badan penelitian dan pengembangan daerah provinsi banten...ternak domba terpadu juhut pandeglang...

89
Diterbitkan oleh : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI BANTEN L I T B A N G Sebagai Pilar Pembangunan EVALUASI PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI PROVINSI BANTEN Leo Agustino, Gandung Ismanto, dan Silfiana KAJIAN PENGUATAN KOHESI SOSIAL PADA SENTRA AGRIBISNIS KAMPUNG TERNAK DOMBA TERPADU JUHUT PANDEGLANG Agus Sjafari, Listyaningsih dan Oki Oktaviana PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TERTINGGAL MELALUI PEMANFAATAN IPTEK Abdul Malik, Arif Nugroho, Ahmad Sururi dan Guntur Fernanto KAJIAN POTENSI BAHAN BAKU INDUSTRI KIMIA DI WILAYAH BANTEN SELATAN Anton Irawan, Agung Sudrajat, Jayanudin, Imron Rosadi, Oki Oktaviana PENGEMBANGAN POTENSI BIOFARMAKA DI PROVINSI BANTEN Devi Triady Bachruddin ANALISIS RAWAN LONGSOR DI SENTRA AGRIBISNIS PETERNAKAN DOMBA DAN KAMBING DI KELURAHAN JUHUT PANDEGLANG Yana Suharyana KETERSEDIAAN PAKAN TERNAK DI SENTRA AGRIBISNIS TERNAK DOMBA TERPADU JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG Yunia Rahayuningsih Litbangda Vol. 6 No. 1 Serang Juni 2015

Upload: others

Post on 19-Jan-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Diterbitkan oleh : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH PROVINSI BANTEN

L I T B A N G Sebagai Pilar Pembangunan

EVALUASI PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI PROVINSI BANTEN Leo Agustino, Gandung Ismanto, dan Silfiana KAJIAN PENGUATAN KOHESI SOSIAL PADA SENTRA AGRIBISNIS KAMPUNG TERNAK DOMBA TERPADU JUHUT PANDEGLANG Agus Sjafari, Listyaningsih dan Oki Oktaviana PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TERTINGGAL MELALUI PEMANFAATAN IPTEK Abdul Malik, Arif Nugroho, Ahmad Sururi dan Guntur Fernanto KAJIAN POTENSI BAHAN BAKU INDUSTRI KIMIA DI WILAYAH BANTEN SELATAN Anton Irawan, Agung Sudrajat, Jayanudin, Imron Rosadi, Oki Oktaviana PENGEMBANGAN POTENSI BIOFARMAKA DI PROVINSI BANTEN Devi Triady Bachruddin ANALISIS RAWAN LONGSOR DI SENTRA AGRIBISNIS PETERNAKAN DOMBA DAN KAMBING DI KELURAHAN JUHUT PANDEGLANG Yana Suharyana KETERSEDIAAN PAKAN TERNAK DI SENTRA AGRIBISNIS TERNAK DOMBA TERPADU JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG Yunia Rahayuningsih

Litbangda Vol. 6 No. 1 Serang

Juni 2015

Page 2: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Alamat Penerbit : BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH

PROVINSI BANTEN Gedung Bappeda Lt. II Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B)

Jl. Syech Nawawi Al-Bantani Palima Serang 42171 Tlp. 0254-267040 Fax. 0254-267039 Email : [email protected]

L I T B A N G Sebagai Pilar Pembangunan

Jurnal LITBANGDA Provinsi Banten merupakan media publikasi hasil penelitian

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten yang terbit 2 (dua) kali dalam setahun.

Dengan terbitnya media ini diharapkan, kegiatan penelitian dan pengembangan dapat menjadi

“Pilar Pembangunan Daerah” Provinsi Banten.

Penanggung Jawab : DR. H. Ajak Moeslim, M.Pd

Ketua : Deni Andriani, S.Sos., M.Si

Redaktur : Ach. Furqon, S.Sos., M.Si

Editor : Devi Triady Bachruddin, Sp

Desain Grafis : Moon Marko, A.Md

Fotografer : Guntur Fernanto, S. KM

Sekretariat : Ade Afiati, S.Si

Pembuat Karya Tulis Ilmiah : 1. Muhlisin, S.Pd., M.Si

2. Yunia Rahayuningsih, S.PI

3. Oki Oktaviana, S.PI, M.AP

4. Yusniah Anggraini, S.KM

5. Yana Suharyana, S.Kom

Sirkulasi : Bani Adi Darma, M.Si

MITRA BESTARI

Prof. DR. H. M. A. Tihami, M.A Prof. DR. Soleh Hidayat, M.Pd

DR. H. Ajak Moeslim, M.Pd DR. Encep Supriyatna

Page 3: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karuniaNya sehingga jurnal Balitbangda edisi I (periode Januari-Juni 2015) bisa diterbitkan

dan hadir ditengah-tengah pembaca dengan berbagai informasi terkait penelitian-penelitian

yang dilakukan di lingkungan Balitbangda Provinsi Banten.

Pada jurnal edisi I ini kami menghadirkan 7 (tujuh) topik kajian, yaitu : Evaluasi

Partisipasi Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Provinsi Banten; Kajian Penguatan Kohesi

Sosial pada Sentra Agribisnis Kampung Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang;

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal Melalui Pemanfaatan IPTEK; Kajian

Potensi Bahan Baku Industri Kimia di Wilayah Banten Selatan; Pengembangan Potensi

Biofarmaka di Provinsi Banten; Analisis Rawan Longsor di Sentra Agribisnis Peternakan

Domba dan Kambing di Kelurahan Juhut Pandeglang; Ketersediaan Pakan Ternak di Sentra

Agribisnis Ternak Domba Terpadu Juhut Kabupaten Pandeglang.

Kajian-kajian yang dilakukan Balitbangda Provinsi Banten sejatinya untuk merespon

berbagai fenomena dan permasalahan pembangunan dalam berbagai dimensinya. Kami

berharap kajian-kajian yang dilakukan Balitbangda Provinsi Banten dapat dijadikan bahan

masukan dalam kebijakan perencanaan pembangunan daerah.

Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada Gubernur Banten yang

telah memberikan arahan dalam rangka terwujudnya penelitian yang berkualitas dan

implementatif, berbagai stakeholder dan mitra yang sudah bersinergi dalam penelitian, antara

lain Perguruan Tinggi, BPTP, BPPT, Kemenristek Dikti, dan Badan Penelitian dan

Pengembangan Kemendagri. Terima kasih pula kepada tim mitra bestari yang sudah

memberikan arahan dan masukan.

Tentu saja khazanah penelitian yang kami lakukan memiliki sisi-sisi keterbatasan dan

kekurangan. Oleh karena itu, kami berbesar hati untuk mendapatkan pemikiran-pemikiran ke

arah perbaikan.

Serang, Juni 2015

Kepala Balitbangda Provinsi Banten

DR. H. Ajak Moeslim, M.Pd

Page 4: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

DAFTAR ISI

• Kata Pengantar …………………………………………………….........…..........................................…... i

• Daftar Isi ………………………………..……………………............................................…………........….. ii

hal

1. Evaluasi Partisipasi Pemilih Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014

di Provinsi Banten

Leo Agustino, Gandung Ismanto, dan Silfiana

2. Kajian Penguatan Kohesi Sosial Pada Sentra Agribisnis Kampung

Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang

Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana

3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal Melalui

Pemanfaatan Iptek

Abdul Malik, Arif Nugroho, Ahmad Sururi dan Guntur Fernanto

4. Kajian Potensi Bahan Baku Industri Kimia Di Wilayah Banten

Selatan

Anton Irawan, Agung Sudrajat, Jayanudin, Imron Rosadi, O.Oktaviana

5. Pengembangan Potensi Biofarmaka Di Provinsi Banten

Devi Triady Bachruddin

6. Analisis Rawan Longsor Di Sentra Agribisnis Peternakan Domba

Dan Kambing Di Kelurahan Juhut Pandeglang

Yana Suharyana

7. Ketersediaan Pakan Ternak Di Sentra Agribisnis Ternak Domba

Terpadu Juhut, Kabupaten Pandeglang

Yunia Rahayuningsih

Page 5: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa
Page 6: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa
Page 7: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

KAJIAN POTENSI BAHAN BAKU INDUSTRI KIMIA

DI WILAYAH BANTEN SELATAN

Anton Irawan*, Agung Sudrajat*, Jayanudin*, Imron Rosadi* dan Oki Oktaviana

*Fakultas Teknik Universitas Sultan Agung Tirtayasa JL. Jenderal Sudirman, Km. 3, Cilegon

**Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Provinsi Banten

Gedung Bappeda - Lt.2, KP3B, Jl. Syeh Nawawi Al Bantani, Palima, Serang, Banten

Telp. : (0254) 267040 Fax : (0254) 267039

e-Mail : [email protected]

Abstrak

Provinsi Banten dikenal sebagai salah satu pusat industri kimia yang berpusat di kota Cilegon,

Kabupaten Serang dan Tanggerang. Selain itu, provinsi Banten memiliki sumber daya alam

melimpah di wilayah Banten bagian selatan terutama di Kabupaten Lebak. Sumber daya alam

yang berpotensi besar untuk dikembangkan dari Banten bagian selatan adalah Batubara,

Zeolit alam bayah dan Tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Perkembangan teknologi proses

industri petrokimia mengarah kepada pemanfaatan bahan alam seperti biomassa sebagai

bahan baku industri petrokimia akibat cadangan minyak dan gas bumi terus menipis. Tujuan

kajian ini untuk rekomendasi Pemerintah provinsi dalam meningkatkan keberdayaan sumber

daya alam di wilayah Banten bagian selatan yaitu batubara, zeolit alam bayah dan Tandan

kosong kelapa sawit (TKKS). Berdasarkan hasil kajian ini melalui survei ke lapangan dan

analisa laboratorium dari batubara, zeolit alam bayah dan TKKS adalah yang berpotensi

untuk dikembangkan adalah TKKS dan zeolit alam bayah karena jumlah yang melimpah yaitu

sekitar 68 – 81,6 juta ton untuk zeolit dan sekitar 2000 ton/bulan untuk TKKS.

Berdasarkan hasil analisa laboratorium zeolit alam bayah mempunyai kualitas baik sehingga

dapat dijadikan sebagai adsorben dan ion exchange untuk proses utility dan katalis, sedangkan

TKKS dapat dijadikan sebagai bahan baku industri petrokimia melalui proses biomassa

menjadi olefin.

Kata kunci : Batubara, Banten, TKKS, Zeolit, Petrokimia

Abstract

Banten Province was known as one of the centers of chemical industry and located in

Cilegon, Serang and Tangerang. In addition, Banten province has abundant natural

resources especially in the South Banten. Natural resources has great potential to be

developed in South Banten were coal, zeolit and oil palm empty bunches (EFB). The

development of the petrochemical industry process technology leads to use natural materials

such as biomass as raw material for the petrochemical industry due to limitation of oil and

gas reserves. The purpose of this study was to improve the empowerment of natural

resources in the southern region of Banten such as coal, natural zeolite bayah and oil palm

empty bunches (EFB). Based on the results of this study through field surveys and laboratory

analysis of coal, zeolit and EFB that EFB and natural zeolite bayah have more potensial due

the abundant amount of zeolit around 68 to 81.6 million tons and EFB about 2000 tons /

month. Natural zeolite Bayah have good quality and it can be used as adsorbents and ion

exchange process and catalyst utility, while the EFB can serve as raw material for the

petrochemical industry through a process of biomass into olefins.

Keywords : Coal, Banten, EFB, Zeolit, Petrochemical

Page 8: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

I. PENDAHULUAN

Provinsi Banten merupakan salah satu

provinsi di Pulau Jawa yang memiliki potensi

sumber daya alam yang cukup potensial.

Sebagian besar potensi tersebut terdapat di

wilayah Banten bagian selatan terutama di

Kabupaten Lebak dan Pandeglang.Kabupaten

Lebak memiliki sejumlah bahan tambang

emas, batubara, zeolit, domomolit, pasir

hitam, pasir kuarsa dan bahan tambang

lainnya.Lebak juga memiliki potensi sektor

perkebunan dengan komiditi kelapa sawit

terluas di Pulau Jawa, Karet, Kakao dan

Komoditi Pertanian.

Industri petrokimia merupakan salah

satu bagian industri kimia yang ada di

Provinsi Banten..Kondisi ketersediaan bahan

baku dari produk migas yang makin terbatas

dan mahal mengakibatkan mulai munculnya

pencarian-pencarian bahanbaku pengganti,

diantaranya gas etana, batubara, gas dari coal

bedmethane, dan limbah refineri (coke)

(Permenperin No. 14/M-IND/PER/1/2010).

Penggunaan bahan baku lokal diharapkan

dapat mengatasi permasalahan kebutuhan

bahan baku impor, seiring dengan kebutuhan

bahan baku yang terus meningkat dengan

harga yang terus naik. Industri-industri

petrokimia terus mengembangkan teknologi

industri petrokimia dengan bahan baku

berbeda misalkan batubara. industri

petrokimia butuh batubara sebagai bahan

baku metanol dan sumber energy.

Pemerintah juga mendukung penggunaan

batubara sebagai bahan bakuindustri

petrokimia dengan mengeluarkan peraturan

pemerintah dalam UU No. 4 Tahun 2009

mengenai larangan mengekspor batubara

mentahatau tanpa diolah. Dengan tersedianya

bahan baku akan meningkat investasi

disektor industri petrokimia sehingga akan

mencapai target sekitar US $ 6,8 milar.

Bahan baku industri kimia seperti batubara,

tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dan

bahan penunjang seperti untuk katalis yaitu

zeolit alam cukup melimpah di Provinsi

Banten terutama di Wilayah Banten selatan,

sehingga perlu aadanya kajian untuk sumber

daya alam di Banten selatan sebagai bahan

baku industri petrokimia.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk

mendata atau menginvestarisasi potensi

sumber daya alam di provinsi Banten sebagai

bahan baku industrikimiakhususnya industri

petrokimia., mengidentifikasi permasalahan

dan solusi yang dibutuhkan untuk

mengembangkan potensi sumber daya alam

lokal (Banten Selatan) dan menyusun

kebijakan awal dalam pengembangan sumber

daya alam local sebagai bahan baku

industrikimiakhususnya industri petrokimia.

Tujuan kajian ini adalah memberikan dan

menyusun usulan rekomendasi tentang

kebijakan penggunaan sumber daya alam

local Khususnya Banten bagian Selatan

seperti batubara, zeolit, biomassa (Tandan

kosong kelapa sawit) sebagai bahan baku

industrikimia khusunya industri petrokimia

yang ada di Provinsi Banten.

Fokus penelitian industri kimia dalam

kajian ini diarahkan pada industri petrokimia

yang merupakan salah satu bagian dari

industri kimia yang cukup potensial di

Provinsi Banten. Industri petrokimia adalah

industri berbahan baku produk migas seperti

naphta, kondesat yang merupakan produk

samping gas bumi dan gas alam), batubara,

gas metana batubara, serta biomassa yang

mengandung senyawa-senyawa olefin,

aromatik, n-parrafin, gas sintesa, asetilena dan

menghasilkan beragam senyawa organik yang

dapat diturunkan dari bahan-bahan baku utama

tersebut, untuk menghasilkan produk-produk

yang memiliki nilai tambah lebih tinggi

daripada bahan bakunya.

II. METODOLOGI

Indonesia belum mengembangkan

batubara sebagai bahan baku untuk industri

petrokimia sehingga perlu dilakukan suatu

kajian pemanfaatan sumber daya alam yang

dimiliki Provinsi Banten untuk bahan baku

industri. Berdasarkan kondisi tersebut perlu

disusun suatu langkah-langkah untuk

pemanfaatan sumber daya alam di provinsi

Banten bagi industri petrokimia.

Page 9: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

2.1. Obyek dan Lokasi Penelitian

2.1.1 Obyek dan Waktu Penelitian

Sebagaimana telah dijelaskan

sebelumnya bahwa penelitian ini

dimaksudkan untuk mendapatkan informasi

yang lengkap dan komprehensif tentang

potensi sumber daya alam (SDA) di Banten

bagian selatan yang dapat dikembangkan

sebagai bahan baku untuk industri kimia

khususnya petrokimia. Adapun sumber daya

alam tersebut berupa batubara, zeolit dan

biomassa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS). Penelitian dilakukan pada bulan

April sampai dengan Juni 2015.

2.1.2 Lokasi

Kegiatan penelitian dilaksanakan

diwilayah Banten Selatan yaitu Kabupaten

Lebak meliputi kecamatan Malingping,

Bayah, Panggarangan, Cihara dan Cibeber.

2.2 Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup penelitian ini yaitu

1. Mengindentifikasi data-data dan informasi

baik data primer maupun sekunder

tentang potensi Sumber Daya Alam

Batubara, zeolit dan Tandan Kosong

Kelapa Sawit di Provinsi Banten bagian

Selatan.

2. Mengolah dan menganalisa data primer,

sekunder dan data pendukung lain untuk

mendapatkan informasi tentang peluang

pemanfaatan Sumber Daya Alam tersebut

sebagai bahan baku untuk Industri Kimia

Khususnya industri Petrokimia.

3. Menyusun hasil analisa secara sistematis

dan ilmiah tentang pemanafaatan Sumber

Daya Alam (SDA) untuk bahan baku

Industri Kimia Khususnya industri

Petrokimia.

4. Membuat laporan dari hasil analisa

teserbut dalam laporan pendahuluan dan

final.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Potensi Batubara di Lebak Selatan

Berdasarkan data Dinas Pertambangan

dan Energi Provinsi Banten dalam Profil

Statistik Pertambangan dan Energi Provinsi

Banten 2013 bahwa batu bara merupakan

komoditas tambang yang paling banyak

diusahakan di wilayah Provinsi Banten. Data

tahun 2013 menunjukan sebanyak 75 Surat

Ijin Pertambangan Daerah (SIPD) yang telah

dikeluarkan dan keselurahannya berlokasi di

Kabupaten Lebak. Banyaknya usaha

pertambangan di Kabupaten Lebak ternyata

tidak sebanding dengan jumlah produksi

batubara yang dihasilkan di daerah ini. Data

Tahun 2013 jumlah batubara yang dihasilkan

hanya mencapai 10.240 ton, jumlah tersebut

jauh menurun jika dibandingkan dengan data

tahun 2012 yang mencapai 28.314 Ton.

Kondisi ini kemungkinan disebabkan

terjadinya musim penghujan yang relatif

lebih lama dan semakin intensifnya kegiatan

monitoring dari Dinas Pertambangan dan

Energi Kabupaten Lebak serta Perum

Perhutani yang melakukan pengawasan di

areal hutan miliknya. Hampir semua usaha

pertambangan batubara di wilayah ini

dilakukan dengan menggunakan peralatan

tradisional yang sangat tergantung dari

kondisi cuaca setempat. Metode

penambangan dengan cara under ground

mining, dimana metode ini masih

berlangsung secara alami dimana mereka

membuat lubang galian/ terowongan dengan

kedalaman dan kemiringan sampai lebih dari

45o yang terkadang rawan terhadap faktor

keamanan. Faktor resiko yang tinggi serta

kurangnya aspek legalitas usaha

pertambangan yang mereka lakukan

membuat banyak dari mereka yang beralih

profesi. Penambangan batu bara ini semakin

banyak , bahkan cenderung liar, tidak hanya

lahan milik rakyat, bahkan di lahan lahan

hutan milik negara , seperti perum perhutani

juga banyak dilakukan proses penambangan,

sehingga kedepan dapat mengancam

kelestarian lingkungan disekitarnya.

Page 10: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Dinas Pertambangan dan Energi

Provinsi Banten (2009) yang menyebutkan

bahwa hasil pemetaan menunjukan

singkapan batubara formasi Bayah dan

anggota batu pasir Formasi Cijengkol.

Endapan batu bara di daerah Banten

terbagi menjadi dua bagian yaitu batu bara

yang berumur paleogen dan batu bara yang

berumur neogen. Batu bara berumur

paleogen bernilai kalor 6500 – 7500

kkal/kg, tersebar di daerah Bayah, Gunung

Madur, Cisawarna, Cihideung, Cimandiri,

Cisiih, dan Cikadu. Batu bara neogen

bernilai kalor sekitar 4600 – 5000 kkal/kg,

tersebar di daerah Bojongmanik,

Bambakarang, Cipanas, dan sekitarnya.

3.1.1. Hasil Analisa Laboratorium dan

Upaya Optimalisasi Pemanfaatan

Batubara di Banten Bagian

Selatan

Pengujian kualitas batu bara

dilakukan di Laboratorium mineral dan

batubara Tekmira, Bandung. Sample uji

diambil dari batubara diwilayah bagian

selatan tepatnya di wilayah Kecamatan

Cihara.

Gambar 1. Grafik hasil uji proximate untuk jenis Batubara sample 1,2 dan 3

Dari hasil uji laboratorium, dapat

diketahui bahwa kualitas batu bara bayah

sangat baik. Hasil uji proximat menunjukkan

bahwa kadar air rendah yaitu berkisar antara

0,81 1 %. Hal ini sangat menguntungkan

dari sisi penyimpanan dan proses

pemanfaatannya, karena tidak membutuhkan

energi untuk proses pengeringannnya. Kadar

volatile matter berkisar 36,1937,56 %.

Kadar karbon padat (fixed carbon) cukup

tinggi yaitu 52,3555,48%. Volatile matter

berfungsi untuk membantu pada awal

pembakaran sehingga zat karbon padat lebih

mudah terbakar. Nilai karbon padat yang

tinggi dapat menghasilkan pembakaran

dengan nilai kalor dan temperatur yang

tinggi.

Pengujian Ultimate bertujuan untuk

mengetahui komposisi kimia bahan. Untuk

menghasilkan gas methana atau mehanol

(sebagai bahan dasar industri petrokimia )

yang baik dapat dilihat dari potensi bahan

bakar yang diuji memiliki kadar karbon,

hidrogen dan oksigen yang memenuhi syarat

reaksi kimia secara stroikiometri. Hasil uji

batubara menunjukkan kadar karbon berkisar

77,1783,06 %, kadar hidrogen 5,45 5,92

%, kadar oksigen 1,743,71 %. Kadar

sulfur yang rendah , yaitu 1,72 1,97 %

sangat baik untuk kemudahan dalam hal

perawatan alat alat, sahingga umur pakai alat

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Batubara sample 1

Batubara sample 2

Batubara sample 3

Batubara sample 1 Batubara sample 2 Batubara sample 3

Air Lembab 1 0.97 0.81

Abu 6.8 5.99 10.65

Volatile Matter 37.48 37.56 36.19

Karbon Padat 54.7 55.48 52.35

Page 11: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

juga lebih panjang. Hasil pengujian ini

menunjukkan bahwa potensi batu bara di

wilayah lebak bagian selatan sangat besar

untuk dapat digunakan sebagai bahan baku

industri kimia.

Gambar 2. Grafik hasil uji ultimate untuk jenis Batubara sample 1,2 dan 3

Keunggulan karakteristik batubara

yang dihasilkan dari wilayah Lebak selatan

memiliki kekurangan dalam aspek

kontinyuitas Produksi. Seperti yang telah

dijelaskan pada pembahasan sebelumnya

informasi dari para pelaku usaha pada saat

wawancara dilapangan dijumpai fakta bahwa

selain minimnya peralatan tambang yang

digunakan serta aspek legalitas yang belum

terpenuhi sepenuhnya membuat usaha

penggalian batubara tidak dapat dilakukan

secara besar. Akibatnya perusahaan tidak

dapat menjamin kontinyuitas jika harus

memenuhi industri dalam skala besar.

Kebutuhan batubara untuk industri besar

selain harus dipenuhi dalam jumlah banyak

juga perlu adanya jaminan ketersediaan

dalam jangka waktu lama.

Gambar 3. Grafik hasil uji nlai kalor untuk jenis Batubara sample 1,2 dan 3

0% 50% 100%

BB sample 1

BB sample 2

BB sample 3

BB sample 1 BB sample 2 BB sample 3

Abu 6.8 5.99 10.65

Karbon 81.78 83.06 77.17

Hidrogen 5.72 5.92 5.45

Nitrogen 1.4 1.33 1.3

Belerang Total 1.97 1.96 1.72

Oksigen 2.31 1.74 3.71

7,982

8,099

7,372

7,000 7,200 7,400 7,600 7,800 8,000 8,200

BB 1

BB 2

BB 3

Nilai KalorNilai Kalor (kkal/kg)

Page 12: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

3.2. Potensi Zeolit Lebak Selatan

3.2.1. Kuantitas zeolit alam Bayah

Zeolit diperlukan oleh industri kimia

sebagai katalis yang dapat mempercepat

reaksi kimia yang diinginkan. Selain itu

zeolit banyak dibutuhkan untuk keperluan

instalasi pengolahan limbah mengingat

fungsinya yang dapat menyerap zat-zat

toksik. Kegiatan usaha penambangan zeolit

di wilayah Banten bagian Selatan umumnya

masih dilaksanakan secara perorangan dan

belum terdaftar. Karena itu tidak heran ketika

jumlah produksi zeolit yang tercatat di dinas

Pertambangan Kabupaten Lebak jauh

dibawah kondisi real dilapangan ketika tim

peneliti melakukan pengamatan.

Gambar 4. Produksi Zeolit di

Provinsi Banten

Berdasarkan Gambar 4 bahwa

produksi zeolit di Provinsi Banten pada tahun

2013 hanya mencapai 4298 Ton. Meski

mengalami peningkatan jika dibanding tahun

produksi tahun 2012 yang hanya mencapai

2000 ton, namun jumlah tersebut jauh

dibandingkan dengan kondisi real

dilapangan. Pada saat tim peneliti melakukan

wawancara dengan salah satu pelaku usaha

pertambangan zeolit (skala perorangan)

pihaknya mengaku mampu memproduksi

zeolit 10 M3 dalam satu hari. Jika melihat

laporan Dinas Pertambangan dan Energi

Provinsi Banten (2012) yang menyebutkan

bahwa rata-rata densitas zeolit adalah

1,66699 Ton/M3, maka jumlah produksi satu

usaha tambang milik perorangan sudah

mencapai kurang lebih 16 Ton perhari. Pada

saat tim peneliti melakukan pengamatan

lapangan, setidaknya dijumpai 4 (empat)

usaha pertambangan zeolit yang dilakukan

perorangan yang dilakukan secara

berkelompok (satu kelompok terdiri dari 5-6

orang).

3.2.2. Kualitas zeolit alam Bayah

Berdasarkan potensi zeolit alam Bayah

dan kandungan yang sangat besar maka

zeolit alam Bayah dapat digunakan untuk

berbagai fungsi, sehingga sampel zeolit alam

Bayah yang diambil dianalisa menggunakan

beberapa innsrument analisa diantaranya

adalah Microscope-Energy Dispersive X-Ray

Spectroscopy (SEM-EDX), X-Ray

Diffraction (XRD), Brunauer-Emmett-Teller

(BET) dan X-ray fluorescence (XRF)untuk

menentukan kualitas dari zeolit alam bayah.

Analisa Brunauer-Emmett-Teller (BET)

Analisa BET zeolit alam Bayah di lakukan di

Laboratorium Instrument Teknik Kimia ITB.

Analisa ini untuk mengetahui besarnya luas

area dan pori zeolit alam Bayah, hasil yang

diperoleh adalah :

Surface Area

MultiPoint BET 0,620 e 01

m2/g

DR method micropore area 8,2 e 01

m2/g

DFT cumulative area 4,459 e 01

m2/g

Pore Volume Data

DR method micropore volume 2,914 e-02

cc/g

HK method micropore volume 2,636 e-02

cc/g

SF method micropore volume 2,261 e-02

cc/g

DFT method cumulative pore

volume

2,647 e-02

cc/g

Pore Size Data

20122013

0

5000

Zeolit

2000

4298

Produksi Zeolit di Provinsi Banten

2012 2013

Page 13: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

DR method micropore half pore

width

1,059 e 01

Ǻ

DA method pore Radius (Mode) 7,1 e 01

Ǻ

HK method pore Radius (Mode) 1,838 e 01

Ǻ

SF method pore Radius (Mode) 1,754 e 01

Ǻ

DFT pore Radius (Mode) 8,44 e 01

Ǻ

Zeolit alam mempunyai struktur yang

khas yaitu berpori dengan luas permukaan

dan ukuran pori tertentu. Luas permukaan

total zeolit alam adalah jumlah dari luas

permukaan dinding dank anal-kanal

penyusun zeolit. Jumlah pori akan sebanding

dengan luas permukaan total zeolit, Dyer

(1988) menyatakan luas permukaan internal

zeolit dapat mencapai puluhan bahkan

ratusan kali lebih besar dibandingkan dengan

permukaan luarnya. Luas permukaan ini

digunakan sebagai adsorben atau katalis

heterogen.

Untuk meningkatkan luas pori dan luar

permukaan dapat dilakukan dengan proses

aktivasi zeolit alam, proses ini dapat

dilakukan dengan metode fisika dan kimia.

Aktivasi fisika dapat dilakukan dengan

pengecilan ukuran, pengayakan dan

pemanasan dengan suhu tinggi sedangkan

aktivasi secara kimia dapat dilakukan dengan

metode pengasaman. Tujuan proses aktivasi

adalah untuk menghilangkan pengotor-

pengotor anorganik, proses pengasaman akan

menyebabkan terjadinya proses pertukaran

kation dengan H+ (Ertan, 2005).

Analisa X-ray fluorescence (XRF)

Analisa X-ray fluorescence (XRF)

dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia

beserta konsentrasi unsure-unsur yang

terkandung dalam zeolit alam Bayah. Analisa

XRF digunakan untuk mengetahui kualitatif

dan kuantitaif zeolit, analisa secara kualitatif

dilakukan untuk menganalisi jenis unsur

yang terkandung dalam bahan dan analisis

kuantitatif dilakukan untuk menentukan

konsentrasi unsur dalam bahan. Zeolit

dengan kerangka tetrahedral tidak stabil

terhadap asam dan panas, sedangkan zeolit

dengan rasio Si/Al = 5 adalah sangat stabil.

Maka diupayakan membuat zeolit dengan

kadar rasio Si/Al antara 1-3. Contoh zeolit

dengan kadar Si sedang adalah modernit,

erionit dan klinoptilotit (Lestari, 2010)

Berdasarkan analisa XRF yang telah

dilakukan dapat ditentukan perbandingan

antara Si/Al zeolit alam Bayah adalah 6,4

sehingga dapat ditentukan zeolit alam Bayah

sangat stabil terhadap asam dan panas. Pada

suatu material akan mempengaruhi sifat dari

material tersebut. Semakin tinggi rasio Si/Al

suatu material maka material tersebut

semakin bersifat hidrofobik. Dealuminasi

adalah metode komersial yang paling penting

untuk mendapatkan jumlah Al yang

diinginkan. Kenaikan rasio Si/Al akan

memberikanpengaruh terhadap sifat-sifat

zeolit seperti berikutini (Lestari, 2010) :

1. Terjadinya perubahan medan

magnetelektrostatik dalam zeolit,

sehinggamempengaruhi interaksi

adsorpsi zeolit. Zeolitbersilika rendah

akan bersifat hidrofiliksementara zeolit

bersilika tinggi bersifathidrofobik (dan

lipofilik).

2. Zeolit bersilika rendah (Zeolit A dan

X) dapatstabil pada temperatur 800-900

K, sedangkanzeolit bersilika tinggi (H-

ZSM-5) stabil hinggatemperatur 1300

K.

3. Zeolit bersilika rendah mudah rusak

pada pH kurang dari 4, sedangkan

zeolit bersilika tinggi lebih stabil dalam

lingkungan asam kuat.

4. Kekuatan asam akan meningkat,

sedangkan sisi Asam Bronsted akan

berkurang dengan naiknya rasio Si/Al.

