bahan ajar humaniora '09 uh

28
BAHAN AJAR Tinjauan Mata Kuliah Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini akan menguraikan secara singkat mengenai filsafat ilmu kedokteran, etika kedokteran, kode etik kedokteran, kaidah dasar bioetik, humaniora kesehatan, komunikasi, informed consent, prinsip etika dasar Islam dan hak asasi manusia. Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan Prinsip/Kaidah Dasar Bioetik, Humaniora Kesehatan dan Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap masalah- masalah dan keputusan etik klinik Susunan Materi: 1. Filsafat Ilmu Kedokteran dan Aspek Kemanusiaan 2. Etika Kedokteran dan Sumpah Jabatan Dokter 3. Kode Etik Kedokteran 4. Kaidah Dasar Bioetik 5. Kesehatan dan HAM dalam perspektif Islam 6. Hubungan Dokter dengan Pasien, Masyarakat, Sejawat, dan Profesi Lain 7. Perkembangan Ilmu Kedokteran, Penelitian, dan Teknologi Masa Kini

Upload: fanny-ayu

Post on 27-Oct-2015

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

BAHAN AJAR

Tinjauan Mata Kuliah

Deskripsi Singkat : Mata kuliah ini akan menguraikan secara singkat

mengenai filsafat ilmu kedokteran, etika kedokteran,

kode etik kedokteran, kaidah dasar bioetik, humaniora

kesehatan, komunikasi, informed consent, prinsip etika

dasar Islam dan hak asasi manusia.

Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa mampu memahami dan menerapkan

Prinsip/Kaidah Dasar Bioetik, Humaniora Kesehatan

dan Hak Azasi Manusia (HAM) terhadap masalah-

masalah dan keputusan etik klinik

Susunan Materi:

1. Filsafat Ilmu Kedokteran dan Aspek Kemanusiaan

2. Etika Kedokteran dan Sumpah Jabatan Dokter

3. Kode Etik Kedokteran

4. Kaidah Dasar Bioetik

5. Kesehatan dan HAM dalam perspektif Islam

6. Hubungan Dokter dengan Pasien, Masyarakat, Sejawat, dan Profesi Lain

7. Perkembangan Ilmu Kedokteran, Penelitian, dan Teknologi Masa Kini

8. Humaniora Kesehatan

9. Etika Individual, Sosial, dan Klinik

10. Komunikasi dalam Bidang Kesehatan

11. Informed Consent

12. Kode Etik Kedokteran Islam

13. Hukum Medik

Page 2: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

HUMANIORA KESEHATAN

I. PENDAHULUAN

A. Deskripsi

Humaniora merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari segala

hal yang diciptakan atau menjadi perhatian manusia baik itu ilmu filsafat, hukum,

sejarah, bahasa, teologi, sastra, seni dan lain sebagainya. Atau makna intrinsik nilai-

nilai kemanusiaan (Kamus Umum Bahasa Indonesia). Dalam bahasa Latin,

humaniora artinya manusiawi.

Menurut Martiatmodjo, BS dalam “Catatan Kecil tentang Humaniora”

dikatakan sebagai Ilmu Budaya Dasar yang merupakan mata kuliah wajib di

Perguruan Tinggi dan merupakan juga terjemahan dari istilah Basic Humanities

atau pendidikan humaniora. Humaniora ini menyajikan bahan pendidikan yang

mencerminkan keutuhan manusia dan membantu agar manusia menjadi lebih

manusiawi. Martiatmodjo menegaskan bahwa perlunya humaniora bagi pendidik

berarti menempatkan manusia di tengah-tengah proses pendidikan.

B. Manfaat/Relevansi

Lantas, apa relevansinya mempelajari humaniora bagi seorang dokter?

Dokter adalah salah satu profesi yang berhubungan langsung dengan manusia

sebagai lawan interaksinya. Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal

yang berkaitan dengan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk

sosial. Salah satunya dengan pengetahuan humaniora ini.

Sebetulnya, pengetahuan ini haruslah terintegrasi ke dalam seluruh

kurikulum kedokteran (demikian juga semua pokok bahasan yang ada dalam blok

ini harus diintegrasikan ke dalam tiap-tiap blok). Karena yang kita harapkan adalah

lahirnya dokter-dokter yang tidak saja kompeten dalam keilmuannya, tapi juga

memiliki perilaku yang manusiawi, memperlakukan pasiennya seperti dirinya

ingin diperlakukan. Tentu saja perilaku tersebut tidak akan muncul tanpa adanya

pengetahuan tentang apa dan bagaimana sebetulnya sifat yang manusiawi itu.

Page 3: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Agar Anda dapat memahami dan selanjutnya dapat menerapkan prinsip-

prinsip yang terkandung dalam humaniora, maka Anda diperkenalkan dengan

pengetahuan ini. Tentu, pengetahuan ini sendiri belumlah cukup untuk mencapai

apa yang kita harapkan, tapi harus dipadukan dengan pengetahuan-pengetahuan lain

yang akan dipelajari di dalam blok ini.

