukan ? Mestinya aku menolak ketetapan Sa'ad bin Ummi Sa'ad dan aku jalankan ketetapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam'. Lalu Sa'ad meminta surat keputusannya, kemudian merobeknya dan membuat ketetapan baru ini kepada orang yang dikenai putusan".

[7] Komentar saya : "Bahkan orang seperti itu mendapat pahala sebagaimana sabda Rasulullah Shallalalhu 'alaihi wa sallam : "Apabila seorang hakim berijtihad dalam menetapkan suatu hukum dan ijtihadnya benar, ia mendapat dua pahala ; jika ia berijtihad dalam menetapkan hukum dan ijtihadnya salah, ia mendapat satu pahala". (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dan lain-lain).

[8] Beliau nukil dalam Kitab Ta'liq 'ala Iqazhul Humam hal. 93

[9] Al-Filani hal. 99

ronyfistek24 Mar 2005, 06:29:36

DEFINISI ‘AQIDAH

‘Aqidah menurut bahasa berasal dari kata al-‘Aqdu yang berarti ikatan, at-Tautsiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-Ihkamu artinya mengokohkan/ menetapkan, dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat.[1]

Sedangkan menurut istilah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.

Jadi, ‘Aqidah Islamiyah adalah: Keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid [2] dan ta’at kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, hari akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip-Prinsip Agama (Ushuluddin), perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (kon-sensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita-berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur-an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.[3]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1] Lisaanul ‘Arab (IX/311:) karya Ibnu Manzhur (wafat th. 711 H) Rahimahullah dan Mu’jamul Wasiith (II/614:)[2] Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ dan Shifat Allah.[3] Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 11-12) oleh Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil, cet. II, Daarul ‘Ashimah-1419 H, ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 13-14) karya Syaikh Muhammad bin Ibrahim al-Hamd dan Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah fil ‘Aqiidah oleh Dr. Nashir bin ‘Abdil Kariem al-‘Aqil.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:30:17

OBJEK KAJIAN ILMU ‘AQIDAH[1]

‘Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu -sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, Iman, Islam, masalah ghaibiyat (hal-hal ghaib), kenabian, taqdir, berita-berita (tentang hal-hal yang telah lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap Ahlul Ahwa’ wal Bida’, semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesat-kan serta sikap terhadap mereka.

Disiplin ilmu ‘Aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya.

Di antara nama-namanya menurut ulama Ahlus Sunnah adalah:

[1]. ‘Aqidah (I’tiqad dan ‘Aqa-id)Para ulama Ahlus Sunnah sering menyebut istilah ‘Aqidah Salaf, ‘Aqidah Ahlul Atsar di dalam kitab-kitab mereka.[2]

[2]. TauhidKarena pembahasannya berkisar seputar Tauhid atau peng-esaan kepada Allah di dalam Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma’ wa Shifat. Jadi, Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Maka, dari itulah ilmu ini disebut ilmu Tauhid secara umum menurut Ulama Salaf [3]

[3]. As-SunnahAs-Sunnah artinya jalan. ‘Aqidah Salaf disebut as-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah j dan para Shahabat g di dalam masalah ‘aqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga ge-nerasi pertama.[4]

[4]. Ushuluddin dan UshuluddiyanahUshul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi ke-sepakatan para ulama.[5]

[5]. Al-Fiqh al-AkbarIni adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqh al-Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.[6]

[6]. Asy-Syari’ahMaksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).[7]

Itulah beberapa nama lain dari Ilmu ‘Aqidah yang paling terkenal, dan adakalanya kelompok selain Ahlus Sunnah menama-kan ‘aqidah mereka dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Asy’ariyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________

Foote Note[1] Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 12-14).[2] Seperti ‘Aqiidatus Salaf Ash-haabil Hadiits karya ash-Shabuni (wafat th. 449 H), Syarh Ushul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 5-6) oleh Imam al-Laalika-iy (wafat th. 418 H) dan al-I’tiqaad oleh Imam al-Baihaqy (wafat th. 458 H). Rahimahullah[3] Seperti Kitabut Tauhid di dalam Shahih al-Bukhari karya Imam al-Bukhari (wafat th. 256 H), Kitabut Tauhid wa Itsbaat Shifaatir Rabb karya Ibnu Khuzaimah (wafat th. 311 H), Kitab I’tiqaad at-Tauhid oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Khafif (wafat th. 371 H), Kitabut Tauhid oleh Ibnu Mandah (wafat th. 359 H) dan Kitabut Tauhid oleh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab (wafat th. 1206 H). Rahimahullah[4] Seperti kitab as-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hanbal (wafat th. 241 H), as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal (wafat th. 290 H), as-Sunnah karya al-Khallal (wafat th. 311 H) dan Syarhus Sunnah karya Imam al-Barbahary Rahimahullah[5] Seperti kitab Ushuuluddin karya al-Baghdadi (wafat th. 429 H), asy-Syarh wal Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Ibnu Baththah al-Ukbari (wafat th. 378 H) dan al-Ibaanah ‘an Ushuuliddiyaanah karya Imam Abul Hasan al-Asy’ari (wafat th. 324 H).[5] Seperti kitab al-Fiq-hul Akbar karya Imam Abu Hanifah t (wafat th. 150).[6] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.[7] Seperti kitab asy-Syari’ah oleh al-Ajurri (wafat th. 360 H) dan al-Ibaanah ‘an Syari’atil Firqah an-Naajiyah karya Ibnu Baththah.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:30:51

OBJEK KAJIAN ILMU ‘AQIDAH[2]

Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah/sekte selain Ahlus Sunnah sebagai nama dari ilmu ‘Aqidah, dan yang paling terkenal di antaranya adalah:

[1]. Ilmu KalamPenamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin, seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah[1] dan kelompok yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena ilmu Kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas Nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.

Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai juga ka-rena bertentangan dengan metodologi ulama Salaf di dalam mene-tapkan masalah-masalah ‘aqidah.

[2]. FilsafatIstilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.

[3]. TashawwufIstilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pena-maan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka dijadikan sebagai rujukan di dalam ‘aqidah.

Kata Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.

Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf me-miliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pe-ngaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.” [2]

Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) Rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang per-tama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang di-nukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas per-bedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur-an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sllam dan para Shahabat beliau Radhiyallahu 'anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran tasawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilaku-kan oleh orang-orang Shufi belakangan.” [3]

Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil Rahimahullah berkata di dalam kitab-nya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaitan telah membuat hamba Allah tertipu atasnya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme dan Paganisme.” [4]

[4]. Ilahiyyat (Teologi)Ini adalah nama yang dipakai oleh Mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum Mutakallimin tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala menurut persepsi mereka.

[5]. Kekuatan di Balik Alam MetafisikaSebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasar pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah.

Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dan prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai

keyakinan sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli.

Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai penger-tian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang ber-sumber dari al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih serta Ijma’ Salafush Shalih.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1] Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).[2] Ash-Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan (hal. 18-19).[3] Hal. 50, cet. I, Idaarah Turjuman as-Sunnah, Lahore-Pakistan, 1406 H.[4] Hal. 10, cet. Riyaasah Idaarah al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:31:38

MAKNA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH ialah:

Mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah 'Alaihi Asholatu wa Sallam dan para Shahabatnya Radhiyallahu Ajma'in. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya Radhiyallahu Ajma'in.

As-Sunnah menurut bahasa adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk[1].

Sedangkan menurut ulama ‘aqidah, as-Sunnah adalah petun-juk yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah as-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengiku-tinya akan dipuji dan orang-orang yang menyalahinya akan dicela.[2]

Pengertian as-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbaly Rahimahullah (wafat 795 H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah as-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan as-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashry (wafat th. 110 H), Imam al-Auza’iy (wafat th. 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat th. 187 H).” [3]

Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haq/kebenaran, tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.[4]

Jama’ah menurut ulama ‘aqidah adalah generasi pertama dari umat ini, yaitu kalangan Shahabat, Tabi’in serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.[5]

Kata Imam Abu Syammah as-Syafi’i Rahimahullah (wafat th. 665 H): “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah, maksudnya ialah ber-pegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallamj dan para Shahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu[6]:

“ Artinya : Al-Jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engkau sendirian.” [7]

Jadi, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mem-punyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama.

Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka juga disebut Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaifah al-Manshuurah (golongan yang mendapatkan pertolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Ghuraba’ (orang asing).

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Lisanul ‘Arab (VI/399).[2]. Buhuuts fii ‘Aqidah Ahlis Sunnah (hal. 16). [3]. Jaami’ul ‘Uluum wal Hikaam (hal. 495) oleh Ibnu Rajab, tahqiq dan ta’liq Thariq bin ‘Awadhullah bin Muhammad, cet. II, Daar Ibnul Jauzy, th. 1420 H.[4]. Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqiidah.[5]. Syarah Khalil Hirras, hal. 61.[6]. Seorang Shahabat Nabi j, nama lengkapnya ‘Abdullah bin Mas’ud bin Ghafil bin Habib al-Hadzali, Abu ‘Abdirrahman, pimpinan Bani Zahrah. Beliau masuk Islam pada awal-awal Islam di Makkah, yaitu ketika Sa’id bin Zaid dan isterinya, Fathimah bintu Khaththab, masuk Islam. Beliau melakukan dua kali hijrah, mengalami shalat di dua kiblat, ikut serta dalam perang Badar dan perang lainnya. Beliau termasuk orang yang paling ‘alim tentang al-Qur-an dan tafsirnya sebagai-mana telah diakui oleh Nabi diakui oleh Nabi. Beliau dikirim oleh ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu ke Kufah untuk mengajar kaum muslimin dan diutus oleh ‘Utsman ke Madinah. Beliau Radhiyallahu 'anhu wafat tahun 32 H. Lihat al-Ishaabah (II/368 no. 4954).[7]. Al-Baa’its ‘alaa Inkaaril Bida’ wal Hawaadits hal. 91-92, tahqiq oleh Syaikh Masyhur bin Hasan Salman, Syarah Ushuulil I’tiqaad karya al-Laalika-iy no. 160.

ronyfistek

24 Mar 2005, 06:32:27MAKNA AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH -2

Tentang at-Thaifah al-Manshuurah, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Senantiasa ada segolongan dari umatku yang selalu dalam kebenaran menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolongnya dan orang yang menye-lisihinya sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.” [8]

Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagai-mana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghuraba’ (orang-orang asing).” [9]

Sedangkan makna al-Ghuraba’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu 'anhu ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam suatu hari menerangkan tentang makna dari al-Ghuraba’, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakainya lebih banyak daripada yang mentaatinya.” [10]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda mengenai makna al-Ghuraba’:

“Artinya : Yaitu, orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.” [11]

Dalam riwayat yang lain disebutkan: “Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam) sesudah dirusak oleh manusia.” [12]

Ahlus Sunnah, at-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, at-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadist suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi Salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realitas yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti, ‘Abdullah Ibnul Mubarak, ‘Ali Ibnul Madiiny, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhary, Ahmad bin Sinan dan yang lainnya, Rahimahullah[13].

Imam asy-Syafi’i [14] (wafat th. 204 H) Rahimahullah berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. Mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.” [15]

Imam Ibnu Hazm az-Zhahiri (wafat th. 456 H) menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah, “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan itu adalah Ahlul Haq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para Shahabat Radhiyallahu Ajma'in dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian Ash-habul Hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka baik di timur maupun di barat.” [16]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[8]. HR. Al-Bukhari (no. 3641) dan Muslim (no. 1037 (174)), dari Shahabat Mu’awiyah Radhiyallahu 'anhu.[9]. HR. Muslim no. 145 dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.[10]. HR. Ahmad (II/177, 222), Ibnu Wadhdhah no. 168. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad (VI/207 no. 6650). Lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraf bi Syarah Marwiyyati Manhajas Salaf hal. 125.[11]. HR. Abu Ja’far ath-Thahawy dalam Syarah Musykilul Atsaar (II/170 no. 689), al-Laalika-iy dalam Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah no. 173 dari Shabahat Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu 'anhu. Hadits ini shahih li ghairihi karena ada beberapa syawahidnya. Lihat Syarah Musykiilul Atsaar (II/170-171) dan Silsilah Ahaadits as-Shahiihah no. 1273.[12]. HR. At-Tirmidzi no. 2630, beliau berkata, “Hadits ini hasan shahih.” Dari Shabahat ‘Amr bin ‘Auf Radhiyallahu 'anhu.[13]. Sunan at-Tirmidzi, Kitaabul Fitan no. 2229. Lihat Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah karya Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany Rahimahullah (I/539 no. 270) dan Ahlul Hadits Humuth Thaifah al-Manshurah karya Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi al-Madkhaly.[14]. Nama lengkap beliau, Imam Abu ‘Abdillah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas al-Qurasyi asy-Syafi’i Rahimahullah, yang terkenal dengan sebutan Imam asy-Syafi’i, beliau punya hubungan nasab dengan anak paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang bertemu dengannya pada silsilah ‘Abdi Manaf. Beliau dilahirkan tahun 150 H. Para ulama sepakat bahwa beliau adalah orang yang tsiqah, amanah, adil, zuhud, wara’, ‘alim, faqih dan dermawan. Beliau wafat di Mesir th. 204 H dalam usia 54 tahun. Di antara kitab-kitab karya beliau adalah kitab al-Umm dalam bidang fiqih, ar-Risaalah dalam ushul fiqih dan lainnya. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/5-99). Untuk menge-tahui lebih jelas tentang manhaj Imam asy-Syafi’i dalam masalah ‘aqidah dapat dilihat pada kitab Manhajul Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah karya Dr. Muham-mad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil, cet. I-1419 H, dalam dua jilid.[15]. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (X/60).[16]. Al-Fishaal fil Milaal wal Ahwaa’ wan Nihaal II/271-Daarul Jiil, Beirut

ronyfistek24 Mar 2005, 06:33:11

SEJARAH MUNCULNYA ISTILAH AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Penamaan istilah Ahlus Sunnah ini sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah yaitu generasi Shahabat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.

Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu 'anhu [1] berkata ketika menafsirkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

" Artinya : Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan): ‘Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu." [Ali Imran: 106]

“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya

mereka adalah ahlu bid’ah dan sesat.” [2]

Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama Salaf rahimahullah di antaranya:

[1]. Ayyub as-Sikhtiyani Rahimahullah (wafat th. 131 H), ia berkata, “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”

[2]. Sufyan ats-Tsaury Rahimahullah (wafat th. 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghuraba’(orang yang terasing). Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.” [3]

[3]. Fudhail bin ‘Iyadh Rahimahullah [4] (wafat th. 187 H) berkata: “...Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan dan perbuatan.”

[4]. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallaam Rahimahullah (hidup th. 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-Imaan [5] : “...Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, ber-tambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian...”

[5]. Imam Ahmad bin Hanbal Rahimahullah [6] (hidup th. 164-241 H), beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzhab Ahlul ‘Ilmi, Ash-habul Atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul j dan para Shahabatnya, dari semenjak zaman para Shahabat Radhiyallahu Ajmai'in hingga pada masa sekarang ini...”

[6]. Imam Ibnu Jarir ath-Thabary Rahimahullah (wafat th. 310 H) berkata: “...Adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa ahli Surga akan melihat Allah sesuai dengan berita yang shahih dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [7]

[7]. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawy Rahimahullah (hidup th. 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (‘Aqidah Thahawiyah): “...Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafazh Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal umat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak untuk melawan Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar ummat faham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlu Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahary, Imam ath-Thahawy serta yang lainnya.

Dan ini juga sebagai bantahan kepada orang yang berpendapat bahwa istilah Ahlus Sunnah pertama kali dipakai oleh golongan Asy’ariyah, padahal Asy’ariyah timbul pada abad ke-3 dan ke-4 Hijriyyah.[8]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Beliau adalah seorang Shahabat yang mulia dan termasuk orang pilihan Radhiyallahu anhuma. Nama lengkapnya adalah ‘Abdullah bin ‘Abbas bin ‘Abdul Muththalib al-Hasyimi al-Qurasyi, anak paman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, penafsir al-Qur-an dan pemuka kaum muslimin di bidang tafsir. Dia diberi gelar ‘pena’ dan juga ‘laut’, karena luas keilmuannya dalam bidang tafsir, bahasa dan syair Arab. Beliau dipanggil oleh para Khulafa’ ar-Rasyidin untuk dimintai nasehat dan pertimbangan dalam berbagai perkara. Beliau Radhiyallahu 'anhuma pernah menjadi wali pada zaman ‘Utsman Radhiyallahu 'anhu tahun 35 H, ikut memerangi kaum Khawarij bersama ‘Ali, cerdas dan kuat hujjahnya. Menjadi ‘Amir di Bashrah, kemudian tinggal di Thaif hingga meninggal dunia tahun 68 H. Beliau lahir tiga tahun sebelum hijrah. Lihat al-Ishaabah (II/330 no. 4781).[2]. Lihat Tafsiir Ibni Katsiir (I/419, cet. Daarus Salaam), Syarh Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/79 no. 74).[3]. Syarah Ushuul I’tiqaad Ahlis Sunnah wal Jama’ah (I/71 no. 49 dan 50).[4]. Beliau Fudhail bin ‘Iyadh bin Mas’ud at-Tamimy t, adalah seorang yang terkenal zuhud, berasal dari Khuraasaan dan bermukim di Makkah, tsiqah, wara’, ‘alim, diambil riwayatnya oleh al-Bukhari dan Muslim. Lihat Taqriibut Tahdziib (II/15 no. 5448), Tahdziibut Tahdziib (VII/264 no. 540).[5]. Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albany Rahimahullah[6]. Beliau Rahimahullah adalah seorang Imam yang luar biasa dalam kecerdasan, kemuliaan, keimaman, kewara’an, kezuhudan, hafalan, alim dan faqih. Nama lengkapnya Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asad asy-Syaibani, lahir pada tahun 164 H. Seorang Muhaddits utama Ahlus Sunnah. Pada masa al-Ma’mun beliau dipaksa mengatakan bahwa al-Qur-an adalah makhluk, sehinga beliau dipukul dan dipenjara, namun beliau menolak mengatakannya. Beliau tetap mengatakan al-Qur-an adalah Kalamullah, bukan makhluk. Beliau meninggal di Baghdad. Beliau menulis beberapa kitab dan yang paling terkenal adalah al-Musnad fil Hadiits (Musnad Imam Ahmad). Lihat Siyar A’lamin Nubalaa’ (XI/177 no. 78).[7]. Lihat kitab Shariihus Sunnah oleh Imam ath-Thabary Rahimahullah'[8]. Lihat kitab Wasathiyyah Ahlis Sunnah bainal Firaq karya Dr. Muhammad Baa Karim Muhammad Baa ‘Abdullah (hal. 41-44)

ronyfistek24 Mar 2005, 06:35:24

KAIDAH DAN PRINSIP AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH DALAM MENGAMBILDAN MENGGUNAKAN DALIL[1]

[1]. Sumber ‘aqidah adalah Kitabullah (al-Qur-an), Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih dan ijma’ Salafush Shalih.

[2]. Setiap Sunnah yang shahih yang berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam wajib diterima, walaupun sifatnya Ahad.[2]

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terima-malah dia. Dan apa-apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” [Al-Hasyr: 7]

[3]. Yang menjadi rujukan dalam memahami al-Qur-an dan as-Sunnah adalah nash-nash (teks al-Qur-an maupun hadits) yang menjelaskannya, pemahaman Salafush Shalih dan para Imam yang mengikuti jejak mereka, serta dilihat arti yang benar dari bahasa Arab. Namun jika hal tersebut sudah benar, maka tidak dipertentangkan lagi dengan hal-hal yang berupa kemungkinan sifatnya menurut bahasa.

[4]. Prinsip-prinsip utama dalam agama (Ushuluddin), semua telah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Siapapun tidak berhak untuk mengadakan sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh sebelumnya, apalagi sampai mengatakan hal tersebut bagian dari agama. Allah telah menyempurnakan agamaNya, wahyu telah terputus dan kenabian telah ditutup, sebagaimana Allah berfirman:

“Artinya : Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” [Al-Maaidah : 3].

RasulullahShallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini, sesuatu yang bukan bagian darinya, maka amalan-nya tertolak” [3]

[5]. Berserah diri (taslim), patuh dan taat hanya kepada Allah dan Rasul-Nya, secara lahir dan bathin. Tidak menolak sesuatu dari al-Quran dan as-Sunnah yang shahih, (baik menolaknya itu) dengan qiyas (analogi), perasaan, kasyf (iluminasi atau penyingkapan tabir rahasia sesuatu yang ghaib), ucapan seorang Syaikh, ataupun pendapat imam-imam dan lainnya.

[6.] Dalil ‘aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli/nash yang shahih. Sesuatu yang qath’i (pasti) dari kedua dalil tersebut, tidak akan bertentangan selamanya. Apabila sepertinya ada pertentangan di antara keduanya, maka dalil naqli (ayat ataupun hadits) harus didahulukan.

[7]. Rasulullah 'Alaihi shallatu wa sallam adalah ma’shum (dipelihara Allah dari kesalahan) dan para Shahabat Radhiyallahu ajmain secara keseluruhan dijauhkan Allah dari kesepakatan di atas kesesatan. Namun secara individu, tidak ada seorang pun dari mereka yang ma’shum. Jika ada perbedaan di antara para Imam atau yang selain mereka, maka perkara tersebut dikembalikan pada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah j dengan me-maafkan orang yang keliru dan berprasangka baik bahwa ia adalah orang yang berijtihad.

[8]. Bertengkar dalam masalah agama itu tercela, akan tetapi mujadalah (berbantahan) dengan cara yang baik itu masyru‘ah (disyariatkan). Dalam hal yang telah jelas (ada dalil dan keterangannya dalam al-Quran dan as-Sunnah) dilarang berlarut-larut dalam pembicaraan panjang tentangnya, maka wajib mengikuti ketetapan dan menjauhi larangannya. Dan wajib menjauhkan diri untuk berlarut-larut dalam pembicaraan yang memang tidak ada ilmu bagi seorang muslim tentangnya (misalnya tentang Sifat Allah, qadha’ dan qadar, tentang ruh dan lainnya, yang ditegaskan bahwa itu termasuk urusan Allah Azza wa Jalla). Selanjutnya sudah selayaknya menyerahkan hal tersebut kepada Allah Azza wa Jalla.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Tidaklah sesat suatu kaum setelah Allah memberikan petunjuk atas mereka kecuali mereka berbantah-bantahan kemudian membacakan ayat: ‘...Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud mem-bantah saja...’” [Az-Zukhruf : 58] [4]

[9]. Kaum Muslimin wajib senantiasa mengikuti manhaj (metode) al-Quran dan as-Sunnah dalam menolak sesuatu, dalam hal ‘aqidah dan dalam menjelaskan suatu masalah. Oleh karena itu, suatu bid‘ah tidak boleh dibalas dengan bid’ah lagi, kekurangan tidak boleh dibalas dengan berlebih-lebihan atau sebaliknya.[5]

[10]. Setiap perkara baru yang tidak ada sebelumnya di dalam agama adalah bid‘ah. Setiap bid‘ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Setiap bid‘ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka." [6]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Lihat Buhuuts fii ‘Aqiidah Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah (hal. 44-45), Mujmal Ushuul Ahlis Sunnah wal Jamaa‘ah fil ‘Aqiidah (hal 5-9) karya Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim al ‘Aql dan kitab-kitab lainnya.[2]. Hadits ahad adalah hadits yang tidak mencapai derajat mutawatir, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat atau lebih, tetapi periwayatannya dalam jumlah yang terhitung.[3]. HR. Al-Bukhari (no. 2697) dan Muslim (no. 1718), dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha.[4]. HR. At-Tirmidzi (no. 3250), Ibnu Majah (no. 48), Ahmad (V/252, 256), disha-hihkan oleh al-Hakim (II/447-448) dan disepakati adz-Dzahabi. At-Tirmidzi ber-kata, “Hadits ini hasan.” Dari Shahabat Abu Umamah al-Bahily Radhiyallahu 'anhu[5]. Maksud dari pernyataan ini adalah tentang bid’ahnya Jahmiyyah yang menafikan Sifat-Sifat Allah, dibantah oleh Musyabbihah (Mujassimah) yang menyamakan Allah dengan makhluk-Nya, atau seperti bid’ahnya Qadariyyah yang mengatakan bahwa makhluk mempunyai kemampuan dan kekuasaan yang tidak dicampuri oleh kekuasaan Allah ditentang oleh Jabariyyah yang mengatakan bahwa makhluk tidak mempunyai kekuasaan dan makhluk ini dipaksa menurut pendapat mereka. Ini adalah contoh tentang bid’ah yang dilawan dengan bid’ah. Wallaahu a’lam.[6]. HR. An-Nasa-i (III/189) dari Jabir Radhiyallahu 'anhu dengan sanad yang shahih. Lihat Shahih Sunan an-Nasa-i (I/346 no. 1487) dan Misykatul Mashaabih (I/51).

ronyfistek24 Mar 2005, 06:36:46

Penjelasan Kaidah Kedua :

“Setiap Sunnah Yang Shahih Yang Berasal Dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam Wajib Diterima, Walaupun Sifatnya Ahad.”

Hadits Ahad ialah hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits mutawatir atau tidak memenuhi sebagian dari syarat-syarat mutawatir [1].

Para ulama dari ummat ini pada setiap generasi, baik yang mengatakan bahwa hadits ahad menunjukkan ilmu yakin maupun yang berpendapat bahwa hadits ahad menunjukkan zhann, mereka berijma’ (sepakat) atas wajibnya mengamalkan hadits Ahad. Tidak ada yang berselisih di antara mereka melainkan kelompok kecil yang tidak masuk hitungan, seperti Mu’tazilah dan Rafidhah [2].

Syaikh Muhammad al-Amin asy-Syinqithi Rahimahullah mengatakan. “Ketahuilah, bahwa penelitian yang kita tidak boleh menyimpang dari hasilnya adalah bahwa hadits Ahad yang shahih harus diamalkan untuk masalah-masalah Ushuluddin, sebagaimana ia diambil dan diamalkan untuk masalah-masalah hukum/furu’. Maka, apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sanad yang shahih mengenai Sifat-Sifat Allah, wajib diterima dan diyakini dengan keyakinan bahwa sifat-sifat itu sesuai dengan ke-Mahasempurnaan dan ke-Mahaagungan-Nya sebagaimana firman-Nya:

“Artinya : ...Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya. Dan Dia-lah Yang Mahamendengar lagi Mahamelihat.” [Asy-Syuura’: 11]

Dengan demikian, anda menjadi tahu bahwa penerapan para ahli kalam dan pengikutnya bahwa hadits-hadits Ahad itu tidak bisa diterima untuk dijadikan dalil dalam masalah-masalah aqidah seperti tentang Sifat-Sifat Allah, karena hadits-hadits Ahad itu tidak menunjukkan kepada hal yang yakin melainkan kepada zhann (dugaan) sementara masalah ‘aqidah itu harus mengandung keyakinan. Ucapan mereka itu adalah bathil dan tertolak. Dan cukuplah sebagai bukti dari kebathilannya bahwa pendapat ini mengharuskan menolak riwayat-riwayat shahih yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdasarkan hukum akal semata.” [3].

Rasulullah 'Alaihi wa sholatu wa sallam adalah pemakai bahasa Arab terbaik dan terfasih, beliau telah dikaruniai jawami’ul kalim (kemampuan mengungkap kalimat ringkas dengan makna yang padat, kalimat sarat makna) dan ditugaskan untuk menyampaikannya. Dengan begitu, tidaklah dapat dibayangkan -baik secara syar’i maupun ‘aqli- bahwa beliau j akan membiarkan masalah ‘aqidah menjadi samar dan penuh syubhat, sebab ‘aqidah merupakan bagian terpenting dari seluruh rangkaian ajaran agama. Sehingga bila beliau menje-laskan masalah furu’ secara detail, mustahil beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak melakukan hal yang sama pada masalah ushul (pokok).

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah menjelaskan masalah ushul (‘aqidah) dengan detail (rinci) dengan sejelas-jelasnya, karena itu seorang muslim wajib menerima apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallm meskipun derajat haditsnya adalah ahad, tidak mencapai mutawatir. Imam Ahmad Rahimhullah berkata: “Barangsiapa yang menolak hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallm, maka ia berada di tepi jurang kebinasaan.”

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Lihat an-Nukat ‘alaa Nuzhatun Nazhar Syarah Nukhbatul Fikr (hal. 70) oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Atsary.[2]. Lihat Manhaj Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/112) oleh Dr. Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil.[3]. Ibid (I/113-114).[4]. Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal 28) oleh Dr. Ibrahim bin Muhammad al-Buraikan, cet. II-Daarus Sunnah, 1414 H.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:37:27

Penjelasan Kaidah Kelima :

“Berserah Diri (Taslim), Patuh Dan Taat Hanya Kepada Allah Dan Rasul-Nya, Secara Lahir Dan Bathin. Tidak Menolak Sesuatu Dari Al-Qur'an Dan A-Sunnah Yang Shahih, (Baik Menolaknya Itu) Dengan Qiyas (Analogi), Perasaan, Kasyf (Iluminasi Atau Penyingkapan Tabir Rahasia Sesuatu Yang Ghaib), Ucapan Seorang Syaikh, Ataupun Pendapat Imam-Imam Dan Yang Lainnya.”

Imam Muhammad bin Syihab az-Zuhri Rahimahullah (wafat th. 124 H) berkata:

“Allah yang menganugerahkan risalah (mengutus para Rasul), kewajiban Rasul adalah menyampaikan risalah, dan kewajiban kita adalah tunduk dan taat.” [1]

Kewajiban seorang muslim, untuk tunduk dan taslim secara sempurna, serta tunduk kepada perintahnya, menerima berita yang datang dari beliau 'Alaihi sholatu wa sallam dengan penerimaan yang penuh dengan pembenaran, tidak boleh menentang apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan perkataan bathil, hal-hal yang syubhat atau ragu-ragu, dan tidak boleh juga dipertentangkan dengan perkataan seorang pun dari manusia.

Penyerahan diri, tunduk patuh dan taat kepada perintah Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah merupakan kewajiban seorang muslim. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya adalah mutlak. Taat kepada Rasulullah 'Alaihi sholatu wa sallam berarti taat kepada Allah Azza wa Jalla

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara mereka.” [An-Nisaa’: 80]

Seorang hamba akan selamat dari siksa Allah Subhanahu wa Ta'ala bila ia mentauhidkan Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas dan ittiba’ kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Tidak boleh mengambil kepada selain beliau Shallallahu 'alaihi wa sallm sebagai pemutus hukum dan tidak boleh ridha kepada hukum selain hukum beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam. Apa yang Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam putuskan tidak boleh ditolak dengan pendapat seorang guru, imam, qiyas dan lainnya.

Sesungguhnya seorang muslim tidak akan selamat dunia dan akhirat, sebelum ia berserah diri kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallm, dan menyerahkan ilmu yang belum jelas baginya kepada orang yang mengetahuinya. Hal tersebut artinya, berserah diri kepada nash-nash al-Qur-an dan as-Sunnah. Tidak menentangnya dengan pena’wilan yang rusak, syubhat, keragu-raguan dan pendapat orang.

Ada sebuah riwayat, yaitu ketika beberapa Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sedang duduk-duduk di dekat rumah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallm, tiba-tiba di antara mereka ada yang menyebutkan salah satu dari ayat al-Qur-

an, lantas mereka bertengkar sehingga semakin keras suara mereka, lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dalam keadaan marah dan merah mukanya, sambil melemparkan debu seraya bersabda:

“Artinya : Tenanglah wahai kaumku! Sesungguhnya cara seperti ini (bertengkar) telah membinasakan umat-umat sebelum kalian, yaitu mereka menyelisihi para Nabi mereka serta mereka ber-pendapat bahwa sebagian isi kitab itu bertentangan sebagian isi kitab yang lain. Ingat! Sesungguhnya al-Qur-an tidak turun untuk mendustakan sebagian dengan sebagian yang lainnya, bahkan ayat-ayat al-Qur-an sebagian membenarkan sebagian yang lainnya. Karena itu apa yang telah kalian ketahui, maka amalkanlah dan apa yang kalian tidak ketahui serahkanlah kepada yang paling alim.” [2].

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda:

“Artinya : Bertengkar dalam masalah al-Qur-an adalah kufur.” [3]

Imam ath-Thahawi Rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang mencoba mempelajari ilmu yang terlarang, tidak puas pemahamannya untuk pasrah (kepada al-Qur-an dan as-Sunnah), maka ilmu yang dipelajarinya itu akan menutup jalan baginya dari kemurnian tauhid, kejernihan ilmu pengetahuan dan keimanan yang benar.” [4]

Penjelasan ini bermakna, larangan keras berbicara tentang masalah agama tanpa ilmu.

Orang yang berbicara tanpa ilmu, tidak lain pasti mengikuti hawa nafsunya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.” [Al-Israa’: 36]

“Artinya : ...Dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim” [Al-Qashash: 50].

“Artinya : Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap syaitan yang jahat, yang telah ditetapkan terhadap syaitan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengannya, tentu ia akan menyesatkannya, dan memba-wanya ke dalam adzab Neraka.” [Al-Haaj: 3-4]

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : Katakanlah: ‘Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurun-kan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa saja yang tidak kamu ketahui.’” [Al-A’raaf: 33]

Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallmj ditanya tentang anak-anak kaum Musyrikin yang meninggal dunia, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab:

"Allah-lah Yang Mahatahu apa yang telah mereka kerjakan.” [5]

Dari Abu Umamah al-Baahili Radhiyallahu 'anhu bahwa ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallm bersabda: “Tidaklah suatu kaum akan tersesat setelah mendapat hidayah kecuali apabila di kalangan mereka diberi kebiasaan berdebat.” Lalu beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan firman Allah

“Artinya : ...Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melain-kan dengan maksud membantah saja...” [Az-Zukhruf: 58] [6]

Dari Aisyah [7] Radhiyallahu 'anha, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallm bersabda:

"Artinya : ÅOrang yang paling dibenci Allah adalah orang yang keras hati lagi suka membantah.” [8]

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang tidak taslim kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka telah berkurang tauhidnya. Dan orang yang berkata dengan ra’yunya (logikanya), hawa nafsunya atau taqlid kepada orang yang mempunyai ra’yu dan mengikuti hawa nafsu tanpa petunjuk dari Allah, maka berkuranglah tauhidnya menurut kadar keluarnya dia dari ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan Sesungguhnya dia telah menjadikan sesembahan selain Allah Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

“Artinya : Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya dan Allah membiarkannya sesat berda-sarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka, siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiar-kannya sesat). Maka, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [Al-Jaatsiyah: 23] [9]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1].Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Kitabut Tauhid. Lihat kitab Fat-hul Baari (XIII/503).[2]. HR. Ahmad (II/195, 196), ‘Abdurrazaq dalam al-Mushannaf (no. 20367), Ibnu Majah (no. 85), Bukhari fii Af’alil ‘Ibad (hal. 43), al-Baghawi (no. 121) sanadnya hasan. Dari Shahabat ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya Radhiyallahu 'anhu. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Muhammad Syakir dalam Tahqiiq Musnad Imam Ahmad (no. 6702). [3]. HR. Ahmad (II/286, 300, 424, 475, 503 dan 528), Abu Dawud no. 4603, dengan sanad yang hasan. Dishahihkan oleh al-Hakim (II/223) dan disetujui oleh adz-Dzahabi, dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu. Lihat juga Syarhus Sunnah lil Imam al-Baghawi (I/261).[4]. Lihat Syarah ‘Aqiidah Thahawiyyah, takhrij dan ta’liq oleh Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki (hal. 233).[5]. HR. Al-Bukhari no. 1384 dan Muslim no. 2659, dari Shahabat Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu.[6]. HR. At-Tirmidzi (no. 3253), Ibnu Majah (no. 48), Ahmad (V/252, 256), ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabir dan Hakim (II/447, 448), dishahihkan oleh al-Hakim dan disetujui oleh Imam Adz-Dzahabi. Menurut Syaikh al-Albani hadits ini hasan sebagaimana perkataan Imam at-Tirmidzi, lihat Shahiih at-Targhiib wat Tarhiib no. 141.

[7]. Beliau adalah Ummul Mukminin. Nama lengkapnya ‘Aisyah bintu Abi Bakar ash-Shiddiq, isteri Rasulullah j yang dinikahi di Makkah pada waktu berusia enam tahun. Nabi j hidup bersamanya di Madinah ketika dia berusia sembilan tahun pada tahun kedua Hijriyah dan tidak menikah dengan perawan selainnya. Dia adalah isteri yang paling dicintainya di antara isteri-isteri lainnya. Dia banyak menghafal hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallamj dan wanita yang paling cerdas dan paling ‘alim. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal saat ‘Aisyah Radhiyallahu 'anha berusia 18 tahun. ‘Aisyah Radhiyallahu anha meninggal pada tahun 58 H dalam usia 67 tahun. Dimakamkan di Baqi’, Madinah an-Nabawiyah. Lihat al-Ishaabah fii Tamyiiz ash-Shahaabah karya Ibnu Hajar al-Asqalani (IV/359 no. 704, cet. Daarul Fikr).[8]. HR. Al-Bukhari (no. 2457), Muslim (no. 2668), at-Tirmidzi (no. 2976), an-Nasa-i (VIII/248) dan Ahmad (VI/55, 62, 205).[9]. Lihat penjelasannya di dalam kitab Syarah ‘Aqiidah Thahawiyyah, takhrij dan ta’liq oleh Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki (hal. 228-235)

ronyfistek24 Mar 2005, 06:39:12

Penjelasan Kaidah Keenam

“Dalil ‘aqli (akal) yang benar akan sesuai dengan dalil naqli/nash yang shahih.”

Kata ‘Aql dalam bahasa Arab mempunyai beberapa arti [1], di antaranya: Ad-diyah (denda), al-hikmah (kebijakan), husnut tasharruf (tindakan yang baik atau tepat). Secara terminologi, ‘aql (selanjutnya ditulis akal) digunakan untuk dua pengertian:

[1]. Aksioma-aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar yang ada pada setiap manusia.[2]. Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kemampuan yang matang.

Akal merupakan ‘ardh atau bagian dari indera yang ada dalam diri manusia yang bisa ada dan bisa hilang. Sifat ini dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam salah satu sabdanya:

"Artinya : ...dan termasuk orang gila sampai ia kembali berakal.”[2]

Akal adalah insting yang diciptakan Allah Subahnahu wa Ta'ala kemudian diberi muatan tertentu berupa kesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah aktivitas pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia yang telah dimuliakan Allah Azza wa Jalla.

Firman-Nya:

"Artinya : Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan.” [Al-Israa’: 70]

Syari’at Islam memberikan nilai dan urgensi yang amat tinggi terhadap akal manusia. Dan itu dapat dilihat pada beberapa point berikut:

Pertama [3]:Allah hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syariat-Nya.

Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya :...Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal." [Shaad: 43]

Kedua [4] :Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk dapat menerima taklif (beban kewajiban) dari Allah Azza wa Jalla. Hukum-hukum syari’at tidak berlaku bagi mereka yang tidak menerima taklif. Dan di antara yang tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan; orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai bermimpi, orang gila sampai ia kembali sadar (berakal)."[5]

Ketiga [6].Allah Azza wa Jalla mencela orang yang tidak menggunakan akalnya. Misalnya celaan Allah terhadap ahli Neraka yang tidak menggunakan akalnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau memi-kirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni Neraka yang menyala-nyala." [Al-Mulk: 10]

Keempat [7].Penyebutan begitu banyak proses dan anjuran berfikir dalam al-Qur-an, seperti tadabbur, tafakkur, ta-aqqul dan lainnya. Maka kalimat seperti “la’allakum tatafakkaruun” (mudah-mudahan kamu berfikir), atau “afalaa ta’qiluun” (apakah kamu tidak berakal), atau “afalaa yatadabbaruuna al-Qur'ana” (apakah mereka tidak mentadabburi/merenungi isi kandungan al-Qur'an) dan lainnya.

Kelima.Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fungsi dan kerja akal.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Artinya : Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab: ‘Tidak! Tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikutinya juga) walau-pun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? "[Al-Baqarah: 170]

Perbedaan antara taqlid dan ittiba’ adalah sebagaimana telah dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, “Ittiba’ adalah sese-orang mengikuti apa-apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.” [8]

Ibnu ‘Abdil Barr (wafat th. 463 H) dalam kitabnya, Jaami’ul Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi [9] menerangkan perbedaan antara ittiba’ (mengikuti) dan taqlid yaitu terletak pada adanya dalil-dalil qath’i yang jelas. Bahwa ittiba’ yaitu penerimaan riwayat berdasarkan diterimanya hujjah sedangkan taqlid adalah penerimaan yang ber-dasarkan pemikiran logika semata.

Berkata Ibnu Khuwaiz Mindad al-Maliki (namanya adalah Muhammad bin Ahmad bin ‘Abdillah, wafat th. 390 H) : “Makna taqlid secara syar’i adalah merujuk kepada perkataan yang tidak ada hujjah/dalil atas orang yang mengatakannya. Dan makna ittiba’ yaitu mengikuti apa-apa yang berdasarkan atas hujjah/dalil yang tetap. Ittiba’ diperkenankan dalam agama, namun taqlid dilarang.” [10]

Jadi definisi taqlid adalah menerima pendapat orang lain tanpa dilandasi dalil.[11]

Keenam [12]Islam memuji orang-orang yang menggunakan akalnya dalam memahami dan mengikuti kebenaran.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Artinya : ..Sebab itu sampaikanlah berita (gembira) itu kepada hamba-hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal." [Az-Zumar: 17-18]

Ketujuh.Pembatasan wilayah kerja akal dan pikiran manusia sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.

"Artinya : Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu adalah urusan Rabb-ku. Dan tiadalah kalian diberi ilmu melainkan sedikit." [Al-Israa’: 85]

Firman Allah Azza wa Jalla :

"Artinya : Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya." [Thaahaa: 110]

Ulama Salaf (Ahlus Sunnah) senantiasa mendahulukan naql (wahyu) atas ‘aql (akal). Naql adalah dalil-dalil syar’i yang tertuang dalam al-Qur-an dan as-Sunnah. Sedangkan yang dimaksud dengan akal ialah, dalil-dalil ‘aqli yang dibuat oleh para ulama ilmu kalam dan mereka jadikan sebagai agama yang menundukkan/mengalahkan dalil-dalil syar’i.

Mendahulukan dalil naqli atas dalil akal bukan berarti Ahlus Sunnah tidak menggunakan akal. Tetapi maksudnya adalah dalam menetapkan ‘aqidah mereka tidak menempuh cara seperti yang ditempuh para ahli kalam yang menggunakan rasio semata untuk memahami masalah-masalah yang sebenarnya tidak dapat dijangkau oleh akal dan menolak dalil naqli (dalil syar’i) yang bertentangan dengan akal mereka atau rasio mereka.

Imam Abul Muzhaffar as-Sam’ani Rahimahullah (wafat th. 489 H) [13] berkata: “Ketahuilah, bahwa madzhab Ahlus Sunnah mengatakan bahwa akal tidak mewajibkan sesuatu bagi seseorang dan tidak melarang sesuatu darinya, serta tidak ada hak baginya untuk meng-halalkan atau mengharamkan sesuatu, sebagaimana juga tidak ada wewenang baginya untuk menilai ini baik atau buruk. Seandainya tidak datang kepada kita wahyu, maka tidak ada bagi seseorang suatu kewajiban agama pun dan tidak ada pula yang namanya pahala dan dosa.”

ronyfistek24 Mar 2005, 06:39:57

Secara ringkas pandangan Ahlus Sunnah tentang penggunaan akal, di antaranya sebagai berikut :[14]

[1]. Syari’at didahulukan atas akal, karena syari’at itu ma’shum sedang akal tidak ma’shum.[2]. Akal mempunyai kemampuan mengenal dan memahami yang bersifat global, tidak bersifat detail.[3]. Apa yang benar dari hukum-hukum akal pasti tidak bertentangan dengan syari’at.[4]. Apa yang salah dari pemikiran akal adalah apa yang berten-tangan dengan syari’at.[5]. Penentuan hukum-hukum tafshiliyah (terinci seperti wajib, haram dan seterusnya) adalah hak prerogatif syariat.[6]. Akal tidak dapat menentukan hukum tertentu atas sesuatu sebelum datangnya wahyu, walaupun secara umum ia dapat mengenal dan memahami yang baik dan buruk.[7]. Balasan atas pahala dan dosa ditentukan oleh syari’at.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

"Artinya : Kami tidak akan meng‘adzab sehingga Kami mengutus seorang Rasul." [Al-Israa’: 15]

[8]. Janji Surga dan ancaman Neraka sepenuhnya ditentukan oleh syari’at.[9]. Tidak ada kewajiban tertentu terhadap Allah Azza wa Jalla yang diten-tukan oleh akal kita kepada-Nya. Karena Allah mengatakan tentang diri-Nya:

"Artinya :Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya" [Al-Buruuj: 16]

Dari sini dapat dikatakan bahwa keyakinan Ahlus Sunnah adalah yang benar dalam masalah penggunaan akal sebagai dalil. Jadi, akal dapat dijadikan dalil jika sesuai dengan al-Qur'an dan as-Sunnah atau tidak bertentangan dengan keduanya. Dan jika ia bertentangan dengan keduanya, maka ia dianggap bertentangan dengan sumber dan dasarnya. Dan keruntuhan pondasi berarti juga keruntuhan bangunan yang ada di atasnya. Sehingga akal tidak lagi menjadi hujjah (argumen, alasan) namun berubah men-jadi dalil yang bathil.[15]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 40). [2]. HR. Abu Dawud (no. 4403), Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 3703) dan Irwaa-ul Ghaliil (II/5-6).[3]. Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah (hal. 40). [4]. Ibid, hal. 40. [5]. HR. Abu Dawud (no. 4403), Shahiih Sunan Abi Dawud (III/832 no. 3703).[6]. Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 41).[7]. Ibid, hal. 41.

[8]. Lihat Taarikh Ahlil Hadits Ta’yiin al-Firqah an-Najiyah wa Annaha Tha-ifah Ahlil Hadits oleh Syaikh Ahmad bin Muhammad ad-Dahlawi al-Madani, tahqiq oleh Syaikh ‘Ali bin Hasan al-Halaby hal. 116.[9]. Ibid, hal. 116.[10]. Ibid, hal. 117 dan Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, tahqiq Abu Asybal az-Zuhairi (II/993).[11]. Lihat Manhaj Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/121) karya Dr. Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil.[12]. Lihat al-Madkhal (hal. 41).[13]. Beliau adalah Abu Muzhaffar Manshuur bin Muhammad bin ‘Abdil Jabbar as-Sam’ani at-Taimi seorang ahli fikih, imam yang masyhur, beliau memiliki kitab-kitab tentang fikih dan ushul fikih serta hadits. Lihat al-Hujjah fi Bayyan al-Mahajjah (I/314) oleh Imam al-Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Rabi’ bin Hadi ‘Amir al-Madkhaly. Cet. Daar ar-Raayah, 1411 H[14]. Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 45).[15]. Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidatil Islamiyyah ‘ala Madzhab Ahlis Sunnah wal Jama’ah. hal. 46.

ronyfistek24 Mar 2005, 06:40:30

Penjelasan Sikap Ahlus Sunnah wal Jama’ah Terhadap Ilmu Kalam

Imam Abu Hanifah Rahimahullah berkata: “Aku telah menjumpai para ahli Ilmu Kalam. Hati mereka keras, jiwanya kasar, tidak peduli jika mereka bertentangan dengan al-Qur-an dan as-Sunnah. Mereka tidak memiliki sifat wara’ dan tidak juga takwa.” [1]

Imam Abu Hanifah Rahimahullah juga berkata saat ditanya tentang pembahasan dalam ilmu kalam dari sosok dan bentuk, ia berkata: “Hendaklah engkau berpegang kepada as-Sunnah dan jalan yang telah ditempuh oleh Salafush Shalih. Jauhi olehmu setiap hal baru, karena ia adalah bid’ah.” [2]

Al-Qadhi Abu Yusuf (wafat th. 182 H) Rahimahullah [3], murid dari Abu Hanifah Rahimahullah, berkata kepada Bisyr bin Ghiyaats al-Marisii: [4] “Ilmu tentang kalam adalah suatu kebodohan dan bodoh tentang Ilmu Kalam adalah suatu ilmu. Seseorang, manakala menjadi pemuka agama atau tokoh ilmu kalam, maka ia adalah zindiq atau dicurigai sebagai zindiq (kafir).” Dan beliau berkata pula: “Barangsiapa yang belajar ilmu kalam, ia akan menjadi zindiq...” [5]

Imam Ahmad Rahimahullahberkata: “Pemilik ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya. Para ulama kalam itu adalah orang-orang zindiq (kafir).” [6]

Imam Ibnul Jauzy Rahimahullah(wafat th. 597 H) berkata: “Para ulama dan fuqaha (ahli fuqaha) umat ini dahulu mendiamkan (mengabaikan) ilmu kalam bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena mereka menganggap ilmu kalam itu tidak mampu menyembuhkan seorang yang haus, bahkan dapat menjadikan seorang yang sehat menjadi sakit. Oleh karena itu, mereka tidak memberi perhatian kepadanya dan melarang untuk terlibat di dalamnya.” [7]

Imam Syafi’i Rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang memiliki ilmu kalam, ia tidak akan beruntung.” Beliau juga mengucapkan: “Hukum untuk Ahli Kalam menurutku adalah mereka harus dicambuk dengan pelepah kurma dan sandal atau sepatu dan dinaikkan ke unta, lalu diiring keliling kampung. Dan dikatakan: ‘Inilah balasan orang yang meninggalkan al-Kitab dan as-Sunnah dan mengambil ilmu Kalam.’” [8]

Beliau Rahimahullah juga menyatakan [9]

Segala ilmu selain al-Qur-an hanyalah menyibukkan.

terkecuali ilmu hadits dan fiqh untuk mendalami agama.

Ilmu adalah yang tercantum di dalamnya: “Qoola Hadatsana (Telah menyampaikan hadits kepada kami).”

selainnya itu adalah ‘gangguan syaitan’ belaka.

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1]. Lihat Manhaj Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/74) oleh Dr. Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil.[2]. Ibid, I/75.[3]. Beliau adalah murid Abu Hanifah yang paling pintar, seorang ahli hadits dan termasuk Qadhi yang masyhur. Lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ (VIII/535-539).[4]. Ia adalah seorang tokoh Ahlul Bid’ah yang sesat, ayahnya seorang Yahudi. Ia mengambil pendapat-pendapat Jahm bin Shafwan dan berhujjah dengannya. Ia termasuk orang yang menguasai ilmu Kalam. Qutaibah bin Sa’id berkata: “Bisyr al-Mariisi adalah kafir.” Dan Abu Zur’ah ar-Raaziy berkata: “Bisyr al-Mariisi adalah zindiq.” Bisyr mati pada tahun 218 H. Lihat Miizanul I’tidal karya Imam adz-Dzahabi (I/322-323 no. 1214).[5]. Syarah ‘Aqiidah ath-Thahawiyah, tahqiq Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki (hal. 17).[6]. Lihat kitab Talbis Iblis (hal. 112).[7]. Lihat Manhaj Imam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/75) oleh Dr. Muhammad bin ‘Abdil Wahhab al-‘Aqiil.[8] Lihat Ahaadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi (hal. 99) karya Imam Abul Fadhl al-Maqri’ (wafat th. 454 H), tahqiq Dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda‘I; Jaami’ul Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi karya Ibnu ‘Abdil Barr (II/941), dan Syarah ‘Aqiidah Thahawiyyah, takhrij dan ta’liq oleh Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdil Muhsin at-Turki, hal. 17-18.[9]. Lihat Diwan Imam Syafi’i hal 388 no. 206, tartib dan syarah Muhammad ‘Abdur-rahim, cet. Daarul Fikri 1415 H.

the_untouchable24 Mar 2005, 07:56:53

wow ... panjang buanget. sedot dulu ach pake teleport. entar aja tulisannya dibaca di rumah (hehehehehe, lieur atuh macana. seueur kieu mah) :-D

maya_eve24 Mar 2005, 15:26:32

wow ... panjang buanget. sedot dulu ach pake teleport. entar aja tulisannya dibaca di rumah (hehehehehe, lieur atuh macana. seueur kieu mah) :-D

Assalamu'alaikum wr. wb...

mo di salin dulu ya ? gpp kan ? Kalo boleh mo di bagiin ke teman** n' sekalian bisa sambil baca di Campus kalo lagi

senggang..

Wassalaam wr. wb.

ronyfistek25 Mar 2005, 10:07:50

Assalamu'alaikum wr. wb...

mo di salin dulu ya ? gpp kan ? Kalo boleh mo di bagiin ke teman** n' sekalian bisa sambil baca di Campus kalo lagi senggang..

Wassalaam wr. wb.

gpp, kalo perlu disebari lagi, lagi dan seterusnya.Semoga Allah membukakan pintu hati Kita.

ronyfistek28 Mar 2005, 05:57:10

Segala puji bagi Allah, Rab semesta alam. Shalawat dan salam yang lengkap dan sempurna semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul paling mulia, Nabi dan Imam kita, Muhammad bin Abdullah, juga kepada segenap keluarga, shahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti jejak mereka dengan baik, hingga Hari Kiamat. Amma ba'du.

Kitab "Al-Aqidah Al Wasithiyah" tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah Ta'ala, adalah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Adapun latar belakang penulisan, dan penamaannya dengan Al Wasithiyah, ialah : Bahwa seorang Qadhi dari negeri Wasith yang sedang melaksanakan haji datang kepada Syaikhul Islam dan memohon beliau untuk menulis tentang Aqidah Salafiyah yang beliau yakini. Maka, beliau Rahimahullah menulisnya dalam tempo sekali jalsah, (sekali duduk), seusai shalat 'Ashar. Ini merupakan bukti nyata bahwa beliau Rahimahullah memiliki ilmu yang luas dan dikaruniai oleh Allah kecerdasan dan keluasan ilmu yang mengagumkan. Dan itu tidak aneh, karena karunia Allah itn diberikan dan diharamkan bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Agung, kita memohon akan keutamaan dan kemuliaan-Nya.

Ketika saya mengetahui betapa pentingnya kandungan Kitab "Al-'Aqidah Al-Wasithiyah" tersebut, saya berkeinginan untuk membuat syarah -penjelasan- ringkas tentang kitab Aqidah ini. Saya memohon kepada Allah agar hal itu saya laksanakan semata-mata untuk mencari ridha-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa banyak ulama telah melakukan upaya yang besar untuk menjaga, mengajarkan, mengulas, dan mensyarah, terhadap kitab "Al-.'Aqidah Al-Wasithiyah" ini dan di antara yang aku ketahui dari syarah-syarah tersebut antara lain : "Ar-Raudhah An-Nadiyyah, Syarh Al-'Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Syaikh Zaid bin Fayadh, "Al-Kawasyif Al-Jaliyyah 'An- Ma'ani Al-Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad [1], "Syarh Al-'Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Muhammad Khalil Al-Haras, dan "At-Ta'liqat Al-Mufidah 'ala Al-''Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Asy-Syarif. Beberapa syarah tersebut cukup baik dan berhasil menjelaskan makna-makna aqidah tersebut. Adapun dalam syarah ringkas yang saya susun ini, saya melakukan hal-hal sebagai berikut:

Saya mentakhrij hadist-hadits Rasulullah dan menisbahkannya, kadang-kadang kepada sumber aslinya, tapi kadang-kadang cukup saya tunjukkan sumber aslinya tanpa teks. Saya juga menisbahkan ayat-ayat kepada surah dan nomornya, selain saya juga memberikan judul yang sesuai untuk setiap tema, misalnya : "Definisi Al-Firqah An-Najiyah:, "Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang Sifat-sifat Allah", "Rukun Iman menurut Firqah Najiyah", Metode Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam Menafikan dan Menetapkan Asma' dan Sifat-sifat Allah", "Madzhab Mereka dan Ayat-ayat serta hadits-hadits tentang Asma' dan Sifat-sifat Allah". Kemudian saya membuat judul sendiri untuk masing-masing sifat, tapi kadang-kadang saya gabungkan beberapa sifat dalam satu judul. Ini tidak saya maksudkan untuk membatasi, melainkan untuk menyebutkan sifat-sifat yang telah disebutkan oleh penulis. Penulis juga menyebutkan banyak ayat dan hadits, akan tetapi saya hanya menyebutkan satu dalil untuk setiap sifat, dari ayat atau hadits, sementara yang lain saya hapuskan untuk meringkaskan syarah ini. Kemudian saya menyebutkan "Sikap pertengahan Ahlus Sunnah dalam masalah sifat Allah" di antara golongan-golongan lain yang ada. Sikap pertengahan mereka dalam masalah perbuatan manusia, Sikap pertengahan mereka dalam masalah ancaman Allah", Sikap pertengahan mereka mengenai nama-nama Iman dan Dien", "Sikap pertengahan mereka mengenai shahabat-shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , "Iman kepada Hari Akhir dan hal-hal yang berkaitan dengannya", "Takdir dengan keempat tingkatannya", "Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang Iman dan Dien, Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Karamah para wali", serta "Akhlak mulia Ahlus Sunnah wal Jama'ah". Semoga Allah memberikan taufik kepada saya dalam melaksanakan apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat, salam, dan barakah, semoga dilimpahkan Allah kepada hamba dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , juga kepada segenap keluarga dan shahabatnya.