Kekuatan asam ini disebabkan oleh

posisi aluminium dalam kerangka yang

lebih terisolasi. Menurut Triantafillidis

(2000) dalam Lestari (2010), semakin

banyak kandungan Al dalam

Page 14: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

framework zeolit (rasio Si/Al menurun)

akan menyebabkan kekuatan atau total

situs asam zeolit menurun. Sehingga

berdasarkan data tersebut dapat

dinyatakan bahwa dealuminasi akan

menyebabkan peningkatan keasaman

zeolit. Keasaman yang dimaksud

adalah kekuatan asam yang terdapat

pada permukaan zeolit atau banyaknya

situs asam yang terdapat pada

permukaan zeolit.

Analisa X-Ray Diffraction (XRD) Analisa X-ray Diffractometer (XRD)

adalah pengamburan difraksi gelombang sinar

X setelah bertumbukan dengan atom kristal.

Hasil yang diperoleh adalah struktur Kristal.

Analisa XRD ini dapat ditentukan parameter

kisi, ukuran Kristal dan identifikasi fasa

kristalin. Analisa XRD ini dapat menentukan

jenis zeolit alam Bayah. Dari perhitungan

FWHM dan Relativity Integration (%)

diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa

Sample ZB-1M dan ZB-3M memiliki pola

yang sama dengan kandungan kristal

Mordenite (MOR) : Clinoptilolite (HEU) =

23 % : 77 % . Kualitas zeolit alam dapat

dilakukan dengan proses pengaktifan, proses

ini dilakukan supaya zeolit mempunyai

kualifikasi yang ditentukan berdasarkan daya

serap, kapasitas tukar kation maupun daya

katalis. Oleh sebab itu, untuk memperoleh

zeolit dengan kemampuan tinggi diperlukan

beberapa pengolahan antara lain preparasi dan

aktivasi (Suhala dan Arifin 1997).

Tabel 1. Contoh jenis mineral zeolit dan komposisi kimianya

Mineral

zeolit

Komposisi V pori

(cm3/g)

Diameter

pori (Å)

KTK

(meq/100g)

Analsim Na16(Al16Si32O96). 16H2O 0,18 2,6 4,54

Kabasit (Na2Ca)6 (Al12Si24O72). 40H2O 0,47 3,7 – 4,2 3,84

Klinoptilotit (Na3K3)(Al6Si30O72). 24H2O 0,34 3,9 – 5,4 2,16

Erionit (NaCa0,5K) (Al9Si27O72).

27H2O

0,35 3,6 – 5,2 3,12

Ferrierit (Na2Mg2)(Al6Si30O72). 18H2O 0,28 3,4 – 5.5 2,33

Heulandit (Ca4)(Al8Si28O72). 24H2O 0,39 4,0 – 7,2 2,91

Laumontit (Ca4)(Al8Si16O48). 16H2O 0,34 4,6 – 6,3 4,25

Mordenit Na8(Al8Si40O96). 24H2O 0,28 2,9 – 7,0 2,29

Filipsit (NaK)5(Al5Si11O32). 20H2O 0,31 2,8 – 4,8 3,31

Na-A Na12(Al12Si12O48). 27H2O 0,29 3,0 – 5,0 7,00

Na-X Na86(Al86Si106O384). 260H2O 0,36 10,0 6,40 Sumber : Mumpton 1999; Rouquerol et al. 1999; Suhala & Arifin 1997; Robson & Lillerud 2001;

Treacy & Higgins 2007; Khaidir, 2011

Analisa Microscope-Energy Dispersive X-

Ray Spectroscopy (SEM-EDX) Gambar dibawah menunjukkan hasil

analisa zeolit alam Bayah menggunakan

SEM EDX menunjukan unsur-unsur yang

terdapat pada zeolit alam Bayah,

komposisi terbesar adalah unsur Si dan Al

yang merupakan komponen utama dari

zeolit.

Page 15: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Gambar 7. Analisa SEM Zeolit alam

Bayah perbesar 1000x

analisa SEM menunjukan bahwa

kualitas zeolit alam bayah sangat bagus

sehingga dapat digunakan sebagai katalis

dalam proses industri, penukar ion untuk

water treatment dan sebagai adsorpsi.

Tabel 2. Perbandingan Komposisi kimia dalam zeolit Lampung, Tasikmalaya,

Ponorogo dengan zeolit Bayah

No Komposisi Zeolit (a)

Lampung

Zeolit (b)

Tasikmalaya

Zeolit (c)

Ponorogo

Zeolit

Bayah

1 Al 4,57 5,82 Rasio Si/Al =

3,95

11,169

2 Si 67,28 76,29 71,875

3 P 1,86 - - -

4 K 12,16 11,65 1,17 7,026

5 Ca 13,49 14,68 4,99 4,962

6 Ti 2,03 2,53 - 0,443

7 Fe 21,71 23,43 2,06 3,846

8 S - - - 0,293

Sumber : a, b dan c

Ginting, dkk., 2007

Berdasarkan analisa zeolit alam Bayah

yang dihasilkan akan menentukan kualitas

zeolit dari Bayah dan akan dibandingkan

dengan zeolit-zeolit yang berasal dari daerah

lain yang sudah di teliti sebelumnya. Berikut

ini adalah perbandingan zeolit alam Bayah

dengan zeolit alam dari Ponorogo, Lampung,

Tasikmalaya berdasarkan kandungan

mineralnya dan luas pori zeolit. Berdasarkan

hasil analisa zeolit alam bayah dengan zeolit

alam lain menunjukkan tidak terjadi

perbedaaan yang signifikan, hal ini

menandakan bahwa kualitas zeolit alam yang

ada di Indonesia merata. Faktor yang

berpengaruh pada zeolit adalah rasio antara

Si dan Al, jika rasio antara Si dan Al lebih

dari 5 maka zeolit tersebut stabil terhadap

perlakukan asam dan panas

3.3 Potensi Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS)

Potensi TKKS di PT. Perkebunan

Nusantara VIII kabupaten lebak cukup besar

yaitu 2000 ton/bulan dari 9000 TBS /bulan

atau sekitar 22%. TKKS ini merupakan sisa

hasil pengolahan tandan kelapa sawit segar.

Berdasarkan informasi yang didapat dari PT.

PKS Kerta Jaya selama ini baru 50% yang

termanfaatkan TKKS sebagai produk sisa

pengolahan tandan kelapa sawit , yaitu

sebagai pupuk (zat unsur hara) yang masih

digunakan untuk keperluan internal

peremajaan pohon kelapa sawit.

Berkaitan dengan bahan baku industri

kimia, Kabupaten Lebak memiliki potensi

perkebunan kelapa sawit yakni PTPN VIII di

daerah Kerta. Sebagaimana diketahui salah

satu sumber biomassa berpotensi besar

sebagai sumber bahan baku industry

petrokimia adalah Tandan Kosong Kelapa

Sawit (TKKS). Tandan kosong kelapa sawit

merupakan limbah utama berligniselulosa

yang belum termanfaatkan secara optimal

dari industri pengolahan kelapa sawit. Basis

satu ton tandan buah segar akan dihasilkan

minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%)

, minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton (0,5%)

dan sisanya merupakan limbah dalam bentuk

tandan kosong, serat dan cangkang biji yang

masing – masing sebanyak 0,23 ton (23%),

0,135 ton (13,5%) dan 0,055 ton (5,5%).

3.3.1 Karakteristik Tandan Kosong

Kelapa Sawit (TKKS)

Empty Fruit Bunch (Tandan Kosong

Kelapa Sawit / TKKS ) merupakan salah satu

limbah padat (biomass) dari suatu pabrik

pengolahan kelapa sawit, limbah ini

diperoleh dari hasil proses threshing

Page 16: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

(bantingan). Jumlahnya sekitar 22% dari

tandan buah segar yang diolah dan memiliki

nilai kalor yang cukup potensial bila

digunakan sebagai bahan bakar. Hasil uji

proximat menunjukkan bahwa kadar air

rendah yaitu berkisar antara 8,36 10,67 %.

Kadar air ini dalam kondisi ash dry basis

(adb), sedangkan pada kondisi aktual dapat

bervariasi. Kadar volatile matter cukup tinggi

dan lebih tinggi dari kandungan karbon

padatnya yaitu berkisar 63,8166,79 %.

Kadar karbon padat (fixed carbon) cukup

tinggi yaitu 17,7418,67 %. Dari komposisi

hasil pengujian ini, dapat diketahui bahwa

jenis bahan ini mudah terbakar , akan tetapi

dari nilai kalor dan temperatur pembakaran

kurang tinggi. Sehingga jenis bahan ini

kurang menguntungkan untuk proses

pembakaran langsung , apalagi kadar TAR

dari TKKS juga tinggi, sehingga sangat

merepotkan dalam hal perawatan alat alat

proses produksi.

Gambar 8. Grafik hasil uji proximate untuk jenis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

sample 1,2 dan 3

Hasil uji TKKS menunjukkan kadar

karbon berkisar 42,7946,08 %. Jika

dibandingkan dengan batubara, maka kadar

karbonnya hanya sekitar 50% nya saja.

Kadar hidrogen 6,626,87%, sedangkan

kadar oksigen sangat tinggi yaitu

37,3642,7%. Hal ini kurang sesuai untuk

proses produksi melalui pembakaran /

gasifikasi. Metode proses yang lebih

menguntungkan adalah dengan cara

fermentasi. Kadar sulfur yang rendah, yaitu

0,15 0,19 % sangat penguntungkan dalam

hal perawatan alat alat proses produksi.

0% 50% 100%

TKKS sample 1

TKKS sample 2

TKKS sample 3

TKKS sample 1 TKKS sample 2 TKKS sample 3

Air Lembab 10.67 8.36 8.67

Abu 6.85 6.62 8.54

Volatile Matter 63.81 66.79 65.05

Karbon Padat 18.67 18.23 17.74

Page 17: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Gambar 9. Grafik hasil uji ultimate untuk jenis Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

sample 1,2 dan 3

Gambar 10. Grafik hasil uji nilai kalor (kcal/kg) untuk jenis Tandan Kosong Kelapa Sawit

(TKKS) sample 1, 2 dan 3

Bahan baku alternative untuk

industri kimia yang berpotensi besar untuk

dikembangkan adalah tandan kosong kelapa

sawit (TKKS) karena jumlah sangat

melimpah dan belum dimanfaatkan, di pabrik

CPO TKKS hanya sekitar ¼ TKKS yang

dihasilkan digunakan sebagai kompos,

selebihnya dibiarkan tidak dimanfaatkan.

Peranan pemerintah daerah sangat penting

dalam mengembangkan potensi TKKS

menjadi bahan baku alternative industry

kimia dengan membangun atau mencari

investor-investor untuk mengolah TKKS

menjadi beberapa produk kimia. Beberapa

proses yang dapat dikembangkan untuk

mendukung produk bahan industri kimia

adalah proses gasifikasi yang menghasilkan

syngas (gas sintetis) berupa gas CO+H2 dan

likuefaksi / hidrogenasi yang menghasilkan

hidrokarbon berat dan hidrokarbon rendah.

Dengan proses ini diharapkan dapat

menghasilkan produk hilir seperti butadiena,

etilena, metanol. Etanol.

0% 50% 100%

TKKS sample 1

TKKS sample 2

TKKS sample 3

TKKS sample 1 TKKS sample 2 TKKS sample 3

Abu 6.8 5.99 10.65

Karbon 42.79 44.82 46.08

Hidrogen 5.72 5.92 5.45

Nitrogen 1.4 1.33 1.3

Belerang Total 1.97 1.96 1.72

Oksigen 2.31 1.74 3.71

3,600 3,800 4,000 4,200 4,400 4,600

TKKS 1

TKKS 2

TKKS 3

Nilai kalor (kcal/kg)

Page 18: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

3.4 Strategi pengembangan

Optimalisasi sumber daya yang

dimiliki daerah dapat ditempuh melalui

penetapan sumber daya tersebut sebagai

produk unggulan daerah (Permendagri nomor

9 tahun 2014). Kajian ini tidak bertujuan

untuk mencari produk unggulan daerah

melainkan bagaimana upaya menjadikan

sumber daya alam batubara, zeolit dan

Tandna Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dapat

dioptimalisasi menjadi produk unggulan

daerah. Optimalisasi produk unggulan daerah

tidak lepas dari proses adopsi inovasi untuk

meningkatkan nilai tambah produk yang

bersangkutan. Noviandi (2010) menyebutkan

bahwa kriteria indikator daya saing inovatif

dari suatu produk perlu memperhatikan nilai

margin/keuntungan(rupiah), keberlanjutan

produksi (ton/thn), posisi pasar (market

share(%)).

Penentuan strategi pengembangan

komoditas sumber daya alam dilakukan

melalui analisis SWOT. Analisis SWOT

adalah identifikasi berbagai faktor secara

sistemik untuk merumuskan strategi. Analisis

didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan

peluang (opportunities) yang secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan

(weakness) dan ancaman (threats) (Rangkuti,

2006). Berikut ini adalah hasil analisa SWOT

untuk strategi pengembangan sumber daya

alam batu bara, zeolit dan TKKS.

Berdasarkan formulasi strategi matriks

SWOT di atas, maka alternatif strategi yang

sesuai dengan keadaan usaha yakni strategi

O-S diantaranya strategi:

1. Berupaya mencukupi kebutuhan

pasar batubara dan produk

turunannya, zeolit dan TKKS

dengan memanfaatkan cadangan

ketersediaan batubara, zeolit dan

TKKS.

2. Optimalisasi keberadaan lembaga

litbang termasuk CoE Petrokimia

untuk peningkatan produksi

batubara, zeolit dan CPO yang

menghasilkan TKKS.

Strategi diatas dapat ditempuh melalui

implementasi kebijakan:

1. Optimalisasi keberadaan litbang

perguruan tinggi termasuk center of

excellence petrokimia (CoE) untuk

pengolahan produk turunan batubara

dan juga menjamin keberadaan

lokasi-lokasi penambangan yang

berwawasan lingkungan melalui

fasilitasi pengurusan perijinan di

provinsi Banten, pengembangan

teknologi pemanfaatan zeolit alam

dan pengembangan teknologi olefin

dari biomass terutama TKKS.

2. Melakukan promosi kepada investor

dalam negeri maupun luar negeri

mengenai potensi batubara di

Provinsi Banten dengan melibatkan

masyarakat sebagai salah satu

pemegang sahamnya

3. Membangun lokasi-lokasi storage di

beberapa titik untuk menjamin

kelancaran system distribusi bahan

baku batu bara dari Provinsi Banten

4. Melakukan penyuluhan dan

pembimbingan terhadap masayarakat

penambang batu zeolite tentang

teknologi penambangan, teknologi

pemanfaatan batu zeolite dan potensi

perekonomian batu zeolite

5. Mendirikan konsosrium

pabrik/koperasi pengolahan batu

zeolite menjadi hal yang bermanfaat

bagi kemajuan kesejahteraan

masayarakat setempat seperti,

pemanfaatan batu zeolite sebagai

bahan baku knalpot kendaraan, batu

zeolite sebagai bahan baku industry

bangunan, dan pemanfaatan batu

zeolite bagi pasir hiasan dan hewan

peliharaan.

6. Menjamin keberlangsungan tanaman

kelapa sawit dengan turut

mengikutsertakan masyarakat dalam

budidaya kelapa sawit.

7. Membangun instalasi pengolahan

tandan kosong kelapa sawit menjadi

bahan baku bagi industry kimia di

Provinsi Banten

8. Mendirikan forum diskusi ilmiah

yang melibatkan institusi Perguruan

tinggi , PEMDA, pelaku bisnis,

Page 19: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

masyarakat dan pusat penelitian

untuk menjamin keberlangsungan dan

peningkatan kualitas produk turunan

batubara, zeolit alam Bayah dan

TKKS.

IV. KESIMPULAN

Sumber daya alam yang berada di

Banten bagian selatan dapat lebih di

tingkatkan pemanfaatannya untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku industri kimia yang

masih impor dan harga yang terus meningkat.

Selama ini bahan baku industri petrokimia

masih dari gas dan minyak bumi, sedangkan

cadangannya terus menipis dan harganya

yang relatif terus meningkat, maka

dibutuhkan bahan baku alternatif yang

berasal dari alam yang dapat diperbaharui.

Berdasarkan kajian yang difokuskan pada

tiga sumber daya alam yaitu batubara, zeolit

alam Bayah dan Tandan kosong kelapa sawit

(TKKS) sebagai bahan baku industri kimia

yang ditinjau dari kuantitas dan kualitasnya

melalui pendataan di lapangan dan analisa

kualitasnya di Laboratorium, maka dapat

disimpulkan bahwa TKKS merupakan bahan

yang berpotensi besar untuk dikembangkan

menjadi bahan baku alternatif industri kimia,

hal ini berdasarkan produksi TKKS yang

dihasilkan kontinyu pertahun dengan jumlah

yang besar dan memiliki kulitas yang bagus.

Sedangkan batubara mempunyai kuantitas

sedikit dan tidak mampu menyediakan secara

kontinyu dalam jumlah besar. Bahan

pendukung industri kimia adalah zeolit,

secara kuantitas sangat besar dan secara

kualitaspun sangat bagus sehingga zeolit

alam bayah inipun berpotensi besar untuk

dikembangkan.

Banyaknya lembaga penelitian serta

adanya Center of Excelence (CoE) serta

keberadaan Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa hendaknya dapat dioptimalkan

dengan membentuk konsorsium. Konsorsium

ini diarahkan untuk mempersiapkan agar

komoditas yang dihasilkan memiliki

karakteristik yang dapat diterima pasar

industri sehingga tercipta konektivitas antara

daerah penghasil dengan industri yang ada di

wilayah Banten Utara. Revitalisasi

kelembagaan tidak diarahkan pada

pembentukan lembaga baru melainkan pada

upaya peningkatan peran masing-masing

stake holder dalam penyiapan teknologi atau

pun rancangan kebijakan yang dibutuhkan.

Koordinasi yang baik dan pembagian tugas

yang tepat akan menghasilkan manfaat yang

besar bagi kemakmuran masyarakat Banten.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM), 2013. Overview/Outlook

Industri. Kalster Industri Kimia.

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2014.

Banten Dalam Angka 2014

Buku 1.Peta Panduan Pengembangan klaster

Industri Prioritas basis Industri

Manufaktur Tahun 2010-2014.

Deaprtemen Perindustrian

Cejka, J., Bekkum, H. v. & Corma,

A. 2007.Introduction to Zeolite

Science and Practice, Oxford, Elsevier

Darnoko. 1992.Potensi Pemanfaatan Limbah

Lignoselulosa Kelapa Sawit Melalui

Biokonversi. Medan: Berita Penelitian

Perkebunan

Dinas Pertambangan dan Energi Pemerintah

Provinsi Banten. 2012. Pemetaan

Potensi Bahan Galian Zeolit di

Kabupaten Lebak Procinsi Banten.

Distamben Jawa Barat, 2002. Sebaran Zeolit

Di Jawa Barat, Data Statistik

Dyer, A., 1988, An Introduction to Zeolite

Molecular Sieves, John Wiley and Sons

Ltd., Chichester, England

Ginting A, Anggraini, D, Indaryati, S, dan

Kriswarini, R., 2007. Karakterisasi

Komposisi Kimia, Luas Permukaan

Pori dan Sifat Termal Dari Zeolit

Bayah, Tasikmalaya dan Lampung. J.

Tek. Bhn. Nukl. Vol. 3 No. 2: 1-48

Hermiati, Euis., MangunwidJaja, D., Candra

Sunarti, T., Suparno, O., dan Praseta,8,.

2010. Pemanfaatan Biomassa

Lignoselulosa Ampas Tebu untuk

Produksi Bioetanol. Jurnal Litbang

Pertanian, 24(4). 12I-130

Lestari, D.Y., 2010. Kajian modifikasi dan

karakterisasi zeolit alam dari berbagai

Page 20: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Negara.prosiding seminar nasional

Kimia dan Pendidikan Kimia 2010.

Universitas negeri Yogyakarta.

Mosier N., C. Wyman, B. Dale, and R.

Elander,Y.Y. Lee, M. Holtzapple, M.

Ladisch. (2005). Features of

promising technologies for

pretreatmentof lignocellulosic

biomass. Bioresource Technology.96 :

673–686.

Noviandi, N. 2010. Pemodelan Kebijakan

Pengembangan Umkm Inovatif. Pusat

Pengkajian Kebijakan Peningkatan

Daya Saing Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi.

Rangkuti, F. 2006. Analisis SWOT: Teknik

Membedah Kasus Bisnis. Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta.

Sherrington, D. C., and A. P. Kybett, 2001,

Supported Catalysts and Their

Application, Royal Society of

Chemistry. London, 61-65

Setyawan P.H.D., 2002, Pengaruh Perlakuan

Asam, Hidrotermal dan Impregnasi

Logam Kromium Pada Zeolit Alam

dalam Preparasi Katalis, Jurnal Ilmu

Dasar, Vol. 3 No.2, Juli 2002.

Suhala, S., Arifin, M., 1997, Bahan Galian

Industri, Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral,

Bandung.

Zeng.M., S., N. Mosier, C.P. Huang, D. M.

Sherman, and M. R. Ladisch.(2007).

Microscopic Examination of Changes

of Plant Cell Structure in Corn Stover

Due to Hot Water Pretreatment and

Enzymatic Hydrolysis. Biotechnology

and Bioengineering.97 (2) : 265-278.

Page 21: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

PENGEMBANGAN POTENSI BIOFARMAKA DI PROVINSI BANTEN

Devi Triady Bachruddin

Balitbangda Provinsi Banten

Gedung Bappeda Lt.2 Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten

[email protected]

ABSTRACT

In Indonesia, a medicinal plant used as a carrying medicinal, herbal remedies,

immune system boosters food, cosmetics, spa ingredients, raw materials of food and

beverage industries. The development of processing industry sourced from medicinal

plants in the last 5 years showed significant growth. In Banten province there is a

potential supply and demand for medicinal plants and traditional medicinal products.

By using descriptive qualitative research method has been studied to determine the

potential of medicinal plants and industry in the province of Banten. Potential sources

of feedstock cultivation of medicinal plants in the largest province of Banten is

galangal, kencur, ginger, turmeric, and noni. Cultivation and production of medicinal

plants more widely spread in the district of Lebak, Pandeglang and Serang. There are

19 units of Traditional Medicine Industry (IOT) and 65 units of Small Industries of

Traditional Medicine (IKOT) in Banten Province. The industries spread in the district

of Tangerang, Tangerang and South Tangerang city.

Keywords : medicinal plant, traditional medicine industry, Banten

ABSTRAK

Di Indonesia, tanaman obat dimanfaatkan sebagai bahan jamu gendong, obat

herbal, makanan penguat daya tahan tubuh, kosmetik, bahan spa, dan bahan baku

industri makanan dan minuman. Perkembangan industri berbahan baku tanaman

obat dalam 5 tahun terakhir menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Di Provinsi

Banten terdapat potensi pasokan dan permintaan tanaman obat dan produk obat

tradisional. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif telah

dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi tanaman obat dan industrinya di

Provinsi Banten. Potensi sumber bahan baku tanaman obat budidaya di Provinsi

Banten yang terbanyak yaitu lengkuas, kencur, jahe, kunyit, mengkudu. Penanaman

dan produksi tanaman obat lebih banyak tersebar di wilayah Kabupaten Lebak,

Pandeglang dan Serang. Terdapat 19 unit Industri Obat Tradisional (IOT) dan 65

unit Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Provinsi Banten. Sebaran industri

tersebut berada di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan Kota

Tangerang Selatan.

Kata kunci: tanaman obat, industri obat tradisional, Banten

Page 22: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang kaya akan

sumber daya alam baik hayati maupun non

hayati. Salah satu kekayaan hayati Indonesia

adalah biofarmaka atau tanaman obat. Tanaman

obat digunakan sebagai pengobatan dan bahan

aktifnya dapat digunakan sebagai bahan obat

sintetik. Di Indonesia, tanaman obat

dimanfaatkan sebagai bahan jamu gendong,

obat herbal, makanan penguat daya tahan tubuh,

kosmetik, bahan spa, dan bahan baku industri

makanan dan minuman. Perkembangan industri

berbahan baku tanaman obat dalam 5 tahun

terakhir menunjukkan pertumbuhan yang

signifikan dan omzet produksinya selama kurun

waktu tersebut meningkat sebesar 2,5-

30%/tahun. Pada tahun 2000 nilai perdagangan

tanaman obat di Indonesia mencapai Rp.1,5

trilyun rupiah setara dengan US $ 150 juta,

masih jauh dibawah nilai perdagangan herbal

dunia yang mencapai US $ 20 milyar; US $ 8

milyar dikuasai oleh produk herbal dari China

(Promosiana dkk, 2007)

Peningkatan penggunaan obat herbal

mempunyai dua dimensi korelatif, yaitu aspek

medik terkait dengan penggunaannya yang

sangat luas di seluruh dunia, dan aspek ekonomi

yang terkait dengan nilai tambah dan

peningkatan perekonomian masyarakat (Otih

Rostiana dkk, 2007). Potensi global yang

terbuka luas ini merupakan peluang yang dapat

dikembangkan oleh Pemerintah dan Pemerintah

Daerah terutama untuk pengembangan ekonomi

lokal.

1.2 Perumusan Masalah

Laju permintaan produk berbasis tanaman

obat terkait erat dengan tingkat penggunaan

oleh masyarakat. Perkembangan terakhir

menunjukkan, peningkatan permintaan akan

produk tanaman obat tidak hanya sebatas

peningkatan kuantitas tanaman yang telah biasa

digunakan, akan tetapi juga berkembang ke arah

horizontal, yaitu bertambah jenis tanaman yang

digunakan dan secara vertikal, berupa

bertambahnya ragam produk yang dihasilkan.

Akan tetapi, kurangnya informasi baik dari sisi

kuantitas, jenis dan kualitas produk yang

diperlukan, serta panjangnya rantai tataniaga

dan kelembagaan pengguna yang tidak jelas,

menyebabkan kesulitan untuk menduga

permintaan tanaman obat, baik di Indonesia

maupun manca negara.

Secara geografis, Provinsi Banten memiliki

struktur lahan yang dapat dikembangkan untuk

budidaya tanaman obat. Selain itu, dekatnya

jarak dengan ibukota negara mempunyai potensi

sebagai tujuan pemasaran untuk produk-produk

tanaman obat sehingga industri pengolahan

tanaman obat pun berpotensi untuk

dikembangkan. Penelitian dan pengembangan

tanaman obat juga merupakan salah satu

prioritas nasional yang diamanatkan dalam

Agenda Riset Nasional.

Hingga saat ini belum banyak diketahui

potensi tanaman obat serta industri

pengolahannya di Provinsi Banten padahal

potensi yang tersimpan cukup besar. Oleh

karena itu Balitbangda Provinsi Banten telah

melaksanakan Kajian Pengembangan Potensi

Tanaman Obat di Provinsi Banten pada tahun

anggaran 2012.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menggali

informasi mengenai jenis dan lokasi tanaman

obat dan industri obat tradisional serta

merumuskan strategi pengembangan tanaman

obat dan industri obat tradisional di Provinsi

Banten.

1.4 Teori

Definisi Tanaman Obat dan Obat Tradisional

Tanaman obat atau biofarmaka merupakan

tanaman yang bermanfaat untuk obat-obatan,

kosmetik, dan kesehatan yang dikonsumsi atau

digunakan dari bagian-bagian tanaman seperti

daun, batang, buah, umbi (rimpang), ataupun

akar. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan

yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,

bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau

campuran dari bahan tersebut yang secara turun

temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan

dapat diterapkan sesuai dengan norma yang

berlaku di masyarakat (Permenkes, 2012).

Page 23: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Jenis-Jenis Tanaman Obat

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian

No. 511/Kpts/PD.310/9/2006. komoditas

tanaman biofarmaka yang ditangani oleh

Kementerian Pertanian, c.q. Direktorat

Budidaya dan Pascapanen Tanaman Sayuran,

Buah-buahan dan Biofarmaka, Ditjen

Hortikultura, berjumlah 66 jenis, yang

dikelompokkan sebagai tanaman rimpang-

rimpangan dan non rimpang. Diantaranya

adalah jahe, lengkuas, kencur, kunyit,

lempuyang, temulawak, temuireng, temukunci,

dlingo/dringo, kapulaga, mengkudu, mahkota

dewa, kejibeling, sambiloto dan lidah buaya

(Otih Rostiana dkk, 2007).

Kondisi Umum Tanaman Obat di Indonesia

Arah pengembangan tanaman obat terkait

erat dengan neraca pasokan dan

permintaannya, serta teknologi yang tersedia.

Terdapat 31 tanaman obat yang volume

penggunaannya cukup besar bagi keperluan

industri obat tradisional, industri non jamu,

bumbu dapur dan ekspor, dan 18 tanaman

tersebut telah dibudidayakan dan 13 tanaman

masih diperoleh dari hasil penambangan di

hutan maupun tanaman yang liar tumbuh di

pekarangan atau kebun (E R Pribadi, 2009).

Secara nasional, tercatat hanya 15 dari 283

tanaman obat rekomendasi Badan POM telah

terdata budidayanya, yaitu jahe, lengkuas,

kencur, kunyit, lempuyang, temulawak, temu

ireng, keji beling, dringo, kapolaga, temukunci,

mengkudu, sambiloto, mahkota dewa dan lidah

buaya. Sentra penanaman tanaman obat

tersebar di 15 provinsi di Indonesia,yaitu

Sumatera Utara, Riau, Jambi, DKI Jakarta,

Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta,

Jawa Timur, Banten, Bali, Kalimantan Barat,

Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi

Selatan, dan Gorontalo. Jawa Barat, Jawa

Tengah dan Jawa Timur merupakan 3 provinsi

terbesar penghasil tanaman obat hasil

budidaya, dengan produksi mencapai 70 - 90%

dari total produksi nasional (E R Pribadi,

2009).

II. METODOLOGI

2.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Provinsi Banten

pada tahun 2012 di sentra-sentra produksi

tanaman obat dan industri obat tradisional.

Pemilihan lokasi penelitian ditetapkan secara

terarah (purposive sampling) berdasarkan data

sebaran perkembangan sentra produksi dan

industri.

2.2 Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode

deskriptif dan normatif. Pendekatan deskriptif

digunakan untuk menduga pasokan dan

penggunaan tanaman obat serta menganalisa

faktor-faktor yang mempengaruhinya.

Sedangkan pendekatan normatif adalah

menjelaskan hasil analisis untuk memberi

rekomendasi alternatif untuk mencapai tujuan

penelitian.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Pasokan dan Perminaan Tanaman Obat

di Provinsi Banten

Pengembangan agribisnis tanaman obat di

Indonesia dikembangkan di beberapa provinsi

termasuk di Provinsi Banten. Pengembangan

dimulai dari sektor hulu yaitu budidaya. Data

mengenai pasokan tanaman obat budidaya di

Provinsi Banten disajikan pada Gambar 1 (BPS

Banten, 2012).

Gambar 1. Produksi Tahunan Tanaman Biofarmaka di Provinsi Banten 2009-2011.

