,bernas 4 . senin, 6 mel 1991 giliran yahya muhailnin filepembaca karya ilmiah itu dapat dijamin...

1
4 . SENIN, 6 MEl 1991 ,BERNAS Giliran Yahya Muhailnin Ariel Heryanto HINGGA saat tullsan 1m tersusun, atau setelah berusla seminggu, kasus protes Pro- bosutedjo terhadap Yahya Muha1m1n dan LP3ES tam- paknya membenkan lebih banyak htiunah kettmbang bencana. Kita layak bertenrna kasih kepada semua pihak yang ikut terllbat. termasuk para "penggemblra" di media massa. Jika kasusnva tidak memburuk. tak ada 'jeleknya kasus!tu terjadi lebih banyak. Hikmah Hikrnah pertarna, kasus ini menunjukkan temyata ilmu- wan kita. bahkan pegawai negen, masih perduli pada realltas sosial-ekonomi rna- svarakatnya sendtr!. Lebih menggemblrakan. ternyata karya seperti itu diminati dan dibaca pembaca umum terpe- lajar. Karya ilmiah para akademi- kus kita tidak difosilkan di gedung perpustakaan sebagai barang istimewa yang hanya boleh disentuh debu, laba- laba dan segelintir elit pe- nguasa dunia akademik. Ter- nyata ilmuwan dan penerbit karya ilmiah bersikap terbuka kepada publik. termasuk membuka dir! pada protes dan kr!tik dart publik yang membaca karva ttu. Kedua. pu'blik kita tidal; sebodoh dan sedingin yang dituduh banvak pihak. Mere- ka membaca karva ilmiah. dart seorang doktor sekali pun. dengan sikap kritis lvang dibanggakan dan dikampa· nvekan ilmuwan). Tidak se- mua pengusaha bersikap seperti Liem Sioe Liong yang kelihatannya tak peduli de- ngan segala kr!tik para penu- lis. Sungguh kel1ru. bukan saja sombong dan angkuh, jika kaum akademikus meng- anggap bangsa Indonesia masih belum memilikl "kebu- dayaan politis" yang siap mencema kajian ilmiah ten- tang bangsanya. Tuduhan semacarn itu. bila ada. meru- pakan penghinaan yang jauh lebih kejam ketimbang tuduh- an penghlnaan yang muncul dart kasus buku Yahya Mu- halmin. Tentu saja ini tidak berarti kr!tik atau prates dar! publik pembaca karya ilmiah Itu dapat dijamin merupakan kritik yang benar atau protes yang tepat. Sarna halnva isi sebuah karya ilmiah belum tentu serba' benar. biar pun sudah pemah diuji dalam suatu sidang akademik. Kebe- naran selalu (dan sekaligus hanyciJ dlcapai dalam sifatnya yang "sementara" dan "terba- tas". Jadl harus senantiasa diuji-ulang berkalt-kali dan terus-'menerus dilengkap1. Hikmah ketiga, reaksi pro- tes dart Probosutedjo disam- paikan dalam batas-batas kewaiaran etis. Ia member!- kan penjelasan bantahan dan tuntutannya kepada yang diprotesnya. serta ancaman gugatan pengadiJan. Dengan kata Jain sampai pada tahap ini. reaks! Itu berslfat "kon- stituslonal". Kita bersvukur dari pihak mana pun tak muneul Intimidasl ikonstitusi- onal. atau kekerasan apa pun yang tak sesuai dengan pera- daban manusia. DIUl!k dart sini. ada baik- nya kasus Itu tidak terhenti menjadi uap. Kita berharap akan ada pergulatan kebenar- an seeara jujur. dewasa. kr!tis dan terbuka. Pergulatan im tidak harus dilaksanakan di sldang pengadilan. Kalau pun akan disidangkan, juga tak ada jeleknya asalkan lembaga peradilan yang handal secara legal. etis. mau pun Ilmiah! Pribadi. proCesi, prinsip Hikmah keempat. perhattan dan simpati kepada Yahya Muhaimin, khususnya dart rekan seprofesi. menunjukkan solidarttas yang menggembira- kan. Walau mengaku siap mempertanggung-jawabkan