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note[1] As Salman, al-As ilah wal Ajwibah al-Ushuliyyah Al-aqidah Al-washithiyyah?yang juga tulisan beliau.

ronyfistek28 Mar 2005, 05:59:11

Firqah (dengan huru fa' dikasrahkan) artinya sekelompok manusia. la disifati dengan an-najiyah, (yang selamat), dan Al-Manshurah, (yang mendapat pertolongan), berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam

"Artinya : Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang tegar di atas al-haq, yang tidak akan terkena mudharat dari orang yang enggan menolong atau menentang mereka, sehingga datanglah keputusan Allah sedangkan mereka tetap dalam keadaan begitu."[1]

Adapun Ahlus Sunnah wal Jama'ah, adalah merupakan pengganti atau nama lain dari kelompok tersebut. Yang dimaksud dengan As-Sunnah adalah Thariqah (cara/jalan ) yang dianut oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam para sahabat beliau, dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka hingga Hari Kiamat.

Adapun al-jama'ah, makna asalnya adalah sejumlah orang yang mengelompok. Tetapi, yang dimaksud dengan al-jama'ah dalam pembahasan aqidah ini adalah Salaf (pendahulu) dari umat ini dari kalangan shahabat dan orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka, sekalipun hanya seorang yang berdiri di atas kebenaran yang telah dianut oleh jama 'ah tersebut. [2]

Abdullah bin Mas'ud Radhiyalahu anhu berkata :

"Artinya : Jama'ah adalah apa yang selaras dengan kebenaran, sekalipun engkau seorang diri.

Dari 'Auf bin Malik yang berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

"Artinya : Umat Yahudi berpecah menjadi tujuh puluh satu golongan, satu golongan di jannah sedangkan tujuh puluh golongan di naar. Umat Nasrani berpecah menjadi tujuh puluh dua golongan, tujuh puluh satu golongan di naar sedangkan satu golongan di jannah. Demi Allah, yang jiwaku di tangan-Nya, umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, satu golongan di jannah sedangkan tujuh puluh dua golongan di naar."[3]

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note[1]. Dikeluarkan oleh Al-Bukhari dengan lafazhnya dari Mughirah RA, IV/187 dan Muslim III/1523.[2]. Ar-Raudah An-Nadiyyah Syarh Al-Aqidah Al-Washitiyyah? hal. 14 Zaid bin Fayyadh dan Muhammad Khalil Al-Haras, hal 16.[3]. Ibnul Qayyim, AGhasatul Lahfan Min Mashayid Asy-Syaithan? I/70

ronyfistek28 Mar 2005, 06:00:47

RUKUN IMAN MENURUT AL-FIRQAH AN-NAJIYA

[1]. Iman Kepada Allah Ta'alaIman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu; Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rezki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya; Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan; serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.[1]

[2]. Iman Kepada Para Malaikat AllahIman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Apapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil, (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal, 'global'.[2]

[3]. Iman Kepada Kitab-kitabMaksudnya adalah, meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya; yang benar-benar merupakan Kalam, (firman, ucapan),-Nya. la adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib untuk mengimaninya secara tafshil, yaitu: Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur'an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur'an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur'an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur'an saja yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.[3]

[4]. Iman Kepada Para RasulIman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal (global) sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil (rinci) kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 di antara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad SAW. adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.[4]

[5]. Iman Kepada Kebangkitan Setelah MatiIman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Penger-tian al-ba'ts, (kebangkitan) menurut syar'i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.[5]

[6]. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta'ala.Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah Subhanallahu wa ta抋 la telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.[6]

Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Di antaranya adalah firman Allah Ta'ala :

"Artinya : Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, Malaikat-malaikat, dan Nabi-nabi..."[Al-Baqarah : 177]

"Artinya : Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran)."[Al-Qamar : 49]

Juga sabda Nabi Sallallahu 慳 laihi wassalam dalam hadits Jibril :

"Artinya : Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, baik maupun yang buruk."[7]

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note.[1].Ar-Raudah An-Naiyah Syarh Al-Aqidah Al-Washithiyah? hal. 15; ?Al-Ajwibah Al-Ushuliyyah? hal. 16; dan At-Thahawiyah, hal. 335. Iman kepada Allah TaAla meliputi empat perkara : (1). Iman kepada wujud-Nya Yang Maha Suci. (2). Iman kepada Rububiyyah-Nya.(3). Iman kepada Uluhiyyah-Nya.(4). Iman kepada Asma? dan sifat-sifat-Nya.[2]. Ar-Raudhah An-Nadiyah? hal. 16 dan ?Al-Aqidah At-Thahawiyyah? hal. 350. [3]. Al-Ajwibah Al-Ushuliyah? hal. 16 dan 17.[4]. Lihat Al-Kawasyif Al-Jaliyah An MaAni Al-Wasithiyah? hal 66.[5]. Ibid[6]. Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah? Muhammad Khalil Al-Haras, hal. 19.[7]. Dikeluarkan oleh Muslim, I/37 no.8

ronyfistek28 Mar 2005, 06:02:45

Ahlus Sunnah wal Jama'ah menetapkan sifat-sifat Allah Ta'ala, tanpa ta'thil, tamtsil, tahrif, dan takyif[1]. Mereka mempercayainya sebagaimana tersebut dalam nash Al-Qur'an dan Al-Hadits.

[1]. TahrifTahrif secara bahasa berarti merubah dan mengganti. Menurut pengertian syar'i berarti: merubah lafazh Al-Asma'ul Husna dan Sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi, atau makna-maknanya. Tahrif ini dibagi menjadi dua:

Pertama:Tahrif dengan cara menambah, mengurangi, atau merubah bentuk lafazh. Contohnya adalah ucapan kaum Jahmiyah, dan orang-orang yang mengikuti pemahaman mereka, bahwa istawa [2] Adalah istaula [3] Disini ada penambahan huruf lam. Demikian pula perkataan orang-orang Yahudi, "Hinthah [4] ketika mereka diperintah untuk mengatakan "Hiththah[5]" Contoh lain adalah perkataan Ahli Bid'ah yang memanshubkan[6] lafazh Allah dalam ayat :

"Artinya : Dan Allah berbicara kepada Musa dengan langsung."[An-Nisa' : 164].

Kedua:Merubah makna. Artinya, tetap membiarkan lafazh sebagaimana aslinya, tetapi melakukan perubahan terhadap maknanya. Contohnya adalah perkataan Ahli Bid'ah yang menafsirkan Ghadhab (marah), dengan iradatul intiqam (keinginan untuk membalas dendam); Rahmah (kasih sayang), dengan iradatul in' am (keinginan untuk memberi nikmat); dan Al-Yadu (tangan), dengan an-ni'mah (nikmat).

[2]. Ta'thilTa'thil secara bahasa berarti meniadakan. Adapun menurut pengertian syar'i adalah : Meniadakan sifat-sifat Ilahiyah dari Allah Ta'ala, mengingkari keberadaan sifat-sifat tersebut pada Dzat-Nya, atau mengingkari sebagian darinya. Jadi, perbedaan antara tahrif dan ta'thil yaitu : ta'thil adalah penafian suatu makna yang benar, yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, sedangkan tahrif adalah penafsiran nash-nash Al-Qur'an dan As-Sunnah dengan interpretasi yang bathil.>>>>

ronyfistek28 Mar 2005, 06:03:16

<<<<>>>>MACAM-MACAM TA'THIL

Ta'thil ada bermacam-macam.

[a]. Penolakan terhadap Allah atas kesempurnaan sifat-Nya yang suci, dengan cara meniadakan Asma' dan Sifat-sifat-Nya, atau sebagian dari-nya, sebagaimana yang dilakukan oleh para penganut paham Jahmiyah dan Mu'tazilah.

[b]. Meninggalkan muamalah dengan-Nya, yaitu dengan cara meninggalkan ibadah kepada-Nya, baik secara total maupun sebagian, atau dengan cara beribadah kepada selain-Nya di samping beribadah kepada-Nya.

[c]. Meniadakan pencipta bagi makhluk. Contohnya adalah pendapat orang-orang yang mengata-kan: Sesungguhnya, alamlah yang menciptakan segala sesuatu dan yang mengatur dengan sendirinya.

Jadi, setiap orang yang melakukan tahrif pasti juga melakukan ta'thil, akan tetapi tidak semua orang yang melakukan ta'thil melakukan tahrif. Barangsiapa yang menetapkan suatu makna yang batil dan menafikan suatu makna yang benar, maka ia seorang pelaku tahrif sekaligus pelaku ta'thil. Adapun orang yang menafikan sifat, maka ia seorang mu'athil, (pelaku ta'thil), tetapi bukan muharif, (pelaku tahrif).

[3]. TakyifTakyif artinya bertanya dengan kaifa, (bagaimana). Adapun yang dimaksud takyif di sini adalah menentukan dan memastikan hakekat suatu sifat, dengan menetapkan bentuk/keadaan tertentu untuknya. Meniadakan bentuk/keadaan bukanlah berarti masa bodoh terhadap makna yang dikandung dalam sifat-sifat tersebut, sebab makna tersebut diketahui dari bahasa Arab. Inilah paham yang dianut oleh kaum salaf, sebagaimana dituturkan oleh Imam Malik Rahimahullah Ta'ala ketika ditanya tentang bentuk/keadaan istiwa', -bersemayam-. Beliau Rahimahullah menjawab :

"Istiwa' itu telah diketahui (niaknanya), bentuk/ keadaannya tidak diketahui, mengimaninya wajib, sedangkan menanyakannya bid'ah."[7]

Semua sifat Allah menunjukkan makna yang hakiki dan pasti. Kita mengimani dan menetapkan sifat tersebut untuk Allah, akan tetapi kita tidak mengetahui bentuk, keadaan, dan bentuk dari sifat tersebut. Yang wajib adalah meyakini dan menetapkan sifat-sifat tersebut maupun maknanya, secara hakiki, dengan memasrahkan bentuk/keadaannya. Tidak sebagaimana orang-orang yang tidak mau tahu terhadap makna-maknanya.

[4]. TamtsilTamtsil artinya tasybih, menyerupakan, yaitu menjadikan sesuatu yang menyerupai Allah Ta'ala dalam sifat-sifat

Dzatiyah maupun Fi'liyah-Nya.

Tamtsil ini dibagi menjadi dua, yaitu :

Pertama :Menyerupakan makhluk dengan Pencipta. Misalnya orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih putera Maryam dengan Allah Ta'ala dan orang-orang Yahudi yang menyerupakan 'Uzair dengan Allah pula. Maha Suci Allah dari itu semua.

Kedua :Menyerupakan Pencipta dengan makhluk. Contohnya adalah orang-orang yang mengatakan bahwa Allah mempunyai wajah seperti wajah yang dimiliki oleh makhluk, memiliki pendengaran sebagaimana pendengaran yang dimiliki oleh makhluk, dan memiliki tangan sebagaimana tangan yang dimiliki oleh makhluk, serta penyerupaan-penyerupaan lain yang bathil. Maha Suci Allah dari apa yang mereka ucapkan.[8]

ronyfistek28 Mar 2005, 06:03:58

<<<>>>

ILHAD TERHADAP ASMA' DAN SIFAT-SIFAT ALLAH

Pengertian ilhad terhadap Asma' dan Sifat-sifat Allah adalah menyimpangkan nama-nama dan sifat-sifat Allah, hakekat-hakekatnya, atau makna-maknanya, dari kebenarannya yang pasti. Penyimpangan ini bisa berupa penolakan terhadapnya secara total atau pengingkaran terhadap makna-maknanya, atau pembelokannya dari kebenaran dengan menggunakan interpretasi yang tidak benar, atau penggunaan nama-nama tersebut untuk menyebut hal-hal yang bid'ah, sebagaimana yang dilakukan oleh para penganut paham "Ittihad". Jadi, yang termasuk dalam kategori ilhad adalah tahrif, ta'thil, takyif, tamtsil dan tasbih. [9]

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note.[1]. Serta tanpa tafwidh[2]. Istawa artinya berada di atas; (setelah dahulunya tidak)[3]. Istaula artinya menguasai[4]. Hinthat artinya gandum[5]. Hiththah artinya bebaskan kami dari dosa[6]. Maksudnya, lapazh Allah dibaca dengan harakat akhir fathah, padahal semestinya harakat akhirnya dibaca dengan dhammah . Dengan dimanshubkan, maka kedudukan lapazh Allah dalam ayat tersebut menjadi obyek, sehingga arti ayat tersebut berubah menjadi, 揇 an Musa berbicara kepada Allah secara langsung.[7]. Fatawa Ibnu Taimiyyah, V/144[8]. Al-Kawasyif Al-jaliyah 慳 n Ma抋 ni Al-Wasithiyah, hal.86.Syaikh Abdul Aziz bin Baz hafizhahullah berkata : Ada tasybih jenis ketiga, yaitu menyerupakan Sang Pencipta dengan ma抎 umat, (sesuatu yang tidak ada), tidak sempurna dan benda-benda mati. Inilah tasybih yang dilakukan oleh orang-orang yang menganut paham Jahmiyah dan Mu抰 azilah.[9]. Lihat Al-Ajwibah Al-Ushuliyah, hal. 32 dan Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah, Al-Haras, hal. 24.

ronyfistek28 Mar 2005, 06:05:37

Ahlus Sunnah wal Jama'ah menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diri-Nya secara tafshil, dengan landasan firman Allah :

"Artinya : Dan Dia Maha Mendengar dan Maha Melihat." [Asy-Syura : 11]

Karena itu, semua nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya atau oleh Rasulullah Sallallahu 慳 laihi wassalam, mereka tetapkan untuk Allah, sesuai dengan keagungan sifat-Nya. Sebaliknya, Ahlus Sunnah wal Jama'ah menafikan apa yang telah dinafikan oleh Allah dari diri-Nya, atau oleh rasul-Nya, dengan penafian secara ijmal, berdasarkan kepada firman Allah :

"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya..." [Asy-Syura : 11]

Penafian sesuatu menuntut penetapan terhadap kebalikannya, yaitu kesempurnaan. Semua yang dinafikan oleh Allah dari diri-Nya, berupa kekurangan atau persekutuan makhluk dalam hal-hal yang merupakan kekhususan-Nya, menunjuk-kan ditetapkannya kesempurnaan-kesempurnaan yang merupakan kebalikannya. Allah telah memadukan penafian dan penetapan dalam satu ayat. Maksud saya penafian secara ijmal dan penetapan secara tafshil yaitu dalam firman Allah Subhanallahu wa ta抋 la :

"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang menyerupai-Nya dan Din Maha Mendengar lagi Melihat." [Asy-Syura: 11]

Ayat ini mengandung tanzih, -penyucian- Allah dari penyerupaan dengan makhluk-Nya, baik dalam dzat, sifat, maupun perbuatanNya. Bagian awal ayat di atas merupakan bantahan bagi kaum Musyabbihah (yang menyerupakan Allah), yaitu firman Allah Ta'ala:

"Artinya : Tidak ada sesuatu pun yang scrupa dengan-Nya ..."

Adapun bagian akhir dari firman Allah tersebut merupakan bantahan bagi kaum Mu'athilah -yang melakukan ta'thil-, yaitu firman Allah:

"Artinya : Dan Dia Maha Mendengar lagi Melihat."

Pada bagian pertama terkandung penafian secara ijmal sedangkan pada bagian terakhir terkandung penetapan secara tafshil. Ayat di atas juga mengandung bantahan bagi kaum Asy'ariyah yang mengatakan bahwa Allah mendengar tanpa pendengaran dan melihat tanpa penglihatan. [1]

ronyfistek28 Mar 2005, 06:08:32

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah Ta'ala mencantumkan ayat diatas, berikut surah Al-Ikhlas dan ayat Al-Kursi, karena surah Al-Ikhlas dan ayat-ayat tersebut mengandung penafian dan penetapan. [2] Surah Al-Ikhlas memiliki bobot yang sebanding dengan sepertiga Al-Qur'an, sebagai-mana dinyatakan oleh Rasulullah Sallallahu Alaihi wassalam [3] Para ulaina menyebutkan penafsiran sabda beliau itu, bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan tiga macam kandungan, yaitu : Tauhid, kisah-kisah, dan hukum-hukum, sedangkan surah Al-Ikhlas ini mengandung tauhid dengan ketiga macamnya, yaitu: Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah, dan Tauhid Asma' wa Shifat. Karena itulah ia dikatakan sebanding dengan sepertiga Al-Qur'an. [4]

Ayat Al-Kursi adalah ayat yang agung, bahkan merupakan ayat yang paling agung di dalam Al-Qur'an.[5] Itu disebabkan, ia mengandung nama-nama Allah Yang Maha Indah dan sifat-sifat-Nya Yang Maha Tinggi. Nama-nama dan sifat-sifat tersebut terkumpul di dalamnya, yang tidak terkumpul seperti itu dalam ayat lainnya. Karena itu, ayat yang mengandung makna-makna agung ini layak untuk menjadi ayat yang paling agung dalam Kitabullah. [6]

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note.[1]. Al-Ajwibah Al-Ushuliyah Ala Al-Aqidah Al-Wasithiyah? hal.26[2]. Ar-Raudah An-Nadiyah? hal. 120 dan ?Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyah? Al-haras, hal.31[3]. Al-Bukhari, lihat Fathul BarIIII / 347 dan Muslim I/556 no.811.[4]. Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah? Al-Haras, hal.21[5]. Muslim I/556 no.810, Ahmad V/142, dan lain-lain.[6]. Al-Ajwibah Al-Ushuliyah Ala Al-Aqidah Al-Wasithiyah? hal.40

ronyfistek02 Apr 2005, 08:58:13

Semoga Bermanfaat

moveit02 Apr 2005, 09:03:20

@ronyfistek

Jazakallah khairan Jaza, semoga Allah azza Wa Jalla melimpahkan rahmat-Nyakepada antum, atas ilmu yang telah antum sampaikan disini.

ronyfistek02 Apr 2005, 09:08:39

@ronyfistek

Jazakallah khairan Jaza, semoga Allah azza Wa Jalla melimpahkan rahmat-Nyakepada antum, atas ilmu yang telah antum sampaikan disini.

Ana hanyalah manusia yang lemah dan selalu butuhu bantuan Allah. Semuanya hanyalah karena Kekuasaan dan Hidayah Allah, Allah akan selalu menjaga Al Islam. Sedangkan saya masih harus banyak belajar dan beramal.

moveit02 Apr 2005, 09:11:11

Barakallahu fikum.

dinda_ndadin03 Apr 2005, 12:46:32

Semoga Bermanfaat

Serupa tapi tak sama. Barangkali ungkapan ini tepat untuk menggambarkan Islam dan kelompok Syi'ah. Secara fisik, memang sulit dibedakan antara penganut Islam dengan penganut Syi'ah. Namun jika ditelusuri –terutama dari sisi aqidah- perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga, tidak mungkin disatukan.

Jazakallah Khoir

wotogalagil03 Apr 2005, 14:46:34

Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna. Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala.huahuahua ....jadi yng gemar menuduh sesat dan mengkafirkan sesama muslim di MYQ iniberarti Ahlus Sunnah wal Jama'ah gadungan alias ASPAL yah kira2 bisa dapat kapling surga gak kalau akhlaknya spt itu :ktawa:

--------------------------------------------------------------mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)--------------------------------------------------------------

ronyfistek03 Apr 2005, 14:49:13

Ana harap bacanya seutuhnya, jangan sepotong-sepotong

ronyfistek

03 Apr 2005, 14:51:30Ciri-Ciri Ulama Ahlusunnah

Siapa yang dinamakan Ulama?

Terdapat beberapa ungkapan ulama dalam mendefinisikan ulama. Ibnu Juraij rahimahullah menukilkan (pendapat) dari ‘Atha, beliau berkata: “Barangsiapa yang mengenal Allah, maka dia adalah orang alim.” (Jami’ Bayan Ilmu wa Fadhlih, hal. 2/49)Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah dalam kitab beliau Kitabul ‘Ilmi mengatakan: “Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.” (Kitabul ‘Ilmi hal. 147)Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta menafikan segala bentuk kemudharatan.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 31)

Abdus Salam bin Barjas rahimahullah mengatakan: “Orang yang pantas untuk disebut sebagai orang alim jumlahnya sangat sedikit sekali dan tidak berlebihan kalau kita mengatakan jarang. Yang demikian itu karena sifat-sifat orang alim mayoritasnya tidak akan terwujud pada diri orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu pada masa ini.

Bukan dinamakan alim bila sekedar fasih dalam berbicara atau pandai menulis, orang yang menyebarluaskan karya-karya atau orang yang men-tahqiq kitab-kitab yang masih dalam tulisan tangan. Kalau orang alim ditimbang dengan ini, maka cukup (terlalu banyak orang alim). Akan tetapi penggambaran seperti inilah yang banyak menancap di benak orang-orang yang tidak berilmu. Oleh karena itu banyak orang tertipu dengan kefasihan seseorang dan tertipu dengan kepandaian berkarya tulis, padahal ia bukan ulama. Ini semua menjadikan orang-orang takjub. Orang alim hakiki adalah yang mendalami ilmu agama, mengetahui hukum-hukum Al Quran dan As Sunnah. Mengetahui ilmu ushul fiqih seperti nasikh dan mansukh, mutlak, muqayyad, mujmal, mufassar, dan juga orang-orang yang menggali ucapan-ucapan salaf terhadap apa yang mereka perselisihkan.” (Wujubul Irtibath bi ‘Ulama, hal. 8)

Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan ciri khas seorang ulama yang membedakan dengan kebanyakan orang yang mengaku berilmu atau yang diakui sebagai ulama bahkan waliyullah. Dia berfirman:

ما يخشى الله من عباده العلمآء إن“Sesungguhnya yang paling takut kepada Allah adalah ulama.” (Fathir: 28)

Ciri-ciri Ulama

Pembahasan ini bertujuan untuk mengetahui siapa sesungguhnya yang pantas untuk menyandang gelar ulama dan bagaimana besar jasa mereka dalam menyelamatkan Islam dan muslimin dari rongrongan penjahat agama, mulai dari masa terbaik umat yaitu generasi shahabat hingga masa kita sekarang.

Pembahasan ini juga bertujuan untuk memberi gambaran (yang benar) kepada sebagian muslimin yang telah memberikan gelar ulama kepada orang yang tidak pantas untuk menyandangnya.a. Sebagian kaum muslimin ada yang meremehkan hak-hak ulama. Di sisi mereka, yang dinamakan ulama adalah orang yang pandai bersilat lidah dan memperindah perkataannya dengan cerita-cerita, syair-syair, atau ilmu-ilmu pelembut hati.b. Sebagian kaum muslimin menganggap ulama itu adalah orang yang mengerti realita hidup dan yang mendalaminya, orang-orang yang berani menentang pemerintah -meski tanpa petunjuk ilmu.c. Diantara mereka ada yang menganggap ulama adalah kutu buku, meskipun tidak memahami apa yang dikandungnya sebagaimana yang dipahami generasi salaf.d. Di antara mereka ada yang menganggap ulama adalah orang yang pindah dari satu tempat ke tempat lain dengan alasan mendakwahi manusia. Mereka mengatakan kita tidak butuh kepada kitab-kitab, kita butuh kepada da’i dan dakwah.e. Sebagian muslimin tidak bisa membedakan antara orang alim dengan pendongeng dan juru nasehat, serta antara penuntut ilmu dan ulama. Di sisi mereka, para pendongeng itu adalah ulama tempat bertanya dan menimba ilmu.

Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 12/1425 H/2005

ronyfistek03 Apr 2005, 14:52:27

Diantara ciri-ciri ulama adalah:1. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.” Al-Hasan mengatakan: “Orang faqih adalah orang yang zuhud terhadap dunia dan cinta kepada akhirat, bashirah (berilmu) tentang agamanya dan senantiasa dalam beribadah kepada Rabbnya.” Dalam riwayat lain: “Orang yang tidak hasad kepada seorang pun yang berada di atasnya dan tidak menghinakan orang yang ada di bawahnya dan tidak mengambil upah sedikitpun dalam menyampaikan ilmu Allah.” (Al-Khithabul Minbariyyah, 1/177)

2. Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.”

3. Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan: “Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.”

4. Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ذي أنزل ك هو الحق ويهدي إلى صراط العزيز ويرى الذين أوتوا العلم ال الحميد إليك من رب“Dan orang-orang yang diberikan ilmu memandang bahwa apa yang telah diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Rabbmu adalah kebenaran dan akan membimbing kepada jalan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Terpuji.” (Saba: 6)

5. Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

اس وما يعقلها العالمون وتلك األمثال نضربها للن إال“Demikianlah permisalan-permisalan yang dibuat oleh Allah bagi manusia dan tidak ada yang memahaminya kecuali

orang-orang yang berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)

6. Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath(mengambil hukum) dan memahaminya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

سول وإلى أولي وإذا جآءهم أمر من األمن أو الخوف أذاعوا به ولو ردوه إلى الر ذين يستنبطونه منهم ولو ال فضل الله عليكم األمر منهم لعلمه ال يطان إال بعتم الش ورحمته الت قليال

“Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalau mereka menyerahkan kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang mampu mengambil hukum (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). Kalau tidak dengan karunia dan rahmat dari Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikuti syaithan kecuali sedikit saja.” (An-Nisa: 83)

7. Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى قل آمنوا به أو ال تؤمنوا إن ال نا ون لألذقان سجدا. ويقولون سبحان رب ون عليهم يخر نا لمفعوال. ويخر إن كان وعد رب لألذقان يبكون ويزيدهم خشوعا

“Katakanlah: ‘Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Qur’an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata: “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’.” (Al-Isra: 107-109) [Mu’amalatul ‘Ulama karya Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Umar bin Salim Bazmul, Wujub Al-Irtibath bil ‘Ulama karya Asy-Syaikh Hasan bin Qasim Ar-Rimi]

Inilah beberapa sifat ulama hakiki yang dimaukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam Al-Qur’an dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam di dalam Sunnahnya. Dengan semua ini, jelaslah orang yang berpura-pura berpenampilan ulama dan berbaju dengan pakaian mereka padahal tidak pantas memakainya. Semua ini membeberkan hakikat ulama ahlul bid’ah yang mana mereka bukan sebagai penyandang gelar ini. Dari Al-Quran dan As-Sunnah mereka jauh dan dari manhaj salaf mereka keluar.

Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 12/1425 H/2005

ronyfistek03 Apr 2005, 14:53:21

Contoh-contoh Ulama Rabbani

Pembahasan ini bukan membatasi mereka akan tetapi sebagai permisalan hidup ulama walau mereka telah menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka hidup dengan jasa-jasa mereka terhadap Islam dan muslimin dan mereka hidup dengan karya-karya peninggalan mereka. Sebagai berikut :1. Generasi shahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah Ar-Rasyidin: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali.2. Generasi tabiin dan di antara tokoh mereka adalah Sa’id bin Al-Musayyib (meninggal setelah tahun 90 H), ‘Urwah bin Az-Zubair (meninggal tahun 93 H), ‘Ali bin Husain Zainal Abidin (meninggal tahun 93 H), Muhammad bin Al-Hanafiyyah (meninggal tahun 80 H), ‘Ubaidullah bin Abdullah bin ‘Utbah bin Mas’ud (meninggal tahun 94 H atau setelahnya), Salim bin Abdullah bin ‘Umar (meninggal tahun 106 H), Al-Hasan Al-Basri (meninggal tahun 110 H), Muhammad bin Sirin (meninggal tahun 110 H), ‘Umar bin Abdul ‘Aziz (meninggal tahun 101 H), dan Muhammad bin Syihab Az-Zuhri (meninggal tahun 125 H).3. Generasi atba’ at-tabi’in dan di antara tokoh-tokohnya adalah Al-Imam Malik (179 H), Al-Auza’i (107 H), Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri (161 H), Sufyan bin ‘Uyainah (198 H), Ismail bin ‘Ulayyah (193 H), Al-Laits bin Sa’d (175 H), dan Abu Hanifah An-Nu’man (150 H).4. Generasi setelah mereka, di antara tokohnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak (181 H), Waki’ bin Jarrah (197 H), Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (203 H), Abdurrahman bin Mahdi (198 H), Yahya bin Sa’id Al-Qaththan (198 H), ‘Affan bin Muslim (219 H).5. Murid-murid mereka, di antara tokohnya adalah Al-Imam Ahmad bin Hanbal (241 H), Yahya bin Ma’in (233 H), ‘Ali bin Al-Madini (234 H).6. Murid-murid mereka seperti Al-Imam Bukhari (256 H), Al-Imam Muslim (261 H), Abu Hatim (277 H), Abu Zur’ah (264 H), Abu Dawud (275 H), At-Tirmidzi (279 H), dan An-Nasai (303 H).7. Generasi setelah mereka, di antaranya Ibnu Jarir (310 H), Ibnu Khuzaimah (311 H), Ad-Daruquthni (385 H), Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H), Ibnu Abdil Bar An-Numairi (463 H).8. Generasi setelah mereka, di antaranya adalah Abdul Ghani Al-Maqdisi, Ibnu Qudamah (620 H), Ibnu Shalah (643 H), Ibnu Taimiyah (728 H), Al-Mizzi (743 H), Adz-Dzahabi (748 H), Ibnu Katsir (774 H) berikut para ulama yang semasa mereka atau murid-murid mereka yang mengikuti manhaj mereka dalam berpegang dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sampai pada hari ini.9. Contoh ulama di masa ini adalah Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muhammad Aman Al-Jami, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i, dan selain mereka dari ulama yang telah meninggal di masa kita. Berikutnya Asy-Syaikh Ahmad bin Yahya An-Najmi, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, Asy-Syaikh Zaid Al-Madkhali, Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-’Abbad, Asy-Syaikh Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Shalih Al-Luhaidan, Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Asy-Syaikh Shalih As-Suhaimi, Asy-Syaikh ‘Ubaid Al-Jabiri dan selain mereka yang mengikuti langkah-langkah mereka di atas manhaj Salaf. (Makanatu Ahli Hadits karya Asy-Syaikh Rabi bin Hadi Al-Madkhali dan Wujub Irtibath bi Ulama)

Wallahu a’lam.

Dikutip dari majalah Asy Syariah, Vol. I/No. 12/1425 H/2005

wotogalagil03 Apr 2005, 14:54:25

intinya!sikap dan perilaku yng gemar mengkafirkan sesama muslim itudianjurkan atau dilarang dlm mazhab Ahlussunah? :-?

--------------------------------------------------------------

mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)--------------------------------------------------------------

ronyfistek03 Apr 2005, 14:56:49

Mengenal Sejarah dan Pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah

Sebelum kita berbicara tentang topik dan judul pembahasan ini, sebaiknya kita mengenal beberapa pengertian istilah yang akan dipakai dalam pembahasan ini.

A. Beberapa Pengertian

1. As-SunnahAs-Sunnah ialah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan baik itu dalam perkara kebaikan maupun perkara kejelekan. Maka As-Sunnah yang dimaksud dalam istilah Ahlus Sunnah ialah jalan yang ditempuh dan dilaksanakan oleh Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam serta para shahabat beliau, dan pengertian Ahlus Sunnah ialah orang-orang yang berupaya memahami dan mengamalkan As-Sunnah An-Nabawiyyah serta menyebarkan dan membelanya.

2. Al-Jama'ah

Menurut bahasa Arab pengertiannya ialah dari kata Al-Jamu' dengan arti mengumpulkan yang tercerai berai. Adapun dalam pengertian Asyari'ah, Al-Jama'ah ialah orang-orang yang telah sepakat berpegang dengan kebenaran yang pasti sebagaimana tertera dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits dan mereka itu ialah para shahabat, tabi'in (yakni orang-orang yang belajar dari shahabat dalam pemahaman dan pengambilan Islam) walaupun jumlah mereka sedikit, sebagaimana pernyataan Ibnu Mas'ud radhiallahu anhu : "Al-Jama'ah itu ialah apa saja yang mencocoki kebenaran, walaupun engkau sendirian (dalam mencocoki kebenaran itu). Maka kamu seorang adalah Al-Jama'ah."

3. Al-Bid'ah

Segala sesuatu yang baru dan belum pernah ada asal muasalnya dan tidak biasa dikenali. Istilah ini sangat dikenal dkialangan shahabat Nabi Rasulullah salallahu 'alaihi wa sallam karena beliau selalu menyebutnya sebagai ancaman terhadap kemurnian agama Allah, dan diulang-ulang penyebutannya pada setiap hendak membuka khutbah. Jadi secara bahasa Arab, bid'ah itu bisa jadi sesuatu yang baik atau bisa juga sesuatu yang jelek. Sedangkan dalam pengertian syari'ah, bid'ah itu semuanya jelek dan sesat serta tidak ada yang baik. Maka pengertian bid'ah dalam syariah ialah cara pengenalan agama yang baru dibuat dengan menyerupai syariah dan dimaksudkan dengan bid'ah tersebut agar bisa beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala lebih baik lagi dari apa yang ditetapkan oleh syari'ah-Nya. Keyakinan demikian ditegakkan tidak di atas dalil yang shahih, tetapi hanya berdasar atas perasaan, anggapan atau dugaan. Bid'ah semacam ini terjadi dalam perkara aqidah, pemahaman maupun amalan.

4. As-Salaf

Arti salaf secara bahasa adalah pendahulu bagi suatu generasi. Sedangkan dalam istilah syariah Islamiyah as-salaf itu ialah orang-orang pertama yang memahami, mengimami, memperjuangkan serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam, para tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari para shahabat) dan para tabi'it tabi'in (kaum mukminin yang mengambil ilmu dan pemahaman/murid dari tabi'in). istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah as-salafus shalih. Selanjutnya pemahaman as-salafus shalih terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadits dinamakan as-salafiyah. Sedangkan orang Islam yang ikut pemahaman ini dinamakan salafi. Demikian pula dakwah kepada pemahaman ini dinamakan dakwah salafiyyah.

5. Al-Khalaf

Suatu golongan dari ummat Islam yang mengambil fislafat sebagai patokan amalan agama dan mereka ini meninggalkan jalannya as-salaf dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits. Awal mula timbulnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak diketahui secara pasti kapan dan dimana munculnya karena sesungguhnya istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mulai depopulerkan oleh para ulama salaf ketika semakin mewabahnya berbagai bid'ah dikalangan ummat Islam.

Yang jelas wabah bid'ah itu mulai berjangkit pada jamannya tabi'in dan jaman tabi'in ini yang bersuasana demikian dimulai di jaman khalifah Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu. Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Kitab Shahihnya juz 1 hal.84, Syarah Imam Nawawi bab Bayan Amal Isnad Minad Din dengan sanadnya yang shahih bahwa Muhammad bin Sirrin menyatakan, "Dulu para shahabat tidak pernah menanyakan tentang isnad (urut-urutan sumber riwayat) ketika membawakan hadits Nabi salallahu 'alaihi wa sallam. Maka ketika terjadi fitnah yakni bid'ah mereka menanyakan, 'sebutkan para periwayat yang menyampaikan kepadamu hadits tersebut.' Dengan cara demikian mereka dapat memeriksa masing-masing para periwayat tersebut, apakah mereka itu dari ahlus sunnah atau ahlul bid'ah. Bila dari ahlus sunnah diambil dan bila ahlul bid'ah ditolak."

Riwayat yang sama juga dibawakan oleh Khalid Al-Baghdadi dengan sanadnya dalam kitab beliau. Riwayat ini memberitahukan kepada kita bahwa pada jaman Muhammad bin Sirrin sudah ada istilah ahlus sunnah dan ahlul bid'ah. Muhammad bin Sirrin lahir pada tahun 33 H dan meniggal pada tahun 110 H. kemudian istilah ini juga muncul pada jaman Imam Ahmad bin Hambal (lahir 164 dan meninggal 241 H) khususnya ketika terjadi fitnah pemahaman sesat yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu makhluk, bertentangan dengan ahlus sunnah yang menyatakan bahwa Al-Qur'an itu Kalamullah.

Fitnah terjadi di jaman pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun Al-Abbasi. Imam Ahmad pada masa fitnah ini adalah termasuk tokoh yang paling berat mendapat sasaran permusuhan dan kekejaman para tokoh ahlul bid'ah melalui Khalifah tersebut. Mulai saat itulah istilah ahlus sunnah wal jama'ah menjadi sangat populer hingga kini. Jadi, istilah ahlu sunnah timbul dan menjadi populer ketika mulai serunya pergulatan antara as-salaf dan al-khalaf, akibat adanya infiltrasi berbagai filsafat asing ke dalam masyarakat Islam. Ahlus Sunnah wal Jama'ah kemudian menjadi simbol sikap istiqamahnya (tegarnya) para ulama ahlul hadits dalam berpegang dengan as-salafiyah ketika para tokoh ahlul bid'ah meninggalkannya dan ketika berbagai pemahaman dan amalan bid'ah mendominasi masyarakat Islam.

ronyfistek03 Apr 2005, 14:58:36

intinya!sikap dan perilaku yng gemar mengkafirkan sesama muslim itudianjurkan atau dilarang dlm mazhab Ahlussunah? :-?

Intinya anda belum membaca semuanya.Jika anda membaca semuanya InsyaAllah akan ditemukan jawaban tersebut dan jawaban lainnya yang terpendam di dalam hatimu

ronyfistek03 Apr 2005, 14:59:17

B. Dalil-Dalil Ahlus Sunnah wal Jama'ah

Mengapa ahlu sunnah demikian bersikeras merujuk pada pemahaman para shahabat Nabi salallahu 'alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits? Ini adalah pertanyaan yang tentunya membutuhkan dalil-dalil Al-Qur'an dan Al-Hadits untuk menjawabnya. Ahlus Sunnah merujuk kepada para shahabat dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits dikarenakan Allah dan Rasul-Nya banyak sekali memberitahukan kemuliaan mereka, bahkan memujinya. Faktor ini membuat para shahabat menjadi acuan terpercaya dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai landasan utama bagi Syari'ah Islamiyah.

Dalil dari Al-Qur'an dan Al-Hadits shahih yang menjadi pegangan ahlus sunnah dalam merujuk kepada pemahaman shahabat sangat banyak sehingga tidak mungkin semuanya dimuat dalam tulisan yang singkat ini. Sebagian diantaranya perlu saya tulis disini sebagai gambaran singkat bagi pembaca tentang betapa kokohnya landasan pemahaman ahlus sunnah terhadap syariah ini.

1. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah kecintaan Allah dan mereka pun sangat cinta kepada Allah :

"Sesungguhnya Allah telah ridha kepada orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Hai Muhammad) di bawah pohon (yakni Baitur Ridwan) maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan keterangan atas mereka dan memberi balasan atas mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).(Al-Fath:18)

Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah ridha kepada para shahabat yang turut membaiat Rasulullah salallahu alaihi wa sallam di Hudhaibiyyah sebagai tanda bahwa mereka telah siap taat kepada beliau dalam memerangi kufar (kaum kafir) Quraisy dan tidak lari dari medan perang.

Diriwayatkan bahwa yang ikut ba'iah tersebut seribu empat ratus orang. Dalam ayat lain, Allah Sunahanahu wa Ta'ala berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, siapa di antara kalian yang murtad dari agama-Nya (yakni keluar dari Islam) niscaya Allah akan datangkan suatu kaum yang Ia mencintai mereka dan mereka mencintai Allah, bersikap lemah lembut terhadap kaum mukminin dan bersikap keras terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Alah dan tidak takut cercaan si pencerca. Yang demikian itu adalah keutamaan dari Allah yang diberikan kepada siapa saja yang Ia kehendaki dan Allah itu Maha Mendengar dan Maha Mengetahui."(Al-Maidah:54)

Ath-Thabari membawakan beberapa riwayat tentang tafsir ayat ini antara lain yang beliau nukilkan dari beberapa riwayat dengan jalannya masin-masing, bahwa Al-Hasan Al-Basri, Adh-Dhahadh, Qatadah, Ibnu Juraij, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ayat ini adalah Abu Bakar Ash-Shidiq dan segenap shahabat Nabi setelah wafatnya Rasulullah salallahu alaihi wa sallam dalam memerangi orang yang murtad.

2. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah umat yang adil yang dibimbing oleh Rasulullah salallahu alaihi wa sallam.

"Dan demikianlah Kami jadikan kalian adalah umat yang adil agar kalian menjadi saksi atas sekalian manusia dan Rasul menjadi saksi atas kalian."(Al-Baqarah:143)

Yang diajak bicara oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala di ayat ini ialah para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam. Mereka adalah kaum mukminin generasi pertama yang terbaik yang ikut menyaksikan turunnya ayat ini dan generasi pertama yang disebutkan dalam ayat Al-Qur'an. Ibnu Jarir Ath-Thabari menerangkan: "Dan aku berpandangan bahwasanya Allah Ta'ala menyebut mereka sebagai "orang yang ditengah" karena mereka bersikap tengah-tengah dalam perkara agama, sehingga mereka itu tidaklah sebagai orang-orang yang ghulu (ekstrim, melampaui batas) dalam beragama sebagaimana ghulunya orang-orang Nashara dalam masalah peribadatan dan pernyataan mereka tentang Isa bin Maryam alaihi salam. Dan tidak pula umat ini mengurangi kemuliaan Nabiyullah Isa alaihi salam, sebagaimana tindakan orang-orang Yahudi yang merubah ayat-ayat Allah dalam kitab-Nya dan membunuh para nabi-nabi mereka dan berdusta atas nama Allah dan mengkufurinya. Akan tetapi ummat ini adalah orang-orang yang adil dan bersikap adil sehingga Allah mensikapi mereka dengan keadilan, dimana perkara yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling adil.

3. Para shahabat adalah teladan utama setelah Nabi dalam beriman

Ditegaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Kalau mereka itu beriman seperti imannya kalian (yaitu kaum mukminin) terhadapnya, maka sungguh mereka itu mendapatkan perunjuk dan kalau mereka berpaling mereka itu dalam perpecahan. Maka cukuplah Allah bagimu (hai Muhammad) terhadap mereka dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui."(Al-Baqarah:137)

Ayat ini menegaskan bahwa imannya kaum mukminin itu adalah patokan bagi suatu kaum untuk mendapat petunjuk Allah. Kaum mukminin yang dimaksud yang paling mencocoki kebenaran sebagaimana yang dibawa oleh Nabi salallahu alaihi wa sallam tidak lain ialah para shahabat Nabi yang paling utama dan generasi sesudahnya yang mengikuti mereka.

Juga ditegaskan pula hal ini oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Surat Al-Fath 29 :

"Muhammad itu adalah Rasulullah, dan orang-orang yang besertanya keras terhadap orang-orang kafir, berkasih sayang sesama mereka. Engkau lihat mereka ruku dan sujud mengharapkan keutamaan dari Allah dan keridhaan-Nya. Terlihat pada wajah-wajah mereka bekas sujud. Demikianlah permisalan mereka di Taurat, dan demikian pula permisalan mereka di Injil. Sebagaimana tanaman yang bersemi kemudian menguat dan kemudian menjadi sangat kuat sehingga tegaklah ia diatas pokoknya, yang mengagumkan orang yang menanamnya, agar Allah membikin orang-orang kafir marah pada mereka. Allah berjanji kepada orang-orang yang beriman dari kalangan mereka itu ampunan dan pahala yang besar."

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an yang menjadi dalil bagi Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam merujuk kepada para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits. Tentunya dalil-dalil dari Al-

Qur'an tersebut berdampingan pula dengan puluhan bahkan ratusan hadists shahih yang menerangkan keutamaan shahabat secara keseluruhan ataupun secara individu.

ronyfistek03 Apr 2005, 15:00:03

Dari hadits-hadits berikut dapat disimpulkan bahwa :

1. Kebaikan para shahabat tidak mungkin disamai :

"Jangan kalian mencerca para shahabatku, seandainya salah seorang dari kalian berinfaq sebesar gunung Uhud, tidaklah ia mencapai ganjarannya satu mud(ukuran gandum sebanyak dua telapak tangan diraparkan satu dengan lainnya) makanan yang dishodaqahkan oleh salah seorang dari mereka dan bahkan tidak pula mencapai setengah mudnya."(HR. Bukhari dan Muslim)

2. Para shahabat adalah sebaik-baik generasi dan melahirkan sebaik-baik generasi penerus pula :

"Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu bahwa Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Sebaik-baik ummatku adalah yang semasa denganku kemudian generasi sesudahnya (yakni tabi'in), kemudian generasi yang sesudahnya lagi (yakni tabi'it tabi'in). Imran mengatakan: 'Aku tidak tahu apakah Rasulullah menyebutkan sesudah masa beliau itu dua generasi atau tiga.' Kemudian Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Kemudian sesungguhnya setelah kalian akan datang suatu kaum yang memberi persaksian padahal ia tidak diminta persaksiannya, dan ia suka berkhianat dan tidak bisa dipercaya, dan mereka suka bernadzar dan tidak memenuhi nadzarnya, dan mereka berbadan gemuk yakni gambaran orang-orang yang serakah kepadanya'."(HR Bukhari)

3. Para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam adalah orang-orang pilihan yang diciptakan Allah untuk mendampingi Nabi-Nya :

"Rasulullah salallahu alaihi wa sallam bersabda: 'Sesungguhnya Allah telah memilih aku dan juga telah memilih bagiku para shahabatku, maka Ia menjadikan bagiku dari mereka itu para pembantu tugasku, dan para pembelaku, dan para menantu dan mertuaku. Maka barang siapa mencerca mereka, maka atasnyalah kutukan Allah dan para malaikat-Nya an segenap manusia. Allah tidak akan menerima di hari Kiamat para pembela mereka yang bisa memalingkan mereka dari adzab Allah."(HR Al-Laalikai dan Hakim, SHAHIH)

Dan masih banyak lagi hadits-hadits shahih yang menunjukkan betapa tingginya kedudukan para shahabat Nabi salallahu alaihi wa sallam di dalam pandangan Nabi.

Maka kalau Allah dan Rasul-Nya di dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits telah memuliakan para shahabat dan menyuruh kita memuliakannya, sudah semestinya kalau Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjadikan pemahaman, perkataan, dan pengamalan para shahabat terhadap Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai patokan utama dalam menilai kebenaran pemahamannya. Ahlus sunnah juga sangat senang dan mantap dalam merujuk kepada para shahabat Nabi dalam memahami Al-Qur'an dan Al-Hadits.

ronyfistek03 Apr 2005, 15:01:33

Pernyataan Imam Madzhab dalam menyikapi Sunnah

Perkataan Imam-Imam di dalam Mengikuti Sunnah dan Meninggalkan Perkataan Yang Bertentangan Dengannya

Berikut perkataan syaikh Al Albani...Kiranya sangat bermanfaat untuk disajikan di sini sedikit atau sebagian perkataan mereka, dengan harapan, semoga di dalamnya terdapat pelajaran dan peringatan bagi orang yang mengikuti mereka, bahkan bagi orang yang mengikuti selain mereka yang lebih rendah derajatnya dari taqlid buta, dan bagi orang yang berpegang teguh kepada madzab-madzab dan perkataan-perkataan mereka, sebagaimana kalau madzab-madzab dan perkataan-perkataan itu turun dari langit. Allah Subhanahu Wa Ta'ala, berfirman:"Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainnya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)". (QS. Al-'Araf :3)

I. ABU HANIFAH

Yang pertama-tama diantara mereka adalah Imam Abu Hanifah An-Nu'man bin Tsabit. Para sahabatnya telah meriwayatkan banyak perkataan dan ungkapan darinya, yang semuanya melahirkan satu kesimpulan, yaitu kewajiban untuk berpegang teguh kepada hadits dan meninggalkan pendapat para imam yang bertentangan dengannya. 1. "Apabila hadits itu shahih, maka hidits itu adalah madzhabku." (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63) 2. "Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqa'u fi Fadha 'ilits Tsalatsatil A'immatil Fuqaha'I, hal. 145) 3. Dalam sebuah riwayat dikatakan: "Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku". 4. Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: "sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari". 5. "Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah salallahu 'alaihi Wa Sallam, maka tinggalkanlah perkataanku". (Al-Fulani di dalam Al-Iqazh, hal. 50)

II. MALIK BIN ANAS

Imam Malik berkata: 1. "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan kitab dan sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan sunnah, tinggalkanlah". (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami', 2/32) 2. "Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Salallhu 'Alaihi Wasallam". (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227) 3. Ibnu Wahab berkata, "Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang menyelang-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, "tidak ada hal itu pada manusia. Dia berkata. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: 'Al-Laits bin Sa'ad dan Ibnu Lahi'ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al-Ma'afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, "Aku melihat Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari-jari kedua kakinya. Maka dia berkata, "sesungguhnya hadist ini adalah Hasan, 'aku mendengarnya hanya satu jam. Kemudian aku mendengarnya, setelah itu ditanya, lalu ia memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari.

(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta'dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)

III. ASY-SYAFI'I

Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari Imam Syafi'i di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya: 1. "Tidak ada seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkan kepada suatu asal di dalamnya dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Inilah ucapanku." (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir, 15/1/3) 2. "Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena untuk mengikuti perkataan seseorang." (Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal. 68) 3. "Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam, maka berkatalah dengan sunnah rasulullah Salallahu 'alaihi Wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan." Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam, 3/47/1) 4. "Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku." (An-Nawawi di dalam Al-Majmu', Asy-Sya'rani, 10/57) 5. "kamu (Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist dan orang-orangnya (Rijalu 'l-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, akan bermadzhab dengannya." ( Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi'I, 8/1) 6. "Setiap masalah yang didalamnya kabar dari Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wasallam adalah shahih bagi ahli naqli dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati." (Al-Harawi, 47/1) 7. "Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah bermadzhab dengannya." (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu'addab) 8. Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari nabi salallahu 'alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu mengikutiku." (Aibnu Asakir, 15/9/2)

ronyfistek03 Apr 2005, 15:02:11

Pernyataan Imam Madzhab dalam menyikapi Sunnah

IV. AHMAD BIN HAMBAL

Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga ia membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furu') dan pendapat Oleh karena itu ia berkata: 1. "Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi'i, Auza'i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil." (Al-Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I'lam, 2/302) 2. "Pendapat Auza'I, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar." (Ibnul Abdl Barr di dalam Al-Jami', 2/149) 3. "Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah Salallahu 'alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran." (Ibnul Jauzi, 182). Allah berfirman: "Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya" (An-Nisa:65), dan firman-Nya: "Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih." (An-Nur:63).Al-Hafizh Ibnu Rajab berkata:"Adalah menjadi kewajiban bagi setiap orang yang telah sampai kepadanya perintah Rasulullah Salallahu 'Alaihi Wa Sallam dan mengetahuinya untuk menerangkannya kepada umat, menasehati mereka dan memerintahkan kepada mereka untuk mengikuti perintahnya. Dan apabila hal itu bertentangan dengan pendapat orang besar diantara umat, maka sesungguhnya perintah Rasulullah salallahu 'alaihi wa Sallam itu lebih berhak untuk disebarkan dan diikuti dibanding pendapat orang besar manapun yang telah bertentangan dengan perintahnya di dalam sebagian perkara secara salah. Dan dari sini, para sahabat dan orang-orang setelah mereka telah menolak setiap orang yang menentang sunnah yang sahih, dan barangkali mereka telah berlaku keras dalam penolakan ini. Namun demikian, mereka tidak membencinya, bahkan dia dicintai dan diagungkan di dalam hati mereka. Akan tetapi, Rasulullah Salallahu 'alaihi wa Sallam adalah lebih dicintai oleh mereka dan perintahnya melebihi setiap makhluk lainnya. Oleh karena itu, apabila perintah rasul itu bertentangan dengan perintah selainnya, maka perintah rasul adalah lebih utama untuk didahulukan dan diikuti. Hal ini tidak dihalang-halangi oleh pengagungan terhadap orang yang bertentangan dengan perintahnya, walaupun orang itu mendapat ampunan. Orang yang bertentangan itu tidak membenci apabila perintahnya itu diingkari apabila memang ternyata perintah Rasulullah itu bertentangan dengannya. Bagaimana mungkin mereka akan membenci hal itu, sedangkan mereka telah memerintahkan kepada para pengikutnya, dan mereka telah mewajibkan mereka untuk meninggalkan perkataan-perkataan yang bertentangan dengan sunnah."

(Disadur dari Muqadimah Kitab Shifatu Shalatiin Nabi Shalallahu 'alaihi Wassalam, karya Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani -rahimahullah)

ronyfistek03 Apr 2005, 15:03:27

Siapakah Dia Ahli Hadits / Ahlusunnah itu ?

Mereka yakni siapa-siapa yang berjalan diatas jalan Sahabat Rasulullah dan mengikutinya dalam perkara kebaikan, dalam mengamalkan Kitab (Al Quran) dan Sunnah, dengan menggigit (keduanya) dengan gigi geraham mereka (berpegang teguh), dan memahami secara tepat ( yaitu., Qur'an dan Sunnah), (yang keduanya) harus didahulukan daripada statemen atau perkataan siapapun dan bertindak diatasnya – mengimaninya, atau beramal dengannya dalam bentuk dan jenis peribadahan, tindakan, politik atau hidup sehari-hari.

Mereka adalah pihak yang secara sungguh-sungguh memperhatikan pokok agama dan cabang-cabangnya, yang telah Allah turunkan dan sampaikan kepada Nabi Muhammad dan utusanNya Shallallahu ‘alaihi wasalam. Mereka adalah siapa-siapa yang melancarkan dakwah untuk itu dengan segenap usaha, ketulusan dan pendirian mereka. Mereka akan senantiasa membawa serta ilmu dari Nabi (Shallallahu ‘alaihi wasalam), mengikis penyimpangan dalam sikap mereka yang berlebih-lebihan dalam menghormati beliau (Shallallahu ‘alaihi wasalam), juga klaim yang tidak pada tempatnya dari orang-orang yang menyimpang serta penafsiran orang-orang yang lemah akal.

Mereka adalah siapa-siapa yang bersiaga dan menentang tiap-tiap kelompok yang telah menyimpang dari jalan Islam, seperti Jahmisme (Jahmiyah) dan Mu'tazilisme (Mu’tazilah), Khawarij dan Rawafidz (Syiah Rafidah), Murji'ah dan Qadariyyah dan semua dari mereka yang sudah menyimpang dari jalan Allah yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka, mereka selalu menentangnya dalam setiap kesempatan di berbagai tempat, dan mereka tidak terpengaruh oleh celaan orang-orang yang mencela, dalam mencari keridloan Allah

Mereka adalah kelompok yang Nabi Allah Shallallahu ‘alaihi wasalam telah memujinya dengan sabda pujian beliau, " Akan terus-menerus muncul (tidak akan lenyap) suatu kelompok dari ummatku yang di atas kebenaran, (mereka) tidak dirugikan oleh yang meninggalkannya dan juga oleh yang menentangnya sampai waktu yang ditentukan (Hari Kiamat)." [ 1]

Mereka adalah golongan yang diselamatkan, yang mengacu diatas apa yang Nabi dan Shahabatnya diatasnya, mereka yang telah dipisahkan dan digambarkan oleh Nabi Allah Shallallahu ‘alaihi wasalam ketika beliau menyebutkan bahwa ummat (Islam) akan terpecah dalam 73 tiga sekte, seluruhnya masuk api Neraka kecuali satu dan seperti yang beliau telah sabdakan, "(Sahabat bertanya) Siapa mereka, ya Nabi Allah?" Rasulullah bersabda, " Mereka adalah mereka adalah yang diatas apa yang aku dan sahabatku diatasnya hari ini."

Dan apa yang kita katakan bukanlah semata-mata klaim belaka, tetapi kita bersungguh-sungguh dalam berbicara sesuai kenyataan bahwa yang nampak teks Al Qur'an dan Sunnah saksinya, sejarah telah mencatat, bahwa statmen tentang mereka ( yaitu Ahlul-Hadits/Ahli Hadits, red), kenyataan mereka, karya-karya tulis mereka dan amalan mereka menjadi saksi. Ahlul Hadits menempatkan perhatian mereka dan mengedepankan firman Allah:

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali ALLAH (Dienul Islam), dan janganlah kamu bercerai-berai.” (Al Quran Surat Ali Imran 103)

Dan firmanNya: “ Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (Al Quran Surat An Nisa 115)

“(Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang Allah dan Rasul-Nya; dan barangsiapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al Quran Surat Al Anfaal 13)

Mereka adalah paling menjauhkan dirinya dari sikap yang menentang perintah Nabi dan yang paling menjauhi diri dari fitnah (kesesatan). Mereka adalah mereka yang membuat konstitusi mereka:

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam dan tuntunannya) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (Al Quran Surat An Nisa 65)

Mereka (Ahlul Hadits) yang memberikan penghargaan yang layak atas Al Qur'an dan Sunnah dan memberinya penghormatan dan pengagungan yang layak, memprioritaskan diatas segala statemen umat manusia, dan memberikan hak yang lebih tinggi dengan bimbingan (Al Quran dan Sunnah) dibanding bimbingan dari seluruh manusia, dan mereka memutuskan dengan keduanya dalam seluruh masalah dengan sepenuh keikhlasan, dengan yang dada yang lapang dan bebas dari kekangan atau himpitan, dan mereka mengembalikan ketundukan kepada Allah dan Nabi Nya (dengan) suatu ketundukan paripurna dalam ' aqidah, peribadatan dan amalan sesuai dengannya. Mereka selalu membenarkan seluruh titah ALLAH Ta’ala.

