bentuk-bentuk kekerasan dalam novel rumah kaca …

179
BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER: PERSPEKTIF GALTUNG Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia Program Studi Sastra Indonesia Oleh: ALAN KURNIAWAN POKU 154114054 PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA Juni 2019 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: others

Post on 14-Nov-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA KARYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER: PERSPEKTIF GALTUNG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh:

ALAN KURNIAWAN POKU

154114054

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Juni 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

i

BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA KARYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER: PERSPEKTIF GALTUNG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh:

ALAN KURNIAWAN POKU

154114054

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Juni 2019

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan kepada kedua orang tuaku,

John Budzer Poku dan Ferlin Selviani Kalaena,

Dan kepada seluruh saudara-saudaraku yang ku kasihi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

vii

MOTO

Kolose 3:14

Dan di atas semuanya itu: kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang

mempersatukan dan menyempurnakan.

“Indera manusia belum mampu menyempurnakan ilmu pengetahuan. Tapi imajinasi

menambahkan kekuasaan berpikir: Sensualisme”

(Alan Kurniawan Poku)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi saya yang berjudul

“Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta

Toer: Perspektif Galtung” ini bisa saya selesaikan. Semua itu saya yakini dan sadari

bahwa kuasa yang nyata, berkat melimpah, dan segala karunia-Nya hadir atas hamba-

Nya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang

mendukung, membantu, dan memberikan motivasi dalam penulisan skripsi. Oleh

karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada.

Pertama-tama, penulis mengucapkan terima kasih kepada (Alm) Pak Herry

Antono, S.S, M.Hum, selaku dosen pembimbing akademik (DPA) yang awal mula

sudah membimbing, memberikan arahan, memberikan kasih sayang kepada saya.

Terima kasih ini juga bersamaan dengan (Alm) Pak Dr. Ari Subagyo, M.Hum, yang

walau sekalipun waktunya hanya sementara berada disekitar kami, namun kasih

sayang dan pengajarannya tetap selalu berada disisi kami sampai saat ini. Terima

kasih juga buat Ibu S.E. Peni Adji, M.Hum, sebagai dosen pembimbing akademik

(DPA) Sastra Indonesia angkatan 2015. Terima kasih kepada ibu Peni yang sudah

memberikan motivasi, arahan, pengajaran yang semuanya itu dibalut dengan kasih

sayang.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Yapi Yosep Taum, M.

Hum, yang telah bersedia menjadi dosen pembimbing I dan kepada Prof. Dr. I.

Praptomo Bariyadi, M. Hum., yang juga telah bersedia menjadi pembiming II. Terima

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

ix

kasih atas saran, bimbingan, ilmu dan tuntunan yang kesemuaanya dibalut dengan

kesabaran dan kasih sayang.

Terima kasih juga kepada seluruh jajaran pejabat dan dosen Program studi

(Prodi) Sastra Indonesia. Pak Sonny Christian Sudarsono, M. Art., selaku wakaprodi

dan dosen, Pak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Maria Magdalena Sinta Wardani, S.S,

M.Hum., terima kasih atas segala ilmu, bimbingan, arahan, nasehat, dan juga

pengajaran selama ini. Terima kasih juga kepada seluruh staf Sekrtetariat Fakultas

Sastra, terutama Mbak Rus dan Mbak Titin atas pelayanannya dan bantuannya yang

baik selama ini.

Ucapan terima kasih untuk kedua orang tua, John Budzer Poku dan Ferlin

Selviani Kalaena, yang sangat penulis sayangi dan kasihi. Kedua orang tua yang

sangat penulis sanjungkan dengan kesabaran, kebaikan, keikhlasan, dan kasih sayang

yang tulus, yang mampu memberikan penulis motivasi secara psikis untuk

menyelesaikan skripsi. Terima kasih Pa, Ma. Terima kasih juga kepada Margareth

Poku, Agung Poku, dan Indra Poku, yang juga turut memberikan motivasi dan

dukungan kepada penulis dan sebagai adik mereka. Terima kasih yang sangat-sangat

dalam saya berikan buat keluarga-ku yang sangat dan saling mengerti satu sama lain.

Terima kasih juga kepada saudara-saudaraku di kontrakan Morowali Utara,

Rizkal Monduale, Edy Perabu, Rein Sirang, Elriksen Podengge, Aryo Lasani, Novri

Samaliwu, Rizal Budiman, Reinal Maroi, Satya Malaeni, Rizki Balino, Andres

Dewangga, Viki Lubuk, dan Hadi Lubuk.

Terima kasih juga buat kedua orang yang sangat saya kasihi. Ucapan terima

kasih ini sengaja ditulis oleh penulis untuk memberikan tempat yang paling istimewa,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xi

ABSTRAK

Poku, Alan Kurniawan. 2019. Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Novel Rumah Kaca

karya Pramoedya Ananta Toer: Perspektif Galtung. Skripsi Strata Satu (S-1).

Yogyakarta: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.

Penelitian yang berjudul “Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Novel Rumah Kaca

karya Pramoedya Ananta Toer: Perspektif Galtung” memiliki tujuan untuk (1)

Mendeskripsikan struktur pembangun cerita yang mencakup alur, tokoh, penokohan, dan

latar dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, dan (2) Mendeskripsikan

bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer.

Studi ini menggunakan paradigma Wellek dan Warren yang membagi penelitian

sastra atas dua pendekatan, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik.

Pendekatan intrinsik digunakan untuk menganalisis struktur cerita dalam novel Rumah

Kaca. Teori yang digunakan adalah teori struktural. Pendekatan intrinsik digunakan untuk

menganalisis bentuk-bentuk kekerasan menurut perspektif Galtung. Teori yang digunakan

adalah teori sosiologi sastra dengan memanfaatkan teori kekerasan Galtung. Dalam

penelitian ini, peneliti menggunakan metode analisis data menggunakan deskriptif

kualitatif dan teknik pengumpulan data menggunakan teknik simak catat dan teknik studi

pustaka.

Hasil analisis struktur pembangun cerita yang mencakupi, alur, tokoh, penokohan,

dan latar dalam novel Rumah Kaca sebagai berikut. Alur dalam novel adalah alur maju.

Tokoh utama dalam novel adalah Jacques Pangemanann dan R.M. Minke. Tokoh

tambahan, yaitu Jendral Idenburg, Donlad Nicolson, Robert Suurhof, Prinses Kasiruta,

Piah, Paulette, Rientje de Roo, Nyi Juju, Nyi Romlah, Frits Doertier, Hadji Samadi, Wardi,

D. Douwager, Tjiptomangun, Ayah Soendari, Bernhard Meyersohn, Pemuda. Latar waktu

dalam novel, yaitu (1) tahun 1912, (2) tahun 1914, (3) tahun 1911, (4) tahun 1919, (4) awal

tahun 1913. Latar tempat dalam novel adalah Hindia. Latar sosial-budaya yang terdapat

dalam novel adalah sosial budaya Eropa-Belanda. Hasil dari penelitian bentuk-bentuk

kekerasan dalam penelitian ini sebagai berikut. Hasil penelitian kekerasan struktural, yaitu

(1) kekerasan struktural terhadap pemimpin organisasi, (2) kekerasan struktural pelajar

Pribumi, dan (3) kekerasan struktural perempuan. Hasil penelitian kekerasan personal,

yakni (1) kekerasan personal gerombolan Pitung, (2) kekerasan personal kaum Tionghoa,

(3) kekerasan personal gerombola Suurhof, (4) kekerasan personal wanita, (5) kekerasan

personal Bernhard Meyersohn. Hasil penelitian kekerasan simbolis, yakni (1) kekerasan

simbolis berupa bahasa, (2) kekerasan simbolis berupa Ideologi, (3) kekerasan simbolis

ilmu pengetahuan, dan (4) kekerasan simbolis berupa psikis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xii

ABSTRACK

Poku, Alan Kurniawan. 2019. Forms of Violence in Novel Rumah Kaca by

Pramoedya Ananta Toer: Galtung Perspective. Undergraduate Thesis (S-1).

Yogyakarta: Indonesian Literature. Faculty of Literature. Sanata Dharma

University

The study entitled "Forms of Violence in Rumah Kaca Novel by Pramoedya Ananta

Toer: Galtung Perspective" has the purpose of (1) Describing the structure of story builders

that includes plot, character, character, and background in the novel Rumah Kaca by

Pramoedya Ananta Toer, and (2) Describe the forms of violence contained in the novel

Rumah Kaca by Pramoedya Ananta Toer.

This study uses the Wellek and Warren paradigm that divides literary research into

two approaches, namely intrinsic approach and extrinsic approach. The intrinsic approach

is used to analyze the structure of stories in the novel Rumah Kaca. The theory used is

structural theory. The intrinsic approach is used to analyze forms of violence according to

Galtung's perspective. The theory used is the theory of sociology of literature by utilizing

Galtung's theory of violence. In this study, researchers used a method of data analysis using

descriptive qualitative and data collection techniques using note-taking techniques and

literature study techniques.

The results of the analysis of the structure of the story builders that cover, plot,

character, characterization, and background in the novel Rumah Kaca are as follows. The

flow in the novel is a forward flow. The main characters in the novel are Jacques

Pangemanann and R.M. Minke. Additional figures, namely General Idenburg, Donlad

Nicolson, Robert Suurhof, Prinses Kasiruta, Piah, Paulette, Rientje de Roo, Nyi Juju, Nyi

Romlah, Frits Doertier, Hadji Samadi, Wardi, D. Douwager, Tjiptomangun, Ayah

Soendari, Bernhard Meyersohn, Young man. The time frame in the novel, namely (1) in

1912, (2) in 1914, (3) in 1911, (4) in 1919, (4) in early 1913. The setting in the novel is the

Indies. The socio-cultural setting contained in the novel is European-Dutch social culture.

The results of the research on the forms of violence in this study are as follows. The results

of the study of structural violence, namely (1) structural violence against the leader of the

organization, (2) structural violence of Indigenous students, and (3) female structural

violence. The results of research on personal violence, namely (1) Pitung gang personal

violence, (2) Chinese personal violence, (3) Suurhof guerrilla personal violence, (4) female

personal violence, (5) Bernhard Meyersohn personal violence. The results of symbolic

violence research are (1) symbolic violence in the form of language, (2) symbolic violence

in the form of ideology, (3) symbolic violence of science, and (4) symbolic violence in the

form of psychology.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ............................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ................................ v

HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................................... vi

MOTO ................................................................................................................................... vii

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... viii

ABSTRAK ............................................................................................................................ xi

ABSTRACK ........................................................................................................................... xii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 5

1.4.1 Manfaat Teoritis ............................................................................................ 6

1.4.2 Manfaat Praktis ............................................................................................. 6

1.5 Tinjauan Pustaka .................................................................................................. 6

1.6 Landasan Teori ..................................................................................................... 8

1.6.1 Kajian Struktural ........................................................................................... 10

1.6.1.1 Alur ........................................................................................................... 10

1.6.1.2 Penokohan ................................................................................................ 11

1.6.1.3 Tokoh ........................................................................................................ 11

(1) Tokoh Utama ............................................................................................ 11

(2) Tokoh Tambahan ....................................................................................... 12

1.6.1.4 Latar .......................................................................................................... 12

(1) Latar Waktu ................................................................................................ 13

(2) Latar Tempat .............................................................................................. 11

(3) Latar Sosial-Budaya ................................................................................... 11

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xiv

1.6.2 Pendekatan Ektrinsik ...................................................................................... 13

1.6.2.1 Teori Sosiologi Sastra .............................................................................. 14

1.6.2.2 Teori Kekerasan: Prespektif Galtung ....................................................... 14

1.7 Metode Penelitian ................................................................................................. 18

1.7.1 Objek Penelitian ............................................................................................. 19

1.7.2 Metode Pengumpulan Data ............................................................................ 19

1.7.3 Sumber Data ................................................................................................... 20

1.7.4 Metode Analisis Data ..................................................................................... 20

1.7.5 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ............................................................ 21

1.8 Sistematika Penyajian ........................................................................................... 21

BAB II ANALISIS STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL RUMAH KACA KARYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER ...................................................................................... 22

Pengantar ............................................................................................................................... 22

2.1 Analisis Alur atau Plot ......................................................................................... 23

2.1.1 Peristiwa ..................................................................................................... 23

2.1.2 Konflik ....................................................................................................... 25

2.1.3 Klimaks ...................................................................................................... 26

2.2 Tokoh .................................................................................................................... 28

2.2.1 Tokoh Utama ............................................................................................. 29

2.2.1.1 Jacques Pangemanann ....................................................................... 29

2.2.1.2 Raden Mas Minke ............................................................................. 29

2.2.2 Tokoh Tambahan ....................................................................................... 30

2.2.2.1 Gubernur Jendral Idenburg .............................................................. 30

2.2.2.2 Komisaris Besar Donald Nicolson .................................................. 31

2.2.2.3 Robert Suurhof ................................................................................ 31

2.2.2.4 Prinses Kasiruta ............................................................................... 31

2.2.2.5 Piah .................................................................................................. 32

2.2.2.6 Paulette ............................................................................................ 32

2.2.2.7 Rientje de Roo ................................................................................. 33

2.2.2.8 Nyi Juju ........................................................................................... 33

2.2.2.9 Nyi Romlah ..................................................................................... 33

2.2.2.10 Frits Doertier ................................................................................... 34

2.2.2.11 Hadji Samadi ................................................................................... 34

2.2.2.12 Wardi ............................................................................................... 34

2.2.2.13 D. Douwager .................................................................................... 35

2.2.2.14 Tjiptomangun .................................................................................. 35

2.2.2.15 Ayah Soendari ................................................................................. 35

2.2.2.16 Bernhard Meyersohn ....................................................................... 36

2.2.2.17 Pemuda ............................................................................................ 36

2.2.2.18 Si Pitung .......................................................................................... 37

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xv

2.2.2.19 Tuan L ............................................................................................. 37

2.2.2.20 Tuan de Beer .................................................................................... 37

2.2.2.21 Tuan Mr. K. ..................................................................................... 38

2.2.2.22 Tuan De Cagnie ............................................................................... 38

2.2.2.23 Tuan De Man ................................................................................... 38

2.2.2.24 Tuan R. ............................................................................................ 39

2.2.2.25 Nikolaas Knor .................................................................................. 39

2.2.2.26 Simon Zwijger ................................................................................. 39

2.2.2.27 Tuan Gr. ........................................................................................... 39

2.2.2.28 Mr. De Lange ................................................................................... 39

2.2.2.29 Cor Oosterhof .................................................................................. 40

2.2.2.30 Mas Tjokro ...................................................................................... 40

2.2.2.31 May Le Boucq ................................................................................. 40

2.2.2.32 Mas Marco Kartodikromo ............................................................... 40

2.2.2.33 Siti Soendari .................................................................................... 41

2.2.2.34 Strooman .......................................................................................... 41

2.2.2.35 Herschenbrok ................................................................................... 41

2.2.2.36 Semaoen .......................................................................................... 41

2.2.2.37 Mas Soewoyo .................................................................................. 42

2.2.2.38 Van Limburg Stirum ........................................................................ 42

2.2.2.39 Sarimin ............................................................................................ 42

2.2.2.40 Tuminah ........................................................................................... 43

2.2.2.41 Perwakilan Sindikat Gula ................................................................ 43

2.2.2.42 Goenawan ........................................................................................ 43

2.3 Penokohan ........................................................................................................... 43

2.3.1 Jacques Pangemanann ................................................................................ 44

2.3.2 Raden Mas Minke ...................................................................................... 49

2.3.3 Prinses Kasiruta ......................................................................................... 53

2.3.4 Robert Suurhof ........................................................................................... 54

2.3.5 Paulette ....................................................................................................... 55

2.3.6 Rientje de Roo ........................................................................................... 57

2.3.7 Nyi Juju ...................................................................................................... 59

2.3.8 Nyi Romlah ................................................................................................ 60

2.3.9 Frits Doertier .............................................................................................. 61

2.3.10 Mr. De Lange ............................................................................................. 62

2.3.11 Piah ............................................................................................................ 64

2.3.12 Hadji Samadi .............................................................................................. 65

2.3.13 Wardi ......................................................................................................... 67

2.3.14 D. Douwager .............................................................................................. 68

2.3.15 Tjiptomangun ............................................................................................. 69

2.3.16 Ayah Soendari ............................................................................................ 71

2.3.17 Herchenbrok ............................................................................................... 73

2.3.18 Bernhard Meyersohn .................................................................................. 73

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xvi

2.3.19 Pemuda ....................................................................................................... 75

2.3.20 Gubernur Jendral Idenburg ........................................................................ 76

2.3.21 Komisaris Besar Donald Nicolson ............................................................. 77

2.3.22 Si Pitung ..................................................................................................... 78

2.3.23 Tuan L. ....................................................................................................... 79

2.3.24 Tuan De Beer ............................................................................................. 79

2.3.25 Tuan Mr. K. ............................................................................................... 79

2.3.26 Tuan De Cagnie ......................................................................................... 81

2.3.27 Tokoh L. ..................................................................................................... 81

2.3.28 Tuan De Man ............................................................................................. 83

2.3.29 Tuan R. ....................................................................................................... 84

2.3.30 Nikolaas Knor ............................................................................................ 84

2.3.31 Cor Oosterhof ............................................................................................ 86

2.3.32 Mas Tjokro ................................................................................................. 86

2.3.33 Simon Zwijger ........................................................................................... 87

2.3.34 Mas Marco ................................................................................................. 87

2.3.35 May Le Boucq ........................................................................................... 89

2.3.36 Siti Soendari ............................................................................................... 89

2.3.37 Tuan Gr. ..................................................................................................... 92

2.3.38 Strooman .................................................................................................... 93

2.3.39 Semaoen ..................................................................................................... 93

2.3.40 Mas Soewoyo ............................................................................................. 94

2.3.41 Van Limburg Stirum .................................................................................. 96

2.3.42 Sarimin ....................................................................................................... 96

2.3.43 Tuminah ..................................................................................................... 98

2.3.44 Goenawan .................................................................................................. 99

2.4 Latar .................................................................................................................... 100

2.4.1 Latar Waktu ............................................................................................... 100

2.4.1.1 Tahun 1912 ....................................................................................... 101

2.4.1.2 Tahun 1914 ....................................................................................... 101

2.4.1.3 Tahun 1911 ....................................................................................... 102

2.4.1.4 Tahun 1919 ....................................................................................... 102

2.4.1.5 Siang ................................................................................................. 103

2.4.1.6 Jam Sembilan Pagi (Pertemuan dengan Tuan L.) ............................. 103

2.4.1.7 Sore (Kemunculan Prinses Kasiruta) ................................................ 104

2.4.1.7.1 Kemunculan Prinses Kasiruta dan Piah Untuk Kedua Kalinya ... 104

2.4.1.8 Sembilan Pagi (Pertemuan dengan Cor Oosterhof) ........................ 105

2.4.1.9 Awal Tahun 1913 ............................................................................ 105

2.4.1.10 Pagi (Penangkapan Wardi) .............................................................. 106

2.4.1.11 Malam (Mengejar Siti Soendari) ..................................................... 106

2.4.1.12 Pagi (Menjemput R.M. Minke) ....................................................... 106

2.4.1.13 20 Mei 1918 ..................................................................................... 107

2.4.2 Latar Tempat .............................................................................................. 107

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xvii

2.4.2.1 Hindia .............................................................................................. 108

(1) Betawi ................................................................................................. 108

(2) Buitenzorg .......................................................................................... 108

(3) Kwitang .............................................................................................. 109

(4) Ambon ................................................................................................ 110

(5) Selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi ................................. 110

(6) Sala ..................................................................................................... 111

(7) Bandung .............................................................................................. 112

(8) Semarang ............................................................................................ 112

(9) Surabaya ............................................................................................. 112

(10) Sukabumi ............................................................................................ 113

2.4.3 Latar Sosial-Budaya ................................................................................... 113

2.4.3.1 Hindia-Belanda ................................................................................. 114

Rangkuman ................................................................................................... 114

BAB III ANALISIS KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA KARYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER ..........................................................................

.................................................................................................................................... 116

Pengantar ............................................................................................................................... 116

3.1 Kekerasan Struktural .......................................................................................... 116

3.1.1 Kekerasan Struktural terhadap Pemimpin Organisasi .............................. 117

(1) S.D.I. (Sarekat Dagang Islam) .................................................................. 117

(2) Indische Partij’ ......................................................................................... 121

3.1.2 Kekerasan Struktural Terhadap Pelajar Pribumi ...................................... 122

(1) Jacques Pangemanann .............................................................................. 122

(2) Ayah Soendari .......................................................................................... 125

3.1.3 Kekerasan Struktral Terhadap Perempuan ............................................... 127

(1) Perempuan-perempuan selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi .. 127

(2) Rientje de Roo ........................................................................................... 129

3.2 Kekerasan Personal ........................................................................................... 129

3.2.1 Kekerasan Personal Terhadap Gerombolan Pitung .................................. 130

3.2.2 Kekerasan Personal Terhadap Kaum Tionghoa ....................................... 133

3.2.3 Kekerasan Personal Terhadap Gerombolan Suurhof ............................... 134

3.2.4 Kekerasan Personal Tehadap Wanita ....................................................... 135

3.2.5 Kekerasan Personal Terhadap Dokter Bernhard Meyersohn ................... 137

3.3 Kekerasan Budaya atau Simbolis ..................................................................... 138

3.3.1 Kekerasan Simbolis berupa Bahasa ......................................................... 138

(1) Verbal ....................................................................................................... 138

a. Kata Pribumi ............................................................................................. 138

b. Kata Babu ................................................................................................. 140

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

xviii

c. Surat kabar ................................................................................................ 140

d. Dokumen ataus Naskah (Rumah Kaca) .................................................... 142

3.3.2 Kekerasan Simbolis berupa Ideologi ........................................................ 142

(1) Vonnis Raad van Justitie Batavia ............................................................. 144

(2) Jabatan dan Karier .................................................................................... 145

3.3.3 Kekerasan Simbolis berupa Ilmu Pengetahuan ........................................ 146

3.3.4 Kekerasan Simbolis berupa Psikis ........................................................... 147

Rangkuman ........................................................................................................................... 149

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 152

4.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 153

4.2 Saran ................................................................................................................... 158

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 159

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya Sastra merupakan suatu rujukan pemetaan ideologi dari seorang

pengarang. Sastra bersifat komunikatif dan dipandang sebagai cara untuk

mengekspresikan pemikiran dan rasa seorang pengarang. Melalui karya sastra,

pengarang dapat menggambarkan kehidupan sosial sehari-hari dalam masyarakat.

Melalui karya sastra pula, segi-segi kehidupan realitas manusia tertuang dalam sebuah

karya sastra biasanya, masalah seputar “sastra dan masyarakat” bersifat sempit dan

eksternal.

Novel adalah salah satu ganre Sastra yang biasanya memberikan gambaran

persoalan-persoalan kompleks suatu periswtiwa. Melalui novel orang-orang dapat

merefleksikan kehidupan masyarakat ataupun individu yang tidak disadari. Novel dan

masyarakat tanpa disadari merupakan suatu cermin; sebagaimana novel menjadi

cerminan masyarakat dan masyarakat menjadi cermin dari sebuah novel.

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, Karya Sastra merupakan objek untuk

diteliti termasuk pengaruh-pengaruh dalam novel serta realitas pada suatu hubungan

masyarakat. Novel yang merupakan salah satu ganre Sastra terkadang lebih

menonjolkan suatu masalah atau problematika dalam kehidupan sosial yang realitas.

Kemudian munculah pertanyaan seputar karya Sastra walaupun sebelumnya sudah

terjawab dan mungkin akan lebih terjawab lagi dalam penelitian ini. Pertanyaan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

2

muncul adalah bagaimanakah peran sastra dalam masyarakat sosial dan apa pentingnya

Sastra yang mengkaji masalah-masalah sosial dalam lingkupan masyarakat.

Penelitian ini mengkaji novel dari seorang sastrawan terkemuka yaitu

Pramoedya Ananta Toer dengan judul novel “Rumah kaca” salah satu dari tetralogi

Pulau Buru. Adapun penelitian ini menggunakan teori kekerasan prespektif Johan

Galtung. Novel “Rumah Kaca” adalah salah satu dari tetralogi Pulau buru atau The

Buru Quartet karya Pramoedya Ananta Toer. Novel yang awalnya hanya diceritakan

lisan kepada teman-temannya dipenjara selama pembuangan di Pulau Buru ini

mengisahkan sebuah pergerakan awal Kebangkitan Nasional Indonesia antara tahun

1898-1918. Novel ini menceritakan kehidupan seorang tokoh bernama Minke. Minke

adalah nama samaran dari nama asli seorang tokoh perjuangan yaitu R.M Tirto Adhi

Soerjo. Namun penulisnya, Pramoedya tak pernah mau mengakui bahwa tokoh Minke

adalah seorang Tirto.

Dalam novel tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya, novel “Rumah Kaca”

berbeda dari tiga novel sebelumnya. Dalam novel ini, Minke (tokoh utama dalam dua

tiga novel seebelumnya; Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah), bukan

lagi menjadi sudut pandang utama. Novel “Rumah Kaca” mengambil sudut pandang

seorang Pangemanann dengan dua -n yang adalah seorang Pribumi peranakan Eropa

yang bekerja menjadi seorang polisi kemudian diangkat bekerja pada Algemenne

Secretarie milik Belanda. Paengamanann dengan dua -n tersebut adalah seorang

peranakan Eropa. Dalam kisah tersebut, secara ringkas, Pangemanann yang seorang

polisi harus memata-matai seorang yang sangat ia kagumi, hormati, bahkan dirinya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

3

menganggap orang tersebut adalah gurunya; Minke. Melalui surat kabar dan organisasi

yang semula dipimpin oleh Minke, Pangemanann terus melacak gerak-gerik orang

yang sangat dikaguminya tersebut. Hal itu disebabkan karena Pangemanann yang

bekerja dibawah kekuasaan Belanda (Gubermen), dia harus menjalankan perintah

penguasanya.

Kisah awal Jacques Pangemanann yang bertemu dengan orang yang sangat

dikaguminya itu, Minke, bermula saat dirinya ditugaskan untuk ke rumah Minke

Bersama para bandit, Robert Shuroof. Namun Pangemanann tak berani masuk ke

dalam rumah Minke, dan hanya diwakili oleh Robert Shuroof dan kawan-kawannya.

Sementara itu tiba-tiba terjadi suara tembakan dari dalam rumah. Pangemanann pun

mengira bahwa Robert Shuroof menembak Minke. Setelah kejadian itu, akhirnya pihak

Hindia Belanda terpaksa mengasingkan Minke yang adalah seorang dibalik organisasi

yang menakuti pemerintahan Hindia Belanda. Pengasingan Minke saat itu ditemani

oleh orang yang memata-matainya, yaitu Jacques Pangemanann.

Setelah pengasingan tersebut, tokoh Pangemanann bukan habis pekerjaan,

dengan adanya demam organisasi di luar kontrol pemerintahan Hindia Belanda, beban

psikologi dari seorang Pangemanann semakin berat. Bentuk-bentuk kekerasan pun

hadir dari dalam diri dan juga psikologi dirinya.

Di sisi lain dari kisah dalam novel tersebut, para tokoh dan juga tokoh utama,

mengalami suatu problematika psikologi yang menyerang mereka, yaitu kekerasan.

Menurut Galtung, sesuai dengan penerapan teori pada penelitian ini, kekerasan terjadi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

4

bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa sehingga realisasi jasamani dan mentalnya

berada dibawah realisasi potensialnya.

Penelitian novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer dipilih sebagai

objek material penelitian ini, karena dua alasan. Alasan yang pertama adalah novel ini

menceritakan seorang tokoh bernama Jacques Pangemanann (sudut pandang baru

dalam tetralogi Pramoedya) dalam menjalani tugasnya sebagai anggota kepolisian

Hindia Belanda sampai menjadi bagian dari Algemenne secretarie. Dalam menjalankan

tugas itu, Jacques Pangemanann harus melawan hati nuraninya sendiri. Hal itu

dikarenakan pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan keinginan hati nuraninya.

Jacques Pangemanann hidup dalam keterpaksaan antara kenyataan dan hati nuraninya.

Alasan kedua, dalam novel ini terdapat banyak tindak kekerasan. Untuk menuju

suatu kekuasaan yang sejati, tokoh-tokoh di dalamnya harus mengalami penindasan

dan kekerasan. Kekerasan yang terjadi baik kekerasan struktural, maupun kekerasan

personal.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan dua pendekatan, yaitu

pendekatan objektif dan pendekatan mimetik. Pendekatan objektif berfungsi untuk

menganalisi struktur cerita dalam novel. Struktur cerita mencakup unsur pembangun

cerita, yaitu alur, tokoh, penokohan, dan latar. Pendekatan mimetik berfungsi untuk

menjelaskan tentang teori sosiologi sastra dan teori kekerasan Galtung. Pendekatan

mimetik juga bertujuan untuk membuktikan adanya tindak kekerasan yang terdapat

dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu

sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimanakah struktur pembangun cerita dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer?

1.2.2 Bagaiamana bentuk-bentuk kekerasan dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer menurut perspektif Johan Galtung?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1.3.1 Mendeskripsikan struktur pembangun cerita dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer yang mencakup tokoh, alur, dan latar. Hal ini akan

dibahas dalam Bab II.

1.3.2 Mendesrkripsikan bentuk-bentuk kekerasan yang terdapat dalam novel

Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer menurut perspektif Johan

Galtung. Hal ini akan dibahas dalam Bab III.

1.4 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti memaparkan dua manfaat penelitian menjadi dua

bagian. Adapun manfaat tersebut sebagai berikut. Penelitian ini diharapkan mampu

menambah wawasan dan manfaat tentang struktur pembangung cerita dan bagaiaman

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

6

kekerasan structural, kekerasan personal, dan juga kekrasan budaya dalam novel

“Rumah Kaca” karya Pramoedya Ananta Toer.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan manfaat secara

teoretis tentang struktur pembangun cerita dan bentuk-bentuk kekerasan dalam novel

“Rumah Kaca” karya Pramoedya Ananta Toer.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan dan manfaat praktis

tentang struktur pembangung cerita dan bentuk-bentuk kekerasan dalam novel “Rumah

Kaca” karya Pramoedya Ananta Toer.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian Utami (2018) yang membahas tentang novel Candik Ala 1965

dengan menggunakan paradigma M.H. Abrams untuk mengkaji unsur pembangun

cerita dam Teori kekerasan Johan Galtung dalam mengkaji kekerasan personal dan

struktural mendapat Hasil sebagai berikut.

Dalam pembahasan tersebut, Utami mengangkat unsur pembangun cerita yang

mencakup tokoh, penokohan, dan latar. Dalam penelitiannya tersebut, peneliti

mendapatkan hasil tokoh utama, yaitu Nik dan Ibu Kesawa. Adapun tokoh tambahan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

7

yaitu, Pak Kesawa, Mas Cuk, Mas Kun, Yu Parni, Sarjono, By Arum, Mas Kun, Nila,

Tris, Si Gagap, Kamil, Pak Djo, Leaph, dan Ibu Sul.

Penelitian tersebut kemudian berlanjut pada penokohan. Nik, sebagai tokoh

Utama mempunyai sifat keingintahuan yang sangat besar dan menjadi tokoh penggerak

alur dalam cerita. Ibu Kesawa dan Pak Kesawa sebagai orang tua memiliki sifat

bijaksana. Penokohan Mas Cuk, Mas Tok, dan Mas Kun adalah seorang aktivis politik.

Sifat Yu Parni adalah netral. Hasil dari tokoh yang mendapat tindak kekerasan dalam

cerita tersebut, yaitu Sarjono dan Bu Arum. Teman-teman Nik, seperti Nila, Tris, Si

Gagap, dan Kamil memiliki sifat yang baik. Leaph, yang adalah seorang teman wanita

yang tinggal di Amerika memilik kehidupan yang menyedihkan. Sedangkan saksi

kunci misteri yang selama ini membuat Nik penasaran adalah Ibu Sul.

Dalam penelitian untuk studi kasus kekerasan struktural yang menggunakan

teori Johan Galtung, peneliti mendapat hasil bahwa ada tiga jenis kekerasan struktural.

Adapun kekerasan struktural sebagai berikut; 1.) kekerasan struktural dialami oleh para

simpatisan PKI, 2.) Kekerasan struktural terhadap masyarakat sipil pada pemerintahan

orde baru, 3.) kekerasan struktural terhadap warga sipil di Kamboja. Sedangkan

kekerasan personal yang ditemukan oleh peneliti adalah sebagai berikut; 1.) kekerasan

personal terhadap anggota organisasi kepemudaan, 2.) kekerasan terhadap simpatisan

PKI, 3.) kekerasan personal terhadap wanita, 4.) kekerasan personal terhadap warga

sipil di Kamboja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

8

1.6 Landasan Teori

Peneliti ini menggunakan paradigma Renne Wellek dan Austin Warren untuk

meneliti struktur pembangun cerita dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta

Toer, dan teori kekerasan dari Johan Galtung untuk meneliti bentuk kekerasan dalam

novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

Renne Wellek dan Austin Warren menawarkan dua pendekatan dalam meneliti

karya Sastra, yaitu pendekatan secara Ekstrinsik dan secara Intrinsik. Namun dalam

penelitian ini, peneliti memakai pendekatan secara Intrinsik untuk meneliti unsur

pembangun cerita. Renne Wellek dan Austin Warren membagi empat pendekatan

Intrinsik dalam studi sastra, yaitu; 1) Modus keberadaan Karya Sastra, 2) Efoni, Irama,

dan Matra, 3) Gaya dan Stilistika, 4) Citra, metafora, simbol, dan mitos. Dalam

penelitian karya sastra, analisis atau pendekatan obyektif terhadap unsur-unsur

intrinsik atau struktur karya sastra merupakan tahap awal untuk meneliti karya sastra

sebelum memasuki penelitian lebih lanjut, (Damono, 1984:2). Menurut Wellek dan

Warren (2015: 56), mengenai struktur itu sendiri punya batasan bahwa struktur

pengertiannya dimasukkan kedalam isi dan bentuk, sejauh keduanya dimaksudkan

untuk mencapai tujuan estetik.

Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra,

unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur

intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta

membangun cerita, (Nurgiyantoro, 2015: 23). Nurgiyantoro menambahkan bahwa,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

9

pembagian unsur intrinsik karya sastra yang tergolong tradisional, adalah pembagian

berdasarkan unsur bentuk dan isi. Yang dimaksudkan Nurgiyantoro adalah dalam

menganalisis, tidak mungkin rasanya membicarakan dan atau menganalisis salah satu

unsur itu tanpa melibatkan unsur lain.

Renne Wellek dan Austin Warren dikenal sebagai kaum strukturalis yang

memetakan kritik sastra atas dua pendekatan, yakni pendekatan intrinsik dan

pendekatan ekstrinsik. Jika dipetakan, pendekatan kedua tokoh ini dapat digambarkan

dalam skema 1 berikut ini.

Skema 1:

Paradigma Wellek & Warren

Pendekatan Intrinsik*) Pendekatan Ektrinsik

Tema

Penokohan

Alur

Latar

Sudut Pandang

Gaya Bahasa

Amanat

Biografi Pengarang

Nilai-nilai di dalam Karya Sastra

Kondisi Lingkungan dan Masyarakat

*) Ilustrasi pendekatan intrinsik dalam skema ini berkaitan dengan prosa fiksi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

10

Dikutip dari, (Taum dkk, dalam Kumpulan Makalah Seminar Nasional Kritik

Sastra: “Kritik Sastra yang Memotivasi dan Menginspirasi, 2017: 3).

1.6.1 Kajian Struktural

Menurut Pradopo, kajian struktural merupakan metode yang berdasarkan teori

bahwa karya sastra adalah sebuah struktur yang terdiri dari bermacam-macam unsur

pembentuk struktur, (Pradopo, 2002: 21). Analisis struktural bertujuan untuk

membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur

dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang menyeluruh,

(Teuw, 1984: 135).

Adapun unsur-unsur intrinsik yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah

tentang bagaimana struktur cerita nilai dari alur, penokohan, dan latar.

1.6.1.1 Alur

Menurut Nurgiyantoro (2015:110), alur merupakan unsur fiksi yang penting,

bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara

berbagai unsur fiksi yang lain. Alur dalam prosa naratif atau drama mengandung

konflik yang menjadi dasar lakuan dan membuat tokoh terus Bergerac dari satu

peristiwa ke peristiwa lain hingga mencapai klimaks (Budianta dkk, 2008:174).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

11

1.6.1.2 Penokohan

Penokohan adalah unsur penting dalam cerita fiksi. Penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah

cerita unsur penokohan menunjuk pada sebuah teknik perwujudan dan pengembangan

tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015: 248).

Penokohan secara singkat diartikan sebagai sifat atau karakteristik dari seorang

tokoh dalam cerita. Sifat dan karakteristik tokoh mempengaruhi struktur bagian dalam

sebuah cerita. Sifat dan karakteristik inilah yang menjadi sebuah gambaran tentang

bagaimana kondisi fisik, sifat dan psikis serial tokoh mengalami tindak kekerasan.

1.6.1.3 Tokoh

Abrams (1981:20) mengemukakan bahwa tokoh adalah orang (-orang) yang

ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan

memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam

ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Tokoh mempunyai sifat penting dalam

sebuah cerita, yaitu sebagai penggerak alur cerita. Dalam sebuah alur cerita, ucapan

dan cara berlaku tokoh menentukan karakteristik penokohannya dalam menentukan

serial tindakan kekerasan yang dimiliki setiap tokoh.

1.6.1.3.1 Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam sebuah

cerita. Penceritaan tentang tokoh utama tersebut, baik sebagai pelaku kejadian ataupun

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

12

sebagai yang dikenai kejadian. Tokoh utama juga menjadi tokoh penentu

perkembangan alur dalam sebuah cerita.

1.6.1.3.2 Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang sering hadir dengan cerita yang lebih

sedikit dari tokoh utama. Dalam cerita, tokoh tambahan juga mempunyai peran penting

dalam mengembangkan atau membangun unsur dalam cerita.

1.6.1.4 Latar

Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menunjuk pada

menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro,

2015: 305). Latar atau setting kemudian dibedakan lagi menjadi latar waktu, latar

tempat, dan latar peristiwa, dan latar sosial budaya.