Page 24: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Hasil analisis sebaran bahan baku tanaman obat

(biofarmaka) dan jumlah Industri Obat

Tradisional (IOT) maupun Industri Kecil Obat

Tradisional (IKOT) memperlihatkan bahwa

penanaman dan produksi tanaman obat

(biofarmaka) lebih banyak tersebar di wilayah

Kabupaten Lebak, Pandeglang dan Serang,

sedangkan Industri Obat Tradisional (IOT)

maupun Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT)

banyak terdapat di wilayah Kabupaten

Tangerang, Kota Tangerang dan Kota

Tangerang Selatan walaupun ada beberapa di

wilayah Kota Serang dan Kota Cilegon dalam

jumlah yang sedikit. Neraca pasokan dan

permintaan tanaman obat budidaya di Provinsi

Banten disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Neraca Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Budidaya di Provinsi Banten

Nama

Dagang Nama Latin

Prakiraan

penggunaan terna

basah oleh IOT

tahun 2011 (kg)*

Pasokan terna

basah tahun

2011 (kg)**

1 Jahe Zingiber officinale Roxb - 1,108,693

2 Lengkuas Langngua galangal (L) Struntz - 3,355,400

3 Kencur Kaempferia galangal L - 1,185,462

4 Kunyit Curcuma domestica Val 110 814,230

5 Lempuyang Zingeiber aromaticum Vahl - 97,843

6 Temulawak Curcuma xanthorrhiza Roxb 528 75,952

7 Temu Ireng Curcuma aeruginosa Roxb - 23,928

8 Temu Kunci Boesenbergia pandurata Roxb - 50,691

9 Dringo Acorus calamus L. - 20,019

10 Kapolaga Amomum cardamomum Auct - 8,208

11 Mengkudu Morindae citrifolia 225.5 209,021

12 Mahkota

Dewa Phaleria macrocarpa (Scheff) - 517,582

13 Kejibeling Sericocalyx crispus (L) Bremek - 428,439

14 Sambiloto Andrographis paniculata B Ness 66 15,165

15 Lidah Buaya Aloe vera Linn - 38,602

* IOT = Industri Obat Tradisional, ** BPS 2012.

Berdasarkan data pada Tabel 1, dapat diketahui

bahwa permintaan bahan baku tanaman obat

dari IOT yaitu temulawak, mengkudu, kunyit,

dan sambiloto. Sementara komoditi tanaman

obat yang lainnya kemungkinan tidak diserap

oleh IOT lokal Banten tetapi diserap oleh

pengguna yang lainnya.

Sebagian besar IOT di Provinsi Banten

selain memperoleh bahan baku tanaman obat

dari dalam daerah juga memperoleh bahan baku

dari luar Banten bahkan impor dari luar negeri.

Potensi permintaan tanaman obat non budidaya

di provinsi banten (Industri Obat Tradisional)

disajikan pada Tabel 2.

Page 25: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Tabel 2. Potensi Permintaan Tanaman Obat Non Budidaya di Provinsi Banten (IOT)

NO JENIS TANAMAN BOBOT KERING (Kg)

1 Glycyrrhijae Radix (akar manis) 310

2 Cyperi Rhizoma 150

3 Foeniculi Fructus (buah adas) 35

4 Dioscoreae Rhizoma 411

5 Impperatae Rhizoma (Rimpang Alang-alang) 60

6 Thuja Orientalis (Cemara Kipas) 300

7 Ekstrak daun katuk 200

8 Ekstrak cocopandan 180

9 Eksrak lemon 30

10 Ekstrak madu 85

11 Ekstrak buah 125

12 Jatrophae Folium (Binari Majakani) 400

13 Linaria Gambirae Catechu 200

14 Quercus Lusitanica Infectoria 200

15 Biji Pinang 100

16 Daun Jarak 50

17 Daun Jati Belanda 50

18 Daun Asam Jawa 50

19 Daun Putri Malu 50

20 Habbatussauda (Jinten Hitam) 100 Liter

21 Minyak Zaitun 750 Liter

22 Daun Pegagan (Centella Asibtica) 50

23 Tai Kotok (Tagetes Erecta) 100

24 Rumput Laut (Gracialaria) 100

25 Lintah Kebo (Hirudo Manilensis) 30

27 Lithospermi Radix 150

28 Sangusorbae Radix 150

29 Notoginseng Radix 150

30 Lonicerae Flos 80

31 Sophorae Fructus 100

32 Sophorae Flos 80

33 Saccinium 50

34 Olibanomgammi 80

35 Myrrha 50

36 Rhizoma Chuanxiong 200

37 Fructus Piperis Longi 150

38 Radix Angelica Dahuricae 200

39 Herba Taraxaci 40

40 Cortex Phellodendri 40

41 Senecio Scandens 50

42 Andrographidis Herba 60

43 Artemisiae Capollaris Herba 60

Page 26: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Selain komoditi tanaman obat budidaya

yang ditampilkan pada Tabel 1, komoditi

tanaman obat non budidaya juga memiliki

permintaan yang tinggi serta banyak jenisnya

sebagaimana yang disajikan pada Tabel 2.

Peluang permintaan tanaman obat non budidaya

ini belum banyak dikembangkan oleh para

petani maupun pemerintah daerah.

Berdasarkan data dari BPOM maupun BPS

Provinsi Banten menunjukkan bahwa

sebenarnya produksi tanaman obat (biofarmaka)

di Provinsi Banten itu ada dalam jumlah yang

lumayan besar, akan tetapi hasil panen tanaman

obat tersebut sangat sedikit sekali yang

digunakan sebagai bahan baku oleh Industri

Obat Tradisional (IOT) maupun Industri Kecil

Obat Tradisional (IKOT). Hal ini dikarenakan

kualitas dan kontinyuitas dari tanaman obat

tersebut tidak masuk kriteria yang

dipersyaratkan oleh IOT maupun IKOT,

sehingga kebanyakan dari tanaman obat ini

hanya digunakan untuk bumbu dapur dan

keperluan rumah tangga lainnya. Permintaan

bahan baku tanaman obat pada pedagang

tanaman obat di pasar tradisional tidak

memungkinan untuk diketahui secara pasti

jumlahnya mengingat para pedagang tersebut

tidak melakukan pembukuan ataupun

pencatatan jumlah dagangannya.

3.2 Rantai Tata Niaga Tanaman Obat Secara

Umum di Provinsi Banten

Gambaran umum rantai tata niaga tanaman

obat di Provinsi Banten diilustrasikan pada

Gambar 2. Petani produsen lokal memasok

tanaman obat ke pedagang pengumpul untuk

selanjutnya dijual ke pedagang besar yang ada

di pasar-pasar tradisional. Pedagang besar

menjual tanaman obat ke perusahaan/industri,

pedagang kecil pasar serta konsumen rumah

tangga. Tanaman obat yang dijual ke pedagang

kecil di pasar juga diserap lagi oleh konsumen

rumah tangga. Selain mendapat pasokan dari

pedagang pengumpul lokal, para pedagang

besar juga seringkali memperoleh pasokan dari

pemasok luar Banten. Sedangkan

perusahaan/industri memasok tanaman obat

yang dibutuhkan seringkali melalui jalur impor.

Gambar 2. Rantai Tata Niaga Tanaman Obat Secara Umum di Provinsi Banten

3.3 Alternatif Kebijakan dan Strategi

Pengembangan Tanaman Obat Di

Provinsi Banten

Keunggulan komparatif tanaman obat yang

dimiliki Provinsi Banten perlu dikembangkan

menjadi keunggulan kompetitif. Strategi

pengembangan juga perlu ditinjau baik dari

sektor hulu maupun sektor hilir. Untuk

merumuskan alternatif kebijakan pengembangan

tanaman obat dan obat tradisional di Provinsi

Banten maka kondisi kelemahaan yang ada saat

ini perlu diidentifikasi.

Hasil identifikasi kondisi, kelemahan

pengembangan tanaman obat dan obat

tradisional di Provinsi Banten sebagai berikut.

1) Produk pada umumnya dijual secara

gelondongan (bulky)

Belum banyak peningkatan nilai tambah

dari produk yang dijual oleh petani produsen

hingga pedagang besar. Semuanya rata-rata

masih gelondongan (belum diolah).

Petani

Produsen

Lokal

Pedagang

Pengumpul Pedagang

Besar Pasar

Konsumen

Perusahaan/

Industri

Konsumen

Rumah Tangga Pedagang

Kecil Pasar

Impor

Pemasok

Luar

Daerah

Daerah

Page 27: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

2) Belum adanya dukungan yang optimal dari

pemerintah

Kebijakan pemerintah dan pemerintah

daerah belum terpadu dalam menangani

pengembangan tanaman obat. Kerjasama lintas

sektor di pemerintah dan pemerintah daerah

juga belum banyak implementasinya (mulai dari

sektor hulu/pertanian, sektor perdagangan,

sektor iptek dan sektor industri). Belum ada

komitmen yang kuat baik dari pemerintah

maupun pemerintah daerah mengenai

pengembangan agroindustri tanaman obat di

Provinsi Banten yang memiliki daya saing.

3) Penerapan budidaya dan pascapanen belum

optimal

Petani produsen pada umumnya menanam

tanaman obat sesuai dengan keinginan mereka.

Tidak banyak intervensi yang dilakukan oleh

dinas terkait karena lebih banyak

mempriotaskan komoditas tanaman pangan.

Begitupula dalam hal pascapanen dan

pengolahan belum banyak yang sudah

menerapakan GHP (Good Handling Practice)

dan GMP (Good Manufacturing Practice).

4) Database masih sangat terbatas

Database mengenai permintaan dan

pasokan tanaman obat masih sangat terbatas.

Padahal database ini merupakan salah satu input

penting bagi pengembangan bisnis agroindustri

tanaman obat. Lembaga atau dinas terkait yang

mengelola data tanaman obat belum optimal

dalam mengintegrasikan lintas data tanaman

obat antara lembaga/dinas dari level

kabupaten/kota hingga provinsi.

5) Kemitraan antara petani produsen dengan

industri belum berkembang

Pola-pola kemitraan antara pemasok (petani

produsen tanaman obat) dengan pengguna

(industri) diketahui belum berkembang.

Mediator ataupun fasilitator yang diperankan

oleh pemerintah/pemerintah daerah belum

berperan optimal.

Untuk membangun agribisnis dan

agroindustri tanaman obat dan obat tradisional

di Provinsi Banten diperlukan kebijakan dari

kepala daerah baik Gubernur maupun

Bupati/Walikota. Kebijakan tersebut perlu

didukung oleh DPRD dan masyarakat.

Kebijakan tersebut diwujudkan dengan

menyusun program daerah pengembangan

tanaman obat dan obat tradisional yang diikuti

pula oleh semua pemangku kepentingan di

bidang tanaman obat dan obat tradisional,

seperti BPOM, Dinas Kesehatan, Dinas

Pertanian, Dinas Kehutanan, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan, Dinas

Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Badan

Litbang Daerah dan Perguruan Tinggi. Perlu

ditetapkan target yang akan dicapai untuk

menentukan posisi Banten dalam sekian tahun

ke depan di bidang tanaman obat dan obat

tradisional.

Strategi Pengembangan Tanaman Obat di

Provinsi Banten sebagai berikut:

1) Pembentukan klaster industri tanaman

obat/obat tradisonal

Membangun industri-industri pengolahan

baru di sentra produksi bahan baku tanaman

obat sehingga dapat mereduksi biaya

transportasi dalam proses peningkatan nilai

tambah bahan baku menjadi produk setengah

jadi atau produk jadi. Selain itu diharapkan

dengan membangun industri baru maka akan

memacu pertumbuhan ekonomi rakyat dan

perdesaan. Dukungan industri penunjang juga

diarahkan pada rencana klaster tersebut.

2) Penerapan teknologi budidaya, panen, dan

pascapanen

Untuk meningkatkan produktivitas produksi

dan mutu maka perlu penerapan teknologi

budaya (GAP), teknologi panen yang sesuai dan

teknologi pascapanen dan pengolahan yang baik

(GMP).

3) Pemberian insentif

Pemberian insentif ini ditujukan kepada

petani dan pelaku industri kecil tanaman obat

dan obat tradisional. Para petani tanaman obat

ini diharapkan dapat mendapatkan insentif

dalam bentuk pemberian bibit unggul tanaman

obat dan sarana prasarana produksi agar

produksi dan mutu yang dihasilkan dapat

optimal. Pemberian insentif bagi pelaku industri

kecil bisa diberikan dalam bentuk penambahan

permodalan dan kemudahan dalam proses

perijinan.

4) Pengembangan infrastruktur dan

kelembagaan

Melalui pembangunan sarana dan prasarana

transportasi dan telekomunikasi serta dengan

mengembangkan kemitraan antara petani,

Page 28: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

pemerintah, perguruan tinggi/lembaga litbang

dan industri pengolahan. Pelatihan sumber daya

manusia juga perlu dilakukan pada sentra-sentra

yang potensial.

5) Perluasan promosi dan pasar

Mengikutsertakan produk tanaman

obat/obat tradiosinal Banten dalam

event/pameran-pameran dan menghubungkan

jalur pasar antara produsen dan konsumen.

6) Penyusunan sistem informasi tanaman obat

dan obat tradisional

Otoritas pemerintah daerah dan lembaga

terkait perlu menyusun suatu sistem informasi

tanaman obat dan obat tradisional yang dapat

dimutakhirkan setiap saat (up to date) dan

memudahkan publik dalam mengakses data

maupun informasi yang diperlukan.

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian

ini adalah sebagai berikut:

1) Prospek pembudidayaan tanaman obat

menunjukkan trend yang positif. Hal

tersebut ditandai oleh tingginya permintaan

tanaman obat dan tumbuhnya industri

pengolahan obat tradisional.

2) Potensi sumber bahan baku tanaman obat

budidaya di Provinsi Banten yang

terbanyak yaitu lengkuas, kencur, jahe,

kunyit, mengkudu. Penanaman dan

produksi tanaman obat lebih banyak

tersebar di wilayah Kabupaten Lebak,

Pandeglang dan Serang.

3) Tanaman obat non budidaya memiliki

peluang yang besar mengingat permintaan

pasar di segmen ini cukup banyak.

4) Terdapat 19 unit Industri Obat Tradisional

(IOT) dan 65 unit Industri Kecil Obat

Tradisional (IKOT) di Provinsi Banten.

Sebaran industri tersebut berada di wilayah

Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan

Kota Tangerang Selatan. Belum ada

perekaman data dan informasi yang rinci,

sistematis dan berkala dari industri-industri

tersebut kepada otoritas pemerintah (BPOM

dan Dinas Kesehatan).

5) Konsep pengembangan industri berbasis

tanaman obat belum ada indikasi untuk

dikembangkan dengan konsep klaster.

Elemen-elemen yang diperlukan untuk

membentuk klaster tanaman obat dan obat

tradisional masih terfragmentasi.

4.2 Rekomendasi

Rekomendasi yang diusulkan untuk

pengembangan tanaman obat di Provinsi Banten

antara lain :

1) Perlu adanya kebijakan dan program

mengenai pengembangan agribisnis dan

agroindustri tanaman obat dan obat

tradisional di Provinsi Banten dari kepala

daerah baik Gubernur Banten maupun

Bupati/Walikota yang ditindaklanjuti oleh

jajaran birokrasi dibawahnya.

2) Pembentukan klaster industri tanaman

obat/obat tradisonal.

3) Penerapan teknologi budidaya, panen, dan

pascapanen.

4) Pengembangan infrastruktur dan

kelembagaan.

5) Perluasan promosi dan pasar dan sistem

informasi tanaman obat dan obat

tradisional.

DAFTAR PUSTAKA

Promosiana, A., N. Indartiyah, M. Tahir, L.

Watini, B. Hartono, D. Martha, P.L.

Tobing, A. Hermami, dan J. Waludin. 2007.

Peta Potensi Bioregional Tanaman

Biofarmaka. Dalam M. Rachmat (Edt.)

Direktorat Budidaya Tanaman sayuran dan

Biofarmaka. Direktorat Jenderal

Hortikultura. 133 hlm.

Rostiana, O., D.S. Effendi, dan N. Bermawie.

2007a. Booklet Teknologi Unggulan

Tanaman Perkebunan. Dalam M. Januwati

(Penyunting). Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Perkebunan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 006 Tahun 2012 Tentang

Industri Dan Usaha Obat Tradisional.

Pribadi, E.R. 2009. Pasokan dan Permintaan

Tanaman Obat Indonesia Serta Arah

Penelitian dan Pengembangannya.

Perspektif Vol. 8 No. 1 / Juni 2009. Hlm 52

– 64.

BPS. 2012. Banten Dalam Angka. BPS. Banten.

Page 29: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

ANALISIS RAWAN LONGSOR DI SENTRA AGRIBISNIS PETERNAKAN DOMBA

DAN KAMBING DI KELURAHAN JUHUT PANDEGLANG

Yana Suharyana

Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Banten

Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Jl. Raya Palima – Pakupatan, Curug Serang-Banten

E-Mail : [email protected]

ABSTRACT

This is now the rainy season has arrived, the rainy season many things that must be anticipated

related to the disaster caused by heavy rainfall, especially the danger of landslides. Handling

landslides should involve the government's role and require public participation. Research

handling prone to landslides has actually been done but in this study is more focused efforts on

preventive handling of hazard prone to landslides by identifying potential landslide prone in the

Village juhut Pandeglang, this is done because the village juhut the center area of agribusiness

and sheep farm seed in the region Banten province. The results showed that the village juhut

seen from factors causing landslides for example, the slope of the land, soil and some laboratory

results from soil samples in the juhut village showed a tendency to potential landslide prone.

Keywords: rainfall, vulnerable to landslides, landslides, agribusiness centers, breeding sheep.

ABSTRAK

Sekarang ini musim penghujan sudah tiba, Pada musim hujan banyak hal yang harus diantisipasi

terkait bencana yang diakibatkan oleh curah hujan yang tinggi terutama bahaya tanah longsor.

Penanganan bencana tanah longsor harus melibatkan peran pemerintah serta membutuhkan

partisipasi masyarakat. Penelitian penanganan rawan longsor sebenarnya sudah banyak

dilakukan tetapi pada penelitian ini lebih menitikberatkan pada upaya prepentif penanganan

bahaya rawan longsor dengan mengidentifikasi potensi rawan longsor di Kelurahan Juhut

Kabupaten Pandeglang, hal ini dilakukan karena kelurahan Juhut merupakan kawasan sentra

agribisnis dan peternakan domba unggulan yang ada di wilayah provinsi Banten. Hasil penelitian

menunjukan bahwa kelurahan Juhut dilihat dari factor-faktor penyebab terjadinya tanah longsor

misalnya kemiringan tanah, jenis tanah dan beberapa hasil laboratorium dari sampel tanah yang

ada di Kelurahan Juhut tersebut menunjukan kecenderungan adanya potensi rawan longsor.

Kata Kunci: curah hujan, rawan longsor, tanah longsor, sentra agribisnis, peternakan domba.

I. PENDAHULUAN

Provinsi Banten memiliki potensi

sumberdaya alam terbarukan (renewable) dan

tak terbarukan (non renewable) yang sangat

melimpah. Sumber daya lahan merupakan

media yang diperlukan dalam usaha pertanian

meski termasuk sumber daya alam yang

dapat diperbaharui namun tetap harus

mendapat perhatian agar keberadaannya tidak

terus menyusut baik dari segi kualitas

maupun kuantitas.

Secara garis besar upaya pemanfaatan

sumber daya alam termasuk pengelolaan

sumber daya pertanian dibagi dalam dua

Page 30: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

bagian yaitu: 1) Ekstensifikasi; merupakan

kegiatan peningkatan produksi pertanian

melalui perluasan lahan; dan 2) Intensifikasi;

merupakan upaya peningkatan produksi

pertanian melalui perbaikan unit produksi

dan pengolahan pasca panen untuk

meningkatkan nilai tambah yang diperoleh

oleh para petani. Salah satu media

intensifikasi dibidang pertanian adalah

pemanfaatan teknologi baik pada tahap

proses, pengolahan pasca panen sampai

dengan pemasaran.

Kementerian Riset dan Teknologi

bersama dengan kementerian dalam negeri

telah mengeluarkan peraturan bersama nomor

3 tahun 2012 dan nomor 36 tahun 2012

tentang Penguatan Sistem Inovasi Daerah

(SIDa). Dalam peraturan bersama ini

disebutkan pentingnya Sistem Inovasi Daerah

sebagai salah satu media untuk percepatan

pelaksanaan pembangunan di daerah melalui

peningkatan kapasitas pemerintahan daerah,

daya saing daerah, dan pelaksanaan

Masterplan Percepatan Dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-

2025. Dengan dikeluarkannya peraturan

bersama ini memperlihatkan bahwa

implementasi SIDa telah mendapatkan

perhatian dari instansi pusat, tinggal

bagaimana daerah menyikapinya.

Sebagai turunan dari peraturan

bersama ini, pemerintah provinsi Banten

telah mengeluarkan surat Keputusan

Gubernur Banten Nomor 075.05/Kep.221-

Huk/2013 tentang tim koordinasi SIDa

provinsi Banten. Salah satu Tugas pokok tim

ini adalah untuk menyusun Roadmap SIDa

provinsi Banten. Dalam dokumen Road Map

SIDa provinsi Banten disebutkan bahwa

Perintisan dan Pengembangan Klaster

Industri/PI-UMKM salah satunya diarahkan

pada Peternakan Domba dan Etawa di

Kabupaten Pandeglang. Hal ini sejalan

dengan kebijakan Pemerintah Daerah

Kabupaten Pandeglang bahwa Kawasan

Kampung Ternak Domba Terpadu di

kampung Cinyurup keluruhan Juhut masuk

dalam dokumen pembangunan daerah.

Untuk pencapaian tujuan

pembangunan kawasan ternak Domba

Terpadu di Juhut Pandeglang, diperlukan

identifikasi daya dukung Lingkungan agar

kegiatan dapat berlangsung lestari.

Berkembangnya usaha peternakan domba

serta kegiatan penyediaan pakan sebagai

usaha pendukung kegiatan budidaya domba

akan mencapai titik maksimal daya

lingkungan yang ada. Daya dukung

lingkungan juga akan dipengaruhi oleh

aktifitas lainnya diluar kegiatan budidaya

domba namun masih dalam kawasan yang

sama.

Aspek lain yang perlu diperhatikan dalam

upaya mempertahankan perkembangan

peternakan domba di Kelurahan Juhut yaitu

dengan mengidentifikasi faktor-faktor

penghambat yang disebabkan oleh alam

misalnya banjir atau tanah longsor. Hal ini

perlu diperhatikan mengingat dalam profil

Kelurahan juhut memenuhi aspek-aspek

kerawanan tersebut

II. METODOLOGI

Data yang dikumpulkan terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data pimer

diperoleh melalui rangkaian kegiatan survey

serta wawancara terhadap instansi-instansi

terkait. Kegiatan survey dilakukan kepada

masyarakat di wilayah Kelurahan Juhut

sedangkan Wawancara terhadap instansi

terkait bertujuan untuk memperoleh

gambaran mengenai kondisi wilayah

kelurahan Juhut. Data yang diperoleh dari

wawancara meliputi data kependudukan, data

luas wilayah, serta data sosial ekonomi

lainnya. Penelitian ini dilakukan pada bulan

September sampai dengan bulan Desember

2015

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Keadaan Umum Kelurahan Juhut

Kelurahan Juhut terletak di wilayah

pusat Pemerintahan Kabupaten Pandeglang,

Page 31: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Kelurahan Juhut termasuk dalam Kecamatan

Karangtanjung, Kelurahan Juhut terletak 23

Km dari Ibukota Propinsi dan 3 Km dari

Ibukota Kabupaten Pandeglang, dengan luas

wilayah 402.86 Ha. Batas Administrasi

Kelurahan Juhut adalah sebelah utara

berbatasan dengan kelurahan Cigadung

Kecamatan Karangtanjung, sebelah selatan

berbatasan dengan Kelurahan Pandeglang

Kecamatan Pendeglang, sebelah timur

berbatasan dengan tanah kehutanan, sebelah

barat berbatasan dengan Kelurahan

Pandeglang Kecamatan Pandeglang.

Luas wilayah Kelurahan Juhut menurut

penggunaannya adalah 402.86 Ha/m2 dengan

rincian luas pemukiman 55.95 Ha, luas

persawahan 60 Ha, luas perkebunan 112.85

Ha, luas kuburan 5 Ha, luas pekarangan 76

Ha, luas tanah wakaf 1.5 Ha, luas tanah

bengkok 4 Ha/m2, perkantoran 15 Ha/m2,

luas prasarana umum lainnya 72.56 Ha.

Kelurahan Juhut terdiri dari 6 (enam) Rukun

Warga (RW) yaitu: RW. 01 Kp. Juhut, Rw.

02 Kadu salak, Rw. 03 Mauk, Rw. 04

Canggoang, Rw. 05 Cinyurup, Rw. 06

Sanim, dan terdiri dari 29 RT. Jumlah

Penduduk Kelurahan Juhut berdasar data

bulan Desember 2014 sebanyak 7.324 Jiwa,

terdiri dari 3.737 Jiwa Laki-laki dan 3.587

Jiwa Perempuan, dan jumlah kepala keluarga

sebanyak 1.451.

3.2 Keadaan Alam

Suhu udara di Kabupaten Pandeglang

berkisar antara 22,5 0C – 27,9 0C. Pada

daerah pantai, suhu udara bisa mencapai 22

0C – 32 0C, sedangkan di daerah

pegunungan berkisar antara 18 0C – 29 0C.

Kabupaten Pandeglang memiliki curah hujan

antara 2.000 – 4.000 mm per tahun dengan

rata-rata curah hujan 3.814 mm dan

mempunyai 177 hari hujan rata-rata per tahun

serta memiliki tekanan udara rata-rata 1.010

milibar. Iklim di wilayah Kabupaten

Pandeglang dipengaruhi oleh Angin Monson

(Monson Trade) dan Gelombang La Nina

atau El Nino (Banten Dalam Angka, 2004).

Saat musim penghujan (Nopember-Maret)

cuaca didominasi oleh Angin Barat (dari

Samudra Hindia sebelah Selatan India) yang

bergabung dengan angin dari Asia yang

melewati Laut Cina Selatan. Pada musim

kemarau (Juni-Agustus), cuaca didominasi

oleh Angin Timur yang menyebabkan

Kabupaten Pandeglang mengalami

kekeringan, terutama di wilayah bagian

Utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino.

Kabupaten Pandeglang dialiri oleh 18

aliran sungai dengan panjang total 835 km.

Sungai-sungai tersebut dikelompokan ke

dalam 3 (tiga) Satuan Wilayah Sungai (SWS)

yang mencakup seluruh wilayah kabupaten

ini, yaitu :

1. Bagian utara berada di dalam SWS hulu

Sungai Ciujung, CIbanten dan Cidanau

2. Bagian tengah berada di dalam SWS

Ciliman - Cibungur

3. Bagian selatan berada di dalam SWS

Ciliman Cibungur

Secara geologi, wilayah Kabupaten

Pandeglang termasuk kedalam zona Bogor

yang merupakan jalur perbukitan. Sedangkan

jika dilihat dari topografi daerah Kabupaten

Pandeglang memiliki variasi ketinggian

antara 0 - 1.778 m di atas permukaan laut

(dpl). Sebagian besar topografi daerah

Kabupaten Pandeglang adalah dataran rendah

yang berada di daerah Tengah dan Selatan

yang memiliki luas 85,07% dari luas

keseluruhan Kabupaten Pandeglang

Ditinjau dari segi geologinya,

Kabupaten Pandeglang memiliki beberapa

jenis bebatuan, diantaranya :

1) Alluvium, terdapat di daerah gunung dan

pinggiran pantai;

2) Undiefierentiated (bahan erupsi gunung

berapi), terdapat di daerah bagian utara

tepatnya di daerah Kecamatan Labuan,

Jiput, Mandalawangi, Cimanuk, Menes,

Banjar, Pandeglang dan Cadasari;

Page 32: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

3) Diocena, terdapat di daerah bagian Barat,

tepatnya di kecamatan Cimanggu dan

Cigeulis;

4) Piocena Sedimen, di bagian Selatan di

daerah kecamatan Bojong, Munjul,

Cikeusik, Cigeulis, Cibaliung dan

Cimanggu;

5) Miocene Limestone, disekitar Kecamatan

Cimanggu bagian utara; Mineral Deposit,

yang terbagi atas beberapa mineral, yaitu:

Belerang dan sumber air panas di

Kecamatan Banjar; Kapur/karang darat

dan laut di Kecamatan Labuan, Cigeulis,

Cimanggu, Cibaliung, Cikeusik dan

Cadasari; Serat batu gift, terdapat di

Kecamatan Cigeulis.

Jenis tanah yang ada di Kabupaten

Pandeglang dapat dikelompokan dalam

beberapa jenis dengan tingkat kesuburan dari

rendah sampai dengan sedang. Diantara

jenis tanah tersebut adalah :

1) Alluvial, terdapat di Kecamatan

Panimbang, Sumur, Cikeusik, Pagelaran,

Picung, Labuan dan Munjul;

2) Grumosol, yang tersebar di Kecamatan

Sumur dan Cimanggu;

3) Regosol, terdapat di Kecamatan Sumur,

Labuan, Pagelaran, Cikeusik dan

Cimanggu;

4) Latosol, terdapat di sekitar Gunung

Karang, Kecamatan Pandeglang, Saketi,

Cadasari, Banjar, Cimanuk,

Mandalawangi, Bojong, Menes, Jiput,

Labuan dan Sumur;

5) Podsolik, terdapat di Kecamatan Labuan,

Menes, Saketi, Bojong, Munjul, Cikeusik,

Cibaliung, Cimanggu, Cigeulis, Sumur,

Panimbang dan Angsana.

Dataran di Kabupaten Pandeglang

sebagian besar merupakan dataran rendah

yakni di daerah bagian tengah dan selatan,

dengan variasi ketinggian antara 0 – 1.778

meter di atas permukaan laut (dpl) dengan

luas sekitar 85,07% dari luas wilayah

Kabupaten. Secara umum perbedaan

ketinggian di Kabupaten Pandeglang cukup

tajam, dengan titik tertinggi 1.778 m diatas

permukaan laut (dpl) yang terdapat di Puncak

Gunung Karang pada daerah bagian utara dan

titik terendah terletak didaerah pantai dengan

ketinggian 0 m dpl.

Daerah pegunungan pada umumnya

mempunyai ketinggian ± 400 m dpl, dataran

rendah bukan pantai pada umumnya

memiliki ketinggian rata-rata 30 m dpl dan

daerah dataran rendah pantai pada umumnya

mempunyai ketinggian rata-rata 3 m dpl.

Kemiringan tanah di Kabupaten Pandeglang

bervariasi antara 0 – 45 %; dengan alokasi

0- 15 % areal pedataran sekitar Pantai

Selatan dan pantai Selat Sunda; alokasi 15 –

25 % areal berbukit lokasi tersebar; dan

alokasi 25 – 45 % areal bergunung pada

bagian Tengah dan Utara.

Kabupaten Pandeglang ditinjau dari

segi geologi memiliki beberapa jenis batuan

yang meliputi Alluvium, Undieferentiated

(bahan erupsi gunung berapi), Diocena,

Piocena Sedimen, Miocena Lemistone dan

Mineral Deposit. Sedangkan beberapa jenis

tanah yang ada di Kabupaten Pandeglang

yaitu Aluvial, Grumosol, Mediteran, dan

Latosol. Di juhut sendiri jenis tanahnya di

dominasi jenis latosol.

Keadaan geomorfologi, topografi dan

bentuk wilayah secara bersama-sama akan

membentuk pola-pola aliran sungi yang ada.

Pola aliran sungai di Wilayah Kabupaten

Pandeglang pada umumnya berbentuk

dendritik. Arah aliran sungai-sungai di

Wilayah ini dibedakan menjadi dua, sehingga

membentuk dua daerah aliran sungai yaitu

daerah aliran dari arah Timur yang bermuara

di Selat Sunda dan daerah aliran dari arah

Utara yang bermuara di Samudera Indonesia.

Topografi atau kelerengan wilayah di

Kabupaten Pandeglang bervariasi dari datar

hingga bergunung. Sementara itu di wilayah

Juhut kelerengan bergelombang hingga

berbukit.

