berdasarkan penelitian
DESCRIPTION
uTRANSCRIPT
Berdasarkan penelitian “Diare Akut Disebabkan Bakteri” oleh Umar Zein, Khalid Huda
Sagala, Josia Ginting 2014. Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis
menjadi diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir
dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti
kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan
tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis didapati sel
leukosit polimorfonuklear.
Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare
cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal
atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada
kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak
ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas.
Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Diare
sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang berkurang ataupun
sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya
toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non
osmotik.
Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga
dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan
kerusakan mukosa baik usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi
akibat infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy,
inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi. Kelompok lain adalah akibat gangguan
motilitas yang mengakibatkan waktu tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada
keadaan tirotoksikosis, sindroma usus iritabel atau diabetes melitus. Diare dapat terjadi akibat
lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja
peningkatan sekresi usus dan penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan
inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya
mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel
epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau
sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat
mengatasi pertahanan mukosa usus.
Manifestasi Klinis
Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan
biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang
merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air
yang isotonik. Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan
sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi ini adalah usaha
tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan
asidosis metabolik yang tidak dikompensasi, bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal
dan base excess sangat negatif. Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat
berupa renjatan dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai
tidak terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria.
Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut,
yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis
metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan
yang lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat
menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
Pemeriksaan Laboratorium
Evaluasi laboratorium pasien tersangka diare infeksi dimulai dari pemeriksaan feses
adanya leukosit. Kotoran biasanya tidak mengandung leukosit, jika ada itu dianggap sebagai
penanda inflamasi kolon baik infeksi maupun non infeksi. Karena netrofil akan berubah,
sampel harus diperiksa sesegera mungkin. Sensitifitas lekosit feses terhadap inflamasi patogen
(Salmonella, Shigella dan Campylobacter) yang dideteksi dengan kultur feses bervariasi dari
45% - 95% tergantung dari jenis patogennya.3 Penanda yang lebih stabil untuk inflamasi
intestinal adalah laktoferin. Laktoferin adalah glikoprotein bersalut besi yang dilepaskan
netrofil, keberadaannya dalam feses menunjukkan inflamasi kolon. Positip palsu dapat terjadi
pada bayi yang minum ASI. Pada suatu studi, laktoferin feses, dideteksi dengan menggunakan
uji agglutinasi lateks yang tersedia secara komersial, sensitifitas 83 – 93 % dan spesifisitas 61
– 100 % terhadap pasien dengan Salmonella,Campilobakter, atau Shigella spp, yang dideteksi
dengan biakan kotoran. Biakan kotoran harus dilakukan setiap pasien tersangka atau
menderita diare inflammasi berdasarkan klinis dan epidemiologis, test lekosit feses atau
latoferin positip, atau keduanya. Pasien dengan diare berdarah yang nyata harus dilakukan
kultur feses untuk EHEC O157 : H7.1 Pasien dengan diare berat, demam, nyeri abdomen,
atau kehilangan cairan harus diperiksa kimia darah, natrium, kalium, klorida, ureum,
kreatinin, analisa gas darah dan pemeriksaan darah lengkap5,8,10,14 Pemeriksaan radiologis
seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak membantu untuk evaluasi
diare akut infeksi
Prognosis
Dengan penggantian Cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan
mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat, mortalits
berhubungan dengan diare infeksius < 1,0 %. Pengecualiannya pada infeksi EHEC dengan
mortalitas 1,2 % yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik
Kesimpulan loperamid HCl serta kombinasi difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil).
Penggunaan kodein adalah 15-60mg 3x sehari, loperamid 2 – 4 mg/ 3 – 4x sehari dan lomotil
5mg 3 – 4 x sehari. Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi,
peningkatan absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare. Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman dan dapat
mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Loperamide merupakan derivat difenoksilat (dan
haloperidol, suatu anti psikotikum) dengan khasiat obstipasi yang 2-3 kali lebih kuat tetapi
tanpa efek terhadap sistem saraf pusat (SSP) karena tidak bisa menyeberangi sawar-darah
otak oleh karena itu kurang menyebabkan efek sedasi dan efek ketergantungan dibanding
golongan opiat lainnya seperti difenoksilat dan kodein HCl. Loperamide mampu
menormalkan keseimbangan resorpsi-sekresi dari sel-sel mukosa, yaitu memulihkan sel-sel
yang berada dalam keadaan hipersekresi ke keadaan resorpsi normal kembali. Mulai kerja
loperamide lebih cepat dan bertahan lebih lama.
Obat ini tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 2 tahun, karena fungsi hatinya
belum berkembang dengan sempurna untuk dapat menguraikan obat ini, begitu pula untuk
pasien dengan penyakit hati hati disarankan tidak menggunakan obat ini.