biografi nurcholis majid dan anis baswedan

8
 BIOGRAFI 1 NURCHOLIS MAJID Nurcholis Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur, itu merupakan ikon pembaruan pemikiran dan gerakan Islam di Indonesia. Ia cendekiawan muslim milik bangsa. Gagasan tentang pluralisme telah menempatkannya sebagai intelektual muslim terdepan. Terlebih di saat Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa. Namanya semat mencuat sebagai kandidat terkuat calon presiden Pemilu 2004. Namun keputusannya sebagai Capres independen yang terlalu dini menyatakan bersedia mengikuti Konvensi Calon Presiden Partai Golkar, dan kemudian mengundurkan diri, telah memerosotkan peluangnya meraih kursi RI-1 itu. Sebelumnya, cukup banyak partai yang ingin melamarnya menjadi Capres. Namun selepas kesediaannya mengikuti konvensi Golkar itu, lamaran itu menjadi surut. Ia tampaknya tersendat cukup sebagai Capres pengeras suara, seperti pernah dikemukakannya. Cak Nur lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa Timur, pada 17 Maret 1939. Ayahnya, KH Abdul Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi. Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren, termasuk Gontor, Ponorogo, menempuh studi kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago, Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi tentang filsafat dan khalam Ibnu Taimiya. Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita menjadi masinis kereta api. Namun, setelah dewasa malah menjadi kandidat masinis dalam bentuk lain, menjadi pengemudi lokomotif yang membawa gerbong bangsa. Sebenarnya menjadi masinis lokomotif politik adalah pilihan yang lebih masuk akal. Nurcholish muda hidup di tengah keluarga yang lebih kental membicaraka n soal politik ketimbang mesin uap. Keluarganya berasal dari lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) dan ayahnya, Kiai Haji Abdul Madjid, adalah salah seorang pemimpin partai politik Masyumi. Saat terjadi “geger” politik NU keluar dari Masyumi dan membentuk partai sendiri, ayahnya tetap bertahan di Masyumi. Kesadaran politik Nurcholish muda terpicu oleh kegiatan orang tuanya yang sangat aktif dalam urusan pemilu. Politik praktis mulai dikenalnya saat menjadi mahasiswa. Ia terpilih sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat, tempat Nurcholish menimba ilmu di Fakultas Sastra dan Kebudayaan Islam Institut Agama Islam Negeri Syarief Hidayatullah, Jakarta. Pengalamannya bertambah saat menjadi salah satu calon Ketua Umum Pengurus Besar HMI. Kendati memimpin organisasi mahasiswa ekstrakurikuler yang disegani pada awal zaman Orde Baru, Nurcholish tidak menonjol di lapangan sebagai demonstran. Bahkan namanya juga tidak berkibar di lingkungan politik sebagai pengurus Komite Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), kumpulan mahasiswa yang dianggap berperan menumbangkan Presiden Sukarno dan mendudukkan Mayor Jenderal Soeharto sebagai penggantinya. Prestasi Cak Nur lebih terukir di pentas pemikiran. Terutama pendapatnya tentang soal demokrasi, pluralisme, humanisme, dan keyakinannya untuk memandang modernisasi atau modernisme bukan sebagai Barat, modernisme bukan westernisme. Modernisme dilihat Cak Nur sebagai gejala global, seperti halnya demokrasi. Pemikirannya tersebar melalui berbagai tulisan yang dimuat secara berkala di tabloid Mimbar Demokrasi, yang diterbitkan HMI. Gagasan Presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara ini memukau banyak orang, hingga ia digelari oleh orang-orang Masyumi sebagai “Natsir muda”. Pemikirannya yang paling menggegerkan khalayak, terutama para aktivis gerakan Islam, adalah saat pemimpin umum majalah Mimbar Jakarta ini melontarkan pernyataan “Islam yes, partai Islam no”. Ia ketika itu menganggap partai -partai Islam sudah menjadi “Tuhan” baru bagi orang-orang Islam. Partai atau organisasi Islam dianggap sakral dan orang Islam yang tak memilih partai Islam dalam pemilu dituding melakukan dosa besar. Bahkan, bagi kalangan NU, haram memilih Partai Masyumi. Padahal orang Islam tersebar di mana-mana, termasuk di partai milik penguasa Orde Baru, Golkar. Pada waktu itu sedang tumbuh obsesi persatuan Islam. Kalau tidak bersatu, Islam menjadi lemah. Cak Nur menawarkan tradisi baru bahwa dalam semangat demokrasi tidak harus bersatu dalam organisasi karena keyakinan, tetapi dalam konteks yang lebih luas, yaitu kebangsaan. Ide pembaharuan Islam 

Upload: asad-muhammad-nashrullah

Post on 19-Jul-2015

289 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 1/8

 

BIOGRAFI 1

NURCHOLIS MAJID

Nurcholis Madjid, yang populer dipanggil Cak Nur,

itu merupakan ikon pembaruan pemikiran dan

gerakan Islam di Indonesia. Ia cendekiawan muslim

milik bangsa. Gagasan tentang pluralisme telah

menempatkannya sebagai intelektual muslim

terdepan. Terlebih di saat Indonesia sedang

terjerumus di dalam berbagai kemorosotan dan

ancaman disintegrasi bangsa. Namanya semat

mencuat sebagai kandidat terkuat calon presiden

Pemilu 2004.

