belajar diktat kf2 25 jun 13

239

Upload: ayu-marisa-al-rahman

Post on 02-Jan-2016

155 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

kimia fisika 2

TRANSCRIPT

Page 1: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13
Page 2: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

1. LARUTAN NON ELEKTROLIT

1.1 Jenis-jenis Larutan

Larutan merupakan campuran homogen dari dua zat atau lebih. Suatu larutan

terdiri dari zat terlarut (solute) dan pelarut (solvent). Zat yang jumlahnya banyak

disebut pelarut , sementara zat yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Tetapi

ini tidak mutlak. Bisa saja dipilih zat yang lebih sedikit sebagai pelarut, tergantung

pada keperluannya, tetapi disini akan digunakan pengertian yang biasa digunakan

untuk pelarut dan terlarut.

Suatu larutan sudah pasti berfasa tunggal. Berdasarkan wujud dari pelarutnya,

suatu larutan dapat digolongkan ke dalam larutan padat, cair ataupun gas. Zat

terlarut dalam ketiga fasa larutan tersebut juga dapat berupa gas, cair ataupun padat.

Campuran gas selalu membentuk larutan karena semua gas dapat saling campur

dalam berbagai perbandingan.

Berdasarkan kemampuannya untuk meghantarkan arus listrik, larutan

digolongkan ke dalam larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Larutan elektrolit

adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik yang selama penghantarannya

disertai dengan terjadinya reaksi redoks. Larutan non elektrolit adalah larutan yang

tidak dapat menghantarkan arus listrik. Berdasarkan pandangan termodinamika

larutan dapat dikelompokkan ke dalam larutan ideal dan tak ideal.

Pada bab ini akan dikaji termodinamika larutan ideal dan tak ideal dari larutan

non elektrolit, sifat koligatifnya, kelarutan terlarut melalui hokum Henry dan

distribusi terlarut dalam dua pelarut yang tidak salingmelarutkan (hokum distribusi

Nernst). Tetapi sebelumnya akan diuraikan terlebih dahulu cara menyatakan

komposisi zat dalam suatu larutan.

1.2 Komposisi Larutan

Setiap kajian kuantitatif tentang larutan memerlukan pengetahuan mengenai

komposisinya atau lebih khusus lagi mengenai konsentrasinya , yakni banyaknya

Page 3: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

zat terlarut yang ada dalam suatu larutan. Orang kimia menggunakan cara yang

berbeda dalam menyatakan komposisi larutan, dengan kelebihan dan

kekurangannya masing-masing. Pada bagian ini akan diuraikan empat cara dalam

menyatakan komposisi larutan yakni fraksi mol, molaritas, molalitas dan persen

berat. Selama membicarakan larutan, kita nyatakan pelarut dengan huruf A.

Fraksi Mol (x)

Konsep ini sudah sering digunakan ketika mempelajari Kimia Fisika I, terutama

ketika membicarakan tekanan parsial gas dan pada pembuatan diagram fasa. Fraksi

mol komponen i dalam larutan didefinisikan sebagai :

xi =

ni

n (1.1)

ni merupakan jumlah mol komponen i dan n menyatakan jumlah mol semua

komponen dalam larutan. Fraksi mol tidak mempunyai satuan.

Kemolaran

Di buku-buku tertentu kita bisa lihat bahwa kemolaran merupakan bagian yang

lebih khusus dari konsentrasi. Konsentrasi komponen I dalam larutan, Ci

didefinisikan sebagai:

Ci =

ni

V (1.2)

dengan V menyatakan volume larutan. Dalam satuan SI, konsentrasi mempunyai

satuan mol/m3. berdasarkan konvensi, konsentrasi bisa juga dinyatakan dengan

menggunakan tanda kurung persegi, [B]. orang kimia biasanya menggunakan istilah

kemolaran, M yakni jumlah mol terlarut dalam satu liter larutan. Jadi kemolaran

secara khusus merupakan konsentrasi molar dengan satuan mol per liter atau mol

per dm3.

Page 4: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kemolalan

Kemolalan i, mi didefinisikan sebagai jumlah mol i dalam sejumlah massa pelarut.

Jika suatu larutan menggandung nB mol terlarut B dan nA mol pelarut A, maka

massa pelarut, wA = nA MA, dengan MA menyatakan massa molar pelarut (bukan

massa molekul relative atau Mr-nya). Massa molekul relative tidak mempunyai

satuan sememtara massa molar mempunyai satuan massa per mol. Satuan untuk MA

biasanya gram per mol atau kilogram per mol.

Kemolalan terlarut B dinyatakan dengan :

mB =

nB

W A =

nB

nA M A (1.3)

Orang kimia hampir selalu menggunakana satuan satuan mol per kilogram untuk

satuan kemolalan, dengan demikian maka satuan molar pelarut. MA yang cocok

adalah kg/mol. Pada persamaan (1.3) sebenarnya untuk kemolalan bisa saja

digunakan satuan mol per gram atau mmol per gram atau mmol per kilogram. Akan

tetapi umumnya kita menggunakan satuan mol per kilogram.

Persen massa

Persen massa suatu terlarut B dalam larutan didefinisikan dengan :

% massa B =

wB

wx100 %

(1.4)

Dengan wB massa terlarut B dan w massa total larutan

% massa =

massa terlarutmassa laru tan

x 100 %

=

massa terlarutmassa ( terlarut + pelarut )

x 100%

Fraksi massa B dinyatakan dengan

wB

w

Page 5: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sekarang kita akan bandingkan kegunaannya. Persen massa mempunyai

keuntungan dalam hal massa molar terlarut yang tidak perlu diketahui. Keuntungan

lainnya, persen massa terlarut dalam larutan tidak dipengaruhi oleh suhu, karena

definisinya dinyatakan dalam bentuk massa. Fraksi mol umumnya tidak digunakan

untuk menyatakan konsentrasi larutan. Akan tetapi konsep ini sangat berguna

misalnya dalam menentukan tekanan parsial gas dan juga dalam membicarakan

tekanan uap dari larutan. Kemolaran merupakan satuan konsentrasi yang paling

umum digunakan. Keuntungannya adalah dalam membuatnya. Pada umumnya lebih

mudah untuk mengukur volum larutan dengan menggunakan labu ukur yang telah

dikalibrasi dengan teliti dibandingkan dengan menimbang pelarut. Kerugiannya

terutama adalah bahwa kemolaan bergantung pada suhu, karena V merupakan

fungsi T dan P. kerugian lainnya adalah melalui kemolaran tidak terungkap

banyaknya pelarut yang ada. Kemolalan, tidak bergantung pada suhu karena

didefinisikan sebagai perbandingan jumlah mol terlarut dengan berat pelarut. Untuk

alasa ini, kemolalan dipilih sebagai satuan konsentrasi dalam kajian yang

melibatkan perubahan suhu seperti dalam sifat koligatif larutan.

1.3. Termodinamika Larutan

1.3.1. Besaran Molar Parsial

Sifat-sifat suatu larutan bergantung pada suhu, tekanan dan komposisi larutan

tersebut. Dalam membicarakan sifat-sifat larutan perlu dipelajari besaran molar

parsialnya. Contoh yang paling sederhana untuk memahami konsep ini adalah

melalui besaran volum molar parsial.

Kita tinjau sejumlah air murni pada 298,16 K dan 1 atm. Kerapatan air pada

keadaan ini adalah ρ = 0,997 g cm-3. Seperti kita ketahui bahwa,

ρ =

massavolum

= wV

atau V = massaρ

Page 6: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Untuk mencari volum molar (volum suatu zat) dari data kerapatan, maka massa

yang digunakan adalah , massa molar, M, massa dari 1 mol zat tersebut. Untuk air

(H2O) massa molarnya adalah 18,0 g/mol, sehingga volum molar air murni, V* pada

298,16 K dan 1 atm adalah :

V ¿air =M air

ρair

= 18 ,0 g mol−1

0 ,997 g cm−3

= 18,1 cm3 mol-1

= 0,0181 L mol-1

Jika kita tambahkan 1 mol air pada sejumlah air, maka volumnya akan bertambah

sebesar 0,0181 liter. Peningkatan volum ini sesuai dengan volum molar air. Volum

suatu zat merupakan besaran ekstansif, akan tetapi volum molarnya adalah

bersaran intensif. Oleh karena itu berapapun jumlah air yang kita miliki, volum

molarnya pada 298,16 K dan 1 atm berharga sama, yakni 0,018 liter.

Hal yang berbeda akan terjadi jika kita memasukkan 1 mol (0,018 L) air pada

sejumlah besar etanol. Peningkatan volum yang terjadi hanya 0,014 liter. Volum

sebesar 0,014 liter ini merupakan volum molar parsial dari air dalam etanol pada

komposisi tertentu, yakni, volum dari 1 mol air dalam sejumlah besar etanol pada

komposisi tersebut. Demikian pula jika kita tinjau sejumlah besar etanol pada

298,16 K dan 1 atm, dengan kerapatan ρ = 0,785 g cm-3, maka kita tambahkan 1

mol etanol ke dalamnya, terjadi pertambahan volum sebesar 58,7 cm3 = 0,0587

liter, yakni sesuai dengan volum molar etanol pada kondisi tersebut. (Metanol = 46,1 g

mol-1). Akan tetapi jika 1 mol etanol ini (0,0587 L) kita tambahkan pada sejumlah

besar air, peningkatan volum yang terjadi hanya 0,0542 liter. Jadi volum molar

parsial dari etanol pada komposisi tersebut adalah 0,0542 liter.

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa volum total dari suatu larutan

yang mengandung dua komponen tidak dapat dituliskan sebagai penjumlahan dari

volum masing-masing komponen A dan B, jadi :

V ≠ VA + VB

Page 7: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sebagai contoh jika 50,0 cm3 air dicampurkan dengan 50,0 cm3 etanol pada 200C

dan 1 atm, ternyata volum larutan yang diperoleh bukan 100 cm3 melainkan hanya

96,5 cm3 (lihat gambar 1.1). Perbedaan ini disebabkan oleh karena ada perbedaan

gaya antarmolekul dalam larutan dan dalam komponen murninya, dan adanya

perbedaan penataan molekul dalam larutan dan dalam komponen murninya yang

disebabkan oleh perbedaan ukuran dan bentuk molekul dari komponen yang

dicampurkan.

V(H2O)/cm3

V/cm3

75 50 25 0 100

99

98

97

96

0 25 50 75 100

Gambar 1.1.Volum larutan yang terbentuk dari pencampuran sevolum etanol murni, Vet

dengan (100 cm3 – Vet) air murni pada 200C, 1 atm(Dari Levine, Ira N,. (1995) Physical Chemistry. Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Kogakusha)

Oleh karena volum molar parsial bergantung pada komposisi larutan, maka

volum molar parsial suatu komponen lalu didefinisikan sebagai perubahan volum

suatu larutan jika 1 mol komponen tersebut dilarutkan pada T dan P tetap ke dalam

sejumlah besar larutan dengan komposisi tertentu yang dengan penambahan

komponen tersebut komposisinya tidak berubah. Jadi jika kita ingin menentukan

volum molar etanol dalam 20% mol larutan etanol dalam air, maka kita harus

Volum ini volum setelah pencampuran air dan alkohol

Page 8: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

menambahkan 1 mol etanol ke dalam sejumlah besar larutan etanol 20% dan

perubahan volum yang terjadi merupakan volum molar.

Volum molar parsial komponen A, VA, dalam setiap larutan merupakan

peningkatan volum larutan untuk 1 mol A yang ditambahkan pada T, P dan

komposisi tertentu. Karena V A merupakan perubahan volum yang disebabkan

perubahan jumlah A, nA pada T, P, dan jumlah B, nB yang tetap , maka volum

molar parsial A didefenisikan sebagai :

V A= ( ∂V∂ nA

)T ,P ,nB (1.5)

Demikian pula halnya dengan volum molar parsial komponen B,

V B= ( ∂V∂ nB

)T ,P ,n A (1.6)

Pada T dan P tetap, volum suatu larutan yang terdiri dari komponen A dan B

merupakan fungsi dari nA dan nB.

V = V (nA, nB) (1.7)

Jika sejumlah kecil A, dnA dan sejumlah B, dnB ditambahkan ke dalam larutan,

peningkatan volum larutan dinyatakan dengan diferensial dari persamaan (1.7).

dV = ( ∂ V∂n A

)T , P ,nBdnA + ( ∂V∂nB

)T ,P ,nA dnB (1.8)

Subsitusi Persamaan (1.5) dan persamaan (1.6) ke dalam persamaan (1.8)

menghasilkan

dV = V A dnA + V B dnB = ∑

i

V i dni(1.9)

Berdasarkan persamaan (1.8) yang secara fisik berarti peningkatan volum larutan

tanpa terjadi perubahan dalam komposisinya (dengan demikian volum molar parsial

Page 9: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

A dan B juga nilainya tertentu atau dengan kata lain V A tidak bergantung pada nA

dan V B tidak bergantung nB), maka diperoleh :

V = nA V A + nB

V B = ∑ ni V i

Volum molar parsial dapat ditentukan melalui cara lereng. Untuk larutan yang

terdiri dari zat A dan zat B, V B dapat diukur dengan cara menyiapkan larutan-

larutan (pada T,P yang diinginkan) yang mengandung jumlah mol komponen A

yang sama dan tertentu nilainya (misalnya 1 kg) tetapi dengan jumlah nB yang

bervariasi. Lalu diukur volumenya kemudian alurkan V larutan, terhadap nB. Dari

defenisi V B , V B = ( ∂V∂nB

)T ,P ,nA maka lereng atau kemiringan dari kurva V terhadap

nB disetiap komposisi merupakan V B pada komposisi tersebut.

Jika V B sudah ditentukan dengan cara lereng tadi, maka V A dapat ditentukan

dengan menggunakan persamaan (1.10).

V A = (V−nB V B

nA)

Penentuan besaran molar parsial melalui cara lereng ini agak kurang teliti

tetapi cukup memadai untuk survey yang cepat. Penentuan volum molar parsial

umumnya dilakukan dengan cara intercept. Suatu besaran yang disebut rata-rata

volum molar larutan, V m , didefinisikan sebagai volum larutan dibagi dengan

jumlah mol total dari semua komponen dalam larutan. Untuk larutan biner,

V m =

VnA + nB , sehingga V =

V m (nA + nB) dan

Page 10: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

V A= ( ∂V∂ nA

)T ,P ,nB = V m + (nA + nB)

(∂V m

∂n A)T , P , nB (1.11)

Derivatif terhadap nA diubah menjadi derivatif terhadap fraksi mol xB .

(∂V m

∂n A)nB=

d V m

dxB(∂ x B

∂n A)nB

Karena xB =

nB

nA + nB , maka (∂ xB

∂ nA)B = -

nB

(nA + nB)2 dan dengan demikian

Persamaan (1.11) menjadi :

V A = V m -

nB

(nA + nB)

dV m

dxB

V m = xB

d V m

dxB + V A (1.12)

Penerapan dari persamaan ini dapat dilihat pada gambar 1.2, yang mana rata-

rata volum molar larutan, V m dialurkan terhadap fraksi mol B, xB. Garis S1S2

dihubungkan dengan fraksi mol tertentu, xB. Intersept O1S1 pada xB=0 adalah V A,

volum molar parsial A pada komposisi tertentu, xB. Coba sendiri untuk

membuktikan bahwa intersept terhadap sumbu tegak lainnya, O2S2 adalah volum

molar B, V B.

S2

A1 A2

S1

Page 11: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

O1 O2

0 X’b 1

Fraksi mol B, xb

Gambar 1.2

Penentuan volum molar dengan intersep

Volum molar parsial etanol dan air yang telah diukur pada berbagai rentang

konsentrasi larutan, dari x etanol = 0 sampai dengan x etanol = 1 dapat dilihat pada

grafik.

58

56 etanol

54

52

18 air

16

14

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

Gambar 1.3. Volum molar parsial air dan etanol dalam larutan pada berbagai komposisi

Perubahan volum pada proses pencampuran (pembentukan larutan) dari

komponen – komponen murninya pada T dan P tetap dinyatakan dengan : Δ Vmix =

Bentuk grafik etanol yang mengecil dulu karna gugus C2H5 non polar yg menyisip ke gugus OH- yg polar

Page 12: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

V – V* , dengan V adalah volum larutan dan V* volum total komponen – komponen

murninya sebelum dicampur pada T dan P. Dari persamaan (1.10) dapat kita lihat

bahwa volum larutan yang terdiri dari komponen A dan B merupakan jumlah mol A

dikalikan volum molar parsial A ditambah jumlah mol B dikalikan volum molar

parsial B.

Besaran molar parsial untuk sifat – sifat termodinamika yang lainnya dapat

dipahami dengan cara yang sama seperti halnya volum. Karena sifat – sifat

ekstensif seperti V, U, S, H, A, dan G dapat dikaji sebagai fungsi dari T, P, n1, n2

dan seterusnya, maka untuk setiap sifat ekstensif J, diferensial totalnya adalah :

dJ = ( ∂ J∂T )

P .n1 .n2 dT + ( ∂ J∂ P )

T .n1 .n2dP + ( ∂ J∂n1

)T . P ..n1 .n2 dn1 + ( ∂ J∂n2

)T . P ..n1 .n2 dn2 + …

Pada T,P tetap :

dJ = ( ∂ J∂n1

)T . P ..n1 .n2 dn1 + ( ∂ J∂n2

)T . P ..n1 .n2 dn2 + ¿

= ∑ ( ∂ J∂n i

)T . P. .n1 .. . ( i ¿ j ) (1.13)

dengan ( ∂ J∂n i

)T . P. .n1 .. . = Ji , besaran molar parsial dari komponen dengan

dJ = J1 dn1 + J2 dn2 + ¿

dan hasil integrasinya :

J = n1J1 + n2

J2 + ¿ = ∑

i

ni J i(1.14)

Jika J = V , maka persamaan (1.14) untuk system dua komponen berubah menjadi

persamaan (1.10). Jika J adalah energi Gibbs, G, maka energi Gibbs larutan dua

komponen:

G = n1G1 + n2

G2

Page 13: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

G = n1μ1 + n2

μ2

μ1 = G i = energi Gibbs molar parsial zat 1

Perhatikan bahwa besaran molar parsial didefinisikan pada T,P dan n j¿ i tetap. Jadi

untuk energi Gibbs, besaran molar parsial komponen i, G i didefinisikan sebagai

G i = (∂G∂ ni

)T .P . .nj≠ii¿ μ1 = G i sama dengan μi . Akan tetapi untuk besaran

termodinamika yang lainseperti U,A, dan H, ternyata besaran molar parsialnya

tidak sama dengan potensial kimianya.

Sebagai contoh untuk energi dalam U, besaran molar parsialnya didefinisikan

dengan :

U = (∂U∂ni

)T .P . .nj≠i i (1.15)

sementara μi = (∂U∂ni

)S .V . .nj≠ii (1.16)

(lihat lagi penurunannya di buku Kimia Fisika I)

Pada persamaan (1.16) S dan V yang tetap. Bandingkan dengan persamaan

(1.15) dimana variable yang tetap adalah T dan P. Dengan demikian maka μi¿U i ,

kecuali untuk energi Gibbs μi = Gi .

1.3.2. Larutan Ideal

Konsep gas ideal yang telah diuraikan di buku Kimia Fisika I, memegang

peranan penting dalam termodinamika gas. Banyak hal dalam praktek yang

diperlakukan dengan pendekatan gas ideal, dan system yang menyimpang dari

keidealan diuraikan dengan cara membandingkannya dengan keadaan ideal. Konsep

yang mirip dengan keidealan gas digunakan sebagai pemandu dalam menguraikan

teori larutan. Gas yang ideal diartikan sebagai gas yang tidak mempunyai gaya

Page 14: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

antaraksi antara partikel-partikel gasnya, sementara larutan ideal didefinisikan

sebagai larutan yang mempunyai antaraksi yang sama antara partikel-partikelnya.

Milsalnya untuk larutan dua komponen A dan B, B dan B, A dan A, semuanya

sama dalam larutan ideal, juga volum dan ukuran molekul masing-masing spesi

adalah sama.

Untuk larutan ideal, kecenderungan A untuk pergi ke fasa uap sebanding

dengan fraksi mol A,xA, dalam larutan:

PA = k xA (1.17)

dengan k tetapan kesebandingan. Jika xA = 1, maka PA = PoA, tekanan uap murni A.

Dengan demikian persamaan (1.17) berubah menjadi

PA = xA PoA (1.18)

Pada tahun 1886, Francois Raoult melaporkan data tekanan parsial

komponen-komponen dalam berbagai larutan yang mendekati persamaan (1.18),

yang kemudian dikenal sebagai hukum Raoult. Jadi suatu larutan yang ideal

didefinisikan sebagai larutan yang memenuhi hukum Raoult pada semua rentang

konsentrasi. Keidealan dalam larutan menghendaki keseragaman/kesamaan dalam

gaya antar molekul dari komponen-komponennya dan ini hanya dapat dicapai jika

komponen-komponen tersebut sangat mirip sifat-sifatnya. Sebagai contoh adalah

larutan system benzene-toluen yang kurva tekanan uap terhadap komposisinya

dapat dilihat pada gambar 1.4.

Page 15: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 1.4. Kurva tekanan uap terhadap komposisiuntuk system benzene-toluen

Jika komponen B ditambahkan pada A murni maka tekanan uap A akan turun,

dan persamaan (1.18) dapat dituliskan dalam bentuk penurunan tekanan uap

relatifnya:

P A−PA¿

PA¿

= xA – 1 = - xB (1.19)

Persamaan (1.17) di atas terutama berguna untuk larutan dengan zat terlarut

yang tak mudah menguap (involatil) dalam pelarut yang mudah menguap (volatil)

dan dimanfaatkan untuk menentukan massa molar terlarut.

Sekarang kita kaji implikasi hukum Raoult terhadap potensial kimia setiap

komponen dalam larutan, µi ≡ Ği. Pada kesetimbangan antara cairan (atau padatan)

dalam larutan dengan uapnya, maka µi = µi uap, dengan µi potensial kimia komponen

i dalam larutan dan µi uap potensial kimia komponen i dalam uapnya di atas larutan.

Jika uapnya diasumsikan sebagai campuran gas ideal maka:

μi uap = μio

uap + RT ln

Pi

P0(1.20)

PA = tekanan uap A, PA* = tekanan uap A murni Kareana XA+Xb = 1

Page 16: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dengan µoi,uap potensial kimia gas ideal pada keadaan standar pada suhu T dan

tekanan standar Po (1 atm) dan Pi tekanan parsial dari uap i di atas larutan.

Substitusikan persamaan (1.20) ke dalam persamaan µi = µi,uap menghasilkan :

μi = μio

uap + RT ln

Pi

P0(1.21)

dan dengan menggunakan hokum Raoult, maka:

μi = μio

uap + RT ln xi

Pi

P0

atau μi = μio

uap + RT ln xi + RT ln

Pi

P0(1.22)

Jika cairannya i murni, maka xi = 1 dan Persamaan (1.22) menjadi :

μio

= μio

uap + RT ln

Pi

P0(1.23)

dengan µoi potensial kimia i cairan murninya

Substitusi Persamaan (1.23) ke dalam persamaan (1.22) menghasilkan :

µi = µoi + RT ln xi (1.24)

Dengan µi = potensial komponen i dalam larutan dengan fraksi mol xi pada T dan P

tertentu, µoi = potensial kimia komponen i murni. Pada suhu, T dan tekanan P

keadaan standar dari komponen i dalam larutan ideal adalah cairan atau padatan i

murni pada suhu T dan tekanan P dari larutan. Jadi µoi = µo

i. Oleh karena itu

persamaan (1.24) menjadi :

µi = µoi + RT ln xi dengan µo

i = µoi (1.25)

Jadi untuk larutan ideal, potensial kimia untuk setiap komponennya

memenuhi Persamaan (1.25). Ini merupakan definisi (dasar) termodinamika untuk

larutan ideal.

1.3.3 Termodinamika Pencampuran Larutan Ideal

Page 17: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pada proses pencampuran sejumlah n1 ,n2 ,. . .. . ni mol cairan murni yang

asalnya terpisah membentuk larutan ideal pada T,P tertentu, dapat kita turunkan ∆G,

∆V, ∆S dan ∆H pencampurannya.

Energi Gibbs, G dari larutan ideal :

G=∑i

ni μi=∑ ni μi(T ,P )+RT ∑ n i ln x i

Sementara energi Gibbs komponen-komponennya sebelum dicampurkan, pada T,P

tetap adalah :

Gunmix=∑i

ni Gi¿=∑

i

n i μi¿(T , P)

ΔGmix=G−Gunmix

=RT ∑ ni ln x i (1.26)

Karena 0 < xi < 1, maka ln xi < 0 dan ΔGmix < 0, artinya proses pelarutan berlangsung

dengan spontan pada T,P tetap (isothermal, isobar).

Untuk menentukan

dan ΔV mix , sebaiknya ingat kembali persamaan fundamental dG=−SdT +VdP .

Dari persamaan tersebut : s=−(∂G

∂T )P dan

V=(∂G∂ P )

T. Dengan demikian :

ΔSmix=−(∂ ΔGmix

∂T )Pi ,ni

dan ΔV mix=(∂ ΔGmix

∂ P )T

Berdasarkan Persamaan (1.26) ΔSmix=−R∑ ni ln x i (1,27)

Karena ln xi negatif, maka ∆Smix untuk larutan ideal berharga positif, artinya system

dalam larutan menjadi semakin tidak teratur.

Tanpa perlu dibantu energi maupun gerakan

Page 18: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Untuk menentukan ∆Vmix, dan ∆Hmix kita dapat menggunakan persamaan

(1.26) dan (1.27). Karena ΔV mix=(∂ ΔG

∂ P )T .ni

,maka untuk proses pencampuran :

ΔV mix=(∂ ΔGmix

∂ P )T . ni

Untuk larutan ideal, dari persamaan (1.26) terlihat bahwa ∆Gmix bergantung pada T

dan fraksi mol tetapi tidak bergantung pada P. Oleh karena itu (∂ ΔGmix

∂ P )T .ni

berharga nol, sehingga

∆Vmix = 0 (1.28)

Jadi pada proses pembentukan larutan ideal dari komponen-komponennya

tidak terjadi perubahan volum. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa dalam

larutan ideal selain antaraksi antar molekulnya sama, volumnya juga sama, sehingga

ketika dicampurkan tidak ada perubahan volum.

Karena antaraksi antar molekul pada larutan ideal adalah sama, maka

diharapkan kalor pencampurannya akan berharga nol. Untuk itu kita gunakan

persamaan ΔG=ΔH−TΔS pada T tetap untuk menentukan ∆Hmix sehingga :

ΔH mix=ΔGmix+TΔSmix

= RT ∑ ni ln x i−RT∑ ni ln x i (1.29)

∆Hmix = 0

Jadi tidak ada kalor yang diserap maupun yang dilepaskan pada saat pembentukan

larutan ideal pada T,P tetap.

1.3.4. Hukum Henry

Kebanyakan larutan bersifat tak ideal. Ada yang menyimpang secara positif,

ada juga yang menyimpang secara negatif dari hukum Raoult. Penyimpangan positif

dari hukum Raoult terjadi pada larutan yang tekanan uapnya lebih besar dari yang

(-) karena diturunkan/diferensiansi terhadap T lihat pers. sblumnya

Page 19: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dinyatakan hukum Raoult dan penyimpangan negatif terjadi pada larutan yang

tekanan uapnya lebih kecil daripada yang dinyatakan dengan hukum Raoult.

Penyimpangan positif dari hukum Raoult terjadi karena gaya tarik molekul

terlarut dan molekul pelarut dalam larutan lebih kecil daripada gaya tarik antara

molekul-molekul pelarut murninya. Akibatnya ada kecendrungan yang lebih besar

dari molekul-molekul tersebutr untuk berada di fasa uapnya. Hasilnya tekanan uap

parsial masing-masing di atas larutan lebih besar dari yang diramalkan dengan hukum

Raoult dan tekanan total dari larutan pun menjadi lebih besar dari yang diharapkan.

Sebaliknya penyimpangan negatif dari hukum Raoult terjadi karena gaya

tarik terlarut-pelarut lebih besar daripada gaya tarik terlarut-terlarut dan pelarut-

pelarut. Artinya kedua zat lebih senang berada di dalam larutannya. Akibatnya

tekanan parsial di atas larutan lebih kecil daripada yang dinyatakan dengan hukum

Raoult sehingga tekanan uap totalnya juga lebih kecil daripada yang diharapkan dan

terjadi penyimpangan negatif.

Contoh sistem yang menyimpang secara positif dari hukum Raoult adalah

sistem aseton – karbondisulfida (Gambar 1.5a.); dan contoh sistem yang menyimpang

secara negatif dari hukum Raoult adalah sistem aseton – kloroform (Gambar 1.5b.)

Gambar 1.5.

Page 20: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

a) Penyimpangan positif Hukum Raoultb) Penyimpangan negatif Hukum Raoult

(Dari Castellan,.1983.physical Chemestry. Third edition.Massachasetts:addison Wesley)

Ada hal yang menarik dari Gambar 1.5a. untuk lebih jelasnya gambar tersebut

akan diambil sebagian yakni untuk tekanan parsial karbondisulfidanya saja seperti

pada Gambar 1.6. berikut.

Gambar 1.6. Kurva tekanan parsial karbondisulfida terhadap komposisi untuk sistem aseton – karbondisulfida

(Dari Castellan,.1983.physical Chemestry. Third edition.Massachasetts:addison Wesley)

Di daerah sekitar xCS2

=1,ketika CS2 sebagai pelarut, kurva tekanan parsialnya

mendekati garis hukum Raoult. Akan tetapi di daerah sekitar xCS2

=0 ,ketika CS2

sebagai terlarut (ada dalam konsentrasi rendah) kurva tekanan parsialnya linier :

PCS2=kCS2

xCS2 (1.30)

Dengan kCS2 suatu tetapan. Kemiringan garis di daerah ini berbeda dengan

kemiringan hukum Raoult. Zat terlarut memenuhi Hukum Henry (Persamaan 1.30)

Page 21: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dengan kCS2 , tetapan hukum Henry untuk CS2. Jadi dari kurva tekanan uap tersebut

dapat dinyatakan bahwa :

PCS2=xCS2 sekitar xCS2 = 1

PCS2 = kCS2 sekitar xCS2 = 0

Nilai tetapan Henry untuk beberapa gas dalam air pada 298 K dapat dilihat pada

Tabel 1.1

Table 1.1

Tetapan Henry beberapa gas dalam air pada 250C

Gas k/(torr)

H2

HeArN2

O2

CO2

H2S

5,54 x 107

1,12 x 108

2,80 x 107

6,80 x 107

3,27 x 107

1,24 x 106

4,27 x 105

Dalam beberapa buku dapat dilihat bahwa untuk k digunakan satuan tekanan-1,

seperti torr-1 atau atm-1. Untuk kasus seperti ini, Hukum Henry yang dinyatakan

dengan : P j=k j x j . dapat diubah menjadi p j=

1k j

x j . dengan

k j=1

k j ' jadi k j yang

mempunyai satuan tekanan dapat diubah menjadi k j dengan satuan (tekanan)-1

sehingga xj (di kedua persamaan tersebut) tidak mempunyai satuan. Perlu diketahui

juga bahwa jika larutan ideal, maka k akan sama dengan P* dan hukum Henry maupn

hukum Raoult dapat menjadi sama.

Untuk system yang mengalami penyimpangan negative dari hukum Roult seperti

system aseton-kloroform (Gambar 1.5b) tekanan uapnya mempunyai nilai minimal

yang letaknya di bawah tekanan uap murni masing-masing komponen. Untuk system

ini garis hukum Henry terletak di bawah garis hukum Raoult.

