berpikir kritis laju reaksi

Upload: iffatul-muna

Post on 02-Jun-2018

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    1/10

    PROGRAM PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERPIKIRKRITIS PADA TOPIK LAJU REAKSI UNTUK SISWA SMA

    I Wayan Redhana dan Liliasari *)

    Abstract : The study aimed at investigating the effect of critical thinking skill teaching program toimprove students thinking ski lls in topic of reaction rate. Quasi-experimental design applied on thestudy by using control group pretest-posttest design. The study involved 109 students in controlgroup and 106 students in experimental group from senior high school with high, medium, and lowcategory, respectively. On the experimental group were applied critical thinking skill teaching

    program and regular teaching program applied on control group. Percentage of student n-gain ineach group was calculated and analyzed by using inferential statistics at significance level 5%. Thefindings of the study showed that critical thinking skill teaching program could improve studentscritical thinking skills. The program was very effective for students with medium and low academic

    skill. However, the program was less effective for students with high academic skill. Improvingstudents critical thinking skills did not occur in all indicators and concepts of reaction rate.Meanwhile, teachers and students responded the program positively.

    Keywords : critical thinking skill teaching program, reaction rate

    Akhir-akhir ini, keterampilan berpikir kritismempunyai peranan yang sangat strategis dalam

    bidang pendidikan. Menurut Elam (McTighe &Schollenberger, 1991), keterampilan berpikirkritis telah menjadi tujuan pendidikan tertinggi.Sementara itu, Candy (Phillips & Bond, 2004)menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritismerupakan salah satu tujuan yang paling pentingdalam semua sektor pendidikan. Oleh karena itu,

    paradigma pembelajaran sudah seharusnya ber-geser dari pembelajaran konvensional yang me-nekankan pada keterampilan berpikir tingkatrendah ke arah pembelajaran yang menekankan

    pada pembelajaran keterampilan berpikir tingkattinggi, terutama keterampilan berpikir kritis(Tsapartis & Zoller, 2003; Lubezky, dkk, 2004).

    Berkaitan dengan perubahan paradigma pembelajaran di atas, Rutherford & Ahlgren(1990) menyatakan bahwa pendidikan IPA,termasuk di dalamnya pendidikan kimia, se-harusnya membantu siswa mengembangkan

    pemahaman dan kebiasaan berpikir untuk meng-hadapi kehidupan ke depan. Sehubungan denganitu, Rutherford & Ahlgren menyatakan:

    Students should be given problems atlevels appropriate to their maturity thatrequire them to decide what evidence isrelevant and to offer their own inter-

    pretations of what the evidence means. This puts a premium, just as science does, on

    careful observation and thoughtful analysis.Students need guidance, encouragement,and practice in collecting, sorting, andanalyzing evidence, and in building argu-ments based on it. However, if such

    activities are not to be destructively boring,they must lead to some intellectually satisfy-ing payoff that students care about .

    Keterampilan berpikir kritis merupakankemampuan berpikir bagi seseorang dalam mem-

    buat keputusan yang dapat dipercaya dan ber-tanggung jawab yang mempengaruhi hidupseseorang. Keterampilan berpikir kritis juga me-rupakan inkuiri kritis sehingga seorang yang

    berpikir kritis akan menyelidiki masalah, meng-ajukan pertanyaan, mengajukan jawaban baru

    yang menantang status quo, menemukan infor-masi baru, dan menentang dogma dan dokrin(Schafersman, 1991). Sementara itu, Lipman(2003) mengungkapkan bahwa keterampilan ber-

    pikir kritis sangat penting dimiliki agar kita dapatmengindarkan diri dari penipuan, indokrinasi,dan pencucian otak ( mindwashing ).

    Pembelajaran yang tidak menekankan padaupaya pengembangan keterampilan berpikirtingkat tinggi (keterampilan berpikir kritis) cen-derung mengkondisikan siswa ke dalam belajarhafalan ( rote learning ). Siswa sangat mudahmelupakan materi yang telah dipelajari sebelum-nya. Bassham, dkk. (2007) melaporkan bahwa

    *) I Wayan Redhana adalah dosen Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha Liliasari adalah dosen Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia

    103

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    2/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008104

    dalam pembelajaran kebanyakan sekolah cende-rung menekankan keterampilan berpikir tingkatrendah. Siswa diharapkan menyerap informasisecara pasif dan kemudian mengingatnya padasaat mengikuti tes. Dengan pembelajaran sepertiini siswa tidak memperoleh pengalaman me-ngembangkan keterampilan berpikir kritis, dimana keterampilan ini sangat diperlukan untukmenghadapi kehidupan dan untuk berhasil dalamkehidupan.

    Hasil studi pendahuluan menunjukkan bahwa sebagian besar guru-guru kimia di Kabu- paten Buleleng Bali mengklaim bahwa pembe-lajaran yang dilakukan selama ini sudah me-ngembangkan keterampilan beprikir kritis siswa.

    Namun kenyataannya, ketika guru-guru diminta

    menjelaskan pembelajaran yang dilaku-kan,tampak bahwa guru-guru belum memahamihakikat dari pembelajaran keterampilan berpikirkritis. Kebanyakan guru-guru melaksanakan

    pembelajaran dengan memberikan informasiyang berkaitan dengan materi kimia sambilmenggunakan metode tanya jawab, kemudiandiikuti dengan latihan soal-soal yang seringdiambilkan dari buku kimia atau LKS yangmenjadi pegangan guru (Redhana, 2007). Soal-soal ini kebanyakan berupa soal-soal hitungan dimana soal-soal hitungan ini merupakan well-

    structured problems . Menurut Tsapartis danZoller (2003), pemecahan masalah yang bersifatalgoritmik memerlukan penerapan keterampilan

    berpikir tingkat rendah.Hasil observasi terhadap pembelajaran

    yang dilakukan oleh seorang guru yang berpe-ngalaman (Redhana, dkk., 2008) menunjukkan

