bab vii sistem syaraf manusia · sistem, mulai dari sistem pernapasan hingga sistem saraf, ......

18
118 BAB VII SISTEM SYARAF MANUSIA Dalam tubuh manusia, semua sistem bekerja secara serentak dan terkoordinasi serta sepenuhnya serasi untuk suatu tujuan yang pasti, yakni agar tubuh tetap hidup. Gerakan terkecil yang kita lakukan setiap hari sekalipun, seperti bernapas dan tersenyum, merupakan hasil koordinasi yang sempurna dalam tubuh manusia. Di dalam tubuh kita terdapat suatu jaringan terkoordinasi yang sangat rumit dan lengkap, yang bekerja tanpa henti. Tujuannya untuk kesinambungan kehidupan. Koordinasi ini terutama terlihat dalam sistem gerak tubuh, karena untuk gerakan terkecil pun, sistem kerangka tubuh, otot, dan sistem saraf harus bekerja sama dengan sempurna. Prasyarat koordinasi tubuh adalah adanya sistem penyampaian informasi yang benar. Hanya dengan penyampaian informasi yang benarlah, dapat dibuat penilaian yang baru. Untuk melakukan penilaian ini, suatu jaringan kecerdasan yang sangat canggih bekerja dalam tubuh manusia. Untuk melakukan suatu tindakan yang terkoordinasi, pertama harus diketahui lebih dahulu organ-organ tubuh yang terlibat serta hubungan di antaranya. Informasi ini berasal dari mata, mekanisme keseimbangan di telinga dalam, otot, sendi, dan kulit. Setiap detik, miliaran informasi diproses dan dievaluasi, lalu keputusan baru diambil sesuai dengan informasi tersebut. Manusia bahkan tidak menyadari proses yang terjadi sangat cepat di dalam tubuhnya ini. Manusia hanya bergerak, tertawa, menangis, berlari, makan, dan berpikir. Manusia tak perlu bersusah-payah untuk melakukan berbagai tindakan ini. Untuk sebuah senyum ringan pun, ada tujuh belas otot yang harus bekerja sama secara serentak. Kalau ada satu saja di antara otot-otot tersebut tidak berfungsi atau gagal fungsi, ekspresi wajah pun berubah. Untuk berjalan, otot pada kaki, tungkai, paha, dan punggung harus bekerja sama. Ada miliaran reseptor mikroskopis dalam otot dan sendi yang memberikan informasi tentang kondisi tubuh. Pesan dari reseptor sampai ke sistem saraf pusat

Upload: builiem

Post on 03-Mar-2019

236 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

118

BAB VII

SISTEM SYARAF MANUSIA

Dalam tubuh manusia, semua sistem bekerja secara serentak dan

terkoordinasi serta sepenuhnya serasi untuk suatu tujuan yang pasti, yakni agar

tubuh tetap hidup. Gerakan terkecil yang kita lakukan setiap hari sekalipun,

seperti bernapas dan tersenyum, merupakan hasil koordinasi yang sempurna

dalam tubuh manusia.

Di dalam tubuh kita terdapat suatu jaringan terkoordinasi yang sangat

rumit dan lengkap, yang bekerja tanpa henti. Tujuannya untuk kesinambungan

kehidupan. Koordinasi ini terutama terlihat dalam sistem gerak tubuh, karena

untuk gerakan terkecil pun, sistem kerangka tubuh, otot, dan sistem saraf harus

bekerja sama dengan sempurna.

Prasyarat koordinasi tubuh adalah adanya sistem penyampaian informasi

yang benar. Hanya dengan penyampaian informasi yang benarlah, dapat dibuat

penilaian yang baru. Untuk melakukan penilaian ini, suatu jaringan kecerdasan

yang sangat canggih bekerja dalam tubuh manusia.

Untuk melakukan suatu tindakan yang terkoordinasi, pertama harus

diketahui lebih dahulu organ-organ tubuh yang terlibat serta hubungan di

antaranya. Informasi ini berasal dari mata, mekanisme keseimbangan di telinga

dalam, otot, sendi, dan kulit. Setiap detik, miliaran informasi diproses dan

dievaluasi, lalu keputusan baru diambil sesuai dengan informasi tersebut. Manusia

bahkan tidak menyadari proses yang terjadi sangat cepat di dalam tubuhnya ini.

Manusia hanya bergerak, tertawa, menangis, berlari, makan, dan berpikir.

Manusia tak perlu bersusah-payah untuk melakukan berbagai tindakan ini. Untuk

sebuah senyum ringan pun, ada tujuh belas otot yang harus bekerja sama secara

serentak. Kalau ada satu saja di antara otot-otot tersebut tidak berfungsi atau gagal

fungsi, ekspresi wajah pun berubah. Untuk berjalan, otot pada kaki, tungkai, paha,

dan punggung harus bekerja sama.