C. Tujuan Instruksional Khusus

Mahasiswa mampu menerapkan prinsip-prinsip humaniora dalam Ilmu

Kedokteran dan Kesehatan

II. PENYAJIAN

Apakah Anda pernah berpikir, ingin jadi dokter seperti apakah Anda

kelak? Sudahkah Anda memiliki bayangan dokter ideal itu seperti apa? Mungkin,

Anda merasa tertarik melihat dokter yang mempunyai kedudukan yang terhormat

dalam masyarakat. Atau mungkin juga Anda takjub melihat banyak dokter yang

sejahtera dari segi finansial, segala apa yang menjadi standar kemewahan melekat

pada mereka. Atau Anda bangga melihat dokter mampu mempengaruhi jalan hidup

seseorang, menyelamatkan nyawa orang-orang di dekat Anda, memberi sentuhan

keajaiban dalam takdir kehidupan orang lain.

Apapun yang ada dalam bayangan Anda, profesi dokter memiliki sejarah

perjalanan yang lengkap. Pengetahuan humaniora ini berusaha memberi gambaran

pada kita bagaimana menjadi seorang dokter yang sejatinya ideal, dokter yang

manusiawi, yang berperilaku/berakhlak baik, berkepribadian profesional. Untuk

mendapatkan hasil di hilir yang baik, tentu kondisi di hulu sudah harus dipersiapkan

sebelumnya. Karena itu disajikan pengetahuan mengenai humaniora yang

diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk dapat memahami lebih baik tentang

makna kehidupan Anda sebagai seorang dokter.

Mungkin saja terdapat anggapan bahwa masalah perilaku/akhlak baik dan

sifat belas kasih merupakan bawaan atau sifat lahiriah seseorang, bahkan ia adalah

watak alami yang melekat pada seseorang sejak dia dilahirkan, dan berkembang

sesuai pengaruh lingkungannya. Menganggap sifat belas kasih atau compassion

Page 4: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

bukanlah sesuatu yang dapat dipelajari, tetapi suatu materi yang akan berpindah

secara alami –melalui proses yang panjang- dari satu manusia ke manusia lain. Tapi

bila kita kembali kepada jati diri sebagai manusia yang penuh dengan kekurangan,

maka kita tahu bahwa banyak hal yang harus kita pelajari, cermati, hayati dan

amalkan dalam hidup ini. Dalam agama Islam diajarkan mengenai akhlak secara

lengkap dan terperinci. Bedanya, konsep akhlak adalah konsep akhirat, jadi

berimplikasi tidak hanya di dunia ini saja. Sedangkan, konsep humaniora yang akan

kita bahas adalah konsep dunia, khususnya dunia medis jadi implikasinya jelas di

dunia medis juga.

Sebetulnya, dalam kurikulum kita dikenal pendidikan Ilmu Budaya Dasar

yang menurut Martiatmodjo merupakan juga terjemahan dari istilah Basic

Humanities atau pendidikan humaniora. Hanya saja penyajiannya jarang dikaitkan

dengan kehidupan kita kelak sebagai seorang dokter, jadi pengetahuan tersebut

mengawang-awang, sangat idealis, sehingga mahasiswa sulit menerapkannya dalam

realitas kedokteran yang terkenal praktis. Padahal bagi komunitas medis, apa saja

yang disentuhkan pada kulitnya melalui kata medis, akan mudah melekat karena

ada sekian banyak reseptor yang sensitif dengan kata tersebut pada kulitnya. Karena

itu dibutuhkan pengetahuan yang lebih integratif agar kita menjadi paham arah dan

tujuan pembelajaran kita.

Pengetahuan tentang humaniora sangat luas. Tapi bahasan kita dalam

kuliah ini terbatas pada bidang kehidupan kita sebagai dokter. Pengetahuan ini

harus dapat diterapkan di segala bidang kehidupan Anda kelak sebagai dokter.

Bidang yang dimaksud antara lain:

Praktik kedokteran

Pelayanan kesehatan

Pendidikan kedokteran

Penelitian

Berbicara tentang humaniora, berarti berbicara tentang beberapa aspek

yang memiliki pengertian yang saling berkaitan, di antaranya mengenai humanisme,

etika, kebudayaan dan perilaku. Humaniora memberikan wadah bagi lahirnya

makna intrinsik nilai-nilai humanisme. Humanisme sendiri adalah aliran yang

Page 5: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan/mencita-citakan pergaulan yang

lebih baik. Ada juga yang berpendapat humanisme sebagai sikap/tingkah laku

mengenai perhatian manusia dengan menekankan pada rasa belas kasih serta

martabat individu.

Pengertian etika yang dipahami lebih luas di kalangan medis selama ini

selalu menjadi jargon seorang dokter. Etika kedokteran dalam kamus kedokteran

Stedman dirumuskan sebagai principles of correct professional conduct with regard

to the rights of the physician himself, his patients, and his fellow practitioners.

Dengan kata lain etika dalam kedokteran merupakan prinsip-prinsip mengenai

tingkah laku profesional yang tepat berkaitan dengan hak dirinya sebagai dokter,

hak pasiennya, dan hak teman sejawatnya.

Bila dikaitkan dengan kebudayaan, maka seperti yang telah disebutkan

sebelumnya, dokter adalah suatu profesi yang berhubungan langsung dengan

manusia sebagai lawan interaksinya dalam konteks makhluk yang sama berbudaya.