Page 33: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Tekstur tanah menunjukkan

komposisi partikel penyusun tanah (separat)

yang dinyatakan sebagai perbandingan

proporsi (%) relatif antara fraksi pasir, fraksi

debu dan fraksi liat (Hanafiah, 2008).

Tekstur merupakan sifat kasar-halusnya

tanah dalam percobaan yang ditentukan oleh

perbandingan banyaknya zarah-zarah tunggal

tanah dari berbagai kelompok ukuran,

terutama perbandingan antara fraksi-fraksi

lempung, debu, dan pasir berukuran 2 mm ke

bawah.

3.3 Persepsi Masyarakat terhadap Potensi

dan Bencana Longsor

Secara umum, masyarakat

beranggapan bahwa Kelurahan Juhut bukan

merupakan wilayah rawan longsor, karena

pada kasus terjadinya bencana longsor hanya

beberapa kali saja.

No. Jawaban

Ya Tidak

n % n %

1. Kejadian Longsor 13 9 131 91

2 Gejala Longsor 3 2 141 98

3 Penanganan Gejala Longsor 8 6 136 94

4 Lokasi Rawan Longsor 13 9 131 91

5 Pencegahan Longsor 23 16 121 84

6 Sosialisasi Longsor 19 13 125 87

Tabel 1. Potensi Longsor

Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa

sebagian besar masyarakat (91%) tidak

pernah melihat, mendengar, mengetahui, atau

mengalami kejadian longsor di wialayah

Kelurahan Juhut. Tetapi 9% sisanya pernah

mengetahui kejadian longsor di Canggoang

dan di Cinyurup.

Hal yang sama juga mengani gejala

longsor. Hampir seluruh masyarakat tidak

mengetahui atau mengalami gejala longsor di

wilayah Kelurahan Juhut. Tetapi, beberapa

orang melaporkan pernah melihat tanah/ batu

mulai berjatuhan dan muncul retakan yang

semakin membesar di lereng bagian atas.

Karena ciri-ciri gejala longsor tidak banyak

ditemui maka masyarakatpun tidak

melakukan penanganan gejala longsor.

Masyarakat beranggapan (91%)

bahwa tempat tinggalnya bukan merupakan

wilayah rawan lonsor. Oleh karenanya

mereka tidak melalukan pencegahan terhadap

kejadian longsor. Tetapi, sebagian kecil

masyarakat sudah melakukan kegiatan-

kegaiatan yang dapat mencegah terjadinya

longsor seperti: tidak membuat kolam ikan,

lahan sawah di bagian atas lereng; membuat

terasering pada lereng untuk pemukiman;

tidak bermukim di bagian kaki atau pinggir

leren; tidak menebang pepohonan di lereng;

dan tidak melakukan penggalian di bagian

bawah lereng.

Tanggapan masyarakat yang kurang

terhadap potensi longsor bisa disebabkan

karena pengetahuan masyarakat yang kurang

mengenai masalah longsor. Oleh karenanya

perlu dilakukan sosialisasi oleh pemerintah.

Menurut sebagian besar masyarakat (87%),

sosialisasi menegenai bahaya longsor belum

pernah dilakukan di Kelurahan Juhut. Tetapi

beberapa masyarakat menyatakan pernah

mendapat soialisasi yang dilakukan oleh

BPBD Kabupaten Pandeglan dan Provinsi

Banten.

Persepsi masyarakat terhadap bencana

longsor di Kelurahan Juhut secara umum

berada pada katagori sedang, seperti yang

tampak pada grafik berikut.

Persepsi masyarakat terhadap bencana

longsor di Kelurahan Juhut sebagian besar

(71%) berada pada katagori sedang

(moderat). Hal ini berarti masyarakat

menanggapi apa yang ada di lingkungannya

yang berkaitan dengan bencana longsor

masih bersifat netral, biasa-biasa saja. Tidak

memberikan respon yang positif maupun

negatif.

Persepsi masyarakat yang netral

tersebut dimungkinkan karena masyarakat

belum mengalami kejadian longsor yang

berarti di lingkungannya, Sehingga

masyarakat masih merasakan nyaman dan

Page 34: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

belum merasakan ancaman bahaya longsor.

Bila persepsi masyarakat yang netral ini

dibiarkan pada akhirnya akan merugikan

masyarakat itu sendiri. Karena bila bencana

longsor benar-benar terjadi, masyarakat akan

bingung dalam bersikap dan bertindak untuk

mengatasinya. Oleh karena itu persepsi

masyarakat terhadap bahaya longsor perlu

ditingkatkan.

Gambar 1. Grafik Persepsi Masyarakat

terhadap Bencana Longsor di

Kelurahan Juhut

Rincian persepsi masyarakat meliputi

persepsi terhadap gejala longsor, penegahan,

penanganan, sosialisasi, dampak bencana dan

kebijakan penangan longsor. Katagori dari

rincian tersebut dapat dilihat pada tabel

berikut.

Aspek Persepsi PERSEPSI (%) Jumlah

(%) RENDAH SEDANG TINGGI

Gejala 12 68 20 100

Pencegahan 5 62 33 100

Penanganan 7 64 29 100

Sosialisasi 35 46 19 100

Dampak Bencana 8 44 48 100

Kebijakan 2 76 22 100

Keseluruhan 10 71 19 100

Tabel 2. Persepsi Masyarakat terhadap

Bencana Longsor di Kelurahan Juhut

Berdasarkan tabel 2 tersebut dapat

diketahui bahwa secara umum persepsi dari

semua aspek sebagian besar berada pada

katagori sedang, kecuali untuk katagori

persepsi terhadap dampak bencana sedikit

lebih besar berada pada katagori tinggi

daripada sedang. Hal ini juga menunjukkan

bahwa pandangan, respon, dan tindakan

mesyarakat terhadap aspek-aspek longsor

masih netral (moderat) sehingga perlu

ditingkatkan agar masyarakat memiliki

persepsi yang lebih tinggi.

PENDIDIKAN TERAKHIR

PERSEPSI

RENDAH SEDANG TINGGI

TIDAK TAMAT SD 14,28 57,14 28,57

SD 10,96 72,60 16,44

SMP 9,09 68,18 22,73

SMA 4,00 80,00 16,00

PERGURUAN TINGGI 0,00 100.00 0,00

Tabel 3. Persepsi Masyarakat berdasarkan

Tingkat Pendidikan

Pada Tabel 3. Bisa disimpulkan bahwa

persepsi masyarakat dihubungkan dengan

tingkat pendidikan, ternyata secara umum

tidak berbeda sgnifikan seluruhnya berada

pada katagori sedang. Akan tetapi bila dilihat

dari katagori persepsi tinggi, masyarakat

yang tidak tamat SD ternyata yang memiliki

persentase yang tertinggi dan yang tamat

perguruan tinggi tidak ada yang berkatagori

tinggi karena seluruhnya berkatagori sedang.

JENIS

KELAMIN

PERSEPSI

RENDAH SEDANG TINGGI

LAKI-LAKI 9,77 73,68 16,54

PEREMPUAN 9,09 45,45 45,45

Tabel 4. Persepsi Masyarakat berdasarkan

Jenis Kelamin

Berdasarkan data pada table 4.

Disimpulkan bahwa Persepsi masyarakat

berdasarkan jenis kelamin menunjukkan

bahwa jenis kelamin perempuan memiliki

persentase persepsi tinggi yang lebih besar

RENDAH

10%

SEDANG

71%

TINGGI 19%

Page 35: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

dibandingkan dengan laki-laki. Laki-laki

cenderung memiliki persepsi yang netral

terhadap bencana longsor di kelurahan Juhut.

KETINGGIAN PERSEPSI

RENDAH SEDANG TINGGI

200 – 300 m dpl. 7,35 79,41 13,24

400 – 700 m dpl. 11,84 64,47 23,68

Tabel 5. Persepsi Masyarakat Ketinggian

Tempat Tinggal

Berdasarkan table 5. Bahwa

ketinggian tempat tinggal, persentase

persepsi tinggi pada ketinggian 400 – 700 m

dpl lebih besar daripada di tempat rendah.

Berdasarkan Peta Kawasan Rawan Bencana

Kabupaten Pandeglang, wilayah kabupaten

Pandeglang mempunyai berbagai potensi

rawan bencana seperti bencana gerakan

tanah/longsor, bencana banjir, bencana

tsunami dan bencana letusan gunung api.

Khusus wilayah Juhut Kecamatan Karang

Tanjung termasuk rawan bencana alam tanah

gerakan tanah dan longsor. Tentunya potensi

rawan bencana longsor ini memperhitungan

biofisik lahan seperti secara umum Juhut

mempunyai kelerengan lebih dari 15%,

kondisi tata guna lahan serta kondisi geologi

dan tanahnya. Meskipun hingga saat ini

wilayah Juhut belum pernah terjadi longsor

besar, namun dengan kondisi lereng lebih

dari 15 % serta tanah latosol yang

mempunyai solum yang dalam, tekstur

tanahnya lempung berdebu dan mudah sekali

meresepkan air, maka potensi rawan bencana

longsor juga cukup tinggi. Sifat tanah

Latosol yang pada saat musim kemarau

mudah sekali mengembang dan

menimbulkan rekahan rekahan, apabila

musim hujan tiba, maka rekahan tersebut

yang berada pada lahan berlereng mudah

sekali sebagai pintu masuk aliran air yang

akhirnya pada tanah yang berlereng curam

akan rawan bencana longsor.

Analisis potensi longsor tidak terlepas

dari kondisi kelerengan wilayah. Dari hasil

analisis citra google eart dan

bentuk/morfologi wilayah Juhut apabila

ditarik garis maya lurus dari bawah hingga

lokasi titik tengah tertinggi, ketinggian

wilayah Juhut mencapai ketinggian 977 m,

sedangkan terendah pada ketinggian 350 m.

Nampak dengan ilustrasi kemiringan lahan

atau kelerengan wilayah Juhut dengan jarak

kurang lebih 3.69 km, gradient wilayah

berkisar 17 %. Namun apabila dilihat secara

kelerengan mikro, sebagaian wilayah Juhut

ada yang kelerengannya lebih dari 25%.

Analisis kelerengan wilayah Juhut,

dibangun dari peta topografi yang

dibangkitkan dari data SRTM 30 m (Gambar

4.26). Nampak bahwa kontur rapat terdapat

pada wilayah tengah Juhut dan wilayah itu

menunjukkan daerah yang berlereng curam .

Lebih lanjut dari analisis peta kontur akan

didapat peta kelerengan wilayah Juhut.

Gambar 2. Kontur wilayah Juhut dari SRTM

30

Pada gambar 2 nampak bahwa dengan

pengkelasan lereng tersebut pada daerah yang

berkontur rapat akan mempunyai kelas

kelerengan yang tinggi seperti ditunjukkan

warna merah. Wilayah berlereng 40 %

terdapat pada bgaian tengah hingga wilayah

bagian atas. Dengan kelerengan seperti ini

tentunya potensi longsor akan tinggi.

Sebagaimana diketahui faktor geologi

dan tanah juga berpengaruh besar terhadap

Page 36: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

kerentanan terhadap potensi bahaya longsor.

Tanah tanah dengan solum dalam atau tebal

dan dengan sifat struktur dan tekstur

mengandung pasiran atau debu tentunya

tanah ini akan memudahkan persepan air

kedalam tanah. Sementara sifat tanah yang

mudah merekah pada saat kemarau, juga

menjadi pintu masuk air kedalam tanah pada

saat musim hujan. Solum tanah yang tebal,

tekstur tanah yang mudah meresapkan air

dann terletak pada kondisi lereng yang

terjal/miring maka tanah ini juha mudah

tergelincir. Jenis tanah yang ada di Juhut

secara umum merupakan jenis Tanah

Latosol, akan tetapi dari pendekatan peta land

system, tanah di Juhut mempunyai land

system TGM dan TLU. Land system TGM

mempunyai dan berada pada dataran upper

slope (mid slope-valley side). sedangkan land

system TLU berada diwilayah bawahnya

valley side

Gambar 3. Sistem Lahan di wilayah Juhut

Hasil analisis tumpang susun berbagai

peta tematik peta tanah/land system, peta

kelerengan, dan peta tata guna lahan

diperoleh kondisi daerah rawan longsor

dengan berbagai kelas tingkatan seperti

disajikan pada Gambar 4. Wilayah yang

mempunyai potensi longsor tinggi berada

pada kawasan tengah dan barat laut (wilayah

atas).

Potensi Longsor Luasan (Ha)

Tinggi 245,3

Sedang 707,1

Rendah 126,1

Gambar 4. Potensi Longsor di wilayah Juhut

Luas potensi longsor tinggi seluas 245

Ha, potensi longsor sedang seluas 707.1 Ha

sedangkan potensi rendah seluas 126.1 Ha.

Secara umum terlihat bahwa wilayah Juhut

mempunyai potensi longsor sedang dengan

prersentasi luasan mencapau hampir 70 %

dari luas wilayah yang dikaji.

Untuk memprediksi arah aliran

longsor, dilakukan analisis system sel melalui

pendekatan sel aliran cachment area dengan

WMS Modelling. Hasil pemodelan dengan

system sel WMS Modelling diperoleh sel sel

aliran sebagaimana disajikan pada Gambar 5.

Pola Aliran Sel LongsorPrediksi ArahAliran Longsor

Potensi Longsor Luasan (Ha) Tinggi 245,3

Sedang 707,1Rendah 126,1

Page 37: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Gambar 5. Model Sel Longsor dan prediksi

arah aliran longsor

Analisis kerentanan terhadap bahaya

longsor di wilayah Kelurahan juhut ditinjau

dari aspek social masyarakat yaitu

keberadaan kampung kampung yang

mempunyai poteni ancaman bahaya longsor.

Analisis berdasarkan system sel dan lokasi

atau letak kampung yang berada pada arah

ancaman diilustrasikan pada Gambar 6. untuk

Kampung Cinyurup, Gambar 7 untuk

Kampung Kadulimus dan Gambar 8 untuk

Kampung Canggoang.

Gambar 6. Kerentanan Kampung Cinyurup

dari arah Aliran Longsor

Gambar 7. Kerentanan Kampung Kadulimus

dari arah Aliran Longsor

Gambar 8. Kerentanan Kampung Canggoang

dari arah Aliran Longsor

Nampak bahwa ketiga kampong

tersebut juga mempunyai ancaman yang

cukup serius berdasarkan pendekatan system

sel dan arah aliran longsor. Bagaimanapun

kewaspadaan kepada masyarakat tetap harus

dibangun, meskipun tingkat bahaya dan

kejadian longsor merupakan resultante dari

berbagai aspek seperti curah hujan, sifat sifat

tanah, kondisi tutupan lahan dan kondisi

kelerengan.

IV. KESIMPULAN

1. Wilayah Juhut merupakan wilayah

yang mempunyai morfologi lahan

dari lereng bergelombang hingga

berbukit, sedangkan kondisi tutupan

lahan atau penggunaan lahannya

dominan kebun campuran dan

ladang/tegalan.

2. Hasil zonasi wilayah rawan longsor

di Juhut menunjukkan sebagian

besar mempunyai zona sedang

dengan detil perincian zonasi : Zona

Longsor tinggi seluas 245.3 Ha,

Zona longsor sedang seluas 707.1

Ha dan Zona longsor rendah seluas

126.1 Ha. Zona longsor tinggi

terutama berada pada wilayah

tengah dan wilayah barat laut yang

merupakan bagian lereng Gunung

Karang.

Page 38: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

3. Wilayah zona longsor tinggi berada

pada kawasan hutan, akan tetapi

juga ada dibeberapa tempat yang

berada pada penggunaan lahan

kebun campuran, ladang/tegalan.

4. Upaya pengelolaan lahan zona

longsor tinggi pada kawasan

budidaya belum menerapkan pola

tanam yang sesuai dengan kaidah

konservasi lahan.

5. Pola pengelolaan lahan belum

sepenuhnya menerapkan konsep

konservasi tanah dengan berbasis

pada ancaman bahaya longssor.

6. Perlu perhatian yang lebih ekstra

waspada yaitu melakukan upaya

budidaya tanaman semusim pada

lahan berlereng curam

7. Masyarakat belum mengupayakan

pola agroforestry pada lahan

berlereng yang sudah terlanjur

diusahakan

8. Persepsi masyarakat terhadap

longsor dari aspek bagaimana

mengenali gejala, melakukan

pencegahan dan penanganan, adanya

sosialisasi dikatakan bahwa 19 %

(baik), 71 % (cukup) dan 10 %

(kurang)

SARAN

1. Pada area sentra agribisnis

peternakan domba dan kambing

(komplek peternakan) sebaiknya

daerah yang sangat terbuka

dilakukan upaya penanaman

tanaman keras

2. Peningkatan kapasitas masyarakat

dengan memberi pelatihan

pengetahuan tentang longsor, tanda-

tanda indikasi gejala longsor

Penerapan LEWS (Land Slide Early

Warning System) pada zona resiko

tinggi.

V. DAFTAR PUSTAKA

______, 2006. Inventarisasi dan Penelitian

Pengelolaan Tanah. Balai

Penelitian Tanah. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Tanah dan

Agroklimat. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian.

Anwar, H.Z. 2003. Pengantar Bencana

Gerakan Tanah. Bandung : Pusat

Penelitian Geoteknologi, LIPI.

Ariyani, A. D., 2009. Aplikasi Sistem

Informasi Geospasial dalam

Penyusunan Peta Rawan Longsor.

Semarang: Teknik Geodesi

Universitas Diponegoro.

Badan Meteorologi dan Geofisika. 2006.

Aplikasi Sistem Informasi

Untuk Peta Bencana Alam

Indonesia. Jakarta

Brunsden, 1984, Classification of Processes

that cause landslide dalam

landslide Landslide Recognition;

Identification, Movement, and ,

Causes, 1997, ed. By R. Dikau

and D. Brunsden John Wiley and

Sons Ltd.

Crudden, D. M., 1991, A Simple definition of

landslide, Bulletin Int. Assoc. for

Engineering Geology, 43, 27-29.

Darmawijaya, M.I. 1990. Klasifikasi Tanah.

Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta

Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan

Perhutanan Sosial. 2007. Sistem

dan Standar Operasional

Prosedur Pengendalian Banjir

dan Tanah Longsor. Jakarta:

Departemen Kehutanan.

Hardjowigeno, S. 1995. Ilmu Tanah.

Akademika Presindo. Jakarta

Page 39: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Karnawati, Dwikorita. 1996a, Mechanism of

rain-induced landsliding ini Java,

Media Teknik No. 3 Th XVIII

November 1996.

Karnawati, Dwikorita. 2005, Bencana Alam

Gerakan Massa Tanah di

Indonesia dan Upaya

Penanggulangannya. Jogjakarta:

Teknik Geologi Univesitas

Gadjah Mada.

Kusratmoko, dkk. 2002. Aplikasi Sistem

Informasi Geografis untuk

Penentuan Wilayah Prioritas

Penanganan Bahaya Erosi Studi

Kasus DAS Citarum. Jakarta:

Jurusan Geografi dan Pusat

Penelitian Geografi Terapan

Fakultas MIPA Universitas

Indonesia.

Munir, M. 1996. Tanah-Tanah Utama

Indonesia, Karakteristik, Klasifikasi

dan Pemanfaatannya.

Najoan, Th.F., Soeroso, D. dan Rukhijat, S.

1996. Peta Zona Gempa Dan Cara

Penggunaannya

R.T. Pack, Terratech Consulting Ltd. A

Stability Index Approach to

Terrain Stability Hazard Mapping,

SINMAP User’s Manual. Utah

State University

Sadisun. A, Imam. 2007. Peta Rawan

Bencana: Suatu Informasi

Fundamental Dalam Program

Pengurangan Resiko Bencana.

Pusat Migitasi Bencana, ITB.

Sadisun. A, Imam. 2005. Usaha Pemahaman

Terhadap Stabilitas Lereng dan

Longsoran Sebagai Langkah Awal

Dalam Mitigasi Bencana

Longsoran. Workshop

Penanganan Bencana Gerakan

Tanah. Bandung

Saripin, Ipin. 1999. Identifikasi Penggunaan

Lahan dengan Menggunakan

Citra Landsat Thematic Mapper.

Bogor: Buletin Teknik Pertanian

Institut Pertanian Bogor Vol. 8.

No. 2, 2013.

Selby M.J. 1993. Hillslope Material and

Processes. Second edition, Oxford

: Oxford University Press.

Soil Survey Staff. 1990. Soil Taxonomy.

United States Department of

Agricultur Soil Management Soil

Management Support Services.

Virginia Polytechnic institute and

States University.

Subowo, E. 2003. Pengenalan Gerakan

Tanah. Bandung : Pusat

Volkanologi dan Mitigasi

Bencana Geologi, Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral.

Departemen Pertambangan dan

Energi, Bandung.

Sutikno, 2001, Mengenal Tanah Longsor,

Direktorat Geologi Tata

Lingkungan

Varnes, D. J., 1978, Slope Movement Type

and Processes, Special Report 176;

Lindslide; Analisis and Control,

Eds: R. L. Schuster dan R. J.

Krizek, Transport Research Board,

National Research Countil,

Washington, D. C., 11-33.

Page 40: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa
Page 41: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

EVALUASI PARTISIPASI PEMILIH PADA PEMILU LEGISLATIF

TAHUN 2014 DI PROVINSI BANTEN

Leo Agustino*, Gandung Ismanto*, dan Silfiana**

*Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

**Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten

Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten

JL.Raya Palima Pakupatan Serang-Banten

Abstrak

Meski telah berlangsung dengan baik dan lancar, Pemilu 2014 masih menyisakan

persoalan besar dalam kualitasnya. Terutama pada aspek kualitas partisipasi

pemilih yang masih bercorak mobilitatif ketimbang partisipasi yang muncul

karena kesadaran politiknya. Beragam fakta politik uang dan praktik-praktik

pragmatisme politik di kalangan pemilih dan calon anggota legislatif diduga

menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih, di samping tentu

ragam faktor kompleks lainnya. Guna menjawab faktor-faktor apa saja yang

membentuk perilaku pemilih tersebut, survei ini berusaha mendalaminya dengan

mengembangkan instrumen penelitian berupa kuesioner yang memadukan

pendekatan sosiologi, pendekatan psikologikal, pendekatan pilihan rasional dan

kesadaran politik. Populasi penelitian ini berjumlah 8.069.247 jiwa berdasarkan

data Daftar Pemilih Tetap Pemilu Legislatif Tahun 2014.Ukuran sampel

ditentukan sebesar 384 yang ditentukan berdasarkan kaidah Slovin dengan tingkat

kepercayaan 95%. Mengingat populasi yang tersebar di wilayah yang juga sangat

luas, penelitian ini mengadopsi tiga teknik sampling, yaitu: (i) pusposive sampling

(ii) area sampling; (iii) quota sampling guna mencapai tingkat keterwakilan yang

memadai. Sedangkan analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik

deskriptif. Hasil analisis membuktikan bahwa secara sosiologis faktor kesamaan

agama, dan pengaruh orang-orang terdekat berpengaruh besar terhadap perilaku

pemilih. Sedangkan secara psikologis, identifikasi kepartaian mengalami

pelemahan, meski di level kabupaten/kota terdapat variasi yang cenderung

berbeda. Demikian pula dalam konteks pilihan rasional, faktor kedekatan dengan

calon serta pendekatan yang dilakukannya terbukti menjadi faktor yang

berpengaruh kuat terhadap perilaku pemilih, termasuk didalamnya adalah ragam

praktik politik yang cukup banyak dilakukan calon. Namun demikian, patut

disyukuri bahwa kesadaran politik sebenarnya telah tumbuh cukup massif dan

nyata, meski eksistensinya dipengaruhi oleh kuat lemahnya penetrasi ragam faktor

eksternal yang menerpa pemilih. Pendidikan politik dan pemilih perlu dilakukan

secara sistematis dengan memanfaatkan hasil kajian yang dilakukan secara

berkala, guna menemukan cara-cara paling relevan dan efektif dalam

meningkatkan kuantitas dan kualitas partisipasi pemilih dari waktu ke waktu.

Kata Kunci: Pemilu, Partisipasi Pemilih

Page 42: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Abstract

Although it had been successfully carried out without any significant obstacle, 2014

election left great nuisance regarding its quality. Especially having closer look to the

quality of voters’participation who mostly casted their vote for mobility excuses rather

than self-political awareness. Various facts exposing money and pragmatism politics,

practiced among voters and legislative candidates, suspected to take role in

determining voters’ behaviour, together with many other elements with no less

complexity. To answer the question of what are the influential factors of voters’

behaviour, this survey ran to the depth of the problem by developing research

instruments such as questionnaire compiling sociology, psychological, and rational

choices and political awareness approaches. The population for this research counted

as 8.069.247 inhabitants based on List of Fixed Voters for 2014 Legislative Election

(DaftarPemilihTetapPemiluLegislatif 2014). The amount of the sample determined as

384 based on Slovin’s principle with trust rate of 95%. Considering a dispersed

population over as wide range of area, this research adopts three sampling techniques;

(i) purposive sampling, (ii) area sampling, (iii) quota sampling, in order to achieve

sufficient number of representation rate. Whereas, descriptive statistic methode is

applied in data analysis. The outcome of the analysis showing that sociologically,

religion sameness and leverage from closest relations take great role in voters’

behaviour. Meanwhile psychologically, it is found that party system identification is

degrading,though it is inclined to vary on the level of regency/town (kabupaten/kota).

As well as in rational choices context, close relationship between the candidateand the

voter, together with candidate’s effort to approach them in direct contact effectively

influence the voters’ behaviour, including various manners of political practices the

candidates had performed. Nevertheless, it is something to appreciate that public’s

political awareness has massively grown concrete, though the existence is still

influenced by how strong the external factors penetrate. Political education has to be

done systematically by taking benefits from comprehensive and periodical study in

order to figure out most relevant and effective manners in enhancing both quantity and

quality of voters’ participation from time to time.

Keywords: election, voters’ participation

I.PENDAHULUAN

Pemilu 2014 secara prosedural

telah berlangsung sukses, meski secara

substansial masih menyisakan banyak

kritik. Kritik itu terutama disamping

diarahkan pada penyelenggaraan pemilu

yang masih saja terkendala oleh sejumlah

masalah klasik, seperti Daftar Pemilih

Tetap (DPT), pelanggaran kampanye,

dana kampanye, dan lain-lain; juga

diarahkan pada karakter partisipasi

pemilih yang dinilai belum banyak

berubah dari Pemilu ke Pemilu.

Angka partisipasi pemilih di Provinsi

Banten pada Pemilu Legislatif tahun

2014 secara kuantitatif terbilang

tinggi (70,85%), namun secara

kualitatif dikritik soal kualitasnya,

terutama kecenderungan partisipasi

yang bersifat mobilitatif sebagai

manifestasi dari kecenderungan sikap

pragmatisme pemilih yang disebut

makin meluas, ketimbang partisipasi

yang muncul karena otonomi

kesadaran pemilih. Di sisi lain, meski

tingkat partisipasi pemilih tidak

berkaitan erat dengan soal keabsahan

sebuah pemilihan, namun legitimasi

Page 43: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

yang rendah karena rendahnya

partisipasi pemilih akan menjadi

persoalan politik yang serius dalam

sebuah negara demokrasi. Karenanya,

kajian tentang partisipasi pemilih,

faktor yang mempengaruhinya, serta

upaya untuk meningkatkannya akan

menjadi bagian dinamik yang penting

untuk terus dipelajari mengingat

karakteristik daerah dan

masyarakatnya yang berbeda-beda.

Dengan demikian upaya

pendidikan politik, dan pendidikan

pemilih dapat dilakukan dengan

pendekatan yang lebih kontekstual

karena memperhatikan karakteristik

dan kekhasan daerah dan

masyarakatnya. Kontekstualitas inilah

yang pada akhirnya akan menentukan

efektivitas pendidikan pemilih dalam

setiap Pemilu. Kontekstualitas

pendekatan dan cara juga penting

untuk dilakukan mengingat bahwa

tidak ada satu pun obat mujarab yang

dapat diterapkan secara sama bagi

seluruh daerah di Indonesia, sehingga

kajian yang dilakukan guna

mengevaluasi dinamika perilaku

pemilih dari kacamata daerah itu

sendiri menjadi bagian penting guna

menemukan treatment yang lebih

efektif dalam meningkatkan

partisipasi pemilih di setiap daerah.

Dengan memperhatikan kondisi

yang terjadi di lapangan maka tulisan

ini akan menjawab apa faktor-faktor

utama yang menyebabkan tinggi atau

rendahnya partisipasi pemilih di

Provinsi Banten pada pemilihan

umum calon anggota legislatif pada

tahun 2014. Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui faktor-faktor

utama yang menyebabkan tinggi atau

rendahnya partisipasi pemilih di

Provinsi Banten padapemilihan umum

calon anggota legislatif pada tahun

2014.

1.1.KERANGKA TEORI

1.1.1.Perspektif Sosiologis

Faktor sosiologis memainkan

peran yang penting dalam

mempengaruhi perilaku

pemilih.Kajian yang dilakukan oleh

aliran Columbia yaitu Berelson,

Lazarsfeld, dan scholars melihat

perilaku pemilih dari factor

sosiologis. Menandaskan bahwa

perilaku mayoritas pemilih

dipengaruhi oleh ikatan dan pengaruh

sosial seperti status sosio ekonomi,

agama, dan tempat di mana mereka

tinggal. Sebaliknya keputusan

tersebut banyak dipengaruhi oleh

kelompok sosial (Lazarsfeld et al.

1968:69). Maknanya, pemilih akan

memilih partai atau pemimpin bukan

karena isu yang diketengahkan dalam

kampanye pemilihan umum, tetapi

disebabkan oleh pengaruh ataupun

tekanan lingkungan. Menurut

Lazarsfeld et al. (1968:148):

―People vote not only with their

social group, but also for it.‖

1.1.2.Perspektif Psikologis

Campbell et al. (1960:122)

menggambarkan partisanship

sebagai: ―A perceptual filter through

which the voters appreciate that

which is unfavorable to the

orientation of his party and ignore or

devalue that which is unfavorable.‖

Ini berarti pemilih

mengidentifikasikan diri mereka

dengan partai politik tertentu dan hal

ini mempengaruhi sikap dan perilaku

Page 44: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

mereka. . Konsep ini adalah sebuah

metafora yang digunakan untuk

mengaitkan faktor-faktor internal

(sosio ekonomi, nilai, tingkah laku,

dan psikologikal), eksternal (isu,

calon, kampanye pemilihan umum,

situasi politik dan ekonomi, serta

pengaruh masyarakat) dengan

partisanship itu sendiri.

1.1.3.Perspektif Pilihan Rasional

Budge & Farlie (1977:103)

menerangkan dua aktor penting dalam

pendekatan pilihan rasional: pertama,

partai politik yang menguasai

pemerintahan melalui kemenangan

dalam pemilihan umum. Kedua,

pemilih yang ingin memenuhi

kepentingan politik dan ekonomi

mereka. Proses pemilihan dilihat

sebagai “lembaga pertukaran” antara

pemilih dan partai politik untuk saling

mencapai keuntungan masing-masing.

Di satu sisi, pemilih menggunakan

suaranya untuk memaksimumkan

manfaat yang ingin diperolehnya,

sedangkan di sisi partai politik, mereka

akan memformulasi kebijakan dan

program propemilih agar meraih suara

dalam pemilihan umum. Argumen

utama yang mendasari teori pilihan

rasional adalah konsep (pertukaran

yang) rasional (rasionalitas).

1.1.4. Perspektif Kesadaran Politik

Pendekatan yang dilihat oleh Blais

(2000:139) mengkritik pendekatan teori

pilihan rasional karena tidak berhasil

menjelaskan perilaku pemilih secara

utuh dan real. Ini karena kebanyakan

pemilih memilih dalam pemilihan

umum bukan karena faktor biaya atau

keuntungan semata, tetapi atas dasar

kesadaran terhadap tanggungjawab

moral sebagai bagian dari masyarakat.

II. METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini dirancang dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif

dan mengikut Teori Slovin dengan

tingkat kepercayaan 95%.Dan untuk

menentukan responden yang akan

menjadi sampel dalam penelitian ini,

Tim Peneliti menggunakan tiga teknik

yakni (i) Pusposive sampling; (ii) area

sampling; dan (iii) quota sampling.

Purposive sampling digunakan untuk

menentukan kabupaten/kota hingga

kelurahan/desa yang memiliki

karakteristik tertentu, yaitu: (a) area

yang merepresentasi tingkat partisipasi

politik yang paling tinggi dan paling

rendah; (b) wilayah berciri perdesaan

dan perkotaan; serta (c) wilayah yang

merepresentasi daerah pemilihan

(dapil), yaitu Dapil I yang terdiri dari

Kabupaten Lebak dan Kabupaten

Pandeglang; Dapil II yaitu Kabupaten

Serang, Kota Cilegon,

dan Kota Serang; serta Dapil III yaitu

Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang,

dan Kota Tangerang Selatan.

Penelitian ini kemudian memutuskan

sampel yang dipilih yaitu:

a.Kabupaten Lebak dengan karakter

rural, partisipasi tinggi sebanyak 147

sampel.

b.Kota Cilegon dengan karakter semi

urban, partisipasi tinggi sebanyak 46

sampel.

c.Kota Tanggerang dengan katakter

urban, partisipasi rendah sebanyak 207

sampel.

Proses pengolahan dan analisis data

untuk mendapatkan hasil akhir

penelitian dalam penelitian ini dengan

menggunakan Statistic Program for

Socialscience (SPSS) versi 17.0,

Page 45: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

melalui uji validitas terlebih dulu kemudian uji reliabilitas.

III.HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1.Partisipasi Pemilih Berdasar

Kedekatan Sosiologis

Memahami perilaku pemilih di

Provinsi Banten dari kedekatan

sosiologis pada tiga locus kajian di

Kota Tangerang, Kota Cilegon, dan

Kabupaten Lebak terdapat beberapa

hal menarik.Bisa kita lihat dari

diagram dibawah yang menjelaskan 8

faktor yang berpengaruh untuk

menentukan pilihan responden

terhadap memilih caleg, hanya faktor

keluarga yang cenderung memiliki

kesimpulan yang sama dengan

kesimpulan pada level Provinsi,

khususnya di Kota Cilegon. Secara

khusus, temuan survei di Cilegon

menunjukkan gejala pengaruh yang

cenderung rendah (di bawah rerata

Provinsi) pada ketujuh faktor lainnya

Diagram Faktor Paling Berpengaruh Dalam Menentukan Pilihan

Sosialisasi

2.00

Med. Cetak 1.75

Radio 1.25

2.25

TV 1.88

Aparat 2.25

Tokoh/Kyai 2.13

Teman

2.88

Keluarga

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00

Sumber: Data Penelitian (2015)

Keterangan: (1) Sangat Tdk Berpengaruh; (2) Tdk Berpengaruh; (3) Berpengaruh; (4) Sangat Berpengaruh

Pertanyaan lainnya dalam memahami

perilaku pemilih dalam berpartisipasi

politik dengan menggunakan

pendekatan sosiologis adalah: kalangan

manakah calon yang Anda pilih? Atau

dalam istilah lain, latar belakang seperti

apakah calon yang responden pilih pada

Pemilu 2014 lalu? Mayoritas responden

menjawab politisi (44% atau setara

dengan 179 responden), disusul dengan

pengusaha (16%, 64 responden),

pendidik (10%, 41 responden).Dari hal

ini masyarakat tetap masih

menginginkan caleg berasal dari politisi

bukan dari kalangan lainnya.

3.2.Partisipasi Pemilih Berdasarkan

Kedekatan Psikologis

Page 46: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Pergeseran pemilih dalam era reformasi

ini menjadikan antara orang tua dan anak

cenderung memiliki pilihan yang berbeda.

Ini disebabkan terjadinya pergeseran dari

nuansa non-demokrasi di era Orde Baru

ke arah demokrasi di masa Reformasi

sekarang ini. Mengapa demikian? Pada

era Orde Baru, setiap PNS dan keluarga

besar TNI/Polri diwajibkan untuk

mendukung Golongan Karya (Golkar).

Jika mereka menentang, maka hukuman

sudah tersedia di depan muka.„ Oleh

sebab itu, banyak orangtua yang meminta

bahkan memaksa anaknya untuk memilih

Golkar aibatnya pilihan orangtua

berimbas sama dengan pilihan anak-

anaknya.

Tetapi pada era Reformasi sekarang

ini pihan keluarga dekat ternyata kurang

berpengaruh terhadap pilihan anak untuk

memilig caleg. Hal ini di sebabkan

kondisi saat ini berbeda dengan masa

Orde Baru. Tidak lagi wujud paksaan

sehingga tidak ada perasaan wajib bagi

orangtua mengarahkan (melalui

sosialisasi) ataupun menyuruh (dengan

paksaan) anak-anaknya untuk memlih

pilihan yang sama dengan dirinya. Karena

itulah, sebagian besar respondenasil

penelitian menunjukan para anak

memiliki pilihan yang berbeda dengan

keluarga/orangtuanya.

Kondisi ini juga menunjukkan

bahwa sosialisasi orangtua atau

keluarga dapat dikatakan kurang

berjalan. Kalaupun proses sosialisasi itu

ada, tetapi kurang efektif. Logika

sederhananya adalah orangtua akan

mensosialisasikan partai atau calon

yang akan dipilihnya secara positif,

maka melalui sosialisasi yang terus-

menerus diharapkan pilihan anak akan

mengarah pada pilihan yang sama

dengan dirinya. Namun temuan

lapangan menunjukkan 60% pemilih

memilih pilihan yang berbeda dengan

orangtuanya. Situasi ini menunjukkan

dua hal. Pertama, keluarga kurang

berhasil mensosialisasikan partai atau

calon yang kurang bisa mendekati

subjek keluarga sebagai basis

kampanye.

3.3. Partisipasi Pemilih Berdasar Pilihan Rasional

100 6

90 75 78 61 173

80 101 70

60 309 335 332

348 404 196 50

40

30 20

10

0

kedekatan dgn pengaruh masy tkh masy/tkh ormas intimidasi pndekatan calon

calon agama

Page 47: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

diatas menunjukkan gambaran yang

positif dalam memahami pendekatan

rasional. Dalam arti kata lain, tokoh

agama atau tokoh masyarakat tidak

mengintervensi pilihan pemilih. Dan

yang sangat menggembirakan, bahwa

keanggotaan responden pada organisasi

tertentu tidak membuatnya ‗memilih

secara buta„ partai yang dekat dengan

organisasinya (lihat D diwawancara,

348 orang di antaranya atau sekitar

85% menyatakan bahwa pilihan

responden pada Pemilu 2014 tidak

dipengaruhi oleh keikutsertaan

mereka dalam organisasi tertentu

seperti Muhammadiyah, NU, Karang

Taruna, dan lainnya. Sisanya, 61

orang atau setara dengan 15%

menyatakan ya.

Penting dikemukakan di sini

bahwa pilihan rasional juga terkait

dengan pengetahuan responden

terhadap calon yang dipilihnya.

Pengetahuan tersebut bisa terbangun

ketika ada komunikasi antara calon

dan pemilih. Salah satu wujud

keinginan calon untuk berinteraksi

dengan pemilihnya adalah dengan

cara mengunjungi daerah, kompleks

atau kawasan pemilih. Berhubungkait

dengan hal tersebut, maka pertanyaan

nomor 37 yang berusaha mengetahui

seberapa sering atau kerap calon

mengnjungi daerah, kompleks, atau

kawan tempat reponden tinggal.

Secara umum, calon pernah ke

daerah, kompleks, kawasan tempat

tinggal responden. Total persentase

pernahnya„ calon ke daerah,

kompleks, kawasan tempat tinggal

responden adalah 52% (Diagram

4.25). Secara khusus, 48% responden

atau sekitar 196 responden

mengatakan calon Kadang-kadang„

hingga sama sekali tidak pernah ke

daerah,

kompleks, kawasan tempat tinggal

responden.

Pada tingkat individual,

pernahnya calon baik dalam kadar

“kadang-kadang,„ Sering,„ atau

bahkan Sangat Intens„ ke daerah,

kompleks, kawasan tempat tinggal

responden sebetulnya tidak

memberikan makna apa-apa dalam

pendekatan rasional. Ia akan

bermakna rasional apabila ketika

calon mengunjungi daerah,

kompleks, kawasan tempat tinggal

pemilih mereka menyampaikan visi,

misi, dan program yang akan

dilaksanakan oleh calon tersebut

ketika menjabat

Pilihan responden terhadap

perilaku politik uang masih tinggi.

Dari 410 responden, terdapat 314

responden (setara dengan 55%)

yang memilih calon karena

pemberian mereka dalam beragam

bentuk mulai dari memberi dalam

bentuk bantuan sosial (39%),

3.4.Partisipasi Pemilih Berdasarkan

Kesadaran Politik

Pendalaman akan kesadaran

politik masyarakat Banten juga

menarik untuk dikaji. Apa alasan

responden memilih partai politik pada

pemilihan 2014 lalu sejalan dengan

jawaban mereka terdahulu, bahwa

atas kesadaran sendirilah mereka

memilih partai politik. Kesadaran

sendiri pemilih tersebut mencapai

angka 42%, yang kemudian disusul

oleh ajakan orang-orang terdekatnya

yaitu: teman (14%), dan ajakan

keluarga (13%). Sedangkan ajakan

atau pengaruh aparat hanya sekitar

3%, dan ajakan tokoh masyarakat

serta ajakan tokoh agama yang

mencapai 1% masing-masingnya.

Page 48: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Jawaban responden pada bagian ini,

sekali lagi mempertegas, wujud

konsistensi jawaban antara satu

jawaban yang dijawab oleh responden

dengan jawaban lainnya.

kekonsistenan ini menunjukkan

tingkat kepercayaan dan validitas

jawaban responden yang tinggi, yang

dapat digunakan untuk menjustifikasi

fakta secara meyakinkan.

Jika disimpulkan, maka kesadaran

politik pemilih pada pemilihan umum

2014 menjelaskan beberapa petunjuk.

Pertama, efektivitas sosialisasi yang

dilakukan oleh KPU, partai politik,

dan Lembaga Swadaya Masyarakat

(LSM) dalam rangka menyukseskan

pemilihan umum merupakan faktor

pertama yang membangkitkan

kesadaran politik pemilih. Angkanya

mencapai 55,42%. Pada urutan kedua,

terpaan informasi dari media massa

dan aktivitas sosialisasi yang

mencapai 48,87% (lihat Diagram 4.42

di bawah). Kedua, masyarakat sudah

mulai tertarik kampanye dalam

bentuk kampanye dialogis karena

melalui dialog para pemilih dapat

mengetahui calon yang akan dipilih

dan mengetahui secara mendalam

visi, misi, dan program yang

ditawarkan baik oleh partai maupun

calon yang akan dipilihnya pada

pemilihan umum.

IV.KESIMPULAN DAN

REKOMENDASI

4.1.Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan

pembahasan pada bab sebelumnya,

terdapat beberapa kesimpulan yang

dapat dirumuskan berdasarkan data /

temuan survey tersebut, yaitu:

1. Kesimpulan yang dapat diambil dari

pendekatan sosiologis ada empat,

yaitu:

a. Partisipasi pemilih pada

pemilihan umum pada tahun

2014 sangat dipengaruhi oleh

kesamaan agama dengan calon

yang akan dipilihnya;

b. Orang–orang terdekat (keluarga,

teman, dan tetangga) merupakan

sumber informasi yang paling

banyak diakses oleh pemilih dan

berpengaruh terhadap

pilihannya;

c. Keluarga, kyai/tokoh, televisi,

dan teman adalah empat faktor

paling berpengaruh dalam

menentukan pilihan; dan

d. Politisi adalah latar belakang

calon yang banyak dipilih oleh

responden.

2. Kesimpulan dalam Identifikasi

kepartaian di Provinsi Banten

pada Pemilu Legislatif 2014

menunjukkan pengaruh yang tidak

begitu kuat. Hal ini disebabkan

oleh semakin terbukanya sistem

politik di Indonesia yang juga

berpengaruh terhadap demokrasi

dan sistem politik di Provinsi

Banten.

3. Dalam konteks pendekatan

pilihan rasional, beberapa

kesimpulan tampaknya relevan

untuk diajukan, yaitu:

a. Kedekatan dengan calon

merupakan faktor utama yang

menggerakan pemilih memilih

calon yang mereka pilih. Hal ini

mungkin berkaitan dengan

kepercayaan dan hubungan

personal yang telah terbangun

antara calon dengan

konstituennya.

Page 49: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

b. Pendekatan calon juga

merupakan faktor kedua yang

mempengaruhi pilihan pemilih.

Artinya semakin baik, intens, dan

tepat pendekatan yang dilakukan

maka semakin tinggi peluang

keberterimaan pemilih terhadap

calon tersebut;

c. Meskipun politik uang

tidak dapat dihindarkan karena

masih maraknya penawaran dan

permintaan dalam pemilihan

umum 2014 yang lalu, tetapi

modal sosial untuk membangun

pemilihan umum yang lebih

bersih (tanpa politik uang)

tampaknya bisa menjadi

kenyataan apabila peran rejim

Pemilu diperkuat dan kesadaran

politik pemilih atau publik pada

umumnya diberdayakan.

4. Kesimpulan dalam konteks

kesadaran politik sebenarnya telah

tumbuh cukup massif dan nyata,

meski eksistensinya dipengaruhi

oleh kuat lemahnya penetrasi

ragam faktor eksternal yang

menerpa pemilih.

4.2. Rekomendasi

Dengan memahami karakteristik

perilaku pemilih di atas,

pendekatan keluarga perlu

dikembangkan dalam melakukan

pendidikan politik dan pendidikan

pemilih. Hal ini dilatarbelakangi oleh

kenyataan bahwa keluarga dan

lingkungan terdekat merupakan

jendela informasi pertama yang

diakses oleh pemilih, sehingga

memiliki pengaruh yang masih cukup

nyata, khususnya dalam konteks

Provinsi Banten. Adapun pendekatan

lainnya, seperti media massa dan

tokoh-tokoh agama/masyarakat dapat

dilakukan sejauh mempertimbangkan

konverjensi dengan pendidikan politik

yang dilakukan dengan pendekatan

keluarga.Diperlukan kaderisasi yang

sistematis dan efektif bagi anggota

dan pengurus parpol agar memiliki

kapasitas memadai dalam melakukan

pendekatan politik yang edukatif dan

efektif, guna membangun iklim dan

praktik politik yang lebih sehat dan

bermartabat. Sejalan dengan itu,

penting pula dilakukan pendidikan

politik yang juga sistemik dan efektif

guna mendayagunakan modal sosial

yang masih dimiliki oleh

masyarakat.Gejala perbedaan

kecenderungan antar tiap

kabupaten/kota dapat digunakan

untuk mendalami potensi kekhasan

pada tiap wilayah tersebut, sehingga

guna mendalami diperlukan riset

lanjutan yang lebih spesifik guna

menemukan faktor-faktor mikro yang

bersifat spesifik tersebut.

Page 50: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

DAFTAR PUSTAKA

Afan Gaffar. 1998. Merangsang Partisipasi

Politik Rakyat. Dalam Indria

Samego. Demitologisasi Politik

Indonesia: Mengusung Elitisme

dalam Orde Baru. Jakarta: CIDES.

Almond, G. & Verba, S. 1963. The civic

culture: political attitudes and

democracy in five nations.

Princeton, NJ: Princeton

University Press.

Barnes, S.H. & Kaase, M. 1979. Political

action: mass participation in five

Western democracies. Beverly

Hilss, CA; Sage.

Blains, A. 2000. To vote or not to vote: the

merits and limits of rational choice

theory. Pittsburg: Univeristy of

Pittburg.

Bolgherini, Silvia. 2010. Participation.

Dalam Calise, Mauro, & Lowi,

Theodore J. Hyperpolitics: An

Interactive Dictionary of Political

Science Concept. Chicago: The

University of Chicago.

Budge, I. & Farlie, D. 1977. Voting and

party competition. New York:

Wiley.

Butler, D. & Stokes, D. 1969. Political

change in Great Britain. New

York: St. Martin„s.

Campbell, A., Converse, P., Miller, W. &

Stokes, D. 1960. The American

voters. Chicago: University of

Chicago.

Downs, A. 1957. An economic theory of

democracy. New York: Harper

& Row.

Glasgow, G. & Alvarez, R.M. 2005.

Voting behavior and the

electoral context of

government formation.

Electoral Studies 24: 245-

264.

Goldberg, A. 1969. Social determinants

and rationality as bases of party

identification. American

Political Science Review 63(1):

5-25.

Green, D.P. & Shapiro, I. 1994.

Pathologies of rational choice

theory. New Haven: Yale

University Press.

Huntington, Samuel P. & Nelson, Joan.

1990. Partisipasi Politik di

Negara Berkembang. Terj.

Jakarta: Rineka Cipta.

Lazarsfeld, P.F., Berelson, B. &

Gaudet, H. 1968. The people’s

choice: how the voter makes up

his mind in a presidential

campaign. New York: Columbia

University Press.

Lipset, S.M. 1960. Political man: the

social bases of politics. New

York: Doubleday & Co.

Ramlan Surbakti. 1992. Memahami

Ilmu Politik. Jakarta:

ElexMedia.

Rokkan, S. & Lipset, S.M. 1967.

Cleavage structures, party

systems, and voters alignments:

cross national prespectives.

New York: Free Press.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian

Administrasi. Bandung:

Alfabeta.

Uhlaner, C.J. 1989. Rational turnout:

the neglected role of groups.

American Journal of Political

Science 33: 390-414.

Page 51: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Verba, S., Scholzman, K.L. & Brady,

H.E. 1995. Beyond SES: a

resources model of political

participation. American Political

Science Review 89(2): 271-294.

Wright, J.G. 1977. Contextual models

of electoral behavior: the

Southern Wallace vote.

American Political Science

Review 71(3): 497-508.

Page 52: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa
Page 53: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

KETERSEDIAAN PAKAN TERNAK DI SENTRA AGRIBISNIS

TERNAK DOMBA TERPADU JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

ANIMAL FEED AVAILABILITY IN CENTER OF INTEGRATED AGRIBUSINESS

CATTLE SHEEP JUHUT, DISTRICT PANDEGLANG

Yunia Rahayuningsih

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten

Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Jl. Raya Palima – Pakupatan, Curug

Serang-Banten

Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan usaha peternakan tidak dapat lepas dari masalah ketersediaan makanan

ternak mengingat hambatan utama peternak untuk meningkatkan produksi ternak adalah

keterbatasan pakan. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak sangat bergantung

pada ketersediaan pakan ternak. Oleh karena itu, potensi wilayah dalam menyediakan

hijauan pakan ternak dan kebutuhan untuk mencukupi pakan ternak perlu diketahui agar

dapat diusahakan pemanfaatan sumber daya hijauan secara optimal dengan

memperhatikan kesinambungan penyediaan sepanjang tahun. Metode yang digunakan

yaitu deskriptif kualitatif, melalui pendekatan agroekosistem, wilayah, dan kelembagaan.

Penelitian dilakukan selama 3 bulan (Juni s/d Agustus 2015) di sentra agribisnis ternak

domba terpadu Kelurahan Juhut Kabupaten Pandeglang. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara kuantitas, hijauan pakan ternak di Kelurahan Juhut surplus, dimana

produksi pada musim hujan maupun kemarau masih sangat banyak. Jenis pakan yang

dibudidayakan (tanaman pakan ternak) seluas ±7 Ha meliputi rumput gajah taiwan dan

rumput gajah odot. Kemudian, pengembangan usaha ternak domba di Kelurahan Juhut

masih cukup besar dilihat dari ketersediaan lahan dan produksi hijauan pakan ternak.

Potensi lahan hijauan pakan ternak di Kelurahan Juhut seluas 113,7 Ha. Populasi ternak

domba di Kelurahan Juhut sebanyak 409 ekor (dewasa 262 ekor, dara 59 ekor, anak 88

ekor). Dengan potensi hijauan pakan ternak 1.883,4 ton/bulan maka dapat menampung

ternak domba 28.807 ekor.

Kata Kunci : Ketersediaan, Pakan Ternak, Domba, Juhut

ABSTRACT

Farm business development can not be separated from the issue of availability of fodder

as the main obstacle to increasing the production of livestock farmers is the lack of feed.

Increased production and productivity of livestock is highly dependent on the availability

of fodder. Therefore, the potential of the region in providing forage and the need for

adequate fodder needs to be known to be cultivated forage utilization of resources

optimally by taking into account the sustainability of supply throughout the year. The

method used is descriptive qualitative, through agro-ecosystem approach, regions and

institutions. The study was conducted for 3 months (June to August 2015) in the center of

integrated agribusiness sheep of the Juhut village, Pandeglang. The results showed that

Page 54: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

in quantity, forage in the juhut village that is surplus, where production in dry or wet

season is still very much. Cultivated type of feed (fodder) of ± 7 Ha include elephant grass

and bulrush odot. Then, the business development in the village sheep juhut still pretty

great views of land availability and forage production. Potential forage land in the

village juhut an area of 113.7 hectares. Sheep population in Juhut as many as 409

individuals (adults : 262, mature : 59, child : 88). With a potential forage 1883.4 tons /

month, it can accommodate 28.807 head of sheep.

Keywords: Availability, Feed, Sheep, Juhut

I. PENDAHULUAN Kelurahan Juhut merupakan salah satu

wilayah di Kecamatan Karang Tanjung,

Kabupaten Pandeglang yang dikenal

sebagai “Kampung Ternak Domba

Terpadu Kabupaten Pandeglang”. Posisi

geografis Kabupaten Pandeglang yang

cukup strategis merupakan salah satu

keunggulan dan peluang yang perlu

dimanfaatkan. Menurut Mathius (2000),

pengembangan ternak domba dapat

dilakukan dengan cara peningkatan

populasi melalui perbaikan mutu genetik

dan peningkatan produktivitas yang

disertai dengan perbaikan penyediaan dan

pola pemberian pakan yang

berkesinambungan sepanjang tahun.

Dalam pengembangan ternak domba

dan kambing, salah satu faktor penentu

keberhasilan adalah ketersediaan pakan.

Pakan digunakan untuk hidup, produksi

(agar dapat menjadi besar dan gemuk serta

menghasilkan susu), dan berproduksi

(kawin, bunting, beranak dan menyusui).

Kebutuhan makanan sangat bervariasi dan

tergantung pada status fisiologis ternak

(dewasa, bunting, menyusui, anak lepas

sapih), namun secara umum sekitar 10 %

dari bobot badan (Rukmana, 2005).

Pakan dapat digolongkan ke dalam

sumber energi, protein, dan serat kasar.

Hijauan Pakan Ternak (HPT) merupakan

sumber serat kasar yang utama. Sebagian

besar HPT yang diberikan kepada ternak

domba dan kambing adalah rumput alam

yang berasal dari padang pengembalaan,

pematang sawah, pinggir jalan, pinggir

hutan, saluran irigasi dan lahan

perkebunan. Hijauan pakan ternak lainnya

adalah leguminosa, selain pakan ternak

juga cocok digunakan sebagai tanaman

konservasi tanah, tanaman penguat teras di

lahan-lahan miring, dan tanaman reklamasi

tanah untuk lahan-lahan yang telah rusak

(Prawiradiputra et all, 2006).

Pada usaha peternakan

domba/kambing, kepadatan populasi

berpengaruh terhadap keberlanjutan

pasokan hijauan pakan atau luas lahan

pertanian juga berpengaruh terhadap

sistem produksi hijauan pakan. Secara

umum besarnya penghitungan kebutuhan

hijauan pakan didasarkan pada bobot segar

atau bahan kering, kemudian dibandingkan

dengan potensi hijauan yang tersedia

selama satu tahun, sehingga diketahui

suatu daerah tersebut surplus atau defisit

hijauan.

Berdasarkan latar belakang tersebut,

perlu dilakukan penelitian yang bertujuan

untuk: (1) Mengidentifikasi ketersediaan

hijauan pakan ternak (HPT) berupa rumput

alam dan leguminosa di Kelurahan Juhut,

Kecamatan Karang Tanjung, Kabupaten

Pandeglang dalam mendukung

pengembangan usaha ternak

domba/kambing, (2) Mengidenfikasi

tanaman pakan ternak (TPT) yang

diusahakan petani/peternak di Kelurahan

Juhut, Kecamatan Karang Tanjung dalam

penyediaan pakan domba/kambing, (3)

Mengkaji potensi produksi hijauan pakan

ternak (HPT) serta kaitannya dengan daya

tampung populasi ternak domba/kambing

Page 55: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

di Kelurahan Juhut, (4) Menyusun

rekomendasi kebijakan terkait

pengembangan usaha ternak

domba/kambing secara berkelanjutan

berdasarkan potensi lahan dan

ketersediaan hijauan pakan ternak di

Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang

Tanjung.

1.1. Pakan Ternak

Hijauan pakan ternak atau HPT adalah

semua pakan sumber serat kasar yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan khususnya

bagian yang berwarna hijau

(Prawiradiputra et all, 2006). Hasil

inventarisasi hijauan makanan ternak yang

dilakukan Bambang Kushartono dan Nani

Iriani (2004), jenis hijauan makanan dapat

dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu

jenis rumput, jenis leguminosa, jenis

hijauan lain, dan jenis limbah pertanian.

1.1.1. Jenis Rumput Rumput merupakan makanan utama

bagi ternak ruminansia. Jenis rumput yang

biasa diberikan berupa rumput lapangan

terdiri dari rumput pahitan, rumput

kawatan, rumput lamuran, babadotan dan

jajahean. Kandungan protein rumput

lapangan sangat rendah 6-8%. Guna

menghasilkan pencapaian bobot badan

ternak yang optimal dianjurkan untuk

memberikan hijauan makanan ternak

berasal dari jenis rumput unggul. Beberapa

jenis rumput unggul dapat menjadi

alternatif pilihan yaitu rumput potongan

dan rumput gembala. Rumput potongan

terdiri dari rumput raja (Pennisetum

purporepoides), rumput gajah (Pennisetum

purpureum), rumput Australia (Paspalum

dilatatum), rumput hamil (Panicum

maximum) dan rumput setaria (Setaria

splendida).

1.1.2. Jenis Leguminosa Daun-daun tanaman leguminosa dapat

dimanfaatkan sebagai alternatif pilihan

hijauan makanan ternak. Beberapa jenis

leguminosa yang dapat dimanfaatkan

sebagai hijauan makanan ternak di

antaranya gamal (Gliricidia sepium),

lamtoro (Leucena leucephala) kaliandra

(Calliandra calothysus) dan turi (Sesbania

glandiflora). Leguminosa merupakan jenis

hijauan makanan ternak yang mengandung

kadar protein paling tinggi mencapai 22%.

1.1.3. Hijauan lain yang dapat

dimanfaatkan sebagai pakan

ternak Makin berkurangnya lahan pertanian

dan sulitnya mendapatkan hijauan pakan

ternak khususnya rumput dan leguminosa

pada musim kemarau perlu dilakukan

antisipasi dengan mengajak petani untuk

mau melakukan diversifikasi hijauan

pakan ternak pada ternak ruminansia. Di

sekitar lingkungan kehidupan petani ternak

di perdesaan banyak ditemukan tanaman

yang dapat dimanfaatkan sebagai hijauan

makanan ternak pengganti rumput dan

leguminosa. Beberapa jenis tanaman yang

dapat dimanfaatkan sebagai hijauan

makanan ternak di antaranya daun nangka

(Artocarpus integra), daun dan limbah

pisang (Musa sapientum), daun bambu

(Bambusa vulgaris), daun umbi ketela

pohon (Manihot utilisima), daun waru

(Hibiscus tiliaccus), daun umbi ubi jalar

(Ipomea batatas poir), daun bunga sepatu

(Hibiscus rosa sinensis), daun

mangga (Mangifera indica), daun jambu

air (Eugenia aquea), daun pepaya (Carica

papaya) dan daun asem (Tamarindus

indica). Nilai gizi hijauan makanan ternak

sangat bervariasi antara 3% - 6%.

1.1.4. Limbah Pertanian Ketersediaan hijauan makanan ternak

di musim kemarau seringkali mengalami

kendala kesulitan untuk mendapatkan

rumput dan leguminosa sebagai makanan

utama ternak ruminansia. Di sekitar

kehidupan petani ternak di perdesaan

banyak ditemukan limbah pertanian yang

dapat dimanfaatkan sebagai pengganti

rumput dan leguminosa. Limbah pertanian

merupakan hasil ikutan dari pertanian yang

telah dipanen. Di beberapa daerah limbah

Page 56: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

pertanian sudah umum dimanfaatkan

petani ternak sebagai hijauan makanan

ternak yang berguna untuk kelangsungan

kehidupan ternak. Beragam jenis limbah

pertanian dapat dimanfaatkan untuk

hijauan makanan ternak yaitu jerami

padi (Oryza sativa), jerami jagung (Zea

mays), jerami kacang tanah (Arachis

hypogae), jerami kedelai (Glycine max)

dan pucuk tebu (Saccharum officanarum).

1.2. Pengelolaan Pakan Ternak

Dalam usaha budidaya ternak secara

intensif, pakan merupakan faktor penting

dan menghabiskan biaya produksi paling

tinggi yaitu sekitar 70%. Ketersediaan

bahan pakan hijauan untuk ternak

ruminansia di daerah tropis seperti

Indonesia sangat fluktuatif tergantung

pada musim. Pada musim hujan, hijauan

pakan sangat melimpah dan pada musim

kemarau sangat terbatas dan bahkan

hampir tidak tersedia akibat panjangnya

musim kemarau (Prawiradiputra, 2003).

Ketersediaan hijauan pakan di suatu

wilayah dapat diketahui dengan cara

membuat neraca hijauan pakan yang

membandingkan antara produksi dengan

kebutuhan hijauan selama satu tahun

(Manurung, 1996).

Secara umum, pakan ternak

ruminansia meliputi hijauan rumput-

rumputan (antara lain : rumput gajah,

rumput benggala, rumput setaria, dan lain-

lain) sebagai sumber energi, hijauan

leguminose (antara lain : gamal, kaliandra,

turi, lablab) sebagai sumber protein dan

konsentrat sebagai tambahan. Ada

beberapa keuntungan dari pengunaan

hijauan leguminose pohon sebagai sumber

protein yaitu selain menyediakan protein

yang cukup tinggi, murah, mudah didapat

dan tersedia sepanjang tahun dan juga

mampu beradaptasi dengan baik pada

berbagai jenis lahan (Bahar et all, 1999).

Selain rumput dan leguminosa, ada bagian

lain dari tanaman yang bisa diberikan

kepada ternak, misalnya daun nangka,

daun pisang, pucuk tebu, dan lain-lain.

Selanjutnya, sisa atau limbah tanaman

pangan yang juga sering dimanfaatkan

sebagai pakan adalah daun dan batang

jagung, daun ubi jalar, serta jerami padi,

kedelai dan kacang tanah (Mathius et all,

2006).

Pakan ternak dapat diberikan dalam

petak keadaan segar dan dalam bentuk

olahan. Hijauan pakan ternak dapat diolah

untuk diawetkan dalam bentuk silase, hay

dan standing hay (Prawiradiputra et all,

2006). Jumlah kebutuhan bahan makanan

bervariasi, tergantung pada status

fisiologis ternak. Perhitungan kebutuhan

hijauan biasanya berdasarkan pada bobot

segar atau bahan kering. Kebutuhan pakan

harian ternak ruminansia berdasarkan

bahan segar berkisar 10-20 % dari berat

badan (Munier et all, 2004).

