bagaimana sufisme menjelaskan evolusi makhluk hidup

192
Herdianto Arifien Bagaimana Sufisme Menjelaskan Evolusi Makhluk Hidup: Sebuah Kritik Anti Evolusi Harun Yahya

Upload: herdiarief

Post on 18-Dec-2014

304 views

Category:

Documents


40 download

DESCRIPTION

Anti thesis bagi penganut kreasionis, seperti: Harun Yahya. Walaupun Teori Evolusi disokong oleh kalangan atheis, dengan pemahaman sufisme, teori evolusi dapat menafsirkan ulang makna penciptaan yang lebih ilahiyah dan universal. Sebaliknya, teori evolusi dapat memaknai kembali istilah-istilah yang digunakan kalangan sufisme seperti: wahdatul wujud, fana, dll.

TRANSCRIPT

Herdianto Arifien

Bagaimana Sufisme Menjelaskan

Evolusi Makhluk Hidup:

Sebuah Kritik Anti Evolusi

Harun Yahya

ii

iii

Bacalah dengan nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah, Yang mengajar dengan Qalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali(mu). (Q.S. Al „Alaq 96 : 1-8)

iv

v

Harun Yahya, 1956 – saat ini

Evolusi lebih merupakan sebuah kepercayaan - atau tepatnya

keyakinan - karena mereka tidak mempunyai bukti satu pun untuk

cerita mereka. Mereka tidak pernah menemukan satu pun bentuk

peralihan seperti makhluk setengah ikan-setengah reptil, atau

makhluk setengah reptil-setengah burung. Mereka pun tidak mampu

membuktikan bahwa satu protein, atau bahkan satu molekul asam

amino penyusun protein dapat terbentuk dalam kondisi yang mereka

sebut sebagai kondisi bumi purba. Bahkan dalam laboratorium yang

canggih, mereka tidak berhasil membentuk protein. Sebaliknya,

melalui seluruh upaya mereka, evolusionis sendiri malah

menunjukkan bahwa proses evolusi tidak dapat dan tidak pernah

terjadi di bumi ini.

http://www.evolutiondeceit.com/indonesian/keruntuhan16.php

vi

vii

Maulana Jalaludin Muhammad Rumi, 1207-1273M

Aku mati sebagai mineral dan menjelma sebagai tumbuhan. Mati sebagai tumbuhan dan lahir kembali sebagai binatang.

Aku mati sebagai binatang dan kini manusia. Kenapa aku harus takut?

Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku. Sekali lagi! Aku masih harus mati sebagai manusia dan lahir

di alam para malaikat. Aku masih harus mati lagi, karena kecuali Tuhan, tidak ada

sesuatu yang kekal abadi. Setelah kelahiranku sebagai malaikat,

aku masih akan menjelma lagi dalam bentuk yang tak kupahami.

Ah, biarkan diriku lenyap, memasuki kekosongan, kesenyapan.

Karena hanya dalam kesenyapan itu tedengar nyanyian mulia.

Kepada-Nya semua akan kembali.

(Masnawi)

viii

ix

Untuk Ayahanda dan Ibunda tercinta

Dewi, Iman, dan Irham yang kusayang

x

xi

Pendahuluan Asal usul manusia atau peristiwa kemunculan manusia pertama, memang topik yang sangat menarik untuk dibahas. Hal tersebut karena teori evolusi yang dicetuskan oleh C. Darwin telah menyentuh masalah sensitif, yaitu masalah ke-Tuhan-an, atau lebih khusus lagi, bahwa teori tersebut menggugat makna penciptaan. Implikasinya, teori evolusi menggetarkan sendi-sendi keyakinan manusia (agama). Hal ini mengakibatkan terjadinya perdebatan diseputar ilmu pengetahuan dan agama. Perdebatan tentang teori evolusi tersebut masih berkepanjangan sampai saat ini dan sepertinya tidak akan pernah usai. Perdebatan tersebut telah mendunia hingga masuk juga ke dunia Islam. Kesesuaian teori evolusi dengan akidah Islam yang menjadi tolok ukur pembahasan dalam perdebatannya. Polemik dengan menggunakan argumentasi yang berlandaskan AlQuran bagi pendukung maupun penolak sepertinya tak pernah kunjung habis. Harun Yahya seorang penulis dari Turki, sangat meyakini bahwa ide evolusi adalah ide atheis, sedangkan anti evolusi (penciptaan secara langsung) adalah ide religius seperti tertuang dalam bukunya Keruntuhan Teori Evolusi (2001). Keyakinan tersebut berlanjut seperti dalam terjemahan bukunya yang berjudul Runtuhnya Teori Evolusi dalam 20 Pertanyaan (2003) terbitan Risalah Gusti. Dalam buku tersebut, dia bahkan sangat meyakini argumennya bahwa apabila Tuhan menciptakan makhluk hidup melalui proses evolusi merupakan argumen yang salah. Penolakan mentah-mentah teori evolusi oleh Harun Yahya, karena didasari keyakinannya bahwa Adam terjadi langsung dalam bentuk

xii

akhirnya sebagai manusia. Maka dengan menerima teori evolusi tersebut, sama halnya dengan menerima bahwa Adam itu dilahirkan, berarti peran Tuhan sebagai Pencipta tidak ada. Hal tersebutlah yang membuat Harun Yahya menuding langsung bahwa teori Evolusi adalah hasil pemikiran atheis.

Sebenarnya, semangat Harun Yahya dalam menentang atheisme dan materialisme sangatlah patut dipuji. Dia menyebut dirinya Kreasionis. Kreasionis yang dimaksud dalam hal ini adalah orang yang mempunyai pandangan bahwa penciptaan Tuhan itu adalah peristiwa penciptaan yang terjadi secara langsung ke bentuk akhir (dari tidak ada langsung menjadi ada atau ex nihilo). Dalam hal ini, umat Islam sebagian besar diyakini memiliki pandangan kreasionis seperti ini. Sedikit berbeda dengan Harun Yahya, Maurice Bucaille (1987) mencoba menawarkan teori yang kompromis. Tulisannya menjelaskan bahwa evolusi hanya terjadi pada binatang, sedangkan manusia hanya mengalami transformasi bentuk saja. Lebih tepatnya, perubahan hominid - hominid menuju Homo Sapiens adalah evolusi sendiri diluar evolusi binatang yang disebutnya transformasi. Tetapi teori Bucaille tersebut tidak menjelaskan arti penciptaan dan mengapa transformasi hominid menjadi manusia harus terjadi, karena dengan adanya transformasi ini menunjukkan bahwa seolah-seolah bentuk hominid awal adalah tidak sempurna hingga menuju kesempurnaan (manusia saat ini). Hal tersebut sama saja mengartikan penciptaan awal Tuhan tidaklah sempurna, walaupun akhirnya disempurnakan juga dilain zaman. Lain halnya dengan Bucaille, Abdul Shabur Syahin (2004)

menerjemahkan makhluk pra manusia (sebelum Adam) adalah Al Basyar, sedangkan manusia (sesudah Adam) adalah Al Insan. Jadi Nabi Adam A.S. adalah Al Insan yang pertama. Terdapat kesamaan antara karya Abdul Shabur dengan Bucaille yaitu bahwa evolusi pada binatang tidak dalam alur yang sama dengan manusia. Tetapi, argumen Abdul Shabur ini, walaupun tidak tersirat dalam karyanya, mengindikasikan bahwa Adam dilahirkan bukan 'diciptakan

xiii

langsung', karena sebelum Nabi Adam as terdapat Al Basyar. Dari ketiga tokoh-tokoh tersebut dapat disimpulkan bahwa mereka memiliki pandangan yang sama, yaitu manusia pertama atau hominid-hominid tersebut diciptakan secara langsung oleh si Maha Pencipta. Dalam hal ini, Harun Yahya mempunyai pandangan yang

lebih ekstrim. Beliau menerapkan pemikirannya tersebut untuk diberlakukan pada setiap jenis makhluk, maka beliau meyakini bahwa setiap jenis makhluk pada awalnya diciptakan secara langsung. Sebagai contoh, beliau membantah keras bahwa burung bukan hasil evolusi dari dinosaurus. Di Indonesia, perdebatan tentang kesesuaian teori evolusi dengan islam tersebut sebenarnya juga telah lama muncul dengan sengit. Untuk mengetahui lebih jauh perdebatan - perdebatan tersebut, dapat dibaca dalam buku terbitan Risalah, Bandung (1983) yaitu Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam yang disusun oleh Prof. Dr. T. Jacob dkk. Bahkan hingga akhir bulan Juni tahun 2003, perdebatan tersebut masih muncul lagi dalam media surat kabar besar nasional. Penyebab kemunculan perdebatan di media surat kabar nasional tersebut adalah karena pemikiran Harun Yahya yang anti evolusi tersebut. Tetapi, perdebatan yang muncul di Indonesia adalah dengan membawa semua pandangannya lebih cenderung ke arah religius (tidak atheis) baik pendukung evolusi maupun anti-evolusi. Lebih jelasnya, perdebatan tersebut hanya berkisar bagaimana Tuhan mencipta atau dengan kata lain bahwa evolusi hanya merupakan salah satu manifestasi Tuhan dalam mencipta. Jadi dapat disimpulkan bahwa ada tiga kelompok dalam dunia Islam yang menyikapi teori evolusi tersebut: Pertama, mendukung

sepenuhnya. Kedua, menawarkan teori kompromis, dan ketiga, menolak sepenuhnya. Sayangnya, perdebatan dari ketiga kelompok tersebut tidak ada yang menjelaskan filosofis tentang penciptaaan yang lebih universal. Lebih tepatnya, semua kelompok tersebut telah gagal dalam melepaskan konsep penciptaan Yang Ilahiah dari konsep penciptaan yang bergaya manusia.

xiv

Pandangan kreasionis ini dapat menimbulkan bahaya, karena Tuhan jadi terlalu manusiawi. Jika membaca buku Karen Amstrong yang berjudul Sejarah Tuhan, sebenarnya kalangan atheis itu tidak menolak sepenuhnya ide tentang sesuatu yang memiliki realitas tertinggi (Tuhan), tetapi mereka menolak Tuhan yang personal (manusiawi). Hal tersebut menjadi bukti nyata bahwa mereka

terhambat oleh jawaban-jawaban kalangan religius atas pertanyaan-pertanyaan modern mereka. Sebenarnya, dunia Islam telah banyak memiliki filosof-filosof dan juga tokoh-tokoh dari para penganut sufisme (spt: Ibnu Arabi, Jalalludin Rumi dan Mulla Shadra) dari abad 12 s.d. 15 M yang menolak konsep penciptaan ala kreasionis tersebut. Ungkapan Jalalludin Rumi tersebut dapat dibaca pada halaman muka buku ini, merupakan puisi perubahan atau perjalan diri, yang menyerupai evolusi makhluk hidup. Hal tersebut membersitkan ide apakah sebenarnya ide teori evolusi berasal dari mereka (kalangan muslim), dan bukanlah dari Darwin. Sayangnya, mereka tidak banyak membahas teori evolusi tersebut lebih detail. Hal tersebut wajar, karena fokus mereka dalam membahas penciptaan adalah bagian dari filsafat ketuhanan, dan juga karena mereka tidak melakukan metoda pembuktian ilmiahnya, yang justru dilakukan pertama kali oleh Darwin walaupun baru muncul ratusan tahun setelah mereka. Buku ini memang tidak menjelaskan terperinci tentang sufisme. Tetapi, penulis mencoba menguraikan penafsiran lain tentang penciptaan yang diusung oleh kalangan sufisme ini. Bahkan, Evolusi makhluk hidup dapat menjelaskan pernyataan-pernyataan atau istilah-istilah yang digunakan mereka, seperti: wahdatul wujud, fana, dan lain-lainnya. Sehingga dalam hal ini sufisme mendapatkan

alasan-alasan yang rasional dan saintifik tentang apa yang mereka nyatakan. Oleh karena itu, tujuan penulisan ini sesungguhnya bukanlah persoalan mendukung atau tidak mendukung bahwa teori evolusi itu benar atau keliru dari sudut pandang Islam, tetapi lebih merupakan kritik filosofi penciptaan yang ditawarkan oleh individu Harun Yahya

xv

atau kalangan Kresionis pada umumnya. Hasil pemikiran kalangan kreasionis sangatlah tidak universal dibandingkan hasil pemikiran para filosof atau sufisme Islam tersebut diatas. Selanjutnya, penulis mencoba agar kita mengambil kearifan-kearifan atau hikmah-hikmah yang terdapat dalam evolusi makhluk hidup tersebut.

Sebaliknya, pembaca diharapkan tidak melihat tulisan ini sebagai definisi atau arti tunggal dari ke- maha Penciptaan Tuhan. Subhanallah!! Allah lebih mulia daripada apa yang difikirkan manusia. Tulisan ini hanyalah semata kritik konsep ke-ilahian dari kalangan kreasionis yang menentang teori evolusi, dan memberikan alternatif konsep ke-ilahi-an yang lebih universal serta membuktikan bahwa ide teori evolusi pun ada dari kalangan muslim abad pertengahanan. Upaya dalam tulisan ini adalah menjelaskan bahwa pandangan kreasionis ala Harun Yahya dalam menafsirkan Al Qur‟an menunjukkan pertentangan penafsiran satu ayat dengan ayat yang lain. Demikian juga dengan dalam hal penafsiran sifat-sifat Allah, sifat satu dengan yang lain seolah-olah tidak berkaitan atau bertentangan. Tulisan ini merupakan upaya menafsirkan Al Qur‟an dan sifat-sifat Allah yang lebih komperenhensif. Seiring dengan hal tersebut, evolusi makhluk hidup ternyata memiliki hikmah yang tinggi bagi kita semua. Tulisan ini lebih berfokus mengenai penciptaan pada manusia. Kemudian ditindaklanjuti dengan pembuktian bahwa analogi-analogi yang disampaikan Harun Yahya justru akan meruntuhkan keagungan Tuhan daripada meninggikanNya. Sesuai dengan maksud tersebut, maka tulisan ini akan diurai dalam enam bagian, yaitu:

Pertama, Teori Evolusi dan Perkembangannya. Bab ini mencoba meringkas teori evolusi dan perkembangannya. Penulis menganggap perlu menulis bab ini agar kita tidak memandang keliru dalam mengkritik teori evolusi, karena teori evolusi telah mengalami evolusi! Adalah benar bahwa teori Darwin adalah basis dari teori evolusi, tetapi teori evolusi tidaklah identik dengan teori Darwin. Saat ini, telah banyak perkembangan

xvi

teori evolusi tersebut, berikut penemuan-penemuan terbaru dibidang tersebut. Selain itu diharapkan pembaca memahami lebih dahulu defenisi-defenisi yang digunakan para ilmuwan saat ini. Diakhir bab ini, penulis menguraikan pandangan-pandangan dari kalangan muslimin tentang teori evolusi dari abad pertengahan hingga dewasa ini.

Kedua, Kerancuan Berfikir Para Kreasionis tentang Penciptaan. Penyebab utama salah pandang terhadap teori evolusi, karena salah dalam menafsirkan tentang penciptaan. Oleh karena itu, pada Bab ini menunjukkan bagaimana para kreasionis telah salah menafsirkan tentang penciptaan sehingga secara tak disengaja telah sangat merusak sifat ke-IlahianNya.

Ketiga, Menafsir Ulang Makna Penciptaan. Pada Bab ini dijelaskan bagaimana menafsirkan penciptaan diluar kerangka

berfikir kreasionis. Penulis mencoba menafsirkan berdasarkan pandangan sufisme.

Keempat, Evolusi Bertentangan dengan Al Qur‟an? Dengan mengusung arti penciptaan yang berbeda dengan definisi dari kreasionis, ternyata Al Qur‟an memberikan definisi yang berbeda tentang realitas kehidupan ini dibandingkan dengan defenisi dari kreasionis. Penafsiran realitas kehidupan ini bersesuaian dengan penafsiran dari kalangan sufisme yang juga sangat memudahkan dalam memahami teori evolusi.

Kelima, Kerancuan mengartikan evolusi. Pada Bab ini merupakan uraian kritisi terhadap setiap argumen ilmiah Harun Yahya dalam menolak evolusi.

Keenam, Siapakah Nabi Adam a.s. itu? Bab ini cukup penting,

karena kebuntuan menerima evolusi juga disebabkan sulitnya menjelaskan posisi Nabi Adam a.s.. Bab yang terakhir ini sebagai puncak penjelasan kebenaran evolusi dengan bukti bahwa Adam itu dilahirkan, dan juga menafsirkan kembali arti tanah dan makna dari kehadiran Adam. Bab ini menafsirkan kembali ayat-ayat Al Qur‟an yang digunakan Harun Yahya dalam menolak teori evolusi, yang ternyata jika dikritisi ayat-

xvii

ayat tersebut juga memiliki argumen evolusi sekaligus juga menerangkan posisi Adam dalam sejarah kemunculannya.

Ketujuh, Renungan Kembali. Pada bab ini, penulis tidak saja hanya memberikan kesimpulan untuk memudahkan pemahaman tulisan ini, tetapi juga masih banyak pemikiran

yang lebih lanjut yang harus direnungkan kembali setelah tulisan ini diakhiri.

Tak ada gading tak retak, penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya ini masih banyak terdapat kekurangan. Selain itu, penulisan ini juga ditujukan sebagai apresiasi dan penghargaan atas tulisan-tulisan Harun Yahya. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan pemikiran dalam dunia Islam. Tenggarong, Februari 2009

Herdianto Arifien

xviii

xix

Daftar Isi

PENDAHULUAN....................................................................................... XI

DAFTAR ISI ............................................................................................XIX

TEORI EVOLUSI SEBELUM DARWIN ................................................................ 1 SELEKSI ALAM SEBAGAI DASAR TEORI EVOLUSI DARWIN .................................... 3 GENETIKA SEBAGAI DASAR TEORI EVOLUSI PASCA DARWIN................................. 6 BUKTI-BUKTI DALAM EVOLUSI MAKHLUK HIDUP ............................................ 16 SEJARAH PERKEMBANGAN MAKHLUK HIDUP DAN MANUSIA ............................. 25 DAMPAK TEORI EVOLUSI TERHADAP AGAMA DAN PERDEBATANNYA .................... 37

KERANCUAN BERFIKIR PARA KREASIONIS TENTANG PENCIPTAAN ........ 43

INTELLIGENT DESIGN DAN PERMASALAHANNYA .............................................. 43 KEBERMULAAN DAN PENGAKHIRAN ALAM SEMESTA (KOSMOS) ......................... 44 KETERATURAN ALAM DAN DESAIN TINGKAT TINGGI ........................................ 46 ANALOGI PENCIPTAAN ALAM DENGAN PENCIPTAAN ARLOJI .............................. 48 PENCIPTAAN ADALAH PERISTIWA TERPISAH BAGI SETIAP MAKHLUK .................... 49 ARTI PENCIPTAAN DARI TIDAK ADA MENJADI ADA .......................................... 54 ALASAN PENOLAKAN ARGUMEN KREASIONIS ................................................. 55

MENAFSIR ULANG PENCIPTAAN ............................................................ 63

KEMENJADIAN ABADI .............................................................................. 64 KEHANCURAN DAN KIAMAT JUGA BERMAKNA PENCIPTAAN ............................... 69 KEKACAUAN (KE-TAK PASTI-AN) DAN KETERATURAN (KEPASTIAN) ...................... 74 PERISTIWA NATURAL (ALAMIAH) ADALAH PERISTIWA ILAHIYAH .......................... 79 KARAKTERISTIK PENCIPTAAN...................................................................... 85 HIKMAH KEMENJADIAN ABADI ................................................................... 87

EVOLUSI MAKHLUK HIDUP BERTENTANGAN DENGAN AL QURAN? ....... 91

xx

KONTROVERSI PENAFSIRAN AL QUR’AN DALAM MEMAHAMI EVOLUSI MAKHLUK

HIDUP ................................................................................................. 91 TUJUAN DAN MAKNA REALITAS PARADOKSIAL ............................................... 93 DIRI YANG SATU .................................................................................... 96 PEWARISAN ........................................................................................ 104 MEMAHAMI EVOLUSI DARI BERBAGAI SUDUT PANDANG ................................ 107 MANIFESTASI IMAN DAN KAFIR DALAM EVOLUSI .......................................... 117 HIKMAH EVOLUSI MAKHLUK HIDUP .......................................................... 122

KERANCUAN MENGARTIKAN EVOLUSI ................................................ 125

TIDAK ADA PERUBAHAN FISIK.................................................................. 125 MISSING LINK ..................................................................................... 128 LEDAKAN KAMBRIUM ........................................................................... 132 KODE GENETIK BUKAN BUKTI EVOLUSI ...................................................... 134 MUTASI SELALU MERUGIKAN .................................................................. 135 MUTASI TIDAK BISA MEMUNCULKAN SPESIES BARU ..................................... 136 HUKUM II TERMODINAMIKA ................................................................... 136 TEORI EVOLUSI MENGUSUNG RASISME DAN FASISME.................................... 137

SIAPAKAH ADAM ITU? ......................................................................... 139

KONTROVERSIAL ADAM (MANUSIA PERTAMA) DALAM PENAFSIRAN AL QUR’AN .. 139 PENAFSIRAN MENYELURUH (MAKRO) PENCIPTAAN MANUSIA DALAM AL QUR’AN 153 REKONSTRUKSI PERISTIWA KEMUNCULAN NABI ADAM AS ............................. 158

RENUNGAN KEMBALI .......................................................................... 163

REFERENSI ........................................................................................... 169

DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 169 EXTERNAL LINK .................................................................................... 172

1

Teori Evolusi dan

Perkembangannya

Teori Evolusi sebelum Darwin

Jauh sebelum Charles Darwin meluncurkan teori evolusinya, yaitu pada tahun 2000 SM, filsuf Yunani yang bernama Empodecles memiliki gagasan bahwa alam semesta berada dalam perkembangan bertahap yang mempengaruhi baik makhluk hidup dan benda-benda mati. Gagasan ini masih bersifat abstrak karena belum memperlihatkan pentahapan perkembangan kehidupan yang lebih rinci. Pemikiran tersebut kemudian berlanjut, menjadi bahwa kehidupan ini bagaikan tangga alam yang dimulai dari benda mati hingga makhluk hidup yang puncak tangganya adalah manusia yang dicetuskan oleh Aristoteles (322 SM). Walaupun demikian, Aristoteles masih memandang bahwa kehidupan pada alam sebagai sesuatu yang tetap. Setiap kehidupan memiliki masing kedudukan

dalam tangga alam yang menggambarkan tingkatan kesempurnaan. Selanjutnya, 1800 tahun setelahnya, yaitu sebelum zaman renaisans, gagasan Aristoteles mengenai kesetimbangan alam telah berkembang menjadi gagasan Rantai Makhluk Hidup. Suatu gradasi tak terhingga dari spesies-spesies mulai dari bentuk paling sederhana hingga ke manusia. Sebenarnya sebelum Darwin ada 2 orang yang telah tercatat dan dianggap yang pertama kali mencetuskan ide evolusi. Pertama, Georges Louis Buffon (1707-1788), seorang naturalis yang telah menulis buku Natural History dalam 44 jilid. Dalam karyanya menjelaskan bahwa spesies tanaman dan hewan dipastikan

2

berkembang dari satu spesies ke spesies lainnya. Kedua, Jean Baptise de Lamarck (1744-1829) adalah orang yang menyusun sebuah teori evolusi yang menjelaskan bagaimana dan mengapa perubahan terjadi. Ia yakin bahwa setiap makhluk mempunyai kecenderungan alamiah untuk berkembang maju, serta memiliki kemampuan meneruskan ciri-ciri berguna yang berkembang selama

perjalanan hidup mereka. Beliau memberikan contoh bahwa berdasarkan teorinya, jerapah semula adalah binatang berleher pendek yang memakan daun-daunan dari pohon. Mengingat semakin jarangnya pohon yang rendah, jerapah mewariskan ke generasi-generasi berikutnya leher yang makin panjang untuk menggapai dedaunan yang tinggi. Tetapi, teori Lamarck mempunyai kecacatan yang serius. Jika ciri-ciri yang diperoleh tersebut benar-benar diwariskan, seharusnya kita benar-benar dapat segera menyadari efek-efeknya. Sebagai contoh, pepohonan yang dibengkokkan angin kencang, seharusnya akan langsung mewariskan pohon yang bengkok juga, tetapi ternyata tidak demikian. Istilah „Evolusi‟ ini sendiri berasal dari kata Latin yang berarti terbukanya sebuah gulungan. Diawal penggunaannya dalam bahasa Inggris sekitar tahun 1600-an, kata „Evolusi‟ menggambarkan proses perkembangan suatu organisme dari bentuk awal yang belum sempurna menuju ke bentuk yang lebih sempurna. Pada tahun 1800-an sampai saat ini, pengertian istilah „Evolusi‟ ini adalah perubahan adaptif yang berkembang melalui banyak generasi. Ilmuwan saat ini membagi evolusi dalam 2 kategori: Mikroevolusi, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi hanya menimbulkan variasi-variasi. Sedangkan Makroevolusi perubahan-perubahan yang

terjadi menimbulkan spesies baru. Para ilmuwan berkeyakinan bahwa Makroevolusi terjadi karena akumulatif dari mikroevolusi.

3

Seleksi Alam Sebagai Dasar Teori Evolusi Darwin

Charles Darwin (1809-1882) menemukan gagasan tentang teori evolusinya bermula ketika mengikuti ekspedisi kapal HMS Beagle dari Inggris yang memetakan pesisir Patagonia, Chili, dan Peru yang dimulai pada tanggal 27 desember 1831. Dalam perjalanannya, beliau singgah ke kepulauan Galapagos pada bulan september 1835.

Gambar 1. Charles Darwin (1809-1882)

Setelah sekian lama mondar-mandir antar pulau dalam kepulauan tersebut, beliau sangat terkejut setelah melihat beragamnya bentuk kehidupan antar pulau-pulau tersebut. Tiap-tiap pulau tampaknya

memiliki jenis-jenis hewan tertentu. Dalam hal ini, Darwin telah menginvetarisir 13 jenis burung finch (pipit), sebagai contoh: Pipit warbler, pipit pohon (serangga), pipit pohon (tumbuhan), pipit pemakai alat, pipit tanah, dan lain sebagainya. Perbedaan utama dari masing-masing jenis pipit tersebut adalah bentuk paruhnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa burung pipit tersebut telah hidup dengan jenis makanan yang berbeda di setiap wilayah yang berbeda. Usaha pengamatan dan pembuktian Darwin inilah yang membedakan dengan Lamarck, sehingga mengapa teori evolusi ini lebih dilekatkan sebagai temuan beliau.

Menurut pandangan orang-orang sezaman Darwin, semua hewan

4

dan tumbuhan telah diciptakan sesuai tempat keadaan mereka hidup. Darwin berargumen, bila hal tersebut benar, spesies yang sama harusnya menempati habitat yang sama di seluruh dunia. Akan tetapi, berdasarkan pengalamannya menunjukkan kepadanya bahwa disetiap bagian bumi memiliki spesies masing-masing. Dalam satu spesies, ia melihat perbedaan diantara populasi-populasi

setempat dan melihat bahwa keadaan setempat menentukan pemilihan ciri-ciri yang memungkinkan salah satu populasi bertahan hidup lebih baik daripada lainnya. Ia menyatakan bahwa melalui proses seleksi alam oleh lingkungan inilah evolusi terjadi. Variasi-variasi selalu muncul disetiap makhluk hidup. Variasi-variasi yang menguntungkan dipertahankan, sementara yang merugikan disingkirkan dan akhirnya dimusnahkan. Dengan demikian seleksi alamiah dapat didefinisikan sebagai proses dalam lingkungan yang memungkinkan makhluk hidup yang paling sesuai (cocok) dengan lingkungannya untuk dapat terus menghasilkan banyak keturunan. Untuk membedakan dengan teori evolusi Lamarck, kita ambil contoh yang sama yaitu Jerapah. Dalam teori evolusi Darwin ini, sejak semula jerapah ada yang berleher pendek dan panjang. Mengingat pohon-pohon yang rendah semakin langka atau penuh persaingan dengan makhluk yang lain, maka jerapah yang berleher pendek makin lama semakin punah. Jerapah yang berleher panjang bertahan. Inilah seleksi alamiah. Pada tahun 1858, Darwin memperoleh dukungan dari Alfred Russel Wallace (1823-1913) seorang naturalis yang sedang bekerja di Asia Tenggara (Indonesia dan Malaysia). Beliau meringkas gagasannya tentang perjuangan untuk bertahan hidup di alam dan menjelaskan bagaimana dalam lingkup variasi, hanya individu-individu yang

beradaptasi paling baiklah yang akan terus bertahan hidup. Wallace merupakan pelopor biogeografi, yaitu ilmu tentang persebaran tumbuhan dan hewan. Beliau mengindentifikasi adanya batas yang jelas yang memisahkan spesies-spesies Autralasia dengan yang terdapat di Asia Tenggara. Batas ini terbentang diantara bali dan lombok hingga antara kalimantan dan sulawesi. Garis ini kemudian dikenal dengan nama Garis Wallace.

5

Dalam mempertahankan teori seleksi alamnya, Darwin mengalami kesulitan ketika beliau memperhatikan budidaya burung merpati yang akan dilombakan. Burung merpati tersebut mengalami modifikasi dari bentuk biakan alamiah melalui campur tangan manusia sehingga menghasilkan hewan domestikasi yaitu hewan

yang teradaptasi sesuai dengan kebutuhan manusia. Bagaimana seleksi alam dapat menjelaskan terjadinya pemijahan apabila tidak ada individu yang mengendalikan? Pertanyaan beliau kemudian terjawab, setelah secara tak sengaja membaca esai yang ditulis pada tahun 1798 oleh Thomas Malthus yang menuliskan bahwa persaingan memperebutkan sumber daya yang terbatas telah menciptakan suatu perjuangan demi kelangsungan hidup. Kata kunci „persaingan‟ (bukan seleksi dengan sengaja) inilah yang tampaknya merupakan kekuatan yang mengarahkan perubahan pada makhluk hidup. Dengan menerapkan gagasan Malthus ini Darwin telah menemukan kekuatan pengendali evolusionernya yang telah lama dicari-carinya: seleksi alam. Jika disimpulkan, maka ada tiga gagasan penting dalam Teori Darwin ini. Pertama, tidak semua individu suatu spesies itu identik; ada variasi alami dalam ukuran atau warna, misalnya. Kedua, Setiap individu dari spesies menghasilkan lebih banyak keturunan yang dapat mewarisi variasi ini daripada yang selamat. Ketiga, individu dengan ciri-ciri yang membuatnya lebih unggul dari individu-individu lain dari spesies yang sama lebih mungkin bertahan hidup dan berkembang biak dengan mewariskan ciri-ciri tadi kepada keturunannya.

Diakhir hayat Darwin, teori seleksi alamnya ini mendapatkan tantangan berat. Teori seleksi alamnya menggagaskan bahwa alam telah menjaga spesies-spesies tetap „murni‟ dengan cara menyingkirkan individu-individu yang lemah atau yang beradaptasi lemah. Mekanisme evolusioner yang diajukan Darwin ini adalah dengan memunculkan variasi-variasi secara spontan dan acak. Oleh karena itu gagasan seleksi alamnya yang mendorong bertindak

6

sebagai kekuatan positif yaitu mendorong berkembangnya ciri-ciri yang berguna dan menciptakan spesies-spesies baru terbukti sulit diterima. Seleksi alamiah pada waktu itu dianggap sebagai mimpi buruk tentang kehidupan yang sia-sia dan kematian. Memasuki abad 20, teori Lamarck mendapatkan dukungan kembali

dengan mengajukan teori baru yaitu Orthogenesis yang berarti perkembangan mengikuti garis lurus. Teori ini menjelaskan keberadaan struktur-struktur non adaptif pada binatang. Contoh hewan tersebut adalah Macan taring pedang dan rusa besar Irlandia yang punah setelah zaman es berakhir. Tanduk rusa tersebut dapat mencapai 50 kg (kira-kira sepertujuh dari berat badannya). Para pendukung ortogenesis ini berpendapat bahwa taring macan atau tanduk rusa tersebut tumbuh sedikit demi sedikit ke setiap generasinya sehingga makhluk tersebut tidak mampu mendukung taring dan tanduk tersebut sehingga mengalami kepunahan. Teori Lamarck ini berhasil bertahan dalam beberapa dekade. Tetapi, teori ini memiliki beberapa kelemahan, karena bukti-bukti dari fosil-fosil yang ditemukan tidak menunjukkan hal tersebut. Tidak ada seorangpun yang dapat membuktikan bahwa struktur yang overdevelop (seperti taring dan tanduk tersebut diatas) merupakan kerugian bagi makhluk tersebut.

Genetika Sebagai Dasar Teori Evolusi Pasca Darwin

Seleksi alam tidak akan terjadi apabila tidak ada variasi-variasi dalam satu spesies makhluk hidup. Seleksi alam memilah-milah masing-masing variasi bahkan yang paling kecil sekalipun setiap hari dan setiap jamnya diseluruh dunia. Seleksi alam menyingkirkan yang jelek, mempertahankan dan menambahkan segalanya yang baik, secara diam-diam dan tanpa disadari. Tetapi, bagaimana

variasi itu sendiri dapat terjadi? Bagaimana variasi dapat diwariskan? Hal tersebut ternyata masih belum terjawab hingga

7

Darwin meninggal. Menjelang tahun 1900-an, teori hereditas dari Gregor Mendel (1822-1884) kembali ditemukan setelah sekian lama dilupakan. Diusianya yang 21 tahun, beliau telah mengadakan penelitian terhadap 8.023 tanaman kacang polong dengan melakukan ribuan penyilangan,

maka memperoleh hasil seperti penyilangan terhadap yang berbunga merah dan putih, maka mendapatkan angka statistika tepat 3:1. Dalam hal ini Mendel tidak menemukan pencampuran (blending) variasi tetapi telah menemukan bagaimana terjadinya variasi dalam persilangan dan bagaimana variasi tersebut diwariskan. Bahkan yang lebih mencengangkan, Mendel menemukan dalam kasus tertentu sebuah ciri yang secara jelas dapat hilang dalam satu generasi tetapi dapat muncul kembali dalam generasi berikutnya. Mendel telah menemukan bahwa ciri-ciri dikendalikan oleh faktor-faktor yang dijulukinya „elemen-elemen herediter‟ yang tidak dapat bercampur. Saat ini elemen herediter tersebut dinamai GEN yang ternyata bertingkah dalam keberadaan variasi besar dan kecil. Bentuk-bentuk alternatif gen tersebut dinamai ALEL. Dalam contoh percobaan kacang polong berbunga merah dan putih seperti tersebut diatas, dalam Gen yang menandakan warna bunga, yang menandakan warna merah adalah Alel yang bersifat DOMINAN, sedangkan warna putih menandakan Alel yang bersifat RESESIF. Berdasarkan temuan-temuannya tersebut, Mendel merangkumnya dalam dua hukumnya. Pertama, ciri-ciri makhluk hidup dikendalikan oleh faktor-faktor yang berpasangan (gen), dengan satu faktor berasal dari masing-masing orangtuanya. Kedua, gen-gen

diperlakukan secara mandiri selama proses reproduksi. Hukum kedua Mendel tersebut, sekarang diketahui hanya benar sebagian, karena ciri-ciri seringkali tidak dilakukan oleh satu gen saja, tetapi sejumlah gen yang bersamaan. Hal ini yang menjelaskan bagaimana gen-gen dapat menghasilkan variasi yang diwariskan secara mulus dan juga terputus.

8

Dalam abad 20 ini perkembangan biologi molekuler sudah sangat pesat yang dapat mengungkap bagaimana gen dapat mewariskan informasi-informasi dari generasi sebelumnya ke generasi berikutnya. Informasi-informasi genetik itulah yang membuat evolusi bekerja. Biologi molekulerlah yang telah berjasa menghidupkan kembali teori seleksi Darwin. Tetapi, apakah gen itu?

Terbuat dari apakah gen itu? Bagaimana informasi genetik itu diwariskan? Didalam setiap sel makhluk hidup, terdapat inti sel yang disebut Nukleus. Didalam nukleus tersebut terdapat sepasang Genom, kecuali sel telur dan sel sperma yang hanya memiliki sebelah pasang Genom. Dalam setiap sel manusia, pada setiap Genomnya terdapat 23 pasang Kromosom. Sedangkan Gen adalah bagian dari Kromosom yang memiliki instruksi membuat satu protein. Dalam setiap sel manusia diperkirakan k.l. terdapat 25.000 instruksi yang disebut gen dimana setiap instruksi tersebut mewakili setiap perbedaan ciri seperti tersebut diatas. Sedangkan Kromosom itu sendiri adalah sepasang molekul DNA (Deoxyribonucleic Acid) yang sangat panjang yang terbuat dari gula dan fosfat. Bentuk molekul DNA tersebut berupa spiral double helix yang diikat senyawa kimia yang disebut Basa. Terdapat empat macam basa dalam molekul DNA tersebut antara lain: adenin, sitosin, guanin dan Timin. Empat Basa tersebut sering disebut sebagai kode genetik A, C, G, dan T. Genom itu sendiri adalah bagaikan buku yang pintar, karena dalam kondisi-kondisi yang tepat genom dapat menyalin dan membaca diri sendiri. Proses penyalinan ini disebut Replikasi. Kecerdasan dalam replikasi ini adalah berkat keempat basanya. Sedangkan proses pembacaannya disebut Translasi. Proses Translasi ini adalah

proses yang rumit. Teks-teks pada gen tersebut kemudian di Transkip menjadi sebuah salinan melalui proses perpasangan basa yang sama, yaitu Ribonucleic Acid (RNA). Kemudian RNA bertindak sebagai cetakan perakitan protein. Hampir segala sesuatu dalam tubuh, dari rambut hingga hormon, terbuat dari protein atau gabungan protein dengan bahan organik lainnya. Setiap protein adalah gen yang telah ditranslasi. Proses penyalinan dan penurunan

9

informasi-informasi tersebut diatas terjadi pada saat pembelahan sel. Demikianlah proses pewarisan informasi genetik terjadi. Ketika gen direplikasi pada saat sel membelah diri, kesalahan bisa saja terjadi. Kadang-kadang ada huruf (basa) yang terlewat atau salah pilih. Kadang-kadang seluruh kalimat atau seluruh paragraf

terduplikasi, terabaikan, atau terbalik. Peristiwa ini disebut Mutasi. Istilah mutasi tersebut awalnya digunakan untuk menggambarkan perubahan acak manapun. Namun, dalam genetika mutakhir, istilah ini telah memperoleh pendefinisian yang lebih seksama. Mutasi tidak hanya dihasilkan oleh kerusakan kecil terhadap DNA. Terkadang, keseluruhan kromosom mungkin hilang atau tergandakan sehingga menyebabkan perubahan besar terhadap atau tergandakan sehingga menyebabkan perubahan besar terhadap cara-cara sel-sel bekerja. Setiap tiga basa disebut Kodon. Mutasi terjadi pada setiap Kodon. Secara umum mutasi tidak membahayakan, karena sebagai contoh mutasi yang terjadi pada spesies manusia secara umum mencapai seratus kodon dalam tiap generasinya. Padahal dalam genom manusia terdapat jutaan kodon, sehingga pengaruhnya tidak banyak. Mutasi-mutasi tersebut menyediakan pasokan tetap variasi-variasi baru yang nantinya dapat diuji. Oleh karena itu, tanpa mutasi, adaptasi-adaptasi baru tidak dapat berevolusi. Walapun demikian, mutasi juga dapat merupakan kesalahan yang berakibat fatal. Sebagai catatan yang perlu diperhatikan dalam dunia makhluk hidup: Tidak semua gen terdapat dalam kromosom utama, beberapa

diantaranya terdapat didalam bintik-bintik kecil yang disebut mitokondria dan telah lama disitu sejak mitokondria masih berwujud bakteri yang hidup bebas.

Tidak semua gen terbuat dari DNA, beberapa menggunakan RNA, sebagai contoh: virus.

Tidak semua gen adalah resep untuk protein. Sebagian gen

10

ditranskip menjadi RNA tetapi tidak ditranslasi menjadi protein.

Tidak semua reaksi dikatalisis oleh protein. Sebagian kecil dikatalisis oleh RNA.

Tidak semua protein berasal dari gen tunggal, ada yang dibentuk dari gabungan beberpabuah gen.

Tidak semua DNA menyatakan gen. Kebanyakan diantaranya hanya sejumlah urutan acak atau berulang tanpa aturan dan tidakpernah ditranskip, maka disebut DNA sampah.

