bab vii - xii

52
BAB VII HIPOTESIS KORELATIF Pada tabel uji hipotesis, terdapat enam uji hipotesis korelatif yang akan anda pelajari. Anda dapat memilih uji hipotesis korelatif yang tepat dengan berpedoman pada tabel sebagai berikut. Tabel 7.2 Pemilihan hipotesis korelatif Variabel 1 Variabel 2 Uji Korelasi Nominal Nominal Ordinal Ordinal Numerik Nominal Ordinal Ordinal Numerik Numerik Koefisien kontingensi, Lambda Koefisien kontingensi, Lambda Spearman, Gamma, Somers’d Spearman Pearson Dalam benak Anda, mungkin timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut. 1. Apa persamaan dan perbedaan uji korelasi koefisien kontingensi dengan Lambda? Persamaan:variabelnyaadalah varoiabel nominal, Kedua uji tersebut digunakan untuk menguji korelasi dua variabel di mana salah satu variabelnya adalah variabel nominal. Perbedaan:

Upload: deeoo

Post on 30-Jun-2015

2.596 views

Category:

Documents


39 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB VII - XII

BAB VII

HIPOTESIS KORELATIF

Pada tabel uji hipotesis, terdapat enam uji hipotesis korelatif yang akan anda pelajari.

Anda dapat memilih uji hipotesis korelatif yang tepat dengan berpedoman pada tabel sebagai

berikut.

Tabel 7.2 Pemilihan hipotesis korelatif

Variabel 1 Variabel 2 Uji Korelasi

Nominal

Nominal

Ordinal

Ordinal

Numerik

Nominal

Ordinal

Ordinal

Numerik

Numerik

Koefisien kontingensi, Lambda

Koefisien kontingensi, Lambda

Spearman, Gamma, Somers’d

Spearman

Pearson

Dalam benak Anda, mungkin timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut.

1. Apa persamaan dan perbedaan uji korelasi koefisien kontingensi dengan Lambda?

Persamaan:variabelnyaadalah varoiabel nominal,

Kedua uji tersebut digunakan untuk menguji korelasi dua variabel di mana salah satu

variabelnya adalah variabel nominal.

Perbedaan:

Uji korelasi koefisien kontingensi digunakan untuk menguji korelasi antara dua variabel yang

setara sedangkan uji korelasi Lambda untuk dua variabel yang tidak setara.(laki-laki dan

perempuan)

2. Apa persamaan dan perbedaan uji korelasi Spearman dengan uji Korelasi Gamma dan

Somers’d

Persamaan:

Keduanya digunakan untuk uji korelasi antara variabel ordinal dengan ordinal.

Perbedaan:

Uji Spearman digunakan juga untuk uji korelasi antara variabel numerik dengan ordinal.

Page 2: BAB VII - XII

Uji Spearman digunakan juga sebagai alternatif uji Pearson, jika syarat uji Pearson tidak

terpenuhi.

Uji korelasi Gamma dan Somers’d digunakan untuk uji korelasi variabel ordinal dengan

ordinal di mana kategori variabel ordinal tersebut “sedikit” sehingga dapat dibuat suatu

tabel silang B x K.

Apa perbedaan uji korelasi Gamma dan Somers’d?

Uji korelasi Gamma digunakan untuk menguji korelasi antara dua variabel yang setara

sedangkan uji korelasi Somers’d untuk dua variabel yang tidak setara.

3. Bagaimana interpretasi hasil uji korelasi?

Interpretasi hasil uji korelasi didasarkan pada nilai p, kekuatan korelasi, serta arah

korelasinya. Panduan lengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7.3 Panduan Interpretasi hasil uji hipotesis berdsarkan

Kekuatan korelasi, nilai p, dan arah korelasi

No. Parameter Nilai Interpretasi

1. Kekuatan 0,00 – 0,199 Sangat lemah

Korelasi (r) 0,20 – 0,399 Lemah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

0,80 – 1,000 Sangat kuat

2. Nilai p P < 0,05 Terdapat korelasi

yang bermakna

antara dua variabel

yang diuji

P > 0,05 Tidak terdapat

Page 3: BAB VII - XII

korelasi yang

bermakna antara dua

variabel yang diuji

3. Arah korelasi + (positif) Searah, semakin

besar nilai satu

variabel semakin

besar pula nilai

variabel lainnya

- (negatif) Berlawanan arah.

Semakin besar nilai

satu variabel,

semakin kecil nilai

variable lainnya

LATIHAN 1

UJI KORELASI PEARSON

(HIPOTESIS KORELATIF NUMERIK DISTRIBUSI NORMAL)

Kasus :

Anda ingin mengetahui korelasi antar skor depresi dengan skor ansietas. Dirumuskan

pertanyaan sebagai berikut : “Adakah korelasi antara skor depresi dengan skor ansietas?”

Uji apakah yang mungkin digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut?

Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah sebagai

berikut.

Tabel 7.4 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai

Dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban

1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah skor

depresi (numerik) dengan skor ansietas

Page 4: BAB VII - XII

(numerik)

2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif

3. Menentukan masalah skala variabel Numerik

Kesimpulan :

Uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat.

Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman

(uji nonparametrik)

Bagaimana melakukan uji korelasi dengan SPSS?

Langkahnya adalah sebagai berikut.

1. Memeriksa syarat uji parametrik : distribusi data harus normal (wajib).

2. Bila memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson.

3. Bila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka diupayakan untuk

melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal.

4. Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji korelasi Pearson.

5. Jika distribusi data hasil transformasi tidak normal, maka dipilih uji alternatifnya (uji

korelasi Spearman).

1. Uji normalitas

Bukalah file pearson

Lihat terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada.

Lakukanlah uji normalitas untuk data variabel depresi dan variabel ansietas. Prosedur

yang dilakukan sama dengan prosedur yang telah Anda pelajari pada Bab II, Bab III

dan Bab IV.

Bagaimakah hasilnya?

Output SPSS

Bila Anda melakukan prosedur dengan benar, maka Anda akan mendapatkan hasil sebagai

berikut :

Interpretasi

Page 5: BAB VII - XII

a. Bagian pertama adalah statistik deskriptif untuk variabel skor ansietas dan skor depresi.

Ingat prinsip bahwa Anda harus selalu mempelajari deskripsi variabel sebelum

melangkah pada proses selanjutnya.

b. Sesuai dengan kesepakatan, Anda menggunakan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk

menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Apakah data mempunyai distribusi

yang normal?

Pada uji Test of Normality Kolmogorov-Smirnov, baik skor ansietas maupun skor depresi

mempunyai nilai p = 0,078. Oleh karena nilai p > 0,05, maka dapat diambil kesimpulan

kedua kelompok data mempunyai distribusi normal.

2. Melakukan uji Pearson

Untuk melakukan uji Pearson, lakukanlah langkah-langkah berikut.

Analyze Correlate Bivariate.

Masukkan depresi dan ansietas ke dalam kotak variables.

Pilih uji Pearson pada kotak Correlation Coefficients.