Page 22: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dari uraian di atas dapat dibedakan bahwa untuk larutan ideal encer,

pelarut mengikuti hukum Raoult : Pi=xi Pi¿

(Perhatikan hukum Raout jangan

tertukar dengan persamaan Dalton : Pi=xi P , dengan xi = fraksi mol komponen I di

fasa uap, P = tekanan total) dan terlarut mengikuti hukum Henry : P j=k j x j . Dan

perlu dicatat bahwa pada hukum Raoult dan hukum Henry xi adalah fraksi mol pelarut

dalam larutan dan xj adalah fraksi mol terlarut juga dalam larutan. Hukum Henry

biasanya dihubungkan dengan kelarutan gas dalam cairan, akan tetapi sebenarnya

Hukum Henry dapat pula digunakan untuk larutan-larutan yang mengandung zat

terlarut bukan gas yang volatil.

Ada beberapa keterbatasan pada hukum Henry. Yang pertama adalah hukum

ini hanya berlaku untuk larutan yang encer, yang kedua adalah tidak ada reaksi kimia

antara zat terlarut dengan pelarut, karena jika ada reaksi kimia maka kelarutannya

dapat terlihat sangat besar. Contoh gas-gas seperti itu CO2, H2S, NH3, SO2 dan HCl

mempunyai kelarutan yang sangat besar dalam air karena terjadi reaksi dengan

pelarut. Jadi dalam hal-hal seperti ini hukum Henry tidak dapat lagi digunakan.

1.3 Hukum Distribusi Nernst

Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan

karbontetraklorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke

dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut dikedua fasa tersebut, seperti

iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4, maka zat akan terdistribusi di kedua

pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan kesetimbangan. Pada

saat tersebut potensial kimia zat di fasa 1 sama dengan potensial kimianya di fasa 2,

μ1=μ2 .

Jika kedua larutan encer ideal, maka μi=μio+RT ln xi , sehingga saat

kesetimbangan : μ1o+RT ln x1=μ2

o+RT ln x2

Page 23: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dan : RT ln

x2

x1

=μ1o−μ2

o

(1.31)

Karena μ1o

dan μ2o

tidak bergantung pada komposisi, maka pada T tetap,

x2

x1

=k(1.32)

Dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi, yang harganya tidak bergantung

pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama. Jika sejumlah tertentu zat terlarut

sudah setimbang dalam dua fasa yang berbeda dan emudia ditambahkan lagi terlarut

kedalamnya, maka terlarut itu akan terdistribusi lagi dalam kedua pelarut sampai

diperoleh keadaan kesetimbangan baru yang konsentrasinya berbeda dengan

konsentrasi sebelum penambahan akan tetapi nilai perbandingan di kedua fasa

berharga tetap,

k=

x2

x1

Jika larutan sangat encer, maka fraksi mol sebanding dengan kemolalan atau

kemolaran sehingga:

k '=m2

m1 dan k = { {c rSub { size 8{2} } } over {c rSub { size 8{1} } } } } {¿

(1.33)

Dengan k’ dan k” tidak bergantung pada Konsentrasi di kedua fasa. Persamaan (1.32)

pertama kali dikemukakan oleh Nersnt sehingga persamaan tersebut dikenal dengan

hukum distribusi Nersnt. Perlu dicatat bahwa hukum ini hanya berlaku bagi spesi

molekul yang sama di kedua larutan: Jika terlarut terasosiasi menjadi ion-ionnya atau

molekul yang lebih sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih

kompleks, maka hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada Konsentrasi totalnya di

kedua fasa melainkan hanya pada Konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua

fasa. Jadi jika zat A terlarut dalam satu pelarut tanpa mengalami perubahan,

sementara dalam pelarut lain terjadi asosiasi dan terlarut, misalnya membentuk A2,

maka koefisien partisi untuk distribusi tidak lagi merupakan perbandingan

Page 24: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Konsentrasi total terlarut di kedua fasa melainkan Konsentrasi total terlarut di fasa

satu dibagi dengan Konsentrasi molekul A yang tidak terdisosiasi di fasa lainnya, jadi

dengan perbandingan Konsentrasi dari molekul terlarut yang massa molarnya sama,

dalam hal ini A di kedua pelarut.misalnya I2 dalam air dengan I2 dalam CCl4 bukan I2

dalam air dengan I- dalam CCl4.

Koefisien distribusi, seperti halnya tetapan-tetapan kesetimbangan lainnya

bergantung pada suhu. Sebagai contoh, k untuk distribusi asam benzoat di antara air

dan kloroform adalah 0,564 pada 10oC dan 0,442 pada 40 oC.

Hukum distribusi Nersnt ini terutama digunakan pada proses ekstraksi.

Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industri. Di

laboratorium ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan

zat terlarut dalam larutan dengan pelarut air yang diekstraksi dengan pelarut lain

seperti eter, kloroform, karbondisulfida atau benzene. Dalam proses ini penting untuk

diketahui berapa banyak pelarut dan berapa kali ekstraksi harus dilakukan agar

diperoleh derajat pemisahan yang diinginkan.

Jika zat terlarut terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling melarutkan

dan zat terlarut maka dimungkinkan untuk menghitung jumlah terlarut yang dapat

diambil atau diekstraksi melalui sekian kali ekstraksi.

1.3.3 Termodinamika Pencampuran Larutan Ideal

Pada proses pencampuran sejumlah n1 ,n2 ,. . .. . ni mol cairan murni yang

asalnya terpisah membentuk larutan ideal pada T,P tertentu, dapat kita turunkan ∆G,

∆V, ∆S dan ∆H pencampurannya.

Energi Gibbs, G dari larutan ideal :

G=∑i

ni μi=∑ ni μi(T ,P )+RT ∑ n i ln x i

Sementara energi Gibbs komponen-komponennya sebelum dicampurkan, pada T,P

tetap adalah :

Page 25: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gunmix=∑i

ni Gi¿=∑

i

n i μi¿(T , P)

ΔGmix=G−Gunmix

=RT ∑ ni ln x i (1.26)

Karena 0 < xi < 1, maka ln xi < 0 dan ΔGmix < 0, artinya proses pelarutan berlangsung

dengan spontan pada T,P tetap (isothermal, isobar).

Untuk menentukan ΔSmix dan ΔV mix , sebaiknya ingat kembali persamaan

fundamental dG=−SdT +VdP . Dari persamaan tersebut : s=−(∂G

∂T )P dan

V=−(∂G∂ P )

T. Dengan demikian :

ΔSmix=−(∂ ΔGmix

∂T )Pi , ni

dan ΔV mix=−(∂ ΔGmix

∂ P )T

Berdasarkan Persamaan (1.26) ΔSmix=−R∑ ni ln x i (1,27)

Karena ln xi negative, maka ∆Smix untuk larutan ideal berharga positif, artinya system

dalam larutan menjadi semakin tidak teratur.

Untuk menentukan ∆Vmix, dan ∆Hmix kita dapat menggunakan persamaan

(1.26) dan (1.27). Karena ΔV mix=(∂ ΔG

∂ P )T .ni

,maka untuk proses pencampuran :

ΔV mix=(∂ ΔGmix

∂ P )T .ni

Page 26: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Untuk larutan ideal, dari persamaan (1.26) terlihat bahwa ∆Gmix bergantung pada T

dan fraksi mol tetapi tidak bergantung pada P. Oleh karena itu (∂ ΔGmix

∂ P )T . n i

berharga nol, sehingga

∆Vmix = 0 (1.28)

Jadi pada proses pembentukan larutan ideal dari komponen-komponennya tidak

terjadi perubahan volum. Hal ini dapat dipahami mengingat bahwa dalam larutan

ideal selain antaraksi antar molekulnya sama, volumnya juga sama, sehingga ketika

dicampurkan tidak ada perubahan volum.

Karena antaraksi antar molekul pada larutan ideal adalaj sama, maka diharapkan

kalor pencampurannya akan berharga nol. Untuk itu kita gunakan persamaan

ΔG=ΔH−TΔS pada T tetap untuk menentukan ∆Hmix sehingga :

ΔH mix=ΔGmix+TΔSmix

= RT ∑ ni ln x i−RT∑ ni ln x i (1.29)

∆Hmix = 0

Jadi tidak ada kalor yang diserap maupun yang dilepaskan pada saat pembentukan

larutan ideal pada T,P tetap.

1.3.4. Hukum Henry

Kebanyakan larutan bersifat tak ideal. Ada yang menyimpang secara positif,

ada juga yang menyimpang secara negatif dari hukum Raoult. Penyimpangan positif

dari hukum Raoult terjadi pada larutan yang tekanan uapnya lebih besar dari yang

dinyatakan hukum Raoult dan penyimpangan negatif terjadi pada larutan yang

tekanan uapnya lebih kecil daripada yang dinyatakan dengan hukum Raoult.

Penyimpangan positif dari hukum Raoult terjadi karena gaya tarik molekul

terlarut dan molekul pelarut dalam larutan lebih kecil daripada gaya tarik antara

molekul-molekul pelarut murninya. Akibatnya ada kecendrungan yang lebih besar

dari molekul-molekul tersebutr untuk berada di fasa uapnya. Hasilnya tekanan uap

Page 27: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

parsial masing-masing di atas larutan lebih besar dari yang diramalkan dengan hukum

Raoult dan tekanan total dari larutan pun menjadi lebih besar dari yang diharapkan.

Sebaliknya penyimpangan negatif dari hukum Raoult terjadi karena gaya tarik

terlarut-pelarut lebih besar daripada gaya tarik terlarut-terlarut dan pelarut-pelarut.

Artinya kedua zat lebih senang berada di dalam larutannya. Akibatnya tekanan parsial

di atas larutan lebih kecil daripada yang dinyatakan dengan hukum Raoult sehingga

tekanan uap totalnya juga lebih kecil daripada yang diharapkan dan terjadi

penyimpangan negatif.

Contoh sistem yang menyimpang secara positif dari hukum Raoult adalah

sistem aseton – karbondisulfida (Gambar 1.5a.); dan contoh sistem yang menyimpang

secara negatif dari hukum Raoult adalah sistem aseton – kloroform (Gambar 1.5b.)

Gambar 1.5.

c) Penyimpangan positif Hukum Raoult

d) Penyimpangan negatif Hukum Raoult

(Dari Castellan,.1983.physical Chemestry. Third edition.Massachasetts:addison Wesley)

Page 28: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Ada hal yang menarik dari Gambar 1.5a. untuk lebih jelasnya gambar tersebut akan

diambil sebagian yakni untuk tekanan parsial karbondisulfidanya saja seperti pada

Gambar 1.6. berikut.

Gambar 1.6. Kurva tekanan parsial karbondisulfida terhadap komposisi untuk

sistem aseton – karbondisulfida

(Dari Castellan,.1983.physical Chemestry. Third edition.Massachasetts:addison Wesley)

Di daerah sekitar xCS2

=1,ketika CS2 sebagai pelarut, kurva tekanan parsialnya

mendekati garis hukum Raoult. Akan tetapi di daerah sekitar xCS2

=0 ,ketika CS2

sebagai terlarut (ada dalam konsentrasi rendah) kurva tekanan parsialnya linier :

PCS2=kCS2

xCS2 (1.30)

Dengan kCS2 suatu tetapan. Kemiringan garis di daerah ini berbeda dengan

kemiringan hukum Raoult. Zat terlarut memenuhi Hukum Henry (Persamaan 1.30)

dengan kCS2 , tetapan hukum Henry untuk CS2. Jadi dari kurva tekanan uap tersebut

dapat dinyatakan bahwa :

Page 29: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

PCS2=xCS2 sekitar xCS2 = 1

PCS2 = kCS2 sekitar xCS2 = 0

Nilai tetapan Henry untuk beberapa gas dalam air pada 298 K dapat dilihat pada

Tabel 1.1

Table 1.1

Tetapan Henry

beberapa gas dalam air pada 250C

Gas k/(torr)

H2

HesArN2

O2

CO2

H2S

5,54 x 107

1,12 x 108

2,80 x 107

6,80 x 107

3,27 x 107

1,24 x 106

4,27 x 105

Dalam beberapa buku dapat dilihat bahwa untuk k digunakan satuan tekanan-1,

seperti torr-1 atau atm-1. Untuk kasus seperti ini, Hukum Henry yang dinyatakan

dengan : P j=k j x j . dapat diubah menjadi p j=

1k j

x j . dengan

k j=1

k j ' jadi k j yang

mempunyai satuan tekanan dapat diubah menjadi k j dengan satuan (tekanan)-1

sehingga xj (di kedua persamaan tersebut) tidak mempunyai satuan. Perlu diketahui

juga bahwa jika larutan ideal, maka k akan sama dengan P* dan hukum Henry maupn

hukum Raoult dapat menjadi sama.

Untuk system yang mengalami penyimpangan negative dari hukum Roult seperti

system aseton-kloroform (Gambar 1.5b) tekanan uapnya mempunyai nilai minimal

Page 30: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

yang letaknya di bawah tekanan uap murni masing-masing komponen. Untuk system

ini garis hukum Henry terletak di bawah garis hukum Raoult.

Dari uraian di atas dapat dibedakan bahwa untuk larutan ideal encer,

pelarut mengikuti hukum Raoult : Pi=xi Pi¿

(Perhatikan hukum Raout jangan

tertukar dengan persamaan Dalton : Pi=xi P , dengan xi = fraksi mol komponen I di

fasa uap, P = tekanan total) dan terlarut mengikuti hukum Henry : P j=k j x j . Dan

perlu dicatat bahwa pada hukum Raoult dan hukum Henry xi adalah fraksi mol pelarut

dalam larutan dan xj adalah fraksi mol terlarut juga dalam larutan. Hukum Henry

biasanya dihubungkan dengan kelarutan gas dalam cairan, akan tetapi sebenarnya

Hukum Henry dapat pula digunakan untuk larutan-larutan yang mengandung zat

terlarut bukan gas yang volatil.

Ada beberapa keterbatasan pada hukum Henry. Yang pertama adalah hukum

ini hanya berlaku untuk larutan yang encer, yang kedua adalah tidak ada reaksi kimia

antara zat terlarut dengan pelarut, karena jika ada reaksi kimia maka kelarutannya

dapat terlihat sangat besar. Contoh gas-gas seperti itu CO2, H2S, NH3, SO2 dan HCl

mempunyai kelarutan yang sangat besar dalam air karena terjadi reaksi dengan

pelarut. Jadi dalam hal-hal seperti ini hukum Henry tidak dapat lagi digunakan.

1.4 Hukum Distribusi Nernst

Untuk dua pelarut yang tidak saling melarutkan, seperti air dan

karbontetraklorida, ketika dicampurkan akan terbentuk dua fasa yang terpisah. Jika ke

dalamnya ditambahkan zat terlarut yang dapat larut dikedua fasa tersebut, seperti

iodium yang dapat larut dalam air dan CCl4, maka zat akan terdistribusi di kedua

pelarut (yang berbeda fasa) tersebut, sampai tercapai keadaan kesetimbangan. Pada

saat tersebut potensial kimia zat di fasa 1 sama dengan potensial kimianya di fasa 2,

μ1=μ2 .

Page 31: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Jika kedua larutan encer ideal, maka μi=μio+RT ln xi , sehingga saat

kesetimbangan : μ1o+RT ln x1=μ2

o+RT ln x2

Dan : RT ln

x2

x1

=μ1o−μ2

o

(1.31)

Karena μ1o

dan μ2o

tidak bergantung pada komposisi, maka pada T tetap,

x2

x1

=k(1.32)

Dengan k koefisien distribusi atau koefisien partisi, yang harganya tidak bergantung

pada konsentrasi zat terlarut pada T yang sama. Jika sejumlah tertentu zat terlarut

sudah setimbang dalam dua fasa yang berbeda dan emudia ditambahkan lagi terlarut

kedalamnya, maka terlarut itu akan terdistribusi lagi dalam kedua pelarut sampai

diperoleh keadaan kesetimbangan baru yang konsentrasinya berbeda dengan

konsentrasi sebelum penambahan akan tetapi nilai perbandingan di kedua fasa

berharga tetap,

k=

x2

x1

Jika larutan sangat encer, maka fraksi mol sebanding dengan kemolalan atau

kemolaran sehingga :

k '=m2

m1 dan k = { {c rSub { size 8{2} } } over {c rSub { size 8{1} } } } } {¿

(1.33)

Dengan k’ dan k” tidak bergantung pada Konsentrasi di kedua fasa. Persamaan (1.32)

pertama kali dikemukakan oleh Nersnt sehingga persamaan tersebut dikenal dengan

hukum distribusi Nersnt. Perlu dicatat bahwa hukum ini hanya berlaku bagi sepesi

molekul yang sama di kedua larutan: Jika terlarut terasosiasi menjadi ion-ionnya atau

molekul yang lebih sederhana atau jika terasosiasi membentuk molekul yang lebih

kompleks, maka hukum distribusi tidak dapat diterapkan pada Konsentrasi totalnya di

kedua fasa melainkan hanya pada Konsentrasi spesi yang sama yang ada dalam kedua

Page 32: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

fasa. Jadi jika zat A terlarut dalam satu pelarut tanpa mengalami perubahan,

sementara dalam pelarut lain terjadi asosiasi dan terlarut, misalnya membentuk A2,

maka koefisien partisi untuk distribusi tidak lagi merupakan perbandingan

Konsentrasi total terlarut di kedua fasa melainkan Konsentrasi total terlarut di fasa

satu dibagi dengan Konsentrasi molekul A yang tidak terdisosiasi di fasa lainnya, jadi

dengan perbandingan Konsentrasi dari molekul terlarut yang massa molarnya sama,

dalam hal ini A di kedua pelarut.misalnya I2 dalam air dengan I2 dalam CCl4 bukan I2

dalam air dengan I- dalam CCl4.

Koefisien distribusi, seperti halnya tetapan-tetapan kesetimbangan lainnya

bergantung pada suhu. Sebagai contoh, k untuk distribusi asam benzoat di antara air

dan kloroform adalah 0,564 pada 10oC dan 0,442 pada 40 oC.

Hukum distribusi Nersnt ini terutama digunakan pada proses ekstraksi.

Ekstraksi memegang peranan penting baik di laboratorium maupun industri. Di

laboratorium ekstraksi seringkali dilakukan untuk menghilangkan atau memisahkan

zat terlarut dalam larutan dengan pelarut air yang diekstraksi dengan pelarut lain

seperti eter, kloroform, karbondisulfida atau benze/ne. Dalam proses ini penting

untuk diketahui berapa banyak pelarut dan berapa kali ekstraksi harus dilakukan agar

diperoleh derajat pemisahan yang diinginkan.

Jika zat terlarut terdistribusi diantara dua pelarut yang tidak saling melarutkan

dan zat terlarut maka dimungkinkan untuk menghitung jumlah terlarut yang dapat

diambil atau diekstraksi melalui sekian kali ekstraksi.

Pada bagian ini akan diuraikan beberapa sifat umum dari larutan yakni

penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan

osmosis. Sifat-sifat tersebut dikenal dengan sifat koligatif yakni sifat larutan

yang hanya bergantung pada jumlah zat terlarut relatif terhadap jumlah total zat

dan tidak bergantung pada jenis zat terlarut. Jadi larutan gula 0,01 m

1.5. Sifat Koligatif

Page 33: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

mempunyai sifat koligatif yang sama dengan larutan urea 0,01 m akan sama

dengan larutan yang terdiri dari terlarut urea sebanyak 0,005 m dan gula 0,005

m. sebagian besar sifat larutan adalah sifat non koligatif, seperti viskositas,

kerapatan, daya hantar dan sebagainya.

Potensial kimia pelarut dalam suatu larutan ideal dinyatakan dengan

μA=μ¿A+RT In x A , denganμ

¿A

merupakan energi Gibbs molar pelarut cair

murni pada T, P tertentu. Oleh karena itu potensial kimia pelarut dalam larutan

berbeda dengan potensial kimia pelarut murninya. Perubahan ini menyebabkan

terjadinya perubahan sifat koligatif larutan.

Kita tinjau suatu larutan yang terdiri dari pelarut A dan zat terlarut sulit

menguap. Dengan adanya zat terlarut sulit-menguap dapat diartikan bahwa

konstribusi zat terlarut terhadap tekanan uap di atas larutan diabaikan. Hal ini

dipenuhi untuk hampir semua zat terlarut yang padat tetapi tidak untuk terlarut

gas dan cairan. Meskipun terlarut padat tertentu mempunyai tekanan uap yang

tidak dapat diabaikan (seperti naftalen yang tekanan uapnya 1 torr pada 53oC)

akan tetapi fraksi molnya dalam larutan umumnya kecil, sehingga dapat

diabaikan pula kontribusinya terhadap tekanan uap larutan. Oleh karena itu

tekanan uap total P semata-mata disebabkan oleh pelarut saja. Jika larutan ideal,

maka berlaku hukum Raoult :

Karena x A=(1−xB ) maka persamaan diatas menjadi :

Penataulangan persamaan terakhir menghasilkan :

1.5.1. Penurunan Tekanan Uap

P=P A=x A P¿A

P=(1−xB )P¿

A

Page 34: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

(1.37)

Dengan ΔP merupakan penurunan tekanan uap dari pelarut murninya yang

sebanding dengan fraksi mol terlarut dalam larutan dan tidak tergantung pada

sifat dari zat terlarut B. Jika ada beberapa terlarut B,C,… maka :

1−x A=xB+xC+. . .. . dan ΔP=−( xB+xC+. .. . ) PA

¿

.

Persamaan (1.37) dapat digunakan untuk menghitung penurunan tekanan

uap dan tekanan uap larutan dengan terlarut sulit menguap; atau jika penurunan

tekanan uap diketahui, dapat dihitung massa molar dari zat terlarut yang sulit

menguap tersebut.

Titik didih suatu cairan adalah suhu pada saat tekanan uapnya sama

dengan tekanan luar. Dari uraian sebelumnya diketahui bahwa adanya zat

terlarut yang involatil akan menurunkan tekanan uap larutan lebih rendah

daripada pelarut murninya, maka larutan akan mendidih pada suhu yang lebih

tinggi dari pada titik didih pelarut murninya, pada tekanan luar yang sama.

Kenaikan titik didih dapat dijelaskan dari potensial kimia pelarut dengan

adanya zat terlarut sulit-menguap. Dari Persamaan (1.24) dapat dilihat bahwa

potensial kimia pelarut dalam larutan lebih kecil daripada pelarut murninya

dengan perbedaan sebesar RT In x. Adanya perbedaan ini mengakibatkan titik

didihnya juga berbeda. Hal ini dapat dilihat pada Gambar (1.7). Pada gambar

tersebut nampak kurva potensial kimia pelarut (baik pelarut murni maupun

dalam larutan) pada berbagai suhu.

1.5.2. Kenaikan Titik Didih

ΔP=P−P¿A=−xB P¿

A

Page 35: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 1.7

Hubungan potensial kimia pelarut pada berbagai suhu

Kurva pada Gambar 1.7 tersebut diperoleh dengan menganalisis

persamaan fundamental untuk suatu sistem pada saat kesetimbangan. Untuk

sistem pada saat kesetimbangan, potensial kimia setiap komponen harus sama

di semua tempat dalam sistem tersebut. Jika terdapat beberapa fasa, potensial

kimia masing-masing zat harus sama disetiap fasa dimana zat tersebut ada.

Untuk sistem satu komponen, dengan membagi Persamaan

fundamental : dG = -Sdt + VdP dengan n diperoleh persamaan :

∂ μ=−S−

dT +V−

dP (1.38)

dengan S−

dan V−

merupakan entropi molar dan volum molarnya. Dari

Persamaan (1.38) diperoleh :

( ∂ μ∂T )=−S

(1.39)

Turunan pada persamaan merupakan kemiringan kurva µ terhadap T.

Dari hukum ketiga termodinamika kita ketahui bahwa entropi suatu zat

selalu positif. Fakta ini jika dihubungkan dengan Persamaan (1.39)

memperlihatkan bahwa ( ∂ μ∂T )

P selalu negatif. Jadi aluran µ terhadap T pada

tekanan tetap merupakan suatu kurva dengan kemiringan negatif.

Untuk tiga fasa dari zat tunggal kita peroleh :

(∂ μPadat

∂T )P=−S

Padat(1.40.a)

Page 36: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

(∂ μCair

∂ T )P=−S

Cair(1.40.b)

(∂ μGas

∂T )P=−S

Gas(1.40.c)

Untuk setiap sehu selalu berlaku S−

Gas >> S−

Cair >> S−

Padat . Oleh karena entropi

padatan kecil, maka seperti dapat dilihat di Gambar (1.7) kurva µ terhadap T

untuk padatan, mempunyai kemiringan yang sedikit negatif. Sementara kurva µ

terhadap T untuk cairan mempunyai kemiringan yang lebih negatif daripada

padatan karena S−

Cair >>S−

Padat . Kurva µ terhadap T untuk gas, mempunyai

kemiringan sangat negatif karena entropi gas jauh lebih besar daripada cairan

dan padatan. Syarat termodinamika untuk kesetimbangan antar fasa pada

tekanan tetap dapat dengan mudah dilihat dari gambar tersebut. Saat pelelehan,

padatan dan cairan berada bersama–sama dalam keadaan setimbang, syaratnya

μpadat=μcair , yakni pada titik perpotongan dari kurva padat dan kurva cair.

Suhu yang sesuai dengan titik temu tersebut adalah Tf, titik lelehnya. Begitu

juga untuk cairan dan gas bersama-sama ada dalam kesetimbangan jika

μCair=μGas dan ini berlangsung pada suhu Tb, titik didihnya di titik

perpotongan antara cair dan gas.

Garis-garis tebal pada Gambar 1.7 merupakan kurva µ terhadap T untuk

komponen pelarut murni. Oleh karena terlarut sulit menguap, maka terlarut

tersebut tidak ada pada fasa uapnya, sehingga kurva pelarut dalam fasa gas

sama dengan kurva pelarut murni dalam fasa gas. Sebaliknya, karena larutan

cair mengandung terlarut, maka potensial kimia pelarut dalam larutan lebih

rendah daripada potensial kimia pelarut murni. Kurva garis putus-putus

menunjukkan kurva potensial kimia pelarut di dalam larutan. Pada saat

mendidih terjadi kesetimbangan antara fasa pelarut di fasa cair dan di fasa uap.

Page 37: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sehingga, potensial kimia pelarut di fasa cair sama dengan potensial kimia

untuk pelarut di fasa gas. Hal ini ditunjukkan oleh titik perpotongan kurva

potensial kimia untuk pelarut di fasa gas dan untuk pelarut di fasa cair dalam

larutan dengan titik didih Tb dan pelarut dalam larutan dengan titik didih Tb’.

Demikian pula halnya saat pembekuan terjadi kesetimbangan antara pelarut di

fasa padat dan fasa cair. Sehingga, potensial kimia pelarut di fasa padat sama

dengan potensial kimia pelarut di fasa cair. Dengan demikian, titik beku dari

pelarut murni dinyatakan dengan Tf dan titik beku larutan T’f . Kita lihat bahwa

titik didih larutan lebih tinggi daripada pelarut murninya, sementara titik

bekunya larutan lebih rendah daripada titik beku pelarut murninya. Dari gambar

juga nampak bahwa perubahan titik beku lebih besar daripada perubahan dalam

titik didih untuk suatu larutan dengan konsentrasi yang sama, karena

kemiringan yang tajam dari kurva µgas terhadap T.

Sekarang akan kita kaji penurunan rumus untuk kenaikan titik didih. Saat

suatu larutan mendidih, uap pelarut berada dalam kesetimbangan dengan pelarut

dalam larutannya. Syarat dari keadaan kesetimbangan tersebut adalah :

μA( g )=μA (l ) (1.41)

Jika larutannya ideal, maka μA( l )=μ¿

A( l)+RT In x A sehingga

Persamaan (1.41) berubah menjadi :

μA( g )=μ¿

A( l)+RT In x A (1.42)

dan In x A=

μ A( g)−μ¿A (l )

RT (1.43)

Untuk peristiwa penguapan zat (A) sebagai pelarut :

Pelarut A (cair) → Pelarut A (gas)

Maka energi Gibbs penguapannya adalah :

ΔGVap

_____

= G___

(gas )− G___

(l )

Page 38: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ΔGVap

_____

=μ(g )−μ( l) (1.44)

Oleh karena dalam Persamaan (1.43) µA(g) merupakan potensial kimia

pelarut di fasa gas (murni, karena terlarut involatil) dan µA(l) merupakan

potensial kimia pelarut murni, makaμA( g )−μ A ( l)=ΔG____

Vap , energi Gibbs

penguapan molar dari pelarut. Dengan demikian, Persamaan (1.43) dapat

ditulis:

In x A=ΔGVap

_____

RT (1.45)

Untuk melihat bagaimana pengaruh banyaknya zat terlarut terhadap suhu, maka

persamaan (1.45) diturunkan terhadap T, sehingga diperoleh :

d In x A

dT= 1

R(∂(ΔGv

T )∂ T

)P (1.46)

Dengan menggunakan Persamaan Gibbs-Helmholtz,

∂(ΔGv

T )∂ T =-

ΔH v

T 2, pada

P (tekanan) tetap, maka Persamaan (1.46) menjadi :

d In x A

dT=-

ΔH v

RT 2

Ataud In xA=−

ΔH v

RT 2dT

(1.47)

Dengan ΔH v entalpi molar penguapan pelarut murninya.

Untuk memperoleh hubungan antara x dan T, kita integrasikan Persamaan

(1.47) di antara batas T dan To, yaitu titik didih larutan dan titik didih pelarut

murninya. Oleh karena itu fraksi mol pelarut adalah x pada T dan 1 pada To,

sehingga:

Page 39: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

∫In l

In x

d In x A=∫T o

T

−ΔH v

____

RT 2dT

Jika diasumsikan bahwa ∆Hv bukan fungsi suhu, maka nilainya dapat

dikeluarkan dari integrasi sehingga diperoleh :

In x A=ΔH v

R ( 1T

− 1T 0

)

=−

ΔH v

R (T−T 0

T T 0)

(1.48)

Berdasarkan fakta bahwa T dan T0 tidak jauh berbeda, (hanya beberapa

derajat), maka diasumsikan T¿ T0 sehingga TT0 ¿ T02, dan

In x A=−ΔHv

Rx

ΔT b

To2 (1.49)

dengan kenaikan titik didih, ΔT b =T−T0 (lihat batas atas dan bawah untuk

integrasi T).