Pada awalnya kelompok Mendelian dan Darwinian bertentangan, karena asumsi penyebab evolusi yang bagi kelompok Darwinian yaitu sebagai akibat variasi yang berkelanjutan. Sedangkan bagi kelompok Mendelian, penyebab evolusi adalah mutasi yang berkelanjutan. Hal tersebut terjadi karena ahli genetika saat itu (Mendelian) hanya memandang mutasi besar yang mempengaruhi fenotip (sifat ragawi). Kelemahan tersebut disadari oleh Ronald Fisher (1890-1962) yang mengusung sintesis baru dengan melakukan analisis yang cermat yang memperhatikan kekerapan dan kegunaan mutasi-mutasi kecil (skala gen) seperti tersebut diatas. Keuntungan selektif sekecil apapun dapat menyebabkan sifat baru yang tadinya tersembunyi jadi menyebar dengan cepat dan menjadi secara permanen. Dari pengamatan-pengamatan tersebut, menjadi jelas bahwa seleksi alamiah berlangsung terus menerus. Mutasi bukanlah satu-satunya sumber sifat biologis yang baru. Rekombinasi faktor-faktor yang sudah ada sama produktifnya dengan penggantian faktor-faktor yang baru. Menjadi jelas bahwa populasi secara keseluruhan merupakan sumber variasi yang tak habis-habisnya. Tanpa mutasipun, penyusunan kembali genotip (faktor genetika) yang berlangsung dengan bantuan reproduksi seksual dapat menjadi sumber genetika baru yang tak habis-habisnya.

11

Dari uraian tersebut diatas, genetika telah banyak membantu menjelaskan teori seleksi alam Darwin. Dalam pandangan ilmu genetika, seleksi alam mendapatkan defenisi baru yaitu perubahan evolutif dari kebugaran organisma. Tolok ukur kebugaran tersebut adalah kontribusi genetika organisma ke generasi berikutnya. Hal ini tidaklah serupa dengan jumlah banyaknya

keturunan, kebugaran lebih ditentukan karena sebagian dari populasi yang mewariskan gen-gen organisma. Jadi, dalam definisi baru ini, seleksi alam berperan menyokong gen meningkatkan kapasitas untuk mempertahankan diri (survival) dan melanjutkan keturunannya (bereproduksi). Kita juga sudah melihat bagaimana mekanisme genetika dan mutasi yang mengakibatkan variasi-variasi yang terjadi dalam individu makhluk hidup. Kemudian variasi-variasi tersebut mengalami seleksi sehingga terpilahnya variasi-variasi mana yang diwariskan ke generasi berikutnya. Melalui perkembangan ilmu-ilmu dan bukti-bukti terkini, mekanisme seleksi itu sendiri terjadi bermacam-macam. Bagaimana mekanisme seleksi – seleksi tersebut terjadi? Seleksi Seksual yaitu seleksi yang menonjolkan ciri-ciri tertentu

yang ditemui pada jenis kelamin tertentu. Hal tersebut meningkatkan kesempatan pemiliknya untuk kawin dengan sukses.

Seleksi Buatan (Artificial Selection) yaitu seleksi yang terjadi akibat peran manusia (domestikasi) seperti yang terjadi pada hewan-hewan ternak

Seleksi seimbang (Stabilizing Selection) yaitu seleksi yang terjadi terhadap individu-individu yang memiliki ciri rata-rata dengan menyingkirkan individu-individu yang memiliki ciri diluar kisaran optimum.

Seleksi Terarah (Directional Selection) yaitu seleksi yang mendorong terus menerus ke satu bentuk ekstrim tertentu.

Seleksi yang Mengacaukan (Disruptive Selection) yaitu seleksi yang bekerja selama beberapa generasi dengan menciptakan

12

dan mempertahankan sejumlah bentuk-bentuk khas dalam spesies yang sama, suatu situasi yang dikenal sebagai polimorfisme yang terseimbangkan (Balanced Polymorphisme). Polimorfisme adalah keberadaan dari dua atau lebih wujud (varian) yang ditentukan secara genetik dalam satu populasi.

Tinjauan evolusi saat ini tidak hanya tinjauan dalam skala individu tetapi juga dalam skala populasi. Tinjauan tersebut disebabkan bahwa evolusi akan hanya terjadi pada populasi bukan pada individu. Peran genetika tidak hanya menjelaskan mekanisme seleksi yang merupakan bagian dari mekanisme evolusi makhluk hidup. Dengan kata lain, walaupun mekanisme seleksi tidak terjadi, evolusi tetap dapat berlanjut dengan mekanisme yang lain, seperti: Pertama, Genetic Drift (Hanyutan Genetik), adalah perubahan frekuensi Alel (proporsi anggota populasi yang membawa variasi tertentu dalam gen) dari suatu populasi dari generasi satu ke generasi berikutnya. Frekuensi kemunculan alel dalam keturunannya terjadi sebagai akibat hasil acak perkawinan orangtuanya. Ketika tekanan seleksi melemah atau hilang, frekuensi alel cenderung „hanyut‟ dengan meningkat atau menurun secara acak. Hanyutan tersebut berhenti ketika alel menjadi fix. Hanyutan Genetik dapat menghilangkan beberapa alel dalam populasi karena perubahan sendiri atau memisahkan populasi yang awalnya memiliki kesamaan genetik menjadi dua populasi terpecah dengan alel yang berbeda. Genetic drift lebih berpengaruh pada populasi kecil dengan menghasilkan individu-individu yang beralel langka yang berhasil bereproduksi. Populasi tersebut disebut efek pendiri (Founder Effect). Dalam hal ini, berbeda dengan seleksi alam, genetic drift tidak membutuhkan keterisolasian.

13

Gambar 2.

Simulasi Genetic Drift.

Simulasi pada 20

alel dengan frekuensi 0,5 pada ukuran populasi N=10 dan 100. Dalam

gambar terlihat

hanyutan (drift) alel terjadi lebih cepat menjadi fix

(frek = 0 atau 1) pada populasi yang lebih kecil.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Genetic_drift)

Kedua, Genetic Flow (Aliran Genetik), dapat juga disebut perpindahan gen. Peristiwa ini terjadi karena sesungguhnya di alam ini tidak ada isolasi yang sempurna. Aliran genetik terjadi karena dua atau lebih populasi bertemu kembali karena penghalang isolasi tertembus, melalui binatang lain, atau karena mekanisme alam (angin yang membantu penyerbukan tanaman). Perpindahan ini menghasilkan variasi genetika baru. Aliran genetik ini dapat terjadi juga antar spesies yang menghasilkan penggabungan (hybridization), seperti antar virus dan bakteri. Pada manusia, contoh aliran genetik adalah pertemuan populasi eropa dan afrika di Amerika Serikat. Populasi afrika mempunyai gen yang tahan terhadap beberapa penyakit, seperti malaria, yang dipopulasi eropa tidak diketemukan. Ilmuwan telah menemukan terjadinya pencampuran pada frekuensi alel karena pergerakan individu. Selain

itu juga ditemukan aliran genetik kedua pupulasi tersebut lebih besar terjadi di Amerika utara daripada selatan.

14

Keempat mekanisme evolusi tersebut diatas, seperti: Seleksi Alam, Mutasi, Genetic Drift dan Genetic Flow, suka atau tidak mempengaruhi berbagai aspek bentuk dan perilaku makhluk hidup. Evolusi itu sering disalah mengertikan perubahan yang bergerak maju menghasilkan kompleksitas yang lebih tinggi. Karena walaupun spesies kompleks telah banyak dihasilkan oleh evolusi,

masih banyak organisma-organisma dengan bentuk sederhana yang ditemukan saat ini. Dari pemikiran tersebutlah kita perlu memperhatikan apa yang telah dihasilkan dari evolusi ini. Para ilmuwan meyakini bahwa evolusi tidak mempunyai tujuan jangka panjang. Hasil dari evolusi tersebut dapat dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu Mikroevolusi dan Makroevolusi. Makroevolusi adalah perubahan yang terjadi hingga terbentuk spesies baru sedangkan pada Mikroevolusi tidak terjadi. Spesies adalah pengelompokan makhluk hidup yang masih memungkinkan terjadinya perkawinan alami dalam satu kelompok tersebut. Dari kedua kelompok tersebut, para ilmuwan membagi 5 macam hasil dari evolusi tersebut: Adaptasi, adalah peningkatan kemampuan spesifik

menyesuaikan dari organ atau perilaku organisma agar menjadi lebih mampu mempertahankan diri (survival) dan melanjutkan keturunannya (bereproduksi). Adaptasi inilah yang dikaitkan dengan mikroevolusi.

Co-evolution, terjadi ketika spesies A mengakibatkan spesies B beradaptasi, dan sebaliknya mempengaruhi spesies A untuk beradaptasi juga.

Co-operation, terjadi karena spesies A dan spesies B berkoalisi untuk survival atau bereproduksi.

Speciation, adalah pemilahan spesies menjadi dua atau lebih spesies. Pemilahan ini terjadi karena adanya penghalang (isolasi) reproduksi. Para saintis memperkenalkan 4 model mekanisme pemilahan ini a.l.:

Allopatric, adalah pemisahan yang umum terjadi.

15

Pemisahan terjadi disebabkan isolasi geografis yang terjadi karena perpindahan ataupun terfragmentasi.

Peripatric, terjadi pada populasi yang kecil. Pemilahan yang terjadi disebabkan spesies terisolasi dengan lingkungan yang baru yang mempercepat terjadinya efek pendiri melalui genetic drift dan seleksi yang cepat.

Parapatric, seperti halnya peripatric, terjadi pada populasi yang kecil dan memasuki populasi baru, terjadi genetic flow karena isolasi terbuka. Speciation menghasilkan

mekanisme evolusi dengan memberikan kesempatan alel-alel yang baru diintroduksi, kemudian menurunkan genetic flow.

Sympatric, pemilahan yang terjadi bukan karena isolasi geografis. Populasi-populasi menempati lingkungan yang sama, tetapi beriringan dengan waktu masing-masing populasi mengurangi perkawinan antar populasi hingga tidak ada saling mengawini lagi. Isolasi repoduksi ini bila terpelihara dalam kurun waktu yang lama akan menghasilkan spesies yang baru yang masih dalam

lingkungan yang sama dengan spesies awal.

Kepunahan (extinction) adalah menghilangnya spesies secara menyeluruh. Kepunahan terjadi beriringan dengan sejarah kehidupan. Peran kepunahan dalam evolusi

tergantung tingkat kepunahannya. Tingkat kepunahan yang terjadi adalah tingkat kompetisi spesies yang merupakan bagian seleksi alam. Kepunahan massal mengakibatkan percepatan penurunan keaneka ragaman makhluk hidup sehingga mempercepat evolusi dan speciation bagi yang selamat.

16

Gambar 3.

Empat Mekanisme Speciation

(http://en.wikipedia.org/wiki/ Evolution)

Bukti-Bukti dalam Evolusi Makhluk Hidup

Dalam membuktikan kebenaran teori evolusi, para ilmuwan berusaha dengan gigih mencari bukti-bukti yang mengindikasikan informasi proses-proses alami kemunculan spesies. Sejauh ini bukti-bukti yang dibuktikan oleh para ilmuwan dengan mengacu pada website www.wikipedia.org adalah sebagai berikut: 1. Bukti Berdasarkan Palaentology

Bukti-bukti palaentologi ini mengacu pada catatan fossil dan sedimentasi yang mengubur fossil tersebut. Dari temuan ini dapat ditentukan jenis atau spesies dan usia hidup organisme yang mengacu ke usia geologi. Fossil adalah sisa-sisa atau jejak makhluk hidup yang tidak mengalami pelapukan tetapi terkubur menjadi batu.

17

Salah satu contoh bukti palaentology ini, ilmuwan menampilkan bukti perkembangan evolusi kuda dari Hyracotherium hingga Equus (kuda modern). Hal ini melibatkan sedikitnya 12 jenis dan ratusan spesies pada rentang waktung k.l. 54 juta tahun. Kecenderungan utama perkembangan evolusi tersebut dapat diringkas sebagai

berikut:

Peningkatan ukuran tinggi dari 0.4 m hingga 1.5m Perpanjangan paha dan kaki Pengurangan jumlah jari

Peningkatan panjang dan penebalan jari ketiga Peningkatan lebar gigi seri Penggantian dari pra-geraham menjadi geraham Peningkatan panjang gigi dan tinggi mahkota gigi geraham

Bukti-bukti berdasarkan temuan fossil (palentology) ini juga memiliki kelemahan. Beberapa catatan fossil tidak memperlihatkan bentuk peralihan yang sempurna antar grup spesies. Kelemahan catatan fossil yang berkelanjutan dapat mempersulit asal-usul keturunan grup makhluk hidup. Gap-gap tersebut seringkali disebut „missing link‟. Beberapa alasan ketidak lengkapan pencatatan fossil tersebut:

Kemungkinan makhluk hidup yang telah mati, sedikit sekali mengalami fossilisasi.

Beberapa spesies atau grup sedikit mengalami fossilsasi karena bertubuh lunak.

Beberapa spesies atau grup sedikit mengalami fossilsasi karena lingkungan yang tidak mendukung fossilisasi.

Banyak fossil hancur karena erosi dan pergerakan tektonik

Beberapa sisa fossil ditemukan lengkap, tetapi seringkali terfragmentasi.

Dalam lingkungan tertentu, beberapa peristiwa evolusi terjadi pada populasi yang kecil, sehingga kemungkinan mengalami fossilisasi juga sangat kecil.

18

Gambar 4. Evolusi pada Kuda

(http://en.wikipedia.org/wiki/Evidence_of_common_descent)

19

Lingkungan yang berubah cepat mengakibatkan penurunan cepat jumlah populasi spesies sehingga sedikit yang terfossilkan.

Banyak fossil hanya memberikan informasi bentuk luar, tetapi sedikit menjelaskan fungsinya.

Berdasarkan petunjuk keaneka ragaman hayati saat ini, memperlihatkan bahwa fossil yang berhasil diungkapkan hanyalah sebagian kecil dari jumlah spesies yang hidup di masa lalu.

2. Bukti Berdasarkan Perbandingan Anatomi Membandingkan kerangka dari anatomi tubuh grup spesies-spesies dapat menunjukkan adanya kesamaan leluhurnya atau keberadaan evolusi melalui: Tingkat kesamaan kerangka tubuhnya, karena akibat pengaruh

evolusi adaptasi. Jika membandingkan antar grup, maka yang mempunyai makin sedikit kesamaan kerangka, maka lebih awal

terpecah kesamaan leluhurnya dibandingkan yang memiliki lebih banyak kesamaan kerangkanya. Contoh: kesamaan kerangka pada lengan dan jari pada mamalia.

Perbandingan struktur karena evolusi konvergen. Dalam lingkungan yang sama, perbedaan struktur dalam grup spesies yang berbeda mengalami modifikasi untuk menyediakan fungsi yang sama. Hal tersebut dinamakan evolusi konvergen. Seperti halnya: Sayap yang terdapat pada kalelawar, burung, dan serangga. Sirip ekor pada ikan, paus, dan lobster.

Perbandingan anatomi terhadap organ sisa. Organ sisa adalah struktur yang mengalami evolusi menjadi lebih kecil dan simpel karena tidak berkembang, semakin tidak dibutuhkan, atau semakin tidak berfungsi. Sebagai contoh: lengan belakang paus. Selain itu, tulang ekor pada manusia yang juga merupakan „organ sisa‟ dan membuktikan bahwa organ tersebut diwariskan dari nenek moyang binatangnya.

20

Gambar 5. Bukti Evolusi pada Kesamaan Rangka

(http://en.wikipedia.org/wiki/Evidence_of_common_descent)

3. Bukti Berdasarkan Perbandingan Embrio

Tahap-tahap awal perkembangan suatu organisme dapat memberikan petunjuk penting mengenai evolusinya dan memperlihatkan betapa eratnya hubungan organisme tersebut dengan makhluk lainnya. Misalnya, udang dengan teritip, memiliki perbedaan yang besar anatomi tubuhnya apabila dewasa penuh, tetapi memiliki keserupaan pada tahap belum dewasa atau larva. Demikian halnya yang terjadi pada mamalia yang memiliki keserupaan embrionya, suatu bukti bahwa mereka berevolusi dari nenek moyang yang sama. David N. Menton, Ph.D dalam website www.gennet.org mengungkapkan bahwa dalam tahap embryo,

21

manusia adalah ikan yang berinsang.

4. Bukti Berdasarkan Distribusi Geografis

Setiap makhluk hidup selalu beradaptasi terhadap lingkungannya.

Kondisi geografis yang berbeda pada setiap benua menunjukkan perbedaan variasi dan spesies. Keterisolasian antar benua membuat setiap makhluk hidup berkembang masing-masing disetiap benua sesuai dengan lingkungannya. Sebagai contoh: kelompok utama mamalia diperkirakan berasal dari asia bagian utara. Kemudian menyebar ke afrika melalui eropa dan selat gibraltar, ke australia melalui asia tenggara, dan ke amerika selatan melalui selat bearing dan amerika utara. Ketiga jalur tersebut (selat gibraltar, selat bearing, selat panama, dan indonesia) sekarang terputus, mengakibatkan mamalia pada afrika, australia, dan amerika latin berkembang memiliki ciri-ciri spesifik yang berbeda. Afrika memiliki mamalia yang berekor pendek, amerika latin memiliki mamalia berekor panjang, sedangkan australia memiliki mamalia berkantung.

Gambar 6. Perbedaan Variasi dan Spesies Mamalia

Akibat Keterisolasian Benua (A) Sebelum jembatan antar benua terputus. (B) Sesudah jembatan antar benua Terputus

(http://en.wikipedia.org/wiki/Evidence_of_common_descent)

22

Bukti lain evolusi berdasarkan perbedaan geografis ini adalah perpindahan makhluk hidup dari satu benua ke benua yang lain. Dalam setiap perjalanannya, mengalami juga keterisolasian, sehingga berevolusi dalam garis perjalanannya. Contoh dalam hal ini adalah unta yang pada awalnya diperkirakan berasal dari amerika utara, kemudian berimigrasi kedua arah. Pertama, ke arah benua

asia dan afrika utara melewati selat bearing, kemudian terisolasi oleh gurun pasir dan menghasilkan unta modern. Kedua, ke arah amerika selatan yang terisolasi genting tanah panama yang menghasilkan Llama.

Gambar 7. Peta Distribusi Keluarga Unta

Garis panah hitam menunjukkan kemungkinan rute imigrasinya

(http://en.wikipedia.org/wiki/Evidence_of_common_descent)

Sebaliknya, benua – benua yang saat ini terpisah secara geografis,

seperti: Amerika selatan, afrika, india, australia, dan antartika, memiliki kesamaan fossil ampibi dan serangga purba dari zaman Paleozoic. Hal tersebut membuktikan terjadinya pergerakan lempeng benua. Pada zaman itu, semua benua-benua tersebut diatas merupakan satu kesatuan daratan yang disebut Gondwana. Saat ini, keturunannya memiliki banyak kesamaan walaupun dalam wilayah benua dan lingkungan yang berbeda.

23

5. Bukti Berdasarkan Fisiologi dan BioKimia Bukti utama kesamaan asal usul makhluk hidup adalah berdasarkan kesamaan biokima dasar makhluk hidup. Dalam hal ini biokima

dasar tersebut adalah kode informasi genetika (A,C,T,G) berupa asam amino yang terdapat dalam DNA (atau RNA dalam virus). Kesamaan kode genetika pada semua makhluk hidup berarti adalah sepotong DNA pada bakteri berkode sama dengan asam amino pada sel tubuh manusia. Bukti lain evolusi yang disajikan para ilmuwan dalam kaitannya dengan biokimia ini adalah jam molekul. Jam molekul ini mengacu pada variasi protein sitokrom c dalam sel setiap makhluk hidup. Setiap variasi atau perbedaan sitokrom c dalam setiap organisma yang berbeda dihitung berdasarkan perbedaan jumlah perbedaan asam amino. Setiap perbedaan asam amino adalah akibat setiap perubahan dalam satu pasang basa atau yang sering disebut mutasi. Penentuan seberapa lama terpisah dari satu menjadi dua spesies dihitung berdasarkan perkalian banyaknya perubahan pasangan basa dengan perkiraan waktu yang dibutuhkan pasangan basa dalam sitokrom c untuk mengalami perubahan. Perbandingan rangkaian DNA dalam setiap organisme memungkinkan untuk mengelompokkan makhluk hidup dalam pohon pengklasifikasian (taksonomi) makhluk hidup, yang dapat dianggap lebih akurat daripada hasil taksonomi tradisional. Sebagai contoh dalam hal ini adalah rangkaian DNA manusia, apabila dibandingkan dengan simpanse memiliki perbedaan sekitar 1,2 %,

apabila dibandingkan dengan gorilla memiliki perbedaan sekitar 1,6 %, dan apabila dibandingkan babon memiliki perbedaan sekitar 6,6 %. Perbedaan rangkaian genetik tersebut sebagai dasar tolok ukur hubungan kedekatan genetik antara manusia dan makhluk kera lainnya. Perbandingan tersebut juga digunakan sebagai tolok ukur kedekatan genetik dengan makhluk lainnya.

24

Keberadaan senyawa vital protein seperti halnya ribosom, DNA polymerase, dan RNA polymerase pada setiap makhluk hidup mulai dari makhluk primitif bakteri hingga makhluk kompleks mammalia adalah sebagai bukti kesamaan universal nenek moyang makhluk hidup. Hal tersebut diperlihatkan dari bagian inti protein tersebut diatas menyediakan kesamaan fungsi, walaupun tersebar dalam

semua garis keturunan setiap spesies makhluk hidup. Disisi yang lain, keberadaan „junk‟ DNA atau gen mati dalam setiap makhluk hidup juga sebagai bukti rekonstruksi garis keturunan nenek moyang makhluk hidup.

6. Bukti Berdasarkan Resistensi terhadap Antibiotik dan Pestisida

Resistensi terhadap antibiotik dan pestisida yang terjadi pada organisma mengakibatkan perubahan dalam diri spesies, hal ini sebagai bukti terjadinya evolusi pada spesies. Sebagai contoh dalam hal ini adalah resistensi bakteri pada antibiotik, nyamuk malaria pada pestisida DDT, dan kelahiran dalam populasi kelinci pada myxomatosis di Australia.

7. Bukti Berdasarkan Studi Komputasi Iterasi Kompleks Perlu waktu 50 tahun dalam menyelesaikan iterasi kompleks dalam menyimulasi evolusi sebagai pemecah permasalahan biologi. Tetapi, kemampuan komputer saat ini sudah cukup mampu untuk melakukannya. Simulasi komputer untuk rangakaian linier evolusi dapat mendemonstrasikan pentingnya rekombinasi rangkaian blok

daripada berupa titik-titik tersendiri mutagenesis. Teknik evolusi molekul ini melibatkan siklus iterasi dari mutasi, perkalian dengan rekombinasi, dan kebugaran seleksi dari individu molekul protein, RNA, dan DNA. Dari simulasi komputer ini, evolusi natural dapat dihidupkan kembali dengan memperlihatkan jejak-jejak yang paling mungkin siklus katalis yang semula berdasarkan protein menjadi berdasarkan RNA kemudian menjadi berdasarkan DNA.

25

8. Bukti Berdasarkan Speciation Sebagai bukti ini dapat diambil sebagai contoh adalah lalat Hawthorn, Rhagoletis pomonella, atau yang sering disebut juga lalat apel maggot. Pada lalat tersebut telah terjadi sympatric speciation. Lalat Hawthorn awalnya hanyalah lalat pemakan buah apel. Tetapi, sejak abad 19, di Amerika Utara beberapa kali masuklah bermacam-macam bauh-buahan. Hal tersebut secara kenyataan mengubah kebiasaan makan, maka hingga 6 dari 13 lalat mengalami perbedaan. Lalat yang memakan berbagai buah lebih bertahan hidup daripada lalat pemakan apel saja. Para ilmuwan telah mendokumentasikan telah tejadi perkawinan silang (hybridazation) hingga 4-6%. Hal tersebut menunjukkan bukti bahwa evolusi

sedang terjadi.

Sejarah Perkembangan Makhluk Hidup dan Manusia

Teori Evolusi melalui cabang ilmu-ilmu lainnya (a.l. Palaentologi, Geologi, Genetika dll) telah banyak melakukan eksplorasi penemuan-penemuan baru dan mengembangkan pemetaan sejarah perkembangan makhluk hidup sebagai bukti kesamaan asal-usul makhluk hidup. Secara umum ilmuwan telah melakukan periodeisasi sejarah planet bumi dan kemunculan kelompok besar makhluk hidup seperti dibawah ini:

Tabel 1. Sejarah Perkembangan Permukaan Bumi dan Makhluk Hidup

Hadean

eon

4,56 M.t.y.l. Planet Bumi terbentuk dari pertambahan piringan

matahari muda

4,53 M.t.y.l. Bulan terbentuk akibat benturan dengan planet lain

4,1 M.t.y.l. - Permukaan Bumi sangat dingin sehingga

membentuk kerak bumi - Atmosfir dan samudra terbentuk - Pembentukan awal dunia RNA sebagai senyawa

26

kimia

4,5 s.d. 2,5

M.t.y.l.

- Kehidupan awal terbentuk, diturunkan dari senyawa

RNA - Senyawa DNA menggantika RNA sebagai replicator - Pembentukan membran sebagai awal kemunculan

protocell

3,9 M.t.y.l. - Bumi mengalami bombardir dari meteor

- Samudra mengalami pemanasan - Kehidupan juga ditransportasikan meteor ke bumi

3,9 s.d. 2,5 M.t.y.l.

Kemunculan pertama sel prokaryote, yaitu sel yang tidak memiliki atau belum sempurna bagian selnya, spt:

inti sel atau mitokondria

Arc

hean e

on

3,5 M.t.y.l. - Kehidupan leluhur universal - Split antara bakteri dan neomura - Bakteri mengembangkan bentuk primitif fotointesis

3,0 M.t.y.l. - Bakteri berfotosintesi berevolusi, menghasilkan oksigen

- Oksigen mengoksidasi besi di samudra menjadi biji besi

- Jarak bulan bumi masih dekat mengakibatkan

pasang hingga 1000 ft

Pro

tero

zoic

eon

2,1 M.t.y.l. Sel Eukaryotic muncul; Eukaryotic merupakan organel yang memliki ikatan membran

1,2 M.t.y.l. - Reproduksi seksual berevolusi

- Organisma multisel sederhana berevolusi; umumnya berupa koloni sel

850 – 630 J.t.y.l

Pembekuan global menurunkan keragaman kehidupan; Sebagian ilmuwan meyakini justru meningkatkan keragaman kehidupan

580 – 542 J.t.y.l

Organisme kompleks multisel membentuk biota pertama yang besar

580 – 500

J.t.y.l

Modern grup organisma bermunculan dan muncul dalam

catatan fossil selama ledakan populasi dalam periode Cambrian

Sekitar 540

J.t.y.l.

Akumulasi oxygen membentuk lapisan ozon, memblokir radiasi ultraviolet, membuat kolonisasi permukaan bumi.

Phanero

zoic

eon

Pale

ozo

ic e

ra

530 J.t.y.l. Jejak didaratan yang pertama kali diketahui. Penjelajahan makhluk awal daratan yang berkemungkinan telah memakan tanaman awal daratan

475 J.t.y.l. Tanaman primitif pertama yang berada didarat. Telah berevolusi dari alga hijau yang bersama-sama dengan

jamur membentuk kolonisasi dengan bersimbiosis

363 J.t.y.l. - Awal periode Carbon. - Serangga merebak di daratan dan udara. - Hiu menjadi pemangsa di lautan.

- Tanaman telah menutupi daratan dan membentuk hutan

- Binatang berkaki empat mulai beradaptasi dan mulai menguasai kehidupan

251,4 J.t.y.l. Kepunahan Zaman Permian – Triasic, mengakibatkan

lebih 95% spesies hilang. Pemebersihan ini

27

memeungkinkan timbulnya diversifikasi

Meso

zoic

era

220 J.t.y.l. - Hutan Gymnosperm mendominasi daratan.

- Herbivora tumbuh besar

200 J.t.y.l. Bukti keberadaan pertama virus, masih dipahami apakah virus seharusnya muncul sebelum kehidupan itu sendiri atau memang muncul lebih setelahnya.

130 J.t.y.l. Munculnya tanaman angiosperm (tanaman berbunga) yang menarik serangga menyebarkan benih.

Cenozo

ic e

ra

65.5 J.t.y.l. Kepunah zaman Cretaceous-Tertiary, mengakibatkan setengah spesies binatang punah.

35 J.t.y.l. Rerumputan berevolusi diantara tanaman angiosperm, rerumputan mendominasi ekosistem ruang terbuka.

14 R.t.y.l. - Kehadiran manusia telah berdampak besar diatas bumi dan keragaman kehidupannya.

- Terjadi kepunahan besar fauna, disebut kepunahan

Helocene. - Masih dalam perdebatan keterlibatan manusia

dalam kepunahan tersebut.

Saat ini - Populasi manusia mencapai 6,7 milyar

- Pengaruh manusia hingga segala penjuru bumi - Aktivitas manusia berkontribusi terhadap

peningkatan kepunahan - Jika hal ini berlanjut, maka dalam ratusan tahun

akan datang manusia akan melihat satu setengah

kali pembasmian keaneka ragaman hayati

(http://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_Evolution)

Selanjutnya, para ilmuwan meringkas catatan perkiraan waktu tersebut terhadap kemunculan setiap kelompok makhluk hidup dipermukaan bumi ini, seperti yang dibawah ini:

4 milyar tahun yang lalu, kemunculan sel sederhana (porkaryote cells)

3 milyar tahun yang lalu, kemunculan kemampuan berfotosintesis

2 milyar tahun yang lalu, kemunculan sel kompleks (eukaryote cells)

1 milyar tahun yang lalu, kemunculan multisel 600 juta tahun yang lalu, kemunculan hewan sederhana 570 juta tahun yang lalu, kemunculan arthropoda (nenek

moyang serangga, laba-laba, dan udang-udangan) 550 juta tahun yang lalu, kemunculan hewan kompleks 500 juta tahun yang lalu, kemunculan ikan-ikanan dan

28

proto ampibi 475 juta tahun yang lalu, kemunculan tanaman darat 400 juta tahun yang lalu, kemunculan serangga dan biji-

bijian 360 juta tahun yang lalu, kemunculan hewan ampibi 300 juta tahun yang lalu, kemunculan hewan reptilia

200 juta tahun yang lalu, kemunculan mamalia 150 juta tahun yang lalu, kemunculan burung 130 juta tahun yang lalu, kemunculan tanaman berbunga 65 juta tahun yang lalu, kepunahan dinosaurus

200 ribu tahun yang lalu, kemunculan manusia yang tampak seperti saat ini.

Salah satu bentuk implementasi dari teori evolusi, yaitu semua makhluk hidup merupakan satu kesatuan asal usul, maka para ilmuwan menyusun pohon evolusi makhluk hidup, yang mencatat perkembangan spesies berdasarkan waktu. Pohon evolusi tersebut seperti pada gambar 8 dibawah ini:

29

Gambar 8. Pohon Evolusi Vertebrata

(http://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_Human_Evolution)

Secara detail seperti pada tabel 2 dibawah ini adalah catatan waktu perkembangan evolusi dimulai dari asal usul kehidupan, leluhur

30

manusia hingga spesies manusia. Dalam tabel tersebut terdapat penjelasan kemungkinan asal usul binatang, spesies, jenis (genus), yang merupakan nenek moyang manusia. Hal mengacu pada data-data palentologi, biologi, morfologi, anatomi, dan genetika.

Tabel 2. Perkembangan Makhluk Hidup menuju Manusia

Waktu Peristiwa

4000 Jtyl Awal kehidupan muncul

3900 Jtyl Sel prokaryot (sel yang belum mempunyai atau belum memiliki bagian-

bagian sel)

2500 Jtyl Muncul organisme yang menggunakan oksigen

2100 Jtyl Sel kompleks (eukaryot) muncul

1200 Jtyl Reproduksi seksual mulai berevolusi, mempercepat proses evolusi

900 Jtyl Choanoflagellate, diperkirakan nenek moyang

seluruh dari kerajaan binatang, secara khusus merupakan nenek moyang Sponge.

600 Jtyl Awal kemunculan binatang multi sel, makhluk menyerupai Sponge (porifera). Sponge adalah binatang sederhana, yang memiliki lapisan-lapisan

terbedakan. Bedasarakan pohon genetika, sponge merupakan filum binatang yang tertua.

580 Jtyl Cnidarians, binatang sederhana, merupakan binatang yang pertama kali memulai bergerak, karena memiliki saraf dan otot. Diperkirakan

merupakan nenek moyang binatang yang memiliki secara bersamaan saraf dan otot. Binatang pertama yang memiliki tubuh aktual. Berbentuk radial simetris, contoh: ubur-ubur

550 Jtyl Flatworm, cacing pipih, merupakan hewan

yang awal yang memiliki otak.

540 Jtyl Acorn worm, memiliki kekhususan dan derajat lebih tinggi daripada

31

makhluk lain mirip cacing. Memiliki sistem sirkulasi dengan jantung

yang berfungsi juga sebagai ginjal. Memiliki organ mirip insang untuk

bernafas, seperti pada ikan primitif. Diperkirakan merupakan nenek moyang penghubung binatang yang bertulang belakang (vertebrate) dan yang tidak bertulang belakang (invertebrate).

530 Jtyl Pikaia, nenek moyang awal binatang kordata (tdk bertulang sejati).

Diyakini merupakan leluhur binatang kordata dan vertebrata. Lancelet, binatang yang masih hidup saat ini, menyisakan karakteristik binatang kordata primitif, menyerupai Pikaia.

505 Jtyl Agnatha, hewan pertama

bertulang belakang (vertebrate). Hewan tak bergigi serupa dengan ikan saat ini, yaitu

lamprey dan hagfish. Memiliki

sirip yang minim dibandingkan ikan saat ini.

480 Jtyl Placoderm, ikan pertama yang memiliki rahang. Rahangnya berevolusi dari insangnya

yang melengkung. Kulit badan dari kepala hingga leher berlapis keras.

400 Jtyl Coelacanth, ikan yang masih belum punah hingga saat ini. Ikan yang dianggap memiliki hubungan dengan ikan yang bersirip cuping, tetapi

belum menyesuaikan dengan kehidupan pada air dangkal.

375 Jtyl Tiktaalik, termasuk dalam jenis ikan Sarcopterygian (sirip berkaki) berasal dari akhir zaman Devon yang memiliki kemampuan mirip binatang kaki empat.

365 Jtyl Panderichthys, ikan air segar yang memiliki cuping sirip, yang akan berkembang menjadi kaki dan mengangkat

tubuh menjadi binatang

berkaki empat. Panjang sekitar 90-130 cm. Ikan yang hidup pada akhir periode Devon. Memiliki kepala yang meneyerupai binatang berkaki empat. Panderichthys memperlihatkan transisi sirip bercuping menjadi

berkaki empat.

315 Jtyl Acanthostega, binatang ampibi yang telah punah.

Binatang pertama yang dikenal memiliki lengan tanpa pergelangan dan juga vertebrata pertama yang berjalan ke darat.

Ichtyostega, adalah

binatang awal yang berkaki empat (tetrapod). Binatang pertama yang memiliki

32

tangan, kaki, dan tulang jari. Memiliki kaki bukan untuk berjalan, tapi

untuk mengais-ngais melewati lumpur. Tampaknya merupakan

binatang hybrid antara ikan dan ampibi. Ampibi adalah hewan berkaki empat yang mengembangkan paru-paru.

310 Jtyl Hylonomus, Reptilia awal yang

diketahui. Panjang sekitar 20 cm (termasuk ekor). Lebih menyerupai kadal modern. Pelopor bagi grup binatang

amniot dan reptilia menyerupai mamalia. Amniot adalah grup binatang reptilia yang bercirikan memiliki embryo yang diselimuti membran (rahim pd

mamalia dan manusia; kulit telur pada reptil dan burung) yang memungkinkan untuk dapat bertelur di tanah kering, sehingga

berkemampuan menguasai daratan.

256 Jtyl Phtinosuchus, awal dari binatang therapsid.

Tak lama setelah kemunculan reptilia pertama, terpecah menjadi beberapa cabang. Diapsida adalah cabang yang menurunkan reptilia saat ini. Synapsid

adalah cabang yang bercirikan mirip mamalia dan hanya memiliki satu pasang lubang pada tulang temporal (temporal fenestra) di tengkoraknya. Therapsid merupakan ordo dari Synapsid yang bercirikan wajah yang ganas dan nenekmoyang langsung mamalia.

220 Jtyl Cynodonts, salah satu sub grup dari Therapsid yang lebih menyerupai mamalia. Rahang Cynodonts membentuk rahang mamalia saat ini. Sangat mungkin bahwa spesies-spesies yang berada dalam grup ini

menurunkan mamalia saat ini.

220 Jtyl Repenomamus, mamalia yang paling awal, bertubuh kecil, memiliki suhu badan yang stabil,

dan memiliki kelenjar susu.

125 Jtyl Eomaia scansoria, awal bagi mamalia berplasenta.

Menyerupai tikus rumah

100 Jtyl Munculnya makhluk yang memiliki kesamaan genetika antara tikus dan

33

manusia

65 Jtyl Grup kecil mamalia yang berkehidupan pada malam hari, pemakan

serangga, hidup di belukar disebut Euarchonta. Mulai mengalami speciation menjadi ordo-ordo: primata, binatang pohon yang meraung, dan lemur terbang. Termasuk dalam Primathomorpha ini adalah primata dan proto-primata yaitu

Plesiadapiformes. Carpolestes Simpsoni, termasuk salah satu anggota dari grup

Plesiadapiformes akhir. Memiliki jari untuk menggenggam tetapi mata belum berposisi ke muka.

Plesiadapis, salah satu proto-primata awal. Memiliki cakar, mata di muka wajah, berjalan cepat di darat dan dahan pohon.

Hidup diatas pohon dengan makanan pokok buah-buahan dan dedaunan.

40 Jtyl Primata terpisah menjadi dua subdivisi, Strepsirrhini (primata hidung basah) dan Haplorrhini (primata hidung kering). Contoh modern Strepsirrhini adalah lemur dan lorise. Sedangkan yang termasuk dalam Haplorrhini adalah tarsius, monyet, dan kera. Salah satu Haplorrhini terawal adalah Teilhardina asiatica, seukuran tikus, makhluk siang dengan mata kecil.

30 Jtyl Haplorrhini terpecah menjadi dua ordo, yaitu

ordo Platyrrhini yaitu monyet dunia baru yang banyak hidup di Amerika Selatan. Sedangkan Cabang

lainnya adalah Catarrhini hidup di Afrika. Aegyptopithecus, salah satu dari nenek moyang Catarrhini, yang merupakan ordo hasil percabangan Haplorrhini.

25 Jtyl Catarrhini terpecah menjadi dua superfamili, yaitu monyet dunia lama (Cercopithecoidea) dan kera (Hominoidea).

34

Proconsul adalah genus

awal dari primata

Catarrhini. Memiliki karakteristik campuran antara monyet dunia lama dan kera. Ciri-ciri monyet tampak dari email gigi yang

tebal, dada sempit, lengan depan pendek. Ciri-ciri kera tampak dari tidak ada ekor, siku yang mirip kera, dan memiliki perbandingan otak dan tubuh yang lebih besar.

Proconsul Africanus, diperkirakan adalah nenekmoyang kera besar, kera kecil dan manusia.

15 Jtyl Hominidae (kera besar), terpisah dengan nenek moyak kera kecil

(siamang)

13 Jtyl Nenek moyang Homininae, terpisah dari nenek moyang orangutan Pierolapithecus catalaunicus, dipercaya nenek moyang bersama manusia dan kera besar atau paling tidak yang paling mendekati dari

penemuan fossil yang ada. Pierolapithecus memiliki adaptasi istimewa dalam memanjat pohon seperti halnya manusia dan kera besar a.l.: tulang rusuk dada yang lebar dan rata, kekakuan tulang belakang yang lebih kecil, pergelangan tangan yang fleksibel, bidang bahu sepanjang

punggung.

10 Jtyl Hominini terpisah dengan nenemoyang gorilla.

7 Jtyl Hominina terpisah dari nenek moyang

simpanse. Nenek moyang bersama terakhir yang diketahui adalah Sahelanthropus tchadensis (7 Jtyl). Nenek moyang manusia awal yang setelah terpisah dari dari garis

keturunan simpanse Orrorin tugenensis (Manusia Millenium, Kenya, 6 Jtyl). Simpanse dan manusia kedua-duanya memiliki larynx yang

terbentuk selama dua tahun pertama kehidupannya, tertelak diantara pharynx dan paru-paru. Hal tersebut mengindikasikan nenek moyangnya keduanya memiliki ciri yang mengarah ke kemampuan berbicara.

4.4 Jtyl Ardipithecus ramidus ramidus 3.7 Jtyl Beberapa jejak Australopithecus afarensis yang tertinggal di debu

vulkanis di Laetoli, Kenya.

35

3.5 Jtyl

Kenyanthropus platyops, diperkirakan

merupakan nenek moyang Homo, terpisah

dari genus Australopithecus.

3 Jtyl Genus australopithecines, berjalan pada dua kakinya (bipedal),

berevolusi di pada savanah, Afrika. Dimangsa oleh Dinofelis. Kehilangan

rambut badannya sekitar 3-2 Jtyl, bersamaan dengan kemampuan bipedal secara sempurna.

2.5 Jtyl Kemunculan Homo. Homo Habilis diperkirakan nenek moyang dari

Homo ergaster yang lebih langsing dan canggih. Hidup berdampingan dengan Homo erectus hingga 1.44 Jtyl, hal ini membuat sangat tidak

mungkin berevolusi langsung dari Homo habilis. Penggunaan pertama kali peralatan batu, awal dari zaman Paleolithic yang lebih rendah.