1.6.1.4.1 Latar Waktu

(Nurgiyantoro, 2015: 31), latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi. Latar waktu

dalam fiksi bisa menjadi dominan dan fungsional jika diagram secara teliti, terutama

jika dihubungkan dengan waktu sejarah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

13

1.6.1.5 Latar Tempat

Dikutip dari Nurgiyantoro (2015: 314), latar tempat menunjukan pada lokasi

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang

bernama adalah tempat yang dijumpai dalam dunia nyata.

1.6.1.6 Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi,

(Nurgiyantoro, 2015: 322).

1.6.2 Pendekatan Ektrinsik

Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra

itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem orientasi atau

sistem organisme karya sastra. Atau, secara lebih khusus ia dapat dikatakan sebagai

unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun sendiri

tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walau demikian, unsur ekstrinsik cukup

berpengaruh (untuk tidak dikatakan: cukup menentukan) terhadap totalitas bangun

cerita yang dihasilkan. Unsur-unsur yang dimaksud (Wellek & Warren, 1956: 75 –

135) antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,

keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuaannya itu akan mempengaruhi karya

yang ditulisnya. Unsur ekstrinsik berikutnya adalah psikologi, baik yang berupa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

14

psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya), psikologi pembaca, maupun

penerapan prinsip psikologi dalam karya, dikutip dalam (Nurgiyantoro, 2015: 24-24).

Dalam penelitian ini, pendekatan ektrinsik bertujuan untuk menjelaskan teori

sosiologi sastra dalam menganalisis unsur pembangun cerita dan bentuk-bentuk

kekerasan dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

1.6.2.1 Teori Sosiologi Sastra

Teori Sosiologi sastra adalah sebuah pendekatan yang menitik beratkan

hubungan antara studi sosial dan studi sastra. Sebuah karya sastra yang diciptakan oleh

pengarangnya tentu mempunyai maksud untuk sekedar menyinggung permasalahan

sosial. Renne Wellek dan Austin Warren (2015: 98) menambahkan bahwa sastra

mempunyai fungsi sosial “manfaat” yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Sastra

dikaitkan dengan situasi tertentu, atau dengan sistem politik, ekonomi, dan sosial

tertentu. Penelitian dilakukan untuk menjabarkan pengaruh masyarakat terhadap sastra

dan kedudukannya dalam masyarakat. Menurut Faruk (2010: 2), sosiologi sastra

sebagai suatu ilmu pengetahuan yang multi paradigma. Maksudnya, di dalam ilmu

tersebut dijumpai beberapa paradigma yang saling bersaing satu sama lain.

1.6.2.2 Teori Kekerasan: Perspektif Galtung

Menurut Galtung, kekerasan terjadi bila manusia dipengaruhi sedemikian rupa

sehingga realisasi jasmani dan mental aktualnya berada di bawah realisasi potensialnya

(Windhu,1992: 64). Kekerasan dalam prespektif Galtung ini menitik beratkan atau

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

15

lebih ditentukan pada segi akibat dari kekerasan itu sendiri dan pengaruhnya kepada

manusia.

Menurut Galtung, kekerasan dapat didefinisi sebagai perbedaan, yaitu potensial

dan aktual. Di satu pihak manusia mempunyai potensi yang masih ada di "dalam", dan

di lain pihak, potensi menuntut untuk diaktualkan yaitu dengan merealisasikan dan

memperkembangkan diri dan dunianya dengan nilai-nilai yang dipegangnya.

Pengertian "actus" di sini mencakup kegiatan, aktivitas yang tidak tampak (seperti

berfikir, bermenung, serta kegiatan mental atau psikologis lainnya) serta kegiatan,

tindakan, aktivitas yang dapat diamati/tampak (Windhu, 1992: 66).

Galtung menguraikan enam dimensi penting dari kekerasan, yaitu; 1).

Kekerasan fisis dan psikologis. Dalam kekerasan fisis tubuh manusia disakiti secara

jasmani bahkan sampai pada pembunuhan. Sedangkan kekerasan psikologis adalah

tekanan yang dimaksudkan meredusir kemampuan mental atau otak. 2). Pengaruh

positif dan negatif, sistem orientasi imbalan (reward oriented) yang sebenarnya

terdapat "pengendalian", tidak bebas, kurang terbuka, cenderung manipulatif,

meskipun memberikan kenikmatan dan euphoria. 3). Ada objek atau tidak, dalam

tindakan tertentu tetap ada ancaman kekerasan fisis dan psikologis, meskipun tidak

memakan korban tetapi membatasi tindakan manusia. 4). Ada subjek atau tidak,

kekerasan disebut langsung atau personal jika ada pelakunya, dan bila tidak ada

pelakunya disebut struktural atau tidak langsung. Kekerasan tidak langsung sudah

menjadi bagian struktur itu (strukturnya jelek) dan menampakkan diri sebagai

kekuasaan yang tidak seimbang yang menyebabkan peluang hidup tidak sama. 5).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

16

Disengaja atau tidak, bertitik berat pada akibat dan bukan tujuan, pemahaman yang

hanya menekankan unsur sengaja tentu tidak cukup untuk melihat, mengatasi

kekerasan struktural yang bekerja secara halus dan tidak disengaja. Dari sudut korban,

sengaja atau tidak, kekerasan tetap kekerasan. 6). Yang tampak dan tersembunyi,

Kekerasan yang tampak, nyata (manifest), baik yang personal maupun struktural, dapat

dilihat meski secara tidak langsung. Sedangkan kekerasan tersembunyi adalah sesuatu

yang memang tidak kelihatan (latent), tetapi bisa dengan mudah meledak. Kekerasan

tersembunyi akan terjadi jika situasi menjadi begitu tidak stabil sehingga tingkat

realisasi aktual dapat menurun dengan mudah.

Kekerasan tersembunyi yang struktural terjadi jika suatu struktur egaliter dapat

dengan mudah diubah menjadi feodal, atau revolusi hasil dukungan militer yang

hirarkis dapat berubah lagi menjadi struktur hirarkis setelah tantangan utama terlewati

(Windhu, 1992: 68-72).

Menurut Galtung, kekerasan dibagi menjadi tiga, yaitu kekerasan Struktural,

kekerasan Personal dan kekerasan Simbolis. Kekerasan personal bertitik berat pada

"realisasi jasmani aktual". Galtung membagi tiga cara dalam melihat kekerasan

personal, yaitu; 1.) menggunakan badan atau senjata, 2.) bentuk organisasi seperti

individu, massa atau pasukan, 3.) yang menuju sasaran (manusia). Kekerasan personal

dapat dibedakan dari susunan anatomis (secara struktural) dan secara fungsional

(fisiologis). Pembedaan antara yang anatomis dan fisiologis terletak pada kenyataan

bahwa yang pertama sebagai usaha menghancurkan mesin manusia sendiri (badan),

yang kedua untuk mencegah supaya mesin itu tidak berfungsi (Windhu, 1992: 74).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

17

Galtung kemudian menjelaskan pengertian kekerasan struktural dalam sebuah

mekanisme kekerasan struktural dengan bentuk enam faktor yang mendukung

pembagian tidak egaliter sebagai berikut; 1.) urutan kedudukan linear, 2.) pola interaksi

yang tidak siklis, 3.) korelasi antara kedudukan dan sentralitas, 4.) persesuaian antar

sistem, 5.) keselarasan antar kedudukan, 6.) dan perangkapan yang tinggi antar tingkat,

(Windhu, 1992: 75).

Singkatnya, Galtung membedakan kedua jenis kekerasan dengan pengamatan

bahwa sifat kekerasan personal adalah dinamis, mudah diamati, memperlihatkan

fluktuasi yang hebat yang dapat menimbulkan perubahan. Sedangkan kekerasan

struktural sifatnya statis, memperlihatkan stabilitas tertentu dan tidak tampak.

Selain daripada kedua kekerasan tersebut, Galtung menambahkan satu jenis

kekerasan, yaitu kekerasan Simbolis. Jadilah konsep teoritis Galtung tentang kekerasan

ini membentuk segitiga kekerasan atau trilogi kekerasan. Menururt Galtung, Kekerasan

budaya adalah ruang budaya, yaitu ruang simbolik keberadaan manusia, sebagaimana

dicontohkan dalam agama dan ideologi, seni dan bahasa, ilmu yang dapat dipakai untuk

menjustifikasi atau melegitimasi kekerasan langsung maupun struktural. Secara

sederhana, pemahaman Galtung tentang kekerasan budaya adalah bahwa kekerasan

budaya itu tidak berdiri sendiri, tetapi berupa thang simbolik yang berada dalam sistem

kognisi dan mendorong adanya kekerasan langsung dan struktural.

Pada penjelasannya yang lain Galtung kemudian menambahkan satu lagi

kekerasan, yaitu kekerasan Simbolis. Jadilah konsep teoritis Galtung tentang kekerasan

ini membentuk segitiga kekerasan. Kekerasan budaya menurut Galtung adalah ruang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

18

budaya, yaitu ruang simbolik keberadaan manusia, sebagaimana dicontohkan dalam

agama dan ideologi, seni dan bahasa, iklmu yang dapat dipakai untuk menjustifikasi

atau melegitimasi kekerasan langsung maupun struktural. Simbol partai, kayu salib,

bulan sabit, totem, ceramah, nyanyian, cerita, adalah sesuatu yang ada dalam sistem

kognisi/pikiran manusia, atau ada dalam ruang simbolik yang dapat menjadi sumber

dan melegitimasi kekerasan langsung maupun struktural.

Kekerasan simbolik dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kekerasan

nonverbal dan kekerasan verbal. Dalam rangkaian penjelasan mengenai kekerasan

verbal, Galtung mendefinisikan bahwa kekerasan verbal sebagai jenis-jenis kekerasan

tindak tutur, (Salmi 2003: 29-42).

Menurut (Praptomo 2012: 37) menyebutkan bahwa tindak tutur kekerasan

dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu (i) tindak tutur kekerasan tidak langsung,

(ii) tindak tutur kekerasan langsung, (iii) tindak tutur kekerasan repsresif, dan (iv)

tindak tutur kekerasan alienatif.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan paradigma Wellek dan Warren yang membagi

penelitian atas dua pendekatan, yaitu pendekatan intrinsik dan pendekatan ekstrinsik

(Taum, 2004). Kedua pendekatan itu digunakan dalam penelitian ini. Pendekatan

intrinsik menggunakan teori struktural, sedangkan pendekatan ekstrinsik menggunakan

teori sosiologi sastra, khususnya teori Johan Galtung tentang bentuk-bentuk kekerasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

19

Pengumpulan data menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan

memahami suatu situasi sosial, peristiwa, peran, interaksi, dan kelompok. Analisis data

disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu pemaknaan karya sastra

yang disajikan secara deskriptif (Ratna, 2012:46-48). Hasil analisis penelitian ini

berupa kesimpulan tentang bagaimana struktur cerita dan bentuk-bentuk kekerasan

dalam “Rumah Kaca” karya Pramoedya Ananta Toer.

Adapun tahap pengumpulan data dilakukan melalui tiga tahap, yakni (i) metode

penelitian data, (ii) analisis data, (iii) penyajian hasil data.

1.7.1 Objek Penelitian

Dalam kajian ilmiah terdapat dua objek penelitian, yakni objek material dan

objek formal. Objek material penelitian ini adalah novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer.

Objek formal penelitian ini ada dua, yakni mengkaji struktur pembentuk novel

Rumah Kaca dan mengungkap bentuk-bentuk kekerasan menurut perspektif Johan

Galtung.

1.7.2 Metode Pengumpulan Data

Penelitan ini dilakukan menggunakan metode kepustakaan dengan mencari

sumber pustaka dengan pembacaan secara cermat. Metode ini digunakan agar data-data

mencukupi untuk dianalisis. Selain menggunakan metode studi pustaka, peneliti

menggunakan teknik simak dan teknik catat. Teknik ini bertujuan sebagai sarana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

20

pendukung berupa hal-hal penting yang terdapat dalam objek dan teks-teks penelitian.

Adapun sumber data penelitian ini sebagai berikut.

Judul Buku : Rumah Kaca

Pengarang : Pramoedya Ananta Toer

Penerbit : Lentera Dipantara

Tahun Terbit : 2006 (Cetakan kelima)

Tebal buku : 646 Halaman

Objek penelitian ini adalah merupakan salah satu dari tetralogi Pualu Buru

karya Pramoedya Ananta Toer, yaitu “Rumah Kaca” cetakan kelima, September 2006.

1.7.2 Sumber Data

Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan metode studi pustaka. Studi

kepustakaan, yaiut mengadakan penelitian dengan cara mempelajari dan membaca

literatur-literatur yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi objek

penelitian.

1.7.3 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan selanjutnya adalah metode analisis data. Metode

analisis data merupakan metode yang menganalisis isi. Isi yang dimaksud adalah

masalah-masalah yang terjadi sosial, ekonomi, politik, dan propaganda, termasuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

21

keseluruhan isi dan pesan komunikasi dalam kehidupan manusia. Tetapi dalam karya

sastra, isi yang dimaksudkan adalah pesan-pesan yang dengan sendirinya sesuai dengan

hakikat sastra.

1.7.4 Metode Penyajian Hasil Analisis

Analisis data disajikan menggunakan metode deskriptif kualitatif, yaitu hasil

analisis data pemaknaan karya sastra yang disajikan secara deskriptif. Hasil analisis

penelitian ini berupa pengkajian dan kesimpulan mengenai pemberontakan dan

hegemoni dalam bentuk deskriptif.

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil dari penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I terdiri dari latar belakang,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan

teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II berisi tentang uraian struktur cerita dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer yang mencakup alur, penokohan, tokoh dan latar.

Bab III berisi tentang deskripsi kekerasn struktural, kekerasan personal, dan

juga kekerasan budaya yang terdapat dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer.

Bab IV berisi tentang kesimpulan dan saran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

BAB II

ANALISIS STRUKTUR CERITA DALAM NOVEL RUMAH KACA

KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER

Pengantar

Dalam bab ini, akan dipaparkan hasil penelitian tentang kajian struktur cerita

dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer. Hasil penelitian kajian

struktural yang akan dipaparkan mencakup; alur, tokoh, penokohan, dan latar.

Penelitian dengan menganalisis alur, tokoh, penokohan dan latar, bertujuan untuk

membuktikan adanya tindakan kekerasan yang terdapat dalam objek material. Keempat

unsur tersebut akan menjelaskan bagaimana pengaruh dalam struktur pembangun

jalannya cerita.

Pemilihan unsur pembangun cerita, yaitu; alur, tokoh, penokohan, dan latar,

mempunyai alasan karena keempat unsur tersebut mempengaruhi adanya tindakan

kekerasan dalam cerita. Berikut akan dijelaskan pengaruh keempat unsur tersebut

dalam tindak kekerasan. Unsur alur akan menjelaskan bagaimana proses jalannya cerita

dalam tindak kekerasan (kekerasan yang terjadi di masa lampau hingga akibat yang

terjadi dalam latar kejadian saat itu dalam cerita, dan kekerasan yang terjadi sesuai

dengan latar kejadian dalam cerita). Unsur tokoh dan penokohan akan menjelaskan

kondisi psikis, sifat dan fisik cerita para tokoh dalam cerita dan peran tokoh dalam

kaitannya dengan tindak kekerasan. Unsur latar akan menjelaskan penggambaran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

23

kaitannya dengan tindak kekerasan. Unsur latar akan menjelaskan penggambaran

terjadinya tindak kekerasan personal dan struktural dalam cerita tersebut. Adapun

kajian keempat unsur struktur tersebut sebagai berikut.

2.1 Analisis Alur atau Plot

Alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang

menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur fiksi yang lain. Alur

dalam prosa naratif atau drama mengandung konflik yang menjadi dasar lakuan dan

membuat tokoh terus bergerak dari satu peristiwa ke peristiwa lain hingga mencapai

klimaks.

Dalam penelitian ini, peneliti akan membagi alur atau plot menjadi tiga bagian,

yaitu peristiwa, konflik, dan klimaks. Alasan peneliti membagi dalam tiga tahapan itu

bertujuan untuk mendeskripsikan tindakan tokoh dalam cerita yang menuntut

terjadinya tindakan kekerasan sesuai alur/plot.

2.1.1 Peristiwa

Menurut Nurgiyantoro yang mengutip Luxemburg dkk, 1992:150, peristiwa

dapat diartikan sebagai peralihan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain. Berdasarkan

pengertian itu, kita akan dapat membedakan kalimat-kalimat tertentu yang

menampilkan peristiwa dengan yang tidak. Misalnya, antar kalimat-kalimat yang

mendeskripsikan tindakan tokoh dengan yang mendiskripsikan ciri-ciri fisik tokoh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

24

“Sekarang Gubernur Jendral gelisah. Kemanusiaan – tugas etik yang

diembaninya – ditantang gejala jaman. Jaman yang memilih arahnya sendiri

bagai angin puyuh menerpa wajah kemanusiaannya. Berat. Berat bagi

Idenburg, dan dengan sendirinya berat bagiku ditibani tugas-tugas khusus.”

(Toer, 2006: 1-2).

“Sukses revolusi Tiongkok dan berpadunya bangsa Tiongkok di bawah

pimpinan Sut Yat Sen menggema di Hindia. Seperti oleh angin sejuk

masyarakat Tionghoa di Hindia dipadamkan dari kebakaran perpecahan dan

teror. Arus nasionalisme Tiongkok semakin deras dan memuncak dengan

berdirinya Republik Tiongkok pada 1911.” (Toer, 2006: 3).

“Seorang terpelajar Pirbumi, bukan saja dpengaruhi, malah menjadi

pengagum revolusi Tiongkok, seorang raden Mas, siswa STOVIA, Sekolah

Dokter Jawa. Dia membentuk organisasi dengan cara-cara bukan Eropa dan

kelihatannya menggunakan acuan kaum nasionalisme Tionghoa. Dia gandrung

menggunakan senjata ampuh golongan lemah terhadap golongan tua yang

bernama boycott. Ia berkhayal mempersatukan bangsa-bangsa Hindia di Hindia

dan di perantauan, di kawasan selatan Asia dan Afrika, sebagaimana Sun Yat

Sen telah melakukan dengan bangsanaya. Ia bercita-cita membangun

nasionalisme Hindia dengan cara-cara yang oleh bangsa-bangsa Pribumi

Hindia dapat dimengerti. Semua itu dapat dipelajari dari tajuk-tajuknya dalam

Medan, suratkabar yang dipimpinnya sendiri, sekalipun jarang sekali dia

langsung menyebut-nyebut Tionghoa dan Tiongkok. Dengan S.D.I. dan dengan

ajarannya tentang boycott, ia memasang ranjau-ranjau waktu hampir setiap kota

besar di Jawa. Dan di mata Idenburg sudah terbayang-bayang sautu kali ranjau-

ranjau ini meledak, membakar Jawa bila tidak segera diambil tindakan. Tugas

seberat itu dipercayakan dan dipikulkan di pundaku: Jacques Pangemanann.”

(Toer, 2006:4-5).

Dari kutipan novel, dapat disimpulkan bahwa peristwia sebagai awal mulanya

cerita dalam novel adalah ketika Gubernur Jendral Idenburg yang sesungguhnya orang

yang akan menghapuskan sisa-sisa pemerintahan kolonial yang kejam terpaksa harus

berbalik arah. Berdirinya republik Tiongkok pada tahun 1911 oleh seorang tokoh

bernama Sun Yat Sen membuat seluruh Asia berusaha untuk lepas dari kejamnya

pemerintahan kolonial, termasuk Hindia. Di Hindia, seorang bernama R.M. Minke

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

25

mengikuti jejak dari revolusioner Tiongkok. Hal itulah yang membuat Gubernur

Jendral Idenburg khawatir masa pemerintahannya akan terancam dengan adanya R.M.

Minke.

2.1.2 Konflik

Konflik menyaran pada pengertian sesuatu yang bersifat tidak menyenangkan

yang terjadi dan atau dialami oleh tokoh (-tokoh) cerita, yang, jika tokoh (-tokoh) itu

mempunyai kebebasan untuk memilih, ia (mereka) tidak akan memlih peristiwa itu

menimpa dirinya (Meredith & Fitzgerald, 1972: 27) dalam Nurgiyantoro.

“Aku memulai tulisan ini pada umurku yang ke lima puluh. Aku anggap

usia tengah abad sudah cukup mantap untuk dapat menilai segala yang telah

dilewati, dilihat dan dialami. Orang terpelajar, sudah sepatutnya pada umur

sedemikian membuat penilaian tentang kebajikan dan kejahatan, kebenaran dan

kekeliruannya. Adalah tidak benar meninggalkan dunia ini dengan diam-diam,

dan berlagak suci di depan anak-anak, istri dan dunia itu sendiri! Aku

menghendaki anak-anakku berhasil, jauh lebih baik daripada aku sendiri, lebih

berbudi, lebih berkebajikan dan lebih bijak. Penilaian pertama atas perjalanan

hidup selama setengah abad ini adalah jelas: Sejak kecil sampai menjadi

Inspektur Polisi aku berada di jalan yang dikehendaki Tuhan. Sejak jadi Ajung

Komisaris sampai Komisari sekarang ini mentah-mentah aku berjalan di atas

lumpur, makin lama makin jauh memasuki padang lumpur, makin jauh dari

jalan yang dikehendaki oleh Tuhan. Kalianlah, anak-anaku, yang menjatuhkan

penilaian. Kalian akan tahu tentang diriku dan seluruh tanah Hindia, tempat aku

lahir dan bekerja menghamba pada Gubermen demi nafkah dan kesenangan-

kesenangan hidup. Barangkali lebih jujur jika kukatakan tempat aku

bergelimang di dalam lumpur. Bukankah sudah jelas? Baik sebagai Inspektur

maupun Komisaris Polisi, pekerjaanku tak lain terus mengawasi ketat

sebangsaku demi keselamatan dan kelangsungan hidup Gubermen. Semua

Pribumi – terutama Pitung-pitung modern yang mengusik-usik kenyamanan

Gubermen – semua telah dan akan kutempatkan dalam sebuah rumah kaca dan

kuletakan di meja kerjaku. Segalanya menjadi jelas terlihat. Itulah pekerjaanku:

mengawasi gerak-gerik seisi rumah kaca itu. Begitulah juga yang dikehendaki

Gubernur Jendral. Hindia tidak boleh berubah – harus dilestarikan. Maka bila

aku berhasil dapat menyelamatkan tulisan ini, dan sampai pada tangan kalian,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

26

hendaknya kepada catatan-catatanku ini kalian beri judul Rumah Kaca….”.

(Toer, 2006: 100-101).

Dari kutipan dalam novel, dapat disimpulkan bahwa konflik dalam

novel Rumah Kaca adalah ketika Gubernur Jendral Idenburg telah merasa

geram dengan adanya organisasi-organisasi Pribumi yang mencoba melawan

pemerintahannya saat itu. Kegeraman Gubernur Jendral Idenburg terpaksa

harus dilimpahkan kepada Jacques Pangemanann sebagai anggota kepolisian

yang bertugas memata-matai organisasi Pribumi. Jacques Pangemanann

dengan terpaksa harus membubarkan organisasi-organisasi Pribumi yang

sesungguhnya menurut dirinya tidak melakukan suatu permasalahan dan hanya

ingin menuntuk keadilan di negerinya sendiri.

2.1.3 Klimaks

Klimaks, menurut Stanton (1965: 16), adalah saat konflik telah mencapai

tingkat intensitas tertinggi, dan saat (hal) itu merupakan sesuatu yang tidak dapat

dihindari kejadiannya. Artinya, berdasarkan tuntutan dan kelogisan cerita, peristiwa

dan saat itu memang harus terjadi, tidak boleh tidak. Klimaks sangat menentukan (arah)

perkembangan plot. Klimaks merupakan titik pertemuan antara dua (atau lebih) hal

(keadaan) yang dipertentangkan dengan menentukan bagaimana permasalahan

(konflik itu) akan diselesaikan, (Nurgiyantoro, 2015: 127).

“Beginilah jadinya semua ini sekarang. Satu demi satu hilang dari

diriku. Satu demi satu meninggalkan diriku. Adakah bakalnya aku kehilangan

diriku sendiri juga, dan samasekali?” (Toer, 2006: 311).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

27

“Empatpuluh tahun lamanya aku telah jadi manusia sebagaimana aku

inginkan. Aku bentuk diriku sendiri dengan keras. Dalam beberapa belas tahun

belakangan, kekuatan yang lebih besar dari kekuatanku telah memberikan

padaku watak baru yang memerangi, menghancurkan aku sekarang ini:

compang-camping, kehilangan satu demi satu. Inilah aku.” (Toer, 2006: 312).

“Baik, mari aku jawab untukumu, Pitung Modern. Telah kau tanamkan

ranjau-ranjau-waktu di mana ada cabang dan ranting syarikat. Engkau tidak

menyadari, atau engkau berpura-pura tidak tahu. Peristiwa-perisitwa berturut

terhadap penduduk Tionghoa membuktikan kebenaran dugaanku. Ranjau-

ranjau-waktu itu memang ada. Bukan salah kami. Nenek-moyangmu sendiri

tidak pernah tahu tentang keadilan. Ranjau-ranjau tidak membutuhkan

keadilan. (Setidak-tidaknya demikian menurut Tuan. L.). Carilah sampai

setengah mati kata kesamaan dari adil itu dalam bahasa ibumu. Sampai

jambulmu beruban kau takkan dapatkan. Memang tidak ada dalam kehidupan

nenek-moyangmu. Dari tulisan-tulisan Eropa kau tahu apa itu adil dan kau

membutuhkan pada waktunya yang tepat. Tak ada barang yang kau butuhkan

itu. Untuk itu kau harus menunggu sampai seluruh bangsa-bangsa Hindia

menjadi murid yang baik dari Eropa. Kau sendiri murid yang kurang baik. Baru

sekuku yang kau peroleh darinya, kau sudah gembung dan hendak menentang.

Bukankah Boedi Moeljo lebih benar daripada kau? Boedi Moeljo sehat-sehat

dan baik-baik saja menyebarkan piranti pada bangsanya untuk dapat jadi murid

Eropa. Kau hendak melangkahi perkembangan. Kau harus jatuh. Sekiranya

tidak karena kemurahan hatiku, nasibmu akan menjadi lebih buruk lagi. Nah,

itulah jawabanku.” (Toer, 2006: 314).

Dari kutipan dalam novel, dapat dianalisis bahwa klimaks yang terdapat

dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer adalah ketika semua

orang telah meninggalkan dirinya, dia merasa bahwa dirinya bukan lagi seorang

polisi yang baik seperti dulu. Dia telah jatuh dalam sebuah kejahatan dalam

pekerjaan yang diperintah oleh atasannya hanya untuk mengamankan jabatan

dan karirnya sebagai polisi. Dalam kutipan, Dalam beberapa belas tahun

belakangan, kekuatan yang lebih besar dari kekuatanku telah memberikan

padaku watak baru yang memerangi, menghancurkan aku sekarang ini:

compang-camping, kehilangan satu demi satu. Inilah aku. Pada akhir cerita,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

28

sebagai imbalan dari kejahatannya, Jacques Pangemanann harus mati akibat

pikirannya yang semakin menekan dirinya sendiri. Akhir dari cerita tersebut

bermula pada tahun 1912 dan berakhir pada tahun 1919.

Dari hasil penelitian alur yang mencakup peristiwa, konflik, dan klimaks, dapat

disimpulkan bahwa novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer sebagai berikut.

Peristiwa terjadi pada tahun 1911, kemudian 1912 yaitu bagian dari penceritaan dan

1919 adalah akhir dari cerita. Alur dalam novel Rumah Kaca adalah alur maju. Hal itu

dapat dibuktikan dengan alasan bahwa sesungguhnya cerita ini adalah latar belakang

pengalaman seorang tokoh yang ditulisanya pada umur limapuluh tahun dan berjalan

sampai dirinya mati. Tokoh itu adalah Jacques Pangemanann.

2.2 Tokoh

Tokoh adalah orang (-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau

drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam

tindakan. Tokoh mempunyai sifat penting dalam sebuah cerita, yaitu sebagai

penggerak alur cerita. Dalam sebuah alur cerita, ucapan dan cara berlaku tokoh

menentukan karakteristik penokohannya dalam menentukan serial tindakan kekerasan

yang dimiliki setiap tokoh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

29

2.2.1 Tokoh Utama

Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam sebuah

cerita. Penceritaan tentang tokoh utama tersebut, baik sebagai pelaku kejadian ataupun

sebagai yang dikenai kejadian. Tokoh utama juga menjadi tokoh penentu

perkembangan alur dalam sebuah cerita.

2.2.1.1 Jacques Pangemanann

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh utama adalah

Jacques Pangemanann. Sedikit catatan tentang novel ini bahwa dari keempat novel

dalam tetralogi pulau buruh yang ditulis oleh Pramoedya, novel Rumah Kaca memillik

tokoh utama yang berbeda dari tiga novel sebelumnya. Tokoh utama, Jacques

Pangemanann, adalah seorang polisi yang bertugas sebagai juru arsip untuk memata-

matai kegiatan aktivis pribumi yang dapat mengancam kedudukan Gubermen sebagai

Gubernur pemerintahan Hindia Belanda.

2.2.1.2 Minke atau Raden Mas Minke

Dalam tetralogi pulau buruh karya Pramoedya Ananta Toer, Minke adalah

seorang tokoh utama dalam tiga novel sebelum Rumah Kaca. Tokoh Minke atau Raden

Mas Minke, adalah seorang jurnalis dan pelopor terbentuknya organisasi Sarekat

Dagang Islam. Minke adalah seorang tokoh perjuangan, aktivis yang selalu dimata-

matai oleh pemerintah Hindia-Belanda karena gagasan dan pemikirannya tentang

kebangkitan nasional.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

30

Kedua tokoh utama ini adalah penggerak jalannya cerita. Jacques Pangemanann

yang adalah seorang polisi, ditugaskan untuk memata-matai perjalanan aktivitas

Minke.

2.2.2 Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan adalah tokoh yang sering hadir dengan cerita yang lebih

sedikit dari tokoh utama. Dalam cerita, tokoh tambahan juga mempunyai peran penting

dalam mengembangkan atau membangun unsur dalam cerita. Namun dalam penelitian

ini, tokoh tambahan yang dianalisis adalah tokoh tambahan yang berkaitan dengan

jalannya cerita kearah tindak kekerasan struktural, kekerasan personal, dan kekerasan

budaya.

2.2.2.1 Gubernur Jendral Idenburg

Gubernur Jendral Idenburg adalah seorang gubernur Hindia Belanda pada tahun

1912. Gubernur Jendral Idenburg adalah orang yang mendirikan H.C.S., sekolah

Hollandsch Chineesche School, sekolah berbahasa Belanda untuk anak-anak

Tionghoa, setingkat dengan sekolah dasar Belanda E.L.S. atau Europeesche Lagere

School. Idenburg mendirikan sekolah itu dengan bermaksud agar orang-orang

Tionghoa yang berada di Hindia berpihak pada Eropa dan tak ada inisiatif untuk

melakukan pemberontakan terhadap pemerintahannya seperti yang terjadi di Tiongkok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

31

2.2.2.2 Komisaris besar Donald Nicolson

Dalam novel tersebut, Donald Nicolson adalah seorang atasan dari tokoh

utama, Jacques Pangemann. Donald Nicolson seorang yang berbangsa Inggris adalah

orang memerintahkan Jacques Pangemanann untuk memata-matai kegiatan seorang

Minke. Donald Nicolson juga seorang yang aktif dalam memburu aktifitas Minke

dengan tangan kanannya, Jacques Pangemanann. Dia juga sempat memanggil seorang

kepala gerombolan centeng Ondernemersbon, Robert Suurhof, untuk bekerjasama

dengan Pangemanann.

2.2.2.3 Robert Suurhof

Dalam novel tersebut, Robert Suurhof adalah seorang kepala gerombolan

centeng Ondernemersbon. Robert Suurof adalah seorang bayaran yang kerjanya

menakut-nakuti pejabat-pejabat kecil setempat dan penduduk tak berdaya, penjual

seribu macam kesaksian palsu agar tunduk pada keinginan pengusaha Eropa. Seorang

residivis yang kerjanya keluar masuk bui (Toer, 2006: 16).

2.2.2.4 Prinses Kasiruta

Prinses Kasiruta adalah istri dari R.M. Minke. Diceritakan bahwa Prinses

Kasiruta pernah melepaskan tembakan ketika Robert Suurhof dengan gerombolan

datang ke rumahnya. Gerombolan Suurhof pun lari tunggang langgang. Kemudian

setelah penangkapan dan pembuangan Minke, Prinses Kasiruta kemudian mendatangi

rumahnya yang saat itu telah ditempati Jacques Pangemanann untuk datang membalas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

32

dendam. Dia datang dua kali bersama Piah. Kedatangan kedua kalinya, Prinses

Kasiruta membawa sebuah senjata. Jacques Pangemanann pun langsung melapor

kepada polisi dan menyurun menggiring mereka ke kantor polisi.

2.2.2.5 Piah

Dalam novel Rumah Kaca, sosok Piah berperan sebagai pembantu dari Prinses

Kasiruta. Penggambaran fisik Piah dalam novel tidak dijelaskan secara deskriptif.

Diceritakan dalam novel bahwa Piah adalah seorang pembantu setia Prinses Kasiruta.

Dia selalu berada bersama Prinses Kasiruta dimanapun Prinses Kasiruta pergi.

2.2.2.6 Paulette

Dalam cerita, Paullette adalah istri dari tokoh utama, yaitu Jacques

Pangemanann. Paullete berasal dari Prancis. Digambarkan dalam novel, Paullete

adalah seorang istri yang sangat memperhatikan keadaan suaminya. Paullete sering

menegur dan memanjakan suaminya, Jacques Pangemanann. Dari pernikahnya dengan

Jacques Pangemanann, mereka memiliki empat orang anak, yaitu Marquis, Desire,

Andre, dan Henri. Dalam novel tersebut, diceritakan bahwa Paulette akhirnya

meninggalkan suaminya, Jacques Pangemanann, karena sudah tak tahan lagi dengan

pikiran-pikiran aneh dari suaminya yang tak bisa membedakan antara pekerjaan dan

rumah tangga mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

33

2.2.2.7 Rientje de Roo

Rientje de Roo adalah seorang pelacur muda, cantik, yang banyak

menggegerkan pemuda Betawi perlente, pelacur dengan tarif tertinggi. Yang biasa

melangganinya hanya bandit, koruptor, pedagang manipulator, dan pejabat tinggi.

Rientje de Roo pertama kali bertemu dengan Pangemanann ketika Suurhof bebas dari

penjara dan melaporkan pada Pangemanann bahwa dirinya berada didaerah Kwitang,

disebuah rumah Pavilyun. Saat itu, Rientje de Roo dipergunakan Robert Suurhof untuk

menggoda-goda Pangemanann. Rientje de Roo mengaku kepada Pangemanann bahwa

dirinya diperintah oleh Robert Suurfhof untuk bekerja sebagai pelacur. Robert Suurhof

merenggut Rientje de Roo dari keluarganya untuk jadi salah satu perabot kekuasannya,

(Toer, 2006:58).

2.2.2.8 Nyi Juju

Dalam novel tersebut, Nyi Juju digambarkan sebagai seorang perempuan

dengan tubuh besar, kulit dan potongan mukanya tidak memper Pribumi. Nyi Juju anak

dari Nyi Romlah. Nyi Juju diambil dan diperistri oleh Kelang karena paksaan. Nyi Juju

ditangkap dalam suatu insiden penggrebekan si Pitung yang dilakukan oleh

Pangemanann bersama enampuluh orang.

2.2.2.9 Nyi Romlah

Nyi Romlah adalah seorang wanita yang diambil oleh Tuan Piton alias

Pinkerton, untuk dijadikan istri. Nyi Romlah merupakan korban dari Pinkerton. Dia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

34

dipaksa untuk menjadi istri dari Pinkerton. Dari pengakuannya kepada Pangemanann,

dirinya diambil oleh tuan-tuang centeng dan dibawa ke rumah Piton. Saat itu tak ada

yang berani melawan anakbuah Pinkerton.

2.2.2.10 Frits Doertier

Frits Doertier dalam novel tersebut berperan sebagai pesuruh dikantor tempat

Pangemanann bekerja. Digambarkan dalam novel bahwa tokoh Frits berumur belasan

tahun dan berpendidikan sekolah dasar.

2.2.2.11 Hadji Samadi

Hadji Samadi adalah seorang tokoh pendiri organisasi S.D.I (Sarekat Dagang

Islam). Dalam novel tersebut diceritakan bahwa Hadji Samadi adalah pengganti Minke

dalam urusan keorganisasian S.D.I. Hadji Samadi juga yang mengeluarkan pernyataan

bahwa berdirinya sebuah organisasi Syarikat Islam.

2.2.2.12 Wardi

Wardi, dengan nama lengkap Raden Mas Soewardi Soerjaningrat adalah salah

satu pendiri dari Indische Partij bersama D. Douwager dan Tjiptomangun. Wardi

dalam cerita tersebut akhirnya ditangkap oleh serdadu satu kompi pasukan KNIL,

bersama Jacques Pangemanann.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

35

2.2.2.13 D. Douwager

D.Douwager, penulis Rumah Kaca lebih suka menyebutnya kemanakan

Multatuli, penulis Belanda. Dalam novel tersebut diceritakan bahwa D.Douwager

adalah salah satu pendiri dari Indische Partij dengan kedua temannya, yaitu Wardi, dan

Tjiptomangun. Douwager pernah mengikuti perang pada pihak Transvaal melawan

Inggris di Afrika Selatan. Douwager juga menjadi salah satu sasran Pangemanann

untuk dimata-matai karena aktivitasnya dengan Indische Partij.

2.2.2.14 Tjiptomangun

Tjiptomangun adalah seorang dokter. Dalam novel Rumah Kaca diceritakan

bahwa Tjiptomangun, bergabung bersama dan membentuk Indische Partij dengan trio

yang dikenal sebagai D-W-T alias Douwager, Wardi, dan Tjiptomangun.

2.2.2.15 Ayah Soendari

Diceritakan dalam novel, bahwa ayah Soendari adalah seorang terpelajar

jebolan STOVIA dan pernah menjabat kepala Pengadaian Negeri Pemalang. Dalam

novel diceritakan bahwa Ayah Soendari kala itu harus menjemput dan membawa

pulang anaknya dan memberhentikan aktivitas anaknya. Semua itu karena perintah dari

Gubermen.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

36

2.2.2.16 Bernhard Meyerson

Bernhard Mayerson adalah seorang dokter berkebangsaan Jerman. Dia tinggal

di lingkungan Goenawan, teman Minke. Bernhard Meyerson-lah yang memeriksa

Minke terakhir kalinya, sebelum memutuskan bahwa Minke hanya terserang penyakit

disentri, sakit perut. Bernhard Meyerson orang yang sederhana itu diancam oleh

seorang pemuda peranakan Eropa untuk tidak memeriksa Minke.