Persamaan (1.49) memperlihatkan hubungan kenaikan titik didih, ∆T,

dengan konsentrasi pelarut, xA. tetapi biasanya, konsentrasi dinyatakan sebagai

konsentrasi zat terlarut, oleh karena itu Persamaan (1.50) dapat dinyatakan

dengan :

In x A=In (1−x B )=−ΔH v

R

ΔT b

To2 (1.50)

Jika larutannya sangat encer, maka xB << 1, jadi digunakan pendekatan dengan

In (1−xB )=−x B −xB

2

2−

x B3

3−A≈x B

. Deret ini dikenal sebagai teorema

Mclaurin karena xB <<, maka suku kedua dan seterusnya dapat diabaikan

terhadap suku pertama. Anda bias coba mengujinya dengan memasukkan nilai

yang kecil untuk xB (≤ 0,2)

Dengan demikian Persamaan (1.50) dapat ditata ulang menjadi :

T = larutan To = pelarut murniLn 1 = utk To, ln x utk T

Dpt (-) krna utk menyamakan penyebut spya TTo di kali silang, hslnya To-T/TTo. Dibalik ( T ditaruh didepan) sehingga ada tnda minus

Page 40: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ΔT b=RT o

2

ΔH v

xb(1.51)

Untuk mengubah fraksi mol xB ke dalam satuan konsentrasi lain yang lebih

praktis seperti kemolalan (mB), maka :

xB=n B

n A+nB

Jika larutan encer (nA >> nB), maka nA + nB ¿ nA, sehingga xB ¿

nB

nA . Karena

mB=n B

wA (Persamaan (1.50)), maka mol terlarut, nB=mBwA, sehingga

xB=m B w A

nA karena n A=

w A

M A , maka

w A

nA

=M A sehingga :

xB = mBMA (1.52)

Substitusi Persamaan (1.52) ke dalam Persamaan (1.51) menghasilkan :

ΔT b=RT 2 M A

ΔH_____

v

mB

(1.53)

Karena bagian pertama dari ruas kanan berharga tetap untuk system tertentu,

dan diberi symbol Kb, maka :

ΔT b=K bmB (1.54)

Kb disebut tetapan kenaikan titik didih molal. Dengan

Kb=RT 2 M A

ΔHV

____

, dan R

tetapan gas, T0 = titik didih pelarut murni, MA massa molar pelarut dan ∆Hv

perubahan entalpi molar penguapan pelarut murni.

Tetapan Kb hanya bergantung pada sifat-sifat dari pelarut murni. Untuk air

dengan M = 18,0152 g/mol, T0 = 373,15 K dan ∆Hv = 40656 J/mol, maka :

Page 41: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kb=(8 , 31441 J/K mol ) (373 ,15 K )2 (18 ,052 g/mol )

(1000 g/kg ) ( 40656 J/mol )∗)

= 0,51299 K kg/mol

*) Catatan : munculnya 1000 g/kg adalah untuk kebutuhan mengubah satuan MA dari

g/mol menjadi kg/mol

Oleh karena titik didih, T0 merupakan fungsi dari tekanan, maka Kb juga

merupakan fungsi dari tekanan. Pengaruhnya memang cukup kecil akan tetapi

untuk pengukuran yang lebih teliti, maka hal ini harus diperhitungkan.

Persamaan Clasius-Clayperon dapat digunakan untuk melihat pengaruh tekanan

terhadap titik didih suatu zat.

Keuntungan dari penggunaan molalitas, karena seperti yang sudah

diungkapkan di bagian 1.1, molalitas tidak bergantung pada suhu, artinya

molalitas harganya tidak berubah dengan perubahan suhu.

Gambar 1.8 memperlihatkan diagram fasa untuk air murni dan larutannya.

Pada gambar tersebut kurva dengan garis penuh adalah untuk air murni dan

kurva garis putus-putus untuk larutannya, dengan penambahan terlarut involatil.

Tekanan uap larutan turun pada berbagai suhu. Sebagai akibat titik didih larutan

pada 1 atm lebih besar daripada titik didih normal air, 373,15 K.

Gambar 1.8. Diagram fasa air murni dan larutannya

Page 42: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kajian termodinamika untuk penurunan titik beku paralel dengan

kenaikan titik didih. Ketika suatu larutan membeku, jika diasumsikan padatan

yang terpisah membeku dari larutan hanya mengandung pelarut saja tanpa

terlarut maka kurva potensial kimia untuk padatan (baik padatan pelarut murni

maupun dalam larutannya) adalah sama (lihat Gambar 1.8.). Akibatnya, kurva

garis penuh untuk padatan dan kurva putus-putus untuk pelarut dalam larutan

sekarang berpotongan di suatu titik di bawah titik beku pelarut murni. Dengan

cara yang sama, seperti untuk kenaikan titik didih, cobalah turunkan sendiri

bahwa penurunan titik beku mempunyai rumusan :

ΔT =−K f m (1.55)

Dengan ∆Tf , penurunan titik beku, T-T0 dan Kf tetapan penurunan titik beku

molal dengan persamaan :

K f=RT 2 M A

ΔH_____

fus (1.56)

T0 dalam hal ini adalah titik beku pelarut murni, dan ∆Hfus adalah kalor

pelelehan pelarut murni.

Gejala penurunan titik beku ini dapat pula dipahami dengan mempelajari

Gambar 1.8. Pada 1 atm, titik beku larutan merupakan titik perpotongan kurva

garis putus-putus (antara fasa padat dan cair) dengan garis horizontal pada 1

atm. Yang sangat menarik untuk diketahui adalah bahwa jika pada kenaikan

titik didih, zat terlarutnya harus involatil karena jika terlarutnya volatil maka

yang terjadi bukan kenaikan titik didih tapi penurunan titik didih, sementara itu

untuk penurunan titik beku tidak perlu ada pembatasan pelarut murni. Buktinya

etanol (titik didih 351,65 K) sering digunakan sebagai zat anti beku air, padahal

1.5.3. Penurunan Titik Beku

Page 43: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

jika etanol dimasukkan dalam air, maka yang terjadi adalah titik didihnya akan

turun, sebagai contoh etanol 95 % volum dalam air (azeotrop) akan mendidih

pada suhu 351,3 K jika tekanan 1 atm, ada di bawah titik didih normal air,

373,15 K.

Persamaan (1.53) maupun (1.55) dapat digunakan untuk menentukan

massa molar terlarut dalam larutan ideal encer. Secara umum, percobaan

penurunan titik beku jauh lebih mudah dilakukan daripada kenaikan titik didih.

Dengan mengukur ∆Tf, wA, wB dan dengan mengetahui Kf pelarut, cukup untuk

menentukan MB. Dari Persamaan (1.55) nampak bahwa untuk larutan dengan m

tertentu, semakin besar nilai Kf, semakin negatif pula ∆Tf. Hal ini meningkatkan

kemudahan dan ketelitian pengukuran ∆Tf, akibatnya dipilih larutan yang

mempunyai nilai Kf yang besar. Pada Tabel (1.2) dapat dilihat harga Kb dan Kf

untuk beberapa pelarut yang umum digunakan.

Tabel 1.2. Harga Kb dan Kf Beberapa Pelarut

Pelarut Kb / K kg mol-1 Kf /K kg mol-1

Air 0,51 1,86

Benzen 2,53 5,12

Asam asetat 2,93 3,90

Dari tabel itu dapat dilihat pula bahwa tetapan Kb lebih kecil daripada Kf,

oleh karena itu untuk ketelitian percobaan lebih disukai untuk menentukan MB

melalui pengukuran/percobaan penurunan titik beku larutan daripada kenaikan

titik didih.

Fenomena tekanan osmosis dapat dipahami dengan meninjau Gambar 1.9.

1.5.4. Tekanan Osmosis

Page 44: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 1.9. Tekanan Osmosis

Pada Gambar (1.9) wadah bagian kiri diisi oleh pelarut murni (misal air),

sementara bagian kanan diisi oleh larutannya (misal larutan gula). Kedua bagian

dipisahkan oleh suatu membran semi permeabel (misal membran selofan), yakni

dalam hal ini membran yang permeabel terhadap molekul pelarut dan tidak

permeabel terhadap molekul-molekul terlarut. Jadi molekul air (baik dari larutan

maupun pelarut murni) dapat melewati membran tersebut, sedangkan molekul-

molekul gula tidak dapat melintasinya.

Awalnya permukaan cairan di kedua bagian sama tinggi, tetapi lama

kelamaan permukaan larutan gula (di bagian kanan) naik sampai ketinggian

tertentu tergantung konsentrasinya. Sesudah tercapai keadaan kesetimbangan,

permukaan cairan di bagian kanan tidak naik lagi. Perbedaan ketinggian pelarut

dan larutannya adalah sebesar h, dan tekanan hidrostatik yang dihasilkan karena

perbedaan ketinggian tersebut disebut dengan tekanan osmotik dari larutan, dan

peristiwanya disebut dengan peristiwa osmosis.

Masalahnya sekarang adalah menurunkan hubungan antara perbedaan

tekanan ini dengan konsentrasi larutan. Mengapa pada peristiwa osmosis,

perpindahan pelarut secara netto berlangsung dari arah pelarut murni ke dalam

larutannya dan bukan sebaliknya? Hal ini dapat ditinjau dari potensial kimia

pelarut di kedua fasa, yakni pelarut murni dan pada larutannya. Potensial kimia

Page 45: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

pelarut murni dan potensial kimia pelarut dalam larutannya dapat dibandingkan

dengan menggunakan Persamaan (1.24)

μA=μA¿ +RT In x A

dengan : μA = Potensial kimia pelarut di dalam larutan

μA¿

= Potensial kimia pelarut murni

xA = Fraksi mol pelarut dalam larutan

Berdasarkan persamaan tersebut, karena 0 < xA < 1, maka In xA berharga

negatif, akibatnya μA < μA¿

. Jadi potensial kimia pelarut murni lebih besar

daripada potensial kimia pelarut dalam larutan. Oleh karena itu secara spontan

akan lebih banyak molekul air (pelarut) dari pelarut murni berpindah melalui

membran semipermeabel ke dalam larutannya, sampai tercapai keadaan

kesetimbangan.

Keadaan kesetimbangan tercapainya ketika laju aliran molekul dari pelarut

murni sama dengan laju aliran molekul pelarut dari larutannya. Hal ini diperoleh

melalui perbedaan tekanan hidrostatik di kedua sisi (bagian) wadah. Adanya

tekanan ekstra ini akan meningkatkan potensial kimia pelarut dalam larutannya.

μA sampai nilainya sama dengan potensial kimia pelarut dalam pelarut murni

μA¿

.

Untuk melihat sampai sejauh mana pengaruh tekanan terhadap potensial

kimia pada suhu tetap, kita tinjau kembali persamaan fundamental :

dG=−S dT+VdP

Dari persamaan tersebut diperoleh :

(∂G∂ P )

T=V

Persamaan yang sama untuk perubahan potensial kimia komponen pelarut

murni dalam larutan karena perubahan tekanan pada suhu tetap :

Page 46: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

(∂ μ¿

∂ P )T= V

−−¿

Dengan V−−¿

, volum molar pelarut murni. Peningkatan potensial kimia

dengan naiknya tekanan dari P (tekanan atmosfir) ke (P + π ) dapat dinyatakan

dengan :

∫μ(T , P )

μ(T , P+ π )

dμ= ∫P

P+ π

V−−¿

dP(1.57)

μ(T , P+ π )−μ(T , P)= V−−¿

(P+π )− V−−¿

( P)

μ(T , P+ π )−μ(T , P)= V−−¿

(π )(1.58)

dengan asumsi V−−¿

konstan, karena volum cairan relative tidak berubah oleh

berubahnya tekanan. Besaran π disebut dengan tekanan osmosis. Istilah

tekanan osmosis larutan menunjukkan tekanan yang harus diterapkan pada

larutan untuk meningkatkan potensial kimia pelarutnya sampai pada nilai

potensial kimia cairan pelarut murninya pada 1 atm.

Pada saat kesetimbangan harus dipenuhi criteria kesetimbangan, dalam hal

ini potensial kimia pelarut murni (pada suhu T di bawah tekanan P) sama

dengan potensial kimia pelarut dalam larutan (pada suhu T dibawah tekanan

P+π ) :

μ(T , P )¿ =μ(T , P+π ) (1.59)

Oleh karena membran impermeabel terhadap terlarut, maka tidak ada hubungan

kesetimbangan untuk μ terlarut. Subtitusi Persamaan (1.58) ke dalam

Persamaan (1.59) menghasilkan :

μ(T , P )¿ =μ(T , P+π )+Vπ

−−¿

(1.60)

Page 47: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dengan menggunakan Persamaan (1.24) untuk ruas kanan pada Persamaa

(1.60) menghasilkan :

μ(T , P )¿ =μ

( T ,P )

¿ +RT In x + V−−¿

π(1.61)

dengan x, fraksi mol pelarut dalam larutan

Untuk memperoleh hubungan antara konsentrasi terlarut (dalam satuan

kemolalan) dengan tekanan osmotik, π , maka kita gunakan pendekatan yang

sama seperti yang sudah diuraikan untuk kenaikab titik didih.

In x=In (1−xB )

=−x B ( untuk xB << 1) atau larutan encer

Kemudian xB=

n B

n A+nB

≃nB

n A

(n A>>nB). Dengan nA dan nB masing-masing

mol pelarut dan terlarut. Persamaan (1.59) dengan demikian menjadi :

π V−−¿

=RT x B

=RT ( nB

nA)

(1.62)

π= RT

V−−¿

nB

nA

=

nB

VRT

Dengan mengasumsikan volume pelarut = n1 V−−¿

sama dengan volum larutan

untuk larutan encer, maka :

π=CRT atau π=MRT (1.63)

dengan C dan M masing-masing konsentrasi dan kemolalan larutan. Konsentrasi

C dapat diganti dengan kemolaran, M jika satuan yang digunakan mol per liter.

Pada Persamaan (1.63) digunakan satuan konsentrasi dalam molaritas karena

Page 48: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

pengukuran tekanan osmotik biasanya dilangsungkan pada suhu tetap. Untuk

larutan yang encer dengan pelarut air, kemolaran dan kemolalan dapat dianggap

sama. Perlu dicatat pula berdasarkan asumsi-asumsi yang digunakan pada

penurunannya, Persamaan (1.63) hanya berlaku untuk larutan ideal encer.

Sama halnya seperti rumusan-rumusan sifat koligatif lainnya, Persamaan

(1.63) juga dapat digunakan untuk menentukan massa molar telarut dari

pengukuran tekanan osmotik larutannya. Jika wB, massa terlarut dengan massa

molar MB, dilarutkan dalam sevolum larutan V, maka :

π=

wB RT

M BV atau

M B=wB RT

πV (1.64)

Larutan yang sama, mempunyai titik beku = - 0,0006oC. Berdasarkan

contoh soal dan fakta tentang titik beku untuk larutan yang sama, terlihat bahwa

pengukuran tekanan osmotik merupakan cara yang lebih sensitid dalam

menentukan massa molar terlarut dibandingkan cara penurunan titik beku,

karena ketinggian 77,8 mm lebih mudah diukur daripada suhu – 0,0006oC.

Osmosis memegang peranan penting dalam sistem kimia dan sistem

biologi. Beberapa contoh akan dibahas secara sepintas. Dua larutan dikatakan

isotonik jika tekanan osmosisnya sama. Jika dua larutan mempunyai tekana

osmotik yang berbeda, larutan yang lebih pekat disebut hipertonik dan larutan

yang lebih encer disebur hipotonik. Untuk mempelajari kandungan atau isi dari

sel darah merah yan g diliputi membran semipermeabel maka para ahli

biokimia menggunakan suatu cara yang disebut dengan hemolisis. Pada proses

ini sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan hipertonik. Hal ini akan

mengakibatkan air dari larutan hipotonik tadi masuk ke dalam sel. Sel akan

menggembung dan bahkan pecah, dengan mengeluarkan hemoglobin dan

molekul-molekul protein lainnya yang terdapat dalam sel darah merah.

Page 49: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sebaliknya jika sel dimasukkan ke dalam larutan yang hipertonik, maka air

dalam sel akan keluar dan masuk ke dalam larutan yang hipertonik tadi melalui

peristiwa osmosis. Proses terakhir ini disebut dengan krenasi yang dapat

menyebabkan sel mengerut dan kehilangan fungsinya. Oleh karena itu,

makanan yang dimasukkan melalui pembuluh darah harus dilengkapi dengan

garam yang isotonik dengan darah. Terapi oral rehidrasi untuk anak-anak yang

mengalami diare merupakan penerapan lain dari konsep ini.

Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, jika tekanan sebesar π diterapkan

pada larutan yang dipisahkan dengan pelarut murninya oleh membran

semipermeabel, maka tercapai keadaan kesetimbangan antara larutan dan pelarut

murni. Jika tekanan pada larutan kurang (lebih kecil) dari pada P+π , maka μ

pelarut dalam larutan lebih kecil daripada pelarut murninya dan secara netto akan ada

aliran pelarut dari pelarut murni ke dalam larutannya, yang prosesnya disebut dengan

osmosis. Akan tetapi jika tekanan pada larutan dinaikkan melebihi P+π , maka μ

pelarut dalam larutan lebih besar daripada μ pelarut dalam pelarut murni, maka

secara netto akan ada aliran pelarut dari dalam larutan ke dalam pelarut murninya.

Fenomena ini disebut dengan osmosis balik. Osmosis balik dapat digunakan untuk

desalinasi air laut. Dalam hal ini diperlukan membran yang hampir semipermeabel

terhadap ion-ion garam, cukup kuat untuk menahan pecahan tekanan dan permeable

terhadap air.

1.6 Larutan Nyata (Tak Ideal)

Pada umumnya larutan bersifat tak ideal. Masalah yang muncul ketika

membicarakan larutan tak ideal adalah bagaimana menyatakan potensial kimia untuk

komponen-komponen pelarut dan terlarut dalam larutan tersebut. Hal ini penting

mengingat potensial kimia merupakan kunci dari termodinamika. Banyak sifat-sifat

termodinamika dapat diturunkan dari µi.

Page 50: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Untuk larutan ideal atau larutan cair atau padat encer non elektrolit potensial

kimia setiap komponen dinyatakan dengan :

μiid= μ i

o +RT ln x i (1.65)

Dengan μio

potensial kimia komponen I pada keadaan standar, dan xi fraksi mol i

dalam larutan.

Komponen-komponen pada larutan tak ideal dibicarakan sifatnya berdasarkan

penyimpangannyan dari larutan ideal. Untuk memudahkan membandingkan sifat

tersebut, maka dipilih suatu pernyataan mengenai potensial kimia tak ideal μio

dalam

bentuk yang sangat mirip dengan potensial kimia ideal seperti pada persamaan (1.65)

di atas. Untuk tiap komponen i dengan μio

. untuk itu didefinisikan keaktifan i, ai

dalam setiap larutan nonelektrolit tak ideal melalui rumusan :

μi= μio +RT ln a i (1.66)

Berdasarkan persamaan (1.66) keaktifan menggantikan faksi mol xi pada μi

pada larutan tak ideal. Dari persamaan (1.65) dan (1.66) dapat dilihat bahwa ai = xi

untuk larutan ideal atau larutan encer ideal. Jika komponen i dalam larutan ada dalam

keadaan standar maka μi = μi0

dan dari persamaan (1.66), pada keadaan tersebut ai

sama dengan satu (aio

= 1), jadi pada keadaan standar ai = 1.

Selisih atau perbedaan antara potensial kimia larutan nyata pada persamaan

(1.66), dan larutan ideal pada persamaan (1.65) adalah :

RT ln ai – RT ln xi = RT ln (ai/xi)

Jadi perbandingan ai/xi merupakan suatu ukuran penyimpangan dari prilaku ideal.

Oleh karena itu didefinisikan koefisien keaktifan komponen i, γi sebagai γ = ai/xi

sehingga

Page 51: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ai = γixi (1.67)

Untuk mlengkapi definisi dari ai dan γ (persamaan 1.66 dan 1.67), kita harus

menyatakan kadaan standar dari masing-masing komponen larutan. Ada dua konvensi

mengenai standar yang digunakan, yakni :

konvensi I. Untuk suatu larutan yang fraksi mol semua komponen-komponennya

dapat bevariasi dalam rentang yang cukup tinggi, biasanya digunakan konvensi

I.Kasus yang paling umum adalah larutan dari dua buah cairan atau lebih (misal : air

dengan etanol). Keadaan standar berdasarkan konvensi I untuk setiap komponen I

dalam larutan diambil cairan murni i pada suhu dan tekanan larutan.

μI . io =μi

¿ (T , P ) (1.68)

dengan subskrip I menyatakan pemilihan keadaaan standar dengan konvensi I, tanda

derajat menunjukkan keadaan standar dan tanda bintang menyatakan zat murninya.

Konvensi I sama dengan konvensi yang digunakan untuk menyatakan keadaan

standar larutan ideal (lihat bagian 1.4).

μiid =μ i

o + RT ln xi

Keadaan standar : i murni, maka xi = 1, ln xi = 0, μid

=μio

Untuk larutan nyata :

μi =μI , io +RT ln γ I .i x i (1.69)

Pada keadaan standar : μi = μI . io

, lnγ I . i xi = 0, γ I . i xi =1

i murni, maka xi =1, jika demikian maka γ I , i = 1. Untuk larutan ideal :γ I , i xi= 1

Untuk larutan tak ideal, penyimpangan γ I , i dari 1 merupakan ukuran

penyimpangan sifat larutan dari sifat larutan ideal.

Berdasarkan persamaan (1.68) dan (1.69)

Page 52: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

μi =μI , i¿ +RT ln γ I .i x i (1.70)

Ketika xi mendekati pada T,P tetap, potensial kimia μi mendekati karena larutan

menjadi I murni. Karena itu limit xi → 1 pada persamaan 1.68 adalah

μi =μI , i¿ +RT ln γ I .i x i atau lnγ I , i =0 dan lnγ I , i =1

γ I , i →1 ketika xi→1 (1.71)

Jadi koefisien keaktifan I (berdasarkan konvensi I) menuju 1 ketika larutan mendekati

murni

Konvensi II. Konvensi II digunakan jika kita ingin memperlakukan komponen

larutan pelarut berbeda dengan komponen lainnya terlarut. Kasus umum adalah

larutan dari padatan atu gas dalam pelarut cair.

Keadaan standar konvensi II dari pelarut adalah cairan murni A pada T dan P

larutan. Dengan μII , Ao =μ A

¿ (T , P ) maka persamaan (1.69) menjadi

μA=μA¿ +RT ln γ II , A xA . dengan mengambil limit dari persamaan ketika kita

peroleh lihat pada persamaan (1.71), jadi :

μII , Ao =μ A

¿ (T ,P ) , γ II , A→1 ketika xA→ 1 (1.72)

Untuk setiap pelarut i ¿A, konvensi II memilih keadaan standar sedemikian rupa

dengan menuju pada limit pengenceran tak hingga :

γ II , i→1 ketika xA→ 1 (1.73)

Perhatikan bahwa limit pada persamaan (1.73) yang diambil ketika fraksi mol pelarut,

x A menuju 1 (dan dengan demikianx i→0 ) sangat berbeda dari persamaan (1.71),

dimana limit yang diambil adalah ketikax i→1 . kita pilih keadaan standar konvensi

II yang konsisten dengan persamaan (1.72) sebagai berikut : dengan mengambil μi

pada persamaan (1.64)sama denganμio

dan dengan menggunakan definisi (1.65)

Semakin byk zatnya smkin

besar koef. keaktifannya

Page 53: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

maka kita peroleh 0 = RT ln γ i x isehingga γ II , i x i harus sama 1 dengan pada keadaan

standar. Ketika xA mendekati 1 dan fraksi mol terlarut kecil, maka dengn persamaan

(1.73) koefisien aktifitas γ II , i mendekati 1. kita pilih keadaan standar untuk setiap

pelarut sebagai keadaan fiktif hipotesis sebagai berikut. Jika zat terlarut berupa gas

atau padat, pemilihan keadaan standar didasarkan pada postulat :

Jika xi→0 atau xA →1,γ 2→1

ai = γ i x i →ai≈x i

Pada larutan yang sangat encer : keaktifan ¿ konsentrasi (atau xi)

Dalam keadaan standar ai = 1

xi→0, ai = xi

ai = 1 jika xi = 1

Jadi keadaan standar bagi zat terlarut dalam larutan diambil larutan dengan

konsentrasi (xi = 1) yang sifat-sifatnya seperti larutan pada pengenceran tak hingga

yang sifarnya seperti larutan ideal. Ini adalah larutan fiktif tidak ada.

Koefisien aktifitas perlu ditentukan karena dengan diketahuinya koefisien

aktifitas, maka dapat diketahui poten sial kimianya μi Dari potensial kimia, sifat-

sifat termodinamika larutan dapat ditentukan .

Penentuan keaktifan dan koefisien keaktifan

Koefisien keaktifan biasa ditentukan dari data pada keseimbangan fasa, yang

paling umum adalah dari pengukuran tekanan uapnya.

Konvensi I

Untuk mengukur keaktifan aI , i dan koefisien keaktifan dengan menggunakan

konvensi I sebagai standar, dengn menggunkann data tekanan uap kita gunakan

nilainya. :

Pi = aI,i Pi¿

(1.74)

Page 54: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dengan demikian aI , i=

Pi

Pi¿

pada ekanan uap parsial i di atas larutan tekanan uap

murni I pada suhu larutan. Pi dapat pula ditentukan jika komposisi di fasa uap dan

tekanan total uap P. diketahui pada suhu tertentu Pi¿

berharga tetap. Sehingga dari

persamaan (1.72) dapat dilihat bahwa keaktifan suatu zat dalam larutan sebanding

dengan tekanan parsial Pi dalam larutan .

Pi=γ I , i x i , I Pi¿

atau x i , v P=γ I , i xi , I Pi¿

(1.75)

dengan x i , v fraksi mol I di fasa uap, x i , l fraksi mol i di fasa larutan, P tekanan uap

dari larutan. Untuk larutan dua komponen uap dapat diperoleh dengan

mengkondensasikan uap tersebut dan menganalisisnya.

Konvensi II

Persamaan Gibbs-Duhem

Koefisien kekatifan terlarut yang tidak menguap dapat dicari dari data tekanan uap

dengan menggunakan persamaan Gibbs-Duhem. Diferensial total dari persamaan

G = ∑

i

ni μ i, kita peroleh perubahan G dari larutan.

dG=d∑i

ni μi=∑ d (ni μi )=∑i

(nd μi+μi dni )=∑i

ni dμ i+∑i

μi dni

Dengan menggunakan persamaan :

dG=−SdT +VdP−∑i

μ i dni diperoleh

∑i

ni dμi+SdT−VdP=0(1.76)

Persaman (1.76) adalah persamaan Gibbs-Duhem. Penerapannya yang paling sering

dilakukan adalah pada proses dengan kondisi T dan P tetap, sehingga persamaan

(1.76) menjadi :

Page 55: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

∑i

ni dμi=0(1.77)

Koefisien Keaktifan terlarut nonvolatile

Untuk larutan dengan terlarut padat dalam cairan, tekanan uap terlarut sangat

kecil dan tidak diukur, sehingga tidak dapat digunakan untuk mencari koefisien

keaktifan terlarut. Pengukuran tekanan uap sebagai fungsi dari komposisi

menghasilkan PA, tekanan parsial pelarut. Dengan demikian koefisien keaktifan

pelarut γ A pada berbagai komposisi dapat dihitung. Koefisien keaktifan terlarut

kemudian dicari dengan menggunakan persamaan Gibbs-Duhem.

Untuk larutan dua komponen, yakni pelarut A dengan terlarut B persamaan

Gibbs-Duhem pada T,P tetap (persamaan 1.77):

n A dμA+nB dμB=0 (1.78)

Pembagian persamaan (1.78) dengan (nA + nB) menghasilkan :

x A dμA+x BdμB=0 (1.79)

Berdasarkan persamaan (1.69) :

μA=μAo +RT ln γ A+RT ln x A

Dan pada T,P tetap: dμ A=RTd ln γA+RT

dx A

x A (ingat kembali bahwa d ln x A=

dx A

xA

)

Demikian pula halnya dengan B :

dμB=RTd ln γ B+RTdx B

xB

Subtitusi dμ A dan dμB kedalam persamaan (1.79) dan kemudian membaginya

dengan RT menghasilkan :

x A d ln γ A+dx A+xB d lnB+dxB=0

Page 56: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Karena xA + xB = 1, maka dx A+dxB=0 dan persamaan terakhir menjadi :

d ln γ B=−[ x A

xB]d ln γ A

(1.80)

Integrasi di antara dan dan dengan memilih konvensi II, diperoleh :

ln γ II , B ,2−ln γ II , B 1=−∫1

2 x A

1−x A

d ln γ II , A(1.81)

Jika diambil keadaan 1 sebagai A murni, γ II , B , 1=1 (persamaan 1.81) dan ln γ II , B ,1=0

dan kemudian alurkan

x A

1−x A terhadap ln γ II , A . Luas di bawah kurva dari x A = 1

sampaix A , 2 merupakan -ln γ II , B ,2 . Tapi karena

x A

1−x A

→ ∞ ketika x A→0 , luas

daerah di bawah kurva akan tak hingga. Untuk mencegah hal tersebut, mka integrasi

jangan pada x A=1 tapi pada x A=1−C , dimana C cukup kecil untuk γ II , B tetap

berharga 1 pada x A=1−C .

Koefisien keaktifan pada kemolalan dan konsentrasi molar

Sampai sejauh ini, komposisi larutan yang dinyatakan dengan menggunakan

fraksi mol dan potensial kimia terlarut I dinyatakan dengan :

μi=μo

II . i+RT ln γ II. i

xi dengan γ II . B . 2 1 (1.81)

dengan A sebagai pelarut. Akan tetapi, untuk larutan padat atau gas dalam cairan,

potensial kimia terlarut biasanya dinyatakan dalam bentuk kemolalan atau kemolaran.

Page 57: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kemolalan terlarut I dinyatakan dengan mi=

ni

n A M A (Persamaan 1.3).

Pembagian pembilang dan penyebut dengan n total menghasilkan mi=

x i

x A M A dan

x i=mi x A M A dengan demikian pernyataan untuk μi menjadi :

μi=μo

II . i+RT ln (γ II .i mi x A M A mo /mo )

μi=μo

II . i+RT ln (M A mo+RT ln ( x A γ II . i mi/mo )) (1.82)

dengan mo didefenisikan sebagai mo≡1 mol/kg. Kebutuhan mengalikan dan membagi

logaritma dengan mo adalah untuk menjaga agar satuan-satuan pada persamaan

terakhir sesuai. Kita dapat mengambil log hanya dari bilangan tak bersatuan. Harga

MAmo tidak mempunyai satuan. Sebagai contoh, untuk H2O, MAmo = (18 g/mol)(1

mol/kg) = 0,018.

Sekarang kita defenisikan μom.i dan γm.i sebagai :

Dengan defenisi ini, μi menjadi :

μi=μo

.m. i+RT ln (γm. i

mi/mo ), mo≡ 1 mol/kg, i≠A (1.85)

γ m . i→1 ketika χ A →1 (1.86)

Tujuan dari pendefenisian pada Persamaan (1.84) adalah untuk menghasilkan

pernyataan bagi μi dalam bentuk mi yang mempunyai bentuk yang sama seperti

pernyataan μi dalam bentuk xi.

Page 58: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pada persamaan di atas γm.i disebut sebagai koefisien keaktifan skala kemolalan dari

terlarut i dan μom.i sebagai potensial kimia skala kemolalan pada keadaan standar dari

komponen i.

Yang menjadi permasalahan sekarang adalah apa dan bagaimana keadaan standar

bagi skala kemolalan. Dari Persamaan (1.85) μi sama dengan μom.i (keadaan standar)

dengan γm.i mi/mo = 1. Keadaan standar kemolalan dipilih sebagai mi=mo=1 mol/kg.

Dengan demikian γm.i=1 pada keadaan standar. Keadaan standar bagi terlarut dalam

skala kemolalan adalah keadaan fiktif (pada T dan P larutan) dengan mi=1 mol/kg dan

γm.i=1.

Meski untuk terlarut digunakan Persamaan (1.85), untuk pelarut tetap

digunakan skala fraksi mol.

μA=μo

A+RT ln γ A χ A , μA=μo

A , γ A →1 ketika χ A →1 (1.87)

γ C . i→1 ketika χ A →1 , Co ≡ 1 mol/dm3.

Bentuk persamaannya sama dengan Persamaan (1.84) dan Persamaan (1.85).

