bahasa sebagai praktik sosial - koran jakarta 29 mei 2010

1

Click here to load reader

Upload: juneman-abraham

Post on 19-Jun-2015

152 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Bahasa Sebagai Praktik SosialOleh; Juneman, S.Psi.Pengurus Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah DKI Jakarta (HIMPSI Jaya)Versi Cetak: Koran Jakarta, 29 Mei 2010, halaman 4.Pada tingkat mikro, misalnya, para ahli psikologi telah bersepakat bahwa makna inteligensi(kecerdasan) tidak memuat gagasan mengenai pengetahuan faktual ataupun motivasi.Artinya, bila orang sedikit mengetahui atau bahkan tidak tahu sedikit pun tentang suatutopik (atau, tidak meminati topik tersebut), kita tidak dapat serta merta mengatakan ia“kurang atau tidak cerdas”.Namun, percakapan sehari-hari masyarakat mengandaikan bahwa cerdas sama denganlulus ujian SMP/SMU favorit, masuk PTN, sehingga dimanfaatkan oleh pihak yang pandaimelihat peluang kekacauan penggunaan bahasa ini dengan menghadirkan solusi yangdisebut Kapsul Kecerdasan. Penulis berharap bahwa penjernihanbahasa dan modifi kasi diskursus sebagaipraktik sosial sungguh-sungguhdiperhatikan oleh segenap pemangkukepentingan terkait pendidikan nasional.

TRANSCRIPT

Page 1: Bahasa Sebagai Praktik Sosial - Koran Jakarta 29 Mei 2010

GAGASAN ®KORAN JAKARTA4PERSPEKTIF

Pemimpin Redaksi: M Selamet Susanto Wakil Pemimpin Redaksi: Adi Murtoyo Asisten Redaktur Pelaksana: Suradi SS. Redaktur: Adiyanto, Alfi an, Alfred Ginting, Antonius Supriyanto, Dhany R Bagja, Diapari Sibatang Kayu, Khairil Huda, Lili Hermawan, M Husen Hamidy, Sriyono Faqoth, Suli H Murwani, Yoyok B Pracahyo, Yuniawan Wahyu Nugroho. Asisten Redaktur: Ade Rachmawati Devi, Ahmad Puriyono, Mas Edwin Fajar, Nala Dipa Alamsyah, Ricky Dastu Anderson, Sidik Sukandar, Susiyanti, Syarif Fadilah, Tri Subhki R. Reporter: Agung Wredho, Agus Supriyatna, Anzar Rasyid, Benedictus Irdiya Setiawan, Bram Selo, Budi, Citra Larasati, Dini Daniswari, Didik Kristanto, Donald Banjarnahor, Doni Ismanto, Eko Nugroho, Hansen HT Sinaga, Haryo Brono, Haryo Sudrajat, Hendra Jamal, Henry Agrahadi, Houtmand P Saragih, Hyacintha Bonafacia, Im Suryani, Irianto Indah Susilo, Irwin Azhari, Merta Anduri, Muchammad Ismail, Muhammad Fachri, Muhammad Rinaldi, Muslim Ambari, Nanik Ismawati, Rahman Indra, Setiyawan Ananto, Tya Atiyah Marenka, Vicky Rachman, Wachyu AP, Xaveria Yunita Melindasari, Yusti Nurul Agustin Koresponden: Budi Alimuddin (Medan), Noverta Salyadi (Palembang), Agus Salim (Batam), Henri Pelupessy (Semarang), Eko Sugiarto Putro (Yogjakarta), Selo Cahyo Basuki (Surabaya) Kepala Sekretariat Redaksi: Debora Awuy Bahasa: Yanuarita Puji Hastuti Desain Grafi s: Yadi Dahlan.

Penerbit: PT Berita Nusantara Direktur Utama: M Selamet Susanto Direktur: Adi Murtoyo. CEO: T. Marx Tobing Managing Director: Fiter Bagus Cahyono Associate Director: Woeryadi Kentoyo Manajer Akuntansi & Keuangan: Djono Manajer Iklan: Diapari Sibatangkayu Manajer IT: Parman Suparman Asisten Manajer Sirkulasi: Turino Sakti Asisten Manajer Distribusi: Firman Istiadi Alamat Redaksi/Iklan/Sirkulasi: Jalan Wahid Hasyim 125 Jakarta Pusat 10240 Telepon: (021) 3152550 (hunting) Faksimile: (021) 3155106. Website: www.koran-jakarta.com E-mail: [email protected]

Tarif Iklan: Display BW Rp 28.000/mmk FC Rp 38.000/mmk, Advertorial BW Rp 32.000/mmk FC Rp 40.000/mmk, Laporan Keuangan BW Rp 17.000/mmk FC Rp 32.000/mmk, Pengumuman/Lelang BW Rp 9.000/mmk, Eksposure BW Rp 2.000.000/kavling FC Rp 3.000.000/kavling, Banner Halaman 1 FC Rp 52.000/mmk, Center Spread BW Rp 35.000/mmk FC Rp 40.000/mmk, Kuping (Cover Ekonomi & Cover Rona) FC Rp 9.000.000/Kav/Ins Island Ad BW Rp 34.000/mmk FC Rp 52.000 Obituari BW Rp 10.000/mmk FC Rp 15.000/mmk, Baris BW Rp 21.000/baris, Kolom BW Rp 25.000/mmk, Baris Foto (Khusus Properti & Otomotif) BW Rp 100.000/kavling

Setiap tulisan Gagasan/Perada yang dikirim ke Koran Jakarta merupakan karya sendiri dan ditandatangani. Panjang tulisan maksimal enam ribu karakter dengan spasi ganda dilampiri foto, nomor telepon, fotokopi identitas, dan nomor rekening bank. Penulis berhak mengirim tulisan ke media lain jika dua minggu tidak dimuat. Untuk tulisan Ruang Pembaca maksimal seribu karakter, ditanda tangani, dan dikirim melalui email atau faksimile redaksi. Semua naskah yang masuk menjadi milik Koran Jakarta dan tidak dikembalikan. Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap semua isi tulisan.

Wartawan Koran Jakarta tidak menerima uang atau imbalan apa pun dari narasumber dalam menjalankan tugas jurnalistik

Oleh: Juneman

Bagi para fi lsuf dan psikolog bahasa, banyak perma-salahan manusia

timbul mulai dari persoalan linguistik, baik salah menggu-nakan maupun penyalahgunaan ba-hasa. Bahasa bukan hanya merupakan sarana pasif pengekspresi pikiran dan emosi kita, melainkan juga praktik so-sial.

Tampak sederhana. Namun, Ald-hous (2009) menyebutnya Psychiatry’s Civil War. Beragam kepentingan poli-tik-sosial-ekonomi bermain di balik “perang” ini. Disadari bahwa bahasa memiliki implikasi praktis. Defi nisi su-atu gangguan jiwa memiliki kekuatan yang dapat melegitimasi banyak pihak untuk memperlakukan sekelompok orang yang disebut mengalami ganggu-an jiwa tertentu. Ironisnya, di Indone-sia, banyak contoh yang menunjukkan masalah terkait bahasa.

Pada tingkat makro, misalnya, per-ubahan visi Kementerian Pendidikan Nasional dari Membentuk Insan Indo-nesia Cerdas Kompetitif (2005-2009) menjadi Cerdas Komprehensif (2010-2014) ternyata belum dapat dikenali perbedaan dan sekuens logisnya oleh para guru yang tergabung dalam mail-ing list [email protected] (lihat, arsip diskusi nomor 26539, April 2010, dst).

Hal itu berpotensi menimbulkan ma-salah praktis. Pada tingkat mikro, misal-nya, para ahli psikologi telah bersepakat bahwa makna inteligensi (kecerdasan) tidak memuat gagasan mengenai pe-ngetahuan faktual ataupun motivasi. Artinya, bila orang sedikit mengetahui atau bahkan tidak tahu sedikit pun ten-tang suatu topik (atau, tidak meminati topik tersebut), kita tidak dapat serta merta mengatakan ia “kurang atau tidak cerdas”. Namun, percakapan sehari-hari masyarakat mengandaikan bahwa cer-das sama dengan lulus ujian SMP/SMU favorit, masuk PTN, sehingga dimanfa-atkan oleh pihak yang pandai melihat peluang kekacauan penggunaan ba-hasa ini dengan menghadirkan solusi yang disebut Kapsul Kecerdasan.

Semakin rumit lagi saat unsur bu-daya dimasukkan. Kita mengikutkan

anak-anak kita dalam pelatihan peningkatan harga diri (self-es-teem) suatu konsep dari Barat. Silakan membuka Google.com, masukkan kata kunci pelatihan

harga diri. Kita menggebu-ge-bu mengadakan seminar/pela-

tihan tentang harga diri , barang-kali tanpa pula memahami secara

persis harga diri yang bagaimanakah yang kita maksudkan. Heine (2001) bahkan menyatakan bahwa ketimbang harga diri (individu memandang diri-nya secara positif ), orang Asia Timur lebih konsen bahwa orang lain meman-

dang dirinya secara positif. Ini fakta psikokultural. Istilah other-esteem dan wajah/muka (face) lebih cocok bagi mind orang Asia dari-pada self-esteem. Bagi Philips Hwang (2000), other-esteem jus-tru merupakan respons kreatif terhadap masyarakat yang ter-obsesi dengan promosi diri. Ia berhasil menunjukkan bahwa akar dari banyak masalah bukanlah ren-dahnya harga diri.

Belakangan ini juga marak dikabarkan in-siden bunuh diri siswa se-kolah karena keluarganya tidak mampu membayar uang sekolah atau karena gagal lulus ujian. Penulis mengibaratkan anak-anak yang bunuh diri ini seperti seorang Indonesia yang bela-jar suatu bahasa asing (misal, bahasa Inggris), lalu pada suatu titik ia tidak mau lagi mengguna-kan bahasa Indonesia-nya.

Dalam membuat analogi tersebut, penulis terilhami oleh teori JP Gee (1996, 2001) tentang diskursus. Gee adalah ahli psiko/sosiolinguistik lu-lusan Universitas Stanford. Diskursus

merupakan cara-cara orang berada di dunia, atau bentuk-bentuk kehidupan seseorang yang mengintegrasikan ba-hasa dengan praktik-praktik sosial lain (perilaku, nilai, cara pandang, identitas sosial, posisi badan, pakaian).

Ada diskursus primer dan sekunder. Diskursus primer menyusun penger-tian awal kita mengenai siapa kita, dan umumnya tersusun di rumah/keluar-ga/komunitas terdekat. Diskursus sek-under dipraktikkan seseorang sebagai bagian dari so-sialisasinya da-lam berbagai kelompok di luar sosialisasi primer awal; seperti akuisisi dan pembela-

jaran di masjid/gereja, geng, sekolah, kantor.

Ketika seseorang belajar bahasa asing, ia menyerahkan dirinya (aktif ), seperti orang magang, pada berbagai diskursus sekunder terkait (pelajaran bahasa Inggris di sekolah, klub toast-master, kursus bahasa Inggris, atau

bermukim di negara native speakers). Umumnya, orang tua pelajar ikut me-motivasi sehingga diskursus primer dikatakan mendukung diskursus sek-under.

Yang terjadi pada orang bunuh diri adalah ketegangan antara diskursus sekunder dan primer. Diskursus sekun-der dapat berupa budaya instan yang dipelajari melalui tayangan televisi, semangat kompetitif berlebihan yang

ditanamkan sekolah, dan sebagai-nya. Dapat dipahami, misalnya,

anak yang keluarganya tidak mampu membayar uang sekolah atau gagal men-jadi bintang lalu bunuh diri, langsung atau tak langsung. Inti tindakan-nya dilatarbelakangi satu hal: berhenti/runtuhnya diskursus sekunder (vi-tal) sang anak. Ini ter-jadi karena, pertama, anak memenangkan diskursus sekundernya. Diskursus sekunder se-demikian memborbardir

dan membadan pada anak (misalnya, keya-

kinan bahwa jika tidak lulus ujian na-sional berarti ia bodoh atau tidak ber-guna). Dalam keadaan konfl iktual ini, anak mengorbankan diskursus primer. Orang tua lama tidak menyadari dan seketika tidak mampu mengimbangi keadaan ini. Persis ketika seseorang memutuskan untuk tidak lagi meng-gunakan bahasa ibunya karena bahasa asingnya telah mendarah daging tanpa bisa diubah lagi.

Kedua, diskursus sekunder menca-plok diskursus primer. Hal ini terjadi, misalnya, ketika orang tua malah ikut habis-habisan (sampai berutang sana-sini) mendukung anaknya dengan SMS sebanyak-banyaknya dengan harapan anaknya menjadi idola Indonesia da-lam waktu singkat.

Akhirnya, penulis berharap bahwa penjernihan bahasa dan modifi kasi dis-kursus sebagai praktik sosial sungguh-sungguh diperhatikan oleh segenap pemangku kepentingan terkait pendi-dikan nasional. Semoga. �

Penulis adalah Pengurus Himpunan Psikologi Indonesia

Wilayah DKI Jakarta.

hwa ketimbang emandang diri-ang Asia Timurng lain meman-

itif. Ini stilah

ajah/cok ari-

Philipseem jus-

ns kreatif ang ter-diri.

kanak n-

ga n-e-ya

yar na

ulisanak epertig bela-

(misal,da suatu

mengguna-

under dipraktikkan seseorang sebagai bagian dari so-sialisasinya da-lam berbagai kelompok di luar sosialisasi primer awal;seperti akuisisidan pembela-

jaran di masjid/gereja, geng, sekolah, kantor.

ditanamkanya. Da

anak mamsekjaddirlanhd

Dd

dan

kinan bahwa jisional berarti iguna). Dalam anak mengorbaOrang tua lamseketika tidak keadaan ini. Pmemutuskan ugunakan bahasasingnya telah bisa diubah lag

Kedua, diskuplok diskursus misalnya, ketikhabis-habisan sini) mendukunsebanyak-banyanaknya menjalam waktu singk

Akhirnya, ppenjernihan bakursus sebagai sungguh diper

Judul : Tuhan, Buatkan Ayah un-tuk Aku, Ya…

Penulis : Emmy Kuswandari Penerbit : Kanisius Yogyakarta Tahun : I, Maret 2010 Tebal : 184 halaman Harga : Rp35.000

Banyak faktor yang mendorong seorang perempuan akhirnya memutuskan untuk menjadi

orang tua tunggal alias single parent. Keputusan itu pasti diambil dengan pertimbangan yang sangat berat, mengingat beban yang mengadang pastilah tidak ringan, apalagi jika kon-disi ekonomi kurang mendukung.

Emmy Kuswandari, penulis buku yang berisi pengalaman hidupnya ini, menyadari kebimbangan atas situasi yang dihadapi. Namun, kekuatan un-tuk mengasuh buah cintanya semata wayang, Benaeng Ulunati Bhumy, yang lahir di RP Panti Rapih, Yogya-karta, melalui operasi caesar, 20 April 2004, itu mengalahkan segalanya.

Karena buah hati Benaeng Ulunati Bhumy yang berarti beningnya kalbu atau jiwa, sang bunda, Emmy, punya kekuatan untuk memutuskan menjadi single parent. Sebuah permintaan maaf dan janji diucapkan, ketika permata penguat hidup masih dalam kandungan. “Maafkan bunda dengan keputusan ini. Maafkan bunda bila dalam pertumbuhanmu nanti tidak ada belaian kasih sayang dari ayah. Bunda tahu itu akan berat buat kamu dan bunda. Tapi bunda berjanji akan menjadi ibu dan ayah buat kamu. Bunda berjanji akan jadi teman dan pengasuhmu. Biarkan aku menjadi bunda yang hebat, seperti janjiku dulu.” (hal 29)

Siapa ayah Bhumy? Emmy tidak menyebutkan nama jelasnya. Sang

ayah hanya disebut berada di negeri unta yang kaya real (mungkin Arab Saudi atau negara Arab lain). Tetapi sebagai seorang ibu, ia menasihati sang anak, “Jangan mendendam pada ayah. Bagaimanapun dia ayah yang baik buat kita. Dia sudah menyayangi kita dengan caranya sendiri. Bunda tidak melarangmu untuk berkomuni-kasi, karena bagaimanapun dia ayah kandungmu. Benih, darah, keringat, dan air matanyalah yang membuat kamu ada di rahim bunda. Kamu adalah wujud cinta kami, nak. Kamu jangan hujat, jangan kamu berontaki.”

Penulis buku ini adalah mantan wartawati koran sore, Sinar Harap-an. Sebelumnya, dia meniti karier di bidang jurnalistik melalui radio Bikima Yogyakarta sebagai penyiar. Radio yang kemudian berubah nama menjadi Radio Sonora inilah yang mengantar penulis ke Amerika Serikat

(2000) untuk belajar rule of law and independent press yang difasilitasi Deplu AS. Kini, penulis bekerja seba-gai Corporate Communication and Public Relation Sinar Mas.

Membaca buku ini, ibarat mem-buka lembar-lembar kehidupan seorang manusia yang gigih mem-pertahankan suatu kehidupan, dan berharap kehidupan itu akan lebih baik dan lebih baik. Suka duka peng-alaman cinta, susah senang memeli-hara buah hati, mulai dari kandungan, hingga tumbuh menjadi putra yang mengilhami, mendorong, menguat-kan, dan tumpuan harapan sang bunda, diceritakan dengan jujur, ter-buka, dan bahasa yang enak dibaca.

Ketika sang permata hati suatu ketika berdoa, “Tuhan, buatkan ayah untuk aku, ya…,” pasti pembaca akan terenyuh. Beribu kata bisa lahir untuk mengungkapkan suasana batin sang bunda mendengar kata-kata seperti itu.

Buku ini tidak bertele-tele, juga tidak membawa misi yang berat. Tapi, kandungan pesannya sangat menda-lam. Ketabahan, kegigihan, keikhla-san, dan konsistensi sikap atas kepu-tusan yang diambil membuka jalan bagi penulis sebagai seorang single parent untuk mampu membesarkan buah cintanya.

Pelajaran berharga yang terkan-dung dalam buku ini sangat berman-faat bagi kita, terutama kaum wani-ta. Meski tidak menyesali, penulis mengungkapkan kata hatinya bahwa kekasihnya berbohong. Tapi, cinta mengalahkan keraguan itu. Buahnya, catatan harian yang sungguh menarik untuk dibaca dan direnungi bersama ini. Jangan sia-siakan hidup. �

Peresensi adalah Suradi, SS, wartawan Koran Jakarta

Klimaks penyelidikan kasus pemberian dana talang-an Bank Century terjadi saat awal Maret lalu, ketika rapat paripurna yang dipantau jutaan rakyat mela-

lui tayangan siaran televisi akhirnya memberikan keme-nangan untuk Opsi C. Opsi yang dipilih mayoritas anggota yang berasal dari Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi PPP, Fraksi PDIP, Fraksi Hanura, dan Fraksi Gerindra tersebut intinya menyatakan bahwa telah terjadi kesalahan dalam pemberian dana talangan atau bailout Bank Century sebe-sar 6,7 triliun rupiah.

Setelah klimaks yang menghasilkan putusan politis itu, kasus Bank Century seperti hilang ditelan isu-isu besar yang muncul silih berganti. Tetapi, ketika soal ini ditanyakan ke-pada institusi penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), jawaban-nya pasti, yakni kasus tersebut masih terus diselidiki dan ditindaklanjuti.

P e r k e m b a n g a n dan dinamika poli-tik ikut memengaruhi pandangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam menin-daklanjuti hasil pe-nyelidikan hak angket

Century. Perdebatan panjang antara membentuk sebuah tim pengawas atas kelanjutan hasil opsi C dan mengusung pengajuan hak menyatakan pendapat berakhir dengan dis-etujuinya pembentukan tim pengawas. Adapun pengajuan hak menyatakan pendapat ditolak. Maklum, hak terakhir itu bisa berimplikasi politik sangat jauh bila diteruskan.

Tim pengawas inilah yang masih melanjutkan pantauan atas kinerja aparat penegak hukum terhadap rekomendasi Pansus Hak Angket sesuai dengan opsi yang dimenangkan dalam pemungutan suara di Paripurna DPR 3 Maret 2010. Tim pengawas seolah-olah tidak ingin mendapat sorotan masyarakat yang pada awalnya sangat memberi dukungan terhadap proses dan kinerja Pansus Century.

Pemanggilan Kapolri dan Jaksa Agung pun dilakukan tim pengawas. Pada Rabu (26/5), Jaksa Agung Hendarman diminta memaparkan perkembangan penanganan kasus Bank Century. Sebelumnya, pada Rabu (19/5), Kapolri juga memberikan informasi sekitar tugas kepolisian melanjut-kan rekomendasi DPR tersebut.

Tetapi, dua institusi penegak hukum tersebut, oleh tim pengawas, dinilai sangat mengecewakan. Sebab, baik Ka-polri Bambang Hendarso Danuri maupun Jaksa Agung Hendarman Supandji tidak mendasarkan pada opsi C yang diputuskan DPR itu.

Bahkan saat Kapolri melaporkan perkembangan pena-nganan Century, banyak interupsi. Pasalnya, paparan Ka-polri, oleh kalangan anggota tim pengawas, disimpulkan berdasarkan opsi A yang intinya tidak ada kesalahan dalam pemberian dana talangan ke Century. Rapat dengan Kapol-ri akhirnya ditunda hingga pekan depan.

Akan halnya dengan Jaksa Agung Herdarman, sudah sangat ditegaskan bahwa pihak Kejagung tidak akan me-manggil mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono dan mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan Sri Mul-yani. Alasan Kejagung, hal itu sudah dilakukan KPK. Apa-bila KPK menyerahkan hasil penyidikan, barulah Kejagung melanjutkan. Hal itu didasarkan atas UU No 30 Tahun 2002, yakni kejaksaan tidak bisa masuk karena kasusnya sama.

Dengan perkembangan terakhir penanganan kasus Bank Century ini, kita tinggal berharap kepada KPK. Komisi yang diharapkan bisa menjelaskan kasus ini dengan jernih siapa saja yang sesungguhnya bersalah mestinya bisa lebih cepat menanganinya. Masyarakat menanti keseriusan penangan-an kasus yang telah menyita energi ini.

Jika hasil kerja Pansus Hak Angket Century yang telah menghabiskan anggaran, energi, dan emosi publik ter-nyata kemudian secara hukum tidak membuktikan ada-nya kesalahan sebagaimana tercantum dalam Opsi A, pe-nyelidikan politik melalui pengajuan hak angket itu bisa dibilang sia-sia.

Kita harus memberi kepastian sekaligus memberi pen-didikan politik kepada masyarakat bahwa sepanjang ter-jadi kesalahan dalam pengambilan suatu kebijakan, atau sebaliknya kebijakan itu sudah benar, namun karena ada-nya berbagai kepentingan politik membuat kebijakan ter-sebut dipertanyakan, ranah hukumlah yang paling berhak memutuskannya. Jadi, kita tunggu saja bagaimana KPK be-kerja menangani kasus Century tersebut. �

Nasib CenturyBahasa sebagai Praktik Sosial

Kegigihan Seorang “Single Parent”

Kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono BY ke Norwegia dalam rangka mewakili Indonesia pada Oslo Planet and Forest Conference 25-28 Mei 2010.

Hutan merupakan bagian terpenting dalam kehidup-an. Dengan adanya hutan, alam terjaga dengan baik. Bisa kita bayangkan jika hutan Indonesia gundul dan tandus. Tak diragukan lagi, bencana akan terus-menerus mendera Indonesia.

Presiden sebagai panglima tertinggi TNI memberikan arahan agar siapa pun yang terlibat pembalakan liar harus ditindak tegas.

Melalui surat pembaca ini, setidaknya saya secara pri-badi memberikan sebuah pandangan dan ajakan tentang arti pentingnya sebuah pelestariaan alam yang menjadi tanggung jawab bersama. Kunjungan Presiden ke Norwe-gia rencananya untuk menghadiri konferensi yang mem-bahas pengelolaan hutan dan perubahan iklim.

Akankah kita terus-menerus membiarkan hutan hilang? Sebuah kebanggaan bagi Indonesia karena Presiden Yu-dhoyono ditunjuk sebagai co-chairman dalam konferensi itu.

JamaludinJalan Manggis III No. 27

Tanjung Duren Jakarta Barat

PERADA

RUANG PEMBACA

INFO BUKU

Sabtu29 MEI 2010

« Masyarakat menanti keseriusan penanganan kasus yang telah menyita energi ini. »

Judul : Great Motivation Smart Communication

Penulis : Andrew Ho, Ponjian Liaw

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun : I Juni 2010Tebal : 256 halamanHarga : Rp58.0000

Motivasi dan komunikasi adalah dua faktor elementer dan fundamental kesuksesan yang saling melengkapi. Motivasi yang tepat akan mendorong lahirnya gaya komunikasi yang penuh semangat, santun, indah, dan terarah menuju tujuan yang ingin dicapai.

Andrew Ho dan Ponijan Liaw, melalui buku ini, bertutur secara terstruktur dan terukur lewat beragam kisah dan pengamat-an yang inspiratif, stimulatif, kontemplatif, dan atraktif untuk membantu setiap orang mengin-ternalisasikan kedua unsur tersebut, bukan hanya di ruang kognisi – berupa teori belaka – melainkan juga di ruang praktik sehari-hari.

Aktivitas aktif ini, dalam jangka waktu tertentu, akan mengkristal-kan dan mengintegrasikan hawa motivasi dan gaya komunikasi itu secara lebih permanen dalam diri seseorang. �

« Pelajaran berharga yang terkandung dalam buku

ini sangat bermanfaat bagi kita, terutama kaum wanita.

Meski tidak menyesali, penulis mengungkapkan kata

hatinya bahwa kekasihnya berbohong. »Pentingnya Hutan bagi Indonesia

KORAN JAKARTA/GANDJAR DEWA

« Penulis berharap bahwa penjernihan bahasa dan

modifi kasi diskursus sebagai praktik sosial sungguh-sungguh

diperhatikan oleh segenap pemangku kepentingan terkait

pendidikan nasional.»