Pilih Two tailed pada Test of Significance.

Proses telah selesai. Klik OK.

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Interpretasi

Dari hasil di atas, diperoleh nilai sig 0,000 yang menunjukkan bahwa korelasi antara

skor depresi dan skor ansietas adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson sebesar 0,862

menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sangat kuat.

LATIHAN 2

UJI KORELASI SPEARMAN

(HIPOTESIS KORELATIF NUMERIK DISTRIBUSI TIDAK NORMAL)

Kasus :

Page 6: BAB VII - XII

Anda ingin mengetahui korelasi antara skor gangguan somatik dengan skor gangguan

sosial. Dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : “Adakah korelasi antara skor gangguan

somatik dengan skor gangguan sosial?”

Uji hipotesis apakah yang akan Anda gunakan?

Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah

sebagai berikut.

Bagaimana melakukan uji korelasi dengan SPSS?

Langkahnya adalah sebagai berikut.

Tabel 7.5 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai

Dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban

1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah skor

gangguan somatik (numerik) dengan skor

gangguan sosial (numerik)

2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif

3. Menentukan masalah skala variabel Numerik

Kesimpulan :

Uji yang digunakan adalah uji korelasi Pearson (uji parametrik), jika memenuhi syarat.

Jika tidak memenuhi syarat, maka digunakan uji alternatif yaitu uji korelasi Spearman

(uji nonparametrik)

1. Memeriksa syarat uji parametrik : distribusi data harus normal (wajib).

2. Bila memenuhi syarat (distribusi data normal), maka dipilih uji korelasi Pearson.

3. Bila tidak memenuhi syarat (distribusi data tidak normal), maka diupayakan untuk

melakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal.

4. Bila distribusi data hasil transformasi normal, maka dipilih uji korelasi Pearson.

5. Jika distribusi data hasil transformasi tidak normal, maka dipilih uji alternatifnya pilih uji

korelasi Spearman.

Page 7: BAB VII - XII

1. Uji normalitas

Bukalah file spearman

Lihat terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada.

Lakukanlah uji normalitas untuk data variabel somatic dan variabel social.

Bagaimakah hasilnya?

Bila Anda melakukan prosedur dengan benar, maka Anda akan mendapatkan hasil sebagai

berikut.

Interpretasi

a. Bagian pertama adalah statistik deskriptif untuk variabel somativ complaint dan skor

social problem. Ingat prinsip bahwa Anda harus selalu mempelajari deskripsi variabel

sebelum melangkah pada proses selanjutnya.

b. Sebagaimana kesepakatan, Anda menggunakan hasil uji Kolmogorov-Smirnov untuk

menguji apakah distribusi data normal atau tidak. Pada uji Test of Normality

Kolmogorov-Smirnov, baik skor somatic complaint maupun skor social problem

mempunyai nilai p = 0,000. Oleh karena nilai p < 0,05, maka dapat diambil kesimpulan

kedua kelompok data mempunyai distribusi tidak normal.

2. Melakukan transformasi

3. Menguji hasil transformasi

4. Melakukan uji Spearman

Untuk melakukan uji Spearman, lakukanlah langkah-langkah berikut.

Analyze Correlate Bivariate.

Masukkan somatic dan social ke dalam kotak Variables.

Pilih uji Spearman pada kotak Correlation Coefficients.

Pilih Two tailed pada Test of Significance.

Proses telah selesai. Klik OK.

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Interpretasi

Page 8: BAB VII - XII

Dari hasil di atas, diperoleh nilai Significancy 0,000 yang menunjukkan bahwa

korelasi antara gangguan somatik dengan gangguan sosial adalah bermakna. Nilai korelasi

Spearman sebesar 0,351 menunjukkan bahwa arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi

yang lemah.

LATIHAN 3

UJI KORELASI GAMMA DAN SOMERS’D

(HIPOTESIS KORELATIF ORDINAL TABEL B X K)

Kasus :

Anda ingin mengetahui korelasi antara tingkat penilaian responden terhadap mutu

pelayanan penawaran (buruk, sedang, baik) dengan mutu pelayanan rumah sakit (buruk,

sedang, baik). Dirumuskan pertanyaan sebagai berikut : “Adakah korelasi antara tingkat

penilaian pasien terhadap mutu pelayanan keperawatan dengan mutu pelayanan rumah

sakit?”

Uji hipotesis apa yang akan Anda gunakan?

Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah

sebagai berikut.

Tabel 7.6 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai

dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban

1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah mutu

pelayanan keperawatab (kategorik

ordinal) dengan mutu pelayanan rumah

sakit (kategorik ordinal)

2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif

3. Menentukan masalah skala variabel Kategorik ordinal

Kesimpulan :

Terdapat tiga pilihan uji korelasi, yaitu korelasi Spearman, Gamma dan Somers’d. Anda

Page 9: BAB VII - XII

memilih untuk melakukan uji korelasi Gamma dan Somers’d karena korelasi yang akan

diuji adalah korelasi antar variabel ordinal yang penyajiannya dalam bentuk silang 3 x 3.

Bagaimana melakukan uji korelasi Gamma dan Somers’d dengan SPSS?

Buka file gamma.

Pelajari terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada pada

file tersebut.

Lakukanlah langkah-langkah sebagai berikut.

Analyze Descriptive Statistics Crosstabs.

Masukkan variabel p3 ke dalam rows.

Masukkan variabel p4 ke dalam Columns.

Aktifkan kotak Statistics.

Pilih Gamma dan Somers’d.

Proses telah selesai. Klik OK.

Bagaimanakah hasilnya?

Interpretasi

1. Output pertama (crosstab) menyajikan tabel silang antara mutu pelayanan keperawatan

dengan mutu layanan rumah sakit.

2. Output kedua (directional measures) menyajikan hasil uji Somers’d. Hasil uji Somers’d

Anda pakai jika salah satu variabel Anda anggap sebagai variabel bebas sedangkan

variabel yang lain sebagai variabel tergantung.

Jika Anda menganggap bahwa mutu pelayanan rumah sakit sebagai variabel bebas, maka

nilai yang Anda pergunakan adalah hasil uji Somers’d bari ke dua. Anda membaca bahwa

besar korelasinya adalah 0,028 yang menunjukkan bahwa korelasinya sangat lemah.

3. Output ketiga (symmetric measures) menyajikan hasil uji Gamma. Anda menggunakan

uji Gamma bila kedudukan dua variabel setara (tidak ada variabel bebas dan tergantung).

Pada uji Gamma diperoleh nilai korelasi sebesar 0,052 yang menunjukkan bahwa korelasi

sangat lemah.

Page 10: BAB VII - XII

LATIHAN 4

UJI KORELASI KOEFISIEN KONTINGENSI DAN LAMBDA (HIPOTESIS KORELATIF

DAN KATEGORIK)

Kasus:

Anda ingin mengetahui korelasi antara perilaku merokok (merokok dan tidak

merokok) dengan status fertilitas seorang pria (tidak subur dan subur). Anda merumuskan

pertanyaan penelitian sebagai berikut : “Apakah terdapat korelasi antara perilaku merokok

dengan status fertilitas seorang pria?”

