bioetika - penelitian pada manusia

Upload: saktiyonnie

Post on 09-Jul-2015

1.283 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Etika Penelitian Pada ManusiaMerupakan laporan praktikum mata kuliah Filsafat Pendidikan dan Bioetika

Disusun oleh

Sakti Yonni Hamonangan Purba(8116174014)

Program Pascasajana Pendidikan Biologi Universitas Negeri Medan1

2011Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan ridhoNya kami telah menyelesaikan laporan praktikum ini. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Syahmi Edi, M.Si., selaku dosen pengampu mata kuliah Filsafat Pendidikan dan Bioetika, yang telah memberikan inpirasi sehingga kami dapat menyusun laporan ini lebih baik. Kami juga menyampaikan terimakasih yang sebesarnya kepada rekan-rekan mahasiswa di Prodi Pendidikan Biologi S2 Pascasarjana Unimed yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan. Adapun judul laporan ini adalah Etika Penelitian Pada Manusia. Dalam makalah ini kami mencoba memaparkan beberapa macam penelitian yang melibatkan manusia sebagai objeknya dan analisanya berdasarkan beberapa literature buku literatur. Kami menyadari makalah masih belum sempurna, maka kami sangat berharapkan adanya masukan dari rekan-rekan pembaca dan juga dosen pengampu dan pembimbing kami demi memperkaya pengetahuan kami. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Hormat Kami,

Penyusun Sakti Yonni Purba

2

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................1 PENDAHULUAN.........................................................................................................2 Sejarah perkembangan biologi hingga munculnya bioetika ..........5 PEMBAHASAN............................................................................................................4 1. Etika Penelitian Pra-nikah 9 1.1. Jenis pemeriksaan kesehatan pra nikah .............11 1.2. Kendala pelaksanaaan pemeriksaan kesehatan pra nikah .........12 2. Etika Pengambilan Sampel Pada Manusia...........................................................11 3. Sel Punca (stem cell) Dan Peranannya di Masa Depan.....................................15 3.1. Apakah Sel Punca itu ?......................................................................................16 3.2. Aplikasi dan Penggunaan Kultur Stem Cell .....................................................18 3.3. Penggunaan Stem Cell Dalam Pengobatan Penyakit.........................................18 3.4. Bioetika Pada Penelitian Stem Cell...................................................................23 PENUTUP.......................................................................................................................26 DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................28

3

PENELITIAN PADA MANUSIA

A. PENDAHULUANEtika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat (Amin, 1983 dalam Napitupulu, 2009). Etika juga diartikan sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan juga merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Etika berhubungan dengan 4 hal, yaitu dilihat dari segi objeknya, etika membahas perbuatan yang dilakukan manusia, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber dari akal pikiran dan filsafat, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu, dan penetap suatu perbuatan yang dilakukan manusia apakah perbuatan itu baik, buruk, hina, dan sebagainya, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif, dapat berubah-ubah sesuai perkembangan ilmu dan zaman. Etika dan moral sama-sama membahas perbuatan manusia untuk selanjutnya ditentukan posisinya apakah baik atau buruk. Perbedaan etika dan moral adalah etika dalam menentukan nilai baik atau buruk menggunakan tolok ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolok ukurnya adalah norma-norma yang tumbuh berkembang dan berlangsung di masyarakat. Etika lebih bersifat teoritis, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Etika memandang perilaku manusia secara universal, sedangkan moral secara lokal (Yaqub, 1983 dalam Napitupulu). Bioetika dalam The Oxford Companion to Philosophy diartikan sebagai the study of the moral and

4

social implications of techniques resulting from advances in the biological sciences (Mepham, 2005 dalam Napitupulu). Bioetika atau bioethics atau etika biologi didefinisikan oleh sebagai penyelidikan kritis tentang dimensi-dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks berkaitan dengan kesehatan dan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologi. Bioetika juga diartikan sebagai studi tentang isu-isu etika dan membuat keputusan yang dihubungkan dengan kegunaan kehidupan makhluk hidup dan obat-obatan termasuk di dalamnya meliputi etika kedokteran dan etika lingkungan. Dengan demikian bioetika terkait dengan kegiatan yang mencari jawab dan menawarkan pemecahan masalah dari konflik moral. Konflik moral yang dimaksud meliputi konflik yang timbul dari kemajuan pesat ilmu-ilmu pengetahuan hayati dan kedokteran, yang diikuti oleh penerapan teknologi yang terkait dengannya. Sejarah perkembangan biologi hingga munculnya bioetika Pada tahun 1953, Watson dan Crick memenangkan hadiah Nobel bidang biokimia, atas keberhasilan penelitian mereka dalam menyingkap struktur molekul dari DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), yaitu suatu materi genetik yang bertanggung jawab dalam pemindahan sifat dari induk ke keturunannya. Temuan struktur kimia molekul DNA tersebut merupakan tonggak sejarah yang sangat penting dalam perkembangan ilmu biologi; yang kemudian mengantarkan ilmu biologi ke arah molekuler. Perkembangan lebih lanjut dari biologi molekuler adalah ketika kode-kode genetik pada segmen DNA mulai dapat dibaca. Penyingkapan tentang kode-kode genetik pada DNA ini terjadi pada tahun 1965, hanya 12 tahun sejak temuan struktur DNA. Dengan temuan ini para pakar biologi molekuler telah mampu membaca kodekode pada struktur gen, artinya para ahli telah mampu mengetahui bahwa suatu gen dengan struktur tertentu akan menyandi proses tertentu pula. Smith dan Nathan pada tahun 1970 menemukan enzim restriksi endonuklease; suatu enzim yang dapat digunakan untuk memotong DNA pada tempat-tempat yang dikehendaki. Selain enzim restriksi endonuklease, enzim ligase ditemukan pula. Ligase merupakan enzim yang mampu menyambung kembali rangkaian DNA yang telah diiris oleh endonuklease tersebut. Dengan bahasa yang lebih sederhana, manusia telah dikaruniai kemampuan untuk dapat

5

mengiris DNA (gen), yaitu dengan ditemukannya pisau-pengiris DNA yang berupa enzim restriksi endonuklease; serta dapat pula menyambung kembali rangkaian DNA (gen) itu dengan lem DNA yang berupa enzim ligase. Dengan temuan Smith dan Nathan diatas, maka para pakar biologi molekuler telah mampu melakukan pengirisan DNA pada segmen gen tertentu, kemudian memindahkan irisan DNA tersebut, dan disambungkan ke DNA lain dari makhluk yang lain pula; inilah yang dikenal dengan teknologi genetik (genetic engineering technology) , atau dikenal pula sebagai teknik rekombinasi DNA (DNA recombinant technique). Perkembangan yang dramatis terjadi pula pada tahun 1986, ketika Karry Mullis dari Cetus Corporation menemukan teknologi PCR (Polymerase Chain Reaction = Reaksi Berantai Polimerase). Dengan menggunakan teknologi PCR, DNA (gen) dapat diperbanyak dalam jumlah jutaaan kali DNA yang identik, dalam waktu yang hanya 24 jam. Perbanyakan DNA ini, yang dalam bahasa biologi molekuler disebut dengan istilah amplifikasi, dapat pula diberikan dalam bahasa yang lebih sederhana, yaitu bahwa dengan teknologi PCR,, DNA (gen) dapat dikopi menjadi jutaan kali lipat. DNA (gen) yang identik (Jenie, 1997 dalam Napitupulu 2009). Kontrol terhadap DNA (gen) tersebut dapat berupa: memindahkan DNA dari suatu makhluk ke makhluk yang lainnya, ataupun mengkopi DNA dalam jumlah yang jutaan kali lipat untuk tujuan-tujuan komersial ataupun jasa. Aktivitas analisis genom yang sekarang sedang Dilakukan di dunia, adalah apa yang dikenal sebagai Human Genom Project (HGP) (Lindell & Milczarek dalam Johansen & Harris, 2000 dalam Napitupulu, 2009). HGP atau Proyek Genom Manusia, merupakan suatu upaya terkoordinasi berskala internasional yang pertama kali dalam sejarah riset biologi. Proyek ini bertujuan untuk menentukan seluruh urutan nukleotida genom manusia yang berjumlah sekitar 3 milyard pasang basa, dan bersamaan dengan itu mengidentifikasi 100.000 gen yang merupakan faktor penentu bagi spesies makhluk manusia. Dengan diketahuinya fungsi dari setiap gen manusia yang menyandi fungsi biologis, maka dengan sendirinya dapat diidentifikasi gen-gen yang berperanan dalam penyakit yang terjadi pada manusia dan dengan demikian dapat pula dikembangkan strategi untuk diagnostik, pengobatan, dan pencegahan.

6

Aplikasi teknologi serta industrial dari biologi molekuler inilah yang dikenal sebagai bioteknologi modern. Kegiatan ilmiah dari bioteknologi modern ini meliputi: Eksperimen rekayasa genetik, eksperiman transgenic (pemindahan gen dari satu makhluk ke makhluk lain), analisis genetik, sintesis protein, dll. Perkembangan di bidang bioteknologi kedokteran/farmasi terjadi pada tahun 1978 pada saat industri Genentech di AS berhasil menyisipkan gen sintetik penyandi sintesis hormon insulin manusia ke dalam bakteri Escherissia coli, dan sebagaimana diharapkan, bakteri E. coli tersebut akhirnya memproduksi hormon insulin manusia dalam jumlah yang banyak. Dengan rekayasa genetik ini, manusia telah mampu membuat makhluk-makhluk baru yang terekayasa secara genetik, yang dalam bioteknologi modern dikenal dengan sebutan GMO (genetically modified organisms) atau ONT (organism of new treatment = makhluk yang telah diberi perlakuan baru (terbarukan secara genetik). Melalui bioteknologi modern telah mampu membuat makhluk-makhluk baru, umumnya baru berupa enginered microbes, atau mikroorganisme terekayasa, yang mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki oleh pakar pembuatnya. Kegiatan-kegiatan bioteknologi modern telah banyak memberikan manfaat bagi kemanusiaan. Namun demikian eksperimen-eksperimen bioteknologi modern perlu diberi rambu-rambu pengaturannya. Keberhasilan dalam eksperimen transgenik telah membuat sementara pakar menjadi arogan; bahkan beberapa diantaranya sampai mengatakan we play God yang maksudnya lebih kurang Kita bermain (sebagai) Tuhan. Keberhasilan eksperimen-eksperimen transgenik telah memberanikan para pakar bioteknologi untuk melakukan eksperimen transgenik yang lebih ambisius lagi, dengan rencana-rencana penyempurnaan gen manusia atau memindahkan gen manusia ke makhluk lain, atau sebaliknya. Jika penelitian bioteknologi modern telah masuk ke kawasan ini, yaitu bermain dengan gen manusia tanpa tujuan yang dapat diterima moral, maka perlu diterapkannya rambu-rambu aturan main bagi riset di bidang bioteknologi modern ini. Jika tidak demikian jelas bahwa tatanan kemanusiaan akan rusak. Oleh karena itu diperlukan aturan main bagi riset teknologi rekayasa genetik, yang diharapkan dapat tertuang di dalam kode etik khusus, yang dikenal sebagai bioetika. Di samping itu, bioetika harus masuk ke dalam bidang pendidikan/pembelajaran. Margono (2003) dalam Napitupulu (2009)

7

mengatakan bahwa perkembangan penelitian bioteknologi seperti genom manusia, teknologi reproduksi, kloning, transgenik, dan lainnya akan memerlukan kebijaksanaan sosial dan sikap individu. Hal ini menyebabkan perlunya pembelajaran bioetika, karena dengan cara demikian akan dapat mengembangkan kemampuan berpikir dan bertindak yang sesuai dengan etika dan moral dalam menanggapi masalah-masalah biologi. Pada tahun 2004, masyarakat ilmiah dikejutkan oleh keberhasilan Hwang WooSuk, seorang ilmuwan Korea Selatan yang berhasil mendapatkan stem cell manusia dari hasil klon blastosis seperti yang dilaporkannya dalam jurnal Science (Hwang et al., 2004). Keberhasilan Hwang dilanjutkan pada tahun berikutnya saat dia mengaku berhasil membuat stem cell embrionik spesifik dari pasiennya (Hwang et al. 2005). Keberhasilan Hwang semakin membesarkan namanya hingga dia dianugerahi julukan sebagai Supreme Scientist dengan berbagai kemewahan yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat Korea Selatan. Akan tetapi, diluar dugaan semua orang bahwa keberhasilan Hwang tersebut ternyata merupakan kebohongan belaka. Kenyataannya, Hwang mendapatkan blastosis manusia melalui transfer inti sel somatik dan bukan hasil klon. Selain itu, dia juga telah berbohong tentang sumber oosit yang dia pergunakan karena kenyataannya dia menggunakan oosit dari rekan penelitiannya dan dari donor yang dia bayar. Keberhasilan Hwang pada akhirnya berujung menjadi skandal yang tidak hanya dianggap sebagai kebohongan ilmiah semata tetapi menjadi isu etika, ideologi dan politik ekonomi. Bahkan, skandal kebohongan Hwang mendapat perhatian dalam berbagai pertemuan dan konferensi bioetik internasional, misalnya dalam The 3rd International Conference on Clinical Bioethics di Okayama (Song, 2006a) dan The 8th World Congress of Bioethics di Beijing (Song, 2006b). Penelitian yang melibatkan subjek manusia memang dapat memunculkan pertanyaan tentang etika dan legalitasnya, bukan hanya untuk menghindari kebohongan ilmiah seperti yang dilakukan Hwang Woo-Suk tetapi juga untuk memastikan bahwa partisipan penelitian mendapatkan informasi dan proteksi yang sewajarnya. Selain itu, penelitian itu sendiri dapat memberikan manfaat bagi subjek penelitian tersebut dan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri bagi masyarakat luas. Bahkan, dalam kasus Hwang, suatu komite yang dibentuk oleh Universitas Nasional Seoul menemukan bahwa antara Nopember 2002 hingga Nopember 2005 Hwang telah bekerja dengan 2061 oosit

8

dari 129 wanita probandus. Oosit sendiri selayaknya digunakan dalam kegiatan reproduksi, bukan untuk penelitian. Terlepas dari fabrikasi yang dilakukan Hwang dalam laporan penelitiannya, pemakaian oosit manusia untuk kegiatan penelitian yang gagal merupakan hal yang siasia. Menurut Steinbrook (2006), donasi oosit sangat menghabiskan waktu, tidak nyaman dan mengandung resiko, tetapi tanpa donor yang bersedia memberikan oositnya maka penelitian tentang stem cell dari embrio manusia tidak akan pernah ada. Hal yang utama dikhawatirkan adalah bahwa beberapa donor yang berpotensi tidak diberikan informasi penuh mengenai apa yang akan dihadapi mereka. Bahkan, sebagian donor mungkin tidak mengerti hal-hal buruk yang bisa terjadi selanjutnya. Beberapa pengamat menganggap bahwa membayar donor adalah salah, akan tetapi pengamat lainnya menganggap hal itu merupakan tindakan yang paling adil bagi si donor.

9

B. PEMBAHASAN1. ETIKA PEMERIKASAAN PRANIKAH Pernikahan merupakan suatu peristiwa kehidupan yang membahagiakan. Begitu indah dan istimewanya pernikahan bagi calon mempelai, sehingga peristiwa tersebut akan dipersiapkan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu, sangat dianjurkan kepada calon mempelai untuk memasukkan kegiatan pemeriksaan kesehatan sebelum pernikahan (Medical Check Up Pra Nikah) ke dalam rangkaian persiapan pernikahan. Di kalangan masyarakat Indonesia, pemeriksaan kesehatan sebelum pernikahan belum biasa dilakukan. Menelusuri riwayat kesehatan keluarga, terutama keluarga calon pasangan masih dianggap hal yang tabu. Selain itu, adanya rasa takut dari calon mempelai akan adanya pembatalan pernikahan seandainya dari pemeriksaan ditemukan penyakit atau kelainan tertentu. Dahulu pemeriksaan kesehatan pra nikah dapat menyinggung perasaan calon besan atau calon mertua, dianggap sebuah pemborosan karena memerlukan biaya lumayan besar, juga dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran acara pernikahan apabila hasil tes kesehatan menunjukkan adanya kelainan yang cukup serius pada kesehatannya. Namun demikian, saat ini di masyarakat kita mulai terdapat kecenderungan bahwa persiapan kesehatan sebelum menikah dimasukkan dalam agenda rangkaian acara pernikahan, sehingga tes kesehatan pra nikah menjadi sebuah kebutuhan baru. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum menikah memiliki beberapa keuntungan, yaitu: untuk mengetahui kondisi kesehatan secara umum, apabila terdapat permasalahan bisa segera ditangani, secara tidak langsung membantu kesiapan mental calon pasangan dan membantu pasangan dan keluarganya untuk menerima secara utuh keberadaan masing-masing calon mempelai. Menurut WHO (World Health Organization), keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang harmonis, yaitu keluarga yang sehat dalam arti fisik, psikologis, sosial, spritual. Karena itu disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum memasuki jenjang pernikahan guna mewujudkan keluarga yang berkualitas. Dengan melakukan pemeriksaan kesehatan pra

10

nikah sebenarnya calon pasangan telah melakukan tindakan preventif terutama terhadap kemungkinan adanya masalah kesehatan reproduksi (fertilitas) dan genetika (keturunan) masing-masing. Dengan mengetahui sedini mungkin kondisi masing-masing maka tentu akan lebih mudah bagi mereka dalam upaya melakukan pencegahan yang mungkin bisa menyebabkan keguguran atau malah kelainan bagi keturunan serta masalah-masalah kesehatan lainnya. Tidak ada kepastian yang ketat soal waktu, akan tetapi idealnya, pemeriksaan kesehatan pra nikah dilakukan enam bulan sebelum dilangsungkan pernikahan. Pertimbangannya, jika ada sesuatu masalah pada hasil pemeriksaan kesehatan kedua calon mempelai, masih ada cukup waktu untuk konseling atau pengobatan terhadap penyakit yang diderita. 1.1. Jenis pemeriksaan kesehatan pra nikah

Pemeriksaan darah, berguna untuk melihat adanya kelainan-kelainan yang berpotensi buruk, seperti: perbedaan rhesus. Rhesus adalah sebuah penggolongan atas ada atau tiadanya substansi antigen-D pada darah. Rhesus positif berarti ditemukan antigen-D dalam darah dan rhesus negatif berarti tidak ada antigen-D. Umumnya, bangsa Asia memiliki rhesus positif, sedangkan masyarakat Eropa ber-rhesus negatif. Terkadang, suami istri tidak tahu rhesus darah pasangannya, padahal perbedaan rhesus bisa memengaruhi kualitas keturunan. Jika seorang perempuan rhesus negatif menikah dengan laki-laki rhesus positif, bayi pertama mereka memiliki kemungkinan ber-rhesus negatif atau positif. Jika bayi memiliki rhesus negatif, tidak bermasalah. Tetapi, bila buah hati ber-rhesus positif, masalah mungkin timbul pada kehamilan berikutnya. Bila ternyata pada kehamilan kedua, janin yang dikandung berrhesus positif, hal ini bisa membahayakan. Antibodi anti-rhesus ibu dapat memasuki sel darah merah janin dan mengakibatkan kematian janin. Sebaliknya, tidak masalah jika sang ibu berrhesus positif dan si ayah negatif. Tes darah juga dapat memeriksa apakah calon pasangan menderita penyakit hepatitis B. Pemeriksaan Infeksi Saluran Reproduksi atau Infeksi Menular Seksual (ISR/IMS), yaitu pemeriksaan untuk menghindari adanya penularan penyakit yang ditimbulkan akibat hubungan seksual, seperti sifilis (penyakit raja singa), gonore (gonorrhea, kencing nanah), Human Immunodeficiency Virus (HIV, penyebab AIDS). Pemeriksaan penyakit keturunan untuk mengetahui kemungkinan penyakit yang bisa