Ada miliaran reseptor mikroskopis dalam otot dan sendi yang memberikan

informasi tentang kondisi tubuh. Pesan dari reseptor sampai ke sistem saraf pusat

119

dan perintah baru dikirimkan ke otot sesuai dengan penilaian yang dibuat.

Kesempurnaan koordinasi tubuh ini dapat lebih dipahami melalui contoh

berikut. Untuk mengangkat tangan saja, pundak harus dibengkokkan, otot lengan

belakang dan depan-disebut "trisep" dan "bisep"-harus dikerutkan dan

diregangkan, dan otot-otot di antara siku dan pergelangan tangan harus memelintir

pergelangan tangan. Dalam setiap bagian gerakan, jutaan reseptor di dalam otot

segera menyampaikan informasi ke sistem saraf pusat mengenai posisi otot

tersebut. Sebagai tanggapannya, sistem saraf pusat memberi tahu otot-otot

tersebut tentang apa yang perlu dilakukan berikutnya. Tentu saja manusia tidak

menyadari satu pun proses ini. Manusia hanya berkeinginan mengangkat

tangannya, dan segera melakukannya.

Sebagai contoh, untuk menjaga agar badan tegap, banyak paket informasi

yang diperoleh dari miliaran reseptor di dalam otot lengan, kaki, tulang punggung,

perut, dada, dan leher dievaluasi dan perintah yang sama banyaknya diberikan

kepada otot setiap detik.

Manusia juga tidak perlu bersusah-payah untuk berbicara. Manusia tidak

pernah merencanakan sejauh apa pita-pita suara terpisah, seberapa sering pita-pita

ini harus bergetar, bagaimana urutannya, berapa sering dan ratusan otot yang

mana di dalam mulut, lidah, dan kerongkongan yang harus dikerutkan dan

diregangkan. Manusia juga tidak menghitung berapa liter udara yang harus

dihirup ke dalam paru-paru, seberapa cepat dan dalam frekuensi berapa udara ini

harus diembuskan. Kita tidak akan mampu melakukannya andaipun kita mau.

Satu kata yang diucapkan dari mulut pun merupakan hasil kerja sama beberapa

sistem, mulai dari sistem pernapasan hingga sistem saraf, dari otot hingga tulang.

Apa yang terjadi jika koordinasi ini terganggu? Ekspresi lain mungkin

akan muncul pada wajah ketika ingin tersenyum, atau kita mungkin tidak mampu

berbicara atau berjalan sesuai keinginan. Namun, kenyataannya bisa tersenyum,

berbicara, berjalan semaunya tanpa ada gangguan, karena segala sesuatu yang

disebutkan di sini tercapai sebagai hasil Penciptaan Allah Ta’ala, yang secara

logika mengharuskan adanya "kekuatan dan tenaga yang tak terhingga".

Oleh karena itulah, manusia seharusnya selalu ingat bahwa eksistensi dan

120

hidupnya ini ada berkat Penciptanya, Allah. Tidak ada alasan bagi manusia untuk

bersikap angkuh atau sombong. Kesehatan, kecantikan, atau kekuatannya

bukanlah hasil kerjanya sendiri, dan ini semua tidak diberikan selamanya. Ia tentu

saja akan menjadi tua, kehilangan kesehatan dan kecantikannya. Di dalam Al-

Qur’an, hal ini dinyatakan sebagai berikut:

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup

duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan

lebih kekal. Maka, apakah kamu tidak memahaminya? (QS: Al-Qashas: 60)

Jika ingin mendapatkan kedudukan seperti tersebut dalam ayat di atas,

kekal di alam akhirat, manusia harus bersyukur kepada Allah atas semua

kenikmatan yang telah dilimpahkan kepadanya dan menempuh kehidupan sesuai

dengan perintah-Nya.

Sebagaimana terlihat dalam contoh-contoh tadi, semua organ dan sistem

dalam tubuh manusia mengandung sifat-sifat yang menakjubkan. Manakala sifat-

sifat ini diteliti, manusia akan melihat keseimbangan-keseimbangan rumit yang

mendasari keberadaan dirinya, keajaiban dalam penciptaan dirinya, dan akan

memahami kembali keagungan seni Allah, sebagaimana dicontohkan dalam diri

manusia.

Sistem saraf manusia adalah suatu jalinan jaringan saraf yang kompleks,

sangat khusus dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Sistem saraf

mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol interaksi antara individu dengan

lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur kebanyakan

aktivitas sistem-sistem tubuh lainnya. Karena pengaturan saraf tersebut maka

121

terjalin komunikasi antara berbagai sistem tubuh hingga menyebabkan tubuh

berfungsi sebagai unit yang dinamis. Dalam sistem inilah berasal segala fenomena

kesadaran, pikiran, ingatan, bahasa, sensasi dan gerakan. Jadi kemampuan untuk

dapat memahami, belajar dan memberi respon terhadap suatu rangsangan

merupakan hasil kerja integrasi dari sistem saraf yang puncaknya dalam bentuk

kepribadian dan tingkah laku individu.

