batu bara uji konsistensi pemerintah file18 | ekonomi nasional rabu, 15 desember 2010 | media...

1
18 | Ekonomi Nasional RABU, 15 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA A TURAN kewajiban pasok pasar dalam negeri (domestic mar- ket obligation/DMO) batu bara di kisaran 24,17% yang baru dikeluarkan pemerintah dianggap cukup memenuhi ke- butuhan di dalam negeri. Namun, pemerintah harus konsisten menjaga agar pro- dusen batu bara mematuhi aturan tersebut. DMO yang ditetapkan 24,17% dari hasil produksi batu bara itu tertuang dalam Keputusan Men- teri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) No 2360/2010 ten- tang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batu Bara untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2011. Berdasarkan hitungan pe- merintah, kebutuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri tahun depan diperkirakan 78,97 juta ton. Sebagian besar dipergu- nakan pembangkit listrik tenaga uap/PLTU (lihat tabel). Selama ini masalah inkonsis- tensi penegakan DMO selalu menjadi keluhan utama kon- sumen di dalam negeri. Selain itu, belum adanya ketentuan harga patokan batu bara DMO dianggap menjadi penyebab produsen cenderung memak- simalkan pasokan ekspor yang harganya lebih tinggi. “Kami menyambut gembira keluarnya aturan DMO ini ka- rena bisa menjamin kelangsung- an pasokan batu bara untuk untuk generator dan broiler (mesin pencelup warna tekstil). Tetapi yang harus dipastikan adalah konsistensi realisasinya, jangan hanya terpampang di atas kertas,” ujar Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat kepada Media In- donesia di Jakarta, kemarin. Harapan senada dikemu- kakan Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji. Bila tereal- isasi secara konsisten, alokasi DMO menjamin kebutuhan batu bara untuk PLTU PLN. Menurutnya, kebutuhan pa- sokan batu bara PLN mencapai 30 juta ton per tahun. Pamudji berharap setidaknya alokasi dari DMO tersebut bisa me- menuhi 85% kebutuhan batu bara pembangkit PLN. “Jika 25 juta ton batu bara itu bisa dipenuhi dari alokasi DMO, sudah aman. Sisanya bisa dari stok PLN,” ujarnya. Sementara itu, kalangan in- dustri pupuk meminta peme- rintah memperhatikan arah re- vitalisasi pabrik dalam jangka panjang. Bergesernya pola konsumsi energi pabrik pupuk, dari gas ke batu bara ke depan, harus dipersiapkan dengan mengantisipasi melonjaknya kebutuhan batu bara. Dirut PT Petrokimia Gresik (Petrogres) Hidayat Nyakman mengatakan, pada 2010 dan 2011, kebutuhan batu bara pe- rusahaan masih mencukupi. “Selama ini kami tidak ada kesulitan. Batu bara terpenuhi oleh pasokan yang kami dapat melalui proses tender. Jumlah- nya kan juga masih kecil karena sebatas untuk menghidupkan pembangkit listrik,” ujarnya. Konversi energi Namun, Hidayat memperki- rakan kebutuhan pabrik-pabrik pupuk akan batu bara bakal melonjak signifikan dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan. Pasalnya, industri pu- puk akan mulai lebih banyak mengonversi bahan bakar pro- duksi mereka dari selama ini gas menjadi batu bara. Di Petrogres, misalnya, per- seroan merencanakan memba- ngun pabrik pupuk berbahan bakar batu bara pada 2015. Pertimbangannya, tingkat ke- tersediaan gas dalam negeri di- pastikan akan semakin terbatas sehingga harganya diprediksi- kan tidak lagi ekonomis. Walau diragukan banyak pihak, pemerintah menegas- kan akan menindak produsen batu bara yang membangkang. Jika tidak mengindahkan per- ingatan, pemerintah akan me- motong produksi mereka. “Pemotongan produksi mi- neral atau batu bara maksimal 50% dari produksi pada tahun berikutnya,” ujar Dirjen Mi- neral, Batu Bara, dan Panas Bumi Kementerian ESDM, Bambang Setiawan, belum lama ini. (AW/E-1) jajang@ mediaindonesia.com Kewajiban pasok pasar dalam negeri harus ditegakkan. Jangan hanya terpampang di atas kertas. Jajang Sumantri Batu Bara Uji Konsistensi Pemerintah PEMERINTAH memastikan akan merevisi Undang-Undang (UU) No 17/2008 tentang Pe- layaran guna menyelamatkan produksi (lifting) minyak nasio- nal. Kepastian itu diungkapkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi di Jakarta, kemarin. Menurut Freddy, revisi UU perlu segera dilakukan un- tuk melonggarkan penerapan asas cabotage (kabotase) yang melarang penggunaan kapal berbendera asing dalam ke- giatan lepas pantai (offshore) mulai 1 Januari 2011. “Jika dipaksakan, asas cabo- tage untuk offshore bisa meng- ancam lifting minyak nasional karena kapal lokal tidak ada yang melayani kegiatan off- shore, khususnya kategori B dan C,” ujarnya. Dalam asas kabotase dika- takan, muatan domestik harus diangkut dengan kapal-kapal berbendera nasional. Aturan itu berlaku untuk kapal-kapal jenis cair dan lepas pantai pada 2010 dan 2011. Namun, hingga saat ini tinggal sektor offshore yang belum menjalankan kabotase. Kapal yang melayani offhore, jelas Freddy, terbagi atas tiga kategori yakni A, B, dan C. Kelompok A antara lain kapal berjenis tugboats, mooring boats, utility vessels, dan anchor boat. Asas cabotase untuk klasikasi kapal ini harus mulai dilakukan mulai 1 Januari 2010. Sementara itu, kapal kelom- pok B antara lain jenis accom- modation barges ukuran 250 ft class ke atas, anchor handling and tugs (AHT), ASD tugboats, dan platform supply vessel (PSV). Adapun kapal kategori C yaitu jack up rig, drill ship, submersible rig, dan cable laying ship. Freddy menjelaskan, jenis ka- pal kategori B dan C terbilang mahal sehingga tidak banyak negara yang memilikinya, ter- masuk Indonesia. Karena itu, ia meminta para pemangku kepentingan industri pelayaran memahami adanya pengecua- lian penerapan kabotase untuk jenis kapal tersebut. Kita harus realistis juga dengan kondisi di lapangan. Jika kapal jenis B dan C kita ti- dak punya, kita harus terbuka dengan kerja sama interna- sional. Ada kepentingan lebih besar harus diselamatkan,” tukasnya. Sebelumnya, rencana merevi- si UU Pelayaran ini mendapat tentangan dari sejumlah kala- ngan. Ketua Bidang Organisasi Indonesian National Shipown- ers Association (INSA) Paulis Djohan menilai keputusan pe- merintah tidak konsisten. “Itu juga menunjukkan pemerintah tidak serius mengoptimalkan potensi kapal offshore berben- dera Merah Putih,” kata dia beberapa waktu lalu. (CS/E-2) PT PLN (persero) menargetkan pengurangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) me- lalui pemasangan trafo interbus (interbus transformer/IBT) di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Gandul-Cinere. Penghematan bisa mencapai 15 ribu kiloliter atau senilai Rp50,4 miliar per bulan. “Beroperasinya trafo IBT itu akan meningkatkan keamanan pasokan listrik pada sistem Jawa-Bali, khususnya Jakarta, sekaligus meningkatkan ek- sibilitas manuver beban de- ngan subsistem lain jika ter- jadi gangguan pada sistem Jawa-Bali,” ungkap Direktur Operasi Jawa-Bali PLN Ngu- rah Adnyana di Depok, Jawa Barat, kemarin. Menurutnya, dengan penghematan tersebut, ha- nya butuh empat bulan untuk mengembalikan modal pem- belian dan pemasangan trafo dengan total nilai Rp195 miliar tersebut. Trafo raksasa ini merupakan bagian dari lima trafo induk yang dibeli PLN pada tahun ini dan dipasang di lima GITET yaitu Bekasi, Cibatu, Gandul, Kembangan, dan Cilegon. “Harga trafo itu sekitar Rp75 miliar per unit ditambah de- ngan biaya konstruksi total- nya sekitar Rp195 miliar. Bila penghematan terealisasi, bisa cepat kembali modal yang berasal dana PLN sendiri itu,” ujarnya. Seiring bertambahnya pa- sokan dan kuatnya jaringan, PLN membuka layanan pe- nyambungan baru dan tambah daya untuk kelompok pelang- gan bisnis dan industri. Hingga kini PLN telah berhasil menja- ring 2.250 pelanggan bisnis dan industri untuk penyambungan baru dan tambah daya. Total kapasitas yang bakal dipasang sebesar 1.025 megavolt ampere (MVA). “Dari jumlah pelanggan yang mendaftar tersebut, PLN akan mendapat biaya pemasangan pelanggan sekitar Rp700 juta. Namun, itu bukan targetnya karena kecukupan pasokan dan penambahan jumlah pelanggan menjadi orientasi kami,” ujar Direktur Bisnis Dan Mana- jemen Risiko PLN, Murtaqi Syamsuddin, di kesempatan yang sama. PLN menargetkan bila tidak ada kendala teknis yang ber- arti, semua permintaan sam- bungan listrik untuk kelom- pok bisnis dan industri akan dipenuhi pada 15 Desember 2010. Hingga akhir 2010, sistem Jawa-Bali mendapat tambahan pasokan daya 1.130 megawatt (Mw). Hal itu sejalan dengan masuknya PLTU Indramayu, PLTU Labuan II, dan repo- wering PLTU Muara Karang. (Jaz/E-5) Trafo Baru Hemat Biaya Listrik Demi Lifting Minyak UU Pelayaran Direvisi MI/SUMARYANTO PEMASANGAN TRAFO INTERBUS: Pekerja memeriksa suhu trafo interbus dengan menggunakan thermovisi di gardu induk tegangan ekstra tinggi Gandul-Cinere, Depok, kemarin. PLN menargetkan penghematan bahan bakar minyak melalui pemasangan trafo interbus. Freddy Numberi Menteri Perhubungan MI/USMAN ISKANDAR

Upload: vudung

Post on 28-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

18 | Ekonomi Nasional RABU, 15 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

ATURAN kewajiban pasok pasar dalam negeri (domestic mar-ket obligation/DMO)

batu bara di kisaran 24,17% yang baru dikeluarkan pemerintah dianggap cukup memenuhi ke-butuhan di dalam negeri.

Namun, pemerintah harus konsisten menjaga agar pro-dusen batu bara mematuhi aturan tersebut.

DMO yang ditetapkan 24,17% dari hasil produksi batu bara itu tertuang dalam Keputusan Men-teri Energi Sumber Daya Mi neral (ESDM) No 2360/2010 ten-tang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batu Bara untuk Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2011.

Berdasarkan hitungan pe-merintah, kebutuhan batu bara untuk kepentingan dalam negeri tahun depan diperkirakan 78,97 juta ton. Sebagian besar dipergu-nakan pembangkit listrik tenaga uap/PLTU (lihat tabel).

Selama ini masalah inkonsis-tensi penegakan DMO selalu

menjadi keluhan utama kon-sumen di dalam negeri. Selain itu, belum adanya ketentuan harga patokan batu bara DMO dianggap menjadi penyebab produsen cenderung memak-simalkan pasokan ekspor yang harganya lebih tinggi.

“Kami menyambut gembira keluarnya aturan DMO ini ka-rena bisa menjamin kelangsung-an pasokan batu bara untuk untuk generator dan broiler (mesin pencelup warna tekstil). Tetapi yang harus dipastikan adalah konsistensi realisasinya, jangan hanya terpampang di atas kertas,” ujar Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat kepada Media In-donesia di Jakarta, kemarin.

Harapan senada dikemu-kakan Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji. Bila tereal-isasi secara konsisten, alokasi DMO menjamin kebutuhan batu bara untuk PLTU PLN.

Menurutnya, kebutuhan pa-sokan batu bara PLN mencapai 30 juta ton per tahun. Pamudji berharap setidaknya alokasi dari DMO tersebut bisa me-menuhi 85% kebutuhan batu

bara pembangkit PLN.“Jika 25 juta ton batu bara

itu bisa dipenuhi dari alokasi DMO, sudah aman. Sisanya bisa dari stok PLN,” ujarnya.

Sementara itu, kalangan in-dustri pupuk meminta peme-rintah memperhatikan arah re-vitalisasi pabrik dalam jangka panjang. Bergesernya pola konsumsi energi pabrik pupuk, dari gas ke batu bara ke depan, harus dipersiapkan dengan mengantisipasi melonjaknya kebutuhan batu bara.

Dirut PT Petrokimia Gresik (Petrogres) Hidayat Nyakman mengatakan, pada 2010 dan 2011, kebutuhan batu bara pe-rusahaan masih mencukupi.

“Selama ini kami tidak ada kesulitan. Batu bara terpenuhi oleh pasokan yang kami dapat melalui proses tender. Jumlah-nya kan juga masih kecil karena sebatas untuk menghidupkan pembangkit listrik,” ujarnya.

Konversi energiNamun, Hidayat memperki-

rakan kebutuhan pabrik-pabrik pupuk akan batu bara bakal melonjak signifikan dalam

jangka waktu 5-10 tahun ke depan. Pasalnya, industri pu-puk akan mulai lebih banyak mengonversi bahan bakar pro-duksi mereka dari selama ini gas menjadi batu bara.

Di Petrogres, misalnya, per-seroan merencanakan memba-ngun pabrik pupuk berbahan bakar batu bara pada 2015. Pertimbangannya, tingkat ke-tersediaan gas dalam negeri di-pastikan akan semakin terbatas sehingga harganya diprediksi-kan tidak lagi ekonomis.

Walau diragukan banyak pihak, pemerintah menegas-kan akan menindak produsen batu bara yang membangkang. Jika tidak mengindahkan per-ingatan, pemerintah akan me-motong produksi mereka.

“Pemotongan produksi mi-neral atau batu bara maksimal 50% dari produksi pada tahun berikutnya,” ujar Dirjen Mi-neral, Batu Bara, dan Panas Bumi Kementerian ESDM, Bambang Setiawan, belum lama ini. (AW/E-1)

[email protected]

Kewajiban pasok pasar dalam negeri harus ditegakkan. Jangan hanya terpampang di atas kertas.

Jajang Sumantri

Batu Bara UjiKonsistensi Pemerintah

PEMERINTAH memastikan akan merevisi Undang-Undang (UU) No 17/2008 tentang Pe-layaran guna menyelamatkan produksi (lifting) minyak nasio-nal. Kepastian itu diungkapkan Menteri Perhubungan Freddy Numberi di Jakarta, kemarin.

Menurut Freddy, revisi UU perlu segera dilakukan un-tuk melonggarkan penerapan asas cabotage (kabotase) yang melarang penggunaan kapal berbendera asing dalam ke-giatan lepas pantai (offshore) mulai 1 Januari 2011.

“Jika dipaksakan, asas cabo-tage untuk offshore bisa meng-ancam lifting minyak nasional karena kapal lokal tidak ada yang melayani kegiatan off-shore, khususnya kategori B dan C,” ujarnya.

Dalam asas kabotase dika-takan, muatan domestik harus diangkut dengan kapal-kapal berbendera nasional. Aturan itu berlaku untuk kapal-kapal jenis cair dan lepas pantai pada 2010 dan 2011. Namun, hingga saat ini tinggal sektor offshore yang

belum menjalankan kabotase.Kapal yang melayani offhore,

jelas Freddy, terbagi atas tiga kategori yakni A, B, dan C. Kelompok A antara lain kapal berjenis tugboats, mooring boats, utility vessels, dan anchor boat. Asas cabotase untuk klasifi kasi kapal ini harus mulai dilakukan mulai 1 Januari 2010.

Sementara itu, kapal kelom-pok B antara lain jenis accom-modation barges ukuran 250 ft class ke atas, anchor handling and tugs (AHT), ASD tugboats, dan platform supply vessel (PSV). Adapun kapal kategori C yaitu jack up rig, drill ship, submersible rig, dan cable laying ship.

Freddy menjelaskan, jenis ka-pal kategori B dan C terbilang mahal sehingga tidak banyak negara yang memilikinya, ter-masuk Indonesia. Karena itu, ia meminta para pemangku kepentingan industri pelayaran memahami adanya pengecua-lian penerapan kabotase untuk jenis kapal tersebut.

“Kita harus realistis juga dengan kondisi di lapangan. Jika kapal jenis B dan C kita ti-dak punya, kita harus terbuka dengan kerja sama interna-sional. Ada kepentingan lebih besar harus diselamatkan,” tukasnya.

Sebelumnya, rencana merevi-si UU Pelayaran ini mendapat tentangan dari sejumlah kala-ngan. Ketua Bidang Organisasi Indonesian National Shipown-ers Association (INSA) Paulis Djohan menilai keputusan pe-merintah tidak konsisten. “Itu juga menunjukkan pemerintah tidak serius mengoptimalkan potensi kapal offshore berben-dera Merah Putih,” kata dia beberapa waktu lalu. (CS/E-2)

PT PLN (persero) menargetkan pengurangan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) me-lalui pemasangan trafo interbus (interbus transformer/IBT) di Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) Gandul-Cinere. Penghematan bisa mencapai 15 ribu kiloliter atau senilai Rp50,4 miliar per bulan.

“Beroperasinya trafo IBT itu akan meningkatkan keamanan pasokan listrik pada sistem Jawa-Bali, khususnya Jakarta, sekaligus meningkatkan fl ek-sibilitas manuver beban de-ngan subsistem lain jika ter-jadi gangguan pada sistem Jawa-Bali,” ungkap Direktur Operasi Jawa-Bali PLN Ngu-rah Adnyana di Depok, Jawa Barat, kemarin.

M e n u r u t n y a , d e n g a n penghematan tersebut, ha-nya butuh empat bulan untuk mengembalikan modal pem-belian dan pemasangan trafo dengan total nilai Rp195 miliar tersebut.

Trafo raksasa ini merupakan bagian dari lima trafo induk yang dibeli PLN pada tahun ini dan dipasang di lima GITET yaitu Bekasi, Cibatu, Gandul,

Kembangan, dan Cilegon. “Harga trafo itu sekitar Rp75

miliar per unit ditambah de-ngan biaya konstruksi total-nya sekitar Rp195 miliar. Bila penghematan terealisasi, bisa cepat kembali modal yang

berasal dana PLN sendiri itu,” ujarnya.

Seiring bertambahnya pa-sokan dan kuatnya jaringan, PLN membuka layanan pe-nyambungan baru dan tambah daya untuk kelompok pelang-

gan bisnis dan industri. Hingga kini PLN telah berhasil menja-ring 2.250 pelanggan bisnis dan industri untuk penyambungan baru dan tambah daya. Total kapasitas yang bakal dipasang sebesar 1.025 megavolt ampere (MVA).

“Dari jumlah pelanggan yang mendaftar tersebut, PLN akan mendapat biaya pemasangan pelanggan sekitar Rp700 juta. Namun, itu bukan targetnya karena kecukupan pasokan dan penambahan jumlah pelanggan menjadi orientasi kami,” ujar Direktur Bisnis Dan Mana-jemen Risiko PLN, Murtaqi Syamsuddin, di kesempatan yang sama.

PLN menargetkan bila tidak ada kendala teknis yang ber-arti, semua permintaan sam-bungan listrik untuk kelom-pok bisnis dan industri akan dipenuhi pada 15 Desember 2010. Hingga akhir 2010, sistem Jawa-Bali mendapat tambahan pasokan daya 1.130 megawatt (Mw). Hal itu sejalan dengan masuknya PLTU Indramayu, PLTU Labuan II, dan repo-wering PLTU Muara Karang. (Jaz/E-5)

Trafo Baru Hemat Biaya ListrikDemi Lifting Minyak UU Pelayaran Direvisi

MI/SUMARYANTO

PEMASANGAN TRAFO INTERBUS: Pekerja memeriksa suhu trafo interbus dengan menggunakan thermovisi di gardu induk tegangan ekstra tinggi Gandul-Cinere, Depok, kemarin. PLN menargetkan penghematan bahan bakar minyak melalui pemasangan trafo interbus.

Freddy NumberiMenteri Perhubungan

MI/USMAN ISKANDAR