Satu-satunya ucapan orang yang beriman ketika mereka diseru untuk menaati perintah Allah dan Nabi Nya (Shallallahu ‘alaihi wasalam) dalam memutuskan perkara antara mereka, seperti yang mereka ucapkan, "Kami dengar dan kami ta'ati. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Mengetahui isi hati(mu). " (Al Quran Surat Al Maidah ayat 7) atau ucapan yang semisalnya.

ronyfistek03 Apr 2005, 15:03:58

Siapakah Dia Ahli Hadits / Ahlusunnah itu ?

Merekalah (Ahlul Hadits) seluruh Sahabat-sahabat Rasulullah – yang diantaranya berkedudukan sebagai Khulafaur Rasyidin (Pemimpin yang diberi petunjuk) – lalu para pemuka Tabi'in yang utama, diantaranya : Ibn Sa'id Al-Musayyib ( wafat 90H), ' Urwah ibn Zubair ( wafat 94H), ' Ali ibn al-Hussain Zain Al-'Abidin ( wafat 93H), Muhammad Ibn Hanafiyah ( wafat 80H), ' Ubaidullah Ibn ' Abdillah Ibn ' Utbah ibn Mas'ud ( wafat 94H atau setelahnya), Salim Ibn ' Abdillah Ibn ' Umar ( wafat 106H), Qasim ibn Muhammad Ibn Abi Bakr As-Sadiq ( wafat 106H), al-Hasan al-Basri ( wafat 110H), Muhammad Ibn Sirin ( wafat 110H), ' Umar Ibn ' Abdul-'Aziz ( wafat 101H) dan Muhammad Ibn Syihaab Az-Zuhri ( wafat 125H).

Kemudian para pengikut Tabi'in and pemuka diantara mereka : Imam Malik (wafat 179H), al-Auza'i (wafat 157H), Sufyan ibn Sa'id ats-Tsauri (wafat 161H), Sufyan ibn Uyainah (wafat 198H), Isma'il ibn Ubia ??? (wafat 193H), Laits ibn Sa'd (wafat 175H) dan Abu Hanifah an-Nu'man (wafat 150H).

Kemudian mereka yang mengikutinya dan yang berkedudukan utama : ' Abdullah ibn Al-Mubarak ( wafat 181H), Waqi' Ibn Al-Jarrah ( wafat 197H), Imam Muhammad Ibn Idrees asy-Syafi'i ( wafat 204H), ' Abdur-Rahmaan ibn Mahdi ( wafat 198H), Yahya ibn Al-Qatan Sa'id ( wafat 198H) dan Afan ibn Muslim ( wafat 219H).

Setelah itu para murid-murid mereka yang mengikutinya dalam manhaj ini, dan berkedudukan utama diantaranya: Imam Ahmad ibn Hanbali ( wafat 241H), Yahya ibn Ma'in ( wafat 233H) dan ' Ali ibn Al-Madini ( wafat 234H).

Lalu para siswa mereka seperti al-Bukhari ( wafat 256H), Imam Muslim ( wafat 261H), Abi Hatim ( wafat 277H), Abi Zara' ( Abu Zur'ah?) ( wafat 264H), Abu Dawud ( wafat 275H), at-Tirmidzi ( wafat 279H) dan an-Nasa'i ( wafat 303H).

Kemudian mereka yang meneruskan jalan mereka seperti generasi yang mendahuluinya, yakni Ibn Jarir ( at-Tabari) ( wafat 310H), Ibn Khuzaimah ( wafat 311H), ad-Daaraqutni (wafat 385H) dalam waktunya, al-Khatib al-Baghdadi ( wafat 463H) dan Ibn ' Abdul-Barr An-Niwari ( wafat 463H).

Lalu ' Abdul-Ghani Al-Maqdasi ( wafat 620H), Ibn Salah (wafat. 643H), Ibn Taimiyyah ( wafat 728H), al-Mizzi ( wafat 743H), adz-Dzahabi ( wafat 748H), Ibn Katsir ( wafat 774H) dan yang ada di jaman ini, mereka yang hidup di waktu masing-masing dengan mengikutinya dan menapaki langkah kaki mereka dalam berpegang pada Al Quran dan Sunnah yang hingga zaman sekarang.

Inilah yang aku (Syaikh Rabi bin Hadi) maksud sebagai Ahlul Hadits.

[CATATAN]

[1] Hadits sahih, riwayat Muslim (3/1523), Ahmad (5/278-279), Abu Dawud (3/4), Tirmidzi (4/420), Ibn Majah (1/4-5), Hakim (4/449-450), at-Tabarani dalam Mu'jam al-Kabir (7643) dan Abu Dawud at-Tayalisi (hal. 94, no. 689). Disahihkan oleh al-Albaani dalam As-Sahihah (270-1955).

Sumber : Spubs ID SLF010003 - dari Makaanat Ahl ul-Hadits Syaikh Rabi' bin Hadi terjemah English oleh Bilal Davis

ronyfistek03 Apr 2005, 15:04:50

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (I)

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah Rabb Tuhan semesta alam yang telah menunjuki kita sekalian kepada cahaya Islam dan sekali-kali kita tidak akan mendapat petunjuk jika Allah tidak memberi kita petunjuk.

Kita memohon kepada-Nya agar kita senantiasa ditetapkan di atas hidayah-Nya sampai akhir hayat, sebagaimana difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala. "Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati kecuali dalam keadaan Islam". (Ali-Imran : 102).

Begitu pula kita memohon agar hati kita tidak dicondongkan kepada kesesatan setelah kita mendapat petunjuk. "Artinya : Ya Allah, janganlah engkau palingkan hati-hati kami setelah engkau memberi kami hidayah". (Ali Imran : 8).

Dan semoga shalawat serta salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita, suri tauladan dan kekasih kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang telah diutus-Nya sebagai rahmat bagi alam semesta. Dan semoga ridla-Nya selalu dilimpahkan kepada para sahabatnya yang shalih dan suci, baik dari kalangan Muhajirin mupun Anshar, serta kepada para pengikutnya yang setia selama ada waktu malam dan siang.

Wa ba'du : Inilah beberapa kalimat ringkas tentang penjelasan 'Aqidah Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah yang pada kenyataan hidup masa kini diperselisihkan oleh umat Islam sehingga mereka terpecah belah. Hal itu terbukti dengan tumbuhnya berbagai kelompok (da'wah) kontemporer dan jama'ah-jama'ah yang berbeda-beda. Masing-masing menyeru manusia (umat Islam) kepada golongannya ; mengklaim bahwa diri dan golongan merekalah yang paling baik dan benar, sampai-sampai seorang muslim yang masih awam menjadi bingung kepada siapakah dia belajar Islam dan kepada jama'ah mana dia harus ikut bergabung.

Bahkan seorang kafir yang ingin masuk Islam-pun bingung. Islam apakah yang benar yang harus di dengar dan dibacanya ; yakni ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang telah diterapkan dan tergambar dalam kehidupan para sahabat Rasulullah yang mulia dan telah menjadi pedoman hidup sejak berabad-abad yang lalu ; namun justru dia hanya bisa melihat Islam sebagai sebuah nama besar tanpa arti bagi dirinya.

Begitulah yang pernah dikatakan oleh seorang orientalis tentang Islam : "Islam itu tertutup oleh kaumnya sendiri", yakni orang-orang yang mengaku-ngaku muslim tetapi tidak konsisten (menetapi) dengan ajaran Islam yang sebenarnya.

Kami tidak mengatakan bahwa Islam telah hilang seluruhnya oleh karena Allah telah menjamin kelanggengan Islam ini dengan keabadian Kitab-Nya sebagaimana Dia telah berfirman. "Artinya : Sesungguhnya Kamilah yang telah menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya". (Al-Hijr : 9).

Maka, pastilah akan senantiasa ada segolongan kaum muslimin yang tetap teguh (konsisten) memegang ajarannya dan memelihara serta membelanya sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala."Artinya : Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa diantara kamu yang murtad dari agamanya (dari Islam), maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lembut terhadap orang-orang mu'min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela ...". (Al-Maaidah : 54).

Dan firman Allah. "Artinya : Ingatlah kamu ini. orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Maka diantara kamu ada yang bakhil barang siapa bakhil berarti dia bakhil pada dirinya sendiri, Allah Maha Kaya dan kamu orang-orang yang membutuhkan-Nya, dan jika kamu berpaling, niscaya Dia akan mengganti ( kamu) dengan kaum selain kalian dan mereka tidak akan seperti kamu ini". (Muhammad : 38).Golongan atau jama'ah yang dimaksud adalah seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits :"Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang tetap membela al-haq, mereka senantiasa unggul, yang menghina dan menentang mereka tidak akan mampu membahayakan mereka hingga datang keputusan Allah (Tabaraka wa Ta'la), sedang mereka tetap dalam keadaan yang demikian". (Dikeluarkan oleh Imam Al-Bukhari 4/3641, 7460; dan Imam Muslim 5 juz 13, hal. 65-67 pada syarah Imam Nawawy).

Bertolak dari sinilah kita dan siapa saja yang ingin mengenal Islam yang benar beserta pemeluknya yang setia harus mengenal golongan yang diberkahi ini dan yang mewakili Islam yang benar, Semoga Allah menjadikan kita termasuk dalam golongan ini agar kita bisa mengambil contoh dari berjalan pada jalan mereka dan agar supaya orang kafir yang ingin masuk Islam itupun dapat mengetahui untuk kemudian bisa bergabung.

ronyfistek03 Apr 2005, 15:05:23

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (I)

Al Firqatun Najiyah (Golongan yang diselamatkan) adalah Ahlusunnah wal Jama'ah

Pada masa kepemimpinan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana di firmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Artinya : "Sesungguhnya kalian adalah umat yang satu dan Aku (Allah) adalah Rab kalian, maka beribadahlah kepada-Ku". (Al-Anbiyaa : 92).

Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan munafiqun berusaha memecah belah kaum muslimin pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, namun mereka belum pernah berhasil. Telah berkata kaum munafiq,

artinya : "Janganlah kamu berinfaq kepada orang-orang yang berada di sisi Rasulullah, supaya mereka bubar".

Kemudian dibantah langsung oleh Allah (pada lanjutan ayat yang sama) : "Padahal milik Allah-lah perbandaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafiq itu tidak memahami". (Al-Munafiqun : 7).

Demikian pula, kaum Yahudi-pun berusaha memecah belah dan memurtadkan mereka dari Ad-Din mereka.

Firman ALLAH yang artinya : "Segolongan (lain) dari Ahli Kitab telah berkata (kepada sesamanya) : (pura-pura) berimanlah kamu kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (para sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah pada akhirnya, mudah-mudahan (dengan cara demikian) mereka (kaum muslimin) kembali kepada kekafiran". (Ali Imran : 72).

Walaupun demikian, makar yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Allah menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.

Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya mereka berusaha kembali memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshar) dengan mengibas-ngibas kaum Anshar tentang permusuhan diantara mereka sebelum datangnya Islam dan perang sya'ir diantara mereka. Allah membongkar makar tersebut dalam firman-Nya.

Firman ALLAH yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jika kalian mengikuti segolongan orang-orang yang diberi Al-Kitab niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman".(Ali Imran : 100).

Sampai pada Firman ALLAH yang artinya : "Pada hari yang diwaktu itu ada wajah-wajah berseri-seri dan muram ....." (Ali-Imran : 106).

Maka kemudian Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi kaum Anshar : menasehati dan mengingatkan mereka ni'mat Islam dan bersatunya merekapun melalui Islam, sehingga pada akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah hampir terjadi perpecahan. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/397 dan Asbabun Nuzul Al-Wahidy hal. 149-150) . Dengan demikian gagallah pula makar Yahudi dan tetaplah kaum muslimin berada dalam persatuan. Allah memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas Al-Haq dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firman-Nya.

Firman ALLAH yang artinya : "Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berpecah belah dan beselisih sesudah datangnya keterangan yang jelas ......".(Ali-Imran : 105).

Dan firman-Nya pula, Firman ALLAH yang artinya : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu berpecah-belah ....".(Ali-Imran : 103).

Dan sesungguhnya Allah telah mensyariatkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah : seperti shalat, dalam shiyam, dalam menunaikan haji dan dalam mencari ilmu. Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam-pun telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan melarang mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih, yakni berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini sebagaimana hal tersebut telah terjadi pada umat-umat sebelumnya.

Sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam yang artinya : Sesunguhnya barangsiapa yang masih hidup diantara kalian dia akan melihat perselisihan yang banyak, maka berpegang teguhlah kalian dengan sunnah-Ku dan sunnah Khulafaur-Rasyiddin yang mendapat petunjuk setelah Aku". (Dikeluarkan oleh Abu Dawud 5/4607 dan Tirmidzi 5/2676 dan Dia berkata hadits ini hasan shahih ; juga oleh Imam Ahmad 4/126-127 dan Ibnu Majah 1/43).

Dan sabdanya pula, yang artinya : "Telah berpecah kaum Yahudi menjadi tujuh puluh satu golongan ; dan telah berpecah kaum Nashara menjadi tujuh puluh dua golongan ; sedang umatku akan berpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya akan masuk neraka kecuali satu. Maka kami-pun bertanya, siapakah yang satu itu ya Rasulullah ..? ; beliau menjawab : yaitu barang-siapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini". (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 5/2641 dan Al-Hakim di dalam Mustadraknya I/128-129, dan Imam Al-Ajury di dalam Asy-Syari'ah hal.16 dan Imam Ibnu Nashr Al-Mawarzy di dalam As-Sunnah hal 22-23 cetakan Yayasan Kutubus Tsaqofiyyah 1408, dan Imam Al-Lalikaai dalam Syar Ushul I'tiqaad Ahlus Sunnah Wal-Jama'ah I nomor 145-147).

Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka berpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat walaupun perpecahan tersebut tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rasulullah dalam sabdanya, yang artinya : "Sebaik-baik kalian adalah generasiku, kemudian generasi yang datang sesudahnya, kemudian yang datang sesudahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhari 3/3650, 3651 dan Muslim 6/juz 16 hal 86-87 Syarah An-Nawawy).

Perawi hadits ini berkata : "saya tidak tahu apakah Rasulullah menyebut setelah generasinya dua atau tiga kali".

Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama dari kalangan muhadditsin, mufassirin dan fuqaha. Mereka termasuk sebagai ulama tabi'in dan pengikut para tabi'in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-dualah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga firqah-firqah menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.

Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama-agama yang bertentangan. Diterjemahkannya kitab ilmu ajaran-ajaran kuffar dan para raja Islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan menteri dan penasihat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Begitupun madzhab-madzhab yang batilpun ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu terus berlangsung hingga zaman kita sekarang dan sampai masa yang dikehendaki Allah.

Walaupun demikian kita tetap bersyukur kepada Allah karena Al-Firqatun Najiyah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh dengan ajaran Islam yang benar berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya ; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian sebagaimana diberitakan dalam hadits Rasulullah tentang keabadiannya, keberlangsungannya dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Allah demi langgenggnya Din ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.

Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat

Radhiyallahu 'anhum bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik dalam perkataan perbuatan maupun keyakinannya seperti yang disabdakan oleh beliau, yang artinya : "Mereka yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini".

Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang tentang mereka Allah telah berfirman, yang artinya : "Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (shalih) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah kami selamatkan diantara mereka, dan orang-orang yang dzolim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka ; dan mereka adalah orang-orang yang berdosa". (Huud : 116).

(Disalin dari Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah, tulisan Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442.) .. bersambung ke Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (II)

ronyfistek03 Apr 2005, 15:06:28

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (II)Nama-nama Al Firqatun Najiyah dan maknanya

Setelah kita mengetahui bahwa kelompok ini adalah golongan yang selamat dari kesesatan, maka tibalah giliran bagi kita untuk mengetahui pula nama-nama beserta ciri-cirinya agar kita dapat mengikutinya. Sebenarnyalah kelompok ini memiliki nama-nama agung yang membedakannya dari kelompok-kelompok lain.

Dan diantara nama-namanya adalah : Al-Firqotun Najiyah (golongan yang selamat) ; Ath-Thooifatul Manshuroh (golongan yang ditolong) ; dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah, yang artinya adalah sebagai berikut.1. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang selamat dari api neraka sebagaimana telah dikecualikan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika menyebutkan kelompok-kelompok yang ada pada umatnya dengan sabdanya : "Seluruhnya di atas neraka kecuali satu ; yakni yang tidak masuk kedalam neraka".(Telah terdahulu keterangannya).

2. Bahwasanya kelompok ini adalah kelompok yang tetap berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah dan apa-apa yang dipegang oleh As-Saabiqunal Awwalun (para pendahulu yang pertama) baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar, sebagaimana di sabdakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Mereka itu adalah siapa-siapa yang berjalan diatas apa-apa yang aku dan sahabatku lakukan hari ini".(Telah terdahulu keterangannya).

3. Bahwasanya pemeluk kelompok ini adalah mereka yang menganut paham Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Mereka itu bisa dibedakan dari kelompok lainnya pada dua hal penting ; pertama. berpegang teguhnya mereka terhadap As-Sunnah sehingga mereka di sebut sebagai pemeluk sunnah (Ahlus Sunnah). Berbeda dengan kelompok-kelompok lain karena mereka berpegang teguh dengan pendapat-pendapatnya, hawa nafsunya dan perkataan para pemimpinnya. Oleh karena itu, kelompok-kelompok tersebut tidak dinisbatkan kepada Sunnah, akan tetapi dinisbatkan kepada bid'ah-bid'ah dan kesesatan-kesesatan yang ada pada kelompok itu sendiri, seperti Al-Qadariyah dan Al-Murji'ah ; atau dinisbatkan kepada para imam-nya seperti Al-Jahmiyah ; atau dinisbatkan pada pekerjaan-pekerjaannya yang kotor seperti Ar-Rafidhah dan Al-Khawarij.

Adapun perbedaan yang kedua adalah bahwasanya mereka itu Ahlul Jama'ah karena kesepakatan mereka untuk berpegang teguh dengan Al-Haq dan jauhnya mereka dari perpecahan. Berbeda dengan kelompok-kelompok lain, mereka tidak bersepakat untuk berpegang teguh dengan Al-Haq akan tetapi mereka itu hanya mengikuti hawa nafsu mereka, maka tidak ada kebenaran pada mereka yang mampu menyatukan mereka.

4. Bahwasanya kelompok ini adalah golongan yang ditolong Allah sampai hari kiamat. Karena gigihnya mereka dalam menolong dinullah maka Allah menolong mereka, seperti difirmankan Allah : "Jika kamu menolong Allah niscaya Allah akan menolong mereka". (Muhammad : 7) . Oleh karena itu pula Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda : "Tidaklah yang menghina dan menentang mereka itu akan mampu memadlorotkan (membahayakan) mereka sampai datang keputusan Allah Tabaraka wa Ta'ala sedang mereka itu tetap dalam keadaan demikian". (Telah terdahulu keterangannya).

Prinsip-prinsip Ahlusunnah Wal Jamaah

Sesungguhnynya Ahlus Sunnah wal Jama'ah berjalan di atas prinsip-prinsip yang jelas dan kokoh baik dalam itiqad, amal maupun perilakunya. Seluruh prinsip-prinsip yang agung ini bersumber pada kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya dan apa-apa yang dipegang oleh para pendahulu umat dari kalangan sahabat, tabi'in dan para pengikut mereka yang setia.

Prinsip-prinsip tersebut teringkas dalam butir-butir berikut.

Prinsip Pertama. Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan Taqdir baik dan buruk.1. Iman kepada Allah Beriman kepada Allah artinya berikrar dengan macam-macam tauhid yang tiga serta beriti'qad dan beramal dengannya yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluuhiyyah dan tauhid al-asmaa wa -ash-shifaat. Adapun tauhid rububiyyah adalah menatauhidkan segala apa yang dikerjakan Allah baik mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan ; dan bahwasanya Dia itu adalah Raja dan Penguasa segala sesuatu. Tauhid uluuhiyyah artinya mengesakan Allah melalui segala pekerjaan hamba yang dengan cara itu mereka bisa mendekatkan diri kepada Allah apabila memang hal itu disyari'atkan oleh-Nya seperti berdo'a, takut, rojaa' (harap), cinta, dzabh (penyembelihan), nadzr (janji), isti'aanah (minta pertolongan), al-istighotsah (minta bantuan), al-isti'adzah (meminta perlindungan), shalat, shaum, haji, berinfaq di jalan Allah dan segala apa saja yang disyari'atkan dan diperintahkan Allah dengan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun baik seorang malaikat, nabi, wali maupun yang lainnya. Sedangkan makna tauhid al-asma wash-shifaat adalah menetapkan apa-apa yang Allah dan Rasuln-Nya telah tetapkan atas diri-Nya baik itu berkenaan dengan nama-nama maupun sifat-sifat Allah dan mensucikan-Nya dari segala 'aib dan kekurangan sebagaimana hal tersebut telah disucikan oleh Allah dan Rasul-Nya. Semua ini kita yakini tanpa melakukan tamtstil (perumpamaan), tanpa tasybiih (penyerupaan), tahrif (penyelewengan), ta'thil (penafian), dan tanpa takwil ; seperti difirmankan Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya : "Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Asy-Syuro : 11)

Dan firman Allah pula yang artinya : "Dan Allah mempunyai nama-nama yang baik, maka berdo'alah kamu dengannya". (Al-A'raf : 180).

2. Beriman kepada Para Malaikat-Nya Yakni membenarkan adanya para malaikat dan bahwasanya mereka itu adalah mahluk dari sekian banyak mahluk Allah, diciptakan dari cahaya. Allah mencitakan malaikat dalam rangka untuk

beribadah kepada-Nya dan menjalankan perintah-perintah-Nya di dunia ini, sebagaimana difirmankan Allah yang artinya : "....Bahkan malaikat-malaikat itu adalah mahluk yang dumuliakan, mereka tidak mendahulu-Nya dalam perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya". (Al-Anbiyaa : 26-27).

Allah berfirman yang artinya : "Allahlah yang menjadikan para malaikat sebagai utusan yang memiliki sayap dua, tiga dan empat ; Allah menambah para mahluk-Nya apa-apa yang Dia kehendaki". (Faathir : 1)

ronyfistek03 Apr 2005, 15:07:00

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (II)

3. Iman kepada Kitab-kitab-Nya Yakni membenarkan adanya Kitab-kitab Allah beserta segala kandungannya baik yang berupa hidayah (petunjuk) dan cahaya serta mengimani bahwasanya yang menurunkan kitab-kitab itu adalah Allah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia. Dan bahwasanya yang paling agung diantara sekian banyak kitab-kitab itu adalah tiga kitab yaitu Taurat, Injil dan Al-Qur'an dan di antara ketiga kitab agung tersebut ada yang teragung yakni Al-Qur'an yang merupakan mu'jizat yang agung.

Allah berfirman yang artinya : "Katakanlah (Hai Muhammad) : 'sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya walaupun sesama mereka saling bahu membahu". (Al-isra : 88)

Dan Ahlus Sunnah Wal Jama'ah mengimani bahwa Al-Qur'an itu adalah kalam (firman) Allah ; dan dia bukanlah mahluq baik huruf maupun artinya. Berebda dengan pendapat golongan Jahmiyah dan Mu'tazilah, mereka mengatakan bahwa Al-Qur'an adalah mahluk baik huruf maupun maknanya. Berbeda pula dengan pendapat Asyaa'irah dan yang menyerupai mereka, yang mengatakan bahwa kalam (firman) Allah hanyalah artinya saja, sedangkan huruf-hurufnya adalah mahluk.

Menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah, kedua pendapat tersebut adalah bathil berdasarkan firman Allah yang artinya : "Dan jika ada seorang dari kaum musyrikin meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar KALAM ALLAH (Al-Qur'an)". (At-Taubah : 6) "Artinya : Mereka itu ingin merubah KALAM Allah". (Al-Fath : 15)

4. Iman Kepada Para Rasul Yakni membenarkan semua rasul-rasul baik yang Allah sebutkan nama mereka maupun yang tidak ; dari yang pertama sampai yang terkahir, dan penutup para nabi tersebut adalah nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Artinya pula, beriman kepada para rasul seluruhnya dan beriman kepada Nabi kita secara terperinci serta mengimani bahwasanya beliau adalah penutup para nabi dan rasul dan tidak ada nabi sesudahnya ; maka barangsiapa yang keimanannya kepada para rasul tidak demikian berarti dia telah kafir.

Termasuk pula beriman kepada para rasul adalah tidak melalaikan dan tidak berlebih-lebihan terhadap hak mereka dan harus berbeda dengan kaum Yahudi dan Nashara yang berlebih-lebihan terhadap para rasul mereka sehingga mereka menjadikan dan memperlakukan para rasul itu seperti memperlakukan terhadap Tuhanya (Allah) sebagaimana yang difirmankan Allah, yang artinya : "Dan orang-orang Yahudi berkata : 'Uzair itu anak Allah ; dan orang-orang Nasrani berkata :'Isa Al-Masih itu anak Allah...".(At-Taubah : 30)

Sedang orang-orang sufi dan para ahli filsafat telah bertindak sebaliknya. Mereka telah meerendahkan dan menghinakan hak para rasul dan lebih mengutamakan para pemimpin mereka, sedang kaum penyembah berhala dan atheis telah kafir kepada seluruh rasul tersebut.

Orang-orang Yahudi telah -kafir terhadap Nabi Isa dan Muhammad 'alaihima shalatu wa sallam ; sedangkan orang-orang Nashara telah kafir kepada Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan orang-orang yang mengimani sebagian- mengingkari sebagian (dari para rasul Allah), maka dia telah mengingkari dengan seluruh rasul, Allah telah berfirman, yang artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang kafur kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara (keimana kepada) Allah dan Rasul-Nya, dengan mengatakan : Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir kepada sebagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan diantara yang demikian (iman dan kafir) merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya, kami telah menyediakan untuk mereka siksa yang menghinakan". (An-Nisaa : 150-151).

Dan Allah juga berfirman yang artinya : "Kami tidak mebeda-bedakan satu diantara Rasul-rasul-Nya ....".(Al-Baqarah : 285)

5. Iman Kepada Hari Akhirat Yakni membenarkan apa-apa yang akan terjadi setelah kematian dari hal-hal yang telah diberitakan Allah dan Rasul-Nya baik tentang adzab dan ni'mat kubur, hari kebangkitan dari kubur, hari berkumpulnya manusia di padang mahsyar, hari perhitungan dan ditimbangnya segala amal perbuatan dan pemberian buku laporan amal dengan tangan kanan atau kiri, tentang jembatan (sirat), serta syurga dan neraka.

Disamping itu keimanan untuk bersiap sedia dengan amalan-amalan sholeh dan meninggalkan amalan sayyi-aat (jahat) serta bertaubat dari padanya. Dan sungguh telah mengingkari adanya hari akhir orang-orang musyrik dan kaum dahriyyun, sedang orang-orang Yahudi dan Nashara tidak mengimani hal ini dengan keimanan yan benar sesuai dengan tuntutan, walau mereka beriman akan adanya hari akhir. Firman Allah yang artinya : "Dan mereka (Yahudi dan Nashara) berkata : 'Sekali-kali tidaklah masuk syurga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nashara. Demikianlah angan-angan mereka ......".(Al-Baqarah : 111).

Firman ALLAH yang artinya : "Dan mereka berkata : Kami sekali-kali tidak akan disentuh api neraka kecuali hanya dalam beberapa hari saja". (Al-Baqarah : 80).

6. Iman kepada taqdir. Yakni beriman bahwasanya Allah itu mengetahui apa-apa yang telah terjadi dan yang akan terjadi; menentukan dan menulisnya dalam lauhul mahfudz ; dan bahwasanya segala sesuatu yang terjadi, baik maupun buruk, kafir, iman, ta'at, ma'shiyat, itu telah dikehendaki, ditentukan dan diciptakan-Nya ; dan bahwasanya Allah itu mencintai keta'atan dan membenci kemashiyatan.

Sedang hamba Allah itu mempunyai kekuasaan, kehendak dan kemampuan memilih terhadap pekerjaan-pekerjaan yang mengantar mereka pada keta'atan atau ma'shiyat, akan tetapi semua itu mengikuti kemauan dan kehendak Allah. Berbeda dengan pendapat golongan Jabariyah yang mengatakan bahwa manusia terpaksa dengan pekerjaan-pekerjaannya tidak memiliki pilihan dan kemampuan sebaliknya golongan Qodariyah mengatakan bahwasanya hamba itu memiliki kemauan yang berdiri sendiri dan bahwasanya dialah yang menciptkan pekerjaan dirinya, kemauan dan kehendak hamba itu terlepas dari kemauan dan kehendak Allah.

Allah benar-benar telah membantah kedua pendapat di atas dengan firman-Nya, yang artinya : "Dan kamu tidak bisa

berkemauan seperti itu kecuali apabila Allah menghendakinya". (At-Takwir : 29)

Dengan ayat ini Allah menetapkan adanya kehendak bagi setiap hamba sebagai banyahan terhadap Jabariyah yang ekstrim, bahkan menjadikannya sesuai dengan kehendak Allah, hal ini merupakan bantahan atas golongan Qodariyah. Dan beriman kepada taqdir dapat menimbulkan sikap sabar sewaktu seorang hamba menghadapi cobaan dan menjauhkannya dari segala perbuatan dosa dan hal-hal yang tidak terpuji. bahkan dapat mendorong orang tersebut untuk giat bekerja dan menjauhkan dirinya dari sikap lemah, takut dan malas.

(Disalin dari Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah, tulisan Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442.) .. bersambung ke Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (III)

ronyfistek03 Apr 2005, 15:07:49

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (III)

Prinsip Kedua Ahlusunnah Wal Jamaah

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah : bahwasanya iman itu perkataan, perbuatan dan keyakinan yang bisa bertambah dengan keta'atan dan berkurang dengan kema'shiyatan, maka iman itu bukan hanya perkataan dan perbuatan tanpa keyakinan sebab yang demikian itu merupakan keimanan kaum munafiq, dan bukan pula iman itu hanya sekedar ma'rifah (mengetahui) dan meyakini tanpa ikrar dan amal sebab yang demikian itu merupakan keimanan orang-orang kafir yang menolak kebenaran.

Allah berfirman, yang artinya :"Dan mereka mengingkarinya karena kedzoliman dan kesombongan (mereka), padahal hati-hati mereka meyakini kebenarannya, maka lihatlah kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan itu". (An-Naml : 14)

ALLAH berfirman, yang artinya :"....... karena sebenarnya mereka bukan mendustakanmu, akan tetapi orang-orang yang dzolim itu menentang ayat-ayat Allah". (Al-An'aam : 33)

Firman ALLAH, yang artinya :"Dan kaum 'Aad dan Tsamud, dan sungguh telah nyata bagi kamu kehancuran tempat-tempat tinggal mereka. Dan syetan menjadikan mereka memandang baik perbuatan mereka sehingga menghalangi mereka dari jalan Allah padahal mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam" (Al-Ankabut : 38)

Bukan pula iman itu hanya suatu keyakinan dalam hati atau perkataan dan keyakinan tanpa amal perbuatan karena yang demikian adalah keimanan golongan Murji'ah; Allah seringkali menyebut amal perbuatan termasuk iman sebagaimana tersebut dalam firman-Nya, yang artinya :"Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah mereka yang apabila ia disebut nama Allah tergetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya dan kepada Allahlah mereka bertawakal, (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat, dan yang menafkahkan apa-apa yang telah dikaruniakan kepada mereka. Merekalah orang-orang mu'min yang sebenarnya ..." (Al-Anfaal : 2-4).

Firman ALLAH yang artinya :"Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan iman kalian" (Al-Baqarah : 143).

Prinsip Ketiga

Dan diantara prinsip-prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwasanya mereka tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslimin kecuali apabila dia melakukan perbuatan yang membatalkan keislamannya. Adapun perbuatan dosa besar selain syirik dan tidak ada dalil yang menghukumi pelakunya sebagai kafir. Misalnya meninggalkan shalat karena malas, maka pelaku (dosa besar tersebut) tidak dihukumi kafir akan tetapi dihukumi fasiq dan imannya tidak sempurna.

Apabila dia mati sedang dia belum bertaubat maka dia berada dalam kehendak Allah. Jika Dia berkehendak Dia akan mengampuninya, namun si pelaku tidak kekal di neraka, telah berfirman Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang artinya :"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa-dosa selainnya bagi siapa yang dikehendakinya ..." (An-Nisaa : 48).

Dan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam masalah ini berada di tengah-tengah antara Khawarij yang mengkafirkan orang-orang yang melakukan dosa besar walau bukan termasuk syirik dan Murji'ah yang mengatakan si pelaku dosa besar sebagai mu'min sempurna imannya, dan mereka mengatakan pula tidak berarti suatu dosa/ma'shiyat dengan adanya iman sebagaimana tak berartinya suatu perbuatan ta'at dengan adanya kekafiran.

Prinsip Keempat

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah wajibnya ta'at kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan, apabila mereka memerintahkan perbuatan ma'shiyat, dikala itulah kita dilarang untuk menta'atinya namun tetap wajib ta'at dalam kebenaran lainnya, sebagaimana firman Allah Ta'ala yang artinya :"Hai orang-orang yang beriman, ta'atlah kamu kepada Allah dan ta'atlah kepada Rasul serta para pemimpin diantara kalian ..." (An-Nisaa : 59)

Dan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya :"Dan aku berwasiat kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada Allah dan mendengar dan ta'at walaupun yang memimpin kalian seorang hamba".(Telah terdahulu takhrijnya, merupakan potongan hadits 'Irbadh bin Sariyah tentang nasihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para sahabatnya).

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah memandang bahwa ma'shiyat kepada seorang amir yang muslim itu merupakan ma'shiyat kepada Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana sabdanya, yang artinya :"Barangsiapa yang ta'at kepada amir (yang muslim) maka dia ta'at kepadaku dan barangsiapa yang ma'shiyat kepada amir maka dia ma'shiyat kepadaku". (Dikelaurkan oleh Bukhari 4/7137, Muslim 4 Juz 12 hal. 223 atas Syarah Nawawi).

Demikian pula, Ahlus Sunnah wal Jama'ah-pun memandang bolehnya shalat dan berjihad di belakang para amir dan menasehati serta medo'akan mereka untuk kebaikan dan keistiqomahan.

ronyfistek03 Apr 2005, 15:08:31

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (III)

Prinsip Kelima

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah haramnya keluar untuk memberontak terhadap pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan hal-hal yang menyimpang, selama hal tersebut tidak termasuk amalan kufur. Hal ini sesuai dengan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang wajibnya ta'at kepada mereka dalam hal-hal yang bukan ma'shiyat dan selama belum tampak pada mereka kekafiran yang jelas. Berlainan dengan Mu'tazilah yang mewajibkan keluar dari kepemimpinan para imam/pemimpin yang melakukan dosa besar walaupun belum termasuk amalan kufur dan mereka memandang hal tersebut sebagai amar ma'ruf nahi munkar.

Sedang pada kenyataannya, keyakinan Mu'tazilah seperti ini merupakan kemunkaran yang besar karena menuntut adanya bahaya-bahaya yang besar baik berupa kericuhan, keributan, perpecahan dan kerawanan dari pihak musuh.

(Disalin dari Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah, tulisan Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442.)

.. bersambung ke Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (IV)

ronyfistek03 Apr 2005, 15:09:31

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (VI)

Prinsip Keenam

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bersihnya hati dan mulut mereka terhadap para sahabat Rasul Radhiyallahu 'anhum sebagaimana hal ini telah digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ketika mengkisahkan Muhajirin dan Anshar dan pujian-pujian terhadap mereka.

Firman ALLAH yang artinya :"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka mengatakan : Ya Allah, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kebencian kepada orang-orang yang beriman : Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al-Hasyr : 10).

Dan sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,yang artinya : "Janganlah kamu sekali-kali mencela sahabat-sahabatku, maka demi dzat yang jiwaku ditangan-Nya, kalau seandainya salah seorang diantara kalian menginfakkan emas sebesar gunung uhud, niscaya tidak akan mencapai segenggam kebaikan salah seorang diantara mereka tidak juga setengahnya". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/3673, dan Muslim 6/ Juz 16 hal 92-93 atas Syarah Nawawy).

Berlainan dengan sikap orang-orang ahlul bid'ah baik dari kalangan Rafidhoh maupun Khawarij yang mencela dan meremehkan keutamaan para sahabat.

Ahlus Sunnah memandang bahwa para khalifah setelah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Abu Bakar, kemudian Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhumajma'in.

Barangsiapa yang mencela salah satu khalifah diantara mereka, maka dia lebih sesat daripada keledai karena bertentangan dengan nash dan ijma atas kekhalifahan mereka dalam silsilah seperti ini.

Prinsip Ketujuh

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah mencintai ahlul bait sesuai dengan wasiat Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan sabdanya, yang artinya : "Sesungguhnya aku mengingatkan kalian dengan ahli baitku". ( Dikeluarkan Muslim 5 Juz 15, hal 180 Nawawy, Ahmad 4/366-367 dan Ibnu Abi 'Ashim dalam kitab As-Sunnah No. 629).

Sedang yang termasuk keluarga beliau adalah istri-istrinya sebagai ibu kaum mu'minin Radhiyallahu 'anhunna wa ardhaahunna. Dan sungguh Allah telah berfirman tentang mereka setelah menegur mereka.

Firman ALLAH yang artinya :"Wahai wanita-wanita nabi ........".(Al-Ahzab : 32)

Kemudian mengarahkan nasehat-nasehat kepada mereka dan menjanjikan mereka dengan pahala yang besar, Allah berfirman yang artinya: "Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan mensucikan kamu sesuci-sucinya". ( Al-Ahzab : 33)

Pada pokoknya ahlul bait itu adalah saudara-saudara dekat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan yang dimaksud disini khususnya adalah yang sholeh diantara mereka. Sedang sudara-saudara dekat yang tidak sholeh seperti pamannya, Abu Lahab maka tidak memiliki hak. Allah berfirman yang artinya: " Celakalah kedua tangan Abu Lahab, dan sesungguhnya celaka dia". (Al-Lahab : 1).

Maka sekedar hubungan darah yang dekat dan bernisbat kepada Rasul tanpa keshalehan dalam ber-din (Islam), tidak ada manfaat dari Allah sedikitpun baginya, Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: "Hai kaum Quraisy, belilah diri-diri kamu, sebab aku tidak dapat memberi kamu manfaat di hadapan Allah sedikitpun ; ya Abbas paman Rasulullah, aku tidak dapat memberikan manfa'at apapun di hadapan Allah. Ya Shofiyyah bibi Rasulullah, aku tidak dapat memberi manfaat apapun di hadapan Allah, ya Fatimah anak Muhammad, mintalah dari hartaku semaumu aku tidak dapat memberikan manfaat apapun di hadapan Allah". (Dikeluarkan oleh Bukhary 3/4771, 2/2753, Muslim 1 Juz 3 hal 80-81 Nawawy).

Dan saudara-saudara Rasulullah yang sholeh tersebut mempunyai hak atas kita berupa penghormatan, cinta dan penghargaan, namun kita tidak boleh berlebih-lebihan terhadap mereka dengan mendekatkan diri dengan suatu ibadah kepada mereka. Adapaun keyakinan bahwa mereka memiliki kemampuan untuk memberi manfaat atau madlarat selain dari Allah adalah bathil, sebab Allah telah berfirman yang artinya: "Katakanlah (hai Muhammad) : Bahwasanya aku tidak kuasa mendatangkan kemadlaratan dan manfaat bagi kalian". (Al-Jin : 21).

Firman ALLAH yang artinya: "Katakanlah (hai Muhammad) : Aku tidak memiliki manfaat atau madlarat atas diriku kecuali apa-apa yang tidak dikehendaki oleh Allah , kalaulah aku mengetahui yang ghaib sunguh aku aka perbanyak berbuat baik dan aku tidak akan ditimpa kemadlaratan". (Al-A'raf : 188)

Apabila Rasulullah saja demikian, maka bagaimana pula yang lainnya. Jadi, apa yang diyakini sebagian manusia terhadap kerabat Rasul adalah suatu keyakinan yang bathil.

Prinsip Kedelapan

Dan diantara prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah membenarkan adanya karomah para wali yaitu apa-apa yang Allah perlihatkan melalui tangan-tangan sebagian mereka, berupa hal-hal yang luar biasa sebagai penghormatan kepada mereka sebagaimana hal tersebut telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Sedang golongan yang mengingkari adanya karomah-karomah tersebut daintaranya Mu'tazilah dan Jahmiyah, yang pada hakikatnya mereka mengingkari sesuatu yang diketahuinya.

Akan tetapi kita harus mengetahui bahwa ada sebagian manusia pada zaman kita sekarang yang tersesat dalam masalah karomah, bahkan berlebih-lebihan, sehingga memasukkan apa-apa yang sebenarnya bukan termasuk karomah baik berupa jampi-jampi, pekerjaan para ahli sihir, syetan-syetan dan para pendusta. Perbedaan karomah dan kejadian luar biasa lainnya itu jelas, Karomah adalah kejadian luar biasa yang diperlihatkan Allah kepada para hamba-Nya yang sholeh, sedang sihir adalah keluar biasaan yang biasa diperlihatkan para tukang sihir dari orang-orang kafir dan atheis dengan maksud untuk menyesatkan manusia dan mengeruk harta-harta mereka. Karomah bersumber pada keta'atan, sedang sihir bersumber pada kekafiran dan ma'shiyat.

ronyfistek03 Apr 2005, 15:10:35

Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah (VI)

Prinsip Kesembilan

Dan diantara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah bahwa dalam berdalil selalu mengikuti apa-apa yang datang dari Kitab Allah dan atau Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam baik secara lahir maupun bathin dan mengikuti apa-apa yang dijalankan oleh para sahabat dari kaum Muhajirin maupun Anshar pada umumnya dan khususnya mengikuti Al-Khulafaur-rasyidin sebagaimana wasiat Rasulullah dalam sabdanya, yang artinya: "Berpegang teguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah khulafaur-rasyidin yang mendapat petunjuk". (Telah terdahulu takhrijnya).

Dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mendahulukan perkataan siapapun terhadap firman Allah dan sabda Rasulullah. Oleh karena itu mereka dinamakan Ahlul Kitab Was Sunnah. Setelah mengambil dasar Al-Qur'an dan As-Sunnah, mereka mengambil apa-apa yang telah disepakati ulama umat ini. Inilah yang disebut dasar yang pertama ; yakni Al-Qur'an dan As-Sunnah. Segala hal yang diperselisihkan manusia selalu dikembalikan kepada Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah telah berfirman, yang artinya: "Maka jika kalian berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman pada Allah dan hari akhir, yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih baik akibatnya". (An-Nisaa : 59)

Ahlus Sunnah tidak meyakini adanya kema'shuman seseorang selain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka tidak berta'ashub pada suatu pendapat sampai pendapat tersebut bersesuaian dengan Al-Kitab dan As-Sunnah. Mereka meyakini bahwa mujtahid itu bisa salah dan benar dalam ijtihadnya. Mereka tidak boleh berijtihad sembarangan kecuali siapa yang telah memenuhi persyaratan tertentu menurut ahlul 'ilmi.

Perbedaan-perbedaan diantara mereka dalam masalah ijtihad tidak boleh mengharuskan adanya permusuhan dan saling memutuskan hubungan diantara mereka, sebagaimana dilakukan orang-orang yang ta'ashub dan ahlul bid'ah. Sungguh mereka tetap metolerir perbedaan yang layak (wajar), bahkan mereka tetap saling mencintai dan berwali satu sama lain ; sebagian mereka tetap shalat di belakang sebagian yang lain betapapun adanya perbedaan masalah far'i (cabang) diantara mereka. Sedang ahlul bid'ah saling memusuhi, mengkafirkan dan menghukumi sesat kepada setiap orang yang menyimpang dari golongan mereka.

Penutup

Kemudian dengan adanya prinsip-prinsip yang dikemukakan dimuka, mereka senantiasa berakhlak mulia sebagai pelengkap aqidah yang diyakininya.

Diantara sifat-sifat yang agung itu adalah:

Pertama, Mereka beramar ma'ruf dan nahi mungkar seperti yang telah diwajibkan syari'at dalam firman Allah berikut.

"Artinya : Jadilah kalian umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, beramar ma'ruf dan nahi munkar dan kalian beriman kepada Allah". (Ali-Imran : 110).

Firman ALLAH yang artinya: "Barangsiapa diantara kamu menyaksikan suatu kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya dan yang demikian itulah selemah-lemah iman". (Dikeluarkan oleh Muslim 1/Juz 2 hal. 22-25 syarah Nawawy dari Abu Sa'id Al-Khudry).

Sekali lagi, amar ma'ruf nahi munkar hanya terhadap apa-apa yang diwajibkan oleh syari'at. Sedangkan golongan Muta'zilah mengeluarkan amar ma'ruf dan nahi munkar dari apa-apa yang diwajibkan oleh syara, sehingga mereka berpandangan bahwa amar ma'ruf nahi munkar adalah keluar dari para pemimpin kaum muslimin apabila mereka melakukan ma'shiyat walaupun belum termasuk perbuatan kufur.

Sedang Ahlus Sunnah Wal Jama'ah memandang wajib menasehati mereka dalam hal kema'shiyatannya tanpa harus memberontak kepada mereka. Hal ini dilakukan dalam rangka mempersatukan kalimat dan menghindari perpecahan dan perselisihan. Telah berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah : Barangkali hampir tidak dikenal suatu kelompok keluar memberontak terhadap pemilik kekuasaan kecuali lebih banyaknya kerusakan yang terjadi ketimbang terhapusnya kemungkaran (melalui cara pemberontakan tersebut).

Kedua, Ahlus Sunnah wal Jama'ah menjaga tetap tegaknya syi'ar Islam baik dengan menegakkan shalat Jum'at dan shalat berjama'ah sebagai pembeda terhadap kalangan ahlul bid'ah dan orang-orang munafik yang tidak mendirikan shalat Jum'at maupun shalat Jama'ah.

Ketiga, Menegakkan nasehat bagi setiap muslim dan bekerja sama serta tolong menolong dalam kebajikan dan taqwa sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya: "Ad-Din itu nasehat, kami bertanya : untuk siapa .? Beliau menjawab : Untuk Allah dan Rasul-Nya dan para imam kaum muslimin serta kaum muslimin pada umumnya".(Dikeluarkan oleh Muslim I/Juz 2 hal. 36-37 syarah Nawawy, Abu Daud 5/49944, dan An-Nasaai 7/4197, Imam Ahmad 4/102 dari Tamiim Ad-Dary).

Sabda Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam yang artinya: "Mu'min yang satu bagi mu'min yang lain bagaikan satu bangunan yang satu sama lain saling mengokohkan". (Dikeluarkan oleh Bukhary 4/6026 dan Muslim 6/Juz 16 hal. 139 syarah Nawawy).

Keempat, Mereka tegar dalam menghadapi ujian-ujian dengan sabar ketika mendapat cobaan-cobaan dan bersyukur ketika mendapatkan keni'matan dan menerimanya dengan ketentuan Allah.

Kelima, Bahwasanya mereka selalu berahlak mulia dan beramal baik, berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali persaudaraan, berlaku baik dengan tetangga, dan mereka senantiasa melarang dari sikap bangga, sombong, dzalim (aniaya) sesuai dengan firman Allah, yang artinya: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib, kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri". (An-Nisaa : 36)

Firman ALLAH yang artinya: "Sesempurna-sempurna iman seorang mu'min adalah yang baik ahlaknya". (Dikeluarkan oleh Imam Ahmad 13 No. 7396, Tirmidzi 3/1162, Abu Daud 5/4682, dan Al-Haitsamy dalam Mawarid No. 1311, 1926).

Kita memohon kepada Allah Azza wa Jalla agar berkenan menjadikan kita semua bagian dari mereka dan tidak menjadikan hati kita condong kepada kekafiran setelah diberi petunjuk (hidayah-Nya) dan semoga shalawat serta salam terlimpah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, keluarganya beserta shabat-sahabatnya. Aamin.

(Disalin dari Prinsip-prinsip Aqidah Ahlusunnah Wal Jama'ah, tulisan Syaikh Dr Sholeh bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, diterbitkan oleh Dar Al-Gasem Saudi Arabia PO Box 6373 Riyadh 11442.)

irmaini05 Apr 2005, 18:14:15

Copy Paste dulu -----> Baca

tatik_j07 Apr 2005, 08:19:33

Berikut Artikel mengenai Ushul Aqidah AhlissunnahNB: BAGI NON AHLISSUNNAH, BACA DULU, HAYATI, LALU BARU NGOMONG ALIAS PROTES.

Sangat banyak dan lengkapAna Copy dan bacanya dirumah aja.But Thanks So Much.

ronyfistek08 Apr 2005, 06:33:50

Pengertian Iman Menurut Ahlus Sunnah Wal Jama'ahSyaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

--------------------------------------------------------------------------------KATA PENGANTAR Artikel yang sedang dan akan Anda nikmati ini, merupakan cuplikan dari buku Soal Jawab Masalah Iman dan Tauhid terbitan At-Tibyan Solo, yang isinya merupakan fatwa-fatwa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Sebagai upaya menyebarkan ilmu kami mencoba untuk memuatnya secara berseri, mulai dari Masalah-38 s.d Masalah-43 insya Allah, namun tidak semua fatwa tersebut kami angkat di sini, hanya beberapa saja, mengingat keterbatasan yang kami miliki.

Dan tema-tema yang kami hadirkan ke hadapan anda, merupakan pembahasan-pembahasan yang sangat menarik sekali untuk dikaji dan dipahami, seperti : Bagaimana pengertian iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah ? Apakah iman itu bisa bertambah atau berkurang ? kemudian, Apakah hari perhitungan (hisab) itu sehari ? Dan Apakah Adzab kubur terhadap badan ataukah ruh ? dll.

Harapan kami, dengan dihadirkannya permasalahan ini tidak lain supaya kita lebih bisa memahami pokok-pokok permasalahan tersebut dengan benar dan sesuai dengan apa yang dipahami oleh As-Salafush Shalih, insya Allah Ta'ala.

PENGERTIAN IMAN MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AHIman Bisa Bertambah atau Berkurang.

Pertanyaan.Bagaimana pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah ? Apakah Iman itu bisa bertambah atau berkurang ?

Jawab.Pengertian Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah ; ikrar dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Jadi, Iman itu mencakup tiga hal :

Ikrar dengan hati. Pengucapan dengan lisan. Pengamalan dengan anggota badan Jika keadaannya demikian, maka iman itu akan bisa bertambah atau bisa saja berkurang. Lagi pula nilai ikrar itu tidak selalu sama. Ikrar atau pernyataan karena memperoleh satu berita, tidak sama dengan jika langsung melihat persoalan dengan kepala mata sendiri. Pernyataan karena memperoleh berita dari satu orang tentu berbeda dari pernyataan dengan memperoleh berita dari dua orang. Demikian seterusnya. Oleh karena itu, Ibrahim 'Alaihis Sallam pernah berkata seperti yang dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur'an. "Ya Rabbku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang yang mati. Allah berfirman : 'Apakah kamu belum percaya'. Ibrahim menjawab : 'Saya telah percaya, akan tetapi agar bertambah tetap hati saya". (Al-Baqarah : 260) Iman akan bertambah tergantung pada pengikraran hati, ketenangan dan kemantapannya. Manusia akan mendapatkan hal itu dari dirinya sendiri, maka ketika menghadiri majlis dzikir dan mendengarkan nasehat didalamnya, disebutkan pula perihal surga dan neraka ; maka imannya akan bertambah sehingga seakan-akan ia menyaksikannya dengan mata kepala. Namun ketika ia lengah dan meninggalkan majlis itu, maka bisa jadi keyakinan dalam hatinya akan berkurang. Iman juga akan bertambah tergantung pada pengucapan, maka orang berdzikir sepuluh kali tentu berbeda dengan

yang berdzikir seratus kali. Yang kedua tentu lebih banyak tambahannya.

Demikian halnya dengan orang yang beribadah secara sempurna tentunya akan lebih bertambah imannya ketimbang orang yang ibadahnya kurang.

Dalam hal amal perbuatan pun juga demikian, orang yang amalan dengan anggota badannya jauh lebih banyak daripada orang lain, maka ia akan lebih bertambah imannya daripada orang yang tidak melakukan perbuatan seperti dia.

Tentang bertambah atau berkurangnya iman, ini telah disebutkan di dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah. Allah Ta'ala berfirman.

"Artinya : Dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab yakin dan supaya orang-orang yang beriman bertambah imannya". (Al-Mudatstsir : 31) "Artinya : Dan apabila diturunkan suatu surat, maka diantara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata : 'Siapa di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini ?' Adapun orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir". (At-Taubah : 124-125)

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, pernah bersabda bahwa kaum wanita itu memiliki kekurangan dalam soal akal dan agamanya. Dengan demikian, maka jelaslah kiranya bahwa iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Namun ada masalah yang penting, apa yang menyebabkan iman itu bisa bertambah ? Ada beberapa sebab, di antaranya:

Mengenal Allah (Ma'rifatullah) dengan nama-nama (asma') dan sifat-sifat-Nya. Setiap kali marifatullahnya seseorang itu bertambah, maka tak diragukan lagi imannya akan bertambah pula. Oleh karena itu para ahli ilmu yang mengetahui benar-benar tentang asma' Allah dan sifat-sifat-Nya lebih kuat imannya daripada yang lain. Memperlihatkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar'iyah. Seseorang jika mau memperhatikan dan merenungkan ayat-ayat kauniyah Allah, yaitu seluruh ciptaan-Nya, maka imannya akan bertambah. Allah Ta'ala berfirman. Artinya : "Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tiada memperhatikan" (Adz-Dzariyat : 20-21). Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa jika manusia mau memperhatikan dan merenungkan alam ini, maka imannya akan semakin bertambah. Banyak melaksanakan ketaatan. Seseorang yang mau menambah ketaatannya, maka akan bertambah pula imannya, apakah ketaatan itu berupa qauliyah maupun fi'liyah. Berdzikir -umpamanya- akan menambah keimanan secara kuantitas dan kualitas. Demikian juga shalat, puasa dan haji akan menambah keimanan secara kuantitas maupun kualitas. Adapun penyebab berkurangnya iman adalah kebalikan daripada penyebab bertambahnya iman, yaitu: Jahil terhadap asma' Allah dan sifat-sifat-Nya. Ini akan menyebabkan berkurangnya iman. Karena, apabila mari'fatullah seseorang tentang asma' dan sifat-sifat-Nya itu berkurang, tentu akan berkurang juga imannya. Berpaling dari tafakkur mengenai ayat-ayat Allah yang kauniyah maupun syar'iyah. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya iman, atau paling tidak membuat keimanan seseorang menjadi statis tidak pernah berkembang. Berbuat maksiat. Kemaksiatan memiliki pengaruh yang besar terhadap hati dan keimanan seseorang. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : "Tidaklah seseorang itu berbuat zina ketika melakukannnya sedang ia dalam keadaan beriman". (Al-Hadits) Meninggalkan ketaatan. Meninggalkan keta'atan akan menyebabkan berkurangnya keimanan. Jika ketaatan itu berupa kewajiban lalu ditinggalkannya tanpa udzur, maka ini merupakan kekurangan yang dicela dan dikenai sanksi. Namun jika ketaatan itu bukan merupakan kewajiban, atau berupa kewajiban namun ditinggalkannya dengan udzur (alasan), maka ini juga merupakan kekurangan, namun tidak dicela. Karena itulah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menilai kaum wanita sebagai manusia yang kurang akal dan kurang agamanya. Alasan kurang agamanya adalah karena jika ia sedang haid tidak melakukan shalat dan puasa. Namun ia tidak dicela karena meninggalkan shalat dan puasa itu ketika sedang haid, bahkan memang diperintahkan meninggalkannya. Akan tetapi jika hal ini dilakukan oleh kaum laki-laki, maka jelas akan mengurangi keimanannya dari sisi yang satu ini.

ronyfistek08 Apr 2005, 06:36:07

Ahlus Sunnah Wal Jama'ahMuhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi

--------------------------------------------------------------------------------As-Sunnah dalam istilah mempunyai beberapa makna (lihat : Mawaqif Ibnu Taimiyah Minal Asy'ariyah I : 3804 oleh Syaikh Abdur-Rahman Al-Mahmud dan Mafhum Ahlis Sunnah Wal Jama'ah Inda Ahlis Sunnah Wal Jama'ah oleh Syaikh Nasyir Al-Aql). Dalam tulisan ringkas ini tidak hendak dibahas makna-makna itu. Tetapi hendak menjelaskan istilah "As-Sunnah" atau "Ahlus Sunnah" menurut petunjuk yang sesuai dengan i'tiqad Al-Imam Ibnu Rajab rahimahullah mengatakan : "..... Dari Abu Sufyan Ats-Tsauri ia berkata : "Berbuat baiklah terhadap ahlus-sunnah karena mereka itu ghuraba"(Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam "Syarhus-Sunnah" No. 49) Yang dimaksud "As-Sunnah" menurut para Imam yaitu : "Thariqah (jalan hidup) Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dimana beliau shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat berada di atasnya. Yang selamat dari syubhat dan syahwat", oleh karena itu Al-Fudhail bin Iyadh mengatakan : "Ahlus Sunnah itu orang yang mengetahui apa yang masuk ke dalam perutnya dari (makanan) yang halal".( lihat : Al-Lalika'i Syarhus Sunnah No. 51 dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 8:1034). Karena tanpa memakan yang haram termasuk salah satu perkara sunnah yang besar yang pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Kemudian dalam pemahaman kebanyakan Ulama Muta'akhirin dari kalangan Ahli Hadits dan lainnya. As-Sunnah itu ungkapan tentang apa yang selamat dari syubhat-syubhat dalam i'tiqad khususnya dalam masalah-masalah iman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, begitu juga dalam masalah-masalah Qadar dan Fadhailush-Shahabah (keutamaan shahabat).

