bahan ajar karakter ilmu hukum · 2017. 6. 4. · 3 capaian pembelajaran: mahasiswa diharapkan...

44
BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM PENYUSUN Dr. I KETUT WIRAWAN., SH.,MHum I NYOMAN BAGIASTRA, S.H., M.H. UNIVERSITAS UDAYANA FAKULTAS HUKUM DENPASAR 2016

Upload: others

Post on 22-Mar-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

BAHAN AJAR

KARAKTER ILMU HUKUM

PENYUSUN

Dr. I KETUT WIRAWAN., SH.,MHum

I NYOMAN BAGIASTRA, S.H., M.H.

UNIVERSITAS UDAYANA

FAKULTAS HUKUM

DENPASAR

2016

Page 2: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

2

IDENTITAS MATA KULIAH

Program Studi : Sarjana (S1) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas

Udayana.

Nama mata kuliah/Kode : Penalaran dan Argumentasi Hukum

WHI 7269

Jumlah SKS : 2

Pengajar : Dr. I KETUT WIRAWAN., SH., MHum

I NYOMAN BAGIASTRA., SH., MH.

Page 3: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

3

Capaian Pembelajaran : mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa

hukum, penafsiran hukum (interpretasi), konstruksi hukum dan kesesatan dalam hukum. Kemudian

setelah memahami hal tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat melakukan pengkajian terhadap

hukum yang berlaku melalui kasus-kasus dan fenomena hukum dalam masyarakat dengan

menggunakan metode-metode tersebut.

Mata kuliah Prasyarat : -

Deskripsi mata Kuliah : Substansi mata kuliah Penalaran dan Argumentasi Hukum mencakup

pengertian ilmu hukum, logika, bahasa, penafsiran hukum (interpretasi), konstruksi hukum dan

kesesatan.

Dalam pengertian ilmu hukum akan diuraikan secara gramatikanya yaitu meliputi pengertian dari

kata ilmu dan kata hukum termasuk karakter ilmu hukum itu sendiri. Kemudian logika menjelaskan

tentang cara berpikir lurus untuk mencapai suatu kebenaran dalam hukum. Bahasa yang digunakan

disini yaitu bahasa hukum dan/atau bahasa undang-undang. Dalam penafsiran hukum dapat dibagi

menjadi beberapa macam penasiran antara lain penafsiran gramatika, penafsiran autentik, penafsiran

sosiologis dan lain-lain. Penafsiran ini dilakukan apabila oleh hakim pengadilan dalam menangani

suatu perkara ditemukan adanya norma kabur, sedangkan dalam konflik norma hukum, hakim dapat

menggunakan salah satu dari beberapa asas yaitu asas lex specialis derogat legi generali, asas lex

superior derogat legi priori dan lex posterior derogat legi inferiori. Kemudian apabila terjadi

kekosongan norma maka hakim dapat melakukan konstruksi hukum, hakim pengadilan dapat

menempuh beberapa metode untuk menemukan hukum yaitu dengan argumentum a contrario,

argumentum per analogiam dan penghalusan hukum dan jika terjadi kesesatan dilakukan dengan

beberapa metode. Pengkajian dalam penalaran hukum ini selain mengacu pada ketentuan peraturan

Page 4: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

4

perundang-undangan juga mengacu pada hukum yang tidak tertulis. Hakim dalam menangani suatu

perkara apabila hukumnya tidak ada maka hakim dapat menggali nilai-nilai yang hidup dalam

masyarakat.

karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi), konstruksi

hukum dan kesesatan dalam hukum.

PENDAHULUAN

1. Adapun tujuan dari mata kuliah ini yaitu mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu

hukum.

2. mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran

hukum (interpretasi), konstruksi hukum dan kesesatan dalam hukum. Kemudian setelah

memahami hal tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat melakukan pengkajian terhadap

hukum yang berlaku melalui kasus-kasus dan fenomena hukum dalam masyarakat dengan

menggunakan metode-metode tersebut.

3. Mahasiswa akan lebih mudah memahami materi bahan ajar ini apabila mahasiswa telah

memiliki capapai pembelajaran atas bahan ajar mengenai memahami metode penelitian hukum.

4. Capaian pembelajaran atas bahan ajar ini sangat bermanfaat bagi mahasiswa, mahasiswa

diharapkan mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan penalaran dan

argumentasi hukum.

5. Sistematika penyajian atas bahan ajar ini adalah sebagai berikut:

1. Pendahuluan.

Karakter normatif dari hukum.

Page 5: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

5

Petunjuk Belajar:

a. Perkuliahan dilaksanakan dengan tatap muka, diskusi dan pemecahan masalah. Materi

kuliah dan bahan bacaan wajib diinformasikan pada awal perkuliahan. Untuk menambah

pemahaman materi kuliah, mahasiswa diberikan tugas-tugas berupa tugas terstruktur, tugas

mandiri dan presentasi kelompok.

b. Mahasiswa melakukan self study, melakukan penelusuran sumber belajar paling kurang

yang sudah dicantumkan dan digunakan dalam bahan ajar ini. Membaca bahan ajar ini

dan melakukan pengayaan berdasarkan hasil bacaan dari sumber belajar.

c. Membuat rangkuman atas bahan ajar ini dan mencatat hasil membaca sumber belajar.

d. Berdiskusi – bertanya kepada dosen yang memberikan kuliah atas substansi yang

dianggap belum jelas dalam bahan ajar ini.

e. Membentuk kelompok kecil yang terdiri dari paling banyak 10 orang. Berdiskusi di

dalam kelompok dan membuat laporan hasil diskusi.

Page 6: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

6

PENALARAN DAN ARGUMENTASI HUKUM

KARAKTERISTIK ILMU HUKUM

Untuk mendapatkan pengertian ilmu hukum, perlu diingat ungkapan lama qour homines, tot

sententiae. Dalam bahasa Inggris, ilmu hukum disebut jurisprudence. Beberapa penulis berbahasa

Inggris ada yang menyebut ilmu hukum sebagai the science of law atau legal science. Salmond,

misalnya menyatakan : “If we use the term science in its widest permssible sense as incluiding the

systematized knowledge of any subject of intellectual enquiry we may define jurisprudence as the

science of civil law”. Begitu juga Keaton. Menurutnya, “the science of jurisprudence arragement

of the general principles of law”. Sama halnya Roscoe Pound menyatakan “jurisprudence is the

science of law, using the term law in the judicial sense, as denoting the body of principles

recognized or enforced by public or regular tribunals in the administratiton of justice”.

Di dalam Wabster Dictonary, kata science berarti knowledge or a system ofknowledfe

covering general truths or the operation of general laws especially as obtained and tasted trough

scientific method. Selanjutnya, kamus itu menyatakan bahwa such knowledge or such a system of

knowledge concerned with the physial world and its phenomena : NATURAL SCIENCE. Dengan

berpegangan kepada kamus itu, tidak dapat disangkal bahwa katascience memang merujuk kepada

tidak lain daripada ilmu alamiah. Jenis ilmu ini hanya dapat diperoleh melalui metode ilmiah

atau scientific method. Sedangkan mengenai scientific method, Webster mendefinisikan

sebagaiprinciples and procedures for the systematic persuit of knowledge involving the recognition

and formulation of a problem, the collection of data through observation and experiment, and the

formulation and testing of hypothese.

Page 7: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

7

Francis Bacon adalah orang yang pertama kali memformulasikan metode ilmiah. Meskipun

dilakukan beberapa perbaikan, rumusan Bacon itu dapat diterima oleh para ilmuwan sejak abad

XVII. Para ilmuwan mulai dengan melakukan eksperimen yang tujuannya untuk mengamati gejala

– gejala secara cermat dan teliti. Selanjutnya, para ilmuwan itu merekam apa yang mereka

temukan, menganalisanya, dan mempublikasikannya. Dengan berjalannya waktu, mereka bekerja

sama dengan para koleganya dari bidang itu sebagai data yang dapat dipercaya. Dalam suatu situasi

semacam itu, para ilmuwantidak mulai dengan menyusun hipotesis, melainkan mereka mulai

dengan melakukan observasi.

Semakin banyak data terkumpul, semakin banyak gejala ilmiah terungkap. Niat para

ilmuwan adalah menjelaskan gejala – gejala alamiah secara ilmiah. Kegiatan semacam ini dimulai

dengan menyusun hipotesis dan bukan dengan melakukan pengamatan terhadap gejala – gejala

yang ada. Hipotesis adalah suatu praduga yang bersifat tentarif yang dibuat utuk menarik

kesimpulan dan menguji sesuatu yang bersifat empiris. Dalam hipotesis, seorang peneliti

mengajukan dua proporsi yang berhubungan secara kasual, yaitu adanya suatu gejala disebabkan

oleh suatu faktor tertentu. Untuk membuktikan benar tidaknya suatu hipotesis, diperlukanlah data

empiris. Hal ini jelas menunjukkan bahwa aktivitas semacam itu tidak dimulai dengan observasi

sebagaimana yang dilakukan oleh para ilmuwan pada masa mula – mula dikembangkannya metode

ilmiah seperti yang dikemukakan oleh Bacon. Aktivitas ilmiah dimulai dengan penyusunan

hipotesis. Menyusun hipotesis merupakan pemikiran deduktif-logis. Konstruksi pemkiran harus

diverifikasikan melalui data empiris. Verivikasi empiris inilah yang merupakan batas damarkasi

antara ilmiah. Akibatnya, tidak dapat dielakkan adanya pandangan bahwa yang namanya ilmu

hanya merujuk kepada ilmu – ilmu alamiah.

Page 8: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

8

Tidak dapat disangkal bahwa aktivitas ilmiah semacam itu hanya mungkin dilakukan untuk ilmu –

ilmu alamiah. Perkembangan ilmu – ilmu alamiah telah mencapai tingkat yang bergengsi dan

mempengaruhi metode ilmiah, padaabad XIX, bidang – bidang studi lainnya mulai mengikuti jejak

ilmu – ilmu alamiah untuk menemukan kebenaran empiris. Yang pertama kali menggunakan

metode yang dipakai oleh ilmu – ilmu alamiah untuk menerangkan evolusi sosial adalah seorang

ahli matematika dan filsuf Perancis bernama Auguste Comte (1798-1857) dalam bukunya Cours de

Philosophie Positive (1830-1832).

Auguste Comte dipandang sebagai pendiri positivme. Ia membedakan tiga tahap besar

evolusi pemikiran manusia. Tahap pertama adalah tahap theologis. Pada tahap ini semua gejala

diterangkan dengan merujuk kepada kausa yang bersifat supra natural dan campur tangan sesuatu

yang ilahi. Tahap kedua adalah tahap merafisika. Di dalam tahap ini pikiran dikembalikan kepada

prinsip – prinsip dan gagasan – gagasan yang mendasar yang dipandang berada di bawah

permukaan yang membentuk kekuatan nayata dalam evolusi manusia. Tahap ketiga, yaitu tahap

terakhir adalah tahap positif. Tahap ini menolak semua konstruksi hipotesis yang ada dalam filsafat

dan membatasi diri kepadaobservasi empiris dan hubungan di anatara fakta melalui metode yang

digunakan dalam ilmu – ilmu alamiah.

