bagian inti new
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Difteri adalah salah satu penyakit infeksi akut yang sangat menular dan
disebabkan Corynebacterium diphtheriae dengan ditandai oleh pembentukan
pseudomembran pada kulit dan/atau mukosa (Rampengan, 2008). Difteri adalah suatu
penyakit menular yang menyebar dari orang ke orang melalui droplet pernapasan yang
berasal dari tenggorokan, melalui batuk dan bersin. Masa inkubasi penyakit ini 2
sampai 5 hari. Difteri biasanya mengenai tonsil, faring, laring dan kadang-kadang kulit.
Gejala yang ditimbulkan berkisar antara sakit tenggorokan biasa sampai penyakit yang
mengancam jiwa akibat toksin beracun yang mengenai saluran pernafasan (WHO,
2000). Myocarditis, polyneuritis, dan tersumbatnya jalan nafas merupakan komplikasi
dari penyakit ini. Kematian terjadi pada 5%-10% dari kasus pernapasan yang terjadi
(CDC, 2005).
Penyakit difteri tersebar di seluruh dunia, terutama di negara negara miskin,
yang penduduknya tinggal pada tempat-tempat permukiman yang rapat, higienis dan
sanitasi jelek, dan fasilitas kesehatan yang kurang. Di Amerika Serika sejak tahun 1970
sampai tahun 1975, ditemukan 248 kasus (rata-rata 48 kasus pertahun) (PAPDI, 2009).
Sejak 1980, kira-kira 0,001 kasus per 100.000 penduduk di Amerika Serikat (CDC,
2005). Insidens penyakit ini berkurang setelah digunakannya vaksin difteri secara
intensif dan luas. Pada tahun 1992, hanya dilaporkan 3 kasus (PAPDI, 2009). Difteri
tetap endemik di negara-negara berkembang. Negara-negara Uni Soviet telah
1
2
melaporkan > 150.000 kasus epidemi yang dimulai pada tahun 1990 (CDC, 2005).
Berdasarkan data WHO, pada tahun 2008 penyakit difteri terbanyak pada negara India
yakni sebesar 6081 kasus, kemudian Indonesia 219 kasus, dan Nepal 149 kasus.
Sementara, di Jawa Timur pada tahun 2006 kasus difteri merupakan kasus yang paling
sedikit, yang sangat dipengaruhi berhasilnya program imunisasi, dengan jumlah 39
kasus yang tersebar terbanyak di kota surabaya 8 kasus, sidoarjo 7 kasus, sumenep 4
kasus dan kota probolinggo 4 kasus (Dinkes Jawa Timur, 2008). Di Kabupaten
Bangkalan dilaporkan tidak ada kasus pada tahun 2007, pada tahun 2008 terdapat 2
kasus, tahun 2009 terdapat 4 kasus, sementara karier difteri yang terdata sebanyak 10
anak pada tahun 2007, 4 anak tahun 2008 dan 18 anak tahun 2009. Pada tahun 2010 ini,
Dinkes Kabupaten Bangkalan menetapkan difteri sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa)
dengan angka kejadian 17 kasus dengan 1 penderita meninggal dunia, serta karier yang
terdata sebanyak 98 anak (Dinkes Bangkalan, 2010).
Sejak tahun 1980, setelah program imunisasi rutin dilakukan, maka angka
kejadian difteri menurun (PAPDI, 2009). Berdasarkan penelitian Basuki Kartono yang
menyatakan bahwa anak dengan status imunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap
beresiko menderita difteri 46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi
DPT dan DT lengkap (Kartono, 2008). Secara nasional didapatkan penurunan kasus
pada daerah dengan cakupan imunisasi yang tinggi yang artinya sesuai kenyataan di
lapangan (Ditjen PP&PL, 2009). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bangkalan tahun 2007 penjangkauan imunisasi untuk DPT-HB1 95%, DPT-HB2 93%
dan DPT-HB3 91%. Pada tahun 2008 penjangkauan imunisasi untuk DPT-HB1 98%,
DPT-HB2 97% dan DPT-HB3 95%. Sedangkan pada tahun 2009 penjangkauan
3
imunisasi untuk DPT-HB1 96%, DPT-HB2 95% dan DPT-HB3 93% (Dinkes
Bangkalan, 2010). Dari data didapatkan bahwa terdapat penurunan jangkauan imunisasi
dari tahun 2008 ke 2009.
