bertutur santun dalam islam
TRANSCRIPT
BERTUTUR SANTUN DALAM ISLAM
(oleh : Drs. H. WINARTO, M.M.)
Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Kabupaten Tulungagung
Bulan suci Romadhon merupakan bulan diklat bagi kaum muslimin dalam
mengembangkan sikap dan budaya positif dalam hidup dan berkehidupan.
Selama satu (1) bulan tersebut kaum muslimin dididik dan dilatih untuk
bersikap dan berbudaya sabar, bertoleransi, suka menolong, gemar memberi
(bersodaqoh), bertegur sapa sopan, bertutur santun, dll. Singkatnya, kaum
muslimin dididik dan dilatih untuk bisa mengendalikan diri dalam banyak hal.
Salah satu sikap positif yang perlu mendapatkan perhatian yaitu kebiasaaan
Bertutur Santun. Hal ini perlu dimulai pembiasaannya dalam Bulan Suci
Romadhon ini, agar nantinya kita bisa memiliki budaya bertutur santun dalam
hidup dan berkehidupan. Bangsa Indonesia memiliki warisan budaya yang luar
biasa hebat. Di antara warisan itu adalah tata krama (etika/adab) dalam
berkomunikasi, seperti : selalu menundukkan kepala dan merundukkan badan
apabila berkomunikasi dengan orang yang lebih tua (termasuk kepada
pimpinan), suka menghormat, pandai berterimaksih, dan juga pandai
memohon maaf. Ditunjang lagi dengan kebiasaan sikap santun dalam bertutur.
Sebagaimana diketahui bahwa pada kebanyakan bahasa daerah di
Indonesia dikenal yang namanya Speech Level (Tingkat Kehalusan
Berbahasa). Dalam bahasa Jawa misalnya, terdapat istilah bahasa ”Ngoko,
Kromo Madyo, dan Kromo Inggil”. Dalam hal ini penggunaan tata krama
berbahasanya mengikuti aturan tertentu (disesuaikan dengan umur, status
sosial masyarakat, status ekonomi, status kekerabatan, dll). Hal ini
menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia sangat memperhatikan tata krama
(etika/adab) dalam bertutur. Berbicara tentang bertutur santun, kita perlu
mencari referensi Islam yang dapat dijadikan pedoman. Referensi utama dan
pertama yang harus kita pedomani adalah Al Qur’an dan Al Hadist.
Surat Al Ahzab ayat 70 – 71,
Yang artinya ” Wahai orang - orang yang beriman, bertaqwalah kepada
Allah dan bekatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki bagimu amalan - amalanmu dan akan mengampuni bagimu atas
dosa-dosamu. Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya
sesungguhnya dia telah memperoleh kemenangan yang besar.” Firman Allah
tersebut masih diperjelas dengan Hadist Rasulullah yang artinya “ Barang
siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya berkata dengan
baik atau kalau tidak bisa demikian, lebih baik diam.”
“Perkataan yang benar” dalam Al Ahzab tersebut bukan saja
mengandung kebenaran dan kualitas dari segi substansinya ( isi ), tetapi
mencakup pengertian kebenaran isi, kualitas isi dan juga harus disampaikan
dengan baik, santun, tidak menyinggung perasaan, tidak menyakitkan hati,
tidak menghina, tidak memaki-maki orang, tidak menjelek - jelekkan sesama,
tidak provokatif (memanas-manasi), tidak congkak, dll. Malah sebaliknya,
perkataan yang benar (baik) adalah yang mengandung pengertian
menyejukkan hati, bersifat menghibur, segar dan menyenangkan hati,
bersifat memberikan motivasi, bersifat menyemangati (memberikan support),
bersifat memberikan harapan, dsb.
Sementara itu, K.H. Prof. Dr. Zawawi Imron (dahulu Kolumnis Jawa Pos)
dari Sumenep - Madura, dalam tauziahnya pada Peringatan Nuzulul Qur’an
Tahun 2010 di Pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso Tahun 2010
memberikan uraian dan contoh yang sangat manis. Allah, Al Khaliq, Sang
Pencipta yang maha segalanya, dalam berkomunikasi dengan umat-Nya (yang
bernama manusia) sangat memperhatikan aspek kesantunan dan keindahan.
Ayat-ayat yang berisi petunjuk, perintah, larangan, pemberitahuan, bahkan
peringatan dan ancaman sekali pun, disampaikan dengan santun dan sangat
indah. Pilihan katanya (diksi), persamaan bunyi (rima), dan kalimat -
kalimatnya luar biasa bagus sehingga orang yang membacanya akan
tersentuh jiwanya.
Sebagai contoh, kita bisa membaca dan memahami surat Al Qori’ah ayat
1 – 11 berikut ini.
Surat tersebut di atas berisi tentang pemberitahuan mengenai Hari
Kiamat. Simak kalimatnya, pilihan katanya (diksi), persamaan bunyinya (rima),
dan pada akhirnya maknanya ;
1. Hari Kiamat
2. Apakah hari Kiamat itu ?
3. Dan tahukah kamu apakah hari Kiamat itu ?
4. Pada hari itu manusia seperti laron yang beterbangan.
5. Dan gunung-gunung seperti bulu-bulu yang berhamburan.
6. Adapun orang yang berat timbangannya (kebaikannya),
7. Maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan (senang)
8. Dan adapun orang yang ringan timbangannya (kebaikannya),
9. Maka tempat kembalinya adalah Neraka Hawiyah.
10. Dan tahukah kamu apakah Neraka Hawiyah itu ?
11. (yaitu) api yang sangat panas.