Sejak paruh kedua abad XIX, positivisme yang dikemukan oleg August Comte menjadi

suatu pola ilmu – ilmu sosial. Sebagai seorang pengagum ilmu – ilmu alamiah, John Smart Mill

percaya bahwa ada hukum kausalitas yang mengatur manusia dalam hidup bermasyarakat sama

halnya dengan dunia fisika, Dlam bukunya A system of logic(1843), ia menerapakan sesuatu yang

pertama kali terjadi diterapkannya metode untuk ilmu – ilmu alamiah kepada ilmu – ilmu sosial.

Oleh karena itulah tepatlah kalau dikatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Mill tersebut

disebut“naturalistic” sosial science.

Page 9: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

9

Jika positivisme begitu kuat mempengaruhi Mill dalam bidang ilmu sosial, pada ilmu

hukum, pengaruh tersebut telah mempengaruhi John Austin (1790-1859). John Austin dipandang

sebagai pendiri legal positivisme. Dalam karyanya “Essays on Equality, Law, and Education”,

John Stuart Mill menulis tentang Austin : “No writer whom we know had more of the qualities

needed for initiating and disciplining other minds in the difficult art of precise thought”. Setelah

mempelajari hukum Romawi dan betapa kacaunya Hukum Inggris. Ia kemudian membuat

perbedaan yang tajam antara jurisprudence dan the science of ethics. Ia menyatakan bahwa “the

science of jurisprudence is concerned with positive laws, or with laws strictly so called, as

considered without regard to their goodness and badness.” Yuris, menurut Austin hanya

berhubungan dengan hukum sebagaimana adanya. Sebaliknya, legislator dan filsuf etika

berhubungan dengan hukum yang seharusnya, Hukum positif, menurut Austin tidak berkaitan

dengan hukum yang ideal atau adil.

Legal positivism didirakan sebagai suatu jawaban akan tuntutan ilmu pengetahuan modern

dalam semangat anri metafisika. Doktrin hukum yang bersifat tradisional dianggap diselimuti oleh

kabut metafisika. Ilmu pengetahuan modern, sebaliknya, memerlukan pengatuhuan yang objektif,

suatu pengetahuan objektif adalah suatu pernyataan mengenai suatu gejala yang harus diverivikasi

dan eksistensinya harus didasarkan pada faktanya yang dapat diobservasi dan dikontrol. Austin

mendeskripsikan hukum sebagai gejala yang dapat diamati. Dalam pandangan Austin, hukum

terdiri dariperintah – perintah dan sanksi – sanksi yang diberikan oleh pengusaha dan dipatuhi oleh

setiap anggota masyarakat. Aspek normatif hukum dinyatakan dengan merujuk kepada aturan –

aturan tingkah laku lahirlah. Bagi Austin, evaluasi terhadap aturan hukum merupakan sesuatu yang

lain. Dengan demikian, Austin menulis tentang hukum dari psrspektif sosiologi yang bebas nilai.

Page 10: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

10

Dengan menerapkan metode yang digunakan untuk ilmu – ilmu sosial, kaum positivis

secara empiris itulahy yang dikatakan sebagi pengetahuan sejati. Mereka menolak semua gejala

yang berada di dalam kategori nilai – nilai. Kaum positivis hanya berpegang kepada induksi, yaitu

dengan mengamati fakta empiris untuk memverivikasi hipotesis yang diajukan, melakukan

inferensi, dan akhirnya menhasilkan teori eksplanatoris. Prosedur unvis dianggap telah

menghasilkan hukum – hukum ilmiah yang bersifat umum dan seragam.

Menurut Bernard Barber, prosedur semacam itu dapat diterapkan untuk imnu – ilmu sosial.

Ia menyatakan “Science a unity, wheatever the class of empirical materials to which it is apphed,

and therefore, natural and social science belong together in principle”. Lebih lanjut ia

mengemukakan bahwa perbedaan anatara ilmu – ilmu sosial terletak pada tingkat

perkembangannya dan tidak bersifat fundamental. Barber, kemudian mengemukakan adanya lima

disiplin yang dapat dikategorikan ke dalam ilmu – ilmu sosial, yaitu ilmu ekonomi, ilmu politik,

psikologi, sosiologi, dan antropologi, Menurut Barber, suatu karakter yang esensial dalam semua

ilmu sosial adalah ilmu – ilmu itu berkaitan dengan hubungan sosial di antara manusia, yaitu

mereka berinteraksi satu dengan yang lain bukan hanya secara fisik melainkan juga atas dasar

makna – makna yang di sepakati bersama.

Namun demikian, ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam menerapkan metode yang

digunakan untuk ilmu – ilmu alamiah kepada ilmu – ilmu sosial. Pertama gejala yang dihadapi oleh

ilmuwan sosial tidak sama dengangejala yang dihadapi oleh ilmuwan dalam ruang lingkup ilmu –

ilmu alamiah. Objek telaahnya berbeda, yaitu ilmu – ilmu alamiah berkaitan dengan materi

sedangkan ilmu – ilmu alamiah berkaitan dengan materi sedangkan ilmu – ilmu sosial mengenai

manusia. Materi bereaksi terhadap rangsangan. Materi tidak mempunyai keinginan subjektif.

Materi tidak mempunyai makna sampai ilmuwan menjadikannya sesuatu untuk diperhatikan. Untuk

Page 11: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

11

memahami logika perilaku materi, seseorang harus mengamatinya. Sebaliknya perilaku masyarakat

itu. Masyarakat menetapkan situasi mereka dan bertindak dengan cara – cara tertentu dalam

mencapai tujuannya. Dalam melakukan hal itu mereka membangun suatu dunia sosial. Kehidupan

sosial mempunyai kehidupan internal yang harus dipahami oleh ilmuwan sosial. Sebaliknya,

ilmuwan dalam ruang lingkup ilmu – ilmu alamiah dapat menetapkan logika eksternal terhadap

data yang ia peroleh. Pemahaman mengenai maksud subjektif manusia memerlukan pemahaman

interpretatif dari teoritisi yang mengalami makna subjektif tersebut. Kedua, ilmuwan sosial tidak

dapat mengalami pengalaman orang lain. Pengalaman pribadinya membuatnya memberi warna

terhadap apa yang terjadi. Suatu contoh yang dapat ditemukan di sini adalah prepesi Clifford

Geerzt tentang dikhotomi masyarakat jawa menjadi kaum santri dan abangan. Perspektif semacam

ini tentu saja dipengaruhi oleh budaya di tempat ia dibesarkan. Sama halnya bukan orang Jawa

yang lalu mengambil kesimpulan bahwa orang Jawa suka perang.

Didirikanya Law and Society Association dan jurnalnya Law & Society Review tahun

1960-an telah menyulut studi – studi hukum dari perspektif ilmu sosial. Sejak itu literatur – literatur

mengenai hukum dan masyarakat berkembang dengan pesat. Objek 0objek penelitian acap kali

diarahkan pada topik – topik dampak hukum terhadap masyarakat terntentu, kepatuhan hukum

masyarakat tertentu terhadap suatu aturan hukum tertentu, efektivitas aturan hukum dalam

kehidupan bermasyarakat \, dan hukum dan perubahan sosial. Hal ini telah mengubah pendekatan

dari pendekatan tradisional yang berbicara mengenai doktrin – doktri hukum ke arah pendekatan

prilaku dengan cara menyoroti putusan – putusan pengadilan terbaru dalam rangka menjawab

masalah – masalah dampak hukum terhadap masyarakat secara keseluruhan. Masalah pokok dalam

penelitian semacam itu adalah menyelidiki lubang antara yang di gagas oleh hukum dan apa yang

terjadi di alam empiris. Hal itu berarti menjadikan studi hukum menjadi studi sosial. Menurut para

Page 12: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

12

pengikut pandangan itu, tugas ilmu hukum adalah menyelesaikan masalah – masalah sosial yang

berkaitan dengan hukum dan bukan untuk menelaah hukum itu sendiri secara lebih mendalam.

Dalam melaksanakan hal itu, tentu saja perlu dilakukan verifikasi empiris. Konsekuensinya,

penelitian perlu diadakan untuk menyelesaikan masalah itu.

Kecendrungan semacam itu amat dipengaruhi oleh ilmuwan sosial yang melakukan studi hukum

dari spektif mereka sendiri. Implikasi dari hal itu adalah di perlukannya prosedur standar untuk

melakukan studi hukum yang dipolakan menurut pola ilmu sosial. Dalam pengembangan ilmu

hukum, sudah barang tentu juga harus mengikuti metode yang digunakan oleh ilmu sosial, yaitu

melalui penelitian yang lazim digunakan daalm penelitian sosial. Dalam hal demikian, penelitian

hukum dimaksudkan tidak lebih untuk memperoleh kebenaran empiris atau lebih tepat dikatakan

sebagai keniscayaan. Inti dari penelitian semacam ini adalah untuk menguji sejauh mana teori

hukum dapat diterapkan dalam suatu masyarakat dan apakah aturan – aturan hukum tertentu

dipatuhi oleh anggota – anggota masyarakat. Apabila pengembangan ilmu hukum dilakukan

dengan melakukan penelitian semacam ini, tidak dapat dielakan bahwa ilmu hukum telah dibawa

untuk menjadi studi perilaku yang hal ini bertentangan dengan hakikat ilmu hukum itu sendiri.

Di samping itu, meskipun para sarjana yang melakukan studi – studi semacam itu tidak –

studi semacam itu tidak secara terbuka menyatakan dalam menetapkan konsep hukum yang ia

gunakan untuk bekerja, tidak dapat dibantah bahwa mereka berpegang kepada konsep Austinian.

John Austin memandang hukum semata – mata sebagai perintah penguasa. Oleh karena itulah

hukum dipandang sebagai perintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu

perbuatan tertentu yang didukung oleh paksaan fisik yang akan dijatuhkan kepada siapa yang tidak

menaati ketentuan itu. Pandangan itu tidak dapat menerangkan ketentuan yang tidak bersifat

perintah atau larangan, seperti misalnya ketentuan mengenai usia cukup umur. Sebenarnya, sanksi

Page 13: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

13

bukan merupakan unsur yang esensial dalam hukum. Sanksi merupakan unsur tambahan. Ada

beberapa hukum yang tidak dilekati dengan sanksi. Ketentuan mengenai usia cukup umur yang

telah ditemukan adalah suatu contoh ketentuan yang tidak diberi sanksi. Unsur yang esensial dalam

hukum adalah penerimaan masyarakat terhadap aturan hukum itu, sehingga aturan itu mempunyai

kekuatan mengikat. Konsep hukum sebagai suatu perintah yang didukung oleh paksaan fisik

merupakan konsep yang sangat diwarnai oleh hukum pidana. Konsep semacam itu dengan

sendirinya mengabaikan bidang bidang hukum lainnya. Oleh karena itulah dapat dikatakan bahwa

pendekatan sosial terhadap hukum yang berpangkal pada pandangan Austinam sejak semula sudah

keliru.

Terlepas dari penerapan metode ilmu – ilmu alamiah terhadap ilmu – ilmu sosial, kedua

ruas ilmu merupakan ilmu – ilmu yang bersifat deskriptif. Pada fisika, misalnya air mendidih pada

100 Celsius. Tanpa perlu dikomando, jika temperatur sudah mencapai 100 Celcius, air itu

mendidih. Begitu pula tidak ada seorang pun yang dapat melarang air mendidih. Begitu pula tidak

ada seorang pun yan dapat melarang air untuk mendidih apabila temperatur telah mencapai 100.

Pernyataan dalam suatu ilmu deskriptif adalah mengenai apa yang terjadi. Pernyataan tentang fakta.

Baik ilmu – ilmu alamiah maupun ilmu – ilmu sosial hanya berhubungan dengan gejala yang dapat

diamati secara empiris. Apa yang ingin dicapai oleh ilmu – ilmu deskriptif adalah

keniscayaan (truth). Konsekuensinya, sistem nilai, yaitu sesuatu yang bersifat seyogianya atau

seharusnya (should atau ought) dan gagasan yang bersifat preskriptif tidak masuk bilangan ilmu

sosial maupun ilmu alamiah.

Oleh karena itulah dapat dikemukakan bahwa istilah science of law tidak tepat. Secara

etimologis, kata “law” dalam bahasa Inggris mempunyai dua pengertian. Pertama

kata “law” diartikan sebagai serangkaian pedoman untuk mencapai keadilan. Yang kedua,

Page 14: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

14

kata “law” merujuk kepada seperangkat aturan tingkah laku untuk mengatur ketertiban masyarakat.

Yang pertama dalam bahasa latin disebut ius, bahasa Perancis droit, bahasa Belanda recht, dan

dalam bahasa Jerman Recht. Yang kedua, dalam bahasa Perancis loi, dalam bahasa Belanda wet,

dan dalam bahasa Jerman Gesetz. Perbedaan rujukan terhadap pengertian “law” akan

menghasilkan perbedaan dalam pendekatan secara teoretis terhadap hukum. Istilah “law” yang

secara umum dipakai dalam bahasa Inggris secara etimologis berasal dari kata “lagu”, suatu kata

dalam gari lex dan bukan garis ius, yang digunakan untuk menyebut aturan – aturan yang

dikondifisikan oleh raja – raja Anglosaxon.

Untuk menbghindari ketidaksepakatan, dalam bahasa Inggris digunakanlah

istilah jurisprudence dan bukan the science of law untuk suatu disiplin yang pokok bahasanya

adalah hukum. Istilah jurisprudence berasal dari bahasa latin iuris, yang merupakan bentuk jamak

dari ius, yang artinya hukum yang dibuat oleh masyarakat dan kebiasaan dan bukan perundang –

undangan dan prudentia, yang artinya kebijaksanaan atau pengetahuan. Jurisprudence, dengan

demikian berarti kebijaksanaan yang berkaitan dengan hukum atau pengetahuan hukum. Sudah

barang tentu hal ini tidak bersangkut paut dengan gejala yang dapat diamati secara empiris.

Mengingat science diidentifikasikan sebagai studi empiris, Jan Gijssels and Mark van

Hoecke menghindari menerjemahkan kata bahasa Belanda Rechtswetenschap menajdi legal

science. Ia secara tepat menganjurkanRechtswetenschap menjadi jurisprudence. Dalam hal

ini jurisprudence di definiskan sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan terorganisir

mengenai gejala hukum, struktur kekuasaan, norma – norma, hak – hak dan kewajiban – kewajiban.

Jurisprudence dapat didefinisikan secara luas sebagai semua yang bersifat teoritis tentang

hukum. Jurisprudence juga berarti metode studi hukum dalam arti umum. Studi tersebut bukan

mengenai suatu negara pada suatu waktu tertentu. Di samping jurisprudence sebenarnya bukan

Page 15: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

15

sekadar studi hukum melainkan lebih dari itu merupakan studi tentang hukum. Hari Chand secara

tepat membandingkan apa yang dipelajari oleh mahasiswa hukum dan mahasiswa kedokteran yang

akan mempelajari anatomi tubuh manusia, juga harus belajar kepala, telinga, mata, dan semua

bagian tubuh dalam struktur, hubungan antara bagian yang satu dengan bagian yang lain, serta faal.

Sama halnya, mahasiswa hukum, yang mempelajari hukum harus juga mempelajari konsep hukum,

gagasan yang ada di belakang hukum, struktur dan fungsi hukum. Lebih lanjut ia mengemukakan

bahwa disamping mempelajari tubuh manusia secara keseluruhan, mahasiswa kedokteran juga

mempelajari faktor – faktor eksternal yang ada kaitanna dengan tubuh manusia, seperti misalnya

apakah pengaruh panas, dingin, air, kuman, serangga, virs, dan lain – lain, terhadap tubuh manusia.

Begitu juga mahasiswa hukum perlu mempelajari faktor – faktor eksternal yang mempengaruhi

tubuh manusia tidak mungkin mampu mendiagnosis penyakit tanpa menguasai keahlian, teknik,

dan prosedur standar prosedur diagnosis, demikian juga mahasiswa hukum tidak akan mampu

melakukan telaah hukum tanpa memiliki standar, nilai – nilai, keahlian dan teknik hukum, gagasan

– gagasan hukum, metode yang harus diikuti yang semuanya merupakan bidang kajian ilmu

hukum. Validitas aturan hukum, keadilan, prosedur standar penerapan hukum dan masalah –

masalah internal hukum merupakan bagian yang esensial darijurisprudence.

Dengan demikian, dapat dilakukan bahwa titik anjak dalam mempelajari hukum adalah

memahami kondisi intrinsik aturan – aturan hukum. Hal inilah yang membedakan antara ilmu

hukum dengan disiplin – disiplin lain yang objek kajiannya juga hukum. Disiplin – disiplin lain

tersebut memandang hukum sebagai gejala sosial. Dengan melihat kondisi intrisik aturan hukum,

ilmu hukum mempelajari gagasan – gagasan hukum yang bersifat mendasar, universal, umum, dan

teoritis serta landasan pemikiran yang mendasarinya. Landasan pemikiran itu berkaitan dengan

berbagai macam konsep mengenai kebenaran, pemahaman dan makna, serta nilai – nilai atau

Page 16: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

16

prinsip – prinsip moral. Dalam bidang yang fundamental ini, beberapa pertanyaan esensial dapat

bersifat positif atau deskritif ataukah bersifat preskriptif atau normatif. Pertanyaan – pertanyaan

tersebut misalnya apakah seseorang mempunyai kehendak bebas ? Apakah hukum pada dasarnay

merupakan pencerminan dari kepentingan kelompok sosial yang berkuasa ? Apakah masyarakat

selalu membuat putusan berdasarkan kepentingan pribadi mereka ? Haruskah masyarakat membuat

putusan berdasarkan kepentingan mereka sendiri ? Dapatkahdan haruskah hukum menjadi agensi

untuk memperbaiki pedoman moral yang mendasar ? Tugas lmu hukum dalam hal

ini jurisprudenceadalah menemukan prinsip – prinsip umum yang menjelaskan bangunan dunia

hukum.

SEJARAH TIMBULNYA ILMU HUKUM

Timbulnya ilmu hukum tidak dapat dipisahkan dari tradisi peradaban Barat. Berbeda

dengan peradaban Timur seperti Tiongkok, India, Jepang, dan Afrika yang tidak menempatkan

hukum sebagai faktor sentral, dalam pedaban Barat hukum dipandang sebagai prinsip sentral

kehidupan, hal itu dapat dilacak dari sejarah pedaban tersebut.

Peradaban Barat bersembur kepada peradaban Yunani. Pada tahap – tahap yang menentukan dalam

sejarah yunani, negara terotorial merupak suatu organisasi politik yang sangat penting. Negara

dipandang lebih penting dari semua organisasi yang dibuat oleh manusia. Oleh orang Yunani, dunia

dapat diterangkan melalui hukum – hukum alam.

Diajadikannya hukum sebagai prinsip sentral dalam kehidupan tidak lama setelah tahun

1200 SM yaitu bermula sejak Dorian yang datang dari Utama menduduki pusat kedudukam Mysia.

Para pengungsi menyebrangi Aegea untuk menetap diujung Asia kecil, mereka tidak nmembawa

serta pola pemerintahan mereka. Meraka menciptakan seperangkat hukum dan sistem pemerintahan

Page 17: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

17

yang kuat untuk menjamin kerjasama pemukiman baru. Mereka lalu mendirikan negara – negara

kota yang dalam bahasa Yunani disebuti police.

Police tersebut berukuran kecil dan penduduknyapun sedikit. Oleh klarena itulah orang

dapat berpartisipasi dam kehidupan politik. Tidak heran kalau orang Yuanani berhasil mengatasi

persoalan – persoalan lahiria. Akan tetapi untuk masalah – masalah Batinia mereka p4erlu belajar

lebih banyak lagi. Mereka lalu menengok ketimur. Namun ketika mereka berunding dengan ahli

yang mempunyai kedudukan sebagai pemuka Agama, mereka lalu menari hal – hal Bainia itu

dengan cara mereka sendiri. Mereka kemudian mebgemukakan dan menjelaskan fenpomena

dengan menggunakan penalaran yang bersifat imajinatif dengan menggunakan penalaran, mereka

menolak adanya pandangan yang menyatakan bahwa dewa – dewa merupakan penguasa alam

semesta. Sebagai gantinya mereka kemuduan mengembangkan hukum alam untuk menjelaskan

fenomoena alam.

Penuturan telaah surya Prakash Sinha, ada empat tahapan pengembangan fikitran Yunani

yaitu fikiran Heoris, Pikiran Visioner, Pikiran Teoretis dan Pikiran Rasional. Pikiran Heoris

mendasarkan pemikiran pada pengalaman konkret secara fisik dan memperkayanya dengan

fantastic dan mitos seperti yang terdapat pada karya Homerus. Pemikiran Visioer menjadi seiring

dengan pembentukan Polci, yaitu dengan cari sesuatu yang dapat membuat tertib melalui

mengabungan antara dunia gagasan dan dunia indera. Hal itu terungkapnya melalui puisi dan drama

yang dituliskan oleh Pindar, Aeschylus, dan Sophoeles. Pikiran Teoritis didorong oleh timbulnya

Athena sebagai metropolis. Pikiran Teoritis menggunakan kekuatan analis untuk melihat sesuatu

dibawah permukaan. Pikiran Rasional merujuk kepada tertib akal sebagaiman yang dikemukakan

oleh Plato (429-348SM.). dan Aristoteles (384-322SM.). Dalam pikiran rasional dikonsepsikan

adanya logos yaitu Instrumen untuk mendapatkan keniscayaan dan keadilan. Dengan cara

Page 18: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

18

memikiran dan mendisikusikan issue dan aretam yaitu nilai manusia sebgai mahluk berfikir,

meteron, yaitu konsep ukuran dan proporsi untuk menghindari hubris atau sesuatu yang melampaui

batas.

Dengan ketiga hal tersebut manusia memilik kemampuan untuk befikir, kebebasan memilih

dan kemampuan untuk membuat kepurusan, Ia hidup untuk untuk dirinya sendiri, hukum untuk

orang lain atau kekuatan supranatural. Disinilah mulai timbul individualisme, Konsekuensi politis

dan Individualisme ini adalah adanya independence negara yang warganya memilik hak – hak cara

hukum dan politik yang tertuang didalam the rule of law. Hukum, dengan demikian, menyediakan

sarana bagi pelaksanaan hak – hak tersebut. Oleh karena itulah hukum memjadi prinsip central

dalam organisasi sosial.

Dominasi atena ternyata kemudian di paparka oleh sapta 404SM. Selanjutnya, makedonia

melaksanakan sapra tahun 338SM. Penaklukan oleh Makedonia ini telah melenyapkan kedaulatan

police lokal. Raja – raja makadonia menganut Hellenisme. Akan tetapi, pada tahun 146 Yunani dan

Makadonia jatuh ke tangan Romawi. Pada masa pemerintahan Romawi Hellensime tersebar ke

Itali. Meskipun bahasa latin merupakan bahasa yang berlaku pada intlektul diantaranya Cicero

(106-43SM.). Manusia mengamat filsafat Yunani, merupan Cicero pemerintah berasal dari

perjanjian sukarela diantara warga negara dan hukum harus merupakan prinsip pemerintah

tertinggi. Gagasan ini menghasilkan timbulnya Hukum Romawi, yang merupaka trik anjak yang

signifikan dalam telaah ini.’

Apa yang dikemukan oleh Surya Prakash Sinha ini merupakan kebenaran sejarah yang

dapat dilacak dan dibuktikan. Hal ini dapat dibedakan dengan Teori Perjanjian Masyarakat yang

bersifat Spekulatif yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes (1588-1679), Jhon Locke (1632-1704),

Page 19: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

19

dan Jean Jacques Rousseau (1712-1778), oleh karena itulah study yang dilakukan oleh Surya

Prakash Sinha ini mempunyai arti penting dalam pembahasan epistemologi Hukum.

Hukum Romawi yang menjadi acuan hukum Barat sebenarnya bersumber pada Corpus laris

Civilis, hasil kondifikasi kaisar Justinianus. Guarnerius yang menurut sejarah disebut irnerius telah

melakuakan studi yang sistematis terhadap hukum Romawi sebagai suatu sarana untuk

menghilangkan kebingungan dalam hukum lokal Eropa. Ia mulai mengajar di Universitas Bologna

di Itali pada tahun 1087. Saat itu dipandang sebagai saat timbulnya studi hukum secara sistematis

sebagai suatu pengetahuan. Hal ini disebabkan pada saat itu hukum diajarkan sebagai sesuatu

terpisah dari politi dan agama. Pada saat itu, aturan – aturan dan keputusan – keputusan mengenai

sengketa di pelajaaran dan diterangkan dalam kerangka prinsip – prinsip umum. Para lulusan

universitas yang telah mengenyam pendidikan ini kemudian bekerja sebagi konsultan, hakim,

Alvocad, administrator dan perancang undang – undang. Mereka menerapkan apa yang mereka

pelajari untuk membangun dan membuat koherensi norma – norma hukum yang terakumulasi

secara masal. Dengan demikian mengukir sistem hukum baru yang lain dari hukum yang telah ada

yang tidak dipisahkan dari kebiasaan Politik dan Agama.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa sejak diajarkannya hukum secra sistematis di

universitas – universitas di Eropa, hukum dipisahkan dari politi, kebiasaan masyarakat dan Agama.

Hal ini hanya menimbulkan pertanyaan oleh pengajar tersebut. Apakah mungik mereka

mengajarekan hukum terpisah dari kebiasaan masyarakat Politik, Agama, sedangkan hukium pada

saat itu masih tidak dapat dipisahkan dari kepercayaan dan pratis – pratis Agama, Politik, Ekonomi

dan Sosial lainnya.

Ternyata yang diajarkan secara sistematis untuk pertama kalinya untuk di universitas –

universitas itu bukan hukum yang berlaku di dunia Barat saat itu yang diajarkan adalah hukum

Page 20: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

20

yang tetuang dalam naskah kuno yang terdapat diperpustakaan Itali dan dapat digunakan untuk

mengatrur hubungan dalam hidup bermasyarakat dan menghadapi masalah – masalah yang terjadi

pada akhir abad sebelas. Naskah itu merupakan salinan dari koleksi yang hebat bahan – bahan

hukumk yang dikompilasi oleh Kaisar Romawi Iustinianus sekitar tahun 543 Masehi.

Hukum Romawi yang dikomplikasikan oleh Kaisar Romawi Iustinianus di Konstantinopel

merupakan suatu hukum yang sangat berkembang dengan hukum rakyat Germany. Perlu

dikemukakan disini pada tahun 476 Masehi. Kasisar Romawi Barat terakhir terdepak. Akan tetapi

jauh sebelumnya peradaban Romawi telah ditaklukan oleh dan didominasi oleh pedaban suku –

suku primitif seperti suku pranca, pandal, saksa, dan gorh di bagian timur kekaisaran Rowai tetap

berjaya dengan sebutan Byzantinum. Kaisar konstantin mendirikan ibukota baru Byantinum dan

merubah nama ibukota itu menjadi konstantinopel. Kaisar konstantin inilah yang menetapkan

agama kristen sebagai agama negara. Selanjutnya Kaisar Theodosius melarang agama lain selain

kristen. Kekaisaran Romawi Timur ini meliputi juga itali selatan. Berapa aturan dan konsep –

konsep hukum yang dikembvangkan di Romawi Timur kadang – kadang muncul dalam penetapan

– penetpan di Bagian Barat maupun tertuang di dalam kebiasaan – kebiasaan masyarakat yang

menghuni daerah saat ini disebut Prancis dan Itali Utara begitu juga masalah berkuasanya disnati

Carolingus dan sesudahnya berkuasa di Prancis, prinsip – prinsip hukum Romawi juga digalakkan.

Koleksi yang agak longgar terhadap aturan – aturan dan prinsip – prinsip hukum Romawi

iundangankan oleh raja – raja Germany.

Akan tetapi hukum Romawi sebagai suatu sistem, berlakunya sangat terbatas di Eropa

Barat. Ketika karya Iustinianus itu ditemukan di Itali, yang berlaku saat itu adalah hukum yang

dibuat oleh raja – raja Germany dan franca. Hukum Romawi merupakan suatu sistem hukum yang

mereferensikan suatu peradaban yang tinggi enam abad sebelumnya. Oleh karena itu dapat

Page 21: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

21

dipahaami kalau Hukum Romawi itu kemuduian menjadi studi hukum sistematis yang pertama

kali.

Perlu untuk dikemukakan disini bahwa para yuris yang mempelajari naskah kuno iti percaya

bahwa peradaban mereka yaitu peradaban Kaisar Romawi, tetap ada baik di Timur maupun di

Barat. Peradaban itu tetap hidup dalam bentuk baru. Lebih dari itum mereka percaya bahwa prinsip

– prinsip itu bersifat parlemen dan Universal. Mereka memandang hukum Iustinianus bukan

sebagai hukum yang berlaku di Byanzantium melainkan senagai hukum yang berlaku sepanjang

waktu dan disemua tempat. Sebagai contoh, apa yang tertulis di dalam kompilasi Iustinianus

tentang kepemilikan tanah tidak ada sangkut pautnya dengan pengaturan hak milik feodal yang

berlaku tahun 1100 di Tuscania dan Normandia, tidak berarti bahwa yang tertuang di dalam karya

Iustinianus itu bukan hukum. Sebaliknya, ketentuan itu benar – benar hukum yang merupakan hasil

penalaran, lagipula Tuscania dan Normandia di pandang senagai kelanjutran dari Roma

sebagaimana gereja dan kekeristenan di pandang sebagai kelanjutan dari Israel.

Di samping diketemukannya kaya Iustiniansu sekitar tahun 1080, terdapat 2 unsur lagi yang

perlu dalam studi hukum secara sistematis, yang pertama kali. Adalah menggunakan metode

Analisis dan simetris yang ditetapkan kepada naskah – naskah hukm. Metode ini, sat ini biasanya

disebut sebagai metode Scolastic yang kedua, adalah adanya pengajaran di Universitas yang

menggunakan metode itu, Ketiga unsur ini merupakan akar dalam studi hukum. Tidak dapa

disangkal bahwa hukum Romawi merupak Khasanah hukum kepada semua negara Eropa termasuk

Inggris. Sedangkan metode Scolactis masih digunakajn.Yang diajarkan pada masa yang mula –

mula di Bologna adalah teks – teks hukum Romawi yang dikompilasi oleh Iustinianus abad IV

sebenarnya, fakultas hukum universitas bologna di dirikan untuk mempelajari teks – teks

Iustinianus tersebut.

Page 22: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

22

Naskah Iustinianus terdiri dari empat bagian, yaitu Caudex, yaitu aturan – aturan dan

putusan – putasan yang dibuat oleh para kaisar sebelumnya Iustinianus, Novelle yaitu aturan –

aturan hukum yang diundangkan oleh Kaisar Iustinianus sendiri, Institus, suatu buku ajar kecil

yang dimaksud untuk pngantar bagi mereka yang baru belajar hukum, Degesta, yang merupakan

sekumpulan besar pendapat yuris Romawi mengenai ribuan proporsi hukum yang berkait dengan

hyukum bukan yang hak milik, testamen, kontrak, pembuatan pelanggaran hukum dan cabang –

cabang dalam ruang lingkup yang saat ini disebut hukum pidana, hukum tatanegara, dan cabang –

cabang hukum yang mengatur warga negara Romawi. Oleh karena itulah dapat dipahami kalau

yang paling penting dalam keempat naskah tersebut adalah Digesta yang juga sering disebut

Fandectae. Digesta bersama dengan Candex Nopelle Intitus, Digesta disebut sebagai corpus laris

Civilis. Porporsi hukum yang sering kali tertuang didalam digesta merupakan azaz –azaz hukum

yang ditarik untuk suaru putusan dalam kasus – kasu yang sebenarnay. Disamping itu juga berisi

Ediati dari prentoris dan mengenai bagaimana mereka menyelesaikan kasus – kasus yang

proprektif.

Corpus luris civilis ternyatamencerminkan gagasan budaya Romawi, Hal itu disebabkan di

satu oihak karya Iustinianus tidak dirasakan asing bagi masyarakat Eropa barat meningat karya itu

merupakan kompilasi dari hukum Romawi Klasik sehingga sesuatu dengan ksgeist masyarakat

Eropa. Dilain pihak, tidak dapat diabaikan peranan bagi Glossator dan Komentator yang mengelola

karya itu untuk disesuaikan dengansituasi yang ada pada saat itu. Tidak dapa disangkal bahwa

penataran memangang peranan utama dalam menetapkan hukm lama dalam situasi baru.

Tugas Glosstor terutama mempelajari makna Corpus luris Cipilis dalam Glossator adalah

para dosen di fakultas hukum bologna. Kurikulum fakukltas hukum abad XII terutama dalam

mempelajari teks digesta . Dosen membaca dan mengoreksi bahasa teks yang ditulsi dengan tangan

Page 23: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

23

dan mahasiswa menyimak dan menyalin naskah. Dengan sesekali membetulkan jika memang dosen

membuat kesalahan. Oleh karena teks yang di baca itu sangant sukar dipahami, teks itu perlu

dijelaskan oleh karena itulah, setelah membaca teks itu dosen lalu melakukan glossir, yaitu

memberi keterangan kata demi kata dengan baris demi baris. Mereka memberi ilustrasi mengenai

makna dari satu paragraph tertentu. Mengingat mereka menganggap karya Iustitianus sakral seperti

alkitab, mereka menghormati teks – teks yang ada. Oleh karena itulah mereka tidak ingin memberi

penilaian terhadap teks – teks itu. Mereka lalu menengok kepada paragrap – paragrap yang paralel

dengan yang ia hadapi untuk memberikan pembahasan penafsiran tertentu.

Pada abad ke XIII, Glasstator digantikan oleh Commentator yang bekerja atas dasar – dasar

yang diletakkan oleh Glasstator. Mereka selangkah lebih maju dengan melalukan Glossir bukan

kepada setiap teks satu persatu dan mepersiapkan komentar yang sistematis terhadap masalah –

masalah hukum. Mereka tidak mengabaikan hukum yang ada, tetapi membuat sistematis dengan

hukum yang ada tersebut dengab demekian mereka memberikan sumbangan dalam mempraktikan

hukum yang tertuang dapa Corpus luris cipilis. Mereka mempeluas cakrawala mereka dengan

memperhatikan dunia dalam masalah mereka dan apa yang dibutuhkan situasi pada saat itu. Karya

mereka berkaitan dengan masalah – masalah mereka pada zaman mereka hidup dan berada diluar

kata – kata Corpus luris cipilis sehingga dapat dimengerti dan siap untuk digunakan di pengadilan.

Oleh karena itulah dapat dipahami kalau mereka sering memberikan nasihat kepada pihak – pihak

berpekara dan juga kepada pengadilan untuk kasu – kasu spesifik. Glossa, yaitu hasil kegiatan

Glossir oleh dosen ditekankan dan disalin oleh mahasiswa. Oleh karena itulah makin lama makin

panjang sehingga Glossa tersebut memiliki kekuatan yang sama dengan naskah yang di Glossir.

Pada tahun sekitar 1520, Glossa Ordanaira merupakan karya resmi di Gesta secara keseluruhan.

Glossa terdiri dari beberapa jenis. Beberapa disebut Notabilia, yaitu ringkasan isi naskah yang di

Page 24: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

24

doklarisir. Lain yang disebut brokandica yang merupakan pernyataan mengenai prinsip hukum

yang bersifat umu, didasarkan pada bagian teks yang di glossir. Disamping itu, para dosen akan

melakukan sonotasi pada teks itu melalui klasifikasi yang disebut Distinationis caranya adalah

mereka mulai dengan terniologi atau konsep yang bersifat luas dan membaginya menjadi berbagai

bagian yang selkanjutnya dibagi lagi menjadi beberapa sub bagian sampai hal – hal yang mendetail.

Akhirnya, disamping membuat distinationis, para dosen tersebut juga mengajukan Qoestion dengan

mengujci doktrin yang luas itu untuk ditetapkan kepada masalah tetentu.

Di samping membaca teks – teks yang Glossa dan menganalisi kedua hal itu melalui

distinationist dan Questionist kurikuli di Universitas Bologna meliputi juga Disputatio yaitu suatu

diskusi mengenai isu hukum dalam bentuk sengketa antara dua mahasiswa dibawah bimbingan

dosen atau antara dosen dengan mahasiswa. Kira – kira pada masa kini dispatio itu sama dengan

mootcourt.

Dengan berjalannya waktu kurikulum di Universitas bologna, paris, oxford dan universitas

– universitaslain di Eropa diperluas bukan hanya yang terdapat pada Corpus Iusris Civilis saja,

melainkan juga meliputi hukum Kanonik yang ditetapkan oleh Paus dan Dewan Gereja Katolik dan

sistem hukum sekuler yang dikembangkan oleh kerajaan di Eropa yang biasanya dibuat atas

bimbingan para yuris lulusan universitas Bologna. Dalam menganalisis masalah – masalah hukum

yang aktual dan signifikan saat itu dan hukum Kanonik. Metode rangka Hukum Romawi dan

hukum Kanonik. Metode pengajaran di Fakultas hukum Universitas Bologna dan universitas lain di

dunia Barat pada abad XII dan XIII merupakan suatu metode baru tentang analisis dan sintesis.

Metode inilah yangkemudian dikenal sebagai metode “skolastik”. Metode inilah yang kemudian

dikenal sebagai metode “skolastik”. Metode ini yang pertama kali dikembangkan pada awal 1100-

an berpangkal pada praanggapan mengenai otoritas absolut buku – buku tertentu yang dipandang

Page 25: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

25

berisi doktrin – doktrin yang lengkap dan terintregasi. Namun demikian, mereka juga menduga

adanya lubang – lubang maupun kontradiksi. Oleh karena itu mereka lalu membuat argumen –

argumen yang dapat menutupi lubang – lubang itu dan menyelesaikan kontradiksi – kontradiksi itu.

Metode ini disebutdialectca, yaitu mencari titik temu dari dua hal yang bertentangan. Metode

demikian sebenarnya pertama kali dikembangkan adaptasi dari istilah Yunani dialektike yang

artinya suatu diskusi dan penalaran melalui dialog sebagai suatu metode investigasi intlektual yang

dikembangkan pada masa Socrates, Plato, dan Aristoteles.

Dari sejarah perkembangan ilmu hukum tersebut dapat dikembangkan tiga hal. Pertama,

ilmu hukm lahir sebagai suatu ilmu terapan. Berkaitan dengan hal itu, kode Iustinianus diajarkan

secara sistematis pada abad XI. Pada saat itu, di Italia dan Perancis Selatan terdapat dua pola

kehidupan bermasyarakat, yaitu agraris dan perdagangan. Hal ini menimbulkan masalah – masalah

baru. Oleh karena itulah diperlukan pemecahan baru. Dalam hal inilah kemudian ditengok karya

Iustinianus yang tidak asing bagi budaya Eropa meskioun karya itu dibuat enam abad sebelumnya.

Kedua, ilmu hukum mempelajari aturan – aturan yang ditetapkan oleh penguasa, putusan – putusan

yang diambil dari sengketa yang timbul, dan doktrin – doktrin yang dikembagkan oleh ahli hukum.

Hal ini terlihat dari kurikulum yang dibuat di Universitas Bologna tempat diajarkannyahyukum

secara sistematis untuk pertama kalinya. Kurikulum itu tak ayal lagi bersumber dari Empat karya

Iustinianus, yaitu Caudex, Novelle, Instituti, danDigesta, yang semuanya disebut sebagai Corpus

Iuris Civilis. Ketiga, metode yang digunakan di dalam ilmu hukum adalah penalaran. Denga

penalaran dilakukan analisis dan sintesis. Cara menggunakan metode demikian juga dengan cara

dialectica. Dari metode ini dapat dihasilkan prinsip – prinsip hukum yang bersifat umum. Kiranya

berdasarkan telaah sejarah keilmuwan hukum ini dapat diperoleh karakteristik keilmuan hukum ini

dapat diperoleh karakteristik keilmuwan hukum yang berbeda dari keilmuwan lainnya. Oleh karena

Page 26: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

26

itulah metode yang digunakan dalam keilmuwan hukum juga bukan scientific method seperti yang

digunakan di dalam ilmu – ilmu alamiah dan ilmu – ilmu sosial.

ILMU HUKUM MERUPAKAN DISPLIN BERSIFAT SUI GENERIS

Meuwissen dan penulis – penulis Belanda lainnya membedakan ilmu hukum dogmatis

dengan ilmu hukum empiris. Studi – studi hukum yang masuk ke dalam bilangan ilmu hukum

empiris menurut Meuwissen adalah sosiologi hukum, sejarah hukum, perbandingan huku, Bruggink

membedakan antara ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris. Menurut pendapat saya, istilah

hukum empiris merupakan sesuatu yang bersifat contradictio in terminis karena apabila dilihat

secara etimologis, ilmu hukum yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris jurisprudence

berasal dari bahasa Latin Iuris dan prudentia sebagaimana telah dikemukan bukan merupakan suatu

pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat empiris. Sedangkan sosiologi hukum dan psikologi

hukum termasuk ke dalam studi – studi sosial tentang hukum dan kedua cabang ilmu itu bukan

termasuk ilmu hukum. Sosiologi hukum dan psikologi hukum merupakan kajian yang bersifat

empiris. Sejarah hukum memang amsuki kedalam kajian budaya, tetapi juga bukan bagian dari

ilmu hukum. Yang perlu dikemukakan disini adalah perbedaan antara sosiologi hukum dengan

mazhab sosiologi dalam ilmu hukum. Sosiologi hukum merupakan cabang sosiologi. Sedangkan

mazhab sosiologis merupakan salah satu mazhab dalam ilmu hukum. Akan tetapi tidak demikian

halnya dengan ilmu perbandingan hukum merupakan ilmu empiris. Studi perbandingan hukum

merupakan bagian dari ilmu hukum yang bersifat normatif dan preskriptif.

Ilmu – ilmu empiris bersifat bebas nilai. Akan tetapi, sesungguhnya pada saat ini telah

diketahui bahwa ilmu – ilmu empiris bukan satu – satunya ilmu pengetahuan medern. Pada masa

sekarang, ilmu dapat dibedakan menjadi ilmu alamiah (seperti biologi, fisika), Ilmu formal

Page 27: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

27

(matematika), ilmu sosial (seperti sosiologi, ekonomi), dan humaniora(seperti sejarah, sastra).

Terhadap kalsifikasi yang terakhir, yaitu humaniora, dapat diajukan masalah pokok mengenai anti

penting verifikasi empiris terhadap studi humaniora. Metode untuk melakukan verivikasi empiris

diadakan dalam rangka menjawab masalah – masalah yang berbeda dalam ruang lingkup ilmu

bebas nilai. Objek kajian humaniora, tidak dapat dibantah, bersifat sarat nilai, Oleh karena itulah

metode ilmu – ilmu empiris tidak dapat diterapakan untuk studi – studi humaniora. Sebagai contoh

dikemukakan bahwa fakta sejarah, dilihat dari sudut pandang studi sosial tidak lebih daripada

pencapaian tujuan oleh suatu masyarakat tertentu. Demikian pula apabila melihat seorang wanita

menangis meneteskan air mata, seorang ahli ilmu kimia akan menyatakan bahwa air mata tidak lain

merupakan kombinasi tertentu antara oksigen dan hidrogen. Akan tetapi dilihat dari sudut pandang

humaniora, ada sesuatu dibelakang fakta yang tidak dapat diverifikasi secara empiris. Fakta sejarah

yang telah disebutkan tadi, misalnya, bukan sekadar pencapaian tujuan oleh suatu masyarakat

tertentu, melainkan ada nilai interinsik yang dimiliki kelompok itu dan memberi inspirasi kepada

masyarakat untuk berjuang menggapai tujuan dan memungkinkan mereka menanggung derita

bersama dalam mencpai tujuan itu. Romantisme dalam perjaungan mencapai tujuan itu dan yang

demikian ini tidak dapat diamati secara empiris. Romantisme itulah yang merupakan nilai yang

berada di luar studi empiris. Begitu pula air mata si wanita yang sedang menangis itu bagi penyair

bukan sekedar senyawa kimia, melainkan mengandung makna yang dalam dan mempunyai nilai

seni.

Dengan mengacu kepada klasifikasi tersebut, Meuwissen berpendapat bahwa gejala

perasaan dan pernyataan – pernyataan yang berkaitan dengan emosi tidak dapat dijadikan objek

penelitian empiris karena hal itu akan menggusur unsur yang spesifik dari manusia. Menurutnya,

apabila suatu gejala harus diteliti secara empiris. Gejala itu harus dibuat sedemikian rupa supaya

Page 28: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

28

dapat diteliti. Beberapa unsur yang tidak dapat siteliti karena tidak dapat diamati dan tidak dapat

diukur, harus disingkirkan. Apabila yang diteliti adalah manusia, dapat diakatakan bahwa masalah

– masalah yang bersifat batin tidak dapat disangkal bahwa batin dan fikiran manusian merupakan

bagian yang esensial dan spesifik bagi umat manusia. Apabila hal – hal itu dihilangkan karena tidak

dapat diamati dan tidak dapat diukur, unsur yang spesifik dan esensial manusia diabaikan.

Akibatnya, penelitian demikian gagal untuk memberikan deskripsi mengenai manusia secara utuh.

Penelitian itu hanya mengenai aspek – aspek lahiriah manusia. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa ilmu – ilmu empiris tidak layak untuk digunakan dalam menjelaskan gejala yang tidak dapat

diamati dan tidak dapat diukur.

Meuwissen mengemukakan argumentasi bahwa suatu fakta kadang – kadang tidak dapat

diamati tetapi harus bdibentuk. Dengan merujuk kepada argumentasi itu, Meuwissen

mengemukakan dua pertanyaan (a) Tidak bolehkah kita mengalami pengalaman orang lain ? dan

(b) Apakah kita tidak boleh mengalami suatu pengalaman yang unik dengan pola tingkah laku yang

justru menjadi objek penelitian ? pertanyaan – pertanyaan semacam itu tidak dapat dijawab oleh

suatu ilmu yang secara tegas memisahkan antara peneliti dan yang diteliti. Ilmu empiris membuat

perbedaan yang tajam antara peneliti dan objek yang diteliti. Oleh karena itulah menurut

Meuwissen, ilmu empiris tidak akan dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan itu.

Tidak dapat disangkal bahwa perbincangan mengenai ilmu empiris dalam kaitannya dengan

hukum mengahsilkan dua implikasi dalam ilmu hukum. Pertama, ada suatu pertanyaan : apakah

ilmu hukum harus diperlakukan sebagai ilmu empiris ? Apabila jawabannya “ya”, hukum harus

didekati dari kacamata instrumental. Dalam hal ini hukum dipandang sebagai suatu sarana untuk

mencapai tujuan lain. Apa tujuan lain itu ilmu empiris tidak akan memberikan jawabannya sebab

tujuan berada dalam ruang lingkup nilai sehingga bukan merupakan bidan kajiannya.

Page 29: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

29

Argumen kedua dalam menolak ilmu hukum diklasifikasi sebagai studi yang bersifat

empiris adalah strudi – studi hukum tidak dapat menjelaskan isi hukum. Merupakan suatu kenyatan

bahwa dimanapun hukum diadakan, hukum itu dimaksudkan untuk mempertahankan ketertiban

sosial dan menciptakan keadilan bagi setiap anggota masyarakat. Ilmu empiris tidak bertalia n

dengan kedua hal itu karena kedua hal itu tidak dapt diamati dan tidak dapat diukur. Agar dapat

diamati dan diukur, konsep – konsep itu yaitu ketertiban dan keadilan harus diubah kedalam

pengertian – pengertian yang bersifat operasional untuk dapat diteliti secara empiris. Akan tetapi

apabila hal ini dilakukan, akan terjadi reduksi terhadap makna ketertiban, keadilan dan hukum

karena ada unsur – unsur yang esensial yang ada dalam konsep – konsep itu yang tidak dapat

diamati dan tidak dapat diukur harus dihilangkan.

Disamping itu, tidak dapat diingkari bahwa ilmu-ilmu empiris tidak dapat menjelaskan makna di

belakang fakta yang diamati. Sedangkan makna di belakang fakta yang diamati itulah yang esensial

bagi studi-studi non empiris. Berlainan dengan studi-studi empiris yang memisahkan secara tegas

antara peneliti dengan objek yang teliti, dalam mempelajari makna, peneliti dan yang diteliti ssulit

untuk dipisahkan.

Untuk mengetahui karakteristik ilmu hukum, perlu kiranya diacu pertanyaan Paul Scholten. Paul

Schoulten menyatakan, bahwa “rechtwetenshap kent niet alleen een bescrijvende maar ook

voorscrijvende dimensie “ menurut scholten, ilmu hukum berbeda dengan ilmu deskriptif, ia

mengemukakan bahwa ilmu hukum bukan untuk mencari fakta historis dan hubungan –hubungan

social seperti yang terdapat pada enelitian social. Menurutnya, ilmu hukum berurusan dengan

preskripsi –preskripsi hukum, putusan-putusan yang bersifat hukum dan materi-materi yang diolah

dari kebiasaan-kebiasaan. Ia lebih jauh menyatakan bahwa bagi legiator, ilmu hukum berkaitan

Page 30: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

30

dengan hukum. In abstracto. Akan tetapi tidak berarti bahwa bagi hakim ilmu hukum berkaitan

dengan hukum in corcreto. Bagi hakim, ilmu hukum memberikan pedoman dalam menangani

perkara dan menetapkan fakta-fakta yang kabur. Argumentasi yang dikemukakan oleh Paul

Schoulten menunjukan secara jelas bahwa ilmu hukum mempunyai karakter preskriptif dan

sekaligus sebagai ilmu terapan.

John Austin, pendiri mazhab analitis memberikan batasan yang sangat sempit terhadap ilmu

hukum. Dalam pandangan Austin,ilmu hukum tidak lain dari pada hukum pasitif. Hukum positif

menurut Austin adalah aturan hukum yag dibuat oleh mereka yang mempunyai kedudukan politis

lebih tinggi untu mereka yang mempunyai kedudukan politis lebih rendah. Hukum positif, dengan

demikian, merupakan suatu perintah penguasa. Dengan mendefinisikan hukum semacam itu,

Austin bermaksud untuk memisahkan hukum dari moral, kebiasaan, dan unsur-unsur lain yang

tidak dapat ditentukan. Demikian pula halnya dengan Hans Kelse (1881-1973) yang

mendirikan Die reine Rechtlehre atau ajaran Ajaran Hukum murni.ia berusaha memebebaskan

hukum kabut metafisikan yang telah menyelimutinya sekian lama dengan melakukan spekulasi

tentang adanya keadilan atau dengan melakukan spekulasi tentang adanya keadilan atau dengan

melakukan spekulasi tentang adanya keadilan atau dengan mengemukakan doktrin ius

naturae bahwa hukum tetaplah hukum meskipun tidak adil. Oleh karena itulah apabila pandangan

Kalsen ini diikuti, ilmu hukum tidak lebih dari studi formal tentang hukum.

Sebenarnya, sebelum Kelsen, seorang ahli hukum Amerika Serikat yang bernama Roscoe

Pound (1870-1964) mendirikan suatu mazhab yang dikenal dengan mazhab sosiologis. Ia

memandang ilmu hukum dalam arti dibedakan dengan undang-undang, adalah the system of

authoritative materials for grounding or guiding judicial and administrative actions recognized or

established in a politically organized society” . Dari pernyataan itu dapat dikekukakan bahw

Page 31: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

31

Roscoe Pound mendefinisikan hukum dalam pengertian peradilan dalam melaksanakan keadilan,

meskipun membrikan ruang lingkup yang luas terhadap studi hukum, tidak dapat di sangkal

bahwaRoscoe Pound memandang ilmu hukum sebagai science of law yang berkaitan dengan

penafsiran dan penerapan hukum sebagaimana dikemukakan pada awal tulisan ini. Oleh karena

ilmu hukum merupakan studi btenyang hukum, ilmu tidak dapat diklasifikasikan ke dalam ilmu

sosial yang bidang kajiannya kebenaran empiris. Ilmu sosial tidak memberi ruang untuk

menciptakan konsep hukum. Studi – studi sosial hanya berkaitan dengan implementasi konsep

hukum dan acap kali hanya memberi perhatian terhadap kepatuhan individu terhadap aturan

hukum.

Tidak berbeda halnya dengan humainora. Humainora tidak memberikan tempat untuk

mempelajari hukum sebagai aturan tingkah laku sosial. Dalam studi humainora, hukum dipelajari

dalam kajiannya dengan etika moralitas. Tidak dapat disangkal bahwa keadilan merupakan isi

dalam ruang lingkup filsafat. Keadilan itu sendiri merupakan unsur yang esensial dalam hukum.

Akan tetapi filsafat tidak berkaitan dengan pelaksanaan keadilan. Merupakan tugas ilmu hukum

untul membahas hukum sari semua aspek. Baik ilmu sosial maupun humaniora memandang hukum

dari sudut pandang keilmuannya sendiri. Oleh karena itulah tidaklah tepat mengklasifikasikan ilmu

hukum ke dalam ilmu sosial maupun humaniora. Dalam hal demikian , sangat berguna untuk

menegok kepada pandangan Meuwissen menetapkan ilmu hukum dogmatik sebagai sesuatu yang

bersifat sui generis tidak ada bentuk ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu hukum.

Selanjutnya Meuwissen menyatakan bahwa ilmu hukum dogmatik yang mempunyai posisi sentral

dalam pendidikan di universitas. sui generis merupakan bahasa latin yang artinya hanya satu untuk

jenisnya sendiri. Apa yang dikemukakan oleh Muwissen memang tidak dapat disangkal bahwa

ilmu hukum bukan bagian dari ilmu sosial maupun humaniora, melainkan ilmu tersendiri. Menurut

Page 32: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

32

Jan Gijssels dan Mark van Hoecke terdapat tiga tingkatan ilmu hukum yaitu dogmatik hukum, teori

hukum, dan filsafat hukum. Ini berarti bahwa kedudukan sui generis tersebut berlaku untuk ketiga

tingkatan itu.

Terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli dalam memasukkan ilmu hukum ke dalam

suatu kelompok bidang ilmu. Demikian pula adanya keragu-raguan yang disebabkan oleh sifat

normatif dari ilmu hukum tersebut bukanlah ilmu empiris. Disamping hukum mempunyai sifat

yang normatif hukum juga memiliki fungsi yang normatif pula.

Ilmu Hukum memiliki karakter yang khas (sui generis) yang sifatnya normatif, praktis dan

preskriptif, menjadikan metode kajian ilmu hukum akan berkaitan dengan apa yang seyogianya

atau apa yang seharusnya, sehingga metode dan prosedur penelitian dalam ilmu-ilmu alamiah dan

ilmu sosial tidak dapat diterapkan untuk ilmu hukum. Hal ini menjadikan Ilmuan hukum harus

menegaskan: dengan cara apa ia membangun teorinya, menyajikan langkah-langkahnya agar pihak

lain dapat mengontrol teorinya dan mempertanggungjawabkan mengapa memilih cara yang

demikian.

Ilmu hukum menempati kedudukan istimewa dalam klasifikasi ilmu karena mempunyai sifat

yang normatif dan mempunyai pengaruh langsung terhadap kehidupan manusia dan masyarakat

yang terbawa oleh sifat dan problematikanya. Keadaan yang berpengaruh langsung terhadap

kehidupan manusia dan masyarakat mengakibatkan sebagian ahli hukum Indonesia berupaya

mengempiriskan ilmu hukum melalui kajian-kajian sosiologik, bahkan upaya tersebut sampai

kepada menerapkan metode-metode penelitian sosial ke dalam kajian hukum (normatif).

Menerapkan (memaksakan) metode penelitian sosial terhadap penelitian hukum, menimbulkan

kejanggalan-kejanggalan (dalam arti telah terjadi kekeliruan), misalnya: menggunakan kata

bagaimana, seberapa jauh, seberapa efektif (dan lain-lain yang menggambarkan pada kajian ilmu

Page 33: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

33

sosial/gejala sosial) dalam perumusan masalah; menggunakan kata: sumber data, teknik

pengumpulan data, analisis data, populasi dan sampling. Penggunaan kata-kata tersebut

menunjukkan kepada studi-studi sosial tentang hukum, hukum sebagai gejala sosial, dan induk

ilmunya yaitu ilmu sosial bukan ilmu hukum. Seharusnya, pengkajian ilmu hukum tersebut

beranjak dari hakikat keilmuan ilmu hukum.

Mempelajari hukum bertitik anjak dari memahami kondisi instrinsik aturan-aturan hukum.

Kondisi intrinsik aturan-aturan hukum tersebut dipelajari tentang gagasan-gagasan hukum yang

bersifat mendasar, universal umum, dan teoritis serta landasan pemikiran yang

mendasarinya. Landasan pemikiran tersebut terkait dengan berbagai konsep mengenai kebenaran,

pemahaman dan makna, serta nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Dengan demikian, tugas ilmu

hukum (jurisprudence) yaitu menemukan prinsip-prinsip umum yang menjelaskan bangunan dunia

hukum.

Ilmu hukum tidak dapat di klassifikasikan ke dalam ilmu sosial yang bidang kajiannya

kebenaran empiris, sebab ilmu sosial tidak memberi ruang bagi menciptakan konsep hukum, ia

(ilmu sosial) hanya berkaitan dengan implementasi konsep hukum dan selalu hanya memberikan

perhatiaannya kepada kepatuhan individu terhadap atauran hukum. Demikian juga dengan ilmu

hukum tidak dapat diklassifikasikan ke dalam ilmu humaniora, sebab ilmu humaniora tidak

memberikan tempat untuk mempelajari hukum sebagai aturan tingkah laku sosial, hukum hanya

dipelajari dalam kaitannya dengan etika dan moralitas.

Tugas ilmu hukum membahas hukum dari semua aspek. Ilmu sosial maupun ilmu humaniora

hanya memandang hukum dari sudut pandang keilmuannya, sehingga tidak tepat untuk

mengkalssifikasikan ilmu hukum sebagi ilmu sosial atau ilmu humaniora. Ilmu hukum sebagai ilmu

yang bersifat sui generis yakni tidak ada bentuk ilmu lain yang dapat dibandingkan dengan ilmu

Page 34: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

34

hukum. Ilmu hukum hanya satu untuk jenisnya sendiri.

Ilmu hukum hukum tidak mencari fakta historis dan hubungan-hubungan sosial sebagaimana

yang terdapat dalam penelitian sosial. Ilmu hukum berurusan dengan preskripsi-preskripsi hukum,

putusan-putusan yang bersifat hukum, dan materi-materi yang diolah dari kebiasaan-kebiasaan.

Oleh Paul Scholten, ilmu hukum bagi legislator terkait dengan hukum in abstracto, dan bagi hakim

memberikan pedoman dalam menangani perkara dan menetapkan fakta-fakta yang kabur. Dengan

demikian, ilmu hukum mempunyai karakter preskriptif dan sekaligus sebagai ilmu terapan.

Positivisme yang dirintis A. Comte menyatakan bahwa hukum berkembang melalui tiga

tahap (law of the three stages) yakni tahap teologis, tahap metafisi dan tahap positif. Positivisme

memiliki lima asumsi dasar yaitu: (i) Asumsi pertama adalah logika empirisme. Dalam konteks ini,

positivisme menyakini bahwa setiap kebenaran harus melewati pembuktian secara empiris; (ii)

Asumsi kedua adalah realitas objektif. Realitas dalam positivisme adalah segala sesuatu yang

berobjek kajian tunggal; (iii) Asumsi ketiga adalah reduksionisme. Sesuatu yang tidak dapat

direduksi dipandang bukan objek kajian ilmiah; (iv) Asumsi keempat adalah determinisme. Sesuatu

bersifat determinan apabila tunduk pada hukum sebab-akibat (kausalitas); (v) Asumsi kelima

adalah bebas nilai.

Pemikiran A. Comte ini melandasi aliran Postivisme Logis. Postifisme Logis, merupakan

suatu aliran yang menguat pada abad ke-20 melalui komunitas yang menamakan dirinya dengan

Lingkaran Wina (Der Wiener Kries). Aliran ini beranggotakan sejumlah ilmuan dan filsuf

diantaranya yang Morits Schlick, Rudolf Carnap, Philipp Frank, Viktor Kraft, Herbert Feigl dan

Friedrich Waismann. Dari pertemuan ini diterbitkan sebuah risalah yang berjudul

“Wisseinschaftliche Weltauffasung. Der Wiener Kreis”. Adapun aliran ini memiliki pandangan,

sebagai berikut:

Page 35: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

35

1. Hanya ilmu yang dapat memberikan pengetahuan yang sah dan pengetahuan ilmiah itu harus

bersifat empiris, artinya hanya kenyataan yang dapat diobserfasi pancaindera yang dapat menjadi

objek ilmu.

2. Terdapatnya asas verifikasi, yakni putusan ilmiah adalah benar hanya jika putusan itu dapat

diferifikasi secara empiris, yaitu dapat diuji pada kenyataan yang dapat diobservasi.

3. Positivisme adalah aliran yang menyakinkan bahwa pengetahuan manusia bersifat objektif, yang

diperoleh melalui penyidikan empirik dan rasional.

4. Menolak proposisi-proposis metafisis yang menonjol pada abab pertengahan.

5. Positifisme logis berpegang pada empat asas (1) Empiris, (2) Postivisme, (3) Logika, (4) Kritik

Ilmu.

Aliran Postivisme Logis tersebut memiliki dampak terhadap perkembangan ilmu hukum,

antara laian metode di dalam ilmu hukum. Metode yang terdapat pada postivisme lagis

memiliki ciri sebagai berikut:

Metode untuk memperoleh pengetahuan ilmiah adalah metode empirik. Menggunakan merode

induksi yakni cara memperoleh pengetahuan dengan jalan bertolak dari (sejumlah) data terberi

khusus lewat generalisasi sampai pada putusan atau dalil umum.

Berdasarkan fakta yang terobservasi menarik kesimpulan umum dan kemudian dengan

menggunakan bahasa yang secara logika konsisten mengkonstuksikan teori ilmiah berkenaan

dengan objek yang diteliti. Produknya berupa teori ilmiah sekaligus juga merupakan hipotesa yang

dapat diuji kembali. Dengan demikian Positivisme Logis yang dari dimensi keilmuan dipandang

sangat mempengaruhi positivisme hukum yakni adanya penggunaan pendekatan empiris. Secara

terperinci, dampak dari dari pemikiran postivisme terhadap metode penelitian hukum, yaitu:

berkembangnya ilmu hukum dengan menggunakan format ilmu sosial yang mengunakan metode

Page 36: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

36

empiris. Beberapa ilmuan hukum merasa lebih percaya diri apabila menggunakan pendekatan sosial

empiris.

Penggunaan format metode empiris dinilai lebih ilmiah karena dapat dikuantifikasi dan

digunaknnya rumus-rumus ilmu pasti (ilmu eksakta) untuk menjamin pembuktian ilmiah dari segi

empiris. Padahal dalam kenyataannya, positivisme hukum justru menunjukkan pola berpikir yang

bertolak belakang sama sekali, yaitu dengan menggunakan logika deduktif atau pendekatan

doktrinal bersumber kepada norma positif dalam sistem perundang-undangan yang dipandang

benar secara self evident.

Ilmu hukum adalah “SUI GENERIS” yang berarti ilmu hukum merupakan ilmu yang

jenis sendiri. Ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas dan sistem ilmiah yang berbeda karena

memiliki obyek kajian yang berbeda. Ilmu Hukum memiliki Tatanan/lapisan Ilmu sendiri,

menurut T Gijssels, terdiri dari Filsafat Hukum, Teori Hukum dan Dogmatik Ilmu

Hukum. Secara singkat perngertian ketiganya adalah dogmatik hukum Studi secara ilmiah

tentang hukum pada tataran ilmu-ilmu positif. Teori hukum Studi yang obyek telaahnya adalah

tatanan hukum sebagai suatu sistem. Dan, filsafat hukum Studi yang objek telaahnya adalah

hukum sebagai demikian (law as such). Dogmatik hukum merupakan cabang disiplin hukum yang

paling konkret, sedangkan filsafat hukum berada pada tataran paling abstrak. Oleh karena jarak di

anatara keduanya sangat lebar, maka diperlukan cabang disiplin hukum yang mampu

menjebatani keduannya, yakni teori hukum. Karakter “SUI GENERIS” menunjukan bahwa

dalam ilmu hukum jangan pernah -tidak dapat- menyampingkan karateristik normatifnya, yakni

pada saat ilmu hukum memiliki sifat empiris anatilisnya. Keberadaan sifat empiris analitisnya

karena Ilmu hukum merupakan “Ilmu Praktis yang bersifat normologis”. Ilmu Praktis

Nomologis, berusaha memperoleh pengetahuan faktual-empiris. Yakni pengetahuan tentang

Page 37: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

37

hubungan yang ajeg yang berlaku antara dua hal atau lebih berdasarkan asas kausalitas

deterministik. Contoh: Jika A (ada atau terjadi), maka B (ada atau terjadi). Selain itu, Ilmu Praktis

Normologis disebut ilmu normatif, berusaha menemukan hubungan antara dua hal atau lebih

berdasarkan asas imputasi. Asas Imputasi adalah (menautkan tanggungjawab/kewajiban) untuk

menetapkan apa yang seharusnya menjadi kewajiban subyek tertentu dalam situasi konkrit tertentu,

sehubungan tela terjadi perbuatan atau pristiwa atau keadaan tertentu, namum dalam kenyataan apa

yang seharusnya terjadi tidak niscahaya dengan sedirinya terjadi. Contoh: Jika A (terjadi atau ada)

maka seyogyanya B (terjadi). Ilmu hukum mengarah pada refleksi pemecahan masalah-masalah

konkrit dalam masyarakat. Berbeda dari hakikat ilmu hukum empiris sebagai bagian dari ilmu

sosial yang dipelajari untuk meramalkan proses sosial.

Dari penjelasan tersebut berarti, terdapat perbedaan ilmu hukum normatif dengan

denganilmu hukum empris yang merupakan ilmu sosial. Ilmu hukum normatif merupakan ilmu

praktis, mengubah keadaan serta menawarkan penyelesaian terhadap problem masyarakat.Ilmu

hukum memiliki karatersitik yang khas yang berbeda dengan ilmu lainnya.

Oleh karena itu, Konsekwensi terhadap metode penelitian hukum yakni : pertama, dalam

melakukan penelitian hukum yang digunakan metode normatif, yakni metode doktrinal dengan

optik preskriptif untuk menemukan hukum secara hermeneutis. Kaedah tersebut menentukan apa

yang menjadi kewajiban dan hak yuridis dari subyek hukum. Kedua, Metode penelitian

hukum bertumpu pada metode doktinal dalam kajian hukum positif, penggunaan metode diluar

hukum “metode empiris” dapat digunakan selama diperlukan. Penggunaan metode dalam

prespektif yang berbeda harus dijelasakan dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Page 38: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

38

PENUTUP

Rangkuman

Dalam pengertian ilmu hukum akan diuraikan secara gramatikanya yaitu meliputi

pengertian dari kata ilmu dan kata hukum termasuk karakter ilmu hukum itu sendiri. Kemudian

logika menjelaskan tentang cara berpikir lurus untuk mencapai suatu kebenaran dalam hukum.

Bahasa yang digunakan disini yaitu bahasa hukum dan/atau bahasa undang-undang.

Bahan Bacaan

Atmadja,I Dewa Gede, “Perdebatan Akan Derajat Keilmuan Dari Ilmu Hukum : Suatu

Renungan Filsafat Hukum, dalam Kertha Patrika, Nomor : 58 Tahun XVIII, Maret,

1992.

-------, “Manfaat Filsafat Hukum Dalam Studi Ilmu Hukum”, dalam Kertha Patrika, Nomor :

62-63 Tahun XIX Maret – Juni, 1993.

-------, Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum, Pidato Pengenalan Jabatan Guru

Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas

Udayana, 10 April 1996.

-------, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas

Hukum Universitas Udayana, Denpasar 2006.

Page 39: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

39

Gie, The Liang, Teori-teori Keadilan, Super, Yogyakarta 1979.

Hadjon, Philipus M, “Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik (Normatif)”, dalam Yuridika, Nomor

6 Tahun IX, November-Desember 1994.

-------, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press,

Yogyakarta, 2005.

-------, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum , Bali Age, Denpasar, 2009.

Loudoe, John Z., Menemukan Hukum melalui Tafsir dan Fakta, Bina Aksara, Jakarta 1985.

Marzuki, Peter Mahmud, “Penelitian Hukum”, dalam Yuridika, Vol. 16, No. 1, Maret-April

2001.

Mertokusumo, Sudikno, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti 1993.

Purbacaraka, Purnadi dan Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah Hukum, Alumni, Bandung 1979.

Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV. Utomo,

Bandung, 2006.

Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008.

-------, Pengantar Logika, Refika Aditama, Bandung, 2008.

Simorangkir, J.C.T., et al., Kamus Hukum, Aksara Baru, Jakarta 1980.

Sumaryono, Dasar-dasar Logika, Kanisius, Yogyakarta 1999.

Sutiyoso, Bambang, Metode Penemuan Hukum, UII Press, Yogyakarta 2006.

Page 40: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

40

LATIHAN TUGAS

DISCUSSION TASK : Ilmu hukum dikatakan bersifat preskriptif dengan karakter sui generis, apakah anda setuju

atau tidak ? 1. Terdapat perbedaan pendapat diantara para ahli dalam memasukkan ilmu hukum ke

dalam suatu kelompok bidang ilmu.

2. Adanya keraguan yang disebabkan oleh sifat normatif dari ilmu hukum tersebut bukanlah ilmu empiris.

Bacaan :

- Atmadja,I Dewa Gede, 1992, “Perdebatan Akan Derajat Keilmuan Dari Ilmu Hukum : Suatu Renungan Filsafat Hukum, dalam Kertha Patrika, Nomor : 58 Tahun XVIII, Maret, h. 64-71.

- -------, 1993, “Manfaat Filsafat Hukum Dalam Studi Ilmu Hukum”, dalam Kertha

Patrika, Nomor : 62-63 Tahun XIX Maret – Juni, h. 64-71.

- -------, Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum, Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, 10 April 1996, h. 33-47.

- -------, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian, Jenis, Dan

Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 22-34.

- Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 1 – 9.

- Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan, CV.

Utomo, Bandung, 2006, h. 74-108.

- Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 42-56.

Page 41: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

41

SATUAN ACARA PENGAJARAN ( SAP) MATA

KULIAH PENALARAN DAN ARGUMENTASI

HUKUM

1. MATA KULIAH Penalaran dan Argumentasi Hukum 2. KODE MATA

KULIAH

WHI 7269

3. WAKTU

PERTEMUAN

2 X 150 Menit.

4. PERTEMUAN KE- 1(pertama), 2 (kedua) 5. INDIKATOR

PENCAPAIAN

Mahasiswa mampu menjelaskan:

1. Memahami karakteristik ilmu hukum

6. MATERI POKOK Penalaran dn Argumentasi Hukum 7. PENGALAMAN

BELAJAR

Mempelajari dan mendiskusikan:

1. Karakterisik Ilmu Hukum

STRATEGI PEMBELAJARAN

TAHAPAN

KEGIATAN DOSEN

KEGIATAN

MAHASISWA

MEDIA DAN

ALAT

PEMBELAJARAN (1) (2) (3) (4)

Pembukaan Menyampaikan silabus, SAP,

Kontrak Kuliah, Penilaian dan

SOP Dosen; memberikan ulasan

tentang Ilmu Hukum

secarageneral Identitas Nasional

Melihat,

mendengarkan

penjelasan, serta

mencatat.

Silabus, SAP,

Kontrak

Perkuliahan, ,

Textbook,

Power point

presentation.

Page 42: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

42

Penyajian Mengulas tentang: Karakteristik

Ilmu Hukum

Melihat,

mendengarkan

penjelasan, mencatat,

bertanya, dan

berdiskusi.

Idem

Page 43: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

43

Penutup Merangkum isi pokok

bahasan, memberikan

evaluasi dan memberikan

materi tugas latihan

terstruktur/mandiri

Menyimak,

mengajukan

pertanyaan dan

pendapat, menjawab

pertanyaan evaluasi

Idem

Post Test Ujian tertulis, lisan, penilaian/evaluasi terhadap proses pembelajaran, dan unjuk

sikap Referensi Bacaan :

- Atmadja,I Dewa Gede, 1992, “Perdebatan Akan Derajat Keilmuan Dari Ilmu Hukum : Suatu Renungan Filsafat Hukum, dalam Kertha Patrika, Nomor : 58 Tahun XVIII, Maret, h. 64-71.

- -------, 1993, “Manfaat Filsafat Hukum Dalam Studi Ilmu Hukum”,

dalam Kertha Patrika, Nomor : 62-63 Tahun XIX Maret – Juni, h. 64-71.

- -------, Penafsiran Konstitusialam Rangka Sosialisasi Hukum,

Pidato Pengenalan Jabatan Guru Besar Dalam Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Pada Fakultas Hukum Universitas Udayana, 10 April 1996, h. 33-47.

- -------, 2006, Penalaran Hukum (Legal Reasoning), Pengertian,

Jenis, Dan Penerapannya, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 22-34.

- Hadjon, Philipus M, dan Tatiek Sri Djatmiati, Argumentasi

Hukum, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, h. 1 – 9.

- Shidarta, Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks

Keindonesiaan, CV. Utomo, Bandung, 2006, h. 74-108.

- Sidharta, Bernard Arief, Refleksi Tentang Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2008, h. 42-56.

1. Kewarganegaraan Menuju Kehidupan Demokratis dan Berkeadaban.

Yogyakarta: LP3 UltvtY-Asia Fondation. Edisi Revisi.

2. Dipanala. GS. 1975. Ilmu Negara Jilid 1 . Jakarta: Balai Pustaka.

3. Gafar. AJTan. 2000. Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Page 44: BAHAN AJAR KARAKTER ILMU HUKUM · 2017. 6. 4. · 3 Capaian Pembelajaran: mahasiswa diharapkan memahami karakter ilmu hukum, logika bahasa hukum, penafsiran hukum (interpretasi),

44

Dosen : Tim Pengampu Mata Kuliah.