Para Ulama itu menyusun beberapa kitab dalam masalah ini dan mereka menamakan karya-karya mereka itu sebagai "As-Sunnah". Menamakan masalah ini dengan "As-Sunnah" karena pentingnya masalah ini dan orang yang menyalahi dalam hal ini berada di tepi kehancuran. Adapun Sunnah yang sempurna adalah thariqah yang selamat dari syubhat dan syahwat.(Kasyful Karriyyah 19-20).

Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum.

Al-Imam Ibnul Jauzi mengatakan : "..... Tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah".(Talbisul Iblis oleh Ibnul Jauzi hal.16 dan lihat Al-Fashlu oleh Ibnu Hazm 2:107).

Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna :

Mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum, menekuninya, memisahkan yang shahih dari yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam. Lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'. Kedua makna itu menjelaskan kepada kita bahwa madzhab Ahlus Sunnah itu kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaih wa sallam dan para shahabat radhiyallahu 'anhum. Adapun penamaan Ahlus Sunnah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah. Ibnu Sirin rahimahullah mengatakan : "Mereka (pada mulanya) tidak pernah menanyakan tentang sanad. Ketika terjadi fitnah (para ulama) mengatakan : Tunjukkan (nama-nama) perawimu kepada kami. Kemudian ia melihat kepada Ahlus Sunnah sehingga hadits mereka diambil. Dan melihat kepada Ahlul Bi'dah dan hadits mereka tidak diambil".(Diriwayatkan oleh Muslim dalam Muqaddimah kitab shahihnya hal.15).

Al-Imam Malik rahimahullah pernah ditanya : "Siapakah Ahlus Sunnah itu ? Ia menjawab : Ahlus Sunnah itu mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang sudah terkenal yakni bukan Jahmi, Qadari, dan bukan pula Rafidli".(Al-Intiqa fi Fadlailits Tsalatsatil Aimmatil Fuqaha. hal.35 oleh Ibnu Abdil Barr).

Kemudian ketika Jahmiyah mempunyai kekuasaan dan negara, mereka menjadi sumber bencana bagi manusia, mereka mengajak untuk masuk ke aliran Jahmiyah dengan anjuran dan paksaan. Mereka menggangu, menyiksa dan bahkan membunuh orang yang tidak sependapat dengan mereka. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan Al-Imam Ahmad bin Hanbal untuk membela Ahlus Sunnah. Dimana beliau bersabar atas ujian dan bencana yang ditimpakan mereka.

Beliau membantah dan patahkan hujjah-hujjah mereka, kemudian beliau umumkan serta munculkan As-Sunnah dan beliau menghadang di hadapan Ahlul Bid'ah dan Ahlul Kalam. Sehingga, beliau diberi gelar Imam Ahlus Sunnah.

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa istilah Ahlus Sunnah terkenal di kalangan Ulama Mutaqaddimin (terdahulu) dengan istilah yang berlawanan dengan istilah Ahlul Ahwa' wal Bida' dari kelompok Rafidlah, Jahmiyah, Khawarij, Murji'ah dan lain-lain. Sedangkan Ahlus Sunnah tetap berpegang pada ushul (pokok) yang pernah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan shahabat radhiyallahu 'anhum.

AHLUS SUNNAH WAL-JAMA'AH

Istilah yang digunakan untuk menamakan pengikut madzhab As-Salafus Shalih dalam i'tiqad ialah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Banyak hadits yang memerintahkan untuk berjama'ah dan melarang berfirqah-firqah dan keluar dari jama'ah.(lihat : Wujubu Luzuumil Jama'ah wa Dzamit Tafarruq. hal. 115-117 oleh Jamal bin Ahmad Badi).

Para ulama berselisih tentang perintah berjama'ah ini dalam beberapa pendapat. (Al-I'tisham 2:260-265).

Jama'ah itu adalah As-Sawadul A'dzam (sekelompok manusia atau kelompok terbesar-pen) dari pemeluk Islam. Para Imam Mujtahid Para Shahabat Nabi radhiyallahu 'anhum. Jama'ahnya kaum muslimin jika bersepakat atas sesuatu perkara. Jama'ah kaum muslimin jika mengangkat seorang amir. Pendapat-pendapat di atas kembali kepada dua makna : Bahwa jama'ah adalah mereka yang bersepakat mengangkat seseorang amir (pemimpin) menurut tuntunan syara', maka wajib melazimi jama'ah ini dan haram menentang jama'ah ini dan amirnya. Bahwa jama'ah yang Ahlus Sunnah melakukan i'tiba' dan meninggalkan ibtida' (bid'ah) adalah madzhab yang haq yang wajib diikuti dan dijalani menurut manhajnya. Ini adalah makna penafsiran jama'ah dengan Shahabat Ahlul Ilmi wal Hadits, Ijma' atau As-Sawadul A'dzam.(Mauqif Ibni Taimiyah Minal Asya'irah 1 : 17). Syaikhul Islam mengatakan : "Mereka (para ulama) menamakan Ahlul Jama'ah karena jama'ah itu adalah ijtima' (berkumpul) dan lawannya firqah. Meskipun lafadz jama'ah telah menjadi satu nama untuk orang-orang yang berkelompok. Sedangkan ijma' merupakan pokok ketiga yang menjadi sandaran ilmu dan dien. Dan mereka (para ulama) mengukur semua perkataan dan pebuatan manusia zhahir maupun bathin yang ada hubungannya dengan dien dengan ketiga pokok ini (Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'). (Majmu al-Fatawa 3:175). Istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mempunyai istilah yang sama dengan Ahlus Sunnah. Dan secara umum para ulama menggunakan istilah ini sebagai pembanding Ahlul Ahwa' wal Bida'. Contohnya : Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum mengatakan tentang tafsir firman Allah Ta'ala :

"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan adapula muka yang muram".(Ali-Imran : 105). "Adapun orang-orang yang mukanya putih berseri adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah sedangkan orang-orang yang mukanya hitam muram adalah Ahlul Ahwa' wa Dhalalah". (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i 1:72 dan Ibnu Baththah dalam Asy-Syarah wal Ibanah 137. As-Suyuthi menisbahkan kepada Al-Khatib dalam tarikhnya dan Ibni Abi Hatim dalam Ad-Durrul Mantsur 2:63). Sufyan Ats-Tsauri mengatakan : "Jika sampai (khabar) kepadamu tentang seseorang di arah timur ada pendukung sunnah dan yang lainnya di arah barat maka kirimkanlah salam kepadanya dan do'akanlah mereka. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama'ah". (Diriwayatkan oleh Al-Lalika'i dalam Syarhus Sunnah 1:64 dan Ibnul Jauzi dalam Talbisul Iblis hal.9).

Jadi kita dapat menyimpulkan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah firqah yang berada diantara firqah-firqah yang ada, seperti juga kaum muslimin berada di tengah-tengah milah-milah lain. Penisbatan kepadanya, penamaan dengannya dan penggunaan nama ini menunjukkan atas luasnya i'tiqad dan manhaj.

Nama Ahlus Sunnah merupakan perkara yang baik dan boleh serta telah digunakan oleh para Ulama Salaf. Diantara yang paling banyak menggunakan istilah ini ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

ronyfistek08 Apr 2005, 06:37:08

Ahlus Sunnah Wal Jama'ahMuhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi

--------------------------------------------------------------------------------....................................................................

merupakan perkara yang baik dan boleh serta telah digunakan oleh para Ulama Salaf. Diantara yang paling banyak menggunakan istilah ini ialah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

ASY'ARIYAH, MATURIDIYAH DAN ISTILAH AHLUS SUNNAH

Asy'ariyah dan Maturidhiyah banyak menggunakan istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah ini, dan di kalangan mereka kebanyakan mengatakan bahwa madzhab salaf "Ahlus Sunnah wa Jama'ah" adalah apa yang dikatakan oleh Abul Hasan Al-Asy'ari dan Abu Manshur Al-Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan Ahlus Sunnah wal Jama'ah itu As'ariyah, Maturidiyah dan Madzhab Salaf.

Az-Zubaidi mengatakan : "Jika dikatakan Ahlus Sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy'ariyah dan Maturidiyah". (Ittihafus Sadatil Muttaqin 2:6).

Penulis Ar-Raudhatul Bahiyyah mengatakan : "Ketahuilah bahwa pokok semua aqaid Ahlus Sunnah wal Jama'ah atas dasar ucapan dua kutub, yakni Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur Al-Maturidi".( Ar-Raudlatul Bahiyyah oleh Abi Udibah hal.3).

Al-Ayji mengatakan : "Adapun Al-Firqotun Najiyah yang terpilih adalah orang-orang yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata tentang mereka : "Mereka itu adalah orang-orang yang berada di atas apa yang Aku dan para shahabatku berada diatasnya". Mereka itu adalah Asy'ariyah dan Salaf dari kalangan Ahli Hadits dan Ahlus Sunnah wal Jama'ah". (Al-Mawaqif hal. 429).

Hasan Ayyub mengatakan : "Ahlus Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka berdua. Mereka berjalan di atas petunjuk Salafus Shalih dalam memahami aqaid".(lihat : Tabsithul Aqaidil Islamiyah, hal. 299 At-Tabshut fi Ushulid Din, hal. 153, At-Tamhid oleh An-nasafi hal.2, Al-Farqu Bainal Firaq, hal. 323, I'tiqadat Firaqil Muslimin idal Musyrikin, hal. 150).

Pada umumnya mereka mengatakan aqidah Asy'ariyah dan Maturidiyah berdasarkan madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Disini tidak bermaksud mempermasalahkan pengakuan bathil ini. Tetapi hendak menyebutkan dua kesimpulan dalam masalah ini.

Bahwa pemakaian istilah ini oleh pengikut Asy'ariyah dan Maturidiyah dan orang-orang yang terpengaruh oleh mereka sedikitpun tidak dapat merubah hakikat kebid'ahan dan kesesatan mereka dari Manhaj Salafus Shalih dalam banyak sebab. Bahwa penggunaan mereka terhadap istilah ini tidak menghalangi kita untuk menggunakan dan menamakan diri dengan istilah ini menurut syar'i dan yang digunakan oleh para Ulama Salaf. Tidak ada aib dan cercaan bagi yang menggunakan istilah ini. Sedangkan yang diaibkan adalah jika bertentangan dengan i'tiqad dan madzhab Salafus Shalih dalam pokok (ushul) apapun.

Diterjemahkan dari majalahAl-Bayan, no. 78 Shafar 1415Holeh Ibrahim Sa'id

ronyfistek08 Apr 2005, 06:46:22

Ucapan: "Atas Kehendak Allah Dan Kehendakmu"Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

--------------------------------------------------------------------------------Qutailah Radhiyallahu 'anhu menuturkan: "Bahwa ada seorang Yahudi datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Sesungguhnya kamu sekalian melakukan perbuatan syirik, kamu mengucapkan: 'Atas kehendak Allah dan kehendakmu' dan mengucapkan: 'Demi Ka'bah'." Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat apabila hendak bersumpah supaya mengucapkan: 'Demi Tuhan Pemilik Ka'bah' dan mengucapkan: 'Atas kehendak Allah kemudian atas kehendakmu'." (HR An-Nasa'i dan dinyatakan shahih)

Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma menuturkan:

"Bahwa ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam: 'Atas kehendak Allah dan kehendakmu.' Maka ketika itu bersabdalah beliau: "Apakah kamu menjadikan diriku sebagai sekutu untuk Allah? Hanya atas kehendak Allah saja." (HR An-Nasa'i)

Diriwayatkan Ibnu Majah dari Ath-Thufail, saudara seibu dengan 'Aisyah, ia berkata: "Aku bermimpi seakan-akan aku mendatangi sekelompok orang-orang Yahudi. Aku berkata kepada mereka: "Sungguh, kamu adalah sebaik-baik kaum, seandainya kamu tidak mengatakan: 'Uzair putera Allah'." Mereka menjawab: "Sungguh kamupun sebaik-baik kaum, seandainya kamu tidak mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad'." Lalu aku menjumpai sekelompok orang-orang Nasrani, maka aku berkata kepada mereka: "Sungguh, kamu adalah sebaik-baik kaum, seandainya kamu tidak mengatakan: 'Al-Masih putera Allah'." Mereka menjawab: "Sungguh, kamupun sebaik-baik kaum, seandainya kamu tidak mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak Muhammad'." Ketika pagi hari, aku beritahukan mimpiku tersebut kepada kawan-kawanku, kemudian aku mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan aku beritahukan kepada beliau. Nabi bertanya: "Apakah kamu telah memberitahukannya kepada seseorang?" Aku menjawab: "Ya." Lalu Rasulullah ber-tahmid dan memuji kepada Allah, kemudian bersabda:

"Amma ba'du, sesungguhnya Thufail telah bermimpi sesuatu yang telah diberitahukan kepada orang-orang di antara kamu. Dan sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu ucapan yang ketika itu aku tidak sempat melarangnya kepadamu karena aku ada beberapa halangan, maka janganlah kamu mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan

kehendak Muhammad', akan tetapi katakanlah: 'Atas kehendak Allah saja.'

Kandungan tulisan ini:

Hadits tersebut di atas menunjukkan bahwa orang Yahudi pun mengerti perbuatan yang disebut syirik ashghar.

Pemahaman manusia apabila dipengaruhi oleh hawa nafsunya; (seperti halnya orang Yahudi tadi, dia mengerti kebenaran tetapi dia tidak mau mengikuti kebenaran itu dan tidak mau beriman kepada Nabi yang membawanya).

Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam: "Apakah kamu menjadikan diriku sebagai sekutu untuk Allah?" sebagai penolakan terhadap orang yang berkata kepada beliau: 'Atas kehendak Allah dan kehendakmu'. Jika demikian sikap beliau, lalu bagaimana dengan orang yang mengatakan: "Wahai makhluk termulia! Tiada seorangpun bagiku sebagai tempat aku berlindung selain engkau ..." dan dua bait selanjutnya.

Ucapan: 'Atas kehendak Allah dan kehendakmu' termasuk syirik ashghar, tidak termasuk syirik akbar, karena beliau bersabda: "Dan sesungguhnya kamu telah mengucapkan suatu ucapan yang ketika itu aku tidak sempat melarangnya kepadamu karena aku ada beberapa halangan ...".

Mimpi baik termasuk salah satu macam wahyu.

Mimpi kadangkala menjadi sebab disyariatkannya sebagian hukum. Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

ronyfistek08 Apr 2005, 06:48:08

Da'wah Kepada Syahadat "Laa ilaha illa Allah"Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

--------------------------------------------------------------------------------Firman Allah Ta'ala:"Katakanlah: Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) hanya kepada Allah dengan penuh pengertian dan keyakinan. Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada-Nya)." (Yusuf: 108) Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tatkala mengutus Mu'adz ke Yaman, bersabdalah beliau kepadanya:"Sungguh, kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab, maka hendaklah pertama kali da'wah yang kamu sampaikan kepada mereka ialah syahadat Laa ilaha illa Allah - dalam riwayat lain disebutkan: "Supaya mereka mentauhidkan Allah" - Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu da'wahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya diantara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Dan jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka, dan jagalah dirimu dari do'a orang mazhlum (teraniaya), karena sesungguhnya tiada suatu tabir penghalang pun antara doanya dan Allah." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula dari Sahl bin Sa'ad radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam semasa perang Khaibar bersabda:"Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang) ini besok hari kepada orang yang mencintai Allah serta Rasul-Nya dan dia dicintai Allah serta Rasul-Nya; semoga Allah menganugerahkan kemenangan melalui tangannya." Maka semalam suntuk orang-orang pun memperbincangkan siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera itu. Pagi harinya mereka mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masing-masing mengharap untuk diserahi bendera tersebut. Lalu bersabdalah beliau: "Dimanakah 'Ali bin Abu Thalib?" Dijawab: "Dia sakit kedua belah matanya." Mereka pun mengutus seorang utusan kepadanya dan didatangkanlah dia. Lantas Nabi meludah pada kedua belah matanya dan berdoa untuknya, seketika itu dia sembuh seakan-akan tidak pernah terkena penyakit. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerahkan kepadanya bendera dan bersabda: "Melangkahlah ke depan dengan tenang sampai kamu tiba di tempat mereka, kemudian ajaklah mereka kepada Islam dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka laksanakan. Demi Allah, bahwa Allah memberi petunjuk satu orang lewat dirimu, benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah."

Unta-unta merah adalah harta kekayaan yang sangat berharga dan menjadi kebanggaan orang Arab pada masa itu.

Kandungan dari tulisan ini:

Da'wah kepada syahadat "Laa ilaha illa Allah" adalah pandangan hidup bagi orang-orang yang mengikuti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Diingatkan supaya ikhlas (dalam berda'wah semata-mata karena Allah), karena kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran justru ia mengajak kepada (kepentingan) dirinya sendiri.

Mengerti betul dan yakin akan apa yang dida'wahkan adalah termasuk kewajiban.

Termasuk bukti kebaikan tauhid, bahwa tauhid adalah mengagungkan Allah.

Dan diantara keburukan syirik, bahwa syirik adalah merendahkan Allah.

Termasuk masalah yang sangat penting, bahwa seorang muslim perlu dijauhkan dari lingkungan orang-orang yang berbuat syirik, supaya nanti tidak menjadi seperti mereka sekalipun dia belum melakukan perbuatan syirik.

Tauhid adalah kewajiban pertama.

Tauhid adalah yang pertama kali harus dida'wahkan sebelum semua kewajiban yang lain, meskipun kewajiban shalat.

Pengertian "Supaya mereka mentauhidkan Allah" adalah pengertian syahadat.

Seseorang bisa jadi termasuk Ahlul Kitab, akan tetapi dia tidak tahu pengertian "Laa ilaha illa Allah" yang sebenarnya atau mengetahuinya tetapi tidak mengamalkannya.

Perlu diperhatikan metode pengajaran secara bertahap.

Yaitu: dimulai dari masalah yang paling penting, kemudian penting, dan begitu seterusnya.

Salah satu sasaran pembagian zakat ialah orang-orang fakir.

Orang yang berilmu supaya menjelaskan sesuatu yang masih diragukan oleh orang yang sedang belajar.

Berkenaan dengan zakat, dilarang untuk mengambil harta pilihan (termahal harganya).

Supaya menjaga diri dari tindakan zhalim terhadap seseorang.

Diberitahukan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa doa orang mazhlum (teraniaya) dikabulkan Allah.

Diantara bukti-bukti tauhid adalah hal-hal yang dialami oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para sahabat, seperti: kesulitan, kelaparan, dan wabah penyakit.

Sabda Rasulullah: "Demi Allah, niscaya akan kuserahkan bendera (komando perang ini)...dst" adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.

Sembuhnya kedua belah mata Ali setelah diludahi oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, termasuk pula dari tanda kenabian beliau.

Keutamaan 'Ali radhiyallahu 'anhu.

Keistimewaan para sahabat (karena hasrat mereka yang besar sekali dalam kebaikan dan sikap mereka yang senantiasa berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shaleh). Ini dapat dilihat pada perbincangan mereka di malam menjelang perang Khaibar, tentang siapakah diantara mereka yang akan diserahi bendera komando perang, masing-masing mereka agar dirinyalah yang menjadi orang yang memperoleh kehormatan itu.

Iman kepada qadar, karena bendera komando tersebut tidak diserahkan kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang tidak berusaha untuk memperolehnya.

Etika di dalam jihad, sebagaimana terkandung dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Melangkahlah ke depan dengan tenang..."

Disyariatkan untuk berda'wah mengajak kepada Islam, sebelum perang.

Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah dida'wahi dan diperangi sebelumnya.

Da'wah dengan cara yang bijaksana, sebagaimana disyaratkan dalam sabda beliau: "...dan sampaikanlah kepada mereka hak Allah Ta'ala dalam Islam yang wajib mereka laksanakan."

Mengetahui hak Allah dalam Islam seperti shalat, zakat, shiyam, dan kewajiban-kewajiban lainnya.

Kemuliaan da'wah dan pahala bagi seorang da'i yang bisa memasukkan satu orang saja ke dalam Islam.

Boleh bersumpah didalam menyampaikan petunjuk.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

ronyfistek08 Apr 2005, 06:51:01

Keagungan dan Kekuasaan Allah Ta'ala*Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

--------------------------------------------------------------------------------*) Dalam bab terakhir ini, penulis menyebutkan beberapa dalil dari Al-Qur'an dan hadits yang menjelaskan keagungan dan kekuasaan Allah Ta'ala, dengan maksud untuk menunjukkan bahwa hanya Allah saja Tuhan yang berhak dengan segala macam ibadah yang dilakukan manusia dan hanya milik Allah segala sifat kesempurnaan dan kemuliaan. Firman Allah Ta'ala (artinya):

"Dan mereka (orang-orang musyrik) tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat, dan semua langit digulung dengan Tangan Kanan-Nya. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari segala perbuatan syirik mereka." (Az-Zumar: 67)

'Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhu menuturkan: "Salah seorang pendeta Yahudi datang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan berkata:

"Wahai Muhammad! Sesungguhnya kami menjumpai (dalam kitab suci kami) bahwa Allah akan meletakkan langit di atas satu jari, pohon-pohon di atas satu jari, air di atas satu jari, tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari, maka Allah berfirman: "Aku-lah Penguasa." Tatkala mendengarnya, tersenyumlah Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam sehingga tampak gigi-gigi beliau, karena membenarkan ucapan pendeta Yahudi itu; kemudian beliau membacakan firman Allah:

"Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya, padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat..." dst.

Disebutkan dalam riwayat lain oleh Muslim:

"...gunung-gunung dan pohon-pohon di atas satu jari, kemudian digoncangkan-Nya dan berfirman: "Aku-lah Penguasa, Aku-lah Allah"."

Dan disebutkan dalam riwayat lain oleh Al-Bukhari:

"...meletakkan semua langit di atas satu jari, serta tanah di atas satu jari, dan seluruh makhluk di atas satu jari..." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Muslim meriwayatkan dari Ibnu 'Umar bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Allah akan menggulung seluruh lapisan langit pada hari kiamat lalu diambil dengan Tangan Kanan-Nya, dan berfirman: Aku-lah Penguasa; mana orang-orang yang berlaku lalim, mana orang-orang yang berlaku sombong?" Kemudian Allah menggulung ketujuh lapis bumi, lalu diambil dengan Tangan Kiri-Nya dan berfirman: "Aku-lah Penguasa; mana orang-orang yang berlaku lalim, mana orang-orang yang berlaku sombong?"."

Diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ia berkata:

"Langit tujuh dan bumi tujuh di Telapak Tangan Allah Ar-Rahman, tiada lain hanyalah bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan di tangan seseorang di antara kamu."

Ibnu Jarir berkata: "Yunus menuturkan kepadaku, dari Ibnu Wahb, dari Ibnu Zaid, dari bapaknya (Zaid bin Aslam), ia menuturkan: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Ketujuh langit berada di Kursi, tiada lain hanyalah bagaikan tujuh keping dirham yang diletakkan di atas perisai."

Ibnu Jarir berkata pula: "Dan Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu menuturkan: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Kursi itu berada di 'Arsy, tiada lain hanyalah bagaikan sebuah gelang besi yang dicampakkan di tengah padang pasir."

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia menuturkan:

"Antara langit yang paling bawah dengan langit berikutnya jaraknya 500 tahun, dan diantara setiap langit jaraknya 500 tahun; antara langit yang ketujuh dengan kursi jaraknya 500 tahun; dan antara kursi dan samudra air jaraknya 500 tahun; sedang 'Arsy berada di atas samudra air itu; dan Allah berada di atas 'Arsy tersebut, tidak tersembunyi bagi Allah sesuatu apapun dari perbuatan kamu sekalian." (Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi dari Hamad bin Salamah, dari 'Ashim, dari Zirr, dari 'Abdullah ibnu Mas'ud)

Dan diriwayatkan dengan lafadz seperti ini oleh Al-Mas'udi dari 'Ashim dari Abu Wa'il dari 'Abdullah, demikian dinyatakan Adz-Dzahaby Rahimahullah Ta'ala; lalu katanya: "Atsar tersebut diriwayatkan melalui beberapa jalan."

Al-'Abbas bin 'Abdul Muthallib Radhiyallahu 'anhu menuturkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Tahukah kamu sekalian berapa jarak antara langit dengan bumi?" Kami menjawab: "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Antara langit dan bumi jaraknya perjalanan 500 tahun, dan antara satu langit ke langit lainnya jaraknya perjalanan 500 tahun, sedang ketebalan masing-masing langit adalah perjalanan 500 tahun. Antara langit yang ketujuh dengan 'Arsy ada samudra, dan antara dasar samudra itu dengan permukaannya seperti jarak antara langit dengan bumi. Allah Ta'ala di atas itu semua dan tidak tersembunyi bagi-Nya sesuatu apapun dari perbuatan anak keturunan Adam." (HR Abu Dawud dan Ahli Hadits lainnya)

Kandungan tulisan ini:

Tafsiran ayat tersebut di atas. Ayat ini menunjukkan keagungan dan kebesaran Allah Ta'ala dan kecilnya seluruh makhluk dibandingkan dengan-Nya; menunjukkan pula bahwa siapa yang berbuat syirik, berarti tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang sebenar-benarnya.

Pengetahuan-pengetahuan tentang sifat Allah Ta'ala, sebagaimana terkandung dalam hadits pertama, masih dikenal di kalangan orang-orang Yahudi yang hidup pada zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Mereka tidak mengingkarinya dan tidak menafsirkannya dengan tafsiran yang menyimpang dari kebenaran.

Ketika pendeta Yahudi itu menyebutkan pengetahuan tersebut kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, beliau membenarkannya dan turunlah ayat Al-Qur'an menegaskannya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam tersenyum tatkala mendengar pengetahuan yang agung ini disebutkan oleh pendeta Yahudi.

Disebutkan dengan tegas dalam hadits adanya dua tangan bagi Allah, dan bahwa seluruh langit diletakkan di tangan kanan dan seluruh bumi diletakkan di tangan yang lain pada hari Kiamat nanti.

Dinyatakan dalam hadits bahwa tangan yang lain itu disebut tangan kiri.

Disebutkan keadaan orang-orang yang berlaku lalim dan berlaku sombong pada hari Kiamat.

Dijelaskan bahwa seluruh langit dan bumi di telapak tangan Allah bagaikan sebutir biji sawi yang diletakkan di telapak tangan seseorang.

Besarnya (luasnya) kursi dibanding dengan langit.

Besarnya (luasnya) 'Arsy dibandingkan dengan kursi.

'Arsy bukanlah kursi, dan bukanlah samudra.

Jarak antara langit yang satu dengan langit yang lain perjalanan 500 tahun.

Jarak antara langit yang ke tujuh dengan kursi perjalanan 500 tahun.

Dan jarak antara kursi dengan samudra perjalanan 500 tahun.

'Arsy, sebagaimana dinyatakan dalam hadits, berada di atas samudra tersebut.

Allah 'Azza wa Jalla berada di atas 'Arsy.

Jarak antara langit dan bumi ini perjalanan 500 tahun.

Masing-masing langit tebalnya perjalanan 500 tahun.

Samudra yang berada di atas seluruh langit itu, antara dasar dan permukaannya, jauhnya perjalanan 500 tahun. Dan hanya Allah Ta'ala yang Maha Mengetahui. Segala puji hanya milik Allah Rabb sekalian alam. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam, kepada keluarga dan para sahabatnya.

Dikutip dari buku: "Kitab Tauhid" karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab.Penerbit: Kantor Kerjasama Da'wah dan Bimbingan Islam, Riyadh 1418 H.

Matrix08 Apr 2005, 17:50:15

Assalamualaikum wr.wb

Terima kasih. Terima kasih banyak atas sharing ilmunya. Tulisan yg bagus. Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita sekalian.

Saya hanya ingin menambahi sedikit saja, semoga bermanfaat.

Seandainya ada orang bertanya kepada kita:“Bang, kalo 4 + 5 sama dengan berapa?” Anda pasti menjawab: sembilan! Jawaban selain sembilan, tentu salah.

Kemudian ada pertanyaan lain:“Bang, 9 itu sama dengan berapa ditambah berapa?” Bagaimana anda menjawab? Bisa 0+9, 1+8, 3+6, 4+5, 2+7, dll. Ada variasi jawaban yg tak terhingga banyaknya. Silakan anda kombinasikan angka berapa pun, selama hasil akhirnya adalah sembilan, maka itu adalah jawaban yang benar.

Kita sering mendengar hadist yg mengatakan bhw umat Islam nanti akan terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu golongan saja yg selamat masuk surga. Itulah golongan yg selalu mengikuti ajaran Allah dan Sunnah Nabi. Kita mengenal golongan itu sebagai golongan Ahlu Sunnah wal Jamaah.

Hendaknya kita jangan menjadikan hadist itu sebagai alat untuk melegitimasi kebenaran kelompok kita sendiri. Soalnya, dalam realita saya masih sering menemui hal semacam itu. Mereka menganggap kelompoknya sendiri yg paling benar, sedangkan mereka yg punya pemahaman (penafsiran) berbeda dinilai sebagai aliran sesat atau bid’ah.

Celakanya, mereka sering mengambil hadist di atas sbg dalil pembenarnya !

Tidak sepatutnya kita menilai ke-Islam-an seseorang dengan ukuran ke-Islam-an kita sendiri. Ketika kita MERASA sudah menjalankan Syariat Islam secara utuh, yang timbul adalah keyakinan superior atas yang lain, yang kita anggap belum menjalankan Syariat Islam secara baik dan benar.

Kita mungkin tidak berhak mengukur keislaman yang lain dengan ukuran keislaman kita. Mengukur keislaman yang lain dengan standar keislaman kita sama saja dengan memasukkan ajaran Islam sebagai suatu budaya ciptaan manusia. Bagaimanapun yang kita lihat atas orang lain hanya bagian yang sangat kecil – amat sangat kecil - dari proses pengabdian kepada Allah.

Bila kita membaca tulisan Sahabat Ronyfistek di atas, sebenarnya perbedaan pendapat di kalangan para Sahabat atau para Imam besar bukanlah sesuatu yg berpotensi memecah-belah. Islam sendiri melihat perbedaan tersebut sbg sebuah keniscayaan.

Hal tersebut dikarenakan para Sahabat dan ulama-ulama besar memiliki pemahaman yg mendalam dan menyeluruh tentang Al-Quran, sehingga perbedaan pendapat di antara mereka tidak sampai menjadi perselisihan. Masing-masing yakin dengan kebenaran penafsirannya, namun tetap saja ada kemungkinan salah. Dan mereka sangat terbuka untuk hal tersebut.

Munculah yg namanya kebenaran relatif. Tafsir itu sendiri akhirnya memiliki kebenaran relatif.

Ada satu pendapat yg berkaitan dgn hadist di atas :Umat Islam nanti akan terpecah menjadi beberapa golongan. SEMUA golongan itu akan masuk surga, kecuali satu golongan saja yg celaka. Siapakah golongan yg satu itu? Itulah golongan mereka yg TIDAK MENGIKUTI ajaran Allah dan Sunnah Rasul. Silakan diterjemahkan sendiri.

Wassalamualaikum

ronyfistek08 Apr 2005, 18:28:17

Assalamualaikum wr.wb

Terima kasih. Terima kasih banyak atas sharing ilmunya. Tulisan yg bagus. Semoga Allah selalu memberi hidayah kepada kita sekalian.

Saya hanya ingin menambahi sedikit saja, semoga bermanfaat.

Seandainya ada orang bertanya kepada kita:“Bang, kalo 4 + 5 sama dengan berapa?” Anda pasti menjawab: sembilan! Jawaban selain sembilan, tentu salah.

Kemudian ada pertanyaan lain:“Bang, 9 itu sama dengan berapa ditambah berapa?” Bagaimana anda menjawab? Bisa 0+9, 1+8, 3+6, 4+5, 2+7, dll. Ada variasi jawaban yg tak terhingga banyaknya. Silakan anda kombinasikan angka berapa pun, selama hasil akhirnya adalah sembilan, maka itu adalah jawaban yang benar.

Kita sering mendengar hadist yg mengatakan bhw umat Islam nanti akan terpecah menjadi 73 golongan, dan hanya satu golongan saja yg selamat masuk surga. Itulah golongan yg selalu mengikuti ajaran Allah dan Sunnah Nabi. Kita mengenal golongan itu sebagai golongan Ahlu Sunnah wal Jamaah.

Hendaknya kita jangan menjadikan hadist itu sebagai alat untuk melegitimasi kebenaran kelompok kita sendiri. Soalnya, dalam realita saya masih sering menemui hal semacam itu. Mereka menganggap kelompoknya sendiri yg paling benar, sedangkan mereka yg punya pemahaman (penafsiran) berbeda dinilai sebagai aliran sesat atau bid’ah.

Celakanya, mereka sering mengambil hadist di atas sbg dalil pembenarnya !

Tidak sepatutnya kita menilai ke-Islam-an seseorang dengan ukuran ke-Islam-an kita sendiri. Ketika kita MERASA sudah menjalankan Syariat Islam secara utuh, yang timbul adalah keyakinan superior atas yang lain, yang kita anggap belum menjalankan Syariat Islam secara baik dan benar.

Kita mungkin tidak berhak mengukur keislaman yang lain dengan ukuran keislaman kita. Mengukur keislaman yang lain dengan standar keislaman kita sama saja dengan memasukkan ajaran Islam sebagai suatu budaya ciptaan manusia. Bagaimanapun yang kita lihat atas orang lain hanya bagian yang sangat kecil – amat sangat kecil - dari proses pengabdian kepada Allah.

Bila kita membaca tulisan Sahabat Ronyfistek di atas, sebenarnya perbedaan pendapat di kalangan para Sahabat atau para Imam besar bukanlah sesuatu yg berpotensi memecah-belah. Islam sendiri melihat perbedaan tersebut sbg sebuah keniscayaan.

Hal tersebut dikarenakan para Sahabat dan ulama-ulama besar memiliki pemahaman yg mendalam dan menyeluruh tentang Al-Quran, sehingga perbedaan pendapat di antara mereka tidak sampai menjadi perselisihan. Masing-masing yakin dengan kebenaran penafsirannya, namun tetap saja ada kemungkinan salah. Dan mereka sangat terbuka untuk hal tersebut.

Munculah yg namanya kebenaran relatif. Tafsir itu sendiri akhirnya memiliki kebenaran relatif.

Ada satu pendapat yg berkaitan dgn hadist di atas :Umat Islam nanti akan terpecah menjadi beberapa golongan. SEMUA golongan itu akan masuk surga, kecuali satu golongan saja yg celaka. Siapakah golongan yg satu itu? Itulah golongan mereka yg TIDAK MENGIKUTI ajaran Allah dan Sunnah Rasul. Silakan diterjemahkan sendiri.Wassalamualaikum

Afwan akh antum menggunakan hadist yang salah, sebaiknya mendahulukan Ilmu dahulu baru amal. silahkan baca dahulu seluruh isi thread ini. Toh dengan kekhilafan anda tadi membuktikan bahwa masih banyak yang sering menggunakan hadist atau mengarang hadist bahkan seeenaknya. wallahu 'alam. Berbicaralah dengan dilandasi dalil yang benar.

ronyfistek09 Apr 2005, 09:18:22

Assalamulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

afwan, ana harap sebaiknya Thread ini bukan untuk sling membantah, ana hanya inginkan agar Thread ini sebagai bahan rujukan. Dan mohon bagi MyQers jangan asal klaim dan protes, Bacalah terlebih dahulu dengan tenang, lalu pelajari dan pahami, ana hanya harapkan agar kita mendapat ridho dan hidayah Allah.

Wassalammulaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

ronyfistek09 Apr 2005, 09:30:23

Mengkaji Ilmu, Ciri Khas Ahlus SunnahOleh : Al Ustadz Muhammad Umar As Sewwed

Kita diciptakan Allah di dunia ini adalah untuk beribadah, untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan menjauhi laranganNya. Oleh karena itu, mau tidak mau orang yang telah beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala harus mengerti apa yang diperintahkan dan apa yang dilarangNya. Bagaimana kita akan mentaatinya kalau tidak mengerti apa yang diperintahkanNya? Dengan kata lain wajib bagi seorang muslim mempelajari agamanya. Sebagaimana dikatakan dalam riwayat yang shahih dari Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam :

"Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim"

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa ruang lingkup ibadah ada lima belas perkara. Yang demikian karena ibadah terdiri dari tiga macam, yaitu amalan lisan, amalan hati, dan amalan dengan anggota badan. Sedangkan masing-masing dari amalan tersebut terkait dengan lima hukum : wajib, mustahab, haram, makruh, dan mubah. Kemudian Ibnul Qayyim berkata :

Barangsiapa yang melengkapi lima belas perkara tersebut berarti dia telah menyempurnakan ibadah.・O:P>

Maka bagi seorang Muslim harus mengetahui lima belas hukum amalan tersebut, apa yang diharamkan dari ucapan, mana yang diwajibkan, dimakruhkan, dan seterusnya. Demikian pula terhadap keyakinan dan perbuatan, mana yang diwajibkan, diharamkan, dianjurkan, dimakruhkan , dan mana yang dimubahkan saja.

Hal ini tidak bisa dipelajari dalam hitungan jam, bulan atau tahun, apalagi mengandalkan beberapa jam pelajaran dalam satu minggu di sekolah. Ilmu ini membutuhkan waktu terus-menerus sejak kita di pangkuan ibunda sampai memasuki liang kubur. Kita harus memperbaiki keyakinan dan membersihkannya dari bidah, khurafat, dan takhayul. Kita harus memperbaiki ucapan-ucapan dan dicocokkan dengan apa yang diajarkan agama ini. Dibersihkan dari segala ucapan kotor, syirik, dusta, caci maki, dan seterusnya.

Demikian pula anggota badan kita harus dibersihkan dari berbagai macam amalan syirik, bidah, dosa, dan maksiat. Ini semua butuh butuh ilmu. Ilmu tentang Al Quran dan As Sunnah dengan pemahaman yang benar seperti apa yang dipahami oleh generasi terbaik, yaitu generasi para sahabat Radhiallahu Anhum.

Permasalahan apapun yang dihadapi, kita butuh keterangan dan bimbingan dari Al Quran dan As Sunnah. Dalam perang sekalipun kita tidak bisa lepas dari ilmu syariat sehingga kita berpegang sesuai dengan aturan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan contoh teladan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.

Demikian pula problem politik, sosial, dan ekonomi tidak lepas dari ilmu ini. Yang menunjukkan bahwa kita harus mencari ilmu, mengkajinya terus-menerus sampai menghadapi kematian.

Dari sinilah kita mengetahui mengapa ciri khas Ahlus Sunnah adalah mencari ilmu. Mereka adalah pencari ilmu, peneliti hadits, penggali manuskrip-manuskrip dari peninggalan para ulama terdahulu, meneliti tafsir ayat Al Quran dengan riwayat-riwayat dari Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam dan para sahabat Radhiallahu Anhum dan seterusnya. Hidup mereka adalah mencari ilmu, mengamalkan, dan menyanpaikannya. Sehingga amalan mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi, kepentingan politik, ataupun kepentingan dunia. Amalan mereka murni berdasarkan ilmu yang mereka pelajari dan dipersembahkan hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

Mereka beramal berdasarkan Al Quran dan As Sunnah, serta dengan pemahaman generasi terbaik yang mereka pelajari dan mereka gali setiap hari. Mereka bukan politikus walaupun mereka tetap menasihati para penguasa. Mereka bukan muqallid (pembebek) walaupun mereka tetap mengikuti nasihat para ulama. Karena pada dasarnya mereka mengikuti ilmu yang mereka dapatkan melalui para ulama tersebut.

Dengan demikian jalan mereka jelas, langkah mereka mantap, tidak mudah ditipu atau dibelokkan. Kalaupun ada perselisihan diantara mereka, mereka mudah kembali karena mereka punya rujukan yang disepakati yaitu ucapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan ucapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.

jika kalian berselisih dalam suatu masalah, kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian lebih baik akibatnya・(QS. An Nisa : 59)

Kalau mereka berselisih tentang keshahihan riwayat hadits, mereka punya rujukan ulama pakar peneliti hadits yang disepakati keilmuannya dalam bidang tersebut. Seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafi段 dan lain-lain. Kalaupun mereka berbeda memahami ucapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala dan RasulNya, mereka mudah untuk bersatu karena mereka punya rujukan pemahaman yang disepakati yaitu pemahaman generasi terpuji, generasi para sahabat Radhiallahu Anhum.

generasi terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai ・.・/I> (QS. At Taubah : 100)

Selebihnya mereka adalah kaum yang menghormati ijtihad orang-orang yang telah berusaha melalui jalur-jalur ilmu tersebut.

Inilah yang membedakan mereka dari ahlul bidah yang berjalan berdasarkan hawa nafsu dan selera pribadi. Bayangkan jika setiap orang menyimpulkan suatu hukum tidak berdasarkan ilmu agama, melainkan hasil pikirannya sendiri. Sepuluh kepala, sepuluh pemikiran. Seratus kepala, seratus ide. Seribu kepala, seribu pendapat. Apa yang akan terjadi? Sebagian mereka berjalan mengikuti perasaan mereka, sebagian yang lain mengikuti pikirannya, sebagian yang lain mengikuti adat dan kebiasaan kaumnya. Lantas pikiran siapa yang menjadi standar? Perasaan siapa yang menjadi rujukan? Adat bangsa mana yang menjadi pegangan di kala terjadi perselisihan? Inilah sumber perpecahan dan sumber kehancuran.

Oleh karena itu, di kala masing-masing bangsa ingin membumikan Islam, menyeret dalil-dalil untuk dicocokkan dengan dengan adat dan budaya bangsanya, saat para pemikir liberalis ingin memaksakan agama ini agar sesuai dengan selera dan akal pikirannya. Saat bangsa-bangsa Barat mengebiri Islam, ingin mencabut ajaran jihad dari agama ini. Saat para politikus ingin memperalat agama ini untuk kepentingan politiknya. Saat setiap aliran sesat, para pengekor hawa nafsu berkampanye mendakwahkan kesesatannya. Di saat itulah kita harus semakin teliti, semakin jeli mempelajari Islam dan memegangnya kuat-kuat, agar selamat dari tarikan-tarikan mereka. Dan hati-hatilah terhadap pemikiran-pemikiran baru yang dijajakan di atas nama agama dengan harga murah.

ronyfistek09 Apr 2005, 09:31:06

Mengkaji Ilmu, Ciri Khas Ahlus SunnahOleh : Al Ustadz Muhammad Umar As Sewwed

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mewasiatkan :

" Sesungguhnya, barangsiapa di antara kalian yang hidup sesudahku nanti, niscaya akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para khalifah yang lurus dan mendapat hidayah. Peganglah kuat-kuat dan gigitlah dengan geraham kalian. Dan hati-hatilah terhadap perkara yang baru (dalam agama) karena setiap perkara yang baru diada-adakan (dalam agama) adalah bidah dan setiap bidah adalah kesesatan.・/i>

Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam kini terbukti. Kita saksikan perselisihan di antara manusia demikian banyak. Masing-masing merasa yang paling benar. Tiada hari tanpa ada perselisihan. Tiap hari masyarakat dijejali polemik yang tiada henti. Tak ada kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pengajaran memperbaiki diri mereka.

Di saat seperti itu muncul penyeru-penyeru kepada kebinasaan. Lihatlah dedengkot Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla, yang menyamakan memilih kebenaran dalam beragama seperti memilih barang di pasar. Setiap orang bebas memilih barang kesukaannya. Ia beralasan bahwa sekarang tidak ada lagi Rasul yang bisa menjadi tempat bertanya untuk menentukan sebuah kebenaran di antara berbagai pendapat yang ada, sehingga tiap pendapat bisa di anggap benar.

Inilah pentingnya ilmu. Orang yang berilmu dari sumber yang benar, yaitu Al quran dan As Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik umat ini, niscaya tidak akan terpengaruh sedikitpun dengan pemikiran model Ulil. Ia akan tetap melenggang dan menganggap kelompok Ulil sebagai orang-orang bingung yang terus diombang-ambingkan oleh kebingungannya. Cuma kurang ajarnya, dalam kebingungannya itu ia justru mengajak orang lain untuk ikut-ikutan bingung.

Karena itu, berpegang dengan Al Quran dan As Sunnah adalah keharusan. Memahami keduanya seperti para sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam memahaminya adalah jalan keselamatan. Tidak ada pemahaman yang bisa mengantarkan seseorang selamat di dunia dan akhirat, selain pemahamannya sahabat Rasulullah, para Tabiin, dan Tabiut Tabiin (Shalafush Shalih). Wallahu A'lam.

ronyfistek09 Apr 2005, 09:33:39

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

MUKADDIMAH

Permasalahan ini sangat penting untuk diketahui oleh setiap Muslim, lebih-lebih mereka yang berkiprah di bidang dakwah. Sebenarnya, pembahasan ini adalah suatu kaedah yang sangat dikenal dan diyakini oleh ulama Salaf, tetapi menjadi asing di masa sekarang. Bahkan yang lebih parah lagi, jka para juru dakwah malah menyebarluaskan kaedah yang bertentangan dengan kaedah yang benar. Disadari ataupun tidak kaedah yang bathil tersebut akan merusak Islam yang mulia dan menjadikannya seperti barang mainan. Ahlul Bidah dapat dengan mudah menyebarkan kebathilan di tengah-tengah masyarakat tanpa seorang pun yang dapat menghalanginya.

Kaedah yang benar itu adalah : Kebenaran itu hanya satu.・Kaedah ini berlaku dalam masalah-masalah Ijtihadiyyah yang diperselisihkan oleh Ulama, baik dalam masalah ushul maupun furu・ maupun dalam masalah aqidah, ibadah, muamalah ataupun perkara-perkara lainnya dalam dien ini.

ronyfistek09 Apr 2005, 09:34:45

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

PERMASALAHAN IKHTILAF (PERBEDAAN PENDAPAT)

Perlu diketahui yang dimaksud dengan ikhtilaf adalah ikhtilaf tadladl (yang kontradiktif) bukan tanawwu・/i>. Ikhtilaf Tadladl adalah perbedaan pendapat yang saling menafikkan (bertentangan) baik dalam masalah ushul maupun furu・ Di dalam ikhtilaf seperti ini yang benar hanya satu. Adapun di dalam ikhtilaf tanawwu・semuanya benar, dapat berupa :

1) Dua perkara yang disyariatkan, seperti macam-macam doa iftitah, bacaan sujud dan lainnya. Untuk bentuk seperti ini kadang-kadang salah satunya ada yang lebih utama.

2) Dua lafadh yang berbeda tapi bermakna sama.

3) Dua makna yang maknanya berbeda, tetapi tidak saling menafikkan bahkan saling melengkapi.

Dari sini jelas bahwa ikhtilaf tanawwu・semuanya benar. Begitupula jka ada ketetapan dari Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam seperti ketika Beliau bersabda :

Janganlah seorangpun shalat Ashar kecuali di Bani Quraidhah[1].

Ketika itu sebagian para shahabat shalat pada waktunya dan sebagian lagi mengakhirkannya hingga mereka tiba di Bani Quraidhah. Beliau shalallahu 'alaihi wa sallam tidak menyalahkan salah satunya. Untuk ikhtilaf tanawwu・tidak boleh seseorang mencela salah satunya. Syaikhul Islam mengatakan : Hanya kejahilan dan kedhaliman yang menjadikan seseorang mencela salah satunya atau lebih mengutamakan salah satunya tanpa maksud yang baik , atau tanpa ilmu atau tanpa keduanya..・a style="mso-footnote-id: ftn2" href="#_ftn2" name="_ftnref2" title>[2]

Allah berfirman :

Sesungguhnya manusia itu amat dhalim dan bodoh・ (Al Ahzab : 72)

Allah melarang kita berselisih dan mencela perselisihan dalam ayat-ayat-Nya diantaranya :

泥 an taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian berbantah-bantahan yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatanmu, dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar・/font> (Al Anfal : 46)

Begitu pula Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam amat membenci perselisihan. Apabila Beliau mendengar ada di antara shahabatnya yang berselisih, maka beliau marah dan segera menyelesaikannya sehingga mereka kembali sadar akan kekeliruannya, lalu berdamai dan bersatu dalam kebenaran. Meskipun Allah menghendaki agar kita tidak berselisih (iradah syariah) tetapi Allah juga menghendaki (iradah kauniyyah) sesuai dengan hikmah-Nya bahwa perselisihan itu akan selalu ada dan tidak bisa dihilangkan. Allah berfirman :

Jikalau Rabbmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu. Tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Rabbmu. Untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat (keputusan) Rabbmu telah ditetapkan : 全 esungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahannam dengan Jin dan Manusia (yang durhaka semuanya)・・(Hud : 118-119)

Memang di antara perselisihan antar ulama ada hal-hal yang susah dipastikan mana yang benar dan mana yang salah. Tetapi banyak sekali di antara perselisihan tersebut terjadi pada perkara-perkara Ijtihadiyyah yang dapat diupayakan kesepakatannya. Sudahkah kita berusaha semaksimal mungkin untuk mencari kata sepakat ? Sudahkah kita berusaha menghilangkan kebodohan dari masyarakat kita berupa taashub atau fanatik, baik fanatik hizbi (kelompok) ataupun madzhabi, juga kultus individu? Ataukah kita pura-pura merasa bodoh akan kebenaran yang ada di depan mata kita lalu menolaknya karena mengikuti hawa nafsu atau berdalih dengan ucapan : Kebenaran itu banyak?!・o:p>

ronyfistek09 Apr 2005, 09:36:12

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

IJTIHAD SEORANG ULAMA MUNGKIN BENAR DAN MUNGKIN SALAH

Siapa saja yang mengakui bahwa semua pendapat para mujtahid dalam suatu masalah adalah benar dan setiap mujtahid itu benar, maka berarti dia telah mengucapkan kaidah yang tidak memiliki dalil, baik dari Al Quran, As Sunnah, atau ijma・serta tidak dapat diterima oleh akal sehat.

Rasulullah shalallahu Alaihi wa sallam bersabda :

Apabila seorang hakim memberi keputusan, lalu ia berijtihad, kemudian ia benar maka baginya dua pahala. Dan jika ia memberi keputusan , lalu ia berijtihad kemudian ia salah, maka baginyna satu pahla.・/font> (HR. Bukhari)[3]

Syaikhul Islam menjelaskan bahwa tidaklah setiap orang yang berijtihad dapat mencapai kebenaran. Tetapi selama ia berdalil dan bertakwa kepada Allah sesuai dengan kesanggupannya, maka itulah yang Allah bebankan kepadanya. Allah tidak akan menghukumnya apabila ia salah. Ancaman dan hukuman itu baru berlaku bagi orang yang meninggalkan perintah dan melanggar larangan setelah tegak hujjah kepadannya[4]. Ijtihad yang salah ini tidak boleh diikuti apabila kita mengetahui mana yang benar dan mana yang salah[5]. Karena kita dituntut untuk mengikuti dalil, bukan mengikuti manusia. Syaikhul Islam rahimahullah berkata : Tidak boleh bagi seseorang untuk berhujjah dengan ucapan seseorang dalam masalah perselisihan, karena sesungguhnya hujjah itu adalah nash dan ijma・ serta dalil yang diambil istimbath-nya dari hal tersebut. Pengutamaannya ditentukan dengan dalil-dalil syariat. Ucapan para ulama tersebut tidak dapat mengalahkan dalil-dalil syariat ・[6].

Perlu diingat bahwa kita wajib menghormati dan mencintai para ulama[7] meskipun ijtihad mereka ada yang salah, atau diantara ijtihad mereka ada yang kita yakini sebagi perbuatan bidah (setelah diadakan penelitian berdasarkan kaidah-kaidah ilmiyyah dan kriteria-kriteria ilmu ushul)[8]. Tetapi tidak boleh kita menuduhnya sebagai ahli bidah, kecuali setelah jelas bagi kita bahwa hujjah telah ditegakkan atas mereka dan mereka tetap mengikuti hawa nafsunya.・o:p>

Syaikh Ali Hasan berkata : ・ Sedangkan orang yang melakukan bidah, bisa jadi dia seorang mujtahid[9] Sebagaimana telah dibicarakan-, maka orang yang berijtihad seperti ini, meskipun salah, tidak bisa dikatakan sebagai ahli bidah. Sebaliknya, bisa jadi dia jahil (bodoh). Maka ia tidak bisa dikatakan ahli bidah karena kejahilannya. Meskipun demikian dia tetap berdosa dikarenakan kesalahan dia meninggalkan kewajiban menuntut ilmu, kecuali apabila Allah menghendaki. Dan bisa jadi juga ada sebab-sebab lain yang menghalangi seseorang yang melakukan bidah untuk dikatakan sebagai ahli bidah. Berbeda dengan orang yang terus menerus melakukan bidahnya setelah nampak kebenaran olehnya, karena mengikuti nenek moyang dan adat isitadatnya. Maka orang seperti ini pantas dan tepat untuk mendapatkan predikat sebagai ahli bidah, dikarenakan penolakannya dan penjauhannya[10].

Allah berfirman :

Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti selain jalan orang-orang mukmmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan uyang telah dikuasainya dan Kami masukkan ia ke dalam neraka jahanam dan jahanam seburuk-buruk tempat kembali.・ (An Nisa : 115)

ronyfistek09 Apr 2005, 09:39:19

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

KEBENARAN HANYA SATU

Berikut ini akan saya nukilkan tulisan dari para ulama dahulu dan sekarang. Semoga Allah memberi manfaat kepada kita semua.

Ibnul Qasim berkata : saya telah mendengar dari Malik dan Laits tentang perselisihan para shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam , tidaklah seperti yang dikatakan orang-orang : dalam perselisihan tersebut terdapat kelapangan.・Tidaklah demikian. Yang ada adalah salah dan benar[11].

Asyhab mengatakan bahwa Imam Malik pernah ditanya tentang orang yang mengambil sebuah hadits dari seorang yang tsiqat (terpecaya) dan orang itu mendapatkannya dari dari shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : apakah engkau berpendapat bahwa dalam perselisihan terdapat kelapangan ?・Imam Malik menjawab : tidak demi Allah, sampai ia mendapatkan bahwa kebenaran itu satu. Adakah dua perkataan yang bertentangan keduanya benar ? Yang hak dan benar itu hanya ada satu.・a style="mso-footnote-id:ftn12" href="#_ftn12" name="_ftnref12" title>[12]

Imam Al Muzani, shahabat Imam syafii berkata : para shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah berselisih. Lalu sebagian mereka menyalahkan yang lain dan mereka saling memperhatikan tiap perkataan di antara mereka dan mengomentarinya. Jika sekiranya mereka berpendapat semua perkataan mereka itu benar, tentu mereka tidak akan melakukan yang demikian. Pernah Umar bin Khatab radhiallahu anhu marah karena terjadi perselisihan antara Ubay bin Kaab dengan Ibnu Masud mengenai hukum shalat dengan satu pakaian. Ubay mengatakan bahwa shalat dengan satu pakaian itu baik dan indah. Sedangkan Ibnu Masud mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena sedikitnya pakaian. Kemudian Umar keluar dengan marah dan berkata : 泥 ua orang shahabat Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam telah berselisih, yaitu di antara orang-orang yang memperhatikan Rasul dan mengambil pendapat dari beliau. Ubay benar dan Ibnu Masud tidak kurang (berusaha). Akan tetapi aku tidak mau mendengar setelah ini ada orang-orang yang berselisih tentang hal itu. Jika masih ada, tentu aku akan melakukan ini dan itu・[13]

Imam Muzani mengatakan lagi : katakanlah kepada orang-orang yang membolehkan perselisihan dan berpendapat mengenai dua orang alim yang berijtihad dalam suatu masalah. Salah seorang di antara mereka menyatakan halal dan yang lainnya menyatakan haram. Dikatakan bahwa ijtihad keduanya benar semua : apakah engkau katakan ini dengan dasar ushul (pokok) atau qiyas ?・Apabila ia mengatakan dengan dasar pokok, maka katakanlah kepadanya : bagaimana mungkin dengan dasar pokok padahal Al Quran menolak perselisihan?・Dan apabila ia mengatakan dengan dasar qiyas, maka katakanlah : mengapa engkau membolehkan qiyas padahal pokok telah menolak perselisihan.・Hal ini tidak bisa diterima oleh orang yang berakal, lebih-lebih seorang alim.・a style="mso-footnote-id:ftn14" href="#_ftn14" name="_ftnref14" title>[14]

Ibnu Abdil Bar (wafat 463 H) berkata : 鉄 ekiranya kebenaran itu terdapat di dalam dua hal yang bertentangan, maka tidak mungkin orang-orang salaf akan saling menyalahkan dalam ijtihad, keputusan, dan fatwa-fatwa mereka. Dan pemikiran juga enggan menerima ada satu pendapat dan pendapat lain yang bertentangan dikatakan benar seluruhnya. Tepatlah apa yang dikatakan di dalam syair :

Penetapan dua hal yang bertentangan secara bersamaan dalam suatu hal adalah seburuk-buurk kemustahilan yang datang[15].

