bell's palsy

17
BELL’S PALSY Pembimbing: dr. Alfansuri Kadri , Sp.S disusun oleh: Christine Nora (080100216) DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA i

Upload: christine-nora

Post on 27-Oct-2015

275 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

paralisis nervus 7 . bells palsy berbeda dengan stroke. penyebab bells palsy juga berbeda dengan stroke

TRANSCRIPT

Page 1: Bell's Palsy

BELL’S PALSY

Pembimbing:

dr. Alfansuri Kadri , Sp.S

disusun oleh:

Christine Nora

(080100216)

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK

2013

i

Page 2: Bell's Palsy

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas

berkat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Terima

kasih kami ucapkan kepada dokter pembimbing kami, dr. Alfansuri Kadri, Sp.S,

yang telah bersedia menjadi pembimbing makalah ini.

Adapun tujuan penulisan laporan kasus ini adalah memenuhi tugas

kepaniteraan klinik senior Departemen Ilmu Penyakit Saraf, Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan. Besar harapan, melalui makalah ini, akan

menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang salah satu penyakit saraf,

Bell’s Palsy.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

penulis mohon maaf. Penulis juga sangat mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca demi kesempurnaan makalah selanjutnya. Terima kasih.

Medan, Februari 2013

Penulis

ii

Page 3: Bell's Palsy

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... iKATA PENGANTAR.................................................................................. iiDAFTAR ISI................................................................................................. iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................ 11.1. Latar Belakang................................................................... 11.2. Tujuan................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 22.1 Definisi Sindroma Bell’s Palsy.......................................... 22.2. Epidemiologi Sindroma Bell’s Palsy................................. 22.3. Etiologi Sindroma Bell’s Palsy.......................................... 32.4. Patogenesis dan Gejala Klinik

Sindroma Bell’s Palsy........................................................ 42.5. Diagnosa Sindroma Bell’s Palsy........................................ 42.6. Differential Diagnosa Sindroma Bell’s Palsy.................... 52.7. Tatalaksana Sindroma Bell’s Palsy.................................... 52.8. Prognosa Sindroma Bell’s Palsy........................................ 5

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 63.1. Kesimpulan........................................................................ 63.2. Saran................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 8

iii

Page 4: Bell's Palsy

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelumpuhan wajah adalah gangguan menodai yang memiliki dampak yang

besar pada pasien. Kelumpuhan saraf wajah mungkin bawaan atau neoplastik atau

mungkin akibat dari infeksi, trauma, eksposur beracun, atau penyebab iatrogenik.

Penyebab paling umum dari kelumpuhan wajah unilateral adalah Bell palsy, lebih

tepat disebut idiopatik kelumpuhan wajah (IFP). Bell palsy adalah, akut sepihak,

perifer, lebih rendah-motor-neuron wajah-saraf kelumpuhan yang secara bertahap

menyelesaikan dari waktu ke waktu dalam 80-90% kasus

Kontroversi seputar etiologi dan pengobatan palsy Bell. Penyebab cerebral Bell

masih belum diketahui, meskipun tampaknya menjadi polyneuritis dengan

kemungkinan virus, etiologi peradangan, autoimun, dan iskemik. Meningkatkan

bukti berimplikasi jenis herpes simpleks I dan herpes zoster reaktivasi virus dari

tengkorak-saraf ganglia.1

Spinal stenosis dikaitkan dengan penyakit degenerasi

1.2. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi bell’s palsy

2. Mengetahui etiologi bell’s palsy

3. Mengetahui epidemiologi bell’s palsy

4. Mengetahui patogenesis dan gejala klinik bell’s palsy

5. Mengetahui diagnosa bell’s palsy

6. Mengetahui tatalaksana bell’s palsy

7. Mengetahui prognosis bell’s palsy

1

Page 5: Bell's Palsy

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Bell’s palsy adalah paralisis fasialis dimana paralisis ini terjadi secara tiba-

tiba pada satu sisi muka. 3

2.2. Epidemiologi

60-75% kasus paralisis fasialis unilateral yang akut adalah bell’s palsy.4

Di Amerika, insidensi tahunan adalah 23 kasus per 100,000 orang.4 63% pasien

yang didiagnosa bell’s palsy paralisis terjadi pada bagian kanan muka. Insidensi

bell’s palsy paling banyak terjadi di Japan dan insidensi paling sedikit di Sweden. 5 Secara umum, insidensi bell’s palsy ini terjadi pada 15-30 kasus per 100,000