    bahwa guru (1) menyajikan beberapa soal yangkeliru; (2) menyajikan informasi yang kurangterstruktur; (3) sering mengajukan pertanyaan

    beruntun; (4) memberikan informasi yang tidaklengkap; (5) memberikan informasi yang salah;(6) membuat analogi yang tidak jelas; (7) kurangmengantisipasi respon siswa; (8) keliru menulis-kan hasil reaksi; dan (10) tidak meminta alasansiswa. Masih menurut Redhana, dkk., guru jugamengalami miskonsepsi. Untuk topik hidrokar-

    bon, misalnya, guru beranggapan bahwa dalammolekul etena, atom C yang satu bermuatan

    positif dan atom C yang lain bermuatan negatif.Demikian juga guru beranggapan bahwa ke-

    jenuhan atom C dalam molekul etena tidak sama.Pada reaksi adisi molekul etena oleh molekulHCl, guru berpendapat bahwa atom H darimolekul HCl yang bermuatan positif akan masuk

    ke atom C yang bermuatan negatif, sedangkanatom Cl yang bermuatan negatif akan masuk keatom C yang bermuatan positif.

    Hasil penelitian sebelumnya yang berkait-an dengan miskonsepsi siswa SMA dilaporkanoleh Redhana & Kirna (2004). Rerata miskon-sepsi siswa SMA di kota Singaraja pada konsepstruktur atom dan ikatan kimia sangat tinggi,yaitu masing-masing sebesar 57,0% dan 63,4%.Beberapa miskonsepsi siswa dapat diungkapkansebagai berikut (1) atom dipandang sebagai bola

    padat yang jika dipanaskan akan mengembang;(2) dalam senyawa NaCl terdapat ikatan antarasatu ion Na + dan satu ion Cl -; (3) kepolaranmolekul hanya ditentukan oleh beda keelektro-negatifan, sehingga molekul CCl 4 merupakan

    senyawa polar; (4) ikatan dalam molekul HCladalah ikatan ion; (5) ikatan logam adalah ikatankovalen antara atom logam yang satu denganatom logam yang lain; dan (6) pada orbital p,elektron bergerak seperti angka delapan pada

    permukaan orbital. Penelitian lebih lanjutmenunjukkan bahwa ternyata beberapa miskon-sepsi siswa ini berasal dari guru (lihat Simamora& Redhana, 2006). Artinya, guru kimia sebagaisumber miskonsepsi.

    Keterampilan berpikir kritis sudah semesti-nya menjadi bagian dari kurikulum di sekolah.

    Pembelajaran perlu dikondisikan agar siswadapat mengembangkan keterampilan berpikirkritis ( teaching for thinking ). Dengan kata lain,siswa harus diberi pengalaman-pengalaman

    bermakna selama pembelajaran agar dapat me-ngembangkan keterampilan berpikir kritisnya.Dengan demikian, guru-guru sebagai pendidik

    berkewajiban untuk mengkondisikan pembelajar-an agar siswa mampu mengembangkan kecerdas-an dan kemampuan berpikir kritisnya. Untuk itu,guru-guru seharusnya menga jar siswa how tothink , bukan mengajar siswa what to think (Notar, dkk., 2005; Bassham, dkk., 2007).

    Untuk memenuhi harapan di atas, perludikembangkan suatu program pembelajaran yangmemungkinkan siswa memperoleh kesempatan

    berlatih menggunakan keterampilan berpikirkritis. Keterampilan berpikir adalah kemampuanyang tidak dibawa sejak lahir (Schafersman,1991). Siswa tidak akan memiliki keterampilan

    berpikir kritis tanpa ditantang menggunakannyadalam pembelajaran (Meyers, 1986). Keterampil-an berpikir kritis adalah kemampuan yang dapatdiajarkan sehingga keterampilan ini dapatdipelajari (Halpern, 1999; Garratt, dkk., 2000;

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    3/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008105

    Robbins, 2005).Pembelajaran yang memberikan kesempat-

    an kepada siswa untuk berlatih menggunakansejumlah keterampilan berpikir kritis adalah

    pembelajaran berbasis masalah ( problem-basedlearning ). Namun, pembelajaran berbasis masa-lah yang murni sulit diterapkan pada levelsekolah menengah ke bawah. Hal ini didasarkanatas beberapa pertimbangan. Pertama, pembe-lajaran berbasis masalah yang murni merupakan

    pembelajaran inkuiri terbuka. Pada pembelajaranini siswa hanya disajikan konteks dan siswasendiri harus merumuskan proses pemecahanmasalah dan menemukan solusinya (Trowbridge& Bybee seperti dikutif dalam NSTA, 1998).Dengan kegiatan seperti ini, siswa SMA akan

    mengalami kesulitan karena kebiasaan siswa belajar selama ini. Umumnya, siswa hadir dikelas mendengar dan mencatat penjelasan gurudan melakukan kegiatan sesuai dengan perintahguru. Kedua, kebanyakan guru beranggapan

    bahwa mereka merasa belum mengajar jikamereka belum menjelaskan materi. Akibatnya,guru lebih cenderung mengejar target kurikulumdengan menyelesaikan seluruh materi daripadamemberikan cara berpikir kepada siswa untuk

    belajar.Untuk itu, pembelajaran berbasis masalah

    yang murni perlu dimodifikasi. Modifikasidilakukan dengan memasukkan unsur-unsur bim-

    bingan, yaitu berupa pertanyaan konseptual dan pertanyaan Socratik. Sementara itu, penggunaanmasalah open-ended yang merupakan ciri dari

    pembelajaran berbasis masalah tetap dipertahan-kan sebagai stimulus pembelajaran. Pertanyaankonseptual digunakan dengan maksud untukmembantu siswa memulai proses pemecahanmasalah dan sekaligus membimbing siswa me-nguasai konsep-konsep esensial yang dipelajari

    pada topik laju reaksi. Sementara itu, pertanyaanSocratik digunakan dengan maksud untukmenggali dan mengembangkan ide-ide siswa dansekaligus mengembangkan keterampilan berpikirkritis siswa. Hasil modifikasi terhadap pem-

    belajaran berbasis masalah yang murni adalah pembelajaran berbasis masalah terbimbing( guided problem-based learning ). Pembelajaranini juga disebut sebagai pembelajaran keteram-

    pilan berpikir kritis karena pembelajaran inidimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan

    berpikir kritis siswa. Program pembelajaran initerdiri dari tiga unsur utama, yaitu masalahterbuka ( open-ended problem ), pertanyaan kon-

    septual ( conceptual questioning ), dan pertanyaanSocratik ( Socratic questioning ).