Syaikh Ali Hasan berkata : maka perbedaan pendapat dalam perkara apapun, apakah dia itu sunnah atau bidah, mungkar atau bukan, tidaklah menjadikan seorang juru dakwah untuk diam dari menyampaikan kebenaran. Yaitu dengan mengenal bidah sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah disebutkan sebelum ini dan menjelaskan kebenaran

di dalamnya. Apabila setelah pembahasan, penelitian, dan pengkajian yang mendalam diperoleh hasil bahwa hal itu adalah bidah, maka wajib untuk menampakkan kebenaran dan menyingkap syubhat-syubhat orang yang menyalahinya.・a style="mso-footnote-id:ftn16" href="#_ftn16" name="_ftnref16" title>[16]

Syaikh Ali Hasan menukil pula ucapan Imam Al Khatabi dalam bukunya .... Sunan bi Syarh Shahih Al Bukhari juz 3/2091-2092 : Seorang berkata : 全 esungguhnya manusia ketika mereka berbeda pendapat dalam hal minuman, mereka sepakat atas haramnya khamr, anggur, dan berbeda pendapat mengenai selainnya. Maka kita harus mengikuti apa yang mereka sepakati tentang haramnya dan membolehkan apa-apa yang selainnya (yang masih diperselisihkan, pent).・Hal ini merupakan kesalahan fatal, padahal Allah subhanahu wa taala telah memerintahkan orang-orang yang berselisih agar mereka mengembalikan kepada Allah dan Rasul shalallahu Alaihi wa sallam[17].

Imam As Syatibi setelah menukil ringkasan ucapan Al Khatabi dalam bukunya Al Muwafaqat 4/14 kemudian beliau mengomentarinya : orang yang berkata tadi telah mengikuti syahwatnya dan menjadikan pendapat yang sesuai (dengan dirinya) sebagai hujjah. Dia telah mengambil pendapat tadi sebagai jalan untuk mengikuti hawa nafsunya, bukan jalan menuju taqwanya. Yang demikian itu jauh sekali untuk dikatakan melaksanakan perintah Allah dan lebih tepat untuk dikatakan sebagai orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilahnya ・[18].・o:p>

ronyfistek09 Apr 2005, 09:40:07

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

BEBERAPA SYUBHAT DAN JAWABANNYA

Ada beberapa syubhat yang sering dijadikan dalil oleh sebagian orang yang tidak sependapat dengan kaidah 徒ebenaran itu hanya satu.・o:p>

Saya nukilkan jawaban terhadap syubhat-syubhat tersebut dan beberapa faedah lainnya dari tulisan para ahli ilmu :

Syubhat pertama :

撤 erbedaan pendapat umatku adalah rahmat.・/span>

Syubhat ini sering dibawakan oleh sebagian orang dan mereka mengatakannya sebagai sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Jika engkau cinta kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, tentu engkau tidak akan berdusta atas namanya. Apalagi beliau telah bersabda[19] :

釘 arangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja maka hendaklah ia menempatkan tempat duduknya dari api neraka.・span style="mso-spacerun: yes"> (Hadits Mutawatir, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan lainnya)

Seseorang yang takut terjerumus kepada perbuatan dusta atas nama Nabinya maka ia akan hati-hati dalam membawakan hadits, dengan mencari keterangan terlebih dahulu dari ulama hadits. Apabila ulama hadits pun berbeda pendapat tentang keshahihan suatu hadits, maka ia berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk meneliti dan memilih mana di antara mereka yang alasannya lebih kuat, bukan memilih pendapat yang sesuai dengan hawa nafsunya. Apalagi kalau para ulama hadits telah sepakat akan kelemahan atau kepalsuan suatu hadits maka kita harus mengikuti kesepakatan mereka.

Di bawah ini saya nukilkan tulisan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al Albani hafidhahullah dalam Silsilah Al Hadits Ad Dhaifah mengenai hadits :

Perbedaan pendapat umatku adalah rahmat.

Hadits ini tidak ada asalnya. Para muhadits telah berusaha keras untuk mendapatkan sanad hadits ini, tetapi mereka tidak mendapatkannya. Sampai beliau berkata : 鄭 l Munawi menukil dari As Subki bahwa ia berkata : 践 adits ini tidak dikenal oleh para muhadits, dan saya belum mendapatkannya baik dalam sanad yang shahih, dhaif, maupun mudlu・・Syaikh Zakaria Al Anshari menyetujui dalam ta値 iq atas Tafsir Al Baidlawi 2/92/Qaaf (masih dalam manuskrip, pent.)・o:p>

Makna hadits ini pun diingkari oleh para ulama peneliti. Al Allamah Ibnu Hazm berkata dalam kitabnya Al Ihkam fi Ushulil Ahkam juz V/hal. 64 setelah beliau mengisyaratkan bahwasannya ucapan itu bukan hadits : 妬 ni adalah ucapan yang paling rusak. Karena kalau perselisihan itu rahmat, tentu kesepakatan itu sesuatu yang dibenci dan tidak ada seorang Muslim pun yang mengatakan demikian. Yang ada hanya kesepakatan atau perselisihan, rahmat atau dibenci.・Di tempat lain beliau mengatakan : 釘 atil dan dusta.・o:p>

Sesungguhnya di antara sebagian dampak buruk dari hadits ini bahwa banyak dari kaum Muslimin menyetujui perbedaan pendapat yang sangat tajam di antara madzhab yang empat. Mereka tidak berupaya sama sekali untuk kembali kepada Al Qur誕 n dan As Sunnah yang shahih sebagaimna hal ini telah diperintahkan oleh imam-imam mereka sendiri semoga Allah meridhai mereka. Bahkan mereka berpendapat bahwa madzhab-madzhab Imam radhiallahu 疎 nhum tersebut sebagai syariat-syariat yang bermacam-macam. Mereka mengatakan demikian, padahal mereka tahu bahwa pertentangan dan kontradiksi itu tidak mungkin dipadukan kecuali dengan menolak sebagian yang bertentangan dengan dalil dan menerima yang lain yang sesuai dengan dalil. Tetapi hal ini tidak mereka lakukan! Dengan ini mereka telah menisbatkan kepada syariat akan adanya kontradiksi. Ini adalah bukti satu-satunya bahwa pertentangan bukanlah dari Allah subhanahu wa ta'ala apabila mereka memperhatikan firman Allah :

適 alau sekiranya Al Qur誕 n bukan dari Allah niscaya mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya.・/font> (An Nisa・: 82)

Ayat di atas menyatakan dengan tegas bahwa pertentangan bukan dari Allah. Maka tidaklah benar menjadikan pertentangan sebagai syariat yang diikuti atau rahmat yang turun.

Disebabkan hadits (yang tidak ada asalnya) ini dan yang lainnya, kebanyakan kaum Muslimin setelah imam yang empat terus menerus sampai hari ini bertentangan dalam banyak masalah, baik masalah aqidah maupun muamalah. Seandainya mereka menganggap bahwa pertentangan itu buruk 穆 ebagaimana ucapan Ibnu Mas置 d[20] dan selainnya radhiallahu 疎 nhum dan begitu juga banyak terdapat dalam Al Qur誕 n dan hadits-hadits Nabi shalallahu

'alaihi wa sallam yang menunjukkan betapa buruknya pertentangan itu・tentu mereka akan bersegera untuk mencapai kata sepakat. Hal ini mungkin terjadi dalam banyak permasalahan karena Allah subhanahu wa ta'ala telah menjelaskan berupa dalil-dalil untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, mana yang haq dan mana yang bathil. Setelah itu baru bertoleransi sebagian terhadap yang lainnya dalam hal-hal yang masih diperselisihkan[21]. Akan tetapi untuk apa berusaha mencari kata sepakat kalau mereka berpendapat 妬 khtilaf itu rahmat・ dan madzhab yang berbeda-beda itu sebagai syariat yang bermacam-macam? ・. Dan kesimpulannya : sesungguhnya ikhtilaf itu tercela dalam syariat. Maka wajib berusaha untuk menunntaskan darinya sebisa mungkin, dikarenakan pertentangan itu merupakan salah satu sebab kelemahan umat. Allah berfirman :

泥 an janganlah kalian berbantah-bantahan yang menyebabkan kalian menjadi gentar dan hilang kekuatanmu.・ (Al Anfal : 46)

Sedang sikap ridha dengan pertentangan dan menamakannya sebagai 途 ahmah・ maka hal ini menyalahi ayat-ayat Al Qur誕 n yang tegas-tegas mencelanya. Ia tidak bersandar kecuali kepada hadits yang tidak ada asalnya dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.

Sampai di sini mungkin ada pertanyaan, yaitu : 適 adang terjadi pertentangan di antara shahabat. Padahal mereka seutama-utama manusia, apakah celaan di atas mengenai mereka?・o:p>

Ibnu Hazm rahimahullah menjawabnya dalam Al Ihkam fi Ushulil Ahkam juz V/67-68, ia berkata : 鉄 ama sekali tidak. Celaan di atas tidaklah mengenai shahabat sedikitpun, dikarenakan mereka telah berjuang keras mencari jalan Allah dan pendapat yang benar. Maka jika ada di antara mereka kesalahan, mereka mendapatkan satu pahala dikarenakan niatnya yang baik dalam menghendaki kebenaran. Terhapuslah dosa mereka dalam kesalahannya, karena mereka tidak bermaksud dan tidak sengaja serta tidak meremehkan dalam mencari kebenaran. Sedangkan yang benar di antara mereka mendapatkan dua pahala. Begitu pula bagi setiap Muslim sampai hari kiamat dalam hal-hal yang tidak diketahui dan belum sampai kepadanya hujjah (dalil).

Celaan dan ancaman tersebut, sebagaimana tertuang dalam nash, berlaku bagi orang yang meninggalkan kewajiban berpegang pada tali Allah 泡 l Qur誕 n dan As Sunnah・setelah datang nash kepadanya dan telah tegak hujjah atasnya. Kemudian setelah itu ia tetap bergantung kepada fulan dan fulan, taklid, sengaja untuk berselisih, mengajak kepada fanatik dan kebanggaan jahiliyah, bermaksud untuk berpecah belah, berupaya dalam pengakuannya untuk selalu mengembalikan (urusannya) kepada Al Qur誕 n As Sunnah apabila nash sesuai dengan keinginannya. Tetapi jika menyelisihi (antara nafsu dan nash), maka ia bergantung pada kejahilannya, meninggalkan Al Qur誕 n dan As Sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Mereka itulah orang-orang yang selalu berselisih dan orang-orang yang tercela.

Tingkatan yang lain adalah mereka yang mempunyai agama yang tipis dan taqwa yang sedikit. Mereka mencari perkara yang cocok dengan hawa nafsu mereka dari tiap pendapat yang ada. Mereka mengambil rukhsah dalam ucapan setiap ulama, taklid kepadanya. Bukan mencari apa-apa yang diwajibkan oleh nash-nash dari Allah dan Rasul shalallahu 'alaihi wa sallam.・o:p>

Di akhir ucapannya, Ibnu Hazm mengisyaratkan tentang talfiq yang dikenal oleh para ahli fiqh, yaitu mengambil pendapat seorang alim tanpa dalil, melainkan mengikuti hawa nafsu atau rukhsah. Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya. Tetapi yang benar adalah haram disebabkan beberapa alasan tertentu. Namun di sini bukan tempatnya untuk menjelaskan permasalahan itu.

Mereka yang membolehkan talfiq ini mengambil dalil dari hadits yang tidak ada asalnya dan ada juga yang bersandar dengannya, sehingga ia menyatakan : 釘 arangsiapa bertaklid kepada seorang alim, ia akan menemui Allah dalam keadaan selamat!・/i>

Semua ini merupakan sebagian dampak yang buruk dari hadits-hadits dlaif (termasuk di dalamnya hadits-hadits maudlu・ pent). Maka berhati-hatilah darinya apabila engkau mengharapkan keselamatan :

泥 i hari di mana tidak bermanfaat harta maupun anak- anak kecuali yang menghadap Allah dengan hati yang sejahtera.・ (Asy Syuy誕 raa, 88-89)[22]

Syaikh Al Albani menjelaskan pula dalam bukunya Shifatu Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam mengenai perbedaan pendapat di kalangan shahabat dengan ikhtilaf di antara muqallidin (orang-orang yang taqlid), dia berkata : 撤 ara shahabat berbeda pendapat sebagai suatu keterpaksaan, tetapi mereka mengingkari perselisihan dan menghindarinya apabila mereka mendapatkan jalan keluarnya. Sedangkan muqallidin tidak sepakat dan tidak berusaha untuk sepakat. Padahal besar kemungkinan kata sepakat itu bisa dicapai dalam sebagian besar permasalahan yang ada. Akan tetapi mereka menyetujui adanya perbedaan pendapat. Maka sungguh jauh berbeda antara keduanya. Ini dari segi sebab.

Adapun dari segi pengaruhnya, meskipun para shahabat berbeda pendapat dalam masalah-masalah furu・tetapi mereka benar-benar menjaga persatuan. Sangat jauh sekali dari hal-hal yang memecah belah persatuan dan memorak-porandakan barisan. Umpamanya di antara mereka ada yang berpendapat bahwa membaca basmalah disyariatkan dengan jahr. Di antara mereka ada yang berpendapat batalnya wudlu・disebabkan bersentuhan dengan wanita, sebagian yang lain tidak. Meskipun demikian mereka semua shalat di belakang imam hanya yang satu. Tidak seorangpun di antara mereka menolak shalat di belakang imam dikarenakan ada perbedaan madzhab ・[23]

ronyfistek09 Apr 2005, 09:40:38

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

Syubhat kedua :

撤 erbuatan atau ucapan para shahabat adalah hujjah・/b>

Banyak hadits-hadits Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam yang dijadikan dalil oleh mereka. Salah satu di antaranya adalah hadits shahih, tetapi mereka salah dalam memahaminya. Sedangkan yang lainnya adalah hadits-hadits maudlu・ Berikut ini saya sebutkan syubhat mereka setelah itu saya nukilkan keterangan ulama sebagai jawaban syubhat

tersebut.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda[24] :

鄭 ku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah, mendengar dan taat meskipun (yang memerintah kalian) seorang budak dari Habasyah (Ethiopia). Sesungguhnya siapa yang hidup sesudahku di antara kalian, maka kelak ia akan menjumpai perselisihan yang banyak. Maka haruslah kalian mengikuti sunnahku (jalanku) dan sunnah para khalifah yang mendapat petunjuk dan bimbingan. Berpegang teguhlah kalian dengannya, gigitlah dengan gigi geraham atas sunnah tersebut ・ Syaikh Salim bin Ied Al Hilali berkata[25] : 適 etahuilah saudara-saudara seiman, semoga Allah membimbingmu kepada kebenaran, bahwasanya 疎 thaf ini (kata penyambung 電 an・dalam sabdanya : 滴 aruslah kalian mengikuti sunnahku dan sunnah para kulafaur rasyidin, pent) tidaklah berarti bahwa sunnah khulafaur rasyidin diikuti tanpa mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam. Melainkan mereka senantiasa mengikuti sunnah beliau shalallahu 'alaihi wa sallam dalam setiap jejak langkahnya. Oleh karena itu mereka dijuluki sebagai orang yang mendapatkan petunjuk dan bimbingan. Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam menisbahkan sunnah kepada mereka dikarenakan merekalah yang paling berhak dan seutama-utama manusia yang memahami sunnah tersebut. Pemahaman seperti ini mutawatir dari ulama-ulama rabbani umat yang dirahmati ini, di antara mereka adalah[26] :

Ibnu Hazm Al Andalusi rahimahullah dalam kitabnya Al Ihkam fi Ushuhlil Ahkam juz 6 hal. 76-78)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Majmu・ Al Fatawa juz 1 hal. 282

Al Fullani rahimahullah dalam kitabnya Iqadhul Himam Ulil Abshar hal. 23)

Al Qari rahimahullah dalam kitab Mirqatil Mafatih jujz 1 hal. 199

Al Alamah Al Mubarak Furi rahimahullah dalam Syarah Sunan at Tirmidzi Tuhfatul Ahwadzi jujz 3 hal. 50 dan jujz 7 hal. 420.

Begitu pula Imam Syaukani dan Imam As Shan誕 ni rahimahumallah berkata demikian.

Berkenaan dengan masalah ini ada hadits maudlu・yang berbunyi:

鉄 hahabat-shahabatku seperti bintang, dengan siapa saja kalian mengikuti di antara mereka, kalian mesti mendapatkan hidayah.・o:p>

Berikut ini adalah petikan dari Syaikh Al Albani dalam Silsilah Hadits Dlaifah wal Maudlu誕 h juz I no. 58 dari halaman 144-145 : 滴 adits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr dalam Jami置 l Ilmi 2/91 dan oleh Ibnu Hazm dalam Al Ihkam 6/82 (kemudian beliau menjelaskan tentang sebab maudlu・/i>nya hadits ini, pent). Sedangkan orang yang menshahihkan hadits ini bersandar dengan ucapan As Sya池 ani dalam Al Mizan I/28 : 践 adits ini meskipun ada pembicaraan (kelemahan) menurut para muhadits, tetapi hadits ini shahih menurut ahli kasyf.・Ucapan ini bathil dan sepantasnya tidak ditengok, karena cara menshahihkan hadits dengan jalan kasyf adalah bid誕 h shufi yang amat dibenci.・o:p>

Kemudian Syaikh Al Albani menjelaskan bahwa cara al kasyf itu paling tidak menggunakan pikiran (tidak secara ilmiyah, pent)!. Belum lagi kalau hawa nafsu yang masuk, sehingga banyak hadits-hadits palsu dan yang tidak ada asalnya menjadi shahih menurut keinginan hawa nafsu mereka.

Adapun hadits-hadits maudlu・yang semakna dengan hadits di atas terdapat dalam Silisilah Dlai段 fah juz 1 no 59-62 dan penjelasannya dari halaman 146-153.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah telah menjelaskan tentang kaidah 砥 capan seorang shahabat bukan sebagai hujjah・dalam Al Majmu・Al Fatawa.

Beliau memberikan contoh yang banyak sekali mengenai pendapat shahabat yang bertentangan dengan nash-nash yang jelas. Kemudian beliau juga menjelaskan bahwa 砥 capan seorang shahabat sebagai hujjah・dapat berlaku apabila memeni\uhi dua persyaratan, yaitu :

Pertama : Tidak ada nash yang bertentangan dengan ucapan tersebut.

Kedua : Tidak ada shahabat lain yang mengingkarinya.・a style="mso-footnote-id:ftn27" href="#_ftn27" name="_ftnref27" title>[27] (lihat Majmu・Al Fatawa juz I hal. 282-284)

ronyfistek09 Apr 2005, 09:41:36

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

Syubhat ketiga :

Syaikh Al Albani menunjukkan sebuah syubhat ketika beliau menjelaskan bahwa kebenaran itu satu

鄭 pabila seorang berkata : 羨 pa yang engkau katakan tentang perkataan Imam Malik bahwa kebenaran itu satu tidak berbilang adalah bertentangan dengan apa yang terdapat di dalam kitab Al Madkhal Al Fiqhi tulisan Al Ustadz Az Zarqa I/89 :

羨 bu Ja断 ar Al Manshur dan Ar Rasyid menginginkan memilih madzhab Imam Malik dan kitabnya Al Muwatha・/span> sebagai undang-undang peradilan bagi daulah Abbasiyah. Kemudian Imam Malik mencegah mereka berdua melakukan hal yang demikian. Beliau berkata : Sesungguhnya para shahabat Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam ini telah berselisih di dalam masalah furu・dan mereka tersebar di berbagai negeri dan masing-masing mereka adalah benar.・o:p>

Saya (Syaikh Al Albani) mengatakan : 銭 isah ini telah dikenal dan masyhur dari Imam Malik rahimahullah. Tetapi kata-kata terakhir yang berbunyi : Masing-masing mereka adalah benar, tidak saya ketahuhi asalnya berdasarkan penelitian saya dari riwayat-riwayat dan sumber-sumber yang saya dapatkan[28]. Kecuali satu riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Nu誕 im dalam Al Hilyah 6/332, dengan isnad yang terdapat di dalamnya Al Miqdam bin Daud. Ia adalah salah seorang yang disebutkan Adz Dzahabi dalam kitabnya Ad Dlu誕 fa. Itupun dengan lafadh : Dan masing-masing menurut dirinya adalah benar. Ini menunjukkan bahwa riwayat yang terdapat dalam Al Madkhal telah mengalami perubahan lafadh.

Bagaimana tidak, padahal ini bertentangan dengan apa yang diriwayatkan oleh orang-orang tsiqat (terpecaya) dari Imam Malik bahwa kebenaran itu satu tidak berbilang, sebagaimana telah diterangkan terdahulu. Hal ini juga dipegag oleh setiap Imam dari para shahabat, tabi段 n serta imam-imam Mujtahid yang empat dan lain-lainnya[29].・o:p>

PENUTUP

Setelah kita membaca penjelasan para ulama mengenai kaidah 徒 ebenaran itu hanya satu・ Timbul pertanyaan : Bagaimana kita dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah? Dan bagaimana kita dapat mengamalkan kebenaran tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan ini perlu banyak lembaran, adapun secara ringkasnya adalah :

Pertama : Ikhlash di dalam mencari kebenaran. Dengan modal ikhlash maka syaithan tidak berdaya dalam upayanya menyesatkan manusia.

Kedua : Ilmu yang benar.

Imam Syafi棚 rahimahullah (wafat tahuun 204 H) berkata[30] :

鉄 eluruh ilmu selain Al Qur誕 n adalah melalaikan kecuali hadits dan ilmu fiqh dalam dien ini. Ilmu itu adalah yang ada padanya ucapan haddatsana sedangkan selain itu merupakaN bisikan syaithan.・o:p>

Ibnu Qayim Al Jauziyah rahimahullah berkata dalam kitabnya I値 amul Muwaqqi段 n : 的 lmu itu adalah firman Allah, sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam dan ucapan para shahabat.・o:p>

Imam Al Auza段 rahimahullah (wafat tahun 158 H) berkata[31] :

Haruslah engkau mengikuti jejak orang-orang salaf meskipun manusia menentangmu. Dan hati-hatilah engkau dari pemikikran-pemikiran manusia meskipun mereka menghiasinya dengan kata-kata yang manis kepadamu.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam muqadimah tafsirnya : 溺 aka yang semestinya dilakukan dalam menceritakan perbedaan pendapat yaitu engkau menguasai pendapat-pendapat yang ada. Lalu engkau sebutkan yang benar dan engkau salahkan yang salah. Lalu engkau sebutkan faedah khilaf dan buahnya agar perselisihan dan perbedaan pendapat itu tidak berkepanjangan dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, sehingga engkau sibuk dengan hal tadi dan menyebabkan terbengkalainya mana yang lebih penting dari yang penting. Sedangkan orang-orang yang menceritakan perbedaan pendapat dalam satu masalah padahal ia belum menguasai pendapat-pendapat ulama yang ada, maka hal itu kurang, karena boleh jadi pendapat yang nanti ia tinggalkan adalah pendapat yang benar. Atau seseorang yang hanya menceritakan perbedaan pendapat yang ada, kemudian dibiarkannya begitu saja tanpa menyebutkan mana yang benar maka hal itupun kurang. Begitu pula orang yang membenarkan pendapat yang salah dengan sengaja, berarti ia telah berdusta. Apabila hal itu dilakukan dengan tidak sengaja yaitu karena kejahilan maka dia telah berbuat kesalahan ・a style="mso-footnote-id: ftn32" href="#_ftn32" name="_ftnref32" title>[32] .・o:p>

Untuk dapat memiliki ilmu yang dalam haruslah sabar karena dibutuhkan waktu yang lama. Imam Syafi段 rahimahullah berkata :

Saudaraku, engkau akan tidak memperoleh ilmu kecuali engkau memiliki enam perkara. Saya akan beritahu kepadamu keenamnya dengan jelas, yaitu : Kecerdasan, perhatian, kesungguhan, dan kecukupan (materi) dan di dampingi oleh guru serta menempuh waktu yang lama.

Ketiga : Mengendalikan hawa nafsu agar tunduk kepada kebenaran.

Hal ini sangat sulit, terlebih bagi jiwa manusia yang selalu mengajak kepada keburukan. Maka Allah subhanahu wa ta'ala menjanjikan surga bagi orang yang takut kepadaNya dan menahan hawa nafsunya. Allah berfirman :

鄭 dapaun orang-orang yang takut kepada kebesaran Rabb-nya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.・/font> (An Nazi誕 t : 40-41)

Ya Allah, tunjukkanlah kepada kami bahwa yang benar itu benar dan berilah kami kekuatan untuk mengikutinya. Dan tunjukkanlah kepada kami bahwa yang bathil itu bathil dan berilah kami kekuatan untuk menjauhinya.

Semoga shalawat dan salam senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, keluarga, dan para shahabatnya. Amin.

ronyfistek09 Apr 2005, 09:42:28

SIKAP AHLUS SUNNAH TERHADAP IKHTILAF

MARAJI・:

1. Mushaf Al Qur誕 nul Karim dan terjemahannya.

2. Diwan Al Imam Asy Syafi棚, Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy Syafi棚 rahimahullah (wafat tahuun 204 H), Dar el Fikr, tahun 1409 H / 1988 M.

3. Dar置 l Irtiyab 疎 n Hadits Ma Ana 羨 laihi Al Yauma wal Ashab, Syaikh Salim bin Ied Al Hilali, Dar Ar Rayah, Riyadh, cet. Pertama tahun 1410 H / 1990 M)

4. Fathul Bari, Syarah Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah (wafat tahuun 852 H), tahqiq Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz, Darul Fikr, Beirut, tahun 1414 H / 1993 M.

5. Ilmu Ushulil Bida・/span>, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari, Dar Ar Rayah, Riyadh, cet. pertama, 1413 H / 1992 M.

6. Iqtidla・ As Shirath Al Mustaqim li Mukhalafati Ashabil Jahim, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah, tahqiq Doktor Nashir bin Abdul Karim Al Aql, Maktabah Ar Rusyd, Riyadh.

7. Irwa置 l Ghalil, Syaikh Muhammad Nashirudin Al Albani, Al Maktab Al Islami, cet. pertama, tahun 1399 H / 1979 M.

8. Jami・ Bayanil Ilmi wa Fadlih, Al Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah (wafat tahun 463 H), Al Maktabah As Salafiyah, Al Madinah An Nabawiyah, cet. kedua, tahun 1388 H / 1968 M.

9. Majmu・ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

10. Shahih Al Bukhari, Darul Fikr, tahuun 1414 H / 1994 M.

11. Shifatu Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, Syaikh Nashirudin Al Albani, Maktabah Al Ma誕 rif, Riyadh, cetakan pertama, tahun 1412 H / 1992 M.

12. Tafsir Al Qur誕 n Al 羨 dhim, Al Imam Ibnu Katsir (wafat th. 774 H), Maktabah Darus Salam.

--------------------------------------------------------------------------------

[1] Shahih Bukhari, kitab Al Maghazi, bab 31 no 4119, juz V hal. 60.

[2] Iqtidla・ As Shirat Al Mustaqim, Ibnu Taimiyah rahimahullah juz I hal. 132-137, terdapat penjelasan mengenai ikhtilaf tadladl dan ikhtilaf tanawwu・[3] Shahih Bukhari, kitab Al I稚 isham, bab Ajrul Hakim Idzaj Tahada fa Ashaba au Akhtha誕, hadits no. 7352, juz 8 hal. 198, lihat Fathul Bari juz hal. 257.

[4] Lihat Majmu・Fatawa juz 19, hal 213, 216, 217, 227.

[5] Iqtidla・ As Shirathil Mustaqim, hal 268, nunkilan dari kitab Ilmu Ushulil Bida・/i> hal. 2061.

[6] Majmu・ Fatawa, juz 26, hal. 202.

[7] Raf置 l Malam 疎 n Aimmatil A値 am, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

[8] Tugas bagi kita untuk membaca buku : Ilmu Ushulil Bida・/i>, Syaikh Ali Hasan Al Halabi dan Al I稚 isham, Al Imam As Syathibi.

[9] Tugas bagi kita agar mengkaji syarat-syarat mujtahid dari buku-buku ushul fiqh, supaya : 1. Kita tidak terjerumus ke dalam penyakit at ta誕 lum (sok alim). 2. Agar kita tidak tertipu oleh pemikiran-pemikiran ahli ra馳 u yang mereka itu bukanlah mujtahid (pent.)

[10] Ilmu Ushulil Bida・ hal. 209-210.

[11] Jami置 Bayanil 選 lmi juz 2, hal 100. Lihat Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam hal. 61.

[12] Jami置 Bayanil 選 lmi juz 2, hal 100. Lihat Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam hal. 61.

[13] Jami置 Bayanil 選 lmi juz 2, hal 103. Lihat Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam hal. 62.

[14] Jami置 Bayanil 選 lmi juz 2, hal 109. Lihat Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam hal. 62.

[15] Jami置 Bayanil 選 lmi juz 2, hal 108. Lihat Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam hal. 63.

[16] Ilmu Ushulil Bida・ hal.192.

[17] Ilmu Ushulil Bida・ hal.192-193.

[18] Ilmu Ushulil Bida・ hal.194.

[19] Fathul Bari juz 1, hal. 271, hadits no. 107, Ibnu Hajar menjelaskan masalah ini dari hal. 270-275.

[20] HR. Abu Dawud no. 1960 dengan sanad shahih.

[21] Setelah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan kebenaran dan tidak didapat kepastian pendapat mana yang benar dalam masalah-masalah yang diperselisihkan. Sedangkan ucapan yang sebagian mereka lontarkan secara mutlak, 徒 ami bekerjasama dalam hal yang kami sepakati dan saling bertoleransi dalam hal yang kami perselisihkan.・Maka ini adalah kesalahan yang nyata sekali (Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid dalam Ilmu Ushulil Bida・/i>).

[22] Silsilah Al Ahadits Dlaifah juz 1, hadits no. 57, hal. 141-144.

[23] Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, hal. 64-65.

[24] HR. Abu Dawud 4607, At Tirmidzi 2/112-113, Ad Darimi 1/44-45, Ibnu Majah 43 dan 44, Ibnu Nashr dalam As Sunnah hal. 21, Ibnu Hibban dalam Shahihnya 1/4/4 泡 l Farisi dan lain-lain, Syaikh Al Albani menyatakan hadits shahih (Lihat Irwa置 l Ghalil juz 8 hal. 107, hadits no. 2455)

[25] Dar置 l Irtiyab hal. 17

[26] Keterangan para ulama tersebut dapat dilihat dalam Dar置 l Irtiyab hal. 17-25.

[27] Majmu・Fatawa jujz 1 hal. 282-284.

[28] Syaikh Al Albani menulis di dalam catatan kakinya : 鏑 ihat Al Intiqa・/i> oleh Ibnu Abdil Barr hal. 41, Kasyful Muqaththa fi Fadhlil Muwaththa・/i> oleh Ibnu Asakir (6-7), dan Tadzkiratul Huffadh oleh Imam Adz Dzahabi 1/195.

[29] Sifat Shalat Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, hal. 62-63.

[30] Diwan Al Imam As Syafi棚 hal. 117.

[31] Atsar riwayat Al Imam Al Khatib Al Baghdadi dalam kitabnya Syarafu Ashabil Hadits hal. 7, Syaikh Ali Hasan mengatakan : 泥 engan sanad yang shahih・(Lihat Ilmu Ushulil Bida・/i>, hal. 277)

[32] Tafsir Ibnu Katsir juz 1, bagian muqaddimah hal. 5.

ronyfistek12 Apr 2005, 17:18:52

Assalamualaikum wr.wb

Ada satu pendapat yg berkaitan dgn hadist di atas :Umat Islam nanti akan terpecah menjadi beberapa golongan. SEMUA golongan itu akan masuk surga, kecuali satu golongan saja yg celaka. Siapakah golongan yg satu itu? Itulah golongan mereka yg TIDAK MENGIKUTI ajaran Allah dan Sunnah Rasul. Silakan diterjemahkan sendiri.

WassalamualaikumHadits Palsu Tentang Terpecahnya Umat Islam

________________________________________

HADITS PALSU TENTANG TERPECAHNYA UMAT ISLAM

Hadits palsu tersebut bunyinya adalah sebagai berikut : "TAFTARIQU UMMATI 'ALA BIDH'IW-WASAB'IINA FIRQOTAN KULLUHAA FIIL-JANNATI ILLA FIRQOTAW-WAHIDAH WAHIYAA ZANAADIQOH". "Umat-Ku akan terpecah menjadi lebih dari 70 golongan, semuanya akan masuk surga, kecuali satu golongan yang akan masuk neraka, yaitu golongan zindiq".

KETERANGAN :

Hadits ini diriwayatkan dengan tiga jalan: 1. Diriwayatkan oleh Al 'Uqaili dalam kitab 'Adh-Dhua'afa IV : 201 dan Ibnul Jauzi dalam kitab "Al-Maudhu'at" 1 : 267 dari jalan Mu'adz bin Yasin Az-Zayyat, telah menceritakan kepada kami Al-Abrad bin Al-Asyras dari Yahya bin Sa'id dari Anas secara marfu'. 2. Diriwayatkan oleh Dailami (2/1/41) dari jalan Nu'aim bin Hammad, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Al-Yaman dari Yasin Az-Zayyat dari Sa'ad bin Sa'id saudara Yahya bin Sa'id Al-Anshari dari Anas. 3. Diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dari Daruquthni dari jalan "Utsman bin 'Affan Al-Qurasyiy, telah menceritakan kepada kami Abu Ismail Al-Ubullity Hafs bin Umar dari Mus'ir dari Sa'ad bin Sa'id dari Anas.

RAWI HADITS

Di sanad yang pertama ada dua rawi yang sangat lemah. 1. Mu'adz bin Yasin Az-Zayyat. Al-'Uqaili berkata : Ia rawi MAJHUL dan haditsnya tidak terpelihara.(lihat : Muzanul I'tidal IV : 133 dan Lisanul Mizan VI : 55-56). 2. Al-Abarad bin Al-Asyras. Ibnu Khuzaimah berkata : Ia tukang memalsukan hadits. Al-Azdiy berkata : Haditsnya tidak shah. (Lihat Mizanul I'tidal 1 : 77-78 dan Lisanul Mizan I : 128-129). Di sanad yang kedua ada dua rawi yang lemah : 1. Nu'aim bin Hammad. Ibnu Hajar berkata : Ia benar tapi banyak salah (Taqrib II : 305). 2. Yasin bin Mu'adz Az-Zayyat. Imam Bukhari berkata : Munkarul hadits. Nasa'i dan Ibnu Junaid berkata : Ia rawi Matruk, Ibnu Hibban berkata : Ia sering meriwayatkan hadits Maudhu'. (lihat Mizanul I'tidal IV : 358). Di sanad yang ketiga, ada dua rawi tukang dusta. 1. Utsman bin 'Affan Al-Qurasyiy As-Sijistani. Kata Ibnu Khuzaimah : Aku bersaksi bahwasanya ia sering memalsukan hadits atas nama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa salam (lihat Mizanul I'tidal III : 49). 2. Abu Ismail Al-Ubuliy Hafs bin Umar bin Maimun. Kata Abu Hatim Ar-Razi : Ia adalah syaikh tukang dusta (lihat : Al-Jarhu wat Ta'dil III : 183 nomor 789). KESIMPULAN Kata Ibnul Jauzi : Hadits dengan lafadz seperti di atas tidak ada asalnya. Yang benar adalah : Satu golongan yang masuk surga yaitu : Al-Jama'ah (Al-Maudhu'at I : 267-268 cet. II Darul Fikr 1403 H). Kata Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani : Hadits dengan lafadz seperti ini (yakni seperti yang tersebut di atas) adalah PALSU.

Sumber: Al-Maudhu'at I : 267-268 oleh Ibnul Jauzi. Al-Laali' Al-Mashnu'ah fil Ahaditsil Maudhu'ah I : 128 oleh As-Suyuthi. Tanziihusy Syari'ah I : 310 oleh Ibnul Araq Al-Kattaani. Al-Fawaaidul majmua'ah fil Ahaaditsil Maudhu'ah hal : 431-432 nomor 1387 oleh Imam Syaukani.

Silsilah Ahaadits Dha'iifah wal Maudhu'ah nomor 1035 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Kitab-kitab Rijaalul Hadits yang tersebut di atas.

wotogalagil13 Apr 2005, 22:09:07

HADITS PALSU TENTANG TERPECAHNYA UMAT ISLAM

Hadits palsu tersebut bunyinya adalah sebagai berikut : "TAFTARIQU UMMATI 'ALA BIDH'IW-WASAB'IINA FIRQOTAN KULLUHAA FIIL-JANNATI ILLA FIRQOTAW-WAHIDAH WAHIYAA ZANAADIQOH". "Umat-Ku akan terpecah menjadi lebih dari 70 golongan, semuanya akan masuk surga, kecuali satu golongan yang akan masuk neraka, yaitu golongan zindiq".kalau dibandingkan dng riwayat yng sebaliknya bagaimanabegini nih kurang lebih bunyinya " Umatku akan terpecah menjadi 73 golongandan hanya satu yng masuk surga" ..... mana kira2 yng bisa dijadikan pegangan?

pertanyaan kritisnya:benarkah sepeninggal Rasulullah hingga kini jumlah tsb telah terpenuhi?adakah kurang ataw lebih dari jumlah tsb :-?

----------------------------------------------------------------mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)----------------------------------------------------------------

rahmat14 Apr 2005, 03:58:02

kalau dibandingkan dng riwayat yng sebaliknya bagaimanabegini nih kurang lebih bunyinya " Umatku akan terpecah menjadi 73 golongandan hanya satu yng masuk surga" ..... mana kira2 yng bisa dijadikan pegangan?

bukannya di akhir riwayat itu dah ada kejelasannya? kalo yg jadi pertanyaannya "yang mana yg bisa disebut ahlu sunnah wal jama'ah?".......sesuai kata2 akh ronyfistek : silakan baca artikel2 tersebut dari awal sampe selesai..... ;)

pertanyaan kritisnya:benarkah sepeninggal Rasulullah hingga kini jumlah tsb telah terpenuhi?adakah kurang ataw lebih dari jumlah tsb :-?

kenapa mempermasalahkan hal sudah pasti terjadi :-/sampai saat ini belum ada yg dapat mendefinisikan secara pasti golongan2 yg akan masuk neraka tersebut, dan belum tentu golongan2 itu seperti halnya : NU, Muhammadiyah, PERSIS, JI, dsb

jadi mungkin saja NU, Muhammadiyah, PERSIS, JI, dsb itu adalah satu golongan.

yang pasti adalah umat Islam akan terpecah dan hanya ada satu yang akan selamat Ahlu Sunnah wal Jama'ah ;)

@ akh Ronyfistek

MasyaAllah akhi.......

kirain diskusinyah yang sampe 3 halaman.... :-P

ternyata artikelnyah yang sampe 3 halaman :ktawa:

keep on the good work bro ;)May Allah be with u

Suryanata14 Apr 2005, 07:28:25

OBJEK KAJIAN ILMU ‘AQIDAH[2]

[3]. TashawwufIstilah ini dipakai oleh sebagian kaum Shufi, filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. Ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan pena-maan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan kaum Shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka dijadikan sebagai rujukan di dalam ‘aqidah.

Kata Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Ia terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.

Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf me-miliki pengaruh dari kehidupan para pendeta Nashrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pe-ngaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.” [2]

Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat th. 1407 H) Rahimahullah berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang per-tama dan terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang di-nukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi baik yang lama maupun

yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas per-bedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur-an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit Shufi di dalam perjalanan hidup Nabi Shallallahu 'alaihi wa sllam dan para Shahabat beliau Radhiyallahu 'anhum, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah Subhanahu wa Ta'ala dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya, kita bisa melihat bahwa ajaran tasawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’ubi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilaku-kan oleh orang-orang Shufi belakangan.” [3]

Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil Rahimahullah berkata di dalam kitab-nya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaitan telah membuat hamba Allah tertipu atasnya dan memerangi Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti lebih mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zaratuisme, Platoisme, Yahudisme, Nashranisme dan Paganisme.” [4]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah Oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, Po Box 264 Bogor 16001, Cetakan Pertama Jumadil Akhir 1425H/Agustus 2004M]_________Foote Note[1] Seperti Syarhul Maqaashid fii ‘Ilmil Kalam karya at-Taftazani (wafat th. 791 H).[2] Ash-Shufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan (hal. 17), dikutip dari Haqiiqatut Tashawwuf karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdillah al Fauzan (hal. 18-19).[3] Hal. 50, cet. I, Idaarah Turjuman as-Sunnah, Lahore-Pakistan, 1406 H.[4] Hal. 10, cet. Riyaasah Idaarah al-Buhuuts al-‘Ilmiyyah wal Iftaa’, th. 1414 H.

Mohon, janganlah menghina/memvonis orang bertasawuf atau pahaman yang berbeda dengan Saudara salah/sesat. X(

Ilmu bukan hanya untuk dipandir,diceramahkan, tapi yang penting diamalkan dan dibuktikan.

Apakah Saudara pernah bertemu pengarang Kitab ini, jika tidak kenapa Saudara memakai pendapat Orang ini, Saudara hanya kenal tulisannya dan tidak kenal orangnya, Saudara memakai Karangan orang lain untuk menyalahkan Saudara-Saudara kita yang lain. Ilmu yang Hak adalah Ilmu yang jika didapat melalui orang lain (Guru/Ustaz/dll) Silsilah perawinya jelas dan sanadnya Sahih sampai kepada Rasulullah dan sesuai Al'Qur'an dan hadist. Bukan diambil dari Kitab A,B,C,D, namun tidak pernah bertemu atau belajar langsung kepada pengarang kitab tersebut.

Misal Ilmu yang diperoleh dari belajar dimana Silsilah Perawinya jelas dan Sanadnya Sahih:Aku belajar dari Guruku yang berguru kepada Syech A, Syech A berguru Syech B, Selanjutnya Syech B berguru ke atas berlanjut sampai ke Rasulullah.(Untuk Ilmu Laduni sedikit berbeda)

ronyfistek14 Apr 2005, 07:37:14

Mohon, janganlah menghina/memvonis orang Tasawuf, pahaman orang lain salah/sesat. X(

Tidak menghina, tetapi mencoba mengkaji dan mencari kebenaran

Ilmu bukan untuk dipandir,diceramahkan, tapi diamalkan dan dibuktikan.

Ilmu itu untuk diImani, diamalkan dan dida'wahkan, biar jelas yang benar dan salah.

Matrix14 Apr 2005, 07:53:23

Assalamualaikum

Semoga Allah menurunkan hidayah, perlindungan dan kekuatan kepada kita sekalian.

Amin

wassalamualaikum

rahmat14 Apr 2005, 19:06:07

%humhmh%

tasawuf yah?? :-?

kalau ana tidak salah ingat ana pernah membaca sebuah hadits tentang orang2 sufi pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam (atau zamannya para shahabat yah :-/) tapi ana lupa lagi dimana ana pernah melihatnya :(

yang pasti ana memahami dalam hadits itu bahwa ajaran tasawuf dan para penganutnya sudah ada sebelum islam dan bukan berasal dari islam ;)

dan setahu ana salah satu bukti keburukan yang ada pada sufi adalah adanya salah seorang pembesar sufi yang menolak untuk berjihad memperjuangkan Islam dengan hanya mengasingkan diri dan menulis buku saja, sedangkan pada saat itu sedang ada pertempuran besar antara Islam dan musuh Islam [-(

mungkin akh ronyfistek tau tentang hadits itu, sebaiknya dicantumkan saja...afwan ana lupa karena dah lama ngeliatnyah :-P

ronyfistek15 Apr 2005, 07:52:53

%humhmh%

tasawuf yah?? :-?

kalau ana tidak salah ingat ana pernah membaca sebuah hadits tentang orang2 sufi pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam (atau zamannya para shahabat yah :-/) tapi ana lupa lagi dimana ana pernah melihatnya :(

yang pasti ana memahami dalam hadits itu bahwa ajaran tasawuf dan para penganutnya sudah ada sebelum islam dan bukan berasal dari islam ;)

dan setahu ana salah satu bukti keburukan yang ada pada sufi adalah adanya salah seorang pembesar sufi yang menolak untuk berjihad memperjuangkan Islam dengan hanya mengasingkan diri dan menulis buku saja, sedangkan pada saat itu sedang ada pertempuran besar antara Islam dan musuh Islam [-(

mungkin akh ronyfistek tau tentang hadits itu, sebaiknya dicantumkan saja...afwan ana lupa karena dah lama ngeliatnyah :-P

bagaimana kalau kita buat thread baru saja mengenai Tasawuf, tapi ana khawatir kalau hanya jadi sebuah perdebatan.Oh .. ya... Thread ini khusus buat Mengenal, Memahami dan Meyakini Ahlus Sunnah, so... jangan jadi ajang bantahan yang berkepanjangan yang kadang hanya menimbulkan mudhorat. Afwan yach....

Suryanata15 Apr 2005, 08:46:00

%humhmh%

tasawuf yah?? :-?

kalau ana tidak salah ingat ana pernah membaca sebuah hadits tentang orang2 sufi pada zaman Rasulullah shalallahu 'alaihi wasalam (atau zamannya para shahabat yah :-/) tapi ana lupa lagi dimana ana pernah melihatnya :(

yang pasti ana memahami dalam hadits itu bahwa ajaran tasawuf dan para penganutnya sudah ada sebelum islam dan bukan berasal dari islam ;)

dan setahu ana salah satu bukti keburukan yang ada pada sufi adalah adanya salah seorang pembesar sufi yang menolak untuk berjihad memperjuangkan Islam dengan hanya mengasingkan diri dan menulis buku saja, sedangkan pada saat itu sedang ada pertempuran besar antara Islam dan musuh Islam [-(

mungkin akh ronyfistek tau tentang hadits itu, sebaiknya dicantumkan saja...afwan ana lupa karena dah lama ngeliatnyah :-P

Sepertinya Saudara Ahli hadist, saya ingin bertanya kepada saudara berapa rawi yang Kitabnya/karangannya sahih atau sampai kepada Rasulullah?

ronyfistek15 Apr 2005, 08:49:42

Sepertinya Saudara Ahli hadist, saya ingin bertanya kepada saudara berapa rawi yang Kitabnya/karangannya sahih atau sampai kepada Rasulullah?

Afwan, Sekali lagi saya Mohon Kepada MyQers, Thread ini bukan tempat artikel lainnya ataupun tanya jawab. Thread ini dikhususkan untuk menampilkan materi-materi Ahlus Sunnah yang Shohih, Afwan. Tujuan ana biar saudara kita bisa mudah mencari hal-hal yang jelas mengenai Ahlus Sunnah.

ronyfistek15 Apr 2005, 08:51:00

Mas Rahmat, Afwan, jangan terpancing dulu, Kalau mas mau membalas pertanyaan Mas Suryanata, sebaiknya kita buat Thread baru aja, setuju ya...Afwan, Jazakallah Khoir

Suryanata15 Apr 2005, 09:12:23

Afwan, Sekali lagi saya Mohon Kepada MyQers, Thread ini bukan tempat artikel lainnya ataupun tanya jawab. Thread ini dikhususkan untuk menampilkan materi-materi Ahlus Sunnah yang Shohih, Afwan. Tujuan ana biar saudara kita bisa mudah mencari hal-hal yang jelas mengenai Ahlus Sunnah.

Maaf Mas Rony, pertanyaan saya tersebut terkait dengan materi-materi Ahlu Sunnah Yang Sohih?

Salah seorang Pembimbing saya dalam tharekat Alawiyin, mengatakan bahwa Yahudi menerbitkan lebih dari 200.000 Kitab untuk menghancurkan Islam dari dalam. Jika informasi demikian benar maka kita perlu berhati-hati atau waspada dalam memilih Kitab. :-)

ronyfistek18 Apr 2005, 13:52:56

HUKUM MENGUCAPKAN “DEMI ALLAH” SECARA KONTINYU DAN KAFARAT SUMPAH

OlehSyaikh Abdul Aziz bin Baz

Pertanyaan.Syaikh Abdil Aziz bin Baz ditanya : Dalam banyak kesempatan, saya seringkali ketika berbicara mengucapkan “Demi Allah”, apakah hal ini dianggap sebagai sumpah ? Dan bagaimana saya bisa menebusnya (membayar kafarat) bila melanggarnya ?

JawabanBila seorang muslim atau muslimah yang sudah mukallaf mengulang-ngulang ucapan “Demi Allah” ketika melakukan sesuatu tanpa disengaja dan dimaksudkan, seperti mengucapkan “Demi Allah, aku tidak akan mengunjungi si fulan” atau “Demi Allah, aku akan mengunjungi si fulan” sebanyak dua kali atau lebih, atau “Demi Allah, sungguh aku akan

mengunjungi si fulan” dan ucapan seperti itu. Bilamana dia melanggarnya karena tidak melaksanakan perbuatan yang akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya tersebut atau melakukan perbuatan yang tidak akan dilakukannya berdasarkan sumpahnya, maka dia wajib membayar kafarat (tebusan) sumpah, yaitu memberi makan sepuluh orang miskin, atau memberi pakaian atau membebaskan budak.

Di dalam memberi makan, kadar yang wajibnya adalah setengah Sha’ makanan pokok negeri, berupa kurma, nasi atau lainnya. Yaitu, lebih kurang seukuran 1,5 kg. Sedangkan pakaian adalah sesuatu yang dapat dijadikan untuk shalat seperti kemeja (gamis), kain dan pakaian. Bila salah satu dari tiga hal tersebut tidak mampu dilakukan, maka wajib baginya berpuasa selama tiga hari. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Artinya : Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang disengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barangsiapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jangalah sumpahmu” [Al-Maidah : 89]

Adapun bila sumpah tersebut terucap oleh lidahnya tanpa disengaja atau dimaksudkan, maka ia dianggap tidak berlaku, sehingga dia tidak wajib membayar kafarat atas hal itu. Hal ini berdasarkan ayat yang mulia ini, firmanNya, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)” [Al-Ma’idah : 89]

Dia hanya membayar satu jenis kafarat saja untuk sumpah-sumpah yang terulang-ulang bil hal itu dilakukan terhadap satu jenis perbuatan sebagaimana yang singgung tadi. Sedangkan bila perbuatan yang dilakukan beragam, maka wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masing sumpah, seperti bila dia mengucapkan “Demi Allah, sungguh aku akan mengunjungi si fulan. Demi Allah, aku tidak akan berbicara dengan si fulan. Demi Allah, sungguh aku akan memukul si fulan” dan yang semisalnya. Jadi, bila salah satu dari sumpah-sumpah ini atau sejenisnya dia langgar, maka dia wajib membayar kafarat untuknya dan bila dia melanggar semuanya, mawa wajib baginya membayar kafarat untuk masing-masingnya. Wallahu Waliyyut Taufiq

[Fatawa Al-Mar’ah, hal 72-73 Dari Fatwa Syaikh Bin Baz]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerbit Darul Haq]

ronyfistek19 Apr 2005, 09:10:51

MUKADIMAH SYARH AL-AQIDAH AL-WASITHIYAH SYAIKH AL-ISLAM IBN TAIMIYAH RAHIMAHULLAH

OlehSa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy

Segala puji bagi Allah, Rab semesta alam. Shalawat dan salam yang lengkap dan sempurna semoga dilimpahkan kepada Nabi dan Rasul paling mulia, Nabi dan Imam kita, Muhammad bin Abdullah, juga kepada segenap keluarga, shahabatnya, dan siapa saja yang mengikuti jejak mereka dengan baik, hingga Hari Kiamat. Amma ba'du.

Kitab "Al-Aqidah Al Wasithiyah" tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah Ta'ala, adalah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Adapun latar belakang penulisan, dan penamaannya dengan Al Wasithiyah, ialah : Bahwa seorang Qadhi dari negeri Wasith yang sedang melaksanakan haji datang kepada Syaikhul Islam dan memohon beliau untuk menulis tentang Aqidah Salafiyah yang beliau yakini. Maka, beliau Rahimahullah menulisnya dalam tempo sekali jalsah, (sekali duduk), seusai shalat 'Ashar. Ini merupakan bukti nyata bahwa beliau Rahimahullah memiliki ilmu yang luas dan dikaruniai oleh Allah kecerdasan dan keluasan ilmu yang mengagumkan. Dan itu tidak aneh, karena karunia Allah itn diberikan dan diharamkan bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Agung, kita memohon akan keutamaan dan kemuliaan-Nya.

Ketika saya mengetahui betapa pentingnya kandungan Kitab "Al-'Aqidah Al-Wasithiyah" tersebut, saya berkeinginan untuk membuat syarah -penjelasan- ringkas tentang kitab Aqidah ini. Saya memohon kepada Allah agar hal itu saya laksanakan semata-mata untuk mencari ridha-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa banyak ulama telah melakukan upaya yang besar untuk menjaga, mengajarkan, mengulas, dan mensyarah, terhadap kitab "Al-.'Aqidah Al-Wasithiyah" ini dan di antara yang aku ketahui dari syarah-syarah tersebut antara lain : "Ar-Raudhah An-Nadiyyah, Syarh Al-'Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Syaikh Zaid bin Fayadh, "Al-Kawasyif Al-Jaliyyah 'An- Ma'ani Al-Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad [1], "Syarh Al-'Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Muhammad Khalil Al-Haras, dan "At-Ta'liqat Al-Mufidah 'ala Al-''Aqidah Al-Wasithiyah" tulisan Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Asy-Syarif. Beberapa syarah tersebut cukup baik dan berhasil menjelaskan makna-makna aqidah tersebut. Adapun dalam syarah ringkas yang saya susun ini, saya melakukan hal-hal sebagai berikut:

Saya mentakhrij hadist-hadits Rasulullah dan menisbahkannya, kadang-kadang kepada sumber aslinya, tapi kadang-kadang cukup saya tunjukkan sumber aslinya tanpa teks. Saya juga menisbahkan ayat-ayat kepada surah dan nomornya, selain saya juga memberikan judul yang sesuai untuk setiap tema, misalnya : "Definisi Al-Firqah An-Najiyah:, "Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang Sifat-sifat Allah", "Rukun Iman menurut Firqah Najiyah", Metode Ahlus Sunnah wal Jama'ah dalam Menafikan dan Menetapkan Asma' dan Sifat-sifat Allah", "Madzhab Mereka dan Ayat-ayat serta hadits-hadits tentang Asma' dan Sifat-sifat Allah". Kemudian saya membuat judul sendiri untuk masing-masing sifat, tapi kadang-kadang saya gabungkan beberapa sifat dalam satu judul. Ini tidak saya maksudkan untuk membatasi, melainkan untuk menyebutkan sifat-sifat yang telah disebutkan oleh penulis. Penulis juga menyebutkan banyak ayat dan hadits, akan tetapi saya hanya menyebutkan satu dalil untuk setiap sifat, dari ayat atau hadits, sementara yang lain saya hapuskan untuk meringkaskan syarah ini. Kemudian saya menyebutkan "Sikap pertengahan Ahlus Sunnah dalam masalah sifat Allah" di antara golongan-golongan lain yang ada. Sikap pertengahan mereka dalam masalah perbuatan manusia, Sikap pertengahan mereka dalam masalah ancaman Allah", Sikap pertengahan mereka mengenai nama-nama Iman dan Dien", "Sikap pertengahan mereka mengenai shahabat-shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , "Iman kepada Hari Akhir dan hal-hal yang berkaitan dengannya", "Takdir dengan keempat tingkatannya", "Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah tentang Iman dan Dien, Shahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan Karamah para wali", serta "Akhlak mulia Ahlus Sunnah wal Jama'ah". Semoga Allah memberikan taufik kepada saya dalam melaksanakan apa yang dicintai dan diridhai-Nya. Shalawat, salam, dan barakah, semoga dilimpahkan Allah kepada hamba dan Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam , juga kepada segenap keluarga dan shahabatnya.

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note[1] As Salman, “Al-As ilah wal Ajwibah al-Ushuliyyah Al-‘Aqidah Al-washithiyyah” yang juga tulisan beliau.

ronyfistek19 Apr 2005, 09:18:12

DALIL-DALIL TENTANG TURUNNYA ISA 'ALAIHISSALAM DARI AS-SUNNAH

OlehYusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA

Dalil-dalil dari Sunnah mengenai akan turunnya kembali Isa alaihissalam banyak sekali jumlahnya dan berderajat mutawatir sebagaimana telah kami sebutkan sebagian di muka, dan di sini akan saya sebutkan sebagian pula, tidak keseluruhan, karena kuatir akan terkesan terlalu panjang. Hadits-hadits tersebut antara lain:

[1]. Asy-Syaikhani (Bukhari dan Muslim) meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia ber-kata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Demi Allah yang diriku tangan-Nya, benar-benar putra Maryam akan turun di tengah-tengah kamu sebagai juru damai yang adil, lalu ia menghancurkan salib, dan harta kekayaan melimpah ruah hingga tidak ada seorangpun yang mau menerima (shadaqah atau zakat) dari orang lain, sehingga pada waktu itu sujud satu kali lebih baik daripada dunia dan isinya. " Kemudian Abu Hurairah berkata, "Bacalah firman Allah ini jika Anda mau:

"Artinya : Tidak ada seorang pun dari ahli kitab kecuali akan beriman kepadanya (Isa) sebelum kematiannya. Dan pada hari kiamat nanti Isa akan menjadi saksi terhadap mereka." [Shahih Bukhari, Kitab Ahaadiitsil Anbia' ,Bab Nuzuli Isa Ibni Maryam 'alahissalam 6: 490-491; Shahih Muslim, Bab Nuzuli Isa Ibni Maryam 'alaihissalam Haakiman 2: 189-191]

Inilah penafsiran Abu Hurairah terhadap ayat ini bahwa yang dimaksud ialah di antara ahli kitab akan ada orang yang beriman kepada Nabi Isa 'alaihissalam sebelum beliau meninggal dunia. Hal ini terjadi ketika beliau turun kembali ke bumi pada akhir zaman sebagaimana telah dijelaskan di muka.

[2]. Asy-Syaikhani juga meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

"Artinya : Bagaimana keadaanmu nanti apabila putra Maryam telah diturunkan di tengah-tengah kamu, sedangkan imam kamu adalah dari antara kamu sendiri?" [Shahih Bukhari 6: 491; Shahih Muslim 2:193]

[3]. Imam Muslim meriwayatkan dari JabirRadhiyallahu 'anhu, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

“Artinya : Akan senantiasa ada segolongan dari umatku yang berjuang membela kebenaran dengan memperoleh pertolongan hingga datangnya hari kiamat.... Kemudian akan turun Isa putra Maryam 'alaihissalam, lalu pemimpin mereka berkata (kepada Isa), Silakan Anda shalat mengimami kami! Isa menjawab, Tidak usah, sesungguhnya sebagian kalian adalah pemimpin bagi sebagian yang lain, sebagai kemunculan dari Allah bagi umat ini." [Shahih Muslim 2: 193-194].

[4]. Telah disebutkan di muka hadits Hudzaifah bin Usaid yang membicarakan tanda-tanda kiamat yang besar yang di dalamnya disebutkan tentang "akan turunnya Isa putra Maryam 'alaihissalam." [Shahih Muslim 18: 27-28].

[5]. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Para Nabi itu adalah bersaudara seayah berlainan ibu, dan Din mereka adalah satu. Dan aku adalah manusia yang paling dekat dengan Isa putra Maryam, karena antara aku dan dia tidak ada nabi lagi. Dan sesungguhnya dia akan turun kembali ke bumi, karena itu jika kamu melihatnya maka kenalilah dia." [Musnad Ahmad 2:406, dan hadits ini adalah shahih. Periksalah catatan pinggir 'Umdatut-Tafsir 4:36 dengan tahqiq Syekh Ahmad Syakir. Bagian permulaan hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari 6: 478, dan diriwayatkan pula oleh Hakim dalam Al-Mustadrak 2: 595. Hakim berkata, "Ini adalah hadits yang shahih isnadnya, hanya saja Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya." Perkataan Hakim ini disetujui oleh Adz-Dzahabi].

[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]

ronyfistek21 Apr 2005, 15:20:11

Pada pembahasan kali ini akan dibahas sebuah permasalahan yang cukup banyak diantara umat Islam lalai dan meremehkannya. Bahkan lebih riskan lagi ada diantara sebagian orang yang mengaku dirinya muslim dan bagian dari Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah terkadang ikut terjebak dalam melanggar salah satu masalah penting yang berkaitan dengannya. Dalam sebuah tulisan yang akan kita simak bersama asy-Syaikh DR. Ahmad bin Abdul Aziz al-Husain berusaha untuk memaparkan bagaimana kedudukan yang benar bagi orang yang mengaku dirinya sebagai bagian dari golongan Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah terhadap para sahabat Nabi -semoga ridha Allah selalu bersama mereka. Karena sangatlah banyak penyimpangan yang dilakukan oleh sebagian orang baik dari kalangan umat non Islam (pada umumnya) atau bahkan dari kalangan intern umat Islam sendiri(pada khususnya) dalam berbicara tentang masalah yang menyangkut kehidupan para sahabat Nabi. Sebagian dari mereka ada yang mencela, mencaci maki, menghina, memberikan tuduhan-tuduhan yang tidak benar penisbatannya kepada mereka. Bahkan lebih hina lagi sebagaimana yang dilakukan oleh para pengikut Syi'ah yang melaknat dan mengkafirkan sebagian dari para sahabat dan isteri Nabi -semoga laknat yang mereka lontarkan kembali kepada diri mereka sendiri-. Tulisan ini sangatlah layak untuk dibaca, agar kita mengetahui faham yang benar, yang dimiliki oleh Ahlu as-Sunnah wa al-Jama'ah dan tidak terjebak dalam penyimpangan pemahaman yang dihembuskan dari berbagai pihak tidak bertanggung jawab, yang berkaitan dengan kehidupan dan suri tauladan yang dimiliki para sahabat Nabi -semoga ridha Allah selalu bersama mereka-.(Artikel ini adalah jawaban untuk saudara kita Ibnu Yunus, [email protected], yang bertanya : Assalammualaikum Afwan

ana mau nanya mengenai berbagai hal mengenai syiah, kalau bisa ditampilkan artikel mengenai syiah di halaman web ini- red).

ronyfistek21 Apr 2005, 15:21:11

Aqidah Ahlu Sunnah terhadap sahabat nabi

Diantara aqidah ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah kewajiban untuk mencintai para sahabat Nabi, mengagungkan, memuliakan, mengutamakan mereka, menjadikan mereka sebagai salah satu sumber dalam suri tauladan dan pengambilan atsar (ucapan dan amal perbuatan) mereka. Sebagaimana Allah berfirman :

"Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang". (Al Hasyr:10)

Dalam sebuah hadis yang mulia Rasulullah bersabda:

"Ingatlah Allah (kalian), ingatlah Allah (kalian), janganlah kalian menjadikan sahabatku sebagai tujuan (bahan) gunjingan setelah (wafat) ku. Barangsiapa yang mencintai mereka (sahabatku) maka dengan cintaku aku akan mencintai mereka, dan barangsiapa yang membenci mereka (sahabatku), maka dengan kemurkaanku aku akan membenci mereka. Siapa saja yang menyakiti para sahabatku maka (sesungguhnya) ia telah menyakitiku, dan siapa saja yang telah menyakitiku maka (sesungguhnya) ia telah menyakiti Allah, dan siapa saja yang telah menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan mengambil (mengadzab) nya". (Tirmidzi dan Baihaqi, kitab al - I'tiqod).

Dalam sebuah hadits lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Nabi beliau bersabda :

"Tanda-tanda keimanan seseorang adalah mencintai orang Anshar, dan tanda kemunafikan seseorang adalah membenci orang Anshar". (Bukhari 1 / 12)

Imam Muslim menyebutkan dalam shahihnya bahwa beliau bersabda ketika memuji orang-orang Anshar:

"Tidaklah mencintai Anshar kecuali orang yang beriman, tidaklah membenci mereka (Anshar) kecuali ia adalah orang munafik. Maka barangsiapa yang mencintai mereka (Anshar) niscaya Allah akan mencintainya, dan siapa saja yang membenci mereka (Anshar) niscaya Allah akan membencinya".

Dalam hadis riwayat Imam Ahmad Rasulullah bersabda :

"Barangsiapa mencintai orang Anshar niscaya Allah akan cinta kepadanya, dan barangsiapa yang membenci orang Anshar niscaya Allah akan membencinya".

Dalam sebuah riwayat Imam Muslim yang sampai sanadnya kepada Ali bin Abi Thalib. Ali berkata:

"Maka demi Dzat yang telah memecah biji-bijian dan yang telah Menciptakan Manusia, sungguh pada zaman Nabi yang Ummi hingga zamanku sekarang tidaklah manusia yang mencintai diriku kecuali ia adalah orang yang beriman, dan tidaklah orang yang membenci diriku kecuali ia adalah orang munafik".

Dan diriwayatkan dalam shahih Bukhari dan Muslim ketika Amr bin 'Ash bertanya kepada Rasulullah :

"Siapa diantara manusia yang paling engkau cintai wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Aisyah". Kemudian Amr bertanya : "Lalu siapa diantara laki-laki (yang paling engkau cintai) ?" Dan beliau menjawab: "Ayahnya (Abu Bakar Ash Shiddiq)".

Sekian banyak dari hadis-hadis shahih yang mengisyaratkan (kepada kaum Muslimin) akan kewajiban mencintai para sahabat Nabi secara keseluruhan baik dari kalangan Muhajirin maupun Anshar.

Al Imam ath Thahawiy berkata: "Dari sekian banyak penjelasan yang mewajibkan bagi setiap muslim untuk mencintai para sahabat Nabi dan wajib untuk ditanamkan dalam aqidah kepercayaan mereka. Di dalam kecintaan tersebut tidaklah kita terlalu berlebihan dalam mencintai satu diantara yang lain dari para sahabat Nabi, dan tidak pula kita berlepas diri dari apa yang terjadi diantara mereka, dan tidaklah kita menyebutkan tentang mereka kecuali (dalam) kebaikan. Kecintaan kepada para sahabat Nabi adalah bagian dari agama, iman, dan ihsan (kebaikan), dan kebencian terhadap mereka adalah kekufuran, kemunafikan, dan sikap yang melampaui batas. (Syarh Aqidah Thahawiyyah)

Berkata Al Imam Abu Abdillah bin Batthah : "Kita mencintai para sahabat Rasulullah rberdasarkan martabat dan kedudukan yang mereka miliki, yang utama (diantara mereka) adalah para Ahlu al Badar, kemudian yang mengikuti perjanjian Hudaibiyah, Bai'at ar Ridwan, dan Uhud. Mereka adalah para sahabat yang memiliki keutamaan, kemuliaan, dan kedudukan yang mulia dimana mereka saling berlomba dalam melaksanakan kebaikan- Semoga Allah merahmati mereka semua-.(Al Ibanah fii Ushul As Sunnah wa ad Diyaanah)

Bahkan sebagian dari para sahabat telah dipersaksikan oleh Rasulullah dengan Sorga (dijamin masuk sorga). Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan bersumber dari sahabat Said bin Zaid bahwasanya Rasulullah bersabda :

"Sepuluh orang masuk sorga : Abu Bakar di dalam sorga, Umar di dalam sorga, Utsman di dalam sorga, Ali di dalam sorga, Tholhah di dalam sorga, Zubair di dalam sorga, Abdurrahman bin Auf di dalam sorga, Sa'ad bin Abi Waqqosh di dalam sorga, Said bin Zaid di dalam sorga, Abu Ubaidah bin Jarrah di dalam sorga". (Tirmidzi 3 / 311 dan dishahihkan

oleh Al Imam Al Albani).

Dan masih banyak dari sekian para sahabat dan isteri-isteri Nabi yang diberikan kabar gembira oleh Nabi dengan masuknya mereka kelak kedalam sorga.Imam Bukhari dan Muslim menyebutkan dalam salah satu riwayat yang bersumber dari Aisyah ia berkata : Rasulullah pada suatu hari berkata kepadaku :

"Diperlihatkan kepadaku di dalam mimpi selama tiga hari berturut-turut, telah datang kepada engkau wahai 'Aisyah seorang malaikat dari arah (seperti sobekan seutas sutera) lalu berkata (malaikat) kepadaku : "Ini adalah isterimu", pada saat aku singkap wajahmu dan kulihat engkau disana. Dan aku katakan : Apabila hal ini adalah datangnya dari Allah niscaya akan terjadi".

ronyfistek21 Apr 2005, 15:21:51

Cukuplah sebagai salah satu kebanggaan yang dimiliki oleh 'Aisyah bahwasanya Rasulullah ketika meninggal dunia beliau berada didalam pelukan dan pangkuan 'Aisyah -semoga Allah meridhai beliau beserta ayahandanya (Abu Bakar as Shiddiq).

Diantara aqidah Ahlus Sunnah (yang banyak dilupakan) adalah bersaksi akan kebenaran masuknya para sahabat yang telah disebutkan oleh Nabi (dalam hadits-haditsnya) kedalam sorga, bahkan bersaksi bahwa seluruh para sahabat Nabi baik dari kalangan Muhajirin dan Anshar akan masuk ke dalam sorga. Sebagaimana firman Allah dalam menyebutkan keutamaan para sahabat dibandingkan dengan generasi yang hidup setelah mereka :

“Dan mengapa kamu tidak menafkahkan (sebagian hartamu) pada jalan Allah, padahal Allah-lah yang mempusakai (mempunyai) langit dan bumi? Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Hadid : 10)

Banyak disebutkan dalam hadits-hadits yang shahih tentang keadilan (sikap adil) yang dimliki oleh para sahabat Nabi. Dalam riwayat Imam Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah bersabda :

"Sebaik-baik umatku adalah pada zamanku (sahabatku), kemudian yang sesudah mereka (Tabi'in), dan yang sesudah mereka (Tabi'ut Tabi'in). (HR. Bukhari dan Muslim)

Al Imam al Khathib al Baghdadiy setelah disebutkan beberapa dalil / dasar hukum dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang menunjukkan sikap adil yang dimiliki oleh seluruh para sahabat Nabi ia (al Khatthib) berkata: "Ini adalah madzhab ulama secara keseluruhan, dan ucapan yang seperti ini lebih banyak lagi diucapkan oleh fuqaha' (Ahli fiqh)."

Al Imam Ibnu Hajar berkata : Ahlu Sunnah wal Jama'ah telah bersepakat akan keadilan yang dimiliki oleh seluruh sahabat Nabi , dan tidak ada yang menyelisihi kesepakatan ini kecuali dari kalangan ahli Bid'ah". (Al Ishabah 1/17).

Al Imam Ibnu Katsir berkata : "Disisi ahlus Sunnah seluruh sahabat Nabi memiliki sifat adil, sebagaimana pujian Allah yang diberikan kepada mereka dalam Kitab-Nya yang Aziz. Demikian pula beberapa pujian untuk mereka yang disebutkan didalam hadits-hadits Nabi yang mulia, yang memuji dalam perilaku akhlaq yang mereka miliki, amal perbuatan mereka, kesediaan mereka dalam menyumbangkan harta benda dan jiwa raga untuk membela Rasulullah, demi mengharapkan balasan disisi Allah berupa pahala yang banyak dan indah.(Al Bahitsul Hatsits hal. 171-172).

Diharamkan mencela para sahabat Nabi berdasarkan dari al-Quran dan as Sunnah. Allah berfirman dalam sebuah ayat :

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah : 100)

Dalam firman yang lain disebutkan :

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan mela`natinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (Al Ahzab : 57)

Rasulullah melarang untuk mencela para sahabat beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits yang mulia:

"Janganlah kalian mencela para sahabatku, maka demi Dzat yang jiwaku dalam genggamanNya, seandainya seseorang dari kalian menginfaqkan emas sebesar gunung Uhud, niscaya tidak akan mampu untuk menyamai infaq satu mud genggaman mereka atau bahkan separuhnya (dari satu mud)". (Bukhari 2/292).

Dalam hadits yang lain disebutkan :

"Siapa saja yang mencela para sahabatku maka bagi mereka adalah laknat Allah, laknat Malaikat, dan laknat seluruh manusia". (Riwayat Thabrani dan dishahihkan oleh Al Imam Al Albani, Al Jami'ush Shaghir oleh Al Imam As Suyuthi dan dalam Faidhul Qodir 6 /146).

Al Imam an-Nawawi berkata :

"Ketahuilah akan keharaman mencela para sahabat Nabi dan merupakan sebuah kejahatan yang diharamkan oleh Allah, baik itu masalah fitnah yang terjadi di antara mereka atau yang selainnya. Karena mereka (para sahabat) adalah Mujtahidun (ahli Ijtihad) terhadap masalah peperangan yang terjadi di antara mereka dalam mentakwilkan suatu permasalahan". (Syarh Shahih Muslim An Nawawi 16 / 93).

Dalam sebuah riwayat yang bersumber dari Aisyah ia berkata : Rasulullah pernah berkata:

"Janganlah kalian mencela para sahabatku, karena Allah akan melaknat setiap orang yang mencela sahabatku". (Majmu' Zawaid Al Imam Al Haitami 10 / 21).

ronyfistek21 Apr 2005, 15:22:37

Rasulullah bersabda :

"Berbuat ihsan(baik)lah kalian kepada para sahabatku, kemudian pula kepada orang-orang setelah mereka(Tabi'in), dan yang sesudah mereka(Tabi'ut Tabi'in)". (Riwayat Imam Ahmad dalam Al Musnad, juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah No.431)

Dikatakan kepada Aisyah dari ayahnya bahwasanya manusia mengatakan (hal-hal yang jelek) tentang para sahabat Nabi sehingga sampai (pembicaraan mereka) tentang Abu Bakar dan Umar, lalu Aisyah berkata : “Apa yang kalian harapkan dari pembicaraan seperti ini?", "Terputus amal mereka (manusia)!". Dan Allah lebih mencintai untuk tidak memutus pahala mereka (Abu Bakar dan 'Umar). (Jami' al-Ushul 9 / 408-409).

Imam Malik bin Anas berkata : "Orang-orang yang mencela sahabat Nabi r sesungguhnya tidaklah ada bagi mereka bagian (atau sebagian) dari Islam." (al-Ibanah , ibnu Baththah hal.162).

Imam Abdurrahman bin Amru al-Auza'i berkata : "Siapa saja yang mencela Abu Bakar as Shiddiq tmaka sesungguhnya ia telah murtad (keluar) dari agamanya (Islam) dan dihalalkan darahnya". (Al Ibanah hal.162).

Al Imam Abu Bakar al-Marwazi berkata : "Aku bertanya kepada Abu Abdirrahman perihal orang-orang yang mencela Abu Bakar, Umar, Utsman, dan 'Aisyah y, maka dijawab oleh beliau : Tidaklah aku melihat mereka kecuali bukan orang Islam". (Syarh Al Ibanah hal.161).

Berkata al-Imam Ishaq bin Rahawiyyah : "Barangsiapa mencela sahabat Rasulullah, maka ia layak untuk dihukum dan dipenjarakan". (As Shorim al Maslul 'ala Syatim ar Rasul, Ibnu Taimiyyah hal 568).

Al Imam ibnu Taimiyyah berkata : "Diantara madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah: Menahan diri dari perselisihan yang terjadi diantara sahabat Nabi, karena telah tetap (baik dari al-Quran atau hadits-hadits Nabi) keutamaan yang dimiliki oleh para sahabat y, dan kewajiban bagi setiap muslim untuk memberikan loyalitas dan kecintaan kepada mereka, Allah telah memberikan ridha-Nya kepada apa-apa yang mereka ridha di dalamnya. Celaka bagi orang yang melaknat dan memusuhi para sahabat Nabi , dan Allah yang memuliakan Islam dan Muslimin".

Di tempat yang lain beliau mengatakan : "Jika saja ada orang yang menghalalkan untuk mencela sahabat Nabi maka sesungguhnya ia telah kafir(keluar dari Islam)".

Para sahabat Nabi adalah manusia mulia (disisi Allah), mereka rela untuk hijrah (meninggalkan perhiasan dunia) beserta isinya, serta rela untuk hijrah bersama Nabi, rela untuk meninggalkan harta benda, isteri dan anak-anak mereka demi mengikuti Nabi. Mereka adalah orang-orang yang telah menolong agama Allah dan Rasul-Nya ketika bangsa Arab bersatu dalam satu kekuatan besar untuk menghancurkan Islam. Sahabat-sahabat Nabi adalah orang-orang yang telah berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benarnya, sehingga umat Islam mampu untuk menaklukkan beberapa negara di Timur dan Barat dan bergema kalimat di sebelah Selatan Negeri Perancis hingga batas Timur negeri Cina.

“(Juga) bagi para fuqara yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan (Nya) dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” ( Al Hasyr : 8-9)

Dari ayat diatas dapat diambil beberapa point penting (pen.):

Para sahabat Nabi adalah orang-orang yang berbakti kepada Rasulullah Mereka adalah orang-orang yang disucikan(dari ayat diatas) dan mulia Mereka adalah imam dan suri tauladan kita yang baik Mereka adalah para pemimpin kita di dunia dan di akhirat Mereka adalah sahabat Nabi yang setia menemani di dunia dan di akhirat Khususnya bagi Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah, Hafshah -semoga ridha Allah selalu bersama mereka semua - dan semoga kita dapat dikumpulkan bersama mereka dalam rahmat Allah. Penutup :Apakah telah kering pena-pena materialistis (mengutamakan finansial), yang menaiki tangga kereputasian (untuk mencari popularitas) melalui jalan yang kosong dari adab tata krama, asas-asasnya, dan aqidahnya, dari kalangan "penyeru" sekuler dan liberal, orang-orang yang telah menjual agama mereka demi tujuan popularitas yang kering (fana) ?

Apakah pemerintah telah memberikan tindakan tegas dalam menghukum orang-orang yang mencela dan mencaci maki para sahabat yang mulia atau yang menghembuskan fitnah atas mereka ? Apakah para ulama', da'i, dan orang-orang yang berbuat ishlah (perbaikan) telah melaksanakan kewajiban mereka (dalam pembelaan) terhadap para sahabat Nabi.

Kami harapkan seperti itu. aqidahnya, dari kalangan "penyeru" sekuler dan liberal, orang-orang yang telah menjual agama mereka demi tujuan popularitas yang kering (fana) ? Apakah pemerintah telah memberikan tindakan tegas dalam menghukum orang-orang yang mencela dan mencaci maki para sahabat yang mulia atau yang menghembuskan fitnah atas mereka ? Apakah para ulama', da'i, dan orang-orang yang berbuat ishlah (perbaikan) telah melaksanakan kewajiban mereka (dalam pembelaan) terhadap para sahabat Nabi. Kami harapkan seperti itu.

Maraji':Lihat majalah adz-Dzakhiirah edisi 12 Th II 1425/2005

ronyfistek23 Apr 2005, 08:02:55

KEDUDUKAN ORANG YANG MENGAMALKAN SUNNAH DAN PELAKU BID’AH

Orang yang mengamalkan sunnah hatinya akan hidup, jiawanya akan bersinar. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kehidupan dan cahaya dalam kitabNya dalam banyak kesempatan dan menjadikannya sebagai sifat orang beriman. Karena hati yang hidup dan bercahaya itu adalah yang mengerti tentang Allah, selalu tunduk kepadaNya dan memahamiNya, pasrah dalam bertauhid kepadaNya, serta selalu mengikuti ajaran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diutusNya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri selalu memohon kepada Allah untuk menciptakan cahaya baginya dalam hatinya, dalam pendengarannnya, dalam penglihatannya, dalam lisannya, dari atas, dari bawah, dari kanan, dari kiri, dari belakang dan dari depan. Beliau memohon agar diri beliau dijadikan cahaya, dan diciptakan pula cahaya pada kulit dalam dan kulit luar beliau, pada darah beliau, pada tulang beliau dan pada darah beliau. Beliau memohon cahaya untu diri beliau, untuk tubuh beliau, untuk panca indera beliau lahir maupun batin, dan untuk enam arah yang mengungkungi beliau.

Seorang mukmin pada dirinya terdapat cahaya dan dapat mengeluarkan cahaya, ucapannya cahaya dan amal perbuatannya adalah cahaya. Cahaya itu dengan kadarnya, akan tampak pada diri pemiliknya di hari Kiamat nanti. Cahaya itu akan berjalan di hadapannya dan dari arah kanannya. Ada orang yang cahayanya seperti matahari, yang lain seperti bintang, ada pula yang cahayanya seperti pokok kurma yang tinggi, yang lain seperi orang yang berdiri, ada pula yang lebih rendah daripada itu. Bahkan ada yang diberikan cahaya pada ujung jempol kakinya saja, terkadang bersinar dan terkadang padam. Demikian juga halnya dengan cahaya iman dan ittibanya kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam di dunia ini. Cahaya tiu sendiri akan tampak oleh pandangan mata dan secara kongkrit pada hari itu. [1]

ronyfistek23 Apr 2005, 08:03:35

CIRI-CIRI AHLUS SUNNAH

Ciri-ciri Ahlus Sunnah itu banyak, semua tanda itu dapat diketahui oleh orang yang berakal. Dianatar tanda tersebut adalah.

[1] Berpegang teguh pada Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta menjaganya dengan erat.

[2] Mengambil hukum dari Kitabullah dan Sunnah Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perkara fundamental dan persoalan praktis.

[3] Kecintaan mereka terhadap sesama hlus Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh pada sunnah, serta kebencian mereka tehadap ahli bid’ah.

[4] Tidak merasa gundah gulana karena sedikitnya orang yang mengikuti jalan Sunnah. Karena kebenaran adalah barang hilang bagi seorang mukmin sehingga harus diambil meskipun orang banyak menyelisihinya.

[5] Kejujuran dalam ucapan dan perbuatan dengan menerapkan secara benar petunjuk Kitabullah dan Sunnah Rasul.

[6] Meneladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akhlaknya adalah Al-Qur’an itu sendiri. [2]

ronyfistek23 Apr 2005, 08:04:28

KEDUDUKAN PELAKU BID'AH

Ahli bid’ah itu hatinya mati dan gelap. Allah telah menjadikan kematian dan kegelapan sebagai sifat bagi orang yang keluar dari keimanan. Hati yang mati dan gelap itu tidak akan dapat memikirkan Allah, tidak akan dapat tunduk pada ajaran Rasulullah.

Oleh sebab itu, Allah menggambarkan bentuk orang semacam itu sebagai orang mati, bukan orang yang masih hidup, dan bahwa mereka berada dalam kegelapan mendalam sehingga mereka tak mampu keluar dari kegelapan itu. Itulah sebabnya kenapa kegelapan itu menguasai diri mereka sepanjang hidup mereka. Hati mereka menjadi gelap, melihat kebenaran itu seperti kebatilan dan melihat kebatilan seperti kebenaran. Amal perbuatan mereka juga gelap, ucapan mereka juga gelap, kondisi mereka seluruhnya juga gelap, bahkan kuburan mereka juga penuh dengan kegelapan. Ketika cahaya diabgi-bagikan pada hari Kiamat nanti sebelum di titian (jisr) untuk menyebranginya, mereka tetap saja dalam kegelapan. Tempat kembali mereka juga Neraka yang gelap. Kegelapan itu adalah tempat di mana Allah menciptakan makhlukNya pertama kali.

Barangsiapa yang Allah kehendaki kebahagian baginya, maka Allah akan keluarkan dari kegelapan itu menuju cahaya. Sementara orang yang Allah kehendaki baginya kecelakaan, maka Allah akan tinggalkannya dalam kegelapan tersebut. [3]

[Disalin dari kitab Nurus Sunnah wa Zhulumatul Bid;ah Fi Dhauil Kitabi was Sunnah, edisi Indonesia Mengupas Sunnah, Membedah Bid’ah, hal. 13-18 Darul Haq]_________

Foote Note.[1] Ijtima’ Aljuyusy Al-Islamiyah oleh Ibnul Qayyim II : 38-41, dengan sedikit perubahan.[2] Lihat Aqidah As-Salaf dan Ashabul Hadits oleh Al-Imam Abu Utsman Ismail bin Abdurrahman Ash-Shabuni hal. 147. Dan juga Tanbih Ulil Abshar Ilaa Kamaliddien wa Maa Fii Bida’i Minal Akhthaar oleh Doktor Shalih bin Saad As-Suahimi hal.264[3] ] Ijtima’ Aljuyusy Al-Islamiyah oleh Ibnul Qayyim II : 39-40 dengan sedikit perubahan

ronyfistek25 Apr 2005, 08:29:17

Semoga bermanfaat.Beberapa hari ini ga ditambah dulu

wotogalagil25 Apr 2005, 10:35:03

bukannya di akhir riwayat itu dah ada kejelasannya? kalo yg jadi pertanyaannya "yang mana yg bisa disebut ahlu sunnah wal jama'ah?".......sesuai kata2 akh ronyfistek : silakan baca artikel2 tersebut dari awal sampe selesai.....yng mana yng dijelaskan oleh akhi rony?akhi rahmat paham gak dng pertanyaan saya?yng dimaksud dlm riwayat2 hadis entah itu 73 atau 75 golonganbenarkah mulai Rasulullah wafat hingga kini jumlahnya akan tetap segitu?bisa nangkap gak maksud saya? nah! silahkan jawabdng senang hati saya membacanya kalau akhi bersedia menjelaskan :Dkenapa mempermasalahkan hal sudah pasti terjadi sampai saat ini belum ada yg dapat mendefinisikan secara pasti golongan2 yg akan masuk neraka tersebut, dan belum tentu golongan2 itu seperti halnya : NU, Muhammadiyah, PERSIS, JI, dsbjadi mungkin saja NU, Muhammadiyah, PERSIS, JI, dsb itu adalah satu golongan.yang pasti adalah umat Islam akan terpecah dan hanya ada satu yang akan selamat Ahlu Sunnah wal Jama'ahHuahuahuaapanya yng pasti?kalau golongan calon pemilik kapling sorga belum terdefinisikan dng pastidari mana akhi rahmat memperoleh kepastian kalau Ahlussunah yng dapat?taklid?, keyakinan?, ijtihad? atau pokok'e .... silahkan bungkus gih :-D

----------------------------------------------------------------mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)----------------------------------------------------------------

ronyfistek26 Apr 2005, 08:03:02

yng mana yng dijelaskan oleh akhi rony?akhi rahmat paham gak dng pertanyaan saya?yng dimaksud dlm riwayat2 hadis entah itu 73 atau 75 golonganbenarkah mulai Rasulullah wafat hingga kini jumlahnya akan tetap segitu?bisa nangkap gak maksud saya? nah! silahkan jawabdng senang hati saya membacanya kalau akhi bersedia menjelaskan :D

Huahuahuaapanya yng pasti?kalau golongan calon pemilik kapling sorga belum terdefinisikan dng pastidari mana akhi rahmat memperoleh kepastian kalau Ahlussunah yng dapat?taklid?, keyakinan?, ijtihad? atau pokok'e .... silahkan bungkus gih :-D

----------------------------------------------------------------mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)----------------------------------------------------------------

Afwan, Mas anda sebenarnya bermaksud menghancurkan Aqidah Islamiyah ya.... Oh....ya... sebaiknya jangan disini. Kalau berani ayao tunjukkan jati dirimu sebenarnya. Jangan seperti misionaris. Afwan Ilmu dulu Baru Ngomong. Jangan asal-asalan. Semoga engkau diberi hidayah.

ronyfistek26 Apr 2005, 13:37:29

DIDALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH TIDAK TERDAPAT SESUATU YANG MEMBOLEHKAN BERBILANGNYA JAMA’AH DAN PARTAI

Pertanyaan.Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah ada nash-nash dalam Kitabullah dan Sunnah NabiNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menunjukkan kebolehan berbilangnya jama’ah-jama’ah Islamiyah ?

JawabanTidak ada di dalam Al-Qur’an dan tidak pula dalam As-Sunnah yang membolehkan berbilangnya jama’ah-jama’ah dan partai-partai. Bahkan sesungguhnya yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah sesuatu yang mencela hal tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabnya terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” [Al-

An’am : 159]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Yaitu orang-orang yang memecah belah agamanya mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” [Ar-Rum : 32]

Dan tidak diragukan lagi bahwa partai-partai ini menafikan apa yang diperintahkan Allah, bahkan (menyelisihi) apa yang dianjurkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam firmanNya.

“Artinya : Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku” [Al-Mu’minun : 52]

Apalagi ketika kita melihat kepada akibat-akibat perpecahan dan berpartai-partai ini, setiap partai dan setiap kelompok menuduh yang lain dengan menjelek-jelekan, mencela dan menuduh fasik, dan boleh jadi akan menuduh dengan sesuatu yang lebih besar dari itu. Oleh karena itu maka saya melihat bahwa berkelompok-kleompok ini adalah suatu kesalahan.

Dan perkataan sebagian orang bahwa tidak mungkin berdakwah akan kuata dan tersebar kecuali jika berada di bawah sebuah partai ? Maka kami katakan : Perkataan ini tidaklah benar, bahkan dakwah itu akan semakin kuat dan tersebar jika seseorang semakin kuat berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dan semakin ittiba’ (mengikuti) jejak-jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para Khulafa’ beliau yang Rasyidun.

[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

hamba 4JJI26 Apr 2005, 14:04:27

DIDALAM AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH TIDAK TERDAPAT SESUATU YANG MEMBOLEHKAN BERBILANGNYA JAMA’AH DAN PARTAI“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabnya terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat” [Al-An’am : 159]

“Artinya : Yaitu orang-orang yang memecah belah agamanya mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka” [Ar-Rum : 32]Apalagi ketika kita melihat kepada akibat-akibat perpecahan dan berpartai-partai ini, setiap partai dan setiap kelompok menuduh yang lain dengan menjelek-jelekan, mencela dan menuduh fasik, dan boleh jadi akan menuduh dengan sesuatu yang lebih besar dari itu. Oleh karena itu maka saya melihat bahwa berkelompok-kleompok ini adalah suatu kesalahan.Dan perkataan sebagian orang bahwa tidak mungkin berdakwah akan kuata dan tersebar kecuali jika berada di bawah sebuah partai ? Maka kami katakan : Perkataan ini tidaklah benar, bahkan dakwah itu akan semakin kuat dan tersebar jika seseorang semakin kuat berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dan semakin ittiba’ (mengikuti) jejak-jejak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para Khulafa’ beliau yang Rasyidun.[Disalin dari kitab Ash-Shahwah Al-Islamiyah Dhawabith wa Taujihat, edisi Indonesia Panduan Kebangkitan Islam, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, terbitan Darul Haq]

Kalau beryayasan bagaimana misal : yayasan lhyau-ljihad, atau laskar atturots, atau ansorusunnah..apa lagi sudah jelas masing-masing yayasan:setiap kelompok menuduh yang lain dengan menjelek-jelekan, mencela dan menuduh fasik, dan boleh jadi akan menuduh dengan sesuatu yang lebih besar dari itu. Oleh karena itu maka saya melihat bahwa berkelompok-kleompok ini adalah suatu kesalahan. ??? :O)

ronyfistek26 Apr 2005, 21:12:49

Ya Allah.... Betapa Bathilnya Kaum Agama Syiah. Mereka ingin menghancurkan agama MU, namun mereka tiada mampu kecuali menyesatkan manusia yang telah jauh dari Hidayah. Ya Allah bukakanlah pintu hati dan Hidayah bagi mereka untuk kembali ke jalan Islam. Dan Kuatkanlah Langkah, Hati dan Jiwa Hamba ini dalam menebarkan kebenaran bagi Hati dan Jiwa Hamab sendiri dan saudara-saudari hamba termasuk MyQers. Amin

ronyfistek06 May 2005, 08:39:04

Karakteristik Ahlussunnah

“Menuntut Ilmu Agama”

Kita diciptakan Allah di dunia ini adalah untuk beribadah, untuk menjalankan perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjauhi laranganNya. Oleh karena itu, mau tidak mau orang yang telah beriman kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala harus mengerti apa yang diperintahkan dan apa yang dilarangNya. Bagaimana kita akan mentaatinya kalau tidak mengerti apa yang diperintahkanNya?

Dengan kata lain wajib bagi seorang muslim mempelajari agamanya. Sebagaimana dikatakan dalam riwayat yang shahih dari Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam :

“Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim”

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa ruang lingkup ibadah ada lima belas perkara. Yang demikian karena ibadah terdiri dari tiga macam, yaitu amalan lisan, amalan hati, dan amalan dengan anggota badan. Sedangkan masing-masing dari amalan tersebut terkait dengan lima hukum : wajib, mustahab, haram, makruh, dan mubah. Kemudian Ibnul Qayyim berkata :

“Barangsiapa yang melengkapi lima belas perkara tersebut berarti dia telah menyempurnakan ibadah.”

Maka bagi seorang Muslim harus mengetahui lima belas hukum amalan tersebut, apa yang diharamkan dari ucapan, mana yang diwajibkan, dimakruhkan, dan seterusnya. Demikian pula terhadap keyakinan dan perbuatan, mana yang diwajibkan, diharamkan, dianjurkan, dimakruhkan , dan mana yang dimubahkan saja. Permasalahan apapun yang dihadapi, kita butuh keterangan dan bimbingan dari Al Qur’an dan As Sunnah. Dalam perang sekalipun kita tidak bisa lepas dari ilmu syariat sehingga kita berpegang sesuai dengan aturan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan contoh teladan dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.

Demikian pula problem politik, sosial, dan ekonomi tidak lepas dari ilmu ini. Yang menunjukkan bahwa kita harus mencari ilmu, mengkajinya terus-menerus sampai menghadapi kematian.

Dari sinilah kita mengetahui mengapa ciri khas Ahlus Sunnah adalah mencari ilmu. Mereka adalah pencari ilmu, peneliti hadits, penggali manuskrip-manuskrip dari peninggalan para ulama terdahulu, meneliti tafsir ayat Al Qur’an dengan riwayat-riwayat dari Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam dan para sahabat Radhiallahu Anhum dan seterusnya. Hidup mereka adalah mencari ilmu, mengamalkan, dan menyampaikannya. Sehingga amalan mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan pribadi, kepentingan politik, ataupun kepentingan dunia. Amalan mereka murni berdasarkan ilmu yang mereka pelajari dan dipersembahkan hanya untuk Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Mereka beramal berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah, serta dengan pemahaman generasi terbaik yang mereka pelajari dan mereka gali setiap hari. Mereka bukan politikus walaupun mereka tetap menasihati para penguasa. Mereka bukan muqallid (pembebek) walaupun mereka tetap mengikuti nasihat para ulama. Karena pada dasarnya mereka mengikuti ilmu yang mereka dapatkan melalui para ulama tersebut.

Dengan demikian jalan mereka jelas, langkah mereka mantap, tidak mudah ditipu atau dibelokkan. Kalaupun ada perselisihan diantara mereka, mereka mudah kembali karena mereka punya rujukan yang disepakati yaitu ucapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan ucapan Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam. “Jika kalian berselisih dalam suatu masalah, kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian lebih baik akibatnya” (QS. An Nisa : 59)

Kalau mereka berselisih tentang keshahihan riwayat hadits, mereka punya rujukan ulama pakar peneliti hadits yang disepakati keilmuannya dalam bidang tersebut. Seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Syafi’i dan lain-lain. Kalaupun mereka berbeda memahami ucapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan RasulNya, mereka mudah untuk bersatu karena mereka punya rujukan pemahaman yang disepakati yaitu pemahaman generasi terpuji, generasi para sahabat Radhiallahu Anhum. “Generasi terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka ridha kepada Allah, bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai … .” (QS. At Taubah : 100)

Selebihnya mereka adalah kaum yang menghormati ijtihad orang-orang yang telah berusaha melalui jalur-jalur ilmu tersebut. Inilah yang membedakan mereka dari ahlul bid’ah yang berjalan berdasarkan hawa nafsu dan selera pribadi. Bayangkan jika setiap orang menyimpulkan suatu hukum tidak berdasarkan ilmu agama, melainkan hasil pikirannya sendiri. Sepuluh kepala, sepuluh pemikiran. Seratus kepala, seratus ide. Seribu kepala, seribu pendapat. Apa yang akan terjadi? Sebagian mereka berjalan mengikuti perasaan mereka, sebagian yang lain mengikuti pikirannya, sebagian yang lain mengikuti adat dan kebiasaan kaumnya. Lantas pikiran siapa yang menjadi standar? Perasaan siapa yang menjadi rujukan? Adat bangsa mana yang menjadi pegangan di kala terjadi perselisihan?, Inilah sumber perpecahan dan sumber kehancuran.

Oleh karena itu, di kala masing-masing bangsa ingin membumikan Islam, menyeret dalil-dalil untuk dicocokkan dengan dengan adat dan budaya bangsanya, saat para pemikir liberalis ingin memaksakan agama ini agar sesuai dengan selera dan akal pikirannya. Saat bangsa-bangsa Barat mengebiri Islam, ingin mencabut ajaran jihad dari agama ini. Saat para politikus ingin memperalat agama ini untuk kepentingan politiknya. Saat setiap aliran sesat, para pengekor hawa nafsu berkampanye mendakwahkan kesesatannya. Di saat itulah kita harus semakin teliti, semakin jeli mempelajari Islam dan memegangnya kuat-kuat, agar selamat dari tarikan-tarikan mereka. Dan hati-hatilah terhadap pemikiran-pemikiran baru yang dijajakan di atas nama agama dengan harga murah.

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam mewasiatkan : “… Sesungguhnya, barangsiapa di antara kalian yang hidup sesudahku nanti, niscaya akan menyaksikan perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya para khalifah yang lurus dan mendapat hidayah. Peganglah kuat-kuat dan gigitlah dengan geraham kalian. Dan hati-hatilah terhadap perkara yang baru (dalam agama) karena setiap perkara yang baru diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.”

Sabda Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam kini terbukti. Kita saksikan perselisihan di antara manusia demikian banyak. Masing-masing merasa yang paling benar. Tiada hari tanpa ada perselisihan. Tiap hari masyarakat dijejali polemik yang tiada henti. Tak ada kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pengajaran memperbaiki diri mereka.

Di saat seperti itu muncul penyeru-penyeru kepada kebinasaan. Lihatlah dedengkot Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla, yang menyamakan memilih kebenaran dalam beragama seperti memilih barang di pasar. Setiap orang bebas memilih barang kesukaannya. Ia beralasan bahwa sekarang tidak ada lagi Rasul yang bisa menjadi tempat bertanya untuk menentukan sebuah kebenaran di antara berbagai pendapat yang ada, sehingga tiap pendapat bisa di anggap benar. Inilah pentingnya ilmu.

Orang yang berilmu dari sumber yang benar, yaitu Al qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik umat ini, niscaya tidak akan terpengaruh sedikitpun dengan pemikiran model Ulil. Ia akan tetap melenggang dan menganggap kelompok Ulil sebagai orang-orang bingung yang terus diombang-ambingkan oleh kebingungannya. Cuma kurang ajarnya, dalam kebingungannya itu ia justru mengajak orang lain untuk ikut-ikutan bingung.

Karena itu, berpegang dengan Al Qur’an dan As Sunnah adalah keharusan. Memahami keduanya seperti para sahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam memahaminya adalah jalan keselamatan. Tidak ada pemahaman yang bisa mengantarkan seseorang selamat di dunia dan akhirat, selain pemahamannya sahabat Rasulullah, para Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in (Shalafush Shalih). Wallahu A’lam.

ronyfistek06 May 2005, 08:41:55

PRINSIP-PRINSIP DAKWAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH

Berikut ini kami paparkan Prinsip-prinsip dakwah Ahlus Sunnah wal jamaah. Sebab pada zaman ini telah timbul kerancuan dan kesamaran serta pemutarbalikan fakta sehingga banyak orang yang tidak bisa membedakan antara Ahlussunnah dan bukan Ahlussunnah. Hanya kepada Allah saja tempat kami memohon petunjuk. Dengan ini kami akan membuat rinciannya dalam sebuah risalah khusus mengenai hal ini sebagai berikut:

1. Dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah dakwah yang tegak diatas Al-Qur’an dan Sunnah

Hadist menurut manhaj para salafus sholeh dari kalangan sahabat, tabi’in, tabiut tabi’in dan alim ulama, serta orang-orang yang mengikuti mereka. Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat dan nama-nama Allah sesuai dengan apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya tanpa tahrif, tamtsil, takyif, atau ta’til. [A. Tahrif adalah merubah atau memalingkan sesuatu dari bentuk aslinya. Terdapat dua jenis tahrif, yaitu: 1) Merubah kalimat dari bentuk aslinya, dengan menambah kata atau huruf, atau menguranginya, atau dengan merubah harakat-harakat kalimat. 2) Memalingkan kalimat dari makna hakiki pada makna yang lain. B. Tamtsil adalah menyerupakan atau menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya. C. Takyif adalah menentukan kaifiyat (cara) sifat-sifat Allah. D. Ta’thil adalah meniadakan sifat-sifat Allah]. Lihat “Syarh Aqidah Al-Wasithiyah”, karangan Dr. Sholeh bin Fauzan hal. 15-16

2. Keyakinan terhadap kemampuan jimat-jimat dan sejenisnya untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudharat adalah perbuatan syirik. Begitu pula mendatangi tukang-tukang sihir, dukun, dan tukang-tukang ramal. Meyakini kebenaran ucapan mereka adalah bentuk kekufuran sebab berarti membenarkan bahwa mereka mengetahui perkara-perkara yang gaib. Sedangkan kalau sekedar datang tanpa meyakini kebenaran ucapan-ucapan mereka, maka itu sebuah ketololan dan kebodohan yang wajib untuk dijauhi sebab hal tersebut merupakan wasilah (perantara) kepada dosa syirik. Kita berlindung kepada Allah dari bahayanya.

3. Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini adanya karamah-karamah para wali tanpa meyakini bahwa hal tersebut merupakan bagian dari keistimewaan Ilahiyah. Ahlus Sunnah wal Jamaah membedakan antara karamah-karamah para wali dan kedustaan para dajjal (tukang dusta). Para wali menegakkan perintah Allah, berbeda dengan tukang sihir dan sejenisnya (yang justru melanggar perintah-Nya)

4. Ahlus Sunnah wal Jamaah mencintai seluruh para sahabat, dan tidak mencampuri perselisihan yang terjadi diantara mereka sebab hal itu adalah fitnah (malapetaka). Semoga Allah menjaga kita dari malapetaka tersebut. Ahlus Sunnah wal Jamaah menjaga hati dan lisan mereka agar tidak hanyut membicarakan masalah tersebut dan meyakini bahwa kelompok Ali bin Abi Thalib lebih dekat kepada kebenaran dari kelompok Muawiyah. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, para sahabat memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Sahabat yang paling utama adalah Abu Bakar, kemudian Umar, menurut kesepakatan Ahlus Sunnah wal Jamaah, kemudian Ustman, Lalu Ali menurut pendapat yang terpilih.

5. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, orang yang mencela para sahabat berarti telah mengikuti ahlu bid’ah dan hatinya telah kotor. Sebab mencintai para sahabat serta menempatkan mereka sesuai dengan kedudukannya masing-masing merupakan sebuah kewajiban.

6. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, Ahlul Hadits adalah Ath-Thaifatul Al-Manshurah (golongan yang ditolong) dan Al-Firqatun Najiyah (golongan yang selamat). Allah telah menolong agamanya sejak dahulu sampai sekarang melalui mereka . Mereka adalah orang-orang yang berada diatas aqidah dan manhaj (pedoman ) Ahlul Hadits. Alim Ulama rabbani adalah tokoh mereka, sedangkan masyarakat umum yang beraneka ragam adalah pengikut mereka.

7. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menerima hadits apapun yang disandarkan kepada Rasulullah kecuali setelah mengetahui bahwa hadits tersebut adalah shahih. Ahlus Sunnah wal Jamaah berpendapat bahwa hadits yang mungkar dan palsu sangat besar peranannya dalam menyuburkan kebid’ahan. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menjelaskan sebuah hadits atau menafsirkan suatu ayat, kecuali setelah mengetahui pendapat-pendapat alim Ulama secara terperinci dalam hal itu.

ronyfistek06 May 2005, 08:42:30

PRINSIP-PRINSIP DAKWAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH

8. Dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah tegak diatas tasfiyah (pemurnian) dalam aqidah, barisan, kaidah-kaidah ilmiyah dan amaliyah, dan dalam ceramah-ceramah, tulisan-tulisan, dan lainnya. Kemudian setelah itu tarbiyah (pembinaan) diatas ajaran Islam yang murni tersebut.

9. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak memvonis kafir seorang muslim karena dosa besar yang dilakukannya. Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu mengharap kebaikan bagi orang-orang yang shaleh dan merisaukan nasib orang-orang yang berbuat jahat. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menentukan tempat seorangpun di Surga atau di Neraka hingga Allah yang menentukan tempat mereka. Ahlus Sunnah wal Jamaah menshalatkan jenazah setiap muslim serta memohon ampunan baginya selama dia tidak terjatuh kedalam syirik besar (syirik yang mengeluarkannya dari agama).

10. Ahlus Sunnah wal Jamaah selalu memberikan nasehat dengan cara yang sebaik-baiknya. Jika diterima, maka itu adalah karunia dari Allah bagi seluruhnya, tetapi jika ditolak, hendaklah mereka bersabar dan berdoa kepada Allah agar memberikan hidayah kepada orang-orang yang menentang. Namun, jika ada orang yang mengajak pada kesesatan, Ahlus Sunnah wal Jamaah tentu akan memperingatkan umat untuk menjauhinya setelah terlebih dahulu menasehati dan memberikan penjelasan padanya.

11. Ahlus Sunnah wal Jamaah berkeyakinan bahwa sekelompok orang yang memvonis kafir pelaku-pelaku maksiat semata-mata karena kemaksiatannya atau karena menyelisihi pemahaman mereka adalah ahlul bid’ah yang sesat dan merupakan cikal bakal kelompok khawarij.

12. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, syirik itu terbagi dua, yaitu syirik besar dan syirik kecil. Kemudian pula kekafiran terbagi dua, yaitu kafir I’tiqadi dan kafir amali, sama halnya dengan kemunafikan juga terbagi dua, yaitu nifak I’tiqadi dan nifak amali. Perbuatan-perbuatan tercela seperti kezhaliman, kefasikan, dan yang sejenisnya juga terbagi dua: besar dan kecil. Syirik besar mengeluarkan pelakunya dari Islam, sedangkan yang kecil tidak. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagian kafir amali dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, meskipun pada umumnya istilah kafir amali digunakan alim ulama untuk perbuatan kekafiran yang tidak mengeluarkan pelakunya dari Islam.

13. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, bid’ah lebih berbahaya bagi agama seseorang daripada maksiat. Hal itu karena pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan bid’ah tersebut dan ia mengira berada diatas hidayah, berbeda dengan pelaku maksiat. Kadangkala pelaku maksiat mengakui kesalahannya dan berdoa meminta ampun kepada Allah atas perbuatannya. Sedangkan pada umumnya, pelaku bid’ah berasal dari golongan khusus yang dikenal dengan ilmu, ibadah, dan zuhudnya serta menjadi panutan orang lain. Oleh karena itu, bahayanya lebih besar dari pelaku maksiat yang pada umumnya berasal dari pengikut syahwat yang tidak menjadi panutan.

14. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, barangsiapa yang bertaubat dari dosanya dengan taubat yang benar, Allah

pasti akan mengampuninya. Apabila dia menemui Allah dalam keadaan berdosa, selama bukan dosa syirik, maka dia berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah menghendaki untuk mengampuninya, Dia pasti akan mengampuninya.

15. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak memvonis seorang pelaku maksiat bahwa ia pasti mendapat siksa sebagaimana yang tesebut di dalam nash-nash ancaman. Sebab, ada kemungkinan ia memiliki kebaikan yang banyak sehingga menutupi dosa maksiatnya tersebut, atau dia ditimpa musibah yang merupakan penghapus dosa-dosanya, atau dia mendapat taufik untuk bertaubat, atau dia nantinya akan memperoleh syafaat atau yang lainnya.

16. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, Islam melarang perpecahan kaum muslimin menjadi jamaah-jamaah, kelompok-kelompok, atau golongan-golongan, bahkan Islam mengharuskan seluruh kaum muslimin untuk bertakwa kepada Allah dan bersatu di atas jalan hidup Salafus Sholeh, bukan di atas pemahaman si fulan A dan si fulan B. Dan jangan katakan (untuk berbangga diri) bahwa jamaah ini lebih dahulu berdiri daripada jamaah lainnya. Itu semua adalah perkataan yang tidak berfaidah.

17. Ahlus Sunnah wal Jamaah membenarkan adanya saling tolong-menolong dengan sesama muslim dengan syarat dakwah Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak terganggu pada saat itu ataupun pada masa yang akan datang.

18. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, bahwa kelompok-kelompok dakwah hizbiyah (kelompok-kelompok sempalan) memiliki metoda yang beraneka ragam, ruwet, lagi kacau. Oleh karena itu, wajib bagi para pencari kebenaran untuk sadar akan hal ini. Dan kesadaran tersebut hanya bisa diperoleh dengan ilmu dan kedewasaan berpikir, dan menjauhkan diri dari kebodohan, kekeliruan, dan sikap berlebih-lebihan, dan sikap membabi buta terhadap orang-orang yang berbeda pendapat dengannya.

19. Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak membenarkan pembelotan terhadap penguasa selama mereka masih muslim. Yang dibenarkan adalah memberikan nasehat dan penjelasan, dengan penuh kesabaran dan doa agar Allah memperbaiki keadaan kaum muslimin. Menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah, membelot terhadap penguasa dibenarkan jika telah memenuhi syarat-syaratnya, diantaranya: a) penguasa tersebut benar-benar telah terbukti kekafirannya, dan b) memiliki kekuatan untuk melengserkannya atau merubah tanpa menimbulkan fitnah (bencana). Adapun menyiarkan dan menyebarkan kesalahan-kesalahan penguasa (walaupun mereka benar-benar berbuat salah) diatas mimbar-mimbar serta memprovokasi masyarakat baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dapat menimbulkan fitnah (malapetaka) yang merugikan dakwah Ahllus Sunnah wal Jamaah. Oknum pelakunya tidak mengikuti kebenaran dan tidak pula menghilangkan kemungkaran, serta tidak mengetahui realita dan telah merugikan dakwah. Tindakannya itu malah menimbulkan fitnah (malapetaka) yang membuat gembira musuh-musuh Islam.

ronyfistek06 May 2005, 08:44:14

PRINSIP-PRINSIP DAKWAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH

20. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, orang yang mendambakan kebaikan bagi para penguasa adalah orang yang selalu memberi nasehat kepada mereka jika mereka bersalah, selalu menolong jika mereka berada diatas kebenaran, selalu memaafkan jika mereka bersalah, dan selalu menutup aib mereka di hadapan khalayak ramai, serta selalu mengingatkan mereka kepada sunnatullah bahwa Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang berlaku adil dan menghinakan orang yang berlaku zhalim. Jika para penguasa itu sadar, tentu hal tersebut adalah karunia Allah bagi kaum muslimin. Tetapi jika tidak, hendaklah kita harus bersabar, bersikap tenang, dan bertakwa, serta berdoa kepada Allah agar menunjukkan kebenaran kepada para penguasa, menganugerahkan pembantu-pembantu yang sholeh dan hati yang bersih kepada mereka, serta membukakan pintu hati mereka untuk menerima dan melaksanakan kebenaran. Semoga Allah merahmati Fudhail bin ‘Iyadh yang berkata, “Seandainya aku memiliki sebuah doa yang mustajab, pasti akan aku khususkan untuk penguasa karena kebaikan mereka adalah kebaikan bagi negeri dan masyarakat.” (Lihat secara lengkap di “Al-Hilyah” juz XVIII hal. 91-92, sanadnya hasan).

21. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah mencela, menghujat, dan melaknat para penguasa diatas mimbar bukanlah merupakan manhaj (pedoman) salafus sholeh (dalam menegakkan kebenaran).

22. Ahlus Sunnah wal Jama’ah menekankan untuk selalu sabar terhadap kejelekan penguasa walaupun mereka bertindak sewenang-wenang. Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga tidak mengharapkan materi dunia dari penguasa. Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang wajib menasehati para penguasa tanpa harus menyiarkan aib, tanpa hujatan, dan tanpa merusak diatas muka bumi.

23. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, membelot terhadap penguasa dan menantang mereka berperang adalah sumber segala kerusakan diatas muka bumi sekalipun penguasa tersebut bertindak sewenang-wenang.

24. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, umat Islam itu bagaikan seekor burung dengan kedua sayapnya. Sayap yang satu adalah alim ulama, sayap yang lain adalah para penguasa. Burung tersebut tidak akan sampai ketujuannya dengan selamat, kecuali dengan kedua sayap tersebut. Tugas alim ulama adalah menjelaskan perintah-perintah Allah dan tugas para penguasa adalah memerintahkan umat untuk melaksanakannya. Jika terdapat kekurangan pada mereka (ulama dan pemerintah), segeralah di musyawarahkan untuk mencari solusi terbaik bagi kaum muslimin. Bukan dengan cara demonstrasi atau unjuk rasa, dan bukan pula dengan berburuk sangka kepada alim ulama, atau mengintimidasi mereka atau dengan cara-cara kotor lainnya.

25. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, kelompok-kelompok yang berseberangan dengan mereka juga memiliki kebaikan-kebaikan dan pendapat-pendapat yang benar. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak akan menafikan hal itu hanya karena perselisihan yang terjadi dengan mereka. Namun, hal itu juga bukan halangan untuk menasehati kelompok-kelompok tersebut dan memperingatkan umat dari kesalahannya dengan syarat: 1) Akibat buruk dari perbuatan mereka akan menyebar kepada umat dan 2) Peringatan tersebut tidak mengakibatkan kemungkaran yang lebih besar.

26. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, jihad dijalan Allah akan tetap berlaku sampai hari kiamat pada umat ini. Jihad adalah amalan yang paling tinggi di dalam agama ini sebab kalimat Allah akan tetap tinggi dengannya. Adapun segala sesuatu yang menyeret kaum muslimin kepada kehinaan dan kelemahan adalah fitnah (malapetaka dan bukan termasuk jihad). Sesungguhnya jihad mulai tegak jika telah jelas perbedaan antara panji-panji kaum muslimin dan panji-panji kaum kafir. Adapun peperangan yang terjadi sesama kaum muslimin hanya akan membuat gembira musuh-musuh Islam (Yahudi dan Nasrani). Kami berlindung kepada Allah dari bahaya kehancuran dan kehinaan.

27. Menururt Ahlus Sunnah wal Jama’ah, politik yang sesuai dengan prinsip salafussholeh adalah sebuah perkara yang agung didalam agama. Memisahkan antara keduanya (politik yang sesuai dengan prinsip salafus sholeh dan agama) berarti telah menyimpang dari agama. Tidak akan baik suatu negeri dan masyarakatnya, kecuali dengan mengikuti aturan-aturan generasi awal umat ini, yaitu Khulafaurrasyidin dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kiamat. Dakwah kepada masalah ini harus ditegakkan dengan hikmah dan pengajaran yang

baik.

28. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memprioritaskan masalah-masalah yang terpenting karena cukup banyak kewajiban yang harus dipikul, sementara waktu yang tersedia cukup terbatas. Perkara yang paling utama adalah pembenahan aqidah, pemberantasan syubhat yang dapat menggoncangkan aqidah, dan penyatuan suara umat Islam di atas perkara tesebut. Kemudian berdakwah kepada nilai-nilai keutamaan dan menghindari kehinaan.

29. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak membenarkan taqlid buta kepada seorangpun, karena semua orang dapat diambil atau ditolak ucapannya, kecuali Rasullullah dan apa-apa yang benar-benar telah disepakati oleh umat. Karena sesungguhnya umat ini tidak akan bersepakat di atas kesesatan. Ahlus sunnah wal Jama’ah mencintai seluruh Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan mengikuti mereka jika dalil yang kuat ada pada mereka. Ahlus sunnah wal Jama’ah tidak mengkhususkan salah satu diantara mereka untuk diikuti, dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah selalu berusaha untuk memberantas fanatik madzhab atau fanatik golongan.

30. Ahlus sunnah wal Jama’ah mewajibkan umat untuk merujuk kepada ulama sebab jika tidak demikian, niscaya akan terbuka pintu kesesatan dan akan terjauhkan dari hidayah. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menyeru kepada taqlid buta dan tidak pula untuk membenci dengan membabi buta. Umat harus sadar bahwa kedudukan mereka jauh di bawah para Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, maka hendaknya mereka selalu mengambil sikap tengah karena kebenaran selalu berada padanya.

31. Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa Imam Mahdi akan muncul di akhir zaman sebagimana disebutkan dalam hadist-hadist yang shahih. Maksudnya bukan Imam Mahdi kaum Syi’ah Rafidhah yang hanya sekedar khurafat. Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga meyakini bahwa Dajjal akan muncul dan Nabi Isa akan turun untuk melaksanakan syariat Rasulullah di tengah-tengah umat manusia. Kemudian setelah itu, kiamatpun akan terjadi atas sejelek-jelek manusia.

ronyfistek06 May 2005, 08:44:47

PRINSIP-PRINSIP DAKWAH AHLUSSUNNAH WAL-JAMAAH

32. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa menimbang maslahat dan mafsadat mempunyai batasan dan kaidah tertentu. Banyak orang yang berbicara dengan kaidah ini, namun mereka tidak mengerti atau pura-pura tidak mengerti kemudian mereka terapkan kaidah ini secara serampangan.

33. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengajak kaum muslimin menimba ilmu syar’i. Diantara mereka ada yang berkewajiban untuk menuntut ilmu agama (ilmu alat, seperti ilmu nahwu, ushul fiqih, musthalah hadist, dll) dan ada juga yang hanya sebatas sunnat. Tidaklah pantas bagi seseorang memfokuskan diri hanya untuk menuntut ilmu lalu menelantarkan sama sekali urusan-urusan lainnya.Tetapi hendaknya semua harus diraih sesuai dengan kewajiban dan kemampuan. Perlu dicamkan bahwa umat Islam akan tetap jaya apabila mereka tetap mempelajari agamanya. Barangsiapa yang bodoh tentang agamanya, ia pasti akan menjadi mangsa serigala dari golongan jin dan manusia.

34. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa kebodohan dan perpecahan adalah penyebab lemahnya umat ini. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah bertekad untuk menyebarkan ilmu yang bermanfaat di tengah-tengah umat dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mencegah sikap bergolong-golongan dan fanatik yang mencela (yang merupakan penyebab terkoyaknya persatuan umat).

35. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa keberadaan kabilah-kabilah banyak kebaikannya, seperti akhlak yang mulia, keberanian, suka menolong, sabar, bertanggungjawab, memuliakan tamu dan tetangga, dll. Disamping itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga selalu memperingatkan mereka untuk tidak berhukum dengan selain hukum Allah, tidak membunuh manusia, tidak menyabot, dan tidak saling tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan, tidak melindungi ahlu bid’ah, dan tidak membunuh orang-orang yang tidak bersalah (semata-mata karena persamaan atau perbedaan suku), dan lain sebagainya.

36. Ahlus Sunnah wal Jama’ah, barangsiapa yang memperhatikan dengan seksama keadaan suku-suku tersebut, ia tentu akan menemukan pelanggaran-pelanggaran syariat di dalamnya. Diantaranya adalah mereka berbuat hanya karena adat istiadat belaka, bukan dengan dasar ibadah. Oleh karena itu, hendaknya suku-suku ini dibimbing agar beramal dengan penuh pertimbangan dan dengan niat yang ikhlas. Juga hendaknya mereka dicegah dari sifat-sifat tercela seperti riya’, gila pujian, dan gila kedudukan karena semua itu dapat merusak nilai-nilai agama. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menolak keberadaan suku-suku itu dan tidak pula menerima seluruhya, karena menurut Ahlus Sunnah wal Jamaah kebenaran lebih patut untuk diikuti.

37. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa telah banyak kebaikan yang Allah berikan kepada suku-suku itu lewat pemuka-pemuka sukunya. Demikian pula Allah mencegah berbagai keburukan melalui mereka. Ini merupakan salah satu pintu kemuliaan yang terbuka lebar bagi mereka. Suku manapun yang tidak memiliki pemuka atau banyak pemuka, lambat laun akan hilang kejayaannya. Oleh kerena itu, para pemuka wajib menjaga kebajikan ini dengan selalu mengagungkan syiar-syiar agama Islam, tidak melanggar hukum-hukum Allah, menjaga sukunya untuk taat dan mencegah mereka dari dosa, serta tidak memprovokasi sukunya untuk berperang melawan suku lain, sebab hal itu akan menyebabkan kebinasaan. Demikian justru, hendaknya pemuka-pemuka itu mengarahkan suku-sukunya untuk bersabar karena balasan yang baik hanya untuk orang-orang yang bersabar. Tentu saja kita mengetahui ada waktu-waktu yang membutuhkan kesabaran. Allah berfirman, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Dia akan memberi jalan keluar baginya.” (At-Thalaq:2)

38. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak menghendaki suku-suku tersebut menjadi batu sandungan di hadapan penegak hukum yang sedang melaksanakan kewajiban-kewajibanya, berupa pekerjaan yang bermanfaat dan kemaslahatan-kemaslahatan umum, dengan demikian mereka (suku-suku tersebut) telah menutup pintu-pintu kebajikan dan membuka pintu-pintu kejelekan. Momentum seperti itu akan dimanfaatkan oleh musuh-musuh mereka untuk mengarahkan mereka kepada kerusakan yang nyata sehingga terjadilah kehancuran di muka bumi.

39. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak mengharamkan ilmu pengetahuan umum yang bermanfaat bahkan Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandangnya sebagai amalan yang dibolehkan atau sunnah, bahkan wajib bagi sebagian orang pada waktu-waktu tertentu. Karena urusan dunia telah dibuka seluas-luasnya bagi kita dengan syarat tidak bertentangan dengan syariat. Rasulullah bersabda, “Kamu lebih mengetahui urusan duniamu.”(HR.Muslim)

40. Ahlus Sunnah wal Jama’ah juga tidak mengharamkan jabatan-jabatan di dalam pemerintahan atau sejenisnya (pegawai negeri) dengan syarat tidak bertentangan dengan syari’at. Dan menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, umat Islam harus memiliki pegawai-pegawai yang cakap di segala bidang dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah selalu menasehati mereka agar tidak melanggar syari’at.

41. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak setuju dengan metode dakwah melalui pentas-pentas sandiwara sebab hal tersebut minimal mengandung kedustaan. Dan tidak pula melalui nasyid-nasyid sebab mudharatnya lebih banyak daripada manfaatnya. Juga karena hal itu adalah bentuk tasyabbuh (meniru orang kafir) dan dapat menimbulkan perkara yang lebih berbahaya.

42. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa sarana-sarana hasil tekhnologi canggih yang bermanfaat bagi dakwah pada asalnya tidak dilarang oleh syari’at.

43. Ahlus Sunnah wal Jama’ah tidak membenarkan adanya bai’at-bai’at, kecuali pada Imam kaum muslimin yang telah disepakati, baik melalui pemilihan oleh Ahlulhalli wal aqdi (majelis musyawarah alim ulama dan tokoh masyarakat) atau melalui perebutan kekuasaan. Itu semua bertujuan untuk menghindari fitnah (bencana) dan untuk menyatukan suara kaum muslimin. Adapun bai’at kepada orang yang tidak punya kuasa, baik ia dikenal maupun tidak, itu tidaklah ada dasarnya di dalam syari’at. Bahkan hal itu dapat menimbulkan perpecahan kaum muslimin.

44. Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa hadits: “ Barangsiapa yang mati tanpa ada ikatan baiat di lehernya, maka ia mati dalam keadaan jahiliyah,” adalah baiat bagi pemimpin yang telah di sepakati oleh ahlul halli wal aqdi, seperti kata Imam Ahmad. (Lihat kitab “Masa’il Ibnu Hani” juz II hal. 185)

45. Ahlus Sunnah wal Jama’ah memandang bahwa bai’at-bai’at yang menyimpang (bid’ah) tersebut akan memecah belah umat dan akan menjadi batu sandungan ketika hendak menasehati orang yang tidak satu kelompok atau satu pemimpin.

46. Menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah, seluruh kebaikan adalah dengan mengikuti pedoman para salaf, dan seluruh kejelekan adalah mengikuti bid’ah para khalaf (generasi akhir).

47. Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengutamakan kelembutan dalam berdakwah dan dalam memberi nasehat kepada masyarakat umum karena mereka juga menyukai kebaikan.

48. Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini kebenaran semua perkara-perkara yang diterangkan oleh alim ulama di dalam kitab-kitab sunnah dan aqidah, yaitu tentang masalah iman, janji pahala, ancaman azab, adanya syafa’at, keutamaan sahabat, adanya surga dan neraka, adanya haudh (telaga Rasulullah), adanya timbangan amal shaleh, kebenaran Al-Qur’an, penetapan nama-nama dan sifat-sifat Allah, adanya ru’yah (melihat Allah pada hari kiamat bagi orang-orang beriman) dan yang lainnya baik secara global maupun terperinci karena tidak mungkin disampaikan di sini seluruhnya dan juga karena perkara-perkara tersebut sudah dikenal di dalam dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Inilah ringkasan kaidah-kaidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang kami serukan. Alim ulama telah banyak menjelaskannya di dalam kitab-kitab mereka. Kami telah menukil beberapa pembahasan tersebut dari mereka. Walhasil dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah ibarat hujan di manapun turunnya akan membawa manfaat. Barangsiapa mendapat hidayah, niscaya ia telah mendapat petunjuk kepada jalan yang lurus.

Dakwah apapun jika tidak tegak di atas landasan kaidah-kaidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, hanyalah akan menjadi fitnah (adzab) yang menyerupai awan (yang membawa adzab) kaum ‘Ad.

“Maka tatkala mereka melihat adzab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka. Mereka berkata, ‘ Inilah awan yang akan menurunkan hujan kepada kami.’ Bukan! Bahkan itulah adzab yang kamu minta supaya datang dengan segera, yaitu angin yang mengandung adzab yang pedih.” (Al-Ahqaf: 24)

Yaitu dakwah yang tidak menjadikan ilmu hadits sebagai azas dan tidak bersandar kepada pemahaman para sahabat, generasi awal yang utama, dan alim ulama, pada awalnya nampak benar, namun lambat laun akan nampak cacat dan celanya kemudian akan berbalik menjadi fitnah (musibah) bagi umat dan akan menjadi penghalang dari agama Allah.

“ Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya akan mendapat banyak petunjuk ataukah orang yang berjalan tegar di atas jalan yang lurus ?” (Al-Mulk: 22)

Kami memohon kepada Allah yang Maha Agung dengan nama-nama-Nya yang husna dan sifat-sifat-Nya yang Maha Tinggi agar menjadikan kita sebagai pembimbing hidayah bagi umat manusia bukan sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan dan agar kita menjadi pembuka seluruh pintu kebajikan dan penutup selurah pintu kejelekan. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Maha Kuasa untuk mengabulkannya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad, Nabi yang Ummi, kepada istri-istri beliau, para ummahatul mukminin, serta keluarga dan keturunan beliau.

akh_emdi06 May 2005, 09:21:58

ana salut dan senang sekali atas 'kegigihan' akh ronysemoga kita selalu dalam limpahan petunjuk Allah SWT,...

ronyfistek07 May 2005, 08:04:09

ana salut dan senang sekali atas 'kegigihan' akh ronysemoga kita selalu dalam limpahan petunjuk Allah SWT,...

Jazakallah KhoirMari kita sama-sama membentuk Pribadi Kita sebagai Seorang Muslim Yang Sejati luar dalam, dan menebarkan Ilmu Al Haq secara penuh semangat jihad. Dan Ingatlah Cobaan itu akan datang, fitnah itu akan berusaha menghancurkan kita, tetapi kita harus bertahan. Ayo Akh... jangan hanya ana saja. Barakallahu fikum

wotogalagil07 May 2005, 10:13:17

pertanyaan saya simpel sajaapakah akhi rony sbg pengikut/pendukung/supporter fanatikAhlussunah wal Jama'ah sudah merasa sesuai dlm menerapkan48poin tsb dlm berkiprah di MYQ ini? :-D

----------------------------------------------------------------mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)----------------------------------------------------------------

ronyfistek08 May 2005, 05:35:34

pertanyaan saya simpel sajaapakah akhi rony sbg pengikut/pendukung/supporter fanatikAhlussunah wal Jama'ah sudah merasa sesuai dlm menerapkan48poin tsb dlm berkiprah di MYQ ini? :-D

----------------------------------------------------------------mau berTadabur ke Padepokan ane? ... coba tangkep tuh singa #!anim34 (http://www.ajangkita.com)----------------------------------------------------------------

Jawaban saya sederhana. Biarlah mereka yang seperti ada tetap ada di MyQuran ini. Seorang Muslim yang baik akan mencari Ilmu dan mengamalkannya.

ronyfistek08 May 2005, 05:36:55

Semoga Provokator, Kompor, Dan Jahiliyah tidak bermaksud merusak Thread ini, sehingga Thread ini ditutup.

Afwan

ronyfistek08 May 2005, 05:45:44

SIFAT ALLAH dalam SUNNAH

Ketahuilah! Bahwasanya Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, yaitu sahabat Rasulullah r, Tabi’in dan yang mengikuti mereka dengan kebaikan dari generasi yang diutamakan oleh Allah sepakat menetapkan semua yang datang dari al-Qur’an dan As-Sunnah berupa sifat-sifat Allah.

Ahlus Sunnah menetapkan sifat-sifat tersebut tanpa menafikan sedikit pun dari sifat-sifat tersebut (Ta’thil), tidak mentakwilnya, tidak memalingkan makna (Tahrif) dan tanpa menyerupakannya dengan makhluk (Tamtsil). Ini adalah jalan yang benar (lurus), yaitu jalan yang menyelamatkan dari siksa Allah dan ini merupakan petunjuk dan cahaya.

Sunnah Rasulullah r ini menafsirkan al-Qur’an, menjelaskannya, menunjukkannya dan menguraikannya. Dan apa yang disebutkan Rasulullah r tentang Allah dalam hadits-hadits yang shahih adalah wajib bagi kita untuk mengimaninya dengan yakin dan menetapkannya menurut cara yang sempurna dengan keagunganNya.

Allah berfirman:

“Dan Allah menurunkan kepadamu al-Qur’an dan al-Hikmah (as-Sunnah)” (an-Nisaa’: 113).

Dan juga firmanNya:

“Apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah dan apa yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (al-Hasyr: 7)

Dan Rasulullah r adalah orang yang paling tahu tentang Allah, yang paling jujur, paling fasih dan selalu menasehati ummatnya, dan perkataannya merupakan wahyu dari Allah. Allah berfirman:

“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut hawa nafsunya, ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan kepadanya. (an-Najm: 3-4)

1. Allah Turun Ke Langit Dunia Setiap Malam.

Rasulullah r bersabda: “Rabb kami turun ke langit dunia ketika tinggal sepertiga malam yang akhir dan berfirman: “Barangsiapa yang berdo’a kepadaKu, maka akan Aku kabulkan do’anya, barangsiapa yang meminta akan Aku berikan permintaannya dan barangsiapa yang memohon ampun, maka akan Aku ampunkan dia.” (Muttafaq Alaih).

Turunnya Allah adalah secara hakikat menurut apa yang Ia kehendaki dan Ahus Sunnah menetapkan tentang turunnya Allah ke langit dunia sebagaimana mereka menetapkan seluruh sifat yang telah tetap dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka menahan diri dari menanyakan tentang kaifiatnya, dan berkata: Sesungguhnya Rasulullah r tidak mengabarkan kepada kita, bagaimana turunnya Allah dan kita mengetahui bahwa Allah itu berbuat sesuatu yang Ia inginkan dan Ia berkuasa atas segala sesuatu.

Oleh karena itu orang-orang yang faham akan hal ini, berusaha untuk mencari waktu yang mulia ini untuk mendapatkan karuniaNya, dengan melaksanakan ibadah kepada Allah disertai ketundukan, khusu’, takut apabila do’anya tidak dikabulkan dikarenakan perbuatan dosa yang mereka kerjakan dan penuh harap kepada RahmatNya.

ronyfistek08 May 2005, 05:46:27

SIFAT ALLAH dalam SUNNAH

2. Sifat al-Farh (Gembira) Bagi Allah.

Rasulullah r bersabda: “Allah lebih gembira dengan taubat seorang hambaNya daripada gembiranya seorang di antara

kalian yang mendapatkan binatang tunggangannya yang hilang.” (Muttafaq Alaih).

Inilah gembiranya Allah karena kedermawanan dan kebaikanNya yang telah memberikan bermacam-macam karunia dan kemuliaan atas hamba-hambaNya. Allah mencintai hambaNya untuk menempuh setiap jalan yang menyampaikan mereka kepada rahmat dan kebaikanNya dan Allah tidak menyukai kebalikan dari itu. Apabila mereka durhaka kepada Allah dan melawanNya dengan perbuatan dosa, maka mereka telah menawarkan diri untuk mendapatkan siksaNya, dimana Allah tidak suka melakukannya. Namun apabila mereka bertaubat dan kembali kepadaNya, maka Allah gembira dengan kegembiraan yang melebihi kegembiraan orang yang berada di tengah tanah yang tandus lagi berbahaya, tiba-tiba binatang tunggangan yang di atasnya terdapat perbekalannya menghilang, lalu ia berputus asa dan tinggal menunggu kematiannya, tapi tiba-tiba unta tersebut berada dihadapannya, lalu ia mengambil tali kekangnya dengan penuh kegembiraan dan saking gembiranya ia berkata: ”Ya Allah, Engkau adalah hambaku dan aku RabbMu” (sebenarnya ia ingin mengatakan: “Ya Allah, Engkau adalah Rabbku dan aku HambaMu-red). kegembiraannya itu hampir saja menguasai dan membinasakannya, maka Maha Agung Allah Rabb Yang Mulia dan Dermawan yang tidak dapat terhitung pujian kepadanya, sebagaimana Allah menyanjung atas diriNya di atas sanjungan seluruh hambaNya.

3. Sifat adh-Dhahak (Tertawanya) Allah

Rasulullah r bersabda:“Allah tertawa kepada dua orang yang saling membunuh dan kedua-duanya masuk Surga.” (Muttafaq Alaih)

Ini termasuk dari kesempurnaan dan keluasan rahmat Allah. Karena sesungguhnya seorang muslim yang berperang di jalan Allah, dia dibunuh oleh orang kafir, maka Allah memberikan kemuliaan kepadanya dengan mati syahid, kemudian Allah memberi karunia kepada orang kafir tersebut dengan hidayah sehingga masuk Islam, maka keduanya masuk Surga. dan ini adalah termasuk cabang kemuliaan atau kedermawananNya yang terus menyertai hambaNya.

4. Sifat al-’Ajab (Heran)

Rasulullah r bersabda: “Allah heran terhadap keputusasaan hambaNya, padahal telah dekat perubahan (dari keadaan sulit kepada kemudahan yang dilakukanNya). Allah memandang kalian dalam keadaan sempit/sulit serta putus asa, maka Ia pun tertawa dan Ia mengetahui bahwa kelapangan untuk kalian telah dekat. (HR Ibnu Majah, Ahmad, al-Ajurri dan lainnya).

Juga sabda Rasulullah r: “Allah heran kepada orang yang masuk Syurga dengan tangan-tangan dalam keadaan diikat rantai.” (HR al-Bukhari, al-Fath 6/145).

Memang hal tersebut sesuatu yang mengherankan! Bagaimana bisa mereka berputus asa dari rahmat Allah, padahal rahmat Allah itu meliputi segala sesuatu dan sebab-sebab untuk mendapatkannya telah terpenuhi, seperti; kebutuhan hamba, berdo’a agar turunnya hujan dan mengharap kepadaNya termasuk sebab datangnya hujan. inilah yang diherankanNya, Allah berfirman:

“Apabila Allah melimpahkan hujan kepada apa yang ia kehendaki dari hamba-hambaNya, tiba-tiba mereka gembira, padahal sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka sungguh-sungguh telah berputus asa.” (ar-Ruum: 48-49).

Allah telah menentukan bahwa kelapangan itu datang setelah ada kesempitan dan kemudahan itu datang setelah ada kesulitan dan bahwasanya kesulitan itu tidak terjadi terus-menerus. yang terpenting adalah kita harus optimis dengan rahmatNya dengan mengadu kepada Allah dan mengharap karuniaNya, niscaya Allah akan membukakan untuk mereka kedermawananNya yang tidak terlintas di hati manusia.

ronyfistek08 May 2005, 05:47:33

SIFAT ALLAH dalam SUNNAH

5. Menetapkan Sifat Kaki Bagi Allah.

Rasulullah r bersabda: “Neraka jahannam masih saja diisi (dengan penghuninya), maka ia (neraka) senantiasa berkata: “Masih adakah tambahan? Sehingga Rabbul Izzah meletakkan kakiNya di dalamnya -dalam riwayat lain- meletakkan kakiNya di atasnya, maka sebagiannya merapat kepada sebagian yang lainnya, lalu ia (neraka) berkata: “Cukup...cukup!.” (Muttafaq Alaih).

Sifat ini berjalan menurut sifat-sifat yang lainnya dan ditetapkan bagi Allah dengan benar menurut cara yang sesuai dengan keagunganNya, yang demikian ini karena Allah menjanjikan kepada neraka untuk dipenuhi, sebagaimana firmanNya:

“Sesungguhnya Aku akan penuhi neraka jahannam dari jin dan manusia seluruhnya.” (as-Sajadah:13)

Dikarenakan ketentuan dari rahmatNya, bahwa Allah tidak akan mengazab seseorang tanpa ada dosa, padahal neraka itu sangat besar dan luas, maka Allah memenuhi janjinya dengan meletakkan kakiNya, maka kedua ujung neraka itu bertemu, oleh sebab itu tidak ada lagi yang akan dimasukkan kedalamnya. Adapun surga masih ada tempat kosong meskipun sudah banyak yang masuk.

Sifat-sifat yang telah dikemukakan di atas wajib diimani dan diiringi dengan keyakinan bahwa walaupun dari segi nama, sifat-sifat tersebut adalah sama seperti pada makhluqNya, akan tetapi hal itu tidak mengharuskan kesamaan atau penyerupaan dalam hakikat dan kaifiyat. Sebagaiman firmanNya:

“Tidak ada yang serupa denganNya, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (as-Syura:11).

Allah menafikan jika ada sesuatu yang menyerupainya dan dia menetapkan bahwa dia adalah Maha Mendengar dan Maha Melihat. Maka Dia diberi nama dan disifati dengan nama dan sifat yang Dia berikan untuk diriNya. Dan barangsiapa yang mengingkari nama-nama dan sifat-sifat Allah atau menamakan dan menyifatiNya dengan nama-nama dan sifat-sifat makhluqnya (karena ada sifat makhluq yang Allah terbebas dari sifat tersebut) atau mentakwilnya dari makna yang benar, maka dia telah berbicara tentang Allah tanpa ilmu dan berdusta terhadap Allah dan RasulNya. Allah berfirman: “Siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah.” (al-Kahfi: 15)

sumber:Risalah No: Thn. VII / Jumadil Ula 1425 H

ronyfistek08 May 2005, 05:50:13

"LAGU, FOTOGRAFI & MENCUKUR JENGGOT" Berdasarkan Ajaran Islam

HUKUM MUSIK

oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah

Sesungguhnya mendengarkan lagu-lagu itu adalah haram dan suatu kemungkaran, dan juga termasuk salah satu penyebab penyakit hati. Kekerasan hati dan berpalingnya ia dari dzikir kepada Allah dan shalat.

Sebagian ulama menafsirkan firman Allah SWT.

"Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna)." (Qs. Lukman: 6)

Bahwa yang dimaksud dengan "perkataan yang tidak berguna" dalam ayat ini adalah lagu-lagu. Abdullah bin Mas'ud r.a. bersumpah bahwa yang dimaksud dengan "perkataan yang tidak berguna" adalah lagu-lagu. Dan bila lagi-lagu ini disertai dengan alat-alat musik seperti biola, gitar, gendang dan lain sebagainya, maka keharamannya semakin tegas. Sebagian ulama menyebutkan bahwa lagu-lagu yang disertai dengan alat-alat musik hukumnya haram berdasarkan ijma' para ulama. Jadi kita harus berhati-hati dalam perbuatan ini.

Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda:

"Akan ada dari ummatku nanti suatu kaum yang menghalalkan perzinahan, sutra, khamar dan alat musik."

Saya wasiatkan kepadamu dan kepada yang lain untuk mendengarkan siaran Al-Qu'ran Al-Karim, ceramah-ceramah dan suara religius (keagamaan) lainnya. Karena banyak manfaat dan menyibukkan diri dari mendengarkan lagi dan musik.

Adapun yang disyariatkan dalam resepsi pernikahan adalah memukul dup (rebana) yang disertai dengan lagu biasa yang tidak mengajak kepada sesuatu yang diharamkan dan tidak pula pujian terhadap sesuatu yang haram, yang dirayakan pada suatu malam khusus untuk wanita, dengan tujuan mengumumkan pernikahan itu dan untuk membedakannya dengan pernikahan yang syar'i sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits shahih tentang itu dari Rasulullah.

Adapun thubl (gendang) tidak boleh dipukul pada saat pesta perkawinan, cukup dup saja. Dan tidak boleh menggunakan pembesar suara dalam mengumumkan suatu pernikahan, dan juga tidak boleh melantunkan lagu-lagu yang dianggap biasa namun mengandung fitnah besar, akibat yang jelek dan ganguan kepada orang-orang muslim. Dan juga tidak boleh terlalu lama. Tetapi cukup bahwa pernikahan itu telah diketahui oleh umum. Karena dengan memperpanjang waktu pesta itu hingga larut malam, akan memperlambat seseorang shalat shubuh atau ketiduran lalu tidak menunaikannya tepat pada waktunya, dan ini termasuk perbuatan orang-orang munafiq.

Berikut ini adalah dalil-dalil yang menunjukkan haramnya lagu yang dinukil dari perkataan dan pendapat salafus-shalih (orang-orang shalih dulu) semoga Allah meridhai mereka.

Abu Bakar Ash-shiddiq semoga Allah meridhainya berkata: "lagu dan musik adalah seruling setan".

Imam Malik bin Anas semoga Allah meridhainya berkata: "lagu-lagu itu hanya dilakukan oleh orang-orang fasik diantara kita".

Orang-orang syafi'iyyah (pengikut mazhab syafi'i) mempersamakan lagu dengan kerusakan dan kebatilan.

Imam Ahmad semoga Allah meramatinya berkata: "lagu itu menimbulkan kemunafikan dalam hati, jadi saya tidak tertarik"

Sahabat-sahabat Imam Abu Hanifah semoga Allah merahmati mereka berkata: "menyimak lagu adalah suatu kefasikan."

Umar bin Abdul Aziz semoga Allah merahmatinya berkata: "lagu itu awalnya dari setan dan akhirnya dapat murka Allah".

Imam Qurthubi semoga Allah merahmatinya berkata: "lagu itu dilarang berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah".

Imam Abu Sholah semoga Allah merahmatinya berkata: "lagu yang disertai alat (musik) diharamkan berdasarkan 'ijma (kesepakatan ulama)."

ronyfistek08 May 2005, 05:51:00

"LAGU, FOTOGRAFI & MENCUKUR JENGGOT" Berdasarkan Ajaran Islam

HUKUM FOTOGRAFER

oleh: Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah

Pertanyaan:

Bagaimana pendapat syeikh tentang hukum fotografi yang telah mewabah dan ditekuni banyak orang.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah semata, shalawat dan salam atas junjungan rasul terakhir.

Banyak hadits-hadits Nabi shallallahu 'alahi wa sallam dalam kitab-kitab shahih, musnad dan sunan yang menunjukkan haramnya menggambar segala sesuatu yang memiliki roh baik itu manusia dan yang lainnya. Perintah mencabut tirai yang bergambar, perintah membuang gambar, laknat bagi tukang gambar dan penjelasan bahwa mereka adalah

manusia yang paling berat siksaanya pada hari kiamat. Saya akan menyebutkan beberapa hadits shahih tentang masalah ini dan saya juga akan menyebutkan beberapa pendapat ulama yang paling benar dalam masalah ini Insya Allah.

Dalam kitab shahihain dari Abu Hurairah semoga Allah meridhainya berkata: Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda: Allah SWT berfirman (dalam salah satu hadits Qudsi):

"Siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mencipta sesuatu sebagaimana aku mencipta, maka hendaklah ia mencipta aton, atau mencipta sebutir biji-bijian atau hendaklah ia menciptakan sebiji gandum" (lafadz Muslim)

Juga dalam shahihain dari Ibnu Umar semoga Allah meridhainya berkata: Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya manusia yang paling berat siksanya pada hari kiamat adalah tukang gambar"

Juga dalam shahihain dari Ibnu Umar semoga Allah meridhainya berkata: Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda:

"Sesungguhnya orang-orang yang membuat gambar-gambar ini akan disiksa pada hari kiamat lalu dikatakan kepada mereka hidupkanlah apa-apa yang kalian ciptakan" (lafadz oleh Bukhari)

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam shahihnya dari Abu Juhaifah semoga Allah meridhainya bahwa Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam melarang harga (uang hasil penjualan) darah, harga anjing, usaha perzinaan, melaknat orang yang memakan riba atau orang yang mewakilkannya, atau orang yang membuat tatto ditubuhnya atau orang yang diminta dibuatkan tatto dan orang-orang yang membuat gambar.

Dari Ibnu Abbas semoga Allah meridhainya berkata: "saya telah mendengar Rasulullah bersabda:

"Barangsiapa yang membuat gambar didunia ini maka ia akan dibebani pada hari kiamat untuk meniupkan roh ke dalam gambar buatannya, namun ia tidak akan bisa meniupkannya" (Mutaffaqun alaih)

Imam Muslim meriwayatkan dari Said bin Abil Hasan berkata: "Seorang laki-laki datang menemui Ibnu Abbas dan berkata: saya telah melukis gambar-gambar ini maka berilah saya fatwa!" Maka ia pun mendekat kepada hingga meletakkan tangannya diatas kepalanya dan berkata saya akan memberitahu kamu apa yang saya pernah dengan dari Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam, beliau bersabda:

"Setiap orang yang membuat gambar berada dalam neraka, untuk setiap gambar yang dibuatkannya akan diberi roh guna menyiksa dirinya dalam neraka Jahannam." Lalu ia berkata kalau anda terpaksa melakukannya maka buatlah gambar pohon atau apa yang tidak bernyawa."

ronyfistek08 May 2005, 05:51:47

"LAGU, FOTOGRAFI & MENCUKUR JENGGOT" Berdasarkan Ajaran Islam

HUKUM MENCUKUR JENGGOT

oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin

Mencukur jenggot adalah haram dan merupakan maksiat kepada Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam, Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda:

"Biarkanlah jenggot itu (panjang) dan potonglah kumis."

Dan perbuatan itu termasuk keluar dari jalan Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam ke jalan-jalan orang majusi dan musyrik.Batasan jenggot seperti yang disebut ahli bahasa adalah rambut wajah, depan kedua telinga dan diatas kedua pipi. Artinya setiap yang tumbuh diatas kedua pipi, depan kedua telinga (cambang) atau diatas dagu adalah batas jenggot. Dan mengambil sesuatu darinya termasuk maksiat juga. Karena Rasulullah shallallahu 'alahi wa sallam bersabda:

"Biarkanlah jenggot itu (panjang)..."

"Panjangkanlah jenggot itu..."

"Perbanyaklah (suburkanlah) jenggot itu..."

"Sempurnakan jenggot itu..."

Dalil-dalil ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh mengambil sesuatu darinya , tetapi maksiat disini bertingkat. Mencukur jenggot dosa lebih besar dan jelas lebih pelanggarannya dari pada sekedar mengguting beberapa helainya darinya.

--------------------------------------------------------------------------------

i hate my live08 May 2005, 19:18:01

ahli sunnah tuh persis bukan?.kok fotografi aja ga boleh berarti foto juga ga boleh?tar identitas buat KTP,Paspor DLL gimana? klo disembah2 kali ga boleh maksudnya (mungkin)

ronyfistek09 May 2005, 06:11:31

ahli sunnah tuh persis bukan?.kok fotografi aja ga boleh berarti foto juga ga boleh?tar identitas buat KTP,Paspor DLL gimana? klo disembah2 kali ga boleh maksudnya (mungkin)Ahlus Sunnah adalah Al ISLAMArtikel disini berdasarkan Dalil bukan Syubhat dan Syahwat Hati dan Pikiran

heri_aza_lagi

09 May 2005, 08:52:03Ahlus Sunnah adalah Al ISLAMArtikel disini berdasarkan Dalil bukan Syubhat dan Syahwat Hati dan PikiranLalu apa jawabannya dgn foto KTP, SIM, kartu mahasiswa dan lain2...?Kalo nyukur jenggot dgn niat biar lebih lebat dan lebih subur...?Ttg lagi disana gak disebutkan jenis lagunya... Apakah semuanya tanpa terkecuali..? haram...?

ronyfistek10 May 2005, 16:59:38

[QUOTE=heri_aza_lagi]Lalu apa jawabannya dgn foto KTP, SIM, kartu mahasiswa dan lain2...?[QUOTE]Kalau foto untuk keperluan diatas dengan tujuan sebagai tanda pengenal dan bukti-bukti dokumentasi yang betul-betul diperlukan (darurot), InsyaAllah tidak mengapa. Permasalahannya adalah apabila untuk kenikmatan dunia, kenang-kenangan yang bukan darurot, akhi bisa membaca beberapa mudhoratnya dan alasan dilarangnya.

ronyfistek10 May 2005, 17:02:08

[QUOTE=heri_aza_lagi]Kalo nyukur jenggot dgn niat biar lebih lebat dan lebih subur...?[QUOTE]memelihara jenggot adalah bahagian dari cerminan seorang muslim. Tetapi jika tidak memiliki jenggot maka tidak boleh kita memakai obat hanya untuk hal ini. Lalu kalau untuk melebatkan, maka tiada tuntunannya. Peliharalah jenggot secara alami. Itulah tuntunannya yang sebenarnya.

ronyfistek10 May 2005, 17:06:48

Ttg lagi disana gak disebutkan jenis lagunya... Apakah semuanya tanpa terkecuali..? haram...?1.Yang menggunakan alat musikMemang ada alat yang menimbulkan bunyi yang dituntunkan yaitu Rebana, tetapi hal itu hanya khusus untuk kalangan Wanita pada hari-hari tertentu saja (yang diperbolehkan) yaitu ketika acara pernikahan dan hari raya ied. Perlu ditekankan disini, hanya khusus wanita, dan jangan sampai suara mereka terdengar kaum pria (yang bukan muhrim tentunya).

2. Yang mengandung keSyirikanContoh nyata pada lagi-lagu hadad alwi (afwan kalau tersinggung)

3. Yang mengandung Syahwat, Tidak bermanfaat, Percintaan Antar Insan, dan yang sejenisnya.Banyak contoh kok

ronyfistek16 May 2005, 10:03:39

semoga bermanfaat

ronyfistek16 May 2005, 15:13:39

Pengertian As-Sunnah

Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi , yaitu segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan, atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja yang hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli hadits. juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat wajib’ yang menjadi istilah ahli fikih (Lihat Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, hal. 11).

As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah :“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa dengannya.” -yakni As-Sunnah-, (H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan sanad yang shahih ,juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130)

Para ulama juga menafsirkan firman Allah :“…dan supaya mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah”(Al BAqarah ayat 129)

Al-Hikmah dalam ayat tersebut adalah As-Sunnah seperti diterangkan oleh Imam As-Syafi`i, “Setiap kata al-hikmah dalam Al-Qur`an yang dimaksud adalah As-Sunnah.” Demikian pula yang ditafsirkan oleh para ulama yang lain.( Al-Madkhal Li Dirasah Al Aqidah Al-Islamiyah hal. 24)

ronyfistek16 May 2005, 15:14:56

As-Sunnah Terjaga Sampai Hari Kiamat

Diantara pengetahuan yang sangat penting, namun banyak orang melalaikannya, yaitu bahwa As-Sunnah termasuk dalam kata ‘Adz-Dzikr’ yang termaktub dalam firman Allah Al-Qur`an surat al-Hijr ayat 9, yang terjaga dari kepunahan dan ketercampuran dengan selainnya, sehingga dapat dibedakan mana yang benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Tidak seperti yang di sangka oleh sebagian kelompok sesat, seperti Qadianiyah (Kelompok pengikut Mirza Ghulam Ahmad al-Qadiani yang mengaku sebagai nabi, yang muncul di negeri India pada masa penjajahan Inggris) dan Qur`aniyun (Kelompok yang mengingkari As-Sunnah, dan hanya berpegang pada Al-Qur’an), yang hanya mengimani (meyakini) Al-Qur`an namun menolak As-Sunnah. Mereka beranggapan salah (Dari sini nampak sekali kebodohan mereka akan Al Qur’an, seandainya mereka benar mengimani Al Qur’an sudah pasti mereka akan mengimani As-Sunnah, karena betapa banyak ayat Al Qur’an yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah yang sudah barang tentu menunjukkan perintah untuk mengikuti As-Sunnah) tatkala mengatakan bahwa As-Sunnah telah tercampur dengan kedustaan manusia ; tidak lagi bisa dibedakan mana yang benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Sehingga, mereka menyangka, setelah wafatnya Rasulullah , kaum muslimin tidak mungkin lagi mengambil faedah dan merujuk kepada as-Sunnah.( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi Al Aqaid wal Ahkam hal. 16)

ronyfistek16 May 2005, 15:16:22

Dalil-dalil yang Menunjukkan Terpeliharanya As-Sunnah:

Pertama: Firman Allah ,“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Q.S. ?Al-Hijr:9)Adz-Dzikr dalam ayat ini mencakup Al-Qur’an dan –bila diteliti dengan cermat- mencakup pula As-Sunnah.

Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda Rasulullah ? yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa nafsunya.” (Q.S. An-Najm:3)Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr. Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya As-Sunnah.

Segala apa yang telah dijamin oleh Allah untuk dijaga, tidak akan punah dan tidak akan terjadi penyelewengan sedikitpun. Bila ada sedikit saja penyelewengan, niscaya akan dijelaskan kebatilan penyelewengan tersebut sebagai konsekuensi dari penjagaan Allah. Karena seandainya penyelewengan itu terjadi sementara tidak ada penjelasan akan kebatilannya, hal itu menunjukkan ketidak akuratan firman Allah yang telah menyebutkan jaminan penjagaan. Tentu saja yang seperti ini tidak akan terbetik sedikitpun pada benak seorang muslim yang berakal sehat.

Jadi, kesimpulannya adalah bahwa agama yang dibawa oleh Muhammad ini pasti terjaga. Allah sendirilah yang bertanggung jawab menjaganya; dan itu akan terus berlangsung hingga akhir kehidupan dunia ini ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 16-17)

Kedua:Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, serta menjadikan syari’at yang dibawanya sebagai syari’at penutup. Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk beriman dan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Muhammad sampai Hari Kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syari’at selainnya. Dan adanya perintah Allah untuk menyampaikannya kepada seluruh manusia, menjadikan syariat agama Muhammad tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu kemustahilan, Allah membebani hamba-hamba-Nya untuk mengikuti sebuah syari’at yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syari’at Islam adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Maka bila Al-Qur’an telah dijamin keabadiannya, tentu As-Sunnah pun demikian ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 19-20)

Ketiga:Seorang yang memperhatikan perjalanan umat Islam, niscaya ia akan menemukan bukti adanya penjagaan As-Sunnah. Diantaranya sebagai berikut (Al Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah, hal. 25):

(a)Perintah Nabi kepada para sahabatnya agar menjalankan As-Sunnah.

(b)Semangat para sahabat dalam menyampaikan As-Sunnah.

(c)Semangat para ulama di setiap zaman dalam mengumpulkan As-Sunnah dan menelitinya sebelum mereka menerimanya.

(d)Penelitian para ulama terhadap para periwayat As-Sunnah.

(e)Dibukukannya Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil.( Ilmu yang membahas penilaian para ahli hadits terhadap para periwayat hadits, baik berkaitan dengan pujian maupun celaan, Pen.)

(f)Dikumpulkannya hadits–hadits yang cacat, lalu dibahas sebab-sebab cacatnya.

(g)Pembukuan hadits-hadits dan pemisahan antara yang diterima dan yang ditolak.

(h) Pembukuan biografi para periwayat hadits secara lengkap.

ronyfistek16 May 2005, 15:16:56

Wajib merujuk kepada As-Sunnah dan haram menyelisihinya

Pembaca yang budiman, sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

ronyfistek16 May 2005, 15:17:29

Perintah Al-Qur`an agar berhukum dengan As-SunnahDi dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berhukum dengan As-Sunnah, diantaranya:

1. Firman Allah :“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah nyata-nyata sesat.” (Q.S. Al Ahzab: 36)

2. Firman Allah :“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. 49:1)

3. Firman Allah :“Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 32)

4. Firman Allah :“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; janganlah kamu berbantah-bantahan, karena akan menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al Anfal: 46)

5. Firman Allah :“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang menghinakan.” (Q.S. An Nisa’: 13-14)

ronyfistek16 May 2005, 15:18:02

Hadits-hadits yang memerintahkan agar mengikuti Nabi dalam segala hal di antaranya:

1. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:“Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab, “Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku dialah yang enggan”. (HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851).

2. Abu Rafi’ mengatakan bahwa Rasulullah bersabda :“Sungguh, akan aku dapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas sofanya, yang apabila sampai kepadanya hal-hal yang aku perintahkan atau aku larang dia berkata, ‘Saya tidak tahu. Apa yang ada dalam Al-Qur`an itulah yang akan kami ikuti”, (HR Imam Ahmad VI/8 , Abu Dawud (no. 4605), Tirmidzi (no. 2663), Ibnu Majah (no. 12), At-Thahawi IV/209).

3. Abu Hurairah mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh (Sebuah telaga di surga, Pen.).” (HR. Imam Malik secara mursal (Tidak menyebutkan perawi sahabat dalam sanad) Al-Hakim secara musnad (Sanadnya bersambung dan sampai kepada Rasulullah ) – dan ia menshahihkannya-) Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no. 1594), dan Al-HakimAl Hakim dalam al-Mustadrak (I/172).

ronyfistek16 May 2005, 15:20:03

Kesimpulan

1. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, sehingga tidak diperbolehkan kaum muslimin menyelisihi salah satu dari keduanya. Durhaka kepada Rasulullah berarti durhaka pula kepada Allah, dan hal itu merupakan kesesatan yang nyata.2. Larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Rasulullah sebagaimana kerasnya larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Allah.3. Sikap berpaling dari mentaati Rasulullah merupakan kebiasaan orang-orang kafir.4. Sikap rela/ridha terhadap perselisihan, -dengan tidak mau mengembalikan penyelesaiannya kepada As-Sunnah- merupakan salah satu sebab utama yang meruntuhkan semangat juang kaum muslimin, dan memusnahkan daya kekuatan mereka.5. Taat kepada Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang ke dalam Surga; sedangkan durhaka dan melanggar batasan-batasan (hukum) yang ditetapkan oleh Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang kedalam Neraka dan memperoleh adzab yang menghinakan.6. Sesungguhnya Al-Qur`an membutuhkan As-Sunnah (karena ia sebagai penjelas Al-Qur’an); bahkan As-Sunnah itu sama seperti Al-Qur`an dari sisi wajib ditaati dan diikuti. Barangsiapa tidak menjadikannya sebagai sumber hukum berarti telah menyimpang dari tuntunan Rasulullah7. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah akan menjaga kita dari penyelewengan dan kesesatan. Karena, hukum-hukum yang ada di dalamnya berlaku sampai hari kiamat. Maka tidak boleh membedakan keduanya.

Referensi:1. Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.2. Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet. III.

ronyfistek21 May 2005, 08:15:53

MADZHAB AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH TENTANG ASMA' DAN SIFAT-SIFAT ALLAH SECARA TAFSHIL

Madzhab Ahlus Sunnah wal Jama'ah adalah madzhab kaum salaf Rahimahumullah Ta'ala. Mereka beriman kepada apa saja yang disampaikan oleh Allah mengenai diri-Nya di dalam kitab-Nya dan oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam dengan keimanan yang bersih dari tahrif dan ta'thil serta dari takyif dan tamtsil. Mereka menyatukan pembicaraan mengenai sifat-sifat Allah dengan pembicaraan mengenai Dzat-Nya, dalam satu bab. Pendapat mereka mengenai sifat-sifat Allah sama dengan pendapat mereka mengenai Dzat-Nya. Bila penetapan Dzat adalah penetapan tentang keberadaannya, bukan penetapan tentang 'bagaimana'nya, maka seperti itu pulalah penetapan sifat. Menurut mereka, wajib mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah yang telah ditegaskan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, atau oleh salah satu dari keduanya. Nama-nama dan sifat-sifat tersebut wajib diimani sebagaimana yang disebutkan dalam nash, tanpa takyif, wajib diimani berikut makna-makna agung yang terkandung didalamnya yang merupakan sifat-sifat Allah Azza wa Jalla. Wajib mensifati Allah dengan makna sifat-sifat tersebut, dengan penyifatan yang layak bagi-Nya, tanpa tahrif, ta'thil, takyif, atau tamtsil [1]

Ahlus Sunnah wal Jama'ah tidak mengkiaskan Allah dengan makhluk-Nya, karena mereka tidak memperbolehkan penggunaan berbagai kias (analogi) yang mengandung konsekuensi penyerupaan dan penyamaan antara apa yang dikiaskan dengan apa yang menjadi obyek pengkiasan dalam masalah-masalah Ilahiyah. Karena itu mereka tidak menggunakan kias tamtsil dan kias syumul terhadap Allah Ta'ala. Terhadap Allah SWT mereka menggunakan kias

aula. Inti kias ini adalah bahwa setiap kesempurnaan yang terdapat pada makhluk, tanpa kekurangan dipandang dari berbagai segi, maka Al-Khaliq lebih layak untuk memilikinya, sebaliknya setiap sifat kekurangan dihindari oleh makhluk, maka Al-Khaliq lebih layak untuk terhindar darinya.

ronyfistek21 May 2005, 08:18:07

MADZHAB AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH TENTANG ASMA' DAN SIFAT-SIFAT ALLAH SECARA TAFSHIL

AYAT-AYAT DAN HADITS-HADITS TENTANG SIFAT-SIFAT ALLAH

Setelah Syaikhul Islam Rahimahullah Ta'ala menyebutkan akidah Firqah Najiyah secara ijmal, yaitu: Iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Akhir dan takdir yang baik maupun yang buruk dari Allah, maka beliau mulai menjelaskan hal itu secara mendetail. Beliau Rahimahullah menyebutkan bahwa di antara manifestasi iman kepada Allah adalah iman kepada apa yang disifatkan oleh-Nya untuk diri-Nya, atau oleh rasul-Nya Sallallahu ‘alaihi wassalam, tanpa tahrif, ta'thil, takyif atau tamtsil.Beliau Rahimahullah lalu menyebutkan sejumlah ayat dan hadits sahih yang di situ Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam menetapkan Sifat-sifat Allah 'Azza wa Jalla, dengan penetapan yang laik bagi-Nya. Dalam hal ini, beliau Rahimahullah bermaksud menegaskan bahwa tidak ada jalan bagi seorang muslim untuk mengetahui Sifat-sifat Rabbnya yang Maha Tinggi dan Asma'-Nya yang Maha Indah, melainkan melalui perantaraan wahyu. Asma' dan Sifat-sifat Allah itu bersifat tauqifiyah (hanya bisa diketahui dari Allah). Maka, apapun yang ditetapkan oleh Allah bagi diri-Nya, atau oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam, kita meyakininya. Demikian pula, apa yang dinafikan oleh Allah dari diri-Nya, atau oleh Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam, kita menafikannya. Cukuplah bagi kita informasi yang datang dari Al-Qur'an dan As-Sunnah yang shahih ini.

Di antara ayat dan hadits yang disebutkan oleh beliau Rahimahullah adalah sebagai berikut:

[Disalin dari kitab Syrah Al-Aqidah Al-Wasithiyah Li Syaikh Al-Islam Ibnu Taimiyah, Penulis Sa'id bin Ali bin Wahf Al-Qathaniy, Terbitan At-Tibyan]_________Foote Note.[1]. Lihat "Al-Aqidah Asy-Shahihah wa maa Yudhaadhuha", Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz, hal 7 dan 'Syarh Al-Aqidah Al-Wasithiyah", Al-Haras hal. 25

ronyfistek22 May 2005, 06:25:06

Definisi KaromahDiantara keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah meyakini adanya Karomah dan ia datang dari sisi Allah Ta’ala. Tahukah, apa yang dimaksud dengan Karomah?Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I’tiqad 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya Karomah para wali dan apa-apa yang Allah perbuat dari keluarbiasaan melalui tangan-tangan mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-pengaruh.” (Syarah Aqidah Al Wasithiyah hal.207).

Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan terjadi pada umat ini lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya, yang demikian itu menunjukan keridhoan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau agamanya. Namun bukan berarti Allah Ta’ala benci terhadap orang-orang yang tidak nampak karomah padanya.

Perkara “Karomah” ini telah tsabit (tetap) secara nash baik dalam Al Qur’an maupun Sunnah bahkan juga secara kenyataan.

ronyfistek22 May 2005, 06:28:23

Definisi KaromahDiantara keyakinan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah adalah meyakini adanya Karomah dan ia datang dari sisi Allah Ta’ala. Tahukah, apa yang dimaksud dengan Karomah?Karamah adalah kejadian di luar kebiasaan (tabiat manusia) yang Allah anugerahkan kepada seorang hamba tanpa disertai pengakuan (pemiliknya) sebagai seorang nabi, tidak memiliki pendahuluan tertentu berupa doa, bacaan, ataupun dzikir khusus, yang terjadi pada seorang hamba yang shalih, baik dia mengetahui terjadinya (karamah tersebut) ataupun tidak, dalam rangka mengokohkan hamba tersebut dan agamanya. (Syarhu Ushulil I’tiqad 9/15 dan Syarhu Al Aqidah Al Wasithiyah 2/298 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Dan termasuk dari prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini adanya Karomah para wali dan apa-apa yang Allah perbuat dari keluarbiasaan melalui tangan-tangan mereka baik yang berkaitan dengan ilmu, mukasyafat (mengetahui hal-hal yang tersembunyi), bermacam-macam keluarbiasaan (kemampuan) atau pengaruh-pengaruh.” (Syarah Aqidah Al Wasithiyah hal.207).

Karomah ini tetap ada sampai akhir zaman dan terjadi pada umat ini lebih banyak daripada umat-umat sebelumnya, yang demikian itu menunjukan keridhoan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dan sebagai pertolongan baginya dalam urusan dunianya atau agamanya. Namun bukan berarti Allah Ta’ala benci terhadap orang-orang yang tidak nampak karomah padanya.

Perkara “Karomah” ini telah tsabit (tetap) secara nash baik dalam Al Qur’an maupun Sunnah bahkan juga secara kenyataan.

Kepada siapakah Karomah ini diberikan?Karomah ini Allah Ta’ala berikan kepada hamba-hamba-Nya yang benar-benar beriman serta bertaqwa kepada-Nya, yang disebut dengan wali Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman ketika menyebutkan tentang sifat-sifat wali-wali-Nya :

ه ال خوف عليهم وال قون٦٢﴿هم يحزنون أال إن أولياء الل ذين ءامنوا وكانوا يت ﴾ ال (artinya):“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih

hati, yaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”. (QS. Yunus: 62-63)

Dalam ayat ini Allah Ta’ala mengabarkan tentang keadaan wali-wali-Nya dan sifat-sifat mereka, yaitu: “Orang-orang yang beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk.”

ronyfistek22 May 2005, 06:30:16

Kemudian mereka merealisasikan keimanan mereka dengan melakukan ketakwaan dengan cara melakukan segala perintah Allah Ta’ala dan meninggalkan segala larangan-Nya. (Taisir Karimir Rahman karya As Sa’di hal, 368)

Apakah wali Allah itu memiliki atribut-atribut tertentu?Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa wali-wali Allah itu tidak memiliki sesuatu yang membedakan mereka dengan manusia lainnya dari perkara-perkara dhahir yang hukumnya mubah seperti pakaian, potongan rambut atau kuku. Dan merekapun terkadang dijumpai sebagai ahli Al Qur’an, ilmu agama, jihad, pedagang, pengrajin atau para petani. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/194)

Apakah wali Allah itu harus memiliki karamah? Lebih utama manakah antara wali yang memilikinya dengan yang tidak?Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan bahwa tidak setiap wali itu harus memiliki karamah. Bahkan, wali Allah yang tidak memiliki karamah bisa jadi lebih utama daripada yang memilikinya. Oleh karena itu, karamah yang terjadi di kalangan para Tabi’in itu lebih banyak daripada di kalangan para Sahabat, padahal para Sahabat lebih tinggi derajatnya daripada para Tabi’in. (Disarikan dari Majmu’ Fatawa 11/283)

Apakah setiap yang di luar kebiasaan dinamakan dengan ‘Karamah’?Asy Syaikh Abdul Aziz bin Nashir Ar Rasyid rahimahullah memberi kesimpulan bahwa sesuatu yang di luar kebiasaan itu ada tiga macam: - Mu’jizat yang terjadi pada para Rasul dan Nabi- Karamah yang terjadi pada para wali Allah- Tipuan setan yang terjadi pada wali-wali setan (Disarikan dari At Tanbihaatus Saniyyah hal. 312-313).

Sedangkan untuk mengetahui apakah itu karamah atau tipu daya setan tentu saja dengan kita mengenal sejauh mana keimanan dan ketakwaan pada masing-masing orang yang mendapatkannya (wali) tersebut. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata: “Apabila kalian melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam.” (A’lamus Sunnah Al Manshurah hal. 193)

ronyfistek22 May 2005, 06:31:07

Beberapa contoh Karamah

1. Allah Ta’ala berfirman (artinya):ها بقبول حسن وأنبتها نباتا لها رب ا فتقب ما دخل عليها زكري ا كل ى لك هذا حسنا وكفلها زكري ه المحراب وجد عندها رزقا قال يامريم أن قالت هو من عند الل

ه يرزق من يشاء بغير حساب إن الل “Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.”. (QS. Al Imran: 37)Asy Syaikh Abdurrahman As Sa’di berkata: “Ayat ini merupakan dalil akan adanya Karomah para wali yang keluar dari kebiasaan manusia, sebagaimana yang telah mutawatir dari hadits-hadits tentang permasalahan ini. Berbeda dengan orang-orang yang tidak meyakini tentang adanya Karomah ini.” (Taisir Karimur Rahman hal: 129)2. Apa yang terjadi pada “Ashhabul Kahfi” (penghuni gua). Suatu kisah agung yang terdapat dalam surat Al Kahfi. Allah berfirman :

هم وزدناهم هم فتية ءامنوا برب هدى إن(artinya):“Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan kami tambahkan pada mereka petunjuk.” (QS. Al Kahfi: 13).Mereka ini (Ashabul Kahfi) sebelumnya hidup di tengah-tengah masyarakat yang kafir (dengan pemerintahan yang kafir) lalu mereka lari dari masyarakat itu. Dalam rangka menyelamatkan agama mereka, kemudian Allah melindungi mereka di dalam Al Kahfi (gua yang luas yang berada di gunung).

Tatkala Allah Ta’ala telah selamatkan mereka di dalam gua tersebut, lalu Allah tidurkan mereka dalam waktu yang sangat panjang, disebutkan dalam ayat (artinya):“Mereka tinggal dalam gua selama tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).” (Al Kahfi:25). 3.Diantara Karomah para wali yang disebutkan dalam Al Qur’an adalah apa yang terjadi pada Dzul Qarnain yaitu seorang raja yang shalih yang Allah nyatakan (artinya): “Sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepadanya di muka bumi dan kami telah memberikan kepadanya jalan untuk mencapai segala sesuatu”. (Al Kahfi :84)4. Diantara Karomah para wali juga apa yang terjadi pada kedua orang tua seorang anak yang dibunuh oleh nabi Khidhir yang ketika itu nabi Musa mengatakan: ”Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih padahal dia tidak membunuh orang lain?“, yang kemudian Khidhir menjawabnya: “Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang yang mukmin dan kami khawatir bahwa dia akan menariknya kepada kesesatan dan kekafiran.” (Al Kahfi:74)5. Apa yang telah diriwayatkan secara mutawatir tentang berita Salafus Shalih dari para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, Tabi’in, Tabiut Tabi’in dan generasi setelah mereka tentang perkara Karomah yang terjadi pada diri mereka.

ronyfistek22 May 2005, 06:32:28

Perbedaan Antara Karomah Dan Perbuatan Syaithon

Ada sesuatu yang bukan mu’jizat dan juga bukan Karomah, dia adalah “Al Ahwal As Syaithoniyyah” (perbuatan syaithon). Inilah yang banyak menipu kaum muslimin, dengan anggapan bahwa ia Karomah, padahal justru tidak ada kaitannya dengan Karomah, karena:- Karomah datangnya dari Allah Ta’ala sedangkan ia jelas datangnya dari syaithon. Sebagaimana yang terjadi pada Musailamah Al Kadzdzab dan Al Aswad Al Ansyi (Dua orang pendusta di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang mengaku menjadi nabi) dan menyampaikan perkara-perkara yang ghoib, ini jelas merupakan perbuatan syaithon.

- Demikian pula Karomah para wali disebabkan karena kuatnya keimanan dan ketaatan mereka kepada Allah Ta’ala. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: ”Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah Ta’ala maka ia pun menjadi wali Allah Ta’ala”. Sedangkan perbuatan syaithon ini dikarenakan kufurnya mereka kepada Allah Ta’ala dengan melakukan kesyirikan-kesyirikan serta kemaksiatan kepada Allah Ta’ala, dan syarat-syarat tertentu yang harus ia lakukan. - Karomah merupakan suatu pemberian dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya yang shalih dengan tanpa susah payah darinya, berbeda dengan perbuatan syaithon, maka ini terjadi dengan susah payah setelah sebelumnya ia berbuat syirik kepada Allah Ta’ala.- Karomah para wali tidak bisa disanggah atau dibatalkan dengan sesuatupun. Berbeda dengan perbuatan syaithon yang dapat dibatalkan dengan menyebut nama-nama Allah Ta’ala atau dibacakan ayat kursi atau yang semisalnya dari ayat-ayat Al Qur’an. Bahkan Syaikhul Islam menyebutkan bahwa ada seseorang yang terbang di atas udara kemudian datang seseorang dari Salafushshalih lalu dibacakan ayat kursi kepadanya maka seketika itu dia jatuh dan mati.- Karomah itu tidaklah menjadikan seseorang sombong dan merasa bangga diri, justru dengan adanya Karomah ini menjadikannya semakin bertaqwa kepada Allah dan semakin mensyukuri nikmat Allah Ta’ala. Adapun perbuatan syaithon bisa menjadikan seseorang bangga diri atau sombong dengan kemampuan yang dia miliki serta angkuh terhadap Allah Ta’ala, sehingga jelaslah bagi kita akan hakekat Karomah dan perbuatan syaithon.

ronyfistek22 May 2005, 06:33:51

Syubhat dan BantahannyaAda beberapa kelompok yang mengingkari adanya Karomah, yaitu: Jahmiyah, Mu’tazilah’ dan sebagian dari Asy’ariyah. Mereka berdalil dengan syubhat-syubhat yang dilandasi dengan akal mereka yang rendah. Mereka mengatakan: ”Bahwa terjadinya Karomah itu hanya merupakan perkara yang akan menjadikan kesamaran antara nabi dengan para wali dan antara wali dengan Dajjal.”

Bantahan syubhat ini (secara ringkas) adalah:Pertama: kita yakin dengan keyakinan yang penuh bahwa Karomah itu benar-benar ada berdasarkan dalil baik dari Al Qur’an maupun As Sunnah dan kenyataan yang ada.Kedua: ucapan mereka bahwa Karomah dapat menjadikan kesamaran antara wali dengan seorang Nabi, justru tidaklah demikian karena wali sama sekali tidak berkaitan dengan kenabian, dan apa yang terjadi dari Karomah itu dikarenakan kuatnya keimanan dan ketakwaan dia kepada Allah Ta’ala dan disebabkan waro’nya.

Sedangkan kesamaan antara wali dengan Dajjal, maka sungguh dapat dilihat dari kehidupan seseorang yang terjadi padanya keluarbiasaan itu. Kemudian dilihat dari keadaan orang ini apakah dia seorang yang shalih atau seorang yang fasiq. Demikianlah timbangan yang benar didalam menghukumi seseorang yang terjadi padanya perkara-perkara yang di luar kebiasaan manusia.

ronyfistek22 May 2005, 06:35:09

Macam-Macam Manusia Dalam Mensikapi Masalah Karomah

Pertama: Orang-orang yang mengingkari adanya Karomah yaitu dari kelompok ahli bid’ah seperti Mu’tazilah, Jahmiyyah, dan sebagian dari Asy’ariyah. Dengan alasan yang telah disebutkan diatas.Kedua: Orang-orang yang bersikap ghuluw (berlebih-lebihan) dalam menetapkan Karomah yaitu dari kalangan orang-orang “Sufi” dan para “Penyembah kubur”, yang menganggap segala keluarbiasaan itu sebagai Karomah, tanpa memperhatikan keadaan pelakunya atau pemiliknya.Ketiga: Orang-orang yang mengimani serta membenarkan adanya Karomah dan mereka tetapkan Karomah tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Al Quran dan As Sunnah. Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.(Lihat syarah Al Aqidah Al Wasithiyah oleh As Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan hal: 207-208)

Wallahu A’lam bis Shawab.

(Dikutip dari Buletin Islam Al Ilmu Edisi 13/II/1425, Penulis Amin Albarabisy. Dikirim oleh al Al Akh Ibn Harun via email.)

ronyfistek15 Jun 2005, 21:24:26

Sesungguhnya diantara sebab utama kelemahan kaum muslimin dewasa ini adalah karena mereka tidak memahami hakikat keimanan kepada para Rosul. Oleh karena sebab seperti ini pulalah umat-umat terdahulu dibinasakan oleh Alloh. Lihatlah sikap dan perilaku umat Islam yang sehari-harinya penuh dengan kemaksiatan; aurat diumbar, sholat ditinggalkan, sabda Nabi disepelekan dan lain sebagainya. Bahkan ada diantara kaum muslimin yang lebih merasa mantap kalau mengambil pendapat tokoh-tokoh barat daripada mengambil perkataan emas para sahabat, yang notabene adalah juru bicara Rosul shollallohu ‘alaihi wa sallam, inikah yang disebut sebagai kemajuan?!. Oleh karena itulah kita perlu menyegarkan kembali pemahaman kita tentang iman kepada para Rosul. Alloh Ta’ala berfirman, “Berilah peringatan karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (Adz Dzariyaat :55).

ronyfistek15 Jun 2005, 21:25:04

Semua berita Rosul adalah kebenaran

Seorang utusan bertugas untuk menyampaikan amanat yang diberikan oleh pihak yang mengutus dirinya. Maka mendustakan apa yang disampaikannya berarti mendustakan pengutusnya. Alloh telah mengutus para Rosul untuk dibenarkan beritanya bukan untuk didustakan. Demikian pula berita yang dibawa Nabi dan Rosul terakhir; Muhammad shollallohu ‘alaihi wa sallam semuanya adalah kebenaran. “Dan Dia (Muhammad) tidaklah berbicara dari hawa nafsunya, akan tetapi itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya” (An Najm : 3-4).

Maka setiap hadits yang telah dinyatakan keabsahannya oleh ahli hadits harus kita yakini kebenarannya walaupun akal kita belum bisa menjangkaunya. Lihatlah bagaimana ketegaran Abu Bakar Ash Shiddiq ketika banyak orang-orang Quraisy di masa itu mendustakan berita naiknya Nabi ke langit dalam peristiwa isro’ dan mi’roj dan mereka pun mengolok-olok Nabi karenanya. Apa kata Abu Bakar? Beliau mengatakan, “Kalau benar Muhammad yang mengatakannya maka lebih dari itupun aku mempercayainya !”

ronyfistek15 Jun 2005, 21:25:55

Mendustakan seorang Rosul sama dengan mendustakan seluruh Rosul

Orang yang mendustakan seorang Rosul sama artinya mendustakan Rosul yang lainnya. Alloh berfirman, “Kaum Nabi

Nuh telah mendustakan para Rosul” (Asy Syu’araa’ 105). Syaikh Al Utsaimin rohimahulloh berkata, “Alloh menilai tindakan kaum Nuh sebagai pendustaan kepada seluruh Rosul padahal ketika itu belum ada seorang Rosulpun selain Nabi Nuh. Berdasarkan hal ini maka orang-orang Nasrani yang mendustakan Nabi Muhammad dan tidak mau mengikutinya sebenarnya mereka juga telah mendustakan Al Masih bin Maryam (Nabi Isa) dan tidak mengikuti ajarannya…”(Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Al Utsaimin).

ronyfistek15 Jun 2005, 21:26:29

Tidak semua nama Rosul diberitahukan

Alloh Ta’ala berfirman, “Sungguh Kami telah mengutus para Rosul sebelum engkau (Muhammad), diantara mereka ada yang Kami kisahkan kepadamu dan ada pula yang tidak Kami kisahkan kepadamu” (Mu’min 78). Kalau para Rosul yang sudah kita ketahui namanya maka kita harus mengimaninya dengan nama tersebut, lalu bagaimana kita mengimani Rosul yang tidak kita ketahui namanya?. Syaikh Al Utsaimin menjelaskan, “Adapun Rosul yang tidak kita ketahui namanya maka kita beriman kepadanya secara global.” (Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Al Utsaimin). Maksudnya yaitu kita mengimani bahwa Alloh benar-benar telah mengutus mereka meskipun tidak kita ketahui namanya.

ronyfistek15 Jun 2005, 21:27:01

Untuk apa para Rosul diutus ?

Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap umat seorang Rosul (yang mengajak) Sembahlah Alloh dan jauhilah thoghut” (An Nahl: 36). Para Rosul adalah makhluk Alloh yang berwujud manusia bukan malaikat. Mereka diutus untuk mengajari manusia tentang tujuan hidup mereka yaitu menyembah kepada Alloh Ta’ala saja.

Mereka membawa berita gembira bagi siapa saja yang mau taat dan mereka membawa ancaman siksa bagi siapa saja yang bermaksiat. Rosul adalah hamba sebagaimana kita maka tidak boleh menujukan ibadah kepadanya. Syaikh Muhammad At Tamimi memberikan sebuah kaidah yang masyhur yang patut kita ingat tentang diri Nabi; ‘Abdun falaa yu’bad Rosuulun falaa yukadzdzab bahwa Muhammad adalah hamba maka tidak boleh diibadahi dan beliau adalah Rosul (utusan) sehingga tidak boleh didustakan.

ronyfistek15 Jun 2005, 21:27:53

Wajib mentaati perintah Rosul

Alloh Ta’ala berfirman yang artinya, “Hendaklah orang-orang yang menyelisihi perintahnya (Rosululloh) merasa khawatir akan ditimpakan fitnah (bencana) kepada mereka atau adzab yang pedih akan menimpa mereka” (An Nuur : 63). Kalaulah menyelisihi perintah Rosul itu tidak mengapa tentunya Alloh tidak akan mengancam mereka dengan ditimpakannya fitnah atau adzab yang pedih. Berdasarkan ayat ini pula bisa diambil kaidah ushul, ‘hukum asal perintah adalah wajib’. Lagipula kalau kita mau merenungkan, sebetulnya ketaatan kita kepada Rosul itulah yang akan menyelamatkan kita dari siksa. Orang yang mentaati Rosul itu sama artinya telah mentaati Alloh.“Barangsiapa yang mentaati Rosul sesungguhnya dia telah mentaati Alloh”. (An Nisa’ : 80) Sehingga orang yang mendurhakai perintah Rosul berarti juga telah mendurhakai Alloh. Siapakah orang yang berani-berani mendurhakai Alloh yang Menguasai seluruh alam dan Maha pedih siksanya.

ronyfistek15 Jun 2005, 21:29:05

Ancaman bagi para penentang Rosul

Alloh Ta’ala berfirman, “Barangsiapa yang menentang Rosul setelah jelas baginya petunjuk dan dia mengikuti jalannya selain orang mu’min maka Kami biarkan dia dalam kesesatannya dan Kami akan masukkan dia ke dalam neraka Jahannam, dan sesungguhnya Jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali” (An Nisa 115).

Syaikh As Sa’di berkata dalam kitab tafsirnya, ketika menjelaskan firman Alloh “Kami biarkan dia dalam kesesatannya” : yakni Kami tinggalkan dia menempuh apa yang dipilihnya bagi dirinya sendiri. Kami hinakan dia dan tidak memberinya taufik menuju kebaikan karena dia telah melihat dan mengerti kebenaran namun justeru meninggalkannya. Sehingga sebagai bentuk keadilan-Nya, Alloh membalasnya dengan membiarkannya kebingungan dalam kesesatannya, dan Alloh menambahkan kesesatan demi kesesatan kepadanya. Sebagaimana firman Alloh, “Maka tatkala mereka menyimpang maka Alloh simpangkan hati mereka”.(Ash Shof : 5, Taisir Karimirrohman, Syaikh As Sa’di). Begitulah nasib para penentang Rosul; tenggelam dalam kesesatan demi kesesatan.

ronyfistek15 Jun 2005, 21:30:32

Buah keimanan kepada Rosul

Syaikh Al Utsaimin rohimahulloh menyebutkan manfaat apa yang bisa kita petik dari keimanan yang benar terhadap para Rosul, yaitu : Pertama, mengetahui betapa kasih sayang dan perhatiannya Alloh Ta’ala terhadap hamba-hamba-Nya dimana Dia telah mengutus para Rosul kepada mereka dalam rangka membimbing mereka kepada jalan Alloh yang lurus, dan supaya mereka menjelaskan bagaimana seharusnya cara beribadah kepada Alloh dikarenakan akal semata tidak bisa menjangkau hal itu. Kedua, bersyukur kepada Alloh atas nikmat yang sangat besar ini. Ketiga, tumbuhnya kecintaan dan penghormatan kepada para Rosul ‘alaihimush sholatu was salam serta memuji mereka dengan sepantasnya karena mereka adalah utusan Alloh yang senantiasa menegakkan ibadah kepada-Nya, menyampaikan risalah-Nya serta memberikan nasehat kepada para hamba. (Syarah Tsalatsatil Ushul, Syaikh Al Utsaimin). Maka sudah seharusnya kita bersemangat untuk bangkit dan meniti jalan para Rosul beserta para pengikutnya yang setia. Semoga Alloh memudahkan perjalanan kita menuju surga-Nya. Wallohul musta’aan.

ariefudin18 Jun 2005, 22:02:18

ga selese-selese nich !

PANJANG BANGETTTTTTTT ....

jangan ngebuttt

Ittiba di atas Al-Quran dan As-SunnahDengan PEmahaman Salaful Ummah !

agp_frick02 Jul 2005, 16:20:41

Bismillaahirrahmaanirrahiim...

Saya betul-betul menghargai usaha keras akhi....Jazakullah!

irfan_alharitsy29 Aug 2005, 15:52:19

Siapakah Ahlu Sunnah ?Penulis: Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An NawawiManhaj, 08 - Juni - 2003, 18:25:14

PENGANTARIstilah Ahlus Sunnah tentu tidak asing bagi kaum muslimin. Bahkan mereka semua mengaku sebagai Ahlus Sunnah. Tapi siapakah Ahlus Sunnah itu? Dan siapa pula kelompok yang disebut Rasulullah sebagai orang-orang asing?

Telah menjadi ciri perjuangan iblis dan tentara-tentaranya yaitu terus berupaya mengelabui manusia. Yang batil bisa menjadi hak dan sebaliknya, yang hak bisa menjadi batil. Sehingga ahli kebenaran bisa menjadi pelaku maksiat yang harus dimusuhi dan diisolir. Dan sebaliknya, pelaku kemaksiatan bisa menjadi pemilik kebenaran yang harus dibela. Syi’ar pemecah belah ini merupakan ciri khas mereka dan mengganggu perjalanan manusia menuju Allah merupakan tujuan tertinggi mereka.

Tidak ada satupun pintu kecuali akan dilalui iblis dan tentaranya. Dan tidak ada satupun amalan kecuali akan dirusakkannya, minimalnya mengurangi nilai amalan tersebut di sisi Allah Subhanahu Wata’ala. Iblis mengatakan di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala: “Karena Engkau telah menyesatkanku maka aku akan benar-benar menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus dan aku akan benar-benar mendatangi mereka dari arah depan dan belakang, dan samping kiri dan samping kanan.”, (QS. Al A’raf : 17 )

Dalam upayanya mengelabui mangsanya, Iblis akan mengatakan bahwa ahli kebenaran itu adalah orang yang harus dijauhi dan dimusuhi, dan kebenaran itu menjadi sesuatu yang harus ditinggalkan, dan dia mengatakan: “Sehingga Engkau ya Allah menemukan kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Al A’raf: 17)

Demikian halnya yang terjadi pada istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah. Istilah ini lebih melekat pada gambaran orang-orang yang banyak beribadah dan orang-orang yang berpemahaman sufi. Tak cuma itu, semua kelompok yang ada di tengah kaum muslimin juga mengaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Walhasil, nama Ahlus Sunnah menjadi rebutan orang. Mengapa demikian? Apakah keistimewaan Ahlus Sunnah sehingga harus diperebutkan? Dan siapakah mereka sesungguhnya?

Menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, kita harus merujuk kepada keterangan Rasulullah Shallallahu ‘Alahi Wasallam dan ulama salaf dalam menentukan siapakah mereka yang sebenarnya dan apa ciri-ciri khas mereka. Jangan sampai kita yang digambarkan dalam sebuah sya’ir:

Semua mengaku telah meraih tangan LailaDan Laila tidak mengakui yang demikian itu

Bahwa tidak ada maknanya kalau hanya sebatas pengakuan, sementara dirinya jauh dari kenyataan.

Secara fitrah dan akal dapat kita bayangkan, sesuatu yang diperebutkan tentu memiliki keistimewaan dan nilai tersendiri. Dan sesuatu yang diakuinya, tentu memiliki makna jika mereka berlambang dengannya. Mereka mengakui bahwa Ahlus Sunnah adalah pemilik kebenaran. Buktinya, setelah mereka memakai nama tersebut, mereka tidak akan ridha untuk dikatakan sebagai ahli bid’ah dan memiliki jalan yang salah. Bahkan mengatakan bahwa dirinya merupakan pemilik kebenaran tunggal sehingga yang lain adalah salah. Mereka tidak sadar, kalau pengakuannya tersebut merupakan langkah untuk membongkar kedoknya sendiri dan memperlihatkan kebatilan jalan mereka. Yang akan mengetahui hal yang demikian itu adalah yang melek dari mereka.

As SunnahBerbicara tentang As Sunnah secara bahasa dan istilah sangat penting sekali. Di samping untuk mengetahui hakikatnya, juga untuk mengeluarkan mereka-mereka yang mengakui sebagai Ahlus Sunnah. Mendefinisikan As Sunnah ditinjau dari beberapa sisi yaitu sisi bahasa, syari’at dan generasi yang pertama, ahlul hadits, ulama ushul, dan ahli fiqih.

As Sunnah menurut bahasaAs Sunnah menurut bahasa adalah As Sirah (perjalanan), baik yang buruk ataupun yang baik. Khalid bin Zuhair Al Hudzali berkata:Jangan kamu sekali-kali gelisah karena jalan yang kamu tempuhKeridhaan itu ada pada jalan yang dia tempuh sendiri.

As Sunnah menurut Syari’at Dan Generasi Yang PertamaApabila terdapat kata sunnah dalam hadits Rasulullah atau dalam ucapan para sahabat dan tabi’in, maka yang dimaksud adalah makna yang mencakup dan umum. Mencakup hukum-hukum baik yang berkaitan langsung dengan keyakinan atau dengan amal, apakah hukumnya wajib, sunnah atau boleh.

Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari 10/341 berkata: “Telah tetap bahwa kata sunnah apabila terdapat dalam hadits Rasulullah, maka yang dimaksud bukan sunnah sebagai lawan wajib (Apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila di tinggalkan tidak akan berdosa, pent.).”

Ibnu ‘Ajlan dalam kitab Dalilul Falihin 1/415 ketika beliau mensyarah hadits ‘Fa’alaikum Bisunnati’, berkata: “Artinya jalanku dan langkahku yang aku berjalan di atasnya dari apa-apa yang aku telah rincikan kepada kalian dari hukum-hukum i’tiqad (keyakinan), dan amalan-amalan baik yang wajib, sunnah, dan sebagainya.”Imam Shan’ani berkata dalam kitab Subulus Salam 1/187, ketika beliau mensyarah hadits Abu Sa’id Al-Khudri, “di dalam hadits tersebut disebutkan kata ‘Ashobta As Sunnah’, yaitu jalan yang sesuai dengan syari’at.”

Demikianlah kalau kita ingin meneliti nash-nash yang menyebutkan kata “As Sunnah”, maka akan jelas apa yang dimaukan dengan kata tersebut yaitu: “Jalan yang terpuji dan langkah yang diridhai yang telah dibawa oleh Rasulullah. Dari sini jelaslah kekeliruan orang-orang yang menisbahkan diri kepada ilmu yang menafsirkan kata sunnah dengan istilah ulama fiqih sehingga mereka terjebak dalam kesalahan yang fatal.

As Sunnah Menurut Ahli HaditsAs sunnah menurut jumhur ahli hadits adalah sama dengan hadits yaitu: “Apa-apa yang diriwayatkan dari Rasulullah baik berbentuk ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat baik khalqiyah (bentuk) atau khuluqiyah (akhlak).

As Sunnah Menurut Ahli Ushul FiqihMenurut Ahli Ushul Fiqih, As Sunnah adalah dasar dari dasar-dasar hukum syaria’at dan juga dalil-dalilnya.Al Amidy dalam kitab Al Ihkam 1/169 mengatakan: “Apa-apa yang datang dari Rasulullah dari dalil-dalil syari’at yang bukan dibaca dan bukan pula mu’jizat atau masuk dalam katagori mu’jizat”.

As Sunnah Di Sisi Ulama FiqihAs Sunnah di sisi mereka adalah apa-apa yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.

Di sini bisa dilihat, mereka yang mengaku sebagai ahlus sunnah -dengan menyandarkan kepada ahli fikih-, tidak memiliki dalil yang jelas sedikitpun dan tidak memiliki rujukan, hanya sebatas simbol yang sudah usang. Jika mereka memakai istilah syariat dan generasi pertama, mereka benar-benar telah sangat jauh. Jika mereka memakai istilah ahli fiqih niscaya mereka akan bertentangan dengan banyak permasalahan. Jika mereka memakai istilah ulama ushul merekapun tidak akan menemukan jawabannya. Jika mereka memakai istilah ulama hadits sungguh mereka tidak memilki peluang untuk mempergunakan istilah mereka. Tinggal istilah bahasa yang tidak bisa dijadikan sebagai hujjah dalam melangkah, terlebih menghalalkan sesuatu atau mengharamkannya.

...Siapakah Ahlu Sunnah

irfan_alharitsy29 Aug 2005, 15:56:17

Siapakah Ahlus Sunnah

Ahlu Sunnah memiliki ciri-ciri yang sangat jelas di mana ciri-ciri itulah yang menunjukkan hakikat mereka.

1. Mereka adalah orang-orang yang mengikuti jalan Rasulullah dan jalan para sahabatnya, yang menyandarkan pada Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman salafus shalih yaitu pemahaman generasi pertama umat ini dari kalangan shahabat, tabi’in dan generasi setelah mereka. Rasulullah bersabda:“ Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian orang-orang setelah mereka kemudian orang-orang setelah mereka.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad)

2. Mereka kembalikan segala bentuk perselisihan yang terjadi di kalangan mereka kepada Al Qur’an dan As Sunnah dan siap menerima apa-apa yang telah diputuskan oleh Allah dan Rasulullah. Firman Allah:“Maka jika kalian berselisih dalam satu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasulullah jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan yang demikian itu adalah baik dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa: 59)“Tidak pantas bagi seorang mukmin dan mukminat apabila Allah dan Rasul-Nya memutuskan suatu perkara untuk mereka, akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. (QS. Al Ahzab: 36)

3. Mereka mendahulukan ucapan Allah dan Rasul daripada ucapan selain keduanya. Firman Allah:“Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendahulukan (ucapan selain Allah dan Rasul ) terhadap ucapan Allah dan Rasul dan bertaqwalah kalian kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Hujurat: 1)

4. Menghidupkan sunnah Rasulullah baik dalam ibadah mereka, akhlak mereka, dan dalam semua sendi kehidupan, sehigga mereka menjadi orang asing di tengah kaumnya. Rasulullah bersabda tetang mereka:“Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali pula daam keadaan asing, maka berbahagialah orang-orang dikatakan asing.” (HR. Muslim dari hadits Abu Hurairah dan Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma)

5. Mereka adalah orang-orang yang sangat jauh dari sifat fanatisme golongan. Dan mereka tidak fanatisme kecuali kepada Kalamullah dan Sunnah Rasulullah. Imam Malik mengatakan: “Tidak ada seorangpun setelah Rasulullah yang ucapannya bisa diambil dan ditolak kecuali ucapan beliau.”

6. Mereka adalah orang-orang yang menyeru segenap kaum muslimin agar bepegang dengan sunnah Rasulullah dan sunnah para shahabatnya.

7. Mereka adalah orang-oang yang memikul amanat amar ma’ruf dan nahi munkar sesuai dengan apa yang dimaukan Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka mengingkari segala jalan bid’ah (lawannya sunnah) dan kelompok-kelompok yang akan mencabik-cabik barisan kaum muslimin.

8. Mereka adalah orang-orang yang mengingkari undang-undang yang dibuat oleh manusia yang menyelisihi undang-undang Allah dan Rasulullah.

9. Mereka adalah orang-orang yang siap memikul amanat jihad fi sabilillah apabila agama menghendaki yang demikian itu.

Syaikh Rabi’ dalam kitab beliau Makanatu Ahli Al Hadits hal. 3-4 berkata: “Mereka adalah orang-orang yang menempuh manhaj (metodologi)-nya para sahabat dan tabi’in dalam berpegang terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah dan menggigitnya dengan gigi geraham mereka. Mendahulukan keduanya atas setiap ucapan dan petunjuk, kaitannya dengan aqidah, ibadah, mu’amalat, akhlaq, politik, maupun, persatuan. Mereka adalah orang-orang yang kokoh di atas prinsip-prinsip agama dan cabang-cabangnya sesuai dengan apa yang diturunkah Allah kepada hamba dan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam. Mereka adalah orang-orang yang tampil untuk berdakwah dengan penuh semangat dan kesungguh-sungguhan. Mereka adalah para pembawa ilmu nabawi yang melumatkan segala bentuk penyelewengan orang-orang yang melampaui batas, kerancuan para penyesat dan takwil jahilin. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengintai setiap kelompok yang menyeleweng dari manhaj Islam seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, Khawarij, Rafidah (Syi’ah), Murji’ah, Qadariyah, dan setiap orang yang menyeleweng dari manhaj Allah, mengikuti hawa nafsu pada setiap waktu dan tempat, dan mereka tidak pernah mundur karena cercaan orang yang mencerca.”

Ciri Khas Mereka1. Mereka adalah umat yang baik dan jumlahnya sangat sedikit, yang hidup di tengah umat yang sudah rusak dari segala sisi. Rasulullah bersabda:“Berbahagialah orang yang asing itu (mereka adalah) orang-orang baik yang berada di tengah orang-orang yang

jahat. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada orang yang mengikuti mereka.” (Shahih, HR. Ahmad)

Ibnul Qoyyim dalam kitabnya Madarijus Salikin 3/199-200, berkata: “Ia adalah orang asing dalam agamanya dikarenakan rusaknya agama mereka, asing pada berpegangnya dia terhadap sunnah dikarenakan berpegangnya manusia terhadap bid’ah, asing pada keyakinannya dikarenakan telah rusak keyakinan mereka, asing pada shalatnya dikarenakan jelek shalat mereka, asing pada jalannya dikarenakan sesat dan rusaknya jalan mereka, asing pada nisbahnya dikarenakan rusaknya nisbah mereka, asing dalam pergaulannya bersama mereka dikarenakan bergaul dengan apa yang tidak diinginkan oleh hawa nafsu mereka”.

Kesimpulannya, dia asing dalam urusan dunia dan akhiratnya, dan dia tidak menemukan seorang penolong dan pembela. Dia sebagai orang yang berilmu ditengah orang-orang jahil, pemegang sunnah di tengah ahli bid’ah, penyeru kepada Allah dan Rasul-Nya di tengah orang-orang yang menyeru kepada hawa nafsu dan bid’ah, penyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari kemungkaran di tengah kaum di mana yang ma’ruf menjadi munkar dan yang munkar menjadi ma’ruf.”

Ibnu Rajab dalam kitab Kasyfu Al Kurbah Fi Washfi Hal Ahli Gurbah hal 16-17 mengatakan: “Fitnah syubhat dan hawa nafsu yang menyesatkan inilah yang telah menyebabkan berpecahnya ahli kiblat menjadi berkeping-keping. Sebagian mengkafirkan yang lain sehingga mereka menjadi bermusuh-musuhan, berpecah-belah, dan berpartai-partai yang dulunya mereka berada di atas satu hati. Dan tidak ada yang selamat dari semuanya ini melainkan satu kelompok. Merekalah yang disebutkan dalam sabda Rasulullah: “Dan terus menerus sekelompok kecil dari umatku yang membela kebenaran dan tidak ada seorangpun yang mampu memudharatkannya siapa saja yang menghinakan dan menyelisihi mereka, sampai datangnya keputusan Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.”

2. Mereka adalah orang yang berada di akhir jaman dalam keadaan asing yang telah disebutkan dalam hadits, yaitu orang-orang yang memperbaiki ketika rusaknya manusia. Merekalah orang-orang yang memperbaiki apa yang telah dirusak oleh manusia dari sunnah Rasulullah. Merekalah orang-orang yang lari dengan membawa agama mereka dari fitnah. Mereka adalah orang yang sangat sedikit di tengah-tengah kabilah dan terkadang tidak didapati pada sebuah kabilah kecuali satu atau dua orang, bahkan terkadang tidak didapati satu orangpun sebagaimana permulaan Islam.

Dengan dasar inilah, para ulama menafsirkan hadits ini. Al Auza’i mengatakan tentang sabda Rasulullah: “Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali dalam keadaan asing.” Adapun Islam itu tidak akan pergi akan tetapi Ahlus Sunnah yang akan pergi sehingga tidak tersisa di sebuah negeri melainkan satu orang.” Dengan makna inilah didapati ucapan salaf yang memuji sunnah dan mensifatinya dengan asing dan mensifati pengikutnya dengan kata sedikit.” (Lihat Kitab Ahlul Hadits Hum At Thoifah Al Manshurah hal 103-104)

Demikianlah sunnatullah para pengikut kebenaran. Sepanjang perjalanan hidup selalu dalam prosentase yang sedikit. Allah berfiman:“Dan sedikit dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur.”

Dari pembahasan yang singkat ini, jelas bagi kita siapakah yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah dan siapa-siapa yang bukan Ahlus Sunnah yang hanya penamaan semata. Benarlah ucapan seorang penyair mengatakan :Semua orang mengaku telah menggapai si LailaAkan tetapi si Laila tidak mengakuinyaWalhasil Ahlus Sunnah adalah orang-orang yang mengikuti Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman, amalan, dan dakwah salafus shalih.

Penulis: Al Ustadz Abu Usamah bin Rawiyah An Nawawihttp://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=4

Neo01 Sep 2005, 16:33:12

Okelah, mungkin kita atau Anda boleh saja mengaku sebagai Ahlu Sunnah, atau paling tidak begitulah menurut pendapat Anda.

Saya hanya sekedar beri saran saja, hai Kaum Ahlu Sunnah. Siapa pun Anda, seberapa tinggi pun pengetahuan Anda, pada akhirnya masyarakat akan bertanya pada Anda sekalian : apa yang bisa Anda berikan pada masyarakat sekeliling Anda?

Mengapa? Toh, ilmu itu nggak cukup sebatas dibaca-baca atau didebat-debat. Anda harus terjun ke masyarakat dan praktekan ilmu itu.

Maaf, ya...Kalo sebatas debat atau baca-baca, itu sudah banyak yg nglakuin. Ujung-ujungnya, dia hanya puas dengan dirinya sendiri.

Model kayak gini, banyak sekali di negara kita. Dia jago fiqih, ahli ibadah, pinter debat, ehh...giliran dikasih modal buat dagang atau dikasih proyek kerjaan, berantakan semuanya.

Malah ada orang yg mungkin ilmunya itu biasa-biasa aja, ibadahnya juga biasa-biasa aja. Tapi, karya nyata yg dia berikan kepada masyarakat sangat banyak dan bermanfaat. Setiap nasehat atau ucapannya juga banyak didengar orang. Kalo dia gak ada, orang-orang akan merasa kehilangan.

Itu saja dari saya

Neo01 Sep 2005, 16:44:54

O, ya kelewat..

Kalo kita mengakui Islam itu memang ajaran jempolan, mengapa Islam belum menjadi pioneer di jaman modern sekarang ini? Kalo di jaman dulu, memang benar. Islam sempat mencapai jaman keemasan. Tapi itu 'kan dulu...Dulu sekali. Sekarang?

Aku dan Anda semua pasti yakin, bukan ajarannya yg keliru. Islam itu ajaran Allah, gak mungkin keliru. Artinya, yg error itu ya manusianya sendiri, salah memahaminya....

Gimana nih, Ahlu Sunnah? Berani terima tantangan nyata, atau hanya puas dengan ilmu kita sendiri aja? Cukup puaskah hanya dengan sholat rutin atau puasa yg benar aja? Cukup puas dengan hapal al-Quran, paham al-Hadist, tapi kalah bersaing sama negara Barat? Cukup gembira dengan paham tafsir, tapi gagap science? Coba lihat, komputer yg Anda pake ini hasil peradaban "wong Barat", lho...

Ini, bukan merendahkan diri sendiri. Aku hanya pengen kita semua buktiin, bahwa kita semua, yang mengaku umat pilihan, memang benar-benar umat pilihan dan bisa diandalkan..Kayak pribadi Nabi SAW: al-Amin (yang terpercaya), terpercaya moralnya, terpercaya ilmunya, terpercaya karya nyatanya.

Abu Fauzan01 Sep 2005, 19:13:40

Tegakkanlah Islam dalam diri Kamu sendiri Jika ingin Menegakkan Islam untuk Dunia :-) :-) :-)

Abu Fauzan01 Sep 2005, 19:20:10

Aku Ingin Merubah Dunia....Namun Aku tidak bisa...

Aku Ingin Merubah Negaraku...Namun Aku juga tidak bisa...

Aku Ingin Merubah Keluargaku...Namun Apa daya

Baiklah..Aku akan Berusaha untuk Merubah Diriku...

Matrix07 Sep 2005, 21:24:43

Assalamualaikum,

Saya paham dengan maksud NEO.

Saya sedikit terkejut waktu saya membaca sebuah konsep manajemen bisnis yang dicetuskan seorang Jepang. Konsep itu disebut dengan PRINSIP KAIZEN. Singkat saja, prinsip ini mengatakan bahwa apabila perusahaan Anda ingin maju dan berkembang, maka nggak ada cara lain kecuali Anda harus melakukan perubahan secara terus menerus. Perubahan yang dimaksud di sini tentunya perubahan yang positif, langkah-langkah perbaikan. Mengapa demikian? Karena peradaban manusia selalu berkembang dan akan terus berkembang. Bila Anda sebagai pihak manajemen tidak mampu mengikuti perubahan tersebut, maka Anda akan kalah bersaing. Artinya, dari waktu ke waktu Anda dituntut untuk terus belajar dan belajar, memperoleh kualitas performance kerja yang lebih baik.

Mari kita buka Al-Quran....Ayat pertama yang diturunkan kepada Nabi SAW adalah perintah untuk membaca (IQRA). Membaca - sebagian orang menafsirkan - dalam hal ini punya kaitan dengan perintah bagi umat Muslim untuk belajar ilmu pengetahuan. Bukan suatu kebetulan, mengapa perintah yang turun pertama kali bukan perintah sholat atau puasa misalnya? Tetapi justru perintah untuk "membaca" (baca: belajar)?

Mari kita buka nasehat Nabi SAW:Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemaren, dia tergolong orang yang CELAKA.Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemaren, dia tergolong orang yang MERUGI.Dan barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemaren, dia tergolong orang yang BERUNTUNG.

Hmhhh, dasar orang Jepang... Ogoru heike hisashi karazu !!!

Wassalamualaikum wr.wb

Neo09 Sep 2005, 22:50:25

Sebagai seorang Muslim Indonesia, saya prihatin dgn kondisi umat kita sekarang. Sungguh, saya sedih melihatnya.

Bagaimana tidak, bencana demi bencana, masalah demi masalah datang bertubi-tubi nggak henti-henti. Satu selesai, muncul masalah lain. Selesai masalah satu, muncul lagi yang kedua…Saya hanya berharap semoga itu semua adalah ujian, bukan azab.

Apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang Muslim? Baiklah, kita mungkin bukan politikus atau seorang ekonom jagoan. Mari kita melihat diri kita sendiri saja. Adakah yg sdh kita sumbangkan, meski kita sadar barangkali yg kita lakukan belumlah banyak berarti dibandingkan gelombang masalah yg datang bertubi-tubi melanda negeri ini?

Saya yakin, anda semua punya pemahaman yg cukup bagus dalam hal ilmu agama. Saya pun mengasumsikan Anda semua adalah generasi-generasi Muslim yang sholeh dan taat beribadah. Saya kira kita semua sepakat, itu adalah awal yg bagus untuk membentuk pribadi Muslim yang berkualitas. Namun demikian, saya beritahukan kepada Anda, tantangan di lapangan tidaklah segampang yang Anda bayangkan.

Bangsa kita sekarang benar-benar menghadapi masalah moral yang cukup parah, sangat parah. Bisa saya ibaratkan, kita sedang berada di hutan rimba dengan hewan-hewan buas di sekeliling kita. Anda ingin bicara moral? Anda ingin bicara dosa? Atau Anda ingin bicara soal siksa Neraka? Percayalah, semua itu gak lagi mempan! Bagi orang-orang tertentu – seperti Anda misalnya – mungkin masih mempertimbangkan aspek spiritual dalam berperilaku. Tapi tidak semua orang memiliki kepekaan seperti Anda. Banyak orang gak lagi takut Neraka atau dosa. Yang ada di pikiran mereka hanya satu: bagaimana dia bisa hidup enak, langgeng dan dengan cara gampang….Lho, ini realita di lapangan! Karena saya terjun langsung dan berhadapan dengan orang-orang seperti itu. Saya bukan type orang mesjid atau pesantren. Saya type pekerja. Pekerja yang ibadah , Insya Allah. Yah, setidaknya itu yang dicoba.

Lihatlah negeri kita ini. Negara dgn mayoritas Muslim terbesar, tapi penganut paham kapitalis. Sistem ekonomi negara ini – yang mensubsidi Anda makan, minum, tidur, sekolah, beli pakaian – adalah system yang diciptakan orang Yahudi. Dalam system ini, siapa kuat, dia yang akan bertahan. Yang lemah atau gak mampu, minggir! Apa yang harus Anda lakukan?

Lihatlah, sejak beberapa waktu belakangan ini asset-asset negara yang penting dijual ke negara asing. Indosat, Bank Danamon, Bank BII, Telkomsel…Lalu siapa lagi yang akan menyusul? Pasar bebas? Bersiaplah Anda untuk bersaing dengan tenaga-tenaga ahli dari luar. Buka usaha? Bersiaplah bersaing dengan investor-investor besar. Belum lagi kalo kita bicara soal tikus-tikus KKN yg sangat membebani masyarakat usaha (O,tentu. Bangsa ini sudah “dididik” untuk berkorupsi, berkolusi selama 30 tahun!). Sudah dengar tentang kasus pencurian minyak mentah di Kalimantan (sedangkan saat ini kita dalam kondisi krisis BBM) ?

Sadarkah Anda, sedikit demi sedikit negara kita sedang dalam proses “dijajah” kembali oleh negara lain? Dibuatnya kita tergantung kepada negara lain. Negara kita sedang digoyang, Sahabat! Umat Muslim yang merupakan penduduk

mayoritas negeri ini sedang “dijajal” kesaktiannya. Kita sebenarnya punya modal yang cukup ampuh: Al-quran dan Sunnah Rasul. Tapi itu semua gak berarti apa-apa kalau kita tidak mampu menerjemahkan dengan baik semua ajarannya dalam realita kehidupan.

Sahabat Muslim, saya mengatakan ini semua bukan untuk melemahkan Anda. Saya justru mengajak Anda untuk mempersiapkan diri. Seperti yang saya katakan di atas, pengetahuan tentang Islam dan keimanan Anda adalah modal awal yang bagus. Pertahankan itu! Di sisi lain, bekali diri anda dengan keahlian, bekali diri Anda dengan kreatifitas, rapatkan barisan, perkuat persaudaraan sesama Muslim! Jangan berpecah belah!

Bicara soal Islam, kita tidak hanya bicara urusan orang per orang. Apakah si A sudah sholat atau belum, apakah si B harus berjilbab, atau si C yang kudu melaksanakan ini dan itu. Jangan hanya memandang Islam sebatas haram halal, kafir atau bid’ah, dosa atau pahala, surga atau neraka…..Anda gak bisa bertahan kalau hanya berkutat seputar itu saja!

Anda perlu terjun ke lapangan. Bergaul dengan semua lapisan masyarakat. Pelajari science, berpikirlah kreatif, berpikirlah positif, ciptakan inovasi-inovasi, cari solusi-solusi masalah. Jangan hanya bertengkar sendiri : A bilang si B sesat, B bilang si A bodoh, C bilang si A dan si B kafir….Aduh! Negara lain sudah sibuk mikirin jalan-jalan ke bulan, kita masih saja muter-muter soal bid’ah, soal kafir, soal yg ini sesat, yang itu syubhat….

Saya gak menafikan itu semua, karena kita memang diperintahkan hidup dalam koridor-koridor syariat. Tetapi adakah kreatifitas lain yg bisa kita karyakan ke umat sebagai tanda bahwa kita adalah umat yang berjiwa sekaligus berakal ? Atau kita cukup puas hanya dengan diri kita sendiri? Yang penting kita gak dosa, yang penting kita nanti masuk surga?

Begitu gampangnya umat mereduksi nilai-nilai ajaran Islam, tanpa mau menggunakan akalnya untuk berpikir kritis. Contoh, ada yang berpendapat begini: hidup itu gak usah banyak mikir, yang penting sholat rutin aja, nanti Anda dijamin masuk surga….Ini ‘kan cara berpikir asal saja, menggampangkan Islam. Okelah, kalau kita melihat dalam konteks sholat, sholat yang benar itu seperti apa sih? Cukupkah hanya dengan sholat rutin, bacaan benar dan gerakan benar? Coba Anda buka QS. Al-Ma’un, Allah sendiri menyebut orang yang sholat, tapi “lupa” pada sholatnya, sebagai pendusta agama. Artinya, Anda harus paham hikmah sholat, kemudian Anda mampu menerjemahkan hikmah tersebut dalam kehidupan sehari-hari, barulah sholat Anda disebut benar ! Bersikap kritis mutlak diperlukan untuk hidup beragama secara baik dan benar.

Masih ingat dengan kasus Poso? Ternyata terbukti ‘kan kalau tragedi Poso itu bukan berawal dari konflik agama, tetapi dalangnya adalah pentolan RMS yang berambisi mendirikan Republik Maluku Selatan. Masih ingat dengan GAM Aceh? Orang sekarang sadar, kalau GAM itu ternyata adalah manuver politik sekelompok orang yang berambisi jadi pemimpin negara Aceh merdeka. Jadi , gembar-gembor ingin mendirikan negara Islam Aceh hanyalah kedok untuk mendapatkan simpati masyarakat. Sekali lagi, berpikirlah kritis dan jernih memahami permasalahan.

Saya ingin sedikit cerita soal teman saya di pengajian. Dia seorang warga negara Jepang yang masuk Islam. Ketika ditanya, mengapa dia tertarik belajar Islam, dia menjawab bahwa Islam memiliki landasan filosofi yang sangat dibutuhkan orang modern jaman sekarang. Dia mengatakan, dalam beberapa hal orang Jepang punya sifat yang sesuai karakter Islam, khususnya dalam hal bekerja. Orang Jepang itu terkenal ulet, pekerja keras, disiplin, dan penuh kreatifitas. Bukankah itu sifat-sifat yang sudah diajarkan Islam, bahkan diberi contoh oleh para Nabi dan Rasul? Sayangnya, orang Jepang itu gak punya Tuhan. Tuhan mereka adalah profesi, ujung-ujungnya soal materi! Jangan heran, sampai sekarang, banyak kasus bunuh diri di Jepang, gara-gara seseorang gagal “mencapai Tuhan” mereka.

Beda dengan orang Indonesia. Orang Indonesia punya Tuhan, tapi belum bisa meneladani sifat-sifat spiritual dalam hidupnya. Lihat saja kamar mandi umum di stasiun atau terminal: bau! Kalau yang fisik saja Anda gak bisa menjaga kebersihannya, bagaimana Anda bisa menjaga kebersihan yang non-fisik (rohani maksudnya)? Lihatlah perilaku kendaraan dan orang-orang di jalan raya! Gak ada disiplin…Mereka pake helm karena takut polisi, bukan karena helm itu penting buat keselamatan. Bener gak?

Nah, dia (si orang Jepang itu) ingin memperkenalkan filosofi-filosofi Islam dan memadukan dengan konsep kehidupan modern di Jepang. Di Jepang, kalau Anda memperkenalkan Islam dengan bicara soal haram atau halal, atau Anda bicara masalah dosa dan siksa nerakanya, Anda akan ditertawakan! Masyarakat mereka umumnya sudah berpendidikan tinggi, jadi gak gampang ditakut-takuti kayak di sinetron-sinetron Islam di TV itu. Tapi ajaklah mereka bicara tentang nilai-nilai hikmah dalam Islam, perkenalkan mereka pada ajaran filosofi Islam, perkenalkan mereka pada budaya luhur Islam, perkenalkan mereka pada ajaran damai dan kasih sayang Islam, maka mereka pun akan mengikuti Anda. Silakan Anda buktikan….

Sahabat semua, apakah Anda itu orang Tasauf, Ahlu Sunnah, orang Salafy, orang Sunni atau apa pun paham Anda, selama Anda tetap berpegang teguh pada Syahadat, al-Quran dan Sunnah Rasul, Anda adalah saudara saya. Saya ingin mengajak kita semua untuk bangkit dan maju bersama. Jangan sibuk dengan urusan diri sendiri saja….

Maaf, kalo mungkin ada kata-kata saya yg barangkali kurang berkenan.

Wassalam

karial Adam14 Sep 2005, 09:45:44

Aku Ingin Merubah Dunia....Namun Aku tidak bisa...

Aku Ingin Merubah Negaraku...Namun Aku juga tidak bisa...

Aku Ingin Merubah Keluargaku...Namun Apa daya

Baiklah..Aku akan Berusaha untuk Merubah Diriku...Namun umurku sudah lanjut usia :-) .

Haji Muhammad Abdullah18 Sep 2005, 05:12:16

Kepada para pembaca yang pintar dan yang terhormat;

BAGIAN PERTAMA

Islam adalah agama yang terindah dan terbaik di dunia; tetapi banyak perbedaan penafsiran ajaran agama Islam di antara ummat Islam; karena ALQURAN adalah kitab suci yang memiliki penafsiran sangat jauh ke depan. Beberapa ayat ALQURAN baru dapat ditafsirkan karena kemajuan ilmu tehnology. Madhab Ahlul Sunnah adalah salah satu

penafsiran agama Islam yang menarik dan yang indah; walaupun Madhab Ahlul Sunnah merupakan dasar dasar agama Islam; tetapi Madhab Ahlul Sunnah bukan satu satunya penafsiran Islam di dunia. Madhab Ahlul Bait (Syiah) adalah ajaran Islam untuk muslim/muslimah yang inggin menerima ajaran Islam dengan sempurna atau dengan Kaffah. Umar Ibn Khattab adalah salah satu sahabat yang terkenal dan yang pintar. Fatwa2 yang dibuat oleh Umar ibn Khattab menjadi landasan ajaran Islam sesuai Madhab Ahlul Sunnah; karena kehebatan Umar ibn Khattab; tetapi Umar ibn Khattab bukan satu satunya sahabat Nabi Muhammad. Ali ibn Tholib bukan hanya sahabat Nabi Muhammad; tetapi Ali ibn Tholib juga keluarga Nabi Muhammad (Ahlul Bait).

Jika kita membaca Kitab Shohih Bukhari dan kitab Shohih Muslim; kita akan dapat membaca bahwa Umar ibn Khattab melaporkan: "Ketika Nabi Muhammad dan para sahabat berkupul di dalam Masjid; Malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad dan Malaikat Jibril melakukan dialoge dengan Nabi Muhammad; yang disaksikan oleh para sahabat di dalam Masjid. Malaikat Jibril bertanya tentang RUKUN IMAN. Nabi Muhammad menjawab bahwa Rukun Iman adalah percaya kepada Allah, Kitab2, Rasul2/Nabi2, Malaikat2 dan hari Qiyamat. Malaikat Jibril bertanya tentang RUKUN ISLAM. Nabi Muhammad menjawab bahwa Rukun Islam adalah Shahadat, Sholat, Zakat, Syiam di bulan Romadhan dan Haji jika mampu!"

Muslim/Muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Sunnah melaksanakan dasar dasar ajaran agama Islam berdasarkan laporan Umar Ibn Khattab di dalam kitab Shohih Muslim dan kitab Shohih Bukhari. Jika kita melihat pelajran agama Islam yang diajarkan di SD, SLTP, SLTU dan Universitas di Indonesia, Malaysia, Mesir, Suadi Arabia, dan negara2 lain yang berpenduduk mayoritas Muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Sunnah; kita akan dapat melihat banyak FATWA yang dikeluarkan oleh Umar Ibn Khattab dilaksanakan atau diajarkan kepada murid2 dan kepada mahasiswa2 di negara2 tersebut.

Jika kita melihat pelajaran agama Islam yang diajarkan di SD, SLTP, SLTU dan Universitas di Iran, Iraq, Lebanon, USA atau di sekolah2 dan di universitas2 yang dikelola oleh muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Bait (Syiah); kita akan dapat melihat FATWA yang dikeluarkan oleh Ali Ibn Tholib dilaksanakan atau diajarkan kepada murid2 dan kepada mahasiswa2 yang mengikuti Madhab Ahlul Bait (Syiah). Ali Ibn Tholib di dalam kitab Hadith (Nahjul Balagho) mewajibkan muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Bait (Syiah) menerima semua ayat ALQURAN dan melaksanakan semua ayat ALQURAN dengan sempurna atau dengan Kaffah; berbeda dengan Umar ibn Khattab. Rukun Islam dan Rukun Iman yang dimiliki oleh muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Bait (Syiah) jauh lebih lengkap dari pada Rukun Islam dan Rukum Iman yang dimiliki oleh muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Sunnah misalnya Rukun Islam seperti Jihad, Syiyasah dan perintah2 ALLAH yang lain; tertulis di dalam ALQURAN harus dilaksanakan oleh muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Bait. Begitu juga dengan Rukun Iman seperti Imamat, Taqiyah, Raj'ah dan ayat ayat ALQURAN lainnya juga harus dipercayai atau diyakini oleh muslim/muslimah yang mengikuti Madhab Ahlul Bait (Syiah). Madhab Ahlul Bait (Syiah) bukan untuk semua muslim/muslimah di dunia ini; tetapi Madhab Ahlul Bait (Syiah) hanya untuk muslim/muslimah yang hendak menerima ALQURAN secara sempurna; bukan sebagian kecil saja atau bukan setengah setengah. Insya Allah bersambung.

ALQURAN ALBAQOROH 2:208Hai orang2 yang beriman; masuklah kamu kedalam ISLAM secara sempurna (secara menyeluruh atau secara kaffah) dan janganlah kamu menuruti langkah2 Setan; sesungguhnya Setan adalah musuh yang pasti.

abuhusain29 Sep 2005, 23:41:56

Barakallahufiiik, ada pembahasan yang bagus dalam format kajian audio tentang pengagungan sunnah Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam, juga banyak tema materi kajian lainnya, silahkan klik di sini: Pengagungan Sunnah Nabi (http://salafy.kajian.visiglobal.net/?p=44)

Dwicha08 Oct 2005, 21:57:20

Duh berani2nya menyebut golongan2 yang akan masuk surga.... emangnya siapa sih kok sepertinya serba tahu?Perasaan umat Islam terpecah belah karena mengikuti selain jalan Allah (Al-Qur'an). Umat Islam sekarang ini lebih senang mengikuti apa yang biasa disebut Hadits/Sunnah...dan cenderung lupa sama Al-Qur'an (palingan inget dibaca arabnya aja...and boro2 artinya dibaca or coba dipahami).Coba aja liat ada golongan2 yang ikut hadits ini tapi gak percaya hadits yang lain... ikut imam inilah, ikut imam itulah, yang akhirnya berantem sendiri dan saling menuduh sesat or bi'dah. Padahal dua2nya ngaku percaya Al-Qur'an, tapi soal hadits gak ada yang mau ngalah. Coba Al-Qur'an aja yang dipake, mungkin gak akan bermusuhan. Tapi sayang orang2 sudah sangat yakin kalo Al-Qur'an gak lengkap, dan ngeklaim Hadits yang melengkapinya.....duh.....

6/114 (Al-Qur'an terperinci)6/115 (Al-Qur'an sudah sempurna (tidak butuh penjelas) 6/38 & 6/39 (Al-Qur'an sempurna /perfect dan tiada yang dialpakan/notrhing left out in it

Tapi sayang Al-Qur'an gak diperdulikanDan Rasul berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an (al-qur’ana) ini, (sesuatu) yang tidak diperdulikan” (25:30).

rahmat12 Oct 2005, 00:06:42

Coba Al-Qur'an aja yang dipake, mungkin gak akan bermusuhan.pernyataan yg ga dipikir pikir dulu....

salah besar, justru kalo cuman make AlQuran (terjemahan) saja maka penganutnya bisa jatuh mengkafirkan orang lain walaupun sesama muslim......

rahmat12 Oct 2005, 00:14:40

@neodalam islam tidak ada yang namanya masalah kulit, masalah isi, dan yang semacamnya...segala sesuatunya dalam kehidupan apalagi masalah ibadah adalah satu kesatuan dalam islam.

ya akhi... Rasulullah shallallahu'alayhi wasallam diutus untuk meluruskan aqidah dan menegakan ketauhidan, bukan untuk selainnya, maka mulailah berda'wah dari situ...

myQuran.Org - Komunitas Muslim Indonesia