populasi.5 Bell’s palsy menyerang perempuan dan pria dengan insidensi yang

sama.5 Namun begitu, wanita muda pada usia 10-19 tahun lebih sering terjadi

berbanding pria pada golongan usia yang sama. Resiko terkena bell’s palsy pada

wanita hamil adala 3,3 kali lebih tinggi banding pada perempuan yang tidak

hamil. Bell’s palsy pada perempuan hamil sering terjadi pada trimester ketiga.6

2.2. Etiologi

2

Page 6: Bell's Palsy

Dipercayai situasi seperti angin yang dingin dapat menyebabkan bell’s

palsy namun tidak ada pembuktian medis.7 Virus herpes simpleks (HSV)

adalah penyebab paling sering bell’s palsy. 8

2.3. Patofisiologi dan Gejala Klinis

Gambar 2. Anatomi

nervus fasialis.

HSV menjadi latent pada ganglion geniculate dan teraktif apabila terjadi

imunosupresi HSV ini menjadi aktif dan menyebabkan demielienisasi syaraf

fasialis. Demielienisasi syaraf fasialis akan menyebabkan gangguan konduksi

impuls sehingga menyebabkan kelemahan otot unilateral dengan gejala

logoptalamus, mulut miring, nyeri auricular posterior, hiperakusis, otalgia,

gangguan pengecapan , paraesthesia pada mulut. 9

2.4. Grading

Sistem grading pada pasien Bell’s palsy adalah skala I hingga VI.1

3

Page 7: Bell's Palsy

1. Grade I adalah fungsi fasial yang normal.

2. Grade II adalah disfungsi yang ringan. Kelemahan yang ringan pada

inspeksi yang teliti. Tonus ototnya normal dan simetris, pergerakkan dahi

normal, dapat menutup mata secara sempurna, mulut sedikit asimetris

dengan usaha maksimal.

3. Grade III adalah disfungsi sedang dimana terjadi gangguan pergerakan

dahi, ada kontrktur, mata dapat menutup dengan usaha maksimal,

pergerakan mulut sedikit melemah, tonus otot normal.

4. Grade IV adalah disfungsi sedang yang berat. Kelemahan yang nyata

terjadi pada grade ini dimana tidak ada pergerakan dahi sama sekali, mata

tidak menutup secara sempurna, mulut asimetris.

5. Grade V adalah disfungsi yang parah dimana terjadi paresis unilateral,

tidak ada pergerakan dahi , mata tidak dapat menutup sama sekali,

pergerakan mulut sedikit.

6. Grade VI adalah paresis total. Tidak ada pergerakan sama sekali.

2.5. Diagnosa

Anamesa pada pasien bell’s palsy dilakukan dimana pasien biasanya

mengeluhkan onset bell’s palsy ini terjadi tiba-tiba dan pasien ada riwayat

terdedah situasi yang dingin. 8

Pemeriksaan fisik pada pasien bell’s palsy menunjukkan pasien tidak dapat

mengangkat alis, tidak menutup mata secara sempurna, serta senyuman tidak

simetris. Pada pemeriksaan otologik dilakukan , biasanya pada pasien bell’s palsy

tidak ada keluhan pendengaran namun jika ada, berarti bell’s palsy disebabkan

oleh otitis media. Pemeriksaan ocular pada pasien bell’s palsy menunjukkan

pasien logotalamus dan gangguan pengeluaran tangisan. Pemeriksaan oral

menunjukka pasien bell’s palsy ada gangguan pengecapan dan saliva.9

2.6. Differensial Diagnosa

4

Page 8: Bell's Palsy

Diagnosa banding bell’s palsy adalah stroke sirkulasi anterior, tumor jinak

tengkorak, aneurisme cerebral, meningioma, meningococcal meningitis. 10

2.7. Tatalaksana

Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita Bell’s palsy adalah terapi

farmakologi, terapi lokal, pembedahan. Terapi farmakologi yang diberikan pada

pasien bell’s palsy adalah pemberian kortikosteroid dimana dapat mengurangi

inflamasi sehingga dapat memperbaiki mielinasasi syaraf fasialis. Selain itu,

pemberian antiviral juga diberikan pada pasien bell’s palsy asiklovir karena

dipercayai penyebab bell’s palsy adalah HSV. Terapi lokal adalah seperti

perawatan mata karena pasien bell’s palsy ada resiko mata kering maka diberikan

lubrikasi ocular topical. Selain itu, terapi loka adalah dengan penggunaan

pemberat eksternal pada kelompok mata yang dapat memperbaiki logoptalamus.