2.2.2.17 Pemuda

Dalam novel tersebut, tokoh Pemuda digambarkan adalah seorang peranakan

Eropa. Diceritakan bahwa dirinya datang menghampiri seorang dokter bernama

Bernhard Meyerson dan mengencam dokter itu agar tak memeriksa Minke dan

mengatakan bahwa pasiennya tersebut hanya sakit perut, disentri.

Dalam penelitian ini, tokoh-tokoh yang telah dipaparkan adalah tokoh-tokoh

yang mendukung atau mengembangkan cerita dalam novel Rumah Kaca. Tokoh-tokoh

yang dipaparkan adalah tokoh-tokoh yang mengalami tindakan kekerasan.

Adapun tokoh-tokoh yang menjadi unsur pembangun cerita yang tidak

mengalami unsur tindak kekerasan akan dipaparkan juga sebagai berikut. Tokoh-tokoh

ini menjadi salah satu bagian penting pembangun cerita dalam novel Rumah Kaca

karya Pramoedya Ananta Toer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

37

2.2.2.18 Si Pitung

Dalam novel diceritakan bahwa si Pitung berperan sebagai sosok yang selalu

hadir dalam imajinasi Jacques Pangemanann. Si Pitung selalu mengganggu,

mengancam, dan menantang Jacques Pangemanann di dalam pikirannya. Dalam novel,

di dalam pikiran Pangemanann, si Pitung adalah seorang yang berjubah putih,

bersorban putih. Giginya meringis, dua diantaranya ompong disamping.

2.2.2.19 Tuan L

Digambarkan dalam novel bahwa tokoh L mempunyai perawakan seorang

Belanda totok, muda, seorang arsivaris yang tak banyak diketahui oleh banyak umum.

Rambutnya pirang sibak tengah, dan tubuhnya jangkung dan berisi. Tokoh L berperan

saat Pangemanann mendapat surat mandat dari Algemeene Secretarie untuk

mempelajari beberapa dokumen-dokumen penting.

2.2.2.20 Tuan de Beer

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Tuan de Beer

tidak dijelaskan tentang deskripsi fisik dan juga psikis. Dalam novel tersebut

diceritakan bahwa tuan De Beer hanya bertemu Pangemanann saat berada di kantor

Algemeene Secretarie.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

38

2.2.2.21 Tuan Mr. K

Mr. K., adalah seorang intelektual dan seorang sarjana Hukum. Ia disegani oleh

tokoh-tokoh kolonial selebihnya, seorang teoritikus kolonial tanpa tanding. Dalam

novel tersebut digambarkan bahwa; pandangan matanya membikin orang menunduk

dan suaranya memaksa orang untuk menekur menyimak. Di kalangan elite, ia selalu

jadi pusat perhatian. Dan orang menungu-nunggu apa yang dikatakannya, (Toer: 2006:

85).

2.2.2.22 Tuan De Cagnie

Tuan De Cagnie adalah seorang Prancis, ayah angkat dari Jacques

Pangemanann. Tuang De Cagnie yang seorang apoteker tak mempunyai anak bersama

istrinya. Mereka membawa Pangemanann ke Lyon, tempat mereka mempunyai apotik

dan pabrik obat kecil.

2.2.2.23 Tuan De Man

Tokoh Tuan De Man dalam novel berperan sebagai pesuruh tokoh L. Cerita

dalam novel tersebut menceritakan bahwa tokoh Tuan De Man bertugas mengawasi

Pangemanann yang sedang mempelajari dokumen-dokumen di kantor

s’Landscharchief.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

39

2.2.2.24 Tuan R

Tuan R adalah sep baru Jacques Pangemanann saat berkantor di Algemeene

Secretarie. Tuan R berasal dari Perancis dan seorang sarjana Hukum. Tuan R

diceritakan dalam novel adalah seorang yang bersifat konservatif terhadap ke-

nasionalisme-nya.

2.2.2.25 Nikolaas Knor

Nikolaas Knor adalah seorang pengatur rumah tangga dikantor Algemenee

Secretarie. Nikolaas Knor dalam novel tersebut digambarkan sebagai seorang totok,

bertubuh gemuk dan tidak begitu tinggi. Seluruh rambutnya sudah putih.

2.2.2.26 Simon Zwijger

Simon Zwijger adalah seorang tukang bersih-bersih dikantor Algemenee

Secretarie.

2.2.2.27 Tuan Gr

Dalam novel diceritakan bahwa Tuan Gr seorang yang berinisiatif bekerjasama

bersama Jacques Pangemanann di Algemeene Secretarie.

2.2.2.28 Mr. De Lange

Mr. De Lange diceritakan dalam novel adalah seorang mantan Komisaris Polisi

yang tewas bunuh diri di kantor yang ditempati Jacques Pangemanann. Jacques

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

40

Pangemanann menggantikan posisi Mr. De Lange yang tewas bunuh diri itu di kantor

Algemeene Secretarie.

2.2.2.29 Cor Oosterhof

Cor Oosterhof adalah seorang yang membantu Jacques Pangemanann dalam

memata-matai dan menghentikan perkembangan Syarikat Islam. Cor Oosterhof

digambarkan sebagai orang yang sangat mudah diajak bekerjasama dibandingkan

dengan RobertSuurhof. Dirinya tak pernah menunjukan suatu keangkuhan kepada

Jacques Pangemanann. Cor Oosterhof juga pernah terlibat dalam perkara

penyulundupan candu.

2.2.2.30 Mas Tjokro

Mas Tjokro atau seorang krani Borsumij Surabaya, dia seorang terpelajar baru

yang menggantikan Minke di dalam organisasi S.D.I.

2.2.2.31 May Le Boucq

May Le Boucq adalah salah satu penyanyi populer Prancis. Dalam novel

diceritakan bahwa Pangemanann sangat menyukai nyanyian May Le Boucq.

2.2.2.32 Mas Marco Kartodikromo

Dalam novel tersebut, diceritakan bahwa Mas Marco Kartodikromo alias

Marko adalah anak rohani dari Raden Mas Minke. Dalam novel tersebut juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

41

diceritakan bahwa Marko sangat mengagumi seorang wanita bernama Siti Soendari.

Marko juga pernah di penjara di Sala.

2.2.2.33 Siti Soendari

Siti Soendari adalah seorang pengarang wanita pada masa itu. Diceritakan

dalam novel bahwa Siti Soendari seorang lulusan H.B.S Semarang. Digambarkan

bahwa Siti Soendari wajahnya seperti daun sirih dan kulitnya langsat serta bibirnya

tipis. Ia terkenal karena keberaniannya dalam menulis dan berpidato untuk

mempropagandakan kebangkitan nasional. Dia juga menjadi salah satu sasaran yang

dimata-matai Jacques Pangemanann. Dan juga salah satu anak rohani dari Minke.

2.2.2.34 Strooman

Strooman, dalam cerita tersebut adalah seorang peranakan Eropa dan seorang

marine. Strooman adalah seorang setengah Inlander.

2.2.2.35 Herschenbrok

Herschenbrok adalah seorang pesuruh, seorang pegawai rendahan yang bekerja

diruangan Pangemanann dikantor Algemeene Secretarie.

2.2.2.36 Semaoen

Dalam novel, diceritakan bahwa Semaoen adalah seorang anak yang berumur

enambelas tahun. Semaoen adalah seorang anak yang berjiwa berani. Di umur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

42

enambelas tahun, dia sudah menjadi bagian dari V.S.T.P. Vereeniging van Spoor en

Trampersoneel. Semaoen adalah anak yang pandai berbicara di depan umum. Dia

diceritakan memperlihatkan diri sebagai calon agitator yang tangguh.

2.2.2.37 Mas Soewoyo

Mas Soewoyo atau Soewoyo adalah seorang Sekretaris dari Boedi Moeljo.

Diceritakan dalam novel, Mas Soewoyo ketika itu datang kepada Jacqeus

Pangemanann sebagai wakil utusan Boedi Moeljo.

2.2.2.38 Van Limburg Stirum

Jendral Van Limburg Stirum adalah seorang jendral Hindia yang

menggangtikan Jendral Idenburg.

2.2.2.39 Sarimin

Sarimini, diceritakan dalam novel adalah seorang agen polisi klas satu.

Diceriakan bahwa Sarimin datang kerumah Pangemanann untuk memberitahukan

kematian Rientje de Roo. Dirinya juga yang memegang buku perkara kematian Rientje

yang dalam buku itu tertulis nama Jacques Pangemanann. Dari dirinya, Pangemanann

sangat terusik dan menjadi terancam dengan adanya buku catatan Rintje yang dipegang

hanya oleh Sarimin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

43

2.2.2.40 Tuminah

Tuminah diceritakan dalam novel adalah seorang babu atau pembantu dirumah

Jacques Pangemanann. Diceritakan dalam novel, bahwa Tuminalah satu-satunya orang

yang membantu Jacques Pangemanann saat dalam keaadaan sakit. Ketika ditinggal

istrinya, Tumina-lah yang merawat Jacques Pangemanann. Tuminah adalah seorang

yang buta huruf, dari kampung, yang hanya tahu bahasa ibunya.

2.2.2.41 Perwakilan Sindikat Gula

Diceritakan dalam novel bahwa Perwakilan Sindikat Gula adalah seorang pria

muda yang langsing, tanpa kumis dan jenggot. Diceritakan dalam novel bahwa

perwakilan sindikat gula itu datang menemui Pangemanann untuk memberitahukan

bahwa semua uang simpanan milik Pangemanann telah habis.

2.2.2.42 Goenawan

Goenawan diceritakan adalah seorang pria bekas tokoh Syarikat Islam cabang

Betawi. Diceritakan dalam sebuah percakapan dengan Minke, Goenawan pernah

berselisih paham dengan Minke sewaktu mereka masih bersama-sama di S.D.I.

2.3 Penokohan

Penokohan adalah unsur penting dalam cerita fiksi. Penokohan adalah

pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

44

cerita unsur penokohan menunjuk pada sebuah teknik perwujudan dan pengembangan

tokoh dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2015: 248).

Penokohan secara singkat diartikan sebagai sifat atau karakteristik dari seorang

tokoh dalam cerita. Sifat dan karakteristik tokoh mempengaruhi struktur bagian dalam

sebuah cerita. Sifat dan karakteristik inilah yang menjadi sebuah gambaran tentang

bagaimana kondisi fisik, sifat dan psikis serial tokoh mengalami tindak kekerasan.

2.3.1 Jacques Pangemanann

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, Jacques

Pangemanann dengan dua -n adalah tokoh utama yang berperan sebagai seorang

Inspektur Polisi tingkat I. Digambarkan dalam novel fisik Pangemanann adalah

seorang pria berumur limapuluh tahun, dan seorang yang berpendidikan Prancis.

Dalam novel juga diceritakan bahwa Jacques adalah seorang Menado, yang ketika

menjelang lulus E.L.S. di Menado, diambil menjadi anak angkat oleh seorang Prancis

bernama Tuan De Cagnie dan istri. Setelah itu, Pangemanan memulai karir polisi sejak

di Vlaardingen sampai di Hertogenbosch, kemudian ke Betawi.

Jacques Pangemanann mempunyai istri bernama Paulette. Dari pernikahannya

dengan Paulette, dia mempunyai empat orang anak bernama Marquis, Desire, Andre,

dan Henri. Marquis dan Desire berada di Nederland untuk melanjutkan pendidikannya,

sedangkan Andre dan Henri berada bersama-sama Pangemanann dan Paulette.

Karir kepolisiannya bermula saat dirinya bekerja di kepolisan, menjadi

Inspektur polisi. Setelah tujuh tahun, dia naik jabatan menjadi seorang Ajung

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

45

Komisaris. Karir Pangemanan kemudian naik lagi menjadi seorang Komisaris Besar.

Setelah menjadi Komisaris Besar, Jacques kemudian naik jabatan atau dalam novel

disebutkan bahwa dirinya pensiun dini dan menjadi bagian di Algemeene Secretarie.

Sifat dan karakteristik Jacques Pangemanan dalam novel diceritakan adalah

seorang yang baik, seorang yang berpendidikan, dan mencintai kebenaran. Namun

dalam tugasnya sebagai polisi yang bekerja di bawah pemerintahan Hindia, maka harus

mengerjakan semua pekerjaan yang sesungguhnya ditentang oleh Pangemanann. Hal

itulah yang membuat dirinya semakin menjadi orang yang selalu memikirkan

kedudukan hati kolonialnya menjadi seorang yang posesif terhadap ancaman karirnya.

Diceritakan dalam novel, kala itu pemerintahan Hindia Gubernur Jendral

Idenburg di tahun 1912, tahun terberat buat Sang Gubernur Jendral. Pemerintahan

Hindia digoncang dengan adanya pertumbuhan organisasi yang di motori oleh

pemimpin surat redaksi kabar Medan, yaitu R.M. Minke. Sebagai polisi, atasan Jacques

Pangemanan, Komisaris Donald Nicolson memberi perintah dari Algemeene Secretarie

untuk Pangemanann agar memata-matai aktivitas Minke.

Pada mulanya, Jacques Pangemanan tidak mendapatkan sebuah bukti bahwa

Minke adalah seorang kriminal. Bahkan, Jacques Pangemanann semula ingin

membantu Minke dalam membela kaum Pribumi. Namun karena desakan dan ancaman

dari atasan dan juga Gubermen, Pangemanann akhirnya membalikan semua

keinginannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

46

Dalam novel Rumah Kaca, Jacques Pangemanann mengalami sesuatu pilihan

dalam hidupnya; antara memilih prinsip atau karier? Dan moral atau jabatan? Tekanan

demi tekanan terus menghampirinya. Dari novel dikutip;

“….. Mengapa kubiarkan kenyataan dan harapan bertarung dalam

diriku? Mestikah aku dihadadapkan pada pilihan? Prinsip atau karier? Moral

atau jabatan? Aku tahu benar aku membutuhkan kedua-duanya…..”, (Toer:

2006:45).

Semula Pangemanan ingin membantu Minke. Dia menilai bahwa Minke adalah

orang yang baik dan tidak cukup bukti untuk menjadi seorang kriminal.

“Di hotel ini juga ku bulatkan tekad: harus kubantu orang yang berhati

baik dan berkemauan baik untuk Pribumi bangsanya itu. Demi Tuhan, aku akan

membantunya. Dia sebagai pribadi, aku sebagai pribadi, Demi Tuhan! Beri aku

kekuatan. Orang itu harus berhasil. Keadaan telah membantunya. Jaman telah

membikin Pribumi membutuhjan organisasi. Aku harus berpihak pada yang

maju, berpihak pada progresivitas sejarah. Ini kata nuraniku. Murni. Tak ada

kepentingan pribadi tersangkut didalamnya.” (Toer, 2006: 31).

Dengan tekanan dari atasannya, Komisaris Besar Donald Nicolson di

kepolisian, dan tekanan dari pemerintah Hindia, yaitu Gubermen, mengharuskan

Jacques Pangemanann mengikuti perintah dari mereka. Dalam novel tersebut dikutip

bahwa Jacques Pangemanann akhirnya memilih untuk menyingkirkan Minke dan

memilih jabatannya di Kepolisian. Walaupun sesungguhnya, Minke adalah orang yang

sangat dikagumi oleh Pangemeanann, dia menganggap Minke sebagai guru.

“Demi karierku, Minke, pemimpin redaksi Medan harus

disingkirkan….,”, (Toer: 2006: 53).

“Aku tahu, itu tidak berarti dia angkat mencabut pengangkatan dan

jabatanku. Kertas yang selama ini aku susun bukan atas perintah dia, atas

perintah Algemeene Secretarie. Dia hanya penyampai. Tak ada kekuatan yang

dapat menghalang-halangi kehendak instansi puncak itu. Sekalipun melanggar

hierarki yang ada. Pada akhirnya ini berarti aku tetap harus mengendalikan

kegiatan orang yang paling ku hormati dengan tindakan, cara dan tenaga diluar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

47

hukum. Aku yang harus mengerjakan. Aku, seorang pejabat kepolisian, seorang

abdi dan pelaksana hukum.”

“Kemudian terjadi yang tiada ku duga-duga. Aku mendapat surat

perintah melaksanakan vonis Raad van Justicie Batavia atas diri Minke,

pemimpin redaksi Medan – perintah pengasingan ke Ambon. Tanganku

menggeletar menerima surat perintah itu. Aku harus berhadapan dengan orang

yang harus kulumpuhkan.” (Toer, 2006: 68)

“Mereka berdua takkan pernah mengenal Pangemanann dengan dua n.

Mereka tak tahu bagaimana ia terbungkuk-bungkuk tertindas nuraninya,

menjadi orang tak berprinsip tanpa kemauan sendiri. Jadilah dia seorang Jongos

yang kerjanya hanya membersihkan kotoran-kotoran mereka. Wajah etik eropa

harus tetap bersih dan untuk itu aku harus dan boleh pakai cara-cara paling

kotor sekalipun.” (Toer, 2006: 82).

“Kata-kata Tuan K. yang merangsang otakku bekerja mempunyai

persangkutan dengan pekerjaanku. Filipina kedua bisa terjadi atas negeri

jajahan kita ini, katanya, kita bisa tertendang keluar!” (Toer, 2006: 89)

Setelah Jacques Pangemanann berhasil menyingkirkan Minke, tugas

Pangemanann ternyata belum selesai. Keadaan semakin bertambah parah di Hindia.

Oleh karen itiu, Jacques Pangemanann, orang yang telah berhasil menyingkirkan

Minke kembali ditugaskan dalam sebuah penggrebekan pada gerombolan Pitung.

“Begitulah aku berangkat membawa sepasukan gabungan polisi-

lapangan Betawi dan Buitenzorg, dengan kekuatan mendekati enampuluh

orang.

Di daerah sisa gerombolan Pitung berkuasa sudah tak ada hukum lagi,

tak ada pemerintahan. Yang ada hanya teror, ketakutan, pembunuhan,

penculikan, penganiayaan,. Aku rajang-rajang wilayah kejahatan ini menjadi

medan-medan kecil dengan gerakan cepat, keras dan tanpa ampun. Tuan-tuan

tanah Inggris, Tionghoa dan Belanda bersama keluarga, sebelumnya telah

melarikan diri dan mengungsi ke Betawi atau Buitenzorg.” (Toer, 2006: 73)

“Bila mau memasuki kampung, dua-tiga kali tembakan ke udara telah

membikin kampung itu sunyi senyap. Orang pada berlarian menyembunyikan

diri. Hanya anggota-anggota gerombolan yang tidak sembunyi di dalam rumah.

Mereka memusatkan diri dibalik-balik rumpun bambu. Mengetahui kebiasaan

ini berarti tahu bagaimana menumpasnya.” (Toer, 2006: 73-74).

“Ini kata-kata pelita bagiku. Hati-hatilah kau Pangemanann terhadap

kaum terpelajar Pribumi Hindia. Mereka pun bisa berbuat seperti terpelajar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

48

Pribumi Filipina, yang karena tiada berpengalaman mengundang negara

kolonial lain untuk membantunya.” (Toer, 2006: 89).

Jacques Pangemanann mempunyai suatu penyakit. Dia mengalami suatu

gangguan syaraf yang di akibatkan oleh pekerjaannya yang begitu berat dirasakannya.

Kejadian-kejadian mistis selalu dirasakannya, yaitu munculnya si Pitung dan Minke

dalam khayalannya.

“Ziihh, dengusku mengusir bayangan setan itu. Dan barulah ia hilang.

Tak pernah aku sampaikan gangguan syaraf ini pada istriku. Pergi pada

psikiater juga tak mungkin. Tak ada seorangpun diseluruh Hindia. Kenaikanku

menjadi Ajung Komisaris disertai kebiasaan mendengus Zihhh untuk mengusir

bayangan si Pitung. Ditambah pula serangan pitam-naik darah setiap kali

datang tuang-tuan ke rumah untuk mengucapkan terimakasih dengan cara

sendiri-sendiri. Dan jarang mereka datang dengan tangan kosong. Kadang-

kadang kepada istriku, kadang-kadang kepada anak mereka membawakan

sesuatu. Terimakasih karena mereka tak terganggu lagi melakukan

kesewenangan-wenangannya yang dulu terhadap Pribumi.” (Toer, 2006:81)

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, Jacques

Pangemanann menuliskan sebuah catatan yang diberinya judul Rumah Kaca kepada

keluarganya tentang apa sesungguhnya yang dia kerjakan.

“Itu tidak boleh. Maka aku putuskan membikin tulisan ini, agar kalian

tahu, istriku, agar kalian lebih mengenal lebih baik siapa sesungguhnya aku ini.

Dia samasekali tidak sebaik penialaian kalian, mungkin juga kebalikannya

secara total. Dan kalian, anak-anakku, jangan sampai mencontoh ayahmu,

seorang budak penghidupan yang kehilangan prinsip……,” (Toer, 2006: 99)

“Jangan contoh aku. Anggaplah ayahmu sebagai pribadi yang punah,

pribadi yang kalah, budak. Jadilah orang-orang yang erhati murni, berprinsip,

berpribadi, sebagaimana dicita-citakan peradaban Eropa…..,” (Toer,2006: 99)

“Aku memulai tulisan ini pada umurku yang ke limapuluh. Aku anggap

usia tengah abad sudah cukup mantap untuk dapat menilai segala yang telah

dilewati, dilihat dan dialami…...,” (Toer, 2006: 100)

“..… Penilaian pertama atas perjalann hidup selama setengah abad ini

adalah jelas: Sejak kecil sampai jadi Inspektur Polisi aku berada di jalan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

49

dikehendaki Tuhan. Sejak jadi Ajung Komisaris sampai Komisaris sekarang ini

mentah-mentah aku berjalan di atas lumpur, makin lama makin jauh memasuki

padang lumpur, makin jauh dari jalan yang dikehendaki Tuhan.” (Toer, 2006:

100).

“Bukankah sudah jelas? Baik sebagai Inspektur maupun Komisaris

Polisi, pekerjaanku tak lain terus mengawasi ketat sebangsaku demi

keselamatan dan kelangsungan hidup Gubermen. Semua Pribumi – terutama

Pitung-Pitung modern yang mengusik-usik kenyamanan Gubermen – semua

telah dan akan ku tempatkan dalam sebuah rumah kaca dan kuletakan di meja

kerjaku. Segalanya menjadi jelas terlihat. Itulah pekerjaanku: mengawasi

semua gerak-gerik seisi rumah kaca itu. Begitula juga yang dikehendaki

Gubernur Jendral. Hindia tidak boleh berubah – harus dilestarikan. Maka bila

aku berhasil dapat menyelamatkan tulisan ini, dan sampai pada tangan kalian,

hendaknya kepada catatan-catatanku ini kalian beri judul Rumah Kaca…”

(Toer, 2006: 101)

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Jacques Pangemanann

adalah seorang yang sesungguhnya baik. Namun karena dia memilih jabatan dan

kariernya, dia menjadi seorang yang jahat. Pangemanann memiliki sikap yang egois

dan perlakuan yang buruk kepada istrinya, Paulette. Namun Jacques Pangemanan

adalah seorang yang cerdik, licik, dan pintar dalam tugasnya sebagai polisi dan juga

anggota Algemeene Secretarie.

2.3.2 Minke atau Raden Mas Minke

Minke atau Raden Mas Minke, dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer adalah seorang pemimpin redaksi surat kabar Medan. Seorang yang

sangat berpengaruh dan juga pendiri S.D.I. Digambarkan dalam novel, Minke seorang

yang berkulit langsat, kumisnya terpelihara baik, hitam dan terpilin meruncing ke atas

pada ujung-ujungnya, dan tingginya mendekati 1.65 meter.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

50

Dalam novel tersebut disebutkan bahwa Minke seorang yang baik.

“Dia termasuk golongan manusia yang pada dasarnya baik, tidak jahat.

Jelas bukan kriminal. Dia selalu berpakaian Jawa: destar, baju tutup putih

dengan rantai emas arloji tergantung pada saku atas bajunya, berkain batik

dengan wiron agak lebar dan berselop putih. Bila berjalan ia tak pernah

berlenggang dengan kedua belah tangannya, sejauh kuketahui, tidak

berlenggang, karena mengangkat dan memegangi ujung kain sebelah bawah.

Kulit agak langsat, kumis terpelihara baik, hitam lebat dan terpilin meruncing

keatas pada ujung-ujungnya. Langkahnya tegap, diwibawai perawakan yang

kukuh. Tingginya agak mendekati 1.65 meter. Untuk ukuran Pribumi, dia

termasuk ganteng, gagah, dan menarik, terutama bagi wanita. Tangan dan

mulutnya tidak hemat dalam menggunakan kata-kata, sehingga orang-orang

Pribumi yang biasa yang bercadang-cadang menjadi segan di dekatnya”, (Toer,

2006: 10-12).

Dalam cerita tersebut, Pangemanann mengakui bahwa Minke adalah titik-bakar

perkembangan mendatang. Belum pernah dalam seratus tahun ini seorang Pribumi

karena kepribadiannya, kemauan baik dan pengetahuannya, dapat mempersatukan

ribuan orang tanpa mengatasnamakan raja, nabi, wali, tokoh wayang atau iblis. Minke,

yang adalah seorang mantan siswa STOVIA, sekolah dokter Jawa, membentuk

organisasi-organisasi dengan cara-cara bukan Eropa dan menggunakan acuan kaun

nasionalisme Tionghoa. Dia gandrung dalam menggunakan senjata ampuh golongan

lemah terhadap golongan kuat bernama boycott. Minke berkhayal mempersatukan

bangsa-bangsa Hindia di Hindia dan di perantauan, dan juga membangun nasionalisme

Hindia dengan cara-cara yang oleh bangsa-bangsa Pribumi Hindia dapat mengerti.

Minke, adalah seorang pemimpin redaktur surat kabar Medan, dan dari surat kabar-lah,

Minke mempelopori pergerakan kebangsaan untuk melawan kolonialisme di Hindia.

Dalam novel diceritakan bahwa Minke diasingkan ke Ambon dan dihukum

tanpa peradilan. Minke diasingkan ke Ambon selama lima tahun. Setelah kembali dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

51

Ambon, dia dijemput oleh Jacques Pangemanann. Dalam pertemuan yang kesekian

kalinya dengan Pngemanann, Minke tetap merasa kebebasannya direnggut karena

harus terus bersama dengan Pangemanann. Sikap Minke yang tegas dan berpendirian

terus ada sekalipun dirinya telah diasingkan. Hal itu dibuktikan dengan adanya surat

yang diminta oleh pemerintah Hindia untuk ditandatangani oleh Minke agar tidak

mencampuri dan mengkikuti segala macam keorganisasian tidak dilakukan Minke.

Minke tak mau menanggapi hal tersebut dan langsung meninggalkan Pangemanann

sebagai orang yang memberikan surat tersebut padanya.

“Dia tetap dalam kebesarannya. Dan aku sudah kehilangan prinsip-

prinsip, sudah berubah jadi manusia lain. Aku sendiripun tidak mengenalinya

lagi. Dia orang besar, dia telah membangun pekerjaan besar untuk bangsanya.”

(Toer, 2006: 68)

“Minke bersikap tenang seakan tak terjadi sesuatu. Ia tak punya

keinginan untuk membawa perbekalan. Yang dibawanya hanya hanya kertas-

kertasnya.” (Toer, 2006: 68-69).

“Minke mengangguk, tidak mengucapkan sepatah kata pun. Orang yang

royal dengan kata-katanya dalam suratkabarnya sekarang terlalu mahal dengan

kata-katanya. Orang yang biasa didengar orang, kini harus mendengarkan saja

ketentuan-ketentuan kolonial yang diberlakukan atas dirinya. Orang yang selalu

dibaca tulisannya, kini hanya meembacai peratiran-peraturan tentang

pembatasan kebebasannya.”

“….. Di sana ia di kenakan tahanan rumah. Harus melapor bila

berhubungan dengan seseorang dari luar rumahnya. Setiap minggu harus

mengajukan daftar orang atau tempat-tempat yang akan dikunjungi dalam tujuh

hari mendatang, dan melaprokan pertemuan-pertemuan yang telah

dilakukannya. Ia mendapat uang jaminan sebesar gaji seorang lulusan

STOVIA, tetapi karena ia tidak lulus, ia tidak menerima delapanbelas, tapi

limabelas gulden setiap bulan. Ia boleh menerima surat tapi ia tidak boleh

menulis surat kepada siapapun tanpa ijin. Gubernur memberikan untuknya

semua terbitan yang dikehendakinya, sebaliknya ia tidak boleh mengungumkan

sepatah kata pun dalam terbitan apapun.

“Bagi orang yang biasa mendapatkan pendapatnya, dapat aku rasakan,

ketentuan itu merupakan aniaya berat, siksaan batin bagi seseorang manusia

modern.” (Toer, 2006: 131).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

52

Dapat disimpulkan bahwa penokohan R.M. Minke adalah seorang yang tidak

suka pada ketidakadilan bagi negerinya, dalam novel disebut nasionalisme. Dia orang

yang baik, tidak banyak bicara untuk lawan bicaranya yang dianggap tidak penting. Ia

selalu waspada disetiap rasa kecurigaannya muncul karena pengaruh kolonial

terhadapnya.

2.3.3 Prinses Kasitura

Prinses Kasiruta dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer

berperan sebagai istri Minke. Dalam novel, tidak dijelaskan secara deskriptif tentang

fisik Prinses Kasiruta. Sebagai seorang istri Minke, Prinses Kasiruta sangat

menyayangi suaminya. Semua itu terbukti ketika Robert Suurhof dan gerombolannya

datang di rumah Minke dan Prinses Kasiruta. Prinses Kasiruta melepaskan tembakan

yang membuat gerombolan Robert Suurhof lari ketakutan dari rumah itu.

“Ia menyusul, mencoba berjalan seiring. Menjawab dengan bisikan,

“Tidak, tuan. Sungguh mati aku tidak menembaknya.”

“Pembohong! Penipu! Bajingan!” makiku dalam bisikan.

“Sungguh mati, Tuan. Dia yang nembak.”

Aku berhenti berjalan. Ku tatap mukanya, bertanya tak percaya: “Dia yang

menembak? Dia? Minke?”

“Bukan, Tuan. Istrinya!” (Toer, 2006: 26).

“…… Dan Prinses Van Kasiruta, perempuan garang itu, melengking-

lengking kehilangan suami yang dipujanya selama ini. Yang terkapar tinggallah

seperti yang lain-lain yang terkapar. Wanita itu sangat mengagungkan

suaminya, mendorong-dorongnya untuk selalu bertindak tegas. Barangkali

ketegangan itu sangat meragukan, kare datangnya setelah Prinses van Kasiruta

mengusri gerombolan Suurhof dengan tembakan…..” (Toer, 2006: 63-64)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

53

Prinses Kasiruta memiliki sifat kesetiaan pada suaminya. Hal itu terjadi saat

dirinya dan pembantunya, Piah, datang ke rumah Jacques Pangemanann yang dulunya

juga rumahnya dan suaminya. Diceritakan bahwa Prinses Kasirtua dan Piah terlihat

berdiri di dekat pagar rumah Jacques Pangemanann dan melihat kearah Jacques

Pangemanann dan Tuan L. yang sedang duduk diberanda rumah. Saat itu mereka diusir

oleh pihak penjaga istana yang dihubungi oleh Jacques Pangemanann. Kesetiaan

Prinses Kasiruta untuk membalas dendam terlihat lagi saat untuk keduakalinya mereka

mendatangi rumah Jacques Pangemanann. Dan saat itu pula Prinses Kasiruta datang

dengan memegang sebuah senjata api.

“Tiba-tiba suatu kekejutan membikin tanganku kehilangan tenaga.

Teropong itu jatuh ke atas kaca pelapis meja.

“Jacques!” istriku terpekik, melemparkan pekerjaannya. Juga anak-

anak berhenti membaca. Semua mengawasi aku.

Aku sendiri bergegas pergi ke pesawat telepon. Menghubungi kantor

polisi, minta diusirkan kedua perempuan itu!

“Dan geledah mereka.”

Perempuan itu tak lain dari Piah. Yang di depan si penembak mahir

Prinses Kasiruta. Anak celaka itu hendak bunuh aku. Betapa dia tak tahu diri,

tak tahu membalas guna. Bukan kah di dunia ini hanya aku yang dapat

membuktikan dia yang tembak Suurhof?” (Toer, 2006: 192).

Saat Prinses Kasiruta dan Piah digeledah oleh polisi istana, mereka mendapat

suatu kekerasan oleh pihak polisi istana. Hal itu dapat di buktikan di dalam kutipan

novel sebagai berikut.

“Terdengar dari tempat kami Prinses Kasiruta memaki-maki dan Piah

meraung terkena tendangan. Kemudian juga suara pekik kesakitan Prinses.

Nampak orang-orang ke luar dari rumah masing-masing dan menonton. Anak-

anak tak juga kembali. Rupa-rupanya mengikuti mereka digelandang ke kantor

polisi.” (Toer, 2006: 192).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

54

Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa Prinses Kasiruta adalah seorang

istri yang sangat menyayangi suaminya. Dirinya rela menghadapi sebuah tindak

kekerasan untuk membalaskan dendam suaminya yang telah ditangkap dan dibuang

dalam pengasingan di Ambon.

2.3.4 Robert Suurhof

Penokohan Robert Suurhof digambarkan dalam novel adalah seorang pria yang

tubuhnya besar, berkumis, jenggot bercambang, bergigi ginsul pada bagian kiri, dan

wajahnya yang terlalu sering terbakar matari berkerut-kerut jadi garis-garis kaku.

Robert Suurhof adalah seorang bandit, seorang bayaran yang kerjanya

menakut-nakuti pejabat-pejabat kecil setempat dan penduduk tak berdaya, dan seorang

penjual seribu macam kesaksian palsu agar tunduk pada keinginan pengusaha Eropa.

Seorang kepala gerombolan centeng Ondernemersbond dari Algemeene Lanbouw

Syindicat. Seorang residivis yang kerjanya keluar masuk bui. Dia adalah orang yang

berada di luar hukum.

Dalam percakapanya dengan Pangemanann, Robert Suurhof hanyalah seorang

lulusan H.B.S di Hindia. Dia juga berkewarganegaraan Belanda. Dirinya sangat

dikenal oleh kepolisian betawi dan sebagai ketua De Knijpers atau disebut juga T.A.I

(Total Anti Inlanders).

Dalam novel Rumah Kaca, juga diceritakan bagaimana pertemuannya pertama

dengan Jacques Pangemanann.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

55

“Rupa-rupanya ia sudah terbiasa memperlakukan orang dengan cara

mengejuti dan dengan perubahan-perubahan sikap yang serba mendadak.

“Baik, Tuan belum hendak bicara,” ia bangkit berdiri, mengangkat topi

sedikti dan bersikap hendak pergi. Ia berhenti lama di ambang restoran. Bagian

depan kemejanya ia tarik-lepas cepat-cepat untuk mengusir sumuk badan.

Seakan terpikir sesuatu ia berbalik dan datang lagi.

“Belum berubah pendirian tuan?” ia berbisik mencangkungi aku.

Sikapnya terasa menghina, seakan akulah kriminal, dia yang polisi. Aku

menggeleng.” (Toer, 2006: 18).

Robert mempunyai sifat yang angkuh, lelaki tanpa prinsip, tanpa keperwiraan,

tanpa sikap, tanpa cita-cita. Kesenangan digaetnya lewat penganiyaan dan menaku-

nakuti orang tak berdaya. Dan dihadapan seorang perempuan bersenjata api (istri

Minke, Prinses Kasiruta) luluh seperti bubur kacang hijau, (Toer, 2006: 27).

2.3.5 Paulette

Dalam novel Rumah Kaca, Paulette berperan sebagai istri dari Jacques

Pangemanann. Seorang ibu rumah tangga yang tidak membiarkan orang lain menjamah

atau mencampuri urusan makan suaminya sejak memasak sampai menutup meja.

Paullete adalah seorang istri yang sangat perhatian kepada suaminya, Jacques

Pangemanan. Dia akan hanya melayani suaminya karena itu adalah satu-satunya

kewajiban dalam hidupnya, (Toer, 2006: 39)

“ “Jacques! Paullete tersengat. “Ada apa kau ini? Pikiranmu begitu

mengerikan hari ini.”

“Maafkan, sayang, aku terlalu lelah.”

“Beberapa hari yang lalu pun kau sudah begitu membikin aku ngeri.

Seperti sekarang. Kau bilang: matinya seorang pejabat tinggi menerbitkan

suka-cita bawahan. Lantas kau terdiam, beku seperti kayu, dan wajahmu

menakutkan. Juga sekarang”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

56

“Dan kau membantah. Kau bilang, kalau si mati orang baik, dia

diantarkan dengan hormat dan haru. Huih. Perasaan yang ditinggal mati bisa

berbeda. Yang mati tinggal mati.”

“Jacques, Jacques, mengapa mesti kau bawa yang seram-seram begitu

ke rumah. Buang dipinggir jalan itu!”

Aku menggeregap. Dia benar.

“Pikiranmu dulu tak seburuk itu, Jacques. Kau tahu, itu sebabnya aku

rela kau bawa ke Hindia ini. Belakangan ini betul-betul kau tidak manis lagi.”

“Ya, mungkin karena memang lelah.”

“Sekarang pendapatku lain. Bukan karena lelah. Barangkali kau

memang suka kalau aku yang mati lebih dulu?” ” (Toer, 2006: 62-63).

“Begini dingin dan lembab dan basah, sayang,” serunya dalam Prancis

begitu berkasih-sayang setelah membukakan pintu. Dia cium aku mesra, seperti

sudah sepuluh tahun merindukan suami. Meneruskan dalam Prancis, karena

itulah bahasa akrab keluarga kami, “Cepat-cepat lepas sepatu dan kaus kakimu.

Tak pakai sepatu tanahair?” (Toer, 2006: 88)

“Pakai sepatu sekotor itu ke dalam rumah akan bikin istriku naik pitam.

