bell s palsy blok 22

32
KELUMPUHAN PADA WAJAH I. PENDAHULUAN Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui. Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak. Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot- otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat. 1 1

Upload: girt-robert

Post on 16-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

22

TRANSCRIPT

Page 1: Bell s Palsy Blok 22

KELUMPUHAN PADA WAJAH

I. PENDAHULUAN

Bell’s palsy merupakan paresis nervus fasialis perifer yang penyebabnya tidak

diketahui (idiopatik) dan bersifat akut. Banyak yang mencampuradukkan antara Bell’s

palsy dengan paresis nervus fasialis perifer lainnya yang penyebabnya diketahui.

Biasanya penderita mengetahui kelumpuhan fasialis dari teman atau keluarga

atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa

ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah

diri, mengganggu kosmetik dan kadangkala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan

pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka

umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali

secara normal atau tidak.

Rehabilitasi medik pada penderita Bell’s palsy diperlukan dengan tujuan

membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan

mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga

penderita dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan

masyarakat.1

Pada kasus saat ini seorang laki – laki berusia 25 tahun datang ke puskesmas

dengan keluhan mata kiri tidak dapat ditutup dan mulut mencong ke kanan sejak 1 hari

yang lalu. Pasien mengatakan keluhan timbul secara tiba – tiba dan membuat dirinya

cemas.

Dengan adanya gejala yang dialami oleh pasien diduga pasien mengalami

Bell’s Palsy (Lumpuh Wajah). Maka dengan ini dilakukan penelitian lebih lanjut berupa

anamnesis dan pemeriksaan fisik dan penunjang serta gejala yang dialami sama dengan

Bell’s Palsy atau tidak, serta etiologi, epidemiologi, tatalaksana, serta komplikasi dan

prognosis.

1

Page 2: Bell s Palsy Blok 22

II. PEMBAHASAN

A. ANAMNESIS

Langkah pertama yang dilakukan :

1. Identitas Pasien

2. Keluhan Utama

Pasien mengalami keluhan utama yaitu mata kiri tidak dapat ditutup dan mulut

mencong ke kanan.

Ditanyakan riwayat timbulnya kelumpuhan wajah tersebut, yang biasanya

timbul secara tiba – tiba. Banyak kasus mula-mula diketahui pada pagi hari

setelah bangun tidur, pada satu sisi.

Tidak memiliki riwayat infeksi telinga, tidak ada riwayat trauma, gangguan

saraf pusat dan keganasan didaerah kepala dan leher. Perlu ditanyakan juga

apakah penderita menderita DM atau tidak, dan dikonfirmasikan dengan

pemeriksaan laboratorium. Riwayat keluarga yang pernah mengalami keluhan

lumpuh sebelah wajah sebelumnya juga perlu ditanyakan.

Sebelum terjadi kelumpuhan apakah penderita ada riwayat melakukan

perjalanan jauh dengan kaca terbuka atau terpapar udara dingin. 2

B. ANATOMI

Saraf fasialis atau saraf kranialis ketujuh mempunyai komponen motorik yang

mempersarafi semua otot ekspresi wajah pada salah satu sisi, komponen sensorik

kecil (nervus intermedius wrisberg) yang menerima sensasi rasa dari 2/3 depan

lidah, dan komponen otonom yang merupakan cabang sekretomotor yang

mempersarafi glandula lakrimalis.

