bahan

25
BAHAN LBM 1 BLOK 18 ISTIANAH Stroke: penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Hipertensi: keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg Rehabilitasi: Tujuan dari rehabilitasi paska stroke adalah membantu penderita mempelajari kembali fungsi tubuh yang terganggu meliputi terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, terapi mental/rohani dll Fluktuasi: Pembengkakan yang bila di sentuh konsistensinya kenyal atau terdapat cairan Limfonodi: nama lain untuk kelenjar getah bening, organ tubuh organ yang menyaring semua bakteri, virus, dan jaringan mati lainnya dari cairan limfatik dan menghapusnya dari tubuh. Vestibulum oris: ruangan antara gigi dan buccal Spacium: Ruang Pericoronal: Jaringan gusi disekitar mahkota gigi yang sedang erupsi, nama lain operkulum 1. Diagnosa Abses vestibulum et causa pericoronitis et causa impaksi Yang terletak di sebelah bukal gigi disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular. 2. Etiologi ETIOLOGI IMPAKSI GIGI MOLAR 3 Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor,menurut Berger penyebab gigi impaksi antara lain : a. Kausa Lokal Faktor local yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah : 1. Abnormalnya posisi gigi 2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut 1

Upload: istianah-tia

Post on 19-Oct-2015

84 views

Category:

Documents


23 download

DESCRIPTION

Infeksi Odontogen

TRANSCRIPT

BAHAN LBM 1 BLOK 18ISTIANAH Stroke: penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.WHO mendefinisikan bahwa stroke adalah gejala-gejala defisit fungsi susunan saraf yang diakibatkan oleh penyakit pembuluh darah otak dan bukan oleh yang lain dari itu. Hipertensi: keadaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg Rehabilitasi: Tujuan dari rehabilitasi paska stroke adalah membantu penderita mempelajari kembali fungsi tubuh yang terganggu meliputi terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, terapi mental/rohani dll Fluktuasi: Pembengkakan yang bila di sentuh konsistensinya kenyal atau terdapat cairan Limfonodi: nama lain untuk kelenjar getah bening, organ tubuh organ yang menyaring semua bakteri, virus, dan jaringan mati lainnya dari cairan limfatik dan menghapusnya dari tubuh. Vestibulum oris: ruangan antara gigi dan buccal Spacium: Ruang Pericoronal: Jaringan gusi disekitar mahkota gigi yang sedang erupsi, nama lain operkulum

1. DiagnosaAbses vestibulum et causa pericoronitis et causa impaksi

Yang terletak di sebelah bukal gigi disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.2. Etiologi ETIOLOGI IMPAKSI GIGI MOLAR 3Gigi impaksi dapat disebabkan oleh banyak faktor,menurut Berger penyebab gigi impaksi antara lain :a. Kausa LokalFaktor local yang dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi adalah :1. Abnormalnya posisi gigi2. Tekanan dari gigi tetangga pada gigi tersebut3. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut4. Kekurangan tempat untuk gigi tersebut bererupsi5. Gigi desidui persistensi(tidak mau tanggal)6. Pencabutan prematur pada gigi7. Inflamasi kronis penyebab penebalan mukosa disekitar gigi8. Penyakit yang menimbulkan nekrosis tulang karena inflamasi atau abses9. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak.b. Kausa UmurFaktor umur dapat menyebabkan terjadinya gigi impaksi walaupun tidak ada kausa lokal antara lain:1. Kausa Prenatala. Keturunanb. miscegenation2. Kausa Postnatala. Ricketsiab. Anemic. Syphilis congenitald. TBCe. Gangguan kelenjar endokrinf. Malnutrisig. Kista 3. Kelainan Pertumbuhana. Cleido cranial dysostosisb. Oxycephalic. Progeriad. Achondroplasiae. Celah langit-langitPada Kasus Gigi 38 yang mengalami gangrenebakteri msk ke saluran akarinfeksi periapikalrespon tubuh terjadi inflamasiabses periapikal Bakteri endogen (60%) bakteri anaerob sprt alfa hemolitik streptococcus, pepto streptococcus, fusobacterium sisanya campuran bakteri aerob

3. Tanda Klinis1. Inflamasi,yaitu pembengkakan disekitar rahang dan warna kemerahan pada gusi disekitar gigi yang diduga impaksi2. Resorpsi gigi tetangga,karena letak benih gigi yang abnormal sehingga meresorpsi gigi tetangga3. Kista(folikuler)4. Rasa sakit atau perih disekitar gusi atau rahang dan sakit kepala yang lama(neuralgia)5. Fraktur rahang(patah tulang rahang)6. Dan tanda-tanda lain