Bersitinjak aku masuk ke dalam, tanpa kaus, tanpa sepatu. Dia mulai

menuangkan air panas dari teremos ke dalam waskom dan menaruhnya di

bawah depan kursi, tempat aku akan duduk.” (Toer, 2006: 88)

“Dan istriku tidak tidur lagi untuk sisa pagi itu, menyertai suaminya

dalam kerusuhan hatinya. Perempuan luar biasa ini. Ia selalu hendak menyertai

suaminya dalam duka maupun suka. Dan justru karena kecintaanya dan

kesetiannya makin lama aku makin terperosok dalam pekerjaan yang

bertentangan dengan hati nuraniku sendiri. Aku ingin memberikan yang terbaik

kepadanya. Tak bisa lain, ini kewajiban moril. Telah aku renggutkan dia dari

kampung halaman dan keluarganya di peluaran kota Lyon Prancis. Waktu itu

dia muda dan cantik, seorang gadis tani yang tak tahu apa-apa tentang dunia.

Kami berdua bertemu, masing-masing muda dan jatuh cinta. Kami kawin

disebuah gereja desa yang telah tua, di bawah kesaksian orangtua mereka yang

tidak menyetujui. Sejak itu dia mengiktui aku ke negri-negri asing, ke

Nederland, kemudian ke Hindia ini. Diberikannya padaku empat orang anak.

Dua orang sedang meneruskan pelajaran di Nederland, dua lagi masih tinggal

bersama kami, seorang dipanggil Marquis dengan kependekan Mark, yang lain

dinamai Desiree, artinya dia yang dirindukan, nama pacar Napoleon Bonaparte

dan dipanggil dede.” (Toer, 2006: 93)

“Duduk di atas kasur begini isriku melepas pakaian dinasku, pakaian

yang tak bakal ku kenakan lagi…. Dipensiun tanpa ucapan terimakasih, tanpa

sesuatu upacara kebesaran… Dan pistol sarungnya jatuh berdembab di kasur.

Ia melepas tali-tali sepatuku, menariknya dengan susah-payah dan menahan

nafas, melepas kaus-kausnya, menaruh kakiku di atas kasur, dan merebahkan

kepalaku di atas bantal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

57

“Begini lemah kau belakangan ini, Jacques. Masih dua anakmu belum

lagi dewasa, Jacques,” ia turunkan kelambu, mendekat lagi, menciumi aku, dan,

“apa kurang aku mencintai kau, Jacques?”

“Singkirkan pakaian dinas kotor itu, sayang.”

Ia pergi dan melakukan apa yang ku kehendaki. Sabuk-sabuk kulit ia

lepas dari pakaian, kemudian seperti biasa menyangkutkan pada kapstok. Pistol

ia masukkan dalam lemari dan menguncinya kembali. Ia keluar dari kamar

membawa pakaian kotor. Tapi tak lama kemudian datang lagi, membuka

kelambu…..,” (Toer, 2006: 135).

“Aku berdiri, memeluk dan mencium wanita yang dahulu muda, dan

kini sudah berkulit kering, hilang kekenyalan tubuhnya. Aku dengar daia

terhisak-hisak, mungkin pertama kali dalam kehidupan perkawinan.”

Diceritakan dalam novel bahwa Paulette seorang istri yang sangat menyayangi

suaminya, Jacques Pangemanann. Namun dalam perjalanan perkawinannya dengan

Jacques, Paulette akhirnya meninggalkan Jacques dan pergi ke Prancis bersama anak-

anaknya. Semua itu karena Jacques yang selalu memikirkan kepentingan pekerjaannya

dan memilih mabuk-mabukan. Sedangkan keluarganya tidak diperhatikannya lagi.

“Perempuan yang penurut dan setiawan itu berubah jadi bukit karang

yang tak tergoyahkan. Dengan anak-anak ia telah berangkat ke Eropa. Aku tak

bisa bayangkan kehidupan mereka di Eropa yang sedang diamuk perang, semua

akan serba mahal dan nilai uang merosot. Tabungan kami, hasil kerja selama

lebih duapuluh tahun telah aku serahkan padanya. Dan ia menerimanya dengan

sangat menyesal, menyesali akhir dari hidup perkawinan yang demikian

jadinya….” (Toer, 2006: 311-312).

Dapat disimpulkan bahwa Paulette adalah seorang ibu yang baik, penyayang,

perhatian kepada suaminya, dan seorang teetotaller.

2.3.6 Rientje de Roo

Rienjte de Roo dalam novel digambarkan sebagai seorang wanita cantik,

montok, dan seorang pelacur muda. Suaranya tidak lebih halus daripada kulitnya. Dia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

58

seorang anak yang masih belasantahun dan diumurnya yang masih belia dia bertemu

dengan Robert Suurhof yang memaksanya untuk menjadi seorang pelacur.

“Suurhof bebas. Ia akan melapor padaku di Kwitang di rumah Rientje

de Roo, pelacur muda, cantik yang banyak menggegerkan pemuda Betawi

perlente, pelacur dengan tarif tertinggi. Hanya bandit, koruptor, pedagang

manipulator dan pejabat tinggi yang bisa melanggani dia. Dia yang

menyarankan tempat itu,” (Toer, 2006, 54).

“ “Mengapa menangis?” dan segera aku terapkan pengetahuanku

tentang bandir-bandit dan perburuannya, wanita-wanita cantik seperti ini.

“Tidak dengan semaunya sendiri kau berada di sini?” tanyaku lagi.

Ia bangkit berdiri dan menyembunyikan mukanya pada dadaku.

“Mengapa tak menjawab? Takut? Robert Suurhof baru saja lari lewat

pintu belakang. Celanannya biru.”

Ia mengangguk, tetap tak bicara.

“Kau lakukan semua ini karena dipaksa Suurhof?”

Ia mengangguk, tetap bisu oleh sedu-sedannya.

“Kau menyesali kehidupan seperti ini?” tanyaku lagi.

Sekali lagi ia mengangguk.

Dalam memeluk dan menyembunyikan mukanya pada dadaku begini,

terasa lagi ia seakan anak bungsuku sendiri. Mudah memahami, gadis normal,

dengan impian normal pula ini, telah direnggut dari keluarganya oleh bandit

Suurhof untuk jadi salah satu perabot kekuasaannya.

“Mau kembali pada keluargamu?”

“Mereka tidak akan terima aku kembali, Tuan,” baru ia menjawab.”

(Toer, 2006: 57-58).

Dalam cerita itu juga disebutkan bahwa Rientje mengalami suatu tindakan

kekerasan. Rientje de Roo dibunuh oleh orang tidak dikenal. Diceritakan bahwa

awalnya Pangemanann menunggu kedatangan Rientje de Roo ke rumah Jacques

Pangemanann. Namun tiba-tiba seorang agen polisi datang melaporkan kejadian bahwa

Rientje de Roo telah dibunuh dan tewas.

“Untuk kedua kalinya aku menggeregap. Dalam kepalaku terbayang

Rientje de Roo dalam pemeriksaan yang menyangkut-nyangkutkan diriku dan

Robert Suurhof.

“Jangan berbelit-belit. Perkara apa?”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

59

“Noni Rientje, Tuan.”

“Mengapa dia?”

“Terbunuh, Tuan.”

Ia menceritakan sampai sekecil-kecilnya peristiwa itu. Terakhir ia

nampak bersama seorang Tionghoa muda.” (Toer, 2006: 480).

Dalam novel dapat disimpulkan bahwa Rientje de Roo adalah seorang

perempuan yang cantik, montok, dan juga muda. Rientje de Roo diambil hak-haknya

oleh Robert Suurhof dan dijadikan alat kekuasaannya.

2.3.7 Nyi Juju

Dalam novel digambarkan bahwa Nyi Juju mempunyai fisik tubuhnya besar,

dan wajahnya tidak seperti Pribumi. Nyi Juju seorang peranak Eropa tingakt pertama.

Nyi Juju adalah anak Nyi Romlah dan Tuan Pinkerton, dan suami Nyi Juju adalah

Kelang. Dia mengaku bahwa dia dipaksa oleh Kelang untuk menjadi istrinya.

“Setiap orang kebal mempunyai sekian banyak istri, sah atau tidak sah.

Dan istri-istri itu menjadi sumber keterangan yang agak wajar. Salah seorang

diantaranya adalah Nyi Juju. Waktu perempuan itu dihadapkan padaku aku

tercenung sebentar. Besar tubuh, kulit maupun potongan mukanya tidak

memper Pribumi. Jelas dia peranakan tingkat pertama. Pemerikasaan ini terjadi

disebuah pos di Cibarusa.

“Juju, siapa orang tuamu?” tanyaku dalam Melayu.

“Karta bin Dusun, Tuan besar”

Karta bin Dusun tidak bisa dihadapkan, dia tewas dalam satu

penggrebekan. Dia Pribumi biasa, juga istrinya, Nyi Romlah. (Toer, 2006: 75)

“Aku kembali lagi pada Juju di ruangan lain.

“Kau dengan semaumu sendiri diperistri Kelang?”

“Sahaya diambil dari rumah emak sahaya, Tuan Besar.”

“Awas kalau bohong.”

“Tidak, Tuan Besar.” (Toer, 2006: 77)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

60

Nyi Juju pertama kali diceritakan dalam novel saat terjadi penggrebekan

gerombolan Si Pitung. Nyi Juju didapati bersama dengan istri-istri tuan centeng-

centeng.

2.3.8 Nyi Romlah

Nyi Romlah, dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer tidak

dijelaskan secara deskriptif tentang fisiknya. Diceritakan bahwa saat penggrebekan

gerombolan Si Pitung, Nyi Romlah bersama para istri-istri centeng tuan-tuan tanah

ditahan dan digeledah oleh Jacques Pangemanann. Nyi Romlah adalah ibu dari Nyi

Juju. Nyi Romlah mengatakan bahwa sesungguhnya dia hanya dipaksa dan diambil

dari rumahnya untuk dijadikan istri Tuan Pinkerton. Saat itu dia tak berani melawan

karena mereka takut kepada Tuan Pinkerton. Nyi Romlah diceritakan juga sudah

memiliki suami.

“Sekarang Nyi Romlah diperiksa di ruangan lain. “Betul Nyi Juju

anakmu?” tanyaku.

“Betul Tuan Besar.”

“Nyi Juju itu anakmu dengan Karta atau dengan orang lain?”

Romlah pucat seketika. Tingkahnya menjadi tidak karuan. Aku

pukulkan rotan pada meja, ia menggigil.

“Semua saja, yang memberi keterangan tidak benar akan dipicis,”

ancamku.

Romlah pingsan ia tak berani menyampaikan kebenaran. Ia takut

padaku dan kekuatan lain yang aku belum tahu. Aku masuk lagi ke ruangan

tempat Juju” (Toer, 2006: 75).

Dalam novel tersebut, Nyi Romlah mendapat suatu perlakuan kasar dari pihak

kepolisian. Karena dia takut mengakui bahwa anaknya, Nyi Juju, adalah hasil

perkawinannya dengan Tuan Pinkerton atau Tuan Piton.

“Romlah yang sudah siuman kembali setelah disiram air aku gebrak

langsung, “Juju itu anakmu dengan Tuan Piton, ya?” Ia tak berani

menjawab.

“Jangan takut pada Piton. jawab saja.”

“Benar Tuan Besar. Tapi bukan semau sahaya.”

“Baik, siapa saja diperlakukan Tuan Piton seperti kau?” Aku lihat ia

menarik rahang bawahnya karena ketakutan. “Jangan takut, katakan saja.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

61

“Banyak, Tuan, banyak sekali.”

“Bagaimana bisa banyak sekali?”

“Centeng-centeng Tuan-tanah mengambil sahaya dan yang lain-lain itu

dari rumah, di bawa ke rumah Tuan Piton.”

“Suamimu diam saja?”

“Tak ada yang berani Tuan Besar.”

“Mengapa tidak ada yang lapor pada kepala desa atau polisi?”

“Kami tidak berani, mereka malah bisa marah. Begitu biasanya, Tuan

Besar.”

“Anakmu si Juju juga begitu? Diambil dari rumah penjahat Kelang?”

“Sama saja, Tuan Besar, cuma tidak dikembalikan lagi pada sahaya.” ”

(Toer, 2006: 76-77).

Dapat disimpulkan bahwa, Nyi Romlah adalah seorang ibu yang penakut

karena menjaga namanya dari ancaman-ancaman orang yang akan membuat dirinya

dan anaknya terluka.

2.3.9 Frits Doertier

Frits Doertier berperan sebagai seorang pesuruh dikantor Algemeene

Secretarie. Frits Doertier digambarkan dalam novel adalah seorang anak muda belasan

tahun, seorang peranakan yang ganteng, bermata tajam dan berhidung mancung.

Sifatnya tidak sopan. Hanya lulusan sekolah dasar. Awalnya dia membenci

Pangemanann karena pertemuan pertama mereka, dia dimarahi oleh Jacques

Pangemanann. Namun setelah minum bersama Pangemanann dan Nicolas Knor, dia

tidak lagi membenci Pangemanann.

“Seorang pesuruh berpakaian serba putih, seorang peranakan yang

ganteng, bermata tajam dan berhidung mancung, masuk, kelihatan segan

menghormati aku, berdiri saja dengan pandangan padaku.

“Siapa kau!” gertakku tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

62

Baru ia menganggukan kepalanya sedikit, “Frits Doertier, Tuan, pesuruh

Tuan.”

“Apa sekolahmu?” tanyaku pendek.

Ia nampak tersipu, menutupi kegugupannya dengan membetulkan rambut,

kemudian baru menjawab, “Sekolah Dasar, Tuan.”…..” (Toer, 2006: 148)

“Belum, Tuan, mungkin lain kali. Ah, mungkin juga ada: tahu Frits

Doertier? Doertier?”

“Tentu saja, Tuan.”

“Jangan dia masuk ruangan ini.”

“Akan dilaksanakan, Tuan. Anak muda, Tuan, baru belasan tahun,

belum tahu sopan-santun.” (Toer, 2006: 149).

Diceritakan dalam novel bahwa Frits Doertier sempat didapati oleh Jacques

Pangemanan sedang membaca beberapa dokumen rahasia di dalam kantor saat hendak

membersihkan ruangan. Hal itu memicu terjadinya kemarahan Jacques Pangemanannn,

Nicolas Knor. Setelah itu, Jacques Pangemanann akhirnya memanggil polisi istana

untuk menggeledah Frits Doertier. Dan tak ditemukan apa-apa. Sejak kejadian itu,

Nicolas Knor memutuskan untuk memecat Frits Doertier. Nikolas Knor sangat malu

dengan kelakuan Frits Doertier.

Dapat disimpulkan bahwa tokoh Frits Doertier adalah seorang anak yang belum

tahu apa-apa tentang kesopanan, masih labil, pembenci, dan seorang yang suka minum-

minuman keras.

2.3.10 Mr. De Lange

Mr. De Lange berperan sebagai seorang yang digantikan oleh Jacques

Pangemanann untuk mempelajari dokumen-dokumen di gudang arsip. Tidak

dijelaskan secara deskriptif bagaimana fisik dari Mr. De Lange.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

63

Diceritakan bahwa Mr. De Lange membunuh dirinya sendiri dengan sublimat

didalam ruang kerjanya sendiri. Tidak tahu pasti apa yang menyebabkan dirinya bunuh

diri. Diceritakan bahwa saat itu Nikolaas Knor, seorang pengatur rumah tangga yang

menemukan jenasah Mr. De Lange yang sudah dipenuhi darah.

“Begitu duduk di tempatku segera aku bertanya: “Tuan Knor, siapa

Tuan yang aku gantikan?”

“Tuan Mr. De Lange.”

“Pergi dengan pensiun atau…..”

“Kecelakaan, Tuan, kecelakaan rumahtangga.”

“Apa maksud Tuan dengan itu?”

“Bunuh diri, Tuan.”

“Di sini?”

“Di sini, Tuan, dengan sublimat,” katanya perlahan, kemudian

menuding pada Pintu, “itu terkunci. Ketahuan bubar kantor. Dia tak keluar-

keluar. Aku ketuk-ketuk. Tanpa jawaban. Masih begitu muda. Baru lima tahun

lulus universitas. Dari jendela sana,” ia menuding jendela dengan dagunya,

“aku mengintip dari situ. God! Tuan De Lange sudah menggeletak. Aku tak

berani masuk. Melapor melalui telepon pada keamanan istana. Mereka datang

dan masuk dari jendela. Juga aku, Tuan. God! Orang semuda itu. Sarjana,

belum lagi beristri! Di sini, Tuan!” ia menuding pada lantai, dekat kaki meja.

“Darah keluar dari mulut, dari pori-pori kulit. Mungkin pembuluh-pembuluh

darahnya pecah semua. Tak tahula aku.”

Aku rasai dingin menggigilkan ujung kakiku yang telah basah berkeringat.

“Mengapa dia bunuh diri?” tanyaku.

“Tak ada yang tahu sampai sekarang.”

“Mengapa di sini dia bunuh diri?”

“Hanya dia sendiri yang tahu, Tuan.” (Toer, 2006: 162-163)

“Tak pernah terdengar ada peristiwa bunuh diri di sini,” kataku.

“Memang tak perlu diketahui, Tuan.”

“Keluarganya tak ada yang mengurus?

“Tidak berkeluarga, Tuan.”

“Barangkali karena percintaan?”

“Siapa yang tahu, Tuan. Dia seorang periang yang disukai wanita.”

“Apa nama panggilannya?”

“Simon, Tuan, Simon De Lange.” (Toer, 2006: 163).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

64

Dapat disimpulkan bahwa tokoh Mr. De Lange mempunyai sifat yang putus asa

dan cepat menyerah pada kehidupannya. Walaupun sesungguhnya dia seorang periang

dan ganteng.

2.3.11 Piah

Dalam novel diceritakan bahwa Piah berperan sebagai seorang pembantu

rumah tangga Minke dan Prinses Kasiruta. Dalam novel tersebut, tidak digambarkan

secara deskriptif tentang fisik dari tokoh Piah.

“Dan Piah itu – ya Tuhan, perempuan kampung itu justru besar jiwanya.

Rupanya tak benar-benar jiwa-jiwa besar hanya ada dalam sejarah Eropa. Dia

gunung, aku kerikil! Beerpendidikan Eropa, beberapa tahun duduk di bangku

universitas termasyur di dunia, ternyata belum bisa mencapai kebesaran

seorang pembantu rumahtangga bernama Piah. Dia mampu mempunyai

sikap…..” (Toer, 2006: 68).

Diceritakan juga dalam novel, ketika Prinses Kasiruta datang ke rumah

Pangemanann sebanyak dua kali, Piah selalu mengikutinya dari belakang. Saat itu Piah,

pembantu rumah tangga yang setia itu, selalu menghadang-hadang Prinses Kasiruta

yang hendak masuk ke rumah Jacques Pangemanann. Ketika kedua kalinya mereka

datang, Piah tetap menghadang-hadang Prinses Kasiruta dan pada saat itu Prinses

Kasiruta sedang memegang senjata.

Jacques Pangemanann yang saat itu berada dan memperhatikan Prinses

Kasiruta dan Piah melalu teropong, kemudian menelpon polisi untuk mengusir dan

menggeledah mereka berdua. Diceritakan dalam novel bahwa Prinses Kasiruta dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

65

Piah mendapat perlakuan kasar dari polisi istana yang mngusir mereka. Piah di tendang

dan menjerit kesakitan. Begitu pula dengan Prinses Kasiurta.

“Terdengar dari tempat kami Prinses Kasiruta memaki-maki dan Piah

meraung terkena tendangan. Kemudian juga suara pekik kesakitan Prinses.

Nampak orang-orang ke luar dari rumah masing-masing dan menonton. Anak-

anak tak juga kembali. Rupa-rupanya mengikuti mereka digelandang ke kantor

polisi.” (Toer, 2006: 192).

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Piah adalah seorang pembantu

yang setia. Dirinyalah yang hendak menghalangi perbuatan Prinses Kasiruta untuk

berbuat kekacauan di rumah Jacques Pangemanann. Piah seorang yang besar hati. Dia

lebih tahu bagaimana caranya bersikap baik.

2.3.12 Hadji Samadi

Hadji Samadi berperan sebagai orang yang berpengaruh dalam organisasi

S.D.I.. Hadji Samadi adalah orang yang juga dimata-matai oleh Jacques Pangemanann

melalui keterlibatannya di organisasi S.D.I.. Dalam novel, tokoh Hadji Samadi

memang tidak pernah diceritakan bertemu atau tampil secara eksklusif atau langsung.

Tokoh Hadji Samadi juga tidak digambarkan secara deskriptif tentang fisik.

“Dokumen keempat adalah sebuah laporan panjang dari Sala, memakan

tidak kurang dari empatpuluh halaman, ditulis oleh tangan yang mahir, kecil-

kecil dan rampak, tapi dalam bahasa Melayu yang sangat buruk. Laporan itu

mencatat tentang terjadinya kegiatan S.D.I di Sala, yang menarik perhatian

pemerintah putih dan Pribumi: Hadji Samadi dengan pimpinan S.D.I cabang

Sala telah mengeluarkan pernyataan, bahwa telah didirikan perkumpulan

bernama Syarikat Islam dengan dia sendiri sebagai pimpinannya. Tetapi semua

pimpinan di dalamnya adalah juga pimpinan S.D.I. Rupa-rupanya dengan tidak

mneyebut-nyebut nama S.D.I., Hadji Samadi dan rekan-rekannya menganggap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

66

dirinya telah tidak punya persangkutan dengan Raden Mas Minke.” (Toer,

2006: 180).

“Orang masih membicarakan Minke. Dan siapa tak jengkel? S.D.I

ternyata tidak mati. Mataku, tentu juga mata Gubermen, tertuju ke Sala. Hadji

Samadi kini naik panggung. Keanggotaan organisasi itu membludak seperti tak

pernah terjadi dalam sejarah.” (Toer, 2006:196).

“Laporan yang dapat dipercayai kebenarnannya menyampaikan, Hadji

Samadi juga tidak dalam keadaan tenang. Tak tahu apa yang harus diperbuatnya

dengan massa sebanyak itu – massa yang haus akan pimpinan dan aksi.

Mengurusinya berarti perusahaannya sendiri akan kapiran. Tidak mengurusi

berarti akan kehilangan kepercayaan umum. Mengurusinya pun ia tak tahu

bagaimana caranya.” (Toer, 2006: 199).

“Tetapi hanya orang seperti aku yang mengerti, mengapa Hadji Samadi

hendak cepat-cepat mengebaskan diri dari pimpinan organisasi ratusan ribu

manusia itu. Syarafnya tak dapat menanggungkan tekanan Gubermen. Dia

bukan orang yang bersyaraf kuat seperti R.M. Minke, yang tidak menamakan

sesuatu kepentingan pribadi di dalam organisasi.” (Toer, 2006: 225)

Diceritakan dalam novel bahwa Hadji Samadi adalah orang yang memutuskan

untuk merubah S.D.I (Sarekat Dagang Islam) menjadi Syarikat Islam dengan dirinya

sebagai pimpinan. Berita yang beredar kemudian bahwa Hadji Samadi mencari seorang

pemimpin baru untuk Syarikat Islam, kemudian didapatilah seorang terpelajar baru

yaitu Mas Tjokro. Diceritakan bahwa Hadji Samadi tak mampu menanggulangi

masalah yang ada di Hindia dengan keterlibatannya dalam organisasi Syarikat Islam.

Dapat disimpulkan bahwa penokohan Hadji Samadi adalah seorang yang

ambisi, individualis dalam hal memutuskan sesuatu untuk organisasinya, dan tidak

teguh pada prinsipnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

67

2.3.13 Wardi

Wardi berperan sebagai pendiri Indische Partij bersama teman-temannya, yaitu

D.Douwager, dan Tjiptomangun. Wardi adalah seorang bangsawan/priyai yang

melepas status kebangsawanannya tersebut. Wardi pernah merengkuh sekolah dokter

Jawa atau dulu STOVIA namun tidak sampai tamat. Diceritakan juga Wardi

berkenalan dengan Minke dan sempat membantu surat kabar Medan.

Adapun sifat dan karakteristik Wardi dapat ditemukan dalam novel yang

dikutip sebagai berikut.

“Wardi pernah diperkenalkan padaku oleh Minke. Ia nampak tak acuh, agak

pongah, atau memang Pribumi yang berpribadi angkuh. Atau mungkin ada sesuatu

dalam pikirannya, sehingga tak banyak memberikan perhatian padaku. Pada umumnya

orang yang bertubuh kecil dan pendek memang demikian. Ia berusaha memberi bobot

pada dirinya yang enteng dengan sikap seakan penting. Kalau ada bakat berambut,

tentu ia akan pelihara kumis segede tinju.” (Toer, 2006: 257).

Dalam novel tersebut juga diceritakan bahwa Wardi ditangkap oleh satu kompi

pasukan KNIL dan juga Jacques Pangemanann. Dalam novel dikutip sebagai berikut.

“Pada jam setengah sembilan pagi datang iring-iringan truk memuat

satu kompi pasukan KNIL yang siap tempur. Aku dipersilakan duduk dalam

truk pertama di dekat sopir, seorang kopral Ambon.” (Toer, 2006: 283)

“Tak lebih dari seperempat jam kemudian kulihat Wardi berjalan kaki

di jalanan dalam giringan para serdadu. Semua orang yang berjalan kaki

menonton pemandangan aneh itu: seorang preman dalam tangkapan militer!

Militernya begitu banyak. Yang ditangkap seorang Pribumi bertubuh kurus,

kecil, pendek.

Dan tangkapan itu berjalan tegap. Dagunya tertarik ke depan seakan-

seakan berdialog dengan semua orang yang melihatnya, “Beginilah mereka

memperlakukan aku. Beginilah serdadu-serdadu yang tak punya pekerjaan ini

dipekerjakan. Inilah aku. Wardi! Sampaikan pada semua orang, mereka sudah

tangkap aku dengan serdadu sebanyak ini.” (Toer, 2006: 283).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

68

Diceritakan bahwa penangkapan Wardi adalah untuk menjatuhkan triumvirat

Indische Partij karena telah mengkilik-kilik kebanggan nasionalnya. Semua itu terjadi

atas perintah Gubernur Jendral dengan memakai hak-hak exorbitant yang ada padanya.

Tugas itu dibebankan kepada Jacques Pangemanann selaku orang yang

menandatangani penangkapan Wardi dan anggota triumvirat lainnya.

“Ia sorongkan padaku seberkas kertas dan konsep tuliasannya sendiri

yang belum selesai. Isinya adalah rumusan tentang perlunya Gubernur Jendral

menggunakan hak-hak exorbitant yang ada padanya… Sampai di sini aku

tutupkan mata: sepku menghendaki pembuangan triumvirat Indische Partij,

yang selama ini telah mengkilik-kilik kebanggan nasionalnya. Dan aku

selesaikan pekerjaan kotor ini.” (Toer, 2006: 277).

Dalam novel tersebut diceritakan bahwa penangkapan Wardi dan anggota

triumvirat lainnya dipertanyakan oleh pihak Inggris dan Tionghoa, kejelasan dari

penangkapan itu.

Dapat disimpulkan bahwa tokoh Wardi adalah seorang yang pintar, banyak

kenalan, dan berani dalam menghadapi ancaman walaupun secara fisik dia kurus, kecil,

bungkuk.

2.3.14 D. Douwager

Tokoh D. Douwager berperan sebagai salah satu pendiri Indische Partij. Dalam

novel tersebut tidak dijelaskan secara deskpritif bagaimana fisik dari D. Douwager.

Diceritakan dalam novel bawha D. Douwager datang ke Hindia setelah gagal

melakukan aksi revolusinya di Afrika Selatan. Saat tiba di Hindia, D. Douwager

ditemani oleh Wardi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

69

“Tuan itu bernama D. Douwager, suka menyebut-nyebut sebagai

kemanakan Multatuli. Pada pundaknya ia memikul banyak pengalaman

masalewat, yaitu perang pada pihak Transvaal terhadap Inggris di Afrika

Selatan. Sudah sejak lama ia di jauhi golongan kolonial, karena dianggap

mempunyai pikiran-pikiran aneh: kalau Belanda di Afrika Selatan bisa

mendirikan negara sendiri lepas dari Inggris ataupun Nederland, mengapa di

Hindia tidak bisa? Berdaulat sendiri. Dia mengimpikan suatu Republik Afrika

Selatan bagi Hindia.” (Toer, 2006: 230-231).

“Betapa besar tekad Tuan itu. Telah dicobanya menghubungi orang dari

tangsi-tangsi militer di Cimahi, Padalarang dan Bandung. Dan dia disambut

dingin malah dianggap sebagai orang gila.” (Toer, 2006: 231).

“Douwager pun menerbitkan koran De Expres berbahasa Belanda.

Dengan korannya Douwager mulai menggugat keadaan-keadaan yang

sumbang menurut ukuran-ukuran Eropa. Ia berseru-seru pada golongan

Peranakan Eropa yang digaji kurang dari Totok dengan pekerjaan yang sama.

Dengan bantuan Wardi didapatkan watak koran yang berkobar-kobar dan

sinisme yang menggigit.”

Diceritakan bahwa D. Douwager menerbitkan sebuah koran bernama De

Expres. Dalam koran tersebut, D. Douwager bersuara tentang ketidakadilan yang

berada di pihak peranakan Eropa. Karena tulisannya itu, dia akhirnya harus di tangkap

oleh pihak kepolisian melalui Jacques Pangemanann.

Dapat disimpulkan bahwa D. Douwager adalah seorang patriot nasional,

berjiwa besar, berani dan mencintai kebenaran. Dia orang yang tidak takut dengan

ancaman walaupun harus dibuang dan diasingkan ke tempat lain.

2.3.15 Tjiptomangun

Tjiptomangun di dalam novel diceritakan berperan sebagai salah satu pendiri

Indische Partij. Dalam novel tidak dideskripsikan secara jelas tentang fisik dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

70

Tjiptomangun. Diceritakan bahwa Tjiptomangun adalah seorang lulusan STOVIA,

Sekolah Dokter Jawa dan ditempatkan oleh Gubermen di kota besar.

“…… Diantara tritunggal itu Dokter Tjiptomangun nampak semakin kurus

disebabkan melakukan kerja-rangkap sebagai dokter, politikus, redaktur, dan tukang

pidato sekaligus.” (Toer, 2006: 234)

Kemudian dalam novel juga diceritakan bahwa triumvirat Indische Partij,

dengan salah satu anggotanya Tjiptomangun ditangkap. Karena alasan yang tidak jelas

atas pengangkapan itu, Gubermen menawarkan dua pilihan kepada Tjiptomangun,

yaitu pembuangan di dalam Hindia, atau di luar Hindia. Semula Tjiptomangun memilih

yang pertama, namun kemudian dia memilih untuk dilakukan pembuangan di luar

Hindia.

“Wardi dan Douwager waktu ditawari pembuangan di dalam atau di

luar Hindia, memilih yang kedua, mereka berangkat ke Eropa. Tjipto mula-

mula memilih yang pertama, tetapi ia akhirnya memutuskan memilih negeri

Belanda.” (Toer, 2006: 285).

Dapat disimpulkan bahwa Tjiptomangun adalah seorang tokoh yang pintar,

cerdas, dan berjiwa nasionalisme. Tjiptomangun adalah seorang yang tak kenal lelah

dalam kegiatan-kegiatan yang direngkuhnya.

2.3.16 Ayah Soendari

Ayah Soendari berperan sebagai Ayah Siti Soendari. Dalam novel tidak

disebutkan nama asli dari Ayah Siti Soendari. Dalam novel juga tidak dijelaskan secara

deskriptif bagaimana fisik dari Ayah Soendari.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

71

Diceritakan dalam novel bahwa ketika itu Residen memerintahkan Bupati

Pemalang agar melakukan paksaan terhadap Ayah Siti Soendari untuk menahan

aktivitas anaknya. Bupati Pemalang kemudian memberikan dua pilihan kepada Ayah

Siti Soendari, yaitu kehilangan jabatan atau pensiun tanpa hormat dan kehilangan

putrinya atau membahagiakan putrinya dengan suatu perkawinan yang terhormat,

dengan tetap mengukuhi jabatan dan pensiun di kemudian hari. Gubermen bahkan

menyediakan nama calon menantu dan daftar putra-putra bupati atau calon-calon

dokter lulusan STOVIA. Dan bila sang ayah memilih yang pertama, ada kemungkinan

anak lelakinya akan dikeluarkan dari Sekolah Perdagangan Tinggi di Rotterdam.

Ayahnya kemudian memilih jabatannya. Ia terlalu takut pada murka Gubermen.

Dalam novel digambarkan tentang latar belakang Ayah dari Siti Soendari

adalah seorang bangsawan dari angkatan tua yang belum dapat menerapkan semangat

modern sepenuhnya, belum mampu membebaskan diri jadi diri pribadi merdeka. Ia

seorang terpelajar angkatan tua yang menganggap kebesaran bisa datang hanya sebagai

karunia Gubermen.

Dalam novel diceritakan bahwa Ayah Siti Soendari lalu bergegas mencari

anaknya, Siti Soendari. Dengan membawa koper kecil dan taksi sewaan, ayah Siti

Soendari kemudian berangkat ke Pacitan. Di Pacitan dia tidak bertemu dengan anaknya

karena sudah pindah. Ayah Siti Soendari kemudian pergi ke tempat kepindahan

anaknya mengajar. Di tempat itu juga ternyata Siti Soendari tidak juga ditemukan. Saat

mengetahui anaknya tidak ada di kedua tempat, ia pun menjadi gugup. Ayah seondari

kemudian mengirim telegram kepada sanaknya di Malang. Dari telegram itu dia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

72

mendapat jawaban bahwa Siti Soendari pernah singgah di Malang dan terus ke

Surabaya. Alamat di Surabaya pun tidak jelas.

Dari Pacitan kemudian ayahnya berangkat ke Surabaya. Di Surabaya menginap

di rumah temannya. Saat di rumah temannya itu, dia terus mencari anaknya selama satu

minggu. Namun dia tak juga menemukan anaknya.

Dengan lesunya ia pulang ke Pemalang dengan naik kereta api. Saat hendak ke

Pemalang, ayah Siti Soendari singgah dan menginap di Semarang. Turun dari kereta

api, ia kemudian naik dokar dan mencari losmen. Saat perjalanan mencari losmen, di

atas dokar itu juga dia seketika melihat anaknya, Siti Soendari. Saat itu hari sudah

maghrib. Di temukannya Siti Soendari sedang berjalan kaki, semampai, agak kurus,

mukanya pucat. Saat melihat anaknya, hati ayah Soendari tiba-tiba menjadi ragu-ragu.

Saat dokar berhenti, dan Soendari terus dipanggil oleh kusir itu, Siti Soendari

terus berjalan dan tak mau menoleh. Saat itu sang ayah tak mampu lagi untuk turun

dari dokar. Ia tak mampu untuk berjalan. Ayah Soendari lalu menyuruh kusir untuk

memanggil Soendari. Namun Soendari tetap tak menoleh. Malahan langkah Siti

Soendari makin kencang dan kini setengah berlari. Lalu ayahnya dan kusir itu mencoba

mengejarnya melalui dokar. Dan mereka melihat Siti Soendari masuk disebuah gedung

wayang. Di gedung wayang itulah, ayah Soendari begitu tercengan melihat anaknya

yang berpidato di depannya dan di depan massa yang sangat ramai.

Setelah dari gedung wayang itu, ayah Soendari kemudian bertemu dengan

anaknya dan mengajaknya pulang. Saat mereka sudah tiba dirumah mereka di

Pemalang. Ayah Soendari kemudian mengajaknya ke sebuah rumah yang disebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

73

dalam novel, ibu. Diceritakan bahwa percakapan ibu menyuruh Soendari untuk

menikah. Namun Soendari menolak untuk menikah. Dia mengingatkan pertemuan

ayahnya dengan R.M. Minke. dan pesan Mas Minke tentang pernikahan anaknya.

2.3.17 Herschenbrok

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Herschenbrok

berperan sebagai seorang persuruh di kantor Algemeene Secretarie. Dalam novel ini

tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik, psikis dan karakter dari Herschenbrok.

Diceritakan dalam novel bahwa Herschenbrok ketika itu sedang meletakan

tumpukan surat dan telegram di ruangan kerja sep baru Jacques Pangemanann, Tuan

R. ketika Tuan R masuk, dia langsung mengusir Herschenbrok seperti menyepak

kucing. Alasan itu karena sep baru Jacques Pangemanann tidak mempercayai setiap

pegawai rendahan.

2.3.18 Bernhard Meyersohn

Bernhard Meyerson berperan sebagai seorang dokter yang tinggal di

lingkungan Goenawan. Bernhard adalah seorang berkebangsaan Jerman. Diceritakan

bahwa Bernhard Meyerson adalah dokter yang memeriksa Minke ketika Goenawan

membawa Minke padanya. Dalam novel tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik

dari Bernhard Meyersohn.

Diceritakan dalam novel bahwa saat itu datang seorang pemuda peranakan

Eropa ke tempat praktek dokter Bernhard Meyerson. Pemuda itu mengancam Bernhard

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

74

Meyerson. Dia mengatakan bahwa seseorang akan datang, orang itu adalah Minke, dan

Pemuda itu mengatakan pada dokter itu untuk jangan memeriksanya. Dan menyuruh

dokter agar mengatakan bahwa Minke hanya terkena disentri atau sakit perut. Semula

dokter itu mengelak dan tidak mau mengikuti perintah dari pemuda itu.

“…..Begitu berhadapan dengan dokter Meyersohn ia mengeluarkan

sebatang cambuk kulit dari dari balik kemejanya dan bertanya dalam Belanda

dan dengan gaya kasar, “Tahu apa ini, Dokter?”

“Cambuk kulit.”

Dokter itu ternyata orang yang sangat sederhana. Ia datang ke Hindia

semata-mata hanya untuk mencari penghidupan dan untuk bertenang-tenang. Ia

tak tahu dan tak ada keinginan untuk mengetahui sesuatu tentang Hindia.

Dalam kesederhanaannya ia pandangi pasienya itu dengan terheran-heran, dan

mengira ia sedang menghadapi orang yang kurang beres ingatannya.” (Toer,

2006: 591).

Diceritakan kemudian Pemuda itu menempeleng keras-keras pipi kiri sang

dokter. Cambuk itu ia selitkan pada ikat pinggang dan dikeluarkannya sebilah belati

dan mengamangkan pada dokter itu. Dokter Bernhard mengelak permintaan dari

Pemuda itu. Pemuda itu kemudian mengancam ujung belati tepat dijantung dokter. Saat

itu dokter Meyersohn masih mengelak. Dan dengan tangan kirinya pemuda itu

menggunakan cambuknya. Sekali pukulan pada muka, dan dokter itu kehilangan

penglihatannya.

