repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/2398/1/syarifudin bahri.pdf · bismillahirrohmanirrohim....

162
STUDI PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH DENGAN STONE COLUMN PADA STOCK PILE BATU BARA RENCANA PLTU SORONG (4X7 MW) SKRIPSI TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA AIR Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik SYARIFUDIN BAHRI NIM. 115060400111060 - 64 UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK MALANG 2017

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STUDI PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH

DENGAN STONE COLUMN PADA STOCK PILE BATU BARA

RENCANA PLTU SORONG (4X7 MW)

SKRIPSI

TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI

SUMBER DAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Teknik

SYARIFUDIN BAHRI

NIM. 115060400111060 - 64

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK

MALANG

2017

Bismillahirrohmanirrohim.

Dimana ada awal, disitu pula ada akhir .

Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa. Setelah ini saya tak tahu lembar kehidupan seperti apa yang

akan saya jalani selanjutnya. Tapi satu hal yang saya ketahui, sebuah penantian yang cukup lama, kurang lebih 6 tahun lamanya pengalaman saya sebagai seorang Mahasiswa

Teknik Pengairan tidak akan saya sia-siakan.

Teriring Ucapan Terima Kasih kepada:

Yang utama dari segalanya di Dunia maupun di Akhirat

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayangMU telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta

dan kasih sayang. Atas karunia dan kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan

keharibaan Rasullah Muhammad SAW.

Ayahanda dan Ibunda tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga, kupersembahkan karya kecilku ini kepada ibu dan ayah yang telah memberikan kasih sayang, segala

dukungan, kesabaran menghadapi keegoisan anakmu ini dan cinta kasih yang tak terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang

bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga karya ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan ayah bahagia, karena kusadar selama ini belum bisa berbuat yang lebih.

Untuk ibu dan ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku untuk menjadi lebih baik, Terima kasih

Ibu. Terima kasih Ayah. Kalianlah Orang tua terbaik.

Kakak dan Adik tersayang

Mila Rosita Dewiadikmu hampir kehabisan uang, kau berikan adikmu ini uang sehingga bisa bertahan

sampai sekarang ini tanpa meminjam uang sepeserpun ke teman-temannya. Dan terima kasih untuk laptop pemberianmu ini yang membantuku menyelesaikan skripsi ini. Untuk

Laily Megawatilebih untuk menyelesaikan studi ini. Maafkan aku ini karena tak bisa jadi panutan, saya doakan semoga adikku bisa menyelesaikan studinya tepat waktu. Terima kasih atas doa

kalian. Kalian adalah kakak dan adik yang aku sayangi.

Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji terhormat

Bapak Ir. Suwanto Marsudi, MS., dan Bapak Dr. Runi Asmaranto, ST., MT., selaku dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak pak, saya dibantu selama ini, sudah dinasehati, sudah diajari, saya tidak akan lupa atas bantuan dan kesabaran dari

bapak. Begitu banyak dosen yang ada di Jurusan Teknik Pengairan, namun entah kenapa saya merasa Pak Wanto dan Pak Runi lah yang paling berjasa. Saya ucapkan terima

kasih banyak

Bapak Dr. Eng. Andre Primantyo H, ST., MT., Bapak Sebrian Mirdeklis Beselly Putra, ST., MT., M.Eng., Bapak Dr. Eng. Tri Budi Prayogo, ST., MT., dan Bapak Dr. Eng.

Riyanto Haribowo,ST., MT., selaku dosen penguji tugas akhir saya, terima kasih banyak pak, telah menguji skripsi saya ini, sudah dibantu supaya skripsi ini selesai, saya tidak

akan lupa atas bantuan dari bapak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.

Teman-teman WRE 2011 terbaik

Yossa Pratama Rosella Putra pulang-pergi Batu-Malang hanya untuk menyelesaikan PKN kita. Waktu yang kita habiskan selama ini

benar-benar sangat menyenangkan. Saat aku kebingungan mencari judul skripsi kesana kemari, kau bantu aku untuk meminta judul ke Pak Wanto, dari sana aku tahu kalau judul

inilah yang akan menjadi penentu kelulusanku, dari judul tersebut pula entah kenapa sekali lagi saya merasa sangat cocok dengan dosen pembimbingku. Mereka, maksud saya

beliau-beliaulah dosen-dosen yang berjasa. Tak mudah untuk mendapatkan bimbingan yang cocok di Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya. Saat ini kita berpisah

dan berjalan di jalan kita masing-masing, tapi ikatan pertemanan kita takkan terputus sampai disini saja. Terima kasih teman. Gilang Prakarsa Zundaputra

kebetulan dosen pembimbing kita sama. Kita maju dosen sama-sama, sama-sama direvisi, sama-sama diACC pula. Terima kasih karena telah menemani perjuanganku. Dan untuk

teman-teman WRE 2011 yang namanya tidak bisa saya sebutkan, terima kasih banyak -

citakan bisa terwujudkan.

Bajak Laut Topi Jerami terhebat

Jangan takut untuk bermimpi. Karena mimpi adalah tempat menanam benih harapan dan memetakan cita-cita. -Luffy (One Piece)

Jika keajaiban itu tidak berpihak kepada kita, maka kita sendiri yang akan membuat keajaiban itu. -Zoro (One Piece)

Hidup ini seperti pensil yang pasti akan habis, tetapi meninggalkan tulisan-tulisan yang indah dalam kehidupan. -Nami (One Piece)

When your friend is having a hard time, you should be there for him. -Ussop (One Piece)

Wanita itu ada untuk dicintai dan dilindungi bukan tuk disakiti. -Sanji (One Piece)

-Chopper (One Piece)

Banyak orang ingin melupakan masa lalu, tapi sedikit orang yang belajar dari masa lalu. -Nico Robin (One Piece)

Jangan sia-siakan kesempatan yang ada, akan membosankan kalau sampai kau menyesalinya nanti. -Franky (One Piece)

No matter how deep the night, it always turns to day, eventually. -Brook (One Piece)

Jangan hanya menghitung apa yang telah menghilang, pikirkan apa saja milikmu yang masih tersisa. -Jinbei (One Piece)

RINGKASAN

Syarifudin Bahri, Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Agustus 2017, Studi Perencanaan Perbaikan Tanah dengan Stone Column Pada Stock Pile Batu Bara Rencana PLTU Sorong (4X7 MW), Dosen Pembimbing : Suwanto Marsudi dan Runi Asmaranto.

Dalam rangka mendukung peranan pembangunan nasional dan daerah, khususnya dalam sektor industri, maka permintaan energi listrik terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan di atas, direncanakanlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sorong sebesar (4 x 7 MW). Pembangunan dilakukan di atas tanah yang strukturnya terbentuk oleh pasang surut air laut dengan kondisi tanah lunak, sehingga berpotensi mengalami penurunan akibat konsolidasi. Untuk penanganan permasalahan diatas, diperlukan pengetahuan tentang perbaikan tanah. Salah satu metode yang sering digunakan sekarang ini adalah perbaikan tanah dengan beban awal (preloading) yang dikombinasikan dengan stone column. Maksud penelitian ini adalah memberikan alternatif perencanaan perbaikan tanah dengan cara pembebanan awal (preloading) dan dengan pemakaian stone column serta memberikan gambaran mengenai software Plaxis 8.2 2D. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar penurunan serta lama penurunan akibat adanya metode perbaikan tanah lunak dengan stone column, serta dapat membandingkan hasil perhitungan secara analitis dengan software dan mengetahui besarnya biaya bahan pekerjaan. Untuk perencanaan stone column sendiri menggunakan 2 pola, yaitu pola bujur sangkar dan pola segitiga. Dan dengan menggunakan 3 variasi diameter dan jarak pemasangan, yaitu (Diameter = 1 m, jarak pemasangan = 2 m), (Diameter = 1,5 m, jarak pemasangan = 3 m), (Diameter = 2 m, jarak pemasangan = 4 m). Menurut hasil perhitungan, didapatkan bahwa besarnya penurunan dan waktu konsolidasi dengan perhitungan analitis dan Plaxis 8.2 2D adalah mendekati sama. Perbedaan perhitungan antara analitis dan Plaxis 8.2 2D sebesar 6,96 % untuk penurunan konsolidasi, dan 10,77 % untuk waktu konsolidasi. Hasil perhitungan dengan adanya stone column menunjukkan penurunan dan waktu konsolidasi berkurang, selisih penurunan dan waktu konsolidasi sebelum dan sesudah adanya stone column dipilih rencana yang terbaik dengan pola bujur sangkar dengan diameter 2 m adalah 31,5% untuk besar penurunannya, 99,84% untuk waktu konsolidasinya. Total harga biaya bahannya sebesar Rp. 2.920.953.600,00.

Kata Kunci : Penurunan konsolidasi, metode prapembebanan, stone column, Plaxis 8.2 2D

SUMMARY

Syarifudin Bahri, Department of Water Resources Engineering, Faculty of Engineering Brawijaya University, August 2017, Study On Soil Improvement Plan With Stone Column On Coal Stock Pile Area On The Plan Of Steam Power Plant Sorong (4 X 7 MW), Academic Supervisor: Suwanto Marsudi and Runi Asmaranto.

In order to support the role of national and regional development, especially in the industrial sector, the demand for electricity continues to increase. To meet the above requirements, it is planned that the Steam Power Plant (PLTU) of Sorong amounts to (4 x 7 MW). The development is done on the land whose structure is formed by the tides of sea water with soft soil conditions, which potentially decreases due to consolidation. For the handling of the above problems, knowledge of soil improvement is required. One of the most commonly used methods today is the improvement of soil with a preloading load combined with the stone column.

The purpose of this research is to provide alternative of land improvement planning by preloading and by using stone column and giving description about Plaxis 8.2 2D software. The purpose of this study is to determine the magnitude of the decline and the long decline due to the method of soft soil improvement with stone column, and can compare the results of calculations analytically with the software and know the amount of material costs of work. For the planning of stone column itself use 2 pattern, that is squareness pattern and triangle pattern. The diameter = 1 m, the installation distance = 2 m ).

According to the calculation results, it is found that the magnitude of the decline and the consolidation time with analytical calculations and Plaxis 8.2 2D is close to the same. The difference in calculations between analytical and Plaxis 8.2 2D is 6.96% for consolidation decrease, and 10.77% for consolidation time. The result with adding stone column showing that settlement and time of colnsolidation being decreased, the result difference between before and after adding stone column by choosing the best planning with square pattren which 2 m of diameter showing 31,5% for settlement, 99,84% for time of consolidation. The total cost of the material cost is Rp. 2.920.953.600,00.

Keywords: Consolidation settlement, preloading method, stone column, Plaxis 8.2 2D

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta kasih-Nya

saya Syarifudin Bahri dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Studi Perencanaan

Perbaikan Tanah dengan Stone Column Pada Stock Pile Batu Bara Rencana PLTU

Sorong (4X7 MW)

Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

Teknik (S.T.) bagi mahasiswa program S-1 di Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik

Universitas Brawijaya. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada

kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya menghaturkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Suwanto Marsudi, MS sebagai pembimbing I, yang telah bersedia

meluangkan waktu dan membimbing saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi

ini.

2. Bapak Dr. Runi Asmaranto, ST., MT sebagai pembimbing II, yang telah memberi

motivasi, dukungan dan membimbing saya dalam proses penyusunan skripsi.

3. Teman-teman Teknik Pengairan 2011 atas dorongan, motivasi dan kebersamaan

selama ini dalam menggapai cita menjadi seorang Engineer.

4. Dan terakhir untuk Bapak, Ibu, Kakak dan Adik tercinta atas doa, motivasi,

perhatian yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

Malang, Agustus 2017

Syarifudin Bahri

i

ii

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xi

DARTAR SIMBOL .......................................................................................................... xiii

DARTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 2

1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3

1.4 Batasan Masalah ............................................................................................... 3

1.5 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 3

1.6 Studi Terdahulu ................................................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah ............................................................................................................... 7

2.1.1 Klasifikasi Tanah .................................................................................. 7

2.1.1.1 Sistem Klasifikasi AASHTO ................................................... 8

2.1.1.2 Sistem Klasifikasi Unified ..................................................... 10

2.1.2 Indeks Plastisitas (Plasticity Index) .................................................... 12

2.1.3 Kekuatan Geser Tanah (Shear Strenght) ............................................ 12

2.1.4 o) ................................................................ 14

2.1.5 Penambahan Tegangan ( ............................................................... 14

2.1.6 Permeabilitas Tanah ........................................................................... 15

2.1.7 Pemadatan Tanah................................................................................ 15

2.1.8 Konsolidasi Tanah .............................................................................. 17

2.1.8.1 lndeks Pemampatan ( Compression Index Cc) ...................... 18

2.1.8.2 lndeks Pemuaian (Swell Index , Cs) ...................................... 20

2.1.8.3 K oefisien Konsolidasi (Cv) .................................................... 20

2.1.8.4 Lempung Normally Consolidated dan Over

iii

iv

Consolidated ...................................................................... 23

2.1.9 Penurunan Tanah (Settlement) ....................................................... 24

2.1.9.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement) ......................... 25

2.1.9.2 Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi

Primer Satu Dimensi ......................................................... 28

2.1.9.3 Penurunan yang Diakibatkan oleh Konsolidasi

Sekunder ............................................................................ 29

2.1.10 Kecepatan Waktu Penurunan ........................................................ 32

2.1.11 Likuifaksi (Pencairan Tanah) ........................................................ 34

2.1.11.1 Metode Estimasi Potensi Likuifaksi ................................ 36

2.1.11.2 Metode Estimasi Penurunan Tanah ................................. 39

2.2 Perbaikan Tanah Lunak ............................................................................. 42

2.2.1 Perbaikan Tanah dengan Stone Column ........................................ 43

2.2.1.1 Perencanaan Stone Column ............................................... 43

2.2.1.2 Penurunan dengan Stone Column ...................................... 47

2.2.1.3 Penanganan Likuifaksi dengan Stone Column .................. 48

2.2.1.4 Stabilitas Embankment di atas Tanah yang Diperkuat

dengan Stone Column ........................................................ 49

2.3 Program Plaxis 2 Dimensi......................................................................... 51

2.3.1 Plaxis Input ................................................................................... 51

2.3.2 Plaxis Output ................................................................................. 52

2.3.3 Bagian-Bagian Jendela Utama Program Masukan Plaxis ............. 52

2.3.4 Komponen-Komponen Geometri .................................................. 53

2.4 Rencana Anggaran Biaya (RAB) .............................................................. 58

2.4.1 Definisi Rencana Anggaran Biaya ................................................ 58

2.4.2 Analisa Rencana Anggaran Biaya ................................................. 59

2.4.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Keseluruhan ......... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi Studi ............................................................................................... 61

3.1.1 Kondisi Geografis Lokasi Studi .................................................... 62

3.2 Kondisi Demografi .................................................................................... 63

3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 63

3.3.1 Survei Data Topografi ................................................................... 63

v

3.3.2 Penyelidikan Tanah ............................................................................ 65

3.3.2.1 Standard Penetration Test (SPT) ........................................... 66

3.3.2.2 Pengujian Laboratorium ......................................................... 66

3.4 Metode Pengerjaan ......................................................................................... 75

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Tanah ...................................................................................................... 79

4.2 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan Awal (Preloading) .................. 81

4.2.1 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan ..................................... 81

4.2.1.1 Perhitungan Tegangan Overburden ( o) ............................... 81

4.2.1.2 Perhitungan Penambahan Tegangan Vertikal ( ) ................ 82

4.2.1.3 Perhitungan Penurunan Segera (pi) ........................................ 83

4.2.1.4 Perhitungan Penurunan Akibat Konsolidasi Primer (Sc) ........ 86

4.2.1.5 Perhitungan Total Penurunan Akibat Pembebanan ................ 89

4.2.1.6 Perhitungan Waktu Penurunan ............................................... 90

4.2.1.7 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Pada Waktu (t) ............. 93

4.2.2 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Dengan Program

Plaxis 8.2 2D ...................................................................................... 95

4.2.3 Perbandingan Perhitungan Analitis dan Plaxis 8.2 2D ..................... 110

4.3 Perhitungan Estimasi Potensi Likuifaksi ...................................................... 111

4.4 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column ............................................ 114

4.4.1 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column

menggunakan Plaxis 8.2 2D ............................................................. 114

4.4.2 Perhitungan Waktu Penurunan Dengan Adanya

Stone Column .................................................................................... 122

4.5 Perbandingan Penurunan Sebelum dan Setelah Pemasangan

Stone Column ................................................................................................ 127

4.6 Perhitungan Volume Pekerjaan dan Biaya Bahan ........................................ 130

4.6.1 Perhitungan Volume Pekerjaan ........................................................ 130

4.6.2 Perhitungan Biaya Bahan ................................................................. 131

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 133

5.2 Saran .......................................................................................................... 134

DAFTAR PUSTAKA

vi

LAMPIRAN

vii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

Gambar 2.1 Profil Tanah ................................................................................................... 7

Gambar 2.2 Kriteria Kegagalan Mohr dan Coloumb ..................................................... 13

Gambar 2.3 Air Didalam Tanah ...................................................................................... 15

Gambar 2.4 Pemadatan Tanah Mencapai Titik OMC ..................................................... 16

Gambar 2.5 Kekuatan Tanah Yang Dipadatkan .............................................................. 17

Gambar 2.6 Hubungan Waktu Pemampatan Selama Konsolidasi Untuk

Penambahan Beban yang Diberikan ............................................................ 18

Gambar 2.7 Karakteristik Konsolidasi Lempung yang Terkonsolidasi Secara

Normal (Normally Consolidated) dengan Sensitivitas Rendah

Sampai Sedang ............................................................................................ 19

Gambar 2.8 Metode Logaritma-Waktu (Logarithm-of-Time Method) untuk

Menentukan Koefisien Konsolidasi ............................................................ 21

Gambar 2.9 Metode akar-waktu (square-root-of-time method) ...................................... 23

Gambar 2.10 Profil penurunan segera dan tekanan pada bidang sentuh pada

lempung; (a) pondasi lentur, (b) pondasi kaku ............................................ 25

Gambar 2.11 Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi Satu Dimensi ..................... 28

Gambar 2.12 Variasi e Versus Log t untuk Suatu Penambahan Beban, dan

Definisi Indeks Konsolidasi Sekunder ........................................................ 30

Gambar 2.13 C a untuk endapan tanah di lapangan (menurut Mesri, 1973) ..................... 31

Gambar 2.14 Lapisan Lempung yang Mengalami Konsolidasi ........................................ 32

Gambar 2.15 Aliran Air pada A Selama Konsolidasi ....................................................... 33

Gambar 2.16 Variasi Derajat Konsolidasi Rata-rata Terhadap Faktor Waktu (Tv) .......... 34

Gambar 2.17 Dampak Pencairan Tanah Setelah Gempa Bumi Niigata Tahun 1964 ........ 35

Gambar 2.18 Pengaruh Tekanan Kontak dan Tekanan Air Pori Terhadap

Penurunan .................................................................................................... 35

Gambar 2.19 Faktor Pengurangan Tegangan rd dan Kedalaman....................................... 37

Gambar 2.20 Diagram alir untuk evaluasi CRR7.5 ............................................................ 38

Gambar 2.21 Hubungan Antara Regangan Volumetric, Kerapatan Relatif, dan

Faktor Keamanan Terhadap Likuifaksi ....................................................... 40

vii

viii

Gambar 2.22 Hubungan Nilai Tahanan Ujung Seismic dan Regangan Volumetrik

Untuk Beragam Faktor Keamanan ......................................................... 41

Gambar 2.23 Idealisasi unit cell ................................................................................... 44

Gambar 2.24 Stone Column dengan Pola Pemasangan Segitiga .................................. 45

Gambar 2.25 Stone Column dengan Pola Pemasangan Bujur Sangkar ....................... 45

Gambar 2.26 Plaxis Input Icon .................................................................................... 51

Gambar 2.27 Plaxis Output Icon .................................................................................. 52

Gambar 2.28 Jendela Utama Program Masukan .......................................................... 52

Gambar 2.29 Selection Icon ......................................................................................... 54

Gambar 2.30 Geometry Line Icon ................................................................................ 54

Gambar 2.31 Point Loads Icon .................................................................................... 55

Gambar 2.32 Distributed Loads Icon ........................................................................... 55

Gambar 2.33 Material Sets Icon .................................................................................. 55

Gambar 2.34 Generate Mesh Icon ............................................................................... 56

Gambar 2.35 Phreatic Level Icon ................................................................................ 56

Gambar 2.36 Generate Water Pressures Icon ............................................................. 56

Gambar 2.37 Generate Initial Stresses Icon ................................................................ 57

Gambar 2.38 Standard Fixities Icon ............................................................................ 57

Gambar 2.39 Urutan pembuatan RAB ......................................................................... 58

Gambar 2.40 Skema harga satuan pekerjaan ............................................................... 59

Gambar 3.1 Lokasi Studi ............................................................................................ 61

Gambar 3.2 Peta Administrasi Kota Sorong .............................................................. 62

Gambar 3.3. Desain Rencana PLTU Sorong (4 x 7 MW) .......................................... 63

Gambar 3.4 Alat dan Bahan Pengujian Water content .............................................. 67

Gambar 3.5 Alat dan Bahan Pengujian Specific Gravity ........................................... 68

Gambar 3.6 Alat dan Bahan Pengujian Triaxial Compression Test .......................... 70

Gambar 3.7 Alat dan Bahan Pengujian Consolidation Properties ............................ 71

Gambar 3.8 Alat dan Bahan Pengujian Unconfined Compression Test ..................... 73

Gambar 3.9 Alat dan Bahan Pengujian Direct Shear Test ......................................... 74

Gambar 3.10 Grafik Atterberg Limit ............................................................................ 75

Gambar 3.11 Diagram Alir Penyelesaian Skripsi ........................................................ 77

Gambar 4.1 Grafik Total Penurunan dengan Htimb ..................................................... 90

Gambar 4.2 Grafik Hubungan St dengan t ................................................................. 95

ix

Gambar 4.3 Jendela Tampilan Awal Plaxis 8.2 2D ........................................................ 97

Gambar 4.4 Penamaan Proyek Plaxis 8.2 2D .................................................................. 97

Gambar 4.5 Pengaturan Dimensi Plaxis 8.2 2D .............................................................. 98

Gambar 4.6 Penyusunan Lapisan Tanah ......................................................................... 98

Gambar 4.7 Lembar Tab Umum Untuk Tanah dan Antarmuka .................................... 100

Gambar 4.8 Lembar Tab Parameter Untuk Tanah dan Antarmuka............................... 100

Gambar 4.9 Lapisan Tanah Setelah Adanya Data Material .......................................... 101

Gambar 4.10 Pemilihan Tingkat Kekasaran Elemen ...................................................... 101

Gambar 4.11 Penggambaran Jaring Elemen (Generate Mesh) ....................................... 102

Gambar 4.12 Penyusunan Tekanan Air Pori ................................................................... 103

Gambar 4.13 Tekanan Air Pori ....................................................................................... 103

Gambar 4.14 Penyusunan Tegangan Awal ..................................................................... 104

Gambar 4.15 Tegangan Awal .......................................................................................... 105

Gambar 4.16 Jendela Perhitungan Plaxis 8.2 2D ............................................................ 106

Gambar 4.17 Pemilihan Titik A dan Titik B ................................................................... 107

Gambar 4.18 Proses Perhitungan (Calculations) ............................................................ 107

Gambar 4.19 Jendela Hasil Perhitungan (Calculations) ................................................. 108

Gambar 4.20 Total Displacements Dengan Cara Plaxis 8.2 2D ..................................... 109

Gambar 4.21 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Plaxis 8.2 2D .......... 109

Gambar 4.22 Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) .......... 110

Gambar 4.23 Lapisan Tanah Dengan Adanya Stone Column ......................................... 115

Gambar 4.24 Penggantian Tipe Material Menjadi Terdrainase (Drained) ..................... 115

Gambar 4.25 Penggambaran Jaring Elemen Dengan Adanya Stone Column ................. 116

Gambar 4.26 Tekanan Air Pori Dengan Adanya Stone Column

Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m ............................................... 117

Gambar 4.27 Tegangan Awal Dengan Adanya Stone Column

Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m ............................................... 118

Gambar 4.28 Pemilihan Titik A dan Titik B Dengan Adanya Stone Column ................. 120

Gambar 4.29 Total Displacements Dengan Adanya Stone Column

Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m ............................................... 121

Gambar 4.30 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan

Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m .......... 127

Gambar 4.31 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan

x

Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar................................................ 128

Gambar 4.32 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan

Adanya Stone Column Pola Segitiga .......................................................... 129

Gambar 4.33 Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output)

Dengan Adanya Stone Column ................................................................. 129

xi

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi AASHTO ..................................................................................... 9

Tabel 2.2 Klasifikasi Unified ....................................................................................... 11

Tabel 2.3 Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah (Jumikis, 1962) ........................ 12

Tabel 2.4 Hubungan Untuk Indeks Pemampatan (Cc) Rendon-Herrero (1980) .......... 20

Tabel 2.5 Pemampatan dan Pemuaian Tanah Asli ...................................................... 20

Tabel 2.6 Variasi Faktor Waktu terhadap Derajat Konsolidasi ................................... 22

Tabel 2.7 Faktor Pengaruh untuk Persamaan ( 2-18 ) ................................................. 26

Tabel 2.8 Harga-harga Modulus Young ...................................................................... 27

Tabel 2.9 Harga-harga Angka Poisson ........................................................................ 27

