prospek hasil hutan bukan kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 maret 2017,...

88
F rest D gest 1 mei-juli 2017 profil alumni Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu rinekso soekmadi pemimpin adalah motor perubahan reportase MENYAMBANGI HUTAN DESA, BENTENG EKONOMI DI PERBATASAN Akankah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, nilai tambah hutan, pendapatan devisa negara serta pemerataan pembangunan daerah? 04 mei-juli 2017 ISSN

Upload: duongcong

Post on 08-Mar-2019

299 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 1m e i - j u l i 2 0 1 7

profil alumni

Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu

rinekso soekmadipemimpin adalah

motor perubahan

reportase

MENYAMBANGI HUTAN DESA,

BENTENG EKONOMI DI PERBATASAN

Akankah meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, nilai tambah hutan,

pendapatan devisa negara serta pemerataan pembangunan daerah?

04mei-juli 2017

ISSN

Page 2: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest2 m e i - j u l i 2 0 1 7

Page 3: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 3m e i - j u l i 2 0 1 7

Dekan Fakultas Kehutanan IPB

mengucapkankan selamat atas terbitnya

majalah

Semoga bermanfaat bagi kehidupan dan hutan Indonesia semakin lestari

edisi 4

Page 4: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest4 m e i - j u l i 2 0 1 7

SURAT - 5

ANGKA - 6

SAL AM KETUA - 7

PIGURA - 8,9

KABAR KAMPUS - 10, 12

KABAR ALUMNI - 14, 16

PENELITIAN - 58

KOLOM - 60

TEKNOLOGI - 62, 63, 64

FOTOGRAFI - 74

BUKU- 76

WAWANCARA - 80

BINTANG - 82

OASE - 84menyambangi hutan desa, benteng ekonomi di perbatasan

Penanggung JawabM. Awriya Ibrahim (E-16)

Ketua Umum Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB

Pemimpin UmumGagan Gandara (E-29)

Dewan RedaksiOdjat Sudjatnika (E-22)

Muayat Ali Muhshi (E-22) R. Eko Tjahjono (E-25) Drajad Kurniadi (E-32)

Bagja Hidayat (E-33) Librianna Arshanti (E-33)

Aryani (E-34) Rina Kristanti (E-37)

Gunanto Eko Saputro (E 38) Khulfi M. Khalwani (E-40)

Satrio Cahyo Nugroho (E-41) Kaka M. Prakasa (E-41)

Reza Ahda (E-45) M. Fahmi Alby (E-47) Zahra Firdausi (E-48)

SekretarisAnnisa Murthafiah (E-48)

Anggun Rahayu Melyanti (E-48)

Hubungan UsahaAtik Ratih Susanti (E-30)

Reni Rosmini Handayani (E-35)

Hubungan EksternalStepi Hakim (E-27)

Hendra Wijaya (E-29)

DistribusiUnit Kesekretariatan DPP HA-E IPB

AlamatSekretariat HA-E IPB,

Kampus Fakultas Kehutanan IPB, Jalan Lingkar Akademik Darmaga Bogor

16680

Kontak (Email)[email protected]

Forest Digest adalah majalah triwulanan yang diterbitkan Himpunan Alumni Fakultas

Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan didistribusikan kepada alumni dan umum secara gratis. Redaksi mengundang alumni

menulis artikel dengan panjang 4000 karakter dengan spasi dengan format Microsoft Word

disertai foto penunjang

Cover Hasil Hutan Bukan KayuFoto: Beni Arisandi

Stock Forester Photo Contest

Tema edisi 5: Bioenergi Untuk Ketahanan Energi Nasional

kirim tulisan anda seputar tema itu ke redaksi sebelum 15 Juli 2017

daftar isi

L APORAN UTAMA - 20

Hasil Hutan Bukan KayuHasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani

beserta produk turunan dan budidaya (kecuali kayu) yang berasal dari hutan.

Repotase- 68

Profil Alumni- 66

Rinekso soekmadi

Page 5: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

Surat

UNIVERSITAS PENDIDIKAN

Terimakasih yang sebesar-besarnya atas kiriman Majalah Forest Digest edisi 3 yang diterbitkan oleh Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Mudah-mudahan majalah yang saudara berikan dapat melengkapi perpustakaan kami dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa menuju masyarakat yang sejahtera, adil dan makmur sesuai cita-cita bangsa Indonesia.

- Dr. M. Solehudin, M.Pd,. M.A.a.n. Rektor Universitas Pendidikan

IndonesiaSekretaris eksekutif,

Terimakasih kembali redaksi sampaikan pada keluarga besar Universitas Pendidikan Indonesia.

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN IPB

Bersama ini kami ucapkan terima kasih atas kiriman 1 (satu) bundle majalah Forest Digest edisi 03 (Februari s/d April 2017) dengan tema “Reklamasi untuk Siapa” oleh Himpunan Alumni Fahutan (HAE-IPB) telah kami terima dengan baik

-Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.ScDekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB

Terimakasih kembali redaksi sampaikan pada keluarga besar Fakultas Teknologi Pertanian IPB.

GAYA TulisanSaya baca majalah Forest Digest kok

terlalu serius akhir-akhir ini. Seperti membaca paper atau jurnal. Mungkin baiknya tulisannya lebih banyak santainya.

-Lisman Sumardjani

Terimakasih atas masukannya bapak Lisman. Akan kembali kami cermati. Semoga majalah Forest Digest bermanfaat

INDONESIAINSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER

Atas nama ITS kami sampaikan terimakasih atas kiriman majalah Forest Digest edisi 3 Februari – April sebanyak 5 (lima) eksemplar. Majalah tersebut telah diterima dengan baik.

- Prof. Ir. Joni Hermana, M.Sc. Es. Ph.D, Rektor ITS

Terimakasih kembali redaksi sampaikan pada keluarga besar Institut Teknologi Sepuluh November

BIRO HUMAS KEMENTERIAN SOSIAL RI

Bersama ini kami sampaikan bahwa kami telah menerima majalah Forest Digest Edisi 03. Sehubungan dengan hal tersebut kami ucapkan terimakasih atas pengiriman majalah yang dimaksud. Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

-Drs. Adi Wahyono, M.SiKepala Biro Humas Kementerian Sosial

Republik Indonesia

Terimakasih kembali redaksi sampaikan. Semoga majalah Forest Digest bermanfaat.

Universitas sam ratulangi

Sehubungan dengan pengiriman majalah Forest Digest edisi 03 dengan tema “Reklamasi untuk Siapa” maka bersama ini disampaikan bahwa majalah tersebut telah diterima dengan baik. Besar harapan kami, kiranya informasi semacam ini dapat berlanjut pada masa-masa yang akan datang.

-Drs. Rolly J. Rarang, M.SiKepala UPT Perpustakaan Universitas

Sam Ratulangi

TERIMAKASIH dari Sumbawa

Terimakasih untuk Forest Digest... Kiriman majalahnya sudah sampai pulau Sumbawa. Semoga lestari.

- Aris Abdul (Alumni di Sumbawa)

Terimakasih kembali redaksi sampaikan. Semoga majalah Forest Digest bermanfaat.

TERIMAKASIH Majalah Forest Digest ini gratis

saya dapatkan di Kantor. Terimakasih atas pemberian majalahnya. Semoga bermanfaat dan majalah Forest Digest selalu di hati pembaca.

-Yanti Novianti, S.Hut M.Sc Alumni di Bogor

Terimakasih kembali redaksi sampaikan. Semoga majalah Forest Digest bermanfaat.

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN RI

Dengan ini kami sampaikan bahwa Majalah Forest Digest Edisi 03 telah kami terima, kami mengucapkan terima kasih dan akan kami pergunakan sebagai salah satu bahan referensi dalam menjalankan tugas sehari-hari.

Sebagai informasi, Kementerian Perindustrian menerbitka majalah Media Industri dan majalah Karya Indonesia (KINA)

-Setia UtamaKepala Biro Humas Kemenperin

Terimakasih kembali redaksi sampaikan. Semoga majalah Forest Digest bermanfaat.

universitas negeri malang

Dengan hormat kami sampaikan ucapan terima kasih atas hadiah/sumbangan bahan pustaka untuk Perpustakaan Universitas Negeri Malang.

-Prof. Dr. Djoko Saryono, M.PdKepala Perpustakaan UM

Terimakasih kembali redaksi sampaikan. Semoga majalah Forest Digest bermanfaat.

Page 6: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest6 m e i - j u l i 2 0 1 7

KelompokLainnya

kutipan

Angka

“Di depan menjadi teladan, di tengah membangun semangat, dari belakang memberikan dorongan”

- Ki Hajar Dewantara

“ Jangan hanya mencoba untuk menjadi seorang yang sukses saja, namun cobalah untuk menjadi orang yang bernilai “

- Albert Einstein

Produksi Hasil Hutan Bukan Kayu

29,169.77

47,069

1,3391,076

35,479.03

136,892

KelompokBatang

KelompokMinyak

KelompokResin

KelompokGetah

Kelompok Kulit

sumber statistik kementrian lhk 2015

Page 7: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

salam ketua

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, majalah Forest Digest kini memasuki edisi keempat. Di sela-sela riuhnya pemberitaan terkait Pilkada DKI Jakarta Putaran Kedua yang dipenuhi dengan berita hoax, kami masih bisa memberikan alternatif bacaan yang tidak hanya berbeda, namun juga berkualitas. Ini tak lepas dari dukungan yang semakin kuat dan solid seluruh alumni Fakultas Kehutanan IPB yang ada di seluruh Indonesia, melalui Ketua-ketua angkatan dan komisariat daerah dari seluruh Indonesia.

Selain itu, Majalah Forest Digest juga diharapkan bisa menjadi media komunikasi alumni, memberikan informasi alumni, dan mempromosikan eksistensi alumni Fakultas

Kehutanan IPB baik nasional maupun internasional. Kami tahu, sangat banyak alumni yang berkiprah dan memiliki prestasi yang luar biasa di berbagai sektor sehingga keberadaan majalah ini menjadi sangat penting. Majalah ini juga diharapkan bisa mengisi kekosongan media populer dunia kehutanan yang berwibawa serta menegaskan posisi alumni Fakultas Kehutanan IPB dalam dunia kehutanan saat ini.

Untuk edisi keempat, kami mengangkat laporan utama dengan tema “Hasil Hutan Bukan Kayu” atau HHBK. HHBK adalah hasil hutan hayati, baik nabati maupun hewani beserta produk turunannya dan budidaya, kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pemilihan tema HHBK, karena HHBK menjadi salah satu prioritas untuk mewujudkan “Mimpi Kehutanan Tahun 2045”, dimana kehutanan diharapkan setidaknya dapat menyumbang devisi dari kayu dan HHBK (termasuk industri pariwisata) sebesar USD 97,51 Milyar, sumbangan investasi sebesar USD 166,10 Milyar, serta serapan tenaga kerja sebanyak 11,55 juta orang (disampaikan Sekjen Kementerian LHK dalam Stadium General 2017 pada tanggal 18 Maret 2017 di Ruang Auditorium Sylva Pertamina, Fakultas Kehutanan IPB). Lebih lanjut disampaikan bahwa masa depan kehutanan adalah HHBK, dimana diibaratkan bahwa mengelola HHBK sama dengan mengelola peradaban, dengan alasan HHBK bersifat subsisten, HHBK dimanfaatkan sehari-hari oleh masyarakat; belum banyak industri yang mentransformasikannya ke dalam nilai perdagangan global; serta jumlah jenis yang dimanfaatkan berhubungan dengan pengetahuan turun temurun di masyarakat. Sehingga HHBK diharapkan dapat memberikan dasar bagi ”sustainable forest management” dan memberikan nilai tambah pada hutan tropis, baik pada tingkat lokal maupun nasional.

Tim Redaksi telah menggali berbagai sumber mengenai pemanfaatan/pemungutan, pengolahan, penerapan teknologi, dan pemasaran HHBK, baik dari pemerintah (Kementerian LHK, pemerintah daerah), akademisi/perguruan tinggi (Fakultas Kehutanan IPB dan Fakultas Kehutanan USU), pelaku usaha, asosiasi bidang HHBK, peneliti HHBK dan lain-lain. Dengan beragamnya sumber artikel, diharapkan isi majalah Forest Digest dapat mengkaji HHBK dari berbagai perspektif.

Kami dari Pengurus HA-E IPB bertekad untuk terus bisa menerbitkan majalah Forest Digest dengan tetap gratis dan terus meningkatkan kualitas.

Sekali lagi, kami mengundang rekan-rekan alumni untuk menyampaikan berbagai ide atau gagasan dalam bentuk tulisan menarik sebagai sarana komunikasi, informasi, dan promosi eksistensi alumni. Atas seluruh pengorbanan waktu, pemikiran, dukungan dan kerja keras Tim Redaksi dan penulis, kami sampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga majalah Forest Digest ini bermanfaat bagi alumni, pelaku usaha kehutanan dan lingkungan, serta seluruh masyarakat Indonesia.

Salam Care and Respect,Ketua Umum HA-E IPB,

M. Awriya Ibrahim

Mengelola HHBK, Mengelola Peradaban

Pemilihan tema HHBK, karena HHBK menjadi salah satu prioritas untuk mewujudkan “Mimpi Kehutanan Tahun 2045”, dimana kehutanan diharapkan setidaknya dapat menyumbang devisi dari kayu dan HHBK (termasuk industri pariwisata) sebesar USD 97,51 Milyar, sumbangan investasi sebesar USD 166,10 Milyar, serta serapan tenaga kerja sebanyak 11,55 juta orang

Page 8: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest8 m e i - j u l i 2 0 1 7

pigura

Aktivitas Pemilahan gambir.

Gambir padat yang diperolehdari ekstraksi daun dan ranting dari tanaman gambir yang tumbuh di sekitarhutan, dimanfaatkan pada berbagai industri kimia dan obat-obatan

foto:r eko tjahjono

Page 9: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 9m e i - j u l i 2 0 1 7

Page 10: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest10 m e i - j u l i 2 0 1 7

Fakultas Kehutanan IPB bersama dengan BEM Fakultas Kehutanan IPB pada hari Sabtu, 18 Maret 2017, bertempat di Ruang Auditorium Sylva Pertamina, Fakultas Kehutanan IPB telah menyelenggarakan Stadium General 2017, dengan tema “Peran Rimbawan

dalam Membangun Hutan Indonesia untuk Kesejahteraan Rakyat”. Stadium general diselenggarakan dengan tujuan: 1) memberikan wawasan untuk mengenal hutan Indonesia dan membangun hutan bagi kesejahteraan rakyat, serta 2) mengetahui tantangan dan peran seorang rimbawan dalam membangun hutan untuk sarjana muda kehutanan yang akan datang.

Narasumber yang menyampaikan materi adalah Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM, alumni Fakultas Kehutanan IPB angkatan 20 yang saat ini menjabat sebagai Sekjen Kementerian LHK dan Ketua Umum Himpunan Alumni IPB. Lagu Indonesia Raya dan Mars Rimbawan mengawali kegiatan Stadium General tersebut, kemudian sambutan oleh Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc. dan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM. Bapak Sekjen Kementerian LHK menyampaikan beberapa poin penting, diantaranya tentang pengenalan hutan Indonesia, dimana proporsi hutan menutupi daratan Indonesia sebesar 63,03%, dimana hutan tersebut sebagai rumah bagi 12% mamalia dunia, 7,3% reptil dan amfibi, dan 17% burung dari seluruh dunia, serta bagi 5.863 desa di dalam dan sekitar hutan, serta 25 juta jiwa termasuk 4 juta jiwa masyarakat adat.

Mimpi, tantangan, dan semangat dalam membangun hutan Indonesia menjadi poin penting selanjutnya. “Menjaga hutan Indonesia tak ubahnya seperti mengawal detak peradaban masyarakat di sekitarnya, meski indikasi keberhasilannya terletak

kabar KAMPUS

STuDIUM GENERAL SEKJEN KEMENTERIAN LHK“Peran Rimbawan dalam Membangun Hutan Indonesia Untuk Kesejahteraan Rakyat”

Penyerahan Sertifikat Dekan Fakultas Kehutanan, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.Trop (kanan) menyerahkan Piagam Penghargaan kepada Sekjen Kementerian LHK, Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM (kiri) selaku Narasumber Stadium General.

di dalam komponen ekosistem hutan, namun kunci keberhasilannya justru terletak di luar ekosistem itu sendiri, yaitu: hubungan antar pemangku kepentingan”, seperti yang disampaikan oleh Bapak Sekjen Kementerian LHK. Mimpi Kehutanan 2045 adalah kehutanan diharapkan setidaknya dapat menyumbang devisi dari kayu dan HHBK (termasuk industri pariwisata) sebesar USD 97,51 Milyar, sumbangan investasi sebesar USD 166,10 Milyar, serta serapan tenaga kerja sebanyak 11,55 juta orang. Masa depan kehutanan adalah HHBK, dengan mengelola HHBK sama dengan mengelola peradaban, dimana bersifat subsisten, HHBK dimanfaatkan sehari-hari oleh masyarakat; belum banyak industri yang mentarnsformasikannya ke dalam nilai perdagangan global; serta jumlah jenis yang dimanfaatkan berhubungan dengan pengetahuan turun temurun di masyarakat.

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam membangun hutan Indonesia, antara lain: alokasi sumberdaya hutan untuk pemerataan ekonomi,

pengendalian deforestasi dan degradasi hutan/lahan, konservasi dan pemeliharaan biodiversity dan biosfir, peningkatan produksi dan produktivitas hutan dan jasa lingkungan, pengendalian kejahatan lingkungan, serta kemitraan dan keterlibatan multi-stakeholders dalam rantai usaha sumberdaya hutan dan sumberdaya sampah, serta mendorong law enforcement. Poin penting selanjutnya adalah hutan sosial sebagai jalan menuju kesejahteraan. Kebijakan pemerataan ekonomi, dimana Kementerian LHK memahaminya sebagai upaya untuk mendorong sumberdaya hutan sebagai sumber produksi barang dan jasa, serta mentransformasikan keberadaan masyarakat, utamanya di dalam dan sekitar hutan secara legal dalam perekonomian nasional, sehingga diperlukan strategi, yaitu: meningkatkan akses kelola hutan kepada masyarakat, untuk mendekatkan kesenjangan antar wilayah dan mengelola hutan di tingkat tapak (Kesatuan Pengelolaan Hutan/KPH). Skenario yang ditetapkan, yaitu: kinerja makro ekonomi diharapkan

foto panitia stadium general

Page 11: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

memberikan nilai yang positif bagi pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, pengentasan kemiskinan, dan pemerataan pendapatan. Oleh sebab itu, diperlukan transformasi secara legal ke dalam perekonomian nasional, dimana sentra produksi hasil hutan berbasis masyarakat desa. Mengatasi ketimpangan dalam pengelolaan hutan, dimana kondisi saat ini adalah proporsi hak kelola masyarakat sangat kecil dibandingkan korporasi, memicu konflik dan biaya manajemen tinggi, sedangkan

kondisi yang diharapkan sampai dengan tahun 2019 adalah proporsi hak kelola masyarakat terhadap hutan meningkat dan keberadaannya diakui dalam putaran ekonomi Indonesia.

Di samping itu, upaya membangun modal sosial, dimana tahun 2015-2016 telah dilakukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 104 ribu hektare, Hutan Desa (HD) seluas 172 ribu hektare, Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas 39 ribu hektare. Sedangkan untuk ijin usaha maupun hak pemanfaatan HKm seluas 21 ribu hektare, HD seluas 106 ribu hektare, dan HTR seluas 5 ribu hektare. Semangat perhutanan sosial dalam bingkai pembangunan nasional untuk menjawab terjadinya ketimpangan pendapatan, pengangguran, dan kemiskinan, sehingga diperlukan perhutanan sosial untuk mencapai kesejahteraan (pertumbuhan ekonomi, serapan tenaga kerja, indeks gini semakin baik), serta kelestarian SDH.

Poin penting terakhir adalah mentahbiskan raja tanpa mahkota, diharapkan Rimbawan dapat mengungkit dan menentukan jalan. Berdasarkan data hipotetik, sebuah prediksi, satu orang sarjana kehutanan diharapkan dapat mengungkit serapan tenaga kerja sebanyak 250 orang, dan 2 sarjana dapat menumbuhkan ekonomi wilayah

peserta stadium general. Kegiatan Stadium General dihadiri oleh sekitar 100 orang yang berasal dari mahasiswa aktif, perwakilan dosen Fakultas Kehutanan IPB, serta perwakilan Himpunan Alumni Fakultas Kehutanan IPB (HA-E IPB).

dengan produk hutan sosial. Untuk 12,7 juta hektare hutan dibutuhkan sekitar 10.160 sarjana kehutanan yang mampu menumbuhkan tenaga kerja sebanyak 2,54 juta orang dan 20.320 sarjana.

Raja Tanpa Mahkota, satu orang sarjana kehutanan mengelola satu sentra produksi hasil hutan berbasis desa, dapat mengungkit serapan tenaga kerja sebanyak 250 orang dan meningkatkan pemerataan wilayah. Lebih lanjut, Bapak Sekjen Kementerian LHK menyampaikan bahwa perilaku rimbawan transglobal dipengaruhi oleh ketahanan terhadap ketidakpastian, konektivitas tim, fleksibilitas pragmatis, responsivitas perspektif, dan orientasi bakat, serta intelegensia rimbawan transglobal (kognitif, emosional, bisnis, kultural, global, dan moral).

Pada bagian akhir, Bapak Sekjen Kementerian LHK mengajak seluruh peserta Stadium General untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan hutan Indonesia, karena persoalan kehutanan bukan persoalan biasa, sehingga dibutuhkan rimbawan yang luar biasa, yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.

- Drajad Kurniadi (E-32)Pemaparan Materi oleh Dr. Ir. Bambang Hendroyono, MM

foto panitia stadium general

Page 12: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest12 m e i - j u l i 2 0 1 7

kabar KAMPUS

The 4th Asia-Pacific Regional Meetinginternational forest student

Asia-Pacific Regional Meeting (APRM) adalah salah satu forum pertemuan rutin tahunan dalam skala internasional bagi anggota organisasi kehutanan internasional atau yang lebih dikenal dengan IFSA (International Forestry Students’ Association) yaitu asosiasi mahasiswa kehutanan di dunia. IFSA hadir sebagai tempat pertukaran berbagai informasi terkait dengan ilmu kehutanan. Pertemuan pertama anggota IFSA di Asia dikenal dengan nama Asia Regional Meeting (ARM). Pada tahun 2013, dua wilayah regional IFSA yaitu Asia dan Oceania membentuk satu wilayah menjadi Asia-Pasifik. Pertemuan Asia-Pasifik Regional Meeting pertama pada tahun 2014 di Kookmin University di Korea Selatan. Pertemuan kedua pada tahun 2015 dilaksanakan di National Taiwan University dan pertemuan ketiga di Kyoto University pada tahun 2016. Pada tahun 2017 ini, kegiatan The 4th Asia Pacific Regional Meeting dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor (IPB).

Beberapa rangkaian acara APRM 2017 ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Global Landscape Forum (GLF), Kebun Raya Bogor, dan Kampung Budaya Sindang Barang Bogor.

Kegiatan The 4th Asia Pacific Regional Meeting pada tahun 2017 mengusung tema: “Forest Value towards Sustainable Development Goals”. Beberapa rangkaian acara APRM 2017 ini dilaksanakan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Global Landscape Forum (GLF), Kebun Raya Bogor, dan Kampung Budaya Sindang Barang Bogor yang diorganisir oleh IFSA LC-IPB (International Forestry Students’ Association Local Committee Bogor Agriculture University). Tujuan dilaksanakan APRM 2017 ini yaitu untuk saling tukar informasi mengenai sektor kehutanan di setiap negara, memahami peranan hutan dalam tercapainya pembangunan yang berkelanjutan, memajukan sektor kehutanan di setiap negara, memberikan pengetahuan yang dapat diterapkan di setiap negara,

dan meningkatkan kekerabatan antar mahasiswa kehutanan di Asia Pasifik.

Menurut Dr. Supriyanto selaku pembina IFSA LC-IPB, kegiatan pertemuan mahasiswa kehutanan internasional ini menjadi salah satu kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam bidang kehutanan secara global dan membangun jaringan untuk pengelolaan hutan yang lebih baik. Kegiatan APRM 2017 ini melibatkan 51 delegasi dari 14 universitas di 6 negara yaitu Filipina, Iran, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Indonesia. APRM 2017 yang diselenggarakan oleh IFSA Local Committee IPB dan PinK Fakultas Kehutanan IPB memiliki empat kegiatan khusus seperti perkuliahan umum, presentasi delegasi, field trip, dan cultural night.

Rangkaian Kegiatan APRM 2017 ini dibuka dengan pertunjukan Gentra Kaheman IPB dan diawali dengan kata sambutan dari Ketua Pelaksana oleh Tomi Ardiansyah mengungkapkan bahwa “acara ini penting diselenggarakan untuk

APRM. Pembukaan APRM di Gedung Andi Hakim Nasution oleh Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MAfoto ifsa

Page 13: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 13m e i - j u l i 2 0 1 7

menyatukan visi kegiatan mahasiswa kehutanan di Asia Pasifik agar tercapai pergerakan yang berorientasi sama dalam merealisasikan “Sustainable Development Goals” dan beberapa perwakilan dari IFSA Asia-Pasifik yaitu Veronica Leung dan Jan Joseph Viola Dida. Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Fakutas Kehutanan IPB, Dr. Lailan Syaufina dalam sambutannya memberikan harapan semoga acara besar yang diinisiasi oleh mahasiswa kehutanan seperti ini dapat mendorong hubungan baik dan kerjasama antar universitas. Setelah itu, acara dilanjutkan dengan keynote speech oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup Indonesia yang diwakili oleh Dr. Ir. Agus Justianto M.Sc selaku Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Selaku Sekretaris Dewan Pertimbangan Pengendalian Perubahan Iklim. Beliau menekankan bahwa “Hutan merupakan instrumen yang sangat penting dalam kehidupan, sebagai sumber pangan, kesehatanan, keanekaragaman hayati, dan rumah bagi berbagai makhluk hidup. Hutan beserta pohon dan kehidupan di dalamnya seharusnya menjadi peluang bagi masyarakat dalam hal peningkatan kesejahteraan, membuka kesempatan kerja, ketahanan pangan, dan jasa-jasa lingkungan. Pengelolaan hutan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan diperlukan untuk menyeimbangkan antara keperluan ekonomi, sosial, dan ekologi sehingga sinergis dalam memenuhi 17 tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang dicanangkan oleh Perserikatan Bangsa-bangsa, diantaranya yaitu: eradicating povert, zero hunger, good health and well-bein, equal rights for gender, clean water and sanitation, life bellow water, dan life on land.”

PBB memiliki strategi khusus yaitu Global Forest Goals yang mencapai tujuan untuk memenuhi Sustainable Development Goals (SDGs); menghilangkan kemiskinan, mengurangi kelaparan dengan menyediakan makanan, kesehatan yang baik dan kehidupan yang layak, kesetaraan gender, sanitasi dan air bersih, kehidupan perairan dan mangrove serta peranan air bagi kehidupan manusia.

Pada acara APRM 2017 ini terdiri dari 2 sesi kuliah umum. Sesi pertama dimoderatori oleh Aris Dewantoro dan sebagai pembicara yaitu Prof. Dr.

Ir Dudung Darusman, MA selaku Dosen Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Beliau menyampaikan kuliah umum dengan sub tema Developing Forestry Based Industry By Non Timber Forest Product Utilization. Beliau mengatakan bahwa Sustainable Developments Goals, satu kata kunci untuk keberlanjutan. Hal tersebut harus mampu memenuhi segala kebutuhan makhluk hidup yang tidak ada pendekatan terprioritas. Sumberdaya hutan memiliki banyak fungsi dan jasa untuk keberlangsungan hidup manusia, kayu bahan bakar, hasil hutan kayu, ekowisata, keanekaragaman hayati, penyimpanan karbon, dan lahan pertanian. Pembicara kedua pada sesi ini adalah Prof. Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS selaku Dosen Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Beliau mengatakan bahwa hasil hutan bukan kayu adalah objek biologis meliputi jasa-jasa dari hutan kecuali produk hasil hutan kayu. Karakteristik dari sumberdaya hutan ini adalah keanekaragaman, hasil, koleksi musiman, dan pemanenan tradisional.

Sesi kedua perkuliahan umum ini dimoderatori oleh Iqbal Maulana, S.Hut dengan pembicara oleh Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat selaku Dosen Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Beliau menegaskan bahwa “Social Forestry Can Be Community Forest And Community Empowerment” yang berarti dapat dialokasikan pada hutan rakyat. Permasalahan yang sering terjadi, rendahnya nilai hutan akibat akses yang mudah. Hal ini mengakibatkan kemiskinan dan degradasi hutan. Pembicara kedua dalam sesi ini adalah Petrus Gunarso, PhD selaku penasehat utama APRIL Company. Beliau mengatakan bahwa indonesia memiliki kawasan hutan seluas 130,000,000 hektare, dan 10,000,000 dari luas kawasan tersebut telah memiliki izin untuk industri (pulp and paper). Perusahan memiliki regulasi dalam melindungi area konservasi sebelum melakukan operasi lahan. Perusahaan ini juga menginvestasikan 10 juta US dollar pada acara PPB di Paris. Beliau mengegaskan bahwa investasi pada pencegahan kebakaran lahan hutan, dan kebijakan “tidak membakar hutan”.Acara selanjutnya adalah sesi presentasi. Presentasi dilakukan oleh delegasi APRM.

Field Trip of APRM 2017 to Gunung Walat Educational Forest (GWEF) Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi-Jawa Barat

Rangkaian kegiatan pada hari kedua dan ketiga The 4th Asia-Pacific Regional Meeting dilanjutkan dengan fieldtrip di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat, (16/5). Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) merupakan hutan pendidikan yang memiliki luas ± 359 Ha yang pengelolaannya dilakukan bersama antara Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan Pusat Pendidikan Latihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. HPGW acap kali dijadikan laboratorium lapangan yang dkunjungi dan menjadi tempat riset oleh berbagai pihak baik dalam negeri maupun luar negeri. Kondisi HPGW yang dirasa menjadi tempat yang tepat untuk menggambarkan keragaman spesies pohon yang ada di Indonesia, terutama di tanah Jawa inilah yang mendasari panitia APRM 2017 memilih tempat ini sebagai salah satu lokasi kunjungan untuk acara berskala internasional tersebut.

Perjalanan menuju HPGW diikuti oleh 51 orang delegasi dan didampingi oleh 10 panitia APRM 2017. Kegiatan yang dilakukan di HPGW antara lain: perkenalan HPGW, demonstrasi penyadapan getah pohon, kunjungan ke gudang penyimpanan getah, workshop, pesta api unggun, dan fieldtrip ke Desa Cipeureu.Pada akhir kegiatan APRM, Korea Selatan dengan Lokal Komite Chungnam National University (CNU) terpilih menjadi tuan rumah untuk APRM 2019. Terima kasih untuk semuanya yang telah berpartisipasi pada hari ke-5 APRM 2017.

- Robby (E49)

Page 14: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest14 m e i - j u l i 2 0 1 7

kabar alumni

konsolidasi himpunan alumni fahutan ipb tahun 2017“Sinergi Alumni Fakultas Kehutanan IPB untuk IPB dan Indonesia”darmaga, 20 mei 2017

Dalam kerangka mendorong satu proses sinergi diantara anggotanya, HA-E IPB berinisiatif untuk menyelenggarakan kegiatan konsolidasi alumni pada Sabtu, 20 Mei 2017 di Kampus Fakultas Kehutanan IPB Darmaga

dengan tema “Sinergi Alumni Fakultas Kehutanan IPB untuk IPB dan Indonesia”. Kegiatan konsolidasi ini dimaksudkan untuk mendorong agar alumni Fakultas Kehutanan IPB dapat terlibat lebih intensif dalam memperkuat organisasi HA-E IPB dengan mengedepankan satu proses sinergi bersama berbagai pihak, khususnya dengan pihak Fakultas Kehutanan IPB.

Bagi IPB, konsolidasi ini berarti bahwa alumni Fakultas Kahutanan IPB sudah

semestinya berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan akademik di kampus. HA-E IPB dapt menjadi bagian penting dalam mendorong lahirnya inovasi, kreativitas, dan pengembangan jiwa kewirausahaan bagi mahasiwa IPB dari berbagai latar belakang keilmuan.

Sekitar 200 alumni Fakultas Kehutanan IPB berkumpul di kampus Fakultas Kehutanan IPB di Darmaga pada Sabtu, 20 Mei 2017, dalam acara konsolidasi alumni tersebut. Mereka yang datang adalah perwakilan dari DPP HA-E IPB, Ketua/Perwakilan Angkatan, dan Komisariat Daerah (Komda) HA-E IPB, seperti: Aceh, Riau, Lampung, dan Maluku Utara. Selain itu hadir juga dari pihak BRI adalah Ibu Irene Retnaningsih (Senior Vice President PT. BRI Tbk) beserta jajarannya baik dari BRI Pusat Jakarta maupun Cabang Bogor sekitar 20 orang.

Menurut Ketua Umum DPP HA-E

IPB M. Awriya Ibrahim, konsolidasi ini selain ajang reuni dan meningkatkan sinergi, juga menginformasikan kegiatan HA-E IPB yang telah dilaksanakan sejak kepengurusan berjalan sampai dengan sekarang. "Konsolidasi alumni Fakultas Kehutanan IPB dimaksudkan untuk meningkatkan sinergi antara kampus, alumni, birokrat dengan pihak

lomba lagu sylva. Kemeriahan alumni E-18 dalam acara Lomba Lagu Sylvafoto e-capture fahutan ipb

pembukaan. Kang ketum HAE IPB, M. Awriya Ibrahim membukaacara konsolidasi alumnifoto e-capture fahutan ipb

Page 15: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 15m e i - j u l i 2 0 1 7

swasta dalam kerjasama yang saling menguntungkan semua pihak”. Awriya juga mengharapkan bahwa “agar acara ini dapat memperkuat hubungan antar alumni dari berbagai profesi untuk berkontribusi bagi almamater dan bangsa,” katanya. Soalnya, kata Awriya, himpunan yang dipimpinnya punya misi mensinergikan para rimbawan IPB yang berjumlah sekitar 8.000 orang dan tersebar di berbagai profesi untuk pengabdian kepada masyarakat dan bidang kehutanan. Acara konsolidasi yang berlangsung sejak pagi hingga malam menggelar tema kewirausahaan.

Dekan Fakultas Kehutanan IPB, Rinekso Soekmadi menginformasikan bahwa, "Fakultas Kehutanan IPB bekerjasama dengan HA-E IPB dan dukungan pihak lain (PT. BRI Tbk) akan segera membangun Taman Hutan Kampus Darmaga yang berlokasi di Blok Cikabayan, Kampus IPB Darmaga dengan luas sekitar 12 hektare. Pembangunan Taman Hutan Kampus rencananya akan diintegrasikan dengan pengembangan

edutourism, pendidikan, dan upaya konservasi ex-situ pohon dan buah-buahan hutan yang langka dan terancam punah".

Pihak BRI menyampaikan apresiasi yang baik terhadap kerjasama yang telah dibangun dengan HA-E IPB dan Fakultas Kehutanan IPB. Pihak BRI juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada HA-E IPB dan Fakultas Kehutanan IPB atas kerjasama yang baik dalam pembangunan Alumni Executive Lounge dan Pembuatan Kartu Anggota Alumni, dan diharapkan kerjasama ini berlanjut lagi dengan kerjasama dukungan rencana lainnya.

Secara umum agenda penting acara konsolidasi alumni Fakultas Kehutanan, antara lain:1. Peluncuran Alumni Executive Lounge di Kampus Fakultas Kehutanan IPB hasil kerjasama yang baik antara HA-E IPB, Fakultas Kehutanan IPB dengan PT. BRI Tbk, serta Peluncuran Kartu Anggota Alumni Fakultas Kehutanan IPB berbasis Kartu ATM BRI dan secara

simbolis Kartu Anggota tersebut telah disampaikan kepada Ketum, M. Awriya Ibrahim (E-16), Memet Rahmat (E-3) dan Anggun Rahayu Melyanti (E-48). Untuk seluruh alumni yang telah menyampaikan data untuk pembuatan kartu anggota dapat mengambil Kartu Anggota Alumni di BRI Cabang Kementerian Kehutanan, Gedung Manggala Wanabhakti Jakarta.2. Talkshow Best Practice Kewirausahaan yang menghadirkan alumni Fakultas Kehutanan IPB, yaitu: Adjat Sudrajat (E-4), Illa Susanti (E-26), dan Cepi (E40). Talkshow ini diharapkan dapat menumbu-hkan semangat kewirausahan bagi alumni Fakultas Kehutanan IPB.3. Bazar Kewirausahaan yang diikuti oleh beberapa alumni Fakultas Kehutanan IPB.4. Rangkaian acara konsolidasi pada malam hari ditutup dengan konsolidasi Komda dan Angkatan, serta keakraban alumni dengan acara Turnamen Gaple yang diikuti oleh alumni Fakultas Ke-hutanan IPB.

-Bayu A. Yulianto (E-34) dan Drajad Kurniadi (E-32)

acara utama. Searah jarum jam dari kiri atas. 1. Peresmian Alumni Executive Lounge 2. Peluncuran Kartu Alumni Fahutan IPB berbasis Kartu ATM BRI 3. Sesepuh Alumni Fahutan IPB 4. Talk Show Kewirausahaan dipandu Kang Erik (E-26).foto e-capture fahutan ipb

Page 16: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest16 m e i - j u l i 2 0 1 7

kabar alumni

Syukuran HUT ke-3

4 WD Rimba Club di Gayatri Mountain Adventure Megamendung, Bogor

Deru roda perkasa menjejak bumi.Menerobos lorong-lorong tak

berpenghuni.Mengikuti tapak berlumpur yang

kadangkala mengeras laksana padas.Menggaris tepian belantara yang

seringkali meranggas.

Dan ini bukan coba-coba.Serta ini bukan jumawa.

Ini adalah pembebasan raga dari rasa.Ini adalah sebuah cara untuk mencintai

jiwa.

Kami pijak rem bukan untuk berhenti.Kami tancap gas bukan untuk

bercongkak hati.Kami jatuh cinta pada alam ini.

Dengan cara yang paling kami mengerti.

mim yudiarto – 22 Februari 2017

Hutan, rimbawan dan kendaraaan 4 x 4 menjadi satu kesatuan harmoni yang tidak bisa terpisahkan. 4 WD Rimba Club dari namanya mencerminkan bahwa komunitas ini sangat bersahabat dengan hutan, dengan

dukungan kendaraan 4x4 yang diperlukan dalam menjalankan tugasnya di hutan, mereka bersama-sama menjadikannya sebagai hobi yang sekaligus dipakai untuk menguji ketangguhan mesin dan menguasai teknik berkendara di medan yang sulit.

Komunitas 4 WD Rimba Club dibentuk tanggal 14 Maret 2014 sebagai wadah sesama rimbawan penggemar offroad. Lahir dengan latar belakang hobi yang sama, kecintaan terhadap mobil 4x4, kecintaan juga terhadap kelestarian alam dan lingkungan dengan komitmen selalu menggabungkan kegiatan penanaman di setiap event kegiatan 4WD sesuai dengan Visi dan Misi Club yaitu untuk menjaga kelestarian lingkungan, bahkan menumbuhkan kembali lahan yang sudah gundul di berbagai tempat.

Komunitas 4WD Rimba Club yang diketuai oleh Ir. Sukarya, MSi (E18) selalu menekankan agar anggota 4WD Rimba Club dalam setiap kegiatannya tidak hanya sekedar melampiaskan hobby dan malah merusak lingkungan tetapi harus menjaga kelestarian lingkungan disepanjang lokasi trek yang dilaluinya. Untuk setiap event mereka mengharuskan survey dulu jalur yang akan dilewati selama kegiatan offroad, dihindari untuk membuka jalur baru atau merusak lingkungan atau bahkan menganggu lahan milik penduduk setempat.

Tahun ini 4WD Rimba Club memasuki usia ke-3, karena kesibukan dan hal lainnya maka acara syukuran Hari Jadi 4WD Rimba Club baru dapat dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2017 bersamaan dengan hari libur perayaaan Waisak. Bertempat di Gayatri Mountain Adventure Megamendung – Bogor, acara syukuran HUT berlangsung meriah diisi dengan acara silaturahmi antar anggota 4WD Rimba Club. Syukuran ini juga mengundang anggota klub-klub offroad lain yang berada dibawah naungan IOF Cabang Bogor (Indonesia Offroad Federation). Total klub offroad yang ikut berpartisipasi di acara HUT 4WD Rimba sebanyak 34 klub dengan jumlah

syukuran. Kekompakan 4WD Rimba Club di Gayatri Mountain Adventure, Megamendungfoto 4wd rimba club

Page 17: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 17m e i - j u l i 2 0 1 7

undangan yang hadir sebanyak 100 orang. Beberapa peserta berangkat menuju

lokasi HUT 4 WD pada Rabu malam tanggal 10 Mei 2017 selepas jam kantor dengan titik kumpul di Rest Area Ciawi. Mereka konvoy bersama-sama melewati Jalan Cikopo Selatan (jalur alternatif Puncak menuju Taman Safari) untuk kemudian beristirahat dan menginap di tenda dan penginapan Villa Gayatri Megamendung. Sebagian lainnya berangkat di Kamis pagi tanggal 11 Mei 2017, langsung menuju dan berkumpul di lokasi perayaan HUT (areal resto Gayatri Mountain Adventure) yang berjarak kurang lebih 1 km dari lokasi penginapan.