Pilihan kata, kalimat, dan rimanya sangat cocok dengan maknanya.
Siapa yang tidak tergetar hatinya ketika membaca dan mendalami maknanya?
Pada contoh lain, dalam acara “Indahnya Shodaqoh” di sebuah stasiun TV
Swasta Indonesia yang diasuh oleh Ustadz Yusuf Mansyur, kita memperoleh
pelajaran yang banyak. Pada suatu pagi, Ustadz Yusuf Mansyur kedatangan
tamu yaitu Datuk Doktor Hasan dari Selangor – Malaysia. Melalui tauziah di TV
tersebut, Ustadz Yusuf Mansyur meminta agar Datuk Doktor Hasan berkenan
memberikan saran demi kemajuan Pondok Pesantren di Indonesia. Ternyata
respons Datuk Doktor Hasan begitu mengejutkan, “ Saya tidak pantas untuk
bersaran pada Ustadz. Saya malah harus belajar banyak kepada Ustadz.”
Padahal, Datuk Doktor Hasan ini pernah hidup di Amerika saja tujuh setengah
tahun lamanya dan telah menghasilkan 41 (empat puluh satu) buku. Lalu
komentar Ustadz Yusuf Mansyur, “ Betapa tawadu’nya Datuk ini, dimintai
saran, tetapi malah mau belajar banyak.”
Peristiwa di atas mencerminkan betapa santunnya baik Datuk Doktor
Hasan maupun Ustadz Yusuf Mansyur. Ketika Allah, Al Khaliq saja telah
memberikan koridor komunikasi santun (Al Ahzab 70-71), Rasulullah pun telah
memberikan sabdanya, K.H. Prof. Dr. Zawawi Imron telah menyatakan bahwa
Allah begitu santun dan indahnya dalam berkomunikasi dengan manusia dan
Ustadz Yusuf Mansyur serta Datuk Doktor Hasan saja begitu tawadu’nya dalam
bertutur sapa, sebenarnya kita harus malu apabila kita tidak santun (bahkan
arogan) dalam bertutur.
Dalam bertutur secara Islami sebenarnya berlaku suatu kaidah “ Al
Adabu Fauqol Ilmu”. Artinya : Adab atau sopan santun nilainya lebih tinggi
dari pada ilmu. Maksudnya adalah sepandai atau sepintar apa pun seseorang,
jika dalam bertutur tidak memperhatikan sopan santun, maka orang tersebut
tidak akan mendapatkan tempat di hati masyarakat dan apalagi di hadapan
Allah Azza Wajalla.
Lebih jauh kalau kita mau membaca Surat Al – Hujurat, kita akan
memperolah wawasan yang begitu luas tentang perlunya bertutur santun.
Surat Al-Hujurat ayat 2 yang berbunyi :
Artinya : ” Wahai orang - orang yang beriman! Janganlah kamu
meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata
kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebagian kamu
terhadap yang lain, nanti (pahala) segala amalmu bisa terhapus sedangkan
kamu tidak menyadarinya. ” Dari ayat tersebut kita dapat memperolah
pelajaran betapa pentingnya mengatur irama tutur kata kita. Ditambah lagi
dengan Al – Hujurat ayat 11, yang berbunyi :
Yang artinya : ” Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu
kaum mengolok-olok kaum yang lain. (karena) boleh jadi mereka (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan
jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain,
(karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu
sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah
beriman. Dan barang siapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.” Pelajaran yang dapat kita petik dari ayat tersebut adalah nilai
introspeksi diri dan pentingnya ”Khusnudhon”. Sering terjadi orang yang
kita sangka lebih buruk dari pada kita, ternyata lebih baik dari pada kita.
Itulah sebabnya kita perlu dan harus belajar mengembangkan budaya
Khusnudhon atau Positive Thinking terhadap siapa pun.
Saat ini kita berada dalam suasana Bulan Suci Romadhon, bulan yang
penuh dengan hikmah dan maghfiroh. Beruntunglah jika kita bisa
melakukan introspeksi dan mohon ampunan kapada Allah, Al Khaliq untuk
menuju budaya bertutur santun dalam Islam.Dari uraian di atas, dapatlah
diambil beberapa catatan, bahwa :
1. Allah SWT dan Rasulullah telah memberikan koridor komunikasi
santun
2. Dalam bertutur, bukan hanya substansi isi yang harus benar dan
berkualitas, tetapi juga harus memiliki etika / kesantunan sehingga
bisa menciptakan suasana yang indah dan menyejukkan.3. Banyak
contoh yang jika kita mau, dapat dijadikan pelajaran bagi kita dalam
mengembangkan budaya bertutur santun
4. Bulan Suci Romadhon merupakan kesempatan / peluang bagi kita
untuk belajar atau mendiklat diri dalam membangun budaya
yang lebih baik menuju insan yang Muttaqin sesuai dengan
kehendak-Nya.
Satu minggu sudah puasa Romadhon kita lewati. Marilah kita merenung
dan melakukan introspeksi tentang budaya tutur kita. Kita tidak perlu
berkecil hati, karena masih ada harapan untuk memperbaiki diri, berevolusi
menuju insan yang lebih terpuji. Insya Allah.