Uji hipotesis apa yang akan Anda pilih?

Langkah-langkah yang digunakan untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah

sebagai berikut.

Tabel 7.7 Langkah-langkah untuk menentukan uji hipotesis yang sesuai

Dengan panduan tabel uji hipotesis dan diagram alur

Langkah Jawaban

1. Menentukan variabel yang dihubungkan Variabel yang dihubungkan adalah statu s

fertilitas pria (kategorik nominal) dengan

perilaku merokok (kategorik nominal)

2. Menentukan jenis hipotesis Korelatif

3. Menentukan masalah skala variabel kategorik nominal

Kesimpulan :

Terdapat dua pilihan uji, yaitu uji korelasi koefisien kontingensi dan lambda. Anda

memilih uji lambda karena kedudukan dua variabel tidak setara, di mana perilaku

merokok sebagai variabel bebas dan infertilitas sebagai variabel tergantung.

Prosedur uji korelasi Lambda

Buka file Lambda.

Pelajari terlebih dahulu bagian Variable View untuk mempelajari variabel yang ada pada

file tersebut.

Page 11: BAB VII - XII

Lakukanlah prosedur sebagai berikut.

Analyze Descriptive statistics Crosstabs.

Masukkan perilaku merokok ke dalam Rows (karena bertindak sebagai variabel bebas).

Masukkan variabel status fertilitas ke dalam Colums (karena bertindak sebagai variabel

terikat).

Klik kotak Statistics.

Pilih Lambda pada kotak Nominal.

Nominal untuk melanjutkan proses selanjutnya.

Proses telah selesai. Klik Continue, klik OK.

Output SPSS

Interpretasi hasil

a. Output pertama menggambarkan tabel silang antara perilaku merokok dengan status

fertilitas.

b. Output kedua menyajikan hasil uji Lambda. Hasil uji Lambda Anda pakai jika salah satu

variabel Anda anggap sebagai variabel bebas sedangkan variabel yang lain sebagai

variabel terikat.

c. Jika Anda menganggap bahwa status fertilitas sebagai variabel terikat, maka nilai yang

Anda pergunakan adalah hasil uji Lambda baris kedua. Anda membaca bahwa besar

korelasinya adalah 0,222 yang menunjukkanbahwa korelasinya lemah.

Page 12: BAB VII - XII
Page 13: BAB VII - XII

BAB VIII

PENGANTAR ANALISIS MULTIVARIAT

Tujuan

1. Pembaca mampu menjelaskan dua analisis multivariat yang banyak digunakan dalam

bidang kedokteran dan kesehatan.

2. Pembaca mampu menjelaskan langkah-langkah analisis multivariat.

A. Pendahuluan

Tahap analisis data pada umumnya dapat dibagi menjadi tiga tahap. Ketiga tahap

tersebut adalah deskriptif, analisis bivariat, dan analisis multivariat. Deskriptif berbicara

tentang gambaran suatu variabel, analisis bivariat berbicara tentang hubungan antara banyak

variabel bebas dengan suatu variabel terikat. Suatu penelitian mungkin hanya menggunakan

analisis deskriptif saja (penelitian deskriptif). Penelitian lainnya mungkin cukup

menggunakan analisis deskriptif dan bivariat, misalnya pada uji klinis. Penelitian lainnya

mungkin memerlukan analisis lengkap, mulai dari analisis deskriptif sampai dengan

multivariat, misalnya pada penelitian analisis observasional seperti kasus kontrol dan kohort.

Bagian ini akan menjelaskan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan analisi multivariat.

Langkah-langkah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS dapat dibaca pada Bab X,

XI, dan XII.

B. Jenis analisis multivariat

Terdapat dua analisis multivariat yang sering digunakan dalam penelitian kedokteran

dan kesehatan, yang analisis regresi logistik dan analisis regresi linier. Pemilihan kedua

analisis tersebut ditentukan oleh skala pengukuran variabel terikatnya. Bila variabel

terikatnya berupa variabel kategorik, maka regresi yang digunakan adalah analisis regeresi

logistik. Bila variabel terikatnya berupa variabel numerik, maka regresi yang digunakan

adalah analisis regresi linier.

Analisis Multivariat

Regresi logistik : bila variabel terikatnya berupa variabel kategorik

Page 14: BAB VII - XII

C. Langkah-langkah analisis multivariat

Langkah-langkah analisis multivariat adalah sebagai berikut.

1. Menyeleksi variabel yang akan dimasukkan dalam analisis multivariat. Variabel yang

dimasukkan dalam analisis multivariat adalah variabel yang pada analisis bivariat

mempunyai nilai p < 0,25.

2. Melakukan analisis multivariat. Analisi multivariat baik regresi logistik maupun regresi

linear dibagi menjadi 3 metode, yaitu enter, forward, dan backward. Ketiga metode ini

akan memberikañ hasil yang sama namun prosesnya berbeda. Metode enter dilakukan

secara manual sedangkan metode forward dan backward secara otomatis. Pada metode

forward, pertama-tama, software secara otomatis akan memasukkan variabel yang paling

berpengaruh kemudian memasukan variabel berikutnya yang berpengaruh tetapi ukuran

kekuataanya lebih rendah daripada variabel pertama. Proses akan berhenti ketika tidak

ada lagi variabel yang dapat dimasukkan ke dalam analisis. Pada metode backward,

software secara otomatis akan memasukkan semua variabel yang terseleksi untuk

dimasukkan ke dalam multivariat. Secara bertahap, variabel yang tidak berpengaruh akan

dikeluarkan dari analisis. Proses akan berhenti sampai tidak ada lagi variabel yang dapat

dikeluarkan dari analisis. Metode enter dapat dilakukan menyerupai metode forward dan

backward, akan tetapi prosesnya dilakukan secara manual, tidak otomatis.

Contoh kasus:

Variabel terikat suatu penelitian adalah variabel Z. (Sedangkan variabel bebasnya

adalah variabel A, B, C, D, E, F, G, dan H. Pada analisis bivariat, variabel yang mempunyai

nilai p < 0,25 adalah variabel A, B, C, D, dan E. Dengan demikian, kelima variabel inilah

yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat. Setelah dilakukan analisis multivariat,

variabel yang berpengaruh terhadap variabel Z adalah variabel A, B, dan C dengan urutan

kekuatan adalah A, B, lalu C. Variabel yang paling tidak berpengaruh terhadap variabel Z

adalah variabel E. Ilustrasi apabila analisis dilakukan secara forward, backward dan enter

adalah sebagaj berikut.

Regresi linier : bila variabel terikatnya berupa variabel numerik

Page 15: BAB VII - XII

Dengan metode forward analisi multivariat secara otomatis akan memasukkan

varjabel A, kemudian variabel B, dan diakhiri variabel C. Analisis berhenti sampai di sini.