bukunva "secara i1miah," Yahya . kelihatan "terpukul" oleh kasus inl dar! segi-segi yang non-ilmiah. Solidar!tas rekan-rekannya merupakan dukungan non-ilmiah yang dibutuhkannva. Mengapa bisa ada kesen- jangan antara kesiapan ilmiah dan yang non-ilmiah? Kete- gangan antara h'Utub ilmu dan non-ilmu. khususnva kekuasaan politik, bisa kita pahami walau tidak kita nva- takan. Lebih tepatnya dikata- kan bahwa karena kita mema- haminya rnaka (bukan walau) kita tak menyatakannya. Ketegangan ltu menjadi perso- alan pokok yang tak terung- kap tegas dar! kasus ini. Persoalan pokok ltu dapat dirumuskan sebagai ber!kut: (a) apakah kita sedang mem- bela kebenaran dan pr!nslp- pr!nsip untuk menghormati kebenaran? Ataulcah (b) kita sedang membela kekuasaan soslal dengan segala pnvilise yang dilegitimasikan oleh apa yang disebut "kebebasan mimbar akademik?" Ataukah (c) semua ini hanya persoalan solidarttas bersifat pr!badi, usaha membantu seorang ke- nalan bernarna Yahya Muhai- min yang diganggu kesulitan? Setiap pilihan akan meru- muskan titik persoalan secara berbeda-beda. Selain pahala yang ingin dicapal lain. ong- kos harns dibayar juga berbe- da-beda. Jika pilihan jatuh pada (e), maka persoalan pokoknya ialah bagaimana menggugur- kan kasus ini. Dlbuang ke mana? Sebut saja "budaya" masyarakat Indonesia masih belum siap dengan soaJ-soai orang penting seperti ini. Budaya rnasvarakat inilah yang - kita s8:lahkan. Kalau blsa kasus itu dikubur hid up- hidup. Anggap saja tak per- nah ada. Caranva? Diusaha- kan "seeara keke!uargaan". Dicar! unsur-unsur pr!mor- dialisme dan kIientisme untuk melanearkannya. Pilihan (b) tampaknya pa- ling dominan dalam berbagai komentar di media massa. yang dibe!a bukan sekedar seorang pr!badi tapi komu- nltas akademik. Pilihan (b) bukan solidarttas yang bebas pamrih. Pilihan Inl bertolak dart kepentingan kelompok profesi. "Jika hart karya ilmi- ah Yahva bisa diobrak-abr!k, barangkali besok giliran kita yang lain", Musuh untuk pi- lihan (b) dirumuskan tegas; seliap kekuatan elit yang menganeam pnvilese kaum akademikus profesional, ter- masuk birokrat yang non· ilmiah. Apayangdinamakan "mim· bar akademik' dikeramatkan dan dipdikan senjata propa- ganda. Persis seperti apa yang dikerjakan banyak pejabat pemerintahan dengan slogan "Pembangunan" dan "Pancasi- la". Jalan ideoJogi para pemu- ka dan penguasa "rn1rnbar bebas" itu begini: (i) kebenar- an tingkat tertinggl berada dl atasmlmbarakademlk; (ii) tak semua orang rnampu naik ke atas mimbar akademik. dan karena !tu (iii) tak semua orang berhak berbicara ten- tang kebenaran. Dengan demikian kebenar- an akademik merupakan ke- kuasaan sosial dan modal dalam kapitalisme inforrnatif. Kebenaran, seperti aset eko- nomi. dapat dimiliki secara monopoli atau oligopoli. Lewat kompetisi bebas atau slstem patron-klien. Lebih jauh lagi kaum aka- demikus inl menuntut kebe- basan akademlk mereka ber- sifat "be bas hukum." Mirip seniman yang menuntut "ke- bebasan kreatil" [poetika Ii- sensia). Atau para raja dan reJlm modem dl neger!