Meningkatnya kejadian difteri di suatu daerah dapat disebabkan oleh cakupan
imunisasi yang kurang optimal. Penurunan jangkauan imunisasi yang terjadi dicurigai
merupakan salah satu faktor penyebab yang paling berpengaruh terhadap meningkatnya
difteri di Kabupaten Bangkalan tahun 2010. Oleh karena itu, di sini penulis berminat
untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara jangkauan status imunisasi
difteri dengan meningkatnya kasus difteri di Kabupaten Bangkalan tahun 2010.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara status imunisasi difteri dengan meningkatnya kasus
difteri di Kabupaten Bangkalan tahun 2010 ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum :
Mengetahui adanya hubungan antara status imunisasi difteri dengan
meningkatnya kasus difteri di Kabupaten Bangkalan tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Mangetahui insidensi kasus difteri di Kabupaten Bangkalan pada tahun 2010.
2. Mengetahui daerah dengan kasus difteri terbanyak di Kabupaten Bangkalan
pada tahun 2010.
4
3. Mengetahui penjangkauan imunisasi difteri di Kabupaten Bangkalan tahun
2010.
4. Mangetahui hubungan insidensi kasus difteri dengan jangkauan imunisasi di
Kabupaten bangkalan Bangkalan tahun 2010.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai dua manfaat, yaitu :
1. Manfaat Praktis
Menbantu memberikan pandangan mengenai jangkauan imunisasi di wilayah
Kabupaten Bangkalan.
Membantu menganalisa faktor penyebab meningkatnya kasus difteri, sehingga
nantinya peningkatan kasus difteri di Kabupaten Bangkalan dapat ditekan.
Membantu mengevaluasi dari kinerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan,
sehingga nantinya kinerjanya dapat lebih ditingkatkan.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian diharapkan memberi masukan yang bermanfaat untuk ilmu
kesehatan masyarakat khususnya mengenai imunisasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Difteri
2.1.1. Definisi
Difteri berasal dari bahasa Yunani yang berarti kulit. Difteri adalah suatu
penyakit infeksi akut yang terjadi secara lokal pada mukosa saluran pernafasan atau
kulit, yang disebabkan oleh basil gram positif Corynebacterium diphtheriae, ditandai
oleh terbentuknya eksudat yang berbentuk membran pada tempat infeksi, dan diikuti
oleh gejala-gejala umum yang ditimbulkan oleh eksotoksin yang diproduksi oleh
bakteri ini (PAPDI, 2009).
2.1.2. Epidemiologi
Pada tahun 1920, lebih dari 125.000 kasus dan 10.000 kematian karena difteria
dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat, dengan angka kematian tertinggi pada
penderita yang amat muda dan yang lebih tua. Insidennya mulai turun dengan
penggunaan toksoid difteri yang luas di Amerika Serikat sesudah perang dunia II,
insiden ini menurun secara mantap dengan pengurangan dramatis pada akhir tahun
1970. Sejak saat tersebut hanya ada kasus nol sampai 5 pertahun dan tidak ada
epidemik difteri saluran pernapasan. Walaupun insiden penyakit turun di seluruh dunia,
difteri tetap endemik di negara berkembang (Nelson et al., 1996).