A. Sistem Syaraf Otonom

Sistem saraf otonom adalah bagian dari sistem saraf yang bertanggung

jawab terhadap homeostasis. Kecuali pada otot rangka, yang mendapat persarafan

dari sistem saraf somatomotorik , semua organ yang lain dipersarafi oleh sistem

saraf otonom. Ujung-ujung saraf berlokasi di otot polos (contohnya : pembuluh

darah, dinding usus, kandung kemih), otot jantung, dan kelenjar (contohnya :

kelenjar keringat, kelenjar ludah). Sistem saraf memiliki dua divisi utama, sistem

saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis. Seperti telah dijelaskan diatas,

beberapa target organ dipersarafi oleh kedua divisi dan organ yang lain dipersarafi

hanya oleh satu divisi.

Syaraf simpatis dan parasimpatis mensekresikan hanya satu di antara

substansi neurotransmiter, asetilkoline atau norepinefrine. Serat yang

mensekresikan asetilkoline disebut kolinergik dan serat yang mensekresikan

norepinefrine dikenal sebagai adrenergik. Semua preganglion adalah kolinergik

baik pada sistem syaraf simpatis maupun parasimpatis. Sedangkan pada

postganglion syraf simpatik adalah adrenergik dan postganglion pada parasimpatis

adalah kolinergik.

Asetilkoline memiliki dua tipe reseptor, yaitu reseptor muskarinik dan

nikotinik. Reseptor muskarinik ditemukan pada semua sel efektor yang

distimulasi oleh postganglion kolinergik dari sistem parasimpatis sedangkan

reseptor nikotinik ditemukan pada ganglia autonom pada sinaps di antara

preganglion dan postganglion dari sistem parasimpatik. Norepinefrine atau

adrenaline memiliki dua reseptor yaitu reseptor alpha dan reseptor beta. Reseptor

122

beta dibagi menjadi reseptor beta1 dan beta2 dan reseptor alpha dibagi menjadi

reseptor alpha1 dan alpha2

B. Kerja Sistem Syaraf terhadap Jantung dan Pembuluh Darah

Bagian sistem syaraf yang berperan pada sistem kardiovaskular

didominasi oleh sistem syaraf otonom. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya,

bahwa sistem syaraf otonom terbagi menjadi dua, yaitu syaraf simpatis dan syaraf

parasimpatis. Berikut ini adalah gambar yang menguraikan mengenai persyarafan

simpatis dan parasimpatis pada pembuluh darah.

Serat saraf simpatis meninggalkan spinal cord melalui seluruh syaraf

spinal thorakal dan melalui satu atau dua serat syaraf lumbal yang kemudian

memasuki rantai simpatis yang setiap sisinya terdapat pada kolumna vertebralis.

Terdapat 2 rute untuk memasuki sirkulasi, pertama adalah melalui jalur syaraf

simpatis yang langsung menginervasi vaskularisasi pada organ-organ viseral dan

jantung dan yang kedua adalah melalui bagian peripheral dari syaraf spinal yang

memvaskularisasi daerah-daerah perifer. Pada gambar berikutnya, ditunjukkan

bahwa distribusi syaraf simpatis pada pembuluh darah mencakup arteri, arteriola,

vena dan venula. Inervasi pada arteri kecil dan arteriola menyebabkan syaraf

simpatis mampu menstimulasi pembuluh darah arteri untuk meningkatkan

resistensi pad aliran darah dan selanjutnya menurunkan aliran darah menuju ke

jaringan.Inervasi pada pembuluh darah vena, memungkinkan stimulasi syaraf

simpatis untuk mengurangi volume pada pembuluh darah ini. Hal ini akan

menyebabkan darah terdorong ke dalam jantung dan selanjutnya berperan dalam

proses pengaturan pompa jantung, yang akan dibahas selanjutnya. Syaraf simpatis

pada jantung berperan dalam meningkatkan aktivitas jantung, baik dalam hal

meningkatkan detak jantung, meningkatkan kekuatan dan volume untuk

memompa.

Meskipun sistem syaraf parasimpatis berperan sangat penting dalam

pengaturan banyak fungsi autonom dalam tubuh, sebagai contoh untuk

mengontrol sistem gastrointestinal, parasimpatis juga memiliki peran pada

regulasi sirkulasi, meskipun tidak sedominan sistem syaraf simpatis. Salah satu

123

efek terpentingnya pada sirkulasi adalah mengontrol detak jantung melalui nervus

vagus, yang berjalan dari batang otak langsung menuju ke jantung. Sistem

parasimpatik akan menyebabkan penurunan pada detak jantung dan sedikit

penurunan pada kontraktilitas otot jantung.