-negen sostalts atau kapttalis otonter dan blsa "beba.", hu- kum. Pllihan (a) merupakan mak- lurnat perang total pada setiap bentuk pemalsuan. penyang- kalan. penyembunyian dan penindasan kebenaran atau upaya memahami kebenaran. PUihan (a) menghargal kebe- naran tanpa mempedulikan apakah kebenaran!tu diucap· kan atau dibantah oieh seo- rang doktor. profesor atau pelaeur. raja atall hamba. seorang ekstrem kir! atau kanan. Dalam bahasa slogan Paneasila dan UUD '45. juga bahasa banyak agama. setiap orang diperlukan sarna dan sederalat. Pilihan (b) tak mu- dah dicapai dan ongkosnya blsa besar. Pilihan (a) lebih sulit dan resiko jauh leblh besar lag!. Tak ada rumusan !lmiah untuk menentukan mana dan ketiga pilihan ltu yang sebaik- nya kita ambil. Pada seUap pilihan hanya ada nilai-nilal: etis carnpur ilmiah eampur estetis carnpur ekonomis cam· pur politikus eampur teknis· praktis campur religius cam· pur filosons eampur edukatif dan seterusnya. Tidak dapat dikatakan saJah satu pll!han Jebih "benar" seeara "obvekuf' dartpada yang lain. . Tak ada keharusan logls bagi ketiga pilihan itu untuk saling bertabrakan. Ideal bila ketiganya dapat dipertemu- kan. Tapi bila ternyata ketiga- nya bertabrakan. setiap pllih- an meminta korban. Perbandingan Orang Jawa yang sangat eanggih dalam fiisafat relativ- Isme biasa mengatakan "un· tung pada saat ada bencana. KeUka ada orang patah tulang kaki karena keeelakaan lalu lintas, dibilangnya "untung tidak mati". Jika dleart-can "untungJawa"-nva maka kita akan temui eukup banyak untung dar! kasus buku Yahva itu. Untung pertarna. Yahva tidak (moga-moga tidak akan) digugat pemerintah RI. Peng- gugatnya "hanya" seorang warganegara RI terlepas dal'i segala keunggulan at.'lU kele· mahan pr!badinya. Untung Yahva tidak dldakwa subversif atau menghina pemerintah atau stabilitas nasional dan t'embangunan. Untung yang kedua. seba· gai konsekuensi dar! yang pertama. Yahyahanyadigugat menyangkut kebenaran lsi tulisan ilmiahnya. Dia ditan- tang berdebat tentang ke- nyataan faktual. Dia slap untuk ttu. Dia tidak dlgugat karena berpendapat tertentu. Bandingkan inl dengan nasib seorang mahaslswa yang ber- kuliah di fakultas Yahya. Tahun lalu rnahasiswa 'inl dlhukum 8 setengah tahun. antara lain karena dianggap terbukti mengucapkan dan menulis seJumJah kallmat untuk skr!psinya. Pengadilan tidak mempersoalkan benar atau tidaknya isl pernyataan Itu. SI mahaslswa tak menda· patkan solidar!tas seperu yang diter!ma Yahya dart para pembela mimbar akademik- nya. . Pengadilan atas rnahasiswa itu tak dapat disalahkan, minimal dart segi formal.legal poslUf. Maklum. di negen ini memang ada hukum yang mengatur larangan sejumlah ucapan atau pendapat. Terle- pa.", dali cocok atau Udaknva isi ucapan Itu dengan kenya· taan. Mungkin karena adanva hukurn seperti itu i1rnuwan merasa gentar menghadapi hukum dan peradilan tak perduli betapa pun merasa benar seeara "ilmiah". Stabilt· tas dan keamanan negen ini tidak dl bawah komando il- rnuwan dan tidak disusur, secara "ilrniah. ,. Mengingat keadaan hukum itu, unLUng lain dan kasus Ini ialah yaIlg digugat bukar: seorang anak muda atau mahasiswa yang untuk perta- rna kali daiam hidupnya men eari kebenaran akademik menulis makalah atau skripsi Jika bukar. orang setallgcuL Yahya yarlg menghadapl coba· an ini. siapa lag! yang dapa: kita harapkan') ••• OJ JJenuli.s adalah closen Uni versiLa.s Kristen Satya Waco rw. Salati9a. Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Upload: lylien