Dengan metode backward analisis multivariat, secara otomatis akan memasukkan variabel A,

B, C, D, dan E. Kemudian variabel E dikeluarkan dari analisis diikuti oleh variabel D.

Analisis berhenti sampai di sini.

Dengan metode entetr peneliti memasukan variabel A, B, C, dan E. Peneliti melihat

hasil bahwa variabel E adalah variabel yang paling tidak bermakna Oleh karena itu, pada

analisis berikutnya peneliti memasukan variabel A, B, C, dan D saja. Hasil dari analisis,

variabel D adalah variabel yang paling tidak bermakna Selanjutnya, peneliti melakukan

analisis lagi dengan memasukkan variabel A, B, dan C. Hasil dari analisis ini adalah baik

variabel A, B, dan C berpengaruh kepada variabel Z dengan kekuatan pengaruh dan yang

paling besar adalah A, B lalu C. Analisis berhenti sampai di sini.

Tabel 8.1. Perbandingan metode forward, backward, dan enter

Variabel yang dimasukkan

ke dalam analisis

Otomatis Manual

Forward Backward Enter

Langkah 1 A A, B, C, D, E A, B, C, D, E

Langkah 2 A, B A, B, C, D A, B, C, D

Langkah 3 A, B, C A, B, C A, B, C

3. Melakukan intenpretasi hasil. Beberapa hal yang dapat diperoeh dari analisis multivariat

adalah sebagai berikut.

a. Variabel yang berpengaruh terhadap variabel terikat diketahui dari nilai p masing-

masing variabel.

b. Urutan kekuatan hubungan dari variabel-variabel yang berpengaruh terhadap variabel

terikat. Pada regresi logistik urutan korelasi diketahui dari besarnya nilai OR.

Sedangkan untuk regresi linier urutan kekuatan hubungannya diketahui dari besarnya

nilai r (koefisien korelasj)

c. Model atau rumus untuk memprediksikan variabel terikat. Pada regresi logistik,

rumus umum yang diperoleh adalah :

p = 1/(1+e-y)

di mana

Page 16: BAB VII - XII

p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian (misalnya penyakit)

c = bilangan natural = 2,7

y = konstanta + a1x1 + a2x2 + …. + aixi

a = nilai koefisien tiap variabel

x = nilai variabel bebas

Sedangkan pada regresi linier, rumus umum yang diperoleh adalah :

y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi

di mana

y = nilai dari variabel terikat

a = nilai koefisien tiap variabel

x = nilai variabel bebas

4. Menilai kualitas dari rumus yang diperoleh dari analisis multivariat. Pada analisis regresi

logistik, kualitas rumus yang diperoleh dinilai dengan melihat kemampuan diskriminasi

dan kalibrasi. Diskriminasi dinilai dengan melihat nilai Area Under Curve (AUC) dengan

metode Receiver Operating Curve (ROC) sementara kalibrasi dengan metode Hosmer and

Lameshow. Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai AUG

semakin mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik jika

mempunyai nilai p > 0,05 pada uji Hosmer and Lameshow.

Kualitas dan rumus yang diperoleh pada regresi linier dinilai dengan melihat nilai

diskriminasi dengan melihat nilai R2 dan kalibrasinya dengan melihat hasil uji ANOVA.

Suatu rumus dikatakan mempunyai diskriminasi yang baik jika nilai R2 semakin

mendekati angka 1. Suatu rumus dikatakan mempunyai kalibrasi yang baik apabila nilai p

pada uji ANOVA < 0,05.

5. Menilai syarat atau asumsi. Pada regresi linier terdapat asumsi linieritas, normalitas,

independensi, homogenitas, dan multikolinieriti.

Page 17: BAB VII - XII

BAB IX

UKURAN KEKUATAN HUBUNGAN RASIO ODDS

(RO) DAN RISIKO RELATIF (RR)

Tujuan

1. Pembaca mampu menjelaskan berbagai jenis ukuran kekuatan hubungan.

2. Pembaca mampu melakukan prosedur mencari kekuatan hubungan dengan menggunakan

SPSS dan melakukan interpretasi yang benar.

Sebelum membahas analisis multivariat, ada baiknya terlebih dahulu kita bahas mengenai

ukuran kekuatan hubungan. Pemahaman terhadap tema ini akan memudahkan kita dalam

memahami analisis multivariat.

Ukuran bias dilihat dengan menggunakan odds (RO), risiko relatif (RR), dan

koefisien korelasi. Pada analisis bivariat, RO dan RR digunakan pada analisi komparatif

kategorik sementara koefisien korelasi digunakan pada analisis korelatif. Ro digunakan pada

desain kasus control sementar kohort digunakan pada desain kohort. Bagaimana cara

Page 18: BAB VII - XII

memperoleh koefisien korelasi telah dibahas pada Bab VII. Pada bagian ini, akan ditunjukkan

bagaimana cara memperoleh nilai RO dan nilai RR.

Contoh kasus :

Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan antara kadar hepatomegali dengan terjadinya

syok pada pasien anak yang mengalami demam berdarah dengue. Desain penelitian yang

digunakan adalah kasus kontrol. Data penelitian sudah dikumpulkan dan disimpan dengan

nama data_oddrasio. Uji hipotesis apa yang sesuai dengan masalah ini? Bagaimana mengukur

kekuatan hubungannya dan berapakah besar kekuatan hubugannya?

Jawab :

Variabel hepatomegali dan terjadinya syok termasuk variabel kategorik, maka uji hipotesis

yang digunakan adalah Chi-Square. Apabila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat, maka

akan digunakan uji alternatifnya, yaitu uji Fisher. Besarnya kekuatan hubungan diketahui dari

parameter nilai RO karena desain yang digunakan adalah kasus kontrol.

Langkah-langkah uji hipotesis dan memperoleh nilai OR dengan menggunakan SPSS

sama dengan apa yang sudah dibahas pada Bab V. Perbedaannya adalah pada pilihan risk

yang harus dipilih untuk mendapatkan nilai RO.

Buka file data_rasioodds.

Klik Analyze.

Klik Descriptive statistics.

Klik Crosstabs.

Masukkan syok ke dalam Column.

Masukkan hepatomegali ke dalam Row(s).

Klik kotak Statistic, pilih Chi-Square di sebelah kiri atas dan Risk di kanan bawah.

Klik kotak Cell, pilih Column pada Percentages.

Klik Continue dan OK.

Akan didapatkan hasil sebagai berikut.

Page 19: BAB VII - XII

Interpretasj

1. Dari semua pasien yang menderita syok, sebanyak 56,3% mengalami hepatomegali.

Sedangkan dari semua pasien yang tidak syok, hanya 26,6% yang mengalami

hepatomegali.

2. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji Chi-Square, dengan nilai p sebesar 0,001.

Artinya, secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara hepatomegali dengan

syok.

3. Korelasi yang digunakan adalah RO (lihat baris pertama pada risk estimate) yaitu sebesar

3,55 dengan IK 95% 1,59-7,91 Artinya, pasien dengan hepatomegali mempunyai

kemungkinan 3,55 kali untuk mengalami syok dibandingkan dengan pasien yang tidak

hepatomegali Nilai RO sebesar 3,55 dapat juga diinterpretasikan bahwa probabilitas

pasien yang mengalami hepatomegali untuk menderita syok adalah sebesar 78%.

