bblr israwilma husna

Upload: dwi-ambar

Post on 10-Jul-2015

339 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Presentasi Kasus

BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH

Oleh :

Husna Binti Zamani Isra Dahlia Maris

06120053 06923052

Wilma Venia Rahmat 06923003

Preseptor Dr. Rahmi Yetti, SpA

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

2011BAB I TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Sumber lain mendefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir atau bayi dengan berat badan lahir dibawah persentil 10 dari perkiraan berat menurut masa gestasi. II. Epidemiologi Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Sejumlah 3-5 % dari kejadian BBLR terjadi pada keadaan ibu yang sehat, dan lebih dari 25 % kejadian terjadi pada keadan ibu dengan kehamilan resiko tinggi. Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah dengan daerah lain, yaitu berkisar antara 9%-30%, hasil studi di 7 daerah multicenter diperoleh angka BBLR dengan rentang 2.1%-17,2 %. Secara nasional berdasarkan analisa lanjut SDKI, angka BBLR sekitar 7,5 %. Angka ini lebih besar dari target BBLR yang ditetapkan pada sasaran program perbaikan gizi menuju Indonesia sehat 2010 yakni maksimal 7%. III. Etiologi Etiologi BBLR ada yang berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Berikut akan dikelompokkan etiologi BBLR berdasarkan 3 faktor di atas. Faktor Ibu :

Penyakit ,seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain

2

Komplikasi pada kehamilan : Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.

Usia Ibu dan paritas : Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu-ibu dengan usia < 20 tahun. Faktor kebiasaan ibu : Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika. Faktor Janin : Kelainan kromosom (autosomal trisomi) Infeksi pada janin (cytomegalic inclusion disease, rubella kongenital, sifilis) Anomali kongenital Radiasi Kehamilan ganda Hipoplasi pankreas Defisiensi insulin Defisiensi insulin-like growth factor type 1.

Faktor plasenta : Penurunan berat plasenta dan/atau selularitas plasenta Penurunan luas permukaan plasenta Villous plaentitis (disebabkan bakteri, virus, parasit) Infark plasenta Tumor ( mola hidatidosa, chorioangioma) Plasenta terpisah

Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain : A. Pengaruh Umur Ibu Saat Hamil Terhadap Kejadian BBLR

3

Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu umur produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu perkembangan janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa kelahiran BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh umur ibu yang masih muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap kehamilannya, yang nantinya akan menimbulkan stress. B. Pengaruh Pendidikan Ibu Terhadap Kejadian BBLR Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh dalam penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi. Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu kurang menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil, diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas

4

berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya. Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat menunda kehamilan jika menikah pada usia muda. C. Pengaruh Paritas Terhadap Risiko Kejadian BBLR Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang disusul dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan pada uterus. Kehamlan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. D. Pengaruh Umur Kehamilan Terhadap Risiko Kejadian BBLR Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu. E. Pengaruh Status Gizi Ibu Terhadap Kejadian BBLR Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini : Terhadap Ibu

5

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan komplikasi pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi misalnya TORCH. Terhadap Janin Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi diperbaiki. Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). F. Pengaruh Kadar Haemogloin Ibu Terhadap Kejadian BBLR Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III. G. Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus, 6

cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan premature juga lebih besar. Pada wanita hamil, anemia meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan. Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi. H. Pengaruh Penyakit yang Diderita Ibu Terhadap Kejadian BBLR Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis dan psikologis. I. Pengaruh faktor Kehamilan Ganda Terhadap Kejadian BBLR Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.

7

J. Pengaruh Pelayanan Antenatal Terhadap Kejadian BBLR Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah yang dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat secepatnya. K. Pengaruh Kebiasaan Merokok dan Minum Alkohol Terhadap Kejadian BBLR. Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan energi sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal : Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin janin dan ibu. Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi darah ke plasenta. Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu perokok yang selera makannya tidak berubah. Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik. Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil 8

minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin kurang mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi alkohol pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat janin yang dikandungnya. IV. Patofisiologi Dari berbagai etiologi di atas, secara garis besar terjadinya BBLR adalah sebagai berikut : Plasenta Berat lahir memiliki hubungan yang berarti dengan berat plasenta dan luas permukaan villus plasenta. Aliran darah uterus, juga transfer oksigan juga transfer oksifen dan nutrisi plasenta dapat berubah pada berbagai penyakit vaskular yang diderita ibu. Disfungsi plasenta yang terjadi sering berakibat gangguan pertumbuhan janin. Dua puluh lima sampai tiga puluh persen kasus gangguan pertumbuhan janin dianggap sebagai hasil penurunan aliran darah uteroplasenta pada kehamilan dengan komplikasi penyakit vaskular ibu. Keadaan klinis yang meliputi aliran darah plasenta yang buruk meliputi kehamilan ganda, penyalah-gunaan obat, penyakit vaskular (hipertensi dalam kehamilan atau kronik), penyakit ginjal, penyakit infeksi (TORCH), insersi plasenta umbilikus yang abnormal, dan tumor vaskular. Malnutrisi Ada dua variabel bebas yang diketahui mempengaruhi pertumbuhan janin, yaitu berat ibu sebelum hamil dan pertambahan berat ibu selama hamil. Ibu dengan berat badan kurang seringkali melahirkan

9

bayi yang berukuran lebih kecil daripada yang dilahirkan ibu dengan berat normal atau berlebihan. Selama embriogenesis status nutrisi ibu memiliki efek kecil terhadap pertumbuhan janin. Hal ini karena kebanyakan wanita memiliki cukup simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh lambat. Meskipun demikian, pada fase pertunbuhan trimester ketiga saat hipertrofi seluler janin dimulai, kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu jika masukan nutrisi ibu rendah. Data upaya menekan kelahiran BBLR dengan pemberian tambahan makanan kepada populasi berisiko tinggi (riwayat nutrisi buruk) menunjukkan bahwa kaloi tambahan lebih berpengaruh terhadap peningkatan berat janin dibanding pernmbahan protein. Infeksi Infeksi virus tertentu berhubungan dengan gangguan pertumbuhan janin. Wanita-wanita dengan status sosioekonomi rendah diketahui melahirkan bayi dengan gangguan pertumbuhan maupun bayi kecil di samping memiliki insidensi infeksi perinatal yang lebih tinggi. Bayi-bayi yang menderita infeksi rubella kongenital dan sitomegalovirus (CMV) umumnya terjadi gangguan pertumbuhan janin, tidak tergantung pada umur kehamilan saat mereka dilahirkan. Faktor genetik Diperkirakan 40% dari seluruh variasi berat lahir berkaitan dengan kontribusi genetik ibu dan janin. Wanita normal tertentu memiliki kecendrungan untuk berulang kali melahirkan bayi dengan berat lahir rendah atau keil untuk masa kahamilan (tingkat pengulangan 25%-50%), dan kebanyakan anita tersebut dilahirkan dalam keadaan yang sama. Hubungan antara berat lahir ibu dan janin berlaku pada semua ras. V. Diagnosis Kriteria diagnostik pada BBLR adalah sabagai berikut : 1. Menentukan usia kehamilan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT), ukuran uterus dan USG.

10

2. Penilaian janin : Klinis Pengukuran berat dengan tinggi fundus. Taksiran berat janin diukur dengan rumus Johnsons yaitu : (tinggi fundus 12) x 135 = .... gr Kadar hormon ibu Kadar estriol dan human placental lactogen rendah. USG Diameter biparietal < optimal Berkurangnya asimetris Rasio lingkar kepala dan perut > 1 menunjukkan adanya bayi kecil masa kehamilan yang asimetris Panjang femur yang rendah menunjukkan adanya bayi kecil masa kehamilan yang simetris 3. Penilaian bayi baru lahir : Ukuran berat badan lahir lebih rendah dari masa kehamilan (sesuai dengan batasan). Penentuan masa kehamilan berdasarkan HPHT dan atau berdasarkan pemeriksaan fisik dan neurologis. Berikutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang (untuk mengetahui ada tidaknya infeksi, kelainan kromosom, dan penggunaan obat-obatan oleh ibu) jika tidak ada riwayat ibu menderita penyakit atau kelainan yang dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat lahir rendah. VII. Komplikasi Masalah yang sering dijumpai pada BBLR kurang bulan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Ketidakstabilan suhu 11 ukuran lingkaran abdomen menunjukkan bayi kecil masa kehamilan yang