Post on 25-May-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ,BERNAS 4 . SENIN, 6 MEl 1991 Giliran Yahya Muhailnin filepembaca karya ilmiah Itu dapat dijamin merupakan kritik yang benar atau protes yang tepat. Sarna halnva isi sebuah ... kos

4 . SENIN, 6 MEl 1991

,BERNAS

Giliran Yahya Muhailnin Ariel Heryanto

HINGGA saat tullsan 1m tersusun, atau setelah berusla seminggu, kasus protes Pro­bosutedjo terhadap Yahya Muha1m1n dan LP3ES tam­paknya membenkan lebih banyak htiunah kettmbang bencana. Kita layak bertenrna kasih kepada semua pihak yang ikut terllbat. termasuk para "penggemblra" di media massa. Jika kasusnva tidak memburuk. tak ada 'jeleknya kasus!tu terjadi lebih banyak.

Hikmah Hikrnah pertarna, kasus ini

menunjukkan temyata ilmu­wan kita. bahkan pegawai negen, masih perduli pada realltas sosial-ekonomi rna­svarakatnya sendtr!. Lebih menggemblrakan. ternyata karya seperti itu diminati dan dibaca pembaca umum terpe­lajar.

Karya ilmiah para akademi­kus kita tidak difosilkan di gedung perpustakaan sebagai barang istimewa yang hanya boleh disentuh debu, laba­laba dan segelintir elit pe­nguasa dunia akademik. Ter­nyata ilmuwan dan penerbit karya ilmiah bersikap terbuka kepada publik. termasuk membuka dir! pada protes dan kr!tik dart publik yang membaca karva ttu.

Kedua. pu'blik kita tidal; sebodoh dan sedingin yang dituduh banvak pihak. Mere­ka membaca karva ilmiah. dart seorang doktor sekali pun. dengan sikap kritis lvang dibanggakan dan dikampa· nvekan ilmuwan). Tidak se­mua pengusaha bersikap

seperti Liem Sioe Liong yang kelihatannya tak peduli de­ngan segala kr!tik para penu­lis. Sungguh kel1ru. bukan saja sombong dan angkuh, jika kaum akademikus meng­anggap bangsa Indonesia masih belum memilikl "kebu­dayaan politis" yang siap mencema kajian ilmiah ten­tang bangsanya. Tuduhan semacarn itu. bila ada. meru­pakan penghinaan yang jauh lebih kejam ketimbang tuduh­an penghlnaan yang muncul dart kasus buku Yahya Mu­halmin.

Tentu saja ini tidak berarti kr!tik atau prates dar! publik pembaca karya ilmiah Itu dapat dijamin merupakan kritik yang benar atau protes yang tepat. Sarna halnva isi sebuah karya ilmiah belum tentu serba' benar. biar pun sudah pemah diuji dalam suatu sidang akademik. Kebe­naran selalu (dan sekaligus hanyciJ dlcapai dalam sifatnya yang "sementara" dan "terba­tas". Jadl harus senantiasa diuji-ulang berkalt-kali dan terus-'menerus dilengkap1.

Hikmah ketiga, reaksi pro­tes dart Probosutedjo disam­paikan dalam batas-batas kewaiaran etis. Ia member!­kan penjelasan bantahan dan tuntutannya kepada yang diprotesnya. serta ancaman gugatan pengadiJan. Dengan kata Jain sampai pada tahap ini. reaks! Itu berslfat "kon­stituslonal". Kita bersvukur dari pihak mana pun tak muneul Intimidasl ikonstitusi­onal. atau kekerasan apa pun yang tak sesuai dengan pera-

daban manusia. DIUl!k dart sini. ada baik­

nya kasus Itu tidak terhenti menjadi uap. Kita berharap akan ada pergulatan kebenar­an seeara jujur. dewasa. kr!tis dan terbuka. Pergulatan im tidak harus dilaksanakan di sldang pengadilan. Kalau pun akan disidangkan, juga tak ada jeleknya asalkan lembaga peradilan yang handal secara legal. etis. mau pun Ilmiah!

Pribadi. proCesi, prinsip Hikmah keempat. perhattan

dan simpati kepada Yahya Muhaimin, khususnya dart rekan seprofesi. menunjukkan solidarttas yang menggembira­kan. Walau mengaku siap mempertanggung-jawabkan bukunva "secara i1miah," Yahya . kelihatan "terpukul" oleh kasus inl dar! segi-segi yang non-ilmiah. Solidar!tas rekan-rekannya merupakan dukungan non-ilmiah yang dibutuhkannva.

Mengapa bisa ada kesen­jangan antara kesiapan ilmiah dan yang non-ilmiah? Kete­gangan antara h'Utub ilmu dan non-ilmu. khususnva kekuasaan politik, bisa kita pahami walau tidak kita nva­takan. Lebih tepatnya dikata­kan bahwa karena kita mema­haminya rnaka (bukan walau) kita tak menyatakannya. Ketegangan ltu menjadi perso­alan pokok yang tak terung­kap tegas dar! kasus ini.

Persoalan pokok ltu dapat dirumuskan sebagai ber!kut: (a) apakah kita sedang mem­bela kebenaran dan pr!nslp­pr!nsip untuk menghormati kebenaran? Ataulcah (b) kita sedang membela kekuasaan soslal dengan segala pnvilise yang dilegitimasikan oleh apa

yang disebut "kebebasan mimbar akademik?" Ataukah (c) semua ini hanya persoalan solidarttas bersifat pr!badi, usaha membantu seorang ke­nalan bernarna Yahya Muhai­min yang diganggu kesulitan?

Setiap pilihan akan meru­muskan titik persoalan secara berbeda-beda. Selain pahala yang ingin dicapal lain. ong­kos harns dibayar juga berbe­da-beda.

Jika pilihan jatuh pada (e), maka persoalan pokoknya ialah bagaimana menggugur­kan kasus ini. Dlbuang ke mana? Sebut saja "budaya" masyarakat Indonesia masih belum siap dengan soaJ-soai orang penting seperti ini. Budaya rnasvarakat inilah yang - kita s8:lahkan. Kalau blsa kasus itu dikubur hid up­hidup. Anggap saja tak per­nah ada. Caranva? Diusaha­kan "seeara keke!uargaan". Dicar! unsur-unsur pr!mor­dialisme dan kIientisme untuk melanearkannya.

Pilihan (b) tampaknya pa­ling dominan dalam berbagai komentar di media massa. yang dibe!a bukan sekedar seorang pr!badi tapi komu­nltas akademik. Pilihan (b) bukan solidarttas yang bebas pamrih. Pilihan Inl bertolak dart kepentingan kelompok profesi. "Jika hart karya ilmi­ah Yahva bisa diobrak-abr!k, barangkali besok giliran kita yang lain", Musuh untuk pi­lihan (b) dirumuskan tegas; seliap kekuatan elit yang menganeam pnvilese kaum akademikus profesional, ter­masuk birokrat yang non· ilmiah.

Apayangdinamakan "mim· bar akademik' dikeramatkan dan dipdikan senjata propa-

ganda. Persis seperti apa yang dikerjakan banyak pejabat pemerintahan dengan slogan "Pembangunan" dan "Pancasi­la". Jalan ideoJogi para pemu­ka dan penguasa "rn1rnbar bebas" itu begini: (i) kebenar­an tingkat tertinggl berada dl atasmlmbarakademlk; (ii) tak semua orang rnampu naik ke atas mimbar akademik. dan karena !tu (iii) tak semua orang berhak berbicara ten­tang kebenaran.

Dengan demikian kebenar­an akademik merupakan ke­kuasaan sosial dan modal dalam kapitalisme inforrnatif. Kebenaran, seperti aset eko­nomi. dapat dimiliki secara monopoli atau oligopoli. Lewat kompetisi bebas atau slstem patron-klien.

Lebih jauh lagi kaum aka­demikus inl menuntut kebe­basan akademlk mereka ber­sifat "be bas hukum." Mirip seniman yang menuntut "ke­bebasan kreatil" [poetika Ii­sensia). Atau para raja dan reJlm modem dl neger!-negen sostalts atau kapttalis otonter dan t,~rnyata blsa "beba.", hu­kum.