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk me-ningkatkan keterampilan berpikir kritis siswamelalui penerapan program pembelajaran ke-terampilan berpikir kritis. Pendapat guru dansiswa terhadap program pembelajaran keteram-

    pilan berpikir kritis juga menjadi tujuan dari penelitian.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian ini bertujuan untuk mengujikeefektivan dari program pembelajaran keteram-

    pilan berpikir kritis dalam meningkatkan

    keterampilan berpikir kritis siswa. Untuk men-capai harapan di atas, penelitian eksperimenkuasi dilakukan dengan menggunakan rancangancontrol group pretest-posttest . Sebanyak 106siswa terlibat dalam kelompok eksperimen dan109 siswa pada kelompok kontrol, yang masing-masing berasal dari tiga SMA di KabupatenBuleleng, yaitu SMA dengan kategori baik(siswa dengan kemampuan akademik baik),SMA dengan kategori sedang (siswa dengan ke-mampuan akademik sedang), dan SMA dengankategori kurang (siswa dengan kemampuan

    akademik kurang). Pengelompokan sekolah inididasarkan atas skor tes masuk menggunakan tes

    potensi akademik (TPA) yang dilaksanakan olehDinas Pendidikan Kabupaten Buleleng.

    Pada kelompok eksperimen diterapkan program pembelajaran keterampilan berpikirkritis, sedangkan pada kelompok kontrol diterap-kan program pembelajaran reguler. Pembelajaran

    pada kedua kelompok berlangsung pada topiklaju reaksi. Sebelum dan setelah pembelajarankedua kelompok diberikan tes keterampilan ber-

    pikir kritis berbasis konten kimia. Tes keteram- pilan berpikir kritis ini berupa tes obyektif yangterdiri dari 32 item dan tes ini dikembangkanoleh penulis. Validitas dan reliabilitas tes ke-terampilan berpikir kritis pada topik laju reaksimasing-masing adalah 0,71 dan 0,83. Proses

    belajar mengajar yang berlangsung selamamengimplementasikan program pembelajaranketerampilan beprikir kritis diobservasi danhasilnya dicatat dalam lembar observasi. Se-mentara itu, pendapat guru dan siswa terhadap

    program pembelajaran keterampilan berpikirkritis masing-masing dikumpulkan melalui wa-wancara dan angket.

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    4/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008106

    Data yang diperoleh pada penelitian ini be-rupa data kuantitatif dan data kualitatif. Datakuantitatif berupa skor tes keterampilan berpikirkritis sebelum dan setelah pembelajaran padamasing-masing kelompok. % n-gain (gain ter-normalisasi, selanjutnya disingkat %g) masing-masing individu pada setiap kelompok dihitungdengan rumus:

    %g = (S post S pre)/(S max S pre) x 100Rumus di atas dimodifikasi dari rumus yang di-turunkan oleh Savinainen & Scott (2002).

    Jika %g berdistribusi normal dan varianskedua kelompok homogen, maka uji beda %gdilakukan dengan menggunakan t-tes. Sebalik-nya, jika %g tidak berdistribusi normal dan/atauvarians kedua kelompok tidak homogen, maka

    uji beda dilakukan dengan uji Mann-Whitney.Semua uji ini menggunakan SPSS versi 14,0 pada taraf signifikansi 5%. Sementara itu, datakualitatif yang berupa pendapat guru dan siswaterhadap program pembelajaran keterampilan

    berpikir kritis dianalisis secara deskriptif inter- pretatif.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Peningkatan keterampilan berpikir kritis

    siswa secara keseluruhanHasil perhitungan statistik deskriptif yang berkaitan dengan jumlah sampel, rerata, standardevisasi, skor minimum dan maksimum dari %g

    pada masing-masing kelompok ditunjukkan padaTabel 1.

    Tabel 1. Statistik %g kelompok kontrol dan eksperimen

    Kelompok N MeanStd.Dev. Min Max

    Kontrol 109 30,50 13,87 0,00 66,67

    Eksperimen 106 41,64 11,11 15,7

    976,19

    Hasil pengujian efektivitas program pem- belajaran keterampilan berpikir kritis dalammeningkatkan keterampilan berpikir kritis siswasecara keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 2.Dari Tabel 2 di atas tampak bahwa program

    pembelajaran keterampilan berpikir kritis sangatefektif meningkatkan keterampilan berpikir kritissiswa secara keseluruhan. Hal ini beralasankarena pembelajaran berpikir kritis yang merupa-kan pembelajaran keterampilan berpikir tingkattinggi memberikan peluang kepada siswa me-latihkan sejumlah keterampilan berpikir, ter-

    utama keterampilan berpikir kritis. Keterampilan berpikir kritis sangat penting dilatihkan karenaketerampilan berpikir ini tidak dibawa sejaklahir. Di samping itu, tujuan melatihkan kete-rampilan berpikir kritis adalah untuk menyiapkansiswa menjadi seorang pemikir kritis ( criticalthinker ), mampu memecahkan masalah ( problem

    solver ), dan menjadi pemikir independen(independent thinker ) sehingga mereka dapatmenghadapi kehidupan, menghindarkan dirinyadari indokrinasi, penipuan, pencucian otak,mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi,dan membuat keputusan dengan tepat dan

    bertanggung jawab.