Acara HUT ke-3 yang mengambil tema “Ayo Rawat Bumi Dengan Ber-Adventure 4-Forest, 4-Adventure, 4-Brotherhood” dibuka dengan pembacaan doa, pemberian kata sambutan, pemotongan tumpeng oleh

Dewan Pengarah 4WD Rimba Club (Ir. Deddy Sufredy, M.Si - E14). Dilaksanakan juga kegiatan pencerahan secara singkat Tentang Tertib Berlalu Lintas oleh Brigjen Pol. Pujiyono Dulrachman,MH kepada seluruh undangan yang hadir. Dalam materinya, Brigjen Polisi Pujiono menjelaskan tentang pentingnya untuk selalu menjaga ketertiban berlalu lintas di jalan raya atau dimanapun berada demi menciptakan kenyamanan bersama pengendara dan pengguna jalan lainnya.

Pemberian vandel juga dilakukan sebagai bentuk kenang-kenangan 4WD Rimba kepada klub-klub yang menyempatkan hadir di acara syukuran HUT ke-3 4WD Rimba Club. Hal ini sejalan juga dengan arahan Dewan Pembina 4WD Dr. Ing. Ir. Hadi Daryanto, DEA untuk selalu menjalin hubungan baik dengan sesama anggota dan “brotherhood” antar komunitas lain seperti kutipan beliau “Kita harus tetap membawa misi peghijauan ke sesama komunitas, selain menambah persaudaraan juga merealisasikan visi misi kita tentang lingkungan hidup”

Sesuai dengan Visi dan Misi 4WD Rimba Club terhadap kelestarian lingkungan, maka dilaksanakan juga kegiatan penanaman bibit pohon tanaman buah buah (manggis) dan bibit tanaman pohon kayu sebanyak 45 bibit pohon. Penanaman pohon secara simbolis dilakukan oleh Brigjen Polisi Pujiono, Ketua IOF Bogor Kol. Inf H. Untung Purwadi S.E, perwakilan dari Prakasa Driving Skill Mayor Ryan dan tentunya perwakilan alumni Fakultas Kehutanan IPB yang menjadi anggota di 4 WD Rimba Club.

Setelah kegiatan penamanan selesai, undangan dihibur dengan hiburan organ tunggal sambil menikmati makan siang ala rimbawan yang disiapkan oleh Panitia HUT ke-3 4WD Rimba Club.

Seluruh rangkaian kegiatan perayaan HUT 4 WD Rimba Club tersebut diatas diakhiri dengan terjunnya / masuknya kendaraan 4WD ke arena/trek Gayatri. Terdapat 3 kategori medan trek yang ada di Gayatri Mountain Adventure, yaitu kategori ringan, sedang dan berat, disesuaikan dengan minat, kemampuan dan ketangguhan mesin kendaraan para penggila offroad.

Petualangan trek offroad berlangsung dengan lancar walaupun ada insiden 1 kendaraan Unimog yang “terpeleset” dari jalur trek (sempat menggantung di bibir tebing). Tapi berkat kesigapan dan kerjasama antar tim offroad untuk bahu membahu memberikan bantuan evakuasi, kendaraan Unimog yang “terpeleset” bisa ditarik kembali ke jalur trek yang aman.

4WD Rimba Club berharap dengan adanya kegiatan offroad bersama dalam event syukuran Hari jadi ke-3 ini dapat menjalin tali silaturahmi dan persaudaraan yang lebih erat lagi antar anggota klub khususnya alumni Fakultas Kehutanan IPB yang tergabung didalam klub 4WD Rimba Club dan juga dengan anggota klub-klub offroad lainnya dibawah naungan IOF Bogor.

Salam Kompak... Go Green

-Yulita Vitalis Dwi Cahyani (E27)

salam kompak Go Green. 4WD Rimba Club selalu nenularkan cinta hutan dan lingkungan kepada club offroad lainfoto 4wd rimba club

offroad. Keseruan Offroad 4WD Rimba Clubfoto 4wd rimba club

Page 18: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest18 m e i - j u l i 2 0 1 7

Hutan Produksi yang belum dikelola secara lestari dengan ancaman perambahan hasil hutan yang tinggi dari masyarakat. Seperti halnya dengan Kapuas Hulu di DA Berau, belum terbangun kapasitas dan kelembagaan masyarakat, serta belum ada perencanaan tata guna lahan desa.

3. KABUPATEN PERCONTOHAN MALINAU

Di Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara terdapat satu DA, yaitu DA#3 yang terletak dalam Area Tana Ulen di Taman Nasional Kayan Mentarang (70% area) dan Area HPH PT STB (30% area) seluas 117.00 Ha. Kawasan ini merupakan kawasan Hutan Adat yang belum terkelola dengan baik. Karena belum adanya perencanaan tata guna lahan dan belum terbentuknya Kapasitas dan Kelembagaan, maka banyak terjadi pencurian hasil hutan.

CAPAIAN PROGRAMPelaksanaan upaya perlindungan hutan dan

pengelolaan hutan berkelanjutan diharapkan dapat menghasilkan pengurangan emisi GRK dari sektor kehutanan dan meningkatkan kondisi ekonomi dan mata pencaharian masyarakat pedesaan. Program FORCLIME FC akan berakhir pada tahun 2020, namun hingga tahun ini beberapa tujuan program telah tercapai dan manfaatnya telah dirasakan oleh masyarakat yang terlibat dalam program.

inforial

Perubahan iklim berupa pemanasan global makin terasa ditujukan dengan kenaikan suhu rata-rata bumi dalam 50 tahun terakhir. Baik negara maju maupun negara berkembang harus bekerja sama dalam rangka menekan angka peningkatan emisi karbon penyebab efek rumah kaca. Program Hutan dan Perubahan Iklim Modul Kerjasama Finansial (FORCLIME FC) merupakan salah satu program yang mendukung Kebijakan Parubahan Iklim Indonesia dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi (REDD+). Program FORCLIME FC dibangun berdasarkan kerjasama pembangunan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Federal Jerman melalui KfW (Kreditanstalt fur Wiederaufbau). Tujuannya adalah untuk melaksanakan prinsip dan pengelolaan hutan berkelanjutan dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan (penurunan emisi sebesar 300.000 – 400.000 ton CO2 pada akhir program) dan meningkatkan perikehidupan masyarakat di pedesaan. Kegiatan ini dilakukan dalam Demonstration Activities (DA’s) di tiga Kabupaten percontohan yaitu Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan Barat, Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara, dan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur yang masing-masing memiliki karakteristik hutan dan masyarakat yang berbeda. Areal DA’s memiliki luas total sekitar 574.780 Ha yang mencakup 17 kecamatan dan 77 desa. Di tingkat nasional FORCLIME FC dilaksanakan oleh National Programme Management Unit (NPMU) yang berkedudukan di Jakrta (di Biro Perencanaan selaku Program Executing Agency), sedangkan pada masing-masing Kabupaten di laksanakan oleh District Programme Management Unit (DPMU).

DUKUNGAN TERHADAP PROGRAM NASIONAL

Sebagai bentuk Program Kerja Sama pembangunan antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Republik Federal Jerman, selain mencapai indikator yang telah ditentukan, Program FORCLIME FC sekaligus mendukung Program nasional, khususnya program yang berbasis pembangunan di tingkat tapak. Beberapa Program FORCLIME FC yang mendukung Program Nasional antara lain:

1. Perhutanan sosial: fasilitasi hutan desa (Berau, Kapuas Hulu), kemitraan (Berau), kemitraan konservasi (Malinau). Saat ini telah diterbitkan 2 (dua) Keputusan Menteri LHK tentang Hutan Desa di Desa Long Ayap dan Punan Segah di Kabupaten Berau.

2. Membangun Indonesia dari pinggiran: penguatan kelembagaan lokal, administrasi desa, investasi produktif

3. Implementasi UU. No. 6/2014: kegiatan PLUP batas desa, model pengelolaan keuangan desa

4. Ketahanan Pangan: Investasi berbasis penanaman, demplot pertanian dan perikanan

5. Peningkatan Kapasitas Pengelolaan PHPL: sertifikasi FSC, RIL, perlindungan hutan, pengelolaan bersama dengan masyarakat

6. Integrasi dalam KPH : kemandirian masyarakat sekitar hutan.

POTRET AWAL1.KABUPATEN PERCONTOHAN KAPUAS HULU

Di Kabupaten Kapuas Hulu Provinsi Kalimantan barat terdapat 2 DA yaitu DA#2 dan DA#8. DA#2 merupakan Area Bekas HPH PT Benua Indah dan PT Lanjak Desar Jaya Raya dan Area Zona Penyangga Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum seluas 170.000 Ha (+buffer), sedangkan DA#8 merupakan Area Danau Siawan Belida seluas 39.316. Area DA#2 dan DA#8 merupakan kawasan hutan open akses yang ancaman deforestasinya tinggi oleh masyarakat. Selain itu di area tersebut belum dilakukan perencanaan guna lahan desa, bahkan batas desa belum disepakati. Hal ini dimungkinkan terjadi Karena belum terbangunnya kapasitas masyarakat dan belum terbentuknya kelembagaan masyarakat.

2. KABUPATEN PERCONTOHAN BERAU

Di Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur terdapat 3 DA, yaitu DA#7, DA#6, dan DA#10. DA#7 merupakan Area HPH PT Sumalindo Lestari Jaya IV seluas 63.550 Ha, DA#6 merupakan Area HPH PT Inhutani I Unit Labanan seluas 138.914 Ha, sedangkan DA#10 merupakan Area Delta Mangrove seluas kurang lebih 46.000 Ha. Khusus DA# 10, masih dalam tahap persiapan. Area DA di Berau terletak dalam kawasan

FORCLIME FC MODULE(FOREST AND CLIMATE CHANGE PROGRAMME FINANCIAL COOPERATION MODULE)

Page 19: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 19m e i - j u l i 2 0 1 7

MANFAAT DAN HARAPANProgram FORCLIME FC dalam mencapai

penurunan emisi karbon pada tahun 2020 dilakukan melalui kegiatan investasi berbasis tapak seperti perencanaan guna lahan secara partisipatif, penanaman tanaman kehutanan dengan pola agroforestry, patroli untuk perlindungan hutan. Pengembangan HHBK, serta investasi jangka pendek berupa tanaman pertanian, dan peternakan. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat dengan adanya program ini antara lain membangun kemandirian masyarakat desa dalam kegiatan ekonomi produktif, menggali potensi hutan sekitar masyarakat desa berupa hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya memelihara dan menjaga kelestarian hutan, serta terbentuknya kelembagaan masyarakat. Harapan dari pelaksanaan program ini adalah tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di sekitar hutan melalui kemandirian ekonomi meskipun program telah berakhir

a. Inventarisasi karbon: pada tahun 2015 – 2016b. Pengadaan data satelit resolusi tinggi multi tempo-ral untuk deteksi perubahanc. Pembentukan tingkat emisi acuan dan studi baseline:• Forest Reference Emission Level (FREL) dan Reference Emission Level (REL) • Sosial ekonomi • Biodiversityd. Membangun sistem monitoring pada tingkat provinsi/kabupaten

Capaian per Lokasi

Kapuas Hulu

Berau

Malinau

Persiapan Investasi Pembayaran Insentif Manajemen Program

a. 2 Batas desa telah ditandatangan Bupatib. 3 Proposal Hutan desa dalam persetujuan Menteri LHKc. Total bibit ditanam: 433.085 bibitd. Total area agroforestry: 557,91 Hae. Total partisipan: ± 4080 orangf. Sylvofishery, Patroli Hutan, Pengembangan HHBK, Demplot holtikulturaa.10 Batas desa telah ditandatangan Bupati, 13 desa dalam prosesb. 2 Hutan desa SK Menteri LHKc. Total bibit ditanam: 1.121.008 bibitd. Total area agroforestry: 1.555 Hae. Total partisipan: ± 11.325 orangf. Patroli Hutan, Pengembangan HHBK, Demplot holtikultura, Penerapan Reduce Impact Logging (RIL)

a. 15 batas desa mulai disepakatib. Total bibit ditanam: 127.825 bibitc. Total area agroforestry: 243,15 Had. Total partisipan: ± 1288 orange. Patroli Hutan, Demplot Holtikultura, Pengemban-gan HHBK

a. Penyaluran dana ke masyarakat dan administrasi keuangan b. Pembukaan rekening masyar-akat di bank dan penandatangan MoU di bankc. Audit keuangan dilakukan oleh Itjen, BPK RI, Independen, dan international auditord. Dukungan penguatan kelem-bagaan resolusi konflik masyarakat lokal (BP Segah, BP Kelai, FOMA) dan tingkat kabupaten (Berau)

a. Pengembangan Organisa-si: NPMU dan DPMUb. Rekrutmen Staf: c. Pengembangan perenca-naan REDD+: penyusunan baseline dan Rencana Kerja Tahunan (AWP)d. Monitoring, Evaluasi, Reporting (MER): dilakukan per bulan, triwulan, semes-ter, dan tahunan

Page 20: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest20 m e i - j u l i 2 0 1 7

F rest D gest

Laporan Utama

Hasil Hutan Bukan Kayu

foto

getah damar.

Getah damar yang dihasilkan oleh beberapa jenis penghasil damar, dimanfaatkan sebagai bahan dasar

industri kimia dan kosmetik

foto:r eko tjahjono

Page 21: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 21m e i - j u l i 2 0 1 7

Laporan Utama

Pengembangan HHBK mempunyai prospek yang sangat baik dan strategis, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain

1. Aspek ekonomi : meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peningkatan nilai tambah dan pendapatan devisa negara,

dan pemerataan pembangunan daerah; 2. Aspek sosial kemasyarakatan : memperluas lapangan kerja,

memberikan kontribusi terhadap keamanan pangan;3. Aspek lingkungan : memberikan kontribusi terhadap konservasi dan keanekaragaman hayati, secara ekologi tidak merusak hutan

sehingga HHBK memberikan dasar bagi ”sustainable forest management”, dan memberikan nilai tambah pada hutan tropis.

Page 22: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest22 m e i - j u l i 2 0 1 7

di masa yang akan datang semestinya diarahkan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang jenis dan potensinya sangat berlimpah.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, HHBK telah menarik minat masyarakat, karena HHBK dapat membantu masyarakat dalam meningkatkan mata pencaharian; berkontribusi terhadap ketahanan pangan rumah tangga masyarakat pedesaan; menciptakan lapangan kerja tambahan dan pendapatan; membuka kesempatan bagi industri pengolahan; memberikan kontribusi terhadap pendapatan devisa; dan mendukung terciptanya konservasi keanekaragaman hayati serta aspek lingkungan lainnya. Dulu sekitar tahun 1970-an ada terminologi Hasil Hutan Ikutan atau ”Minor Forest Products” untuk menggambarkan pengertian ”Hasil Hutan Bukan Kayu atau ”Non Wood Forest Products” atau ”Non Timber Forest Products”.

Potensi dan jenis HHBK di Indonesia sangat besar dan diprediksi dapat meningkatkan peranan ekonomi secara signifikan, oleh karena itu sumberdaya ini perlu dikelola lebih baik lagi agar dapat memberikan nilai ekonomi yang berkelanjutan. Pengelolaan dan pemanfaatan HHBK bukan saja dapat meningkatkan devisa negara tetapi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan, apabila dikelola secara profesional dan komersial dengan menggunakan prinsip-prinsip kelestarian.

Pengertian dan Klasifikasi

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya (kecuali kayu) yang berasal dari hutan. Keberagaman fungsi hutan sebagai penghasil kayu maupun

bukan kayu menyebabkan beberapa lembaga internasional mendefinisikan HHBK ke dalam dua istilah. FAO (Food Agricultural Organization) menamakan HHBK sebagai “non-wood forest products”, sedangkan ITTO (International Tropical Trade Organization) dan CIFOR (Center for International Forestry Research) menggunakan sebutan “non-timber forest products”. Pada prinsipnya kedua istilah tersebut mengacu kepada objek dan maksud yang sama

Secara legal aspek, baik dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1967 tentang Undang-Undang Pokok Kehutanan maupun dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan tidak secara tegas mendefinisikan pengertian HHBK. Dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian dan klasifikasi hasil hutan telah mengalami perubahan yang substansial dibanding

Undang-Undang No.5 tahun 1967, dimana disebutkan bahwa yang disebut hasil hutan adalah adalah benda-benda hayati, non-hayati dan turunanya, serta jasa yang berasal dari hutan. Dengan demikian pengertian hasil hutan memiliki dimensi yang lebih luas, mulai dari produk-produk hayati, produk-produk non-hayati, sampai seluruh produk turunan dari benda hayati dan non-hayati yang diambil dari hutan serta produk-produk jasa yang dihasilkan dari hutan. Dari penjelasan undang-undang tersebut, terutama yang terkait

dengan pengertian hasil hutan, (Wahyudi 2013) mengelompokan HHBK menjadi 4 (empat) kelompok sebagai berikut :

1. Hasil nabati beserta turunanya, misalnya, bambu, rotan, nipah, jamur, tanaman obat, getah-getahan, minyak atsiri, dan lain-lain serta bagian dari tumbuhan atau yang dihasilkan oleh tumbuhan di dalam hutan.

2. Hasil hewani beserta turunanya, misalnya satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, dan lain-lain serta bagian-bagian dari hewan atau yang dihasilkan dari hewan sarang burung walet, shellak, madu, kokon, dan lain-lain).

3. Benda-benda non-hayati yang

Telah diketahui bahwa terjadi penurunan produktifitas hutan alam, terutama penurunan produksi hasil hutan berupa kayu, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal ini disebabkan karena pada masa lalu pemerintah lebih

mengutamakan hasil hutan berupa kayu sebagai produk primadona dalam bisnis kehutanan untuk memperoleh devisa yang sebanyak-banyaknya. Pada masa-masa awal pembangunan bidang kehutanan hanya berorientasi pada timber based-management yang menitikberatkan pada kepentingan ekonomi semata. Kondisi ini telah mengakibatkan rusaknya lingkungan hutan, berkurangnya keanekaragaman hayati serta bentuk-bentuk kerusakan yang lain. Oleh karena itu paradigma pembangungan dan pengelolaan hutan harus dirubah dari orientasi ekonomi ke arah pembangunan kehutanan yang berorientasi pada resources and community based development. Melihat kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi hasil hutan berupa kayu sebagai penghasil utama devisa di sektor kehutanan, maka pengelolaan hutan

Seperti diketahui bahwa secara umum HHBK dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen subsisten dan komponen komersial.

Oleh: Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. (Dosen Departemen Hasil Hutan, Fakultas

Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu

Kehutanan IPB)

Page 23: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 23m e i - j u l i 2 0 1 7

secara ekologis merupakan satu kesatuan ekosistem dengan benda-benda hayati penyusun hutan, antara lain berupa sumber air, udara bersih, dan lain-lain yang tidak termasuk benda-benda tambang.

4. Jasa yang diperoleh dari hutan, antara lain berupa jasa wisata, jasa keindahan dan keunikan, jasa perburuan dan lain-lain.

Prospek Pengembangan ke Depan

Masyarakat di negara-negara yang memiliki hutan tropis, terutama masyarakat di sekitar hutan, termasuk Indonesia, sebagian besar masih menggantungkan kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan kawasan hutan di sekitarnya, baik secara laungsung maupun tidak langsung. Pada saat ini pemanfaatan HHBK oleh masyarakat hanya sekedar untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-hari, misalnya sebagai sumber pangan (sagu dan sukun), sumber energi (kayu bakar), dan obat-obatan.

Seperti diketahui bahwa secara umum HHBK dibagi menjadi 2 komponen, yaitu komponen subsisten dan komponen komersial. Komponen subsisten biasanya dikelola dalam skala kecil terutama untuk keperluan rumah tangga masyarakat sekitar hutan, misalnya untuk keperluan pangan (buah, daging hewan, sayur, jamur, dan lain-lain), sedangkan HHBK yang komersial dikelola dalam skala besar untuk tujuan bisnis, misalnya bambu, rotan, tanaman obat, minyak atsiri, dan lain-lain. Pemanfaatan HHBK yang dikelola oleh masyarakat (komponen subsisten) secara umum masih bersifat tradisional dan belum memberikan keuntungan ekonomi yang signifikan serta belum memberikan dampak terhadap aspek konservasi. Hal ini disebabkan karena ada beberapa kendala dalam pengelolaan dan pemanfaatan HHBK seperti berikut ini : (1) belum tersedianya data potensi dan distribusi yang akurat mengenai potensi HHBK yang ada di seluruh wilayah Indonesia ; (2) kualitas produk yang masih rendah karena rendahnya tingkat penguasaan teknologi pengolahan terhadap hampir semua jenis HHBK; (3) lemahnya kapasitas masyarakat dalam menembus rantai pemasaran yang cukup panjang. Hal tersebut tercermin

dalam laporan International Expert Consultation on Non-Wood Forest Products yang diselenggarakan oleh FAO beberapa waktu yang lalu di Yogyakarta. Masalah-masalah yang disebutkan di atas tentu tidak berlaku untuk beberapa jenis HHBK yang sudah dikelola secara komersial oleh perusahaan, misalnya industri rotan, industri gondorukem dan terpentin, industri minyak atsiri, industri porang, industri minyak lemak, dan lain-lain. Mengingat sebagian besar jenis-jenis HHBK masih dikelola secara tradisional, maka perlu diusahakan agar pengelolaan dan pemanfaatan jenis-jenis HHBK tersebut diarahkan untuk ditingkatkan pengelolaanya menjadi lebih profesional dan komersial agar memperoleh nilai ekonomis yang lebih signifikan.

Di masa depan pengelolaan dan pemanfaatan HHBK akan berperan lebih penting dibandingkan dengan produk-produk kayu, baik dari sisi ekonomi, lingkungan, sosial maupun budaya. Pengembangan HHBK mempunyai prospek yang sangat baik dan strategis, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain

1. Aspek ekonomi : meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan, peningkatan nilai tambah dan pendapatan devisa negara, dan pemerataan pembangunan daerah;

2. Aspek sosial kemasyarakatan : memperluas lapangan kerja, memberikan kontribusi terhadap keamanan pangan;

3. Aspek lingkungan : memberikan kontribusi terhadap konservasi dan keanekaragaman hayati, secara ekologi tidak merusak hutan sehingga HHBK memberikan dasar bagi ”sustainable forest management”, dan memberikan nilai tambah pada hutan tropis.

Kebutuhan HHBK semakin hari akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan produk-produk HHBK dan turunannya, baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan bahan baku industri (farmasi, kosmetik, makanan, kertas, cat, dan lain-lain). Pada pertemuan Forum Ekonomi Dunia tahun 2008 dan 2009, komunitas industri kimia mendorong dan mendeklarasikan bahwa industri biorefinery (industri yang mengonversi komponen kimia kayu, terutama zat ekstraktif, untuk menghasilkan produk-

produk bio-fuel, obat-obatan, food additive, dan bahan kimia lainnya) merupakan salah satu solusi potensial yang dapat membantu mengurangi ancaman kekurangan energi, pangan, bahan kimia, dan lain-lain.

Agar HHBK dapat memberikan kontribusi secara lebih signifikan terhadap aspek ekonomi, aspek lingkungan, dan aspek kemasyarakatan, maka ada beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain:

1. Perlu dibangun suatu roadmap tentang langkah-langkah yang sistematis untuk pengembangan HHBK ke depan. Roadmap menyangkut pengembangan HHBK dalam konteks kelola kawasan, kelola kelembagaan, kelola usaha dan dukungan penelitian.

2. Kurangnya informasi yang akurat mengenai potensi dan distribusi sebagian besar jenis HHBK telah menghambat pengembangan HHBK. Untuk itu perlu dilakukan inventarisasi yang menyangkut potensi dan distribusi jenis-jenis HHBK utama. Kajian tentang potensi dan distribusi HHBK ini sangat penting sebagai landasan fundamental dan sebagai langkah awal yang strategis dan menentukan dalam upaya mendorong penggalian potensi unggulan daerah yang dapat diandalkan sebagai penggerak perekonomian rakyat daerah yang pada akhirnya akan mendorong perekonomian nasional.

3. Meskipun prospek HHBK telah dipahami dengan baik, namun atensi dan upaya untuk mengembangkan produk ini masih sangat kurang, terutama dalam hal penelitian untuk pengembangan teknologi proses dalam rangka untuk meningkatkan kualiats dan nilai tambah dari produk-produk tersebut. Untuk itu perlu dilakukan kajian yang komprehensif, terutama kajian tentang teknologi proses untuk meningkatkan kualitas produk, dan kajian aspek pemasaran dan kelembagaan pembinaan usaha produk-produk HHBK.

4. Kegiatan litbang HHBK yang tersebar di berbagai instansi perlu dikoordinasikan agar masalah-masalah yang disebutkan di atas bisa segera dicari jalan keluarnya. Untuk itu secara kelembagaan perlu dibangun pusat penelitian dan pengembangan HHBK yang sejajar dengan puslitbang yang sudah ada di bawah Badan Litbang dan Inovasi Kementerian LHK.

Page 24: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest24 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

REVITALISASI REMPAH INDONESIA

Oleh: Didiek Setiabudi Hargono

Indonesia dikenal sebagai “Zamrud Khatulistiwa” dimana lokasi kepulauannya di sabuk khatulistiwa yang beriklim dua musim dengan taburan hujan dan sinar matahari yang tiada taranya di dunia ini, menyebabkan Indonesia kaya akan Flora dan Fauna yang memberikan manfaat secara ekonomi yang tak terkira.

Hutannya yang kini menempati urutan terluas kesembilan di dunia yaitu seluas 884.950 km2 dan dengan luas wilayah negara sebesar 1.904.569 km2 (46,46%) mempunyai potensi hasil hutan kayu dan hasil hutan non kayu. Salah satu hasil hutan non kayu yang memiliki potensial ekonomi adalah Rempah-Rempah. Hasil hutan non kayu ini sejak berabad-abad yang lalu telah menjadi kekuatan bangsa ini, bahkan pernah menjadikan bangsa ini dijajah selama 350 tahun.

Antara Jalur Rempah dan Jalur Sutra

Jalur rempah telah menjadi bagian kehidupan Nusantara mulai dari masa sebelum Masehi hingga saat ini. Rempah-rempah menjadi komoditi penting dan paling berharga di berbagai jaman kejayaan kerajaan-kerajaan Nusantara, mulai dari Banten, Sriwijaya, sampai Majapahit, hingga akhirnya Nusantara

jatuh di bawah kekuasaan kolonial Barat, yang mula-mula datang untuk berdagang rempah-rempah. Karena rempahlah kolonial Barat hadir dan dimulainya kolonialisme di Nusantara tercinta ini.

Dalam katalog dagang dari abad ke-14 yang ditulis oleh saudagar dari Florence, Italia, yaitu Francesco Balducci Pegoloti, dicantumkan sekitar 188 jenis tumbuhan yang dikategorikan “Rempah” saat itu, diantaranya: Kenari, Jeruk, Gula, Kurma, dan Kapur Barus. Tetapi di peringkat tertinggi dengan daya tarik yang paling kuat dan bernilai lebih dari emas adalah Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perr.- Myrtaceae) dan Pala (Myristica fragrans Houtt. - Myristicaceae). Mengingat kedua tanaman ini adalah tanaman endemik Indonesia, maka Indonesia menjadi tempat penting yang paling dicari kala itu. Bayangkan hingga abad-18, Cengkeh hanya terdapat di pulau-pulau kecil di sebelah barat Halmahera, yaitu Ternate, Tidore, Moti, Makian, dan Bacan, juga tumbuhan Pala hanya tumbuh di Pulau Banda.

Riwayat penemuan kedua rempah itupun mengalami proses yang sangat panjang. Dimulai ketika pada jaman kejayaan Mesopotamia pada tahun 1.700 SM dimana sudah terjadi hubungan perdagangan antara Mesir di belahan bumi Barat dengan Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan penggalian arkeologi di Terqa, suatu situs di Mesopotamia yang kini bernama Syria, dimana ditemukan jambangan berisi Cengkeh di gudang dapur rumah sederhana.

Sebaliknya di belahan bumi Timur, ditemukannya catatan di Cina dari masa seorang Kaisar Han abad 3 SM, tentang seorang pejabat kerajaan yang harus mengunyah Cengkeh bila menghadap

sang kaisar. Jadi dalam catatan Cina tersebut ditemukan fakta bahwa Nusantara berperan sebagai penggerak globalisasi dunia, karena menjadi penghubung perdagangan antara Barat dan Timur.

Jalur Sutra (Silk Road) sebenarnya jika dipandang dari nasionalisme Indonesia, kurang tepat. Barat dan Timur berdagang

memperebutkan komoditi komoditi pangan dan salah satunya adalah Rempah sebagai komoditi emas hijau. Untuk belahan Barat diperlukan sebagai pengawet Mummi, juga sebagai penyedap rasa makanan yang hangat, sedangkan di belahan Timur selain utk pangan juga untuk pengobatan.

Istilah Jalur Sutra adalah politik dagang Tionghoa (Cina) yang saat itu memang mempunyai

kemampuan per”tekstil”an yang terbaik yaitu dari ulat sutera. Dengan Kain Sutera mereka barter dengan rempah.

Lalu, dimanakah titik pertemuan perdagangan tersebut terjadi? Terdapat sebuah kota tua yang bernama Barus di pantai barat Sumatera Utara. Kota yang baru dinobatkan oleh Jokowi sebagai Jejak Awal Islam di Indonesia, saat itu merupakan kota yang sudah sangat terkenal di dunia barat dan timur. Mengapa demikian, karena ditempat itulah terjadi perdagangan antara kota Mesopotamia dengan Kota Barus. Mereka membutuhkan bahan bahan yang dipakai untuk masakan dan penyedap rasa serta untuk pengawetan Mummi. Bahan bahan itu hanya bisa didapatkan di Nusantara, seperti Cengkeh dan Pala dari sisi timur Nusantara dan tumbuhan rempah endemik dari hutan di kota Barus yang saat ini dikenal dengan nama Kapur Barus (Dryobalanops aromatic Gaern. f. - Dipterocarpaceae) dan juga pohon yang getahnya harum jika dibakar, yaitu Kemenyan. Ada empat jenis yang terkenal

Indonesia adalah produsen dan eksportir rempah-rempah terbesar dengan penguasaan sekitar 75% dari pangsa pasar dunia.

Untuk menjadikan kembali negeri ini pusat rempah dunia, investasi pemerintah di bidang budidya, pasca panen, pemasaran dan kredit yang efektif harus dilakukan

Page 25: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 25m e i - j u l i 2 0 1 7

kekayaan indonesia Rempah-rempah

yaitu Kemenyan Durame (Styrax benzoine Dryand), Kemenyan Bulu (Styrax benzoine var. Hiliferum), Kemenyan Toba(Styrax sumatrana J.J.Sm. - Stryracaceae) dan Kemenyan Siam (Styrax tokinensis). Selain itu juga banyak diperdagangkan Damar (Agathis dammara (Lamb.) Rich.).

Bukti nyata dari kedua tumbuhan itu dapat ditemukan di dalam dua kitab suci, yaitu: Al Kitab (Injil) dan Al Qur’an. Di dalam Al Kitab, Matius 2 : 1-12, disebutkan bahwa saat Yesus lahir, ada tiga orang Majus datang. Satu diantaranya mempersembahkan kemenyan. Ternyata dalam salah satu literatur menyebutkan bahwa orang majus (orang Persia). Kemungkinan besar Kemenyan yang dibawa oleh orang tersebut berasal dari Sumatera Utara, karena tumbuhan itu endemik di Sumatera Utara dan sudah terjadi perdagangan dari kota Barus tersebut.

Sedangkan pada kitab suci Al Qur’an, di dalam surah Al Insan ayat 5 disebutkan kata “Kafura” yang dalam leksikon Arab berasal dari bahasa Persia yang berarti “Kapur” (dari bahasa Melayu). Yang dimaksud tentu pohon kapur dari Barus. Jika ini benar maka kapur (kafura) adalah kosa kata Melayu yang masuk ke dalam Al ‘Quran. Jadi mungkin saja kafura alias kapur yang disebut Al Qur’an itu sebenarnya bersumber dari Sumatera Utara, yang dibawa pedagang Persia atau Mesopotamia.

Bahkan di situs Candi Simangambat, Mandailing Natal ditemukan jejak kemenyan damar dan kapur barus yang menandai masuknya kebudayaan hindu. Temuan itu diprediksi pada abad 9 hingga 11 Masehi. Kemenyan, damar dan kapur barus ini digunakan untuk penyembahan

Dewa Siwa, sehingga banyak pedagang India yang datang untuk rempah ini.

Rempah dan PenjajahanKekayaan Nusantara akan hasil bumi

baik flora dan fauna (darat dan laut) menyebabkan datangnya bangsa Eropa yang semula hanya ingin berdagang, tetapi karena melihat kekayaan yang melimpah ini menjadikannya serakah. Hal ini diakibatkan dari penemuan mesin uap oleh James Watt menyebabkan pola hidup dan politik bangsa Eropa berubah menjadi bangsa kolonial untuk mencari sumber sumber bahan baku alam di wilayah luar Eropa.

Dengan ditemukannya rempah oleh Portugis yang akhirnya menyebabkan pertempuran Portugis dan Sultan Nuku di Ternate Tidore maka untuk pertama kalinya Nusantara dijajah oleh bangsa Eropa. Bangsa Belanda dan Inggris juga tak mau ketinggalan sehingga berdasarkan kenyataan bahwa Portugis menjadi kaya raya setelah menjajah Nusantara, maka Belanda mengirimkan armadanya melalui Selat Malaka menuju Maluku. Terjadilah pertempuran memperebutkan emas hijau (Cengkeh dan Pala) antara Belanda dan Portugis. Portugis menyingkir dan terakhir hanya bermukim di Timor Timur.

Era penjajahan Belanda selama 350 tahun akhirnya dialami Indonesia. Kali ini Belanda akhirnya meluaskan jajahan perdagangannya ke pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta yang mempunyai hasil bumi rempah yang juga terkenal yaitu Lada/Merica (Piper nigrum Linn. – Piperaceae)dan Kayu Manis (Cinnamomum burmanii (Nees & T. Nees) Blume – Lauraceae). Bangsa Inggris walaupun singkat tetapi juga sangat berminat dengan hasil bumi Rempah dan lain lainnya.

Dari runtunan peristiwa tersebut dapat dibuktikan bahwa dengan Rempah Indonesia saja, mereka yang menjajah kita bisa menghidupi bangsanya selama 350 tahun. Lalu bagaimana kondisi rempah Indonesia saat ini. Apakah Rempah Indonesia masih menjadi tuan di tanah airnya sendiri ? Mari kita ikuti lagi fakta-fakta menarik dari berkah yang sudah diberikan oleh Sang Pencipta yang kadang kita sia-siakan.

Rempah Dan Ekonomi Indonesia Saat Ini Serta Peluang Di Masa Datang

Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa dalam katalog dagang Francesco Balducci Pegoloti (Abad ke-14), disebutkan bahwa ada sekitar 188 jenis tumbuhan yang dikategorikan “Rempah” [3]. Sedangkan data terakhir yang dapat dipertanggung jawabkan adalah data dari PROSEA (Plant Resources of Southeast Asia) menyebutkan bahwa ada 91 jenis Rempah Indonesia yang terdata, dimana kurang lebih 60% dari seluruh variannya tumbuh di Indonesia [4]. Diantara 91 jenis tersebut yang menjadi komoditas unggulan bernilai ekonomis saat ini, yaitu:1. Cengkeh (Syzygium aromaticum (L.) Merr. & Perr.- Myrtaceae)2. Jahe (Zingiber officinale Roscoe – Zingiberaceae)3. Kapulaga (Amomum compactum Sol. ex Maton – Zingiberaceae)4. Kayu Manis (Cinnamomum burmanii (Nees & T. Nees) Blume – Lauraceae).5. Kemiri (Aleurites moluccana (L.) Willd – Euphorbiaceae)6. Lada/Merica (Piper nigrum Linn. – Piperaceae)7. Pala (Myristica fragrans Houtt. - Myristicaceae)8. Panili (Vanilla planifolia Jacks. ex Andrews – Orchidaceae)

Dengan menurunnya komoditi kayu yang dapat menjadi tumpuan perekonomian Indonesia ke depan adalah Hasil Hutan Non Kayu, salah satunya Rempah-rempah tersebut.

Pada tahun 2015 data-data menyebutkan bahwa komoditi Rempah Indonesia masih merupakan produk unggulan dunia. Pala, Kayu manis, dan Cengkeh masih nomor satu dunia. Bahkan Lada memasok 80% kebutuhan dunia, tetapi kemudian turun pada peringkat tiga (Maluku, Bangka Belitung). Pala dari Indonesia memasok 60% kebutuhan dunia (30 negara di dunia).

Nilai tanam rempah dapat mencapai 85,73 milyar Dollar (2015) dengan volume perdagangan 51.67 ribu ton. Target ekspor Indonesia sebesar 7.71 miliar Dollar. Pertumbuhan konsumsi rempah dunia 10,2 % per tahun. Pada tahun 2010 nilai

Page 26: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest26 m e i - j u l i 2 0 1 7

ekspor Rempah Indonesia sebesar US$ 121.177 juta.

Khusus untuk produk Kunyit, Jahe, Kapulaga, dan Lada Hitam dikuasai oleh negara India dan China. Bahkan Singapura yang tak punya lahan yang banyak untuk perkebunan, dapat memasok lada hitam terbesar di pasar UEA sebesar US$ 123 juta atau 90% dari total impor UEA. Indonesia hanya kebagian 32%.

Vanili merosot dari peringkat 2 dunia menjadi peringkat no. 5 dengan pesaing keras dari India, Sri lanka, Madagaskar, dan Granada. Hingga tahun 2013 produksi Panili dari lahan seluas 943.720 ha hanya menghasilkan 310.609 ton dari budidaya petani sebanyak 1,78 juta petani.

Supply rempah Indonesia ke pasar dunia sangat besar dan dapat dilihat dari pertumbuhan konsumsi rempah dunia yang mencapai 10,2% tiap tahunnya. Pada tahun 2010, nilai ekspor rempah Indonesia mencapai US$ 211,910 juta. Tujuan utama terbesar adalah Amerika Serikat yaitu hampir 50% atau senilai US$ 121.177 juta dan sisanya baru ke Uni Eropa.

Kondisi ini mengindikasikan bahwa peluang ekspor langsung produk rempah-rempah asal Indonesia sebetulnya masih sangat terbuka luas. Jika pemerintah fokus maka akan dipastikan Indonesia akan memimpin pasar global sebagai ekportir rempah dunia.

Mengembalikan Pusat Rempah Dunia

Selama ratusan tahun, Indonesia yang merupakan produsen pala, kayu manis dan lada nomor satu di dunia dan produsen cengkeh nomor dua di dunia memberikan andil besar terhadap kemakmuran negara-negara di kawasan Eropa. Kenyataannya, sampai sekarang Eropa dan Amerika Serikat yang tak mempunyai sebatang pun pohon rempah, tetap saja merajai pasar dunia produk rempah-rempah dan turunannya dalam berbagai produk baru yang mahal dan eksklusif, tidak hanya bumbu masakan, tetapi juga obat-obatan, parfum dan kosmetik yang mempunyai nilai tambah tinggi. Mereka menenggelamkan nama Indonesia yang masih terus terpuruk dalam posisi sebagai pemasok bahan baku. Padahal Indonesia adalah produsen dan eksportir rempah-

rempah terbesar dengan penguasaan sekitar 75% dari pangsa pasar dunia.

Data ini memperlihatkan bahwa prospek pasar komoditas ini sebenarnya cukup besar akan tetapi sebagai produsen utama (bahkan produsen terbesar di dunia), Indonesia tidak mempunyai kemampuan dalam mengendalikan pasar. Gerakan harga tidak direspon positif. Pada periode yang sama produksi komoditas wangi ini, kecuali pala yang menunjukkan peningkatan yang signifikan– mengalami stagnasi dan bahkan penurunan yang berarti. Produksi kayu manis tidak berubah pada angka 102 ribu ton pada kurun waktu 2008-2012, sedangkan lada sedikit menurun dari 183 ribu ton menjadi 178 ribu ton, dan cengkeh bergerak mendatar dari 447 ribu ton menjadi 476 ribu ton pada periode yang sama. Ironinya, harga di pasar dunia belum secara baik ditransmisikan ke tingkat petani. Harga di tingkat petani tidak merefleksikan dengan baik harga di pasar dunia. Peran para tengkulak, pembelian sebelum panen dan mekanisme pemasaran yang merugikan petani masih marak terjadi. Mengapa penghasil produk dalam skala besar yang sejatinya bisa mengontrol harga penjualan menjadi bulan-bulanan para pembeli?

Kendala Klasik Rempah Indonesia

Pemasaran dan kualitas adalah issu utama yang membuat ekspor komoditas rempah-rempah terkendala. Kendala masalah “Kualitas Produk” misalnya adanya jamur aflatoksin yang sebelumnya sempat menjadi isu penolakan komoditi pala di beberapa negara, masih tetap menghantui ekspor pala Indonesia. Rempah Indonesia pada umumnya mengalami kemunduran (volume dan nilai ekspor menurun akibat munculnya negara pesaing baru dan kebijakan pemerintah yang kurang mendukung).

