bahan artikel 4072 karakter
DESCRIPTION
Artikel nsdkfksjdbbdmdv sdgsd gs d gsndsldjgshkdghskhbfgjkdnfkjmgdlfgjehmfvkgjlsdmvfgjcegdlfg,ssjakldshjgsjfvxncvjnsjfnvsbchbvsjnfbdkjb;akfvgeprkgjlekrjgkdnfndklfblehhglefjs;dvscv s sdvglskhdfnsd g gjshghs gshg sjgjh ghshgjhslhg sfhgshg hghsfhg hghd gdhl ghdk gkhslhg;aslfghf gTRANSCRIPT
Konflik dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang dihadapkan dengan motif,
keyakinan, nilai dan tujuan yang saling bertentangan. Konflik bisa dialami oleh siapapun dan di
manapun, termasuk oleh komunitas di sekolah. Siswa, guru, atau pun kepala sekolah dalam
waktu-waktu tertentu sangat mungkin dihadapkan dengan konflik.
Konflik yang dialami individu di sekolah dapat hadir dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk
individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok.
Misalnya, seorang guru berhadapan seorang guru, seorang guru berhadapan dengan sekelompok
guru, sekelompok guru tertentu berhadapan dengan sekelompok guru lainnya., dan sejenisnya.
Konflik yang terjadi diantara mereka bisa bersifat tertutup, terbuka atau bahkan menjadi
konfrontasi.
Apabila konflik yang terjadi di sekolah tidak terkelola dan bersifat destruktif, maka selain dapat
mengganggu kesehatan dan kualitas kehidupan seseorang, juga dapat mengganggu terhadap
pencapaian efektivitas dan efisiensi pendidikan di sekolah secara keseluruhan.
Terkait dengan upaya mengelola konflik di sekolah, Daniel Robin (2004) dalam sebuah
artikelnya menawarkan tujuh sikap yang diperlukan untuk mencairkan konflik.
1. Define what the conflict is about
Definisikan secara jelas konflik apa yang sedang berkembang. Tanyakan pada setiap orang “Ada
issue apa?”, lalu tanyakan pula “Apa kepedulian Anda di sini? atau “Apa yang kamu rasakan
dan manfaat dari pertengkaran ini”. Secara berkala tanyakan pula “Apa yang ingin Anda capai
dan bagamana kita harus mengerjakannya?”
2. It’s not you versus me; it’s you and me versus the problem
Memiliki keyakinan bahwa “Ini bukanlah pertentangan antara anda dengan saya, tetapi ini
adalah saya bersama anda melawan masalah itu”. Masalah yang sebenarnya adalah masalah itu
sendiri, yang harsus diselesaikan, bukan terletak pada orangnya. Adalah hal yang amat bodoh,
jika Anda mencoba mengalahkan salah satu dari antara pihak yang berkonflik, karena suatu saat
setelah mereka dikalahkan, meraka akan kembali melakukan pertempuran ulang (rematch) yang
terus-menerus, yang mungkin dengan daya tembak yang lebih kuat. Jangan paksa orang untuk
bertekuk lutut!
3. Identify your shared concerns against your one shared separation.
Lakukan identifikasi orang-orang yang memiliki kepedulian yang sama dengan Anda dan orang–
orang yang justru berseberangan dengan Anda. Jika dihadapkan pada suatu konflik, buatlah
semacam kesepakatan dengan kelompok yang memiliki hubungan paling kuat (dimana Anda
menyetujuinya), tidak dengan kelompok yang paling lemah. Ini akan lebih mudah dan juga lebih
efektif, apabila Anda hendak mengalihkan hal-hal yang disetujui maupun tidak disetujui. Pahami
sudut pandang mereka dan berikan penghargaan atas perbedaaan yang ada.
4. Sort out interpretations from facts.
Memilah interpretasi berdasarkan fakta. Jangan meminta suatu pendapat dari orang yang sedang
berkonflik, karena hanya akan memperoleh pendapat dan penafsiran versi mereka. Tetapi
sebaiknya ungkapkan “Apa yang telah kamu lakukan atau katakan?” pertanyaan semacam ini
akan lebih menggiring pada fakta, yang selanjutnya dapat dijadikan dasar bagi pemecahan
konflik
5. Develop a sense of forgieness.
Kembangkan rasa untuk memaafkan. Tidak mungkin terjadi rekonsiliasi tanpa belajar
memaafkan kesalahan orang lain. Banyak orang melakukan perdamaian tetapi tidak bisa
mengubur kejadian yang sudah-sudah sehingga pada hari kemudian memunculkan lagi
pertengkaran. Oleh karena itu, setiap orang penting untuk dibelajarkan mau memaafkan orang
lain secara tulus. Yang lalu biar berlalu, hari ini kenyataan dan esok hari adalah harapan!
6. Learn to listen actively
Belajar mendengar secara aktif. Putarlah paradigma dari ungkapan “ Ketika saya bicara, orang
lain mendengarkan” menjadi “Ketika saya mendengarkan, orang lain berbicara kepada saya”.
Mendengarkan dengan tujuan untuk memahami, bukan untuk menjawab Mulailah dengan
berusaha memahami, kemudian menjadi dipahami. Setidaknya dengan cara ini, akan membantu
melepaskan ego atau uneg-uneg yang bersangkutan (katarsis)
7. Purify your heart.
Terakhir, berusaha mensucikan hati. Hati yang bersih merupakan benteng utama dari berbagai
serangan dari luar dan juga akan pembimbing kita dalam setiap tindakan. Anda tidak akan
mendapatkan konflik atau kekerasan dari orang lain, jika dalam hati dan jiwa Anda bersemayam
kebajikan. Rasa benci, iri dan dengki yang bercokol di hati kerapkali menjadi pemicu terjadinya
konflik.