Tabel 2.10 Hubungan Antara Penurunan Permukaan Tanah dan Derajat

Kerusakan Bangunan ................................................................................... 36

Tabel 2.11 Persamaan Empirik Regangan Seismik ....................................................... 42

Tabel 4.1 Lokasi Pekerjaan Pengeboran ...................................................................... 79

Tabel 4.2 Data Rangkuman Tanah Hasil Tes Laboratorium di PLTU Sorong ........... 80

Tabel 4.3 Tegangan Overburden ( o ) pada BH-03 ................................................... 82

Tabel 4.4 .......................................................... 83

Tabel 4.5 Penurunan Segera (pi) Akibat Pembebanan Awal ....................................... 85

Tabel 4.6 Penurunan Primer (Sc) Akibat Pembebanan Awal ...................................... 88

Tabel 4.7 Total Penurunan Akibat Pembebanan Awal ................................................ 89

Tabel 4.8 Total Penurunan Pada Tinggi Timbunan Efektif (Heff) ............................... 90

Tabel 4.9 Waktu Penururnan (t) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) ...... 92

Tabel 4.10 Total Penururnan (St) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) ...... 94

Tabel 4.11 Kisaran Permeabilitas Tanah (k) Pada Temperatur 20°C (Das, 1983) ........ 96

Tabel 4.12 Harga-harga Modulus Young ...................................................................... 96

Tabel 4.13 Harga-harga Angka Poisson ........................................................................ 96

Tabel 4.14 Sifat-sifat Material dan Paameter Desain .................................................... 99

Tabel 4.15 Selisih Antara Analitis dan Plaxis 8.2 2D ................................................. 110

Tabel 4.16 Perhitungan Nilai CSR .............................................................................. 112

Tabel 4.17 Perhitungan Nilai CRR .............................................................................. 113

xi

xii

Tabel 4.18 Perhitungan Nilai FSL ........................................................................... 113

Tabel 4.19 Data Parameter Stone Column ............................................................... 114

Tabel 4.20 Penurunan Stone Column Dengan Pola Bujur Sangkar

dan Pola Segitiga ................................................................................... 121

Tabel 4.21 Waktu Penurunan (t) Untuk Masing-masing Derajat

Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column ................................... 124

Tabel 4.22 Total Penurunan (St) Untuk Masing-masing Derajat

Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column .................................. 126

Tabel 4.23 Perbandingan Penurunan dan Waktu Penurunan Sebelum

dan Sesudah Adanya Stone Column ...................................................... 128

Tabel 4.24 Kebutuhan Bahan Stone Column ........................................................... 131

Tabel 4.25 Total Biaya Bahan Stone Column ......................................................... 132

Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Perencanaan Pemasangan Stone Column ................ 134

xiii

DAFTAR SIMBOL

Simbol Keterangan Satuannya

Kekuatan geser kN/m2

c Kohesi tanah kN/m2

Sudut geser dalam tanah 0

Tegangan normal total yang bekerja pada bidang geser kN/m2

Tegangan efektif kN/m2

u Tekanan air pori kN/m2

o Tegangan overburden kN/m2

Berat isi tanah dalam keadaan submerged/terendam kN/m3

sat Berat isi tanah dalam kondisi jenuh kN/m3

w Berat isi air kN/m3

h Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau m

Penambahan tegangan vertikal kN/m2

tim Berat isi tanah timbunan ` kN/m3

I Nilai pengaruh OSTERBERG -

Hr Tinggi timbunan rencana m

Heff Tinggi timbunan efektif m

Cc Indeks pemampatan -

e0 Angka pori tanah di lapangan -

WN Kadar air tanah di lapangan -

Cs Indeks pemuaian -

Cv Koefisien konsolidasi mm2/det

Tekanan Prokonsolidasi kN/m2

OCR Over consilidation ratio -

St/Stot Penurunan total m

pi Penurunan segera m

Sc Penurunan akibat konsolidasi primer m

Ss Penurunan akibat konsolidasi sekunder m

p/q Tekanan bersih yang dibebankan kN/m2

B Lebar pondasi (diameter pondasi yang berbentuk lingkaran) m

xiii

xiv

Angka Poisson -

E Modulus elastisitas tanah (modulus Young) kN/m2

Ip Faktor pengaruh (influence factor) yang tidak mempunyai dimensi -

hi Kedalaman tanah pada lapisan i m

timb Berat jenis tanah timbunan kN/m3

Htimb Tinggi tanah timbunan kN/m3

Ei Modulus elastisitas dari Oedometrik di lapisan i kN/m2

C0 Indeks pemampatan sekunder -

Perubahan angka pori -

ep Angka pori pada akhir konsolidasi primer -

U Derajat konsolidasi dalam % -

Tv Faktor waktu -

t Waktu tahun

CRR cyclic resistance ratio -

CSR cyclic stress ratio -

av Tegangan geser siklik -

amax Percepatan permukaan tanah maksimum arah horisontal

g Percepatan gravitasi (9,81 m/s2) m/s2

vo Tegangan overburden vertikal total kN/m2

vo' Tegangan overburden vertikal efektif kN/m2

rd Faktor pengurangan tegangan -

SL Penurunan akibat likuifaksi m

Regangan volumetrik pasca likuifaksi pada lapisan tanah ke-i -

Tebal lapisan tanah ke-i m

D Diameter stone column m

as Area replacement ratio stone column -

ac Area replacement ratio tanah lunak -

As Luas penampang stone column m2

Ac Luas penampang tanah lunak m2

A Luas penampang total 1 unit cell m2

s Spacing antar stone column m

C1 Konstanta yang tergantung pada pola penyusunan stone column -

n faktor konsentrasi tegangan -

xv

Tegangan pada stone column kN/m2

Tegangan tanah disekitar stone column kN/m2

u Tegangan rata-rata di atas unit cell akibat beban luar kN/m2

Rasio tegangan pada tanah lunak -

Rasio tegangan pada stone column -

ult / s Tegangan rerata pada stone column akibat beban luar kN/m2

c Faktor daya dukung stone column ( 18 < c < 22 ) -

Pult Tegangan pada luas penampang stone column akibat beban luar kN/m2

Sst Penurunan konsolidasi primer dengan jarak (hst) stone column ke

Permukaan m

hst Tinggi atau kedalaman stone column m

k Permeabilitas tanah arah horisontal m/s

td Durasi getaran -

mv Koefisien kompresibilitas tanah -

u Tekanan pori berlebih -

MR Momen penahan (resistant moment) -

Gaya geser tanah lunak kN/m2

R Jari-jari bidang gelincir, didapat dari analisa stabilitas m

W Berat tanah timbunan diatas bidang longsor -

At Luas tanah timbunan di atas bidang gelincir m2

xvi

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

Lampiran 1. Data Bore Log ............................................................................................ 137

Lampiran 2. Data Kadar Air........................................................................................... 139

Lampiran 3. Data Berat Isi Tanah .................................................................................. 140

Lampiran 4. Data Berat Jenis Tanah .............................................................................. 141

Lampiran 5. Data Hidrometer ........................................................................................ 142

Lampiran 6. Data Batas Cair dan Batas Plastis .............................................................. 148

Lampiran 7. Data Uji Kuat Tekan Bebas ....................................................................... 151

Lampiran 8. Data Uji Triaksial ...................................................................................... 164

Lampiran 9. Data Konsolidasi ....................................................................................... 170

Lampiran 10. Data Uji Geser Langsung .......................................................................... 176

Lampiran 11. Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 1 m .......................................................................................... 184

Lampiran 12. Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 1,5 m ....................................................................................... 185

Lampiran 13. Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 2 m .......................................................................................... 186

Lampiran 14. Penurunan Stone Column Pola Segitiga dengan Diameter = 1 m ............. 187

Lampiran 15. Penurunan Stone Column Pola Segitiga dengan Diameter = 1,5 m .......... 188

Lampiran 16. Penurunan Stone Column Pola Segitiga dengan Diameter = 2 m ............. 189

Lampiran 17. Waktu Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 1 m .......................................................................................... 190

Lampiran 18. Waktu Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 1,5 m ....................................................................................... 191

Lampiran 19. Waktu Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 2 m .......................................................................................... 192

Lampiran 20. Waktu Penurunan Stone Column Pola Segitiga

dengan Diameter = 1 m ............................................................................. 193

Lampiran 21. Waktu Penurunan Stone Column Pola Segitiga

dengan Diameter = 1,5 m .......................................................................... 194

xvii

xviii

Lampiran 22. Waktu Penurunan Stone Column Pola Segitiga

dengan Diameter = 2 m ......................................................................... 195

Lampiran 23. Denah Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 1 m dan Jarak Pemasangan = 2 m ..................................... 196

Lampiran 24. Denah Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 1,5 m dan Jarak Pemasangan = 3 m .................................. 197

Lampiran 25. Denah Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan

Diameter = 2 m dan Jarak Pemasangan = 4 m ..................................... 198

Lampiran 26. Denah Stone Column Pola Segitiga dengan

Diameter = 1 m dan Jarak Pemasangan = 2 m ..................................... 199

Lampiran 27. Denah Stone Column Pola Segitiga dengan

Diameter = 1,5 m dan Jarak Pemasangan = 3 m .................................. 200

Lampiran 28. Denah Stone Column Pola Segitiga dengan

Diameter = 1,5 m dan Jarak Pemasangan = 3 m .................................. 201

Lampiran 29. Harga Satuan PU Kota Sorong 2016 ..................................................... 202

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saat ini, Indonesia telah dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan

kelistrikan, diantaranya dengan kemampuan untuk menyediakan energi, pertumbuhan

permintaan tenaga listrik tidak seimbang dengan ketersediaan pembangkit, ketergantungan

pembangkit terhadap penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), dan harga BBM semakin

lama semakin mahal, permasalahannya dikarenakan sebagian besar pembangkit listik

menggunakan BBM (Andang, 2016). Untuk mengatasinya, diperlukan upaya untuk

mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif yang terbarukan. Salah satunya ialah

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mengingat potensinya di Indonesia cukup

melimpah terutama di Daerah Indonesia Bagian Timur.

Terutama Provinsi Papua Barat yang memiliki berbagai macam kekayaan alam,

salah satunya batu bara. Walaupun batu bara di daerah tersebut berkualitas rendah yang

kurang diminati pasar ekspor, namun masih bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi

(Widyasari, 2015). Saat ini jumlah pelanggan yang ada sudah mencapai lebih dari 44 ribu

dengan kapasitas daya terpasang mencapai 25 mega watt (MW). Namun banyaknya

permintaan penyambungan sangat tinggi. Bandara baru Timika minta daya 2 MW, belum

lagi pelabuhan baru, gedung olahraga (Mimika Sport Centre), perhotelan dan pemukiman

masyarakat umum (Maga, 2016). Dengan bertambahnya permintaan penyambungan

dibutuhkan ketersediaan pembangkit. Oleh karena itu direncanakanlah PLTU di Kota

Sorong Provinsi Papua Barat dengan kapasitas 4x7 MW.

Kondisi lokasi perencanaan yang sebagian besar merupakan rawa dan pilihan lokasi

perencanaan yang terbatas, sehingga berbagai macam pembangunan baru terpaksa harus

dilakukan di atas tanah-tanah yang kurang memenuhi syarat atau harus didirikan di atas

tanah yang berdaya dukung rendah. Rawa memiliki daya dukung rendah terhadap

intensitas beban. Jika ada pembebanan melebihi kemampuan daya dukung tersebut, maka

akan terjadi settlements secara signifikan. Sebagai salah satu alternatif memenuhi

kebutuhan pembangunan, berbagai metode perbaikan tanah sudah sangat berkembang

belakangan ini. Setiap metode perbaikan tersebut tentunya harus bertujuan untuk

meningkatkan kekuatan dari tanah, mengurangi pemampatan yang mungkin terjadi dan

2

mengurangi tingkat permeabilitas dari tanah. Pemilihan metode perbaikan tanah tersebut

sangat tergantung dari kondisi geologis dari tanah, karakteristik dari tanah, biaya yang

dikeluarkan untuk perbaikan, pengadaan bahan perbaikan tanah serta pengalaman dalam

hal pelaksanaan di lapangan.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perbaikan tanah adalah stone

column atau Kolom Batu. Metode perbaikan tanah ini pertama kali dikembangkan di Eropa

pada tahun 1930an di Prancis dan mulai berkembang pesat pada akhir tahun 1950an.

Metode ini biasanya digunakan unuk perbaikan tanah kohesif lunak untuk menaikkan daya

dukung tanah dan untuk mengurangi settlements atau penurunan tanah yang akan terjadi.

Teknik perbaikan tanah dengan menggunakan stone column ini sangat baik untuk

digunakan pada struktur yang memiliki area yang luas seperti tanki penyimpanan minyak,

timbunan, dan struktur lain yang mungkin memiki penurunan yang besar (Barksdale dan

Bachus, 1983).

Dalam konstruksi, timbunan tanah merupakan salah satu metode penyesuaian

elevasi permukaan tanah, namun mengakibatkan terjadinya penurunan (konsolidasi) pada

tanah lempung. Oleh karena itu pada tanah lempung proses konsolidasi ini menjadi salah

satu hal yang sangat diperhatikan karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini

terjadi dikarenakan daya dukung tanah terhadap beban timbunan sangat rendah, sehingga

beban timbunan yang diberikan pada tanah dilakukan secara bertahap dan sebagian.

Dengan perbaikan menggunakan teknik stone column ini, diharapkan tanah lempung dapat

menghasilkan kapasitas daya dukung besar sehingga beban timbunan yang bekerja menjadi

lebih besar, sehingga konsolidasi yang terjadi menjadi lebih cepat karena stone column

sendiri juga dapat menjadi drainase tambahan untuk mengeluarkan air pori. Selain itu

dengan stone column diharapkan pula penurunan yang terjadi akibat beban timbunan

tersebut menjadi lebih kecil/berkurang.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka bisa disimpulkan beberapa

permasalahan, antara lain:

1. Dari hasil pengujian Standart Penetration Test (SPT) tanah keras berada dibawah

kedalaman 17 m.

3

2. Berdasarkan hasil pengujian SPT dari permukaan sampai kedalaman 12 m berupa

endapan rawa dan tanah lempung sehingga konsolidasi membutuhkan waktu yang

cukup lama.

3. Adanya rencana penambahan bangunan PLTU Sorong (4x7 MW), menambahkan

beban pada tanah di lokasi tersebut.

1.3 Rumusan Masalah

Rumusan masalah studi ini, antara lain:

1. Berapakah perbandingan penurunan dan waktu konsolidasi antara perhitungan

manual dengan perhitungan menggunakan program aplikasi Plaxis pada stock pile

batu bara rencana PLTU Sorong.

2. Apakah terjadi likuifaksi pada stock pile batu bara rencana PLTU Sorong.

3. Bagaimanakah rencana stone column pada stock pile batu bara rencana PLTU

Sorong.

4. Bagaimanakah analisa biaya stone column pada stock pile batu bara rencana PLTU

Sorong.

1.4 Batasan Masalah

Dari rumusan masalah diatas didapatkan batasan-batasan masalah supaya

pembahasan tidak menyimpang dari tujuan studi. Adapun batasan masalahnya sebagai

berikut:

1. Analisa perbaikan tanah pada lokasi yang dipilih, yaitu pada area stock pile batu

bara rencana PLTU Sorong.

2. Metode perbaikan tanah yang dibahas hanyalah sebatas metode perbaikan tanah

dengan stone column, dan tidak membahas metode yang lain.

3. Tidak membahas cara pengangkutan bahan dan pemasangan stone column.

4. Analisa biaya hanya sebatas harga bahan.

5. Tidak membahas tentang analisa dampak lingkungan.

1.5 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari studi ini yaitu:

1. Menghitung besar dan lama penurunan (settlements) antara perhitungan analitis

dengan perhitungan aplikasi Plaxis 8.2 2D.

4

2. Untuk mengetahui potensi terjadinya likuifaksi.

3. Memberikan alternatif perencanaan perbaikan tanah dengan stone column.

4. Menganalisa biaya.

Manfaat dari studi ini adalah untuk meningkatkan daya dukung tanah yang rendah

dan mempercepat proses terjadinya konsolidasi sehingga tanahnya bisa menerima beban

yang lebih besar dan settlement yang akan terjadi berkurang.

1.6 Studi Terdahulu

Dalam studi ini penulis memaparkan tiga studi terdahulu yang relevan dengan

permasalahan yang akan diteliti tentang studi perencanaan perbaikan tanah dengan stone

column pada stock pile rencana PLTU Sorong.

Fitriani (2016) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Pemodelan Numerik Pada

Perbaikan Tanah Menggunakan Stone Column Di Tanah Lempung Lunak Di Bawah Tanah

Timbunan“. Kesimpulan dari jurnal ilmiah tersebut ialah Nilai persentase penurunan

kondisi stone column dengan pengaruh smear zone dan tanpa pengaruh smear zone dapat

mengurangi penurunan tanpa stone column hingga 80%.

Kondisi pada pemodelan dengan pengaruh smear zone memiliki nilai persentase

penurunan lebih kecil dibandingkan dengan nilai persentase pada kondisi pemodelan tanpa

smear zone. Perbedaan persentase kondisi pemodelan stone column dengan smear zone dan

pemodelan stone column tanpa smear zone hingga 3.5%. Sehingga, penurunan kondisi

dengan pengaruh smear zone dan kondisi tanpa pengaruh smear zone tidak memiliki

perbedaan yang signifikan.

Pemodelan dengan kondisi stone column dengan rasio 0.5 memiliki presentase nilai

penurunan terkecil dibandingkan dengan pemodelan lainnya dan presentase nilai

penurunan terbesar terdapat pada kondisi dengan rasio 0.1.

Nilai persentase waktu konsolidasi stone column dengan pengaruh smear zone

dapat mengurangi penurunan tanpa stone column hingga 17% dan nilai persentase waktu

penurunan kondisi stone column tanpa pengaruh smear zone dapat mengurangi penurunan

tanpa stone column hingga 9%.

Kondisi pada pemodelan dengan pengaruh smear zone memiliki nilai persentase

waktu lebih besar dibandingkan dengan nilai persentase pada kondisi pemodelan tanpa

smear zone. Perbedaan persentase kondisi pemodelan stone column dengan smear zone dan

pemodelan stone column tanpa smear zone sebesar hingga 7%.

5

Pemodelan dengan kondisi stone column dengan rasio 0.5 memiliki presentase nilai

penurunan terkecil dibandingkan dengan pemodelan lainnya dan presentase nilai

penurunan terbesar terdapat pada kondisi dengan rasio 0.1.

Perbaikan tanah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan hasil

yang memuaskan, namun dalam pekerjaan lapangan memiliki waktu pekerjaan yang

terbatas. Sehingga pada umumnya, pekerjaan perbaikan tanah di lapangan membutuhkan

waktu 90 hingga 150 hari. Durasi ini membutuhkan rasio jarak dengan diameter stone

column sebesar 0.29 hingga 0.36 pada kondisi pengaruh smear zone dan rasio 0.12 hingga

0.26 kondisi tanpa pengaruh smear zone.

Rangga (2016) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Pengaruh Floating Stone

Column Dalam Perbaikan Tanah Pada Tanah Lempung Lunak Menggunakan Metode

Elemen Hingga“. Kesimpulan dari jurnal ilmiah tersebut ialah Setelah dilakukan

pemodelan dan analisis menggunakan program PLAXIS 2D AE, maka dihasilkan nilai

penurunan dan waktu penurunan. Model floating stone column dipilih mana yang paling

effiesien baik dari segi hasil maupun segi ekonomis. Dari tiga tipe pemodalan yang

dilakukan yang pertama adalah tipe sejajar dipilih kondisi S2 dipilih sebagai yang paling

effisien karena mendekati hasil dari kondisi S1. Kedua, tipe tangga dipilih kondisi T4.1

dinilai sebagai yang effisien karena hasil kondisi T4.1 berada diantara kondisi T3.1 dan

T3.2 dimana kondisi-kondisi tersebut memiliki hasil tiga terbaik. Ketiga pada tipe

piramida, kondisi P2 dipilih sebagai yang effisien karena hasilnya diantara kondisi terbaik

dan kondisi terburuk. Diantara ketiga kondisi terbaik antar berbagai tipe, kondisi S2 dipilih

karena memiliki nilai penurunan terendah 0,158 m dengan persentase 43% dan waktu

konsolidasi tercepat 62 hari dengan persentase 2,8%.

Immanuel Hepma Sihol Mardame Sihombing dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul

“Studi Parameter Perencanaan Stone Column Untuk Perbaikan Bearing Capacity dan

Settlements Pada Tanah Lempung“. Kesimpulan dari jurnal ilmiah tersebut ialah:

Area Replacement Ratio

Area Replacement ratio menentukan besarnya kenaikan atau perbaikan

(Improvement) yang terjadi pada tanah lempung. Semakin besar area replacement ratio

maka peningkatan yang terjadi semakin besar. Namun peningkatan yang akan dialami

tanah lempung akan mencapai nilai maksimum saat nilai area replacement ratio mendekati

nilai maksimum = 1.

Spasi dan Diameter Pemasangan Stone Column

6

Parameter spasi dan diameter menentukan besarnya Area Replacement Rasio yang

diberikan oleh 1 stone column. Semakin besar Spasi maka area replacement ratio akan

menjadi semakin kecil, sedangkan semakin besar diameter stone column, maka area

replacement ratio akan semakin besar, Selain itu, diameter stone column juga menentukan

kondisi kemungkinan terjadinya deep bulging pada satu unit cell stone column.

Sudut Geser Material Stone Column

Untuk sudut geser material stone column dapat dilihat dari grafik pada bab 5,

bahwa nilai sudut geser material (ϕ = 30, 35) tidak terlalu efektif meningkatkan daya

dukung tanah yang cukup besar. Nilai sudut geser yang efektif adalah berkisar antara 40-50

derajat. Selain itu nilai peningkatan phi juga tidak menurunkan nilai settlement yang terjadi

pada tanah yang diperbaiki, sehingga nilai sudut geser stone column hanya berpengaruh

dalam peningkatan daya dukung tanah.

Kondisi dan Parameter Tanah Lempung

Kondisi perlapisan pada tanah lempung memungkinkan terjadinya deep bulging

yang akan terjadi.

Perbaikan tanah dengan stone column sangat baik dalam meningkatkan daya

dukung tanah lunak, namun untuk mengurangi masalah settlement stone column masih

belum secara efektif mengurangi settlement yang terjadi, karena menurut perhitungan

dengan metode FHWA, improvement factor yang terjadi hanya sekitar 1-1,6 saja. Pada

tanah lempung, stone column dapat meningkatkan beban timbunan yang dapat bekerja

pada tanah lempung. Sehingga proses settlement yang akan terjadi akan semakin cepat

apalagi stone column dapat juga berperan sebagai drainasi air seperti PVD. Selain itu,

stone column juga dapat memperkecil settlement yang akan terjadi pada tanah lempung

walaupun tidak terlalu efektif. Dan pelaksanaan konstruksi, permasalahan lain yang harus

dipertimbangkan pada stone column adalah aspek ekonomis, karena walaupun dapat

meningkatkan daya dukung tanah, penggunaan stone column lebih efektif dari pondasi

dalam pada beberapa ketebalan tanah.

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah adalah bagian kerak bumi dengan peranan tanah sangat vital untuk semua

kehidupan yang ada di muka bumi dikarenakan tanah dapat mendukung kehidupan

tumbuhan sebagai penopang akar dan tempat penyedia air dan hara.

Tanah juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh

dikarenakan struktur tanah yang berongga-rongga. Tanah juga memegang peranan untuk

menekan erosi, meskipun tanah juga bisa tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu

tempat dengan tempat yang lain. Udara dan Air merupakan bagian dari tanah.

Gambar 2.1. Profil Tanah

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah

2.1.1 Klasifikasi Tanah

Penentuan klasifikasi tanah juga dijumpai pada masalah teknis yang ada hubungan

dengan tanah. Dalam berbagai masalah teknis (semacam bendungan dalam urugan,

perencanaan pembangunan perumahan, perencanaan perkerasan jalan dan lain-lain) untuk

menentukan jenis-jenis tanah yang berbeda, tetapi mempunyai sifat yang serupa kedalam

kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya akan

sangat membantu. Pemilihan tanah tersebut dinamakan klasifikasi tanah (Bowles, 1989).

8 8

Klasifikasi tanah sangat membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara

empiris yang ada dari hasil pengalaman penelitian sebelumnya.

Unified Soil Classification System (USCS) dan American of State Highway and

Transportation Officials (AASHTO) adalah dua sistem klasifikasi tanah yang sering

diguanakan. Dengan menggunakan sifat-sifat indeks yang sederhana, seperti distribusi

ukuran butiran, batas cair, dan index plastisitas.

2.1.1.1 Sistem Klasifikasi AASHTO

Guna dari sistem klasifikasi AASHTO adalah untuk menentukan jenis tanah

dimana digunakan untuk merencanaankan subbase, jalan, dan subgrade. Pada sistem ini

tanah diklasifikasikan ke dalam tujuh kelompok besar, A-1 sampai dengan A-7 merupakan

sub-sub kelompok. Di tiap kelompoknya, tanah-tanah dievaluasi terhadap indeks

kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris.

Tanah granuler adalah tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1, A-2, dan A-3.

Tanah A-1 adalah tanah granuler bergradasi baik, sedang tanah A-3 adalah pasir bersih

bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler, dimana 35% atau kurang dari

jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no.200 yang masih mengandung lempung dan

lanau. Tanah dari A-4 sampai dengan A-7 adalah tanah berbutir halus, yaitu sebagian besar

mengandung tanah lempung dan lanau (Das, 1994).

9

9

Tab

el 2

.1.

Kla

sifik

asi A

AS

HT

O

Kla

sifik

asi u

mum

A-4

A-5

A-6

A-1

-aA

-1-b

A-2

-4A

-2-5

A-2

-6A

-2-7

Ana

lisis

sar

inga

n (%

lolo

s)

2,0

0 m

m (

no.

10

)5

0 m

aks

--

--

--

--

-

0,4

25

mm

(no

. 40

)3

0 m

aks

50

mak

s5

1 m

in-

--

--

--

0,0

75

mm

(no

. 20

0)

15

mak

s2

5 m

aks

10

mak

s3

5 m

kas

35

mak

s3

5 m

aks

35

mak

s3

6 m

in3

6 m

in3

6 m

in

Sifa

t fr

aksi

lolo

s sa

ring

an

no.

40

Bat

as C

air

(LL

)-

--

40

mak

s4

1 m

in4

0 m

aks

41

min

40

mak

s4

1 m

in4

0 m

aks

Ind

eks

Pla

stis

(P

I)N

p1

0 m

aks

10

mak

s1

1 m

in1

1 m

in1

0 m

aks

10

mak

s1

1 m

in

Ind

eks

kel

om

po

k (

G)

08

mak

s1

2 m

aks

16

mak

s

Tip

e m

ater

ial y

ang

po

ko

k

pad

a um

umny

aP

asir h

alus

Pen

ilaia

n um

um s

ebag

ai

tana

h d

asar

Sum

ber

: Chr

ista

dy,

Har

y (2

010

)

Mat

eria

l gra

nule

r (<

35

% lo

los

saring

an n

o.

20

0)

A-3

A-2

Tan

ah-t

anah

lana

u-le

mp

ung

(<35

% lo

los

saring

an n

o.

20

0)

A-7

-5/7

-6

A-7

Kla

sifik

asi k

elo

mp

ok

Pec

ahan

bat

u, k

erik

il

dan

pas

irK

erik

il b

erla

nau

atau

ber

lem

pun

g d

an p

asir

Tan

ah b

erle

mp

ung

00

4 m

aks

20

mak

s

A-1

11

min

Tan

ah b

erla

nau

San

gat b

aik

sam

pai

bai

kS

edan

g sa

mp

ai b

uruk

- -

36

min

6 m

aks

41

min

10

10

2.1.1.2 Sistem Klasifikasi Unified

Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk

dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The

Army Corps of Engineers selama Perang Dunia II. Sistem Klasifikasi Unified

mengelompokkan tanah kedalam dua kelompok yaitu :

1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), yaitu : tanah kerikil dan pasir dimana

kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 simbol dari kelompok

ini dimulai dengan huruf awal G dan S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S

adalah untuk pasir (sand). Tanah berbutir kasar ditandai dengan kelompok, seperti :

GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM< dan SC. Jika presentase butiran yang lolos

ayakan no.200 adalah antara 5% sampai dengan 12% diperlukan simbol ganda

seperti: GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GC, SW-SM, SW-SC, SP-SM, dan SP-

SC.

2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat

total contoh tanah lolos ayakan no.200 simbol dari kelompok tanah ini dimulai dari

huruf awal M untuk tanah lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)

anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan

untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang

tinggi. Klasifikasi tanah berbutir halus dengan simbol ML, CL, OL, MH, CH, dan

OH didapat dengan cara menggambar batas cair dan indeks plastisitas tanah yang

bersangkutan.

Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi tanah Unified adalah :

- W = tanah gradasi baik (Well Graded)

- P = tanah gradasi buruk (Poorly Graded)

- L = plastisitas rendah (Low Plasticity) (LL<50)

- H = plastisitas tinggi (High Plasticity) (LL>50)

11

11

Tabel 2.2. Klasifikasi Unified

Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto (1981)

GWlebih besar dari 4

bernilai antara 1 - 3

GP

GM

Batas atterberg terletak di

bawah garis A atau Index

plastisitas < dari 4

GC

Batas atterberg terletak di

atas garis A atau Index

plastisitas > dari 7

SWlebih besar dari 6

bernilai antara 1 - 3

SP

SM

Batas atterberg terletak di

bawah garis A atau Index

plastisitas < dari 4

SC

Batas atterberg terletak di

atas garis A atau Index

plastisitas > dari 7

ML

CL

OL

MH

CH

OH

PT

Lempung organik dengan plastisitas sedang

sampai tinggi

Gambut, lumpur hitam dan tanah berkadar

organik tinggi lainnya

Kriteria klasifikasi

Kla

sifi

kasi

berd

asa

rkan

pad

a p

rese

nta

se b

uti

ran

halu

s

Bila batas atterberg

berada pada daerah yang

diarsir dari diagram di

bawah ini, dipakai 2

simbol sehubungan

dengan batasan

penggolongan

Tidak sesuai dengan kriteria SW

Bila batas atterberg

berada pada daerah yang

diarsir dari diagram di

bawah ini, dipakai 2

simbol sehubungan

dengan batasan

klasifikasi

Dapat dibedakan dengan mata dan tangan ASTM lihat D 2488

66T

Pasir berlempung, campuran pasir dan lempung

Lanau inorganik, pasir sangat halus, debu

padas, pasir halus berlanau atau berlempung

Lempung inorganik dengan plastisitas terendah

atau sedang, lempung dari kerikil, lempung

berpasir, lempung berlanau, lempung dengan

viskositas rendah

Lanau organik dengan plastisitas rendah dan

lempung berlanau organik

Lanau inorganik, pasir halus atau lanau dari

mika atau ganggang (diatomae), lanau elastis

Lempung inorganik dengan plastisitas tinggi,

lempung dengan viskositas tinggi

Kerikil berlanau, campuran kerikil, pasir dan

lanau

Kerikil berlempung, campuran kerikil, pasir dan

lempung

Pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir

yang baik, pasirdari pecahan kerikil, tanpa atau

sedikit butiran halus

Pasir berlanau, campuran pasir dan lanau

Pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir

yang buruk, pasir dari pecahan kerikil, tanpa

atau sedikit butiran halus

Tanah berbutir

halus lebih dari

50 % lolos

ayakan 74 µ

Lanau dan lempung

LL ≤ 50

Lanau dan lempung

LL ≥ 50

Tanah dengan kadar organik tinggi

Tanah berbutir

kasar, lebih dari

50 % tertahan

pada ayakan 74

µ

50 %

atau lebih

bagian

kasar dari

butiran

kasar

tertahan

pada

ayakan

4,76 mm

Kerikil

bersih

50 %

atau lebih

pasir

kasar dari

butiran

kasar

lolos

melalui

ayakan

4,76 mm

Kerikil

berikut

butiran

halusnya

Pasir bersih

Pasir

berikut

butiran

halusnya

Tidak sesuai dengan kriteria GW

Kerikil yang mempunyai pembagian ukuran

butir yang baik, campuran krikil dan pasir,

sedikit atau tanpa butiran halus

Simbol

klasifikasiKlasifikasi umum Nama jenis

Kerikil yang mempunyai pembagian ukuran

butir yang buruk, campuran krikil dan pasir,

sedikit atau tanpa butiran halus

12

12

2.1.2 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)

Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih antara batas plastis dan batas cair. PI adalah

interval kadar air dimana tanah masih mempunyai sifat plastis. Tanah mengandung banyak

butiran lempung bila tanahnya (PI) tinggi. Jika (PI) rendah, seperti lanau, sedikit

pengurangan kadar air mengakibatkan tanahnya akan kering (Jumikis, 1962).

Tabel 2.3. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah (Jumikis, 1962)

PL

(%) Sifat Macam Tanah Kohesi

0 Non Plastis Pasir Non kohesi

<7 Plastisitas

Rendah Lanau

Kohesi

sebagian

7-17 Plastisitas

Sedang

Lempung

berlanau Kohesi

>17 Plastisitas

Tinggi Lempung Kohesi

Sumber: Christady, Hary (2010)

2.1.3 Kekuatan Geser Tanah (Shear Strenght)

Gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau

tarikan adalah kuat geser tanah. Jika tanah mengalami pembebanan maka pembebanannya

akan ditahan oleh :

1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya.

2. Gerakan antara butiran tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan

normal pada bidang geser.

Nilai kekuatan geser tanah antara lain digunakan untuk menghitung daya dukung

tanah dan untuk menyatakan kondisi runtuh. Menurut teori Mohr (1910) kondisi

keruntuhan terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan

tegangan geser, sehingga dapat diambil hubungan fungsi antara tegangan normal dan

tegangan geser pada bidang runtuhnya. Adapun persamaan yang menyatakan hubungan

fungsi tersebut adalah :

(2-1)

13

14

14

= tegangan efektif (t/m2)

= tegangan normal total yang bekerja pada bidang geser (t/m2)

u = tekanan air pori (t/m2)

Ada bermacam-macam percobaan untuk menentukan kekuatan geser tanah (Direct

Shear), misalnya saja pengujian triaxial (Triaxial Test), pengujian geser langsung, dan

pengujian kekuatan geser unconfined.

2.1.4 Tegangan Overburden ( ’o)

Tegangan yang mempengaruhi kuat geser dan perubahan volume atau penurunan

tanah disebut tegangan efektif (tegangan overburden) (Mohr, 1910). Penurunan muka

air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada tanah.

’o = ’. h (2-5)

’ = sat – w (2-6)

dengan:

’ = berat isi tanah dalam keadaan submerged/terendam (t/m3)

sat = berat isi tanah dalam kondisi jenuh (t/m3)

w = berat isi air (1 t/m3)

’o = tegangan overburden atau tegangan efektif akibat berat sendiri (t/m2)

h = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

2.1.5 Penambahan Tegangan (∆σ)

Beban rencana dianggap diwakili oleh beban timbunan dari pembebanan. Besarnya

nilai pengaruh I ditentukan oleh grafik OSTERBERG dengan menentukan besarnya

panjang b timbunan dibandingkan kedalaman, jika dalam perhitungan hasilnya cukup besar

bila dimasukkan dalam grafik OSTERBERG. Maka dari itu, besarnya nilai pengaruh I =

0,5 (keadaan ).

Persamaan penambahan tegangan vertikal akibat variasi beban timbunan

rencana Hr adalah sebagai berikut:

∆σ = q . Hr (2-7)

atau lebih spesifiknya

∆σ = tim . 2 . I . Hr (2-8)

dengan:

∆σ = penambahan tegangan vertikal (t/m2)

15

15

tim = berat isi tanah timbunan (t/m3)

I = nilai pengaruh OSTERBERG (0,5)

Hr = tinggi timbunan rencana (m)

Heff adalah tinggi timbunan efektif dimana untuk mendapatkannya harus

meghubungkan grafik tinggi timbunan dengan grafik total penurunan yang terjadi. Dari

kedua grafik tersebut, diambil titik pertemuannya yang berupa Heff atau tinggi timbunan

efektif.

2.1.6 Permeabilitas Tanah

Air yang ada dalam tanah adalah air yang bebas di dalam zona jenuh (saturation

zone) yang kemudian bisa dibedakan atas air tanpa tekanan dengan permukaan yang bebas

dan air tanah yang terkekang tanpa permukaan bebas (Sosrodarsono dan Takeda 1981).

Air yang mengalir melalui tanah adalah air yang bergerak karena gravitasi. Air

yang mengalir dengan gravitasi di dalam tanah dipengaruhi oleh energi-energi sebagai

berikut :

a. Energi potensial disebabkan oleh posisi atau perbedaan tinggi.

b. Energi tekanan disebabkan oleh berat air atau tekanan lain.

c. Energi kinetis disebabkan oleh kecepatan aliran.

Gambar 2.3. Air Didalam Tanah

Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto (1981)

2.1.7 Pemadatan Tanah (Compaction of Soil)

Dengan adanya pemadatan tanah, kekuatan tanah dan berat isi akan meningkat,

namun permeabilitas tanah berkurang. Meskipun dalam pemadatan menggunakan energi

16

16

yang sama, akan tetapi nilai kepadatannya akan berbeda, tergantung pada kadar air (water

content) dari tanah tersebut. Gambar 2.5 menunjukkan hubungan antara berat isi kering

(dry density) dari tanah yang dipadatkan dengan kadar air adalah berubah-ubah secara

parabolis. Harga maksimum dari berat isi kering yang disebut dengan berat isi maksimum

(maximum dry density) dan kadar air yang diperoleh dari pemadatan disebut dengan kadar

air optimum (optimum water content) (Das, 1994).

Gambar 2.4. Pemadatan Tanah Mencapai Titik OMC

Sumber: M.Das, Braja (1994)

Uji tahanan penetrasi dilakukan untuk menguji kekuatan tanah yang dipadatkan.

Pada umumnya kekuatan tanah setelah pemadatan selesai menunjukkan harga maksimum

pada saat kadar air yang sedikit lebih rendah dari kadar air optimum.

17

17

Gambar 2.5. Kekuatan Tanah Yang Dipadatkan

Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto (1981)

Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan sifat-sifat penting bagi bangunan-

bangunan tanah yang sedang terganggu oleh permeabilitas seperti tanggul-tanggul sungai,

bendungan-bendungan urugan, serta bangunan di sempadan sungai seperti perumahan,

karena karakteristik inilah yang akan menentukan stabilitas bangunan-bangunan tersebut.

2.1.8 Konsolidasi Tanah

Proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori dari tanah jenuh

berpemeabilitas rendah akibat pembebanan adalah Konsolidasi (Das, 1994). Proses

tersebut membutuhkan waktu. Proses konsolidasi dilapangan dapat diamati dengan

pemasangan piezometer. Besarnya penurunan dapat diukur dari titik referensi yang

ditetapkan.

18

18

Pada umumnya, tahapan konsolidasi dapat ditunjukkan oleh grafik hubungan antara

pemampatan dan waktu. Dari grafik tersebutlah bisa dilihat bahwa ada tiga tahapan

berbeda yang bisa dilakukan:

Tahap I : Pemampatan awal (initial compression), pada umumnya penyebabnya

ialah pembebanan awal (preloading).

Tahap II : Konsolidasi primer (primary consolidation), ialah periode selama

tegangan air pori secara lambat laun mulai dipindahkan ke dalam tegangan efektif,

disebabkan keluarnya air dari pori-pori tanah.

Tahap III : Konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yaitu terjadi setelah

konsolidasi primer.

Gambar 2.6. Hubungan Waktu Pemampatan Selama Konsolidasi Untuk Suatu

Penambahan Beban yang Diberikan

Sumber: Das, B.M, (1994 : 184)

2.1.8.1 lndeks Pemampatan ( Compression Index Cc)

Perhitungan besarnya penurunan konsolidasi dapat ditentukan dari kurva yang

menunjukkan hubungan antara angka pori dan tekanan (seperti ditunjukkan dalam Gambar

2.7) yang didapat dari uji konsolidasi di laboratorium.

19

19

Gambar 2.7. Karakteristik Konsolidasi Lempung yang Terkonsolidasi Secara Normal

(Normally Consolidated) dengan Sensitivitas Rendah Sampai Sedang

Sumber: Das, B.M, (1994 : 190)

Terzaghi dan Peck (1967) menyarankan pemakaian persamaan empiris berikut ini:

untuk lempung tak terganggu/belum rusak (undistrubed)

Cc = 0,009(LL - 10) (2-9)

untuk lempung yang terbentuk kembali (remolded)

Cc = 0,007(LL - 10) (2-10)

di mana LL adalah batas cair dalam persen.

Apabila tidak tersedia data konsolidasi hasil percobaan di laboratorium, Persamaan

(2-9) sering digunakan untuk menghitung konsolidasi primer yang terjadi di lapangan.

Beberapa perumusan untuk menghitung indeks pemampatan yang lain banyak tersedia saat

ini. Perumusan-perumusan tersebut telah dikembangkan dengan cara menguji bermacam-

macam jenis lempung. Sebagian dari hubungan tersebut diberikan dalam Tabel 2.4 .

20

20

Tabel 2.4. Hubungan Untuk Indeks Pemampatan (Cc) Rendon-Herrero ( 1 980)

Persamaan Acuan Detail Pemakaian

Cc = 0,007 (LL-7) Skempton Lempung yang terbentuk kembali (remolded)

Cc = 0,01 WN Lempung Chicago

Cc = 1,15 (eo-0,27) Nishida Semua Lempung

Cc = 0,30 (eo-0,27) Hough Tanah kohesif anorganik : lanau, lempung berlanau,

lempung

Cc = 0,0115 WN Tanah organik, gambut, lanau organik, dan lempung

Cc = 0,0046 (LL-9) Lempung Brazilia

Cc = 0,75 (eo-0,5) Tanah dengan plastisitas rendah

Cc = 0,208eo + 0,0083 Lempung Chicago

Cc = 0,156eo + 0,0107 Semua Lempung

Sumber: Das, B.M, (1994 : 195)

Catatan: e0 = angka pori tanah di lapangan.

WN = kadar air tanah di lapangan.

2.1.8.2 lndeks Pemuaian (Swell Index , Cs)

Indeks pemuaian ialah lebih kecil daripada indeks pemampatan dan biasanya bisa

ditentukan di laboratorium. Pada umumnya,

Cs =

sampai

Cc (2-11)

Batas cair, batas plastis, indeks pemampatan, dan indeks pemuaian untuk tanah

yang masih belum rusak strukturnya diberikan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Pemampatan dan Pemuaian Tanah Asli

Tanah Batas

cair

Batas

plastis

Indeks

pemampatan

Cc

Indeks

pemuaian

Cs

Lempung Boston Blue 41 20 0,35 0,07

Lempung Chicago 60 20 0,4 0,07

Lempung Ft. Gordon

Georgia 51 26 0,12 -

Lempung New Orleans 80 25 0,3 0,05

Lempung Montana 60 28 0,21 0,05

Sumber: Das, B.M, (1994 : 196)

2.1.8.3 K oefisien Konsolidasi (Cv)

Ada dua metode grafis yang biasa digunakan untuk menentukan harga Cv dari uji

konsolidasi satu-dimensi di laboratorium. Salah satu dari dua metode tersebut adalah

metode logaritma-waktu (logarithm-of-time method) yang diperkenalkan oleh Casagrande

21

21

dan Fadum (1940). Sedang metode yang satunya dinamakan metode akar-waktu (square-

root-of-time method) yang diperkenalkan oleh Taylor (1942). Prosedur yang umum untuk

mendapatkan harga Cv dengan kedua metode tersebut diberikan di b awah ini.

Metode Logaritma-Waktu

Untuk suatu penambahan beban yang diberikan pada saat uji konsolidasi di

laboratorium dilakukan, grafik deformasi vs log-waktu dari contoh tanah yang diuji

ditunjukkan dalam Gambar 2.8.

Gambar 2.8. Metode Logaritma-Waktu (Logarithm-of-Time Method) untuk Menentukan

Koefisien Konsolidasi

Sumber: Das, B.M, (1994 : 210)

Berikut ini adalah cara untuk menentukan Cv yang diperlukan:

1. Perpanjang bagian kurva yang merupakan garis lurus dari konsolidasi primer dan

sekunder hingga berpotongan di titik A. Ordinat titik A adalah d1 00 - yaitu

deformasi pada akhir konsolidasi primer 100%.

2. Bagian awal dari kurva deformasi vs log t adalah hampir menyerupai suatu

parabola pada skala biasa. Pilih waktu t1 dan t2 pada bagian kurva sedemikian rupa

sehingga t2 = 4 t1. Misalkan perbedaan deformasi contoh tanah selama waktu (t2 –

t1) sama dengan x.

22

22

3. Gambarlah suatu garis mendatar DE sedemikian rupa sehingga jarak vertikal BD

adalah sama dengan x. Deformasi yang bersesuaian dengan garis DE adalah sama

dengan d0 (yaitu deformasi pada konsolidasi 0% ).

4. Ordinat titik F pada kurva konsolidasi merupakan deformasi pada konsolidasi

primer 50%, dan absis titik F merupakan waktu yang bersesuaian dengan

konsolidasi 50% (t50).

5. Untuk derajat konsolidasi rata-rata 50%, Tv = 0,197 (Tabel 2.6). Maka:

Tabel 2.6. Variasi Faktor Waktu terhadap Derajat Konsolidasi*

Derajat

konsolidasi

U %

Faktor

Waktu

Tv

0 0

10 0,008

20 0,031

30 0,071

40 0,126

50 0,197

60 0,287

70 0,403

80 0,567

90 0,848

100 ∞

Sumber: Das, B.M, (1994 : 207)

Keterangan: * Uv tetap untuk seluruh kedalaman lapisan

T50 =

(2-12)

atau

Cv =

(2-13)

dimana Hdr = panjang aliran rata-rata yang harus ditempuh oleh air pori selama proses

konsolidasi.

Metode Akar-Waktu

Pada metode ini, grafik deformasi vs akar waktu dibuat untuk tiap-tiap penambahan

beban (Gambar 2.9).

23

23

Gambar 2.9. Metode akar-waktu (square-root-of-time method)

Sumber: Das, B.M, (1994 : 211)

Cara untuk menentukan harga Cv yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Gambar suatu garis AB dengan melalui bagian awal dari kurva.

2. Gambar suatu garis AC sehingga OC = 1,15 OB. Absis titik D, dimana merupakan

perpotongan antara garis AC dan kurva konsolidasi, memberikan harga akar waktu

untuk tercapainya konsolidasi 90% ( t90 ).

3. Untuk konsolidasi 90%, T90 = 0,848 (Tabel 2.6). Jadi

T90 = 0,848 =

(2-14)

atau

Cc =

(2-15)

Hdr dalam Persamaan (2-14) ditentukan dengan cara yang sama seperti pada

metode logaritma-waktu.

2.1.8.4 Lempung Normally Consolidated dan Over Consolidated

Lempung normally consolidated (NC) adalah jika tegangan efektif pada suatu titik

dalam tanah lempung yang berlaku sekarang merupakan tegangan maksimumnya.

24

24

Lempung Over Consolidated (OC) adalah jika tegangan efektif pada suatu titik

dalam tanah lempung karena sejarah geologinya pernah mengalami tegangan yang lebih

besar dari tegangan yang sekarang.

Tekanan Prokonsolidasi (pc’) adalah tekanan maksimum yang pernah dialami tanah

dalam sejarah geologinya. Jadi kondisi normally consolidated jika tekanan over burden

efektifnya pada waktu sekarang (po’) = (pc’). Dan kondisi over consolidated jika tekanan

over burden efektifnya pada waktu sekarang (po’) < (pc’).

Over consilidation ratio (OCR) adalah angka yang menunjukan nilai banding

antara tekanan prakonsolidasi (pc’) dengan tegangan efektif yang ada sekarang. Secara

rumus dapat ditulis ;

(2-16)

Jadi tanah normally consolidated nilai OCR = 1 dan nilai OCR dari Over

Consolidated > 1, sedangkan tanah yang sedang mengalami konsolidasi nilai OCR < 1

(Das, 1994).

2.1.9 Penurunan Tanah (Settlement)

Penambahan beban vertikal di atas permukaan tanah dan penambahan tegangan

dalam tanah akan menyebabkan penurunan (settlement). Apabila tanah terdiri dari lempung

lunak maka penurunan yang terjadi besar bila dibandingkan dengan pasir. Penurunan pada

tanah yang lempung biasanya memerlukan waktu yang cukup lama, karena daya rembesan

air sangat rendah. Sebaliknya penurunan pada pasir berjalan dengan cepat (Das, 1994).

Oleh karena itu, untuk menghitung penurunan tersebut dapat digunakan Persamaan

berikut:

St = pi + Sc + Ss (2-17)

dengan:

St = penurunan total (m)

pi = penurunan segera (m)

Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)

Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder (m)

Namun, dalam studi ini untuk nilai Ss tidak dihitung karena dianggap nilainya

relatif kecil. Sehingga dapat diabaikan.

25

25

2.1.9.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement)

Penurunan segera terjadi dimana berada di atas material yang elastis (dengan

ketebalan yang tak terbatas) bisa dihitung dari persamaan-persamaan yang diturunkan

sebagai berikut:

pi = p . B

Ip (2-18)

dimana:

pi = penurunan elastis (m)

p = tekanan yang dibebankan (t/m2)

B = lebar pondasi (m)

= angka Poisson

E = (modulus Young) atau modulus elastisitas tanah (t/m2)

Ip = faktor pengaruh (influence factor) tidak mempunyai dimensi

Gambar 2.10. Profil penurunan segera dan tekanan pada bidang sentuh pada lempung; (a)

pondasi lentur, (b) pondasi kaku

Sumber: Das, B.M, (1994 : 216)

Schleicher (1926) memberikan persamaan faktor pengaruh untuk bagian ujung dari

pondasi persegi yang lentur sebagai berikut:

p =

[ (

) ( )] (2-19)

dimana:

m1 =

26

26

Tabel 2.7 memberikan harga faktor pengaruh untuk pondasi kaku dan pondasi

lentur.

Tabel 2.7. Faktor Pengaruh untuk Persamaan (2-18)

Bentuk mi

Ip

Lentur

Kaku Tengah-

tengah Pojok

Bundar - 1 0,64 0,79

Persegi

1 1,12 0,56 0,88

1,5 1,36 0,68 1,07

2 1,53 0,77 1,21

3 1,78 0,89 1,42

5 2,1 1,05 1,7

10 2,54 1,27 2,1

20 2,99 1,49 2,46

50 3,57 1,8 3

100 4,01 2 3,43

Sumber: Das, B.M, (1994 : 218)

Atau menghitung dengan persamaan dari BIAREZ, berikut persamaannya:

pi = q . ∑

(2-20)

q = timbunan . Htimbunan (2-21)

E = E’ . (

) (2-22)

dimana:

pi = penurunan segera (m)

q = tekanan bersih yang dibebankan (t/m2)

hi = kedalaman tanah pada lapisan i (m)

timb = berat jenis tanah timbunan (t/m3)

timb = tinggi tanah timbunan (t/m3)

= angka Poisson

E = modulus elastisitas tanah (modulus Young) (t/m2)

Ei = modulus elastisitas dari Oedometrik di lapisan i (t/m2)

Harga-harga dari modulus Young (modulus elastisitas) dan angka Poisson untuk tipe-tipe

tanah yang berbeda-beda diberikan dalam Tabel 2.8 dan Tabel 2.9.

27

27

Tabel 2.8. Harga-harga Modulus Young

Jenis tanah

Modulus

Young

psi kN/m2

Lempung

lembek 250-500 1380-3450

Lempung keras 850-2000 5865-13800

Pasir lepas 1500-4000 10350-

27600

Pasir padat 5000-10000 34500-

69000

* 1 psi = 6,9 kN/m2

Sumber: Das, B.M, (1994 : 218)

Tabel 2.9. Harga-harga Angka Poisson

Jenis tanah Angka Poisson

(µ)

Pasir lepas 0,2-0,4

Pasir agak padat 0,25-0,4

Pasir padat 0,3-0,45

Pasir berlanau 0,2-0,4

Lempung lembek 0,15-0,25

Lempung agak

kaku 0,2-0,5

Sumber: Das, B.M, (1994 : 219)

Persamaan (2-18) didasarkan pada asumsi bahwa tekanan p diletakkan di atas

permukaan tanah. Di dalam praktek, pondasi selalu diletakkan pada kedalaman tertentu di

bawah permukaan tanah. Kedalaman letak pondasi mempunyai kecenderungan untuk

mengurangi besarnya penurunan pondasi, pi. Tetapi, apabila Persamaan (2-18) digunakan

untuk menghitung penurunan, persamaan tersebut akan memberikan hasil yang konservatif

(sangat aman) (Das, 1994).

28

28

2.1.9.2 Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi Primer Satu Dimensi

Penurunan yang terjadi dianggap bahwa konsolidasi tersebut adalah konsolidasi

satu-dimensi (Das, 1994).

Gambar 2.11. Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi Satu Dimensi

Sumber: Das, B.M, (1994 : 193)

Jadi, perubahan volume (Gambar 2.11) dapat dirumuskan sebagai berikut :

V = V0 – V1 = H . A – (H – S) . A = S . A (2-23)

di mana V0 dan V1 ialah volume awal dan volume akhir. Tapi, perubahan volume total

adalah sama dengan perubahan volume pori, V, J adi

V = S . A = Vc0 – Vc1 = V0 (2-24)

di mana Vc0 dan Vc1, ialah volume awal dan volume akhir dari pori. Dari definisi angka

pori.

Vc = e · V, (2-25)

di mana e adalah perubahan angka pori.

Tapi,

Vs =

=

(2-26)

dimana e0 = angka pori awal pada saat volume tanah sama dengan V0. Jadi, dari

Persamaan-persamaan (2-23), (2-24), (2-25) dan (2-26):

V = S . A = Vs=

(2-27)

Atau,

S = H

(2-28)

Untuk lempung yang terkonsolidasi secara normal di mana e versus log p

merupakan garis lurus (Gambar 2.7), maka:

29

29

e = Cc[ ] (2-29)

dimana Cc adalah kemiringan kurva e versus log p dan didefinisikan sebagai "indeks

pemampatan" (compression index).

Masukkan Persamaan (2-29) ke dalam Persamaan (2-28); persamaan yang didapat adalah:

S = H

log(

) (2-30)

Untuk suatu perhitungan pada lapisan lempung yang lebih tebal, dibutuhkan

ketelitian jika lapisan tanah tersebut dibagi lagi menjadi beberapa sub-lapisan tanah. Jadi,

untuk penurunan total dari seluruh lapisan tersebut adalah:

Sc = ∑ *

(

)+ *

(

)+ (2-31)

dimana:

Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)

Hi = tebal sub-lapisan i (m)

= tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i (t/m2)

= tekanan prakonsolidasi untuk sub-lapisan i (t/m2)

pi = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i (t/m2)

e0 = angka pori

Cc = indeks pemampatan

Cs = indeks pemuaian

2.1.9.3 Penurunan yang Diakibatkan oleh Konsolidasi Sekunder

Dalam Sub-bab 2.1.8 telah dijelaskan bahwa pada akhir dari konsolidasi primer,

penurunan masih tetap terjadi. Tahap konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder

(secondary consolidation). Dan selama konsolidasi sekunder berlangsung, kurva hubungan

antara deformasi dan log waktu (t) adalah merupakan garis lurus (Gambar 2.6).

Variasi dari angka pori dan waktu untuk suatu penambahan beban akan sama

seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Gambar tersebut diberikan dalam Gambar

2.12 (Das, 1994).

30

30

Gambar 2.12. Variasi e Versus Log t untuk Suatu Penambahan Beban, dan Definisi

Indeks Konsolidasi Sekunder

Sumber: Das, B.M, (1994 : 200)

Indeks pemampatan sekunder (secondary compression index) bisa didefinisikan

dari Gambar 2.12 sebagai:

C0 =

(2-32)

dimana:

C0 = indeks pemampatan sekunder

= perubahan angka pori

t1 , t2 = waktu

Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung sebagai berikut:

Ss = C’aH

(2-33)

dimana:

C’a = Ca/(1+ep) (2-34)

ep = angka pori pada akhir konsolidasi primer (Gambar 2.12)

H = tebal lapisan lempung

Harga umum dari C’a yang diselidiki dari bermacam-macam jenis tanah di lapangan

diberikan dalam Gambar 2.13.

31

31

Gambar 2.13. C’a untuk endapan tanah di lapangan (menurut Mesri, 1973)

Sumber: Das, B.M, (1994 : 202)

32

32

2.1.10 Kecepatan Waktu Penurunan

Penurunan total akibat terjadinya konsolidasi primer yang disebabkan oleh

penambahan tegangan di atas permukaan tanah. Terzaghi (1925) memperkenalkan sebuah

teori yang pertama kali mengenai kecepatan konsolidasi satu dimensi untuk tanah lempung

yang jenuh air.

Gambar 2.14. Lapisan Lempung yang Mengalami Konsolidasi

Sumber: Das, B.M, (1994 : 204)

Gambar 2.14 menunjukkan suatu lapisan lempung dengan tebal 2Hdr yang terletak

di antara dua lapisan pasir yang sangat tembus air (highly permeable). Apabila lapisan

lempung tersebut diberi penambahan tekanan sebesar maka tekanan air pori pada suatu

titik A di dalam lapisan tanah lempung tersebut akan naik.

33

33

Gambar 2.15. Aliran Air pada A Selama Konsolidasi

Sumber: Das, B.M, (1994 : 204)

Gambar 2.15 menunjukkan suatu aliran air yang melalui elemen kubus pada A.

Yang perlu diketahui juga dalam hal penurunan adalah derajat kejenuhan yaitu

perbandingan penurunan pada waktu t dengan penurunan setelah selesai. Harga faktor

waktu (Tv), untuk derajat konsolidasi tertentu dapat diperkirakan dengan persamaan

berikut:

U 60% ; Tv =

(

)

(2-35)

U 60% ; Tv = 1,781 – 0,933 . log (100 – U%) (2-36)

Adapun U = derajat konsolidasi dalam %

Tv (time factor) =

(2-37)

dengan:

Tv = faktor waktu

Cv = koefisien konsolidasi

t = waktu (tahun)

h = tebal lapisan tanah (m)

34

34

Variasi derajat konsolidasi rata-rata terhadap faktor waktu dapat dilihat dalam

Gambar 2.16 berikut:

Gambar 2.16. Variasi Derajat Konsolidasi Rata-rata Terhadap Faktor Waktu (Tv)

Sumber: Das, B.M, (1994 : 209)

Untuk hubungan penurunan (S) dengan waktu penurunan (t) dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan berikut:

U =

atau St = U . S (2-38)

Dimana:

U = derajat konsolidasi rata-rata

St = penurunan lapisan lempung pada saat t (m)

S = penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer (m)

2.1.11 Likuifaksi (Pencairan Tanah)

Proses berkurangnya kekuatan geser tanah yang disebabkan oleh beban seismik

saat terjadinya gempa bumi adalah likuifaksi (pencairan tanah). Likuifaksi biasa terjadi di

tanah yang berpasir lepas dan jenuh air. Tegangan efektif ( ’) berkurang disaat naiknya

tekanan air yang disebabkan oleh guncangan gempa (Towhata, 2008). Kondisi ini dapat

dinyatakan dengan Persamaan (2-4).

35

35

Gambar 2.17. Dampak Pencairan Tanah Setelah Gempa Bumi Niigata Tahun 1964

Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pencairan_tanah

Modulus geser pasir menurun bersamaan dengan turunnya tegangan efektif. Tanah

berpasir melunak (mencair) dikarenakan kekuatan geser pasir menurun. Bangunan yang

lebih berat akan mengalami penurunan yang kecil jika dibandingkan dengan bangunan

yang lebih ringan (lihat Gambar 2.18).

Gambar 2.18. Pengaruh Tekanan Kontak dan Tekanan Air Pori Terhadap Penurunan

Sumber: Yoshimi dan Tokimatsu (1977)

36

36

Menurut Ishihara dan Yosimine (1992) tingkat kerusakan bangunan akibat

pengaruh penurunan permukaan tanah karena likuifaksi seperti disajikan Pada Tabel 2.10.

Tabel 2.10. Hubungan Antara Penurunan Permukaan Tanah dan Derajat Kerusakan

Bangunan

Derajat Kerusakan Penurunan (cm) Fenomena di permukaan tanah

Ringan hingga tidak ada kerusakan 0 - 10 Retakan minor

Menengah 10 -30 Retakan kecil, pasir halus keluar

dari permukaan tanah

Berat 30 - 70 Retakan besar, pasir halus

menyembur, deformasi lateral

Sumber: Ishihara dan Yosimine (1992)

2.1.11.1 Metode Estimasi Potensi Likuifaksi

Prinsip dasar yang digunakan untuk evaluasi likuifaksi tanah adalah dengan

menghitung dua variabel utama yaitu (1) perilaku seismik tanah atau cyclic stress ratio

(CSR) yang merupakan tegangan siklik yang menyebabkan terjadinya likuifaksi dan (2)

kemampuan tanah untuk menahan likuifaksi atau cyclic resistance ratio (CRR).

Awalnya metode analisa likuifaksi adalah analisis deterministik dengan

menghasilkan suatu kurva yang mengindentifikasi suatu tanah mengalami likuifaksi atau

tidak. Pada analisis deterministik, likuifaksi akan terjadi jika nilai faktor keamanan (factor

of safety, FS) kurang dari dan sama dengan satu, FS 1. Faktor keamanan ini merupakan

perbandingan antara CRR dan CSR (FS = CRR/CSR). Sedangkan likuifaksi tidak akan

terjadi bila FS > 1. Untuk evaluasi CSR yang diusulkan oleh Seed dan Idriss (1971)

sebagaimana dituliskan dalam Robertson (2004).

CSR =

= 0,65 (

) . (

) . (2-39)

dengan:

= tegangan geser siklik

(amax) = percepatan permukaan tanah maksimum arah horisontal

g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

= tegangan overburden vertikal total

= tegangan overburden vertikal efektif

rd = faktor pengurangan tegangan

37

37

rd adalah faktor pengurangan tegangan yang merupakan fungsi kedalaman (z).

Hubungan kedalaman z dan nilai rd ini, menurut Seed dan Idriss (1971) adalah seperti

disajikan Pada Gambar 2.19.

Gambar 2.19. Faktor Pengurangan Tegangan rd dan Kedalaman

Sumber: Seed dan Idriss (1971)

Secara analitik hubungan tersebut dapat didekati dengan fungsi seperti dituliskan

Pada Persamaan (2-40).

rd = {

(2-40)

Dengan z adalah kedalaman dengan satuan m. Walaupun Robertson (2004)

menyebutkan bahwa Persamaan (2-40) tersebut memberikan hasil estimasi yang baik,

Cetin dkk. (2004) menjelaskan bahwa estimasi rd tersebut menghasilkan nilai bias.

Sedangkan untuk mengevaluasi CRR terdapat beberapa usulan, namun dalam

NCEER workshop pada tahun 1996 (Youd dan Idriss, 2001) digunakan pendekatan yang

dibuat oleh Robertson dan Campanella (1985) dengan beberapa perbaikan. Gambar 2.20

menyajikan diagram alir untuk estimasi CRR. Nilai CRR adalah:

38

38

Gambar 2.20. Diagram alir untuk evaluasi CRR7.5

Sumber: Robertson (2004)

39

39

CRR7.5 = { *

+

*

+

(2-41)

Selanjutnya faktor keamanan (FSL) terhadap likuifaksi dapat dihitung berdasarkan

Persaamaan (2-42).

FSL = (

) . MSF (2-42)

MSF adalah faktor pengali besar gempa (magnitude scaling factor) yaitu faktor

pengali besar gempa dalam skala momen Mw = 7,5 agar setara dengan CRR untuk gempa.

Besarnya MSF yang diusulkan dalam Youd dan Idriss (2001) seperti dituliskan pada

persamaan (2-43).

MSF =

(2-43)

Berdasarkan kriteria yang diberikan oleh Robertson dan Wride (1998). Lapisan

tanah yang memiliki nilai Ic > 2,6 dan (qc1N)cs > 160 kg/cm2 memiliki criteria sebagai

lapisan tak-likuifaksi (non-liquefiable).

2.1.11.2 Metode Estimasi Penurunan Tanah

Likuifaksi akan menjadi masalah serius bila menyebabkan terjadinya keruntuhan

gedung sebagai akibat penurunan permukaan tanah selama goncangan gempa bumi.

Ishihara dan Yoshimine (1992) merumuskan suatu hubungan antara regangan volumetrik

( v), kerapatan relative (Dr), dan faktor keamanan terhadap likuifaksi (FSL) berdasarkan

hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Nagase dan Ishihara (1988). Hubungan tersebut

disajikan Pada Gambar 2.21.

40

40

Gambar 2.21. Hubungan Antara Regangan Volumetric, Kerapatan Relatif, dan Faktor

Keamanan Terhadap Likuifaksi

Sumber: Ishihara dan Yoshimine (1992)

Rumus Pada Gambar 2.21 diperbaiki oleh Zhang dkk (2002) dimana mengganti

variabel kerapatan relatif dengan nilai tahanan ujung seisimik (qc1N). Nilai qc1N ini telah

digunakan dalam analisis potensi likuifaksi seperti dijelaskan Pada Gambar 2.22.

41

41

Gambar 2.22. Hubungan Nilai Tahanan Ujung Seismic dan Regangan Volumetrik Untuk

Beragam Faktor Keamanan

Sumber: Zhang (2002)

Hubungan Pada Gambar 2.22 ini memiliki kelebihan yakni memperhitungkan

magnitudo gempa (Mw), dan percepatan gempa di permukaan tanah (amax), nilai tahanan

ujung seismik (qc1N), dan juga sifat-sifat tanah lainnya (berat volume tanah, derajat jenuh

air).

Penurunan permukaan tanah dapat dihitung dengan melakukan integral regangan

vertikal untuk setiap lapisan tanah pada seluruh kedalaman dengan Persamaan (2-44).

SL = ∫ ∑

(2-44)

dengan:

SL = penurunan akibat likuifaksi (m)

v,i = regangan volumetrik pasca likuifaksi pada lapisan tanah ke-i

zi = tebal lapisan tanah ke-i (m)

42

42

Secara empirik, besarnya regangan vertical seismik sebagai fungsi dari faktor aman

dan nilai tahanan ujung seismik bisa diberikan dalam persamaan-persamaan Pada Tabel

2.11.

Tabel 2.11. Persamaan Empirik Regangan Seismik

Faktor Aman (FS) Nilai Tahanan Ujung Seismik (qc1N)cs Regangan Seismik ( )

0,5 33 (qc1N)cs 200

33 (qc1N)cs 147 102

102

0,6 147 (qc1N)cs 200

33 (qc1N)cs 110 2411

102

0,7 110 (qc1N)cs 200

33 (qc1N)cs 80 1701

102

0,8 80 (qc1N)cs 200

33 (qc1N)cs 60 1690

102

0,9 60 (qc1N)cs 200

33 (qc1N)cs 200 102

1430

1,0 33 (qc1N)cs 200 64

1,1 33 (qc1N)cs 200 11

1,2 33 (qc1N)cs 200 9,7

1,3 33 (qc1N)cs 200 7,6

2,0 33 (qc1N)cs 200 0

Sumber: Muntohar (2010)

2.2 Perbaikan Tanah Lunak

Menurut Mitchell (1981) lapisan tanah lunak pada umumnya adalah lempung (clay)

atau lanau (silt) yang mempunyai harga pengujian penetrasi standart (Standart Penetration

Test) yang lebih kecil dari 4 mempunyai kadar air yang sangat tinggi. Kendala yang

dihadapi ketika merencanakan suatu bangunan pada kondisi tanah tersebut adalah daya

dukung (bearing capacity) dan penurunan (settlement).

Prinsip dasar perbaikan tanah adalah memperbaiki karakteristik mekanis tanah. Ada

dua metode yang digunakan untuk memperbaiki tanah pondasi, yaitu dengan

mengeluarkan air yang terkandung dalam tanah dan metode konsolidasi tanah dengan

penambahan atau injeksi bahan stabilitasi.

Penggunaan dari masing-masing metode tersebut, umumnya tergantung dari

beberapa faktor diantaranya yaitu:

a. Kondisi topografi

b. Kondisi geologi tanah

c. Kondisi daerah setempat

43

43

d. Alokasi biaya dan waktu perbaikan tanah

e. Faktor kemudahan dari teknis pelaksanaan

2.2.1 Perbaikan Tanah dengan Stone Column

Fungsi utama pemasangan stone column pada tanah ialah untuk meningkatkan daya

dukung tanah yang lembek sehingga tanah lembek tersebut dapat menerima beban yang

lebih besar dan settlement yang terjadi akan berkurang.

Selain untuk meningkatkan daya dukung tanah, menurut Barksdale dan Banchus,

(1982) ada beberapa keuntungan lain, seperti:

1. Mengurangi total settlement tanah.

2. Memperpendek waktu konsolidasi.

3. Mengurangi bahaya liquefaction.

2.2.1.1 Perencanaan Stone Column

Perencanaan stone column meliputi perencanaan diameter, jarak, dan panjang stone

column. Perencanaan tersebut dikontrol terhadap kapasitas daya dukung batas stone

column sebagai stone column tunggal dan group, overall stability terhadap sliding, serta

settlement yang terjadi setelah dipasang stone column. Di dalam perencanaan stone column

banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan, antara lain :

1. Diameter stone column dan konsep unit cell:

Stone column diidealisasikan sebagai suatu silinder dengan penampang berbentuk

lingkaran berdiameter D. Diameter stone column menentukan besarnya area

replacement ratio dan besarnya distribusi tegangan pada tanah dan stone column.

Perencanaan diameter stone column tergantung dari tipe tanah yang diperbaiki,

beban yang harus didukung tanah, dan pola pemasangannya. Untuk mempermudah

perhitungan, suatu stone column dan tanah lunak disekelilingnya akan diisolasikan

dari stone column kelompok (stone column group). Stone column dan tanah lunak

disekelilingnya tersebut disebut sebagai unit cell (Gambar 2.23). Pola pemasangan

stone column akan mempengaruhi bentuk unit cell. Pola pemasangan stone column

dibedakan menjadi dua pola, yaitu pola segitiga (equilateral triangular pattern) dan

pola bujur sangkar (square pattern). Pola pemasangan segitiga akan memberikan

bentuk segienam pada penampang unit cell, dan pola bujur sangkar akan

memberikan bentuk bujur sangkar. Kedua bentuk penampang tersebut bisa didekati

dengan bentuk lingkaran yang mempunyai diameter Dw (diameter ekuivalen).

44

44

Untuk pola segitiga, Dw = 1.05s dan untuk pola bujur sangkar Dw = 1.13s, dimana

s adalah jarak antar stone column.

Gambar 2.23. Idealisasi unit cell

Sumber: Anonim (2016)

2. Panjang dan jarak stone column

Panjang stone column yang direncanakan diukur dari muka tanah asli sampai

dengan batas bawah perencanaan. Jarak stone column adalah jarak antara pusat

penampang stone column dengan pusat penampang stone column di sebelahnya.

Dengan demikian suatu kelompok stone column mempunyai dua arah spacing,

yaitu arah x dan arah y yang besarnya sama. Selain itu spacing juga akan

mempengaruhi besarnya pengurangan settlement stone column dan tanah

disekelilingnya.

3. Area replacement ratio

Area replacement ratio adalah perbandingan antara luas penampang stone column

dengan luas tanah lunak di sekelilingnya.

as =

atau as =C1 (

)

(2-46)

ac =

= 1 – as (2-47)

dimana :

as = Area replacement ratio stone column

ac = Area replacement ratio tanah lunak

As = Luas penampang stone column

Ac = Luas penampang tanah lunak

45

45

dalam 1 unit cell

A = Luas penampang total 1 unit cell

D = Diameter stone column

S = spacing antar stone column

C1 = konstanta yang tergantung pada pola penyusunan stone column

Pola segitiga C1 = 0.907, dan pola bujur sangkar C1 = π/4.

Gambar 2.24. Stone Column dengan Pola Pemasangan Segitiga

Sumber: Anonim (2016)

Gambar 2.25. Stone Column dengan Pola Pemasangan Bujur Sangkar

Sumber: Anonim (2016)

46

46

4. Konsentrasi tegangan

Pada saat beban embankment bekerja pada tanah yang diperbaiki dengan stone

column, konsentrasi tegangan yang lebih besar terjadi pada stone column dan

pengurangan tegangan terjadi pada tanah disekitarnya. Faktor konsentrasi tegangan

(n), adalah perbandingan tegangan antara tegangan pada stone column dan tegangan

pada tanah sekitarnya.

n =

(2-48)

dimana :

σs = tegangan pada stone column

σc = tegangan tanah disekitar stone column

Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya vertikal yang ada sepanjang unit cell, maka

tegangan rata-rata yang bekerja pada unit cell adalah fungsi dari area replacement

ratio (as).

σu = σs as + σc (1 – as) (2-49)

Dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, tegangan yang bekerja pada

stone column dan tegangan yang bekerja pada tanah lunak di sekeliling stone

column dapat ditentukan, yaitu:

σc = σu/(1+(n-1) . as) = . σ (2-50)

σs = n/(1+(n-1) . as) = . σ (2-51)

= 1/(1+(n-1) . ac) (2-52)

= n/(1+(n-1) . as) (2-53)

dimana :

n = faktor konsentrasi tegangan

as = area replacement ratio

σu = tegangan rata-rata di atas unit cell akibat beban luar

σs = tegangan pada stone column akibat beban luar

σc = tegangan pada tanah lunak disekeliling stone column akibat beban

luar

μc = rasio tegangan pada tanah lunak

μs = rasio tegangan pada stone column

5. Daya dukung stone column tunggal

Menurut Moreau (1835), sedikit sekali beban yang mencapai dasar stone column

jika panjang stone column lebih besar dari dua kali lebarnya. Beban yang bekerja

47

47

akan ditransfer oleh stone column ke tanah lunak sekitarnya. Pada saat stone

column mengalami bulging dan penurunan, material butiran stone column tertekan

ke dalam tanah lunak dan mentransferkan tegangan geser ke tanah.

Dengan menggunakan persamaan (2-53) dengan asumsi deep bulging terjadi di atas

stone column.

ult = σs = c c (2-54)

dimana :

ult atau σs = tegangan rerata pada stone column akibat beban luar

c = kekuatan geser undrained sekitar stone column

c = faktor daya dukung stone column ( 18 < c < 22 )

6. Daya dukung stone column group

Daya dukung ultimat stone column group sangat dipengaruhi oleh tegangan pasif

horisontal dari tanah disekitar kelompok stone column, undrained shear strenght

blok komposit, (Cavg) dan koefisien tekanan tanah ke samping pasif untuk blok

komposit, (Kpkom).

Pult = ult . As (2-55)

dimana :

ult atau σs = tegangan rerata pada stone column akibat beban luar

As = Luas penampang stone column

Pult = tegangan pada luas penampang stone column akibat beban

luar

2.2.1.2 Penurunan dengan Stone Column

Metode kesetimbangan dijelaskan oleh Aboshi dan Barksdale (1982). Metode yang

digunakan untuk memperkirakan penyelesaian tumpukan pemadatan pasir. Metode

kesetimbangan juga menawarkan pendekatan rekayasa yang sangat sederhana untuk

memperkirakan pengurangan penurunan tanah dengan stone clolumn. Dalam menerapkan

pendekatan ini menggunakan faktor konsentrasi tegangan, (n), harus diestimasi dengan

tegangan yang terjadi di masa lalu dan hasil pengukuran bidang tegangan sebelumnya. Jika

faktor konsentrasi tegangan rendah secara konservatif digunakan, estimasi keamanan dari

pengurangan penurunan dalam hal perbaikan tanah akan diperoleh.

Asumsi sebagai berikut diperlukan dalam mengembangkan metode keseimbangan:

1. Idealisasi perpanjangan unit cell berlaku

48

48

2. Total beban vertikal diaplikasikan pada unit cell sama dengan jumlah dari gaya

yang dibawa oleh batu dan tanah (yaitu, keseimbangan dipertahankan dalam unit

cell)

3. Pergeseran vertikal stone column dan tanah adalah sama

4. Tegangan vertikal seragam karena beban luar ada di seluruh panjang stone column,

atau lapisan kompresibel dibagi menjadi bertahap dan penyelesaian setiap kenaikan

dihitung menggunakan selisih peningkatan tegangan rerata tersebut

Mengikuti metode ini serta metode lainnya, penurunan yang terjadi di bawah stone

column harus dipertimbangkan secara terpisah. Biasanya penurunan ini kecil dan dapat

diabaikan. Dari teori konsolidasi satu dimensi.

Sst = (

) log10 (

) hst (2-56)

dimana:

Sst = penurunan konsolidasi primer dengan jarak (hst) stone column ke permukaan

Cc = indeks kompresi

eo = angka pori

o = tegangan efektif

c = tegangan di tiap (h)

hst = tinggi atau kedalaman stone column

2.2.1.3 Penanganan Likuifaksi dengan Stone Column

Pemasangan stone column berguna untuk mengatasi permasalahan likuifaksi

(pencairan). Stone column telah digunakan untuk mencegah terjadinya pencairan selama

gempa bumi yang kuat. Stone column dapat mengambil beban gempa lateral. Pemasangan

stone column juga secara signifikan meningkatkan kepadatan sekitarnya.

Metode yang disarankan oleh Bibit dan Booker (1977) digunakan untuk analisis.

Potensi likuifaksi pertama dievaluasi tanpa drain, memperoleh rasio siklus gempa Neq/ Nliq,

di mana Neq adalah jumlah siklus yang disebabkan oleh desain gempa, dan Nliq adalah

jumlah siklus yang dibutuhkan untuk memulai pencairan. Kemudian, untuk pemberian

radius a stone column dan faktor Tad yang berhubungan dengan durasi gempa terhadap sifat

konsolidasi tanah alami, berikut persamaannya:

Tad = ( k / γw ) ⋅ [ td / (mv ⋅ a2) ] (2-57)

dimana:

k = permeabilitas tanah arah horisontal

49

49

γw = berat jenis air

td = durasi getaran

mv = koefisien kompresibilitas tanah

rg = u / σ0´ (2-58)

dimana:

u = tekanan pori berlebih

σ0´ = tegangan efektif

dan 2 ⋅ b yang merupakan jarak efektif antara stone column. Setelah menentukan

nilai maksimum untuk pori-pori rasio tekanan (di sini rg = 0,6), a / b ditentukan dari grafik

untuk diberikan Tad dan Neq/ Nliq.

2.2.1.4 Stabilitas Embankment di atas Tanah yang Diperkuat dengan Stone Column

Salah satu kontrol di dalam merencanakan stone column adalah kontrol stabilitas

timbunan. Didalam menganalisa stabilitas suatu embankment, pertama-tama adalah

memperkirakan letak bidang longsor yang mungkin terjadi. Pada umumnya diasumsikan

sebagai bentuk lingkaran. Berdasarkan letak bidang longsor kritis yang mungkin terjadi,

dihitung gaya dorong dan gaya penahannya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan angka

keamanan yang paling kritis dimana gaya dorong yang terjadi paling besar dan gaya

penahannya paling kecil (Barksdale dan Banchus, 1982).

Untuk mendapatkan posisi bidang longsor yang paling kritis maka jari-jari dan

pusat lingkaran harus diubah-ubah. Dalam hal ini, metode yang digunakan untuk

menganalisa stabilitas timbunan adalah metode irisan yang dikembangkan oleh Bishop.

Untuk mempercepat analisa digunakan program bantu komputer Plaxis. Fungsi dari

program bantu tersebut adalah mencari bidang longsor paling kritis (angka keamanan

minimum) yang mungkin bisa terjadi. Analisa stabilitas timbunan yang diperkuat dengan

stone column dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:

1. Menghitung besarnya momen penahan (resistant moment = MR )

MR = τ . R (2-59)

dimana:

τ = gaya geser tanah lunak

R = jari-jari bidang gelincir, didapat dari analisa stabilitas

2. Menghitung gaya geser τ, akibat tanah timbunan dengan langkah sebagai berikut:

Menghitung berat tanah timbunan diatas bidang longsor (W)

W = At . (2-60)

50

50

dimana:

At = luas tanah timbunan di atas bidang gelincir

γ = berat volume tanah timbunan

Menghitung normal W terhadap bidang longsor (N)

N = W cos α (2-61)

dimana:

W = berat tanah timbunan di atas bidang longsor

α = sudut kemiringan bidang longsor

Mengitung tegangan normal (σN)

=

(2-62)

dimana:

N = normal W terhadap bidang longsor

L = panjang bidang longsor pada timbunan

Menghitung tegangan geser (τ)

τ = σN tan υtimbunan + C (2-63)

dimana:

υtimbunan = 30°

3. Menghitung momen penahan sebelum ada stone column

MR – awal = R [( τ 1 x AB ) + ( τ 2 x BC)] (2-64)

dimana:

R = jari-jari bidang gelincir

τ1 = gaya geser pada tanah timbunan

τ2 = gaya geser pada bidang gelincir

4. Menghitung momen dorong (MOV)

SF = MR – awal /MOV (2-65)

5. Menghitung momen yang harus diterima oleh stone column

ΔMR = s x [(MOV x SF) -MR – awal] (2-66)

6. Gaya yang harus diterima oleh stone column (ΣP)

ΣP = ΔMR /R (2-67)

51

51

2.3 Program Plaxis 2 Dimensi

Program Plaxis merupakan rangkaian program analisa deformasi dan stabilitas

dalam geoteknik. Prosedur input data (rock properties) yang sederhana memudahkan untuk

menciptakan model elemen yang kompleks dan tersedianya tampilan output secara detail

yang merupakan hasil perhitungan. Diharapkan dengan kelebihan ini dapat mempermudah

analisa dan mendapat hasil yang akurat (Brinkgreve, 2007). Oleh karena itu, penulis

memilih program Plaxis untuk perencanaan perbaikan tanah dengan stone column pada

stock pile batu bara rencana PLTU Sorong.

Dalam analisis, data yang dibutuhkan sebagai input-an program Plaxis diantaranya:

a. Nilai parameter tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah

b. Beban yang ada dilokasi

c. Dimensi stone column

Program Plaxis ini terbagi menjadi empat program, yang masing-masing

mempunyai fungsi yang berbeda, diantaranya Plaxis Input, Plaxis Calculation, Plaxis

Output, dan Plaxis Curve.

2.3.1 Plaxis Input

Plaxis Input merupakan tahap awal untuk membuat dan memodifikasi model

geometri, mendefinisikan parameter model, menentukan kondisi batas (boundary

condition), meshing model dan menentukan kondisi awal (initial conditions) dari model

yang dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih Plaxis Input icon pada menu program

utama windows pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.26. Plaxis Input Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

52

52

2.3.2 Plaxis Output

Plaxis Output adalah fasilitas dalam plaxis yang menampilkan model yang telah

dibuat Plaxis Input dan telah dianalisis pada Plaxis Calculation. Untuk membuka jendela

Plaxis Output dapat memilih icon yang terdapat pada Plaxis calculation seperti yang ada

pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.27. Plaxis Output Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

2.3.3 Bagian-Bagian Jendela Utama Program Masukan Plaxis

Gambar 2.28. Jendela Utama Program Masukan

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Berikut ini fungsi dari bebarapa bagian-bagian utama program masukan Plaxis :

1. Menu Utama : Menu utama memuat semua pilihan masukan dan fasilitas

operasional dari program masukan.

TOOLBAR UMUM

MENU UTAMA

TOOLBAR GEOMETRI MISTAR

BIDANG GAMBAR

KOORDINAT PUSAT

(SUMBU x,y)

MASUKAN

MANUAL INDIKATOR POSISI

KURSOR

53

53

2. Toolbar Umun : Toolbar ini memuat tombol-tombol untuk aktivitas khusus yang

berhubungan dengan berkas, pencetakan, zooming (memperbesar atau memperkecil

tampilan obyek) ataupun untuk pemilihan obyek. Toolbar ini juga memuat tombol-

tombol untuk menjalankan sub-program lainnya (perhitungan,keluaran,kurva)

3. Toolbar Geometri : Toolbar ini memuat tombol-tombol untuk aktivitas khusus

yang berhubungan dengan pembuatan model geometri.

4. Mistar : Tampilan mistar ini dapat diaktifkan atau dinonaktifkan dari sub menu

Tampilan. Dengan meng-klik mistar, jendela Pengaturan global akan mincul

dimana ukuran atau dimensi geometri dapat diubah.

5. Bidang Gambar : Bidang gambar adalah area gambar dimana model geometri

dibuat dan dimodifikasi. Pembuatan dan model geometri umumnya dilakukan

dengan menggunakan bantuan mouse.

6. Sumbu : Jika koordinat awal atau salib sumbu berada dalam rentang dimensi yang

ditentukan maka pusat sumbu tersebut akan digambarkan sebagai sebuah lingkaran

kecil dengan sumbu x dan y diindikasikan oleh anak panah.

7. Masukan Manual : Jika penggambaran dengan menggunakan mouse tidak dapat

memberikan tingkat keakurasian atau ketepatan yang diinginkan maka baris

Masukan manual dapat digunakan. Nilai koordinat x dan y dapat diketikkan

langsung disisni dengan memberikan spasi diantaranya (nilai x <spasi> nilai y).

Masukkan koordinat secara manual dapat dilakukan untuk keseluruhan obyek,

kecuali untuk Sendi dan Kekakuan rotasi.

Indikator Posisi Kursor : Indikator posisi kursor menunjukkan posisi saat ini dari kursor

mouse baik dalam satuan fisik (koordinat x dan y) maupun dalam satuan piksel layar

tampilan.

2.3.4 Komponen-Komponen Geometri

Pembuatan model elemen hingga dimulai dengan pembuatan geometri dari model,

yang merupakan representasi dari masalah yang ingin dianalisis. Sebuah model geometri

terdiri dari titik-titik, garis-garis dan klaster-klaster.

Untuk memulai pembuatan model geometri hal utama yang dilakukan adalah

menggambar kontur geometri secara menyeluruh. Tetapi hal yang perlu diperhatikan

adalah pengisian material untuk tiap lapisan obyek struktural dan garis-garis yang

digunakan untuk tahapan konstruksi, pembebanan serta kondisi batas. Model Geometri

54

54

tidak hanya menggambarkan kondisi awal saja, tetapi juga memuat situasi yang terjadi

pada seluruh perhitungan.

Setelah seluruh komponen dalam model geometri terbentuk, selanjutnya kita harus

memasukkan parametr-parameter untuk setiap data material dan menetapkan data tersebut

pada seluruh komponen Geometri. Saat model Geometri secara keseluruhan telah

teridentifikasi secara lengkap dan tiap komponen Geometri telah memiliki sifat awal, maka

jaring elemen dapat disusun.

Berikut ini adalah macam-macam komponen Geometri :

1.

Gambar 2.29. Selection Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Saat pilih (tombol dengan anak panah merah) aktif, sebuah komponen Geometri

dapat dipilih dengan sebuah klik pada komponen yang diinginkan dalam model Geometri.

Beberapa komponen sejenis dapat dipilih secara bersamaan dengan tetap menekan tombol

<shift> pada papan ketik saat memilih beberapa komponen yang diinginkan.

2.

Gambar 2.30. Geometry Line Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Masukan dasar dari suatu model Geometri adalah Geometry Line (Garis

Geometry). Jenis masukan ini dapat dipilih dari sub-menu Geometri atau dari toolbar

kedua. Saat Garis Geometry dipilih, pengguna dapat membentuk titik-titik dan garis-garis

dalam bidang gambar dengan menggunakan mouse (masukkan secara grafis) ataupun

dengan mengetik koordinat-koordinat pada baris perintah atau baris masukan manual

(masukan dari papan ketik). Sebuah titik baru akan segera terbentuk segera setelah kita

meng-klik tombol utama mouse (tombol kiri) dalam bidang gambar.

55

55

3.

Gambar 2.31. Point Loads Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Pilihan ini digunakan untuk membentuk beban-beban titik, yang sesungguhnya

merupakan beban garis dalam arah keluar dari bidang gambar. Nilai masukan dari beban

terpusat diberikan dalam satuan gaya per satuan panjang (misalnya kN/m).

4.

Gambar 2.32. Distributed Loads Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Nilai masukan dari suatu beban merata diberikan dalam satuan gaya persatuan luas

(kN/m). Beban merata dapat terdiri dari komponen x dan y. Secara pra-pilih, saat

mengaplikasikan beban dalam model Geometri, beban tersebut akan menjadi suatu satuan

tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap garis beban.

Nilai masukan dari suatu beban dapat diubah dengan klik-ganda pada garis

Geometri beban garis berada dan memilih sistem beban yang diinginkan dari pilihan dalam

kotak dialog yang muncul.

5.

Gambar 2.33. Material Sets Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

56

56

Untuk memperoleh data tanah maka pilihan ikon ini sangat diperlukan.

6.

Gambar 2.34. Generate Mesh Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Jenis elemen dasar dari suatu jaring elemen adalah elemen segitiga dengan 15 titik

nodal atau 6 titik nodal. Pembentuk jaring elemen ini merupakan versi khusus dari

pembentuk jaring elemen yang telah dikembangkan.

7.

Gambar 2.35. Phreatic Level Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Untuk mengetahui tekanan air pori, maka pemilihan icon ini harus dipilh. Phreatic

level (garis freatik) merupakan kumpulan beberapa titik dimana tekanan air pori adalah nol.

Dengan menggunakan masukan berupa garis freatik, maka tekanan air akan meningkat

secara linier terhadap kedalaman sesuai dengan berat isi air yang dimasukkan.

Garis freatik didefinisikan oleh dua buah titik atau lebih. Titik-titik dapat

dimasukkan dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Titik-titik dan garis-garis akan berada

diatas model geometri, tetapi tidak saling berinteraksi.

8.

Gambar 2.36. Generate Water Pressures Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

57

57

Setelah memasukkan model garis freatik atau kondisi batas untuk suatu perhitungan

aliran air rembesan, tekanan air dapat dihitung dengan meng-klik ikon diatas. Sebuah

jendela akan muncul dimana harus ditentukan apakah tekanan air akan dibentuk melalui

garis freatik atau melalui aliran air tanah. Pilihan pertama merupakan pilihan yang mudah

dan cepat.

9.

Gambar 2.37. Generate Initial Stresses Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Tegangan awal dalam massa tanah dipengaruhi oleh berat material dan sejarah

pembentukannya. Kondisi tegangan ini umumnya dinyatakan dalam tegangan vertikal awal

dan tegangan horizontal awal. Perhitungan tegangan awal berdasarkan prosedur K0 dapat

dipilh dengan meng-klik tombol hitung tegangan awal pada toolbar atau dengan memilih

tegangan awal pada menu hitung.

10.

Gambar 2.38. Standard Fixities Icon

Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)

Dengan tombol kondisi batas standar maka Plaxis dengan otomatis akan

menerapkan kondisi batas umum pada model geometri. Kondisi batas dibentuk

berdasarkan beberapa aturan berikut:

1. Setiap garis geometri vertikal dengan koordinat x sama dengan nilai trendah

atau tertinggi dari koordinat x dalam model geometri akan menerima kondisi

jepit horisintal.

58

58

2. Setiap garis geometri horisontal dengan koordinat y dalam model geometri akan

menerima jepit penuh.

2.4 Rencana Anggaran Biaya (RAB)

2.4.1 Definisi Rencana Anggaran Biaya

Rencana adalah himpunan (planning), termasuk detail atau penjelas dan tata cara

pelaksanaan pembuatan sebuah bangunan atau proyek. Anggaran adalah perkiraan atau

perhitungan biaya suatu bangunan. Biaya adalah besar pengeluaran yang berhubungan

dengan borongan yang tercantum dalam persyaratan-persyaratan yang terlampir.

Jadi Rencana Anggaran Biaya adalah:

Merencanakan bentuk bangunan yang memenuhi syarat

Menentukan biaya

Menyusun tata cara pelaksanaan teknis dan administrasi

Anggaran biaya merupakan bagian terpenting dalam penyelenggaraan proyek.

Anggaran biaya harus direncanakan terlebih dahulu supaya proyek tersebut dapat berjalan

dengan lancar (Sibero, 2011).

Urutan pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dapat dilihat pada bagan

berikut ini:

Gambar 2.39. Urutan pembuatan RAB

Sumber : Anonim (2016)

Syarat-syarat dan

penjelasan teknis dan

gambar

Perhitungan volume tiap

jenis pekerjaan

Harga satuan bahan dan

upah

Perhitungan satuan tiap

jenis pekerjaan

berdasarkan SNI

Perhitungan RAB keseluruhan

59

59

2.4.2 Analisa Rencana Anggaran Biaya

Analisa adalah perumusan guna menetapkan harga dan upah masing-masing dalam

bentuk satuan. Pedomannya adalah analisa SNI yang merupakan suatu rumusan penentuan

harga satuan tiap jenis pekerjaan. SNI (Standart Nasional Indonesia) adalah suatu

ketentuan umum yang ditetapkan Indonesia mengenai harga dan upah untuk sebuah

pekerjaan konstruksi.

Dalam penyusunan anggaran biaya bangunan ada tiga analisa yang harus dibedakan

yaitu:

1. Analisa bahan

Analisa bahan suatu pekerjaan adalah menghitung banyaknya volume masing-

masing bahan, serta biaya yang dibutuhkan.

2. Analisa upah

Analisa upah yaitu menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besar

biaya yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Upah tenaga kerja didapat dari

lokasi kemudian dikumpulkan dan dicatat dalam suatu daftar harga satuan upah.

Dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu proyek, harus

disesuaikan harga satuan bahan dan lokasi pekerjaan tersebut karena harga satuan

bahan dan upah tenaga kerja setiap daerah berbeda-beda.

3. Harga satuan pekerjaan

Harga satuan pekerjaan merupakan jumlah dari bahan dan upah. Skema Harga

Satuan Pekerjaan dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.40. Skema harga satuan pekerjaan

Sumber : Anonim (2016)

Harga satuan

Upah

Bahan

Analisa bahan

Harga satuan upah

Analisa upah

Harga

Satuan

Pekerjaan

60

60

2.4.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Keseluruhan

Pada dasarnya perhitungan RAB merupakan perhitungan biaya-biaya yang

diperlukan untuk bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan analisis tertentu dan biaya-

biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Dapat pula dinyatakan bahwa

RAB merupakan jumlah dari masing-masing hasil perkalian volume dengan harga satuan

pekerjaan.

RAB = (Volume x Harga Satuan Pekerjaan) (2-68)

61

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Studi

Lokasi studi ini terletak pada koordinat 1°1'14.74"S ; 131°14'58.66"E. dengan

ketinggian 15 m di atas permukaan air laut.

Gambar 3.1. Lokasi Studi

Sumber: Google Earth (2016)

Secara administrasi, Kota Sorong mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Sebelah Timur : berbatasan dengan Selat Dampir dan Distrik Makbon

(Kabupaten Sorong)

Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Dampir

Sebelah Utara : berbatasan dengan Distrik Makbon (Kabupaten Sorong) dan

Selat Dampir

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Distrik Aimas (Kabupaten Sorong) dan

Distrik Salawati (Kabupaten Raja Ampat)

Lokasi Studi

62

Gambar 3.2. Peta Administrasi Kota Sorong

Sumber: Draft Laporan Akhir Studi Penyelidikan Lapangan PLTU Timika (2016)

3.1.1 Kondisi Geografis Lokasi Studi

Kota Sorong memiliki luas wilayah 1.105,00 km2, atau sekitar 1.13% dari total

luas wilayah Papua Barat. Wilayah kota ini berada pada elevasi 3 meter dari permukaan

laut dan suhu udara minimum di kota ini sekitar 23,1 °C dan suhu udara maximum sekitar

33, 7 °C. Curah hujan tercatat 2.911 mm. Kelembaban udara rata-rata tercatat 84 %.

Keadaan topografi Kota Sorong sangat bervariasi terdiri dari bukit-bukit, lereng,

pegunungan dan sebagian adalah dataran rendah, sebelah timur di kelilingi hutan lebat

yang merupakan hutan wisata dan hutan lindung.

Keadaan geologi Kota Sorong terdapat hamparan galian golongan C seperti batu

gunung, batu kaIi, sirtu, pasir, tanah urug dan kerikil. Sedangkan jenis tanah yang terdapat

di Kota Sorong adalah tanah latosal putih yang terdapat di pinggiran pantai Tanjung

Kasuari dan tanah fudsolik merah kuning yang terdapat dihamparan seluruh kawasan

Distrik Sorong Timur. Dan wilayah ini dialiri sungai-sungai sedang, kecil seperti sungai

63

Rufei, sungai Klabala, sungai Duyung, sungai Remu, sungai Klagison, sungai Klawiki,

sungai Klasaman dan sungai Klabtin (Kota Sorong: wikipedia.org, 2016).

Gambar 3.3. Desain Rencana PLTU Sorong (4 x 7 MW)

Sumber: Laporan Akhir PLTU Timika (2016)

3.2 Kondisi Demografi

Berdasarkan hasil Pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di

Kota Sorong (Angka Sementara) adalah 190.341 jiwa, yang terdiri atas 99.898 laki-laki

dan 90.446 perempuan. Perbandingan laki-laki dan perempuan atau sex ratio di Kota

Sorong adalah sebesar 110,45 %.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Sorong sebesar 7,02 % per tahun. Dengan

luas wilayah 1.105 km² yang didiami penduduk 190.341 jiwa, maka rata-rata tingkat

kepadatan penduduk Kota Sorong adalah sebesar 91 jiwa/km2

(Kota Sorong:

wikipedia.org, 2016).

3.3 Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Survei Data Topografi

Untuk mengetahui kondisi topografi di lokasi guna menentukan layout optimum,

dilakukan prosedur pekerjaan.

Prosedur pekerjaan untuk pemetaan adalah sebagai berikut:

64

1. Peralatan

Pengukuran topografi menggunakan GeodeticTotal Station, Theodolite atau

Waterpass. Untuk positioning system, menggunakan kombinasi alat ukur presisi

tinggi dan GPS. Tingkat akurasi dari peralatan adalah 0.5 m untuk posisi aerial

dan 0.25 m untuk elevasi dengan interval pengukuran 25 m.

2. Patok Beton sebagai Bench Marks (BM)

Patok beton sebagai titik referensi dibuat minimal 4 lokasi di dalam area lokasi

studi untuk mendukung pengukuran topografi. BM ditempatkan pada posisi

yang memungkinkan dapat bertahan, sehingga harus ditempatkan pada posisi yang

stabil, aman dari gangguan. Semua titik tetap (benchmark), titik-titik bantu serta

tempat berdiri alat harus dihitung koordinat horizontal dan ketinggiannya.

Hitungan koordinat horizontal dan ketinggian harus memperhitungkan semua

faktor koreksi yang ada dan dilakukan di atas sistem Proyeksi yang berlaku bagi

semua titik tetap yang digunakan sebagai ikatan. Benchmark diberi warna kuning,

dan dilengkapi plat besi yang berisikan informasi sekurang-kurangnya

mengenai No BM, koordinat lokasi, serta elevasi BM tersebut. Tiang beton harus

berada posisi yang tepat dan stabil ketika pemetaan dilakukan. BM tersebut

harus dilengkapi dengan deskripsi dari BM tersebut yang mencakup: Nama BM,

sketsa dan keterangan lokasi, foto, dan koordinat x, y, dan z. Untuk menentukan

koordinat dan ketinggian BM baru harus diikatkan terhadap titik-titik tetap/BM

yang sudah ada di sekitar lokasi dan titik nasional yang ada di pelabuhan.

3. Referensi

Pengukuran yang dilakukan untuk menentukan koordinat dan elevasi permukaan

harus mengacu pada koordinat BM Nasional (BIG) atau BM lokal.

4. Pengukuran Poligon

Peralatan yang digunakan untuk pengukuran Polygon Total Station dengan tingkat

ketelitian 1 detik digabung dengan Electronic Data Measurement (EDM) dengan

tingkat akurasi 5 milimeter.

Ketelitian dan toleransi yang harus dicapai dalam pengukuran poligon ini adalah

sebagai berikut:

a. Toleransi sudut bacaan tiap seri 5 detik.

b. Ketidak-akuratan untuk mengunci sudut poligon ±10 N detik, dimana N

adalah banyaknya sudut dari poligon

65

c. Akurasi dari jarak lurus harus kurang atau sama dengan 1:10.000

5. Pengukuran Elevasi Permukaan

Pengukuran sipat datar/leveling harus mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai

berikut

a. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur sipat datar automatis / waterpass.

b. Semua BM yang dipasang atau yang sudah ada harus dilalui pengukuran sipat

datar dan ditentukan ketinggiannya.

c. Pengukuran elevasi permukaan harus mengacu pada titik referensi BM yang

telah dibuat.

d. Jaringan sipat datar harus tertutup dan terikat sempurna pada titik-titik

referensi eksisting. Pengukuran dilakukan dengan metode ”double stand”

dengan 2 arah melalui titik tetap sounding serta pembacaan benang diafragma

lengkap pada interval rambu antara 0.5 m dari bawah dan 0.5 m dari atas.

e. Metode pengukuran harus sedemikian rupa sehingga semua kesalahan yang

mungkin timbul dapat dihilangkan.

f. Tingkat kesalahan untuk perbedaan elevasi maksimum adalah ± 10 D mm,

dimana D adalah jumlah jarak pengukuran dalam satuan km.

6. Analisa Data dan Plotting

Semua tiang beton, plang kayu, dan semua perlengkapan penanda pengukuran,

termasuk lokasi-lokasi penting harus diukur koordinat dan elevasinya. Komputasi

untuk koordinat dan elevasi termasuk semua faktor koreksi, dan sistem proyeksi

yang digunakan, yang kompatibel untuk titik tetap digunakan sebagai titik

referensi.

3.3.2 Penyelidikan Tanah

Penyelidikan tanah, dilakukan pada lahan rencana utama konstruksi dan

konstruksi pendukung lainnya, guna menentukan desainnya, seperti:

a. Konfirmasi kondisi geologi, khususnya struktur geologi di lapangan.

b. Interpretasi geologi dari lapisan tanah dan bedrock pada area studi.

c. Rekomendasi untuk tipe perbaikan tanah (termasuk metode, material yang

digunakan, kedalaman, waktu dan hal-hal terkait).

Penyelidikan tanah terdiri dari:

a. Standard Penetration Test (SPT)

66

b. Tes Laboratorium

3.3.2.1 Standard Penetration Test (SPT)

Pengujian SPT dilakukan untuk mendapatkan nilai “N-Value/Blow” dari setiap

lapisan tanah. SPT dilakukan pada setiap titik bor dengan interval 2 m atau setiap lapisan

tanah berubah.

Ketika SPT yang akan diambil sudah mendekati sampel tanah yang akan diambil,

maka SPT dilakukan setelah sampel tanah tidak terganggu diambil. Metode tes harus

mengikuti standar ASTM D.1586.

3.3.2.2 Pengujian Laboratorium

Pengujian contoh tanah di laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat

propertis tanah yang akan digunakan sebagai parameter desain pondasi. Sampel tanah yang

akan diuji di laboratorium harus sudah sesuai. Pengujian sampel dilakukan sebanyak 2

sample per titik. Standar pengujian di laboratorium untuk contoh tanah harus mengikuti

peraturan sebagai berikut:

1) Water content : ASTM D.2216

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar air tanah.

a. Alat dan Bahan

Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi

sampai (100 ± 5)ºC.

Cawan kedap udara dan tidak berkarat, dengan ukuran yang cukup.

Cawan dapat terbuat dari logam, gelas atau alumunium.

Neraca dengan ketelitian 0,001gram.

Desikator.

69

Siapkan labu yang sudah dikalibrasi.

Siapkan sampel tanah kering 20 gram lolos saringan no. 9 dan no.

10.

Masukkan sampel tanah ke dalam labu ukur dan tambahkan air

sampai setengah bagian dan dididihkan.

Setelah mendidih tambahkan air pelan-pelan kemudian angkat

(saat mendidih tutup jangan dipasang)

Tambahkan air sampai penuh kemudian ditimbang.

Ukur suhu labu tersebut dengan menggunakan thermometer suhu.

Ulangi langkah E dan F pada suhu di thermometer suhu

diintervalkan kalibrasi labu ukur.

3) Triaxial Compression Test : ASTM D.2850

Pekerjaan ini dimaksudkan untuk mengukur Unconsolidated Undrained Stregnth

terhadap sampel berbentuk silinder dari tanah kohesif, baik dalam keadaan undisturbed

maupun remoulded pada alat compression test load, dimana sampel menerima tekanan

disekelilingnya dalam triaxial chamber.

Alat dan Bahan

Alat uji Triaksial.

Sampel Tanah.

70

Gambar 3.6. Alat dan Bahan Pengujian Triaxial Compression Test

Sumber: Anonim (2016)

a. Langkah Kerja

Ambil sampel benda uji dari lapangan dengan tabung yang telah

disediakan.

Keluarkan sampel tanah dari tabung dengan hati-hati, agar tidak

terjadi kerusakan pada sampel tanah.

Bungkus sampel tanah dengan membran.

Pasangkan sampel tanah yang telah dibungkus membran tersebut

pada pada piston triaxial.

Pasang juga karet pada ujung atas dan bawah sample.

Tutupkan tabung triaxial, hubungkan dengan alat pengukur

tegangan, lalu isi tabung tersebut dengan air hingga penuh.

Arloji penunjuk beban dan arloji pengukur penetrasi diatur sampai

menunjukkan angka nol.

71

Berikan tekanan axial pada sampel tanah tersebut sebesar 0,5 – 2%

per menit, dan catat beban dan perubahan-perubahan setiap 0,1;

0,3; 0,4; 0,5% (pada setiap 0,5% setelah dicapai 3% dan setiap 1%

setelah 10% tegangan dan setiap 2% jika tekanan telah melebihi

10%).

4) Consolidation Properties (Cc, Cv) : ASTM D.2435

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan sifat pemadatan suatu jenis

tanah.

a. Alat dan Bahan

Satu set alat konsolidasi yang terdiri dari alat pembebanan dan sel

konsolidasi.

Arlogi pengukur (ketelitian).

Gambar 3.7. Alat dan Bahan Pengujian Consolidation Properties

Sumber: Anonim (2016)

72

b. Langkah Kerja

Benda uji dan cincin ditimbang pada neraca.

Letakkan batu pori dibagian atas dan bawah cincin.

Masukkan kedalam sel konsolidasi.

Pasang alat penumpu.

Letakkan sel konsolidasi pada alat konsolidasi, dimana bagian

yang runcing pada pelat menyentuh pada alat pembebanan.

Atur kedudukan arloji kemudian bacalah.

Pasang ban sehingga tekanan dalam arloji 0.25 kg/cm2.

Catat penurunan konsolidasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan

pada formulir konsolidasi.

5) Unconfined Compression Test : ASTM D.21

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan besarnya kekuatan tekan bebas

contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan

(remolded).

a. Alat dan Bahan

Mesin tekan bebas.

Extruder.

Cetakan benda uji.

Pisau tipis.

Neraca.

Stopwatch.

Pisau kawat.

74

Gambar 3.9. Alat dan Bahan Pengujian Direct Shear Test

Sumber: Anonim (2016)

b. Langkah Kerja

Timbang dan pastikan contoh tanah asli dari dalam tabung

ujungnya harus rata.

Benda uji dimasukkan ke dalam cincin pemeriksaan yang telah

terkunci menjadi satu.

Stang penekan dipasang vertical untuk memberi beban normal

pada benda uji dan diatur sehingga beban yang diterima oleh benda

uji sama dengan beban yang diberikan pada stang tersebut.

Arloji geser diatur sehingga menunjukkan angka nol.

Beban normal diberikan pertama sesuai dengan beban yang

diperlukan.

Lakukan pembacaan geseran dan dial reading hingga mendapatkan

pembacaan tiga kali nilainya sama, setelah itu ganti sampel tanah

kemudian ulangi lagi langkah di atas dengan beban normal yang

berbeda.

7) Atterberg Limit : ASTM D.4318

75

a. Plastic Limit dimaksudkan untuk mendapatkan kadar air suatu tanah dalam

keadaan batas plastis.

b. Liquid Limit dilakukan untuk mendapatkan kadar air suatu tanah dalam

keadaan batas cair.

c. Shrinkage Limit Mencari kadar air tanah dinyatakan dalam persen terhadap

berat kering tanah setelah dioven.

Dari batas atterberg kita dapat menentukan sifat tanah. Tanah yang batas cairnya

tinggi akan mempunyai kekuatan rendah dan compressibility nya tinggi sehingga sulit

dipadatkan.

Gambar 3.10. Grafik Atterberg Limit

Sumber: Anonim (2016)

Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan

hilang dalam tanah.

3.4 Metode Pengerjaan

Dalam studi ini beberapa langkah perhitungan yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut:

1) Menentukan parameter tanah yang akan digunakan dari hasil penyelidikan tanah

di lapangan dan laboratorium.

Volume

Tanah

Vi

V

f

Batas

susut

Batas

plastis

Batas

cair

Wi

Kadar air (%)

Vp

76

Hitung tegangan overburden

Hitung penambahan tegangan vertikal

Hitung tegangan geser

Hitung penurunan segera (Immediate Settlement)

Hitung penurunan akibat konsolidasi primer

Hitung total penurunan

Hitung waktu penurunan

Hitung penurunan pada waktu t

Hitung estimasi potensi likuifaksi

Hitung penurunan tanah akibat likuifaksi

Hitung indeks potensi likuifaksi

2) Menghitung perkuatan tanah dengan stone column.

Menentukan diameter stone column

Hitung jarak pemasangan

Hitung Area replacement ratio

Hitung konsentrasi tegangan

Hitung tegangan rata-rata yang bekerja pada unit cell

Hitung tegangan pada luas penampang stone column

Hitung penurunan konsolidasi stone column

Hitung waktu penurunan pada stone column

Hitung penurunan konsolidasi stone column pada waktu t

Hitung momen perlawanan tanah (MR) di bawah timbunan

Hitung momen dorong ultimit (MOV ult)

Hitung momen yang harus diterima oleh stone column (Δ MR)

Hitung gaya yang harus diterima oleh stone column

Hitung angka keamanan akhir

3) Menganalisa biaya.

Hitung volume stone column

volume stone column x harga bahan ( 1 m3) x jumlah stone column

77

Mulai

Pengumpulan

data

`

Tes LaboratoriumStandard Penetration

Test (SPT)

Data

Topografi

Data

Tanah

Pemodelan dengan Stone

Column

Menvariasikan

Diameter, Jarak Antar

Stone Column dan

Menggunakan Fixed

Type Stone Column

Model Stone Column

Pola Bujur Sangkar

Model Stone Column

Pola Segitiga

Hasil

Pemodelan

Analisa Biaya

Kesimpulan dan

Saran

Selesai

Menghitung Likuifaksi

Menentukan Parameter

Stone Column dan

Parameter Tanah

Menghitung Penurunan

Gambar 3.11. Diagram Alir Penyelesaian Skripsi

78

79

79

BAB IV

ANALISA PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Tanah

Data tanah yang digunakan sebagai input analisa pada tugas akhir ini diambil pada

proyek pembangunan PLTU Sorong yang berlokasi di Kota Sorong Provinsi Papua Barat.

Dari lokasi pengambilan data tanah (soil investigation) dapat dilihat bahwa terdapat lima

titik bore hole di lokasi proyek pembangunan PLTU Sorong dengan penggunaannya yang

disajikan Pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Lokasi Pekerjaan Pengeboran

No. Lokasi Jumlah

Titik

Kedalaman

(m) Arah

BH - 01 Turbin Hall 1 40

Vertikal

BH - 02 Transfer Tower 1 42

Vertikal

BH - 03 HSD Oil Tank 1 40

Vertikal

BH - 05 Regas Plant Area 1 26

Vertikal

BH - 06 Ash Yard 1 40

Vertikal

TOTAL

188

Sumber: Hasil Penyelidikan (2016)

Kondisi tanah pada daerah proyek pembangunan PLTU Sorong rata-rata adalah

lempung (clay) dengan rata-rata kedalaman tanah keras berada pada kedalaman di bawah

17 m. Namun pada pembahasan ini hanya menggunakan data BH – 03, karena lokasi BH –

03 adalah lokasi yang terdekat dengan lokasi studi ini. Data hasil tes laboratorium studi ini

bisa dilihat Pada Tabel 4.2, sedangkan kelengkapan data tanah dapat dilihat (Pada

Lampiran).

79

80

80

Tabel 4.2. Data Rangkuman Tanah Hasil Tes Laboratorium di PLTU Sorong

BH-01

5.50 - 6.00 5.00-5.50 9.00 - 9.50 3.50-4.00 6.50-7.00 13.50-14.00

w (%) 30,83 34,36 28,29 47,79 29,25 33,95

Gs - 2,63 2,58 2,63 2,73 2,66 2,66

gwet (gr/cm3) 2,03 1,88 2,00 2,01 2,02 2,01

Passing # 200 (%) 98,78 99,10 99,22 45,98 86,90 96,86

Silt (%) 26,76 38,66 51,17 26,23 44,01 53,04

Clay (%) 72,02 60,44 48,05 19,75 42,89 43,82

LL (%) 74,50 71,86 70,22 47,76 61,88 72,81

PL (%) 34,75 32,33 34,67 31,92 32,90 39,23

PI (%) 39,75 39,53 35,54 15,83 28,98 33,58

Cohesion, c kg/cm2 1,17 0,68 2,20 0,17 0,62 1,00

Sensitivity, St - 1,03 1,04 1,03 1,22 1,14 1,07

Cohesion kg/cm2 0,53 0,57 1,29 0,08 0,26 0,56

Friction Angle f degree 9,79 2,77 5,04 2,82 3,74 10,44

Cohesion kg/cm2 0,56 0,31 0,66 0,07 0,16 0,66

Friction Angle f degree 37,58 39,34 35,39 19,76 31,73 36,67

eo - 0,72 0,69 0,74 0,95 1,73 1,00

Cc - 0,23 0,31 0,38 0,31 0,46 0,26

Cv mm2/sec

Sumber: Hasil Penyelidikan (2016)

PLTU TIMIKA (4X7) MW

DS. ARAR DISTRICT MAYAMUK, KAB. SORONG

BOREHOLES

Inorganic high

plasticity CLAY,

(CH)

Inorganic high

plasticity CLAY,

(CH)

UnitSymbol BH-02 BH-03

Inorganic low

plasticity SILT,

(ML)

Inorganic high

plasticity SILT,

(MH)

Inorganic high

plasticity SILT,

(MH)

UU

Plasticity Index

Soil Parameters

Remarks:

USCS -

Inorganic high

plasticity CLAY,

(CH)

Soil Classification

Coef. of Consolidation

Direct Shear Test

Unconfined Compression Test

See c v graph & table

SUMMARY OF SOIL TEST

Initial void ratio

Compression index

PROJECT

LOCATION

Pro

pert

ies Natural Water Content

Specific Gravity of Soil

Consis

tency

Liquid Limit

Plastic Limit

Gra

in S

ize

Consolid

ation

Hydrometer Test

Wet density

TRIAXIAL

81

81

4.2 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan Awal (Preloading)

Untuk memperkirakan besar penurunan dan waktu penurunan yang akan terjadi

pada lokasi yang akan ditinjau, perlu diketahui besarnya nilai beban rencana yang dipikul

tanah dasar. Besarnya beban yang diperhitungkan terbatas pada beban timbunan atau

pembebanannya sendiri. Hal ini dikarenakan beban timbunan tersebut sudah dianggap

cukup untuk mewakili beban bangunan dan beban pondasi yang nantinya akan di tahan

oleh tanah dasar, sedangkan penurunan tanah yang terjadi setelah selesai masa konstruksi

akan diperhitungkan tersendiri diluar bahasan dalam tugas akhir ini.

4.2.1 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan

4.2.1.1 Perhitungan Tegangan Overburden ( ’o)

Tebal lapisan tanah yang akan dihitung penurunan konsolidasinya adalah lapisan

tanah hingga kedalaman 17 m, karena dibawah kedalaman 17 m adalah tanah keras.

Berikut adalah contoh perhitungan tegangan overburden ( ’o), rumus yang digunakan

adalah:

’o = ’. h

’ = sat – w

dengan:

’ = berat isi tanah dalam keadaan submerged/terendam (t/m3)

sat = berat isi tanah dalam kondisi jenuh (t/m3)

w = berat isi air (1 t/m3)

’o = tegangan overburden atau tegangan efektif akibat berat sendiri (t/m2)

h = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)

perhitungan pada lokasi bore hole 3 adalah sebagai berikut:

- Lapisan 1 (h = 5 m), titik tinjau diambil ½ h = 2,5 m

’o = ½ h1 . ’

’o = ½ 5 . 1,009

’o = 2,52 t/m2

- Lapisan 2 (h = 7 m), titik tinjau diambil ½ h = 3,5 m

’o = ½ h2 . ’ + h1 . ’

’o = ½ 7 . 1,0212 + 5 . 1,009

’o = 8,62 t/m2

- Lapisan 3 (h = 5 m), titik tinjau diambil ½ h = 2,5 m

82 8

2

’o = ½ h3 . ’ + h1 . ’ + h2 . ’

’o = ½ 5 . 1,0155 + 5 . 1,009 + 7 . 1,0212

’o = 14,7323 t/m2

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.3. Tegangan Overburden ( ’o ) pada BH-03

No Bore

Hole Lapisan h (m)

o Keterangan

1

BH-03

1 5 1,0090 2,0090

1

2,5225 Endapan

Rawa

2 2 7 1,0212 2,0212 8,6193 Lempung

3 3 5 1,0155 2,0155 14,7323 Pasir

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

4.2.1.2 Perhitungan Penambahan Tegangan Vertikal ( )

Seperti pada penjelasan sebelumnya, beban rencana dianggap diwakili oleh beban

timbunan dari pembebanan. Besarnya nilai pengaruh I ditentukan oleh grafik

OSTERBERG dengan menentukan besarnya panjang b timbunan, dalam perhitungan ini b

= 120 m (Gambar terlampir). Nilai tersebut jika dibandingkan dengan total kedalaman

yang ditinjau hasilnya adalah 120/18 = 7,06. Hal ini cukup besar jika dimasukkan dalam

grafik OSTERBERG. Maka dari itu, besarnya nilai pengaruh I = 0,5 (keadaan ).

Perhitungan penambahan tegangan vertikal akibat variasi beban timbunan

rencana Hr adalah sebagai berikut:

∆σ = q . Hr

atau lebih spesifiknya

∆σ = tim . 2 . I . Hr

dengan:

∆σ = penambahan tegangan vertikal (t/m2)

tim = berat isi tanah timbunan (t/m3)

I = nilai pengaruh OSTERBERG (0,5)

Hr = tinggi timbunan rencana (m)

Perhitungan pada lokasi tersebut sebagai berikut:

- Untuk Hr = 4 m

∆σ = tim . 2 . I . Hr

∆σ = 1,8 . 2 . 0,5 . 4

83

83

∆σ = 7,2 t/m2

- Untuk Hr = 5 m

∆σ = tim . 2 . I . Hr

∆σ = 1,8 . 2 . 0,5 . 5

∆σ = 9 t/m2

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.4 dibawah ini:

Tabel 4.4. Penambahan Tegangan Vertikal (∆σ)

Hr (m) 4 5 6 7 8 9 10 11

Koreksi OSTERBERG 0,5

penambahan tegangan vertikal

(t/m2) 7,2 9 10,8 12,6 14,4 16,2 18 19,8

Sumber: Hasil Perhitungan (2016)

4.2.1.3 Perhitungan Penurunan Segera (pi)

Perhitungan penurunan segera (pi) akibat beban timbunan sebesar penambahan

tegangan vertikal. Perhitungan penurunan segera untuk BH-03 terjadi pada lapisan ketiga

dimana butirannya berupa pasir. Perhitungan penurunan segera adalah sebagai berikut:

Dengan menggunakan persamaan (2-15)

pi = q . ∑

q = timbunan . Htimbunan

E = E’ . (

)

dimana:

pi = penurunan segera (m)

q = tekanan bersih yang dibebankan (t/m2)

hi = kedalaman tanah pada lapisan i (m)

timb = berat jenis tanah timbunan (t/m3)

Htimb = tinggi tanah timbunan (t/m3)

= angka Poisson

E = modulus elastisitas tanah (modulus Young) (t/m2)

E = modulus elastisitas dari Oedometrik di lapisan i (t/m2)

Perhitungan penurunan segera pada lokasi sebagai berikut:

- Lapisan 3 (h = 5 m)

Htimb = 4 m

84 8

4

q = 7,2 t/m2

E = 3059,15 t/m2 (pasir agak padat Pada Tabel 2.8)

= 0,3 (pasir agak padat Pada Tabel 2.9)

pi = q . ∑

= 7,2 . 4 (

)

= 0,0634 m

Htimb = 5 m

q = 9 t/m2

E = 3059,15 t/m2 (pasir agak padat Pada Tabel 2.8)

= 0,3 (pasir agak padat Pada Tabel 2.9)

pi = q . ∑

= 9 . 5 (

)

= 0,099 m

Htimb = 6 m

q = 10,8 t/m2

E = 3059,15 t/m2 (pasir agak padat terbesar Pada Tabel 2.8)

= 0,3 (pasir agak padat Pada Tabel 2.9)

pi = q . ∑

= 10,8 . 6 (

)

= 0,1426 m

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.5 dibawah ini:

85

Tabel 4.5. Penurunan Segera (pi) Akibat Pembebanan Awal

No Lapisan h

(m) E

Ytimb

(t/m3)

Penurunan Segera (m)

Htim 4 5 6 7 8 9 10 11

q 7,2 9 10,8 12,6 14,4 16,2 18 19,8

1 3 5 3059,15 0,3 0,5 0,063 0,099 0,143 0,194 0,253 0,321 0,396 0,479

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

85

86 8

6

4.2.1.4 Perhitungan Penurunan Akibat Konsolidasi Primer (Sc)

Perhitungan penurunan akibat konsolidasi primer untuk BH-03 terjadi pada lapisan

pertama dan kedua dimana terdiri dari endapan rawa dan lempung.

Kontrol Over Consolidation Ratio (OCR)

OCR =

Perhitungan pada BH-03 adalah sebagai berikut:

- Lapisan 1 (h = 5 m)

σ’c = 16,5 t/m2

σ’o = 2,52 t/m2

OCR =

=

= 6,54 >>> Over Consolidated (OC)

- Lapisan 2 (h = 7 m)

σ’c = 21 t/m2

σ’o = 8,62 t/m2

OCR =

=

= 2,43 >>> Over Consolidated (OC)

Dari perhitungan diatas, maka ditentukan bahwa penurunan konsolidasi primer

pada kondisi tanah tersebut adalah over consolidated dengan σ’c > σ’o. Kondisi tersebut

dijadikan acuan Perhitungan penurunan primer (Sc) akibat beban timbunan sebesar

penambahan tegangan vertikal. Perhitungan penurunan primer untuk BH-03 adalah sebagai

berikut:

Persamaan yang digunakan adalah (2-31):

Sc = ∑ *

(

)+ *

(

)+

dimana:

Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)

Hi = tebal sub-lapisan i (m)

= tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i (t/m2)

= tekanan prakonsolidasi untuk sub-lapisan i (t/m2)

pi = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i (t/m2)

87

87

e0 = angka pori

Cc = indeks pemampatan

Cs = indeks pemuaian

Perhitungan penurunan primer pada lokasi sebagai berikut:

- Lapisan 1 (Hi = 5 m)

Htimb = 5 m pi = 7,2 t/m2

= 2,52 t/m2 = 16,5 t/m

2

Cc = 0,31 Cs = 0,06

e0 = 0,95

Sc = ∑ *

(

)+ *

(

)+

= ∑ *

(

)+ *

(

)+

= 0,60 m

- Lapisan 2 (Hi = 7 m)

Htimb = 5 m pi = 7,2 t/m2

= 8,62 t/m2 = 21 t/m

2

Cc = 0,46 Cs = 0,09

e0 = 1,73

Sc = ∑ *

(

)+ *

(

)+

= ∑ *

(

)+ *

(

)+

= 0,40 m

Maka untuk penurunan Primer (Sc) total akibat adanya pembebanan pada lokasi

studi adalah sebagai berikut:

Pada Htimb = 1 m;

Sc = Sc 1 + Sc 2

Sc = 0,60 + 0,40

Sc = 1 m

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.6 dibawah ini:

88

88

Tabel 4.6. Penurunan Primer (Sc) Akibat Pembebanan Awal

No Lapisan Hi

(m)

Penurunan

per lapisan σ'o σ'c eo Cc Cs

Penurunan Primer (m)

Htim 4 5 6 7 8 9 10 11

pi 7,2 9 10,8 12,6 14,4 16,2 18 19,8

1 1 5 Sc1 2,52 16,50 0,95 0,31 0,06

0,60 0,65 0,70 0,75 0,79 0,82 0,85 0,88

2 2 7 Sc2 8,62 21,00 1,73 0,46 0,09 0,40 0,46 0,51 0,55 0,59 0,63 0,67 0,70

Total Penurunan Primer (Sc) 1,00 1,11 1,21 1,30 1,38 1,45 1,52 1,58

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

89

4.2.1.5 Perhitungan Total Penurunan Akibat Pembebanan

Penambahan beban vertikal di atas permukaan tanah dan penambahan tegangan

dalam tanah akan menyebabkan penurunan (settlement). Apabila tanah terdiri dari lempung

lunak maka penurunan yang terjadi besar bila dibandingkan dengan pasir. Untuk

menghitung penurunan dapat digunakan persamaan berikut:

Stot = pi + Sc + Ss

dengan:

Stot = penurunan total (m)

pi = penurunan segera (m)

Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)

Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder (m)

Namun, dalam studi ini untuk nilai Ss tidak dihitung karena dianggap nilainya

relatif kecil. Sehingga dapat diabaikan.

Perhitungan total penurunan pada lokasi sebagai berikut:

- Pada Htimb = 4 m;

Stot1 = pi1 + Sc1

Stot1 = 0,063 + 0,998

Stot1 = 0,508 m

- Pada Htimb = 5 m;

Stot2 = pi2 + Sc2

Stot2 = 0,099 + 1,112

Stot2 = 1,211 m

- Pada Htimb = 6 m;

Stot3 = pi3 + Sc3

Stot3 = 0,143 + 1,211

Stot3 = 1,354 m

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.7 dibawah ini:

Tabel 4.7. Total Penurunan Akibat Pembebanan Awal

Htim 4 5 6 7 8 9 10 11

Pi 0,063 0,099 0,143 0,194 0,253 0,321 0,396 0,479

Sc 0,998 1,112 1,211 1,301 1,381 1,455 1,522 1,585

Stot 1,061 1,211 1,354 1,495 1,635 1,775 1,918 2,064

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

90 9

0

Gambar 4.1. Grafik Total Penurunan dengan Htimb

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Untuk total penurunan tinggi timbunan efektif (Heff) bisa dilihat Pada Tabel 4.8

dibawah ini:

Tabel 4.8. Total Penurunan Pada Tinggi Timbunan Efektif (Heff)

H timbunan (m) 5,25

Total Penurunan Segera (pi) m 0,109

Total Penurunan Primer (Sc) m 1,138

Total Penurunan (m) 1,247

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

4.2.1.6 Perhitungan Waktu Penurunan

Dengan menggunakan persamaan (2-32), lama waktu penurunan yang terjadi dapat

dihitung sebagai berikut:

Rumus yang digunakan:

Tv (time factor) =

dengan:

Tv = faktor waktu

Cv = koefisien konsolidasi

t = waktu

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00

Pen

uru

na

n (

m)

H timb (m)

Total Penurunan

Stot

Hr

91

91

h = tebal lapisan tanah (m)

Perhitungan pada lokasi sebagai berikut:

- Lapisan 1 (h = 5 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 1,75 . 10-7

m/det

Maka:

t1 =

=

= 3,84 tahun

- Lapisan 2 (h = 7 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 2 . 10-8

m/det

Maka:

t2 =

=

= 65,88 tahun

- Lapisan 3 (h = 5 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 5 . 10-9

m/det

Maka:

t3 =

=

= 140,05 tahun

Sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai penurunan 90% adalah:

ttotal = t1 + t2 + t3

= 3,84 + 65,88 + 140,05

= 209,77 tahun

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.9 dibawah ini:

92

Tabel 4.9. Waktu Penurunan (t) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U)

No Lapisan h (m) Cv (m2/det)

Waktu Penurunan t (tahun)

U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Tv= 0,008 0,031 0,071 0,126 0,196 0,283 0,403 0,567 0,848

1 1 5 0,000000175

0,04 0,14 0,32 0,57 0,89 1,28 1,83 2,57 3,84

2 2 7 0,000000020 0,62 2,41 5,52 9,79 15,23 21,99 31,31 44,05 65,88

3 3 5 0,000000005 1,32 5,12 11,73 20,81 32,37 46,74 66,56 93,64 140,05

t total (tahun) 1,98 7,67 17,56 31,17 48,49 70,01 99,69 140,26 209,77

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

92

93

4.2.1.7 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Pada Waktu (t)

Untuk penurunannya bisa dihitung menggunakan persamaan (2-33) berikut:

U =

atau St = U . S

Dimana:

U = derajat konsolidasi rata-rata

St = penurunan lapisan lempung pada saat t

S = penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer

Perhitungan pada lokasi sebagai berikut:

- Lapisan 1 (h = 5 m)

U = 0,9 (90%)

S = 0,6673

St = U . S

= 0,9 . 0,6673

= 0,60 m

- Lapisan 2 (h = 7 m)

U = 0,9 (90%)

S = 0,4704

St = U . S

= 0,9 . 0,2508

= 0,42 m

- Lapisan 3 (h = 5 m)

U = 0,9 (90%)

S = 0,1092

St = U . S

= 0,9 . 0,0121

= 0,1 m

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.10 dibawah ini:

94

Tabel 4.10. Total Penurunan (St) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U)

No Lapisan h (m) S

Penurunan St (m)

U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

U= 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

1 1 5 0,6673

0,07 0,13 0,20 0,27 0,33 0,40 0,47 0,53 0,60

2 2 7 0,4704 0,05 0,09 0,14 0,19 0,24 0,28 0,33 0,38 0,42

3 3 5 0,1092 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,07 0,08 0,09 0,10

St total (m) 0,12 0,25 0,37 0,50 0,62 0,75 0,87 1,00 1,12

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

94

95

95

Dari tabel diatas didapatkan grafik hubungan St dengan t. Lebih jelasnya dapat

dilihat Pada Gambar 4.2 berikut:

Gambar 4.2. Grafik Hubungan St dengan t

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi

timbunan efektif sebesar 5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan

penurunan primer sebesar 1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90%

diketahui membutuhkan waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan besar

penurunannya 1,12 m.

4.2.2 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Dengan Program Plaxis 8.2 2D

a. Pemodelan tanah dan parameter yang digunakan

Adapun tanah yang akan dianalisis adalah tanah di daerah plan area stock pile

PLTU Sorong. Hasil bore hole dan potongan eksisting yang akan digunakan untuk analisa

program Plaxis 8.2 2D dapat dilihat pada lampiran.

Jenis material yang digunakan pada analisis ini adalah model Mohr-Coulomb dan

Soft Soil, dan parameter-parameter tanah yang akan digunakan pada program ini adalah

berat isi jenuh dan tak jenuh ( sat dan unsat), permeabilitas (ks dan ky), modulus Young (E),

angka poisson (µ), kohesi (c), sudut geser ( ), dan sudut dilatasi (ψ).

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00

Pen

uru

na

n (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St -t Analitis

96 9

6

Tabel 4.11. Kisaran Permeabilitas Tanah (k) Pada Temperatur 20°C (Das, 1983)

Sumber: Hary Christady H (2010:160)

Tabel 4.12 Harga-harga Modulus Young

Jenis tanah

Modulus

Young

psi kN/m2

Lempung

lembek 250-500 1380-3450

Lempung keras 850-2000 5865-13800

Pasir lepas 1500-4000 10350-

27600

Pasir padat 5000-10000 34500-

69000

* 1 psi = 6,9 kN/m2

Sumber: Das, B.M, (1994 : 218)

Tabel 4.13 Harga-harga Angka Poisson

Jenis tanah Angka Poisson

(µ)

Pasir lepas 0,2-0,4

Pasir agak padat 0,25-0,4

Pasir padat 0,3-0,45

Pasir berlanau 0,2-0,4

Lempung lembek 0,15-0,25

Lempung agak

kaku 0,2-0,5

Sumber: Das, B.M, (1994 : 219)

Jenis Tanah k (mm/det)

Butiran kasar 10 - 103

Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir butiran sedang 10-2

– 10

Pasir halus, lanau longgar 10-4

- 10-2

Lanau padat, lanau berlempung 10-5

- 10-4

Lempung berlanau, lempung 10-8

- 10-5

Lempung < 10-8

97

97

Gambar 4.3. Jendela Tampilan Awal Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

b. Input data (Plaxis Input)

- Persiapan pengerjaan

Timbunan dapat dianalisa dengan menggunakan model regangan bidang (plain

strain), dengan 15 titik nodal. Model geometri memiliki lebar 120 m (sesuai dengan lebar

rencana timbunan) dan kedalamannya lebih besar dari rencana kedalaman. Tinggi

timbunan sebesar 5,25 m (sesuai dengan perhitungan analitis).

Gambar 4.4. Penamaan Proyek Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

98 9

8

Gambar 4.5. Pengaturan Dimensi Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

- Metode geometri dan kondisi batas (Boundary Condition)

Mulailah dengan menggambar dari lapisan terbawah terlebih dahulu. Dimulai dari

titik (0,0;0,0) atau pertemuan garis x dan y. Gambarlah sesuai dengan tinggi lapisan yang

ada pada data bore log, dan juga tinggi timbunan yang direncanakan. Bedakan gambar

bagian timbunan dengan bagian lapisan tanah yang lain. Dan jangan lupa klik pada tombol

Standart Fixities untuk menampilkan kondisi batas. Untuk selengkapnya bisa dilihat pada

gambar dibawah ini:

Gambar 4.6. Penyusunan Lapisan Tanah

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

99

99

- Data bahan (Material Sets)

Adapun data sifat-sifat material yang dimasukkan ke kumpulan data material pada

program masukan (input) Plaxis bisa dilihat Pada Tabel dibawah ini:

Tabel 4.14. Sifat-sifat Material dan Parameter Desain

Sumber: Data Geologi Rencana PLTU Sorong (2017)

Pada tombol Material Sets, buatlah parameter tanah sesuai dengan tabel diatas.

Bedakan warna tiap lapisannya. Lebih mudahnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Parameter Timbunan Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3

Tebal (m) 5,25 5 7 5

Kondisi Tanah Padat Lunak Lunak Lunak

Model Mohr

Coulomb Soft Soil Soft Soil Soft Soil

Tipe Drained Undrained Undrained Undrained

y unsat (kN/m3

) 10 13,55106228 15,5438656 15,0456647

y sat (kN/m3) 18 20,03 20,13 20,13

kx (m/hari) 1 9,52132E-05 1,73387E-05 1,7628E-06

ky (m/hari) 1 9,52132E-05 1,73387E-05 1,7628E-06

E (kN/m2) 3000 - - -

µ 0,3 - - -

c (kN/m2) 1 6,974811469 15,9424262 65,7625081

ᶲ (°) 30 19,76 31,73 36,67

Cc - 0,31 0,46 0,26

Cs - 0,062 0,092 0,052

eo - 0,95 1,73 1

100

100

Gambar 4.7. Lembar Tab Umum Untuk Tanah dan Antarmuka

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Gambar 4.8. Lembar Tab Parameter Untuk Tanah dan Antarmuka

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

101

101

Gambar 4.9. Lapisan Tanah Setelah Adanya Data Material

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

- Penyusunan Jaring Elemen (Mesh Generation)

Setelah memasukkan semua parameter material, jaring elemen hingga sederhanan

dapat disusun dengan menggunakan tingkat kekasaran elemen sesuai keinginan

perhitungan. Semakin rapat kekasaran elemen, maka semakin teliti perhitungannya. Dalam

perhitungan kali ini, dipilih kekasaran elemen sangat rapat (very fine). Selanjutnya

dilakukan penyusunan jaring elemen dengan menekan tombol susun jaring elemen

(generate mesh). Untuk kejelasannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.10. Pemilihan Tingkat Kekasaran Elemen

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

102

102

Gambar 4.11. Penggambaran Jaring Elemen (Generate Mesh)

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

- Kondis Awal (Initial Condition)

Klik tombol initial condition, dalam kondisi awal (initial condition) ditetapkan

berat isi air sebesar 10 kN/m3.

- Tekanan air pori

Penyusunan tekanan air pori. Tekanan air sepenuhnya adalah tekanan hidrostatik

berdasarkan garis freatik global (phreatic level). Gambar garis phreatic level dimana

berada pada pertemuan antara lapisan tanah teratas dengan timbunan. Kemudian buatlah

kondisi batas untuk analisa konsolidasi pada arah vertikal sebelah kiri dan kanan dengan

cara menekan tombol batas konsolidasi tertutup (closed consolidation bundary) kemudian

klik titik nodal 0 sampai ke titik teratas, klik esc pada tombol keyboard kemudian klik lagi

titik nodal 1 sampai ke titik teratas. Selebihnya bisa dilihat Pada Gambar berikut.

103

103

Gambar 4.12. Penyusunan Tekanan Air Pori

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Setelah selesai menyusun tekanan air pori, klik pada tombol hitung tekanan air pori

(Generate Water Pressure). Pada generate by pilih phreatic level dan klik tombol Ok.

Kemudian akan muncul gambar seperti dibawah ini.

Gambar 4.13. Tekanan Air Pori

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

104

104

Dari Gambar 4.13, bisa dilihat kalau tekanan air pori maksimum (extreme active

pore pressure) sebesar 169,40 kN/m2. Tanda minus menunjukkan tekanan tersebut berada

dibawah permukaan tanah, dan juga diketahui tanda silang atau tanda positif berwarna biru

menunjukkan tekanan air pori. Kesimpulan yang didapat dari gambar diatas ialah semakin

jauh dari permukaan tanah maka semakin besar tekanan air porinya.

- Tegangan awal

Penyusunan tegangan awal. Setelah gambar tekanan air pori keluar pilih tombol

panah hijau yang bertulisan update. Klik tombol lingkaran hijau sebelah kanan, kemudian

klik pada timbunan untuk menghilangkan data timbunan dari proses penghitungan, dengan

berubahnya menjadi berwarna putih maka timbunan tidak di ikut sertakan dalam

perhitungan, kemudian klik generate initial stresses. Isikan nilai OCR sesuai dengan

lapisannya masing-masing. Klik tombol Ok. Jika muncul peringatan klik saja tombol Ok.

Selebihnya dapat dilihat Pada Gambar dibawah ini:

Gambar 4.14. Penyusunan Tegangan Awal

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

105

105

Gambar 4.15. Tegangan Awal

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari Gambar 4.15, bisa dilihat kalau tegangan awal atau tegangan efektif (effective

stresses) sebesar 171,10 kN/m2. Tanda minus menunjukkan tegangan tersebut berada

dibawah permukaan tanah, dan juga diketahui tanda silang atau tanda positif berwarna

merah menunjukkan tegangan awal. Sama halnya dengan tekanan air pori, kesimpulan

yang didapat dari gambar diatas ialah semakin jauh dari permukaan tanah maka semakin

besar tegangan efektifnya.

c. Perhitungan (Calculation)

Konstruksi timbunan dianggap terdiri dari satu tahap dan membutuhkan waktu

pelaksanaan dua bulan (60 hari). Namun studi ini menggunakan waktu 4 bulan (120 hari),

setelah tahapan konstruksi selesai, dilanjutkan dengan konsolidasi sampai nilai tekanan air

pori berlebih dapat berdisipasi sehingga didapat nilai penurunan akhir.

Berikut langkah-langkah dalam tahap perhitungan:

1) Setelah gambar tegangan awal muncul, klik tombol panah hijau bertulisan update.

Kemudian klik tombol calculate, jika muncul peringatan untuk menyimpan file,

klik saja tombol Yes. Kemudian akan muncul jendela perhitungan (calculations).

2) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi selama 120 hari. Pada bagian

calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian time

106

106

interval tulis angka 120 untuk waktu 120 hari. Pada bagian define, jika

timbunannya tidak berwarna atau berwarna putih, klik pada timbunannya. Jika

berubah warna, maka timbunannya sudah aktif. Klik tombol next.

3) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian

calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian loading

input pilih minimum pore pressure dengan menuliskan 1 kN/m2 atau < 1 kN/ m

2

Klik tombol next.

4) Pada tab general dibagian phase, tuliskan phi-c konsolidasi. Pada bagian stat from

phase pilih konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian calculation type pilih phi/c

reduction. Klik pada tab parameters, centang pada bagian reset displacements to

zero dan centang juga ignore undrained behaviour.

5) Klik tombol select points for curves. Pilih titik A dibawah ujung kanan timbunan

dengan cara mengkliknya saja. Kemudian pilih titik B dibagian ujung kiri lapisan

tanah paling tengah. Kemudian klik tombol calculate. Jika proses perhitungan tidak

mengalami kesalahan atau error, maka jendela hasil perhitungan menunjukkan

centang berwarna hijau. Selebihnya dapat dilihat Pada Gambar berikut:

Gambar 4.16. Jendela Perhitungan Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

107

107

Gambar 4.17. Pemilihan Titik A dan Titik B

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Gambar 4.18. Proses Perhitungan (Calculations)

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

108

108

Gambar 4.19. Jendela Hasil Perhitungan (Calculations)

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

d. Hasil perhitungan (Output)

Setelah proses perhitungan selesai, akan didapatkan hasil perhitungan yang bisa

dilihat pada program keluaran (output). Jendela keluaran akan menampilkan total

displacements pada kondisi setelah konsolidasi secara penuh terjadi. Gambar total

displacements dapat dilihat Pada Gambar 4.20, dan kurva waktu penurunannya dapat

dilihat Pada Gambar 4.21.

109

109

Gambar 4.20. Total Displacements Dengan Cara Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari Gambar 4.20, diperoleh besar hasil penurunannya. Dari keluaran (output)

sebenarnya bisa diperoleh juga hasil penurunan horisontalnya, namun dikarenakan

perhitungan analitisnya menggunakan persamaan penurunan akibat konsolidasi satu

dimensi, maka dipilih penurunan vertikalnya. Penurunannya sebesar 1,16 m, seperti yang

ditunjukkan pada gambar diatas.

Gambar 4.21. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

0 50 100 150 200

Pen

uru

na

n (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St - t Plaxis

110

110

Dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal pada program Plaxis 8.2 2D

telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan tinggi timbunan sebesar 5,25 m.

Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunan diketahui penurunan

membutuhkan waktu penurunan sebesar 189,36 tahun dengan besar penurunannya 1,04 m.

4.2.3 Perbandingan Perhitungan Analitis dan Plaxis 8.2 2D

Dari perhitungan penurunan analitis akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi

timbunan efektif sebesar 5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan

penurunan primer sebesar 1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90%

waktu penurunan diketahui membutuhkan waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan

besar penurunannya 1,12 m. Sedangkan dari perhitungan penurunan akibat pembebanan

awal pada program Plaxis 8.2 2D telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan

tinggi timbunan sebesar 5,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu

penurunan diketahui membutuhkan waktu penurunan sebesar 189 tahun dengan besar

penurunannya 1,04 m. Selengkapnya dapat dilihat Pada Tabel dan Gambar berikut.

Tabel 4.15. Selisih Antara Analitis dan Plaxis 8.2 2D

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Gambar 4.22. Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output)

Plaxis 8.2 2D Denga Hasil Analitis

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

0,00

0,20

0,40

0,60

0,80

1,00

1,20

0 50 100 150 200 250

Pen

uru

na

n (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St -t Analitis

St -t Plaxis

Hr (m) S (m) selisih

(%)

t (tahun) selisih

(%)

Analitis 5,25

1,25 6,96

209 10,77

Plaxis 1,16 189

111

111

Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa besar penurunan dan waktu penurunan

tanah antara kedua teori ini tidak terdapat perbedaan yang cukup besar. Dari tabel diatas

diketahui kalau besar penurunan dan waktu penurunan dengan menggunakan program

Plaxis 8.2 2D lebih kecil.

4.3 Perhitungan Estimasi Potensi Likuifaksi

Untuk evaluasi CSR menggunakan persamaan (2-39) yang diusulkan oleh Seed dan

Idriss (1971) sebagaimana dituliskan dalam Robertson (2004).

CSR =

= 0,65 (

) . (

) .

dengan:

= tegangan geser siklik

(amax) = percepatan permukaan tanah maksimum arah horisontal

g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

= tegangan overburden vertikal total

= tegangan overburden vertikal efektif

rd = faktor pengurangan tegangan

rd adalah faktor pengurangan tegangan yang merupakan fungsi kedalaman

(z). Berikut perhitungannya:

Lapisan 3

(amax) = 2,89 m/s2 (dari www.pu.go.id)

g = 9,81 m/s2

= 25,874 t/m2

= 14,732 t/m

2

rd = faktor pengurangan tegangan

CSR = 0,65 (

) . (

) .

= 0,65 (

) . (

) . (1 – 0,00765 . (5))

= 0,068

Berikut tabel perhitungannya:

112

112

Tabel 4.16. Perhitungan Nilai CSR

No Lapisan a

max g O'vo Ovo z rd CSR

1 1

0,61 9,8

2,523

25,874

5 0,962 0,399

2 2 8,619 7 0,946 0,115

3 3 14,732 5 0,962 0,068

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Sedangkan untuk evaluasi CRR, persamaanya sebagai berikut.

CRR =

(N1)60 = Nm . CN . CE . CB . CR . CS

Dimana:

Nm = N-SPT yang diperoleh dari test lapangan.

CN = faktor normalisasi Nm terhadap tegangan overburden pada umumnya.

CE = koreksi rasio energy hammer (ER)

CB = koreksi untuk diameter lubang bor

CR = faktor koreksi dari panjang batang

CS = koreksi untuk sampel

Berikut perhitungannya:

Data di titik BH-03 lapisan 3:

NSPT dilapangan = 105

Faktor Koreksi:

CN = 1,629

CE = 1

CB = 1

CR = 0.75

CS = 1

Perhitungan (N1)60 :

(N1)60 = Nm CN CE CB CR CS

= 94,095

CRR =

CRR = 0,675

113

113

Berikut tabel perhitungannya:

Tabel 4.17. Perhitungan Nilai CRR

No Lapisan NM CN CE CB CR CS N1(60) CRR

1 1 14 1,795

0,55 1,000

0,85

1,000

11,747 0,129

2 2 79 1,708 1 74,222 0,520

3 3 105 1,629 1 94,095 0,675

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Berikutnya menghitung faktor keamanan (FSL) bisa dihitung berdasarkan

Persaamaan (2-42) di bawah ini.

FSL = (

) . MSF

Besarnya MSF yang diusulkan dalam Youd dan Idriss (2001) seperti dituliskan

pada persamaan (2-43) di bawah ini.

Lapisan 3:

MSF =

=

= 1,0009

FSL = (

) . MSF

= (

) . 1,0009

= 9,892

Berikut tabel perhitungannya:

Tabel 4.18. Perhitungan Nilai FSL

No Lapisan CSR CRR MSF FSL

1 1 0,399 0,129

1,001

0,323

2 2 0,115 0,520 4,528

3 3 0,068 0,675 9,892

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa lapisan tanah dengan kedalaman > 5 m atau

lapisan 2 dan 3 tidak mengalami likuifaksi, dikarenakan FSL > 1, sedangkan pada

kedalaman 5 m atau lapisan 1 mengalami likuifaksi, dikarenakan FSL < 1. Untuk itu

114

114

dibutuhkan penanganan terhadap tanah di lokasi tersebut. Metode yang digunakan adalah

metode pemasangan stone column. Fungsi utama pemasangan stone column adalah untuk

meningkatkan daya dukung tanah yang lembek sehingga tanah lembek tersebut dapat

menerima beban yang lebih besar dan settlement yang terjadi akan berkurang dan juga bisa

mengatasi terjadinya likuifaksi.

4.4 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column

4.4.1 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column menggunakan Plaxis 8.2 2D

a. Pemodelan tanah dan parameter yang digunakan

Dalam pemodelan geometri tidak ada perbedaan dengan pemodelan penuunan

tanpa stone column, hanya saja kondisi tanah lunak yang sebelumnya tak terdrainase

(undrained) di ganti dengan pilihan terdrainase (drained). Hal ini disebabkan pada lapisan

tanah lunak tersebut akan di tanam stone column yang dapat mengalirkan air pori.

Sedangkan untuk parameter stone column hanya memasukkan hubungan jarak pemasangan

stone column dengan nilai permeabilitas dari bahan stone column sendiri. Lebih jelasnya

untuk data parameter stone column bisa dilihat Pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19. Data Parameter Stone Column

Pemodelan Kedalaman

(m)

ysat

(kN/m2)

yunsat

(kN/m2)

E'

(kN/m2)

v c

(kN/m2)

φ (o)

Kh=Kv

(m/hari)

Stone

column 17 21 20 45000 0,2 5 42

7,128

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

b. Input data (Plaxis Input)

- Persiapan pengerjaan

Pada pemodelan stone column digunakan model regangan bidang (plain strain),

dengan 15 titik nodal. Model geometri memiliki lebar 120 m (sesuai dengan lebar rencana

timbunan) dengan menggunakan pilihan garis geometri (geometry line). Jepit standar

(standard fixities) dapat digunakan untuk mendefinisikan kondisi batas. Setelah itu pilihlah

drainase (drain) pada toolbar bisa dipilih untuk menggambarkan kondisi stone column

pada lapisan tanah lunak, buatlah sesuai dengan diameter yang diinginkan, penggambaran

drainase hanya berlaku di dalam geometri. Isikan dengan material sets yang diinginkan

pula. Pemodelan stone column pada geometri adalah sebagai berikut.

115

115

Gambar 4.23. Lapisan Tanah Dengan Adanya Stone Column

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

- Data bahan (Material Sets)

Sifat-sifat material dengan adanya pemasangan stone column tidak berubah, namun

untuk tipe material pada lapisan tanah yang sebelumnya dimodelkan tak terdrainase diganti

dengan pilihan terdrainase.

Gambar 4.24. Penggantian Tipe Material Menjadi Terdrainase (Drained)

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

116

116

- Penyusunan Jaring Elemen (Mesh Generation)

Setelah memasukkan parameter material, jaring elemen hingga sederhanan dapat

disusun dengan menggunakan tingkat kekasaran elemen sesuai keinginan perhitungan.

Semakin rapat kekasaran elemen, mak semakin teliti perhitungan. Dalam perhitungan kali

ini, dipilih kekasaran elemen sangat rapat (very fine). Kemudian dilakukan penyusunan

jaring elemen dengan menekan tombol susun jaring elemen (generate mesh). Lebih

jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.25. Penggambaran Jaring Elemen Dengan Adanya Stone Column

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

- Kondis Awal (Initial Condition)

Dalam perhitungan kondisi awal tidak terdapat perbedaan perhitungan dengan

perhitungan sebelumnya. Klik tombol initial condition, dalam kondisi awal (initial

condition) ditetapkan berat isi air sebesar 10 kN/m3.

- Tekanan air pori

Penyusunan tekanan air pori. Tekanan air sepenuhnya adalah tekanan hidrostatik

berdasarkan garis freatik global (phreatic level). Gambar garis phreatic level dimana

berada pada pertemuan antara lapisan tanah teratas dengan timbunan. Kemudian buatlah

kondisi batas untuk analisa konsolidasi pada arah vertikal sebelah kiri dan kanan dengan

cara menekan tombol batas konsolidasi tertutup (closed consolidation bundary) kemudian

klik titik nodal 0 sampai ke titik teratas, klik esc pada tombol keyboard kemudian klik lagi

117

117

titik nodal 1 sampai ke titik teratas. Kemudian klik tombol batas aliran tertutup (closed

flow boundary) dan gambarlah seperti halnya batas konsolidasi tertutp (closed

consolidation bundary). Kemudian klik tombol hitung tekanan air (generate water

pressure). Hasilnya bisa dilihat Pada Gambar berikut.

Gambar 4.26. Tekanan Air Pori Dengan Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar

Dengan Diameter 1 m

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari Gambar 4.26, bisa dilihat kalau tekanan air pori maksimum (extreme active

pore pressure) sebesar 169,11 kN/m2, perbedaannya sangat kecil antara sebelum dan

sesudah adanya stone column. Kesimpulan yang didapat dari gambar diatas ialah

kedalaman tanah sangat mempengaruhi tekanan air pori, semakin dalam tanah yang

ditinjau maka semakin besar tekanan air porinya.

- Tegangan awal

Penyusunan tegangan awal. Setelah gambar tekanan air pori keluar pilih tombol

panah hijau yang bertulisan update. Kembali ke konfigurasi (panah merah) sebelum masuk

pada perhitungan tegangan awal, cara tersebut membuat stone column di aktifkan.

Pengaktifan ini menandakan untuk perhitungan selanjutnya sudah mulai difungsikan.

Setelah tahap tersebut barulah ke tahap perhitungan tegangan awal. Klik tombol initial

118

118

conditions. Klik tombol lingkaran hijau sebelah kanan, kemudian klik pada timbunan

untuk menghilangkan data timbunan dari proses penghitungan, dengan berubahnya

menjadi berwarna putih maka timbunan tidak di ikut sertakan dalam perhitungan,

kemudian klik generate initial stresses. Jika muncul peringatan klik saja tombol Ok.

Hasilnya dapat dilihat Pada Gambar berikut:

Gambar 4.27. Tegangan Awal Dengan Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar Dengan

Diameter 1 m

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari Gambar 4.27, bisa dilihat kalau tegangan awal atau tegangan efektif (effective

stresses) sebesar 185,54 kN/m2. Tanda minus menunjukkan tegangan tersebut berada

dibawah permukaan tanah, dan juga diketahui tanda silang atau tanda positif berwarna

merah menunjukkan tegangan awal. Kesimpulan yang didapat dari gambar diatas ialah

dengan adanya stone column mempengaruhi besar tegangan efektifnya, semakin banyak

volume stone column maka semakin besar tegangan efektifnya.

119

119

c. Perhitungan (Calculation)

Hampir tidak terdapat perbedaan perhitungan dari perhitungan sebelumnya, namun

ada beberapa langkah yang harus ditambahkan. Langkah tersebut diamksudkan untuk

perhitungan stone column oleh software Plaxis. Konstruksi timbunan dianggap terdiri dari

satu tahap dan membutuhkan waktu pelaksanaan empat bulan (120 hari). Setelah tahapan

konstruksi selesai, dilanjutkan dengan konsolidasi sampai nilai tekanan air pori berlebih

dapat berdisipasi sehingga didapat nilai penurunan akhir.

Berikut langkah-langkah dalam tahap perhitungan:

1) Setelah gambar tegangan awal muncul, klik tombol panah hijau bertulisan update.

Kemudian klik tombol calculate, jika muncul peringatan untuk menyimpan file,

klik saja tombol Yes. Kemudian akan muncul jendela perhitungan (calculations).

2) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi selama 120 hari. Pada bagian

calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian time

interval tulis angka 120 untuk waktu 120 hari. Pada bagian define, jika

timbunannya tidak berwarna atau berwarna putih, klik pada timbunannya. Jika

berubah warna, maka timbunannya sudah aktif. Klik tombol next.

3) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian

calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian loading

input pilih minimum pore pressure dengan menuliskan 1 kN/m2 atau < 1 kN/m

2.

Klik tombol next.

4) Pada tab general dibagian phase, tuliskan phi-c konsolidasi. Pada bagian stat from

phase pilih konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian calculation type pilih phi/c

reduction. Klik pada tab parameters, centang pada bagian reset displacements to

zero dan centang juga ignore undrained behaviour.

5) Klik tombol select points for curves. Pilih titik A dibawah ujung kanan timbunan

dengan cara mengkliknya saja. Kemudian pilih titik B dibagian ujung kiri lapisan

tanah paling tengah. Kemudian klik tombol calculate. Jika proses perhitungan tidak

mengalami kesalahan atau error, maka jendela hasil perhitungan menunjukkan

centang berwarna hijau. Selebihnya dapat dilihat Pada Gambar berikut:

120

120

Gambar 4.28. Pemilihan Titik A dan Titik B Dengan Adanya Stone Column

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

d. Hasil perhitungan (Output)

Setelah proses perhitungan selesai, hasil keluaran perhitungan bisa dilihat pada

program keluaran (output). Jendela keluaran akan menampilkan total displacements pada

kondisi setelah konsolidasi secara penuh terjadi. Gambar total displacements dapat dilihat

Pada Gambar 4.29, dan kurva waktu penurunannya bisa dilihat Pada Gambar 4.30.

121

121

Gambar 4.29. Total Displacements Dengan Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar

Dengan Diameter 1 m

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari perhitungan penurunan dengan stone column akibat pembebanan awal pada

program Plaxis 8.2 2D dengan pola bujur sangkar berdiameter 1 m telah diketahui total

penurunan sebesar 804,66 . 10-3

m dengan tinggi timbunan sebesar 5,25 m. Hasil untuk

diameter yang berbeda bisa dilihat Pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20. Penurunan Stone Column Dengan Pola Bujur Sangkar dan Pola Segitiga

no D (m) Pola S (m)

1 1 Bujur

Sangkar

0,80466

2 1,5 0,76235

3 2 0,79469

4 1

Segitiga

0,78807

5 1,5 0,85472

6 2 1

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

122

122

4.4.2 Perhitungan Waktu Penurunan Dengan Adanya Stone Column

Dengan menggunakan persamaan (2-32), lama waktu penurunan yang terjadi dapat

dihitung sebagai berikut:

Rumus yang digunakan:

Tv (time factor) =

dengan:

Tv = faktor waktu

Cv = koefisien konsolidasi

t = waktu

h = tebal lapisan tanah (m)

Perhitungannya sebagai berikut:

- Pola Bujur Sangkar (D = 1 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 1,302 . 10-5

m/det

Maka:

t1 =

=

= 0,59 tahun

- Pola Bujur Sangkar (D = 1,5 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 1,95 . 10-5

m/det

Maka:

t2 =

=

= 0,39 tahun

- Pola Bujur Sangkar (D = 2 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 2,60 . 10-5

m/det

123

123

Maka:

t3 =

=

= 0,29 tahun

- Pola Segitiga (D = 1 m)

Derajat konsolidasi U = 90%

Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848

Dari data tanah diketahui Cv = 1,44 . 10-5

m/det

Maka:

T4 =

=

= 0,53 tahun

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.21 dibawah ini:

124

124

Tabel 4.21. Waktu Penurunan (t) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column

No Pola D

(m)

Cv

(m2/det)

Waktu Penurunan t (tahun)

U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

Tv= 0,008 0,031 0,071 0,126 0,196 0,283 0,403 0,567 0,848

1

Bujur Sangkar

1 1,302E-05

0,00563 0,021816 0,049965 0,08867 0,137932 0,199157 0,283605 0,399017 0,596766

2 1,5 1,953E-05 0,00375 0,014544 0,03331 0,059114 0,091954 0,132771 0,18907 0,266011 0,397844

3 2 2,604E-05 0,00281 0,010908 0,024983 0,044335 0,068966 0,099578 0,141802 0,199508 0,298383

4

Segitiga

1 1,447E-05 0,00507 0,01964 0,044981 0,079825 0,124173 0,17929 0,255314 0,359214 0,537237

5 1,5 2,17E-05 0,00338 0,013093 0,029987 0,053217 0,082782 0,119527 0,17021 0,239476 0,358158

6 2 2,893E-05 0,00253 0,00982 0,02249 0,039913 0,062086 0,089645 0,127657 0,179607 0,268618

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

125

125

Untuk penurunannya bisa dihitung menggunakan persamaan (2-33) berikut:

U =

atau St = U . S

Dimana:

U = derajat konsolidasi rata-rata

St = penurunan lapisan lempung pada saat t

S = penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer

Perhitungan pada lokasi sebagai berikut:

- Pola Bujur Sangkar (D = 1 m)

U = 0,9 (90%)

S = 0,80466

St = U . S

= 0,9 . 0,80466

= 0,7241 m

- Pola Bujur Sangkar (D = 1,5 m)

U = 0,9 (90%)

S = 0,76235

St = U . S

= 0,9 . 0,76235

= 0,6861 m

- Pola Bujur Sangkar (D = 2 m)

U = 0,9 (90%)

S = 0,79469

St = U . S

= 0,9 . 0,79469

= 0,7152 m

Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.22 dibawah ini:

126

126

Tabel 4.22. Total Penurunan (St) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column

No Pola D

(m) S

Penurunan St (m)

U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

U= 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

1

Bujur Sangkar

1 0,80466

0,08047 0,160932 0,241398 0,321864 0,40233 0,482796 0,563262 0,643728 0,724194

2 1,5 0,76235 0,07624 0,15247 0,228705 0,30494 0,381175 0,45741 0,533645 0,60988 0,686115

3 2 0,79469 0,07947 0,158938 0,238407 0,317876 0,397345 0,476814 0,556283 0,635752 0,715221

4

Segitiga

1 0,78807 0,07881 0,157614 0,236421 0,315228 0,394035 0,472842 0,551649 0,630456 0,709263

5 1,5 0,85472 0,08547 0,170944 0,256416 0,341888 0,42736 0,512832 0,598304 0,683776 0,769248

6 2 1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

127

127

Dari tabel diatas didapatkan grafik hubungan St dengan t. Lebih jelasnya dapat

dilihat Pada Gambar 4.30 berikut:

Gambar 4.30. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan Adanya Stone

Column Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% dengan adanya stone column pola

bujur sangkar dengan diameter 1 m diketahui waktu penurunan sebesar 0,59 tahun atau 217

hari dengan besar penurunannya 0,72 m. Hasil untuk diameter yang berbeda bisa dilihat di

lampiran.

4.5 Perbandingan Penurunan Sebelum dan Setelah Pemasangan Stone Column

Dari perhitungan penurunan analitis akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi

timbunan efektif sebesar 5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan

penurunan primer sebesar 1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90%

waktu penurunan diketahui waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan besar

penurunannya 1,12 m. Sedangkan dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal

pada program Plaxis 8.2 2D telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan tinggi

timbunan sebesar 5,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu

penurunan diketahui waktu penurunan sebesar 189 tahun dengan besar penurunannya 1,04

m. Sedangkan penurunan dengan adanya stone column pola bujur sangkar dengan diameter

sebesar 1 m, penurunannya sebesar 0,80 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

Pen

uru

na

n (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St - t BS D1 S2

128

128

90% waktu penurunan diketahui waktu penurunan sebesar 0,59 tahun atau 217 hari dengan

besar penurunannya 0,72 m, selisih penurunan dan waktu konsolidasi sebelum dan sesudah

adanya stone column adalah 30,63% untuk besar penurunannya, 99,68% untuk waktu

konsolidasinya. Selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.23.

Tabel 4.23. Perbandingan Penurunan dan Waktu Penurunan Sebelum dan Sesudah Adanya

Stone Column

Sebelum Adanya Pemasangan Stone Column

no D

(m) S (m)

S 90%

(m)

t

(tahun) Selisih S (%) Selisih t (tahun) Keterangan

1 - 1,247 1,122 209,773 - - Analitis

2 - 1,160 1,044 189,370 - - Plaxis

Setelah Adanya Pemasangan Stone Column

3 1 0,805

0,724 0,597 30,633 99,685

Bujur Sangkar 4 1,5 0,762 0,686 0,398 34,280 99,790

5 2 0,795 0,715 0,298 31,492 99,842

6 1 0,788 0,709 0,537 32,063 99,716

Segitiga 7 1,5 0,855 0,769 0,358 26,317 99,811

8 2 1 0,9 0,269 13,793 99,858

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Gambar 4.31. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan Adanya Stone

Column Pola Bujur Sangkar

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0 0,2 0,4 0,6 0,8

Pen

uru

na

n (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St - t BS D1 S2

St - t BS D1,5 S3

St - t BS D2 S4

129

129

Gambar 4.32. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan Adanya Stone

Column Pola Segitiga

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Gambar 4.33. Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan

Adanya Stone Column

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6

Pen

uru

na

n (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St - t SG D1 S2

St - t SG D1,5 S3

St - t SG D2 S4

0,00

0,10

0,20

0,30

0,40

0,50

0,60

0,70

0,80

0,90

1,00

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7

Pe

nu

run

an (

m)

Waktu Penurunan, t (tahun)

St -t BS D1 S2

St - t BS D1,5 S3

St - t BS D2 S4

St - t SG D1 S2

St - t SG D1,5 S3

St - t SG D2 S4

130

130

4.6 Perhitungan Volume Pekerjaan dan Biaya Bahan

4.6.1 Perhitungan Volume Pekerjaan

a) Pembebanan Awal (Preloading)

Untuk kebutuhan material urugan total dapat dihitung berdasarkan luas area

rencana perbaikan tanah. Contoh perhitungannya sebagai berikut:

Luas area perbaikan tanah (A) = 120 x 60 = 7200 m2

Tinggi timbunan pembebanan (Heff) = 5,25 m

Total volume timbunan (V) = A x Heff = 7200 x 5,25 = 37800 m3

b) Stone column

Untuk satu titik pemasangan memerlukan kedalaman sebesar 17 m. Dengan

menggunakan dua pola, yaitu pola segitiga dan pola bujur sangkar. Dari dua pola tersebut

dibagi lagi dengan tiga diameter yang berbeda.

Pola segitiga

D1 = 1 m

s = 2 m

Jumlah titik pemasangan = 732

Luas stone column (As) =

d2

=

12

= 0,79 m2

Volume stone column (Vs) = As . z

= 0,79 . 17

=13,35 m3

Kebutuhan bahan = Vs . jumlah titik pemasangan

= 13,35 . 732

= 9768,54 m3

Jadi, unuk melaksanakan pemasangan stone column dibutuhkan setidaknya 9768,54

m3. Untuk perhitungan selanjutnya, bisa dilihat Pada Tabel berikut:

131

131

Tabel 4.24. Kebutuhan Bahan Stone Column

no z D

(m)

s

(m)

As

(m2)

Vs

(m3)

jumlah titik

pemasangan

kebutuhan

bahan Keterangan

1

17

1 2 0,79 13,35 732 9768,54

Pola Segitiga 2 1,5 3 1,77 30,03 332 9968,72

3 2 4 3,14 53,38 167 8914,46

4 1 2 0,79 13,35 741 9888,65 Pola Bujur

Sangkar 5 1,5 3 1,77 30,03 338 10148,87

6 2 4 3,14 53,38 171 9127,98

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

4.6.2 Perhitungan Biaya Bahan

Analisa biaya yang dilakukan hanya berdasarkan harga pokok bahan tanpa

memperhitungkan faktor pelaksanaan dan pengangkutan bahan sampai ke lokasi, berikut

adalah contoh perhitungannya.

a. Biaya timbunan (Preloading)

Harga bahan = Rp. 50.000/m3 (Daftar harga upah dan bahan Kota

Sorong 2016)

Total timbunan = 37800 m3

Total biaya bahan = 50.000 x 37.800

= Rp. 1.890.000.000

b. Biaya stone column

Harga bahan = Rp. 320.000/m3

Pola segitiga

D1 = 1 m

Kebutuhan bahan = 9768,54 m3

Total biaya bahan = Harga bahan x Kebutuhan bahan

= 320.000 x 9768,54

= Rp. 3.125.932.800,00

Perhitungan lengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.25 dibawah ini:

132

132

Tabel 4.25. Total Biaya Bahan Stone Column

no D

(m)

kebutuhan

bahan

Harga

Bahan Total Biaya Bahan Keterangan

1 1 9768,54

320000

3125932800,00

Pola Segitiga 2 1,5 9968,72 3189988800,00

3 2 8914,46 2852627200,00

4 1 9888,65 3164366400,00 Pola Bujur

Sangkar 5 1,5 10148,87 3247639200,00

6 2 9127,98 2920953600,00

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari perhitungan biaya diatas, didapatkan biaya bahan untuk pemasangan stone

column pola segitiga lebih murah jika dibandingkan dengan pola bujur sangkar. Hal ini

dikarenakan pola bujur sangkar memiliki jumlah titik pemasangan lebih banyak

dibandingkan dengan pola segitiga.

133

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari semua hasil perhitungan yang sudah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,

maka bisa diambil kesimpulannya sebagai berikut:

1. penurunan akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi timbunan efektif sebesar

5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan penurunan primer sebesar

1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunan diketahui

membutuhkan waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan besar penurunannya 1,12

m. Dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal pada program Plaxis 8.2 2D

telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan tinggi timbunan sebesar 5,25 m.

Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunan diketahui

membutuhkan waktu penurunan sebesar 189 tahun dengan besar penurunannya 1,04 m.

Selisih penurunan antara perhitungan analitis dengan plaxis hanya sebesar 6,96 % saja.

Sedangkan untuk waktu penurunannya sebesar 10,77 %.

2. Pada lapisan tanah dengan kedalaman > 5 m tidak terjadi likuifaksi, dikarenakan nilai

faktor keamanan ( factor of safety, FS) lebih dari satu, FS > 1. Nilai FS ini masing-

masing sebesar 4,528 pada lapisan kedua dan 9,892 pada lapisan ketiga. Sedangkan

pada lapisan dengan kedalaman 5 m atau pada lapisan pertama mengalami likuifaksi,

dikarenakan FS < 1, dengan nilai FS sebesar 0,323. Diperoleh dari cyclic resistance

ratio (CRR) dibagi dengan cyclic stress ratio (CSR) (Youd dan Idris, 1971).

3. Dari perhitungan penurunan dengan stone column akibat pembebanan awal pada

program Plaxis 8.2 2D dengan pola bujur sangkar dengan (D = 1 m, S = 0,80466 m), (

D = 1,5 m, S = 0,76235 m) dan (D = 2 m, S = 0,79469). Dengan pola segitiga (D= 1

m, S = 0,78807), (D = 1,5 m, 0,85472 m) dan (D = 2 m, S = 1 m). Sedangkan hasil

perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunannya adalah pola bujur sangkar

dengan (D = 1 m, t = 0,59 tahun), ( D = 1,5 m, t = 0,39 tahun) dan (D = 2 m, t = 0,29

tahun). Dengan pola segitiga (D= 1 m, t = 0,53 tahun), (D = 1,5 m, t = 0,35 tahun) dan

(D = 2 m, t = 0,26 tahun).

4. Untuk total biaya bahan pola bujur sangkar dengan (D = 1 m, total biaya bahan = Rp.

3.164.366.400,00), (D = 1,5 m, total biaya bahan = Rp. 3.247.639.200,00) dan (D = 2

134

m, total biaya bahan = Rp. 2.920.953.600,00). Sedangkan untuk pola bujur sangkar

dengan (D = 1 m, total biaya bahan = Rp. 3.125.932.800,00), (D = 1,5 m, total biaya

bahan = Rp. 3.189.988.800,00) dan (D = 2 m, total biaya bahan = Rp.

2.852.627.200,00).

Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Perencanaan Pemasangan Stone Column

No D (m) S (m) t

(tahun)

Total Biaya

Bahan Pola

1 1 0,805 0,597 3164366400,00 Bujur

Sangkar 2 1,5 0,762 0,398 3247639200,00

3 2 0,795 0,298 2920953600,00

4 1 0,788 0,537 3125932800,00

Segitiga 5 1,5 0,855 0,358 3189988800,00

6 2 1,000 0,269 2852627200,00

Sumber: Hasil Perhitungan (2017)

Dari tabel diatas untuk penurunannya, pola bujur sangkar lebih kecil jika

dibandingkan dengan pola segitiga, sedangkan waktu konsolidasi pola bujur sangkar lebih

besar. Untuk total biaya bahannya, pola segitiga lebih kecil dibandingkan dengan pola

bujur sangkar, maka perencanaan perbaikan tanah dengan menggunakan stone column

dipilih hasil terbaik dari segi teknis dan dari segi ekonomisnya. Yaitu perencanaan

pemasangan stone column pola bujur sangkar dengan diameter sebesar 2 m dan total harga

biaya bahannya sebesar Rp. 2.920.953.600,00.

5.2 Saran

Penggunaan metode perbaikan tanah dengan mengkombinasikan pembebanan

(preloading) dan stone column bukanlah satu-satunya metode perbaikan tanah yang ada.

Hal ini tergantung dari beberapa faktor seperti geologi tanah, topografi tanah dan

sebagainya.

Untuk mendapatkan tingkat akurasi yang tinggi dari hasil perhitungan analitis

maupun program Plaxis 8.2 2D perlu dilakukan perbandingan dengan hasil yang ada di

lapangan. Parameter tanah yang digunakan sebagai data masukan sangat berpengaruh

terhadap analisis, oleh karena itu dalam penentuan harga parameter tersebut harus

dilakukan secermat mungkin.

xix

DAFTAR PUSTAKA

Andang, K., 2016. Ini 4 Solusi Masalah Kelistrikan Agar Indonesia Terang Benderang.

Jakarta: Kabar Hukum. http://www.kabarhukum.com/2016/11/14/ini-4-solusi-

masalah-kelistrikan-agar-indonesia-terang-benderang. (diakses 13 februari 2017).

Anhar, R., 2016. Pengaruh Floating Stone Column Dalam Perbaikan Tanah Pada

Tanah Lempung Lunak Menggunakan Metode Elemen Hingga. Skripsi.Tidak

dipublikasikan. Malang: Institut Teknologi Nasional.

Das, Braja, M., 1994. Mekanika Tanah II (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1

dan 2. Jakarta: Erlangga.

FHWA-NHI 132034 Ground Improvement Techniques

FHWA/RD-83/026. 1983. Design and Construction of Stone column Vol. I

FHWA/RD-83/027. 1983. Design and Construction of Stone column Vol. II

Fitriani, F., 2016. Pemodelan Numerik Pada Perbaikan Tanah Menggunakan Stone

Column Di Tanah Lempung Lunak Di Bawah Tanah Timbunan. Skripsi. Tidak

dipublikasikan. Malang: Institut Teknologi Nasional.

Hepma, I., 2016. Studi Parameter Perencanaan Stone Column untuk Perbaikan Bearing

Capacity dan Settlement Pada Tanah Lempung. Skripsi. Tidak dipublikasikan.

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Indraratna, B. & Redana, I.W., 2000. Numerical modelling of vertical drains with smear

and well resistance installed in soft clay. Canadian Geotechnical Journal. 37(1):

132–145.

Indraratna, B, 2013. Numerical Solution of Stone Column Improved Soft Soil

Considering Arching, Clogging and Smear Effects.

Maga, A., 2016. PLN survei ulang lokasi PLTU dan PLTMG Timika. Papua: Antara

Papua. http://www.antarapapua.com/berita/454572/pln-survei-ulang-lokasi-pltu-

dan-pltmg-timika. (diakses 13 februari 2017).

Nurtjahjaningtyas, I., 2016. Efektifitas Penggunaan Stone Column Untuk Mengurangi

Besar Pemampatan Pada Tanah Dengan Daya Dukung Rendah. Skripsi. Tidak

dipublikasikan. Jember: Universitas Jember.

Pramukti, Daru, N., 2014. Perencanaan Drainase Vertikal (Vertical Drain) Untuk

Mempercepat Waktu Konsolidasi Pada Pembangunan Pltu Ipp Kaltim 3 ( 2X

100 Mw). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.

xx

Saito, A., K. Tagawa, T. Tamura, H. Oishi, H. Nagayama and H. Shimaoka., 1987. A

countermeasure for sand liquefaction by gravel drains method. Nippon Kokan

Technical Report Overseas. No. 51, pp. 46-52.

Seed, H.B. and Idriss, I.M., 1982. Ground Motions and Soil Liquefaction During

Earthquakes. Earthquake Engineering Research Institute Monograph.

Suseno, T., 2016. Batubara di Kabupaten Sorong. Papua: Puslitbang TekMira.

www.tekmira.esdm.go.id/newtek2/index.php/component/content/article/47-

artikel/178-batubara-di-kabupaten-sorong. (diakses 13 februari 2017).

Weber, T.M. & Springman, S.M. Numerical modelling of stone columns in soft clay

under an embankment.

Widyasari, E., 2015. Jepang Minat Manfaatkan Batu Bara Kualitas Rendah di Papua.

Papua: Tambang. https://www.tambang.co.id/4665-4665/. (diakses 13 februari

2017).