Peran Indonesia dalam perdagangan dunia juga menurun, lada dari nomor 1 menjadi nomor 3, pala dari nomor 1 menjadi nomor 2, panili dari nomor 1 menjadi nomor 2-3. Beberapa komoditi bergeser dari eksportir menjadi importir seperti kina, pegagan, salam dan cengkeh. Tetapi ada kondisi yang cukup menggembirakan buat kita, yaitu industri

pengguna rempah dalam negeri yang terus berkembang, khususnya industri jamu dan obat, makanan, minuman, bumbu masak siap pakai, rokok, dan kosmetika yang memerlukan banyak bahan baku rempah. Impor rempah meningkat (cengkeh, bawang, pegagan, kina, tembakau), tetapi industri pengolahan/deversifikasi produk komoditi rempah dalam negeri tidak berkembang, sehingga untuk memenuhi kebutuhan industri dalam negeri. Indonesia harus impor produk jadi atau setengah jadi, seperti hasil olahan kayu manis, panili, lada, tembakau blending. Satu ironi yang sulit dimengerti, karena kondisi ini seharusnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sumber pasokan bahan baku dari dalam negeri.

Sedangkan masalah “Sistem Pemasaran” di tingkat petani yang buruk. Sistem pemasaran di tingkat petani yang buruk dan kebutuhan dana tunai yang harus segera dipenuhi menyebabkan petani segera menjual produknya tanpa menunggu perlakuan pasca panen yang memadai. Semua ini merupakan masalah klasik pada hampir semua komoditas pertanian Indonesia, kecuali yang mempunyai captive market seperti kelapa sawit. Perbaikan penanganan pasca panen yang memadai harus dipacu karena selain di sana ada perbedaan harga yang cukup besar tetapi juga membawa image kualitas produk rempah Indonesia di mata dunia. Tanpa perbaikan dua hal tersebut, keinginan untuk mengembalikan kejayaan Pusat Rempah Dunia akan membentur tembok kendala yang cukup besar.

Untuk menjadikan kembali negeri ini pusat rempah dunia, investasi pemerintah di bidang budidya, pasca panen, pemasaran dan kredit yang efektif tidak mungkin untuk tidak dilakukan. Petani tidak hanya memerlukan penyuluhan dan informasi teknologi tetapi juga kredit untuk produksi dan kredit pasca panen agar petani tidak tergesa-gesa menjual hasil tanamannya tanpa meraih nilai tambah dari pengolahan pasca panen. Rendahnya pemeliharaan tanaman dan kualitas produk seakan menjadi ciri usaha kebun rakyat.

Page 27: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 27m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Minyak Atsiri Hasil Hutan Bukan Kayu di Indonesia

Oleh: Arianto Mulyadi (Dewan Atsiri Indonesia)

Minyak atsiri (essential oils) adalah kelompok minyak nabati yang berwujud cairan yang mudah menguap (volatile) dan memberikan aroma yang khas. Minyak atsiri

dapat ditemukan di kulit, buah, bunga, daun, getah, rimpang, akar, biji, atau kayu tanaman. Unsur kimiawi volatile yang terkandung pada minyak atsiri pada umumnya dihasilkan dari hasil metabolisme sekunder yang berperan sebagai alat pertahanan diri menghadapi serangan serangga, bakteri, jamur atau menarik serangga yang berguna untuk penyerbukan.

Minyak atsiri terdiri dari campuran kompleks bahan kimia yang disintesis oleh tanaman selama pertumbuhan dan dikeluarkan dalam bentuk aroma oleh tanaman penghasil atsiri. Untuk menangkap komponen aroma ini ada tiga metode utama ekstraksi: ekspresi (cold pressed), distilasi (uap, air, uap dan air), dan ekstraksi menggunakan pelarut (solvent extraction). Metode yang digunakan tergantung pada sumber dan volatilitas dari minyak atsiri yang terkandung. Lebih dari 80% dari minyak atsiri diekstraksi melalui proses distilasi.

dengan alat sejenis frasksionasi) maupun hasil reaksi sintesis fraksi tersebut juga banyak digunakan untuk bahan aktif perisa, fragrans, farmasi dan lain-lain. Di Indonesia, industri minyak atsiri sudah berkembang sejak awal abad 20. Beberapa jenis tanaman atsiri malahan bukan asli Indonesia dan dibawa pemerintah Hindia Belanda. Bahkan nama jenis tanaman tesebut konon diberikan berdasar nama perusahaan yang membudidayakan dan

memproduksi minyak pada awa abad 20. N.I.L.A.M. konon adalah singkatan dari Nederland Indische Landbouw Atjeh Maatschappij. Nilam menjadi kosa kata Indonesia yang merujuk ke nama tanaman Patchouli (Pogostemon cablin) yang pangsa pasar dunia dikuasai oleh hasil produksi Indonesia lebih dari 90%-nya.

Terdapat puluhan jenis tanaman atsiri yang bisa dibudidayakan di Indonesia dan memiliki besaran pasar yang signifikan baik dalam maupun luar negeri. Sebagian besar tanaman atsiri tersebut bisa digolongkan sebagai HHBK. Yang cukup banyak disebut-sebut adalah pinus, kayu putih, masohi, cendana, gaharu. Namun sebenarnya tanaman penghasil minyak atsiri dari jenis rumput-rumputan (contoh: sereh wangi, sereh dapur, palmarosa, akar wangi) dan perdu (contoh: nilam) yang merupakan tanaman musiman pun dapat dimanfaatkan sebagai tanaman sela hutan produksi atau tanaman pinggir hutan lindung yang bisa dimanfaatkan masyarakat desa di sekitar hutan. Demikian juga jenis tanaman merambat (contoh: lada, kemukus) bisa dibudidayakan dengan memanfaatkan tegakan tanaman hutan.

Minyak eukaliptus, minyak daun cengkeh, minyak kayu manis, dan minyak jahe adalah contoh dari minyak atsiri yang didapatkan melalui proses distilasi uap (steam distillation). Minyak dari kulit jeruk-jerukan, seperti: orange oil dan lime oil biasanya diproduksi dengan proses ekspresi (cold pressed). Minyak dari bunga-bungaan seperti minyak bunga mawar, minyak kenanga dan minyak melati didapatkan lewat ekstraksi pelarut atau supercritical CO2 extraction karena memiliki bahan-bahan volatil yang lebih halus sifatnya dan rentan terhadap proses pemanasan.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. Pengertian lainnya dari HHBK yaitu segala sesuatu yang bersifat material (bukan kayu) yang diambil dari hutan untuk dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dan peningkatkan kesejahteraan masyarakat. HHBK pada umumnya merupakan hasil sampingan dari sebuah pohon. Pemungutan HHBK pada umumnya merupakan kegiatan tradisional dari masyarakat yang berada di sekitar hutan, bahkan di beberapa tempat, kegiatan pemungutan HHBK kegiatan utama sebagai sumber kehidupan masyarakat sehari-hari. Resin (seperti gaharu, gondorukem dan kemenyan) dan minyak atsiri (seperti minyak kayu putih, minyak masohi, minyak cendana) adalah HHBK yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan luas pemanfaatannya.

Industri minyak atsiri, tidak hanya berhenti pada produksi minyaknya saja. Selain minyak atsiri, fraksi-fraksi (hasil isolasi dan purifikasi komponen aromatik

Terdapat puluhan jenis tanaman atsiri yang bisa dibudidayakan di Indonesia

Minyak atsiri terdiri dari campuran kompleks bahan kimia yang disintesis oleh tanaman selama pertumbuhan dan dikeluarkan dalam bentuk aroma oleh tanaman penghasil atsiri.

Page 28: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest28 m e i - j u l i 2 0 1 7

Minyak atsiri Indonesia dengan permintaan lebih dari 1000 ton/tahun

Dari ratusan jenis minyak atsiri yang diproduksi dan dipakai dunia, hanya ada kurang dari 20 jenis minyak atsiri yang permintaannya lebih dari 1.000 ton/tahun. Berikut ini adalah jenis-jenis minyak atsiri dengan permintaan ribuan ton/tahun yang sudah berkembang di Indonesia.

Minyak terpentin (turpentine oil)

Tanaman Pinus yang disadap getahnya setelah melalu proses pemisahan menghasilkan gondorukem (gum rosin) sebagai produk utama dan minyak terpentin (turpentine oil) sebagai produk samping. Perhutani yang merupakan pengelola hutan pinus di Jawa, dalam acara Asian Aroma Ingredients Conference di Kunming, China pada 2014, menginformasikan bahwa produksi minyak terpentin Indonesia sudah melebihi 13.000 ton per tahun dan mayoritas hasilnya diekspor ke India. Jumlah ini masih jauh dibawah produsen utama dunia, yaitu: China. Salah satu ketertinggalan Indonesia dari China adalah pengolahan minyak terpentin untuk menjadi produk dengan nilai tambah lebih tinggi. Banyak perusahaan di China yang telah memproduksi berbagai jenis aroma chemicals turunan alpha pinene dan beta-pinene seperti terpineol, camphene, dihydromyrcenol, isobornyl acetate, santalol dan sebagainya.

Minyak daun cengkeh (clove leaf oil)

Perkiraan pemakaian dunia saat ini sekitar 6.000 ton/tahun, Indonesia adalah produsen utama, memproduksi sekitar 4.000 ton per tahun. Pengguna utamanya

adalah industri aroma chemicals, flavor & fragrance dan farmasi. Meskipun tanaman ini merupakan tanaman perkebunan yang 97% dibudidayakan sebagai perkebunan rakyat, masih banyak tanaman asli dari gugus kepulauan di timur pulau Halmahera, Maluku ini tumbuh di hutan-hutan dan belum dimanfaatkan daun yang gugur untuk penyulingan. Industri Turunan minyak daun cengkeh (eugenol, isoeugenol, dll) telah berkembang di Indonesia dan secara berkelanjutan memerlukan pasokan minyak daun cengkeh. Tantangan utama industri minyak daun cengkeh adalah perubahan musim yang tidak menentu, karena dibutuhkan pasokan daun kering gugur secara menerus selama beberapa bulan dalam setahun. Lokasi penyulingan yang baik adalah yang memilki bulan kemarau lebih dari 5 bulan, karena penyulingan tidak akan efisien beroperasi saat musim hujan.

Minyak kayu putih (cajuput oil)

Minyak atsiri yang mengandung senyawa 1,8-cineole yang dikenal masyarakat luas di Indonesia sejak lebih dari 100 tahun adalah Cajuput Oil atau Minyak Kayu Putih. Minyak atsiri ini berasal dari distilasi daun-daun dan pucuk batang tanaman Melaleuca leucadendron L. subspecies Cajuputi, Powell, yang di Indonesia awalnya tumbuh di Pulau

Buru, Maluku. Namun sebenarnya, masih banyak jenis tanaman lain yang mengandung senyawa 1,8-cineole, diantaranya adalah berbagai jenis tanaman ekaliptus (eucalyptus), seperti: Eucalyptus globulus yang dapat mengandung sampai 80%, sementara Melaleuca leucadendron hanya sekitar 60% saja. Kebutuhan domestik Minyak Kayu Putih adalah 1.500 ton/tahun, namun saat ini Indonesia hanya mampu memproduksi kurang dari 500 ton/tahun. Karena itu kekurangannya diimpor Minyak Ekaliptus dari China dan Vietnam. Hal ini disebabkan oleh:

1. Penggunaannya dapat diganti dengan minyak ekaliptus berdasar Farmakope Indonesia IV-1995.

2. Tidak standarnya kualitas Minyak Kayu Putih Indonesia di perdagangan, karena banyak dicampur dengan minyak-minyak lain dengan komposisi yang sangat bervariasi, sehingga tidak memenuhi standar spesifikasi SNI, banyak dari parameter spesifikasinya tidak dapat dipenuhi, seperti aromanya, bobot per ml-nya, indeks bias-nya, putaran optik-nya, maupun kadar senyawa 1,8-cineole-nya.

3. Pengelolaan tanaman kayu putih di luar Jawa dilakukan oleh rakyat setempat, yang sangat tergantung dari para pedagang/pemodal, sedangkan di Jawa sebagian besar oleh Perhutani dan semuanya menghadirkan kualitas yang variatif.

pohon sumber minyak atsiri. Pohon kayu putih dan pohon gaharufoto irdika mansyur dan idi bantara

Page 29: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 29m e i - j u l i 2 0 1 7

Minyak sereh wangi (citronella oil)

Pada jaman Hindia Belanda, kita pernah mengekspor lebih dari 2.500 ton Java Citronella Oil. Namun produksi minyak ini mengalami surut tajam sejak China (terutama daerah-daerah yang berbatasan dengan Vietnam, Laos, dan Myanmar) melakukan produksi besar-besaran mulai 80-an. China adalah produsen utama minyak sereh wangi. Perkiraan produksi dan pemakaian dunia saat ini lebih dari 3.000 ton/tahun, dan Indonesia adalah produsen nomor 2 dunia (setelah China) dengan produksi pada 2016 lalu sekitar 600-700 ton. Kebutuhan dalam negeri China akhir-akhir ini meningkat dan diperkirakan mencapai lebih dari 1.000 ton per tahun sehingga posisinya sewaktu-waktu bisa beralih menjadi net importer. Pengguna produk ini sangat beragam dan berkembang antara lain industri flavor and fragrance, deterjen, pengusir nyamuk.

Minyak nilam (patchouli oil)

Perkiraan pemakaian dunia sekitar 1.500 ton/tahun dan Indonesia adalah produsen utama. India dan China sampai sejauh ini belum mampu berproduksi lebih dari 100 ton/tahun. Pemakai utamanya adalah industri fragrance. Nilam sangat cocok tumbuh pada tanah yang yang mempunyai kesuburan tinggi dan terjaga ketersediaan unsur haranya, di daerah dengan curah hujan 2.300-3.500 mm. Nilam juga butuh sinar matahari yang cukup saat usianya sudah 3 bulan ke atas, sehingga dalam konteks kehutanan, cocok untuk daerah hutan produksi yang sedang dalam peremajaan, atau berada dipinggir-pinggir hutan lindung, karena sifatnya yang rakus hara, tanaman nilam tidak boleh ditanam menetap lebih dari 2 tahun.

Minyak atsiri Indonesia bernilai tinggi dan eksotik

Berbeda dengan minyak atsiri yang jumlah permintaannya ribuan ton, terdapat beberapa jenis minyak atsiri

HHBK yang meskipun jumlahnya sedikit, memiliki nilai yang sangat tinggi. Harganya bisa mencapai ratusan juta rupiah per kg (minyak gaharu). Namun, yang perlu diingat, semakin tinggi nilainya, semakin kecil rendemen dan tingkat kesulitan dalam menjaga kualitas yang dicari pemakai maupun dalam pemasarannya. Di antara minyak-minyak tersebut yang banyak dikenal di Indonesia adalah: minyak gaharu/agarwood oil, minyak cendana/sandalwood oil (Santalum album) dan minyak masohi/ massoia bark oil.

Tanaman penghasil atsiri asli Indonesia yang juga banyak tumbuh liar di hutan adalah pala. Minyak Pala (nutmeg oil) dengan permintaan perkiraan permintaan dunia lebih dari 400 ton per tahun banyak dipakai di minuman kola maupun berbagai produk farmasi. Satu hal yang perlu diingat, minyak pala yang dicari adalah hasil sulingan biji pala panen muda (4-5 bulan) dari spesies Myristica fragrans. Banyak masyarakat Indonesia bagian Timur yang salah paham dengan pala hutan (Myristica argantea) yang ternyata hasil sulingannya mengandung kandungan yang berbeda dengan kebutuhan pasar.

Masih ada beberapa minyak atsiri Indonesia lainnya seperti minyak lawang yang hanya dipakai di pasar domestik untuk obat gosok, minyak gurjun yang bisa berfungsi sebagai fixative, namun pengadaan bahan bakunya masih belum bisa dilakukan secara legal formal, serta minyak lada hitam (black pepper oil) yang produsen utamanya adalah India dan Sri Lanka (sebagian bahan baku impor dari Indonesia) dan mereka beroperasi efisien dengan mengintegrasikan produksi oleoresin (ekstraksi dengan pelarut untuk mendapatkan lebih banyak komponen non volatil) dan oil (distilasi untuk menangkap komponen volatil) pada bahan baku yang sama. Selain itu juga banyak disebut di media, beberapa jenis minyak atsiri dari bahan baku bunga. Sejauh ini produksi minyak atsiri bunga-bungaan (seperti melati dan mawar) masih sangat terbatas dan berskala kecil sekali sehingga belum mencapai skala ekonomis untuk bersaing dengan produsen utama di India, Mesir, Turki maupun Bulgaria. Jenis minyak atsiri bunga yang dapat dikembangkan dan cocok untuk iklim Indonesia adalah kenanga dan ylang-ylang.

Pemasaran minyak atsiri tidak bisa terlepas dari penggunaannya. Industri pengguna utama minyak atsiri adalah industri perisa dan fragrans, industri kimia aromatik, industri farmasi, industri pengendalian serangga/hama dan lain-lain. Dewan Atsiri Indonesia (DAI) yang sudah berdiri sejak 2007 telah menjadi organisasi rujukan untuk memberi arahan pengembangan pasar. Dalam setiap kesempatan, DAI selalu mengemukakan prinsip keberlanjutan dan kemitraan diantaranya dengan prinsip hanya memproduksi yang dibutuhkan pembeli dibandingkan berusaha memasarkan hasil yang diproduksi. Forum komunikasi antar pemangku kepentingan yang melibatkan unsur pemerintah (berbagai kementerian), unsur akademik (berbagai perguruan tinggi dan lembaga penilitian) dan unsur usaha yang terkait (petani, penyuling, produsen turunan atsiri, pemakai, baik perusahaan, koperasi, maupun asosiasi), telah dan akan terus berlangsung rutin. Sejauh ini, setelah konferensi minyak atsiri nasional, Oktober 2006 di Solo yang kemudian melahirkan DAI, sudah ada lebih dari 20 kali workshop, 6 kali konferensi/seminar nasional, serta 2 kali konferensi internasional dilaksanakan di Indonesia.

SEKILAS MENGENAI DEWAN ATISIRI INDONESIA (DAI)

DAI adalah suatu wadah bagi seluruh pemangku kepentingan agribisnis dan agroindustri yang berbasis minyak atsiri (essential oils), perisa (flavors) dan pewangi (fragrances) baik sebagai organisasi maupun perorangan yang meliputi: petani, penyuling, pedagang, pelaku industri dan jasa, eksportir, praktisi, peneliti, akademisi, industri pengguna, pemerhati serta instansi Pemerintah terkait. Dewan Atsiri Indonesia akan menaungi asosiasi-asosiasi yang berbasis minyak atsiri, perisa dan pewangi. Tujuan DAI dibentuk adalah memajukan agribisnis dan agroindustri minyak atsiri untuk kesejahteraan seluruh pemangku kepentingan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Page 30: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest30 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

PRODUK HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN ATSIRI

Oleh: Dominicus Martono Peneliti Utama pada Puslitbang Hasil Hutan Bogor, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian LHK

Hutan adalah suatu ekosistem tumbuhan dan hewan yang tumbuh saling berinteraksi secara alami tanpa ada unsur campur tangan manusia terbentuk kestabilan formasi, biodiversitasnya dan produktivitasnya

dan berkembang dalam keseimbangan, perubahan yang terjadi disebut sere (Odum1964). Setiap sere akan selalu berkembang mencapai puncaknya yang stabil dalam perkembangan suksesinya. Pemanfaatan tanaman yang baik jika dinamika perubahan formasi menuju suatu kesetimbangan ekologisnya. Oleh karenanya pemerintah menetapkan kebijakan pengaturan pemanfaatannya dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Minyak atsiri, resin, minyak lemak, getah getahan, madu, serta kulit-kulit kayu rempah pada awal mula kehidupan manusia juga berasal dari hutan, yang dalam perkembangannya untuk memudahkan pemungutan dan meningkatkan produktivitas

No Nama Indonesia Nama Latin Produk

1. Akar wangi Andropogon aciculatus Minyak akar wangi

2. Cantigi Gaulsharia fragantisisima Minyak gandapura

3. Cendana Santalum album Minyak cendana

4. Cendana semut Exocarpus latifolia Minyak cendana

5. Ekaliptus Eucalyptus spp Minyak ekaliptus

6 Gaharu Aquilaria spp; Gyrinops spp; Gonysti-lus spp; Enkleia spp; Actoxylon spp; Wkstromia spp

Minyak gaharu

7 Kamper Cinnamomum camphora Minyak kamper

8. Kayu manis Cinnamomum burmanii, C. zeylanicum

Minyak kayu manis

9.. Kayu putih Melaleuca cayuputi Minyak kayu putih

10. Kembang mas Asclepias curassava Minyak kembang mas

11. Kenanga Cananga odoratum Minyak kenanga

12. Keruing Dipterocarpus sp Minyak keruing

13. Kilemo Litsea cubeba Minyak kilemo

14. Lawang Cinnamomum cullilawan Minyak lawang

15. Masohi Cryptocarya masoi Minyak masohi

16. Pakanangi Cinnamomum Minyak pangi

17. Sinatok Cinnamomum sintok Minyak sintok

18. Trawas, krangean Litsea odorifera Minyak trawas

19. Tusam Pinus merkusii Terpentin

20. Ylang-ylang Cananga latifolia Minyak ylang-ylang

karena memberikan nilai komersial, oleh masyarakat dibudidayakan yang semula dalam skala kecil di pekarangan, kebun dan meluas menjadi suatu areal pertanaman perkebunan yang luas. Dalam pengertian di ranah kehutanan, minyak atsiri, madu, resin, rotan dan bambu merupakan salah satu unggulan sebagai hasil hutan bukan kayu (HHBK), potensi hasil hutan bukan kayu di Indonesia sangat besar sekali baik volume maupun ragam jenisnya. Secara umum HHBK dikelompokkan menjadi 8 (delapan)

kelompok komoditas sesuai Permenhut No. 35/2007.

Pengertian hasil hutan bukan kayu adalah baik nabati maupun hewani serta produk turunan dan budidayanya kecuali kayu yang berasal dari hutan, jenis komoditas HHBK berdasar kelompoknya dan produk primer HHBK menjadi wewenang Kementerian Kehutanan dalam pengelolaannya. Peranan HHBK dalam pengelolaan hutan secara lestari sangat besar terutama dalam upaya pembangunan masyarakat sekitar hutan

Tabel 1. Daftar jenis tumbuhan kelompok penghasil minyak atsiri

Page 31: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 31m e i - j u l i 2 0 1 7

dan konservasi sumberdaya alam secara bersamaan. Beberapa alasan pertimbangan wawasan ini telah diungkapkan Arnold dan Ruiz Perez (1998) di antaranya adalah peningkatan manfaat dan nilai tambah HHBK bagi masyarakat sehingga mendorong partisipasi menjaga kelestariannya.

Godoy et all (1993) dalam Rohadi et. al. (1999) kegiatan pengusahaan HHBK dan pengembangannya secara umum memiliki keterbatasan karena tanpa memperhitungkan karakteristik biofisik lokasi kegiatan serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam mencapai keberhasilan pengusahaan HHBK tersebut. Harus diperhatikan tipologi pengusahaan HHBK dalam regulasi, pembinaan, akses kelembagaan, kendala geografis, transportasi sangat minim pengembangan menjadi tersendat. Unggulan komoditas HHBK dari suatu daerah belum tentu akan berhasil jika diterapkan pengusahaan untuk daerah lain.

Pada setiap komoditas HHBK sistem produksinya mempunyai karakter sendiri-sendiri yang berbeda (misal: masoi, kulit kulilawan, pakanangi, damar mata kucing, nilam, kenanga, madu) sehingga penetapan regulasi serta pembinaannya juga tidak sama, hal ini sering masyarakat melihatnya bahwa aturannya berubah-ubah yang menyebabkan lambatnya pengembangan. Pada komoditas pertanaman yang menghasilkan resin, minyak atsiri, rempah-rempah, minyak lemak keadaannya juga sama, pengaturan penerapan perizinan pemungutan terutama yang berasal dari hutan perlu dikaji untuk setiap daerah (Martono 2010).

HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN

Berbagai jenis pohon dan tumbuhan hutan dapat dimanfaatkan bagian tanamannya sebagai bahan baku untuk produk atsiri, namun hanya jenis-jenis tertentu yang mampu memberikan nilai tambah besar dan volume serta penyebaran potensinya yang luas maka ditetapkan sebagai jenis hasil hutan bukan kayu unggulan. Jenis-jenis tumbuhan yang dikategorikan mampu menghasilkan hasil hutan bukan kayu agar tidak menjadikan rancu dalam pemanfaatan dan perizinan

pemungutan maka ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kehutanan yaitu Permenhut No. P.35/Menhut-II/2007. Peraturan ini yang menjadikan dasar dalam setiap kegiatan yang terkait dengan permasalahan hasil hutan bukan kayu. Dalam permenhut tersebut disebutkan ada 565 jenis komoditi baik tumbuhan dan hewani atau produk turunannya. Jenis tumbuhan yang dikelompokkan dalam penghasil minyak atsiri ditetapkan ada 20 jenis tumbuhan, seperti pada Tabel 1 di bawah, yaitu :

Jenis tumbuhan penghasil minyak atsiri tidak sama untuk setiap jenisnya dalam memberikan kontribusi untuk dimanfaatkan manusia, beberapa jenis dianggap unggul karena potensi dan penyebarannya luas juga mampu memberi nilai tambah yang besar diantaranya adalah : minyak kayu putih, terpentin, gondorukem, kemenyan, gaharu, masohi, cendana, minyak kamper, minyak ekaliptus, kulilawang, kenanga, minyak ki lemo (Litsea cubeba). Meskipun sebelumnya kemenyan hanya dikelompokkan tumbuhan penghasil resin, namun dengan adanya perkembangan teknologi bahan tersebut hasil sulingannya dan peningkatan nilai tambahnya dapat dikelompokkan sebagai unggulan, dan mungkin untuk beberapa dekade jenis unggulan akan mengalami perubahan tergantung pengembangannya dan pemanfaatannya oleh masyarakat. Gondorukem merupakan hasil dari pengolahan getah tusam, sebagai produk yang menjadi bahan baku dalam penghasil atsiri lanjutan berupa turunan dari terpentin.

Permasalahan dalam pemungutan dan pemanfaatan HHBK (Anonim 2007), di sektor kehutanan yaitu produk tersebut keberadaannya di alam tersebar tidak teratur kecuali jenis yang telah dibudidayakan seperti tanaman minyak

kayu putih, tanaman tusam penghasil terpentin, pohon cendana. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka beberapa jenis yang dianggap akan besar memberikan nilai tambah ekonomi maka masyarakat mulai giat menanam seperti gaharu setelah di lakukan inovasi pembuatan gaharu dengan metode inokulasi jamur pembentuk gubal gaharu. Demikian juga tanaman cendana , ki lemo (trawas), kayu putih setelah ditemukaanya jenis unggul dan teknik perbanyakan bibit.

Terkait dengan kebijakan untuk pengembangan maka kementerian

kehutanan menetapkan pengembangan dalam bentuk klaster. Pembentukan klaster ditargetkan selama 5 tahun, untuk tahap pertama selama tiga tahun, yaitu persiapan infra struktur, tahap kedua pada tahun ke empat yaitu tahapan produksi masal sesuatu komoditas di tempat tersebut dan tahap ketiga (tahun ke-5) kegiatan pengembangan produksi dan iovasi-inovasi kemajuan produksi. Program klaster ini akan terbentuk sentra produksi sehingga dapat dikembangkan one village one products

(OVOP). Untuk setiap daerah hanya akan dikembangkan satu produk yang memang cocok dengan tapak keberadaan jenis unggulan penyedia atsiri (Anonim 2009), sehingga informasi awal sentra penghasil atsiri diperlukan pemetaan. Berdasar studi yang telah dilakukan maka peta sentra produksi seperti pada Tabel 2 di bawah.

Dengan telah diketahuinya sentra produksi atsiri maka pembangunan infra struktur pendukungnya dapat dikembangkan agar tepat seuai sasaran. Demikian juga dalam pengembanganperluasan pertanaman penghasil dan peningkatan sumber daya manusia pelaku usahanya, yaitu dengan pelatihan dan bantuan permodalan dan fasilitasi pemasaran dalam bentuk informasi pasar online, ataupun bantuan peralatan pengolahan.

“Pada setiap komoditas HHBK sistem produksinya mempunyai karakter yang berbeda sehingga penetapan regulasi serta pembinaan-nya juga tidak sama”

Page 32: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest32 m e i - j u l i 2 0 1 7

No Jenis / Komoditi Daerah sebaran1. Akar wangi Jawa Barat

2. Cendana Nusa Tenggara Timur

3 Cengkeh Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Lampung, Suma-tera Barat, Riau, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Sumatera Sela-tan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua.

4. Kapulaga Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat.

5. Kayu manis Jambi, Sumatera Barat, Bengkulu. Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Tengah.

6. Kemukus Jawa Tengah

7. Kenanga Jawa Timur, Jawa Tengah

8. Lawang Papua, Papua Barat

9. Minyak kayu putih Maluku, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur

10. Nilam Aceh, Bengkulu, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan

11. Pala Aceh, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, Papua, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah.

12. Panili Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Aceh, Jawa Timur

13. Sereh wangi Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Lampung, Jawa Timur.Sulawesi Tenggara.

14. Terpentin Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur.

Tabel 2. Penyebaran produksi jenis minyak atsiri potensial di Indonesia

KANDUNGAN BAHAN AKTIF DAN MANFAAT KEGUNAAN

Setiap jenis tanaman penghasil minyak atsiri mengandung bahan aktif yang mendasari sifat kekhasan minyak atsiri tersebut dan bahan ini terkandungnya pada setiap tanaman/pohon pada bagian mana berbeda yaitu ada terkandung pada daun, ranting muda, kulit batang, biji dalam buah, bunga, getahnya/ resin , exudat, pada jaringan kayu nya. Jenis bahan aktifnya sifatnya juga dapat dikelompokkan sebagai pewangi (memberikan bau khas yang wangi enak) , perisa memberikan rasa khas jika dikecap dengan lidah dan juga menimbulkan bau, ada yang menimbulkan bau jika dibakar dan asap yang timbul tercium bau yang enak. Atas dasar sifat-sifat demikianlah maka perlu dikemukakan dalam tulisan ini berikut pemanfaatannya bagi kehidupan manusia. HHBK unggulan secara rinci kandungan bahan aktif dan manfaat kegunaan, sebagai berikut:

A. Minyak kayu putihBagian tanaman kayu putih (Melaleuca

cayuputi) yang mengandung bahan aktif terkumpul pada daun dan ranting mudanya, penyulingan baik secara kohobasi (air pemasak menyatu dengan bahan) ataupun secara tekanan uap air panas. Bahan aktif berupa sineol 50-65% pinena, limonena dan dipentena. Kandungan bahan aktif murni jika terkena bagian kulit terasa panas, sebagai obat batuk, stomatik, anti spasmodik, obat sakit perut, kepala pusing, encok, sakit gigi dan asma. Minyak kayu putih telah distandardkan dalam SNI nomor 3954: 2014, penetapan mutu menjadi tiga kelas mutu didasarkan kandungan sineolnya yaitu mutu super (>60%) , utama (55 - ≤ 60%) dan pertama ( ≤ 55%); BJ pada 20 ºC : 0,900 – 0,930; indeks bias pada 20ºC pada 1,450 – 1,470; putaran optik pada suhu 27,5ºC : (-4)º - 0º; warna kekuningan dan jernih kehijauan; bau khas kayu putih; kelarutan dalam etanol 80% jernih. Pada standar sebelumnya ada penetapan

terkandungnya minyak pelikan, standar baruditiadakan pengujian terhadap minyak pelikan (Rostiwati et al. 2014).

B. TerpentinHasil penyulingan getah pohon tusam

(Pinus merkusii Jungh et de Vr.), getah keluar dari jaringan parenkim pada saluran getah. Getah berwarna putih, penyulingan dengan uap air dan tekanan pada suhu < 180 ºC, hasil kondensasi menghasilkan minyak yang bersifat mudah menguap disebut terpentin dan minyak yang mengendap menjadi gondorukem. Bahan aktif terpentin : alfa pinene, beta pinena dan 3-karen. Bahan ini dikategorikan sebagai pelarut minyak organik, pelarut resin, dipakai dalam industri cat, semir sepatu, logam, kayu dan sebagai bahan baku kamper sintetis. Terpentin dan gondorukem telah distandardkan dalam SNI Terpentin No. SNI 7633: 2011. Yang dipersyaratkan adalah warna kuning jernih sampai putih jernih, bau khas terpentin ; bobot jenis pada suhu 25 ºC (0,848 – 0,865) indeks bias pada suhu 20 ºC (1,464 - 1,478) ; titik nyala ( 33 ºC – 38 ºC ) ; titik didih awal ( 150 º C - 160º C ) bilangan asam untuk mutu A ≤ 2,0 dan mutu B > 2; kadar sulingan tidak kurang dari 90%; sisa penguapan mutu B > 2; putaran optik pada suhu 27,5 ºC mutu A ≥ 32 dan mutu B ≤ 32; Kandungan alpha pinen adalah Mutu A ≥ 80; < 80 mutu B. Untuk gondorukem SNI 7635 - 2011: syarat pokok dari bilangan asam yaitu 160 -190 dan bilangan penyabunan 170-220 dan bilangan Iod 5-25, bilangan Iod ini dinyakatan banyaknya ikatan rangkap yang terkandung dalam komponen gondorukem. Manfaat gondorukem dalam industri kertas agar tinta tidak meleber/ meleleh dan kertas tidak mudah lusuh. Sebagai bahan campuran cat dan pembatik (Rostiwati et al. 2014)

C. Minyak Kemenyan Kemenyan berasal dari hasil excudat

sadapan pohon kemenyan (Styrax benzoin Dryand), resin ini mengandung senyawa-senyawa asam sinamat, asam benzoat, stirol, vanilin, styracin, koniferol benzoat dan resin yang terdiri dari benziresinol dan suma resinotannol, bilangan asam

Page 33: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 33m e i - j u l i 2 0 1 7

100-145 serta bilangan ester 50-120. Kemenyan digunakan secara luas dalam industri farmasi, bahan pengawet, parfum, kosmetik, aromatheraphy, dupa, campuran rokok kretek dan lain sebagainya. Di dalam negeri kemenyan digunakan sebagai bahan bakar dupa untuk acara ritual keagamaan dan campuran tembakau untuk rokok, obat luka pencegah infeksi dan sebagai stimulan.Kemenyan telah distandarkan dalam SNI No. 7636-2015 yang dikelompokkan dalam 3 mutu berdasar kadar sinamat ( Mutu A ≥ 30; mutu B 21-29; mutu C ≤ 20 dan titik lelehnya (mutu A ≥ 92 ºC; mutu B ≥ 88 º C mutu C ≥ 80 ºC) (Rostiwati et al. 2014).

D. GaharuGaharu adalah resin dengan aroma

khas, yang terbentuk melalui proses fisiologis dalam jaringan kayu tumbuhan penghasil gaharu akibat infeksi mikroorganime. Gaharu hanya pada tanaman (Aquilaria spp, Gyrinops spp, Wikstroemia, Enkleia,Phalleria, Aetoxylon dan Gonystylus spp). Pembentukan gaharu melibatkan dua kelompok kehidupan yaitu tumbuhan sebagai inang pembentuk gaharu dan mikroorganisme berupa jamur penyebab terbentuknya gaharu. Bahan aktif berupa sesquiterpena dan kromon. Bahan baku gaharu sudah di standardkan dengan nomor SNI No 7631: 2011. Kegunaan gaharu bermacam-macam seperti untuk kebutuhan pokok (ritual keagamaan, sebagai wangi-wangian); sebagai bahan obat-obatan (rematik, asma, darah tinggi, mandi uap) dan aroma (bahan dasar industri parfum, pewangi pada sabun dan shampo), setanggi dan dupa, sebagai obat, pewangi dan keperluan kosmetik (Martono 2012 dan Rostiwati et al. 2014).

E. Minyak Masohi Minyak masohi merupakan hasil

penyulingan kulit pohon masohi (Massoia aromatica BECC). Pemungutan kulit ketebalannya harus lebih dari 4 mm. Ciri kulit masohi jika pada bagian dalam di gores dengan kuku akan keluar bau khas seperti kelapa. Bahan aktif minyak masohi adalah massoilakton. Sinonim 5 hydroxy 2 decenoic acid delta lactone di tandai dengan nomor kode 54814-64-1

yang diatur dalam Essential Code No. 872/2012/EC sebagai flavouring agent. Kulit masohi mengandung 50-70% lacton masoia. Kegunaan sebagai aprodisiak, memperlancar sirkulasi darah dan aromaterapi. Kulit masohi dan minyak masohi sudah distandardkan dalam SNI No. 7941: 2014 Kulit masohi (Artanto et al. 2015).

F. Minyak Cendana Minyak cendana merupakan hasil

penyulingan kayu cendana (Santalum album), bahan aktif: santalol, sebagai anti septik, obat gonorhoe, fixatif minyak wangi, sabun mandi. Minyak cendana sebagai pengikat bahan pewangi lain (fiksasi) yang digunakan dalam industri parfum. Ampas serbuk sisa hasil penyulingan kayu dapat digunakan sebagai dupa untuk acara ritual atau keagamaan. (Rostiwati et al, 2014).

G. Minyak KamperMinyak kamper sebagai hasil

penyulingan resin berupa getah yang keluar dari penyadapan pohon kamper atau keruing (Cinnamomum camphora dan Dryobalanops aromatica), bahan aktif borneol, dalam perdagangan internasional biasa disebut minyak gurjum, dipakai dalam industri farmasi, sebagai desinfektan. Selain itu bila terkena kulit terasa panas maka biasa dipakai sebagai pelega hidung dan pemanas tubuh (Rostiwati et al. 2014).

H. Minyak EkaliptusMinyak ekaliptus merupakan hasil

penyulingan daun Ekaliptus (Eucalyptus sp.), terkandung bahan aktif: eucaliptol, bahan ini dalam pemanfaatan sebagai desinfektan, obat gosok, parfum, insektisida, fungisida, pembersih pakaian. Turunan minyak ekaliptus biasa dicampurkan dengan minyak kayu putih dan pewangi lain sebagai bahan obat gosok, ataupun pengusir nyamuk (Rostiwati et al. 2014).

I. Minyak Lawang Minyak lawang sebagai hasil

penyulingan kulit pohon kaui kulilawan

(Cinnamomum cullilawan), terkandung bahan aktif berupa eugenol dan safrol, bahan ini memberikan bau khas dan minyaknya jika terkena kulit memberikan rasa panas maka dipakai sebagai obat gosok dan aromaterapi (Rostiwati et al. 2014).

J. Minyak KenangaMinyak kenaga sebagai hasil

penyulingan bunga tanaman kenanga (Cananga odoratum), penyulingan biasanya secara enfleurasi dengan bahanpelarut organik. Bahan aktif yang dikandungnya β-linalool, geraniol, eugenol, α-kariofilena, β-kariofilena, pinena dan kadinena,. Dalam pemanfaatan sebagai aromaterapi dan keperluan kosmetik. Dicampur dengan bahan pewangi lain yang tidak mudah menguap dalam pembuatan sabun wangi (Rostiwati et al. 2014).

K. Minyak Ki Lemo Ki Lemo (Litsea cubeba L. Person)

tanaman pegunungan dari famili Lauraceae dikenal “Mountain pepper” atau “Lada Gunung”. Kulitnya mengandung 1,25% minyak atsiri yang terdiri dari sitronelal dan sitral, serta mengandung 0,4% alkaloid berupa laurotetanin. Di Jawa dikenal pohon krangean. Minyak ki lemo dari penyulingsn kulit ki limo (Litsea cubeba), bahan aktif: citronellol, citronellal, α-terpineol, dan sineol banyak digunakan industri farmasi, wangi-wangian, bahan tambahan makanan dan minuman. untuk bahan baku aromaterapi dalam industri sabun, minyak pijat, minyak SPA, pewangi ruangan dan lain-lain yang dikenal dengan nama May Chang (Rostiwati et al. 2014).

Produk hasil hutan bukan kayu jumlah jenis dan macam cukup banyak, namun tidak semua memberikan nilai tambah yang besar. Dalam pemanfaatannya agar berkesinambungan lestari, maka pemungutannya disesuaikan dengan daya dukung yang ada. Dalam pemakaian penggunaan langsung bagi kehidupan manusia agar memberi manfaat yang besar perlu dilakukan pengolahan lanjutan sesuai karakter setiap bahan baku tersebut. Kandungan bahan aktif dari produk HHBK yang banyak jenisnya dapat dinyatakan mampu mendukung bagi pengembangan industri atisiri secara umum.

Page 34: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest34 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Jeruk Nipis dan LengkuasDapat Meningkatkan Produksi Getah Pinus Lebih BanyakDibandingkan Stimulansia Asam Sulfat

Oleh : Prof. Dr. Ir. Juang R. Matangaran, MS. (Dosen Fakultas Kehutanan IPB)

Salah satu persoalan utama dalam budidaya pinus adalah produktivitas getah yang rendah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi getah pinus, mulai dari teknik dan variasi pola sadap, penyadapan pada kelas

umur pinus yang lebih muda, sadap mati serta penggunaan bahan kimia perangsang keluarnya getah. Riset pun terus dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik dan produktivitas getah lebih banyak.

Berdasarkan hasil penelitian, ada berbagai faktor yang mempengaruhi produksi getah pinus, yaitu luas luka sadap, pola/teknik sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan/pelukaan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon dan perlakuan stimulansia kimiawi perangsang keluarnya getah, serta keterampilan penyadap. Hal yang menarik adalah penggunaan bahan kimia untuk merangsang keluarnya getah lebih banyak.

Penggunaan etilen sebagai stimulansia perangsang keluarnya getah sudah dimulai sejak 2000-an pada Pinus elliottii di Brasil. Saat ini, sudah banyak produk stimulansia yang beredar di pasaran dengan

kandungan utamanya berupa asam sulfat, asam nitrat atau campuran keduanya dan juga jenis asam lainnya. Dalam sebuah penelitian yang membandingkan berbagai merk stimulansia, kombinasi bahan kimia asam yang digunakan bervariasi dalam berbagai tingkatan konsentrasi, bahkan ditemukan produk stimulansia kimiawi yang hanya berisi air. Efeknya pun beragam, ada yang berhasil meningkatkan produksi getah namun tak sedikit stimulansia tersebut tidak berpengaruh sama sekali.

Selain itu, penggunaan bahan kimia juga menimbulkan masalah. Asam sulfat dan asam nitrat yang digunakan termasuk asam oksidator kuat yang dapat merusak kulit manusia, kayu dan lingkungan. Pemakaian kedua jenis asam ini secara berlebihan dan berkepanjangan juga akan mengganggu lingkungan dan kelangsungan hidup pohon pinus itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan terjadi kerusakan struktur kayu akibat penggunaan asam pada konsentrasi tertentu. Sementara itu, penggunaan dalam jangka waktu lama bisa menyebabkan warna kayu berubah menjadi lebih kemerahan bahkan pohon pinus bisa menjadi tidak dapat mengeluarkan getah sama sekali. Kemudian, bercampurnya getah pinus dengan bahan kimia tersebut juga berbahaya jika dijadikan produk olahan seperti produk kosmetik dan farmasi karena dapat merusak kulit manusia ataupun gangguan kesehatan lainnya.

Untuk itu, berbagai upaya telah dilakukan untuk mencari bahan alami atau stimulansia organik yang aman bagi manusia dan lingkungan. Ada beberapa macam bahan alami yang diujicobakan diantaranya cairan jeruk nipis (Citrus aurantifolia) dan cairan lengkuas (Alpinia galanga). Hasilnya, dalam skala riset memberikan hasil yang menjanjikan.

Penelitian penggunaan stimulansia organik dengan metode koakan dilakukan terhadap jenis Pinus merkusii. Perlakuan

pada penelitian tersebut menggunakan stimulansia alami berupa cairan jeruk nipis dan cairan lengkuas (konsentrasi tertentu), stimulansia kimiawi yaitu asam sulfat merk tertentu dan tanpa perlakuan stimulansia (kontrol). Pembaharuan luka sadap sekaligus panen getah dilakukan setiap 3 hari sekali selama 15 kali panen getah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas rata-rata per panen getah pinus cenderung meningkat untuk semua perlakuan dan kontrol. Peningkatan terbesar terjadi pada perlakukan cairan jeruk nipis. Penggunaan stimulansia cairan jeruk nipis dan cairan lengkuas konsentrasi tertentu dapat meningkatkan produktivitas panen getah pinus yang lebih besar daripada penggunaan stimulansia kimiawi maupun kontrol. Peningkatan produksi getah pinus oleh stimulansi cairan jeruk nipis lebih besar 2,5 x dibandingkan kontrol (tanpa stimulansia), sedangkan cairan lengkuas dan asam sulfat meningkatkan produksi getah pinus sebesar 1,5 x dibandingkan kontrol.

Asam sitrat alami pada jeruk nipis diduga membuat sel-sel parenkim kayu terhidrolisis yang mengakibatkan tekanan pada dinding sel berkurang dan cairan sel akan bergerak keluar secara difusi dan diserap oleh getah sehingga getah yang encer semakin banyak dan terus mengalir. Lengkuas mengandung beberapa senyawa yang diduga mampu menurunkan tegangan permukaan terjadi pada membran sel parenkim kayu sehingga getah mengalir lebih banyak.

Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran cairan jeruk nipis dan lengkuas dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai stimulansia yang dapat meningkatkan produktivitas penyadapan getah pinus. Dengan demikian, harapan untuk mendapatkan hasil getah yang melimpah dengan biaya yang lebih murah, praktis dan ramah lingkungan bisa menjadi kenyataan.

Page 35: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 35m e i - j u l i 2 0 1 7

pertumbuhan seperti pembentukan daun, pembungaan, pembentukan buah, penambahan diameter batang dan lain-lain. Metabolisme ini dikategorikan sebagai metabolisme primer.

Pada kondisi tertentu dimana tanaman perlu membentuk getah maka sebagian dari energi untuk melakukan pertumbuhan akan dialihkan untuk membentuk getah. Reaksi seperti ini dikategorikan sebagai metabolisme sekunder. Pengaturan proses metabolisme sekunder ini dipengaruhi oleh aktifitas hormonal. Diantara berbagai jenis hormon yang ada di dalam tanaman, yang paling berpengaruh terhadap proses pembantukan getah adalah ethylen.

laporan utama

PENGELOLAAN SADAPAN GETAH DENGAN MEMANFAATKAN STRESS POHON PINUSOleh : Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS. (Dosen Fakultas Kehutanan IPB, Direktur Pemanfaatan Hutan, Hutan Pendidikan Gunung Walat)

Kegiatan penyadapan getah pinus akhir akhir ini semakin meningkat seiring dengan peningkatan permintaan pasar dunia akan produk olahannya berupa gondorukem dan terpentin. Tidak hanya di Pulau Jawa, namun

juga telah meluas ke daerah Sumatera (Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat) dan Sulawesi (Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah). Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh perusahaan Swasta/ BUMN namun juga telah dilakukan oleh masyarakat baik secara individu maupun kelompok/Koperasi.

Pengelolaan sadapan pinus perlu dibekali dengan pemahaman terhadap fungsi getah dan proses pembentukan getah pada tanaman. Getah pinus merupakan produk dari metabolisme sekunder, digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam-asam resin ( asam abietat, asam pimarat dan lainnya) Fungsi getah di dalam pohon pinus adalah :

1. Perlindungan terhadap sel-sel yang sedang tumbuh

2. Memacu aktivitas pertumbuhan untuk penutupan luka mekanis maupun jika terjadi serangan hama serta penyakit

Metabolisme pada tanaman pada hakekatnya merupakan reaksi oksidasi dari produk-produk fotosintesa menjadi karbon dioksida, air dan energi. Secara umum reaksi metabolisme adalah sebagai berikut :C6 H12 O6 + 6 O2 6 CO2 + 6 H2O + 686.000 cal/mol (energi)

Energi hasil metabolisme digunakan oleh tanaman untuk melakukan

Ethylene juga berperan dalam absisi daun, mempunyai kemampuan dalam permeabilitas membran, berperan dalam merangsang aktifitas ATP-ase dalam penyediaan energi yang dibutuhkan dalam metabolisme dan berperan memperlancar terjadinya reaksi. Pembentukan ethylene dalam jaringan tanaman dapat dirangsang oleh adanya kerusakan-kerusakan mekanis, stress dan terjadinya infeksi.

Pembentukan getah di dalam tanaman dapat ditingkatkan dengan mengaktifkan ethylen di dalam tanaman (ethylen endogen) dan adanya stress (pembuatan luka sadap). Dengan demikian peningkatan produksi getah dapat dilakukan dengan memberikan zat yang mengandung ethylen (eksogen) yang

Log pinus Kayu Pinus Hasil Tebangan Menggunakan Stimulansia An-Organik

Page 36: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest36 m e i - j u l i 2 0 1 7

penyadapan getah Penyadapan Getah Pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat

mana akan merangsang aktifnya ethylen endogen pada tanaman sehingga proses metabolisme sekunder dapat ditingkatkan.

Selain membangkitkan ethylen endogen, pembuatan luka sadap akan memberikan stress kepada pohon pinus yang selanjutnya akan membentuk saluran getah traumatis sehingga kerapatan saluran getah akan semakin tinggi. Pohon pinus dapat membuat saluran getah traumatis dengan mekanisme lysigenous (sel pada jaringan kayu hancur dan meninggalkan celah) maupun schizogenous (sel memisahkan diri) atau schizolysigenous (gabungan keduanya). Saluran getah pohon pinus terletak memanjang batang diantara sel-sel trakeida atau melintang radial dalam berkas jaringan jari-jari kayu. Saluran vertikal memanjang batang biasanya lebih besar dibandingkan saluran ke arah radial dan sering kedua saluran tersebut berhubungan dan membentuk jaringan transportasi getah didalam pohon.

Dengan demikian pelukaan batang pohon pada kegiatan penyadapan mempunyai tiga fungsi utama :1. Memotong saluran getah agar getah dapat keluar dari batang pohon.

2. Memberikan strees pada pohon agar dapat mengaktifkan hormon ethylen untuk mempengaruhi pohon melakukan metab-olisme sekunder membentuk getah.3. Merangsang pohon untuk membentuk saluran getah traumatis.

Fenomena Lapangan Dalam Penyadapan Getah

Keluarnya getah dari pohon pinus merupakan peristiwa alami manakala terjadi luka ataupun adanya kondisi yang ekstrim (misal kebakaran Hutan). Demikian pula pada kegiatan penyadapan, pohon pinus akan merespon pelukaan awal dengan mengeluarkan getah untuk menutupi bagian pohon yang terluka. Pada kejadian alami jarang terjadi luka berulang pada tempat yang sama. Pada kegiatan penyadapan terjadi luka berulang dengan periode tertentu pada lokasi yang sama. Pelukaan berulang ini akan memberikan strees pada pohon.

Akibat adanya strees tersebut maka pohon akan membangkitkan hormon ethylen untuk aktif melakukan metabolisme sekunder membentuk getah.

Selain itu strees juga akan merangsang pohon untuk membentuk saluran getah traumatis. Apabila diperhatikan secara lebih detail pada pelukaan awal (3-5 hari pertama) pohon akan memproduksi getah relatif banyak karena mengeluarkan deposit getah. Namun pada pelukaan kedua produksi akan menurun dikarenakan telah dikeluarkannya deposit getah pada pelukaan pertama. Pada pelukaan ketiga dan seterusnya produksi getah akan meningkat dikarenakan pohon telah melakukan metabolisme sekunder untuk membentuk getah diikuti dengan pembentukan saluran getah traumatis. Diperlukan waktu ± 2 minggu untuk mulai meningkatkan produksi getah dan diperlukan waktu ± 2 – 3 bulan untuk mendapatkan produksi getah yang stabil.

Fenomena pembentukan saluran getah traumatis dalam pelaksanaan sadapan di lapangan dapat dirasakan langsung oleh para penyadap. Apabila sadapan yang telah dilakukan relatif lama (> 6 bulan) kemudian ditinggalkan/tidak disadap selama 1 – 2 bulan ,maka pada saat dimulai kembali penyadapan maka produksi getah akan kecil (< produksi saat ditinggalkan). Hal ini disebabkan pada saat ditinggalkan, pohon pinus tidak mendapatkan stress sehingga secara perlahan mengurangi proses metabolisme sekunder dan mengurangi saluran getah traumatis kembali kepada saluran getah normal. Dengan demikian pada saat disadap kembali seolah seperti memulai kembali proses penyadapan dari awal.

Seringkali terungkap keluhan dari para penyadap bahwa kenyataan di lapangan pada saat musim daun muda produksi getah menurun. Namun keluhan ini hampir tidak diperhatikan oleh pengelola karena umumnya target produksi bulanan hanya memperhatikan faktor musim (kemarau dan hujan) serta intensitas aktifitas penyadap. Apakah keluhan para penyadap memang demikian adanya ?

Fenomena tersebut dapat dijelaskan dengan terjadinya proses metabolisme dan peran dari hormon ethylen. Secara berkala pohon harus melakukan regenerasi untuk mengganti daun sebagai tempat melakukan fotosintesa agar dapat menjamin tersedianya energi untuk kehidupan dan pertumbuhannya. Dengan demikian dapat dipahami mengapa pada saat pembentukan daun muda produksi

Page 37: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 37m e i - j u l i 2 0 1 7

getah akan menurun. Seharusnya fenomena lapangan ini dijadikan salah satu pertimbangan oleh pengelola sadapan dalam penentuan target produksi bulanan, sehingga terjadi penyesuaian produksi pada saat musim daun muda dan untuk memberikan kesempatan pada pohon untuk melakukan pertumbuhan.

Fenomena lain yang sering terjadi pada tegakan pinus adalah kebakaran hutan baik terjadi alami ataupun diakibatkan oleh perbuatan manusia. Kebakaran akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu yang ekstreem dan menimbulkan strees pada pohon. Hal ini akan merangsang aktifnya hormon ethylen yang mempengaruhi pohon untuk meningkatkan metabolisme sekunder dan juga merangsang pembentukan saluran getah traumatis.

Kebakaran tegakan pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) ternyata dapat meningkatkan produksi getah pinus. Pada pohon pinus yang terbakar dimana api hanya membakar kulit pohon atau hanya sebagian batang yang terbakar dan tajuk pohon masih hidup akan meningkatkan produksi getah ± 200 persen dibandingkan dengan pohon pinus yang tidak terbakar. Hal ini disebabkan terjadinya stress pada pohon dan masih adanya bagian batang pohon yang hidup dan mampu untuk melakukan metabolisme sekunder.

Namun apabila terjadi kebakaran yang lebih parah dimana hampir seluruh batang terbakar tetapi tajuk pohon masih hidup produksi getah akan terhenti atau hanya sedikit sekali. Walaupun terjadi strees pada pohon namun kebakaran menyisakan sangat sedikit bagian batang pohon yang hidup dan tidak mampu untuk bermetabolisme sekunder dengan baik.

Implementasi Stimulansia Berdasarkan Proses Pembentukan Getah

Pada umumnya penyadapan getah pinus baik yang dilakukan di Pulau jawa, Pulau Sumatera ataupun di Pulau Sulawesi menggunakan asam kuat ( H¬2SO4, HNO3, HCl) sebagai stimulansia an organik untuk meningkatkan produksi

getah pinus. Walaupun stimulansia tersebut dikategorikan sebagai B3 ( bahan berbahaya dan beracun) namun masih digunakan di lapangan dengan alasan klasik “MURAH”. Mekanisme kerja dari stimulansia an organik tersebut adalah :1. Memberikan efek panas sehingga getah lebih lama dalam keadaan cair dan mem-perlancar keluarnya getah.2. Mempertahankan tekanan turgor dinding sel sehingga saluran getah terbuka lebih lama.

Sebenarnya masih dimungkinkan untuk mengganti stimulansia an organik dengan stimulansia organik yang mempunyai fungsi yang sama. Bahan bahan organik yang bisa dipergunakan adalah: jahe, lengkuas, bawang merah, sitrat dari jeruk mipis, cuka kayu dan lainnya. Di beberapa tempat juga digunakan ragi, bahkan ada penyadap yang memanfaatkan air kencing kelinci sebagai stimulansia. Namun kemudahan dalam proses pembuatan, pengadaan dan harga yang murah menyebabkan stimulansia asam kuat masih digunakan secara massal.

Penggunaan Stimulansia asam kuat bukan tanpa resiko. Kayu pada luka sadap akan terlihat gelap seperti terbakar dan efek dari asam kuat tidak hanya dipermukaan tetapi juga masuk kedalam kayu mendekati empulur.

Fenomena umum yang terjadi adalah penggunaan stimulansia an organik ditambah dengan jumlah luka sadap (quarre/koakan) per pohon yang berlebihan (overtapping). Penelitian menunjukkan bahwa pada pohon pinus berdiameter ± 40 cm dengan jumlah luka sadap (quarre/koakan) sebanyak 4 – 6 quarre per pohon, bagian kayu yang masih hidup hanya ± 60 persen. Hal ini sangat rentan apabila terjadi angin kencang sehingga pohon akan mudah roboh sebagaimana terlihat pada Penyadapan getah dapat diilustrasikan seperti tangki air yang airnya dialirkan melalui pipa dan keluar melalui kran. Tangki air diibaratkan pohon sebagai produsen getah, pipa adalah saluran getah dan kran adalah luka sadap. Selama ini perhatian hanya pada kran sebagai muara keluarnya air, tetapi tidak memperhatikan seberapa banyak volume air di dalam tangki. Pendekatan yang perlu dikembangkan adalah meningkatkan volume air di dalam tangki dan memperlancar aliran air di

saluran dan kran. Dengan perkataan lain adalah bagaimana meningkatkan produksi getah didalam pohon dengan tetap memperlancar aliran getah pada saluran getah.

Peningkatan produksi getah di dalam pohon dapat dilakukan dengan meningkatkan metabolisme sekunder. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menambahkan ethylen eksogen ke dalam batang pohon. Ethylen eksogen dan endogen (di dalam pohon) akan bekerjasama mempengaruhi pohon untuk lebih meningkatkan porsi metabolisme sekunder sehingga produksi getah akan meningkat. Ethylen eksogen dapat berupa senyawa sintetis sebagai Zat Pengatur Tumbuh (Plant Growth Regulation).

Penggunaan ethylen dalam meningkatkan produksi getah telah dilakukan pada kegiatan penyadapan getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Fakultas Kehutanan IPB di Sukabumi sejak tahun 2012. Dengan mengutamakan peningkatan produksi getah di dalam pohon maka jumlah quarre aktif cukup 2 quarre per pohon, untuk pohon yang sangat besar dibatasi 3 quarre aktif per pohon. Penerapan cara ini dapat meningkatkan produktifitas penyadapan getah pinus, berdasarkan data produksi tahunan HPGW, produktifitas rata rata sadapan getah pinus dapat mencapai 29 g/pohon/hari dengan hanya 2 quarre aktif per pohon. Selain meningkatkan produksi sadapan, juga meminimalkan pelukaan pada pohon, pohon pinus sehat karena digunakan stimulansia berbahan organik dan aman bagi penyadap.

-Pada hakekatnya pengelolaan sadapan adalah mengelola strees yang terjadi pada pohon pinus. Pemberian stress pada pohon pada dasarnya memberikan penderitaan kepada pohon. Oleh karenanya pohon pinus harus diperlakukan dengan wajar, memberi luka dan stress tidak melampaui batas kemampuan pohon untuk dapat memulihkannya.

-Produksi getah lestari dan produktifitas sadapan yang tinggi akan tercapai apabila pohon yang disadap dan penyadap dalam kondisi sehat.

Page 38: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest38 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Kayu Putih Untuk Pendayagunaan Lahan Marjinal

Oleh: Dr. Irdika Mansur (Dosen Depar-temen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB dan Direktur SEAMEO BIOTROP)

Saya pikir tidak ada masyarakat Indonesia yang tak mengenal Minyak Kayu Putih. Minyak yang memberikan sensasi hangat dan beraroma menenangkan itu digunakan mulai dari bayi sampai orang tua. Selain sebagai

penghangat, minyak hasil sulingan ranting dan daun Melaleuca cajuputi itu dipercaya bisa menjegal masuk angin, meredakan pegal-pegal dan pas untuk pijat.

Tak heran jika kebutuhan minyak kayu putih di Indonesia sangat tinggi. Menurut sumber di industri pengolahan minyak kayu putih, kebutuhannya mancapai 3.000 ton per tahun. Namun, produksi dalam negeri hanya 500 ton per tahun. Untuk menambal ketimpangan, Indonesia mengimpor minyak ekaliptus sebagai ganti kekurangan pasokan minyak kayu putih.

Hal ini merupakan peluang yang cukup menggiurkan untuk digarap, sebab, kebutuhan minyak kayu putih sudah barang tentu akan terus meningkat. Harga minyak kayu putih pun cukup baik, sekitar Rp. 200.000 per kg. Sampai saat ini, baru Perum Perhutani yang membudidayakan kayu putih secara masif, itupun belum menjadi produk andalan mereka. Sementara untuk, budidaya secara tradisional banyak tersebar di Kepulauan Maluku, bahkan di Pulau Buru terdapat hutan kayu putih alami yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat secara turun temurun.

Padahal, budidaya anggota keluarga jambu-jambuan (Myrtaceae) itu tergolong mudah. Tanaman ini termasuk jenis yang tangguh, sebab mampu tumbuh di berbagai kondisi lahan, mulai dari lahan kering berbatu seperti di Gunung Kidul dengan pH di atas 7 sampai lahan-lahan bertekstur berat dengan pH di bawah 4 seperti lahan bekas tambang. Kayu putih juga dapat tumbuh di lahan kering maupun lahan basah. Selain itu, kayu putih dapat bersaing dengan baik dengan rumput liar sampai alang-alang yang ada di sekitarnya sehingga biaya pemeliharaannya rendah.

Pembibitan kayu putih pun relatif gampang. Setiap kilo benih kayu putih berisi kurang lebih 1 juta biji, jika 30 persen saja tumbuh, maka setiap kilo benih akan menghasilkan 300.000 bibit siap tanam. Sementara, untuk lahan seluas 1 ha dengan jarak tanam 3 x 2 m hanya membutuhkan 1500 bibit, maka, hanya dengan pembibitan dari 1 kilo benih dapat untuk menanam lahan seluas 200 ha.

Kemudian, kayu putih mulai bisa dipanen rata-rata 4 tahun setelah tanam. Setelah itu, panen bisa dilakukan setiap 9 bulan sekali. Setiap pohon rata-rata bisa menghasilkan 1 kg daun (dan ranting) yang bisa disuling, maka setiap ha akan

menghasilkan 15 ton per panen. Jika rendemen minyak minimum 0,7%, maka, akan diperoleh minyak sebesar 105 kg minyak atau senilai Rp 21.000.000 per ha.

Selain itu, limbah sisa penyulingan kayu putih juga kaya manfaat. Saat ini, sisa daun dan ranting kayu putih yang sudah diperas hanya dibuat briket untuk bahan bakar boiler penyulingan. Padahal, limbah tersebut juga dapat digunakan untuk mulsa dan berpotensi dikembangkan sebagai bahan bakar biomass. Di Pabrik Minyak Kayu Putih milik Perum Perhutani di Sukun, Ponorogo, Jawa Timur, dari tumpukan limbah daun kayu putih tumbuh jamur yang dikonsumsi masyarakat sekitar.

Berbagai kelebihan kayu putih bisa menjadikannya salah satu tanaman untuk pendayagunaan lahan marginal, seperti penghijauan lahan kritis maupun upaya reklamasi bekas tambang. PT Bukit Asam adalah perusahaan pertambangan pionir yang memilih pohon kayu putih sebagai salah satu jenis tanaman untuk reklamasi lahan bekas tambangnya sejak 2008. Perusahaan tambang pelat merah tersebut telah menanam sekitar 339.258 batang atau kurang lebih 543 ha di Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Mereka juga menargetkan penambahan luasan areal reklamasi 100 ha per tahun. Perusahaan juga telah membangun fasilitas penyulingan.

Menurut penelitian Agus Ari, mahasiswa pasca sarjana Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, meski kondisi tanah di areal reklamasi miskin hara dan pH antara 3,7 sampai 4,5 (sangat masam), tetapi kayu putih dapat tumbuh dengan baik. Bahkan, penelitiannya membuktikan pertumbuhan kayu putih cenderung lebih baik di lahan bekas tambang dibandingkan dengan yang dibudidayakan Perum Perhutani Meski hal itu bisa jadi karena pengaruh penggunaan pupuk dan kompos

Penggunaan kayu putih untuk rehabilitasi lahan-lahan marjinal, termasuk lahan bekas tambang, akan memberikan manfaat ekologis, ekonomis, dan sosial sekaligus serta dalam waktu yang relatif singkat

Page 39: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 39m e i - j u l i 2 0 1 7

yang diaplikasikan untuk mendukung pertumbuhan bibit.

Berdasarkan gambaran di atas, kayu putih dapat direkomendasikan sebagai jenis tanaman untuk kegiatan rehabilitasi pada lahan marjinal di Indonesia. Teknik silvikultur tanaman tersebut pun sudah lama dikuasai. Perum Perhutani dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melepaskan clone-clone kayu putih yang cepat tumbuh, 2 tahun setelah tanam dapat dipanen dengan rendemen minyak lebih tinggi, diatas 1%.

Disamping itu, kemampuan kayu putih yang dapat beradaptasi di lahan marjinal dengan baik serta tahan kebakaran membuat biaya pembangunan dan pemeliharaannya relatif ringan. Memang hasil sekira Rp 21 juta per ha per tahun tampak rendah, tetapi dengan mempertimbangkan nilai investasi yang rendah dan perawatan yang ringan, maka penggunaan pohon kayu putih untuk rehabilitasi lahan marjinal masih realistis.

Kemudian, kayu putih hanya dipanen daunnya, pohon tidak ditebang sehingga

perakaran tetap kokoh. Hal ini berdampak positif pada stabilitas tanah dan tanaman di sekitarnya yang relatif tidak terganggu sehinga bisa menekan terjadinya erosi. Kayu putih juga dapat diusahakan secara agroforestry, sebab, pemangkasan daun secara periodic memungkinkan sinar matahari menjangkau tanaman tumpangsari sepanjang waktu. Lalu,

pohon kayu putih. Umur 3 tahun

serapan tenaga kerja untuk penanaman, panen, pengangkutan dan penyulingan juga cukup besar.

Dengan demikian, penggunaan kayu putih untuk rehabilitasi lahan-lahan marjinal, termasuk lahan bekas tambang, akan memberikan manfaat ekologis, ekonomis, dan sosial sekaligus serta dalam waktu yang relatif singkat.

minyak kayu putih. Hasil olahan Melaleuca leucadendra foto R eko tjahjono

Page 40: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest40 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Aroma Khas Minyak Kapur

Oleh: Gunawan Pasaribu (Peneliti HHBK di P3HH, Badan Litbang dan Inovasi,Kementerian LHK)

Minyak kapur disebut juga sebagai minyak kamper. Minyak kapur merupakan produk hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang diperoleh dari pohon kapur (Dryobalanops

sp.). Ada dua jenis utama kapur penghasil minyak aromatik ini yakni Dryobalanops aromåatica dan Dryobalanops lanceolata. Dari dua jenis ini, Dryobalanops aromatica merupakan jenis yang terkenal sebagai penghasil minyak. Aromanya tajam, hangat dan pedas.

Secara anatomis, kayu kapur memiliki saluran interseluler yang merupakan deretan panjang dalam arah tangensial, lebih kecil dari pori, berisi damar berwarna putih. Selain menghasilkan minyak, pohon kapur juga menghasilkan kristal kapur. Untuk memperoleh

minyak dan kristal kapur, sampai saat ini dilakukan melalui proses penebangan pohon. Sesaat setelah penebangan di hutan biasanya masyarakat akan menampung minyak yang keluar dari bagian bontos pohon. Saat proses pembelahan kayu, pada sebagian kayu akan dijumpai kepingan-kepingan kristal terdeposit yang disebut sebagai kristal kapur.

Secara etnobotani, masyarakat Aceh sudah lama memanfaatkan minyak kapur ini sebagai obat tradisional diantaranya sebagai minyak oles untuk masuk angin, menghangatkan badan, perut kembung dan untuk obat gatal-gatal. Riset yang lain menyebutkan bahwa minyak kapur dimanfaatkan sebagai biomedicine untuk mencegah pengentalan dan pembekuan darah.

Beberapa pengumpul di Aceh menjual minyak dan kristal kapur ke pengumpul besar di Medan, untuk kemudian diekspor ke Malaysia atau Timur Tengah. Harga minyak berada pada kisaran Rp.400.000-Rp 500.000/liter. Sementara itu, harga kristal mencapai Rp.3 juta-Rp.4 juta/kg. Namun, tegakan kapur di berbagai lokasi yang diteliti, kondisinya semakin berkurang akibat eksploitasi dan konversi lahan.

Penyebaran kapurPenyebaran kapur di Sumatera bagian

utara meliputi wilayah Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara (SUMUT). Di NAD terdapat di Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh

Singkil, sementara di SUMUT terdapat di Kabupaten Pakpak Bharat, Tapanuli Utara dan Tapanuli Tengah. Tumbuhan ini juga ditemukan di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau dan Sintang, Kalimantan Barat. Pemanfaatan produk turunan minyak kapur belum banyak dilakukan di Indonesia, padahal pengembangan produk berbahan minyak kapur akan mampu meningkatkan nilai tambah.

Bahan aktif kapurBahan aktif utama minyak kapur adalah

borneol. Bahan ini mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi dan sangat dibutuhkan dalam pengembangan produk kosmetika dan obat. Kandungan borneol dapat mencapai 92% pada bagian kristal dan 28% pada bagian minyak.

Formulasi ParfumParfum atau minyak wangi adalah

campuran bahan kimia yang digunakan untuk memberikan bau wangi untuk tubuh manusia, obyek, binatang atau ruangan. Pertama-tama minyak kapur dibersihkan dari pengotor dengan cara dilarutkan dengan pelarut organik, kemudian disaring pada saringan 120-150 mesh. Diperoleh larutan bersih tanpa endapan. Kemudian dilakukan formulasi parfum dengan berbagai macam konsentrasi, zat aditif, odorant lain yang akan menghasilkan wangi parfum yang paling baik.

Minyak kapur (Dryobalanops aromatica) dapat dimanfaatkan dalam pemakaian yang luas terutama dalam bidang kesehatan dan kosmetik.

Page 41: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 41m e i - j u l i 2 0 1 7

Formula parfum minyak Dryobalanops adalah campuran Dryobalanops, etanol, minyak nilam, dan odorant. Berdasarkan uji organoleptik, dari 6 formula yang diujikan, formula parfum nomor 5 merupakan formulasi yang paling disukai responden. Formulasi 5 adalah formula dengan tingkat konsentrasi minyak kapur rendah (25%).

Lilin aromaterapiFormulasi lilin aromaterapi yang dibuat

berupa parafin, stearin, odoran, pewarna, minyak Dryobalanops dan nilam. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang sangat nyata tentang kesukaan pada lilin sebelum dibakar antar formulasi yang dibuat. Formula dengan konsentrasi minyak dryobalanops paling

rendah adalah yang paling disukai. Tidak terlihat perbedaan yang nyata antar formulasi yang dibuat pada penilaian lilin setelah dibakar. Akan tetapi terlihat kecenderungan bahwa lilin dengan formula 2 (tingkat konsentrasi minyak dryobalanops sedang) lebih disukai. Tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap tingkat efek aromaterapi pada formula yang dibuat. Formulasi lilin aromaterapi dengan konsentrasi minyak Dryobalanops paling rendah merupakan formulasi yang memberi efek positif pada responden (Pasaribu et al., 2016)

Selain memiliki wangi khas yang disukai oleh para responden, parfum borneol ini juga memiliki keunggulan lainnya. Hasil riset menunjukkan bahwa aktivitas antimikroba minyak dan kristal sangat baik menghambat

pertumbuhan mikroba Staphylococcus aureus dengan zona hambat minyak mencapai 13,5 mm, sementara kristal mencapai 8.0 mm. Antimikroba Candida albicans menunjukkan zona hambat minyak mencapai 32,5 mm, sementara kristal mencapai 7,5 mm. Informasi ini menunjukkan bahwa secara alami, minyak kapur sudah memiliki sifat antimikroba. Sehingga dalam aplikasi pada berbagai macam produk, tidak memerlukan tambahan bahan lain sebagai antimikroba.

Minyak Dryobalanops aromatica dapat dimanfaatkan dalam pemakaian yang luas terutama dalam bidang kesehatan dan kosmetik. Produk parfum, sabun, lilin aromaterapi berbasis minyak kapur merupakan produk yang potensial untuk dikembangkan. Disamping itu minyak kapur dapat dikembangkan dalam bidang kesehatan yaitu sebagai antimikroba.

produk minyak kapur Kiri kristal kapur Kanan Atas Lilin aromaterapi yang dibuat dari minyak Dryobalanops Kanan Bawah Parfum minyak kapur

Page 42: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest42 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

NUTRIEN GAHARU INDONESIA: Gaharu Rakyat Gaharu Indonesia

Oleh: Idi Bantara (Kepala BPDAS Bangka Belitung)

Inspirasi dari sebuah Kegagalan

Jika saat ini kita bertemu petani gaharu di tanah air, khususnya yang telah berinvestasi pohon berumur lima tahun keatas, kesan umum yang akan diperoleh adalah kecewa berat bahkan marah, kecewa dari pihak mitra usaha ataupun perseorangan yang konon menjadi bapak angkat

mereka, dari janji manis hasil gaharu yang ditawarkan belum terbukti hasilnya. Tidak sedikit mereka sudah mengeluarkan modal sampai puluhan juta rupiah, kenyataanya belum ada tanda-tanda gaharu tanaman milik masyarakat berhasil, apalagi sampai menjualnya. Batang yang sudah diinokulasi hasilnya beraneka ragam, ada yang mengatakan tidak jadi gubal gaharu, ada yang batangnya busuk atau bahkan mati dan lainya.Inilah menjadi alasan kenapa gaharu tanaman sulit berkembang di tanah air.

Selain itu, masalah gaharu cukup kompleks, seperti: kewajiban registrasi pohon, tidak adanya pendampingan, lemahnya kelembagaan kelompok, dan lainnya. Terlanjur basah itulah bahasa mereka, kekecewaan tersebut justru membangkitkan semangat solidaritas sesama petani gaharu dan para pihak yang peduli gaharu, mereka saling asah, asih, dan asuh, lupakan rasa kecewa untuk

menjadi berdaya.Kesadaran arti sebuah kegagalan,

menjadikan mereka bersama bangkit untuk tidak tergantung lagi pada tawaran kosong, tetapi berani masuk mencari rahasia gubal gaharu, sampai menemukan akar masalahnya pergaharuan. Mereka nekad belajar dari seorang ahli, para praktisi dan referensi buku gaharu lainnya. Semua dipadu dengan ilmu otodidak sampai terwujud sebuah harapan baru. Mereka mencari perwujudan nyata untuk mendapatkan rahasia gaharu, maka dengan berusaha sekuat mungkin sampai mendapatkannya dengan maksimal. Kelompok masyarakat gaharu tidak tergolong masyarakat yang mudah puas, tetapi mereka mempunyai tekad kuat untuk tidak mengulangi kekecewaan sebelumnya. Mereka menyadari bahwa ilmu yang sedikit dari otodidak terkadang dapat menjerumuskan mereka sendiri, karena masih lemahnya pemahaman tentang gaharu, maka mereka belajar mandiri dengan metode mencoba dan salah (trial and error) sebagai alat pencapaiannya.

Gaharu, Kayu Termahal Gaharu (Agarwood) merupakan hasil

hutan bukan kayu yang telah menjadi komoditi menjanjikan dan bernilai ekonomi tinggi. Gaharu berarti harum yang berasal dari bahasa Melayu, atau dari Bahasa Sansekerta ‘aguru’, berarti ‘kayu berat (tenggelam)’. Gaharu adalah bahan parfum yang diperoleh dari hasil ekstraksi resin dan kayu. Dilihat dari wujud dan manfaatnya, gaharu memang sangat unik. Gaharu sebenarnya sebuah produk yang berbentuk gumpalan padat berwarna coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu, baik cabang, rantingnya, dan akar yang telah mengalami proses perubahan fisika dan kimia akibat terinfeksi oleh sejenis cendawan pemicu gaharu.

Pohon penghasil gaharu selain di Indonesia juga telah dikembangkan di beberapa negara lainnya, seperti:

Malaysia, China, Kemboja, Vietnam, Laos, Thailand, dan India. Bahkan di Malaysia melalui pilot project of Gaharu 2015, telah dibentuk Melaka Agarwood International Trading Center (MAITC), yaitu: sebuah pusat pelatihan dalam pengembangan industri pembuatan minyak wangi, produk aromaterapi, dan sabun, sekaligus menjadikan Malaysia sebagai laboratorium pendidikan dan pemasaran produk gaharu satu-satunya di dunia. Namun demikian Gaharu Indonesia tetap menarik, gubal gaharu Indonesia merupakan yang terbaik di dunia dan paling diminati di pasar luar negeri.

Komoditas gaharu telah cukup dikenal oleh masyarakat umum, dimana gaharu memiliki mutu sangat elit di pasar internasional. Gaharu saat ini diperdagangkan dalam bentuk chips, kayu bulat, batang, serbuk, stick rokok, tasbeh, dan minyak. Kayu gaharu bisa dijadikan bahan kerajinan bernilai tinggi. Minyaknya merupakan parfum kelas atas, juga obat tradisional. Chips gaharu dengan cara dibakar asapnya dimanfaatkan untuk mengharumkan ruangan, rambut, tubuh, dan pakaian para bangsawan. Aroma gaharu digunakan sebagai bahan aromatherapy pada spa-spa elit untuk ramuan awet muda (anti-aging).

Gaharu Indonesia Gaharu Dunia

Perdagangan gaharu Indonesia memiliki posisi strategis di pasar gaharu dunia, bahkan gaharu Indonesia pernah menguasai 70% pasar dunia, namun kuota ekspor Indonesia per tahun menurun drastis, dari 456 ton (1999) tersisa hanya 30 ton (2000), sedangkan saat ini dan selanjutnya diperkirakan semakin berkurang. Kelangkaan gaharu tersebut perlu mendapatkan perhatian yang serius, mengingat pasar gaharu cukup baik dan permintaan pasar semakin meningkat. Gaharu merupakan produk ekspor dengan tujuan negara potensial, yaitu: Saudi Arabia, Kuwait, Yaman, Uni

Page 43: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 43m e i - j u l i 2 0 1 7

Emirat Arab, Turki, Singapura, Jepang, dan Amerika Serikat. Gaharu di negara Timur Tengah dimanfaatkan sebagai dupa untuk ibadah keagamaan. Guna menghindari kepunahan gaharu dan agar pemanfaatan gaharu menjadi lestari perlu dilakukan konservasi dan menggiatkan secara masal penanaman gaharu.

Silvikultur Multi Cabang Pohon gaharu tumbuh baik di

Indonesia. Pertumbuhan yang optimal pada persayaratan tumbuh yang sesuai. Tempat tumbuh yang sesuai untuk tanaman penghasil gaharu dari dataran rendah sampai ketinggian 800 mdpl, baik di tempat datar atau lereng perbukitan.

Tanaman tumbuh sangat baik pada tanah-tanah liat (misalnya podsolik merah kuning), tanah lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik. Curah hujan yang sesuai berkisar antara 2.000 s/d 4.000 mm/tahun atau iklim AB. Penanaman gaharu perlu menghindari lahan-lahan seperti: lahan yang tergenang secara permanen, rawa, lahan kritis/solum tipis, lahan pasir, dan disarankan yang memiliki keasaman diatas (pH) 4,0-6.0. Penanaman gaharu dapat dilakukan secara monokultur atau tumpangsari (agroforesty), kebun campuran dan lainya. Penanaman dilakukan pada sela-sela tanaman pokok yang telah tumbuh terlebih dahulu, seperti: sengon, kelapa, dan khusus pada kebun kelapa sawit yang baru berumur 1

s/d 2 tahun. Tumpangsari dapat dilakukan dengan tanaman semusim, seperti: jagung, ubi kayu, padi gogo, dan lainnya. Pada tahap awal penanaman bibit penghasil gaharu memerlukan naungan tidak boleh lahan terbuka 100%. Dengan mengatur jarak tanam yang tepat, maka tanaman penghasil gaharu tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman pokoknya.

Agar pohon penghasil gaharu dapat dipanen secara terus menerus, maka setiap tanaman dibentuk multi cabang. Cara membentuk multi cabang, yaitu: saat tanaman tinggi sekitar 1,5 meter atau umur sekitar 1-2 tahun, mematahkan tanpa memotong ujung batang utama, mematahkan dengan tangan sekitar 10-15 cm dari pucuk, tujuannya untuk memperbesar pertumbuhan beberapa cabang dan menghambat pertumbuhan batang utama, sehingga akan terbentuk multi cabang.

Banyaknya cabang yang tumbuh dipilih dan dipelihara yang memiliki pertumbuhan sehat dan merata antara 5-6 cabang. Cabang cabang ini nantinya setelah berdiameter diatas 10 cm dijadikan cabang produksi tetap, dengan cara penyuntikan pemicu gaharu. Dari cabang tersebut pemilik pohon akan memiliki cabang produksi sebanyak 5-6 cabang setiap pohonnya. Pemanenan dapat dilakukan dengan menebang satu cabang setiap pohon setiap tahunnya, jika memiliki 500 pohon, maka setiap tahun pemilik dapat memanen 500

teknik silvikultur multi cabang. Kiri Hasil penyuntikan setelah umur 2 tahun Kanan Penutupan Lubang Pohon Gaharu

cabang dengan menyisakan 2.500 cabang yang ditinggalkan, demikian juga tahun berikutnya sampai cabang ke enam. Pemanenan satu rotasi diperlukan waktu rata-rata enam tahun, maka tahun ke tujuh sudah kembali pada trubusan cabang pertama. Prinsip dalam silvikultur tebang cabang ini, terbentuknya struktur dan komposisi tegakan tanaman penghasil gaharu yang optimal dan lestari, dan agar proses produksi dapat dilakukan secara praktis, ekonomis dan memudahkan inokulasi dan pemanenan.

Nutrien Sebagai Biang Gaharu

Berbagai cara menghasilkan gaharu pada pohon penghasil gaharu terus dikembangkan. Cara tradisional yang telah dikenal masyarakat dengan melukai batang, memaku batang (pakulasi), mengupas kulit batang dan lainya. Sedangkan cara ilmiah yang dikenal saat ini, dengan cara inokulasi, yaitu: pemindahan mikroorganisme baik berupa bakteri atau cendawan yang diambil sumber asalnya ke pohon penghasil gaharu, atau umum dikenal dengan inokulasi fusarium. Ilmu selalu berkembang agar dihasilkan sebuah produk gaharu yang semakin berkualitas dan tinggi harganya, sehingga kreatifitas pengembangan inokulan terus berkembang dan terus dipelajari oleh para

Page 44: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest44 m e i - j u l i 2 0 1 7

kelestarian hasil gubal dan kelestarian hutannya, hanya sekali menaman, memanen selama lamanya.