II. METODOLOGI

Penelitian ketersediaan hijauan pakan

ternak domba/kambing dilakukan di

Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang

Tanjung – Kabupaten Pandeglang, selama

3 bulan (Juni s/d Agustus 2015). Penelitian

dilakukan melalui pendekatan

agroekosistem, wilayah, dan kelembagaan.

Adapun bahan dan peralatan yang

digunakan untuk penelitian meliputi : peta

wilayah, gps, kompas, meteran,

timbangan, karung plastik, tali, dan alat

tulis kantor. Pelaksanaan penelitian pada

tahap awal yaitu dilakukan pengumpulan

data mengenai monografi wilayah/lokasi.

Selanjutnya dilakukan identifikasi usaha

tani eksisting melalui pengamatan

lapangan. Khusus eksisting ternak

domba/kambing, pendataan dilakukan

pada setiap peternak/kelompok.

Kegiatan selanjutnya yang dilakukan

adalah survei potensi ketersediaan hijauan

pakan ternak (HPT) yang meliputi jenis

dan potensi rumput alam, jenis dan potensi

leguminosa, serta luas dan produksi

tanaman pakan ternak. Potensi hijauan

pakan ternak berupa rumput alam

dilakukan dengan cara transek kuadratik

Page 57: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

berukuran 2,5 m x 2,5 m pada beberapa

lokasi, lalu diarit/potong dan ditimbang.

Potensi hijauan pakan ternak berupa

leguminosa pohon juga dilakukan dengan

cara transek kuadratik berukuran 10 m x

10 m pada beberapa lokasi, lalu dipotong

dan ditimbang. Disamping mengkaji

ketersediaan hijauan pakan ternak, juga

dilakukan pengamatan terhadap jenis-jenis

hijauan pakan yang diberikan

petani/peternak kepada domba/kambing

peliharaan. Data-data yang dikumpulkan

melalui studi literatur, serta pengamatan

dan survey lapangan akan ditabulasi dalam

bentuk tabel, dan selanjutnya dianalisis

secara deskriptif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Gambaran Umum Lokasi

Kelurahan Juhut merupakan salah satu

wilayah di Kecamatan Karang Tanjung,

Kabupaten Pandeglang dengan luas

wilayah 387,86 ha. Berada pada ketinggian

250-700 m dpl, suhu udara berkisar 25-

35oC dan curah hujan 2.000 mm/tahun.

Balai Penelitian Ternak (1989)

membedakan Kelurahan Juhut berdasarkan

ketinggian menjadi tiga bagian, yaitu :

wilayah bawah dengan ketinggian (250-

300 m dpl) mencakup Kampung Juhut,

Mauk, Kadulimus, Kadusalak, dan

Dalmaki; Bagian Tengah (300-400 m dpl)

hanya Kp. Canggoang; dan Bagian Atas

(400-700 m dpl) meliputi Kp. Cinyurup,

Sanin, Ciodeng, Balangendong, &

Kadukupa. Wilayah bagian atas berbatasan

langsung dengan kawasan hutan lindung

Gunung Karang.

Berdasarkan potensi sumberdaya

lahan dan ketersediaan hijauan pakan serta

prospek pengembangan ternak domba

yang cukup besar dalam peningkatan

pendapatan dan kesejahteraan petani dan

masyarakat sekitarnya, maka Kampung

Cinyurup – Kelurahan Karang Tanjung

ditetapkan sebagai lokasi pengembangan

domba di Kabupaten Pandeglang (SK

Bupati Pandeglang No. 524.2/Kep.23-

Huk/2010, tanggal 22 Januari 2010), yang

dikenal sebagai “Kampung Ternak Domba

Terpadu Kabupaten Pandeglang”.

Berdasarkan penggunaannya, lahan di

Kelurahan Juhut terbagi menjadi beberapa

bagian seperti yang terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kelurahan Juhut

No. Jenis Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%)

1.

2.

3.

4.

Ladang/ huma

Sawah

Pemukiman

Lainnya

294,41

30,00

55,95

7,00

76,00

7,74

14,44

1,81

Jumlah 387,36 100,00

3.2. Pendataan Populasi Ternak Domba

Hasil survey populasi terhadap ternak

domba yang terdapat di Kelurahan Juhut,

diketahui diketahui bahwa populasi ternak

domba/kambing di Kelurahan Juhut

sampai periode Juli 2015 yaitu sebanyak

409 ekor dengan jumlah betina sebanyak

275 ekor dan jumlah jantan sebanyak 134

ekor, dengan rincian pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil wawancara, apabila

dibandingkan dengan jumlah populasi

pada tahun 2010 sebanyak 807 ekor, maka

telah terjadi penurunan populasi domba

sebanyak 49,32%. Hal ini dapat terjadi

yang salah satu faktor penyebabnya yaitu

permintaan domba/daging domba yang

lebih tinggi dibandingkan dengan

kemampuan supply nya sehingga terjadi

pengurasan populasi domba. Namun

demikian, pada tahun 2015 telah terjadi

penambahan populasi domba sebanyak

13,93% dari 359 ekor menjadi 409 ekor.

Page 58: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Sebagai langkah antisipatif terhadap

permasalahan tersebut, maka perlu

dilakukan pendataan populasi secara rutin

setiap 6 bulan untuk memantau jumlah riil

populasi untuk menentukan kebijakan

lokal pengeluaran ternak domba dari

wilayah tersebut. Selain itu diperlukan

pemahaman dan kerjasama yang baik

dengan peternak, pelaku pasar dan

pemerintah terhadap pentingnya

pengembangan ternak domba di

wilayahnya sesuai dengan potensinya

untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

akan produk ternak tersebut.

Tabel 2. Keragaan Populasi Ternak Domba Setiap Poktan di Juhut Tahun 2015

Periode Poktan Peternak

(orang)

Induk

(ekor)

Dara

(ekor)

Anak

(ekor) Jumlah

(ekor) ♀ ♂ ♀ ♂ ♀ ♂

Januari

2015 Taruna Mandiri 3 9 3 4 3 1 3 23

Cinyurup Mandiri 16 88 31 1 15 27 25 187

Karya Mandiri I 14 29 5 3 0 6 1 44

Karya Mandiri II 20 55 25 4 3 11 7 105

Total 53 181 64 12 21 45 36 359

Juli

2015 Taruna Mandiri 7 10 5 4 4 4 0 27

Cinyurup Mandiri 18 99 29 3 21 26 27 205

Karya Mandiri I 20 73 21 7 9 12 9 131

Karya Mandiri II 21 22 3 6 5 9 1 46

Total 66 204 58 20 39 51 37 409

3.3. Ketersediaan Hijauan Pakan

Ternak (HPT)

Secara umum, hasil identifikasi

hijauan pakan ternak di Kelurahan Juhut,

terdapat 5 (lima) jenis hijauan pakan yang

diberikan pada ternak domba yaitu dari

kelompok rumput (jampang beureum/hejo,

aawian, sawuheun, krosak, rumput gajah,

setaria), leguminose (jengjeng/sengon,

gamal/cebreng, dan kaliandra), pangan

(nangka, alpukat, ubi jalar, jagung, dan ubi

kayu), pangan/legum (buncis dan kacang

tanah), dan kayu (sobsi/mani’i, nangsi,

mindi, mindi gede, beunying, gedebang,

camun, kacapi tuheur, kacapi monyet,

kondang, dadap, ki tongo, hareunga,

kareumbi, amis mata, leles, areuy bulu,

saruni, dan ceuhil anjing).

Pemberian jenis hijauan pakan ternak

yang dilakukan oleh masing-masing

peternak di Kelurahan Juhut hampir

beragam. Untuk mengetahui jenis hijauan

yang diberikan, maka dilakukan

pengambilan sampel pakan di kandang

secara merata dan memilah jenis hijauan

yang diberikan. Pada tabel 3 dapat dilihat

jenis-jenis hijauan yang biasa diberikan

pada ternak di kandang, terlihat bahwa

komposisi pemberian hijauan pakan ternak

sudah baik dimana pemberian pakan

sangat beragam. Namun demikian, jenis

hijauan yang paling banyak diberikan yaitu

jenis rumput sebanyak 72,6% yang berasal

dari padang pengembalaan, pematang

sawah, pinggir jalan, pinggir hutan,

saluran irigasi, lahan pembudidayaan, dan

lahan perkebunan. Hal ini memperlihatkan

bahwa pemberian pakan ternak masih

belum ideal atau belum sesuai dengan

kebutuhan gizi berdasarkan kebutuhan

fisiologis pertumbuhan ternak domba.

Selain rumput alam, hijauan pakan ternak

lainnya adalah leguminosa.

Page 59: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Tabel 3. Komposisi Pemberian Hijauan Pakan Ternak di Kandang

No Jenis HPT Komposisi Pemberian (%)

Juni Juli Agustus Rataan

1

2

3

4

5

6

7

Rumput lokal/alam

Rumput gajah Taiwan

Rumput gajah odot

Leguminose

Tanaman herba

Daun-daunan

Limbah pertanian

56,6

3,6

7,8

6,5

7,5

15,5

2,5

55,7

2,8

8,5

3,2

8,0

18,2

3,6

51,6

2,5

10,6

2,5

9,5

20,5

2,8

54,6

9,0

9,0

4,1

8,3

18,1

2,9

Hijauan pakan yang diberikan pada

ternak didapatkan peternak dengan cara

“potong angkut”. Metoda ”potong-angkut‟

sangat umum dilakukan didaerah dengan

ketersediaan lahan pengembalaan yang

terbatas ataupun pada pola usaha yang

intensif. Ternak domba/kambing di

Kelurahan Juhut dipelihara didalam

kandang sepanjang hidupnya, sehingga

pakan sepenuhnya tergantung kepada jenis

dan jumlah hijauan yang diberikan. Pada

sistem ini ternak kambing hanya dapat

nutrisi dan melakukan seleksi terhadap

pakan secara terbatas tergantung kepada

hijauan yang diberikan.

Ketersediaan hijauan pakan biasanya

dipengaruhi oleh curah hujan di suatu

daerah. Hal ini sangat menentukan

terhadap pola tanam komoditas pertanian

yang diusahakan di Juhut. Berdasarkan

curah hujan tahunan yang terjadi, ternyata

hampir semua jenis tanaman sayuran dapat

diusahakan di daerah Juhut. Namun

demikian, untuk tanaman jagung, ubi jalar

dan kacang tanah ditanam musim kering.

Dengan demikian terlihat bahwa

ketersediaan hijauan pakan dari sisa hasil

tanaman pangan dapat tersedia sepanjang

tahun. Namun, ketersediaan hijauan

leguminosa dari tanaman pangan (kacang

tanah) masih sedikit dan ditanami pada

areal yang tidak luas sehingga pemenuhan

protein secara kualitatif harus

diperhatikan.

Salah satu aspek yang dapat dijadikan

ukuran untuk menghitung potensi suatu

wilayah bagi pengembangan ternak adalah

ketersediaan sumber pakan ternak. Secara

kuantitas, sumber hijauan pakan ternak di

Kelurahan Juhut sangat berlimpah, dimana

produksi pada musim hujan maupun

kemarau masih sangat banyak. Untuk

mengetahui seberapa besar ketersediaan

hijauan pakan ternak, penghitungan dapat

dilakukan berdasarkan luasan lahan yang

memiliki potensi sebagai penyedia sumber

pakan. Berdasarkan pengamatan, sumber

pakan ternak domba di Kampung

Cinyurup dan sekitarnya sebagian besar

berasal dari hijauan yang ada di sekitar

hutan, ladang dan sawah. Ketersediaan

hijauan bagi pengembangan ternak domba

di Juhut tersaji pada Tabel 4. Sedangkan

kebutuhan hijauan pakan ternak domba

yang dibutuhkan secara periodik

berdasarkan populasi yang ada tersaji pada

Tabel 5.

Page 60: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Tabel 4. Ketersediaan HPT Rumput dan Estimasi Produksinya di Juhut

Kondisi

Iklim Zonasi Lahan HPT

Waktu

Panen

Luas Lahan (Ha) Estimasi Produksi

(ton/bulan) Tersedia Potensi

Bulan

Basah

Ladang/Huma 7 bulan 154,0 30,8 478,6

Sawah 7 bulan 30,0 30,0 -

Budidaya 7 bulan 7,0 7,0 175,9

Perhutani 7 bulan 153,0 45,9 713,3

Bulan

Kering

Ladang/Huma 7 bulan 154,0 30,8 159,6

Sawah 4 bulan 30,0 30,0 90,0

Budidaya 7 bulan 7,0 7,0 28,3

Perhutani 7 bulan 153,0 45,9 237,7

Jumlah 12 bulan 344,0 113,7 1.883,4

Tabel 5. Kebutuhan Pakan Ternak Domba

Status

Fisiologis

Jenis

Kelamin

Populasi

(ekor)

Kebutuhan Pakan (Kg)

(kg/ekor) Harian Bulanan Tahunan

Induk Betina 204 25 510 15.300 183.600

Jantan 58 30 174 5.220 62.640

Dara Betina 20 18 36 1.080 12.960

Jantan 39 24 94 2.808 33.696

Anak Betina 51 8 41 1.224 14.688

Jantan 37 10 37 1.110 13.320

Jumlah 891,4 26.742 320.904

Berdasarkan tabel 5 diketahui bahwa

untuk pakan ternak sejumlah 409 ekor

tersebut dibutuhkan sebanyak 891,4

kg/hari, atau setara 26.742 kg/bulan, dan

untuk periode 1 (satu) tahun dibutuhkan

sebanyak 320.904 kg. Selanjutnya, hasil

transek kuadratik (2,5 m x 2,5 m) terhadap

potensi produksi hijauan pakan ternak

berupa rumput alam didapatkan rata-rata

produksi rumput alam pada musim

kemarau (periode Juni s/d September

2015) yaitu 5,184 ton/ha. Dari data rata-

rata produksi rumput alam dan luas lahan

berdasarkan zonasi hijauan pakan ternak

dapat diketahui potensi produksi hijauan

pakan ternak yang ada di wilayah

Kelurahan Juhut.

Berdasarkan perhitungan estimasi

produksi hijauan pakan ternak (Tabel 4)

diketahui potensi wilayah Kelurahan Juhut

dalam menyediakan hijauan pakan ternak

yaitu sebesar 1.883,4 ton/bulan.

Sedangkan kebutuhan hijauan pakan

ternak saat ini yaitu 26,74 ton/bulan maka

dapat dikatakan stok hijauan pakan

ternaknya surplus, sehingga dapat

disimpulkan bahwa pengembangan usaha

ternak domba di Kelurahan Juhut tidak

bermasalah dengan ketersediaan pakan

ternak, dan sebagai upaya pengelolaan

surplus pakan dapat diterapkan teknologi

pengawetan pakan ternak yaitu dengan

pembuatan silase, hay, atau standing hay.

Pengawetan pakan merupakan suatu

kegiatan yang dapat dilakukan untuk

mengantisipasi kekurangan pakan hijauan

terutama pada musim kering/kemarau.

Pengolahan hijauan pakan biasanya

dilakukan pada saat musim hujan dimana

ketersediaan hijauan pakan melimpah.

Page 61: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Adapun jenis pengawetan yang dapat

dikerjakan oleh peternak yaitu dengan

membuat pakan silase, hay dan atau

standing hay.

3.4. Tanaman Pakan Ternak (TPT)

yang diusahakan peternak/petani

Selama ini sebagian besar penyediaan

hijauan pakan ternak yang diberikan

kepada ternak domba di Kelurahan Juhut

secara mandiri sudah dilakukan, baik di

lahan sendiri maupun menumpang di lahan

kehutanan negara dan perkebunan, ini

terutama setelah rumput gajah sudah

cukup memasyarakat dan menjadi salah

satu andalan pasokan pakan hijauan

ternak. Namun, sekarang ada terobosan

baru dalam penyediaan sumber hijauan

pakan bagi ternak di Kelurahan Juhut,

yaitu mulai dikembangkan hijauan pakan

ternak dari rumput odot. Jenis rumput ini

dinilai lebih mampu di cerna dan efisien

bagi berbagai hewan ruminansia. Dari

bentuk fisik, rumput odot memiliki batang

yang pendek dan lunak sehingga

memudahkan penanganan, pemeliharaan

dan pemanenan. Tinggi rumput ini sekitar

40-75 cm, sehingga tak terlalu tinggi

dibandingkan dengan rumput gajah.

Rumput odot nama aslinya rumput mott

atau dikenal juga rumput gajah kerdil atau

gajah kate

Penggunaan rumput odot sudah

digunakan oleh salah satu kelompok

peternak di Kelurahan Juhut yaitu

kelompok Juhut Mandiri untuk usaha

peternakan domba dan kambing. Cara ini

sudah diikuti pula oleh sejumlah kecil

kelompok peternak lainnya, sehingga

sedikit demi sedikit mulai meninggalkan

penggunaan rumput gajah. Berdasarkan

hasil wawancara dengan salah satu ketua

kelompok peternak, diperoleh keterangan

bahwa dengan penggunaan dan

pembudidayaan rumput odot, para

peternak akan memperoleh banyak

efisiensi. Efisiensi yang dimaksud adalah

peternak tidak perlu lagi menggunakan

mesin pencacah (Chopper) seperti yang

selama ini digunakan untuk mengolah

rumput gajah. Begitu pula saat dicerna

hewan, rumput odot gampang habis karena

tak memiliki batang yang keras. Selain itu,

bila sebelumnya aktivitas peternak dalam

mencari rumput alam seringnya memanen

hijauan berupa hijauan yang dibawa

„Carangka‟, Karung ataupun „Sundung‟ di

wilayah bawah dari Kelurahan Juhut, kini

dengan membudidayakan rumput odot

memudahkan peternak dalam memanen

karena rumput odot ukurannya pendek dan

dapat ditanam di lahan-lahan terbatas

sebagai tanaman penyelang.

Dari segi pemanenan, antara rumput

odot dengan rumput gajah tak berbeda

jauh, sekitar 40 hari, namun untuk

pembibitan dilakukan dengan panen

sekitar tiga bulan. Rumput odot

produksinya banyak karena banyaknya

anakan yang dihasilkan. Berbeda dengan

rumput gajah asal Taiwan, lebih sedikit

lebih karena besar dan beratnya batang.

Pada sisi lain, peternakan di Kelurahan

Juhut kebanyakan peternakan domba.

Rumput odot sangat disukai hewan ini.

Lain halnya dengan rumput gajah, karena

ukurannya lebih besar dianggap sulit

diberikan kepada ternak domba. Begitu

pula dengan kondisi lahan peternak di

Kelurahan Juhut yang rata-rata tak begitu

luas dan berlereng-lereng. Rumput odot

dapat ditumpangsarikan dan dapat tumbuh

bersama tanaman lain, sehingga terjadi

optimalisasi penggunaan lahan dan dapat

meningkatkan per satuan luas lahan.

3.5. Potensi Produksi Hijauan Pakan

Ternak (HPT) dan Daya Tampung

Populasi Ternak di Kelurahan

Juhut

Berdasarkan data-data hasil penelitian

dapat diketahui potensi pengembangan

ternak atau daya tampung populasi ternak

terkait dengan potensi produksi hijauan

pakan ternak (HPT) di Kelurahan Juhut

yaitu sebagaimana perhitungan di bawah

ini :

Page 62: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Kebutuhan HPT per ekor ternak (/bulan)

= kebutuhan pakan per bulan

Jumlah ternak

= 26,74 / 409 = 65,38 ton/ekor/bulan

Daya tampung populasi ternak

= potensi produksi HPT

kebutuhan HPT/ekor

= 1.883,4 ton/bulan

65,38 ton/ekor/bulan

= 28.807 ekor

Dari perhitungan diatas diketahui

bahwa dengan potensi produksi hijauan

pakan ternak di Kelurahan Juhut sebanyak

1.883,4 ton, dapat menampung populasi

ternak sebanyak 28.807 ekor. Dengan

demikian, secara umum ternak domba di

Kelurahan Juhut memiliki peluang yang

besar untuk dikembangkan di masyarakat

sesuai dengan kondisi lingkungan yang

ada.

3.6. Status dan Peran Kelembagaan

Wujud lembaga yang dibentuk bagi

petani atau peternak merupakan suatu

wadah yang digunakan untuk

memfasilitasi kegiatan yang dibutuhkan

oleh petani atau peternak. Bentuk lembaga

yang didirikan yaitu berupa kelompok-

kelompok tani/ternak. Peran kelembagaan

akan terlihat dari aktifitas kegiatan yang

dilakukan oleh peserta atau anggotanya

seperti rutinitas pertemuan, kegiatan teknis

dan kegiatan pendukung lainnya. Aktifitas

pertemuan yang dilakukan dapat dijadikan

sebagai indikator keberhasilan atau baik

buruknya suatu lembaga tersebut berjalan.

Berdasarkan dinamika yang ada,

aktifitas kelembagaan/ kelompok ternak di

Kelurahan Juhut mengalami stagnasi

dalam hal pengembangan kelembagaan

dan populasi ternak. Hal ini terlihat dari

penurunan jumlah populasi ternak domba

yang ada dan aktifitas/kegiatan yang

dilakukan oleh kelompok mengalami

penurunan. Oleh karena itu diperlukan

suatu kegiatan revitalisasi atau perbaikan

kelembagaan seperti penataan kembali

kelompok ternak baik secara struktur

organisasi maupun aktifitas kegiatannya,

meningkatkan kegiatan pendampingan dari

petugas pelaksana di lapangan, melakukan

perencanaan dan pemantapan pelaksanaan

kegiatan pengembangan ternak domba

yang lebih terarah.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan permasalahan dan data

hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Secara kuantitas, HPT di Kelurahan

Juhut surplus, dimana produksi pada

musim hujan maupun kemarau masih

sangat banyak.

2. Jenis pakan yang dibudidayakan (TPT)

seluas ±7 Ha meliputi rumput gajah

taiwan dan rumput gajah odot.

3. Pengembangan usaha ternak domba di

Kelurahan Juhut masih cukup besar

dilihat dari ketersediaan lahan dan

produksi HPT. Potensi lahan HPT di

Kelurahan Juhut seluas 113,7 Ha.

Populasi ternak domba di Kelurahan

Juhut sebanyak 409 ekor (dewasa 262

ekor, dara 59 ekor, anak 88 ekor).

Dengan potensi HPT 1.883,4 ton/bulan

maka dapat menampung ternak domba

28.807 ekor.

4. Rekomendasi kebijakan terkait

pengembangan usaha ternak domba di

Kelurahan Juhut yaitu :

a. Berdasarkan dinamika yang ada,

aktifitas kelembagaan/kelompok

ternak di Kelurahan Juhut

mengalami stagnasi dalam hal

pengembangan kelembagaan dan

populasi ternak. Hal ini terlihat dari

penurunan jumlah populasi ternak

domba yang ada dan

aktifitas/kegiatan yang dilakukan

oleh kelompok mengalami

penurunan. Oleh karena itu

diperlukan suatu kegiatan revitalisasi

kelembagaan seperti penataan

kembali kelompok ternak baik secara

Page 63: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

struktur organisasi maupun aktifitas

kegiatannya, meningkatkan kegiatan

pendampingan dari petugas

pelaksana di lapangan, melakukan

perencanaan dan pemantapan

pelaksanaan kegiatan pengembangan

ternak domba yang lebih terarah.

b. Terkait ketersediaan pakan, surplus

HPT pada saat musim hujan bisa

diolah atau diawetkan untuk

kebutuhan di musim kemarau

dengan menggunakan teknologi

silase, hay dan standing hay.

4.2. Saran

Berdasarkan penemuan hasil

penelitian, saran yang diberikan yaitu

mengenai sinergi antar instansi pemerintah

harus lebih ditingkatkan dan mereduksi

ego sektoral mengingat banyak instansi

yang terlibat dalam pengembangan usaha

ternak domba. Pengembangan usaha

domba harus pro poor dan pro job artinya

pengembangan usaha harus menyasar pada

kelompok masyarakat marjinal diantaranya

kaum miskin dan pengangguran.

Efektifitas pengembangan usaha harus

dapat diukur dengan melihat

perkembangan tingkat kesejahteraan

masyarakat dan menciptakan lapangan

kerja baru.

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, S, S. Hardjosoewignjo, I. Kismono

dan O. Haridjaja. 1999. Perbaikan

padang rumput alam dengan

introduksi leguminosa dan beberapa

cara pengolahan tanah. Jurnal Ilmu

Ternak Vet. 4 (3): 185-190

Bambang Kusdihartono dan Nani Iriani.

2004. Inventarisasi Keanekaragaman

pakan hijauan guna mendukung

sumber pakan ruminansia. Balai

Penelitian Ternak. Bogor

Budiman, H dan S. Djamal. 1994. Hijauan

Pakan Ternak. Pusat Perpustakaan

Pertanian dan Komunikasi

Penelitian. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian. Bogor

Manurung T. 1996. Penggunaan hijauan

leguminosa pohon sebagai sumber

protein ransum sapi potong. Jurnal

Ilmu Ternak Vet. 1 (3 ): 143-148

Mathius, I.W. 2000. Strategi Usaha

Pengembangan Domba-Kambing :

Ditinjau Dari Aspek Ketersediaan

dan Pengadaan Pakan. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. 19 (3): 98-105

Mathius, I.W., D. Yulistiani dan A.

Wilson. 2006. Manajemen

pemberian pakan. Buku Sukses

Beternak kambing dan Domba. Pusat

Penelitian dan Pengembangan

Peternakan. Jakarta

Munier, F.F., D. Bulo, Saidah, Syafrudin,

R. Boy, Femi N.F dan S. Husain.

2004. Pertambahan Robot Badan

Domba Ekor Gemuk (DEG) yang

Dipelihara Secara Intensif. Prosiding

Seminar Nasional Teknologi

Peternakan dan Veteriner. Hal: 341-

347

Prawiradiputra, B.R. 2003. Sistem

Produksi Hijauan Pakan di Lahan

Kering DAS Jrantunseluna. Jurnal

Ilmu Ternak Vet. 8 (3): 189-195

Prawiradiputra, B.R., Sajimin, N. D.

Purwantari, dan I. Herdiawan. 2006.

Hijauan Pakan Ternak di Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan

Pertanian. Departemen Pertanian.

Jakarta

Rukmana, Rahmat. 2005. Budidaya

Rumput Unggul : Hijauan Makanan

Ternak. Kanisius. Yogyakarta

Utomo, R. 2004. Review hasil-hasil

penelitian pakan sapi potong.

Wartazoa 14 (3): 116-124

Page 64: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

KAJIAN PENGUATAN KOHESI SOSIAL PADA SENTRA AGRIBISNIS

KAMPUNG TERNAK DOMBA TERPADU JUHUT PANDEGLANG

Agus Sjafari*, Listyaningsih* dan Oki Oktaviana**

*Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

**Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten

Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten

Jl. Raya Palima Pakupatan Serang-Banten

[email protected] [email protected] [email protected]

ABSTRAK

Dokumen Road Map Sistem Inovasi Daerah (SIDa) Provinsi Banten telah

menempatkan Kampung Ternak Domba Terpadu Juhut sebagai salah satu Pusat

Inovasi UMKM berbasis pedesaan. Meski telah banyak aktor yang berperan serta

regulasi yang dikeluarkan, namun aspek penguatan sumber daya manusia maupun

kelembagaan lokal yang tertuang dalam konsep kohesi sosial perlu

ditingkatkan.Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang komprehensif untuk

memetakan kondisi kohesi sosial serta upaya memberikan penguatan kohesi

sosial yang ada. Penelitian dilaksanakan bulan Maret sampai Mei 2015dengan

menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan

melaluiwawancara mendalam (indepth interview), Focus Group Discussion, serta

observasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum tingkat kohesisosial

di Kampung Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglangtermasuk dalam kategori

sedang. Terdapat dua indikator kohesi sosial yang termasuk dalam kategori baik

yaitu indikator pemenuhan kebutuhan psikologis dan tingkat penerimaan.Indikator

lainnya seperti pemenuhan kebutuhan spiritual, legitimasi, partisipasi,

pengikutsertaan, dan indikator kebersamaan termasuk dalam kategori

sedang.Belum terdapat sinergitas yang kuat antara kelompok tani atau pun

kelompok tani dengan masyarakat sekitar.Karena itu, perlu peningkatan peran

gapoktan melalui pengutan “Saba Juhut” yang menjalankan fungsi

kesekertariatanserta revitalisasi Tim Teknis Pengembangan Kampung Ternak

Domba Terpadu sebagai wadah komunikasi dan koordinasi bagi setiap instansi

yang akan memberikan program bantuan ke Kampung Ternak Domba Juhut.

Kata Kunci: Kohesi Sosial, Juhut, Domba

Abstract Document Roadmap of Regional Innovation System (SIDA) at Banten

Province has put the Sheep Village Integrated at juhut as one of the rural-based

UMKM Innovation Centre. Although it has been many actors who participate

regulations issued, but strengthening human resources aspects of local

institutions contained in the concept of social cohesion needs to be improved. It is

necessary for a comprehensive study to maping the social cohesion and efforts to

provide reinforcement of existing social cohesion. The research was conducted

from March to May 2015 using quantitative and qualitative methods. Data

collected through in-depth interviews (in-depth interviews), focus group

Page 65: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

discussions, and observation. The results showed that social cohesion in the

Sheep Village Integrated at Juhut Pandeglang included in the medium category.

There are two indicators of social cohesion which is a good categories, there are

indicators of psychological needs and the level of acceptance. Other indicators

such as spiritual needs, legitimacy, participation, inclusion and togetherness

indicators included in the medium category. There is not have a strong synergy

between the member the farmer group or sinergy of the farmer group with the

community. Therefore, need to be improved by strengthening the grouping farmer

role "Saba juhut" which perform the secretariat function and revitalization the

Sheep Village Integrated Technical Team Development as a forum for

communication and coordination for each agency will provide the Sheep Village

assistance programs.

Key Words: Social cohesion, Juhut, Sheep

I. PENDAHULUAN

Pelaksanaan otonomi daerah

memberikan banyak peluang untuk

memperbaiki fungsi pemerintah daerah

dalam melaksanakan pembangunan di

daerah. Hal ini dikarenakan dengan

otonomi daerah terdapat kesempatan

untuk memperluas kewenangan daerah

dalam melahirkan kebijakan dan

program-program pembangunan yang

sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan

masyarakat. Guna mewujudkan hal

tersebut, perlu adanya kesiapan dan

komitmen yang kuat dari pemerintah

daerah yang didukung tingkat

partisipasi masyarakat.

Faktor kesiapan masyarakat

dalam hal partisipasi di bidang

pembangunan salah satunya tercermin

dalam tingginya kohesi sosial sebagai

bagian dari social capital yang ada di

masyarakat.Konsep modal sosial

(Social Capital) menjadi salah satu

komponen penting untuk menunjang

keberhasilan pembangunan daerah

yang berpusat kepada pembangunan

manusianya, karena dalam konsep

tersebut manusia ditempatkan sebagai

subyek penting yang menentukan

keberhasilan dan keberlanjutan

penyelenggaraan pembangunan di

daerah. Adanya partisipasi dan

kemampuan dalam mengorganisasikan

diri menjadi hal penting yang sangat

strategis agar masyarakat dapat

memberikan andil dalam mewujudkan

pembangunan manusia di daerahnya

masing-masing.