Dapat disimpulkan bahwa penokohan Bernhard Meyersohn adalah seorang

yang baik, sederhana, tegas pada prinsipnya, dan mencintai profesinya. Namun dalam

keadaan diancam, dia akhirnya mengikuti perintah dari Pemuda itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

75

2.3.19 Pemuda

Pemuda dalam novel tersebut berperan sebagai Pemuda peranakan Eropa yang

datang kepada seorang dokter dan mengancam dokter itu agar tak memeriksa Minke.

Dalam novel tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik Pemuda. Diceritakan

bahwa Pemuda itu datang kepada dokter Bernhard. Semula ia mengeluarkan cambuk

kulit dan bertanya kepada dokter Meyersohn.

“Kemudian Pemuda itu menempeleng keras-keras pipi kiri sang dokter.

Cambuk itu ia selitkan pada ikat pinggang dan dikeluarkannya sebilah belati

dan mengamangkan pada dokter itu.” (Toer, 2006: 591).

“Itu lebih baik lagi,” dan dengan sigapnya pemuda itu mengancamkan

ujung belati pada arah jantung dokter. “Lebih baik kau dengarkan aku daripada

berpidato tentang kegagahanmu. Belati ini tanpa ragu-ragu bisa membelah

jantungmu. Dengarkan sekarang: dalam beberapa jam ini akan di bawa ke mari

seorang pasien Pribumi. Awas, jangan perika dia, jangan obati dia. Katakan saja

dia sakit perut, disentri. Ingat? Disentri. Tuan akan selamat dan pasien itu akan

mati. Atau bisa juga yang sebaliknya terjadi, pasien itu hidup dan Tuan mati,

atau yang lain, kedua-duanya mati atau kedua-duanya hidup. Pilihlah yang

terbaik untuk Tuan. Yang pertama yang paling baik. Mengerti?”

“Itu urusanku.”

Dengan tangan kirinya pemuda itu menggunakan cambuknya. Sekali

pukulan pada muka, dan dokter itu kehilangan penglihatannya…….” (Toer,

2006: 592).

Dapat disimpulkan bahwa penokohan Pemuda adalah seorang peranakan Eropa

yang kejam, jahat, dan juga keras ketika mengancam seseorang.

Dalam penelitian ini, peneliti juga memaparkan unsur pembangun cerita yaitu

penokohan dari tokoh tambahan yang tidak mengalami dan melakukan kekerasan

sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

76

2.3.20 Gubernur Jendral Idenburg

Dalam novel tersebut, tidak dideskripsikan secara jelas bagaimana fisik dari

Jendral Idenburg. Gubernur Jendral Idenburg berperan sebagai Gubernur di Hindia

pada tahun 1912. Diceritakan bahwa Gubernur Jendral Idenburg adalah seorang yang

hatinya besar, kepalanya gede berisi sejuta rencana kemanusiaan. Dia adalah orang

yang mematahkan perlawanan bersenjata diseluruh Hindia. Namun dalam ambisinya

untuk memperlakukan kemanusiaan ditanah Hindia, dirinya ditibani oleh berbagai

macam gejala jaman.

Revolusi yang terjadi di Tiongkok pada tahun 1911, membuat dirinya harus

mengambil langkah agar tidak terjadi di revolusi di Hindia. Bukan hanya itu,

menggemparnya revolusi Tiongkok membuat Gubernur harus merobohkan segalam

macam organisasi-organisasi yang bisa memperparah kedudukannya sebagai Gubernur

Jendral dihadapan Sri Ratu Wilhelmina. Sukses revolusi Tiongkok dan berpadunya

bangsa Tiongkok di bawah pimpinan Sun Yat Sen menggema di Hindia. Tionghoa di

Hindia dipadamkan dari kebakaran perepcahan dan teror. Gubernur Jendral Idenburg

sangat kewalahan menghadapi nasionalisme Asia yang bangkit di Hindia. Dirinya tak

punya kekuasaan sah untuk memberengus, dan tak punya wewenang berdasarkan hak-

hak exorbitan.

Gubernur Jendral akhirnya mengambil inisiatif, yaitu membangun sekolah

dasar berbahasa Belanda untuk anak-anak Tionghoa, H.C.S., Hollandsch Chineschee

School. Dengan adanya pembangunan sekolah itu, Gubernur Jendral Idenburg berharap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

77

akan timbul inti dalam masyarakat Tionghoa di Hindia yang berkiblat dan berpihak

pada Eropa.

Dari Gubernur Jendral Idenburg-lah muncul sebuah perintah untuk memata-

matai semua tokoh-tokoh penting dalam organisasi-organisasi dan juga tokoh-tokoh

penting diluar organisasi yang punya kesempatan untuk menghancurkan pemerintahan

Gubernur Jendral Idenburg dan pemerintah Hindia.

2.3.21 Komisaris Besar Donald Nicolson

Dalam novel Rumah Kaca, tidak dijelaskan bagaimana fisik dari tokoh Donald

Nicolson. Dalam cerita tersebut, tokoh Donald Nicolson berperan sebagai atasan dari

Jacques Pangemanann. Dirinyalah yang memberi perintah sebagaimana mandat dari

Algemeene Secretari, untuk memata-matai aktivitas Minke dalam kesehariannya

sebagai pemegang surat kabar Medan dan keterlibatannya dalam organisasi S.D.I. .

Sebagai atasan Pangemanan di kepolisian, dan sebagai komisaris, Donald

Nicolson-lah yang mempertemukan Pangemanann dengan Robert Suurhof untuk

bekerjasama dalam menindak kasus Minke. Namun dalam kerjasama tersebut,

kegagalan-lah yang mereka terima.

“Di Betawi atasanku hanya mengangguk-ngangguk mendengar

kericuanku. Kemudian memberikan komentar yang sungguh-sungguh

menyakitkan., “menyusun kertas nampaknya lebih mudah daripada

mempraketkan.”

“Tuan dapat mencoba sendiri menyusun kertas, Tuan,” jawabku agak

sengit dan aku tahu kata-katanya disemburkan bukan padaku sebagai seorang

Komisaris yang diperbantukan padanya, tetapi sebagai peranakan yang

dianggap terlalu tinggi kedudukannya.” ”(Toer, 2006: 31-32)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

78

“Masuknya Robert Suurhof dalam penjara rupanya tidak sama sekali

mengurangi kesulitanku. Donald Nicolson semakin gencar memburu-buru aku

dengan fakta-fakta barunya: S.D.I terus bertambah-tambah juga anggotanya. Ia

sengaja menjurumuskan aku ke arah pengambilan tindakan yang lebih keras

terhadap pemimpin redaksi Medan itu.” (Toer, 2006: 47)

“Ia tersenyum. Aku tahu dia senang; dia telah membikin aku jadi

kriminal jorok. Aku tinggalkan kantor besar kepolisian Betawi dengan perasaan

rata – sadar aku pejabat kolonial, aku bandit, aku teroris” kata Pangemanann,

(Toer, 2006: 54)

Donald Nicolson adalah seorang Komisari di kepolisan Betawi, sebagai atasan

Jacques Pangemanan sewaktu masih menjadi Inspektur di kepolisian. Donald Nicloson

adalah orang yang membenci Pangemanann karena Pangemanann orang Pribumi yang

memegang jabatan di kepolisian untuk pemerintahan Hindia.

2.3.22 Si Pitung

Dalam novel diceritakan bahwa si Pitung berperan sebagai sosok yang selalu

hadir dalam imajinasi Jacques Pangemanann. Si Pitung selalu mengganggu,

mengancanm, dan menantang Jacques Pangemanann di dalam pikirannya. Dalam

novel, di dalam pikiran Pangemanann, si Pitung adalah seorang yang berjubah putih,

bersorban putih. Giginya meringis, dua diantaranya ompong disamping.

“Pitung datang mengganggu pikiranku. Dia pun berontak dengan

caranya sendiri. Dia bukan manusia terpelajar, dia tak mampu merumuskan

alasan dan kemauannya sendiri. Dia mengamuk seperti kerbau gila. Ah, terlalu

mudah untuk menumpas kau, Pitung. Zihhh!” (Toer, 2006: 90).

Dapat disimpulkan bahwa, tokoh si Pitung adalah tokoh yang mempunyai fisik

orang yang sudah tua, seorang wajahnya keriput, seorang yang taat akan agamanya dan

seorang yang berani dan mencintai keadilan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

79

2.3.23 Tuan L

Dalam novel tersebut, tidak dijelaskan bagaimana deskripsi tentang fisik dari

Tuan L. Diceritakan dalam novel bahwa Tuan L adalah seorang yang suka memberi

kuliah tentang bangsa-bangsa Hindia. Untuk ukuran umur, dia jauh lebih muda

daripada Pangemanann.

“Untuk kepentingan itu aku temui kembali Tuan L dari s’Landscharchief.

Aku perlu mendengarkan kuliah-kuliahnya tentang bangsa-bangsa Hindia.” (Toer,

2006: 48)

2.3.24 Tuan de Beer

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Tuan de Beer

tidak dijelaskan secara deskriptif mengenai fisiknya. Tuan de Beer pertama kali

diceritakan dalam novel adalah saat bekerja-sama dengan Jacques Pangemanann. Tuan

de Beer juga diceritakan hanya sering menjelaskan tentang pengaruh revolusi Tionghoa

di Tiongkok dan Tionghoa di Pribumi.

“Sebulan setelah duduk-duduk dengan pekerjaan tak menentu, Van Dam tot

Dam memberi perintah menyusun penggolongan para perusuh diberbagai daerah

berdasarkan sikap dan tindak mereka terhadap kekuatan Gubermen. Barangtentu

takkan kusalinkan di sini tulisan-tulisan seperti itu. Pendeknya untuk selanjutnya

aku berurusan dengan Komisaris Besar De Beer.” (Toer, 2006: 84)

2.3.25 Tuan Mr.K

Tokoh Tuan Mr. K. di dalam novel Rumah Kaca ceritakan adalah seorang

intelektual dan sarjana hukum yang disegani oleh tokoh-tokoh kolonial selebihnya. Ia

dianggap teoritikus kolonial tanpa tanding. Namanya jarang sekali terpampang dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

80

pers. Ia tidak pernah menulis. Pandangan matanya membuat orang menunduk dan

suaranya memaksa orang untuk menekur menyimak. Dan orang-orang menunggu apa

yang akan dikatakannya. Jabatannya tidak jelas. Dikalangan elite dia selalu jadi pusat

perhatian. Lebih banyak tinggal di Eropa daripada di Hindia. Tiga orang Gubernur

Jendral berturut-turut memerlukan menengar nasehat dan pandangannya. Kepalanya

botak. Suaranya tergumam rendah seperti beruang sedang menggerutu. Kata-

katakanya-lah yang membuat Pangemanann terus ingat. Dia seorang tokoh kaliber

berat.

“Tanpa melihat sisa kepala dan mukanya segera orang tahu, itulah Mr.

K. Intelektual dan Sarjana Hukum yang disegani oleh tokoh-tokoh kolonial

selebihnya. Ia dianggap teoritikus kolonial tanpa tanding. Namanya jarang

sekali terpampang dalam pers. Ia tidak pernah menulis. Mungkin memang tidak

bisa. Pandangan matanya membikin orang menunduk dan suaranya memaksa

orang untuk menekur menyimak. Di kalangan elite ia selalu jadi pusat

perhatian. Dan orang menunggu-nunggu apa yang akan dikatakannya.

Jabatannya yang jelas aku tak tahu. Ia lebih banyak berada di Eropa daripada di

Hindia. Konon katanya tiga orang Gubernur Jendral berturut-turut memerlukan

mendengarkan nasehat dan pandangannya.” (Toer, 2006: 84-85)

“Kandil listrik dengan beberapa belas bola yang menyala tergantung

disana membikin botaknya memantulkan cahaya yang berombak-ombak

seirama dengan gerak kepalanya.” (Toer, 2006: 85)

“Tanya jawab yang terjadi memang menarik. Setiap pertanyaan dijawab

dengan terbuka oleh Tuan Mr. K. Suaranya tergumam rendah seperti beruang

sedang menggerutu. Kemudian terdengar kata-katanya yang takkan kulupakan

seumur hidup.

“Tajamkan pengamatan Tuan-tuan. Kalau tidak….. Filipina kedua bisa

terjadi atas negeri jajahan kita yang permai ini. Kita bisa tertendang keluar.

Salah satu negeri barat akan masuk, mungkin Amerika, mungkin Jerman,

mungkin Prancis atau mungkin juga Inggris. Tapi mungkin juga tidak.”

Dari hasil penelitian yang ada, dapat disimpulkan bahwa tokoh Mr. K. adalah

seorang yang pintar, ahli dalam pengetahuan politik, seorang yang mempunyai sikap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

81

yang tegas, dan berwibawa. Seorang yang selalu menjadi perhatian untuk menemukan

perkembangan-perkembangan seputar politik yang terjadi di Eropa dan Hindia.

2.3.26 Tuan De Cagnie

Tokoh Tuan De Cagnie dalam novel Rumah Kaca berperan sebagai ayah angkat

dari Jacques Pangemanan. Tuan De Cagnie berasal dari Prancis. Bekerja sebagai

seorang apoteker dan mempunyai apotik dan pabrik kecil di Lyon.

“Aku yatim-piatu sejak kecil, dipungut adik ayahku, Frederick

Pangemanann. Menjelang lulus E.L.S di Menado, diambil anak pungut oleh

Tuan De Cagnie, seorang Prancis, seorang apoteker. Suami-istri sangat

berkenan dengan diriku. Mereka tak punya anak. Dibawanya aku pulang ke

Lyon, tempat mereka mempunyai apotik dan pabrik obat kecil.” (Toer, 2006:

94)

2.3.27 Tokoh L

Tokoh L berperan sebagai seorang arsivaris, seorang yang menyediakan

dokumen-dokumen untuk dipelajari oleh Jacques Pangemanann. Tokoh L. bekerja

disebuah gedung arsip.

“Dengan surat pengantar itu pejabat bersangkutan buru-buru ke luar

kamar-kerjanya dan menyambut aku. Ia pandangi aku seperti orang yang tidak

percaya, bagaimana mungkin aku bisa dapat surat pengantar seperti itu yang

tidak lain adalah mandat langsung dari Algemeene Secretarie. Segera ia

berubah sikap dan berkata ramah:

“A, Tuan Pangemanann,” katanya. “Apa yang dapat aku sajikan untuk

Tuan?”

Belanda totok, muda, seorang arsivaris yang tak banyak diketahui oleh umum,

bernama L., lebih suka mengenakan lornyet yang terikat dengan rantai emas

tipis dan halus. Berbaju tutup lena putih, juga celanannya. Rambutnya pirang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

82

sibak tengah. Sepatunya hitam. Tubuhnya agak jangkung dan berisi.” (Toer,

2006: 103).

“Tuan L menyambut aku di pendopo, yang dahulu menjadi tempat

resepsi dan berdansa dalam buaian lagu wals. Tetapi sekarang sunyi, yang ada

hanya seorang penjaga yang merangkap penerima tamu dan Tuan L.” (Toer,

2006:104).

“Ia menarik lempang bibirnya, menindas perasaannya agar tidak

menyembur ke luar. Rupanya ia butuhkan simpati, terlalu kesepian bertahun-

tahun dalam gedung kuburan ini.” (Toer, 2006: 119).

“ “Tuan memang sangat berkuasa atas dokumen-dokumen itu.

Terimakasih banyak atas bantuan Tuan.”

Sekarang ia tersenyum.

Mungkin ia katakan semua itu untuk melampiaskan kejengkelannya

karena harus melayani seorang Pribumi yang dapat mandat dari Algemeene

Secretarie. Mungkin dugaanku yang semula yang lebih tepat: ia menghendaki

agar diadakan promosi terhadap kantor ini melalui pembicaraanku melalui

Tuan Besar atau Dewa-dewa Algemeene Secretarie.” (Toer, 2006: 120-121).

“Di restoran Tong An menjadi jelas padaku. Tuan L. pecinta makanan

Tionghoa pada satu pihak, dan pecinta segala pengetahuan tentang Jawa pada

lain pihak.” (Toer, 2006: 122).

“Pada waktu itu juga aku mengerti, orang ini perlu perhatian Tuan Besar

Gubernur Jendral atau Algemeene Secretarie. Untuk dirinya sendiri ia cukup

berkubur di gedung mausoleum itu, sunyi dan dingin. Semua dokumen yang

dibutuhkan ada dan datang atas panggilannya, dapat membuat studi tanpa batas,

dan menyusun karya seluas dia kehendaki. Dia akan berhasil. Mengapa ia masih

perlukan perhatian? Siapa pun tahu, untuk waktu yang lama orang Jawa sendiri

belum akan menandinginya, apalagi kalau mereka tidak mulai mempelajari

logika secara Barat,……,” (Toer, 2006:122)

“Tuan L menyambut aku dengan girang. Segera dijamahnya persoalan

bangsa Jawa. Rasa-rasa bengkak otak mendengarkan kuliahnya yang tidak

berkeputusan. Ia ulangi kembali apa yang pernah dikatakannya, disana-sini

dengan tambahan-tambahan penguat.” (Toer, 2006: 206).

Dapat disimpulkan bahwa tokoh L. seorang Belanda totok, muda, seorang

arsivaris yang tak banyak diketahui oleh umum. Lebih suka mengenakan lornyet yang

terikat dengan rantai emas tipis dan halus. Berbaju tutup lena putih, juga celanannya.

Rambutnya pirang sibak tengah. Tubuhnya agak jangkung dan berisi. Seorang penjaga

merangkap penerima tamu di pendopo yang dahulunya menjadi tempat resepsi dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

83

berdansa dalam buaian lagu wals. Sifatnya suka dikasihani dan ingin mendapat pujian.

Pecinta makanan Tionghoa dan pencinta segala pengetahuan tentang Jawa.

2.3.28 Tuan de Man

Tokoh Tuan de Man berperan sebagai pesuruh Tuan L. Diceritakan bahwa Tuan

de Man diperintahkan oleh Tuan L. untuk mengawasi Jacques Pangemanan ketika

membacai dokumen-dokumen didalam ruangan arsip.

“…. Segala kebutuhan Tuan barangkali akan Tuan dapatkan

didalamnya. Kalau ada keperluan apa-apa, perintahkan saja pada Tuan De Man

ini,” dan sambil menengok pada pesuruh itu, “Tuan De Man, ini Tuan

Pangemanann. Harap Tuan layani sepatutnya. Selamat bekerja Tuan

Pangemanann.” (Toer, 2006: 104).

“Barang duapuluh sentimeter tumpukan kertas di hadapanku itu

ternyata tak boleh aku sentuh sebelum menandatangani surat tanda peminjaman

yang disodorkan oleh Tuan De Man. Setelah aku menandatangani dan ia

simpan surat pinjaman, ia pergi menyingkir duduk di pojokan. Aku merasa

berada dibawah pengawasan seorang pegawai rendahan.” (Toer, 2006: 105).

“De Man duduk diam di pojokan, hanya matanya yang tak henti-

hentinya mengawasi aku dan tumpukan kertas di hadapanku.” (Toer, 2006:

105).

2.3.29 Tuan R

Tokoh Tuan R berperan sebagai sep baru Jacques Pangemanann di Algemeene

Secretarie. Diceritakan bahwa Tuan R berasal dari Prancis, didikan Prancis dan seorang

sarjana Hukum. Tuan R.-lah yang menahan masa cuti Jacques Pangemanann. Dia juga

suka berbicara dalam bahasa Prancis kepada Pangemanann.

“Pada jam delapan pagi aku datang ke kantor baruku. Seorang pegawai

membawa aku menghadap pada sepku yang baru. Ia ternyata seorang Sarjana

Hukum, seorang Prancis dan didikan Prancis, Tuan R.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

84

Ia sambut aku dengan keramahan yang tak terduga-duga, dalam Prancis,

“Sudah setengah mati aku mencari tenaga berpengalaman yang menguasai

bahasa Melayu, berpendidikan tinggi, menguasai bahasa-bahasa modern. Tuan

anak angkat Tuan apoteker De Cagnie, bukan? Dari Lyon?” ia memberondong

aku. “Sekarang beliau sudah menarik diri dari perusahaan. Tuan sudah tahu,

bukan?” (Toer, 2006: 145-146).

“…..Lupakan cuti Eropa itu. Mari!” dan diajaknya aku masuk ke sebuah

ruangan. Dan dengan bahasa Prancis lidah selatan ia mulai menerangkan tugas

baruku. “Tuan sangat dibutuhkan di sini.” Jelas seperti siang aku kehilangan

cuti Eropaku. Aku tak dapat membayangkan betapa kecewa istri dan anak-

anak…..,” (Toer, 2006: 146).

“Sukakah Tuan mendapat sep orang Prancis?”

“Baru pagi ini aku mengenalnya, Tuan.” Jawabku.

“Seorang yang cerdas, pandai. Sayang sedikit, bila sudah sampai pada

saatnya untuk mengambil keputusan sangat penting ia berubah jadi

peragu,…..,” (Toer, 2006: 152).

“Begitu De Expres beredar, sepku sekali lagi datang gopoh-gapah tanpa

mengetuk pintu. Itulah adatnya bila ia sampai pada puncak kegugupannya.

“Tuan,” katanya dalam Prancis seperti biasa, “memalukan. Tentu tuan

dapat rasakan apa yang ku kandung dalam hatiku. Aku orang Prancis.”

Dapat disimpulkan bahwa tokoh Tuan R adalah seorang yang cerdas, pandai,

dan ramah. Tapi bila sudah sampai saatnya untuk mengambil keputusan yang sangat

penting, dia jadi peragu. Seorang konservatif dalam hal bersifat Prancis.

2.3.30 Nikolaas Knor

Nikolaas Knor berperan sebagai pengatur rumahtangga di kantor arsip

Algemeene Secretarie. Seorang totok, bertubuh gemuk dan tidak begitu tinggi. Seluruh

rambutnya sudah putih. Diceritakan bahwa Nikolaas Knor selalu tinggal dalam

kompleks istana.

“Belum lagi lama ia pergi pintu diketuk lagi. Sekali ini masuk seorang

Totok, bertubuh gemuk dan tidak begitu tinggi. Seluruh rambutnya sudah putih.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

85

Juga ia mengenakan pakaian dinas putih-putih. Ia mengganguk dalam,

memperkenalkan,

“Pengatur rumahtangga, Tuan, Nikolaas Knor.”

“Pangemanann, Tuan Knor, pejabat baru di sini.”

“Selamat datang, Tuan, semoga senang bekerja di sini. Barangkali ada

sesuatu yang harus kukerjakan untuk Tuan?”…… (Toer, 2006: 148).

Diceritakan bahwa Nikolaas Knor suatu kali menemani Jacques Pangemanann

untuk minum Wiski bersama. Jacques Pangemanann merasa Nikolaas Knor adalah

orang yang tepat menemaninya minum karena Nikolaas Knor sangat ramah

terhadapnya. Saat itu Jacques Pangemanann sedang merasakan sesuatu yang aneh

dengan ruangan yang ditempatinya saat itu. Nikolaas Knor kemudian menjelaskan

tentang orang yang digantikan oleh Jacques Pangemanann di ruangan itu. Nikolaas

Knor adalah orang yang menemukan jenasah Tuan De Cagnie di dalam ruangannya.

Saat itu Nikolaas Knor hendak mencari Tuan De Cagnie karena semua pegawai

dikantor telah pulang. Sedangkan Tuan De Cagnie tak dilihatnya. Setelah mencari ke

ruangannya, dia melihat tubuh Tuan De Cagnie sudah dalam kondisi mengenaskan.

Diceritakan juga bahwa Nikolaas Knor-lah yang memecat Frits Doertier. Dia

merasa malu karena telah lalai mempekerjakan seorang anak belasan tahun, Frits

Doertier.

Dapat disimpulkan bahwa Nikolaas Knor adalah orang yang ramah, tahu diri,

hormat kepada atasan, dan orang yang keras terhadap pekerjaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

86

2.3.31 Cor Oosterhof

Cor Oosterhof berperan sebagai orang yang bekerjasama bersama Jacques

Pangemanann dalam memata-matai aktivitas organisai-organisai di Hindia. Dalam

novel, tidak dideskripsikan tentang bagaimana fisik dari Cor Oosterhof.

“Aku kenal mukanya, juga namanya, dalam pengusutan perkara

penyelundupan candu barang limabelas tahun yang lalu. Waktu itu ia seorang

perjaka mendekati umur duapuluh tahun. Stidak-tidaknya barang limabelas

tahun beberapa kali aku masih bertemu dengannya dalam beberapa perkara.

Kalau aku katakan dia pernah terlibat dalam perkara penyelundupan candu,

berarti ia mempunyai atau pernah mempunyai banyak hubungan dengan

gerombolan Thong, dan boleh jadi tanpa dia sendiri tahu tentang gerombolan

teror dan penjahat Tionghoa itu. Setelah Thong dibubarkan oleh usaha Sun Yat

Sen, tak tahu pula aku bagaimana Cor menempatkan dirinya. Setidak-tidaknya

ia mengetahui banyak orang, perbuatan dan persoalan penduduk Tionghoa di

Jawa.” (Toer, 2006: 24).

“Cor Oosterhof ternyata jauh, jauh lebih mudah daripada Robert

Suurhof. Ia tak pernah menunjukan tanda-tanda keangkuhan. Bahkan sebelum

minum pun ia mengangguk padaku dan dengan mulut dan matanya mengajak

bersama-sama minum. Sikap dan jiwanya tidak tegar. Menghadapi dia seakan

menghadapi seorang kenalan lama tanpa gangguan kenangan pada pengalaman

yang memalukan.” (Toer, 2006: 214-215).

Dapat disimpulkan bahwa Cor Oosterhof adalah seorang yang berkepribadian

sopan, sikap dan jiwanya tegar.

2.3.32 Mas Tjokro

Mas Tjokro berperan sebagai orang yang menggantikan Hadji Samadi sebagai

pemimpin Syarikat Islam. Sama halnya dengan Hadji Samadi, dalam novel Mas Tjokro

tidak pernah diceritakan tampil dimanapun dalam cerita. Dalam novel tersebut, tokoh

Mas Tjokro disebutkan dalam sebuah surat kabar yang menjadi bahan pelajaran dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

87

Jacques Pangemanann. Singkatnya, Mas Tjokro dalam novel tersebut dimunculkan

hanya melalui suratkabar.

“Raden Mas Minke dibuang. Syarikat tidak mati, bahkan sekarang telah

ditemukan seorang pelajar baru, yang dicadangkan untuk menggantikannya.

Dia bernama Mas Tjokro, seorang Kranij Borsumij Surabaya. Kalau Mas

Tjokro ditangkap dan dibuang, akan muncul terpelajar baru lagi dan

seterusnya,” (Toer, 2006: 216-217)

“Maka sesuatu yang mengherankan peminat dan penonton Eropa

terjadi. Atas saran Hadji Samadi, si orang baru yang belum menentu jasanya

dalam organisasi Syarikat, diangkat menjadi ketua umum. Orang itu adalah

Mas Tjokro.”

“Pers luar negeri pernah menjulukinya sebagai “kaisar tanpa mahkota”,

ketua umum Syarikat Islam itu, walaupun hanya sebagai ejekan.” (Toer, 2006:

231-232).

“Tjokro mulai menggantikan Medan yang telah dibekukan dengan

Peroetoesan, dan Syarikat tetap tidak atau belum jadi partai. Mengikuti jejak

Minke, koran Tjokro berbahasa Melayu, bukan Jawa.” (Toer, 2006: 233)

Dapat disimpulkan bahwa Mas Tjokro adalah seorang yang berani mengambil

keputusan, seorang terpelajar, dan orang yang tidak peduli dengan ejekan orang-orang.

2.3.33 Simon Zwijger

Simon Zwijger berperan sebagai pesuruh atau pembantu di kantor arsip. Dalam

novel tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik dari Simon Zwijger.

2.3.34 Mas Marco

Mas Marco berperan sebagai penulis bebas yang juga dimata-matai oleh

Jacques Pangemanann. Namun perannya dalam novel tidak terlalu mencolok sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

88

orang yang pernah tampil secara fisik atau personal. Dalam novel Mas Marco hanya

selalu hadir lewat suratkabar yang dibaca oleh Jacques Pangemanann. Dalam novel

juga tidak dideskripsikan secara jelas tentang fisik dari Mas Marco.

Dalam novel diceritakan bahwa Mas Marco telah mendirikan sebuah kerajaan

atau dalam arti kata sebuah organisasi bagi dirinya sendiri di Sala. Diceritakan juga

dalam novel bahwa Mas Marco adalah anak rohani Minke. Mas Marco adalah anak

didik atau murid dari Minke. Mas Marco diceritakan sering menyurati seorang wanita,

yaitu Siti Soendari untuk berdiskusi melalui surat.

Mas Marco juga pernah ditangkap dan ketika dilepaskan di penjara Sala, dia

disambut oleh segelintir orang yang memuja-mujanya. Ketika keluar dari penjara, Mas

Marco kemudian pergi mengunjungi rumah Siti Soendari. Namun dirinya tak bertemu

dengan Siti Soendari.

“Sandiman dan Marko menghilang membawa kebebasannya yang

sangat berharga itu….” (Toer, 2006: 306)

“Memang benar rabaanmu, Marko memang punya kekuatan. Dan

kekuatannya adalah nalurinya tentang keadilan. Ia punya kekuatan, karena ia

kerahkan seluruh wujudnya untuk memenangkan keadilan. Jangan kau kira tak

ada seorang Hindia pun tidak memprotes perlakuan Gubermen atas dirimu.

Memang Samadi tidak. Mas Tjokro juga tidak. Hanya Marko-mu yang angkat

bicara. Tapi dia tidak bicara pada Gubermen. Dia bicara pada pendengar-

pendengar yang kurang tepat. Dia belum berani nyatakan protesnya dalam

tulisan untuk semua orang. Pada suatu kali mungkin juga ke sana

perkembangannya.”

“Baik, Pitung modern, akan ku sediakan map khusus untuk pengikutmu

yang paling setia ini. Dan Marko, mulai sekarang kau akan menyertai aku dalam

Rumah Kaca pada mejaku.” (Toer, 2006: 317).

“Ketika masih berada di bawah ketiak gurunya, ia adalah seorang

Marko. Setelah gurunya pergi mendadak ia mengubahnya menjadi Marco.”

(Toer, 2006:328).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

89

2.3.34 May Le Boucq

May Le Boucq dalam novel berperan sebagai penyanyi Prancis yang dikagumi

oleh Jacques Pangemanann. Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer,

tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik tokoh May Le Boucq.

“Dede pergi dan tak lama kemudian terdengar nyanyian populer Prancis

keluar dari fonograf, dinyanyikan oleh penyanyi yang sedang muncul di

gelanggan ketenaran: May Le Boucq. Nyanyian itu adalah Cintaku Takut Sang

Surya, sebuah nyanyian Paris sejati.”

“Tamuku tercengang. Matanya tak lagi gugup. Kepalanya menunduk

dan bergumam, “Paris! Tak ada buatan manusia lebih indah dari Paris!” Ia

angkat kepalanya, memandangi aku. “Orang Prancis mana yang tak kenal suara

itu?”

“May Le Boucq!” aku menyorong.

“Dan tak ada suara lebih indah daripada suara penyanyi Prancis.” (Toer,

2006: 271)

2.3.35 Siti Soendari

Dalam novel Rumah Kaca, Siti Soendari berperan sebagai seorang penulis di

suratkabar dan wanita pertama yang sering berpidato di hadpan Pribumi. Siti Soendari

juga seorang aktivis nasionalisme dalam sebuah organisasi Pribumi.

Diceritakan dalam novel bahwa kemunculan Siti Soendari, seorang wanita yang

membuat pemerintahan Hindia kala itu terguncang dengan tulisan dan pidato-

pidatonya. Siti Soendari adalah seorang lulusan H.B.S. Semarang.

“Pemunculan baru dengan nama Siti Soendari diduga adalah seorang

lulusan H.B.S Semarang beberapa tahun yang lalu. Sudah sejak di H.B.S. ia

memperlihatkan bakat dan kesukaan menulis…,” (Toer, 2006: 360).

Dideskripsikan dalam novel fisik dari tokoh Siti Soendari sebagai berikut.

“Tentunya cantik,” kataku menyarani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

90

“Demikian yang pernah disampaikan. Bila dia sedang bicara petugas-

petugas tak tahu lagi apa yang dikatakannya, lebih banyak terpesona kepada

kecantikan dan keluwesannya, pada senyumnya, pada giginya yang nampak

gemerlapan, pada tingakah-lakunya yang gemulai, pada bibirnya yang merah

dan selalu basah.” (Toer, 2006: 366-367).

“Pertama aku melihatnya,” sambung Komandan Polisi, “ia berkain

batik tanpa tanpa wiru. Wajahnya, kata peribahasa Pribumi, seperti daun sirih.

Kulitnya langsat, bibirnya tipis penuh. Orang akan terpikat pada bibirnya bila

sedang bicara.” (Toer, 2006: 368).

Dalam novel diceritakan bahwa saat itu, dalam keadaan senyap mencekam,

tiba-tiba sebuah koran dari Semarang membuat perhatian orang menggeregap bangun

dan meloncat. Surat itu berbahasa Belanda yang ditulis dan diberi inisial S.S. Jacques

Pangemanann menerka bahawa itu adalah tulisan Siti Soendari. Di dalam suratkabar

tersebut, dengan gaya penulisannya, Siti Soendari mencoba membesarkan hati

Pribumi. Namun, Jacques Pangemanann tidak ingin untuk menangkap Siti Soendari.

Alasan itu karena Siti Soendari seorang wanita.

Setelah Jacques Pangemanann mencaritahu kebenaran tentang Siti Soendari,

ternyata di dapati bahwa Siti Soendari adalah seorang lulusan H.B.S. . Siti Soendari

juga pernah menjadi aktivis Jong Java, aktivis Pemalang Bond, dan sebuah organisasi

pelajar Pribumi sewaktu masih duduk dibangku sekolah. Dan dalam organisasi

tersebut, dia selalu menjadi pemimpin. Setelah lulus dari sekolah, Siti Soendari

kemudian menjadi pengajar pada sebuah sekolah swasta. Kemudian Siti Soendari

pindah dan mengajar di sekolah dasar swasta Boedi Moeljo. Keterangan berikutnya

bahwa Siti Soendari adalah anak dari seorang ayah jebolan STOVIA dan menjabat

sebagai kepala Pegadaian Negeri Pemalang dan sebagai tuan-tanah yang berhasil. Siti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

91

Soendari tak begitu mengenal ibunya karena ibunya meninggal sewaktu Soendari

berumur tujuh bulan. Siti Soendari mempunyai seorang kakak dan sedang belajar di

Belanda.

Jacques Pangemanann kembali mendapat sebuah laporan bahwa, “Siti

Soendari selalu berpakaian rapi, berkain dan berkebaya, berselop beledu hitam,

yang disulam berbunga-bunga. Kainnya terpasang sampai mata-kaki, datar, tak

ada bagian lebih rendah atau lebih tinggi. Sanggulnya dihias dengan tusuk

sanggul dari tanduk, dihias dengan keris kecil dari perak. Kebayanya selalu dari

kain katun bikinan Nederland. Sebagaimana patutnya pada wanita Jawa, ia

selalu mengenakan perhiasan dari emas yang termasuk mahal. Bahkan anting-

antingnya dari berlian biru.” (Toer, 2006: 405).

Diceritakan juga dalam novel, Siti Soendari yang suka berpindah-pindah

membuat sang ayah kebingungan untuk mencarinya. Ketika itu Gubermen menegur

ayahnya karena sikap dan aktivitas Siti Soendari membuat Gubermen terancam.

Gubermen kemudian memerintahkan ayahnya untuk menghentikan aktivitas Soendari,

anaknya. Ketika ayahnya mencari, Siti Soendari tidak pernah ditemukan. Ketika di

Pemalang, ayahnya akhirnya menemukan Siti Soendari. Ketika itu ayahnya meminta

Siti Soendari untuk pulang ke rumah. Namun Siti Soendari tak ada niat untuk mengikuti

perintah ayahnya. Ketika ayahnya terus mengikuti anaknya, ditemukan bahwa Siti

Soendari mengikuti sebuah rapat umum yang diselenggarakan V.S.T.P, Vereeniging

van Spoor en Trampersoneel yang bermarkas di Semarang. Dalam acara itu, Siti

Soendari terlihat berkobar-kobar saat menyampaikan pidatonya, yang disaksikan

langsung sang ayah. Dan saat itu juga, orang-orang meneriakan nama Soendari,

“Hidup Juffrow Soendari!!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

92

Diceritakan juga bahwa ketika itu Siti Soendari bersama ayahnya pergi ke

sebuah tempat yang tak diketahui oleh Soendari. Disana dia ditanyai oleh seorang ibu

tentang pernikahannya. Namun Siti Soendari menolak dan tidak mau menikah. Dirinya

dan ayahnya pernah dipesan oleh Minke bahwa jangan pernah memaksa Siti Soendari

untuk menikah.

Dapat disimpulkan bahwa Siti Soendari adalah seorang perempuan yang cantik,

sopan, kuat, berprinsip keras, punya pendirian dan berjiwa nasionalisme dan berjiwa

pemimpin. Dia juga mencintai sang ayah.

2.3.36 Tuan Gr

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, fisik tokoh Tuan Gr.

tidak di jelaskan secara deskriptf dan jelas. Peran Tuan Gr. juga tidak diceritakan dan

dijelaskan dalam novel. Dalam novel tersebut diceritakan bahwa Tuan Gr. bertemu

dengan Jacques Pangemananann saat diperkenalkan oleh Tuan R. setelah mereka

tinggal bertiga diruangan A. Tuan Gr. kemudian mengatakan bahwa dia mengenal ayah

dari Jacques Pangemanann adalah seorang apoteker dan sudah keluar dari perusahaan.

Tuan R. kemudian mengatakan bahwa Tuan Gr. adalah partner kerja bersama Jacques

Pangemanann.

Tuan Gr. diceritakan juga adalah seorang yang ahli tentang perkembangan

orang-orang Tionghoa di Hindia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

93

2.3.37 Strooman

Strooman berperan sebagai seorang marine dari Angkatan Laut Hindia Belanda

di Malang. Strooman adalah seorang peranakan Eropa yang bertemu dengan Jacques

Pangemanann di hotel orang Eropa. Tak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik dari

Strooman.