Karena itu seorang dokter harus mengetahui segala hal yang berkaitan dengan

manusia, baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Untuk membangun

nilai-nilai sosial itu agar tetap menjadi landasan bagi setiap dokter dalam menjalani

kehidupan profesinya yang luas, maka disinilah pengetahuan kebudayaan menjadi

konsep dasar dalam membangun jati diri sebagai petugas layanan kesehatan.

Sehubungan dengan itu, penggunaan konsep perilaku di sini berada dalam

pengertian ketunggalannya dengan konsep kebudayaan. Perilaku seseorang, sedikit

atau banyak, terkait dengan pengetahuan, nilai dan norma dalam lingkungan-

lingkungan sosialnya, demikian juga halnya dengan seorang dokter. Untuk proses

hulu, lingkungan pendidikan yang baik tentu akan mengantar seseorang untuk

berperilaku yang baik pula.

Ilmu kedokteran khususnya kedokteran umum yang menangani manusia

jelas sangat paralel dengan pengetahuan budaya yang berkaitan dengan hasil

kesadaran manusia. Segala penalaran dokter sebagai manusia akan sama dengan

penalaran budi manusia. Ilmu kedokteran yang selalu memikirkan jasmani dan

rohani manusia akan selalu dituntut oleh keadaan lingkungan masyarakat. Salah

pikir dari seorang dokter berarti akan bertentangan dengan hati nurani manusia yang

Page 6: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

melekat dalam pribadi sang dokter. Sebaliknya kesuksesan dokter akan selalu

menjunjung tinggi dan mengangkat nama harumnya karena segala kesuksesan itu

tentu dilandasi oleh budi/pikiran manusia secara sadar. Lantas, bagaimana

kaitannya dengan humanisme?

Menurut Profesor U Mia Tu dari Myanmar dalam orasinya tentang

humanisme dan etika dalam berbagai bidang kedokteran, terminologi humanisme

awalnya dikaitkan dengan pergeseran filosofi dan budaya selama masa renaisans

Eropa. Belakangan, maknanya bergeser menjadi sebuah sikap yang berkenaan

dengan perhatian manusia pada sesamanya dengan menekankan pada ‘compassion’

-belas kasihan- dan martabat individual.

Secara tidak langsung, humanisme menyatakan

suatu penghargaan kepada pasien sebagai seorang individu;

menunjukkan belas kasih dan mengerti akan rasa takut dan khawatir

dalam diri pasiennya;

menyatakan suatu komunikasi yang berarti kepada pasien sebagai

seseorang dan bukannya sebagai sebuah penyakit.

Lebih lanjut dia mengatakan, humanisme dalam kedokteran lebih dari

sebuah etika. Lebih dari sekedar menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal

yang merugikan fisik dan mental pasien karena kelalaian diri. Lebih dari yang

sekedar tertulis dalam sumpah Hippocrates. Humanisme merupakan tindakan

positif, seperti halnya belas kasihan yang bukan sekedar perasaan prihatin

kepada penderitaan orang lain tapi menolong dengan memberi saran atau

tindakan yang meringankan penderitaannya. Namun sungguh mengejutkan

karena definisi ‘belas kasihan’ tidak masuk dalam dua kamus utama kedokteran –

Dorland dan Stedman. Meskipun demikian, rasa belas kasih sama pentingnya

dengan pengetahuan ilmiah dan keterampilan pada seorang dokter yang humanistik.

Situasi apa yang menyebabkan sehingga humanisme dan etika mengilhami

profesi kedokteran saat ini? Apa yang telah terjadi sehingga menyebabkan banyak

dokter-dokter senior menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi profesi kita?

Jika kita mengamati sejenak, akan disadari betapa kita telah jauh

menyimpang dari idealisme sebagai dokter. Fenomena ini telah mendunia dan juga

Page 7: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

telah menyebar ke dalam negara kita. Bukan hanya praktik medis dan perawatan

pasien yang menyimpang dari idealisme sosial, bahkan konsep humanisme menjadi

sesuatu yang asing dalam pendidikan kedokteran dan dalam bidang penelitian

kedokteran. Benar bahwa etika kedokteran termasuk dalam kurikulum pada

beberapa sekolah kedokteran, namun diduga hal tersebut hanya sebagai metode

resmi untuk menenangkan hati mereka. Kenyataannya, dibutuhkan lebih dari

sekedar memasukkan subjek etika kedokteran ke dalam kurikulum agar lulusan

kedokteran menjadikan humanisme dan perilaku etis sebagai sifat kedua mereka.

Seorang dokter bernama Assi Ba’l mengemukakan kerisauannya tentang

profesi dokter saat ini. Menurutnya ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya

fenomena tersebut, antara lain:

Pemisahan antara jasad dan jiwa

Pemisahan antara pencegahan dan pengobatan

Penghambaan diri terhadap teknologi modern

Berlebihan dalam mengejar spesialisasi

Perbedaan dalam tingkat pelayanan kesehatan

Karena tuntutan akan kompetensi profesi yang semakin meningkat,

dokter-dokter berlomba dalam menyempurnakan sisi keilmuannya. Kegamangan

menghadapi masyarakat yang gemar menggugat, ketakutan melakukan malapraktik,

peningkatan kejahatan moral oleh praktisi medis, semua hal-hal tersebut

menyebabkan para dokter sangat fokus pada keahlian medis mereka. Mereka

menjadi sangat perhatian dalam menangani keluhan fisik pasien, yang penting

pasien sembuh dari derita fisiknya. Mereka tidak perlu repot-repot menangani jiwa

pasien mereka, yang penting pasien itu belum masuk kategori gila (silakan ke ahli

jiwa kalau jiwa anda terganggu).

Untuk urusan pencegahan penyakit, diserahkan dengan hormat kepada

teman-teman mereka, ahli kesehatan masyarakat. ”Kami cukup mengobati mereka

yang sakit. Kalau ikut-ikutan dalam program pencegahan, bisa-bisa kita dituding

mengambil lahan kerja mereka”. Begitu barangkali yang ada dalam benak para

dokter. Padahal sangat jelas bahwa para dokter pun diharapkan partisipasi aktifnya

Page 8: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

dalam program pencegahan penyakit, bahkan mulai pada tahap awal dari five level

prevention, yaitu promosi kesehatan.

Perkembangan teknologi dalam dunia kesehatan begitu menggila

belakangan ini. Seorang dokter tentu tidak mau ketinggalan dalam bidang teknologi

atau akan dicemoohkan oleh masyarakat -yang sudah semakin kritis- tentang jati

dirinya sebagai seorang profesional. Tidak ada istilah, dokter tidak mengerti tentang

perkembangan jaman, walaupun dokter itu baru saja kembali dari daerah terpencil

yang harus didiaminya selama dua-tiga tahun. Teknologi modern adalah suatu

keharusan. Salah satu hal yang dapat memfasilitasi kebutuhan itu adalah dengan

bersekolah kembali, dan yang menjadi prioritas tentunya pendidikan spesialisasi.

Ikut pendidikan dokter spesialis tentunya akan membuat para dokter akan terus-

menerus berhubungan dengan perkembangan teknologi karena pusat pendidikan

berada di kota-kota besar. Tentu saja kita tidak dapat menyalahkan dokter yang

berniat meneruskan minatnya pada ilmu tertentu. Ditopang oleh kecenderungan

masyarakat yang selalu mengandalkan dokter spesialis dan bertindak merujuk

dirinya sendiri langsung kepada seorang ahli, serta adanya jaminan income yang

lebih menjanjikan, membuat mereka berlomba-lomba meraih gelar tersebut.

Menurut Anda, apakah semua ini tidak cukup membuat seorang dokter

merasa terbebani sehingga punya waktu lagi untuk memikirkan perasaan

pasiennya? Tidak cukupkah dia dapat menghilangkan keluhan pasien-pasiennya dan

meringankan derita fisik mereka? Dan ada apa dengan orang-orang di sekelilingnya,

toh mereka mempunyai kehidupan masing-masing yang tidak memerlukan campur

tangan batinnya, selama dia tidak merugikan mereka. This is our own life, marilah

kita jalani sendiri-sendiri tanpa saling mengganggu. Kita sendiri yang akan

mempertanggungjawabkan kehidupan kita kelak. Ini betul. Tapi apakah memang

semuanya harus berjalan demikian? Betulkah semata-mata tangan dingin sang

dokter saja yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah pasiennya? Mari kita

lihat bagaimana humaniora memandang kehidupan seorang dokter.

Page 9: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Humanisme dan etika dalam praktik kedokteran

Merawat orang sakit pada level fundamental berakar pada jiwa manusia

dan humanisme. Misalnya seorang ibu yang merawat anak atau bayinya yang

sedang sakit, kenalan/keluarga sekitarnya menawarkan bantuan berupa

saran/nasihat dimanapun diinginkan, sementara seorang wanita tua di antara para

warga merespon permintaan bantuan ibu tadi. Mereka semua tidak memiliki motif

yang berkaitan dengan uang dalam memberikan bantuan, tapi dilandasi atas dasar

belas kasih.

Pada level yang berbeda, sejak jaman dahulu orang-orang suci, pendeta,

tabib dan dukun telah merawat orang-orang sakit karena adanya keyakinan bahwa

penyakit adalah manifestasi dari pengaruh iblis yang dilakukan dengan perantaraan

tuhan atau makhluk supernatural atau manusia lain. Motif mereka dalam

menyembuhkan orang sakit mungkin tidak sepenuhnya untuk kepentingan orang

sakit tersebut karena mereka memperoleh keuntungan dalam tatanan sosial atas

bantuan tersebut, disamping adanya kekuasaan dan otoritas yang diberikan pada

mereka dalam masyarakat.

Saat hal tersebut dikaitkan dengan profesi dokter, kita diyakinkan bahwa

masalah sosialnya berakar pada sikap humanisme, belas kasih terhadap

penderitaan pasien, dan keinginan untuk memberikan pelayanan kesehatan.