Gambar 7.1. Sistem syaraf

Pusat yang berperan dalam pengaturan impuls simpatis dan parasimpatis

pada pembuluh darah terletak di dalam otak yang dikenal sebagai pusat vasomotor

(Vasomotor center). Pusat vasomotor terletak pada substansi retikular pada

medulla dan bagian terendah ketiga pada pons. Pusat ini mengirimkan impuls

parasimpatis melalui nervus vagus ke jantung dan mengirimkan impuls simpatis

melaui spinal cord dan syaraf simpatis perifer yang selanjutnya akan menuju ke

pembuluh darah arteri, arteriola, dan vena.

124

Gambar 7.2. Sistem kerja syaraf

Dalam kondisi normal, area vasokonstriktor pada pusat vasomotor

mengirimkan sinyal pada seluruh serat syaraf simpatis ke seluruh tubuh,

menyebabkan seluruh sinyal tersebar secara kontinu pada syaraf simpatis dengan

kecepatan 1,5-2 impuls per detik. Impuls inilah yang mengatur status kontraksi

pada pembuluh darah, yang dikenal sebagai tonus vasomotor (vasomotor tone).

Pada saat yang sama, dimana pusat vasomotor mengontrol konstriksi

pembuluh darah, pusat vasomotor juga mengontrol aktivitas jantung. Bagian

lateral dari pusat vasomotor mengirimkan impuls eksitatori melalui serat syaraf

simpatis ke jantung saat tubuh membutuhkan peningkatan detak jantung dan

kontraktilitas. Sebaliknya, pada saat tubuh membutuhkan penurunan detak

jantung, bagian medial dari pusat vasomotor mengirimkan sinyal ke nervus vagus

yang kemudian akan mentransmisikan impuls parasimpatik ke jantung sehingga

terjadi penuruna detak jantung dan kontraktilitas. Oleh karenanya, pusat

vasomotor dapat meningkatkan dan menurunkan aktivitas jantung. Detak jantung

125

dan kekuatan kontraksi meningkat saat vasokonstriksi terjadi dan penurunan

terjadi saat vasokonstriksi dihambat.

Impuls yang dikirim syaraf simpatis ke jantung akan menyebabkan

peningkatan detak jantung (efek kronotropik), kecepatan transmisi pada jaringan

konduktive jantung (efek dromotropik) dan kekuatan kontraksi (efek inotropik).

Impuls yg dikirim melalui syaraf simpatis juga dapat menghambat efek dari

parasimpatis melalui nervus vagus. Kemungkinan melalui pelepasan neuropeptida

Y, yang berperan sebagai kotransmiter pada ujung syaraf simpatis.

C. Pengaturan Sistem Syaraf Otonom Pada Jantung

Jantung merupakan organ muskular yang berongga, berukuran sebesar

kepalan tinju dan berlokasi di rongga dada, pada garis tengah tubuh dengan

sternum pada bagian depan dan vertebra thoracalis pada bagian belakang.

Walaupun secara anatomi jantung manusia hanya ada satu, namun sisi kanan dan

sisi kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa yang terpisah. Jantung terbagi

menjadi dua bagian, kanan dan kiri dengan empat ruang di dalamnya. Dua

ruangan di atas disebut dengan atrium dan dua ruangan di bawah disebut dengan

ventrikel. Pembuluh darah yang membawa darah dari jaringan kembali ke jantung

disebut dengan vena dan yang membawa darah dari jantung ke jaringan disebut

dengan arteri.

Jantung diinervasi oleh dua divisi dari sistem saraf otonom, yang dapat

mengubah kecepatan (dan juga kekuatan) kontraksi, walaupun rangsangan saraf

tidak dibutuhkan untuk memulai kontraksi. Saraf parasimpatis jantung, nervus

vagus, mempersarafi atrium terutama SA node dan AV node. Persarafan

parasimpatis untuk ventrikel hanya sedikit. Saraf simpatis jantung juga

mempersarafi atrium termasuk SA node dan AV node dan juga secara dominan

mempersarafi ventrikel.

D. Sistem Hantaran Jantung

Dengan sistem hantaran jantung, maka irama denyut jantung dapat

dikendalikan agar tetap dalam batas-batas normal. Sistem hantaran jantung

126

diawali pada simpul sinoatrial atau simpul sinus yang terdapat di bagian atrium

kanan, di dekat muara vena cava superior. Simpul sinus normal merupakan

“primary cardiac pacemaker” tetapi dalam kondisi tertentu maka pacu jantung

(“cardiac pacemaker”) yang terdapat di dalam simpul atrioventrikular atau di

sepanjang sistem hantaran jantung dapat tetap berdenyut.

Sistem hantaran jantung tersebut terdiri dari simpul sinus, preferential

internodal pathways, simpul atrioventrikular, berkas His dan sistem Purkinje yang

dapat dipelajari pada gambar berikut ini.

Gambar 7.3. Sistem hantaran jantung

1. Simpul Sinus dan Pacu Jantung

Urutan normal bagian fungsional jantung yang berdenyut merupakan

kontraksi atrium yang disusul dengan kontraksi ventrikel dan akhirnya relaksasi

jantung. Periode kontraksi dan relaksasi ini terjadi dalam satu siklus jantung.