4. Patofisiologi Mekanisme terjadinya Inflamasi dapat dibagi menjadi 2 fase yaitu: Perubahan vaskularRespon vaskular pada tempat terjadinya cedera merupakan suatu yang mendasar untuk reaksi inflamasi akut. Perubahan ini meliputi perubahan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah. Perubahan aliran darah karena terjadi dilatasi arteri lokal sehingga terjadi pertambahan aliran darah (hypermia) yang disusul dengan perlambatan aliran darah. Akibatnya bagian tersebut menjadi merah dan panas. Sel darah putih akan berkumpul di sepanjang dinding pembuluh darah dengan cara menempel. Dinding pembuluh menjadi longgar susunannya sehingga memungkinkan sel darah putih keluar melalui dinding pembuluh. Sel darah putih bertindak sebagai sistem pertahanan untuk menghadapi serangan benda-benda asing. Pembentukan cairan inflamasiPeningkatan permeabilitas pembuluh darah disertai dengan keluarnya sel darah putih dan protein plasma ke dalam jaringan disebut eksudasi. Cairan inilah yang menjadi dasar terjadinya pembengkakan. Pembengkakan menyebabkan terjadinya tegangan dan tekanan pada sel syaraf sehingga menimbulkan rasa sakit (Mansjoer, 1999).Penyebab inflamasi dapat disebabkan oleh mekanik (tusukan), Kimiawi (histamin menyebabkan alerti, asam lambung berlebih bisa menyebabkan iritasi), Termal (suhu), dan Mikroba (infeksi Penyakit.Tahapan3 faseinflamasi1. Perubahandalamsel-sel dan sistemsirkulasi, adacederapadabagiantubuhterjadipenyempitanpembuluhdarahuntukmengendalikanperdarahan, sehinggaterlepaslahhistamin yang gunanyauntukmeningkatkanalirandarah ke daerahyang cedera. Padasaatyang sama dikelurkan kininuntukmeningkatkanpermeabilitaskapileryang akanmemudahkanmasuknyaprotein, cairan, dan leukosituntuksuplai daerahyang cedera. Setelahcukupalirandarahsetempatmenurununtukmenjagaleukositagar tetap di daerahyang cedera.2. pelepasaneksudat, terjadisetelahleukositmemakanbakteri2yang ada di daerahcedera, kemudianeksudatdikeluarkan.3. regenerasi, yaitufasepemulihanperbaikanjaringanataupembentukanjaringanbaru.Tanda Inflamasi Rubor (kemerahan) terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam mikrosomal lokal pada tempat peradangan. Kalor (panas) dikarenakan lebih banyak darah yang disalurkan pada tempat peradangan dari pada yang disalurkan ke daerah normal. Dolor (Nyeri) dikarenakan pembengkakan jaringan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal dan juga karena ada pengeluaran zat histamin dan zat kimia bioaktif lainnya. Tumor (pembengkakan) pengeluaran ciran-cairan ke jaringan interstisial. Functio laesa (perubahan fungsi) adalah terganggunya fungsi organ tubuhResponInflamasiSelamatahapawaldari infeksi virus, sitokindiproduksiketikapertahanankekebalanbawaandiaktifkan. Pelepasansitokinyang cepatdi tempat infeksimemulaitanggapanbaru dengankonsekuensiyang luasyang meliputiperadangan.Salahsatuyang paling awalsitokinyang dihasilkan tumor necrosis factor alpha (TNF-), yang disintesisoleh monositdan makrofag teraktivasi. Sitokininimengubahkapilerdi dekatnyasehingga sirkulasisel darahputihdapatdenganmudahdibawake tempat infeksi. TNF-jugadapatmengikatreseptorpadasel yang terinfeksidan merangsangrespon antivirus. Dalamhitungandetik, serangkaiansinyalmulaiadayang menyebabkankematiansel, sebuahusahauntukmencegahpenyebaran infeksi.Ada empattanda-tandakhasperadangan: eritema(kemerahan), panas, bengkak, dan nyeri. Iniadalahkonsekuensidarimeningkatnyaalirandarahdan permeabilitaskapiler, masuknyasel-sel fagositik, dan kerusakanjaringan. Peningkatanalirandarahinidisebabkanoleh penyempitankapileryang membawadarahdari daerahyang terinfeksi, dan menyebabkan pembengkakandarijaringankapiler. Eritemadan peningkatansuhujaringanmenemanipenyempitankapiler. Selainitu, permeabilitaskapilermeningkat, sel-sel dan cairanyang memungkinkanuntukpergidan memasukijaringandi sekitarnya. Cairaninimemilikikandunganprotein lebihtinggidaricairanbiasanyaditemukandalamjaringan, menyebabkan pembengkakan.Fiturlain dariperadanganadalahadanyasel-sel kekebalantubuh, fagositmononuklearsebagianbesar, yang tertarikpada daerahyang terinfeksioleh sitokin. Neutrofiladalahsalahsatujenisyang paling awaldarisel-sel fagositikyang masuk ke situs infeksi, dan tandaklasikdarirespon inflamasi(ilustrasi). Sel-sel iniberlimpahdalamdarah, dan biasanyaabsendarijaringan. Bersamadengansel yang terinfeksi, sel dendritik, dan makrofag, merekamenghasilkansitokinyang dapatlebihmembentukrespon terhadap infeksi, dan jugamemodulasirespon adaptifyang dapatmengikuti.Sifatyang tepatdarirespon inflamasitergantungpadavirus dan jaringanyang terinfeksi. Virus yang tidakmembunuhsel virus noncytopathic- tidakmenyebabkanrespon inflamasiyang kuat. Karenasel-sel dan protein darirespon inflamasiberasaldarialirandarah, jaringandenganaksespadadarahtidakmengalamikehancuranyang terkaitdenganperadangan. Namun, hasildari infeksisedemikianistimewa situs otak, misalnya- mungkinsangatberbedadibandingkandenganjaringanlain.Salahsatukomponenpentingadalahinflammasome struktursitoplasmayang sangatbesardengansifatreseptorpoladan pemrakarsasinyal(misalnyaMDA-5dan RIG-I ). Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri dan menyebar kearah jaringan periapikal secara progresif (Topazian, 2002). Ketika infeksi mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi bakteri, ketahanan host, dan anatomi jaringan yang terlibat.Abses merupakan rongga patologis yang berisi pus yang disebabkan oleh infeksi bakteri campuran. Bakteri yang berperan dalam proses pembentukan abses ini yaitu Staphylococcus aureus dan Streptococcus mutans. Staphylococcus aureus dalam proses ini memiliki enzim aktif yang disebut koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi, yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase. Hyaluronidase adalah enzim yang bersifat merusak jembatan antar sel, yang pada fase aktifnya nanti, enzim ini berperan layaknya parang yang digunakan petani untuk merambah hutan.Bagaimana sebenarnya pola perjalanan abses ini?Infeksi sendiri merupakan masuknya kuman patogen atau toksin ke dalam tubuh manusia serta menimbulkan gejala sakit. Infeksi odontogen adalah infeksi yang awalnya bersumber dari kerusakan jariangan keras gigi atau jaringan penyangga gigi yang disebabkan oleh bakteri yang merupakan flora normal rongga mulut yang berubah menjadi patogen (Soemartono, 2000).Penyebaran infeksi odontogen ke dalam jaringan lunak dapat berupa abses. Secara harfiah, abses merupakan suatu lubang berisi kumpulan pus terlokalisir akibat proses supurasi pada suatu jaringan yang disebabkan oleh bakteri piogenik. Abses yang sering terjadi pada jaringan mulut adalah abses yang berasal dari regio periapikal. Daerah supurasi terutama tersusun dari suatu area sentral berupa polimorfonuklear leukosit yang hancur dikelilingi oleh leukosist hidup dan kadang-kadang terdapat limfosit. Abses juga merupakan tahap akhir dari suatu infeksi jaringan yang dimulai dari suatu proses yang disebut inflamasi (Aryati, 2006).Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu (1) jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke jaringan periapikal; (2) jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket; dan (3) jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat tumbuh sempuna. Dan yang paling sering terjadi adalah melalui jalur periapikal (Karasutisna, 2001).Infeksi odontogen biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah mendekati ruang pulpa (Gambar 1), kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi odontogen dapat terjadi secara lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut (Cilmiaty, 2009).