Secara teoritis gaharu terbentuk melalui proses infeksi penyakit yang spesifik yang dikenal dengan “patogenesis”. Patogenesis tumbuhan adalah pertarungan antara inang (pohon gaharu) dengan patogen yang “compatible” dimana hasilnya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan serta kondisi genetik pohon, maka untuk terbentuknya infeksi diperlukan pemicu tumbuhnya patogen atau beberapa keilmuan gaharu diinokulasikan fusarium. Dengan kata lain bahwa gaharu terbentuk karena ada fusarium yang menginfeksi.

Agar pengujian penyuntikan nutriean di lapangan dapat diketahui dan mampu meyakinkan hasil gubal yang baik, maka perlu dilakukan uji tapak yang berbeda dan pada berbagai jenis pohon penghasil gaharu yang berbeda pula. Uji lapangan dilakukan secara partisipatif melalui komunitas mitra gaharu nasional di beberapa pulau-pulau besar di Indonesa. Adapun sebaran lokasi uji coba tim gaharu Lampung diantaranya : 1) Kabupaten Malang dan Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur diujikan pada jenis Gyrinops; 2) Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung diujikan jenis Aquilaria malaccensis; 3) Kabupaten Bone dan Bulu Kumba, Provinsi Sulawesi Selatan diujikan pada jenis Gyrinops, 4) Kabupaten Seram, Provinsi Maluku diaplikasikan pada jenis Filaria; 5) Pulau Sumatera di daerah Jambi, Sumatra Selatan, Riau, Sumatera Barat diaplikasikan pada jenis Aquilaria malaccensis, dan khusus untuk Provinsi Lampung diujikan pada jenis Aquilaria malaccensis, A. Microcarpa, A. beccariana, A. Krisna dan Gyrinops.

Sampai pada bulan oktober tahun 2016 sudah dilakukan inokulasi sebanyak 1.200 pohon dengan tingkat keberhasilan diatas 95%. Hingga saat ini penyuntikan nutrien organik telah berkembang di banyak tempat di Indoenesia. Hasil uji nutrien telah menjawab permasalahan kekecewaan petani gaharu selama ini, pekerjaan berat berikutnya adalah bagaimana memfasilitasi petani gaharu secara mudah, sehiingga gaharu indonesia nantinya mampu bersaing dan mampu mengambil peluang pasar untuk kembali menguasai pasar internastional secara lestari dengan tetap berbasis pada pemberdayaan

masyarakat. Nutrien rakyat yang dibangun dari kegagalan usaha gaharu oleh sahabat-sahabat penggiat gaharu lampung telah mampu menjawab permasalahan gaharu selama ini, butrien tersebut dikenal dengan nama “Bio Serum”

Meyakinkan Pasar danSentral Gaharu RakyatNasional

Guna meyainkan gaharu hasil teknik suntik nutrien ini laku dijual, maka diperlukan uji lanjutan, yaitu: Uji Pasar. Uji pasar dilakukan pada pembeli lokal dan dari mancanegara khusunya Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Hasilnya, nilai jual gaharu buatan suntik ini diberi harga dengan kualitas AB. Harga panen gaharu umur suntik satu tahun dihargai tengkulak lokal sebesar Rp. 1.000.000 per kg. Sedangkan umur suntik dua tahun naik harganya menjadi Rp. 2.200.000 s/d 4.000.000 per kg. Umur suntik di atas dua tahun masih belum dipanen.

Dari pengalaman ini, kelompok gaharu di Lampung meyakini akan berkembangnya gaharu tanaman rakyat, maka strategi pengembangan lebih lanjut masih perlu kerja keras dengan tetap memohon bantuan pemerintah demi lancarnya usaha pelestarian gaharu nasional dan peningkatan produksi berkualitas demi nama besar Indonesia mengembalikan sejarah pasar terbesar didunia. Semua akan terwujud, jika semua bersama-sama bertekad kerja dan sukses dalam kebersamaan. Kemandirian usaha petani gaharu mampu terwujud, jika petani saling berjejaring dan saling percaya, tulus satu sama lain.

Dongeng “Kancil Mencuri Timun” dapat menjadi spiritnya, pilihannya sebagai tokoh yang terkenal atau yang menang, jika yang terkenal pasti kalah, yaitu: Si Cerdik Kancil, atau yang menang tapi tidak populer yaitu jejaring Si Keong, tentu yang menang bukan? Selamat berkarya agar gaharu rakyat benar benar gaharu Indonesia. Salam Rimbawan perubahan.

pelaku dan ahli gaharu.Pada tahun 2013, salah satu kelompok

gaharu di Lampung mencoba meramu pengganti inokulan yang dapat menghasilkan gaharu. Dugaan pengganti inokulan didasari uji lapangan dengan cara membakar batang pohon hidup penghasil gaharu (sterilisasi) dan diamati dampak yang ditimbulkan pasca pembakaran. Dari hasil uji dapat disimpulkan bahwa pohon penghasil gaharu jika diperlakukan dengan tepat, batang tersebut mampu menumbuhkan fusarium sendiri dari sistim alami pohonnya. Pada akhirnya ditemukan pemicu tumbuhnya fusarium alami berupa “Nutrien” atau makanan. Alternatif pemicu gaharu tersebut dibuat dari bahan organik tanpa fusarium atau mikroorganisme lainnya yang berguna sebagai pemenuhan media tumbuh spora cendawan yang ada dalam setiap batang pohon. Agar pertumbuhan patogen lebih efektif dan seragam, maka diperlukan juga oksigen melalui kegiatan pelobangan atau pengeboran batang.

Cabang yang sudah berdiameter 10-15 cm siap dilakukan rekayasa gubal gaharu hingga rantingnya, caranya dengan mengebor batang dengan menggunakan bor listrik berukuran mata bor 4 mm, jarak antar lubang bor kesamping atau horisontal adalah 5 cm dan jarak antar barisan vertikal adalah 10 cm, setelah di bor dibiarkan 30 menit baru kemudian dimasukan nutrien sebanyak 0,4 cc setiap lubangnya, setelah semua lubang terisi nutrien, terakhirnya dilakukan dengan penutupan lidi bambu/stiks bambu. Setiap 1 liter nutrien dapat digunakan untuk 2.500 lubang dan setiap lubang akan menghasilkan gaharu sebanyak 3-5 gram.

Gubal gaharu siap dipanen, setelah minimal umur dua tahun pasca penyuntikan nutrien, semakin lama disimpan dalam pohon, kualitas warna dan aroma gaharu semakin baik, aroma tajam dan harga juga lebih tinggi. Sehingga dengan silvikultur tebang cabang ini, petani gaharu dapat memanen berulang kali dari satu batang pohon yang sama. Tegakan pohon gaharu dapat dipanen dengan lestari, cara ini juga sangat cocok ditanam di Hutan Produksi dan Hutan Lindung, karena silvikultur tebang cabang pada prinsipnya tidak merusak batang pokok, hanya memanen satu cabang dari 5-6 cabang pohon, cara ini menjamin

Page 45: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 45m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Menggali Kembali Keelokan Kemenyan:Mutiara Terpendam Tanah BatakOleh: Dr. Arida Susilowati (Angkatan 35, Staf Pengajar Departemen Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara)

Perubahan paradigma kehutanan pada awal tahun 2000 dari wood oriented menjadi non wood forest product memberikan nafas baru bagi pengembangan jenis-jenis non timber forest product yang selama ini dianggap sebagai produk sampingan dari

pengelolaan hutan. Tidak dapat dipungkiri juga bahwa kontribusi hasil hutan bukan kayu terhadap devisa negara cukup besar. Sebagai contohnya resin pinus, setiap tahun berkontribusi sekurangnya US$ 50 juta terhadap devisa negara. Belum lagi kontribusi dari jenis lain seperti gaharu, jernang, minyak atsiri, kemenyan dan komoditi lain. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kehutanan No: P.35/Menhut II/2007 mendefinisikan secara jelas dan mengkategorikan hasil hutan bukan kayu (HHBK) menjadi 7 kategori untuk kelompok tumbuhan dan 3 kategori untuk hewan. Pengelompokan pada tumbuhan meliputi kelompok resin, kelompok minyak atsiri, kelompok minyak lemak, pati dan buah-buahan, kelompok tanin, bahan pewarna dan getah, kelompok tumbuhan obat dan tanaman hias, kelompok palma dan bambu serta kelompok lainnya

Jenis-jenis tumbuhan penghasil HHBK tersebar dari ujung barat Aceh sampai dengan Papua. Tidak terkecuali Sumatera Utara, provinsi dengan icon Danau Toba ini, memiliki beberapa jenis unggulan HHBK dengan nilai ekonomi tinggi. Salah

satu tumbuhan penghasil HHBK dari kelompok resin yang melekat pada tradisi adat batak dan diwariskan secara turun temurun adalah kemenyan.

Sekilas ketika mendengar kata kemenyan, imajinasi kita tertuju pada aktifitas yang terkait dengan perdukunan, klenik dan dupa. Bagi masyarakat batak sendiri, keberadaan kemenyan bagaikan santapan wajib setiap kali di adakan upacara adat. Kemenyan juga dianggap cerminan leluhur, sehingga setiap aktifitas yang terkait dengan kemenyan, dari mulai proses penyadapan sampai dengan pemungutan hasil dilakukan ritual khusus. Terlepas dari nilai adat dan budaya, secara ilmiah pentingnya keberadaan kemenyan bagi masyarakat juga dapat dibuktikan dengan beberapa riset pendukung. Dan yang perlu diketahui, tanah batak cukup beruntung karena memiliki jenis kemenyan terbanyak dibandingkan daerah lain maupun negara lain.

kemenyanKemenyan (Styrax sp) merupakan

anggota ordo Ebenales, famili Styraceae dan genus Styrax. Sebaran tumbuh pohon kemenyan meliputi Malaysia, Thailand, Indonesia dan Laos. Di Indonesia, kemeyan dilaporkan dapat dijumpai di Sumatera Selatan, Sumatera Utara, bagian barat pulau Jawa, Kalimantan Barat dan Papua. Adapun jenis yang dijumpai 4 lokasi diduga hanya kemenyan durame (Styrax benzoin). Provinsi Sumatera Utara merupakan sentra produksi kemenyan terbesar di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dengan kuota ekspor setiap tahunnya yang mencapai 5.837,86 ton/tahun dan diperkirakan puluhan juta dolar mengalir ke devisa negara. Dibandingkan

dengan provinsi lain, jenis kemenyan yang tumbuh juga beragam karena kita dapat menjumpai kemenyan durame (Styrax benzoin), kemenyan toba (Styrax sumatrana), kemenyan buluh (S. benzoine var. hiliferum) dan kemenyan dairi (Styrax tonkineensis Pierre).

Persebaran kemenyan di Sumatera Utara yaitu Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Barat, Toba Samosir, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan. Tapanuli Utara merupakan penghasil kemenyan terbesar di Sumatera Utara, karena berkontribusi 60% kuota ekspor kemenyan Sumatera Utara. Bagi masyarakat Tapanuli Utara, keberadaan kemenyan tidak lepas dari kehidupan sehari-hari mereka, karena menyangga 70% penghasilan rumah tangga.

Potensi dan PenggunaanLuasan hutan kemenyan di Sumatera

Utara mencapai 23.592.70 hektar. Berbekal cakupan hutan kemenyan yang luas, empat jenis kemenyan yang berbeda serta karakter getah yang berbeda akan menjadi potensi besar jika dapat dikelola dengan baik, termasuk potensi genetiknya. Studi awal terhadap kemenyan toba dengan bantuan penanda molekuler, memperlihatkan adanya barier geografi antara kemenyan toba yang ada di Pakpak Barat, Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan. Barier geografi tersebut menyebabkan kemenyan toba yang ada di Pakpak Barat memiliki haplotipe yang berbeda dibandingkan dengan populasi lain. Hal tersebut memperlihatkan sumberdaya genetik kemenyan yang cukup besar untuk dikembangkan dalam program pemuliaan pohon.

Untuk tetap mempertahankan keberadaan kemenyan di masyarakat, beberapa cara telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti menggalakkan kegiatan agroforestry kemenyan dengan sayuran, kopi serta rumput pakan ternak.

Page 46: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest46 m e i - j u l i 2 0 1 7

ini memiliki aktivitas antioksidan dan penghambat pertumbuhan tumor. Sedangkan saponin berpotensi untuk penurunan kolesterol, resiko arteroskeloris pada penderita diabetes, serta penghambat aktifitas jamur. Dibandingkan dengan jenis kemenyan di negara lain, seperti kemenyan Siam, kandungan senyawa kemenyan Sumatera lebih lengkap. Hasil pengujian tersebut memperlihatkan bahwa potensi pemanfaatan kemenyan tidak hanya sebatas dupa untuk acara religi, namun berpotensi besar dibidang farmasi. Hanya saja selama ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini tercermin juga dari produk ekspor kemenyan Indonesia yang berupa getah mentah. Sedangkan ekstrak dan turunannya dijual kembali ke Indonesia dalam berbagai produk yang kita manfaatkan sehari-hari.

Selain getah pohon kemenyan yang sudah tidak produktif juga dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Kayu kemenyan yang tidak produktif ternyata memiliki kelas kuat III sehingga dapat digunakan sebagai konstruksi ringan, furniture dan kerajinan. Kayu kemenyan juga memiliki corak yang artistik jika kita potong pada arah tangensial, karena saluran resin yang ditinggalkan memberikan kesan ornamen yang baik. Selama ini kayu dari kemenyan yang tidak produktif hanya digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bakar, padahal memiliki potensi yang secara ekonomis memiliki nilai lebih tinggi.

Peluang PasarData secara pasti mengenai besaran

kuota ekspor kemenyan dipasar internasional secara pasti sampai saat ini belum diperoleh. Namun, terdapat kecenderungan kenaikan permintaan getah kemenyan setiap tahunnya. Destinasi ekspor kemenyan meliputi Singapura, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Jepang UEA, Switzerland, Perancis dan USA. Diantara importir tersebut, Singapura merupakan importir terbesar.

Produksi getah kemenyan cenderung fluktuatif demikian juga dengan harga ditingkat petani. Standarisasi kualitas yang hanya berdasarkan patokan kebersihan

menyebabkan banyak petani yang merasa dirugikan. Sebagaimana diketahui, kualitas kemenyan yang diperdagangkan di kalangan petani, pedagang, serta pengolah dapat dikatakan belum memiliki standar acuan, seperti yang diminta eksportir. Pada tingkat petani kualitas getah kemenyan hanya dibedakan menjadi 2 yaitu Sidukkapi dan Tahir sedangkan pada tingkat pengumpul desa, kemenyan yang dibeli pedagang, berupa sam-sam (campuran), mata kasar dan halus (kualitas I dan II), tahir (kualitas III) dan jurur (kualitas IV), disortir dengan menggunakan ayakan (Gambar c-i)

Getah kemenyan yang dikumpul oleh petani maupun pengumpul desa merupakan getah kemenyan dari berbagai jenis (dicampur). Pengumpul desa hanya membedakan kualitas berdasarkan ukuran warna dan kebersihan kemenyan. Harga kemenyan pada tingkat petani dibagi menjadi 2 yaitu harga kemenyan kondisi

meleleh. Getah pohon kemenyan

Terkait dengan kegiatan pemuliaan kemenyan, Fakultas Kehutanan USU juga menjalin kerjasama dengan SEAMEO BIOTROP, BP2LHK Aeknauli dan Litbang KLHK Bogor. Beberapa aktifitas seperti identifikasi pohon induk, perbanyakan tanaman dan studi molekuler telah dilakukan melalui kolaborasi bersama 4 institusi. Diharapkan tegakan pohon plus kemenyan segera terbangun di BP2LHK Aeknauli. Adanya pohon plus tersebut nantinya dapat memenuhi kebutuhan benih berkualitas bagi masyarakat sekaligus menghasilkan getah dengan kualitas dan kuantitas yang tinggi. Sehingga masyarakat dapat langsung terbantu dengan keberadaan kemenyan.

Jenis-jenis kemenyan di Sumatera Utara memiliki karakter yang berbeda, namun demikian kemenyan toba merupakan jenis yang paling banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Secara umum kemenyan memiliki beberapa senyawa penting seperti asam sinamat (C6H5CH-CHOOH), asam benzoat, styrol, vanillin (C8H8O3), styracin, coniferil benzoat, coniferil sinamate, resin benzoeresinol, dan suma resinotannol. Menguatkan asumsi masyarakat tentang kemenyan toba, hasil pengujian kualitas getah menunjukkan bahwa kemenyan toba memiliki kandungan asam sinamat tertinggi diikuti oleh kemenyan durame dan kemenyan buluh. Dalam dunia perdagangan asam sinamat merupakan penentu kualitas getah kemenyan. Asam sinamat digunakan sebagai antiseptic, expectorant (pelega pernafasan), obat mata untuk katarak dan unsur perantara pada pembuatan antibiotik streptomycin. Pada makanan dan minuman asam sinamat digunakan sebagai “food additive” untuk pengawetan.

Pengujian fitokimia terhadap sampel kemenyan memperlihatkan adanya potensi bahan aktif yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan. Senyawa turunan kemenyan digunakan sebagai fix agen sepuluh parfum terkemuka di dunia. Senyawa Isobutyl salicinil cinnamate digunakan sebagai sun screening agent dengan kemampuan melindungi muka dari paparan sinar UV sebanyak 10 kali lipat dibandingkan dengan sun screening yang lain.

Kemenyan juga mengandung flavonoid, fenolik hidrokuinon dan tanin. Senyawa

Page 47: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 47m e i - j u l i 2 0 1 7

basah dan kemenyan kondisi kering. Kondisi kering dijual pada saat kemenyan sudah dikeringkan dalam waktu lebih dari 5 bulan. Kondisi basah dapat dijual pada saat getah baru dipanen sampai 3 bulan masa pengeringan. Penjualan getah basah umumnya dilakukan jika kondisi keuangan petani dalam keadaan tidak baik.

Perbedaan harga pada tingkat petani disebabkan karena pada tingkat pengumpul desa, kemenyan disortir lagi berdasarkan warna dan ukuran kemenyan. Ditingkat pengumpul desa, kemenyan diekspor selalu dalam kondisi kering sehingga harga jual kemenyan cenderung lebih tinggi. Umumnya ditingkat pengumpul desa, pengeringkan kemenyan dilakukan dalam kurung waktu kurang lebih 1 tahun.

Melihat kondisi tersebut perlu campur tangan pemerintah dalam tata niaga

kemenyan. Selama ini masyarakat dirugikan dengan sistem setengah “kartel” sehingga mereka terpaksa menjual hasil panennya ke pengumpul seharga berapapun yang diminta. Padahal jika sudah sampai eksportir, harga tersebut menjadi ratusan kali lipat dibandingkan harga tingkatan petani.

Kendala dan tantangan Walaupun merupakan komoditas yang

prospektif diusahakan, keberlanjutan produksi kemenyan juga terkendala oleh kondisi harga pasar yang masih fluktuatif, sistem pengelolaan yang masih tradisional, konversi lahan menjadi penggunaan lain, perbanyakan tanaman yang masih mengandalkan cabutan alam serta banyaknya pohon yang kurang produktif.

Kondisi harga pasar yang fluktuatif diakibatkan karena sistem tata niaga

yang ada kurang menguntungkan petani. Pada sistem tata niaga yang ada sekarang harga ditentukan oleh pengumpul dan masyarakat tidak dapat berbuat banyak akan hal ini.

Konversi lahan menjadi peruntukan lain merupakan masalah umum yang dijumpai hampir diseluruh kawasan hutan Indonesia. Pada kasus kemenyan, akibat konversi lahan menjadi penggunaan lain, terjadi penurunan luas penanaman kemenyan dari 24.077,95 Ha pada tahun 2008 menjadi 22.005,81 Ha pada tahun 2012 (BPS Sumut 2013). Hal tersebut berakibat pada penyusutan populasi kemenyan dan penurunan potensi genetik.

Untuk tetap mempertahankan keberadaan kemenyan dimasyarakat, beberapa cara telah dilakukan oleh berbagai pihak seperti menggalakkan kegiatan agroforestry kemenyan dengan sayuran, kopi serta rumput pakan ternak. Di Pakpak Barat bahkan tim dari BP2LHK Aeknauli telah mengembangkan agroforestry kemenyan dengan lebah madu, dan telah menghasilkan beberapa produk unggulan seperti propolis yang cukup berkualitas. Dengan sistem agroforestry tersebut diharapkan keinginan masyarakat untuk mempertahankan kemenyan tetap tinggi, serta pendapatan sehari-hari juga terbantu.

Banyaknya pohon kemenyan tua yang belum diremajakan juga menjadi salah satu kendala dalam keberlanjutan usaha kemenyan. Sampai saat ini masyarakat lokal masih mengandalkan permudaan alami untuk pemenuhan kebutuhan bibit, sementara itu persentase keberhasilan metode ini cukup rendah. Akibatnya jumlah pohon kemenyan menurun setiap tahunnya. Untuk mengatasi hal tersebut edukasi mengenai perbanyakan tanaman kemenyan secara vegetatif, telah diberikan oleh tim Fakultas Kehutanan USU maupun tim dari BP2LHK Aeknauli. Dengan teknik ini, bibit kemenyan dapat dihasilkan dalam waktu 3 bulan, lebih cepat dari regenerasi alaminya dengan asal indukan yang jelas.

Sinegitas antar instansi dan masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung keberlanjutan usaha kemenyan, sehingga mutiara terpendam dari tanah batak ini dapat berkilau kembali dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat.

geatah pohon kemenyaN

getah dan kualitas. Kiri Atas Getah pohon kemenyan Kanan atas Getah kualitas Sidukkapi (tingkat pengumpul); Bawah Getah kualitas barbar

Page 48: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest48 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Prospek Pengembangan Kenanga dan Ylang-Ylang Sebagai Hasil Hutan Bukan Kayu

Oleh: Indra Kusuma (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO)Kebun Percobaan (KP) Laing Solok)

KENANGATanaman Kenanga pada dasarnya

merupakan tanaman hutan, dapat diusahakan secara ekstensif dengan teknik budidaya yang sederhana. Batang pohon kenanga lurus, dengan kayu keras, berkualitas baik terutama untuk bahan peredam suara (akustik, sound sistem). Kenanga berasal dari Asia Tenggara dan menyebar kesuluruh Asia, Australia dan beberapa pulau Lautan Pasifik. Hampir semua daerah di Indonesia mengenal tanaman kenanga, dengan nama yang berbeda setiap daerah.

Selain dapat menghasilkan kayu, tanaman kenanga juga dapat menghasilkan minyak atsiri yang dikenal dengan minyak kenanga. Dalam perdagangan internasional minyak kenanga disebut dengan “Java Kananga oil” atau “Cananga Indonesian”. Ekspor minyak kenanga dari Indonesia telah dimulai sejak awal tahun 1900an. Sampai sekarang Indonesia masih mengekspor minyak kenanga dan merupakan pemasok minyak kenanga terbesar di dunia. Namun demikian, akhir-akhir ini produksi minyak kenanga

Indonesia telah mengalami kemerosotan yang luar biasa. Sentra-sentra penghasil minyak kenanga di Indonesia seperti Pandeglang (Banten), Cirebon, Majalengka dan Kuningan (Jabar), sekarang telah berhenti berproduksi. Sebab pohon-pohon kenanga di empat kabupaten tersebut telah habis ditebang. Yang masih tersisa sedikit tinggal di Boyolali (Jateng) dan Blitar (Jatim). Namun di dua tempat ini, penebangan kenanga terus berlangsung, sementara penanaman baru hampir tidak pernah ada.

Masalah lain dalam usaha tani kenanga adalah tingginya biaya panen bunga, karena sampai sekarang petani membiarkan tanaman tumbuh meninggi. Pertumbuhan vegetatifnya sangat cepat dan mampu mencapai tinggi 15 - 25 meter. Pada saat harga minyak sangat rendah, para petani umumnya enggan menjual bunga kenanga karena seringkali harga bunga lebih rendah dari ongkos panen.

Kenanga termasuk famili Anonaceae dengan ordo Magnoliales yang memiliki ciri khas bau bunga yang sangat harum dan wangi. Sampai hari ini, di Indonesia dikenal dua jenis kenanga, yakni Cananga latifolia, yang memiliki daun berbulu halus pada permukaan bawahnya, dan Cananga odorata yang umumnya memiliki daun yang tidak berbulu. Cananga odorata memiliki tiga kultivar yaitu Canangium odoratum Baill. Forma macrophylla L. yang menghasilkan minyak Kenanga, Canangium odoratum Baill. Forma genuina L. yang menghasilkan minyak Ylang-ylang dan Canangium odoratum Baill. Forma fruticosa L, yang dikenal sebagai kenanga perdu atau kenanga jepang, yang banyak ditanam sebagai tanaman hias di halaman rumah, tetapi minyaknya tidak laku dipasaran. Dari beberapa laporan diperoleh keterangan bahwa didaerah Maluku atau Papua terdapat jenis-jenis kenanga yang tumbuh liar di hutan-hutan, yang belum teridentifikasi.

YLANG-YLANGYlang-ylang adalah forma lain

dari kenanga Indonesia, tetapi mutu minyak dan harganya jauh lebih tinggi dari kenanga. Dalam perdagangan internasional minyak ylang-ylang tidak disebut sebagai minyak kenanga, tetapi disebut dengan “Ylang-ylang oil”. Disamping itu tanaman ylang-ylang bisa dipangkas, sehingga biaya panen lebih rendah dari kenanga. Ylang-ylang merupakan tanaman tropis yang diduga berasal dari Filipina. Sampai tahun 1900, Filipina adalah produsen utama minyak ylang-ylang. Tetapi saat ini produsen utama minyak ylang-ylang adalah Reunion dan Comoro yang memasok lebih dari 80 % dari kebutuhan dunia. Dengan biaya produksi yang tidak banyak berbeda dari Kenanga, Indonesia mungkin dapat menjual minyak ylang-ylang di pasar dunia dengan harga yang lebih murah daripada ylang-ylang asal Reunion atau Comoro.

Ylang-ylang diintroduksikan oleh Koolhaas tahun 1939 dari Filipina dan ditananam di Platen Tuin, sekarang Kebun Percobaan Cimanggu, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) di Bogor. Balittro bekerjasama dengan beberapa perusahaan dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota telah melakukan percobaan pengembangan ylang-ylang di Cirebon (Jawa Barat), Boyolali (Jawa Tengah), Gresik dan Blitar (Jawa Tengah), dan Solok, Tanah Datar, Sawah lunto (Sumatera Barat). Malahan kerjasama dengan PT Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten telah mengembangkan ylang-ylang seluas 500 ha di Malimping, yang diikuti oleh Pemerintah Daerah Tk II Lebak (Banten) seluas 200 ha yang dikelola bersama petani. Dari hasil uji coba pengembangan ylang-ylang di berbagai daerah tersebut ternyata pertumbuhan dan produksinya bagus dan mutu minyaknya memenuhi persyaratan.

Minyak kenanga adalah salah satu minyak atisiri yang sudah lama menjadi andalan Indonesia.

Page 49: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 49m e i - j u l i 2 0 1 7

PENYULINGAN BUNGA KENANGA DAN YLANG-YLANG

Minyak kenanga dan ylang-ylang diperoleh dari hasil penyulingan bunga basah yang telah bewarna kuning. Kandungan minyak atsiri tertinggi pada bunga terdapat pada malam hari dan pada siang hari menurun. Oleh karena itu panen bunga hendaknya dilakukan sepagi mungkin dan tidak melebihi pukul 9 pagi.

Penyulingan bunga kenanga dan ylang-ylang dapat dilakukan dengan sistem rebus dan kukus. Lama penyulingan antara 22 - 30 jam, dengan rendemen minyak yang dihasilkan berkisar 0,5 – 2,5 %. Pada penyulingan bunga ylang-ylang minyak yang dihasilkan dipisahkan menjadi beberapa fraksi. Fraksi hasil penyulingan minyak ylang-ylang digolongkan menjadi empat jenis mutu, yaitu fraksi ekstra (mutu terbaik), fraksi pertama, kedua dan ketiga. Penggolongan fraksi minyak ylang-ylang ini berdasarkan pada berat jenis dan bilangan ester serta dilakukan berdasarkan lamanya penyulingan. Fraksi terbaik mempunyai bilangan ester dan berat jenis yang paling tinggi dan fraksi berikutnya mempunyai bilangan ester dan berat jenis yang makin kecil

Minyak ylang-ylang mempunyai aroma lebih halus dan lebih wangi dibandingkan dengan minyak kenanga, hal ini disebabkan kandungan ester dalam minyak ylang-ylang jauh lebih tinggi dari pada dalam minyak kenanga. Rata-rata kandungan ester minyak kenanga hanya setara dengan mutu ketiga minyak ylang-ylang, inilah yang menyebabkan harga minyak kenanga lebih murah dari ylang-ylang.

PROSPEK PENGEMBANGANMinyak kenanga dan ylang sangat

diperlukan oleh industri parfum dan kosmetika. Untuk minyak wangi yang bermutu tinggi minyak ylang-ylang yang dipakai adalah yang mutu Ekstra. Prospek pemasaran minyak kenanga dan ylang-ylang cukup baik, mengingat sampai sekarang Indonesia masih mampu mengekspor minyak kenanga walaupun harganya hanya sekitar 1/3 – 1/4 harga minyak ylang-ylang. Rata-rata kebutuhan pasar dunia untuk kedua jenis minyak ini adalah 1.500 ton/tahun. Pasar utama minyak ylang-ylang adalah Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang yang mecapai 72 % dari seluruh kebutuhan dunia. Pada bulan Maret 2017 harga minyak kenanga US$ 100/kg atau sekitar Rp1.300.000,- per kg, sedangkan harga minyak ylang-ylang extra grade US$ 300/kg atau sekitar Rp 3.900.000,- per kg.

Untuk mempertahankan posisi Indonesia sebagai produsen utama minyak kenanga, maka penanaman kembali atau peremajaan tanaman kenanga perlu dilakukan. Disamping itu perluasan pengembangan tanaman ylang-ylang sebagai komoditas penghasil minyak atsiri baru yang potensial juga dapat dilaksanakan.

Kenanga dan ylang-ylang dapat tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 1.200 m dpl, namun ketinggian optimum sekitar 500 m dpl, atau lebih rendah dengan curah hujan yang hampir merata (+ 2.000 mm/th) dengan bulan kering maksimal 3 bulan. Disamping itu tanaman kenanga di dalam habitat aslinya dalam hutan lebih menyukai

tanah yang memiliki kandungan asam. Tanaman ylang-ylang mempunyai daya adaptasi cukup tinggi terhadap berbagai kondisi lingkungan tumbuh daerah tropis seperti Indonesia. Ylang-ylang mampu tumbuh pada semua jenis tanah bahkan pada tanah yang tidak subur dan berbatu. Disamping itu tanaman ylang-ylang tahan kering, sehingga cocok dikembangkan di daerah-daerah yang curah hujannya kurang. Dari hasil penelitian penanganan lahan kritis di kawasan Danau Singkarak, ternyata tanaman ylang-ylang memperlihatkan aktivitas pertumbuhan yang sangat besar. Pada umur 1 tahun dilapangan telah mencapai tinggi 1 meter dan pada umur 1,5 tahun telah mulai berbunga. Perbanyakan tanaman kenanga dan ylang-ylang adalah dengan bibit asal biji (generatif), sehingga untuk pengembangannya ke berbagai daerah di Indonesia bisa menggunakan biji atau bibit dalam bentuk stum pendek.

Tanaman kenanga umumnya mulai belajar berbunga pada tahun ketiga setelah tanam, tetapi ylang-ylang bisa lebih cepat tergantung lokasi tanamnya. Dari hasil percobaan, ylang-ylang yang ditanam dipinggir pantai sudah mulai berbunga pada umur 8 bulan setelah tanam, pada ketinggian 100 - 500 m dpl umur 1 - 1,5 tahun setelah tanam, sedangkan pada ketinggian 1.200 m dpl, ylang-ylang mulai berbunga pada umur 2 tahun setelah tanam.

Produksi bunga kenanga dan ylang-ylang bervariasi tergantung dari umur tanaman, kesuburan tanah, kecocokan iklim dan pemeliharaan tanaman. Produksi bunga kenanga dan ylang-ylang pada panen perdana sekitar 1 kg/ph/th, pada tanaman berumur 5 tahun 5 kg/ph/th dan akan meningkat terus sampai mencapai produksi optimum lebih kurang 10 - 25 kg/ph/th. Tanaman kenanga dan ylang-ylang dapat berumur lebih dari 50 tahun.

Dari beberapa hasil percobaan ternyata tanaman Ylang-ylang bisa dipangkas batang utamanya, sehingga memudahkan untuk panen bunga. Pemangkasan dapat dilakukan pada saat tinggi tanaman sudah mencapai 1m atau 2m, malahan juga bisa dilakukan pada tanaman dewasa yang telah berumur lebih dari 10 tahun.

kenanga dan ylang-yalang. Disuling menjadi minyak yang dibutuhkan oleh industri parfum dan kosmetika

Page 50: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest50 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Mengelola Mangrove, untuk Kehidupan

Oleh : Oni (E27) (Ketua HA IPB DPC Kabupaten Indramayu)

Mangrove, sebuah kata gabungan bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggis grove. Kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah

jangkauan pasang surut maupun untuk individu-individu species tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Masyarakat pesisir menyebutnya bako-bako atau api-api yang merupakan jenis-jenis tumbuhan yang dominan pada ekosistem mangrove. Dengan demikian hutan mangrove adalah hutan yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut.

Hutan mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bila ditinjau dari segi lingkungan, baik terhadap lahannya itu sendiri yaitu sebagai penahan erosi pantai (abrasi), bagi kehidupan satwa liar, untuk perkembangbiakan ikan, udang, kepiting dan biota laut maupun dari segi pemanfaatannya oleh manusia untuk dipungut hasilnya (kayu dan non kayu) dan sebagai objek pariwisata serta silfofishery (non kayu).

Selain pemanfaatan kayu mangrove sebagai bahan bangunan, bahan baku pulp dan kertas, serta sumber energi (kayu

bakar dan arang). Hutan mangrove dapat menghasilkan jenis-jenis hasil hutan non kayu (HHBK), bagian dari pohon mangrove (kulit, akar, biji, buah, getah, bunga, dan daun) sangat potensial sebagai penghasil tanin, bahan baku obat-obatan, sumber makanan dan minuman, serta penghasil madu.

Adalah kelompok “Pantai Lestari” Desa Karangsong dan kelompok “Jaka Kencana” Desa Pabean Udik, Kecamatan Indramayu. Kedua kelompok tersebut telah mengelola jasa lingkungan mangrove dan HHBK dari hutan mangrove. Eka Tarika (46) bersama kelompok Pantai Lestari telah membuktikan upaya merehabilitasi mangrove sejak 2008 dengan menghasilkan jasa lingkungan mangrove untuk ekowisata mangrove di Desa Karangsong sebagai Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) di Kabupaten Indramayu.

Sedangkan Abdul Latif (45) Ketua Kelompok Jaka Kencana, sejak 2010 fokus dalam mengolah buah mangrove untuk berbagai makanan dan bedak lulur.

Selain itu beberapa jenis-jenis tumbuhan mangrove menghasilan tanin. Tanin adalah suatu bahan yang diekstrak dari kulit kayu beberapa jenis mangrove tertentu. Tanin sudah digunakan lama oleh masyarakat nelayan, yaitu: untuk pewarna jaring atau jala agar lebih gelah dan awet. Saat ini tanin mangrove sudah mulai digunakan untuk bahan penyamak produk kulit (seperti: sepatu dan tas), bahan pencelup pakaian, perekat untuk kayu lapis, dan pengawet alami. Hasil riset terbaru tanin mangrove dapat digunakan untuk pewarna Batik.

Avicennia marina dan Avicenia officinalis

Daun Api-api dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kulit dan akar dari A.officinalis (resin yang dihasilkan ) untuk obat vitalitas/stamina walaupun belum

teruji secara klinis. Sedangkan kulit batang api-api bisa

digunakan untuk obat penyakit kulit. Buah api-api dapat diolah menjadi makanan melalui proses pengolahan menjadi tepung api-api terlebih dahulu. Selanjutnya tepung api-api sebagai bahan baku untuk dibuat kue melalui proses pengolahan terlebih dahulu, yaitu: talam api-api, wajit api-api, bubur api-api, donat api-api, puding api-api, bolu api-api, serta krupuk api-api.

Buah Lindur (Bruguiera spp.)

Buah Lindur dapat diolah menjadi tepung, yaitu: langkah awalnya adalah buah Lindur dijemur sampai setengah kering, kemudian ditumbuk/ diblender sampai halus dan diayak, menjadi tepung, dan manfaat tepung tersebut untuk bahan pembuatan kue, cake, dan keripik.

Biji Xylocarpus spp Minyak dari bijinya untuk minyak

rambut, bedak dingin untuk tabir surya, lulur, serta obat gatal (biji dibakar dicampur dengan sedikit belerang dan minyak kelapa). Biji mangrove yang terdapat di dalam buah mangrove mengandung antioksidan dan bahan aktif untuk melindungi kulit dari sengatan sinar ultraviolet. Hasil penelitian Linawati (IPB) uji pra-klinis membuktikan bahwa biji mangrove (Xylocarpus granatum) mengandung flavonoid dan tanin. Manfaatnya sangat besar untuk mencegah terjadinya kanker kulit akibat sering terpapar sinar matahari.

Biji mangrove tersebut diolah menjadi ekstrak untuk dijadikan krim tabir surya. Ekstrak biji mangrove mengandung sun protector filter (SPF) 22. Sedangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tabir surya SPF-nya minimal 15, maka tabir surya dari mangrove tersebut lebih dari cukup untuk melindungi kulit dari sengatan matahari.

Bagian dari pohon mangrove (kulit, akar, biji, buah, getah, bunga, dan daun) sangat potensial sebagai penghasil tanin, bahan baku obat-obatan, sumber makanan dan minuman, serta penghasil madu.

Page 51: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 51m e i - j u l i 2 0 1 7

Sonneratia spp. (Pidada)

Buah Pidada dapat diolah sebagai bahan baku sirup, puding, sabun, dodol mangrove. Sedangkan akar Pidada dapat dimanfaatkan untuk bahan tutup botol beling dan dasar shutllecock, serta sebagai sumber tanin.

Hasil analisis kandungan kimia buah Sonneratia adalah kadar air 73%, kadar lemak 3,78 %, protein 4,47%, kadar serat kasar 10,90%, kadar abu 2,23%, dan kadar total gula 5,62%.

Cara membuat Dodol MangroveBahan-bahan yang digunakan adalahtepung beras ½ kg, tepung ketan 1 Kg, gula kelapa /aren 2 Kg, lelapa 2 butir (Ambil santan kentalnya), buah pidada/ Sonnera-tia caseolaris ½ Kg

Proses Pembuatan Dodol Mangrove:1.Cairkan gula kelapa/aren kemudian saring atau cukup disisir halus-halus,2.Peras 2 butir kelapa dan ambil santan kentalnya,

3.Potong buah Pidada (Sonneratia caseola-ris), diremas dan disaring ambil dagingnya saja, bijinya bisa disemaikan kembali,4.Masukkan tepung beras, tepung ketan, serta buah pidada ke dalam santan,5.Masak adonan tepung diatas kompor dengan nyala api yang kecil dan dia-duk-aduk, serta masukkan gula,6.Aduk-aduk terus supaya tidak gosong selama 3,5 jam,7.Dodol sudah matang dan tiriskan.

Cara Membuat Sirup PidadaBahan-bahan yang digunakan adalah Sonneratia caseolaris matang sebanyak 1 kg, gula pasir sebanyak 1,2 kg atau gula aren sebanyak 1,5 kg, natrium benzoat sebanyak 1/4 sendok teh, air sebanyak 2 liter, panci harus stainless, blender, pisau stainless.

Proses pembuatan Sirup Pidada:1.Cuci buah pidada lalu buah diblender atau diremas dan saring ambil sarinya,2.Masukkan kedalam air 2 liter, lalu dire-bus sampai mendidih dan diaduk-aduk dan saring,

buah dan hasil olahannya Buah mangrove, Sirup buah Pidada, Kecap Krandang

3.Setelah disaring, rebus kembali dan masukkan gula aren/gula pasir ke dalam rebusan buah pidada, aduk aduk terus jangan sampai gosong,4.Hasil saringan adalah sari dari buah pidada untuk dibuat selai,5.Apabila air rebusan berkurang seper-empat atau sirup sudah mengental (rebus kurang lebih 1 jam), kemudian masukkan bahan pengawet makanan natrium benzo-at ½ sendok teh, apabila diperlukan pen-gawetan bisa lebih lama dan dinginkan,6.Masukkan dalam kemasan botol tutup rapat.

Namun demikian, masih banyak masalah pemanfaatan HHBK hutan mangrove, seperti: sebagaian besar masyarakat menganggap HHBK sebagai produk sampingan, sehingga jarang masyarakat yang fokus dalam mengolah buah mangrove, kurangnya informasi pasar dan promosi, serta kurangnya kemampuan sumberdaya manusia pengolah HHBK, seperti: penguasaan teknologi, pengetahuan dan keterampilan pengembangan pengolahan HHBK mangrove belum banyak dikuasai, termasuk jejaring kerja pengembangan HHBK masih kurang, serta teknologi riset pasca panen belum memadai.