    Tabel 2. Hasil uji normalitas, homogenitas, dan uji beda%g antara kelompok kontrol dan eksperimen

    Kelompokkontrol

    Kelompokeksperimen

    Varian p(Sig.)Rerata%g

    Distri- busi

    Rerata%g

    Distribusi

    30,50 Tidaknormal

    41,64 Nor mal

    Homogen

    0,000(Signif ikan)

    Pembelajaran keterampilan berpikir kritisyang dikembangkan dalam penelitian ini me-

    ngandung tiga unsur utama, yaitu masalah open-ended , pertanyaan konseptual, dan pertanyaanSocratik. Masalah open-ended yang digunakandalam pembelajaran keterampilan berpikir kritisdiadopsi dari pembelajaran berbasis masalah.Sementara itu, penambahan pertanyaan konsep-tual dimaksudkan untuk membimbing siswa agardapat memecahkan masalah. Jika siswa ber-hadapan dengan masalah yang sifatnya terbuka,siswa umumnya panik dan tidak tahu dari manamemulai proses pemecahan masalah; konsep-konsep apa yang diperlu diketahui untuk me-

    mecahkan masalah, dan sebagainya. Pertanyaankonseptual menyediakan bantuan untuk ini. Per-tanyaan konseptual menanyakan konsep-konsepesensial yang dipelajari pada topik tertentu,dalam hal ini topik laju reaksi. Pertanyaan ini di-turunkan dari konsep-konsep esensial yangdihasilkan dari analisis konsep pada topik lajureaksi. Semua pertanyaan konseptual yangdiajukan mengacu kepada masalah open-ended sebagai titik sentral pembelajaran. Artinya,masalah open-ended bertindak sebagai wahanauntuk mempelajari konsep-konsep esensial padatopik laju reaksi dan juga sekaligus sebagai wa-hana untuk mengembangkan keterampilan ber-

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    5/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008107

    pikir kritis siswa.Efektifitas penggunaan pertanyaan konsep-

    tual dalam meningkatkan pemahaman siswa ter-hadap konsep-konsep kimia di SMA telah di-laporkan oleh beberapa peneliti. Redhana, dkk.(1999), misalnya, menggunakan modul bertanyauntuk meningkatkan pemahaman konsep siswa.Modul bertanya ini sesungguhnya berisi perta-nyaan-pertanyaan konseptual yang berkaitandengan konsep-konsep kimia. Melalui per-tanyaan ini guru dapat menggali ide-ide siswa.

    Sementara itu, penggunaan pertanyaanSocratik sebagai unsur tambahan yang lain dalam

    program pembelajaran keterampilan berpikirkritis dimaksudkan untuk mengembangkan danmengarahkan ide-ide siswa agar siswa mem-

    punyai pemahaman yang benar tentang konsep-konsep yang dipelajari. Pertanyaan Socratik ini juga dapat mengembangkan keterampilan ber- pikir kritis siswa. Hal ini beralasan karena pertanyaan Socratik meliputi: (a) pertanyaanyang meminta klarifikasi, (b) pertanyaan yangmenyelidiki asumsi, (c) pertanyaan yang menye-lidiki alasan atau bukti, (d) pertanyaan yangmeminta pendapat, (e) pertanyaan yang men-yelidiki implikasi atau akibat, dan (f) pertanyaantentang pertanyaan (Paul & Binker, 1990). Masihmenurut Paul & Binker (1990), pertanyaan

    Socratik dapat: (1) meningkatkan isu-isu dasar;(2) menyelidiki secara mendalam; (3) membantusiswa menemukan struktur pikirannya; (4) mem-

    bantu siswa mengembangkan sensitivitas ter-hadap klarifikasi, akurasi, dan relevansi; (5)membantu siswa agar sampai pada pertimbanganmelalui penalaran sendiri; (6) dan membantusiswa menganalisis klaim, bukti, kesimpulan, isu,asumsi, implikasi, akibat, konsep, dan pendapat.

    Tujuan pertanyaan Socratik adalah untukmembantu siswa menemukan pengetahuansendiri dan mengembangkan keterampilan ber-

    pikir kritisnya (Paraskevas & Wickens, 2003).Metode pertanyaan Socratik dalam pendidikanorang dewasa melibatkan penggunaan per-tanyaan-pertanyaan sistematik, berpikir induktif,dan formulasi definisi yang umum. Siswa di-

    presentasikan dengan suatu skenario dan gurumengajukan sederetan pertanyaan-pertanyaan se-cara sistematis. Pertanyaan-pertanyaan dirancanguntuk membimbing proses berpikir siswa. Siswadimotivasi menggunakan pengalaman dan penge-tahuannya dalam memecahkan masalah-masalahatau isu-isu sederhana atau kompleks. Selanjut-nya, teknik induktif digunakan untuk meng-

    konseptualisasikan implikasi yang lebih luas.Sekali ide dan konsep umum dipahami olehsiswa, guru selanjutnya menggunakan per-tanyaan-pertanyaan untuk membantu siswa me-ngembangkan rasional (Macmillan & Garrison,dalam Paraskevas & Wickens, 2003). Dengancara ini, siswa mempunyai kesempatan me-nunjukkan pemahaman yang komprehensif darisuatu topik yang sedang dieksplorasi. Perkins(Paraskevas & Wickens, 2003) menyatakan

    bahwa dalam suatu diskusi Socratik siswa me-nunjukkan sejumlah cara berpikir, seperti men-

    jelaskan, menggeneralisasi, menerapkan konsep,membuat analogi, mengembangkan pengetahuansecara kooperatif, dan menyajikan cara-cara

    baru.