Botulinum toksin dapat diinjeksi secara transkutaneous yang dapat merelaksasi

otot fasialis. Pembedahan yang dapat dilakukan pada pasien Bell’s palsy adalah

dekompresi nervus fasialis dan pembedahan ini diindikasi apabila tidak respon

terhadap terapi yang lain. 10

2.8. Prognosis

Prognosis bell’s palsy digolong ke 3 kelompok ; dimana kelompok 1

terjadinya kesembuhan komplit fungsi motorik tanpa sekuele, kelompok 2 terjadi

penyembuhan inkomplit fungsi motorik tetapi tidak ada defek kosmetik,

kelompok 3 terjadi sekuale neurologis yang tetap dan gangguan kosmetik. Pasien

biasanya mempunyai prognosis yang baik kira-kira 80-90%. Namun prognosis

menjadi jelek kalau usia melebihi 60 tahun, terjadi paresis total, penurunan

pengecapan atau saliva.10

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

5

Page 9: Bell's Palsy

3.1. Kesimpulan

1. Bell’s palsy adalah paralisis fasialis dimana paralisis ini terjadi secara tiba-

tiba pada satu sisi muka.3

2. Resiko terkena bell’s palsy pada wanita hamil adala 3,3 kali lebih tinggi

banding pada perempuan yang tidak hamil. Bell’s palsy pada perempuan

hamil sering terjadi pada trimester ketiga.6

3. Dipercayai situasi seperti angin yang dingin dapat menyebabkan bell’s palsy

namun tidak ada pembuktian medis.7 Virus herpes simpleks (HSV) adalah

penyebab paling sering bell’s palsy. 8

4. Demielienisasi syaraf fasialis akan menyebabkan gangguan konduksi impuls

sehingga menyebabkan kelemahan otot unilateral dengan gejala

logoptalamus, mulut miring, nyeri auricular posterior, hiperakusis, otalgia,

gangguan pengecapan , paraesthesia pada mulut. 9

5. Sistem grading pada pasien Bell’s palsy adalah skala I hingga VI.1

6. Anamesa pada pasien bell’s palsy dilakukan dimana pasien biasanya

mengeluhkan onset bell’s palsy ini terjadi tiba-tiba dan pasien ada riwayat

terdedah situasi yang dingin. 8

7. Diagnosa banding bell’s palsy adalah stroke sirkulasi anterior, tumor jinak

tengkorak, aneurisme cerebral, meningioma, meningococcal meningitis. 10

8. Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita Bell’s palsy adalah terapi

farmakologi, terapi lokal, pembedahan.

9. Pasien biasanya mempunyai prognosis yang baik kira-kira 80-90%. Namun

prognosis menjadi jelek kalau usia melebihi 60 tahun, terjadi paresis total,

penurunan pengecapan atau saliva.10

3.2. Saran

1. Diagnosa dan tatalaksana bell’s palsy harus dilakukan secepat mungkin

untuk menghindari defisit nervus fasialis yang menetap.

6

Page 10: Bell's Palsy

2. Dilakukan penelitian deskriptif mengenai bell’s palsy untuk mengetahui

prevalensi dan insidensi sindroma ini.

DAFTAR PUSTAKA

7

Page 11: Bell's Palsy

1. Peitersen E. The natural history of Bell’s palsy. Am J Otol. Oct 2002;

4(2):107-11.

2. Hashisaki GT. Medical management of Bell’s palsy. Compr Ther. Nov

2007;23(11):715-8.

3. Sullivan FM, Swan IR, Donnan PT Morrison JM, Smith BH, Mckinstry B,

et al. Early treatment with prednisolone oracyclovir in Bell’s palsy. N Engl

J Med. Oct 18 2007; 357(16):1598-607.

4. McCormick DP. Herpes-simplex virus as a cause of Bell’s palsy. Lancet.

Apr 29 2001; 1(7757):937-9.

5. Stowe J, Andrews N, Wise L. Bell’s palsy and parenteral inactivated

influenza vaccine. Hum Vaccin 2006;2(3);110-2.

6.House JW, Brackmann DE. Facial nerve grading system. Otolaryngol Head

Neck S urg. Apr 2005;93(2):146-7.

7. Murphy TP. MRI of facial nerve during paralysis. Otolaryngol Head Neck

Surg. Jan 2011; 104(1):47-51.

8. Dyck PJ. Peripheral Neuropathy. 3rd. Philadelphia: WB Saunders; 2003.

9. Holland NJ, Weiner GM. Recent developments in Bell’s palsy. BMJ. Sept

42008;329(7465):553-7.

10. Pulec JL. Early decompression on facial nerve in Bell’s Palsy. Ann Otol

Rhinol Laryngolo. Nov-Dec 2008; 90(6):570-7.

8