1.8 Jtyl Homo erectus berevolusi di Afrika. Homo erectus banyak memiliki keserupaan dengan manusia modern, tetapi memiliki ukuran otak

kira-kira 74% dibandingkan manusia. Memiliki

dahi yang lebih miring dan gigi yang lebih kecil. Diyakini merupakan nenek moyang manusia dengan Homo Heidelbergensis sebagai tahap tengahnya. Homo Erectus

berevolusi di Afrika dan mengkolonisasi Eropa dan Asia.

1.5 Jtyl Dmanisi man / Homo Georgicus (Georgia), otak kecil datang dari Afrika dengan kesamaan karakteristik dengan Homo erectus dan Homo habilis. Kemampuan memanfaatkan api diawal nenekmoyang manusia. Kulit hitam berevolusi secara lengkap 1.2 Jtyl.

700 Rtyl Nenek moyang bersama secara genetik antara Homo Neanderthal dan Homo Sapiens muncul, walaupun tingkat keakurasiannyan masih dipertanyakan. Berdasarkan perhitungan saat ini manusia mengandung

36

20.000-25.000 gen dalam DNAnya yang serupa 99% Homo Neandherthal yang telah punah dan keserupaan dengan simpanse

95%.

355 Rtyl Tiga Homo Heidelbergensis (1,5 m tinggi) telah meninggalkan jejak pada debu vulkanis yang telah mengeras di Italy. Homo Heidelbergensis adalah nenek moyang bersama Homo Neandherthal dan Homo Sapiens. Secara morfologi sangat mirip dengan Homo erectus tetapi dengan volume tempurung otak lebih besar, kira-kira 93% dari Homo Sapiens. Tinggi rata-rata 1,8 m dan lebih berotot daripada manusia modern. Muncul diawal zaman Paleolithic

Pertengahan.

195 Rtyl Omo1, Omo2, (Sunagai Omo, Ethiopia) adalah bukti awal fossil archaic Homo Sapiens, berevolusi dari Homo Heidelbergensis.

160 Rtyl Homo sapiens idaltu muncul di Ethiopia, sungai Awash, desa Herto.

Telah memperaktekkan ritual pemakaman dan berburu Kuda Nil.

150 Rtyl Homo sapiens sapiens pertama berdasarkan ibu pertama (Siti Hawa) Mitochondrial yang hidup di Afrika timur. Dia adalah ibu bersama manusia yang hidup saat

ini, yang diketahui berdasarkan garis keturunan mitochondrial. Hal tersebut berdasarkan gen pada DNA didalam mitochondrial (bagian sel yang memproses

energi), bukanlah berasal dari inti sel (nukleus). Gen dalam mitochondrial selalu diwariskan melalui garis keturunan ibu.

70 Rtyl Kemunculan gen mitochondrial (mt) haplogrup L2. Hal tersebut berkaitan dengan perilaku modern. Pada periode ini juga kemunculan gen FOXP2, yang berkaitan dengan pengembangan kemampuan berbicara.

60 Rtyl Y chromosomal Adam hidup di Afrika. Dia adalah nenek moyang bersama yang paling diketahui saat ini, dari dialah semua manusia laki-laki Y chromosome saat ini adalah keturunannya. Kemunculan mt-haplogrup M dan N, yang bersama-sama bermigrasi

keluar dari Afrika.

50 Rtyl Migrasi ke asia selatan. Mutasi M168 (diturunkan pada semua laki-laki bukan Afrika). Kemunculan awal dari zaman Paleolithic yang lebih tinggi. Kemunculan mt-haplogrup U dan K.

40 Rtyl Migrasi ke Australia dan Eropa (Cro Magnon)

25 Rtyl Neanderthal punah. kemunculan Y-haplogrup R2 dan mt-haplogrup J, X.

12 Rtyl Awal dari zaman Mesolithic/Holocene. Y-Haplogroup R1a; mt-

haplogroups V, T. Evolusi kulit putih di Eropa (SLC24A5). Pemeliharaan anjing pertama kali. Homo floresiensis punah. Tinggallah Homo Sapiens satu-satuny spesies dari genus Homo.

37

10 Rtyl Awal dari Neolithic/Holocene. Penemuan pertanian pada daerah bulan

sabit Mideterania.

(http://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_Human_Evolution)

Dampak Teori Evolusi Terhadap Agama dan Perdebatannya

Sudah tentu teori ini berdampak terhadap agama. Karena teori ini: Pertama, teori ini memberikan implikasi bahwa setiap makhluk hidup berasal dari makhluk sebelumnya. Kedua, teori evolusi ini bersifat acak seperti halnya seleksi alam. Hal ini memiliki dampak yang cukup besar, karena teori Evolusi telah digiring untuk menggugat adanya penciptaan. Paling tidak, teori evolusi telah membawa pemikiran bahwa peran Ilahi sangatlah kecil, lebih ekstrimnya, bahwa asal usul kehidupan adalah dari alam semesta ini. Hal inilah yang mendasari atheisme. Karena sifat tersebut, maka sudahlah tentu teori evolusi mengundang penolakan-penolakan, terutama bagi kalangan religius. Termasuk dalam hal ini adalah kalangan muslimin. Alasan penolakan bukanlah hanya keberadaan Tuhan, tetapi juga asal-usul kita sebagai manusia. Didalam benak kita sebagai muslimin telah terpatri bahwa kita adalah keturunanan Nabi Adam a.s. Seorang manusia, bukanlah binatang, yang diciptakan langsung oleh Tuhan. Tak dapat disangkal lagi, hal tersebut telah menyinggung ke-manusia-an kita sebagai makhluk tertinggi. Dalam

kalangan muslimin, memang tidaklah seluruhnya menolak terhadap teori evolusi. Tetapi diyakini sebagian besar kalangan muslimin menolak teori evolusi tersebut, dengan alasan-alasan tersebut diatas. Akhir-akhir ini terdapat salah satu upaya besar penolakan teori evolusi yang dilakukan oleh seorang tokoh besar muslimin yaitu Harun Yahya, yang berasal dari Turki. Beliau telah menerbitkan

38

serial bukunya sebagai anti thesis terhadap teori evolusi tersebut. Beliau telah bertindak ekstrim, menolak keseluruhan teori evolusi. Bahwa semua makhluk hidup tercipta masing-masing, tidak berasal dari satu keturunan. Dalam hal ini Beliau mengajukan teori Intelligent Design sebagai pembelaannya. Beliau sendiri menyebut dirinya Kreasionis. Dalam karya-karyanya, beliau cukup

banyak mengusung teori-teori ilmiah. Argumen-argumen penolakan beliau akan dibahas lanjut pada bab-bab setelah ini. Di Indonesia, pro – kontra terhadap teori evolusi cukup sengit, karena pengaruh Harun Yahya tersebut. Pada tahun 2003, suratkabar harian Kompas pernah menerbitkan perdebatan tersebut yang melibatkan hingga 4 penulis dari dosen universitas ternama di Indonesia. Dalam perdebatan tersebut, terdapat usulan yang cukup ekstrem, yaitu agar pelajaran teori evolusi dihapuskan dalam mata pelajaran sekolah. Perdebatan tersebut bukanlah pertamakali. Kira-kira 20 tahun sebelumnya, perdebatan tersebut pernah muncul dalam suratkabar harian Kedaulatan Rakyat, Yogyakarta. Perdebatan tersebut tertuang dalam buku “Evolusi Manusia dan Kosepsi Islam” (1984) yang merupakan kumpulan tulisan dari 11 penulis yang disusun oleh Prof. Dr. T. Jacob Ms. M.D., Ir. R. H. A. Syahirul Alim M.Sc., Ir. H. Basit Wahid, dan Drs. Machmun Husein. Sebagian penulis menolak, sebagian lagi dapat menerima teori evolusi. Sebagai cacatan, bahwa dalam mengutarakan argumennya kedua kelompok tersebut berpegang pada Al Qur‟an. Secara umum alasan penolakan adalah:

Penciptaan adalah dari tidak ada menjadi ada (“Kun faya kun”).

Perbedaan asal penciptaan manusia (Adam) dari tanah dan binatang dari air.

Adanya peniupan roh kepada manusia. Berbeda dengan semua pandangan tesebut diatas, dalam buku What is the origin Man? (1984), Dr. Maurice Bucaille menerima

evolusi hanya pada binatang. Beliau menyebutkan evolusi tersebut evolusi kreatif. Makna “kreatif” disini berkenaan dengan penciptaan oleh ilahi. Sedangkan perbedaan pada hominid (manusia dan pra-

39

manusia) merupakan peristiwa transformasi. Tetapi, dalam karya beliau, posisi Nabi Adam a.s. dalam garis waktu perkembangan hominid tidaklah jelas. Serupa dengan Harun Yahya yang tidak menjelaskan posisi Nabi Adam a.s., tetapi beliau menganggap Homo Erectus adalah manusia pertama.

Sedikit berbeda dengan Dr. Maurice Bucaille, dalam buku Adam Bukan Manusia Pertama? (2004), Dr. Abdul Shabur Syahin menolak teori evolusi tetapi menerima perubahan pada hominid. Beliau menyebutkan makhluk pra manusia adalah Al Basyar sedangkan manusia adalah Al Insan. Manusia dalam hal ini adalah Homo Sapiens. Selain itu, Dr. Abdul Shabur Syahin menjelaskan bahwa Nabi Adam a.s. adalah Al Insan atau Homo Sapiens pertama. Jadi, dalam penafsiran Dr. Abdul Shabur Syahin, Nabi Adam a.s. adalah manusia yang dilahirkan. Sebaliknya, mengutip dari website http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_evolutionary_thought, ilmuwan dan filosof muslim pada abad pertengahan banyak mengutarakan pemikiran yang menyerupai teori evolusi. Bahkan pada masa ke-emas-an Islam ini, teori tentang evolusi ini telah diajarkan disekolah-sekolah. Sebuah ironi bahwa pada abad 21 ini, ada usulan untuk menghapus teori evolusi ini dari mata pelajaran sekolah. Tokoh-tokoh tersebut antara lain:

Al-Jahiz, seorang biolog dan filosof pada abad 9 M. Beliau

memperkirakan bahwa lingkungan membawa efek pada tingkat ketahan hidup dan evolusi binatang.

Ibn Miskawayh dalam bukunya Al Fawz Al Asghar mengutarakan idenya tentang bagaimana spesies muncul yaitu dari materi, kemudian asap, lalu air, kemudian mineral menjadi tanaman, dan kemudian binatang, kera, dan akhirnya manusia.

Ibn Haytham, abad 10 M, menulis buku yang bercerita tentang evolusi tetapi bukanlah seleksi alam.

Banyak lagi akademisi dan ilmuwan yang memperbincangkan dan mengembangkan tentang ide evolusi ini, antara lain: Abu Rayhan al Biruni, Nasir Al Din

40

Tusi, dan Ibn Khaldun Al Khazini, abad 12 M. Tulisannya dikomentari oleh John

William Draper, seorang ilmuwan, filosof dan sejarahwan abad 19 sebagai “Teori Evolusi ala Muhammad”. Beliau membandingkan tulisan tersebut dengan teori evolusi Darwin yang lebih modern, berpendapat bahwa apa yang terbentuk terlebih dahulu “.....telah lebih jauh dari yang cenderung kita kerjakan, memperluasnya secara lengkap hingga benda mineral atau inorganik”.

Dalam bukunya, Harun Yahya mengabaikan semua ilmuwan muslim tersebut diatas, dengan hanya berlandaskan bahwa mereka terpengaruh pemikiran filsafat Yunani. Bagi penulis, terlalu banyak tokoh yang diabaikan ini, mereka tidak luntur ke-islam-annya karena berfikir evolusionis. Mereka tampaknya adalah pembaca ayat-ayat

Ilahi pada alam sekitarnya. Selain dari kalangan ilmuwan dan filosof, terdapat aliran lain yang memiliki pemikiran evolusionis. Mereka dari kalangan sufisme yang ternama. Dalam hal ini ada beberapa tokoh seperti: Jalalludin Rumi, Syekh Akbar Muhyiddin Ibn Arabi, dan Mulla Sadhra. Pemikiran inilah yang menjiwai penulisan ini, yang akan dibahas lebih mendetail pada berikut ini. Harun Yahya tidak mungkin mengabaikan mereka, karena metodologinya yang sangat berbeda dengan filsafat. Mereka menggunakan metode tasawuf. Oleh karena

itu, tidak bisa kita mengelompokkan mereka dalam pengaruh filsafat Yunani. Menilik kembali ke akar permasalahan perdebatan teori evolusi. Kritikus teori evolusi terlalu fokus ke Darwinisme. Oleh karena itu, kritik menjadi bias, karena Teori Darwin selalu diidentikkan dengan teori evolusi. Padahal, seperti tertulis pada sebelum bab ini, teori evolusi sendiri sudah mengalami evolusinya sendiri. Dengan kata lain, teori evolusi Darwin sudah mengalami perubahan. Mekanismenya bukan seleksi saja, tetapi ada mutasi, genetic drift dan genetic flow. Jadi evolusi bukanlah perubahan akibat seleksi saja, tetapi evolusi adalah perubahan yang terus menerus.

41

Sebenarnya, hal tersebutlah yang telah disadari oleh kalangan ilmuwan, filosof, dan sufisme muslim abad pertengahan. Akar permasalah kedua, yang menyebabkan kritik terhadap teori Darwin seolah-olah tak pernah tuntas, karena pengkritik teori Darwin tidak pernah menjawab pertanyaan mendasar Darwin.

Pertanyaannya adalah „Jika Tuhan mencipta dengan teliti, akurat dan tepat. Mengapa terdapat variasi makhluk hidup yang menyesuaikan dengan lingkungan?‟ Pertanyaan ini penting untuk dijawab, karena kegagalan Darwin memperoleh jawaban tersebut, beliau menjadi atheis. Disisi lain, Teori Evolusi dengan bukti-buktinya tampak bagaikan realitas yang tak terbantahkan. Sebaliknya, penolakan Harun Yahya teori evolusi, juga sebenarnya masih memiliki permasalahan besar dan mendasar. Karena, pertama, defenisi penciptaan yang diusung Harun Yahya sebenarnya adalah sama dengan kaum atheis (Darwin) yaitu bahwa penciptaan adalah dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo). Kedua, teori Harun Yahya yang menyatakan bahwa penciptaan terjadi pada setiap semua makhluk dengan “abrakadabra”, tepat, dan akurat. Pemikiran tersebut hanya akan membawa Tuhan terjebak pada ruang dan waktu. Jadi, disini akar permasalahan sebenarnya adalah defenisi penciptaan, yang tidak pernah dibahas dalam perdebatan dikalangan muslimin. Disisi lain, teori-teori ilmiah yang diusung Harun Yahya, sebenarnya belum menyentuh bukti-bukti evolusi makhluk hidup yang terkini atau dengan kata lain, sebenarnya teori-teori Intelligent Design telah banyak dibantah oleh kaum evolusionis saat ini. Inilah pembahasan yang akan diperdalam dalam bab-bab berikut ini.

Sebenarnya, apa yang mendorong penulis mengawali pembahasan ini adalah tentang penciptaan dan lebih khususnya, penciptaan manusia adalah karena diinspirasi oleh ayat-ayat Qur‟an yang pertama kali diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW seperti dibawah ini

42

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang

Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS 96: 1-2)

43

Kerancuan Berfikir Para Kreasionis tentang Penciptaan

Seperti halnya yang telah disinggung pada bab terdahulu, bahwa pangkal penolakan terhadap teori Evolusi adalah masalah penciptaan. Oleh karena itu, pada dua bab berikut ini, yaitu pada bab ini dan bab berikut setelah ini akan berfokus pada penciptaan, belum banyak menyinggung tentang teori evolusi itu sendiri. Mengapa kata „penciptaan‟ perlu pembahasan tersendiri? Karena definisi dari „penciptaan‟ itu sendiri, yaitu dari ada menjadi ada (creatio ex nihilo), yang akan menimbulkan permasalahan, apabila dikaitkan dengan ke-Ilahi-an. Definisi itu dipergunakan oleh kedua belah pihak yang pro dan kontra terhadap teori evolusi, baik yang

atheis maupun yang religius. Bahkan definisi tersebut tidak pernah dibahas sama sekali dalam perdebatan mereka. Pada bab ini, penulis mencoba mengungkapkan bahwa defenisi penciptaan ala kreasionis ini justru meruntuhkan ke-Ilahi-an daripada mengagungkanNya.

Intelligent Design dan Permasalahannya

Intellingent Design adalah pernyataan bahwa keberadaan alam semesta dan makhluk hidup hanya dapat dijelaskan karena sebab-sebab kecerdasan, bukanlah peristiwa yang tidak langsung seperti halnya seleksi alam. Teori ini sebenarnya dipelopori oleh ilmuwan Amerika a.l.: Michael Behe, William Dembski, Charles Taxton, dan masih banyak lagi.

44

Berdasarkan teori Intelligent Design, keberadaan alam beserta isinya berdasarkan rancangan tingkat tinggi, ketelitian hingga pada skala detil atau penuh kesempurnaan. Demikian juga relasi antar makhluk hidup dan hubungan makhluk hidup dengan lingkungan sekitarnya, memiliki kesesuaian yang tinggi. Hal tersebut membuktikan ketidak mungkinan alam semesta dan makhluk-

makhluk yang mengisinya muncul dengan sendirinya, atau muncul tanpa rancangan, atau juga muncul secara kebetulan atau ketidak pastian. Permasalahannya, bukankah di alam ini ada kecacatan, ketak sempurnaan, ketak pastian, kehancuran, dan kepunahan? Dalam banyak karyanya, Harun Yahya menggunakan pendefenisian penciptaan dengan argumen-argumen Itelligent Design tersebut diatas. Penulis meyakini sebagian besar umat Islam mengamini hal tersebut, karena larisnya karya-karya Harun Yahya. Selanjutnya, penulis mencoba mengkritisi argumen yang digunakan Harun Yahya dalam pendefenisian penciptaan seperti pada sub bab berikut ini.

Kebermulaan dan Pengakhiran Alam Semesta (Kosmos)

Argumen yang sering digunakan oleh Harun Yahya dalam mengartikan adanya penciptaan alam ini dengan adanya

kebermulaan, melalui kata “Kun (jadi) maka jadilah” seperti dalam ayat-ayat Al Qur‟an. Salah satu peristiwa yang digunakan sebagai argumen oleh Harun Yahya tentang adanya kebermulaan dalam penciptaan adalah adanya peristiwa 'big bang', sebuah teori tentang awal terjadinya alam semesta yang dikemukakan oleh fisikawan Fred Hoyle, yaitu sebuah massa yang memadat kemudian terjadi letusan sangat besar, sedangkan massa yang memadat tersebut berasal dari kabut kosmis. Jika kita menerima argumen bahwa “Big Bang” adalah awal dari alam atau awal dari penciptaan, maka pertanyaannya adalah kabut kosmis itu dari mana? Dengan adanya

peristiwa sebelum „big bang‟, maka ada peristiwa sebelum penciptaan. Padahal, Harun Yahya memerlukan kondisi tidak ada

45

peristiwa sebelum penciptaan untuk mendukung thesisnya, bahwa penciptaan dari tidak ada menjadi ada. Jika peristiwa „big bang‟ ternyata bukanlah kebermulaan alam semesta, maka peristiwa tersebut adalah penciptaan atau penghancuran?. Dan sangat jelas sekali bahwa defenisi ledakan lebih sangat identik dengan penghancuran daripada penciptaan.

Sebaliknya, akhir dari keberadaan alam semesta adalah kiamat (penghancuran). Pertanyaannya adalah, mana yang benar antara penciptaan adalah awal dari peristiwa dan penghancuran adalah akhir dari peristiwa, atau penghancuran adalah awal peristiwa dan penciptaan adalah akhir peristiwa?. Karena „Big Bang‟ justru memperlihatkan kepada kita bahwa penghancuran mendahului adanya penciptaan. Hal inilah merupakan kerancuan defenisi penciptaan ala Harun Yahya Jadi, kalangan kreasionis (Harun Yahya) akan menghadapi dua dilema. Pertama, jika menerima kehancuran mendahului penciptaan berarti menyalahi bahwa penciptaan berasal dari „tidak ada‟. Sebaliknya, jika menerima penciptaan mendahului penghancuran, maka kita akan menemui penciptaan yang tak memiliki kebermulaan. Seperti contoh ledakan „Big Bang‟ didahului massa yang padat, dan didahului kabut kosmis, dan sebelumnya kita tidak tahu apalagi yang mendahului. Permasalahan kebermulaan dan pengakhiran ini jika kita kaitkan dengan ke-Ilahi-an, juga akan menimbulkan pertanyaan, apa yang meyebabkan Dia memutuskan untuk memulai mencipta? Apa pantas Dia menyandang Maha Pencipta jika tidak ada sesuatupun dicipta atau sebelum peristiwa terjadinya „Big Bang‟.

Pertanyaan sama yang juga akan diajukan, yaitu pada peristiwa setelah kiamat, yang akan meluluh lantakkan semuanya. Apakah Dia masih pantas menyandang Maha Penyayang, Pemberi, Pencipta, dan lain-lain, jika sudah tidak ada satupun obyek yang disayang atau dicipta?

46

Jadi, aktifitas mencipta tidak mungkin dimulai atau diakhiri, untuk hal tersebut Ibn Sina bependapat alam atau makrokosmos sama abadinya dengan Yang Mencipta. Pemikiran filosofis tersebutlah yang mengantarkan perdebatan Al Ghazali dengan Ibn Sina., dalam hal ini pendapat Ibn Sina tersebut dikafirkan oleh Al Ghazali. Mudah-mudahan tulisan ini mampu membantu memberikan kontribusi

analisis pemikiran terhadap perdebatan tersebut.

Keteraturan Alam dan Desain Tingkat Tinggi

Dalam hampir seluruh karya-karyanya, Harun Yahya terlalu mengagungkan keteraturan alam sehingga seolah-olah penciptaan alam ini adalah dengan perencanaan yang hebat. Maka pasti alam ini tidak terjadi secara kebetulan, atau pasti ada perancangnya. Bahkan Harun Yahya sepertinya menunjukkan ke-alergi-annya terhadap kata-kata kecacatan, ke-tidakpasti-an, kebetulan, atau kata-kata semacam itu. Logika diatas tampaknya benar, tetapi apabila dikaitkan dengan Realitas yang Maha Mencipta, terdapat kekeliruan yang mendasar. Logika diatas akan membuat hasil ciptaanNya yang dimanifestasikan berupa alam ini, akan menjadi tidak dinamis. Harun Yahya seolah-olah lupa bahwa adanya kecacatan, ketidak pastian, kehancuran, dan kekejaman di alam ini yang justru memunculkan kedinamisan

alam ini. Kegeraman Harun Yahya dengan kata “kebetulan” terjadi, karena kata tersebut bagi kalangan atheis dianggap tidak berasosiasi dengan keTuhanan. Sehingga peristiwa “kebetulan” dianggap merupakan kejadian alam yang tidak diciptakan. Dilain pihak, peristiwa “kebetulan” adalah juga sebuah realitas, hal inilah yang tidak disadari Harun Yahya. Dengan pengasosiasian yang sama dengan kalangan atheis, Harun Yahya melihat peristiwa “kebetulan” bukanlah ilahiyyah. Apakah Tuhan tidak mengetahui atau tidak mampu mengendalikan peristiwa “kebetulan”, karena alam penuh rancangan tingkat tinggi? Hal tersebut berbeda dengan Squire

47

Rushnell yang notabene bukan muslim yang mengatakan

Peristiwa kebetulan adalah peneguhan dari Tuhan dan adalah caraNya untuk menekankan keberadaanNya dalam kehidupan sehari-hari

(Squire Rushnell: When God Winks)

Realitas lainnya adalah “ketidakpastian”. Contoh-contoh bentuk ketidak pastian adalah seperti penciptaan diri kita ini yang dipilih dari ketidakpastian berjuta-juta sperma. Walaupun dibantah sendiri

oleh Harun Yahya, bahwa hal tersebut merupakan bagian desain tingkat tinggi, tetapi untuk apa Dia membuang berjuta-juta sperma yang tidak terpilih? Padahal setelah dilahirkan belum tentu baik dalam bentuk fisik maupun perilaku, karena tidak semua perilaku berasal dari lingkungan. Maka, apabila alam ini tercipta dengan kepastian atau keteraturan tinggi justru akan menunjukkan bahwa masa depan kita akan dapat dilihat dengan mudah.

Sejauh hukum-hukum matematika mengacu pada kenyataan, mereka tidak pasti. Dan sejauh mereka pasti, mereka bukan mengacu pada kenyataan

(Albert Einstein).

Bagaimana dengan kelahiran manusia atau binatang yang cacat? Bagaimana dengan kepunahan dinosaurus? Mengapa sekitar 250

juta tahun yang lalu (akhir periode Permian) terjadi kepunahan makhluk hidup hingga 90%? Bagaimana dengan peristiwa bunuh diri paus? Bagaimana dengan penciptaan Iblis dan Hitler? Apakah kita akan mengatakan karena kesalahan desain atau desain yang sudah usang? Bagaimana dengan kepunahan mammoth dan burung dodo? Apakah Tuhan tidak bisa menjaga hingga punah diburu oleh manusia? Sebaliknya, bukankah sawah yang indah dan subur dimulai dari gunung yang meletus? Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas, sebenarnya jika dikembangkan terus menerus, hanya akan menemukan bahwa sifat-sifat ke-Ilahiyah akan menaikkan satu sifat dan menurunkan sifat

48

yang lain. Ibaratnya Maha Mencipta muncul tanpa perlu Maha Mengetahui, atau kehancuran merupakan masa istirahat Maha Pencipta. Hal tersebut sudah tentu akan bertentangan dengan ke-universal-an Dia sendiri. Karena Dia berubah perilaku sesuai dengan fungsi waktu.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas bukanlah bertujuan mengabaikan keterturan dan kepastian. Jadi, dalam penciptaan alam ini selain dibangun dengan kepastian dan keteraturan juga dengan ketidak pastian dan ketidak teraturan. Sudah tentu apabila kita menggunakan alur logika kreasionis akan sulit memahami hal tersebut. Bagaimana memahami hal tersebut? Penjelasan mengenai manifestasi Ilahi tersebut, akan dibahaskan lebih lanjut setelah bab ini.

Analogi Penciptaan Alam dengan Penciptaan Arloji

Walaupun penganalogian tersebut tidak tertuang secara langsung dalam karya Harun Yahya, inti permasalahannya serupa dengan pemikiran Harun Yahya, yaitu apabila arloji telah diciptakan, setelah itu dapat berjalan sendiri. Analogi dengan hal tersebut, makhluk atau makrokosmos ini setelah mengalami penciptaan, dapat berkembang atau berjalan dengan sendirinya. Pola pikir Harun

Yahya sebenarnya tidak jauh berbeda dengan Stephen Hawking yang menyebutkan bahwa "Tuhan menciptakan alam dan mengeluarkan hukum-hukumNya kemudian membiarkan alam berevolusi dengan hukum-hukumNya tanpa campur tanganNya lagi". Argumen Hawking tersebut tidak bisa semena-mena kita katakan salah, jika kita sendiri menafsirkan penciptaan adalah dari ketiadaan. Logika berfikir tersebut diatas, memiliki kerancuan karena menunjukkan bahwa Tuhan masuk dalam fungsi waktu. Sekalipun kita berfikir bahwa Dia melakukan aktifitas memelihara setelah mencipta, pola pikir ini sangat lemah karena Dia masih terjebak

49

dalam fungsi waktu, yaitu setelah mencipta, kemudian istirahat, atau memelihara, kemudian menghacurkan. Walaupun Dia mencipta lagi makhluk lain, secepat apapun akan tetap ada selisih waktu.

Penciptaan adalah Peristiwa Terpisah Bagi Setiap Makhluk

Bagi kalangan kreasionis, penciptaan haruslah spesifik bagi setiap

makhluk. Hal ini sebagai implikasi penasiran penciptaan bahwa setiap makhluk tercipta dengan bentuk dan tujuan tertentu, atau telah terancang dengan baik, dan akurat. Permasalahannya, penafsiran penciptaan tersebut dibawa menjadi terlalu bias, seolah-olah setiap makhluk haruslah tercipta secara spesifik terpisah. Sangat berbeda dengan teori evolusi, bahwa setiap makhluk hidup memiliki kesamaan asal usul. Dalam bantahannya terhadap teori evolusi, Harun Yahya berkeras menggunakan argumen bahwa makhluk hidup berasal dari makhluk hidup. Argumen tersebut seperti tertuang dalam buku yang berjudul Keajaiban pada Atom di halaman 84, menyatakan bahwa " Mustahil kehidupan bisa muncul begitu saja dari zat mati. Sumber kehidupan hanyalah kehidupan.". Hal tersebut karena dalam argumennya

manusia berasal dari manusia atau burung berasal dari burung dan dengan argumen bahwa benda mati itu tidak berkesadaran. Padahal di halaman yang sama dan satu halaman berikutnya (85) ada dua ayat yang menjadi referensi beliau sendiri, yaitu:

….Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Demikianlah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling? (QS 6:95)

50

Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkanmu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkannya kembali, kemudian kepadaNya-lah kamu dikembalikan. (QS 2:28)

Selain dari ayat tersebut diatas, yaitu seperti halnya yang terdapat

dalam penafsiran umum umat Islam, bahwa nabi Adam adalah berasal dari tanah, sudah cukup untuk menunjukkan bahwa kita berasal dari benda mati. Kemudian, mengapa kita masih harus mempermasalahkan jika bahwa berdasarkan temuan science modern, bentuk kehidupan awal adalah juga dari tanah (benda mati)? Mayoritas muslimin beranggapan bahwa manusia itu makhluk yang awalnya berasal dari tanah kemudian seterusnya dilahirkan (keterangan ini tidak ada dalam buku Harun Yahya, tetapi argumen tersebut adalah argumen mayoritas muslim yang dapat kita anggap bahwa Harun Yahya akan berpaham sama), tetap saja akan

bertentangan dengan kedua ayat tersebut, karena ayat tersebut menjelaskan bahwa kata “kamu” tidak hanya ditujukan kepada Adam tetapi keturunan Adam ataupun kita semua tetap berasal dari yang mati dan menuju kematian. Apalagi jika kita memperhatikan saat ayat tersebut turun, maka jelaslah bahwa „kamu‟ pada ayat tersebut ditujukan pada siapa saja setelah nabi Muhammad SAW meyampaikan ayat tersebut, dalam hal ini yang jelas bukanlah nabi Adam a.s. Untuk memahami satu kesatuan asal usul kita, penulis mengajak untuk berfikir pada ranah atom dan sub atom. Dalam ranah tersebut tidak ada perbedaan antara manusia dengan manusia, manusia dengan binatang, maupun manusia dengan benda mati. Tidak ada ruang kosong antara individu satu dengan lainnya. Dalam hal ini,

Teori Fisika Kuantum menjelaskan bahwa semua itu adalah cahaya atau gelombang.

51

Allah cahaya langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca, kaca itu seakan-akan bintang seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak yang banyak berkahnya, pohon zaitun tumbuh tidak disebelah timur dan tidak disebelah barat yang minyaknya hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api Cahaya diatas cahaya…… (QS 24:35)

Walaupun cahaya itu bermacam-macam, Dia yang melingkupi semua cahaya atau cahaya terhadap cahaya yang ada ini. Lantas mengapa kita masih berfikir untuk membedakan makhluk satu

dengan makhluk lain, bila seluruh makhluk berunsurkan Dia dan semuanya membentuk Dia? Unsur – unsur dari cahaya-cahaya yang membentuk Maha Cahaya.

….dan adalah Allah Yang Meliputi Segala Sesuatu (QS 4:126)

Ungkapan tersebut diatas membawa kita ke kesadaran mistis, seperti halnya ungkapan seorang sufi Mansur Al-Hallaj (w.922 M) seperti dibawah ini:

Aku melihat Tuhan dengan mata hatiku Ia berfirman “siapa kamu?” Aku berkata “saya adalah Engkau” Engkau adalah Dia yang mengisi semua tempat Tapi tempat tidak mengetahui dimana Engkau berada Didalam kehidupanku adalah kemusnahanku Dalam kemusnahanku tinggallah Engkau

52

Penolakan Harun Yahya terhadap kesamaan unsur antara manusia dan makhluk lainnya karena alasan bahwa manusia memiliki kesadaran sedangkan makhluk lain tidak memilikinya, seolah-olah kita lebih mulia dari makhluk lainnya, merupakan pernyataan yang sangat keliru. Dalam buku Keajaiban pada Atom, Harun Yahya

menyatakan ketidak mungkinannya benda mati berubah menjadi makhluk dengan tingkat kesadaran dan kecerdasan tinggi, karena benda mati tersebut tidak berkesadaran. Padahal, cahaya-cahayaNya lah yang memberikan kesadaran kepada semua makhluk. Hal tersebut terbukti dari ayat tersebut dibawah ini yang menjelaskan bahwa justru manusialah tidak mengetahui cara makhluk lainnya bertasbih. Mengapa kita hanya berfikir bahwa manusia saja yang berkesadaran?

Tidakkah kamu tahu bahwasanya Allah kepadaNya bertasbih apa yang dilangit dan di bumi dan burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui sholat dan tasbihnya,dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan kepunyaan Allah-lah kerjaan langit dan bumi Dan kepada Allah-lah kembali (QS 24:41-42)

Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan

53

sebagian besar daripada manusia? dan banyak di antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang dia kehendaki. (QS 22:18)

Bertasbih dan bersujud merupakan bentuk-bentuk berkesadaran, maka kedua ayat tersebut secara nyata menjelaskan bahwa manusia tidak lebih mulia dengan makhluk lainnya. Bahkan, berdasarkan teori genetika, kesetaraan manusia dengan makhluk hidup lainnya, diperlihatkan dari kode genetik yang sama bagi semua makhluk hidup, yaitu T,G,C, dan A.

Asal semua kehidupan ini satu.

(Matt Ridley: Genom, kisah spesies manusia dalam 23 bab)

DNA itu bagaikan satu sungai yang mengalir dan bercabang

sepanjang waktu geologis

(Richard Dawkins: Sungai dari Firdaus, Suatu Pandangan Darwinian tentang Kehidupan)

Dan apakah orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu dahulu adalah satu padu, kemudian Kami pisahkan keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala

sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS 21:30)

Kekeliruan pemikiran Harun Yahya tersebut sebenarnya bisa dipahami, karena beliau bersemangat sekali menghantam evolusionis yang menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi

dari material yang tidak bernyawa. Hal tersebut menyeret Harun Yahya dalam pemikiran bahwa seolah-olah apabila manusia mengalami evolusi, tidaklah mengalami penciptaan. Pemikiran

54

tersebut rancu, karena beliau seolah-olah menyatakan bahwa kita (Manusia) yang dilahirkan pada saat (periode) ini bukan hasil ciptaan Dia, karena beliau seolah-olah membedakan arti kelahiran dengan penciptaan. Sebaliknya, jika kita bisa menerima bahwa kelahiran adalah penciptaan, mengapa kita sulit menerima bahwa nabi Adam juga dilahirkan? Kelahiran adalah manifestasi dari

penciptaan, hal tersebut sesuai dengan ayat tersebut dibawah ini.

Kemudian dari air mani itu kami ciptakan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami ciptakan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami ciptakan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami ciptakan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik. (QS 23:14)

Arti Penciptaan dari Tidak Ada Menjadi Ada

Konflik antara pendukung teori evolusi dengan kalangan kreasionis,

berpangkal dari defenisi „mencipta‟ itu sendiri, yaitu membuat atau mengadakan dari tidak ada menjadi ada. Definisi itu benar apabila dilekatkan pada manusia, yang terlingkupi oleh dimensi waktu dan ruang. Tetapi, menjadi tidak benar, apabila sandingkan kepada zat

Yang Meliputi Segala Sesuatu dan Yang Tidak Terlingkupi Ruang dan Waktu. Sebenarnya, tidak ada satu ayatpun di Al-Qur'an yang menyatakan bahwa sesuatu diciptakan dari tidak ada. Terlalu banyak disebutkan dalam Al-Quran bahwa kita dari tanah, hewan dari air, jin dari api, bahkan malaikatpun dari cahaya. Hal tersebut dipertegas seperti ayat QS 23:14 tersebut diatas, bahwa kita ada karena wujud-wujud

55

sebelumnya, yang tampak berbeda walaupun satu diri dengan kita, seperti dijelaskan ayat dibawah ini.

…..dan sesungguhnya telah Aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) tidak ada (QS 19:9)

Bila dicermati ayat tersebut diatas, maka kata ganti “kamu” pada ayat tersebut diatas “ada” sebelum dinyatakan “tidak ada” diakhir kalimat. Ibnu Arabi menafsirkan ayat diatas, kata "tidak ada" tersebut merupakan sebab segala sesuatu, bukan akibat dari segala sesuatu, karena hakikat kemanusiaan telah ada sebelum segala sesuatu ada. Jadi, karena sebelumnya „dia‟ (hakikat kemanusiaan) ada, hanya saja berubah dari bentuk ke bentuk yang lain hingga sifat seperti ini (manusia saat ini). Jelaslah, makna ketiadaan tersebut bukanlah nol mutlak. Sampai pada penjelasan Ibnu Arabi tersebut, sebenarnya sudah jelas bahwa teori evolusi ada di dalam Al Quran, yang dijelaskan oleh seorang muslim yang lahir kira-kira 600-700 tahun sebelum On the Origin of Species karya Chales Darwin diterbitkan. Tetapi, penjelasan yang terperinci mengenai teori evolusi tersebut, akan diurai pada pembahasan bab-bab berikut buku ini.

Alasan Penolakan Argumen Kreasionis

Untuk memahami sifat-sifat ke-Tuhan-an, kita seringkali keliru sendiri dalam menyajikan sudut pandangnya, sehingga menghasilkan pemahaman yang juga keliru. Dalam memahami Tuhan tanpa disadari kita mencangkokkan sifat- sifat manusia ke sifat- sifat-Nya. Hal tersebut bisa kita anggap sah saja selama dalam tujuan untuk mengagungkanNya dan memudahkan pemahaman.

Tetapi, pencangkokan ini sering terjadi dan sangat banyak sekali lebih cenderung membahayakan, karena justru melunturkan nilai keagunganNya dan bertentangan dengan sifat-sifat lainNya. Ide -

56

ide seperti kreasionis inilah salah satunya. Semangat Harun Yahya menghantam kaum atheis materialis memang seharusnya patutlah dipuji. Tetapi, argumen-argumen tentang penciptaan yang digunakan beliau bukanlah hasil pemikiran filosofis, sehingga argumennya secara fundamental keropos. Makna

ke-ilahian-nya dalam tulisannya menjadi sangat kabur. Harun Yahya dengan karyanya telah menggiring kita bahwa penciptaan adalah kejadian dari tidak ada menjadi ada (creatio ex nihilo). Pemikiran tersebut akan menciptakan kerancuan dengan membuat Realitas Tertinggi menjadi tidak universal dan akan berbenturan dengan sifat-sifatNya sendiri. Argumentasi-argumentasi yang beliau sajikan telah membuktikan adanya kekeliruan penafsiran AlQuran terutama dalam hal penciptaan. Selain itu, logika yang digunakan sangat banyak menimbulkan kerancuan. Terlepas dari itu, semangat Harun Yahya untuk menolak atheisme memang sangatlah patut diacungi jempol. Dari semua argumen-argumen tentang penciptaan yang tertulis dalam karya-karya Harun Yahya tersebut diatas, maka ada empat alasan bahwa kita tidak dapat menerima cara berfikir proses penciptaan ala Harun Yahya tersebut. 1. Adanya perbedaan perlakuan mencipta terhadap ciptaanNya. Sesuai yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa apabila penciptaan dimulai dengan kata “Kun”, maka imajinasi kita langsung menerawang bahwa peristiwa itu pasti sangatlah cepat dan

berpindah-pindah, karena setelah peristiwa “Big Bang”, makhluk yang muncul baik benda mati maupun hidup sangat banyak dan berada diberbagai lokasi. Jika kita mengartikan bahwa penciptaan seperti hal tersebut, dan peristiwanya terpisah dari makhluk satu dengan yang lain, maka pasti terjadi perbedaan perilaku mencipta dari makhluk satu dengan yang lainnya. Maka peristiwa mencipta adalah kejadian yang terpisah-pisah atau spot – spot.

57

Oleh karena itu, pengertian perbedaan perlakuan mencipta ternyata hanyalah persepsi dari kita sendiri yang memperkenankan bahwa Realitas Yang Mutlak mengalami perubahan perilaku. Hal tersebut terjadi karena aktifitas mencipta merupakan bagian dari rumpun peristiwa pada alam ini.

