bengkulu - indonesia

6

Click here to load reader

Upload: erva-desri-aryanti

Post on 08-Jul-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bengkulu - Indonesia

8/19/2019 Bengkulu - Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/bengkulu-indonesia 1/6

12/9/2015 , Bengkulu - Indonesia

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/63-legenda-ular-kepala-tujuh 1/6

Hari ini 1.203

Kemarin 9.334

Minggu kemarin 65.845

Bulan kemarin 389.143

» Bahasa Indonesia

English version

Pengunjung online : 220

Anda Pengunjung ke 19.655.571Sejak 20 Januari 2009

(23 Muharam 1430)

Member Baru ?Registrasi | Login

AcehSumatra Utara

Sumatra Barat

Riau

Kepulauan Riau

Sumatra Selatan

Bengkulu

Jambi

Lampung

Bangka Belitung

DKI Jakarta

Jawa Barat

Jawa Tengah

Yogyakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

Kalimantan Barat

Kalimantan Selatan

Kalimantan Tengah

Kalimantan Timur

Sulawesi Utara

Sulawesi Tengah

Sulawesi Tenggara

Sulawesi Selatan

Sulawesi Barat

Gorontalo

NTB

Beranda | Cerita Terbaru | Berita | Artikel | Kedai Pustaka | Donasi | Peta Situs

Rabu, 9 Desember 2015

• Beranda » Cerita Rakyat Nusantara »

Bengkulu - Indonesia

Rating : 2.7 (67 pemilih)

Lebong adalah salah satu nama kabupaten di Provinsi Bengkulu, Indonesia. Konon, di daerah ini pernah

berdiri sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan Kutei Rukam. Pada suatu hari, keluarga kerajaan ini

dilanda kepanikan luar biasa, karena putra mahkota menghilang pada saat melakukan prosesi upacara

mandi bersama dengan calon istrinya di Danau Tes. Hilang kemanakah putra mahkota dengan istrinya?

Temukan jawabannya dalam cerita Legenda Ular Kepala Tujuh berikut ini!

* * *

Alkisah, di sebuah daerah di Bengkulu, Indonesia, berdiri sebuah kerajaan bernama Kutei Rukam yang

dipimpin oleh Raja Bikau Bermano. Raja Bikau Bermano mempunyai delapan orang putra. Pada suatu

waktu, Raja Bikau Bermano melangsungkan upacara perkawinan putranya yang bernama Gajah Meram

dengan seorang putri dari Kerajaan Suka Negeri yang bernama Putri Jinggai. Mulanya, pelaksanaan

upacara tersebut berjalan lancar. Namun, ketika Gajah Meram bersama calon istrinya sedang melakukanupacara prosesi mandi bersama di tempat pemandian Aket yang berada di tepi Danau Tes, tiba-tiba

keduanya menghilang. Tidak seorang pun yang tahu ke mana hilangnya pasangan itu.

Sementara itu di istana, Raja Bikau Bermano dan permaisurinya mulai cemas, karena Gajah Meram dan

calon istrinya belum juga kembali ke istana. Oleh karena khawatir terjadi sesuatu terhadap putra dan

calon menantunya, sang Raja segera mengutus beberapa orang hulubalang untuk menyusul mereka.

Alangkah terkejutnya para hulubalang ketika sampai di tepi danau itu tidak mendapati Gajah Meram dan

Aceh Sumatra Utara Sumatra Barat Riau Kepulauan Riau Sumatra Selatan Bengkulu Jambi Lampung Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa

Tengah Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali Kalimantan Barat Kalimantan Selatan Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah

Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Sulawesi Barat Gorontalo NTB NTT Maluku Maluku Utara Papua Papua Barat

Cari

Page 2: Bengkulu - Indonesia

8/19/2019 Bengkulu - Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/bengkulu-indonesia 2/6

12/9/2015 , Bengkulu - Indonesia

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/63-legenda-ular-kepala-tujuh 2/6

NTT

Maluku

Maluku Utara

Papua

Papua Barat

• Senarai Isi 366 Cerita RakyatNusantara

• Sinopsis 366 Cerita RakyatNusantara

www.melayuonline.comwww.wisatamelayu.comwww.rajaalihaji.comwww.tengkuamirhamzah.comwww.adicita.com

www.maharatu.comwww.jogjatrip.comwww.kerajaannusantara.comwww.infokorupsi.comwww.indonesiawonder.com

calon istrinya. Setelah mencari di sekitar danau dan tidak juga menemukan mereka berdua, para

hulubalang pun kembali ke istana.

