bahan dan metode waktu dan tempat penelitian bahan dan ... · bahan kimia yang digunakan untuk...
TRANSCRIPT
33
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Seafast Center, Laboratorium
Pengolahan Pangan, Laboratorium Biokimia Pangan, Laboratorium Analisis
Pangan dan Instrumen Institut Pertanian Bogor selama lima bulan mulai bulan
April sampai bulan September 2012.
Bahan dan Alat
Bahan
Tepung jewawut yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari varietas
lokal dari desa Bala, kecamatan Balanipa, kabupaten Polewali Mandar, provinsi
Sulawesi Barat. Ada empat jenis jewawut yang dibudidayakan di desa Bala yaitu
jewawut minna, emas, rambutan dan delima. Keempat jenis ini merupakan foxtail
millet (Setaria italica L.) atau disebut juga rumput ekor kucing. Jenis jewawut
yang dipilih untuk penelitian makaroni adalah jewawut emas, karena mempunyai
warna yang menarik, aroma dan rasa yang lebih enak. Ubi jalar ungu berasal dari
Gunung Picung, kecamatan Ciampea kabupaten Bogor. Jenis ubi jalar ungu
tersebut dikenal oleh petani di daerah ini dengan sebutan ubi bit (varietas
Ayamurasaki). Ubi jalar ungu yang digunakan dipanen pada umur 5 bulan dan
dipilih dengan berat rata-rata 4 sampai 5 buah/kg, karena kandungan pati lebih
optimal dibanding yang ukurannya kecil.
Pada proses pembuatan makaroni ditambahkan bahan-bahan lain seperti
tepung terigu protein tinggi tujuan untuk meningkatkan kandungan protein pada
adonan, margarin untuk mempermudah ekstrusi dan mencegah kelengketan,
garam untuk menambah rasa, memperkuat tekstur makaroni dan untuk mengikat
air. Penambahan CMC berfungsi sebagai pengembang dan memperbaiki sifat
adonan (Astawan 1999). Penambahan jumlah air tergantung dari formulasi
tujuannya untuk mempermudah pencampuran adonan dan pengulenan. Bahan-
bahan kimia yang digunakan untuk analisa kadar air, kadar abu, protein, lemak,
karbohidrat dan aktivitas antioksidan.
34
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat persiapan sampel
pembuatan makaroni dan alat untuk analisa sampel antara lain : penggilingan
tepung merek Honda kapasitas mesin 5 PK, ayakan 100 mesh, baskom, pisau,
timbangan, alat pengukus, termokopel tipe DR 130 merek OMEGA, pencetakan
(noodle machine MS9), oven pengering (Pilot Plant 6072 Dreieich. West
Germany), panci stainless steel, chromameter Minolta CR-300, texture analyzer
TA-XT2i dan kompor gas.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap :
Tahap 1. Penentuan formulasi jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
Penetapan formulasi dalam penelitian ini melalui proses penelitian pendahuluan
yang dilakukan dengan mencoba beberapa formulasi mulai dari formulasi 100%
jewawut, 100% ubi jalar ungu dan 50% jewawut : 50% ubi jalar ungu. Awalnya
penelitian ini direncanakan tidak memakai terigu, tetapi makaroni yang dihasilkan
bentuknya kurang bagus dan rendemennya sedikit karena pasta banyak yang
lengket pada alat ekstrusi, sehingga ditambahkan terigu 10% dalam formulasi.
Dari beberapa macam kombinasi tepung jewawut, ubi jalar ungu dan terigu yang
telah dicoba hanya ada 6 formulasi yang dapat dibentuk makaroni. Keenam
formulasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Diagram alir cara pembuatan
makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu dapat dilihat pada Gambar 4.
Tabel 3 Perlakuan kombinasi jewawut, ubi jalar ungu dan terigu
No Perlakuan Tepung jewawut (g) Ubi jalar ungu (g) Terigu (g)
1 F1 30 60 10
2 F2 40 50 10
3 F3 50 40 10
4 F4 60 30 10
5 F5 70 20 10
6 F6 80 10 10
35
s
Gambar 4 Pembuatan makaroni jewawut, ubi jalar ungu dan terigu.