Saraf fasialis keluar dari otak di sudut serebello-pontin memasuki meatus

akustikus internus. Saraf selanjutnya berada didalam kanalis fasialis memberikan

cabang untuk ganglion pterygopalatina sedangkan cabang kecilnya ke muskulus

stapedius dan bergabung dengan korda timpani. Pada bagian awal dari kanalis

fasialis, segmen labirin merupakan bagian yang tersempit yang dilewati saraf fasialis

2

Page 3: Bell s Palsy Blok 22

foramen meatal pada segmen ini hanya memiliki diameter sebesar 0,66 mm.3,4

Gambar.1 Skema dari saraf kranialis ketujuh (fasialis)

(Cabang motorik ditandai dengan garis warna biru, cabang

parasimpatis ditandai dengan garis warna jingga, dan

cabang aferen viseral spesial (pengecapan) ditandai dengan

garis putus-putus dan titik.)3

C. PEMERIKSAAN

1. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Otologi

Pemeriksaan otologi biasanya normal. Hal ini penting dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab fasialis patese karena penyakit lain seperti otitis

media supuratif kronis atau sindroma Ramasay Hunt.

b. Pemeriksaan Fungsi Nervus Fasialis

1) Tes topografi

a) Uji Lakrimasi (Uji Schirmer)

Dengan pemeriksaan ini fungsi lakrimalis dapat dinilai. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan memakai lipatan kertas filter yang diletakan

3

Page 4: Bell s Palsy Blok 22

menggantung pada kedua palpebra interior lalu dibandingkan

kecepatan sekresi airmata setelah pemberian rangsangan ammonia

hirup. Setelah 3 menit panjang dari stirp yang menjadi basah

dibandingkan dengan sisi satunya.

b) Pemeriksaan Fungsi M.Stapedius

Tujunan pemeriksaan ini adalah melihat impendance telinga tengah

terhadap rangsang suara.

c) Uji Pengecapan

Pemeriksaan ini merupakan suatu indikator yang dapat diandalkan

dalam mendeteksi terputusnya fungsi saraf korda timpani. Garam dan

gula adalah uji pengecapan yang sering dipakai dan sangat mudah.

Hilangnya pengecapan akibat cedera, terbatas pada 2/3 anteroir lidah.

d) Pemeriksaan Fungsi Motorik Wajah

Pada pemeriksaan ini dilakukan inspeksi pada wajah penderita saat :

mengerutkan dahi, mengangkat alis, menutup mata, meringis,

mengembungkan pipi, dan bersiul.

2) Tes Elektrodiagnosis

a) Nerve Excitability Test (NET)

Tes ini mendeteksi besarnya potensial listrik yang meyebabkan saraf-

saraf wajah berkonstraksi. Elektroda dari alat stimulator diletakkan

diantara mastoid dan mandibula. Pemeriksaan dilakukan dengan

membandingkan sisi yang normal dengan sisi yang mengalami

paralisis. Jika terdapat perbedaan pada kedua sisi sebesar 3,5 mA

menunjukan terjadi kerusakan saraf yang berat.

b) Maximal Stimulation Test (MST)

Tes ini sama dengan NET, tetapi sebagai pengganti alat pengukur

threshold stimulation biasanya dilihat tingkat pergerakan wajah yang

maksimal yang dibandingkan dengan sisi yang normal. Responnya

digambarkan sebagai “sama”, “menurun”, atau “absen” dengan

4

Page 5: Bell s Palsy Blok 22

stimukasi maksimal yang menunjukan degenerasi dan perbaikan yang

tidak sempurna.

c) Electroneuronography (ENOG)

Tes ini merupakan salah satu dari jenis evoked electromyography.

Nervus fasialis dirangsang pada area foramen stylomastoid dan

potensial aksi otot oleh elektroda. Stimulasi maksimal digunakan

untuk mendapatkan potensial aksi yang maksimal. Respon yang

muncul pada sisi yang normal.

d) Electromyography (EMG)

Tes ini mengukur aktivitas motorik otot wajah dengan cara

melakukan insersi jarum elektroda yang diletakan pada oculi

orbicular dan musculus oris orbicularis dan direkam aktivitasnya

selama fase istirahat dan saat otot berkontrasi. EMG akan membantu

mengevaluasi prognosis penyembuhan fungsional.

c. Pemeriksaan Kelenjar Parotis dan Leher

Dilakukan dengan inpeksi dan palpasi didaerah leher dan kelenjar parotis,

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penekanan massa seperti tumor

parotis yang menyebabkan terjadinya fasialis parese.

2. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan laboratorium :

Biasanya normal. Tetapi perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

penyebab lain kelumpuhan wajah.

a. Radiologi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelumpuhan wajah ini

bukan disebabkan oleh tumor ataupun trauma dapat dilakukan pemeriksaan

CT-Scan maupun MRI. Computerized Tomography (CT) adalah

pemeriksaan radiologi yang sangat ideal untuk melihat perubahan yang

terjadi di dalam tulang temporal. Magnetic resonance imaging (MRI) mampu

melihat lesi pada bagian proksimal dan distal nervus fasialis dan mampu

menunjukan abnormalitas. 5,6

5

Page 6: Bell s Palsy Blok 22

D. DIAGNOSIS

1. Gambaran klinis

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya

kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin

atau saat sikat gig/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga

bahwa salah satu sudutnya lebih rendah dan terjadi secara tiba - tiba. Bell’s

palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua

gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena,

ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang,

sudut mulut menurun, bila minum atau berkumur air menetes dari sudut ini,

kelopak mata tidak dapat dipejamkan sehingga fisura papebra melebar serta

kerut dahi menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya

maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut

lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas. Keadaan ini dikenal dengan

tanda dari Bell (lagoftalmus disertai dorsorotasi bola mata). Karena kedipan

mata yang berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga

menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi

yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung

terkumpul diantara pipi dan gusi sisi yang lumpuh. Selain kelumpuhan

seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya,

bila paresisnya benar-benar bersifat “Bell’s palsy”.1

Gambar.2 Tampak Penurunan Wajah7

6

Page 7: Bell s Palsy Blok 22

2. Gejala dan Tanda

a. Timbul keluhan kelumpuhan otot-otot wajah secara tiba-tiba, biasanya

kurang dari 48 jam.

b. Unilateral/pada satu sisi wajah.

c. Tidak dijumpai kelainan neurologi atau kelainan otak sebelumnya, tidak

ada riwayat infeksi telinga tengah.

d. Gejala yang sering timbul : otalgia, hiperakusis, disgeusia, nyeri pada

wajah dan daerah retroaurikular, fenomena Bell.

e. Saat penderita tenang, secara inspeksi pada sisi wajah yang terkena

tampak kerutan dahi menghilang, alis lebih rendah, celah mata lebih besar,

lipatan nasolabial menghilang dan bentuk lubang hidung yang tidak

simetris.

f. Saat menggerakan otot-otot wajah, penderita tidak dapat mengangkat alis.

Pada saat menggembungkan pipi, bersiul akan tampak deviasi ke arah

yang sehat.

g. Biasanya didahului adanya riwayat infeksi saluran nafas atas. 6,9

3. Diagnosis Kerja

Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-

supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin

akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus

atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat

7

Gambar.3 Ptosis (Penurunan Kelopak Mata)8

Page 8: Bell s Palsy Blok 22

sembuh sendiri tanpa pengobatan. Diagnosis Bell’s palsy dapat ditegakkan

dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada pemeriksaan

nervus kranialis akan didapatkan adanya parese dari nervus fasialis yang

menyebabkan bibir mencong, tidak dapat memejamkan mata dan rasa nyeri

pada telinga. Hiperakusis dan augesia juga dapat ditemukan.2

4. Diagnosis Banding

a. Transient Ischemic Attack (TIA)

Suatu episode yang berlangsung singkat (kurang dari 24 jam) dari

gangguan sementara pada otak yang disebabkan oleh suatu kehilangan

suplai darah. Suatu TIA menyebabkan suatu kehilangan fungsi pada area

tubuh yang dikontrol oleh bagian otak yang terpengaruh. Kehilangan

suplai darah ke otak paling sering disebabkan oleh suatu bekuan/gumpalan

yang terbentuk secara spontan dalam sebuah pembuluh darah didalam otak

(thrombosis). Bagaimanapun, ia dapat juga berakibat dari suatu bekuan

yang terbentuk ditempat lain didalam tubuh, terlepas dari lokasi itu, dan

berjalan untuk memondok dalam suatu arteri dari otak (emboli). Suatu

kekejangan dan, dengan jarang, suatu perdarahan adalah penyebab-

penyebab lain dari suatu TIA. Banyak orang-orang merujuk suatu TIA

sebagai suatu "mini-stroke."