Namun keputusannya sebagai Capres independen

yang terlalu dini menyatakan bersedia mengikuti

Konvensi Calon Presiden Partai Golkar, dan

kemudian mengundurkan diri, telah memerosotkan

peluangnya meraih kursi RI-1 itu. Sebelumnya,

cukup banyak partai yang ingin melamarnya menjadi

Capres. Namun selepas kesediaannya mengikuti

konvensi Golkar itu, lamaran itu menjadi surut. Ia

tampaknya tersendat cukup sebagai Capres

pengeras suara, seperti pernah dikemukakannya.

Cak Nur lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga

kiai terpandang di Mojoanyar, Jombang, Jawa

Timur, pada 17 Maret 1939. Ayahnya, KH Abdul

Madjid, dikenal sebagai pendukung Masyumi.

Setelah melewati pendidikan di berbagai pesantren,

termasuk Gontor, Ponorogo, menempuh studi

kesarjanaan IAIN Jakarta (1961-1968), tokoh HMI ini

menjalani studi doktoralnya di Universitas Chicago,

Amerika Serikat (1978-1984), dengan disertasi

tentang filsafat dan khalam Ibnu Taimiya.

Nurcholish Madjid kecil semula bercita-cita menjadi

masinis kereta api. Namun, setelah dewasa malah

menjadi kandidat masinis dalam bentuk lain,

menjadi pengemudi lokomotif yang membawa

gerbong bangsa.

Sebenarnya menjadi masinis lokomotif politik

adalah pilihan yang lebih masuk akal. Nurcholish

muda hidup di tengah keluarga yang lebih kental

membicarakan soal politik ketimbang mesin uap.

Keluarganya berasal dari lingkungan Nahdlatul

Ulama (NU) dan ayahnya, Kiai Haji Abdul Madjid,

adalah salah seorang pemimpin partai politik

Masyumi. Saat terjadi “geger” politik NU keluar dari

Masyumi dan membentuk partai sendiri, ayahnya

tetap bertahan di Masyumi.

Kesadaran politik Nurcholish muda terpicu oleh

kegiatan orang tuanya yang sangat aktif dalam

urusan pemilu.

Politik praktis mulai dikenalnya saat menjadi

mahasiswa. Ia terpilih sebagai Ketua Himpunan

Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat, tempat

Nurcholish menimba ilmu di Fakultas Sastra dan

Kebudayaan Islam Institut Agama Islam Negeri

Syarief Hidayatullah, Jakarta. Pengalamannya

bertambah saat menjadi salah satu calon Ketua

Umum Pengurus Besar HMI.

Kendati memimpin organisasi mahasiswa

ekstrakurikuler yang disegani pada awal zaman Orde

Baru, Nurcholish tidak menonjol di lapangan sebagai

demonstran. Bahkan namanya juga tidak berkibar di

lingkungan politik sebagai pengurus Komite Aksi

Mahasiswa Indonesia (KAMI), kumpulan mahasiswa

yang dianggap berperan menumbangkan Presiden

Sukarno dan mendudukkan Mayor Jenderal

Soeharto sebagai penggantinya. Prestasi Cak Nur

lebih terukir di pentas pemikiran. Terutama

pendapatnya tentang soal demokrasi, pluralisme,

humanisme, dan keyakinannya untuk memandang

modernisasi atau modernisme bukan sebagai Barat,

modernisme bukan westernisme. Modernisme

dilihat Cak Nur sebagai gejala global, seperti halnya

demokrasi.

Pemikirannya tersebar melalui berbagai tulisan yang

dimuat secara berkala di tabloid Mimbar Demokrasi,

yang diterbitkan HMI. Gagasan Presiden Persatuan

Mahasiswa Islam Asia Tenggara ini memukau

banyak orang, hingga ia digelari oleh orang-orang

Masyumi sebagai “Natsir muda”.

Pemikirannya yang paling menggegerkan khalayak,

terutama para aktivis gerakan Islam, adalah saat

pemimpin umum majalah Mimbar Jakarta ini

melontarkan pernyataan “Islam yes, partai Islam

no”. Ia ketika itu menganggap partai-partai Islam

sudah menjadi “Tuhan” baru bagi orang-orang

Islam.

