bab_1_phc_ernita

9
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan. Penduduk yang besar dan berkualitas merupakan investasi yang berharga bagi suatu negara dengan produktifitasnya yang tinggi. Namun sebaliknya penduduk yang besar namun tidak berkualitas hanya akan menjadi beban negara, karena produktifitas ditentukan oleh pendidikan, status kesehatan/gizi dan penghasilan. Pendidikan rendah tanpa keterampilan tertentu menghasilkan pendapatan yang rendah, pendapatan rendah mengurangi akses untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan status kesehatan sumber daya manusia (SDM) yang rendah dan produktifitas rendah. Jumlah penduduk yang besar dalam suatu negara mengakibatkan kepadatan penduduk yang tinggi, proporsi penduduk muda tinggi dan meningkatnya permintaan pemenuhan hakhak dasar. Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 menunjukkan, penduduk Indonesia

Upload: diah-pradnyaningrum-alposdpvep

Post on 14-Sep-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPenduduk merupakan modal dasar dalam pembangunan. Penduduk yang besardan berkualitas merupakan investasi yang berharga bagi suatu negara denganproduktifitasnya yang tinggi. Namun sebaliknya penduduk yang besar namun tidakberkualitas hanya akan menjadi beban negara, karena produktifitas ditentukan olehpendidikan, status kesehatan/gizi dan penghasilan. Pendidikan rendah tanpa keterampilantertentu menghasilkan pendapatan yang rendah, pendapatan rendah mengurangi aksesuntuk memenuhi kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan statuskesehatan sumber daya manusia (SDM) yang rendah dan produktifitas rendah. Jumlahpenduduk yang besar dalam suatu negara mengakibatkan kepadatan penduduk yangtinggi, proporsi penduduk muda tinggi dan meningkatnya permintaan pemenuhan hakhakdasar.Hasil Sensus Penduduk tahun 2000 menunjukkan, penduduk Indonesiaberjumlah 205,1 juta jiwa. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 meningkat menjadi 237,6jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 melebihiProyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025, yaitu 234,1 juta jiwa. Program KB merupakansalah satu upaya untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Apabila program KeluargaBerencana (KB) tidak ditangani dengan serius maka laju pertumbuhan pendudukIndonesia akan jauh lebih besar lagi. Pembangunan kependudukan yang didukung olehprogram Keluarga Berencana telah berhasil menurunkan angka kelahiran total (TotalFertility Rate/TFR) dari 2,4 (Adjusted TFR SDKI 2002-2003) menjadi 2,3 anakperwanita (Adjusted TFR SDKI, 2007).Jumlah penduduk yang besar dalam suatu negara mempunyai dampak terhadappembangunan negara tersebut antara lain dalam hal kesejahteraan penduduknya. BadanKependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah salah satu institusiyang bertanggung jawab dalam hal pengendalian jumlah penduduk di Indonesia. Dalamhal ini BKKBN tidak hanya bertanggung jawab untuk menurunkan angka kelahiran(TFR), tetapi juga bertanggung jawab untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,dalam hal ini adalah keluarga.Dalam upaya meningkatkan kesejahteran keluarga sebagai unit terkecil dalampembangunan banyak hal yang telah dilakukan oleh pemerintah, salah satunya adalahdengan cara meningkatkan potensi keluarga. Pemberdayaan keluarga di bidang ekonomimerupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk dapat meningkatkan potensikeluarga dalam hal kesejahteraan. Pemberdayaan keluarga di bidang ekonomi berartimemberikan kesempatan kepada keluarga untuk dapat meningkatkan kemampuan danketerampilan untuk dapat memanfaatkan peluang kerja yang ada.BKKBN sebagai institusi pemerintah yang secara terus menerus memperjuangkanpemberdayaan ekonomi keluarga. Di dalam RPJMN tahun 2004-2009 menyebutkanantara lain perlu adanya peningkatan pendapatan keluarga khususnya bagi Keluarga PraSejahtera (KPS) dan Keluarga Sejahtera I (KS I) lebih memantapkan BKKBN untukmelaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga terutama untuk keluarga tidakmampu. Dalam melaksanakan Program Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, BKKBNmengembangkan program yaitu Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera(UPPKS) dibentuk pada tahun 1994. Cikal bakal UPPKS sebenarnya sudah ada sejaktahun 1979 dengan nama UPPKA (Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor).Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor tumbuh dan dikembangkan melaluipendekatan kelompok dengan penyediaan bantuan modal usaha bagi kelompok-kelompokakseptor KB dari berbagai sumber dana, antara lain dari APBN, badan donorinternasional, dan juga mengalir dana dari pihak BUMN dan swasta. Kegiatan yang lebihdikenal dengan nama Income Generating atau kegiatan Peningkatan PendapatanKeluarga Akseptor (UPPKA) secara umum bertujuan mengembangkan potensi pesertaKB untuk memantapkan diri dan keluarganya agar mampu hidup mandiri dalam rangkamempercepat proses pelembagaan dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil yangBahagia dan Sejahtera (NKKBS).Dalam rangka meningkatkan cakupan yaitu tidak hanya akseptor saja yangmenjadi anggota, maka UPPKA diubah namanya menjadi UPPKS antara lain denganmelibatkan Pasangan Usia Subur (PUS) yang belum ber KB, Keluarga Pra Sejahtera,Keluarga Sejahtera I dan keluarga lain yang peduli menjadi anggota kelompok UPPKS.Kesungguhan kelompok dalam mengelola usaha ekonomi menumbuhkan keyakinan dankepeduliaan pemerintah, sehingga sejumlah pengusaha swasta dan BUMN memberikan dukungan dalam bentuk modal usaha dengan bunga yang ringan yang dikelola olehYayasan Dana Sejahtera Mandiri (YDSM). Selanjutnya YDSM bersama-sama Bank BNIyang dibantu PT Pos Indonesia serta Bank BRI mengembangkan skim kredit Takesra-Kukesra, Kredit Pengembangan Komitmen Usaha (KPKU) dan Kredit PenerapanTeknologi Tepat Guna (KPTTG). Kerjasama tersebut berakhir pada bulan Januari tahun2003 dengan penarikan semua modal yang beredar sehingga banyak kelompok yangterlantar dan drop out.Untuk menghimpun potensi kelompok UPPKS dan sekaligus mengembangkanwadah yang memperjuangkan aspirasi praktisi pelaku usaha mikro, maka dibentukAsosiasi Kelompok UPPKS (AKU). Dengan adanya kesulitan pendanaan pemerintahdalam beberapa tahun terakhir, beberapa program penyediaan bantuan modal usahasebelumnya mengalami hambatan. Namun kini telah diupayakan kembali pemberianbantuan pinjaman modal usaha/ Alat Teknologi Tepat Guna (ATTG) dengan sistimbergulir kepada Kelompok UPPKS yang memenuhi kriteria untuk mendapat pinjamandana bergulir tersebut. Dalam melaksanakan kegiatan pemberdayaan ekonomi keluargaBKKBN telah diperkuat dengan adanya pemberian bantuan modal usaha dalam bentukuang tunai atau ATTG kepada kelompok UPPKS. Bantuan tersebut diharapkan dapatmenunjang pengembangan usaha sehingga pendapatan dan kesejahteraan keluargaanggota-anggota yang tergabung dalam kelompok UPPKS dapat ditingkatkan (BKKBN,2008).Berdasarkan data BKKBN Pusat cq. Direktorat Pemberdayaan Ekonomi Keluarga(DitPemKon) saat ini jumlah seluruh anggota UPPKS secara nasional ada 1.210.941anggota, dengan jumlah kelompok 84.660. Kesertaan ber KB anggota kelompok UPPKSdata terakhir menunjukkan untuk KPS 374.941 (91%), KS I 372.532 (89%), KS II150.670 (89%), dan KS III ke atas 59.576 (89%).Saat ini dengan diberlakukannya otonomi daerah, kegiatan pemberdayaanekonomi keluarga banyak menghadapi kendala. Selain kurangnya komitmen daripemerintah daerah, jumlah pengelola program di kabupaten/ kota, kecamatan dankelurahan/desa yang dapat melakukan pembinaan langsung juga sangat sedikit. Banyakusaha ekonomi yang macet, dan kelompok menjadi tidak aktif sehingga membubarkandiri. Kebijakan yang ada tersebut secara tidak langsung mempengaruhi kesertaan ber KB.