Beberapa TIA-TIA berkembang secara perlahan, dimana yang lain-

lain berkembang secara cepat. Secara definisi, semua TIA-TIA hilang

dalam 24 jam. Stroke-stroke yang memakan waktu lebih lama untuk

hilang daripada TIA-TIA, dan dengan stroke-stroke, fungsi yang

sepenuhnya mungkin tidak akan kembali dan mencerminkan suatu

persoalan yang lebih permanen dan serius. Walaupun kebanyakan TIA-

TIA seringkali berlangsung hanya beberapa menit, semua TIA-TIA harus

dievaluasi dengan urgensi yang sama seperti suatu stroke dalam suatu

usaha untuk mencegah kekambuhan-kekambuhan dan atau stroke-stroke.

TIA-TIA dapat terjadi sekali, berkali-kali, atau mendahului suatu stroke

permanen. Suatu serangan transient ischemic harus dipertimbangkan

8

Page 9: Bell s Palsy Blok 22

sebagai suatu keadaan darurat karena tidak ada garansi bahwa situasinya

akan hilang dan fungsi akan kembali.

Suatu TIA dari suatu bekuan pada mata dapat menyebabkan

kehilangan penglihatan yang sementara (amaurosis fugax), yang mana

seringkali digambarkan sebagai sensasi dari suatu gorden atau tabir yang

turun kebawah. Suatu TIA yang melibatkan arteri karotid (pembuluh

darah yang paling besar yang mensuplai otak) dapat menghasilkan

persoalan-persoalan dengan gerakan atau sensasi pada satu sisi dari tubuh,

yang adalah sisi berlawanan pada halangan yang sesungguhnya. Seoang

pasien yang terpengaruh mungkin mengalami kelumpuhan tangan, kaki,

dan muka, semuanya pada satu sisi. Penglihatan double, kepeningan

(vertigo), dan kehilangan kemampuan berbicara, mengerti, dan

keseimbangan dapat juga sebagai gejala-gejala tergantung pada bagian

mana dari otak yang kekurangan suplai darah. 10

b. Stroke Iskemik

Stroke iskemik merupakan stroke yang terjadi akibat penyumbatan

pembuluh darah serebral yang menyebabkan terjadinya iskemik dan

nekrosis di daerah yang mengalami kekurangan pasokan aliran darah di

bawah batas yang dibutuhkan sel otak untuk tetap bertahan (survive).10

E. ETIOLOGI

Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum jelas. Banyak teori – teori yang

mencoba menerangkan timbulnya kelainan akut saraf fasialis ini, antara lain :

a. Teori Infeksi Virus

Beberapa virus diduga sebagai penyebab terjadinya Bell’s Palsy antara

lain virus Herpes simpleks, Herpes zoster ataupun Epster-Bar. Keadaan

ini terjadi akibat reaktifitasi karena terjadi infeksi akut primer. Virus

tersebut dalam jangka waktu lama berada dalam ganglion sensorius

sehingga terjadi proses peradangan. Gangguan vaskuler pada akhirnya

akan menimbulkan degenerasi pada saraf VII perifer.