Dari manakah angka 78% diperoleh?

Probabilitas dapat dihitung apabila kita mengetahui berapa besar nilai RO-nya, yaitu

dengan rumus:

P = RO/(1÷RO)

Dengan demikian,

bila RO = 1, maka probabilitas = 50%

bila RO = 2, maka probabilitas = 66,6%

bila RO = 3, maka probabilitas = 75%

bila RO = 3,55 maka probabilitas = 78%

Beberapa catatan:

1. Besar nilai RO dan RR bisa dihitung secara manual.

Rumus nilai RO adalah ad/bc sementara rumus nilai RR adalah a/(a+b) : c/(c+d). Cobalah

hitung nilai RO dan RR dari tabel di atas secara manual! Nilai a, b, c, dan d dapat

diketahui dengan melihat tabel berikut.

Syok Total

Ya Tidak

Hepatomegali Ya a b a+b

Tidak c d c+d

Page 20: BAB VII - XII

Total a+c b+d N

2. Rumus umum untuk membaca RO dan RR adalah sebagai berikut.

Perbandingan kemungkinan kategori atas dibandingkan dengan kategori bawah untuk

mengalami kolom kiri adalah sebesar ??? Pada kasus di atas, kemungkinan kategori atas

(hepatomgali) dibandingkan dengan kategori bawah (tidak hepatomegali) untuk

mengalami kolom kiri (syok) adalah sebesar 3,55.

Variabel terikat Total

Kolom kiri (ya) Kolom kanan (tidak)

Faktor Risiko

Hepatomegali

Kategori atas (ya)

Kategori bawah (tidak)

*hepatomegali “ya” disebut sebagai kategori atas, hepatomegali “tidak” disebut sebagai

kategori bawah, dan syok ya” disebut sebagal kolom kiri, maka syok “tidak” disebut sebagai

kolom kanan.

3. Sebagai konsekuensi dari interpretasi poin 2, pemberian kode saat melakukan entry data,

kode hepatomegali harus lebih.kecil daripada tidak hepatomegali, misalnya 1 untuk

hepatomegali, dan 2 untuk tidak hepatomegali. Begitu juga kode syok harus lebih kecil

daripada tidak syok, misalnya 1 untuk syok, dan 2 untuk tidak syok.

4. Pada kasus ini persentase dibuat bentuk kolom, bukan bentuk baris. Hal ini karena desain

penelitian adalah desain kasus kontrol. Apabila desain penelitian adalah kohort, maka

persentase dibuat bentuk baris seperti tabel berikut.

Page 21: BAB VII - XII

BAB X

ANALISIS REGRESI LOGISTIK

Page 22: BAB VII - XII

Tujuan

Pembaca mampu melakukan prosedur regresi logistic dengan SPSS dan melakukan

interpretasi yang benar.

Kasus :

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat dijadikan sebagai

predictor terjadinya syok pada pasien anak demam berdarah. Variabel yang diteliti adalah

jenis kelamin, perdarahan, trombositopenia, hemokonsentrasu, dan hepatomegali pada saat

pasien masuk perawatan. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol. Data

disimpan dalam file dengan nama data_regresilogistik.

Tabel 10.1 Keterangan variabel, kategori variabel, dan skala pengukuran.

Variabel Skala Pengukuran Kategori Variabel

1. syok 1. ya Kategorik

2. tidak

2. syok_reg 1. ya Kategorik

0. tidak

3. jenis kelamin 1. Laki-laki Kategorik

2. Perempuan

4. perdarahan 1. positif Kategorik

2. negatif

5. trombosit 1. ≤ 50.000 / µl Kategorik

2. ≥ 50.000 / µl

6. hematrokit 1. ≥ 42% Kategorik

2. ≤ 42%

7. hepatomegali 1. ya Kategorik

2. tidak

Keterangan:

Page 23: BAB VII - XII

Pada data di atas terdapat dua variable syok dengan kode yang berbeda. Variabel syok

dengan kode 1 dan 2 akan digunakan untuk analisis bivariat sementara variable syok dengan

kode 1 dan 0 akan digunakan untuk analisis multivariat.

Pertanyaan:

1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat? Bagaimana hasil analisis

bivariat tersebut?

2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?

3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!

4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?

5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?

6. Lakukanlah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS!

7. Setelah dilakukan analisis multivariat:

a. variabel apa saja yang berpengaruh.terhadap syok? Bagaimana kekuatan

hubungannya?

b. apa persamaan yang diperoleh?

c. bagaimana aplikasi dan persamaan yang diperoleh untuk memprediksi probabilitas

syok pada pasien

8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh baik diskriminasi maupun dari segi

kalibrasi?

Marilah kita jawab pertanyaan di atas satu demi satu.

1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat? Uji hipotesis untuk analisis

bivariat adalah uji Chi-Square atau uji Fisher karena semua analisis bivariat yang

dilakukan termasuk ke dalam analisis komparatif kategorik tidak berpasangan.

2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?

Parameter kekuatan bubunan yang digunakan adalah nilai rasio odds (RO) karena

penelitian menggunakan desain kasus kontrol.

3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!

Lakukanlah analisis Chi-Square dan carilah nilai RO-nya untuk tiap-tiap variabel

sebagaimana dapat dilihat pada Bab V dan Bab IX. Apakah hasil yang Anda peroleh

sama dengan tabel berikut?

Page 24: BAB VII - XII

Tabel 10.2 Analisis bivariat variabel jenis kelamin, perdarahan,

Hepatomegali, trombosit, dan hematokri, dengan syok

Kata ref pada tabel di atas adalah singkatan dan referensi, yang berarti pembanding.

Untuk jenis kelamin, pembandingnya adalah perempuan, artinya kita membandingkan

laki-laki terhadap perempuan. Untuk perdarahan, pembandingnya adalah tidak

perdarahan, artinya kita membandingkan pasien yang mengalami perdarahan terhadap

pasien yang tidak mengalami perdarahan. Pada umumnya, yang dijadikan sebagai

pembanding adalah kategori yang dianggap tidak berisiko.

4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?

Analisis multivariat yang akan digunakan adalah regresi logistik karena variabel

terikatnya adalah variabel kategorik dikotom.

5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?

Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi logistik adalah variabel yang

pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Variabel tersebut adalah perdarahan,

hepatomegali, hematokrit, dan trombosit.

6. Lakukanlah analisis regrësi logistik dengan menggunakan SPSS!

Klik Analiyze Regression Binary logistic.

Masukan variabel syok (untuk analisis multivariat: syok_reg) ke dalam Dependent

Variable.

Masukan semua variabel independen ke dalam Covariate.

Pilih metode Backward LR pada pilihan metode.

Aktifkan kotak options.

Pilih CI for exp(B). Pilih Hosmer-Lameshow goodness-of-fit.

Klik Continue.