Kohesi sosial terbangun

dengan baik manakala para anggota

kelompok memiliki komitmen bersama

serta kepercayaan yang tinggi untuk

membangun kemitraan yang kuat

dengan pihak lain. Adanya kelompok

usaha yang kuat menjadi dasar bagi

pihak luar khususnya pemerintah di

dalam memberikan bantuan usaha baik

dalam bentuk bantuan modal,

pendampingan, serta pengawasan

terhadap kelompok- kelompok usaha

tersebut. Dalam dokumen Road Map

Sistem Inovasi Daerah (SIDa),

pemerintah Provinsi Banten telah

menempatkan Kampung Ternak

Domba terpadu Juhut sebagai salah

satu Pusat Inovasi UMKM berbasis

pedesaan. Perkembangan Kampung

Ternak Domba Juhut tidak lepas dari

peranan kelompok kerja (Pokja) yang

dibentuk pada akhir tahun 2008. Pokja

ini dipimpin oleh Kepala Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kabupaten Pandeglang dengan

anggota: Balai Penelitian Ternak

Page 66: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Kementerian Pertanian, BPTP Provinsi

Banten, BP3KH, Dinas Pertanian dan

Perkebunan, Dinas Kehutanan,

Perhutani dan LSM Kopling. Salah satu

peran dari Pokja ini adalah sebagai

lembaga pengkoordinir semua bantuan

dan investasi ternak yang masuk ke

wilayah ini (Bappeda Pandeglang,

2012). Bedasarkan latar belakang

tersebut maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui

bagaimana kondisi kohesi sosial yang

terjadi pada masyarakat Sentra

Agribisnis Kampung Ternak Domba

Terpadu Juhut Kabupaten Padeglang

serta bagaimana alternatif model

penguatan kohesi sosial pada

masyarakat Sentra Agribisnis

Kampung Ternak Domba Terpadu

Juhut Kabupaten Padeglang.

II. METODOLOGI

Penelitian ini difokuskan

untuk memetakan kondisi kohesi sosial

yang ada serta upaya memberikan

penguatan kohesi sosial pada sentra

agribisnis domba dan kambing di

kelurahan Juhut Kecamatan Karang

Tanjung Kabupaten Pandeglang. Untuk

itu, penelitian ini dirancang dengan

menggunakan 2 pendekatan (mix

method) yaitu dengan pendekatan

kuantitatif dan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kuantitatif sebagai metode

utama dan pendekatan kualitatif

sebagai metode penunjang.Langkah

pertama dalam penelitian ini adalah

menjaring data awal melalui

penyebaran kuesioner kepada

masyarakat yang menjadi responden

dalam penelitian ini. Penyebaran

kuesioner dimaksudkan untuk

menjaring informasi mengenai

beberapa dimensi kohesi sosial

sebagaimana diungkapkan dalam

Berger-Schmitt (2000 : 14). Pada

langkah kedua, hasil analisis yang

diperoleh melalui kuesioner kemudian

ditindak lanjuti dengan pendekatan

kualitatif. Data akan dikumpulkan

melalui wawancara ( interview)

denganperwakilan kelompok tani yang

adaserta masyarakat di sekitar

kampung ternak domba terpadu Juhut.

Secara singkat langkah – langkah yang

akan dilakukan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Langkah – langkah Penelitian

Dalam penelitian ini, metode

atau teknik pengumpulan data yang

digunakan adalah sebagai berikut:

a. Kuesioner, merupakan alat

penelitian yang digunakan sebagai

instrumen utama dalam penelitian

ini. Kuesioner disusun sedemikian

Langkah I Persiapan

• Pengumpulan data

awal (sekunder) • Penetuan kerangka

penelitian • Penetuan Target,

lokasi dan responden • Pembuatan Kuesioner • Persiapan Administrasi

Langkah II Survey Lapangan

• Pengumpulan data

primer dan sekunder

di lapangan, melalui

kuesioner, wawancara,

FGD, dokumentasi dan

observasi.

Langkah III Pemrosesan Data

• Validitas Data • Proses analisis dan

penulisan laporan

Langkah IV Pelaporan

• Penyusunan

laporan akhir

Page 67: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

rupa secara terstruktur untuk

mendapat data mengenai

permasalahan yang berkaitan

dengan penguatan kohesi sosial.

b. Wawancara, merupakan teknik

pengumpulan data yang digunakan

untuk melengkapi informasi secara

lebih mendalam melalui

pertanyaan langsung dengan nara

sumber. Wawancara ini dilakukan

kepada orang-orang yang termasuk

kategori “tokoh” yang mengerti

benar dengan fokus penelitian ini.

Informan yang dimaksudkan

adalah kepala Kelurahan atau yang

mewakili, penyuluh pertanian,

ketua kelompok dan ketua

gapoktan dan lain sebagainya.

c. Observasi, merupakan teknik

pengumpulan data dengan cara

pengamatan secara langsung

dengan obyek penelitian. Peneliti

datang langsung ke lokasi

penelitian dan mengobservasi

obyek penelitian. Obyek yang

menjadi sasaran observasi antara

lain kegiatan kelompok meliputi

peternakan, penanaman talas

beneng dan juga kegiatan

berwirausahanya.

Pada penelitian ini, populasi

yang menjadi obyek penelitian adalah

seluruh kelompok usaha tani dan

peternakan yang tergabung dalam

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

yang berada di wilayah Kelurahan

Juhut Kecamatan Karang Tanjung

Kabupaten Pandeglang.Kemudian, dari

jumlah populasi tersebut penarikan

jumlah sampel yang dibutuhkan untuk

mewakili populasi diambil secaraquota

sampling sebanyak 10 responden untuk

setiap kelompok. Berdasarkan data

yang terhimpun, di lokasi penelitian

terdapat 14 kelompok tani dan usaha,

sehingga sampel dalam penelitian ini

berjumlah 140 responden. Untuk

mendapatkan gambaran terkait persepsi

masyarakat terkait perkembangan

kampung ternak domba terpadu,

wawancara dilakukan kepada

masyarakat di sekitar lokasi yang tidak

tergabung dalam kelompok tani.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Deskripsi Obyek Penelitian

Keberadaan kampung ternak

domba di Kampung Cinyurup,

Kelurahan Juhut, Kecamatan Karang

Tanjung kabupaten Pandeglang

provinsi Banten tidak lepas dari peran

Gabungan KelompokTani (Gapoktan)

Juhut Mandiri yang merupakan

gabungan sebelas (pada awal

pendiriannya) kelompok tani yang ada

disekitar kelurahan juhut. Meski usaha

intinya bergerak dalam bidang

budidaya Domba namun anggota

Gapoktan ini cukup menguasai usaha

budidaya pertanian lainnya seperti

becocok tanam labu siam, wortel dan

cesim. Di wilayah ini pun kita bisa

menemukan jenis talas berukuran besar

dan berwarna kuning yang oleh

masyarakat sekitar disebut talas

beneng.

Kegigihan Gapoktan Juhut

mandiri mendapat perhatian

Pemerintah Daerah baik Provinsi

Banten maupun Kabupaten

Pandeglang.Mulai tahun 2009 wilayah

ini dikembangkan bersama-sama oleh

Satuan kerja perangkat daerah tingkat

Provinsi dan Kabupaten serta instansi

vertikal dibawah kementerian pertanian

menjadikannya sebagai satu Kawasan

yang disebut Kampung Ternak

Dombamelalui Surat Keputusan Bupati

Pandeglang Nomor : 524.2/Kep. 23-

Huk/2010, tanggal 22 Januari 2010. Untuk

memperkuat operasional dilapangan

pemerintah Kabupaten Pandeglang kemudian

Page 68: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

mengeluarkan SK Bupati PandeglangNomor

: 524/Kep.60-Huk/2010, tanggal 08 Maret

2010 tentang Pembentukan Tim Teknis .

Perkembangan usaha ternak domba

di Juhut telah menarik lembaga pusat melalui

kementerian Pertanian, yang diwujudkan

dengan penetapan wilayah ini sebagai

Laboratorium Lapang Badan Litbang

Kementerian Pertanian dengan SK Nomor :

221/Kpts/OT.160/I/8/2011, yang mencakup

seluruh komoditas Pertanian meliputi seluruh

wilayah kelurahan Juhut tidak hanya terbatas

di lokasi Kampung Ternak saja. Selain

instansi pemerintah, lembaga keuangan pun

dalam hal ini Bank Indonesia turut

berkontribusi terhadap perkembangan

kampung ternak domba Juhut. Melaui Nota

Kesepahaman (Memorandum of

Understanding) antara Pemimpin Bank

Indonesia Serang dengan Bupati Pandeglang,

Nomor : 13/10/DKBU/TBTPLKM/Sr dan

520/852–MoU/Pert./2011 tanggal 19 Juli

2011, tentang Pengembangan Klaster

Agribisnis Terpadu Kabupaten Pandeglang.

Adanya komitment berbagai pihak

dalam membangun Kampung Ternak

Domba Terpadu di Juhut telah menunjukan

keberhasilan yang cukup menggembirakan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas

Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kabupaten Pandeglang serta Penyuluh

Lapangan yang bertugas di kelurahan Juhut

setidaknya ada beberapa parameter yang

dipakai dalam menilai keberhasilan tersebut,

yakni:

Tabel Parameter Penilaian Keberhasilan Program parameter Sebelum Sesudah

Kandang Kondisi kandang masih sederhana di

belakang dapur

Penataan kandang sudah relative lebih

baik, terlokalisir di beberapa lahan

milik kelompok

Pakan Pakan masih seadanya Berbagai jenis HMT telah

diintroduksikan, kini terdapat

sedikitnya 7 Ha kebun Rumput Gajah

dan Rumput Odod

Jumlah

populasi

Populasi sebelum program 275 ekor Populasi sekarang mencapai lebih dari

2.000 ekor

Kepemilikan Skala kepemilikan rata-rata 1-3

ekor/KK

Skalakepemilikan rata-rata mencapai

5-6 ekor/KK

Poktan Jumlah Kelompok Tanihanya 1

Kelompok

Jumlah Kelompok Tani telah mencapai

13kelompok

Survival rate Kematian bibit domba tinggi Sudah swasembada bibit domba

Kualitas bibit Sumber bibit domba kurang, domba

lokal relative kecil dan tumbuh

lambat

Kualitas bibit lebih baik dengan

adanya introduksi domba komposit

Kemampuan

Peternak

Keterampilan peternak masih kurang Keterampilan peternak sudah lebih

baik

Berdasarkan data hasil penelitian

diperoleh informasi bahwa nilai rerata

kohesi sosial pada sentra agribisnis

ternak domba dan kambing di Juhut

adalah 2,89, dengan rincian indikator

pemenuhan kebutuhan spiritual (skor

2,73), reratapemenuhan kebutuhan

spiritual (3,02), indikator legitimasi

(skor 2,74), rerata indikator tingkat

penerimaan (skor 3,10), indikator

partisipasi (skor 2,86), rerata

pengikutsertaan (skor 2,82), indikator

kebersamaan (skor 2,98). Untuk lebih

jelasnya digambarkan pada grafik

berikut ini:

Page 69: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Gambar 2. Grafik Rerata Kohesi Sosial

Sumber: Data Hasil penelitian

Dari grafik di atas

menunjukkan bahwa secara umum

tingkat kohesi sosial pada sentra

agribisnis kambing dan domba yang

ada di Kelurahan Juhut termasuk dalam

kategori sedang. Terdapat 2 (dua)

indikator yang termasuk dalam kategori

baik yaitu indikator pemenuhan

kebutuhan psikologis dan tingkat

penerimaan. Sedangkan beberapa

indikator lainnya yaitu indikator

pemenuhan kebutuhan spiritual,

indikator legitimasi, indikator

partisipasi, indikator pengikutsertaan,

dan indikator kebersamaan termasuk

dalam kategori sedang.

Kohesi dapat didefinisikan

sebagai kekuatan yang mendorong

anggota kelompok untuk tetap tinggal

di dalam kelompok dan mencegahnya

meninggalkan kelompok. Selanjutnya

kohesi kelompok juga dapat

didefinisikan sebagai tingkat yang

menggambarkan suatu kelompok yang

anggotanya mempunyai pertalian

dengan anggota lainnya dan keinginan

untuk tetap menjadi bagian dari

kelompok tersebut, (Kidwell,

Mossholder, dan Bennet dalam Kim

dan Taylor, 2001).

Melihat beberapa indikator

kohesi sosial yang ada pada sentra

agribisnis kambing dan domba di

Kelurahan Juhut menunjukkan perlu

ada penguatan kelompok atau

gabungan kelompok tani (Gapoktan)

dengan meningkatkan beberapa

indikator yang masih tergolong sedang

bahkan yang rendah.Ketujuh indikator

kohesi sosial merupakan indikator

penting yang sangat menentukan

tingginya tingkat kohesi sosial dalam

masyarakat baik yang termasuk sebagai

anggota kelompok maupun yang tidak

termasuk dalam anggota kelompok.

Hasil penelitian

memperlihatkan bahwa eksistensi

kelompok usaha yang ada di Kelurahan

Juhut belum memiliki kekuatan yang

besar yang mendorong anggota

kelompok untuk tetap berada dalam

kelompok dan berperan besar untuk

mengembangkan kelompok usaha

tersebut. Hal lain yang perlu mendapat

perhatian adalah kelompok usaha yang

ada di Kelurahan Juhut belum memiliki

pertalian yang kuat antara anggota

kelompok yang satu dengan yang

lainnyaatau pun antar kelompok yang

satu dengan kelompok yang lain, atau

diantara anggota Gapoktan.

Berdasarkan temuan penelitian

terkait kondisi kohesi sosial yang ada

pada kelompok tani di Sentra

Agribisnis Domba Juhut langkah

penguatan kohesi social yang dapat

2.50 2.60 2.70 2.80 2.90 3.00 3.10 3.20

Kebersamaan

Partisipasi

Legitimasi

Spiritual

2.98

2.82

2.86

3.10

2.74

3.02

2.73

2.89

Page 70: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

ditempuh melalui intervensi

pemberdayaan khususnya pada

kelompok usaha. Proses intervensi

pemberdayaan kelompok tersebut

terdapat 2(dua) kegiatan utama yaitu :

1) Pengembangan sumber daya

kelompok , dan 2) Pemberdayaan

kelompok itu sendiri.

Pengembangan sumber daya

kalompok berhubungan dengan

kegiatan pengembangan semua potensi

sumber daya potensial yang ada pada

masing – masing kelompok usaha

penyelenggara Program Sentra

Agribisnis kambing dan domba di

Kelurahan Juhut. Dalam beberapa

referensi dan teori manajemen

kelompok dinyatakan bahwa sumber

daya kelompok tersebut termasuk

dalam kategori hardware antara lain:

SDM (man), material (material), dana

(money), perlengkapan (mechine),

metode (method) dan pasar (market).

Pada aspek SDM ini, dimana

aspek ini merupakan aspek terpenting

dalam pengembangan sumber daya

kelompok yaitu bagaimana

meningkatkan dan merubah 3 (tiga) hal

penting dalam diri manusia yaitu

pengetahuan, sikap mental, dan

keterampilan (psikomotor). Terkait

dengan pengelolaan program sentra

agribisnis kambing dan domba di

Kelurahan Juhut, maka setiap anggota

kelompok perlu diberikan

pendampingan yang intensif mengenai

tehnik dan cara mengelola bisnis

pengembangbiakan kambing dan

domba, mengembangkan bisnis talas

beneng yang baik, pengelolaan

makanan dan minuman tradisional dan

beberapa potensi lainnya yang ada ada

di Kelurahan Juhut.

Pada pemenuhan aspek

material dan sekaligus perlengkapan,

perlu ada identifikasi yang rinci terkait

dengan jenis alat dan perlengkapan

yang dibutuhkan oleh anggota

kelompok dalam mengembangkan

bisnis dalam program pengembangan

sentra agribisnis kambing dan domba

di Kelurahan Juhut.Selama ini alat dan

perlengkapan yang digunakan dalam

mengelola bisnis kelompoknya masih

sangat tradisional.Hal yang terpenting

juga adalah bagaimana anggota

kelompok dapat menguasai dan

mengopperasionalkan alat dan

perlengkapan untuk meningkatkan nilai

tambah pada usaha kelompoknya

tersebut.

Pada aspek dana, dalam hal ini

dapat dilakukan dengan dua sumber,

yaitu: 1) Bersumber dari iuran anggota,

dan 2) terdapat dana stimulus dan

bergulir yang diprogramkan oleh

pemerintah ataupun pihak yang

lainnya. Kalau bersumber dari dana

iuran anggota memang jumlahnya

sangat terbatas mengingat tingkat

kemampuan ekonomi para anggota

kelompok yang tergolong rendah.

Meskipun demikian iuran anggota tetap

saja digalakkan dengan tujuan untuk

menopang kegiatan – kegiatan

operasional rutin, seperti halnya

pertemuan – pertemuan dengan

anggota kelompok atau kegiatan

lainnya. Dana yang menjadi andalan

untuk mengembangkan usaha

kelompok tidak lain dari dana stimulus

khususnya dari instansi pemerintah

yang terkait dan beberapa lembaga

swasta melalui dana CSR – nya.

Problem utama yang dihadapi beberapa

kelompok usaha, baik yang ada di

wilayah bagian atas atau bagian bawah

adalah seringkali muncul diskriminasi

dalam pemberian bantuan dana

stimulus, dimana kelompok yang

sering mendapatkan bantuan adalah

kelompok yang dekat dengan pejabat

Page 71: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

atau mantan pejabat yang memiliki

akses terhadap anggaran pemerintah.

Pola seperti itu sebaiknya dihilangkan

dengan maksud semua kelompok

memiliki akses yang sama di dalam

menerima dana bantuan tersebut.

Problematika selanjutnya

adalah rendahnya kemampuan

kelompok di dalam membuat

perencanaan anggaran serta rendahnya

dalam mengelola anggaran

kelompok.Untuk itu, diperlukan adanya

pendampingan intensif di dalam

perencanaan, pengelolaan, serta

pertanggungjawaban anggaran

kelompok, sehingga anggara tersebut

dapat digunakan sebesar – besar untuk

pengembangan usaha kelompok yang

efektif dan efisien.

Dalam hal pengembangan

sumber daya kelompok perlu adanya

sistem dan aturan main yang jelas di

dalam mengatur beberapa hal antara

lain: hak dan kewajiban anggota serta

pengurus, sistem pertemuan kelompok,

reward dan punishment terhadap

anggota atau pengurus yang melanggar

aturan kelompok, serta beberapa aturan

lainnya yang disepakati oleh anggota

kelompoknya.

Selanjutnya terkait dengan

pengembangan pasar atau market

adalah bagaimana anggota kelompok

dapat dirangsang untukmau

mempelajari pasar serta beberapa

peluang bisnis. Hal tersebut

berhubungan dangan sejauhmana

produk hasil bisnisnya tersebut dapat

terserap secara baik oleh pasar,

minimal di lingkungan wilayah

Pandeglang.Beberapa masalah yang

perlu mendapatkan perhatian yang

serius adalah lemahnya jaringan pasar

bisnis serta belum ahlinya anggota

kelompok di dalam mengemas produk

hasil bisnis semenarik mungkin

sehingga dapat terserap oleh

pasar.Dengan demikian perlu ada

intervensi khususnya dari lembaga

pemerintah untuk membuka pasar bagi

produk bisnisnya serta memberikan

pendampingan untuk peningkatan

keterampilan bagi anggota kelompok.

Faktor lain yang dirasa perlu

untuk dilakukan adalah revitalisasi

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan).

Gapoktan Juhut Mandiri yang

merupakan gabungan kelompok Tani

seolah hanya terbentuk melengkapi

syarat administratif. Menurut informasi

yang didapat dari pengurus Gapoktan,

ada kalanya program dan kegiatan yang

dilakukan oleh kelompok tidak

diketahui oleh pengurus Gapoktan. Hal

ini dikarenakan program dan kegiatan

tersebut langsung diarahkan kepada

kelompok tertentu tanpa terlebih

dahulu dilakukan pembahasan pada

tingkat Gapoktan. Diperlukan

kesepakatan bersama diantara masing-

masing kelompok yang ada bahwa

seluruh program dan kegiatan yang

akan, sedang, dan sudah dilaksanakan

harus sepengatahuan Gabungan

Kelompok Tani.

Peran Tim Teknis

Pengembangan Kampung Ternak

Domba Terpadu (SK Bupati

Pandeglang No. 524/Kep. 60-

Huk/2010, tgl . 08 Maret 2010) sebagai

wadah komunikasi dan koordinasi bagi

setiap instansi yang akan memberikan

program bantuan ke Kampung Ternak

Domba Juhut seolah tidak berfungsi.

Pemerintah Kabupaten Pandeglang

perlu menunjuk kembali institusi yang

menjadi koordinator bagi rencana

pengembangan kampung ternak domba

Juhut dimasa yang akan datang.

Institusi inilah yang nantinya menjadi

mitra sekaligus mentor bagi bagi

Page 72: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

penguatan peran Gapoktan Juhut

Mandiri.

Berdasarkan hasil observasi

dan informasi yang didapat pada saat

penelitian, nampaknya peran dan

kesekertariatan Gapoktan Juhut

Mandiri dominan melekat pada “saba

Juhut” yang merupakan kesekertariatan

SIDa (Sistem Inovasi Daerah).

Bappeda Kabupaten Pandeglang selaku

instansi yang melaksanakan tugas

pokok dan fungsinya sebagai perencana

pembangunan di daerah telah

menetapkan saba juhut sebagai pintu

masuk sekaligus media komunikasi

keluar terkait program dan kegiatan

yang dilaksanakan di kampung ternak

Domba Juhut. Bahkan sesuai dengan

visi dan misi Kabupaten Pandeglang

program dan kegiatan di Kampung

ternak ini diarahkan sebagai salah satu

destinasi berbasis pedesaan.

Penetapan Saba Juhut untuk

menjalankan fungsi kesekertariatan

Gapoktan Juhut Mandiri perlu

mendapat dukungan legalitas dari

seluruh elemen kelompok tani yang

ada. Karena itu perlu kesepakatan

seluruh kelompok yang ada agar

melahirkan komitmen bersama yang

ditandai dengan kembali maraknya

kegiatan yang dilakukan oleh masing-

masing kelompok tani atau pun

rutinitas pertemuan gapoktan yang

dihadiri seluruh pengurus Poktan untuk

membahas rencana atau pun sekedar

berbagi informasi tentang kegiatan

yang telah atau pun sedang dilakukan.

Dukungan legalitas dari seluruh

kelompok tani juga menggambarkan

peran aktif masyarakat dengan

seminimal mungkin peran serta pihak

eksternal dalam hal ini pemerintah

daerah dalam perencanaan

pengembangan kampung ternak Juhut.

Hal ini sesuai dengan pendapat Payne

dalam Hikmat (2001), bahwa

pemberdayaan memerlukan partisipasi

aktif dalam langkah-langkah,

identifikasi kebutuhan, identifikasi

pilihan atau strategis, keputusan atau

pilihan tindakan, mobilisasi sumber

daya, serta tindakan itu sendiri, secara

menyeluruh dengan intervensi minimal

pihak luar komunitas.Pihak pemerintah

daerah selaku pihak eksternal berperan

sebagai pendamping dari komunitas

untuk mencapai cita-cita yang di

rencanakannya.

Gambar 3: Pola hubungan Kelembagaan Kelompok Tanidi Kampung

Ternak Domba Juhut

Page 73: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Dari gambar di atas terlihat

peran sentral Saba Juhut selain

menjalankan fungsi kesekretariatan

Gapoktan Juhut Mandiri juga

menjalankan fungsi koordinatif antar

kelompok Tani. Untuk itu, hendaknya

dilakukan reorganisasi kepengurusan

yang mengakomodir seluruh

perwakilan dari Kelompok Tani yang

ada. Hal lain yang perlu dilakukan

adalah sosialisasi yang lebih masif

terkait rencana pengembangan

kampung ternak domba ke depan

dengan dilandasi prinsip taranparansi

serta akuntabilitas. Hasil wawancara

dan diskusi dengan salah satu pengurus

pokdarwis (kelompok sadar wisata)

menunjukan bahwa pihak pokdarwis

belum mengetahui secara menyeluruh

terkait rencana pengembangan

kampung ternak domba Juhut sebagai

salah satu destinasi wisata berbasis

pedesaan.

IV. KESIMPULAN DAN

REKOMENDASI

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan deskripsi hasil

survei dan analisis pada bab

sebelumnya, dapat dirumuskan

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Secara umum tingkat kohesi sosial

pada sentra agribisnis kambing dan

domba di Desa Kampung Ternak

Domba Terpadu Kelurahan Juhut

Kabupaten Pandeglangtermasuk

dalam kategori yang sedang.

Terdapat 2 (dua) indikator kohesi

sosial yang termasuk dalam kategori

baik yaitu indikator pemenuhan

kebutuhan psikologis dan tingkat

penerimaan. Sedangkan beberapa

indikator lainnya seperti indikator

pemenuhan kebutuhan spiritual,

indikator legitimasi, indikator

partisipasi, indikator

pengikutsertaan, dan indikator

kebersamaan termasuk dalam

kategori sedang.

2. Belum terdapat sinergi yang kuat

antara kelembagaan masyarakat

dengan kelompok usaha yang ada

pada sentrabisnis kambing dan

domba di Kampung Ternak Domba

Terpadu Kelurahan Juhut Kabupaten

Pandeglang. Program dan kegiatan

yang dilaksanakan yang hanya

mengikutsertakan sebagian

kelompok saja cenderung

menimbulkan perasaan cemburu

pada kelompok lainnya yang tidak

dilibatkan dalam program dan

kegiatan tersebut. Perlu peningkatan

peran gapoktan melalui pengutan

saba juhut yang menjalankan fungsi

kesekertariatan.

4.2. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan di

atas, dapat direkomendasikan beberapa

hal sebagai berikut:

1. Pemerintah perlu untuk melakukan

evaluasi secara mendasar terkait

dengan keberlanjutan

pengembangan sentra agribisnis

kambing dan domba di Kampung

Ternak Domba Terpadu Juhut

Kabupaten Pandeglang.

2. Melakukan revitalisasi Tim Teknis

Pengembangan Kampung Ternak

Domba Terpadu (SK Bupati

Pandeglang No. 524/Kep. 60-

Huk/2010) sebagai wadah

komunikasi dan koordinasi bagi

setiap instansi yang akan

memberikan program bantuan ke

Kampung Ternak Domba Juhut

Page 74: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

DAFTAR PUSTAKA

Bachri, Alim. 2006. Teori

Pembangunan Dunia Ketiga.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama

Blackburn, Donald J. (ed). 1989.

Foundations and Changing

Practises in Extension. Ontaio :

University of Guelph.

Berger-Schmitt.2000. Social Cohesion

as an Aspect of the Quality of

Scienties : Concept and

Measurement. EuReporting

Working Paper No.14.

Cartwright, Dorwin & Alvin Zender.

1968. Group Dynamics,

Reseach and Theory, New

York, Evanston, and London.

Harper & Row, Publishers

Colleta, Nat J. et.al. 2001. Social

Cohesion and conflict

Prevention in Asia. The World

Bank. Washington DC.

Dharmawan, A. Hadi, 2002.

Pengembangan Komunitas dan

Pedesaan Berkelanjutan,

Jurusan Ilmu-ilmu Sosial

Ekonomi Fakultas Ilmu

Pertanian Institut Pertanian

Bogor.

Galtung, Johan. 1996. Peace by

Peaceful Means : Peace and

Conflict, Development and

Civilization. London. Sage

Haiman, Franklin .1951. Group

Leadership and Gemocratic

Action.Boston : Houghton Mifflin

Company

Hikmat, Neti. 200. Manajemen Sumber

Daya Keluarga. (Makalah)

Disampaikan pada Kegiatan

Pelatihan Keperawatan

Komunitas Dinas Kesehatan

Kota Bandung di Hotel Royal

Corner tanggal 27-29 Mei 2008

Lau, James B., dan A.B. Shani

.1992.Behavior in Organizations:

An Axperiental Approach.

Boston: Irwin.

Mardikanto, Totok.1993. Penyuluhan

Pembangunan Pertanian.

Surakarta: Sebelas Maret

University Press.

Ruben, Brent D. 1988. Communication

and Human Behavior. New York:

Macmillan Publishing Company

Schemerhorn, J.R., Hunt J.G., Osborn

R.N. 1997. Managing

Organizational

Behavior.Canada : John Willey

& Sons, Inc.

Sjafari, Agus. 2014. Kemiskinan dan

Pemberdayaan Kelompok.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Ritzen et.al. 2000. “Good” Politicians

and “Bad” Policies : Social

Cohesion, Institutions and

Growth.World Bank.

Soemodiningrat, G. 1999.

Pemberdayaan Masyarakat &

JPS.PT. Gramedia Pustaka

Utama. Jakarta

Tonny, Fredian. 2002. Pengembangan

Masyarakat.Jurusan Ilmu-ilmu

Sosial. Ekonomi Pertanian.

Fakultas Ilmu Pertanian Institut

Pertanian Bogor.

Whitaker, Dorothy Stock. 1989. Using

Groups to Help People.

London and New York:

Routledge.

Sumber Lain :

European Committee for Social

Cohesion. 2004. Revised

Strategy for Social Cohesion

Page 75: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Undang – Undang Lingkungan Hidup

Nomor 23 Tahun 1997.

Direktorat Pemberdayaan Fakir Miskin

(P2FM) Melalui Bantuan

Langsung Pemberdayaan Sosial

(BLPS) Jakarta. 1997

Page 76: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa
Page 77: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DESA TERTINGGAL

MELALUI PEMANFAATAN IPTEK

Abdul Malik*, Arif Nugroho*, Ahmad Sururi* dan Guntur Fernanto** Universitas Serang Raya

Jalan Raya Cilegon Drangong Serang – Banten

Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten

Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Jl. Raya Palima – Pakupatan, Curug Serang-

Banten

E-Mail : [email protected]

ABSTRACT

This study was designed to map the potential and problems of local resources in

improving the rural economy, an understanding of the technology needs for rural

economic development and rural economic development strategy through

technological approach to poverty alleviation.This research was carried out in August

until October 2015 held in Banten Province namely in pandeglang and lebak

Regency.The method used in this study is a Location Quotient (LQ) to determine

whether there is an area of specialization for certain sectors. By LQ analysis intended

to look at sectors which are the basis of sectors and sectors not base, then continued

into the analysis of SWOT analysis. Results showed that the average index of location

quetion most rural areas each having economic potential seed and if it refers to the

results of the calculation of average Location quetion (LQ) subsector of agriculture at

the top then there are many villages that have criteria for the achievement of the

average calculation LQ is greater than one (1) or LQ> 1. Later in this study have

also been generated operationally recommendation against the use of science and

technology of leading sectors that have been mapped.

Key Words : Economic Empowerment, Rural lagging, Science and Technology

ABSTRAKSI

Penelitian ini didesain untuk dapat memetakan potensi dan permasalahan sumber

daya lokal dalam peningkatan ekonomi desa, pemahaman tentang kebutuhan

teknologi untuk peningkatan perekonomian desa dan menyusun strategi

pengembangan ekonomi desa melalui pendekatan teknologi untuk pengentasan

kemiskinan. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai dengan Bulan

Oktober Tahun 2015 yang dilaksanakan di Provinsi Banten yaitu di kabupaten lebak

dan kabupaten pandeglang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis Location Quotient (LQ) untuk mengetahui ada tidaknya spesialisasi suatu

wilayah untuk sektor-sektor tertentu. Dengan analisis LQ dimaksudkan untuk melihat

sektor yang menjadi sektor basis dan sektor bukan basis, kemudian dilanjutkan analisa

kedalam analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara average indeks

location quetion sebagian wilayah desa masing-masing mempunyai potensi ekonomi

unggulan dan jika mengacu pada hasil perhitungan rata-rata Location Quetion (LQ)

subsektor pertanian di atas maka terdapat sebagian besar desa yang mempunyai

kriteria pencapaian rata-rata perhitungan LQ nya lebih dari 1 (satu) atau LQ > 1.