Terjadinya denyut jantung akibat suatu sistem hantaran impuls, sangat khusus

yang dimulai dari pusat pacu jantung (“cardiac pacemaker”) yang tertinggi di

dalam atrium dan disebut sebagai simpul sinoatrial atau simpul sinus.

Sistem hantaran (impuls) jantung atau “Specialized Conducting System”

(SCS) mampu menghasilkan impuls dan menghantarkan ke seluruh bagian sel otot

jantung sehingga dimulai depolarisasi bagian-bagian jantung dan disusul kontraksi

jantung. Pada dasarnya sistem hantaran khusus terdiri dari sel khusus seperti sel

pacu jantung(sel P), sel Purkinje, sel transisional (sel T) dan myocardium sel. Sel-

127

sel tersebut berhubungan satu sama lain melalui membran plasma dan

“intercalated disc”. Dan telah bayak diketahui bahwa simpul sinus memiliki

tingkat otomatisitas yang tertinggi dibandingkan dengan bagian-bagian SCS

lainnya, dan selalu memproduksi impuls yang baru, sehingga menyebabkan

jantung selalu berdenyut dengan irama yang ritmik.

Di dalam Sistem Hantaran Khusus, sel-sel khusus yang menghasilkan

“rapid inherent rhythm” disebut sebagai sel pacu jantung dan pada keadaan

normal dominan di bagian simpul sinus. Tetapi pada keadaan tertentu, dengan

simpul sinus tidak lagi memproduksi impuls, maka bagian lain SCS seperti simpul

atrio-vetrikular, akan menggantikannya. Dengan ditemukannya simpul sinus oleh

Keith dan Flack dan diperjelas fungsinya oleh penemuan Wybow dan Lewis,

maka simpul sinus telah dipertahankan sebagai pacu jantung dengan “the first

highest inherent rhythm” dan ini berarti bahwa simpul sinus mendominasi

pengaturan irama jantung. Dengan demikian maka irama kontraksi otot-otot

jantung dikendalikan oleh adanya alur-alur impuls yang diproduksi oleh simpuls

sinus secara ritmik dan kemudian impuls dihantarkan ke otot-otot jantung melalui

SCS.

Sel myocardium, karena mengandung sel-sel khusus tersebut, mungkin

memiliki sifat-sifat yang paling khas yaitu otomatisitas, “rhythmicity”,

konduktivitas dan kontraktilitas. Otomatisitas jantung merupakan kemampuan sel

myocardium untuk menghasilkan impuls mandiri secara ritmik dan mampu

mempengaruhi perubahan-perubahan denyut jantung (aksi kronotropik);

konduktivitas jantung menempuh kemampuan sel myocardium untuk cepat

menghantarkan impuls cepat, sedangkan kontraktilitas jantung menempuh

kemampuan myocardium untuk berkontraksi sesuai dengan hukum kekuatan

kontraksi otot dan bersifat generatif.

Simpul sinoatrial yang terletak di atrium kanan dan di bawah epicardium

dari sulcus terminalis memiliki morfologi berbentuk “cresentic structure” dan

terbagi dalam bagian kepala, batang tubuh dan ekor. Panjangnya lima belas

milimeter dan lebarnya lima milimeter (dari vena cava superior ke bagian tepi

atrium) dan tebalnya dua milimeter yang diukur dari epicardium ke permukaan

128

endocardium. Simpul sinus mendapatkan aliran darah dari arteri sinoatrial, yang

merupakan cabang arteri circumflexa sinister sebanyak empat puluh lima persen

dan arteri coronaria dexter sebanyak lima puluh lima persen. Impuls yang

diproduksi di bagian simpul sinus akan disebarkan ke seluruh bagian jantung

melalui SCS, yang diantara simpul sinus dengan simpul atrioventrikular terdapat

“preferential internodal pathways” yang terdiri dari (1) cabang anterior (berkas

cabang descendens Bachmann), (2) cabang berkas Wenkebach atau “midle

internodal pathways”, dan (3) jaras Rhorl atau cabang posterior, sedangkan dari

sinus terdapat cabang “by-pass” yang merupakan saluran yang berhubungan

langsung dengan bagian distal simpul atrioventrikular.

2. Simpul Atrioventrikular

Letaknya di dekat annulus katup mitral dan di bagian belakang dekat

dengan ostium sinus coronarius dan batas bagian distal berhubungan dengan

berkas His. Seperti simpul sinus, maka simpul atrioventrikular mendapat darah

dari arteri nodus atrioventrikular yang berasal dari cabang arteri coronaria dexter

sebayak sembilan puluh persen dan arteria circumflexa sinister sebanyak sepuluh

persen. Di dalam simpul atrioventrikular terdapat jaringan kolagen dan sel-sel

pacu jantung, tempat serabut-serabut selnya di bagian distal meneruskan diri

sebagai berkas atrioventrikular dan di bagian proksimal berhubungan dengan

lintasan internodal.