Dari Persamaan (1.85) dan (1.86) diperoleh keaktifan dalam :

am .i=γ m . i mi /mo dan ac . i=γc .i ci /c

o(1.88)

1.7. Sifat Koligatif Larutan Nyata

Persamaan-persamaan yang sudah diturunkan sebelumnya, didasarkan

pada asumsi sifat ideal dari larutan. Persamaan ini sangat baik diterapkan untuk

larutan-larutan encer (umumnya dengan χB < 0,2 m). Untuk larutan-larutan

Page 59: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dengan konsentrasi yang lebih pekat atau larutan-larutan yang menyimpang dari

keadaan ideal, maka kita harus mengganti konsentrasi dengan keaktifan.

Dengan demikian melalui sifat koligatif larutan dapat ditentukan koefisien

keaktifan pelarut dan terlarut dalam larutan.

2. LARUTAN ELEKTROLIT

Pada bab sebelumnya sudah dikaji larutan non elektrolit dan sifat-sifatnya.

Akan tetapi hal ini belum cukup, karena banyak system-sistem kimia berupa larutan

yang mengandung berbagai jenis ion. Oleh karena itu larutan seperti ini perlu untuk

dipelajari secara terpisah dari larutan non elektrolit.

Elektrolit adalah suatu zat yang dapat menghasilkan ion-ion dalam larutan,

yang ditunjukkan dengan sifat larutannya yang dapat menghantarkan listrik.

Berdasarkan daya hantarnya, elektrolit diklasifikasikan ke dalam elektrolit kuat dan

lemah. Sebagai contoh, dengan air sebagai pelarut, NH3, CO2, dan CH3COOH

termasuk elektrolit lemah, sementara NaCl, HCl, dan KNO3 merupakan elektrolit

kuat.

Klasifikasi lain yang didasarkan pada struktur adalah elektrolit sebenarnya

(sejati) dan elektrolit yang potensial sebagai elektrolit. Elektrolit sejati dalam keadaan

murninya terdiri atas ion-ion. Garam-garam pada umumnya merupakan elektrolit

Page 60: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

sejati. Kristal NaCl, CuSO4, atau MgS terdiri dari ion positif dan negative. Jika kristal

ion dilarutkan dalam suatu pelarut, ikatan antar ion putus dan ion-ionnya masuk ke

dalam larutan sebagai ion tersolvasi. Pada keadaan tersebut, setiap ion dikelilingi oleh

suatu lapisan yang terdiri dari beberapa molekul pelarut yang ikut bersama-sama

dengan ion ketika ion tersebut berpindah (bergerak). Jika pelarutnya air, maka

solvasinya disebut dengan hidrasi.

Elektrolit yang potensial sebagai elektrolit dalam keadaan murninya terdiri

dari molekul-molekul yang tidak bermuatan akan tetapi ketika dilarutkan dalam suatu

pelarut, maka zat tersebut bereaksi dengan pelarut (sampai cakupan tertentu)

menghasilkan ion-ion. Misalnya molekul asam asetat bereaksi dengan air

menghasilkan ion hidronium dan ion asetat sesuai dengan persamaan:

CH3COOH + H2O H3O+ + CH3COO-

Molekul hydrogen klorida bereaksi dengan air sesuai dengan persamaan :

HCl + H2O H3O+ + Cl-

Untuk elektrolit kuat seperti HCl, kesetimbangan terletak jauh kearah kanan, untuk

elektrolit lemah seperti asam asetat kesetimbangan jauh terletak kearah kiri, kecuali

dalam larutan yang sangat encer.

Pada bab ini akan dipelajari sifat-sifat larutan elektrolit berupa sifat koligatif,

hantaran ion, disosiasi dan termodinamika larutan elektrolit.

2.1. Sifat Koligatif Larutan Elektrolit

Page 61: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Karena ada gaya antaraksi yang sangat kuat antara ion-ion dalam larutan

elektrolit, maka larutan elektrolit sulit dikatakan sebagai larutan ideal, meskipun

untuk konsentrasi yang cukup encer. Sebagai bahan perbandingan, perhatikan tabel

berikut.

Tabel 2.1.

Koefisien Keaktifan Larutan (γ = ai/xi)

mi/mo CaCl2 CuSO4 CH3(CH2)2OH

0,001 0,8880 0,7400 0,9999

0,010 0,7290 0,4400 0,9988

0,100 0,5170 0,1540 0,9880

Dari tabel di atas nampak bahwa untuk larutan elektrolit, pada konsentrasi encer

sekalipun (mi = 0,0010) koefisien keaktifan menyimpang sangat jauh dari satu. Oleh

karena itu, digunakan keaktifan pada rumusan-rumusan (yang telah diturunkan) untuk

sifat koligatif larutan.

2.1.1. Penurunan Tekanan Uap

Prosedur yang sama (untuk larutan non elektrolit yang sulit menguap)

diterapkan pada larutan elektrolit yang sulit menguap. Jadi tekanan uap untuk pelarut

A dalam larutan elektrolit :

PA = aA PoA (2.1)

Page 62: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dengan asumsi uap bersifat ideal, P tidak terlalu tinggi. Jika uap tak ideal maka

tekanan uap diganti dengan fugasitas. Perubahan tekanan uap, ∆P dibandingkan

dengan tekanan uap murninya adalah :

∆P = PA - PoA (2.2)

= (aA – 1)PoA

= (γAχA – 1)PoA (2.3)

Jadi melalui pengukuran tekanan uap larutan dapat ditentukan, γ A . Dengan

menggunakan persamaan Gibbs-Duhem dapat dicari γ dari terlarut.

2.1.2 Kenaikan Titik Didih

Karena larutan tidak ideal, maka potensial kimia pelarut dalam larutan, μA

dinyatakan dengan :

μA( lar )=μo

A( l)+RT ln a A

Karena keadaan standar untuk pelarut adalah cairan pelarut murninya, maka

μA( lar )=μo

A( l)+RT ln a A (2.4)

Saat mendidih potensial kimia pelarut di fasa larutan sama dengan potensial kimia

pelarut di fasa uap. μA( lar )=μ A . v (2.5)

Karena terlarut tidak menguap, maka di fasa uap hanya ada uap pelarutnya saja

(murni).

μA( l )+RT ln a A =μo

. A . v(2.6)

ln a A=μ

oA .v−μ

ol

RT=

ΔGvap . A

RT (2.7)

Page 63: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

∫1

2

ln aA=−∫Tbo

Tb ΔHvap . A

RT 2

(2.8)

Jika keadaan 1 adalah A murni, maka a A . 1=1 , dan keadaan 2, a A . 2 ditulis sebagai

, maka :

ln a A=ΔH vap . A

R ( 1Tb

− 1Tbo )

, dengan catatan ΔH vap bukan fungsi suhu (T)

ln a A=ΔH vap . A

R (Tbo−Tb

(Tbo )2 ), karena Tb tidak berbeda jauh dengan Tbo

ln a A=−ΔH vap . A

R ( ΔTb

(Tbo )2)(2.9)

Untuk kebutuhan praktis ketika bekerja dengan larutan elektrolit (kuat) didefenisikan

koefisien osmotic praktis (bagi pelarut), φ (phi) :

φ=−lna A

M Aυmi

oA−μA

RTM Aυm i (2.10)

Dengan υ jumlah koefisien stoikiometris dari elektrolit. Untuk elektrolit :

M υ+Xυ

−→υ+ M z+ +υ− X z−

dengan υ=υ−+υ+

Jika Persamaan (2.10) digunakan dan disubstitusikan ke Persamaan (2.9), maka

diperoleh:

−φM A υmi=−ΔHuap . A ΔTb

R (Tbo )2

Aa

Page 64: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ΔTb=R (Tbo )2φM A υmi

ΔH vap . A

=Kb φυ mi(2.11)

φυ=i , faktor van’t Hoff

Jadi kenaikan titik didih juga dapat digunakan untuk menentukan aktifitas dan

koefisien aktifitas melalui φ .

2.1.3. Penurunan Titik Beku

Dengan cara yang sama coba turunkan sendiri bahwa untuk penurunan titik

beku diperoleh:

ΔT f=−R (Tf o )2 φM A υmi

ΔH fus . A

=−K f φυ mi(2.12)

2.1.4. Tekanan Osmosis

Coba turunkan sendiri untuk tekanan osmosis larutan nyata berlaku :

π=− RTV A

ln γ A χ A(2.13)

dan jika digunakan φ , maka π=

φ RT υni

nA V m . A . Jadi sifat koligatif dapat

digunakan untuk menentukan keaktifan dan koefisien keaktifan melalui φ .

2.2. Penghantaran Listrik dalam Larutan

2.2.1. Mekanisme Penghantaran Listrik

Page 65: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Aliran listrik melalui suatu konduktor (penghantar) melibatkan perpindahan

elektron dari potensial negatif yang tinggi ke potensial lainnya yang lebih rendah.

Mekanisme dari transfer ini tidak sama untuk berbagai konduktor. Dalam

penghantar elektronik, seperti padatan dan lelehan logam, penghantaran

berlangsung melalui perpindahan elektron langsung melalui penghantar dengan

pengaruh dari potensial yang diterapkan. Dalam hal ini atom-atom penyusun

penghantar tidak terlibat dalam proses tersebut. Akan tetapi pada penghantaran

elektrolit, yang mencakup larutan elektrolit dan lelehan garam-garam, penghantar

berlangsung melalui perpindahan ion-ion baik positif maupun negatif menuju

elektroda-elektroda. Migrasi ini tidak hanya melibatkan perpindahan listrik dari satu

elektroda ke elektroda lain tetapi juga melibatkan adanya transport materi dari satu

bagian konduktor ke bagian lainnya. Aliran listrik pada penghantar elektrolit ini

selalu disertai dengan perubahan kimia pada elektroda-elektrodanya dan reaksinya

bersifat khas dan tertentu bergantung pada zat-zat penyusun konduktor tersebut dan

juga jenis elektrodanya.

Mekanisme dari aliran listrik melalui konduktor elektrolik ini mungkin akan

lebih baik untuk dipahami melalui contoh berikut.

e- keluar dr kutub negatif, lalu ke elektroda brtmu dg yg mmbtuhkan (Cu2+) , e- pd ktub negatif akan terus brlnjut jka di elektroda sblah kanan trjdi reaksi oksidasi dan mghsilkan e-.Cu > 2e- + Cu2+Selama msh ada Cu, slma itu jg trjd oksidasi, sdgkan Cu2+ brgrak ke elektroda sblahnya dan breaksi dg e- tdi, dan trjd pnebalan.

Klo unit sirkuit listrik terputus, maka proses berhenti

Page 66: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

B (DC)

- +

D A

Elektroda Cu

Cu2+(aq)

SO42-

(aq)

Gambar 2.1. Sel Elektrolisis yang terdiri dari elektroda Cu

Yang tercelup kedalam larutan CuSO4

Kita tinjau suatu sel (gambar 2.1) yang terdiri atas dua buah elektroda tembaga (Cu),

yang dihubungkan dengan sumber arus searah B dan kedua elektroda tersebut

dicelupkan ke dalam larutan tembaga (II) sulfat, CuSO4. Elektroda D dihubungkan

dengan kutub negatif (-) dari B dan elektroda A dihubungkan dengan kutub positif

(+) dari B. Dalam larutan terdapat ion-ion Cu2+ dan SO42-. Jika rangkaian

disambungkan terjadi arus listrik yang juga mengalir melalui larutan. Hal ini

mengakibatkan terjadinya pelarutan tembaga di elektroda A. Elektroda D (yang

dihubungkan dengan kutub negatif sumber arus B) bermuatan negatif karena kaya

dengan elektron dari B. Elektron-elektron ini bergabung dengan ion tembaga dalam

larutan memebentuk endapan Cu pada elektroda D. Reaksinya dapat dituliskan :

Cu2+ + 2e- Cu

Karena reaksi pada elektroda D ini reaksi reduksi, maka elektroda D disebut

dengan katoda. Elektroda A dengan demikian merupakan anoda, tempat terjadinya

reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang terjadi adalah :

Cu Cu2+ + 2e-

Page 67: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kita lihat bahwa dua elektron di katoda digunakan untuk bereaksi membentuk

Cu dan secara bersamaan dua elektron keluar dari anoda karena terjadinya perubahan

dari Cu membentuk Cu2+. Hasil nettonya adalah transfer dua elektron pada sirkuit luar

dari anado ke katoda.

Saat sirkuit ditutup, ion positif atau kation akan bergerak ke katoda dan ion

negatif atau anion akan bergerak ke anoda. Karena ion-ion ini bermuatan, maka

gerakannya akan menyebabkan arus listrik. Proses mengalirnya arus listrik melalui

konduktor elektrolit yang disertai dengan perubahan kimia ini disebut elektrolisis.

Dari uraian di atas tentang mekanisme elektrolisis dapat disimpulkan bahwa

elektron masuk dan keluar dari larutan terjadi melalui perubahan kimia pada

elektroda-elektrodanya.

2.2.2. Coulometer

Jumlah listrik yang mengalir melalui sirkuit dapat dianalisis dari jumlah zat

yang terlibat dalam reaksi. Alat yang digunakan untuk tujuan ini adalah coulometer,

dengan menerapkan hukum faraday tentang elektrolisis. Faraday menemukan

bahwa massa zat yang terlibat dalam reaksi pada elektroda berbanding lurus

dengan jumlah listrik yang mengalir pada larutan (lelehan) elektrolit. Dengan

demikian jika diketahui massa salah satu zat yang berubah selama elektrolisis, maka

jumlah listrik yang mengalir pada larutannya dapat ditentukan. Demikian pula

sebaliknya, jika jumlah listrik yang mengalir diketahui, maka dapat dihitung jumlah

zat yang berubah selama proses elektrolisis.

Untuk menentukan jumlah listrik yang mengalir dalam suatu sel, coulometer

disusun secara seri dengan sel tersebut dan dibiarkan sepanjang arus dialirkan.

Kemudian jumlah perubahan kimia yang disebabkan oleh arus listrik tersebut

ditentukan dengan cara-cara yang sesuai.

Coulometer perak umumnya dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan yang teliti.

Coulometer ini terdiri dari cawan platina yang juga difungsikan sebagai katoda dan

perak murni sebagai anoda. Elektrolitnya merupakan larutan perak nitrat. Sebelum

Page 68: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

elektrolisis, cawan platina ditimbang. baru kemudian selnya dipasangkan. Sesudah

elektrolisis, elektrolitnya didekantasi dengan hati-hati dan endapan perak pada cawan

dicuci dengan air suling kemudian dikeringkan dan ditimbang. Dari kenaikan berat

ini kemudian dihitung jumlah listrik yang mengalir melalui coulometer. Coulometer

ini dapat memeberikan hasil dengan tingkat ketelitian di atas 0,05 persen.

Coulometer lain juga yang menghasilkan ketepatan yang tinggi adalah

coulometer iodium. Pada coulometer ini digunakan larutan kalium iodida dengan

elektroda inert. Dengan adanya arus listrik yang mengalir akan terbentuk iodium,

yang jumlahnya dapat ditentukan melalui titrasi dengan larutan natrim tiosulfat

standar. Dari volume dan konsentrasi larutan NaS2O3 dapat diketahui jumlah mol

Na2S2O3. Dengan menggunakan persamaan reaksi setara saat titrasi dapat ditentukan

jumlah mol I2 total hasil elektrolisis. I2 ini terbentuk saat arus listrik dialirkan

kedalam larutan KI. Dengan mengetahui jumlah mol I2, maka dapat ditentukan

jumlah mol elektron yang mengalir, dengan demikian jumlah listrik yang mengalir

dapat ditentukan.

Coulometer lain yang dapat juga digunakan adalah coulometer tembaga. Akan

tetapi hasilnya tidak terlalu akurat. Coulometer ini terdiri dari elektroda-elektroda

tembaga dalam suatu larutan tembaga sulfat. Dari jumlah endapan tembaga yang

terbentuk selama arus listrik mengalir dapat ditentukan jumlah listrik yang mengalir

pada sel tersebut.

2.2.3. Bilangan Angkut

Seperti telah diuraikan sebelumnya, arus listrik dihantarkan oleh larutan

melalui perpindahan ion-ion positif dan negatif dalam larutan tersebut. Akan tetapi

fraksi dari arus total yang dibawa oleh masing-masing ion tidaklah sama. Misalnya

dalam larutan encer magnesium sulfat, ion magnesium membawa 0.38 dari total arus

listrik, sementara ion sulfat membawa sisanya yakni 0,62 bagian dari total arus

listrik. Demikian pula halnya dalam larutan asam nitrat encer, ion nitrat hanya

Page 69: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

membawa 0.16 bagian dari arus total, sementara ion hidrogen 0.84. ion sulfat dan ion

hidrogen dalam dua larutan diatas membawa fraksi arus total yang lebih besar

dibandingkan dengan pasangan ionnya dalam masing-masing larutan tersebut karena

ion-ion tesebut bergerak lebih cepat dari ion-ion lainnya yang ada. Jika kedua ion

dalam larutan bergerak dengan kecepatan yang sama, maka masing-masing ion akan

membawa jumlah listrik yang sama pada waktu tertentu. Akan tetapi jika kecepatan

ion-ion ini tidak sama, maka dalam periode waktu tertentu, ion yang lebih cepat akan

membawa fraksi arus yang lebih besar. Fraksi dari arus total yang dibawa oleh

masing-masing ion dalam larutan disebut juga dengan bilangan angkut.

t i=Qi

Q (2.14)

Hubungan kuantitatif antara fraksi arus yang dibawa oleh ion dan kecepatanya

akan diuraikan sebagai berikut. Kita tinjau dua pelat pararel yang terpisah sejauh l ,

yang diisi sevolume larutan elektrolit (Gambar 2.2).

E F

D C

v+ valignl¿− ¿¿¿

Page 70: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

G H

A B

l

Gambar 2.2.

Sel elektrolisis dengan jarak elektroda sejauh l

Pada kedua elektroda diterapkan beda potensial V. Jika jumlah kation N+ ,

kecepatanya v+ dan muatannya z+e , maka jumlah anion N− , kecepatannya valignl¿− ¿¿¿ dan

muatannya z− e , dengan e jumlah listrik yang sesuai dengan satuan muatan. Pada

waktu dt , kation bergerak sejauh v+ dt dan semua kation pada jarak sejauh ini dari

elektroda negatif akan mencapai elektroda tersebut dalam waktu dt atau dengan kata

lain semua kation yang menempati volume ABCDEFGH akan mencapai elektroda

negatif pada waktu dt . Jumlah kation yang ada pada sevolume tersebut merupakan

fraksi dari semua kation yang ada, (v+dt / l ) N+ . Dengan demikan muatan positif,

dQ+ yang melewati bidang pararel menuju elaktroda negatif pada waktu dt adalah

z+ ev+ dtN+

l dan kuat arus yang dibawa kation ;

I+=z+ ev+ N+

l (2.15)

Sama halnya dengan kation, kontribusi anion terhadap kuat arus dinyatakan

dengan :

N = bil. avogadro

Page 71: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

I−=z− ev− N−

l (2.16)

Dengan demikan total kuat arus yang dibawa kedua ion adalah :

I=I++ I− (2.17)

Syarat elektronetralitas larutan harus dipenuhi yakni muatan total kation sama

dengan muatan total anion :

N+ z+=N− z− (2.18)

Oleh karena itu :

I=z+ N+ ev++z− N− ev−

l=

z+ N+ ev++z+ N+e+ v+

l

I=z+ N+ e (v++v− )

l (2.19)

Berdasarkan hubungan dQ=Idt , bilangan angkut, t i yang didefinisikan

sebagai fraksi dari arus total yang dibawa oleh masing-masing ion dalam larutan

t i=Qi

Q

Dapat pula diungkapkan dalam bentuk t i=

Ii

I , karena dt -nya sama. Dengan

demikian berdasarkan persamaan (2.15) dan (2.19), fraksi dari arus total yang dibawa

oleh kation adalah :

t+=I+

I=

z+ e+ v+ N+

z+ N +e (v++v−)

=

v+

(v++v− ) (2.20)

Page 72: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sementara fraksi arus total yang dibawa oleh anion adalah :

t−=I−

I=

zev− N−

z+ N+ e (v++v−)=

z+ ev− N+

z+ N+ e (v++v−) (2.21)

=

v−

(v++v− )

dengan t+ dan t− masing-masing merupakan bilangan angkut atau bilangan hantaran

dari kation dan anion yakni fraksi dari total arus yang dibawa oleh masing-masing ion

dalam larutan. Pembagian persamaan (2.20) dengan (2.21) menghasilkan:

t+

t−=

v+

v− (2.22)

Jadi bilangan angkut ion atau fraksi dari arus total yang diangkut oleh ion

berbanding lurus dengan kecepatannya. Jika kecepatan sama, v+ sama dengan v−

maka t+ dan t− kedua ion memberikan kontribusi yang sama terhadap transfer arus

listrik. Jika v+ tidak sama dengan v− maka t+ tidak akan sama dengan t− dan kedua

ion ini akan membawa porsi dari arus total yang berbeda pula. Akan tetapi jumlah

keduanya selalu 1.

Penentuan Bilangan Angkut

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan bilangan angkut.

Pada bagian ini akan diuraikan penentuan bilangan angkut dengan cara Hittorf dan

cara gerakan batas (moving boundary).

Penentuan Bilangan Angkut Dengan Cara Hittorf

Penentuan bilangan angkut dengan cara Hittorf didasarkan pada perubahan

konsentrasi elektrolit di sekitar elektroda-elektroda yang disebabkan oleh aliran listrik

melalui elektrolit. Prinsip dari cara Hittorf ini adalah dengan membagi sel ke dalam

Page 73: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Anoda Tengah Katoda

tiga bagian yakni daerah anoda, tengah dan katoda yang diilustrasikan melalui

gambar 2.3

+ -

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - -

+ + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - -

+ + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - -

+ + + + + + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - - - - - -

+ + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - -

+ + + + + + + + + + + + + + - - - - - - - - - - - - - -

Gambar 2.3. Prinsip Cara Hittorf untukmenentukan bilangan angkut.

Page 74: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Situasi ion-ion sebelum aliran arus listrik dinyatakan secara skematis pada

keadaan I. Untuk memudahkan, masing-masing ion dianggap bermuatan satu dan

pada contoh ini diasumsikan sebelum listrik mengalir masing-masing bagian

mempunyai lima ion positif dan lima ion negatif. Jika empat elektron dialirkan ke

dalam sel, empat ion positif di daerah katoda akan menerima elektron dari elektroda

dan dinetralkan. Di daerah anoda empat ion negetif menjadi netral. Hasil perubahan

ini digambarkan dengan keadaan II. Ketika perubahan-perubahan ini terjadi pada

masing-masing elektroda, ion-ion dalam larutan berpindah. Jika kecepatan kation dan

anion sama, maka masing-masing membawa setengan dari arus, jadi dua kation (ion

positif) pindah dari anoda ke katoda (dari kutub (+), anoda ke kutub negatif (-),

katoda), dan dua anion (ion negatif) dari kutub negatif (-), katoda ke kutub positif (+),

anoda, akibatnya dua ion positif pindah dari bagian anoda ke bagian tengah dan dua

ion positif dari tengah pindah ke bagian katoda. Secara bersamaan, dua ion negatif

dari katoda pindah ke tengah dan dua ion negatif dari tengah pindah ke bagian anoda.

Hasil akhir dari perubahan ini digambarkan dengan keadaan III. Dari gambar tersebut

nampak bahwa konsentrasi di bagian tengah tidak dipengaruhi oleh aliran listrik,

sebaliknya konsentrasi di bagian anoda dan katoda keduanya berkurang dalam hal ini

kebetulan pengurangannya sama, yakni dua muatan listrik.

Situasi akan berbeda jika kecepatan ion-ion tidak sama. Ketika empat elektron

dialirkan ke dalam sel, sama seperti sebelumnya, empat ion-ion (ion (+) dan (-)) akan

dinetralkan. Jika kecepatan kation tiga kali lebih cepat dari anion, maka kation akan

membawa arus tiga kali lebih banyak daripada anion. Tiga ion positif harus pindah

dari anoda ke tengah dan dari tengah ke daerah katoda. Pada saat yang bersamaan,

hanya satu anion yang meninggalkan daerah katoda ke daerah tengah, dan hanya satu

yang meninggalkan daerah tengah ke anoda. Dari gambar III’, terlihat kembali bahwa

daerah tengah tidak mengalami perubahan konsentrasi. Tetapi daerah-daerah sekitar

elektroda mengalami perubahan konsentrasi, dengan hasil akhir yang berbeda (pada

III dan III’) karena perbedaan kecepatan anion dan kation.

Page 75: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa jika kecepatan anion dan kation

sama, maka hilangnya konsentrai kation karena perpindahannya dari daerah anoda

sama dengan hilangnya konsentrasi anion karena perpindahannya dari daerah katoda.

Akan tetapi jika v+ :v−= 3 : 1, hilangnya konsentrasi kation karena perpindahannya

dari naoda adalah tiga kali hilangnya konsentrasi anion yang pindah dari daerah

katoda.

Peralatan yang digunakan untuk menentukan bilangan angkut dengan cara

Hittorf diperlihatkan pada gambar 2.4

- +

M B- +

Katoda Anoda

Tengah

Gambar 2.4. Sell Hittorf

Sel ini terdiri dari tiga bagian yang terpisah. Dasar dari metode ini adalah

perubahan jumlah elektrolit baik di daerah anoda maupun katoda bergantung pada

reaksi elektrolisis dan jumlah ion yang berimigrasi (masuk atau keluar) selama proses

penghantaran arus listrik.

Page 76: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Untuk menentukan jumlah listrik yang mengalir, maka sel Hittrof

dihubungkan secara seri dengan coulometer C, dan kemudian dihubungkan dengan

sumber arus B dan tahan geser R. Milliammeter M berguna untuk mengatur arus

sesuai dengan yang diinginkan dan membuat perkiraan kasar tentang jumlah listrik

yang mengalir melalui sel. Sel diisi dengan elektrolit dengan konsentrasi awal yang

sudah diketahui dan arus listrik dialirkan. Larutan dielektrolisis cukup lama untuk

sampai diperoleh perubahan konsentrasi yang cukup nyata di sekitar elektroda. Arus

kemudian dihentikan dan larutan dari salah satu bagian elektroda atau dari kedua

bagian elektroda secara terpisah dikeluarkan, ditimbang dan dianalisis. Jumlah listrik

Q, yang mengalir melalui sel dapat diperoleh dari coulometer.

Untuk memperjelas kajian dan analisis kuantitatif mengenai bilangan angkut

dengan cara Hittorf kita tinjau suatu sisitem seperti yang diperlihatkan pada gambar

2.4. Dengan mengetahui jumlah masing-masing ion pada keadaan awal dan keadaan

akhir serta jumlah listrik total yang mengalir dapat ditentukan jumlah ion-ion yang

pindah. Dengan mengetahui salah satu ion yang pindah baik di katoda (K) maupun

anoda (A), dapat ditentukan bilangan angkutnya karena ion yang pindah tersebut

membawa jumlah listrik yang tertentu.

Untuk kation : t i=

Qi

Q

Untuk anion : t i=

Q−

Q

Atau jika t . telah diketahui, t− dapat ditentukan dengan menggunakan hubungan .

t++t−=1 . Demikian pula sebaliknya.

Penjelasan berikut didasarkan pada aliran listrik melalui sel Hittorf yang diisi

dengan larutan perak nitrat, AgNO3 dengan elektroda perak, Ag.

Analisis larutan saat arus dialirkan pada sel :

Reaksi yang terjadi di anoda (A) adalah reaksi oksidasi berikut :

Page 77: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Ag(s) Ag+(aq) + e

Dengan demikian terjadi penambahan ion Ag+ pada larutan di daerah anoda.

Reaksi yang terjadi di katoda adalah reaksi reduksi : Ag+(aq) + e Ag(s), sehingga

Ag+ pada larutan di daerah katoda akan berkurang karena membentuk endapan Ag.

Pertambahan Ag+ akibat reaksi oksidasi dan pengurangan Ag+ akibat reaksi reduksi

sebanding dengan jumlah elektron yang telah mengalir yang dapat diketahui dari

coulometer.

Migrasi ion-ion akan terjadi sedemikian rupa menuju ke arah elektroda yang

saling berlawanan tanda dengan ion-ion tersebut. Jadi kation (ion positif) akan

berpindah dari daerah anoda (+) ke daerah katoda (-), dan anion (ion negatif) akan

berpindah dari daerah katoda (-) ke daerah anoda (+). Dengan demikian dapat kita

telusuri jumlah Ag+ maupun NO-3 yang ada baik di daerah katoda maupun anoda pada

keadaan akhir sesudah elektrolisis.

Jumlah ion Ag+ yang bereaksi sebanding dengan jumlah elektron yang

dialirkan. Dari rumusan-rumusan di atas tentukan jumlah kation atau anion dengan

pindah yang membawa arusnya masing-masing.

Dengan mengetahui hal ini maka jumlah mol ion yang pindah menjadi jumlah

listrik yang pindah dapat dengan mudah diubah sebagai Q+ atau Q-. Daerah tengah

tidak mengalami perubahan karena migrasi ion dari dan ke anoda diimbangi oleh

jumlah yang sama migrasi ion ke dan dari katoda.

Jika t− telah diketahui, t+ dapat ditentukan dari hubungan t++t−=1atau

sebaliknya. yang sering menjadi masalah adalah menentukan Q+ dan Q-. Jika telah

diketahui banyaknya masing-masing ion yang pindah. Hal ini dapat lebih mudah

dipahami dengan menggunakan konsep muatan (absolut) dimulai dari elektron. Dari

percobaan tetes minyak millikan, satu elektron mempunyai muatan (absolut) sebesar

e , yakni 1,602 x 10-19 Coulomb jika elektronnya 1 mol, NA = bilangan Avogadro =

6,02 x 1023 elektron maka muatan yang dibawanya adalah :

Page 78: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

=6 ,02 x1023elektronmol

x 1,602 x10−19 Celektron

¿96485 coulomb /mol¿1 F /mol

Jadi muatan listrik yang dibawa oleh 1 mol elektron adalah 96,485 C atau 1 F.

Untuk ion H+, yang mempunyai muatan 1+, maka muatannya (absolut) sama dengan

muatan elektron yakni 1,602 x 10-19 C dan muatan dari 1 mol H+ sama dengan muatan

dari 1 mol elektron yakni 1 F. Satu ion Mz+ mempunyai muatan (absolut) sebesar z+e

Coulomb dan satu mol Mz+ membawa muatan sebesar z+eN A=z+ 96 . 489Coulomb

atau z+ Faraday. Jika Mz+ sebanyak n+ mol, maka muatan (absolut) yang dibawa

adalah Faraday.

Dengan mengetahui Q dari Coulometer dan Q+ atau Q- dari ion-ion yang

pindah dapat ditentukan t+ atau t− . Analisis pada contoh di atas dapat diterapkan

pada setiap sel yang mengandung elektrolit tunggal dengan elektroda yang

menghasilkan atau mengurangi kation dari elektrolit. Jadi analisis yang sama dapat

diterapkan pada sel seperti yang terdapat pada gambar 2.4 yang diisi larutan CuSO4

dengan elektroda tembaga.

Alternatif lainnya bisa saja digunakan elektroda yang reversibel terhadap

anion, yakni reaksi elektrodanya dapat menghasilkan dan mengurangi anion. Hal ini

dapat terjadi jika misalnya sel diisi dengan larutan NaCl dengan elektroda perak-

perak klorida (Ag-AgCl) yakni elektroda perak yang dilapisi perak klorida. Saat

listrik dialirkan di anoda terjadi oksidasi Ag menjadi Ag+ dalam bentuk padatan

AgCl. Saat Ag+ hasil reaksi bertemu Cl- dari larutan NaCl terbentuk endapan AgCl

(AgCl merupakan garam yang sukar larut). Reaksi yang terjadi di anoda dengan

demikian :

Ag(s) + Cl-(aq) → AgCl(s) + e

Dan di katoda terjadi reaksi sebaliknya yakni reduksi Ag+ (dalam bentuk AgCl)

membentuk logam Ag :

Page 79: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

AgCl(s) + e → Ag(s) + Cl-(aq)

Migrasi (perpindahan) ion-ion Na+ terjadi dari anoda (+) ke katoda (-) dan ion-ion Cl-

dari katoda (-) ke anoda (+). Analisis terhadap larutan di daerah anoda (+) dapat

dilakukan terhadap Na+ maupun Cl- bebas yang larut dalam larutan (bukan sebagai

AgCl padat).

Analisis terhadap larutan di daerah Anoda (+) :

Na+ yang ada di daerah anoda = Na+ mula-mula – Na+ yang pindah dari anoda ke

Katoda

Cl- yang ada di daerah anoda = Cl- mula-mula-Cl- karena reaksi + Cl- yang pindah

ke anoda

Analisis terhadap larutan di daerah Katoda (-) :

Na+ yang ada di daerah katoda = Na+ mula-mula – Na+ yang pindah dari anoda ke

Katoda

Cl- yang ada di daerah katoda = Cl- mula-mula + Cl- yang pindah -Cl- yang pindah

dari katoda ke anoda

Apakah reaksi elektroda pada metode Hittorf harus melibatkan ion-ion dari

elektrolit? Bagaimana jika elektroda yang digunakan pada contoh terakhir (larutan

NaCl) diganti dengan platina? Hal ini akan dibahas pada contoh soal 2.2.

Page 80: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Lengkapnya tujuan dari daerah bagian II yakni bagian tengah, menjadi jelas

dari contoh terakhir diatas. Analisis dilakukan didasarkan pada asumsi bahwa hanya

ion-ion Na+ dan Cl- yang mengangkut arus melewati garis atau batas I-II dsan II-III

padahal reaksi elektroda menghasilkan ion H+ dan OH-. Jika terjadi pencampuran di

bagian anoda dan bagian katoda selama elektrolisis, maka ion-ion hasil reaksi

elektroda ini akan mengangkut bagian dari arus. Akibatnya penerimaan dan

kehilangan ion-ion Na+ dan Cl- akan lebih kecil daripada yang diharapkan dan analisis

keseluruhan akan salah. Cara untuk menguji hasil atau produk elektrolisis mencapai

daerah II atau tidak, dalam hal ini adalah dengan menguji pH dari bagian tengah

apakah berubah atau tidak.

Analisis setiap bagian pada contoh-contoh di atas dinyatakan dengan jumlah

yang diterima atau yang hilang selama elektrolisis. Konsentrasi tidak masuk secara

langsung, padahal bilangan angkut bergantung pada konsentrasi. Oleh karena itu

diharapkan agar selama elektrolisis tidak terjadi perubahan komposisi yang terlalu

besar tapi cukup untuk dapat dianalisis perubahannya. Jadi jumlah listrik yang

dialirkan melalui sel disarankan lebih kecil dari satu faraday.

Hal penting yang harus diperhatikan saat menganalisis jumlah ion-ion dalam

larutan (keadaan awal dan akhir) harus dalam sejumlah pelarut yang sama saat awal

dan akhir, karena jika jumlah pelarut berbeda, maka perbedaan ini menyebabkan

jumlah ion-ionnya juga berbeda yang bukan disebabkan reaksi dan kepindahan, jadi

hindari perbedaan jumlah terlarut karena beda jumlah pelarut.

Penentuan Bilangan Angkut Dengan Cara Pergerakan Batas (moving

Boundary)

Jika penentuan bilangan angkut dengan cara Hittorf didasarkan pada

penambahan konsentrasi larutan disekitar elektrodanya, maka cara gerakan batas

(moving boundary method) didasarkan pada pergerakan ion-ion ketika beda potensial

diterapkan. Pergerakan ion ini pada perbatasan dua larutan elektrolit yang berbeda

Page 81: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dapat langsung diamati. Alat yang digunakan untuk keperluan tersebut sama dengan

cara Hittorf, kecuali selnya dapat dilihat pada gambar berikut.

DC

- +-

b

a

+

+

-

Gambar 2.5. Sel elektrolisis untuk penentuan bilangan

angkut dengan cara gerakan batas

Elektrolit yang dipelajari dimasukkan ke dalam alat sebagai lapisan atas,

sementara lapisan bawahnya merupakan larutan suatu garam dengan anion yang sama

dan kationnya harus mempunyai mobilitas yang lebih kecil dari kation elektrolit yang

dipelajari. Sebagai contoh jika larutan KCl yang akan dipelajari, digunakan sebagai

lapisan atas dan lapisan bawahnya bisa menggunakan larutan CdCl2. Mobilitas Cd2+

lebih kecil daripada K+. Saat arus dialirkan anion, Cl- bergerak turun ke anoda,

sementara K+ dan Cd2+ bergerak naik ke katoda. Saat ion K+ naik tempatnya

Biasanya yg dibawah a itu yg lebih lambat, yg atas lebih cepat supaya batasnya tetap terlihat dan tidak kabur

Page 82: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

digantikan oleh Cd2+, karena itu perbatasan antara kedua larutan juga bergerak naik.

Dengan mengetahui volume yang dilewati perbatasan yang bergerak tadi untuk

sejumlah listrik yang dilewatkan ke dalam sel dapat dihitung bilangan angkut K+.

Misalnya volum yang dilewati gerakan perbatasan adalah dari a ke b. Jumlah listrik

yang dialirkan saat pergerakan pindah dari a ke b tersebut sebesar Q (dapat ditentukan

dari Coulometer). Jika konsentrasi larutan KCl adalah C, maka konsentrasi K+ juga C.

Berarti K+ yang berpindah dari a ke b adalah sebesar V x C. Dengan mengetahui

jumlah mol K+ yang pindah dapat dihitung jumlah muatan yang diangkutnya, Q+.

Dengan demikian maka t+ dapat ditentukan :

t+=Q+

Q

2. 2. 4 Hantaran Larutan

Dari uraian sebelumnya, kita ketahui bahwa penghantaran listrik merupakan

suatu fenomena transport, yakni perpindahan sesuatu yang bermuatan (baik dalam

bentuk elektron maupun ion) melalui sistem. Oleh karena itu hukum-hukum atau

persamaan-persamaan yang berlaku untuk penghantar logam juga berlaku untuk

penghantar yang lainnya, termasuk larutan elektrolit.

Salah satu persamaan penting dalam membicarakan hantaran listrik adalah:

I = ΔφR ( 2.27)

yang dikenal sebagai Hukum Ohm. Pada persamaan tersebut, I merupakan kuat arus

yang mengalir melalui medium (konduktor), ΔΦ beda potensial listrik sepanjang

medium dan R tahanan dari medium. Dalam system SI, kuat arus dinyatakan dalam

ampere (I), perbedaan potensial dalam volt (V) dan tahanan dalam ohm (Ω). Tahanan

sepanjang medium bergantung pada ukuran dari konduktor. Untuk konduktor dengan

luas penampang yang sama :

V tabung = phi r2 t cth soal buka diktat hal 84-85C = konsentrasi

Page 83: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

R = ρ . l

A (2.28)

l merupakan panjang, A luas penampang dan ρ disebut tahanan jenis, karena satuan

R adalah ohm (Ω), satuan l adalah cm atau m dan satuan A adalah cm2 atau m2, maka

satuan untuk ρ adalah Ω cm atau Ω m. Tahanan jenis merupakan sifat khas dari zat

penyusun konduktor. Kebalikan dari tahanan adalah hantaran, L dan kebalikan dari

tahanan jenis adalah hantaran jenis atau daya hantar jenis, dari symbol huruf yunani,

κ (dibaca: kappa) :

L = 1

R= 1

ρx

Al

= κAl (2.29)

Hantaran mempunyai satuan Ω-1 hantaran jenis mempunyai satuan Ω-1 cm-1 atau Ω-1m-

1. Dalam sistem SI, hantaran mempunyai satuan siemens, S (S = Ω-1)

Pengukuran Hantaran Jenis Larutan

Hantaran jenis larutan elektrolit tidak dapat diukur langsung, yang dapat

diukur langsung adalah tahanan dari suatu larutan elektrolit. Selanjutnya hantaran

jenis dapat digunakan dengan menggunakan persamaan (2.29).

Tahanan, R, dari suatu larutan elektrolit tidak dapat diukur dengan baik jika

digunakan arus searah, karena akan terjadi peristiwa elektrolisis yang menyebabkan

perubahan konsentrasi elektrolit dan penumpukan hasil elektrolisis pada elektroda

akan mengubah tahanan larutan. Untuk menghilangkan hal tersebut, digunakan arus

bolak-balik. Elektroda yang digunakan adalah platina yang dilapisi platina hitam. Sel

hantaran (disimpan pada penangas dengan T tetap) ditempatkan di satu sisi dari

jembatan Wheatstone (Gambar 2.6).

Page 84: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Tahanan 3 diatur sedemikian rupa sampai tidak ada arus yang mengalir

melalui detektor di antara titik C dan D. Dengan demikian titik C dan D mempunyai

potensial yang sama. Saat setimbang, dari Hukum Ohm (Persamaan 2.27),

I = ΔφR makaΔφ AD = I 1 R 1 ; Δφ AC = I 3 R3 ; Δφ DB = I1 R2 ;dan ΔφCB = I 3 R ,(dengan R tahanan

dari sel), karena

φC = φD , maka Δφ AC = Δφ AD dan ΔφDB = Δφ CB sehingga I 1 R1 = I 3 R3 dan I 1 R2 =I3 R .

Pembagian persamaan kedua dengan yang pertama menghasilkan :

R2

R1

= RR3

atau

R =R2 R3

R1

Setelah diperoleh R maka hantaran jenis dapat ditentukan dengan

menggunakan persamaan (2.29) dengan κ = 1

ρ sedangkan A dan l masing-masing luas

Page 85: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

permukaan dan jarak antar elektroda. Tetapan sel, ksel didefinisikan sebagai

lA

sehinggga κ =

ksel

R .

Tetapan sel biasanya tidak ditentukan dari pengukuran l dan A (karena elektroda-

elektrodanya sudah tertentu, tetapi dilakukan dengan mengukur R suatu larutan

elektrolit (biasanya larutan KCl) dengan hantaran jenis yang sudah diketahui nilai κ

yang akurat untuk larutan KCl pada berbagai konsentrasi telah ditentukan melalui

eksperimen dalam sel yang ukurannya diketahui dengan teliti. Pada 25oC dan 1 atm,

nilai κ untuk larutan KCl (dalam pelarut air) pada berbagai konsentrasi dapat dilihat

pada table 2.2 .

Tabel 2.2

Hantaran Jenis KCl pada Berbagai Konsentrasi

C/(mol dm-3) 0 0,001 0,01 0,1 1

κ /(Ω-1 cm-1) 0 0,000147 0,00141 0,0129 0,112

Untuk memaksimumkan kepekaan dalam pengukuran larutan dengan hantaran

tinggi diperlukan suatu sel dengan tetapan sel yang tinggi. Sel yang demikian

merupakan jenis sel seperti yang ditunjukkan oleh gambar (2.7) dengan elektroda

kecil yang dipisahkan oleh jarak yang besar. Untuk pengukuran larutan dengan

hantaran yang kecil, l/A harus sekecil mungkin seperti pada gambar (2.8).

Semakin peka semakin kecil hantarannya, karena seharusnya 10x dr 0,1 itu hantarannya 0,129. Hal ini terjadi krna mereka smkin besar konsentrasi smkin besar antaraksi jdi semkin kurang maksimal untk mghntarkan arusnya

Page 86: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pada pengukuran hantaran jenis elektrolit ini, perlu digunakan pelarut yang

sangat murni, karena adanya pengotor meskipun sedikit dapat mempengaruhi k secara

signifikan. Untuk memperoleh hantaran jenis elektrolit, maka hantaran jenis pelarut

murni harus dikurangkan terhadap larutannya.

Hantaran Molar

Meskipun hantaran jenis dapat diukur dengan mudah, tetapi besaran ini tidak

biasa digunakan dalam membahas proses penghantaran dalam suatu larutan elektrolit.

Page 87: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Suatu larutan dengan konsentrasi yang berbeda akan mempunyai hantaran jenis yang

berbeda karena sevolume larutan dengan konsentrasi yang berbeda mengandung

jumlah ion yang berbeda. Karena itu untuk memperoleh ukuran kemampuan

mengangkut listrik dari sejumlah tertentu elektrolit, didefinisikan hantaran molar, Λm

.

Λm = κC (2.31)

dengan C konsentrasi elektrolit. (Perhatikan bahwa hantaran molar bukan hantaran

jenis per mol, melainkan hantaran jenis per satuan konsentrasi molar). Sebagai

contoh, untuk larutan KCl 1 M, dengan κ = 0,112 Ω-1cm-1 pada 25 0C dan 1 atm,

maka :

Λm( KCl )= 0 ,112Ω−1cm−1

1moldm−3=

0 ,112Ω−1 (10−2 m)−1

1 mol (10−1m)−3

= 0 ,0112Ω−1m2mol−1

atau = 1 , 12 x 102Ω−1 cm2 mol−1

Istilah lain yakni hantaran ekivalen, dulu sering digunakan. Dalam hal ini

hantaran dinyatakan dalam bentuk jumlah muatan individual yang diangkut. Sebagai

contoh untuk larutan elektrolit uniekivalen seperti larutan KCl atau NaCl, setiap ion

membawa satu satuan muatan sehingga hantaran ekivalen sama dengan hantaran

molar. Untuk larutan elektrolit divalen seperti MgSO4, setiap ion membawa dua

satuan muatan, sehingga hantaran ekivalennya setengah dari hantaran molarnya.

Dengan kata lain hubungan antra keduanya dinyatakan dengan : Λeq =

Λm

z+ v+=

Λm

z− v−

Page 88: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kebergantungan Hantaran Molar terhadap Konsentrasi

Berdasarkan hantarannya, elektrolit dibedakan menjadi dua, yakni elektrolit

kuat dan elektrolit lemah. Elektrolit kuat seperti garam-garam dan sebagian asam-

asam seperti asam nitrat, sulfat, klorida mempunyai hantaran molar yang tinggi dan

dengan pengenceran mengalami kenaikan yang tidak terlalu besar, sementara

elektrolit lemah seperti asam asetat dan asam-asam organik lainya mempunyai

hantaran yang jauh lebih rendah pada konsentrasi tinggi, tetapi nilainya meningkat

tajam dengan semakin encernya larutan (lihat gambar 2.9).

Untuk elektrolit kuat yang tidak mengandung asosiasi ion, konsentrasi ionnya

berbanding lurus dengan konsentrasi elektrolitnya, jadi dapat dilihat bahwa

pembagian κ

dengan C akan menghasilkan suatu besaran yang tidak bergantung pada konsentrasi.

Akan tetapi, Λm untuk larutan seperti NaCl, KBr dan sebagainya dalam air berubah

dengan berubahnya konsentrasi. Hal ini terjadi karena ada antar aksi di antara ion-ion

yang mempengaruhi hantran jenisnya, κ . Interaksi ini berubah dengan berubahnya

konsentrasi.

Page 89: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 2.9. Hantaran molar elektrolit dalam pelarut air

Terhadap akar pangkat dua dari kosentrasi pada 298,15 K

(Dari Moore, water J,.1986. Basic Physical Chemistry. New Delhi. Prentice – Hall of

India)

Nilai Λm yang diekstrapolasi pada konsentrasi nol disebut dengan hantaran

molar pada pengenceran tak hingga, Λm

. Ekstrapolasi dapat dengan mudah dilakukan

untuk elektrolit kuat, tetapi untuk elektrolit lemah tidak demikian, karena

kenaikannya yang sangat tajam pasa konsentrasi sangat rendah (pengenceran tak

hingga), dimana pengukuran melalui percobaan tak mungkin dilakukan.

Kebergantungan hantaran molar terhadap konsentrasi untuk larutan elektrolit kuat

dapat dinyatakan dalam persamaan empiris berikut:

Λm = Λ

m − B√C(2.32)

dengan, B suatu tetapan. Jika Λm

untuk elektrolit kuat dapat diperoleh melalui grafik

Λm

terhadap √C , bagaimanakah cara menentukan Λm

untuk elektrolit lemah ?

Menurut Kohlrausch, pada pengenceran tak hingga dimana disosiasi untuk

semua elektrolit berlangsung sempurna dan semua gaya antar ion hilang, masing-

masing ion dalam larutan bergerak bebas dan tidak bergantung pada ion pasangannya.

Kontribusi terhadap daya hantar molar hanya bergantung pada sifat dari ionnya

tersebut. Jadi daya hantar molar setiap elektrolit pada pengenceran tak hingga

merupakan jumlah dari daya hantar molar ion-ionnya pada pengenceran tak hingga.

Λ∞

m = v+ λ∞

m++v− λ m∞

(2.33)

Bukti validitas pernyataan ini dapat dilihat dari Tabel 2.3.

Page 90: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Tabel 2.3, Hantaran Molar pada Pengenceran Tak Hingga

untuk Beberapa Elektrolit dalam Air Pada 298 K

Elektrolit Am/(Ω-1 mol-1 cm2) Elektrolit Am/(Ω-1 mol-1 cm2)

HCl

CH3COOH

LiCl

NaCl

AgCl

KCl

426,16

390,71

115,03

126,45

137,20

149,85

LiNO3

NaNO3

KNO3

CuSO4

CH3COONa

110,14

121,56

144,96

267,24

91,00

Dari Tabel 2.3 ditemukan pola menarik yang muncul jika kita menelusuri

perbedaan Λm∞ diantara dua elekrolit yang mengandung anion atau kation yang

sama jenisnya. Sebagai contoh :

Λ∞ (KCl )−Λ∞( NaCl )=23 ,4Ω−1mol−1 cm2

Λ∞ (KNO3 )−Λ∞( NaNO3 )=23 , 4Ω−1 mol−1cm2

Berdasarkan Persamaan (2.33) :

Untuk KCl Λ∞ (KCl ) = Λ∞

k++ Λ

∞cl−

Untuk NaCl Λ∞ (NaCl ) = Λ∞

Na++ Λ

∞cl−

Λ∞ (KCl )- Λ∞ (NaCl ) = Λ

∞k++ Λ

∞cl− - (Λ

∞Na+

+ Λ∞

cl− )

= Λ∞

K+−Λ

∞Na−

= 23,4 Ώ−1mol−1 cm2

Page 91: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Temuan penting dari Kohlrausch di atas, memungkinkan kita untuk

mengestimasi Λ∞

elektrolit lemah dari garam-garamnya yang merupakan elektrolit

kuat, sebagai contoh untuk elektrolit lemah seperti asam asetat, HAc, Λm∞ dapat

ditentukan sebagai berikut:

Λm∞ (HAc) = Λ∞

(NaAc) + Λ∞(HCl) - Λ

∞(NaCl)

= (91,00 + 426,16 – 126,45) Ώ−1 mol−1 cm2

= 390,71 Ω−1 mol−1 cm2

Mobilitas Ion

Seperti telah diuraikan sebelumnya kuat arus dalam suatu larutan elektrolit

merupakan penjumlahan dari kuat arus yang diangkut oleh masing-masing ion

(Persamaan 2.17). Kontribusi setiap ion terhadap kuat arus telah ditentukan

(Persamaan 2.18 dan 2.19). Hantaran larutan sesuai dengan persamaan (2.29) adalah :

L = K

Al dan dengan menggunakan hantaran molar :

Λ= κC , maka κ=ΛC

sehingga persamaan untuk L menjadi : L = ΛCAl .

Berdasarkan hukum Ohm, Δφ=IR atau R =

ΔφI atau L =

1R

= 1Δφ

atau

Δφ L = 1, diperoleh :

1R

=κAl= I

|Δφ|⇒ κ= I

|Δφ|lA . Substitusi persamaan ini

terhadap Λ= κ

C menghasilkan : Λ= 1 l

C|Δφ|Aatau Λ

|Δφ|l

= 1CA . Karena gradien

Page 92: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

potensial, E =

|Δφ|l , dan I =

v+ N + z+e+v− N− z− e

l , maka rumusan tersebut dapat pula

dituliskan sebagai berikut :

ΛE =v+ N+ z+ e+v− N− z−e

CAl

Karena N+ = n+NA = v+nNA dan N- = n-NA = v-nNA maka persamaan di atas

menjadi :

ΛE=v+ υ+ nN A z+ e+v− υ− N− z− e

CAl

dengan mensubstitusikan NAe = F CAl = CV = n, maka diperoleh :

ΛE=v+υ+ nN A z+ e+v−υ− N− z− e

n=v+ υ+ Fz++v−υ− Fz−

Λ = z+ v+ F (v+

E+

v−

E ) , dengan gradien potensial , E=Δφl

Λ = z+ v+ F (u++u− )Hantaran molar ion-ion didefinisikan sebagai :

λ+ = z+ Fu+ dan λ− = z− Fu− (2 .34 )maka : Λ = v+ λ++v− λ−

u+ =λ+

z+ Fdan u− =

λ−

z− F(2 .35 )

dengan u+ dan u-disebut sebagai mobilitas kation dan anion. Jadi jika daya hantar

ionnya besar, maka mobilitasnya juga besar. Pada konsentrasi elektrolit tertentu,

mobilitas ion juga tertentu dan berbeda harganya pada konsentrasi yang berbeda.

Mobilitas bergantung pada konsentrasi. Hasil percobaan memperlihatkan bahwa turun

dengan naiknya konsentrasi. Hal ini disebabkan oleh gaya tarik antar ion.

Pada larutan NaCl 0,20 mol/dm3 pada 25 0C dan 1 atm, diperoleh Λ(Cl-) =

65,1 x 10-5 cm2V-1S-1. Nilainya sedikit berbeda dengan Λ(Cl-) dalam larutan KCl 0,20

Page 93: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

mol/dm3. Nilainya 65,6 x 10-5 cm2V-1S-1. Hal ini terjadi karena ada sedikit perbedaan

perbedaan pada antaraksi Na+ - Cl- dibandingkan dengan antaraksi K+ - Cl-.

Hasil percobaan mobilitas ion yang diekstrapolasi pada pengenceran tak

hingga untuk beberapa ion dalam air pada 25 0C dan 1 atm adalah sebagai berikut:

Ion H3O+ Li+ Na+ Mg2+ OH- Cl- Br- NO3-

105 u∞/cm2 V −1 S−1 363 40,2 51,9 55,0 206 79,1 81,0 74,0

Pada pengenceran tak hingga, gaya antar ion tidak ada, sehingga u∞

(Cl-)

mempunyai nilai yang sama baik dalam larutan NaCl, KCl dan seterusnya.

Untuk ion-ion anorganik dapat dilihat bahwa u∞

dalam larutannya dengan

pelarut air pada 25 0C dan 1 atm ada pada rentang 40 sampai 80 cm2V-1S-1. Akan

tetapi untuk H3O+ dan OH- mempunyai nilai yang jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan ion-ion lainya. Hal ini karena dalam pelarut air terjadi mekanisme jumping

proton pada H3O+. proton pindah dari H3O+ ke molekul H2O tetanggganya dan

prosesnya menghasilkan efek yang sama seperti pergerakkan H3O+ melalui larutan

dari satu bagian (+) berpindah ke bagian lain (-) melalui perpindahan sebagai berikut.

Page 94: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Satu proton dipindahkan dari ion H3O+ ke molekul air didekatnya, sehingga molekul

berubah menjadi H3O+. Proses ini berlangsung berulang-ulang, H3O+ yang baru

terbentuk memindahkan protonnya ke molekul air berikutnya dan seterusnya. Proses

yang sama terjadi untuk ion hidroksil:

Mobilitas yang tinggi dari OH- disebabkan oleh transfer proton dari molekul H2O ke

ion OH- yang ekivalen dengan pergerakkan OH- dalam arah yang berlawanan. Proses

transfer ini menghasilkan muatan positif yang lebih cepat dibandingkan dengan jika

ion H3O+ tersebut terdorong pindah melalui larutan seperti yang terjadi pada ion-ion

lainya.

2.2.5 Penerapan dari Pengukuran Daya Hantar

Pengukuran daya hantar yang relatif mudah dan akurat dapat diterapkan

dalam banyak hal. Berikut akan diuraikan tiga contoh penerapannya, yakni pada

titrasi yang disebut dengan titrasi konduktometri, penentuan kelarutan dan penentuan

tetapan disosiasi elektrolit lemah. Penerapan lain yang lebih praktis adalah

digunakannya pengukuran daya hantar untuk memonitor air murni yang diperoleh

dari deionisasi air melalui resin pertukaran ion.

Titrasi Konduktometri

Page 95: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pengukuran daya hantar dapat digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi

sebagai contoh kita tinjau titrasi asam basa. Pertama kita kaji dulu titrasi asam kuat

seperti asam klorida (HCl) oleh basa kuat seperti NaOH. Seperti yang telah diuraikan

sebelumnya, daya hantar H+ dan OH- jauh lebih besar dari pada kation-kation dan

anion-anion lainya. Sebelum ditambah basa, larutan HCl mengandung banyak ion H+

yang menyebabkan daya hantar larutan tersebut tinggi. Ketika ditambahkan basa ion

H+ dari HCl akan bereaksi dengan OH- dari NaOH membentuk air. Dan H+ yang

bereaksi (dalam larutan) digantikan oleh Na+ (dari basa) yang daya hantaranya lebih

rendah. Akibatnya daya hantar larutan turun. Demikian seterusnya sampai

penambahan basa mencapai titik ekivalen. Penambahan basa selanjutnya akan

meningkatkan kembali daya hantar karena larutan sekarang kelebihan Na+ dan OH- .

Jika daya hantar larutan selama titrasi dialurkan terhadap volume larutan NaOH yang

ditambahkan akan diperoleh grafik (a) seperti yang terdapat pada gambar 2.9

Grafik yang menurun sepanjang AB menunjukkan daya hantar campuran

garam dan asam, titik B menunjukkan daya hantar garam tanpa kelebihan asam

maupun basa, artinya titik tersebut merupakan titik ekivalen. Garis BC menunjukkan

daya hantar campuran garam dan kelebihan basa.

Jika asam yang dititrasi asam lemah seperti asam asetat maka bentuk

kurvanya akan berbeda, dan secara umum digambarkan dengan kurva (b) pada

BC meningkat krna NaCl terus tmbh oleh NaOH dg OH- yg cpt brgrak.AB menurun krna H+ dgntikn oleh Na dg mobilitas dan daya hantarnya yg lbih rendah

Page 96: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

gambar 2.9. Sebelum penambahan basa, daya hantarnya rendah (titik D) karena

asamnya asam lemah (jumlah ion-ion yang ada dalam larutan sedikit), dengan

ionisasi :

CH3COOH(aq) H+(aq) + CH3COO-

(aq) (2.36)

Ketika ditambahkan basa, maka H+ dari asam tersebut akan bereaksi dengan OH- dari

basa membentuk air. Jadi keberadaan H+ yang bereaksi digantikan oleh Na+ yang

daya hantarnya lebih rendah dari H+. Jika hanya itu yang terjadi, seharusnya daya

hantarnya turun. Akan tetapi fakta menunjukkan daya hantarnya ternyata naik,

meskipun tidak terlalu tajam. Hal ini disebabkan oleh reaksi ionisasi CH3COOH

merupakan reaksi kesetimbangan maka berkurangnya H+ (karena sudah bereaksi

dengan OH-) akan menyebabkan reaksi kesetimbangan (2.36) akan bergeser ke arah

kanan, yakni ke arah pembentukan H+ sampai tercapai keadaan kesetimbangan yang

baru. Dengan demikian kurva titrasinya tidak turun melainkan naik sepanjang garis

DE. Jika semua asam telah dinetralkan, penambahan basa berlebih akan

menyebabkan kenaikan daya hantar larutan dengan cukup tajam sesuai dengan garis

DF. Sebenarnya perpotongan kedua garis tersebut tidak setajam yang digambarkan

melainkan bentuk agak melengkung. Perpotongan yang tidak tajam ini disebabkan

terjadinya hidrolisis dan garam yang terbentuk ketika terjadi netralisasi. Akan tetapi

ini tidak jadi masalah karena bagian kurva yang lurus dapat diperpanjang untuk

memperoleh titik ekivalen yang benar. Bentuk kurva titrasi yang digambarkan di atas

hanya diterapkan untuk kondisi-kondisi di atas yang khas (untuk HCl-NaOH dan

CH3COOH- NaOH ). Jika kekuatan relatif asam berubah, begitu pula kurva titrasinya.

Akan tetapi bukan berarti titrasi konduktorimetri hanya berlaku untuk asam-basa saja

melainkan banyak titrasi yang dengan cara titrasi biasa, misalnya ketika tidak

diperoleh indikator yang cocok. Jadi cara ini dapat diterapkan pada titrasi apa saja

yang memberikan perubahan tajam pada daya hantarnya di titik ekivalen. Misalnya

pada titrasi larutan perak nitrat dengan natrium klorida, dengan reaksi pengendapan :

Ag+ + Cl- AgCl

Page 97: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Ion Na+ menggantikan ion Ag+ dalam larutan. Daya hantar ion Na+ hampir sama

dengan daya hantar ion Ag+. Dengan sendirinya hal ini akan memberikan daya hantar

yang relatif tidak berubah. Akibatnya aluran daya hantar terhadap volum titran

mendekati horizontal. Akan tetapi setelah titik ekivalen dilampaui, daya hantar

meningkat dengan tajam akibat bertambahnya ion-ion dalam larutan. Dengan

demikian titik akhir dapat ditentukan dengan mudah.

Penentuan Hasil Kali Kelarutan

Kelarutan (dengan demikian juga hasil kali kelarutan) garam-garam yang

sukar larut dapat ditentukan melalui pengukuran daya hantarnya. Sebagai contoh kita

pelajari kelarutan barium sulfat. Pertama-tama kita buat larutan jenuh dari garam

tersebut dalam air yang hantaran jenisnya diketahui. Kemudian hantaran jenis larutan

jenuhnya diukur. Selisih hantaran jenis yang dihasilkan merupakan hantaran jenis

untuk garamnya sendiri, yakni :

κ (garam )= κ( laru tan jenuh garam tersebut dalam air )−κ(air ) (2.37)

Berdasarkan κ (garam )daya hantar molarnya dapat dituliskan :

Λ=κ(garam )

C=

κ(garam )

s

Dengan s kelarutan barium sulfat (BaSO4). Karena kita bekerja dengan garam yang

sukar larut, konsentrasi larutannya rendah sehingga sifatnya dapat dianggap sama

dengan larutan pada pengenceran tak hingga. Dengan demikian dapat kita asumsikan

bahwaΛ ≃Λ∞ sehingga :

s= κΛ∞

(2.38)

Nilai Λ∞

dapat diperoleh dari data hantaran molar ion-ionnya pada pengenceran tak

hinggga (table 2.3). Jadi dari persamaan (2.38) dapat kita tentukan kelarutan dari

Page 98: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

BaSO4 dalam air. Dengan mengetahui kelarutannya, selanjutnya dapat dihitung hasil

kali kelarutannya melalui persamaan :

Ksp = [Ba2+] [SO42-]

Penentuan Tetapan Disosiasi

Pada konsentrasi tertentu, elektrolit lemah hanya terdisosiasi sebagian dengan

derajat disosiasi, α. Pada tahun 1887 Arrhenius menyatakan bahwa α berhubungan

dengan hantaran molarnya melalui persamaan :

α= ΛΛ∞

(2.39)

Ostwald menggunakan persamaan (2.39) di atas untuk menentukan tetapan

kesetimbangan disosiasi. Kita tinjau asam lemah HA dengan konsentrasi C mol/L :

HA ↔ H+ + A-

Saat kesetimbnagan tercapai [HA] = C (1 - α), [H+] = Cα dan [A-] = Cα.

Berdasarkan definisi, tetapan kesetimbangannya :

K = [ H+ ][ A− ][ HA ]

= C2 α2

C (1−α )

Dengan menggunakan Persamaan (2.39) diperoleh :

K=CΛ 2

Λ∞( Λ∞−Λ )atau

KΛ∞2

−K ΛΛ∞=CΛ2(2.40)

Perkalian persamaan terakhir dengan

1

KΛ∞2

Λ dan menata ulang persamaan akan

diperoleh :

= 1Λ∞+ CΛ

KΛ∞2

(2.41)

Dengan demikian harga K dapat diperoleh langsung melalui persamaan (2.40) asal

harga Λ∞

diketahui, atau untuk lebih teliti digunakan persamaan (2.41) dengan

Dijelaskan dg kurva

Page 99: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

mengalurkan

1Λ terhadapCΛ . Perpotongan dengan

1Λ terhadap CΛ menghasilkan

1Λ∞

dan kemiringan sama dengan

1

KΛ∞2

Λ . Jadi dari nilai kemiringan dan

perpotongan tersebut, dapat diperoleh Λ∞ danK .

Cara ini memerlukan data hantaran molar untuk elektrolit lemah tersebut pada

berbagai konsentrasi. Setelah Λ∞diketahui, maka α pada berbagai konsentrasi dapat

ditentukan melalui persamaan (2.39).

2.3 Keaktifan Ion Larutan

Karena sifat-sifat suatu larutan dipengaruhi oleh hadirnya ion lain yang

berinteraksi secara elektrostatik, kecuali pada pelarutan tak hingga, konsentrasi

merupakan parameter yang tak memuaskan untuk digunakan dalam prediksi

kontribusi ion-ion tersebut terhadap sifat keseluruhan dari larutan. Yang kita

butuhkan di sini adalah besaran yang selaras dengan konsentrasi, yaitu jumlah

sebenarnya ion yang ada yang mengungkapkan kemampuannya menentukan sifat-

sifat untuk ambil bagian dalam suatu reaksi kimia atau mempengaruhi posisi

kesetimbangan. Parameter tersebut disebut sebagai keaktifan, a dan dihubungkan

terhadap konsentrasi, C oleh hubungan sederhana yakni :

a i=γi . Ci (2.42)

γ i disebut koefesien keaktifan yang dapat memiliki bentuk berbeda sesuai dengan

satuan konsentrasi yang digunakan. Potensial kimia (μi ) dari satu spesi dapat

diungkapkan dalam bentuk :

μi=( μio )x+RT ln x i γ i (2.43a)

μi=( μio )c+RT ln c i γ i (2.43b)

μi=( μio )c+RT ln c i γ i (2.43c)

Page 100: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dengan : x = fraksi mol

c = kemolaran

m = kemolalan

Untuk elektrolit, potensial kimia kation dan anion yang dinyatakan dalam skala

kemolalan :

μ+=μ+0+RT ln x+ γ+ (2.44.a)

dan μ−=μ−0 +RT ln x− γ− (2.44.b)

Potensial kimia elektrolit, μi sebagai keseluruhan potensial kimia kation dan anion ,

μ+ dan μ− dinyatakan dengan :

μi = v+ μ++v− μ− (2.45)

Subtitusi persamaan (2.44a dan b) ke dalam persamaan (2.45) menghasilkan :

μi = v+ μ+o +v− μ−

o +v+ RT ln m+ γ++v− RT ln m−γ−

(2.46)

= v+ μ+o +v− μ−

o+RTln{(γ )v− ( γ− )v− (m+ )v+ (m− )v−

karena μ+ dan μ− tidak dapat ditentukan secara eksperimen, maka koefesien

keaktifan ion tunggal γ+ dan γ− tidak dapat diukur. Oleh karena itu didefenisikan

koefesien keaktifan rata – rata, γ± dari elektrolit M v , X v sebagai :

(γ±)v=(γ+ )v− (γ )v− (2.47)

dengan v = v++v−

v+ dan v− masing – masing koefisien kation dan anion. Sebagai contoh, untuk CaCl2,

γ±3=γ+ γ−

2 dan γ±=γ+

13 γ−

2 3

.

Untuk menyederhanakan persamaan (2.46) didefenisikan pula :

Page 101: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

μio=v+ μ

0++v− μ−o

(2.48)

Dan keaktifan ion rerata (a2) didefinisikan sebagai :

(a± )v=a+v+ a−

v−

(2.49)

sehingga Persamaan (2.46) menjadi :

μi=μio+RT ln a±

v

Penentuan Koefisien Keaktifan Elektrolit

Pada bab sebelumnya sudah diuraikan penentuan koefisien keaktifan terlarut

non elektrolit yang tidak mudah menguap dengan menggunakan persamaan Gibbs-

Duhem. Cara yang sama dapat digunakan untuk menentukan koefisien keaktifan

elektrolit yang tidak menguap. Uraian dibatasi hanya untuk elektrolit kuat i dengan

rumus Mv+ . Xv-.

Potensial kimia pelarut dapat dinyatakan dalam bentuk skala fraksi mol :

μA=μA¿ +RT ln a A

Tekanan uap untuk pelarut dalam larutan elektrolit, dinyatakan dengan :

PA=aA PA¿

(2.50)

Karena terlarut diasumsikan tidak mudah menguap, maka PA sama dengan tekanan

uap dari larutan dan persamaan (2.50) dapat digunakan untuk mentukan keaktifan dan

koefisien keaktifan pelarut melalui pengukuran tekanan uap. Dengan menggunakan

potensial kimia untuk pelarut : μA=μA¿ +RT ln γ x . A χ A dan potensial kimia untuk

larutan elektrolit sebagai terlarut (persamaan 2.46) dan dengan menggunakan

persamaan (2.47) dan (2.48) maka potensial kimia elektrolit, μi menjadi :

μi=μio+RT ln [(γ± )v (m+ )v+ (m− )

v− ]

= μio+RT ln (v± γ±mi ) (2.51)

dengan v±v =v+

v−

Page 102: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

DariμA danμi dapat diturunkan ∂ μ A dan ∂ μ iyang kemudian disubstitusikan ke

dalam persamaan Gibbs-Duhem :

n A∂ μA+ni∂ μi=0

Intergrasinya menghasilkan koefisien keaktifan elektrolit,γ i sebagai fungsi dari

komposisi. Jadi dari koefisien keaktifan pelarut sebagai fungsi komposisi dapat

ditentukan koefisien keaktifan elektrolit. Koefisien keaktifan juga dapat ditentukan

dari data sel elektrokimia (bab 3).

Teori Debye-Huckel untuk Larutan Elektrolit

Pada tahun 1923, Deybe-Huckel mulai dari model yang sangat sederhana

untuk larutan elektrolit dan menggunakan mekanika statistik untuk menurunkan

pernyataan teoritis untuk koefisien aktivitas ion γ+ dan γ− . Dalam model tersebut,

ion-ion dianggap sebagai bola keras yang seukuran diameternya. Selanjutnya Deybe-

Huckel mengasumsikan bahwa larutan sangat encer. Pembatasan ini

menyederhanakan matematikanya. Pada pengenceran yang sangat tinggi,

penyimpangan dari keadaan encer ideal datang dari gaya coulomb berupa gaya atraksi

dan tolakkan di antara ion-ion. Setiap ion dikelilingi oleh suatu atmosfer molekul-

molekul pelarut dan ion-ionnya. Secara rata-rata, setiap ion positif akan dikelilingi

oleh lebih banyak ion negatif dari pada ion positif. Deybe-Huckel menggunakan

hukum distribusi Boltzman dari mekanika statistik untuk mencari rata-rata distribusi

muatan di sekitar suatu ion.

Koefisien keaktifan kemudian ditentukan sebagai berikut. Larutan elektrolit

dijaga pada T dan P tetap. Pertama-tama antar ion yang satu dengan yang lain

dianggap tidak bermuatan dan tidak ada antar aksi di antra ion-ion tersebut auat

dengan kata lain larutan bersifat ideal. Kemudian secara reversible semua muatan ion

ditingkatkan dari nol sampai nilai yang ada dalam larutan elektrolit. Kerja listrik yang

dilakukan pada proses ini dinotasikan dengan Wel. Pada proses T dan P konstan,

Page 103: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ΔG=W non−PV dalam hal iniWnon−PV=wel . Deybe-Huckel menghitung Wel dari

masing-masing energi potensial elektrostatik dari antaraksi masing-masing ion

dengan rata-rata distribusi muatan yang mengelilinginya selama proses tersebut.

Karena proses dimulai dari larutan encer ideal dan berakhir dengan keadaan nyata

larutan, ∆G adalah G - Gid dengan G energi Gibbs nyata dari larutan dan Gid adalah

energi Gibbs larutan jika ideal - encer. Karena itu G - Gid = wel

Giddiketahui dari

Gid=∑j

n j μjid

dan G - Gid diketahui dari perhitungan wel.

Dengan demikian G larutan dapat diketahui. Dengan menentukan

∂G∂n+ dan

∂G∂n−

dapat diperoleh μ+ dan μ− , sehingga koefisien keaktifan, γ+ dan γ− , dapat diketahui.

Hasil akhir Debye-Huckel diperoleh :

ln γ+=−z+

2 AIm

1/ 2

1+BaIm1/2

, ln γ−=−z−

2 AIm

1/2

1+BaIm1/2 (2.50)

dengan A, B dan Im masing-masing adalah :

A=(2πN A ρA)1/2 (e2

4 πε0 ε r, A

KT )3/2

(2 . 51)

B=e(2 N A ρA

ε0 εr , A KT )1 /2

(2. 52 )

I m=1/2∑j

zj2

m j (2 . 53)

Pada persamaan – persamaan tersebut, a merupakan diameter ion rata – rata

γ+ dan γ− masing – masing koefesien keaktifan skala kemolalan untuk ion – ion M

2+ dan X2−, NA tetapan Avogadro, k tetapan Boltzman, e unit muatan listrik, ε o ,

permitivitas vakum, ρA , kerapatan pelarut, ε r ,¿¿ A , ¿ ¿¿¿

tetapan dielektrik pelarut, T suhu

absolut, I m disebut sebagai kekuatan ionis skala kemolalan, penjumlahannya

Page 104: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dilakukan terhadap semua ion – ion dalam larutan dengan m j, kemolalan ion j dengan

muatan zj.

Meskipun teori Debye-Huckel memberikan koefesien keaktifan, γ dari

masing – masing ion kita tidak dapat mengukur γ+ atau γ− secara individual. Karena

itu persamaan Debye-Huckel kita nyatakan dalam bentuk koefesien keaktifan rata –

rata, γ± . Dengan mengambil bentuk log dari (γ± )v yang didefenisikan sebagai

(γ+ )v+ (γ− )v− , diperoleh :

ln γ±=v+ ln γ++v− ln γ−

v

Karena elektrolit M v+

X v− secara listrik netral, maka :

v+z+ + v-z- = 0Perkalian Persamaan (2.56) dengan z+ menghasilkan v+z+

2 = - v- z - z+ dan perkalian

Persamaan (2.56) dengan z – menghasilkan v-z -2 = -v+ z+ z -.

Penjumlahan keduanya menghasilkan :

v+ z+2+v− z

−2=−z− z+ (v++v−)=z+|z−|(v++v−)

(2.57)

Karena z− negative. Subtitusi Persamaan Debye-Huckel (2.50) ke dalam persamaan

(2.54) yang diikuti dengan penggunaan persamaan (2.57) menghasilkan :

ln γ±=− z+|z−|AI m

1/2

1+BaI m1/2

(2.58)

Dengan menggunakan nilai – nilai SI untuk N A , k , e , dan εo dan εr = 78,38,

ρ = 997 , 05 kg/m3 untuk air pada 25oC dan 1 atm ke dalam persamaan (2.58), maka :

A = 1,1744 (Kg/mol)1/2, B = 3,285 x 109 (kg/mol)1/2m-1.

Dengan mensubsitusikan nilai – nilai A dan B ke dalam Persamaan (2.58) dan

membagi A dengan 2,3026 untuk mengubahnya ke dalam bentuk log, kita peroleh :

Page 105: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

log γ±=−0 ,510 z+|z−|(I m

mo)1/2

1+0 ,328(a / Ao )( I m/mo )1 /2(2.59)

dengan 1 Ao = 10-10 m dan mo = 1 mol/kg. I m Pada persamaan (2.59) mempunyai

satuan mol/kg, dan diameter ion, a , mempunyai satuan panjang, sehingga γ± tidak

mempunyai satuan.

Untuk larutan yang sangat encer, I m sangat kecil dan suku kedua dalam penyebut

persamaan (2.59) dapat diabaikan dibandingkan dengan 1. Karena itu untuk larutan

yang sangat encer :

log γ±=−z+|z−|AI m1/2

(2.60)

dan untuk larutan yang sangat encer dengan pelarut air pada 25oC :

log γ±=0 ,510 z+|z−|( Im /mo )1/2

Persamaan (2.60) disebut sebagai Hukum Debye-Huckel terbatas (Debye-Huckel

Limiting Law, DHLL), karena hanya berlaku pada limit pengenceran tak hingga.

Untuk mengetahui sampai sejauh mana teori Debye-Huckel berlaku kita lihat

data eksperimen γ i pada berbagai I m (Gambar 2.10). Dari gambar tersebut dapat

dilihat bahwa teori Debye-Huckel memberikan hasil yang sesuai dengan data

eksperimen ketika I m→ 0 . Persamaan (2.60) cukup akurat saat I m¿ 0 , 01 mol/kg .

Untuk elektrolit 2 : 2, ini sesuai dengan molalitas 0,01/4 ¿ 0 , 002 .Persamaan Debye-

Huckel yang lebih lengkap diperlukan untuk menentukan γ i dari larutan I m

¿ 0,1 mol /kg .Pada kekuatan ion tertentu, teori ini berlaku senakin baik ketika

semakin kecil. Sebagai contoh, pada I m= 0,1 mol /kg teori Debye-Huckel

lebih reliable untuk elektrolit 1 : 1 dibandingkan untuk elektrolit 2 : 2.

Page 106: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Penerapan DHLL pada Penentuan Konstanta Kesetimbangan Ion

Tetapan Kesetimbangan Asam Lemah

Penentuan tetapan kesetimbangan dapat membantu perhitungan koefisien keaktifan

dan sebaliknya. Prosedurnya dapat diilustrasikan dengan merujuk kepada disosiasi

asam asetat, CH3COOH

CH3COOH(aq) H+(aq) + CH3COO-

(aq)

Tetrapan kesetimbangannya dinyatakan dengan :

Ka=a

CH3COO−aH+

aCH3 COOH

Ka=[ H+ ] [CH3 COO− ] γ+ γ−

[CH 3 COOH ] γu (2.61)

Dengan γ+ dan γ− adalah koefesien keaktifan ion dan γ u adalah koefesien koefesien

keaktifan asam asetat tak terdisosiasi. Dalam larutan encer, molekul tak terdisosiasi

akan bersifat ideal (koefesien keaktifan = 1), tetapi γ+ dan γ− akan berbeda cukup

jauh dari satu karena interaksi elektrostatik . Dengan m,engganti γ+ γ− oleh γ±2 dan

dengan mengambil bentuk logaritma Persamaan (2.61) menjadi :

log( [ H+ ] [CH 3COO− ][CH 3COOH ] )=log Ko−2 log γ±

Page 107: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

yang selanjutnya dapat kita tulis :

log ( cα2

1−α )=log Ko−2 log γ±(2.62)

Dengan c adalah kosentrasi α adalah derajat disosiasi, yang dapat ditentukan dari

pengukuran hantaran. Oleh karena itu, sisi kiri persamaan dapat dihitung untuk

berbagai kosentrasi dan harga – harga tersebut sama dengan log Ko−2 log γ± . Jika

kita gunakan persamaan DHLL, log γ± dapat diganti dengan ungkapan DHLL. Jika

larutan hanya mengandung asam asetat, kekuatan ionnya, I diberikan oleh :

I=12

[ (cα ) (1 )2+(cα )(−1 )2]=cα, karena pada larutan dengan pelarut air yang

sangat encer c i≃mi .

Jika ada ion lainnya, maka kontribusinya harus ditambahkan. Selanjutnya biasa

dilakukan plot sisi kiri persamaan (2.62) terhadap √1 = 0. memberikan harga Ko,

seperti yang tampak pada gambar 2.14.

Tetapan Hasil Kali Kelarutan

Di tingkat pertama, hasil kali kelarutan biasanya diungkapkan dalam bentuk

konsentrasi, tanpa melibatkan koefisien keaktifan, atau keaktifan. Sekarang kita akan

Page 108: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

lihat suatu contoh, dalam hal ini hasil kali kelarutan untuk perak klorida, bahwa

pengungkapan dengan keaktifan akan lebih akurat.

AgCl(s) ↔ Ag+(aq) + Cl-

(aq)

K sp=aAg+ a

Cl−=[ Ag+ ] [Cl− ]γ + γ−

= [ Ag+ ] [Cl− ] γ±2

log10 K sp=log10 [ Ag+ ] [Cl− ]+2 log10 γ±

untuk suatu larutan yang tidak memiliki ion senama, kelarutannya adalah :

s= [ Ag+ ]= [Cl− ]log10 s2=log10 K sp−2 log10 γ±

log10 s=12

log10 K sp−log10 γ±

Sepanjang DHLL terpenuhi kita dapat memplot harga log s terhadapa I1/2 seperti yang

tampak pada gambar 2.12. Ekstrapolasi terhadap kekuatan ion nol, memberikan harga

log γ± = 0, dan memberikan harga ½ log Ksp yang diperoleh sebagai titik potong. Dari

harga tersebut tetapan hasil kelarutan termodinamika Ksp sebenarnya dapat dihitung.

Page 109: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

MID SEMESTER …………………………

Page 110: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

3. ELEKTROKIMIA

Elektrokimia adalah bagian dari ilmu kimia yang mempelajari hubungan

antara reaksi kimia dan aliran listrik. Aliran listrik merupakan aliran sesuatu yang

bermuatan seperti electron. Reaksi kimia manakah yang berhubungan dengan adanya

aliran electron? Reaksi yang berhubungan dengan adanya aliran electron adalah

reaksi yang melibatkan pelepasan dan penerimaan electron yang kita kenal dengan

reaksi oksidasi dan redukai atau redoks.

Reaksi redoks ada yang spontan (ΔG<0 ) ada yang tidak spontan (ΔG>0 ).

Reaksi redoks spontan dapat dirancang untuk menghasilkan arus listrik yang dapat

digunakan untuk menghasilkan kerja mekanik, cahaya dan sebagainya. Reaksi redoks

tidak spontan dapat dilangsungkan dengan menambahkan energi listrik dari luar. Alat

yang dapat digunakan untuk melangsungkan keduanya disebut sel elektrokimia.

Sel elektrokimia terdiri dari sepasang elektroda yang dicelupkan ke dalam suatu

lelehan atau larutan ion dan dihubungkan dengan penghantar logam pada rangkaian

luar. Sel elektrokimia dapat berupa sel galvani dan sel elektrolisis.

3.1 Sel Elektrokimia

Page 111: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sel Galvani atau sel volta adalah elektrokimia yang dapat menghasilkan

energi listrik yang disebabkan oleh terjadinya reaksi redoks yang spontan, sedangkan

sel elektrolisis adalah sel elektrokimia yang menyebabkan terjadinya reaksi redoks

yang semula tidakl spontan dengan adanya listrik dari luar.

3.1.1 Sel Galvani

Seperti yang sudah diuraikan di atas, sel galvani mensyaratkan terjadinya

reaksi redoks spontan yang kemudian dirangkai sedemikian rupa agar menghasilkan

arus yang dapat menghasilkan kerja.

Untuk memahami sel galvanic marilah kita pelajari dulu reaksi redoks

spontan. Salah satu contoh reaksi redoks spontan adalah reaksi antara logam seng

dengan larutan tembaga (II) sulfat. Jika logam seng yang berwarna abu-abu mengkilat

dicelupkan ke dalam larutan tembaga (II) sulfat yang berwarna biru, lambat laun

permukaan logam seng akan menempel logam tembaga yang berwarna merah

kecoklatan, sementara warna biru dari larutan memudar. Tembaga yang menempel

pada logam seng berasal dari larutannya (sebagai ion tembaga (II). Cu2+ yang

memberikan warna biru dalam pelarut air), sementara logam seng membentuk ion

yang larut dalam air dengan tidak memberikan warna pada larutannya. Reaksi

tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :

Zn(s) + Cu2+ (aq) → Zn2+(aq) + Cu(s)

Dari persamaan reaksi di atas dapat dilihat bahwa logam seng mengalami oksidasi

membentuk ion seng (II). Reaksi ini disertai dengan pelepasan electron:

Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e

Ion tembaga (II) membentuk logamnya dengan menerima electron:

Cu2+ (aq) + 2e → Cu(s)

Jika reaksi dilangsungkan dengan cara di atas, electron yang dilepaskan dari reaksi

oksidasi langsung digunakan untuk reaksi reduksi pada permukaan logam Zn.

Electron tidak berkesempatan untuk menghasilkan arus listrik yang dapat

menghasilkan kerja. Dalam sel galvani, electron dirancang untuk mengalir pada

Page 112: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

rangkaian luar sehingga dapat menghasilkan kerja. Untuk maksud tersebut maka

reaksi oksidasinya harus dipisahkan dari reaksi reduksinya membentuk sel seperti

tampak pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Sel Daniell

Setengah-sel yang satu terdiri dari logam seng yang dicelupkan ke dalam larutan seng

(II) sulfat dan setengah-sel yang lainnya terdiri dari logam tembaga yang dicelupkan

ke dalam larutan tembaga (II) sulfat. Kedua larutan dipisahkan dengan membran

berpori. Jika kedua elektrodanya dihubungkan dengan sirkuit luar, dihasilkan arus

listrik yang dapat dibuktikan dengan menyimpangnya sedikit jarum galvanometer

yang dipasang pada rangkaian luar dari sel tersebut. Sel yang tampak pada gambar

3.1 disebut sel Daniell. Karena dialah yang yang pertama kali mengembangkannya.

Ketika sel Daniell digunakan sebagai sumber listrik terjadi perubahan dari Zn

menjadi Zn2+ yang larut.

Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e (reaksi oksidasi)

Hal ini dapat diketahui dari semakin berkurangnya massa logam Zn. Di sisi lain,

elektroda Cu semakin bertambah massanya karena terjadi pengendapan Cu dari Cu2+

dalam larutan.

Cu2+ (aq) + 2e → Cu(s)

Pada sel tersebut elektroda Zn bertindak sebagai anoda dan elektroda Cu

sebagai katoda. (Ingat kembali bahwa pada sel elektrokimia, baik sel galvanic

Page 113: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

maupun sel elektrolisis, anoda adalah tempat terjadinya reaksi oksidasi dan katoda

merupakan elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi. Untuk memudahkan

mengingat : perhatikan huruf pertama dari kata oksidasi dan kata anoda. Huruf o dan

a sama-sama merupakan huruf vocal. Sementara huruf pertama dari kata reduksi (r)

dan katoda (k) sama-sama huruf konsonan).

Ketika Daniell digunakan, terjadi arus electron dari elektroda seng (Zn) ke

elektroda tembaga (Cu) pada rangkaian luar. Kita ketahui bahwa dalam fisika ada

konvensi yang menyatakan bahwa pada suatu sumber arus, arus listrik mengalir dari

kutub positif ke kutub negative pada rangkaian luar, atau electron mengalir dari kutub

negative ke kutub positif. Pada sel Daniell yang sedang digunakan aliran electron

terjadi dari elektroda seng (Zn) ke elektroda tembaga (Cu). Oleh karena itu logam

seng bertindak sebagai kutub negative dan logam tembaga sebagai kutub positif

bersamaan dengan itu pada larutan dalam sel tersebut terjadi perpindahan sebagian

ion Zn2+ dari kiri ke kanan karena dalam larutan sebelah kiri terjadi kelebihan ion

Zn2+ dibandingkan ion SO42- yang ada. Sementara itu ion SO4

2- mengalir dari kanan ke

kiri karena sisi kanan kelebihan ion SO42- dibandingkan dengan ion Cu2+. Reaksi total

yang terjadi pada sel Daniell adalah :

Zn(s) + Cu2+ (aq) → Zn2+(aq) + Cu(s)

Reaksi tersebut merupakan reaksi redoks spontan yang dapat digunakan untuk

memproduksi listrik melalui rangkaian sel elektrokimia.

Sel Daniell sering pula dimodifikasi seperti yang terlihat pada Gambar 3.2 kedua

setengah sel dihubungkan dengan jembatan garam.

Page 114: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 3.2

Sel Daniell dengan jembatan garam

Jembatan garam biasanya berupa tabung berbentuk U yang diisi dengan agar

yang dijenuhkan dengan KCl. Jembatan garam berfungsi untuk menjaga penentralan

muatan listrik pada larutan. Karena konsentrasi larutan elektrolit pada jembatan

garam lebih tinggi dari pada konsentrasi di kedua bagian elektroda, maka ion negative

dari jembatan garam masuk ke salah satu setengah-sel yang kelebihan muatan

negative.

Dengan adanya jembatan garam terjadi aliran electron yang kontinyu melalui kawat

pada rangkaian luar dan aliran ion-ion melaui larutan sebagai akibat dari reaksi

spontan yang terjadi pada kedua elektroda.

Jika kedua elektrolit pada sel dipisahkan sama sekali tanpa adanya jembatan

garam, maka dapat dilihat bahwa aliran electron akan segera berhenti. Hal ini terjadi

karena pada kedua elektroda terjadi ketidaknetralan listrik, di satu bagian kelebihan

muatan positif dan dibagian lain kelebihan muatan negative. Dengan adanya jembatan

garam dapat terjadi penetralan muatan listrik di setiap elektroda melalui difusi ion-

ion, akan tetapi kedua larutan elektroda tetap dapat dijaga untuk tidak saling

bercampur bebas, sebab kalau dibiarkan bercampur maka ion Cu2+ akan bereaksi

Page 115: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

langsung dengan elektroda Zn, dan electron tidak akan mengalir melalui kawat pada

rangkaian luar.

Penggunaan agar-agar mempunyai keuntungan, diantaranya menjaga agar

larutan elektrolit di satu bagian elektroda tidak mengalir ke elektroda lainya saat

permukaan kedua elektroda larutan elektrolit di kedua elektrolit berbeda.

Hal berikutnya yang bisa kita pertanyakan adakah sel Daniell dijadikan sebagai sel

elektrolisis ?

3.1.2. Sel Elektrolisis

Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya sel elektrolisis adalah sel elektrokimia yang

menimbulkan terjadinya reaksi redoks tak spontan dengan adanya energi listrik dari

luar.

Reaksi sebaliknya dari sel Daniell yakni reaksi Zn2+(aq) + Cu(s)→ Zn(s) + Cu2+ (aq)

adalah reaksi redoks yang tidak spontan. Reaksi tersebut dapat terjadi jika pada sel

Daniell diterapkan beda potensial listrik dari luar yang besarnya melebihi potensial

sel Daniell. Dengan demikian aliran electron pada rangkaian luar dan aliran ion-ion

dalam larutan elektrolit berlawanan dengan aliran ion dan electron pada sel Daniell

sebagai sel volta. Perhatikan dengan teliti dan bandingkan Gambar 3.1. (Sel Daniell

sebagai sel volta) dan Gambar 3.3. (Elekrolisis pada Sel Daniell).

Gambar 3.3 Elektrolisis pada sel Daniell

Page 116: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa selvolta seperti sel Daniell dapat

dijadikan sebagai sel elektrolisis asal dipenuhi kriteriannya.

Jadi gambaran di atas dapat kita lihat bahwa sel elektrolisis tidak selalu terjadi dalam

satu wadah dengan satu elektrolit dan dua elektroda yang sama, tapi dapat juga terjadi

dalam dua wadah dengan dua elektrolit yang berbeda dan juga dengan elektroda yang

berbeda. Biasanya sel elektrolisis terdiri dari satu wadah dengan dua elektroda yang

sama, contohnya adalah elektrolisis lelehan NaCl dengan elektroda Platina (Gambar

3.4)

Gambar 3.4

Elektrolisis lelehan NaCl dengan elektroda Pt

Elektroda yang dihubungkan dengan kutub negative sumber arus searah akan mejadi

kutub negative sel dan elektroda yang dihubungkan dengan kutub positif sumber arus

searah akan menjadi kutub positif dari sel. Ion-ion Na+ akan bergerak menuju kutub

negative dan pada elektroda tersebut terjadi reaksi :

Na+ (l) + e → Na(s) (reduksi)

Ion-ion Cl- bergerak menuju elektroda positif dan pada elektroda tersebut terjadi

reaksi :

2Cl- (l) → Cl2 (g) + 2e (oksidasi)

Page 117: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Karena pada elektroda negative terjadi reaksi reduksi maka elektroda tersebut

merupakan katoda. Pada elektroda positif terjadi reaksi oksidasi. Oleh karena itu

elektroda tersebut merupakan anoda.

3.1.3 Notasi sel dan Reaksi sel

Informasi yang lengkap dari suatu sel elektrokimia dapat dituliskan secara

singkat dengan notasi sel. Dari notasi sel dapat diketahui jenis elektrolit yang kontak

dengan elektroda termasuk konsentrasi ion-ionnya, anoda dan katodanya serta

pereaksi dan hasil reaksi setiap setengah-sel.

Pada notasi sel, setengah-sel anoda dituliskan terlebih dahulu, diikuti dengan

setengah-sel katoda. Satu garis vertical menggambarkan batas fasa. Garis vertical

putus-putus sering digunakan untuk menyatakan batas antara dua cairan yang saling

melarutkan. Dua spesi yang ada dalam fasa yang sama dipisahkan dengan tanda

koma. Garis vertical rangkap dua digunakan untuk menyatakan adanya jembatan

garam. Untuk larutan, konsentrasinya dinyatakan di dalam tanda kurung setelah

penulisan rumus kimianya. Sebagai berikut :

Zn(s) |Zn2+ (1,00 m) ‖Cu2+ (1,00 m)|Cu(s)

Zn(s) |Zn2+ (1,00 m) Cu2+ (1,00 m)|Cu(s)

Pt |Fe2+, Fe3+ ‖H+ |H2 |Pt

Karena yang dituliskan terlebih dulu (elektroda sebelah kiri) dalam notasi

tersebut adalah anoda, maka reaksi yang terjadi pada elektroda sebelah kiri adalah

oksidasi dan elektroda yang dituliska berikutnya (elektroda kanan) adalah katoda

maka reaksi yang terjadi pada elektroda kanan adalah reaksi reduksi.

Untuk sel dengan notasi :

Zn(s) |Zn2+ (1,00 m) ‖Cu2+ (1,00 m)|Cu(s)

Page 118: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

3.2 EMF dan Pengukurannya

Reaksinya adalah :

Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e (reaksi oksidasi)

Cu2+ (aq) + 2e → Cu(s) (reaksi reduksi)

Zn(s) + Cu2+ (aq) → Zn2+(aq) + Cu(s)

Pada sel Galvani seperti sel Daniell, electron mengalir melaui rangkaian luar

karena adanya beda potensial di antara kedua elektrodanya. Sel ini dapat dibuat

berperilaku reversible dengan cara mengimbangi potensialnya dengan suatu potensial

eksternal sehingga tidak ada aliran arus. Saat potensial listrik tersebut benar-benar

diimbang, sel tersebut bereaksi reversible dan potensialnya dirujuk sebagai emf

(electromotive force) atau potensial sel (cell voltage). Hal ini bisa dilakukan dengan

menggunakan suatu potensimeter.

Rangkaian potensiometer dapat dilihat pada Gambar 3.5. berikut :

Gambar 3.5. Rangkaian potensiometer

Karena potensial sel merupakan beda potensial antara kedua elektroda pada

sel saat sel tersebut bereaksi reversible dan reaksi reversible dapat dicapai saat arus

Page 119: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

yang lewat sama dengan nol, maka arus listrik yang keluar dari sel harus diimbangi

oleh arus sel kerja yang mempunyai potensial yang lebih besar dari potensial sel yang

akan diukur. Jadi kutub sel galvani harus dipasang sedemikian rupa sehingga arusnya

berlawanan dengan kutub-kutub listrik dari luar seperti yang terlihat pada Gambar

3.5.

Sel kerja dihubungkan dengan kawat yang homogen (BC) yang mempunyai

tahanan yang tinggi. Sel yang akan diukur, Sx dihubungkan dengan B dan

galvanometer G. kontak peluncur (tanda panah) digeser sedemikian rupa sampai

galvanometer menunjukkan tak ada arus yang mengalir, missal di titik D. pada titik

ini, potensial sel kerja sepanjang BD diimbangi dengan tepat oleh potensial dari sel

X, Ex. Dengan mengetahui kuat arus yang mengalir (diukur dengan ammeter di titik

A), dan tahanan jenis (ρ) serta luas penampang kawat tahanan BC maka potensial sel

X dapat dihitung melaui persamaan :

Ex = IRx

= I ρ (l/A)

Akan tetapi cara tersebut hamper tidak pernah dilakukan karena ρ dan

terutama luas penampang tahanan (A) tidak diketahui. Cara yang biasa dilakukan

adalah dengan mengkalibrasi kawat tahanan BC dengan sel standar yang sudah

diketahui potensialnya. Caranya sama seperti tadi, tapi sel yang digunakan bukan sel

X melainkan sel standar. Misalkan diperoleh jarak saat tidak ada arus mengalir ke

dalam sel standar adalah BE, yang sesuai dengan E sel standar = Is.Rs . Kita jangan

mengubah-ubah lagi kuat arus ke dalam sel satndar dari DC-PS, lalu kita ganti sel

standar dengan sel X, dengan cara yang sama ukur jarak kawat tahanan saat tak ada

arus melalui sel X, missal jarak yang diperoleh oleh BF, yang sesuai dengan E sel X.

Karena I dari DC-PS sama ketika digunakan saat mengukur E sel X dan E sel standar,

maka :

Is = Ix, sehingga :

Page 120: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

E sel standarR s =

EX

RX

Atau EX =

RX

R S x ES

Karena R = ρ

lA , dan kawat homogen (ρX = ρS dan AX = AS ), maka :

EX =

lX

l S x ES

EX =

BFBE x ES

Sebelumnya sudah dikemukakan bahwa untuk mengkalibrasi kawat tahanan pada

potensiometer diperlukan sel standar. Suatu sel dapat dijadikan sel standar jika

potensialnya tidak berubah oleh waktu, tidak rusak jika dialirkan arus listrik ke

dalamnya, bersifat reversible dan mempunyai koefisien suhu dari potensial sel yang

rendah. Sel yang sangat mendekati sifat-sifat tersebut adalah sel Weston yang

bentuknya nampak seperti Gambar 3.6. di bawah ini :

Gambar 3.6. Sel Weston

Sel ini terdiri dari tabung kaca berbentuk huruf H. Elektroda yang satu merupakan

amalgam dari cadmium. Elektroda lainnya adalah raksa yang tertutup pasta raksa (I)

sulfat dan raksa. Di atas kedua elektroda ditaburkan kristal padat cadmium sulfat

sebagai hidratnya CdSO4.8/3 H2O. larutan elektrolit yang digunakan adalah larutan

Page 121: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

CdSO4. Kontak dengan zat aktif dilakukan melalui kawat platina yang dilas dibawah

kaki tabung.

Sel ini bekerja berdasarkan reaksi reversible berikut :

Cd(S) + Hg2SO4(S) + 8/3 H2O(l) = CdSO4.8/3 H2O(S) + 2Hg(l)

Reaksi dalam arah yang dituliskan terjadi jika sel bertindak sebagai sumber arus,

sementara reaksi sebaliknya terjadi jika arus dari luar dialirkan ke dalam sel.

Sel Weston di atas disebut juga sebagai sel Weston jenuh. Potensial dari sel ini pada

suhu toC mengikuti persamaan :

Et

V = 1,01830 – 4,06 x 10-5 (t - 20) – 9,5 x 10-7 (t - 20)2

Sel Weston yang tidak jenuh biasanya digunakan sebagai sel standar sekunder dengan

potensial mendekati 1,0186 V pada suhu 20 oC.

Potensial sel dan potensial elektroda

Potensial elektroda tidak dapat diukur. Yang dapat diukur adalah potensial selnya.

Yakni perbedaan potensial dari kedua elektroda penyusun sel tersebut.

Berdasarkan konvensi IUPAC, potensial sel didefinisikan sebagai:

Esel = Ekanan – Ekiri

Dengan Esel potensial sel, Ekanan potensial elektroda sebelah kanan (dalam bentuk

reduksi), Ekiri potensial elektroda (oksidasi) untuk elektroda sebelah kiri seperti yang

tercantum dalam notasi selnya.

Karena elektroda sebelah kanan merupakan katoda dan elektroda sebelah kiri

merupakan anoda maka potensial sel dapat dituliskan sebagai :

Esel = Ekatoda – Eanoda

3.3 Jenis-jenis Elektroda Reversible

Kereversibelan pada elektroda dapat diperoleh jika pada elektroda terdapat

semua pereaksi dan hasil reaksi dari setengah reaksi elektroda. Contoh elektroda

Page 122: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

reversibel adalah logam Zn yang dicelupkan ke dalam larutan yang megandung Zn2+

(misalnya dari larutan ZnSO4). Ketika elektron keluar dari elektroda ini, setengah

reaksi yang terjadi adalah :

Zn (s) → Zn2+ (aq) + 2e

Dan sebaliknya jika elektron masuk ke dalam elektroda ini terjadi reaksi yang

sebaliknya.

Zn2+(aq) + 2e → Zn(s)

Tetapi jika elektroda Zn trersebut dicelupkan ke dalam larutan KCl, tidak dapat

terbentuk elektroda yang reversible karena saat ada elektron keluar dari elektroda ini

terjadi setengah reaksi:

Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e-

Akan tetapi saat ada elektron yang masuk ke dalam elektroda ini, yang terjadi adalah

setengah reaksi :

2H2O + 2e → H2 + 2OH-

Dan bukan reaksi :

Zn2+ (aq) + 2e- → Zn(s)

Karena larutan yang digunakan tidak mengandung Zn2+. Jadi dalam hal ini

kereversibelan memerlukan adanya Zn2+ yang cukup dalam larutan di sekitar

elektroda Zn.

Elektroda logam- ion logam

Pada elektroda ini logam L ada dalam kesetimbangan dengan larutan yang

mengandung ion LZ+. Setengah reaksinya ditulis :

Page 123: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

LZ+ + ze- → L

Contoh dari elektroda ini diantaranya Cu2+ │Cu; Zn2+│ Zn, Ag+ │Ag, Pb2+ │ Pb

Logam-logam yang dapat mengalami reaksi lain selain dari reaksi setengah sel yang

diharapkan tidak dapat digunakan. Jadi logam-logam yang dapat bereaksi dengan

pelarut tidak dapat digunakan. Logam-logam golongan IA dan IIA seperti Na dan

Ca dapat bereaksi dengan air, oleh karena itu tidak dapat digunakan. Seng dapat

bereaksi dengan larutan yang bersifat asam. Logam-logam tertentu perlu diaerasi

dengan N2 atau He untuk mencegah oksidasi logam dengan oksigen yang larut.

Elektroda amalgam

Amalgam adalah larutan dari logam dengan cairan Hg. Pada elektroda ini amalgam

dari logam L berkesetimbangan dengan larutan yang mengadung ion LZ+ , dengan

reaksi :

LZ+ + ze- → L(Hg)

Dalam hal ini raksa sama sekali tidak terlibat dalam reaksi elektroda. Logam aktif

seperti Na, K, Ca, dan sebagainya bisa digunakan dalam elektroda amalgam.

Elektroda logam-garamnya yang tak larut.

Pada elektroda ini logam L kontak dengan garamnya yang sangat sukar larut (LV+XV-)

dan dengan larutannya yang jenuh dengan garam tersebut serta mengandung garam

yang larut (atau asam) yang mengandung Xz+. Contoh dari dari elektroda ini adalah

elektroda perak-perak klorida, elektroda kalomel, dan elektroda timbal-timbal sulfat

Elektroda perak-perak klorida

Page 124: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pada elektroda ini , logam perak kontak dngan padatan perak klorida yang

merupakan garam yang sangat sukar larut. Keseluruhannya dicelupkan ke dalam

larutasn kalium klorida (KCl).

Elektroda ini dipresentasikan dengan :

Ag │AgCl (s)│ Cl-

Jika kita set elektroda ini dengan elektroda hiodrogen memberikan :

Pt, H2(1 bar) │H+ (a=1) ║Cl- (a=1) │AgCl(s) │ Ag

Pada 25oC nmemberikan potensial sel 0,22233 volt. Karena Eo = Eokanan – Eo

Kiri dan

Eokiri adalah lektroda hidrogen dengan Eo= 0 V maka Eo kanan (potensial elektroda

standar Ag- AgCl) adalah 0,22233 Volt.

Reaksi elektrodanya :

½ H2 → H+ + e-

AgCl(s) + e- →Ag + Cl-

Reaksi keseluruhannya :

½ H2 + AgCl(s) → H+ + Cl- + Ag

Elektroda kalomel

Elektroda ini dapat dilihat pada gambar 3.7. pada elektroda ini , raksa (Hg)

ada dalam keadaan kontak dengan raksa (1) klorida , Hg2Cl2 (kalomel) yang

dicelupkan ke dalam larutan KCl 0,01 M atau KCl jenuh.

Jika diset dengan elektroda hidrogen :

Pt, H2 (1 bar) │H+ ║ Cl- │Hg2Cl2 (s) │Hg

Reaksi elektroda :

Reaksi di anoda : ½ H2 → H+ + e-

Reaksi di katoda : ½ Hg2Cl2 (s) + e → Hg + Cl-

Reaksi keseluruhan : ½ H2 + ½ Hg2Cl2(s) → H+ + Cl- + Hg

Page 125: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Potensial sel pada keadaan standar 0,337 Volt, sehingga Eo kalomel = 0,337 V

Jika digunakan KCl jenuh pada 25oC memberikan E= 0,2412 V

Gambar 3.7. elektroda kalomel

Elektroda Gas

Pada elektroda gas, gas berkesetimbangan dengan ionnya dalam larutan.

Contoh dari elektroda ini adalah elektroda hidrogen dan elektroda klor. Elektroda

hidrogen dapat dilihat pada gambar 3.8. berikut :

Pada elektroda ini gas hidrogen, H2 berkesetimbangan denan ionnya , H+. Reaks

reversibelnya adalah :

Page 126: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

2H+ + 2e- → H2

Elektroda ini dipresentasikan dengan :

Pt│ H2 (g) │ H+ (aq)

Gambar 3,8. elektroda hidrogen

Elektroda redoks

Sebetulnya semua elektroda melibatkan setengah reaksi oksidasi-reduksi. Tapi istilah

untuk elektroda redoks biasanya hanya digunakan elektroda yang setengah reaksi

Redoksnya melibatkan dua spesi yang ada dalam larutan yang sama. Contoh dari

elektroda ini adalah Pt yang dicelpkan ke dalam larutan yang mengandung ion-ion

Fe2+ dan Fe3+ yang gambarnya tampak seperti pada gambar 3.9 berikut.

Page 127: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 3.9. elektroda redoks

Dengan setengah reaksi : Fe 3+ + e- Fe2+. Notasi setengah selnya adalah Pt│Fe3+,Fe2+

contoh lainnya untuk elektroda redoks adalah Pt│MnO4-, Mn2+

Elektroda membran selektif ion

Elektroda ini mengandung membran gelas, kristal atau cairan yang

mempunyai sifat berikut : perbedaaan potensial antara membran dan elektrolit yang

kontak dengan membran tersebut ditentukan oleh aktivitas dari ion tertentu.

Elektroda membran yang paling tua dan yang paling benyak digunakan adalah

elektroda gelas. Elektroda ini dikatakan selektif ion karena hanya spesifik untuk ion

H+. Elektroda ion dapat dilihat pada gambar 3.10

Page 128: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Gambar 3.10. elektroda gelas

Elektroda gelas terdiri dari membran yang sanga tipis yang terbuat dari gelas yang

permeabel terhadap ion H+. Elektroda Ag│AgCl dicelupkan ke dalam larutan buffer

yang menandung ion Cl-. Kadang-kadang digunakan juga elektroda kalomel untuk

menmgganti elktroda Ag││AgCl. Elektroda gelas terutama digunakan pada

pengukuran pH.

3.4. Potensial Elektroda Standar

Potensial elektroda standar tidak dapat diukur. Yang dapat diukur adalah beda

potensial dari kedua elektroda (dalam satu sel). Untuk itu perlu suatu elektroda yang

potensialnya diketahui dan ini tidak ada. Dalam hal ini dipilih elektroda hidrogren

standar sebagai pembanding, dengan konvensi bahwa elektroda ini mempunyai

potensial sama dengan nol.

Untuk mengetahui potensial dari suatu elektroda, maka disusun suatu sel yang

terdiri dari elektroda tersebut dipasangkan dengan elektroda hidrogen standar

(standard Hydrogen Electrode). Keadaan standar untuk suatu elektroda adalah jika

aktivitas ionnya sama dengan satu, dan jika melibatkan gas fugasitasnya juga satu.

Page 129: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Jadi elektroda hidrogen pada keadaan standar jika fugasitas gas H2 =1, dan aktivitas

ion H+=1

Potensial suatu elektroda X didefinisikan sebagai potensial sel yang dibentuk dari

elektroda tesebut dengan elektroda hidrogen standar, dengan elektroda X selalu

bertindak sebagai katoda. IUPAC memilih menempatkan elektroda hidrogen pada sisi

kiri, dan emf dari elektroda lainnya diambil sebagai emf sel tersebut. Hanya emf yang

demikian, pada kondisi standar disebut sebagai potensial elektroda standar atau

potensial reduksi standar.

Sebagai contoh potensial elektroda Cu2+/Cu adalah Ex, untuk sel

Pt│H2(1 bar)│H+(a

H−=1 )║Cu2+│Cu

E sel=EKa−EKi

E sel=ECa−EH2

Karena EH 2 pada

PH2=1

bar dan a

H+=1adalah nol, maka:

E sel=ECu

Jika a

Cu2+=1diperoleh Esel untuk sel diatas adalah 0,337 V, jadi

ECu=0 ,337−Eo=0 ,337 V

Ini menunjukkan adan kecenderungan yang lebih besar untuk proses :

Cu2+ + 2e → Cu daripada 2H+ +2e → H2

Nilai potensial elektroda bukan nilai mutlak, melainkan relatif terhadap elektroda

hidrogen. Karena potensial elektroda dari elektroda X didefinisikan dengan

menggunakan sel dengan elektroda X bertindak sebagai katoda (ada di sebelah kanan

pada notasi sel), maka potensial elektroda standar dari elektroda X sesuai dengan

reaksi reduksi yang terjadi pada elektroda tersebut. Oleh karena itu semua potensial

elektroda standar adalah potensial reduksi.

Page 130: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dari definisi : E sel=Ekanan−Ekiri

Kanan dan kiri disini hanya berhubugan dengan notasi sel, tidak berhubungan dengan

susunan fisik sel tersebut di laboratorium.

Jadi yang diukur di laboratorium dengan potensiometer adalah emf dari sel

sebagai nolta atau sel galvani, dengan potensial sel>0. sebagai contoh untuk sel yang

terdiri dari elektroda seng dan elektroda hidrogen dari pengukuran diketahui bahwa

elektron mengalir dari seng melalui rangkaian luar ke elektroda hidrogen dengan

potensial sel pada keadaan standar 0,762 V.

Zn → Zn2+ + 2e

(H- + e → H2) x2

Zn + 2H+ → Zn 2+ + 2H2 Eo = 0,762 V

EZn2+ /Zn

o =−0 ,762 V

Artinya ada kecenderungan yang lebih besar untuk proses :

Zn → Zn2+ + 2e dari pada H2 → 2H+ + 2e

Jika potensial elektroda berharga positif, artinya elektroda tersebut lebih mudah

mengalami reduksi H+, dan jika potensial elektroda berharga negatif artinya elektroda

tersebut untuk mengalami reduksi dibanfdingkan dengan H+.

Potensial elektroda sering kali disebut sebagai potensial elektroda tunggal,

sebenarnya kata ini tidak tepat karena kita tahu bahwa elektroda tunggal tidak dapat

diukur.

Eo=EH+¿ /H 2

o −EZn2+ /Zn

o

Page 131: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kita dapat mengfhitung potensial sel yang melibatkan dua elektroda, misalnya

untuk sel : Zn│Zn2+ (a=1)║Cu2+ (a=1)│Cu, dengan

Cu2+ + 2e → Cu Eo= -0,34 V

Zn2+ + 2e → Zn Eo= -0,76 V

Reaksi di anoda : Zn → Zn2+ + 2e

Reaksi di katoda : Cu2+ + 2e → Cu

Reaksi Keseluruhan : Cu2+ + Zn →Zn2+ + Cu

Potensial sel :

= 0,34 V – (-0,76 V)

= 1,1 V

Potensial setengah sel adalah suatu sifat intensif. Ingat bahwa dalam penulisan reaksi

sel elektroda, tak ada perbedaan apakah ditulis untuik 1 elelktron ataupun lebih. Jadi

untuk reaksi elektroda hidrogen dapat ditulis :

2H+ + 2e → H2 atau H+ +e → ½ H2

Tetapi dalam menuliskan pproses keseluruhan kita harus menyeimbangkan

elektronnya.

Jadi untuk sel : Pt, H2 (1 bar)│H+ (a =1)║Cu2+ (a=1)│Cu

Reaksi elektroda dapat ditulis :

H2 → 2H+ +2e dan Cu2+ +2e → Cu

Sehingga keseluruhan prosesnya adalah :

H2 + Cu2+ → 2H+ + Cu

Proses ini didasari pelewatan 2 elektron pada rangkaian luar

Kita dapat menuliskannya (sama baiknya) sebagai :

E sel=Ekatoda−Eanoda

Page 132: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

1/2 H2 → H+ + e dan 1/2Cu2+ + e → ½ Cu

Dengan reaksi kese;luruhan

1/2H2 + 1/2Cu2+ → H+ + 1/2Cu

Dalam proses ini setiap 0,5 mol Cu2+ hilang 0,5 mol Cu muncul, 1 mol electron lewat

dari elektroda kiri ke kanan.

3.5. Termodinamika Sel Elektrokimia

3.5.1. Energi Gibbs

Kontribusi awal terhadap termodinamika sel elektroda kimia diberikan oleh

Joule (1840) yang memberikan kesimpulan bahwa :

Panas (Heat) yang diproduksi berbanding lurus terhadap kuadrat arus I2 dan resistensi

R. Dan karena juga berbanding lurus terhadap waktu (t). Joule menunjukkan bahwa

panas berbanding lurus terhadap :

I2Rt

Karena : R = V/I

maka panas (kalor) berbanding lurus terhadap

V/t

q = V/t

dengan satuan: q = Joule(J) = kg m2s-2

V = Volt (V) = kg2 s-3 A-1

I = Ampere (A)

t = Detik (s)

Hubungan di atas adalah benar. Tapi terjadi kesalahan fatal dengan

menafsirkan bahwa panas yang diproduksi tersebut adalah panas reaksi. (Joule,

Helmholtz, william Thomson).

Page 133: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Penafsiran yang benar diberikan oleh Willard Gibbbs (1878) bahwa panas yang

dihasilkan merupakan perubahan bentuk kerja dari yang dilakukkan sel (wlistrik).

wlistrik = QV = (It)(IR) = I2Rt

Kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama dengan penurunan energi Gibbs,

yaitu kerja maksimum diluar kerja –PV.

Ini dapat diilustrasikan dengan sel berikut:

Pt|H2|H+||Cu2+|Cu

Reaksi di anoda H2 2H+ + 2e-

Reaksi di katoda Cu2+ + 2e- Cu

Reaksi keseluruhan H2 + Cu2+ 2H+ + Cu

Saat 1 mol H2 bereaksi dengan 1 mol Cu2+, 2 mol elektron mengalir melalui rangkaian

luar. Menurut Hukum Faraday , ini berarti terjadi aliran listrik sebesar {(2 mol)(6,02

x 1023 mol-1)(1,6 x 10-19C)} = 2 x 96,485 C listrik. Potensial sel tersebut adalah +

0,3419 V, sehingga kerja listrik yang dihasilkan adalah :

wlistrik = QV

= 2 x 96,485 C x 0,3419 V = 6,598 x 104 J

Kerja dilakukan sistem. Karena kerja yang dilakukan oleh sel elektrokimia sama

dengan penurunan energi Gibbs maka:

ΔG = -6,598 x 1014 J

Secara umum :

ΔG = -nFE

Page 134: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dan pada keadaan standar :

ΔG o = -nFEo

Melalui hubungan tersebut dapat pula ditentukan kriteria kespontanan melalui E.

Suatu proses dikatakan spontan jika ΔG < 0. Dari persamaan ΔG = -nFE, dengan

demikian reaksi spontan jika E > 0 dan tidak spontan jika ΔG > 0 atau E < 0. Dan

reaksi ada dalam kesetimbangan saat ΔG = 0 atau E = 0. Oleh karena itu potensial sel

pada keadaan standar dapat digunakan untuk menentukan tetapan kesetimbangan

melalui perubahan energi Gibbs.

Untuk reaksi berikut:

aA + bB = yY + zZ

Perubahan energi Gibbs untuk reaksi tersebut adalah :

ΔG = ΔGo + RT ln ( aY

y aZz

aAa aB

b )Saat kesetimbangan ΔG = 0,

ΔGo = -RT ln ( aY

y aZz

aAa aB

b )eq , dengan menggunakan ΔGo = -nFEo maka

Eo = +

RTnF ln

( aYy aZ

z

aAa aB

b )eq

Eo =

RTnF ln K

3.5.2 Persamaan Nernst

Secara umum untuk reaksi :

aA + bB = yY + zZ

Page 135: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ΔG = ΔGo + RT ln( aY

y aZz

aAa aB

b )dan melalui hubungan ΔG = -nFE, diperoleh :

E = Eo -

RTnF ln

( aYy aZ

z

aAa aB

b )(Persamaan Nernst,1889)

Untuk sel:

Pt,H2 (I bar)| H+(aq)|| Cu2+|Cu

Dengan reaksi :

H2 + Cu2+ 2H+ + Cu

Maka :

ΔG = ΔGo + RT ln

aH+2

aCu2+

Karena aCu = 1 dan f H 2 pada 1 bar dapat diasumsikan ideal, sehingga af H 2 = PH2

maka :

-nFE = -nFEo +

RTnF ln

aH+2

aCu2+

E = Eo -

RTnF ln

aH+2

aCu2+

3.5.3. Koefisien suhu dari potensial Sel

Page 136: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Koefisien suhu dari potensial sel yakni

∂ E∂T dapat digunakan untuk menentukan

besaran-besaran termodinamika lain seperti ΔS dan ΔH.

Dari persamaan fundamental : dG = -SdT + VdP, maka :

(∂G∂T )

P = - S atau S = -(∂G∂T )

P

(∂G∂ P )

T = V atau V = (∂G∂ P )

T

Dengan demikian perubahan entropi:

ΔS = -(∂ ΔG

∂T )P

ΔS = -(∂(nFE)

∂T )P

ΔS = nF(∂ E∂ T )

P

Dari perubahan entalpi :

ΔH = ΔG + TΔS

ΔH = -nFE + nFT(∂ E∂ T )

P

ΔH = -nF (E−T

∂ E∂ T )

P

Page 137: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Harga (∂ E∂ T )

P (koefisien suhu) diperoleh melalui pengukuran E pada berbagai

suhu dengan P tetap.

3.6. Jenis-jenis Sel Elektrokimia

Sel elektrokimia atau lebih spesifik lagi sel galvanic diklasifikasikan sebagai

berikut :

3.6.1. Sel Kimia

Pada set ini kedua elektroda yang digunakan berbeda sehingga reaksi

elektrokimia pada kedua setengah-sel berbeda dan reaksi keseluruhannya

merupakan reaksi kimia. Sel kimia terdiri dari sel kimia tanpa perpindahan

(without transference) dan se l kimia den g an perpindahan (with transference).

Sel Kimia Tanpa Perpindahan

Page 138: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pada sel ini, elektroda yang satu reversibel terhadap kation dan elektroda lainnya

reversibel terhadap anion dari elektrolit yang digunakan. Contoh :

1) Jika elektrolitnya larutan HCI, elektroda yang satu harus reversibel terhadap

ion H+ dan elektroda lainnya harus reversibel terhadap ion CI".

Elektroda yang reversibel terhadap H+ : elektroda hidrogen

Elektroda yang reversibel terhadap Cl - : elektroda klor, kalomel atau perak-

perak klorida.

2) Jika elektrolitnya ZnBr2, maka

Elektroda yang reversibel terhadap Zn2+ : elektroda Zn

Elcktroda yang reversibel terhadap Br - : elektroda Br2, Ag/AgBr, Hg-

HgBr2.

3) Apa elektrodanya jika elektrolitnya larutan CdSO 4 ?

Sel Yang memenuhi contoh (1) di atas misalnya:

Pt|H2(gfH2)|HCI(aHCl)|AgCl(s) |Ag(s)

Reaksinya adalah :

Reaksi oksidasi: 1/2H2(g,fH2) → H+ (aH+) + e

Reaksi reduksi : AgCI(s) + e → Ag(s) + Cl -(aCl-)

Re3ksi sel: 1/2H2 (g,fH2) + AgCI(s) → H+ (aH+) + Ag(s) + CI- (aCl

-)

Sel kimia tanpa perpindahan biasa digunakan untuk penentuan potensial

clektroda standar dan penentuan koefisien aktivitas elektrolit.

Sel Kimia dengan Perpindahan

Page 139: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pada sel ini terjadi kontak antara dua larutan dengan konsentrasi bcrbeda

atau ion-ion berbeda atau keduanya. Pada perbatasan kedua cairan/liquid

junction timbul beda potensial yang disebut liquid junction potential atau

potensial perbatasan, E j, yang tetjadi karena difusi ion-ion melalui perbatasan

kedua larutan. Pada proses ini in-ion yang cepat akan mendahului yang lambat

akibatnya terjadi pemisahan muatan yang menimbulkan beda potensial, Ej yang

terukur Bersama-sama dengan potensial elektroda sehingga potensial sel akan

sama dengan beda potensial kedua elektroda ditambah dengan potensial

junction.

Esel = Ekanan – Ekiri + Ej

Karena Ej tidak dapat diukur, tersendiri (terpisah), maka sel kimia dengan

perpindahan tidak cocok untuk mengevaluasi besaran-besaran tcrmodinamika.

Kontribusi Ej pada potensial sel dapat diperkecil dengan menggunakan

jembatan garam, laratan jenuh suatu garam, (misalnya yang biasa digunakan

adalah KCl) dalam agar-agar. Adanya jembatan garam menyebabkan adanya

pertemuan dua elektrolit ini menyebabkan munculnya potensial perbatasan di

kedua elektrolit, tapi potensial perbatasan antara larutan KCl pckat dalam agar-

agar dengan larutan encer pada setengah sel sangat kecil. Hal ini terjadi karena

larutan KCl yang digunakan pekat sehingga potensial perbatasan terutama

ditentukan oleh ion-ion dari larutan tersebut , sementara ion-ion dari larutan

encer memberikan kontribusi yang dapat diabaikan terhadap potensial

perbatasan. Meskipun demikian, untuk mengidentifikasi bagaimana

pengurangannya secara tepat sampai saat ini masih belum jelas. Hal ini diduga

karena kecepatan kation dua anion yang sama menyebabkan junction potential

antara kedua larutan dengan jembatan garam mempunyai arah yang berlawanan

sehingga saling meniadakan. Jika Ej ditiadakan, maka untuk sel yang semula

dituliskan seperti Zn|Zn2+ Cd2+|Cd berubah menjadi : Zn|Zn2+||Cd2+|Cd

Contoh penentuan Esel kimia dengan perpindahan untuk sel :

Page 140: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Zn|ZnCl2 (m = 0,5)||CdSO4 (m = 0,1)|Cd

Zn Zn2+ + 2e

Cd2+ + 2e Cd

Zn + Cd2+ Zn2+ + Cd

Persamaan Nernst-nya :

E = Eo -

RT

∑ Fln

aZn2+

aCd2+

= Eo -

RT

∑ Fln

mZn2+ γ

Zn2+

mCd 2+ γ

Cd2+

Pada 25o C, EO = 0,359 V dan hasil percobaan untuk ZnCl2 0,5 m, γ± = 0,376

dan untuk CdSO4 0,1 m, γ± = 0,137.

Dengan mengansumsikan koefisien rata-rata = koefisien aktivitas ion-ionnya,

maka : E = 0,359 –

0 ,5912

log0,5x 0 ,3760,1x 0 ,137

= 0,352 V

3.6.2 SeL Konsentrasi

Pada sel konsentrasi reaksi keseluruhan dari sel tersebut

merupakan

transfer materi dari satu bagian ke bagian lainnya. Pada sel ini yang berbeda

hanyalah konsentrasi, bukan jenis elektroda dan elektrolitnya.

Pada sel konsentrasi, karena jenis elektroda dan elektrolit di

kedua bagian (anoda dan katoda) sama, maka potensial elektroda standarnya

juga sama. Dengan demikian potensial selnya pada keadaan standar, E o, sama

dengan nol.

Page 141: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Eosel = Eo

katoda - Eoanoda

= (x-x) V = 0 V

Ingat, Eo ≠ E, kecuali pada keadaan standar.

Sel konsentrasi terdiri dari sel konsentrasi elektroda dan sel konsentrasi

elektrolit.

Sel Konsentrasi Elektroda

Sel ini hanya berbeda pada konsentrasi elektrodanya saja dan tidak pada

jenis elektroda serta elektrolit yang digunakan. Pada sel ini proses pengaliran

electron disebabkan oleh perbedaan konsentrasi elektroda. Reaksi total

merupakan perpindahan materi elektroda yang satu ke elektroda yang lain.

Elektroda gas dan amalgam masuk ke dalam klasifikasi ini.

Sel Konsentrasi Elektroda Gas

Sel konsentrasi elektroda yang terdiri dari elektroda gas dapat diilustrasikan

sebagai berikut :

Pt | H2(P1) | HCl | H2(P2) | Pt

Reaksi yang terjadi :

H2(P1) 2H+ + 2e

2H+ + 2e H2(P2)

H2(P1) H2(P2)

Reaksi keseluruhan yang terjadi bukan reaksi kimia melainkan hanya transfer

gas hydrogen dari tekanan satu ke hydrogen pada tekanan yang lain. E O untuk

sel di atas berharga nol, karena elektroda kanan dan kiri sama, tetapi E tidak

sama dengan nol.

Page 142: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

E = -

RTnF

lnP2

P1

= -

0 ,02572

lnP2

P1

Dapat dilihat bahwa transfer hydrogen akan terjadi spontan (E = 0) dari yang

bertekanan tinggi (P1) ke tekanan yang lebih rendah (P2).

Sel Konsentrasi Elektroda Amalgam

Sel ini dapat dibuat dari amalgam dengan logam yang sama pada dua

konsentrasi yang berbeda dari. Sebagai contoh adalah sel :

Pb(Hg)(a1)/Pb2+(a)/Pb(Hg)(a2)

Dengan reaksi elektroda :

Kanan : Pb2+ + 2e → Pb(a2)

Kiri : Pb(a1) → Pb2+ + 2e

Keseluruhan : Pb(a1) → Pb(a2)

Secara keseluruhan tak ada reaksi kimia yang terjadi, dan reaksi terdiri dari

transfer timbale dari suatu amalgam yang berkonsentrasi tertentu ke

konsentrasi lainnya. Disini Eo = 0, dan potensial sel dengan demikian adalah :

E = -

RTnF

lna2

a1

= -

0 ,02572

lna2

a1

Timbal akan cenderung berpindah melalui proses elektrokimia secara spontan

dari amalgam dengan aktivitas tinggi ke aktivitas rendah.

Page 143: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Artinya, jika a1 > a2 maka E berharga positif dan reaksi berlangsung seperti

arah yang ditunjukkan dan jika a1 < a2 maka E berharga negative dan proses

berlangsung sebaliknya.

Sel Konsentrasi Elektrolit Tanpa Perpindahan

Pada sel ini yang berbeda hanyalah konsentrasi elektrolitnya, sedangkan

jenis elektroda dan elektrolit yang digunakannya sama. Pada sel ini tentu tidak

terdapat pertemuan atau perbatasan cairan, karena dengan adanya perbatasan

atau pertemuan dua cairan atau larutan elektrolit akan menimbulkan

perpindahan, sedangkan sel ini adalah sel konsentrasi elektrolit tanpa

perpindahan.

Tinjau sel kimia tanpa perpindahan, seperti :

Pt |H2(g, 1 atm)|HCl(a1)|AgCl(s)|Ag(s)

Dengan reaksi sel : ½ H2 (g, 1 atm) + AgCl (s) Ag(s) + HCl(a 1)

Dan potensial sel : E1 = Eo -

RTF

ln a1

Dengan meninjau kembali sel yang sama tetapi dengan aktivitas HCl yang

berbeda: Pt |H2(g, 1 atm)|HCl(a2)|AgCl(s)|Ag(s)

Reaksi sel : ½ H2 (g, 1 atm) + AgCl (s) Ag(s) + HCl(a 2)

Potensial sel : E1 = Eo -

RTF

ln a2

Dengan menggabungkan kedua sel tersebut secara berlawanan, maka akan

diperoleh :

Page 144: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Pt |H2(g, 1 atm)|HCl(a1)|AgCl(s)|Ag(s) Ag(s)|AgCl(s)| HCl(a2) |H2(g, 1 atm)|

Pt

Dengan reaksi :

½ H2 (g, 1 atm) + AgCl (s) Ag(s) + HCl(a 1)

Ag(s) + HCl(a2) ½ H2 (g, 1 atm) + AgCl (s)

HCl(a2) HCl(a1)

Potensialnya adalah :

E = E1 – E2

= E0 -

RTF ln a1 – E0 +

RTF ln a2

= -

RTF ln

a1

a2

E =

RTF ln

a2

a1

Pada sel ini akan terjadi perpindahan spontan HCl dari larutan yang

aktivitasnya tinggi ke aktivitas rendah, atau E akan positif jika a 2 > a1.

Sel Konsentrasi Elektrolit Dengan Perpindahan

Pada sel ini terdapat pertemuan dua cairan/larutan elektrolit yang sama

(jenisnya) dengan konsentrasi berbeda.

Contoh : Ag|AgCl|Cl-(a1)|Cl-(a2) AgCl(s)|Ag

Page 145: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Reaksi :

Anoda : Ag(s) + Cl-(a1) AgCl(s) + e -

Katoda : AgCl(s) + e- Ag(s) + Cl -(a2)

Reaksi Sel : Cl-(a1) Cl -(a2)

Berdasarkan reaksi tersebut tampak bahwa konsentrasi ion Cl - di anoda

berkurang karena membentuk AgCl sedangkan di katoda sebaliknya, terjadi

penambahan konsentrsai ion Cl -. Akibatnya di perbatasan kedua larutan, untuk

setiap IF listrik yang keluar sel terjadi perpindahan H+ dari kiri ke kanan dan

perpindahan Cl- dari kanan ke kiri dengan membawa fraksi arus sebesar

bilangan angkutnya masing-masing. Dengan demikian di perbatasan cairan

terjadi perpindahan ion-ion :

Fraksi muatan, t+ dibawa oleh ion H+ dari a1 ke a2 :

t+H+(a1) → t+H+(a2)

dan fraksi muatan, t- Cl - dari a2 ke a1 :

t-Cl-(a2) → t-Cl-(a1)

Perubahan total :

t+H+(a1) + Cl-(a1) + t-Cl-(a2) → t+H+(a2) + Cl-(a2) + t-Cl-(a1)

Karena t+ + t- = 1, kita dapat mengubah t- menjadi (1 – t +) atau t+ menjadi (1 –

t-). Supaya sederhana, jika reaksi sel melibatkan ion negative maka ubah t-

menjadi (1 – t+) dan sebaliknya jika reaksi melibatkan ion positif maka ubah t +

Page 146: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

menjadi (1-t-). Karena pada sel di atas reaksi sel melibatkan ion negative, Cl -,

maka perubahan total menjadi :

t+H+(a1) + Cl-(a1) + t-Cl-(a2) – t+Cl-(a2) → t+H+(a2) + Cl-(a2) + Cl-(a1) - t+Cl-(a1)

t+H+(a1) + t+Cl-(a1) → t+H+(a2) + t+Cl-(a2)

Potensial sel, karena Eo = 0 V, maka potensial sel dengan perpindahan (Ewt) :

Ewt = -

RTF

ln(a

H+ )2

t+( aCl−

)2

t−

(aH− )1

t+( aCl−

)1

t−

Ewt = - t+

RTF

ln(aHCl)2

(aHCl)1

= - t+

RTF

ln(a± )2

2

(a± )12

= -

2t+ RT

Fln

( a±)2

( a±)1

Jika perbatasan tidak mempunyai kontribusi pada potensial sel, maka

perubahan hanya merupakan kontribusi elektroda:

Cl-(a1) Cl -(a2) (sel tanpa perpindahan, without transference,wot)

Potensial Sel :

Ewt = EO-

RTF

ln(a

Cl−)2

(aCl−

)1

Ewt = -

RTF

ln(a± )2

(a± )1

Page 147: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Ewt = Ewot + Ej

Ej = Ewt - Ewot

Ej = -

2t+ RT

Fln

( a±)22

( a±)12

+

RTF

ln(a± )2

(a± )1

Ej = (1 – 2t+)

RTF

ln(a± )2

(a± )1

Jika t+ = 0,5, Ej sangat kecil

3.7. Aplikasi Pengukuran Potensial Sel

3.7.1. Penentuan Potensial Elektroda Standar Dan Penentuan Koefisien

Keaktifan Elektrolit

Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya, sel kimia tanpa

perpindahan biasa digunakan untuk penentuan potensial elektroda standar dan

penentuan koefisien keaktifan elektrolit.

Contoh:

Pt |H2(g, fH2)|HCl(aHCl)|AgCl(s) |Ag

Dengan reaksi elektroda :

½H2 → H+ + e dan AgCl(s) + e → Ag + Cl-

Reaksi keseluruhan

½H2 + AgCl(s) → H+ + Ag + Cl-

Dan perubahan energi Gibbs jika fH2 = 1 adalah :

Page 148: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

∆G = ∆Go +

RTnF

ln (aH+ xa

Cl−)

E = Eo -

RTnF

ln (aH+ xa

Cl−)

Karena a+= m+ γ+ dan a− = m−γ−

E = Eo -

RTnF

ln m+ m− γ+ γ−

Untuk HCl(aq) → H+ (aq) + Cl-

(aq)

Maka : m+ = m- = m

Dan E = Eo -

RTnF

lnm2 -

RTnF

ln γ+ γ−

Dari defenisi : γ±

(v++v− ) = γ +v+ γ−

v−

v+ = 1 dan v- = 1 maka γ±2 = γ+ γ− atau γ± = √γ+ γ−

E = Eo -

2RTnF

ln m -

RTnF

lnγ±

2

E = Eo -

2 RTnF

ln m -

2 RTnF

ln γ±

E +

2RTnF

ln m = Eo -

2RTnF

ln γ±

Dengan mengukur E pada berbagai molalitas HCl, harga bagian kiri persamaan

dapat dihitung. Plot harga-harga tersebut terhadap m memberikan profil grafik

berikut.

Dengan menerapkan persamaan DHLL (Debye-Huckel Llimiting Law):

Page 149: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

ln γ± = - Z+IZ-I A√ I

untuk elektrolit 1 : 1 maka lnγ± = -A√ I

Jadi :

E +

2RTnF

ln m = Eo -

2RTnF A√ I

I = ½∑ mi Z i2 sehingga √I = √m

E +

2 RTnF

ln m = Eo +

2 RTnF A√m

Dengan mengukur E pada berbagai molalitas HCl, harga ruas kiri persamaan di

atas dapat dihitung. Plot harga E +

2RTnF

ln m terhadap √m memberikan profil

grafik berikut.

Page 150: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Ekstrapolasi m½ terhadap harga nol menghasilkan Eo, yakni potensial sel pada

keadaan standar. Potensial elektroda standar dari AgCl | Ag dapat ditentukan

dari hubungan : E sel

o = EAgCl|Ago − EH 2

o dengan EH2

o

= 0V

3.7.2.Tetapan Kesetimbangan Asam Lemah

Konstanta kesetimbangan asam lemah seperti asam asetat (HA) dapat

dilakukan dengan menggunakan sel berikut:

Pt,H2 |(1 bar)HA(m1), NaA(m2),NaCl(m3) |AgCl(s) |Ag

Elektroda kiri : ½H2 → H+ + e

Elektroda kanan : AgCl(s) + e → Ag + Cl-

Reaksi keseluruhan : ½H2 + AgCl(s) → H+ + Ag + Cl-

E = Eo -

RTnF

ln (aH+ xa

Cl−)

n = 1

E = Eo -

RTF

ln (aH+ xa

Cl−)

Dengan a+= m+ γ+ dan a− = m−γ−

E = Eo -

RTnF

ln (mH+ m

Cl−)-

RTnF

ln (γH+ γ

Cl−)

E = Eo -

RTnF

ln (mH+ γ

H+ mCl−

γCl−

)

Eo untuk sel tersebut adalah potensial elektroda standar untuk elektroda Ag-

AgCl(0,2224 volt), karena Eosel = Eo

kanan – Eokiri =

EAgCl|Ago − EH 2

o dengan EH2

o

=

0V. Secara sederhana reaksi disosiasi HA :

Page 151: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

HA = H+ + A-+

Konstanta disosiasinya adalah :

Ka =m

H+mA−

mHA

γH+ γ

A−

γ HA

mH+ γ

H+ = KamHA γ HA

mA−γ

A−

Dengan demikian

E = Eo -

RTF

ln (KamHA γHA m

Cl−γ

Cl−

mA−γ

A− )

E = Eo -

RTF

ln (mHA mCl−

mA− )

-

RTF

ln ( γ HA γCl−

γA− )

-

RTF

ln Ka

E - Eo +

RTF

ln (mHA mCl−

mA− )

= -

RTF

ln ( γ HA γCl−

γA− )

-

RTF

ln Ka

(E - Eo )

FRT

+ ln (mHA mCl−

mA− )

= - ln ( γ HA γ

Cl−

γA− )

- ln Ka

Kita tahu dari data:

mCl- = m3

mA- = m2 + mH+

mHA = m1 – mH+

Karena mH+ << m2, maka mA- = m2

Page 152: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Dan mH+ << m1, maka mHA = m1

Maka ruas kiri dari persamaan dapat dihitung.

Data yang kita peroleh melalui eksperimen adalah data E pada berbagai

konsentrasi NaCl. Pada konsentrasi elektrolit tertentu harga kuat ionis(I) juga

tertentu. Dengan demikian kita dapat plot ruas kiri terhadap kekuatan ion,

sebagai berikut:

Karena untuk larutan encer γHA dapat dianggap 1 dan dengan DHLL yakni ln

γ± = - AZ+√ I dan ln γ± = - AZ-√ I atau ln γ± = - AZ+Z-√ I , pada I = 0 maka

koefisien keaktifan ion-ionnya sama dengan satu dan suku pertama ruas kanan

= 0. ekstrapolasi terhadap I = 0 kita dapat intercept sebagai –ln Ka. Dengan

demikian harga Ka dapat ditentukan.

3.7.3.Hasil Kali Kelarutan

Hasil kali kelarutan garam yang sukar larut dapat dilakukan melalui sel

elekltrokimia. Sebagai contoh untuk menentukan Ksp AgCl kita memerlukan

Page 153: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

sel dengan konsentrasi keseluruhan : AgCl (s) = Ag+(aq) + Cl-

(aq). Sel yang

demikian adalah :

Ag| Ag+| Cl-|AgCl(s)| Ag(s)

Setengah reaksinya adalah

Ag Ag+ + e dan

AgCl(s) + e Ag + Cl -

Dengan reaksi keseluruhan : AgCl (s) Ag+ + Cl-

Dari tabel elektroda standar diperoleh :

Eo = 0,222 V – 0,799 V = -0,577 V

Nilai Eo dapat digunakan untuk menentukan tetapan kesetimbangan dari reaksi

sel tersebut. Ingat lagi bahwa :

Δ G = Δ Go + RT ln Qa

Saat setimbang , Δ G = 0, sehingga :

Δ Go = RT ln Ka

Untuk reaksi di atas Ka = Ksp = aAg+

aCl-

ln Ka = nFEo/ RT

= (1) (96.500 C mol -1) (-0,577 V)/ {(8,314 J mol -1 K-1)(298 K)}

= -22,47

Ka = 1,76 . 10-10

3.7.4. Pengukuran Ph

Aplikasi pengukuran emf yang sudah sangat luas digunakan adalah pada

pengukuran pH dari berbagai larutan. Ada dua elektroda yang akan diuraikan

pada penentuan pH ini yakni elektroda hidrogen dan elektroda gelas.

Saat mengukur pH dengan menggunakan elektroda hidrogen, elektroda

ini dipasangkan dengan elektroda lain seperti Ag|AgCl atau kalomel.

Untuk sel :

Pt|H2(g)|lar x|KCl(jenuh)|Hg2Cl2(s)|Hg/Pt

Page 154: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Reaksinya adalah:

½H2(g) + ½Hg2Cl2(s) Hg(l) + H+(aq,x) + Cl-

(aq)

potensial selnya :

Ex = Ejx + Eo -

RTF

ln(aH+ )X

aCl−

( pH2)1/2

= Ejx + Eo -

RTF

¿¿ (1)

jika larutan x diganti dengan larutan standar, S, maka potensial selnya :

Es = Ejs + Eo -

RTF

¿¿ (2)

Jika persamaan (2) dikurangkan terhadap persamaan (1) akan diperoleh :

Ex - Es = Ej,x – Ej,s -

RTF

¿¿

Atau:

Ex - Es = Ej,x – Ej,s -

2 ,303 RTF

¿¿ (3)

Dengan menggunakan definisi pH = - log aH+ terhadap persamaan (3)

diperoleh :

pH(x) – pH(s) =

Ex − Es

2 ,303 RTF−1+

E j , s − E j , x

2 ,303 RTF−1(4)

jika diasumsikan potensial cairan-perbatasan (junction), E j,x diantara larutan x

dan elektroda kalomel sama dengan potensial perbatasan E j,s diantara larutan S

dan elektroda kalomel, maka E j,s ¿Ej,x dan persamaan (4) berubah menjadi :

Page 155: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

pH(x) = pH(s) +

Ex − Es

2 ,303 RTF−1 (5)

Penggunaan elektroda hidrogen untuk mengukur pH tidak praktis, oleh karena

itu lebih sering digunakan elektroda gelas sebagai pengganti elektroda

hidrogen. Untuk itu akan diperoleh:

pH(x) = pH(s) +

Ex − Es

2 ,303 RTF−1(6)

Ternyata diperoleh persamaan yang sama dengan persamaan (5).

Sel untuk mengukur pH dengan menggunakan elektroda gelas yang

dipasangkan dengan elektroda kalomel dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 156: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

4. KINETIKA KIMIA

Dalam keseharian, kita cukup akrab dengan proses-proses kimiawi.

Mungkin kita pernah berpikir mengapa (1) kayu dapat terbakar dalam atmosfer tetapi

gelas dan batu tidak, (2) udara tidak mempengaruhi perak, emas, platina atau logam-

logam mulia, (3) sistem pencernaan manusia dapat mencerna nasi, (4) ada unsur-

unsur lainnya yang bereaksi secara cepat dengan logam-logam alkali tetapi unsur-

unsur lainnya bersifat inert. Kesemua hal tersebut membangkitkan pertanyaan yang

mendasar, yaitu mengapa reaksi kimia berlangsung? Hal ini dapat dijelaskan

secara termodinamik dengan memperhitungkan energi-energi pereaksi.

Pertanyaan lain yang juga berkaitan dengan suatu reaksi kimia adalah

seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung. Jika suatu reaksi kimia berjalan secara

pelan, dapatkah reaksi tersebut dipercepat. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan

dengan laju atau kecepatan reaksi, dan kondisi yang mempengaruhi laju merupakan

kajian dalam kinetika reaksi.

Kecenderungan dapat berlangsung atau tidaknya suatu reaksi kimia dapat

diperoleh melalui penerapan termodinamika kimia. Walaupun demikian,

termodinamika tidak berbicara tentang laju suatu reaksi kimia.

Untuk menunjukkan bagaimana kendali termodinamika dan kendali kinetika

berbeda, marilah perhatikan reaksi berikut :

2 H2 + O2 2 H2 O

Reaksi tersebut secara termodinamika adalah mungkin, tetapi, pada kondisi biasa

reaksi tersebut secara praktis tidak terjadi, terlalu lambat. Dalam perjalanannya untuk

menjadi produk, pereaksi harus melalui energi perintang. Salah satu cara untuk

mengantarkan pereaksi ke posisi puncak perintang adalah dengan menambahkan

katalis. Begitu katalis dilibatkan, reaksi tersebut akan terjadi dengan kecepatan sangat

tinggi.

4.1 Pendahuluan

Page 157: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Kinetika kimia menyelidiki secara rinci energi-energi perintang tersebut

melalui pengkajian ketergantungan laju reaksi terhadap konsentrasi, suhu dan

tekanan. Kinetika kimia melengkapi termodinamika melalui pemberian informasi

tentang laju reaksi kimia. Kajian tentang laju reaksi memberikan suatu wawasan ke

dalam mekanismenya, apakah reaksi tersebut berlangsung dalam satu tahap atau

dalam sederetan tahapan. Kajian kinetika kimia betul-betul penting dalam memahami

tabiat suatu sistem kimia.

Hukum aksi massa menyediakan suatu dasar kuantitatif untuk penelaahan

kinetika. L. Wilhelmy adalah mungkin orang pertama yang menyelidiki inverse

sukrosa dalam sebuah polarimeter pada suhu tetap sampai pada kesimpulan bahwa

laju berkurangnya konsentrasi sukrosa pada pada setiap saat adalah berbanding lurus

terhadap jumlah sukrosa yang tak-terkonversi pada saat tersebut.

Kinerja tersebut diikuti oleh Bertholet dan St. Giles, tahun 1862, pada kajian

kesetimbangan antara asam asetat, etanol, etil eter dan air. Pada tahun 1863, cato

Guldgerg dan peter Waage tampil dengan tulisan penting mereka tentang hukum ini

“laju suatu reaksi adalah berbanding langsung terhadap perkalian dari massa aktif

reaksi”. Yang dimaksud dengan massa aktif adalah konsentrasi molekul, yaitu jumlah

mol zat per datuan volume.

Reaksi kimia dapat terjadi dalam satu tahap atau melalui beberapa tahap.

Reaksi yang berlangsung dalam beberapa tahap dicakup dalam kajian mekanisme

reaksi komposit.

Keterlibatan foton dalam reaksi kimia telah memperluas khazanah kajian

kinetika kimia. Hal semacam ini dikaji dalam bagian fotokimia.

Perlu juga diungkapkan bahwa dalam tulisan ini hanya dibicarakan reaksi-

reaksi yang dikontrol oleh energi pengaktifan, tidak menyangkut reaksi-reaksi yang

dikontrol oleh difusi. Dengan kata lain bahwa kontribusi difusi terhadap laju global

diabaikan.

4.2 Laju Konsumsi dan Pembentukan

Page 158: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Sebelum kita masuk ke dalam konsep laju reaksi, terlebih dahulu kita lihat

tentang laju konsumsi dan laju pembentukan.

Kajian kinetika berkaitan dengan laju perubahan konsentrai pereaksi dan

produk, data reaksi berlangsung, jumlah pereaksi berkurang sedangkan jumlah

produk meningkat. Dalam hal ini, terjadi pengkonsumsian pereaksi dan pembentukan

produk. Pengungkapan laju reaksi kimia bisa didasarkan pada pereaksi atau pada

produk. Sebagai ilustrasi, kita lihat reaksi antara pereaksi A dan B menghasilkan

produk Y yang dapat dipresentasikan oleh persamaan reaksi berikut :

A + 3B 2Y

Laju konsumsi A (vA) diberikan oleh

vA=−d 〔 A〕

dt

Laju pembentukan Y (vy) diberikan sebagai

v y=−d〔Y 〕

dt

Dan, dari stoikiometri reaksi kita dapat dipahami bahwa laju berkurangnya A

adalah 1/3 kali laju berkurangnya B dan ½ kali laju terbetuknya produk Y :

v y=13

v B=12

v y

Secara individual vA, vB, dan v y akan tidak jelas sebagai laju reaksi.

Laju reaksi didefinisikan sebagai turunan cakupan reaksi, ni = v iξ , dni = v idξ

terhadap waktu dibagi dengan volume.

v= 1V

dξdt

vB

4.3 Laju Reaksi

Page 159: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

v= 1V v t

d ni

dtvB

Jika volum adalah konstan, maka d ni

V dapat diganti dengan perubahan

konsentrasi, dCi sehingga

v= 1v t

d C i

dt

Dengan v i adalah koefisien stoikiometri pereaksi i.

Jumlah v (laju) tidak bergantung terhadap pereaksi atau produk yang mana

yang dipilih. Untuk reaksi

aA + bB yY + zZ

yang terjadi pada volum konstan, laju reaksi adalah.

v=−1a

d [ A ]dt

=−1b

d [ B ]dt

=1y

d [ Y ]dt

=1z

d [ Z ]dt

Turunan konsentrasi pereaksi terhadap waktu adalah negative karena

merupakan laju konsumsi, sedangkan untuk produk adalah positif karena merupakan

laju produksi atau pembentukan. Jadi

v=+v A

a=

+v B

b=

+v y

y=

+v z

z

Harus dibedakan antara v tanpa subskrip (yang artinya laju reaksi)dan v dengan

subskrip (vA dan yang lainnya, yang artinya laju konsumsi atau pembentukan).

Karena koefisien stoikiometri, dan akibatnya koefisien reaksi, bergantung pada cara

reaksi dituliskan (H2 + Br2 2HBr atau ½ H2 + ½ Br2 HBr) saat laju

reaksi diberikan, stoikiometri harus dinyatakan.

Untuk reaksi kimia yang dapat direpresentasikan dengan

4.4 Persamaan Laju Empirik

Page 160: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

aA + bB yY + zZ

laju konsumsinya untuk pereaksi A dapat diungkapkan secara empiric

vA=k A 〔 A〕a 〔B〕b

Dengan k A, α, β, tidak bergantung pada konsentrasi dan waktu.

Sementara itu, laju produksi Z dapat diberikan sebagai

vz=k z〔 A 〕a〔 B〕b

Dimana k z tidak harus sama dengan k A.

Laju reaksinya diberikan sebagai

v=k 〔 A〕a〔B〕b

Dimana k , k A, dan k z tidak harus sama.

Untuk reaksi

A + 2B 3Z

k=k A=12

k B=13

kz

Pada ungkapan di atas, α dan β disebut sebagai orde parsial terhadap

masing-masing A dan B orde reaksi menyatakan jumlah eksperimen dan tidak

harus bulat. Jumlah orde parsial, α + β + ……, dikenal sebagai orde total, yang

biasanya diberi simbol n.

Contoh :

H2 + I2 ⇔2 HI

v1=k i [ H2] [ I 2] (4.13)

v1=k i [ HI ]1

2

(4.14)

4.5. Orde Reaksi

4.6. Tetapan Laju dan Koefisien Laju

Page 161: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Tetapan k yang muncul pada persamaan-persamaan terdahulu disebut

sebagai tetapan laju atau koefisien laju. Untuk reaksi yang dipercaya elementer,

k biasanya disebut tetapan laju. Dan, untuk reaksi yang terjadi dengan lebih dari

satu tahap, k disebut sebagai koefisien laju.

Satuan tetapan atau koefisien laju bergantung pada orde reaksi. Untuk

reaksi orde 1,

v=k [ A ] (4.15)

Satuan v adalah mol dm-3s-1 dan [A] adalah mol dm-3, sehingga satuan

satuan dari k untuk reaksi orde satu adalah s-1.

Untuk reaksi orde 2 :

v=k [ A ]2 (4.16)

v=k [ A ] [ B ] (4.17)

Satuan k adalah dm3mol-1s-1.

Tugas pertama dalam kerja kinetika suatu reaksi kimia adalah mengukur

laju pada berbagai kondisi eksperimen dan menentukan bagaimana laju

dipengaruhi oleh konsentrasi pereaksi, produk reaksi, dan oleh zat lain

(misalnya inhibitor) yang dapat mempengaruhi laju. Ada dua cara utama untuk

bekerja dengan masalah demikian yaitu metode integrasi dan metode

differensial.

Dalam cara integrasi, kita mulai dari suatu persamaan laju yang kita

pikirkan atau perkirakan dapat digunakan. Misalnya kita duga suatu reaksi

adalah orde 1 (coba-coba),

−dCdt

=kC(4.18)

4.7. Penentuan Orde dan Tetapan Laju

Page 162: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dengan C adalah konsentrasi pereaksi pereaksi. Dengan melakukan intehrasi,

kita mengubah hubungan di atas menjadi suatu ungkapan yang memberikan

hubungan antara C dan waktu k, dan kemudian membandingkan dengan variasi

eksperimen C dan t, jika kita peroleh hasil percocokan yang baik, dengan

prosedur grafik sederhana kita kemudian dapat menentukan tetapan laju. Jika

hasil pencocokan tidak baik, kita perlu coba persamaan laju lainnya sampai

diperoleh hasil pencocokan yang memuaskan.

Metode lainnya, yaitu metode deferensal, memanfaatkan persamaan laju

dalam bentuk deferensial, tak diintegralkan. Harga dC/dt diperoleh dari suatu

plot C terhadap t dengan mengambil slop (kemiringan atau tangent), dan secara

langsung dibandingkan dengan persamaan laju.

Reaksi Orde 1 :

A → Z

saat t = 0, [A] = ao dan [Z] = 0

saat t = t, [Z] = x, dan [A] = (ao−x )

perubahan konsentrasi A adalah dA/dt, dan untuk reaksi orde 1

−dAdt

=−d (ao−x )

dt=k (ao−x )

dxdt

=k (ao−x )(4.19)

∫0

xdx

(ao−x )=k∫

0

t

dt(4.20)

−In [ao−x ]0

x=k [ t ]0t

(4.21)

4.8. Metode Integrasi

Page 163: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Slop = k

)(In

xa

a

o

o

In

ao

(a0−x )=kt

(4.22)

x=ao(1−e−kt ) (4.23)

ao−x=ao e−kt(4.24)

Persamaan (24) menunjukkan bahwa konsentrasi pereaksi, (a0 – x), berkurang

secara eksponensial terhadap waktu, dari suatu nilai awal a0 menuju nilai akhir

nol.

Persamaan orde 1 dapat dicobakan dan tetapan laju dievaluasi dengan

prosedur grafik, yang memberikan profil grafik seperti gambar 4.1

Gambar 4.1

Reaksi Orde 2

Ada dua kemungkinan reaksi orde 2 :

2A → Z (I)

A + B → Z (II)

Untuk jenis pertama

Page 164: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dxdt

=k (a0−x )2

(4.25)

dx

(a0−x )2=kdt

∫o

x

−dx

( a0−x )2=k∫

0

t

dt

xa0 (a0−x )

=kdt

Atau

dx(a0−x )

=kt+ 1a0

Untuk Jenis Kedua

(4.26.b)

(4.26.a)

Page 165: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

dxdt

=k (a0−x )2 (b0−x )dx(a

0−x )(b

0−x )

=kdt

∫0

1dx(a0−x )(b0−x )

=k∫0

t

dt

1(a

0−x )(b

0−x )

=A(a0−x )

+B(b−x )

1= A(b0−x)+B(a0−x)

x=b0→1=B (a0−b0 )→B=1(a0−b0 )

x=a0→1=A (b0−a0 )→ A=1(b0−a0 )

−1(a0−b0)

dx(a0−x )

+−1(a0−b0 )

dx(b0−x )

=kdt

1(a

0−b

0) [−dx

(a0−x+dx(b0−x ) ]=kdt

1(a0−b0)

∫0

x

[−dx(a0−x

+dx(b0−x ) ]=k∫

0

tr

d

1(a

0−b

0) [ ln(a0−x )−ln(b 0−x ]0

t =kt

1(a0−b0 )

lnb0 (a0−x )a0 (b0−x )

=kt

Profil plot dari persamaan laju untuk tipe pertama (26.a) diberikan pada gambar

4.2

(4.27)

(4.28)

Page 166: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Slop = k)(

)(In

xb

xa

o

o

Gambar 4.2

Waktu Paruh

Waktu paruh, t ½ , dari reaksi adalah waktu yang diperlukan agar

konsentrasi pereaksi mencapai jumlah separuhnya dari jumlah semula. Untuk

reaksi orde 1 :

ao−x=ao e−kt(4.29)

lnao

ao (ao−x )=kt

saat k=t1

2

→x=12

ao , sehingga

lnao

(ao−ao

2 )=kt

dan kita peroleh

t12

=ln 2k

(4.30)

Page 167: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13

Slop = n

In k

Metode Diferensial

Metode ini pertama kali disarankan Van’t Hoff. Metode tersebut

menyangkut penentuan laju secara langsung melalui pengukuran slop-slop

(tangen-tangen) terhadap kurva eksperimen konsentrasi waktu dan

memasukkannya ke dalam persamaan dalam bentuk yang berbeda-beda.

Ide dari metode ini adalah sebagai berikut :

Laju suatu reaksi yang berorde n yang hanya melibatkan suatu jenis

pereaksi adalah proporsional terhadap pangkat n dari konsentrasinya,

v=−dCdt

kCn

(4.31)

ln v = ln k + ln Ct (4.32)

plot ln ln v terhadap ln C pada persamaan (4.32) memberikan slop n dan

intersept in v.

Gambar 4.3

Page 168: BELAJAR Diktat KF2 25 Jun 13