    Penggunaan pertanyaan Socratik dalammeningkatkan keterampilan berpikir kritis siswatelah diselidiki oleh beberapa peneliti, sepertiPaul & Binker (1990), Paraskevas & Wickens(2003), Chalupa & Sormunen (1995), dan Beyer(Walker, 2003). Hasil penelitian Beyer me-nunjukkan bahwa pertanyaan Socratik merupa-kan strategi scaffolding untuk meningkatkanketerampilan berpikir kritis siswa. Scaffolding dalam bentuk pertanyaan Socratik dan per-tanyaan open-ended terbukti efektif meningkat-kan keterampilan berpikir kritis siswa karena

    kesiapan epistemologi siswa terhadap pertanyaandan pencarian pengetahuan. Teknik pertanyaanSocratik dapat digunakan untuk meningkatkan

    pemahaman dan memacu berpikir kritis siswa(Sharma & Hannafin, 2004). Hal senada jugadiungkapkan oleh Yang, dkk. (2005). Sementaraitu, efektivitas penggunaan pertanyaan Socratikuntuk meningkatkan keterampilan berpikir kritissiswa SMA pada mata pelajaran kimia dilapor-kan oleh Redhana (2008).

    Peningkatkan keterampilan berpikir kritispada masing-masing indikator keterampilanberikir kritis

    Pengujian peningkatan keterampilan ber- pikir kritis siswa pada masing-masing indikatorketeramplan berpikir kritis ditampilkan padaTabel 3. Indikator keterampilan berpikir kritis 1sampai dengan 5 berturut-turut adalah menerap-kan prinsip utama, mengidentifikasi kriteriauntuk mempertimbangkan jawaban yangmungkin, mengidentifikasi alasan yang tidak di-nyatakan, menarik kesimpulan, dan menentukanungkapan yang ekuivalen.

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    6/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008108

    Tabel 3. Rekapitulasi hasil pengujian pada masing-masing indikator keterampilan berpikir kritis

    IndikatorKelompok kontrol Kelompok eksperimen

    Varians p (Sig.)Rerata %g Distribusi Rerata %g Distribusi

    1 0,62 Tidak normal 0,85 TidaknormalTidak

    homogen 0,000 (signifikan)

    2 0,39 Tidak normal 0,86 Tidaknormal Homogen 0,000 (signifikan)

    3 0,75 Tidak normal 1,07 TidaknormalTidak

    homogen 0,006 (signifikan)

    4 0,67 Tidak normal 0,90 TidaknormalTidak

    homogen0,029

    (tidak signifikan)

    5 0,58 Tidak normal 0,77 TidaknormalTidak

    homogen0,180

    (tidak signifikan)

    Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pe-ningkatan keterampilan berpikir kritis siswa ter-

    jadi pada tiga dari lima indikator keterampilan berpikir kritis. Artinya, peningkatan keteram- pilan berpikir kritis siswa secara keseluruhandominan dikontribusi oleh indikator menerapkan

    prinsip utama, mengidentifikasi kriteria untukmempertimbangkan jawaban yang mungkin, danmengidentifikasi alasan yang tidak dinyatakan.

    Tidak terjadinya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada indikator 4 dan 5 di-sebabkan oleh butir-butir soal yang terdapat padaindikator 4 dan 5 kebanyakan mempunyai daya

    beda cukup rendah dibandingkan dengan butir-

    butir soal lainnya. Akibatnya, butir-butir soal initidak mampu membedakan keterampilan beprikirkritis siswa antara kelompok kontrol dankelompok eksperimen.

    Peningkatkan keterampilan berpikir kritispada masing-masing konsep

    Peningkatan keterampilan berpikir kritissiswa pada masing-masing konsep ditampilkan

    pada Tabel 4. Konsep 1 sampai dengan 9 ber-turut-turut adalah laju reaksi, luas permukaan,konsentrasi, suhu, katalis, persamaan laju reaksi,orde reaksi, tumbukan, dan tumbukan efektif.

    Tabel 4. Rekapitulasi hasil pengujian %g pada masing-masing konsep

    KonsepKelompok kontrol Kelompok eksperimen

    Varians p (Sig.) Rerata %g Distribusi Rerata %g Distribusi1 0,62 Tidak normal 0,95 Tidak normal Homogen 0,000 (signifikan)2 0,75 Tidak normal 1,05 Tidak normal Tidak homogen 0,232 (tidak signifikan)3 0,77 Tidak normal 0,99 Tidak normal Tidak homogen 0,061 (tidak signifikan)4 0,54 Tidak normal 0,81 Tidak normal Tidak homogen 0,001 (signifikan)5 0,59 Tidak normal 0,96 Tidak normal Homogen 0,000 (signifikan)6 0,66 Tidak normal 0,80 Tidak normal Tidak homogen 0,296 (tidak signifikan)7 0,64 Tidak normal 0,73 Tidak normal Tidak homogen 0,151 (tidak signifikan)8 0,60 Tidak normal 0,88 Tidak normal Tidak homogen 0,154 (tidak signifikan)9 0,57 Tidak normal 1,03 Tidak normal Homogen 0,017 (signifikan)

    Dari Tabel 4 di atas tampak bahwa peningkatan keterampilan berpikir kritis siswahanya terjadi hampir sebagian konsep. Pe-ningkatan keterampilan berpikir kritis siswasecara keseluruhan dominan dikontribusi olehkonsep laju reaksi, suhu, katalis, dan tumbukanefektif. Tidak terjadinya peningkatan keteram-

    pilan berpikir kritis siswa pada konsep 2, 3, 6, 7,dan 8 terjadi karena butir-butir soal pada konsepini kebanyakan tergolong butir soal yang agaksukar. Akibatnya, butir-butir soal ini tidak

    mampu membedakan keterampilan beprikir kritissiswa antara kelompok kontrol dan kelompokeksperimen.

    Peningkatan keterampilan berpikir pada tigakategori sekolah

    Hasil pengujian peningkatan keteram- pilan berpikir kritis siswa yang didasarkan ataskriteria kategori sekolah ditunjukkan pada Tabel5.