Kemudian dalam penelitian ini juga telah dihasilkan rekomendasi secara operasional

terhadap pemanfaatan IPTEK dari sektor unggulan yang telah dipetakan.

Kata Kunci : Pemberdayaan Ekonomi, Desa tertinggal, IPTEK

Page 78: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Pendahuluan

Otonomi daerah secara substantif

memberikan keleluasaan (discretionary

power) dari pemerintahan pusat kepada

daerah untuk menyelenggarakan

pemerintahan daerah dalam mewujudkan

perubahan tata kehidupan pemerintahan

daerah yang berimplikasi pada

terciptanya masyarakat madani (civil

society) dengan mengutamakan prinsip-

prinsip good governance dengan berbasis

kepada nilai-nilai demokrasi, keadilan,

transparansi, kejujuran (honesty),

orientasi pada kepentingan publik, dan

tanggung jawab kepada masyarakat

(responsibility to public).

Pemberdayaan masyarakat

merupakan proses untuk memfasilitasi

dan mendorong masyarakat agar mampu

menempatkan diri secara proporsional

dan menjadi pelaku utama dalam

memanfaatkan lingkungan strategisnya

untuk mencapai suatu keberlanjutan

dalam jangka panjang. Pemberdayaan

masyarakat memiliki keterkaitan erat

dengan suistainable development dimana

pemberdayaan masyarakat merupakan

prasyarat utama serta dapat diibaratkan

sebagai gerbong yang akan membawa

masyarakat menuju suatu keberlanjutan

ekonomi, sosial dan ekologi yang

dinamis. (Mardikanto, 2014:92)1

Kemampuan masyarakat yang

minim dalam mengakses sumber-sumber

ekonomi menjadi penyebab terisolasinya

masyarakat dan berdampak pada

rendahnya kualitas hidup dan

kesejahteraan masyarakat perdesaan

secara umum. dengan demikian

diperlukan perencanaan pembangunan

dan formulasi dan strategi kebijakan

pembangunan yang terintegrasi terutama

menyangkut strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

melalui pemanfataan ilmu pengetahuan

dan teknologi. Melalui perencanaan

pembangunan dan formulasi kebijakan

pembangunan yang terintegrasi

diharapkan dapat mengidentifikasi

permasalahan pembangunan yang

dihadapi sehingga dapat dirumuskan

program-program pembangunan

berdasarkan analisis potensi ekonomi

yang dimiliki.

Daerah tertinggal merupakan suatu

kondisi dimana terdapat perbedaan

tingkat perkembangan yang terjadi antara

daerah satu dengan daerah lainya. Sejalan

dengan diundangkannya Peraturan

Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014

Tentang Percepatan Pembangunan

Daerah Tertinggal pada pasal 6 diatur

tentang ketentuan penetapan daerah

tertinggal, pemerintah mengidentifikasi

ada 183 daerah tertinggal di Indonesia

pada masa pembangunan lima tahun

tahap dua (2010-2014). Daerah tertinggal

ini semuanya terbesar di 34 kabupaten

Daerah Otonom Baru. Pada periode

pembangunan lima tahun sebelumnya

yaitu pada tahun 2004-2009, ada 199

daerah tertinggal dan dengan program

RPJMN 2004-2009 sebanyak 50

diantaranya telah keluar dari daftar

daerah tertinggal. Unit terkecil daerah

tertinggal yang digunakan dalam Strategi

Nasional di Indonesia adalah wilayah

administrasi Pemerintahan Kabupaten.

Hal ini sesuai dengan kewenangan

otonomi daerah yang secara penuh

diberikan kepada pemerintah Kabupaten.

Penelitian ini dirancang untuk dapat

memetakan potensi dan permasalahan

sumber daya lokal dalam peningkatan

ekonomi desa, pemahaman tentang

kebutuhan teknologi untuk peningkatan

perekonomian desa dan menyusun

strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan teknologi untuk

pengentasan kemiskinan, maka

Pemerintahan Provinsi Banten melalui

Badan Penelitian dan Pengembangan

(BALITBANGDA) Provinsi Banten

menyusun suatu kajian tentang

pemberdayaan ekonomi masyarakat desa

tertinggal melalui pemanfaatan IPTEK

(Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Page 79: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Metodologi

Kegiatan kajian Pemberdayaan

Ekonomi Masyarakat Desa Tertinggal

Melalui Pemanfaatan IPTEK

dilaksanakan di Provinsi Banten pada

Bulan Agustus sampai dengan Bulan

Oktober Tahun 2015 yaitu di kabupaten

Lebak dan Kabupaten Pandeglang

dengan 4 (empat) lokus penelitian

(Desa/Kelurahan) untuk masing – masing

kabupaten yang merupakan kantong –

kantong kemiskinan yang mewakili

daerah pesisisr dan pegunungan yaitu :

Kabupaten Lebak, terdiri dari

- Kecamatan Malingping, Desa

Pagelaran

- Kecamatan Wanasalam, Desa

Sukatani

- Kecamatan Muncang, Desa Pasir

eurih

- Kecamatan Curugbitung, Desa Candi

Kabupaten Pandeglang, terdiri dari

- Kecamatan Pagelaran, Desa Harapan

Karya

- Kecamatan Mekar Jaya, Desa

Kadujangkung

- Kecamatan Cadasari, Desa Kurung

Dahu

- Kecamatan Mandalawangi, Desa

Ramea

Teknik pengumpulan data yang

dikumpulkan terdiri atas data primer dan

data skunder. Data primer dikumpulkan

pada saat melaksanakan penelitian di

lapangan berupa wawancara, pengamatan

langsung melalui komunikasi yang tidak

secara langsung tentang pokok masalah.

Sedangkan data sekunder data yang

merupakan hasil wawancara terhadap

instansi terkait dalam bentuk publikasi,

laporan, dokumen, dan buku-buku

lainnya yang berkaitan dengan penelitian

ini. Pengumpulan data yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah melalui

wawancara dan observasi.

Metode Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan

beberapa metode analisis yaitu:

Analisis SWOT

Model analisis SWOT yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

yang diperkenalkan oleh Rangkuti9 tahun

1997. Analisis SWOT adalah identifikasi

berbagai faktor secara sistematis

didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (Strenghts)

dan peluang (Opportunities), namun

secara bersamaan dapat meminimalkan

kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats) (Rusdarti, 2010).

Dalam melakukan proses

pengambilan keputusan strategis selalu

berkaitan dengan pengembangan misi,

tujuan, strategi dan kebijaksanaan.

Dengan demikian perencanaan strategi

(strategic planning) harus menganalisis

faktor-faktor strategis yang dimiliki

(kekuatan, kelemahan, peluang dan

ancaman) dalam kondisi yang ada pada

saat ini. Sehingga analisis SWOT juga

dikenal dengan analisis situasi baik

secara internal maupun eksternal.

Page 80: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Analisis Location Quotient (LQ)

Metode analisis Location Quotient

(LQ) merupakan alat analisis untuk

mengetahui ada tidaknya spesialisasi

suatu wilayah untuk sektor (industri)

tertentu. Dengan analisis LQ

dimaksudkan untuk melihat sektor yang

menjadi sektor basis dan sektor bukan

basis, sehingga daerah melihat

keunggulan sektor yangdapat dijual dan

dikembangkan untuk mendorong

perekonomian di daerah atau kabupaten.

Hasil Dan Pembahasan

Hasil Analisis Location Question

Data rekapitulasi di atas

menunjukkan bahwa secara average

indeks location quetion sebagian wilayah

desa masing-masing mempunyai potensi

ekonomi unggulan dan jika mengacu

pada hasil perhitungan rata-rata Location

Quetion (LQ) subsektor pertanian di atas

maka terdapat sebagian besar desa yang

mempunyai kriteria pencapaian rata-rata

perhitungan LQ nya lebih dari 1 (satu)

atau LQ > 1 dan berada pada sektor basis

yaitu

1. Desa Candi Kecamatan Curug Bitung

mempunyai potensi ekonomi

unggulan pada subsektor buah-

buahan.

2. Desa Pasir Eurih Kecamatan

Muncang mempunyai potensi

unggulan di subsektor padi dan

palawija, perkebunan dan

ternak/unggas.

3. Desa Sukatani Kecamatan

Wanasalam mempunyai potensi

unggulan di subsektor padi dan

palawija, sayuran dan sektor buah-

buahan.

4. Desa Pagelaran Kecamatan

Malingping mempunyai potensi

unggulan di subsektor padi dan

palawija dan subsektor sayuran.

Selain komoditi padi dan palawija

dan sayuran, Desa Pagelaran

memiliki komoditas unggulan yang

dapat dikembangkan yaitu home

industri makanan opak yang dikenal

dengan nama “opak pagelaran”.

5. Desa Kurung Dahu Kecamatan

Cadasari mempunyai potensi

unggulan pada subsektor perkebunan,

6. Desa Kadu Jangkung Kecamatan

Mekar Jaya mempunyai potensi

unggulan pada subsektor padi dan

palawija. Selain komoditas padi dan

palawija, Desa Kadu Jangkung

memiliki home industri kerajinan

anyaman dari bahan pandan yang

dikelola secara tradisional oleh

sebagian besar kaum perempuan dan

merupakan warisan turun temurun.

7. Desa Ramea Kecamatan Mandala

Wangi yang mempunyai potensi

unggulan di subsektor padi/palawija

dan perkebunan.

Selain komoditas/subsektor padi dan

palawija dan perkebunan,

pengembangan subsektor

ternak/unggas sudah dilaksanakan di

Desa Ramea pada tahun 2015 dengan

menerapkan sistem peternakan

cluster atau peterrnakan yang

Page 81: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

ditempatkan di satu titik yaitu di

Kampung Turalak sebagai sentra

ternak.

8. Desa Harapan Karya Kecamatan

Pagelaran yang mempunyai potensi

ekonomi unggulan di sektor padi dan

palawija.

Kriteria indeks LQ > 1 adalah

kriteria yang menggambarkan

identifikasi potensi ekonomi unggulan

yang terdapat di suatu wilayah sekaligus

menjelaskan bahwa sektor-sektor

tersebut merupakan sektor basis atau

menjadi sumber pertumbuhan,

keunggulan komparatif dan hasilnya

tidak saja dapat memenuhi kebutuhan di

wilayah bersangkutan akan tetapi juga

dapat diekspor ke luar wilayah.

Hasil Analisis SWOT

Pemberdayaan ekonomi masyarakat

desa tertinggal melalui pemanfaatan

Iptek merupakan salah satu upaya dalam

memanfaatkan peluang dan tantangan

dalam mendorong dan menumbuhkan

ekonomi masyarakat. Potensi yang

dimiliki oleh Kabupaten Lebak dan

Kabupaten Pandeglang cukup beragam

akan tetapi masih terbatas dalam

pengelolaannya dikarenakan masih

terbatasnya aksebilitas masyarakat dalam

memanfaatkan sumber daya ekonomi,

minimnya infrastruktur pendukung,

minimnya pengetahuan manajeman

usaha, terbatasnya bimbingan dan

pelatihan bagi masyarakat, pola orientasi

masyarakat yang masih minim dalam

pemenuhan kebutuhan sehari-hari dan

minimnya pemanfaatan aspek ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Dan berikut ini akan diuraikan

analisis masing-masing desa berdasarkan

analisa SWOT.

Desa Candi Kecamatan Curug Bitung

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Desa Pasir Eurih Kecamatan Muncang

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Page 82: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Desa Sukatani Kecamatan Wanasalam

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Desa Pagelaran Kecamatan Malingping

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Desa Kurung Dahu Kecamatan Cadasari

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Desa Kadu Jangkung Kecamatan

Mekar Jaya

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Page 83: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Desa Ramea Kecamatan Mandalawangi

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Desa Harapan Karya Kecamatan

Pagelaran

Perumusan strategi pemberdayaan

ekonomi masyarakat desa tertinggal

dilakukan dengan menggunakan analisis

SWOT dengan berdasarkan pada faktor-

faktor lingkungan strategis, hasil

generating dari matriks SWOT diuraikan

pada tabel berikut ini :

Kesimpulan Dan Saran

Setelah melakukan serangkaian

analisis dengan berbagai pendekatan,

dapat ditarik kesimpulan dari penelitian

ini berdasarkan potensi ekonomi lokal,

permasalahan sumber daya lokal dan

strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi yaitu sebagai berikut :

Desa Candi Kecamatan Curug Bitung

1. Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal yang dimiliki

adalah sektor pertanian dimana

hampir sebagian besar kepala keluarga

di Desa Candi bermata pencaharian

sebagai petani dengan didukung oleh

7 (tujuh) kelompok tani, keunggulan

sumber daya manusia yang dimiliki

terutama usia produktif dan

perkebunan serta sektor ladang.

Potensi ekonomi unggulan adalah

sektor buah-buahan manggis, yang

artinya sektor buah-buahan

merupakan sektor basis yaitu sektor

yang mempunyai nilai potensi

ekonomi tinggi, dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat secara mandiri

dan dapat diekspor ke luar wilayah

desa.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Sedangkan permasalahan sumber daya

lokal Desa Candi Kecamatan Curug

Bitung adalah masih tradisionalnya

pengelolaan pertanian dan

perkebunan, masih terbatasnya

pasokan sumber air irigasi untuk lahan

pertanian dan masih terbatasnya akses

pemasaran hasil-hasil pertanian dan

perkebunan disebabkan karena akses

jalan rusak dan jarak tempuh yang

cukup jauh.

Page 84: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Kebutuhan dan pemanfaatan teknologi

yang diperlukan seuai dengan potensi

unggulan buah-buahan adalah

pengolahan minuman sari buah

manggis segar dan kulit manggis

(mesin ekstra buah dengan dimensi 34

x 27 x 36 cm, kapasitas 80–100

kg/jam, daya 370 Watt, berat 12 kg,

kecepatan 200 rpm), alat pengolahan

kulit buah manggis kering dan tepung

kulit buah manggis (oven Pengering

spesifikasi dimensi tergantung, tipe

material rangka siku, sthal besi

material, body luar plat besi atau

stainless steel, material body dalam

plat besi atau stainless steel, material

rak screen atau plat besi atau stainless

steel, pemanas LPG, sistem

pemanasan sirkulasi tanduk rusa,

thermokontrol otomatis blower) & alat

pengolahan sirup manggis (spesifikasi

dimensi : 1000 x 1000 x 1300 mm,

rangka : besi kanal/UNP tabung :

stenliss foodgrade, pemanas : LPG

kapasitas : 200 liter), pengemas

produk, selain alat–alat tersebut

diperlukan pula tutorial singkat &

modul tentang cara pengolah dan

penggunaan alat.

Desa Pasir Eurih Kecamatan Muncang

1. Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal yang dimiliki

adalah sumber daya alam, hasil

pertanian, populasi peternakan dan

hasil perkebunan ladang. Hasil

pertanian Desa Pasir Eurih adalah padi

dan palawija sedangkan hasil

perkebunan buah-buahan yang

dihasilkan adalah rambutan dan

nangka, selain itu sektor ternak dan

unggas di Desa Pasir Eurih dapat

menjadi alternatif unggulan yaitu

kambing/domba dan itik/bebek.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Permasalahan sumber daya lokal di

Desa Pasir Eurih adalah masih

tradisionilnya pengelolaan sektor-

sektor pertanian dan perkebunan,

terbatasnya akses pemasaran hasil

pertanian dan perkebunan serta belum

adanya pemanfaatan Iptek.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Strategi pengembangan ekonomi yang

dapat dilakukan adalah kebijakan

mekanisasi perkebunan melalui

dukungan kebijakan pemerintah dalam

menyediakan kebutuhan teknologi dan

akses pemasaran. Desa Pasir Eurih

Kecamatan Muncang memiliki potensi

unggulan di beberapa subsektor

seperti padi dan palawija, buah-

buahan, ternak/unggas dan

perkebunan (kopi, kelapa, cengkeh

dan aren), dimana perlu dilakukannya

suatu inovasi guna peningkatan faedah

dan nilai ekonominya sbb.

a. Untuk sub sektor unggulan kopi,

diperlukan alat–alat produksi skala

kecil/ industri rumah tangga seperti

mesin pengupas kulit basah, mini

dryer stainless stell, Mesin

Penggongseng, Mesin 36 Grain

Moisture Meter, Penyangrai

(China), & alat pengemas serta

diberikan tutorial serta modul

terkait teknologi produksi,

pemanfaatan produk & startegi

pemasaran.

b. Untuk sub sektor unggulan kelapa,

diperlukan alat–alat produksi skala

kecil/industri rumah tangga seperti

alat pembuatan tepung kelapa

(pengeringan/artificial drying), alat

pembuatan karbon aktif, alat

pembuatan gula kelapa, serta

tutorial dan modul terkait teknologi

produksi, pemanfaatan produk,

startegi pemasaran.

Page 85: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

c. Untuk sub sektor unggulan

cengkeh, memberikan alat–alat

produksi skala kecil/ industri

rumah tangga seperti alat untuk

memproduksi minyak atsiri/minyak

cengkeh, yaitu home essential oil

distiller, alat pemisah minyak

asiri/atsiri (oil separator), alat

keselamatan/sabuk pengaman

untuk pemanenan cengkeh, serta

tutorial dan modul pengoperasian,

inovasi, pemanfaatan produk.

d. Untuk sub sektor unggulan aren

dengan alat pegolahan gula aren

seperti (1 mesin katalisator gula

semut dengan spesifikasi Pengaduk

kayu model garpu, kontak produk

stenliss, kerangka besi siku,

Penggerak Eletro Motor 3/4 atau 1

Hp 220V/motor Bensin 5,5 HP,

Dimensi 800x600x800mm 2 Oven

pengering gula semut dengan

spesifikasi kontak produk stenliss,

Platezzer, Kerangka besi siku,

pemanas gas, Dimensi

800x600x800mm) serta tutorial dan

modul pengoperasian, pemanfaatan

produk & startegi pemasaran.

Desa Sukatani Kecamatan Wanasalam

1. Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal yang dimiliki

adalah sumber daya alam, hasil

pertanian (padi dan palawija),

peternakan dan perkebunan buah-

buahan. Ketiga sektor tersebut dapat

menjadi sumber pertumbuhan dan

penggerak perekonomian desa.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Permasalahan sumber daya lokal

adalah masih tradisionilnya

pengelolaan sektor-sektor pertanian

dan perkebunan, terbatasnya akses

pemasaran hasil pertanian, peternakan

dan perkebunan.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Desa Sukatani Kecamatan Wanasalam

memiliki potensi unggulan di

beberapa subsektor pertanian padi dan

palawija, buah-buahan, ternak dan

unggas dimana perlu dilakukannya

suatu inovasi dalam peningkatan

faedah dan nilai ekonomi yaitu dengan

bantuan bibit unggul, tutorial terkait

peningkatan kuantitas panen serta

alat–alat pertanian moderen seperti

traktor (menggunakan mesin

penggerak dengan tenaga 6.5 HP, bodi

terbuat dari besi cor, dilengkapi

dengan kopling belok), mesin

pengairan sawah (Pompa

Pertanian/Irigasi CC40WP-LPG ) ,

pupuk, pembasmi hama.

Desa Pagelaran Kecamatan Malingping

1. Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal yang dimiliki

adalah sumber daya alam, hasil

pertanian (jagung dan kacang tanah).

Selain itu Desa Pagelaran memiliki

sumber daya lokal unggulan yaitu

home industri dengan produksi

makanan opak atau dikenal dengan

sebutan “opak pagelaran” yang

dikelola secara tradisional oleh

masyarakat setempat, komoditi

tersebut dapat menjadi sumber

pertumbuhan dan penggerak

perekonomian desa.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Permasalahan sumber daya lokal

adalah masih tradisionilnya

pengelolaan sektor-sektor pertanian

dan terbatasnya akses pemasaran

sumber daya ekonomi lokal.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Desa Pagelaran memiliki potensi

unggulan di sektor pertanian padi dan

palawija (Jagung & kacang tanah),

industri makanan opak, dan perlu

adanya suatu inovasi guna

peningkatan faedah dan nilai ekonomi

Page 86: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

yaitu dengan bantuan bibit unggul

padi, jagung & kacang tanah, tutorial

terkait peningkatan kuantitas panen

serta alat–alat pertanian moderen

seperti traktor (menggunakan mesin

penggerak dengan tenaga 6.5 HP, bodi

terbuat dari besi cor , dilengkapi

dengan kopling belok), mesin

pengairan sawah (Pompa

Pertanian/Irigasi CC40WP-LPG ),

pupuk, pembasmi hama.

Untuk industri makanan cemilan opak

diperlukan tutorial terkait inovasi

produk opak, alat pengolahan opak

secara moderen dan higienis,

kemasan, serta modul, tutorial

penggunaan alat.

Khusus untuk sentra produksi

makanan opak yang dikelola secara

tradisional oleh masyarakat diperlukan

adanya studi banding ke daerah lain

yang telah berhasil pengelolaan sentra

produksi makanan opak seperti

kecamatan Kajoran Kabupaten

Magelang.

Desa Kurungdahu Kecamatan Cadasari

1. Potensi Ekonomi lokal

Potensi ekonomi di Desa Kurung

Dahu Kecamatan Cadasari adalah

perkebunan cengkeh, hampir sebagian

besar masyarakat desa mempunyai

tanaman cengkeh dan menjadikan

cengkeh sebagai komoditi unggulan

masyarakat.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal.

Permasalahan sumber daya lokal

adalah masih tradisionilnya

pengelolaan komoditi cengkeh dan

sektor-sektor lainnya seperti pertanian

serta terbatasnya akses pemasaran

sumber daya ekonomi lokal.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi.

Strategi pengembangan ekonomi yang

dapat dilakukan adalah kebijakan

inovasi dalam meningkatkan faedah

dan nilai ekonominya yaitu dengan

memberikan alat – alat produksi skala

kecil/industri rumah tangga seperti

alat untuk memproduksi minyak

atsiri/minyak cengkeh, yaitu home

essential oil distiller, alat pemisah

minyak asiri/atsiri (oil separator), alat

keselamatan/sabuk pengaman untuk

pemanenan cengkeh, serta tutorial

dan modul pengoperasian, inovasi,

pemanfaatan produk.

Desa Kadujangkung Kecamatan Mekar

Jaya

1. Potensi Ekonomi lokal

Potensi ekonomi lokal di Desa Kadu

Jangkung adalah industri kerajinan

anyaman tas, tikar dan sapu dari bahan

pandan selain sektor pertanian padi

palawija dan komoditi kelapa sebagai

komoditi unggulan.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Permasalahan sumber daya lokal

adalah masih tradisionilnya

pengelolaan industri kerajinan

anyaman, terbatasnya akses

pemasaran dan pasokan sumber air

untuk lahan pertanian karena masih

memanfaatkan sumber air hujan.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Strategi pengembangan ekonomi yang

dapat dilakukan adalah perlu adanya

suatu inovasi guna peningkatan faedah

dan nilai ekonominya. Untuk sektor

unggulan kelapa, diperlukan alat–alat

produksi skala kecil/industri rumah

tangga seperti alat pembuatan tepung

kelapa (pengeringan/artificial drying),

alat pembuatan karbon aktif, alat

pembuatan gula kelapa ( mesin

katalisator gula semut, oven pengering

gula semut), serta tutorial dan modul

terkait teknologi produksi &

pemanfaatan produk.

Untuk sektor pertanian padi dan

palawija yaitu dengan bantuan bibit

Page 87: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

unggul padi, tutorial terkait

peningkatan kuantitas panen serta

alat–alat pertanian moderen seperti

traktor (menggunakan mesin

penggerak dengan tenaga 6.5 HP, bodi

terbuat dari besi cor , dilengkapi

dengan kopling belok), mesin

pengairan sawah ( Pompa

Pertanian/Irigasi CC40WP-LPG ),

pupuk, pembasmi hama. Untuk

kerajinan anyaman bahan pandan,

diperlukan tutorial kepada kelompok

home industri kaum perempuan

tentang inovasi produk kerajinan

anyaman dari bahan dasar serat

pandan, media promosi terkait

perluasan akses pemasaran, pelatiahan

terkait manajemen pelembagaan

pengelolaan hasil produksi kerajinan

anyaman pandan (penguatan

manajemen perkoperasian) dan studi

banding ke daerah lain yang telah

berhasi dalam pengelolaan sentra

kerajinan anyaman seperti sentra

kerajinan anyaman Raponglah di

Tasikmalaya.

Desa Ramea Kecamatan Mandalawangi

1. Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal Desa Ramea

adalah sektor pertanian padi palawija,

cengkeh dan melinjo. Selain itu di

Desa Rame dikembangkan sentra

produksi peternakan dengan sistem

cluster yang terletak di Kampung

Turalak dan sentra produksi gula aren.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Permasalahan sumber daya lokal

adalah pengelolaan hasil pertanian dan

perkebunan yang masih tradisional,

akses pemasaran yang terbatas

disebabkan akses jalan yang rusak dan

jarak tempuh yang cukup jauh.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Strategi pengembangan ekonomi desa

yang dapat dilakukan adalah

kebijakan inovasi guna peningkatan

faedah dan nilai ekonominya. Untuk

komoditi melinjo yaitu dengan

memberikan alat–alat produksi skala

kecil/ industri rumah tangga seperti

alat untuk pengupas kulit melinjo

basah, mini dryer stainless stell, mesin

penggongseng, mesin pengupas

melinjo kering, 36 grain moisture

meter, penyangrai (china), serta alat

penggepeng dalam pembuatan emping

melinjo, krupuk melinjo, plastik

kemasan, serta tutorial, modul

pengoperasian, inovasi rasa produk

melinjo & Strategi pemasaran. Untuk

komoditi unggulan cengkeh,

diperlukan alat–alat produksi skala

kecil/industri rumah tangga seperti

alat untuk memproduksi minyak

atsiri/minyak cengkeh, yaitu mesin

destilasi, alat keselamatan/sabuk

pengaman untuk pemanenan cengkeh,

serta tutorial dan modul

pengoperasian, pemanfaatan produk &

startegi Pemasaran. Untuk sektor padi

dengan bibit unggul padi, tutorial

terkait peningkatan kuantitas panen

serta alat–alat pertanian modern

seperti traktor, mesin pengairan

sawah, pupuk, pembasmi hama &

modul, tutorial terkait pengelolaan

pertanian padi. Untuk peternakan

domba yaitu dengan memberikan

bantuan alat cukur bulu domba

manual, alat suntik otomatis metal,

alat cekok otomatis, alat tes amonika

kandang serta tutorial dan modul

pengoperasian, pemanfaatan produk &

startegi Pemasaran. Untuk sektor gula

aren dengan alat pegolahan gula aren

seperti ( 1 mesin katalisator gula

semut dengan spesifikasi Pengaduk

kayu model garpu, kontak produk

stenliss, Kerangka besi siku,

Penggerak Eletro Motor 3/4 atau 1

Hp 220V / Motor Bensin 5,5 HP,

Dimensi 800x600x800mm. 2.Oven

pengering gula semut dengan

Page 88: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

spesifikasi kontak produk stenliss,

Platezzer, Kerangka besi siku,

pemanas gas, Dimensi

800x600x800mm) serta tutorial dan

modul pengoperasian, pemanfaatan

produk & startegi Pemasaran

Desa Harapan Karya Kecamatan

Pagelaran

1. Potensi Ekonomi Lokal

Potensi ekonomi lokal Desa Harapan

Karya adalah padi dan palawija (padi

sawah, ubi kayu dan kacang tanah)

sebagai komoditi unggulan desa.

2. Permasalahan Sumber Daya Lokal

Permasalahan sumber daya lokal

adalah pengelolaan hasil pertanian

padi dan palawija yang masih

tradisional, akses pemasaran yang

terbatas disebabkan akses jalan yang

rusak dan jarak tempuh yang cukup

jauh.

3. Strategi pengembangan ekonomi desa

melalui pendekatan dan pemanfaatan

teknologi

Strategi pengembangan ekonomi Desa

Harapan Karya yang memiliki potensi

unggulan di sektor pertanian padi dan

palawija (ubi kayu & kacang tanah)

adalah strategi dan kebijakan inovasi

guna peningkatan faedah dan nilai

ekonominya, yaitu dengan

memberikan alat–alat produksi skala

kecil/industri rumah tangga seperti

alat-alat pembuatan tepung ubi kayu

(mesin penggilingan & mesin

pemanas/oven), alat pengolahan

produk kacang tanah (oven, alat

pengupas kulit). Untuk sektor padi

dengan bibit unggul padi, tutorial

terkait peningkatan kuantitas panen

serta alat–alat pertanian modern

seperti traktor (menggunakan mesin

penggerak dengan tenaga 6.5 HP, bodi

terbuat dari besi cor , dilengkapi

dengan kopling belok), mesin

pengairan sawah (Pompa

Pertanian/Irigasi CC40WP-LPG ),

pupuk, pembasmi hama & modul,

tutorial terkait pengelolaan pertanian

padi, pemanfaatan produk,

penggunaan alat dan strategi

pemasaran.

Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian yang telah

diuraikan sebelumnya, maka kami

merekomendasikan sebagai berikut :

1. Keputusan strategis yang dapat

segera dilaksanakan sesuai dengan

analisis Location Quetion dan metode

analisis SWOT adalah strategi dan

rekomendasi kebijakan program

pengembangan yang dapat diinisiasi

oleh Pemerintah Daerah Provinsi

Banten dan dinas-dinas terkait,

pemerintah kabupaten, pemerintah

kecamatan dan pemerintah desa

dalam hal peningkatan dan

pemberdayaan ekonomi masyarakat

adalah penyediaan kebutuhan Iptek

dalam mewujudkan ketahanan

ekonomi, ketahanan pangan

masyarakat dan kesejahteraan

masyarakat.

2. Kebijakan dan rekomendasi strategis

sebagai aspek pendukung dalam

pemberdayaan ekonomi masyarakat

desa adalah pembangunan

infrastruktur jalan lingkungan dan

poros desa di setiap desa dan

kecamatan yang menjadi locus kajian

untuk mendorong produktivitas dan

akses pemasaran transportasi dari

lokasi produksi ke pasar atau luar

wilayah desa/kecamatan.

3. Pemerintah Provinsi Banten bersama

stakeholder lainnya berupaya

mengintegrasikan konsep

pemberdayaan ekonomi masyarakat

desa dan program-program

pembangunan sebagai bagian dari

strategi pembangunan pemerintahan

provinsi Banten dalam jangka

pendek, jangka menengah maupun

jangka panjang.

Page 89: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Banten...Ternak Domba Terpadu Juhut Pandeglang Agus Sjafari, Listyaningsih dan O.Oktaviana 3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Desa

Daftar Pustaka 1 Mardikanto T dan Soebiato P, 2013,

Pemberdayaan Masyarakat. Bandung,

Alfabeta 2

Theresia, Aprillia, at al, 214,

Pembangunan Berbasis Masyarakat

Bandung, Alfabeta 3

Michael, Todaro, 1977, Pembangunan

ekonomi di dunia Ketiga, Jakarta

Erlangga 4

Siagian, Sondang P, 1994,

Administrasi Pembangunan, Jakarta,

Gunung Agung 5

Ginanjar Kartasasmita, Ginanjar,

1997, Administrasi Pembangunan.

Jakarta, LP3ES 6

Wibowo R. 2011. Pendekatan

partisipatif masyarakat terhadap

implementasi Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Mandiri. 7

Ife J, Tesoriero F. 2008. Alternatif

pengembangan masyarakat di era

globalisasi community development.

Yogyakarta [ID]:Pustaka Pelajar 8

Sumaryadi, I Nyoman, 2005,

Perencanaan Pembangunan Daerah

Otonom dan Pemberdayaan

Masyarakat, Jakarta: Penerbit Citra

Utama 9

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT

Teknik Membedah Kasus Bisnis:

Reoriantasi Konsep Perencanaan

Strategis Untuk Menghadapi Abad 21.

Cetakan Keduabelas. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama