bila kau memang alien, seharusnya kau bisa menemaniku...
TRANSCRIPT
Bila kau memang alien, seharusnya kau bisa menemaniku berkelana mengelilingi dunia. Kita
dapat menemukan takdir-takdir yang orang lain enggan jelajahi.
– Dewi Kharisma Michelia : Surat Panjang Tentang Jarak Kita Yang Jutaan Tahun Cahaya
Ada satu sisi yang luput dari perjalanan di masa kecilku di kota Malang dahulu. Karena selalu naik
mobil, aku selalu melewatkan satu titik penting di kota apel ini. Padahal jika naik kereta, pasti akan
menyempatkan mampir ke daerah ini, lokasi yang tak terlalu jauh dari alun-alun kota.
Pertengahan bulan lalu aku kembali ke kota dingin ini, dan mendapat kesempatan untuk menginap
di Hotel Tugu Malang, yang terletak di salah satu titik historik kota, tepat berhadapan dengan alun-
alun Tugu, yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan penting lainnya, Gedung Balaikota, Gedung
DPRD, Gedung Markas Komando Militer, gedung SMA. Dan tepat di poros ujungnya, salah satu titik
transportasi, Stasiun Tugu Malang.
Hotel Tugu agak sulit ditemukan padahal lokasinya strategis, karena ia tersembunyi di dalam
‘barrier‘ pepohonan hijau di depannya, mengurangi kebisingan kendaraan yang lalu lalang di
depannya, dan menciptakan suasana sejuk dan dingin di dalamnya. Pepohonan, pensuplai utama
oksigen, melingkupi hampir semua latar depannya.
Nuansa tropis begitu kuat ketika menemukan gerai resepsionis yang berada di luar, tanpa
pengudaraan maupun pencahayaan buatan. Udara mengalir yang sudah terfilter oleh hijau
dedaunan itu ditambah dengan senyum manis pegawai hotel yang mengenakan kebaya putih dan
kain batik. Hangat dan akrab amat melingkupi suasana di sini.
Masuk ke tengah, aku menemui atrium yang besar, dengan dua sitting groups di ujungnya, tempat
menunggu, bertemu dan bertegur sapa. Sebuah meja besar dengan vas bunga diletakkan di tengah,
sentral dari ketiga koridor selanjutnya. Di atasnya, terletak coffee shops tempat menikmati
hidangan sore. Koridor ke kanan dan ke kiri menuju sayap bangunan yang berisi kamar, sementara
koridor yang lurus dengan area reception tadi menuju kolam renang dan dining room serta berbagai
ruang pertemuan. Kolom-kolom besar di keempat sudut atrium menopang atap dari bangunan
sentral ini. Kalau di bangunan-bangunan lain kolom terletak di sudut dan disembunyikan dalam
dinding, tidak demikian di sini. Ada jarak antara kolom dengan dinding sekitar 1.2 m. Aku tidak
tahu kenapa, apa mungkin untuk menciptakan kesan privacy untuk sitting groups di ujung?
Kamarku Superior Deluxe, terletak di ujung kanan sesudah melewati koridor selebar 2 meter.
Seluruh dindingnya berwarna putih kecuali di belakang headboard yang berwarna merah delima
sehingga memberikan kontras yang kuat. Sebuah tempat tidur besar dari kayu jati dengan kasur
empuk dilengkapi bed cover putih memanggil-manggil untuk ditiduri sesudah menyetir berkeliling
Malang tadi. Dua nakas dari kayu di kanan dan kiri untuk meletakkan barang-barang kecilku.
Di hadapan, satu kursi untuk istirahat dan televisi. Di sudutnya, satu meja tulis untuk bekerja atau
sekadar menulis notes, dan satu meja makan untuk bersantap beserta sekeranjang buah-buahan
tertata manis di atasnya. Kamar mandinya dilengkapi dengan kaca besar di atas meja lavatory yang
cantik. Yang unik, bathub-nya bukan terbuat dari keramik, melainkan dari logam dengan tekstur
kasar, sehingga tidak takut licin di dalamnya.
Salah satu kamar terbaik di sini adalah Apsara Suite, yang berukuran 200 m2. Begitu masuk, ada foyer
yang bisa digunakan sebagai tempat spa pribadi dengan privasi tinggi. Di dalamnya terdapat
daybed dengan rangka kayu yang menghadap televisi, meja makan dari marmer bersalut taplak
dengan kain etnik, dan bathub terbuka di tengah taman. Suasana romantis begitu terasa di sini
ditemani oleh permainan cahaya lampu. Masuk ke kamar tidurnya yang sangat luas, ditutup oleh
kelambu pelangi menyembunyikan aktivitas di baliknya. Kamar tidur ini juga dilengkapi oleh kamar
mandi dan lemari-lemari pakaian yang berukir. Kombinasi nuansa Persia dan India sepertinya kuat
sekali di sini.