Dokter praktik dan spesialis saat ini memiliki hubungan dokter-pasien ’one-to-one’

yang unik dan sangat pribadi, melibatkan kepatuhan, ketergantungan, dan

kepercayaan yang utuh dari pasien terhadap otoritas, pengetahuan dan keterampilan

dokternya. Dengan otoritas tersebut terciptalah unsur kewajiban sosial untuk

melayani dengan belas kasih kepada mereka yang percaya dan bergantung kepada

kita.

Tetapi martabat dan status profesi dokter dulunya tidak setinggi seperti

yang kita lihat sekarang. Misalnya pada jaman India kuno, hanya dokter kerajaan

yang memiliki status yang tinggi. Dokter pada jaman itu dianggap tidak berdarah

murni dan tidak pernah diundang pada acara-acara sesajian untuk dewa-dewa. Kasta

Brahmana tidak seharusnya menerima makanan dari seorang dokter karena

dianggap najis/kotor (Rao & Radhalaksmi,1960). Pada masa kekaisaran Roma,

Page 10: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

dokter adalah pekerja berat, orang liar, orang asing, dan pengobatan dianggap

sebagai pekerjaan rendah. Di Inggris abad ke-18, dokter bedah dan ahli obat-obatan

dianggap seperti pedagang dan termasuk kelas pinggiran. Bahkan sekurangnya di

abad 19, dokter di Perancis sangat miskin dan statusnya juga rendah (Starr, 1949).

Namun, dengan perkembangan dan kemajuan ilmu kedokteran dan

kemampuan para dokter mempengaruhi perjalanan penyakit secara radikal, bermula

di akhir abad ke-19, secara perlahan kedokteran berubah statusnya dari sekedar

tukang/pekerja berat menjadi sebuah profesi dan bersamaan dengan itu kekuasaan

dan martabat profesi dokter juga meningkat seterusnya hingga di abad 20 ini.

Dengan tercapainya status profesi itu, segala yang menjadi karakter

sebuah profesi juga didapatkan. Kedokteran memiliki otonomi, mengontrol semua

yang ingin memasuki profesi ini, menetapkan standar kompetensi melalui pelatihan

termasuk teori, bukan hanya keterampilan seperti pada pekerjaan tukang. Profesi

kedokteran selanjutnya menyusun lembaga profesi struktural (asosiasi, publikasi,

sekolah kedokteran yang dapat dikontrol) dan bertujuan memberikan pelayanan

yang humanistik kepada masyarakat untuk kepentingan mereka.

Prinsip-prinsip etika telah menjadi bagian yang mendasar sejak masa awal

dan berkaitan dengan kewajiban dan tanggung-jawab seorang dokter. Namun harus

dicatat, bahwa semua pernyataan tentang etika dapat disesuaikan secara profesional

dengan dunia medis. Dan tidak satupun yang berkenaan dengan aspek humanistik.

Pola praktik dokter pada awal abad delapanbelas bersifat ‘biaya pelayanan

tunggal’ yaitu seorang dokter memberikan pelayanan medis dan untuk itu dia

dibayar, baik berupa uang maupun berupa hasil-hasil pertanian seperti yang masih

terdapat di negara-negara berkembang di beberapa daerah dan desa yang miskin. Ini

adalah masa dokter pedesaan atau dokter ‘kuno’ atau dokter keluarga yang

mengetahui dengan baik keluarga tersebut, berkeliling ke rumah-rumah, dan

bertindak sebagai ‘teman dan penuntun yang dapat dipercaya’, di samping merawat

orang-orang sakit dalam keluarga itu.

Perkembangan kota-kota besar dan rumah-rumah sakit di abad 18 dan 19

membuat dokter-dokter desa perlahan menghilang dan semakin banyak dokter

Page 11: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

menetap di daerah kota untuk berpraktik. Hilangnya dokter pedesaan atau dokter

keluarga memulai timbulnya ‘pelayanan dehumanisasi’ di rumah-rumah sakit.

Dalam dekade terakhir abad 20, pola praktik di negara-negara industri

berubah sama sekali dengan ekonomi berorientasi pasar. Dari praktik mandiri,

sekarang kebanyakan dokter praktik berkelompok di bawah persetujuan formal

penggunaan fasilitas dan peralatan medis bersama-sama dan pendapatan

didistrubusikan sesuai perjanjian awal dengan melibatkan personalia kesehatan.

Kalangan bisnis melihat pasar besar dalam lapangan kesehatan, hasilnya

adalah meningkatnya komersialisasi layanan medis dan bertumbuhnya industri

medis yang kompleks. Kedokteran tidak lagi merupakan industri rakyat seperti saat

dokter berpraktik mandiri. Manager di bidang kesehatan ini – ekonom dan CEO

(pejabat eksekutif), yang semakin sering memutuskan jenis praktik pelayanan dan

jenis organisasi dibandingkan para dokter. Harga-harga obat melambung dan

penggunaan peralatan medis yang canggih berkonsekuensi dengan pembayaran

yang tinggi. Telah dikatakan, semakin dokter bergantung pada teknologi semata,

semakin mereka kehilangan rasa kemanusiaannya, yang berujung pada ‘pelayanan

dehumanisasi’. Hal tersebut ditambah dengan ketakutan akan tuntutan malapraktik,

dokter membayar asuransi untuk dirinya, yang tentu berdampak pada pasien

sehingga biaya layanan kesehatan semakin tinggi.