Aktifkan kotak Save.

Pilih Probabilitas.

Page 25: BAB VII - XII

Klik Continue.

Aktifkan kotak Categorical. Pindahkan semua variabel kategorik dari Covariates ke

Categorical Covariates. Pada saat pemasukan data, kode 2 menjadi

pembanding/reference, maka yang menjadi pembanding pada penelitian ini adalah

last. Dengan demikian tidak perlu merubah apapun pada Reference Category.

Catatan : Bila yang menjadi pembanding adalah kode 1, maka kotak first harus

dipilih, lalu kliok kotak Change.

Klik Continue.

Perhatikan pada masing-masing variabel saat ini telah ada tulisan (cat) setelah nama

variabel.

Proses sudah selesai. Klik OK.

Pada output, periksalah: Dependent Variable Encoding, Categorical Variable Coding,

Variable in the Equation, dan Hosmer and Lameshow test.

Dependent Variable Encoding dan Categorical Variables Coding dilihat untuk memeriksa

kembali apakah sistem pengkodean sudah benar.

Pada Dependent Variable Encoding, tidak syok diberi kode 0, sementara syok diberi kode 1.

Hal ini sudah benar karena pada regresi logistik, kategori yang akan diprediksikan harus

diberi kode 1.

Pada Categorical Variables Codings, hematokrit ≤ 42%, trombosit > 50.000/µl, hepatomegali

(tidak), dan perdarahan (tidak) diberi kode 0. Perhatikan bahwa pada saat mengisi data,

kategori tersebut mempunyai kode 1. Akan tetapi, pada saat analisis regresi logistik, kode

tersebut diganti menjadi 0. Kategori hematokrit > 42%, trombosit < 50.000/µl, hepatomegali

(ya), dan perdarahan (ya) diberi kode 1. Perhatikan bahwa pada saat mengisi data, kategori

Page 26: BAB VII - XII

tersebut mempunyai kode 2 akan tetapi, pada saat analisis regresi logistik, kode tersebut

diganti menjadi 1. Perubahan kode ini secara otomatis dilakukan oleh software karena pada

saat melakukan perintah analisis regresi logistik, kita melakukan prosedur categorical dan

seterusnya.

Variables in the Equation untuk melihat hasil akhir analisis multivariat.

Dengan metode backward, terdapat dua langkah untuk sampai pada hasil akhir. Pada langkah

pertama, dimasukkan semua variabel. Pada angkah pertama ini, variabel trombosit

mempunyai nilai p (sig) paling besar atau mempunyai nilai RO paling mendekati 1 sehingga

variabel trombosit tidak lagi tercantum pada langkah ke-2.

7. Interpretasi hasil regresi logistik

a. Variabel yang berpengaruh terhadap syok adalah perdarahan, hepatomegali, dan

hematokrit. Kekuatan hubungan dapat dilihat dari nilai OR (EXP{B}). Kekuatan

hubungan dari yang terbesar ke yang terkecil adalah hepatomegali (OR = 3,43),

perdarahan (RO = 3,28), dan hematokrit (OR = 3,11).

b. Persamaan didapatkan adalah:

y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi.

y = -2,675 + 1,189 (perdarahan) + 1,233 (hepatomegali) + 1,137 (hematokrit)

Nilai konstanta dan nilai koefisien untuk setiap variabel tersebut dapat dilihat pada

kolom B. Nilai variabel bebas dapat dilihat pada Categorical Variable Coding.

Perdarahan bernilai 1 jika “ya” dan bernilai 0 jika “tidak”. Hepatomegali bernilai 1

jika “ya” dan bernilai 0 jika “tidak”. Hematokrit bernilai 1 jika “> 42%” dan bernilai 0

jika “d ≤ 42%”.

c. Aplikasi dan persamaan yang diperoleh adalah untuk memprediksi probabilitas seorang

pasien untuk mengalami syok dengan menggunakan rumus:

p = 1/(1+e-y)

di mana

p = probabilitas untuk terjadinya suatu kejadian (misalnya penyakit)

e = bilangan natural = 2,7

Page 27: BAB VII - XII

y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi

a = nilai koefisien tiap variabel

x = nilai variabel bebas

Contoh 1

Seorang pasien DBD dirawat tanpa perdarahan, tidak mengalami hepatomegali, dan

hematokrit ≤ 42%. Berapakah probabilitas pasien untuk mengalami syok? Probabilitas

pasien untuk mengalami syok dapat dihitung dengan persamaan berikut.

y = -2,675 + 1,189 (perdarahan) + 1,233 (hepatomegali) + 1,137 (hematokrit)

y = -2,675 + 1,189 (0) + 1,233 (0) + 1,137 (0)

y = -2,675

dengan demikian, probabilitasnya adalah:

p = 1/(1+e-y) = 1/(1+2,7-(-2,675)) = 1/(1+2,72,675) = 0,065

Dengan demikian, probabilitas pasien untuk menderita syok adalah 6,5%.

Contoh 2

Seorang pasien DBD dirawat dengan perdarahan, mengalami hepatomegali, dan

hematokrit > 42%. Berapakah probabilitas pasien untuk mengalami syok? Probabilitas

pasien untuk mengalami syok dapat dihitung dengan persamaan berikut.

y = -2,675 + 1,189 (perdarahan) + 1,233 (hepatomegali) + 1,137 (hematokrit)

y = -2,675 + 1,189 (1) + 1,233 (1) + 1,137(1)

y = -2,675 + 1,189 + 1,233 + 1,137 = 0,884

dengan demikian, probabilitasnya adalah:

p = l/(l+e-y) = l/(1+2,7-(0,884)) = 0,706

Dengan demikian, probabilitas pasien untuk menderita syok adalah 70,6%.

8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh, baik dari segi diskriminasi maupun

dan segi kalibrasi?

a. Menilai kualitas persamaan yang diperoleh berdasarkan parameter kalibrasi.

Nilai kalibrasi dapat dilihat dari Hosmer and Lameshow Test.

Nilai p pada Hosmer and Lameshow Test adalah sebesar 0,585. Artinya, persamaan

yang diperoleh mempunyai kalibrasi yang baik.

Page 28: BAB VII - XII

b. Menilai kualitas persamaan yang diperoleh berdasarkan parameter diskriminasi.

Lihatlah kembali data. Pada kolom terakhir, terdapat variabel baru yang bernama

PRE_1. Variabel ini merupakan hasil dari perintah Probability pada kotak Save pada

saat melakukan analisis multivariat. Variabel ini merupakan prediksi terjadinya syok

pada masing-masing subjek penelitian yang berguna untuk melihat nilai diskriminasi

persamaan dengan metode ROC. Langkah-langkah adalah sebagai berikut.

Pilih Graph, pilih ROC.

Masukan syok_reg (kode 1 dan 0) ke dalam State Variable. Masukan angka 1 ke

dalam value of State Variable.

Masukan variabel PRE_1 ke dalam Test Variable.

Pilih semua kotak yang terdapat pada menu Display.

Proses sudah selesai. Klik OK.