Pllihan (a) merupakan mak­lurnat perang total pada setiap bentuk pemalsuan. penyang­kalan. penyembunyian dan penindasan kebenaran atau upaya memahami kebenaran. PUihan (a) menghargal kebe­naran tanpa mempedulikan apakah kebenaran!tu diucap· kan atau dibantah oieh seo­rang doktor. profesor atau pelaeur. raja atall hamba. seorang ekstrem kir! atau kanan. Dalam bahasa slogan Paneasila dan UUD '45. juga bahasa banyak agama. setiap orang diperlukan sarna dan sederalat. Pilihan (b) tak mu-

dah dicapai dan ongkosnya blsa besar. Pilihan (a) lebih sulit dan resiko jauh leblh besar lag!.

Tak ada rumusan !lmiah untuk menentukan mana dan ketiga pilihan ltu yang sebaik­nya kita ambil. Pada seUap pilihan hanya ada nilai-nilal: etis carnpur ilmiah eampur estetis carnpur ekonomis cam· pur politikus eampur teknis· praktis campur religius cam· pur filosons eampur edukatif dan seterusnya. Tidak dapat dikatakan saJah satu pll!han Jebih "benar" seeara "obvekuf' dartpada yang lain. .

Tak ada keharusan logls bagi ketiga pilihan itu untuk saling bertabrakan. Ideal bila ketiganya dapat dipertemu­kan. Tapi bila ternyata ketiga­nya bertabrakan. setiap pllih­an meminta korban.

Perbandingan Orang Jawa yang sangat

eanggih dalam fiisafat relativ­Isme biasa mengatakan "un· tung pada saat ada bencana. KeUka ada orang patah tulang kaki karena keeelakaan lalu lintas, dibilangnya "untung tidak mati". Jika dleart-can "untungJawa"-nva maka kita akan temui eukup banyak untung dar! kasus buku Yahva itu.

Untung pertarna. Yahva tidak (moga-moga tidak akan) digugat pemerintah RI. Peng­gugatnya "hanya" seorang warganegara RI terlepas dal'i segala keunggulan at.'lU kele· mahan pr!badinya. Untung Yahva tidak dldakwa subversif atau menghina pemerintah atau menggan~gu stabilitas nasional dan t'embangunan.

Untung yang kedua. seba· gai konsekuensi dar! yang

pertama. Yahyahanyadigugat menyangkut kebenaran lsi tulisan ilmiahnya. Dia ditan­tang berdebat tentang ke­nyataan faktual. Dia slap untuk ttu. Dia tidak dlgugat karena berpendapat tertentu. Bandingkan inl dengan nasib seorang mahaslswa yang ber­kuliah di fakultas Yahya. Tahun lalu rnahasiswa 'inl dlhukum 8 setengah tahun. antara lain karena dianggap terbukti mengucapkan dan menulis seJumJah kallmat untuk skr!psinya. Pengadilan tidak mempersoalkan benar atau tidaknya isl pernyataan Itu. SI mahaslswa tak menda· patkan solidar!tas seperu yang diter!ma Yahya dart para pembela mimbar akademik­nya.

. Pengadilan atas rnahasiswa itu tak dapat disalahkan, minimal dart segi formal.legal poslUf. Maklum. di negen ini memang ada hukum yang mengatur larangan sejumlah ucapan atau pendapat. Terle­pa.", dali cocok atau Udaknva isi ucapan Itu dengan kenya· taan. Mungkin karena adanva hukurn seperti itu i1rnuwan merasa gentar menghadapi hukum dan peradilan tak perduli betapa pun merasa benar seeara "ilmiah". Stabilt· tas dan keamanan negen ini tidak dl bawah komando il­rnuwan dan tidak disusur, secara "ilrniah. ,.

Mengingat keadaan hukum itu, unLUng lain dan kasus Ini ialah yaIlg digugat bukar: seorang anak muda atau mahasiswa yang untuk perta­rna kali daiam hidupnya men eari kebenaran akademik menulis makalah atau skripsi Jika bukar. orang setallgcuL Yahya yarlg menghadapl coba· an ini. siapa lag! yang dapa: kita harapkan') •••

OJ JJenuli.s adalah closen Uni versiLa.s Kristen Satya Waco rw. Salati9a.

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>