“Ampun, Baginda! Kami t idak menemu kan putra mahkota dan Putri Jinggai,” lapor seorang hulubalang.

“Apa katamu?” tanya sang Raja panik.

“Benar, Baginda! Kami sudah berusaha mencari di sekitar danau, tapi kami tidak menemukan mereka,”

tambah seorang hulubalang lainnya sambil memberi hormat.

“Ke mana perginya mereka?” tanya sang Raja tambah panik.

“Ampun, Baginda! Kami ju ga t idak tahu,” jawab para utusan hulubalang serentak.

Mendengar jawaban itu, Raja Bikau Bermano terdiam. Ia tampak gelisah dan cemas terhadap keadaan

putra dan calon menantunya. Ia pun berdiri, lalu berjalan mondar-mandir sambil mengelus-elus

jenggotnya yang sudah memutih.

“Bendahara! Kumpulkan seluruh hulubalang dan keluarga istana sekarang juga!” titah sang Raja kepada

bendahara.

“Baik, Baginda!” jawab bendahara sambil memberi h ormat.

Beberapa saat kemudian, seluruh hulubalang dan keluarga istana berkumpul di ruang sidang istana.

“Wahai, rakyatku! Apakah ada di antara kalian yang mengetahui keberadaan putra dan calon

menantuku?” tanya Raja Bikau Bermano.

Tidak seorang pun peserta sidang yang menjawab pertanyaan itu. Suasana sidang menjadi hening. Dalam

keheningan itu, tiba-tiba seorang tun tuai (orang tua) kerabat Putri Jinggai dari Kerajaan Suka Negeri

yang juga hadir angkat bicara.

“Hormat hamba, Baginda! Jika diizinkan, ham ba ingin mengatakan sesuatu.”

“Apakah itu, Tun Tuai ! Apakah kamu mengetahui keberadaan putraku dan Putri Jinggai?” tanya sang

Raja penasaran.

“Ampun, Baginda! Setahu hamba, put ra mahkota dan Putri Jinggai diculik oleh Raja Ular yang bertahta di

bawah Danau Tes,” jawab tun tuai itu sambil memberi hormat.

“Raja Ular itu sangat sakti, t api licik, kejam dan suka mengganggu manusia yang sedang mandi di Danau

Tes,” tambahnya.

“Benarkah yang kamu katakan itu, Tun Tuai ?” tanya sang Raja.

“Benar, Baginda!” jawab tun tuai itu.

“Kalau begitu, kita harus segera menyelamatkan putra dan calon menantuku . Kita tidak boleh terus larut

dalam kesedihan ini,” ujar sang Raja.

“Tapi bagaimana caranya, Baginda?” tanya seorang hulubalang.

Sang Raja kembali terdiam. Ia mulai bingung memikirkan cara untuk membebaskan putra dan calon

menantunya yang ditawan oleh Raja Ular di dasar Danau Tes.

“Ampun, Ayahanda!” sahut Gajah Merik, put ra bungsu raja.

“Ada apa, Putraku!” jawab sang Raja sambil m elayangkan pandangannya ke arah putranya.

“Izinkanlah Ananda pergi m embebaskan abang dan istrinya!” pinta Gaja Merik kepada ayahandanya.

Semua peserta sidang terkejut, terutama sang Raja. Ia tidak pernah mengira sebelumnya jika putranya

yang baru berumur 13 tahun itu memiliki keberanian yang cukup besar.

“Apakah Ananda sanggup melawan Raja Ular itu?” tanya sang Raja.

“Sanggup, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.

“Apa yang akan kamu lakukan, Putraku? Abangmu saja yang sudah dewasa t idak m ampu melawan Raja

Ular itu,” ujar sang Raja meragukan kemampuan putra bungsunya.