Page 52: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest52 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

MANISNYA MADU DARI TAMAN NASIONAL DANAU SENTARUMOleh : Ir. Arief Mahmud, M.Si (Kepala Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum) dan Muhamad Ilyas.,S.Hut., M.Si (Penyuluh Kehutanan pada Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun Danau Sentarum)

Begitulah sepenggal syair timang lalau yang ditembangkan oleh Wasri (62 tahun), salah satu petani madu hutan di kawasan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) tepatnya di Dusun Batu Rawan, Desa Leboyan, Kecamatan

Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Timang lalau merupakan prosesi “meminta ijin” kepada alam agar pada saat memanen madu hutan para lebah hutan tidak merasa terganggu dan mencelakakan si pemanen. Timang lalau merupakan adat istiadat masyarakat (Suku Melayu ) di Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) yang masih dipegang erat oleh masyarakat hingga hari ini.

Jenis lebah madu hutan yang terdapat di dalam kawasan TNDS adalah jenis Apis dorsata. Jenis lebah ini telah cukup lama dan secara turun temurun dipanen madunya oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan baik dengan cara semi alami (pemasangan Tikung/dahan buatan) maupun secara alami (Lalau).

Kehadiran lebah madu di kawasan TNDS secara rutin tiap tahunnya tidak terlepas dari ketersedian pakan dari berbagai jenis tumbuhan endemik yang menyediakan pollen dan nectar serta karena terjaganya kawasan dari kegiatan illegal logging dan kebakaran hutan yang menjadi habitat lebah tersebut.

Sistem panen madu hutan yang paling popular dan unik yang dilakukan oleh masyarakat di TNDS adalah dengan memasang cukup banyak “Tikung” (dahan

tiruan) di sela-sela pohon, yang nantinya lebah hutan akan membangun sarang pada dahan-dahan tiruan tersebut. Pemasangan dan pemeliharaan tikung yang telah terpasang di pohon-pohon disesuaikan dengan waktu berbunganya jenis-jenis tanaman yang menjadi kesukaan/pakan lebah. Sebagai gambaran, rata-rata masyarakat periau (pemanen madu hutan) memiliki/memasang tikung sebanyak 80-100 buah, dengan persentase di hinggapi lebah hutan untuk membangun sarang sebesar 50-60%.

Sistem panen madu hutan yang saat ini dilakukan masyarakat telah menerapkan prinsip kelestarian dan higienitas, hal ini dilihat dari cara panen sarang lebah yang tidak seluruhnya di panen (hanya kepala sarang) sementara bagian sarang yang terdapat anak lebah di bagian pangkal (yg melekat di tikung) ditinggalkan untuk menjamin keberlanjutan hidup anak-anak lebah tersebut. Sedangkan dari sisi higienitass para petani telah menggunakan berbagai peralatan (glove/sarung tangan plastik, pisau, ember, baskom, dll) yang berbahan baku stainless steel pada saat mengiris sarang, meneteskan dan menyaring madu hutan.

Diperkirakan hasil madu yang dipanen dari kawasan TNDS setiap tahun berkisar antara 15 - 20 ton, atau apabila dinilai dengan uang berkisar 1,1 milyar rupiah per tahun. Pemanenan madu biasanya dilakukan pada bulan September - Februari setiap tahunnya, dan terkadang dalam setahun terjadi dua kali panen. Nilai produksi madu hutan organik yang sangat besar ini dapat menggerakkan roda ekonomi dan meningkatkan pendapatan masyarakat di dalam kawasan TNDS.

Kebijakan Pemanfaatan HHBK Jenis Madu Hutan di TNDS

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.7/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional, Balai Besar Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum (BBTNBKDS) mengelola Taman Nasional Betung Kerihun (TNBK) dan Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS).

Secara administratif kawasan TNDS terbagi ke dalam 7 (tujuh) wilayah kecamatan, dengan 12 (dua belas) desa dan 45 (empat puluh lima) kampung/dusun yang berada di dalam kawasan. Berdasarkan data kependudukan saat ini terdapat sekitar 10.000 jiwa yang hidup dan tinggal di dalam kawasan TNDS yang umumnya adalah masyarakat dari Suku Melayu dan sebagian kecil Suku Dayak Iban, Kantuk dan Embaloh.

Muanyi suang nang udik, Rimba bantau muanyi nya jauh di pulau silanjung.Bujang nangait tubus kakau tubuh lalau tubuh perencang perenang ijau, Benang ijau benang sekadau benang ijuk benang sepauk.

lalau. Lebah madu menempel di dahan

Page 53: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 53m e i - j u l i 2 0 1 7

Untuk mengakomodir keberadaan desa/dusun serta masyarakat yang tinggal di dalam kawasan TNDS pihak BBTNBKDS pada tahun 2014 telah membagi ruang kelola yang memungkinkan terdapatnya pemukiman, perumahan dan ruang dimana masyarakat dapat memanfaatkan potensi kawasan khususnya hasil hutan bukan kayu (zona tradisional daratan dan zona tradisional perairan). Keberpihakan BBTNBKDS dalam memberikan ruang pemanfaatan potensi kawasan kepada masyarakat dapat dilihat dari luasnya alokasi zona tradisional yaitu 114.876,93 Ha atau 87,73% dari luas total kawasan TNDS.

Mengacu pada peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.85/Menhut-II/2014 Tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, pihak BBTNBKDS telah membangun kerjasama dengan masyarakat periau (pemanen madu) di zona tradisional. Tujuan utama dari kerjasama ini adalah memberikan kepastian hukum kepada masyarakat di dalam memanfaatkan kawasan khsususnya madu hutan di zona tradisional daratan, selain itu juga memberikan tanggung jawab kepada masyarakat di dalam menjaga kawasan dari gangguan khususnya illegal loging dan kebakaran hutan.

Berbagai manfaat yang telah dirasakan dari adanya jalinan kerjasama ini antara lain 1. Tidak adanya kegiatan illegal logging dan kebakaran hutan pada zona tradision-al yang dimanfaatkan masyarakat, 2. Adanya kegiatan restorasi/pengkayaan jenis tanaman pakan secara mandiri oleh masyarakat, 3 Potensi Penerimaan Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari pemungutan HHBK madu hutan dari kawasan TNDS.

Koperasi APDS (Asosiasi Periau Danau Sentarum)

Saat ini terdapat 2 (dua) lembaga masyarakat lokal yang menjalin kerjasama dengan BBTNBKDS dalam hal pemanfaatan zona tradisional khsususnya pemanenan madu hutan yaitu ; Koperasi Asosiasi Periau Danau Sentarum (Koperasi APDS) dan Koperasi Asosasi Muara

Belitung (Koperasi APMB). Jumlah anggota Koperasi APDS ± 305 orang petani madu hutan yang berasal dari 15 Periau (organisasi tradisional petani madu hutan), yaitu Periau Semalah, Semangit, Periau Danau Luar, Suda, Meresak, Nanga Telatap, Tempurau, Pulau Majang, Sumpak, Pengembung, Lupak Mawang, Bekuan, Melingkung, Belibis Panjang, dan Lubuk Pengail. Semuanya terletak di 8 Desa dan 3 Kecamatan. Luas zona tradisional yang dimanfaatkan dan dijaga oleh anggota koperasi APDS mencapai sekitar 36.579 ribu hektar, atau sekitar 28% dar luas kawasan TNDS.

Koperasi APDS sebagai anggota dari JMHI (jaringan Madu Hutan Indonesia) memiliki visi sebagai sebuah organisasi penyedia madu terbaik di Indonesia bahkan juga pada tataran Negara tetangga yaitu Serawak-Malaysia dan Brunei Darussalam dengan memberdayakan kemampuan anggotanya.

Koperasi APDS melakukan pengumpulan madu hutan secara lestari dengan mengunakan mekanisme pengawasan mutu kelompok atau internal control system (ICS), Koperasi APDS memastikan bahwa madu hutan yang dikumpulkan memenuhi persyaratan sertifikasi BIOCert, SNI 01-6729-2002 dan mutu produk madu. Pemberian sertifikat organik bagi produk madu hutan merupakan yang pertama di Indonesia.

Beberapa prestasi yang pernah diraih Koperasi APDS antara lain memperoleh Madhu Duniya Award dari Keystone Foundation dan NTFP Exchange Program bulan Desember 2007 dan memperoleh Ashoka Award pada tahun 2008.

Manfaat yang sudah dirasakan masyarakat dengan adanya Koperasi APDS di antaranya peningkatan harga madu hutan yang dihasilkan dari kawasan TNDS. Trend pertumbuhan harga pun untuk saat ini sudah jauh lebih baik jika dibandingkan tahun sebelumnya. saat ini harga madu curah sebesar Rp.120,000/kg di tingkat petani, sedangkan harga jual madu kemasan sebesar Rp. 80.000,- setiap kemasan 325 gram.

Pengembangan Usaha Madu Hutan

Dalam rangka pemberdayaan

masyarakat, pemanfaatan madu hutan organik sebagai komoditas unggulan HHBK di kawasan TNDS diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Nilai jual madu hutan akan meningkat dengan adanya pengemasan dan pemasaran produk dengan baik. Selain itu, diversifikasi produk madu hutan akan meningkatkan nilai tambah madu hutan tersebut.

Untuk mendukung pengembangan usaha Koperasi APDS pihak BBTNBKDS dan mitra telah menginisiasi pembangunan rumah workshop beserta fasilitas kesekretariatan dan pengolahan untuk meningkatkan produktifitas koperasi. Pembangunan fisik rumah workshop tersebut dilakukan oleh taman nasional, sedangkan fasilitas pendukung di dalamnya difasilitasi mitra melalui program Tropical Forest Conservation Act (TFCA) Kalimantan.

Saat ini produk madu hutan organis Koperasi APDS dipasarkan dalam bentuk curah dan kemasan. Pasar yang sudah ada saat ini antara lain dijual kepada PT. Dian Niaga Jakarta, pemasaran melaui mitra/lembaga seperti WWF Program Kalimantan barat, PRCF Indonesia, Yayasan KABAN, Yayasan RIAK BUMI, Yayasan Dian Tama dan pasar lokal di Putussibau. Potensi Ekspor ke Malaysia menjadi pasar yang menjanjikan mengingat kawasan TNDS dekat dengan perbatasan Indonesia – Malaysia.

Salah satu kendala yang dihadapi Koperasi APDS saat ini adalah terbatasnya dana segar untuk membeli madu hutan dari petani untuk kemudian dikumpulkan dan diolah lebih lanjut. Mensikapi hal tersebut pihak BBTNBKDS telah memfasilitasi Koperasi APDS untuk mengajukan permohonan bantuan pinjaman pengembangan usaha HHBK madu kepada Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan dan Pembangunan Kehuatanan (P3H) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Saat ini pihak BLU telah menerima proposal, melakukan kajian dokumen dan verifikasi lapangan. Apabila semua berjalan lancar maka dalam waktu dekat akan ada pencairan bantuan pinjaman kepada koperasi APDS. ---Semoga…untuk kesejahteraan masyarakat pemanfaat HHBK di kawasan konservasi-----!!!

Page 54: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest54 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Rusa Timor “Satwa Harapan” Provinsi Lampung Menuju Lumbung Protein Hewani Alternatif

Oleh: Ir. Sutono, MM Sekda Provinsi Lampung dan Ketua DPD HA IPB Lampung.

Puluhan Rusa Timor yang tadinya menyebar segera berkumpul saat melihat dibawakan hijauan daun yang disediakan untuk ‘sarapan pagi’ mereka. Hewan berbulu coklat lalu berkumpul dan saling berebut pakan. Rusa-rusa itu tampak jinak dan bersahabat sehingga

suasana di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR) Lampung itu sudah tampak seperti di peternakan rusa saja.

Sejak 2012, Tahura WAR memang mulai mengembangkan penangkaran Rusa Timor semi tertutup pada areal seluas 2 ha yang berlokasi di Kelurahan Sumber

sapi potong dengan kapasitas 117.700 ekor. Ternak kambing juga meningkat populasinya pada 2016 menjadi 1.313.287 ekor dari tahun sebelumnya sebanyak 1.252.402 ekor. Potensi besar serta keberhasilan peternakan sapi dan kambing tersebut bisa diadopsi dalam pengembangbiakan rusa untuk ternak secara masal oleh masyarakat.

Seperti diketahui, rusa adalah salah satu satwa liar telah banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan seperti pemanfaatan berupa daging untuk kebutuhan protein hewani, sebagai hewan peliharaan, obyek wisata serta sebagai hewan percobaan biomedis dan obat-obatan. Rusa di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dibudidayakan, selain Rusa Timor (Rusa timorensis) ada Rusa Sambar (Rusa unicolor) dan Rusa Totol (Axis axis) yang berasal dari India.

Status rusa di Indonesia hingga saat ini masih merupakan satwa liar yang dilindungi. Populasi rusa di alam semakin menurun sebagai akibat adanya perburuan liar dan rusaknya habitat sebagai dampak eksploitasi hutan. Sebagai salah satu upaya untuk penyelamatkan rusa dari kepunahan perlu dilakukan suatu usaha melalui konservasi ex-situ dalam bentuk penangkaran yakni usaha pemeliharaan dan pengembangbiakan satwa liar dengan tetap mempertahankan kemurnian jenisnya, dengan tujuan untuk menjamin kelestarian populasinya dan pengembangan pemanfaatannya secara berkelanjutan (sustainable use) baik sebagai kepentingan konservasi, ekonomi, wisata maupun kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Penangkaran rusa bisa menjadi sumbangsih sektor kehutanan dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional juga alternatif sumber ekonomi bagi masyarakat sekitar kawasan hutan. Produk yang dihasilkan rusa, yaitu, daging, velvet,

“Rusa memiliki potensi besar untuk menjadi hewan ternak, seperti halnya sapi dan kambing di masa yang akan datang. Provinsi Lampung sudah memulainya dengan baik”

Agung Kecamatan Kemiling Kota Bandar Lampung. Indukan sebanyak 24 ekor yang terdiri dari 20 betina dan 4 pejantan didatangkan dari penangkaran rusa Wana Wisata Taman Pendidikan Rusa Cariu, Bogor.

Sejauh ini, perkembangan penangkaran rusa di Tahura WAR cukup baik dengan tingkat keberhasilan mencapai 95%. Populasinya sudah bertambah menjadi 48 ekor dengan kelahiran rata-rata setahun 5 ekor anakan. Perkembangan yang cukup prospektif membuat Pemerintah Daerah Provinsi Lampung berencana membuat program pengembangbiakan rusa untuk pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Rusa dijadikan sebagai alternatif ternak yang dibudidayakan masyarakat.

Potensi kawasan hutan terutama hutan lindung dan hutan produksi serta lahan pertanian serta perkebunan yang luas di Lampung memang sangat menunjang budidaya ternak, khususnya ruminansia. Sumber pakan berupa hijauan dan limbah pertanian melimpah sepanjang musim. Tak heran, saat ini Provinsi Lampung menjadi lumbung ternak nasional yang menyuplai pemenuhan kebutuhan protein hewani, terutama sapi dan kambing untuk wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat dan sekitarnya.

Pada 2016, di Lampung terdapat 13 feedloter atau perusahan penggemukan

rusa timor. Rusa di Indonesia yang mempunyai peluang untuk dibudidayakan

Page 55: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 55m e i - j u l i 2 0 1 7

kulit dan ranggahnya memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Selain itu, rusa juga mempunyai nilai estetika yang dapat dijadikan sebagai satwa peliharaan untuk kesenangan dan sebagai satwa pajangan dalam taman, terutama jenis rusa totol dan rusa timor.

Untuk membudidayakan rusa perlu dilakukan peningkatan populasi, dapat dilakukan dengan menambah jumlah indukan atau mempercepat proses bunting pada indukan rusa sebagaimana diterapkan pada ternak sapi melalui program Upaya Khusus Sapi Indukan Wajib Bunting (UPSUS SIWAB). Sedangkan dari sisi peningkatan bobot badan rusa dilakukan dengan meningkatkan ketersediaan jumlah pakan baik yang berasal dari pakan hijauan maupun pakan alternatif hasil limbah pertanian.

Sekitar lokasi penangkaran rusa di Tahura WAR memiliki potensi ketersediaan hijauan yang melimpah, juga tersedia pakan alternatif. Penelitian yang dilakukan mahasiswa Konservasi Keanekaragaman Hayati IPB 2014, rusa yang ada di penangkaran menunjukan tingkat kesukaan dalam mengkonsumsi

pakan hasil fermentasi limbah pertanian sangat baik. Rusa merupakan penghasil daging dan sumber protein yang sangat baik dengan dressing percentage yaitu proporsi berat karkas terhadap berat hidup rusa mencapai 56-58%, sedangkan sapi hanya 51-55% dan domba antara 44-50% (Semiadi, 1998). Karkas adalah berat daging tanpa kepala, kaki, dan jeroan dan berat karkas tersebut dipengaruhi oleh pakan, umur, jenis kelamin, dan lingkungan (Garsetiasih dan Takandjanji, 2006).

Daging rusa banyak diminati karena mempunyai kelebihan dibanding daging sapi, diantaranya daging rusa berserat halus, kandungan lemak dan kolesterolnya rendah serta kandungan proteinnya tinggi. Kadar lemak daging rusa hanya 1%, sedangkan daging sapi atau domba mengandung lemak 5%. Di samping itu 50-55% lemak rusa adalah lemak tak jenuh. Kadar protein daging rusa sebesar 21,1%, sedangkan daging sapi hanya 18,8% (Putri, 2002 dalam Purnomo, 2003).

Dari segi reproduksi, rusa termasuk produktif. Masa reproduksi rusa dimulai dari umur 1,5-12 tahun dan rusa dapat bertahan hidup antara umur 15-20 tahun. Anak rusa umur 4 bulan dapat mencapai

bobot badan 17,35 kg untuk jantan dan 16,15 kg untuk betina. Rusa pada umur 1-2 tahun sudah dapat bereproduksi dengan lama bunting antara 7,5-8,3 bulan. Bila ditangani secara intensif 1 bulan setelah melahirkan rusa sudah dapat bunting lagi, terutama bila dilakukan penyapihan dini pada anak yang dilahirkan. Sedangkan umur sapih anak rusa secara alami yaitu 4 bulan. Setiap tahun rusa dapat menghasilkan anak, biasanya anak yang dilahirkan hanya 1 ekor (Garsetiasih dan Takandjanji, 2006).

Untuk merealisasikan rusa sebagai sumber alternatif protein hewani perlu kebijakan dan dukungan dari semua stakeholder untuk membuat program peningkatan populasi, produksi, mutu dengan pengembangan inovasi dan introduksi teknologi.

Penangkaran rusa yang saat ini ada bisa menjadi sumber bibit bagi pengembangan rusa di masyarakat. Pelaksanaan kegiatannya harus tetap disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Rusa sebagai satwa yang dilindungi tetap lestari dan pemanfaatannya dapat terpantau serta hasil budidayanya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

alternatif sumber protein hewani. Rusa timorensisfoto r eko tjahjono

Page 56: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest56 m e i - j u l i 2 0 1 7

laporan utama

Tidak Perlu Khawatir Ketersediaan Bahan Baku Rotan

Oleh: Dominicus Martono Pemerhati Masalah Rotan di Kementerian LHK; Peneliti Utama pada Puslitbang Hasil Hutan Bogor, Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian LHK

Sejak diberlakukannya kebijakan Kementerian Perdagangan dengan dikeluarkannya Permendag Nomor 35 /M-DAG/Per/11/2011 tanggal 30 Nopember 2011 tentang ketentuan Ekspor rotan dan produk rotan, yang berisi larangan ekspor

bahan baku rotan dalam bentuk rotan mentah, rotan asalan, rotan W&S, rotan setengah jadi (HS. 1401.20) mulai berlaku 1 Januari 2012, maka para pedagang bahan baku dan pengrajin khawatir tidak ada bahan rotan pada tahun 2012 dan seterusnya. Anggapan ini sebagai akibat tidak akan ada pemungut rotan yang mau mengerjakan, karena selama ini rotan dalam bentuk bahan baku sudah dipesan dan mudah dipasarkan untuk ekspor. Di sisi lain justru bersikap kebalikan, jika tidak diekspor pihak mana yang akan menampung, karena penyerapan di industri hanya kecil diperkirakan hanya 20% dari produksi nasional.

Untuk menyikapi pandangan kedua ini Pemerintah menerbitkan Permendag No.37/M-DAG/PER/11/2011 tanggal Berumpun. Anakan rotan berumpun (simpodial)

30 Nopember 2011 tentang barang yang dapat disimpan di gudang dalam penyelenggaraan Sistem Resi Gudang (SRG). Hal ini sebagai upaya menampung produksi rotan dari petani yang belum tersalur ke ke industri, sehingga petani pemungut dapat memperoleh dana dari bahan rotan yang diresi gudangkan tersebut sesuai ketentuan SRG.

Pihak stakeholder Kementerian Kehutanan menetapkan kebijakan penetapan jatah Produksi Rotan Lestari secara nasional pada periode 2012 dengan Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.24/Menhut-VI/2012 tanggal 25 Januari 2012 agar pemanfaatan rotan tidak berlebihan, ditetapkan jatah 143.120 ton basah, tidak termasuk rotan hasil budidaya. Hal ini sebagai upaya keteraturan yang berimbang antara kemampuan tumbuh regenerasi dengan laju pemungutan sehingga rotan tetap tersedia untuk pemanfaatannya.

Pada tahun 1998 dengan adanya pemberlakuan Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan No 187/MPP/Kep/4/1998 tentang Ketentuan Ekspor Rotan, yaitu: bahan baku yang tidak terserap industri diperkenankan diekspor, dengan adanya kebijakan ini mengakibatkan kenaikan ekspor bahan baku yang berimbas menurunnya produksi furniture karena negara pesaing yang mendapatkan bahan baku justru meningkat pemasaran ekspornya. Kejadian ini mencapai puncaknya penurunan ekspor produk furniture pada tahun 2010, di sisi lain justru meningkat ekspor bahan bakunya, sehingga terjadi kelangkaan pasokan ke industri furniture. Kejadian ini semakin meningkat karena pada tahun 2010 ekspor bahan baku mencapai 32 ribu ton, selanjutnya tahun 2011 meningkat menjadi 39 ribu ton ini terlihat jelas terjadi pengurasan bahan baku karena selama 2 bulan saja, yaitu: Nopember dan Desember mencapai 11.623 ton sendiri. Sedangkan jika dilihat yang terserap di industri hanya berkisar 20% dari produksi nasionalnya.

Page 57: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 57m e i - j u l i 2 0 1 7

Data BPS dan Sucofindo (diolah) nilai ekspor rotan dan produk rotan pada tahun 2009 mencapai 167.753, 576 (US $) , untuk tahun 2010 nilainya 138.079,002 (US $) dan 2011 mencapai 117.220,000 (US $) dari njilai-nilai tersebut sebetulnya terkandung harga dari bahan baku berupa rotan setengah jadi yang berupa raw material dengan nilai harga kecil berarti volumenya cukup besar. Pada tahun 2012 nilai ekspor mencapai 202.680,000 (US $) nilai tersebut hanya melalui produk bahan jadi berupa furniture dan kerajinan rotan. Penyerapan bahan baku untuk produksi ini jika dibandingkan dengan tahun 2011 meningkat 60%. Jika ditilik dari penggunaan bahan baku rotan hanya dipungut ± 38.634 ton (9 bulan) jika diperhuitungkan dalam keadaan basah hanya berkisar ± 80 ribu ton basah. Pada hal dalam jatah produksi disediakan potensi suply yang dapat dipungut lestari (AAC) sebesar 143 ribu ton basah tidak termasuk rotan budidaya.

Dari uraian tersebut diatas ketersediaan bahan baku cukup tersedia dan tidak perlu khawatir terjadi kelangkaan bahan baku rotan. Di sisi lain selama periode tahun 2013 (5 bulan Januari-Mei) dari wilayah Cirebon saja diekspor sebanyak 4370 kontainer, jika diperkirakan 3-4 ton per kontainer berarti produksi rotan yang dipakai furniture sebesar 13.110 – 17.480 ton nilai tersebut dalam bentuk basah diperkirakan baru mencapai ± 35 ribu ton basah berarti yang terpungut berkisar 24,5% dari jatah produksi nasional. Hal ini dapat diprediksi bahan baku rotan masih tersedia di lapangan . Jika diperhitungkan dengan tenaga yang terserap pada tahun 2011 dibandingkan dengan tenaga kerja pada awal 2013 terjadi peningkatan sebesar 400%, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Permendag No.35/M-DAG/PER/11/2011 memacu perkembangan lapangan pekerjaan di sektor riil di lapisan bawah yaitu pengrajin rotan baik di industri hulu dan terutama di industi hilirnya.

atas. Rotan yang sudah diolah/dibundel bawah. Produk olahan kursi rotan

Page 58: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest58 m e i - j u l i 2 0 1 7

penelitian

Pemerintah saat ini tengah menggalakan program pengelolaan lahan hutan bambu oleh masyarakat sebagai sumber bahan baku mendukung ketangguhan industri bambu di Indonesia. Untuk merealisasikanya, Kementerian Lingkungan Hidup

dan Kehutanan melalui ITTO Bamboo Project dan Yayasan Bambu Lestari (YBL) meluncurkan program Seribu Desa Bambu.

Program ini bertujuan untuk mengelola dan mengembangkan industri bambu secara terintegrasi dan berkelanjutan. Desa-desa bambu ini sudah ada dan berkembang di Indonesia dengan menjadikan bambu sebagai bagian dari kehidupan sejak berabad lampau. Secara tradisional mereka memanfaatkan bambu sebagai bagian kehidupan dan budayanya, sehingga yang diperlukan adalah dukungan untuk menjadi industri kecil dan menengah yang bisa meningkatkan perekonomian rakyat.

Nantinya, desa bambu sebagai ujung tombak dari rantai pasokan bambu dan juga bisa mengolahnya menjadi barang jadi atau setengah jadi. Mekanisme dengan

model berbasis komunitas telah terbukti dapat diterapkan untuk industri bambu global. Program ini dilaksanakan dengan prinsip kelestarian dan berkelanjutan, melibatkan dukungan pemerintah pusat dan daerah, lembaga swadaya masyarakat, institusi pendidikan, pelaku usaha serta lembaga internasional.

Model pengembangan bambu di Cina merupakan contoh keberhasilan dari program serupa yang mengabungkan pengelolaan hutan bambu rakyat dengan industri besar. Komunitas dan perusahaan saling membantu dan saling membutuhkan sehingga program ini tidak hanya menguntungkan secara finansial tetapi ada pertukaran sosial dan pemberdayaan di dalamnya.

Seperti diketahui, bambu merupakan sumberdaya alam yang keberadaannya sangat dekat dan tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat di Indonesia. Hal inilah yang mendasari mengapa pengembangan bambu dilakukan dengan mekanisme penguatan dan pemberdayaan masyarakat. Model pengembangan hutan bambu lestari yang berbasis masyarakat diharapkan dapat memberikan kekuatan dan ketangguhan industri bambu di Indonesia.

bambu sebagai solusi permasalahan lingkungan

Bambu merupakan salah satu solusi dalam usaha retorasi lahan yaitu melalui pend ekatan lansekap dan kelestarian ekosistem. Rumpun bambu dapat melindungi lapisan tanah (top soil) dan menciptakan iklim mikro. Satu rumpun bambu dewasa dengan struktur perakaran kuat dapat menyimpan 5000 liter air.

Hutan bambu mampu menyerap 50 ton CO2 (karbon dioksisa) per hektar, per tahun. Sehingga, dengan 2 juta hektar Hutan Bambu untuk industri di Indonesia, dapat menyerap 100 megatons karbon per tahun.

Desa Bambu Di NgadaPengelolaan Hutan Bambu Lestari

Berbasis Masyarakat telah berjalan di Kabupaten Ngada sejak awal 2000-an. Model pengembangan bambu dengan berbasis masyarakat dalam mendukung industri bambu di Indonesia diinisiasi oleh Yayasan Bambu Lestari (YBL) bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui ITTO Bamboo Project dengan dukungan para pihak. Pengembangan bambu di Kabupaten

Oleh: Desy Ekawati (Badan Litbang dan Inovasi, Kementerian LHK) dan Arief Rabik (Yayasan Bambu Lestari)

Menuju Seribu Desa Bambu“Model pengembangan hutan bambu lestari yang berbasis masyarakat diharapkan dapat memberikan kekuatan dan ketangguhan industri bambu di Indonesia”

Page 59: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 59m e i - j u l i 2 0 1 7

Ngada ini dapat menjadi demplot bersama dalam strategi penguatan di sektor hulu dan hilir untuk mencapai hasil yang berkelanjutan (sustainable yield) dengan membangun mekanisme pasar bambu sebagai bahan baku industri. Dengan dukungan pemerintah baik pusat dan daerah, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat dan pelaku industri, menjadikan Kabupaten Ngada sebagai Pusat Unggulan (Center of Excellence) Pengembangan Industri Bambu Rakyat.

Kabupaten Ngada menjadi pioneer dalam membangun “1000 Desa Bambu”.

Dalam kegiatan ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertanggung jawab di sektor hulu, terkait dengan kegiatan penanaman dan penyediaan bambu sebagai bahan baku industry. Sedangkan Kementerian Perindustrian siap mendukung pada sektor hilir dengan menyiapkan teknologi pengolahan bambu untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat Indonesia. Masyarakat Ngada sebagai pelaku utama, khususnya di Kecamatan Golewa telah menyatakan deklarasi untuk mendukung dan mewujudkan “Industri Bambu”.

produk bambu. Konstruksi bambu laminasi

Deklarasi Masyarakat Desa Bambu

(Ngada, 8 April 2016)

Masyarakat sepakat untuk mengelola sistem pengelolaan hutan bambu lestari pada hutan bambu yang berkualitas dan berkelanjutan,.Pengembangan hutan bambu lestari untuk mendukung perekonomian mas-yarakat dan daerah.Penanaman bambu dilahan kritis dan terdegradasi untuk perlindungan tata air dan kelestarian lingkungan.Pengolahan dan proses bambu dalam bentuk industri kecil dan menengah dan tetap mempertahan-kan kearifan lokal dalam pemanfaatan dan pemeliharaan bambu.

1.

2.

3.

4.

bahan baku dari bambu. Industri besar wajib membeli bahan setengah jadi ke masyarakat

Page 60: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest60 m e i - j u l i 2 0 1 7

kolom

KADO KECIL UNTUK RIMBAWAN

Oleh: Bambang Winarto (E-11; Pensiunan Kehutanan, Mantan Kepala Dinas Kehutanan

Tanggal 16 Maret 2017 baru saja berlalu. Suatu tanggal “keramat” bagi rimbawan. Konon pada tanggal tersebut, tahun 1983 Departemen Kehutanan terbentuk untuk pertama kalinya. Kini, meski Departemen Kehutanan telah berganti nama

menjadi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, para rimbawan dengan jiwa korsa yang semakin rapuh tetap memperingatinya sebagai Hari Bakti Rimbawan Pada bulan Maret juga tepatnya tanggal 21 Maret 2017 merupakan Hari Hutan Internasional. Untuk itu, pada bulan yang berbahagia ini, sebuah kado kecil untuk rimbawan berupa artikel dengan tema Sentra Buah Hutan, kiranya dapat membuka cakrawala baru para rimbawan dalam memproduksi dan mengembangan buah hutan.

Memang, dalam hal buah, Indonesia adalah Negara yang penuh ironi. Bagaimana tidak, toko swalayan dipenuhi berbagai buah asal Tiongkok (jeruk, apel), Thailand (durian, lengkeng), Brasil (pisang), Amerika (Apel). Jika buah asli disandingkan dengan buah impor, lebih ironi lagi, kalah jauh, baik dari segi penampilan maupun harga. Harga buah impor lebih murah dibandingkan dengan buah asli. Aneh tapi nyata. Yang lebih mengerikan, buah impor sudah merambah

ke pelosok pedesaan di seluruh Indonesia. Buah lokal sudah dalam status “bahaya”. Ada 2 (dua) penyebab utama. Pertama, Indonesia tidak memiliki perkebunan buah skala perusahaan yang dikelola secara professional (yang hanya dapat diusahakan di kawasan hutan) dan yang kedua kesalahan “mind-set” rimbawan. Buah hutan hanya boleh di pungut. Tidak boleh dimanfaatkan (baca diusahakan seperti halnya HTI). Kini, saatnya rimbawan berperan dalam mengatasi hal tersebut mengingat bahwa rimbawan diberi tanggung jawab dalam mengelolah hutan produksi yang sangat luas, kurang lebih 72.109.280 hektar.

BUAH SEBAGAI HASIL HUTAN BUKAN KAYU

Indonesia memiliki hutan dengan keanekaragaman antara 30.000 – 40.000 jenis tumbuhan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Dari ribuan jenis tersebut baru sekitar 4.000 jenis tumbuhan saja yang diketahui dan hanya sekitar 10 % yang telah telah dimanfaatkan langsung oleh penduduk. Tidak kurang dari 329 jenis buah baik yang merupakan jenis asli maupun pendatang dapat ditemukan di Indonesia. Lebih dari tiga perempat jenis-jenis buah yang terdapat di kawasan

Asia Tenggara ditemukan di Indonesia. Indonesia telah menetapkan empat jenis komoditas buah sebagai “buah unggulan nasional”, Namun, keempat buah tersebut masih jauh dari mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri apalagi memenuhi permintaan luar negeri.

Rimbawan hanya mengenal dua hasil hutan, yaitu : hasil hutan yang berupa kayu dan hasil hutan bukan kayu (HHBK). HHBK didefinisikan sebagai hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan. (Permenhut 35/2007). Secara garis besar, Permenhut tersebut menyebutkan bahwa HHBK tumbuhan dan tanaman terdiri dari : kelompok resin, kelompok minyak atsiri, kelompok minyak lemak, pati dan Buah-Buahan, kelompok tannin, bahan pewarna dan getah, kelompok tumbuhan obat dan tanaman hias, kelompok palma dan bambu, alkaloid dan kelompok lainnya. Jumlah tumbuhannya mencapai ratusan.Namun, hingga kini, hasil hutan yang dikenal dan dianggap bernilai ekonomi tinggi adalah kayu. HHBK, khususnya kelompok jenis tumbuhan penghasil buah belum terpikirkan sama sekali. Rimbawan memandang buah sebagai hasil sampingan yang secara ekonomis dianggap kurang penting.

Konon pada tahun 1970 an, ketika Kehutanan masih berupa Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Pertanian ada Agreement tidak tertulis bahwa kehutanan hanya menangani urusan hutan beserta hasil hutannya, terutama kayu. Tanaman yang telah di budidayakan, termasuk buah menjadi urusan Departemen Pertanian (Dirjen Hortikultura). Kementerian Kehutanan hanya boleh memungut pohon buah yang ada di hutan. Aneh bukan? Demikian “mind-set” yang ada pada para rimbawan. Padahal, jika Kementerian Kehutanan mengembangkan pohon buah hutan tidak ada yang salah. Kementerian Pertanian tentu akan menyambut dengan suka cita.

Kementerian LHK harus lebih membuka diri terhadap pengembangan komoditi selain kayu di kawasan hutan sepanjang tidah merubah fungsi dan peranan hutan

dan Perkebunan Gorontalo; Penyusun Kamus Rimbawan dan Kamus Konservasi)

“Forests not just timbers, forests are fruits as well”.

Page 61: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 61m e i - j u l i 2 0 1 7

MUNUJU SENTRA BUAH HUTAN Suatu kemajuan besar dengan dikeluar-kannya Permenhut P.35/Menhut-II/2007, komoditi HHBK buah yang menjadi urusan Departemen Kehutanan terdapat 36 jenis.Dari 36 jenis buah tersebut, 11 jenis diantaranya dapat dikembangkan secara komersial. Dalam kurun waktu 10 tahun, sejak Permenhut tersebut dikelu-arkan masih belum terlihat tanda-tanda pengembangan buah hutan.

Oleh para rimbawan, buah masih dianak tirikan, buah dianggap sebagai produk sampingan dari kayu. Buah hanya boleh dipungut bukan dimanfaatkan, melalui Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK). Dengan pemungutan, masyarakat hanya boleh mengambil/memetik buah dari pohon sesuai kebutuhannya. Cara pandang yang kurang tepat, atau tepatnya cara pandang yang keliru. Perlu adanya perubahan cara berpikir. Buah harus dipandang sebagai produk utama, sedangkan kayunya sebagai produk sampingan, karena buah yang dikembangkan berasal dari pohon. Buah dikembangkan, melalui Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu – Buah Hutan (IUPHHBK-BH), seperti halnya izin yang diberikan pada Hutan Tanaman Industri (HTI). Lagi pula, untuk membangun satu unit sentra buah hutan hanya memerlukan lahan hutan tidak lebih dari 500 hektar, yang akan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan sekaligus menguasai pasar buah internasional. Bandingkan dengan HTI yang memerlukan lahan hutan minimal 13.000 hektar. Dengan IUPHHBK-BH, memungkinkan pemanfaatan buah hutan dilakukan secara professional : penggunaan bibit unggul, peningkatan kwalitasnya dan, kwantitasnya serta penggunaan teknologi.

Sentra buah hutan diyakini memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan komoditi kayu. Panen jauh lebih lebih cepat, dapat dilakukan setiap tahun selama masa produksi, menyerap tenaga kerja lebih banyak, meningkatkan pendapatan masyarakat, memungkinkan pengembangan industri buah dan setelah tanaman buah tidak produktif, kayunya dapat dimanfaatkan untuk keperluan kayu pertukangan atau lainnya.

LANGKAH KONKRIT MEWUJUDKAN SENTRA BUAH HUTAN

Dengan berubahnya sistem pengelolaan hutan, maka pemanfaatan hutan sepenuhnya menjadi tanggungjawab Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), yakni unit pengelolaan hutan terkecil yang dapat dikelola secara efisien dan lestari oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah yang bergerak di bidang kehutanan. Seluruh kawasan hutan secara bertahap akan dibangun KPH yang jumlahnya mencapai 600 unit. Sentra buah hutan dapat dikembangkan pada KPH yang sudah terbentuk kelembagaanya lengkap dengan SDM nya.

Kementerian LHK harus lebih membuka diri terhadap pengembangan komoditi selain kayu di kawasan hutan sepanjang tidah merubah fungsi dan peranan hutan. Dengan menginisiasi pembangunan sentra buah hutan di KPH, Kementerian LHK telah menunjukkan komitmennya ikut berperan serta dalam mewujudkan kemandirian pangan, khususnya kemandirian buah lokal dan sekaligus meningkatkan ekspor buah. Inisiasi dari Kementerian LHK hanya akan terwujud apabila Kementerian LHK, Kementerian

Pertanian dan para pemangku kepentingan lainnya saling bersinergisitas dalam memberikan dukungan, dan kemudahan dalam berbagai hal. Secara garis besar, untuk mewujudkan sentra buah hutan di KPH paling tidak memerlukan 5 langkah besar: Langkah pertama, dikeluarkannya kebijakan dari Kementerian LHK bahwa buah dapat dimanfaatkan melalui IUPHHBK-BH di kawasan KPH. Langkah kedua menjalin kerjasama dengan Kementerian Pertanian, Perguruan Tinggi, Lembaga Penelitian dan Pemerintah Daerah untuk bersama-sama menyusun master plan sentra buah hutan. Langkah ketiga Kementerian LHK dan Kementerian Pertanian menyusun berbagai regulasi dan panduan budidaya buah hutan sebagai acuan bagi pengusaha buah hutan. Langkah keempat Pemerintah Daerah menyiapkan Perda tentang kemitraan pembangunan sentra buah hutan antara pengusaha buah, koperasi dan masyarakat setempat, dilanjutkan dengan mensosialisasikan kepada masyarakat. Langkah kelima Kementerian LHK dan Kementerian Pertanian mempromosikan sentra buah hutan dengan mengundang para investor pengusaha buah. Langkah-langkah kecil yang bersifat operasional dapat dikembangkan lebih detail.

Page 62: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest62 m e i - j u l i 2 0 1 7

teknologi

PAPAN ROTAN SEBAGAI BAHAN BAKU MASA DEPANOleh: Herdiansyah dan Soni Trison

Indonesia merupakan penghasil rotan terbesar di dunia, terbukti dengan fakta yang menyebutkan bahwa 80% rotan dunia dipasok dari Indonesia sedangkan sisanya dihasilkan oleh negara lain seperti: Philipina,

Vietnam dan negara-negara Asia lainnya. Tercatat sebanyak 516 spesies rotan (dari sejumlah 600 spesies rotan di dunia) yang terdiri dari 9 genus (ITTO 2007) telah ditemukan di Asia Tenggara. Sebanyak 350 spesies diketahui dapat ditemukan di Indonesia. Rotan dimanfaatkan sebagai bahan baku kerajinan maupun bahan baku Furniture sehingga rotan memberikan kontribusi dalam perekonomian masyarakat.

Daerah penghasil rotan terbesar di Indonesia yaitu: Kalimantan, Sulawesi,

Sumatera dan Papua dengan potensi rotan sekitar 622.000 ton/ Tahun. Dan rotan sebagai komoditi perdagangan hasil hutan non-kayu merupakan salah satu andalan Indonesia yang memberikan kontribusi penerimaan devisa Negara karena rotan merupakan komoditi ekspor unggulan selain minyak dan gas bumi serta dapat disejajarkan dengan penerimaan ekspor utama pertanian lainnya seperti kopi, karet, dan minyak sawit.

Kehadiran industri pengolahan rotan akan memberikan dampak sebagai berikut :

1. Meningkatkan nilai tambah untuk ekspor rotan olahan, sebagaimana apabila rotan telah diolah menjadi produk seperti furniture dan aneka kerajinan lainnya, tentunya akan memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi.

2. Memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi, yaitu tenaga kerja yang dibutuhkan untuk membuat kerajinan rotan karena proses pembuatan kerajinan rotan mengandalkan keterampilan tangan

manusia bukan mesin.3. Memperkuat usaha

pengrajin/ produsen kerajinan rotan karena akan meningkatkan kapasitas stok bahan baku rotan.

4. Semakin memperkuat daya saing pengrajin/ produsen/ eksportir produk rotan Indonesia terhadap kompetitor dari Negara lain seperti Cina, Vietnam dan Malaysia.

5. Ekspor rotan olahan tenyata juga akan menaikkan harga rotan mentah di tingkat petani.

Puncak kejayaan rotan terjadi sampai 2005 dimana pada saat itu nilai ekspor mencapai 374 Juta USD dan mulai terjadi penurunan akibat diterbitkannya SK menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005 Dilain pihak, industri

pengolahan rotan di Negara-negara pesaing, terutama Cina dan Taiwan berkembang lagi secara pesat, sehingga merebut pangsa pasar dan potensi pasar ekspor produk rotan Indonesia.

Pada tahun 2011 pemerintah

mengeluarkan larangan ekspor rotan mentah dan rotan setengah jadi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan No. 35 Tahun 2011.Tingkat penyerapan bahan baku rotan mentah didalam negeri yang rendah mengakibatkan berdampak pada penyerapan sumber daya manusia yang rendah, dimana jumlah kuota ekpor pertahun sebesar 77.000 ton sedangkan ketersediaan rotan yang ada di Indonesia mencapai 622.000 ton pertahun. Dalam solusi permasalahan industri rotan di Indonesia diperlukan kesinambungan antara industri hulu dan industri hilir karena selama ini perhatian hanya difokuskan kepada pengembangan industri hilir sementara industri hilir kemampuan serapnya terbatas. Sekarang sudah saatnya memberikan perhatian pada industri hulu untuk dapat mengembangkan industri hilir yang dalam hal ini perlu diciptakan suatu nilai tambah pada bahan baku rotan untuk dapat masuk ke dalam industri hilir.

Papan rotan memiliki berbagai kelebihan antara lain: ringan (memiliki berat 350-375 kg/m3), fleksible (memiliki daya lentur yang tinggi), serat panjang yang tidak terputus, akustik dan teknologi yang sederhana. Disamping itu papan rotan merupakan produk yang ramah lingkungan dimana rotan sebagai hasil hutan non kayu yang juga merupakan satu solusi untuk menjaga hutan agar tetap lestari. Disamping itu produk hilir Papan Rotan yang akan digunakan sebagai bahan baku furniture, bahan bangunan dan aneka produk merupakan potensi untuk penyerapan tenaga kerja. Pembuatan produk hilir Papan Rotan akan melibatkan IKM furniture rotan baik yang sudah eksis sebelumnya maupun IKM baru yang berminat berusaha sebagai pengrajin furniture rotan.

showcase. Produk papan rotan

Puncak kejayaan rotan terjadi sampai 2005 dimana pada saat itu nilai ekspor mencapai 374 Juta USD dan mulai terjadi penurunan akibat diterbitkannya SK menteri Perdagangan No. 12/M-DAG/PER/6/2005

Page 63: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 63m e i - j u l i 2 0 1 7

teknologi

Easy Drill and Easy Plant Bersama Silvator

1 orang operator dan mudah dalam mobilitasnya.

Menurut Bagas, perancangan mesin ini dimulai dari Maret 2016 dengan sumber pendanaan Beasiswa Yarob, PT Amythas - Dompet Dhuafa. Dalam perjalananya, tim terkendala banyaknya komponen yang sulit dibeli di pasaran. Permasalahan lain, dananya terbatas sehingga pembuatan sempat dihentikan sementara. Setelah tim memperoleh dana hibah penelitian dari Tanoto foundation akhirnya Silvator bisa direalisasikan dan mulai bisa duginakan pada November tahun lalu. Total biaya yang diperlukan dalam pembuatan dan pengujian prototipe pertama Silvator, kata Bagas, mencapai 12.5 juta Rupiah.

Inovasi Bagas dan rekan-rekanya pun mendapatkan apresiasi. Mereka menyabet Juara 1 dalam kompetisi Tanoto Student Research Award 2016 tingkat IPB. Silvator lalu mewakili IPB di ajang nasional Tanoto Student Research Award 2017 di Jakarta bersama hasil inovari karya 6 perguruan tinggi terkemuka lainnya. Silvator pun sudah mulai diaplikasikan di lapangan. Silvator akan digunakan dalam proyek penanaman pohon alpukat di Sabisa Farm.

Saat ini, desain Silvator juga sudah didaftarkan paten ke Kementerian Hukum dan Ham. Silvator juga akan didaftarkan dalam Business Innovation Center (BIC) 109, sebuah ajang pemilihan 100+ Inovasi Indonesia. “Kami berharap Silvator dapat segera diproduksi secara massal untuk membantu mendukung pengembangan hutan di Indonesia,” pungkas Bagas.

Oleh: Bagas Adji Prabowo, Wahyu Hartato, dan Syifa Paxia Rinaldi(mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB), serta Mu’minah Mustaqimah dan Hendi Okta Kurniawan (Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB)

Salah satu proses dalam penghijauan atau rehabilitasi hutan adalah pembuatan lubang tanam. Kegiatan itu merupakan salah satu pekerjaan yang merepotkan dan membutuhkan waktu lama. Sebab, begitu banyak jumlah lubang

tanam yang harus dibuat dalam satuan areal yang luas.

Salah satu solusi untuk memudahkan pembuatan lubang tanam adalah kehadiran alat pelubang tanah bermotor yang meringankan pembuatan lubang tanam bagi para pekerja. Sayangnya, kebanyakan alat yang ada di pasaran memiliki tingkat kenyamanan (ergonomis) dan keamanan (safety) rendah sehingga membahayakan penggunanya jika digunakan secara terus-menerus.

Saat ini, alat bantu pembuatan lubang tanam kebanyakan dipasaran menghasilkan getaran yang tinggi sehingga menyebabkan pekerja menjadi cepat lelah. Selain itu juga menghasilkan suara bising yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran sementara hingga tuli permanen. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi desain agar kegiatan pelubangan tanah ini menjadi lebih efisien, ergonomis, nyaman dan aman bagi pekerja.

Permasalahan tersebut memberikan ide kepada lima orang mahasiswa IPB untuk membuat inovasi alat bantu pembuat lubang tanaman bermotor. Hasil karya mereka diberi nama Silvator, asal kata

dari silva yang berarti hutan dan akhiran tor yang diartikan sebagai alat bermotor. “Alat ini didesain agar dapat digunakan dengan lebih nyaman dan aman sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan kapasitas pembuatan lubang tanam demi mengefektifkan waktu dalam upaya rehabilitasi,” ujar Ketua Tim Silvator yang diketuai oleh Bagas Adji Prabowo, Mahasiswa Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan.

Bagas bersama 4 rekannya, yaitu, Wahyu Hartato dan Syifa Paxia Rinaldi yang satu departemen denganya serta Mu’minah Mustaqimah dan Hendi Okta Kurniawan mahasiswa Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian merancang Silvator dengan tuas pengatur ketinggian, sehingga hanya dengan memutar tuas, pengguna dapat menurunkan dan menaikkan auger (konveyor sekrup) pelubang dengan mudah. Silvator juga dilengkapi dengan rangka yang mudah diubah dan membentuk sudut tertentu sehingga dapat digunakan dalam lahan datar dan lahan miring.

Selain itu, Silvator memiliki dua roda karet pada bagian depan dan roda fleksibel pada bagian belakang sehingga mudah dipindahkan dari titik lubang tanam satu ke titik lubang tanam lainnya tanpa perlu bersusah payah mengangkat alat pelubang tanam. Silvator mampu melakukan perlubangan hingga diameter 20 cm dengan kedalaman 45 cm dari lahan kering hingga lahan berkerikil. Kelebihan lainya, desain Silvator menjadikan getaran pada alat menjadi hampir tidak terasa (0,08 m/s2) dan tingkat kebisingan berkurang dari 6-9 dB menjadi 84-86 dB, sehingga alat ini aman bagi pendengaran penggunanya. Kemudian, pengoperasian alat ini juga mudah dioperasikan, bisa hanya dengan silvator. Inovasi mahasiswa IPB

Page 64: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest64 m e i - j u l i 2 0 1 7

teknologi

MALAPARI (Pongamia pinnata Merr.) DARI MANGROVE UNTUK ENERGI TERBARUKANOleh: Heru S. Wibisono (Puslitbang Hasil Hutan, Bogor. Email: [email protected])

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kawasan hutan tropis terluas di dunia, yaitu sebesar 124,023 juta hektar (BPS, 2015). Luas tersebut meliputi 10% dari total hutan tropis di dunia. Hal ini menempatkan indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati kedua di dunia setelah Zaire (Sibarani, 2015). Salah satu

tipe kawasan hutan yang berpotensi di Indonesia adalah mangrove. Pada kawasan mangrove ditemukan jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan bijinya sebagai sumber energi terbarukan. Salah satunya adalah malapari (Pongamia pinnata). Malapari dikenal sebagai jenis tanaman yang bijinya mengandung minyak sehingga berpotensi untuk dikembangkan menjadi energi terbarukan. Nontji (2005) menyatakan luas hutan mangrove di seluruh Indonesia diperkirakan sekitar 4,25 juta hektar atau 3,98% dari seluruh luas hutan Indonesia tetapi hanya 2,5 juta hektar dalam kondisi baik.

Keberadaan malapari juga didukung oleh kondisi geografis di Indonesia. Indonesia termasuk negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Menurut Badan Informasi Geospasial (2013) garis pantai indonesia membentang sepanjang 99.093 km. Malapari tersebar luas dari Pulau Sumatera bagian Timur Pengolahan malapari sebagai sumber energi terbarukan mendorong pengelolaan zonasi mangrove yang lebih baik . Pertama, ekosistem mangrove menjadi lebih baik karena tanaman tetap eksis

dan yang kedua menghasilkan energi terbarukan potensial yang berasal dari biji. Scott et al. (2008) menyatakan bahwa malapari berperan sebagai pelindung abrasi dan untuk konservasi daerah pantai karena toleran terhadap salinitas dan penggenangan. Selain itu malapari juga dapat ditanam di pinggir sungai, kanal dan pantai untuk mencegah erosi (Dwivedi et al., 2011). Sistem perakaran yang dalam dan akar lateral yang menyebar sangat ideal untuk mengontrol erosi (Sangwan et al., 2010).

PROFIL MALAPARITanaman malapari banyak

ditemukan di sepanjang pantai dan hidup bergerombol. Pohon termasuk jenis cepat tumbuh dalam 4 – 5 tahun tinggi pohon dapat mencapai 20 – 25 m dan sudah mulai berbunga dan berbuah (Heyne, 1987). Pada persebaran alaminya pohon ini dapat tumbuh pada ketinggian antara 0 – 1.200 m dpl. Tanaman malapari tumbuh baik pada tanah liat berpasir, tanah berpasir, dan tanah liat yang bergumpal-gumpal pada kondisi masin dan alkalinitas. Malapari merupakan tanaman asli

daerah subtropis dan humida yang memiliki curah hujan tahunan antara 500 – 2.500 mm dan musim kering selama 2 – 6 bulan dengan suhu maksimum antara 27 – 38°C dan suhu minimum antara 1 – 16°C. Tanaman dewasa mampu tumbuh pada suhu di atas 50°C. Pada tingkat anakan toleran terhadap naungan dan dapat mengikat nitrogen bebas (nitrogen-fixing ability) (Djam’an, 2009).

Malapari tumbuh baik pada tanah berdrainase baik dengan sinar matahari penuh atau sebagian. Pemeliharaan tanaman ini relatif lebih mudah, tahan

terhadap hembusan angin kencang dan kekeringan tetapi sensitif terhadap cuaca yang sangat dingin (frost) di bawah 30°F. Malapari akan menunjukkan kekurangan nutrisi jika tumbuh pada tanah dengan pH di atas 7,5 (Gilman dan Watson, 1994 dalam alimah, 2010).

Kayu malapari memiliki nilai kalori sebesar 19,2 MJ/kg sedangkan bijinya mengandung minyak nabati sebesar 27 – 39% dari berat keringnya (Soerawidjaja, 2005). Biji yang mengandung minyak nabati dapat diolah menjadi biodiesel. Biji dan minyak malapari (mentah) mengandung asam amino kompleks [glabrin (C21H42O12N3)], 4 furanoflavon [karanjin (C18H12O4), pongapin (C19H12O6), kanjon (C18H12O4), dan pongaglabron (C18H10O5.½H2O)], serta diketon [pongamol (C18H14O4)]. Senyawa tersebut dapat diperoleh dari biji dan minyak dengan cara ekstraksi menggunakan alkohol. Minyak yang baru diekstraks berwarna kuning hingga kecoklatan dan jika disimpan warna akan berubah menjadi gelap. Minyak ini biasanya berbau tidak sedap dan berasa pahit (Meher dkk, 2004 dalam Alimah, 2010).

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL

Secara umum pengolahan biodiesel melalui beberapa tahapan antara lain perlakuan biji, ekstraksi, degumming, esterifikasi, transesterifikasi dan pemurnian biodiesel. Perlakuan biji meliputi pengupasan dan pengeringan. Pengupasan biji dilakukan secara manual dan pengeringan dilakukan dengan cara di jemur hingga kadar air 12-15%.

Degumming merupakan proses pemisahan getah (gum) agar diperoleh minyak bersih (refined oil). Apabila minyak mengandung bilangan asam tinggi perlu ditambahkan bentonit dan atau zeolit. Hasil proses degumming

Kayu malapari memiliki nilai kalori sebesar 19,2 MJ/kg sedangkan bijinya mengandung minyak nabati sebesar 27 – 39% dari berat keringnya

Page 65: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 65m e i - j u l i 2 0 1 7

adalah terbentuknya dua lapisan, yaitu senyawa fosfatida berada dibawah dan minyak bersih berada di atas. Minyak bersih dari degumming kemudian di esterifikasi dengan menambahkan campuran katalis. Setelah itu, dilanjutkan proses transesterifikasi. Proses esterifikasi dan transesterifikasi sering disebut sebagai reaksi Estrans. Reaksi estrans dilakukan secara berurutan dengan tujuan menurunkan bilangan asam sehingga diperoleh biodiesel yang memenuhi standar yang diinginkan.

PEMBUATAN BIODIESEL MALAPARI

Proses pengolahan biodiesel dari biji malapari sama dengan pengolahan biodiesel secara umum. Namun, hanya berbeda pada perlakuan dan konsentrasi katalis yang digunakan. Hal ini karena menyesuaikan karakteristik minyak kasar yang berbeda dari masing-masing biji tanaman.

1. Perlakuan bijiBiji yang digunakan harus dalam

keadaan baik, tidak busuk, bebas ulat dan masih ada tempurungnya. Setelah seleksi biji kemudian dipisahkan dari

tempurungnya. Selanjutnya, pengeringan biji dilakukan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari sampai diperoleh kadar air < 12%. Biji malapari dikenal mengandung getah cukup tinggi oleh karena itu dilakukan pengukusan biji. Kegiatan perlakuan biji sangat penting karena akan berpengaruh pada rendemen minyak kasar (crude oil).

2. Ekstraksi

Proses ekstraksi biji malapari dapat menggunakan mesin press hidrolik manual atau mesin press ekstruder. Mesin press hidraulik manual sesuai digunakan untuk skala rumah tangga sedangkan mesin press ekstruder digunakan untuk skala industri skala menengah ke atas. Proses ekstraksi biji ditambahkan sekam padi 5% (b/b). Hasil akhir dari ekstraksi adalah minyak kasar dan limbah berupa bungkil.

3. Degumming Proses degumming dilakukan

sebanyak dua kali. Degumming I minyak dipanaskan terlebih dahulu pada suhu 125oC selama 2 jam kemudian suhu diturunkan menjadi 60oC dan ditambahkan katalis H3PO4 sebesar 0,25% (v/v). Setelah itu minyak diendapkan

sehingga terpisah antara minyak bersih dan getah (gum). Selanjutnya degumming II, minyak bersih dipanaskan pada suhu 60oC kemudian ditambahkan bentonit 2% (b/v) sambil diaduk. Setelah itu minyak diendapkan agar terpisah antara minyak dan bentonitnya.

4. Esterifikasi

Minyak hasil degumming II kemudian di esterifikasi. Proses esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 20% (v/v), HCl 1% (v/v) dan zeolit 1,5% sambil dipanaskan pada suhu 60oC.

5. Transesterifikasi

Proses transesterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4% (b/v). Pada proses ini akan diperoleh biodiesel malapari dengan bilangan bilangan asam yang memenuhi SNI 2006.

6. Pemurnian

Pemurnian biodiesel malapari dilakukan dengan cara menggunakan air yang mengandung asam asetat 0,01% untuk mengikat NaOH atau KOH yang berlebih kemudian mencucinya dengan air hangat sampai terbentuk pH netral. Selanjutnya, biodiesel dipanaskan pada suhu 80oC sambil divakum. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa air dalam biodiesel malapari.

Dalam rangka pengembangan bioenergi nasional, pemerintah mendukung pengolahan energi terbarukan melalui Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Pemerintah menyatakan bahwa pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) ditargetkan mencapai 5% pada tahun 2025. Kebijakan tersebut tertuang jelas bahwa penggalian potensi energi terbarukan harus kontinyu dan terpadu. Oleh karena itu, Malapari dapat dijadikan rekomendasilan sebagai salah satu alternatif pengembangan biodiesel dimasa depan.

biji malapari. Bahan pembuatan Biodiesel

Page 66: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest66 m e i - j u l i 2 0 1 7

profil alumni

Rinekso soekmadi

Pemimpin harus menjadi motor dan mengawal perubahan. Itulah yang menjadi prinsip Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Rinekso Soekmadi. Menurut pria kelahiran Banyuwangi, 22 Juni 1964 yang baru menjabat sebagai orang nomor

satu di fakultas kehutanan dua tahun lalu itu, tidak akan mungkin sebuah kemajuan dicapai tanpa melalui perubahan.

“Walaupun perubahan belum tentu menyebabkan kemajuan, namun tanpa perubahan tidak mungkin akan mengalami kemajuan, capaian tertinggi tanpa perubahan adalah sama dengan capaian sebelumnya. Jadi, perubahan merupakan keniscayaan yang harus dilakukan oleh setiap pemimpin, “ ujar lulusan Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB 1987 itu.

Prinsip itulah yang selalu dipegang teguh Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan Fakultas Kehutanan IPB 2002 - 2008 itu dalam

pemimpin adalah motor perubahanbekerja. Oleh karenanya, peraih gelar master dan doktor dari George-August Universität Göttingen itu selalu membuat berbagai perubahan dalam pekerjaan yang dijalaninya.

Saat menjadi ketua departemen/jurusan konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata, Rinekso bersama staf di departemennya berhasil mengangkat posisi departemen dari urutan 34 pada 2003 menjadi 10 besar pada 2008. “Pencapaian ini dilakukan melalui kerja keras tim di departemen di bawah komitmen kepemimpinan yang fokus dan konsisten menuju perubahan yang positif,” katanya.

Kemudian, saat diberikan amanah menjadi Direktur Kerjasama dan Program Internasional IPB (2008-2013), Ia berhasil memperjuangkan bantuan dan kemudahan bagi staf pengajar/tenaga kependidikan yang akan melakukan perjalanan ke luar negeri, berupa pengurusan dokumen internasional sebagai salah satu wujud apresiasi IPB. Ketika menjadi Direktur Kemahasiswaan IPB (2013-2015), dia berhasil menambah satu sub direktorat tentang mobilitas internasional bagi mahasiswa guna mendorong reputasi internasionalisasi IPB dari perspektif kemahasiswaan.

Selain itu, dirinya juga meletakkan landasan yang kuat bagi sistem pembinaan minat, bakat dan penalaran mahasiswa sebagai salah satu bagian terpenting dalam kegiatan ekstra kurikuler mahasiswa. Pengembangan kegiatan AGRISYMPHONI sebagai bagian dari welcome party bagi mahasiswa baru yang menampilkan berbagai budaya nusantara merupakan gagasan pembaruan yang kemudian diintegrasikan dengan kegiatan Dies Natalis IPB.

“Hal ini merupakan perubahan signifikan dalam pengembangan kegiatan kemahasiswaan,” ujar pria yang pernah menjadi ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di Göttingen pada 2001 itu.

Selanjutnya, sebagai dekan yang belum genap 2 tahun menjabat, Ia telah ditunjuk menjadi Ketua Forum Pimpinan Lembaga Pendidikan Tinggi Kehutanan se-Indonesia (FOReTIKA). Forum ini selain

Page 67: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 67m e i - j u l i 2 0 1 7

melakukan benchmarking kompetensi lulusan dan standarisasi kurikulum program studi kehutanan, juga melalukan lokakarya minimal 2 kali dalam setahun untuk membahas isu-isu kekinian bidang pendidikan tinggi, serta isu-isu kehutanan dan lingkungan hidup untuk selanjutnya menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah terkait.

Bersama team teaching, Rinekso mengampu beberapa mata kuliah: konservasi sumberdaya alam hayati, manajemen kawasan konservasi, kebijakan dan kelembagaan konservasi pada program sarjana IPB dan Universitas Winayamukti itu memang baru diangkat menjadi dekan pada 2015 lalu.

Selain menduduki berbagai jabatan struktural, Ia juga melakukan berbagai penelitian, terutama di bidang konservasi dan manajemen kawasan. Dalam kiprahnya di dunia kehutanan, ia juga menjadi anggota penyusun rencana kehutanan nasinonal dan rencana makro pemanfaatan hutan oleh Badan Planologi Kehutanan, Kementerian Kehutanan. Selain itu Rinekso juga beberapa kali diminta sebagai tim monitoring dan evaluasi proyek kerjasama Indonesia - Jerman utk bidang Kehutanan yg disponsori oleh GTZ/GIZ

Berbagai karya tulis ilmiah, dipublikasikan di jurnal dalam negeri maupun internasional. Pengelolaan Kawasan Konservasi sebagai Benteng Terakhir Konservasi SDAH: Sebuah Tuntutan Pergeseran Paradigma Pengelolaan Kawasan Konservasi di Era

Otonomi merupakan salah satu artikel yang banyak dan disitir peneliti.

Ia juga rajin menyusun berbagai makalah tentang konservasi, dan mempresentasikannya pada berbagai konferensi, lokakarya, seminar dan symposium di berbagai negara. Selain itu, Beliau juga aktif melakukan pengabdian masyarakat seperti kegiatan Pembimbingan Teknis terhadap 6 Kabupaten Konservasi: Kab. Lampung Barat (Lampung), Lebong (Bengkulu), Kuningan (Jabar), Malinau (Kaltim/ Kaltara), Paser (Kaltim) dan Kapuas

Hulu (Kalbar) 2005 – 2007. Sampai saat ini, Beliau juga masih aktif menjadi pendamping DP3K TNKM (Dewan Pengendali dan Pengarah Pengelolaan Kolaboratif TN Kayan Mentarang).

Satu cita-citanya yang akan segera diwujudkan adalah pembangunan arboretum Taman Hutan Kampus Darmaga yang diintegrasikan dengan pengembangan edutourism, pendidikan, dan upaya konservasi ex-situ terhadap pohon dan buah2an hutan yang langka dan terancam punah.

-Gunawan Eko Saputro (E38)

api unggun Acara simbolis pembukaan kegiatan mahasiswa

rutinitas Kegiatan sehari-hari Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc, F. Trop

Page 68: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest68 m e i - j u l i 2 0 1 7

reportase

MENYAMBANGI HUTAN DESA, BENTENG EKONOMI DI PERBATASAN

Dulu banyak hutan di kampung ini. Awal tahun 2000-an, disini ramai-ramai orang menebang pohon. Kampung lain pun juga. Ribuan gelondong kayu dibawa menyeberang ke Malaysia lewat Badau pakai truk-truk besar. Pak Aden juga ikutan.

Jalan di desa Mensiau ini, Pak Aden dulu ikut membuat.” Cerita pak Aden saat kami sampai di atas tanah berbukit di ujung lahan warisan leluhurnya.

“Wah berarti pak Aden ikut terlibat illegal logging juga?” tanyaku sambil tersenyum.

“Iya, tapi itu dulu. Sekarang Pak Aden bergabung dengan program Forclime. Tahun lalu bukit sebelah sudah pak Aden tanami karet, tekam dan gaharu. Sekarang yang ini baru pak aden tanami gaharu, karet, tekam, gamal, klengkeng, sahang atau lada, jagung, sayur-sayuran dan bumbu dapur lainnya. Di bawahnya mengalir sungai kecil. Pak Aden bendung sedikit, untuk kolam tempat pelihara ikan. Seperti yang diajarkan pak Tedja, Pak Aden ingin jadikan tempat ini sebagai demplot agar masyarakat bisa belajar agroforestri dan silvofisheri”, ujar pak Aden sambil menunjuk hamparan lahan di depan kami.

“Sebelum masyarakat diajarkan cara menanam dan memupuk, sebagai fasilitator desa, Pak Aden harus menanam duluan dan memberi contoh. Tahun lalu, untuk desa Mensiau ini, ada 29 ribu bibit tekam dan karet sudah kita bagikan. Semua kita tanam” lanjutnya sambil mengenakan kembali raga’ di punggungnya, tas keranjang rotan yang biasa ia pakai untuk mengangkut bibit.

“Super sekali”, batinku.

Namanya Mardianus Aden, salah seorang fasilitator desa dalam proyek Demonstration Activity (DA) pengurangan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) Forclime FC di desa Mensiau, Kecamatan Batang Lupar, Kabupaten Kapuas Hulu. Tutur katanya yang sederhana namun lugas cukup mampu memberikan gambaran orang desa yang memiliki tekad besar untuk maju dan berkembang.

Bukan suatu kebetulan tentunya, jika semalam saya bisa menginap di Rumah Betang Suku Dayak Iban, di dusun Kelawik. Dimana pak Aden dan isterinya, beserta 20-an kepala keluarga lainnya

tinggal bersama dan bersandingan. Lalu pagi ini saya bisa ikut ke lahan kritis di desanya, yang mereka coba untuk membangunnya kembali.

Berawal dari acara pameran International Forest Day pada bulan Maret di Jakarta, saya berkenalan dengan teman-teman yang tergabung dalam National Programme Management Unit, Forclime FC. Sederet poster, brosur, buku serta video tentang upaya membangun hutan dan masyarakatnya di tiga kabupaten yang berbatasan dengan negara tetangga Malaysia di jantung Kalimantan menarik minat saya untuk menyambangi salah satunya. Maka sampailah saya di

CAPTION Penghutanan kembali dan pengembangan silvofisherifoto khulfi m khalwani

“Melalui program hutan sosial, termasuk hutan desa yang didamping Forclime, tentunya besar harapan untuk bisa meningkatkan daya saing masyarakat desa dan menyerap tenaga kerja di Kapuas Hulu”

Agroforestry. Penghutanan kembali dan pengembangan silvofishery .

Page 69: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 69m e i - j u l i 2 0 1 7

Agroforestry. Penghutanan kembali dan pengembangan silvofishery .

Putussibau. Sebuah kota kecil ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat. Dua kali penerbangan untuk mencapainya dari Jakarta.

Di Putussibau, saya bertemu dengan pak Sutedja selaku program advisor di wilayah Kapuas Hulu, dia menjelaskan tujuan dari project Forclime FC adalah untuk melaksanakan strategi konservasi dan pengelolaan hutan lestari yang menghasilkan pengurangan emisi karbon (CO2) dari deforestasi dan degradasi hutan sebesar 400 ribu eTCO2. Namun demikian, sebenarnya tujuan utamanya tidak hanya itu, melainkan bagaimana agar hutan yang dulunya dirambah oleh illegal logging dan terbakar kini bisa dibangun kembali melalui mekanisme pembiayaan, dan sejalan dengan itu ekonomi masyarakat di desa juga tumbuh dan angka kesenjangan dapat berkurang, melalui peningkatan kapasitas masyarakat desa hutan, reboisasi dan penghijauan, agroforestri, pembinaan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) serta penguatan kelembagaan.

“Terdapat dua lokasi DA di Kapuas Hulu, putaran yang pertama berada di

sebelah utara. Untuk mencapainya kita bisa menggunakan mobil. Lokasinya meliputi 16 desa di 3 kecamatan, Embaloh Hilir, Embaloh Hulu dan Batang Lupar, dengan luas 170 Ribu ha. Lokasi ini merupakan daerah penyangga kawasan taman nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum. Lalu DA REDD+ putaran kedua berada di sebelah selatan di wilayah Siawan Belidak, yang mencakup 12 desa di 7 kecamatan mencakup area seluas 48 Ribu ha. Untuk mencapainya kita bisa menggunakan speed boat melintasi sungai Kapuas”, Pak Sutedja menerangkan.

Malam itu pun kami berlima termasuk juru mudi, sepakat untuk langsung menuju ke arah utara, lalu dua hari kemudian ke selatan. Maka sampailah kami dirumah betang dusun Kelawik, desa Mensiau tempat pak Aden tinggal.

...Setelah melihat lokasi pembibitan, areal

penanaman dan demplot agroforestri di desa Mensiau, lalu mandi di sungai Mensiau yang menjadi bagian dari mata air sungai Kapuas, kemudian makan pagi dengan menu organik khas kuliner dayak, akhirnya silaturahmi saya di dusun kelawik di tutup dengan acara beruai (bahasa iban) atau berkumpul bersama di aula rumah betang yang memanjang. Tampak anak-anak sekolah dasar sudah bersiap dengan parang untuk kerja bakti di sekolahnya di hari sabtu yang cerah ini.

Tatap muka dan diskusi dengan warga dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan di aula rumah betang menjadi pengalaman

yang tidak terlupakan bagi saya. Bukan untuk mengajar, melainkan mendengar. Begitulah saya utarakan niat pada mereka. Cerita pun mengalir. Bagaimana semua merasa bersyukur akan manfaat program Forclime. Dengan bangga mereka bercerita bahwa sebentar lagi hutan desa Mensiau akan mendapatkan SK Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Mereka telah melakukan penataan batas desa secara partisipatif. Mereka juga telah menyusun rencana pengelolaan yang akan dilakukan. Mulai dari inventarisasi, reboisasi, pemanenan HHBK, sampai strategi pemasaran dan bahkan patroli bersama. Mereka merancang peraturan desa, pelatihan administrasi dan keuangan. Semua difasilitasi oleh program Forclime. Sebuah jalan panjang untuk memantapkan akses kelola hutan oleh masyarakat.

Tak terasa siang menjelang. Sebuah kain selendang khas dayak dengan pewarna alam, yang biasa dijual seharga 50 Ringgit kepada turis dari Malaysia, menjadi oleh-oleh yang saya beli dari sini.

Dari rumah betang di dusun Kelawik kami berpindah kemudi melewati jalan berbatu menuju rumah betang di dusun Entebuluh. Lokasinya lebih jauh ke dalam dari jalan lintas utama. Aktivitas warga yang sedang menjemur bulir padi hasil panen dari ladang terhenti sejenak, berganti senyum ramah menyambut kami. Bahasa lokal iban, asap tembakau, aroma kopi dan gaharu, tumpukan hasil panen, pria tua bertatto, seakan memberi kesan keakraban yang magis bagi saya,

Badau. Pos lintas batas negara.

Page 70: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest70 m e i - j u l i 2 0 1 7

saat beruai di rumah betang di bawah bukit berhutan desa Mensiau. Cerita pengalaman dan harapan, mereka tautkan terhadap program ini.

“Belum lama ini Pak Jokowi juga kesini meresmikan Pos Lintas Batas Negara di Badau. Dia tidak mau naik helikopter. Tapi naik mobil seperti kita”, cerita Feri, juru mudi kami, saat meninggalkan dusun Ente Buluh menuju titik berikutnya, hutan desa Tamao dan hutan desa Banua Ujung.

“Kalau pak Jokowi saja sudah kesana, berarti kita juga singgah kesana”, jawabku.

Benar saja, tidak sampai satu jam melewati jalan yang relatif sudah lebih baik, kami sampai di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Badau yang baru diresmikan oleh presiden. Kemegahan bangunan fisik pos ini seakan menjadi simbol perkuatan ekonomi masyarakat di perbatasan.

Hanya saya dan Feri yang membawa paspor. Setelah melewati pemeriksaan yang tidak begitu ketat, kami sempatkan melintas ke Lubok Antu, Serawak, sekedar untuk melihat-lihat rumput tetangga.

Sama halnya dengan Pak Aden di masa mudanya, rata-rata hampir sepertiga masyarakat angkatan kerja di desa melakukan migrasi ke negara tetangga untuk mencari kerja. Banyak dari mereka yang menjadi tenaga kerja kontruksi, kebun sawit, hutan produksi, berdagang, atau tenaga kerja informal lainnya. Saat gawai atau pesta panen dan hari-hari libur besar agama mereka pulang.

Melalui program hutan sosial, termasuk hutan desa yang didampingi Forclime, tentunya besar harapan untuk bisa meningkatkan daya saing masyarakat desa dan menyerap tenaga kerja di Kapuas Hulu, yang sudah dicanangkan sebagai

kabupaten konservasi. Sehingga simbol perkuatan ekonomi di perbatasan tidak hanya sebatas fisik saja, melainkan juga pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar hutan.

Setelah dari Badau kami menuju ke hutan desa Banua Ujung, desa Tamao, desa Labian, desa Labian Ira’ang dan desa Lanjak Deras. Sambutan ramah selalu kami terima dari masyarakat yang ikut menerima program ini, termasuk Kepala Desa, LMDH, fasilitator desa. Disini masyarakat menanam jenis tekam Shorea collina, keladan Dipterocarpus gracillis, puri Mitragyna speciosa, kopi Coffea sp, kakao Theobroma cacao, karet Hevea brasiliensis, gamal Gliricidia sepium dan gaharu Aquilaria sp.

Namun demikian tidak berarti tidak ada kendala dalam program hutan dan perubahan iklim ini. Berdasarkan informasi dari masyarakat sendiri, tidak jarang dari mereka yang masih kurang semangat untuk menanam hutan kembali. Hal ini karena mereka sudah terbiasa memungut semua dari alam. Alam sudah menyediakan semuanya. Untuk itu pendampingan dan sosialisasi harus terus dilakukan, karena zaman telah berubah.

Jika dulu mereka bergantung pada hutan, saat ini hutan bergantung pada mereka. Lahan yang produktif harus terus dibangun tanpa mengabaikan kearifan tradisional. Maka akses kelola hutan desa dan akses pasar adalah jawabannya.

Cerita dari masyarakat Desa Tamao saat obrolan malam kami, proyek pemerintah yang bersifat top down kadang sulit

daun puri. Menjemur daun puri yang dipanen dari hutan desa. siawan belidak Nelayan sungai di DA REDD+ Kapuas Hulu

selendang khas dayak. Kerajinan masyarakat Kapuas Hulu

Page 71: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 71m e i - j u l i 2 0 1 7

diterima oleh mereka. Sebagai contoh pencetakan sawah baru, lahan yang dipakai kurang berkenan oleh lembaga adat. Irigasinya masih kurang mendukung. Lapisan tanah bagian atas untuk lahan sawah di garuk ke sisi samping dengan alat berat. Padahal menurut masyarakat lapisan inilah yang subur. Akhirnya masyarakat enggan menanam dan bantuan pupuk dari pemerintah pusat pun menumpuk di depan kantor kepala desa yang sempat saya singgahi. Benar atau tidaknya cerita tersebut, setidaknya bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah yang berniat membantu masyarakat.

...Hanya 2 malam kami kembali ke

Putusibau. Selanjutnya kami mulai perjalanan naik speedboat ke lokasi DA REDD+ putaran kedua di wilayah Siawan Belidak, dari dermaga di sungai Kapuas, tepat di seberang depan rumah dinas Bupati Kapuas Hulu.

Perlu waktu 2 setengah jam untuk mencapai desa Bunut Hulu dan desa Bunut Tengah, kecamatan Bunut Hilir. Secara umum kondisi fisik topografi areal DA REDD+ Siawan Belidak adalah dataran rendah berupa 30 % rawa gambut, 60 %

Area pasang surut dan 10 % perairan. Rumah-rumah penduduk dibangun menggunakan tiang-tiang kayu di tas sungai atau di atas area pasang surut. Mayoritas masyarakat mengandalakan sektor perikanan dan hasil hutan di Siawan Belidak.

Memancing ikan di perairan danau Pontu, Siawan Belidak, lalu membakarnya dan menyantapnya dengan sambal kecap di atas pondok nelayan di dusun Perdak, adalah paket makan siang kelas atas yang mungkin jarang bisa saya alami di Ibukota.

Selain untuk konsumsi dan dijual segar pada pengepul, masyarakat nelayan menangkap ikan di danau dan sungai lalu mengolahnya menjadi ikan salai dengan

cara pengasapan. Ikan salai dijual seharga 120 ribu per kg untuk jenis ikan lais dan 80 ribu per kg untuk jenis ikan pati. Untuk mengasapi 1 kg ikan salai sehari semalam perlu sekitar 10 potong kayu bakar. Kayu bakar berasal dari hutan disekitar danau dan sungai baik dari jenis kayu kamsia, resak atau kawi.

hunian tradisionalRumah betangDesa Mensiau masih asri dan lestari

tanam Mengembangkan agroforestri di hutan desa

Disisi lain, jenis-jenis pohon untuk kayu bakar biasa tumbuh dengan Pohon belanti Croton laevifolius dan Putat Planchonia valida dalam kesatuan ekosistem. Pohon-pohon tersebut merupakan tempat bilah kayu medang Litsea sp biasa dipasang, sebagai dudukan ratu lebah dan pasukannya membuat sarang. Dengan cara ini masyarakat menunggu lebah bersarang untuk kemudian dipanen sebagian sarang untuk diambil madunya. Kelestarian hutan Siawan Belidak adalah kelestarian madu, kelestarian air sungai dan danau, kelestarian ikan-ikan, kelestarian kayu bakar dan kelestarian kehidupan masyarakatnya.

Investasi yang dilakukan oleh Forclime di desa ini ialah dengan memberikan bantuan alat pengolah ikan salai/ oven pengasapan yang efisien kayu bakar, alat pengolahan madu tikung, pelatihan-pelatihan dan membangun pembibitan untuk terus menghijaukan kembali hutan di sekitar siawan belidak.

Desa-desa yang saya datangi memiliki keunikan dan cerita tersendiri. Sehingga bentuk investasi yang dilakukan Forclime FC tampaknya juga memperhatikan kekhasan tersebut. Di Desa Kapuas Raya saya menjumpai ibu-ibu yang sedang menganyam rotan yang ia ambil dari hutan desa di belakang kampungnya. Mengabadikan senyum meraka dalam video kamera saya tentu sah-sah saja.

Di desa ini Potensi rotan dan panganan olahan dari ikan seperti kerupuk basah sangat strategis dikembangkan sebagai investasi pada masyarakat agar tekanan terhadap sumber daya hutan berbasis kayu berkurang. Sama halnya dengan desa Pala Pintas, kecamatan Embaloh Hilir yang juga saya kunjungi, selain potensi rotan dan ikan, masyarakat juga mengandalkan pohon Karet dan pohon Puri untuk meningkatkan pendapatan. Teknik silvikultur terhadap jenis-jenis ini dikembangkan sebagai strategi membangun hutan dan pengendalian perubahan iklim.

Tidak terasa empat malam di Kapuas Hulu memberikan segudang pelajaran yang saya sendiri bingung untuk merangkumnya. Karena hubungan hutan dan masyarakatnya begitu kompleks untuk diceritakan.

-Khulfi M. Khalwani (E40)

Page 72: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest72 m e i - j u l i 2 0 1 7

reportase

investasi gaharu

Hujan di pagi hari di akhir bulan Januari tak menyurutkan niat saya untuk berkunjung ke rumah bapak Muswir Ayub (E14) di daerah Cilodong - Depok. Tujuan saya adalah untuk melihat bagaimana cara memanen Gaharu.

Ternyata bukan hanya saya yang ingin mengetahuinya, karena tampak juga 2 orang dosen senior dan 5 orang mahasiswa dari Fahutan IPB sudah datang terlebih dahulu dan duduk santai di belakang rumah sambil menunggu hujan reda.

“Ini semua pohon gaharu pak?” tanya saya sambil terheran campur takjub saat melihat ada hutan yang tertata di kebun belakang rumah. Luasnya mungkin setengah hektar.

“Ya semua penghasil Gaharu, tapi jenisnya beda-beda. Dari berbagai tempat saya bawa bibitnya. Karena dulu tugas saya juga pindah-pindah. Timor-Timor, Kalimantan Tengah, Aceh, Lampung, banyak lagi” jawab pak Ayub yang saat ini sudah pensiun dari masa baktinya di Kementerian Kehutanan dulunya.

Wajar jika saya sedikit heran campur takjub. Secara alami, pohon gaharu dapat dijumpai di dalam hutan di Pulau

Sumatera dan Kalimantan, namun saat ini saya melihat pohon-pohonnya ada dan dibudidayakan di Cilodong.

Gaharu adalah bagian kayu yang mengandung resin yang beraroma wangi dan bernilai ekonomi tinggi yang dihasilkan dari pohon penghasil gaharu, khususnya dari famili Thymelaceae yaitu Aquilaria microcarpa, Aquilaria malaccensis dan Aquilaria beccariana. Di Timur Tengah, Gaharu biasa dipakai untuk tradisi, di Eropa untuk bahan baku parfum dan di Asia Timur digunakan untuk bahan obat dan kosmetik maupun minuman kesehatan. Karena permintaan pasar ekspor gaharu sangat tinggi, maka gaharu

sebagai hasil hutan telah diburu oleh para penebang liar yang berakibat pohon ini sudah semakin langka. Akibatnya, jenis pohon gaharu masuk dalam kategori Appendiks II CITES sehingga Pemerintah telah membuat Peraturan tentang kuota perdagangan gaharu alam.

Tepat di meja depan saya juga terhidang minuman teh daun gaharu beserta bio spray air penyulingan gaharu yang konon berkhasiat untuk mempercantik wajah. Masih sedikit heran, lalu saya search di google. Benar saja saat ini banyak yang menjual bio spray Gaharu secara online.

Syukurlah menjelang siang hujan reda. Tidak lama datang rombongan kelompok tani Hutan Kemasyarakat (HKm) yang dulu pernah menjadi mitra Pak Ayub semasa bertugas di Lampung. Mereka bertolak dari lampung pagi-pagi sekali menuju Cilodong untuk menebang pohon Gaharu guna mengambil bagian kayu yang diinfeksi inokulan. Di Lampung mereka telah sukses menghijaukan lahan dengan pohon penghasil gaharu. Kembali heran campur takjub saya rasakan saat ikut ke hutan belakang rumah dan menyaksikan seremonial penebangan pohon pertama dengan chainsaw.

Tidak begitu besar pohonnya. Diameternya hanya dibawah 20 cm. Lalu di potong-potong kembali di antara titik-titik yang pernah dilakukan penyuntikan inokulum cendawan ke dalamnya. Setiap spesies pohon penghasil gaharu memiliki mikroba yang spesifik.

Setelah dipotong-potong lebih kecil dengan golok lalu dengan hari-hati kayu dikikis atau dicungkil untuk disisakan bagian yang hitamnya. Sangat hati-hati.

belajar memanen. Setelah kegiatan panen gaharu

memanen gaharu. Teknik menilai gaharu

Page 73: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 73m e i - j u l i 2 0 1 7

“Satu kilo bisa mencapai 5 juta rupiah. Itu untuk jenis Gaharu yang dibudidayakan seperti ini. Serpihan-serpihan kayu yang disekitar gubalnya ini. Yang masih ada aroma gaharunya ini masih laku di jual” kata pak Ayub menjelaskan sambil perlahan menontonkan cara mencungkil bagian kayu yang bagus, untuk menyisakan bagian kayu yang kehitaman.

Benar saja, saat dipanaskan sedikit dengan api. Bagian yang dimaksud pak Ayub tadi sudah menimbulkan aroma wangi yang agak sedikit mistis bagi saya.

Kualitas gaharu ditentukan oleh banyaknya kandungan resin dalam jaringan kayunya. Semakin tinggi kandungan resin di dalamnya maka harga gaharu tersebut akan semakin mahal. Biasanya gaharu digolongkan menjadi tiga kelas besar, yaitu gubal, kemedangan, dan abu. Gubal atau kayu berwarna hitam atau hitam yang memiliki kandungan gaharu beraroma kuat. Kemedangan atau gaharu

yang setengah jadi berwarna kecoklatan sampai abu-abu, memiliki serat kasar, dan kayu lunak. Lalu abu gaharu yang merupakan serbuk kayu hasil pengerokan atau sisa penghancuran kayu gaharu.

Gaharu adalah sistem pertahanan pohon terhadap infeksi mikroba ke dalam batang pohon. Sehingga setiap titik penyuntikan inokulan kadang juga menghasilkan kadar gaharu yang berbeda-beda. Bahkan bisa ada yang tidak menghasilkan.

“Satu kilo 5 juta. Satu pohon dengan umur tidak sampai 5 tahun bisa dapat 2 kilo saja. Kalau petani bisa punya 100 pohon saja.” Seketika hitung-hitungan itu muncul dibenak saya saat teman-teman aktivis Hutan Kemasyarakatan asal lampung terlihat sibuk dengan kemahirannya masing-masing. Ada yang menebang dan moemotong-motongnya, membersihkan batang dengan teknik grider, menimbang hasil gaharu dan mencatatinya.

“Kami akan melakukan penelitian bagaimana caranya kita memanen gaharu tanpa harus menebang pohonnya, tapi mungkin cabangnya atau memotongnya secara bertahap” ujar pak Irdika Mansyur yang juga hadir siang itu.

Terlepas dari lestari atau tidak cara memanennya. Mungkin juga perlu dilihat bagaimana motivasi petani untuk menanam kayu dari jenis-jenis penghasil gaharu adalah yang utama dan harus di dorong. Disinilah harusnya peran pemerintah. Memberikan akses lahan, akses bibit, akses pengetahuan dan akses pasar untuk petani hutan Gaharu.

-Khulfi M. Khalwani (E40)

Page 74: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest74 m e i - j u l i 2 0 1 7

fotografi

DENYUT HIDUPDI BAWAH HIJAUAN KAMPUS DARMAGA

Fotografer R. Eko Tjahjono ( alumni Fahutan IPB)Alrenovariant ( E-Capture Fahutan IPB)

Page 75: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 75m e i - j u l i 2 0 1 7

Mencoba menelusup lebih dalam dari sekedar menikmati keteduhan dan kesegaran lingkungan , maka akan mampu menyadarkan wahana berfikir kita bahwa kampus Institut Pertanian Bogor di Darmaga bukan hanya sekedar tempat berlangsungnya sebuah ritual belajar mengajar, namun lebih dari itu, ia adalah jagad kecil bagi ragam denyut kehidupan.

Berbagai komunitas manusia saling berbagi dan berinteraksi hidup di bawah tajuk-tajuk hijau. Aneka rupa tetumbuhan menempati sisi-sisi bawah sampah serasah hingga ke atasnya, memperkaya khasanah keanekaragaman yang selama ini luput dari pandangan mata, dan pada akhirnya mampu menjadi rumah hidup bagi berbagi satwa.

Menelusuplah lebih dalam di sela rerimbunan darmaga, maka akan terdengar lebih nyata denyut hidup makhluk ciptaan Sang Kuasa.

Kiri, dari atas ke bawah : (1) Penarik Becak, yang hidup dan menghidupi keluarganya dari bawah hijauan asri kampus IPB Darmaga sejak bertahun lalu ; (2) ragam satwa yang hidup di “habitat” kampus ; (3) kehidupan flora yang luput dari pandangan mata

Kanan, dari atas ke bawah ; (1) Danau LSI yang menjadi habitat satwa jenis burung dan beberapa jenis melata ; (2) Kampus IPB Darmaga di sela-sela rerimbunan.

Page 76: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest76 m e i - j u l i 2 0 1 7

resensi buku

UNTUNG SELANGIT DARI AGRIBISNIS KOPI Kopi sebagai minuman memiliki

ciri khas warna hitam pekat dan rasa yang spesifik bahkan kadar kafein didalamnya dapat memicu kecanduan. Kebutuhan dunia akan komoditas kopi yang meningkat menunjukan bahwa kopi sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Awal dikenal mulai dari Etiopia kemudian menyebar ke negara-negara di Afrika namun biji kopi dari jenis Arabica yang disangrai dan diseduh sebagai minuman pertama kali diperkenalkan pada abad 16 di Negara Arab.

Melihat perkembangan budaya terkait komoditas kopi dan produk olahan berbahan dasar kopi maka H. Rahmat Rukmana menyusun buku dengan tajuk untung selangit dari agribisnis kopi Buku ini dapat digunakan sebagai panduan untuk mengawali usaha yang berhubungan dengan kopi. Buku terbitan Andi Yogyakarta ini memberikan penjelasan mengenai pengelolaan tanaman hingga produksi olahan hasil tumbuhan kopi dari ciri khas masing-masing jenisnya dan prospek bisnis kedepannya.

Jenis kopi yang umum dikenal dunia ada dua yaitu Arabica dan Robusta. Selain sebagai penghasil jenis kopi Arabica yang produknya diperhitungkan dunia dan sedikit jenis Robusta, lokasi strategis Indonesia dan kekhasan iklim di masing-masing wilayah memposisikan Indonesia sebagai eksportir beberapa jenis kopi ekselen. Selain Robusta dan Arabica ada jenis kopi Liberika yang merupakan tanaman kopi hutan dan variant baru dari jenis kopi liberoid yang dikenal dengan nama Excelsa. Kopi Liberika yang berasal dari Afrika ini dikenal sebagai kopi khas dari masyarakat suku dayak dan tumbuh di hutan pedalaman kalimantan.

Rasa kopi mendapatkan pengaruh dari lingkungan dan iklim mikro sekitarnya sehingga kemudian di Indonesia muncul jenis kopi yang diperdagangkan menggunakan nama dari wilayah tumbuhnya seperti Kopi Gayo, Kopi Toraja, Kopi Wamena, dan lainnya. Pengelolaan kopi yang dimulai dari pemilihan lokasi yang tepat, pembibitan dan regenerasi, sampai pada pengenalan hama penyakit beserta

penanggulangannya di jelaskan secara sistematis dalam buku ini. Dijelaskan pula urutan pemanenan dan pengolahan buah sampai dihasilkan biji kopi siap giling yang terbaik. Pemilihan lokasi pembudidayaan kopi sebagai tanaman yang memerlukan naungan dapat juga digunakan sebagai pertimbangan untuk memasukan kopi sebagai tanaman budidaya non kayu.

Buku ini juga membahas hal yang tidak kalah penting dalam bisnis seperti strategi pemasaran biji kopi dan olahannya. Termasuk juga penanganan pascapanen dan pengolahan kopi luwak yang terkenal sebagai kopi termahal. Sebagai tanaman agribisnis peluang usaha yang ditawarkan oleh bududaya kopi ini menjadi cukup luas. Uraian dalam buku ini cukup jelas mulai dari simpul terawal yaitu di petani sampai pada prospek bisnis yang paling dekat dengan konsumen berupa gerai atau penjualan produk kopi siap minum.

Melihat prospek yang digambarkan nampaknya industri agribisnis kopi menjadi peluang usaha yang cukup menjanjikan. Bagi yang ingin memulai bisnis tersebut maka buku yang bisa didapatkan di toko-toko buku Gramedia ini cukup lengkap sebagai panduan awal untuk memulai agribisnis kopi.

-Librianna Arshanti (E33)

Judul : Untung Selangit dari Agribisnis KopiPenulis H. Rahmat RukmanaPenerbit: Lily Publisher

Page 77: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 77m e i - j u l i 2 0 1 7

resensi buku

Burung – Burung Gunung BondangMenarik! Itu kata pertama yang terlintas saat saya baca buku ini. Buku yang ditulis

oleh junior saya ini, mencoba mendokumentasikan kekayaan jenis burung di alam dalam bentuk karya ilmiah popular yang belum banyak diterbitkan di Indonesia.

Gunung Bondang terletak tepat di tengah-tengah hutan dataran rendah Pulau Kalimantan. Secara administratif berada

di Kecamatan Tanah Siang, Kabupaten Murung Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

Puncak tertingginya mencapai 1.800 meter di atas permukaan laut (m dpl), menjadikannya

sebagai gunung tertinggi di Kabupaten Murung Raya.

Gunung Bondang menjadi salah satu contoh baik kawasan hutan dataran rendah dan perbukitan di

Kalimantan Tengah yang berhasil menjaga sebagian kawasannya tetap lestari. Masyarakat sekitar ingin

menjadikan Gunung Bondang sebagai kawasan Hutan Desa terutama terkait dengan fungsi perlindungan air.

Gunung Bondang memiliki 48 jenis mamalia, 56 jenis herpetofauna, dan 291 jenis vegetasi pohon. Kawasan

ini juga menyimpan kekayaan burung hingga 192 jenis, dimana 180 jenis burung diantaranya merupakan jenis

penetap. Bahkan, kawasan ini masih mampu menopang kedatangan 8 jenis burung migran yang singgah dari belahan

bumi lainnya.

Buku Burung-burung Gunung Bondang ini mengabadikan temuan lapang yang dibingkai dalam tangkapan kamera serta

disertai penjelasan singkat untuk setiap burung yang ditemui. Tentu, dokumentasi ini sangat berguna bagi masyarakat sekitar

Gunung Bondang dan para pengamat burung di alam liar.

-Khulfi M. Khalwani (E40)

Judul : Burung-Burung Gunung BondangPanduan Identifikasi di Ka-wasan Gunung Bondang Kalimantan TengahPenulis: Andhy Priyo S.Penerbit: Gramedia Pustaka

Page 78: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest78 m e i - j u l i 2 0 1 7

inforial

Gigih Demi Bebas Dari Kabut Asap

Tekad terbebas dari kabut asap yang lebih besar membuat Zuriadi dan Ihsan pantang menyerah saat mengajak masyarakat untuk tidak membakar lahan. Segala hambatan telah mereka sadari sejak awal berkomitmen menjadi koordinator penggerak

(crew leader) dalam penanggulangan kebakaran di desa dalam Program Desa Bebas Api (Fire Free Village Programme /FFVP).

“Memang penolakan saya temui di awal-awal saya menjadi Crew Leader di tahun 2015 lalu. Saya mengakui sulit mengubah pola pikir masyarakat, tapi saya tidak mau menyerah begitu saja,” tutur Zuriadi memulai kisahnya.

Berbagai cara untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat dilakukan warga Desa Teluk Binjai, Pelalawan, Riau

ini. Seperti sosialisasi di setiap acara dan pengajian di desa atau melalui pendekatan personal. Zuriadi juga melakukan patroli dua hari sekali untuk memonitor apakah ada lahan yang terbakar, sehingga dapat segera dipadamkan. “Pokoknya saya selalu sosialisasikan kalau ada kesempatan, di kedai kopi, lahan pun saya sosialisasikan,” ujar pria 32 tahun ini.

Zuriadi mengatakan, sosialisasi tidak cukup sekali-dua kali, tetapi perlu berulang-ulang agar masyarakat paham bahwa dampak membakar lahan dapat mengganggu kesehatan dan kegiatan sehari-hari. Mulanya, berbagai penolakan saat sosialisasi dia dapatkan. Ada masyarakat yang menolak dengan alasan pembukaan lahan dengan membakar sejak dulu telah dilakukan sejak dulu, sehingga tidak perlu adanya sosialisasi ini.

Gigihnya upaya Zuriadi mulai membuahkan hasil saat masyarakat mulai mengerti bahwa membuka lahan dengan cara bakar tidaklah benar, karena mereka

sendiri yang akan merasakan dampaknya jika wilayahnya dikepung kabut asap. Pelan-pelan, perilaku masyarakat mulai berubah. Pembukaan lahan tidak lagi dengan membakar tetapi dilakukan secara manual, seperti menggunakan parang, cangkul, dan alat-alat pertanian lainnya. Hal ini membuat Desa Teluk Binjai memperoleh reward Rp 100 juta yang digunakan untuk membangun infrastruktur berupa semenisasi jalan desa.

Kenangan diusir dengan parang saat mengedukasi masyarakat masih jelas di benak Ihsan, crew leader asal Desa Langgam, Pelalawan, Riau. Hal itu dialaminya karena masyarakat menilai hal yang dilakukan Ihsan tidak penting. “Ya itu risiko kami, agar masyarakat tidak membuka lahan dengan membakar lagi. Saya terus bilang ke mereka kalau apa yang saya berikan agar desa mereka tidak berasap dan aktivitas masyarakat tidak terganggu. Alhamdulillah, perlahan mereka mengerti,” kata dia.

sosok. Ikhsan Kusnaidi (31), Crew Leader asal Desa Langgam, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan. Ikhsan mengaku awalnya seringkali ditolak masyarakat ketika sedang melakukan edukasi, namun dengan semangat tinggi agar desanya terbebas dari asap, secara perlahan masyarakat menyadari bahayanya membakar lahan

Page 79: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 79m e i - j u l i 2 0 1 7

Tugas mereka memang tidak mudah, yaitu mengubah pola pikir masyarakat agar tidak membakar saat membuka lahan ketika musim kemarau tiba. Pasalnya, kebiasaan tersebut sudah berlangsung turun temurun dan dipercaya sebagai cara yang mudah serta murah.

Program Desa Bebas Api

Pada 2015, Riau menjadi salah satu propinsi yang menjadi sorotan karena kabut asap. Penyebabnya adalah tak kunjung teratasinya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi. Kelurahan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau, adalah satu daerah yang menjadi titik api saat itu.

Lurah Pelalawan Edi Arifin bercerita, saat itu kondisi wilayahnya sangat memprihatinkan.

Dia menyebut kurang-lebih ada 15 hektare lahan yang terbakar di wilayahnya yang menyebabkan kabut asap. Jarak pandang saat itu hanya sekitar 50 meter.

“Hampir seluruh aktivitas masyarakat terganggu. Masyarakat ada yang memiliki sarang burung walet, ada beternak madu, dari sisi ekonomi sangat terganggu. Anak sekolah diliburkan,” kata Edi.

Menurut dia, kebakaran hutan dan lahan ditimbulkan oleh masyarakat yang sengaja melakukan pembakaran. Dia menyebut cara membakar lahan itu sudah lama dilakukan masyarakat. Cara itu

dipilih karena dari sisi biaya juga murah dan mudah.

“Modal minyak dan api. Hasilnya maksimal karena abunya jadi pupuk yang bagus. Ketika ada larangan, jadi PR (pekerjaan rumah) besar buat mereka. Kuncinya sosialisasi yang gencar. Kami libatkan polisi, TNI, dan LSM untuk meyakinkan mereka,” ungkapnya.

Pada 2015 digelar sayembara. Desa yang bebas api akan menerima dana bantuan Rp 100 juta. Sayembara ini dicanangkan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), perusahaan pulp dan kertas yang ada di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Riau. Hingga 2017, desa yang ikut dalam sayembara ini berjumlah 18.

“Kita ikut program Desa Bebas Api. Bulan-bulan pertama berat menyadarkan masyarakat untuk tidak membakar lahan. Presiden, Polri, melarang semua aktivitas pembakaran. Kami lakukan sosialisasi. Tidak berjalan mulus karena ada yang mengerti, ada yang tidak,” jelas Edi.

Menurutnya, saat itu masyarakat menilai sayembara tersebut hanya ‘akal-akalan’ perusahaan untuk melindungi lahannya dari kebakaran. Tapi Edi tak kenal lelah mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pelarangan membuka lahan dengan cara membakar.

“Kami intens melakukan pertemuan, di warung-warung, masjid-masjid, pesta perkawinan. Kami jelaskan ini yang melarang pemerintah karena ini isu nasional, bahkan internasional, karena berdampak ke Malaysia dan Singapura,”

paparnya.Pada 2015, Edi sukses meraih predikat

Desa Bebas Api. Kelurahan yang dia pimpin itu mendapat bantuan Rp 100 juta dari RAPP .

“Reward kedua kami berhasil zero fire. Kita bangun kantor Bhabinkamtibnas, sebelahnya kantor Masyarakat Peduli Api (MPA) untuk mereka taruh alat, melakukan koordinasi, dan sebagainya,” jelas Edi.

Program Desa Bebas Api merupakan inisiatif dari PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), atau APRIL group. Upaya preventif ini untuk mencegah kebakaran ini dilakukan melalui lima program yaitu Reward Rp 100 juta non-cash atau dalam bentuk program jika sebuah desa telah sukses menerapkan zero api, membentuk pemimpin kru kebakaran masyarakat, alternatif pertanian berkelanjutan, pemantauan kualitas udara, serta peningkatan kesadaran masyarakat.

Untuk tahun 2017 ini, jumlah desa di Provinsi Riau yang termasuk dalam program Desa Bebas Api berjumlah 18 desa yang berasal dari Kabupaten Pelalawan, Siak dan Kepulauan Meranti. Peluncuran Desa Bebas Api ini dihadiri oleh Kepala BNPB, Willem Rampangilei, Perwakilan Gubernur Riau, Kapolda Riau Irjen Zulkarnain Adinegara, Kepala BPBD Pekanbaru Edwar Sanger, Wakil Bupati Pelalawan Zardewan, Wakil Bupati Siak H Alfedri, Bupati Kepulauan Meranti Irwan Nasir dan SKPD yang terkait

penandatanganan mou.18 Kepala Desa sepakat menandatangani MoU untuk mengikuti program Desa Bebas Api, disaksikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Willem Rampangile

Apresiasi. Tomjon, Kepala Desa Kuala Panduk ketika menerima reward program senilai Rp 100 juta yang diserahkan oleh Kepala BNPB, Willem Rampangilei

Page 80: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest80 m e i - j u l i 2 0 1 7

wawancara

Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu pada Hutan Negara

Oleh: Ir. Harry Sulistyadi Kasubdit Hasil Hutan Bukan Kayu, Ditjen PHPL, Kementerian LHK)

Secara umum apakah Hasil Hutan Bukan Kayu itu ?

Hasil hutan bukan kayu (HHBK) merupakan benda-benda hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunannya dan budidaya kecuali kayu yang berasal dari hutan atau kawasan hutan. Definsi tersebut termaktub dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu. Dengan luasan hutan produksi seluas ± 68,88 juta hektare atau 55% dari total kawasan hutan di Indonesia, maka potensi hutan produksi khususnya potensi HHBK mempunyai peluang yang sangat besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendorong tercapainya pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL).

Potensi HHBK di kawasan Hutan Produksi cukup tinggi sebagai contoh hasil hutan di Provinsi Sulawesi Tenggara, 62% dari total produksinya adalah HHBK. Jneis-jenis HHBK yang potensial dan telah dikembangkan pemanfaatannya antara lain meliputi jenis rotan yang banyak

tersebar di Provinsi Aceh, Sumatera Barat, Jambi, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Jawa Barat dan Riau; bambu yang banyak tersebar di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur; sagu yang banyak dihasilkan di Provinsi Papua Barat dan Riau; pohon kayu putih yang dibudidayakan di Provinsi Maluku, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur; getah damar yang dihasilkan di Provinsi Maluku, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan; getah karet yang diproduksi di Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Selatan, dan Sumatera Selatan; serta getah pinus yang diproduksi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Selain itu terdapat juga jenis-jenis lain antara lain gaharu, kemiri, getah ketiau, getah jelutung, kulit kayu manis, masohi, kulit gemor, silak, madu, kopi, tebu, aren, dan jenis umbi-umbian.

Bagaimana perizinan terkait peman-faatan HHBK tersebut ?

HHBK yang berasal dari kawasan hutan produksi dapat dimanfaatkan dengan skema izin usaha pemanfaatan HHBK (IUPHHBK) yang dapat diberikan kepada koperasi atau badan usaha. Skema pemanfaatan HHBK diatur melalui Peraturan Menteri LHK Nomor P.66/MenLHK/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang Tata Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin Usaha Pemanfaatan HHBK dari Hutan atau dari Hutan Tanaman pada Hutan Produksi dan Peraturan Dirjen Pengelolaan HUtan Produksi Lestari Nomor P.17/PHPL/Set/10/2016 tentang Pedoman Penilaian Proposal Teknis Pemberian dan Perpanjangan IUPHHBK dari Hutan Alam atau dari Hutan Tanaman. Sampai dengan Desember 2016, IUPHHBK yang telah diterbitkan sebanyak 31 ijin dengan total luasan 301.226,47 hektare. Jenis-jenis HHBK yang banyak dikembangkan melalui skema

IUPHHBK adalah sagu, getah pinus dan rotan yang banyak tersebar di Provinsi Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Tenggara dan Aceh.

Sejauh ini bagaimana pengembangan HHBK yang terjadi di Indonesia ?

Pengembangan HHBK dapat dilakukan melalui skema lain yaitu pemungutan HHBK yang dapat dilakukan di hutan produksi dan hutan lindung. Izin pemungutan HHBK dapat diberikan kepada perorangan atau koperasi. Skema ini diatur melalui P.54/MenLHK/Setjen/ Kum.1/6/2016 tentang Tata Cara Pemberian dan Perpanjangan Izin Usaha Pemungutan Hasil Hutan Kayu atau pada Hutan Negara.

Sasaran pengembangan HHBK di hutan produksi adalah peningkatan produksi HHBK sebesar 20% dalam 5 tahun dari produksi tahun 2014 sebanyak 225.000 ton yaitu menjadi 270.000 ton pada tahun 2019. Adapun jenis-jenis unggulan HHBK nasional yang telah ditetapkan oleh KLHK meliputi jenis rotan, getah pinus, sagu, daun kayu putih, getah karet, damar dan bambu. Saat ini jenis HHBK non unggulan yang telah berhasil dikembangkan antara lain minyak kepayang hasil olahan biji keluwek di Provinsi Jambi dan bioethanol dari aren yang dikembangkan di Boalemo Provinsi Gorontalo.

Dalam pengembangan HHBK , apa saja tanangan yang dihadapi baik di sektor hulu (produksi) maupun sektor hilir (pengolahan dan pemasaran) dan bagaimana solusi yang harus dilakukan?

1. Dilakukannnya inventarisasi HHBK na-sional. Inventarisasi HHBK nasional secara menyeluruh pernah dilaksanakan namun tidak lagi dilaksanakan sehingga data po-tensi HHBK nasional yang komprehensif tidak lagi up to date.

2. HHBK di tingkat tapak yaitu pada KPH (Kesatuan Pengelolana Hutan). Saat ini beberapa KPH Model telah melaku-

Seberapa besar potensi HHBK yangdapat dihasilkan ?

Page 81: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 81m e i - j u l i 2 0 1 7

kan identifikasi jenis-jenis HHBK yang potensial untuk dikembangkan dan juga yang telah dimanfaatakan. Namun pada pelaksanaan di lapangan, cluster KPH sep-erti KPHP, KPHL maupun KPHL menjadi pembatas pengembangan HHBK karena masalah fungsi kawasan dan menyebabkan kerumitan pada implementasi skema yang akan digunakan. Kedepannya KPH akan dikelola tidak lagi berdasarkan klusternya namun pada unit KPH secara umum. Hal ini akan diakomodir melalui revisi Pera-turan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo. Peraturan Pemerintah Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pen-gelolaan Hutan serta Pemanfaatan HUtan.

3. Pada kawasan hutan produksi yang telah dibebani hak, IHMB atau Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala menjadi salah satu upaya dalam pelaksanaan identifikasi HHBK di areal tersebut. Saat ini mekan-isme pemanfaatan HHBK di areal yang telah dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPH-

HK-HT), IUPHHK Restorasi Ekosistem maupun Perum Perhutani dapat mengem-bangkan pemanfaatan HHBK melalui skema kemitraan yaitu memberikan akses kepada masyarakat untuk dapat mengelo-la HHBK dalam areal ijin dengan tetap menyetorkan PSDH atau Provisi Sumber Daya Hutan kepada negara.

4. Skema Hutan Desa, Hutan Kemasyar-akatan, Hutan Rakyat maupun Hutan Tanaman dan juga Sentra HHBK nasional di tingkat kabupaten harus lebih diopti-malkan untuk mendukung pengembangan HHBK nasional.

5. Peningkatan koordinasi dengan instansi lain baik dalam lingkup KLHK maupun non KLHK atau juga sektor non kehutanan dari hulu produksi HHBK hingga hilir produksi dan perdagangan HHBK harus diupayakan. Selain itu pengembangan pasar dan peningkatan kualitas HHBK harus dioptimalkan agar produk HHBK nasional dapat bersaing di pasar domestik

maupun internasional.

6. Anggaran pengembangan HHBK harus lebih dioptimalkan khususnya pada ke-giatan inventarisasi, pengembangan pasar, penelitian terkait produk, pengolahan, dan pasar, serta peningkatan kualitas SDM aparat dan masyarakat petani HHBK.

7. Peningkatan kapasitas baik kuantitas maupun kualitas aparat pengelola PSDH HHBK untuk dapat meningkatkan PNBP dalam mendukung Pengelolaan Hutan Le-stari khususnya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

-Rina Kristanti (E37)

target. Sasaran pengembangan HHBK di hutan produksi adalah peningkatan produksi HHBK sebesar 20% dalam 5 tahunfoto r eko tjahjono

Page 82: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest82 m e i - j u l i 2 0 1 7

BABY MARGARETHAPentingnya Hutan Bagi Kehidupan Manusia di Bumi

bintang

Banyaknya isu-isu kerusakan hutan akhir-akhir ini dan berkurangnya fungsi hutan menjadi perhatian salah satu artis dan model cantik berkebangsaan Indonesia. “Hutan merupakan salah satu bagian paling penting dalam kehidupan manusia”, kata Baby Margaretha. Keberadaan hutan dirasa

sangat penting bagi seluruh kehidupan yang ada di bumi ini. Selain menyediakan oksigen hutan sangat berfungsi untuk menyerap air, mencegah banjir, dan sebagai sumber makanan. “Salah satu manfaat hutan yang dapat saya rasakan langsung adalah tumbuhan antanan untuk teman makan sebagai lalapan bersama nasi hangat, ikan asin dan sambal dan antanan ini juga dapat digunakan untuk obat luka dengan di tumbuk dan ditempelkan ke luka agar darahnya berhenti. Selain itu saya dan keluarga saya di Bandung memanfaatkan daun sirsak sebagai obat anti kanker dan perawatan kulit sehingga menjadi bersih dan bebas jerawat.” kata Baby Margareta pada wawancara bersama Gagan Gandara dari Redaksi Forest Digest.

Berdasarkan banyaknya manfaat hutan yang dapat dirasakan, fungsi hutan ini memang tidak lepas dengan eksistensi manusia di bumi ini, tanpa hutan kehidupan di bumi ini tidak mungkin akan terjadi. Kerusakan-kerusakan hutan seperti penebangan liar, pertambangan, konversi lahan gambut sebagai sawah, dan lain-lainnya menjadikan fungsi hutan makin terus berkurang apalagi pada era otonomi daerah, areal perkantoran tidak hanya terdapat pada daerah perkotaan yang ramai namun juga dilakukan pembangunan perkantoran pada lahan-lahan hutan, terutama kabupaten yang baru. Pemerintah daerah di kabupaten baru membuka lahan hutan untuk membuat kawasan pemukiman, kawasan industri, kawasan perdagangan dan juga untuk areal perkantoran. Hal ini bisa menjadi ancaman bagi ekosistem hutan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar. Menjaga hutan tidak bisa dilakukan sendiri, melindungi hutan merupakan sebuah gerakan bersama yang harus dilakukan oleh semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan agar tidak terjadi kerusakan hutan.

-Zahra Firdausi (E48)

Page 83: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 83m e i - j u l i 2 0 1 7

GANDHI FERNANDO

Nilai Ekologis Yang Harus Diperhatikan Dalam Menjaga Keutuhan Hutan Indonesia

Hutan sangat bermanfaat salah satunya dapat menyediakan oksigen dan menyerap karbondioksida dan juga dapat menyerap gas-gas berbahaya jika dihirup oleh manusia terlalu berlebihan. “ kata Gandhi dalam wawancara bersama Forest Digest. Selain menghasilkan kayu, hutan juga dapat menyediakan air bersih dari akar-akarnya dan dapat menghasilkan tumbuhan yang dapat di manfaatkan sebagai obat-obatan untuk dikonsumsi manusia, menghasilkan buah dan sayur dan masih banyak lagi.

Menurut aktor berdarah India-Manado pengelolaan hutan masih belum optimal dikarenakan pemerintah di Indonesia masih

lebih mementingkan nilai ekonomi dibandingkan dengan nilai ekologisnya. Salah satunya adalah penataan kota yang dirasa masih tidak diperhatikan dari sisi ekologisnya. Apalgi ditambah sekarang banyak isu kehutanan yang disebabkan oleh penebangan liar yang sering terjadi.

Peran hutan sangatlah penting bagi kehidupan manusia, dengan memberantas penebangan liar, penerapan Go Green dan sosiaisasinya ke masyarakat seluruh Indonesia harus dilakukan dan menyediakan lebih banyak tempat sampah untuk benda-benda yang dapat di daur ulang, serta menata dan menanam lebih banyak pepohonan dan tanaman-tanaman di kota-kota seluruh Indonesia bisa menjadi solusi baik dalam mempertahankan fungsi hutan sebagaimana mestinya

-Zahra Firdausi (E48)

Page 84: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest84 m e i - j u l i 2 0 1 7

OASE

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar didefinisikan sebagai 1) berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu: 2) berlatih; atau 3)

berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.

Di kehidupan sehari-hari, “belajar” selalu dikaitkan dengan dunia pendidikan dimana siswa manjalani aktifitas sehari-hari di sekolah. Dalam konteks ini, belajar selalu digambarkan dengan kegiatan interaksi di kelas, suasana tenang, menghafal, menghitung, atau menghayati suatu teori atau rumus. Kerutan dahi dan keringat sanantiasa terlihat, terutama saat siswa mengerjakan soal-soal ujian. Dalam kondisi ini, satu jam berlangsung terasa seakan-akan berjam-jam. Bagi yang tidak belajar, kondisi ini betul-betul menyiksa. Setelah menjalani seluruh proses di sekolah, pada akhirnya para siswa lulus dan menerima ijasah dengan nilai yang berbeda-beda.

Menengok remaja yang belajar instrumen musik, ternyata kondisinya sangat kontras. Mendengarkan beberapa jenis genre musik sebagai referensi, belajar menghafal chord, mengasah improvisasi, dan menonton berbagai konser, semuanya terlihat begitu sangat menyenangkan. Saat “jamming” di studio, lima jam berasa singkat sekali. Bahkan saat lelah sekalipun, tubuh seakan-akan mendapat energi sehingga menjadi sangat fit dan bugar. Proses yang dilalui remaja ini pada akhirnya membuat dirinya mampu dan handal memainkan alat musik yang diidam-idamkan.

Dua contoh di atas memberikan suatu gambaran jelas bahwa belajar merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu dan usaha untuk mencapai hasil sebagaimana dijelaskan oleh definisi KBBI di atas. Dalam menjalani proses ini, teori relatifitas waktu juga berlaku. Semakin senang seseorang belajar, maka proses

Makna Belajar bagi Rimbawanyang dijalani seakan menjadi lebih singkat. Dan sebaliknya, semakin tidak senang saat belajar maka proses yang dirasakan akan terasa lebih lama, bahkan membosankan.

Proses belajar untuk menjadi seorang rimbawan diawali saat pertama kali seseorang menapakkan kaki di Fakultas Kehutanan. Beragam mata kuliah diikuti dengan seksama untuk lebih mengenal hutan dan mengetahui seluk beluk pengelolaannya. Tidak hanya itu, mahasiswa baru harus mengalami beberapa minggu yang berat, sakit, dan tertekan saat itu dikenal sebagai Masa Pengenalan Fakultas. Tangan lecet karena “intensive push up”, telinga menjadi kaku karena sering dibentak, dan legamnya kulit karena seringya terpapar sinar matahari, semua itu dirasakan oleh semua mahasiswa kehutanan baru. Namun dibalik “penderitaan” itu, pada akhirnya semua sadar bahwa para senior ternyata sangat memperhatikan mahasiswa baru yang telah dianggap sebagai bagian keluarga besarnya. Penderitaan dan tekanan mental yang dirasakan mahasiswa baru ternyata telah dirancang sedemikian hebat sehingga tanpa terasa mahasiswa baru (dipaksa) belajar untuk membentuk karakter rimbawan yang tahan banting, setia kawan, berjiwa sosial, kreatif, dan senantiasa memegang teguh jiwa corsa rimbawan. Dengan “bekal” ini, mahasiswa dikondisikan lebih siap menjalani proses belajar di kampus hingga pada akhirnya lulus dan dilantik menjadi sarjana kehutanan.

Selesai belajar di kampus, rimbawan ternyata harus menghadapi kenyataan baru yaitu harus belajar lagi. Ilmu yang dipelajari di kampus ternyata jauh dari istilah memadai untuk dapat menjawab tantangan di dunia pekerjaan. Penguasaan jenis pohon-pohon yang telah dikenal saat ujian dendrologi ternyata tidak banyak membantu saat rimbawan bekerja di hutan rawa gambut atau mangrove. Disisi lain, kompleks dan dinamisnya situasi di dunia kerja bidang kehutanan menuntut para rimbawan harus mengenal hal-hal baru dan kemudian menguasainya secepat mungkin. Diperlukan strategi belajar khusus untuk dapat melakukannya.

Sekedar flash back ke jaman keemasannya dulu kala, rimbawan lebih mengenal hutan sebagai suatu potensi sumber daya alam yang dikelola kayunya sehingga bisa mendatangkan devisa dan menghidupi banyak orang. Lalu kemudian zaman mulai berubah, berbagai isu dan sisi lain dari dunia kehutanan bermunculan menghiasi berbagai media masa. Saat ini, hutan cenderung lebih dilihat dari sudut pandang Climate, Communities, dan Biodiversity. Dari sudut pandang Climate, hutan merupakan ekosistem berisikan cadangan karbon yang dinamikanya memberikan implikasi bagi keseimbangan iklim global. Apabila hutan terjaga dan hutan baru dibangun, ini juga berarti: meningkatkan cadangan biomassa karbon, berkurangnya Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer, dan menambah supply oksigen. Kalau dulu uang diperoleh hanya dari menjual kayu, maka kini terdapat potensi mendapatkan pendapatan tanpa menebang hutan. Dari sudut pandang Community, hutan dipandang sebagai suatu sumber daya yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat yang ada di dalam dan sekitarnya. Sementara dari sudut pandang Biodiversity, hutan dipandang sebagai rumah atau tempat hidup bagi keanearagaman hayati baik flora maupun fauna. Untuk memahami hal-hal tersebut, rimbawan harus belajar ilmu lain yaitu siklus karbon, ilmu lingkungan, dan sosial.

Di masa mendatang, bisa saja beberapa isu menghilang dan kemudian digantikan oleh hal-hal baru yang belum dikenal sebelumnya. Menghadapi hal ini, rimbawan dituntut harus selalu siap untuk belajar banyak hal, beradaptasi untuk merespon keadaan yang ada, dan bila perlu berevolusi. Segala sesuatu di masa mendatang, meskipun hal buruk sekalipun, haruslah dianggap sebagai tantangan yang menyenangkan. Sekalipun ada kegagalan di masa lalu, ini tetap memiliki nilai karena telah memberikan pelajaran (lesson) berharga sekaligus pembelajaran (lesson learned). Belajar bukanlah suatu pilihan, melainkan suatu kebutuhan sebagai bagian dari profesionalisme. Oleh karenanya, rimbawan sejati akan tetap selalu belajar…belajar…dan belajar.

-Iwan Tri Cahyo Wibisono (E31)

Page 85: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

OASE

Air, salah satu unsur utama bumi. Menjadi sebuah kebutuhan mutlak manusia. Dari tubuh sampai inspirasi; Tubuh terbangun dari sebagian besar air. Tubuh sangat memerlukan air. Coba bayangkan jika kita tidak minum lebih dari satu hari. Dehidrasi menjadi resiko terberat yang harus ditanggung; Imajinasi terkeren juga memerlukan air. Sudah berapa ratus atau ribu karya seni yang terinspirasi oleh air. Yang super heboh, tentu saja Avatar!; Bencana terdahsyat sangat melibatkan air. Lihat bagaimana banjir dan tsunami meluluh lantakkan dunia. Menghapus ratusan ribu nama. Menghilangkan jutaan nyawa. Jangan lupa juga, bagaimana air menjadi sebuah intisari dari budaya. Lihatlah bagaimana orang memelototi dia shio apa, artinya apa, lalu coba coba untuk berbuat seperti

Unsur Bumi-Filosofi Airsemestinya. Shio monyet air adalah salah satunya.

Senyawa kimia yang menyusun air sangatlah sederhana. Namun kegunaannya benar benar tidak sederhana! Air adalah bentuk yang bisa menyesuaikan diri pada wadah. Ini sangat artistik-filosofis. Ini adalah bentuk pengabdian tak terbatas. Diciptakan Tuhan sebagai pelayan terbesar bagi bumi.

Tapi manusia diciptakan sebagai makhluk mulia sekaligus tidak tahu diri. Betapa mudahnya menghancurkan sesuatu tanpa berpikir. Gunung gunung dipangkas habis habisan. Padahal pepohonan adalah kekasih air yang paling utama. Pepohonan musnah, sama artinya dengan mengusir air mentah mentah dari rumah. Daerah tangkapan air bahkan dikorbankan demi industri. Miris! Apa artinya trilyunan

rupiah jika di depan kemudian air adalah barang langka.

Air tidak akan berabah bentuk meski diaduk dengan berbagai macam rasa dan warna. Asin, pahit, masam, kuning, biru, tidak akan merubah air. Mereka hanya memberi sifat tambahan. Ini juga artistik-filosofis. Artinya adalah sesuatu yang teguh pada basisnya.

Air bisa mengalami fase fase yang bisa merubah wujudnya. Embun menguap, menuju langit, membentuk tubuh awan, lalu turun lagi sebagai hujan. Berubah wujud, tapi tetap kembali pada khitah.

Air berfilosofi begitu dalam. Manusia juga seharusnya mencintainya secara dalam.

MIM Yudiarto (E27)

poto r eko tjahjono

Page 86: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest86 m e i - j u l i 2 0 1 7

Dapatkan majalah Forest Digest secara gratiskontak : [email protected]

Sekretariat Himpunan Alumni Fahutan IPBKampus Fahutan IPB Darmaga

Bogor

Page 87: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,

F rest D gest 87m e i - j u l i 2 0 1 7

fahutanipb.comadalah portal media yang menjadi sumber informasi untuk Alumni Fahutan IPBdan masyarakat umum.

Portal ini merupakan Ofisial media HA-E IPB, yang menyediakan informasi dan berita tentang kegiatan HA-E IPB, bidang kehutanan dan umum

kontak:Kaka [email protected]

Page 88: Prospek Hasil Hutan Bukan Kayu · menulis artikel dengan panjang 4000 karakter ... 18 Maret 2017, bertempat ... menyampaikan beberapa poin penting,