Perubahan ini mewarnai sikap dan tingkah laku profesi yang menekankan

pada aspek finansial dan teknologi dalam terapi dan merusak panggilan altruistik

dan humanistik sang dokter.

Lagi menurut Profesor Tu, seorang dokter di Myanmar menelaah sebuah

film bergenre kedokteran, berjudul “Patch Adam”. Dia tertarik pada kritik sang

pemain, yang berperan sebagai dr. Hunter Adam: “Anda bahkan tidak melihat

kepada pasien saat Anda berbicara pada mereka” dan saat dia berbicara melawan

Badan Medis: “Kematian bukanlah musuh, saudara-saudara, tapi sebuah kelalaian.

Anda menangani penyakit, hasilnya kalah atau menang. Anda menangani pasien,

anda akan menang bagaimanapun hasil akhirnya”.

Keadaan ini pun sudah terlihat di negara kita. Ada berapa banyak dokter

yang betul-betul menangani pasiennya dengan rasa belas kasih? Saya tidak

Page 12: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

menyatakan bahwa tidak ada dokter yang memiliki rasa belas kasih karena saya

mengenal beberapa dokter yang betul-betul menangani pasiennya dengan penuh

perasaan. Tapi, pemandangan seperti itu sangat jarang kita saksikan. Banyak dokter

melayani pasiennya dengan senyum, ramah, sopan dan penuh tatakrama, tapi yang

kita bicarakan dalam kaitannya dengan humanisme adalah dokter melayani

pasiennya dengan melihat ke dalam perasaan pasiennya. Menampakkan pengertian

akan derita pasiennya dan tidak semata-mata memburu apa yang menjadi diagnosis

agar pengobatannya tepat dan pasien ini segera menyingkir dari kehidupannya yang

cukup sibuk. Dengan kata lain, hubungan yang tercipta berlatar ‘patient-oriented’,

bukan ‘disease-oriented’ sehingga dokter bisa memberikan penanganan yang

bersifat holistik.

Anda keliru jika menyangka pasien tidak membutuhkan sentuhan

humanisme, dan tepat jika menduga bahwa mereka akan lebih nyaman dengan

dokter yang menatap mereka saat melakukan anamnesis dan memperlihatkan sikap

menerima dan mengerti akan segala keluhannya. Itu tidak sulit dilakukan.

Tempatkan saja diri Anda pada posisi mereka. Lalu nilai, situasi mana yang lebih

Anda sukai, ditangani oleh dokter yang berwajah dingin yang sibuk meneliti

penyakit Anda atau oleh dokter yang menunjukkan perasaan kasih akan tiap

keluhan Anda.

Humanisme dan etika dalam pelayanan kesehatan

Sejak jaman dulu, pemegang kekuasaan bertanggung-jawab terhadap

kesehatan rakyatnya. Raja pada jaman Indis kuno membangun tempat untuk orang-

orang sakit dan cacat, bahkan tempat khusus semacam rumah sakit untuk kebidanan

dan bedah. Kerajaan Romawi mengatur tempat layanan kesehatan untuk orang-

orang miskin yang akan dikunjungi oleh dokter-dokter umum untuk memberikan

pemeriksaan kesehatan yang dibutuhkan.

Pada saat Abad Kegelapan baru saja terangkat dari Eropa, kedokteran di

negara-negara Arab sangat berkembang. Terdapat rumah-rumah sakit yang besar di

Damascus, Kordoba, dan Kairo yang memperhatikan segala aspek dari layanan

kesehatan termasuk aspek humanistik seperti sisi spiritualnya (memperdengarkan

Page 13: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Al-Quran sepanjang saat tanpa henti), aspek-aspek estetika (seperti memainkan

musik lembut di malam hari untuk membantu mereka yang sulit tidur), dan aspek-

aspek yang dapat meningkatkan semangat mereka (seperti membacakan kisah-kisah

yang menggugah jiwa pasien). Bahkan pasien diberikan sejumlah uang yang dapat

menutupi kekurangan semasa sakit, hingga mereka mampu kembali bekerja

(Guthrie, 1958). Ini adalah pendekatan yang betul-betul manusiawi.

Pelayanan kesehatan di Eropa, khususnya Inggris relatif terlambat. Butuh

terjadinya suatu epidemi (kolera) untuk terbentuknya Badan Kesehatan sebagai

badan resmi walaupun sebelumnya negara telah megambil alih langkah darurat jika

terjadi penyakit epidemik. Perkembangan spektakuler di dunia medis pada masa-

masa setelahnya mengubah pola tingkah dokter dan pelayanan kesehatan.

Namun teknologi tersebut membutuhkan biaya yang mahal sehingga tidak mampu

digapai oleh masyarakat miskin. Ditambah lagi dengan dokter-dokter yang terlatih

di rumah sakit yang sangat sedikit dibekali dengan kemampuan untuk menghadapi

masalah kesehatan dalam masyarakat dan perkembangan baru dalam pelayanan

kesehatan.