11

diturunkan secara genetis kepada anak, seperti talasemia (kelainan darah yang disebabkan tidak optimalnya produksi sel darah merah), hemofilia (kelainan darah yang membuat darah sulit membeku), dan albino (kekurangan pigmen kulit sehingga warna kulit menjadi putih pucat). Pemeriksaan kesehatan yang tidak kalah pentingnya yaitu kesehatan reproduksi. 1.2. Kendala pelaksanaaan pemeriksaan kesehatan pra nikah Pemahaman akan pentingnya pemeriksaan kesehatan pra nikah bagi kebanyakan calon pasangan suami istri masih dirasakan kurang di Indonesia. Hal ini terkait antara lain dengan tingkat pendidikan dan pendapatan mayoritas masyarakat Indonesia yang masih rendah. Namun juga, sosialisasi tentang pentingnya pelaksanaan pemeriksaan kesehatan pra nikah kepada masyarakat masih sangat kurang . Banyak anggapan bahwa pemeriksaan kesehatan pra nikah hanyalah pemborosan karena memakan biaya yang tidak sedikit. Kuatnya pengaruh budaya serta dogma agama masih juga menjadi kendala untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pra nikah. Misalnya pandangan yang mengatakan bahwa jodoh ditentukan oleh Tuhan, jadi apapun resikonya harus dihadapi dan disyukuri. Bila hasil pemeriksaan kesehatan pra nikah ternyata menggoyahkan jalinan cinta yang telah dibina, tentu saja yang patut disalahkan bukanlah pemeriksaan kesehatan itu. Dengan menjalani pemeriksaan kesehatan pra nikah bukan berarti meragukan calon pasangan. Bukankah pencegahan jauh lebih baik dari pada pengobatan ? 2. ETIKA PENGAMBILAN SAMPEL MANUSIA Sejalan dengan perkembangan ilmu antropologi dan kedokteran, penelitian dengan menggunakan sampel manusia menjadi hal yang semakin umum dilakukan. Perkembangan dalam topik penelitian manusia ke arah medis dan karakter genetik juga semakin memperluas kemungkinan pengambilan sampel bagian tubuh atau jaringan tubuh manusia. Berbicara tentang etika dalam pengambilan sampel manusia bisa sangat rumit. Biasanya, kajian etika diawali dari intuisi moral si pengamat, meskipun seringkali tidak berakhir pada hal yang sama. Pada kenyataannya, etika sangat berkaitan dengan

12

persepsi tentang hal yang sangat berarti, nilai-nilai yang dianut, biaya yang mungkin dikeluarkan, serta resiko dan keuntungan yang mungkin diperoleh. Sehingga, penyusunan materi etika suatu penelitian biasanya melibatkan tidak hanya dari kalangan peneliti tetapi juga dari non-peneliti, seperti pakar filsafat, pakarilmu sosial, organisasi non pemerintah dan perwakilan berbagai agama. Hal ini disebabkan karena cara orang mengambil kesimpulan tentang nilai-nilai etika sangat tergantung kepada pengalaman mereka dalam bidangnya masing-masing. Berbagai forum peneliti ataupun institusi pendidikan maupun penelitian secara lembaga maupun nasional juga menyusun dan mempublikasikan isu-isu etik yang berkaitan dengan penelitian manusia (misalnya Komisi Nasional Bioetik di Indonesia, Nuffield Council on Bioethics, dan European Nutrigenomics Organization di Norwegia). Komite-komite etik tersebut memang diharapkan pembentukannya untuk menguji isu-isu etik, legal, ilmiah dan sosial terkait dengan proyek penelitian yang melibatkan manusia seperti yang tercantum dalam Universal Declaration on Bioethics and Human Rights pasal 19 (UNESCO, 2005). Keberadaan forum dan institusi tersebut secara tidak langsung juga mampu memberikan pembelajaran kepada masyarakat ilmiah maupun umum dalam menghadapi tantangan-tantangan baru sejalan dengan perkembangan praktik penelitian manusia pada masa yang akan datang. Selain itu, perbincangan tentang etika yang melibatkan banyak komponen juga membantu para pengambil keputusan, khususnya dalam pemerintahan, agar mereka bisa membuat keputusan yang paling benar meskipun masyarakat awam menentangnya. Hampir semua komisi bioetik menyatakan bahwa penggunaan bagian tubuh atau jaringan manusia pada prinsipnya adalah dapat diterima dalam pelaksanaan penelitian secara sewajarnya. Konsep sewajarnya biasanya dikaitkan dengan penggunaan jaringan manusia yang menghindari dan membatasi luka yang diakibatkan seminimal mungkin. Hal ini terutama ditujukan untuk menghormati tubuh dan harga diri manusia sesuai dengan prinsip-prinsip harga diri dan hak asasi manusia seperti yang tercantum dalam Universal Declaration on Bioethics and Human Rights pasal 3 (UNESCO, 2005). Dengan kata lain, penelitian manusia tidak bertujuan untuk memperlakukan partisipan sebagai benda untuk objek penelitian. Semakin banyak luka atau kegagalan fungsi tubuh yang diakibatkan selama kegiatan penelitian ilmiah mengindikasikan semakin rendahnya

13

penghormatan terhadap tubuh dan harga diri manusia. Sebaliknya, terapi dan semua praktik kedokteran dianggap memiliki nilai etika khusus karena bertujuan untuk memperbaiki kerusakan tubuh meskipun dilakukan dengan cara menyakiti pasien. Sehingga, terapi dalam praktik kedokteran tidak dianggap sebagai aktivitas yang tidak menghargai hidup dan harga diri manusia. Penggunaan sampel manusia bisa saja tidak dapat diterima tanpa alasan etika apapun, seperti dalam kasus kanibalisme atau mungkin untuk produksi kulit manusia dan sabun dalam industri kecantikan. Meskipun demikian, pada kasus lainnya, seperti jika kita menjual atau membeli sampel manusia, seringkali masih menjadi perdebatan. Misalnya, di Kanada dan Inggris pembayaran donor dilarang oleh negara sementara di Amerika Serikat, wanita masih diperbolehkan mendapatkan bayaran $4.000 - $5.000 bahkan lebih untuk setiap kali mereka mendonorkan sel telurnya (Steinbrook, 2006). Pembayaran donor dapat diindikasikan sebagai kompensasi atas rasa sakit atau kerusakan yang mungkin diakibatkan oleh kegiatan pengambilan sampel tersebut. Meskipun demikian, pembayaran donor juga bisa menandakan bahwa si peneliti tidak bertanggung jawab lagi terhadap kerusakan atau kegagalan fungsi tubuh yang diakibatkan setelah pengambilan sampel. Pembayaran donor juga menjadi masalah ketika si donor mempunyai ketergantungan atas uang yang diberikan sebagai kompensasi atas sampel yang diberikannya. Permasalahan ini dapat juga disebabkan karena donor sudah mendapatkan informasi yang utuh (informed consent) mengenai dampak penelitian bagi dirinya. Dalam hal ini, peneliti sebaiknya menghindari kemungkinan pasien yang berinisiatif untuk memperoleh dana kompensasi secara rutin melalui kegiatan penelitian tersebut. Meskipun kesukarelaan probandus untuk memberikan sampel merupakan hal utama, tetapi informasi mengenai dari mana sampel didapatkan (pasien atau donor) juga sangat penting. Pemberian informasi bukan berarti memberikan ijin untuk menyebabkan luka pada donor. Dengan kata lain, misalnya membunuh bukan berarti sah untuk dilakukan meskipun diinginkan oleh donor. Hal ini pula yang mendasari etika medis selama ini meskipun pada praktiknya masih sering diperdebatkan. Jika tim medis memerlukan pelaksanaan operasi, maka pasien harus mendapatkan informasi yang jelas mengenai peluang kesembuhannya sehingga pelaksanaan operasi menjadi sah secara