Penjalaran impuls di dalam simpul atrioventrikular termasuk yang paling

lambat yaitu sekitar dua per sepuluh sampai lima per sepuluh meter per detik dan

kelambatan ini disebabkan oleh : (1) serabut-serabutnya amat kecil dibandingkan

dengan bagian lainnya, (2) kurang permeabel terhadap ion-ion natrium atau

kalium, (3) asal embrionik serabut-serabutnya berbeda dengan bagian SCS

lainnya dan (4) tidak semua impuls yang datang ke simpul atrioventrikular tepat

pada saat periode refrakter relatif dan kebanyakan jatuh pada saat periode

refrakter absolut. Walaupun demikian terdapat keuntungan, karena adanya

kelambatan penjalaran impuls ini memberikan kesempatan pada atrium untuk

129

berkontraksi mendorong darah ke dalam ventrikel, sebelum ventrikel ikut

berkontraksi.

3. Berkas His

Berkas His terbagi menjadi dua cabang yaitu cabang berkas His kiri (“left

bundle branch”) dan cabang berkas His kanan (“right bundle branch”). Pada

cabang berkas kanan, serabut-serabutnya melalui septum interventrikular menuju

ke bagian epicardium sedangkan pada cabang berkas kiri bercabang lagi menjadi

ranting anterosuperior yang melayani sebagian besar permukaan anterosuperior

ventrikel kiri dan ranting posteroinferior yang melayani bagian posteroinferior

ventrikel kiri. Berkas His ini merupakan lanjutan simpul atrioventrikular dan

setelah bercabang lagi, maka serabut-serabutnya kemudian membentuk anyaman

Purkinje dan tersebar luas di antara serabut kontraktil myocardium.

Serabut-serabut Purkinje inilah yang menghantarkan impuls secara cepat

dengan kecepatan satu setengah sampai empat meter per detik. Waktu untuk

menghantarkan impuls dari simpul sinus ke simpul atrioventrikular kurang lebih

empat per seratus sampai enam per seratus dan ini sesuai dengan gelombang P

pada elektrokardiogram dan setelah sepersepuluh detik kemudian impuls sampai

pada berkas His. Dan waktu yang diperlukan untuk mencapai otot-otot ventrikel

berkisar seluruhnya sebesar delapan belas per seratus detik sampai dua persepuluh

detik. Dan waktu ini sesuai dengan interval PR pencatatan listrik jantung dengan

alat elektrokardiograf.

E. Susunan Saraf Otonom Dan Irama Jantung

Sistem hantaran khusus mendapat pelayanan saraf otonom simpatis dan

parasimpatis. Simpul sinoatrial dipersarafi oleh saraf parasimpatis melalui saraf

vagus kanan, sedangkan saraf vagus kiri melayani simpul atrioventrikular. Kedua

saraf parasimpatis tersebut tidak memelihara otot-otot ventrikel, kecuali hanya

sedikit saja dan ini mungkin dapat diabaikan. Sedangkan saraf simpatis

memelihara semuanya, baik atrium, ventrikel, simpul sinus dan simpul

atrioventrikular. Kedua saraf otonom tersebut mengatur denyut jantung miogenik

130

sehingga mempengaruhi “cardiac performance” seperti otomatisitas,

konduktivitas, kontraktilitas, dan “rhythmicity” jantung. Simpul sinoatrial

merupakan pusat tertinggi pacu jantung, dan dari sinilah munculnya “inherent

rhythm” yang tidak pernah berhenti berdenyut, yang berjalan secara spontan dan

impulsnya dihantarkan melalui SCS ke seluruh bagian jantung lainnya dan

selanjutnya timbul irama jantung yang senada dengan irama simpul sinoatrial.

Rangsangan saraf parasimpatis pada simpul sinus, cenderung

memperlambat kecepatan pembentukan impuls pada pusat pacu jantung, hal ini

terjadi karena ujung-ujung saraf parasimpatis mengeluarkan asetilkolin, yang

pengaruhnya dapat menurunkan jumlah produksi impuls di simpul sinus dan

menurunkan kepekaan “atrio-ventricular junction” terhadap impuls atau rangsang

yang datang dari simpul sinus, sehingga terjadi kelambatan hantaran impuls ke

otot ventrikel. Berkurangnya produksi impuls pada simpul sinus disebabkan oleh

adanya penekanan pada “slope diastolic depolarization” dan cenderung

meningkatkan stabilitas potensial membran istirahat, sehingga menjauhi “firing-

levelnya”.

