STUDI PERENCANAAN PERBAIKAN TANAH
DENGAN STONE COLUMN PADA STOCK PILE BATU BARA
RENCANA PLTU SORONG (4X7 MW)
SKRIPSI
TEKNIK PENGAIRAN KONSENTRASI SISTEM INFORMASI
SUMBER DAYA AIR
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Teknik
SYARIFUDIN BAHRI
NIM. 115060400111060 - 64
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2017
Bismillahirrohmanirrohim.
Dimana ada awal, disitu pula ada akhir .
Kelulusan saya dari Jurusan Teknik Pengairan tercinta hanyalah akhir dari kehidupanku sebagai seorang mahasiswa. Setelah ini saya tak tahu lembar kehidupan seperti apa yang
akan saya jalani selanjutnya. Tapi satu hal yang saya ketahui, sebuah penantian yang cukup lama, kurang lebih 6 tahun lamanya pengalaman saya sebagai seorang Mahasiswa
Teknik Pengairan tidak akan saya sia-siakan.
Teriring Ucapan Terima Kasih kepada:
Yang utama dari segalanya di Dunia maupun di Akhirat
Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayangMU telah memberikanku kekuatan, membekaliku dengan ilmu serta memperkenalkanku dengan cinta
dan kasih sayang. Atas karunia dan kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan
keharibaan Rasullah Muhammad SAW.
Ayahanda dan Ibunda tercinta
Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga, kupersembahkan karya kecilku ini kepada ibu dan ayah yang telah memberikan kasih sayang, segala
dukungan, kesabaran menghadapi keegoisan anakmu ini dan cinta kasih yang tak terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang
bertuliskan kata cinta dan persembahan. Semoga karya ini menjadi langkah awal untuk membuat ibu dan ayah bahagia, karena kusadar selama ini belum bisa berbuat yang lebih.
Untuk ibu dan ayah yang selalu membuatku termotivasi dan selalu menyirami kasih sayang, selalu mendoakanku, selalu menasehatiku untuk menjadi lebih baik, Terima kasih
Ibu. Terima kasih Ayah. Kalianlah Orang tua terbaik.
Kakak dan Adik tersayang
Mila Rosita Dewiadikmu hampir kehabisan uang, kau berikan adikmu ini uang sehingga bisa bertahan
sampai sekarang ini tanpa meminjam uang sepeserpun ke teman-temannya. Dan terima kasih untuk laptop pemberianmu ini yang membantuku menyelesaikan skripsi ini. Untuk
Laily Megawatilebih untuk menyelesaikan studi ini. Maafkan aku ini karena tak bisa jadi panutan, saya doakan semoga adikku bisa menyelesaikan studinya tepat waktu. Terima kasih atas doa
kalian. Kalian adalah kakak dan adik yang aku sayangi.
Dosen Pembimbing dan Dosen Penguji terhormat
Bapak Ir. Suwanto Marsudi, MS., dan Bapak Dr. Runi Asmaranto, ST., MT., selaku dosen pembimbing tugas akhir saya, terima kasih banyak pak, saya dibantu selama ini, sudah dinasehati, sudah diajari, saya tidak akan lupa atas bantuan dan kesabaran dari
bapak. Begitu banyak dosen yang ada di Jurusan Teknik Pengairan, namun entah kenapa saya merasa Pak Wanto dan Pak Runi lah yang paling berjasa. Saya ucapkan terima
kasih banyak
Bapak Dr. Eng. Andre Primantyo H, ST., MT., Bapak Sebrian Mirdeklis Beselly Putra, ST., MT., M.Eng., Bapak Dr. Eng. Tri Budi Prayogo, ST., MT., dan Bapak Dr. Eng.
Riyanto Haribowo,ST., MT., selaku dosen penguji tugas akhir saya, terima kasih banyak pak, telah menguji skripsi saya ini, sudah dibantu supaya skripsi ini selesai, saya tidak
akan lupa atas bantuan dari bapak. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya.
Teman-teman WRE 2011 terbaik
Yossa Pratama Rosella Putra pulang-pergi Batu-Malang hanya untuk menyelesaikan PKN kita. Waktu yang kita habiskan selama ini
benar-benar sangat menyenangkan. Saat aku kebingungan mencari judul skripsi kesana kemari, kau bantu aku untuk meminta judul ke Pak Wanto, dari sana aku tahu kalau judul
inilah yang akan menjadi penentu kelulusanku, dari judul tersebut pula entah kenapa sekali lagi saya merasa sangat cocok dengan dosen pembimbingku. Mereka, maksud saya
beliau-beliaulah dosen-dosen yang berjasa. Tak mudah untuk mendapatkan bimbingan yang cocok di Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya. Saat ini kita berpisah
dan berjalan di jalan kita masing-masing, tapi ikatan pertemanan kita takkan terputus sampai disini saja. Terima kasih teman. Gilang Prakarsa Zundaputra
kebetulan dosen pembimbing kita sama. Kita maju dosen sama-sama, sama-sama direvisi, sama-sama diACC pula. Terima kasih karena telah menemani perjuanganku. Dan untuk
teman-teman WRE 2011 yang namanya tidak bisa saya sebutkan, terima kasih banyak -
citakan bisa terwujudkan.
Bajak Laut Topi Jerami terhebat
Jangan takut untuk bermimpi. Karena mimpi adalah tempat menanam benih harapan dan memetakan cita-cita. -Luffy (One Piece)
Jika keajaiban itu tidak berpihak kepada kita, maka kita sendiri yang akan membuat keajaiban itu. -Zoro (One Piece)
Hidup ini seperti pensil yang pasti akan habis, tetapi meninggalkan tulisan-tulisan yang indah dalam kehidupan. -Nami (One Piece)
When your friend is having a hard time, you should be there for him. -Ussop (One Piece)
Wanita itu ada untuk dicintai dan dilindungi bukan tuk disakiti. -Sanji (One Piece)
-Chopper (One Piece)
Banyak orang ingin melupakan masa lalu, tapi sedikit orang yang belajar dari masa lalu. -Nico Robin (One Piece)
Jangan sia-siakan kesempatan yang ada, akan membosankan kalau sampai kau menyesalinya nanti. -Franky (One Piece)
No matter how deep the night, it always turns to day, eventually. -Brook (One Piece)
Jangan hanya menghitung apa yang telah menghilang, pikirkan apa saja milikmu yang masih tersisa. -Jinbei (One Piece)
RINGKASAN
Syarifudin Bahri, Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya, Agustus 2017, Studi Perencanaan Perbaikan Tanah dengan Stone Column Pada Stock Pile Batu Bara Rencana PLTU Sorong (4X7 MW), Dosen Pembimbing : Suwanto Marsudi dan Runi Asmaranto.
Dalam rangka mendukung peranan pembangunan nasional dan daerah, khususnya dalam sektor industri, maka permintaan energi listrik terus meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan di atas, direncanakanlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sorong sebesar (4 x 7 MW). Pembangunan dilakukan di atas tanah yang strukturnya terbentuk oleh pasang surut air laut dengan kondisi tanah lunak, sehingga berpotensi mengalami penurunan akibat konsolidasi. Untuk penanganan permasalahan diatas, diperlukan pengetahuan tentang perbaikan tanah. Salah satu metode yang sering digunakan sekarang ini adalah perbaikan tanah dengan beban awal (preloading) yang dikombinasikan dengan stone column. Maksud penelitian ini adalah memberikan alternatif perencanaan perbaikan tanah dengan cara pembebanan awal (preloading) dan dengan pemakaian stone column serta memberikan gambaran mengenai software Plaxis 8.2 2D. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar penurunan serta lama penurunan akibat adanya metode perbaikan tanah lunak dengan stone column, serta dapat membandingkan hasil perhitungan secara analitis dengan software dan mengetahui besarnya biaya bahan pekerjaan. Untuk perencanaan stone column sendiri menggunakan 2 pola, yaitu pola bujur sangkar dan pola segitiga. Dan dengan menggunakan 3 variasi diameter dan jarak pemasangan, yaitu (Diameter = 1 m, jarak pemasangan = 2 m), (Diameter = 1,5 m, jarak pemasangan = 3 m), (Diameter = 2 m, jarak pemasangan = 4 m). Menurut hasil perhitungan, didapatkan bahwa besarnya penurunan dan waktu konsolidasi dengan perhitungan analitis dan Plaxis 8.2 2D adalah mendekati sama. Perbedaan perhitungan antara analitis dan Plaxis 8.2 2D sebesar 6,96 % untuk penurunan konsolidasi, dan 10,77 % untuk waktu konsolidasi. Hasil perhitungan dengan adanya stone column menunjukkan penurunan dan waktu konsolidasi berkurang, selisih penurunan dan waktu konsolidasi sebelum dan sesudah adanya stone column dipilih rencana yang terbaik dengan pola bujur sangkar dengan diameter 2 m adalah 31,5% untuk besar penurunannya, 99,84% untuk waktu konsolidasinya. Total harga biaya bahannya sebesar Rp. 2.920.953.600,00.
Kata Kunci : Penurunan konsolidasi, metode prapembebanan, stone column, Plaxis 8.2 2D
SUMMARY
Syarifudin Bahri, Department of Water Resources Engineering, Faculty of Engineering Brawijaya University, August 2017, Study On Soil Improvement Plan With Stone Column On Coal Stock Pile Area On The Plan Of Steam Power Plant Sorong (4 X 7 MW), Academic Supervisor: Suwanto Marsudi and Runi Asmaranto.
In order to support the role of national and regional development, especially in the industrial sector, the demand for electricity continues to increase. To meet the above requirements, it is planned that the Steam Power Plant (PLTU) of Sorong amounts to (4 x 7 MW). The development is done on the land whose structure is formed by the tides of sea water with soft soil conditions, which potentially decreases due to consolidation. For the handling of the above problems, knowledge of soil improvement is required. One of the most commonly used methods today is the improvement of soil with a preloading load combined with the stone column.
The purpose of this research is to provide alternative of land improvement planning by preloading and by using stone column and giving description about Plaxis 8.2 2D software. The purpose of this study is to determine the magnitude of the decline and the long decline due to the method of soft soil improvement with stone column, and can compare the results of calculations analytically with the software and know the amount of material costs of work. For the planning of stone column itself use 2 pattern, that is squareness pattern and triangle pattern. The diameter = 1 m, the installation distance = 2 m ).
According to the calculation results, it is found that the magnitude of the decline and the consolidation time with analytical calculations and Plaxis 8.2 2D is close to the same. The difference in calculations between analytical and Plaxis 8.2 2D is 6.96% for consolidation decrease, and 10.77% for consolidation time. The result with adding stone column showing that settlement and time of colnsolidation being decreased, the result difference between before and after adding stone column by choosing the best planning with square pattren which 2 m of diameter showing 31,5% for settlement, 99,84% for time of consolidation. The total cost of the material cost is Rp. 2.920.953.600,00.
Keywords: Consolidation settlement, preloading method, stone column, Plaxis 8.2 2D
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat serta kasih-Nya
saya Syarifudin Bahri dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Studi Perencanaan
Perbaikan Tanah dengan Stone Column Pada Stock Pile Batu Bara Rencana PLTU
Sorong (4X7 MW)
Tujuan penulisan skripsi ini untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana
Teknik (S.T.) bagi mahasiswa program S-1 di Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya. Saya menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak, sehingga pada
kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat saya menghaturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Suwanto Marsudi, MS sebagai pembimbing I, yang telah bersedia
meluangkan waktu dan membimbing saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini.
2. Bapak Dr. Runi Asmaranto, ST., MT sebagai pembimbing II, yang telah memberi
motivasi, dukungan dan membimbing saya dalam proses penyusunan skripsi.
3. Teman-teman Teknik Pengairan 2011 atas dorongan, motivasi dan kebersamaan
selama ini dalam menggapai cita menjadi seorang Engineer.
4. Dan terakhir untuk Bapak, Ibu, Kakak dan Adik tercinta atas doa, motivasi,
perhatian yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
Malang, Agustus 2017
Syarifudin Bahri
i
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xi
DARTAR SIMBOL .......................................................................................................... xiii
DARTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.4 Batasan Masalah ............................................................................................... 3
1.5 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 3
1.6 Studi Terdahulu ................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah ............................................................................................................... 7
2.1.1 Klasifikasi Tanah .................................................................................. 7
2.1.1.1 Sistem Klasifikasi AASHTO ................................................... 8
2.1.1.2 Sistem Klasifikasi Unified ..................................................... 10
2.1.2 Indeks Plastisitas (Plasticity Index) .................................................... 12
2.1.3 Kekuatan Geser Tanah (Shear Strenght) ............................................ 12
2.1.4 o) ................................................................ 14
2.1.5 Penambahan Tegangan ( ............................................................... 14
2.1.6 Permeabilitas Tanah ........................................................................... 15
2.1.7 Pemadatan Tanah................................................................................ 15
2.1.8 Konsolidasi Tanah .............................................................................. 17
2.1.8.1 lndeks Pemampatan ( Compression Index Cc) ...................... 18
2.1.8.2 lndeks Pemuaian (Swell Index , Cs) ...................................... 20
2.1.8.3 K oefisien Konsolidasi (Cv) .................................................... 20
2.1.8.4 Lempung Normally Consolidated dan Over
iii
iv
Consolidated ...................................................................... 23
2.1.9 Penurunan Tanah (Settlement) ....................................................... 24
2.1.9.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement) ......................... 25
2.1.9.2 Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi
Primer Satu Dimensi ......................................................... 28
2.1.9.3 Penurunan yang Diakibatkan oleh Konsolidasi
Sekunder ............................................................................ 29
2.1.10 Kecepatan Waktu Penurunan ........................................................ 32
2.1.11 Likuifaksi (Pencairan Tanah) ........................................................ 34
2.1.11.1 Metode Estimasi Potensi Likuifaksi ................................ 36
2.1.11.2 Metode Estimasi Penurunan Tanah ................................. 39
2.2 Perbaikan Tanah Lunak ............................................................................. 42
2.2.1 Perbaikan Tanah dengan Stone Column ........................................ 43
2.2.1.1 Perencanaan Stone Column ............................................... 43
2.2.1.2 Penurunan dengan Stone Column ...................................... 47
2.2.1.3 Penanganan Likuifaksi dengan Stone Column .................. 48
2.2.1.4 Stabilitas Embankment di atas Tanah yang Diperkuat
dengan Stone Column ........................................................ 49
2.3 Program Plaxis 2 Dimensi......................................................................... 51
2.3.1 Plaxis Input ................................................................................... 51
2.3.2 Plaxis Output ................................................................................. 52
2.3.3 Bagian-Bagian Jendela Utama Program Masukan Plaxis ............. 52
2.3.4 Komponen-Komponen Geometri .................................................. 53
2.4 Rencana Anggaran Biaya (RAB) .............................................................. 58
2.4.1 Definisi Rencana Anggaran Biaya ................................................ 58
2.4.2 Analisa Rencana Anggaran Biaya ................................................. 59
2.4.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Keseluruhan ......... 60
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Studi ............................................................................................... 61
3.1.1 Kondisi Geografis Lokasi Studi .................................................... 62
3.2 Kondisi Demografi .................................................................................... 63
3.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 63
3.3.1 Survei Data Topografi ................................................................... 63
v
3.3.2 Penyelidikan Tanah ............................................................................ 65
3.3.2.1 Standard Penetration Test (SPT) ........................................... 66
3.3.2.2 Pengujian Laboratorium ......................................................... 66
3.4 Metode Pengerjaan ......................................................................................... 75
BAB IV ANALISA PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Tanah ...................................................................................................... 79
4.2 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan Awal (Preloading) .................. 81
4.2.1 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan ..................................... 81
4.2.1.1 Perhitungan Tegangan Overburden ( o) ............................... 81
4.2.1.2 Perhitungan Penambahan Tegangan Vertikal ( ) ................ 82
4.2.1.3 Perhitungan Penurunan Segera (pi) ........................................ 83
4.2.1.4 Perhitungan Penurunan Akibat Konsolidasi Primer (Sc) ........ 86
4.2.1.5 Perhitungan Total Penurunan Akibat Pembebanan ................ 89
4.2.1.6 Perhitungan Waktu Penurunan ............................................... 90
4.2.1.7 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Pada Waktu (t) ............. 93
4.2.2 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Dengan Program
Plaxis 8.2 2D ...................................................................................... 95
4.2.3 Perbandingan Perhitungan Analitis dan Plaxis 8.2 2D ..................... 110
4.3 Perhitungan Estimasi Potensi Likuifaksi ...................................................... 111
4.4 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column ............................................ 114
4.4.1 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column
menggunakan Plaxis 8.2 2D ............................................................. 114
4.4.2 Perhitungan Waktu Penurunan Dengan Adanya
Stone Column .................................................................................... 122
4.5 Perbandingan Penurunan Sebelum dan Setelah Pemasangan
Stone Column ................................................................................................ 127
4.6 Perhitungan Volume Pekerjaan dan Biaya Bahan ........................................ 130
4.6.1 Perhitungan Volume Pekerjaan ........................................................ 130
4.6.2 Perhitungan Biaya Bahan ................................................................. 131
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ................................................................................................... 133
5.2 Saran .......................................................................................................... 134
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
Gambar 2.1 Profil Tanah ................................................................................................... 7
Gambar 2.2 Kriteria Kegagalan Mohr dan Coloumb ..................................................... 13
Gambar 2.3 Air Didalam Tanah ...................................................................................... 15
Gambar 2.4 Pemadatan Tanah Mencapai Titik OMC ..................................................... 16
Gambar 2.5 Kekuatan Tanah Yang Dipadatkan .............................................................. 17
Gambar 2.6 Hubungan Waktu Pemampatan Selama Konsolidasi Untuk
Penambahan Beban yang Diberikan ............................................................ 18
Gambar 2.7 Karakteristik Konsolidasi Lempung yang Terkonsolidasi Secara
Normal (Normally Consolidated) dengan Sensitivitas Rendah
Sampai Sedang ............................................................................................ 19
Gambar 2.8 Metode Logaritma-Waktu (Logarithm-of-Time Method) untuk
Menentukan Koefisien Konsolidasi ............................................................ 21
Gambar 2.9 Metode akar-waktu (square-root-of-time method) ...................................... 23
Gambar 2.10 Profil penurunan segera dan tekanan pada bidang sentuh pada
lempung; (a) pondasi lentur, (b) pondasi kaku ............................................ 25
Gambar 2.11 Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi Satu Dimensi ..................... 28
Gambar 2.12 Variasi e Versus Log t untuk Suatu Penambahan Beban, dan
Definisi Indeks Konsolidasi Sekunder ........................................................ 30
Gambar 2.13 C a untuk endapan tanah di lapangan (menurut Mesri, 1973) ..................... 31
Gambar 2.14 Lapisan Lempung yang Mengalami Konsolidasi ........................................ 32
Gambar 2.15 Aliran Air pada A Selama Konsolidasi ....................................................... 33
Gambar 2.16 Variasi Derajat Konsolidasi Rata-rata Terhadap Faktor Waktu (Tv) .......... 34
Gambar 2.17 Dampak Pencairan Tanah Setelah Gempa Bumi Niigata Tahun 1964 ........ 35
Gambar 2.18 Pengaruh Tekanan Kontak dan Tekanan Air Pori Terhadap
Penurunan .................................................................................................... 35
Gambar 2.19 Faktor Pengurangan Tegangan rd dan Kedalaman....................................... 37
Gambar 2.20 Diagram alir untuk evaluasi CRR7.5 ............................................................ 38
Gambar 2.21 Hubungan Antara Regangan Volumetric, Kerapatan Relatif, dan
Faktor Keamanan Terhadap Likuifaksi ....................................................... 40
vii
viii
Gambar 2.22 Hubungan Nilai Tahanan Ujung Seismic dan Regangan Volumetrik
Untuk Beragam Faktor Keamanan ......................................................... 41
Gambar 2.23 Idealisasi unit cell ................................................................................... 44
Gambar 2.24 Stone Column dengan Pola Pemasangan Segitiga .................................. 45
Gambar 2.25 Stone Column dengan Pola Pemasangan Bujur Sangkar ....................... 45
Gambar 2.26 Plaxis Input Icon .................................................................................... 51
Gambar 2.27 Plaxis Output Icon .................................................................................. 52
Gambar 2.28 Jendela Utama Program Masukan .......................................................... 52
Gambar 2.29 Selection Icon ......................................................................................... 54
Gambar 2.30 Geometry Line Icon ................................................................................ 54
Gambar 2.31 Point Loads Icon .................................................................................... 55
Gambar 2.32 Distributed Loads Icon ........................................................................... 55
Gambar 2.33 Material Sets Icon .................................................................................. 55
Gambar 2.34 Generate Mesh Icon ............................................................................... 56
Gambar 2.35 Phreatic Level Icon ................................................................................ 56
Gambar 2.36 Generate Water Pressures Icon ............................................................. 56
Gambar 2.37 Generate Initial Stresses Icon ................................................................ 57
Gambar 2.38 Standard Fixities Icon ............................................................................ 57
Gambar 2.39 Urutan pembuatan RAB ......................................................................... 58
Gambar 2.40 Skema harga satuan pekerjaan ............................................................... 59
Gambar 3.1 Lokasi Studi ............................................................................................ 61
Gambar 3.2 Peta Administrasi Kota Sorong .............................................................. 62
Gambar 3.3. Desain Rencana PLTU Sorong (4 x 7 MW) .......................................... 63
Gambar 3.4 Alat dan Bahan Pengujian Water content .............................................. 67
Gambar 3.5 Alat dan Bahan Pengujian Specific Gravity ........................................... 68
Gambar 3.6 Alat dan Bahan Pengujian Triaxial Compression Test .......................... 70
Gambar 3.7 Alat dan Bahan Pengujian Consolidation Properties ............................ 71
Gambar 3.8 Alat dan Bahan Pengujian Unconfined Compression Test ..................... 73
Gambar 3.9 Alat dan Bahan Pengujian Direct Shear Test ......................................... 74
Gambar 3.10 Grafik Atterberg Limit ............................................................................ 75
Gambar 3.11 Diagram Alir Penyelesaian Skripsi ........................................................ 77
Gambar 4.1 Grafik Total Penurunan dengan Htimb ..................................................... 90
Gambar 4.2 Grafik Hubungan St dengan t ................................................................. 95
ix
Gambar 4.3 Jendela Tampilan Awal Plaxis 8.2 2D ........................................................ 97
Gambar 4.4 Penamaan Proyek Plaxis 8.2 2D .................................................................. 97
Gambar 4.5 Pengaturan Dimensi Plaxis 8.2 2D .............................................................. 98
Gambar 4.6 Penyusunan Lapisan Tanah ......................................................................... 98
Gambar 4.7 Lembar Tab Umum Untuk Tanah dan Antarmuka .................................... 100
Gambar 4.8 Lembar Tab Parameter Untuk Tanah dan Antarmuka............................... 100
Gambar 4.9 Lapisan Tanah Setelah Adanya Data Material .......................................... 101
Gambar 4.10 Pemilihan Tingkat Kekasaran Elemen ...................................................... 101
Gambar 4.11 Penggambaran Jaring Elemen (Generate Mesh) ....................................... 102
Gambar 4.12 Penyusunan Tekanan Air Pori ................................................................... 103
Gambar 4.13 Tekanan Air Pori ....................................................................................... 103
Gambar 4.14 Penyusunan Tegangan Awal ..................................................................... 104
Gambar 4.15 Tegangan Awal .......................................................................................... 105
Gambar 4.16 Jendela Perhitungan Plaxis 8.2 2D ............................................................ 106
Gambar 4.17 Pemilihan Titik A dan Titik B ................................................................... 107
Gambar 4.18 Proses Perhitungan (Calculations) ............................................................ 107
Gambar 4.19 Jendela Hasil Perhitungan (Calculations) ................................................. 108
Gambar 4.20 Total Displacements Dengan Cara Plaxis 8.2 2D ..................................... 109
Gambar 4.21 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Plaxis 8.2 2D .......... 109
Gambar 4.22 Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) .......... 110
Gambar 4.23 Lapisan Tanah Dengan Adanya Stone Column ......................................... 115
Gambar 4.24 Penggantian Tipe Material Menjadi Terdrainase (Drained) ..................... 115