Jadi, pengertian secara umum tentang adanya perbedaan perlakuan mencipta adalah bahwa perlakuan Dia terhadap makhluk merupakan fungsi ruang dan waktu yang setiap makhluk tersebut tidak dapat mengelaknya. Jika dilihat dari dimensi waktunya , maka ada dua perbedaan perlakuan mencipta yaitu secara seri dan parallel. Perbedaan perlakuan dalam peristiwa seri di setiap individu makhluk adalah bahwa perlakuan Dia terhadap setiap makhluk pasti akan melalui perlakuan-perlakuan penciptaan, pemeliharaan, dan penghancuran (kematian) yang berubah sesuai dengan fungsi waktu. Lahir, bayi, anak-anak, remaja, dewasa, tua, dan mati adalah tahapan diri kita sendiri atau makhluk lainnya yang memiliki masing-masing perlakuan dalam tiap tahapan tersebut. Demikian juga halnya dengan perbedaan perlakuan antar makhluk (hubungan orangtua - anak), dalam peristiwa seri tersebut terdapat adanya selisih waktu penciptaan antar makhluk (orangtua - anak), dengan perbedaan lingkungan dimana makhluk tersebut hidup, serta adanya perbedaan proses kehidupannya. Hal tersebut terjadi pada setiap makhluk baik secara kelompok, jenis, maupun individu. Perbedaan perlakuan dalam peristiwa paralel adalah perlakuan Dia dalam waktu yang bersamaan untuk setiap makhluk mengalami perbedaan. Hal tersebut terlihat dari beragamnya jenis atau

kelompok makhluk yang ada dengan setiap karakternya yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Sebagai contoh antara benda mati, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia dalam waktu yang sama. Masing-masing kelompok akan memiliki takdir atau perlakuan yang berbeda. Dalam antar individu makhluk untuk setiap jenis kelamin, usia, sifat diri, dan lingkungan juga akan memiliki takdir yang berbeda-beda. Perlakuan berbeda tersebut bisa juga

58

terjadi karena aktifitas makhluk tersebut misalnya perolehan rezeki (makanan). Bentuk contoh konkritnya perbedaan perlakuan itu seperti : Saya dilahirkan bodoh, Einstein dilahirkan jenius. Si A dilahirkan miskin, si B dilahirkan kaya. Binatang banyak melakukan perkawinan

sejenis, manusia dilarang. Walaupun takdir tersebut bisa berubah diakhir hayatnya atau takdir tersebut merupakan kebaikan bagi individu tersebut, masih tetap adanya bukti perbedaan perlakuan tersebut. Seperti yang telah dijelaskan pada sub bab sebelum ini, Harun Yahya menyajikan seolah-seolah alam ini penuh dengan kesempurnaan dan keteraturan karena hasil perencanaan tingkat tinggi. Dia mengabaikan adanya kecacatan, kerusakan, keburukan, kehancuran yang terdapat pada alam ini. Jika kita menerima konsep penciptaan tersebut, maka kita akan semakin terjebak dan sulit membuktikan bahwa Dia Yang Maha Pencipta telah bertindak tidak universal atau memperlakukan berbeda antar individu atau kelompok makhluk satu dengan makhluk lainnya. Sebagai akibat perbedaan-perbedaan perlakuan tersebut kita bisa mempertanyakan atas realitas kekurangan-kekurangan menimpa terhadap kita. Mengapa saya diciptakan terlahir cacat yang lain tidak. Atau terlahir di gurun pasir yang gersang sedangkan mereka dilahirkan tempat yang nyaman. Atau mengapa saya terlahir di tempat pertempuran. Atau mengapa Engkau menciptakan Hitler dan Osama bin Laden yang kejam tak berperikemanusiaan. Atau mengapa disini terjadi bencana ditempat lain tidak. Hal inilah merupakan bagian yang berbahaya dalam pemikiran yang

mengadopsi penciptaan ala ex nihilo. Alasan utama kita menolak perbedaan perlakuan tersebut karena tidak mungkin Dia melakukan tindakan dalam fungsi waktu, karena hal tersebut sangat bertentangan dengan ayat Al Quran yang berbunyi

59

Sunnatullah bagi yang terdahulu dari sebelummu dan kamu tidak mendapati sunnah Allah perubahan (QS. 33:62)

…Maka tidak dijumpai sunnah Allah perubahan dan tidak dijumpai sunnah Allah penyimpangan (QS. 35:43)

Selain bertentangan dengan ayat tersebut, alasan kedua kita harus menolak perbedaan perlakuan tersebut adalah karena adanya fenomena alam yang lebih mampu memberikan tindakan yang lebih universal daripada seperti contoh-contoh tersebut diatas, misalnya matahari yang sudah milyaran tahun menyinari semua makhluk diatas bumi dan selama usia bumi tanpa membeda-bedakan sasaran dengan intensitas yang sama. Pertanyaan bagi penganut kreasionis, dari sisi universalitas aksi matahari, apakah matahari lebih hebat dari Dia Yang Maha Pencipta? Bukankah Dia Yang Maha Mencipta telah berubah-ubah penciptaanNya selama usia bumi ini? Dalam contoh lainnya, ilmu fisika moderen mengemukakan ada empat gaya berpengaruh secara universal pada alam semesta (makro kosmos) ini. Pertama, gaya Gravitasi adalah gaya tarik menarik lemah dari benda satu dengan benda yang lain. Kedua, gaya Elektromagnetik adalah gaya yang terjadi pada partikel yang bermuatan listrik. Ketiga, gaya Nuklir Lemah yaitu gaya yang mengakibatkan terjadinya radioaktifitas. Dan keempat, gaya Nuklir Kuat yaitu gaya yang mengikat Quark-quark dalam proton dan neutron, dan yang melekatkan proton dan neutron dalam sebuah inti atom. Tingkatan universalitas aksi dari keempat gaya tersebut jelas lebih tinggi dari matahari karena tingkat pengaruhnya. Pertanyaan kedua bagi kreasionis, apakah mungkin Dia Yang Maha Pencipta telah menciptakan sesuatu yang lebih hebat daripada Dia

sendiri? Alasan ketiga kita menolak perbedaan perlakuan ini, adalah karena

60

bertentangan dengan sifat-sifatNya yang lain. Dalam membahas penciptaan, Harun Yahya seolah olah mengabaikan sifat-sifatNya yang lain. Sebagai contoh, seperti dalam salah satu karya Harun Yahya yang menjelaskan bahwa posisi planet Yupiter yang sangat tepat sehingga dapat melindungi bumi dari hantaman asteroid. Bagaimana dengan peristiwa asteroid yang telah menghantam bumi

sekitar 65 juta tahun yang lalu di Meksiko yang diperkirakan telah memusnahkan dinosaurus? Dalam karyanya yang lain, beliau menerangkan kehebatan dari warna-warni yang ada di alam ini, apakah hal tersebut bermakna bagi orang buta? Apakah Dia telah membeda-bedakan Maha Pelindung dan Maha Pengasih-Nya kepada tiap ciptaan-Nya? 2. Dia terpaksa mengikuti hukum yang telah dibuatNya. Harun Yahya melihat alam ini dengan penuh keteraturan, keserasian atau tercipta dengan desain tingkat tinggi. Keteraturan sudah tentu timbul karena adanya aturan. Pemahaman tersebut akan berimplikasi bahwa Dia harus patuh terhadap aturan main yang telah dibuatNya sendiri untuk hal penciptaan yang berikutnya. Apakah Dia Yang Maha Perkasa tidak dapat melepaskan diri dari desainNya sendiri? Jika bisa, maka akan bertentangan dengan QS 33:62 dan QS 35:43 seperti yang tertulis sebelum ini. Bentuk contoh yang mudah dalam memehami seperti diatas, adalah misalnya setiap manusia diciptakan berjari tangan sepuluh. Untuk manusia kelahiran berikutnya pasti akan berjari sepuluh juga. Dia menciptakan manusia terus berjari sepuluh tersebut apakah karena desainNya yang hebat atau Dia tidak sanggup melepaskan diri dari

desainnya sendiri? Hal tersebut tentulah sangatlah rancu. 3. Terjebak dalam Waktu Kekeliruan yg paling nyata dalam memahami penciptaan ala Harun Yahya adalah dengan menggangap penciptaan oleh Tuhan adalah

61

bagian dari suatu peristiwa, hal tersebut karena penciptaan dipahami sebagai aktivitas yang terputus-putus yang disesuaikan dengan waktu dan lingkungan tertentu. Padahal mencipta bukan sekedar aktivitas, jika disandingkan kepada Wujud Mutlak, tetapi juga seharusnya sebagai karakter atau sifat yang sering kita sebut Alkhaliq. Oleh karena itu, sangat mustahil jika direkatkan dalam

fungsi waktu dan Dia tidak ada kepentingan atau sesuatu yang mempengaruhi untuk merubah karakterNya. Jika kita memahami hal demikian, maka sangat tidak mungkin aktifitas (karakter) satu dengan aktifitas lainnya berjalan secara seri, tetapi harus secara paralel. Sebagai contoh: bahwa tidak mungkin setelah Arrahman baru muncul Alkhaliq kemudian muncul Almulk. Seharusnya, semua sifat (Aktifitas) Dia ada secara serentak bersamaan dalam satu kesatuan. 4. Tidak Mampu Antisipasi Kemampuan Manusia Modern Teknologi saat ini sudah sangat maju, kemajuannya sudah sangat mencemaskan dari sisi akidah orang beragama. Dunia Barat seolah-olah sudah menuhankan teknologi, karena semua peran kehidupan dapat dicapai dengan teknologi. Seolah-olah, peran Tuhan telah diganti dengan Teknologi. Beberapa contoh pertanyaan yang pasti akan membingungkan bila kita mengadopsi konsep penciptaan Harun Yahya. Apakah Dolly (domba hasil cloning) itu penciptaan manusia atau Tuhan? Sudah tentu Harun Yahya dengan keimanan tinggi mengatakan bahwa Dolly adalah ciptaan Tuhan, dengan alasan bahwa kloning adalah proses menyalin informasi genetika, tetapi akan mengalami

kesulitan memberikan jawaban pertanyaan mengapa Tuhan patuh terhadap manusia yang mendesain kloning tersebut? Karena proses kloning memerlukan lingkungan kondusif seperti laboratorium, bahan-bahan kimia, peralatan-peralatan dan lainnya, yang notabene disiapkan (didesain) oleh manusia. Di alam ini, tidak ada peristiwa alamiah untuk kloning makhluk yang ber-gen kompleks seperti Dolly. Apakah Tuhan kalah canggih dengan manusia? Bukan dalam

62

masalah penciptaan (karena Harun Yahya yakin kloning adalah bagian penciptaan Tuhan), tetapi ide dan desain untuk melakukan kloning itu sendiri. Apalagi suatu saat nanti, kita akan mampu menciptakan manusia super seperti dalam film Terminator, kemudian akan timbul

pertanyaan bahwa apakah kita lebih hebat daripada Tuhan? Karena manusia tidak pernah menang melawan makhluk Terminator tersebut. Hal tersebut bukanlah mustahil karena pada saat ini sedang dikembangkan hybrid antara chip elektronik dan organic (protein) telah dimulai. Lebih-lebih lagi kita sudah melewati peringatan 25 tahun bayi tabung yang mengingatkan kita semua pertentangannya dengan kalangan religius? Terlepas dari pembahasan masalah moral atau etika, pasti kita akan sulit memahami apa dan bagaimana peran Tuhan. Oleh karena itu, argumen logis kita sebagai umat Islam kepada kalangan sekuler atau atheis menjadi makin kabur. Oleh karena itu, dengan kemajuan teknologi yang ada saat ini, seolah-olah dengan mudahnya sains akan menjadi pengganti Tuhan. Kerancuan ini terjadi karena cara berfikir kita yang ala kreasionis, yang menimbulkan akan kesulitan peran atau hubungan ke-Ilahi-an dengan manusia atau alam semesta. Selanjutnya, bagaimana mengantisipasi hal tersebut, akan dibahas dalam bab berikut ini.

63

Menafsir Ulang Penciptaan

Sekali lagi penulis mengingatkan bahwa upaya dalam menafsirkan ini bukanlah merupakan definisi kebenaran tunggal. Subhanallah!! Allah lebih tinggi dari apa saja upaya penafsiran terhadap diri-Nya. Penulisan ini hanyalah upaya pencarian penafsiran yang lebih tinggi atau universal. Dari kerancuan-kerancuan arti penciptaan Tuhan yang disampaikan Harun Yahya jelas akan membingungkan kita semua dalam mengenal Tuhan. Dalam AlQur'an, Dia menamakan diriNya „Allah‟ dengan memanifestasikan diriNya melalui nama-namaNya atau sifat-sifatNya yang banyak dan sekaligus merupakan tindakan atau aktifitasNya. Maha Pencipta adalah hanya salah satu nama atau sifat Dia. Keseluruhan nama-nama tersebut tidak bisa dipisah-pisahkan, maka gabungan seluruh nama itu adalah Allah. Allah SWT tidak mungkin maha mencipta tanpa maha kasih sayang, tidak maha memberi, tidak maha sabar, dll. Demikian juga mustahilnya jika Allah itu maha berkuasa, tinggi, agung, tetapi tidak maha

penyayang, maha lembut. Jadi, tidak mungkin Allah menanggalkan atau mengurangi salah satu sifat pada periode tertentu kemudian pada periode lain ditukar atau ditambah dengan sifat lain. Atau, sangatlah tidak mungkin Dia mengalami perubahan atau perbedaan perlakuan seperti yang dijelaskan dalam bab terdahulu. Mengingat bahwa nama-nama tersebut merupakan karakter dan sekaligus aktifitas dari Dia sendiri. Maka penerimaan pemikiran terjadinya perubahan perilaku oleh Dia sama sajalah dengan mengaitkan aktifitas Dia dengan waktu. Hal tersebut akan melenyapkan keuniversalan Dia. Oleh karena itu, hal tersebut sangatlah mustahil. Kemustahilan tersebut juga terjadi apabila

64

konsep ke-Mahapencipta-an Dia adalah ex-nihilo, karena sebelum mencipta atau sesudah kiamat tidak ada sesuatupun dicipta, sehingga apalah artinya gelar Maha Pencipta? Lantas bagaimana arti sebuah mencipta bagi Allah? Untuk memahami ke-Mahapenciptaa-an Dia, kita harus mengenal Dia.

Selanjutnya untuk mengenal Dia, dalam suatu riwayat hadits Nabi SAW „Jika ingin mengenal Dia, maka kenalilah diri sendiri‟. Maka, uraian tulisan ini akan bergerak mulai dari tubuh kita sendiri atau tubuh manusia.

Kemenjadian Abadi

Pemahaman arti mencipta oleh Allah SWT, dapat dibaca pada Al Quran dengan ayat yang berbunyi

Kemudian Kami ciptakan air mani (menjadi) segumpal darah, lalu Kami ciptakan segumpal darah (menjadi) segumpal daging, lalu Kami ciptakan segumpal daging (menjadi) tulang, lalu

tulang itu Kami bungkus (dengan) daging, kemudian Kami tumbuhkan makhluk lain. Maka Maha Suci Allah, Pencipta yang paling baik (QS 23:14)

Allah, yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian

menjadikanmu sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikanmu sesudah kuat itu lemah dan beruban. Dia mencipta apa yang dikehendakiNya dan Dia Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa (QS 30:54)

65

Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa setiap tahap kejadian individu manusia adalah aktifitas mencipta (kholaqo). Bahkan setelah dilahirkan tidak terlepas dari aktifitas mencipta. Hal tersebut membawa makna bahwa setiap substansi yang dicipta diubah

secara terus menerus oleh Allah. Jika kita melihat ke skala yang lebih mikro yaitu organ tubuh, sel, gen, senyawa kimia, atom, dan sub atom, maka dalam tubuh kita telah terjadi perubahan terus menerus tanpa kita sadari.

Sebagian orang salah paham bahwa setelah tubuh kita mencapai masa dewasa, tidak banyak perubahan lagi yang terjadi. Karena

toh setelah kita berhenti tumbuh, tinggi dan berat badan kita biasanya relative konstan. Namun, berbeda dengan penampilan luar, pergantian dan perubahan terus berlangsung dalam tingkat yang sangat tinggi. Sel-sel darah merah seorang dewasa terurai hingga beberapa ratus miliar per harinya hanya digantikan oleh

sel-sel darah baru yang sama jumlahnya. Protein dalam ginjal, hati, dan jantung kita mengalami degenerasi dan regenerasi dengan kecepatan yang tak terhitung. Hal ini dikenal dengan nama pergantian metabolisme yang berlangsung cepat dari yang

dapat kita bayangkan. Berkat enzim, reaksi-reaksi kimia yang dibutuhkan untuk sintesis dan penguraian berlangsung dalam sel-sel kita sesuai dengan program yang ada dengan kecepatan yang sangat tinggi.

( Kazuo Murakami, Ph.D., The Divine Message of The DNA )

Perubahan terus menerus yang terjadi pada tubuh kita membuktikan bahwa penciptaan berlangsung secara kontinu, maka kata-kata “Kun faya kun” bukanlah aktifitas yang berjedah atau spot-spot, tetapi adalah aktifitas yang berkontinyuitas atau terus menerus dan konstan atau tidak dipengaruhi factor-faktor eksternal selain Dia. Jika makna tersebut dibawa ke skala yang lebih besar (makrokosmos), dengan alasan bahwa sunnatullah tidak akan berubah, maka hal tersebut dengan jelas membantah keterpisahan penciptaan manusia dengan makhluk lainnya.

Kedua ayat tersebut juga memperlihatkan kepada kita bahwa

66

aktivitas mencipta oleh Dia, adalah aktifitas yang tak pernah berhenti untuk setiap individu dan seluruh individu makhluk. Arti kata mencipta (kholaqo) dalam ayat tersebut, bagi filsuf Mulla Shadra (1571-1640M) berarti juga proses atau menjadi. Maka aktifitas memelihara atau seluruh proses alam ini (peristiwa natural) adalah sama dengan aktifitas mencipta. Maka, karena Dia itu abadi

(Al-Hayyu) begitu pula aktifitas menciptaNya, dan semua makhlukNya mengalami kemenjadian abadi. Jika semua realitas di alam ini adalah aktifitas mencipta, maka bagaimana dengan arti realitas kematian, kehancuran atau kiamat sekalipun? Konsekuensi dari hal tersebut, maka harus bermakna mencipta juga. Hal tersebut terbukti dari kata bentukan kiamat yang berasal dari bahasa arab yaitu qomu-yaqumu-qiamah yang berarti berdiri atau bangkit. Hal ini juga menjelaskan makna eskatologis dari ayat QS 6:95 dan 2:28 yang tertulis pada bab sebelum ini, yaitu bahwa arti kematian adalah kehidupan yang lain. Penegasan bahwa kebangkitan bermakna sama dengan penciptaan seperti pada ayat dibawah ini

….

Tidaklah menciptakan dan membangkitkan kalian melainkan seperti diri yang satu…. (QS 31:28)

Hal yang berkenaan dengan - dan sesungguhnya adalah suatu syarat (keperluan) – memahami sifat-sifat Allah. Mengahadapi Kebenaran Ilahiah, manusia menjadi cermin dimana Kebenaran terpantul, tetapi juga dimana sifat Yang Maha Kuasa terpantul.

Manusia mengandung seluruh alam semesta dalam dirinya, itulah sebabnya dia disebut pemersatu dari keseberagaman, makrokosmos. Allah telah menciptakannya dengan kedua tanganNya. Tangan RahmatNya dan tangan MemaksaNya,

kekuatan menghancurkan dan kemurkaan. Oleh karena itu dia adalah sebuah cermin yang memperlihatkan kedua sisi, yang kasar dan padat, dan yang halus dan sangat elok.

(Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Rahasia dibalik Rahasia)

67

Oleh karena itu, seiring dengan penciptaan yang setiap saat maka kebangkitan adalah peristiwa sama yang terjadi setiap saat dan berkontinyuitas. Serupa dengan ayat QS 23:14 yang bercerita tentang penciptaan setiap saat, maka kebangkitan setiap saat seperti pada ayat dibawah ini.

Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan, Maka sesungguhnya Kami menjadikanmu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna dan yang tidak sempurna kejadiannya agar Kami jelaskan kepadamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian kamu sampailah kepada kedewasaan, dan

diantaramu ada yang diwafatkan, dan diantaramu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, Kemudian apabila Kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuhan yang indah. Yang demikian itu, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang benar. Dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan segala yang

mati. Dan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala seuatu (QS 22:5-6)

68

Dalam menafsirkan ayat tersebut diatas, dengan mengkombinasikan penafsiran Ibn Arabi terhadap ayat QS 19:9 seperti yang telah dibahas sebelum ini, maka ayat tersebut diatas (QS 22: 5-6) menjelaskan bahwa kata-kata „kamu‟ dari kalimat seperti “menjadikanmu dari tanah” dan “Kami keluarkan kamu sebagai

bayi”, membawa arti bahwa obyek „kamu‟ telah mengalami beberapa kali kejadian, seperti : tanah, air mani, segumpal darah, segumpal daging, bayi, dewasa, pikun (QS 30:54), dan kematian (QS 2:28). Ibn Arabi dalam hal ini mengartikan „kamu‟ adalah hakikat kemanusiaan. Sesuai dengan hal tersebut, ayat tersebut diatas benar-benar menjelaskan bahwa setiap tahap kejadian manusia baik masih didalam rahim maupun telah dilahirkan hingga dewasa, dalam kondisi pikun ataupun wafat, adalah kebangkitan. Bahkan, peristiwa natural atau alamiah seperti bumi kering menjadi subur, menurunkan hujan, ataupun menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, juga berarti kebangkitan. Definisi yang sama dengan penciptaan seperti pada ayat QS 23:14. Jalalludin Rumi menjelaskan makna kebangkitan tersebut diatas dengan ungkapan beliau seperti dibawah ini.

Teruslah, wahai buncis, terebus dalam kesengsaraan sampai wujud ataupun diri tak tersisa padamu lagi. Jika engkau telah terputus dari taman bumi, engkau akan menjadi makanan dalam mulut dan masuk ke kehidupan. Jadilah gizi, energi, dan pikiran! Engkau menjadi air bersusu. Kini jadilah singa hutan. Awalnya engkau tumbuh dari sifat-sifat Tuhan. Kembalilah kepada sifat-sifatNya! Engkau menjadi bagian dari awan, matahari, dan bintang-bintang. Engkau kan menjadi jiwa, perbuatan, perkataan, dan pikiran. Kehidupan binatang muncul dari kematian tetumbuhan. Maka perintah, “Bunuhlah aku, wahai para teman setia”, adalah benar. Lantaran kemenangan menanti setelah mati, kata-kata, “Lihatlah, karena dibunuh aku hidup”, adalah benar. (Jalalludin Rumi)

69

Jadi, seperti buncis tersebut diatas, kita sebenarnya tidak menyadari bahwa kita telah selalu diubah, diciptakan dan dibangkitkan setiap saat. Dengan analogi yang sama , maka alam semesta pun mengalami penciptaan secara kontinyuitas sepanjang masa. Oleh alasan tersebutlah, maka kematian, kehancuran, atau kiamat, bermakna sama dengan penciptaan. Hanya karena mata dan akal

kitalah yang tertipu, membedakan hal tersebut. Yang lebih menarik lagi, Allah mendefinisikan kebangkitan tersebut dengan kalimat “menghidupkan segala sesuatu yang mati”. Maka, sesungguhnya segala sesuatu yang kita anggap hidup sebenarnya mati. Air mani sebenarnya mati, dibangkitkan menjadi segumpal darah. Segumpal darahpun sebenarnya mati, dibangkitkan menjadi segumpal daging. Segumpal daging sebenarnya mati, dibangkitkan menjadi tulang. Demikianlah seterusnya tanpa akhir, karena Yang Akhir hanyalah Dia Yang Maha Hidup. Itulah kemenjadian abadi! Kesadaran inilah yang diraih terus oleh kaum sufi yang sering disebut fana (ketiadaan, kematian) untuk mencari baqa (keabadian, kekekalan).

Didalam kehidupanku adalah kemusnahanku (Al-Hallaj w.922M)

Kehancuran dan Kiamat juga Bermakna Penciptaan

Mengutip dari buku karya Peter Ackyord yang berjudul The Beginning: Voyages Through Time, yang menggambarkan bahwa selama usia bumi ini telah terjadi enam periode kehancuran besar di bumi yang disebabkan berbagai macam penyebab kehancuran terhadap kepunahan besar berbagai spesies. Peristiwa tersebut dapat dilihat seperti tabel dibawah ini pada halaman berikut ini.

70

Tabel 3. Peristiwa Kehancuran di Bumi

No Waktu kejadian Penyebab kejadian

1 443 Juta Tahun Yg Lalu - Penurunan drastis kadar Oksigen didalam Samudra

- Perubahan drastis cuaca - Perubahan drastis tinggi permukaan air laut

2 354 Juta Tahun Yg Lalu - Penurunan drastic kadar Oksigen didalam Samudra

- Perubahan drastis cuaca - Perubahan drastis tinggi permukaan air laut

3 248 Juta Tahun Yg Lalu - Letusan besar gunung berapi - Penurunan drastis kadar Oksigen didalam

Samudra - Perubahan drastis cuaca - Perubahan drastis tinggi permukaan air laut

4 206 Juta Tahun Yg Lalu - Letusan besar gunung berapi

- Perubahan drastis tinggi permukaan air laut

5 65 Juta Tahun Yg Lalu - Letusan besar gunung berapi - Perubahan drastis tinggi permukaan air laut - Letusan akibat hantaman asteroid

6 Saat ini - Penurunan drastis kadar Oksigen didalam Samudra - Perubahan drastis cuaca

Tabel 3 tersebut oleh Ackyord lebih lanjut dituangkan dalam grafik seperti pada gambar 9 dibawah ini. Ackyord memperlihatkan bahwa peristiwa kehancuran tersebut telah mengakibatkan musnahnya makhluk-makhluk laut. Tetapi, jika disimak lebih lanjut lagi dalam grafik kemusnahan makhluk laut seperti pada gambar 9 tersebut, maka yang terjadi dalam setiap kehancuran yang memusnahkan banyak makhluk hidup tersebut akan selalu diiringi dengan kemunculan lebih banyak lagi makhluk hidup baru. Berarti, menghancurkan adalah mencipta!

…bahwa apabila kamu telah sehancur-hancurnya, sesungguhnya kamu dalam ciptaan yang baru. (QS 34:7)

71

Seperti halnya yang tertuang dalam tabel diatas dan grafik tersebut dibawah ini, maka ada enam peristiwa kehancuran besar. Dan peristiwa keenam kehancuran tersebut dapat dijelaskan seperti pada ayat dalam Al Qur‟an sebagai berikut:

Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam enam masa… (QS 32:4)

Gambar 9. Grafik Kemusnahan Makhluk Hidup

(Peter Ackyord – The Beginning Voyages Through Time © Dorling Kinderslay 2003)

Seperti halnya yang diutarakan oleh Peter Ackyord diatas, bahwa terdapat lima kunci penyebab kehancuran besar, seperti antara lain: penurunan drastis kadar oksigen didalam samudra, Perubahan drastis cuaca, tinggi permukaan air laut, Letusan besar gunung berapi, dan Letusan akibat hantaman asteroid. Ternyata kelima penyebab kehancuran memiliki kesamaan dengan tanda-tanda kiamat yang dituangkan dalam Al Qur‟an. Adapun penjelasan lima

-50050100150200250300350400450500550 500 400 300 200 100

800

600

400

200 Ju

mla

h K

elu

arg

a M

akh

luk L

au

t

Jutaan Tahun yang Lalu

Saat Ini

65 Juta Tahun yang lalu

206 Juta Tahun yang lalu

248 Juta Tahun yang lalu354 Juta Tahun yang lalu443 Juta Tahun yang lalu

Sumber : Peter Ackyord - The Beginning, Voyages Through Time @ 2003 Dorling Kindersley

1 2

3 4

5

6

72

kunci kehancuran tersebut adalah seperti dibawah ini: Letusan gunung berapi yang besar meyebabkan permukaan

bumi ditutupi lava dan gunung tersebut memuntahkan debu vulkanis dan gas beracun yang banyak. Dan apabila gunung-gunung dihancurkan (QS 81:3)

Letusan akibat hantaman asteroid mengakibatkan ledakan dengan tenaga puluhan atau ribuan kali bom nuklir dan menyebabkan badai api dan tsunami disekeliling permukaan bumi, juga jutaan ton debu diterbangkan. Dan apabila bintang-bintang berjatuhan (QS 81:2). Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan (QS 82:2). Jejak jalan asteroid yang akan menghantam bumi meninggallkan goresan-goresan di langit, bagaikan kertas yang diiris oleh silet. Apabila langit terbelah (QS 82:1)

Debu akibat letusan gunung dan hantaman asteroid akan memblokir cahaya matahari selama beratus-ratus tahun dan membuat cuaca mendadak lebih dingin dan lebih gelap. Apabila

matahari digulung (QS 81:1).

Selain debu yang dimuntahkan, letusan gunung mengakibatkan peningkatan kadar karbondioksida di udara yang mengakibatkan juga efek rumah kaca dan pemanasan global. Perubahan drastis cuaca tersebut, di akhir zaman Permian (248

juta tahun yang lalu) mengakibatkan lautan memanas dan memusnahkan 95% makhluk hidup. Dan apabila lautan dipanaskan (QS 81:6).

Perubahan cuaca yang drastis mengakibatkan perubahan

drastis tinggi permukaan air laut. Akibat dari efek rumah kaca, es di kutub mencair, permukaan air laut naik. Dan apabila lautan dijadikan meluap (QS 82:3).

Peter Arckyord juga menjelaskan bahwa kehancuran bumi pada periode saat ini terjadi kehancuran yang disebabkan

pertumbuhan dua kali lipat populasi manusi setiap 40 tahun dan aktifitasnya. Salah satu kehancurannya adalah rusaknya

73

hutan akibat penebangan yang luasannya menciut kira-kira 1 % per tahun sehingga mempersempit luas wilayah kehidupan liarnya. Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan (QS 81:5).

Bahkan saat ini, penemuan ilmuwan terkini sangat mengejutkan, bahwa sekitar 700.000 tahun yang lalu kutub magnetik bumi pernah berubah, kutub selatan pernah diutara dan begitu sebaliknya. Sepanjang usia bumi, kutub terus berjalan-jalan (Encyclopedia Americana). Saat inipun kutub masih bergerak dengan kecepatan 40 meter perhari (Tempo: 8 Januari 2006). Walaupun tidak ada referensi bahwa akibat perubahan magnetik tersebut berpengaruh terhadap rotasi bumi, tetapi berdasarkan sifat magnet, maka peristiwa perubahan arah magnetik bumi tersebut memungkinkan terjadinya perubahan rotasi bumi yang semula berlawanan arah jarum jam, berubah menjadi sebaliknya, maka arah terbit matahari bila dilihat dari permukanaan bumi yang semula dari timur ke barat pernah mengalami perubahan arah dari barat ke timur (Lihat Gambar 10). Hal tersebut merupakan salah satu tanda kiamat yang pernah disampaikan oleh Rasulullah SWT. Berarti juga bahwa kiamat pernah terjadi dan akan terjadi juga. Peristiwa kehancuran besar tersebut bukanlah peristiwa tersendiri, tetapi peristiwa yang dilengkapi dan diselingi peristiwa-peristiwa kehancuran yang lebih kecil. Oleh karena itu Peter Ackyord menyebutkan bahwa sejarah dunia adalah sejarah kepunahan. Jadi, karena kehancuran atau pemusnahan bersifat kontinyu seperti halnya penciptaan, maka esensi kehancuran adalah sama dengan penciptaan, maka kematianpun sama dengan kehidupan. Dia Yang Maha Menghidupkan (Al Muhyii) adalah sama dengan Dia Yang Maha Mematikan (Al Mumiit), tidak bisa dipisahkan dengan waktu. Bukankah peristiwa Big Bang dan Kiamat adalah sama-sama peritiwa kehancuran? Berarti Kiamat dan penciptaan adalah proses yang sudah, sedang, dan akan terjadi.

74

Gambar 10. Sejarah

Perubahan Geomagnetik Bumi

(a) Perubahan Geomagnetik bumi telah beberapakali

mengalami perubahan. Periode tertentu, Kutub utara pernah berada diselatan (warna biru). (b) Sesuai prinsip arah medan magnet

dengan menggunakan prinsip tangan kanan, maka bila arus magnet dari bawah keatas maka medan magnet berarah berlawan jarum jam. (c) Bila

arus magnet dari atas kebawah maka medan magnet berarah searah jarum jam.

(sumber : Encyclopedia Americana)

Jika kita masih berfikir bahwa kehancuran adalah hal yang terpisah dengan penciptaan, maka apa arti dari kepunahan pada zaman Permian (248 juta tahun yang lalu) yang hingga memunahkan 90% makhluk hidup? Apa arti kepunahan dinosaurus? Jika dikaitkan dengan masalah ke-Tuhan-an, apakah Tuhan sudah bosan atau marah sehingga perlu menggantikan dengan makhluk lain? Jika demikian halnya, bisakah pada saat itu Dia disebut Maha Penyayang (ArRahman) atau Maha Pencipta (AlKhaliq)?

Kekacauan (Ke-Tak Pasti-an) dan Keteraturan (Kepastian)

Harun Yahya dalam banyak karyanya menjelaskan bahwa makhluk hidup tercipta langsung dalam bentuk kompleks. Kemunculan

makhluk hidup secara tiba-tiba adalah seperti halnya mukjizat-mukjizat yang disampaikan oleh para nabi. Alasan beliau adalah

(a)

(b)

(c)

75

struktur makhluk hidup penuh keteraturan dan ketepatan ukuran yang sangat kompleks dan pasti cepat, maka semua makhluk hidup adalah hasil perancang hebat. Argumen beliau tersebut bersandarkan pada ayat:

Dialah yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang, maka lihatlah berulang-ulang, adakah sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandang sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan suatu cacatpun dan

penglihatanmu itupun dalam keadaan payah (QS. 67:3-4)

Ayat tersebut diatas, jelas tidak perlu diperdebatkan. Tetapi bila kita melihat alam ini hanya berdasarkan keteraturan dan keakuratan

tinggi, maka akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan susulan. Pertanyaannya adalah jika semua sudah direncanakan dengan baik dan benar serta tercipta secara langsung, maka : Dimana letak kebebasan kehendak Dia, bila Dia harus

mengikuti hasil perencanaan Dia sendiri.

Mengapa Dia harus menunggu k.l. 13 – 15 milyar tahun untuk menciptakan manusia? Karena itu adalah selisih waktu mulai peristiwa Big Bang dengan kemunculan manusia pertama.

Mengapa Dia harus memusnahkan banyak spesies, yang sudah dirancang baik-baik? Seperti halnya Dinosaurus dan binatang purba lainnya yang tidak dijumpai lagi saat ini. (Gambar 9)

Mengapa untuk kelahiran seorang manusia, harus disia-siakan berjuta-juta sel sperma?

Berdasarkan teori mekanika kuantum, yaitu teori azas ke-tidak

76

pastian Hessenberg, posisi elektron yang mengelilingi inti atom bukanlah posisi pasti, tetapi merupakan probabilitas, sesuai dengan kondisi pengamat. Lantas, mengapa alam ini yang terukur pasti berunsurkan ketidak pastian?

Manusia dalam mencipta membutuhkan tolok ukur awal, rencana-rencana, takaran-takaran untuk tujuan tertentu (terciptanya suatu bentuk akhir benda). Jika Allah memerlukan perencanaan, lemah sudah sifat-sifat agungNya. Karena hasil perencanaan akan mengikat kehendak bebasNya. Padahal, kehendakNya yang bebas tidak boleh ada yang mengikatNya, maka tampak oleh kita, penciptaanNya ini seperti diawali oleh ketidak pastian, ketidak teraturan atau kekacauan. Reaksi keesaanNya atau kehendakNya yang bebas, menjadikan alam ini bersifat dualisme atau bukan-satu atau bersifat paradoksial. Materi – anti materi, Positif - negatif, baik - buruk, salah – benar, siang-malam, langit-bumi. Dari satu aliran listrik atau magnet akan selalu membutuhkan kutub yang bermuatan positif dan negatif. Manifestasi dari semua tersebut diatas adalah bahwa dari diri yang satu akan memunculkan pasangannya telah digambarkan di Al Qur‟an seperti dibawah ini.

Maha Suci Tuhan yang Telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.

(QS 36: 36)

77

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan

(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. (QS 4:1)

Demi matahari dan cahayanya dipagi hari

Dan bulan apabila mengiringinya Dan siang apabila menampakkannya

Dan malam apabila menutupinya Dan langit serta pembinaannya

Dan bumi serta penghamparannya Dan jiwa serta penyempurnaannya

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaanya

Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu

Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS 91:1-10)

Jadi, penciptaan yang menimbulkan pasangan atau paradoksial tersebut adalah sunnah Allah yang menuju ke penyempurnaan, yang tercermin dari diri manusia dan alam semesta ini. Keberadaan

pasangan adalah cermin dari diri sendiri, karena berawal dari diri yang satu. Akankah berarti siang bila tanpa ada malam? Akankah berarti bumi tanpa langit? Akankah berarti iman tanpa ada kekafiran? Maka, seperti halnya kehancuran yang bermakna penciptaan, demikian juga ke-tak teraturan atau ke-tak pastian beresensi sama dengan keteraturan atau kepastian.

78

….dan yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna… (QS 22:5)

Dan penciptaan laki-laki dan perempuan, (QS 92:3)

CahayaNya yang memancar terus dapat ditafsirkan sebagai Dia yang selalu melakukan aksi terus menerus, sedangkan kita semua hanyalah merupakan reaksi atas aksiNya. KehendakNya yang bebas merupakan aksi yang mengakibatkan titik-titik reaksi tampak tidak pasti dan kacau kemudian mensinergi menjadi keteraturan, keharmonisan dan keindahan. Sinergi tersebut menghasilkan energi yang luar biasa bagi alam ini untuk bergerak menghasilkan materi dan kehidupan, seperti yang tercermin dalam QS 4:1 dan QS 36:36, bahwa perkawinan pasangan menghasilkan banyak keturunan atau memunculkan ciptaan-ciptaan baru. Kedua kutub yang dihasilkan dari kekacauan tersebut akan saling bersinergi, atau saling mendominasi, atau saling meniadakan. Hal tersebut agar setiap unsur dalam alam ini mampu bertahan atau menjadi stabil atau menjadi teratur atau menjadi pasti. Bagi Jalalluddin Rumi, penjelasan tentang perkawinan tersebut adalah seperti yang tertuang dalam syairnya seperti dibawah ini:

Bagi orang bijak langit adalah laki-laki dan bumi adalah seperti perempuan Langit berputar seperti suami mencari nafkah dan bumi menerima apa yang diturunkan dari langit Apabila bumi kedinginan maka langit memberina kehangatann Apabila bumi kekeringan maka langit mengirimnya hujan atau embun Sedangkan bumi melahirkan dan memelihara apa yang dilahirkannya itu Andaikan mereka tidak memiliki kecerdasan Betapa mereka bertingkah laku sebagai makhluk cerdas Andaikan mereka tidak mengenyam kebahagiaan satu sama lain

79

Bagaimana mereka berjalan dan melangkah seperti sepasang kekasih…

(Jalalludin Rumi)

Peristiwa Natural (Alamiah) adalah Peristiwa Ilahiyah

Proses atau “menjadi” tersebut berlaku setiap saat dan untuk setiap individu makhluk (benda mati atau hidup). Tidak ada yang luput dari penciptaanNya. Setiap saat perlakuan penciptaan sama terhadap semua tiap individu makhluk. Maha Mencipta tersebut merupakan aktifitas yang bertindak bersamaan dengan sifat-sifat Dia yang lain, bagaikan cahaya yang menyinari seluruh kosmos ini ke segala penjuru, tanpa bermulai dan tanpa henti.

….dan adalah Allah Yang Meliputi Segala Sesuatu (QS 4:126)

Selanjutnya, bila kita amati tubuh kita sendiri. Tubuh manusia dewasa itu diperkirakan rata-rata terdiri dari 75 triliun sel. Bila kita melihat dan membandingkan kembali tubuh kita pada saat kelahiran, bayi, anak-anak, remaja, kemudian dewasa, dan tua, atau dari satu sel menjadi banyak sel, maka sudah tentu jumlah sel tubuh kita tidak akan sama. Sel-sel kita tergantikan milyaran sel setiap hari. Jadi, sebenarnya kita ini tercipta setiap bergerak atau setiap detik (lebih cepat lagi jika ada satuan waktu yang lebih kecil lagi). Secara tidak sadar kita ataupun spesies manusia, ataupun seluruh spesies makhluk hidup telah dikutak-katik setiap saat.

Seperti halnya yang telah dijelaskan pada bab terdahulu, bahwa evolusi mengindikasikan perubahan yang terus menerus. Sebagai contoh untuk itu adalah peristiwa mutasi makhluk hidup itu sendiri. Mutasi yang dialami oleh spesies manusia secara kumulatif mencapai seratus per generasi (Matt Ridley: Genom, kisah spesies manusia dalam 23 bab).

80

Tidak ada sesuatupun di alam ini yang stabil. RNA yang merupakan salah satu unsur dari gen makhluk hidup hanya dapat bertahan dalam beberapa jam untuk tergantikan terus menerus. Setiap lima juta sel darah merah kita tergantikan setiap detik. Senyawa kimia dalam tubuh kita juga demikian, tergantikan terus menerus dari apa

yang kita makan, hirup, dan reaksi kimia disekeliling kita, kemudian dibuang oleh tubuh melalui tinja dan urin.