9

Page 10: Bell s Palsy Blok 22

b. Teori Iskemia Vaskular

Kelumpuhan pada saraf fasialis karena adanya gangguan sirkulasi darah di

kanalis fallopi. Kerusakan yang timbul oleh tindakan pada saraf perifer,

terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri

saraf tersebut.

c. Teori Kombinasi

Teori ini menyatakan bahwa, kombinasi teori tersebut diatas sebagai

penyebab edema dari jaringan saraf, sehingga menimbulkan iskemia pada

jaringan saraf yang berakibat terganggunya fungsi saraf tersebut.

d. Paparan Udara Dingin

Selain teori diatas, banyak kepusatakan yang menyebutkan bahwa Bell’s

Palsy diakibatkan adanya edema saraf fasialis disekitar foramen

stilomastoideus atau sedikit prosimal dari foramen tersebut, yang

mulainya akut dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Mungkin sekali

edema tersebut merupakan gejala reaksi terhadap proses yang disebut

‘masuk angin’ (catch cold). Hal ini diketahui dari anamnesis pada

kebanyakan penderita bahwa fasialis parese unilateral biasnya timbul

setelah duduk di mobil dengan jendela terbuka, tidur di lantai atau setalah

‘begadang’.

e. Herediter

Kanalis fasialis yang sempit karena faktor keturunan, membuat

kecendrungan untuk mudah terjadi kompresi dengan sedikit saja edema

saraf. 11

10

Page 11: Bell s Palsy Blok 22

F. KLASIFIKASI

Grade INormal

Fungsi fasialis normal, simetri pada semua area

Grade II

Disfungsi ringan

Kelemahan ringan hanya dapat terlihat pemeriksaan yang teliti. Dapat menutup

mata sempurna dengan sedikit usaha. Asimetris ringan ketika tersenyum dengan

usaha maksimal.

Grade III

Disfungsi sedang

Jelas terlihat kelemahan, tetapi tidak terlihat mencolok. Bisa tidak mampu

mengangkat alis mata. Dengan usaha keras dapat menutup mata sempurna tetapi

gerakan mulut asimetris.

Grade IV

Disfungsi sedang – berat

Jelas terlihat kelemahan. Tidak dapat mengangkat alis mata. Tidak dapat

menutup mata dengan sempurna meskipun dengan usaha yang maksimal.

Grade VDisfungsi berat

Hanya sedikit gerakan yang terlihat. Asimetris saat istirahat.

Grade VIParalisis total

Tidak ada gerakan

Tabel.1 sistem klasifikasi derajat fasialis parese11

G.PATOFISIOLOGI

Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap

bertanggungjawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses edema yang

selanjutnya menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan

pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitas kapiler

meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada

jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia

dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan

hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan

kinin dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat

terjadi kerusakan jaringan yang permanen. 2

11

Page 12: Bell s Palsy Blok 22

H.EPIDEMIOLOGI

 Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis

fasial akut. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-

diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang

sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena

daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai

semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan

trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bell’s

palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat .2

I. PENATALAKSANAAN

Prioritas utama pada penatalaksanaan Bell’s Palsy adalah untuk

menghilangkan penyebab kerusakan saraf secepatnya. Beberapa kasus, penyakit ini

dapat sembuh dengan sendirinya. Penatalaksanaan Bells Palsy meliputi

medikamentosa, terapi fisik dan tindakan bedah.

1. Medikamentosa

a. Kortekosteroid

Pemberian kortikosteroid pada penatalaksanaan penyakit ini sudah

banyak digunakan. Pemberian dosis tinggi prednison dengan dosis

awal 1mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi diberikan sampai 7 hari dan

diturunkan pada hari berikutnya sampai dosis nol. Tetapi bila terdapat

paralisis komplit maka kortikosteroid diberikan selama 10 hari lagi

dan diturunkan pada 5 hari berikutnya.

b. Anti virus

May et al menyarankan pemberian obat anti virus (acyclovir) pada

usia dewasa adalah 4000mg/hari selama 7-10 hari, sedangkan pada

anak dengan usia lebih dari 2 tahun adalah 1000mg/hari selama 10

hari.

12

Page 13: Bell s Palsy Blok 22

c. Neurotonik

Pemberian obat-obat neurotonik digunakan untuk membantu proses

perbaikan saraf-saraf rusak. Tujuannya untuk meningkatjan sintesis

asam nukleat dan protein di dalam sel saraf yang digunakan untuk

mielinisasi dan stimulus regenerasi saraf.