Masih menurut Profesor Tu, dalam era pasar ekonomi, kedokteran telah

menjadi bisnis besar hingga di negara-negara berkembang. Karena bisnis bersifat

mengejar keuntungan, biaya pelayanan kesehatan akhirnya meningkat. Dan

akibatnya pelayanan terhadap masyarakat miskin terabaikan. Idealnya, dokter

mampu melakukan praktik hingga menyentuh seluruh lapisan masyarakat, agar

nilai-nilai humanisme tetap terjaga. Tentu, secara pribadi hal tersebut sulit

dilaksanakan. Tapi, jika penentu kebijakan terutama dalam bidang kesehatan

memperhatikan masalah ini dan berangkat dengan keikhlasan untuk berbuat demi

kemanusiaan, maka teknologi yang tercanggih sekalipun dapat dimanfaatkan oleh

masyarakat banyak. Sekarang ini, dikembangkan filosofi baru mengenai pelayanan

kesehatan berbasis persamaan dan keadilan sosial yang berakhir pada gerakan

Pelayanan Kesehatan Primer dan Kesehatan untuk Semua (World Health

Organisation, 1981).

Page 14: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Humanisme dan etika dalam pendidikan kedokteran

Lantas, apa yang bisa menjadikan seorang dokter memiliki kemampuan

teknis sekaligus sikap humanistik dalam perilaku profesinya? Apakah itu bagian

dari pelatihan dan pendidikan mahasiswa kedokteran dengan melihat contoh dari

para dosennya? Mari kita lihat bagaimana humanisme dalam pendidikan

kedokteran.

Baik di dunia barat maupun dalam budaya timur, pelatihan untuk menjadi

seorang dokter bermula dari sistem magang, yaitu suatu sistem pelatihan yang

bersifat desentralisasi di mana murid dan gurunya terikat dalam suatu hubungan

pribadi. Sejak jaman dulu, murid kedokteran di India misalnya, tinggal di rumah

gurunya dan bahkan menjadi anggota keluarga yang ikut mengerjakan segala

pekerjaan rumah sang guru. Karena kontak yang sangat dekat dengan gurunya,

seorang murid tidak hanya belajar dari guru, tapi menyerap filosofi, sikap, tingkah

laku moral, nilai-nilai dan metode hidupnya serta cara guru menghadapi pasiennya,

singkatnya ‘bedside manner’ sang guru tadi.

Karena kebutuhan akan dokter dan ahli bedah semakin meningkat,

perubahan sistem pelatihan mengalami perubahan. Kerajaan Romawi mengambil

alih pelatihan dokter dengan menunjuk guru-gurunya. Di negara-negara Islam,

pendidikan kedokteran telah berjalan dengan baik. Mereka ditempatkan di rumah

sakit untuk pendidikan kedokteran. Warga yang kaya membangun rumah-rumah

sakit yang mempekerjakan dokter-dokter handal yang bertanggung-jawab dalam

penanganan pasien sekaligus mengajar murid-murid kedokteran.

Sekolah-sekolah kedokteran di Eropa pada abad 9 hingga 13 menjadikan

pendidikan kedokteran sebagai basis dan memberikan gelar dokter setelah melalui

suatu pendidikan dan ujian tertentu. Fakultas kedokteran ini tidak hanya melatih

para dokter tetapi juga mengontrol tindakan mereka. Dengan semakin banyaknya

mahasiswa yang dilatih di rumah sakit, keadaan pasien yang sebenarnya terabaikan.

Metode pengajaran klinis dengan jumlah mahasiswa yang besar berdampak buruk

pada pasien. Dan metode ini diadaptasi oleh semua sentra pendidikan kedokteran di

dunia.

Page 15: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Sekarang kita mungkin dapat melihat di rumah-rumah sakit, beberapa

pasien -terurama dari golongan menengah ke atas- mengeluh jika terlalu banyak

disentuh oleh mahasiswa (ko-ass). Mereka menghindar untuk dirawat di rumah

sakit pendidikan karena merasa dijadikan orang coba oleh para ko-ass. Sebetulnya

keadaan ini dapat kita hindari bersama. Pasien tentu tidak akan mengeluh jika tidak

merasa dirinya hanya dijadikan objek pembelajaran. Caranya tentu dengan

menanamkan kepercayaan kepada pasien dan masyarakat umumnya. Dan itu dapat

dimulai dari Anda, sebagai calon dokter.

Sebagai mahasiswa, Anda harus betul-betul memahami semua yang Anda

pelajari selama proses pendidikan dan menguasai seluruh kompetensi yang sudah

ditetapkan. Jika kelak Anda dipercayakan untuk memegang pasien pada saat

kepanitraan klinik dan dapat menunjukkan bahwa sebagai mahasiswa kedokteran

Anda cukup handal, maka pasien akan dengan senang hati mempercayakan

penanganan penyakitnya pada Anda . Apalagi jika dibarengi dengan tindakan yang

etis dan penuh sentuhan manusiawi, tidak akan ada pasien yang menolak Anda.

Kita harus benar-benar tulus menghadapi mereka, mendengar keluhan mereka

dengan sabar, memperhatikan apa yang menjadi persoalan sesungguhnya bagi

mereka. Ingatlah pepatah bijak orang tua kita bahwa apa yang dilakukan dari hati

sampainya ke hati juga.