Di kutip dalam novel bagaimana pertemuan Strooman dan Jacques

Pangemanann.

“Ketika aku menghampiri meja bilyard, seorang peranakan Eropa telah

merampas tongkat yang hendak kupergunakan.

“Dengan ijin siapa kowe masuk ke mari?” gertaknya.

Dengan cepat pandanganku menggelincir pada pakaianku yang serba

putih, pada sepatu coklatku yang mengkilat dengan talinya yang tersimpul rapi.

Komandan Polisi Malang yang membawa aku kemari, Tuan

Roedentaal, sedang bicara dengan seorang berseragam marine.

Kata-kata peranakan itu sungguh menusuk perasaan, sekalipun aku

sendiri juga pernah menggunakannya terhadap orang lain.

“Komandan Polisi Malang, Tuan Roedentaal,” jawabku dalam Belanda.

“Biar malaikat pun tak punya hak memasukan Pribumi dan anjing ke

mari!” dengusnya geram dalam Melayu.” (Toer, 2006: 361-362).

“Terimakasih, Tuan,” kataku dalam Belanda. “Kalau Tuan tahu barang

sedikit kesopanan…..”

Peranakan itu naik pitam dan mengamangkan tongkat bilyard itu

padaku. Ketika itulah Tuan Roedentaal menengahi, “Tuan Strooman, rasanya

tak patut tindakan Tuan ini. Tuan Pangemanann adalah pensiunan Komisaris

Polisi, pejabat tinggi pada Algemeene Secretarie, dan sedang menjalankan

tugas untuk Tuan Besar Gubernur Jendral.” (Toer, 2006: 362).

Dapat disimpulkan bahwa Strooman mempunyai sikap tak sopan, acuh tak acuh

dan sombong.

2.3.37 Semaoen

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Semaoen

berperan sebagai anggota dari V.S.T.P, Vereeniging van Spoor en Trampersoneel.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

94

Diceritakan dalam novel bahwa ketika dalam sebuah acara yang diselenggarakan di

Semarang oleh V.S.T.P, Semaoen muncul dan memperkenalkan dirinya pada ayah Siti

Soendari.

“Seorang bocah berperawakan pendek, bercelana panjang dan

berkemeja pendek, semua serba putih, dengan gesitnya menghidangkan air teh.

Setelah meletakan gelas-gelas, ia berdiri tegak dan dalam Belanda yang lancar

mengucapkan selamat datang pada sang ayah dan sukses di atas podium untuk

Siti Soendari. Setelah itu iamembungkuk seperti seorang penggawa Kerajaan

di istana-istana Eropa dan memperkenalkan dirinya:

“Namaku Semaoen. Aku akan suka sekali mengenangkan peristiwa

gemilang ini. Tuan tentu akan demikian juga,” katanya kepada ayah Soendari.”

(Toer, 2006: 431).

“Garis S-S-Y semakin membuncah. Seorang bocah berumur enam belas

tahun, bertubuh pendek, yang beberapa tahun lalu masih melayani tamu-tamu

V.S.T.P. Semarang, dengan kelebihannya karena telah membacai beberapa

buku berbahasa Belanda, dan berbakat pandai bicara, telah memperlihatkan diri

sebagai calon agitator yang tangguh. Bocah itu bernama Semaoen. Dialah yang

paling gencar dan paling kencang memperingatkan pada umum: Janji Kerajaan

itu tak lain daripada kenyataan, bahwa posisi Hindia Belanda dan Kerajaan

Belanda dalam keadaan lemah, maka organisasi-organisasi Pribumi jangan

sampai terperosok menyambut tangan kerajaan yang diulurkan.” (Toer, 2006:

608).

“……Dari mulut si bocah itu pula untuk pertama kali Pribumi mengenal

kata-kata sihir seperti imperialisme, kapitalisme, nasionalisme,

internasional…..” (Toer, 2006: 610).

Dapat disimpulkan bahwa tokoh Semaoen adalah seorang anak yang berani,

berjiwa nasional, cerdas dan giat dalam beroganisasi.

2.3.38 Mas Soewoyo

Mas Soewoyo berperan sebagai seorang Sekertaris Oemoem Boedi Moeljo.

Dalam novel tersubut tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik dari Mas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

95

Soewoyo. Diceritakan bahwa Mas Soewoyo bertemu dengan Jacques Pangemanan

untuk memenuhi undangan dari Algemeene Secretarie.

“Begitu memasuki ruanganku ia berdiri membungkuk dan dengan gaya

berpidato di depan sebuah perayaan sekolah berkata, “Wakil Boedi Moeljo,

Mas Sewoyo, datang menghadap atas panggilan Algemeene Secrtarie”.

Belandanya lancar tak ada celanya. Lidah Jawanya sudah banyak terkikis.”

(Toer, 2006: 464)

“Ia duduk di kursi sambil meletakan tasnya di atas lantai. Aku angkat

tas itu dan aku letakan di atas meja. Nampak olehku ia mengenakan selop dari

kulit kualitas rendah.” (Toer, 2006: 464).

“Ternyata ia sedang berada di Yogya waktu menerima telegram tentang

akan adanya audiens itu. Ia datang terlambat.” (Toer, 2006: 464)

“Menghadapi seorang penguasa kolonial seperti aku ini, jawabannya

menggambarkan keprimitifannya sebagai seorang organisator. Kalau dia

hadapi Sneevliet jelas ia takkan bakal dapat membela diri. Bahasa Belandanya

memang jempolan, tapi cara berpikirannya masih lemah seperti nenek-

moyangnya. Nampaknya ia berhati baik, dan dengan modal itu tak kenal susah-

payah mengasuh organisasinya, yang tidak mendatangkan sesuatu keuntungan

pribadinya.” (Toer, 2006: 465)

“Maaf, Tuan Pangemanann, aku lebih suka diingat sebagai orang Boedi

Moeljo,” jawabannya yang aku nilai sebagai jawaban gembong. “Pekerjaan

mengurusi generasi muda Jawa ini adalah yang yang terpenting untuk kami.”

(Toer, 2006: 465)

“Dalam pertemuan itu dapat kutarik kesimpulan, Soewoyo berusaha

keras meyakini orang akan keyakinan orang akan keyakinan Boedi Moeljo,

bahwa tak ada seorang pun di antara pemuka-pemuka organisasinya yang

bergiat untuk sesuatu pamrih….” (Toer, 2006: 467).

Dapat disimpulkan bahwa penokohan Soewoyo dalam novel Rumah Kaca

adalah seorang pira yang baik, sopan, berpendidikan, pintar berbahasa Belanda, namun

lemah dalam jiwa nasionalisme, dan tunduk pada perintah kolonial.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

96

2.3.39 Van Limburg Stirum

Van Limburg Stirum atau Jendral Gubernur Van Limburg Stirum berperan

sebagai pengganti Gubernur Jendral Idenburg sebagai Gubernur Hindia. Dalam novel

tidak digambarkan secara deskriptif tentang fisik dari Van Limburg Stirum.

“Pada hari-hari pertama dalam jabatannya, Gubernur Jendral Van

Limburg Stirum nampaknya tampak ada keinginan untuk mengetahui semua

itu. Staf Algemeene Secretarie menjadi tegang. Keadaan di luar istana semakin

bergejolak. Organisasi-organisasi pendukung Gubermen kehilangan inisiatif

untuk berofensif terhadap mereka. Kami menduga, Tuan Besar tidak

mempunyai perhatian terhadap segala yang sedang berkecamuk…..” (Toer,

2006: 474).

“Sembilan hari setelah kedatangannya baru Direktur ku mendapat

panggilan. Tak lama kemudian Tuan Besar datang ke kantor kami dalam

iringannya berikut para ajudan. Ia melakukan pemeriksaan ke semua ruang

kerja. Ia keliahatan tidak begitu angker, banyak senyum, kurang kata-kata.

Pandangan matanya tenang, tapi kepalanya yang agak botak sering

mengangguk, jarang menggeleng.” (Toer, 2006: 475).

Dapat disimpulkan bahwa penokohan Gubernur Jendral Van Limburg Stirum

adalah seorang yang tidak tegas, lamban dalam mengerjakan sesuatu, murah senyum

dan tidak terlalu banyak bicara.

2.3.40 Sarimin

Sarimin berperan sebagai seorang agen Polisi klas I yang mempunyai sebuah

buku catatan milik Rientje de Roo. Diceritakan bahwa Sarimin datang ke rumah

Jacques Pangemanann untuk memberitahukan kematian Rientje de Roo. Saat itu

memang Jacques Pangemanann sedang menunggu Rienjte de Roo. Alasan Sarimin

memberitahukan kematian Rientje de Roo adalah karena nama Jacques Pangemanann

tercatat dalam buku catatan milik Rientje de Roo.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

97

Hal itu membuat Jacques Pangemanann ketakutan dan marah. Ia meminta buku

catatan itu, namun Sarimin menolaknya dan meminta uang tebusan untuk buku catatan

itu. Sarimin mengaku bahwa dia akan mengawini anaknya dan meminta uang untuk

itu. Jacques Pangemanann tahu bahwa dia berbohong dan dia hendak berjudi. Jacques

Pangemanan pun menawarkan jumlah uang padanya, namun Sarimin menolak dengan

alasan terlalu rendah. Sarimin meminta sembilan ratus gulden. Namun Jacques

Pangemanann merasa terlalu tinggi. Sarimin pun tak kehabisan akal. Dia mengancam

akan mengatakannya semua di pengadilan. Jacques Pangemanann pun memberikannya

tigaratus gulden sebagai panjar. Sarimin pun menerimanya dan mengatakan bahwa

dalam satu minggu Jacques Pangemanann harus melunasinya dan menemuinya di

rumah untuk mengambil buku dan melunasinya.

Beberapa kali Jacques Pangemanann mencari Sarimin dan tak

mendapatkannya. Dan ketiga kalinya ia akhirnya bertemu dengan Sarimin. Saat itu

koran-koran sedang hangat memberitakan kematian Rientje de Roo. Saat pertemuan

itu, Sarimin kemudian mengajak Pangemanann untuk berjalan-jalan dan sampai

disebuah warung makan sate. Di waurng makan sate itulah terjadi negosiasi yang

sangat licik dari Sarimin. Dia terus membuat Jacques Pangemanann merasa terancam.

“Rupa-rupanya aku tak dapat menundukan bajingan tengik ini.

Sekiranya dia dulu melakukan tugas Suurhof untukku, mungkin aku lebih

berhasil. Menyesal juga baru aku temui dia sekarang.” (Toer, 2006: 489).

Kemudian diceritakan bahwa ternyata Sarimin mempunyai salinan dari buku

catatan itu. Sarimin pun berjanji, jika semua uang yang dia kehendaki sudah diberikan

padanya, dia akan melenyapkan buku aslinya. Dengan cepat lalu Jacques Pangemanann

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

98

memberikannya uang yang dikehendakinya. Setelah semua keinginan Sarimin

terpenuhi, mereka berjabatan tangan, Sarimin menerima uang, dan Jacques

Pangemanan menerima buku itu. Sarimin kemudian membakar salinan dari catatan itu.

Mereka berdua kemudian berpisah.

Setelah kejadian itu, Jacques Pangemanan kemudian mencari tahu riwayat dari

Sarimin.

“….. ia anak pungut seorang keluarga peranakan Eropa, yang telah

tumpas karena tbc. Ia seorang agen polisi yang mendapatkan catatan baik,

sehingga lebih cepat daripada yang lain-lain telah meningkat jadi agen klas

satu.” (Toer, 2006: 490-491).

Dapat disimpulkan bahwa Sarimin adalah seorang polisi yang cerdik, suka

bermain judi, pengancam, pembohong, licik, walaupun dalam tingkat akademik

kepolisian, dia seorang yang baik dan pintar.

2.3.41 Tuminah

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, tokoh Tuminah

berperan sebagai seorang pembantu di rumah Jacques Pangemanann. Dalam novel

tersebut tidak dijelaskan secara deskriptif tentang fisik dari Tuminah.

Tuminah adalah seorang babu yang tetap setia menemani Jacques

Pangemanann ketika dirinya, Jacques Pangemanan, sedang berada dalam keadaan

depresi dan mabuk. Tumina adalah orang yang selalu membantu Jacques Pangemanann

dalam mengurusi rumahnya.

“Kau semakin tua juga, Pangemanann, Jacques. Di dunia ini tak ada lagi

yang mempedulikan kau kecuali Tuminah. Dia yang mengurus semua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

99

kebutuhanmu dalam keadaan kau seorang diri menghabiskan sisa hidupmu.

Semua yang ada di luar rumah ini mencabik-cabik dan menelanmu.” (Toer,

2006: 497).

Diceritakan bahwa saat itu Jacques Pangemanann dalam keadaan yang sangat

depresi dan sedang minum. Tiba-tiba Tuminah mengatakan bahwa dirinya takkan

memberikan kunci buphet kepada Pangemanann. Dia tidak mau Jacques Pangemanann

minum sampai besok.

Dapat disimpulkan bahwa Tuminah adalah seorang yang baik hati, penyayang,

setia kepada majikannya.

2.3.42 Goenawan

Dalam novel tersebut, tokoh Goenawan berperan sebagai teman lama dari

Minke sewaktu masih terlibat di S.D.I.. Pertemuan keduanya saat itu diceritakan bahwa

Goenawan melihat seorang pria yang wajahnya sangat ia ketahui. Goenawan pun

mengikutinya dari belakang, dan tiba-tiba mengambil tas orang itu dan menaikannya

ke atas delman. Dalam novel tidak digambarkan secara deskriptif bagaimana fisik dari

Goenawan.

Diceritakan dalam novel, Goenawan akhirnya membawa Minke ke rumahnya.

Goenawan tahu bahwa Minke sedang sakit. Ia merasakan suhu badan temannya itu.

Saat sampai di rumah, mereka berbicara panjang lebar. Setelah percakapan itu,

Goenawan kemudian membawa Minke ke seorang dokter Jerman, yaitu Berhard

Meyersohn.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

100

2.4 Latar

Latar atau setting disebut juga sebagai landasan tumpu, menunjuk pada

menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro,

2015: 305). Later atau setting kemudian dibedakan lagi menjadi tiga unsur latar, yaitu

latar waktu, latar tempat, dan latar sial budaya. Dalam katiannya dengan penelitian ini,

latar berfungsi menjelaskan kapan terjadinya tindak kekerasan, tempat terjadinya, dan

bagaimana latar belakang sosial atau kultural pada masa itu (sesuai cerita dalam novel).

2.4.1 Latar Waktu

(Nurgiyantoro, 2015: 31), latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah cerita fiksi. Latar waktu

dalam fiksi bisa menjadi dominan dan fungsional jika diagram secara teliti, terutama

jika dihubungkan dengan waktu sejarah.

Dalam penelitian ini, latar waktu yang akan dikaji dan dipaparkan adalah latar

waktu yang berhubungan dengan waktu berdasarkan zaman terjadinya dan latar waktu

yang berhubungan dengan terjadinya tindak kekerasan. Berikut pemaparan tentang

latar waktu berdasarkan novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

101

2.4.1.1 Tahun 1912

Dalam nove Rumah Kaca, Tahun 1912 adalah latar awal waktu penceritaan

dimulai. Latar waktu 1912 adalah latar wakut yang menunjukan sebuah pergolakan

hebat di Hindia. Pergolakan yang terjadi adalah pergolakan revolusi di Asia, tepatnya

di Tiongkok yang sampai menyebar ke Hindia. Pergolakan revolusi itu pun membuat

Pribumi di Hindia menjadi gencar dengan membentuk sebuah organisasi-organisasi

modern, yang kala itu dipengaruhi oleh seorang tokoh bernama R.M. Minke. Tahun

1912 adalah tahun pengantar latarbelakang cerita sebelum maju kearah waktu cerita

yang ada.

Pada tahun itu, Gubernur Jendral Idenburg masih menjadi Gubermen di Hindia.

Pada tahun itu, tokoh utama dalam novel, Jacques Pangemanann menjabat sebagai

Inpektur kepolisian tingkat I..

2.4.1.2 Tahun 1914

Dalam novel tidak disebutkan tahun 1914. Berdasarkan kajian yang ada,

peneliti mendapatkan bahwa pada tahun 1914 adalah waktu dimana Gubernur Jendral

di Hindia mengambil jamannya sendiri dan tak dapat menentukan niat awalnya sebagai

orang yang mempunyai jiwa kemanusiaan.

Bukti penelitian ini dapat dibuktikan dari kutipan novel sebagai berikut.

“…. Datanglah sang pengganti laksana pangeran dari kahyangan, lepas

santai berlenggang-kangkung. Hatinya besar, kepalanya gede berisi sejuta

rencana kemanusiaan. Tak tahunya, tak lebih dari 3 tahun kemudian – waktu ia

semestinya berhasil memperlihatkan wajah malaikat Nederland, Eropa, jaman

mendadak berkisar mengambil arahnya sendiri….” (Toer, 2006: 1).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

102

2.4.1.3 Tahun 1911

Dalam novel diceritakan bahwa pada tahun 1911 adalah tahun revolusi

Tiongkok terjadi. Tahun 1911 juga menjadi tahun pertama Jacques Pangemanann di

perintahkan untuk memata-matai aktivitas Minke.

Dalam novel diceritakan pada awal tahun 1911, di Kantor Besar Kepolisian

Betawi, atasan Jacques Pangemanann, Donald Nicolson mendapat tugas dari

Algemeene Secretarie untuk memata-matai orang-orang yang terlibat dalam organisasi

S.D.I., termasuk R.M. Minke. Dan tugas itu diberikan oleh Jacques Pangemanann.

2.4.1.4 Tahun 1919

Dalam novel Rumah Kaca, tahun 1919 adalah tahun pengangkatan jabatan

Jacques Pangemanann dari Inspektur menjadi Komisaris dan dibebas tugaskan dari

lapangan. Dalam novel memang tak dituliskan tahun 1919. Namun dalam kutipan

novel ini dapat disimpulkan bahwa tahun pengangkatan jabatan Jacques Pangemanann

menjadi Komisari adalah tahun 1919. Dan kesimpulan dari hasil waktu tahun 1919,

didapati bahwa tahun inilah Jacques Pangemanann menuliskan catatannya yang diberi

judul Rumah Kaca.

“Dalam hanya tujuh tahun aku telah meningkat dengan lompatan

menjadi Komisaris dan dibebaskan dari pekerjaan lapangan ataupun kirminal.”

(Toer, 2006: 83).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

103

2.4.1.5 Siang

Dalam novel diceritakan saat itu Jacques Pangemanann dan Robert Suurhof

bersama tiga kawannya sudah merencanakan untuk datang ke rumah Minke.

diceritakan bahwa Jacques Pangemanann kala itu memerintahkan Robert dan kawan-

kawannya untuk terlebih dulu masuk ke dalam rumah. Jacques Pangemanann-pun

menunggu mereka di bawah sepokok kayu jalan. Matari kian condong, Jacques

Pangemanann menarik sebatang rokok dan membakarnya. Saat itu terdengar suara

“Darr!”, suara tembakan dari dalam rumah Minke. Jacques Pangemanann kaget dan

menuduh bahwa Robert Suurhof dan teman-temannya sudah melakukan kesalahan

dalam tugasnya. (Toer, 2006: 25).

2.4.1.6 Jam sembilan Pagi (Pertemuan dengan Tuan. L.)

Dalam novel diceritakan bahwa pada suatu hari datang instruksi baru buat

Jacques Pangemanann untuk pergi ke s’Landscharchief dengan surat pengantar dari

kantor Algemeene Secretarie yang berkedudukan di Buitenzorg. Perintah itu datang

sendiri atas dasar rencana-kerja yang dibuat oleh Pangemanann.

Di gedung s’Landscharchief itu lah pertemuan pertama Jacques Pangemanann

dan tokoh L., seorang tokoh yang mempelajari dan sangat menguasai perihal Pribumi

Jawa. Gedung s’Landscharchied adalah sebuah gedung yang berisi dokumen-dokumen

sejarah yang harus dipelajari oleh Jacques Pangemanann. (Toer, 2006: 102-104).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

104

2.4.1.7 Sore (Kemunculan Prinses Kasiruta dan Piah)

Dalam novel diceritakan saat itu sore-sore, Jacques Pangemanann sedang

duduk berdua di pelataran rumah bersama Tuan L.. Saat itu Tuan L. dan Jacques

Pangemanann sedang bercerita tentang Pribumi Jawa. Dan tiba-tiba di depan rumah,

dua orang perempuan sedang berdiri memegang pagar. Saat itu yang dibelakang

menarik-narik yang di depan. Perempuan itu adalah Prinses Kasiruta yang di depan dan

Piah, pembantunya yang berada di belakang. Kemudian Jacques Pangemanann

menyuruh Polisi untuk mengusir kedua pengemis tersebut. Saat itu, Jacques

Pangemanan mengira bahwa kedua perempuan itu adalah pengemis.

2.4.1.7.1 (Kemunculan Prinses Kasiruta dan Piah untuk kedua kalinya)

Dalam novel diceritakan kemunculan Prinses Kasiruta dan Piah untuk kedua

kalinya. Saat itu Jacques Pangemanann sedang menikmati udara sore yang nyaman

sambil menghisap cerutu. Jacques kala itu sedang ingin melupakan pekerjaan di kantor

yang sangat berat. Tiba-tiba muncul dua orang perempuan di depan rumah. Merasa

penasaran, Jacques Pangemanann kemudian mengambil teropong untuk

memperhatikan kedua perempuan itu. Setelah dilihatnya, betapa terkejutnya Jacques

Pangemanann mengetahui kedua orang itu adalah Prinses Kasiruta dan Piah. Sontak

Pangemanann langsung menelepon polisi untuk mengusir dan menggeledah mereka.

Polisi pun kemudian menggeledah dan mengusir kedua perempuan itu. Dari

rumah Pangemanann, suara kesakitan kedua perempuan itu terdengar. Mereka di

tendang dan kemudian di gelandang ke kantor Polisi. (Toer, 2006: 190-193).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

105

2.4.1.8 Sembilan Pagi (Pertemuan dengan Cor Oosterhof)

Diceritakan dalam novel, di sebuah kamar di Harmonie, Jacques Pangemanann

bertemu dengan seorang teman lama sewaktu mengusut perkara penyelundupan candu

limabelas tahun yang lalu. Pertemuannya dengan Cor Oosterhof adalah untuk memberi

perintah kepada Cor Oosterhof untuk mengadu dombakan kaum Tionghoa di Hindia

dan Pribumi.

2.4.1.9 Awal Tahun 1913

Diceritakan dalam novel, awal tahun 1913, Jacques Pangemanann pergi ke

Sukabumi. Kota yang selama ini dihindarinya. Saat itu Jacques Pangemanann menaiki

mobil dan ketika sampai di Sukabumi, ternyata mobil yang ditumpangi Jacques tak

bisa masuk dikarenakan banyak orang dijalanan membawa segala macam barang-

barang yang takkan mungkin disebutkan satu-persatu. Jacques akhrinya turun dari

mobil. Ia mengikuti orang-orang yang berarak-arak bersorak-sorak. Tiba-tiba arak-

arakan itu pecah dan bertebaran menyerang toko-toko Tionghoa di sepanjang jalan.

Setelah itu Jacques Pangemanann kemudian menaiki ulang mobil tumpangannya. Pada

waktu itu pula seluruh kekuatan kepolisan meninggalkan tangsi-tangisnya, dan tidak

kurang marahnya menyerbu membubarkan gerombolan penyerbu. Mereka memukul

dan menerjang, menghantam dan menendang. Penggada-penggada mereka berayun

turun-naik ke udara dan mendarati tubuh-tubuh manusia……, (Toer, 2006: 220-222).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

106

2.4.1.10 Pagi (Penangkapan Wardi)

Diceritakan dalam novel, jam setengah sembilan pagi telah datang satu kompi

pasukan KNIL yang siap tempur. Datang dengan iring-iringan truk. Saat itu Jacques

Pangemanann duduk di dalam truk pertama di dekat sopir yang seorang kopral Ambon.

Sesampainya di sebuah daerah, serdadu-serdadu itu melompat turun dan menyebar.

Jacques Pangemanann tetap duduk di dalam truk. Tak lebih dari seperempat jam

kemudian, terlihat Wardi sedang berjalan kaki di jalanan dalam giringan para serdadu.

Semua orang pun melihat kejadian itu. (Toer, 2006: 283).

2.4.1.11 Malam (Mengejar Siti Soendari)

Diceritakan dalam novel, ketika hari semakin gelap, ayah Soendari melihat

putri yang dicarinya selama ini masuk ke gedung wayang setelah ayah Soendari

mengejarnya dengan dokar. Ayahnya yang tak kuat lagi untuk turun karena baru

melihat anaknya kemudian ditolong masuk oleh dua orang bocah yang diupahnya.

Malam itu juga ayah Soendari melihat putrinya berpidato di hadapan orang banyak

yang berkerumun. Acara itu diselenggarakan oleh V.S.T.P. (Toer, 2006: 429)

2.4.1.12 Pagi (Menjemput R.M. Minke)

Diceritakan dalam novel, kapal K.P.M. telah merapat. Udara sangat jernih. Dan

matari nampak riang menyambut kedatangannya. Jam sembilan lewat tujuh menit.

Ketika itu Jacques Pangemanann diberi tugas untuk menjemput R.M. Minke. setelah

kapal bersandar di dermaga, Jacques Pangemanann kemudian mencari keterangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

107

tempat Minke. Didapatinya keterangan bahwa Minke berada di kabin klas II nomor 22.

Jacques Pangemanann kemudian bergegas ke alamt tersebut. Ia mendapati Minke

sedang duduk di atas ambin sambil merokok tenang-tenang. (Toer, 2006: 528).

2.4.1.13 20 Mei 1918

Diceritakan dalam novel bahwa saat itu organisasi Pribumi menginginkan

kedudukan di Volksraad. Gubernur Jendral Limburg Stirum telah mengambil alngkah

politik untuk membuka Volksraad bagi organisasi Pribumi. Kemudian diceritakan, 20

Mei 1918 mendapatkan hasil bahwa Pribumi yang mendapat kursi di dewan Volksraad

adalah Mas Sewoyo, Mas Tjokro, dan Tjipto, masing-masing diangkat oleh Gubernur

Jendral. Dan orang-orang Pribumi terpilih adalah Abdoel Moeis, Radjiman dan Abdoel

Rivai.

2.4.2 Latar Tempat

Latar tempat menunjukan pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan

dalam sebuah karya fiksi. Tempat-tempat yang bernama adalah tempat yang dijumpai

dalam dunia nyata.

Latar tempat yang akan dikaji dan dipaparkan adalah latar tempat kejadian

berdasarkan zaman terjadinya dan latar tempat yang berhubungan dengan terjadinya

tindakan kekerasan. Berikut pemaparan tentang latar tempat berdasarkan novel Rumah

Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

108

2.4.2.1 Hindia

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, latar tempat

penceritaan adalah Hindia. Peristiwa-peristiwa dalam cerita berlatar tempat secara luas

di Hindia. Diceritakan bahwa saat itu di Hindia sedang terjadi demam organisasi yang

diakibatkan oleh munculnya revolusi Tiongkok. Hal itu membuat seluruh Pribumi di

Hindia merasa memerlukan organisasi untuk melawan pemerintahan Gubermen.

Gejolak untuk membangun organisasi Pribumi yang paling terasa adalah kota-kota

besar di Jawa.

(1) Betawi

Betawi adalah sebuah kota tempat tinggal dan tempat bekerja Jacques

Pangemanann. Sewaktu menjabat Inspektur Polisi tingkat-I, Jacques Pangemanann

bekerja di Kantor Besar Kepolisian Betawi.

Sewaktu bekerja di Kantor Besar Kepolisian Betawi, Jacques Pangemanann

memiliki atasan, yaitu Donald Nicolson. Dari Donald Nicolson lah Jacques

Pangemanann mendapat tugas untuk memata-matai Minke.

(2) Buitenzorg

Di awal cerita, Buitenzorg menjadi tujuan Jacques Pangemanann dan Robert

Suurhof bersama teman-temannya untuk pergi ke rumah Minke. Keberangkatan

mereka ke Buitenzorg adalah untuk menakut-nakuti Minke sesuai dengan perintah

Jacques Pangemanann dari atasannya, Donald Nicolson.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

109

Setelah pembuangan Minke di Ambon, rumah Minke yang berada di

Buitenzorg kemudian ditempati oleh Jacques Pangemanann, istri dan anak-anaknya.

Kepindahan Jacques itu didapatinya karena diangkat menjadi bagian dari Algemeene

Secretarie.

Diceritakan juga bahwa rumah di Buitenzorg itu, sewaktu Jacques

Pangemanann sedang bersantai-santai, tiba-tiba muncul Prinses Kasiruta dan Piah.

Jacques Pangemanann lalu memanggil polisi dan menyuruh menggeledah dan

mengusir kedua perempuan itu. Di depan rumah itu, kedua perempuan itu, Prinses

Kasiruta dan Piah mengalami tindak kekerasan dari polisi istana. Mereka di tendang

dan digelandang ke kantor polisi.

(3) Kwitang

Kwitang adalah nama daerah tempat Rientje de Roo. Diceritakan kala itu

Robert Suurhof yang telah bebas dari penjara melapor pada Jacques Pangemanann

bahwa dia akan bertemu di rumah Rientje de Roo di daerah Kwitang yang tenang. Di

rumah itu lah kali pertama pertemuan Jacques Pangemanann dan Rientje de Roo. (Toer,

2006: 54).

Diceritakan bahwa ketika itu Rientje de Roo menyambut dan menggoda

Jacques Pangemanann. Semua itu dilakukan Rientje de Roo atas perintah Robert

Suurhof.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

110

(4) Ambon

Diceritakan dalam novel, Ambon adalah tempat pengasingan Minke.

Diceritakan bahwa Jacques Pangemanann mendapatkan perintah melaksanakan vonnis

Raad van Justitie Batavia atas diri Minke, yaitu perintah pengasingan ke Ambon.

Pengasingan itu ternyata di terjadi hanya atas diri Minke. beberapa waktu yang lalu,

seorang Pangeran bernama Van Son. Pangerna itu ditangkap karena sering membuat

keonaran. Sedangkan pembuangan Minke ke Ambon hanya berdasarkan aksi di luar

hukum.

(5) Selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi

Diceritakan bahwa Komandan Jacques Pangemanan, komisaris Van Dam tot

Dam memerintahkan Jacques Pangemanann untuk menupas sisa-sisa gerombolan si

Pitung yang bergerak di selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi. (Toer, 2006:

72).

Ketika itu Jacques Pangemanann yang menjalankan perintah membawa

pasukan gabungan polisi-lapangan Betawi dan Buitenzorg, dengan kekuatan mendekati

gerombolan mendekati enampuluh orang. Diceritakan, bila mau memasuki kampung,

dua-tiga kali tembakan ke udara telah membikin kampung itu sunyi-senyap. Orang

pada berlarian menyembunyikan diri. Hanya anggota-anggota gerombolan yang tidak

sembunyi. Mereka memusatkan diri dibalik-balik rumpun bambu. Mengetahui

kebiasaan ini berarti tahu bagaimana menumpasnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

111

Setelah penumpasan itu terjadi, Jacques Pangemanann mendapatkan tiga ratus

tahanan yang merupakan bukti suksesnya. Dalam keadaan jongkok, para tahanan hanya

menggedikan tumit pada tanah atau meludah yang membuat anggota polisi

menjatuhkan gagang senapan pada kepala mereka.

Diceritakan juga bahwa setelah penumpasan itu, beberapa tahanan merupakan

wanita. Salah seorang yang di interogasi adalah Nyi Juju dan Nyi Romlah. (Toer, 2006:

73-75).

(6) Sala

Sala adalah pusat organisasi S.D.I. Diceritakan bahwa Minke dan Hadji Samadi

bersepakat akan memindahkan pusat organisasi ke Sala. Alasan itu dikarenakan Sala

satu-satunya daerah di Jawa di mana penduduknya masih mengukuhi kepribadiannya

sendiri sebagaimana dinyatakan dalam kehidupan sosial-ekonominya. (Toer, 2006:

198).

Diceritakan kemudian, suatu saat berangkatlah Jacques Pangemanann ke Sala.

Di Sala ia melihat kota itu tenang, wanita-wanita mengisi jalan umum dengan

berselendang batik, menggendong anak, atau bakul atau tas. Semua dikendalikan oleh

wanita. Pengamatan Jacques Pangemanann berlanjut. Menurutnya, semua kegiatan

dilakukan oleh Pribumi sendiri, juga huru-hara yang terjadi pada sore hari untuk

menyambut kedatanganku. Beberapa bengkel orang Tionghoa yang tidak banyak

jumlahnya mendapat serangan dari sejumlah kecil orang. Kemudian kejadian biasa:

penangkapan-penangkapan, pemeriksaan-pemeriksaan dan kelak barangkali:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

112

pengadilan. Dan semuanya hanya bertujuan menjatuhkan Syarikat dari dalam. (Toer,

2006: 227-228).

(7) Bandung

Diceritakan dalam novel, di sebuah daerah di Bandung, ketika itu Jacques

Pangemanann yang dalam keadaan sakit harus menerima perintah pengangkapan

Wardi. Diceritakan, pada jam setengah sembilan pagi datang iring-iringan truk memuat

satu kompi pasukan KNIL siap tempur. Mereka kemudian bergegas pergi dengan iring-

iringan truk ke sebuah daerah. Para serdadu kemudian melompat turun dan berpencar.

Tak lama kemudian, dalam giringan para serdadu-serdau yang banyak jumlahnya itu,

Wardi berjalan dengan tegap. (Toer, 2006: 283).

(8) Semarang

Diceritakan dalam novel, kota Semarang adalah markas besar dari V.S.T.P.,

Vereniging van Spoor en Trampersoneel. Dalam novel diceritakan bahwa kota

Semarang menjadi tempat Siti Soendari melangsukan pidatonya yang berkobar-kobar

di hadapan orang banyak, Pribumi. Ayah Soendari yang kala itu mencarinya kemana-

mana pun mendapatkan anaknya di Semarang.

(9) Surabaya

Diceritakan dalam novel, kota Surabaya merupakan tempat kapal K.P.M. yang

memuat R.M. Minker tiba. Saat itu Jacques Pangemanann diperintahkan untuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

113

menjemput R.M. Minke di pelabuhan Surabaya. Dalam novel diceritakan bahwa

semula Jacques Pangemanann memberi tawaran kepada R.M. Minke untuk turun di

Surabaya atau Betawi. Saat itu Minke ingin turun di Surabaya dan ingin berpelesiran

di sana. Namun Minke tercengang kaget karena ternyata dia belum sepenuhnya bebas.

Jacques Pangemanann ternyata harus tetap mengikutinya kemapun dia pergi sampai

dia mau menandatangani surat dari Jacques Pangemanann.

Saat di Surabaya, banyak tempat yang dikunjungi oleh Minke. Tempat-tempat

itu adalah jalan H.B.S., Kranggan, Wonoromo, di jalan yang didepannya ada gelagah

tak begitu tinggi, dan Kembang Jepun.

(10) Sukabumi

Dalam novel, diceritakan bahwa Sukabumi adalah tempat yang dijadikan

Jacques Pangemanann untuk mengadu-dombakan gerombolan Pribumi dan kaum

Tionghoa. Saat itu Jacques Pangemanann memerintahkan Cor Oosterhof untuk

membuat kekacauan antara Pribumi dan kaum Tionghoa. Dan semua itu dimulai dari

Sukabumi. Jacques Pangemanann sesungguhnya menghindari tempat itu karena itu

adalah tempat pembuangan dari Prinses Kasiruta.

2.4.3 Latar Sosial Budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku

kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

114

Berikut ini paparan hasil penelitian latar sosial budaya yang terdapat dalam novel

Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

2.4.3.1 Hindia: Eropa-Belanda

Dalam novel ini, latar sosial-budaya yang mendominasi adalah Eropa-

Nederland. Hasil ini didapati karena, dalam percakapan tokoh-tokoh sering

menggunakan bahasa Belanda. Bukti ini lebih menguatkan bahwa pada tahun 1912,

pemerintahan Hindia masih berada dalam tatanan pemerintah Belanda.

Rangkuman

Demikianlah analisis pendekatan objektif dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer. Dari hasil analisis yang telah dipaparkan di atas, dapat

disimpulkan bahwa novel Rumah Kaca memilik alur maju. Dalam novel Rumah Kaca,

didapati bahwa tokoh utama adalah Jacques Pangemanan dan R.M. Minke. Jacques

Pangemanan adalah penggerak alur dalam cerita tersebut. Sedangkan, R.M. Minke

adalah tokoh sentral yang menjadi awal dari penceritaan dan sebab. Dari hasil analsisi,

dalam novel tersebut didapati ada empat puluh empat tokoh tambahan. Tokoh

tambahan dengan jumlah empat puluh empat tokoh itu sangat berpengaruh dalam

jalannya cerita dan penggambaran sebuah peristiwa yang terjadi dalam novel.

Adapun hasil dari penelitian tentang latar sebagai berikut. Dari hasil penelitian

dapat disimpulkan bahwa terdapat satu latar tempat dalam cerita tersebut, yakni:

Hindia. Hindia menjadi latar tempat sentral penceritaan. Adapun latar tempat di Hindia,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

115

yaitu Betawi, Buitenzorg, Kwitang, Ambon, Sala, Bandung, dan Semarang dan

sebagian diselingkaran Cileungsi, Cibarusa, dan Ciliwung, dan Sukabumi.

Dari hasil penelitian analisis struktural dengan pendekatan objektif yang

meliputi alur, tokoh, penokohan, dan latar, pada Bab II ini, dapat disimpulkan bahwa

dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, banyak ditemukan bentuk-

bentuk kekerasan. Bentuk-bentuk kekerasan itu lebih lanjut akan dibahas dalam bab

berikutnya, yaitu bab III.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

BAB III

ANALISIS KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA KARYA

PRAMOEDYA ANANTA TOER

Pengantar

Pada bab tiga ini, titik-pusat penelitian berfokus pada analisis tindak kekerasan

yang terdapat dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer. Pada bab

sebelumnya, yakni bab II, telah dipaparkan hasil penelitian struktural pembangun cerita

yang memaparkan tokoh-tokoh yang mengalami tindakan kekerasan. Pad bab III ini,

akan dipaparkan lebih dalam tentang tindak kekerasan yang tejadi dalam novel Rumah

Kaca karya Pramoedya Ananta Toer. Pemaparan hasil analisis akan dibagi menjadi dua

bagian, yaitu kekerasan struktural dan kekerasan personal. Berikut hasil analisis yang

akan dipaparkan.

