bahan makalah btm (rezki malinda)
TRANSCRIPT
BAHAN MAKALAH
BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
A. PENDAHULUAN
Setiap hari kita memerlukan makanan untuk mendapatkan energi (karbohidrat dan lemak) dan
untuk pertumbuhan sel-sel baru, menggantikan sel-sel yang rusak (protein). Selain itu, kita juga
memerlukan makanan sebagai sumber zat penunjang dan pengatur proses dalam tubuh, yaitu
vitamin, mineral, dan air.
Sehat tidaknya suatu makanan tidak bergantung pada ukuran, bentuk, warna, kelezatan, aroma,
atau kesegarannya, tetapi bergantung pada kandungan zat yang diperlukan oleh tubuh. Suatu
makanan dikatakan sehat apabila mengandung satu macam atau lebih zat yang diperlukan oleh
tubuh. Setiap hari, kita perlu mengonsumsi makanan yang beragam agar semua jenis zat yang
diperlukan oleh tubuh terpenuhi. Hal ini dikarenakan belum tentu satu jenis makanan mengandung
semua jenis zat yang diperlukan oleh tubuh setiap hari.
B. DEFINISI
Aditif makanan atau bahan tambahan makanan adalah bahan yang ditambahkan dengan sengaja ke
dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur,
flavor dan memperpanjang daya simpan. Selain itu dapat meningkatkan nilai
gizi seperti protein, mineral dan vitamin. Penggunaan aditif makanan telah digunakan sejak zaman
dahulu. Bahan aditif makanan ada dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan atau sintetis.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang bukan secara alamiah merupakan bagian dari bahan
makanan, tetapi terdapat dalam bahan makanan tersebut karena perlakuan saat pengolahan,
penyimpanan atau pengemasan.
Agar makanan yang tersaji tersedia dalam bentuk yang lebih menarik, rasa enak, rupa dan
konsistensinya baik serta awet maka sering dilakukan penambahan bahan tambahan makanan yang
sering disebut zat aditif kimia (food aditiva). Adakalanya makanan yang tersedia tidak mempunyai
bentuk yang menarik meskipun kandungan gizinya tinggi.
Bahan tambahan makanan adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya
bukan merupakan ingredien khas makanan, mempuyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan
sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada
pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, penyimpanan atau
pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan(langsung atau tidak
langsung) suatu komponan yang mempengaruhi sifat khas makanan.
Yang dimaksud dengan tambahan makanan adalah suatu zat yang dimasukkan kedalam makanan untuk
tujuan tertentu. Makanan diberi pewarna agar menari. Makanan diberi pengawet agar tahan lama dan
tidak lekas basi. Makanan diberi penyedap agar menimbulkan rasa dan bau yang sedap. Bahan
tambahan untuk makanan disebut zat aditif. Menurut asalnya ada dua jenis aditif, yaitu zat aditif alami
dan zat aditif buatan. Zat aditif alami berasal dari alam, seperti warna zat hijau daun. Zat aditif buatan
adalah zat yang sengaja dibuat oleh manusia. Oleh sebab itu, dapat dibeli ditoko-toko.
Zat aditif adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan ke dalam makanan dengan maksud dan tujuan
tertentu. Biasanya zat aditif ditambahkan ke dalam makanan pada saat proses pengolahan. Jenis- jenis
zat aditif dapat terbagi menjadi 2, yaitu zat aditif berdasarkan sumbernya dan berdasarkan fungsinya.
Pengertian bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai
makanan dan biasanya bukan merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai
nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada
pembuatan, pengolahan penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, dan penyimpanan (Cahyadi,
2006). Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu, dan gizi pangan pada bab
1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang
ditambahkan kedalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk pangan.
Menurut FAO di dalam Furia (1980), bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja
ditambahkan kedalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses
pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna,
bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan
(ingredient) utama. Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim dikonsumsi
sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses pengolahan Universitas Sumatera
Utara makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak (Saparinto, 2006). Pemakaian
Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).
C. JENIS BAHAN TAMBAHAN MAKANAN
1. Penguat Rasa
Alami
Bahan penyedap dari bahan alami selalu terdapat di dalam setiap makanan. Jenis bahan
penyedap ini banyak sekali. Biasanya bahan-bahan ini dicampurkan bersama-sama sebagai
bumbu makanan, Contoh:
a) Bawang merupakan pemberi rasa sedap alami yang paling banyak digunakan.
b) Merica memberi aroma segar dan rasa pedas yang khas.
c) Terasi merupakan zat cita rasa alami yang dihasilkan dari bubuk ikan dan udang kecil
yang dibumbui sedemikian rupa alami: terasi, bawang, daun pandan, kayu manis
sehingga memberi rasa sedap yang khas.
d) Daun salam memberi rasa sedap pada makanan.
e) Jahe memberi aroma harum dan rasa pedas khas jahe.
f) Cabai memberi rasa sedap dan pedas pada setiap masakan.
g) Daun pandan memberi rasa dan aroma sedap dan wangi pada makanan.
h) Kayu manis, selain memberi rasa manis dan mengawetkan juga memberiaroma
harum khas kayu manis.
i) Benzaldehida mempunyai rasa dan aroma seperti buah lobilobi.
j) Etil-butirat mempunyai rasa dan aroma seperti buah nanas.
k) Oktil-asetat mempunyai rasa dan aroma seperti buah jeruk.
l) Amil-asetat mempunyai rasa dan aroma seperti buah pisang.
m) Amil-valerat mempunyai rasa dan aroma seperti buah apel.
n) Isobutil-propionat mempunyai rasa dan aroma seperti buah rum.
o) Benzal dehid mempunyai rasa dan aroma seperti buah cherry.
p) Vanili
Buatan
Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempahrempah yang dipakai untuk
meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai, laos,
kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam rempah-rempah ini
merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda dan Portugis tempo dulu
ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur dengan makanan saat diolah,
dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan.
Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari hasil sintesis
bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil sintesis:
a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika dicampur dengan
zat penyedap ini;
b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah nanas pada makanan;
c. amil asetat, akan memberikan rasa dan aroma seperti buah pisang;
d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini maka akan terasa dan beraroma seperti
buah apel.
Selain zat penyedap rasa dan aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula
zat penyedap rasa yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu
penyedap rasa monosodium glutamat (MSG). Zat ini tidak berasa, tetapi jika sudah
ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan rasa yang sedap. Penggunaan MSG
yang berlebihan telah menyebabkan “Chinese restaurant syndrome” yaitu suatu gangguan
kesehatan di mana kepala terasa pusing dan berdenyut. Bagi yang menyukai zat penyedap
ini tak perlu khawatir dulu. Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba
menghindari untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang
mencantumkan label “tidak mengandung MSG” dalam kemasannya.
Penyedap buatan yang paling banyak digunakan dalam makanan adalah vetsin atau
monosodium glutamat (MSG) yang sering juga disebut sebagai micin. MSG tidak berbau dan
rasanya merupakan campuran rasa manis dan asin yang gurih. Mengonsumsi MSG secara
berlebihan akan menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang dikenal sebagai Chinese
Restaurant Syndrome. Tanda-tandanya antara lain berupa munculnya berbagai keluhan
seperti pusing kepala, sesak napas, wajah berkeringat, kesemutan pada bagian leher,
rahang, dan punggung.
2. Pemanis
Zat pemanis buatan biasanya digunakan untuk membantu mempertajam rasa manis. Beberapa
jenis pemanis buatan yang digunakan adalah sakarin, siklamat, dulsin, danaspartam. Pemanis
buatan ini juga dapat menurunkan risiko diabetes, namun siklamat merupakan zat yang
bersifat karsinogen.
Pemanis buatan Adalah senyawa hasil sintetis laboratorium yang merupakan bahan tambahan
makanan yang dapat menyebabkan rasa manis pada makanan. Pemanis buatan tidak atau
hampir tidak mempunyai nilai gizi. Sebagaimana pemanis alami, pemanis buatan juga mudah
larut dalam air. Beberapa pemanis buatan yang beredar di pasaran di antaranya hádala sebagai
berikut :
a) Aspartam
Aspartam mempunyai nama kimia aspartil fenilalanin makanan dan minuman yang
menggunakan metil ester, merupakan pemanis yang digunakan dalam pemanis buatan produk-
produk minuman ringan. Aspartam merupakan pemanis yang berkalori sedang. Tingkat
kemanisan dari aspartam 200 kali lebih manis daripada gula pasir. Aspartam dapat terhidrolisis
atau bereaksi dengan air dan kehilangan rasa manis, sehingga lebih cocok digunakan untuk
pemanis yang berkadar air rendah.
b) Sakarin
Sakarin merupakan pemanis buatan yang paling tua. Tingkat kemanisan sakarin kurang lebih 300
kali lebih manis dibandingkan gula pasir. Namun, jika penambahan sakarin terlalu banyak justru
menimbulkan rasa pahit dan getir. Es krim, gula-gula, es puter, selai, kue kering, dan minuman
fermentasi biasanya diberi pemanis sakarin. Sakarin sangat popular digunakan dalam industri
makanan dan minuman karena harganya yang murah. Namun penggunaan sakarin tidak boleh
melampaui batas maksimal yang ditetapkan, karena bersifat karsogenik (dapat memicu
timbulnya kanker). Dalam setiap kilogram bahan makanan, kadar sakarin yang diperbolehkan
adalah 50–300 mg. Sakarin hanya boleh digunakan untuk makanan rendah kalori, dan dibatasi
tingkat konsumsinya sebesar maksimal 0,5 mg tiap kilogram berat badan per hari.
c) Siklamat
Siklamat terdapat dalam bentuk kalsium dan natrium siklamat dengan tingkat kemanisan yang
dihasilkan kurang lebih 30 kali lebih manis daripada gula pasir. Makanan dan minuman yang
sering dijumpai mengandung siklamat antara lain: es krim, es puter, selai, saus, es lilin, dan
berbagai minuman fermentasi. Beberapa negara melarang penggunaan siklamat karena
diperkirakan mempunyai efek karsinogen. Batas maksimum penggunaan siklamat adalah 500–
3.000 mg per kg bahan makanan.
d) Sorbitol
Sorbitol merupakan pemanis yang biasa digunakan untuk pemanis kismis, selai dan roti, serta
makanan lain.
e) Asesulfam K
Asesulfam K merupakan senyawa 6-metil-1,2,3-oksatiazin-4(3H)- on-2,3- dioksida atau
merupakan asam asetoasetat dan asam sulfamat. Tingkat kemanisan dari asesulfam K adalah
200 kali lebih manis daripada gula pasir. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, asesulfam K
merupakan pemanis yang tidak berbahaya.
3. Pengawet
a) Padat
Benzoat
Benzoat banyak ditemukan dalam bentuk asam benzoat maupun natrium benzoat
(garamnya). Berbagai jenis soft drink (minuman ringan), sari buah, nata de coco, kecap,
saus, selai, dan agar-agar diawetkan dengan menggunakan bahan jenis ini.
Sulfit
Bahan ini biasa dijumpai dalam bentuk garam kalium atau natrium bisulfit. Potongan
kentang, sari nanas, dan udang beku biasa diawetkan dengan menggunakan bahan ini.
Propil galat
Digunakan dalam produk makanan yang mengandung minyak atau lemak dan permen
karet serta untuk memperlambat ketengikan pada sosis. Propil galat juga dapat
digunakan sebagai antioksidan.
Garam nitrit
Garam nitrit biasanya dalam bentuk kalium atau natrium nitrit. Bahan ini terutama
sekali digunakan sebagai bahan pengawet keju, ikan, daging, dan juga daging olahan
seperti sosis, atau kornet, serta makanan kering seperti kue kering. Perkembangan
mikroba dapat dihambat dengan adanya nitrit ini. Misalnya, pertumbuhan clostridia di
dalam daging yang dapat membusukkan daging.
b) Cair
Asam asetat
Asam asetat dikenal di kalangan masyarakat sebagai asam cuka. Bahan ini menghasilkan
rasa masam dan jika jumlahnya terlalu banyak akan mengganggu selera karena bahan
ini sama dengan sebagian isi dari air keringat kita. Asam asetat sering dipakai sebagai
pelengkap ketika makan acar, mi ayam, bakso, atau soto. Asam asetat mempunyai sifat
antimikroba. Makanan yang memakai pengawet asam cuka antara lain acar, saos tomat,
dan saus cabai.
Propianat
Jenis bahan pengawet propianat yang sering digunakan adalah asam propianat dan
garam kalium atau natrium propianat. Propianat selain menghambat kapang juga dapat
menghambat pertumbuhan bacillus mesentericus yang menyebabkan kerusakan bahan
makanan. Bahan pengawetan produk roti dan keju biasanya menggunakan bahan ini.
Sorbat
Sorbat yang terdapat di pasar ada dalam bentuk asam atau garam sorbat. Sorbat sering
digunakan dalam pengawetan margarin, sari buah, keju, anggur, dan acar. Asam sorbat
sangat efektif dalam menekan pertumbuhan kapang dan tidak memengaruhi cita rasa
makanan pada tingkat yang diperbolehkan.
4. Pewarna
Pemberian warna pada makanan umumnya bertujuan agar makanan terlihat lebih segar dan
menarik sehingga menimbulkan selera orang untuk memakannya.
a. Zat pewarna alami, dibuat dari ekstrak bagian-bagian tumbuhan tertentu, misalnya warna
hijau dari daun pandan atau daun suji, warna kuning dari kunyit, seperti ditunjukkan pada
Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari daun jati, dan warna kuning
merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat pewarna alami terbatas maka
dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok untuk makanan dari bahan-bahan
kimia.
b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami,
pewarna sintetik memiliki beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih
banyak, mudah disimpan, dan lebih tahan lama. Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja
memberikan warna yang sama, namun belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok
dipakai sebagai zat aditif pada makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna
sintetik yang bukan untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan
kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit
kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau minuman
yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna yang dipakai sebagai
zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah memang benar-benar pewarna
makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye dan lake.
Dye merupakan zat pewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam air. Dye biasanya
dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan. Lake merupakan
gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu zat tertentu. Karena
sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok ini cocok untuk mewarnai
produkproduk yang tidak boleh terkena air atau produk yang mengandung lemak dan
minyak.
Warna dapat memperbaiki dan memberikan daya tarik pada makanan. Penggunaan pewarna
dalam bahan makanan dimulai pada akhir tahun 1800, yaitu pewarna tambahan berasal dari
alam seperti kunyit, daun pandan, angkak, daun suji, coklat, wortel
dan karamel. Zat warna sintetik ditemukan oleh William Henry Perkins tahun 1856, zat pewarna
ini lebih stabil dan tersedia dari berbagai warna. Zat warna sintetis mulai digunakan sejak
tahun 1956 dan saat ini ada kurang lebih 90% zat warna buatan digunakan untuk industri
makanan. Salah satu contohnya adalah tartrazin, yaitupewarna makanan buatan yang
mempunyai banyak macam pilihan warna, diantaranya Tartrazin CI 19140. Selain tartrazin ada
pula pewarna buatan, seperti sunsetyellow FCF (jingga), karmoisin (Merah), brilliant blue
FCF (biru).
Bahan pewarna makanan terbagi dalam dua kelompok besar yakni pewarna alami dan pewarna
buatan. Di Indonesia, penggunaan zat pewarna untuk makanan (baik yang diizinkan maupun
dilarang) diatur dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 235/MenKes/Per/VI/79 dan direvisi melalui
SK Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/VI/88 mengenai bahan tambahan makanan.
Pewarna alami diperoleh dari tanaman ataupun hewan yang berupa pigmen. Beberapa pigmen
alami yang banyak terdapat di sekitar kita antara lain: klorofil (terdapat pada daun-daun
berwarna hijau), karotenoid (terdapat pada wortel dan sayuran lain berwarna oranye-merah).
Umumnya, pigmen-pigmen ini bersifat tidak cukup stabil terhadap panas, cahaya, dan pH
tertentu. Walau begitu, pewarna alami umumnya aman dan tidak menimbulkan efek samping
bagi tubuh.
Pewarna buatan untuk makanan diperoleh melalui proses sintesis kimia buatan yang
mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui
ekstraksi secara kimiawi. Beberapa contoh pewarna buatan yaitu :
Warna kuning : tartrazin, sunset yellow
Warna merah : allura, eritrosin, amaranth.
Warna biru : biru berlian
Kelebihan pewarna buatan dibanding pewarna alami adalah dapat menghasilkan warna yang
lebih kuat dan stabil meski jumlah pewarna yang digunakan hanya sedikit. Warna yang
dihasilkan dari pewarna buatan akan tetap cerah meskipun sudah mengalami proses
pengolahan dan pemanasan, sedangkan pewarna alami mudah mengalami degradasi atau
pemudaran pada saat diolah dan disimpan. Misalnya kerupuk yang menggunakan pewarna
alami, maka warna tersebut akan segera pudar ketika mengalami proses penggorengan.
5. Pengental dan Pengemulsi
Pengemulsi, pemantap dan pengental (emulsifier, stabilizer) adalah bahan tambahan makanan
yang dapat membantu terbentuknya terbentuknya atau memantapkan sistem dispersi yang
homogen pada makanan. Bahan tambahan makanan ini biasanya ditambahkan pada makanan
yang mengandung air dan minyak, misalnya saus selada, margarine dan es krim. Pengental yaitu
bahan tambahan yang digunakan untuk menstabilkan, memekatkan atau mengentalkan
makanan yang dicampurkan dengan air, sehingga membentuk kekentalan tertentu. Contoh
pengental adalah pati, gelatin, dan gum (agar, alginat, karagenan).
Jenis Emulsi Buatan
Di samping Emulsifier alami telah dibuat orang Emulsifier buatan yang terdiri dari
monogliserida, misalnya gliseril monostearat.
Radikal asam stearat merupakan gugus nonpolar, sedangkan bagian sisa dari molekul,
terutama dua gugus hidroksil dan gliserol, merupakan gugus yang polar.
Contoh lain emulsifier buatan yaitu ester dari asam lemak sorbitan yang dikenal sebagai
SPANS yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak, dan ester dari polioksietilena
sorbitan dengaan asam lemak yang di kenal sebagai TWEEN yang dapat membentuk
emulsi minyak dari air. Pada kue-kue, penggunaan SPANS membentuk serta
memperbaiki tekstur dan volume, sedang TWEEN membantu mengurangi atau
mencegah kekeringan, sehingga kue tetap lunak
Jenis emulsifier lain seperti gliseril laktopalmitat, merupakan emulsifier yang banyak di
gunakan dalam pembuatan cakes mixes
CMC (carboxyl methyl cellulose) banyak digunakan sebagai stabilizer dalam
pembuatansalad dressing.
D. DAMPAK/BAHAYA
Bahan aditif juga bisa membuat penyakit jika tidak digunakan sesuai dosis, apalagi bahan aditif
buatan atau sintetis.[3] Penyakit yang biasa timbul dalam jangka waktu lama setelah menggunakan
suatu bahan aditif adalah kanker, kerusakan ginjal, dan lain-lain.[3] Maka dari itu pemerintah mengatur
penggunaan bahan aditif makanan secara ketat dan juga melarang penggunaan bahan aditif makanan
tertentu jika dapat menimbulkan masalah kesehatan yang berbahaya.
Bahan perwarna dapat membahayakan kesehatan bila pewarna buatan ditambahkan dalam
jumlah berlebih pada makanan, atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus-menerus dalam
jangka waktu lama. Perlu diperhatikan bahwa pada saat ini banyak pengusaha nakal yang menggunakan
zat-zat pewarna berbahaya yaitu zat pewarna bukan untuk makanan (non food grade). Misalnya,
pemakaian zat pewarna tekstil atau kulit. Selain itu, terjadi juga penggunaan bahan pewarna buatan
dengan dosis tidak tepat. Hal-hal tersebutlah yang dapat membahayakan kesehatan tubuh.
Zat aditif sendiri adalah semua bahan kimia yang dimaksukkan kedalam makanan guna untuk
meningkatkan daya tahan makanan, rasa serta kualitas makanan. Penggunaan aditif pada makanan
dibedakan menjadi dua, yaitu bahan aditif makanan alami dan buatan (sintetis).
Pada umumnya zat aditif yang berbahan sintetis mempunyai kelebihan yaitu lebih pekat, lebih
stabil, dan lebih murah. Walaupun demikian, ada kelemahannya yaitu sering terjadi ketidaksempurnaan
proses sehingga mengandung zat-zat berbahaya bagi kesehatan, dan kadang-kadang bersifat karsinogen
yaitu dapat merangsang terjadinya kanker.
Walau sangat membantu untuk meningkatkan kualitas makanan, zat aditif buatan memiliki
berbagai efek samping yang tidak bisa diabaikan. Efek samping yang paling merugikan adalah timbulnya
berbagai penyakit bila kita sering mengkonsumsi makanan yang dicampur zat aditif.
Beberapa zat aditif memiliki sifat kersinogenik, misalnya pemanis buatan (siklamat). Zat
karsinogenik ini akan menimbulkan penyakit. Tak hanya itu, bila sering mengkonsumsi aditif makanan,
zat-zat kimia akan menumpuk dan meracuni tubuh. Hasilnya adalah meningkatkan risiko terkena
berbagai penyakit seperti kanker, gangguan ginjal, dan hati.
Jika pengkonsumsian bahan pengawet terlalu sering bahkan dalam dosis berlebih maka akan
mengurangi daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Gangguan Fungsi Tubuh Akibat Makanan Tambahan
Beberapa makanan tambahan jika dikonsumsi berlebihan akan menyebabkan berbagai efek gangguan
pada tubuh :
a. Karsinogenik (pemicu kanker) : siklamat, sakarin, bht, bha, msg (vetsin)
b. Reaksi hipersensitivitas: tartrazin (pewarna kuning), sulfur dioksida (SO2), msg (vetsin)
c. Efek lain : kerusakan sel darah merah, penyimpanan dalam jaringan, atrovi (pengecilan) testis
(siklohaksilamin dan siklamat).