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    7/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008109

    Tabel 5. Peningkatan keterampilan berpikir kritis pada tiga kategori sekolah

    KategoriSMA

    Kelompok kontrol Kelompok eksperimenVarians p (Sig.)

    Rerata %g Distribusi Rerata %g Distribusi

    Baik 40,79 Normal 40,88 Normal Tidak homogen0,862(tidak

    signifikan)

    Sedang 24,30 Normal 42,74 Normal Tidak homogen 0,000(signifikan)

    Kurang 27,71 Normal 40,21 Normal Tidak homogen 0,000(signifikan)

    Dari Tabel 5 tampak bahwa program pem- belajaran keterampilan berpikir kritis sangatefektif meningkatkan keterampilan berpikir kritissiswa yang kemampuan akademiknya sedangsampai kurang. Sebaliknya, untuk siswa yang ke-

    mampuan akademiknya baik program pembela- jaran ini kurang efektif. Dengan kata lain, peningkatan keterampilan berpikir kritis siswasecara keseluruhan dominan dikontribusi olehsiswa yang kemampuan akademiknya sedangsampai kurang. Hal ini disebabkan oleh siswayang kemampuan akademiknya baik dapat

    belajar mandiri walaupun dengan sedikit atautanpa bimbingan. Mereka berusaha memperoleh

    pengetahuan tidak saja di dalam kelas, tetapi jugadi luar kelas. Mereka aktif bertanya selama

    pembelajaran, bahkan sampai di luar jam pela- jaran. Mereka juga aktif mencari sumber-sumberinformasi yang berkaitan dengan tugas-tugasyang diberikan oleh guru. Akibatnya, program

    pembelajaran keterampilan berpikir kritis yangditerapkan kepada mereka tidak ada bedanyadengan pembelajaran reguler yang mereka ikuti.

    Di lain pihak, untuk siswa yang kemam- puan akademiknya sedang sampai kurang,mereka lebih banyak mengandalkan pemrolehan

    pengetahuan dan keterampilan dari proses pem- belajaran di kelas. Artinya, pemrolehan penge-tahuan dan keterampilan siswa sangat tergantungkepada strategi pembelajaran yang diterapkankepada mereka. Dengan demikian, siswa yangmemperoleh kesempatan berlatih menggunakanketerampilan berpikir kritis melalui bimbinganguru selama pembelajaran akan memperoleh pe-ngetahuan dan keterampilan lebih baik diban-dingkan dengan siswa yang tidak memperolehkesempatan berlatih menggunakan keteramplan

    berpikir kritis selama pembelajaran. Program pembelajaran keterampilan berpikir kritis adalah program pembelajaran yang mengkondisikan

    pembelajaran sehingga siswa memperoleh ke-sempatan berlatih menggunakan sejumlah

    keterampilan berpikir tingkat tinggi, khususnyaketerampilan berpikir kritis, melalui proses pe-mecahan masalah open-ended . Dengan bimbing-an guru menggunakan pertanyaan Socratikselama proses pemecahan masalah jelas akan

    meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa,di mana kondisi ini tidak terjadi pada kelompokkontrol.

    Hasil observasi terhadap implementasiprogram pembelajaran keterampilan beprikirkritis

    Secara umum, guru dapat mengimple-mentasikan program pembelajaran keterampilan

    berpikir kritis dengan baik. Suasana pembe-lajaran belangsung sangat kondusif. Guru dapatmembimbing siswa memahami masalah melalui

    pertanyaan konseptual dan pertanyaan Socratikyang diajukan. Persiapan mengajar guru sangat

    baik. Guru dapat membimbing siswa mengkritisisuatu pendapat, kemudian menyempurnakannya.

    Di lain pihak, siswa sangat antusias meng-ikuti pembelajaran. Masalah open-ended dapatmemusatkan perhatian siswa dan memotivasimereka untuk memecahkannya. Di samping itu,masalah open-ended dapat meningkatkan ke-ingintahuan siswa dan memacu mereka untukmempelajari materi kimia. Kerjasama kelompok

    berlangsung dengan cukup baik. Kegiatan peertutoring dalam diskusi kelompok juga ber-langsung dengan cukup baik. Siswa merasa

    bebas mengungkapkan pendapatnya dalamdiskusi kelompok. Siswa bertanya kepada gurudan bahkan kepada peneliti bila mereka meng-alami kesulitan. Pertanyaan yang diajukan guru(pertanyaan konseptual dan pertanyaan Socratik)dapat menggali ide-ide siswa dan mengembang-kannya sehingga siswa dapat memahami materisubyek dengan lebih baik. Demikian juga padakegiatan praktikum siswa sangat antusias me-

    lakukannya dan siswa bertanya jika merekamenemui kesulitan.

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    8/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008110

    Beberapa kendala yang dijumpai selamamengimplementasikan program pembelajaranketerampilan berikir kritis adalah sebagai ber-ikut. Di sekolah dengan katagori kurang,

    beberapa pertanyaan konseptual tidak dapat di- jawab oleh siswa dan guru juga tidak berusahamenggali pengetahuan yang mendasari sebelummenjawab pertanyaan konseptual tersebut. Guruterlalu terburu-buru menyampaikan jawabannya.Akibatnya, guru menyelesaikan materi sedikitlebih cepat dari waktu yang direncanakan.