Keluar dari Apsara suite dan melintasi lorong sebelahnya, aku mendapatkan fasilitas welcome
massage di Apsara Spa, yang berada di lantai paling atas sehingga ruangannya sangat privat.
Terdapat dua ruang spa beserta bathub unik dengan dekorasi India dengan terapis yang bisa
menyamankan sesudah perjalanan jauh.
Selain itu, di antara atrium lobby dan restoran terdapat kolam renang untuk bersantai. Lampu-
lampu temaram cantik di sekelilingnya memberi kesan romantis untutuk bercakap-cakap di tepian.
Namun kalau malam hari kolam ini tidak dipergunakan.
Hotel Tugu memiliki dining room yang unik, karena ada beberapa pilihan ruangan khas di
dalamnya. Restorannya yang bernama Melati Restaurant yang terletak di tepi kolam renang
menyajikan masakan khas Indonesia dengan citarasa asli yang dipertahankan, maupun masakan ala
western untuk memenuhi selera lidah tamu-tamunya yang kebanyakan berasal dari mancanegara.
Ruang makan yang unik di sini adalah Soekarno’s Room, satu ruangan yang agak dalam dengan set
kursi yang didekorasi dengan gambar Garuda Pancasila dan foto proklamator Indonesia, Ir.
Soekarno dan Ibu Fatmawati. Sementara sisi lainnya difungsikan sebagai tempat meletakkan snack
kecil dan minuman, dengan jam dinding kuno dan hiasan dinding berupa kusen jendela yang
berasal dari rumah kuno. Dengan warna temaram mengelilingi ruangan, suasananya intim dan
magis.
Di sebelah Soekarno’s Room adalah Babah Room yang kuat sekali dengan nuansa merah Pecinan.
Ruang makan ini didominasi oleh ukiran-ukiran khas Cina, patung-patung kayu yang menemani,
juga dinding panjang dengan backdrop kayu dan lukisan. Aku duduk di sini untuk menikmati
makan malam yang kupesan, Tugu Steak, Chicken Gordon Blue dan Salad. Percakapan beberapa
orang di sini terlihat begitu hangat, karena warna ruang yang diciptakan terkesan remang, kecuali
pada lampu-lampu yang menyinari atas meja.
The Sugar Baron Room yang bisa diintip dari tempatku duduk di Babah Room adalah ruangan
dengan pesona yang kuat sekali. Mataku langsung tertumbuk pada lukisan Putri Gula Oei Hui Lan di
sudut yang langsung kukenali karena sudah sering kulihat di beberapa buku. Mata putri yang sendu
dan rambutnya yang panjang dalam guratan hitam putih itu memberi kesan seram. Tetapi
keindahan ruangannya mereduksi kesan itu. Satu meja panjang dengan kursi-kursi ukir yang
mengelilinginya dilengkapi dengan aneka perlengkapan makan dari kristal. Di sisi-sisi dinding,
lemari-lemari antik dengan berbagai peninggalan di dalamnya memperkuat pesonanya. Lantai kayu
yang antik membuat orang tidak bisa berjalan buru-buru di atasnya karena akan berisik.
Ruangan ini dibangun sebagai penghargaan terhadap pengusaha gula terbesar di Asia Tenggara,
Oei Tiong Ham, yang merupakan salah satu dari orang terkaya di Asia pada awal abad 20. Perabot-
perabot langka di sini berasal dari masa antara Dinasti Han dan Dinasti Ching di Cina. Ruangan ini
sekarang disewakan untuk exclusive lunch, dinner, atau private conference yang bisa menampung
hingga 40 orang. Kecuali kamu punya indera keenam yang cukup kuat, seharusnya ruangan ini
tidak membuat merinding. Tapi tatapan sang putri memang agak membuat gentar.
Tepat di sebelah Sugar Baron Room, adalah ruangan Bangsal Merah Boepati, yang bisa menampung
pertemuan untuk 20 orang, bernuansa Jawa dengan beberapa furnitur berukir di sini. Ruangan ini
memiliki atrium terbuka ke taman luar, sehingga suasananya lebih santai.
Keesokan paginya, aku berkeliling ke berbagai ruangan cantik dengan nuansa beberapa tempat di
dunia. The Silk Road, salah satu ballroom dengan nuansa Persia, menjadi salah satu ruangan
unggulan yang sering disewa untuk mengadakan acara. Setelah memasuki foyer remang dengan
pencahayaan tersembunyi, aku masuk ke satu koridor yang memang mengingatkan pada istana di
padang pasir di Timur Tengah sana. Lukisan-lukisan khas Timur tengah menemani hingga satu sofa
panjang di ujung. Barulah masuk pada ruangan utama yang bisa menampung 200-300 orang.
Di area The Silk Road ini terdapat meja pajang untuk menyajikan hidangan, beberapa meja sudut
dengan ukiran-ukiran dan cermin, juga bar yang menyajikan minuman bagi para tamu. Di tengah,
terdapat stage untuk menarik perhatian. Rasanya memang tempat ini cocok untuk mengadakan
acara pernikahan kecil dengan tamu-tamu yang dikenal baik. Aku membayangkan di malam
sebelumnya ketika ruangan ini dipakai untuk pesta ulang tahun pernikahan, pasti ramai oleh senda
gurau reuni kawan-kawan yang saling dekat.
Melintasi satu taman kecil dengan koridor berkanopi kaca, aku menuju ruangan dengan gaya
Mongol. Interior gelap dan berat mendominasi, diperkuat dengan lukisan Jengis Khan di salah satu
sisi. Sepertinya tempat ini cocok sebagai tempat bernegosiasi antar pimpinan yang tidak seramai di
area Persia tadi. Warna merah sebagai aksen ditampilkan di sana sini. Seluruh lantainya
menggunakan marmer putih dan langit-langit hitam. Dengan pencahayaan dari sisi kanan dan kiri,
memang agak berkesan misterius.
Perjalanan kami teruskan ke Sahara. Tentu bukan gurun pasir itu, tapi satu area yang untuk menuju
ke sana melalui satu koridor panjang yang dramatis. Warna ungu lembut di dinding-dindingnya,
permainan lampu pada langit-langit, dan motif tegel di lantainya membuat paerasaan menyusuri
satu misteri di ujung sana. Lorong sepanjang 30 meter yang dinamakan Endless Love Avenue ini
sukses mendramatisasi perasaan, apalagi di ujungnya, lukisan dari Belgia, seolah menyambut
kemenangan cinta.
Apabila dipergunakan, Sahara yang divisualisasikan seperti tenda-tenda di gurun, bisa menampung
hingga 500 orang termasuk area terasnya. Atap dari bahan GRC (Glass Reinforcement Concrete)
yang dicor dengan rangka sehingga bisa membentuk lengkung-lengkung untuk kesan yang
diinginkan.
Aku juga ditunjukkan satu ruangan pertemuan lagi yang masih dibangun kelak akan dijadikan salah
satu restoran juga. Keunikan tempat baru ini dibuat dengan gaya Kamboja. Begitu masuk langsung
mengingatkan pada Angkor Wat dengan material batu candi yang mendominasi dinding dan lantai.
Apalagi cahaya masuk lewat celah-celah di ujung yang nampak urat-urat batang pohon di luar yang
sengaja terekspos. Pasti keunikan ini akan menarik perhatian pengunjungnya nanti.
Di ujung yang lain, Tugu Hotel juga dilengkapi oleh Ban Lam Wine Shop and Bar, untuk bersantai
sambil menikmati anggur. Furnitur di sini bergaya vintage Eropa, bahkan ada kursi cukur antik yang
dipasang sebagai tempat duduk tamu. Di luar pintu masuknya terdapat gerai anggur borol yang
didisplay cantik, termasuk satu mesin hitung antik. Karena berada di ujung, suasana di dalamnya
remang-remang.
Di sisi luar, terdapat teras menuju Roti Tugu Bakery, yang berhadapan langsung dengan Jalan Ijen di
samping hotel Tugu. Jadi jalan ini juga merupakan satu akses untuk ke Restoran atau Barnya tanpa
melalui pintu utama hotel.
Pengalaman menginap di hotel Tugu tidak hanya sekadar beristirahat, tapi serasa dibawa berkeliling
negeri-negeri Asia yang kuat dengan budayanya, dari satu jalur Persia, India, Cina, Mongol, hingga
berakulturasi dengan budaya Melayu dan Jawa tempat tinggalku sekarang di Indonesia.
Street address Jalan Tugu 3 MALANG – EAST JAVA – INDONESIA
Postal Address PO BOX 53 MALANG – EAST JAVA – INDONESIA
Telephone (62-341) 363 891
Facsimile (62-341) 362 747
E-mail [email protected]
Reservation [email protected]
Website http://www.tuguhotels.com