Gambar 4.25 Penggambaran Jaring Elemen Dengan Adanya Stone Column ................. 116
Gambar 4.26 Tekanan Air Pori Dengan Adanya Stone Column
Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m ............................................... 117
Gambar 4.27 Tegangan Awal Dengan Adanya Stone Column
Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m ............................................... 118
Gambar 4.28 Pemilihan Titik A dan Titik B Dengan Adanya Stone Column ................. 120
Gambar 4.29 Total Displacements Dengan Adanya Stone Column
Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m ............................................... 121
Gambar 4.30 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan
Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m .......... 127
Gambar 4.31 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan
x
Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar................................................ 128
Gambar 4.32 Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan
Adanya Stone Column Pola Segitiga .......................................................... 129
Gambar 4.33 Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output)
Dengan Adanya Stone Column ................................................................. 129
xi
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi AASHTO ..................................................................................... 9
Tabel 2.2 Klasifikasi Unified ....................................................................................... 11
Tabel 2.3 Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah (Jumikis, 1962) ........................ 12
Tabel 2.4 Hubungan Untuk Indeks Pemampatan (Cc) Rendon-Herrero (1980) .......... 20
Tabel 2.5 Pemampatan dan Pemuaian Tanah Asli ...................................................... 20
Tabel 2.6 Variasi Faktor Waktu terhadap Derajat Konsolidasi ................................... 22
Tabel 2.7 Faktor Pengaruh untuk Persamaan ( 2-18 ) ................................................. 26
Tabel 2.8 Harga-harga Modulus Young ...................................................................... 27
Tabel 2.9 Harga-harga Angka Poisson ........................................................................ 27
Tabel 2.10 Hubungan Antara Penurunan Permukaan Tanah dan Derajat
Kerusakan Bangunan ................................................................................... 36
Tabel 2.11 Persamaan Empirik Regangan Seismik ....................................................... 42
Tabel 4.1 Lokasi Pekerjaan Pengeboran ...................................................................... 79
Tabel 4.2 Data Rangkuman Tanah Hasil Tes Laboratorium di PLTU Sorong ........... 80
Tabel 4.3 Tegangan Overburden ( o ) pada BH-03 ................................................... 82
Tabel 4.4 .......................................................... 83
Tabel 4.5 Penurunan Segera (pi) Akibat Pembebanan Awal ....................................... 85
Tabel 4.6 Penurunan Primer (Sc) Akibat Pembebanan Awal ...................................... 88
Tabel 4.7 Total Penurunan Akibat Pembebanan Awal ................................................ 89
Tabel 4.8 Total Penurunan Pada Tinggi Timbunan Efektif (Heff) ............................... 90
Tabel 4.9 Waktu Penururnan (t) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) ...... 92
Tabel 4.10 Total Penururnan (St) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) ...... 94
Tabel 4.11 Kisaran Permeabilitas Tanah (k) Pada Temperatur 20°C (Das, 1983) ........ 96
Tabel 4.12 Harga-harga Modulus Young ...................................................................... 96
Tabel 4.13 Harga-harga Angka Poisson ........................................................................ 96
Tabel 4.14 Sifat-sifat Material dan Paameter Desain .................................................... 99
Tabel 4.15 Selisih Antara Analitis dan Plaxis 8.2 2D ................................................. 110
Tabel 4.16 Perhitungan Nilai CSR .............................................................................. 112
Tabel 4.17 Perhitungan Nilai CRR .............................................................................. 113
xi
xii
Tabel 4.18 Perhitungan Nilai FSL ........................................................................... 113
Tabel 4.19 Data Parameter Stone Column ............................................................... 114
Tabel 4.20 Penurunan Stone Column Dengan Pola Bujur Sangkar
dan Pola Segitiga ................................................................................... 121
Tabel 4.21 Waktu Penurunan (t) Untuk Masing-masing Derajat
Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column ................................... 124
Tabel 4.22 Total Penurunan (St) Untuk Masing-masing Derajat
Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column .................................. 126
Tabel 4.23 Perbandingan Penurunan dan Waktu Penurunan Sebelum
dan Sesudah Adanya Stone Column ...................................................... 128
Tabel 4.24 Kebutuhan Bahan Stone Column ........................................................... 131
Tabel 4.25 Total Biaya Bahan Stone Column ......................................................... 132
Tabel 5.1 Hasil Perhitungan Perencanaan Pemasangan Stone Column ................ 134
xiii
DAFTAR SIMBOL
Simbol Keterangan Satuannya
Kekuatan geser kN/m2
c Kohesi tanah kN/m2
Sudut geser dalam tanah 0
Tegangan normal total yang bekerja pada bidang geser kN/m2
Tegangan efektif kN/m2
u Tekanan air pori kN/m2
o Tegangan overburden kN/m2
Berat isi tanah dalam keadaan submerged/terendam kN/m3
sat Berat isi tanah dalam kondisi jenuh kN/m3
w Berat isi air kN/m3
h Kedalaman lapisan tanah yang ditinjau m
Penambahan tegangan vertikal kN/m2
tim Berat isi tanah timbunan ` kN/m3
I Nilai pengaruh OSTERBERG -
Hr Tinggi timbunan rencana m
Heff Tinggi timbunan efektif m
Cc Indeks pemampatan -
e0 Angka pori tanah di lapangan -
WN Kadar air tanah di lapangan -
Cs Indeks pemuaian -
Cv Koefisien konsolidasi mm2/det
Tekanan Prokonsolidasi kN/m2
OCR Over consilidation ratio -
St/Stot Penurunan total m
pi Penurunan segera m
Sc Penurunan akibat konsolidasi primer m
Ss Penurunan akibat konsolidasi sekunder m
p/q Tekanan bersih yang dibebankan kN/m2
B Lebar pondasi (diameter pondasi yang berbentuk lingkaran) m
xiii
xiv
Angka Poisson -
E Modulus elastisitas tanah (modulus Young) kN/m2
Ip Faktor pengaruh (influence factor) yang tidak mempunyai dimensi -
hi Kedalaman tanah pada lapisan i m
timb Berat jenis tanah timbunan kN/m3
Htimb Tinggi tanah timbunan kN/m3
Ei Modulus elastisitas dari Oedometrik di lapisan i kN/m2
C0 Indeks pemampatan sekunder -
Perubahan angka pori -
ep Angka pori pada akhir konsolidasi primer -
U Derajat konsolidasi dalam % -
Tv Faktor waktu -
t Waktu tahun
CRR cyclic resistance ratio -
CSR cyclic stress ratio -
av Tegangan geser siklik -
amax Percepatan permukaan tanah maksimum arah horisontal
g Percepatan gravitasi (9,81 m/s2) m/s2
vo Tegangan overburden vertikal total kN/m2
vo' Tegangan overburden vertikal efektif kN/m2
rd Faktor pengurangan tegangan -
SL Penurunan akibat likuifaksi m
Regangan volumetrik pasca likuifaksi pada lapisan tanah ke-i -
Tebal lapisan tanah ke-i m
D Diameter stone column m
as Area replacement ratio stone column -
ac Area replacement ratio tanah lunak -
As Luas penampang stone column m2
Ac Luas penampang tanah lunak m2
A Luas penampang total 1 unit cell m2
s Spacing antar stone column m
C1 Konstanta yang tergantung pada pola penyusunan stone column -
n faktor konsentrasi tegangan -
xv
Tegangan pada stone column kN/m2
Tegangan tanah disekitar stone column kN/m2
u Tegangan rata-rata di atas unit cell akibat beban luar kN/m2
Rasio tegangan pada tanah lunak -
Rasio tegangan pada stone column -
ult / s Tegangan rerata pada stone column akibat beban luar kN/m2
c Faktor daya dukung stone column ( 18 < c < 22 ) -
Pult Tegangan pada luas penampang stone column akibat beban luar kN/m2
Sst Penurunan konsolidasi primer dengan jarak (hst) stone column ke
Permukaan m
hst Tinggi atau kedalaman stone column m
k Permeabilitas tanah arah horisontal m/s
td Durasi getaran -
mv Koefisien kompresibilitas tanah -
u Tekanan pori berlebih -
MR Momen penahan (resistant moment) -
Gaya geser tanah lunak kN/m2
R Jari-jari bidang gelincir, didapat dari analisa stabilitas m
W Berat tanah timbunan diatas bidang longsor -
At Luas tanah timbunan di atas bidang gelincir m2
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
Lampiran 1. Data Bore Log ............................................................................................ 137
Lampiran 2. Data Kadar Air........................................................................................... 139
Lampiran 3. Data Berat Isi Tanah .................................................................................. 140
Lampiran 4. Data Berat Jenis Tanah .............................................................................. 141
Lampiran 5. Data Hidrometer ........................................................................................ 142
Lampiran 6. Data Batas Cair dan Batas Plastis .............................................................. 148
Lampiran 7. Data Uji Kuat Tekan Bebas ....................................................................... 151
Lampiran 8. Data Uji Triaksial ...................................................................................... 164
Lampiran 9. Data Konsolidasi ....................................................................................... 170
Lampiran 10. Data Uji Geser Langsung .......................................................................... 176
Lampiran 11. Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 1 m .......................................................................................... 184
Lampiran 12. Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 1,5 m ....................................................................................... 185
Lampiran 13. Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 2 m .......................................................................................... 186
Lampiran 14. Penurunan Stone Column Pola Segitiga dengan Diameter = 1 m ............. 187
Lampiran 15. Penurunan Stone Column Pola Segitiga dengan Diameter = 1,5 m .......... 188
Lampiran 16. Penurunan Stone Column Pola Segitiga dengan Diameter = 2 m ............. 189
Lampiran 17. Waktu Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 1 m .......................................................................................... 190
Lampiran 18. Waktu Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 1,5 m ....................................................................................... 191
Lampiran 19. Waktu Penurunan Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 2 m .......................................................................................... 192
Lampiran 20. Waktu Penurunan Stone Column Pola Segitiga
dengan Diameter = 1 m ............................................................................. 193
Lampiran 21. Waktu Penurunan Stone Column Pola Segitiga
dengan Diameter = 1,5 m .......................................................................... 194
xvii
xviii
Lampiran 22. Waktu Penurunan Stone Column Pola Segitiga
dengan Diameter = 2 m ......................................................................... 195
Lampiran 23. Denah Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 1 m dan Jarak Pemasangan = 2 m ..................................... 196
Lampiran 24. Denah Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 1,5 m dan Jarak Pemasangan = 3 m .................................. 197
Lampiran 25. Denah Stone Column Pola Bujur Sangkar dengan
Diameter = 2 m dan Jarak Pemasangan = 4 m ..................................... 198
Lampiran 26. Denah Stone Column Pola Segitiga dengan
Diameter = 1 m dan Jarak Pemasangan = 2 m ..................................... 199
Lampiran 27. Denah Stone Column Pola Segitiga dengan
Diameter = 1,5 m dan Jarak Pemasangan = 3 m .................................. 200
Lampiran 28. Denah Stone Column Pola Segitiga dengan
Diameter = 1,5 m dan Jarak Pemasangan = 3 m .................................. 201
Lampiran 29. Harga Satuan PU Kota Sorong 2016 ..................................................... 202
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini, Indonesia telah dihadapkan dengan permasalahan-permasalahan
kelistrikan, diantaranya dengan kemampuan untuk menyediakan energi, pertumbuhan
permintaan tenaga listrik tidak seimbang dengan ketersediaan pembangkit, ketergantungan
pembangkit terhadap penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM), dan harga BBM semakin
lama semakin mahal, permasalahannya dikarenakan sebagian besar pembangkit listik
menggunakan BBM (Andang, 2016). Untuk mengatasinya, diperlukan upaya untuk
mencari dan memanfaatkan sumber energi alternatif yang terbarukan. Salah satunya ialah
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mengingat potensinya di Indonesia cukup
melimpah terutama di Daerah Indonesia Bagian Timur.
Terutama Provinsi Papua Barat yang memiliki berbagai macam kekayaan alam,
salah satunya batu bara. Walaupun batu bara di daerah tersebut berkualitas rendah yang
kurang diminati pasar ekspor, namun masih bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi
(Widyasari, 2015). Saat ini jumlah pelanggan yang ada sudah mencapai lebih dari 44 ribu
dengan kapasitas daya terpasang mencapai 25 mega watt (MW). Namun banyaknya
permintaan penyambungan sangat tinggi. Bandara baru Timika minta daya 2 MW, belum
lagi pelabuhan baru, gedung olahraga (Mimika Sport Centre), perhotelan dan pemukiman
masyarakat umum (Maga, 2016). Dengan bertambahnya permintaan penyambungan
dibutuhkan ketersediaan pembangkit. Oleh karena itu direncanakanlah PLTU di Kota
Sorong Provinsi Papua Barat dengan kapasitas 4x7 MW.
Kondisi lokasi perencanaan yang sebagian besar merupakan rawa dan pilihan lokasi
perencanaan yang terbatas, sehingga berbagai macam pembangunan baru terpaksa harus
dilakukan di atas tanah-tanah yang kurang memenuhi syarat atau harus didirikan di atas
tanah yang berdaya dukung rendah. Rawa memiliki daya dukung rendah terhadap
intensitas beban. Jika ada pembebanan melebihi kemampuan daya dukung tersebut, maka
akan terjadi settlements secara signifikan. Sebagai salah satu alternatif memenuhi
kebutuhan pembangunan, berbagai metode perbaikan tanah sudah sangat berkembang
belakangan ini. Setiap metode perbaikan tersebut tentunya harus bertujuan untuk
meningkatkan kekuatan dari tanah, mengurangi pemampatan yang mungkin terjadi dan
2
mengurangi tingkat permeabilitas dari tanah. Pemilihan metode perbaikan tanah tersebut
sangat tergantung dari kondisi geologis dari tanah, karakteristik dari tanah, biaya yang
dikeluarkan untuk perbaikan, pengadaan bahan perbaikan tanah serta pengalaman dalam
hal pelaksanaan di lapangan.
Salah satu metode yang dapat digunakan dalam perbaikan tanah adalah stone
column atau Kolom Batu. Metode perbaikan tanah ini pertama kali dikembangkan di Eropa
pada tahun 1930an di Prancis dan mulai berkembang pesat pada akhir tahun 1950an.
Metode ini biasanya digunakan unuk perbaikan tanah kohesif lunak untuk menaikkan daya
dukung tanah dan untuk mengurangi settlements atau penurunan tanah yang akan terjadi.
Teknik perbaikan tanah dengan menggunakan stone column ini sangat baik untuk
digunakan pada struktur yang memiliki area yang luas seperti tanki penyimpanan minyak,
timbunan, dan struktur lain yang mungkin memiki penurunan yang besar (Barksdale dan
Bachus, 1983).
Dalam konstruksi, timbunan tanah merupakan salah satu metode penyesuaian
elevasi permukaan tanah, namun mengakibatkan terjadinya penurunan (konsolidasi) pada
tanah lempung. Oleh karena itu pada tanah lempung proses konsolidasi ini menjadi salah
satu hal yang sangat diperhatikan karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal ini
terjadi dikarenakan daya dukung tanah terhadap beban timbunan sangat rendah, sehingga
beban timbunan yang diberikan pada tanah dilakukan secara bertahap dan sebagian.
Dengan perbaikan menggunakan teknik stone column ini, diharapkan tanah lempung dapat
menghasilkan kapasitas daya dukung besar sehingga beban timbunan yang bekerja menjadi
lebih besar, sehingga konsolidasi yang terjadi menjadi lebih cepat karena stone column
sendiri juga dapat menjadi drainase tambahan untuk mengeluarkan air pori. Selain itu
dengan stone column diharapkan pula penurunan yang terjadi akibat beban timbunan
tersebut menjadi lebih kecil/berkurang.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka bisa disimpulkan beberapa
permasalahan, antara lain:
1. Dari hasil pengujian Standart Penetration Test (SPT) tanah keras berada dibawah
kedalaman 17 m.
3
2. Berdasarkan hasil pengujian SPT dari permukaan sampai kedalaman 12 m berupa
endapan rawa dan tanah lempung sehingga konsolidasi membutuhkan waktu yang
cukup lama.
3. Adanya rencana penambahan bangunan PLTU Sorong (4x7 MW), menambahkan
beban pada tanah di lokasi tersebut.
1.3 Rumusan Masalah
Rumusan masalah studi ini, antara lain:
1. Berapakah perbandingan penurunan dan waktu konsolidasi antara perhitungan
manual dengan perhitungan menggunakan program aplikasi Plaxis pada stock pile
batu bara rencana PLTU Sorong.
2. Apakah terjadi likuifaksi pada stock pile batu bara rencana PLTU Sorong.
3. Bagaimanakah rencana stone column pada stock pile batu bara rencana PLTU
Sorong.
4. Bagaimanakah analisa biaya stone column pada stock pile batu bara rencana PLTU
Sorong.
1.4 Batasan Masalah
Dari rumusan masalah diatas didapatkan batasan-batasan masalah supaya
pembahasan tidak menyimpang dari tujuan studi. Adapun batasan masalahnya sebagai
berikut:
1. Analisa perbaikan tanah pada lokasi yang dipilih, yaitu pada area stock pile batu
bara rencana PLTU Sorong.
2. Metode perbaikan tanah yang dibahas hanyalah sebatas metode perbaikan tanah
dengan stone column, dan tidak membahas metode yang lain.
3. Tidak membahas cara pengangkutan bahan dan pemasangan stone column.
4. Analisa biaya hanya sebatas harga bahan.
5. Tidak membahas tentang analisa dampak lingkungan.
1.5 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari studi ini yaitu:
1. Menghitung besar dan lama penurunan (settlements) antara perhitungan analitis
dengan perhitungan aplikasi Plaxis 8.2 2D.
4
2. Untuk mengetahui potensi terjadinya likuifaksi.
3. Memberikan alternatif perencanaan perbaikan tanah dengan stone column.
4. Menganalisa biaya.
Manfaat dari studi ini adalah untuk meningkatkan daya dukung tanah yang rendah
dan mempercepat proses terjadinya konsolidasi sehingga tanahnya bisa menerima beban
yang lebih besar dan settlement yang akan terjadi berkurang.
1.6 Studi Terdahulu
Dalam studi ini penulis memaparkan tiga studi terdahulu yang relevan dengan
permasalahan yang akan diteliti tentang studi perencanaan perbaikan tanah dengan stone
column pada stock pile rencana PLTU Sorong.
Fitriani (2016) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Pemodelan Numerik Pada
Perbaikan Tanah Menggunakan Stone Column Di Tanah Lempung Lunak Di Bawah Tanah
Timbunan“. Kesimpulan dari jurnal ilmiah tersebut ialah Nilai persentase penurunan
kondisi stone column dengan pengaruh smear zone dan tanpa pengaruh smear zone dapat
mengurangi penurunan tanpa stone column hingga 80%.
Kondisi pada pemodelan dengan pengaruh smear zone memiliki nilai persentase
penurunan lebih kecil dibandingkan dengan nilai persentase pada kondisi pemodelan tanpa
smear zone. Perbedaan persentase kondisi pemodelan stone column dengan smear zone dan
pemodelan stone column tanpa smear zone hingga 3.5%. Sehingga, penurunan kondisi
dengan pengaruh smear zone dan kondisi tanpa pengaruh smear zone tidak memiliki
perbedaan yang signifikan.
Pemodelan dengan kondisi stone column dengan rasio 0.5 memiliki presentase nilai
penurunan terkecil dibandingkan dengan pemodelan lainnya dan presentase nilai
penurunan terbesar terdapat pada kondisi dengan rasio 0.1.
Nilai persentase waktu konsolidasi stone column dengan pengaruh smear zone
dapat mengurangi penurunan tanpa stone column hingga 17% dan nilai persentase waktu
penurunan kondisi stone column tanpa pengaruh smear zone dapat mengurangi penurunan
tanpa stone column hingga 9%.
Kondisi pada pemodelan dengan pengaruh smear zone memiliki nilai persentase
waktu lebih besar dibandingkan dengan nilai persentase pada kondisi pemodelan tanpa
smear zone. Perbedaan persentase kondisi pemodelan stone column dengan smear zone dan
pemodelan stone column tanpa smear zone sebesar hingga 7%.
5
Pemodelan dengan kondisi stone column dengan rasio 0.5 memiliki presentase nilai
penurunan terkecil dibandingkan dengan pemodelan lainnya dan presentase nilai
penurunan terbesar terdapat pada kondisi dengan rasio 0.1.
Perbaikan tanah membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan hasil
yang memuaskan, namun dalam pekerjaan lapangan memiliki waktu pekerjaan yang
terbatas. Sehingga pada umumnya, pekerjaan perbaikan tanah di lapangan membutuhkan
waktu 90 hingga 150 hari. Durasi ini membutuhkan rasio jarak dengan diameter stone
column sebesar 0.29 hingga 0.36 pada kondisi pengaruh smear zone dan rasio 0.12 hingga
0.26 kondisi tanpa pengaruh smear zone.
Rangga (2016) dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul “Pengaruh Floating Stone
Column Dalam Perbaikan Tanah Pada Tanah Lempung Lunak Menggunakan Metode
Elemen Hingga“. Kesimpulan dari jurnal ilmiah tersebut ialah Setelah dilakukan
pemodelan dan analisis menggunakan program PLAXIS 2D AE, maka dihasilkan nilai
penurunan dan waktu penurunan. Model floating stone column dipilih mana yang paling
effiesien baik dari segi hasil maupun segi ekonomis. Dari tiga tipe pemodalan yang
dilakukan yang pertama adalah tipe sejajar dipilih kondisi S2 dipilih sebagai yang paling
effisien karena mendekati hasil dari kondisi S1. Kedua, tipe tangga dipilih kondisi T4.1
dinilai sebagai yang effisien karena hasil kondisi T4.1 berada diantara kondisi T3.1 dan
T3.2 dimana kondisi-kondisi tersebut memiliki hasil tiga terbaik. Ketiga pada tipe
piramida, kondisi P2 dipilih sebagai yang effisien karena hasilnya diantara kondisi terbaik
dan kondisi terburuk. Diantara ketiga kondisi terbaik antar berbagai tipe, kondisi S2 dipilih
karena memiliki nilai penurunan terendah 0,158 m dengan persentase 43% dan waktu
konsolidasi tercepat 62 hari dengan persentase 2,8%.
Immanuel Hepma Sihol Mardame Sihombing dalam jurnal ilmiahnya yang berjudul
“Studi Parameter Perencanaan Stone Column Untuk Perbaikan Bearing Capacity dan
Settlements Pada Tanah Lempung“. Kesimpulan dari jurnal ilmiah tersebut ialah:
Area Replacement Ratio
Area Replacement ratio menentukan besarnya kenaikan atau perbaikan
(Improvement) yang terjadi pada tanah lempung. Semakin besar area replacement ratio
maka peningkatan yang terjadi semakin besar. Namun peningkatan yang akan dialami
tanah lempung akan mencapai nilai maksimum saat nilai area replacement ratio mendekati
nilai maksimum = 1.
Spasi dan Diameter Pemasangan Stone Column
6
Parameter spasi dan diameter menentukan besarnya Area Replacement Rasio yang
diberikan oleh 1 stone column. Semakin besar Spasi maka area replacement ratio akan
menjadi semakin kecil, sedangkan semakin besar diameter stone column, maka area
replacement ratio akan semakin besar, Selain itu, diameter stone column juga menentukan
kondisi kemungkinan terjadinya deep bulging pada satu unit cell stone column.
Sudut Geser Material Stone Column
Untuk sudut geser material stone column dapat dilihat dari grafik pada bab 5,
bahwa nilai sudut geser material (ϕ = 30, 35) tidak terlalu efektif meningkatkan daya
dukung tanah yang cukup besar. Nilai sudut geser yang efektif adalah berkisar antara 40-50
derajat. Selain itu nilai peningkatan phi juga tidak menurunkan nilai settlement yang terjadi
pada tanah yang diperbaiki, sehingga nilai sudut geser stone column hanya berpengaruh
dalam peningkatan daya dukung tanah.
Kondisi dan Parameter Tanah Lempung
Kondisi perlapisan pada tanah lempung memungkinkan terjadinya deep bulging
yang akan terjadi.
Perbaikan tanah dengan stone column sangat baik dalam meningkatkan daya
dukung tanah lunak, namun untuk mengurangi masalah settlement stone column masih
belum secara efektif mengurangi settlement yang terjadi, karena menurut perhitungan
dengan metode FHWA, improvement factor yang terjadi hanya sekitar 1-1,6 saja. Pada
tanah lempung, stone column dapat meningkatkan beban timbunan yang dapat bekerja
pada tanah lempung. Sehingga proses settlement yang akan terjadi akan semakin cepat
apalagi stone column dapat juga berperan sebagai drainasi air seperti PVD. Selain itu,
stone column juga dapat memperkecil settlement yang akan terjadi pada tanah lempung
walaupun tidak terlalu efektif. Dan pelaksanaan konstruksi, permasalahan lain yang harus
dipertimbangkan pada stone column adalah aspek ekonomis, karena walaupun dapat
meningkatkan daya dukung tanah, penggunaan stone column lebih efektif dari pondasi
dalam pada beberapa ketebalan tanah.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Tanah adalah bagian kerak bumi dengan peranan tanah sangat vital untuk semua
kehidupan yang ada di muka bumi dikarenakan tanah dapat mendukung kehidupan
tumbuhan sebagai penopang akar dan tempat penyedia air dan hara.
Tanah juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernapas dan tumbuh
dikarenakan struktur tanah yang berongga-rongga. Tanah juga memegang peranan untuk
menekan erosi, meskipun tanah juga bisa tererosi. Komposisi tanah berbeda-beda pada satu
tempat dengan tempat yang lain. Udara dan Air merupakan bagian dari tanah.
Gambar 2.1. Profil Tanah
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Tanah
2.1.1 Klasifikasi Tanah
Penentuan klasifikasi tanah juga dijumpai pada masalah teknis yang ada hubungan
dengan tanah. Dalam berbagai masalah teknis (semacam bendungan dalam urugan,
perencanaan pembangunan perumahan, perencanaan perkerasan jalan dan lain-lain) untuk
menentukan jenis-jenis tanah yang berbeda, tetapi mempunyai sifat yang serupa kedalam
kelompok-kelompok dan subkelompok-subkelompok berdasarkan pemakaiannya akan
sangat membantu. Pemilihan tanah tersebut dinamakan klasifikasi tanah (Bowles, 1989).
8 8
Klasifikasi tanah sangat membantu perancang dalam memberikan pengarahan melalui cara
empiris yang ada dari hasil pengalaman penelitian sebelumnya.
Unified Soil Classification System (USCS) dan American of State Highway and
Transportation Officials (AASHTO) adalah dua sistem klasifikasi tanah yang sering
diguanakan. Dengan menggunakan sifat-sifat indeks yang sederhana, seperti distribusi
ukuran butiran, batas cair, dan index plastisitas.
2.1.1.1 Sistem Klasifikasi AASHTO
Guna dari sistem klasifikasi AASHTO adalah untuk menentukan jenis tanah
dimana digunakan untuk merencanaankan subbase, jalan, dan subgrade. Pada sistem ini
tanah diklasifikasikan ke dalam tujuh kelompok besar, A-1 sampai dengan A-7 merupakan
sub-sub kelompok. Di tiap kelompoknya, tanah-tanah dievaluasi terhadap indeks
kelompoknya yang dihitung dengan rumus-rumus empiris.
Tanah granuler adalah tanah yang diklasifikasikan ke dalam A-1, A-2, dan A-3.
Tanah A-1 adalah tanah granuler bergradasi baik, sedang tanah A-3 adalah pasir bersih
bergradasi buruk. Tanah A-2 termasuk tanah granuler, dimana 35% atau kurang dari
jumlah butiran tanah tersebut lolos ayakan no.200 yang masih mengandung lempung dan
lanau. Tanah dari A-4 sampai dengan A-7 adalah tanah berbutir halus, yaitu sebagian besar
mengandung tanah lempung dan lanau (Das, 1994).