Banyak orang salah paham dan menyangka bahwa gen hanya diwariskan dari orangtua kepada anak dan tidak memiliki banyak

peran dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini jauh sekali dari kebenaran. Gen selalu aktif setiap menit, setiap detik dalam

kehidupan kita. Dan jika mereka berhenti kerja, kitapun mati saat itu juga. Semua yang terjadi dalam tubuh kita adalah hasil dari reaksi-reaksi kimia. Mungkin untuk menyebut hidup sebaga sebuah

reaksi kimia memang tidak menyenangkan, namun hal ini memang benar secara ilmiah. ( Kazuo Murakami, Ph.D., The Divine Message of The DNA )

Alam disekeliling kita juga mengalami perubahan terus menerus. Pembentukan dan penguraian senyawa kimia juga terjadi terus menerus. Reaksi inti atom juga terjadi terus menerus, matahari adalah salah satu contohnya, karena pancaran sinar matahari tersebut merupakan reaksi inti atom yang berlangsung secara terus menerus. Jadi, alam (kosmos) ini adalah bagaikan sebuah reaktor mega-raksasa yang berlangsung terus menerus. Maka, arti kestabilan hanyalah hasil imajinasi kita sendiri dalam tataran waktu dalam masing-masing tataran elemen alam ini.

Satu detik sekali, di suatu tempat di alam semesta, sebuah bintang meledak dengan terang secemerlang satu galaksi

(Ron Cowen; dikutip dari National Geographic Indonesia edisi Maret 2007)

Coba kita tinjau sekali lagi pernyataan Harun Yahya, bahwa bukti

penciptaan alam semesta adalah ditemukannya peristiwa dentuman besar yang sering disebut Big Bang dan peristiwa tersebut

81

merupakan awal dari awal semesta. Apakah benar peristiwa Big Bang suatu peristiwa awal semesta? Jika awal tersebut merupakan awal alam semesta yang kita tempati ini, itu adalah benar. Tetapi bila Big Bang dianggap sebagai awal penciptaan, maka itulah kekeliruannya. Jika demikian halnya, maka kerancuannya adalah apakah dengan terjadinya Big Bang Tuhan telah mengawali ke

Maha Pencipta-an? Apakah Dia sebelum Big Bang adalah pengangguran? Perlu diketahui bahwa sebelum Big Bang, adalah sebuah massa yang sangat padat. Sebelumnya lagi, adalah kabut kosmis yang mengerucut menjadi massa padat yang memiliki energi sangat tinggi. Jadi Big Bang ternyata bukan awal segala penciptaan. Terlalu naif, jika kita mengatakan sebelum Big Bang maka tidak ada yang diciptakan atau Allah saat itu adalah pengangguran. Oleh karena itu, Big bang hanyalah bagian dari suatu kejadian. Al Qur‟an telah membantah keberawalan penciptaan, karena penciptaan selalu diulang-ulang, seperti pada ayat dibawah ini

(yaitu) pada hari kami gulung langit sebagai menggulung lembaran - lembaran kertas. sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti kami tepati; Sesungguhnya kamilah

yang akan melaksanakannya. (QS 21: 104)

Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya. dan dari

82

air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (QS 21: 30)

Ayat QS 21:30 seringkali digunakan sebagai dasar teori Bing Bang. Padahal kedua fenomena kedua ayat tersebut diatas sebenarnya

lebih tepat menjelaskan peristiwa keruntuhan bintang yang disebut supernova. Dalam kosmologi modern supernova memiliki dua tipe. Pertama, supernova tipe 1a, ketika bintang mulai runtuh, dia menarik benda-benda angkasa termasuk bintang-bintang didekatnya (QS 21:104) sehingga massa bintang tersebut meningkat 1,4 kali kemuadian meledak (QS 21:30). Kedua, supernova tipe runtuh pusat, yaitu bintang runtuh meledak kemudian meluruh menjadi bintang neutron atau lubang hitam (QS 21:104). Keruntuhan atau ledakan tersebut akan menciptakan kabut angkasa (nebula) yang kemudian berevolusi menjadi bintang dan galaksi baru. Walaupun

supernova dan bing bang adalah peristiwa yang berbeda, diyakini memiliki kesamaan pola peristiwa. Hal tersebut karena janji Allah “…. Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya.”

Oleh karena itu juga kita perlu merevisi penafsiran Maha Mencipta karena setiap kita bergerak atau setiap pohon tumbuh atau setiap angin bertiup atau setiap kematian atau kehancuran adalah aktifitas menciptaNya. Semua setiap pergerakan alamiah materi selalu melalui penciptaanNya. Oleh karena itu makna “kun faya kun” adalah perubahan setiap saat alam ini, bukanlah hanya peristiwa diawal kejadian. Perlakuan kepada tiap individu setiap saat juga sama dan juga untuk semua sifat-sifatNya. Sehingga peristiwa natural hendaknya dipahami sebagai peristiwa ilahiyyah.

Dan Allah menumbuhkan kamu dari tanah(bumi) dengan sebaik-baiknya. Kemudian Dia mengembalikanmu ke dalamnya dan mengeluarkanmu dengan sebenar-benarnya (QS 71:17-18)

83

Dan Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahmat-Nya, hingga apabila angin

itu telah membawa awan mendung, Kami halau kedaerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu, maka Kami keluarkan karena hujan itu berbagai buah-buahan. Seperti itulah membangkitkan yang mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran (QS 7:57)

Ketiga ayat tersebut mempertegas bahwa penciptaan atau kebangkitan dari kematian baik itu manusia atau lingkungan sekitar kita (alam) adalah peristiwa yang selama ini kita anggap natural atau alamiah. Melalui penciptaan yang kontinyu setiap saat ini, Dia tidak perlu mencari tahu atau harus berusaha untuk mengetahui segala sesuatu kejadian di alam ini, tetapi Dia secara automatis mengetahui setiap saat kejadian alam ini. Inilah Maha Mengetahui.

Jadi, dengan Maha Mencipta sekaligus Maha Mengetahui!! Bila kita menyadari sepenuhnya bahwa diri kita tergantikan atau tercipta setiap saat, maka mekanisme penciptaan oleh Tuhan bersifat elementer atau derajat dibawahnya. Seperti halnya Manusia yang terdiri dari sel yang setiap selnya tergantikan terus menerus. Sel itu sendiri terdiri dari unsur-unsur kimia yang juga tergantikan terus menerus. Unsur-unsur kimia tersebut terdiri dari atom-atom yang juga tergantikan secara terus menerus. Dan begitulah seterusnya hingga yang paling elementer. Segala hal yang paling elementer adalah “kehendak” (Ibnu Sina mengartikan “akal”, sedangkan Muhammad Iqbal menafsirkan sebagai “gerak” atau “aktifitas”), terserah bagaimana menafsirkan, yang jelas, bukanlah melalui materi (ke-benda-an). Jadi, Allah mencipta dengan Maha Kehendak (dari Dialah semuanya berasal).

84

….dan bila Dia berkehendak sesuatu, maka Dia hanya mengatakan kepadanya “Jadi maka jadilah” (QS 2:117; 3:47; 40:68)

Dan Tuhanmu menciptakan apa yang dikehendaki dan dipilihNya… (QS 28:68)

Jika disimak ayat QS 2:117, 3:47, dan 40:68, maka terdapat kata-kata “mengatakan kepadanya” (yaqulu lahu) akan memiliki dua penafsiran. Pertama, kata-kata tersebut bermakna bahwa sebelum terjadi penciptaan, bahwa telah ada sesuatu (obyek) yang akan diciptakan (QS 9:19 dan 23:14), maka arti penciptaan adalah mengubah dari sesuatu menjadi sesuatu. Kedua, jika diawal penciptaan tidak tidak ada eksistensi selain Dia, maka arti yaqulu lahu adalah Dia berkendak atas DiriNya sendiri atau Dia mencipta DiriNya sendiri. Dalam hal tersebut arti dari mencipta adalah

eksplorasi DiriNya sendiri. Berarti penafsiran kedua ini membawa kita ke kesadaran mistisme, yaitu kesatuan realitas subyek dan obyek. Hal tersebut seperti ungkapan Ibn Arabi dalam Fushush Al Hikam seperti dibawah ini:

Wahai Dia yang menciptakan segala sesuatu pada DiriNya Engkau terdiri dari semua yang Engkau ciptakan Meskipun Engkau menciptakan wujud-wujud tanpa batas dalam DiriMu Engkau Terbatas dan Maha Meliputi Apakah semua ciptaan Tuhan ada dihatiku? Permulaannya yang cemerlang tidak akan bersinar disana Siapapun yang merangkul Realitas akan memuat semua ciptaan Apa yang kemudian merupakan situasi yang benar, wahai Yang Maha Mendengar?

(Ibn Arabi, Fushush Al Hikam)

Tidak ada makhluk diluar eksistensiNya, maka tidak ada eksistensi

85

yang keluar dari Dia, seperti yang ditegaskan dalam ayat “Dia tidak beranak dan tidak dapat diperanakkan” (QS 105:3). Seperti halnya yang Rumi ungkapkan dalam Masnawi-nya bahwa kehidupan kita hanyalah perpindahan dari rahim satu ke rahim lainnya, karena kita tak pernah lepas kasih sayangNya, atau artinya kita semua sebenarnya adalah bagaikan bayi yang tak pernah dilahirkan.

Karakteristik Penciptaan

Suatu hal yang mustahil apabila kita mengkonsepkan apa yang Dia lakukan, sekali lagi sungguh Maha Suci Dia dari segala yang kita tafsirkan. Walaupun demikian, Dia melalui kitab suciNya dan tanda-tanda kekuasaanNya di alam ini, kita dapat melihat dan membaca karakteristik-karakteristikNya dalam mencipta. Dari uraian tersebut diatas, maka dapat diringkaskan beberapa karakteristik yang berkaitan dengan aktifitas mencipta Aktifitas ke- Maha Pencipta-an bersamaan secara langsung

dengan aktifititas atau sifat-sifat Dia lainnya.

Merupakan aktifitas yang berkontinyuitas setiap saat, bukan kejadian terputus-putus (spot-spot), bukan juga hanya diawal peristiwa saja, tetapi juga meliputi tengah, dan akhir, dalam disetiap waktu baik skala kecil maupun besar. Hal tersebut yang sering kita sebut peristiwa alam atau natural atau alamiah.

Mencipta bukan hanya berarti menjadikan, tetapi juga meliputi proses, kebaruan, kematian, kehancuran, atau kiamat. Berlangsung secara terus menerus dan tiada henti, karena aktifitas tersebut adalah eksistensiNya. Karena eksistensiNya bersifat abadi, maka aktifitas mencipta adalah abadi, oleh karena itu bisa disebut kemenjadian abadi.

Aktifitas mencipta berarti mengubah substansi obyek yang dicipta (QS 23:14)

86

Karena tidak ada eksistensi yang keluar dari Dia (QS 105:3), maka mencipta berarti juga eksplorasi terhadap DiriNya sendiri. Oleh karena itu tidak ada ketergantungan eksternal. Semuanya kembali kepada Dia dan semua didalam Dia, maka seluruhnya yang berubah ada dalam Dia yang tak berubah.

Ke-tak pasti-an, kebetulan, kecacatan, kehancuran, kematian adalah juga manifestasi dari penciptaan. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kaum atheis menyatakan bahwa peristiwa alamiah adalah tanpa melalui penciptaan. Begitu juga sebaliknya, tak ada alasan bagi Harun Yahya untuk mengabaikan realitas ke-tak pasti-an, kebetulan, kecacatan, kehancuran, kematian hanya untuk dalil keberadaan penciptaan.

Dari kesimpulan tersebut diatas, maka semua yang ada dialam ini, termasuk juga domba cloning Dolly, barang-barang buatan manusia, ataupun makhluk “Terminator” bila ada, dapat diklaim sebagai ciptaan Allah. Hal tersebut bukan hanya karena bahannya saja yang buatan Allah (seperti klaim Harun Yahya), tetapi juga seluruh aktifitas manusia dalam hal mendesain, membiayai, melaksanakan, dan merawat secara satu kesatuan adalah bagian dari aktifitas Dia juga. Demikian juga seperti halnya penciptaan, maka kiamatpun pernah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi. Jadi, kekeliruan penafsiran kita selama ini adalah karena hanya memandang kelahiran atau penciptaan berada hanya pada diawal peristiwa saja sedangkan kematian atau kemusnahan berada diakhir peristiwa saja. Pemikiran tersebut bersifat fatal karena akan hanya berakibatkan memisahkan Yang Maha Awal dan Yang Maha Akhir, yang seharusnya merupakan satu kesatuan Yang Maha Esa.

…Sebagaimana kami Telah memulai panciptaan pertama begitulah kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang

87

pasti kami tepati; Sesungguhnya kamilah yang akan melaksanakannya. (QS 21:104)

Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. (QS 112:1)

Hikmah Kemenjadian Abadi

Penciptaan tak mungkin berhenti walaupun sejenak, kesadaran kita sajalah yang melihat penciptaan sebagai peristiwa yang terpotong-potong (spot – spot). Jika kita melihat penciptaan merupakan peristiwa spot-spot, maka sama halnya menyifatkan Allah yang terpotong-potong, padahal Dia haruslah bebas dari dimensi ruang dan waktu. Sesuai dengan makna tersebut, Jalaludin Rumi mengungkapkan arti penciptaan seperti dibawah ini.

Penciptaan laksana arus air yang jernih dan bening tempat cahaya sifat-sifat Yang Mahamulia menggenang. Meski arus air mengalir sepanjang waktu, citra bulan dan bintang „kan tetap

bertahan selalu. Kurun demi kurun, masa demi masa bergerak melintas, hanya saja pemandangan abadi tiada pernah berubah.

(Jalaludin Rumi; dikutip dari Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shadra, Murtadha Muthahhari, 2002)

Konsekuensi dari penciptaan terus menerus, semua (kesatuan esensi) makhluk menjadi baru secara terus menerus. Kemenjadian berlangsung secara abadi. Lantas apa arti kiamat, jika tidak ada akhir mutlak? Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, dan karena penciptaan berlansung terus menerus maka esensi kiamat (kehancuran, atau kematian) adalah kebangkitan yang juga bermakna penciptaan. Hal tersebutlah menjadi bahan diskusi didalam mimpi (kasyf) Ibn Arabi dengan Nabi Idris a.s., seperti dibawah ini

88

“Percayalah bahwa aku adalah nabi, dan aku tidak pernah melihat alam raya berhenti secara total, walaupun hanya sebentar. Alam senantiasa melahirkan ciptaan, dan ia adalah dunia sekaligus akhirat. Ajal ciptaan ialah berakhirnya masa, dan bukan berakhirnya penciptaan karena terus membaru bersama dengan (tarikan) napas.” Aku bertanya lagi kepadanya,“Lalu bagaimana dengan kemunculan kiamat?” Idris menjawab,”Dekat, Telah dekat kepada manusia Hari Menghisab segala amalan mereka, sedang mereka dalam kelalaian lagi bepaling (daripadanya) [QS Al Anbiya (21):1].” Aku bertanya kembali, “Apakah sebelum dunia ini ada tempat lain?” Idris menjawab, “Alam wujud sejatinya menyatu padu. Alam ini tiada dunia dan tiada pula akhirat, kecuali karena (pandangan) kamu. Akhirat tidak terbedakan dari dunia kecuali karena kamu. Keadaan alam benda adalah sosok-sosok yang fana, kelahiran dan kemunculan, kedatangan dan kepergian, akan dan sedang.”

(Ibnu Arabi; dikutip dari Filsafat Hikmah: Pengantar Pemikiran Shadra, Murtadha Muthahhari, 2002)

Jika kita mengartikan penciptaan itu berlangsung terus menerus,

maka kiamat atau kebangkitan berlangsung setiap saat juga. Berarti, makna akhirat bukan berarti lokasi atau waktu diakhir zaman saja, karena akhirat berada secara terus menerus juga. Apa arti ini semua bagi kita? Dari uraian tersebut diatas, maka akhirat memiliki arti yang lebih luas, yang berarti bahwa semua itu ada akhirnya, dan juga berarti kita harus selalu berfikir untuk masa datang (visioner). Arti bahwa “Kiamat telah dekat”, bukan makna simbolis, karena kiamat terjadi setiap saat. Pemahaman ini memiliki konsekuensi yang lebih berat, kita harus memiliki kesadaran bahwa sebenarnya kita ini diadili dan diberi ganjaran setiap saat secara

perse maupun kumulatifnya. Walaupun demikian, kemenjadian abadi ini bukanlah berarti semua makhluk adalah abadi, seperti halnya kesalah-mengertian Al Ghazali saat mengkafirkan Ibn Sina, tetapi setiap individu makhluk setiap saat akan musnah dan diciptakan, berarti aktivitas mencipta (Al Khaliq) dan esensi kesatuan semua yang ada ini berlangsung secara abadi, hal inilah yang dimaksudkan Ibn Sina.

89

Hikmah lainnya tentang penciptaan ini, yang berlangsung terus menerus tanpa jeda, adalah bahwa kita semua sebenarnya dikutak-katik setiap saat tanpa disadari, hal tersebut berarti kita tidak memiliki kuasa terhadap terhadap diri kita sendiri. Allah sudah tentu mengetahui setiap mili gerak kita semua

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.Yang menguasai saat-saat pembalasan. (QS 1 : 2-4)

Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui? Dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui. (QS 67:14)

Ayat tersebut diatas menekankan betapa besar dominasi Allah terhadap kita semua. Karena memang Dia-lah yang penguasa alam

semesta dan setiap pembalasan atau ganjaran dari setiap yang kita lakukan. Selain itu, karena kita sebenarnya dikutak-katik setiap saat, maka kita seharusnya menyadari bahwa kehidupan dunia ini ataupun keberadaan (eksistensi) kita sendiri sebenarnya hanyalah sesuatu yang nisbi (kalangan sufi menyebutkan kesadaran ini adalah fana).

Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS 29:64)

Kesadaran ketiadaan diri (fana) individu kita tersebut memberi makna kepada kita bahwa sesungguhnya yang ada semua ini adalah aktifitas Dia yang abadi. Itulah arti kemenjadian abadi. Oleh karena

90

itu kita semua diperintahkan untuk beraktifitas tanpa henti.

Maka apabila kamu Telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. (QS 94:7)

91

Evolusi Makhluk Hidup bertentangan dengan Al Quran?

Kontroversi Penafsiran Al Qur’an dalam Memahami Evolusi Makhluk Hidup

Sebelum membahas lebih jauh tentang evolusi makhluk hidup, seperti halnya memahami arti penciptaan, maka dalam memahami evolusi-pun, kontroversi yang terjadi pada umat islam sebenarnya adalah kontroversi dalam penafsiran Al Qur‟an. Jika kita ingin menafsirkan dengan benar Al Qur‟an, berarti kita harus mengenal dengan sesungguhnya karakter Allah. Sifat-sifatNya bukan hanya berarti nama, tetapi juga berupa karakter, aktifitas, esensi dan sekaligus eksistensiNya. Berbeda dengan manusia, nama boleh “muttaqin”, tetapi perilaku belumlah tentu sama. Allah tidak berwaktu dan ruang, maka jika mengartikan Maha Pencipta harus dibebaskan dari dimensi waktu dan ruang serta tidak memisahkan dengan sifat-sifatNya yang lain.

Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang

Bathin, Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (QS 57:3)

Demikian juga halnya dalam menafsirkan Al Quran, kita harus mampu membebaskan dari dimensi ruang-waktu, karena kita berkeyakinan bahwa Al Quran bersumber dari Dia. Hal tersebut sesuai dengan hadist Rasullah SAW yang berbunyi

Sesungguhnya AlQur'an memiliki aspek lahiriyah (zahr), batin (bathn), sebuah awal (hadd) dan

sebuah akhir (matla') (H.R. Ibn Hibban)

92

Memiliki aspek lahiriyah dan batiniyah sekaligus, berarti penafsiran AlQur'an harus bebas dari dimensi ruang. Demikian juga bahwa arti AlQur'an adalah sebuah awal sekaligus sebuah akhir, maka penafsirannya harus terbebas dari dimensi waktu.

Sebagai konsekuensi dari hal tersebut diatas, AlQur'an memiliki makna yang tidak satu. Tetapi, sesuai dengan tujuan penulisan buku ini, bagaimanapun beragamnya penafsiran AlQur'an yang disajikan harus mampu menempatkan sifat-sifat Ilahiyah ke posisi yang paling tertinggi dan universal. Oleh karena itu, penafsiran suatu ayat harus bisa ditempatkan pada berbagai skala ruang dan waktu. Sebagai contoh: apabila suatu ayat bercerita tentang manusia, maka tafsiran manusia tersebut bisa berarti individu, suatu kaum, atau seluruh umat manusia. Pembahasan lebih lanjut bisa membuktikan hal tersebut! Penyempitan penafsiran terjadi karena penafsiran mengambil hanya satu skala ruang, padahal arti ayat secara tekstual bermakna lebih luas. Contoh hal tersebut adalah kata “manusia” seringkali yang hanya ditafsirkan sebagai “Adam” saja. Inilah yang tidak disadari muslimin. Agar tidak terlalu bias, maka penafsiran dikembalikan pada teks yang tertulis. Sebagai contoh, apabila teks tersebut sebaliknya tertulis kata “Adam” maka tidak akan ditafsirkan “manusia” secara umum. Sudah tentu, aspek moral yang disampaikan dari penafsiran tersebut akan berdampak lebih besar dari penafsiran-penafsiran konvensional. Terdapat beberapa ayat Al Qur‟an yang memberikan penafsiran sempit sehingga seolah-olah membantah adanya evolusi makhluk hidup, tetapi apabila penafsiran dibawa kearah arti tekstual, justru membuat penafsiran menjadi luas dengan

membebaskan dimensi ruang dan waktu. Jika kita menyelami ulang karakteristik penciptaan seperti pada bab terdahulu. Penafsiran penciptaan ala Harun Yahya telah terbukti gagal mengadopsi pembebasan dimensi ruang dan waktu seperti tersebut diatas. Sebaliknya, dalam memahami evolusi makhluk hidup ternyata lebih mudah mengadopsi sifat-sifat ke-ilahi-an,

93

seperti halnya karakteristik penciptaan yang telah dibahas pada bab terdahulu, atau seperti halnya kita mengartikan ke-Maha Pencipta-an dengan kemenjadian abadi. Hal tersebut disadari sepenuhnya karena kemampuan membebaskan ke-Maha Pencipta-an dari dimensi ruang-waktu dan menyatukan seluruh sifat-sifatNya. Arti lebih mudahnya, kita tidak menafsirkan bahwa kita (manusia)

dengan makhluk lainnya bukanlah penciptaan yang terpisah. Tetapi, mencari kebenaran teori evolusi bukanlah tujuan penulisan ini. Sesuai dengan maksud itu, pembahasan lebih lanjut mengenai evolusi makhluk hidup adalah sebagai bukti kemenjadian abadi dan pembebasan penafsiran penciptaan oleh Allah dari dimensi ruang-waktu.

Tujuan dan Makna Realitas Paradoksial

Dalam bab terdahulu juga telah dibahas bahwa dalam alam ini terdapat realitas paradoksial, sebagai reaksi atau manifestasi dari ke-Esa-anNya (QS 57:3), bahkan penciptaan akan terus memunculkan paradoksial-paradoksial tersebut, seperti yang telah dibahas pada bab sebelum ini, yaitu pada ayat-ayat QS 36 : 36, QS 4 : 1, dan QS 91 : 1-10, bahkan Jalalludin Rumi telah menjelaskan tentang “perkawinan paradoksial” tersebut terjadi. Apa tujuan munculnya kedua kutub atau paradoksial itu semua? Ayat – ayat Al Qur‟an dibawah ini menjelaskan sebagai berikut

Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS 25 : 62)

94

Dan demikianlah telah Kami uji sebagian mereka dengan sebagian mereka...(QS 6:53).

...agar Kami menguji mereka siapakah diantara mereka yang terbaik perbuatannya (QS 18:7).

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS 67:2)

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari setetes

mani yang bercampur yang kami hendak mengujinya, karena itu kami jadikan dia mendengar dan melihat. (QS 76:2)

Ayat - ayat tersebut diatas janganlah hanya ditafsirkan dari sisi aspek moral hubungan antar manusia saja, tetapi juga dapat membawa arti bahwa setiap hubungan paradoksial tidak hanya perkawinan (seperti yang dijelaskan Jalalludin Rumi), tetapi juga akan saling diuji. Bahkan hasil “perkawinan paradoksial” tersebut akan terus diuji, untuk terus menghasilkan yang lebih baik (seperti:

mampu mendengar dan melihat). Ujian ini terus berlanjut beriringan dengan penciptaan yang terus menerus dalam penyempurnaan. Inilah sumpah Allah SWT seperti pada ayat dibawah ini

Dan demi diri serta penyempurnaannya (ciptaannya) (QS 91:7)

95

Jadi, penciptaan secara langsung sulit diterima, karena tidak ada mekanisme uji. Setiap makhluk akan menghadapi makhluk yang lain (uji antar makhluk hidup) atau perubahan lingkungan drastis (uji makhluk hidup dan benda mati) untuk saling diuji, yang bentuknya berupa seleksi alam, mutasi, dan keterisolasian geografis sehingga setiap zat atau makhluk berusaha tetap eksis. Dalam skala genetika,

mekanisme saling uji atau seleksi melalui proses hanyutan gen (gene drift) dan perpindahan gen (gene flow). Dalam hal ini Gen berusaha untuk tetap eksis melalui pewarisan. Jumlah kumulatif seleksi alam, mutasi, keterisolasian geografis, hanyutan dan perpindahn gen tersebut mengakibatkan evolusi. Hasil ujian ini adalah agar setiap makhluk menjadi lebih baik. Seringkali pikiran kita menafsirkan penciptaan haruslah yang instan atau „abrakadabara‟ atau seperti munculnya mukjzat pada kenabian. Karakteristik penciptaan sudah dijelaskan dalam bab terdahulu. Sedangkan mukjizat yang disampaikan melalui kenabian tidak bisa dijadikan sebagai dasar penciptaan langsung, karena ada dua alasan. Pertama, mukjizat disampaikan melalui nabi untuk umat yang belum beriman. Kedua, mukjizat bersifat khusus karena dalam peristiwa dan lingkungan khusus, seperti mukjizat Nabi Isa AS yang menghidupkan secara langsung burung dari gumpalan tanah. Hal tersebut tidak berlaku secara universal atau terjadi pada setiap saat dan setiap orang, jika manusia sudah sering menyaksikan secara langsung kejadian penciptaan langsung tersebut, maka tak ada lagi artinya mukjizat.

Selain itu, untuk apa mukjizat disampaikan bila semua makhluk sudah beriman? Pada saat sebelum Nabi Adam AS diciptakan, tidak ada makhluk satupun yang tidak beriman dengan Allah, termasuk iblis sekalipun. Untuk apa Adam dimunculkan Allah tanpa ujian (muncul seketika)? Apakah jantung Adam sudah kuat untuk berburu? Ataukah kaki Adam sudah kuat untuk berlari menghindari musuh atau berburu? Ataukah emosi Adam sudah kuat menghadapi kematian anaknya? Ataukah otak Adam sudah mampu menghadapi tantangan lingkungannya? Ataukah Adam sudah kuat menghadapi berbagai penyakit? Mengapa Adam bebas ujian tersebut? Kalau ya,

96

untuk apa? Sunnah Allah berubah-ubah? Kemampuan untuk beraktifitas, atau kekuatan otot dan otak manusia tidaklah mungkin diperoleh sekonyong-konyong. Perlu berjuta-juta tahun untuk menjadi seperti kondisi saat ini. Disinilah letak ke-Maha Sabar-an dan ke-Maha Pencipta-an berpadu.

Diri Yang Satu

Seperti yang telah dijelaskan pada bab terdahulu dan sub bab sebelum ini, bahwa realitas paradoksial itu bukanlah yang terdiri dari dua atau beberapa realitas, tetapi adalah diri yang satu, hal tersebut sesuai dengan sifatNya seperti pada ayat QS 57:3. Yang Akhir bukan diri yang terpisah dengan Yang Awal, begitu juga Yang Zhahir bukanlah diri yang terpisah dengan Yang Bathin. Bentuk contoh yang lain adalah sinar matahari yang apabila terkena kaca prisma, maka akan membiaskan beragam warna me-ji-ku-hi-bi-ni-u. Mempertegas bahwa realitas yang beragam terdapat pada diri yang satu, maka kita membahas kembali ayat QS 23:12-14 dibawah ini.

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami

jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.

97

Dalam bab terdahulu ayat tersebut diatas telah menjelaskan arti penciptaan adalah kebangkitan, apabila dikaitkan dengan ayat QS 22:5-6. Tetapi dalam sub bab ini, akan ditekankan mengenai makna kesatuan Diri pada ayat terserbut diatas. Pertama, dalam cara berfikir normal kita, ayat tersebut menjelaskan proses kelahiran satu

individu manusia. Setelah pertemuan sel sperma dan sel telur menjadi satu sel (nutfah) kemudian lahir kemudian dewasa yang memiliki k.l. 75 trilliun sel, logika manakah yang menyebutkan “satu” adalah sama dengan “75 triliun”? Padahal realitas kita saat ini menyebutkan bahwa kita adalah diri yang satu dengan yang apa yang dilahirkan oleh ibu kita sendiri. Padahal, ayat tersebut diatas telah menegaskan bahwa kita yang dilahirkan adalah makhluk yang lain (khalqan akhor) dari yang mengalami proses dalam rahim. Kedua, adalah pertanyaan sebaliknya. Apabila kita bersikeras bahwa kita adalah diri yang satu dengan apa yang dalam kandungan ibu kita sendiri, maka pernahkah kita mengatakan jantung adalah sama dengan usus? Tulang sama dengan daging? Padahal, organ-organ tubuh kita tersebut, selama dalam kandungan adalah hasil diferensiasi dari satu sel induk yang sama. Kita tidak usah membahas kedua pertanyaan tersebut diatas dalam ilmu biologi, tetapi kita harus merenungkan lebih dalam apa arti itu semua.

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan pasangannya… (QS 7:189)

Ayat tersebut diatas telah membuktikan adanya kesatuan diri yang

telah mengalami berbagai penciptaan, sebaliknya, ciptaan-ciptaan yang terbentuk dalam tubuh (organ-organ tubuh) membentuk diri yang satu. Ayat-ayat tersebut membawa pesan bahwa kita tidak perlu memisahkan penciptaan-penciptaan yang ada. Sebagai contoh, dalam penciptaan manusia merupakan gabungan penciptaan organ-organ tubuh. Penciptaan adalah satu, lantas mengapa kita memisahkan penciptaan benda mati dengan binatang,

98

dan penciptaan binatang dengan manusia? Bila kita memperluas skala ruang penafsiran ayat ini, maka kejadian manusia baik secara individu, dalam sejarah umat dan dalam rantai evolusi makhluk hidup adalah kejadian yang beresensi sama. Perbandingan setiap tahap kejadian manusia tersebut seperti pada

tabel dibawah ini.

Tabel 4. Tahap-Tahap Kejadian Manusia

No Tiap individu

(QS 23:12-14)

Sejarah Umat Manusia

Dalam Rantai Evolusi

Tahap Keterangan

1 Tanah (Orangtua)

Tahap makhluk tidak berwujud

manusia (QS 76:1)

Senyawa kimia Sebuah teori menyebutkan

bahwa asal usul kehidupan berasal dari debu vulkanik bawah laut dengan suhu

ekstrem

2 Air mani Senyawa protein

3 Zygot, satu sel yang terus menerus

membelah

Kemunculan umat yang satu (QS 10:19)

Makhluk2 bersel satu

4

Segumpal darah yang kemudian menempel pada dinding rahim

(blastosista)

Serupa dengan pembentukan organ tubuh dalam rahim,

yaitu merupakan sejarah manusia membentuk bangsa-bangsa. (QS 11:118)

Makhluk

tumbuhan primitive seperti ganggang hijau

Bakteri berkoloni membentuk stromatolita.

Muncul sekitar 3,5 milyar t.y.l. Serupa dengan peristiwa replikasi sel dalam rahim.

5

Segumpal daging

Makhluk primitive

bertubuh lunak dan bersel banyak seperti sponge yang

berkembang menjadi ubur-ubur

Muncul sekitar 1 milyar t.y.l, yang menempel didasar laut yang

mirip dengan segumpal darah yang menempel pada dinding rahim. Kemudian

menjadi jabang bayi

6 Tulang Makhluk primitive ikan bercangkang seperti

placoderm. Makhluk Ikan-

Makhluk yang mulai muncul sejak awal sekitar

400 juta t.y.l (Zaman Silur)

7 Tulang dibungkus daging, organ bayi lengkap

99

terbentuk, termasuk jenis kelamin

ikanan adalah makhluk pertama yang

berreproduksi secara seksual.

8 Saat-saat kelahiran, keluar

dari rahim Serupa dengan bayi

hingga remaja yang merupakan proses pembelajaran tiap individu manusia, maka dalam sejarah

umat manusia adalah periode kemunculan nabi-nabi yang merupakan tahap

pembelajaran umat manusia dari Allah (QS 6:48 & 72:28)

Keluar dari laut, Makhluk amphibi

Muncul sekitar 350 juta t.y.l

(Zaman Devon)

9 Bayi, merangkak berjalan dengan

4 kaki

Reptilia darat (dinosaurus)

Berjalan dengan 4 kaki. Muncul sekitar 260 juta

t.y.l. (Zaman Karbon)

10 Anak-anak, memiliki kemampuan

adaptasi tinggi dgn lingkungan, muncul kecerdasan

Mamalia yang beradaptasi tinggi dengan

lingkungan karena bulu, primata dgn ciri kecerdasan awal

Muncul sekitar 200 juta t.y.l

(Zaman Trias, awal masa Mesozoikum)

11

Remaja

Makhluk pra-manusia (australopithecus, homo erectus )

Muncul sekitar 2,5 juta t.y.l.

12

Akil balig, Dewasa, Kemandirian

Periode setelah

Muhammad (QS 33:40), tak ada ketergantungan pada nabi lagi

Manusia saat ini (homo sapiens)

Muncul sekitar 200 ribu t.y.l.

Kesamaan esensi kejadian manusia sebagai individu dengan proses evolusi makhluk hidup menuju manusia, terlihat pada setiap periode peristiwa yang sangat serupa kejadiannya, seperti hal yang tertuang

pada tabel diatas. Lokasi di dalam laut (kemunculan makhluk-makhluk sebelum amphibi) adalah kesamaan lingkungan seperti lingkungan dalam rahim ibu. Jadi, peristiwa kemunculan ampibi serupa dengan peristiwa kelahiran anak. Tahapan-tahapan selanjutnya perkembangan manusia, yaitu bayi yang merangkak serupa dengan reptilia darat yang berjalan dengan empat kaki. Kemudian tahap anak-anak (balita) dimulai dengan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan yang cepat, belajar berjalan, dan memiliki kecerdasan, tahap ini serupa dengan kemunculan primata awal. Selanjutnya adalah tahap remaja, yaitu tahap kemampuan menjelajah lingkungan yang lebih luas, ke-ingin tahu-an yang besar, menggunakan peralatan, menciptakan perkelahian. Periode tersebut

100

serupa saat kemunculan hominid-hominid pra manusia (spt: Australopithecus dan Homo Erectus) yang telah mampu berdiri dengan dua kaki. Penyerupaan manusia (dalam hal ini bayi) dengan makhluk melata (reptil) terbukti disinggung dalam Al Qur‟an, seperti pada ayat

dibawah ini

Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; Maka apabila datang ajal mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. (QS 35:45)

Tafsir Departemen Agama juga menggunakan arti makhluk melata tersebut sebagai manusia. Tetapi jika dikaitkan dengan tabel kejadian manusia tersebut, maka penafsiran makhluk melata

tersebut lebih spesifik adalah bayi manusia. Jadi, penafsiran ayat tersebut menjelaskan bahwa siksaan Allah akan memusnahkan manusia dari yang dewasa hingga bayi. Pola makro tersebut terekam seperti halnya dalam urutan kemunculan jenis makhluk hidup yang memiliki kesamaan dengan periode kejadian individu manusia. Begitu juga sebaliknya, periode kejadian manusia individu memperlihatkan bahwa evolusi manusia tidak melalui makhluk arthropoda (sejenis serangga) darat atau yang terbang dan juga burung. Demikian juga halnya kemampuan melihat (mata), manusia yang telah diperoleh semenjak dalam rahim, dalam proses evolusi sangat setara kemampuan ikan didalam

101

laut (rahim) yang telah mempunyai mata, tetapi sangat berbeda dengan tikus yang memiliki kekampuan melihat setelah k.l 15 hari setelah dilahirkan. Hal tersebut diatas membuktikan bahwa sunnah Allah tidak berubah (QS 33:62) dan arti “…begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati. (QS 21:104)” menjadi terbukti.

Seorang ahli gen terkemuka dunia yang berasal dari jepang menjelaskan fenomena tersebut sebagai berikut ini

Gen kita tidak hanya mengandung memori dan kemampuan

yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya, namun juga dari seluruh proses evolusi yang berlangsung

selama beberapa miliar tahun. Embrio manusia selama dalam masa kehamilan mengulang proses evolusi di dalam rahim, fakta ini mengesankan bahwa informasi ini telah tersimpan di dalam gen milik sel pertama di dunia.

( Kazuo Murakami, Ph.D., The Divine Message of The DNA )

Jika kita mau jujur dalam menafsirkan ayat QS 23:12-14 tersebut diatas, maka tahap „enam‟ kejadian manusia individu (tulang) dalam

tabel 4 tersebut diatas, sebenarnya tidak terjadi dalam realitas proses kejadian manusia dalam kandungan. Proses dalam kandungan yang terjadi adalah tahap „segumpal daging‟ langsung menjadi tahap „tulang dibungkus daging‟, sekali lagi, tanpa tahap 6 (tulang). Jadi, sebenarnya ayat QS 23:12-14 lebih tepat menjelaskan evolusi kejadian manusia, daripada menjelaskan kejadian individu manusia dalam kandungan. Jika kita memperluas lagi penafsiran kita, seperti yang telah dibahas pada bab yang terdahulu, maka esensi ayat tersebut diatas telah menjelaskan bahwa „segala sesuatu dahulunya adalah satu‟. Bukankah kita semua ini dari Yang Maha Esa? Semua unsur di alam ini adalah satu yaitu cahaya atau gelombang. Kita sendiripun masing-masing berasal dari satu sel yang kemudian menjadi

triliunan sel yang kemudian membentuk bermacam-macam organ. Jenis kelamin pun dahulunya dari yang satu (QS 4:1). Sesuai ayat QS 10:19, bahwa kita dahulu adalah kaum yang satu. Jelaslah,

102

semua fenomena „segala sesuatu adalah satu‟ pada alam ini adalah manifestasi Dia Yang Maha Esa. Harun Yahya dalam salah satu argumennya dalam membantah teori evolusi yaitu dengan menggunakan argumen bahwa pada zaman Kambrium (sekitar 500-550 juta) telah terjadi kemunculan

mendadak keberagaman makhluk hidup secara tiba-tiba (Gambar 11), sehingga Harun Yahya mengartikan hal tersebut sebagai penciptaan yang serentak. Argumen ini nyata-nyata dibantah pada QS 23:12-14, dengan memperhatikan tabel kejadian manusia seperti yang telah dibahas sebelum ayat ini (tabel 4), maka kejadian seperti pada zaman Kambrium adalah peristiwa yang setara saat diri kita dari satu sel mengalami diferensiasi sel-sel menjadi organ-organ yang berbeda dalam rahim ibu kita sendiri.

Gambar 11a. Ilustrasi Kehidupan Zaman Kambrium yang beragam

(Sumber : Hamparan Dunia Ilmu Time Life)

103

Gambar 11b. Differensiasi sel manusia

(Sumber : en.wikipedia.org/wiki/cell_diffrentiation)

Jadi, fenomena „bahwa segala sesuatu dahulunya adalah satu‟ ada dimana-mana (seperti peristiwa big bang, kemunculan benda-benda angkasa, evolusi makhluk hidup, kelahiran bayi, cahaya pelangi, dll.), hal ini menunjukkan bahwa sunnah Allah tidak berubah. Lantas.., logika mana yang menyatakan bahwa kita tidak pernah menjadi satu dengan binatang, padahal kita pernah menyatu dengan benda mati yaitu tanah. Padahal kita juga berbahan yang

sama dengan hewan, seperti ayat dibawah ini

104

Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia

jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan

adalah Tuhanmu Maha Kuasa. (QS 25:54)

Dan Allah telah menciptakan semua jenis hewan dari air

(QS 24:45)

Ayat tersebut terbukti ilmiah, karena 70% tubuh kita adalah air. Dan karena alasan kesamaan esensi manusia dengan binatanglah, maka Allah seringkali menegur kita bagaikan binatang, apabila kita tidak mampu mendengar pesan-pesanNya. Hal tersebut yang membawa kesadaran kita bahwa kita sesungguhnya memiliki jiwa-jiwa ke-binatang-an

Sesungguhnya binatang yang seburuk-buruknya pada sisi Allah

ialah orang-orang tuli dan bisu yang tidak mengerti apapun.