Rangsangan yang sangat kuat oleh parasimpatis akan menghentikan

perubahan ritmik aktivitas potensial aksi pada pacu jantung dan terjadilah “blok”

hantaran impuls ke “atrio-ventricular junction”. Bila keadaan ini terjadi, maka

ventrikel tidak akan berkontraksi. Tetapi dengan adanya pacu jantung pada SCS di

dalam ventrikel dan otot-otot jantung itu sendiri, maka terjadilah rangsangan pada

ventrikel yag menyebabkan ventrikel dapat berkontraksi di luar kontrol simpul

sinus. Dan ini merupakan salah satu mekanisme kompensasi untuk

mempertahankan denyut jantung. Denyut ventrikel demikian disebut sebagai :

ekstrasistole ventrikel dan pada rekaman elektrokardiogram tampak gelombang

QRS tanpa didahului oleh gelombang P. Rangsangan simpatis pada simpul sinus

akan memberikan pengaruh yang berlawanan dengan rangsangan parasimpatis,

hal ini karena simpatis meningkatkan “slope diastolic depolarization” potensial

aksi pusat pacu jantung di dalam simpul sinus, sehingga “slope diastolic

depolarization” sangat mudah mencapai potensial ambang dan kemudian disusul

oleh “overshoot”, demikian seterusnya akan terjadi berulang-ulang, sehingga

131

tampak peningkatan produksi impuls. Di lain pihak karena rangsangan simpatis,

juga akan terjadi peningkatan permeabilitas membran semua jaringan Sistem

Hantaran Khusus dan termasuk otot-otot jantung terhadap kalium dan natrium,

sehingga hantaran impuls dipercepat dan kekuatan kontraksi otot jantung juga

meningkat.3

F. Kontrol Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular berada di bawah pengaruh saraf yang berasal dari

beberapa bagian otak, yang pada gilirannya menerima umpan balik dari reseptor

sensorik dalam pembuluh darah. Peningkatan output saraf dari batang otak ke

saraf simpatis menyebabkan penurunan diameter pembuluh darah (penyempitan

arteriol) dan meningkatkan stroke volume dan denyut jantung yang berperan

dalam meningkatkan tekanan darah. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan

peningkatan aktivitas baroreceptor, yang memberi sinyal batang otak untuk

mengurangi output saraf ke saraf simpatis.2

Konstriksi vena dan penurunan pasokan darah dalam reservoir vena pada

umumnya bersamaan dengan peningkatan konstriksi arteriol, walaupun

perubahan-perubahan dalam besarnya muatan pembuluh darah tidak selalu paralel

dengan perubahan-perubahan resistensi pembuluh darah. Peningkatan aktivitas

Baroreseptor

Tekanan Darah

Batang Otak

Denyut Jantung

Stroke Volume

Diameter Pembuluh Darah

132

saraf simpatis terhadap jantung dan pembuluh darah, secara umum berhubungan

dengan penurunan aktivitas serabut-serabut vagal jantung. Sebaliknya, penurunan

aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi. Penurunan tekanan darah dan

meningkatnya simpanan darah dalam reservoir vena. Umumnya akan diikuti

dengan penurunan denyut jantung, akan tetapi hal ini biasanya berhubungan

dengan rangsangan nervus vagus dari jantung.2

1. Efek Rangsangan Parasimpatis Terhadap Jantung

Sistem saraf parasimpatis berpengaruh terhadap simpul SA untuk

menurunkan denyut jantung. Acethylcholine dilepaskan pada peningkatan

aktivitas parasimpatis yang meningkatkan permeabilitas simpul SA terhadap K+

dengan memperlambat penutupan saluran K+. Hasilnya, tingkat di mana potensial

aksi spontan dimulai berkurang melalui efek dua kali lipat :

1. Peningkatan permeabilitas K+ menjadikan membran simpul SA hiperpolar

karena lebih banyak ion kalium positif yang keluar dibandingkan keadaan

normal, membuat keadaan di dalam menjadi lebih negatif. Karena

potensial istirahat dimulai bahkan jauh dari ambang batas, diperlukan

waktu lebih lama untuk mencapai ambang batas.

2. Peningkatan permeabilitas K+ diinduksi oleh rangsang vagus dan

menentang reduksi otomatis dalam permeabilitas K+ yang bertanggung

jawab untuk memulai depolarisasi membran secara bertahap ke ambang

batas. Efek yang berlawanan ini menurunkan tingkat depolarisasi spontan,

memperpanjang waktu yang dibutuhkan untuk melintas ambang batas.

Oleh karena itu, simpul SA mencapai ambang batas dan rangsangan terus

berkurang, menurunkan denyut jantung.

Pengaruh parasimpatis simpul AV menurunkan eksitabilitas simpul,

memperpanjang transmisi impuls ke ventrikel bahkan lebih panjang dibandingkan

perlambatan simpul AV yang biasa. Efek ini disebabkan oleh meningkatnya

permeabilitas K+, yang membuat membran menjadi hiperpolar, sehingga

menghambat permulaan eksitasi simpul AV.