6
Tabel 2.1 Kasus Difteri berdasarkan WHO di berbagai negara
WHO ISOCname 2008 2007 2006 2005 2004 2003 2002REGION code
SEAR IND India 6081 3354 2472 10231 8465 3914 5301
SEAR IDN Indonesia 219 183 432 499 197 402 51
SEAR NPL Nepal 149 44 72 46 81 173 108
AMR BRA Brazil 85 0 9 27 15 49 19
AFR AGO Angola 69 4 0 0 16 0
WPR PHL Philippines 65 39 47 118 89 88 62
EUR UKR Ukraine 61 81 68 98 123 158 285
EMR IRN Iran (Islamic Republic of) 52 32 26 15 6 24 10
EUR RUS Russian Federation 50 91 178 353 505 655 778
SEAR BGD Bangladesh 43 86 34 125 117 78 73
EMR SDN Sudan 38 7 15 13 70 156 26
EMR PAK Pakistan 32 11 42 23 24 26 22
EUR LVA Latvia 28 18 32 20 20 26 45
WPR VNM Viet Nam 17 32 25 36 49 105 105
EUR TKM Turkmenistan 11 5 3 2 2 2 1
AMR HTI Haiti 10 94 260 204 37 2 6
WPR KHM Cambodia 7 5 0 0 4 3 0
EUR GEO Georgia 7 9 14 10 12 26 28
SEAR THA Thailand 7 3 3 2 13 8
EMR IRQ Iraq 6 3 6 6 17
EUR FRA France 5 1 3 0 5 0 1
EUR KAZ Kazakhstan 5 5 9 1 0 4 14
EUR GBR United Kingdom of Great 5 3 3 0 0 3 6Britain and Northern Ireland
EMR YEM Yemen 5 10 36 8 2
AMR CAN Canada 4 5 0 0 1 2 2
EUR LTU Lithuania 4 0 0 0 0 0 3
WPR MYS Malaysia 4 2 0 3 3 11 2
EUR AZE Azerbaijan 3 4 0 0 0 0 0
EUR BLR Belarus 3 5 6 11 15 6 7
AMR DOM Dominican Republic 3 4 16 39 122 38 35
SEAR MMR Myanmar 3 5 3 5 1 21 50
AFR ZMB Zambia 3 0 7 11 4 31 25
WPR LAO Lao People’s Democratic 2 2 2 9 11 116 40Republic
EUR TJK Tajikistan 2 3 2 3 3 14 11
(current source: annual WHO/UNICEF Joint Reporting Form and WHO regional offices reports)
7
DATABASE KESEHATAN PENYAKIT DIFTERI
Tabel 2.2 Kasus Per Propinsi di Indonesia
PROPINSI 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008Nanggroe Aceh
80 23 0 980 95 0 0DarussalamSumatera Utara 5 11 0 0 2.014 0 2Sumatera Barat 0 0 17 0 0 0 9Riau 0 13 9 12 0 1 0Jambi 4 2 9 8 17 0 0Sumatera Selatan 7 6 0 7 2 12 61Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0Lampung 0 23 0 24 0 1 3Kepulauan Bangka
0 0 0 0 0 0 0BelitungKepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0DKI Jakarta 0 5 0 0 0 0 3Jawa Barat 45 8 133 0 13 38 33Jawa Tengah 0 14 0 0 8 27 13D I Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 1Jawa Timur 22 32 0 0 0 81 63Banten 0 7 1 0 0 10 5Bali 1 0 0 0 23 0 0Nusa Tenggara
0 0 0 0 0 0 0BaratNusa Tenggara
0 16 0 0 2 1 0TimurKalimantan Barat 0 0 1 0 0 0 0Kalimantan Tengah 21 0 0 0 0 0 5Kalimantan Selatan 0 18 0 0 0 2 2Kalimantan Timur 2 3 0 0 1 0 0Sulawesi Utara 0 0 0 0 0 1 0Sulawesi Tengah 2 1 0 0 0 0 0Sulawesi Selatan 6 7 2 0 76 5 6Sulawesi Tenggara 0 2 0 0 20 3 1Gorontalo 1 3 0 0 0 1 0Sulawesi Barat 0 0 0 0 0 0 0Maluku 0 1 0 0 0 0 0Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 0Irian Jaya Barat 0 0 0 0 29 0 0Papua 16 0 0 0 37 0 12
Sumber : Bank Data Pusdatin-Depkes RI. 2009
Tabel 2.3 Kasus Per Kabupaten di Jawa Timur
PROPINSI 2007 2008Pacitan 0Ponorogo 1Trenggalek 1Tulungagung 1 2Blitar 4 5Kediri 1Malang 0Lumajang 1Jember 2Banyuwangi 2 5Bondowoso 0Situbondo 0Probolinggo 1Pasuruan 1 1Sidoarjo 7 7Mojokerto 2 0Jombang 2 2Nganjuk 0Madiun 0Magetan 0Ngawi 0Bojonegoro 4 3Tuban 1Lamongan 1 0Gresik 7Bangkalan 9 4Sampang 1Pamekasan 0Sumenep 13Kota Kediri 0Kota Blitar 0Kota Malang 10Kota
3ProbolinggoKota Pasuruan 0Kota
1MojokertoKota Madiun 0Kota Surabaya 25 17Kota Batu 1 1
PDF to Word