anggota UPPKS. Berdasarkan RPJMN Program Kependudukan dan KB Nasional tahun2010, keluarga yang pernah menjadi anggota UPPKS dan masih aktif menjadi anggotaUPPKS 49 persen, sedangkan keluarga Pra-S yang pernah menjadi anggota UPPKS dansaat survei masih aktif 45 persen. Sementara itu dari KS I yang pernah menjadi anggotaUPPKS sebanyak 47 persen mengaku saat ini masih aktif sebagai anggota UPPKS.Keluarga yang masih aktif sebagai anggota UPPKS menurut provinsi sebagaiberikut: Provinsi DI Yogyakarta (78 persen), Bali (68 persen), dan Sulawesi Tengah (64persen). Untuk Provinsi Lampung, DKI Jakarta, Jambi dan Jawa Tengah persentasenyaantara 56 hingga 57 persen (RPJMN, 2010).Sasaran kinerja program telah menetapkan indikator kinerja, yaitu persentase PUSanggota kelompok UPPKS menjadi peserta KB mandiri. Dari 1.267 PUS aktif sebagaianggota UPPKS, sebanyak 79 persen PUS yang aktif sebagai anggota UPPKS adalahpeserta KB, dan 21 persen bukan peserta KB.1.2. Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang tersebut maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai faktor-faktorapa saja yang mempengaruhi kesertaan ber KB pada anggota kelompok UPPKS.1.3. TujuanSecara umum analisis ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang didugamempengaruhi kesertaan ber KB pada anggota kelompok UPPKS.Secara khusus analisis ini bertujuan untuk mengetahui:1. Karakteristik anggota kelompok UPPKS2. Kesertaan ber-KB anggota kelompok UPPKS.3. Faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap kesertaan ber-KB anggota kelompokUPPKS.1.4. Hasil Yang DiharapkanHasil analisis ini diharapkan dapat menjadi masukan dan acuan bagi penentu kebijakandalam penggarapan program UPPKS.