Partai atau organisasi Islam dianggap sakral dan

orang Islam yang tak memilih partai Islam dalam

pemilu dituding melakukan dosa besar. Bahkan, bagi

kalangan NU, haram memilih Partai Masyumi.

Padahal orang Islam tersebar di mana-mana,

termasuk di partai milik penguasa Orde Baru,

Golkar. Pada waktu itu sedang tumbuh obsesi

persatuan Islam. Kalau tidak bersatu, Islam menjadi

lemah. Cak Nur menawarkan tradisi baru bahwa

dalam semangat demokrasi tidak harus bersatu

dalam organisasi karena keyakinan, tetapi dalam

konteks yang lebih luas, yaitu kebangsaan.

Ide pembaharuan Islam 

Page 2: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 2/8

 

BIOGRAFI 2

Cak Nur merupakan ikon pembaruan pemikiran dan

gerakan Islam di Indonesia. Gagasannya tentang

pluralisme telah menempatkannya sebagai

intelektual Muslim terdepan, terlebih di saat

Indonesia sedang terjerumus di dalam berbagai

kemorosotan dan ancaman disintegrasi bangsa.

Sebagai tokoh pembaharu dan cendikiawan Muslim

Indonesia, seperti halnya K.H Abdurrahman Wahid

(Gus Dur). Nurholish Madjid sering mengutarakan

gagasan-gagasan yang dianggap kontroversial

terutama gagasan mengenai pembaharuan Islam di

Indonesia. Pemikirannya diaggap sebagai sumber

pluralisme dan keterbukaan mengenai ajaran Islam

terutama setelah berkiprah dalam Yayasan

Paramadina dalam mengembangkan ajaran Islam

yang moderat.

Reformasi 1998 

Namun demikian, ia juga berjasa ketika bangsa

Indonesia mengalami krisis kepemimpinan pada

tahun 1998. Ialah yang sering diminta nasihat oleh

Presiden Soeharto terutama dalam mengatasi

gejolak pasca kerusuhan Mei 1998 di Jakarta setelah

Indonesia dilanda krisis hebat yang merupakan

imbas krisis 1997. Atas saran beliau, akhirnya

Presiden Soeharto mengundurkan diri dari

 jabatannya untuk menghindari gejolak yang lebih

parah.

Kontroversi 

Ide dan Gagasan Cak Nur tentang sekularisasi dan

pluralisme tidak sepenuhnya diterima dengan baik

di kalangan masyarakat Islam Indonesia. Terutama

di kalangan masyarakat Islam yang menganut

paham tekstualis literalis pada sumber ajaran Islam.

Mereka menganggap bahwa paham Cak Nur dan

Paramadinanya telah menyimpang dari teks-teks Al-

Quran dan Al-Sunnah. Gagasan yang paling

kontroversial adalah ketika Cak Nur menyatakan

"Islam Yes, Partai No?", sementara dalam waktu

yang bersamaan sebagian masyarakat Islam sedang

gandrung untuk berjuang mendirikan kembali

partai-partai yang berlabelkan Islam. Konsistensi

gagasan ini tidak pernah berubah ketika setelah

terjadi reformasi dan terbukanya kran untuk

membentuk partai yang berlabelkan agama.

Meninggal 

Cak Nur meninggal dunia pada 29 Agustus 2005

akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Ia

dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata

meskipun merupakan warga sipil karena dianggap

telah banyak berjasa kepada negara.

Pendidikan 

  Pesantren Darul ‘ulum Rejoso, Jombang,

Jawa Timur, 1955

  Pesantren Darul Salam, Gontor, Ponorogo,

Jawa Timur 1960

  Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif 

Hidayatullah, Jakarta, 1965 (BA, Sastra Arab)

  Institut Agama Islam Negeri (IAIN), Syarif 

Hidayatullah, Jakarta, 1968 (Doktorandus,

Sastra Arab)

  The University of Chicago (Universitas

Chicago), Chicago, Illinois, Amerika Serikat,

1984 (Ph.D, Studi Agama Islam) Bidang yang

diminati Filsafah dan Pemikiran Islam,

Reformasi Islam, Kebudayaan Islam, Politik

dan Agama Sosiologi Agama, Politik negara-

negara berkembang

Pekerjaan 

  Peneliti, Lembaga Penelitian Ekonomi dan

Sosial (LEKNAS-LIPI), Jakarta 1978 –1984

  Peneliti Senior, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (LIPI), Jakarta, 1984 –2005

  Guru Besar, Fakultas Pasca Sarjana, Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif 

Hidayatullah, Jakarta 1985 –2005

  Rektor, Universitas Paramadina, Jakarta,

1998 –2005

Karir (lain-lain) 