Jewawut
Pencucian
Penirisan
Penepungan
Pengayakan 100 mesh
Ubi jalar ungu
Sortasi
Pencucian
Pengupasan
Penimbangan sesuai formulasi
Penghancuran / Mashing
Pengukusan selama15 menit
menit
Penimbangan sesuai formulasi
Pencetakan pasta berbentuk pipa dengan diameter ± 0,5 cm
Pemotongan bentuk makaroni ukuran ± 2 cm
Pengeringan suhu oven ± 63ºC (selama 2 - 2,5 jam)
Pengukusan adonan
Pengulenan
Tepung jewawut + Pasta ubi jalar ungu
+ Terigu + margarin 2,5% + CMC
1% + garam 0,5%
Pemotongan Pengayakan
Pengeringan
Makaroni
36
Pada penelitian ini makaroni dibuat dari pasta ubi jalar ungu yang diperoleh
dari penghancuran ubi jalar ungu yang telah dikukus selama 15 menit.
Keuntungan dari penggunaan pasta ubi jalar adalah waktu produksi yang lebih
singkat, rendemennya lebih tinggi dibanding tepung ubi jalar karena yang
terbuang hanya kulitnya saja dan dapat diproduksi oleh industri rumah tangga
tanpa membutuhkan mesin seperti untuk memproduksi tepung ubi jalar.
Disamping itu, kadar air yang tinggi pada pasta ubi jalar ungu dapat dimanfaatkan
untuk mengikat tepung jewawut, terigu dan bahan-bahan lainnya pada saat
pencampuran dan pengulenan. Gambar tentang cara pembuatan makaroni secara
lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pada tahapan pengukusan adonan dilakukan pengamatan perambatan
panas dengan menggunakan termokopel, dengan cara kabel dari alat dimasukkan
ke dalam adonan dibuat bulatan sebesar genggaman tangan, selanjutnya adonan
dimasukkan dan ditempatkan secara acak ke dalam alat pengukus dengan suhu
100ºC. Perubahan suhu pada adonan dapat diamati pada monitor termokopel dan
dicatat setiap menit. Gambar cara pengamatan perambatan panas dapat dilihat
pada Lampiran 2. Tujuan pengamatan ini untuk melihat pindah panas tak tunak
dari masing-masing formulasi.
Pindah panas tak tunak (unsteady state heat transfer) terjadi apabila
bahan pangan dipanaskan atau didinginkan dalam kondisi dimana suhu pada titik
tertentu dari bahan atau medium berubah dengan adanya perubahan suhu. Pada
kondisi tak tunak suhu suatu benda (T) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari posisi
atau lokasi (x) dan waktu (t), atau secara matematis T=f(x,t). Analisis tentang
perubahan suhu pada proses pindah panas tak tunak ini penting, terutama untuk
kepentingan desain proses pengolahan secara tepat (Kusnandar et al. 2006).
Pada penelitian Tahap 1, adonan makaroni dikukus selama 10 menit, waktu
pengukusan ditentukan dari saat adonan makaroni dimasukkan ke dalam alat
pengukus yang mempunyai suhu 100oC. Selanjutnya dilakukan pencetakan pasta,
pemotongan dan pengeringan. Makaroni mentah yang dihasilkan diuji secara
organoleptik terhadap warna dan bentuk. Makaroni matang (direbus selama 3
menit) diuji secara organoleptik terhadap warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan
rasa. Makaroni diuji oleh 40 panelis dari mahasiswa IPB. Hasil organoleptik dari
37
panelis dianalisis dengan menggunakan software SPSS 16. Formula terbaik
dipilih berdasarkan hasil uji organoleptik makaroni mentah dan matang serta cara
pembuatan yang paling mudah. Formula terbaik digunakan pada penelitian
Tahap 2.
Tahap 2. Penentuan lama pengukusan adonan makaroni
Pada Tahap 2 dilakukan pembuatan makaroni dengan formulasi terbaik hasil
penelitian Tahap 1. Dalam hal ini dibuat perlakukan lama pengukusan adonan.