133

Stimulasi parasimpatis pada sel-sel kontraktil atrium mempersingkat

potensial aksi, efek ini diyakini disebabkan oleh lambatnya arus masuk yang

dibawa oleh Ca2+

yang menyebabkan fase plateu berkurang sebagai hasilnya

kontraksi atrium diperlemah.

Sistem parasympatis mempunyai sedikit efek pada kontraksi vetrikel,

karena sedikitnya inervasi pada ventrikel.

Jadi jantung lebih "santai" di bawah pengaruh parasimpatis – denyut

jantung berkurang dengan cepat, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel

memanjang, dan kontraksi atrium diperlemah. Tindakan ini tepat mengingat

bahwa sistem parasimpatis mengontrol kerja jantung dengan tenang, situasi rileks

saat tubuh tidak menuntut peningkatan output jantung.

2. Efek Rangsangan Simpatis Pada Jantung.

Sebaliknya, sistem saraf simpatik, yang mengontrol kerja jantung dalam

situasi darurat atau saat olahraga, ketika ada kebutuhan untuk aliran darah yang

lebih besar, mempercepat denyut jantung melalui efeknya pada jaringan pacu

jantung. Efek utama dari rangsangan simpatis pada simpul SA adalah untuk

meningkatkan laju depolarisasi, sehingga ambang dapat dicapai lebih cepat.

Norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf simpatis menurunkan permeabilitas K+

dengan mengakselerasi inaktivasi saluran K+. Dengan lebih sedikit ion potasium

positif yang keluar, bagian dalam sel menjadi kurang negatif, menciptakan efek

depolarisasi. Hal ini melayang lebih cepat dengan ambang di bawah pengaruh

simpatis memungkinkan frekuensi potensial aksi yang lebih besar dan denyut

jantung yang lebih cepat.

Stimulasi simpatis dari simpul AV mengurangi keterlambatan simpul AV

dengan meningkatkan kecepatan konduksi, mungkin dengan meningkatkan aliran

masuk Ca2+

yang lambat.

Demikian pula, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi

sepanjang jalur konduksi khusus.

Dalam sel kontraktil atrium dan ventrikel, yang keduanya memiliki banyak

ujung saraf simpatis, stimulasi simpatis meningkatkan kekuatan kontraktil

134

sehingga denyut jantung lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah. Efek

ini disebabkan oleh meningkatnya permeabilitas Ca2+

yang mempercepat

perlambatan Ca2+

yang masuk dan mengintensifkan partisipasi Ca2+

dalam proses

sambungan eksitasi-kontraksi.

Efek keseluruhan dari rangsangan simpatis pada jantung, karena itu,

adalah untuk meningkatkan efektivitas jantung sebagai pompa dengan

meningkatkan denyut jantung, mengurangi perlambatan antara kontraksi atrium

dan ventrikel, mengurangi waktu konduksi melintasi jantung, dan meningkatkan

kekuatan kontraksi.

3. Pengendalian denyut jantung

Jadi, seperti yang khas dari sistem saraf otonom, efek parasimpatisdan

simpatis pada denyut jantung antagonistik (berlawanan satu sama lain). Pada saat

tertentu denyut jantung sebagian besar ditentukan oleh keseimbangan yang ada

antara efek penghambatan saraf vagus dan efek stimulasi dari saraf simpatis

jantung. Dalam kondisi istirahat, pengaruh parasimpatis adalah dominan. Bahkan,

jika semua saraf otonom ke jantung diblokir, denyut jantung istirahat akan

meningkat dari nilai rata-rata 70 denyut per menit untuk sekitar 100 denyut per

menit, yang merupakan tingkat rata-rata keluaran spontan simpul SA ketika tidak

mengalami pengaruh saraf. (Kami menggunakan 70 denyut per menit sebagai

tingkat normal keluaran simpul SA karena ini adalah rata-rata dalam kondisi

normal dalam tubuh.) Perubahan dalam denyut jantung melampaui tingkat

istirahat ini di kedua arah dapat dicapai dengan menggeser keseimbangan

stimulasi saraf otonom. Denyut jantung meningkat secara bersamaan

meningkatkan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis, penurunan

denyut jantung disebabkan oleh kenaikan bersamaan aktivitas parasimpatis dan

penurunan aktivitas simpatik. Tingkat relatif aktivitas dua cabang otonom ke

jantung pada gilirannya terutama dikoordinasikan oleh pusat kendali jantung yang

terletak di batang otak. Meskipun persarafan otonom adalah yang utama yang

mengatur denyut jantung, faktor lain juga mempunyai peran yang sama. Yang

paling penting dari ini adalah epinephrine, hormon yang disekresikan ke dalam

135

darah dari medulla adrenal pada rangsangan simpatis dan bertindak pada tingkat

jantung dengan cara yang sama dengan norepinephrin untuk meningkatkan denyut

jantung. Epinephrin oleh karena itu memperkuat efek langsung yang dimiliki

sistem saraf simpatis terhadap jantung.