  Anggota MPR-RI 1987-1992 dan 1992 –1997

  Anggota Dewan Pers Nasional, 1990 –1998

  Ketua Yayasan Paramadina, Jakarta 1985 –

2005

  Fellow, Eisenhower Fellowship,

Philadelphia, Amerika Serikat, 1990

  Anggota KOMNAS HAM , 1993-2005

 Profesor Tamu, McGill University , Montreal,Kanada, 1991 –1992

  Wakil Ketua, Dewan Penasehat Ikatan

Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI),

1990 –1995

  Anggota Dewan Penasehat ICM, 1996

  Penerima Cultural Award ICM, 1995

Page 3: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 3/8

 

BIOGRAFI 3

  Rektor Universitas Paramadina Mulya,

Jakarta 1998 –2005

  Penerima Bintang Mahaputra, Jakarta 1998

Penerbitan (Sebagian) 

  The issue of modernization among Muslim

in Indonesia, a participant point of view in

Gloria Davies, ed. What is Modern Indonesia

Culture (Athens, Ohio, Ohio University,

1978)

  (“Issue tentang modernisasi di antara

Muslim di Indonesia: Titik pandangan

seorang peserta” dalam Gloria Davies edisi.

Apakah kebudayaan Indonesia Modern

(Athens, Ohio, Ohio University, 1978)

  “Islam In Indonesia: Challenges and

Opportunities” in Cyriac K. Pullabilly, Ed.

Islam in Modern World (Bloomington,

Indiana: Crossroads, 1982)

  “Islam Di Indonesia: Tantangan dan

Peluang”” dalam Cyriac K. Pullapilly, Edisi,

Islam dalam Dunia Modern (Bloomington,

Indiana: Crossroads, 1982)

  Khazanah Intelektual Islam (Intellectual

Treasure of Islam) (Jakarta, Bulan Bintang,

1982)

  Khazanah, Intelektual Islam (Jakarta, Bulan

Bintang, 1982)

  Islam Kemoderanan dan Keindonesiaan

(Islam, Modernity and Indonesianism),

(Bandung: Mizan, 1987, 1988)

  Islam, Doktrin dan Peradaban (Islam,

Doctrines and civilizations), (Jakarta,

Paramadina, 1992)

  Islam, Kerakyatan dan KeIndonesiaan (Islam,

Populism and Indonesianism) (Bandung:

Mizan, 1993)

  Pintu-pintu menuju Tuhan (Gates to God),

(Jakarta, Paramdina, 1994)

  Islam, Agama Kemanusiaan (Islam, the

religion of Humanism), (Jakarta,

Paramadina, 1995)

  Islam, Agama Peradaban (Islam, the Religion

of Civilization), (Jakarta, Paramadina, 1995)

  “In Search of Islamic Roots for Modern

Pluralism: The Indonesian Experiences.” In

Mark Woodward ed., Toward a new

Paradigm, Recent Developments in

Indonesian

  IslamicThoughts (Tempe, Arizona: Arizona

State University, 1996)

  “Pencarian akar-akar Islam bagi pluralisme

Modern : Pengalaman Indonesia dalam

Mark Woodward edisi, menuju suatu dalam

paradigma baru, Perkembangan terkini

dalam pemikiran Islam Indonesia (Teme,

Arizona: Arizona State University, 1996)

  Dialog Keterbukaan (Dialogues of 

Openness), (Jakarta, Paradima, 1997)

  Cendekiawan dan Religious Masyarakat

(Intellectuals and Community’s Religiously),

(Jakarta: Paramadina, 1999)

  Pesan-pesan Takwa (kumpulan khutbah

Jumat di Paramadina) (Jakarta:Paramadina,

--)

Kegiatan 

  Presenter, Seminar Internasional tentang

“Agama Dunia dan Pluralisme”, November

1992, Bellagio, Italia

  Presenter, Konferensi Internasional tentang

“Agama-agama dan Perdamaian Dunia”,

April 1993, Wina, Austria

  Presenter, Seminar Internasional tentang

“Islam di Asia Tenggara”, Mei 1993,

Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat

  Presenter, Seminar Internasional tentang

“Persesuaian aliran Pemikiran Islam”, Mei

1993, Teheran, Iran.

  Presenter, Seminar internasional tentang

“Ekspresi-ekspresi kebudayaan tentang

Pluralisme”, Jakarta 1995, Casablanca,

Maroko

  Presenter, seminar internasional tentang

“Islam dan Masyarakat sipil”, Maret 1995,

Bellagio, Italia

  Presenter, seminar internasional tentang

“Kebudayaan Islam di Asia Tenggara”, Juni

1995, Canberra, Australia

  Presenter, seminar internasional tentang

“Islam dan Masyarakat sipil”, September

1995, Melbourne, Australia

  Presenter, seminar internasional tentang

“Agama-agama dan Komunitas Dunia Abad

ke-21,” Juni 1996, Leiden, Belanda. 

  Presenter, seminar internasional tentang

“Hak-hak Asasi Manusia”, Juni 1996, Tokyo,

Jepang

  Presenter, seminar internasional tentang

“Dunia Melayu”, September 1996, Kuala

Lumpur, Malaysia

  Presenter, seminar internasional tentang

“Agama dan Masyarakat Sipil”, 1997 Kuala

lumpur

Page 4: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 4/8

 

BIOGRAFI 4

  Pembicara, konferensi USINDO (United

States Indonesian Society), Maret 1997,

Washington, DC, Amerika Serikat

  Peserta, Konferensi Internasional tentang

“Agama dan Perdamaian Dunia”

(Konperensi Kedua), Mei 1997, Wina,

Austria

  Peserta, Seminar tentang “Kebangkitan

Islam”, November 1997, Universitas Emory,

Atlanta, Georgia, Amerika Serikat

  Pembicara, Seminar tentang “Islam dan

Masyarakat Sipil” November 1997,

Universitas Georgetown, Washington, DC,

Amerika Serikat

  Pembicara, Seminar tentang “Islam dan

Pluralisme”, November 1997, Universitas

Washington, Seattle, Washington DC,

Amerika Serikat

  Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi

Tahunan, MESA (Asosiasi Studi tentang

Timur Tengah), November 1997, San

Francisco, California, Amerika Serikat

  Sarjana Tamu dan Pembicara, Konferensi

Tahunan AAR (American Academy of 

Religion) Akademi Keagamaan Amerika,

November 1997, California, Amerika Serikat

  Presenter, Konferensi Internasional tentang

“Islam dan Hak-hak Asasi Manusia”, Oktober

1998, Jenewa, Swiss

  Presenter, Konferensi Internasional tentang

“Agama-agama dan Hak-hak asasi Manusia”,

November 1998 State Department

(Departemen Luar Negeri Amerika),

Washington DC, Amerika Serikat

  Peserta Presenter “Konferensi Pemimpin-

pemimpin Asia”, September 1999, Brisbane,

Australia

  Presenter, Konferensi Internasional tentang

“Islam dan Hak-hak Asasi Manusia, pesan-

pesan dari Asia Tenggara”, November 1999,

Ito, Jepang

  Peserta, Sidang ke-7 Konferensi Dunia

tentang Agama dan Perdamaian (WCRP),

November 1999, Amman, Yordania

ANIS BASWEDAN

Anies Baswedan Ph.D., (lahir di Kuningan, Jawa

Barat, 7 Mei 1969; umur 42 tahun[1]

) adalah

intelektual asal Indonesia. 

Pada 2005, Anies menjadi direktur riset pada The

Indonesian Institute.[2]

 Kemudian pada 2008, ia

mendapat anugerah sebagai 100 Tokoh Intelektual

Muda Dunia versi Majalah Foreign Policy  dariAmerika Serikat.[3]

 Pada tahun yang sama, di usia

muda (38 tahun) ia menjadi rektor Universitas

Paramadina.[4]

 Meskipun lahir di Kuningan, Jawa

Barat, Anies menghabiskan masa kecil hingga

kuliahnya di Yogyakarta.[1]

 

Masa kecil

Anies dan keluarganya tinggal di rumah kakeknya,

Abdurrachman Baswedan (AR Baswedan).[1]

 

Kakeknya adalah seorang  jurnalis dan perintiskemerdekaan yang pernah menjabat sebagai

Menteri Penerangan (1946) dan anggota

konstituante (Dewan Perwakilan Rakyat).[1]

 

Kedua orang tua Anies adalah dosen, Rasyid

Baswedan, ayah Anies, pernah menjadi Wakil Rektor

Universitas Islam Indonesia, sementara Aliyah

Rasyid, ibu Anies, adalah guru besar di Universitas

Negeri Yogyakarta.[1]

 

Anies memulai pendidikan formalnya menjelang

usia lima tahun.[1]

 Ia masuk ke sekolah TK Mesjid

Syuhada di Kota Baru, Yogyakarta.[rujukan? ]

Kemudian,

memasuki usia enam tahun Anies dimasukkan ke SD

Laboratori Yogyakarta.[1]

 Anies melanjutkan masa

SMP-nya di SMP Negeri 5 Yogyakarta.[1]

 Kemudian,

Anies melanjutkan masa SMA-nya di SMAN 2

Yogyakarta.[rujukan? ]

Anies menjalani masa SMA

selama 4 tahun pada 1985-1989 karena terpilih

sebagai peserta dalam program AFS.[1]

 Anies

mengikuti program pertukaran pelajar AFS

Intercultural Programs, yang di Indonesia

diselenggarakan oleh Bina Antarbudaya, selama satu

tahun di Milwaukee, Wisconsin, Amerika Serikat 

(1987-1988).[1]

 

Jiwa kepemimpinan

Sejak kecil Anies sudah akrab dengan dunia

organisasi dan kepemimpinan.[rujukan? ]

Ketika usianya

baru 12 tahun, Anies membentuk kelompok anak-

anak muda (7-15 tahun) kampungnya yang diberi

nama 'Kelabang' (Klub Anak Berkembang).[1]

 Mereka

kemudian membuat seragam lengkap dengan

tulisan 'Kelabang' dan gambar binatang kelabang

(lipan), dan mengadakan berbagai kegiatan olahraga 

dan kesenian.

[1]

 

Ketika SMA, Anies pernah menjadi ketua OSIS se-

Indonesia ketika ia mengikuti pelatihan

kepemimpinan di Jakarta pada September 1985.[1]

 Ia

menjadi ketua untuk 300 delegasi SMA-SMA se-

Page 5: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 5/8

 

BIOGRAFI 5

Indonesia.[rujukan? ]

Saat itu Anies baru berada di kelas

satu.[1]

 

Dari aktivis hingga rektor

Semasa kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM)

(1989-1995)[1]

, dia aktif di gerakan mahasiswa dan

menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa UGM.[1]

 

Sewaktu menjadi mahasiswa UGM, dia

mendapatkan beasiswa Japan Airlines Foundation

untuk mengikuti kuliah musim panas bidang Asian

Studies di Universitas Sophia di Tokyo, 

Jepang.[rujukan? ]

 

Setelah lulus kuliah di UGM pada 1995, Anies

bekerja di Pusat Antar Universitas Studi Ekonomi di

UGM.[2]

 Kemudian, Anies mendapatkan beasiswa

Fulbright untuk pendidikan Master Bidang

International Security and Economic Policy di

Universitas Maryland, College Park.[rujukan? ]

Sewaktu

kuliah, dia dianugerahi William P. Cole III Fellow di

Maryland School of Public Policy, ICF Scholarship,

dan ASEAN Student Award .[2]

 Pada 2005, Anies

menjadi peserta Gerald Maryanov Fellow di

Departemen Ilmu Politik di Universitas Northern

Illinois sehingga dapat menyelesaikan disertasinya 

tentang "Otonomi Daerah dan Pola Demokrasi di

Indonesia".[rujukan? ]

 

Ketika berada di Amerika Serikat, Anies aktif di

dunia akademik dengan menulis sejumlah artikel dan menjadi pembicara dalam berbagai

konferensi.[1]

 Ia banyak menulis artikel mengenai

desentralisasi, demokrasi, dan politik Islam di

Indonesia.[5]

 Artikel jurnalnya yang berjudul

"Political Islam: Present and Future Trajectory"

dimuat di  Asian Survey , sebuah jurnal yang

diterbitkan oleh Universitas California.[5]

 Sementara,

artikel Indonesian Politics in 2007: The Presidency,

Local Elections and The Future of Democracy  

diterbitkan oleh BIES, Australian National

University.[6]

 

Sepulang ke Indonesia, Anies bekerja sebagai

National Advisor bidang desentralisasi dan otonomi

daerah di Partnership for Governance Reform, 

Jakarta (2006-2007).[7]

 Selain itu pernah juga

menjadi peneliti utama di Lembaga Survei Indonesia 

(2005-2007).[7]

 

Pada 15 Mei 2007, Anies Baswedan dilantik menjadi

rektor Universitas Paramadina.[1]

 Anies menjadi

rektor menggantikan posisi yang dulu ditempati oleh

cendekiawan dan intelektual Muslim, Nurcholish

Madjid, yang juga merupakan pendiri universitas

tersebut.[8]

 Saat itu ia baru berusia 38 tahun dan

menjadi rektor termuda di Indonesia.[4][8]

 

[sunting] Intelektual Dunia

Majalah Foreign Policy  memasukan Anies dalam

daftar 100 Intelektual Publik Dunia.[9]

 Nama Anies

Baswedan tercantum sebagai satu-satunya orang

Indonesia yang masuk pada daftar yang dirilis

majalah tersebut pada edisi April 2008.[9]

 Anies

berada pada jajaran nama-nama tokoh dunia antara

lain tokoh perdamaian, Noam Chomsky, para

penerima penghargaan Nobel, seperti Shirin Ebadi, Al Gore, Muhammad Yunus, dan Amartya Sen, serta

Vaclav Havel, filsuf, negarawan, sastrawan, dan ikon

demokrasi dari Ceko.[4]

 Sementara, World Economic

Forum, berpusat di Davos, memilih Anies sebagai

salah satu Young Global Leaders (Februari

2009).[rujukan? ]

 

Kemudian, pada April 2010, Anies Baswedan terpilih

sebagai satu dari 20 tokoh yang membawa

perubahan dunia untuk 20 tahun mendatang versi

majalah Foresight yang terbit di Jepang akhir April

(2010).[10]

 Dalam edisi khusus yang berjudul “20

Orang 20 Tahun”, Majalah Foresight menampilkan

20 tokoh yang diperkirakan skan menjadi perhatian

dunia. Mereka akan berperan dalam perubahan

dunia dua dekade mendatang.[10]

 Nama Anies

disematkan bersama 19 tokoh dunia lain seperti

Perdana Menteri Rusia Vladimir Putin, Presiden

Venezuela Hugo Chavez, Menlu Inggris David

Miliband, anggota Parlemen dan Sekjen Indian

National Congress India Rahul Gandhi, serta politisi

muda Partai Republik dan anggota House of 

Representative AS, Paul Ryan.[10]

 

Majalah bulanan berbahasa Jepang itu menilai

bahwa Anies adalah tokoh yang merupakan salah

satu calon pemimpin Indonesia masa mendatang.[10]

 

Anies adalah seorang muslim moderat yang sampai

saat ini tetap konsisten pada pendiriannya untuk

tidak memihak pada kekuatan (politik) tertentu.[10]

 

Pada Pemilu 2009, Anies menjadi moderator dalam

acara debat calon presiden 2009.[11]

 Pada akhir

2009, Anies dipilih oleh Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono untuk menjadi anggota Tim-8 dalam

kasus sangkaan pidana terhadap pimpinan KPK yaitu

Bibit dan Chandra.[12]

 Anies, yang bukan berlatar

belakang hukum, dipilih menjadi Juru Bicara Tim-

8.[rujukan? ]

Penyampaiannya yang sistematis, tenang

dan obyektif dianggap turut membantu

menjernihkan suasana dalam suhu politik yang agak

memanas di masa itu (Tim-8 bekerja non-stop

selama 2 minggu di bulan November 2009).[12][12]

 

Page 6: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 6/8

 

BIOGRAFI 6

Pemikiran

Pendidikan Tinggi

Perihal pendidikan tinggi, menurut Anies, hubungan

mahasiswa dan perguruan tinggi bukanlah

hubungan transaksional komersial.[rujukan? ]

Sebuah

perguruan tinggi tidak boleh memandang dirinya

sebagai penjual jasa pendidikan dan memandangmahasiswa sebagai pembelinya.

[4] Pendidikan tinggi

di Indonesia seharusnya dipahami oleh pelakunya

sebagai pendorong kemajuan bangsa dan

memosisikan mahasiswa sebagai agent of change 

(agen perubahan).[4]

 Anies menganggap bahwa

pemuda inilah yang akan menggantikan peran

generasi tua di masa depan.[4]

 

Dalam hal pengelolaan pendidikan, Anies

berpendapat bahwa hal tersebut memang mahal.[14]

 

Baginya, ini merupakan tantangan bagi pimpinaninstitusi pendidikan untuk kreatif membuat

alternatif  model-model pendanaan, baik dari

pemerintah maupun swasta.[14]

 

Sebagai seorang akademisi, bagi Anies, pendidikan

harus ditunjang oleh kemandirian dalam

pembiayaan pendidikan itu adalah suatu

keniscayaan.[14]

 Di awal mungkin perguruan tinggi

memang perlu dibiayai pemerintah, tetapi dalam

perjalanan selanjutnya harus dapat mandiri.[rujukan? ]

 

Bahkan, dalam hal ini, Anies menyatakan bahwaperguruan tinggi harus mampu menerjemahkan

bahasa pengelolaan pendidikan dalam bahasa

pengelolaan bisnis modern.[14]

 

Pada 2008, Ia merintis Program Beasiswa di

Universitas Paramadina bernama Paramadina

Fellowship.[4]

 Program ini mengadopsi konsep yang

biasa digunakan di universitas-universitas di

Amerika Utara dan Eropa dengan menyematkan

nama sponsor sebagai predikat penerima

beasiswa.[4]

 

Jika mahasiswa A mendapat beasiswa dari institusi

B, yang memang menjadi salah satu sponsor, di

belakang nama mahasiswa dicantumkan nama

sponsor, menjadi A, Paramadina, Institusi B Fellow.

Sebagai contoh Andi, Paramadina Adaro Fellow .[4]

 

Predikat itu wajib digunakan dalam berbagai

publikasi dan tulisan.[4]

 

Anies mengakui bahwa kunci keberhasilan sebuah

perguruan tinggi adalah menerima yang terbaik

(admit for the best ).[8]

 Selain itu, bagi Anies, lulusan

perguruan tinggi yang baik adalah bukan yang

setelah lulus berlomba membuat CV (curriculum

vitae) sebagus mungkin.[8]

 Baginya, mahasiswa harus

dapat membuat proposal bisnis ketika lulus.[rujukan? ]

 

Harapannya, mereka bukan mencari pekerjaan kelak

tetapi akan membuka lapangan pekerjaan.[8]

 

[sunting] Kemampuan Menulis dan Bahasa

Internasional

Menurut Anies, mahasiswa memiliki tiga karakter 

utama, yakni intelektualitas, moral dan ke-oposisi-

an.[15]

 Selama ini, dua karakter terakhir sudah dapat

dikatakan tuntas.

[15]

 Timbulnya pergerakanorganisasi-organisasi mahasiswa menunjukkan

karaker oposisi mahasiswa.[rujukan? ]

Meski kadang

terlihat anarkis, tetapi mahasiswa telah mengerti

batasan-batasan moral yang harus dijaga.[15]

 Akan

tetapi, karakter pertama, intelektualitas, masih

belum dihayati. Implementasi karakter tersebut

adalah kemampuan menulis dan berbahasa

internasional.[15]

 

Anies menegaskan bahwa dalam satu waktu,

seseorang bukan hanya warga sebuah negara, tetapi

 juga menjadi "warga dunia".[16]

 Dengan kesadaran

menjadi ”warga dunia” , mahasiswa dapat melihat

ke depan.[16]

 Menurut Anies, kompetitor mahasiswa

Indonesia bukanlah mahasiswa lain dari perguruan

tinggi terkemuka di Tanah Air[16]

, tetapi mahasiswa-

mahasiswa yang merupakan lulusan Melbourne, 

Amerika Serikat, Tokyo, dan lain-lain yang memiliki

kemampuan bahasa, ilmu pengetahuan, dan

 jaringan internasional luas.[15]

 Menurutnya saat ini

harus ada kesadaran melampaui Indonesia, beyond  

Indonesia.[16]

 

Dalam dunia akademik yang kompetitif seperti itu,

maka kemampuan menulis menjadi perlu.[15]

 

Penyampaian ide dalam bentuk tulisan akan

berharga sekali.[rujukan? ]

Bahkan, menurut Anies,

dalam membangun peradaban, kemampuan

menulis menjadi fundamental.[15]

 Selain itu,

kemampuan berbahasa internasional akan

membantu mahasiswa untuk menyampaikan ide-

idenya.[rujukan? ]

Di era globalisasi ini, akumulasi

pengetahuan jangan sampai sia-sia hanya karena

dua syarat itu diabaikan.[15]

 

[sunting] Optimisme Bangsa

Menurut Anies, sikap optimistis perlu diambil dalam

memandang bangsa Indonesia.[16]

 Optimisme 

seharusnya menjadi prioritas bagi generasi muda

Bangsa Indonesia.[rujukan? ]

Menurutnya, pemuda 

Indonesia telah mengawalinya ketika terselenggara

Konferensi Pemuda II, 28 Oktober 1928.[17]

 

Page 7: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 7/8

BIOGRAFI 7

Keputusan untuk menjadikan bahasa Indonesia 

sebagai bahasa persatuan adalah keputusan

 jenius.[rujukan? ]

Oleh karena itu, banyak urusan bangsa

menjadi sederhana karena bahasa tersebut dapat

diterima seluruh rakyat.[17]

 

Anies menyatakan bahwa bagaimanapun

kondisinya, bangsa ini harus disikapi dengan kritis 

dan optimistis.[17]

 Selain itu, para pemuda perlu

fokus pada inspirasi tentang kemajuan bukan cerita

masa lalu.[rujukan? ]

Pandangan yang perlu dijadikan

prioritas adalah bahwa bangsa Indonesia perlu

memiliki perasaan kolektif  positif  untuk maju dan

berkembang.[rujukan? ]

 Pesimisme seharusnya dikubur,

lalu munculkan optimisme.[17]

 

Realitas bangsa, menurut Anies, seharusnya

dipandang dengan sudut pandang optimisme.

Meskipun demikian, media perlu menggandakannya

agar menjadi optimisme kolektif seluruh elemen 

bangsa.[16]

 Jangan sampai semangat optimisme itu

dikalahkan oleh budaya korupsi.[16]

 Anies

menegaskan bahwa  janji kemerdekaan telah

dilunasi oleh pendahulu bangsa.[17]

 Bangsa Indonesia

harus bekerja lebih keras untuk melunasi janji

kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.[17]

 

NURCHOLIS MAJID

ANIS BASWEDAN

 

Page 8: Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan

5/17/2018 Biografi Nurcholis Majid dan Anis Baswedan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/biografi-nurcholis-majid-dan-anis-baswedan 8/8

BIOGRAFI 8