“Ampun, Ayahanda! Ananda ingin bercerita kepada Ayahanda, Ibunda, dan seluruh yang hadir di sini.

Sebenarnya, sejak berumur 10 tahun hampir setiap malam Ananda bermimpi didatangi oleh seorang

kakek yang mengajari Ananda ilmu kesaktian,” cerita Gajah Merik.

Mendengar cerita Gajah Merik, sang Raja tersenyum. Ia kagum terhadap putra bungsunya yang sungguh

rendah hati itu. Walaupun memiliki ilmu yang tinggi, ia tidak pernah memamerkannya kepada orang lain,

termasuk kepada keluarganya.

“Tapi, benarkah yan g kamu katakan itu, Putraku?” tanya sang Raja.

“Benar, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.

“Baiklah! Besok kamu boleh pergi membebaskan abangmu dan istrinya. Tapi, dengan syarat, kamu haruspergi bertapa di Tepat Topes untuk memperoleh senjata pusaka,” ujar sang Raja.

“Baik, Ayahanda!” jawab Gajah Merik.

Keesokan harinya, berangkatlah Gajah Merik ke Tepat Topes yang terletak di antara ibu kota Kerajaan

Suka Negeri dan sebuah kampung baru untuk bertapa. Selama tujuh hari tujuh malam, Gajah Merik

bertapa dengan penuh konsentrasi, tidak makan dan tidak minum. Usai melaksanakan tapanya, Gajah

Page 3: Bengkulu - Indonesia

8/19/2019 Bengkulu - Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/bengkulu-indonesia 3/6

12/9/2015 , Bengkulu - Indonesia

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/63-legenda-ular-kepala-tujuh 3/6

Merik pun memperoleh pusaka berupa sebilah keris dan sehelai selendang. Keris pusaka itu mampu

membuat jalan di dalam air sehingga dapat dilewati tanpa harus menyelam. Sementara selendang itu

dapat berubah wujud menjadi pedang.

Setelah itu, Gajah Merik kembali ke istana dengan membawa kedua pusaka itu. Namun, ketika sampai di

kampung Telang Macang, ia melihat beberapa prajurit istana sedang menjaga perbatasan Kerajaan Kutei

Rukam dan Suka Negeri. Oleh karena tidak mau terlihat oleh prajurit, Gajah Merik langsung terjun ke

dalam Sungai Air Ketahun menuju Danau Tes sambil memegang keris pusakanya. Ia heran karena

seakan-seakan berjalan di daratan dan sedikit pun tidak tersentuh air.

Semula Gajah Merik berniat kembali ke istana, namun ketika sampai di Danau Tes, ia berubah pikiran

untuk segera mencari si Raja Ular. Gajah Merik pun menyelam hingga ke dasar danau. Tidak berapa lama,

ia pun menemukan tempat persembunyian Raja Ular itu. Ia melihat sebuah gapura di depan mulut gua

yang paling besar. Tanpa berpikir panjang, ia menuju ke mulut gua itu. Namun, baru akan memasukimulut gua, tiba-tiba ia dihadang oleh dua ekor ular besar.

“Hai, m anusia! Kamu siapa? Berani sekali kamu masuk ke sini!” ancam salah satu dari ular itu.

“Saya adalah Gajah Merik hendak membebaskan abangku,” jawab Gaja Merik dengan nada m enantang.

“Kamu tidak boleh masuk!” cegat ular itu .

Oleh karena Gajah Merik tidak mau kalah, maka terjadilah perdebatan sengit, dan perkelahian pun tidak

dapat dihindari. Pada awalnya, kedua ular itu mampu melakukan perlawanan, namun beberapa saat

kemudian mereka dapat dikalahkan oleh Gajah Merik.

Setelah itu, Gajah Merik terus menyusuri lorong gua hingga masuk ke dalam. Setiap melewati pintu, ia

selalu dihadang oleh dua ekor ular besar. Namun, Gajah Merik selalu menang dalam perkelahian.

Ketika akan melewati pintu ketujuh, tiba-tiba Gajah Merik mendengar suara tawa terbahak-bahak.

“Ha... ha... ha..., anak manusia, an ak manusia!”

“Hei, Raja Ular! Keluarlah jika kau berani!” seru Gajah Merik sambil mundur beberapa langkah.

Merasa ditantang, sang Raja Ular pun mendesis. Desisannya mengeluarkan kepulan asap. Beberapa saat

kemudian, kepulan asap itu menjelma menjadi seekor ular raksasa.

“Hebat sekali kau anak kecil! Tidak seorang manusia pun yang mampu memasuki istanaku. Kamu siapa

dan apa maksud kedatanganmu?” tanya Raja Ular itu.

“Aku Gajah Merik, putra Raja Bikau Bermano dari Kerajaan Kut ei Rukam,” jawab Gajah Merik.

“Lepaskan abangku dan istrinya, atau aku musnahkan istana ini!” tambah Gajah Merik mengancam.

“Ha... ha.... ha...., anak kecil, anak kecil! Aku akan melepaskan abangmu, tapi kamu harus penuhi

syaratku,” ujar Raja Ular.

“Apa syarat itu ?” tanya Gajah Merik.

“Pertama, hidupkan kembali para pengawalku yang telah kamu bunuh. Kedua, kamu harus mengalahkan

aku,” jawab Raja Ular sambil tertawa berbahak-bahak.

“Baiklah, kalau itu maumu, hei Iblis!” seru Gajah Merik menantang.

Dengan kesaktian yang diperoleh dari kakek di dalam mimpinya, Gajah Merik segera mengusap satu per

satu mata ular-ular yang telah dibunuhnya sambil membaca mantra. Dalam waktu sekejap, ular-ular

tersebut hidup kembali. Raja Ular terkejut melihat kesaktian anak kecil itu.

“Aku kagum kepadamu, anak kecil! Kau telah berhasil memenuhi syaratku yang pertama,” kata Raja

Ular.

“Tapi, kamu tidak akan mampu memenuhi syarat kedua, yaitu mengalahkan aku. Ha... ha... ha....!!!”

tambah Raja Ular kembali tertawa terbahak-bahak.

“Tunjukkanlah kesaktianmu, kalau kamu berani!” tantang Gajah Merik.

Tanpa berpikir panjang, Raja Ular itu langsung mengibaskan ekornya ke arah Gajah Merik. Gajah Merik

yang sudah siap segera berkelit dengan lincahnya, sehingga terhindar dari kibasan ekor Raja Ular itu.

Perkelahian sengit pun terjadi. Keduanya silih berganti menyerang dengan mengeluarkan jurus-jurus

sakti masing-masing. Perkelahian antara manusia dan binatan g itu berjalan seimbang.

Sudah lima hari lima malam mereka berkelahi, namun belum ada salah satu yang terkalahkan. Ketika

memasuki hari keenam, Raja Ular mulai kelelahan dan hampir kehabisan tenaga. Kesempatan itu tidak

disia-siakan oleh Gajah Merik. Ia terus menyerang hingga akhirnya Raja Ular itu terdesak. Pada saat yang

tepat, Gajah Merik segera menusukkan selendangnya yang telah menjelma menjadi pedang ke arah

perut Raja Ular.

“Aduuuhh ... sakiiit!” jerit Raja Ular m enahan rasa sakit.

Melihat Raja Ular sudah tidak berdaya, Gajah Merik mundur beberapa langkah untuk berjaga-jaga siapa

tahu raja ular itu tiba-tiba kembali menyerangnya.

“Kamu memang hebat, anak kecil! Saya m engaku kalah,” kata Raja Ular.

Mendengar pengakuan itu, Gajah Merik pun segera membebaskan abangnya dan Putri Jinggai yang

dikurung dalam sebuah ruangan.

Sementara itu di istana, Raja Bikau Bermano beserta seluruh keluarga istana dilanda kecemasan. Sudah

dua minggu Gajah Merik belum juga kembali dari pertapaannya. Oleh karena itu, sang Raja

Page 4: Bengkulu - Indonesia

8/19/2019 Bengkulu - Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/bengkulu-indonesia 4/6

12/9/2015 , Bengkulu - Indonesia

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/63-legenda-ular-kepala-tujuh 4/6

memerintahkan beberapa hulubalang untuk menyusul Gajah Merik di Tepat Topes. Namun, sebelum para

hulubalang itu berangkat, tiba-tiba salah seorang hulubalang yang ditugaskan menjaga tempat

pemandian di tepi Danau Tes datang dengan tergesa-gesa.

“Ampun, Baginda! Gajah Merik telah kembali bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai,” lapor hulubalang.

“Ah, bagaimana mungkin? Bukankah Gajah Merik sedang bertapa di Tepat Topes?” tanya baginda h eran.

“Ampun, Baginda! Kami yang sedang berjaga-jaga di danau itu juga terkejut, tiba-tiba Gajah Merik

muncul dari dalam danau bersama Gajah Meram dan Putri Jinggai. Rupanya, seusai bertapa selama tujuh

hari tujuh malam, Gajah Merik langsung menuju ke istana Raja Ular dan berhasil membebaskan Gajah

Meram dan Putri Jinggai,” jelas hulubalang itu.

“Ooo, begitu!” jawab sang Raja sambil t ersenyum.

Tidak berapa lama kemudian, Gajah Merik, Gajah Meram, dan Putri Jinggai datang dengan dikawal oleh

beberapa hulubalang yang bertugas menjaga tempat pemandian itu. Kedatangan mereka disambut

gembira oleh sang Raja beserta seluruh keluarga istana.

Kabar kembalinya Gajah Meram dan keperkasaan Gajah Merik menyebar ke seluruh pelosok negeri

dengan cepat. Untuk menyambut keberhasilan itu, sang Raja mengadakan pesta selama tujuh hari tujuh

malam. Setelah itu, sang Raja menyerahkan tahta kerajaan kepada Gajah Meram. Namun, Gajah Meram

menolak penyerahan kekuasaan itu.

“Ampun, Ayahanda! Yang paling berhak atas tahta kerajaan ini adalah Gajah Merik. Dialah yang paling

berjasa atas negeri ini, dan dia juga yang telah menyelamatkan Ananda dan Putri Jinggai,” kata Gajah

Meram.

“Baiklah, jika kamu tidak keberatan. Bersediakah kamu menjadi raja, Putraku?” sang Raja kemudian

bertanya kepada Gajah Merik.

“Ampun, Ayahanda! Ananda bersedia menjadi raja, tapi Ananda mempunyai satu permintaan,” jawab

Gajah Merik memberi syarat.

“Apakah permintaanmu itu, Putraku?” tanya sang Raja penasaran.

“Jika Ananda menjadi raja, bolehkah Ananda mengangkat Raja Ular dan pengikutnya menjadi hulubalang

kerajaan ini?” pinta Gajah Merik.

Permintaan Gajah Merik dikabulkan oleh sang Raja. Akhirnya, Raja Ular yang telah ditaklukkannya

diangkat menjadi hulubalang Kerajaan Kutei Rukam.

Kisah petualangan Gajah Merik ini kemudian melahirkan cerita tentang Ular Kepala Tujuh. Ular tersebut

dipercayai oleh masyarakat Lebong sebagai penunggu Danau Tes. Sarangnya berada di Teluk Lem sampai

di bawah Pondok Lucuk. Oleh karena itu, jika melintas di atas danau itu dengan menggunakan perahu,

rakyat Lebong tidak berani berkata sembrono.

* * *

Demikian cerita Ular Kepala Tujuh dari Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, Indonesia. Cerita rakyat di

atas termasuk kategori cerita legenda yang mengandung pesan-pesan moral. Setidaknya ada dua pesan

moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu sifat rendah hati dan tahu diri.

Pertama, sifat rendah hati. Sifat ini tercermin pada perilaku Gajah Merik. Walaupun memiliki ilmu yang

tinggi, ia tidak pernah pamer dan menyombongkan diri. Sifat ini dapat memupuk ikatan tali

persaudaraan. Sebagaimana dikatakan dalam untaian syair berikut ini:

wahai ananda kekasih bunda,

janganlah engkau besar kepala

rendahkan hati kepada manusia

supaya kekal tali saudara

Kedua, sifat tahu diri. Sifat ini tercermin pada perilaku Gajah Meram. Semestinya dialah yang berhak

dinobatkan menjadi raja, namun karena menyadari bahwa adiknya memiliki kesaktian yang lebih tinggi

dari pada dirinya, maka ia pun menyerahkan tampuk kekuasaan Kerajaan Kutei Rukam kepada adiknya,Gajah Merik. Dari sini dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa dengan memahami kekurangan dan

kelebihan dirinya, seseorang akan tahu menempatkan diri dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.

Dikatakan dalam ungkapan Melayu:

apa tanda tahu dirinya:

hamba tahu akan Tuhannya

anak tahukan orang tuanya

raja tahukan daulatnya

alim tahukan kitabnya

hulubalang tahukan kuatnya

cerdik tahukan bijaknya

guru tahukan ilmunya

tua tahukan amanahnya

muda tahukan kurangnya

lebih tahukan kurangnya

(SM/sas/77/05-08)

Sumber:

Isi cerita diadaptasi dari Prahana, Naim Emel. 1998. Cerita Rakyat Dari Bengkulu 2. Jakarta: Grasindo.

Anonim. “abupaten Lebong,” http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Lebong, diakses tanggal 27 Mei 2008.

Effendy, Tenas. 2006. Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu

bekerja sama dengan AdiCita Karya Nusa.

Page 5: Bengkulu - Indonesia

8/19/2019 Bengkulu - Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/bengkulu-indonesia 5/6

12/9/2015 , Bengkulu - Indonesia

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/63-legenda-ular-kepala-tujuh 5/6

104

Rating : 1 rate

Dibaca 39.334 kali

Share

^^ Kembali ke atas

Hak Cipta Telah Didaftarkan pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RepublikIndonseia @ Copyrights by Ceritarakyatnusantara.com | Dilarang keras mendownload,menggunakan, dan menyebarluaskan cerita-cerita di website ini tanpa seizin penulis danCeritarakyatnusantara.com.

Silahkan memberikan rating anda terhadap cerita ini.

Komentar untuk ""

jaka 15 November 2015

"Saya suka orang bengkulu apa lg orang curup, baik baik lo orang nya"

Lusi 29 setp 2015 29 September 2015

"Saya sangat senang dgn ceritanya. Cerita Bengkulu memang seru dan membuat orang yg membacanyaingin ke sana."

Yempi aditia 4 Juni 2015

"Saya suka dengan ceritanya, karena memberikan pelajaran yang berharga bagi saya dan juga bgi orang banyak tentunya."

4 Oktober 2012

"Saya sangat tidak suka ceritanya karena belom pernah baca."

faraz a dzandri 28 Agustus 2012

"bagus banget ceritanya, saya suka saya suka"

MEng 16 Juni 2012

"Luar biasa. cuma ular kepala tujuhnya mana?"

lena 11 Februari 2012

"cerita nusantara bagus... bagus..."

kemintang(itang) 18 Desember 2011

"Ceritanya bagus banget, bnyk pelajaran yg bisa dipetik dr ceritanya, dan sy bru tau kl ini cerita dr Bengkulu. Saya dri Bengkulu Selatan. Anggut masat."

Nessa AZP, ; 0 7 November 2011

"Oooohhhhh.... Begitu ceritanya? "

ankle breakers 21 Oktober 2011

"Siipp ....!!! Ceritanya sangat seru dan menyenangkan bila dibaca dengan serius. Saya senang denganadanya cerita "LEGENDA ULAR KEPALA TUJUH" karena saya orang Lebong... hehehehe..... Jadi sayatau Legenda ular kepala tujuh di TES. TERIMA KASIH."

Page 1 2 >

Berikan Komentar Anda

Nama

Page 6: Bengkulu - Indonesia

8/19/2019 Bengkulu - Indonesia

http://slidepdf.com/reader/full/bengkulu-indonesia 6/6

12/9/2015 , Bengkulu - Indonesia

http://ceritarakyatnusantara.com/id/folklore/63-legenda-ular-kepala-tujuh 6/6

Maksimal 500 Karakter

Kirim

Donasi • Layanan Kebijakan • Tautan • Komentar Tamu • Hubungi Kami • Tentang kami • Peta Situs

Privacy & Terms

Type the text