Gambar 1 Ilustrasi keadaan gigi yang mengalami infeksi dapat menyebabkan abses odontogen. (A) Gigi normal, (B) gigi mengalami karies, (C) gigi nekrosis yang mengalami infeksi menyebabkan abses. Sumber : Douglas & Douglas, 2003Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty, 2009).Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-jaringan lain mengikuti pola patofisiologi yang beragam dan dipengaruhi oleh jumlah dan virulensi mikroorganisme, resistensi dari host dan struktur anatomi dari daerah yang terlibat (Soemartono, 2000).Rute yang paling umum penyebaran peradangan adalah melalui kontinuitas jaringan dan spasia jaringan dan biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di tulang cancellous dan tersebar ke berbagai arah yang memiliki resistensi jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke arah bukal, lingual, atau palatal tergantung pada posisi gigi dalam lengkung gigi, ketebalan tulang, dan jarak perjalanan pus (Gambar 2), (Fragiskos, 2007).

Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Akar bukal : arah penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal : arah penyebarannya ke palatal. Sumber : Fragiskos, 2007Inflamasi purulen berhubungan dengan tulang alveolar yang dekat dengan puncak bukal atau labial tulang alveolar biasanya akan menyebar ke arah bukal, sedangkan tulang alveolar yang dekat puncak palatal atau lingual, maka penyebaran pus ke arah palatal atau ke lingual (Fragiskos, 2007).Akar palatal dari gigi posterior dan lateral gigi seri rahang atas dianggap bertanggung jawab atas penyebaran nanah ke arah palatal, sedangkan molar ketiga mandibula dan kadang-kadang dua molar mandibula dianggap bertanggung jawab atas penyebaran infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika puncak apeks gigi posterior ditemukan di dalam atau dekat dasar antrum. Panjang akar dan hubungan antara puncak dan perlekatan proksimal dan distal berbagai otot juga memainkan peranan penting dalam penyebaran pus. Berdasarkan hal ini (Gambar 3), pus di mandibula yang berasal dari puncak akar di atas otot mylohyoid dan biasanya menyebar secara intraoral, terutama ke arah dasar mulut. Ketika puncak ditemukan di bawah otot mylohyoid (molar kedua dan ketiga), pus menyebar ke ruang submandibular dan terjadi pembengkakan ekstraoral (Fragiskos, 2007).

Gambar 3 Ilustrasi penyebaran infeksi odontogen (dentoalveolar abcess) tergantung pada posisi apeks gigi penyebab. (A) Penyebaran pus kea rah sinus maksilaris (B) Penyebaran pus pada rahang bawah tergantung pada posisi perlekatan otot mylohyoid. Sumber : Fragiskos, 2007Pada fase selular, tergantung pada rute dan tempat inokulasi dari pus, abses dentoalveolar akut mungkin memiliki berbagai gambaran klinis, seperti: (1) intraalveolar, (2) subperiosteal, (3) submukosa, (4), subkutan, dan (5) fascia migratory cervicofacial (Gambar 4 dan 5). Pada tahap awal fase selular ditandai dengan akumulasi pus dalam tulang alveolar yang disebut sebgai abses intraalveolar. Pus kemudian menyebar keluar setelah terjadi perforasi tulang menyebar ke ruang subperiosteal. Periode ini dinamakan abses subperiosteal, dimana pus dalam jumlah terbatas terakumulasi di antara tulang dan periosteal. Setelah terjadi perforasi periosteum, pus kemudian menyebar ke berbagai arah melalui jaringan lunak. Biasanya menyebar pada daerah intraoral membentuk abses di bawah mukosa, yang disebut abses submukosa. Terkadang, pus menyebar melalui jaringan ikat longgar dan setelah itu terakumulasi di bawah kulit, bentukan ini disebut abses subkutan. Sedangkan di waktu lainnya, pus menyebar ke ruang fascia, membentuk abses serous yang disebut abses spasia wajah (Fragiskos, 2007).

Gambar 4 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses intraalveolar (B) Abses superiosteal. Sumber : Fragiskos, 2007

Gambar 5 Ilustrasi rute perjalanan pus pada penyebaran infeksi odontogen (A) Abses submukosa (B) Abses subkutan. Sumber : Fragiskos, 2007Seperti yang kita semua ketahui, pada umumnya abses merupakan proses yang kronis, meskipun sebenarnya ada juga abses periapikal akut, namun di catatan ini saya hendak membahas mengenai perjalanan abses secara kronis.Seperti yang disebutkan diatas, bakteri Streptococcus mutans (selanjutnya disingkat S.mutans) memiliki 3 macam enzim yang sifatnya destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini berperan layaknya parang petani yang membuka hutan untuk dijadikan ladang persawahannya, ya.. enzim ini merusak jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), kalau ditilik dari namanya hyaluronidase, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Padahal, fungsi jembatan antar sel penting adanya, sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal. Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses, karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans, untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui ronsenologis, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan ronsen foto). Ini adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari reaksi keradangan dan terapi antibiotika. Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar.Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami.Rongga patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yang notabene adalah di dalam tulang. Untuk mencapai luar tubuh, maka abses ini harus menembus jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan dunia luar. Terlihat sederhana memang, tapi perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses.Pola penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu (lagi-lagi) virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan otot mempengaruhi arah gerak pus.Sebelum mencapai dunia luar, perjalanan pus ini mengalami beberapa kondisi, karena sesuai perjalanannya, dari dalam tulang melalui cancelous bone, pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita kenal dengan sebutan korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna menutrisi tulang dari luar, yang disebut periosteum. Karena memiliki vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai mencapai korteks, dan melakukan eksudasinya dengan melepas komponen keradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal (antara korteks dan periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi destruktif tersebut. Peristiwa ini alih-alih tanpa gejala, tapi cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut periostitis/serous periostitis. Adanya tambahan istilah serous disebabkan karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari, tergantung keadaan host. Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya adalah.. di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, alias pus sudah berhasil menembus korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental, sebuah kondisi yang sangat berbeda dengan peristiwa periostitis dimana konsistensi cairannya lebih serous.Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka dapat terjadi fascial abscess. Fascial spaces adalah ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fascial spaces dibagi menjadi :Fascial spaces primer1. Maksilaa. Canine spacesb. Buccal spacesc. Infratemporal spaces2. Mandibulaa. Submental spacesb. Buccal spacesc. Sublingual spacesd. Submandibular spaces- Fascial spaces sekunderFascial spaces sekunder merupakan fascial spaces yang dibatasi oleh jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan secara anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fascial spaces sekunder yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada fascial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi mana yang terkena periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fascial spaces yang terkena infeksi. Canine spacesBerisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus. Buccal spacesTerletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Infratemporal spacesTerletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila infeksi telah menyebar. Submental spaceInfeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu. Sublingual spaceTerletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia. Submandibular spaceTerletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan. Masticator spaceBerisi m. masseter, m. pterygoid medial dan lateral, insersi dari m. temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas. Lateral pharyngeal space (parapharyngeal space)Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil, nyeri dysphagia, trismus. Retropharyngeal space (posterior visceral space)Infeksi berasal dari gigi molar mandibula, dari infeksi saluran pernapasan atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi fascial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial bawah, Horner syndrome)Pada kasusGigi 38 yang mengalami karies dari permukaan email ke dentintubulus dentinalis rusakpulp camber, ada pembuluh darah pulpitis mengalami radang nekrosis pulpa bakteri msk menembus ruang pulpa sampai ke saluran akar foramen apical pd gigi yang tdk bisa mendrainase mengakibatkan pulpa terinfeksi (mekanisme pertahanan tubuh)menyebar secra progresif ke jaringan sekitar/periapikal dan meninggalkan suatu rongga dan sel-sel yg terinfeksi respon tubuh terjadi inflamasi limfosit T dan sel darah putih sel darah putih matiakibat timbunan nanah jaringan akan terdorong dan dinding pembatas abses 5. Patofisiologi demam saat terjadi infeksiToxin dari bakteri dan monosit serta makrofag menstimulasi keluarnya endogenus preogen (IL-1, TNF, IL 6 dll) pada hipotalamus yang kemudian merangsang terbentuknya PGE2 yang kemudian meningkatkan thermostat set point dari hipotalamus yang menyebabkan keadaan suhu tubuh hipotermik, kemudian tubuh merespon untuk menaikkan suhu dengan vasokonstriksi untuk memnyamakan suhu tubuh dengan suhu thermostat yang mengakibatkan tubuh menggigil. Peningkatan suhu tubuh ini juga dapat mengakibatkan berkurangnya bakteri dalam tubuh. Apabila suhu tubuh dengan suhu set poin pada hipotalamus sama makan lama kelamaan getaran mulai menghilang .Set poin 37,1Apabila suhu tubuh 38,5 tidak perlu pemberian antipiretik, karena itu merupakan kenaikan suhu sebagai reflak tubuh.6. Sumber infeksi odontogenik dan pembengkakannyai. Penyebaran Infeksi odontogenik 70% menyebar ke periapikal kemudian ke periodontalii. Penyebaran ke vestibulum(panjang akar diatas perlekatan dengan otot bucinator),bucal (panjang akar dibawah perlekatan dengan otot bucinator) atau lingual. Kalo infeksi besar bisa mendesak ke submandibula7. Hubungan impaksi dengan terjadinya trismus Impaksiinfeksiinflamasimelepaskan mediator kimiawi (ex : prostaglandin dan histamin)meningkatkan reflex otot tonus tendon otot mengecil trismus Rangsang sensorik pada reseptor di rongga mulut kemudian mengirimkan rangsang afferen ke system saraf pusat yang kemudian diolah menjadi rangsang motorik yang disalurkan melaui nucleus motoris nervus trigeminus(merupakan otot penutup mulut yang paling besar) ke serabut motorisnya menuju ke otot mastikasi dengan demikian timbul respon muscular yang berupa spasme otot(trismus) toxin bakteri mengalir ke pembuluh darahaliran berkurang nekrosis sel kekurangan nutrisi dan kekurangan pelumas dan terjadi pembengkakan trismus8. Penyebab pasien kesulitan dalam membuka mulut? Karena adanya pembengkakan dan sakit sehingga trismus Pasien mengunyah 1 sisi (kanan) kerja TMJ krng maksimal Karena adanya abses periapikal sehingga abses mengenai bagian/ruang facial dan mengenai otot facial sehingga ssh buka mulut

9. Mekanisme pembesaran limfonodi akibat impaksii. Tidak semua impaksi disertai pembesaran kelemjar limfe, tergantung ketahanan tubuh(apabila pertahanan tubuh sudah tidak mampu melawan maka muncul pertahanan dari limfe), virulensi bakteri,jenis dan posisi gigi dan adanya potensial spaceii. Inflamasi permeabilitas vaskuler meningkatCairan ekstravaskuler masuk ke kelenjar limfe sebelum masuk ke jaringan kemudian terjadi proliferasi limfosit dan hipertrofi sel fagosit akibat respon radang sehingga terjadi pembengkakan pada bagian limfe.10. Penyebab radiolusen jaringan dekat impaksi gigi Abses di pericoronalberisi cairan cairan itu resistensinya lebih kecil dari sinar X sehingga sinarnya dapat menembus radiolusen Karena adanya Destrusi tulang yang reaktif oleh enzim kolagenolitik akibat reaksi inflamasi sehingga terjadi kehancuran tulang dan jaringan sekitar11. Hubungan impaksi dan pembengkakan ekstraoralTidak semua erupsi gigi menyebabkan pembengkakan pipi, tergantung apakah ada inflamasi atau infeksi yang menyebar melelui space , pembuluh darah atau percontinuatum pembengkakanAbses lebih cenderung ke subcutan12. Penyebab pelebaran ligamen periodontal akibat impaksiKarena pada inflamasi terdapat mediator inflamasi yang salah satunya bersifat fibrinolitik ; sedangkan ligament periodontal sebagian besar terbentuk dari fibroblast sehingga mengakibatkan rupture dari ligament periodontalJumlah dari fibrinolitik ligament itu sedikit tapi karena inflamasi lama akanmenyebabkan terjadinya destruksi ligamen periodontal yang akhrnya menyebabkan pelebar ligament 13. Pemeriksaan Penunjangi. Dental foto (intra oral)ii. Obliquea) Upper Oblique OcclusalPada teknik ini dihasilkan gambaran yang sedikit berbeda dengan Upper Standar Occlusal. Gambaran radiografiknya hanya meliputi gigi-gigi dari insisif lateral hingga molar tiga pada satu sisi atau pada sisi yang dikehendaki saja.b) Lower Oblique Occlusal Pada teknik ini film diletakkan pada bidang oklusal gigi dengan bagian distal film menyentuh ramus mandibula kemudian film digigit secara perlahan untuk fiksasi. Yang membedakan dengan dua teknik yang lain adalah tubehead diarahkan pada pertengahan film, dari bawah dan belakang angle mandibula sehingga akan terlihat gambaran radiografik mandibula pada satu sisi sajaa. Lateral oblique projection of body mandibulae Pada teknik ini posisi tubehead berada di belakang ramus dan diarahkan melewati radiographic keyhole pada sisi yang berlawanan, berpatokan pada area premolar- molar.b. Lateral oblique projection of ramus mandibulae Pada teknik ini posisi tubehead berada di bawah border inferior mandibula langsung pada daerah posterior menuju ke tengah-tengah ramus, dengan jarak 2 cm dari border inferior mandibula di regio molar pertama. Gambaran radiografik yang dihasilkan yaitu ramus mandibula sampai dengan condyle di satu sisi, M3 atas dan bawah satu sisi dalam satu film.

iii. Occlusal foto/bite wing

14. Penatalaksanaan Kasus Pasien pada fase akut diberi antibiotic sesuai dengan bakteri.a. Metronidazole (antibakteri gram negatif)b. Penicillin (antbakteri gram positif)Selama 3 hari agar berubah menjadi fase subakut Bila sudah dalam masa subakut lakukan insisi dan drainase pada abses(gold standard) Lakukan ekstraksi dan dapat dilakukan operkulektomi pada gigi impaksi.Ekstraksi dapat dilakukan setelah insisi Atau saat insisi dan drainase bila prosedur insisi dengan General AnastesiTahap pemberian antibiotic Pemberian Antibiotik empirik Kultur bakteri untuk tahu jenis bakteri untuk memberikan Antibiotik yang sesuai sesuai

15. Apakah perawatan yg dilakukan setelah dilakukannya insisi dan drainase?Diberi antibiotic metronidazolDiberi analgetik dan antiinflamasiDiberi obat kumur sprit larutan salin16. Kenapa amoxicillin diganti dengan antibiotic yang lebih poten?Infeksi odontogenik lbh ke bakteri anaerob sprt metronidazol sedangkan amoxicillin lbh ke bakteri aerob17. Antibiotic apa yang poten untuk kasus tsb?Metronidazol, antibiotic cephalosporin Golongan III cefriaxon, penisilin tapi jk pasien alergi penicillin bs diberi klindamicin/klariptomicin18. Obat yang diminum pasien untuk penykit sistemik apakah ada pengaruh untuk tindakn untuk menghilangkan sakitnya yg skrg?tidak ada pengaruhnya dalam tindakan yang akan dilakukan drg pada pasien,karena jika obat untuk penyakit sistemik dihentikan akan berpengaruh pd kondisi pasien19. Penatalaksanaan pd pasien abses yang memiliki hipertensi dan stroke?

20. Interpretasi dari hasil pemeriksaan IO, EO dan radiografis pd pasien?EO: asimetri karena bengkak pipi kiri, kemerahan karena ada vasodilatasi pembuluh darah, palpasi sakit karena adanya inflamasi, limfonodi membesar adanya limfodinopati pd submandibular dikarenakan oleh respon imun tubuhIO: bagian bukal dan vestibulum membesar karena tumor, kemerahan adanya vasodilatasi pembuluh darah, palpasi sakit adanya inflamasi,fluktuasi karena didalamnya berisi cairanRadiografis: terlihat radiolusen pd apeks gigi dng batas difus dicurigai adanya abses

21. Kenapa walaupun sudah diberi obat sakitnya tidak hilang? Karena obatnya tidak mengenai targetnya,walaupun diberi obat amoxicillin dan asmef tidak dapat mengurangi rasa sakitnya karena infeksinya terjadi di periapikal jadi seharusnya diinsisi dan drainase terlebih dahulu lalu diberi obat Obat tidak berefek karena belum membunuh kuman,sehingga perlu ditambah obat antibiotic yg kombinasi sehingga bs membunuh bakteri aerob dan anaerob sprt diberi analgetik dulu dan antibioticinsisi dan drainaseantibiotik Infeksi odontogenik lbh ke bakteri anaerob sprt metronidazol sedangkan amoxicillin lbh ke bakteri aerob22. Penyakit kambuh sdh 2 tahun tp kenapa pipi bengkaknya sejak 10 hari, faktor yang mempengaruhi?Dipengaruhi oleh KU pasien, sebelumnya blm nekrosis pulpa tapi karies dan lama-kelamaan tdk rawat sehingga nekrosis pulpa23. Apakah ada kemungkinan kasus tsb merupakan exaserbasi?24. Kenapa drg merujuk pasien ke spesialis pnykit dalam?Ada hubungan trhadap penyakit sistemik yang ada pada pasien,untuk mengetahui hipertensi untuk mendeteksi efek pasca perawatan ada/tidak,menurunkan tensi untuk drg dapat melakukan tindakan dan hubungan dengan penyakit strokeMedical Compromise penyakit stroke25. Apakah penyakit sistemik (hipertensi,DM) dapat berpengaruh ke kondisi pasien yg sekarang?Ada pengaruhnya,karena jika gula darah tdk terkontrol penyembuhan luka lama dan jk ada infeksi dpt memperburuk kasus tsb, hipertensi berpengaruh trhdp anestesi yg akan digunakan ( tanpa adrenalin krn dpt meningkatkan krja jantung) dan tindakan yg akan dilakukan (pencabutan)26. Jenis,teknis,cara insisi? Prosedur perawatan gigi impaksi1. AnestesiAnestesi yang digunakan dapat berupa anestesi lokal atau anestesi umum. Masing-masing anestesi memiliki keuntungan masing-masing. Anestesi lokal: Biasanya dilakukan pada penderita yang memiliki keadaan umum baik atau normal, dan keadaan mental yang baik. Penggunaan anestesi ini jarang terjadi pendarahan karena digunakan juga vasokonstriktor. Anestesi umum: Digunakan pada penderita yang gelisah dan debil (retardasi mental). Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi umum harus mendapat izin dari ahli anestesi.2. Teknik operasi Membuat insisi untuk pembuatan flepProsedur insisi:a. Di daerah distal Molar Dua sampai ke ramus, lakukan insisi horizontal tegak lurus pada pinggir oklusal tulang alveolar dan ramusb. Dari distal Molar Dua, kemudian insisi semi vertikal sebelah mesial Molar Dua sampai ke forniks kira-kira mencapai apeks Molar Satu.Setelah kedua insisi dibuat dengan baik sampai ke tulang, maka muko periosteal flep dibuka dengan raspatoriun dan kemudian ditarik dengan penarik pipi. Setelah flep dibuka, maka akan tampak tulang dan kadang-kadang juga terlihat giginya sebagian. Selanjutnya dilakukan pengambilan tulang yang menghalangi gigi tersebut.Indikasi dan kontraindikasi insisi: Indikasi Abses subakut Sudah terdapat fluktuatif(fase selulose) Kontraindikasi Abses besar yang ekstrim Abses difus Abses pada area yang sulit di jangkau Keadaan yang akut3. Pengambilan tulang4. Pengambilan gigiPengambilan gigi dapat dilakukan secara : Intoto (utuh) In separasi (terpisah)5. Pembersihan luka6. Intruksi pasca perawatan Pasien tidak boleh berkumur-kumur selama 24 jam dan terus menggigit tampon Tampon harus diganti dengan tangan yang bersih bila masih berdarah Pasien harus istirahat yang cukup Tampon steril yang diletakkan pada daerah luka harus dibuang setelah setengah jam karena dapat menyebabkan infeksi. Jika masih terjadi perdarahan, maka pasien tersebut harus datang kembali ke rumah sakit untuk diganti tamponnya Bila terjadi perdarahan di rumah, maka pasien disuruh tidur dengan kepala agak ditinggikan

27. Drainase?Tindakan insisi pada kasus abses rongga mulut yang disebabkan oleh infeksi odontogen dapat dilakukan dengan tehnik insisi ekstra oral maupun intra oral, tergantung dari jenis dan anatomi absesnya. Penempatan insisi untuk drainase ekstra oral infeksi kepala leher harus melihat lipatan alami kulit dari garis Langer yaitu ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. Insisi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek.Beberapa kasus infeksi odontogenyang membutuhkan insisi ekstraoraltersebut antara lain :abses subkutan, abses bukal, abses mental, abses submental, abses submandibular, abses pharingeal lateral, abses retrofaringeal, abses spasium parotis, plegmon, dan angina ludwig.Oleh sebab itu,pengetahuan yang seksama oleh dokter gigi mengenai anatomi fascial dan leher sangat penting.

Gambaran klinis abses subkutan.Pembuatan insisi pada abses subkutan, penggunaan hemostat dan pemasangan drain (Fragiskos, 2007)Definisi Insisi dan DrainasePerawatan pada abses pada prinsipnya adalah insisi dan drainase. Insisi adalah pembuatan jalan keluar nanah secara bedah (dengan scapel). Insisi drainase merupakan tindakan membuang materi purulent yang toksik, sehingga mengurangi tekanan pada jaringan, memudahkan suplai darah yang mengandung antibiotik dan elemen pertahanan tubuh serta meningkatkan kadar oksigen di daerah infeksi (Hambali, 2008).Drainase adalah tindakan eksplorasi pada fascial space yang terlibat untuk mengeluarkan nanah dari dalam jaringan, biasanya dengan menggunakan hemostat. untuk mempertahankan drainase dari pus perlu dilakukan pemasangan drain, misalnya dengan rubber drain atau penrose drain, untuk mencegah menutupnya luka insisi sebelum drainase pus tuntas (Lopez-Piriz et al., 2007).Tujuan Insisi dan DrainaseTujuan dari tindakan insisi dan drainase, yaitu mencegah terjadinya perluasan abses/infeksi ke jaringan lain, mengurangi rasa sakit, menurunkan jumlah populasi mikroba beserta toksinnya, memperbaiki vaskularisasi jaringan (karena pada daerah abses vakularisasi jaringan biasanya jelek) sehingga tubuh lebih mampu menanggulangi infeksi yang ada dan pemberian antibiotik lebih efektif, dan mencegah terjadinya jaringan parut akibat drainase spontan dari abses. Selain itu, drainase dapat juga dilakukan dengan melakukan open bur dan ekstirpasi jarngan pulpa nekrotik, atau dengan pencabutan gigi penyebab (Topazian et al, 1994).Tehnik Insisi dan DrainaseInsisi dan drainase biasanya merupakan prosedur bedah yang sederhana. Pengetahuan tentang anatomi wajah dan leher diperlukan untuk melakukan drainase yang tepat pada abses yang lebih dalam. Abses seharusnya dikeluarkan bila ada fluktuasi, sebelum pecah dan pusnya keluar. Insisi dan drainase adalah perawatan yang terbaik pada abses (Topazian et al, 1994).Insisi tajam yang cepat pada mukosa oral yang berdekatan dengan tulang alveolar biasanya cukup untuk menghasilkan pengeluaran pus yang banyak, sebuah ungkapan abad ke-18 dan 19 yang berupa deskriptif dan seruan. Ahli bedah yang dapat membuat relief instan dan dapat sembuh dengan pengeluaran pus dari abses patut dipuji dan oleh sebab itu lebih dikenal daripada teman sejawat yang kurang terampil yang menginsisi sebelum waktunya atau pada tempat yang salah (Peterson, 2003).Prinsip berikut ini harus digunakan bila memungkinkan pada saat melakukan insisi dan drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al., 1994; Peterson, 2003; Odell, 2004). Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat. Insisi yang ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum di mana jaringannya nekrotik atau mulai perforasi dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang tidak estetis Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral infeksi kepala leher. Insisi pada titik-titik berikut ini digunakan untuk drainase infeksi pada spasium yang terindikasi: superficial dan deep temporal, submasseteric, submandibular, submental, sublingual, pterygomandibular, retropharyngeal, lateral pharyngeal, retropharyngeal (Peterson, 2003) Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima secara estetis, seperti di bawah bayangan rahang atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang garis Langer dari kulit bersifat tidak menguntungkan dan mengakibatkan penyembuhan yang secara kosmetik jelek. Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996). Apabila memungkinkan tempatkan insisi pada posisi yang bebas agar drainase sesuai dengan gravitasi. Lakukan pemotongan tumpul, dengan clamp bedah rapat atau jari, sampai ke jaringan paling bawah dan jalajahi seluruh bagian kavitas abses dengan perlahan-lahan sehingga daerah kompartemen pus terganggu dan dapat diekskavasi. Perluas pemotongan ke akar gigi yang bertanggung jawab terhadap infeksi Tempatkan drain (lateks steril atau catheter) dan stabilkan dengan jahitan. Pertimbangkan penggunaan drain tembus bilateral, infeksi ruang submandibula. Jangan tinggalkan drain pada tempatnya lebih dari waktu yang ditentukan; lepaskan drain apabila drainase sudah minimal. Adanya drain dapat mengeluarkan eksudat dan dapat menjadi pintu gerbang masuknya bakteri penyerbu sekunder. Bersihkan tepi luka setiap hari dalam keadaan steril untuk membersihkan bekuan darah dan debris.Pengetahuan yang seksama mengenai anatomi fascial dan leher sangat penting untuk drain yang tepat pada abses yang dalam, tetapi abses yang membatasi daerah dentoalveolar menunjukkan batas anatomi yang tidak jelas bagi ahli bedah. Hanya mukosa yang tipis dan menonjol yang memisahkan scalpel dari infeksi. Idealnya, abses harus didrain ketika ada fluktuasi sebelum ada ruptur dan drainase spontan. Insisi dan drainase paling bagus dilakukan pada saat ada tanda awal dari pematangan abses ini, meskipun drainase pembedahan juga efektif, sebelum adanya perkembangan klasik fluktuasi (Peterson, 2003).Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003).(1) Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi.(2) Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan dengan anestesi infiltrasi.(3) Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan insisi : Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar. Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi. Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral. Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi positif.(4) Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.(5) Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.(6) Pencabutan gigi penyebab secepatnya.28. KU pada pasien, dan pada kondisi tsb apakah pasien layak dilakukan insisi?29. Jika KU pasien buruk bagaimana tindakan yg akan dilakukan untuk tindakan darurat?Pada dasarnya, prinsip terapi abses adalah insisi untuk drainase (mengeluarkan cairan pus), dengan catatan, prinsip ini dipergunakan untuk abses yang berada di jaringan lunak. Lalu bagaimana dengan abses periapikal? Yang terjadi didalam tulang? Biasanya abses periapikal memiliki kondisi khas berupa gigi mengalami karies besar dan terasa menonjol, sakit bila digunakan mengunyah, kadang terasa ada cairan asin keluar dari gigi yang berlubang tersebut. Terapi kegawat-daruratannya dalam kondisi ini tentunya belum dapat dilakukan insisi, oleh karena pus berada dalam tulang, namun yang dapat dilakukan adalah melakukan prosedur open bur, melakukan eksterpasi guna mengeluarkan jaringan nekrotik, oklusal grinding, dan pemberian terapi farmakologi.

30. Apa yang terjadi jika tidak ditangani secara dini dalam kasus abses? Dampak? Gigi tercabut. Infeksi kejaringan lunak (selulitis fasial, angina Ludwig). Infeksi kejaringan tulang (osteomielitis mandibula atau maksila). Infeksi ke bagian tubuh lain menyebabkan abses serebral, endokarditis, pneumonia, dll. Dapat terjadi sepsis

31. Komplikasi Pencabutan Gigi Impaksi1. Nyeri dan Bengkak. Ketidak nyamanan, bengkak dan rasa nyeri merupakan suatu konsekuensi tindakan pencabutan gigi impaksi, yang harus diminimalkan. Umumnya tindakan yang dapat dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan kompres es dan pemberian preparat steroid yang mempunyai efek anti inflamasi kuat seperti betametason dan eksametason pra bedah. Tindakan lain adalah dengan melakukan irigasi cairan fisiologis yang adekuat selama operasi dan menggunakan anestesi lokal long acting seperti bupivacain.

2. Kerusakan saraf. Kerusakan saraf sangat mungkin terjadi pada tindakan operasi gigi molar tiga impaksi dengan frekuensi berkisar 0,5-5%. Pada umumnya kerusakan saraf akan mengalamiperbaikan secara spontan terutama saraf alveolaris inferior karena terletak dalam kanalis mandibula sehingga ujung-ujung saraf yang rusak dapat dengan lebih baik mendekat secara spontan.

3. Infeksi. Infeksi dapat terjadi baik sebelum maupun setelah tindakan pencabutan gigi molar tiga. Infeksi akibat gigi molar tiga perlu mendapat perhatian serius karena dapat menyebar ke spatium kepala dan leher yang berakibat fatal.

4. Komplikasi sinus maksilaris. Secara anatomis terdapat hubungan yang erat antara gigi premolar (geraham kecil) dan molar atas dengan sinus maksilaris, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya resiko perforasi sinus maksilaris pada waktu pencabutan gigi-gigi tersebut.

5. Fraktur tulang mandibula (retak tulang rahang bawah). Fraktur mandibula merupakan komplikasi pencabutan gigi molar tiga bawah yang dapat terjadi pada penderita dengan atropi mandibula, osteoporosis atau adanya kista atau tumor yang besar. Dapat pula terjadi bila menggunakan terlalu besar tenaga. Bila terjadi fraktur mandibula maka segera hentikan tindakan, lakukan imobilisasi dan lakukan foto Panoramik.

6. Terdorongnya gigi ke spatium sekitarnya. Gigi molar tiga atas dapat terdorong kearah posterosuperior kedalam spatium infratemporalis bila menggunakan tenaga yang berlebihan pada waktu elevasi kearah distal tanpa retraktor dibelakang tuberositas.

7. Perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat dibagi menjadi perdarahan primer, intermediat atau sekunder atau perdarahan arteri, vena dan kapiler. Pada tindakan pencabutan gigi molar tiga pada pasien tanpa kelainan darah, umumnya disebabkan oleh perdarahan kapiler. Perdarahan sekunder disebabkan oleh oral fibrinolisis akibat terlalu banyak kumur, infeksi lokal atau trauma pencabutan yang terlalu besar. Terapinya adalah aplikasi tampon adrenalin, pemberian anti perdarahan kapiler seperti asam trasexamik, hemostatik lokal seperti spongostan, surgicel dan penjahitan.

8. Komplikasi pada sendi temporomandibula (sendi yang menggerakkan rahang). Pencabutan gigi molar kadang akan mengakibatkan disfungsi sendi temporomandibula terutama pada penderita yang sebelumnya telah mengalami gangguan sendi, tindakan yang lama dan tenaga yang berlebihan. Komplikasi dapat diminimalkan dengan pasien menggigit pada bite block pada sisi kontralateral dan istirahat sebentar durante operasi. Bila terjadi, maka kelainan sendi tersebut diterapi dengan cara konvensional seperti istirahat, terapi hangat, muscle relaxant dan bila mungkin dengan terapi splint oklusal.32. KLASIFIKASI IMPAKSIa. Klasifikasi Menurut George WinterKlasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana.Gigi impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua.Posisi-posisi meliputi1. Vertical2. Horizontal3. Inverted4. Mesioangular(miring ke mesial)5. distoangular(miring ke distal)6. bukoangular(miring ke bukal)7. linguoangular(miring ke lingual)8. posisi tidak biasa lainnya yang disebut unusual position

b. Menurut Pell & GregoryBerdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal molar kedua ke ramus mandibula.c. Kelas I Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antar distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.( cukup ruang)d. Kelas II Ukuran mesio-distal gigi molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.(ruang kurang)e. Kelas III Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada di dalam ramus mandibula.

KELAS IKELAS IIKELAS III

c. Menurut posisi terhadap garis oklusal:1. Posisi Ajika bagian tertinggi M3 rahang bawah sama tinggi atau sedikit di atas permukaan oklusal M2 rahang bawah2. Posisi B bagian tertinggi M 3 terletak antara CEJ dan permukaan oklusal M 2 rahang bawah3. Posisi Cjika bagian tertinggi M 3 di bawah Cemento enamel jungtion ( CEJ) M 2 rahang bawah

POSISI APOSISI BPOSISI C

1