2. Terapi Fisik

Yaitu dengan cara merangsang denervasi otot dengan cara stimulasi

memakai metode pijat pada wajah, melatih gerakan otot wajah dan jika

perlu stimulasi elektrik. Sekarang ini terapi akupuntur juga dicobakan

pada penderita Bell’s Palsy. Tindakan tersebut diharapkan dapat

melancarkan sirkulasi darah dan meningkatkan tonus otot.

Melatih pergerakan wajah dilakukan didepan cermin, dan dilakukan

sendiri dirumah, dengan cara : menutup mata sekuat tenaga, tersenyum,

bersiul dan meniup, menarik sudut mulut ke samping dan menggerakan

semua otot wajah.

Kelopak mata yang lumpuh perlu diperhatikan pada Bell’s Palsy

kebanyakan pasien akan mengalami kekeringan mata, sehingga kornea

perl dilindungi memakai obat tetes atau salap mata. Kaca mata perlu

dipakai untuk menghindari paparan angin atau debu.

3. Tindakan Pembedahan

Pembedahan fasialis dianjurkan pada kasus Bell’s Palsy dengan

paralisis total yang memiliki tanda-tanda degenerasi saraf yang luas atau

menderita kelumpuhan yang berulang.

Tujuan dari pembedahan pada nervus fasialis adalah untuk

menentukan kontinuitas axon nerbus fasial yang telah mengalami trauma

atau infeksi. Pembedahan juga dilakukan ketika nervus terpotong, adanya

infriltrasi tumor dan adanya tumor pada saraf.

Beberapa pendekatan bedah untuk eksplorasi nervus fasial berupa :

13

Page 14: Bell s Palsy Blok 22

a. Pendekatan transmastoid

Pendekatan transmastoid dapat mengekplorasi nervus fasialis

mulai dari segmen horizontal sampai segmen vertikal.

Cara :

1) Korteks mastoid harus dibersihkan terlebih dahulu dengan

melakukan simple mastoidektomi. Kemudian labirin

vestibuler ditipiskan bersama sinus sigmoid dan garis

nervus fasialis dari foramen stilomastod dengan menyusuri

eminensia digastrik. Reseus suprapiramidal terletak anata

korda timpani bagian anterior dengan nervus fasialis bagian

posterior dan ketika dibuka tampak inkus dan stapes.

2) Kemudian dilakukan pemisahan inkus dengan stapes

dengan ligamen posteriornya dibiarkan terbuka dan tetap

dipertahankan. Inklus dipisahkan dari malleus tetapi

prosesus brevis tetap melekat pada fossa inkudis.

3) Inkus kemudian dirotasikan ke arah telinga tengah untuk

mempermudah melakukan diseksi mulai dari bagian

proksimal segmen timpani, sampai ke bagian distal segmen

labirin.

4) Tulang harus di bur dengan menggunakan diamond dengan

diameter 1mm. Di bur dengan arah dari ganglion

genikulatum ke arah ujung dari ampula kanalis semikularis

horizontal.

5) Setelah seluruh bagian nervus fasialis dibebaskan dari

tulang maka selubung saraf akan terbuka. Selubung saraf

diiris dengan menggunakan pisau kecil. Setelah

dekompresi selesai, inkus dikembalikan ke posisi semula

dan luka di tutup.

14

Page 15: Bell s Palsy Blok 22

b. Pendekatan translabirin

Teknik operasi dengan pendekatan translabirin untuk penangan

dekompresi nervus fasialis sama dengan teknik reseksi

translabirin pada neuroma akustik kecuali diseksinya diperluas

sampai ganglion genikulatum.

Cara :

1) Dilakukan simple mastoidektomi terlebih dahulu. Segmen

vertikal nervus fasialis diskeletonisasi dengan hati-hati

sampai ke foramen stilomastoid.

2) Tulang-tulang diruntuhkan dari dura fossa posterior dan

internal auditori kanal poterior dan segmen labirin nervus

fasialis.

3) Seluruh internal auditory canal dibuka. Dasar vestibulum

menjadi landmark nervus vestibular bagian distal untuk

memisahkannya dengan nervus fasialis. Segmen labirin

dari nervus fasialis dibuka untuk memudahkan diseksi

tumor/decompresi pada nervus fasialis didalam internal

auditori kanal.

4) Pada dufa fossa posterior di insisi dibagian anterior ke ara

lateral sinus venosus, lalu sinus dan dura fossa posterior

diretraksi.

c. Pendekatan fossa media

Pendekatan fossa media sangat baik digunakan untuk

penatalaksanaan trauma pada segmen labirin.

Cara :

1) Dilakukan insisi 1 cm di depan tragus sampai subkutan lalu

insisi di teruskan ke arah superior kira – kira 6 cm. Otot

temporalis dipoton dan disisihkan, lalu dilakukan

kraniotonomi dengan menggunakan bur.

15

Page 16: Bell s Palsy Blok 22

2) Selanjutnya dura dielevasi. Daerah operasi dibuka sampai

foramen spinosum dibagian anterior dan eminensia arkuata

di bagian posterior.

3) Lalu nervus petrosal superfisial mayor diidentifikasi ke

arah ganglion genikulatum. Kemudian nervus ditelusuri

sampai ke interbal auditori kanal. Pendekatan ini dilakukan

untuk mencapai nervus disegmen labirin tanpa harus

mengorbankan pendengaran.

Gambar. 4 Dekompresi Nervus Fasialis dengan pendekatan Fossa Media12

4. Graf Interposisi pada nervus fasialis

Graf interposisi dilakukan untuk mempersarafi kembali nervus fasialis

yang telah terputus. Bahan graf yang dipilih tergantung besarnya defek

nervus fasialis. Untuk defek sebesar 6-8 cm digunakan nervus aurikularis

mayor. Pleksus cervikalis digunakan untuk defek sampai 12 cm. Bila lebih

dari 12cm dapat digunakan nervus sural yang diambil dari medial dan

posterior maleolus lateralis.

Ujung nervus yang mengalami kerusakan dipotong. Graf yang diambil

harus diotong sedikit lebih panjang untuk menghindari tension. Graf

kemudian diletakan dalam kanalis falipii secara tepat dengan posisi end to

end diantara kedua ujung saraf. Penyambung saraf menggunakan benang

16

Page 17: Bell s Palsy Blok 22

nilon 9-0 atau 10-0 monofilamen. Penyambung ini juga bisa distabilisasi

dengan fibrin glue. Kemudian defek ditutup dengan fasia. Regenerasi graf

akan lengkap setelah 6-12 bulan.

Saat ini tindakan operatif dengan pendekatan dekompresi fasialis pada

bell’s palsy mulai ditinggalkan. Penatalaksanaan berupa

medikamentosadan terapi fisik yang tepat lebih memberikan hasil yang

lebih baik. 3,12

J. PENCEGAHAN

Pencegahan yang dapat dilakukan :

1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah

angin mengenai wajah.

2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa

wajah langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin

terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu

gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian kipas.

3. Bila sering melakukan aktivitas hingga malam diluar rumah, jangan

dibiasakan mandi air dingin di malam hari. Karena tidak baik untuk jantung,

juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.

4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan

pelindung mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang

rendah berpotensi tinggi menyebabkan menderita Bell’s Palsy.

5. Setelah berolahraga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah

dengan air dingin. 

6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin

langsung. Tutupi wajah dengan kain atau penutup.

K.KOMPLIKASI

1. Crocodile tear phenomenon

Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul

beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah

17

Page 18: Bell s Palsy Blok 22

dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar

lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar ganglion genikulatum.

2. Synkinesis

Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakkan satu per satu atau tersendiri; selalu

timbul gerakan bersama. Misal bila pasien disuruh memejamkan mata, maka akan

timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya

dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami

regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.

3. Hemifacial spasm

Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak

terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya

mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya.

Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi

bila penyembuhan tidak sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun

kemudian.

4. Kontraktur

Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas

terlihat pada sisi yang lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila

kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah

istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.1

L. PROGNOSIS

Prognosis pada pasien Bell’s Palsy umumnya baik. Perbaikan biasanya dimulai pada

hari kesepuluh dengan penyembuhan yang sempurna rata-rata satu setengah bulan.

Sekitar 85% penderita Bell’s Palsy akan sembuh sempurna. 2

18

Page 19: Bell s Palsy Blok 22

III. KESIMPULAN

Bell’s Palsy adalah kelumpuhan atau paralisis otot wajah akut unilateral, yang

disebabkan oleh disfungsi saraf fasialis (nervus VII) perifer tanpa diketahui

penyebabnya secara pasti (idiopatik). Etiologi dan patogenesisnya belum jelas, diduga

peran virus yang meyebabkan inflamasi pada saraf.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat termasuk pemeriksaan

otoneurologik diperlukan untuk menyingkirkan gangguan-gangguan, yang awalnya

diduga Bell’s Palsy.

Diagnosis Bell’s Palsy ditegakan bila ciri-ciri dan pemeriksaan penunjang

juga membuktikan bahwa pasien mengalami penyakit tersebut.

Penatalaksanaan berupa medikamentosa dan terapi fisik yang tepat dipercaya

oleh beberapa ahli lebih memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan

operasi. Tindakan operasi disarankan pada kasus paralisis total dan berulang.

Pada pasien yang diduga kuat mengalami Bell’s Palsy dan harus dipastikan

dengan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Dalam penanganan pasien harus sesegera

mungkin dan tepat, serta pasien harus didorong untuk perawatan mandiri agar progmosis

pada pasien Bell’s Palsy akan baik dan sembuh sempurna.

19

Page 20: Bell s Palsy Blok 22

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik

Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia;2004.

2. Djmail Y,A Basjiruddin. Paralisis Bell. Dalam : Harsono,ed.Kapita selekta

neurologi. Yogyakarta:Gajah Mada University Prees;2003.

3. Lo B. Emergency medicine-neurology: Bell’s Palsy. Easterm Virginia:

Medscape;2010.

4. Ropper AH, Adams RD, Victor M, Brown RH. Disease of spinal cord,

peripheral nerve, and muscle. In: Ropper AH, Brown RH,editors. Adam and

Victor’s Principles of Neurology. 8th Ed. USA: The McGraw-Hill

Companies, Inc.; 2005.

5. Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralisis of the FacialNerve. In : Bailey BJ,

Johnson JT,ed. Head & Neck Surgery-Otolaryngology. Philadelphia;2006.

6. DhingraPL. Facial Nerve and its Disorders. In: Disease of Ear Nose and

Throat. New Delhi : Elsevier;2007.

7. Gambar diunduh di : http://savierandriany.blogspot.com/2012/05/bells-palsy-

penurunan-raut-wajah.html. 12 Desember 2013. Pukul 21.38.

8. Gambar diunduh di :

http://umm.edu/health/medical/spanishency/images/descenso-del-parpado-

por-ptosis. 12 Demsember 2013. Pukul 21.39.

9. Lee KJ. Facial Nerve Paralysis. In : essential Otolaryngology Head and Neck

Surgery. New York : Mc Graw-Hill Medical Publishing;2003.

10. Arif,Mansjoer,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media

Aesculpis;2000.

11. Lustig LR, Niparko JK. Disorder of the facial nerve. In: Lalwani AK (ed).

Current Diagnosis & Tretment in Head & Neck Surgery-Otolaryngology.

New York: Mc Graw Hill;2008.

12. Soefferman RA. Facial nerve injury and decompression. In : Nadol

JB,Mckenna MJ. Lippincot Williams & Wikins. Philadephia;2005.

20