Pengukusan adonan makaroni dilakukan selama 5 menit, 10 menit, dan 15 menit.
Masing-masing perlakuan diulang 2 kali sehingga diperoleh jumlah 6 sampel.
Waktu pengukusan ditentukan dari saat adonan makaroni dimasukkan ke dalam
alat pengukus yang mempunyai suhu 100ºC. Suhu adonan makaroni selama
pengukusan diukur setiap menit. Adonan makaroni yang telah dikukus diolah
lebih lanjut menjadi makaroni melalui tahapan proses seperti pada Gambar 4.
Makaroni yang dihasilkan diuji sebagai berikut :
1. Uji organoleptik dilakukan pada makaroni mentah dan matang. Pada makaroni
mentah kriteria yang diamati adalah warna dan bentuk. Pada makaroni matang
kriteria yang diamati adalah warna, bentuk, kekenyalan, aroma dan rasa.
2. Uji fisik dilakukan pada makaroni mentah dan matang. Pengamatan terhadap
makaroni mentah meliputi warna (chromameter) dan kekerasan (texture
analyzer). Pengamatan terhadap makaroni matang meliputi warna
(chromameter), kekerasan dan kelengketan (texture analyzer), waktu optimum
rehidrasi, daya serap air dan kehilangan padatan akibat pemasakan.
Berdasarkan hasil uji organoleptik dan fisik ditentukan waktu pengukusan
adonan terbaik. Makaroni mentah terbaik selanjutnya diuji secara kimia yang
meliputi kadar air, kadar abu, protein, lemak, karbohidrat dan aktivitas antioksidan.
Tahap 3. Penyimpanan makaroni pada suhu ruang
Makaroni terbaik hasil penelitian Tahap 2 dikemas dalam plastik
polipropilen (PP) sebanyak 5 bungkus dan disimpan pada suhu ruang selama 5
minggu. Pengamatan mulai dilakukan pada hari pertama sejak makaroni dibuat
(minggu ke-nol) dan diulang setiap minggu terhadap parameter warna dan tekstur
secara objektif masing-masing menggunakan chromameter, texture analyzer dan
38
kadar air metode oven. Uji organoleptik dilakukan setiap minggu selama lima
minggu pada makaroni mentah dan matang. Parameter yang diamati pada
makaroni mentah dan matang sama pada Tahap 1 dan Tahap 2.
Metode Analisis
1. Uji Organoleptik (Setyaningsih et al. 2010)
Pengujian organoleptik pada penelitian ini menggunakan uji hedonik atau
uji kesukaan yang merupakan salah satu uji penerimaan. Dalam uji ini panelis
diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau
sebaliknya (ketidaksukaan), di samping itu mereka juga mengemukakan
tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut sebagai
skala hedonik, seperti sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka,
tidak suka dan sangat tidak suka. Dalam analisisnya skala hedonik
ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat
kesukaan. Dengan adanya skala hedonik ini secara tidak langsung uji hedonik
dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan.
Uji rating hedonik dilakukan pada 40 orang panelis terhadap produk
makaroni mentah dan matang (direbus selama 3 menit). Uji rating hedonik
dilakukan pada sampel makaroni mentah dengan parameter yang diuji warna
dan bentuk, pada makaroni matang parameter yang diuji adalah warna, bentuk,
kekenyalan, aroma dan rasa. Tingkat kesukaan pada uji rating hedonik
dinyatakan dengan 7 skala numerik yang menunjukkan tingkat kesukaan
panelis terhadap produk dari skala 1 untuk sangat tidak suka dan skala 7 untuk
sangat suka. Data-data kuantitatif dianalisis menggunakan anova rancangan
acak kelompok, taraf signifikan yang digunakan 0,05 dan dilanjutkan dengan
uji Duncan jika terdapat perbedaan antar perlakuan. Analisis ini menggunakan
software SPSS 16. Data yang didapat kemudian dilihat sampel mana yang
memiliki nilai rating hedonik tertinggi. Formulir isian untuk pengujian
organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.