9
9
Tab
el 2
.1.
Kla
sifik
asi A
AS
HT
O
Kla
sifik
asi u
mum
A-4
A-5
A-6
A-1
-aA
-1-b
A-2
-4A
-2-5
A-2
-6A
-2-7
Ana
lisis
sar
inga
n (%
lolo
s)
2,0
0 m
m (
no.
10
)5
0 m
aks
--
--
--
--
-
0,4
25
mm
(no
. 40
)3
0 m
aks
50
mak
s5
1 m
in-
--
--
--
0,0
75
mm
(no
. 20
0)
15
mak
s2
5 m
aks
10
mak
s3
5 m
kas
35
mak
s3
5 m
aks
35
mak
s3
6 m
in3
6 m
in3
6 m
in
Sifa
t fr
aksi
lolo
s sa
ring
an
no.
40
Bat
as C
air
(LL
)-
--
40
mak
s4
1 m
in4
0 m
aks
41
min
40
mak
s4
1 m
in4
0 m
aks
Ind
eks
Pla
stis
(P
I)N
p1
0 m
aks
10
mak
s1
1 m
in1
1 m
in1
0 m
aks
10
mak
s1
1 m
in
Ind
eks
kel
om
po
k (
G)
08
mak
s1
2 m
aks
16
mak
s
Tip
e m
ater
ial y
ang
po
ko
k
pad
a um
umny
aP
asir h
alus
Pen
ilaia
n um
um s
ebag
ai
tana
h d
asar
Sum
ber
: Chr
ista
dy,
Har
y (2
010
)
Mat
eria
l gra
nule
r (<
35
% lo
los
saring
an n
o.
20
0)
A-3
A-2
Tan
ah-t
anah
lana
u-le
mp
ung
(<35
% lo
los
saring
an n
o.
20
0)
A-7
-5/7
-6
A-7
Kla
sifik
asi k
elo
mp
ok
Pec
ahan
bat
u, k
erik
il
dan
pas
irK
erik
il b
erla
nau
atau
ber
lem
pun
g d
an p
asir
Tan
ah b
erle
mp
ung
00
4 m
aks
20
mak
s
A-1
11
min
Tan
ah b
erla
nau
San
gat b
aik
sam
pai
bai
kS
edan
g sa
mp
ai b
uruk
- -
36
min
6 m
aks
41
min
10
10
2.1.1.2 Sistem Klasifikasi Unified
Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh Casagrande (1942) untuk
dipergunakan pada pekerjaan pembuatan lapangan terbang yang dilaksanakan oleh The
Army Corps of Engineers selama Perang Dunia II. Sistem Klasifikasi Unified
mengelompokkan tanah kedalam dua kelompok yaitu :
1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained-soil), yaitu : tanah kerikil dan pasir dimana
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan no.200 simbol dari kelompok
ini dimulai dengan huruf awal G dan S. G adalah untuk kerikil (gravel) dan S
adalah untuk pasir (sand). Tanah berbutir kasar ditandai dengan kelompok, seperti :
GW, GP, GM, GC, SW, SP, SM< dan SC. Jika presentase butiran yang lolos
ayakan no.200 adalah antara 5% sampai dengan 12% diperlukan simbol ganda
seperti: GW-GM, GP-GM, GW-GC, GP-GC, SW-SM, SW-SC, SP-SM, dan SP-
SC.
2. Tanah berbutir halus (fine-grained-soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50% berat
total contoh tanah lolos ayakan no.200 simbol dari kelompok tanah ini dimulai dari
huruf awal M untuk tanah lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay)
anorganik, dan O untuk lanau organik dan lempung organik. Simbol PT digunakan
untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan kadar organik yang
tinggi. Klasifikasi tanah berbutir halus dengan simbol ML, CL, OL, MH, CH, dan
OH didapat dengan cara menggambar batas cair dan indeks plastisitas tanah yang
bersangkutan.
Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi tanah Unified adalah :
- W = tanah gradasi baik (Well Graded)
- P = tanah gradasi buruk (Poorly Graded)
- L = plastisitas rendah (Low Plasticity) (LL<50)
- H = plastisitas tinggi (High Plasticity) (LL>50)
11
11
Tabel 2.2. Klasifikasi Unified
Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto (1981)
GWlebih besar dari 4
bernilai antara 1 - 3
GP
GM
Batas atterberg terletak di
bawah garis A atau Index
plastisitas < dari 4
GC
Batas atterberg terletak di
atas garis A atau Index
plastisitas > dari 7
SWlebih besar dari 6
bernilai antara 1 - 3
SP
SM
Batas atterberg terletak di
bawah garis A atau Index
plastisitas < dari 4
SC
Batas atterberg terletak di
atas garis A atau Index
plastisitas > dari 7
ML
CL
OL
MH
CH
OH
PT
Lempung organik dengan plastisitas sedang
sampai tinggi
Gambut, lumpur hitam dan tanah berkadar
organik tinggi lainnya
Kriteria klasifikasi
Kla
sifi
kasi
berd
asa
rkan
pad
a p
rese
nta
se b
uti
ran
halu
s
Bila batas atterberg
berada pada daerah yang
diarsir dari diagram di
bawah ini, dipakai 2
simbol sehubungan
dengan batasan
penggolongan
Tidak sesuai dengan kriteria SW
Bila batas atterberg
berada pada daerah yang
diarsir dari diagram di
bawah ini, dipakai 2
simbol sehubungan
dengan batasan
klasifikasi
Dapat dibedakan dengan mata dan tangan ASTM lihat D 2488
66T
Pasir berlempung, campuran pasir dan lempung
Lanau inorganik, pasir sangat halus, debu
padas, pasir halus berlanau atau berlempung
Lempung inorganik dengan plastisitas terendah
atau sedang, lempung dari kerikil, lempung
berpasir, lempung berlanau, lempung dengan
viskositas rendah
Lanau organik dengan plastisitas rendah dan
lempung berlanau organik
Lanau inorganik, pasir halus atau lanau dari
mika atau ganggang (diatomae), lanau elastis
Lempung inorganik dengan plastisitas tinggi,
lempung dengan viskositas tinggi
Kerikil berlanau, campuran kerikil, pasir dan
lanau
Kerikil berlempung, campuran kerikil, pasir dan
lempung
Pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir
yang baik, pasirdari pecahan kerikil, tanpa atau
sedikit butiran halus
Pasir berlanau, campuran pasir dan lanau
Pasir yang mempunyai pembagian ukuran butir
yang buruk, pasir dari pecahan kerikil, tanpa
atau sedikit butiran halus
Tanah berbutir
halus lebih dari
50 % lolos
ayakan 74 µ
Lanau dan lempung
LL ≤ 50
Lanau dan lempung
LL ≥ 50
Tanah dengan kadar organik tinggi
Tanah berbutir
kasar, lebih dari
50 % tertahan
pada ayakan 74
µ
50 %
atau lebih
bagian
kasar dari
butiran
kasar
tertahan
pada
ayakan
4,76 mm
Kerikil
bersih
50 %
atau lebih
pasir
kasar dari
butiran
kasar
lolos
melalui
ayakan
4,76 mm
Kerikil
berikut
butiran
halusnya
Pasir bersih
Pasir
berikut
butiran
halusnya
Tidak sesuai dengan kriteria GW
Kerikil yang mempunyai pembagian ukuran
butir yang baik, campuran krikil dan pasir,
sedikit atau tanpa butiran halus
Simbol
klasifikasiKlasifikasi umum Nama jenis
Kerikil yang mempunyai pembagian ukuran
butir yang buruk, campuran krikil dan pasir,
sedikit atau tanpa butiran halus
12
12
2.1.2 Indeks Plastisitas (Plasticity Index)
Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih antara batas plastis dan batas cair. PI adalah
interval kadar air dimana tanah masih mempunyai sifat plastis. Tanah mengandung banyak
butiran lempung bila tanahnya (PI) tinggi. Jika (PI) rendah, seperti lanau, sedikit
pengurangan kadar air mengakibatkan tanahnya akan kering (Jumikis, 1962).
Tabel 2.3. Nilai Indeks Plastisitas dan Macam Tanah (Jumikis, 1962)
PL
(%) Sifat Macam Tanah Kohesi
0 Non Plastis Pasir Non kohesi
<7 Plastisitas
Rendah Lanau
Kohesi
sebagian
7-17 Plastisitas
Sedang
Lempung
berlanau Kohesi
>17 Plastisitas
Tinggi Lempung Kohesi
Sumber: Christady, Hary (2010)
2.1.3 Kekuatan Geser Tanah (Shear Strenght)
Gaya perlawanan yang dilakukan oleh butir-butir tanah terhadap desakan atau
tarikan adalah kuat geser tanah. Jika tanah mengalami pembebanan maka pembebanannya
akan ditahan oleh :
1. Kohesi tanah yang bergantung pada jenis tanah dan kepadatannya.
2. Gerakan antara butiran tanah yang besarnya berbanding lurus dengan tegangan
normal pada bidang geser.
Nilai kekuatan geser tanah antara lain digunakan untuk menghitung daya dukung
tanah dan untuk menyatakan kondisi runtuh. Menurut teori Mohr (1910) kondisi
keruntuhan terjadi akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal dan
tegangan geser, sehingga dapat diambil hubungan fungsi antara tegangan normal dan
tegangan geser pada bidang runtuhnya. Adapun persamaan yang menyatakan hubungan
fungsi tersebut adalah :
(2-1)
14
14
= tegangan efektif (t/m2)
= tegangan normal total yang bekerja pada bidang geser (t/m2)
u = tekanan air pori (t/m2)
Ada bermacam-macam percobaan untuk menentukan kekuatan geser tanah (Direct
Shear), misalnya saja pengujian triaxial (Triaxial Test), pengujian geser langsung, dan
pengujian kekuatan geser unconfined.
2.1.4 Tegangan Overburden ( ’o)
Tegangan yang mempengaruhi kuat geser dan perubahan volume atau penurunan
tanah disebut tegangan efektif (tegangan overburden) (Mohr, 1910). Penurunan muka
air tanah akan menyebabkan kenaikan tegangan efektif pada tanah.
’o = ’. h (2-5)
’ = sat – w (2-6)
dengan:
’ = berat isi tanah dalam keadaan submerged/terendam (t/m3)
sat = berat isi tanah dalam kondisi jenuh (t/m3)
w = berat isi air (1 t/m3)
’o = tegangan overburden atau tegangan efektif akibat berat sendiri (t/m2)
h = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
2.1.5 Penambahan Tegangan (∆σ)
Beban rencana dianggap diwakili oleh beban timbunan dari pembebanan. Besarnya
nilai pengaruh I ditentukan oleh grafik OSTERBERG dengan menentukan besarnya
panjang b timbunan dibandingkan kedalaman, jika dalam perhitungan hasilnya cukup besar
bila dimasukkan dalam grafik OSTERBERG. Maka dari itu, besarnya nilai pengaruh I =
0,5 (keadaan ).
Persamaan penambahan tegangan vertikal akibat variasi beban timbunan
rencana Hr adalah sebagai berikut:
∆σ = q . Hr (2-7)
atau lebih spesifiknya
∆σ = tim . 2 . I . Hr (2-8)
dengan:
∆σ = penambahan tegangan vertikal (t/m2)
15
15
tim = berat isi tanah timbunan (t/m3)
I = nilai pengaruh OSTERBERG (0,5)
Hr = tinggi timbunan rencana (m)
Heff adalah tinggi timbunan efektif dimana untuk mendapatkannya harus
meghubungkan grafik tinggi timbunan dengan grafik total penurunan yang terjadi. Dari
kedua grafik tersebut, diambil titik pertemuannya yang berupa Heff atau tinggi timbunan
efektif.
2.1.6 Permeabilitas Tanah
Air yang ada dalam tanah adalah air yang bebas di dalam zona jenuh (saturation
zone) yang kemudian bisa dibedakan atas air tanpa tekanan dengan permukaan yang bebas
dan air tanah yang terkekang tanpa permukaan bebas (Sosrodarsono dan Takeda 1981).
Air yang mengalir melalui tanah adalah air yang bergerak karena gravitasi. Air
yang mengalir dengan gravitasi di dalam tanah dipengaruhi oleh energi-energi sebagai
berikut :
a. Energi potensial disebabkan oleh posisi atau perbedaan tinggi.
b. Energi tekanan disebabkan oleh berat air atau tekanan lain.
c. Energi kinetis disebabkan oleh kecepatan aliran.
Gambar 2.3. Air Didalam Tanah
Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto (1981)
2.1.7 Pemadatan Tanah (Compaction of Soil)
Dengan adanya pemadatan tanah, kekuatan tanah dan berat isi akan meningkat,
namun permeabilitas tanah berkurang. Meskipun dalam pemadatan menggunakan energi
16
16
yang sama, akan tetapi nilai kepadatannya akan berbeda, tergantung pada kadar air (water
content) dari tanah tersebut. Gambar 2.5 menunjukkan hubungan antara berat isi kering
(dry density) dari tanah yang dipadatkan dengan kadar air adalah berubah-ubah secara
parabolis. Harga maksimum dari berat isi kering yang disebut dengan berat isi maksimum
(maximum dry density) dan kadar air yang diperoleh dari pemadatan disebut dengan kadar
air optimum (optimum water content) (Das, 1994).
Gambar 2.4. Pemadatan Tanah Mencapai Titik OMC
Sumber: M.Das, Braja (1994)
Uji tahanan penetrasi dilakukan untuk menguji kekuatan tanah yang dipadatkan.
Pada umumnya kekuatan tanah setelah pemadatan selesai menunjukkan harga maksimum
pada saat kadar air yang sedikit lebih rendah dari kadar air optimum.
17
17
Gambar 2.5. Kekuatan Tanah Yang Dipadatkan
Sumber: Sosrodarsono, Suyono dan Nakazawa, Kazuto (1981)
Karakteristik-karakteristik tersebut merupakan sifat-sifat penting bagi bangunan-
bangunan tanah yang sedang terganggu oleh permeabilitas seperti tanggul-tanggul sungai,
bendungan-bendungan urugan, serta bangunan di sempadan sungai seperti perumahan,
karena karakteristik inilah yang akan menentukan stabilitas bangunan-bangunan tersebut.
2.1.8 Konsolidasi Tanah
Proses berkurangnya volume atau berkurangnya rongga pori dari tanah jenuh
berpemeabilitas rendah akibat pembebanan adalah Konsolidasi (Das, 1994). Proses
tersebut membutuhkan waktu. Proses konsolidasi dilapangan dapat diamati dengan
pemasangan piezometer. Besarnya penurunan dapat diukur dari titik referensi yang
ditetapkan.
18
18
Pada umumnya, tahapan konsolidasi dapat ditunjukkan oleh grafik hubungan antara
pemampatan dan waktu. Dari grafik tersebutlah bisa dilihat bahwa ada tiga tahapan
berbeda yang bisa dilakukan:
Tahap I : Pemampatan awal (initial compression), pada umumnya penyebabnya
ialah pembebanan awal (preloading).
Tahap II : Konsolidasi primer (primary consolidation), ialah periode selama
tegangan air pori secara lambat laun mulai dipindahkan ke dalam tegangan efektif,
disebabkan keluarnya air dari pori-pori tanah.
Tahap III : Konsolidasi sekunder (secondary consolidation), yaitu terjadi setelah
konsolidasi primer.
Gambar 2.6. Hubungan Waktu Pemampatan Selama Konsolidasi Untuk Suatu
Penambahan Beban yang Diberikan
Sumber: Das, B.M, (1994 : 184)
2.1.8.1 lndeks Pemampatan ( Compression Index Cc)
Perhitungan besarnya penurunan konsolidasi dapat ditentukan dari kurva yang
menunjukkan hubungan antara angka pori dan tekanan (seperti ditunjukkan dalam Gambar
2.7) yang didapat dari uji konsolidasi di laboratorium.
19
19
Gambar 2.7. Karakteristik Konsolidasi Lempung yang Terkonsolidasi Secara Normal
(Normally Consolidated) dengan Sensitivitas Rendah Sampai Sedang
Sumber: Das, B.M, (1994 : 190)
Terzaghi dan Peck (1967) menyarankan pemakaian persamaan empiris berikut ini:
untuk lempung tak terganggu/belum rusak (undistrubed)
Cc = 0,009(LL - 10) (2-9)
untuk lempung yang terbentuk kembali (remolded)
Cc = 0,007(LL - 10) (2-10)
di mana LL adalah batas cair dalam persen.
Apabila tidak tersedia data konsolidasi hasil percobaan di laboratorium, Persamaan
(2-9) sering digunakan untuk menghitung konsolidasi primer yang terjadi di lapangan.
Beberapa perumusan untuk menghitung indeks pemampatan yang lain banyak tersedia saat
ini. Perumusan-perumusan tersebut telah dikembangkan dengan cara menguji bermacam-
macam jenis lempung. Sebagian dari hubungan tersebut diberikan dalam Tabel 2.4 .
20
20
Tabel 2.4. Hubungan Untuk Indeks Pemampatan (Cc) Rendon-Herrero ( 1 980)
Persamaan Acuan Detail Pemakaian
Cc = 0,007 (LL-7) Skempton Lempung yang terbentuk kembali (remolded)
Cc = 0,01 WN Lempung Chicago
Cc = 1,15 (eo-0,27) Nishida Semua Lempung
Cc = 0,30 (eo-0,27) Hough Tanah kohesif anorganik : lanau, lempung berlanau,
lempung
Cc = 0,0115 WN Tanah organik, gambut, lanau organik, dan lempung
Cc = 0,0046 (LL-9) Lempung Brazilia
Cc = 0,75 (eo-0,5) Tanah dengan plastisitas rendah
Cc = 0,208eo + 0,0083 Lempung Chicago
Cc = 0,156eo + 0,0107 Semua Lempung
Sumber: Das, B.M, (1994 : 195)
Catatan: e0 = angka pori tanah di lapangan.
WN = kadar air tanah di lapangan.
2.1.8.2 lndeks Pemuaian (Swell Index , Cs)
Indeks pemuaian ialah lebih kecil daripada indeks pemampatan dan biasanya bisa
ditentukan di laboratorium. Pada umumnya,
Cs =
sampai
Cc (2-11)
Batas cair, batas plastis, indeks pemampatan, dan indeks pemuaian untuk tanah
yang masih belum rusak strukturnya diberikan dalam Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Pemampatan dan Pemuaian Tanah Asli
Tanah Batas
cair
Batas
plastis
Indeks
pemampatan
Cc
Indeks
pemuaian
Cs
Lempung Boston Blue 41 20 0,35 0,07
Lempung Chicago 60 20 0,4 0,07
Lempung Ft. Gordon
Georgia 51 26 0,12 -
Lempung New Orleans 80 25 0,3 0,05
Lempung Montana 60 28 0,21 0,05
Sumber: Das, B.M, (1994 : 196)
2.1.8.3 K oefisien Konsolidasi (Cv)
Ada dua metode grafis yang biasa digunakan untuk menentukan harga Cv dari uji
konsolidasi satu-dimensi di laboratorium. Salah satu dari dua metode tersebut adalah
metode logaritma-waktu (logarithm-of-time method) yang diperkenalkan oleh Casagrande
21
21
dan Fadum (1940). Sedang metode yang satunya dinamakan metode akar-waktu (square-
root-of-time method) yang diperkenalkan oleh Taylor (1942). Prosedur yang umum untuk
mendapatkan harga Cv dengan kedua metode tersebut diberikan di b awah ini.
Metode Logaritma-Waktu
Untuk suatu penambahan beban yang diberikan pada saat uji konsolidasi di
laboratorium dilakukan, grafik deformasi vs log-waktu dari contoh tanah yang diuji
ditunjukkan dalam Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Metode Logaritma-Waktu (Logarithm-of-Time Method) untuk Menentukan
Koefisien Konsolidasi
Sumber: Das, B.M, (1994 : 210)
Berikut ini adalah cara untuk menentukan Cv yang diperlukan:
1. Perpanjang bagian kurva yang merupakan garis lurus dari konsolidasi primer dan
sekunder hingga berpotongan di titik A. Ordinat titik A adalah d1 00 - yaitu
deformasi pada akhir konsolidasi primer 100%.
2. Bagian awal dari kurva deformasi vs log t adalah hampir menyerupai suatu
parabola pada skala biasa. Pilih waktu t1 dan t2 pada bagian kurva sedemikian rupa
sehingga t2 = 4 t1. Misalkan perbedaan deformasi contoh tanah selama waktu (t2 –
t1) sama dengan x.
22
22
3. Gambarlah suatu garis mendatar DE sedemikian rupa sehingga jarak vertikal BD
adalah sama dengan x. Deformasi yang bersesuaian dengan garis DE adalah sama
dengan d0 (yaitu deformasi pada konsolidasi 0% ).
4. Ordinat titik F pada kurva konsolidasi merupakan deformasi pada konsolidasi
primer 50%, dan absis titik F merupakan waktu yang bersesuaian dengan
konsolidasi 50% (t50).
5. Untuk derajat konsolidasi rata-rata 50%, Tv = 0,197 (Tabel 2.6). Maka:
Tabel 2.6. Variasi Faktor Waktu terhadap Derajat Konsolidasi*
Derajat
konsolidasi
U %
Faktor
Waktu
Tv
0 0
10 0,008
20 0,031
30 0,071
40 0,126
50 0,197
60 0,287
70 0,403
80 0,567
90 0,848
100 ∞
Sumber: Das, B.M, (1994 : 207)
Keterangan: * Uv tetap untuk seluruh kedalaman lapisan
T50 =
(2-12)
atau
Cv =
(2-13)
dimana Hdr = panjang aliran rata-rata yang harus ditempuh oleh air pori selama proses
konsolidasi.
Metode Akar-Waktu
Pada metode ini, grafik deformasi vs akar waktu dibuat untuk tiap-tiap penambahan
beban (Gambar 2.9).
23
23
Gambar 2.9. Metode akar-waktu (square-root-of-time method)
Sumber: Das, B.M, (1994 : 211)
Cara untuk menentukan harga Cv yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Gambar suatu garis AB dengan melalui bagian awal dari kurva.
2. Gambar suatu garis AC sehingga OC = 1,15 OB. Absis titik D, dimana merupakan
perpotongan antara garis AC dan kurva konsolidasi, memberikan harga akar waktu
untuk tercapainya konsolidasi 90% ( t90 ).
3. Untuk konsolidasi 90%, T90 = 0,848 (Tabel 2.6). Jadi
T90 = 0,848 =
(2-14)
atau
Cc =
(2-15)
Hdr dalam Persamaan (2-14) ditentukan dengan cara yang sama seperti pada
metode logaritma-waktu.
2.1.8.4 Lempung Normally Consolidated dan Over Consolidated
Lempung normally consolidated (NC) adalah jika tegangan efektif pada suatu titik
dalam tanah lempung yang berlaku sekarang merupakan tegangan maksimumnya.
24
24
Lempung Over Consolidated (OC) adalah jika tegangan efektif pada suatu titik
dalam tanah lempung karena sejarah geologinya pernah mengalami tegangan yang lebih
besar dari tegangan yang sekarang.
Tekanan Prokonsolidasi (pc’) adalah tekanan maksimum yang pernah dialami tanah
dalam sejarah geologinya. Jadi kondisi normally consolidated jika tekanan over burden
efektifnya pada waktu sekarang (po’) = (pc’). Dan kondisi over consolidated jika tekanan
over burden efektifnya pada waktu sekarang (po’) < (pc’).
Over consilidation ratio (OCR) adalah angka yang menunjukan nilai banding
antara tekanan prakonsolidasi (pc’) dengan tegangan efektif yang ada sekarang. Secara
rumus dapat ditulis ;
(2-16)
Jadi tanah normally consolidated nilai OCR = 1 dan nilai OCR dari Over
Consolidated > 1, sedangkan tanah yang sedang mengalami konsolidasi nilai OCR < 1
(Das, 1994).
2.1.9 Penurunan Tanah (Settlement)
Penambahan beban vertikal di atas permukaan tanah dan penambahan tegangan
dalam tanah akan menyebabkan penurunan (settlement). Apabila tanah terdiri dari lempung
lunak maka penurunan yang terjadi besar bila dibandingkan dengan pasir. Penurunan pada
tanah yang lempung biasanya memerlukan waktu yang cukup lama, karena daya rembesan
air sangat rendah. Sebaliknya penurunan pada pasir berjalan dengan cepat (Das, 1994).
Oleh karena itu, untuk menghitung penurunan tersebut dapat digunakan Persamaan
berikut:
St = pi + Sc + Ss (2-17)
dengan:
St = penurunan total (m)
pi = penurunan segera (m)
Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)
Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder (m)
Namun, dalam studi ini untuk nilai Ss tidak dihitung karena dianggap nilainya
relatif kecil. Sehingga dapat diabaikan.
25
25
2.1.9.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement)
Penurunan segera terjadi dimana berada di atas material yang elastis (dengan
ketebalan yang tak terbatas) bisa dihitung dari persamaan-persamaan yang diturunkan
sebagai berikut:
pi = p . B
Ip (2-18)
dimana:
pi = penurunan elastis (m)
p = tekanan yang dibebankan (t/m2)
B = lebar pondasi (m)
= angka Poisson
E = (modulus Young) atau modulus elastisitas tanah (t/m2)
Ip = faktor pengaruh (influence factor) tidak mempunyai dimensi
Gambar 2.10. Profil penurunan segera dan tekanan pada bidang sentuh pada lempung; (a)
pondasi lentur, (b) pondasi kaku
Sumber: Das, B.M, (1994 : 216)
Schleicher (1926) memberikan persamaan faktor pengaruh untuk bagian ujung dari
pondasi persegi yang lentur sebagai berikut:
p =
[ (
) ( )] (2-19)
dimana:
m1 =
26
26
Tabel 2.7 memberikan harga faktor pengaruh untuk pondasi kaku dan pondasi
lentur.