Pada output, diperoleh hasil sebagai berikut.

Nilai diskriminasi dapat diketahui dengan melihat nilai Area Under the Curve (AUC).

Nilai AUC adalah sebesar 74%. Apakah nilai AUC ini cukup memuaskan?

Memuaskan atau tidaknya nilai AUC, dapat ditentukan secara klinis atau secara

statistik. Secara klinis, peneliti yang menentukan berapa nilai AUC minimal yang

dianggap memuaskan yang nilainya akan sangat bervariasi bergantung pada substansi

yang diteliti. Apabila secara klinis peneliti tidak dapat menentukan nilai AUC

minimal yang memuaskan, maka penentuannya dapat dilakukan secara statistik. Pada

umumnya, interpretasi secara statistik adalah seperti yang tercantum pada tabel

berikut.

Tabel 10.3 Interpretasi nilai AUC

Nilai AUC Interpretasi

> 50% - 60% Sangat lemah

> 50% - 60% Lemah

> 50% - 60% Sedang

> 50% - 60% Kuat

Page 29: BAB VII - XII

> 50% - 60% Sangat Kuat

BAB XI

ANALISIS REGRESI LINIER

Tujuan

Pembaca mampu melakukan prosedur regresi linier dengan SPSS dan melakukan interpretasi

yagg benar.

Kasus :

Seorang peneliti ingin mengetahui cara yang lebih sederhana untuk menghitung nilai bersihan

kreatinin. Selama ini, untuk menghitung bersihan kreatinin, seorang dokter harus menampung

urine selama 24 jam. Menampung urine selama 24 jam terkadang tidak efisien karena dokter

memerlukan nilai bersihan kreatinin lebih cepat dari 24 jam. Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui cara memprediksi nilai bersihan kreatinin dengan menggunakan variabel

kreatinin serum sesaat, berat badan, dan usia pasien. Data disimpan dalam file dengan nama

data_regrelinier.

Variabel Skala pengukuran Satuan

1. Bersihin kreatinin Numerik ml/menit

2. Berat badan Numerik kg

Page 30: BAB VII - XII

3. Usia Numerik tahun

4. Kadar kreatinin serum Numerik mg/dl

Pertanyaan :

1. Uji hipotesis apa yang akan digunakan pada analisis bivariat?

2. Parameter kekuatan hubungan apa yang digunakan?

3. Lakukanlah analisis bivariat dengan menggunakan SPSS!

4. Analisis multivariat apa yang akan digunakan?

5. Variabel apa saja yang akan dimasukkan ke dalam analisis multivariat?

6. Lakukanlah analisis multivariat dengan menggunakan SPSS!

7. Setelah dilakukan analisis multivariat:

a. Variabel apa saja yang berpengaruh terhadap bersihan kreatinin? Bagaimana urutan

kekuatan hubungannya?

b. apa persamaan yang diperoleh?

c. bagaimana aplikasi dari persamaan yang diperoleh untuk memprediksi bersihan

kreatinin pasien?

8. Bagaimanakah kualitas persamaan yang diperoleh?

Jawab:

1. Uji hipotesis untuk analisis bivariat adalah korelasi pearson.

2. Parameter kekuatan hubungan yang digunakan adalah koefisien korelasi.

3. Analisis bivariat dengan menggunakan SPSS. Lakukanlah analisis Pearson dan carilah

r untuk tiap-tiap variabel sebagaimana dapat dilihat pada. Bab VII. Apakah hasil yang

Anda peroleh sama dengan tabel berikut?

4. Analisis multivariat yang akan digunakan adalah regresi linier karena variabel

terikatnya adalab variabel dengan skala peugukuran numerik

5. Variabel yang akan dimasukkan ke dalam analisis regresi linier adalah. variabel yang

pada analisis bivariat mempunyai nilai p < 0,25. Variabel tersebut adalah umur dan

kreatinin serum.

6. Analisis regresi linier dengan menggunakan SPSS.

Klik Analyze Regression Linier.

Masukan variabel bersihan kreatinin ke dalam Dependent.

Page 31: BAB VII - XII

Masukan semua vaniabel independen ke dalam Independent

Pilih metode Backward pada pilihan metode.

Proses sudah selesai. Klik OK.

Pada output, periksalah Coefficients.

7. Interpretasi basil regresi linier.

a. Variabel yang dapat digunakan untuk memprediksi bersihan kreatinin adalah

variabel kreatinin dengan korelasi sebesar -0,963 (lihat kolom beta).

b. Persamaan didapatkan adalah:

y = konstanta + a1x1 + a2x2 + … + aixi.

Bersihan kreatinin = 118,663 - 49,510 (kreatinin serum) Nilai konstanta dan nilai

koefisien untuk variabel tersebut dapat dilihat pada kolom B.

c. Aplikasi dan persamaan yang diperoleh adalah untuk memprediksi nilai bersihan

kreatinin dengan rumus. Bersihan kreatinin 118,663 – 49,510 (kreatinin serum)

Contoh:

Kreatinin serum seorang pasien adalah sebesar 1,2 mg/dl. Berapakah prediksi nilai

bersihan kreatinin pasien? Dengan menggunakan rumus di atas, kita bisa

memprediksikan nilai bersihan kreatinin pasien tersebut.

Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510 (kreatinin serum)

Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510(1,2) = 59,221 ml/menit

Meniläi kualitas persamaan yang diperoleh.

Kualitas persamaan hasil analisis regresi linier dapat dinilai dengan melihat hasil uji

ANOVA dan Model Summary.

Suatu persamaan dikatakan layak untuk digunakan bila nilai p pada uji ANOVA <

0,05. Pada uji ANOVA ini, nilai p adalah sebesar < 0,001. Dengan demikian, rumus

yang digunakan layak untuk digunakan.

Page 32: BAB VII - XII

Pada Model Summary, lihatlah nilai Adjusted R Square. Nilai ini mempunyai arti

berapa besar nilai (persen) persamaan yang diperoleh mampu menjelaskan bersihan

kreatinin. Semakin mendekati 100%, maka persamaan yang diperoleh semakin baik.

Pada Model Summary

di atas, Adjusted R Square adalah sebesar 92,3%, artinya persamaan yang diperoleh

mampu menjelaskan bersihan kreatinin sebesar 92,3%. Sebesar 7,7% sisanya,

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

BAB XII

MENILAI SYARAT REGRESI LINER (1)

Tujuan

Pembaca mampu melakukan pengecekan syarat regresi liner dengan menggunakan SPSS dan

melakukan interpretasi yang tepat.

Pada Bab XI telah diuraikan bagaimana melakukan uji regresi linier, bagaimana melakukan

interpretasi, dan menilai kualitas hasil yang diperoleh. Sebenarnya, ada satu tahap yang harus

dilakukan pada analisis regresi linier, yaitu mengecek apakah syarat regresi linier terpenuhi

atau tidak. Apabila syarat regresi linier terpenuhi, maka kita bisa melakukan regresi linier.

Syarat regresi linier dibahas setelah pembahasan regresi linier adalah untuk memudahkan

pemahaman.

Memahami logika persamaan regresi

Untuk memahami syarat regresi linier, kita perlu memahami logika persamaan regresi linier

terlebih dahulu. Syarat regresi linier dapat diketahui dari persamaanya. Pada Bab XI, kita

telah mendapatkan persamaan regresi sebagai berikut.

Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510(kreatinin serum)

Page 33: BAB VII - XII

Kita mengetahui bahwa kreatinin serum bukanlah satu-satunya variabel yang bisa

memprediksikan bersihan kreatinin, sehigga rumus yang lengkap adalah sebagai berikut.

Bersihan kreatinin = 118,663 – 49,510(kreatinin serum) + penjelasan lainnya. Penjelasan

lainnya ini sering kali disebut dengan istilah residu atau error.

Dalam bahasa matematika, persamaan tersebut ditulis:

Y = 118,663 – 49,510*a + residu

Dalam bahasa matematika yang umum lagi,

y = β0 + β1a + residu

Bila terdapat banyak variabel independen, bahasa matematikanya adalah :

y = β0 + β1a1 + β2a2 + β3a3 + ... + residu

Tabel 12.1 Syarat regresi linier

Komponen Syarat Kata kunci Cara mendeteksi

Variabel independen

dan dependen

Hubungan variabel

independen dan

dependen harus linier

Linier Membuat grafik scatter plot antara variabel

independen dengan variabel dependen.

Scatter harus berada di sekitar garis diagonal.

Residu Residu mempunyai

distribusi yang

normal

Normal Membuat grafik histogram dari residu atau

dengan uji normalitas. Histogram dari residu

harus berdistribusi normal. Uji normalitas

mempunyai nilai p > 0,05

Residu Residu mempunyai

rerata sebesar 0

Mean = 0 Membuat statistik deskripsi dari residu. Mean

residu harus = 0

Residu-variabel

independen

Residu tidak

mempunyai korelasi

yang kuat dengan

variabel independen

Independen Membuat korelasi antara residu dengan

variabel independen atau dengan uji Durbin-

Watson. Korelasi residu dengan var

independen harus < 0,8. Nilai Durbin Watson

sekitar 2.

Residu-variabel

independen

Variabel dari residu

konstan

Konstan Membuat scatter plot antara standardized

residual dengan standardized predicted value

Variabel Independen Tidak ada korelasi

yang kuat antara

variabel independen

Autokorelasi Membuat korelasi antara variabel independen

atau dengan collinierity diagnostic. Korelasi

antara variabel independen harus < 0,8. Nilai

Page 34: BAB VII - XII

tollerance pada collinierity diagnostic > 0,4.

Pengujian syarat regresi linier dengan menggunakan SPSS

Bukalah kembali file data_regresilinier. Lakukan prosedur sebagaimana yang dilakukan pada

Bab XI. Tambahan perintahnya adalah pada pilihan kotak Save.

Buka data_regresilinier.

Klik Analyze Regression Linier.

Masukkan variabel kreatinin ke dalam Dependent.

Masukkan semua variabel independen ke dalam Independent.

Pilih metode Backward pada pilihan metode.

Klik kotak Save. Pilihlah Unstandardized dan Standardized pada Predicted values dan

Residual seperti gambar berikut.

Proses sudah selesai. Klik Continue dan OK.

Output yang diperoleh sama dengan output pada Bab XI. Perbedaannya adalah pada

Data View dan Variable View. Karena perintah save tadi, maka pada data terdapat variabel

baru yang bernama PRE_1 (Unstandardized Predicted Value), RES_1 (Unstandardized

Residual), ZPR_1 (Standardized Predicted Value), dan ZRE_1 (Standardized Residual).

Dengan menggunakan variabel baru tersebut, marilah kita periksa satu-persatu apakah

syarat regresi linier terpenuhi atau tidak:

Pengujian 1: Hubungan variabel terikat dengan variabel bebas harus linier

Untuk mengetahui syarat ini terpenuhi atau tidak, kita perlu membuat scatter plot antara nilai

prediksi dengan nilai observasi. Dalam hal ini scatter antara PRE_1 dengan bersihan

kreatinin. Lakukanlah langkah sebagai berikut.

Pilih Graphs.

Pilih Interactive.

Pilih Scatterplot.

Masukan PRE_1 ke aksis y.

Masukkan bersihan kreatinin ke aksis x.

Page 35: BAB VII - XII

Pilih Fit, pada Method pilih Regression.

Proses sudah selesai, klik OK.

Pada output, akan diperoleh hasil sebagai berikut.

Dengan melihat grafik scatter ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa syarat linieriti telah

terpenuhi.

Pengujian 2: Residu berdistribusi normal dan mean residu = 0 Langkah-langkah ini telah

Anda pelajari pada Bab II buku ini, yaitu mengenai cara mengetahui apakah data berdistribusi

normal atau tidak. Silahkan Anda lakukan langkah-langkah sebagaimana yang dipelajari pada

Bab II. Pada output, akan diperoleh hasil sebagai berikut.

Pengujian 3: Residu mempunyal varian yang konstan

Untuk mengetahui apakah residu mempunyai varian yang konstan, lakukanlah langkah-

langkah berikut.

Pilih Graphs.

Pilih Interactive.

Pilih Scatterplot.

Masukan Standardized Residual ke aksis y.

Masukkan Standardized Predicted Value ke aksis x.

Klik OK. Akan diperoleh hasil sebagai berikut.

Dari grafik tersebut, terlihat bahwa scatter tidak membentuk pola tertentu. Dengan demikian,

syarat varian yang konstan terpenuhi.

Pengujian 4: Residu dan variabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat dan

antarvariabel bebas tidak mempunyai korelasi yang kuat

Cara melakukan uji korelasi telah Anda pelajari pada Bab VII buku ini. Lakukanlah langkah-

langkah tersebut. Anda akan memperoleh hasil sebagai berikut.

Page 36: BAB VII - XII

Dengan melakukan prosedur pengujian syarat regresi linier di atas, dapat kita simpulkan

bahwa syarat regresi linier terpenuhi.

Tabel 12.2 Hasil pengujian syarat regresi linier

Komponen Syarat Hasil Pengujian Kesimpulan

Variabel bebas dan

terikat

Hubungan variabel

independen dan dependen

harus linier

Scatter harus berada di

sekitar garis diagonal

Terpenuhi

Residu Residu mempunyai

distribusi yang normal

Test shapiro wilk, p >

0,05

Terpenuhi

Residu Residu mempunyai rerata

sebesar 0

Mean = 0 Terpenuhi

Residu-variabel

independen

Residu tidak mempunyai

korelasi yang kuat dengan

variabel independen

Korelasi residu dengan

variabel independen < 0,8

Terpenuhi

Residu-variabel

independen

Residu mempunyai varian

yang konstan

Varian konstan scatter

tidak mempunyai pola

tertentu

Terpenuhi

Variabel independen Tidak ada korelasi yang

kuat antara variabel

independen

Korelasi antara variabel

independen < 0,8

Terpenuhi