39
2. Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)
Cawan aluminium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama
15 menit, didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian ditimbang (a
gram). Sampel yang beratnya ± 5 gram dimasukkan ke dalam cawan yang
telah diketahui beratnya. Cawan beserta isi dan tutupnya dimasukkan ke dalam
oven bersuhu 105ºC sampai beratnya konstan. Selanjutnya cawan beserta
isinya didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (b gram).
Perhitungan kadar air dapat dilakukan berdasarkan basis basah dengan rumus :
Kadar air (% bb) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar air / bahan basah
a = berat cawan (g)
b = berat cawan dan sampel akhir (g)
c = berat sampel awal (g)
3. Kadar Abu (AOAC 1995)
Cawan porselin dikeringkan dalam tanur bersuhu 400-600ºC, kemudian
didinginkan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang. Sebanyak 3-5g
sampel ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel
dipijarkan di atas bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan
pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600ºC selama 4-6 jam atau
sampai terbentuk abu berwarna putih. Sampel kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Kadar abu dapat dihitung berdasarkan basis basah
atau basis kering dengan rumus :
Kadar abu (% bb) =
x 100%
Kadar abu (% bk) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar abu / bahan basah (%)
% bk = kadar abu / bahan kering (%)
W = berat sampel awal sebelum diabukan (g)
W1 = berat sampel + cawan kosong setelah diabukan (g)
W2 = berat cawan kosong (g)
40
4. Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)
Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan dalam oven bersuhu
100 - 110ºC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel ditimbang
sebanyak 5g, dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.
Refluks dilakukan selama minimum lima jam dan pelarut yang ada di
dalam labu lemak didestilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan dalam oven yang bersuhu 100ºC sampai beratnya
konstan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak
dapat dihitung berdasarkan basis basah atau basis kering dengan rumus :
Kadar lemak (% bb) =
x 100%
Kadar lemak (% bk) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar lemak / bahan basah (%)
% bk = kadar lemak / bahan kering (%)
W = berat sampel (g)
W1 = berat labu lemak + lemak hasil ekstraksi (g)
W2 = berat labu lemak kosong (g)
5. Kadar Protein Metode Kjeldahl (AOAC 1995)
Jumlah sampel yang digunakan sedikit (0,1- 0,5g) yang kira-kira akan
membutuhkan 3-10ml HCl 0,01N atau 0,02N pada saat titrasi. Sampel
tersebut dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal. Kemudian ditambahkan 1g
K2SO4, 40 mg HgO dan 2 ml H2SO4 dan beberapa butir batu didih untuk
mencegah terbentuknya gelembung. Sampel dididihkan selama 1-1,5 jam
sampai cairan menjadi jernih.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, labu Kjeldahl
dibilas dengan akuades 3-4 kali, dan ditambahkan 10 ml larutan NaOH. Di
bawah kondensor alat destilasi dipasangkan erlenmeyer 125 ml yang berisi 5
ml larutan H3BO3 dan 2 tetes indikator (campuran 2 bagian merah metil 0,2%
dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0,2% dalam alkohol). Gas NH3
yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh H3BO3 dalam
41
erlenmeyer. Kemudian kondensat tersebut dititrasi dengan HCl 0,02N yang
sudah distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi abu-
abu. Penetapan blanko dilakukan dengan metode yang sama seperti penetapan
sampel. Kadar protein dihitung dengan rumus :
% N =
Kadar protein (% bb) = % N x faktor konversi
Kadar protein (% bk) =
x 100%
Keterangan : % bb = kadar protein / bahan basah (%)
% bk = kadar protein / bahan kering (%)
% N = kandungan nitrogen pada sampel (%)
6. Kadar Karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat basis basah dan basis kering dihitung berdasarkan by
difference dengan menggunakan persamaan :
Kadar karbohidrat (% bb) = 100% - (P + A + KA + L)
Kadar karbohidrat (% bk) = 100% - (P + A + L)
Keterangan : % bb = kadar karbohidrat / bahan basah
% bk = kadar karbohidrat / bahan kering
P = kadar protein (%)
A = kadar abu (%)
KA = kadar air (%)
L = kadar lemak (%)
7. Kadar Serat Kasar (AOAC 1995)
Prinsip dari analisis serat kasar adalah menimbang residu setelah sampel
direaksikan dengan asam dan basa kuat. Sampel digiling sampai dapat
melewati saringan berdiameter 1 mm. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram,
diekstrak lemaknya dengan soxhlet dan pelarut petroleumeter atau heksana.
Sampel bebas lemak dipindahkan secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 600
ml lalu ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 0,025N. Erlenmeyer tersebut
diletakkan di pendingin secara terbalik (wadah harus dalam keadaan tertutup)
dan dididihkan selama 30 menit dengan sesekali digoyangkan. Kertas saring
42
dikeringkan di dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Sampel yang telah selesai dididihkan kemudian didinginkan dan disaring
melalui kertas yang telah diketahui beratnya sambil dicuci dengan K2SO4 10%.
Residu di kertas saring dicuci dengan air mendidih dilanjutkan dengan alkohol
95%. Kertas saring dikeringkan di dalam oven 100-105ºC selama 1-2 jam atau
sampai beratnya konstan, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar
serat kasar dapat dihitung berdasarkan basis basah dan basis kering dengan
rumus :
Kadar serat kasar (% bb) =
x 100%
Kadar serat kasar (%bk) =
x 100
Keterangan : % bb = kadar serat kasar / bahan basah (%)
% bk = kadar serat kasar / bahan kering (%)
W = berat sampel (g)
W1 = berat residu + kertas saring kering (g)
W2 = berat kertas saring kering (g)
8. Aktivitas Antioksidan Metode DPPH (Kubo et al 2002)
Prinsip pengujian aktivitas antioksidan dengan metode DPPH ketika larutan
DPPH bercampur dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen (zat
antioksidan), maka DPPH akan tereduksi dan akan kehilangan warna ungunya.
Buffer asetat 100 mM (pH 5,5) sebanyak 1,5 ml ditempatkan pada tabung
reaksi, kemudian ditambahkan 2,805 ml etanol PA, 0,15 ml DPPH 10 mM dalam
metanol dan 0,045 ml ekstrak sampel yang digunakan untuk pengujian kadar
antioksidan. Campuran divorteks dan disimpan pada ruang gelap dengan suhu
kamar selama 20 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang 517 nm.
Sebagai standar digunakan asam askorbat dengan konsentrasi 25 ppm, 50 ppm,
100 ppm, 200 ppm dan 400 ppm. Kemudian dibuat kurva standar asam askorbat
dengan persamaan :
Y = 0,0014 x – 0,0190 R2 = 0,9995
nilai x = kosentrasi (µg/ml).
nilai y = Absorbansi blanko (standar) – absorbansi sampel
Nilai aktivitas antioksidan (mg vit C eq/1000gr sampel) =
43
Antioksidan pada ekstrak sampel dinyatakan dalam mg vitamin C eqivalen per
1000 gram sampel. Kurva standar pengukuran aktivitas antioksidan dengan
standar vitamin C dapat dilihat pada Lampiran 55.
Analisis Fisik
a. Warna Metode CIE L*a*b* (Hutching 1999)
Sampel makaroni mentah dan matang yang tebalnya 2 - 3 mm
ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L*,
a*, b* dan oHue. L* menyatakan parameter kecerahan (warna akromatis, 0 :
hitam sampai 100 : putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan
oleh nilai a* (a* + = 0 sampai 60 untuk warna merah, a*- = 0 sampai -60 untuk
warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b*
(b*+ = 0 sampai 60, untuk warna kuning, b*- = 0 sampai -60 untuk biru). Nilai
Hue dikelompokkan sebagai berikut :
Red purple : Hueo 342 – 18 Green : Hue
o 162 - 198
Red : Hueo 18 – 54 Purple : Hue
o 306 - 342
Yellow red : Hueo 54 – 90 Blue purple : Hue
o 270 - 306
Yellow : Hueo 90 – 126 Blue green : Hue
o 198 - 234
Blue : Hueo 234 – 270 Yellow green : Hue
o 126 – 162
b. Pengukuran Kekerasan dan Kelengketan dengan Texture Analyzer TA-XT2i
Kekerasan dan kelengketan (tekstur) makaroni diukur dengan
menggunakan Texture Analyzer TA-XT2i, alat ini dilengkapi dengan program
komputer (Sofware Texture Expert) yang berguna untuk memaksimalkan
analisis hasil pengukuran, termasuk dalam interpretasi datanya. Prinsip
pengukuran dengan Texture Analyzer TA-XT2i adalah mengukur besarnya
gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel pada jarak yang telah ditentukan.
Instrumen gaya yang digunakan meliputi probing, crushing, sawing, dan
snaping.
Sebelum melakukan pengukuran, alat harus diset pada kondisi yang
diinginkan, dapat dilihat pada Tabel 4. Sampel diletakkan di atas meja alat
kemudian ditekan dengan menggunakan compression envil. Probe yang
digunakan dalam pengukuran yaitu makaroni mentah probe silindris 2 mm
44
(P/2) dan makaroni matang probe silindris 35 mm (P/35). Data yang
dihasilkan dari pengukuran ini berupa kurva kompresi yang menggambarkan
hubungan antara gaya dan waktu yang diberikan terhadap sampel. Selanjutnya
terhadap kurva yang diperoleh digunakan untuk menentukan karakteristik
tekstur makaroni mentah berupa kekerasannya dan makaroni matang berupa
kekerasan dan kelengketannya.
Tabel 4 Spesifikasi pengukuran dengan texture analyzer
Test Mode and Option TPA makaroni mentah TPA makaroni matang
Parameter :
Pre test speed 1,00 mm/s 2,00 mm/s
Test speed 1,00 mm/s 1,00 mm/s
Post test speed 10,00 mm/s 2,00 mm/s
Distance 3,00 mm -
Strain - 75 %
Tryger type Auto 5 g Auto 10 g
c. Waktu Optimum Rehidrasi (Oh et al. 1983)
Metode analisa untuk menghitung waktu optimum rehidrasi yaitu dengan
merebus makaroni sebanyak 5g dalam 150ml air. Setiap setengah menit
diamati dengan cara menjepit makaroni diantara dua buah cawan petri.
Makaroni telah masak apabila sudah tidak tampak bagian yang berwarna putih
(bening semua).
d. Daya Serap Air (Rasper dan de Man 1980)
Perhitungan didasarkan pada hasil penetapan kadar air sebelumnya.
Cawan aluminium dikeringkan dalam oven 105oC selama 10 menit, lalu
didinginkan dalam desikator. Sebanyak 3 g sampel dimasukkan ke dalam air
mendidih, direbus selama 3 menit pada suhu 100oC, kemudian ditiriskan lalu
ditimbang (A). Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam oven 105oC selama
6 jam sampai diperoleh berat konstan (B).
Penetapan absorpsi air berdasarkan perhitungan :
DSA (bk %) =
x 100%
45
Keterangan :
A = Berat sampel sebelum dikeringkan
B = Berat sampel setelah dikeringkan
e. Kehilangan Padatan Akibat Pemasakan (KPAP) (Oh et al. 1983)
Sebelum dianalisa, diukur waktu optimum untuk merebus makaroni
dengan cara merebus 5 g makaroni di dalam 150 ml air. Setiap setengah menit
diamati dengan cara menjepit makaroni diantara dua buah cawan petri.
Makaroni telah masak apabila bagian tengah (core) sudah berwarna bening.
Setelah mencapai waktu optimum, makaroni ditiriskan dan disiram dengan air
kemudian ditiriskan kembali selama 5 menit. Selanjutnya makaroni ditimbang
dan dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Kemudian ditimbang
kembali, sementara itu dilakukan juga pengukuran kadar air makaroni.
{
⌈ ⌉ }