14

hukum jika pasien menyetujui tindakan tersebut. Akan tetapi, permintaan ijin untuk perlakuan medis seperti operasi kadang tidak mungkin dilakukan jika pasien tidak mampu memahami konsekuensi yang akan dihadapinya, misalnya pada pasien anak-anak atau pasien yang sedang koma. Pada kondisi demikian, pemberian informasi dapat diberikan kepada anggota keluarga terdekat yang memiliki hak perlindungan penuh atas kesejahteraan pasien, misalnya orang tua atau saudara kandung pasien. Akan tetapi, pemberian informasi yang utuh tidak selalu memberikan kepuasan kepada donor. Donor juga sebaiknya mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya sehingga dapat mengeliminasi kemungkinan mereka untuk tidak memahami konsekuensi seutuhnya. Donor seharusnya tidak memprediksikan sendiri akibat yang bisa mereka dapatkan. Kondisi ini penting agar penelitian memiliki tujuan yang jelas dan terarah, terutama untuk menghindari kemungkinan tindakan kekerasan, intimidasi, ketidakjujuran, manipulasi, sejenisnya. 3. SEL PUNCA (STEM CELL) DAN PERANNYA DI MASA DEPAN Pada dekade terakhir perhatian dan penelitian dalam bidang sel punca (stem cell) mengalami kemajuan yang amat pesat. Hal ini tidak terlepas dari upaya manusia untuk mengobati penyakit-penyakit yang sudah tidak mungkin untuk diobati lagi baik secara konservatif maupun operatif. Para ahli saat ini telah mulai menengok dan meneliti kemungkinan penggunaan sel punca untuk mengobati penyakit-penyakit atau kelainan-kelainan yang tak mungkin lagi untuk diobati dengan obat-obatan atau tindakan operatif, khususnya penyakit degeneratif maupun kelainan lainnya seperti trauma, keganasan dan sebagainya. Selain itu sel punca juga digunakan dalam penelitian untuk mencari obat-obat baru pada tingkat laboratorium maupun untuk mempelajari patogenesis penyakit. Tentu saja penelitian, penggunaan dan pengembangan sel punca ini tidak terlepas dari potensi nilai bisnis yang akan diraih manakala sel punca ini sudah dapat digunakan untuk mengobati penyakit atau kelainan pada penderita dan ditemukannya obat-obatan baru. kecenderungan kesalahan pemahaman tentang kegiatan penelitian, ketidakrahasiaan fakta atau hal-hal lain yang bisa menyebabkan konflik kepentingan dan

15

Uraian dibawah ini akan membahas tentang definisi sel punca, karakteristik dan jenis sel punca, sumber sel punca, potensi dan aplikasi sel punca di bidang medis dan masalah etik yang harus dipertimbangkan dalam penggunaan sel punca. 3.1. Apakah Sel Puca Itu ? Sel punca (Stem cell) adalah sel yang tidak/belum terspesialisasi yang mempunyai kemampuan/potensi untuk berkembang menjadi berbagai jenis sel-sel yang spesifik yang membentuk berbagai jaringan tubuh. Sel punca mempunyai 2 sifat yang khas yaitu : 1. Differensiasi (Differentiate) yaitu kemampuan untuk berkembang menjadi sel lain. Sel punca mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel yang khas (spesifik) misalnya sel saraf, sel otot jantung, sel otot rangka, sel pankreas dan lain-lain 2. Regenerasi (Self regenerate/self renew) yaitu kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri. Sel punca mampu membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya melalui pembelahan sel. Berdasarkan kemampuannya untuk berdifferensiasi sel punca dibagi menjadi 1. Totipotent yaitu sel punca yang dapat berdifferensiasi menjadi semua jenis sel. Yang termasuk dalam sel punca totipotent adalah zigot. Sel ini merupakan sel embrionik awal yang mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai jenis sel termasuk membentuk satu individu yang utuh. Disamping mempunyai kemampuan untuk membentuk berbagai sel pada embrio sel totipotent juga dapat membentuk sel-sel yang menyusun plasenta. 2. Pluripotent yaitu stem cells yang dapat berdifferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ectoderm, mesoderm, dan endoderm) tetapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat. Yang termasuk stem cells pluripotent adalah embryonic stem cells. 3. Multipotent yaitu stem cell yang dapat berdifferensiasi menjadi banyak jenis sel misalnya hemopoetic stem cells yang terdapat pada sumsum tulang yang

16

mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel yang terdapat dalam darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit. Contoh lainnya adalah neural stem cells yang mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel saraf dan sel glia. 4. Unipotent yaitu stem cells yang hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel. Berbeda dengan non stem cells, stem cells mempunyai sifat masih dapat mempebaharui atau meregenerasi diri (self-regenerate/self renew) Contohnya erythroid progenitor cells hanya mampu berdifferensiasi menjadi sel darah merah. Berdasarkan sumbernya stem cell dibagi menjadi 1. Zigot yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu ovum (fertilisasi) 2. Embryonic stem cells yaitu sel-sel stem yang diperoleh dari inner cell mass dari suatu blastocyst (embrio yang terdiri atas 50-150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic stem cells biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai dari IVF (in vitro fertilization). Penggunaan embryonic stem cells ini hingga kini masih menjadi isu etik yang kontroversial. Sel stem ini mempunyai sifat dapat berkembang biak secara terus menerus dalam media kultur optimal pada kondisi tertentu dan dapat diarahkan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai sel yang terdifferensiasi seperti sel jantung, sel kulit, neuron, hepatosit dan sebagainya. 3. Fetus yang dapat diperoleh dari klinik aborsi 4. Stem cell darah tali pusat yaitu stem cell yang diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem cells dari darah tali pusat merupakan jenis hematopoetic stem cells dan ada yang menggolongkan kedalam adult stem cells. Sampai saat ini ada 2 tipe stem cells yang telah ditemukan dalam darah tali pusat yaitu hematopoetic stem cells, dan mesenchymal stem cells. Selain kedua jenis stem cells tersebut di dalam darah tali pusat masih ada beberapa tipe lain yang telah ditemukan seperti neuron like stem cells, tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Darah tali pusat mempunyai immunogenicity yang lebih rendah, isolasinya tidak membutuhkan prosedur yang invasif dan untuk transplantasi tidak membutuhkan 100% ketepatan HLA (human leucocyte antigen)

17

5. Adult stem cells yaitu stem cells yang diambil dari jaringan dewasa, misalnya a. Sumsum tulang Ada 2 jenis stem cells pada sumsum tulang yaitu 1) hematopoetic stem cells yaitu stem cells yang akan berkembang menjadi berbagai jenis sel darah 2) stromal stem cells atau disebut juga mesenchymal stem cell b. Jaringan lain pada dewasa seperti pada susunan saraf pusat, adiposa (jaringan lemak), otot rangka, pancreas Adult stem cell mempunyai sifat plastis artinya selain berdifferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya adult stem cells juga dapat berdifferensiasi menjadi sel jaringan lain, misalnya neural stem cells dapat berubah menjadi sel darah, stromal stem cell dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung dan sebagainya. 3.2. Aplikasi dan Penggunaan Kultur Stem Cell Stem cells dapat digunakan untuk keperluan baik dalam bidang riset maupun pengobatan. Adapun penggunaan kultur stem cells adalah sebagai berikut 1. Terapi gen Stem cells khususnya hematopoetic stem cells digunakan sebagai pembawa transgen kedalam tubuh pasien dan selanjutnya dilacak apakah jejaknya apakah stem cells ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh pasien. Adanya sifat self renewing pada stem cell menyebabkan pemberian stem cells yang mengandung transgen tidak perlu dilakukan berulang-ulang. Selain itu hematopoetic stem cells juga dapat berdifferensiasi menjadi bermacam-macam sel sehingga transgen tersebut dapat menetap diberbagai macam sel. 2. Penelitian untuk mempelajari proses-proses biologis yang terjadi pada organisma termasuk perkembangan organisma dan perkembangan kanker 3. Penelitian untuk menemukan dan mengembangkan obat-obat baru terutama untuk mengetahui efek obat terhadap berbagai jaringan 4. Terapi sel (cell based therapy)

18

Stem cell dapat hidup diluar tubuh manusia, misalnya di cawan Petri. Sifat ini dapat digunakan untuk melakukan manipulasi pada stem cells yang akan ditransplantasikan ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit tertentu tanpa mengganggu organ tubuh. 3.3. Penggunaan Stem Cell Dalam Pengobatan Penyakit Para ahli saat ini sedang giat melakukan berbagai penelitian untuk menggunakan stem cell dalam mengobati berbagai penyakit. Penggunaan stem cells untuk mengobati penyakit dikenal sebagai Cell Based Therapy. transplantasi stem cells ini adalah 1. 2. Mendapatkan pertumbuhan dan perkembangan sel-sel baru yang sehat Menggantikan sel-sel spesifik yang rusak akibat penyakit atau cidera pada jaringan atau organ tubuh pasien tertentu dengan sel-sel baru yang ditranspalantasikan. Sel stem embryonic sangat plastik dan mempunyai kemampuan untuk dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, sel-sel darah dan sebagainya, sehingga dapat dipakai untuk menggantikan jaringan yang rusak. Sel stem dewasa juga dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit degeneratif, tetapi kemampuan plastisitasnya sudah berkurang. Keuntungan dari penggunaan sel stem dewasa yaitu tidak atau kurang menimbulkan masalah dan kontroversi etika. Darah tali pusat (umbilical cord blood) saat ini sedang gencar diteliti manfaatnya untuk mengatasi berbagai penyakit degeneratif karena lebih mudah didapat, banyak mengandung stem cells, immunogenecity rendah, plastisitasnya cukup baik dan tidak membutuhkan 100% kecocokan HLA. Dengan memberikan nutrisi yang cocok stem cell dapat memperbanyak diri di laboratorium tanpa mengalami proses differensiasi, sehingga menghasilkan turunan stem cells dengan materi genetik yang sama yang berguna untuk riset. Prinsip terapi adalah dengan melakukan transplantasi stem cells pada organ yang rusak. Tujuan dari

19

Ada beberapa alasan penggunaan stem cell dalam cell based therapy: 1. stem cell dapat diperoleh dari pasien sendiri, artinya transplantasi dapat bersifat autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda dengan transplantasi organ yang membutuhkan organ donor yang harus match, transplantasi stem cells dapat dilakukan tanpa organ donor yang sesuai. 2. mempunyai kemampuan untuk berproliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam jumlah besar dari sumber yang terbatas. Pada luka baker yang luas jaringan kulit yang tersisa tidak cukup untuk menutupi lesi luka baker tersebut. Hal ini dapat diatasi dengan menggunakan terapi stem cell. 3. mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi melalui metoda transfer gen. 4. mempunyai kemampuan untuk bermigrasi kejaringan target misalnya ke otak 5. mempunyai kemampuan untuk berintegrasi dengan jaringan host dan berinteraksi dengan jaringan sekitarnya Keuntungan penggunaan transplantasi stem cells untuk mengobati penyakit adalah 1. tidak perlu adanya kecocokan donor 2. transplantasi autologous lebih baik untuk digunakan 3. untuk mencegah terjadinya reaksi penolakan jaringan dapat digunakan metoda somatic cell nuclear transfer) atau terapi kloning. Therapeutic cloning atau disebut Somatic Cell Nuclear Transfer (SCNT) adalah suatu teknik yang bertujuan untuk menghindari resiko penolakan atau rejeksi. Pada teknik ini inti sel telur donor dikeluarkan dan diganti dengan inti sel resipien. Sel yang telah dimanipulasi ini kemudian akan membelah diri dan setelah menjadi blastokista maka inner cell massnya akan diambil sebagai embryonic stem cells. Stem cells ini kemudian akan dimasukkan kembali kedalam tubuh resipien dan stem cells ini kemudian akan berdifferensiasi menjadi sel organ (sel beta pankreas, sel otot jantung dan lain-lain). Tanpa reaksi penolakan karena sel tersebut mengandung materi genetik resipien.

20

Embryonic stem cells dulu dipikirkan dapat memperbanyak diri sendiri secara tak terbatas, tetapi kini diketahui bahwa usia dan perbanyakan diri sendiri sel-sel stem juga ada batasnya. Hal ini disebabkan karena terjadinya mutasi pada gen-gen pada sel stem yang diakibatkan karena pengaruh nutrisi dalam medium kultur. Penggunaan Embryonic stem cells pada Cell Based Therapy kekurangan. Kelebihan penggunaan embryonic stem cells adalah 1. mudah didapatkan, biasanya diperoleh dari klinik fertilita 2. bersifat pluripotent artinya mempunyai kemampuan untuk berdifferensiasi menjadi berbagai macam sel yang merupakan turunan dari ke 3 lapis germinal (ektoder, mesoderm dan endoderm), tetapi embrio. 3. immortal artinya dapat berumur panjang sehingga dapat memperbanyak diri ratusan kali pada media kultur. 4. reaksi penolakan rendah Kekurangan penggunaan embryonic stem cells adalah 1. dapat bersifat tumorigenik artinya setiap kontaminasi dengan sel yang tak berdifferensiasi dapat menimbulkan kanker. 2. selalu bersifat allogenik sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya rejeksi imunitas 3. secara etik masih kontroversial. Adult stem cells lebih sulit untuk diidentifikasi dan diisolasi diantara sel-sel yang bukan stem cells. Penggunaan adult stem cells mempunyai kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihan penggunaan adult stem cells adalah 1. dapat diperoleh dari sel pasien sendiri sehingga menghindari terjadinya penolakan imun. 2. sudah terspesialisasi sehingga induksi menjadi lebih sederhana 3. kurang atau tidak menimbulkan problem etika. tidak dapat membentuk selubung mempunyai kelebihan dan

21

Kekurangan dari penggunaan adult stem cells adalah 1. jumlahnya sedikit dan sangat jarang ditemukan pada jaringan matur sehingga sulit mendapatkan adult stem cells dalam jumlah banyak. 2. masa hidupnya tidak selama embryonic stem cells 3. bersifat multipotent sehingga differensiasi tidak seluas embryonic stem cells yang bersifat pluripotent. Stem cells yang diambil dari umbilical cord blood akhir-akhir ini menjadi harapan untuk cell based therapy. Kelebihan penggunaan stem cells dari umbilical cord blood adalah 1. mudah didapatkan, bisa diperoleh dari bank darah tali pusat 2. siap dipakai, karena telah melalui proses prescreening, testing dan pembekuan 3. kontaminasi virus sangat minimal dibandingakn dengan stem cells yang berasal dari sumsum tulang 4. cara pengambilan mudah, tidak beresiko atau menyakiti donor. 5. Resiko Graft Versus Host Disease (GVHD) lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan stem cells yang berasal dari sumsum tulang. Transplantasi tetap dapat dilakukan walaupun HLA matching tidak sempurna ataun toleransi terhadap ketidak sesuaian HLA matching lebih besar dibandingakn dengan stem cells dari sumsum tulang. Kekurangan penggunaan stem cells dari darah tali pusat adalah 1. kemungkinan terkena penyakit genetik. Ada beberapa penyakit genetik yang tidak terdeteksi saat lahir sehingga diperlukan pengamatan setelah donor meningkat menjadi dewasa. 2. jumlah stem cells relatif terbatas sehingga ada ketidak sesuaian antara jumlah stem cells yang diperlukan resipien dengan jumlah yang tersedia dari donor. Beberapa penyakit yang potensial dapat diterapi dengan menggunakan stem cells adalah Parkinson dan Alzheimer, cidera medula spinalis, stroke, luka bakar, penyakit

22

jantung, diabetes, distrofi otot, osteoporosis, sirosis hepatis, lekemia, anemia sel sabit (sickle cell anemia), osteoarthritis, cancer dan sebagainya. 1. Penggunaan Stem Cells Pada Penyakit Stroke Pada penyakit stroke dahulu dianggap bahwa kematian sel yang terjadi akan menyebabkan terjadinya kecacatan permanen akibat sel otak tak mempunyai kemampuan regenerasi. Anggapan ini berubah setelah para ahli mengetahui adanya plastisitas pada sel-sel otak dan pengetahuan tentang stem cells. Pada penelitian penyakit stroke dengan menggunakan stem cells dari darah tali pusat menusia yang diberikan intra vena kepada tikus yang arteri serebri medianya dioklusi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Pada penelitian ini didapatkan pemulihan kembali fungsi normal otak sebesar 70% pada kelompok yang mendapatkan transplantasi stem cells dari darah tali pusat manusia. Penelitian dengan menggunakan mesenchymal stem cells (MSC) dari sumsum tulang autolog yang diberikan intra vena pada 30 penderita stroke juga memperbaiki outcome yang dinilai dari parameter Barthel Index dan Modified Rankin Scale. Penelitian ini didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya ditempat lain. Mesenchymal stem cells pada penelitian ini diperoleh dari aspirasi sumsum tulang. Setelah disuntikkan perifer, MSC akan melintas sawar darah otak pada daerah otak yang rusak. Pemberian MSC intravenous akan mengurangi terjadinya apoptosis dan menyebabkan proliferasi sel endogen setelah terjadinya stroke. 2. Penggunaan Stem Cells Pada Infark Miokard Pada infark miokard akut sel stem sumsum tulang (bone marrow) yang beredar dalam darah perifer dan stem cells yang sudah berada di jantung akan menuju ke daerah infark, tetapi jumlahnya tidak cukup dapat mengatasi dan menyembuhkan daerah yang infark tersebut. Sel stem ini akan membentuk sel kardiomiosit dan juga mengadakan neovaskularisasi. Karena jumlah stem cells endogen sangat terbatas maka asupan sel stem eksogen yang berasal dari sumsum

23

tulang atau dari sumber lainnya misalnya dari darah tali pusat akan meningkatkan kesembuhan daerah yang mengalami infark. Bartinek telah melakukan intracoronary infusion bone marrow stem cells otolog pada 22 pasien dengan AMI dan mendapatkan hasil yang baik. Penelitian terkini menunjukkan bukti awal bahwa adult stem cells dan embryonic stem cells dapat menggantikan sel otot jantung yang rusak dan memberikan pembuluh darah baru. Strauer et al. mencangkok mononuclear bone marrow cell autolog ke dalam arteri yang menimbulkan infark pada saat PTCA 6 hari setelah infark miokard. Sepuluh pasien yang diberi stem cells area infarkya menjadi lebih kecil dan indeks volume stoke, left ventricular end systolic volume, kontraktilitas area infark dan perfusi miokard menunjukkan perbaikan dibandingkan dengan kelompok kontrol. 3. Penggunaan Stem Cells Pada Skin Replacement Dengan bertambahnya pengetahuan mengenai stem cells, maka peneliti telah dapat membuat epidermis dari keratinosit yang diperoleh dari folikel rambut . Hal ini memungkinkan transplantasi epidermis autolog dan menghindari masalah penolakan. Pemakaian skin replacement ini bermanfaat dalam terapi ulkus atau luka bakar. 3.4. Bioetika Pada Penelitian Stem Cells Berkembangnya penelitian stem cell dan penggunaan stem cell dalam upaya untuk mengobati penyakit pada manusia akan mengakibatkan timbulnya masalah dalam hal etik. Hal utama terkait dengan masalah etik adalah sumber stem cell tersebut. Berbagai masalah etika yang perlu dipikirkan adalah 1. 2. Apakah penelitian embrio manusia secara moral dapat Apakah penelitian embrio yang menyebabkan kematian embrio dipertanggung jawabkan? merupakan pelanggaran terhadap hak azasi manusia (HAM) dan berkurangnya penghormatan terhadap mahluk hidup? 3. Apakah penyalah gunaan dapat diketahui dan dikendalikan?

24

4. 5. diperbolehkan?

Apakah penggunaan embrio sisa proses bayi tabung pada Apakah pednelitian khusus membuat embrio untk digunakan

penelitian diperbolehkan?

Isu bioetika utama dalam penelitian dan penggunaan stem cell adalah penggunaan stem cell embrio terutama tentang sumber sel tersebut yaitu embrio. Sumber embrio adalah hasil abortus, zigot sisa IVF dan hasil pengklonan. Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh stem cell merupakan isu yang sangat menimbulkan kontroversi. Hal ini terkait dengan isu awal kehidupan dan penghormatan terhadap kehidupan itu sendiri. Pengklonan embrio manusia untuk memperoleh stem cell menimbulkan kontroversi karena berhubungan dengan pengklonan manusia yang ditentang oleh semua agama. Dalam proses pemanenan stem cell embrio terjadi kerusakan pada embrio dan menyebabkan embrio tersebut mati. Adanya anggapan bahwa embrio berstatus sama dengan manusia menyebabkan hal tersebut tidak dapat diterima Perdebatan yang cukup ramai adalah mengenai status moral embrio, apakah embrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sebagai sesuatu yang berpotensi untuk menjadi manusia atau sebagai jaringan hidup tubuh lainnya. Lebih jauh lagi apakah embrio yang berkembang dianggap sebagai mahluk hidup. Penggunaan stem cell yang berasal dari surplus zigot pembuatan bayi tabung sendiri. juga menimbulkan kontroversi. Pendapat yang moderat mengatakan ketimbang surplus zigot itu dibuang, sebaiknya dipakai saja untuk penelitian. Sebaliknya ada juga yang berpendapat bahwa sisa itu harus dipelihara hingga zigot itu mati.

PENUTUP

25

Etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. Etika juga diartikan sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan juga merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. Dengan demikian etika dapat diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pengembangan pesat ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan hayati dan informatika, membawa tantangan besar dalam sistem nilaii ilmu pengetahuan yang relatif mapansejak akhir perang dunia I. Pemunculan kembali masalah besarlama di dunia kesehatan ditengah masyarakat kini memerlukan pendekatan terpadu, seperti dalam masalah euthanasia dan transplantasi organ manusia, khususnya dalam xenotransplantation. Kemajuan bioteknologi berbasis biologi molekuler dan teknologi rekayasa genetika: transgenic experiment, cloning, stem cell experiment, dll, menyentuh martabat dan harkat hidup organisme (khususnya manusia). Perumusan kebijakan arah pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi terancam kehilangan kebijakan etika ilmu pengetahuan dan etika penelitian. Peninjauan etika diluar bidang kesehatan, dalam hal perlakuan manusia terhadap lingkungan hidupnya, terhadap sesama makhluk hidup daridunia flora, fauna dan jasad renik, mengarahkan perlunya pembahasan menyeluruh dalam kerangka bioetika. Diperlukan rambu-rambu berperilaku (etika) bagi para pengelola ilmu pengetahuan, ilmuwan dan ahli tekonologi yang bergerak di bidang biologi molekuler dan teknologi rekayasa genetika Bioetika akan dapat berfungsi : (1) pemanduan, (2) pengawalan, dan (3) pemantauan dan pengawasan. Etika pengambilan sampel manusia menjadi sangat menarik karena berkaitan dengan Homo sapiens secara objek. Kegiatan ini mungkin tidak terlalu bermasalah jika menyangkut organisme lainnya, walaupun pada kenyataannya banyak juga aturan dan kode etik yang berkaitan dengan berbagai sampel organisme lainnya. Di lain pihak, perkembangan penelitian manusia, terutama di bidang kedokteran yang bertujuan untuk

26

meningkatkan fitness manusia melalui tingkat kesehatan yang lebih baik, mempunyai nilai penting yang sama besarnya demi keberlanjutan populasi manusia. Pemahaman altruisme yang dimiliki manusia untuk manusia lainnya, bahkan untuk spesies lain, menciptakan kebutuhan akan kode etik yang jelas dalam memperlakukan sesamanya dengan cara-cara yang baik. Cara-cara yang baik dalam menggunakan sampel manusia semestinya dipahami oleh seorang ilmuwan. Terlepas dari harapan masyarakat atas integritas seorang ilmuwan dalam bidang ilmunya dan kontribusinya terhadap perbaikan kualitas hidup manusia, di sisi lain ilmuwan juga memiliki keterbatasan. Harapan yang tinggi dari masyarakat atau institusi tempat si peneliti bekerja akan keberhasilan suatu penelitian serta atmosfer kompetisi yang tercipta antarinstitusi maupun negara dapat memaksa peneliti untuk melakukan kesalahan yang tidak semestinya. Meskipun demikian, keterbatasan itu harus bisa diantisipasi. Pemahaman tentang kode etik dalam melaksanakan penelitian manusia semestinya sudah dimiliki oleh si peneliti bahkan sebelum melakukan penelitian. Berkaitan dengan etika pengambilan sampel manusia, peneliti tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada objek penelitian tetapi juga kepada ilmu pengetahuan dan profesinya, publik dan peneliti selanjutnya. Tanggung jawab peneliti terhadap ilmu pengetahuan dan profesinya meliputi lima hal. Pertama, peneliti harus mampu mengatasi dilema etik yang mungkin dihadapi sejak melakukan penulisan proposal hingga penyelesaian penelitiannya, bahkan kemungkinan permasalahan etik yang berkembang selanjutnya. Kedua, peneliti harus memiliki rasa tanggung jawab atas integritas dan reputasi dalam bidang ilmunya, profesi dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Ketiga, peneliti harus mampu mempersiapkan peluang-peluang untuk penelitian selanjutnya. Keempat, peneliti seharusnya mampu memanfaatkan hasil-hasil penelitiannya dengan cara yang baik dan mempublikasikan hasil temuan ilmiahnya kepada masyarakat ilmiah. Kelima, peneliti seharusnya memperhatikan peluang agar data-data penelitiannya dapat diakses dengan baik untuk kepentingan penelitian selanjutnya. Pada dasarnya, sampel bagian tubuh manusia dapat dipergunakan dalam kegiatan penelitian ilmiah, terutama dalam bidang medis. Pemahaman tentang cara-cara mengambil sampel yang tidak menyakitkan dan meminimalisasi luka yang diakibatkan serta probandus mendapatkan informasi yang utuh mengenai tujuan penelitian dan

27

dampak yang mungkin dialami bukanlah satu-satunya hal yang harus diperhatikan ketika akan melakukan penelitian yang menggunakan bagian tubuh manusia. Peneliti juga harus mampu memperhatikan potensi permasalahan etik yang muncul pada masa yang akan datang terutama jika sampel digunakan untuk penelitian lanjutan atau penelitian tidak memberikan hasil positif seperti yang diharapkan semula. Mengingat peneliti juga merupakan bagian dari beragam masyarakat dengan kode etik yang berbeda-beda, maka peneliti juga harus mampu memilih metode dan cara yang tepat dalam menyusun dan melaksanakan penelitiannya bukan hanya berdasarkan obligasi yang harus dipenuhinya tetapi juga berdasarkan nilai-nilai lain yang dianut oleh masyarakat. Pelanggaran etika dalam penelitian memang seringkali tidak menimbulkan sanksi hukum yang jelas tetapi bisa sangat merugikan bagi pelakunya jika dikaitkan dengan integritasnya dalam masyarakat ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

28

Bahan Bacaan : Hwang, Woo-Suk et al. 2004. Evidence of a Pluripotent Human Embryonic Stem Cell Line Derived from a Cloned Blastocyst. Science 303: 1669- 1674 Hwang, Woo-Suk et al. 2005. Patient-Specific Embryonic Stem Cell Derived from Human SCNT Blastocyst. Science 308: 1777-1783 Ibrahim N, Aplikasi terapi stem cell pada luka bakar. Cermin Dunia Kedoketran 2006; 153: 20 Islam MS, Terapi sel stem pada cedera medulla spinalis. Cermin Dunia Kedokteran 2006; 153: 17-19 Prayogo R, Wijaya MT, Kultur dan potensi stem cells dari darah tali pusat. Cermin Dunia Kedoketran 2006; 153: 26-28 Saputra V, Dasar-dasar stem cell dan potensi apilkasinya dalam ilmu kedokteran. Cermin Dunia Kedoketran 2006; 153: 21-25 Bahan Bacaan : Umbilical cord blood derived stem cells given intravenously reduce stroke damage. www.medicalnewstoday.com Anatomy 101: Stem Cells-Reeeve Irvine Research Centerhttp://www.reeve.uci.edu/anatomy /stemcells.php Stem Cells-Wikipdia- http://en.wikipedia.org/wiki/stem cell

29