    Tanggapan guru dan siswa terhadap programpembelajaran keterampilan berpikir kritis

    Program pembelajaran keterampilan ber- pikir kritis dapat membantu guru dalam menge-

    lola pembelajaran. Guru-guru merasa bahwa program pembelajaran ini memungkinkanmereka memancing ide -ide siswa dan ke-mudian memimbingnya agar siswa memahamikonsep dengan benar. Guru juga merasa bahwa

    pembelajaran yang diterapkan lebih testrukturdan terarah. Terstruktur karena pembelajaranyang disajikan lebih sistematis. Terarah karena

    pembelajaran mengacu kepada upaya pencapaiantujuan, yaitu peningkatan keterampilan berpikirkritis dan kompetensi siswa sesuai dengantuntutan kurikulum. Menurut guru, manfaat yang

    diperoleh dari program pembelajaran ini antaralain adalah guru dapat (1) mengetahui gambarankemampuan berpikir siswa dalam memecahkansuatu masalah; (2) mengemas pembelajaran yangmemudahkan siswa belajar; dan (3) menginspi-rasi mereka merancang program pembelajaranyang dapat mendorong siswa berpikir lebihkritis, cermat dan terampil. Masih menurut guru,kelebihan dari program pembelajaran ini adalah(1) terjadinya peningkatan aktivitas belajarsiswa; (2) bertambahnya wawasan siswa dalammemecahkan suatu masalah; (3) tumbuhnyasemangat siswa untuk belajar; (4) pengelolaankelas menjadi lebih mudah; (5) peningkatan pe-mahaman konsep dan kompetensi siswa; dan (6)siswa belajar lebih terarah. Walaupun demikian,

    program ini masih memiliki kelemahan menurutguru, yaitu (1) percobaan yang dirancang dalamLKS secara teknis sulit dilaksanakan sehingga

    perlu dicarikan alternatif yang lebih mudah; (2) program ini memerlukan cukup banyak waktu;dan (3) kesulitan melakukan penilaian kinerjasiswa dalam melakukan percobaan. Saran-saranyang diberikan oleh guru adalah perlu adanya (1)desain LKS eksperimen yang menarik, seder-

    hana, dan mudah dilaksanakan; (2) rubrik penilaian kinerja siswa dalam melakukan per-cobaan, dan (3) kerjasama antara sekolah danLPTK dalam pengembangan model-model

    belajar yang inovatif.Sementara itu, beberapa dari respon siswa

    terhadap program pembelajaran keterampilan berpikir kritis yang dikumpulkan dari angket ter-tutup adalah (1) masalah dalam LKS menantangmereka untuk memecahkannya; (2) mereka ter-motivasi membaca lebih banyak sumber-sumber

    belajar yang berkaitan dengan kimia; (3) per-tanyaan-pertanyaan dalam LKS mengarahkanmereka mempelajari materi yang relevan denganmasalah; (4) pertanyaan-pertanyaan dalam LKSmemotivasi mereka mempelajari materi kimia

    dengan lebih baik; (5) pertanyaan yang diajukanguru membimbing mereka memecahkan masalahdalam LKS; (6) pertanyaan yang diajukan gurudapat me-rangsang mereka menghasilkan ide-ideatau pendapat dengan baik; (7) pertanyaan yangdiajukan guru dapat membimbing mereka me-mahami materi kimia dengan baik; (8) pembe-lajaran yang dialami mendorong mereka bekerjasama dengan siswa lain dalam kelompok; (9)

    pembelajaran yang dialami mengkondisikanmereka menyampaikan pendapat dalam diskusikelas dan diskusi kelompok; (10) pembelajaran

    yang dialami meningkatkan kemampuan merekadalam berkomunikasi; (11) pembelajaran yangdialami mendorong mereka berpartisipasi secaraaktif selama pembelajaran; (12) mereka menya-dari bahwa materi kimia sangat dekat dengan ke-hidupan sehari-hari; (13) mereka tertarik denganmata pelajaran kimia; (14) mereka merasa rugi

    bila tidak dapat mengikuti mata pelajaran kimia;dan (15) suasana kelas dalam pembelajarankimia sangat menyenangkan.

    Pendapat siswa yang dikumpulkan dariangket terbuka adalah sebagai berikut. Siswamerasa bahwa (1) mereka dapat berkomunikasidengan lebih baik; (2) mereka dapat bertukar

    pikiran dengan baik; (3) bahan yang dipelajarimenjadi lebih terarah karena adanya LKS; (4)mereka lebih mudah memahami materi kimiakarena banyak pertanyaan dan soal yang diberi-kan dalam LKS; (5) praktikum sangat me-nyenangkan karena sarana dan prasarana yangtersedia di sekolah sudah lengkap; (6) merekamenjadi lebih terampil dan mandiri dalammencari materi yang akan dipelajari; (7) suasana

    belajar lebih santai dan menyenangkan; (8)mereka dapat mengetahui tentang cara-cara me-

  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    9/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008111

    lakukan percobaan; (9) mereka dapat mengetahui berbagai alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan yang sebelumnya tidak diketahui; (10)mereka lebih memahami materi pelajaran karenaapa yang dipelajari menjadi terbukti dalam per-cobaan; (11) mereka memperoleh banyak prakti-kum sehingga mereka lebih mengerti denganmateri kimia; dan (12) mereka memperoleh

    banyak ilmu mulai dari teori-teori sampai dengan percobaan yang telah dilaksanakan. Namun, ada beberapa siswa yang menyatakan bahwa gurutidak menjelaskan materi sesuai dengan urutanyang disajikan dalam buku-buku pelajaran kimia.Mereka menyarankan agar guru menyampaikanmateri pelajaran secara secara detail.

    SIMPULAN DAN SARAN

    SimpulanBerdasarkan termuan-temuan penelitian di

    atas dapat disimpulkan sebagai berikut.Program pembelajaran keterampilan berpikirkritis sangat efektif meningkatkan keteram-

    pilan berpikir kritis siswa;Peningkatan keterampilan berpikir kritis sis-wa terjadi pada sebagian indikator keteram-

    pilan berpikir kritis dan konsep pada topiklaju reaksi;Program pembelajaran keterampilan berpikirsangat efektif meningkatkan keterampilan

    berpikir kritis siswa yang kemampuan aka-demiknya sedang sampai kurang;Siswa sangat antusias mengikuti program

    pembelajaran keterampilan berpikir kritis;Program pembelajaran keterampilan berpikirkritis diterima baik oleh guru dan siswa.