(QS 8:22)

Sesungguhnya binatang yang paling buruk disisi Allah ialah

orang-orang kafir… (QS 8:55)

…. Mereka itu adalah binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.

Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS 7:179)

Pewarisan

Salah satu penyebab munculnya perdebatan dalam penolakan teori

105

evolusi adalah karena peristiwa kemunculan nabi Adam as. Dalam sub bab ini kita tunda dulu pembahasan peristiwa kemunculan nabi Adam as tersebut, tetapi lebih menekankan hubungan “tanah” dengan “makhluk yang lain” seperti pada ayat QS 23:12-24 yang telah dibahas pada bab terdahulu dan sub bab sebelum ini. Hubungan tersebut lebih nyata pada QS 32:7-8 seperti dibawah ini

Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina. (QS 32:7-8)

Penafsiran umum yang ada menjelaskan bahwa “manusia” yang dari tanah tersebut langsung ditujukan pada Nabi Adam a.s. Tetapi, mengapa ayat tersebut tidak menyebutkan langsung “memulai penciptaan manusia dari Adam dari tanah”?. Kritisi tersebut dibutuhkan karena berkaitan dengan arti “manusia” tersebut, berupa individu ataukah spesies (umat). Dengan penafsiran konvensional, maka “tanah” seyogyanya hanya ditujukan sebagai asal usul umat (spesies) manusia, bukan sebagai asal usul manusia sebagai individu, karena tidak ada satupun individu manusia saat ini

yang berasal dari “tanah”. Tetapi, jika menilik kembali ayat QS 23:12-14, maka “manusia” pada ayat tersebut berarti individu, oleh karena itu maka “tanah” seharusnya tidaklah ditafsirkan hanya ditujukan ke Nabi Adam a.s., tetapi kepada semua individu manusia,

dengan demikian penciptaan manusia dari „tanah‟ bukanlah monopoli kejadian Adam saja, tetapi semua kejadian manusia dewasa, karena kita ini tercipta setiap saat. Penafsiran inilah yang dapat memberi arti bahwa sunnah Allah tidak berubah, seperti yang telah disinggung pada bab terdahulu. Ayat QS 23:12-14 tersebut diatas dengan jelas juga memaparkan kronologis penciptaan individu manusia. Jika melihat rangkaian

106

kejadian pada ayat-ayat tersebut diatas, maka keberadaan „tanah‟ tidak bisa dipisahkan rangkaian kejadian manusia selanjutnya, karena tanah adalah asal usul saripati yang menjadi air mani atau sel telur dan seterusnya. Sedangkan itu, seusai dengan QS 32: 7-8 diatas, yang menjelaskan bahwa “tanah” adalah permulaan penciptaan, maka dengan demikian tanah bisa juga diartikan

manusia dewasa yang dapat memproduksi air mani (laki-laki) atau sel telur (wanita), karena realitas yang ada menunjukkan bahwa air mani atau sel telur dihasilkan oleh manusia dewasa. Ayat ini juga membawa pesan moral yang sangat tinggi, ada dua aspek moral pada ayat ini. Pertama, yaitu hubungan antara orangtua dan anaknya. Rantaian kronologis kejadian manusia pada ayat QS 23:12-14 tersebut diatas sangat jelas menerangkan bahwa esensi orangtua dan anak adalah diri yang satu, karena pada ayat 14 menjelaskan bahwa individu kita sendiri menjadi „makhluk yang lain‟ yaitu kemunculan anak kita sendiri. Jadi, hikmah dari ayat tersebut adalah apabila kita menyia-nyiakan anak kita, sama halnya dengan menyia-nyiakan diri sendiri. Kedua, ayat QS 23:12-14 juga menerangkan juga arti kebangkitan (QS 22:5-6) karena hakikat manusia dewasa adalah tanah atau benda mati atau kematian, sedangkan arti anak kita adalah kehidupan. Inilah makna eskatologis ayat yang pernah disinggung pada bab terdahulu, seperti pada ayat yang tertuang dibawah ini

….Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati… (QS 6:95) ….kemudian kamu dimatikan dan dihidupkannya kembali… (QS 2:28) Jika anak kita sendiri adalah kebangkitan dari diri kita sendiri, maka

perbuatan anak kita adalah refleksi dari diri kita sendiri, maka kita akan mewariskan apa yang kita perbuat sendiri. Berarti hubungan kita dengan anak kita sendiri adalah pewarisan. Jadi, Al Qur‟an juga bercerita tentang pewarisan. Dalam proses evolusi, pewarisan tersebut melalui mekanisme transfer informasi dalam memori pada gen dalam sel di setiap makhluk hidup.

107

Memahami Evolusi dari Berbagai Sudut Pandang

Sebenarnya telah cukup jelas bagaimana Al Qur‟an menjelaskan bagaimana fenomena evolusi dalam penciptaanNya. Tetapi, dalam sub bab ini akan dibahas lebih lanjut lagi bagaimana evolusi dapat menjelaskan seluruh manifestasiNya. Terdapat beberapa ayat Al Qur‟an dibawah ini yang dapat menjelaskan adanya fenomena evolusi, yang jika secara konvensional penafsirannya hanya membawa pesan-pesan moral, tetapi bila mengingat “sunnah Allah tidak berubah”, “segala sesuatu adalah Diri Yang Satu”, “Pewarisan” dan “karakteristik penciptaan” yang telah dibahas pada sub bab dan bab terdahulu, maka sungguh tidak tepat apabila evolusi dilepaskan dari ke-Maha Penciptaan-Nya

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari

setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS 76:1-3)

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha

Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS 67:2)

108

Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah kami berikan kepadamu, dan kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, Kemudian

kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (QS 6:6)

Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal Dia sesungguhnya Telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. (QS 71: 13-14)

Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu itu

melainkan hanyalah seperti satu diri saja. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat. (QS 31:28)

Kami telah menciptakan mereka dan menguatkan persendian tubuh mereka, apabila kami menghendaki, kami sungguh-sungguh mengganti (mereka) dengan orang-orang yang serupa dengan mereka. (QS 76:28)

Dan demi diri serta penyempurnaannya (ciptaannya) (QS 91:7)

109

Ayat-ayat tersebut diatas seringkali ditafsirkan hanya sebagai pesan pengendali perilaku (moral), padahal bila dikritisi lebih lanjut penafsirannya, ayat-ayat tersebut memiliki pola-pola yang setara dengan evolusi makhluk hidup, yang justru akan memberikan pesan moral yang lebih tinggi.

Penciptaan dan ujian adalah peristiwa yang beriringan, karena kedua peristiwa tersebut berlangsung terus menerus. Bila kita mengkritisi ayat QS 76:1-3, maka mengapa “setetes mani yang bercampur” yang penuh ketergantungan dengan lingkungan dan tidak melakukan secara mandiri perbuatan(amal)nya, mengapa harus mengalami ujian? Padahal ujian bertujuan memperbaiki amal (QS 67:2). Berarti “amal” tersebut bisa ditafsirkan juga sebagai kemampuan penyesuaian (perubahan) diri secara substansial, karena hanya perubahan diri sajalah yang bisa dilakukan oleh sel embrio tersebut. Sedangkan ujian tersebut dapat diartikan sebagai bagian dari seleksi alam. Ketidakmampuan penyesuaian diri (ketidakmampuan menghadapi ujian) tersebut dapat ditafsirkan sebagai “dosa” dalam bentuk yang berbeda (bukan syari‟at), sehingga perlu diganti dengan generasi yang lain (QS 6:6). Bagi yang mengalami perubahan diri tersebut dapat terjadi dalam berbagai tingkatan (71:13-14). Walaupun kita tercipta dalam berbagai tingkatan, Allah tetap mengingatkan bahwa kita dalam satu kejadian diri (QS 31:28). Pada QS 76:28, disajikan salah satu contoh kejadian manusia yang mengalami perbaikan sendi dari kondisi bongkok (hominid pra manusia) dan menjadi tegak (manusia modern). Semua peristiwa tersebut menuju ke penyempurnaan (QS 91:7). Inilah cerita evolusi!

Kerelaan diri untuk berubah agar mampu menyesuaikan diri dengan alam (kehendak Tuhan) seorang sufisme Jalaluddin Rumi (1207 – 1261M) mengungkapkan dalam syairnya seperti dibawah ini

Aku mati sebagai mineral dan menjelma sebagai tumbuhan. Mati sebagai tumbuhan dan lahir kembali sebagai binatang.

110

Aku mati sebagai binatang dan kini manusia. Kenapa aku harus takut? Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku. Sekali lagi! Aku masih harus mati sebagai manusia dan lahir di alam para malaikat. Aku masih harus mati lagi, karena kecuali Tuhan, tidak ada sesuatu yang kekal abadi. Setelah kelahiranku sebagai malaikat, aku masih akan menjelma lagi dalam bentuk yang tak kupahami. Ah, biarkan diriku lenyap, memasuki kekosongan, kesenyapan. Karena hanya dalam kesenyapan itu tedengar nyanyian mulia. Kepada-Nya semua akan kembali. (Jalaludin Rumi, Masnawi)

Dari ungkapan beliau tersebut, Jalalludin Rumi sebenarnyalah yang paling berhak menjadi Bapak Evolusi, bukanlah Charles Darwin. Oleh karena itu, prasangka buruk yang diusung oleh Harun Yahya bahwa teori evolusi mengusung atheisme tidaklah terbukti. Sebaliknya, Jalaluddin Rumi memperlihatkan keimanan dan kecintaannya kepada Tuhan yang justru menghasilkan syair yang menyerupai peristiwa evolusi makhluk hidup. Jadi, janganlah karena penganut evolusi yang atheis, telah menutup mata kita dari kebenaran yang ada pada teori evolusi. Walaupun inti permasalahan yang dibahas syair tersebut adalah keberanian menghadapi kematian (karena esensi kematian adalah kehidupan, seperti yang telah dibahas dalam bab terdahulu) bukan membahas evolusi makhluk hidup, hal tersebut wajar karena dia bukan sarjana biologi tetapi seorang sufi, yang bisa membaca alam

ini dengan mata hatinya. Dan yang perlu dicatat adalah bahwa Jalalludin Rumi hidup dizaman setelah Al-Ghazali yang mengecam penggunaan filsafat Yunani, maka jelas tulisan tersebut diatas bukan pengaruh filsafat Yunani, seperti halnya tudingan Harun Yahya bagi pendukung evolusi. Apalagi seperti yang kita ketahui bersama bahwa metodologi sufisme suatu hal juga sangat berbeda dengan filsafat.

111

Syair Rumi tersebut dapat dianggap sebagai penjelasan makna “tidak ada” dari Ibn Arabi ketika menafsirkan ayat QS 19:9 pada Bab II. Hakikat kemanusiaan telah ada dari sebelum semua makhluk hanya berubah-ubah wujudnya seperti: tanah, tumbuhan, binatang, dan manusia itu sendiri. Atau semua makhluk yang ada ini adalah beresensi sama. Pemahaman inilah yang tidak disadari oleh Harun

Yahya, sehingga argumen-argumen yang diusungnya sangat rapuh menjunjung sifat-sifat ke Ilahian. Untuk lebih dalam memahami evolusi secara utuh, kita juga melihat pendapat seorang penganut evolusionis Matt Ridley seperti dibawah ini

Ada kebenaran yang tidak dapat dipungkiri, yakni bahwa kita berasal dari serangkaian kegagalan. Kita primata yang hampir punah 45 juta tahun yang lalu ketika bersaing dengan binatang penggerek yang rancangan tubuhnya lebih baik. Kita

tetrapoda sinapsida, sekelompok reptile yang hampir punah 200 juta tahun yang lalu dengan dinosaurus yang rancangannya lebih baik. Kita pernah berkaki empat, yaitu sekelompok binatang merayap yang hampir punah 360 juta tahun yang lalu

ketika bersaing dengan ikan yang bersirip keras yang rancangannya lebih baik. Kita chordata, salah satu filum yang dengan susah payah lolos dari zaman Kambrium 500 juta tahun yang lalu ketika bersaing dengan athropoda yang giginya

tertanam kuat. Sukses ekologi kita terhitung prestasi yang luar biasa, mengingat diatas kertas leluhur kita justru paling rentan. (Matt Ridley: Genom kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab, 2005, hal. 19)

… tampaknya bakteri muncul belakangan sebagai turunan Luca, yang telah banyak mengalami spesialisasi dan penyederhanaan, lama setelah kemunculan DNA dan protein. Kiat mereka (bakteri)

dalam hal ini adalah mendrop sebagian besar perlengkapan RNA khusus agar mereka dapat hidup ditempat-tempat panas. Justru kitalah yang telah mempertahankan ciri-ciri molekul primitif dari para Luca ini dalam sel-sel kita. Atau dengan kata

lain, Bakteri jauh lebih tinggi berevolusi daripada manusia. (Matt Ridley: Genom kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab, 2005, hal. 12-13)

Tampaknya kita lebih suka hidup sebagai makhluk kompleks,

dengan gen sebanyak-banyaknya, daripada menyederhanakan

112

diri, yang harus dibayar dengan melepaskan sejumlah

kenikmatan.

(Matt Ridley: Genom kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab, 2005, hal. 13)

Walaupun peristiwa perubahan dalam evolusi Matt Ridley dan

Jalalludin Rumi memiliki kesamaan, tetapi ada perbedaan filosofis dari keduanya. Matt Ridley melihat perubahan evolusi pada manusia adalah rangkaian kegagalan sedangkan Jalalludin Rumi melihat perubahan evolusi manusia sebagai perjalanan hidup ke-fana-an sehingga timbul kerelaan untuk berubah karena kecintaan dan keimanan yang tinggi bahwa semua kembali kepadaNya. Perbedaan tersebut karena sudut pandang yang digunakan berbeda. “Kegagalan” Ridley tersebut dapat juga ditafsirkan “kerelaan” Rumi. Kerelaan yang dimaksud dapat dilihat sebagai keberhasilan penyesuaian diri (adaptasi) dengan alam. Tetrapoda sinapsida, memang kurang berhasil menghadapi dinaosaurus besar, kemudian berevolusi menjadi primata awal yang lebih berhasil daripada dinosaurus ketika bumi mengalami bencana

besar yaitu jatuhnya meteor besar dipermukaan bumi. Selanjutnya primata tersebut mengalami persaingan berat dengan binatang pengerek. Jagi kegagalan dan keberhasilan selalu beriringan, inilah realitas paradoksial!

Dan dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (QS 25 : 62)

Oleh karena itu, ungkapan “serangkaian kegagalan” Ridley tersebut

dapat dipandang sebagai ungkapan ke-rendah hati-an dalam membaca alam ini. Ridley memberikan contoh dengan membandingkan manusia dengan bakteri yang telah mampu

113

mengevolusi diri yang lebih tinggi. Berbeda sekali dengan ungkapan Harun Yahya yang menilai manusia terlalu tinggi karena alasan manusia memiliki kesadaran, padahal telah dibantah dalam Al Qur‟an bahwa makhluk lainpun berkesadaran tinggi dengan bersujud dan bertasbih (QS 24:41-42; QS 22:18). Ungkapan Ridley tersebut yang meletakkan manusia tidak lebih hebat dari makhluk

lainnya, serupa dengan Copernicus saat mengatakan bahwa pusat tatasurya adalah matahari, bukanlah bumi, yang mendapat kecaman kalangan gereja karena ketersinggungannya mengetahui tempat tinggal manusia ini bukan lagi pusat tatasurya. Padahal matahari (pusat tatasurya) pun terletak dibagian tepi saja dalam galaksi bima sakti. Sungguh kecil sekali pengaruh manusia terhadap alam ini.

Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir. (QS 59:21)

Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (QS 33:72)

Pada ayat QS 59:21 tersebut, Al Qur‟an memberikan contoh lagi yang sangat radikal, bahwa gunung memiliki kesadaran fana yang tinggi jika membaca Al Qur‟an, gunung tak sanggup meng-“ada” dihadapan Allah, terpecah belah! Sementara itu, manusia banyak

114

yang membantah Al Qur‟an. Kesadaran fana inilah yang membawa Al Hujwiri selalu beristighfar karena berkesadaran “ada” dihadapan Allah, seperti yang diungkapkan dalam bukunya Kasyf al Mahjub. Kebodohan manusia dipertegas lagi dalam ayat QS 33:72, yang menjelaskan bahwa dengan adanya amanah (Agama, Al Qur‟an atau kitab lainnya) yang diberikan manusia justru menunjukkan

kezaliman dan kebodohan manusia. Jadi, kita tidak benar-benar hebat dibanding makhluk lainnya, serupa dengan yang diungkapkan dari sejarah evolusi yang diungkapkan Ridley. Ungkapan Ridley pada paragraf ketiga dalam karyanya tersebut diatas dapat dikatakan bahwa pada alam ini (bakteri) terdapat tindakan yang setara dengan kearifan pada kalangan sufisme. Manusia memang menerima pewarisan dari makhluk yang suka “duniawi” diwujudkan dengan berevolusi menjadi makhluk kompleks dengan mengumpulkan gen sebanyak-banyaknya. Bukannya menempuh menyederhanakan diri (zuhud) atau mem-fana-kan diri untuk meningkatkan kualitas gen (diri). Upaya kalangan sufi dengan zuhud dan mem-fana-kan diri bertujuan untuk kekal (baqa) tersebut diaplikasikan oleh bakteri dengan sedikit perubahan bentuk (perubahan luar) walaupun berevolusi (perubahan dalam) lebih tinggi daripada manusia.

Sesungguhnya setiap penempuh jalan (salikin) spiritual menuju Allah atau para penempuh tasawuf mengalami suatu keadaan

atau beberapa keadaan yang selalu mengalami perubahan baru. Perubahan baru ini seiring dengan terjadinya perubahan baru

dalam perjalanan-perjalanannya, pembaruan semangatnya dalam menempuh perjalanan itu, serta perubahan baru dalam berbagai petunjuk jalan yang tersingkap bagi dirinya.

(Syaikh Muhammad Shadiq „Arjun; Sufisme: Sebuah Refleksi Kritis)

Berarti, Ridley telah mengingatkan bahwa kita tidak lebih hebat dari bakteri, walaupun sama dalam mengalami evolusi, tetapi beda dalam kualitas. Upaya pembandingan bakteri dan kaum Sufis dalam meningkatkan kualitas gen tersebut bukanlah pemikiran spekulatif. Kazuo Murakami, Ph.D. berkeyakinan bahwa untuk meningkatkan

115

kualitas hidup kita adalah dengan mengaktifkan gen-gen kita yang bermanfaat dengan salah satu caranya adalah berpikir positif. Berfikir positif memang bukanlah metode atau tujuan dari kaum Sufis, tetapi berpikir positif adalah salah satu hasil tak langsung dari kaum Sufis, yang dapat dilihat dari kearifan-kearifan hasil-hasil karyanya atau ide-idenya. Sedangkan kemampuan-kemampuannya

yang diluar rasional atau supranatural dapat dipandang lebih tinggi daripada sekedar berpikir positif, tetapi dapat disetarakan sebagai hasil upaya meningkatkan kualitas gen yang tinggi, karena mekanisme gen itu sendiri yang bekerja lebih cepat daripada setiap detik tanpa henti atau lebih cepat dari aktivitas sehari-hari kita. Kazuo Murakami, Ph.D. menjelaskan secara tidak langsung sebagai berikut

Jika trauma adalah dampak dari sebuah syok mental yang

negative, masuk akal jika kita perkirakan bahwa kebalikannya, yaitu sesuatu yang membuat kita bahagia, seharusnya mengaktifkan gen-gen positif. Karena gen kita bekerja setiap menit, setiap detik tanpa henti, kita harus menjaga agar pikiran

kita terus terfokus pada perasaan bahagia itu. Rahasia untuk melakukan hal ini adalah melaksanakan cara pikir positif. Gen adalah sebuah contoh yang terbaik. Sel dengan gen

didalamnya adalah bagian dari dunia mikroskopik yang tak terlihat dengan mata telanjang. Terlebih lagi, dari jumlah gen yang begitu besar di tubuh kita, hanya 5 hingga 10 % yang

berfungsi di setiap waktu. Para ilmuwan sama sekali tidak tahu apa yang dialakukan oleh sisanya. Mungkin selebihnya memuat

sejarah evolusi kita, atau mungkin mereka menyimpan potensi untuk berkembang di masa yang akan dating. Kita belum tahu seberapa penting hal ini. Saya percaya bahwa mekanisme nyala-padam genetik terkait dengan bagian yang tak diketahui ini. Jika

hanya memfokuskan diri pada hal-hal yang rasional, kita hanya akan dapat menangkap sebagian dari kenyataan disekeliling kita. Untuk dapat melampaui rasio tidak berarti kita harus memasuki sebuah dunia yang tidak rasional, tetapi justru dengan mengakui

aspek-aspek yang tidak dapat dijelaskan dengan kearifan konvensional maupun ilmu pengetahuan masa kini pada saat

mengambil keputusan. Pendekatan ini dapat membantu kita melihat keseluruhan situasi bahkan walaupun situasi itu sedikit

116

kabur. Cara pikir positif adalah satu cara untuk mengembangkan

perspektif seperti itu.

(Kazuo Murakami, Ph.D., The Devine Message of The DNA)

Berfikir positif dapat dianggap sebagai aktifitas otak. Didalam otak terdapat aktifitas tidak hanya mekanisme gen yang bekerja setiap

menit atau setiap detik tanpa henti terjadi di setiap sel pada tubuh kita, tetapi termasuk juga mekanisme kerja impuls-impuls listrik dalam otak kita, yang jauh sangat cepat beraktifitas dibandingkan dengan aktifitas berfikir kita.

Otak memang dapat dibentuk dan terus-menerus berubah, dalam jangka milidetik demi milidetik, menurut pengalaman

hidup masing-masing. (Taufiq Pasiak; Revolusi IQ/EQ/SQ)

Seandainya produk berfikir atau berkesadaran selalu dianggap dari hasil mekanisme kerja otak. Sedangkan bekerjanya otak lebih cepat dari aktifitas berfikir kita, maka bekerjanya gen dan listrik di otak kita bukanlah mekasnime didalam kesadaran kita. Oleh karena itu, kemunculan “kesadaran” kita sebenarnya bukanlah dari kita sendiri, karena kemunculan “kesadaran” tersebut adalah hasil aktifitas didalam tubuh (otak) kita sendiri yang sebenarnya kita sendiri tidak dapat mengendalikan. Mekanisme kerja atau perubahan yang berlangsung amat singkat tersebut tidak hanya terjadi pada otak, tapi pada semua anggota tubuh kita. Hal inilah yang mendasari bahwa kita semua tercipta setiap saat. Sedangkan karena mekanisme kerja otak dan substansi dalam tubuh diluar kesadaran kita dan tercipta setiap saat, maka

dalam tubuh kita ini bukanlah “aku”. Inilah bagian dari kesadaran fana yang disampaikan oleh para Sufis. Selain itu, pengertian tersebut menunjukkan bahwa “kesadaran” yang seolah-olah hanya milik kita sendiri (manusia), seperti halnya yang diagung-agungkan Harun Yahya, ternyata tidak lebih hebat dari “kesadaran” makhluk lain yang bekerja dalam tubuh kita (organ tubuh, sel-sel, dan senyawa kimia), sekalipun itu benda mati. Karena keterkaitan

117

hubungan ini, evolusi telah mengingatkan kita bahwa hubungan kita dengan makhluk yang lain adalah setara.

Manifestasi Iman dan Kafir dalam Evolusi

Dalam sub bab ini tidak ada maksud untuk mendefinisi ulang arti Iman dan Kafir yang telah ada dalam pengertian syari‟ah. Maksud dalam sub bab ini adalah menjelaskan fenomena Iman dan Kafir yang selama ini kita kenal dalam syari‟ah kita, juga merupakan fenomena yang terjadi pada alam secara umum dan proses evolusi secara khusus, sehingga makna baru yang diperoleh bukanlah sebagai pengganti tetapi lebih memperluas. Hal ini terinspirasi oleh ayat QS 76:1-3 tentang syukur - kafir dan QS 6:6 tentang dosa yang tertuang dalam sub bab sebelum ini. Ayat-ayat tersebut ternyata dapat menginspirasikan mekanisme evolusi. Semua makhluk yang ada saat ini adalah produk akhir evolusi, bukanlah hanya manusia yang merupakan produk akhir evolusi. Oleh karena itu evolusi seringkali dipahami keliru yaitu sebagai perubahan secara seri dari satu spesies menjadi spesies yang lain. Padahal perubahan tersebut dapat terjadi secara paralel dan atau seri sekaligus, bahkan lebih kompleks lagi. Mekanisme kompleks dari evolusi ini sengaja tidak dibahas dalam bentuk teori biologi atau

genetika, dalam sub bab ini kita akan melihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dari fenomena Iman – Kafir seperti yang diceritakan dalam ayat – ayat Al Qur‟an. Sebelum membahas Iman-Kafir lebih lanjut, kita singgung ulang lagi mengenai hubungan ujian dan „amal, seperti dibawah ini.

1. Setiap makhluk akan diuji dengan makhluk lainnya (QS 6:53).

2. Tujuan dari uji tersebut agar terlihat perbuatan („amal) yang terbaik (QS 18:7 dan 67:2).

3. Sedangkan „amal‟ dapat ditafsirkan sebagai perubahan substansial (QS 76:2)

118

4. Dari hasil „amal‟ tersebut ada yang bersyukur ada juga yang kafir (QS 76:3)

Pada ayat Qs 6:6 yang menyebutkan “Kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain”. Ayat tersebut menjelaskan bahwa

generasi yang tidak mampu dalam penyesuaian diri (lolos uji) dengan alam akan dibinasakan. Pembinasaan tersebut adalah kepunahan dalam teori evolusi. Apabila kita mengingat kembali bahwa penciptaan adalah perubahan substansial (bukan dari tidak ada), maka kemunculan (penciptaan) “generasi yang lain” adalah perubahan dari makhluk yang sukses dalam penyesuaian diri (Iman). Perubahan spesies dalam evolusi terjadi juga tidak hanya disebabkan makhluk yang bersifat pasif terhadap dominasi lingkungan (tindakan eksternal), tetapi dapat juga karena makhluk itu sendiri yang bersifat aktif (tindakan internal). Inilah yang dimaksud ungkapan ayat “karena dosa mereka sendiri” yaitu adanya tindakan aktif makhluk yang aktif melakukan penaklukan atas belenggu alam. Disinilah ada kesetaraan makna „kufr‟ yang berarti “ingkar” yang dalam hal ini adalah “ingkar” terhadap penerimaan kondisi (lingkungan) yang ada. Contoh tersebut dalam evolusi adalah seperti halnya ikan yang ingin muncul ke darat menjadi amphibi atau dino yang ingin terbang menjadi burung. “Kekufuran” tersebut mengakibatkan sebagian besar yang gagal menjadi musnah, sebagian kecil yang berhasil berevolusi. Ini seperti yang diungkapkan dalam ayat QS 76:1-3 “Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang lurus dan ada yang kafir”. Kaitan tersebut akan sulit diterima rasional apabila Iman dan Kafir

dilihat secara terpisah. Oleh karena itu Iman dan Kafir seharusnya dilihat sebagai nyala - padam sebuah lampu. Sedangkan arti padam tersebut bukanlah cahaya yang kehilangan sumber energi tetapi adalah cahaya yang ditutupi, maka serupa dengan arti lain kufr tersebut adalah “menutupi”. Contoh baik dalam menafsirkan Iman dan Kafir seperti nyala –

119

padam lampu LED pada papan iklan yang memperlihatkan tulisan berjalan atau gambar bergerak. Tulisan yang berjalan atau gambar bergerak tersebut adalah evolusi. Sedangkan peristiwa nyala – padam lampu LED adalah Iman – Kafir. Setiap satu lampu LED adalah satu “diri” yang membentuk “diri” yang satu (papan reklame). Perspektif “diri” tersebut berlaku untuk semua skala

mikrokosmos, atom, senyawa kimia, sel, organ, individu, spesies, makhluk hidup, makrokosmos. Bagaimana suatu spesies setelah mengalami pembinasaan mengalami evolusi? Hal tersebut dijelaskan pada ayat QS 6:6 yang menjelaskan bahwa pembinasaan kepada “Kafir” terjadi pada kaum (spesies) bukanlah pada setiap individu makhluk. Dengan demikian pembinasaan masih menyisakan sebagian kecil yang “kafir” yang kemudian mentransformasi diri menjadi “iman”. Sebagai contoh adalah peristiwa futhuh mekkkah yang dipimpin oleh Rasulullah SAW, yang memaksa diri kaum kafir yang belum musnah untuk beriman. Mekanisme ini serupa dengan evolusi, seperti contoh pemusnahannya yang terjadi pada spesies dan masih menyisakan sebagian kecil untuk berevolusi. Peristiwa selanjutnya yang terjadi adalah peristiwa penggiliran iman dan kafir baik saling menggantikan maupun saling beriringan. Inilah yang menciptakan keragaman paham (pada umat manusia) dan makhluk (pada evolusi spesies). Inilah cerita realitas paradoksial!

Dan demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka

Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan

ketakwaannya. (QS 91:7-8)

Seperti yang diungkapkan Ridley, sejarah evolusi manusia penuh rangkaian kegagalan atau kemusnahan besar. Berarti, manusia bukanlah produk makhluk yang mewarisi keimanan yang paling tinggi dari makhluk lainnya. Sifat inilah yang ditunjukkan dalam Al Qur‟an bahwa ketika nabi Adam pun masih di surga ternyata masih

120

dapat digoda oleh Iblis. Jadi, “Iman” dalam teori evolusi dapat diartikan sebagai bentuk kemampuan beradaptasi dari segala perubahan lingkungan (termasuk makhluk hidup lainnya) atau dari segala bentuk upaya eksplorasi makhluk itu sendiri terhadap lingkungan. Bentuk interaksi tersebut adalah saling menguji dan diuji antar makhluk tersebut dalam teori evolusi disebut seleksi

alam, mutasi, dan keterisolian geografis. Jadi, yang perlu diingat dalam evolusi ini adalah bahwa interaksi antar makhluk tersebut tidak hanya makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya tetapi termasuk juga makhluk hidup dan benda mati (alam sekitarnya). Setiap makhluk yang ada ini adalah produk evolusi (perubahan). Yang berhasil dari evolusi dapat dikatakan adalah produk “iman”. Dari sini kita dapat memahami mengapa kita harus beragama, yaitu untuk keselamatan (Islam) diri kita sendiri dari alam yang terus menerus diubah oleh Allah. Bagaimana agar kita selamat dari alam ini? Kita harus mampu mengubah diri (berevolusi) dengan cepat sebelum mengalami „diubah‟, hal tersebut diperlihatkan oleh kaum Sufis seperti yang diungkapkan oleh „Arjun pada sub bab sebelum ini atau bakteri seperti yang diungkapkan oleh Ridley. Jadi kondisi “Iman” itu sendiri bertingkat-tingkat demikian juga evolusi. Hal ini yang dijelaskan ayat QS 71:13-14 bahwa manusia mengalami kejadian yang bertingkat-tingkat. Kazuo Murakami, seorang pakar genetika dunia, berkeyakinan kualitas Gen juga dipengaruhi oleh lingkungan karena mekanisme Gen yang bekerja setiap detik (saat). Aktifitas nyala padam gen, serupa juga dengan aktifitas nyala padam Iman-Kafir. Oleh karena itu gen dan iman-kafir sama-sama dipengaruhi juga oleh lingkungan. Menurut Kazuo Murakami, perubahan lingkungan

tersebut tidak hanya perubahan ekosistem tetapi dapat juga berupa informasi yang didapat dan juga bentuk kerjasama dengan individu-individu makhluk lainnya. Jadi, inilah menjelaskan kepada kita, bahwa kita bertindak aktif ataupun pasif dalam alam ini akan terus diubah (berevolusi) atau diciptakan terus menerus.

121

Ini adalah sekaligus pembelaan kepada kaum sufi, yang seolah-olah tidak berbuat apa-apa pada kehidupan dunia, padahal mereka adalah pengubah diri dalam kehidupan dunia ini. Seperti halnya bakteri yang aktifitasnya tak terlihat, tapi sangat berperan dan dapat hidup dilingkungan mana saja. Bakteri hidup juga dalam setiap nafas kita dan juga dalam tubuh kita yang sudah tentu turut

juga mempengaruhi tubuh kita. Jadi, membantah ungkapan Ridley yang menganggap manusia adalah makhluk tersukses secara ekologis, ternyata bakterilah yang tersukses secara ekologis. Sekali lagi, hal ini membuktikan bahwa jika dibandingkan dengan makhluk lainnya, tingkat “iman” manusia tergolong biasa-biasa saja (terendah) dalam sejarah evolusi. Ridley menafsirkan hal tersebut sebagai makhluk yang berasal dari serangkaian kegagalan. Keterkaitan lingkungan dengan aktifitas gen kita yang berlangsung setiap saat bersinergi dengan penciptaan dan kebangkitan yang berlangsung setiap saat. Dengan demikian kebangkitan atau penciptaan juga merupakan aktifitas dari lingkungan (Ingat!! Bahwa alamiah adalah Ilahiyah). Sesuai dengan yang telah dijelaskan sebelum ini, perubahan informasi yang diterima gen kita juga terkait dengan perubahan lingkungan, maka pewarisan tidak hanya bersumber dari orangtua kita, tetapi juga bersumber dari lingkungan kita. Ini juga yang menunjukkan bahwa kebangkitan tidak hanya bersandar hubungan anak dengan orangtua, tetapi juga hubungan individu dengan lingkungannya. Hal inilah yang mendasari kewajiban umat Islam untuk berdakwah, berilmu dan juga menciptakan masyarakat madani karena aktifitas tersebut menciptakan lingkungan yang positif. Dari sini peran Islam terlihat bukan hanya memperbaiki individu atau umat (sekelompok manusia) tetapi juga meliputi spesies manusia, dengan tujuan

keselamatan spesies manusia. Hal ini agar spesies manusia selamat (islam) dari kehancuran (kiamat) spesies dan alam. Inilah tugas Rasululullah Muhammad SAW sebagai rahmatan lil alamin

122

Hikmah Evolusi Makhluk Hidup

Sebagai seorang muslim, tolok ukur dalam menerima keabsahan suatu pemikiran sudah tentu bahwa pemikiran tersebut haruslah bermanfaat bagi kehidupan manusia, keyakinan, atau agama kita. Jika hasil pemikiran tersebut tidak mengandung hikmah sama sekali untuk kehidupan kita sehari-hari sebaiknya dibuang saja, atau sebagai catatan yang disimpan saja. Jadi, seandainya kita menerima kebenaran teori evolusi, maka hikmah apa yang bisa kita ambil?

1. Menyadari bahwa hidup kita selalu penuh dengan ujian, karena prinsip evolusi adalah seleksi alam terhadap kemampuan bertahan makhluk hidup menghadapi tantangan alam dan persaingan hidup. Berarti, ajaran Islam yang berarti keselamatan adalah ajaran bagaimana manusia agar selamat dalam tantangan alam ini.

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

(QS 37:106)

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan

(saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang

mereka tidak diuji lagi? (QS 29:2)

Kita adalah produk dari sebuah proses seleksi tanpa jeda,

sebuah pengadilan oleh hakim kepunahan (trial by extinction)

(Steve Olson: Mapping Human History,2002)

2. Semua diri adalah satu, prinsip evolusi berdasarkan teori genetika menjelaskan bahwa asal-usul kita semua makhluk

hidup adalah satu. Tidak ada penciptaan terpisah atau berdiri sendiri. Hal ini berimplikasi bahwa lingkungan kita adalah bagian

123

yang tak terpisah oleh diri kita sendiri, maka kepedulian lingkungan adalah kepedulian terhadap diri sendiri. Al Qur‟an telah mengajarkan kepada kita, bahwa semua berawal dari Dia dan akan kembali kepada Dia, Dia adalah Yang Maha Esa, maka kita semua berasal dari Satu akan kembali menjadi Satu.

Semua kehidupan adalah Satu

(Matt Ridley: Genom kisah Spesies Manusia dalam 23 Bab, 2005)

3. Salah satu karakteristik evolusi adalah pewarisan dan perubahan terus menerus, tetapi pewarisan dan perubahan tersebut itu sendiri merupakan karakteristik dari penciptaan dan

kebangkitan. Pewarisan dan perubahan dapat terjadi secara internal (dalam diri; mutasi – genetic drift) atau secara ekternal (luar diri; seleksi alam – gene flow). Pewarisan dan perubahan dalam diri terjadi setiap saat dan setiap dalam keadaan diri tersebut bertindak aktif ataupun pasif.

4. Evolusi makhluk hidup dapat membantu kita memahami kehidupan sufi. Perubahan dalam diri (internal) atau genotip tidak harus beriringan dengan perubahan ekternal (fenotip). Dalam kehidupan yang berkualitas adalah perubahan internal yang lebih utama daripada perubahan eksternal.

5. Lebih dapat memaknai sifat-sifatNya secara keseluruhan dan totalitas, karena teori evolusi lebih dapat membuktikan ke-universalan sifat-sifatNya dan Al Qur‟an. Upaya dalam tulisan ini

adalah memberikan penafsiran dari sifat-sifatNya dan ayat-ayat Al Qur‟an dari sudut yang lebih universal daripada penafsiran umum yang ada, yang justru memberikan hasil yang dapat menerima kebenaran teori evolusi.

124

125

Kerancuan Mengartikan Evolusi Penolakan evolusi makhluk hidup seringkali didasari ketidak mengertian terhadap evolusi itu sendiri. Hal tersebut menimbulkan kesalah pahaman yang tak perlu. Serupa dengan hal tersebut, maka terdapat beberapa kesalahan Harun Yahya dalam mengartikan evolusi makhluk hidup, hal tersebut terlihat dari argumen-argumen penolakannya yang telah beliau lontarkan antara lain:

Tidak Ada Perubahan Fisik

Harun Yahya sering mengatakan evolusi tidak ada, karena alasan perubahan fisik yang sedikit, tidak ada bentuk antara, atau adanya bukti pernah hidup sezaman antar spesies yang dahulunya dianggap merupakan kesatuan rantai evolusi. Hal tersebut karena beliau menganggap evolusi bergerak searah, seperti dari simple ke kompleks, dari kecil ke besar, dari air ke darat. Ternyata, evolusi tidaklah hanya bergerak searah, tetapi ada yang langsung loncat ke berbagai arah, balik mundur, atau tetap (Peter Ackyord: The Beginning, Voyages Through Time). Salah satu bukti, yaitu adanya reptilia yang berevolusi kembali ke air. Pohon-pohon evolusi baik binatang maupun manusia yang sering ditampilkan dalam buku-buku ilmiah, hanyalah visualisasi sederhana yang tidak menggambarkan sepenuhnya peristiwa evolusi (menjadi spesies baru). Jadi, binatang yang tidak banyak mengalami perubahan secara fisiologi bukan berarti tidak mengalami evolusi. Seperti yang diungkapkan oleh Matt Ridley tersebut diatas, bahwa bakteri telah mengalami evolusi lebih tinggi daripada manusia, walaupun tidak banyak berubah bentuk hingga saat ini.

126

Sebaliknya, Harun Yahya menganggap Homo Erectus, Homo Neanderthal, dan Homo Sapiens merupakan perbedaan ras karena pernah hidup sezaman, bukanlah perbedaan spesies. Hal tersebut karena Harun Yahya melihat bahwa tindakan rekontruksi wajah dari fosil bersifat sangat manipulatif, pemikiran tersebut keliru tersebut

karena Harun Yahya hanya melihat dari aspek bulu saja pada wajah yang tidak bisa dilihat dari bukti fosil. Harun Yahya seolah olah lupa, bahwa salah satu perbedaan mendasar dari ketiga Homo tersebut adalah bentuk dahi dan volume otak. Pelipis mata pada Homo Erectus sangat menonjol sehingga pensil dapat diletakkan diatas pelipis tersebut, tidak ada ras manusia yang seperti itu sampai saat ini (Lihat Gambar 12a) Seperti halnya Homo Erectus, Homo Neanderthal bukanlah Homo Sapiens karena terbukti secara genetis (Peter Ackyord: The Beginning, Voyages Through Time). Pada tahun 1998, Svante Paabo dan koleganya dari Universitas Munich, Jerman, telah mempelajari DNA mitokondria dari fosil Homo Neanderthal dan membandingkan dengan manusia modern. Perbedaan antar manusia modern terdapat rata-rata 8 perbedaan dalam nucleotides, sedangkan perbedaan dengan Homo Neanderthal mencapai 26 perbedaan (Encyclopedia Americana: Annual 1998). Sedangkan di tahun 2003, ditemukan fosil manusia modern yang berumur 24.000 tahun yang lalu dan setelah diteliti DNA mitokondria-nya menunjukkan kedekatannya terhadap manusia modern daripada Homo Neanderthal yang hidup hampir sezaman, hal tersebut menunjukkan bahwa manusia modern berbeda spesies dengan Homo Neanderthal (Encyclopedia Americana: Annual 2004).

Sejauh ini, setelah menguji lebih dari 4.000 orang diseluruh dunia, tak ada DNA mitokondrial purba yang berhasil ditemukan. Semua tipe DNA mitokondrial yang telah diteliti dari populasi manusia modern kelihatannya memiliki asal-usul yang belum

lama. Implikasinya adalah bahwa para pendatang modern menggantikan seluruh populasi kuno – habis.

(Richard Leakey, Asal Usul Manusia, 2007)

127

Gambar 12a. Perbandingan Tampak Muka Rangka Homo Erectus (atas), Homo Neanderthal (tengah), dan Homo Sapiens (bawah)

(Sumber : Richard Leakey, Asal Usul Manusia)

Gambar 12b. Perbandingan Tampak Samping Hominid

(http://cas.bellarmine.edu/tietjen/Evolution/Hominids/Hominid Preview.pdf)

128

Penemuan terkini dalam DNA mitokondria tersebut diatas, membuktikan bahwa walaupun secara fisiologi Homo Neanderthal sangatlah mirip dengan Homo Sapiens, tetapi mereka adalah spesies yang berbeda. Perbedaan spesies inilah yang membuktikan adanya teori evolusi. Sebaliknya, adanya periode tertentu hidup sezaman antar spesies yang masih merupakan kesatuan rantai

evolusi, bukanlah berarti tidak ada evolusi, tetapi berarti ada induk sebelumnya yang merupakan asal spesies-spesies tersebut, yang belum ditemukan. Sebagai contoh: Homo Erectus, Homo Neanderthal, dan Homo Sapiens pernah hidup sezaman, bukan berarti tidak ada evolusi, bisa jadi hal tersebut karena induk ketiga spesies tersebut belum jelas. Apabila memperhatikan ayat QS 6:6, “Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang Telah kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu) Telah kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah kami berikan kepadamu, dan kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, Kemudian kami binasakan mereka Karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain”. Maka pergantian suatu spesies tidak menggantikan keseluruhan individu spesies, atau dengan kata lain bahwa evolusi selalu bergerak kedua arah yaitu mempertahankan spesies (meningkatkan kualitas genetika) dan berubah spesies (mengarah ke kompleksitas genetika). Ini dapat menjelaskan bahwa induk dari ketiga spesies tersebut, apabila misalnya Homo Erectus dapat sebagai induk ketiga spesies homo tersebut diatas, maka hanya sebagian kelompok

berevolusi menjadi spesies lainnya, sebagian lainnya bertahan.

Missing Link

Salah satu alasan yang digunakan Harun Yahya dalam menolak teori evolusi adalah masih adanya missing link atau rantai yang putus

129

dalam keterkaitan antar spesies dalam sejarah evolusi. Sebenarnya, penolakan kalangan kreasionis terhadap teori evolusi dengan menyandarkan alasan adanya „missing link‟ ini, lebih merupakan perbedaan persepsi daripada benar-benar tinjauan ilmiah. Bagaimanapun juga besar atau banyaknya „missing link‟ dalam sejarah evolusi, bukannya menyurutkan kalangan evolusionis dalam

mendukung teori dari Darwin ini. Malah memberikan semangat untuk menemukan jejak-jejak baru dalam fosil-fosil yang lebih baru ditemukan yang akan memperbaharui posisi ranting atau dahan dalam pohon evolusi. Penemuan-penemuan baru memang seringkali mengubah jalur ranting dan dahan dalam pohon evolusi, hal inilah yang juga sering digunakan untuk penolakan evolusi bagi kreasionis. Tetapi, sebenarnya penemuan-penemuan baru palaentologi tidaklah pernah menebang habis pohon evolusi. Sebagai contoh adalah hubungan tiga hominid yang telah dibahas sebelum subbab ini, yaitu: Homo erectus, Homo Neandherthal, dan Homo Sapiens. Dahulu kalangan evolusi melihat hubungan ketiga hominid ini hubungan series, yaitu Homo sapiens diturunkan dari homo neandherthal yang diturunkan dari Homo Erectus. Penemuan terbaru memperlihatkan bahwa ketiga hominid tersebut pernah hidup bersamaan. Harun Yahya langsung melihat penemuan tersebut sebagai bukti kegagalan teori evolusi, karena seolah-olah terjadi missing link dari ketiga hominid tersebut. Tetapi kalangan evolusionis, tidak melihat demikian, evolusionis melihat ada induk dari ketiga homonid tersebut yaitu berdasarkan temuan mereka, yaitu Homo Heidelbergensis. Sekali lagi, apa yang telah diupayakan oleh Harun Yahya dalam menebang pohon evolusi mengalami kegagalan. Tetapi, hal inilah yang kurang dipahami oleh kreasionis (Harun Yahya), alih-alih memperbaharui

teorinya, tetapi malah mengulangi kesalahan-kesalahannya dengan memberi contoh-contoh yang mirip terhadap makhluk-makhluk lain. Selain itu, Harun Yahya memberikan argumen-argumen yang blunder, seperti halnya ketiga hominid tersebut adalah perbedaan ras bukanlah perbedaan spesies, seperti yang telah dibahas pada subbab sebelum ini. Atau seperti argumen Harun Yahya yang

130

menjelaskan bahwa jejak Australopitecus Afarensis sekitar 2-3 juta tahun yang lalu adalah jejak manusia. Hal ini, seolah-olah memberikan gambaran bahwa seolah-olah penelitian evolusionis adalah serampangan, padahal penelitian evolusionis banyak diuji atau didukung oleh cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain. Perkembangan cabang-cabang ilmu pengetahuan diluar arkeologi,

saat ini telah berkembang dengan lebih banyak mendukung evolusi daripada menolaknya, seperti: anthropologi, psikologi, genetika, dan lainnya. Hal ini terlihat penelitian Robin Dunbar dalam karyanya The Human Story yang memperlihatkan perkembangan evolusi budaya dan psikologi dalam kaitannya dengan evolusi setiap hominid menuju manusia. Memang untuk memenuhi semua missing link dalam pohon evolusi membutuhkan spesimen fossil yang sangat banyak. Disisi lain, penemuan-penemuan arkeologi terus bertambah yang justru membangun pohon evolusi dengan mengisi lubang-lubang „missing link‟. Dalam pengamatan penulis dalam dua tahun terakhir ini telah muncul tiga penemuan yang dapat mengisi „missing link‟ pohon evolusi tersebut, yaitu: Pertama, Tiktaalik, yang hidup sekitar 375 juta tahun yang

lalu, merupakan makhluk yang dianggap makhluk antara ikan-ikanan Panderichtys dan Eusthenpteron (385 juta tahun yang lalu) yang menghubungkan dengan makhuluk amphibi

Acanthostega dan reptilia Ichtyostega (365 juta tahun yang lalu). Berita ini muncul pada suratkabar harian Kompas tanggal 24 April 2006.

Kedua, Berdasarkan penelitian Prof. Hans Thewissen dari

Universitas Ohio, USA, telah menemukan Indohyus yang merupakan nenek moyang bersama Paus dan Lumba-lumba dan juga merupakan „missing link‟ terhadap nenek moyang paus yang hidup didarat. Hidup pada 48 Juta tahun yang lalu. Struktur tengkorak menyerupai nenek moyang paus, berkaki empat dan hidup lama didalam air.

131

Gambar 13. Tiktaalik Sebagai ‘Missing Link’ antara Ikan dan Ampibi

(http://en.wikipedia.org/wiki/Tiktaalik)

Gambar 14a. Prof. Hans Thewissen

(http://news.bbc.co.uk)

Gambar 14b. Indohuys

(http://news.bbc.co.uk)

132

Ketiga, website http://news.yahoo.com memberitakan melalui tulisan Stan Lehman tanggal 1 Februari 2008, yang menjelaskan bahwa rangka yang telah ditemukan oleh palaenthologis Felipe Mesquita de Vasconcellos merupakan rangka buaya yang ditemukannya pada tahun 2004 yang lalu, telah mengisi „missing link‟ antara buaya prasejarah dan buaya saat ini. Penelitian ini diumumkan di Universitas Federal Rio de Janeiro tanggal 31 januari 2008.

Gambar 15. Buaya

‘Missing Link’ yang menghubungkan Buaya

Pra sejarah dengan Saat ini.

(http://news.yahoo.com)

Boleh jadi para kreasionis melihat temuan tersebut diatas sebagai spesies yang terpisah, bukanlah spesies yang mengisi „missing link‟. Tetapi kreasionis haruslah jujur dalam melihat keseluruhan pohon evolusi, bahwa tidak ada bukti bahwa Homo sapiens ditemukan sebelum Homo erectus, atau ditemukan bukti hominid mendahului mamalia, atau mamalia dan burung mendahului reptilia, atau reptilia mendahului ikan, dan seterusnya. Hal ini dibuktikan dalam Al Qur‟an dalam surat Al Mukminun (23) ayat 12-14, seperti yang tertuang dalam tabel 4. Tidak hanya itu, ayat tersebut menjelaskan bahwa penciptaaan makhluk akhir melalui pewarisan yaitu dari penciptaan makhluk sebelumnya.

Ledakan Kambrium

Salah satu argumen yang diusung oleh Harun Yahya dalam menolak

133

teori Evolusi, yaitu adanya ledakan Kambrium. Yaitu peristiwa yang terjadi 570 sampai dengan 505 juta tahun yang silam, yang memperlihatkan kemunculan serentak makhluk yang berbeda-beda, seperti siput, trilobite, ubur-ubur, bintang laut, kerang, dsb. Semua makhluk tersebut memiliki system yang rumit dan struktur yang maju. Disini Harun Yahya berargumen telah terjadi penciptaan

langsung. Karena teori evolusi mengusung asal kejadian yang satu. Argumen Harun Yahya tersebut sungguh menggelikan, karena beliau adalah pendukung teori Big Bang. Bukankah munculnya bermacam-macam atom di alam semesta ini dari satu kejadian Big Bang tersebut? Bukankah munculnya bermacam-macam galaksi, tata surya, planet-planet dan benda angkasa lainnya di alam semesta ini juga dari satu kejadian Big Bang? Lantas, mengapa kita sulit menerima bahwa ledakan Kambrium bukan dari satu kejadian yang sama? Baik dari Big Bang itu sendiri atau dari teori awal kehidupan adalah sel. Seperti yang telah disinggung pada bab terdahulu, bahwa kita berasal dari satu sel dalam rahim seorang ibu, lantas mengalami diferensiasi, sehingga terciptalah organ-organ tubuh, seperti otak, mata, jantung, lambung, usus-usus, dsb. Bukankah setiap organ-organ tersebut memiliki system dan struktur yang sangat berbeda, tetapi berasal dari satu sel yang sama? Bukankah peristiwa ini serupa dengan ledakan Kambrium? (Gambar 11b). Dari kedua contoh tersebut diatas, kerancuan pemikiran Harun Yahya sebenarnya terletak cara menafsirkan penciptaan, yaitu langsung dari tidak ada menjadi ada. Padahal telah jelas bahwa kelahiran adalah manifestasi dari penciptaan, begitu juga

diferensiasi sel dalam proses kelahiran. Jadi, ada sesuatu ketidak-konsistenan, apabila kita sulit menerima evolusi sebagai manifestasi penciptaan. Sebaliknya, ketidak-konsistenan tersebut melebar apabila kita mengaitkan ledakan Kambrium dengan keilahian. Mengapa ledakan kemunculan spesies-spesies tersebut hanya terjadi pada zaman

134

Kambrium? Kalaupun terjadi ledakan-ledakan lain pada zaman yang berbeda, tetap tidak menunjukkan ledakan yang lebih besar dari ledakan Kambrium, seperti terlihat pada gambar 11a pada bab terdahulu. Jika demikian yang terjadi, apakah Tuhan telah menunjukkan penurunan kreatifitas dalam mencipta? Seandainyapun, tidak dianggap sebagai penurunan kreatifitas

penciptaan, tetapi sangat jelas menunjukkan perubahan perilaku. Hal ini menunjukkan Tuhan telah terikat dimensi waktu! Seperti yang telah disinggung pada bab terdahulu.

Kode Genetik Bukan Bukti Evolusi

Seperti ungkapan Matt Ridley yang tertulis di bab sebelum ini, bahwa setiap makhluk hidup berbahan sama karena disusun dari genom yang berkode genetik sama yaitu T, G, C, dan A. Tetapi, Harun Yahya melihat hal tersebut bukanlah sebagai bukti evolusi karena itu hanya menunjukkan penciptanya dengan bahan yang sama. Harun Yahya sepertinya lupa bahwa genom bukan hanya rangkaian zat protein (bahan penyusun) saja, tetapi juga merupakan rangkaian informasi, yaitu semacam kode atau bahasa yang diwariskan melalui reproduksi makhluk hidup (seperti perkawinan atau membelah diri). Bagaimana mungkin makhluk memperoleh informasi segala bentuk, warna, dan jenis tiap organ

maupun keseluruhan bentuk tubuhnya, bila tidak diwariskan? Selain itu argumen Harun Yahya membuktikan telah melunturkan nilai-nilai Ilahiyyah karena bahan-bahan yang sama untuk semua makhluk menunjukkan ketidakmampuan Allah dalam hal kreatifitas atau ketergantungan mutlak terhadap bahan tersebut dalam mencipta. Sedangkan prinsip pewarisan dalam penciptaan adalah sesuai dengan ayat QS 23:12-14 yang telah disinggung dalam bab terdahulu. Satu hal lagi yang tidak disadari oleh Harun Yahya, bahwa terdapat „kekeliruan‟ molekular dalam genom pada tubuh kita, yang terdapat

135

juga pada tubuh kera-kera besar yang ada saat ini (spt: simpanse), sebagai contoh adalah pseudogen yaitu semacam gen fungsional yang menyandikan protein antibodi yang tanggap terhadap alergi yang menempati lokasi yang dalam genom antara manusia dan simpanse. „Kekeliruan‟ tersebut dikarenakan keberadaannya tidak memiliki fungsi. Jika manusia dan kera tercipta secara terpisah,

maka mengapa Tuhan mengulangi kekeliruanNya? „Kekeliruan‟ itu meluas kepada sesama primata (tidak hanya kera), apabila melihat keberadaan pseudogen pada inti sel. Memperhatikan hal tersebut Steve Olson mengungkapkan seperti dibawah ini.

Kekeliruan molecular yang sangat terperinci kerap ditemukan dalam spesies-spesies yang mirip, sehingga menggugurkan

scenario penciptaan yang terpisah dan mendukung sejarah evolusi.

(Steve Olson: Mapping Human History,2002)

Mutasi Selalu Merugikan

Alasan lain beliau menolak evolusi adalah bahwa hasil mutasi selalu merugikan. Mutasi tidak selalu merugikan tetapi sebagian besar bersifat netral dan ada juga yang justru menguntungkan (Steve Olson: Mapping Human History). Keuntungan tersebut berupa kemampuan lebih untuk bertahan hidup dan bereproduksi di lingkungan tertentu. Sebagai contoh hal tersebut adalah hubungan warna kulit manusia dan iklim. Contoh lainnya adalah virus flu burung (1997), yang merupakan hasil mutasi dari virus flu spanyol (1918), kemudian virus flu asia (1957) kemudian flu hongkong (1968). Kemampuan sebar flu burung 2 kali lebih cepat dari pada flu hongkong (National Geographic Indonesia; Oktober 2005). Jadi, melihat kemampuan virus tersebut yang meningkat, berarti mutasi tidak selalu merugikan.

136

Mutasi Tidak Bisa Memunculkan Spesies Baru

Alasan lain beliau menolak evolusi adalah karena seleksi alam dan mutasi tidak bisa memunculkan makhluk spesies baru. Pemikiran ini sungguh rancu, karena tinjauan Harun Yahya hanya skala waktu yang kecil. Padahal rentang evolusi hingga mencapai jutaan tahun. Selain itu, Evolusi bukanlah hanya hasil mutasi, tetapi evolusi merupakan kombinasi dari mutasi, seleksi alam, genetic drift, genetic flow dan sekaligus isolasi geografis yang bersifat kumulatif. Penemuan terbaru dalam genetika, yaitu DNA mitokondria,

menjelaskan bahwa Homo Neanderthal berbeda spesies dengan Homo sapiens (manusia saat ini). Contoh lainnya adalah mutasi virus flu yang memunculkan spesies baru. Inilah bukti bahwa evolusi itu ada, walaupun bentuk dan kecerdasan tidak jauh berbeda. Sebaliknya, Harun Yahya tidak dapat membuktikan adanya penciptaan langsung dalam kurun waktu yang ada saat ini. Apakah Tuhan sudah berhenti mencipta?

Hukum II Termodinamika

Penolakan teori evolusi karena berdasarkan Hukum II Termodinamika sangat tidak tepat. Tinjauan Hukum II Termodinamika hanya melihat pada system tertutup yaitu dengan melihat segmen waktu tertentu maka kehancuran alamiah adalah benar terjadi, tetapi apabila melihat segmen waktu yang lain maka pembentukan juga terjadi. Sebagai contoh, apabila gunung dibiarkan secara alamiah akan hancur sendiri akibat pelapukan, tetapi bila melihat peristiwa pelapukan tersebut lebih jauh akan membentuk sungai-sungai dan sedimentasi. Apabila Hukum II Termodinamika hanya dilihat sebagai peristiwa penghancuran alamiah saja, maka ini jelas bertentangan filsafat agama apapun, apakah Tuhan mencipta untuk dihancurkan saja? Demikian juga jika

memperhatikan pembahasan pada bab terdahulu bahwa esensi kehancuran adalah penciptaan, maka timbul inkonsistensi. Lebih parah lagi, sangat bertentangan dengan ayat QS 91:7 seperti

137

tertulis diatas.

Teori Evolusi Mengusung Rasisme dan Fasisme

Saat ini terjadi perubahan mengejutkan dari pemikiran kaum Darwinian, bahwa mereka tidak lagi rasis, karena penemuan terbaru mereka dalam ilmu genetika. Asal semua kehidupan ini satu (Matt Ridley: Genom, kisah spesies manusia dalam 23 bab) dan bahkan untuk asal usul seluruh spesies manusia disebutkan awalnya satu lalu terjadi

diaspora dan akhirnya beragam (Steve Olson: Mapping Human History). Hal tersebut terjadi karena penemuan terbaru dalam genetika menyebutkan bahwa kurang lebih 150.000 tahun yang lalu kita

diturunkan dari spesies manusia yang satu yaitu Homo Sapiens. Hal tersebut menguatkan ayat-ayat Al Qur‟an tentang perintah-perintah atau pemberitaan kepada seluruh umat manusia yang sering disebut bani Adam.

138

139

Siapakah Adam itu?

Kontroversial Adam (Manusia Pertama) dalam Penafsiran Al Qur’an

Membahas lebih lanjut mengenai teori evolusi ini, ialah membahas bagaimana posisi Adam dalam rangkaian evolusi. Agar tidak menimbulkan kerancuan, batasan pembahasan Adam dalam penulisan ini adalah sebagai manusia pertama bukan sebagai Nabi. Ada tiga alasan mengapa posisi Adam sangat penting dalam pembahasan mengenai evolusi manusia ini.

Jika kita mengikuti argumen Harun Yahya, bahwa Homo Erectus, Neandherthal, dan Homo Sapiens adalah perbedaan ras, bukanlah perbedaan spesies, maka sudah tentu dalam benak Harun Yahya, Adam adalah homo Erectus yang pertama. Sedangkan apabila kita memperhatikan bahwa adanya perbedaan fisik antar ketiga hominid tersebut, maka jika demikian halnya, mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan mengawali ketidak sempurnaan menuju ke kesempurnaan? Padahal Harun Yahya selalu mendengungkan alam tercipta dengan rancangan atau kesempurnaan tingkat tinggi

Jika kita mengikuti argumen Maurice Bucaille dan Abdul Shabur, yaitu manusia mengalami evolusi yang berbeda dengan binatang, tetapi hominid pra manusia satu kejadian dengan manusia saat ini. Disini Abdul Shabur mengartikan bahwa adalah Homo Sapiens adalah al-insan, sedangkan makhluk pra manusia adalah al-basyar. Maka sudah tentu

Adam disini adalah al-insan pertama. Jika demikian halnya, berarti Adam juga dilahirkan. Lantas, mengapa Maurice Bucaille dan Abdul Shabur sulit menerima evolusi manusia adalah satu

140

kejadian dengan binatang?

Dari kedua argumen tersebut, jika kita menempatkan Adam sebagai Nabi pertama, maka mengapa risalah yang disampaikan pertama kali harus memakan jarak waktu yang panjang sekali dibandingkan kenabian Muhammad SAW.

Karena Homo Erectus pertama muncul sekitar 2 juta tahun yang lalu dan Homo sapiens pertama sekitar 200 s.d. 150 ribu tahun yang lalu.

Ketiga tokoh tersebut sudah tentu sama-sama menggunakan Al Qur‟an sebagai narasumber utamanya. Berarti, ada perbedaan yang kotroversial dalam menafsirkan Al Qur‟an. Di Bab ini terdapat ayat-ayat AlQur‟an yang menjadi dasar penolakan evolusi makhluk hidup oleh Harun Yaya, maka akan dicoba dengan menafsirkan Al Qur‟an yang lebih kritis. Beberapa ayat dalam Al Qur‟an tersebut, bila kita perluas maknanya atau skala ruangnya, akan membawa penafsiran baru yang justru dapat membantu memahami evolusi ini. Ayat-ayat tersebut seperti dibawah ini.

1. Yang memulai penciptaan manusia dari tanah kemudian Dia

menjadikan keturunannya dari saripati dari air yang hina (QS 32:7-8)

Ayat inilah yang sering digunakan untuk menafsirkan bahwa Adam dari tanah, kemudian kita semua dari air mani. Penafsiran tersebut tidak keliru, tetapi coba bebaskan penafsiran ayat tersebut dari dimensi ruang-waktu. Jika kita hanya bersandarkan dengan satu penafsiran seperti tersebut diatas saja, maka sunnah Allah bertentangan dengan ayat QS 33:62 dan QS 35:43, karena sunnah Allah tidak berdimensi ruang-waktu. Berdimensi ruang, karena perbedaan perlakuan penciptaan Adam dengan manusia saat ini. Berdimensi waktu, karena penciptaan manusia masa lalu (Adam) berbeda dengan manusia saat ini secara fungsi waktu.

Sunnah Allah tidak berubah, maka pertama-tama kita harus bebaskan ayat tersebut dari dimensi ruangnya. Kita coba baca ulang

141

bahwa ayat tersebut berbunyi “memulai penciptaan manusia”, bukan “memulai penciptaan Adam (saja)”. Secara tekstual ayat tersebut menyebutkan “manusia (insaan)” bukan “Adam”. Lantas, mengapa kata 'manusia' tersebut hanya ditafsirkan Adam saja? Kemudian coba kaitkan dengan kemenjadian abadi, bahwa manusia itu tercipta setiap saat. Maka penafsiran ayat tersebut menjadi

“memulai penciptaan manusia (setiap individu, termasuk Adam sendiri) dari tanah, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati dari air yang hina”, berarti juga “bila keturunan kita sudah dilahirkan, maka dia menjadi tanah, keturunannya nanti dari saripati dari air yang hina”, begitu seterusnya, sunnah Allah berulang-ulang terus menerus tanpa ada perubahan untuk setiap individu manusia. Jadi, ayat ini menjelaskan bahwa arti kebermulaan penciptaan manusia dari tanah adalah manusia dewasa penghasil sperma, bukanlah pada kelahiran. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada bab terdahulu, ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa setiap individu diri kita masing-masing tercipta setiap saat. Bahkan diakhir ayat tersebut menekankan bahwa saat dilahirkan kita bukanlah makhluk yang sama. Apakah anda masih berfikir kita ini makhluk yang sama pada saat kita masih satu sel (embrio) dengan makhluk yang terdiri 75 triliun sel (manusia dewasa)? Sejak kapan kita menggunakan logika satu adalah sama dengan 75 triliun? Pergantian setiap saat untuk setiap sel tubuh dan darah kita dan juga perubahan setiap senyawa kimia yang terjadi dalam tubuh begitu juga setiap mutasi yang terjadi pada tubuh kita, menunjukkan bahwa sebenarnya setiap individu kita sendiri adalah makhluk yang diciptakan setiap hari, minggu, bulan, ataupun setiap tahunnya. Inilah penjelasan bahwa penciptaan individu manusia bukanlah diawali dari kelahiran, tetapi

saat kita dewasa, berarti manusia dewasa inilah yang berarti tanah.

2. Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani dalam tempat yang kokoh. Kemudian air mani itu Kami ciptakan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami ciptakan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami ciptakan

142

tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan makhluk yang lain. Maka Maha Sucilah Allah Pencipta yang paling baik. (QS 23: 12-14)

Sudah jelas ayat ini menceritakan tentang kejadian (penciptaan) pada setiap individu manusia, bukanlah terjadi pada spesies manusia. Maka, hanya menafsirkan Nabi Adam saja yang dari tanah sangatlah tidak tepat, karena Nabi Adam adalah asal usul spesies manusia bukan individu manusia. Berarti, ayat ini juga menjelaskan bahwa bukan Nabi Adam saja yang terbuat dari tanah, tetapi setiap individu manusia.

Peristiwa kemunculan Adam pun yang merupakan makhluk manusia dewasa dapat ditafsirkan sebagai peristiwa individu kita semua dari dalam kandungan hingga dewasa. Atau sebaliknya, bahwa peristiwa penciptaan Adam (manusia dewasa) adalah peristiwa yang serupa dengan setiap individu manusia kita semua pada masa anak-anak.

Tabel 5. Perbandingan Kejadian Tiap Individu dengan Peristiwa Adam

No

Peris-tiwa

Tiap individu

(QS 23:12-14) Peristiwa Adam

1 Tanah (Orangtua)

Tanah ?

Inilah koridor kontroversi

2 Air mani

3 Zygot, sel yang terus menerus membelah

4 Segumpal darah yang kemudian menempel pada

dinding rahim (blastosista)

5 Segumpal daging

6 Tulang

7 Tulang dibungkus daging,

organ bayi lengkap terbentuk,

Diciptakan pasangan (Hawa)

sebagai pendamping (QS 4:1)

143

termasuk jenis kelamin Allah mengajarkan Adam nama-

nama (QS 2:31).

Serupa dgn kejadian individu manusia yaitu periode dlm kandungan s.d. anak-anak selalu dalam pengajaran. Malaikat bersujud (QS 2:34).

Menjelaskan bhw dari dlm kandungan s.d. anak-anak yang membutuhkan pelayanan atau kepatuhan lingkungan thdp

kebutuhan bayi atau anak-anak

8 Saat-saat kelahiran, keluar dari

rahim

9

Bayi, merangkak berjalan

dengan 4 kaki

10 Anak-anak, memiliki kemampuan adaptasi tinggi dgn lingkungan, muncul

kecerdasan

Penolakan iblis bersujud (QS 2:34).

Menjelaskan bahwa anak-anak rentan terhadap gangguan luar Menerima peringatan (QS 7:19)

11

Remaja

Mengenal pasangan jenis (QS 2:35) Godaan Iblis, terbuka aurat (QS 7:22)

12 Akil balig, Dewasa,

Kemandirian

Keluar dari surga dan penyesalan (QS 7:23-24)

Tabel tersebut diatas memulai peristiwa Adam pada nomor peristiwa tujuh(7). Hal tersebut dikarenakan Adam diceritakan dalam Al

Qur‟an dalam bentuk manusia dewasa didalam surga. Peristiwa ini serupa dengan jabang bayi yang sempuna (organ telah lengkap) dalam kandungan (surga). Penyerupaan kandungan (rahim) dengan surga, karena alasan bayi menerima „full supply‟ dalam kandungan (rahim). Peristiwa surga (full supply) ini berlanjut hingga anak-anak dan akil balig, karena kurun peristiwa ini anak-anak mendapatkan full supply dari orangtuanya. Kemunculan Hawa pada peristiwa tujuh (7) ini juga menunjukkan bahwa bayi dapat dilihat jenis kelaminya pada kurun peristiwa ini. Oleh karena itu, berdasarkan tabel kejadian tersebut diatas, maka penafsiran tentang penciptaan Hawa, yaitu dari diri (tulang rusuk)

144

Adam, pastilah sangat sulit diterima logika, jika kita hanya bersandar pada argumen penciptaan langsung Adam. Sedangkan ayat yang digunakan sebagai argumen adalah seperti dibawah ini

Hai manusia, bertakwalah engkau kepada Tuhanmu yang telah

menciptakanmu dari diri yang satu dan diciptakan darinya pasangannya. Dan dari keduanya Allah memper-kembang biakkan Laki-laki dan perempuan yang banyak…. (QS 4:1)

Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya diciptakan pasangannya… (QS 7:189)

Tetapi apabila kita menafsirkan kedua ayat tersebut dengan melihat kejadian manusia seperti pada tabel 4 dan 5, maka penafsiran „menciptakan dari diri yang satu dan diciptakan darinya pasangannya‟ seperti tersebut diatas, akan dapat dengan mudah diterima secara logika. Hal tersebut karena memiliki esensi yang sama dengan periode yang di mulai dari makhluk bersel satu hingga

pada periode kemunculan ikan-ikanan atau makhluk yang melakukan reproduksi secara seksual, yaitu munculnya makhluk yang terpisah jenis kelaminnya dari spesies yang sama (tabel 2). Demikian juga bila kita melihat rantai kejadian individu manusia, akan memiliki esensi kejadian yang serupa, yaitu dari yang bersel satu kemudian menjadi embrio yang memiliki organ yang lengkap barulah ditentukan jenis kelaminnya (tabel 3) seperti hadits dibawah ini

Ketika nutfah sudah melewati batas waktu empat puluh dua malam. Allah mengutus malaikat kepadanya.

145

Malaikat lalu menggambarnya, kemudian membuat telinganya, Matanya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya.

Setelah itu malaikat berkata, “Wahai Tuhan, laki-laki atau perempuan?”

(HR Bukhari dan Muslim)

Jika memperhatikan tabel 5 tersebut diatas, penafsiran kejadian Adam dengan kemunculannya yang secara mendadak dan langsung dari tanah, maka timbul kerancuan karena akan tampak lompatan kejadian dalam awal peristiwa penciptaan Adam. Hal ini diperparah lagi apabila kita menafsirkan penciptaan Hawa yang penciptaanya langsung (tulang rusuk) dari Adam, maka akan bertambah lagi kerancuannya, karena Hawa juga tidak melalui tahapan sesuai ayat tersebut diatas. Bila peristiwa tersebut ditafsirkan sebagai mukjizat, maka untuk siapa mukjizat tersebut? Bukankah sebelum Adam dan Hawa diciptakan semua makhluk telah beriman? Jika kemunculan Adam secara langsung, hanya sekadar untuk menunjukkan kekuasaanNya, maka muncul kontroversi penafsiran tersebut diatas, karena memperlihatkan bahwa seolah sunnah Allah berubah atau adanya adanya perbedaan perlakuan seperti yang dijelaskan pada bab terdahulu. Peristiwa pengajaran Adam oleh Allah tentang nama-nama, hal tersebut serupa dengan pengajaran orangtua kepada anaknya mulai sejak dalam kandungan hingga bayi kemudian anak-anak. Sedangkan ketertundukan malaikat kepada Adam adalah peristiwa pelayanan atau kepatuhan total yang diberikan lingkungan kepada bayi atau anak-anak. Hal ini seperti halnya orang-orang dewasa disekitarnya (orangtua, kakek neneknya, saudara-saudaranya) yang selalu siap melayani, seperti: menggendong, menyuapi, mengasuh,

menuntun, dan lain-lain sebagainya. Sebaliknya, penafsiran perintah ketertundukan malaikat oleh Allah kepada manusia, seringkali digunakan sebagai argumen kemuliaan manusia dihadapan makhluk Allah lainnya. Padahal jika penafsiran “ketertundukan” tersebut sebagai “pelayanan”, maka jelaslah bahwa hal tersebut tidak terkait dengan kemuliaan. Galaksi-galaksi

146

diangkasa yang ada, tatasurya, matahari, planet-planet, dan bumi yang kita injak, serta tumbuhan dan binatang yang telah ada jauh sebelum manusia ada, telah melayani kita dengan baik, bahkan kita bergantung sepenuhnya dengan mereka. Suatu kesombongan yang nyata, apabila kita tidak memperhatikan lingkungan atau makhluk Allah lainnya dengan mengekploitasi terus menerus tanpa

memeliharanya kembali. Jika halnya demikian, apakah kita masih menganggap lebih mulia dari mereka? Apakah kita masih menganggap lebih mulia dari orangtua, kakek nenek, paman, tante kita sendiri? Renungkanlah kembali. Fakhrudin Iraqi mengungkapkan ketertundukan tersebut sebagai manifestasi cinta.

Setiap yang tertarik pada sang Kekasih harus menjadi hamba bagiNya Semua adalah hamba Dikau tapi tak mengetahuinya Apatah mereka mengenalMu atau tidak…. Semua makhluk dunia Kini dan selamanya tanpa akhir bersujud hanya kepadaMu Semua cinta bagi seorang yang lain hanyalah sehembus dari aromaMu… Tiada seorang lain pun bisa dicintai (Fakhrudin Iraqi, Lama‟at, Lam VI)

3. Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya

langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,

kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami

jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka

tidak juga beriman? (QS 21:30)

Dalam menafsirkan tentang air dalam ayat ini, khusus tentang penciptaan manusia, Harun Yahya berargumen bahwa air yang dimaksud adalah air mani. Penafsiran tersebut tidaklah keliru, karena beliau mengacu ke ayat tersebut dibawah ini

147

Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang dipancarkan, Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS 86:5-7)

Kedua ayat tersebut menggunakan kata yang sama tentang air yaitu maain. Tetapi, argumen Harun Yahya terdapat ketidak konsistenan apabila kita hanya melihat pada sisi kejadian Nabi Adam saja. Dalam QS 21:30 tersebut diatas disebutkan “..dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup..”, sedangkan Nabi Adam langsung dari tanah, apakah kita akan mengatakan bahwa Adam adalah bukan sesuatu yang hidup? Apabila kekhususan diberikan kepada Adam dengan tidak memberlakukan ayat tersebut pada Adam, maka sekali lagi, penafsiran kita telah memaksakan sunnah Allah berubah. Selain itu, jika „air‟ tersebut dinisbahkan kepada manusia pertama (Adam),

maka air mani siapa yang dipancarkan? Sekalipun kita menggunakan penafsiran bahwa maain tersebut berarti air mani, berarti menunjukkan bahwa Nabi Adam-pun dilahirkan. Apabila juga kita melihat keseluruhan pada ayat QS 21:30 tersebut diatas, sebenarnya ayat tersebut bercerita tentang kejadian peciptaan tatasurya atau alam semesta, atau yang seringkali kita sebut peristiwa „Big Bang‟. Unsur-unsur air seperti Hidrogen dan Oksigen termasuk atom-atom yang pertama terbentuk, sehingga ayat ini ayat adalah pembuktian temuan ilmiah saat ini. Sehingga sungguh rancu bila kita menterjemahkan „air‟ pada ayat tersebut adalah „air mani‟. Dari sisi biologi, juga membuktikan bahwa lebih dari 60% kandungan tubuh kita memang terdiri dari „air‟ yang murni bukan air mani. Oleh karena itupun kita perlu menafsirkan ulang arti „manusia tercipta dari tanah‟.

148

4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes air mani yang bercampur, yang Kami hendak mengujinya, maka Kami jadikan dia mendengar dan melihat (QS 76:2)

Harun Yahya dalam memandang ayat tersebut diatas hanya melihat konteks kejadian manusia dari air mani. Hal tersebut sudah dibahas sebelumnya. Padahal, inti ayat tersebut pada kata „menguji‟‟. Kemudian, apabila kita menafsirkan ayat tersebut diatas, dengan arti bahwa mendengar dan melihat dijadikan untuk menghadapi ujian, penafsiran tersebut sangatlah rancu. Apakah orang buta dan tuli tidak akan diuji lagi? Nabi Yakub AS yang buta akibat menangis

kehilangan putranya Nabi Yusuf AS, masih diuji dengan menunggu perjumpaan anaknya hingga puluhan tahun. Padahal pada kata „dia‟, jelas mengacu pada air mani. Oleh karena itu, penafsiran ayat tersebut seharusnya memandang bahwa kemampuan mendengar dan melihat adalah hasil yang diperoleh setelah air mani tersebut mengalami pengujian. Jadi, kemampuan mendengar dan melihat adalah hasil dari suatu usaha dalam menghapi tantangan atau ujian. Oleh karena itu, Allah sangat menegur keras manusia yang tidak melakukan usaha mendengar

dan melihat.

Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di

akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (QS 17:72)

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang

buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS 22:46)

149

Kedua ayat tersebut diatas menegaskan bahwa usaha untuk memahami, mendengar, dan melihat adalah suatu keharusan. Bahkan adanya organ mata dan telinga tidak menjamin keberadaan pemahaman, pendengaran, dan penglihatan. Oleh karena itu, ujian adalah mekanisme yang terus berlanjut seperti halnya penciptaan atau kebangkitan yang pernah disinggung sebelumnya. Jadi, pada setiap kejadian manusia baik sebelum berbentuk maupun sudah berbentuk, mekanisme uji tetap berlangsung. Esensi penafsiran tersebut sebenarnya sangat serupa dengan peristiwa rantai evolusi manusia. Ketiga kemampuan tersebut diatas merupakan tahapan kejadian makhluk hidup juga. Makhluk yang dahulunya berupa makhluk bersel satu mengalami evolusi menjadi makhluk yang dapat mendengar dan melihat seperti ikan-ikanan, ampibi, dan reptilian. Dengan demikian kumulatif seleksi alam, mutasi, dan isolasi geografis dapat ditafsirkan sebagai bentuk mekanisme uji dan usaha makhluk hidup. Inilah yang menjadikan dasar evolusi.

5. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah? Padahal

Dia sesungguhnya menjadikan kamu dalam beberapa tingkat

kejadian (QS 71:13-14)

Dalam buku Harun Yahya yang berjudul “Mencari Jejak Evolusi dalam Al Qur‟an”, menafsirkan “beberapa tingkat kejadian” seperti pada ayat tersebut diatas hanya melihat perubahan dari air mani hingga menjadi bentuk manusia secara utuh. Bila melihat tabel 2 dan 3 sebelum ini, Harun Yahya menafsirkan ayat tersebut dari sudut pandang kejadian individu manusia saat ini saja. Padahal, jangankan berbicara rantai evolusi makhluk hidup, untuk peristiwa kejadian Nabi Adam pun tak berlaku! Karena Adam adalah makhluk langsung jadi bukan makhluk yang mengalami beberapa tingkat kejadian. Jika kita menggunakan logika seperti Harun Yahya, sama halnya kita

150

menerima perubahan sunnah Allah. Berarti Allah mengikuti fungsi waktu, karena ucapan Allah seperti pada ayat diatas tidak berlaku pada saat penciptaan nabi Adam. Sama halnya kita memperkenankan diri sendiri untuk mengatakan apa dasarnya Al Qur‟an berlaku untuk saat ini? Inilah kerancuan logika Harun Yahya!

6. Darinya(bumi) itulah Kami menciptakan kamu dan

kepadanya(bumi) Kami akan mengembalikan kamu dan

daripadanya(bumi) Kami akan mengeluarkan kamu pada kali

yang lain (QS 20: 55)

Pada ayat 53 pada surat Thaha ini, menjelaskan bahwa arti kata ganti “-nya” pada ayat tersebut diatas, jelaslah berarti bumi (ardh). Sebagian mufassir mengartikan tanah, karena kita diciptakan dari tanah sebagai bahan. Sedangkan, ayat tersebut diatas merupakan

bagian tentang peringatan Nabi Musa a.s kepada Fir‟aun. Oleh karena itu, sekali lagi, bahwa ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa penciptaan manusia dari tanah bukan monopoli Nabi Adam a.s saja, karena arti „kamu‟ disitu ditujukan kepada Fir‟aun atau kepada kita semua sebagai pengemban amanah AlQur‟an. Selain itu, kembali ke ayat 53 pada surat yang sama, arti dari „ardh‟ tidak hanya bermakna „bahan‟ (tanah) tetapi juga „lokasi‟ yang berarti bumi itu sendiri. Kemudian, jika kita mengartikan ayat tersebut diatas tanpa melihat dimensi ruang dan waktu, maka seluruh manusia baik Nabi Adam a.s sebagai manusia awal dan kita semua, muncul (diciptakan) dari lokasi bumi. Jika kita menafsirkan kemunculan Adam di bumi, maka timbul konsekuensi bahwa kita memerlukan arti baru tentang surga karena mengingat ayat QS 7:23. Sedangkan arti „keluar dari surga‟ seperti pada tabel diatas, dapat ditafsirkan sebagai „kemandirian‟ atau „mempertanggung jawabkan sendiri‟ karena surga yang penuh suplai, kemudian keluar menuju dunia yang tanpa suplai. Sebaliknya, jika mengikuti logika Harun Yahya dengan mengartikan ardh sebagai tanah yang merupakan bahan pembentuk Adam, dan

151

surga merupakan lokasi pembentukannya, maka timbul kerancuan bahwa bagaimana material yang tidak ghaib (tanah) dapat berada dilokasi yang ghaib (surga)?