Tabel 2.7. Faktor Pengaruh untuk Persamaan (2-18)
Bentuk mi
Ip
Lentur
Kaku Tengah-
tengah Pojok
Bundar - 1 0,64 0,79
Persegi
1 1,12 0,56 0,88
1,5 1,36 0,68 1,07
2 1,53 0,77 1,21
3 1,78 0,89 1,42
5 2,1 1,05 1,7
10 2,54 1,27 2,1
20 2,99 1,49 2,46
50 3,57 1,8 3
100 4,01 2 3,43
Sumber: Das, B.M, (1994 : 218)
Atau menghitung dengan persamaan dari BIAREZ, berikut persamaannya:
pi = q . ∑
(2-20)
q = timbunan . Htimbunan (2-21)
E = E’ . (
) (2-22)
dimana:
pi = penurunan segera (m)
q = tekanan bersih yang dibebankan (t/m2)
hi = kedalaman tanah pada lapisan i (m)
timb = berat jenis tanah timbunan (t/m3)
timb = tinggi tanah timbunan (t/m3)
= angka Poisson
E = modulus elastisitas tanah (modulus Young) (t/m2)
Ei = modulus elastisitas dari Oedometrik di lapisan i (t/m2)
Harga-harga dari modulus Young (modulus elastisitas) dan angka Poisson untuk tipe-tipe
tanah yang berbeda-beda diberikan dalam Tabel 2.8 dan Tabel 2.9.
27
27
Tabel 2.8. Harga-harga Modulus Young
Jenis tanah
Modulus
Young
psi kN/m2
Lempung
lembek 250-500 1380-3450
Lempung keras 850-2000 5865-13800
Pasir lepas 1500-4000 10350-
27600
Pasir padat 5000-10000 34500-
69000
* 1 psi = 6,9 kN/m2
Sumber: Das, B.M, (1994 : 218)
Tabel 2.9. Harga-harga Angka Poisson
Jenis tanah Angka Poisson
(µ)
Pasir lepas 0,2-0,4
Pasir agak padat 0,25-0,4
Pasir padat 0,3-0,45
Pasir berlanau 0,2-0,4
Lempung lembek 0,15-0,25
Lempung agak
kaku 0,2-0,5
Sumber: Das, B.M, (1994 : 219)
Persamaan (2-18) didasarkan pada asumsi bahwa tekanan p diletakkan di atas
permukaan tanah. Di dalam praktek, pondasi selalu diletakkan pada kedalaman tertentu di
bawah permukaan tanah. Kedalaman letak pondasi mempunyai kecenderungan untuk
mengurangi besarnya penurunan pondasi, pi. Tetapi, apabila Persamaan (2-18) digunakan
untuk menghitung penurunan, persamaan tersebut akan memberikan hasil yang konservatif
(sangat aman) (Das, 1994).
28
28
2.1.9.2 Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi Primer Satu Dimensi
Penurunan yang terjadi dianggap bahwa konsolidasi tersebut adalah konsolidasi
satu-dimensi (Das, 1994).
Gambar 2.11. Penurunan yang Disebabkan oleh Konsolidasi Satu Dimensi
Sumber: Das, B.M, (1994 : 193)
Jadi, perubahan volume (Gambar 2.11) dapat dirumuskan sebagai berikut :
V = V0 – V1 = H . A – (H – S) . A = S . A (2-23)
di mana V0 dan V1 ialah volume awal dan volume akhir. Tapi, perubahan volume total
adalah sama dengan perubahan volume pori, V, J adi
V = S . A = Vc0 – Vc1 = V0 (2-24)
di mana Vc0 dan Vc1, ialah volume awal dan volume akhir dari pori. Dari definisi angka
pori.
Vc = e · V, (2-25)
di mana e adalah perubahan angka pori.
Tapi,
Vs =
=
(2-26)
dimana e0 = angka pori awal pada saat volume tanah sama dengan V0. Jadi, dari
Persamaan-persamaan (2-23), (2-24), (2-25) dan (2-26):
V = S . A = Vs=
(2-27)
Atau,
S = H
(2-28)
Untuk lempung yang terkonsolidasi secara normal di mana e versus log p
merupakan garis lurus (Gambar 2.7), maka:
29
29
e = Cc[ ] (2-29)
dimana Cc adalah kemiringan kurva e versus log p dan didefinisikan sebagai "indeks
pemampatan" (compression index).
Masukkan Persamaan (2-29) ke dalam Persamaan (2-28); persamaan yang didapat adalah:
S = H
log(
) (2-30)
Untuk suatu perhitungan pada lapisan lempung yang lebih tebal, dibutuhkan
ketelitian jika lapisan tanah tersebut dibagi lagi menjadi beberapa sub-lapisan tanah. Jadi,
untuk penurunan total dari seluruh lapisan tersebut adalah:
Sc = ∑ *
(
)+ *
(
)+ (2-31)
dimana:
Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)
Hi = tebal sub-lapisan i (m)
= tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i (t/m2)
= tekanan prakonsolidasi untuk sub-lapisan i (t/m2)
pi = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i (t/m2)
e0 = angka pori
Cc = indeks pemampatan
Cs = indeks pemuaian
2.1.9.3 Penurunan yang Diakibatkan oleh Konsolidasi Sekunder
Dalam Sub-bab 2.1.8 telah dijelaskan bahwa pada akhir dari konsolidasi primer,
penurunan masih tetap terjadi. Tahap konsolidasi ini dinamakan konsolidasi sekunder
(secondary consolidation). Dan selama konsolidasi sekunder berlangsung, kurva hubungan
antara deformasi dan log waktu (t) adalah merupakan garis lurus (Gambar 2.6).
Variasi dari angka pori dan waktu untuk suatu penambahan beban akan sama
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.6. Gambar tersebut diberikan dalam Gambar
2.12 (Das, 1994).
30
30
Gambar 2.12. Variasi e Versus Log t untuk Suatu Penambahan Beban, dan Definisi
Indeks Konsolidasi Sekunder
Sumber: Das, B.M, (1994 : 200)
Indeks pemampatan sekunder (secondary compression index) bisa didefinisikan
dari Gambar 2.12 sebagai:
C0 =
(2-32)
dimana:
C0 = indeks pemampatan sekunder
= perubahan angka pori
t1 , t2 = waktu
Besarnya konsolidasi sekunder dapat dihitung sebagai berikut:
Ss = C’aH
(2-33)
dimana:
C’a = Ca/(1+ep) (2-34)
ep = angka pori pada akhir konsolidasi primer (Gambar 2.12)
H = tebal lapisan lempung
Harga umum dari C’a yang diselidiki dari bermacam-macam jenis tanah di lapangan
diberikan dalam Gambar 2.13.
31
31
Gambar 2.13. C’a untuk endapan tanah di lapangan (menurut Mesri, 1973)
Sumber: Das, B.M, (1994 : 202)
32
32
2.1.10 Kecepatan Waktu Penurunan
Penurunan total akibat terjadinya konsolidasi primer yang disebabkan oleh
penambahan tegangan di atas permukaan tanah. Terzaghi (1925) memperkenalkan sebuah
teori yang pertama kali mengenai kecepatan konsolidasi satu dimensi untuk tanah lempung
yang jenuh air.
Gambar 2.14. Lapisan Lempung yang Mengalami Konsolidasi
Sumber: Das, B.M, (1994 : 204)
Gambar 2.14 menunjukkan suatu lapisan lempung dengan tebal 2Hdr yang terletak
di antara dua lapisan pasir yang sangat tembus air (highly permeable). Apabila lapisan
lempung tersebut diberi penambahan tekanan sebesar maka tekanan air pori pada suatu
titik A di dalam lapisan tanah lempung tersebut akan naik.
33
33
Gambar 2.15. Aliran Air pada A Selama Konsolidasi
Sumber: Das, B.M, (1994 : 204)
Gambar 2.15 menunjukkan suatu aliran air yang melalui elemen kubus pada A.
Yang perlu diketahui juga dalam hal penurunan adalah derajat kejenuhan yaitu
perbandingan penurunan pada waktu t dengan penurunan setelah selesai. Harga faktor
waktu (Tv), untuk derajat konsolidasi tertentu dapat diperkirakan dengan persamaan
berikut:
U 60% ; Tv =
(
)
(2-35)
U 60% ; Tv = 1,781 – 0,933 . log (100 – U%) (2-36)
Adapun U = derajat konsolidasi dalam %
Tv (time factor) =
(2-37)
dengan:
Tv = faktor waktu
Cv = koefisien konsolidasi
t = waktu (tahun)
h = tebal lapisan tanah (m)
34
34
Variasi derajat konsolidasi rata-rata terhadap faktor waktu dapat dilihat dalam
Gambar 2.16 berikut:
Gambar 2.16. Variasi Derajat Konsolidasi Rata-rata Terhadap Faktor Waktu (Tv)
Sumber: Das, B.M, (1994 : 209)
Untuk hubungan penurunan (S) dengan waktu penurunan (t) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
U =
atau St = U . S (2-38)
Dimana:
U = derajat konsolidasi rata-rata
St = penurunan lapisan lempung pada saat t (m)
S = penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer (m)
2.1.11 Likuifaksi (Pencairan Tanah)
Proses berkurangnya kekuatan geser tanah yang disebabkan oleh beban seismik
saat terjadinya gempa bumi adalah likuifaksi (pencairan tanah). Likuifaksi biasa terjadi di
tanah yang berpasir lepas dan jenuh air. Tegangan efektif ( ’) berkurang disaat naiknya
tekanan air yang disebabkan oleh guncangan gempa (Towhata, 2008). Kondisi ini dapat
dinyatakan dengan Persamaan (2-4).
35
35
Gambar 2.17. Dampak Pencairan Tanah Setelah Gempa Bumi Niigata Tahun 1964
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Pencairan_tanah
Modulus geser pasir menurun bersamaan dengan turunnya tegangan efektif. Tanah
berpasir melunak (mencair) dikarenakan kekuatan geser pasir menurun. Bangunan yang
lebih berat akan mengalami penurunan yang kecil jika dibandingkan dengan bangunan
yang lebih ringan (lihat Gambar 2.18).
Gambar 2.18. Pengaruh Tekanan Kontak dan Tekanan Air Pori Terhadap Penurunan
Sumber: Yoshimi dan Tokimatsu (1977)
36
36
Menurut Ishihara dan Yosimine (1992) tingkat kerusakan bangunan akibat
pengaruh penurunan permukaan tanah karena likuifaksi seperti disajikan Pada Tabel 2.10.
Tabel 2.10. Hubungan Antara Penurunan Permukaan Tanah dan Derajat Kerusakan
Bangunan
Derajat Kerusakan Penurunan (cm) Fenomena di permukaan tanah
Ringan hingga tidak ada kerusakan 0 - 10 Retakan minor
Menengah 10 -30 Retakan kecil, pasir halus keluar
dari permukaan tanah
Berat 30 - 70 Retakan besar, pasir halus
menyembur, deformasi lateral
Sumber: Ishihara dan Yosimine (1992)
2.1.11.1 Metode Estimasi Potensi Likuifaksi
Prinsip dasar yang digunakan untuk evaluasi likuifaksi tanah adalah dengan
menghitung dua variabel utama yaitu (1) perilaku seismik tanah atau cyclic stress ratio
(CSR) yang merupakan tegangan siklik yang menyebabkan terjadinya likuifaksi dan (2)
kemampuan tanah untuk menahan likuifaksi atau cyclic resistance ratio (CRR).
Awalnya metode analisa likuifaksi adalah analisis deterministik dengan
menghasilkan suatu kurva yang mengindentifikasi suatu tanah mengalami likuifaksi atau
tidak. Pada analisis deterministik, likuifaksi akan terjadi jika nilai faktor keamanan (factor
of safety, FS) kurang dari dan sama dengan satu, FS 1. Faktor keamanan ini merupakan
perbandingan antara CRR dan CSR (FS = CRR/CSR). Sedangkan likuifaksi tidak akan
terjadi bila FS > 1. Untuk evaluasi CSR yang diusulkan oleh Seed dan Idriss (1971)
sebagaimana dituliskan dalam Robertson (2004).
CSR =
= 0,65 (
) . (
) . (2-39)
dengan:
= tegangan geser siklik
(amax) = percepatan permukaan tanah maksimum arah horisontal
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
= tegangan overburden vertikal total
= tegangan overburden vertikal efektif
rd = faktor pengurangan tegangan
37
37
rd adalah faktor pengurangan tegangan yang merupakan fungsi kedalaman (z).
Hubungan kedalaman z dan nilai rd ini, menurut Seed dan Idriss (1971) adalah seperti
disajikan Pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19. Faktor Pengurangan Tegangan rd dan Kedalaman
Sumber: Seed dan Idriss (1971)
Secara analitik hubungan tersebut dapat didekati dengan fungsi seperti dituliskan
Pada Persamaan (2-40).
rd = {
(2-40)
Dengan z adalah kedalaman dengan satuan m. Walaupun Robertson (2004)
menyebutkan bahwa Persamaan (2-40) tersebut memberikan hasil estimasi yang baik,
Cetin dkk. (2004) menjelaskan bahwa estimasi rd tersebut menghasilkan nilai bias.
Sedangkan untuk mengevaluasi CRR terdapat beberapa usulan, namun dalam
NCEER workshop pada tahun 1996 (Youd dan Idriss, 2001) digunakan pendekatan yang
dibuat oleh Robertson dan Campanella (1985) dengan beberapa perbaikan. Gambar 2.20
menyajikan diagram alir untuk estimasi CRR. Nilai CRR adalah:
39
39
CRR7.5 = { *
+
*
+
(2-41)
Selanjutnya faktor keamanan (FSL) terhadap likuifaksi dapat dihitung berdasarkan
Persaamaan (2-42).
FSL = (
) . MSF (2-42)
MSF adalah faktor pengali besar gempa (magnitude scaling factor) yaitu faktor
pengali besar gempa dalam skala momen Mw = 7,5 agar setara dengan CRR untuk gempa.
Besarnya MSF yang diusulkan dalam Youd dan Idriss (2001) seperti dituliskan pada
persamaan (2-43).
MSF =
(2-43)
Berdasarkan kriteria yang diberikan oleh Robertson dan Wride (1998). Lapisan
tanah yang memiliki nilai Ic > 2,6 dan (qc1N)cs > 160 kg/cm2 memiliki criteria sebagai
lapisan tak-likuifaksi (non-liquefiable).
2.1.11.2 Metode Estimasi Penurunan Tanah
Likuifaksi akan menjadi masalah serius bila menyebabkan terjadinya keruntuhan
gedung sebagai akibat penurunan permukaan tanah selama goncangan gempa bumi.
Ishihara dan Yoshimine (1992) merumuskan suatu hubungan antara regangan volumetrik
( v), kerapatan relative (Dr), dan faktor keamanan terhadap likuifaksi (FSL) berdasarkan
hasil uji laboratorium yang dilakukan oleh Nagase dan Ishihara (1988). Hubungan tersebut
disajikan Pada Gambar 2.21.
40
40
Gambar 2.21. Hubungan Antara Regangan Volumetric, Kerapatan Relatif, dan Faktor
Keamanan Terhadap Likuifaksi
Sumber: Ishihara dan Yoshimine (1992)
Rumus Pada Gambar 2.21 diperbaiki oleh Zhang dkk (2002) dimana mengganti
variabel kerapatan relatif dengan nilai tahanan ujung seisimik (qc1N). Nilai qc1N ini telah
digunakan dalam analisis potensi likuifaksi seperti dijelaskan Pada Gambar 2.22.
41
41
Gambar 2.22. Hubungan Nilai Tahanan Ujung Seismic dan Regangan Volumetrik Untuk
Beragam Faktor Keamanan
Sumber: Zhang (2002)
Hubungan Pada Gambar 2.22 ini memiliki kelebihan yakni memperhitungkan
magnitudo gempa (Mw), dan percepatan gempa di permukaan tanah (amax), nilai tahanan
ujung seismik (qc1N), dan juga sifat-sifat tanah lainnya (berat volume tanah, derajat jenuh
air).
Penurunan permukaan tanah dapat dihitung dengan melakukan integral regangan
vertikal untuk setiap lapisan tanah pada seluruh kedalaman dengan Persamaan (2-44).
SL = ∫ ∑
(2-44)
dengan:
SL = penurunan akibat likuifaksi (m)
v,i = regangan volumetrik pasca likuifaksi pada lapisan tanah ke-i
zi = tebal lapisan tanah ke-i (m)
42
42
Secara empirik, besarnya regangan vertical seismik sebagai fungsi dari faktor aman
dan nilai tahanan ujung seismik bisa diberikan dalam persamaan-persamaan Pada Tabel
2.11.
Tabel 2.11. Persamaan Empirik Regangan Seismik
Faktor Aman (FS) Nilai Tahanan Ujung Seismik (qc1N)cs Regangan Seismik ( )
0,5 33 (qc1N)cs 200
33 (qc1N)cs 147 102
102
0,6 147 (qc1N)cs 200
33 (qc1N)cs 110 2411
102
0,7 110 (qc1N)cs 200
33 (qc1N)cs 80 1701
102
0,8 80 (qc1N)cs 200
33 (qc1N)cs 60 1690
102
0,9 60 (qc1N)cs 200
33 (qc1N)cs 200 102
1430
1,0 33 (qc1N)cs 200 64
1,1 33 (qc1N)cs 200 11
1,2 33 (qc1N)cs 200 9,7
1,3 33 (qc1N)cs 200 7,6
2,0 33 (qc1N)cs 200 0
Sumber: Muntohar (2010)
2.2 Perbaikan Tanah Lunak
Menurut Mitchell (1981) lapisan tanah lunak pada umumnya adalah lempung (clay)
atau lanau (silt) yang mempunyai harga pengujian penetrasi standart (Standart Penetration
Test) yang lebih kecil dari 4 mempunyai kadar air yang sangat tinggi. Kendala yang
dihadapi ketika merencanakan suatu bangunan pada kondisi tanah tersebut adalah daya
dukung (bearing capacity) dan penurunan (settlement).
Prinsip dasar perbaikan tanah adalah memperbaiki karakteristik mekanis tanah. Ada
dua metode yang digunakan untuk memperbaiki tanah pondasi, yaitu dengan
mengeluarkan air yang terkandung dalam tanah dan metode konsolidasi tanah dengan
penambahan atau injeksi bahan stabilitasi.
Penggunaan dari masing-masing metode tersebut, umumnya tergantung dari
beberapa faktor diantaranya yaitu:
a. Kondisi topografi
b. Kondisi geologi tanah
c. Kondisi daerah setempat
43
43
d. Alokasi biaya dan waktu perbaikan tanah
e. Faktor kemudahan dari teknis pelaksanaan
2.2.1 Perbaikan Tanah dengan Stone Column
Fungsi utama pemasangan stone column pada tanah ialah untuk meningkatkan daya
dukung tanah yang lembek sehingga tanah lembek tersebut dapat menerima beban yang
lebih besar dan settlement yang terjadi akan berkurang.
Selain untuk meningkatkan daya dukung tanah, menurut Barksdale dan Banchus,
(1982) ada beberapa keuntungan lain, seperti:
1. Mengurangi total settlement tanah.
2. Memperpendek waktu konsolidasi.
3. Mengurangi bahaya liquefaction.
2.2.1.1 Perencanaan Stone Column
Perencanaan stone column meliputi perencanaan diameter, jarak, dan panjang stone
column. Perencanaan tersebut dikontrol terhadap kapasitas daya dukung batas stone
column sebagai stone column tunggal dan group, overall stability terhadap sliding, serta
settlement yang terjadi setelah dipasang stone column. Di dalam perencanaan stone column
banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan, antara lain :
1. Diameter stone column dan konsep unit cell:
Stone column diidealisasikan sebagai suatu silinder dengan penampang berbentuk
lingkaran berdiameter D. Diameter stone column menentukan besarnya area
replacement ratio dan besarnya distribusi tegangan pada tanah dan stone column.
Perencanaan diameter stone column tergantung dari tipe tanah yang diperbaiki,
beban yang harus didukung tanah, dan pola pemasangannya. Untuk mempermudah
perhitungan, suatu stone column dan tanah lunak disekelilingnya akan diisolasikan
dari stone column kelompok (stone column group). Stone column dan tanah lunak
disekelilingnya tersebut disebut sebagai unit cell (Gambar 2.23). Pola pemasangan
stone column akan mempengaruhi bentuk unit cell. Pola pemasangan stone column
dibedakan menjadi dua pola, yaitu pola segitiga (equilateral triangular pattern) dan
pola bujur sangkar (square pattern). Pola pemasangan segitiga akan memberikan
bentuk segienam pada penampang unit cell, dan pola bujur sangkar akan
memberikan bentuk bujur sangkar. Kedua bentuk penampang tersebut bisa didekati
dengan bentuk lingkaran yang mempunyai diameter Dw (diameter ekuivalen).
44
44
Untuk pola segitiga, Dw = 1.05s dan untuk pola bujur sangkar Dw = 1.13s, dimana
s adalah jarak antar stone column.
Gambar 2.23. Idealisasi unit cell
Sumber: Anonim (2016)
2. Panjang dan jarak stone column
Panjang stone column yang direncanakan diukur dari muka tanah asli sampai
dengan batas bawah perencanaan. Jarak stone column adalah jarak antara pusat
penampang stone column dengan pusat penampang stone column di sebelahnya.
Dengan demikian suatu kelompok stone column mempunyai dua arah spacing,
yaitu arah x dan arah y yang besarnya sama. Selain itu spacing juga akan
mempengaruhi besarnya pengurangan settlement stone column dan tanah
disekelilingnya.
3. Area replacement ratio
Area replacement ratio adalah perbandingan antara luas penampang stone column
dengan luas tanah lunak di sekelilingnya.
as =
atau as =C1 (
)
(2-46)
ac =
= 1 – as (2-47)
dimana :
as = Area replacement ratio stone column
ac = Area replacement ratio tanah lunak
As = Luas penampang stone column
Ac = Luas penampang tanah lunak
45
45
dalam 1 unit cell
A = Luas penampang total 1 unit cell
D = Diameter stone column
S = spacing antar stone column
C1 = konstanta yang tergantung pada pola penyusunan stone column
Pola segitiga C1 = 0.907, dan pola bujur sangkar C1 = π/4.
Gambar 2.24. Stone Column dengan Pola Pemasangan Segitiga
Sumber: Anonim (2016)
Gambar 2.25. Stone Column dengan Pola Pemasangan Bujur Sangkar
Sumber: Anonim (2016)
46
46
4. Konsentrasi tegangan
Pada saat beban embankment bekerja pada tanah yang diperbaiki dengan stone
column, konsentrasi tegangan yang lebih besar terjadi pada stone column dan
pengurangan tegangan terjadi pada tanah disekitarnya. Faktor konsentrasi tegangan
(n), adalah perbandingan tegangan antara tegangan pada stone column dan tegangan
pada tanah sekitarnya.
n =
(2-48)
dimana :
σs = tegangan pada stone column
σc = tegangan tanah disekitar stone column
Berdasarkan keseimbangan gaya-gaya vertikal yang ada sepanjang unit cell, maka
tegangan rata-rata yang bekerja pada unit cell adalah fungsi dari area replacement
ratio (as).
σu = σs as + σc (1 – as) (2-49)
Dengan menggunakan persamaan-persamaan di atas, tegangan yang bekerja pada
stone column dan tegangan yang bekerja pada tanah lunak di sekeliling stone
column dapat ditentukan, yaitu:
σc = σu/(1+(n-1) . as) = . σ (2-50)
σs = n/(1+(n-1) . as) = . σ (2-51)
= 1/(1+(n-1) . ac) (2-52)
= n/(1+(n-1) . as) (2-53)
dimana :
n = faktor konsentrasi tegangan
as = area replacement ratio
σu = tegangan rata-rata di atas unit cell akibat beban luar
σs = tegangan pada stone column akibat beban luar
σc = tegangan pada tanah lunak disekeliling stone column akibat beban
luar
μc = rasio tegangan pada tanah lunak
μs = rasio tegangan pada stone column
5. Daya dukung stone column tunggal
Menurut Moreau (1835), sedikit sekali beban yang mencapai dasar stone column
jika panjang stone column lebih besar dari dua kali lebarnya. Beban yang bekerja
47
47
akan ditransfer oleh stone column ke tanah lunak sekitarnya. Pada saat stone
column mengalami bulging dan penurunan, material butiran stone column tertekan
ke dalam tanah lunak dan mentransferkan tegangan geser ke tanah.
Dengan menggunakan persamaan (2-53) dengan asumsi deep bulging terjadi di atas
stone column.
ult = σs = c c (2-54)
dimana :
ult atau σs = tegangan rerata pada stone column akibat beban luar
c = kekuatan geser undrained sekitar stone column
c = faktor daya dukung stone column ( 18 < c < 22 )
6. Daya dukung stone column group
Daya dukung ultimat stone column group sangat dipengaruhi oleh tegangan pasif
horisontal dari tanah disekitar kelompok stone column, undrained shear strenght
blok komposit, (Cavg) dan koefisien tekanan tanah ke samping pasif untuk blok
komposit, (Kpkom).
Pult = ult . As (2-55)
dimana :
ult atau σs = tegangan rerata pada stone column akibat beban luar
As = Luas penampang stone column
Pult = tegangan pada luas penampang stone column akibat beban
luar
2.2.1.2 Penurunan dengan Stone Column
Metode kesetimbangan dijelaskan oleh Aboshi dan Barksdale (1982). Metode yang
digunakan untuk memperkirakan penyelesaian tumpukan pemadatan pasir. Metode
kesetimbangan juga menawarkan pendekatan rekayasa yang sangat sederhana untuk
memperkirakan pengurangan penurunan tanah dengan stone clolumn. Dalam menerapkan
pendekatan ini menggunakan faktor konsentrasi tegangan, (n), harus diestimasi dengan
tegangan yang terjadi di masa lalu dan hasil pengukuran bidang tegangan sebelumnya. Jika
faktor konsentrasi tegangan rendah secara konservatif digunakan, estimasi keamanan dari
pengurangan penurunan dalam hal perbaikan tanah akan diperoleh.
Asumsi sebagai berikut diperlukan dalam mengembangkan metode keseimbangan:
1. Idealisasi perpanjangan unit cell berlaku
48
48
2. Total beban vertikal diaplikasikan pada unit cell sama dengan jumlah dari gaya
yang dibawa oleh batu dan tanah (yaitu, keseimbangan dipertahankan dalam unit
cell)
3. Pergeseran vertikal stone column dan tanah adalah sama
4. Tegangan vertikal seragam karena beban luar ada di seluruh panjang stone column,
atau lapisan kompresibel dibagi menjadi bertahap dan penyelesaian setiap kenaikan
dihitung menggunakan selisih peningkatan tegangan rerata tersebut
Mengikuti metode ini serta metode lainnya, penurunan yang terjadi di bawah stone
column harus dipertimbangkan secara terpisah. Biasanya penurunan ini kecil dan dapat
diabaikan. Dari teori konsolidasi satu dimensi.
Sst = (
) log10 (
) hst (2-56)
dimana:
Sst = penurunan konsolidasi primer dengan jarak (hst) stone column ke permukaan
Cc = indeks kompresi
eo = angka pori
o = tegangan efektif
c = tegangan di tiap (h)
hst = tinggi atau kedalaman stone column
2.2.1.3 Penanganan Likuifaksi dengan Stone Column
Pemasangan stone column berguna untuk mengatasi permasalahan likuifaksi
(pencairan). Stone column telah digunakan untuk mencegah terjadinya pencairan selama
gempa bumi yang kuat. Stone column dapat mengambil beban gempa lateral. Pemasangan
stone column juga secara signifikan meningkatkan kepadatan sekitarnya.
Metode yang disarankan oleh Bibit dan Booker (1977) digunakan untuk analisis.
Potensi likuifaksi pertama dievaluasi tanpa drain, memperoleh rasio siklus gempa Neq/ Nliq,
di mana Neq adalah jumlah siklus yang disebabkan oleh desain gempa, dan Nliq adalah
jumlah siklus yang dibutuhkan untuk memulai pencairan. Kemudian, untuk pemberian
radius a stone column dan faktor Tad yang berhubungan dengan durasi gempa terhadap sifat
konsolidasi tanah alami, berikut persamaannya:
Tad = ( k / γw ) ⋅ [ td / (mv ⋅ a2) ] (2-57)
dimana:
k = permeabilitas tanah arah horisontal
49
49
γw = berat jenis air
td = durasi getaran
mv = koefisien kompresibilitas tanah
rg = u / σ0´ (2-58)
dimana:
u = tekanan pori berlebih
σ0´ = tegangan efektif
dan 2 ⋅ b yang merupakan jarak efektif antara stone column. Setelah menentukan
nilai maksimum untuk pori-pori rasio tekanan (di sini rg = 0,6), a / b ditentukan dari grafik
untuk diberikan Tad dan Neq/ Nliq.
2.2.1.4 Stabilitas Embankment di atas Tanah yang Diperkuat dengan Stone Column
Salah satu kontrol di dalam merencanakan stone column adalah kontrol stabilitas
timbunan. Didalam menganalisa stabilitas suatu embankment, pertama-tama adalah
memperkirakan letak bidang longsor yang mungkin terjadi. Pada umumnya diasumsikan
sebagai bentuk lingkaran. Berdasarkan letak bidang longsor kritis yang mungkin terjadi,
dihitung gaya dorong dan gaya penahannya. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan angka
keamanan yang paling kritis dimana gaya dorong yang terjadi paling besar dan gaya
penahannya paling kecil (Barksdale dan Banchus, 1982).
Untuk mendapatkan posisi bidang longsor yang paling kritis maka jari-jari dan
pusat lingkaran harus diubah-ubah. Dalam hal ini, metode yang digunakan untuk
menganalisa stabilitas timbunan adalah metode irisan yang dikembangkan oleh Bishop.
Untuk mempercepat analisa digunakan program bantu komputer Plaxis. Fungsi dari
program bantu tersebut adalah mencari bidang longsor paling kritis (angka keamanan
minimum) yang mungkin bisa terjadi. Analisa stabilitas timbunan yang diperkuat dengan
stone column dapat dilakukan dengan urutan sebagai berikut:
1. Menghitung besarnya momen penahan (resistant moment = MR )
MR = τ . R (2-59)
dimana:
τ = gaya geser tanah lunak
R = jari-jari bidang gelincir, didapat dari analisa stabilitas
2. Menghitung gaya geser τ, akibat tanah timbunan dengan langkah sebagai berikut:
Menghitung berat tanah timbunan diatas bidang longsor (W)
W = At . (2-60)
50
50
dimana:
At = luas tanah timbunan di atas bidang gelincir
γ = berat volume tanah timbunan
Menghitung normal W terhadap bidang longsor (N)
N = W cos α (2-61)
dimana:
W = berat tanah timbunan di atas bidang longsor
α = sudut kemiringan bidang longsor
Mengitung tegangan normal (σN)
=
(2-62)
dimana:
N = normal W terhadap bidang longsor
L = panjang bidang longsor pada timbunan
Menghitung tegangan geser (τ)
τ = σN tan υtimbunan + C (2-63)
dimana:
υtimbunan = 30°
3. Menghitung momen penahan sebelum ada stone column
MR – awal = R [( τ 1 x AB ) + ( τ 2 x BC)] (2-64)
dimana:
R = jari-jari bidang gelincir
τ1 = gaya geser pada tanah timbunan
τ2 = gaya geser pada bidang gelincir
4. Menghitung momen dorong (MOV)
SF = MR – awal /MOV (2-65)
5. Menghitung momen yang harus diterima oleh stone column
ΔMR = s x [(MOV x SF) -MR – awal] (2-66)
6. Gaya yang harus diterima oleh stone column (ΣP)
ΣP = ΔMR /R (2-67)
51
51
2.3 Program Plaxis 2 Dimensi
Program Plaxis merupakan rangkaian program analisa deformasi dan stabilitas
dalam geoteknik. Prosedur input data (rock properties) yang sederhana memudahkan untuk
menciptakan model elemen yang kompleks dan tersedianya tampilan output secara detail
yang merupakan hasil perhitungan. Diharapkan dengan kelebihan ini dapat mempermudah
analisa dan mendapat hasil yang akurat (Brinkgreve, 2007). Oleh karena itu, penulis
memilih program Plaxis untuk perencanaan perbaikan tanah dengan stone column pada
stock pile batu bara rencana PLTU Sorong.
Dalam analisis, data yang dibutuhkan sebagai input-an program Plaxis diantaranya:
a. Nilai parameter tanah yang didapat dari hasil penyelidikan tanah
b. Beban yang ada dilokasi
c. Dimensi stone column
Program Plaxis ini terbagi menjadi empat program, yang masing-masing
mempunyai fungsi yang berbeda, diantaranya Plaxis Input, Plaxis Calculation, Plaxis
Output, dan Plaxis Curve.
2.3.1 Plaxis Input
Plaxis Input merupakan tahap awal untuk membuat dan memodifikasi model
geometri, mendefinisikan parameter model, menentukan kondisi batas (boundary
condition), meshing model dan menentukan kondisi awal (initial conditions) dari model
yang dibuat. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih Plaxis Input icon pada menu program
utama windows pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.26. Plaxis Input Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
52
52
2.3.2 Plaxis Output
Plaxis Output adalah fasilitas dalam plaxis yang menampilkan model yang telah
dibuat Plaxis Input dan telah dianalisis pada Plaxis Calculation. Untuk membuka jendela
Plaxis Output dapat memilih icon yang terdapat pada Plaxis calculation seperti yang ada
pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.27. Plaxis Output Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
2.3.3 Bagian-Bagian Jendela Utama Program Masukan Plaxis
Gambar 2.28. Jendela Utama Program Masukan
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Berikut ini fungsi dari bebarapa bagian-bagian utama program masukan Plaxis :
1. Menu Utama : Menu utama memuat semua pilihan masukan dan fasilitas
operasional dari program masukan.
TOOLBAR UMUM
MENU UTAMA
TOOLBAR GEOMETRI MISTAR
BIDANG GAMBAR
KOORDINAT PUSAT
(SUMBU x,y)
MASUKAN
MANUAL INDIKATOR POSISI
KURSOR
53
53
2. Toolbar Umun : Toolbar ini memuat tombol-tombol untuk aktivitas khusus yang
berhubungan dengan berkas, pencetakan, zooming (memperbesar atau memperkecil
tampilan obyek) ataupun untuk pemilihan obyek. Toolbar ini juga memuat tombol-
tombol untuk menjalankan sub-program lainnya (perhitungan,keluaran,kurva)
3. Toolbar Geometri : Toolbar ini memuat tombol-tombol untuk aktivitas khusus
yang berhubungan dengan pembuatan model geometri.
4. Mistar : Tampilan mistar ini dapat diaktifkan atau dinonaktifkan dari sub menu
Tampilan. Dengan meng-klik mistar, jendela Pengaturan global akan mincul
dimana ukuran atau dimensi geometri dapat diubah.
5. Bidang Gambar : Bidang gambar adalah area gambar dimana model geometri
dibuat dan dimodifikasi. Pembuatan dan model geometri umumnya dilakukan
dengan menggunakan bantuan mouse.
6. Sumbu : Jika koordinat awal atau salib sumbu berada dalam rentang dimensi yang
ditentukan maka pusat sumbu tersebut akan digambarkan sebagai sebuah lingkaran
kecil dengan sumbu x dan y diindikasikan oleh anak panah.
7. Masukan Manual : Jika penggambaran dengan menggunakan mouse tidak dapat
memberikan tingkat keakurasian atau ketepatan yang diinginkan maka baris
Masukan manual dapat digunakan. Nilai koordinat x dan y dapat diketikkan
langsung disisni dengan memberikan spasi diantaranya (nilai x <spasi> nilai y).
Masukkan koordinat secara manual dapat dilakukan untuk keseluruhan obyek,
kecuali untuk Sendi dan Kekakuan rotasi.
Indikator Posisi Kursor : Indikator posisi kursor menunjukkan posisi saat ini dari kursor
mouse baik dalam satuan fisik (koordinat x dan y) maupun dalam satuan piksel layar
tampilan.
2.3.4 Komponen-Komponen Geometri
Pembuatan model elemen hingga dimulai dengan pembuatan geometri dari model,
yang merupakan representasi dari masalah yang ingin dianalisis. Sebuah model geometri
terdiri dari titik-titik, garis-garis dan klaster-klaster.
Untuk memulai pembuatan model geometri hal utama yang dilakukan adalah
menggambar kontur geometri secara menyeluruh. Tetapi hal yang perlu diperhatikan
adalah pengisian material untuk tiap lapisan obyek struktural dan garis-garis yang
digunakan untuk tahapan konstruksi, pembebanan serta kondisi batas. Model Geometri
54
54
tidak hanya menggambarkan kondisi awal saja, tetapi juga memuat situasi yang terjadi
pada seluruh perhitungan.
Setelah seluruh komponen dalam model geometri terbentuk, selanjutnya kita harus
memasukkan parametr-parameter untuk setiap data material dan menetapkan data tersebut
pada seluruh komponen Geometri. Saat model Geometri secara keseluruhan telah
teridentifikasi secara lengkap dan tiap komponen Geometri telah memiliki sifat awal, maka
jaring elemen dapat disusun.
Berikut ini adalah macam-macam komponen Geometri :
1.
Gambar 2.29. Selection Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Saat pilih (tombol dengan anak panah merah) aktif, sebuah komponen Geometri
dapat dipilih dengan sebuah klik pada komponen yang diinginkan dalam model Geometri.
Beberapa komponen sejenis dapat dipilih secara bersamaan dengan tetap menekan tombol
<shift> pada papan ketik saat memilih beberapa komponen yang diinginkan.
2.
Gambar 2.30. Geometry Line Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Masukan dasar dari suatu model Geometri adalah Geometry Line (Garis
Geometry). Jenis masukan ini dapat dipilih dari sub-menu Geometri atau dari toolbar
kedua. Saat Garis Geometry dipilih, pengguna dapat membentuk titik-titik dan garis-garis
dalam bidang gambar dengan menggunakan mouse (masukkan secara grafis) ataupun
dengan mengetik koordinat-koordinat pada baris perintah atau baris masukan manual
(masukan dari papan ketik). Sebuah titik baru akan segera terbentuk segera setelah kita
meng-klik tombol utama mouse (tombol kiri) dalam bidang gambar.
55
55
3.
Gambar 2.31. Point Loads Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Pilihan ini digunakan untuk membentuk beban-beban titik, yang sesungguhnya
merupakan beban garis dalam arah keluar dari bidang gambar. Nilai masukan dari beban
terpusat diberikan dalam satuan gaya per satuan panjang (misalnya kN/m).
4.
Gambar 2.32. Distributed Loads Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Nilai masukan dari suatu beban merata diberikan dalam satuan gaya persatuan luas
(kN/m). Beban merata dapat terdiri dari komponen x dan y. Secara pra-pilih, saat
mengaplikasikan beban dalam model Geometri, beban tersebut akan menjadi suatu satuan
tegangan yang bekerja tegak lurus terhadap garis beban.
Nilai masukan dari suatu beban dapat diubah dengan klik-ganda pada garis
Geometri beban garis berada dan memilih sistem beban yang diinginkan dari pilihan dalam
kotak dialog yang muncul.
5.
Gambar 2.33. Material Sets Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
56
56
Untuk memperoleh data tanah maka pilihan ikon ini sangat diperlukan.
6.
Gambar 2.34. Generate Mesh Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Jenis elemen dasar dari suatu jaring elemen adalah elemen segitiga dengan 15 titik
nodal atau 6 titik nodal. Pembentuk jaring elemen ini merupakan versi khusus dari
pembentuk jaring elemen yang telah dikembangkan.
7.
Gambar 2.35. Phreatic Level Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Untuk mengetahui tekanan air pori, maka pemilihan icon ini harus dipilh. Phreatic
level (garis freatik) merupakan kumpulan beberapa titik dimana tekanan air pori adalah nol.
Dengan menggunakan masukan berupa garis freatik, maka tekanan air akan meningkat
secara linier terhadap kedalaman sesuai dengan berat isi air yang dimasukkan.
Garis freatik didefinisikan oleh dua buah titik atau lebih. Titik-titik dapat
dimasukkan dari kiri ke kanan atau sebaliknya. Titik-titik dan garis-garis akan berada
diatas model geometri, tetapi tidak saling berinteraksi.
8.
Gambar 2.36. Generate Water Pressures Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
57
57
Setelah memasukkan model garis freatik atau kondisi batas untuk suatu perhitungan
aliran air rembesan, tekanan air dapat dihitung dengan meng-klik ikon diatas. Sebuah
jendela akan muncul dimana harus ditentukan apakah tekanan air akan dibentuk melalui
garis freatik atau melalui aliran air tanah. Pilihan pertama merupakan pilihan yang mudah
dan cepat.
9.
Gambar 2.37. Generate Initial Stresses Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Tegangan awal dalam massa tanah dipengaruhi oleh berat material dan sejarah
pembentukannya. Kondisi tegangan ini umumnya dinyatakan dalam tegangan vertikal awal
dan tegangan horizontal awal. Perhitungan tegangan awal berdasarkan prosedur K0 dapat
dipilh dengan meng-klik tombol hitung tegangan awal pada toolbar atau dengan memilih
tegangan awal pada menu hitung.
10.
Gambar 2.38. Standard Fixities Icon
Sumber: Pedoman Plaxis 8.2 Indonesia (2016)
Dengan tombol kondisi batas standar maka Plaxis dengan otomatis akan
menerapkan kondisi batas umum pada model geometri. Kondisi batas dibentuk
berdasarkan beberapa aturan berikut:
1. Setiap garis geometri vertikal dengan koordinat x sama dengan nilai trendah
atau tertinggi dari koordinat x dalam model geometri akan menerima kondisi
jepit horisintal.
58
58
2. Setiap garis geometri horisontal dengan koordinat y dalam model geometri akan
menerima jepit penuh.
2.4 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
2.4.1 Definisi Rencana Anggaran Biaya
Rencana adalah himpunan (planning), termasuk detail atau penjelas dan tata cara
pelaksanaan pembuatan sebuah bangunan atau proyek. Anggaran adalah perkiraan atau
perhitungan biaya suatu bangunan. Biaya adalah besar pengeluaran yang berhubungan
dengan borongan yang tercantum dalam persyaratan-persyaratan yang terlampir.
Jadi Rencana Anggaran Biaya adalah:
Merencanakan bentuk bangunan yang memenuhi syarat
Menentukan biaya
Menyusun tata cara pelaksanaan teknis dan administrasi
Anggaran biaya merupakan bagian terpenting dalam penyelenggaraan proyek.
Anggaran biaya harus direncanakan terlebih dahulu supaya proyek tersebut dapat berjalan
dengan lancar (Sibero, 2011).
Urutan pembuatan Rencana Anggaran Biaya (RAB) dapat dilihat pada bagan
berikut ini:
Gambar 2.39. Urutan pembuatan RAB
Sumber : Anonim (2016)
Syarat-syarat dan
penjelasan teknis dan
gambar
Perhitungan volume tiap
jenis pekerjaan
Harga satuan bahan dan
upah
Perhitungan satuan tiap
jenis pekerjaan
berdasarkan SNI
Perhitungan RAB keseluruhan
59
59
2.4.2 Analisa Rencana Anggaran Biaya
Analisa adalah perumusan guna menetapkan harga dan upah masing-masing dalam
bentuk satuan. Pedomannya adalah analisa SNI yang merupakan suatu rumusan penentuan
harga satuan tiap jenis pekerjaan. SNI (Standart Nasional Indonesia) adalah suatu
ketentuan umum yang ditetapkan Indonesia mengenai harga dan upah untuk sebuah
pekerjaan konstruksi.
Dalam penyusunan anggaran biaya bangunan ada tiga analisa yang harus dibedakan
yaitu:
1. Analisa bahan
Analisa bahan suatu pekerjaan adalah menghitung banyaknya volume masing-
masing bahan, serta biaya yang dibutuhkan.
2. Analisa upah
Analisa upah yaitu menghitung banyaknya tenaga yang diperlukan, serta besar
biaya yang diperlukan untuk pekerjaan tersebut. Upah tenaga kerja didapat dari
lokasi kemudian dikumpulkan dan dicatat dalam suatu daftar harga satuan upah.
Dalam penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) suatu proyek, harus
disesuaikan harga satuan bahan dan lokasi pekerjaan tersebut karena harga satuan
bahan dan upah tenaga kerja setiap daerah berbeda-beda.
3. Harga satuan pekerjaan
Harga satuan pekerjaan merupakan jumlah dari bahan dan upah. Skema Harga
Satuan Pekerjaan dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 2.40. Skema harga satuan pekerjaan
Sumber : Anonim (2016)
Harga satuan
Upah
Bahan
Analisa bahan
Harga satuan upah
Analisa upah
Harga
Satuan
Pekerjaan
60
60
2.4.3 Perhitungan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Keseluruhan
Pada dasarnya perhitungan RAB merupakan perhitungan biaya-biaya yang
diperlukan untuk bahan dan upah tenaga kerja berdasarkan analisis tertentu dan biaya-
biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan pekerjaan. Dapat pula dinyatakan bahwa
RAB merupakan jumlah dari masing-masing hasil perkalian volume dengan harga satuan
pekerjaan.
RAB = (Volume x Harga Satuan Pekerjaan) (2-68)
61
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Studi
Lokasi studi ini terletak pada koordinat 1°1'14.74"S ; 131°14'58.66"E. dengan
ketinggian 15 m di atas permukaan air laut.
Gambar 3.1. Lokasi Studi
Sumber: Google Earth (2016)
Secara administrasi, Kota Sorong mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Sebelah Timur : berbatasan dengan Selat Dampir dan Distrik Makbon
(Kabupaten Sorong)
Sebelah Barat : berbatasan dengan Selat Dampir
Sebelah Utara : berbatasan dengan Distrik Makbon (Kabupaten Sorong) dan
Selat Dampir
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Distrik Aimas (Kabupaten Sorong) dan
Distrik Salawati (Kabupaten Raja Ampat)
Lokasi Studi
62
Gambar 3.2. Peta Administrasi Kota Sorong
Sumber: Draft Laporan Akhir Studi Penyelidikan Lapangan PLTU Timika (2016)
3.1.1 Kondisi Geografis Lokasi Studi
Kota Sorong memiliki luas wilayah 1.105,00 km2, atau sekitar 1.13% dari total
luas wilayah Papua Barat. Wilayah kota ini berada pada elevasi 3 meter dari permukaan
laut dan suhu udara minimum di kota ini sekitar 23,1 °C dan suhu udara maximum sekitar
33, 7 °C. Curah hujan tercatat 2.911 mm. Kelembaban udara rata-rata tercatat 84 %.
Keadaan topografi Kota Sorong sangat bervariasi terdiri dari bukit-bukit, lereng,
pegunungan dan sebagian adalah dataran rendah, sebelah timur di kelilingi hutan lebat
yang merupakan hutan wisata dan hutan lindung.
Keadaan geologi Kota Sorong terdapat hamparan galian golongan C seperti batu
gunung, batu kaIi, sirtu, pasir, tanah urug dan kerikil. Sedangkan jenis tanah yang terdapat
di Kota Sorong adalah tanah latosal putih yang terdapat di pinggiran pantai Tanjung
Kasuari dan tanah fudsolik merah kuning yang terdapat dihamparan seluruh kawasan
Distrik Sorong Timur. Dan wilayah ini dialiri sungai-sungai sedang, kecil seperti sungai
63
Rufei, sungai Klabala, sungai Duyung, sungai Remu, sungai Klagison, sungai Klawiki,
sungai Klasaman dan sungai Klabtin (Kota Sorong: wikipedia.org, 2016).
Gambar 3.3. Desain Rencana PLTU Sorong (4 x 7 MW)
Sumber: Laporan Akhir PLTU Timika (2016)
3.2 Kondisi Demografi
Berdasarkan hasil Pencacahan Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah penduduk di
Kota Sorong (Angka Sementara) adalah 190.341 jiwa, yang terdiri atas 99.898 laki-laki
dan 90.446 perempuan. Perbandingan laki-laki dan perempuan atau sex ratio di Kota
Sorong adalah sebesar 110,45 %.
Laju pertumbuhan penduduk Kota Sorong sebesar 7,02 % per tahun. Dengan
luas wilayah 1.105 km² yang didiami penduduk 190.341 jiwa, maka rata-rata tingkat
kepadatan penduduk Kota Sorong adalah sebesar 91 jiwa/km2
(Kota Sorong:
wikipedia.org, 2016).
3.3 Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Survei Data Topografi
Untuk mengetahui kondisi topografi di lokasi guna menentukan layout optimum,
dilakukan prosedur pekerjaan.
Prosedur pekerjaan untuk pemetaan adalah sebagai berikut:
64
1. Peralatan
Pengukuran topografi menggunakan GeodeticTotal Station, Theodolite atau
Waterpass. Untuk positioning system, menggunakan kombinasi alat ukur presisi
tinggi dan GPS. Tingkat akurasi dari peralatan adalah 0.5 m untuk posisi aerial
dan 0.25 m untuk elevasi dengan interval pengukuran 25 m.
2. Patok Beton sebagai Bench Marks (BM)
Patok beton sebagai titik referensi dibuat minimal 4 lokasi di dalam area lokasi
studi untuk mendukung pengukuran topografi. BM ditempatkan pada posisi
yang memungkinkan dapat bertahan, sehingga harus ditempatkan pada posisi yang
stabil, aman dari gangguan. Semua titik tetap (benchmark), titik-titik bantu serta
tempat berdiri alat harus dihitung koordinat horizontal dan ketinggiannya.
Hitungan koordinat horizontal dan ketinggian harus memperhitungkan semua
faktor koreksi yang ada dan dilakukan di atas sistem Proyeksi yang berlaku bagi
semua titik tetap yang digunakan sebagai ikatan. Benchmark diberi warna kuning,
dan dilengkapi plat besi yang berisikan informasi sekurang-kurangnya
mengenai No BM, koordinat lokasi, serta elevasi BM tersebut. Tiang beton harus
berada posisi yang tepat dan stabil ketika pemetaan dilakukan. BM tersebut
harus dilengkapi dengan deskripsi dari BM tersebut yang mencakup: Nama BM,
sketsa dan keterangan lokasi, foto, dan koordinat x, y, dan z. Untuk menentukan
koordinat dan ketinggian BM baru harus diikatkan terhadap titik-titik tetap/BM
yang sudah ada di sekitar lokasi dan titik nasional yang ada di pelabuhan.
3. Referensi
Pengukuran yang dilakukan untuk menentukan koordinat dan elevasi permukaan
harus mengacu pada koordinat BM Nasional (BIG) atau BM lokal.
4. Pengukuran Poligon
Peralatan yang digunakan untuk pengukuran Polygon Total Station dengan tingkat
ketelitian 1 detik digabung dengan Electronic Data Measurement (EDM) dengan
tingkat akurasi 5 milimeter.
Ketelitian dan toleransi yang harus dicapai dalam pengukuran poligon ini adalah
sebagai berikut:
a. Toleransi sudut bacaan tiap seri 5 detik.
b. Ketidak-akuratan untuk mengunci sudut poligon ±10 N detik, dimana N
adalah banyaknya sudut dari poligon
65
c. Akurasi dari jarak lurus harus kurang atau sama dengan 1:10.000
5. Pengukuran Elevasi Permukaan
Pengukuran sipat datar/leveling harus mengikuti ketentuan-ketentuan sebagai
berikut
a. Alat ukur yang digunakan adalah alat ukur sipat datar automatis / waterpass.
b. Semua BM yang dipasang atau yang sudah ada harus dilalui pengukuran sipat
datar dan ditentukan ketinggiannya.
c. Pengukuran elevasi permukaan harus mengacu pada titik referensi BM yang
telah dibuat.
d. Jaringan sipat datar harus tertutup dan terikat sempurna pada titik-titik
referensi eksisting. Pengukuran dilakukan dengan metode ”double stand”
dengan 2 arah melalui titik tetap sounding serta pembacaan benang diafragma
lengkap pada interval rambu antara 0.5 m dari bawah dan 0.5 m dari atas.
e. Metode pengukuran harus sedemikian rupa sehingga semua kesalahan yang
mungkin timbul dapat dihilangkan.
f. Tingkat kesalahan untuk perbedaan elevasi maksimum adalah ± 10 D mm,
dimana D adalah jumlah jarak pengukuran dalam satuan km.
6. Analisa Data dan Plotting
Semua tiang beton, plang kayu, dan semua perlengkapan penanda pengukuran,
termasuk lokasi-lokasi penting harus diukur koordinat dan elevasinya. Komputasi
untuk koordinat dan elevasi termasuk semua faktor koreksi, dan sistem proyeksi
yang digunakan, yang kompatibel untuk titik tetap digunakan sebagai titik
referensi.
3.3.2 Penyelidikan Tanah
Penyelidikan tanah, dilakukan pada lahan rencana utama konstruksi dan
konstruksi pendukung lainnya, guna menentukan desainnya, seperti:
a. Konfirmasi kondisi geologi, khususnya struktur geologi di lapangan.
b. Interpretasi geologi dari lapisan tanah dan bedrock pada area studi.
c. Rekomendasi untuk tipe perbaikan tanah (termasuk metode, material yang
digunakan, kedalaman, waktu dan hal-hal terkait).
Penyelidikan tanah terdiri dari:
a. Standard Penetration Test (SPT)
66
b. Tes Laboratorium
3.3.2.1 Standard Penetration Test (SPT)
Pengujian SPT dilakukan untuk mendapatkan nilai “N-Value/Blow” dari setiap
lapisan tanah. SPT dilakukan pada setiap titik bor dengan interval 2 m atau setiap lapisan
tanah berubah.
Ketika SPT yang akan diambil sudah mendekati sampel tanah yang akan diambil,
maka SPT dilakukan setelah sampel tanah tidak terganggu diambil. Metode tes harus
mengikuti standar ASTM D.1586.
3.3.2.2 Pengujian Laboratorium
Pengujian contoh tanah di laboratorium dilakukan untuk mengetahui sifat
propertis tanah yang akan digunakan sebagai parameter desain pondasi. Sampel tanah yang
akan diuji di laboratorium harus sudah sesuai. Pengujian sampel dilakukan sebanyak 2
sample per titik. Standar pengujian di laboratorium untuk contoh tanah harus mengikuti
peraturan sebagai berikut:
1) Water content : ASTM D.2216
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar air tanah.
a. Alat dan Bahan
Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi
sampai (100 ± 5)ºC.
Cawan kedap udara dan tidak berkarat, dengan ukuran yang cukup.
Cawan dapat terbuat dari logam, gelas atau alumunium.
Neraca dengan ketelitian 0,001gram.
Desikator.
69
Siapkan labu yang sudah dikalibrasi.
Siapkan sampel tanah kering 20 gram lolos saringan no. 9 dan no.
10.
Masukkan sampel tanah ke dalam labu ukur dan tambahkan air
sampai setengah bagian dan dididihkan.
Setelah mendidih tambahkan air pelan-pelan kemudian angkat
(saat mendidih tutup jangan dipasang)
Tambahkan air sampai penuh kemudian ditimbang.
Ukur suhu labu tersebut dengan menggunakan thermometer suhu.
Ulangi langkah E dan F pada suhu di thermometer suhu
diintervalkan kalibrasi labu ukur.
3) Triaxial Compression Test : ASTM D.2850
Pekerjaan ini dimaksudkan untuk mengukur Unconsolidated Undrained Stregnth
terhadap sampel berbentuk silinder dari tanah kohesif, baik dalam keadaan undisturbed
maupun remoulded pada alat compression test load, dimana sampel menerima tekanan
disekelilingnya dalam triaxial chamber.
Alat dan Bahan
Alat uji Triaksial.
Sampel Tanah.
70
Gambar 3.6. Alat dan Bahan Pengujian Triaxial Compression Test
Sumber: Anonim (2016)
a. Langkah Kerja
Ambil sampel benda uji dari lapangan dengan tabung yang telah
disediakan.
Keluarkan sampel tanah dari tabung dengan hati-hati, agar tidak
terjadi kerusakan pada sampel tanah.
Bungkus sampel tanah dengan membran.
Pasangkan sampel tanah yang telah dibungkus membran tersebut
pada pada piston triaxial.
Pasang juga karet pada ujung atas dan bawah sample.
Tutupkan tabung triaxial, hubungkan dengan alat pengukur
tegangan, lalu isi tabung tersebut dengan air hingga penuh.
Arloji penunjuk beban dan arloji pengukur penetrasi diatur sampai
menunjukkan angka nol.
71
Berikan tekanan axial pada sampel tanah tersebut sebesar 0,5 – 2%
per menit, dan catat beban dan perubahan-perubahan setiap 0,1;
0,3; 0,4; 0,5% (pada setiap 0,5% setelah dicapai 3% dan setiap 1%
setelah 10% tegangan dan setiap 2% jika tekanan telah melebihi
10%).
4) Consolidation Properties (Cc, Cv) : ASTM D.2435
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mendapatkan sifat pemadatan suatu jenis
tanah.
a. Alat dan Bahan
Satu set alat konsolidasi yang terdiri dari alat pembebanan dan sel
konsolidasi.
Arlogi pengukur (ketelitian).
Gambar 3.7. Alat dan Bahan Pengujian Consolidation Properties
Sumber: Anonim (2016)
72
b. Langkah Kerja
Benda uji dan cincin ditimbang pada neraca.
Letakkan batu pori dibagian atas dan bawah cincin.
Masukkan kedalam sel konsolidasi.
Pasang alat penumpu.
Letakkan sel konsolidasi pada alat konsolidasi, dimana bagian
yang runcing pada pelat menyentuh pada alat pembebanan.
Atur kedudukan arloji kemudian bacalah.
Pasang ban sehingga tekanan dalam arloji 0.25 kg/cm2.
Catat penurunan konsolidasi sesuai dengan waktu yang ditetapkan
pada formulir konsolidasi.
5) Unconfined Compression Test : ASTM D.21
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan besarnya kekuatan tekan bebas
contoh tanah dan batuan yang bersifat kohesif dalam keadaan asli maupun buatan
(remolded).
a. Alat dan Bahan
Mesin tekan bebas.
Extruder.
Cetakan benda uji.
Pisau tipis.
Neraca.
Stopwatch.
Pisau kawat.
74
Gambar 3.9. Alat dan Bahan Pengujian Direct Shear Test
Sumber: Anonim (2016)
b. Langkah Kerja
Timbang dan pastikan contoh tanah asli dari dalam tabung
ujungnya harus rata.
Benda uji dimasukkan ke dalam cincin pemeriksaan yang telah
terkunci menjadi satu.
Stang penekan dipasang vertical untuk memberi beban normal
pada benda uji dan diatur sehingga beban yang diterima oleh benda
uji sama dengan beban yang diberikan pada stang tersebut.
Arloji geser diatur sehingga menunjukkan angka nol.
Beban normal diberikan pertama sesuai dengan beban yang
diperlukan.
Lakukan pembacaan geseran dan dial reading hingga mendapatkan
pembacaan tiga kali nilainya sama, setelah itu ganti sampel tanah
kemudian ulangi lagi langkah di atas dengan beban normal yang
berbeda.
7) Atterberg Limit : ASTM D.4318
75
a. Plastic Limit dimaksudkan untuk mendapatkan kadar air suatu tanah dalam
keadaan batas plastis.
b. Liquid Limit dilakukan untuk mendapatkan kadar air suatu tanah dalam
keadaan batas cair.
c. Shrinkage Limit Mencari kadar air tanah dinyatakan dalam persen terhadap
berat kering tanah setelah dioven.
Dari batas atterberg kita dapat menentukan sifat tanah. Tanah yang batas cairnya
tinggi akan mempunyai kekuatan rendah dan compressibility nya tinggi sehingga sulit
dipadatkan.
Gambar 3.10. Grafik Atterberg Limit
Sumber: Anonim (2016)
Suatu tanah akan menyusut apabila air yang dikandungnya secara perlahan-lahan
hilang dalam tanah.
3.4 Metode Pengerjaan
Dalam studi ini beberapa langkah perhitungan yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut:
1) Menentukan parameter tanah yang akan digunakan dari hasil penyelidikan tanah
di lapangan dan laboratorium.
Volume
Tanah
Vi
V
f
Batas
susut
Batas
plastis
Batas
cair
Wi
Kadar air (%)
Vp
76
Hitung tegangan overburden
Hitung penambahan tegangan vertikal
Hitung tegangan geser
Hitung penurunan segera (Immediate Settlement)
Hitung penurunan akibat konsolidasi primer
Hitung total penurunan
Hitung waktu penurunan
Hitung penurunan pada waktu t
Hitung estimasi potensi likuifaksi
Hitung penurunan tanah akibat likuifaksi
Hitung indeks potensi likuifaksi
2) Menghitung perkuatan tanah dengan stone column.
Menentukan diameter stone column
Hitung jarak pemasangan
Hitung Area replacement ratio
Hitung konsentrasi tegangan
Hitung tegangan rata-rata yang bekerja pada unit cell
Hitung tegangan pada luas penampang stone column
Hitung penurunan konsolidasi stone column
Hitung waktu penurunan pada stone column
Hitung penurunan konsolidasi stone column pada waktu t
Hitung momen perlawanan tanah (MR) di bawah timbunan
Hitung momen dorong ultimit (MOV ult)
Hitung momen yang harus diterima oleh stone column (Δ MR)
Hitung gaya yang harus diterima oleh stone column
Hitung angka keamanan akhir
3) Menganalisa biaya.
Hitung volume stone column
volume stone column x harga bahan ( 1 m3) x jumlah stone column
77
Mulai
Pengumpulan
data
`
Tes LaboratoriumStandard Penetration
Test (SPT)
Data
Topografi
Data
Tanah
Pemodelan dengan Stone
Column
Menvariasikan
Diameter, Jarak Antar
Stone Column dan
Menggunakan Fixed
Type Stone Column
Model Stone Column
Pola Bujur Sangkar
Model Stone Column
Pola Segitiga
Hasil
Pemodelan
Analisa Biaya
Kesimpulan dan
Saran
Selesai
Menghitung Likuifaksi
Menentukan Parameter
Stone Column dan
Parameter Tanah
Menghitung Penurunan
Gambar 3.11. Diagram Alir Penyelesaian Skripsi
79
79
BAB IV
ANALISA PERHITUNGAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Tanah
Data tanah yang digunakan sebagai input analisa pada tugas akhir ini diambil pada
proyek pembangunan PLTU Sorong yang berlokasi di Kota Sorong Provinsi Papua Barat.
Dari lokasi pengambilan data tanah (soil investigation) dapat dilihat bahwa terdapat lima
titik bore hole di lokasi proyek pembangunan PLTU Sorong dengan penggunaannya yang
disajikan Pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Lokasi Pekerjaan Pengeboran
No. Lokasi Jumlah
Titik
Kedalaman
(m) Arah
BH - 01 Turbin Hall 1 40
Vertikal
BH - 02 Transfer Tower 1 42
Vertikal
BH - 03 HSD Oil Tank 1 40
Vertikal
BH - 05 Regas Plant Area 1 26
Vertikal
BH - 06 Ash Yard 1 40
Vertikal
TOTAL
188
Sumber: Hasil Penyelidikan (2016)
Kondisi tanah pada daerah proyek pembangunan PLTU Sorong rata-rata adalah
lempung (clay) dengan rata-rata kedalaman tanah keras berada pada kedalaman di bawah
17 m. Namun pada pembahasan ini hanya menggunakan data BH – 03, karena lokasi BH –
03 adalah lokasi yang terdekat dengan lokasi studi ini. Data hasil tes laboratorium studi ini
bisa dilihat Pada Tabel 4.2, sedangkan kelengkapan data tanah dapat dilihat (Pada
Lampiran).
79
80
80
Tabel 4.2. Data Rangkuman Tanah Hasil Tes Laboratorium di PLTU Sorong
BH-01
5.50 - 6.00 5.00-5.50 9.00 - 9.50 3.50-4.00 6.50-7.00 13.50-14.00
w (%) 30,83 34,36 28,29 47,79 29,25 33,95
Gs - 2,63 2,58 2,63 2,73 2,66 2,66
gwet (gr/cm3) 2,03 1,88 2,00 2,01 2,02 2,01
Passing # 200 (%) 98,78 99,10 99,22 45,98 86,90 96,86
Silt (%) 26,76 38,66 51,17 26,23 44,01 53,04
Clay (%) 72,02 60,44 48,05 19,75 42,89 43,82
LL (%) 74,50 71,86 70,22 47,76 61,88 72,81
PL (%) 34,75 32,33 34,67 31,92 32,90 39,23
PI (%) 39,75 39,53 35,54 15,83 28,98 33,58
Cohesion, c kg/cm2 1,17 0,68 2,20 0,17 0,62 1,00
Sensitivity, St - 1,03 1,04 1,03 1,22 1,14 1,07
Cohesion kg/cm2 0,53 0,57 1,29 0,08 0,26 0,56
Friction Angle f degree 9,79 2,77 5,04 2,82 3,74 10,44
Cohesion kg/cm2 0,56 0,31 0,66 0,07 0,16 0,66
Friction Angle f degree 37,58 39,34 35,39 19,76 31,73 36,67
eo - 0,72 0,69 0,74 0,95 1,73 1,00
Cc - 0,23 0,31 0,38 0,31 0,46 0,26
Cv mm2/sec
Sumber: Hasil Penyelidikan (2016)
PLTU TIMIKA (4X7) MW
DS. ARAR DISTRICT MAYAMUK, KAB. SORONG
BOREHOLES
Inorganic high
plasticity CLAY,
(CH)
Inorganic high
plasticity CLAY,
(CH)
UnitSymbol BH-02 BH-03
Inorganic low
plasticity SILT,
(ML)
Inorganic high
plasticity SILT,
(MH)
Inorganic high
plasticity SILT,
(MH)
UU
Plasticity Index
Soil Parameters
Remarks:
USCS -
Inorganic high
plasticity CLAY,
(CH)
Soil Classification
Coef. of Consolidation
Direct Shear Test
Unconfined Compression Test
See c v graph & table
SUMMARY OF SOIL TEST
Initial void ratio
Compression index
PROJECT
LOCATION
Pro
pert
ies Natural Water Content
Specific Gravity of Soil
Consis
tency
Liquid Limit
Plastic Limit
Gra
in S
ize
Consolid
ation
Hydrometer Test
Wet density
TRIAXIAL
81
81
4.2 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan Awal (Preloading)
Untuk memperkirakan besar penurunan dan waktu penurunan yang akan terjadi
pada lokasi yang akan ditinjau, perlu diketahui besarnya nilai beban rencana yang dipikul
tanah dasar. Besarnya beban yang diperhitungkan terbatas pada beban timbunan atau
pembebanannya sendiri. Hal ini dikarenakan beban timbunan tersebut sudah dianggap
cukup untuk mewakili beban bangunan dan beban pondasi yang nantinya akan di tahan
oleh tanah dasar, sedangkan penurunan tanah yang terjadi setelah selesai masa konstruksi
akan diperhitungkan tersendiri diluar bahasan dalam tugas akhir ini.
4.2.1 Perhitungan Penurunan Akibat Pembebanan
4.2.1.1 Perhitungan Tegangan Overburden ( ’o)
Tebal lapisan tanah yang akan dihitung penurunan konsolidasinya adalah lapisan
tanah hingga kedalaman 17 m, karena dibawah kedalaman 17 m adalah tanah keras.
Berikut adalah contoh perhitungan tegangan overburden ( ’o), rumus yang digunakan
adalah:
’o = ’. h
’ = sat – w
dengan:
’ = berat isi tanah dalam keadaan submerged/terendam (t/m3)
sat = berat isi tanah dalam kondisi jenuh (t/m3)
w = berat isi air (1 t/m3)
’o = tegangan overburden atau tegangan efektif akibat berat sendiri (t/m2)
h = kedalaman lapisan tanah yang ditinjau (m)
perhitungan pada lokasi bore hole 3 adalah sebagai berikut:
- Lapisan 1 (h = 5 m), titik tinjau diambil ½ h = 2,5 m
’o = ½ h1 . ’
’o = ½ 5 . 1,009
’o = 2,52 t/m2
- Lapisan 2 (h = 7 m), titik tinjau diambil ½ h = 3,5 m
’o = ½ h2 . ’ + h1 . ’
’o = ½ 7 . 1,0212 + 5 . 1,009
’o = 8,62 t/m2
- Lapisan 3 (h = 5 m), titik tinjau diambil ½ h = 2,5 m
82 8
2
’o = ½ h3 . ’ + h1 . ’ + h2 . ’
’o = ½ 5 . 1,0155 + 5 . 1,009 + 7 . 1,0212
’o = 14,7323 t/m2
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.3 dibawah ini:
Tabel 4.3. Tegangan Overburden ( ’o ) pada BH-03
No Bore
Hole Lapisan h (m)
o Keterangan
1
BH-03
1 5 1,0090 2,0090
1
2,5225 Endapan
Rawa
2 2 7 1,0212 2,0212 8,6193 Lempung
3 3 5 1,0155 2,0155 14,7323 Pasir
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
4.2.1.2 Perhitungan Penambahan Tegangan Vertikal ( )
Seperti pada penjelasan sebelumnya, beban rencana dianggap diwakili oleh beban
timbunan dari pembebanan. Besarnya nilai pengaruh I ditentukan oleh grafik
OSTERBERG dengan menentukan besarnya panjang b timbunan, dalam perhitungan ini b
= 120 m (Gambar terlampir). Nilai tersebut jika dibandingkan dengan total kedalaman
yang ditinjau hasilnya adalah 120/18 = 7,06. Hal ini cukup besar jika dimasukkan dalam
grafik OSTERBERG. Maka dari itu, besarnya nilai pengaruh I = 0,5 (keadaan ).
Perhitungan penambahan tegangan vertikal akibat variasi beban timbunan
rencana Hr adalah sebagai berikut:
∆σ = q . Hr
atau lebih spesifiknya
∆σ = tim . 2 . I . Hr
dengan:
∆σ = penambahan tegangan vertikal (t/m2)
tim = berat isi tanah timbunan (t/m3)
I = nilai pengaruh OSTERBERG (0,5)
Hr = tinggi timbunan rencana (m)
Perhitungan pada lokasi tersebut sebagai berikut:
- Untuk Hr = 4 m
∆σ = tim . 2 . I . Hr
∆σ = 1,8 . 2 . 0,5 . 4
83
83
∆σ = 7,2 t/m2
- Untuk Hr = 5 m
∆σ = tim . 2 . I . Hr
∆σ = 1,8 . 2 . 0,5 . 5
∆σ = 9 t/m2
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4. Penambahan Tegangan Vertikal (∆σ)
Hr (m) 4 5 6 7 8 9 10 11
Koreksi OSTERBERG 0,5
penambahan tegangan vertikal
(t/m2) 7,2 9 10,8 12,6 14,4 16,2 18 19,8
Sumber: Hasil Perhitungan (2016)
4.2.1.3 Perhitungan Penurunan Segera (pi)
Perhitungan penurunan segera (pi) akibat beban timbunan sebesar penambahan
tegangan vertikal. Perhitungan penurunan segera untuk BH-03 terjadi pada lapisan ketiga
dimana butirannya berupa pasir. Perhitungan penurunan segera adalah sebagai berikut:
Dengan menggunakan persamaan (2-15)
pi = q . ∑
q = timbunan . Htimbunan
E = E’ . (
)
dimana:
pi = penurunan segera (m)
q = tekanan bersih yang dibebankan (t/m2)
hi = kedalaman tanah pada lapisan i (m)
timb = berat jenis tanah timbunan (t/m3)
Htimb = tinggi tanah timbunan (t/m3)
= angka Poisson
E = modulus elastisitas tanah (modulus Young) (t/m2)
E = modulus elastisitas dari Oedometrik di lapisan i (t/m2)
Perhitungan penurunan segera pada lokasi sebagai berikut:
- Lapisan 3 (h = 5 m)
Htimb = 4 m
84 8
4
q = 7,2 t/m2
E = 3059,15 t/m2 (pasir agak padat Pada Tabel 2.8)
= 0,3 (pasir agak padat Pada Tabel 2.9)
pi = q . ∑
= 7,2 . 4 (
)
= 0,0634 m
Htimb = 5 m
q = 9 t/m2
E = 3059,15 t/m2 (pasir agak padat Pada Tabel 2.8)
= 0,3 (pasir agak padat Pada Tabel 2.9)
pi = q . ∑
= 9 . 5 (
)
= 0,099 m
Htimb = 6 m
q = 10,8 t/m2
E = 3059,15 t/m2 (pasir agak padat terbesar Pada Tabel 2.8)
= 0,3 (pasir agak padat Pada Tabel 2.9)
pi = q . ∑
= 10,8 . 6 (
)
= 0,1426 m
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.5 dibawah ini:
85
Tabel 4.5. Penurunan Segera (pi) Akibat Pembebanan Awal
No Lapisan h
(m) E
Ytimb
(t/m3)
Penurunan Segera (m)
Htim 4 5 6 7 8 9 10 11
q 7,2 9 10,8 12,6 14,4 16,2 18 19,8
1 3 5 3059,15 0,3 0,5 0,063 0,099 0,143 0,194 0,253 0,321 0,396 0,479
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
85
86 8
6
4.2.1.4 Perhitungan Penurunan Akibat Konsolidasi Primer (Sc)
Perhitungan penurunan akibat konsolidasi primer untuk BH-03 terjadi pada lapisan
pertama dan kedua dimana terdiri dari endapan rawa dan lempung.
Kontrol Over Consolidation Ratio (OCR)
OCR =
Perhitungan pada BH-03 adalah sebagai berikut:
- Lapisan 1 (h = 5 m)
σ’c = 16,5 t/m2
σ’o = 2,52 t/m2
OCR =
=
= 6,54 >>> Over Consolidated (OC)
- Lapisan 2 (h = 7 m)
σ’c = 21 t/m2
σ’o = 8,62 t/m2
OCR =
=
= 2,43 >>> Over Consolidated (OC)
Dari perhitungan diatas, maka ditentukan bahwa penurunan konsolidasi primer
pada kondisi tanah tersebut adalah over consolidated dengan σ’c > σ’o. Kondisi tersebut
dijadikan acuan Perhitungan penurunan primer (Sc) akibat beban timbunan sebesar
penambahan tegangan vertikal. Perhitungan penurunan primer untuk BH-03 adalah sebagai
berikut:
Persamaan yang digunakan adalah (2-31):
Sc = ∑ *
(
)+ *
(
)+
dimana:
Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)
Hi = tebal sub-lapisan i (m)
= tekanan efektif overburden untuk sub-lapisan i (t/m2)
= tekanan prakonsolidasi untuk sub-lapisan i (t/m2)
pi = penambahan tekanan vertikal untuk sub-lapisan i (t/m2)
87
87
e0 = angka pori
Cc = indeks pemampatan
Cs = indeks pemuaian
Perhitungan penurunan primer pada lokasi sebagai berikut:
- Lapisan 1 (Hi = 5 m)
Htimb = 5 m pi = 7,2 t/m2
= 2,52 t/m2 = 16,5 t/m
2
Cc = 0,31 Cs = 0,06
e0 = 0,95
Sc = ∑ *
(
)+ *
(
)+
= ∑ *
(
)+ *
(
)+
= 0,60 m
- Lapisan 2 (Hi = 7 m)
Htimb = 5 m pi = 7,2 t/m2
= 8,62 t/m2 = 21 t/m
2
Cc = 0,46 Cs = 0,09
e0 = 1,73
Sc = ∑ *
(
)+ *
(
)+
= ∑ *
(
)+ *
(
)+
= 0,40 m
Maka untuk penurunan Primer (Sc) total akibat adanya pembebanan pada lokasi
studi adalah sebagai berikut:
Pada Htimb = 1 m;
Sc = Sc 1 + Sc 2
Sc = 0,60 + 0,40
Sc = 1 m
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.6 dibawah ini:
88
88
Tabel 4.6. Penurunan Primer (Sc) Akibat Pembebanan Awal
No Lapisan Hi
(m)
Penurunan
per lapisan σ'o σ'c eo Cc Cs
Penurunan Primer (m)
Htim 4 5 6 7 8 9 10 11
pi 7,2 9 10,8 12,6 14,4 16,2 18 19,8
1 1 5 Sc1 2,52 16,50 0,95 0,31 0,06
0,60 0,65 0,70 0,75 0,79 0,82 0,85 0,88
2 2 7 Sc2 8,62 21,00 1,73 0,46 0,09 0,40 0,46 0,51 0,55 0,59 0,63 0,67 0,70
Total Penurunan Primer (Sc) 1,00 1,11 1,21 1,30 1,38 1,45 1,52 1,58
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
89
4.2.1.5 Perhitungan Total Penurunan Akibat Pembebanan
Penambahan beban vertikal di atas permukaan tanah dan penambahan tegangan
dalam tanah akan menyebabkan penurunan (settlement). Apabila tanah terdiri dari lempung
lunak maka penurunan yang terjadi besar bila dibandingkan dengan pasir. Untuk
menghitung penurunan dapat digunakan persamaan berikut:
Stot = pi + Sc + Ss
dengan:
Stot = penurunan total (m)
pi = penurunan segera (m)
Sc = penurunan akibat konsolidasi primer (m)
Ss = penurunan akibat konsolidasi sekunder (m)
Namun, dalam studi ini untuk nilai Ss tidak dihitung karena dianggap nilainya
relatif kecil. Sehingga dapat diabaikan.
Perhitungan total penurunan pada lokasi sebagai berikut:
- Pada Htimb = 4 m;
Stot1 = pi1 + Sc1
Stot1 = 0,063 + 0,998
Stot1 = 0,508 m
- Pada Htimb = 5 m;
Stot2 = pi2 + Sc2
Stot2 = 0,099 + 1,112
Stot2 = 1,211 m
- Pada Htimb = 6 m;
Stot3 = pi3 + Sc3
Stot3 = 0,143 + 1,211
Stot3 = 1,354 m
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.7 dibawah ini:
Tabel 4.7. Total Penurunan Akibat Pembebanan Awal
Htim 4 5 6 7 8 9 10 11
Pi 0,063 0,099 0,143 0,194 0,253 0,321 0,396 0,479
Sc 0,998 1,112 1,211 1,301 1,381 1,455 1,522 1,585
Stot 1,061 1,211 1,354 1,495 1,635 1,775 1,918 2,064
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
90 9
0
Gambar 4.1. Grafik Total Penurunan dengan Htimb
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Untuk total penurunan tinggi timbunan efektif (Heff) bisa dilihat Pada Tabel 4.8
dibawah ini:
Tabel 4.8. Total Penurunan Pada Tinggi Timbunan Efektif (Heff)
H timbunan (m) 5,25
Total Penurunan Segera (pi) m 0,109
Total Penurunan Primer (Sc) m 1,138
Total Penurunan (m) 1,247
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
4.2.1.6 Perhitungan Waktu Penurunan
Dengan menggunakan persamaan (2-32), lama waktu penurunan yang terjadi dapat
dihitung sebagai berikut:
Rumus yang digunakan:
Tv (time factor) =
dengan:
Tv = faktor waktu
Cv = koefisien konsolidasi
t = waktu
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
0,00 2,00 4,00 6,00 8,00 10,00 12,00
Pen
uru
na
n (
m)
H timb (m)
Total Penurunan
Stot
Hr
91
91
h = tebal lapisan tanah (m)
Perhitungan pada lokasi sebagai berikut:
- Lapisan 1 (h = 5 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 1,75 . 10-7
m/det
Maka:
t1 =
=
= 3,84 tahun
- Lapisan 2 (h = 7 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 2 . 10-8
m/det
Maka:
t2 =
=
= 65,88 tahun
- Lapisan 3 (h = 5 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 5 . 10-9
m/det
Maka:
t3 =
=
= 140,05 tahun
Sehingga total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai penurunan 90% adalah:
ttotal = t1 + t2 + t3
= 3,84 + 65,88 + 140,05
= 209,77 tahun
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.9 dibawah ini:
92
Tabel 4.9. Waktu Penurunan (t) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U)
No Lapisan h (m) Cv (m2/det)
Waktu Penurunan t (tahun)
U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
Tv= 0,008 0,031 0,071 0,126 0,196 0,283 0,403 0,567 0,848
1 1 5 0,000000175
0,04 0,14 0,32 0,57 0,89 1,28 1,83 2,57 3,84
2 2 7 0,000000020 0,62 2,41 5,52 9,79 15,23 21,99 31,31 44,05 65,88
3 3 5 0,000000005 1,32 5,12 11,73 20,81 32,37 46,74 66,56 93,64 140,05
t total (tahun) 1,98 7,67 17,56 31,17 48,49 70,01 99,69 140,26 209,77
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
92
93
4.2.1.7 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Pada Waktu (t)
Untuk penurunannya bisa dihitung menggunakan persamaan (2-33) berikut:
U =
atau St = U . S
Dimana:
U = derajat konsolidasi rata-rata
St = penurunan lapisan lempung pada saat t
S = penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer
Perhitungan pada lokasi sebagai berikut:
- Lapisan 1 (h = 5 m)
U = 0,9 (90%)
S = 0,6673
St = U . S
= 0,9 . 0,6673
= 0,60 m
- Lapisan 2 (h = 7 m)
U = 0,9 (90%)
S = 0,4704
St = U . S
= 0,9 . 0,2508
= 0,42 m
- Lapisan 3 (h = 5 m)
U = 0,9 (90%)
S = 0,1092
St = U . S
= 0,9 . 0,0121
= 0,1 m
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.10 dibawah ini:
94
Tabel 4.10. Total Penurunan (St) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U)
No Lapisan h (m) S
Penurunan St (m)
U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
U= 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
1 1 5 0,6673
0,07 0,13 0,20 0,27 0,33 0,40 0,47 0,53 0,60
2 2 7 0,4704 0,05 0,09 0,14 0,19 0,24 0,28 0,33 0,38 0,42
3 3 5 0,1092 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05 0,07 0,08 0,09 0,10
St total (m) 0,12 0,25 0,37 0,50 0,62 0,75 0,87 1,00 1,12
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
94
95
95
Dari tabel diatas didapatkan grafik hubungan St dengan t. Lebih jelasnya dapat
dilihat Pada Gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2. Grafik Hubungan St dengan t
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi
timbunan efektif sebesar 5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan
penurunan primer sebesar 1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90%
diketahui membutuhkan waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan besar
penurunannya 1,12 m.
4.2.2 Perhitungan Penurunan Konsolidasi Dengan Program Plaxis 8.2 2D
a. Pemodelan tanah dan parameter yang digunakan
Adapun tanah yang akan dianalisis adalah tanah di daerah plan area stock pile
PLTU Sorong. Hasil bore hole dan potongan eksisting yang akan digunakan untuk analisa
program Plaxis 8.2 2D dapat dilihat pada lampiran.
Jenis material yang digunakan pada analisis ini adalah model Mohr-Coulomb dan
Soft Soil, dan parameter-parameter tanah yang akan digunakan pada program ini adalah
berat isi jenuh dan tak jenuh ( sat dan unsat), permeabilitas (ks dan ky), modulus Young (E),
angka poisson (µ), kohesi (c), sudut geser ( ), dan sudut dilatasi (ψ).
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
0,00 50,00 100,00 150,00 200,00 250,00
Pen
uru
na
n (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St -t Analitis
96 9
6
Tabel 4.11. Kisaran Permeabilitas Tanah (k) Pada Temperatur 20°C (Das, 1983)
Sumber: Hary Christady H (2010:160)
Tabel 4.12 Harga-harga Modulus Young
Jenis tanah
Modulus
Young
psi kN/m2
Lempung
lembek 250-500 1380-3450
Lempung keras 850-2000 5865-13800
Pasir lepas 1500-4000 10350-
27600
Pasir padat 5000-10000 34500-
69000
* 1 psi = 6,9 kN/m2
Sumber: Das, B.M, (1994 : 218)
Tabel 4.13 Harga-harga Angka Poisson
Jenis tanah Angka Poisson
(µ)
Pasir lepas 0,2-0,4
Pasir agak padat 0,25-0,4
Pasir padat 0,3-0,45
Pasir berlanau 0,2-0,4
Lempung lembek 0,15-0,25
Lempung agak
kaku 0,2-0,5
Sumber: Das, B.M, (1994 : 219)
Jenis Tanah k (mm/det)
Butiran kasar 10 - 103
Kerikil halus, butiran kasar bercampur pasir butiran sedang 10-2
– 10
Pasir halus, lanau longgar 10-4
- 10-2
Lanau padat, lanau berlempung 10-5
- 10-4
Lempung berlanau, lempung 10-8
- 10-5
Lempung < 10-8
97
97
Gambar 4.3. Jendela Tampilan Awal Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
b. Input data (Plaxis Input)
- Persiapan pengerjaan
Timbunan dapat dianalisa dengan menggunakan model regangan bidang (plain
strain), dengan 15 titik nodal. Model geometri memiliki lebar 120 m (sesuai dengan lebar
rencana timbunan) dan kedalamannya lebih besar dari rencana kedalaman. Tinggi
timbunan sebesar 5,25 m (sesuai dengan perhitungan analitis).
Gambar 4.4. Penamaan Proyek Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
98 9
8
Gambar 4.5. Pengaturan Dimensi Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
- Metode geometri dan kondisi batas (Boundary Condition)
Mulailah dengan menggambar dari lapisan terbawah terlebih dahulu. Dimulai dari
titik (0,0;0,0) atau pertemuan garis x dan y. Gambarlah sesuai dengan tinggi lapisan yang
ada pada data bore log, dan juga tinggi timbunan yang direncanakan. Bedakan gambar
bagian timbunan dengan bagian lapisan tanah yang lain. Dan jangan lupa klik pada tombol
Standart Fixities untuk menampilkan kondisi batas. Untuk selengkapnya bisa dilihat pada
gambar dibawah ini:
Gambar 4.6. Penyusunan Lapisan Tanah
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
99
99
- Data bahan (Material Sets)
Adapun data sifat-sifat material yang dimasukkan ke kumpulan data material pada
program masukan (input) Plaxis bisa dilihat Pada Tabel dibawah ini:
Tabel 4.14. Sifat-sifat Material dan Parameter Desain
Sumber: Data Geologi Rencana PLTU Sorong (2017)
Pada tombol Material Sets, buatlah parameter tanah sesuai dengan tabel diatas.
Bedakan warna tiap lapisannya. Lebih mudahnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Parameter Timbunan Lapisan 1 Lapisan 2 Lapisan 3
Tebal (m) 5,25 5 7 5
Kondisi Tanah Padat Lunak Lunak Lunak
Model Mohr
Coulomb Soft Soil Soft Soil Soft Soil
Tipe Drained Undrained Undrained Undrained
y unsat (kN/m3
) 10 13,55106228 15,5438656 15,0456647
y sat (kN/m3) 18 20,03 20,13 20,13
kx (m/hari) 1 9,52132E-05 1,73387E-05 1,7628E-06
ky (m/hari) 1 9,52132E-05 1,73387E-05 1,7628E-06
E (kN/m2) 3000 - - -
µ 0,3 - - -
c (kN/m2) 1 6,974811469 15,9424262 65,7625081
ᶲ (°) 30 19,76 31,73 36,67
Cc - 0,31 0,46 0,26
Cs - 0,062 0,092 0,052
eo - 0,95 1,73 1
100
100
Gambar 4.7. Lembar Tab Umum Untuk Tanah dan Antarmuka
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Gambar 4.8. Lembar Tab Parameter Untuk Tanah dan Antarmuka
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
101
101
Gambar 4.9. Lapisan Tanah Setelah Adanya Data Material
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
- Penyusunan Jaring Elemen (Mesh Generation)
Setelah memasukkan semua parameter material, jaring elemen hingga sederhanan
dapat disusun dengan menggunakan tingkat kekasaran elemen sesuai keinginan
perhitungan. Semakin rapat kekasaran elemen, maka semakin teliti perhitungannya. Dalam
perhitungan kali ini, dipilih kekasaran elemen sangat rapat (very fine). Selanjutnya
dilakukan penyusunan jaring elemen dengan menekan tombol susun jaring elemen
(generate mesh). Untuk kejelasannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.10. Pemilihan Tingkat Kekasaran Elemen
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
102
102
Gambar 4.11. Penggambaran Jaring Elemen (Generate Mesh)
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
- Kondis Awal (Initial Condition)
Klik tombol initial condition, dalam kondisi awal (initial condition) ditetapkan
berat isi air sebesar 10 kN/m3.
- Tekanan air pori
Penyusunan tekanan air pori. Tekanan air sepenuhnya adalah tekanan hidrostatik
berdasarkan garis freatik global (phreatic level). Gambar garis phreatic level dimana
berada pada pertemuan antara lapisan tanah teratas dengan timbunan. Kemudian buatlah
kondisi batas untuk analisa konsolidasi pada arah vertikal sebelah kiri dan kanan dengan
cara menekan tombol batas konsolidasi tertutup (closed consolidation bundary) kemudian
klik titik nodal 0 sampai ke titik teratas, klik esc pada tombol keyboard kemudian klik lagi
titik nodal 1 sampai ke titik teratas. Selebihnya bisa dilihat Pada Gambar berikut.
103
103
Gambar 4.12. Penyusunan Tekanan Air Pori
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Setelah selesai menyusun tekanan air pori, klik pada tombol hitung tekanan air pori
(Generate Water Pressure). Pada generate by pilih phreatic level dan klik tombol Ok.
Kemudian akan muncul gambar seperti dibawah ini.
Gambar 4.13. Tekanan Air Pori
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
104
104
Dari Gambar 4.13, bisa dilihat kalau tekanan air pori maksimum (extreme active
pore pressure) sebesar 169,40 kN/m2. Tanda minus menunjukkan tekanan tersebut berada
dibawah permukaan tanah, dan juga diketahui tanda silang atau tanda positif berwarna biru
menunjukkan tekanan air pori. Kesimpulan yang didapat dari gambar diatas ialah semakin
jauh dari permukaan tanah maka semakin besar tekanan air porinya.
- Tegangan awal
Penyusunan tegangan awal. Setelah gambar tekanan air pori keluar pilih tombol
panah hijau yang bertulisan update. Klik tombol lingkaran hijau sebelah kanan, kemudian
klik pada timbunan untuk menghilangkan data timbunan dari proses penghitungan, dengan
berubahnya menjadi berwarna putih maka timbunan tidak di ikut sertakan dalam
perhitungan, kemudian klik generate initial stresses. Isikan nilai OCR sesuai dengan
lapisannya masing-masing. Klik tombol Ok. Jika muncul peringatan klik saja tombol Ok.
Selebihnya dapat dilihat Pada Gambar dibawah ini:
Gambar 4.14. Penyusunan Tegangan Awal
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
105
105
Gambar 4.15. Tegangan Awal
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari Gambar 4.15, bisa dilihat kalau tegangan awal atau tegangan efektif (effective
stresses) sebesar 171,10 kN/m2. Tanda minus menunjukkan tegangan tersebut berada
dibawah permukaan tanah, dan juga diketahui tanda silang atau tanda positif berwarna
merah menunjukkan tegangan awal. Sama halnya dengan tekanan air pori, kesimpulan
yang didapat dari gambar diatas ialah semakin jauh dari permukaan tanah maka semakin
besar tegangan efektifnya.
c. Perhitungan (Calculation)
Konstruksi timbunan dianggap terdiri dari satu tahap dan membutuhkan waktu
pelaksanaan dua bulan (60 hari). Namun studi ini menggunakan waktu 4 bulan (120 hari),
setelah tahapan konstruksi selesai, dilanjutkan dengan konsolidasi sampai nilai tekanan air
pori berlebih dapat berdisipasi sehingga didapat nilai penurunan akhir.
Berikut langkah-langkah dalam tahap perhitungan:
1) Setelah gambar tegangan awal muncul, klik tombol panah hijau bertulisan update.
Kemudian klik tombol calculate, jika muncul peringatan untuk menyimpan file,
klik saja tombol Yes. Kemudian akan muncul jendela perhitungan (calculations).
2) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi selama 120 hari. Pada bagian
calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian time
106
106
interval tulis angka 120 untuk waktu 120 hari. Pada bagian define, jika
timbunannya tidak berwarna atau berwarna putih, klik pada timbunannya. Jika
berubah warna, maka timbunannya sudah aktif. Klik tombol next.
3) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian
calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian loading
input pilih minimum pore pressure dengan menuliskan 1 kN/m2 atau < 1 kN/ m
2
Klik tombol next.
4) Pada tab general dibagian phase, tuliskan phi-c konsolidasi. Pada bagian stat from
phase pilih konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian calculation type pilih phi/c
reduction. Klik pada tab parameters, centang pada bagian reset displacements to
zero dan centang juga ignore undrained behaviour.
5) Klik tombol select points for curves. Pilih titik A dibawah ujung kanan timbunan
dengan cara mengkliknya saja. Kemudian pilih titik B dibagian ujung kiri lapisan
tanah paling tengah. Kemudian klik tombol calculate. Jika proses perhitungan tidak
mengalami kesalahan atau error, maka jendela hasil perhitungan menunjukkan
centang berwarna hijau. Selebihnya dapat dilihat Pada Gambar berikut:
Gambar 4.16. Jendela Perhitungan Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
107
107
Gambar 4.17. Pemilihan Titik A dan Titik B
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Gambar 4.18. Proses Perhitungan (Calculations)
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
108
108
Gambar 4.19. Jendela Hasil Perhitungan (Calculations)
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
d. Hasil perhitungan (Output)
Setelah proses perhitungan selesai, akan didapatkan hasil perhitungan yang bisa
dilihat pada program keluaran (output). Jendela keluaran akan menampilkan total
displacements pada kondisi setelah konsolidasi secara penuh terjadi. Gambar total
displacements dapat dilihat Pada Gambar 4.20, dan kurva waktu penurunannya dapat
dilihat Pada Gambar 4.21.
109
109
Gambar 4.20. Total Displacements Dengan Cara Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari Gambar 4.20, diperoleh besar hasil penurunannya. Dari keluaran (output)
sebenarnya bisa diperoleh juga hasil penurunan horisontalnya, namun dikarenakan
perhitungan analitisnya menggunakan persamaan penurunan akibat konsolidasi satu
dimensi, maka dipilih penurunan vertikalnya. Penurunannya sebesar 1,16 m, seperti yang
ditunjukkan pada gambar diatas.
Gambar 4.21. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
0 50 100 150 200
Pen
uru
na
n (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St - t Plaxis
110
110
Dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal pada program Plaxis 8.2 2D
telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan tinggi timbunan sebesar 5,25 m.
Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunan diketahui penurunan
membutuhkan waktu penurunan sebesar 189,36 tahun dengan besar penurunannya 1,04 m.
4.2.3 Perbandingan Perhitungan Analitis dan Plaxis 8.2 2D
Dari perhitungan penurunan analitis akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi
timbunan efektif sebesar 5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan
penurunan primer sebesar 1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90%
waktu penurunan diketahui membutuhkan waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan
besar penurunannya 1,12 m. Sedangkan dari perhitungan penurunan akibat pembebanan
awal pada program Plaxis 8.2 2D telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan
tinggi timbunan sebesar 5,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu
penurunan diketahui membutuhkan waktu penurunan sebesar 189 tahun dengan besar
penurunannya 1,04 m. Selengkapnya dapat dilihat Pada Tabel dan Gambar berikut.
Tabel 4.15. Selisih Antara Analitis dan Plaxis 8.2 2D
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Gambar 4.22. Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output)
Plaxis 8.2 2D Denga Hasil Analitis
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
0 50 100 150 200 250
Pen
uru
na
n (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St -t Analitis
St -t Plaxis
Hr (m) S (m) selisih
(%)
t (tahun) selisih
(%)
Analitis 5,25
1,25 6,96
209 10,77
Plaxis 1,16 189
111
111
Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa besar penurunan dan waktu penurunan
tanah antara kedua teori ini tidak terdapat perbedaan yang cukup besar. Dari tabel diatas
diketahui kalau besar penurunan dan waktu penurunan dengan menggunakan program
Plaxis 8.2 2D lebih kecil.
4.3 Perhitungan Estimasi Potensi Likuifaksi
Untuk evaluasi CSR menggunakan persamaan (2-39) yang diusulkan oleh Seed dan
Idriss (1971) sebagaimana dituliskan dalam Robertson (2004).
CSR =
= 0,65 (
) . (
) .
dengan:
= tegangan geser siklik
(amax) = percepatan permukaan tanah maksimum arah horisontal
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
= tegangan overburden vertikal total
= tegangan overburden vertikal efektif
rd = faktor pengurangan tegangan
rd adalah faktor pengurangan tegangan yang merupakan fungsi kedalaman
(z). Berikut perhitungannya:
Lapisan 3
(amax) = 2,89 m/s2 (dari www.pu.go.id)
g = 9,81 m/s2
= 25,874 t/m2
= 14,732 t/m
2
rd = faktor pengurangan tegangan
CSR = 0,65 (
) . (
) .
= 0,65 (
) . (
) . (1 – 0,00765 . (5))
= 0,068
Berikut tabel perhitungannya:
112
112
Tabel 4.16. Perhitungan Nilai CSR
No Lapisan a
max g O'vo Ovo z rd CSR
1 1
0,61 9,8
2,523
25,874
5 0,962 0,399
2 2 8,619 7 0,946 0,115
3 3 14,732 5 0,962 0,068
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Sedangkan untuk evaluasi CRR, persamaanya sebagai berikut.
CRR =
(N1)60 = Nm . CN . CE . CB . CR . CS
Dimana:
Nm = N-SPT yang diperoleh dari test lapangan.
CN = faktor normalisasi Nm terhadap tegangan overburden pada umumnya.
CE = koreksi rasio energy hammer (ER)
CB = koreksi untuk diameter lubang bor
CR = faktor koreksi dari panjang batang
CS = koreksi untuk sampel
Berikut perhitungannya:
Data di titik BH-03 lapisan 3:
NSPT dilapangan = 105
Faktor Koreksi:
CN = 1,629
CE = 1
CB = 1
CR = 0.75
CS = 1
Perhitungan (N1)60 :
(N1)60 = Nm CN CE CB CR CS
= 94,095
CRR =
CRR = 0,675
113
113
Berikut tabel perhitungannya:
Tabel 4.17. Perhitungan Nilai CRR
No Lapisan NM CN CE CB CR CS N1(60) CRR
1 1 14 1,795
0,55 1,000
0,85
1,000
11,747 0,129
2 2 79 1,708 1 74,222 0,520
3 3 105 1,629 1 94,095 0,675
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Berikutnya menghitung faktor keamanan (FSL) bisa dihitung berdasarkan
Persaamaan (2-42) di bawah ini.
FSL = (
) . MSF
Besarnya MSF yang diusulkan dalam Youd dan Idriss (2001) seperti dituliskan
pada persamaan (2-43) di bawah ini.
Lapisan 3:
MSF =
=
= 1,0009
FSL = (
) . MSF
= (
) . 1,0009
= 9,892
Berikut tabel perhitungannya:
Tabel 4.18. Perhitungan Nilai FSL
No Lapisan CSR CRR MSF FSL
1 1 0,399 0,129
1,001
0,323
2 2 0,115 0,520 4,528
3 3 0,068 0,675 9,892
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa lapisan tanah dengan kedalaman > 5 m atau
lapisan 2 dan 3 tidak mengalami likuifaksi, dikarenakan FSL > 1, sedangkan pada
kedalaman 5 m atau lapisan 1 mengalami likuifaksi, dikarenakan FSL < 1. Untuk itu
114
114
dibutuhkan penanganan terhadap tanah di lokasi tersebut. Metode yang digunakan adalah
metode pemasangan stone column. Fungsi utama pemasangan stone column adalah untuk
meningkatkan daya dukung tanah yang lembek sehingga tanah lembek tersebut dapat
menerima beban yang lebih besar dan settlement yang terjadi akan berkurang dan juga bisa
mengatasi terjadinya likuifaksi.
4.4 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column
4.4.1 Perhitungan Penurunan Dengan Stone Column menggunakan Plaxis 8.2 2D
a. Pemodelan tanah dan parameter yang digunakan
Dalam pemodelan geometri tidak ada perbedaan dengan pemodelan penuunan
tanpa stone column, hanya saja kondisi tanah lunak yang sebelumnya tak terdrainase
(undrained) di ganti dengan pilihan terdrainase (drained). Hal ini disebabkan pada lapisan
tanah lunak tersebut akan di tanam stone column yang dapat mengalirkan air pori.
Sedangkan untuk parameter stone column hanya memasukkan hubungan jarak pemasangan
stone column dengan nilai permeabilitas dari bahan stone column sendiri. Lebih jelasnya
untuk data parameter stone column bisa dilihat Pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19. Data Parameter Stone Column
Pemodelan Kedalaman
(m)
ysat
(kN/m2)
yunsat
(kN/m2)
E'
(kN/m2)
v c
(kN/m2)
φ (o)
Kh=Kv
(m/hari)
Stone
column 17 21 20 45000 0,2 5 42
7,128
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
b. Input data (Plaxis Input)
- Persiapan pengerjaan
Pada pemodelan stone column digunakan model regangan bidang (plain strain),
dengan 15 titik nodal. Model geometri memiliki lebar 120 m (sesuai dengan lebar rencana
timbunan) dengan menggunakan pilihan garis geometri (geometry line). Jepit standar
(standard fixities) dapat digunakan untuk mendefinisikan kondisi batas. Setelah itu pilihlah
drainase (drain) pada toolbar bisa dipilih untuk menggambarkan kondisi stone column
pada lapisan tanah lunak, buatlah sesuai dengan diameter yang diinginkan, penggambaran
drainase hanya berlaku di dalam geometri. Isikan dengan material sets yang diinginkan
pula. Pemodelan stone column pada geometri adalah sebagai berikut.
115
115
Gambar 4.23. Lapisan Tanah Dengan Adanya Stone Column
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
- Data bahan (Material Sets)
Sifat-sifat material dengan adanya pemasangan stone column tidak berubah, namun
untuk tipe material pada lapisan tanah yang sebelumnya dimodelkan tak terdrainase diganti
dengan pilihan terdrainase.
Gambar 4.24. Penggantian Tipe Material Menjadi Terdrainase (Drained)
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
116
116
- Penyusunan Jaring Elemen (Mesh Generation)
Setelah memasukkan parameter material, jaring elemen hingga sederhanan dapat
disusun dengan menggunakan tingkat kekasaran elemen sesuai keinginan perhitungan.
Semakin rapat kekasaran elemen, mak semakin teliti perhitungan. Dalam perhitungan kali
ini, dipilih kekasaran elemen sangat rapat (very fine). Kemudian dilakukan penyusunan
jaring elemen dengan menekan tombol susun jaring elemen (generate mesh). Lebih
jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 4.25. Penggambaran Jaring Elemen Dengan Adanya Stone Column
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
- Kondis Awal (Initial Condition)
Dalam perhitungan kondisi awal tidak terdapat perbedaan perhitungan dengan
perhitungan sebelumnya. Klik tombol initial condition, dalam kondisi awal (initial
condition) ditetapkan berat isi air sebesar 10 kN/m3.
- Tekanan air pori
Penyusunan tekanan air pori. Tekanan air sepenuhnya adalah tekanan hidrostatik
berdasarkan garis freatik global (phreatic level). Gambar garis phreatic level dimana
berada pada pertemuan antara lapisan tanah teratas dengan timbunan. Kemudian buatlah
kondisi batas untuk analisa konsolidasi pada arah vertikal sebelah kiri dan kanan dengan
cara menekan tombol batas konsolidasi tertutup (closed consolidation bundary) kemudian
klik titik nodal 0 sampai ke titik teratas, klik esc pada tombol keyboard kemudian klik lagi
117
117
titik nodal 1 sampai ke titik teratas. Kemudian klik tombol batas aliran tertutup (closed
flow boundary) dan gambarlah seperti halnya batas konsolidasi tertutp (closed
consolidation bundary). Kemudian klik tombol hitung tekanan air (generate water
pressure). Hasilnya bisa dilihat Pada Gambar berikut.
Gambar 4.26. Tekanan Air Pori Dengan Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar
Dengan Diameter 1 m
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari Gambar 4.26, bisa dilihat kalau tekanan air pori maksimum (extreme active
pore pressure) sebesar 169,11 kN/m2, perbedaannya sangat kecil antara sebelum dan
sesudah adanya stone column. Kesimpulan yang didapat dari gambar diatas ialah
kedalaman tanah sangat mempengaruhi tekanan air pori, semakin dalam tanah yang
ditinjau maka semakin besar tekanan air porinya.
- Tegangan awal
Penyusunan tegangan awal. Setelah gambar tekanan air pori keluar pilih tombol
panah hijau yang bertulisan update. Kembali ke konfigurasi (panah merah) sebelum masuk
pada perhitungan tegangan awal, cara tersebut membuat stone column di aktifkan.
Pengaktifan ini menandakan untuk perhitungan selanjutnya sudah mulai difungsikan.
Setelah tahap tersebut barulah ke tahap perhitungan tegangan awal. Klik tombol initial
118
118
conditions. Klik tombol lingkaran hijau sebelah kanan, kemudian klik pada timbunan
untuk menghilangkan data timbunan dari proses penghitungan, dengan berubahnya
menjadi berwarna putih maka timbunan tidak di ikut sertakan dalam perhitungan,
kemudian klik generate initial stresses. Jika muncul peringatan klik saja tombol Ok.
Hasilnya dapat dilihat Pada Gambar berikut:
Gambar 4.27. Tegangan Awal Dengan Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar Dengan
Diameter 1 m
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari Gambar 4.27, bisa dilihat kalau tegangan awal atau tegangan efektif (effective
stresses) sebesar 185,54 kN/m2. Tanda minus menunjukkan tegangan tersebut berada
dibawah permukaan tanah, dan juga diketahui tanda silang atau tanda positif berwarna
merah menunjukkan tegangan awal. Kesimpulan yang didapat dari gambar diatas ialah
dengan adanya stone column mempengaruhi besar tegangan efektifnya, semakin banyak
volume stone column maka semakin besar tegangan efektifnya.
119
119
c. Perhitungan (Calculation)
Hampir tidak terdapat perbedaan perhitungan dari perhitungan sebelumnya, namun
ada beberapa langkah yang harus ditambahkan. Langkah tersebut diamksudkan untuk
perhitungan stone column oleh software Plaxis. Konstruksi timbunan dianggap terdiri dari
satu tahap dan membutuhkan waktu pelaksanaan empat bulan (120 hari). Setelah tahapan
konstruksi selesai, dilanjutkan dengan konsolidasi sampai nilai tekanan air pori berlebih
dapat berdisipasi sehingga didapat nilai penurunan akhir.
Berikut langkah-langkah dalam tahap perhitungan:
1) Setelah gambar tegangan awal muncul, klik tombol panah hijau bertulisan update.
Kemudian klik tombol calculate, jika muncul peringatan untuk menyimpan file,
klik saja tombol Yes. Kemudian akan muncul jendela perhitungan (calculations).
2) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi selama 120 hari. Pada bagian
calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian time
interval tulis angka 120 untuk waktu 120 hari. Pada bagian define, jika
timbunannya tidak berwarna atau berwarna putih, klik pada timbunannya. Jika
berubah warna, maka timbunannya sudah aktif. Klik tombol next.
3) Pada tab general dibagian phase, tuliskan konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian
calculation type pilih consolidation. Klik pada tab parameters, pada bagian loading
input pilih minimum pore pressure dengan menuliskan 1 kN/m2 atau < 1 kN/m
2.
Klik tombol next.
4) Pada tab general dibagian phase, tuliskan phi-c konsolidasi. Pada bagian stat from
phase pilih konsolidasi sampai p = 1. Pada bagian calculation type pilih phi/c
reduction. Klik pada tab parameters, centang pada bagian reset displacements to
zero dan centang juga ignore undrained behaviour.
5) Klik tombol select points for curves. Pilih titik A dibawah ujung kanan timbunan
dengan cara mengkliknya saja. Kemudian pilih titik B dibagian ujung kiri lapisan
tanah paling tengah. Kemudian klik tombol calculate. Jika proses perhitungan tidak
mengalami kesalahan atau error, maka jendela hasil perhitungan menunjukkan
centang berwarna hijau. Selebihnya dapat dilihat Pada Gambar berikut:
120
120
Gambar 4.28. Pemilihan Titik A dan Titik B Dengan Adanya Stone Column
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
d. Hasil perhitungan (Output)
Setelah proses perhitungan selesai, hasil keluaran perhitungan bisa dilihat pada
program keluaran (output). Jendela keluaran akan menampilkan total displacements pada
kondisi setelah konsolidasi secara penuh terjadi. Gambar total displacements dapat dilihat
Pada Gambar 4.29, dan kurva waktu penurunannya bisa dilihat Pada Gambar 4.30.
121
121
Gambar 4.29. Total Displacements Dengan Adanya Stone Column Pola Bujur Sangkar
Dengan Diameter 1 m
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari perhitungan penurunan dengan stone column akibat pembebanan awal pada
program Plaxis 8.2 2D dengan pola bujur sangkar berdiameter 1 m telah diketahui total
penurunan sebesar 804,66 . 10-3
m dengan tinggi timbunan sebesar 5,25 m. Hasil untuk
diameter yang berbeda bisa dilihat Pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20. Penurunan Stone Column Dengan Pola Bujur Sangkar dan Pola Segitiga
no D (m) Pola S (m)
1 1 Bujur
Sangkar
0,80466
2 1,5 0,76235
3 2 0,79469
4 1
Segitiga
0,78807
5 1,5 0,85472
6 2 1
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
122
122
4.4.2 Perhitungan Waktu Penurunan Dengan Adanya Stone Column
Dengan menggunakan persamaan (2-32), lama waktu penurunan yang terjadi dapat
dihitung sebagai berikut:
Rumus yang digunakan:
Tv (time factor) =
dengan:
Tv = faktor waktu
Cv = koefisien konsolidasi
t = waktu
h = tebal lapisan tanah (m)
Perhitungannya sebagai berikut:
- Pola Bujur Sangkar (D = 1 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 1,302 . 10-5
m/det
Maka:
t1 =
=
= 0,59 tahun
- Pola Bujur Sangkar (D = 1,5 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 1,95 . 10-5
m/det
Maka:
t2 =
=
= 0,39 tahun
- Pola Bujur Sangkar (D = 2 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 2,60 . 10-5
m/det
123
123
Maka:
t3 =
=
= 0,29 tahun
- Pola Segitiga (D = 1 m)
Derajat konsolidasi U = 90%
Untuk U > 60% : Tv = -0,933 log (1-0,9) – 0,085 = 0,848
Dari data tanah diketahui Cv = 1,44 . 10-5
m/det
Maka:
T4 =
=
= 0,53 tahun
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.21 dibawah ini:
124
124
Tabel 4.21. Waktu Penurunan (t) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column
No Pola D
(m)
Cv
(m2/det)
Waktu Penurunan t (tahun)
U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
Tv= 0,008 0,031 0,071 0,126 0,196 0,283 0,403 0,567 0,848
1
Bujur Sangkar
1 1,302E-05
0,00563 0,021816 0,049965 0,08867 0,137932 0,199157 0,283605 0,399017 0,596766
2 1,5 1,953E-05 0,00375 0,014544 0,03331 0,059114 0,091954 0,132771 0,18907 0,266011 0,397844
3 2 2,604E-05 0,00281 0,010908 0,024983 0,044335 0,068966 0,099578 0,141802 0,199508 0,298383
4
Segitiga
1 1,447E-05 0,00507 0,01964 0,044981 0,079825 0,124173 0,17929 0,255314 0,359214 0,537237
5 1,5 2,17E-05 0,00338 0,013093 0,029987 0,053217 0,082782 0,119527 0,17021 0,239476 0,358158
6 2 2,893E-05 0,00253 0,00982 0,02249 0,039913 0,062086 0,089645 0,127657 0,179607 0,268618
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
125
125
Untuk penurunannya bisa dihitung menggunakan persamaan (2-33) berikut:
U =
atau St = U . S
Dimana:
U = derajat konsolidasi rata-rata
St = penurunan lapisan lempung pada saat t
S = penurunan batas lapisan lempung yang disebabkan oleh konsolidasi primer
Perhitungan pada lokasi sebagai berikut:
- Pola Bujur Sangkar (D = 1 m)
U = 0,9 (90%)
S = 0,80466
St = U . S
= 0,9 . 0,80466
= 0,7241 m
- Pola Bujur Sangkar (D = 1,5 m)
U = 0,9 (90%)
S = 0,76235
St = U . S
= 0,9 . 0,76235
= 0,6861 m
- Pola Bujur Sangkar (D = 2 m)
U = 0,9 (90%)
S = 0,79469
St = U . S
= 0,9 . 0,79469
= 0,7152 m
Perhitungan selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.22 dibawah ini:
126
126
Tabel 4.22. Total Penurunan (St) Untuk Masing-masing Derajat Konsolidasi (U) Dengan Adanya Stone Column
No Pola D
(m) S
Penurunan St (m)
U= 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%
U= 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
1
Bujur Sangkar
1 0,80466
0,08047 0,160932 0,241398 0,321864 0,40233 0,482796 0,563262 0,643728 0,724194
2 1,5 0,76235 0,07624 0,15247 0,228705 0,30494 0,381175 0,45741 0,533645 0,60988 0,686115
3 2 0,79469 0,07947 0,158938 0,238407 0,317876 0,397345 0,476814 0,556283 0,635752 0,715221
4
Segitiga
1 0,78807 0,07881 0,157614 0,236421 0,315228 0,394035 0,472842 0,551649 0,630456 0,709263
5 1,5 0,85472 0,08547 0,170944 0,256416 0,341888 0,42736 0,512832 0,598304 0,683776 0,769248
6 2 1 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
127
127
Dari tabel diatas didapatkan grafik hubungan St dengan t. Lebih jelasnya dapat
dilihat Pada Gambar 4.30 berikut:
Gambar 4.30. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan Adanya Stone
Column Pola Bujur Sangkar Dengan Diameter 1 m
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% dengan adanya stone column pola
bujur sangkar dengan diameter 1 m diketahui waktu penurunan sebesar 0,59 tahun atau 217
hari dengan besar penurunannya 0,72 m. Hasil untuk diameter yang berbeda bisa dilihat di
lampiran.
4.5 Perbandingan Penurunan Sebelum dan Setelah Pemasangan Stone Column
Dari perhitungan penurunan analitis akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi
timbunan efektif sebesar 5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan
penurunan primer sebesar 1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90%
waktu penurunan diketahui waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan besar
penurunannya 1,12 m. Sedangkan dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal
pada program Plaxis 8.2 2D telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan tinggi
timbunan sebesar 5,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu
penurunan diketahui waktu penurunan sebesar 189 tahun dengan besar penurunannya 1,04
m. Sedangkan penurunan dengan adanya stone column pola bujur sangkar dengan diameter
sebesar 1 m, penurunannya sebesar 0,80 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Pen
uru
na
n (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St - t BS D1 S2
128
128
90% waktu penurunan diketahui waktu penurunan sebesar 0,59 tahun atau 217 hari dengan
besar penurunannya 0,72 m, selisih penurunan dan waktu konsolidasi sebelum dan sesudah
adanya stone column adalah 30,63% untuk besar penurunannya, 99,68% untuk waktu
konsolidasinya. Selengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.23.
Tabel 4.23. Perbandingan Penurunan dan Waktu Penurunan Sebelum dan Sesudah Adanya
Stone Column
Sebelum Adanya Pemasangan Stone Column
no D
(m) S (m)
S 90%
(m)
t
(tahun) Selisih S (%) Selisih t (tahun) Keterangan
1 - 1,247 1,122 209,773 - - Analitis
2 - 1,160 1,044 189,370 - - Plaxis
Setelah Adanya Pemasangan Stone Column
3 1 0,805
0,724 0,597 30,633 99,685
Bujur Sangkar 4 1,5 0,762 0,686 0,398 34,280 99,790
5 2 0,795 0,715 0,298 31,492 99,842
6 1 0,788 0,709 0,537 32,063 99,716
Segitiga 7 1,5 0,855 0,769 0,358 26,317 99,811
8 2 1 0,9 0,269 13,793 99,858
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Gambar 4.31. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan Adanya Stone
Column Pola Bujur Sangkar
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0 0,2 0,4 0,6 0,8
Pen
uru
na
n (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St - t BS D1 S2
St - t BS D1,5 S3
St - t BS D2 S4
129
129
Gambar 4.32. Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan Adanya Stone
Column Pola Segitiga
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Gambar 4.33. Perbandingan Kurva Korelasi St dengan t Hasil Keluaran (output) Dengan
Adanya Stone Column
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6
Pen
uru
na
n (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St - t SG D1 S2
St - t SG D1,5 S3
St - t SG D2 S4
0,00
0,10
0,20
0,30
0,40
0,50
0,60
0,70
0,80
0,90
1,00
0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7
Pe
nu
run
an (
m)
Waktu Penurunan, t (tahun)
St -t BS D1 S2
St - t BS D1,5 S3
St - t BS D2 S4
St - t SG D1 S2
St - t SG D1,5 S3
St - t SG D2 S4
130
130
4.6 Perhitungan Volume Pekerjaan dan Biaya Bahan
4.6.1 Perhitungan Volume Pekerjaan
a) Pembebanan Awal (Preloading)
Untuk kebutuhan material urugan total dapat dihitung berdasarkan luas area
rencana perbaikan tanah. Contoh perhitungannya sebagai berikut:
Luas area perbaikan tanah (A) = 120 x 60 = 7200 m2
Tinggi timbunan pembebanan (Heff) = 5,25 m
Total volume timbunan (V) = A x Heff = 7200 x 5,25 = 37800 m3
b) Stone column
Untuk satu titik pemasangan memerlukan kedalaman sebesar 17 m. Dengan
menggunakan dua pola, yaitu pola segitiga dan pola bujur sangkar. Dari dua pola tersebut
dibagi lagi dengan tiga diameter yang berbeda.
Pola segitiga
D1 = 1 m
s = 2 m
Jumlah titik pemasangan = 732
Luas stone column (As) =
d2
=
12
= 0,79 m2
Volume stone column (Vs) = As . z
= 0,79 . 17
=13,35 m3
Kebutuhan bahan = Vs . jumlah titik pemasangan
= 13,35 . 732
= 9768,54 m3
Jadi, unuk melaksanakan pemasangan stone column dibutuhkan setidaknya 9768,54
m3. Untuk perhitungan selanjutnya, bisa dilihat Pada Tabel berikut:
131
131
Tabel 4.24. Kebutuhan Bahan Stone Column
no z D
(m)
s
(m)
As
(m2)
Vs
(m3)
jumlah titik
pemasangan
kebutuhan
bahan Keterangan
1
17
1 2 0,79 13,35 732 9768,54
Pola Segitiga 2 1,5 3 1,77 30,03 332 9968,72
3 2 4 3,14 53,38 167 8914,46
4 1 2 0,79 13,35 741 9888,65 Pola Bujur
Sangkar 5 1,5 3 1,77 30,03 338 10148,87
6 2 4 3,14 53,38 171 9127,98
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
4.6.2 Perhitungan Biaya Bahan
Analisa biaya yang dilakukan hanya berdasarkan harga pokok bahan tanpa
memperhitungkan faktor pelaksanaan dan pengangkutan bahan sampai ke lokasi, berikut
adalah contoh perhitungannya.
a. Biaya timbunan (Preloading)
Harga bahan = Rp. 50.000/m3 (Daftar harga upah dan bahan Kota
Sorong 2016)
Total timbunan = 37800 m3
Total biaya bahan = 50.000 x 37.800
= Rp. 1.890.000.000
b. Biaya stone column
Harga bahan = Rp. 320.000/m3
Pola segitiga
D1 = 1 m
Kebutuhan bahan = 9768,54 m3
Total biaya bahan = Harga bahan x Kebutuhan bahan
= 320.000 x 9768,54
= Rp. 3.125.932.800,00
Perhitungan lengkapnya bisa dilihat Pada Tabel 4.25 dibawah ini:
132
132
Tabel 4.25. Total Biaya Bahan Stone Column
no D
(m)
kebutuhan
bahan
Harga
Bahan Total Biaya Bahan Keterangan
1 1 9768,54
320000
3125932800,00
Pola Segitiga 2 1,5 9968,72 3189988800,00
3 2 8914,46 2852627200,00
4 1 9888,65 3164366400,00 Pola Bujur
Sangkar 5 1,5 10148,87 3247639200,00
6 2 9127,98 2920953600,00
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari perhitungan biaya diatas, didapatkan biaya bahan untuk pemasangan stone
column pola segitiga lebih murah jika dibandingkan dengan pola bujur sangkar. Hal ini
dikarenakan pola bujur sangkar memiliki jumlah titik pemasangan lebih banyak
dibandingkan dengan pola segitiga.
133
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari semua hasil perhitungan yang sudah dilakukan pada bab-bab sebelumnya,
maka bisa diambil kesimpulannya sebagai berikut:
1. penurunan akibat pembebanan awal telah diketahui tinggi timbunan efektif sebesar
5,25 m dengan total penurunan akibat penurunan segera dan penurunan primer sebesar
1,25 m. Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunan diketahui
membutuhkan waktu penurunan sebesar 209,77 tahun dengan besar penurunannya 1,12
m. Dari perhitungan penurunan akibat pembebanan awal pada program Plaxis 8.2 2D
telah diketahui total penurunan sebesar 1,16 m dengan tinggi timbunan sebesar 5,25 m.
Dan dari hasil perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunan diketahui
membutuhkan waktu penurunan sebesar 189 tahun dengan besar penurunannya 1,04 m.
Selisih penurunan antara perhitungan analitis dengan plaxis hanya sebesar 6,96 % saja.
Sedangkan untuk waktu penurunannya sebesar 10,77 %.
2. Pada lapisan tanah dengan kedalaman > 5 m tidak terjadi likuifaksi, dikarenakan nilai
faktor keamanan ( factor of safety, FS) lebih dari satu, FS > 1. Nilai FS ini masing-
masing sebesar 4,528 pada lapisan kedua dan 9,892 pada lapisan ketiga. Sedangkan
pada lapisan dengan kedalaman 5 m atau pada lapisan pertama mengalami likuifaksi,
dikarenakan FS < 1, dengan nilai FS sebesar 0,323. Diperoleh dari cyclic resistance
ratio (CRR) dibagi dengan cyclic stress ratio (CSR) (Youd dan Idris, 1971).
3. Dari perhitungan penurunan dengan stone column akibat pembebanan awal pada
program Plaxis 8.2 2D dengan pola bujur sangkar dengan (D = 1 m, S = 0,80466 m), (
D = 1,5 m, S = 0,76235 m) dan (D = 2 m, S = 0,79469). Dengan pola segitiga (D= 1
m, S = 0,78807), (D = 1,5 m, 0,85472 m) dan (D = 2 m, S = 1 m). Sedangkan hasil
perhitungan derajat konsolidasi 90% waktu penurunannya adalah pola bujur sangkar
dengan (D = 1 m, t = 0,59 tahun), ( D = 1,5 m, t = 0,39 tahun) dan (D = 2 m, t = 0,29
tahun). Dengan pola segitiga (D= 1 m, t = 0,53 tahun), (D = 1,5 m, t = 0,35 tahun) dan
(D = 2 m, t = 0,26 tahun).
4. Untuk total biaya bahan pola bujur sangkar dengan (D = 1 m, total biaya bahan = Rp.
3.164.366.400,00), (D = 1,5 m, total biaya bahan = Rp. 3.247.639.200,00) dan (D = 2
134
m, total biaya bahan = Rp. 2.920.953.600,00). Sedangkan untuk pola bujur sangkar
dengan (D = 1 m, total biaya bahan = Rp. 3.125.932.800,00), (D = 1,5 m, total biaya
bahan = Rp. 3.189.988.800,00) dan (D = 2 m, total biaya bahan = Rp.
2.852.627.200,00).
Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Perencanaan Pemasangan Stone Column
No D (m) S (m) t
(tahun)
Total Biaya
Bahan Pola
1 1 0,805 0,597 3164366400,00 Bujur
Sangkar 2 1,5 0,762 0,398 3247639200,00
3 2 0,795 0,298 2920953600,00
4 1 0,788 0,537 3125932800,00
Segitiga 5 1,5 0,855 0,358 3189988800,00
6 2 1,000 0,269 2852627200,00
Sumber: Hasil Perhitungan (2017)
Dari tabel diatas untuk penurunannya, pola bujur sangkar lebih kecil jika
dibandingkan dengan pola segitiga, sedangkan waktu konsolidasi pola bujur sangkar lebih
besar. Untuk total biaya bahannya, pola segitiga lebih kecil dibandingkan dengan pola
bujur sangkar, maka perencanaan perbaikan tanah dengan menggunakan stone column
dipilih hasil terbaik dari segi teknis dan dari segi ekonomisnya. Yaitu perencanaan
pemasangan stone column pola bujur sangkar dengan diameter sebesar 2 m dan total harga
biaya bahannya sebesar Rp. 2.920.953.600,00.
5.2 Saran
Penggunaan metode perbaikan tanah dengan mengkombinasikan pembebanan
(preloading) dan stone column bukanlah satu-satunya metode perbaikan tanah yang ada.
Hal ini tergantung dari beberapa faktor seperti geologi tanah, topografi tanah dan
sebagainya.
Untuk mendapatkan tingkat akurasi yang tinggi dari hasil perhitungan analitis
maupun program Plaxis 8.2 2D perlu dilakukan perbandingan dengan hasil yang ada di
lapangan. Parameter tanah yang digunakan sebagai data masukan sangat berpengaruh
terhadap analisis, oleh karena itu dalam penentuan harga parameter tersebut harus
dilakukan secermat mungkin.
xix
DAFTAR PUSTAKA
Andang, K., 2016. Ini 4 Solusi Masalah Kelistrikan Agar Indonesia Terang Benderang.
Jakarta: Kabar Hukum. http://www.kabarhukum.com/2016/11/14/ini-4-solusi-
masalah-kelistrikan-agar-indonesia-terang-benderang. (diakses 13 februari 2017).
Anhar, R., 2016. Pengaruh Floating Stone Column Dalam Perbaikan Tanah Pada
Tanah Lempung Lunak Menggunakan Metode Elemen Hingga. Skripsi.Tidak
dipublikasikan. Malang: Institut Teknologi Nasional.
Das, Braja, M., 1994. Mekanika Tanah II (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1
dan 2. Jakarta: Erlangga.
FHWA-NHI 132034 Ground Improvement Techniques
FHWA/RD-83/026. 1983. Design and Construction of Stone column Vol. I
FHWA/RD-83/027. 1983. Design and Construction of Stone column Vol. II
Fitriani, F., 2016. Pemodelan Numerik Pada Perbaikan Tanah Menggunakan Stone
Column Di Tanah Lempung Lunak Di Bawah Tanah Timbunan. Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Malang: Institut Teknologi Nasional.
Hepma, I., 2016. Studi Parameter Perencanaan Stone Column untuk Perbaikan Bearing
Capacity dan Settlement Pada Tanah Lempung. Skripsi. Tidak dipublikasikan.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Indraratna, B. & Redana, I.W., 2000. Numerical modelling of vertical drains with smear
and well resistance installed in soft clay. Canadian Geotechnical Journal. 37(1):
132–145.
Indraratna, B, 2013. Numerical Solution of Stone Column Improved Soft Soil
Considering Arching, Clogging and Smear Effects.
Maga, A., 2016. PLN survei ulang lokasi PLTU dan PLTMG Timika. Papua: Antara
Papua. http://www.antarapapua.com/berita/454572/pln-survei-ulang-lokasi-pltu-
dan-pltmg-timika. (diakses 13 februari 2017).
Nurtjahjaningtyas, I., 2016. Efektifitas Penggunaan Stone Column Untuk Mengurangi
Besar Pemampatan Pada Tanah Dengan Daya Dukung Rendah. Skripsi. Tidak
dipublikasikan. Jember: Universitas Jember.
Pramukti, Daru, N., 2014. Perencanaan Drainase Vertikal (Vertical Drain) Untuk
Mempercepat Waktu Konsolidasi Pada Pembangunan Pltu Ipp Kaltim 3 ( 2X
100 Mw). Skripsi. Tidak dipublikasikan. Malang: Universitas Brawijaya.
xx
Saito, A., K. Tagawa, T. Tamura, H. Oishi, H. Nagayama and H. Shimaoka., 1987. A
countermeasure for sand liquefaction by gravel drains method. Nippon Kokan
Technical Report Overseas. No. 51, pp. 46-52.
Seed, H.B. and Idriss, I.M., 1982. Ground Motions and Soil Liquefaction During
Earthquakes. Earthquake Engineering Research Institute Monograph.
Suseno, T., 2016. Batubara di Kabupaten Sorong. Papua: Puslitbang TekMira.
www.tekmira.esdm.go.id/newtek2/index.php/component/content/article/47-
artikel/178-batubara-di-kabupaten-sorong. (diakses 13 februari 2017).
Weber, T.M. & Springman, S.M. Numerical modelling of stone columns in soft clay
under an embankment.
Widyasari, E., 2015. Jepang Minat Manfaatkan Batu Bara Kualitas Rendah di Papua.
Papua: Tambang. https://www.tambang.co.id/4665-4665/. (diakses 13 februari
2017).