2. Kesulitan pernapasan 3. Kelainan gastrointestinal dan nutrisi 4. Imaturitas hati 5. Imaturitas ginjal 6. Imaturitas imunologis 7. Kelainan neurologis 8. Kelainan kardiovaskuler 9. Kelainan hematologis 10. Metabolisme VIII. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pada BBLR adalah sebagai berikut : 1. Rawat dalam inkubator untuk mencegah hipotermia 2. Early feeding jika memungkinkan 3. Mengatasi komplikasi 4. Memberikan terapi pada yang diduga infeksi 5. Memantau adanya kelainan fisik atau kelainan fungsi intelektual Perawatan Metode Kanguru Perawatan metode kanguru (PMK) adalah perawatan untuk BBLR dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skin-to-skin contact). Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung kesehatan dan keselamatan BBLR. Perawatan dengan metode kanguru merupakan cara yang efektif untuk memenuhi kebutuhan bayi yang paling mendasar yaitu kehangatan, air susu ibu, perlindungan dari infeksi, stimulasi, keselamatan dan kasih sayang. Metode ini merupakan salah satu teknologi tepat guna yang sederhana, murah dan sangat dianjurkan untuk perawatan BBLR. Metode kanguru tidak hanya sekedar menggantikan peran inkubator, namun juga memberikan berbagai keuntungan yang tidak dapat diberikan inkubator diibandingkan dengan perawatan konvensional. Esensinya adalah:

12

Kontak badan langsung (kulit ke kulit) antara ibu dengan

bayinya secara berkelanjutan, terus-menerus dan dilakukan sejak dini. Pemberian ASI eksklusif (idealnya). Dimulai dilakukan di RS, kemudian dapat dilanjutkan di Bayi kecil dapat dipulangkan lebih dini. Setelah di rumah ibu perlu dukungan dan tindak lanjut yang Metode ini merupakan metode yang sederhana dan

rumah.

memadai. manusiawi, namun efektif untuk menghindari berbagai stres yang dialami oleh BBLR selama perawatan di ruang perawatan intensif.

Komponen PMK Terdapat empat komponen PMK yaitu : 1. Kangaroo position (posisi) 2. Kangaroo nutrition (nutrisi) 3. Kangaroo support (dukungan) 4. Kangaroo discharge (pemulangan) Kangaroo position (posisi) Letakkan bayi diantara payudara dengan posisi tegak, dada bayi menempel

13

ke dada ibu. Posisi kanguru ini disebut juga dengan kontak kulit-ke-kulit, karena kulit bayi mengalami kontak langsung dengan kulit ibu.

Gambar 2. Memposisikan bayi untuk PMK Posisi bayi diamankan dengan kain panjang atau pengikat lainnya. Kepala bayi dipalingkan ke sisi kanan atau kiri, dengan posisi sedikit tengadah (ekstensi). Tepi pengikat tepat berada di bawah kuping bayi. Posisi kepala seperti ini bertujuan untuk menjaga agar saluran napas tetap terbuka dan memberi peluang agar terjadi kontak mata antara ibu dan bayi. Hindari posisi kepala terlalu fleksi atau ekstensi. Tungkai bayi haruslah dalam posisi kodok; tangan harus dalam posisi fleksi. IX. Prognosis Angka kematian pada BBLR berkisar antara 0,2 % - 1 %. Pada kebanyakan kasus, bayi dengan berat lahir rendah dengan cepat mengejar ketertinggalan pertumbuhannya dalam tiga bulan pertama, dan mencapai kurva pertumbuhan normal pada usia satu tahun. X. Pencegahan Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam mencegah bayi lahir dengan berat badan rendah, diantaranya memperbaiki asupan nutrisi pada ibu hamil dan dengan kontrol antenatal secara teratur.

14

Upaya mencegah kejadian bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) adalah: Menjaga agar ibu hamil makan lebih banyak atau 1 kali lebih sering daripada sebelum hamil. Memeriksakan kehamilan secara teratur, minimal 4 kali selama hamil, yaitu 3 bulan pertama kehamilan minimal 1 kali; 3 bulan kedua kehamilan minimal 1 kali; dan 3 bulan ketiga kehamilan minimal 2 kali. Bila berat badan ibu naik di bawah 1 kg per bulan, ibu perlu segera ke Puskesmas. Menghindari kerja berat yang melelahkan dan mendapat istirahat yang cukup selama hamil.

15

BAB II ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Keluhan Utama Neonatus dengan berat lahir rendah Riwayat Penyakit Sekarang Neonatus berat badan lahir rendah 1100 gr, panjang badan 37 cm Lahir spontan partus luar di klinik spesialis kebidanan Ibu baik, ketuban jernih Nilai apgar saat lahir 7/8 Taksiran maturitas 33-34 minggu (cukup untuk masa kehamilan) Kelainan kongenital tidak ada Jejas persalinan tidak ada Penyakit saat ini BBLR : By. Ade Santana : 17 hari : Perempuan : Tangah Sawah

Riwayat Kehamilan Ibu : Ibu mengalami ketuban pecah dini lama Tidak merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol Kualitas dan kuantitas makanan kurang Kehamilan kurang bulan( 30-31 bulan) Kontrol teratur ke dokter spesialis kandungan dan kebidanan Riwayat Persalinan : Partus Luar, Persalinan di Klinik Sp Kebidanan, dipimpin oleh dokter. Lahir spontani. Kelahiran tunggal, kondisi saat lahir hidup dengan Apgar Skor

16

7/8. Tindakan resusitasi yang dilakukan pembersihan jalan napas dan perangsangan. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum Frekuensi jantung Frekuensi nafas Suhu Panjang badan Berat badan Sianosis Ikterik Pemeriksaan Sistematik : Kepala Mata Mulut Telinga Hidung Leher Dada Toraks Bentuk Jantung Paru Abdomen Kondisi Hati : : datar : lemas : 1/4x1/4 Permukaan : : normochest, retraksi tidak ada : irama teratur, bising tidak ada : bronkovesikuler, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada : Ubun-ubun besar : 1x1 cm Ubun-ubun kecil : 0,5x0,5 cm Jejas persalinan : tidak ada : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik : sianosis sirkum oral tidak ada : tidak ditemukan kelainan : napas cuping hidung tidak ada : retraksi tidak ada : cukup aktif : 148 x /menit : 56 x/ menit : 36,8 oC : 37 cm : 1100 gr : tidak ada : tidak ada

17

Limpa Tali pusat Umbilikus Genitalia Ekstremitas Kulit Anus

: S0 : segar : tidak ditemukan kelainan : labia minora menonjol : atas : akral hangat, refilling kapiler baik bawah: akral hangat, refilling kapiler baik : ikterik tidak ada, sianosis tidak ada : ada

Tulang-tulang : tidak ditemukan kelainan Refleks neonatal Moro Rooting Isap Pegang Ukuran : Lingkaran kepala Lingkaran dada Lingkaran perut Simpisis-kaki Panjang lengan Panjang kaki Kepala-simpisis Diagnosa akhir NBBLR 1100 gr, panjang badan 37 cm Lahir spontan Ibu baik, ketuban jernih Nilai apgar saat lahir 7/8 Taksiran maturitas 33-34 minggu (cukup untuk masa kehamilan) Kelainan kongenital tidak ada Jejas persalinan tidak ada Penyakit saat ini BBLR : 30 cm : 27 cm : 25 cm : 17 cm : 14 cm : 15 cm : 20 cm : +, menurun : +, menurun : +, menurun : +, menurun

18

Tabel Perkembangan PasienTANGGAL 3 oktober 2011 (hari rawatan ke-1) PERJALANAN PENYAKIT Pasien rujukan dari klinik Spesialis Kebidanan dengan keterangan BBLR S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada kuning tidak ada O/ :sakit sedang HR 148 x/ menit, RR 56 x /menit, T 36,8 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Stabil Lab : GDR = 57 mg /dl Ks/ :Dalam batas normal 4 Oktober 2011 (hari rawatan ke-2) S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Ikterik (-), sianosis (-) Muntah tidak ada, toleransi minum baik Bab dan Bak tidak ada O/ :sakit sedang, ,kurang aktif HR 144 x/ menit, RR 44 x /menit, T 37,1 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : Asi 8x 10cc NGT Rawat Tali Pusat Rencana : Periksa GDR TATALAKSANA Rawat dalam inkubator Rawat Tali Pusat Asi 8x 2cc NGT Observasi toleransi minum

19

bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ Hemodinamik Stabil 5 Oktober 2011 (hari rawatan ke-3) S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Muntah tidak ada toleransi minum baik Ikterik (-), sianosis (-) O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 142 x/ menit, RR 42 x /menit, T 36,9 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Hemodinamik Stabil 6 Oktober 2011 (hari rawatan ke-4) S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada muntah btidak ada Toleransi minum baik Ikterik (-), sianosis (-) O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 146 x/ menit, RR 46 x /menit, T 37 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Hemodinamik Stabil 13.00 S/: Apneu ada Kebiruan ada Asi 8x 15 cc NGT Asi 8x12,5 cc NGT Rawat tali pusat

07.00

IVFD D12,5%

20

Demam tidak ada

5 tts/memit. Pasang O2 Head Box : 4 l/menit Aminofilin bolus 6,6 mg, dilanjutkan 2x2.5mg.

7 Oktober 2011 (hari rawatan ke-5)

S/: Apneu tidak ada lagi Demam tidak ada Sesak napas tidak ada Kebiruan tidak ada, kejang tidak ada Muntah tidak ada O/: kurang aktif HR 144 x/ menit, RR 44 x /menit, T 36.9 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Hemodinamik stabil

O2 Head box 4 liter/i Rawat inkubator IVFD D 12,5% N5(46)+D40(4)+Kcl(1)+Ca Glukonas(2) = 6 tts/ment mikro ASI 8x3 cc/NGT Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV

8 Oktober 2011 (hari rawatan ke-6)

S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Ikterik tidak ada Sianosis tidak ada O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 140 x/ menit, RR 42 x /menit, T 37 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Hemodinamik stabil O2 Head box 4 liter/i Rawat incubator IVFD 12,5% N5(46)+D40(4)+Kcl(1)+Ca Glukonas(2) = 6 tetes/menit ASI 8x5 cc/NGT

9 Oktober 2011

S/ : demam tidak ada

21

(hari rawatan ke-7)

Tampak kuning sampai pusat sesak napas masih ada,berkurang dari yang sebelumnya

O2 Head box 4 liter/i IVFD 12,5% Glukonas(2) = N5(46)+D40(4)+Kcl(1)+Ca 6 tetes/menit ASI 8x5 cc/NGT Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Fototerapi profilaksis

O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 130 x/ menit, RR 35 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade II

10 Oktober 2011 (hari rawatan ke-8)

S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Tampak kuning sampai dada O/ Sakit sedang,, kurang aktif, BB:1150 gr HR 136 x/ menit, RR 63 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I-II

O2 Head box 4 liter/i ASI on demand Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV

11 Oktober 2011 (hari rawatan ke-9)

S/ demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Tampak kuning sampai dada sianosis (-) Anak sedang rawat gabung dengan metode Kangguru O/ :sakit sedang, kurang aktif

ASI on demand Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV

22

HR 140 x/ menit, RR 52 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ :ikterik neonatorum grade I-II S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Tampak kuning sampai dada O/ :sakit sedang, kurang aktif, BB: 1100 gr HR 140 x/ menit, RR 48 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterus neonatorum grade I- II

12 Oktober 2011 (hari rawatan ke10)

ASI on demand Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV

13 Oktober 2011 (hari rawatan ke -11)

S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada

ASI on demand Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV

kejang tidak ada Tampak kuning sampai dada O/ :sakit sedang, kurang aktif, BB: 1100 gr HR 140 x/ menit, RR 48 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik

23

Ks/ : ikterik neonatorum I-II

14 Oktober 2011 (hari rawatan ke -12)

S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada

kejang tidak ada Tampak kuning sampaidada O/ :sakit sedang, kurang aktif, BB: 1150 gr HR 142 x/ menit, RR 42 x /menit, T 36,6 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ :Ikterik neonatorum gradeI-II 15 Oktober 2011 (hari rawatan ke -13) S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Kuning masih ada sampai dada O/ :sakit sedang, kurang aktif, BB: 1150 gr HR 144 x/ menit, RR 44 x /menit, T 36,4 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I- II 16 Oktober 2011 (hari rawatan ke14) S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Kuning masih ada sampai dada muntah tidak ada, menyusu masih mau BAK dan BAB biasa O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 138 x/ menit, RR 42 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama

ASI on demand Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV Metode kangguru

ASI On demand Aminofilin 2x2,5 mg IV Ampisilin 2x55 mgIV Gentamisin 1x6 mgIV Metode kangguru

ASI on demand Metode kangguru Aminofilin 2x 2,5 mg

24

17 Oktober 2011 (hari rawatan ke15)

teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I-II S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Kuning masih ada sampai dada muntah tidak ada, menyusu masih mau BAK dan BAB biasa O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 140 x/ menit, RR 41 x /menit, T 36,8 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I-II S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada muntah tidak ada, menyusu mau BAK dan BAB biasa Kuning masih ada sampai dada O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 142 x/ menit, RR 38 x /menit, T 36,7 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I-II S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Kuning masih ada sampai dada muntah tidak ada, menyusu masih mau

ASI on demand Metode kangguru Aminofilin 2x 2,5 mg

18Oktober 2011 (hari rawatan ke16)

ASI on demand Metode kangguru Aminofilin 2x 2,5 mg

19 Oktober 2011 (hari rawatan ke17)

ASI on demand Metode kangguru Aminofilin 2x 2,5 mg

25

BAK dan BAB biasa Bb: 1100 kg O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 141 x/ menit, RR 40 x /menit, T 36,6 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I-II S/ : demam tidak ada sesak napas tidak ada kejang tidak ada Kuning masih ada sampai dada muntah tidak ada, menyusu masih mau BAK dan BAB biasa O/ :sakit sedang, kurang aktif HR 138 x/ menit, RR 42 x /menit, T 36,5 oC Nafas cuping hidung (-), retraksi (-) Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak Ikterik Toraks : simetris, retraksi (-), cor ; irama teratur, bising (-), pulmo : bronkhovesikuler, ronkhi (-), wheezing (-) Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, tali pusat terawat Ekstemitas : akral hangat, refilling kapiler baik Ks/ : Ikterik neonatorum grade I-II Pasien pulang paksa

20 Oktober 2011 (hari rawatan ke18)

ASI on demand Metode kangguru Aminofilin 2x 2,5 mg

26

BAB III DISKUSI

Telah dilaporkan seorang neonatus perempuan baru lahir rujukan dari klinik praktek Spesialis dokter kebidanan Bukittinggi tanggal 3 Oktober 2011 dengan keluhan utama lahir dengan berat badan rendah. Didiagnosis dengan BBLR e.c status gizi ibu kurang. Diagnosis kerja ditegakkan berdasarkan anamesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis yang didapatkan dari riwayat kehamilan, kualitas dan kuantitas makanan ibu kurang. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan status gizi ibu yang kurang menjadi salah satu faktor resiko terjadinya BBLR. Selain itu,ibu mengalami Ketuban Pecah Dini lama. Persalinan dilakukan di klinik praktek Spesialis dokter kabidanan Bukittinggi. Kelahiran tunggal, kondisi saat lahir hidup dengan nilai APGAR 7/8. Tindakan resusitasi yang dilakukan pembersihan jalan napas dan perangsangan. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan berat badan 1100 gr, panjang 37 cm. Ini sesuai dengan teori BBLR yaitu bayi yang dilahirkan dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi atau sumber lain mendefinisikan sebagai bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram, yang ditimbang pada saat lahir sampai dengan 24 jam pertama setelah lahir bayi dengan berat badan lahir di bawah 2500 gr. Penatalaksanaan awal yang dilakukan pada pasien ini adalah rawat dalam inkubator untuk mencegah hipotermi. Pada pasien ini dilakukan perawatan tali pusat untuk mencegah terjadinya infeksi dan dicoba diberikan ASI 8x2 cc/NGT serta diobservasi toleransi minum bayi. Rencana berikutnya yang dilakukan terhadap pasien adalah pemeriksaan gula darah sewaktu karena pada BBLR sering disertai dengan hipoglikemi. Dari 27

pemeriksaan ini didapatkan hasil gula darah sewaktu pasien 57 mg/dl, berarti gula darah dalam batas normal. Pada hari kedua bayi, diberikan ASI 8x10 cc/NGT lalu ditingkatkan pada hari ketiga 8x12.5 cc/NGT dan pada hari keempat 8x15 cc/NGT untuk mencukupi kebutuhannya. Pada hari keempat pukul 13.00WIB terjadi apneu pada bayi dan kebiruan sehingga dipasang oksigen HeadBox 4l/menit, IVFD D 12,5% 5 tetes/menit dan pemberian aminofilin bolus 6,6 mg yang kemudian dilanjutkan 2x2,5 mg . Pasien diberikan terapi antibiotik profilaks karena BBLR rentan terhadap infeksi dari luar, diberikan Ampicilin 2x55 mgIV, dan Gentamycin 1x6mgIV. Pada bayi ini juga didapatkan menderita kuning pada tubuhnya muncul pada hari ketujuh setelah lahir. Berdasarkan teori apabila kuning muncul pada bayi baru lahir setelah hari kedua, maka kuning tersebut fisiologis. Karena fungsi hati belum sempurna sehingga bilirubin yang bersal dari pemecahan sel darah merah belum dapat diolah dengan baik oleh hati bayi sehingga menumpuk. Kuning pada bayi baru lahir biasanya akan hilang setelah bayi berumur lebih dari 1 minggu pada bayi cukup bulan atau setelah 2 minggu pada bayi kurang bulan. Pada bayi ini kuning lebih mudah terjadi karena fungsi hatinya belum sempurna. Pada pasien ini dilakukan perawatan BBLR dengan metode kangguru, sesuai dengan teori yng menyatakan perawatan metode kanguru (PMK) adalah perawatan untuk BBLR dengan melakukan kontak langsung antara kulit bayi dengan kulit ibu (skin-to-skin contact). Metode ini sangat tepat dan mudah dilakukan guna mendukung kesehatan dan keselamatan BBLR. Metode kanguru tidak hanya sekedar menggantikan peran inkubator, namun juga memberikan berbagai keuntungan yang tidak dapat diberikan inkubator diibandingkan dengan perawatan konvensional. Prognosis pada pasien ini baik, apabila penatalaksanaanya tepat, tidak ada komplikasi dan penyulit.

28

DAFTAR PUSTAKA

1.

Stoll Barbara, Chapman. The High-Risk Infant, In : Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, editors. Nelsons Textbook of Pediatrics. 18th Edition. Philadelphia : Saunders, 2007 ; p 701-10.

2.

Dalmanik Sylvia M. Klasifikasi Bayi Menurut Berat Lahir dan Masa Gestasi. Dalam : Buku Ajar Neonatologi. Jakarta : Badan Penerbit IDAI 2008 ; 11-30.

3.

Sukadi A. Pedoman Terapi Penyakit Pada Bayi Baru Lahir. Bandung : FKUP 2002. Diakses tanggal 18 oktober 2011.

4.

Buku Saku gizi Bayi Oleh Aslis Wirda Hayati, SP, Msi diakses dari www.artikel terbaru.com tanggal 18 oktober 2011

5.

Suradi R, Rohsiswatno R, dkk. Perawatan BBLR dengan Metode kangguru. HTA Indonesia, hal: 2-38

6.

Wibowo A. Faktor faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah. Dalam : Majalah Kesehatan Perkotaan. Tahun IV. Uki Atmadjaya.1997.p.77.

7.

Lubis Z. Status Gizi Ibu Hamil Serta Pengaruhnya Terhadap Bayi Yang Dilahirkan. [cited on 4 December 2009]. Available from : http://www/status_gizi_ibu_hamil//.htm.diakses tanggal 19 oktober 2011

29

8.

Fazwa R. Bayi Dengan Berat Badan Lahir Rendah. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III. Cetakan V. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999. P.131-134.

30