7. Sesungguhnya perumpamaan Isa disisi Allah adalah seperti Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, kemudian Allah berfirman kepadanya: “Jadilah maka jadilah dia” (QS 3:59)

Harun Yahya dalam menafsirkan ayat ini hanya melihat bahwa persamaan Isa dan Adam adalah kesamaan tanpa diasuh atau dibimbing oleh orangtua atau manusia dewasa lainnya. Hal tersebut

tidaklah keliru, karena kecerdasan kedua Nabi tersebut langsung dari Allah, bukan hasil bimbingan orangtua atau orang yang lebih tua atau juga tanpa campur tangan manusia lain. Tetapi, bila melihat kelanjutan ayat tersebut diatas, yaitu bahwa ayat ini menjelaskan tentang penciptaan Adam, maka ayat tersebut harus ditafsirkan juga bahwa nabi Isa pun dari tanah, atau karena kita semua menyetujui nabi Isa dilahirkan, maka sudah tentu nabi Adam pun juga dilahirkan. Seperti halnya QS 23: 12-14, maka arti „tanah‟ pada ayat ini adalah ibu atau orangtua. Berarti, penciptaan Adam juga dapat ditafsirkan sebagai peristiwa „kelahiran‟.

8. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:

“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di

muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak

menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan

padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa

bertasbih dan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan

berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak

kamu ketahui” (QS 2:30).

Harun Yahya dalam menafsirkan ayat ini hanya melihat pada sisi bahwa Adam adalah manusia pertama saja. Tetapi, jika membaca keseluruhan ayat tersebut, maka timbul pertanyaan apa yang mendasari argumen para malaikat bahwa yang diangkat khalifah adalah “orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah”. Jika kita menafsirkan bahwa para malaikat

152

mampu melihat kondisi masa akan datang, maka mengapa malaikat tidak bisa melihat realitas saat ini, bahwa manusia telah benar-benar menguasai (khalifah) bumi? Berarti, malaikat sebenarnya hanya melihat realitas saat itu atau sebelum penciptaan Nabi Adam, bahwa ada makhluk yang berbuat

kerusakan dan menumpahkan darah. Makhluk apakah itu? Jika kita konsekuen bahwa Adam adalah manusia (insaan) pertama, maka makhluk inilah yang dapat ditafsirkan sebagai makhluk pra-manusia, seperti homo erectus atau Neanderthal.

Selain itu, bila kita memperhatikan ayat sebelum ayat ini (QS 2:29), bahwa segala sesuatu yang ada di bumi untuk kita semua, maka niat Allah untuk menjadikan kita menjadi khalifah di muka bumi, adalah karena kita berada di bumi.

9. ..Tatkala keduanya telah merasai buah kayu (khuldi) itu,

nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulainya

keduanya menutupinya dengan daun-daun surga…. (QS 7:22)

Harun Yahya tidak membahas sama sekali tentang ayat ini, padahal jika kita dengan jeli memperhatikan ayat ini, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggugat penciptaan langsung Adam. Jika, karena memakan buah kemudian terbuka auratnya, apa

yang menutupi aurat Adam dan Hawa? Jika Adam telah berpakaian, maka apakah Adam membuat pakaian itu di surga? Sekali lagi, bukankah peristiwa tersebut terlalu mekanis untuk di surga? Jika Allah yang membuatkan pakaian tersebut, maka jadi terlalu rendah sifat Allah dan juga kemampuan Adam. Sedangkan Homo Neanderthal telah mampu membuat pakaian sendiri dari kulit binatang. Sekalipun dengan kerancuannya kita tetap menafsirkan yang menutupi aurat adalah pakaian dan karena berada di surga, pakaian tersebut tentulah juga bersifat ghaib. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Adam telah menggantinya dengan daun-daun surga. Maka,

153

mengapa setelah terbuka auratnya, Nabi Adam tidak mampu menutupi lagi tubuhnya dengan pakaian tersebut? Jawaban logis dari pertanyaan tersebut adalah bahwa Adam sebelumnya manusia berbulu lebat, kemudian rontok setelah makan buah kayu tersebut, kemudian menutupinya dengan daun surga.

Manusia berbulu lebat itulah yang dapat ditafsirkan sebagai makhluk pra-manusia.

Penafsiran Menyeluruh (Makro) Penciptaan Manusia dalam Al Qur’an

Setelah merevisi penafsiran per-ayat tentang penciptaan manusia, sekarang kita coba penafsiran ayat-ayat penciptaan manusia dalam satu rangkaian sehingga diharapkan kita mendapatkan penafsiran yang menyeluruh. Sesuai dengan maksud tersebut, maka ayat-ayat tersebut dicoba disusun dalam suatu tabel seperti dibawah ini

Tabel 6. Zat yang Digunakan dalam Mencipta Manusia

No

Obyek yg dicipta

Zat yg digunakan

Tanah Air (Mani) Segum

pal Darah

Thin Tu-roob

Shal-shalin

Ardh Maa‟i Nuth-fah

Al Alaq

1 Adam QS 3:59

2 Kamu QS 6:2 QS 35:11; QS 18:37;

QS 40:67; QS 22:5

QS 20:55; QS 11:61;

QS 71:17

QS 77:20

3 Dia QS 7:12*; QS 38:76

4 Mereka QS 37:11

154

5 Insan QS 32:7; QS 23:12

QS 55:14 QS 15:26

QS 32:8

QS 76:2; QS

36:77

QS 96:2

6 Basyaro QS 38:71 QS 15:28 QS 15:33

QS 25:54

Jika kita memperhatikan seluruh ayat tersebut diatas, maka Tidak ada satu ayatpun yang mengatakan secara tekstual bahwa Adam dari tanah kecuali ayat QS 3:59 dan ayat yang menyebutkan kata ganti „dia‟ yang mengacu pada Adam yaitu QS 7:12. Sedangkan „dia‟ pada ayat QS 38:76 mengacu pada basyar. Jadi, hanyalah penafsiran sajalah yang mengacukan semua ayat tersebut diatas bahwa seolah-olah hanya Adam sajalah yang diciptakan dari tanah. Ayat yang paling menegaskan bahwa tanah bukanlah monopoli Adam adalah ayat QS 37:11. Maka, sebenarnya tidaklah keliru bila kita menafsirkan Adam dari tanah, tetapi secara konsisten, maka kita semua juga diciptakan dari tanah. Seperti pada ayat-ayat yang berobyekkan „kamu‟, jelas bahwa ayat tersebut ditujukan kepada yang membaca Al Qur‟an. Penegasan bahwa penciptaan dari tanah bukan hanya monopoli Nabi Adam AS telah diungkapkan oleh Rasullulah SAW seperti dibawah ini

Aku dan Adam adalah nabi yang diciptakan dari air dan tanah

liat. (Ibn Arabi; dikutip dari buku „Menakar Jiwa yang Suci‟)

Sesuai dengan QS 3:59, bahwa penciptaan Adam serupa dengan Isa, karena Isa melalui proses kelahiran, maka Adampun pasti melalui proses kelahiran juga. Esensi pada ayat tersebut bukan pada kesamaan dari zat yang digunakan untuk dicipta, tetapi kesamaan proses penciptaannya. Dari ayat ini saja, jelas sekali bahwa penciptaan tidak melalui mekanisme secara „abrakadabra‟. Dan juga, arti „Kun fayakun‟ adalah proses.

Jika penciptaan dari tanah hanya dimonopoli Adam, maka kita menutupi banyak kebenaran.

155

Bahwa Sunnah Allah tidak berubah, maka kita bisa menafsirkan lebih universal sifat-sifat Allah

Bahwa arti Adam banyak memiliki makna terhadap arti kemanusiaan kita semua, karena kemunculannya yang tidak berbeda dengan kita. Begitu juga sebaliknya, arti tanah yang tidak hanya diimiliki Adam memberikan arti yang luas juga bagi kita semua.

Bahwa proses kelahiran bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan penciptaan, atau dengan kata lain bahwa kelahiran adalah bagian dari penciptaan. Hal tersebut dipertegas bahwa asal usul tanah bukanlah monopoli Nabi Adam a.s. Lantas mengapa penciptaan harus dipertentangkan dengan evolusi makhluk hidup? Atau mengapa kita tidak bisa menganggap bahwa evolusi makhluk hidup bagian dari sunnahNya?

Bahwa tanah juga memiliki arti yang luas dan dapat membawa kita ke kasadaran mistis yang seringkali diungkapkan kalangan penganut sufisme.

Kemudian, bagaimana dengan arti tanah itu sendiri? Seperti halnya Adam, maka tanah disinipun memiliki banyak arti.

Tanah berarti tanah itu sendiri. Sangat berbeda dengan teori Harold Urey tentang kehidupan pertama dibumi yang peristiwanya diluar laut, dan ditolak oleh kalangan ilmuwan saat ini, karena bumi pada saat itu penuh dengan CO2 sehingga tidak memungkinkan makhluk hidup untuk bertahan hidup. Sebuah teori lain menyebutkan bahwa kehidupan pertama di bumi berasal dari debu (thin) vulkanik yang dipancarkan dari bawah tanah didalam laut dengan suhu ekstrem. Peristiwa tersebut sangat serupa dengan peristiwa sperma (debu vulkanik) yang dipancarkan kedalam rahim (laut). Adapun suhu ekstrem akibat aktifitas vulkanik tersebut yang identik dengan neraka hawiyah yang merupakan asal (umm) kita seperti dijelaskan pada ayat dibawah ini.

156

Maka tempat asalnya adalah neraka

Hawiyah. (QS 101:9)

Sesuai QS 32:8, Tanah adalah zat sebelum terbentuknya air

mani (nutfah), maka arti nutfah tersebut dapat berarti senyawa protein. Hal tersebut adanya kemiripan empat jenis tanah penyusun manusia, yaitu thin, turoob, shalshalin, dan ardh dengan empat jenis senyawa protein (asam amino) yang menyusun DNA , yaitu thianin (T), guanine (G), cytosin (C), dan adenine (A).

Ibn Arabi menafsirkan arti bermacam-macamnya asal manusia tersebut, yaitu air dan tanah yang bermacam-macam itu, adalah bahwa asal jasad manusia bermacam-macam (dikutip dari karyanya yang berjudul Menakar Jiwa yang Suci ). Sekali lagi disini ditegaskan bahwa seorang sufisme di abad 12M telah berfikir mendahului teori evolusi dari Darwin.

Air mani diproduksi oleh manusia dewasa, maka tanah juga dapat berarti manusia dewasa. Karena tanah adalah benda mati, maka hal ini memberikan pesan kepada kita bahwa kedewasaan adalah kematian, berarti juga masa kanak-kanak adalah kehidupan sesungguhnya. Kebebasan tanpa perasaan dosa tidak dimiliki oleh orang dewasa. Inilah arti “….Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati… (QS 6:95)” yang

berarti anak-anak menjadi dewasa dan “….kemudian kamu dimatikan dan dihidupkannya kembali… (QS 2:28)” yang berarti orang dewasa melahirkan anak-anak.

Selaras dengan arti tersebut diatas, sesuai QS 23:12-14, maka

tanah dapat ditafsirkan sebagai orangtua kita sendiri, selanjutnya jika kita perhatikan ayat 14, maka „menjadi makhluk yang lain‟ yaitu anak kita sendiri sesungguhnya adalah diri kita sendiri. Kesatuan diri orangtua dan anak, membawa

arti baru hubungan dunia dan akhirat. Apabila Allah berpesan kepada kita untuk mengutamakan kehidupan akhirat, maka dapat ditafsirkan kita harus memikirkan kehidupan anak cucu

157

kita dimasa depan, karena mereka adalah diri kita sendiri. Suatu bangsa harus memikirkan apa yang akan diwariskan generasi bangsa berikutnya. Disinilah arti kunci yang sama denga teori evolusi yaitu pewarisan terhadap generasi

berikutnya. Dengan demikian arti akhirat juga memiliki makna

lebih luas yaitu kesadaran berfikir jangka panjang (visioner).

Selain pemaknaan „Adam dan tanah‟ yang lebih luas, peristiwa kejadian manusia individu juga memberikan arti yang lebih luas,

karena keidentikan dengan kejadian evolusi binatang menjadi spesies manusia.

Sesuai dengan tabel kejadian manusia dan QS 23:12-14, maka tidak ada substansi yang membedakan antara manusia, binatang, tumbuhan, dan benda mati sekalipun. Hal ini sudah dibuktikan dengan teori mekanika kuantum, biologi (teori genetika dan evolusi), maupun pendapat kalangan sufisme sekalipun. Inilah makna ayat “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya diciptakan pasangannya… (QS

7:189)”. Arti „pasangannya‟ tersebut tidak hanya berarti jenis kelamin (pria-wanita) tetapi bisa juga memiliki arti yang banyak, seperti: makhluk hidup – benda mati, makhluk hidup tidak berpindah (tumbuhan) – makhluk hidup berpindah (manusia & binatang), binatang tidak berakal – binatang berakal (manusia), dan seterusnya. Semuanya berasal dari diri yang satu yaitu Allah Maha Esa.

Kesadaran bahwa kita berasal dari diri yang satu dengan makhluk lainnya, memberikan pesan bahwa setiap setitik perbuatan kita sangat berkaitan erat terhadap seluruh kejadian di alam semesta ini dan di muka bumi ini.

Pengibaratan seperti ayat “Sesungguhnya binatang yang paling buruk disisi Allah ialah orang-orang kafir… (QS 8:55)”, menegaskan kepada kita bahwa kita berasal dari diri yang satu dengan binatang. Bagaimana mungkin teguran itu disampaikan bila kita memang berbeda substansi, karena perbedaan yang

158

disebut dalam ayat diatas hanyalah perbedaan sifat.

Kesadaran bahwa kita berasal dari diri yang satu dengan makhluk lainnya, juga memberikan pesan kepada kita akan perlunya penghargaan terhadap keberadaan makhluk lainnya, seperti halnya kewajiban menjaga lingkungan, karena setiap

perbuatan kita akan mewariskan kepada semua makhluk di alam ini. Inilah hakikat Rasullah SAW bahwa beliau diutus sebagai rahmatan lil alamin.

Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS 21:107)

Rekonstruksi Peristiwa Kemunculan Nabi Adam AS

Kemudian bagaimana kita menafsirkan peristiwa kemunculan Nabi Adam AS itu sendiri? Atau, siapakah Nabi Adam As? Konsekuensi dari penafsiran seperti hal tersebut diatas, maka Nabi Adam AS sebenarnyapun dilahirkan. Pandangan ini sesuai dengan pemahaman penganut sufisme. Oleh karena itu, kita simak lebih dahulu perbincangan Ibn Arabi dengan orang yang dijumpainya dalam mimpi (kasyf)nya seperti dibawah ini.

Aku berjalan mengelilingi Ka‟bah bersama-sama kelompok manusia yang wajah-wajahnya tidak aku kenali. Mereka berkali-

kali mengucapkan dua baris syair, baris satu tentang yang kuingat sedangkan baris yang lain ialah yang kulupakan. Satu syair yang kuingat ialah demikian: “Bertahun-tahun kami berputar-putar, seperti kalian berputar, mengelilingi Rumah (Ka‟bah) ini, kita semua, masing-masing dari kita…” Seorang dari mereka berbicara kepadaku, menyebut dirinya dengan nama yang aku sendiri tidak mengenalnya. Dia berkata, “Aku adalah salah seorang dari nenek moyangmu”.

159

Aku bertanya kepadanya, “Telah berapa lama anda meninggal?” Dia menjawab,“Empat puluh ribu tahun dan sekian tahun.” Aku bertanya kepadanya,“Adam sendiri tidak hidup selama itu” Dia menjawab, “Adam mana yang anda bicarakan? Apakah anda berbicara tentang orang terdekat anda, atau tentang orang lain?” Kemudian aku kutip kembali hadits dimana Nabi SAW bersabda,“ Tuhan menciptakan seratus ribu Adam.” Nenek moyang itu kepada siapa aku kembali boleh jadi hanya salah satu dari mereka.

(Ibnu Arabi; dikutip dari Dunia Imajinal Ibnu Arabi, William C. Chittick, 2001)

Kemudian kita bandingkan penelitian terbaru tentang perjalanan kehidupan awal spesies manusia (homo sapiens sapiens) yang menyebutkan bahwa

Ras manusia (homo sapiens sapiens) pernah nyaris punah sekitar 70.000 tahun yang lalu. Saat itu dipercaya terjadi krisis

yang mengakibatkan berkurangnya populasi manusia hingga tinggal 2.000 orang. Artinya, dalam satu masa di waktu lampau pernah terjadi suatu bencana alam, atau wabah penyakit yang nyaris membuat kita batal memenuhi bumi.

(Peneliti dari Universitas Stanford, USA dan Russian Academy of Science, Rusia;

dikutip dari surat kabar harian Kompas 11 Juni 2003)

Sebagian besar paleontropolog dan pakar genetika sepakat, manusia modern muncul 200.000 tahun lalu di Afrika. Fosil pertama ditemukan di Omo Kibish, Ethiopia dan situs arkeologis

di Israel menyimpan bukti paling awal. Mereka punah 90.000 tahun lalu. Data genetic menunjukkan bahwa sekelompok kecil manusia modern meninggalkan benua Afrika pada 70.000 hingga 50.000 tahun yang silam dan akhirnya mereka menggantikan

semua jenis manusia terdahulu, seperti orang Neanderthal.

(James Shreeve; dikutip dari majalah National Geographic Indonesia - Maret 2006 )

Pada 80.000 tahun yang lalu, populasi-populasi manusia modern yang hidup di Skhul dan Qafzeh telah punah atau kembali ke Afrika. Namun sekitar 45.000 tahun yang lalu, manusia-manusia

modern muncul kembali di Timur Tengah dan menundukkan orang-orang Neandherthal.

(Steve Olson: Mapping Human History,2002)

160

Tulisan James Shreeve dan Steve Olson tersebut diatas merupakan hasil penelitian genetika dari hasil seluruh ras manusia saat ini yang menjelaskan perjalanan penyebaran manusia modern. Jadi, pernah terjadi 2 gelombang penyebaran manusia modern keluar Afrika (Out of Africa) yaitu sebelum 80.000 t.y.l yang kemudian punah atau kembali ke Afrika, dan gelombang ke dua sekitar 70.000 s.d. 50.000

t.y.l. (James Shreeve) atau 45.000 t.y.l (Steve Olson) menuju semenanjung Arab, baru kemudian menyebar keseluruh dunia. Hal tersebut diatas memiliki beberapa keserupaan seperti yang diungkapkan Ibnu Arabi. Pertama, lokasi tersebut sama dengan bahwa Adam adalah sekelompok manusia yang beribadah mengelilingi Ka‟bah (lokasi: Arab). Sedangkan manusia modern dari Arab dapat dianggap kelompok manusia awal yang menurunkan kita semua saat ini, karena telah menggantikan (menyebabkan punah) jenis manusia modern sebelumnya yang muncul dari Afrika (200.000 t.y.l) dan juga menggantikan spesies manusia lainnya, seperti Homo Neanderthal yang telah ada lebih dahulu ada di eropa dan asia. Sedangkan ungkapan “Adam mana yang anda bicarakan? Apakah anda berbicara tentang orang terdekat anda, atau tentang orang lain?” telah diperjelas dari hasil penelitian modern tersebut diatas, bahwa manusia telah muncul dalam berbagai spesies spt (H. Erectus, Neandherthal dan Sapiens) dan juga dua jenis manusia modern (spt. Sebelum 80.000 t.y.l dan setelah 45.000 t.y.l.) yang menununjukkan bahwa telah banyak Adam yang muncul. Walaupun demikian, Adam yang terdekat kita saat ini adalah Adam yang berasal dari semenanjung Arab. Kemudian ungkapan “ Tuhan menciptakan seratus ribu Adam” menunjukkan bahwa Adam tidak

hanya berarti satu individu, tetapi satu kaum atau umat.

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka

161

berselisih. kalau tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dari Tuhanmu dahulu, pastilah telah diberi keputusan di antara mereka, tentang apa yang mereka perselisihkan itu.

Krisis populasi ras manusia modern yang terjadi sekitar 70.000 tahun yang lalu, dan dari hasil penelitan perjalanan manusia berdasarkan genetika, seperti pada tulisan James Shreeve diatas, juga mempertegas bahwa semua ras manusia saat ini berasal dari satu umat. Walau berbeda alasan penyebab krisis populasi, Al Qur‟an telah memberi penjelasan penyebab krisis populasi tersebut, yaitu perkelahian perebutan wilayah yang mengakibatkan

pertumpahan darah dengan jenis atau spesies manusia sebelumnya.

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS 2:30)

Mereka yang mendukung wawasan mengenai pergantian seluruh maupun sebagian populasi manusia pramodern dengan manusia modern menghadapi masalah yang menggelisahkan: Bagaimana

pergantian tersebut terjadi? Menurut Milford Wolpoff, scenario semacam itu memaksa kita mengakui adanya pembantaian missal (violent genocide). (Richard leakey, Asal Usul Manusia, 2007)

Jika kita kembali menelaah tulisan Abdul Shabur Syahin (2004) yang menerjemahkan makhluk pra manusia (sebelum Adam) adalah Al Basyar, sedangkan manusia (sesudah Adam) adalah Al Insan dirasa kurang tepat. Al Basyar dan Al Insan tidak tepat dibedakan secara

162

spesies tetapi dapat dibedakan secara jenis, Al Basyar bisa ditujukan kepada manusia modern yang muncul dari Afrika, tetapi Al Insan adalah manusia modern keturunan dari afrika yang telah eksodus ke semenanjung Arab. Kesamaan spesies Al Basyar dan Al Insan, telah diindikasikan oleh Al Qur‟an, bahwa kedua jenis manusia modern tersebut diciptakan dari zat yang sama yaitu thin dan shalsalin

seperti yang tertuang pada tabel 4. Berdasarkan cerita Adam di Al Qur‟an, maka Al Insan atau Adam itu sendiri dapat ditafsirkan sebagai manusia modern yang memiliki pengalaman religius pertama dan khalifah (wakil Allah) dimuka bumi. Sedangkan Nabi Adam a.s. dapat saja ditafsirkan sebagai pemimpin kaum itu sendiri dan yang memiliki ritual keagaaman pertama (thawaf pada ka‟bah). Sedangkan garis keturunan manusia saat ini boleh jadi tidak berawal dari Nabi Adam a.s. tetapi semua umat manusia saat ini diyakini melalui percampuran dari garis keturunan beliau, seperti yang diungkapkan Ibn Arabi, bahwa “Nenek moyang itu kepada siapa aku kembali boleh jadi hanya salah satu dari mereka.”

163

Renungan Kembali

Penolakan terhadap teori evolusi dalam sebagian kalangan muslimin, sebenarnya terjadi karena perbedaan penafsiran ayat-ayat Al Qur‟an. Lebih spesifik lagi adalah penafsiran tentang penciptaan.

Oleh karena itu, dalam hal ini penulis mencoba menafsirkan dan mendalami kembali ayat-ayat Al Qur‟an secara tekstual. Penafsiran tekstual tersebut dengan membandingkan arti ayat tersebut dengan ayat-ayat yang lain. Setelah itu, penulis juga membandingkan dengan penafsiran-penafsiran ulama-ulama Islam yang ada. Dalam banyaknya penafsiran-penafsiran yang ada, penulis lebih memilih tafsir yang dapat menyalurkan sifat ke-Ilahian yang paling universal. Seringkali perbedaan-perbedaan pandangan timbul karena kita kurang berusaha untuk memahami permasalahan secara lebih

mendetail. Selain itu, seringkali juga persepsi kitalah yang lebih menonjol daripada perbedaan itu sendiri. Dalam buku ini, perbedaan-perbedaan tersebut semaksimal mungkin penulis sajikan, mulai dari permasalahan evolusi, penciptaan, ke-Tuhan-an, hingga perbedaan penafsiran Al Qur‟an. Penolakan Teori Evolusi seperti yang dilakukan oleh Harun Yahya, secara umum karena Teori Evolusi terlalu dilekatkan dengan Charles Darwin. Sehingga pandangan Charles Darwin yang atheis, secara serampangan disamakan bahwa Teori Evolusi adalah pandangan atheis. Hal tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi. Karena, teori Evolusi, seperti halnya teori-teori yang lain juga mengalami perubahan-perubahan. Oleh karena itu, kita sebagai muslimin bisa saja berpeluangan untuk memodifikasi teori tersebut untuk

mempertahankan keyakinan kita. Hal ini sebenarnya terlihat dari pengembangan terbaru dalam teori evolusi itu sendiri, bahwa evolusi makhluk hidup tidak hanya bersandarkan pada seleksi alam

164

(teori Darwin) tetapi juga mutasi, genetic drift, dan genetic flow. Mengapa teori evolusi merupakan pandangan atheis sulit diterima? Karena banyak tokoh-tokoh muslim abad pertengahan yang merepresentasikan evolusi makhluk hidup dengan tanpa terganggu keimanannya. Bahkan ajaran-ajaran mereka diajarkan disekolah-

sekolah pada saat itu. Alasan kedua penolakan teori evolusi, yang juga merupakan pandangan umum muslimin saat ini, adalah disebabkan penafsiran penciptaan yang tidak tepat. Pertama, karena “mencipta” sebagai sifat Ilahi disetarakan dengan aktifitas manusia yang terlingkup ruang dan waktu. Hal ini berkaitan dengan pertanyaan Charles Darwin itu sendiri ketika memperhatikan burung finch di pulau Galapagos, yaitu “Seandainya semua ini diciptakan dengan ukuran yang tepat, maka seharusnya semua burung tersebut adalah sama disemua tempat, tetapi mengapa terdapat variasi-variasi pada burung-burung tersebut?”. Jadi, dalam hal ini penafsiran Charles Darwin dan Harun Yahya tentang penciptaan sebenarnya sama. Karena Charles Darwin tidak menemukan jawaban, maka beliau menjadi atheis, sebaliknya Harun Yahya dalam karya-karyanya menjawab pertanyaan tersebut diatas dengan penafsiran penciptaan yang tidak tepat, sehingga merusak sifat-sifat ke-Ilahi-an. Kedua, kerena penafsiran “mencipta” juga dikaitkan dengan keberadaan makhluk yang juga terlingkup ruang dan waktu. Karena makhluk berawal dan berakhir, maka penciptaan juga berawal dan berakhir. Padahal, penciptaan itu bukanlah peristiwa „abrakadabra‟ ataulah peristiwa yang terpotong-potong oleh ruang dan waktu. Penciptaan adalah peristiwa tak berawal dan berakhir sekaligus yang

awal dan akhir. Oleh karena itu bersifat kontinyu dan abadi. Penciptaan tersebut dapat disebut Kemenjadian Abadi. Karakteristik Kemenjadian Abadi seperti tersebut diatas sulit diakomodir dalam teori Kreasionis ataupun Intelligent Design. Berbeda dengan teori evolusi yang justru mampu menyerap karakteristik penciptaan universal atau kemenjadian abadi, karena

165

evolusi makhluk hidup memiliki beberapa karakteristik seperti dibawah ini: Perubahan yang berlangsung terus menerus. Kesamaan asal usul bagi seluruh makhluk hidup. Pewarisan.

Alasan ketiga penolakan teori Evolusi, yang juga merupakan pandangan umum muslimin saat ini, adalah menempatkan manusia sebagai makhluk yang lebih mulia dibandingkan binatang atau makhluk lainnya. Sehingga menolak kesamaan asal usul manusia

dan binatang. Hal tersebut dipicu karena penafsiran ayat-ayat tentang: Pengangkatan manusia sebagai khalifah di muka bumi.

(QS 2:30) Diperintahkannya para malaikat untuk tunduk pada Nabi Adam

as. (QS 2:34) Disampaikannya amanah kepada manusia, yang gunung tak

sanggup menerimanya. (QS 59:21) Padahal, apabila kita menafsirkan peristiwa Nabi Adam a.s. adalah seperti halnya peristiwa setiap individu manusia pada periode anak-anak, maka pengangkatan manusia sebagai khalifah dimuka bumi adalah bagaikan cita-cita orangtua kepada anaknya. Sedangkan ketertundukan malaikat, adalah bagaikan ketertundukan lingkungan dan orangtua sebagai ungkapan kasih sayang terhadap anaknya,

seperti halnya: pengasuhan, perlindungan, pengajaran, pendanaan, dan lain-lain sebagainya. Demikian juga penafsiran tentang ketakberdayaan gunung menerima amanah sehingga gunung tersebut meletus. Sama sekali tidak mengindikasikan bahwa kita tidak lebih mulia daripada gunung. Kondisi meletusnya gunung justru menunjukkan kesadaran fana menghadapi amanah yang disampaikan, sedangkan manusia, karena belum memiliki kesadaran fana maka mau menerima amanah tersebut. Bumi telah bertasbih kepada Allah lebih dari 4 milyar tahun, sedangkan manusia dilahirkan dan dilayani oleh bumi baru 200.000 tahun, masihkah kita mengklaim lebih mulia dari

166

bumi?

Jadi, ayat-ayat Qur‟an yang membicarakan hal tersebut diatas tidak memperlihatkan bahwa kita lebih istimewa dari makhluk yang lain. Dalam memahami evolusi makhluk hidup dengan mengubah penafsiran penciptaan ala kreasionis dengan kemenjadian abadi, ternyata memiliki kesamaan dengan pandangan-pandangan sufisme. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa banyak tokoh-tokoh sufisme terutama pada abad pertengahan yang yang sejalan dengan teori evolusi makhluk hidup. Dalam hal ini kita tidak hanya melihat kesamaan tetapi sebaliknya, kita bisa memahami sufisme melalui bukti-bukti ilmiah. Beberapa terminologi sufisme seperti: fana, zuhud, wahdatul wujud, kesatuan dunia dan akhirat, dapat dipahami melalui evolusi makhluk hidup. Bahkan sebagian kalangan

sufisme memahami wahdatul wujud adalah kesadaran mistisme dalam tataran ide bukanlah dalam realitas, tetapi evolusi makhluk hidup membuktikan sebaliknya. Penulis telah membuktikan bahwa penafsiran penciptaan ala kreasionis tidak bisa menyalurkan sifat-sifat ke Ilahi-an yang universal. Bahkan dalam persoalan-persoalan yang lebih mendetail penafsiran tersebut menggiring sifat-sifat Ilahi yang saling bertabrakan. Sebaliknya, penafsiran penciptaan ala kemenjadian abadi seperti halnya penafsiran kalangan filosof dan sufisme, lebih

bisa menampilkan sifat-sifat ke Ilahi-an yang lebih universal. Penafsiran penciptaan ala kemenjadian abadi dapat mengakomodir teori evolusi. Tetapi, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menerima teori evolusi menimbulkan konsekuensi dari pemahaman-pemahaman yang tidak konvensional. Menerima teori evolusi juga berarti menafsirkan kembali Adam si manusia pertama, Tanah, dan Surga tempat awal Adam. Dalam hal ini, penulis melakukan multitafsir pada setiap skala ruang. Adam tidak hanya seorang individu Nabi yang merupakan insan pertama, tetapi juga awal spesies manusia, awal rangkaian evolusi makhluk hidup menuju manusia, dan juga awal proses setiap individu

167

manusia. Demikian juga tentang tanah, yang berarti tanah itu sendiri, tetapi juga berarti senyawa kimia protein yang mengawali evolusi makhluk hidup, dan juga berarti kode genetika yang dibawa orangtua setiap individu. Demikian juga arti „keluar dari surga‟, yang dapat diartikan „keluar dari laut‟ dalam evolusi makhluk hidup, juga berarti „out of africa‟ dalam peristiwa evolusi hominid menuju homo

sapiens, juga berarti „keluar dari rumah orangtua‟ menuju ke mandirian pada setiap individu manusia, dan juga berarti „keluar dari rahim‟ ibu. Dalam hal ini Rumi menafsirkan tidak sebagai „keluar‟ tetapi sebagai perpindahan dari rahim satu ke rahim yang lain, karena kita tidak terlepas dari kasih sayangNya. Sebagai catatan yang perlu diperhatikan, bahwa kesamaan pandangan evolusionis antara sufisme dan ilmuwan bukanlah tidak ada perbedaannya. Perbedaan ini nampak pada perspektifnya. Ilmuwan memandang evolusi adalah penghasil perbedaan atau variasi. Sebaliknya, sufisme memandang evolusi adalah perjalanan diri yang satu dalam berbagai tahap. Jadi, sesungguhnya sufisme memiliki pandangan kesatuan yang lebih kuat terhadap lingkungannya. Tetapi, mengapa umat Islam kurang intens dalam perhatiannya terhadap lingkungan dibandingkan dunia barat? Hal ini haruslah merupakan sebuah koreksi diri sebagai umat Islam. Catatan lain yang perlu dipertimbangkan adalah metode penafsiran Al Qur‟an dengan multitafsir yang banyak penulis lakukan. Merupakan konsekuensi dari pengadopsian penafsiran penciptaan yang terjadi berlangsung terus menerus dan kontinyu tanpa jeddah, dan juga penciptaan yang selalu berulang (QS 21:104). Begitu juga sebagai konsekuensi sifatNya yang awal dan akhir serta zhahir dan bathin. Selain itu, penafsiran dengan multitafsir ini juga membawa

kita mudah memahami istilah „wahdatul wujud‟ yang didengungkan kaum sufisme. Menyadari sepenuhnya bahwa karya ini pastilah terdapat kekurangan, masih mungkin untuk penafsiran-penafsiran lain asalkan mampu lebih menunjukkan sifat ke Ilahi-an yang lebih universal. Karya ini juga diakui masih menyisakan pemikiran-

168

pemikiran yang lebih lanjut yang tidak cukup tuntas tertuang dalam karya ini, seperti halnya: arti ruh, akhirat, kiamat, ataupun kebangkitan Nabi Isa di akhir zaman. Alhamdulillahi Robbil Alamin

169

Referensi

Daftar Pustaka

Abdul Qadir Al Jailani, Rahasia di Balik Rahasia, Terjemahan, Risalah

Gusti, 2002. Abdul Shabur Syahin, Dr., Adam Bukan Manusia Pertama?,

Republika, 2004. Agus Purwadianto, dkk., Jalan Paradoks, Teraju, 2004. Ahmad Marconi, Bagaimana Alam Semesta Diciptakan, Pustaka

Jaya, 2003. Albert Einstein, Relativitas: Teori Khusus dan Umum, Terjemahan,

KPG, 2005 Albert Einstein, The Imagination is More Important than Knowledge,

Terjemahan cet. IV., Instink Publishing, 2006. Alfred North Whitehead, Sains dan Dunia Modern, Terjemahan,

Nuansa, 2005. Anand Krisnha, Masnawi 3: Bersama Jalaluddin Rumi Menggapai

Kebijaksanaan, Gramedia, 2000. Bahauddin Walad, Ma‟arif, Terjemahan, One Earth Media, 2004. Charles Darwin, The Origin of Species, Terjemahan, Yayasan Obor

Indonesia, 2003. David Burnie, Evolusi, Terjemahan, Erlangga, 2005. Dean Hamer, Gen Tuhan, Terjemahan, Gramedia, 2006.

Fakhruddin Iraqi, Lama‟at, Terjemahan, Gramedia Pustaka Utama, 2001.

Fritjof Capra, The Tao of Physics, Terjemahan, Jalasutra, 2000. Harun Yahya, Hakikat Dibalik Materi, Terjemahan, Risalah Gusti,

2005. Harun Yahya, Keajaiban Dalam Atom, Terjemahan, Dzikra, 2003. Harun Yahya, Keruntuhan Teori Evolusi, Terjemahan, Dzikra, 2001.

170

Harun Yahya, Penciptaan Alam Raya, Terjemahan, Dzikra, 2003. Harun Yahya, Rahasia DNA, Terjemahan, Dzikra, 2003. Harun Yahya, Runtuhnya Teori Evolusi dalam 20 Pertanyaan,

Terjemahan, Risalah Gusti, 2003. Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan, Terjemahan, Mizan, 2002. Ibnu Arabi, Fushus Al Hikam: Mutiara Hikmah 27 Nabi, Terjemahan,

Penerbit Islamika, 2004. Ibnu Arabi, Menakar Jiwa Yang Suci, Terjemahan, Hikmah, 2003. Ibnu Arabi, Misteri Kun, Terjemahan, Risalah Gusti, 2005. Ibnu Arabi, Risalah Kemesraan, Terjemahan, Serambi Ilmu Semesta,

2005. Jalaluddin Rumi, Fihi Ma Fihi, Terjemahan, Risalah Gusti, 2004. John C. Avis, The Genetic Gods, Terjemahan, Serambi Ilmu

Semesta, 2007. John F. Haught, God After Darwin, Terjemahan, Ikon Teralitera,

2003. Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, Terjemahan, Mizan, 2001. Kazuo Murakami, Ph.D., The Devine Message of The DNA,

Terjemahan, Mizan, 2007. M.T. Misbah Yazdi, Jagad Diri, Terjemahan, Al Huda, 2006. Matt Ridley, Genom, Terjemahan, Gramedia, 2005. Maurice Bucaille, Dr., Asal Usul Manusia, Terjemahan cet. II., Mizan,

1987. Mehdi Ha‟iri Yazdi, Menghadirkan Cahaya Tuhan, Terjemahan,

Mizan, 2003. Michel Chodkiewiez, Konsep Ibn Arabi tentang Kenabian dan Aulia,

Terjemahan, Raja Grafindo Persada, 1999. Michel Talbot, Mistisme & Fisika Baru, Terjemahan, Pustaka Pelajar,

2002. Muhammad Shadiq „Arjoun, Sufisme: Sebuah Refleksi Kritis,

Terjemahan, Pustaka Hidayah, 2003. Muhammad Utsman Najati, Dr., Jiwa dalam Pandangan Para Filosof

Muslim, Terjemahan, Pustaka Hidaya, 2002. Mulla Shadra, Manifestasi-Manifestasi Ilahi, Terjemahan, Pustaka

Hidayah, 2004. Mulyadhi Kartanegara, Nalar Religius, Erlangga, 2007. Murtadha Muthahhari, Filsafat Hikmah, Terjemahan, Mizan, 2002.

171

Peter Ackyord, The Beginning: Voyages Through Time, Dorling Kidersley, 2003.

Reynold A. Nicholson, Jalaluddin Rumi, Terjemahan cet. V., Pustaka Firdaus, 2005.

Richard Dawkins, Sungai dari Firdaus, Terjemahan, KPG, 2005. Richard Leakey, Asal Usul Manusia, Terjemahan cet. II.,

Kepustakaan Populer Gramedia (KPG), 2007. Robin Dunbar, The Human Story, Faber and Faber Limited, 2004. Sachiko Murata, The Tao of Islam, Terjemahan Cet. IX., Mizan,

2004. Seyyed Hossein Nasr, Antar Tuhan, Manusia, dan Alam,

Terjemahan, IRCiSoD, 2003. Seyyed Mohsen Miri, Dr., Sang Manusia Sempurna: Antara Filsafat

Islam dan Hindu, Terjemahan, Teraju, 2004. Sibawaihi, Eskatologi Al Ghazali dan Fazlur Rahman, Penerbit

Islamika, 2004. Squire Russel, When God Wink, Terjemahan, Gramedia, 2004. Stephen W. Hawking, Riwayat Sang Kala, Terjemahan Cet. III,

Pustaka Utama Grafiti, 1994. Stephen W. Hawking, Teori Segala Sesuatu: Asal Usul dan

Kepunahan Alam Semesta, Terjemahan Cet. II, Pustaka Pelajar, 2005.

Steven T. Katz, dkk., Mysticism and Philosophical Analysis, Terjemahan, Unggun Religi, 2004.

T. Jacob Ms., M.D., Prof., Dr., dkk., Evolusi Manusia dan Konsepsi Islam, Risalah, 1984.

Taufiq Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ, Cet. II., Mizan, 2003. Will Johnson, Rumi: Menatap Sang Kekasih, Terjemahan, Serambi

Ilmu Semesta, 2005. William C. Chittick, Dunia Imajinal Ibnu Arabi, Terjemahan cet. II.,

Risalah Gusti, 2001. William C. Chittick, The Sufi Path of Knowledge, Terjemahan cet. II,

Qalam, 2007.

172

External Link

http://en.wikipedia.org/wiki/Human_evolution

http://en.wikipedia.org/wiki/Early_Homo_sapiens

http://en.wikipedia.org/wiki/History_of_evolutionary_thought

http://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_evolution

http://en.wikipedia.org/wiki/Intelligent_design

http://en.wikipedia.org/wiki/Evolution_of_the_eye

http://en.wikipedia.org/wiki/Evolution

http://en.wikipedia.org/wiki/Evidence_of_common_descent

http://en.wikipedia.org/wiki/Genetic_drift

http://en.wikipedia.org/wiki/Genetic_flow

http://en.wikipedia.org/wiki/Timeline_of_human_evolution

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_Golden_Age

http://en.wikipedia.org/wiki/Tiktaalik

http://cas.bellarmine.edu/tietjen/Evolution/Hominids/Hominid Preview.pdf

http://news.yahoo.com/ tgl 1 Februari 2008

http://news.bbc.co.uk/ tgl 27 Desember 2007

http://www.gennet.org/