    SaranDari hasil-hasil yang diperoleh dalam pe-

    nelitian ini, kepada guru-guru yang mengajarsiswa dengan kemampuan akademik sedangsampai kurang dapat menggunakan program

    pembelajaran keterampilan berpikir kritis iniuntuk meningkatkan keterampilan beprikir kritissiswa. Dalam menerapkan program pembelajaranini perlu diperhatikan daya dukung sekolahseperti buku-buku penunjang dan laboratorium

    beserta alat-alat dan bahan-bahan kimia.

    DAFTAR RUJUKAN

    Bassham, G., Irwin,W., Nardone, H., & Wallace,

    J. M. 2007. Critical Thinking: A Student Introduction . 2nd Edition. Singapore:McGraw-Hill Company, Inc.

    Chalupa, M. & Sormunen, C. 1995. You makethe difference in the classroom: Strategiesfor developing critical thinking. Business

    Education Forum , 41-43.Garratt, J., Overton, T., Tomlinson, J., & Clow,

    D. 2000. Critical thinking exercises forchemists. Active learning in highereducation , 1(2), 152-167.

    Halpern, D. F. 1999. Teaching for criticalthinking: Helping college students developthe skills and dispositions of a criticalthinker. New directions for teaching andlearning , 80, 69-74.

    Lipman, M. 2003. Thinking in education . (2nd

    ed) . Cambridge: Cambridge UniversityPress.

    Lubezky, A., Dori, Y. J., & Zoller, U. 2004.HOCS-promoting assessment of s tudents

    performance on environment-relatedundergraduate chemistry. Chemistryeducation research and practice, 5(2),175-184.

    McTighe, J. & Schollenberger, J. 1991. Whyteach thinking? A atatement of rational.Dalam A. L. Costa (Ed.). Developing

    mind: A resource book for teahingthinking . Alexandria: Association forSupervision and Curriculum Development.

    Meyer, C. 1986. Teaching students thinkcritically . London: Jossey-Bass Publishers.

    NSTA (1998). Standard for Science Teacher Preparation . Association for the Educationof Teachers in Science.

    Notar, C. R., Wilson, J. D., & Montgomery, M.K. 2005. A distance learning model forteaching higher order thinking. Diambil

    pada tanggal 8 September 2006, darihttp://findarticles.com/p/a rticles.

    Paraskevas, A & Wickens, E. 2003. Andragogyand the Socratic method: The adult learner

    perspective. Journal of hospitality, leisure, sport and tourism education , 2(2), 4-14.

    Paul, R. & Binker, A. J. A. 1990. Socraticquestioning. Rohnert Park, CA: Center forCritical Thinking and Moral Critique.

    Phillips, V. & Bond, C. 2004. Undergraduatesexperiences of critical thinking. Highereducation research & development , 23(3),277-294.

    Redhana, I.W. & Kirna, I. M. 2004. Identifikasi

    http://findarticles.com/p/http://findarticles.com/p/
  • 8/11/2019 Berpikir Kritis Laju Reaksi

    10/10

    FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 27, NOMOR 2, MARET 2008112

    miskonsepsi siswa SMA negeri di kotaSingaraja terhadap konsep-konsep kimia.Laporan penelitian Dikti yang tidak di-

    publikasikan. Singaraja: IKIPN Singaraja.Redhana, I W. 2007. Chemistry t eachers views

    towards teaching and learning and assess-ment of critical thinking skills. Proceedingof the first international on scienceeducation, October 27, 2007 . Bandung:Universitas Pendidikan Indonesia.

    Redhana, I W. 2008. Pertanyaan Socratik untukmeningkatkan keterampilan berpikir kritissiswa. Proseding seminar nasional kimiadan pendidikan kimia IV , 9 Agustus 2008.Bandung: Universitas PendidikanIndonesia.

    Redhana, I W., Indrawati, I G. A., Suardana I N.,& Soma I W. 1999. Penerapan modulbertanya-diskusi-informasi (MDI) dalammeningkatkan aktivitas dan penguasaanmateri kimia siswa Sekolah MenengahUmum. Laporan penelitian PGSM yangtidak dipublikasikan. Singaraja: SekolahTinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

    Robbins, S. 2005. The Path to critical thinking.Diambil pada tanggal 8 September 2006,dari http://www.hbswk.hbs.edu/archive/4828. html.

    Rutherford, F. J. & Ahlgren, A. 1990. Science forall americans . New York: OUP.

    Savinainen, A. & Scott, P. 2002. The Forceconcept inventory: A tool for monitoringstudent learning. Physics education , 39(1),45-52.

    Schafersman, S.D. 1991. Introduction to criticalthinking. Diambil tanggal 25 September2006, dari http://www.freeinquiry.com/critical-thinking.html.

    Sharma, P. & Hannafin, M. 2004. Scaffoldingcritical thinking in an online course: Anexploratory study. Journal of computingresearch , 31(2), 181-208.

    Tsapartis, G. & Zoller, U. 2003. Evaluation ofhigher vs. lower-order cognitive skills-typeexamination in chemistry: Implications foruniversity in-class assessment andexamination. U. chem. ed , 7, 50-57.

    Walker, S. E. 2003. Active learning strategies to promote critical thinking. Journal ofathletic training, 38(3), 263 267.

    Yang, Y. T. C., Newby, T. J., & Bill, R. L. 2005.Using Socratic questioning to promotecritical thinking skills through asynchro-

    nous discussion forums in distancelearning environments. American journalof distance education , 19(3), 163-181.

    http://www.leaonline.com/loi/ajdehttp://www.leaonline.com/loi/ajdehttp://www.leaonline.com/loi/ajdehttp://www.leaonline.com/loi/ajdehttp://www.leaonline.com/loi/ajde