3.1 Kekerasan Struktural

Menurut Galtung, kekerasan struktural bersifat statis, memperlihatkan stabilitas

tertentu dan tidak tampak. Kekerasan struktural juga biasanya disebut sebagai

kekerasan tidak langsung atau bila tidak ada pelakunya. Galtung kemudian

menjelaskan pengertian kekerasan struktural dalam sebuah mekanisme kekerasan

struktural dengan bentuk enam faktor yang mendukung pembagian tidak egaliter

sebagai berikut; 1.) urutan kedudukan linear, 2.) pola interaksi yang tidak siklis, 3.)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

117

korelasi antara kedudukan dan sentralitas, 4.) persesuaian antar sistem, 5.) keselarasan

antar kedudukan, 6.) dan perangkapan yang tinggi antar tingkat, (Windhu, 1992: 75).

3.1.1 Kerasan Struktural terhadap Pemimpin Organisasi Pribumi

(1) S.D.I. (Sarekat Dagang Islam)

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, terdapat beberapa

kekerasan struktural. Diantaranya adalah kekerasan terhadap pemimpin organisasi

Pribumi. Diceritakan dalam novel, Gubernur Jendral Idenburg yang kala itu merasa

ketakutan dengan kebangkitan nasionalisme Pribumi yang ditanamkan melalui

organisasi Pribumi, memerintahkan Jacques Pangemanann dan anggota-anggotanya

untuk memata-matai aktivitas organisasi di Hindia. Organisasi yang paling dilirik oleh

Gubernur Jendral adalah Sarekat Dagang Islam yang dipimpin oleh Raden Mas Minke.

Tindak kekerasan struktural terhadap kaum terpelajar Pribumi dirasakan oleh

R.M. Minke. Kekerasan yang di rasakan oleh R.M. Minke berupa pembuangan ke

Ambon atau dalam teori yang bisa disematkan dalam analisis ini adalah ketidakadilan

sosial dan politik. Diceritakan dalam novel bahwa ketika itu Gubernur Jendral

mengalami sebuah tantangan jaman, yaitu demam organisasi di Hindia. Semua itu

pengaruh dari revolusi Tiongkok. Raden Mas Minke yang tergerak hatinya untuk

membentuk organisasi dan menumbuhkan jiwa nasionalisme dalam Pribumi Hindia

kemudian membentuk sebuah organisasi S.D.I., Sarekat Dagang Islam. Melalui

organisasi ini, keadaan pemerintah Gubernur Jendral merasa khawatir akan jatuhnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

118

kekuasaannya. Bukan hanya itu, melalui surat kabar Medan, R.M. Minke selalu

menumbuhkan rasa nasionalisme dalam tulisannya. Gubernur Jendral yang merasa

terganggu dengan keberadaan dan pengaruh R.M. Minke sesungguhnya tak punya hak

untuk menghukumnya. Namun Gubernur jendral, melalui hak exorbitant-nya

kemudian menjatuhkan hukuman kepada Minke yaitu pengasingan ke Ambon. Atau

dalam novel disebut menjalani hukuman vonnis Raad van Justitie Batavia.

Dalam novel tersebut diceritakan sebanyak tiga kali Jacques Pangemanann – orang

yang mendapat tugas untuk memata-matai aktivitas Minke – pergi menemui R.M.

Minke. Diceritakan dalam novel, kali pertama Minke kedatangan tamu di rumahnya,

yaitu segerombolan dari Robert Suurhof. Ketika itu Jacques Pangemanann hanya

menunggu di luar rumah. Tiba-tiba terjadi suatu peristiwa yang membuat Robert

Suurhof dan teman-temannya lari. Hal itu dikarenakan istri dari Minke – Prinses

Kasiruta – menembak mereka dengan revolver.

Kedatangan kedua Pangemanann kemudian berujung pada kecurigaan Minke atas

dirinya yang sedang dimata-matai. Hal itu membuat dirinya harus menjadi orang yang

bermuka dua. Kemudian kedatangan ketiga Pangemanann adalah ketika mereka akan

menangkap Minke tanpa terjadinya suatu insiden kematian. Saat itu Jacques

Pangemanann datang bersama Robert Suurhof dan polisi. Namun ketika itu Minke

berhasil lari karena dia telah mencurigai orang-orang yang akan menangkapnya. Tapi

kejadian lain terjadi, yaitu Robert Suurhof dan teman-temannya jatuh dan menjelempah

di tanah. Maka atas kejadian itu pun, Minke di jatuhi hukuman pengasingan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

119

Ketika pulang dari pengasingannya, Minke ternyata belum sepenuhnya bebas.

Minke harus menandatangani sebuah surat persetujuan untuk tidak mencampuri urusan

politik dan organisasi. Namun saat itu dia menolak untuk menandatanganinya.

Tokoh yang mendapat kekerasan struktural juga dialami oleh Hadji Samadi.

Selepas pembuangan R.M. Minke sebagai pimpinan S.D.I., Hadji Samadi kemudian

menggantikannya dan mengubah nama organisasi itu menjadi Sarekat Islam. Kenaikan

jumlah anggota organisasi membludak di kubu Sarekat Islam. Kemudian datanglah

sebuah suratkabar berbahasa Inggris yang mengatakan bahwa Hindia adalah neraka.

Suratkabar berbahasa Inggris itu juga mengatakan bahwa organisasi-organisasi Islam

itu bisa saja menjatuhkan kekuasaan Gubernur Jendral. Mendengar hal itu, Gubernur

Jendral pun naik-pitam. Melalui anggotanya, dia lalu memerintahkan untuk meredam

laju arus bertambahnya anggota Sarekat Islam.

Jacques Pangemanann yang ketika itu mendapat tugas untuk meredam anggota

Sarekat Islam kemudian memerintahkan Cor Oosterhof untuk membuat suatu

kerusuhan yang melibatkan Syarikat Islam dan orang-orang Tionghoa. Alasan itu di

gunakan Jacques Pangemanan agar pers luar negeri menganggap organisasi Islam di

Hindia tidak berarti sama sekali. Hal yang lain adalah agar orang-orang Tionghoa tetap

setia kepada Gubermen. Kerusuhan tersebut pun dikatakan bahwa Sarekat Islam

terlibat dalam penyerangan tersebut. Hadji Samadi, sebagai pimpinan, diberi

peringatan oleh Gubermen. Sarekat Islam yang dipimpin oleh Hadji Samadi kemudian

mengadakan konperensi pers nasional di Sala. Semua terasa mencekam ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

120

Gubermen menekan Sarekat Islam. Oleh karena itu, Hadji Samadi kemudian mencari

penggantinya, yaitu Mas Tjokro.

Dari hasil analisis tersebut, maka didapati bahwa kekerasan struktural terhadap

pemimpin organisasi Sarekat Dagang Islam didorong oleh urutan kedudukan linear dan

pola interaksi yang tidak siklis. Sebagai pemimpin dalam sebuah organisasi, R.M.

Minke dan Hadji Samadi tentunya mendapat suatu ancaman yang luar biasa dari

penguasa yang ada pada jaman itu. Oleh karena itu, urutan kedudukan linear terjadi

sebagai pendorong kekerasan struktural. Pola interaksi yang tidak siklis mencakup

bahwa keberadaan organisasi tersebut merupakan suatu kerugian besar dengan

ketakutan adanya pemberontakan yang dimungkinkan akan terjadi. Dengan adanya

kecemasan itu, pola interaksi yang tidak siklis pun terjadi dan mendorong adanya

tindakan kekerasan struktural.

(2) Indische Partij’

Indische Partijí’ adalah partai politik pertama di Hindia. Partai tersebut didirikan

oleh dua kaum terpelajar Pribumi, yaitu Wardi dan Tjiptomangun, dan satu orang

Eropa, D. Douwager.

Mereka bertiga dikenal dengan triumvirat atau trio D-W-T, dengan partai Indische

Partij’-nya mampu membuat Gubernur Jendral kala itu merasa terganggu atas

kehadiran mereka. Indische Parti’ mempunyai sebuah redaksi suratkabar, yaitu De

Express. Melalu surat kabar De Express, trio D-W-T mampu menyampaikan aspirasi-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

121

aspirasi yang membuat Gubernur Jendral naik-pitam. Diceritakan dalam novel, melalui

suratkabar De Express triumvirat menyatakan ketidakadilan yang terjadi di Hindia.

Mereka memberla orang-orang peranakan Eropa yang digaji tidak sama dengan Totok,

walaupun pekerjaan mereka sama. Hal lain juga ketika mereka membuat suratkabar

yang memuat tentang lepasnya kekuasaan Prancis atas Nederland. Pesta perayaan

Nederland yang diadakan di Hindia kala itu tak di muat oleh De Express. Redaksi

mereka malah mempertanyakan arti dari kemerdakaan itu di dalam pemerintahan di

Hindia yang sedang dilanda ketidakadilan menurut mereka.

Setelah beredarnya suratkabar tersebut, Gubernur Jendral akhirnya memakai hak-

hak exorbitant-nya untuk pembuangan triumvirat.

Diceritakan dalam novel tentang penangkapan Wardi. Ketika itu Jacques

Pangemanann bersama iring-irangan truk polisi siap tempur pergi menuju ke sebuah

daerah. Sesampainya disana, Wardi-pun ditangkap. Wardi kemudian diberi pilihan,

pembuangan di dalam atau di luar Hindia. Wardi memilih di luar Hindia, Eropa. Bukan

hanya Wardi, kedua pimpinan lain Indische Partij, D. Douwager dan Tjiptomangun

juga dibuang. Dan mereka memilih di luar Hindia.

Dari hasil analisis yang ada, dapat ditemukan bahwa faktor pendorong terjadinya

kekerasan struktural terhadap pemimpin Indische Partij adanya interaksi yang tidak

siklis. Keberadaan De Express, sebagai suratkabar Indische Partij’ yang memberitakan

tentang keberpihakan terhadap peranakn Eropa, membuat interaksi menjadi tidak siklis

antara pemimpin-pemimpin Indische Partij´ dan pemerintah Hindia. Terjadilah

kekerasan struktural dengan pembuangan terhadap triumvirat Indische Partij’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

122

3.1.2 Kekerasan Struktural Pelajar Pribumi

(1) Jacques Pangemanann

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, kekerasan struktural

ternyata tidak hanya dialami oleh Pribumi yang tingkat sosialnya rendah atau tak punya

jabatan dalam pemerintahan Hindia. Tokoh utama dalam novel, Jacques Pangemanann,

yang adalah seorang anggota kepolisian yang juga menjadi bagian dari pemerintah

Hindia juga mengalami kekerasan struktural.

Dalam novel diceritakan bahwa Jacques Pangemanann yang ketika itu masih

menjabat sebagai Inspektur kepolisian, ditugaskan untuk memata-matai aktivitas R.M.

Minke. Bagi Jacques Pangemanann, Raden Mas Minke bukanlah orang yang terlibat

kasus kriminal. Jacques Pangemanann semula ingin menolak dan bahkan ingin

membantu R.M. Minke untuk mewujudkan cita-citanya, yaitu membangun semangat

nasionalis Pribumi di Hindia. Jacques Pangemanann merasa R.M. Minke adalah

seorang guru yang sangat dia hormati dan kagumi karena cita-cita dan tujuannya untuk

Pribumi Hindia.

Namun kenyataan berkata lain. Jacques Pangemanann yang ketika itu menjadi

bagian dari pemerintah Hindia – saat itu masih Inspektur – karena ancaman dari

atasannya, dari komisaris besar, dan juga dari Gubernur Jendral Idenburg, dirinya

terpaksa melaksanakan perintah untuk memata-matai aktivitas Minke. Bukan hanya

itu, dia dibebani tugas untuk membendung laju arus bertambahnya anggota S.D.I., yang

dipimpin oleh Raden Mas Minke.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

123

Bertambahnya anggota S.D.I., maraknya aksi rusuh dari gerombolan Pitung,

berdirinya partai Indische Partij’, munculnya aktivis-aktivis yang berjiwa nasionalis,

membuat Gubernur Jendral semakin khawatir. Semua itu kemudian dibebankan kepada

Jacques Pangemanann. Diceritakan dalam novel, Jacques Pangemanann yang karena

jabatan dan karirnya, kemudian memilih untuk mengerjakan semua perintah yang

datang dari Gubernur Jendral. Secara psikologis, Jacques Pangemanann merasa

tertekan dengan pekerjaan itu. Dia menganggap bahwa dirinya adalah seorang yang

baik, didikan Prancis yang mencintai kebenaran, dan seorang yang bajik, ternyata harus

mengerjakan pekerjaan kotor. Kemudian dalam kehidupannya, dirinya selalu

dibayang-bayangi oleh kehadiran Si Pitung dan Minke yang selalu mengolok-oloknya

jika Jacques Pangemanann telah mengerjakan perintah membasmi perusuh-perusuh

yang dapat menjatuhkan kekuasaan Gubernur Jendral Idenburg.

Dalam kutipan yang akan dipaparkan akan dibuktikan terjadinya tindak

kekerasan struktural secara psikologis yang dialami oleh Jacques Pangemanann.

“Mereka berdua takkan pernah mengenal Pangemanann dengan dua n.

Mereka tak tahu bagaimana ia terbungkuk-bungkuk tertindas nuraninya,

menjadi orang tak berprinsip tanpa kemauan sendiri. Jadilah dia seorang

Jongos yang kerjanya hanya membersihkan kotoran-kotoran mereka. Wajah

etik eropa harus tetap bersih dan untuk itu aku harus dan boleh pakai cara-cara

paling kotor sekalipun”, (Toer, 2006: 82).

“Aku yang telah diresapi humanisme – dalam persangkutan denga

gereja atau tidak – tak dapat menerima ini, namun terseret melakukan juga

sebagai bagian dari kekuasaan kolonial”, (Toer, 2006: 98).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

124

Dari hasil analisis yang ada, dapat dibuktikan bahwa Jacques Pangemanann

mengalami tindak kekerasan struktural. Faktor pendukung tindak kekerasan struktural

adalah korelasi antar kedudukan.

(2) Ayah Soendari

Kekerasan struktural juga dialami oleh Ayah Soendari. Ayah Soendari

memiliki putri bernama Siti Soendari. Siti Soendari adalah seorang penulis di

suratkabar, seorang aktivis, dan juga anggota V.S.T.P. Siti Soendari juga seorang

wanita pertama yang menulis disurat kabar. Tulisan-tulisannya itu mampu membuat

kekuasaan Gubernur Jendral menjadi goyah. Namun, keberadaan Siti Soendari kala itu

tidak diketahui. Dan penangkapan terhadap Siti Soendari yang seorang wanita itu

membuat Gubernur Jendral merasa malu. Akhirnya, semua ketakutan Gubernur Jendral

dilimpahkan kepada Ayah Soendari.

Diceritakan dalam novel, ketika itu, melalui Bupati Pemalang, Ayah Soendari

diperintahkan untuk mengendalikan putrinya dan menyuruhnya untuk menikah. Semua

itu untuk menghambat aktivitas Soendari sebagai penulis dan akitvis. Ayah Soendari

yang kala itu adalah seorang Kepala Penggadaian, kemudian diberikan dua pilihan:

kehilangan jabatan atau pensiun tanpa hormat dan kehilangan putrinya atau

membahagiakan putrinya dengan suatu perkawinan yang terhormat, dengan tetap

mengukuhi jabatan dan pensiun dikemudian hari. Ayahnya lalu memilih jabatan. Ia

terlalu takut pada murka Gubermen. Dengan tangan menggigil orang tua itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

125

mengangkat sembah pada sang Bupati, minta waktu barang dua bulan, dan buru-buru

pulang.

Diceritakan kemudian, ayah Soendari tidak menemukan putrinya itu diberbagai

tempat.

Ketika ayah Soendari menemukan putrinya, mendadak dirinya tak punya

kekuatan untuk bertemu tatap muka dengan anaknya itu. Disebutkan dalam novel,

ayahnya tak mampu lagi untuk mengejar putrinya yang terus menghindari ayahnya.

Ayahnya pun kemudian melihat putrinya itu masuk disebuah gedung wayang yang

telah banyak kerumunan. Di gedung wayang tersebut, ayah Soendari melihat

bagaimana anaknya berpidato. Ayah Soendari merasa bangga dengan anaknya saat itu.

Dia bahkan melupakan tujuan awalanya. Setelah Siti Soendari selesai berpidato,

ayahnya pun mengajak pulang anaknya.

Setelah kejadian itu, beberapa waktu kemudian, Siti Soendari tiba-tiba

menghilang dari rumah. Siti Soendari ternyata melanjutkan aktivitasnya yang membuat

Gubermen semakin marah. Ketika itu terjadi pemogokan pengangkutan di Semarang.

Ayahnya pun terkena amarah dari Gubermen. Ayah Soendari kemudian mencari lagi

putrinya itu.

Laporan yang diterima ayahnya dari telegram bahwa putrinya berada di

Semarang. Segera ayahnya pergi ke Semarang dan didapatinya anaknya itu berada di

gedung wayang, tempat yang dulu dia melihat putrinya berpidato. Taksi yang harusnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

126

mengantarkan ayah Soendari ke tempat itu ternyata menolak untuk mengantar. Ayah

Soendari pun memilih untuk berjalan kaki ke tempat itu. Sesampainya di tempat itu,

dia melihat anaknya sedang berpidato dengan luarbiasa. Selesai berpidato, ayah

Soendari kemudian bergegas menghampiri Soendari dan berkata; “Cepat, Ndari,”

katanya, “Mereka akan tangkap kau”. Setelah kejadian itu, Soendari dan ayahnya pun

tak kelihatan.

Dari hasil penelitian, dapat di analisis bahwa Ayah Soendari mendapat tindak

kekerasan personal dengan faktor yang mendorong terjadinya tindak kekerasan

personal, yaitu urutan kedudukan linera dan korelasi antar kedudukan. Status

kedudukan Ayah Soendari yang berada di bawah status Bupati Pemalang dan juga

Gubernur Jendral, membuatnya harus mematuhi perintah tersebut. Korelasi antar

kedudukan membuatnya juga harus memilih untuk menjalankan perintah atasan yang

disebabkan oleh pilihan yang dapat mengakibatkan jabatannya hancur.

3.1.3 Kekerasan Struktural terhadap Perempuan

(1) Perempuan-perempuan selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi.

Kekerasan struktural juga dialami oleh beberapa wanita yang saat itu ditangkap

sewaktu operasi gerombolan Pitung. Wanita-wanita itu adalah istri-istri simpanan

centeng-centeng Tuan-tanah sah atau tidak sah. Diceritakan dalam novel, ketika

penumpasan gerombolan Pitung di selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi, di

dapati-lah istri-istri simpanan centeng-centeng Tuan-tanah yang dimintai keterangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

127

mereka. Diceritakan dalam novel, wanita-wanita yang dimintai keterangannya adalah

Nyi Juju dan Nyi Romlah.

Nyi Juju mengaku adalah anak dari Nyi Romlah dan Tuan Karta bin Dusun.

Namun kala itu, Jacques Pangemanann yang mengintrogasinya tak membenarkan

pernyataan Nyu Juju. Kemudian Jacques Pangemanann menemui ibu Nyi Juju, yaitu

Nyi Romlah. Pengakuan Nyi Romlah bahwa Nyi Juju adalah anaknya dengan Karta

bin Dusun. Kemudian Jacques Pangemanann mengancam Nyi Romlah dengan

menghantam rotan di meja dan mengatakan bahwa siapa yang tidak jujur akan di

hukum picis. Nyi Romlah yang ketakutan seketika pingsan. Nyi Juju kemudian di

tanyai lagi oleh Jacques Pangemanann. Dari pengakuannya didapati bahwa dirinya

sering dikatakan anak Tuan Piton. Dari situ Jacques Pangemanann mengetahui siapa

Tuan Piton. Tuan Piton atau Tuan Pinkerton adalah seorang nak-sanak tuan-tanah

Tanah Abang, seorang berkebangsaan Inggris, seorang joki balapan kuda di Betawi.

Jacques Pangemanann kemudian menemui Nyi Romlah yang sudah siuman ketika

disirami air. Nyi Romlah dengan takutnya kemudian mengakui bahwa dirinya telah

dipaksa untuk menjadi istri dari Tuan Pinkerton. Ketika itu Nyi Romlah juga mengaku

bahwa semua wanita yang berada didaerahnya juga diambil dan dipaksa untuk

dijadikan istri oleh centeng-centeng Tuan tanah. Adapaun hal yang sama juga

dirasakan oleh anaknya, Nyi Juju yang dipaksa untuk menjadi istri dari penjahat

Kelang. Nyi Romlah mengaku bahwa ketika itu tak ada yang berani melawan mereka

karena akan dimarah oleh centeng-centeng Tuan tanah. Dan jawaban-jawaban serupa

juga dikatakan oleh dua-puluh satu istri-istri gerombolan itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

128

Dari hasil analisis yang ada, dapat disimpulkan bahwa faktor pendukung

adanya tindak kekerasan struktural pada wanita (seks) mencakup urutan kedudukan

linear. Sifat kedudukan linear yang tidak sama, yaitu status sosial, membuat adanya

diskriminasi pihak-pihak yang status sosialnya tinggi – centeng-centeng Tuan tanah –

dalam memperlakukan perempuan-perempuan yang status sosialnya rendah.

(2) Rientje de Roo

Kekerasan struktural dialami oleh Rientje de Roo. Rientje de Roo adalah

seorang pelacur yang tinggal di Kwitang. Diceritakan dalan novel, Rientje de Roo

dipaksa oleh Robert Suurhof untuk menjadi pelacur. Dalam novel disebut sebagai alat

kekuasaan Robert Suurhof.

Diceritakan, ketika itu Robert Suurhof baru saja keluar dari penjara dan

melapor kepada Jacques Pangemanann bahwa dirinya berada di Kwitang, di rumah

pelacur muda, yaitu Rientje de Roo. Sesampainya Jacques Pangemanann disana, dia

mendapati Rientje de Roo yang mencoba menggodanya saat itu. Kala itu Jacques

Pangemanann tahu bahwa Rientje de Roo hanya diperintah oleh Robert Suurhof yang

saat itu bersembunyi dibalik pintu belakang.

Ketika Robert Suurhof ketahuan oleh Jacques Pangemanann, Robert Suurhof

kemudian lari dan kembali setelah beberapa saat kemudian. Di waktu jeda tersebut,

Jacques Pangemanann lalu menanyai Rientje de Roo tentang dirinya. Dari percakapan

mereka, dengan memeluk dada Jacques Pangemanann, dan sambil menangis, Rientje

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

129

de Roo mengaku bahwa dirinya telah direnggut dia dari keluarganya dan dijadikan

pelacur, alat kekuasaan dari Robert Suurhof diumurnya yang masih sangat muda.

Rientje de Roo mati ditembak dan terakhir kali ditemukan bersama seorang

Tionghoa. Diceritakan bahwa ketika itu Jacques Pangemanann sedang menunggu

kedatangan Rientje de Roo di rumahnya. Namun seorang agen polisi bernama Sarimin

datang dan melaporkan kematian Rientje de Roo kepada Jacques Pangemanann.

Dari hasil analisis yang ada, faktor yang mendukung terjadinya tindak

kekerasan struktural adalah urutan kedudukan linear. Status sosial yang berbeda antara

Rientje de Roo dan Robert Suurhof, membuat Rientje de Roo mengalami paksaan yang

menjadikannya sebuah tindak kekerasn struktural.

3.2 Kekerasan Personal

Sifat kekerasan personal dinamis, mudah diamati, memperlihatkan fluktuasi

yang hebat yang dapat menimbulkan perubahan. Secara singkat, kekerasan perosnal

adalah kekerasan yang dilakukan secara langsung atau ada pelakunya. Kekerasan

personal bertitik berat pada "realisasi jasmani aktual". Ada tiga pendekatan untuk

melihat kekerasan personal yaitu cara-cara yang digunakan (menggunakan badan

manusia atau senjata), bentuk organisasi (individu, massa atau pasukan), dan sasaran

(manusia). Kekerasan personal dapat dibedakan dari susunan anatomis (secara

struktural) dan secara fungsional (fisiologis).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

130

Galtung kemudian mendeskripsikan sifat-sifat kekerasan susunan anatomis

(secara struktural) dan secara fungsional (fisiologis). Kekerasan anatomis bersifat

menghancurkan (pertandingan tinju, ketapel), merobek (menggantung, menarik,

memotong), menembus (pisau, tombak, peluru), membakar (pembakaran, nyala),

meracuni (dalam air, dalam makanan, gas), dan penguapan (seperti di dalam ledakan

nuklir). Kekerasan fisiolgis bersifat meniadakan udara (mencekik, penyempitan),

meniadakan air (dehidrasi), meniadakan makanan (kelaparan karena perang), dan

meniadakan gerak dengan : (a) pembatasan badan (rantai, gas), pembatasan

ruang (penjara, tahanan, dibuang), dan (c) pengendalian otak (melemahkan syaraf,

“cuci otak”), (Windhu, 1992: 74).

3.2.1 Kekerasan Personal terhadap Gerombolan Pitung

Kekerasan personal dialami oleh gerombolan Pitung. Diceritakan dalam novel,

gerombolan Pitung adalah pengikuti-pengikut seorang tokoh yang bernama Pitung.

Dalam novel, Pitung bukanlah seorang sosok yang terlibat langsung dalam cerita. Si

Pitung hanya hadir dalam imajinasi dari Jacques Pangemanann. Dari dokumen-

dokumen yang dipelajari Jacques, Si Pitung adalah seorang tokoh yang digambarkan

tindakan-tindakan kekerasan yang dia lakukan terhadap orang-orang kaya. Sosok

Pitung digambarkan kejam, sewenang-wenang, biadab menyerang desa-desa dengan

gerombolan besar, membunuh, merampok, membakar, menganiaya secara sadis para

pemungut pajak seakan-akan pegawai-pegawai itu tak lain dari musuh pribadinya. Dia

tumpas orang-orang yang menjalankan tugas Gubermen tanpa memandang bangsanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

131

Apa yang dilakukannya, diulangi oleh sisa gerombolannya yang bangkit kembali.

Alasan perlawanan mereka sama.

Dasar itulah yang membuat Jacques Pangemanann mengambil tindakan

kekerasan. Setelah banyak kerusuhan-kerusuhan yang terjadi di beberapa daerah yang

dilakukan oleh gerombolan Pitung, Jacques Pangemanann lalu menyerang balik

gerombolan Pitung itu. Diceritakan dalam novel, kala itu komandan Jacques

Pangemanann, Komisari Van Dam tot Dam, memerintahkan untuk menumpas habis

sisa-sisa gerombolan Pitung di selingkaran Cibinong, Cibarusa, dan Cileungsi.

Dalam penumpasan itu, Jacques Pangemanann membawa pasukan gabungan

polisi-lapangan Buitenzorg dan Betawi dengan kekuatan mendekati enampuluh orang.

Diceritakan dalam novel, di daerah sisa gerombolan si Pitung berkuasa sudah tak ada

hukum lagi, tak ada pemerintahan. Yang ada hanya teror, ketakutan, pembunuhan,

penculikan, penganiayaan. Perlawanan gerombolan si Pitung dapat dipatahkan. Bila

mau memasuki kampung, dua-tiga kali tembakan ke udara telah membikin kampung

itu sunyi senyap. Orang pada berlarian menyembunyikan diri. Setelah penumpasan itu

berakhir, tigaratus tahanan pun di dapatkan. Mereka dimintai keterangan dalam

keadaan jongkok, mereka cumi menggedikkan tumit pada tanah atau meludah,

membuat anggota polisi-lapangan memukul kepala mereka dengan gagang senapan.

(Toer, 2006: 73-74).

Diceritakan juga dalam novel, dalam suasan yang berbeda, gerombolan pitung

yang kala itu menyerang orang-orang kaum Tionghoa di Sukabumi, juga mendapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

132

tindak kekerasan yang dilakukan oleh kepolisan untuk menumpas penyerangan

gerombolan tersebut.

Diceritakan dalam novel, pada waktu itu seluruh kekuatan kepolisian

meninggalkan tangsi-tangsinya, dan tidak kurang marahnya menyerbu membubarkan

gerombolan penyerbu. Mereka memukul dan menerjang, menghantam dan menendang.

Penggada-penggada mereka berayun turun-naik ke udara dan mendarati tubuh-tubuh

manusia. Hal serupa juga terjadi di Cirebon, Gresik, Kuningan, Madiun, dan kota-kota

kecil lainnya.

Penyerangan tersebut mempunyai suatu niat lain, yaitu menuduh bahwa pihak

Syarikat Islam telah terlibat dalam penyerangan dan huru-hara pada orang-orang kaum

Tionghoa.

Dari hasil analaisis, kekerasan personal yang dialami oleh gerombolan Pitung

merupakan bentuk kekerasan menggunakan badan manusia atau senjata, dalam bentuk

organisasi dengan sasarannya manusia dengan sifat kekerasan secara anatomis.

Kekerasan menggunakan badan manusia atau senjata dilakukan oleh pihak polisi-

lapangan yang membunuhan, menculik, dan menganiaya. Senjata pun digunakan

untuk melepaskan tembakan ke udara dan memukul kepala-kepala para tahanan.

Kekerasan itu terjadi dalam bentuk organisasi polisi-lapangan. Dan kekerasan anatomis

yang terjadi bersifat menghancurkan, karena polisi-lapangan memukul dan menerjang,

menghantam dan menendang. Penggada-penggada mereka berayun turun-naik ke

udara dan mendarati tubuh-tubuh manusia.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

133

3.2.2 Kekerasan Personal terhadap kaum Tionghoa

Kekerasan personal juga dirasakan oleh orang-orang dari kaum Tionghoa.

Diceritakan dalam novel, semua itu akibat isu kebangkitan burjuasi Pribumi. Maka,

Jacques Pangemanann pun memerintahkan Cor Oosterhof untuk mengadu dombakan

orang-orang Pribumi untuk menyerang orang-orang dari kaum Tionghoa.

Seperti yang diceritakan dalam novel, perintah Jacques Pangemanann kepada

Cor Oosterhof untuk mengadu dombakan keduanya bermula dari Sukabumi. Saat

terjadi kerusuhan itu, Jacques Pangemanann hadir ditempat kejadian itu. Ia berjalan,

mengikuti orang-orang yang sedang berarak-arak bersoark-sorak. Beberapa saat

kemudian arak-arakan itu pecah dan menyebar menyerang toko-toko orang-orang

kaum Tionghoa di sepanjang jalan. Kemudian terdengar suara pekik-jeritan, serta

sorak-sorak penyerangan. Sorak-sorai padam berganti dengan penggerayangan atas

benda-benda yang nampak. Maka toko-toko yang dibangun hari demi hari, tahun demi

tahun, hancur binasa dalam semenit. Pribumi yang biasanya lesu tanpa daya itu berubah

menjadi kawanan serigala yang menggonggong, menyeringai, menerkam dan

menyobek-nyobek. Mata mereka menyala menyemburkan api dendam. (Toer, 2006:

221).

Dari hasil analaisis, kekerasan personal yang dialami oleh orang-orang kaum

Tionghoa merupakan bentuk kekerasan dengan menggunakan senjata dan berupa

organisasi atau masa. Dengan arak-arakan atau organisasi, gerombolan Pribumi

menyerbu toko-toko orang-orang Tionghoa. Kekerasan personal yang terjadi bersifat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

134

anatomis, karena bersifat menghancurkan dan membakar. Masa Pribumi

menghancurkan toko-toko orang Tionghoa dan membakarnya. Terdengar pula suara

pekik-jeritan dari kaum orang-orang Tionghoa yang mengalami kekerasan personal.

3.2.3 Kekerasan Personal Terhadap Gerombolan Suurhof

Robert Suurhof dan gerombolannya juga mendapat tindak kekerasan. Robert

Suurhof dan gerombolannya mendapat tindak kekerasan yang pertama dilakukan oleh

Prinses Kasiruta. Diceritakan saat itu Robert Suurhof dan gerombolannya pergi ke

rumah Minke atas dasar perintah dari Jacques Pangemanann. Ketika itu Jacques

Pangemanann yang sedang menunggu di luar rumah mendengar suara tembakan yang

terdengar dari dalam rumah. Seketika itu juga, Jacques Pangemanann melihat Robert

Suurhof dan gerombolannya lari tunggang-langgang lintang-pukang ke luar rumah.

Robert Suurhof mengaku bahwa mereka ditembaki oleh istri dari Minke, Prinses

Kasiruta. Kejadian itu membuat Jacques malu. Dirinya merasa bahwa Robert Suurhof

adalah seorang pecundang yang lari karena tembakan dari Prinses Kasiruta.

Setelah kejadian itu, Robert Suurhof kemudian dipanggil lagi untuk bekerja

sama dengan Jacques Pangemanann. Diceritakan dalam novel, pada hari yang

ditentukan oleh Jacques Pangemanann, pergilah mereka menemui Minke dan

bermaksud menangkapnya. Semua sesuai dengan rencana Jacques Pangemanann. Saat

mereka mengetahui keberadaan Minke masuk di sebuah warung, Jacques

Pangemanann juga ikut masuk. Namun saat Minke mengetahui keberadaan mereka,

dengan cepat, Minke kemudian berpindah tempat. Tiba-tiba terdengar suara tembakan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

135

Dan saat itu ditemukan Robert Suurhof dan teman-temannya sudah menjelempah di

tanah. Robert Suurhof harus kehilangan sebelah tangannya akibat terkena peluru. Dan

teman-temannya roboh karena sebilah pisau. Saat itu tidak ditemukan siapa pelakunya.

Dapat disimpulkan bahwa kekerasan personal yang dialami oleh Robert

Suurhof dan gerombolannya berupa tindak kekerasan dengan badan manusia itu

sendiri. Dan kekerasan personal dengan sifat anatomis, yaitu menembus. Hal itu

dikarenakan seseorang yang tidak diketahui pelakunya membuat Robert Suurhof harus

kehilangan sebelah tangannya.

3.2.4 Kekerasan Personal terhadap Wanita

Kekerasan personal juga dialami oleh sebagian wanita dalam novel Rumah

Kaca karya Pramoedya Ananta Toer. Wanita-wanita itu adalah Prinses Kasiruta dan

Piah. Prinses Kasiruta adalah istri Minke dan Piah adalah pembantu mereka yang setia.

Diceritakan dalam novel, ketika itu Jacques Pangemanann sedang bersantai-

santai diteras rumahnya. Tiba-tiba dua orang wanita yang dulu pernah datang kini hadir

lagi di depan pagar. Saat itu Jacques Pangemanann belum mengetahu siapa kedua

wanita tersebut. Dia hanya memperhatikan gerak-gerik keduanya. Yang berada di

belakang sedang menarik-narik yang didepan. Merasa penasaran, Jacques

Pangemanann kemudian mengambil teropong dan melihat mereka melalui teropong

tersebut. Sontak Jacques Pangemanann kaget. Dia akhirnya tahu bahwa kedua wanita

itu adalah Prinses Kasiruta dan Piah. Ketika itu Prinses Kasiruta sedang memegang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

136

senjata. Dengan cepat lalu Jacques Pangemanann menelepon pihak polisi istana untuk

mengusir dan menggeledah mereka.

“Terdengar dari tempat kami Prinses Kasiruta memaki-maki dan Piah

meraung terkena tendangan . Kemudian juga suara pekik kesakitan Prinses.

Nampak orang-orang keluar dari rumah masing-masing dan menonton. Anak-

anak tak juga kembali. Rupa-rupanya mengikuti mereka digelandang ke kantor

polisi.” (Toer, 2006: 192).

Dapat disimpulkan bahwa kekerasan personal yang dialami oleh Prinses

Kasiruta, yaitu dengan badan manusia itu sendiri, digelandang dengan gerombolan

polisi, dan mendapat kekerasan anatomis yang bersifat menghancurkan, karena

menendang kedua perempuan tersebut.

3.2.5 Kekerasan Personal terhadap Dokter Bernhard Meyersohn

Kekerasan personal juga dialami oleh Bernhard Meyersohn. Bernhard

Meyersohn adalah seorang dokter berkebangsaan Jerman yang hidup sederhana dan

tinggal di Hindia hanya semata-mata mencari pekerjaan. Bernhard Meyersohn tinggal

di sebuah lingkungan dekat rumah Goenawan, teman Minke di S.D.I. Dicertikan dalam

novel, ketika itu Minke jatuh sakit, dan Goenawan hendak membawanya ke dokter

Bernhard Meyersohn. Namun sebelum kedatangan mereka, seorang peranakan Eropa

telah lebih dahulu datang menghadap kepada dokter Bernhard Meyersohn.

Pemuda itu tidak nampak sakit. Setelah masuk didalam, dia lalu menunjukan

sebuah cambuk kulit kepada dokter Bernhard. Bernhard Meyersohn yang ketika itu

merasa bahwa pemuda itu salah masuk, lalu menyuruh pemuda itu untuk keluar dari

tempatnya. Pemuda itu lantas menampar keras-keras pipi kiri dokter Bernhard.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

137

Cambuk yang berada pada pemuda itu lalu diselitkan pada ikat pinggang dan

dikeluarkannya sebilah belati dan mengamangkannya tepat pada jantung dokter itu.

Pemuda itu lalu mengancam dokter itu dan berkata bahwa seorang pribumi akan datang

memeriksa kesehatan, dan pemuda itu memerintahkan dokter Bernhard untuk tak

memeriksa pribumi itu dan menyuruhnya mengatakan bahwa pribumi itu hanya sakit

perut, disentri. Dokter itu sempat membantah dan mengelak permintaan dari pemuda

itu. Dengan tangan kirinya pemuda itu menggunakan cambuknya, memukul wajah

dokter itu sampai penglihatannya hilang.

Ketika datanglah Minke dan Goenawan pada dokter Bernhard, pemuda itu lalu

menyambut dan menyuruh masuk kedua pribumi itu. Setelah diperiksa, pemuda itu

mengatakan bahwa Minke hanya sakit perut dan pemuda itu menyuruh mereka untuk

pulang. Setelah mereka pulang, pemuda itu kemudian mengatakan bahwa dokter

Bernhard tak dapat melanjutkan praket ditempatnya.

Setelah kejadian itu, dokter Bernhard melapor kepada pihak kepolisian. Namun

dia tak begitu mengingat ciri-ciri dari pemuda tersebut.