Dengan begitu, Anda dapat melalui proses pendidikan di bidang

kedokteran dengan baik karena sebenarnyalah hubungan yang terjadi antara Anda

dengan pasien tadi adalah hubungan kerjasama. Anda, sebagai mahasiswa,

membutuhkan mereka. Maka buatlah mereka pun membutuhkan Anda.

Dalam pendidikan tentang bioetik dan humaniora ini, Anda akan banyak dibekali

dengan pengetahuan tentang etika terutama saat Anda telah menjadi dokter.

Sebenarnya, prinsip-prinsip etika telah tertuang secara lengkap dalam Islam, yaitu

dalam ilmu tentang akhlak. Bahkan ilmu ini tidak terbatas kepada profesi dokter

saja, tapi memayungi semua insan yang mengaku sebagai muslim. Jadi, saat

sekarang pun prinsip-prinsip etika sudah harus kita jalankan karena akhlak -yang

sumbernya jelas dari Allah SWT- berimplikasi pada akhirat yang mengikat muslim

yang berakal dan dewasa, yaitu kita semua.

Page 16: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Selama masa pendidikan, Anda akan berhubungan dengan dosen, sesama

mahasiswa, pegawai di lingkungan Anda, dan orang-orang dalam lingkungan

kampus. Sekarang ini adalah masa yang tepat bagi Anda untuk melatih diri

bagaimana bersikap menjadi dokter yang baik. Betul bahwa setiap orang memiliki

karakter yang berbeda, tapi sikap dan perilaku yang baik bukannya tidak dapat

diamalkan. Sebagai contoh, dalam berdiskusi dengan teman-teman Anda, seringkali

terjadi benturan pendapat. Walaupun Anda yakin bahwa pendapat Andalah yang

benar, dan didukung oleh beberapa teman yang lain, sangat tidak bijak jika Anda

langsung menyalahkan dan mematahkan pendapat teman Anda. Apalagi jika yang

Anda serang adalah pribadinya, bukan opininya.

Belum lagi jika menghadapi persoalan yang berbeda, adanya beban tugas

dari dosen yang tidak habis-habis (walaupun alasan bahwa hal tersebut untuk

kepentingan mahasiswa sendiri kadang sulit diterima), dan waktu yang terasa sangat

menghimpit, tentu akan sulit bagi kita untuk tetap bersikap stabil. Masalahnya, kita

tidak punya pilihan selain menghadapinya. Kita menerima pengakuan sebagai

pribadi dewasa, jadi sudah seharusnya kita menyadari konsekuensi dari suatu

pilihan. Anda memilih untuk menjadi dokter, berarti sedikit banyaknya Anda tahu

seperti apa profesi ini.

Dari segi keterampilan, kompetensi yang dikehendaki dijelaskan oleh

masing-masing sub divisi pendidikan kedokteran. Dengan sistem integrasi yang

baru diterapkan, Anda diharapkan memiliki keterampiln klinis yang lebih terarah.

Keaktifan dari Anda sebagai mahasiswa diharapkan karena pembelajaran ini

memang dipusatkan pada Anda (student-centered learning). Para pendidik di bidang

kedokteran sepakat bahwa tujuan pembelajaran yang baru ini adalah mengarahkan

pendidikan kedokteran kepada pengalaman berbasis komunitas, model yang

berpusat pada pembelajar sehingga memungkinkan dokter untuk menjadi

pembelajar sepanjang hayat sekaligus berpraktik dengan berbekal pengetahuan dan

keterampilan yang memasukkan aspek-aspek psikososial dan biologi dalam

pelayanan kesehatan.

Page 17: Bahan Ajar Humaniora '09 Uh

Humanisme dan etika dalam penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran

Kesadaran sosial, tanggung jawab sosial dan akuntabilitas sosial telah

menjadi ciri profesi dokter, dan karakteristik ini dapat diterapkan juga kepada para

peneliti di bidang kedokteran. Etika dan humanisme dapat diaplikasikan ke dalam

seluruh spektrum kegiatan penelitian, mulai dari pemilihan topik penelitian, hingga

pada cara penelitian yang dilakukan dan pada aplikasi hasil penelitian dan

pengembangan.

Misalnya dalam memilih topik penelitian, harus disadari bahwa peneliti

memiliki tanggung jawab sosial untuk mencoba mencari solusi dari masalah-

masalah yang paling banyak menyebabkan munculnya penyakit dan penderitaan

dalam masyarakat.

Dalam melakukan percobaan yang melibatkan manusia sebagai relawan,

peneliti haruslah dibawah kontrol etis yang ketat. Dan seperti halnya seorang dokter

harus memiliki perilaku medis yang baik dengan hubungan manusiawi dengan

pasiennya, begitu juga seharusnya seorang peneliti.

Tanggung jawab dan akuntabilitas sosial dalam penelitian dimaksudkan

agar penelitian tersebut dilakukan bukan hanya untuk kepentingannya saja. Peneliti

diwajibkan melihat kegunaan hasil penelitiannya. Jadi hasilnya tidak hanya berakhir

di kertas jurnal saja, tapi harus mencapai ke penentu kebijakan, pembuat keputusan

dalam pelayanan kesehatan, dan para profesi di bidang kesehatan serta para

konsumen.