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kekerasan personal yang dialami oleh

dokter Dokter Bernhard Meyersohn adalah kekerasan yang dimulai dengan badan

manusia, dalam bentuk individu, dengan sasaran manusia yang bersifat anatomis. Sifat

anatomis yang ditemukan adalah menghancurkan, yatiu menampeleng pipi kiri dari

dokter Bernhard Meyersohn.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

138

3.3 Kekerasan Budaya atau Simbolis

Johan Galtung menambahkan satu kekerasan dalam pemahamannya, yaitu

kekerasan budaya. Kekerasan budaya menurut Galtung adalah ruang budaya, yaitu

ruang simbolik keberadaan manusia, sebagaimana dicontohkan dalam agama dan

ideologi, seni dan bahasa, ilmu yang dapat dipakai untuk menjustifikasi atau

melegitimasi kekerasan langsung maupun kekerasan tak langsung atau kekerasan

personal dan kekerasan struktural. Simbol partai, kayu salib, bulan sabit, totem,

ceramah, nyanyian, cerita, adalah yang ada dalam sistem kognisi/pikiran manusia atau

ada dalam ruang simbolik yang dapat menjadi sumber dan melegitimasi kekerasan

langsung maupun struktural.

3.3.1 Kekerasan Simbolis berupa Bahasa

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, ada beberapa jenis

kekerasan simbolis berupa bahasa. Berikut akan dipaparkan hasil analisis dari

kekerasan simbolis berupa bahasa.

(1) Verbal

Dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, kekerasan simbolis

berupa bahasa dalam bentuk verbal banyak terjadi.

a. Kata Pribumi

Dalam novel Rumah Kaca, status sosial menjadi salah satu bentuk

kekerasan yang paling dominan. Status sosial tersebut membuat ketimpangan sosial

dan mengakibatkan terjadinya tindak kekerasan. Dalam novel, perbedaan status itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

139

dapat ditemukan dalam kata “Pribumi”. Dalam novel, Pribumi adalah orang-orang

asli Hindia. Pribumi dalam pengertian novel ini adalah orang yang berada di bawah

status Totok (orang Eropa). Pribumi dalam novel Rumah Kaca adalah orang-orang

yang selalu mendapat tindak kekerasan. Kata Pribumi dalam novel, merujuk pada

sebuah penghinaan, seorang yang bodoh, tidak terpelajar dan harus tunduk pada

penguasa atau Totok Eropa.

“….. Tentu saja banyak pembesar rendahan dan tengahan Pribumi yang

menggerutu – hanya menggerutu. Menurunkan penggerutuannya ke atas surat

resmi tak berani. Dan birokrasi Hindia takkan memperhatikan gerutuan,

malahan surat-surat resmi pun banyak yang tak sampai ke alamat, tersasar lebih

dahulu ke kerangjang sampah di bawah meja pembesar-pembesar yang merasa

dilalui.” (Toer, 2006: 7).

“Di Hindia ini aku rasa cukup mempunyai kebebasan. Maksudku,

kebebasan dalam menindas Pribumi…….,” (Toer, 2006: 518).

Kata “Pribumi” merupakan suatu tindak kekerasan simbolis yang berarti

merendahkan, mencaci, dan menghina. Dengan status sosial yang menjadi dasar

tindak kekerasan, maka kata “Pribumi” – dalam rangkap kekerasan simbolis, yang

melegalitaskan atau menjustifikasi kekerasan tersebut.

Subordinasi kata “Pribumi” dapat dilihat dari grafik berikut ini.

Kolonial

Pribumi

Totok Sinyo

Peranakan Eropa

Priyai

Tinggi

Rendah

Status Sosial

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

140

b.Kata Babu

Kata “Babu” juga sering digunakan dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer. Secara umum, babu adalah seorang pesuruh yang

mengerjakan pekerjaan majikannya. Dalam novel, babu adalah manusia terakhir

dalam kehidupan. Yang dimaksudkan adalah bahwa babu menjadi orang terakhir

yang bertanggung jawab atas semua kesalahan-kesalahan majikannya.

“Aku kena damprat atasanku. Aku mendamprat bawahanku.

Bawahanku boleh jadi mendamprat bininya, biniya mendamprat anaknya, dan

anaknya mendamprat babunya. Barulah berhenti, sebab babu adalah manusia

terakhir dalam kehidupan. Malam setelah banting tulang sepanjang hari dia

akan masuk biliknya, sering lupa makan malam. Dia akan menyerahkan air

mata dan pengaduannya kepada Gusti Allah, mengingatkan padaNya akan

haknya atas suatu sudut di surga bagi dirinya dan neraka bagi semua majikan.

Tapi bersok dia akan mengabdi lagi – bekerja lagi seperti biasa, dimaki lagi

seperti biasa. Meninggalkan majikan? Tak akan! Tepat seperti aku juga. Tak

akan tinggalkan dinas betapapun deras hujan dampratan.” (Toer, 2006: 35).

Kata “Babu” dalam tatanan kekerasan simbolis dalam novel Rumah Kaca

menjadi legal. Legalitasnya adalah ketimpangan sosial, dimana majikan sebagai

orang yang berkuasa dan bisa berbuat apa saja terhadap babu-nya.

c. Surat Kabar

Kekerasan simbolis yang melegetimasi berikutnya adalah surat kabar.

Dalam novel, saat itu surat kabar (pers) adalah sebuah ungkapan kata hati dari

penulisnya. Setiap penulis mempunyai hak untuk berbicara apa saja dalam surat

kabar tersebut. Dalam novel diceritakan, surat kabar menjadi salah satu media

untuk dipelajari oleh pemerintah Hindia dalam merekonstruksi pemerintahannya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

141

Surat kabar tersebut kemudian menjadi ancaman bagi siapa saja penulis dibalik

surat kabar tersebut.

“Kaum terpelajar Pribumi bukan menggerutu seperti halnya dengan

generasi sebelumnya. Mereka mengumumkan kejengkelannya di koran dan

majalah-majalah, dalam bahasa-bahasa yang dapat mereka gunakan.

Persoalannya menjadi umum, diketahui banyak orang, dan tidak lagi menjadi

persoalan diri semata. Koran dan majalah-majalah telah melahirkan semangat

demokratis tanpa semau Gubermen…..” (Toer, 2006: 8).

“Peristiwa penganiayaan itu diumumkan sendiri oleh Medan. Mr.H.

Frischboten dengan sigapnya telah membikin ini menjadi perkara. Tak dapat

dielakan. Pengadilan putih terpaksa diadakan oleh kegigihannya….” (Toer,

2006: 36).

“Dalam keadaan sakit aku rumuskan, bahwa D-W-T bukan ditangkap

sebagai pemuka-pemuka Indische Partij, bukan sebagai politikus, bukan

sebagai pimpinan, mereka ditangkap sebagai jurnalis-jurnalis yang dengan

tulisannya mengancam keamanan dan ketertiban umum.” (Toer, 2006: 284-

285).

“Memasuki tahun belasan ini koran bukan hanya penyampaian berita.

Dia mencoba menerangkan, mengajar, mengajak, menjajakan pikiran-pikiran.

Di belakang koran modern bukan hanya mesin-mesin cetak, juga mesin-mesin

otak. Sin Po dikendalikan oleh meson otak nasionalis Tiongkok, Peroetoesan

oleh mesin otak Syarikat, dan De Expres mesin otak Indische Partij. Dengan

koran itu otak bicara pada angota-anggota badannya sendiri, meniadakan jarak

ratusan mil. Tapi juga bicara padaku, dengan kata-kata dan maksud yang sama”

(Toer, 2006: 241).

“Dalam setiap penerbitan hampir selalu ada serangan terhadap yang

lain, dan jawaban atas serangan. Mengherankan, bahwa dalam semua terbitan

itu tak pernah ku dapati percecokan tentang agama. Percecokan pokok adalah

tentang makna Tanahair dan penghidupan. Yang satu mengukuhi kemuliaan

Tanahair. Tanah airlah yang menyebabkan adanya bangsa untuk memiliki,

memelihara, membangun dan mempertahankannya. Yang lain bilang persetan

dengan Tanahair. Sekalipun kutub dingin, bila dia memberikan penghidupan,

dialah Tanahair. Tanahair adalah alam semesta. Pertengkaran dan percecokan

tak henti-hentinya.” (Toer, 2006: 471).

“……. Dan Pribumi ini tidak bersenjatakan pedang dan tombak, juga

tidak dengan patriotisme, juga tidak dengan agama, mereka bersenjatakan

mulut dan pena belaka.” (Toer, 2006: 511-512)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

142

Surat kabar menjadi alat legitimasi kekerasan simbolis. Melalui surat

kabar, kekerasan struktural bisa terjadi.

d. Dokumen atau naskah (Rumah Kaca)

Dokumen atau naskah juga menjadi salah satu sumber yang melegalitaskan

atau menjustufikasi kekerasan simbolis. Hal itu dibuktikan dalam cerita bahwa

pekerjaan Jacques Pangemanann dalam menjerumuskan orang-orang yang

melawan pemerintahan Gubermen, harus dituliskan dalam sebuah dokumen atau

naskah.

“Soal khusus, katanya – soal yang membikin aku tecabut dari kepolisian

yang aku cintai dan memasuki pekerjaan yang lebih memeras otak daripada

otot. Lima tahun pekerjaan sehari-hari hanya membaca koran dan majalah

terbitan Hindia, membikin interpiu, mempelajari dokumen-dokumen,

menyusun naskah kerja lantas kejatuhan tugas seperti ini. Kali ini aku sungguh-

sungguh memperlihatkan tak senang hatiku.” (Toer, 2006: 9).

“Dalam keadaan sakit aku rumuskan, bahwa D-W-T bukan ditangkap

sebagai pemuka-pemuka Indische Partij, bukan sebagai politikus, bukan sebagai

pimpinan, mereka ditangkap sebagai jurnalis-jurnalis yang dengan tulisannya

mengancam keamanan dan ketertiban umum.” (Toer, 2006: 284-285).

- Rumah Kaca

Pada bagian ini, peneliti mengkhususkan Rumah Kaca sebagai bagian dari

tindak kekerasan simbolis. Rumah Kaca, dalam novel ini diartikan adalah catatan-

catatan dari pengalaman dan studi Jacques Pangemanann. Catatan-catatan Rumah

Kaca yang dimaksud adalah tulisan Jacques Pangemanann dalam menjalani

kehidupannya yang begitu rumit dirasakannya: menjalani hidup kemanusiaannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

143

secara hati nurani atau menjalani hidup di bawah kekuasaan jabatan, karier,

keluarga, pemerintah Hindia, yang mengancam dirinya untuk melakukan suatu

tindak kekerasan.

Dalam novel dapat dibuktikan dengan kutipan sebagai berikut.

“Adalah tidak benar meninggalkan dunia ini dengan diam-diam, dan

berlagak suci di depan anak-anak, istri dan dunia itu sendiri! Aku menghendaki

anak-anakku berhasil, jauh lebih baik daripada aku sendiri, lebih berbudi, lebih

berkebajikan dan lebih bijak. Penilaian pertama atas perjalanan hidup setelah

setengah abad ini adalah jelas: Sejak kecil sampai jadi Inspektur Polisi aku

berada di jalan yang dikehendaki Tuhan. Sejak jadi Ajung Komisaris sampai

Komisaris sekarang ini mentah-mentah aku berjalan di atas lumpur, makin lama

makin jauh memasuki padang lumpur, makin jauh dari jalan yang dikehendaki

oleh Tuhan.” (Toer, 2006: 100).

Di akhir catatan Jacques Pangemanann, dia menyatakan bahwa “Maka

bila aku berhasil menyelamatkan tulisan ini, dan sampai pada tangan kalian,

hendaknya kepada catatan-catatanku ini kalian beri judul Rumah Kaca…”

(Toer, 2006: 101).

Rumah Kaca juga menjadi bagian dari studi Jacques Pangemanann

dalam melakukan penelitiannya untuk memasukan orang-orang yang melawan

pemerintahan Gubernur Jendral.

“…. Semua Pribumi – terutama Pitung-pitung modern yang

mengusik-usik kenyamanan Gubermen – semua telah dan akan

kutempatkan dalam sebuah rumah kaca dan kuletakan di meja kerjaku.

Segalanya menjadi jelas terlihat. Itulah pekerjaanku: mengawasii gerak-

gerik seisi rumah kaca itu. Begitulah juga yang dikehendaki Gubernur

Jendral….” (Toer, 2006: 101).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

144

Orang-orang yang menjadi tahanan dalam Rumah Kaca adalah Minke,

Triumvirat Indische Partij’, anggota S.D.I., dan orang-orang yang berusaha

mengganggu kedudukan Gubernur Jendral.

3.3.2 Kekerasan Simbolis berupa Ideologi: Kekuasaan (Penguasa) Pemerintah

(Negara)

Kekerasan simbolis yang berikut adalah kekuasaan pemerintah yang berkuasa.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pemerintahan yang bersifat kolonialisme adalah

pemerintahan yang bersifat kekerasan. Diceritakan dalam novel, kekuasaan

pemerintahan Hindia yang ketika itu dikuasai oleh Gubernur Jendral Idenburg merasa

bahwa berdirinya organisasi dan partai-partai Pribumi membuat kekuasaannya

terancam. Sesungguhnya dalam novel diceritakan bahwa penguasa ketika itu tidak

mempunyai hak untuk melakukan sebuah tindakan yang merugikan Pribumi yang tidak

bersifat kriminal. Namun, Gubermen mempunyai hak-hak yang bisa dipakainya

sebagai landasan tindakan hukuman.

(1) Vonnis Raad van Justitie Batavia

Vonnis ini adalah sebuah hukuman pengasingan. Dalam novel, vonnis itu

diberikan kepada Minke untuk diasingkan ke Ambon. Diceritakan, ketika dilakukan

suatu penangkapan atas diri Minke, terjadi suatu peristiwa yang membuat Robert

Suurhof dan teman-temannya terluka. Sesungguhnya pengangkapan saat itu di luar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

145

hukum. Namun kejadian itu membuat Minke harus bertanggung jawab. Maka, Minke

harus menjalani hukuman vonnis Raad van Justitie Batavia.

“Kemudian terjadi yang tak ku duga-duga. Aku mendapat surat perintah

melaksanakan vonnis Raad van Justitie Batavia atas diri Minke, pemimpin redaksi

Medan – perintah pengasingan ke Ambon. Tanganku menggeletar menerima surat

perintah itu. Aku harus berhadapan dengan orang yang harus kulumpuhkan.”

(Toer, 2006: 68).

(2) Jabatan dan Karier

Jabatan dan Karier merupakan sebuah kekerasan yang melegitimasi atau

menjustufikasi adanya tindak kekerasan simbolis berupa ideologi dalam novel Rumah

Kaca karya Pramoedya Ananta Toer. Diceritakan dalam novel, Jacques Pangemanann

yang adalah seorang Inspektur kepolisian dan sampai menjabat di Algemeene

Secretarie, lebih memilih jabatan dan kariernya demi mengikuti kemauan pemerintah

Hindia (Gubernur Jendral Idenburg). Semua itu sesungguhnya bukan berdasar pada

kemauan nuraninya. Namun karena jabatan dan kariernya, Jacques Pangemanann

terpaksa melakukan tindak kekerasan.

“Demi karierku, Minke, pimpinan redaksi Medan harus disingkirkan.

Dan demi nama baikku pula Suurhof juga harus di punahkan.” (Toer, 2006: 53).

“….. Dia orang besar, dia telah membangun pekerjaan besar untuk

bangsanya. Aku seekor hama tanpa bentuk dalam bungkusan seragam

berpangkat. Hidup macam apa begini ini? Tetapi demi jabatan, dan berbagai

demi, aku berangkat juga ke Buitenzorg. Kuambi satu regu polisi setempat, dan

melakukan penangkapan.” (Toer, 2006: 68).

“Dan aku? Nampaknya tak bisa lain – aku akan tetap dalam kehinaanku.

Ya Tuhan, betapa jabatan telah mengubah pedalaman manusia begini

macam….” (Toer, 2006: 71).

Dari hasil analsisi yang ada, dapat disimpulkan bahwa kekerasan simbolis yang

terdapat dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer, yakni kekerasasn

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

146

simbolis berupa bahasa kekerasan simbolis berupa ideologi kekuasaan (penguasa)

pemerintah (negara). Adapaun hasil penelitian dari kekerasan simbolis berupa bahasa

yakni kata “Pribumi, surat kabar, dan dokumen atau naskah. Kekerasan simbolis

berupa ideologi, yakni vonnis Raad van Justitie Batavia.

3.3.3 Kekerasan Simbolis berupa Ilmu Pengetahuan

Kekerasan simbolis berikutnya berupa ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan

dipakai sebagai alat yang melegitimasi atau menjustifikasi tindakan kekerasan

struktural ataupun personal. Dalam novel, ilmu pengetahuan dipakai untuk memerangi

keberadaan individu atau gerombolan yang mencoba mengganggu kekuasaan

pemerintah (Gubernur Jendral).

Diceritakan dalam novel, seorang tokoh intelektual bernama Tuan Mr. K. yang

disegani oleh tokoh-tokoh kolonial lainnya, pernah berbicara kepada Jacques

Pangemanann.

“Tajamkan pengamatan Tuan-tuan. Kalau tidak…. Filipina kedua bisa

terjadi atas negeri jajahan kita yang permai ini. Kita bisa tertendang keluar.

Salah satu negeri barat akan masuk, mungkin Amerika, mungkin Jerman,

mungkin Prancis atau mungkin juga Inggris. Tapi mungkin juga tidak.” (Toer,

2006: 86). Kata-kata inilah yang juga menjadi dasar pemikiran tokoh utama

dalam melakukan pekerjaannya.

“Kekuasaan kolonial ini mencemburui kau terpelajar Pribumi! bukan

satu kebetulan Gubermen menjual ilmu-pengetahuan semahal mungkin pada

Pribumi. ilmu-pengetahuan bisa membawa orang-orang sederhana dan primitif

ke dunia angan-angan yang tak bisa diukur dengan meteran ketinggiannya.

Maka logikanya setiap terpelajar Pribumi harus dibikin berpihak pada

Gubermen bukan? Pantas mereka dimanjakan untuk dapat berpihak pada

Gubermen, gaji baik, kedudukan baik, segala macam kehormatan yang tidak

kurang pula baiknya.” (Toer, 2006: 91).

“Dan instruksinya tepat sebagaimana aku gambarkan setelah Tuan K.

menyampaikan kata-katanya di kamar bola dulu. Pekerjaanku yang baru:

meneliti tulisan-tulisan Pribumi yang diumumkan di koran dan majalah,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

147

menganalisa, membuat interpiu dengan penulis-penulis, membuat

perbandingan-perbandingan, dan membuat kesimpulan tentang bobot,

kecenderunguan dan itikadnya terhadap Gubermen Hindia Belanda.” (Toer,

2006: 97).

“Dengan modal keberanian dan teror saja tak banyak yang bisa dicapai

dalam kehidupan modern begini. Jaman sekarang jaman ilmu dan pengetahuan.

Segala-galanya ditimbang dan dinilai dengannya – jaman bagi pemimpin-

pemimpin pikiran, yang kadang-kadang tidak perlu turun ke gelanggang seperti

pitung. Kekuata pikiran yang memimpin, bukan keberanian dan teror,”(Toer,

2006: 114).

3.3.4 Kekerasan Simbolis berupa Psikis

Dalam penelitian ini, ditemukan sebuah unsur kekerasan simbolis yang berupa

kekerasan psikis. Dalam penelitian ini memang tidak dijelaskan teori kekerasan

simbolis berupa psikis. Namun ada hal yang menarik dari novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer. Tokoh Jacques Pangemanann mendapat suatu tindakan

kekerasan yang berupa psikis yaitu kemunculan berbagai macam tokoh dalam

imajinasinya. Tokoh-tokoh tersebut membuatnya berada dalam keadaan tertekan,

sebab tokoh-tokoh yang muncul sering menuding, mengecam, dan mengganggunya.

Penelitian ini bisa dibuktikan oleh peneliti melalui asumsi bahwa teori

kekerasan simbolis perspektif Galtung adalah ruang budaya atau ruang simbolik yang

berada dalam sistem kognitif/pikiran manusia. Ketika manusia dilahirkan dalam dunia,

dia menjadi bagian dari budaya dan kemudian melalui tindakan dan perilakuknya

menjadikan sebuah ruang simbolik yang berada dalam sistem kognitifnya itu. Maka

jika dianalisa lebih lanjut, didapatkan bahwa tokoh Jacques Pangemanann mengalami

sebuah tindak kekerasan simbolis berupa psikis(-nya) sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

148

Diceritakan dalam novel, tokoh-tokoh tak nyata dalam novel dan tokoh-tokoh

yang nyata dalam cerita novel tersebut sering hadir dalam imajinasi Jacques

Pangemanann. Tokoh-tokoh yang selalu hadir adalah Si Pitung dan Minke.

“Zihhhh, enyah kau, Pitung! Ku bikin salib, kemudian mulau meneliti

diriku sendiri: mengapa perasaan ini berubah-ubah begini cepat? Benar-

benarkah aku sudah menjadi abnormal? Mengapa kubiarkan kenyataan dan

harapan bertarung dalam diriku? Mestikah aku dihadapkan pada pilihan?

Prinsip atau karier? Moral atau jabatan? Aku tahu benar aku membutuhkan

kedua-duanya. Pada-hal aku juga tahu aku harus ambil satu saja di antaranya,

tak mumgkin dua-duanya. Itulah yang jadi kesulitan selama ini. Bukan saja

dalam kehidupan, juga dalam kejiwaan. Dan aku tahu dengan pasti: ini masalah

pribadi dan hanya aku sendiri yang dapat memecahkan. Dan aku, aku tetap

menghendaki dua-duanya sekaligus.” (Toer, 2006: 45-46).

“Dalam upacara pengangkatanku sebagai Ajung Komisaris hampir-

hampir tak dapat aku mencegah keinginan untuk menggerakan tangan mengusir

bayang-bayangan di Pitung ini. Rasa-rasanya kumis jarangnya menempel pada

samping leher, serasa dia berbisik mengejek: Ajal untuk kami, kenaikan

pangkat untuk Tuan, ya, Tuan Pangemanann?”(Toer, 2006: 79).

“Terdengar tawa bahak di belakangku. Aku menoleh. Pitung dan Minke

tertawa sambil menuding, dan berunding dengan mata mereka. Zihhh, zihhh,

zihhh!” (Toer, 2006: 139).

“Kedua belah tanganku terangkat dengan sendirinya ke atas, hendak

mencekam kepalaku yang berdenyut tiba-tiba. Tak jadi. Seseorang masuk ke

dalam ruanganku, tua, kurus, keriput, rambutnya telah putih seluruhnya,

bertongkat, dan berpakaian Eropa yang sangat, sangat sederhana, tanpa sepatu,

hanya dengan selop. Ia makin mendekati aku. Tak bicara apa-apa.

“Tuan, Minke!” aku bergumam, “Sudah setua itu?”

Oh! Oh! Ini bayangan keparat. Syarafku terganggu lagi. Aku harus

menyadari: Syarafku terganggu lagi. Aku tekan tombol bel di belakang

sana…..” (Toer, 2006: 291).

Diceritakan bahwa, tokoh-tokoh yang selalu mengganggu pikiran Jacques

Pangemanann semakin membuat dirinya merasa tertekan. Tekanan itu lah yang

membuat dirinya semakin terjerumus dalam tindakan-tindakan kekerasan. Tokoh-

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

149

tokoh itu adalah orang-orang yang menjadi bahan studi lalu kemudian menjadikan

tokoh-tokoh itu sebagai kriminal.

Dari hasil analisis kekerasan simbolis, dapat ditemukan bahwa kekerasan

simbolis dalam novel Rumah Kaca terdapat kekerasan simbolis berupa bahasa, yang

meliputi; kata “Pribumi, kata “Babu”, surat kabat (Rumah Kaca), dan dokumen atau

naskah. Kekerasan simbolis lainnya adalah kekerasan simbolis berupa ideologi, yakni

Vonnis Raad van Justitie Batavia dan jabatan atau karier. Kekerasan simbolis yang

berikut berupa Ilmu pengetahuan, dan yang terakhir kekerasan simbolis berupa psikis.

Rangkuman

Demikianlah hasil analisis bentuk-bentuk kekerasan dalam novel Rumah Kaca

karya Pramoedya Ananta Toer. Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa kekerasan

struktural dalam novel rumah kaca terdiri dari Kekerasan Struktural terhadap

Pemimpin Organisasi, Kekekrasan Struktural terhadap Pelajar Pribumi, Kekerasan

Struktural terhadap wanita. Kekerasan struktural terjadi karena adanya pola interaksi

yang tidak siklis dan urutan kedudukan linear.

Kekerasan Personal terdiri dari Kekerasan Personal terhadap Gerombolan

Pitung, Kekerasan Personal terhadap kaum Tionghoa, Kekerasan Personal terhadap

Gerombolan Suurhof, Kekerasan Personal terhadap wanita, Kekerasan Personal

terhadap Dokter Bernhard Meyersohn. Kekerasan Personal yang terjadi dapat diamati

dalam suatu bentuk tindak kekerasan yang bersifat anatomis. Kekerasan yang bersifat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

150

anatomis dapat dibuktikan dengan adanya tindak kekerasan yang menghantam atau

menembus bagian tubuh.

Adapun kekerasan simbolis, yakni, Kekerasan Simbolis berupa Bahasa,

Kekerasan Simbolis berupa Ideologi, Kekerasan Simbolis berupa Ilmu Pengetahuan,

Kekerasan Simbolis berupa Psikis.

Tabel bentuk-bentuk kekerasan

dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer

No. TIGA JENIS KEKERASAN

Struktural Personal Simbolis

1 Kekerasan terhadap

Pemimpin Organisasi

Kekerasan terhadap

gerombolan Pitung

Kekerasan berupa

Bahasa

2 Kekerasan terhadap

pelajar Pribumi

Kekerasan terhadap

kaum Tionghoa

Kekerasan berupa

Ideologi

3

Kekerasan terhadap

wanita

Kekerasan terhadap

gerombolan Suurhof

Kekerasan berupa Ilmu

Pengetahuan

4 Kekerasan terhadap

wanita

Kekerasan berupa Psikis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

151

5 Kekerasan terhadap

Dokter Bernhard

Meyersohn

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penelitian ini menggunakan objek material novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer. Dalam penelitian ini, rumusan masalah dibagi menjadi dua,

yaitu (1) Bagaimanakah struktur pembangun cerita dalam novel Rumah Kaca karya

Pramoedya Ananta Toer? (2) Bagaiamana bentuk-bentuk kekerasan dalam novel

Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer menurut perspektif Johan Galtung? Dalam

menganalisis bentuk-bentuk kekerasan, peneliti menggunakan teori kekerasan

perspektif Johan Galtung.

Pada bab II, peneliti memaparkan hasil analisis struktur pembangun cerita

dalam novel yang terdiri dari alur, tokoh, penokohan, dan latar. Unsur-unsur

pembangun cerita seperti alur, tokoh, penokohan, dan latar, bertujuan untuk

menjelaskan struktur cerita dalam kaitannya bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi

dalam novel. Adapun hasil dari analisis struktur pembangun cerita dalam pab II ini,

ditemukan bahwa alur yang dipakai dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya

Ananta Toer adalah alur maju. Dalam novel tersebut, peneliti mendapatkan bahwa

tokoh utama adalah (1) Jacques Pangemanann, dan (2) Raden Mas Minke. Adapun

tokoh tambahan dalam novel ini berjumlah empat puluh dua tokoh. Tokoh-tokoh

tambahan tersebut yaitu, (1) Gubernur Jendral Idenburg, (2) Donlad Nicolson, (3)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

153

Robert Suurhof, (4) Prinses Kasiruta, (5) Piah, (6) Paulette, (7) Rientje de Roo, (8) Nyi

Juju, (9) Nyi Romlah, (10) Frits Doertier, (11) Hadji Samadi, (12) Wardi, (13) D.

Douwager, (14) Tjiptomangun, (15) Ayah Soendari, (16) Bernhard Meyersohn, (17)

Pemuda, (18) Si Pitung, (19) Tuan L., (20) Tuan De Beer, (21) Tuan Mr.K., (22) Tuan

De Cagnie, (23) Tuan De Man, (24) Tuan R., (25) Nikolaas Knor, (26) Simon Zwijger,

(27) Tuan Gr., (28) Mr. De Lange, (29) Cor Oosterhof, (30) Mas Tjokro, (31) May Le

Boucq, (32) Mas Marco, (33) Siti Soendari, (34) Strooman, (35) Herschenbrok, (36)

Semaoen, (37) Mas Soewoyo, (38) Van Limburg Stirum, (39) Sarimin, (40) Tuminah,

(41) Perwakilan Sindikat, (42) Goenawan.

Dalam novel Rumah Kaca, Jacques Pangemanann sebagai tokoh utama

mempunyai sifat yang egois dan lebih mementingkan jabatan dan kariernya. Jacques

Pangemanann, dengan keegoisannya, menjadi penggerak jalannya cerita dalam novel.

Tokoh Raden Mas Minke memiliki sifat yang pendiam, hemat berbicara, dan

berwibawa. Dalam cerita, tokoh Raden Mas Minke memang hanya muncul beberapa

kali dalam cerita. Namun, dikarenakan pengaruhnya sangat besar, dan dia adalah awal

dari segala kekacauan yang terjadi dalam novel. Tokoh-tokoh tambahan seperti Prinses

Kasiruta dan Piah adalah dua orang wanita yang baik dan mempunyai jiwa kesetiaan.

Gubernur Jendral Idenburg memiliki sifat tidak sabar dan rakus akan kekuasaan.

Tokoh-tokoh seperti Donlad Nicolson, Robert Suurhof, Tuan L., Tuan De Beer, Tuan

Mr.K., Tuan De Man, Tuan R, Nikolaas Knor, Tuan Gr., Strooman dan Van Limburg

Stirum adalah orang-orang yang berwatak kolonialis. Tokoh-tokoh lainnya, Hadji

Samadi, Wardi, D. Douwager, Tjiptomangun, Ayah Soendari, Mas Tjokro, Mas Marco,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

154

Semaoen, Goenawan, adalah tokoh-tokoh aktivis yang berjiwa nasionalis, ingin

memperjuangkan keadilan bagi Pribumi di Hindia.

Kemudian, dalam menganalisis latar, peneliti membagi latar dalam tiga bagian.

Adapun tiga bagian itu, yakni latar tempat, latar waktu, latar sosial-budaya. Dari hasil

analisis, latar waktu menunjukan tahun 1912 adalah awal Jacques Pangemanann

menulis catatan Rumah Kaca sampai dengan tahun 1918. Untuk latar tempat, Hindia

menjadi latar tempat penceritaan dalam novel. adapun latar tempat di Hindia, yaitu

Betawi, Buitenzorg, Kwitang, Ambon, selingkaran Cibinong, Cibarusa, Cileungsi.,

Sala, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Sukabumi. Untuk latar sosial-budaya, yang

mendominasi adalah sosial budaya Hindia (Eropa-Nederland).

Pada bab III, peneliti memaparkan hasil analisis tentang bentuk-bentuk

kekerasan yang terdapat dalam novel Rumah Kaca karya Pramoedya Ananta Toer.

Pada penelitian bentuk-bentuk kekerasan, peneliti menemukan tiga bentuk kekerasan,

yaitu kekerasan struktural, kekerasan personal, dan kekerasan simbolis. Kekerasan

struktural yang terdapat dalam novel, yaitu sebagai berikut: (1) Kekerasan struktural

terhadap pemimpin organisasi Pribumi, (2) Kekerasan struktural terhadap perajar

Pribumi, (3) Kekerasan struktural terhadap wanita. Kekerasan struktural yang terjadi

disebabkan oleh adanya urutan kedudukan linear dan pola interaksi yang tidak siklis.

Kekerasan struktural yang terjadi dalam novel menyebabkan korban tindak kekerasan

mengalami suatu pembuangan ke luar daerah atau pemaksaan menjadi seoang alat

kekuasaan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

155

Kekerasan personal yang telah dianalisis oleh peneliti mendapatkan hasil

sebagai berikut. (1) Kekerasan personal terhadap gerombolan Pitung, (2) Kekerasan

personal terhadap kaum Tionghoa, (3) Kekerasan personal terhadap gerombolan

Suurhof, (4) Kekerasan personal terhadap wanita, (5) Kekerasan personal terhadap

dokter Bernhard Meyersohn. Kekerasan personal yang terjadi pada gerombolan Pitung

menyebabkan korban-korban banyak yang tewas. Mereka sesungguhnya memberontak

untuk sebuah keadilan. Namun harus ditumpas demi keselamatan kekuasaan Gubernur

Jendral. Kekerasan personal juga harus dirasakan oleh kaum Tionghoa. Mereka diadu

dombakan oleh pihak-pihak agar muncul sebuah stigma bahwa Gubernur Jendral

adalah orang yang bisa memperbaiki keadaan. Namun mereka terlebih dahulu diadu

dombakan sebelum semua kerusuhan itu dibantu oleh pihak kepolisian. Kekerasan

personal juga dirasakn oleh gerombolan Suurhof. Demi menangkap Minke, Robert

Suurhof dan gerombolannya mengalami tindakan kekerasan personal berupa tembakan

yang membuat tangannya invalid selama-lamanya. Beberapa temannya juga tertusuk

oleh pisau. Kekerasan personal pun juga dihadapi oleh wanita oleh karena

kesetiaannya, Prinses Kasiruta dan Piah, harus mendapat tindak kekerasan, ditendang

dan digelandang ke kantor polisi. Bernhard Meyersohn yang adalah seorang dokter

yang sederhana juga harus mendapat tindak kekerasan personal. Hal itu membuat

dirinya kehilangan penglihatan sesaat dan membuat seorang Pribumi, Minke,

meninggal dunia karena mendapat ancaman dari seorang Pemuda. Kekerasan personal

dalam analisis ini lebih banyak ditemukan sebagai bentuk kekerasan personal yang

bersifat anatomis. Hal itu dikarenakan kekerasan personal dalam novel ini terdapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

156

tindak kekerasan menembak, membunuh, dan menghancurkan dengan alat-alat yang

digunakan.

Kekerasan simbolis yang dianalisis mendapat hasil sebagai berikut. (1)

Kekerasan simbolis berupa bahasa, (2) Kekerasan simbolis berupa ideologi, (3)

Kekerasan simbolis berupa Ilmu pengetahuan, dan (4) Kekerasan simbolis berupa

Psikis. Kekerasan simbolis berupa bahasa adalah sebuah kekerasan simbolis yang

diucapkan secara langsung dan tidak langsung. Dalam novel Rumah Kaca, kekerasan

simbolis berupa bahasa seperti kata “Pribumi” dan “babu” menunjukan sebuah

perbedaan sosial yang mendiskriminasi orang-orang yang di bawah sosialnya.

Kemudian kekerasan simbolis yang berupa ucapan tak langsung dalam bahasa seperti

surat kabar, dokumen, naskah, menjadi alat legitimasi kekerasan dalam menuduh,

memeras, dan mencaci. Kekerasan simbolis yang berikut berupa ideologi adalah

sebuah kekuasaan pemerintahan yang dijalankan oleh penguasa, notabene akan

membuat orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya mendapat tindak

kekerasan. Kekerasan simbolis berikutnya berupa ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan

yang ada, kemudian menjadi sangat sadis ketika hal itu dipakai sebagai alat kekerasan.

Adapun ilmu pengetahuan sebagai tindak kekerasan simbolis adalah dengan membuat

suatu rencana yang matang dari berbagai ilmu pengetahuan untuk menindak lanjuti

korban dengan menjadikannya tersangka. Kekerasan simbolis berikutnya adalah

kekerasan simbolis berupa psikis. Kekerasan simbolis berupa psikis adalah kekerasan

yang terjadi atas dasar sadar atau tak sadar yang terjadi dalam imajinasi atau dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

157

alam bawah sadar manusia. Hal ini membuat sebuah tindak kekerasan simbolis

melegitimasi atau menjustifikasi adanya tindak kekerasan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

158

4.2 Saran

Dalam menganalisis bentuk-bentuk kekerasan dalam objek material ini, peneliti

menggunakan teori kajian struktural yang mencakup alur, tokoh, penokohan, dan latar,

sebagai unsur pembangun cerita dengan paradigma Renne Wellek dan Austin Warren,

yaitu ekstrinsik dan intrinsik. Penelitian bentuk-bentuk kekerasan dengan unsur

pembangun cerita belum mencukupi hasil penelitian alur, tokoh, penokohan, dan latar,

sebagai bagian kasualitas dari bentuk-bentuk kekerasan atau hubungan dari bentuk-

bentuk kekerasan. Peneliti menyarankan bahwa, jika ingin melanjutkan penelitian

objek formal yang sama, peneliti selanjutnya dapat mengkaji unsur pembangun cerita

dalam menentukan peristiwa bentuk-bentuk kekerasan menggunakan persepktif Johan

Galtung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

159

DAFTAR PUSTAKA

Budianta, Melania (Penerjemah). 2008. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama

Damono, Sapardi Djoko. 1989. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar ringkas.

Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra dan Strukturalisme Genetik Sampai

Post-Modernisme (Edisi Revisi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press.

Praptomo, I. Bariyadi. 2012. Bahasa, Kekuasaan, Dan

Kekerasan.Yogyakarta:Sanata Dharma University Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Salmi, Jamil. 2003. Kekuasaan dan Kapitalisme: Pendekatan Baru dalam

Melihat Hak-hak Asasi Manusia. Diterjemahkan oleh Agung Prihartono

dari Violence and Demogratic Society. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Rumah Kaca. Jakarta Timur: Lentera

Dipantara

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra: Pengantar Teori Sastra. Jakarta:

Dunia Pustaka Jaya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: BENTUK-BENTUK KEKERASAN DALAM NOVEL RUMAH KACA …

160

Taum, Yoseph Yapi. 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores: Nusa Indah.

Taum, dkk. 2017. Kritis Sastra yang Memotivasi dan Menginspirasi. Makalah.

Dalam: Kumpulan Makalah Seminar Nasional Kritik Sastra, 15-16

Agustus.

Utami, Marcelina. 2018. “Kekerasan Struktural dan Kekerasan Personal dalam

novel Candik Ala 1965 Karya Tinuk R. Yampolsky”. Skripsi. Program

Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 2008. Teori Kesusastraan (Diterjemahkan

oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.

Windhu, I Marsana. 1992. Kekerasan dan Kekuasaan Menurut Johan Galtung.

Yogyakarta: Kanisius

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI